LAPORAN PROFIL DBD UNTUK KEGIATAN SURVEI ENTOMOLOGI DBD DI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR TAHUN 2105
bÄx{ BBTKLPP BANJARBARU
KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT & PENYEHATAN LINGKUNGAN BALAI BESAR TEKNIK KESEHATAN LINGKUNGAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT (BBTKLPP) BANJARBARU TAHUN 2015 DAFTAR ISI
Halaman Kata Pengantar ...................................................................................................................... Daftar Isi ................................................................................................................................ Daftar Tabel ...........................................................................................................................
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1.2 Tujuan ............................................................................................................. 1.3 Jadwal Pelaksanaan.......................................................................................... 1.4 Sasaran………………………………………………………………………. 1.5 Pelaksana Kegiatan………………………………………………………….. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi……............................................................................................ 2.2 Vektor……………….. ................................................................................... 2.3 Virus Dengue…............................................................................................... 2.4 Siklus Penularan DBD.................................................................................... 2.5 Peningkatan Kasus.......................................................................................... 2.6 Pengobatan dan Pencegahan………………………………………….…….. 2.7 Survei Entomologi…….……………………………………………………………. 2.8 Kerangka Konsep………………………………………………………………………. METODOLOGI 3.1 Jenis Kajian…………………………….......................................................... 3.2 Populasi dan Sampel………………………………………………………………………. 3.3 Tahapan Kegiatan Survei Entomologi……………………………………… 3.4 Instrumen Kajian……………………………………………………………. 3.5 Teknik Analisis Data………………………………………………………… 3.6 Lokasi Kajian………………….......................................................................
i ii iii
1 2 2 3 3
4 4 6 7 7 8 9 11
12 12 12 14 14 14
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Survey..................................................................... 4.2 Hasil…………................................................................................................. 4.3 Pembahasan………………………………………………………………….
15 16 22
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………... 5.2 Saran………………………………………………………………………….
26 26
LAMPIRAN ii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit yang penyebarannya sampai saat ini masih terpusat di daerah tropis, yaitu Australia Utara bagian timur, Asia Tenggara, India dan sekitarnya, Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Amerika Serikat. Namun dengan adanya pemanasan global, dengue diperkirakan akan meluas sampai ke daerah - daerah beriklim dingin.1 DBD masuk ke Indonesia tahun 1968 dan sejak tahun 1980 telah tersebar luas diseluruh provinsi di Indonesia. Sampai sekarang penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat.2 Virus dengue ditularkan dari orang sakit ke orang sehat melalui gigitan nyamuk Aedes dari subgenus Stegomyia. Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk Aedes yang bisa menularkan
virus
dengue
yaitu
:
Aedes
aegypti,
Aedes
albopictus
dan
Aedes scutellaris.3 Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus terdiri dari 4 serotipe (yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4). Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia.4 Provinsi Kalimantan Timur khususnya Kota Balikpapan termasuk wilayah dengan kasus DBD yang selalu ada dari tahun ke tahun. Terdapat kasus DBD di semua kecamatan yang ada di Kota Balikpapan. Dari data Dinas Kesehatan Kota Balikpapan pada tahun 2013 terdapat 424 kasus DBD, sedangkan tahun 2014 terdapat 2151 kasus, dan pada awal tahun 2015 sudah tercatat 1043 kasus DBD. Wilayah Kecamatan Balikpapan Utara merupakan salah satu wilayah dengan data kasus tertinggi. Oleh karena itu dipilih menjadi lokasi survei profil DBD oleh BBTKLPP Banjarbaru. Dari 6 kelurahan yang ada di Kecamatan Balikpapan Utara, Kelurahan Batu Ampar
merupakan kelurahan dengan jumlah kasus tertinggi pada awal tahun 2015 yaitu sebanyak 62 kasus. Dari data DitJend PP & PL tahun 2015 di Kalimantan Timur terdapat 3 jenis type virus yang ditemukan pada manusia, yaitu DEN-1, DEN-2 dan DEN-3. Dalam rangka kegiatan survei profil DBD dan untuk dapat mendukung keberhasilan pemberantasan nyamuk vektor, maka BBTKL PP Banjarbaru perlu melakukan survei entomologi DBD. 1. 2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum Mengetahui Profil penyakit DBD dengan melakukan survei entomologi DBD di Kelurahan Batu Ampar Kecamatan Balikpapan Utara Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. melakukan survei entomologi antara lain : 1.1 survei telur 1.2 survei jentik (CI,HI,BI) 1.3 serotype virus pada nyamuk vektor 1.3 Jadwal Pelaksanaan Kegiatan dilaksanakan di Kelurahan Batu Ampar Kecamatan Balikpapan Utara Kota Balikpapan Provinsi Kalimantan Timur tanggal 11 sd 14 Mei 2015.
1.4 Sasaran Sasaran kegiatan ini meliputi rumah penduduk di wilayah endemis DBD di Kelurahan Batu Ampar Kecamatan Balikpapan Utara. 1.5 Pelaksana Kegiatan Pelaksana kegiatan ini adalah BBTKLPP Banjarbaru berkoordinasi dan bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Balikpapan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Sampai saat ini DBD masih terpusat di daerah tropis, yaitu Australia Utara bagian timur, Asia Tenggara, India dan sekitarnya, Afrika, Amerika Latin, dan sebagian Amerika Serikat. Diperkirakan adanya pemanasan global akan mempercepat penyebaran DBD ke daerah - daerah beriklim dingin. Pemanasan global diprediksi tidak hanya meningkatkan penyebaran nyamuk, tetapi juga akan membuat ukuran nyamuk menjadi lebih kecil. Sebagai akibatnya, nyamuk dewasa akan lebih banyak mengisap darah untuk perkembangan telur – telurnya. Insiden mengisap darah dua kali (double feeding) akan semakin meningkat yang berarti pada akhirnya meningkatkan kesempatan untuk menularkan lebih banyak virus ke manusia.1 Nyamuk Aedes tersebar luas diseluruh Indonesia. Walaupun banyak ditemukan diperkotaan dengan penduduk yang padat, nyamuk ini juga ditemukan dipedesaan.2 Indonesia merupakan negara paling besar di Asia Tenggara dan hampir seluruh wilayahnya merupakan daerah endemis untuk infeksi virus dengue. Empat serotipe virus dengue ditemukan bersirkulasi di seluruh Indonesia. Penelitian yang dilakukan pada beberapa daerah di Indonesia pada tahun 1973 – 2010 hampir selalu menunjukkan dominasi serotipe DENV-3. Dominasi serotipe lainnya yaitu DENV-1 ditemukan di Manado tahun 1974 dan DENV-2 di Bandung tahun 2001.5 2.2 Vektor Di Indonesia ada 3 jenis nyamuk Aedes yang bisa menularkan virus dengue yaitu : Aedes aegypti, Aedes albopictus dan Aedes scutellaris.3 Saat ini ditemukan spesies baru di Papua dari hasil riset B2P2VRP Salatiga yaitu Aedes aurensius,
masih perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui potensinya sebagai vektor penyakit. 2.2.1 Anatomi dan morfologi Abdomen nyamuk Aedes betina mempunyai ujung yang lancip dan terdapat cercus yang panjang. Larva Aedes mempunyai siphon yang gemuk, yang mempunyai satu pasang hair tuft dan pecten yang tumbuh tidak sempurna. Aedes aegypti dewasa tubuhnya berwarna hitam mempunyai bercak putih keperakan atau putih kekuningan. Pada toraks bagian dorsal terdapat bercak putih yang
Virus dengue termasuk dalam grup B Arthropod borne viruses (Arboviruses). Virus dengue merupakan virus RNA untai tunggal, genus flavivirus, terdiri dari 4 serotipe
(yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4). Struktur antigen ke 4 serotipe
ini sangat mirip satu dengan yang lain. Namun antibodi terhadap masing – masing serotipe tidak dapat saling memberikan perlindungan silang. Variasi genetik yang berbeda pada ke4 serotipe ini tidak hanya menyangkut antar serotipe tetapi juga didalam serotipe itu sendiri tergantung waktu dan daerah penyebarannya. Struktur virus dengue adalah genomnya mempunyai berat molekul 11 Kb tersusun dari protein struktural dan nonstruktural. Protein struktural yang terdiri dari protein envelope (E), protein pre-membran (prM) dan protein core (C) merupakan 25 % dari total protein, sedangkan protein nonstruktural merupakan bagian yang terbesar (75%) terdiri dari NS-1 dan NS-5. Dalam merangsang pembentukan antibodi diantara protein struktural, urutan imunogenitas tertinggi adalah protein E, kemudian diikuti protein prM dan C. Sedangkan pada protein nonstruktural yang paling berperan adalah protein NS-1.4 2.4 Siklus Penularan DBD Nyamuk Aedes terinfeksi virus saat mengisap darah penderita fase demam akut (viraemia), melalui periode inkubasi ekstrinsik (8 – 10 hari) virus akan bermultiplikasi pada sel midgut (tetapi sel hostnya tidak lisis). Dengan mengikuti hemolimp kemudian virus berada pada kelenjar ludah nyamuk (Glandulla slyvarius). Manusia akan terinfeksi bila virus masuk ke tubuh manusia bersama ludah nyamuk saat melakukan penetrasi dan memasuki darah yang disebut dengan primari viraemi. Kemudian virus mencari orga untuk bereplikasi. Dari sel organ virus akan kembali memasuki peredaran darah yang disebut dengan keadaan sekondari viraemi (pada fase ini timbul gejala demam). Pada tubuh manusia tejadi masa inkubasi selama 3 – 14 hari (rata – rata 4 – 6 hari) dapat
timbul gejala awal demam mendadak yang bisa diikuti denganmenggigil maupun nyeri kepala dengan muka ruam kemerahan (flushed face).7 Dalam 24 jam akan muncul pusing, mialgia (nyeri otot), nyeri dibelakang mata, nyeri punggung dan persendian, fotofobia, hilang nafsu makan, dan berbagai tanda atau gejala non spesifik seperti mual, muntah, dan rash (ruam pada kulit) menyerupai urtikaria pada masa fase demam. Setelah hari ketiga (lebih) akan timbul ruam makulopapular (skarlatina) menjelang akhir demam, petekia akan muncul secara menyeluruh di punggung kaki, lengan. Petekia mengelompok ditandai daerah bulat, pucat.7 Timbulnya petekia disebabkan aktivitas virus merusak sel trombosis serta sel endotel pembuluh darah, sebab sel ini bersifat reseptor dan virus bermultiplikasi dan darah akan keluar akibat kerusakan sel.7 2.5 Peningkatan kasus Meningkatnya jumlah kasus akibat penularan serta bertambanhya wilayah yang terjangkit, ditentukan oleh beberapa faktor antara lain : 1. Faktor host : faktor host yang dimaksud adalah kerentanan (susceptibility) dan respon imun seseorang terhadap demam berdarah. 2. Faktor lingkungan (environment) : yaitu kondisi geografi (ketinggian dari permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban, musim), kondisi demografi (kepadatan, mobilitas, prilaku, adat istiadat, sosial ekonomi penduduk). 3. Faktor agent : yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat virus. Dengue yang saat ini beredar ada 4 tipe (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4). 4. Jenis nyamuk sebagai vektor. Saat ini ada dua jenis nyamuk yaitu Aedes aegypti dan Aedes albopictus, kedua jenis nyamuk terdapat diseluruh
wilayah Indonesia kecuali daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut.4 2.6 Pengobatan dan Pencegahan Sampai saat ini belum ditemukan obat maupun vaksin untuk DBD. Sedangkan untuk pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya. Pengendalian dapat dilakukan dari sisi : 1. Lingkungan Dengan melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang meliputi : a. Menguras tempat penampungan air sekurang – kurangnya seminggu sekali. b. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali. c. Menutup rapat tempat penampungan air. d. Mengubur barang bekas (kaleng bekas/ban bekas). 2. Biologis Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik, dan bakteri (Bt.H-14) 3. Kimiawi Pengendalian nyamuk secara kimiawi dapat dilakukan dengan : a. pengasapan/fogging (dengan malathion/fenthion) berguna untuk mengurangi penularan sampai batas waktu tertentu. b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat penampungan air. Cara
yang
paling
efektif
dalam
pencegahan
DBD
adalah
dengan
mengkombinasikan cara – cara diatas, yang di sebut 3M plus. 2.7 Survei Entomologi Survei Entomologi terdiri dari 3 yaitu survei telur, survei larva dan survei nyamuk dewasa.
2.7.1 Survei telur Survei ovitrap dilakukan untuk deteksi dini dari infestasi baru dilokasi dimana nyamuk vektor telah diberantas sebelumnya. Dengan alasan ini ovitrap dipakai sebagai kegiatan
pengamatan
dipelabuhan
Internasional
terutama
di
Bandar
Udara
Intsernasional. Survai telur dilakukan di 80 rumah dengan menggunakan 160 ovitrap. Tiap rumah 2 ovitrap, 1 ovitrap ditempatkan di dalam rumah dan 1 ovitrap lainnya ditempatkan di luar rumah. Survei ovitrap dilakukan didaerah yang kepadatan populasinya rendah (BI < 5).3 2.7.2 Survei larva Untuk mengetahui tingkat keberadaan Aedes dapat dilakukan dengan survei larva sehingga didapatkan presentasi rumah yang ditemukan larva terhadap seluruh rumah yang diperiksa (HI), presentasi kontainer yang ditemukan jentik terhadap seluruh kontainer yang diperiksa (CI), dan presentasi jumlah kontainer yang ditemukan larva terhadap 100 rumah (BI).7 Survei larva dpat dilakukan dengan single larva method atau cara visual 1. Single larva Cara ini dilakukan dengan mengambil 1 larva disetiap tempat genang air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut. 2. Visual Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya larva di setiap tempat genangan air tanpa mengambil larvanya. 2.7.3 Survei nyamuk dewasa Survei nyamuk dewasa dapat memberikan data tentang kecenderungan populasi musiman, dinamika penularan, risiko penularan dan evaluasi pemberantasn nyamuk dewasa. 7. Dengan dilakukan uji konfirmasi untuk menemukan tipe virus dengue, dapat dipastikan nyamuk Aedes yang ditangkap merupakan vektor DBD.
2.8 Kerangka konsep
Daerah endemis DBD Kelurahan Batu Ampar
Survei telur Aedes
Survei larva Aedes
Survei
nyamuk
dewasa
Aedes
pemasangan Ovitrap
Single larva survey
penangkapan nyamuk
resting
Ovitrap Indeks
HI, CI, BI , ABJ
identifikasi
Spesies Nyamuk Aedes
Uji PCR
serotipe virus Keterangan : HI : House Indeks CI : Container Indeks BI
-
+
: Breteau Indeks
DEN-1
ABJ : Angka Bebas Jentik
DEN-2 DEN-3
: variabel terikat : variabel bebas
DEN-4
BAB III METODOLOGI 3.1. Jenis kajian Jenis kajian ini adalah observasional deskriptif, dilaksanakan dengan rancangan studi cross sectional survey. 3.2. Populasi dan sampel Dalam kajian ini populasi yang dipakai adalah seluruh rumah tangga dan kontainer yang berada dilokasi kelurahan Batu Ampar, sedangkan sampelnya adalah seluruh yang terpilih yang berada dilokasi kajian. Besar sampel secara purposif 100 rumah untuk survei telur dan survei larva. Untuk survei nyamuk dewasa dilakukan disekitar rumah penderita. 3.3. Tahapan kegiatan survei Entomologi 3.3.1 Survei Telur Bahan dan Alat : Gelas plastik dicat warna hitam, padel bambu, kertas saring, selotif, spidol, air rendaman jerami, pulpen, formulir. Survei telur menggunakan ovitrap yaitu berupa potongan bambu diberi kertas saring untuk meletakkan telur bagi nyamuk, yang dimasukkan ke dalam gelas plastik yang dicat hitam, diberi air rendaman jerami dengan cara sebagai berikut : -
Pemasangan ovitrap dilakukan pada setiap rumah sebanyak 2 buah yaitu 1 buah dipasang didalam rumah dan 1 buah dipasang diluar rumah.
-
Dilakukan pengamatan ada tidaknya telur dilakukan seminggu sekali dengan memeriksa kertas saring yang ada pada padel/potongan bambu.
-
Pada padel dipasang kertas saring baru yang telah diberi kode agar tidak tertukar.
-
Air rendaman jerami pada ovitrap dibuang dan diganti dengan yang baru. Rumah yang pemiliknya bersedia dipasang ovitrap terdapat 99 rumah,
sehingga diperlukan 198 ovitrap. Pemasangan ovitrap dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Rumus Ovitrap indeks ( % )= Jumlah padel dengan telur x 100 % Jumlah padel diperiksa
3.3.2 Survei Larva Alat dan Bahan : dipper/ciduk, pipet plastik, vial larva, formulir, pulpen. Pengumpulan data larva Aedes sp dilakukan dengan mengamati semua kontainer yang ditemukan baik didalam maupun diluar rumah. Metode survei yang dilaksanakan pada kegiatan ini adalah single larva survey. Pada setiap kontainer yang ditemukan ada jentik, maka satu ekor akan diambil dengan cidukan atau menggunakan pipet panjang larva sebagai sampel, untuk identifikasi spesies. Pemeriksaan pada 100 sampel rumah
untuk mengetahui Container
indeks (CI), House Indeks (HI) dan Breteau indeks (BI) dan Angka Bebas Jentik (ABJ). HI
= Ʃ rumah dengan jentik x 100 % Ʃ rumah diperiksa
CI
= Ʃ kontainer dengan jentik x 100 % Ʃ kontainer diperiksa
BI = Ʃ kontainer dengan jentik x 100 % Ʃ 100 rumah
ABJ = Ʃ rumah tanpa jentik x 100 % Ʃ 100 rumah 3.3.3 Survei Nyamuk dewasa Alat dan Bahan : Aspirator, paper cup, kasa nyamuk, gelang karet, kapas, larutan gula, formulir, pulpen. Penangkapan nyamuk dewasa dilakukan dengan menagkap nyamuk yang resting, kemudian diidentifikasi spesiesnya dan digunakan sebagai sampel pemeriksaan serotype virus dengue dengan uji PCR. 3.4. Instrumen kajian Data yang dipakai merupakan gabungan antara data primer dan data sekunder. Data primer dengan mengadakan survei keberadaan jentik, survei vektor, Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan, Puskesmas setempat dan instansi terkait. 3.5. Teknik analisis data Data yang terkumpul diolah secara deskriptif. 3.6. Lokasi kajian Lokasi pengambilan data, dipilih dengan angka kasus DBD tertinggi yaitu Kelurahan Batu Ampar Kecamatan Balikpapan Utara.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi survei Kota Balikpapan dengan luas 503,30 Km2 memiliki topografi 70% merupakan perbukitan dan 30% adalah dataran landai di tepi laut dengan posisi 116,5° BT – 117,5 °BT dan 1,0° LS – 1,5 ° LS dengan batas wilayah sebelah utara dengan Kabupaten Kutai Kartanegara, sebelah timur dan selatan berhadapan dengan Selat Makasar kemudian sebelah barat berbatasan dengan Teluk Balikpapan dan Kabupaten Pasir. Kota Balikpapan secara administrasi terbagi dalam 4 (empat) wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Balikpapan Utara, Kecamatan Balikpapan Barat, Kecamatan Balikpapan Selatan, Kecamatan Balikpapan Tengah dan Kecamatan Balikpapan Timur. Ditinjau dari kependudukan Kota Balikpapan, pada tahun 2008 jumlah penduduk Kota Balikpapan mencapai 526.963
jiwa meningkat sebesar 2,22% dari jumlah
penduduk tahun 2007 (Bappeda, 2009). Sebaran penduduk terbesar di Kecamatan Balikpapan Selatan mencapai 34,33%. Kepadatan penduduk terpusat di pusat kota yaitu di Kecamatan Balikpapan Tengah dengan kepadatan mencapai 9.761,16 jiwa per Km2. Balikpapan beriklim tropis, musim kemarau biasanya terjadi bulan Mei sampai dengan Oktober, sedangkan pada bulan November sampai April terjadi musim penghujan. Dengan kelembaban uadar 85 % dan suhu rata – rata 30,2 °C, Kota Balikpapan berhawa panas dan lembab. Curah hujan merupakan faktor penting dalam pembentukan iklim suatu wilayah. Curah hujan pada tahun 2008 yang dilaporkan dari 4 pos pengamatan di kecamatan rata-rata tercatat 229 mm, sedang rata-rata hari hujan pada tahun 2008 adalah 14 hari per bulan. Lokasi survei ada di Kelurahan Batu Ampar yang terletak di Kecamatan Balikpapan Utara. Di Kecamatan Balikpapan Utara terdapat wilayah konservasi alam
dan hutan lindung yang berada dipinggiran kota. Provinsi Kalimantan Timur khususnya Kota Balikpapan termasuk wilayah dengan kasus DBD yang selalu ada dari tahun ke tahun. Terdapat kasus DBD di semua kecamatan yang ada di Kota Balikpapan. Dari data Dinas Kesehatan Kota Balikpapan pada tahun 2013 terdapat 424 kasus DBD, sedangkan tahun 2014 terdapat 2151 kasus, dan pada awal tahun 2015 sudah tercatat 1043 kasus DBD. Kecamatan Balikpapan Utara menjadi salah satu kecamatan dengan jumlah kasus terbanyak. Dan Dari 6 Kelurahan yang ada di Balikapapan Utara, Kelurahan Batu Ampar pada awal tahun 2015 menjadi kelurahan dengan jumlah kasus terbanyak sehingga dipilih menjadi lokasi survei. Banyak faktor yang mempengaruhi sehingga dari tahun ke tahun kasus tersebut masih terjadi. Dari Data Puskesmas Batu Ampar, kasus DBD di Kelurahan Batu Ampar terdapat 103 kasus pada tahun 2013, 105 kasus pada tahun 2014 dan 124 kasus tahun 2015 dengan 1 orang penderita meninggal. 4.2 Hasil 4.2.1. Survei Telur Untuk mendapatkan OI (Ovitrap Indeks) dilokasi survei, maka dilakukan dengan melakukan pemasangan di dalam dan diluar rumah penduduk. Terdapat 99 rumah yang bersedia di pasang ovitrap sehingga disediakan ovitrap sejumlah 198 buah. Pemasangan dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan pada rumah yang sama, dengan rumus : Ovitrap indeks % = Jumlah padel dengan telur x 100 % Jumlah padel diperiksa didapatkan hasil sebagai berikut : 1.Ovitrap Indeks dalam rumah di Kelurahan Batu Ampar
Ovitrap indeks pemasangan didalam rumah
72,88 %
43,43 %
Minggu I Minggu II Minggu III 30,3 %
Hasil pemasangan ovitrap didalam rumah menunjukkan penurunan indeks ovitrap pada minggu pertama dari 43,4 % menjadi 30,3 %, akan tetapi pada minggu ketiga terjadi peningkatan menjadi 72,8 %. 2.Ovitrap Indeks luar rumah di Kelurahan Batu Ampar Ovitrap indeks pemasangan diluar rumah
76,3 %
78,8 %
Minggu I Minggu II Minggu III
66,7 %
Sedangkan pemasangan ovitrap diluar rumah dari 99 rumah yang dipasang menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda (78,8 %, 66,7 % dan 76,3 %). 4.2.2 Survei Larva Dengan single larva survey, kepadatan larva pada 100 rumah yang diperiksa untuk mendapatkan data HI, CI, BI dan ABJ di dapatkan hasil sebagai berikut : Tabel 1. Indeks larva di Kelurahan Batu Ampar
Parameter
Hasil
HI
62 %
CI
20,63 %
BI
124 %
ABJ
38 %
Dari 100 rumah yang disurvei, terdapat 62 rumah positif larva (HI 62 %). Dari 601 kontainer yang diperiksa terdapat 124 kontainer positif larva (CI 20,63 %). Dari 100 rumah yang disurvei terdapat 124 kontainer yang positif larva (BI 124 %). Sehingga didapatkan angka bebas jentik 38 % (dari 100 rumah yang disurvei terdapat 38 rumah tidak ditemukan larva). Larva yang ditemukan dibawa dan di pelihara di laboratorium entomologi BBTKL PP Banjarbaru hingga menjadi nyamuk dewasa dan diindentifikasi sebagai nyamuk Aedes albopictus dan Aedes aegypti. Dari total 601 kontainer yang diperiksa di Kelurahan Batu Ampar, kontainer dominan adalah ember (18,3 %), drum (17,8 %) dan bak mandi (13,5 %). Sebanyak 49,58 % kontainer ada di dalam rumah dan 50,42 % kontainer berada diluar rumah. 3.Distribusi Jenis kontainer positif larva di pemukiman Kelurahan Batu Ampar kontainer positif larva di pemukiman Kelurahan Batu Ampar drum (37) Bak Mandi (24) ember (16) bak wc (4) dispenser (9) tandon (11) barang bekas (14) talang (1)
Dari seluruh kontainer yang positif ditemukan larva, kontainer drum (37) merupakan kontainer dengan jumlah terbanyak positif larva, diikuti oleh bak mandi
(24) dan ember (16). Terdapat jenis kontainer berupa barang bekas yang positif ditemukan larva (14). 4. Distribusi rumah yang memiliki kontainer > 3 di Kelurahan Batu Ampar Rumah dengan kontainer > 3 buah
28 %
rumah kontainer > 3 (72 %) rumah kontainer <3 (28 %)
72 %
Dari 100 rumah yang disurvei terdapat 72 rumah (72 %) yang memiliki kontainer > 3. Selain di area pemukiman penduduk, survei larva juga dilakukan di tempat – tempat umum (TTU) sebagai sample site, dengan hasil sebagai berikut : Tabel 2. Hasil survei larva di tempat umum Kelurahan Batu Ampar Kontainer No. Lokasi Kontainer Positif Larva Negatif Larva Kantor 1. 0 3 SD 2. 3 12 SD 3. 1 5 Musholla 4. 0 2 Mesjid 5. 0 1 SD 6. 3 9 Mesjid 7. 0 3 Pesantren 8. 0 4 Mesjid 9. 0 4 Total 7 43 Dari 9 lokasi yang disurvei, terdapat 3 lokasi positif larva (33,3 %) yang semuanya adalah Sekolah Dasar. 5. Distribusi jenis kontainer positif larva lokasi tempat – tempat umum
di Kelurahan Batu Ampar
Jenis kontainer positif larva tempat umum di Kelurahan Batu Ampar
tandon (3) kaleng cat (1) dispenser (1) kolam (1)
Dari 7 jenis kontainer yang positif larva, tandon air yang tidak ditutup atau tidak tertutup rapat merupakan kontainer yang paling banyak positif larva (3). 4.2.3 Survei nyamuk dewasa Penangkapan nyamuk dewasa yang resting dilakukan disekitar rumah penderita DBD. Penangkapan dilakukan pada pagi hari (pukul 8 sd 10) dan sore hari (pukul 16 sd 18), memberikan hasil yang sama, ditemukan nyamuk Aedes yang resting pada pagi dan sore hari. Dari hasil penangkapan nyamuk dilakukan identifikasi sebagai Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Selanjutnya nyamuk di bekukeringkan untuk dilakukan konfirmasi vektor dengan uji PCR, mengetahui ada tidaknya virus dengue dan tipe virusnya. Dari hasil uji PCR terhadap toraks Aedes di 4 lokasi dengan 2 spesies yang berbeda di dapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Uji PCR terhadap serotype virus pada spesimen thorax nyamuk No. Spesies / lokasi Den-1 Den - 2 Den-3 Den-4 1.
Aedes aegypti di pemukiman
-
-
-
-
2.
Aedes albopictus di pemukiman
-
+
-
-
3.
Aedes aegypti di tempat umum
-
+
-
-
4.
Aedes
-
-
-
-
albopictus
di
tempat
umum
Dari hasil uji PCR pada thorax nyamuk di lokasi survei ditemukan tipe virus dengue DEN-2 pada Aedes albopictus di pemukiman dan Aedes aegypti di tempat umum. 4. 3 Pembahasan Dari perbandingan persentase OI didalam dan luar rumah, dapat dilihat bahwa aktivitas bertelur lebih banyak dilakukan diluar rumah. Parameter Ovitrap Indeks lebih sensitif dibandingkan angka BI dalam mendeteksi keberadaan vektor. Secara Umum ovitrap merupakan metode monitoring yang sederhana dan cukup mudah, dengan menggunakan perangkap yang dipasang dalam periode waktu tertentu, sejumlah telur yang diletakkan memberikan ukuran relatif dari jumlah nyamuk di daerah yang sama. Oleh karena itu apabila suatu daerah memiliki nilai BI yang rendah (<5), dapat melakukan monitoring keberadaan vektor dengan OI. Meskipun dengan pemasangan ovitrap tidak bisa memberikan estimasi kepadatan populasi Aedes, akan tetapi dapat memberikan gambaran perubahan relatif populasi nyamuk betina.8
OI terutama berguna untuk deteksi dini dari infestasi baru di lokasi dimana nyamuk vektor telah diberantas sebelumnya.3
Angka HI dan BI sangat berpengaruh terhadap penularan kasus. Dengan angka HI sebesar 62
% dan BI 124 % Kelurahan Batu Ampar memiliki resiko penularan
kasus yang tinggi. Pada penelitian Suryadi Rahim dkk tahun 2013 menunjukkan HI merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap endemisitas DBD. Densitas atau kepadatan larva Aedes spp dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Apabila larva Aedes menjadi nyamuk dewasa menggigit penderita DBD dan menjadi nyamuk terinfeksi, kemudian menggigit manusia sehat , maka terjadilah penularan DBD.9 Angka HI 62 % dan CI 20,63 % menunjukkan angka yang tinggi. Harus dilakukan pemantauan jentik secara berkala (PJB) baik secara mandiri oleh masyarakat maupun oleh pemerintah melalui tenaga kesehatan di puskesmas. Pemantauan yang tidak rutin dapat menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat, karena tidak diketahui sejak dini apabila terjadi peningkatan keberadaan larva yang dapat menyebabkan peningkatan kasus DBD. Hal tersebut juga harus dibarengi dengan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dengan menerapkan PHBS baik lingkungan sekitar dan prilaku. Dengan BI yang cukup tinggi 124 %, daerah survei berpotensi utnk terjadi KLB. Penyebaran Aedes juga dipengaruhi kepadatan penduduk. Kelurahan Batu Ampar termasuk kelurahan yang cukup padat.
Gambaran hasil survei dipemukiman yang menunjukkan drum sebagai key container dan survei di tempat umum yang menunjukkan tandon sebagai key container. Dalam penelitian Arum dan Widiarti 2014 menyatakan bahwa key container
merupakan
gambaran jenis tempat penampungan air yang paling berperan sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk vektor DBD dilokasi survei. Selain bak mandi, drum dan tandon juga merupakan kontainer yang disukai nyamuk untuk meletakkan telurnya.
Dengan mengetahui key container dapat menjadi acuan dalam membuat sasaran pengendalian vektor DBD, meskipun hanya untuk jangka waktu yang pendek. Dengan mengetahui key container dapat membantu fokus dalam melakukan pengendalian, terutama yang dilakukan secara mandiri oleh masyarakat.10 Pengendalian dapat dilakukan dengan ikanisasi atau abatisasi mengingat drum merupakan kontainer dengan volume yang cukup besar dan kecil kemungkinaan dilakukan pengurasan. Menutup drum dan tandon dengan rapat juga akan mencegah nyamuk untuk bertelur. Mengurangi/membatasi jumlah kontainer di rumah tidak lebih dari 3 kontainer juga akan mengurangi peluang meningkatnya populasi nyamuk. Hasil penangkapan nyamuk dewasa menunjukkan populasi jenis Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang cenderung sama. Penangkapan yang dilakukan pada pagi dan sore hari menemukan nyamuk Aedes yang resting dikedua waktu tersebut. Penelitian yang dilakukan Hadi dkk tahun 2011 menyimpulkan bahwa terdapat aktifitas Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang mengisap darah pada malam hari (nokturnal). Fakta ini dapat bermanfaat sebagai informasi dasar dalam penyusunan program pengendalian vektor demam berdarah.11 Hasil pemeriksaan serotipe virus dengue pada toraks nyamuk, ditemukan tipe DEN-2 pada toraks Aedes aegypti lokasi tempat umum dan tipe DEN-2 di torak Aedes albopictus lokasi pemukiman, menunjukkan bahwa kedua spesies ini terkonfirmasi sebagai vektor. Dengan keterbatasan jarak terbang dan umur yang pendek, informasi keberadaan virus dengue dalam tubuh nyamuk menunjukkan adanya transmisi lokal. Pengendalian dan pencegahan dapat dilakukan melalui program sekolah dan puskesmas dalam memantau keberadaan jentik yaitu
dengan melakukan PJB
(Pemeriksaan Jentik Berkala). Pada akhirnya pengendalian vektor ini tidak bisa hanya
dari satu sisi tapi meninggalkan/mengabaikan sisi yang lain. Program, yang harus dilakukan adalah dari berbagai sisi : prilaku, lingkungan dan vektor secara simultan. Pengendalian terpadu kerjasama dan kesadaran masyarakat akan tanggungjawab bersama sangat membantu program pengendalian sehingga dapat menurunkan kasus DBD yang pada akhirnya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil survei entomologi DBD di Kelurahan Batu Ampar, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Ovitrap Indeks dalam rumah (mingggu I : 43,4 %, minggu II : 30,3 %, minggu III : 72,88 %), Ovitrap Indeks luar rumah (mingggu I : 78,8 %, minggu II : 66,7 %, minggu III : 76,3 %) 2. House Indeks 62 %, Container Indeks 20,3 %, Breteau Indeks 124 %, Angka Bebas Jentik 38 %. 3. Jenis kontainer drum merupakan kontainer dengan jumlah terbanyak positif larva. 4. Terdapat 74 % rumah yang memiliki kontainer > 3 buah. 5. Hasil survei ditempat umum terdapat 3 lokasi positif larva. Tandon yang merupakan kontainer terbanyak positif larva. 6.
Vektor dominan adalah Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
7. Serotype yang ditemukan pada torakx nyamuk adalah tipe DEN-2. V.1 Saran Untuk melakukan pengendalian vektor dengan cara : 1. Pemantauan keberadaan larva secara berkala. 2. Mengurangi jumlah kontainer tidak lebih dari 3 buah. 3. Memberikan larvasida atau ikanisasi pada kontainer yang bervolume besar dan sulit dikuras. 4. Mengubur/ membuang barang bekas yang dapat menampung air. 5 . Menutup rapat kontainer 6. Menguras kontainer seminggu sekali 7. Menghindari gigitan nyamuk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sembel Danjte T. 2009. Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: Andi. 2. FK UI. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 3. DitJen PP & PL KeMenKes RI. 2013. Pedoman Survei Entomologi Demam Berdarah Dengue. Jakarta: KeMenKes RI. 4. Zulkoni A. 2011. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika 5. Andriyoko B., Parwati I., Tjandrawati A dan Lismayanti L. 2012. Penentuan serotipe virus dengue dan gambaran manifestasi klinis serta hematologi rutin pada infeksi virus dengue. MKB vol 44 No.4 6. Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Sagung Seto. 7. Susanna D. 2011. Entomologi Kesehatan. Jakarta : UI press. 8. Sunaryo, Pramestuti N. 2014, Surveilans Aedes aegypti di daerah endemis Demam Berdarah Dengue. Jakarta. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol.8 No.8. 9. Rahim S, Ishak H. dan Wahid I. 2013. Hubungan faktor lingkungan dan tingkat endemisitas DBD di Kota Makasar, diakses 29 Desember 2015. 10. Arum, Widiarti. 2014. Kepadatan larva nyamuk vektor sebagai indikator penularan demam berdarah dengue di daerah endemis di Jawa Timur. Jurnal vektor penyakit, Vol 8 No.2, 2014:33-40 11. Hadi U.K, Soviana S., dan Gunandini D.D. 2011. Aktivitas nokturnal vektor demam berdarah dengue di beberapa daerah di Indonesia. Jurnal Entomologi Indonesia. April 2012, Vol.9 No.1,1-6.
Lampiran
Pembekalan kepada petugas daerah di Dinas Kesehatan Kota Balikpapan
Ovitrap yang dipasang diluar rumah dengan kode L
Kertas saring yang berisi telur Aedes hasil pemasangan ovitrap
Telur Aedes yang nampak di bawah mikroskop
Kontainer drum di luar rumah positif larva
Larva Aedes yang diambil
Persiapan alat untuk penangkapan nyamuk dewasa
Penangkapan nyamuk resting di baju yang digantung
Nyamuk Aedes lapangan dalam kandang nyamuk portable