Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
Kantor Bank Indonesia Semarang Jl. Imam Bardjo SH No.4 Semarang, Telp. (024) 8310246, Fax. (024) 8417791 Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009 http://www.bi.go.id
0
Kata Pengantar Kita telah melewati tahun 2009, tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Jawa Tengah. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada akhir 2008 berimbas pula sampai ke Jawa Tengah. Melalui pergulatan yang tidak ringan, terutama sejak triwulan akhir 2008 dan awal tahun 2009, perekonomian Jawa Tengah telah sampai pada sejumlah capaian yang cukup menggembirakan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4,71% pada tahun 2009, Jawa Tengah termasuk sedikit provinsi di Indonesia yang mengalami pemulihan ekonomi tercepat. Penurunan pertumbuhan provinsi Jawa Tengah terdalam terjadi pada triwulan IV tahun 2008, namun pada triwulan I tahun 2009 sudah meningkat lagi mendahului provinsi lain. Di sisi harga, inflasi tahun 2009 tercatat hanya sebesar 3,32%, lebih rendah dari inflasi tahun 2008 sebesar 9,55%. Kinerja positif ini tidak terlepas dari kerja keras Gubernur Jawa Tengah dan perangkatnya dalam menelorkan kebijakan-kebijakan yang tepat sasaran dalam upaya mencegah pelemahan perekonomian Jawa Tengah lebih lanjut. Di sisi lain, peran dunia perbankan dalam pembiayaan ke sektor riil juga memiliki andil yang tidak kecil dalam menggairahkan dan menggerakkan kembali ekonomi jawa Tengah. Di tengah capaian tersebut, sejumlah tantangan yang tidak ringan masih menghadang. Tantangan itu adalah upaya mendorong struktur pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah yang lebih seimbang melalui peningkatan investasi. Upaya tersebut tentunya sangat membutuhkan ketersediaan infrastruktur yang memadai dan perbaikan iklim investasi. Tantangan lainnya adalah masuknya barang-barang impor dari China yang sedikit demi sedikit mulai menggerus peran produk lokal di pasaran, yang tentunya juga harus disikapi dengan cepat dan tepat. Akhir kata, semoga di tahun 2010, perekonomian Jawa Tengah dapat tumbuh dengan lebih baik. Sementara inflasi dalam kondisi yang stabil dan terkendali. Mari kita bekerja keras untuk kemajuan Jawa Tengah di bidang kita masing-masing. Dan tantangan berat di tahun lalu, akan semakin menguatkan langkah ke depan kita semua dalam menjalani berbagai rintangan di tahun 2010.
Semarang, Oktober 2010 KANTOR BANK INDONESIA SEMARANG Ttd Ratna E. Amiaty Pemimpin
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
i
Daftar Isi Kata Pengantar ................................................................................ i Daftar Isi .......................................................................................... ii Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro ............................................. 1 1.1. Kajian Sektoral ............................................................... 1 1.2. Sisi Penggunaan ............................................................. 4 1.3. Perbandingan Dengan Provinsi Lain................................. 6 Bab 2 Perkembangan Inflasi ............................................................. 7 2.1. Inflasi Tahunan dan Bulanan ........................................... 7 2.2. Inflasi Menurut Kelompok Barang Dan Jasa ..................... 8 2.3. Inflasi Menurut Komoditas .............................................10 2.4. Inflasi Empat Kota Di Jawa Tengah.................................11 2.5. Inflasi Kota-Kota Di Pulau Jawa ......................................12 Boks Ringkasan Eksekutif Penelitian Perilaku Pembentukan Harga Produk Manufaktur Di Jawa Tengah ...........................14 Bab 3 Perkembangan Perbankan.....................................................21 3.1. Kinerja Perbankan (Bank Umum dan BPR) ......................21 3.2. Kinerja Bank Umum.......................................................21 3.3. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ............................24 3.4. Kinerja Perbankan Syariah..............................................25 3.5. Penyaluran Kredit UMKM ..............................................26 Bab 4 Sistem Pembayaran ...............................................................27 4.1. Sistem Pembayaran Non Tunai .......................................27 4.2. Sistem Pembayaran Tunai ..............................................27 4.3. Peredaran Uang Palsu ....................................................28 Bab 5 Kesejahteraan Masyarakat.....................................................29 5.1. Angkatan Kerja dan Pengangguran di Jawa Tengah .......29 5.2. Kemiskinan ...................................................................30 5.3. Nilai Tukar Petani ..........................................................31 Bab 6 Keuangan Daerah .................................................................33 6.1. APBD Provinsi Jawa Tengah 2009 ..................................33 6.2. Realiasi APBD Provinsi Jawa Tengah 2009 ......................34 Bab 7 Prospek Perekonomian 2010 .................................................37
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
ii
7.1. Pertumbuhan Ekonomi ..................................................37 7.2. Inflasi ............................................................................38 LAMPIRAN ............................................................................................41 Pertumbuhan PDRB Sisi Sektoral di Jawa Tengah (%) ............41 Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan di Jawa Tengah ............41 Indikator Kinerja Perbankan (Miliar Rp)..................................41 Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Tengah ...............42 Perkembangan DPK Bank Umum di Jawa Tengah..................42 Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Tengah .......................43 Perkembangan RTGS di Jawa Tengah....................................43
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
iii
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
iv
Bab 1 Perkembangan Makro Ekonomi Regional 1.1. KAJIAN SEKTORAL Perekonomian Jawa Tengah pada tahun 2009 tumbuh sebesar 4,71%, melambat dibandingkan
Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah pada 2009 sebesar 4,71%.
dengan
pertumbuhan
46
Rp. Triliun
pada
tahun
sebelumnya yang tercatat sebesar 5,46%. Perlambatan pertumbuhan 12
PDRB Jawa Tengah Prtmbh Ek. Triwulanan (%,yoy) Prtmbh Skt. Industri (%,yoy)
44
ekonomi
10 8 6
42
4 40
2 0
38
dipengaruhi khususnya
ekonomi oleh
tersebut
penurunan
industri
pada
lebih
aktivitas
triwulan
banyak ekonomi
I-2009
akibat
dampak krisis keuangan global yang terjadi pada triwulan IV-2008. Jika
dilihat
secara
triwulanan,
pertumbuhan
-2 36
-4 I
II
III
IV
I
2007
II
III
IV
I
2008
II
III
IV
terendah pada tahun 2009 terjadi pada triwulan I-2009 sebesar 4,21% (yoy) yang terutama disebabkan oleh
2009
kontraksi sektor industri sebesar -2,38% (yoy). Pada triwulan II-2009 perekonomian mulai membaik dengan
Grafik 1.1. PDRB dan pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah secara triwulanan 10.0
tumbuh sebesar 4,53% (yoy). (Grafik 1.1.). 1.1.) 15
Produkdi Padi
Juta ton
tahun 2009 ditopang oleh sektor pertanian dan
Pertumbuhan
9.5
10
9.0
5
8.5
0
8.0
-5
7.5
-10 2005
2006
Dari sisi produksi sektoral, pertumbuhan ekonomi
2007
2008
Perdagangan Hotel dan Restoran. Sementara sektor industri pengolahan mengalami perlambatan yang cukup dalam pada tahun ini. Sektor pertanian tumbuh sebesar 4,38% sedikit melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun
2009
sebelumnya sebesar 5,09%. Perlambatan pertumbuhan Grafik 1.2. Produksi Padi Jawa Tengah
sektor pertanian pada tahun laporan lebih disebabkan oleh menurunnya subsektor tabama khususnya padi. Jika dilihat dari series pertumbuhan subsektor ini dalam beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan pada tahun ganjil
relatif
melambat
dibandingkan
dengan
pertumbuhan pada tahun genap. Hal ini disebabkan oleh pola tanam dan panen tanaman padi yang Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
1
berbeda tiap tahunnya. Pola tanam dan panen 20
30 Penerimaan Cukai
25.40
27.00
pertumbuhan (%) 15
tanaman padi di Jawa Tengah menganut pola lima kali
25
17.55
tanam/panen dalam dua tahun, sehingga dalam satu
15.54
Rp. triliun
20 12.24 10
15
tahunnya ada tanam/panen tiga kali dan dua kali.
9.76 12.90
0 2006
2007
2008
Jika dilihat dari prompt indicator perkembangan
10
5 5
tanaman pangan khususnya padi, terlihat bahwa
0
produksi tahun ini mengalami peningkatan yang
2009
signifikan dibandingkan produksi tahun 2008. Namun
Grafik 1.3. Total Penerimaan Cukai Rokok di Jawa Tengah
di sisi lain terdapat subsektor pertanian lainnya yang mengalami perlambatan. (Grafik 1.2.). 1.2.) Sektor industri mengalami perlambatan yang cukup signifikan pada tahun 2009, hanya tumbuh sebesar 1,84%, jauh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 4,50%. Perlambatan
2,500
200
ini terutama disebabkan oleh lesunya dunia usaha
Konsumsi (RHS) Bahan Baku
2,000
akibat krisis keuangan global. Krisis keuangan global
160
1,500
120
1,000
80
500
40
Juta USD
Juta USD
Barang Modal
yang bermula dari krisis kredit perumahan di Amerika Serikat, menjelma menjadi krisis keuangan yang cukup dalam dan menyebar ke seluruh dunia. Krisis ini menyebabkan lesunya perekonomian negara-negara
0
0
maju di dunia seperti Amerika Serikat, kawasan Eropa,
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
dan
Grafik 1.4. Impor Non Migas Jawa Tengah Menurut Komponen Broad Economic Category (BEC)
sebagian
besar
Asia,
yang
menyebabkan
permintaan dari luar negeri terhadap produk-produk dalam negeri turun drastis. Penurunan permintaan luar negeri ini berimbas kepada sektor industri pengolahan dalam negeri khususnya yang berorientasi ekspor berupa pengurangan produksi yang berujung pada pengurangan tenaga kerja untuk mengurangi
Juta KWh
Industri
biaya
operasional industri.
1,300 1,250 1,200 1,150 1,100 1,050 1,000 950
Beberapa prompt indicator seperti penerimaan cukai rokok yang mengindikasikan produksi industri rokok I
II
III
IV
2008
I
II
III
IV
2009 Industri
di
Jawa
Tengah
memperlihatkan
adanya
perlambatan pertumbuhan pada tahun 2009. (Grafik 1.3.). 1.3.) Nilai impor bahan baku dan barang modal yang dapat mencerminkan aktivitas industri juga mengalami penurunan pada tahun 2009. (Grafik 1.4.). 1.4.) Sementara
Grafik 1.5. Penjualan Listrik Segmen Industri di Jawa Tengah
penjualan
listrik
bagi
sektor
industri
juga
memperlihatkan adanya perlambatan pertumbuhan. (Grafik 1.5.). 1.5.) Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
2
Di satu sisi, sektor Perdagangan, Hotel dan
Ribu Unit
Pertambahan Kendaraan Baru 800
Restoran (PHR) tetap tumbuh sebesar 6,01%, lebih
600
tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun
400
sebelumnya sebesar 5,10%. Pertumbuhan sektor ini
200
diperkirakan dipengaruhi oleh tingginya konsumsi
0 2006
2007
2008
masyarakat. Penurunan harga BBM pada akhir tahun
2009
2008 membuat daya beli masyarakat meningkat, di
Pertambahan Kendaraan Baru
samping itu aktivitas pemilihan umum baik pemilihan
Grafik 1.6. Pertambahan Kendaran Baru
legislatif maupun pemilihan presiden juga turut menjadi
pendorong
pertumbuhan
sektor
ini.
Pertumbuhan sektor ini menjadi salah satu penopang 600
30%
500
Juta KWh
400
384
405
414
432
430
464
471
475
25% 20%
pertumbuhan ekonomi selama tahun 2009 dan tetap tumbuh relatif tinggi di saat sektor industri pengolahan
300
15%
200
10%
100
5%
Jawa Tengah mengalami perlambatan yang cukup
0
0%
signifikan.
I
II
III
IV
I
2008 Bisnis
II
III
IV
yang merupakan sektor terbesar dalam perekonomian
Prompt indicator pertumbuhan sektor PHR seperti
2009
pertambahan kendaraan baru juga tetap meningkat
prtmbh. (yoy) - RHS
Grafik 1.7. Penjualan Listrik Segmen Bisnis di Jawa Tengah
pada tahun 2009 ini. (Grafik 1.6.). 1.6.) Penjualan listrik terhadap
sektor
bisnis
dan
pertokoan
juga
menunjukkan adanya peningkatan konsumsi listrik pada tahun 2009 dibanding tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan
adanya
peningkatan
aktivitas
subsektor perdagangan di Jawa Tengah. (Grafik 1.7.). 1.7.) Sektor
Jasa-jasa
juga
turut
menopang
pertumbuhan ekonomi tahun 2009 dengan tumbuh sebesar
7,85%,
sedikit
lebih
tinggi
dibanding
pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 7,66%. Pertumbuhan sektor ini diperkirakan dipengaruhi oleh 4.80
adanya peningkatan aktivitas jasa pemerintahan pada
Penjualan Semen
tahun ini sebagai dampak kebijakan stimulus fiskal
Juta ton
4.40
untuk mengurangi dampak krisis keuangan global.
4.00
Sektor bangunan juga tumbuh cukup tinggi yaitu 3.60
sebesar
6,77%,
meningkat
dibandingkan
pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 6,54%.
3.20 2007
2008
2009
Grafik 1.8. Total Penjualan Semen di Jawa Tengah
Realisasi proyek infrastruktur besar seperti jalan tol Semarang-Solo
Seksi
I
(
Semarang-Ungaran
)
diperkirakan turut menyumbang pertumbuhan sektor ini. Penjualan semen di Jawa Tengah pada tahun 2009
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
3
4,000
15%
3,865 3,896 3,774
3,800
12% 9%
Juta KWh
3,605 3,602 3,543
3,600
3,514 6%
3,442 3,400
3%
3,200
0% I
II
III
IV
I
II
2008
III
IV
tahun sebelumnya. (Grafik 1.8.). 1.8.) Sektor Pengangkutan dan komunikasi tahun 2009 mengalami
pertumbuhan
sebesar
6,96%,
sedikit
melambat dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar 7,52%. Sektor keuangan dan persewaan
2009
Total Penjualan Listrik
meningkat bila dibandingkan dengan penjualan pada
prtmbh. (yoy) - RHS
tumbuh signifikan sebesar 7,78%, sedikit melambat
Grafik 1.9. Total Penjualan Listrik Jawa Tengah
dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang tercatat 7,81%. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih tumbuh sebesar 5,55%, meningkat dibandingkan pertumbahan tahun sebelumnya sebesar 4,76%. Data total penjualan listrik di Jawa Tengah menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan pada subsektor listrik pada tahun 2009 ini dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan penggunaan listrik khususnya di sektor industri ini sebagai indikasi mulai menggeliatnya kembali sektor riil yang didorong oleh permintaan dari masyarakat. (Grafik 1.9.). 1.9.)
1.2. SISI PENGGUNAAN 160 Optimis
140 120 100 80
Pesimis
60
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Ekspektasi Konsumen (IEK)
40 20 0
12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
2008
2009
Grafik 1.10. Perkembangan Indeks Hasil Survei Konsumen
35
Kredit - sb kanan
NPL-sb kiri
30
2.00 25 1.50
20 15
1.00
10 0.50 5 0.00
0 II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV-09
Rp Trilyun-Jml Kredit
2.50
Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi tahun 2009 masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang memiliki porsi terbesar dalam perekonomian Jawa Tengah. Konsumsi Rumah tangga tumbuh sebesar 5,42%, relatif sama dengan pertumbuhan pada tahun sebelumnya. Walaupun sempat mengalami penurunan di awal tahun sebagai dampak dari krisis ekonomi di akhir tahun 2008, namun karena pengaruh kondisi sosial politik yang relatif baik serta trend perbaikan ekonomi regional di Jawa Tengah yang cukup cepat, mendorong konsumsi rumah tangga tumbuh positif pada tahun laporan. Ekspektasi masyarakat yang tercermin dari angka indeks keyakinan konsumen dari hasil Survei Konsumen yang diselengggarakan Bank Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat masih optimis terhadap kondisi perekonomian jawa Tengah. Selain itu adanya dukungan pembiayaan jenis konsumsi dari perbankan
Grafik 1.11. Perkembangan Kredit Konsumsi
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
4
600
Ribu ton
500 400 300 200
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags sep Okt Nov Des
100
2008
2009
Grafik 1.12. Perkembangan Konsumsi Semen di Jawa Tengah
7.00
8
Investasi
NPL-sb kiri
7
6.00
6
5.00
5
4.00
4
3.00
3
2.00
2
1.00
1
0.00
Rp Trilyun-Jml Kredit
8.00
0 II-07 III-07 IV-07 I-08 II-08 III-08 IV-08 I-09 II-09 III-09 IV-09
Grafik 1.13. Perkembangan Kredit Investasi di Jawa Tengah
4,000 3,500 3,000 USD Jutaan
2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Grafik 1.14. Perkembangan Ekspor di Jawa Tengah (USD Juta)
yang tumbuh cukup tinggi, juga menjadi pendorong pertumbuhan konsumsi masyarakat di tahun 2009. (Grafik 1.10. dan 1.11.). 1.11.) Sementara itu konsumsi pemerintah tumbuh cukup tinggi sebesar 11,11%, meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 10,08%. Hal tersebut selain karena peningkatan nilai APBD, juga disebabkan oleh adanya program stimulus fiskal yang dilaksanakan pemerintah guna mengurangi dampak krisis ekonomi di tahun 2008. Investasi yang tercermin dari Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), tumbuh sebesar 5,62%, sedikit melambat dibandingkan pertumbuhan tahun 2008 sebesar 6,69%. Perlambatan ini merupakan dampak dari krisis di akhir tahun 2008, yang menyebabkan beberapa perusahaan atau investor menunda realisasi investasinya, terutama di periode awal tahun. Investasi baru mulai berjalan pada triwulan II-2009. Beberapa proyek infrastruktur yang cukup besar seperti pembangunan jalan tol Semarang-Solo Seksi I (Semarang-Ungaran ), renovasi pasar dan bangunan sebagai bagian dari program stimulus fiskal menjadi salah satu pendorong investasi daerah. Walaupun melambat, pertumbuhan investasi tersebut relatif masih cukup baik. Beberapa prompt indicator yang menunjukkan perkembangan investasi adalah perkembangan konsumsi semen di Jawa Tengah serta perkembangan kredit investasi yang disalurkan perbankan Jawa Tengah, yang menunjukkan trend peningkatan. (Grafik 1.12 dan Grafik 1.13.). 1.13.) Ekspor netto di Jawa Tengah pada tahun 2009 menunjukkan kontraksi yang cukup dalam, yang disebabkan oleh kontraksi ekspor sebesar -4,54% (yoy) pada periode tersebut. Kontraksi yang cukup dalam tersebut merupakan dampak dari penurunan ekspor luar negeri akibat krisis ekonomi semester II-2008. Pada triwulan I-2009 ekspor Jawa Tengah sempat mengalami trend penurunan, karena berkurangnya permintaan dari pasar luar negeri seiring dengan perlambatan ekonomi dunia. Namun, pada triwulan II-
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
5
2009 mulai terdapat tren perbaikan permintaan ekspor luar negeri, walaupun secara volume belum pulih seperti halnya tahun 2008. (Grafik 1.14.). 1.14.)
1.3. PERBANDINGAN DENGAN PROVINSI LAIN Angka pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 7.0
tahun 2009 relatif lebih tinggi jika dibandingkan
6.0
dengan angka pertumbuhan nasional dan provinsi
5.0 Nasional 4.0
Jabar Jateng
3.0
DIY 2.0
Jatim
1.0
lainnya di Pulau Jawa kecuali Jawa Timur. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak krisis keuangan global terhadap kinerja perekonomian Jawa Tengah relatif tidak sedalam sebagaimana yang terjadi di
0.0 2004
2005
2006
2007
2008
2009
Grafik 1.15. Perbandingan Angka Pertumbuhan Ekonomi dengan Daerah lain
tingkat nasional maupun di daerah lain seperti Jawa Barat.
Jawa
Barat
mengalami
perlambatan
pertumbuhan ekonomi dari 5,8% pada 2008 menjadi sebesar 4,2% pada 2009. Struktur perekonomian Jawa Tengah yang antara lain didominasi oleh sektor pertanian, sektor PHR serta sektor industri terutama subsektor industri makanan, minuman dan tembakau relatif tahan terhadap krisis karena pangsa pasarnya sebagian besar ke pasar domestik. (Grafik 1.15.). 1.15.)
♦♦♦
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
6
Bab 2 Perkembangan Inflasi 2.1. INFLASI TAHUNAN DAN BULANAN Laju inflasi Jawa Tengah pada tahun 2009
Laju inflasi Jateng tahun 2009 menurun dibandingkan tahun sebelumnya.
mengalami
sebelumnya. Hal itu
80
tajam
dari
tahun
terlihat dari kenaikan Indeks
sebesar 3,32%, lebih rendah dari inflasi tahun 2008 Jateng Nasional
70 60
sebesar 9,55%. Angka inflasi tersebut menjadi yang terendah setelah inflasi tahun 1999 yang tercatat
50
sebesar 1,33%. 9,55 11,06
3,32 2,78
6,24 6,59
15,97 17,11 6,50 6,60
5,75 6,40
13,81 12,55
4,45 5,16
10
8,57 9,35
1,33 1,92
10,88 10,27
30
11,52 10,03
40
20
yang
Harga Konsumen (IHK) selama tahun 2009 yang hanya
70,28 77,54
90
penurunan
0
Laju inflasi Jawa Tengah tersebut
sedikit lebih tinggi dibanding inflasi nasional 2009 yang hanya mencapai 2,78%. (Grafik 2.1). 2.1)
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Penurunan laju inflasi tahunan Jawa Tengah pada
GRAFIK 2.1. INFLASI JAWA TENGAH DAN NASIONAL (PERSEN)
tahun 2009 juga tercermin pada perkembangan inflasi
Sumber: BPS
bulanan pada tahun 2009 yang secara rata-rata tercatat 0,27%, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2007 dan 2008 yang secara rata-rata tercatat 0,51% dan 0,86%. Pola musiman inflasi tahun 2009 berbeda dengan pola inflasi tahun 2008, namun cenderung mirip dengan pola inflasi tahun 2007 (Grafik 2.2). 2.2) Penyebab rendahnya inflasi pada tahun 2009
2,5 2007 2008
2,0
antara lain karena terjadinya deflasi pada bulan Januari
2009 1,5
(-0,11%), April (-0,11%) dan November 2009 (-
1,0
0,21%). Deflasi pada bulan Januari 2009 terutama
0,5
disebabkan
0,0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agt
Sep
-1,0
Sumber: BPS
Okt
Nop
oleh
penurunan
harga
komoditas
Des
kelompok transport sebesar -2,54%, penurunan harga
-0,5
GRAFIK 2.2. INFLASI BULANAN JAWA TENGAH 2007-2009
bahan bakar minyak (BBM) bensin dan solar pada tanggal 15 Januari 2009 yang diikuti oleh penurunan tarif angkutan umum. Adapun deflasi pada bulan April dan November 2009 terutama disebabkan oleh penurunan
harga
komoditas
kelompok
bahan
makanan, masing-masing sebesar -1,02% dan -1,24%, karena pengaruh turunnya harga bahan makanan pada masa panen raya. Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
7
2.2. INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA Berdasarkan kelompok barang dan jasa, penyebab
Inflasi September 2009 menjadi inflasi tertinggi pada tahun 2009.
inflasi pada tahun 2009 terutama karena inflasi bulan September 2009 yang mencapai sebesar 1,14% (mtm) yang dipicu oleh cukup tingginya kenaikan harga komoditas pada tiga kelompok pengeluaran yaitu kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, dan kelompok sandang masing-masing tercatat inflasi sebesar 2,31%, 1,69% dan 1,24% (mtm). Hal ini disebabkan oleh peningkatan permintaan sehubungan dengan adanya bulan puasa dan hari raya lebaran. Apabila dilihat angka rata-rata inflasi bulanan
Umum
0.27
Bahan Makanan
(mtm) selama tahun 2009, kelompok transpor menjadi
0.31
Makanan Jadi
0.61
Perumahan
penyebab utama rendahnya inflasi Jateng tahun 2009
0.29
Sandang
dengan angka rata-rata sebesar -0,28%. Sementara
0.46
Kesehatan
0.28
Pendidikan
itu, enam kelompok barang dan jasa lainnya memiliki
0.20
Transpor
-0.28
-0.4
-0.2
rata-rata inflasi yang positif, dengan yang terendah 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
adalah kelompok pendidikan sebesar 0,20% dan yang
GRAFIK 2.3. RATA-RATA INFLASI BULANAN JATENG TAHUN 2009 (%)
tertinggi adalah kelompok makanan jadi sebesar
Sumber : BPS
0,61% (Grafik 2.3 2.3). Data tersebut memperlihatkan bahwa relatif rendahnya inflasi Jateng tahun 2009 antara lain disumbang oleh kelompok transport yang memberikan sumbangan deflasi. Adapun kelompok makanan jadi, kelompok sandang, dan kelompok bahan makanan menjadi kelompok komoditas yang perlu mendapat perhatian karena mengalami inflasi yang relatif tinggi pada tahun 2009. Apabila melihat rata-rata inflasi bulanan selama Umum
0.69
Bahan Makanan
0.78
Perumahan
makanan memiliki rata-rata inflasi bulanan tertinggi
0.63
Sandang
sebesar
0.54
Kesehatan
0.32
Pendidikan
0,83%,
diikuti
kelompok makanan jadi
(0,78%), kelompok transport (0,72%) dan kelompok
0.59
Transpor
0.72
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
GRAFIK 2.4. RATA-RATA INFLASI BULANAN TAHUN 2005-2009 (%) Sumber : BPS
tahun 2005-2009 diketahui bahwa kelompok bahan
0.83
Makanan Jadi
1.0
perumahan (0,63%) (Grafik 2.4.). 2.4.) Berdasarkan data ini, maka pergerakan harga keempat kelompok barang dan jasa tersebut sangat menentukan pergerakan harga secara umum. Untuk itu, dalam
rangka
mengendalikan
depan,
inflasi
Jawa
Tengah
ke
pemerintah dan Bank Indonesia perlu untuk selalu memantau dan mengendalikan harga Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
komoditas di 8
keempat
kelompok
Pergerakan
harga
barang
dan
komoditas
jasa
tersebut.
kelompok
bahan
makanan dan kelompok makanan jadi didominasi oleh
volatile
komoditas transpor
dan
foods,
kelompok
sedangkan
kelompok
perumahan
terutama
disebabkan oleh komoditas administered prices. Selain itu, faktor permintaan dan pasokan barang dan jasa juga menjadi salah satu penyebab pergerakan harga yang bersifat musiman. Secara tahunan, inflasi Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sebesar 3,32% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan inflasi tahun sebelumnya sebesar 9,55%, dan menjadi inflasi terendah dalam lima tahun terakhir. Tekanan
harga tertinggi
terjadi
pada kelompok
makanan jadi (7,53%), diikuti oleh kelompok sandang (5,70%), dan kelompok bahan makanan (3,75%). Sementara itu, kelompok transpor mengalami deflasi sebesar -3,40% (Tabel 2.1 2.1.). .) Tabel 2.1. Inflasi Berdasarkan Kelompok Komoditas Tahun 20052005- 2009 (%) No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Komoditas UMUM Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rrokok & Tembakau Perumahan,Air,Listrik,Gas & Bhn Bkr Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keu
2005 2006 2007 2008 2009 15.97 6.50 6.24 9.55 3.32 12.67 13.93 9.87 12.36 3.75 13.51 6.58 7.93 10.83 7.53 14.71 3.52 4.72 11.96 3.49 6.79 5.81 7.11 6.24 5.70 3.25 1.70 3.30 7.40 3.40 9.97 10.79 7.42 4.36 2.45 39.39 1.28 1.13 4.76 -3.40
Sumber: BPS
Pembahasan
selanjutnya
akan
menguraikan
tiga
kelompok barang dan jasa yang mengalami inflasi tahunan tertinggi pada tahun 2009. a. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Kenaikan harga pada kelompok makanan jadi bersumber dari kenaikan harga pada subkelompok minuman
yang
subkelompok
tidak
tembakau
beralkohol dan
(20,65%),
minuman
serta
beralkohol
(7,26%). Kenaikan pada kelompok ini disebabkan oleh
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
9
naiknya harga beberapa komoditi makanan jadi seperti gandum, kedelai, rokok kretek, rokok kretek filter, makanan ringan, dan gula pasir. b. Kelompok Sandang Kenaikan IHK pada kelompok sandang terutama bersumber dari kenaikan harga di subkelompok barang pribadi dan sandang lainnya (15,72%), serta sandang laki-laki sebesar 3,67%. Kenaikan harga barang pribadi dan sandang lainnya terutama disebabkan oleh kenaikan harga emas perhiasan, sejalan dengan perkembangan harga emas internasional. Sementara kenaikan harga sandang laki-laki disebabkan oleh kenaikan harga baju kaos, celana panjang jeans, kemeja panjang batik dan sepatu. c. Kelompok Bahan Makanan Kenaikan IHK pada kelompok bahan makanan terutama
disebabkan
subkelompok subkelompok
oleh
kenaikan
bumbu-bumbuan daging
dan
harga
(22,30%)
hasil-hasilnya
di dan
(6,98%).
Kenaikan IHK subkelompok bumbu-bumbuan terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditi seperti bawang merah, bawang putih dan cabe merah. Sementara itu, kenaikan IHK subkelompok daging dan hasil-hasilnya disebabkan oleh kenaikan harga daging ayam ras dan daging sapi.
2.3. INFLASI MENURUT KOMODITAS Apabila dilihat komoditas penyebab inflasi setiap
Berdasarkan komoditas, inflasi Jateng tahun 2009 terutama dipicu oleh komoditas dalam kelompok bahan makanan dan makanan jadi
bulannya, BPS mencatat beberapa komoditas yang menjadi pemicu utama inflasi tahun ini, terutama berasal dari kelompok makanan jadi dan kelompok bahan makanan. Beberapa komoditas yang tercatat sebagai
pemicu
inflasi
dalam
kelompok
bahan
makanan antara lain adalah cabe merah, beras, bawang merah, bawang putih, telur ayam ras, sayursayuran dan buah-buahan. Dalam kelompok makanan jadi, komoditas yang menjadi pemicu utama inflasi tahun 2009 di antaranya gula pasir, rokok kretek,
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
10
rokok kretek filter, makanan ringan, mie dan sate. Sementara itu, komoditas yang menyumbang inflasi dalam kelompok sandang adalah emas perhiasan. Namun demikian, BPS juga mencatat beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga atau memberikan andil deflasi pada tahun 2009, antara lain minyak goreng, daging ayam ras, udang basah, bayam, angkutan antar kota, tarif kereta api, dan bensin pertamax/pertamax plus. %
2.4. INFLASI EMPAT KOTA DI JAWA TENGAH Berdasarkan
penghitungan
BPS,
laju
inflasi
tahunan (yoy) empat kota di Jawa Tengah yaitu di kota Semarang, Surakarta, Purwokerto, dan Tegal pada tahun 2009 masing-masing sebesar 3,19%, 2,63%, 2,83% dan 5,83%. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, BPS mencatat bahwa laju inflasi di keempat
kota
tersebut
mengalami
peningkatan,
kecuali kota Purwokerto yang mengalami penurunan. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, BPS mencatat bahwa laju inflasi tahunan di Kota Semarang pada tahun 2009 terutama dipicu oleh kenaikan IHK kelompok sandang, kelompok makanan jadi, dan kelompok perumahan dengan kenaikan IHK masingmasing sebesar 7,67%, 6,83% dan 4,37%. Di kota Surakarta, inflasi pada tahun ini terutama dipicu oleh kenaikan IHK kelompok bahan makanan (6,25%), diikuti oleh kelompok makanan jadi (5,65%) dan kelompok perumahan (2,28%). Inflasi di kota Purwokerto pada tahun laporan terutama
disebabkan
oleh
kenaikan
IHK
pada
kelompok kesehatan sebesar 15,74%, diikuti oleh kelompok sandang (6,82%) dan kelompok makanan jadi (5,34%). Sementara itu, kota Tegal dicatat oleh BPS sebagai kota yang memiliki inflasi tahunan tertinggi dibandingkan dengan tiga kota lainnya dalam tahun ini, yaitu sebesar 5,83%. Dari ketujuh kelompok komoditas,
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
kelompok
makanan
jadi
mengalami
11
kenaikan IHK paling tinggi yaitu mencapai 16,44% (yoy), diikuti oleh kelompok pendidikan dan kelompok bahan makanan masing-masing sebesar 5,89% dan 5,75%.
2.5. INFLASI KOTAKOTA-KOTA DI PULAU JAWA Nasional (2,78)
Pada tahun 2009, inflasi yang terjadi di Tegal
3.11
tercatat memiliki angka inflasi tertinggi di antara kota-
Cilegon Tangerang
2.49
Madiun
kota di Pulau Jawa lainnya yakni sebesar 5,83% (yoy).
3.40
Probolinggo
3.55
Sumenep
Hal itu terutama diakibatkan oleh kenaikan IHK
2.73
Depok
kelompok
1.30
Bekasi
1.93
Sukabumi 2.16
Serang
pemerintah
4.57
Surabaya
3.39
Malang
3.39
Kediri
3.60
Jember
3.66
Yogyakarta
daerah
dan
Bank
Indonesia
perlu
adalah Kota Serang dan Kota Tasikmalaya masing-
3.19
masing sebesar 4,57% dan 4,17%. Sedangkan inflasi
2.63 2.83
Cirebon
terendah terjadi di Kota Depok sebesar 1,30%, diikuti
4.11
Bandung
bahan
Kota yang memiliki laju inflasi tertinggi berikutnya 5.83
Surakarta
kelompok
inflasi di kota tersebut.
2.93
Purwokerto
dan
meningkatkan perhatiannya dalam mengendalikan laju
Tegal Semarang
jadi
makanan. Berdasarkan kondisi tersebut, ke depan
3.49
Bogor
makanan
Kota Bekasi (1,93%) dan Kota Bandung (2,11%).
2.11
Tasikmalaya
4.17
Jakarta
Secara umum, sebagian besar laju inflasi kota-kota di
2.34 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Grafik 2.5. Inflasi Kota-kota di Pulau Jawa
7.00
Pulau Jawa relatif tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional 2009 yang mencapai 2,78%. Terdapat 15 kota dari 23 kota di Pulau Jawa yang dihitung inflasinya oleh BPS, memiliki angka inflasi yang lebih tinggi dari inflasi nasional. Di Jawa Tengah, hanya 1 kota yang memiliki inflasi lebih rendah dari nasional, yaitu kota Surakarta yang mengalami inflasi 2,63%. (Grafik 2.5.). 2.5.) Oleh karena itu, salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan pengendalian inflasi di Jawa Tengah adalah meningkatkan koordinasi antar instansi melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) atau Tim Pemantauan dan Pengendalian Harga (TPPH). Khususnya di kota Tegal perlu segera dibentuk TPID, yang bertujuan untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi
antar
instansi
terkait
dengan
tugas
pengendalian harga atau inflasi. Beberapa instansi
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
12
tersebut antara lain Bagian Perekonomian, Disperindag, Dinas Pertanian, Dinas Perhubungan, Perum Bulog, Bank Indonesia, dan instansi lainnya. Sampai dengan akhir tahun 2009, dari empat kota di Jawa Tengah yang menjadi dasar penghitungan inflasi (Semarang, Solo, Purwokerto dan Tegal), tinggal kota Tegal yang belum memiliki TPID.
♦♦♦
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
13
BOKS RINGKASAN EKSEKUTIF PENELITIAN PERILAKU PEMBENTUKAN HARGA PRODUK MANUFAKTUR DI JAWA TENGAH 1. LATAR BELAKANG MASALAH Upaya pengendalian harga dapat dimulai dari mencari sumber-sumber penyebab inflasi yang kemudian akan membawa dampak ke sektor riil maupun sektor moneter. Terdapat berbagai macam model untuk menguji perilaku inflasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Salah satu sumber penyebab inflasi adalah perkembangan penawaran dan permintaan di sektor riil. Penyelarasan permintaan dan penawaran oleh karenanya menjadi penting. Oleh karena itu, model inflasi dapat diturunkan melalui persamaan permintaan uang (money demand) maupun melalui sisi penawaran. Pada sisi lain, potensi inflasi juga dapat dicermati dari sisi penawaran. Mencermati potensi inflasi dari sisi penawaran, tidak saja masalah jumlah persediaan barang/jasa, namun juga perilaku distribusi barang/jasa tersebut. Nilai tambah yang tinggi sangat terkait dengan perilaku dan jalur distribusi dari suatu komoditas dan atau kebijakan. Oleh karena itu mencermati inflasi, tidak cukup dari satu model pengamatan pasar uang/permintaan, namun juga aspek penawaran barang dan jalur distribusinya. Hal tersebut disebabkan oleh terbentuknya harga di pasar merupakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Kantor Bank Indonesia Semarang (2008) pernah melakukan kajian yang terkait dengan pembentukan harga atas komoditas-komoditas tersebut. Dalam mekanisme pasar, pihak-pihak yang terlibat dalam tata niaga adalah produsen, pedagang besar, dan pedagang ritel yang menjadi perantara terhadap konsumen akhir. Oleh karena itu, masalah pembentukan harga tidak hanya terbatas pada permintaan dan ketersediaan barang/jasa (penawaran) saja, tetapi juga menyangkut masalah proses pembentukan harga komoditas itu sendiri, distribusi (mekanisme jalur distribusi) maupun struktur pasar dari komoditas tersebut. Mengingat banyaknya komoditas atau kelompok komoditas dalam keranjang inflasi, maka identifikasi perilaku pembentukan harga dalam penelitian ini akan difokuskan pada kelompok komoditas manufaktur yang memiliki bobot yang signifikan dalam pembentukan inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut akan digunakan metode survei terhadap sejumlah pelaku usaha, yaitu produsen, pedagang besar dan pedagang ritel.
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
14
2. TUJUAN PENELITIAN Penelitian terhadap komoditas manufaktur ini bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai mekanisme dan perilaku pembentukan harga dari tingkat produsen sampai dengan pedagang eceran. Untuk itu, survei dilakukan kepada responden yang mewakili produsen (perusahaan/industri manufaktur), pedagang besar (distributor), dan pedagang kecil (pengecer). Dari masing-masing level responden tersebut diharapkan dapat diidentifikasi mengenai perilaku pembentukan harga dan faktor-faktor yang dominan mempengaruhi perubahan harga. Secara spefisik, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi perilaku produsen, distributor dan pengecer dalam penetapan harga produk manufaktur. 2. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan perubahan harga, baik di level produsen, distributor maupun pengecer. 3. Menganalisis kecepatan dan besaran perubahan harga dalam merespon perubahan faktor-faktor tersebut. 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di 31 kabupaten/kota di Jawa Tengah, yang dapat dibagi menjadi wilayah Jateng Utara sebanyak 17 kabupaten/kota, yaitu Kota Semarang, Kab. Semarang, Kab. Grobogan, Kab. Kendal, Kab. Demak, Kab. Kudus, Kab. Pati, Kab. Jepara, Kab. Rembang, Kab. Blora, Kab. Batang, Kota Pekalongan, Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang, Kota Tegal, Kab. Tegal, dan Kab. Brebes. Adapun lokasi di wilayah Jateng bagian Selatan sebanyak 17 kabupaten/kota, yaitu Kota Salatiga, Kab. Boyolali, Kota Surakarta, Kab. Sukoharjo, Kab. Klaten, Kab. Sragen, Kab. Karanganyar, Kab. Wonogiri, Kota Magelang, Kab. Magelang, Kab. Temanggung, Kab. Wonosobo, Kab. Purworejo, dan Kab. Kebumen. Sementara itu, pelaksanaan survei di wilayah eks Karesidenan Banyumas yang terdiri dari empat kabupaten/kota dilakukan oleh Kantor Bank Indonesia Purwokerto. 3.2. Populasi dan Sampel Populasi dalam survei ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tata niaga komoditas terpilih yang mencakup produsen, pedagang besar dan pedagang ritel. Responden penelitian mewakili: (a) kelompok produsen, yakni perusahaan penghasil barang manufaktur atau produsen yang menghasilkan barang secara pabrikan atau menggunakan mesin; (b) kelompok pedagang besar/distributor/grosir yang melakukan penjualan atau pendistribusian barang dalam jumlah besar; dan (c) kelompok pedagang kecil/pengecer yang melakukan penjualan barang kepada pengguna akhir (konsumen). Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
15
Total responden yang dibutuhkan dalam survei di wilayah 31 kabupaten/kota di Jawa Tengah adalah sebanyak 750 responden untuk 50 komoditas terpilih, atau secara rata-rata sebanyak 15 responden per komoditas. 3.3. Metode Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data primer, yaitu melalui wawancara dan mengedarkan kuesioner kepada responden (produsen, pedagang besar dan pedagang ritel) yang terkait dengan 50 komoditas terpilih, yang berdomisili di 31 kabupaten/kota di Jawa Tengah. 2. Data sekunder, yaitu dokumen dan atau data yang terkait dengan penelitian ini, yaitu misalnya data mengenai lokasi responden dan titik-titik pertukaran untuk 50 komoditas terpilih yang diperoleh dari BPS dan instansi terkait. 3. 4. Metode Metode Pengolahan dan Analisis Data
Editing Data Proses editing data dilakukan dalam 2 (dua) tahap, tahap pertama dilakukan sebelum proses tabulasi (entry data) dan tahap kedua dilakukan sesudah proses tabulasi. Editing data ditujukan sebagai bentuk quality control untuk mengurangi kesalahan pada data secara individual dan untuk mempermudah pengolahannya.
Analisis Data Analisis data dilakukan dengan dua cara analisis deskriptif, yang bertujuan untuk menganalisis perilaku produsen, distributor dan pedagang ritel dalam melakukan penetapan harga, dan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan harga. 4. HASIL PENELITIAN Dalam menetapkan harga produk, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan produsen, pedagang besar, dan pedagang eceran, yaitu: a. Perilaku Pembentukan Harga Salah satu metode penetapan harga yang dipilih oleh mayoritas responden adalah berdasarkan biaya langsung ditambah marjin keuntungan yang bervariasi. Selain itu, ada atau tidaknya kontrak menjadi salah satu faktor penting dalam penentuan harga jual suatu produk (Gambar Gambar 1) 1. b. Faktor pembentuk harga − Pada level produsen, biaya bahan baku menjadi faktor yang paling dominan dalam pembentukan harga produknya, diikuti dengan biaya tenaga kerja dan biaya overhead (Gambar Gambar 2) 2. − Pada level pedagang besar (distributor), pembentukan harga produknya dipengaruhi oleh harga pokok produksi, biaya tenaga kerja, dan marjin Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
16
keuntungan. Sementara itu, penetapan harga pada level pedagang eceran dipengaruhi oleh harga pokok produksi, marjin keuntungan, dan biaya tenaga kerja (Gambar Gambar 3) 3. − Marjin keuntungan adalah keuntungan yang diharapkan oleh penjual dalam menjual suatu produk. Responden produsen menyatakan bahwa marjin keuntungan menjadi faktor pembentuk harga yang dominan pada kelompok sandang (33,3%) dan kelompok kesehatan (26,9%). Responden pedagang besar menyatakan bahwa marjin keuntungan mempengaruhi pembentukan harga pada kelompok perumahan (18,7%) dan kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok (15,9%). Sementara itu, responden pedagang eceran menyatakan bahwa marjin keuntungan mempengaruhi pembentukan harga pada sub kelompok perumahan (19,4%) dan sandang (18,5%). c. Porsi Sumber Pembiayaan Karakteristik responden di Jawa Tengah yang sebagian besar masih tradisional dan konvensional dalam menjalankan usahanya menyebabkan sumber pembiayaan didominasi oleh dana pribadi/self financing. Pembiayaan dari perbankan dan laba ditahan menjadi alternatif lain untuk sumber pembiayaan para responden survei. Sementara itu, porsi pembiayaan yang dikuasai oleh pasar obligasi, pasar saham, dan Gambar 4) Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) relatif rendah di Jawa Tengah (Gambar 4. d. Respon terhadap perubahan nilai tukar − Sebanyak 91,8% responden produsen di Jawa Tengah menyatakan bahwa perubahan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar tidak berpengaruh terhadap harga jual produk. Sisanya, sebesar 8,2% responden produsen menyatakan perubahan nilai tukar berpengaruh terhadap harga jual produk. Responden produsen yang menyatakan bahwa perubahan nilai tukar Rupiah berpengaruh pada harga jual produk adalah produsen pada kelompok sandang, kelompok makanan jadi dan kelompok transportasi (Gambar Gambar 5) 5. − Responden pedagang besar yang menyatakan bahwa perubahan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar berpengaruh terhadap harga jual produk adalah sebesar 14,3%, dan sisanya 85,7% responden pedagang besar menyatakan perubahan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap harga jual produk. Responden pedagang besar yang dipengaruhi oleh perubahan nilai tukar adalah distributor dalam kelompok perumahan, kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok, kelompok bahan makanan, kelompok pendidikan, dan kelompok transportasi dan komunikasi (Gambar Gambar 6) 6. − Sementara itu, responden pedagang eceran yang menyatakan bahwa perubahan nilai tukar berpengaruh terhadap harga jual produk adalah sebesar 13,3% dan sebanyak 86,7% pedagang eceran menyatakan bahwa perubahan nilai tukar tidak berpengaruh terhadap harga jual produk. Menurut responden pedagang eceran, kelompok transportasi dan komunikasi menjadi kelompok yang paling
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
17
terimbas dengan perubahan nilai tukar, selain itu kelompok sandang dan Gambar 7) kelompok pendidikan (Gambar 7. e. Pengaruh Inflasi − Responden produsen yang menyatakan bahwa angka inflasi menjadi pertimbangan bagi perusahaan untuk melakukan perubahan harga terutama produsen pada kelompok sandang (61,1% responden). Adapun responden produsen pada kelompok bahan makanan, kelompok kesehatan, dan kelompok makanan jadi, minuman, dan rokok relatif lebih banyak yang menyatakan bahwa angka inflasi tidak menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan harga dibandingkan yang menjadikannya pertimbangan.(Gambar Gambar 8). 8 − Responden pedagang besar menyatakan bahwa angka inflasi menjadi pertimbangan perusahaan untuk melakukan perubahan harga terutama pedagang besar pada kelompok transportasi dan komunikasi, kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, kelompok perumahan, dan kelompok sandang (Gambar Gambar 9) 9. − Responden pedagang eceran menyatakan bahwa angka inflasi menjadi pertimbangan dalam melakukan perubahan harga adalah pedagang eceran pada sub kelompok transportasi dan telekomunikasi, kelompok sandang, dan Gambar 10) kelompok pendidikan. (Gambar 10 .
(Penelitian ini dilakukan oleh KBI Semarang, Agustus-Desember 2009. Pelaksanaan survei lapangan dibantu oleh P3M FE UNIKA Soegijapranata Semarang dan CEMSED FE UKSW Salatiga)
Perjanjian tdk tertulis
Perjanjian tertulis
Tidak ada perjanjian
PRODUSEN
Transportasi & Komunikasi
Marjin keuntungan
9.3%
Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga
Biaya pemasaran/iklan
6.2%
Kesehatan Sandang Perumahan Mknn Jadi, Minuman & Rokok Bahan Makanan 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00%
Gambar 1. Kontrak Penjualan Komoditas Di Jawa Tengah
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
Biaya distribusi
7.2%
Biaya overhead
11.6%
Biaya tenaga kerja
18.0%
Biaya bahan baku
47.8% 0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
Gambar 2. Faktor Pembentuk Harga Produsen
18
Pedagang Pengecer
Pedagang Besar
PRODUSEN
PEDAGANG BESAR
PEDAGANG PENGECER
80.00%
Lainnya
70.00%
Margin keuntungan
60.00% 50.00%
Biaya pemasaran/iklan
40.00%
Biaya distribusi
30.00%
Biaya tenaga kerja
20.00% 10.00%
Harga pokok pembelian
0.00% Bank
LKBB
Pasar Pasar Saham Obligasi
0.0% 10.0% 20.0% 30.0% 40.0% 50.0% 60.0% 70.0%
Gambar 3. Faktor Pembentuk Harga Pedagang
TIDAK
TIDAK
37.8%
Pendidikan, Rekreasi
Bahan Makanan
50.0%
6.7%
10.0%
20.0%
40.0%
50.0%
60.0%
Gambar 5. Respon Perubahan nilai Tukar di Produsen
TIDAK
13.4%
27.3%
15.0%
Perumahan
12.0%
Pendidikan, Rekreasi Makanan Jadi, Minuma
9.1% 5.5%
21.8%
13.9%
Tidak selalu
Tidak
70.0% 60.0% 50.0% 40.0% 30.0% 20.0% 10.0% 0.0%
15.9%
5.0%
10.0%
15.0%
20.0%
25.0%
30.0%
Gambar 7. Respon Perubahan nilai Tukar di Pedagang Eceran Ya
22.0%
12.8%
1.8% 0.0%
23.6%
17.0%
10.9%
12.2%
Gambar 6. Respon Perubahan nilai Tukar di Pedagang Besar
Ya
Sandang
10.6% 9.8%
0.0% 5.0% 10.0% 15.0% 20.0% 25.0% 30.0%
YA
Transportasi dan Kom
17.1% 17.1%
Bahan Makanan
30.0%
26.8%
13.5% 12.2%
Kesehatan 24.4%
0.0%
Bahan Makanan
16.7%
Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan …
25.0%
11.1%
0.0%
Kesehatan
12.2% 9.8%
Pendidikan, Rekreasi, dan Olah raga 15.6%
0.0%
12.2%
Perumahan
Makanan Jadi, Minuma Kesehatan
7.8%
Sandang
4.4% 0.0% 0.0%
YA
Transportasi dan Komunikasi
25.0%
Sandang Perumahan
Gambar 4. Porsi Sumber Pembiayaan
YA
0.0%
Transportasi dan Kom
Laba Dana Sendiri Lainnya ditahan
Tidak selalu
Gambar 8. Pengaruh Inflasi terhadap Produsen
Tidak
30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0%
Gambar 9. Pengaruh Inflasi terhadap Pedagang Besar
Ya
Tidak selalu
Tidak
30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0%
Gambar 10. Pengaruh Inflasi terhadap Pedagang Eceran
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
19
Halaman ini sengaja dikosongkan
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
20
Bab 3 Perkembangan Perbankan 3.1. Kinerja Perbankan (Bank Umum dan BPR) Pertumbuhan Perbankan di Jawa Tengah mengalami perlambatan.
Kinerja perbankan di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun
pertumbuhan,
2009
secara
walaupun
umum
sedikit
mengalami
melambat
jika
dibandingkan dengan tahun 2008. Perlambatan
Tahun
pertumbuhan tersebut sebagai dampak adanya krisis
2009
keuangan global yang mulai terasa pada triwulan akhir
2008
2008,
yang
tercermin
dari
menurunnya
pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit 2007
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
Kredit
20,00%
DPK
25,00%
Growth
yang diberikan. DPK dan kredit masing-masing
30,00%
tumbuh sebesar 13,18% dan 13,69%, melambat dibanding pertumbuhan pada 2008 yang masing-
Aset
Grafik 3.1. Pertumbuhan Aset, DPK, dan Kredit (BU dan BPR) di Jawa Tengah
NPL (%)
LDR (%) 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 I
7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
masing sebesar 16,20% dan 27,98%.(Grafik Grafik 3.1.). 3.1.) Perbankan di Jawa Tengah cenderung mengambil sikap untuk lebih berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya pasca krisis keuangan global. Hal ini tercermin dari menurunnya pertumbuhan kredit dari 27,98% menjadi 13,69% pada 2009, meski Loan to Deposit
Ratio (LDR) perbankan relatif tetap stabil dalam kisaran 92%. Di sisi lain, kualitas penyaluran kredit tetap terpelihara dengan baik yang tercermin dari Non
2007
2008 LDR
2009 NPL
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL (BU dan BPR) di Jawa Tengah
Performing Loans (NPLs) di level 2,95%, masih di bawah target indikatif yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 5%.(Grafik (Grafik 3.2.). 3.2.)
3.2. Kinerja Bank Umum Indikator kinerja Bank Umum di Jawa Tengah relatif baik
Indikator kinerja bank umum di Jawa Tengah secara umum menunjukkan perkembangan yang relatif baik. Dampak krisis keuangan global terhadap kinerja bank umum di Jawa Tengah relatif tidak signifikan. Hal ini terutama disebabkan oleh portfolio aset yang
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
21
menghasilkan (earning assets) bank umum di Jawa Tengah yang didominasi oleh kredit yang diberikan. Sedangkan
penempatan
dana
bank
pada
surat
berharga relatif kecil. Di sisi lain, sebagian besar dari kredit tersebut disalurkan kepada kredit modal kerja dan kredit konsumtif yang tidak memiliki keterkaitan secara langsung dengan pihak luar negeri. TABEL 3.1 3.1. INDIKATOR KINERJA BANK UMUM (MILIAR RP) INDIKATOR Total Asset (Miliar Rp) DPK (Miliar Rp) Kredit (Miliar Rp) LDR (%) NPL (%) NPL Nominal (Miliar Rp) Kredit UMKM (Miliar Rp)
2004
2005
2006
2007
2008
2009
58.075 46.797 34.644 74,03 1,45 503 -
67.204 53.424 42.543 79,63 3,94 1.677 -
77.652 62.701 48.025 76,59 4,87 2.338 -
86.421 103.922 116.642 70.099 80.681 91.213 57.017 72.907 82.814 81,34 90,37 90,79 3,00 2,39 2,41 1.712 1.742 1.998 50.185 61.241 70.157
Sumber: LBU , Bank Indonesia
% yoy DPK
% yoy Kredit 35,00 30,00 25,00 20,00 15,00 10,00 5,00 -
25,00
13,58%,
20,00
pertumbuhan pada 2008 sebesar 27,86%. Kalangan
15,00
perbankan
10,00 5,00 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2006
2007
2008 Kredit
2009
DPK
Grafik 3.3. Pertumbuhan Kredit dan DPK Bank Umum di Jawa Tengah
Kredit bank umum pada 2009 tumbuh sebesar melambat masih
dibandingkan
belum
banyak
dengan
merealisasikan
penyaluran kreditnya, menunggu dampak krisis yang mendera
sektor
riil.
Meskipun
tidak
setajam
pelambatan yang terjadi pada kredit, penghimpunan dana pihak ketiga juga mengalami perlambatan pertumbuhan
dari
15,09%
pada
2008
menjadi
13,05% pada 2009. (Grafik 3.3.). 3.3.) Dari sisi penggunaan, kredit modal kerja (KMK) dan kredit konsumsi (KK) memiliki porsi terbesar masing-masing
sebesar
56,56%
dan
35,36%,
sedangkan kredit investasi hanya memiliki porsi sebesar 8,08%.
Sementara
itu,
upaya
meningkatkan
pertumbuhan kredit investasi perlu dilakukan bersama mengingat kredit investasi memiliki efek pengganda yang lebih tinggi dibanding kredit lainnya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Secara sektoral, penyaluran kerdit bank umum di Jawa tengah didominasi oleh tiga sektor, yaitu sektor perdagangan, sektor industri, dan sector lain-lain Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
22
dengan total porsi sebesar 89,74%. Sektor lain-lain ini sebagian besar berupa kartu kredit, sedangkan sektor perdagangan
dan
sektor
industri
merupakan
penyaluran kredit perbankan kepada sektor riil, termasuk kepada UMKM. Sementara itu pemberian kredit kepada sektor pertanian relatif kecil, hanya sebesar 2,76%. Kredit kepada sektor ini relatif tidak mengalami perubahan yang signifikan dari tahun ke tahun. Karakteristik sektor pertanian yang sangat tergantung kepada musim/alam dan memiliki risiko relatif lebih tinggi dibanding sektor lainnya, mengakibatkan perbankan belum begitu memperhatikan sektor ini. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama, baik pemerintah daerah
maupun
perbankan
untuk
lebih
memperhatikan sektor ini. Untuk itu perlu diupayakan terobosan-terobosan kebijakan baru oleh Pemerintah Pusat seperti pengembangan kredit program sejenis KKPE
serta
meningkatkan
pembinaan
kapasitas
kelompok-kelompok tani yang potensial untuk dibiayai oleh
perbankan.
menyumbang
Terlebih
penyerapan
sektor
tenaga
kerja
pertanian terbesar
dibanding sektor-sektor lainnya. Kualitas kredit pada 2009 masih cukup baik dan terjaga, dengan rasio Non Performing Loan (NPL) sebesar 2,41%, masih di bawah batas rasio indikatif Bank Indonesia 5%. Namun demikian, secara nominal terjadi kenaikan NPL, yang terutama disumbang oleh sektor industri dan sektor perdagangan. Pelayanan perbankan kepada masyarakat semakin luas dengan bertambahnya jumlah jaringan kantor bank. Semakin berkembangnya ekonomi di Jawa Tengah dan tingginya persaingan untuk menarik nasabah mendorong bank untuk lebih meningkatkan dan melengkapi pelayanannya kepada masyarakat. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan meningkatkan jumlah jaringan kantor bank termasuk didalamnya Anjungan Tunai Mandiri (ATM), sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Hal itu Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
23
tercermin dari jumlah jaringan kantor bank yang semakin meningkat. (Tabel 3.2.) 3.2.). .) TABEL 3.2 3.2 . PERKEMBANGAN KANTOR BANK DAN JUMLAH BANK
Sumber: LBU, Bank Indonesia
3.3. Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Kinerja BPR di Jawa Tengah pada tahun 2009
Kinerja BPR menunjukkan pertumbuhan yang positif. 10.000
menunjukkan pertumbuhan yang positif. Aset, DPK, dan kredit tumbuh masing-masing sebesar 17,96%,
Rp. Miliar
9.000
19,54%, dan 16,43%. Dari ketiga indikator tersebut,
8.000 7.000
hanya
6.000 5.000
kredit
pertumbuhan,
4.000 3.000
yang dimana
mengalami pada
perlambatan 2008
tingkat
pertumbuhan kredit mencapai 20,43%. (Grafik 3.4.). 3.4.)
2.000 1.000 2006
2007 Total Aset
DPK
2008 Kredit
2009
Grafik 3.4. Indikator BPR Jawa Tengah Pertanian 7,37%
Perindustrian 1,45%
Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut diperkirakan sebagai imbas krisis keuangan global yang terjadi pada akhir 2008. Selama empat tahun terakhir, rata-rata penyaluran kredit BPR terbesar berada pada sektor Lain-lain
Lain-lain 46,63%
Perdagangan 35,46%
(46,63%), diikuti sektor Perdagangan (35,46%) dan sektor Jasa (9,10%) (Grafik 3.5.). 3.5.) Sementara itu dari
Jasa-jasa 9,10%
Grafik 3.5. Porsi Kredit Sektoral BPR di Jawa Tengah
sisi penggunaan, kredit BPR sebagian besar disalurkan pada kredit modal kerja (50,18%) dan kredit konsumsi (44,27%). Sedangkan kredit investasi hanya sebesar 5,56% (Grafik 3.6 3.6.). .)
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
24
Dalam empat tahun terakhir (2006-2009), tingkat
Konsumsi 44,27%
NPL BPR di Jawa Tengah masih berada di atas batas Investasi 5,56%
himbauan Bank Indonesia - 5%. Namun demikian, dalam
Modal Kerja 50,18%
perkembangannya
perbaikan, Grafik 3.6. Porsi Kredit Penggunaan BPR di Jawa Tengah 118%
14% 13%
116%
12% 114% 11% 112% 10% 110%
9% LDR
NPL %
108%
8% 2006
2007
2008
ditunjukkan
BPR
mengalami
dengan
semakin
menurunnya tingkat NPL. Pada tahun 2009, NPL BPR di
NPL
LDR
yang
NPL
2009
Jawa Tengah tercatat sebesar 8,38%, lebih kecil jika dibandingkan dengan NPL BPR pada tahun 2008 sebesar 9,30% (Grafik 3.7 3.7.). .) Penurunan tingkat NPL tersebut mencerminkan semakin baiknya manajemen pengawasan
kredit
yang
diterapkan
oleh
BPR
walaupun masih diperlukan optimalisasi dan efektifitas pengawasan penyaluran kredit tersebut.
Grafik 3.7. Perkembangan LDR dan NPL BPR di Jawa Tengah
3.4. Kinerja Perbankan Syariah Perkembangan bank umum syariah (BUS) dan BPR
3.500 3.000
syariah
2.500 2.000
(BPRS)
peningkatan,
1.500
di
yang
Jawa
Tengah
tercermin
dari
menunjukkan pertumbuhan
indikator utama kinerja perbankan syariah (Grafik
1.000 500
3.8 3.8.). .)
2006 Aset
2007 Pembiayaan
2008 DPK
2009
GRAFIK 3.8. Indikator Bank Syariah Jawa Tengah
Dalam empat tahun terakhir, aset bank syariah memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 49,98%. Sedangkan pembiayaan dan DPK BPR memiliki rata-
DPK
Pembiayaan
43,12%
rata pertumbuhan masing-masing sebesar 49,88% dan 49,88%
43,12% (Grafik 3.9 3.9.). .) Relatif tingginya pertumbuhan indikator kinerja perbankan syariah di Jawa Tengah
Aset
49,98%
tersebut terutama disebabkan oleh adanya perluasan wilayah usaha perbankan syariah melalui pembukaan
TABEL 3.9. Rata-rata pertumbuhan Tahunan Aset, Pembiayaan dan DPK Perbankan Syariah Jawa Tengah Tahun 2006 - 2009
kantor cabang baru di beberapa daerah. Pada tahun 2006 terdapat 26 kantor cabang, meningkat menjadi 43 kantor cabang pada 2009. Peningkatan jumlah kantor tersebut memberikan pengaruh positif pada Financing to Deposit Ratio (FDR) yang mengalami kenaikan hingga mencapai 109,97%. Peningkatan FDR tersebut juga diimbangi dengan peningkatan kualitas pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah di Jawa Tengah. Hal ini tercermin dari semakin menurunnya tingkat Non Performing
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
25
120%
FDR
NPF
118%
Financing (NPF), dimana pada 2009 NPF bank syariah
3,8% 3,6%
tercatat sebesar 2,72% (Grafik 3.10 3.10.) 10.). .)
116% 3,4%
114% 112% FDR
110%
NPF
108% 106%
Melihat data perkembangan perbankan syariah
3,2% 3,0%
Jawa Tengah tersebut maka potensi perkembangan
2,8%
perbankan syariah di Jawa Tengah sangat terbuka
104% 2,6%
102% 100%
lebar. Dengan demikian, diharapkan akan semakin
2,4% 2006
2007
2008
2009
banyak alternatif pilihan
GRAFIK 3.10. Perkembangan FDR dan NPF Perbankan Syariah di Jawa Tengah
produk perbankan bagi
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan manfaatnya.
3.5. Penyaluran Kredit UMKM Penyaluran kredit kepada UMKM pada 2009 masih cukup bagus, ditengah-tengah krisis keuangan global yang ditengarai berdampak pada penyaluran kredit UMKM. Pertumbuhan kredit UMKM mencapai 14,56% (yoy) menjadi Rp70,15 triliun, namun lebih rendah dari tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 22,03%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha UMKM cukup kuat menghadapi krisis global. Pertumbuhan kredit MKM didorong oleh kredit investasi yang tumbuh sebesar 22,77% menjadi Rp3,4 triliun, sedangkan kredit modal kerja dan kredit konsumsi juga meningkat masing-masing sebesar 13,61% menjadi Rp33,50 triliun dan 14,54% menjadi Rp33,37 triliun. Kredit modal kerja dan kredit konsumsi mendominasi
penyaluran
kredit
kepada
UMKM,
masing-masing sebesar 47,75% dan 46,14%, atau keduanya memiliki pangsa sebesar 93,90% dari total kredit UMKM. Kenaikan
kredit
konsumsi
tersebut
menyumbang 46,09% pada total kenaikan kredit UMKM pada tahun 2009. Hal ini sejalan dengan meningkatnya
permintaan
domestik,
khususnya
konsumsi rumah tangga. Secara sektoral, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor listrik, air, dan gas (LGA), sektor perdagangan, dan sektor konstruksi.
♦♦♦
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
26
Bab 4 Sistem Pembayaran 4.1. Sistem Pembayaran Non Tunai Transaksi pembayaran melalui BIRTGS selama tahun 2005-2009 mengalami kenaikan. Warkat
Miliar Rp
350,000
400,000.00
300,000
350,000.00
Transaksi pembayaran melalui Bank Indonesia-Real
Time Gross Settlement (BI-RTGS) selama tahun 20052009 mengalami kenaikan baik secara nilai maupun volume. Nilai transaksi RTGS selama tahun 2009
300,000.00
250,000
250,000.00
200,000
sebesar Rp322,3 triliun dan dari sisi volume sebanyak
200,000.00 150,000
150,000.00
100,000
328.376 warkat. (Grafik Grafik 4.1.). 4.1.
100,000.00
50,000
50,000.00
Nilai
2009
2008
2007
2006
0.00 2005
0
Penyelesaian transaksi melalui kliring di Jawa Tengah cenderung mengalami penurunan dalam
Volume
Grafik 4.1. Jumlah Warkat dan Nilai Transaksi BI-RTGS di Jawa Tengah Tahun 2005-2009
jumlah warkat, namun naik secara nominal. Rata-rata jumlah transaksi harian kliring selama tahun 2009
D a l a m Ju t a a n Rp
sebesar 11.935 warkat dengan nilai nominal sebesar Rp422.409 juta. Sementara itu, meskipun pada tahun
500,000 400,000
2009 jumlah tolakan kliring mengalami kenaikan bila
300,000 200,000
dibandingkan dengan tahun 2008, namun secara
100,000 0 2005
2006
2007
2008
2009
Tahun
Transaksi
umum kualitas kliring di Jawa Tengah relatif baik. (Grafik Grafik 4.2.). 4.2.
Periode Nominal
Grafik 4.2. Jumlah dan Nilai Transaksi Kliring di Jawa Tengah Tahun 2005-2009
4.2. Sistem Pembayaran Tunai Kegiatan sistem pembayaran dapat memenuhi aktivitas ekonomi
Kegiatan sistem pembayaran di Jawa Tengah pada tahun 2009 relatif baik. Dilihat dari sisi inflow, maka pada tahun 2009 mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun bila dilihat
dari
sisi
outflow mengalami penurunan,
sehingga pada 2009 terjadi net outflow. Dalam rangka menjaga kualitas uang yang beredar,
KBI
Semarang
secara
berkala
juga
melaksanakan pemusnahan uang melalui kegiatan Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
27
Pemberian Tanda Tidak Layak Edar (PTTB). Jumlah PTTB pada
tahun
2009
mengalami
penurunan
bila
dibandingkan dengan tahun 2008, yaitu sebesar Rp6,35 triliun.
4.3. Peredaran Uang Palsu Persentase bilyet uang palsu selama tahun 6000
2009 mengalami penurunan bila dibandingkan tahun
5000
2008, yaitu dari 989 lembar menjadi 874 lembar.
4000 3000
(Grafik Grafik 4.3.). 4.3. Temuan uang palsu ini tidak termasuk
2000
temuan yang dilaporkan oleh masyarakat kepada
1000 0 2006 100 Ribu
2007 50 Ribu
2008 20 Ribu
2009 10 Ribu
5 Ribu
Grafik 4.3. Temuan Uang Palsu di Jawa Tengah
kepolisian. Berkurangnya temuan uang palsu ini tidak terlepas dari kesadaran masyarakat dalam mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah, serta upaya Bank Indonesia Semarang melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada masyarakat.
♦♦♦
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
28
Bab 5 Kesejahteraan Masyarakat 5.1. Angkatan Kerja dan Pengangguran di Jawa Tengah Perkembangan ketenagakerjaan di Jawa Tengah
Perkembangan ketenagakerjaan mengalami peningkatan
pada tahun 2009 menunjukkan adanya pemulihan setelah terjadinya krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008. Kondisi tersebut tercermin dari
Juta Jiwa Jasa Kemasyarakatan Keuangan & Jasa Perusahaan
peningkatan jumlah angkatan kerja yang bekerja
1,76
sebesar 2,40% (yoy) menjadi 15,8 juta jiwa (Tabel Tabel
0,14
Angkutan dan Pergudangan
0,70
Perdagangan Bangunan Listrik, Gas & Air
Pertanian
dari tingkat partisipasi angkatan kerja juga mengalami
1,02 0,03
Industri Pertambangan
5.1.). 5.1.). Selain itu, potensi angkatan kerja yang dilihat
3,39
peningkatan sebesar 0,90% (yoy). Indikator lain yang
2,71
memperkuat adanya pemulihan sebagi imbas dari krisis
0,13 5,92
Grafik 5.1. Rata-rata Penyerapan Naker di Jawa Tengah Tahun 2006-2009 (Juta Jiwa)
keuangan adalah tingkat pengangguran terbuka yang tercatat sebesar 7,33%, terendah dalam lima tahun terakhir. Relatif membaiknya kondisi tenaga kerja di Jawa Tengah tersebut tidak terlepas dari mulai pulihnya permintaan masyarakat sehingga mendorong dunia usaha untuk tetap melakukan investasi. Tabel 5.1. Indikator Ketenagakerjaan di Jawa Tengah
.
2009 Indikator 2005 2006 2007 2008 Angkatan Kerja 16.995.013 17.350.112 17.737.595 16.690.966 17.087.649 Bekerja 15.548.609 15.927.856 16.300.707 15.463.658 15.835.382 Pengangguran 1.446.404 1.422.256 1.436.888 1.227.308 1.252.267 H Bukan Angkatan Kerja 6.882.641 7.051.286 7.167.210 7.720.635 7.581.876 Sekolah 1.940.360 2.039.041 2.086.347 1.867.882 1.879.303 a Mengurus RT 3.599.439 3.483.424 3.715.485 4.328.235 4.271.035 Lainnya 1.342.842 1.528.821 1.365.378 1.524.518 1.431.538 l Total Penduduk di atas usia 15 th 23.877.654 24.401.398 24.904.805 24.411.601 24.669.525 68,37% 69,27% Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 71,18% 71,10% 71,22% 7,35% 7,33% Tingkat Pengangguran Terbuka 8,51% 8,20% 8,10% Sumber: BPS
Secara sektoral, penyerapan tenaga kerja pada empat tahun terakhir (2006-2009) masih didominasi oleh ketiga sektor unggulan di Jawa Tengah yaitu sektor pertanian dengan rata-rata penyerapan sebesar 5,92 juta jiwa, sektor PHR sebesar 3,39 juta jiwa dan sektor industri sebesar 2,71 juta jiwa (Grafik 5.1.). 5.1.).
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
29
Berdasarkan status pekerjaan, dapat diketahui
Juta Jiwa Pekerja tak dibayar
2,67
Pekerja bebas non pertanian Pekerja bebas pertanian
merupakan buruh atau karyawan dengan rata-rata
1,06
Buruh/karyawan Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar
bahwa sebagian besar tenaga kerja di Jawa Tengah
1,20
3,83
(Grafik 5.2). 5.2). Sementara itu masyarakat Jawa Tengah
0,40
Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tdk dibayar Berusaha sendiri
selama empat tahun terakhir mencapai 3,83 juta jiwa
3,69 2,95
Grafik 5.2.Rata-rata Status Naker di Jawa Tengah Tahun 2006-2009 (Juta Jiwa)
yang berusaha sendiri atau wirausaha sebanyak 2,95 juta. Pemerintah daerah perlu memberikan perhatian dan dukungan yang lebih kepada kelompok wirausaha ini.
Banyaknya
jumlah
wirausaha
tersebut
mengindikasikan bahwa masyarakat Jawa Tengah memiliki
kemandirian
lapangan
kerja
tinggi
sehingga
dalam
menciptakan
diharapkan
tingkat
pengangguran di Jawa Tengah dapat ditekan.
5.2. Kemiskinan Jumlah penduduk miskin mengalami penurunan.
Angka
kemiskinan
di
Jawa
Tengah
masih
tergolong tinggi, yaitu sebesar 17,72%. Namun demikian, secara umum jumlah penduduk miskin di Jawa Tengah pada tahun 2009 mengalami penurunan 0,464 juta orang dibanding tahun 2008 ( Tabel 5.2). 5.2). Jumlah
penduduk
miskin
pada
tahun
ini
juga
merupakan yang terkecil dalam lima tahun terakhir. Tabel 5.2 5.2 . Penduduk M iskin di Jawa T engah Tahun 2005 2006 2007 2008 2009
Jumlah Penduduk Miskin (ribu) Kota Desa Jumlah 2.671,2 3.862,3 6.533,5 2.958,1 4.142,5 7.100,6 2.687,3 3.869,9 6.557,2 2.556,5 3.633,1 6.189,6 2.420,9 3.304,8 5.725,7
Persentase Penduduk Miskin (%) Kota Desa Jumlah 17,24 23,57 20,49 18,9 25,28 22,19 17,23 23,45 20,43 16,43 21,96 19,23 15,41 19,89 17,72
Sumber: BPS
Pada tahun 2009, Garis Kemiskinan mengalami kenaikan sebesar 8,53% (yoy) menjadi Rp. 182.515,per kapita per bulan yang terutama disebabkan oleh komoditas makanan (Tabel Tabel 5.3). 5.3 Pengeluaran untuk membiayai makanan di Jawa Tengah sebesar 72,78% sedangkan
pengeluaran
untuk
membiayai
non-
makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan) hanya sebesar 27,22%.
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
30
Tabel 5.3 5. 3. Garis Kemiskinan di Jawa T engah Daerah/Tahun
Garis Kemiskinan (Rp. /Kapita/bulan) Jumlah % Makanan Bukan Makanan Total Penduduk Miskin (ribu) Penduduk Miskin
Kota 2008 2009
133.158 139.875
51.547 56.603
184.705 196.478
2.556,5 2.420,9
16,34 15,41
2008 2009 Kota+Desa 2008 2009 Sumber: BPS
116.708 126.183
35.823 43.129
152.531 169.312
3.633,1 3.304,8
21,96 19,89
124.703 132.837
43.465 49.678
168.168 182.515
6.189,6 5.725,7
19,23 17,72
Desa
Indeks Kedalaman (P1) dan Keparahan (P2) Kemiskinan
pada
tahun
2009
menunjukkan
kecenderungan menurun. P1 pada tahun 2008 sebesar 3,39 turun menjadi 2,96 pada tahun 2009, demikian juga dengan P2 yang turun menjadi 0,74 pada tahun 2009 (Tabel Tabel 5.4). 5.4 Kondisi ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin kecil. Nilai P1 dan P2 di daerah pedesaan lebih besar dibandingkan daerah perkotaan. Hal ini berarti bahwa kemiskinan di pedesaan lebih buruk dibanding perkotaan. Tabel 5.4 5. 4. Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan di J awa Tengah
Kota Desa Jumlah Tahun Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) 2008 2,97 3,78 3,39 2009 2,56 3,34 2,96 Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) 2008 0,82 0,98 0,9 2009 0,62 0,85 0,74 Sumber: BPS
5.3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani pada 2009 mengalami sedikit penurunan.
Nilai Tukar Petani (NTP) di provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2008. Nilai indeks NTP pada tahun 2008 tercatat sebesar 102,7 turun -2,6% menjadi 100,03 pada tahun 2009. Tingkat NTP Jawa Tengah pada tahun 2009 juga lebih rendah dari pada NTP Nasional. Salah satu faktor penyebab turunnya NTP adalah kondisi cuaca yang kurang baik yang
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
31
berdampak pada hasil pertanian karena perubahan waktu tanam dan panen. (Grafik Grafik 5.3.). 5.3. Walaupun mengalami penurunan, namun tingkat kesejahteraan petani di Jawa Tengah sudah sedikit lebih baik karena tingkat NTP masih berada di atas 100. Hal ini menggambarkan bahwa indeks harga hasil Grafik 5.3. Perkembangan NTP di Jawa Tengah
produksi pertanian lebih tinggi jika dibandingkan dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi
oleh
rumah
tangga
maupun
untuk
keperluan produksi pertanian. Pada tahun 2009, sub sektor perkebunan memiliki rata-rata bulanan tertinggi untuk indeks harga produksi pertanian yaitu sebesar 127,73. Sedangkan rata-rata bulanan tertinggi untuk indeks harga konsumsi adalah sub sektor perumahan (123,59) dan untuk indeks biaya produksi dan barang Grafik 5.4. Indeks NTP Tiap Sektor di Jawa Tengah Tahun 2009
modal, rata-rata bulanan tertinggi adalah sub sektor sewa lahan (121,24). (Grafik Grafik 5.4.). 5.4. % BandinB
♦♦♦
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
32
Bab 6 Keuangan Daerah 6.1. APBD Provinsi Jawa Tengah 2009
Pada tahun 2009 APBD Provinsi Jawa Tengah mengalami surplus Rp495,5 milyar, sedikit meningkat dibandingkan surplus 2008 sebesar Rp116,0 milyar. Surplus tersebut karena realisasi penerimaan lebih besar dari rencana penerimaan APBD-P, sementara realisasi belanja lebih rendah dari rencana APBD-P 2009.
Anggaran
pendapatan
dalam
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2009 setelah perubahan
tercatat
sebesar
Rp.
5,26
triliun.
Pendapatan ini terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp. 3,76 triliun, Dana Perimbangan sebesar Rp. 1,5 triliun, dan Lain-lain Pendapatan yang sah
sebesar
Rp.
229
juta.
Sedangkan
Belanja
pemerintah tercatat sebesar Rp. 5,69 triliun yang terdiri dari Belanja Tidak langsung sebesar Rp. 3,52 triliun dan Belanja Langsung sebesar Rp. 2,16 triliun. (Tabel Tabel 6.1.). 6.1.
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
33
TABEL 6.1. REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH TA. 2008-2009 (Rp. Juta) NO
APBD 2008
URAIAN
1 PENDAPATAN 1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH - Pajak Daerah - Retribusi Daerah - Hasil Pengelolaan Kekay. Daerah Yg Dipisahkan - Lain-Lain PAD Yang Sah
APBD-P 2009
Realisasi 2008
Realisasi 2009
%
%
3,598,520.12 2,952,500.00 341,923.20 131,234.44 172,862.48
3,762,755.52 3,068,130.11 345,651.28 141,471.95 207,502.17
3,762,755.52 3,068,130.11 345,651.28 141,471.95 207,502.17
104.564 103.916 101.09 107.801 120.039 #DIV/0!
4,000,735.71 3,236,779.05 127,405.51 153,848.19 482,704.95
106.32 105.50 36.86 108.75 232.63
1,532,287.18 478,795.31 1,053,491.87
1,504,184.02 450,692.15 1,053,491.87
1,504,184.02 450,692.15 1,053,491.87
98.1659 94.1304 100
112.48 123.74 107.33
229.97
229.97
229.97
#DIV/0! 100
1,691,853.08 557,673.48 1,130,742.60 3,437.00 3,437.85
1494.91
229.97
229.97
229.97
100
3,437.85
1494.91
5,131,037.27
5,267,169.51
5,267,169.51
102.65
5,696,026.64
108.14
3,672,147.87 951,389.30 4.70
3,525,877.76 1,138,690.72
3,360,542.69 876,807.23 0.99
91.5144 92.1607 21.0638
3,212,182.13 941,583.10
91.10 82.69
472,986.75 459,355.98 1,108,765.48 659,645.63 20,000.00
69,820.30 431,545.75 1,123,798.13 737,022.85 25,000.00
385,489.98 412,423.15 1,058,172.72 626,139.79 1,508.81
81.5012 89.7829 95.437 94.9206 7.54405
67,953.60 401,255.90 1,109,040.37 687,190.39 5,158.76
97.33 92.98 98.69 93.24 20.64
2.2 BELANJA LANGSUNG - Belanja Pegawai - Belanja Barang dan Jasa - Belanja Modal
1,988,054.70 274,665.31 1,123,543.13 589,846.25
2,166,734.61 242,916.81 1,335,571.10 588,246.69
1,790,592.74 243,331.35 1,018,236.62 529,024.76
90.0676 88.5919 90.6273 89.6886
1,988,353.50 213,820.98 1,227,477.48 547,088.46
91.77 88.02 91.91 93.00
JUMLAH BELANJA
5,660,202.57
5,692,612.37
5,151,135.43
91.01
5,200,535.63
91.36
1.2 DANA PERIMBANGAN - Dana Bagi Hsl Pjk/Bukan Pjk - Dana Alokasi Umum - Dana Alokasi Dana Khusus 1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH - Hibah - Dana Peny. dan Otonomi Khusus - Dana Insentif Daerah JUMLAH PENDAPATAN 2 BELANJA DAERAH 2.1 BELANJA TIDAK LANGSUNG - Belanja Pegawai - Belanja Bunga - Belanja Subsidi - Belanja Hibah - Belanja Bantuan Sosial - Belanja Bagi Hasil Kpd Kab/Kota/Desa - Blnj Bant.Keuang. Kpd Kab/Kota/Desa - Belanja Tidak Terduga
SURPLUS/DEFISIT
(529,165.30)
(352,219.32)
116,034.08
495,491.01
Sumber: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
6.2. Realiasi APBD Provinsi Jawa Tengah 2009 Realisasi pendapatan pemerintah provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 tercatat sebesar Rp 5,7 triliun atau sebesar 106,74% dari anggaran yang telah ditetapkan
sebelumnya.
Realisasi
tersebut
telah
melampaui target yang ditetapkan dalam APBN-P 2009 sebesar Rp 5,2 triliun. Berdasarkan komponennya, realisasi PAD tercatat sebesar Rp 4 triliun atau 109,48% dari target yang terdiri dari penerimaan pajak daerah sebesar Rp 3,23 triliun (Realisasi 110,10%), retribusi daerah Rp 130 miliar (101,32%). Realisasi dana perimbangan tahun 2009 sebesar Rp 1,69 triliun atau 100,58%. Realisasi pendapatan tahun 2009 jauh lebih tinggi bila
dibandingkan
sebelumnya
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
baik
dengan dari
realisasi segi
pada
jumlah
tahun maupun
34
persentasenya.
Realisasi
pendapatan tahun 2008
tercatat sebesar Rp 5,26 triliun atau 102,65% dari target APBD-P 2008. Peningkatan angka realisasi pendapatan terbesar pada komponen pajak daerah yang meningkat sebesar Rp 200 miliar dibandingkan tahun 2008. Hal ini menyiratkan bahwa tax effort yang telah dilakukan pemerintah relatif memuaskan, karena sampai saat ini pajak daerah masih menjadi faktor dominan
dalam
menunjang
penerimaan
daerah.
Pangsa penerimaan pendapatan dari pajak daerah mencapai 56% dari keseluruhan total pendapatan. Sementara itu, retribusi tahun 2009 jumlahnya tercatat lebih kecil dibanding tahun 2008. Penurunan tersebut disebabkan oleh beberapa hal seperti mulai diterapkannya kebijakan zero over loading bagi kendaraan
angkutan
barang
dan
penyerahan
pengelolaan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) kepada pemerintah Kab./Kota yang sangat mempengaruhi penerimaan retribusi daerah. Komponen pendapatan daerah lainnya seperti hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan PAD lain-lain, sampai saat ini masih tergolong
relatif
kecil
kontribusinya.
Diharapkan
pemerintah daerah terus memiliki komitmen untuk mengoptimalkan pengelolaanya dalam
upaya untuk
menyokong pendapatan daerah. Sumber pendapatan lain yang signifikan nilainya adalah dana perimbangan. Realisasi penyaluran dana bagi hasil pajak, DAU dan DAK dari pemerintah pusat pada tahun 2009 sebesar 100%. Realisasi total belanja daerah pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 tercatat sebesar 91,37% atau
Rp
5,2
triliun.
Sebagaimana
tahun-tahun
sebelumnya, realisasi penyerapan belanja pemerintah provinsi
kali
ini
juga
belum
maksimal.
Tingkat
persentase realisasi belanja tahun 2009 relatif hampir sama dengan tahun 2008 yaitu sebesar 91%. Realisasi Belanja tidak langsung (BTL) tahun 2009 tercatat senilai Rp 3,2 triliun atau sebesar 91,10%. Angka rasio realisasi belanja tidak langsung terbesar Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
35
adalah realisasi belanja bagi hasil Kab./kota yang mencapai 98,69%. Berikutnya adalah pos belanja hibah mencapai 97,33%. Realisasi bantuan kepada Kab/kota sebesar 93,24%. Realisasi pos belanja pegawai pada APBD 2009 ini justru relatif rendah yaitu 82,69%, lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2008 yang mencapai 92,16%. Realisasi Belanja Langsung tahun 2009 tercatat sebesar
91,80%
Sebagaimana
atau
dalam
senilai
Rp1,98
komponen
Belanja
triliun. Tidak
Langsung, realisasi belanja pegawai dalam belanja langsung ini juga tercatat relatif rendah yaitu sebesar 87,82%. Belanja barang dan jasa serta belanja modal mempunyai realisasi yang relatif lebih baik yaitu masing-masing sebesar 92% dan 93%.
♦♦♦
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
36
Bab 7 Prospek Perekonomian 2010 7.1. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah 2010 diperkirakan tumbuh sebesar 5,25% – 5,75%
Memasuki
2010,
perekonomian
nasional
diperkirakan lebih baik dari 2009 terutama kerana semakin membaiknya perekonomian global dan mulai pulihnya permintaan domestik. Perkembangan ini berdampak
positif
terhadap
perekonomian
Jawa
Tengah. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2010 diperkirakan tumbuh sebesar 5,25% - 5,75%. Pertumbuhan tersebut ditopang oleh pertumbuhan sektor pertanian, industri pengolahan, PHR dan jasajasa. Sektor pertanian diperkirakan tumbuh sebesar 5,5%
-
6,0% (yoy), yang
diperkirakan
karena
meningkatnya tingkat produktivitas, terutama pada triwulan I-2010 yang diperkirakan tumbuh cukup tinggi yaitu sebesar 5,4% (yoy). Sementara itu sektor industri pengolahan diperkirakan tumbuh sebesar 4,5% - 5,0% yang dipengaruhi oleh pulihnya kondisi perekonomian khususnya industri yang dimulai pada semester kedua tahun 2009. Sedangkan sektor PHR diperkirakan tumbuh sebesar 5,25% - 5,75%, tetap tumbuh
positif
dibandingkan
namun
sedikit
pertumbuhan
melambat
tahun
bila
sebelumnya.
Aktivitas pemilukada pada tahun 2010 di 17 Kab./Kota diperkirakan turut mendorong pertumbuhan sektor ini. Sektor jasa-jasa diperkirakan tetap tumbuh signifikan yaitu sebesar 6,75% - 7,75%, yang disumbang oleh peningkatan aktivitas jasa pemerintahan maupun jasa swasta yang diperkirakan meningkat pada tahun 2010. Sementara itu, sektor konstruksi diperkirakan masih tetap tumbuh. Proyek besar seperti pembangunan jalan tol Solo – Semarang Seksi I (Semarang-Ungaran) dan Seksi II (Ungaran-Bawen) masih menjadi salah satu Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
37
pendorong sektor ini yang juga ikut mempengaruhi sektor yang lain. Diperkirakan sektor ini akan tumbuh pada kisaran 6,0% - 6,5%. (Tabel Tabel 7.1.). 7.1. Tabel 7.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah Tahun 2010 (persen) Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas & Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan & Js Persh Jasa-jasa Jawa Tengah Nasional
2004 5.33 2.73 6.41 8.65 7.84 2.45 4.67 3.78 5.58 5.13
2005 4.61 9.28 4.80 10.78 6.88 6.05 7.34 5.00 4.75 5.35
2006 3.60 15.41 4.52 6.49 6.10 5.85 6.63 6.55 7.89 5.33
2007 2.78 6.23 5.56 6.72 7.21 6.54 8.07 6.81 6.71 5.59
2008 5.09 3.83 4.50 4.76 6.54 5.10 7.52 7.81 7.66 5.46
2009 4.38 5.49 1.84 5.55 6.77 6.01 6.96 7.78 7.85 4.71
2010p 5.5 - 6.0 7.75 - 8.25 4.5 - 5.0 6.0 - 6.5 6.0 - 6.5 5.25 - 5.75 5.0 - 5.5 5.75 - 6.25 6.75 - 7.25 5.25 - 5.75
5.03
5.69
5.50
6.28
6.06
4.50
5.60
pada
2010
Sumber: BPS dan Bank Indonesia Semarang Ket. : p) proyeksi Bank Indonesia
7.2. Inflasi Inflasi Jateng tahun 2010 diperkirakan dalam kisaran 5% ± 1%.
Tekanan
inflasi
Jawa
Tengah
diperkirakan akan mengalami peningkatan dibanding tahun 2009, dengan laju inflasi diproyeksikan dalam kisaran 5% ± 1% (yoy). Tekanan inflasi tahun 2010 diperkirakan
akan
meningkat
sejalan
dengan
meningkatnya tekanan harga komoditas volatile foods, naiknya tekanan dari sisi permintaan sejalan dengan naiknya aktivitas ekonomi, dan adanya sedikit tekanan harga dari imported inflation. Tekanan dari imported inflation perlu diantisipasi karena beberapa komoditas internasional diperkirakan mengalami kecenderungan meningkat pada tahun 2010, antara lain besi baja (logam), emas perhiasan, kapas
dan
beberapa
komoditas
pangan
seperti
gandum, kedelai, dan lada. Sementara itu, tekanan harga komoditas administered prices diperkirakan timbul dari adanya kebijakan peningkatan tarif cukai rokok mulai Januari 2010 dan kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sejak triwulan III-2010.
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
38
Adapun tekanan harga volatile foods diperkirakan akan terasa pada pada triwulan I-2010 dan triwulan III2010 karena di beberapa daerah penghasil beras sedang memasuki masa tanam. Selain itu, tekanan di sisi permintaan mengalami peningkatan pada triwulan III-2010 seiring dengan adanya liburan sekolah dan tahun ajaran baru pada bulan Juli, serta adanya bulan puasa dan hari raya lebaran pada Agustus-September. Sementara itu, sumbangan inflasi dari faktor moneter diperkirakan
relatif
minim
sejalan
dengan
perkembangan kurs rupiah yang diperkirakan cukup stabil selama tahun 2010. Tekanan
inflasi
dari
ekspektasi
masyarakat
diperkirakan mengalami penurunan pada tahun 2010. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas ekonomi, meningkatnya daya beli masyarakat, dan kondisi politik domestik yang cukup stabil. Terdapat beberapa faktor positif yang diharapkan dapat mengurangi tekanan inflasi tahun 2010, di tengah upaya pemulihan ekonomi yang menyebabkan naiknya tekanan harga di sisi permintaan. Beberapa faktor positif tersebut antara lain, (a) tetap stabilnya harga BBM dalam negeri meskipun harga minyak internasional cukup fluktuatif, (b) ketersediaan stok barang kebutuhan pokok yang masih mencukupi, meskipun terdapat ancaman berupa adanya cuaca yang kurang kondusif bagi tanaman bahan makanan, (c) kurs rupiah yang relatif stabil, dan (d) ekspektasi masyarakat
terhadap
perkembangan
harga
yang
cenderung positif hingga akhir tahun.
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
39
Berdasarkan kondisi tersebut, KBI
Semarang
memperkirakan laju inflasi Jawa Tengah tahun 2010 akan berada dalam kisaran 5% ± 1%, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 7.2 7.2. Tabel 7.2 7.2 . Estimasi Laju Inflasi Jawa T engah Tahun 2010 (yoy, persen) No 1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Barang dan Jasa Bahan Makanan Mkn Jadi, Minuman, Rokok & Temb. Perumh., Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olah Raga Transpor, Komunikasi & Jasa Keu. UMUM
2008 12,36 10,83 11,96 6,24 7,40 4,36 4,76 9,55
2009 3,75 7,53 3,49 5,70 3,40 2,45 -3,40 3,32
2010 *) 5–6 8–9 3–4 5–6 4–5 2–3 0–1 5 % ± 1%
Sumber: BPS, diolah Keterangan: *) estimasi KBI Semarang
♦♦♦
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
40
LAMPIRAN Pertumbuhan PDRB Sisi Sektoral di Jawa Tengah (%) Sektor Ekonomi
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Pertanian
5.33
4.61
3.60
2.78
5.09
4.38
Pertambangan & Penggalian
2.73
9.28
15.41
6.23
3.83
5.49
Industri Pengolahan
6.41
4.80
4.52
5.56
4.50
1.84
Listrik, Gas & Air Bersih
8.65
10.78
6.49
6.72
4.76
5.55
Bangunan
7.84
6.88
6.10
7.21
6.54
6.77
Perdagangan Hotel dan Restoran
2.45
6.05
5.85
6.54
5.10
6.01
Pengangkutan dan Komunikasi
4.67
7.34
6.63
8.07
7.52
6.96
Keuangan, Persewaan & Js Persh
3.78
5.00
6.55
6.81
7.81
7.78
Jasa-jasa
5.58
4.75
7.89
6.71
7.66
7.85
Jaw a Tengah
5.13
5.35
5.33
5.59
5.46
4.71
Nasional Sumber: BPS, diolah
5.03
5.69
5.50
6.28
6.06
4.50
Pertumbuhan PDRB Sisi Penggunaan di Jawa Tengah JENIS PENGELUARAN 1. Kons. Rumah Tangga
2005
2006
2007
2008
2009
5.14%
4.80%
5.13%
5.42%
5.42%
a. Makanan
2.84%
2.85%
2.60%
2.62%
2.11%
b. Non Makanan
8.98%
7.88%
8.93%
9.40%
9.82%
2. Kons. Lembaga Non Profit
-1.58%
1.46%
5.50%
5.48%
7.42%
3. Kons. Pemerintah
15.20%
12.51%
12.39%
10.08%
11.11%
4. P M T B
9.07%
12.90%
5.67%
6.69%
5.62%
5. Ekspor Neto
31.63%
-72.11%
71.09%
-8.12%
-66.99%
a. Ekspor
-0.72%
6.90%
5.54%
0.16%
-4.54%
b. Impor
-7.56%
31.23%
0.89%
1.06%
1.61%
5.35%
5.33%
5.59%
5.46%
4.71%
PDRB
Sumber: BPS, diolah
Indikator Kinerja Perbankan (Miliar Rp) INDIKATOR Total Asset - Total a. Total Asset - Bank Umum b. Total Asset - BPR DPK - Total a. DPK - Bank Umum b. DPK - BPR Deposito - Total a. Deposito - Bank Umum b. Deposito - BPR Giro - Total Tabungan - Total a. Tabungan - Bank Umum b. Tabungan - BPR Kredit - Total a. Kredit - Bank Umum b. Kredit - BPR Kredit UMKM LDR - Perbankan (%) a. LDR - Bank Umum (%) b. LDR - BPR (%) NPL -Perbankan (%) a. NPL - Bank Umum (%) b. NPL - BPR (%)
2006 83.359 77.652 5.707 66.776 62.701 4.075 26.496 23.925 2.571 12.243 28.038 26.534 1.504 52.450 48.025 4.425 41.248 78,55 76,59 108,59 78,55 76,59 108,59
2007 92.252 85.696 6.556 74.126 69.492 4.635 27.354 24.516 2.838 12.246 34.526 32.729 1.797 61.984 56.707 5.277 50.185 83,62 81,60 113,85 3,75 3,02 11,57
2008 111.812 103.922 7.889 86.140 80.681 5.459 33.740 30.621 3.119 12.296 40.104 37.763 2.340 79.331 72.907 6.424 61.241 92,10 90,37 117,66 2,95 2,39 2,64
2009 125.595 116.642 8.953 97.499 91.213 6.287 36.423 32.697 3.726 14.017 47.058 44.498 2.560 90.194 82.814 7.380 70.157 92,51 90,79 117,38 2,98 2,41 9,13
Sumber: LBU & LBPR, Bank Indonesia
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
41
Perkembangan Kredit Bank Umum di Jawa Tengah INDIKATOR Kredit Menurut Jenis Penggunaan - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Kredit Menurut Sektor Ekonomi - Sektor Pertanian - Sektor Pertambangan - Sektor Industri - Sektor Listrik, Gas, dan Air - Sektor Konstruksi - Sektor Perdagangan - Sektor Transportasi - Sektor Jasa Dunia Usaha - Sektor Jasa Sosial Masy. - Lain-lain Kredit Menurut Jenis Valuta - Rupiah - Valas
2006 48,025 28,286 4,015 15,724 48,025 2,128 29 10,435 9 829 15,292 521 2,051 665 16,065 48,025 46,639 1,386
Posisi (Miliar Rp) 2007 2008 57,017 72,907 32,275 41,826 4,489 5,543 20,253 25,539 57,017 72,907 2,132 2,156 71 100 11,030 15,540 10 10 969 1,110 18,805 23,145 594 845 2,138 3,103 642 743 20,625 26,157 57,017 72,907 54,970 70,136 2,047 2,771
2009 82,814 46,839 6,694 29,281 82,814 2,290 105 16,702 63 1,296 27,764 955 2,977 809 29,853 82,814 80,256 2,558
2006 12.89% 11.96% 3.34% 17.40% 12.89% 2.46% -10.48% 9.83% -48.15% 31.08% 15.08% 9.52% -4.11% 3.77% 16.93% 12.89% 13.17% 4.13%
Pertumbuhan 2008 2007 18.72% 27.87% 14.10% 29.59% 11.79% 23.48% 28.81% 26.10% 18.72% 27.87% 0.17% 1.10% 146.64% 41.39% 5.69% 40.89% 11.86% -0.84% 16.86% 14.53% 22.97% 23.08% 14.20% 42.08% 4.23% 45.12% -3.42% 15.65% 28.38% 26.82% 18.72% 27.87% 17.86% 27.59% 47.68% 35.39%
2009 13.59% 11.99% 20.78% 14.65% 13.59% 6.22% 4.61% 7.48% 561.80% 16.76% 19.96% 13.04% -4.04% 8.91% 14.13% 13.59% 14.43% -7.70%
2006 100.00% 58.90% 8.36% 32.74% 100.00% 4.43% 0.06% 21.73% 0.02% 1.73% 31.84% 1.08% 4.27% 1.39% 33.45% 100.00% 97.11% 2.89%
Pangsa 2008 2007 100.00% 100.00% 56.61% 57.37% 7.87% 7.60% 35.52% 35.03% 100.00% 100.00% 3.74% 2.96% 0.12% 0.14% 19.34% 21.31% 0.02% 0.01% 1.70% 1.52% 32.98% 31.75% 1.04% 1.16% 3.75% 4.26% 1.13% 1.02% 36.17% 35.88% 100.00% 100.00% 96.41% 96.20% 3.59% 3.80%
2009 100.00% 56.56% 8.08% 35.36% 100.00% 2.76% 0.13% 20.17% 0.08% 1.57% 33.53% 1.15% 3.60% 0.98% 36.05% 100.00% 96.91% 3.09%
Sumber: Bank Indonesia
Perkembangan DPK Bank Umum di Jawa Tengah INDIKATOR DPK - Rupiah - Valas Deposito - Rupiah - Valas Giro - Rupiah - Valas Tabungan - Rupiah - Valas
2006 62.701 57.966 4.735 23.925 21.613 2.311 12.243 9.819 2.424 26.534 26.533 0
Posisi (Miliar Rp) 2007 2008 70.099 80.681 65.918 75.049 4.182 5.632 24.670 30.621 22.597 28.049 2.073 2.572 12.304 12.296 10.257 9.811 2.048 2.485 33.125 37.763 33.064 37.188 61 575
2009 91.213 85.360 5.853 32.697 30.606 2.091 14.017 11.667 2.351 44.498 43.088 1.411
2006 17,36% 18,71% 3,03% 11,97% 13,87% -3,17% 25,17% 29,60% 9,94% 19,12% 19,14% -90,49%
Pertumbuhan 2007 2008 2009 11,80% 15,09% 13,05% 13,72% 13,85% 13,74% -11,69% 34,68% 3,93% 3,12% 24,12% 6,78% 4,55% 24,13% 9,11% -10,31% 24,08% -18,69% 0,50% -0,07% 14,00% 4,46% -4,34% 18,91% -15,51% 21,34% -5,39% 24,84% 14,00% 17,83% 24,61% 12,47% 15,86% 13392,92% 842,70% 145,33%
2006 100,00% 92,45% 7,55% 38,16% 90,34% 9,66% 19,53% 80,20% 19,80% 42,32% 100,00% 0,00%
Pangsa 2007 2008 100,00% 100,00% 94,03% 93,02% 5,97% 6,98% 35,19% 37,95% 91,60% 91,60% 8,40% 8,40% 17,55% 15,24% 83,36% 79,79% 16,64% 20,21% 47,25% 46,81% 99,82% 98,48% 0,18% 1,52%
2009 100,00% 93,58% 6,42% 35,85% 93,60% 6,40% 15,37% 83,23% 16,77% 48,79% 96,83% 3,17%
Sumber: Bank Indonesia
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
42
Perkembangan Kredit UMKM di Jawa Tengah INDIKATOR Kredit UMKM a. Skala Usaha - Mikro - Kecil - Menengah b. Sektor Ekonomi - Sektor Pertanian - Sektor Pertambangan - Sektor Industri - Sektor Air, Listrik & Gas - Sektor Konstruksi - Sektor Perdagangan - Sektor Transportasi - Sektor Jasa Dunia Usaha - Sektor Jasa Sosial Masy. - Lain-lain c. Jenis Penggunaan - Kredit Modal Kerja - Kredit Investasi - Kredit Konsumsi Rasio Kredit MKM thd Total Kredit Perbankan
Posisi (Miliar Rp) 2007 2008 2009 50,185 61,241 70,157 23,174 13,967 13,044
26,190 19,524 15,527
28,613 24,249 17,295
1,988 55 3,883 10 635 17,578 477 1,956 590 23,013
2,107 41 4,649 10 679 20,751 546 2,901 554 29,003
2,219 33 4,668 23 796 25,078 601 3,059 574 33,107
24,609 3,069 22,507
29,491 3,487 28,263
33,505 4,281 32,372
88.02%
84.00%
84.72%
Pertumbuhan Pangsa 2008 2009 2007 2008 2009 22.03% 14.56% 100.00% 100.00% 100.00% 13.01% 39.79% 19.04%
9.25% 24.20% 11.39%
46.18% 27.83% 25.99%
42.77% 31.88% 25.35%
40.78% 34.56% 24.65%
5.99% 5.32% -25.45% -19.51% 19.73% 0.41% 0.00% 130.00% 6.93% 17.23% 18.05% 20.85% 14.47% 10.07% 48.31% 5.45% -6.10% 3.61% 26.03% 14.15%
3.96% 0.11% 7.74% 0.02% 1.27% 35.03% 0.95% 3.90% 1.18% 45.86%
3.44% 0.07% 7.59% 0.02% 1.11% 33.88% 0.89% 4.74% 0.90% 47.36%
3.16% 0.05% 6.65% 0.03% 1.13% 35.75% 0.86% 4.36% 0.82% 47.19%
49.04% 6.12% 44.85%
48.16% 5.69% 46.15%
47.76% 6.10% 46.14%
19.84% 13.62% 25.57%
13.61% 22.77% 14.54%
Sumber: Bank Indonesia
Perkembangan RTGS di Jawa Tengah Periode
FROM Nilai
TO Volume
(Miliar Rp)
2005 2006 2007 2008 2009
58,516.65 147,467.31 192,185.16 151,688.20 168,172.82 143,606.03
Nilai (Miliar Rp)
52,142 98,879 123,025 132,785.00 131,876.00 107,741.40
51,754.50 116,472.14 129,831.06 114,171.50 116,031.88 105,652.22
Total
FROM - TO Volume
Nilai
Volume
(Miliar Rp)
54,560 111,292 142,859 150,748.00 154,370.00 122,765.80
14,835.29 34,199.98 40,178.33 34,314.87 38,098.80 32,325.45
Nilai
Volume
(Miliar Rp)
17,469 35,733 45,759 41,136.00 42,130.00 36,445.40
125,106.44 298,139.43 362,194.55 300,174.57 322,303.50 281,583.70
123,288 245,904 311,643 324,669.00 328,376.00 266,776.00
Sumber: Bank Indonesia
Laporan Perekonomian Daerah Jawa Tengah Tahun 2009
43