PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR
TAHUN 2009
TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang
: a. bahwa untuk memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah sesuai dengan visi, misi Gubernur, perlu disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang; b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, perlu menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 yang merupakan perwujudan visi, misi dan Program Gubernur yang memuat kebijakan penyelenggaraan Pembangunan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2008-2013;
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah;
2
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
3
8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan Dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dan Informasi Laporan
4
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4693); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negera Republik Indonesia Nomor 4697); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4698); 18. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2005 – 2009; 19. Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan Dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan; 20. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah Dan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2006 Nomor 8 Seri E Nomor 1); 21. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
5
(Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 1 Seri E Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 7); 22. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 9); 23. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Tengah (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 Nomor 3 Seri E Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 10); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH dan GUBERNUR JAWA TENGAH MEMUTUSKAN : Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2013.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1.
Daerah adalah Provinsi Jawa Tengah.
2.
Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
6
3.
Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah.
4.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah yang selanjutnya disingkat RPJPD adalah Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025.
5.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013.
6.
Rencana Kerja Pembangunan Daerah yang selanjutnya disingkat RKPD adalah Rencana Kerja Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah yang disusun setiap tahun sekali.
BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Pasal 2 RPJMD merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah sebagai landasan dan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pembangunan 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 dan pelaksanaan lebih lanjut dituangkan dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Pasal 3 Sistematika RPJMD disusun sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g. h.
BAB BAB BAB BAB BAB BAB BAB BAB
I II III IV V VI VII VIII
: : : : : : : :
Pendahuluan; Kondisi Umum; Prioritas Pembangunan Daerah Rencana Jangka Panjang; Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran; Indikator Makro dan Pentahapan Pembangunan; Pengelolaan Keuangan Daerah; Program Pembangunan Daerah; Penutup. Pasal 4
RPJMD berikut matriknya sebagaimana tercantum dalam Lampiran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
7
Pasal 5 RPJMD mempedomani Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang RPJPD dan memperhatikan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2005 – 2009. Pasal 6 Penyusunan RPJMD menjadi pedoman bagi : a. Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam menyusun Rencana Strategis dan sebagai acuan bagi seluruh pemangku kepentingan di Daerah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan selama kurun waktu 2008 – 2013. b. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Pasal 7 RPJMD wajib dilaksanakan oleh Gubernur dalam rangka penyelenggaraan pembangunan di Daerah. BAB III KETENTUAN PERALIHAN Pasal 8 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka RPJMD menjadi pedoman penyusunan rencana pembangunan sampai dengan Tahun 2013, dan dapat diberlakukan sebagai RPJMD transisi sebagai pedoman penyusunan RKPD Tahun 2014 sebelum tersusunnya RPJMD Tahun 2013 – 2018 yang memuat visi dan misi Gubernur terpilih. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang menyangkut pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
8
Pasal 10 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Tengah. Ditetapkan di Semarang pada tanggal 17 Februari 2009 GUBERNUR JAWA TENGAH,
BIBIT WALUYO Diundangkan di Semarang pada tanggal SEKRETARIS DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH,
HADI PRABOWO
LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2009
9
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR
TAHUN 2008 TENTANG
RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2008-2013
I. UMUM. Bahwa dalam rangka memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah sesuai dengan visi, misi Kepala Daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008, perlu disusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah kurun waktu 5 tahun mendatang. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Gubernur yang penyusunannya berpedoman pada RPJP Daerah dan memperhatikan RPJM-Nasional, memuat arah dan kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah, lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah, dan program kewilayahan disertai dengan rencanarencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan pembangunan, serta mengacu pada ketentuan peraturan perundangudangan yang berlaku. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013, akan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Tengah pada setiap tahun anggaran. Selain itu juga
10
dijadikan acuan bagi penyusunan dokumen perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut di atas, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 20082013. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Dokumen RPJMD Tahun 2008-2013 ini dapat diberlakukan sebagai Dokumen RPJMD Transisi untuk pedoman dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2014 sebelum RPJMD Tahun 2013-2018 disusun dan ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas.
11
Pasal 10 Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR
DAFTAR ISI BUKU I RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH .............................................................................................. i Daftar Isi ................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. Latar Belakang ......................................................................................... 1 B. Tujuan..................................................................................................... 2 C. Landasan Hukum...................................................................................... 3 D. Hubungan RPJMD dengan Dokumen Perencanaan Lainnya .......................... 5 E. Sistimatika ............................................................................................... 6 BUKU II BAB II KONDISI UMUM .............................................................................................7 A. Kondisi Kewilayahan ..................................................................................7 B. Kondisi Perekonomian ................................................................................8 C. Capaian Hasil Pembangunan Jawa Tengah ................................................ 13 D. Kondisi Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan ......................................... 17 E. Analisis Lingkungan Strategis .................................................................... 63 BAB III PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH RENCANA JANGKA PANJANG ................. 73 BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN.. ............................................................ 80 A. Visi ......................................................................................................... 80 B. Misi ........................................................................................................ 80 C. Tujuan.................................................................................................... 81 D. Strategi ................................................................................................. 82 E. Sasaran ................................................................................................. 83 BAB V INDIKATOR MAKRO DAN PENTAHAPAN PEMBANGUNAN ................................. 87 A. Target Agregatif Pembangunan Jawa Tengah 2008-2013 ............................ 87 B. Pentahapan Pembangunan ....................................................................... 90 BAB VI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH ............................................................. 95 A. Pengelolaan Keuangan Daerah ................................................................. 95 B. Penerimaan Daerah ................................................................................. 97 C. Belanja Daerah........................................................................................ 99 D. Pembiayaan Daerah .............................................................................. 101 E. Analisa Kemampuan Keuangan Daerah.................................................... 103 BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH ......................................................... 104 A. Kewenangan Urusan Wajib ..................................................................... 104 B. Kewenangan Urusan Pilihan ................................................................... 207 C. Pelaksanaan Tugas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ....................... 231 D. Pelaksanaan Tugas Umum Pemerintahan ................................................ 232 BAB VIII PENUTUP .............................................................................................. 233 BUKU III MATRIK PERINCIAN PERMASALAHAN, PROGRAM, SASARAN DAN INDIKATOR CAPAIAN
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya adalah upaya sadar untuk memanfaatkan potensi yang layak, memecahkan permasalahan yang dihadapi serta memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat menuju keadaan atau kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Potensi, permasalahan serta kebutuhan masyarakat Jawa Tengah tidak dapat dimanfaatkan, dipecahkan serta dipenuhi dalam jangka pendek. Demikian pula sumber daya yang tersedia untuk pembangunan selalu terbatas bila dibandingkan dengan kebutuhan. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan jangka menengah sebagai pedoman bagi pelaksanaan pembangunan tahunan yang saling berkaitan dan berkesinambungan.
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan, bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah tersebut meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 tahun dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) untuk jangka waktu 1 tahun.
Terkait dengan amanat tersebut Pemerintah Propinsi Jawa Tengah menyusun RPJPD tahun 2005 - 2025, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2008. Selanjutnya RPJPD tersebut akan menjadi pedoman dalam penyusunan RPJMD. RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah dan kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Bersifat indikatif yang
1
dimaksudkan adalah bahwa informasi, baik sumberdaya yang diperlukan maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam dokumen RPJMD hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan bersifat tidak kaku. Ketentuan ini termuat dalam pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional jo pasal 150 ayat (3) huruf c Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Pasal 19 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 ayat (2) mengatur bahwa RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kepala daerah dilantik.
Sementara itu dalam pasal 150 ayat (3) huruf c
Undang – Undang No. 32 Tahun 2004 diatur bahwa RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah. Terkait dengan hal ini Pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah. Dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan bahwa RPJMD ditetapkan dengan Peraturan Daerah setelah berkonsultasi dengan Menteri Dalam Negeri, dan jangka waktu penetapannya paling lambat 6 bulan setelah kepala daerah dilantik.
Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas, dan dengan telah ditetapkannya hasil Pilkada Propinsi Jawa Tengah tanggal 22 Juni 2008, serta telah dilantiknya Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008 - 2013 pada tanggal 23 Agustus 2008, maka disusunlah RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2008-2013. RPJMD ini akan menjadi pedoman bagi SKPD dalam menyusun Rencana Strategis
(Renstra) dan sebagai
acuan bagi seluruh stakeholder di Provinsi Jawa Tengah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan selama kurun waktu 2008 – 2013. RPJMD Propinsi Jawa Tengah 2008 - 2013 ini selain menjabarkan visi, misi, dan program Kepala Daerah terpilih juga menjabarkan program gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
B. Tujuan RPJMD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2008 sampai tahun 2013, ditetapkan dengan tujuan memberikan
arah
sekaligus
menjadi
acuan bagi
seluruh
komponen
pelaku
pembangunan daerah (pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah yang integral dengan tujuan
2
nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang telah disepakati bersama, sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh segenap komponen pelaku pembangunan akan menjadi lebih efektif, efisien, terpadu, berkesinambungan, dan saling melengkapi satu dengan lainnya, dalam satu pola sikap dan pola tindak. Tujuan berikutnya adalah untuk memberikan pedoman bagi penyusunan RKPD yang memuat strategi, arah kebijakan, program kegiatan dan prakiraan maju pendanaan.
C. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Tengah; 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah
Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta; 4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Batang; 5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan; 6. Undang-Undang nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; 7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah; 8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Tengah; 9. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah
Kota Besar dalam lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta; 10. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Kabupaten Batang; 11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan; 12. Undang-Undang nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi; 13. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Sistem Pertahanan Negara; 14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; 15. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; 16. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air;
3
17. Undang-Undang
Nomor
25
Tahun
32
Tahun
2004
tentang
Sistem
Perencanaan
Pembangunan Nasional; 18. Undang-Undang
Nomor
2004
tentang
Pemerintahan
Daerah
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 19. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan 20. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional 21. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025; 22. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Panas Bumi; 23. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana; 24. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; 25. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; 26. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi; 27. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Mineral dan Batubara; 28. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1988 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan, Kabupaten Dati II Pekalongan dan Kabupaten Dati II Batang; 29. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; 30. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4663); 31. Peraturan Pemerintah Pemerintahan
antara
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah
Provinsi,
dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; 32. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2007 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah; 33. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan; 34. Peraturan
Pemerintah
Nomor
6 tahun
2008 tentang Pedoman
Evaluasi
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah;
4
35. Peraturan Pemerintah
Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan; 36. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; 37. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar; 38. Prakarsa Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan; 39. Peraturan Presiden
No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Jangka Panjang
Menengah Nasional Tahun 2005 – 2009; 40. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Rencana Strategis Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008; 41. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah; 42. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Tengah; 43. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2025; 44. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 45. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 82 Tahun 2007 tentang Program Indikatif Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Gubernur No. 30 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 82 Tahun 2007 tentang Program Indikatif Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009; 46. Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 88 Tahun 2008 tentang Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RAD-PRB) Provinsi Jawa Tengah.
D. Hubungan RPJMD Provinsi Jawa Tengah Dengan Dokumen Perencanaan Lainnya RPJMD Provinsi Jawa Tengah merupakan satu sub sistem dalam sistem perencanaan pembangunan nasional, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004
5
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Oleh karena itu, RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 - 2013 disusun mengacu pada RPJP Nasional Tahun 2005 - 2025 dan RPJM Nasional Tahun 2004 - 2009. Dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan Provinsi Jawa Tengah, RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun
2008-2013
juga
mengacu
pada
RPJPD
Provinsi
Jawa
Tengah
Tahun 2005 - 2025.
Agar dalam pelaksanaan pembangunan di Jawa Tengah Tahun 2008-2013 tidak bertentangan dengan pemanfaatan ruang, maka dalam menyusun RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah.
Untuk menjaga konsistensi pelaksanaan pembangunan masing-masing urusan/sektor, penyusunan RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 memperhatikan dokumen-dokumen perencanaan yang telah ada, antara lain Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana (RAD-PRB), Rencana Tenaga Kerja Daerah (RTKD), Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD), Rencana Induk Pemberdayaan Perempuan (RIPP), dan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata.
RPJMD ini akan menjadi dasar dalam penyusunan RKPD tahunan dan Renstra SKPD. RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 - 2013 juga menjadi acuan bagi pemerintah kabupaten/kota dalam menyusun RPJMD kabupaten/kota.
E. Sistematika RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 disusun dengan sistematika sebagai berikut. BAB I
:
Pendahuluan
BAB II
:
Kondisi Umum;
BAB III
:
Prioritas Pembangunan Daerah Rencana Jangka Panjang;
BAB IV
:
Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran;
BAB V
:
Indikator Makro dan Pentahapan Pembangunan;
BAB VI
:
Pengelolaan Keuangan Daerah;
BAB VII
:
Program Pembangunan Daerah;
BAB VIII
:
Penutup.
6
BAB II KONDISI UMUM
A.
Kondisi Kewilayahan Provinsi Jawa Tengah terletak pada 5°40' dan 8°30' dan 111°30' Bujur Timur, selain daratan Jawa Tengah juga memiliki wilayah laut dengan garis pantai sepanjang 791,76 km yang terdiri dari pantai utara sepanjang 502,69 km dan pantai selatan sepanjang 289,07 km. Secara adminstratif Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota dan terdiri dari 568 kecamatan yang meliputi 8.573 desa/kelurahan. Luas wilayah Provinsi Jawa Tengah tercatat sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen dari luas Indonesia), terdiri dari 992 ribu hektar (30,50 persen) lahan sawah, dan 2,26 juta hektar (69,5 persen) lahan bukan sawah.
Secara umum kondisi suhu udara berkisar antara 24,4° C dan 28,5° C. Tempat-tempat yang letaknya berdekatan dengan pantai mempunyai suhu udara rata-rata relatif tinggi. Kelembaban udara rata-rata bervariasi, dari 73 persen sampai 86 persen. Curah hujan tertinggi tercatat di Sempor Kebumen sebesar 3.068 mm, dan hari hujan terbanyak tercatat di Kabupaten Cilacap sebesar 179 hari.
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu Provinsi berkepadatan penduduk sangat tinggi, dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 mencapai 32.380.279 jiwa, dengan rata-rata kepadatan penduduk sebesar 989 jiwa setiap kilometer persegi. Jumlah tersebut menempatkan Provinsi Jawa Tengah sebagai Provinsi ketiga dengan penduduk terbanyak setelah Jawa Timur dan Jawa Barat. Secara proporsional jumlah penduduk terbesar adalah penduduk usia produktif atau kelompok umur angkatan kerja (15-64 tahun), dengan demikian dapat dipastikan bahwa jumlah pencari kerja, angka pengangguran dan kebutuhan fasilitas-fasilitas yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan kerja juga cukup tinggi. Apabila dilihat dari jenis pekerjaan penduduk, jumlah pekerja pada lapangan usaha di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan menempati proporsi tertinggi dibandingkan dengan sektor-sektor yang lain, yaitu sebesar 6.147.989 orang pada tahun 2007.
7
Tenaga kerja yang terampil merupakan potensi sumberdaya manusia yang sangat dibutuhkan dalam proses pembangunan menyongsong era globalisasi. Angkatan kerja pada tahun 2007 sebanyak 17.664.277 jiwa, sedangkan jumlah angkatan kerja yang bekerja 16.304.058 jiwa. Dengan demikian terdapat penganguran terbuka 1.360.219 jiwa atau 7,70 % dari jumlah angkatan kerja. Tingkat pengangguran terbuka tersebut secara proporsional lebih rendah dibandingkan tahun 2006 yang sebesar 8,02%. Persentase tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah tersebut masih di bawah angka nasional yang tercatat sebesar 9,75%.
B.
Kondisi Perekonomian Total Produk Domestik Regional Brutto (PDRB) Jawa Tengah atas dasar harga berlaku pada
tahun
2007
sebesar
Rp
312.428.807.090.000,-.
Jumlah
ini
meningkat
dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar Rp 281.996.709.110.000,-. PDRB tahun 2007 menurut harga konstan 2000 sebesar Rp. 159.110.253.770.000,-, jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 150.682.654.740.000,-. PDRB Jawa Tengah baik menurut harga berlaku maupun harga konstan tahun 2000 dirinci menurut sektor terlihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2. Tabel 2.1 Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Berlaku di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 (juta Rupiah) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PRDB Total
2002
2003
2004
2005
2006
33.668.128,27 1.407.809,14
33.813.526,67 1.668.788,52
38.492.121,60 1.855.129,61
44.806.485,33 2.276.913,64
57.364.981,87 2.869.481,96
48.176.165,61 1.544.504.66
56.032.110,15 2.009.245,97
63.136.583,39 2.361.913,35
79.037.442,65 2.815.653,83
92.646.434,52 3.153.227,05
7.393.911,77 31.830.470,70
8.891.130,37 35.660.587,41
10.899.131,66 38.870.547,20
13.517.731,95 46.694.123,55
15.962.321,08 55.362.794,99
7.924.190,39
9.899.168,22
10.959.329,41
13.852.018,07
16.801.494,45
5.767.937,39
6.448.270,23
7.212.976,80
8.339.491,61
9.592.396.,78
14.255.707,94 151.968.825,74
17.459.049,51 171.881.877,04
19.647.530,03 193.435.263,05
23.095.462,68 234.435.323,31
28.243.576,41 281.996.709,11
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)
8
Tabel 2.2 Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
2002
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PRDB Total
2003
2004
2005
2006
27.725.086,08 1.227.651,53
27.157.595,62 1.295.356,44
28.606.237,28 1.330.759,58
29.924.642.25 1.454.230,59
31.002.199,11 1.678.299,61
39.193.652,64 975.868,80
41.347.172,12 980.306,54
43.995.611,83 1.065.114,58
46.105.706,52 1.179.891,98
48.189.134,86 1.256.430,34
6.116.817,45 26.289.742,59
6.907.250,46 27.666.472,01
7.448.715,40 28.343.045,34
7.960.948,49 30.056.962,75
8.446.566,35 31.816.441,85
5.872.915,88
6.219.922,79
6.510.447,43
6.988.425,43
7.451.506,22
4.524.128,37
4.650.861,38
4.826.541,38
5.067.665,70
5.339.608,70
11.112.677,79 123.036.541,13
12.941.524,67 129.166.462,45
13.663.399,59 135.789.872,31
14.312.739,85 143.051.213,88
15.442.467,70 150.682.654,74
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)
PDRB per kapita pada tahun 2006 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 8.763.722,89, sedangkan menurut harga konstan tahun 2000 sebesar Rp 4.682.824,26. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2005. PDRB per kapita pada tahun 2005 berdasarkan harga berlaku sebesar Rp 7.349.965,06, sedangkan berdasarkan harga konstan 2000 PDRB per kapita sebesar Rp 4.484.910,42. Perkembangan PDRB per kapita selama lima tahun terakhir tercantum pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Produk Domestik Regional Brutto Perkapita di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 No
Tahun
1. 2. 3. 4. 5. 6.
2002 2003 2004 2005 2006 2007
PDRB Perkapita ADH Berlaku 4.795.199,68 5.362.453,91 5.970.697,59 7.123.777,44 8.763.722,89 9.648.737,34
PDRB Perkapita ADH konstan 2000 3.882.338,17 4.029.797,75 4.191.377,78 4.346.891,91 4.682.824,26 4.913.801,20
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dalam lima tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang positif, yang ditandai dengan meningkatnya kontribusi sektor-sektor ekonomi terhadap PDRB. Meskipun ada sektor yang mengalami penurunan, namun secara
umum
sektor-sektor
pendukung
utama
perekonomian
Jawa
Tengah
menunjukkan peningkatan hal ini dapat dilihat pada tabel 2.4
9
Tabel 2.4 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 (%) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa PRDB Total
2002 2003 2004 4,95 -2,05 5,33 3,13 5,51 2,73 5,46 5,49 6,41 11,83 0,45 8,65 10,56 12,92 7,84 1,85 5,24 2,45 5,30 5,91 4,67 2,35 2,80 3,78 -6,05 3,55
16,46 4,98
2005 4,61 9,28 4,80 10,78 6,88 6,05 7,34 5,00
2006 3,60 15,41 4,52 6,49 6,10 5,85 6,3 6,55
4,75 5,35
7,89 5,33
5,58 5,13
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)
Dalam kurun 5 tahun terakhir (2002–2006), sektor industri pengolahan masih merupakan sektor yang menjadi andalan terbesar di Provinsi Jawa Tengah. Hal ini ditandai oleh besarnya sumbangan sektor ini terhadap total PRDB Jawa Tengah pada tahun 2006 yaitu di atas 30 persen, tertinggi dibanding dengan sektor lain. Sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian, yaitu masing-masing sebesar 21,11 dan 20,57% terhadap PDRB. Sementara itu, sektor listrik, gas dan air minum memberikan sumbangan terkecil yakni hanya sebesar 0,83%. Perkembangan kontribusi sektorsektor perekonomian terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah dari tahun 2002 sampai tahun 2006 tercantum pada tabel 2.5. Tabel 2.5 Distribusi Produk Domestik Regional Brutto atas Dasar Harga Konstan 2000 di Jawa Tengah Tahun 2002-2006 (%) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa PRDB Total
2002 22,53 1,00 31,85 0,79 4,97 21,37 4,77 3,68
2003 21,03 1,00 32,01 0,76 5,35 21,42 4,82 3,60
2004 21,07 0,98 32,40 0,78 5,49 20,87 4,79 3,55
2005 20,92 1,02 32,23 0,82 5,57 21,01 4,89 3,54
2006 20,57 1,11 31,98 0,83 5,61 21,11 4,95 3,58
9,03 100,00
10,02 100,00
10,06 100,00
10,01 100,00
10,25 100,00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007)
10
Sektor industri merupakan prioritas utama pembangunan ekonomi Jawa Tengah. Sektor industri dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu : industri besar, industri sedang, industri kecil, industri rumah tangga. Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di Jawa Tengah pada tahun 2005 tercatat sebanyak 3.476 unit perusahaan yang menyerap 555.230 tenaga kerja.
Perkembangan perekonomian daerah tidak lepas dari peranan investasi yang ditanamkan di Jawa Tengah. Realisasi investasi selama kurun waktu tahun 2003 - 2006 berfluktuatif. Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada tahun 2006 berdasarkan Surat Persetujuan Tetap (SPT) yang telah disetujui sebesar Rp 4,558 triliun, dan tenaga kerja yang akan diserap sebanyak lebih dari 18 ribu orang. Sementara itu, realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) berdasarkan SPT yang dikeluarkan adalah sebesar 579,231 juta dolar Amerika. Investasi PMA tersebut diharapkan akan menyerap tenaga kerja sebesar kurang lebih 8 ribu orang.
Memasuki tahun 2007, perekonomian Jawa Tengah telah berhasil melewati berbagai tekanan berat akibat kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi dua kali sejak tahun 2005. Dampak kenaikan BBM tersebut secara bertahap dapat diatasi dengan baik, sehingga secara umum kondisi perekonomian Jawa Tengah menunjukan arah yang semakin baik pula.
Perkembangan harga-harga menunjukan arah yang makin stabil. Hal ini tercermin dari laju inflasi Jawa Tengah yang pada tahun 2007 dapat bertahan pada level satu digit (6,24%), sedangkan pada tahun 2006 sebesar 6,50%. Angka tersebut relatif rendah, mengingat pada beberapa bulan terakhir harga minyak goreng sempat naik, sebagai dampak kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar internasional yang cukup tinggi. Tingkat inflasi yang relatif rendah dan terkendali tersebut mengindikasikan bahwa berbagai kebutuhan bahan pokok masyarakat seperti BBM, beras, gula, minyak dan yang lainnya terjaga pasokan dan distribusinya selama tahun 2007.
Seiring dengan perkembangan harga-harga yang makin stabil, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah juga menunjukkan peningkatan. Berdasarkan hasil perhitungan PDRB tahun 2007, laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mencapai 5,59%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan 2006, yang sebesar 5,33%.
11
Dari sisi produksi, seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan positif dan relatif tinggi, antara lain sektor pertanian meningkat 2,78%; sektor pertambangan dan penggalian 6,23%; bangunan/konstruksi 7,21%; sektor perdagangan, hotel dan restoran 6,54%; pengangkutan dan komunikasi 8,07%. Sementara itu sektor industri pengolahan tumbuh 5,56%, bank dan lembaga keuangan 6,81% dan jasa-jasa 6,71%. Ditinjau dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah antara lain digerakkan oleh konsumsi rumah tangga, yang tumbuh sebesar 5,13%, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2006 sebesar 4,80%. Hal ini menunjukkan daya beli masyarakat pada tahun 2007 telah meningkat dibandingkan tahun 2006 yang sempat mengalami penurunan, sebagai dampak kenaikan BBM pada akhir tahun 2005. Sementara itu, konsumsi pemerintah pada tahun 2007 tumbuh sebesar 12,26% dan pembentukan modal tetap bruto 5,67%. Pada tahun 2006 konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 12,51% dan pembentukan modal tetap bruto sebesar 12,90%.
Indikator-indikator ekonomi makro Jawa Tengah tahun 2007 yang meliputi PDRB, PDRB perkapita, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB), Investasi, Ekspor dan Impor, terinci pada tabel 2.6. Indikator-indikator tersebut menunjukkan adanya perkembangan positif ekonomi makro Provinsi Jawa Tengah. Meskipun demikian, perlu diwaspadai adanya penurunan realisasi investasi baik PMDN maupun PMA yang dapat berdampak pada penyerapan tenaga kerja. Tabel 2.6 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Jawa Tengah Tahun 2006 dan 2007 No 1.
2
3. 4. 5. 6.
7.
8. 9.
Indikator PDRB : Atas dasar harga berlaku (Milyar Rupiah) Atas dasar harga konstan 2000 (Milyar Rupiah) PDRB/kapita Atas harga berlaku (Juta Rupiah) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Juta Rp.) Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%) Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) (Trilyun Rp) Perkembangan Persetujuan Investasi : a. PMDN (Milyar Rupiah) b. PMA (Juta US $) Perkembangan Realisasi Investasi : a. PMDN (Milyar Rupiah) b. PMA (Juta US $) Ekspor (US $ milyar) Impor (US $ milyar)
Tahun 2006
Tahun 2007
281.996,71 150.682,65
312.428,81 159.110,25
8,78 4,69 5,33 6,50
9,65 4,91 5,59 6,24
48,52
55,16
3.820,00 142,39
1.190,00 317,17
5.070,31 385,79 3,11 6,27
348,93 106,63 2,64 5,27
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2007) dan BPM Provinsi Jawa Tengah (2008)
12
Pertumbuhan sektor PDRB di Jawa Tengah tahun 2006 dan 2007 dapat dilihat pada tabel 2.7. Tabel ini menunjukkan bahwa rata-rata setiap sektor mengalami pertumbuhan positif kecuali pada sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, dan jasa-jasa. Tabel 2.7 Pertumbuhan Sektor PDRB Jawa Tengah Tahun 2006-2007 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (persen) No
Sektor
1 Pertanian 2 Pertambangan dan Penggalian 3 Industri Pengolahan 4 Listrik, Gas dan Air Minum 5 Bangunan 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan dan Komunikasi 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa Pertumbuhan ekonomi seluruh sektor
Pertumbuhan 2006 2007 3,60 2,78 15,41 6,23 4,52 5,56 6,49 6,72 6,10 7,21 5,85 6,54 6,63 8,07 6,55 6,81 7,89 6,71 5,33 5,59
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah (2008)
C.
Capaian Hasil Pembangunan Jawa Tengah Capaian hasil pembangunan Propinsi Jawa Tengah sejak tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dapat digambarkan dalam beberapa indikator agregat, meliputi IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), Indeks Gini, Indeks Williamson, Nilai Tukar Petani (NTP), Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat inflasi. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengukur capaian pembanguan manusia berdasarkan sejumlah komponen dasar kualitas hidup. IPM ini dihitung berdasarkan data yang dapat menggambarkan empat komponen yaitu capaian umur panjang dan sehat (Usia Harapan Hidup - UHH); angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah serta kemampuan daya beli terhadap kebutuhan pokok yang dilihat dari rata-rata besarnya pengeluaran per kapita sebagai pendekatan pendapatan.
IPM Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar 70,3 mengalami kenaikan yang cukup berarti jika dibandingkan tahun sebelumnya (2005) sebesar 69,8. Capaian IPM pada tahun 2006 ini berhasil memperbaiki peringkat dari 16 ke 15 (dari 33 provinsi). IPM yang berhasil dicapai oleh Jawa Tengah pada tahun 2006 tersebut sama dengan
13
Jawa Barat (70,3) dan lebih tinggi jika dibandingkan dengan Jawa Timur 69,2 namun lebih rendah jika dibandingkan dengan DIY yaitu sebesar 73,7 (peringkat 4).
Jika dilihat dari komponen pembentuknya indeks masing-masing komponen yang dicapai pada tahun 2006 adalah sebagai berikut : AHH sebesar 70,8 tahun ; rata-rata lama sekolah 6,8 tahun; angka melek huruf 88,2 % dan pengeluaran per kapita Rp. 621.700,00. Tabel 2.8 Capaian IPM Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007
No
Tahun
1 2 3 4 5
UHH (Tahun)
2003 2004 2005 2006 2007
67,3 69,7 70,6 70,8 71,1
Rata-rata Lama Sekolah (Tahun) 6,4 6,5 6,6 6,8 6,8
Angka Melek Huruf (%)
Pengeluaran Riil/Kapita (Rp)
tad 86,7 87,4 88,2 92,3
tad 618.700 621.400 621.700 622.800
IPM 66,3 68,9 69,8 70,3 71,2
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah
Tolok ukur untuk melihat keberhasilan peningkatan kesetaraan laki-laki perempuan adalah dengan IPG (Indeks Pembangunan Gender) dan IDG (Indeks Pemberdayaan Gender). Indeks Pembangunan Gender memiliki indikator komposit yang sama dengan IPM. Perbedaannya adalah IPG telah dipilah berdasarkan jenis kelamin. IPG Jawa Tengah menunjukkan angka rendah (tabel 2.9). Hal itu menunjukkan masih adanya kesenjangan gender (antara perempuan dan laki-laki) yang cukup besar pada indikator yang sama (melek huruf, rata-rata lama sekolah, usia harapan hidup dan pendapatan). Dibandingkan dengan angka nasional, IPG dan IDG Jawa Tengah dari tahun ke tahun masih berada di bawah angka nasional. Pada tahun 2006, IPG dan IDG Indonesia berada pada peringkat 11 dari 33 provinsi di Indonesia. Tabel 2.9 Capaian IPG dan IDG Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007
No
Tahun
1 2 3 4 5
2003 2004 2005 2006 2007
Indeks Pembangunan Gender (IPG) 58,9 59,8 60,8 63,7 64,3
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 56,2 56,5 56,9 59,3 59,7
Sumber: BPS Jakarta (2008)
14
Keberhasilan pembangunan pada aspek pemerataan pendapatan dan pemerataan pembangunan antar wilayah dapat dinilai dengan Indeks Gini dan Indeks Williamson. Indeks Gini Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar 0,27 sedikit mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005 (0,28). Data tersebut menggambarkan bahwa tingkat pemerataan pendapatan di Jawa Tengah relatif baik. Indeks Gini berkisar antara 0–1, dimana semakin mendekati nol semakin merata. Dengan demikian perbedaan antar kelompok pendapatan di Jawa Tengah tidak terlalu besar.
Indeks Williamson Jawa Tengah pada tahun 2006 menunjukkan angka sebesar 0,73, sedikit turun dibandingkan tahun 2005 (0,75). Data tersebut menggambarkan bahwa pada tahun 2006 kesenjangan pembangunan antar wilayah masih cukup tinggi. Artinya ada kabupaten/kota tertentu yang memiliki PDRB tinggi (misalnya Kota Semarang dan Kota Surakarta) namun terdapat wilayah Kabupaten Kota yang memiliki PDRB rendah (misalnya
Brebes
dan
Wonosobo).
Tingginya
kesenjangan
antara
kelompok
kabupaten/kota ber-PDRB tinggi dan ber-PDRB rendah mengakibatkan nilai Indeks Williamson Jawa Tengah tinggi (tabel 2.10). Tabel 2.10 Capaian Indeks Gini dan Indeks Williamson Propinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2007
2003
Indeks Gini (IG) 0,25
Indeks Williamson (IW) 0,70
2
2004
0,25
0,72
3
2005
0,28
0,75
4
2006
0,27
0,73
5
2007
0,25
0,74
No
Tahun
1
Sumber: BPS Jakarta (2008)
Dari sisi ekonomi, terlihat bahwa pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah mengalami kenaikan yang stabil. Demikian pula dengan perkembangan inflasi, kecuali pada tahun 2005 terjadi inflasi yang cukup tinggi (16,46%) yang antara lain disebabkan adanya kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sebanyak dua kali. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.11.
15
Tabel 2.11 Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Provinsi Jawa Tengah No
Tahun
1 2 3 4 5
2003 2004 2005 2006 2007
Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,98 5,13 5,35 5,33 5,59
Tingkat Inflasi (%) 6,07 5,98 16,46 6,50 6,24
Sumber: BPS Jakarta (2008)
Keberhasilan pembangunan juga diukur seberapa jauh kegiatan pembangunan mampu mengurangi jumlah penduduk miskin. Secara nominal jumlah penduduk miskin sulit untuk dikurangi, namun secara proporsional penduduk miskin dapat berkurang. Persentase penduduk miskin pada tahun 2007 sebesar 20,43 %. Persentase tersebut jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2006. Persentase penganggur dari tahun 2003 sampai tahun 2007 rata-rata mengalami peningkatan, yaitu dari 5,66 % pada tahun 2003, meningkat tahun 2004 sebesar 7,72 %, meningkat tahun 2005 8,51 % turun tahun 2006 sebesar 8,20 % dan turun lagi menjadi 7,77 pada tahun 2007 hal ini dapat dilihat pada tabel 2.12 Tabel 2.12 Jumlah, Persentase Penduduk Miskin serta Jumlah Penganggur Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2007 No
Tahun
1 2 3 4 5
2003 2004 2005 2006 2007
Penduduk Miskin Jumlah 6.980.000 6.843.800 6.533.500 7.100.600 6.667.200
Persentase 21,78 % 21,11 % 20, 49 % 22, 19 % 20,43 %
Penganggur Jumlah 912.513 1.299.220 1.446.404 1.356.909 1.360.219
Persentase 5,66 7,72 8, 51 8, 20 7,77
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2008)
Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 103,12%, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembangunan pertanian secara makro berhasil meningkatkan kesejahteraan petani. Meskipun demikian, tingkat kesejahteraan petani sampai tahun 2007 belum dapat kembali seperti pada tahun 2003 (tabel 2.13).
16
Tabel 2.13 Perkembangan Nilai Tukar Petani Di Jawa Tengah tahun 2003 – 2007 No
Tahun
Nilai Tukar Petani (%)
1 2 3 4 5
2003 2004 2005 2006 2007
124,05 91,42 91,89 96,65 103,12
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah (2008)
D. Kondisi Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan 1. Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama a. Kependudukan dan Keluarga Berencana Jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun 2003 sebanyak 32.052.840 jiwa, tahun 2004 sebanyak 32.397.431 jiwa, tahun 2005 sebanyak 32.908.850 jiwa, tahun 2006 sebanyak 32.177.730 jiwa dan pada tahun 2007 meningkat menjadi 32.380.279 jiwa (catatan perhitungan sampai bulan Juni 2007) yang terdiri dari perempuan sebanyak 16.316.157 jiwa (50,38 %) dan laki-laki sebanyak 16.064.122 jiwa (49,62 %). Laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah pada kurun waktu tahun 2003-2007 sebesar 0,8 % per tahun, angka tersebut lebih rendah dibanding laju pertumbuhan pada kurun waktu tahun 1990-2000 yang tercatat sebesar 0,84% per tahun.
Pada tahun 2007 di Jawa Tengah terdapat 8.048.000 rumah tangga dengan ratarata anggota rumah tangga 3,8 orang. Jika diperbandingkan dengan tahun 2003, jumlah tersebut meningkat 5,9%, namun jika dilihat berdasarkan rata-rata jumlah anggota rumah tangga terjadi penurunan, pada tahun 2003 rata-rata anggota rumah tangga 4 orang dan menurun menjadi 3,8 pada tahun 2006.
Berdasarkan kelompok umur, jumlah penduduk usia produktif Jawa Tengah (1564 tahun) sebesar 21.535.031 orang atau 66,92% sedangkan penduduk non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) sebesar 10.642.699 orang atau 33,07%. Berdasarkan data jumlah penduduk usia produktif dan non produktif tersebut
dapat
ketahui
bahwa
angka
beban
tanggungan
atau
rasio
ketergantungan (dependency ratio) sebesar 49,42%. Artinya, bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif di Jawa Tengah harus menanggung 49 orang
17
penduduk non produktif. Angka ini lebih rendah dibanding tahun 2005 yang tercatat sebesar 51,15. Sementara itu Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) penduduk Jawa Tengah tahun 2004 mencapai 71,04 %, tahun 2005 menjadi 71,18 % , tahun 2006 turun menjadi 68,60 % dan tahun 2007 meningkat menjadi 70,16 %. Jumlah pengangguran terbuka tahun 2004 mencapai 7,72 %, tahun 2005 menjadi 8,51 % , tahun 2006 turun menjadi 8,2% dan tahun 2007 turun menjadi 7,70 %.
Terkait dengan partisipasi masyarakat dalam program Keluarga Berencana (KB), terjadi peningkatan peserta KB aktif. Pada tahun 2001 jumlah peserta KB aktif mencapai 4.447.887 dan mengalami peningkatan pada tahun 2007 sebesar 4.779.940. Jumlah peserta KB dengan sistem non hormonal sebanyak 940.927 (14,68%) dan hormonal sebanyak 3.839.013 (80,32%). Sementara itu, peserta KB aktif mandiri juga mengalami peningkatan, yaitu dari 2.338.351 pada tahun 2001 meningkat sebanyak 10,22% menjadi 2.577.340 pada tahun 2007. Tingkat partisipasi KB kaum pria relatif masih rendah, hal ini karena adanya keterbatasan pelayanan KB bagi kaum pria serta masih adanya anggapan bahwa KB adalah urusan yang lebih banyak berhubungan dengan kaum wanita. Pencapaian ini belum optimal karena masih banyak penduduk Usia Subur Wajib KB yang belum mengikuti KB serta tingginya unmet need (pasangan usia subur yang wajib KB namun belum terlayani) sebesar 752.706 (12%) dan angka drop out KB sebesar 687.386 atau 11 %.
b. Ketenagakerjaan dan Ketransmigrasian Jumlah angkatan kerja di Jawa Tengah pada tahun 2002 sebanyak 15.735.322 orang, mengalami peningkatan sampai tahun 2007 menjadi 17.664.277 orang. Berdasarkan jumlah angkatan kerja tersebut, yang bekerja tercatat sebanyak 16.304.058 orang (92,70%) dan mencari pekerjaan (penganggur) sebanyak 1.360.219 orang (7,29%). Jumlah penduduk bukan angkatan kerja pada tahun 2007 tercatat sebanyak 7.513.895 orang, terdiri atas 1.899.719 orang sedang sekolah, 4.156.073 orang mengurus rumah tangga, dan lainnya sebanyak 1.458.895 orang.
Jika diperbandingkan dari tahun ke tahun selama kurun waktu tahun 2002-2006, jumlah penganggur nampak fluktuatif, yaitu sebanyak 984.234 orang (2002),
18
912.513 orang (2003), 1.299.220 orang (2004), 1.422.256 orang (2005) dan 1.296.000 (2006). Jumlah penduduk yang termasuk kelompok setengah penganggur (bekerja < 35 jam per minggu) cenderung mengalami penurunan walaupun pernah meningkat pada tahun 2004, yaitu 5.350.413 orang (2002), 5.238.231 orang (2003), 5.394.865 orang (2004), 5.185.409 orang (2005) dan 5.062.062 orang (2006).
Sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor pertanian. Pada tahun 2006 terdapat 5.562.775 orang bekerja di sektor pertanian, angka tersebut menunjukkan penurunan sebesar 5,32% dibanding tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 5.875.292 orang. Sektor terbesar berikutnya adalah perdagangan. Pada tahun 2006 terdapat 3.124.282 orang bekerja disektor perdagangan, dan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2005 yang tercatat sebanyak 3.429.845 orang atau menurun 8,91%.
Jumlah transmigran Jawa Tengah selama kurun waktu 2002-2007 cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2003 dari target 1.249 KK dapat terealisasi 1.087 KK dengan jumlah jiwa 3.989 orang, sementara pada tahun 2007 dari target 856 KK dapat terealisasi 581 KK dengan jumlah jiwa 2.158 orang. Jika dilihat berdasarkan daerah tujuan transmigrasi, Provinsi Kalimantan Timur adalah daerah yang paling banyak dituju, berikutnya adalah Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Provinsi lain sebagai daerah tujuan transmigrasi dari Provinsi Jawa Tengah adalah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara dan Provinsi Gorontalo.
c. Pendidikan Salah satu modal dasar pembangunan di Jawa Tengah adalah tersedianya sumber daya manusia pembangunan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya strategis yang ditempuh diantaranya adalah melalui pembangunan pendidikan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Sejalan dengan tujuan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Tengah bertekad mewujudkan insan Jawa Tengah yang berakhlak mulia,
19
kompetitif dan berwawasan kebangsaan yang dibangun melalui pendidikan formal (TK/RA, SD/SDLB/MI, SMP/SMPLB/MTs, SMA/SMALB/MA/SMK), pendidikan non formal (PAUD, pendidikan kesetaraan, pendidikan masyarakat, kursus dan kelembagaan) yang dilaksanakan secara berkelanjutan serta memperhatikan keadilan dan kesetaraan gender.
Di Jawa Tengah saat ini terdapat 39.991 satuan pendidikan formal, terdiri atas 14.530 TK/RA, 19.850 SD/SDLB, 3.329 SMP/SMPLB, dan 2.242 SMA/SMK. Di samping itu, terdapat pula lembaga pendidikan non formal (3.428 lembaga) dan Perguruan Tinggi (225 lembaga).
Pada kurun waktu tahun 2003-2008, pembangunan pendidikan di Jawa Tengah merupakan skala prioritas yang diakselerasikan melalui berbagai kebijakan, strategi dan program. Hasil-hasil pembangunan pendidikan yang dicapai dalam kurun waktu tersebut, merupakan salah satu landasan bagi pembangunan pendidikan tahun 2008-2013.
Keberhasilan program pembangunan pendidikan dapat diukur dari Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM), Angka Transisi (AT), relevansi pendidikan dan aspek tata kelola. APK Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Jawa Tengah selama lima tahun terakhir meningkat cukup tinggi. Pada tahun 2003 APK PAUD sebesar 30,09% dan pada tahun 2007/2008 APK PAUD meningkat menjadi 59,22% (melebihi target nasional sebesar 53,9 %). Pada jenjang pendidikan dasar, APK SD/MI tahun 2003/2004 sebesar 106,56 % dan pada akhir tahun 2007/2008 menjadi 107,31 %. Kondisi APK SMP/MTs pada tahun 2003/2004 sebesar 81,16% dan terus menunjukkan peningkatan, sehingga pada tahun 2007/2008 mencapai 96,93 %. Dengan telah tercapainya APK SMP/MTs sebesar 96,93 % melebihi target nasional sebesar 95 % pada tahun 2007/2008, berarti program penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun di Jawa Tengah telah dapat diselesaikan ditandai dengan diperolehnya penghargaan WIDYA KRAMA dari Presiden Republik Indonesia pada tanggal 12 April 2008. Pencapaian APK jenjang SMA/MA/SMK mengalami kenaikan dari 41,79 % pada tahun 2003/2004 menjadi 54,87 % pada tahun 2007/2008 sekalipun masih berada di bawah target nasional sebesar 68,02 %.
20
APM SD/MI pada tahun 2003/2004 sebesar 90,67 % dan pada akhir tahun 2007/2008 menjadi 94,99 %. APM pada jenjang SMP/MTs juga mengalami kenaikan dari 62,20 % pada tahun 2003/2004 menjadi 75,29 % pada tahun 2007/2008. APM jenjang SMA/MA juga mengalami kenaikan dari 31,17 % pada tahun 2003/2004 menjadi 49,19 % pada tahun 2007/2008.
Angka Transisi (AT) jenjang SMP/MTs pada tahun 2003/2004 sebesar 84,77 % dan pada akhir tahun 2007/2008 sebesar 87,23 %. Angka Transisi (AT) jenjang SMA/MA pada tahun 2003/2004 sebesar 36,86 % dan pada tahun 2007/2008 mencapai sebesar 47,79%.
Data AT di atas menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun APK dan APM meningkat, namun masih banyak lulusan jenjang SMP/MTs yang belum memperoleh layanan pendidikan menengah. Sehingga pada kurun waktu 20082013 akses pendidikan menengah perlu mendapatkan prioritas dalam rangka memberikan kesempatan belajar minimal 12 tahun.
Bersamaan dengan upaya peningkatan akses pendidikan pada jalur formal, juga dilaksanakan penuntasan buta aksara sebagai salah satu upaya pemerataan akses pendidikan melalui jalur non formal. Pada tahun 2005 jumlah penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas sebanyak 2.985.005 orang. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar ke 2 penyumbang buta aksara di Indonesia. Untuk itu pemerintah Provinsi Jawa Tengah bertekad menuntaskan buta aksara, melalui pola
reguler
yang
bekerjasama
dengan
lembaga
dan
organisasi
sosial
kemasyarakatan (Aisiyah, NU, BKOW, LMDH) dan melalui pola percepatan yang mendayagunakan mahasiswa dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik penuntasan buta aksara, pada tahun 2007 jumlah penduduk buta aksara usia 15 s.d 45 tahun telah dapat dituntaskan. Atas keberhasilan ini pada tahun 2008, Gubernur Jawa Tengah mendapatkan penghargaan ANUGERAH AKSARA TINGKAT UTAMA dari Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya pada kurun waktu 20082013 akan dilaksanakan penuntasan buta aksara tahap pembinaan dan pelestarian.
Disamping itu dalam rangka mengembangkan fungsi pendidikan non formal sebagai pengganti, penambah dan/atau pelengkap pendidikan formal, perlu terus
21
dikembangkan pendidikan kesetaraan, pendidikan masyarakat, kursus dan kelembagaan. Kedua, aspek peningatan mutu dan daya saing pendidikan diperoleh gambaran sebagai berikut : nilai rata-rata UASBN SD/MI pada tahun 2007/2008 sebesar 6,76. Nilai rata-rata UN SMP/MTs/SMPLB dari tahun 2004/2005 sampai dengan tahun 2007/2008 mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. Pada Tahun 2004/2005 nilai rata-rata UN mencapai 6,33 dan mengalami kenaikan menjadi 6,83 pada tahun 2005/2006. Namun demikian tahun 2006/2007 mengalami penurunan menjadi 6,77 dan kembali turun menjadi 6,43 pada tahun 2007/2008.
Sementara itu pada jenjang SMA/SMK/MA/SMALB juga mengalami kecenderungan yang sama, yakni pada tahun 2004/2005 nilai UN sebesar 6,18 naik menjadi 7,01 pada tahun 2005/2006 dan 7,23 pada tahun 2006/2007. Namun demikian pada tahun 2007/2008 nilai UN menurun menjadi 6.89. Indikasi penurunan rata-rata nilai UN, antara lain disebabkan karena nilai batas kelulusan dinaikkan dan bertambahnya jumlah mata pelajaran yang di ujian nasionalkan.
Sampai dengan tahun 2008 jumlah Guru di Jawa Tengah sebanyak 356.582 orang. Dari jumlah tersebut yang memenuhi kualifikasi minimal guru S1/D4 sejumlah 155.016 (43,5%) dengan rincian : guru TK 3.902 (1,09%), SD/MI 41.756 (11,71%), SMP/MTs 63.424 (17,78%), SMA/MA 26.940 (7,56%), SMK 18.502 (5,18%) dan SLB 492 (0,14%). Sehingga guru yang belum S1/D4 sebanyak 201.566 orang (56, 5%).
Selain aspek kualifikasi, UU Nomor 14 Tahun 2005 juga mensyaratkan upaya peningkatan profesionalisme guru melalui sertifikasi pendidik. Saat ini dari 155.016 orang guru yang berhak mengikuti sertifikasi di Jawa Tengah, yang telah mengikuti sertifikasi sebanyak 59.699 orang (38,51%) dan yang lulus sebanyak 27.583 orang (17,73%). Dengan demikian agar para guru mampu memiliki sertifikasi pendidik sebagai prasyarat profesionalismenya perlu difasilitasi dan didorong secara intensif.
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurangkurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
22
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional. Untuk memenuhi amanat tersebut, di Jawa Tengah sampai dengan tahun ini telah dikembangkan 136 Rintisan Sekolah Bartaraf Internasional (RSBI) yang terdiri dari 5 SD, 41 SMP, 34 SMA dan 56 SMK. Untuk meningkatkan RSBI menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) diperlukan pembinaan secara intensif memenuhi persyaratan standar nasional pendidikan.
Salah
satu
upaya
meningkatkan
kualitas
siswa
ditempuh
dengan
mengikutsertakan siswa pada ajang olimpiade sains nasional dan internasional. Berdasarkan perolehan medali emas pada ajang olimpiade sains nasional sejak tahun 2003 sampai dengan 2008 prestasi Jawa Tengah mengalami fluktuasi. Pada tahun 2003 perolehan medali emas sebanyak 5 medali dan pada tahun 2004 naik menjadi 9 medali. Namun demikian pada tahun 2005 perolehan medali turun menjadi 3 medali dan berhasil naik perolehan medali emasnya pada tahun 2006 sebanyak 26 medali. Pada tahun 2007 perolehan medali emas sebanyak 21 medali dan pada tahun 2008 turun menjadi 13 medali. Berdasarkan kondisi tersebut, maka ke depan diperlukan pola pembinaan yang terprogram dan berkesinambungan.
Upaya
peningkatan
mutu
di
atas
juga
ditempuh
melalui
akreditasi
sekolah/madrasah. Sampai dengan tahun 2007 jumlah sekolah/madrasah pada semua satuan pendidikan di Jawa Tengah sebanyak 39.991 dan yang telah terakreditasi sebanyak 23.289 sekolah dengan perincian 4.979 TK/RA, 13.465 SD/MI, 2.242 SMP/MTs, 327 SLB, 1.264 SMA/MA, dan khususnya untuk SMK akreditasi dilakukan melalui akreditasi program keahlian sebanyak 1.012. Untuk itu kedepan perlu terus didorong untuk akreditasi secara berkesinambungan setiap 5 (lima) tahun sekali.
Ketiga, aspek relevansi pendidikan capaian yang diperoleh adalah sebagai berikut: pada tahun 2006 rasio siswa SMK dan SMA sebesar 48 : 52. Rasio ini mengalami kenaikan menjadi 52,48 : 47,52 pada tahun 2007 dan menjadi 54 : 46 pada tahun 2008. Rasio ini akan terus didorong sehingga terwujud perbandingan siswa SMK dan SMA sebesar 70 : 30 pada tahun 2013.
23
Mewujudkan relevansi pendidikan ditempuh upaya mengembangkan SMK tempat penyelenggara Career Center (CC) sebanyak 18 sekolah, penyelenggara Pendidikan Kecakapan Hidup (PKH) sebanyak 49 sekolah, penyelenggara SMK Kecil dan Kelas Jauh sebanyak 47 sekolah dan SMK penyelenggara Tempat Uji Kompetensi (TUK) sebanyak 122 sekolah. Semua upaya ini diarahkan untuk meningkatkan relevansi sekolah dengan dunia usaha dan dunia industri dalam rangka mengatasi pengangguran dan kemiskinan.
Dengan komitmen Menteri Pendidikan Nasional, Gubernur dan Bupati/Walikota se-Jawa Tengah sebagaimana tercantum dalam Memorandum of Agreement (MoA) Jawa Tengah sebagai provinsi vokasi diharapkan perkembangan SMK dapat diwujudkan.
Keempat, aspek penguatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pendidikan di tingkat satuan pendidikan terus dikembangkan penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) pada jenjang SD/MI dan SMP/MTs. Sampai dengan tahun 2007 telah dikembangkan pelaksanaan MBS di 35 kabupaten/kota yang mencakup 1.640 SD/MI. Sedangkan pada jenjang SMP/MTs telah dikembangkan MBS di 280 sekolah. Untuk meningkatkan kualitas implementasi MBS, pemerintah juga telah bekerjasama
dengan
UNICEF/UNESCO,
JICA,
USAID,
AUSAID
dan
Plan
Internasional.
Pada jenjang SMK/SMA telah dikembangkan Sistem Manajemen Mutu ISO 90012000. Sampai saat ini telah diterapkan ISO di 73 SMK di Jawa Tengah. Guna meningkatkan mutu layanan pendidikan pada tahun 2008 telah dikembangkan layanan ISO pada salah satu unit pelaksana teknis Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah dan pada tahun 2013 diharapkan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001-2000.
d. Perpustakaan Perpustakaan memiliki peranan yang strategis sebagai pusat ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Jumlah perpustakaan dan koleksi yang dimiliki di Provinsi Jawa Tengah belum dapat melayani seluruh masyarakat. Banyaknya perpustakaan umum kabupaten/kota di Jawa Tengah pada tahun 2008 sebanyak 35 unit, artinya semua kabupaten/kota sudah memiliki perpustakaan daerah. Jumlah
24
perpustakaan
desa/kelurahan
sebanyak
1.679
unit,
dan
taman
bacaan
masyarakat sebanyak 289 unit. Jumlah perpustakaan sekolah SD/MI sebanyak 23.948 unit, SLTP/MTs sebanyak 4.101 unit dan SLTA/MA sebanyak 2.112 unit. Layanan perpustakaan keliling sebanyak 44 unit yang tersebar 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Angka ini menunjukkan bahwa ketersediaan fasilitas tersebut masih belum memadai.
e. Pemuda dan Olah Raga Jumlah pemuda di Jawa Tengah pada tahun 2005 mencapai 9.331.747 jiwa atau 28,80 % dari total penduduk. Upaya pembinaan terhadap pemuda dilakukan olah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui pendekatan institusional seperti Pramuka, KNPI dan Karang Taruna, serta organisasi pemuda lainnya. Jumlah organisasi pemuda di Jawa Tengah pada tahun 2005 tercatat 279 buah dan tersebar di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Upaya-upaya pembinaan yang telah dilakukan mampu memberikan hasil positif, diantaranya adalah juara I dalam Pemilihan Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Bidang Kewirausahaan (Mebelair) pada tahun 2005, dan juara I Kontingen Pramuka Tergiat pada Perkemahan Saka Bayangkara Tingkat Nasional di Jakarta.
Target prestasi Jawa Tengah menjadi 3 besar dalam setiap event Pekan Olah Raga Nasional belum pernah tercapai, walaupun pada beberapa jenis olah raga prestasi atlet-atlet Jawa Tengah di tingkat nasional cukup membanggakan. Ketersediaan sarana dan prasarana olah raga dengan standar nasional dan internasional masih terbatas dan belum dikelola serta dimanfaatkan secara optimal. Jawa Tengah telah memiliki 2 (dua) stadion sepak bola yang besar dapat dipergunakan untuk menyelenggarakan pertandingan dengan skala nasional maupun internasional yaitu stadion Manahan Solo dan Stadion Jatidiri Semarang
Beberapa prestasi yang berhasil diraih oleh atlet-atlet tingkat nasional maupun internasional. Dalam Kejuaraan Nasional pada berbagai bidang olah raga tahun 2004, kontingen
Provinsi Jawa Tengah memperoleh 1 perunggu; tahun 2005
memperoleh 6 emas, 3 perak, 2 perunggu; tahun 2006 memperoleh 10 emas, 3 perak, 5 perunggu; , 3 perunggu. Di tingkat internasional, atlet dari Provinsi Jawa Tengah pada kejuaraan SEA Games tahun 2004 memperoleh 1 emas; tahun 2005
25
memperoleh 1 emas, 6 perak, 5 perunggu; tahun 2007 meperoleh 6 emas, 3 perak, 3 perunggu.
f. Kesehatan Indikator utama yang dipergunakan untuk melihat kemajuan pembangunan bidang kesehatan di Jawa Tengah meliputi 3 hal, yaitu (1) Angka Kematian Bayi (AKB), (2) Angka Kematian Ibu (AKI), dan (3) Usia Harapan Hidup (UHH). Selama kurun waktu 2003-2006 terjadi penurunan walaupun pada tahun 2004 sempat naik. Pada tahun 2003 per 1000 kelahiran tercatat sebesar 31 AKB, pada tahun 2006 berkurang menjadi 25 AKB per 1000 kelahiran, dan pada tahun 2007 telah turun drastis menjadi 10,89 AKB per 1000 kelahiran. Pada tahun 2003 tercatat 116 AKI per 100.000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2007 menurun menjadi 101,36. Selama kurun waktu tahun 2003-2006 terus menunjukkan peningkatan UHH. Pada tahun 2003 UHH mencapai 67,3 tahun, dan pada tahun 2007 UHH telah meningkat menjadi 71,1 tahun.
Persentase status gizi anak balita dari tahun ke tahun cukup fluktuatif, sebagai hasil dari belum mantapnya kemampuan keluarga dalam menyediakan makanan bergizi seimbang. Sasaran persentase gizi buruk pada balita ditetapkan dibawah satu persen. Pada tahun 2008 persentase gizi buruk pada balita adalah 1,08 %; dan diharapkan pada tahun 2013 dapat diturunkan menjadi 0,82 %. Upaya penurunan angka gizi buruk dilakukan secara lebih intensif melalui kegiatan revitalisasi posyandu, rujukan kasus, dan pendampingan kasus gizi buruk. sejalan dengan hal tersebut secara sinergis dilaksanakan pula upaya pemasaran sosial Keluarga sadar Gizi (Kadarzi), sebagai indikator hasil-hasil upaya penanggulangan masalah gizi secara keseluruhan.
Dalam hal penyakit menular, kasus demam berdarah Dengue (DBD) yang terjadi pada tahun 2007 di Jawa Tengah tercatat 20.565 kasus dengan Incidence Rate (IR) sebesar 6,25 per 10.000 penduduk dan tersebar pada 874 desa endemis. Jumlah kematian karena DB tahun 2007 sebesar 329 orang dengan kasus tertinggi di Kabupaten Jepara. Untuk kasus malaria, pada tahun 2005 tercatat 2.590 kasus dan tersebar pada 28 desa endemis dengan Anual Parasit Index (API) 0,08 per 1000 penduduk. Kondisi ini menurun pada tahun 2007 dimana jumlah kasus malaria menjadi 1.799 yang tersebar di 13 kabupaten.
26
Penderita HIV/AIDS di Jawa Tengah pada tahun 2007 tercatat sebanyak 1.184 orang, terdiri atas HIV sebanyak 921 orang dan AIDS sebanyak 263 orang. Kondisi ini meningkat pada bulan Desember tahun 2007; kasus HIV/AIDS mencapai 1.477 orang dengan kasus 1.112 HIV dan 335 AIDS. Selain itu di Jawa Tengah juga telah muncul penyakit menular tertentu yang potensial menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), yaitu Flu Burung (Avian Influenza/AI). Sampai dengan tahun 2007 tercatat kasus positif Flu Burung sebanyak 9 kasus. Peningkatan prevalensi penyakit menular juga diikuti dengan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular antara lain yaitu jantung koroner (0,81 per 1000 penduduk), kencing manis atau diabetes (224.324 penderita yang tidak tergantung insulin dan 18.499 tergantung insulin data tahun 2007) dan penderita neoplasma (2.022 kasus kanker hati, 855 kanker paru, 10.475 kanker payudara, 7.065 kanker serviks data tahun 2007).
Pada kasus penyakit TBC paru, pada tahun 2005 penderita penyakit TBC paru tercatat sebesar 17.524 orang dengan angka CDR (case detection rate) sebesar 50,92%, angka tersebut masih dibawah target, yaitu sebesar 70%, namun tingkat kesembuhan penderita TBC paru sudah sangat baik, yaitu mencapai 86,1%; berarti sudah melampaui angka target nasional sebesar >85%. Kondisi tersebut menurun pada tahun 2007 dimana jumlah kasus TBC paru menjadi 16.485 orang, dengan CDR 47,42% dan angka kesembuhan 85%.
Perkembangan jumlah Puskesmas dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan, pada tahun 2002 jumlah Puskesmas sebanyak 845 unit dan mampu meningkat menjadi 854 unit pada tahun 2007. Keberadaan Puskesmas tersebut juga didukung dengan Puskesmas Rawat Inap yang sampai dengan tahun 2007 tercatat sebanyak 254 unit dan Puskesmas Pembantu yang jumlahnya mencapai 1.824 unit. Puskesmas pendukung lainnya adalah Puskesmas Keliling yang jumlahnya mencapai 890 unit (2007). Selain itu, mulai tahun 2004 telah dikembangkan Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) sampai dengan 2008 yang jumlahnya telah mencapai 4.439 unit. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui PKD antara lain adalah penyuluhan dan konseling kesehatan masyarakat, pembinaan kader/ masyarakat dan forum komunikasi pembangunan kesehatan di desa, dan pelayanan kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana. Kegiatan
27
lain yang dilakukan di PKD adalah deteksi dini dan penanggulangan pertama kasus gawat darurat.
Perkembangan jumlah Rumah Sakit Umum (RSU) di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2007, RSU milik pemerintah sebanyak 46 unit, RSU swasta 103 unit, RSU khusus milik pemerintah sebanyak 13 unit dan RSU khusus milik swasta 63 unit. Capaian persentase tersebut telah melebihi target Indonesia Sehat 2010 sebesar 90 %. Demikian pula untuk 5 Rumah Sakit Jiwa (RSJ), kesemuanya telah memiliki kemampuan gawat darurat, sehingga target Indonesia Sehat 2010 sebesar 90% terlampaui.
Dalam era otonomi daerah, penyediaan obat publik dan perbekalan kesehatan untuk pelayanan kesehatan, utamanya menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Sedangkan dana/anggaran untuk pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan di kabupaten/kota berasal dari berbagai sumber. Namun demikian, kemampuan kabupaten/kota dalam penyediaan dana/anggaran untuk pengadaan obat publik dan perbekalan ternyata berbeda-beda, masih banyak kabupaten/kota yang belum sepenuhya mampu menyediakan dana/anggaran untuk pengadaan obat. Kondisi ini umumnya hanya memenuhi sekitar 60% - 80% total kebutuhan nyata kabupaten/kota. Untuk memenuhi kebutuhan kabupaten/kota yang masih kekurangan dalam rangka menjamin keberlangsungan pelayanan kesehatan yang optimal, maka Provinsi Jawa Tengah menyediakan Obat Buffer Stok Provinsi yang besarnya sekitar 10% - 20%, sedangkan kekurangan lainnya akan dipenuhi melalui dana/anggaran pusat. Nilai Obat Buffer Stok Provinsi pada tahun 2006 adalah Rp 8.000.000.000,-(12,86%); tahun 2007 nilainya Rp. 5.500.000.000,(9,7%) dan tahun 2008 nilainya Rp. 7.000.000.000,- (12,00%).
Jawa Tengah merupakan pusat industri obat tradisional di Indonesia yang telah menghasilkan berbagai macam produk obat tradisional. Hal ini merupakan potensi yang perlu dimanfaatkan secara optimal. Bahwa untuk pelayanan kesehatan di sarana pelayanan kesehatan formal, masyarakat perlu diberikan alternatif dalam penggunaan obat untuk proses pengobatannya, terutama dalam kondisi krisis multidimensi yang menyebabkan daya beli masyarakat menjadi menurun. Selama ini, masyarakat sering menggunakan obat modern dalam proses pengobatannya, yang harganya relatif mahal. Oleh sebab itu penyediaan obat tradisional untuk
28
pelayanan kesehatan diperlukan sebagai pelayanan komplementer alternatif dalam pengobatan yang terjangkau oleh masyarakat.
Sebagai wujud implementasi hal tersebut, Provinsi Jawa Tengah berkomitmen menyediakan obat tradisional hasil produksi industri obat tradisional di Jawa Tengah di Puskesmas Kabupaten/kota dalam bentuk obat tradisional dengan kategori
herbal
terstandar
dan
fitofarmaka.
Nilai
dana/anggaran
untuk
penyediaan obat tradisional pada tahun 2007 adalah Rp. 2,1 Milyar dengan tingkat pemanfaatan 100%, sedangkan tahun 2008 nilainya Rp. 2,3 Milyar.
Selain itu, sejak otonomi daerah, petugas pengelola obat kabupaten/kota di Jawa Tengah mengalami perubahan/pergantian, dimana sebelum otonomi daerah, semua
kepala
Instalasi
Farmasi
kabupaten/kota
(dulu
Gudang
Farmasi
Kabupaten/kota = GFK) adalah Apoteker dan semua petugas pengelola obat di Puskesmas adalah Asisten Apoteker atau petugas yang terlatih. Namun setelah otonomi daerah, tidak semua kepala Instalasi Farmasi kabupaten/kota berlatar belakang pendidikan Apoteker dan tidak semua petugas pengelola obat di Puskesmas adalah Asisten Apoteker atau petugas yang terlatih. Perubahan tersebut
juga mengakibatkan pola pengelolaan obat publik dan Perbekalan
Kesehatan (Perbekes) lainnya di kabupaten/kota menjadi bervariasi sesuai kebutuhan masing-masing, baik mengenai struktur organisasi unit pengelola obat publik dan perbekes kabupaten/kota, dana/anggaran obat, tim perencanaan, rumus
penyusunan
kebutuhan
obat dan
lain-lainnya.
Kondisi
ini
dapat
menyebabkan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan menjadi kurang optimal.
Saat ini, unit pengelola obat publik dan perbekes kabupaten/kota terdiri dari: 28 unit sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan 7 unit menjadi bagian dari struktural Dinkes kabupaten/kota. Jumlah industri farmasi di Jawa Tengah adalah 25 buah, jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) adalah 12 buah dan jumlah Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) adalah sekitar 250 buah. Adapun jumlah industri kosmetika adalah sekitar 50 buah, jumlah industri alat kesehatan adalah sekitar 25 buah dan jumlah industri Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) adalah sekitar 75 buah. Dari hasil pemeriksaan dan pengujian Balai Besar POM Semarang pada tahun 2005 didapatkan data
29
sebagai berikut: dari 21 industri farmasi yang diperiksa, semuanya belum menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) sepenuhnya (100%); dari 66 industri obat tradisional yang diperiksa, 63 industri belum menerapkan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) sepenuhnya (100%); dari 2 industri PKRT yang diperiksa, semuanya belum menerapkan Cara Pembuatan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang Baik (CPPKRTB) sepenuhnya (100%); dari 93 Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang diperiksa, 90 PBF belum menerapkan cara distribusi obat yang baik sepenuhnya (96%); masih ditemukan produk obat yang tidak memenuhi syarat (TMS) sebesar 1,3%; masih ditemukan produk obat tradisional yang TMS sebesar 48%; masih ditemukan produk makanan yang TMS sebesar 15,51%; masih ditemukan produk kosmetik yang TMS sebesar 2,28%; masih ditemukan produk PKRT yang TMS sebesar 3,45%.
Sejalan dengan tuntutan masyarakat terhadap peningkatan kualitas pelayanan kesehatan mengakibatkan peningkatan pembiayaan kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kenaikan biaya kesehatan antara lain : akibat penerapan teknologi canggih, pola pembayaran tunai langsung ke pemberi pelayanan kesehatan, pola penyakit kronik dan degeneratif serta inflasi. Kenaikan biaya pemeliharaan kesehatan itu semakin sulit untuk mampu dibiayai dengan kemampuan
penyediaan
dana
pemerintah
maupun
masyarakat.
Alokasi
pembiayaan kesehatan di tiap-tiap Kabupaten/Kota Jawa Tengah masih dibawah standar yang dianjurkan sebesar 15% dari total anggaran. Peningkatan biaya pelayanan kesehatan itu merupakan permasalahan bagi
akses dan mutu
pelayanan kesehatan masyarakat dan oleh karenanya harus dicari solusi untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan ini. Pemerintah perlu mengalokasikan anggaran yang terarah untuk kegiatan public health seperti pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan, promosi kesehatan serta pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Sedangkan pendanaan masyarakat harus diefisiensikan dengan pendanaan gotong-royong untuk berbagi risiko gangguan kesehatan, dalam bentuk jaminan kesehatan. Sehingga pengembangan program Pembiayaan Kesehatan merupakan salah satu program pokok yang perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan.
Dari sekitar 32 juta penduduk Provinsi Jawa Tengah, sebanyak 11.715.881 jiwa (36,7%) masyarakat miskin telah dijamin kesehatannya oleh Program Jaminan
30
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008. Beberapa kabupaten/kota telah mengembangkan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)/ Jaminan Kesehatan Tingkat Daerah (Jamkesda). JPKM telah dikembangkan di Kabupaten Purbalingga secara mandiri dan di Kota Pekalongan melalui institusi pendidikan. Program Jamkesda dikembangkan pula di Kota Surakarta, yang kemudian diikuti oleh Kabupaten Jepara dan Kota Semarang. Pada pelaksanaanya pengembangan program JPKM/Jamkesda ini sangat mendukung program Jamkesmas yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
g. Kesejahteraan Sosial Permasalahan kesejahteraan sosial di Jawa Tengah saat ini terus diupayakan penanganannya oleh pemerintah daerah, namun hasilnya belum mampu menekan jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Permasalahan PMKS yang terus berkembang diantaranya adalah jumlah penduduk miskin cenderung meningkat antara lain gelandangan, pengemis, anak jalanan dan anak terlantar. Permasalahan PMKS lainnya yaitu korban bencana alam, korban tindak kekerasan dan lain-lain.
Data PMKS pada tahun 2007 antara lain terdiri dari Anak Balita Terlantar sebanyak 40.071 orang, anak terlantar sebanyak 171.287 orang, anak korban tindak kekerasan sebanyak 2.581 orang, anak nakal 11.324 orang, anak jalanan 9.770 orang, anak cacat 60.465 orang, wanita rawan sosial ekonomi 208.254 orang, Wanita Korban Tindak Kekerasan 4.146 orang, Lanjut Usia Terlantar 206.392
orang,
Penyandang Cacat sebanyak 346.721
orang,
Tuna Susila
5.625 orang, pengemis 3.983 orang, gelandangan 1.751 orang, Korban penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) 2.257 orang, Keluarga Fakir Miskin sebanyak 1.963.875 KK, Keluarga Berumah Tak Layak Huni sebanyak 339.352 KK, Keluarga Rentan sebanyak 35.599 KK, Komunitas Adat Terpencil (KAT) sebanyak 3.629 KK, Masyarakat Yang Tinggal Di Daerah Rawan Bencana sebanyak 170.138 KK, Korban Bencana Alam sebanyak 155.910 jiwa dan Korban Bencana Sosial sebanyak 5.433 jiwa. Upaya Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk mengatasi PMKS antara lain dengan didukung oleh 52 panti milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, 7 panti milik Pemerintah Kabupaten/Kota, 5 panti milik Departemen Sosial, dan 388 panti milik masyarakat.
31
h. Kemiskinan Berdasarkan data SUSENAS, pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin sebanyak 6.980.000 orang, tahun 2004 sebanyak 6.843.800 orang, tahun 2005 sebanyak 6.533.500 orang,
tahun 2006 sebanyak 7.100.600 orang dan tahun 2007
6.557.200 orang. Pada tahun 2002 garis kemiskinan penduduk Jawa Tengah mencapai Rp 106.438,00, tahun 2005 sebanyak Rp 130.013,00 tahun 2006 sebanyak Rp 142.337,00 dan tahun
garis kemiskinan tahun 2007 sebesar Rp
154.111,00.
Pada periode Maret 2007-Maret 2008, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukan kecenderungan menurun. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun dari 3,84 pada bulan Maret 2007 menjadi 3,39 pada keadaan bulan Maret 2008. Demikian pula Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) turun dari 1,08 menjadi 0,90 pada periode yang sama. Penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin, cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.
i.
Kebudayaan Jawa Tengah merupakan pusat budaya Jawa, karena mayoritas penduduknya adalah Suku Jawa. Sampai saat ini masih terdapat dua istana kerajaan di Jawa Tengah yang keduanya berada di Kota Surakarta. Budaya Jawa ini mewarnai hampir semua daerah kota atau kabupaten yang ada, namun tiap daerah memiliki budaya daerah setempat, sejarah dan peninggalan purbakala serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang berbeda-beda. Selain itu, Jawa Tengah juga dianggap sebagai pusat peninggalan sejarah dan sumber sejarah. Peninggalan sejarah di Jawa Tengah sangat banyak berupa candi-candi yang jumlahnya cukup banyak dan keraton yang berada di Surakarta. Peninggalan sejarah sebagai sumber sejarah terdapat di lokasi peninggalan sejarah maupun di museum. Jawa Tengah saat ini memiliki 43 museum, 1.800 benda cagar budaya, 59 organisasi penghayat dengan jumlah pengikut 162.000 orang, 189 upacara tradisional, 641 sanggar kesenian dan 2.930 sanggar kesenian non tradisional yang tersebar di berbagai wilayah dan terus bertambah setiap saat.
32
Budaya kesenian Jawa yang menonjol serta masih menunjukkan eksistensinya adalah kesenian karawitan tradisional, wayang kulit, wayang orang, ketoprak, dan seni tari Jawa. Upaya mempertahankan budaya di beberapa daerah sering dilakukan dengan pagelaran seni dan budaya secara rutin tahunan. Sementara itu, budaya gotong royong, tolong menolong dirasakan mengalami pergeseran nilai akibat pengaruh budaya asing dan globalisasi.
Aspek budaya Jawa Tengah ini merupakan modal dasar sekaligus kearifan lokal yang sangat penting dan
potensial
bagi
Provinsi
Jawa Tengah
untuk
mengembangkan diri dalam jangka panjang tanpa harus tercabut dari akar budayanya. Pembangunan yang berbasis pada budaya dan kearifan lokal memiliki daya tahan terhadap pengaruh negatif dari budaya asing dan globalisasi yang kontraproduktif dengan nilai-nilai budaya lokal.
j. Agama Kehidupan umat beragama di Jawa Tengah menunjukkan keadaan yang harmonis dan tenang dikarenakan toleransi dan sikap saling menghargai antara umat beragama sangat tinggi. Kondusifitas kehidupan beragama ditunjukkan dengan jumlah sarana peribadatan yang cukup banyak dan beberapa kondisi nampak bahwa tempat peribadatan agama yang berbeda saling berdekatan namun hal ini tidak menimbulkan konflik antara agama.
Pada tahun 2006 jumlah peribadatan di Jawa Tengah terdiri dari masjid sebanyak 42.747 unit, mushola 94.305 unit, Gereja Protestan 2.738 unit, Gereja Katolik 179 unit, Kapel 340 unit, Pura 151 unit dan Vihara 607 unit. Sementara jumlah sarana lainnya seperti pondok pesantren pada tahun 2006 telah mencapai 2.514 unit dengan jumlah kyai sebanyak 7.752 orang, 26.501 orang ustadz dan santri sebanyak 467.404 orang. Perkembangan jumlah jamaah haji Jawa Tengah pada tahun 2005 memenuhi kuota yaitu sebanyak 19.742 orang dan meningkat menjadi 29.025 orang pada tahun 2006.
k. Perempuan dan Anak Jumlah penduduk perempuan di Jawa Tengah lebih banyak (50,19 %) dibandingkan laki-laki, namun besarnya perbedaan jumlah tersebut tidak diimbangi dengan kesetaraan dan keadilan gender. Pada beberapa sektor masih
33
terjadi kesenjangan gender pada bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, politik, hukum dan HAM, lingkungan hidup, media, kekerasan berbasis gender, mekanisme kemajuan perempuan, penanganan konflik dan bencana alam dan kemiskinan.
Meskipun demikian, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Jawa Tengah terus mengalami peningkatan. Tahun 2003, IPG Jawa Tengah mencapai, 58,9; tahun 2004 mencapai 59,8; tahun 2005 menjadi 60,8; tahun 2006 mencapai 63,7, tahun 2007 meningkat menjadi 63,4; tahun 2008 diperkirakan mencapai 65,0 dan pada akhir tahun 2013 diproyeksikan akan mencapai 65,9 (perhitungan metode power fungtions). Sementara Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) pada tahun 2003 mencapai 56,2; tahun 2004 mencapai 56,5; tahun 2005 mencapai 56,9
dan
tahun 2006 menjadi 59,3; tahun 2007 meningkat menjadi 59,7 diprediksikan tahun 2008 mencapai 60,4 dan pada tahun 2013 akan mampu mencapai 61,8.
Kondisi anak di Jawa Tengah masih perlu mendapat perhatian serius. Pada tahun 2007, gizi buruk mencapai 1,78%, angka kematian bayi 10,89. Sementara itu masih terdapat 171.308 anak terlantar, 32.149 anak balita terlantar, 2.229 anak korban tindak kekerasan, 11.178 anak nakal, 10.025 anak jalanan, 54.572 anak cacat, dan 1.273 pekerja anak. Anak berkelainan yang memerlukan perhatian khusus, tunarungu wicara 10.778, cacat mental retardasi 10.758, cacat ganda 4.192, cacat tubuh 19.243, cacat netra 6.273 dan cacat mental eks. Psikotik 3.328. Pada tahun 2006 jumlah pekerja anak mencapai 3.422 pekerja anak tersebar dibeberapa sektor pekerjaan.
Persoalan yang perlu mendapatkan perhatian adalah Hak Tumbuh Kembang anak karena banyak sarana dan prasarana permukiman dan sarana umum lainnya yang tidak menyediakan sarana bermain bagi anak, kesempatan anak memperoleh pelayanan kesehatan dan pendidikan yang layak serta kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan. Selain itu meskipun Kabupaten/Kota telah menerbitkan Perda tentang Akte Kelahiran namun cakupannya belum maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan upayaupaya untuk menanggulangi hal tersebut dengan berbagai program yang responsif
terhadap
kebutuhan
anak,
serta
dukungan
berbagai
lembaga
perlindungan anak yang mendukung upaya perlindungan anak.
34
2. Ekonomi a. Industri Sektor Industri merupakan salah satu motor penggerak perekonomian Jawa Tengah yang memberikan sumbangan cukup dominan dalam menunjang pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Pembangunan industri Jawa Tengah pada dasarnya tidak terlepas dari pengaruh lingkungan strategis industri baik dalam skala nasional, regional maupun internasional. Terkait dengan hal tersebut, pengembangan industri di Jawa Tengah diarahkan untuk mendorong peningkatan
daya saing, struktur
industri yang sehat dan
berkeadilan,
berkelanjutan dan memperkokoh ketahanan ekonomi.
Laju pertumbuhan sektor industri di Jawa Tengah pada lima tahun terakhir menunjukkan angka yang cukup signifikan. Pada tahun 2003 laju pertumbuhan sektor industri mencapai 5,49% dan tahun 2007 sebesar 5,56%. Pada tahun 2003, kontribusi sektor industri pengolahan terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga yang berlaku sebesar 32,60% dan pada tahun 2007 menjadi 32,14%.
Industri di Jawa Tengah pada tahun 2008 menunjukkan perkembangan yang lebih baik dengan meningkatnya jumlah unit usaha dari 644.902 unit usaha pada tahun 2007 menjadi 645.054 unit usaha. Kenaikan jumlah unit usaha tersebut memberikan peluang lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja disektor industri sebanyak 3,33 juta orang pada tahun 2008, meningkat 1,22% dari tahun 2007 sebanyak 3,29 juta orang. Nilai produksi dan investasi sektor industri pada tahun 2008 mencapai Rp. 22,52 trilyun dan Rp. 14,14 trilyun atau meningkat
1,19% untuk nilai produksi dan 0,97% untuk nilai investasi
dibandingkan tahun 2007 nilai produksi sebesar Rp.22,25 trilyun dan nilai investasi sebesar Rp.14,01 trilyun
Beberapa kelompok industri yang merupakan penghela pertumbuhan sektor industri antara lain : mebel, tekstil dan produk tekstil (TPT), kulit dan barang dari kulit, komponen otomotif, perlogaman, keramik dan makanan/ minuman, pengolahan hasil tembakau. Kelompok industri dimaksud, penting untuk dikembangkan mengingat industri tersebut mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, banyak tersebar di
35
wilayah Jawa Tengah, menggunakan teknologi sederhana dan hasil produknya berorientasi ekspor.
Mengacu pada kebijakan industri nasional, pembangunan industri di Jawa Tengah antara lain ditempuh melalui penanganan panen dan pasca panen; perkuatan klaster industri dengan menggunakan pendekatan ”Kompetensi Inti Industri Daerah”. Selanjutnya untuk lebih meningkatkan efektivitas pengembangan industri di tingkat Kabupaten/ Kota digunakan pendekatan ”One Village One Product (OVOP)”. Melalui pendekatan tersebut, diharapkan dapat menggali dan mempromosikan produk inovatif dan kreatif lokal, menggunakan sumber daya lokal, bersifat unik khas daerah, bernilai tambah tinggi dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan, memiliki brand image dan daya saing tinggi. Jenis Industri yang menjadi lingkup pengembangan industri di Jawa Tengah berbasis Kompetensi Inti Industri Daerah adalah : Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), Industri Mebel, Industri Makanan Ringan, Industri Perlogaman, Industri Komponen Otomotif, Industri Hasil Tembakau (Rokok).
b. Koperasi dan UMKM Perkembangan jumlah koperasi di Jawa Tengah selama 5 (lima) tahun terakhir meningkat cukup signifikan. Jumlah Koperasi 12.678 unit pada tahun 2003 menjadi 17.090 unit pada tahun 2007 (bertambah 4.412 atau 34,80%), sedangkan jumlah anggota Koperasi
dari 4.043.613 orang menjadi 4.387.110
(bertambah 343.497 atau 8,49%). Pada periode yang sama jumlah tenaga kerja Koperasi 29.329 orang meningkat menjadi 41.234 orang (bertambah 11.905 orang atau 40,59%), sedangkan jumlah asset/modal dari 4.192 triliyun menjadi 6.106 triliyun atau meningkat sebesar 45.65%. Volume usaha Koperasi juga meningkat dari Rp. 5,98 Trilyun menjadi Rp.10,75 Trilyun (79,8%).
Perkembangan Koperasi Simpan Pinjam/Unit Simpan Pinjam Koperasi (KSP/USP Koperasi) menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebagai lembaga keuangan mikro alternatif, sampai dengan tahun 2007 jumlah KSP/USP Koperasi mencapai 7.405 unit dengan jumlah anggota sebanyak 3.176.745 orang, menyerap tenaga kerja 34.658 orang sedangkan asset Rp. 3,442 trilyun, tabungan Rp. 2,237 trilyun, pemberian pinjaman kepada UMKM mencapai
36
Rp. 6,337 trilyun serta pinjaman yang
diberikan Rp. 2,559 trilyun. Sisa Hasil
Usaha/SHU mencapai Rp. 89,482 milyar, modal sendiri Rp. 1,024 trilyun.
Dalam upaya mengembangkan kualitas SDM dan pengelolaan KSP/USP Koperasi maka telah dilaksanakan sertifikasi profesi Koperasi Jasa Keuangan terhadap pengelola KSP/USP Koperasi, sertifikasi bagi fasilitator dan pengelola Koperasi Jasa Keuangan bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Jasa Keuangan (LSP-KJK).
Keberadaan Koperasi Unit Desa (KUD) sangat strategis dalam menggerakkan roda ekonomi di wilayah perdesaan. KUD mempunyai sarana infrastruktur yang lengkap mulai dari Rice Mill Unit (RMU), gudang, lantai jemur dan Waserda yang dapat mencukupi kebutuhan petani. Jumlah KUD di Jawa Tengah tahun 2007 mencapai 590 unit. KUD/Koperasi telah menangani penyaluran pupuk ke PT Pusri dan pengadaan pangan dengan Dolog Divre Jawa Tengah.
Jumlah KUD/Koperasi yang menjadi distributor pupuk sebanyak 23 Unit sesuai dengan slogan Bali Ndeso Mbangun Deso maka KUD/Koperasi dimasa mendatang perlu diberi kesempatan yang lebih luas untuk menangani penyaluran pupuk dan pengadaan pangan, karena keberadaanya merupakan wadah para petani dalam memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan di bidang pertanian.
Perkembangan usaha Warung Serba Ada (Waserda) dan Sentra Perkulakan Koperasi (Senkuko) maupun Smescomart menunjukkan hasil yang cukup baik. Waserda Koperasi sampai dengan tahun 2007 sebanyak 1.733 unit dengan omset/hari Rp. 187 Juta, modal sendiri Rp. 21 Milyar, penyerapan tenaga kerja 2.746 orang. Senkuko sebanyak 67 unit dengan omset/hari Rp. 10,8 Juta, modal sendiri Rp. 8,6 milyar dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 5.497 orang. Sedangkan program Smescomart/pasar ritel modern yang dikerjasamakan dengan swasta sebanyak 3 unit dan yang mandiri 26 unit. Jumlah UMKM di Jawa Tengah sebanyak 4,1 juta orang/unit usaha mikro, kecil dan menengah yang bergerak di sektor pertanian (Sensus Pertanian BPS, 2003), dan 3,6 juta orang/unit UMKM non pertanian (Sensus Ekonomi BPS 2006) bergerak di bidang industri, perdagangan dan aneka jasa usaha. Jika 1 unit UMKM menyerap 2 orang tenaga kerja maka tenaga kerja yang terserap + 7,4 juta
37
tenaga kerja. Hal ini menunjukkan bahwa UMKM memiliki potensi yang besar dalam penciptaan lapangan kerja, sekaligus menciptakan wira usaha baru. Selanjutnya untuk peningkatan daya saing UMKM telah dilakukan melaui upaya peningkatan produktivitas dan kualitas produk unggulan daerah yang bertumpu pada sumberdaya lokal.
b. Investasi (Penanaman Modal) Selama 5 tahun terakhir (2003 – 2008), perkembangan realisasi investasi di Jawa Tengah sangat fluktuatif. Pada tahun 2003 sampai dengan 2005 perkembangan realisasi investasi di Jawa Tengah mengalami kenaikan yang signifikan dan telah melampaui dari target yang telah ditentukan , sedangkan pada tahun 2006 sampai
2007 dibanding tahun
2005 mengalami
penurunan,
tetapi
bila
dibandingkan dengan target Realisasi Investasi PMA dan PMDN yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) Badan Penanaman Modal Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005–2009, kumulatif Realisasi Investasi sebesar Rp. 22.850.322.692.030,- maka pencapaian realisasi investasi selama 2003 -2008 sebesar 162.97%. Sampai dengan Desember 2008 realisasi investasi untuk PMA mencapai 34 proyek dengan nilai investasi mencapai U$ 39,223 juta dan Rp. 588,739 Milyar serta investasi PMDN sejumlah 14 proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 880,422 Milyar.
Perkembangan rencana investasi PMA dan PMDN secara kumulatif tahun 2003 sampai 2008 sebesar Rp 70.114.971.569.250,-. Capaian kinerja Rencana Investasi selama 2003-2008 dibandingkan kebutuhan investasi adalah sebesar 362,71 %. Sampai dengan bulan Desember 2008 rencana investasi di Jawa Tengah untuk PMA mencapai 58 proyek dengan nilai investasi sebesar U$ 1,932 Milyar dan PMDN mencapai 14 proyek dengan nilai proyek mencapai Rp 2,518 Trilyun, sedangkan target investasi pada tahun 2008 sebesar Rp 4,016 trilyun.
c. Pertanian Dalam kurun waktu 20 tahun, Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu penyangga pangan nasional terutama beras. Luas lahan tanaman padi di Jawa Tengah adalah 1.614.095 ha dengan produktivitas 53,38 kw/ha. Produksi padi Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai 8.616.854 ton Gabah Kering Giling/GKG (setara dengan 4.510.725 ton beras). Persentase sumbangan Provinsi Jawa
38
Tengah terhadap produksi beras nasional sebesar 15,07%. Sementara produksi jagung dan kedelai pada tahun 2007 masing-masing sebesar 2.233.992 ton dan 123.209 ton (kontribsi nasional sebesar 16,81 % dan 20,79 %).
Pada sektor peternakan, Jawa Tengah juga merupakan salah satu penyangga kebutuhan nasional. Produk andalan Jawa Tengah pada sektor peternakan antara lain daging, telur dan susu. Produksi daging Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 177.892 ton, terbesar kedua setelah Jawa Timur; sementara konsumsi mencapai 135.013 ton, sehingga surplus 42.879 ton. Sementara itu, produksi telur 200.754 ton, sedangkan kebutuhan 183.458 ton, sehingga terjadi surplus 17,296 ton. Produksi susu sebesar 70.524 ton, sedangkan kebutuhan 259.534 ton, sehingga terjadi defisit sebesar 189.010 ton.
Produksi gula Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar 243.632,99 ton, dengan beroperasionalnya kembali 2 pabrik gula yang ada maka target swasembada gula regional akan tercapai. Produksi tanaman perkebunan jarak kepyar dan jarak pagar masing-masing sebesar 20,55 ton dan 35,81 ton. Penanaman jarak menunjang konsep Desa Mandiri Energi. Produksi kelapa tahun 2007 yang terbagi dalam kelapa dalam, kelapa deres, kelapa hibrida, dan kelapa kopyor masingmasing sebesar 178.295,44 ton, 219.669,27 ton, 428,58 ton dan 717,70 ton. Sementara itu, produksi tahun 2007 untuk tanaman perkebunan rakyat kopi robusta dan kopi arabica sebesar 12.341,74 ton dan 1.319,41 ton.
Peningkatan produksi komoditas pertanian di Jawa Tengah berdampak pula pada peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini dapat dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP), yang mengalami peningkatan dari 96,19 pada tahun 2006 menjadi 103,12 pada tahun 2007. Pada tahun 2007 nilai Pola Pangan Harapan (PPH) sebesar 82,08 yang berarti naik dari tahun 2005 sebesar 78,60. Skor PPH ideal adalah 100 yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2020. Rata-rata tingkat konsumsi
energi
Jawa Tengah
tahun
2007 adalah
sebesar
1.924,94
kkal/kapita/hari, sedangkan rekomendasi dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 adalah sebesar 2.000 kkal/kapita/hari yang berarti masih kurang 76,06 kkal/kapita/hari. Rata-rata tingkat konsumsi protein Jawa Tengah
tahun
2007
adalah
sebesar
55,94 gram/kapita/hari,
sedangkan
rekomendasi dari Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004
39
adalah sebesar 52 gram/kapita/hari
yang berarti sudah kelebihan 3,94
gram/kapita/hari.
d. Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah memiliki garis pantai sepanjang 828,82 km, terbagi atas pantai utara 540,27 km dan pantai selatan 288,55 km. Terdapat 33 buah pulaupulau kecil yang tersebar di Laut Jawa sebanyak 32 pulau (Pulau Marongan, Pulau Gede, Pulau Sualan, Pulau Mandalika, Pulau Panjang dan 27 pulau di gugusan Kepulauan
Karimunjawa)
serta
pulau
di
Samudera
Hindia,
yaitu
Pulau
Nusakambangan. Kondisi geografis semacam ini menyimpan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat besar termasuk perikanan tangkap dan budidaya, industri pengolahan produk perikanan dan bioteknologi, pariwisata bahari dan pantai, pertambangan dan energi, perhubungan laut, industri kapal, bangunan laut dan pantai, pulau-pulau kecil dan kegiatan pendayagunaan bendabenda berharga di dalam laut (the sunken treasures).
Dengan gambaran tersebut diatas, sumber daya kelautan dan perikanan bidang Kelautan dan Perikanan di Jawa Tengah memiliki potensi yang sangat besar, sehingga bisa menjadi sektor penghela (prime mover) apabila dikelola dengan baik. Dalam perkembangannya dari tahun ke tahun menunjukkan adanya usaha penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing) di wilayah pantai utara Jawa Tengah. Sementara itu, wilayah laut di pantai selatan (PANSEL) Jawa Tengah mempunyai potensi sumberdaya perikanan laut yang sangat besar tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Dari kurun waktu tahun 2003 sampai tahun 2007, produksi perikanan tangkap mengalami penurunan dari 250.569,20 ton menjadi 169.690,50 ton. Sementara itu, produksi perikanan budidaya di Jawa Tengah menunjukkan peningkatan. Pada kurun waktu 2003-2007, produksi perikanan budidaya meningkat rata-rata sebesar 6,62% per tahun, dari 88.749,90 ton menjadi 114.007,80 ton.
Ekspor hasil perikanan mengalami peningkatan dari 17.118.728,15 kg pada tahun 2003 menjadi 19.938.399,15 kg pada tahun 2007 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,10%. Jika dilihat nilainya dalam dolar AS, persentase pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 10,73%. Pada tahun 2003 nilai ekspor hasil perikanan sebesar US $ 56.628.982,56, sedangkan pada tahun 2007 adalah sebesar US $
40
74.643.244,22.
Konsumsi
ikan
masyarakat
Jawa
Tengah
menunjukkan
peningkatan, yaitu dari 10,18 kg/kapita/tahun pada tahun 2003 menjadi 13,32 kg/kapita/tahun pada tahun 2007. Di Jawa Tengah terdapat 77 unit Tempat Pelelangan ikan (TPI), 2 (dua) buah Pelabuhan Perikanan, yaitu Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan (PPNP) dan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap (PPSC), serta 9 (sembilan) buah Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), yaitu : (1) PPP Tasikagung Kabupaten Rembang, (2) PPP Bajomulyo Juwana Kabupaten Pati (3) PPP Morodemak Kabupaten Demak, (4) PPP Wonokerto Kabupaten Pekalongan, (5) PPP Tawang Kabupaten Kendal, (6) PPP Klidang Lor Kabupaten Batang, (7) PPP Tegalsari Kota Tegal, dan (8) PPP Asemdoyong Kabupaten Pemalang dan (9) PPP Karimunjawa Kabupaten Jepara.
e. Pertambangan Pada bidang pertambangan umum berdasarkan hasil identifikasi telah diketahui 44 jenis bahan galian yang berpotensi di Jawa Tengah, yaitu : 3 (tiga) jenis bahan galian golongan A (strategis), 9 (sembilan) jenis bahan galian golongan B (vital) dan 32 jenis bahan galian golongan C. Bahan galian tersebut sangat bervariasi, baik dalam sebaran, kualitas dan kuantitas. Beberapa jenis bahan galian termasuk kedalam mineral logam dan hanya terdapat di beberapa wilayah, antara lain Barit, Emas, Pasir Besi, Pirit, Mangaan, Galena dan Timah Hitam. Di samping itu terdapat bahan galian yang berpotensi besar dan bahkan menjadi unggulan karena memiliki karakteristik khas, nilai tambah yang tinggi dan permintaan pasar yang besar, antar lain Feldspar, Phospat, Pasir Kuarsa, Pasir Besi, Batu Gamping, Andesit, Ball Cllay dan Bentonit.
Tahun 2007 telah tercatat 76 Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD) untuk bahan galian golongan C yang meliputi Kapur/batu gamping, Marmer, Tanah Urug, Pasir dan Batu, Felspar, Phospat, Pasir Kuarsa, Andesit, Bentonit, Ball Clay dan Trass dengan luas area eksploitasi mencapai sekitar 2.666,20 hektar. Kondisi tersebut diharapkan dalam 5 tahun mendatang akan meningkat dan dapat mendorong tumbuhnya industri besar seperti industri semen, sehingga dapat meningkatkan perekonomian Jawa Tengah.
41
Dalam rangka konservasi sumber daya mineral sampai tahun 2007 telah dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha pertambangan di 32 kabupaten/kota serta penataan kawasan pertambangan pada 4 (empat) kawasan, yaitu: Merapi – Merbabu – Ungaran, Gunung Muria, Pegunungan Kendeng dan Serayu – Pantai Selatan. Di samping itu juga dilakukan pembuatan demplot reklamasi lahan bekas penambangan di 2 (dua) lokasi, yaitu Kabupaten Boyolali, dan Rembang.
Pada bidang air tanah telah diketahui 31 Cekungan Air Tanah (CAT) yang terdiri atas 6 (enam) CAT lintas Provinsi, 19 CAT lintas Kabupaten/Kota dan 6 (enam) CAT dalam Kabupaten/Kota. Sampai tahun 2007 telah dilakukan identifikasi potensi dan konfigurasi aquifer pada 17 CAT lintas Kabupaten/Kota untuk mengetahui volume air yang ada pada CAT tersebut. Dalam pemanfaatan air tanah tercatat sekitar 6.555 Surat Ijin Penambangan (SIP)/SIPMA dan untuk menangani daerah rawan kering telah dibangun sumur bor sebanyak 45 lokasi serta survey hidrologi sebanyak 45 lokasi.
Di bidang geologi telah dilakukan upaya mitigasi bencana alam ( tanah longsor, tektonik, tsunami dan letusan Gunung Merapi) melalui pemetaan wilayah, sosialisasi, bimbingan teknis dan pemasangan alat (patok pemantauan). Sampai tahun 2007 telah diketahui di Jawa Tengah terdapat 97 lokasi/kecamatan rawan longsor yang tersebar di 27 kabupaten/kota dan telah dilakukan sosialisasi mitigasi bencana pada sekitar 57 lokasi serta bimbingan teknis terhadap aparatur di 27 kabupaten dan pemasangan patok 32 buah di 8 (delapan) lokasi pada 8 (delapan) kabupaten. Selain itu juga telah dilakukan pemetaan geologi tata lingkungan di 6 (enam) kabupaten/kota.
f. Perdagangan Sektor perdagangan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang mempunyai keterkaitan luas dengan sektor-sektor lainnya. Secara makro diharapkan mampu berperan sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional dan perekonomian daerah, dalam rangka mendorong peningkatan pendapatan masyarakat, mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran.
42
Sejalan dengan semakin membaiknya perekonomian nasional, kinerja sektor perdagangan di Jawa Tengah telah mampu mendorong perkuatan struktur ekonomi daerah. Laju pertumbuhan sektor perdagangan
pada tahun 2003
sebesar 5,24% dan meningkat cukup signifikan pada tahun 2007 yaitu sebesar 6,54%. Kontribusi sektor perdagangan terhadap pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga yang berlaku pada tahun 2003 sebesar 20,75% dan menjadi 20,30% pada tahun 2007. Masih dominannya kontribusi sektor perdagangan terhadap pembentukan PDRB tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari semakin membaiknya perkembangan sektor perdagangan di Jawa Tengah dengan segala sumber daya pendukungnya termasuk keterkaitan dengan sektor-sektor produksi dan jasa.
Kegiatan ekspor Jawa Tengah pada lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pada tahun 2003 nilai ekspor non migas Jawa Tengah sebesar 1.865,60 juta US dolar dan tahun 2007 meningkat menjadi 3.122,50 juta US dolar. Sementara nilai ekspor non migas pada tahun 2008, periode JanuariSeptember 2008 telah mencapai sebesar 2.497,26 juta US dolar atau mengalami peningkatan 6,80 % dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2007 yaitu 2.338,34 juta US dolar.
Komoditi utama ekspor non migas Jawa Tengah sebagian besar merupakan produk-produk industri pengolahan
seperti : Tekstil dan Produk Tekstil (TPT),
mebel, kayu olahan, plastik dan produk plastik, kertas dan produk kertas, elektronika, barang dari kayu, barang pecah belah dan gondorukem. Beberapa negara tujuan utama ekspor Jawa Tengah adalah
Amerika Serikat, Jepang,
Jerman, Belanda, Perancis, Belgia, Inggris, Australia, Hongkong, Singapura dan Korea Selatan.
Nilai impor non migas Jawa Tengah pada tahun 2003 sebesar 812,37 juta US dolar dan tahun 2007 meningkat menjadi 1.504,75 juta US dolar. Sementara, nilai impor non migas pada periode Januari – September 2008 sebesar 1.911,79 juta US dolar, atau mengalami peningkatan 65,67% dibandingkan periode yang sama tahun 2007 yaitu sebesar 1.153,94 juta US dolar. Beberapa jenis produk impor yang dominan antara lain Serat Tekstil, Gandum dan Olahan Gandum, Mesin
43
Industri, Produk Industri Kimia, Benang Tenun, Kain Tekstil, Mesin dan Pesawat Mekanik, Barang dan Perlengkapan Listrik, dan Barang- barang Elektronik.
Dalam rangka meningkatkan
perluasan dan peningkatan akses pasar produk
ekspor non migas Jawa Tengah, telah dilakukan kegiatan promosi dan pameran luar negeri yang secara rutin telah dilaksanakan sejak tahun 2005 adalah Pameran Salone Internazionale Del Mobile di Milano Italia (khusus Produk mebel dan handycraft). Pada tahun 2007 juga dilaksanakan pameran di
Lazaronte
Spanyol dan Pameran Produk Indonesia di Kopenhagen Denmark. Sedangkan untuk kegiatan promosi dan pameran dalam negeri antara lain : IFFINA, Inacraft, ICRA, PRJ, Pesta Kesenian Bali (PKB), Trade Expo Indonesia (TEI), Soropadan Agro Expo (SAE) dll.
Guna mendorong peningkatan kinerja para pelaku ekspor, telah dilakukan seleksi terhadap eksportir berprestasi untuk mendapatkan penghargaan Primaniyarta. Sejak tahun 2005 sampai dengan 2007 terdapat 12 perusahaan eksportir yang telah mendapatkan penghargaan Primaniyarta dari Pemerintah; dengan kategori : Eksportir Berkinerja (4 perusahaan), UKM Ekspor (4 perusahaan), Pembangunan Merek Global (4 Perusahaan).
Kegiatan perdagangan dalam negeri Jawa Tengah pada saat ini menunjukkan perkembangan yang relatif membaik dengan ditandai semakin
meningkatnya
kelancaran distribusi barang dan jasa, tertib niaga, kepastian berusaha dan transparansi pasar. Seiring dengan perkembangan tersebut jumlah kelembagaan usaha, ketersediaan sarana dan segala bentuk dukungan fasilitasi terhadap dunia usaha juga semakin meningkat.
Salah satu upaya pemerintah daerah yang telah ditempuh dalam rangka meningkatkan kegiatan perdagangan dalam negeri Jawa Tengah adalah melalui perkuatan dari sisi suplai guna menjamin ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat dan mendorong peningkatan sisi permintaan; yang salah satunya melalui pembinaan pasar dan distribusi, prasarana
pasar,
pemberdayaan
fasilitasi pengembangan sarana dan
kelembagaan
usaha
perdagangan
dan
pengembangan pasar. Dalam rangka tertib niaga, tertib ukur dan perlindungan
44
konsumen telah ditempuh melalui peningkatan pelayanan publik di bidang kemetrologian serta pengawasan barang yang beredar.
Jumlah sarana pasar di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2006 sebanyak 1.714 unit; yang terdiri atas Pasar Induk 26 unit, Pasar Tradisional 1.537 unit, Pasar Modern 44 unit dan Pasar Swalayan 107 unit. Sejalan dengan semakin berkembangnya usaha ritel/eceran modern dan pembangunan pasar penunjang komoditas serta pasar tradisional percontohan diperkirakan jumlah sarana pasar di Jawa Tengah pada tahun 2007 mencapai sekitar 1.885 unit. Pada tahun anggaran 2008 telah dibangun Pasar Penunjang Beras dan Sayur-Sayuran; dan Pasar Tradisional yang aman, nyaman dan bersih di 13 kabupaten/kota di Jawa Tengah. Lokasi pembangunan Pasar Penunjang Beras terdapat di Kabupaten Pemalang dan Kabupaten Klaten, Pasar Penunjang Sayur-Mayur terdapat di Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Magelang, dan Pasar Tradisional yang Bersih, Aman dan Nyaman berlokasi di Kota Surakarta, Kabupaten
Sragen,
Kota
Pekalongan,
Kabupaten
Kabupaten Jepara,
Pekalongan,
Kabupaten
Semarang, Kabupaten Demak, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Rembang.
Jumlah unit usaha pedagang formal di Jawa Tengah sampai dengan tahun 2006 sebanyak 146.799 unit usaha; dan pada tahun 2007 diperkirakan jumlahnya telah mencapai sekitar 161.478 unit usaha. Jumlah pedagang skala besar adalah 1.085 unit usaha, pedagang skala menengah 6.589 unit usaha dan pedagang skala kecil 153.804 unit usaha.
Dalam rangka mendukung Jawa Tengah sebagai salah satu daerah penyangga pangan nasional dan khususnya peningkatan kesejahteraan para petani, selain membantu dalam hal produksi, juga tidak kalah pentingnya membantu mereka dalam hal memasarkan hasil produksi. Oleh karena itu, telah dilakukan fasilitasi dalam hal perbaikan jaringan pemasaran produk pertanian yang terintegrasi melalui pengembangan Pasar Lelang Komoditas Agro di Jawa Tengah.
Kegiatan Pasar Lelang Komoditas Agro di Jawa Tengah, telah dilakukan sejak tahun 2003 dan sampai dengan Bulan Agustus 2008 telah dilaksanakan sebanyak 28 kali. Pelaksanaan kegiatan Pasar Lelang Komoditas Agro di Jawa Tengah tersebut, telah memberikan andil yang cukup berarti dalam rangka mendukung
45
terciptanya integrasi pasar, transparansi harga dan peningkatan pendapatan petani produsen. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir nilai transaksi pelaksanaan Pasar Lelang menunjukkan peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2006 nilai transaksi pelaksanaan Pasar Lelang sebesar Rp. 742.467, 32 milyar dan tahun 2007 mencapai sebesar Rp. 575,51 milyar. Pada tahun 2007, juga telah dilaksanakan Pasar Lelang Spot sebanyak 3 kali; dengan transaksi secara langsung antara penjual dan pembeli sebesar Rp. 7,36 milyar,-. Sedangkan nilai transaksi pelaksanaan Pasar Lelang tahun 2008 sebesar Rp. 448,21 milyar.
Realisasi nilai transaksi kegiatan Pasar Lelang Komoditas Agro Jawa Tengah pada tahun 2006 sebesar Rp. 589,33 milyar atau 76,68 %, realisasi nilai transaksi tahun 2007 sebesar Rp. 474, 82 milyar,- atau 82,5% dan tahun 2008 realisasi nilai transaksi sebesar Rp. 358,57 milyar atau 80%. Jenis komoditas yang dipasarkan pada pelaksanaan kegiatan Pasar Lelang antara lain meliputi komoditi pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, sayur mayur dan buah-buahan.
Guna mendukung terwujudnya tertib usaha, tertib ukur, perlindungan konsumen dan kepastian berusaha, secara intensif melakukan peningkatan pelayanan kemetrologian yang berupa pengelolaan standar, tera dan tera ulang, pengawasan Ukur Takar Timbang dan Perlengkapannya (UTTP), penyuluhan Kemetrologian dan pengawasan Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT). Pelayanan kemetrologian ini mencakup 35 Kabupaten/ Kota yang dalam pelaksanaan di tangani oleh 6 Balai Metrologi wilayah : Semarang, Surakarta, Pati, Magelang, Banyumas dan Tegal. Potensi jumlah pengusaha UTTP di Jawa Tengah tercatat sebanyak 60 unit usaha dan produksi UTTP 3.443.669 buah. Jumlah UTTP yang telah ditera dan tera ulang sebanyak 2.870.412 buah. Untuk mendukung optimalisasi pelayanan kemetrologian secara intensif dilakukan upaya-upaya yang mengarah pada peningkatan kemampuan SDM kemetrologian, peningkatan sarana dan prasarana, peningkatan pelayanan dan koordinasi dengan pihak-pihak lain terkait yang dapat mendukung peningkatan PAD.
Dalam rangka membantu rendahnya posisi tawar petani saat panen, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah secara terus menerus mengupayakan langkah-langkah strategis yang terintegrasi dengan sektor-sektor pendukung terkait lainnya. Langkah-langkah tersebut pada dasarnya diarahkan pada upaya
peningkatan
46
daya saing produk pertanian melalui peningkatan akses, penetrasi pasar dan pengembangan sistem tunda jual (Lumbung Desa, Resi Gudang, Pasar Lelang) untuk mendorong perluasan akses pasar (Pasar Lelang Komoditas Agro, Promosi dan Pameran, Lembaga Penjaminan dan Penyediaan Dana Bergulir untuk menyerap hasil petani). Disamping itu, untuk mengungkit daya juang IKM/ UKM dalam situasi Krisis Global maka akan ditingkatkan Inovasi Produk IKM/UKM yang berbasis pedesaan. Untuk itu terus diupayakan terselenggaranya pelatihan inovatif yang berorientasi pasar bagi IKM/UKM serta memfasilitasi bagi IKM/ UKM untuk mendapatkan partner di Pasar Lokal, Regional dan Internasional melalui promosi, pameran dan misi dagang.
g. Pariwisata Wilayah Provinsi Jawa Tengah memiliki sumber daya alam dan budaya yang cukup besar serta potensi kepariwisataan yang beraneka ragam menjadi salah satu daerah tujuan wisata nasional maupun internasional. Terdapat berbagai macam obyek dan daya tarik wisata, baik alam, budaya maupun buatan. Obyek dan daya tarik wisata di seluruh Jawa Tengah yang sudah dikelola dengan baik atau sudah siap menerima kunjungan wisatawan sebanyak 247 buah. Selain itu masih banyak obyek dan daya tarik wisata potensial yang masih alami dan belum dikembangkan/dikelola secara profesional, tersebar di 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Tersedianya fasilitas penunjang pariwisata yang cukup memadai seperti : akomodasi (hotel), terdapat 93 hotel klasifikasi bintang dengan jumlah kamar 5.160 dan 810 hotel klasifikasi melati (non bintang) dengan jumlah kamar 17.236 serta jumlah pondok wisata/homestay yang tersebar di 35 Kabupaten/Kota se Jawa Tengah. Dukungan jaringan jalan dan sarana transportasi yang relatif baik, didukung pula oleh 2 Bandara Internasional yaitu Bandara A. Yani Semarang dan Bandara Adi Sumarmo Surakarta, 2 Bandara Perintis yaitu Bandara Tunggul Wulung Cilacap dan Bandara Dewa Daru Karimunjawa, 2 Pelabuhan Samudera yaitu Pelabuhan Tanjung Emas Semarang dan Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap, Stasiun dan jaringan rel KA sepanjang jalur pantura dan jalur selatan, dan terminal-terminal bus di setiap kota akan memudahkan mobilitas/pergerakan wisatawan dari dan ke berbagai tujuan wisata di Jawa Tengah.
47
Perkembangan pariwisata Jawa Tengah selama tahun 2002 – 2007 cenderung menunjukkan peningkatan. Pada tahun 2002 jumlah obyek dan daya tarik wisata yang ada di Jawa Tengah sebanyak 226 obyek dan meningkat pada tahun 2007 menjadi 247 buah. Jumlah wisatawan yang mengunjungi obyek dan daya tarik wisata di Jawa Tengah pada tahun 2002 sebanyak 14.744.000 orang, terdiri dari 288.576 orang wisatawan mancanegara (wisman) dan 14.455.424 orang wisatawan nusantara (wisnus), sedangkan pada tahun 2006 terjadi peningkatan sebanyak 15.314.118 orang, terdiri dari 290.217 orang wisman dan 15.023.901 orang wisnus, dan pada tahun 2007 jumlah wisatawan menjadi 16.064.510 orang, terdiri dari 302.116 orang wisman dan 15.762.394 orang wisnus.
Adapun jumlah penginap hotel bintang di Jawa Tengah pada tahun 2006 sebanyak 1.280.421 orang, terdiri dari 69.501 orang wisatawan mancanegara (wisman) dan 1.210.920 orang wisatawan nusantara (wisnus) dengan rata-rata lama menginap 2,20 hari (wisman) dan 1,62 hari (wisnus). Sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 1.313.407 orang, terdiri dari 89.059 orang wisatawan mancanegara (wisman) dan 1.224.348 orang wisatawan nusantara (wisnus) dengan rata-rata lama menginap 2,21 hari (wisman) dan 1,78 hari (wisnus).
Jumlah penginap hotel melati di Jawa Tengah pada tahun 2006 sebanyak 2.590.307 orang, terdiri dari 7.815 orang wisatawan mancanegara (wisman) dan 2.583.292 orang wisatawan nusantara (wisnus) dengan rata-rata lama menginap 2,19 hari (wisman) dan 1,62 hari (wisnus). Sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 2.619.304 orang, terdiri dari 7.369 orang wisatawan mancanegara (wisman) dan
2.611.935 orang wisatawan nusantara (wisnus)
dengan rata-rata lama menginap 2,20 hari (wisman) dan 1,73 hari (wisnus).
3.
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Ilmu pengetahuan yang bersifat local genius/indigenius knowledge dikembangkan untuk menjadi penyangga utama kebijakan tata kehidupan bermasyarakat di Jawa Tengah. Sementara itu, penerapan teknologi sederhana yang bersifat tepat guna telah diberikan fasilitasi, stimulasi dan motivasi melalui jaringan penelitian dan pengembangan daerah dan Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Tengah.
48
Struktur penerapan dan pengembangan teknologi dilakukan bekerjasama dengan perguruan tinggi, pemerintah kabupaten/kota, lembaga penelitian pusat yang ada di Jawa Tengah dan mendorong masyarakat melakukan penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya lokal dan kultur budaya yang ada.
4.
Prasarana dan Sarana Wilayah Jawa Tengah pada satu sisi mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi karena berada di tengah-tengah jalur distribusi Sumatera-Jawa–Bali, tetapi pada sisi lain memiliki beban yang cukup berat karena harus mampu menjaga dan meningkatkan peran dan fungsinya sebagai penopang jalur distribusi perekonomian nasional, kondisi sarana dan prasarana wilayah (infrastruktur) merupakan komponen utama yang perlu untuk mendapatkan perhatian supaya dapat selalu berfungsi dengan optimal.
Secara umum kondisi sarana dan prasarana wilayah di Provinsi Jawa Tengah masih belum optimal dibanding dengan beban dan peran yang ditetapkan, antara lain sarana-prasarana perhubungan darat khususnya prasarana jalan dengan kondisi yang belum sepenuhnya baik; Jalur jalan Pantura masih belum seluruhnya menjadi empat lajur, Jalur jalan pantai selatan dan jalur penghubunhg Pantura-pansela yang belum sepenuhnya terbangun sehingga belum dapat berfungsi sebagai prime mover pertumbuhan wilayah Pansel, serta kereta api dengan kondisi jalur relnya masih memerlukan peningkatan kualitas prasarana dan peningkatan keselamatan lalu lintasnya.
a. Prasarana Jalan Panjang jalan di wilayah Provinsi Jawa Tengah di Tahun 2007 sepanjang 26.296,28 Km, terdiri dari jalan nasional sepanjang 1.297,63, jalan provinsi sepanjang 2.539,70 km (termasuk sebagian ruas di jalur lintas pantai selatan) dan jalan kabupaten / kota sepanjang 22.458,95 Km. Panjang jembatan nasional sepanjang 16.712 m dan jembatan provinsi sepanjang 25.335 m. Kondisi prasarana jalan provinsi pada tahun 2007 dengan kondisi prasarana jalan baik sebesar 82,50%, kondisi sedang sebesar 16,91%, dan kondisi rusak sebesar 0,59%. Kondisi jembatan provinsi di Tahun 2007 yang kondisinya baik mencapai 69,05%, kondisi sedang 29,76 % dan kondisi rusak 1,19%. Ruas jalan Provinsi dengan
kepadatan
tinggi
secara umum
berada pada ruas
jalan
yang
49
menghubungkan kota-kota disepanjang pantai utara dengan wilayah tengah dan pantai selatan. Beberapa ruas sudah mencapai kejenuhan, perbandingan antara volume dan kapasitas jalan (V/C) >0,75. Tingkat kecepatan waktu tempuh kendaraan rata-rata masih berkisar 30-35 km/jam.
b. Perhubungan Pembangunan perhubungan darat selama 5 tahun terakhir menunjukkan kecenderungan menurun kecuali jumlah terminal angkutan darat dan trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Kinerja pelayanan transportasi jalan dilihat dari jaringan pelayanan angkutan penumpang umum tahun 2006 dan 2007 cenderung tetap, karena telah diterapkan kebijakan pembatasan ijin trayek guna menjaga keseimbangan dengan kebutuhan masyarakat. Jumlah trayek Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) sebanyak 840 trayek dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) 367 trayek.
Kondisi jalur rel kereta api (KA) yang ada di jalur utara, selatan dan tengah (Semarang-Solo) dilayani oleh jalur tunggal dan digunakan dua arah lintasan untuk angkutan penumpang dan barang. Frekuensi perjalanan KA di jalur utara dan selatan sudah cukup padat, sedangkan pada jalur tengah frekuensi lintasan belum padat.
Pintu gerbang Jawa Tengah di bagian utara adalah Pelabuhan Tanjung Mas. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan utama sekunder yang mampu disandari kapal kontainer, namun pada saat ini kapasitas dermaga sudah cukup padat. Pelabuhan antarpulau di pantai utara meliputi pelabuhan Brebes, Tegal, Pekalongan, Batang, Jepara, Juwana, Karimunjawa, dan Rembang. Pelabuhan ini melayani kapal niaga dan kapal nelayan. Sebagai pintu gerbang Jawa Tengah di bagian selatan adalah Pelabuhan Tanjung Intan yang merupakan pelabuhan utama tersier yang mampu didarati oleh kapal kontainer dan sebagai alternatif keluar masuknya barang melalui laut selatan yang perkembangannya masih belum seperti Pelabuhan Tanjung Emas.
Perhubungan udara saat ini dilayani oleh empat bandara komersial, yaitu Adisumarmo-Surakarta, Ahmad Yani-Semarang, Tunggul Wulung-Cilacap, dan Dewadaru-Karimunjawa. Bandara Adi Sumarmo-Surakarta saat ini berfungsi
50
sebagai bandara internasional dan pusat pelayanan haji untuk wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya, sedangkan bandara Ahmad Yani-Semarang melayani penerbangan domestik dan internasional. Bandara Tunggul Wulung-Cilacap dan Dewadaru-Karimunjawa lebih diarahkan sebagai pemandu lalu lintas udara dan pelayanan pendukung pariwisata.
c. Perumahan dan Permukiman Jumlah rumah pada tahun 2006 sebesar 1,1 juta unit, sementara kemampuan membangun setiap tahun sebanyak 8500 unit rumah. Disisi lain, kebutuhan rumah per tahun sebanyak 81.290 unit rumah. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini di Jawa Tengah masih banyak sekali keluarga yang belum memiliki rumah sendiri.
Berdasarkan tipe rumah, sampai dengan tahun 2005 terdapat 7,22 juta unit rumah, terdiri atas tipe A sebanyak 2.131.049 unit, tipe B sebanyak 2.857.692 unit, dan tipe C sebanyak 2.232.471 unit. Masih banyak terdapat kawasan permukiman kumuh terutama di perkotaan, desa nelayan dan desa terisolir yang tersebar di seluruh wilayah Provinsi Jawa Tengah. Pembangunan Rumah Susun Sederhana Sewa maupun Milik (Rusunawa/mi) belum berjalan seperti yang diharapkan, sehingga belum dapat mengatasi kebutuhan perumahan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) pada kawasan kumuh perkotaan. Kawasan permukiman perlu dukungan pelayanan air bersih dan sanitasi. Pada tahun 2007 cakupan pelayanan air bersih perkotaan lebih kurang 33,2 % dan perdesaan 9,0 %. Cakupan sanitasi/limbah lebih kurang 51% dan persampahan lebih kurang 65% sampah terangkut.
d. Sumber Daya Air Jawa Tengah tahun 2007 memiliki 128 buah sungai induk dengan panjang 4.076 km, 40 buah waduk, dan 172 buah embung atau waduk lapangan, 602 mata air dan 648 sumur dalam. Kapasitas ketersediaan air permukaan sebesar 56,4 milyar m3 per tahun, yang berasal dari mata air 653 juta m3 per tahun, sungai utama 65,13 milyar m3 per tahun, waduk, danau dan embung 2,4 milyar m3 per tahun. Potensi tersebut baru dimanfaatkan sebesar 12,8 milyar m3 per tahun atau 20 %
dan yang belum
51
dimanfaatkan serta terbuang ke laut sebesar 52,3 milyar m3 atau 80 %. Faktor kecukupan pemberian air irigasi yang ada pada Masa Tanam I adalah k = 0,86, Masa Tanam II adalah k = 0,81 dan Masa Tanam III adalah k = 0,48. Sawah yang dilayani jaringan irigasi seluas 992.455 ha atau sebanyak 9.115 Daerah Irigasi (DI), terdiri atas 39 DI dengan luas 346.998 ha menjadi kewenangan pusat, 106 DI dengan luas 86.252 ha menjadi kewenangan provinsi, dan 8.982 DI dengan luas 559.205 ha adalah kewenangan kabupaten/kota. Jumlah DAS kritis ditinjau dari perbandingan debit maksimum terhadap debit minimum adalah sejumlah 35 DAS dari 128 DAS. Sungai yang mengalami pendangkalan 35 sungai, tanggul kritis 20 km. Kebutuhan air baku untuk rumah tangga, kota dan industi se Jawa Tengah sebesar 2.049.878.299 m3 per tahun atau baru terpenuhi 19,76 %. Panjang pantai se Jawa Tengah 791,76 km, rusak 157 km dan yang sudah tertangani secara struktur memalui Program Pengamanan Pantai sepanjang 40 km atau sekitar 22 %. Dari jumlah 608 mata air, baru 30 mata air yang mendapat ijin. Daerah rawan banjir pada tahun 2007 adalah 199.427 ha.
Ketersediaan dan kualitas air di Jawa Tengah cenderung tidak menentu, hal ini dipengaruhi oleh perubahan iklim global maupun musim kemarau dan terjadinya degradasi Daerah Tangkapan Air (DTA) serta adanya perubahan tata guna lahan, yang memengaruhi ketersediaan air baku dalam menunjang aktivitas sosial maupun ekonomi. Adapun mutu kualitas air sangat dipengaruhi oleh berbagai limbah rumah tangga, baik berasal dari limbah permukiman maupun industri yang berpotensi sebagai pencemar kualitas air. Kondisi sungai secara fisik cenderung menurun dan belum seluruhnya dapat menampung debit air pada waktu-waktu tertentu. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan kapasitas/debit sungai sehingga menimbulkan potensi daerah-daerah rawan banjir.
e. Pos dan Telekomunikasi Perkembangan bidang pos dan telekomunikasi saat ini sudah cukup pesat, utamanya jasa pos pengiriman paket, surat, dan barang cetakan. Pada tahun 2007 jumlah kiriman surat dalam negeri sebanyak 33,66 juta surat dan yang diterima sebanyak 36,30 juta buah, sedangkan keluar negeri mencapai 3,06 juta surat terkirim dan diterima sebanyak 2,08 juta, belum termasuk yang diselenggarakan pos swasta.
52
Bidang telekomunikasi tingkat pelayanannya per 100 penduduk mencapai 1,81 dengan kapasitas terpasang mencapai 822.739 pada tahun 2007. Animo kebutuhan masyarakat dan dunia usaha akan sambungan telepon terus meningkat, sedangkan jumlah SST (Satuan Sambungan Telepon) terpasang masih jauh dari kebutuhan. Namun, maka dengan perkembangan teknologi di bidang telomunikasi sebagian dapat dipenuhi oleh sambungan telepon seluler baik GSM maupun CDMA terutama di daerah perkotaan. Untuk daerah pedesaan dan pelosok telah dilakukan pembangunan telepon USO (Universal Service Obligation) atas prakarsa pemerintah pusat yang dibangun di tingkat kecamatan dan daerah terpencil yang tidak bisa dijangkau oleh telepon seluler dan telepon tetap.
f. Energi Kondisi kelistrikan Jawa Tengah pada tahun 2007 dengan kapasitas pembangkitan 3.689 MW (termasuk 2 x 660 MW dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Jati B dan 2 x 330 MW dari PLTU Cilacap) dan akan bertambah dengan dibangunnya PLTU Rembang yang direncanakan selesai pada akhir tahun 2009. Kondisi tersebut dapat memenuhi kebutuhan seluruh pelanggan dengan mayoritas rumah tangga sebanyak 5.326.411 (96,37 %) KK dan beban puncak mencapai 2.122 MW.
Rasio desa berlistrik 99,94 % yang berarti 8.555 desa dari jumlah seluruhnya 8.560 desa telah berlistrik. Sementara itu, rasio elektrifikasi baru mencapai 67,19 % dari jumlah penduduk Jawa Tengah.
Untuk memenuhi pasokan energi listrik pada 8.555 desa telah terpasang transmisi tegangan ekstra tinggi (500 kV) sepanjang 1.220 kms dan Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sepanjang 39.055 kms serta Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 45.553 kms. Sistem kelistrikan Jawa Tengah termasuk dalam interkoneksi Jawa–Bali. Oleh karena itu telah dikembangkan pembangunan pembangkit dengan memanfaatkan potensi sumber energi listrik setempat (alternatif) terutama untuk daerah terpencil, antara lain Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) sebanyak 13 unit, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Solar Home System (SHS) sebanyak 789 unit dan PLTS terpusat (komunal) sebanyak 3 unit Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sebanyak 1 unit. Di samping itu juga dikembangkan potensi energi alternatif panas bumi. Pada tahun
53
2007telah teridentifikasi potensi di 5 (lima) lokasi, yaitu Ungaran, Dieng, Slamet, Telomoyo dan Lawu. Dua lokasi telah ditetapkan sebagai WKP, yaitu Ungaran dan Dieng.
Pada bidang migas, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan industri di Jawa Tengah telah didukung infrastruktur penunjang dalam distribusi, antara lain 3 (tiga) Kilang, 7 (tujuh) Depo milik Pertamina, 2 (dua) Depo milik swasta, 483 SPBU, 7 SPBE dan 1 (satu) Filling Plant, 71 Agen LPG dan 242 Agen Minyak Tanah. Di samping itu dalam rangka investasi bidang migas Provinsi Jawa Tengah melalui BUMD (PT. SPHC) telah ambil bagian sebesar 1,1 % dalam Participating Interes (PI) 10 % yang ditawarkan oleh Pemerintah untuk pengelolaan Blok Cepu, sehingga diharapkan dapat meningkatkan PAD Jawa Tengah.
5.
Politik dan Tata Pemerintahan Jumlah partai politik di Jawa Tengah pada tahun 2004 sebanyak 24 partai politik. Dari jumlah tersebut terdapat tujuh partai politik yang memiliki wakil di DPRD Provinsi Jawa Tengah, yaitu PDIP (31 orang), Partai Golkar (17 orang), PKB (15 orang), PPP (10 orang), Partai Demokrat (10 orang), PAN (10 orang) dan Partai PKS sebanyak 7 orang.
Dari pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden tahun 2004 dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten/Kota yang telah dilaksanakan di Jawa Tengah pada tahun 2007 sebanyak empat kabupaten, yaitu Kabupaten Jepara, Cilacap, Kudus dan Brebes, dengan rata-rata penggunaan hak pilih sebesar 61,62% dari jumlah pemilih. Pada tahun 2008 telah dilaksanakan Pilkada di Kabupaten Banyumas dan Temanggung. Pemilihan Gubernur secara langsung
pertama kali di Jawa Tengah
pada tahun 2008, yang telah terlaksana dengan baik, dengan jumlah penduduk yang memiliki hak pilih sebanyak 25.855.542 orang, dan jumlah yang menggunakan hak pilih sebanyak 15.116.390 orang (58,46%).
Partisipasi dan kesadaran politik masyarakat masih perlu mendapatkan perhatian terutama menyangkut hak dan kewajiban warga negara serta institusionalisasi partai politik dalam kegiatan politik. Peningkatan hak dan kewajiban warga negara dilaksanakan antara lain melalui orientasi kesadaran bela negara bagi tokoh masyarakat, pemuda dan Pramuka dan organisasi massa.
54
Dalam upaya peningkatan tertib peraturan perundangan pemerintahan sesuai dengan kebijakan otonomi daerah, tahun 2006 telah disyahkan sebanyak 10 buah Perda Provinsi. Pada tahun 2007 telah ditetapkan sebanyak 9 buah Perda dan tahun 2008 disahkan sebanyak 14 Perda Provinsi, antara lain Perda tentang keuangan daerah, pajak dan retribusi daerah serta Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK).
6.
Keamanan dan Ketertiban Situasi keamanan dan ketertiban dalam masyarakat cukup kondusif. Di beberapa daerah masih terdapat gangguan keamanan dan ketertiban di beberapa daerah menunjukkan penurunan. Pada tahun 2005 jumlah tindak pidana (crime total) yang dilaporkan di Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah, Kepolisian Wilayah (Polwil) dan Kepolisian Kota Besar (Poltabes) sebanyak 14.568 kasus, pada tahun 2006 sebanyak 13.128 kasus. Tahun 2007 sebanyak 14.483 kasus, sedangkan pada tahun 2008 15.524 kasus. Sedangkan jumlah tindak pidana menonjol (crime index) tahun 2007 di Jawa Tengah sebanyak 5.541 kasus dan pada tahun 2008 sebanyak 5.987 kasus.
7.
Pengembangan Kelembagaan dan Peraturan Daerah a.
Pengembangan Kelembagaan. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah didukung sebanyak 18.200 PNS (Oktober, 2008) dengan kualifikasi menurut pendidikan yang ditamatkan berturut-turut adalah : SD sebanyak 1.246 orang (6,85%), SMP 1.358 orang (7,48%), SMA 6.638 orang (36,47%), Diploma/Sarjana Muda 2.776 orang (15,25%), S1 4.798 orang (26,36%), S2 1.381 orang (7,59%) dan S2 3 orang (0,02%). Berdasarkan golongan kepangkatan terbanyak golongan III sebesar 11.100 orang (60,99%), Golongan II sebanyak 5.259 orang (28,90%), Golongan IV sebanyak 1.228 orang (6,75%) dan lainnya Golongan I sebanyak 613 orang (3,37%). Upaya untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
profesionalisme
aparatur
telah
diselenggarakan pendidikan dan pelatihan, baik teknis maupun fungsional dan bimbingan teknis (bintek), maupun pendidikan formal melalui program tugas belajar maupun ijin belajar. Upaya peningkatan tersebut secara nyata diwujudkan dengan penyediaan anggaran peningkatan SDM aparatur di Badan Diklat dan BKD. Demikian pula dalam upaya peningkatan pelayanan publik semakin ditingkatkan melalui pelayanan terpadu, one stop services (OSS) dan
55
penyederhanaan
pelayanan.
Jenis
pendidikan
dan
latihan
yang
telah
dilaksanakan sampai dengan Bulan September 2008 sebagai berikut : Diklat Kepemimpinan sebanyak 2.626 orang, Diklat Teknis 560 orang, Diklat Fungsional 325 orang.
Dalam upaya meningkatkan kinerja aparatur dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dilakukan peningkatan prasarana dan sarana kerja yang memadai serta pengembangan teknologi informasi.
b.
Peraturan Daerah. Dalam era otonomi daerah, Pemerintah Provinsi mempunyai kewenangan untuk melakukan evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) serta melakukan pengawasan represif terhadap Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Bupati/Walikota. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah melakukan evaluasi dan klarifikasi terhadap produk-produk hukum di kabupaten/kota berupa 276 Raperda dan 185 Perda. Perda-perda tersebut dievaluasi dan diklarifikasi agar tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, kepentingan
umum, dan pengembangan
investasi di daerah. Sebagai konsekuensi dari pelaksanaan pengawasan preventif maupun represif tersebut, produk-produk hukum dari kabupaten/kota harus sesuai dengan catatan-catatan hasil evaluasi dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi. Pada tahun 2005 telah dievaluasi 311 Perda Kabupaten/Kota dan 5 Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota, tahun 2006 telah dievaluasi 386 Raperda Kabupaten/Kota dan telah diklarifikasi 171 Perda Kabupaten/Kota. Sedang pada tahun 2007 telah dilakukan evaluasi sebanyak 282 Raperda Kabupaten/Kota dan diklarifikasi 111 Perda Kabupaten/Kota. Selanjutnya pada tahun 2008 telah dievaluasi sebanyak 222 Raperda Kabupaten/Kota dan diklarifikasi 109 Perda Kabupaten/Kota. Dan sesuai dengan ketentuan, kewenangan Pemerintah Provinsi hanya sebatas mengevaluasi dan mengklarifikasi dan tidak ada pembatalan.
8.
Wilayah, Tata Ruang dan Pertanahan Meningkatnya dinamika dan aktivitas penduduk sejalan dengan semakin mantapnya pelaksanaan otonomi daerah, pengaruh arus perdagangan bebas, dan penurunan kualitas sumber daya alam, maka fungsi ruang dan lahan menjadi sangat penting.
56
Pelaksanaan penataan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan harus diimbangi dengan konsistensi dan komitmen dalam pengendalian serta penegakan hukum. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan ruang, maka kebutuhan akan lahan juga meningkat pula, sehingga tantangan yang dihadapi pada bidang pertanahan adalah peningkatan pelayanan administrasi pertanahan yang berpihak pada kepentingan masyarakat.
a.
Wilayah Provinsi Jawa Tengah terbagi dalam 29 kabupaten dan 6 kota. Wilayah tersebut terdiri dari 568 kecamatan dan 8.573 desa/kelurahan. Jawa Tengah juga memiliki 3 kota Pusat Kegiatan Nasional (PKN), 17 kota Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), dan 57 kota Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yang belum dapat optimal berperan seperti fungsi yang telah ditetapkan. Pertumbuhannya relatif lambat dibanding dengan kecepatan perkembangan dinamika kebutuhan pelayanan kepada masyarakat, terutama permasalahan infrastruktur dan penyediaan lapangan pekerjaan.
Wilayah perdesaan sementara ini masih lebih berperan sebagai daerah penyangga (hinterland) perkotaan, dengan kondisi sosial ekonomi yang jauh lebih rendah dari perkotaan terutama pada wilayah perbatasan baik antar kabupaten atau kota maupun antar provinsi dan berpotensi sebagai kantungkantung
kemiskinan.
kewenangan
provinsi
Upaya yang
pembangunan
ada
banyak
perdesaan
dilakukan
melalui
mendasarkan pendekatan
pemberdayaan masyarakat dalam segala bidang terutama infrastruktur dan pendekatan pembangunan kawasan agropolitan yang telah mulai berjalan di lebih dari enam kawasan sebagai salah satu upaya untuk mengurangi urbanisasi dan peningkatan sinergitas pembangunan desa-kota untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan.
Upaya peningkatan daya jual, daya saing, dan daya dukung potensi wilayah Provinsi Jawa Tengah dalam konteks wilayah dilakukan dengan pendekatan pembangunan kawasan strategis dengan operasionalnya melalui kerja sama pembangunan wilayah/kawasan antar kabupaten/kota dan antar provinsi mendasarkan pada kerjasama kawasan yang telah ditetapkan RTRW Provinsi Jawa Tengah Perda 21 Tahun 2003. Beberapa kawasan kerja sama strategis
57
telah
mulai
terbentuk
dan
operasional
antara
lain
Barlingmascakeb,
Kedungsapur, Sapta Mitra Pantura, dan Subosukowonosraten, Kawasan perbatasan Provinsi (antara lain Ratubangnegoro, Pancimas, Cibening), dan Kawasan Konservasi (Kawasan Dieng dan Segara Anakan). Terdapat tiga hal pokok yang menjadi kendala dalam pembangunan kawasan strategis. Pertama, pembangunan kawasan strategis belum berjalan secara optimal. Kedua, kerjasama antar daerah masih dalam tahap awal. Ketiga, dukungan dari sistem sarana dan prasarana wilayah juga belum maksimal, antara lain jalan tol Semarang-Surakarta dan Transjawa; peningkatan kualitas ruas jalan Cepu-Blora-Purwodadi-Semarang; peningkatan ruas jalan lintas tengah Pantura-Pansel; pembukaan kembali jalur kereta api komuter dan pariwisata; pengembangan prasarana pelabuhan penyeberangan lintas provinsi di Cilacap dan Kendal; pengembangan Pelabuhan Tanjungmas, Batang, dan Rembang; pengembangan Bandara Ahmad Yani Semarang dan Bandara Adi Sumarmo Surakarta; peningkatan sarana dan prasarana penunjang eksploitasi, dan pengolahan minyak dan gas bumi di Kabupaten Blora juga belum berjalan. Hal tersebut mengakibatkan pembangunan antar daerah masih belum berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
b. Tata Ruang Tata Ruang wilayah Provinsi Jawa Tengah sebagai bagian dari tata ruang wilayah nasional merupakan satu kesatuan ruang wilayah NKRI, meliputi ruang darat, laut, dan udara, termasuk di dalam bumi maupun sebagai sumber daya yang harus dikelola secara bijaksana, berdaya guna dan berhasil guna secara berkelanjutan demi terwujudnya kesejahteraan dan keadilan sosial sesuai UUD’45. Provinsi Jawa Tengah telah menetapkan Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Jawa Tengah dengan rentang waktu rencana selama 15 tahun dimulai dari tahun 2003 sampai dengan 2018. Demikian pula 35 kabupaten atau kota yang ada di Provinsi Jawa Tengah telah mempunyai dan menetapkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota
(RTRWK) dengan rentang waktu rencana 10 tahun
serta rencana tata ruang penjabarannya, meskipun disadari bersama bahwa pengelolaan penataan ruang belum dapat berjalan secara optimal. Kondisi tersebut terjadi terutama karena rencana tata ruang yang merupakan matra ruang dari pembangunan daerah belum optimal dapat saling bersinergi dengan
58
rencana pembangunan lainnya, daya dukung/daya tampung lingkungan terutama dalam keterkaitan dengan kerentanan terhadap bencana belum mendapat perhatian yang cukup, aspek keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungan masih belum diutamakan dibandingkan dengan kepentingan ekonomi jangka pendek dan kepentingan sektoral, Hal tersebut ditambah dengan masih rendahnya peran serta dan pemahaman pelaku pembangunan dalam penataan ruang, perkembangan peraturan terkait serta tingginya dinamika perubahan pemanfaatan ruang yang berakibat pada alih fungsi lahan. Perubahan penggunaan tanah dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2007 terjadi cukup dinamis terutama pada penggunaan tanah untuk permukiman naik 50,635%, penggunaan tanah sawah turun 8,997% dan penggunaan lahan perkebunan terjadi ahli fungsi ke penggunaan lain sebesar 39,064%. Melihat perkembangan tersebut perlu menjadi perhatian kedepan terutama dengan berkurangnya tanah sawah yang kedepan berpotensi akan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pembangunan infrastruktur dan degradasi lingkungan. Dengan berlakunya UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka pada tahun 2008 dilaksanakan evaluasi dan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi, dengan rentang waktu 20 tahun ke depan.
Mendasarkan pada kondisi diatas sebagai titik tolak dasar kesinambungannya dan konsistensi terhadap pemanfaatan ruang kedepan, maka beberapa aspek penataan keruangan yang perlu mendapatkan perhatian untuk lima tahun yang akan datang antara lain peningkatan dan pengembangan fungsi kawasan lindung, kawasan rawan bencana alam, kawasan budi daya, kawasan prioritas konservasi,
kawasan
pariwisata
Solo-Selo-Borobudur
dan
Kepulauan
Karimunjawa, kawasan kerja sama antardaerah dan perbatasan antar provinsi, kawasan selatan-selatan dan pengembangan infrastruktur.
c. Pertanahan Dalam bidang pertanahan yang merupakan salah satu sumber daya alam yang harus dijaga dan ditata karena mempunyai nilai strategis dalam tatanan kehidupan manusia bersosial dan bernegara, terutama dalam kaitannya dengan fungsi pemanfaatannya, baik fungsi lindung maupun budi daya sesuai RTRW. Di Provinsi Jawa Tengah yang terbagi dalam 20.486.566 bidang tanah dan baru
59
7.932,763 bidang tanah atau 37,64% yang telah bersertifikat sampai dengan tahun 2007, sehingga konflik pemanfaatan antara lain pemanfaatan fungsi lindung dengan fungsi budidaya (industri, perumahan, infrastruktur) sawah menjadi non sawah dan lain sebagainya, dan sengketa tanah baik antar masyarakat maupun antar daerah masih cukup banyak terjadi terutama pada daerah perkotaan dan perbatasan. Upaya land reform pada masyarakat rumah tangga miskin secara bertahap terus dilakukan. Di samping itu, upaya untuk pengaturan kepemilikan tanah baik Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Pengelolaan (HP) maupun tanah terlantar dan tanah timbul terus
diselesaikan
inventarisasinya
secara
bertahap
sejalan
dengan
penertibannya demikian juga dengan batas daerah, baik antar kabupaten atau kota maupun antarprovinsi.
9.
Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk kesejahteraan masyarakat saat ini masih merupakan andalan dalam proses pembangunan, namun pemanfaatannya telah melampaui kemampuan daya dukung kelestarian lingkungan. Kondisi tersebut dapat dilihat dengan timbulnya beberapa bencana lokal berupa tanah longsor, penggundulan hutan, meningkatnya lahan kritis, banjir, kekeringan, dan pencemaran lingkungan. Disamping itu, dampak yang telah dirasakan berupa krisis pangan, energi serta gangguan keseimbangan siklus air. Sehubungan dengan hal tersebut komitmen pembangunan berkelanjutan dan kelestarian lingkungan yang merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) sektor kehutanan telah mengambil peran yang sangat penting dalam upaya pemulihan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Guna menjaga kualitas lingkungan suatu wilayah, salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah pembangunan kawasan hutan dan pengembangan kawasan konservasi seperti Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan kawasan lindung lainnya. Sampai dengan tahun 2006, luas kawasan hutan seluas 757.250 ha yang terdiri atas kawasan hutan daratan seluas 647.133 ha dan kawasan hutan konservasi perairan seluas 110.117 ha, sedangkan kawasan lindung diluar kawasan hutan yang mempunyai fisiografi seperti hutan lindung seluas 222.759 ha dan hutan mangrove seluas 1.950 ha.
60
Sumber daya hutan di Jawa Tengah, terdiri dari hutan negara mencapai 19,88 % dari luas wilayah ( SK Menhut No. 359/Menhut-II/2004) dan hutan rakyat mencapai 10,63 % dari luas wilayah Jawa Tengah. Adapun luas kawasan hutan negara di Jawa Tengah seluas 638.660,71 ha. tersebut seluas 647.133 ha, terdiri dari kawasan Hutan Produksi 546.290 ha yang terbagi kawasan Hutan Produksi Tetap (HP) seluas 362.360 ha, kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 183.930 ha, dan Hutan Lindung 84.430 ha. Luas hutan rakyat bersifat dinamis dan pada tahun 2006 seluas 345.822 ha. Luas kawasan yang berfungsi hutan telah melebihi 30 %, hal ini sesuai dengan amanat UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, namun demikian kualitas belum optimal, sebarannya belum proporsional sehingga fungsi hutan sebagai fungsi lingkungan, sosial dan ekonomi belum optimal. Disamping hal tersebut, permohonan untuk penggunaan kawasan hutan di luar sektor kehutanan (alih fungsi lahan) semakin tinggi.
Penurunan kualitas lingkungan ditandai adanya lahan kritis diluar kawasan hutan dan tanah kosong di dalam kawasan hutan. Pada tahun 2006 luas lahan kritis (kritis dan sangat kritis) di luar kawasan hutan seluas 654.896,77 ha dan tanah kosong didalam kawasan hutan negara seluas 81.767,8 ha dan kawasan konservasi alam seluas 3.073,90 ha. Mulai tahun 2003 sampai tahun 2007 telah dilakukan penanaman kembali lahan kritis seluas 239.073,5 ha, sehingga pada tahun 2007 diperkirakan masih terdapat lahan kritis seluas 415.823,27 ha.
Kerusakan wilayah pesisir dan laut yang terjadi hampir di seluruh wilayah pantai kabupaten/kota di Jawa Tengah. Keberadaan terumbu karang dan padang lamun juga sudah mulai terancam akibat peningkatan aktivitas budidaya yang tidak ramah lingkungan. Kerusakan hutan mangrove pada tahun 2007 di wilayah pesisir mencapai 3.813,47 ha, kerusakan akibat abrasi seluas 4.114,78 ha, dan kerusakan pada terumbu karang mencapai 361,80 ha (Bappedal Prov Jateng, 2007).
Disisi lain, terdapat 2.411 usaha yang diperkirakan menghasilkan limbah cair ratarata sebesar 5 m3/hari atau mencapai 1.159.592.400 m3 per tahun yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Volume timbunan sampah tahun 2007 yang dihasilkan masyarakat Provinsi Jawa Tengah diperkirakan mencapai 48.570,18 m3/hr, pada tahun 2008 mencapai 48.874,81 m3/hr dan diperkirakan meningkat menjadi 49.082,82 m3/hr pada tahun 2009 dengan asumsi setiap penduduk
61
mengeluarkan sampah ± 1,5 ltr/hr; semuanya mempunyai andil terhadap pencemaran udara, tanah/perairan, menurunnya estetika lingkungan, serta menjadi habitat perkembangan vektor penyakit. Kegiatan industri disamping menghasilkan limbah cair dan padat juga menghasilkan emisi gas ke udara pencemar CO, CO2, S02, NO2, debu dan partikel. Beban pencemaran udara berasal dari sumber bergerak pada tahun 2006 (berasal dari kendaraan dengan plat nomor Jawa Tengah sebanyak 5.055.628 buah dan kendaraan luar daerah yang melintasi wilayah Jawa Tangah) kurang lebih mencapai 340.230 ton/tahun partikel debu, SO2 mencapai 374.093 ton/tahun, NO2 mencapai 340.230 ton/tahun, HC mencapai 2.395.670 ton /tahun, dan CO mencapai 103.546.075 ton/tahun. Selama tahun 2006 s/d 2007, beban pencemaran udara dari parameter debu, S02, N02, HC dan CO mengalami peningkatan sebesar 1 % dari sumber tidak bergerak, sedang pencemaran dari sumber bergerak mencapai 3 %.
Selama tahun 2007, Provinsi Jawa Tengah dilanda berbagai macam bencana alam baik banjir, tanah longsor, angin puting beliung dan gelombang pasang air laut. Berdasarkan data terakhir, tercatat korban meninggal dunia sebanyak 147 orang, luka berat 189 orang, dan luka ringan 85 orang: Upaya untuk mencegah dan menanggulangi
bencana
alam
yang
telah
dilakukan,
antara lain
dengan
meningkatkan prasarana dan sarana penanggulangan bencana alam. Sampai dengan pertengahan tahun 2008, prasarana dan sarana penanggulangan bencana di Provinsi Jawa Tengah terdapat 65 jenis, diantaranya perahu karet 127 unit, pelampung 380 unit, felt bed 829 unit, tenda peleton 367 unit, mobil pemadam kebakaran 63 unit, excavator 26 unit, dumptruck 35 unit, whell loader 9 unit, ambulance 150 unit, mobil recue 4 unit, mobil tangki air 59 unit, dozer 6 unit, gergaji mesin 65 unit, perahu fiber 20 unit, alat selam 14 unit, mesin tempel 52 unit, life jacket 300 unit, tenda terpal plastik 2.097 unit, matras 3.024 unit, mobil dapur umum 7 unit, perahu dolphin 3 unit, dayung aluminium 18 unit, kawat beronjong 2.950 buah, truck crane 9 unit.
62
E.
Analisis Lingkungan Strategis 1.
Kondisi Lingkungan Internasional Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pelaksanaan pembangunan daerah sejak dari perumusan kebijakan hingga implementasinya dapat terpengaruh oleh isu-isu atau permasalahan penting yang berkembang di dunia internasional. Isu-isu internasional yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap pembangunan Propinsi Jawa Tengah 2008-2013 adalah sebagai berikut:
a. Globalisasi Perdagangan Dan Jasa Globalisasi yang sedang kita hadapi mengakibatkan persaingan dagang maupun jasa semakin ketat. Bagi Jawa Tengah hal ini berarti tantangan berat terhadap sektor usaha (baik barang maupun jasa) untuk dapat memproduksi barang dan jasa yang berkualitas dan efisien, sehingga kompetitif menghadapi persaingan
global
tersebut.
Disisi
lain
perlu
upaya-upaya
akselerasi
peningkatan kualitas SDM (tenaga kerja) agar mampu bersaing di pasar kerja internasional.
Terkait dengan isu perdagangan bebas, saat ini Indonesia tidak lagi menjadi tujuan utama para investor untuk menanamkan modalnya dibanding negara Asia lainya seperti China, Vietnam, Korea dan Taiwan. Sementara Indonesia sangat membutuhkan kehadiran investor untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Bagi Propinsi Jawa Tengah kondisi semacam ini dapat berakibat berkurangnya nilai realisasi investasi yang akan berpengaruh
terhadap
penyerapan
tenaga
kerja
atau
pengurangan
pengangguran.
b. Fluktuasi harga minyak mentah di pasar dunia Negara Indonesia meskipun merupakan negara produsen minyak, namun besarnya produksi tidak sebanding dengan tingginya konsumsi sehingga Indonesia merupakan negara “net importir” minyak, dimana volume ekspor lebih kecil dibandingkan volume impor. Sementara itu sebagian besar minyak
63
yang dikonsumsi masyarakat merupakan minyak dengan harga subsidi, sehingga pada saat harga minyak dunia melambung tinggi, APBN terganggu karena asumsi-asumsi pendapatan maupun pengeluaran didasarkan pada standar harga minyak dunia tersebut. Dampak dari instabilitas APBN ini adalah berkurangnya dana perimbangan dari pemerintah kepada daerah, baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun dana bantuan lainnya.
c. Perubahan Iklim, Pemanasan Global dan Degradasi Lingkungan Pemanasan global menyebabkan peningkatan muka air laut, sehingga wilayahwilayah tertentu dilanda banjir akibat pasang naik (rob). Akibat lainnya adalah terjadinya anomali musim, terjadinya banjir dan kekeringan sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas pertanian, dan terjadinya bencana alam. Ancaman terjadinya kerusakan lingkungan akibat pemanasan global ini menuntut adanya komitmen masyarakat dunia atas penyelamatan bumi (save the planet).
d. Krisis Pangan Dunia Isu penting lainnya adalah naiknya harga bahan pangan dunia (terutama beras) hal ini disebabkan oleh tidak seimbangnya volume produksi dengan kebutuhan
atau
konsumsi.
Kondisi
berkuranganya peluang impor
ini
secara
nasional
sehingga ketersediaan
menyebabkan
pangan
nasional
terganggu. Bagi Propinsi Jawa Tengah kondisi semacam sangat berpengaruh karena Jawa Tengah disamping harus memenuhi kebutuhan pangan penduduk sendiri (swasembada) juga harus memberikan kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan nasional.
e. Komitmen Pemerintah
Indonesia
pada Berbagai
Permasalahan
Internasional Pemerintah
Indonesia
telah
ikut
menandatangani
berbagai
internasional dan telah meratifikasi komintmen tersebut
komitmen
dalam Undang-
Undang. Untuk mewujudkan komitmen tersebut perlu didukung oleh seluruh pemerintahan daerah. Salah satu komitmen penting yang telah disepakati adalah Millenium Development Goals (MDG’s). MDG’s merupakan paradigma pembangunan global yang disepakati oleh 189 Negara anggota PBB (termasuk
64
Indonesia) dalam KTT Milenium September 2000. Secara singkat arah pembangunan yang disepakati secara global dan diharapkan dapat dicapai di tahun 2015 adalah : (1) menghapuskan kemiskinan dan kelaparan berat; (2) mewujudkan pendidikan dasar untuk semua orang; (3) mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; (4) menurunkan kematian anak; (5) meningkatkan kesehatan maternal; (6) melawan penyebaran HIV/AIDS (7)
dan
menjamin
penyakit
menular
keberlangsungan
lainnya
lingkungan;
(malaria dan
dan
(8)
tuberkulosa);
mengembangkan
kemitraan global untuk pembangunan.
Komitmen lain yang telah disepakati diantaranya adalah Protokol Kyoto, Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Women (CEDAW) , Hyogo Framework, Ecolabelling dan sebagainya.
2.
Kondisi Lingkungan Nasional a. Tingginya Angka Kemiskinan dan Angka Pengangguran Tingginya
angka
kemiskinan
dan
angka
pengangguran
merupakan
permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun
pemerintah
kabupaten/kota
dan
daerah
provinsi,
termasuk
pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia dengan kriteria MDG’s yaitu mereka yang berpenghasilan kurang dari 1 $ US, pada tahun 2007 sebanyak lebih kurang 16,5 juta jiwa atau lebih kurang 7,5%.
b. Terjadinya Krisis Energi Nasional Adanya perubahan harga minyak (energi fossil) di pasar dunia mulai akhir tahun 2007 sampai dengan akhir tahun 2008 yang cenderung fluktuatif dan semakin terbatasnya energy fosil tersebut, memicu
terjadinya krisis energy
yang memerlukan perhatian serius seluruh pihak. Krisis energy di Indonesia ternyata tidak hanya terjadi pada energy primer saja namun juga terjadi pada energy sekunder dalam hal ini listrik. Tidak terjaminya kontinuitas pasok batu bara pada pembangkit-pembangkit PLTU milik PT PLN (Persero) menyebabkan berkurangnya pasokan listrik pada sistem interkoneksi Jawa –Bali, sehingga pemadaman bergilir tak bisa dihindari. Ketidakhandalan penyediaan tenaga listrik ini berpengaruh terhadap produktivitas masyarakat dan produktivitas daerah serta menyebabkan rendahnya daya tarik daerah bagi investor.
65
c. Tuntutan Perwujudan Good And Clean Governance
yang Semakin
Kuat. Meskipun telah ada upaya yang cukup dari pemerintah untuk mewujudkan good
and
clean
governance,
namun
tuntutan
untuk
terwujudanya
pemerintahan yang akuntabel masih menjadi isu nasional yang mengemuka. Banyaknya kasus-kasus korupsi yang justru melibatkan aparat penegak hukum, dan wakil rakyat yang duduk di DPR/DPRD membuat tuntutan perwujudan good governance semakin kuat.
d. Penurunan Kualitas Lingkungan dan Peningkatan Frekuensi serta Intensitas Bencana Alam. Penurunan kualitas lingkungan akibat pengrusakan hutan dan pencemaran lingkungan akibat usaha dan/atau kegiatan, merupakan isu penting yang harus disikapi dengan program-program pembangunan yang berkesinambungan. Meningkatnya frekuensi kejadian berbagai jenis bencana alam dengan skala dan intensitasnya mengharuskan pemerintah/pemerintah daerah menyusun rencana aksi yang sistematis dan konkrit mulai dari pra bencana, pada saat tanggap darurat dan pada pasca terjadinya bencana (rehabilitasi-rekonstruksi).
e. Penurunan Kemampuan Pembiayaan Pembangunan oleh Pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa tidak hanya pemerintah namun dialami pula oleh hampir semua Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Tengah, menghadapi permasalahan terbatasnya sumberdana pembangunan dibandingkan dengan kebutuhan yang demikian besar untuk memecahkan permasalahan yang dirasakan oleh daerah-daerah yang memiliki pendapatan asli daerah (PAD) relatif kecil, sehingga proporsi belanja daerah didominasi oleh pengeluaran untuk belanja pegawai dan belanja tidak langsung. Dengan demikian alokasi belanja langsung sangat kecil. Untuk itu partisipasi stakeholder /warga negara sangat dibutuhkan.
f. Ancaman Stabilitas Keamanan Dan Ketentraman Masyarakat. Periode RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2008-2013 ini berada pada satu masa dimana terjadi suksesi kepemimpinan nasional, yaitu diselenggarakan Pemilu Legislatif (Pilleg) dan Pemilu Presiden-Wakil Presiden (Pilpres). Peristiwa ini berpotensi menimbulkan gejolak (kerawanan) di masyarakat, oleh karena itu
66
perlu upaya-upaya untuk mengurangi resiko terjadinya ancaman stabilitas dan ketenteraman masyarakat.
g. Penanggulangan Bahaya Narkoba Narkoba menjadi isu nasional yang memperoleh perhatian yang serius dari pemerintah pusat. Peredaran narkoba telah menembus antar wilayah di Indonesia. Penanggulangan bahaya narkoba sudah dilakukan dengan gencar. Daerah bahkan telah membentuk Badan Narkotika Daerah. Namun bahaya narkoba tetap saja mengancam karena pelaku peredaran Narkoba di berbagai tempat semakin profesional. Oleh karena itu penanggulangan bahaya narkoba baik sebelum maupun sesudah mengkonsumsi narkoba harus di galakkan.
h. Pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) Korupsi, Kolusi dan Nepoteisme (KKN) telah merebak dan menjadi isu Nasional. KKN ternyata tidak hanya terjadi di pemerintahan pusat saja namun sampai ke pemerintah kabupaten/kota. KKN benar-benar menjadi perhatian yang serius. Walupun pemerintah telah memiliki institusi yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun KKN terus merajalela. Upaya melaksanakan yang bersih dan
bebas KKN dilakukan melalui penegakkan hukum, peningkatan
pengawasan dan pelayanan terpadu dalam pelayanan publik.
i.
Penurunan Hambatan Perdagangan Antar Daerah Hambatan perdagangan antar daerah biasanya berkaitan dengan perijinan, transportasi, komunikasi dan sarana serta prasarana pendukung. Hambatan ini dirasakan tidak hanya pada perdagangan antar daerah namun termasuk antar wilayah dan antar negara. Menjembatani persoalan tersebut pemerintah pusat menfasilitasi
berdirinya
berbagai
organisasi
perdagangan
yang
akan
menjembatani agar hambatan perdagangan antar daerah dapat dikurangi. Misalnya Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMTGT) adalah sebuah organisasi yang didirikan untuk mengatasi hambatan perdagangan melalui kesepakatan bersama. Penentuan label halal dan keamanan produk adalah salah satu isu yang dibawa untuk diperjuangkan oleh IMTGT. Selain itu berbagai hambatan administratif mulai ditata sehingga upaya fasilitasi untuk membuka ruang perdagangan yang makin terbuka dapat terwujud.
67
j. Keadilan dan Kesetaraan Gender Pencapaian keadilan dan kesetaraan gender bukan hal yang mudah. Cukup banyak kasus yang menjadi bukti bahwa dampak pembangunan telah mengakibatkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender. Dua indikator yaitu angka Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) yang merupakan indeks komposit dari komponen pendidikan, kesehatan dan ekonomi; dan Gender-related Development Index (GDI). Menurut HDR 2005, Indonesia berada pada peringkat HDI ke-110 dari 170 negara di dunia, dengan indeks sebesar 0,697; sedangkan untuk GDI menduduki peringkat ke-87 dari 140 negara di dunia, dengan indeks sebesar 0,691. Perbedaan angka HDI dan GDI merupakan indikasi adanya kesenjangan gender.
Ukuran lain yang dapat menunjukkan tingkat keberhasilan pembangunan pemberdayaan perempuan adalah Gender Empowerment Measurement (GEM). Angka indeks ini dihitung dari partisipasi perempuan di bidang ekonomi, politik dan pengambilan keputusan, sehingga berguna untuk mengukur ketimpangan gender di 3 (tiga) hal tersebut. Angka GEM Indonesia pada tahun 2005 kurang lebih 0,458; yang berarti peran perempuan dalam bidang ekonomi, politik dan pengambilan keputusan kurang dari separuh dari peran laki-laki. Di bidang politik, meskipun Undang-undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilu mengamanatkan keterwakilan 30 persen perempuan dalam pencalonan anggota legislatif, namun hasil Pemilu 2004 masih menunjukkan rendahnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Menurut Komisi Pemilihan Umum (2005) keterwakilan perempuan di DPR adalah 11,6 persen dan di DPD sebesar 19,8 persen. Sementara itu, rendahnya keterlibatan perempuan dalam jabatan publik juga dapat dilihat dari persentase perempuan PNS yang menjabat sebagai Eselon I, II, dan III, yaitu masing-masing 9,6 persen; 6,7 persen; dan 13,5 persen.
k. Kesejahteraan dan Perlindungan Anak Kesejahteraan dan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (UU No. 23 tahun 2002). Dalam pengertian ini tersirat bahwa anak terlindungi
68
dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah, penelantaran, dan eksploitasi. Namun,
fakta
menunjukan
anak
menghadapi
berbagai
permasalahan.
Meningkatnya persentase anak dengan gizi buruk dari 8,3 persen menjadi 10,1 persen atau dari 1,8 juta di tahun 2004 menjadi 2,3 juta di tahun 2006. Angka Partisipasi Murni (APM) SD 95 persen dan APM 67 persen atau 28 persen putus sekolah dan rata-rata anak Indonesia bersekolah 6,7 tahun. Fakta lain, kasuskasus kekerasan pada anak meningkat, seperti 23 anak diperkosa oleh ayahnya; kasus anak diperdagangkan meningkat; pekerja anak masih tinggi; anak jalanan sulit dikendalikan; anak dengan narkoba meningkat tajam; dan masalah-masalah perlindungan khusus lainnya. Sementara itu, Departemen Kesehatan mencatat 154 bayi terinfeksi HIV/AIDS dan ratusan anak remaja terinfeksi HIV/AIDS.
Konvensi
Hak
Anak
(KHA)
merupakan
instrumen
internasional
dalam
penyelenggaraan perlindungan anak. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak pada tahun 1990. Konsekuensinya, sejak itu Indonesia tunduk pada ketentuan internasional. KHA merinci kewajiban Negara untuk memenuhi 31 hak anak. Ketiga puluh satu hak anak ini dikelompokkan ke dalam 5 kelompok, yaitu: pertama, hak dan kebebasan sipil; kedua, lingkungan keluarga dan pemeliharaan anak; ketiga, kesehatan dasar dan kesejahteraan; keempat, pendidikan, kegiatan liburan dan budaya; dan kelima, perlindungan khusus. Untuk mempercepat terimplementasinya KHA di tingkat kota pada masing-masing negara, pihak UNICEF memperkenalkan Child Friendly City pada Konferensi Kota Istambul, 1996. Inti dari inisiatif ini adalah mengarahkan pada transformasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hakhak Anak dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program.
3.
Isu Strategis Dalam Pembangunan di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan uraian gambaran umum seperti telah dirumuskan diatas dapat dirumuskan isu strategis dalam pembangunan yang harus menjadi pusat perhatian dalam lima tahun mendatang, antara lain sebagai berikut : a. Tingginya Jumlah Penduduk Miskin . Persoalan mendesak yang dihadapi oleh Provinsi Jawa Tengah adalah tingginya jumlah penduduk miskin, yaitu sebesar 6.667.200 orang (20,49%)
69
pada tahun 2007. Pada tahun 2003 jumlah penduduk miskin, yaitu 6.980.000 orang (21,78%). Dengan demikian, selama lima tahun jumlah penduduk miskin hanya berkurang 112.800 orang atau hanya berkurang 1,29%.
b. Tingginya Jumlah Penganggur. Jumlah penganggur di Jawa Tengah relatif tinggi, yaitu sebesar 1.360.219 orang pada tahun 2007; jumlah ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan tahun 2003 sebesar 912.513 orang. Jumlah penganggur ini cenderung bertambah sejalan dengan meningkatnya jumlah angkatan kerja yang mencari pekerjaan dan terjadinya PHK akibat ancaman terjadinya krisis keuangan global.
c. Tingginya Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Non Pertanian. Permasalahan yang masih terjadi di Jawa Tengah adalah tingginya angka alih fungsi lahan pertanian ke pertanian lebih kurang sebesar 2% per tahun. Akibat adanya alih fungsi lahan ini adalah berkurangnya total produksi pertanian yang berakibat lanjutan pada berkurangnya ketersediaan pangan.
d. Belum Meratanya Pelayanan Kesehatan Dasar. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat yang diprogramkan oleh pemerintah (pusat) belum menjangkau seluruh keluarga miskin yang ada di Jawa Tengah. Sementara ada keterbatasan kemampuan anggaran daerah untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat miskin.
e. Masih Rendahnya Realisasi Penanaman Modal. Penanaman modal merupakan salah satu solusi bagi terjadinya pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja untuk mengurangi tingginya angka pengangguran. Perkembangan realisasi investasi untuk PMDN turun dari tahun 2006 sebesar 5,070,31 trilyun menjadi 348,93 Milyar rupiah tahun 2007 untuk PMDN, dan untuk PMA turun realisasi investasi dari 385,79 Milyar rupiah menjadi 106,63 Milyar rupiah tahun 2007. Sementara itu dari persetujuan hingga ke realisasi investasi tahun 2006 menunjukkan peningkatan, yaitu dari persetujuan sebesar 3,82 trilyun rupiah menjadi 5,079.31 trilyun rupiah. Namun tahun 2007 mengalami penurunan, yaitu dari persetujuan 1,19 trilyun rupiah yang terealisasi hanya 348,93 milyar rupiah untuk PMDN, dan untuk
70
PMA pada tahun 2006 terjadi penurunan persetujuan investasi dari 385,79 milyar rupiah menjadi 142,39 milyar rupiah, dan tahun 2007 turun dari 317,17 milyar rupiah menjadi 106,63 milyar rupiah.
f. Masih Rendahnya Akses Usaha Kecil dan Mikro terhadap Permodalan Usaha dan Pasar Ekspor. UMKM adalah basis perekonomian yang cukup tangguh di Jawa Tengah. Kontribusi UMKM bagi penyerapan tenaga kerja selama 5 tahun terakhir menunjukkan peningkatan yang cukup tajam, hampir mencapai 40,59 %. Sementara itu, jumlah aset UMKM sebesar 4.192 trilyun rupiah pada tahun 2003 menjadi 6.106 trilyun rupiah pada tahun 2007 atau meningkat sampai 45,65 %. Sayangnya prestasi ini tidak diimbangi dengan pelayanan permodalan yang diberikan oleh pemerintah. Beberapa UMKM khususnya yang ditangani perempuan pengusaha bahkan sulit memperoleh akses permodalan. Selain itu pasar ekspor juga sulit untuk ditembus karena selain kualitas produk yang kalah bersaing, juga akses menuju tempat tujuan ekspor belum sepenuhnya mudah terjangkau.
g. Belum Optimalnya Penyelenggaraan Tata Kepemerintahan Yang Amanah (Good Governance) Tuntutan untuk mewujudkan good governance sudah menjadi salah satu isu penting d Indonesia sejak beberapa tahun lalu, didahului oleh krisis finansial yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang meluas menjadi krisis mutidimensi. Krisis tersebut telah mendorong arus balik yang menuntut perbaikan atau reformasi
dalam
penyelenggaraan
negara
termasuk
birokrasi
pemerintahannya. Salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensi yang dialami
tersebut
adalah
karena
buruknya
atau
salah
kelola
dalam
penyelengaraan tata kepemerintahan (poor governance), diindikasikan oleh beberapa hal, antara lain: (1) dominasi kekuasaan oleh satu pihak terhadap pihak-pihak lainnya, sehingga pengawasan menjadi sulit dilakukan; (2) terjadinya tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); dan (3) rendahnya kinerja aparatur termasuk dalam pelayanan kepada publik atau masyarakat di berbagai bidang. Pihak-pihak yang dituntut untuk melakukan reformasi tidak hanya negara saja (legislatif, yudikatif, dan eksekutif) tetapi juga dunia usaha/swasta (corporates) dan masyarakat luas (civil society). Secara umum,
71
tuntutan reformasi berupa penciptaan good corporate governance di sektor dunia usaha atau swasta, penciptaan good public governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pembentukan good civil society atau
masyarakat
luas
yang
mampu
mendukung
terwujudnya
good
governance. h. Bencana Alam Berbagai macam bencana alam terjadi setiap tahun di Jawa Tengah, baik banjir, kekeringan, tanah longsor, bencana gunung berapi, kebakaran hutan terjadi di Jawa Tengah. Telah disusun Rencana Aksi Daerah Pengurangan Resiko Bencana maka diharapkan pengurangan reskiko bencana dapat diantisipasi sebelumnya (mitigasi) bencana. i.
Masalah Penegakkan Hukum Kesadaran hukum masyarakat masih rendah, demikian halnya penegakan hukum belum sebagaimana yang diharapkan. Beberapa kasus korupsi banyak yang belum ditindaklanjuti, bahkan kasus yang telah lama hingga tahun 2008 belum memperoleh penanganan yang serius. Jawa Tengah adalah barometer dalam hal ketenteraman dan keamanan yang kondusif, namun dalam hal penegakan hukum masih perlu ditingkatkan.
j. Belum Terwujudnya Kesetaran dan Keadilan Gender Dua indikator perwujudan keadilan dan kesetaraan gender adalah Indeks Pembagunan Gender (IPG) dan Indek Pemberdayaan Gender (IDG). IPG Jawa Tengah sejak tahun 2003 hingga tahun 2007 meningkat sebesar 5 poin, yaitu dari 58,9 menjadi 63,9; sedangkan IDG tahun 2003 sebesar 56,2 meningkat menjadi 59,9 pada tahun 2007, atau naik sebesar 3,7. Meskipun demikian, peningkatan ini lebih rendah dibandingkan provinsi lain. Saat ini IDG Jawa Tengah menduduki ranking 11 dari 33 provinsi di Indonesia. Ketidakadilan dan kesetaraan juga dapat dilihat dari tingginya angka tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak.
72
BAB III PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH RENCANA JANGKA PANJANG RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 ini merupakan penjabaran dari RPJPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 - 2025, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 3 Tahun 2008. Dalam Bab IV RPJPD tersebut khususnya Sub Bab 4.3 telah dijabarkan dalam 4 (empat) tahapan, mencerminkan permasalahan pokok yang hendak diselesaikan, tanpa mengabaikan permasalahan lainnya.
Tahap pertama pembangunan jangka panjang Provinsi Jawa Tengah (tahun 2005-2009) berorientasi pada kelanjutan pencapaian target pembangunan dalam Renstra Jawa Tengah tahun 2003 - 2008 yang diarahkan pada pemerataan akses pelayanan dasar, peningkatan kapasitas kelembagaan ekonomi rakyat, peningkatan partisipasi masyarakat dalam tata kelola pemerintahan serta pengelolaan sumber daya alam. Sedangkan tahapan kedua pembangunan Jawa Tengah (2010 - 2014) diarahkan pada peningkatan kualitas pelayanan dasar, peningkatan daya saing ekonomi rakyat, peningkatan tata kelola pemerintahan yang lebih efektif dan berkualitas serta pengelolaan sumber daya alam.
Prioritas pembangunan untuk tahap pertama dan tahap kedua
RPJPD 2005 - 2025,
merupakan acuan bagi pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2008 - 2013 dalam menyusun visi, misi, dan program pembangunan daerah selama periode kepemimpinannya. Seperti diketahui bahwa periode kepemimpinan Pasangan GubernurWakil Gubernur 2008 - 2013 termasuk dalam dua tahapan pembangunan dalam RPJPD yaitu tahap pertama dan tahap kedua. Prioritas pembangunan tahap pertama dan kedua dalam RPJPD 2005 - 2025 yang menjadi acuan adalah sebagai berikut: 1. Mewujudkan Sumber Daya Manusia dan Masyarakat yang Berkualitas, Beriman dan Bertaqwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa, Cerdas, Sehat, serta Berbudaya, dengan fokus pada hal-hal sebagai berikut: a. Peningkatan pemerataan akses dan mutu pendidikan dengan menitikberatkan pada pendidikan dasar - pendidikan menengah dan peningkatan relevansi kurikulum pendidikan dengan perkembangan Iptek serta jenjang pendidikan yang
73
lebih tinggi dengan didukung pangsa pasar kerja dan sarana/prasarana yang memadai, tanpa diskriminasi usia, kelompok dan jenis kelamin. b. Pengembangan dan peningkatan lembaga kepemudaan dan olahraga untuk meningkatkan kreativitas, ketrampilan, dan kewirausahaan bagi pemuda serta peningkatan prestasi olahraga di Jawa Tengah. c. Pengembangan kelembagaan dan peningkatan pelayanan perpustakaan sebagai sarana penyebaran informasi, ilmu pengetahuan, hasil penelitian, dan penemuan lainnya kepada masyarakat. d. Peningkatan pemerataan, jangkauan, dan mutu pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan perseorangan/rujukan yang didukung oleh persebaran sarana prasarana, pengembangan profesionalisme dan kompetensi tenaga kesehatan yang memadai dan berkualitas, serta mampu menjangkau masyarakat miskin melalui jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat. e. Peningkatan dan pengembangan sistem pengendalian laju pertumbuhan penduduk dan pengaturan persebarannya melalui fasilitasi program KB dan transmigrasi. f.
Peningkatan kualitas dan penerapan hasil penelitian serta pengembangan Iptek yang berbasis pada peningkatan jejaring penelitian sehingga mampu mendorong berkembangnya teknologi madya di berbagai bidang.
g. Peningkatan kepedulian dan kesadaran penerapan etika dan moral serta nilai-nilai keagamaan dan budaya lokal, dalam rangka mewujudkan ketahanan keluarga dalam dinamika pergaulan regional, nasional dan internasional untuk memperkuat identitas masyarakat Jawa Tengah. h. Peningkatan kualitas dan ketahanan keluarga dalam rangka menuju keluarga kecil, bahagia dan sejahtera melalui penyadaran dan penggerakan masyarakat. i.
Pengembangan pemahaman serta peningkatan penghayatan dan pengamalan ajaran agama/kepercayaan melalui pemeliharaan kerukunan hubungan antar umat beragama.
2. Mewujudkan Perekonomian Daerah yang Berbasis pada Potensi Unggulan Daerah dengan Dukungan Rekayasa Teknologi dan Berorientasi pada Ekonomi Kerakyatan, dengan fokus pada hal-hal sebagai berikut: a. Peningkatan dan pengembangan peran UMKM dalam pemenuhan kebutuhan pasar domestik dan berorientasi ekspor, serta pengembangan kewirausahaan untuk mendorong daya saing.
74
b. Peningkatan
dan
pengembangan
struktur
perekonomian
daerah
melalui
pengembangan potensi dan produk unggulan daerah yang berorientasi ekspor dan memiliki daya saing tinggi yang didukung sektor hulu dan hilir. c. Peningkatan dan pengembangan produk dan produktivitas pertanian, perikanan, kelautan,
dan
kehutanan
yang
bertumpu
pada
sistem
agribisnis
guna
mempertahankan swasembada dan ketahanan pangan. d. Peningkatan kualitas dan diversifikasi produk, pemanfaatan teknologi tepat guna, dan peningkatan sarana prasarana pendukung pengolah hasil pertanian, Kelautan dan Perikanan dan kehutanan. e. Peningkatan ketahanan pangan melalui pengembangan ketersediaan cadangan pangan masyarakat, daerah, dan perbaikan distribusi pangan.
3. Mewujudkan Kehidupan Politik dan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance),
Demokratis,
dan
Bertanggung
Jawab,
Didukung
oleh
Kompetensi dan Profesionalitas Aparatur, Bebas dari Praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), serta Pengembangan Jejaring, dengan fokus pada hal-hal sebagai berikut: a. Pengembangan sistem dan peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan
efisien sesuai prinsip-prinsip good governance melalui
peningkatan akuntabilitas, transparansi, kesetaraan dan keadilan, serta partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah b. Peningkatan kualitas dan budaya kerja aparatur dalam rangka menunjang tata pengelolaan pemerintahan yang baik. c. Pengembangan sistem dan peningkatan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan
sarana
prasarana
aparatur
dan
kompetensi
sesuai
dengan
kewenangan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada bidang pelayanan dasar. d. Pengembangan dan peningkatan proses demokratisasi, politik, dan penegakan hukum serta HAM melalui peningkatan partisipasi dan pendidikan politik rakyat serta profesionalisme aparat dan penegak hukum.
75
e. Pengembangan dan peningkatan kualitas sistem perencanaan serta implementasi yang berorientasi pada pemanfaatan sumber daya pembangunan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, tanpa diskriminasi. f. Pengembangan dan peningkatan kerja sama melalui kemitraan antar pelaku pembangunan pada sektor-sektor unggulan daerah yang mendukung peningkatan daya saing dan pertumbuhan ekonomi daerah.
4. Mewujudkan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup yang Optimal dengan Tetap Menjaga Kelestarian Fungsinya dalam Menopang Kehidupan, dengan fokus pada hal-hal sebagai berikut: a. Pengendalian beban cemaran lingkungan yang diakibatkan oleh usaha dan atau kegiatan UMKM dan Besar, pertanian, rumah tangga, rumah sakit, hotel, dan transportasi serta pengurangan resiko pencemaran bahan-bahan berbahaya dan beracun (B-3) maupun limbah B-3. b. Perbaikan dan peningkatan kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup serta pemulihan daya dukung lingkungan melalui pengembangan kelembagaan, kawasan pesisir dan laut, rehabilitasi lahan kritis dan terlantar secara terpadu yang berbasis ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) serta pengembalian fungsi kawasan lindung. c. Pengembangan dan peningkatan kualitas sistem pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan melalui peningkatan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan, penegakan hukum lingkungan dan pengembangan teknologi ramah lingkungan berbasis masyarakat. d. Perbaikan lingkungan hidup di wilayah pedesaan maupun perkotaan, perbaikan tata air / hidrologi dan pelestarian keanekaragaman hayati dalam rangka perlindungan plasma nuftah. e. Pengembangan
dan
peningkatan
kearifan
lokal/tradisional
masyarakat,
peningkatan kualitas SDM dan kelembagaan aparatur maupun masyarakat, serta pengembangan dan penerapan teknologi tepat guna dalam pencegahan bencana dan mewujudkan kelestarian lingkungan hidup.
76
5. Mewujudkan Kualitas dan Kuantitas Prasarana dan Sarana yang Menunjang Pengembangan Wilayah, Penyediaan Pelayanan Dasar, dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah, dengan fokus pada hal-hal sebagai berikut: a. Peningkatan penyediaan fasilitas umum prasarana dan sarana transportasi melalui pembangunan jalan dan jembatan, peningkatan jalan dan penggantian jembatan, pemeliharaan jalan dan jembatan untuk meningkatkan aksesibilitas wilayah serta pengembangan
jaringan
transportasi
antar
wilayah
yang
mengutamakan
pelayanan transportasi yang terjangkau. b. Pengembangan manajemen pelabuhan dan infrastruktur penunjang untuk mendorong
kelancaran
arus
barang
dan
penumpang
dengan
tidak
mengesampingkan pelabuhan yang berada diluar kawasan andalan. c. Pengembangan
dan
peningkatan sarana prasarana bandara dan
fasilitas
penunjang untuk melayani penerbangan domestik maupun internasional dengan tetap memperhatikan keselamatan dan kenyamanan penerbangan. d. Pemerataan ketersediaan rumah dan prasarana dasar permukimannya (air bersih, sanitasi, dan persampahan), terutama bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) di perkotaan maupun perdesaan. e. Pengembangan dan peningkatan fungsi sarana prasarana sumberdaya air untuk mendukung aktivitas produksi, memenuhi kebutuhan air baku, pengendalian banjir dan kekringan serta peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air. f. Pembangunan dan pengembangan cakupan penerapan penatagunaan pertanahan, pemanfaatan dan pengendalian pertanahan secara merata dan berkeadilan mendasarkan pada RTRW dan peningkatan cakupan pelayanan administrasi pertanahan. g. Pengembangan dan peningkatan kualitas penataan ruang melalui peningkatan efektivitas dan peran RTRWP Jawa Tengah dan RTRW Kabupaten/Kota sebagai matra ruang pembangunan daerah, peningkatan dan optimalisasi pemanfaatan ruang,
peningkatan
dukungnya
konsistensi
pemanfaatan
ruang
sesuai
dengan
daya
dan penerapan pengendalian pemanfaatan ruang terutama pada
kawasan lindung dan sawah lestari didukung kelembagaan serta peran serta masyarakat.
77
h. Pengembangan
dan
peningkatan
sarana
prasarana
serta
pengelolaan
telekomunikasi yang mampu mendukung pertumbuhan perekonomian daerah melalui peningkatan cakupan layanan dan kemudahan akses bagi masyarakat luas, pengembangan
kelembagaan
dan
peraturan-peraturannya
terkait
dengan
keamanan, kerahasiaan, privasi dan integritas informasi serta peningkatan peran telekomunikasi yang menunjang penyelenggaraan telematika. i.
Peningkatan rasio elektrifikasi dan kualitas layanan energi listrik kepada masyarakat melalui perluasan cakupan layanan bagi masyarakat perdesaan, serta pemenuhan energi listrik untuk industri yang ada melalui perluasan jaringan distribusi serta penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan sumber listrik alternatif yang aman dan ramah lingkungan.
j.
Peningkatan pemerataan dan keserasian pembangunan antar wilayah PanturaTengah-Pansela yang mendasarkan karateristik potensi dan kesesuaian dengan RTRW melalui peningkatan kerja sama pembangunan kawasan strategis, peningkatan
fungsi
perkotaan,
percepatan
pembangunan
perdesaan,
dan
percepatan pembangunan infrastruktur wilayah. 6. Mewujudkan Kehidupan Masyarakat yang Sejahtera, Aman, Damai dan Bersatu dalam Wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Didukung dengan Kepastian Hukum dan Penegakan HAM serta Keadilan dan Kesetaraan Gender dengan fokus pada hal-hal sebagai berikut: a. Peningkatan kualitas dan profesionalitas penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan penanganan penduduk usia lanjut melalui peningkatan partisipasi sosial dan kesetiakawanan sosial masyarakat serta peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya aparatur pelaksana. b. Pengembangan dan peningkatan pemberdayaan perempuan melalui kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai bidang kehidupan serta perlindungan anak dan remaja sesuai dengan norma-norma agama dan falsafah Pancasila serta peraturan perundangan. c. Peningkatan
dan pengembangan investasi dan akses pasar untuk mendorong
pertumbuhan sektor rill serta akselerasi kinerja ekonomi daerah dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan penanggulangan kemiskinan.
78
d. Peningkatan sinkronisasi, harmonisasi produk-produk hukum pusat dan daerah, pengembangan kapasitas kelembagaan hukum dan kualitas aparatur hukum, serta peningkatan kesadaran masyarakat dalam rangka meningkatkan kepastian hukum. e. Peningkatan kesadaran dan pengembangan budaya masyarakat maupun aparat dalam memahami prinsip-prinsip dasar hukum dan HAM melalui pemasyarakatan dan pendidikan hukum dan HAM. f. Peningkatan kondisi keamanan dan ketertiban melalui upaya menjaga kerukunan sosial kemasyarakatan yang diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi wilayah, penduduk, dan sosial masyarakat dengan mengutamakan penegakan hukum dan HAM.
Berkaitan dengan prioritas pembangunan yang diamanatkan oleh RPJPD tahap pertama dan tahap kedua tersebut diatas, pendekatan implementasi (implementation approach) yang dipilih untuk RPJMD tahun 2008 - 2013 adalah pengembangan kawasan dan pemberdayaan masyarakat perdesaan, melalui rumusan motto “Bali Ndeso Mbangun Deso”. Dalam kaitan ini desa menjadi orientasi utama bagi aktivitas pembangunan di Jawa Tengah periode 2008 - 2013.
79
BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN
Dari rumusan prioritas pembangunan yang diamanatkan oleh RPJP 2005-2025, untuk periode pembangunan 2008-2013, telah dipilih pendekatan implementasi (implementation approach) pengembangan kawasan dan pemberdayaan masyarakat perdesaan melalui rumusan motto Bali Ndeso Mbangun Deso. Rumusan motto tersebut kemudian di-ejawantah-kan dalam Visi, Misi, Tujuan, Strategi dan Sasaran sebagai berikut : A. Visi Visi Provinsi Jawa Tengah lima tahun mendatang (2008 - 2013) adalah : “TERWUJUDNYA MASYARAKAT JAWA TENGAH YANG SEMAKIN SEJAHTERA” Peningkatan kesejahteraan adalah kondisi kemakmuran suatu masyarakat yang terpenuhi kebutuhan ekonomi (materiil) maupun sosial (spiritual), dengan kata lain kebutuhan dasar masyarakat telah terpenuhi lahir batin secara adil dan merata. Hal ini merupakan prioritas tertinggi yang akan dicapai selama masa pemerintahan Gubernur Jawa Tengah periode 2008 – 2013, yang ditopang oleh kondisi aman, pemerintahan yang bersih dan efektif, dengan masyarakat yang senantiasa menjunjung tinggi nilai – nilai budaya dan kearifan lokal. B. Misi Dalam upaya untuk mewujudkan visi yang telah ditetapkan, misi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah adalah sebagai berikut: 1. Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan profesional serta sikap responsif aparatur sebagai pelayan masyarakat Dalam rangka mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat perlu didukung oleh
aparatur
yang
profesional
dan
bersih,
serta
responsif
terhadap
permasalahan–permasalahan yang timbul di masyarakat. 2. Pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis agrobisnis, pertanian, UMKM, dan industri padat karya. Pembangunan ekonomi masyarakat berbasiskan ekonomi kerakyatan, dan ditopang oleh sektor pertanian yang maju, sektor UMKM yang tangguh dan industri padat karya yang kuat.
80
3. Memantapkan kondisi sosial budaya agraris yang berbasiskan kearifan lokal. Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat merupakan prioritas utama Pemerintah, serta memelihara dan merevitalisasi budaya yang berakar pada kearifan lokal. 4. Pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan. Pengembangan sumber daya manusia, sebagai basis dari kemampuan produksi masyarakat akan diarahkan untuk menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi tinggi tanpa diskriminasi karena hanya SDM yang berkompetenlah yang dapat berkontribusi secara optimal dalam proses peningkatan kesejahteraan rakyat. Upaya ini lebih diarahkan pada peningkatan kesehatan fisik dan mental masyarakat,
peningkatan
pendidikan
dan
ketrampilan
masyarakat,
serta
ketahanan keluarga. 5. Peningkatan perwujudan pembangunan fisik dan infrastruktur. Peningkatan perwujudan pembangunan fisik dan infrastruktur lebih diarahkan kepada sasaran – sasaran yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelancaran roda ekonomi, dengan memperhatikan aspek kelestarian alam dan lingkungan hidup serta tata ruang daerah. 6. Mewujudkan kondisi aman dan rasa aman dalam kehidupan masyarakat yang berkeadilan dan terjamin kepastian hukum. Meningkatnya demokratisasi, penegakan HAM dan pemberantasan KKN yang didukung oleh kondisi aman dan rasa aman yang tercermin dengan menurunnya konflik antar kelompok maupun golongan masyarakat, menurunnya kasus kriminalitas, berkurangnya kasus kekerasan dan diskriminasi, serta menurunnya kejahatan transnasional termasuk perdagangan orang.
C. Tujuan Untuk mewujudkan misi sebagaimana telah dirumuskan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam kurun waktu 5 (lima) tahun mendatang adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Jawa Tengah di segala bidang kompeten, profesional, mandiri, dan bermanfaat dengan didasari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
81
2. Mewujudkan masyarakat yang berdaya berkemampuan (empowered) dan berdaya-saing (competitive) yang mengarah kepada kemandirian, melalui peran aktif pemerintah, swasta dan masyarakat. 3. Memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam maupun buatan sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Tengah, hasil penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang melibatkan kalangan perguruan tinggi,
untuk
pengurangan
resiko
bencana dan
mendorong terwujudnya
kesejahteraan rakyat yang lebih baik. 4. Mengembangkan
kawasan
agropolitan
dan
kluster-kluster
UMKM
untuk
mendukung percepatan pembangunan pedesaan dan peningkatan daya tarik investasi. 5. Menumbuh kembangkan kelompok usaha produktif, Badan Usaha Milik Petani, dan Lembaga Keuangan Mikro melalui kemitraan bisnis dan pengembangan program Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Program Kemitraan dan Bina Lingkungan oleh BUMN/BUMD, dan Corporate Social Responsibility/ CSR oleh Swasta) 6. Meningkatkan kemampuan, kompetensi dan profesionalisme aparatur Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang diarahkan kepada pelayanan serta peningkatan kemampuan masyarakat. 7. Meningkatkan demokratisasi dan penegakan HAM serta pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme. Hal ini merupakan salah satu prasyarat dalam memberikan kepercayaan kepada para investor serta dapat membangkitkan gairah masyarakat dalam berkarya membangun bangsa. 8. Memantapkan
administrasi
pemerintahan
dengan
penerapan
Information
Communication and Technology (ICT) melalui electronic government di lingkungan pemerintahan daerah di Provinsi Jawa Tengah dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kebebasan akses informasi bagi masyarakat.
D. Strategi 1. Memaksimalkan pengembangan potensi SDM aparatur yang telah dimiliki, meningkatkan fungsi koordinasi, pelaksanaan reward and punishment serta penegakan prinsip-prinsip good local governance; 2. Pemanfaatan potensi sumberdaya alam secara bijaksana, penerapan tenologi tepat guna, peningkatan peran lembaga keuangan dalam mendukung permodalan dan penciptaan iklim kondusif bagi tumbuhnya ekonomi kerakyatan yang
82
dikonsentrasikan pada bidang pertanian, UMKM, industri padat karya serta tumbuh dan berkembangnya potensi ekonomi rakyat; 3. Memanfaatkan potensi budaya dan kearifan lokal dalam meperkuat sistem sosial masyarakat, meningkatakan kualitas pelayanan dasar, serta pengembangan dan promosi budaya; 4. Meningkatkan peran lembaga-lembaga pelatihan dan lembaga sertifikasi profesi dalam pengembangan kompetensi SDM. Memaksimalkan peran lembaga-lembaga keagamaan, dalam mewujudkan akhlak dan moral umat (akhlaqul kharimah ); 5. Penyempurnaan produk-produk rencana tata ruang dan menjadikanya sebagai acuan dalam pelaksanaan pembangunan serta pengembangan sarana dan prasarana (infrastruktur) guna mendukung tumbuhnya perekonamian daerah; 6. Penyusunan produk-poduk hukum daerah disertai dengan upaya sosialisasi, penerapan dan penegakannya secara konsisten dan konsekuen guna menjamin adanya kepastian hukum, terciptanya rasa aman dan tenteram bagi masyarakat.
E. Sasaran Sasaran yang hendak dicapai atau dihasilkan dalam kurun waktu 5 tahun, dapat dirumuskan berdasarkan tujuan-tujuan yang ada.
Tujuan-1: Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Jawa Tengah di segala bidang dengan didasari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sasarannya adalah : 1. Meningkatnya kualitas pendidikan masyarakat dan kemudahan akses dalam menempuh pendidikan tanpa diskriminasi usia kelompok dan jenis kelamin; 2. Meningkatnya penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni di kalangan masyarakat Jawa Tengah, melalui penelitian di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, serta eksplorasi di bidang kesenian; 3. Meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Jawa Tengah; 4. Meningkatnya prestasi olah raga di Jawa Tengah 5. Meningkatnya sarana peribadatan dan pendidikan agama. 6. Meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia, Indeks Pembangunan Gender dan Indeks Pemberdayaan Gender; 7. Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat; 8. Meningkatnya Keluarga Kecil Berkualitas dan Sejahtera.
83
Tujuan-2: Mewujudkan masyarakat yang berkemampuan (empowered), berdayasaing (competitive) yang mengarah kepada kemandirian, melalui peran aktif pemerintah, swasta dan masyarakat. Sasarannya adalah : 1. Meningkatnya ketrampilan masyarakat melalui pelatihan; 2. Berkembangnya Balai Latihan Kerja untuk menyiapkan tenaga kerja yang siap pakai; 3. Menguatnya kelembagaan masyarakat sebagai wadah partisipasi masyarakat; 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Tujuan-3: Memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam maupun buatan sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Tengah, hasil penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang melibatkan kalangan perguruan tinggi untuk mendorong terwujudnya kesejahteraan rakyat yang lebih baik. Sasarannya adalah : 1. Terwujudnya pemanfaatan sumber daya alam secara optimal, tanpa mengganggu keseimbangan dan kelestarian alam itu sendiri; 2. Berkembangnya
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi
yang
memungkinkan
pemanfaatan sumber daya alam secara lestari; 3. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian alam; 4. Berkurangnya resiko bencana.
Tujuan-4: Memanfaatkan potensi ekonomi lokal melalui kerjasama lokal, regional dan antar wilayah dalam mendukung pengembangan ekonomi daerah provinsi guna meningkatkan daya tarik investasi. Sasarannya adalah : 1. Terbentuknya jejaring kerjasama antar daerah dan antar lembaga yang semakin mantap dan sinergis dalam bidang-bidang yang memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengembangkan perekonomian daerah dan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; 2. Terpenuhinya sarana dan prasarana pelaksanaan kerjasama antar lembaga, daerah dan wilayah. 3. Meningkatnya ketahanan pangan melalui sistem kewaspadaan pangan dan gizi, lumbung pangan dan desa mandiri pangan; 4. Meningkatnya produktivitas pertanian melalui pertanian terpadu, benih bermutu, pengendalian hama terpadu, optimalisasi pupuk organik dan penerapan teknologi tepat guna.
84
5. Meningkatnya kualitas manajemen pariwisata, yang mendukung pengembangan ekonomi lokal. 6. Meningkatnya kualitas forum pengembangan ekonomi daerah di kabupaten atau kota se Jawa Tengah. 7. Berkembangnya potensi lokal melalui pendekatan klaster dan kawasan, khususnya pertanian, industri dan pariwisata.
Tujuan-5: Membangun dan mengembangkan jaringan bisnis ekonomi lokal melalui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang diarahkan pada pengelolaan usaha oleh pelaku bisnis secara mandiri. Sasarannya adalah : 1. Terwujudnya masyarakat yang pro aktif dan tanggap dalam mengantisipasi peluang yang tersedia; 2. Tersusunnya peraturan/regulasi yang mendukung pemberdayaan masyarakat; 3. Berkembangnya UMKM dengan mempermudah akses permodalan, mekanisme kinerja kelembagaan UMKM, akses pasar dan jaminan ketersediaan transportasi, serta sistem perlindungan yang memadai; 4. Berkembangnya daerah penyangga bahan baku bagi UMKM, melalui pemanfaatan teknologi tepat guna; 5. Berkembangnya pasar regional, dan internasional serta menjaga kesinambungan pasar yang sudah ada;
Tujuan-6: Meningkatkan kemampuan, kompetensi dan profesionalisme aparatur Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang diarahkan kepada pelayanan serta peningkatan kemampuan masyarakat. 1. Meningkatkan kualitas SDM aparatur pemerintah melalui pendidikan dan pelatihan; 2. Terwujudnya
sistem
kepegawaian
yang
mantap,
teruji
dan
menjamin
penjenjangan karier pegawai secara sehat.
Tujuan-7: Meningkatkan demokratisasi dan penegakan HAM serta pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme dalam rangka memberikan kepercayaan kepada para investor serta dapat membangkitkan gairah masyarakat dalam berkarya membangun bangsa melalui : 1. Penyusunan produk-produk hukum daerah; 2. Sosialisasi, penerapan dan penegakan produk hukum secara konsisten dan konsekuen.
85
Tujuan-8: Memantapkan administrasi pemerintahan dengan penerapan Information Communication and Technology (ICT) melalui electronic government di lingkungan pemerintahan daerah di Provinsi Jawa Tengah dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kebebasan akses informasi bagi masyarakat. Sasarannya adalah : 1. Semakin mantapnya sistem administrasi pemerintahan; 2. Semakin mantapnya sistem pelayanan kepada masyarakat oleh pemerintah; 3. Terbentuknya kelembagaan pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan lokal; 4. Berkembangnya penggunaan sistem ICT dalam tata lakasana pemerintahan di Provinsi Jawa Tengah. 5. Meningkatnya kemudahan pelayanan perijinan di seluruh tingkatan (Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota); 6. Terwujudnya
transparansi
dan
akuntabilitas
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan. Aparatur pemerintah yang membuka peluang terhadap partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan;
86
BAB V INDIKATOR MAKRO DAN PENTAHAPAN PEMBANGUNAN
Dari uraian mengenai visi, misi dan tujuan pembangunan yang ingin dicapai oleh Propinsi Jawa Tengah selama periode 2008 – 2013 ditetapkan target agregat untuk beberapa indikator utama pembangunan dan disusun pentahapan sebagai milestone, atau sasaransasaran antara yang ingin dicapai.
A. Target Agregatif Pembangunan Jawa Tengah 2008-2013 Target Agregat ditetapkan terhadap beberapa indikator utama meliputi : IPM (Indeks Pembangunan Manusia), Indeks Pembangunan Gender (IPG), Indeks Pemberdayaan Gender (IDG), Indeks Gini, Indeks Williamson, Nilai Tukar Petani (NTP), Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Inflasi, Persentase Penduduk Miskin dan Persentase Penganggur.
IPM di tahun 2013 ditarget sebesar 74,3. Penetapan target ini didasarkan pada data 5 tahun terakhir dimana angka IPM selalu mengalami kenaikan. Target capaian IPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 -2013 dapat dilihat pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Target Capaian IPM Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013
No
Tahun
UHH (tahun)
1
2009
72,6
Ratarata Lama Sekolah (tahun) 6,9
Angka Melek Huruf (%)
Pengeluaran Riil/Kapita (Rp. 000)
IPM
95,6
624,2
72,6
2
2010
72,9
6,9
96,1
624,8
72,9
3
2011
73,2
7,0
96,6
625,3
73,7
4
2012
73,5
7,0
97,0
625,8
73,9
5
2013
73,8
7,0
97,3
626,2
74,3
Untuk tolok ukur IPG dan IDG, target IPG tahun 2013 ditetapkan sebesar 65,9 sementara untuk IDG sebesar 61,8. Target capaian IPG dan IDG Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013 sebagaimana dijelaskan pada tabel 5.2
87
Tabel 5.2 Target Capaian IPG dan IDG Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013
2009
Indeks Pembangunan Gender (IPG) 64,5
Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) 60
2
2010
64,9
60,3
3
2011
65,3
60,6
4
2012
65,6
60,9
5
2013
65,9
61,8
No
Tahun
1
Kondisi baik yang telah dicapai pada 5 tahun terakhir tentang kesenjangan antar kelompok pendapatan (yang ditunjukkan oleh Indeks Gini dibawah 0,30) harus tetap dipertahankan. Oleh karena itu pada akhir tahun perencanaan, Indeks Gini harus lebih baik dibandingkan dengan tahun 2003, untuk itu ditetapkan sebesar 0,23. Sementara untuk menurunkan Indeks Williamson ke arah kategori sedang maupun baik relatif sulit karena secara alamiah memang terjadi disparitas yang cukup tinggi antara wilayah Kota (dalam hal ini Kota Semarang dan Kota Surakarta) dengan wilayah Kabupaten yang termasuk kategori miskin (misalnya Brebes dan Wonosobo). Meskipun demikian penurunan Indeks Williamson ini harus terus diupayakan melalui peningkatan PDRB wilayah kabupaten yang tergolong tertinggal. Untuk itu pada akhir tahun perencanaan ditetapkan besarnya Indeks Williamson sebesar 0,69 (Tabel 5.3)
Tabel 5.3 Target Capaian Indeks Gini dan Indeks Williamson Propinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013
2009
Indeks Gini (IG) 0,25
Indeks Williamson (IW) 0,70
2
2010
0,25
0,72
3
2011
0,24
0,71
4
2012
0,23
0,70
5
2013
0,23
0,69
No 1
Tahun
Meskipun pada saat RPJMD
ini disusun sedang terjadi krisis ekonomi di Amerika
Serikat dan dampaknya mulai dirasakan oleh seluruh belahan dunia, namun Indonesia tetap optimis bahwa krisis tersebut tidak menyebabkan terpuruknya ekonomi. Di Jawa
88
Tengah dampak krisis ini telah pula dirasakan berupa berkurangnya volume ekspor produksi Jawa Tengah yang memiliki pasar di AS seperti produk furnitur, TPT (tekstil dan produk tekstil) dan produk kerajinan (handicraft). Inflasi diperkirakan tetap cukup tinggi, hal ini antara lain disebabkan oleh menurunya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Target pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi sebagaimana dijelaskan pada Tabel 5.4 Tabel 5.4 Target Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Inflasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013 No
Tahun
Tingkat Inflasi (%)
2009
Pertumbuhan Ekonomi (%) 6,05 %
1 2
2010
6,22 %
8,32 %
3
2011
6,38 %
8,42 %
4 5
2012 2013
6,52 % 6,66 %
8,51 % 8,59 %
8,21 %
Nilai tukar petani (NTP) sesuatu yang sangat strategis untuk dipertahankan diatas angka 100 dan diharapkan dapat selalu ditingkatkan setiap tahun agar petani dapat melakukan saving, untuk selanjutnya dapat dipergunakan dalam investasi pada faktor produksi.
Nilai NTP pada tahun 2009 ditargetkan sebesar 104,81 % dan sampai dengan tahun 2013 diharapkan selalu naik hingga menjadi 108,67 %. Seperti diperlihatkan oleh tabel 5.5 Tabel 5.5 Target Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013 No
Tahun
1
2009
Nilai Tukar Petani (NTP) 104,81 %
2
2010
105,94 %
3
2011
106,94 %
4
2012
107,84 %
5
2013
108,67 %
89
Pengurangan jumlah penduduk misikin dan penganggur merupakan salah satu tujuan yang harus dicapai oleh Pemerintah Propinsi Jawa Tengah 2008 - 2013. Persentase penduduk miskin ditargetkan terus menerus menurun dari 20,95 % di tahun 2009 menjadi 13,27 % pada tahun 2013. Target ini disusun dengan memperhatikan amanat kesepakatan MDG’s. Sedangkan persentase penganggur ditargetkan turun dari 7,75 % di tahun 2009 menjadi 7,34 % pada tahun 2013 (Tabel 5.6). Tabel 5.6 Persentase Penduduk Miskin dan Pengangguran Provinsi Jawa Tengah
2009
Persentase Penduduk Miskin (%) 20,95
Persentase Penganggur (%) 7,75
2
2010
18,59
7,63
3
2011
15,49
7,52
4
2012
14,34
7,43
5
2013
13,27
7,34
No
Tahun
1
B. Pentahapan Pembangunan Jawa Tengah 2008-2013 Dalam rangka mencapai visi Jawa Tengah 2008 - 2013 berupa “TERWUJUDNYA MASYARAKAT JAWA TENGAH YANG SEMAKIN SEJAHTERA” telah ditetapkan 7 (tujuh) butir tujuan sebagai perincian atas visi sebagai ultimate goal. Untuk itu perlu disusun pentahapan pembangunan sebagai milestones, atau sebagai tahapan antara dalam pencapaian visi. Pembangunan Jawa Tengah 2008-2013 dibagi dalam 3 tahapan pembangunan yang dapat dijelaskan sebagai berikut. 1. TAHAP
KONSOLIDASI,
adalah
tahapan
untuk
menyambung,
melanjutkan dan menajamkan capaian Rencana Strategis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003-2008 sebagai pondasi/dasar pembangunan 5 tahun ke depan (2008-2009), dengan mengacu pada RPJPD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2025 dan Visi Misi Gubernur. Pada tahap konsolidasi ini memanfaatkan secara optimal potensi yang telah terbangun pada tahap sebelumnya, dan upaya meletakan landasan yang lebih
90
kokoh untuk berkembangnya ekonomi kerakyatan berbasis desa
yang sinergis
dengan pengembangan ekonomi perkotaan.
Urusan terkait dengan pengembangan dan peningkatan kualitas SDM antara lain pendidikan, kesehatan, KB-kesejahteraan sosial, pemberdayaan perempuan anak, ketenagakerjaan, kepemudaan - olah raga harus telah mulai mengambil peran pada tahap konsolidasi ini. Demikian pula yang tekait dengan kualitas aparatur (Perangkat Daerah) dan urusan yang terkait dengan pemberdayaan perekonomian daera/desa, dalam hal ini adalah
pertanian dalam arti luas, koperasi, UKM,
industri, perdagangan serta sarana prasarana pengairan.
Tahapan ini terutama untuk mendukung (fokus) pada tercapainya 3 (tiga) butir tujuan, meliputi : a. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Jawa Tengah di segala bidang dengan didasari keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Meningkatkan
kemampuan,
kompetensi
dan
profesionalisme
aparatur
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya yang diarahkan kepada pelayanan serta peningkatan kemampuan masyarakat. c. Memanfaatkan potensi ekonomi lokal melalui kerjasama regional antar wilayah guna mendukung pengembangan ekonomi daerah provinsi guna meningkatkan daya tarik investasi.
2. Tahap
Percepatan
Pencapaian
Kesejahteraan
Masyarakat
melalui
Pemanfaatan Sumberdaya Secara Lestari, dan Pelayanan Prima dalam E-Goverment (2010-2011) Pada tahap ini, berupa akselerasi atau peningkatan kecepatan dibandingkan dengan tahap sebelumnya untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah. Dalam rangka mencapai hal ini tentu akan dilakukan pemanfaatan (eksploitasi dan eksplorasi) sumberdaya alam yang ada.
Namun demikian
ekploitasi dan ekplorasi tersebut berada dalam batas kemampuan lingkungan untuk melakukan recovery atau dalam batas yang lestari (sustainable). Akselerasi terhadap pertumbuhan perekonomian perdesaan pada bidang pertanian, UKM dan investasi.
91
Pada tahap ini harus telah terjadi peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemerintah daerah menuju pada pelayanan prima sebagai perwujudan terwujudnya clean dan good governance. Transparansi dan efiesiensi telah menjadi pertimbangan utama dalam pemberian pelayanan sehingga electronic government (e-gov) telah menjadi pilihan bagai pemerintah daerah Propinsi Jawa Tengah dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Tahapan ini terutama untuk mendukung (fokus) pada tercapainya 2 (dua) butir tujuan, meliputi : a. Memanfaatkan secara optimal sumberdaya alam maupun buatan sesuai dengan RTRW Provinsi Jawa Tengah, hasil penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang melibatkan kalangan perguruan tinggi, untuk mendorong terwujudnya kesejahteraan rakyat yang lebih baik. b. Memantapkan administrasi pemerintahan dengan penerapan Information Communication and Technology (ICT) melalui
electronic government di
lingkungan pemerintahan daerah di Provinsi Jawa Tengah dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kebebasan akses informasi bagi masyarakat.
3. Tahap Perwujudan Masyarakat Jawa Tengah yang Semakin Sejahtera, Mandiri, Berkemampuan dan Berdayasaing Tinggi (2012 - 2013) Tahap ini adalah tahap terakhir yang merupakan tahap perwujudan visi yang telah ditetapkan yaitu mewujudkan masyarakat Jawa Tengah yang semakin sejahtera, ditandai dengan kondisi aman, pemerintahan yang bersih dan efektif dan masyarajat yang senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan kearifan lokal. Untuk itu segala kekuatan dan potensi diarahkan untuk tercapainya tujuan ini. Peningkatan kesejahteraan ini ditandai dengan tercapainya indikator-indikator agregatif pembangunan daerah yaitu meningkatnya IPM, semakin kecilnya kesenjangan
antar
kelompok
masyarakat
berpenghasilan
rendah
dan
berpenghasilan tinggi, semakin rendahnya kesenjangan antar wilayahnya, semakin tingginya nilai tukar petani, semakin tingginya kesetaraan gender, semakin tingginya keberdayaan perempuan, semakin tingginya pertumbuhan ekonomi daerah, semakin kecilnya disparitas desa-kota, semakin kecilnya angka inflasi, semakin berkurangnya penduduk miskin, semakin sedikitnya penganggur dan semakin tingginya partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. 92
Tahapan ini terutama untuk mendukung (fokus) pada tercapainya 2 (dua) butir tujuan, meliputi : a. Membangun dan mengembangkan jaringan bisnis ekonomi lokal melalui Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang diarahkan pada pengelolaan usaha oleh pelaku bisnis secara mandiri. b. Mewujudkan masyarakat yang berkemampuan (empowered) dan berdayasaing (competitive) yang mengarah kepada kemandirian, melalui peran aktif pemerintah, swasta dan masyarakat Meskipun masing-masing tahapan mendukung tercapainya tujuan tertentu namun bukan berarti tujuan tersebut masing-masing diupayakan dan diselesaian pada tahapan yang bersangkutan, melainkan hal tersebut hanya merupakan pemusatan perhatian (focussing). Masing-masing kegiatan untuk mendukung kelompok tujuan bisa dilaksakanan selama periode 2008 - 2013 dengan fokus perhatian pada periode tertentu.
93
BAB VI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
A. Pengelolaan Keuangan Daerah Keuangan daerah Provinsi Jawa Tengah dikelola sesuai dengan ketentuan dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
Peraturan Menteri Dalam Negeri
(Permendagri)
No. 13 tahun 2006 jo. Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Secara spesifik pengelolaan keuangan daerah Provinsi Jawa Tengah diatur dalam Peraturan Daerah No.1 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam peraturan daerah ini meliputi kekuasaan
pengelolaan
keuangan
daerah,
asas
umum
dan
struktur
APBD,
penyusunan rancangan APBD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, kerugian daerah, pengelolaan keuangan BUMD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, serta sistem informasi keuangan daerah. Pedoman penatausahaan pelaksanaan APBD setiap tahun diatur tersendiri dalam peraturan gubernur yang biasanya ditetapkan pada akhir Desember sebagai pedoman pelaksanaan APBD yang dimulai awal Januari tahun berikutnya.
Asas umum pengelolaan keuangan daerah yang telah menjadi komitmen pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah adalah bahwa : “keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem terintegrasi, diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.”
APBD merupakan instrumen yang menjamin terciptanya disiplin dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan pendapatan maupun belanja daerah. Agar APBD dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar, maka landasan
95
administratif dalam pengelolaan anggaran daerah yang mengatur antara lain prosedur dan teknis penganggaran harus diikuti secara tertib dan taat azas.
Beberapa prinsip disiplin anggaran dalam penyusunan anggaran daerah, antara lain adalah: 1) pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; 2) penganggaran pengeluaran harus didukung oleh kepastian penerimaan daerah dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD; 3) semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD dan dibukukan dalam rekening Kas Umum Daerah.
Aspek penting dalam penyusunan anggaran adalah penyelarasan kebijakan (policy), perencanaan (planning) dengan penganggaran (budget) antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah agar tidak tumpang tindih. Penyusunan APBD pada dasarnya bertujuan untuk menyelaraskan kebijakan ekonomi makro dan sumber daya yang tersedia, mengalokasikan sumber daya secara tepat sesuai kebijakan pemerintah dan mempersiapkan kondisi bagi pelaksanaan pengelolaan anggaran secara baik.
Perubahan APBD dimungkinkan jika terjadi perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD, terdapat keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja, serta terjadi keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya dan harus digunakan untuk pembiayaan anggaran tahun berjalan. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, pemerintah daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban, berupa : 1) Laporan Realisasi Anggaran, 2) Neraca, 3) Laporan Arus Kas, dan 4) Catatan atas Laporan Keuangan yang disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
96
B. Penerimaan Daerah. 1. Pendapatan Asli Daerah; Pendapatan Asli Daerah (PAD) selama kurun waktu 5 tahun terakhir mengalami peningkatan. Proporsi PAD terhadap APBD Provinsi Jawa Tengah menunjukkan kecenderungan meningkat sebagaimana dalam tabel 6.1 Tabel 6.1 Jumlah PAD dan Proporsinya terhadap APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2008 No
Tahun
1 2 3 4 6 7
2003 2004 2005 2006 2007 2008
PAD (Triliun Rp) 1,467 1,865 2,490 2,630 2,932 3,598
APBD (triliun Rp) 2,452 2,883 3,526 3,818 4,363 5,131
Proporsi PAD thd APBD (%) 59,83 64,69 70,62 68,88 67,20 70,12
Keterangan: - TA. 2003-2007 merupakan angka realisasi APBD - TA. 2008 merupakan angka Perubahan APBD Sumber: 1. Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2003-2007 2. Perda tentang Perubahan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2008
PAD Jawa Tengah memiliki kontribusi yang besar terhadap struktur pendapatan. Struktur pendapatan Provinsi Jawa Tengah terdiri dari PAD, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Proporsi pendapatan terbesar adalah pada dana perimbangan yang pada tahun 2008 sebesar 29,86%. Sementara PAD pada tahun 2008 menyumbang sebesar 70,12% dan pendapatan lain yang sah menyumbang 0,44%. Selama kurun waktu 2003 – 2008 struktur pendapatan tidak mengalami perubahan yang besar sebagaimana tabel 6.2 Tabel 6.2 Struktur Pendapatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2008 No
Tahun
1 2 3 4 6 7
2003 2004 2005 2006 2007 2008
PAD (Triliun Rp) 1,467 1,865 2,490 2,630 2,932 3,598
Dana Perimbangan (milyar Rp) 713,64 789,08 807,13 1185,86 1419,34 1532,29
Lain-lain Pendapatan yang sah (Milyar Rp) 271,77 229,13 229,06 1,99 11,36 0,23
APBD (triliun Rp) 2,452 2,883 3,526 3,818 4,363 5,131
Keterangan: - TA. 2003-2007 merupakan angka realisasi APBD - TA. 2008 merupakan angka Perubahan APBD Sumber: 1. Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2003-2007 2. Perda tentang Perubahan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2008
97
Sedangkan kontribusi pajak terhadap PAD cukup tinggi diatas 80% dan secara nominal mengalami pertumbuhan yang positif, seperti diperlihatkan oleh tabel 6.3. Tabel 6.3 Kontribusi Pajak Terhadap PAD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2008 No
Tahun
1 2 3 4 6 7
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Pajak (Triliun Rp) 1,301 1,602 1,996 2,106 2,422 2,942
PAD (Triliun Rp) 1,467 1,865 2,490 2,630 2,932 3,598
Kenaikan PAD (%) 27,13 33,51 5,62 11,48 22,71
Kontribusi Pajak thd PAD (%) 88,68 85,89 80,16 80,07 82,60 81,76
Sumber: 1. Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2003-2007 2. Perda tentang Perubahan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2008 (Data diolah)
2. Dana Perimbangan; Proporsi dana perimbangan terhadap APBD Jawa Tengah relatif kecil, namun demikian dana perimbangan ini memiliki arti yang besar bagi Provinsi Jawa Tengah. Proporsi dana perimbangan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2008 berkisar diantara angka 30% sepeti diperlihatkan oleh tabel 6.4.
Tabel 6.4 Jumlah Dana Perimbangan dan Proporsinya terhadap APBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2008 No
Tahun
1 2 3 4 6 7
2003 2004 2005 2006 2007 2008
Dana Perimbangan (trilyun Rp) 0,714 0,789 0,807 1,186 1,419 1,532
APBD (triliun Rp) 2,452 2,883 3,526 3,818 4,363 5,131
Proporsi dana Perimbangan thd APBD (%) 29,10 27,37 22,89 31,06 32,53 29,86
Keterangan: - TA. 2003-2007 merupakan angka realisasi APBD - TA. 2008 merupakan angka Perubahan APBD Sumber: 1. Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2003-2007 2. Perda tentang Perubahan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2008
98
3. Lain-lain Pendapatan yang Sah Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup : a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. Jasa Giro; c. Pendapatan Bunga; d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah; e. Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain dari akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; f.
Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; h. Pendapatan denda pajak; i.
Pendapatan denda retribusi;
j.
Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
k. Pendapatan dari pengembalian; l.
Fasilitas sosial dan fasilitas umum;
m. Pendapatan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
C. Belanja Daerah Struktur belanja dalam APBD Provinsi Jawa Tengah terdiri dari Belanja Aparatur dan Belanja Pelayanan Publik pada struktur anggaran 2003 – 2006 (Kepmendagri 29 tahun 2002), sedangkan pada tahun anggaran 2007 – 2008 struktur belanja berubah menjadi Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung (Permendagri 13 tahun 2006). Pada tahun 2003 – 2006 proporsi belanja aparatur lebih sedikit dibandingkan dengan belanja pelayanan publik, sedangkan pada tahun 2007 dan 2008 proporsi belanja tidak langsung lebih besar daripada belanja langsung.
1. Belanja tidak langsung, merupakan belanja yang
dianggarkan tidak terkait
secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, meliputi: a. Belanja pegawai dalam bentuk gaji dan tunjangan, tambahan penghasilan pegawai, penerimaan lainnya pimpinan dan Anggota DPRD serta Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah dan biaya pemungutan pajak daerah. 99
b. Belanja
bunga digunakan untuk pembayaran bunga atas pinjaman
Pemerintah Daerah kepada pihak lainnya. c. Subsidi, digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. d. Belanja hibah, yaitu pemberian hibah untuk penyelenggaraan program dan kegiatan yang bersifat cross cutting issue. e. Bantuan Sosial, yaitu bantuan sosial organisasi kemasyarakatan antara lain bantuan keagamaan, pendidikan, kemasyarakatan, pengadaan pangan dan bantuan partai politik. f.
Belanja Bagi Hasil, meliputi belanja bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kepada Kabupaten/Kota.
g. Bantuan
Keuangan
yang
bersifat
umum
maupun
khusus
kepada
Kabupaten/Kota. h. Belanja tak terduga, untuk kegiatan yang sifatnya tidak bisa atau diharapkan tidak terulang.
2. Belanja Langsung, merupakan belanja yang dianggarkan terkait langsung dengan program dan kegiatan, meliputi : a. Belanja Pegawai, Belanja Pegawai, untuk pengeluaran honorarium PNS, honorarium non PNS dan uang lembur b. Belanja Barang dan Jasa, Belanja Barang dan Jasa, untuk pengeluaran bahan habis pakai, bahan material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak dan penggandaan, sewa alat berat, sewa perlengkapan, sewa perlengkapan dan alat kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus, perjalanan dinas, bea siswa pendidikan PNS, kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis perjalanan pindah tugas dan lain sebagainya. c. Belanja Modal, untuk pengeluaran pengadaan tanah, alat-alat berat, alatalat angkutan di darat bermotor,
alat-alat angkutan darat tidak bermotor,
alat-alat angkutan di air bermotor, alat-alat angkutan di air tidak bermotor, alat-alat bengkel, alat-alat pengolahan pertanian dan peternakan, peralatan kantor, perlengkapan kantor, komputer dan lain-lain.
100
Tabel 6.5 Struktur Belanja Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2006
No
Tahun
Belanja Tdk Langsung (Milyar Rp)
1 2 3 4 5
2003 2004 2005 2006 2007
838,51 820,82 906,12 762,42 1.085,60
1.777,37 776,35 799,22 209,07 1.446,78
Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan (Milyar Rp) 857,41 923,61 1.203,64 1.135,31 1.366,93
2008
1.883,73
1.988,05
1.768,42
6
Belanja Langsung (Milyar Rp)
Belanja Tidak Tersangka/ Tak Terduga (Milyar Rp)
APBD (Trilyun Rp)
49,42 51,77 27,34 26,38 5,91
2,452 2,883 3,526 3,818 4,363
20,00
5,131
Keterangan: - TA. 2003-2007 merupakan angka realisasi APBD - TA. 2008 merupakan angka Perubahan APBD Sumber: 1. Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2003-2007 2. Perda tentang Perubahan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2008
Proporsi belanja pegawai cukup besar terhadap total belanja. Pada tahun 2007 mencapai 25,43%, sedangkan pada tahun 2008 berdasarkan anggaran penetapan proporsinya sebesar 16,81% sebagaimana tabel 6.6
Tabel 6.6 Proporsi Belanja Pegawai Provinsi Jawa Tengah Tahun 2003 – 2006
No
Tahun
Belanja Pegawai (Milyar Rp)
Total Belanja (triliun Rp)
1 2
2007 2008
992,94 951,39
3.905,22 5.660,20
Persentase Belanja pegawai thd total belanja (%) 25,43 16,81
Keterangan: - TA. 2003-2007 merupakan angka realisasi APBD - TA. 2008 merupakan angka Perubahan APBD Sumber: 1. Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2003-2007 2. Perda tentang Perubahan APBD Provinsi Jawa Tengah TA. 2008
D. Pembiayaan Daerah Pembiayaan daerah, semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan mencakup :
101
a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya; b. Pencairan dana cadangan; c. Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Penerimaan pinjaman daerah; e. Penerimaan kembali pemberian pinjaman; f.
Penerimaan piutang daerah;
g. Penerimaan kembali penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; dan h. Penerimaan kembali dana talangan.
Pengeluaran pembiayaan mencakup : a. Pembentukan dana cadangan; b. Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; c. Pembayaran pokok utang; d. Pemberian pinjaman daerah; e. Pembayaran utang belanja; f.
Pemberian dana talangan; dan
g. SiLPA tahun berkenaan.
Pengelolaan dana APBN di provinsi dilakukan sesuai dengan ketentuan pengelolaan dana APBN. Dana APBN di provinsi berupa dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Penyerahan DIPA dilaksanakan setiap awal tahun anggaran oleh pemerintah pusat, selanjutnya
pemerintah
provinsi
akan
melaksanakan
kegiatan
tersebut
dan
selanjutnya dilaporkan kepada pemerintah pusat, setelah selesai dilaksanakan. Prinsip-prinsip pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang telah ditetapkan. Pelaporan dana dekonstrasi dan tugas
pembantuan
dilakukan
oleh
provinsi
bersamaan
penyusunan
Laporan
Keterangan Pertanggung jawaban Gubernur tahun berjalan.
Optimalisasi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) terutama yang bergerak dalam transaksi keuangan seperti Bank Jateng, Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR BKK) dan Perusahaan Daerah Badan Kredit Kecamatan (PD BKK) dapat didayagunakan untuk meningkatkan kinerja perekonomian regional Jawa Tengah. Melalui fungsinya sebagai lembaga intermediasi, kedua BUMD tersebut dapat lebih progresif menyalurkan pembiayaannya kepada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Hal ini dapat dilakukan secara optimal apabila lembaga tersebut mampu menyerap
102
dana masyarakat yang berlebihan dengan memberikan pelayanan yang optimal kepada para nasabah dan pada saat yang sama memperkuat permodalannya sehingga bank menjadi lebih sehat dan lebih mampu meningkatkan pembiayaannya untuk pengembangan usaha masyarakat.
E. Analisa Kemampuan Keuangan Daerah. Prediksi Pendapatan Asli Daerah dalam kurun waktu 2009 – 2013 diasumsikan terjadi peningkatan rata-rata sebesar 3%. Sedangkan untuk pajak daerah diprediksi akan mengalami kenaikan secara bertahap rata-rata sebesar 2% pertahun, dengan asumsi kondisi perekonomian stabil. Namun apabila dilihat dari kontribusi pajak daerah terhadap PAD akan mengalami perlambatan pertumbuhan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh adanya rencana potensi pendapatan pajak dan retribusi daerah yang sebagian diserahkan ke Kab/Kota, antara lain : Pajak Air Bawah Tanah, Pajak Air Permukaan, dan Retribusi Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dan Retribusi Ijin Pengambilan Air Bawah Tanah. Prediksi PAD dan Pajak Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2013 dapat dilihat pada tabel 6.7 Tabel 6.7 Prediksi PAD dan Pajak Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2013 No
Tahun
PAD (Triliun Rp)
Pajak Daerah (Triliun Rp)
Kontribusi Pajak Daerah terhadap PAD (%)
1 2 3 4 6
2009 2010 2011 2012 2013
3,625 3,374 3,846 3,961 4,078
2,955 3,014 3,074 3,136 3,199
81,52 80,73 79,94 79,17 78,40
Sumber : DPPAD Prov. Jateng
103
BAB VII PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH
Penyusunan Program Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah
Provinsi,
dan
Pemerintahan
Kabupaten/Kota;
Permendagri No 13 Tahun 2006 jo Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; serta visi dan misi yang disampaikan oleh pasangan calon gubernur terpilih yang ditetapkan oleh KPU Provinsi Jawa Tengah tanggal 5 Juni 2008. Program-program pembangunan dalam RPJMD ini juga mengacu program nasional yang terdapat dalam RPJP Nasional (UU No. 17 Tahun 2007) dan RPJM Nasional (Perpres No. 7 Tahun 2004), dan tahapan pembangunan lima tahunan RPJPD Provinsi Jawa Tengah (Perda No. 3 Tahun 2008).
Selain peraturan perundangan di atas, program pembangunan dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 mendasarkan pada Perda No.21 Tahun 2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah; Peraturan Gubernur (Pergub) No. 82 Tahun 2007 tentang Program Indikatif Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 jo Pergub No. 30 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur (Pergub) No. 82 Tahun 2007 tentang Program Indikatif Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009; serta Peraturan Gubernur No. 88 Tahun 2008 tentang Rencana Aksi Daerah Pengurangan Risiko Bencana (RADPRB) Provinsi Jawa Tengah.
Program pembangunan dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2013 meliputi Program Kewenangan Urusan Wajib, Program Kewenangan Urusan Pilihan, Pelaksanaan Tugas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan, serta Pelaksanaan Tugas Umum Pemerintahan.
A. Kewenangan Urusan Wajib Kelompok program kewenangan urusan wajib, meliputi 26 kewenangan urusan, rincian program masing-masing kewenangan urusan tersebut adalah sebagai berikut :
104
1. Kewenangan Urusan Wajib Pendidikan a.
Permasalahan 1) Belum optimalnya pemerataan, akses dan mutu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) antara lain disebabkan: a) Belum terbangunnya pemahaman masyarakat terhadap PAUD bagi pengembangan potensi anak (golden age). b) Keterbatasan lembaga penyelenggara dan sarana prasarana PAUD. c) Belum terpenuhinya rasio ideal pendidik PAUD berbanding dengan peserta didik. 2) Belum optimalnya pemerataan, akses dan mutu Pendidikan Dasar antara lain disebabkan oleh: a) Belum terbangunnya kesadaran sebagian masyarakat terhadap pentingnya pendidikan dasar. b) Belum terpenuhinya standar sarana prasarana minimal pendidikan dasar. c) Belum terpenuhinya rasio ideal pendidik Dikdas berbanding dengan peserta didik. d) Belum optimalnya pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). 3) Belum optimalnya pemerataan, akses, mutu, relevansi dan daya saing Pendidikan Menengah yang disebabkan oleh: a) Rendahnya kemampuan ekonomi sebagian masyarakat berdampak pada angka putus sekolah. b) Belum
terpenuhinya standar
sarana
prasarana
minimal
Pendidikan
Menengah. c) Belum terbangunnya links and match antara sekolah dengan dunia usaha dan industri. d) Belum terpenuhinya rasio ideal pendidik Dikmen berbanding dengan peserta didik. 4) Belum optimalnya pemerataan, akses, mutu dan relevansi serta daya saing Pendidikan Non Formal dan Informal yang disebabkan oleh: a) Rendahnya apresiasi masyarakat terhadap Pendidikan Non Formal. b) Kurangnya biaya untuk mengikuti Pendidikan Non Formal. c) Belum terpenuhinya standar sarana prasarana minimal Pendidikan Non Formal. d) Rendahnya mutu pada Pendidikan Non Formal.
105
5) Belum optimalnya pemerataan, akses, mutu dan relevansi Pendidikan Khusus yang disebabkan oleh: a) Rendahnya
kesadaran masyarakat mendidik anak berkelainan khusus
pada Satuan Pendidikan Khusus. b) Tingginya indeks biaya Pendidikan Khusus. c) Belum terpenuhinya standar sarana prasarana minimal Pendidikan Khusus. 6) Belum
optimalnya
kinerja
pendidik
dan
tenaga
kependidikan
dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya mengelola pembelajaran yang disebabkan oleh : a) Belum meratanya persebaran pendidik dan tenaga kependidikan. b) Sebagian pendidik belum memenuhi standar kualifikasi pendidikan S-1/D-4 c) Sebagian pendidik belum bersertifikat pendidik. d) Keterbatasan aktivitas dan media pengembangan profesi pendidik dan tenaga kependidikan. e) Upah, gaji, tunjangan dan penghasilan lain pendidik dan tenaga kependidikan Non PNS belum memenuhi kebutuhan hidup minimal. f) Penghargaan
dan
perlindungan hukum
bagi pendidik
dan
tenaga
kependidikan belum sebanding dengan beban tugas profesi yang disandang. 7) Belum optimalnya tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik dalam penyelenggaraan pendidikan, yang disebabkan oleh: a) Belum diterapkannya SMM ISO 9001-2001 pada Dinas Pendidikan dan Satuan Pendidikan Menengah. b) Belum terpenuhinya standar pelaporan akuntabilitas Dinas Pendidikan. c) Belum optimalnya penerapan Information Communication Teknologi (ICT) yang mendukung realisasi manajemen pendidikan yang transparan dan akuntabel. d) Belum optimalnya pengendalian internal dalam pelaksanaan pembangunan pendidikan. 8) Belum optimalnya fasilitasi pengembangan Perguruan Tinggi serta belum optimalnya peran Pendidikan Tinggi dalam pembangunan daerah. 9) Masih rendahnya wawasan kebangsaan dan nasionalisme, kearifan lokal, kesetaraan gender dalam penyelenggaraan pendidikan.
106
b. Kebijakan Kebijakan pembangunan pendidikan Provinsi Jawa Tengah diarahkan pada : 1) Meningkatkan pemerataan dan mutu serta perluasan akses penyelenggaraan PAUD. 2) Meningkatkan pemerataan dan mutu serta perluasan akses penyelenggaraan Pendidikan Dasar. 3) Meningkatkan pemerataan, mutu, relevansi dan daya saing serta perluasan akses penyelenggaraan Pendidikan Menengah. 4) Meningkatkan pemerataan, mutu, relevansi dan daya saing serta perluasan akses penyelenggaraan Pendidikan Non Formal dan Informal. 5) Meningkatkan pemerataan, mutu, dan relevansi serta perluasan akses penyelenggaraan Pendidikan Khusus. 6) Meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan pada Pendidikan Formal dan Non Formal. 7) Meningkatkan
tata
kelola,
akuntabilitas
dan
pencitraan
publik
dalam
penyelenggaraan pendidikan. 8) Meningkatkan fasilitasi penyelengaraan Pendidikan Tinggi. 9) Meningkatkan wawasan kebangsaan, kearifan lokal dan kesetaraan gender dalam penyelenggaraan pendidikan.
c.
Strategi 1) Memantapkan komitmen dan sinergitas pembangunan pendidikan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 2) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaaan pendidikan. 3) Membangun kemitraan dan kerjasama dengan stakeholder guna menjamin relevansi dan daya saing pendidikan. 4) Meningkatkan kualitas aparatur pendidikan untuk mewujudkan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) di bidang pendidikan. 5) Pengembangan komoditas unggulan melalui pendidikan non formal. 6) Menumbuhkan kepercayaan kepada masyarakat akan perubahan melalui pendidikan, kursus, pelatihan dan praktek langsung serta sekolah lapang. 7) Melaksanakan pelatihan/kursus dan kunjungan/studi lapangan, magang dan praktek lapangan.
107
d.
Program 1) Pendidikan Anak Usia Dini. 2) Pendidikan Dasar. 3) Pendidikan Menengah. 4) Pendidikan Non Formal dan Informal. 5) Pendidikan Khusus. 6) Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 7) Manajemen Pelayanan Pendidikan. 8) Fasilitasi Pendidikan Tinggi. 9) Pendidikan Berkelanjutan.
e.
Sasaran 1) Meningkatnya pemerataan, akses dan mutu Pendidikan Anak Usia Dini. 2) Meningkatnya pemerataan, akses dan mutu Pendidikan Dasar. 3) Meningkatnya pemerataan, akses, mutu, relevansi dan daya saing Pendidikan Menengah. 4) Meningkatnya pemerataan, akses, mutu, relevansi dan daya saing Pendidikan Non Formal dan Informal. 5) Meningkatnya pemerataan, akses, mutu, dan relevansi Pendidikan Khusus. 6) Meningkatnya kinerja pendidik dan tenaga kependidikan. 7) Meningkatnya tata kelola,
akuntabilitas
dan pencitraan
publik dalam
penyelenggaraan pendidikan. 8) Terwujudnya fasilitasi pengembangan Pendidikan Tinggi serta peningkatan peran Perguruan Tinggi dalam pembangunan daerah. 9) Meningkatnya wawasan kebangsaan, kearifan lokal dan kesetaraan gender dalam penyelengaran pendidikan.
f.
Indikator Capaian 1) Rasio jumlah pendidik dengan Peserta Didik PAUD (1:20). a) APK PAUD 65%. b) 70 % sarana Prasarana PAUD layak. c) Rasio jumllah pendidik dengan peserta didik PAUD (1:20). d) Dokumen tentang Pedoman Pengelolaan PAUD.
108
2) Program Pendidikan Dasar, dengan indikator : a) APM-SD/MI 98%. b) APK Wajar DikDas 98%. c) Nilai rata-rata Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) mencapai 7,0 untuk tingkat SD/MI dan Ujian Nasional SMP/MTs sebesar 6,78. d) Angka Naik Kelas SD/MI 98%. e) Angka Putus Sekolah SD/MI 0,12% dan SMP/MTs 0,22%. f) Angka lulus SD/MI 98% dan SMP/MTs 93%. g) 90% ruang kelas SD dan SMP sesuai standar. h) 568 SD memiliki laboratorium IPA dan komputer. i) 30% SMP memiliki laboratorium IPA, Bahasa, komputer (ICT). j) 35% SD dan 80% SMP memiliki perpustakaan. k) 100% SD/MI dan SMP/MTs terakreditasi. l) 100% SD dan SMP Melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). m) 100% SD dan SMP Melaksanakan Pembinaan Kesiswaan dengan Baik. n) Setiap Kabupaten/Kota memiliki minimal 1 (satu) Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SD. o) Setiap Kabupaten/Kota memiliki minimal 1 (satu) Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMP. 3) Program Pendidikan Menengah, dengan indikator : a) APK SMA/SMK/MA 70%. b) Rasio siswa SMK : SMA = 70 : 30. c) 40% Ruang Kelas SMA/SMK sesuai standar. d) Angka Putus Sekolah SMA/SMK/MA 0,7%. e) 90% SMA/SMK memiliki Perpustakaan. f) 75% SMA/SMK memiliki Laboratorium. g) Setiap Kabupaten/Kota terdapat 1 (satu) Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMA. h) Setiap Kabupaten/Kota terdapat 1 (satu) Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMK. i) 50% SMA/SMK menerapkan ICT Based Learning. j) Nilai rata-rata Ujian Nasional SMA/ SMK sebesar 7,1. k) 50% SMK memiliki Bengkel.
109
l) 30 Mata Pelajaran SMK memiliki Buku Teks Layak menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). m) 100% SMA/SMK menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). n) 100% SMA/SMK/MA terakreditasi. o) 50% SMA/SMK melaksanakan MBS dengan baik. p) 59 SMA menerapkan ISO 9001-2000. q) 122 SMK menerapkan ISO 9001-2000. r) 100% SMA/SMK melaksanakan Pembinaan Kesiswaan dengan Baik. 4). Program Pendidikan Non Formal dan Informal, dengan indikator : a) Pendidikan Kesetaraan (1) 7% mendukung capaian APK Dikdas. (2) Angka lulus pendidikan kesetaraan Paket A 97%. (3) Angka lulus pendidikan kesetaraan Paket B 95%. (4) Angka lulus pendidikan kesetaraan Paket C 90%. (5) 60% usia dewasa yang belum bersekolah terlayani pendidikan kesetaraan. b) Pendidikan Masyarakat (Dikmas) (1) Angka Buta Aksara usia 15 tahun keatas kurang dari 1%. (2) 15% desa di Jawa Tengah memiliki Taman Bacaan Masyarakat (TBM). c) Kursus dan Kelembagaan (1) 5% pengangguran usia 15-44 th memperoleh layanan pendidikan Kecakapan Hidup. (2) 10% lembaga PNF terakreditasi. (3) Setiap Kabupaten/Kota memiliki 1 (satu) model layanan PNF Unggulan. 5) Program Pendidikan Khusus, dengan indikator : a) APK Pendidikan Khusus 40%. b) Angka Naik Kelas 98%. c) Angka lulus pendidikan khusus 100%. d) 70% Ruang Kelas sesuai Standar. e) 40% sarana dan prasarana pendidikan khusus terpenuhi. f) 100% Pendidikan Khusus Terakreditasi.
110
6) Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, dengan indikator : a) Pendidik Jawa Tengah berkualifikasi S.1/D.4 mencapai : (1) 30% pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). (2) 40% pada Satuan Pendidikan SD/SDLB/MI. (3) 85% pada Satuan Pendidikan SMP/SMPLB/MTs. (4) 93% Pada Satuan Pendidikan SMA/SMALB/MA dan SMK. (5) 35% Pada Pendidikan Kesetaraan A, B dan C. b) Pendidik Jawa Tengah bersertifikat pendidik mencapai : (1) 16% pada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (2) 45% pada Satuan Pendidikan SD/SDLB/MI. (3) 94% pada Satuan Pendidikan SMP/SMPLB/MTs. (4) 95% Pada Satuan Pendidikan SMA/SMALB/MA dan SMK. c) Pendidik dan Tenaga Kependidikan Jawa Tengah bersertifikat sesuai bidang keahlian : (1) 35% Pengawas TK/RA/SD/SDLB/MI bersertifikat pengawas. (2) 40% Pengawas SMP/MTs bersertifikat pengawas. (3) 50% Pengawas SMA/SMK/MA bersertifikat pengawas. (4) 45% laboran pada Satuan Pendidikan SMP/MTs bersertifikat laboran. (5) 30% laboran pada Satuan Pendidikan SMA/SMK/MA bersertifikat laboran. (6) 10 % instruktur Kejuruan bersertifikat kompetensi keahlian. (7) 40 % pustakawan pada SMP/MTs bersertifikat pustakawan. (8) 35% pustakawan pada SMA/SMK/MA bersertifikat pustakawan. (9) 40% Pendidik/Instruktur kursus kejuruan bersertifikat bidang keahlian. 7). Program Manajemen Pelayanan Pendidikan, dengan indikator: a) 40% lembaga PAUD memiliki tatakelola dan citra yang baik. b) 15% SD/MI dan 30% SMP/MTs menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). c) 100% SMA/SMK/MA melaksanakan program MBS dengan baik. d) Penerapan Sistem Manajemen Mutu (SSM) ISO 9001-2000. 8). Program Fasilitasi Pendidikan Tinggi, dengan indikator : 25% perguruan tinggi bermitra dengan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pembangunan pendidikan.
111
9). Program Pendidikan Berkelanjutan, dengan indikator : a) 75% sekolah di Jawa Tengah melaksanakan pembinaan wawasan kebangsaan. b) 100% sekolah di Jawa Tengah melaksanakan kurikulum Bahasa Jawa.
2. Kewenangan Urusan Wajib Kesehatan a. Permasalahan 1) Masih kurangnya kualitas dan kuantitas sumberdaya kesehatan (tenaga, sarana prasarana, pengangguran) dikarenakan: a) Terbatasnya anggaran kesehatan untuk pengadaan tenaga kesehatan; b) Masih adanya kesenjangan tenaga kesehatan di daerah pedesaan dan perkotaan; c) Masih kurangnya ketrampilan tenaga kesehatan terutama di kebidanan; d) Masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum bersertifikat (sertifikasi kompetensi); e) Masih kurangnya pemerataan distribusi tenaga kesehatan strategis (dokter spesialis, dokter gigi, bidan, perawat) pada sarana pelayanan kesehatan di daerah; f) Masih rendahnya perlindungan dan kepastian hukum terhadap tenaga kesehatan; g) Masih rendahnya koordinasi dan sinkronisasi perencanaan penganggaran dan evaluasi pembangunan kesehatan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota; h) Masih rendahnya kemampuan sumberdaya manusia dalam perencanaan, penganggaran dan evaluasi pembangunan kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota; i)
Berkembangnya permasalahan kesehatan di daerah lintas batas dan provinsi anggota MPU yang membutuhkan koordinasi dan kerjasama antar wilayah;
j) Belum
efektifnya
pengawasan
keuangan
dan
pencapaian
retribusi
pendapatan pada dinas kesehatan dan UPT; k) Belum semua masyarakat miskin mendapatkan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas); l)
Masih rendahnya keterlibatan pemerintah Kab./Kota dalam pengembangan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat;
112
m) Masih
rendahnya
partisipasi
masyarakat
dalam
sistem
jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat secara mandiri; n) Masih kurangnya jumlah dokter spesialis jiwa. 2) Masih banyaknya kasus gizi buruk di masyarakat hal ini dikarenakan : a) Pengetahuan pembantu rumah tangga dalam pemberian makanan bergizi masih rendah; b) Daya beli masyarakat untuk makanan bergizi rendah; c) Ketrampilan ibu dalam menyiapkan makanan bergizi belum memadai; d) Kurangnya promosi tentang makanan bergizi; e) Kurang terkoordinasinya program gizi buruk di Kabupaten/Kota dan antar Kabupaten/Kota. 3) Masih terdapat masyarakat yang belum menikmati pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga ada kecenderungan meningkatnya angka kematian, baik ibu melahirkan, angka kematian anak dan angka kematian karena meningkatnya angka kesakitan, hal ini diantaranya disebabkan oleh: a) Mahalnya pelayanan kesehatan yang baik b) Pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau karena jauhnya jarak dan sulitnya akses pelayanan kesehatan c) Masih kurangnya fasilitas sarana dan prasarana dan prasarana kesehatan dasar dan rujukan. d) Masih
tingginya
kasus/permasalahan
kesehatan
pada
kelompok
masyarakat yang rentan kesehatan (ibu, anak, remaja, usia lanjut dan pekerja). e) Masih diperlukannya peningkatan mutu pelayanan kesehatan
untuk
masyarakat miskin 4) Masih rendahnya kualitas lingkungan, hal ini dikarenakan oleh : a) Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan; b) Masih kurangnya sarana dan prasarana dalam menunjang lingkungan sehat. 5) Penyakit menular (DBD, Malaria, diare, AFP, HIV AIDS dan TB Paru) dan penyakit tidak menular (jantung koroner, kencing manis, kanker) masih tinggi di Jawa Tengah. Masih tingginya angka kesakitan ini disebabkan oleh : a) Survailance penyakit menular dan tidak menular yang masih lemah; b) Masih jeleknya sanitasi lingkungan;
113
c) Masih kurangnya kesadaran masyarakat dalam berperilaku hidup bersih dan sehat; d) Masih
tingginya
kasus/permasalahan
kesehatan
pada
kelompok
masyarakat yang rentan kesehatan (ibu, anak, remaja, usia lanjut dan pekerja); e) Masih tingginya angka penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah. 6) Masih belum optimalnya pembinaan, pengendalian, dan pengawasan di bidang farmasi, makanan, dan perbekalan kesehatan disebabkan: a) Tingkat ketersediaan dan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan belum sesuai kebutuhan; b) Pelayanan kefarmasian belum terintegrasi secara komprehensif dan optimal dalam pelayanan kesehatan; c) Masih ditemukannya peredaran sediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu dan keamanan kesehatan; d) Belum semua sarana produksi (industri) farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan serta sarana distribusi farmasi dan alat kesehatan menerapkan prinsip Good Production Practices dan Good Distribusion Practices; e) Belum optimalnya mutu dan pengembangan obat tradisional serta masih kurangnya pemanfaatan obat tradisional pada sarana pelayanan kesehatan formal; f) Belum optimalnya pemanfaatan laboratorium makanan minuman di tingkat Kabupaten/ Kota
dan Provinsi untuk menjamin mutu dan keamanan
produk makanan minuman; g) Belum optimalnya kerja sama lintas program, lintas sektor, dengan organisasi profesi dan lembaga swadaya masyarakat dalam pembinaan, pengendalian dan pengawasan sediaan farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan, mulai dari produksi, distribusi sampai dengan pemanfaatannya. 7) Rendahnya perilaku hidup sehat di masyarakat, hal ini disebabkan antara lain oleh : a) Perbedaan pola penyakit dan persebaran pada setiap daerah; b) Upaya promosi dan pencegahan belum menjadi prioritas; c) Status kesehatan masyarakat dan lingkungan belum kondusif; d) Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;
114
e) Belum
optimalnya
pelaksanaan
Jaminan
Pemeliharaan
Kesehatan
Masyarakat; f) Masih adanya penyimpangan dan pemanfaatan obat dan zat-zat terlarang; g) Masih buruknya stigma masyarakat terutama mengenai kesehatan jiwa dan rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya kesehatan jiwa.
b. Kebijakan 1) Peningkatan kualitas akses pelayanan kesehatan dasar (Puskesmas, Puskesmas Pembantu, PKD) dalam rangka meningkatan derajat kesehatan masyarakat Jawa Tengah; 2) Peningkatan kesadaran masyarakat dalam rangka perilaku hidup sehat, perbaikan gizi masyarakat dan perbaikan sanitasi lingkungan; 3) Pengawasan di bidang farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan; 4) Peningkatan kemampuan dan kualitas rumah sakit 5) Upaya peningkatan kesehatan baik jasmani maupun secara jiwa, sosial dan spiritual; 6) Peningkatan pelayanan RSUD Provinsi dan RSJD Provinsi.
c.
Strategi 1) Meningkatkan peran kader kesehatan dan desa siaga dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular; 2) Meningkatkan kemitraan dalam pengawasan peredaran obat dan makanan; 3) Memanfaatkan penggunaan obat tradisional dalam mengeliminir penggunaan obat berbahaya; 4) Meningkatkan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) dalam mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat; 5) Meningkatan suplemen makanan (makanan tambahan) dengan melibatkan kader kesehatan; 6) Diversifikasi makanan dalam rangka perbaikan gizi masyarakat; 7)
Meningkatkan kesadaran dalam pengelolaan lingkungan sehat;
8) Sertifikasi puskesmas dan rumah sakit. 9) Meningkatkan pendidikan dan ketrampilan tenaga kesehatan yang dimiliki; 10) Sertifikasi tenaga kesehatan terutama tenaga medis; 11) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di bidang farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan yang berkualitas;
115
12) Rumah Sakit diarahkan ke Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). 13) Meningkatkan upaya kesehatan secara jiwa, sosial dan spiritual melalui pengaktifan Tim Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) dan integrasi pelayanan kesehatan jiwa di puskesmas;
d. Program 1) Sumberdaya Kesehatan 2) Perbaikan Gizi Masyarakat 3) Akses Pelayanan Kesehatan Masyarakat. 4) Pengembangan Lingkungan Sehat 5) Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit 6) Farmasi Dan Perbekalan Kesehatan 7) Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat
e. Sasaran 1) Meningkatnya kualitas dan kuantitas sumberdaya kesehatan (tenaga, sarana prasarana, penganggaran); 2) Meningkatnya gizi masyarakat; 3) Meningkatnya akses masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu; 4) Meningkatnya jumlah penduduk miskin yang memiliki Jamkesmas/Jamkesda sampai 100 %; 5) Terciptanya lingkungan hidup yang sehat; 6) Berkurangnya kasus penyakit menular (DBD, Malaria, diare, AFP, HIV/AIDS, dan TB paru) dan tidak menular; 7) Tertanganinya
kasus
atau
permasalahan
kesehatan
serta
menurunnya
morbiditas pada kelompok masyarakat rentan (ibu, anak, remaja, usia lanjut dan pekerja); 8) Meningkatnya kesehatan jiwa, sosial dan spiritual yang mampu ditangani RSJD; 9) Meningkatnya pembinaan, pengendalian dan pengawasan di bidang farmasi, makanan dan perbekalan kesehatan; 10) Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan.
f. Indikator Capaian 1) Program sumberdaya kesehatan dengan target dan indikator capaian sebagai berikut:
116
a) Melakukan pemerataan tenaga kesehatan di daerah pedesaan; b) Bertambahnya SDM Kesehatan yang mengikuti pendidikan dan pelatihan teknis kesehatan sebesar 10%; c) Terakreditasinya pelatihan bidang kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah sebesar 20%; d) Institusi pendidikan tenaga kesehatan yang terakreditasi sebesar 80%; e) Bertambahnya tenaga kesehatan yang terakreditasi sebesar 80%; f) Tenaga kesehatan yang mengetahui keberadaan dan peran Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) jawa tengah sebesar 70%; g) Meningkatnya kompetensi tenaga medis dan non medis yang bersertifikat di rumah sakit sesuai dengan standar yang berlaku; h) Meningkatnya jumlah tenaga medis dan non medis sesuai dengan kebutuhan rumah sakit; i)
Pemanfaatan sistem informasi kesehatan terpadu di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 100%;
j) Pemanfaatan sistem informasi kesehatan antar jejaring Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar 70%; k) Peningkatan informasi SPM bidang kesehatan dan tersedianya Profil Kesehatan sebesar 100%; l)
Pemanfaatan hasil kajian/penelitian sebagai dasar kebijakan dan pelaku program bidang kesehatan sebesar 60%;
m) Program pemerataan distribusi tenaga kesehatan strategis pada sarana kesehatan di daerah; n) Adanya perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas-tugas pelayanan kesehatan; o) Memantabkan
koordinasi dan sinkronisasi perencanaan, penganggaran
pembangunan kesehatan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota; p) Memantabkan koordinasi dan sinkronisasi dalam evaluasi pembangunan kesehatan di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota; q) Meningkatnya kemampuan sumberdaya manusia dalam perencanaan, penganggaran dan evaluasi pembangunan kesehatan tingkat provinsi dan kabupaten/kota; r) Tertanganinya masalah kesehatan di lintas batas dan
povinsi anggota
Mitra Praja Utama (MPU);
117
s) Meningkatnya persentase pengawasan keuangan dan pencapaian retribusi 100% pada Dinas Kesehatan dan UPT; t) Meningkatnya mutu pengelolaan keuangan pada Dinas Kesehatan dan UPT; u) Terpenuhinya tenaga kesehatan (dokter spesialis jiwa) 100 %. 2) Program perbaikan gizi masyarakat dengan target dan indikator capaian sebagai berikut: a) Menurunnya jumlah gizi buruk pada balita. Prevalensi gizi buruk balita 0,82%; b) Menurunnya jumlah KEK pada ibu hamil kurang dari 20 %; c) Menurunnya kasus anemi pada ibu hamil, dan nifas sebesar 33,5%; d) Meningkatnya cakupan pemberian vitamin A pada balita 100%; e) Balita yang ditimbang secara teratur di posyandu 80%; f) Balita gizi buruk GAKIN yang ditangani sesuai standar 100%; g) Ibu menyusui asi eksklusif 65%; h) Balita GAKIN 6-24 bulan mendapat MP ASI 80%; i)
Bayi, balita, bumil dan bufas yang mendapat suplemen zat gizi mikro 80%;
j) Keluarga mengkonsumsi garam beryodium 80%; k) Surveilance gizi termasuk sistem kewaspadaan dini KLB Gizi Buruk 100% setiap puskesmas. 3) Program Akses Pelayanan Kesehatan Masyarakat dengan target dan indikator capaian sebagai berikut : a) Meningkatnya
jumlah
penduduk
miskin
yang
memiliki
Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan sampai 100%; b) Tercapainya usia harapan hidup (UHH) 71 tahun; c) Menurunnya angka kematian
ibu
melahirkan
menjadi
102/100.000
kelahiran hidup; d) Angka kematian bayi mencapai 9,8/1.000 kelahiran hidup; e) Angka kematian balita mencapai 12/1.000 kelahiran hidup; f) Balita yang sakit ditangani dengan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 90%; g) Cakupan Stimulasi Dini Intervensi Deteksi Tumbuh Kembang (SDIDTK) 95% h) Puskesmas PKPR 20% setiap kabupaten/kota;
118
i)
Puskesmas KTA 25% setiap kabupaten/kota;
j) Meningkatnya persalinan oleh tenaga kesehatan 95%; k) Terlaksananya sistem rujukan rumah sakit l)
Tersedianya sarana dan prasarana alat kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan produk unggulan rumah sakit;
m) Penanganan Komplikasi normal Neonatal 79 % dari kasus yang ditemukan; n) Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Dasar (Poned) berfungsi optimal ; 2 Puskesmas/Kabupaten/Kota; o) Meningkatnya Kunjungan Nifas 90 %; p) Meningkatnya cakupan pemanfaatan buku KIA 90 %; q) Semua Desa melaksanakan P4K; r) Terlaksananya sistem rujukan rumah sakit. 4) Program pengembangan lingkungan sehat dengan target dan indikator capaian sebagai berikut: a) Meningkatnya Kabupaten/Kota dengan Keluarga yang telah menggunakan jamban sebesar 80 %; b) Meningkatnya Kabupaten/Kota dengan keluarga yang telah menggunakan air bersih 85 %; c) Meningkatnya Kabupaten/Kota dengan cakupan rumah yang memenuhi syaratkesehatan 75 %; d) Meningkatnya Kabupaten/Kota dengan Tempat Usaha Penjamah Makanan (TUPM) memenuhi syarat 80 %; e) Meningkatnya Kabupaten/Kota dengan cakupan Institusi yang dibina mencapai 80 %; f) Terwujudnya pengelolaan sampah perkotaan 95% pedesaan 65%; g) Meningkatnya sarana dan prasarana dalam pengelolaan sampah; h) Meningkatnya inspeksi kesehatan pada Tempat-Tempat Umum (TTU) 80%; i)
Meningkatnya keluarga yang menggunakan air bersih 85%;
j) Cakupan institusi yang di bina mencapai 80%; 5) Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit, dengan target dan indikator capaian sebagai berikut: a) Menurunnya jumlah penderita DBD kurang dari < 15/100.000; b) Cakupan Univesal Child Immunization (UCI) 100%;
119
c) Meningkatnya persentase
Kabupaten/Kota dengan kelengkapan laporan
survailance lebih dari atau sama dengan 90%, dan ketepatan laporan lebih dari atau sama dengan 80%; d) Tertanganinya KLB kurang dari dari 24 jam; e) Menurunnya kematian karena kasus DBD kurang dari 1%; f) Menurunnya Angka Kesakitan Malaria (API) kurang dari 1/1.000; g) Menurunnya angka kesakitan diare dari 10 – 20% menjadi 8 – 10%; h) Menurunnya angka kematian akibat diare kurang dari 1%; i)
Meningkatnya persentase Kabupaten/Kota dengan Non Polio A F P lebih besar dari 2/100.000 anak usia dibawah 15 tahun;
j) Meningkatnya persentase Kabupaten /Kota untuk penemuan baru kasus AFP kurang dari 14 hari sesuai SOP; k) Meningkatnya penemuan kasus HIV/ AIDS; l)
Menurunnya kematian akibat HIV/ AIDS;
m) Meningkatnya penemuan kasus TB paru atau Case Detection Rate (CDR) 70%; n) Meningkatnya angka kesembuhan TB Paru lebih dari atau sama dengan 85%; o) Menurunnya kecacatan dan kematian akibat kecelakaan dan cedera; p) Menurunnya Pneumonia balita dari 10-20 % menjadi 8-10%; q) Meningkatnya Kab./Kota yang melaksanakan sosialisasi PTM 50 %; r) Meningkatnya Kab./Kota yang melaksanakan surveilans dan pengendalian faktor resiko PTM 25 %; s) Meningkatnya Kab./Kota yang melaksanakan surveilans kesakitan dan kematian PTM 100 %; t) Meningkatnya Kab./Kota yang melaksanakan deteksi dini PTM 25 %; u) Persentase Kabupaten dengan keluarga yang telah menggunakan jamban sebesar 80 % dan menggunakan air bersih 85 %. Sedangkan untuk kota dengan keluarga yang telah menggunakan jamban sebesar 90 % dan menggunakan air bersih 90 %; v) Tertanganinya kasus kejiwaaan yang mampu diatasi RSJD sebesar 15-20 %;
120
6) Program Farmasi dan Perbekalan Kesehatan, dengan target dan indikator capaian sebagai berikut : a) Meningkatnya ketersediaan dan pemerataan obat publik dan perbekalan kesehatan lainnya di pelayanan kesehatan; b) Meningkatnya pelayanan kefarmasian di sarana pelayanan kesehatan; c) Meningkatnya cakupan pembinaan sarana produksi dan distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT); d) Meningkatnya fasilitasi pembinaan makanan minuman kepada Kab./Kota; e) Meningkatnya pengembangan dan pemanfaatan obat tradisional dalam pelayanan formal; f) Meningkatnya pemanfaatan laboratorium makanan dan minuman dalam menjamin mutu dan keamanan produk makanan dan minuman; 7) Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat dengan target dan indikator capaian sebagai berikut: a) 35% Kabupaten/Kota yang mempunyai kebijakan dalam mendukung peningkatan
kemandirian
masyarakat
dalam
mengatasi
masalah
kesehatan; b) 100% Kabupaten/Kota melaksanakan kampanye kesehatan melalui media promosi kesehatan (cetak elektronik, outdoor, indoor dan penyuluhan langsung); c) 100 % Kab./Kota mengembangkan desa/kelurahan siaga; d) 50% Kabupaten/kota mencapai rumah tangga sehat (rumah tangga ber PHBS) 75%; e) 50% Kabupaten/Kota menyelenggarakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) masyarakat; f) Menurunkan angka penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba dan Zat Aditif (Napza); g) Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kesehatan jiwa; h) Meningkatnya pemanfaatan fasilitas kesehatan jiwa oleh masyarakat.
3.
Kewenangan Urusan Wajib Pekerjaan Umum a. Permasalahan 1) Belum optimalnya kondisi pembangunan prasarana jalan dan jembatan dalam mendukung pembangunan wilayah sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).
121
2) Belum optimalnya pemenuhan kebutuhan pengelolaan jaringan irigasi, rawa serta jaringan pengairan lainnya dalam mendukung pembangunan pertanian dan penyediaan air baku. 3) Belum optimalnya upaya konservasi dan pengendalian tata ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) mengakibatkan penurunan kapasitas pengaliran sungai dan daya tampung waduk, danau dan embung. 4) Belum optimalnya fungsi prasarana dan sarana pengendalian banjir dan pengamanan pantai sehingga ada kecenderungan terjadinya banjir dan abrasi pantai. 5) a. Masih adanya kesenjangan penyediaan sarana dan prasarana
antara
wilayah perkotaan dan perdesaan. b. Belum terpenuhinya cakupan fasilitas sarana prasarana di wilayah pantai utara, tengah dan pantai selatan. 6) Rendahnya ketersediaan dan kinerja prasarana dan sarana air bersih, sanitasi, dan persampahan terutama di lingkungan masyarakat berpenghasilan rendah. 7) a. Rendahnya kualitas pembangunan dan pengelolaan bangunan gedung Pemerintah diakibatkan tidak dipatuhinya NSPM dan rendahnya sosialisasi serta
pengawasan
pelaksanan
NSPM
yang
telah
diterbitkan
oleh
pemerintah. b. Belum berkembangnya jasa konstruksi karena kurangnya pembinaan dan pengawasan serta belum mantapnya mekanisme sertifikasi kompetensi.
b. Kebijakan 1) Mewujudkan
pembangunan
jalan
dan
jembatan
guna
mendukung
pengembangan wilayah Jawa Tengah; 2) Meningkatkan kondisi jalan dan jembatan provinsi dari kondisi rusak dan sedang menjadi kondisi baik serta tertanganinya perbaikan kerusakan jalan dan jembatan yang disebabkan bencana alam; 3) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kebinamargaan dalam mendukung kinerja penanganan jalan dan jembatan provinsi; 4) Meningkatkan fungsi sarana dan prasarana sumber daya air untuk irigasi dan air baku dalam mendukung ketahanan pangan dan kebutuhan berbagai sektor (pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan, industri, pariwisata, dan lainlain);
122
5) Meningkatkan
fungsi
sarana
dan
prasarana
pengendalian
banjir
dan
pengamanan pantai untuk melindungi kawasan strategis, sentra produksi, serta perumahan dan permukiman; 6) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan, pengembangan dan pengelolaan infrastruktur; 7) Meningkatkan fungsi sarana dan prasarana konservasi sumber daya air untuk kelestarian air dan sumber air; 8) Mengurangi kesenjangan penyediaan sarana dan prasarana antar wilayah. 9) Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana pemukiman bagi masyarakat di perkotaan dan perdesaan; 10) Meningkatkan pelayanan air bersih, sanitasi dan persampahan terutama bagi masyarakat RTM; 11) Menguatkan kinerja pengelolaan dan pembangunan gedung publik.
c. Strategi 1) Membangun jalan dan jembatan, meningkatkan struktur dan kapasitas jalan dan jembatan provinsi guna menunjang pengembangan wilayah, kota dan kawasan strategis; 2) Memelihara secara rutin maupun periodik jalan dan jembatan provinsi; 3) Meningkatkan kualitas dan kuantitas alat berat, sarana laboratorium, material jalan dan jembatan, sistem informasi / data base serta perencanaan dan pengawasan jalan dan jembatan; 4) Pendekatan
pengembangan
dan
pengelolaan
wilayah
sungai
berbasis
penataan ruang, yang sinergis antar sektor, antar daerah dan antar pemangku kepentingan (pemerintah, masyarakat dan swasta); 5) Pendekatan pembangunan prasarana sumber daya air yang berkelanjutan dengan berpedoman pada Norma Standar Pedoman dan Manual (NSPM) berbasis partisipasi masyarakat. 6) Pendekatan peningkatan pelayanan masyarakat dengan membangun sistem informasi sumber daya air didukung kelembagaan dan sumber daya manusia yang handal. 7) Memfasilitasi dan mendorong kerjasama dan peran serta kabupaten/kota, pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan dan pengembangan sarana dan prasarana wilayah.
123
8) Mendukung
dan
mendorong
penanganan
permasalahan
pembangunan
perdesaan dan perkotaan. 9) Mendorong terpenuhinya pelayanan air bersih, sanitasi dan persampahan terutama bagi masyarakat RTM. 10) Memfasilitasi penyusunan pedoman, juklak, juknis pelaksanaan pembangunan gedung publik.
d. Program 1) Pembangunan Jalan dan Jembatan 2) Rehabilitasi / Pemeliharaan Jalan dan Jembatan 3) Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan 4) Peningkatan Sarana dan Prasarana Kebinamargaan 5) Pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa serta jaringan pengairan lainnya. 6) Penyediaan dan pengelolaan air baku. 7) Pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber daya air lainnya. 8) Pengendalian banjir dan pengamanan pantai. 9) Peningkatan prasarana dan sarana perkotaan dan perdesaan; 10) Peningkatan kinerja pengelolaan air minum dan sanitasi; 11) Pembangunan dan pengelolaan bangunan gedung serta pengembangan jasa konstruksi.
e. Sasaran 1) Program Pembangunan Jalan dan Jembatan dengan sasaran sebagai berikut: a) Meningkatnya efektifitas dan pembangunan Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS). b) Terselesaikannya aksesibilitas ke Bandara A. Yani Semarang. c) Terselesaikannya peningkatan aksesibilitas dari Pantai Utara (Pantura) menuju Pantai Selatan (Pansela). d) Meningkatnya kondisi prasarana jalan dan jembatan antara lain untuk mendukung pengembangan Kawasan Blok Cepu, pariwisata, perbatasan antar provinsi maupun perbatasan antar kabupaten / kota, daerah rawan bencana dan kawasan pengembangan perekonomian wilayah.
124
2) Program Rehabilitasi / Pemeliharaan Jalan dan Jembatan, dengan sasaran terlaksananya rehabilitasi / pemeliharaan jalan provinsi sepanjang 2.539,70 km dan jembatan provinsi sepanjang 24.135 m. 3) Program Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan, dengan sasaran terlaksananya peningkatan jalan provinsi sepanjang 220 km dan penggantian jembatan provinsi sepanjang 1.200 m. 4) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Kebinamargaan, dengan sasaran sebagai berikut : a) Terpenuhinya peningkatan kualitas dan kuantitas alat berat, sarana laboratorium, material jalan dan jembatan, sistem informasi / data base serta perencanaan dan pengawasan jalan dan jembatan. b) Terfasilitasinya penanganan jalan dan jembatan Nasional, Kabupaten/ Kota dan masyarakat/ lingkungan permukiman perdesaan. 5) Program pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi, rawa serta pengairan lainnya dengan sasaran sebagai berikut: a) Terlaksananya operasi dan pemeliharaan, peningkatan dan rehabilitasi jaringan irigasi di 39 Daerah Irigasi (DI) seluas 346.998 Ha kewenangan pemerintah, 106 DI seluas 86.252 Ha kewenangan provinsi dan 8.982 DI seluas 559.205 Ha kewenangan kabupaten/kota. b) Terlaksananya pengembangan Daerah Irigasi Lanang di Kabupaten Grobogan seluas 1.818 Ha, Daerah Irigasi Slinga-Larangan di Kabupaten Purbalingga seluas 1.400 Ha. c) Terfasilitasinya peningkatan peranserta masyarakat atau petani pemakai air dalam pengembangan dan pengelolaan prasarana irigasi. 6) Program penyediaan dan pengelolaan air baku, dengan sasaran sebagai berikut: a) Terlaksananya target pemenuhan kebutuhan air baku untuk rumah tangga, kota dan industri sebesar 10%. b) Terfasilitasinya sarana dan prasarana penyediaan air baku pada wilayah pedesaan dan perbatasan yang rawan air di Kabupaten / Kota. c) Terfasilitasinya peningkatan peranserta masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan prasarana air baku.
125
7) Program pengembangan, pengelolaan dan konservasi sungai, danau dan sumber daya air lainnya. a) Terlaksananya peningkatan penanganan dan pengendalian konservasi pada sungai atau danau di 35 DAS kritis. b) Terlaksananya peningkatan kerjasama pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air antara pemerintah dan pemerintah daerah. c) Terfasilitasinya peningkatan peranserta masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan prasarana konservasi sumberdaya air. 8) Program pengendalian banjir dan pengamanan pantai, dengan sasaran sebagai berikut : a) Terlaksananya
operasi
dan
pemeliharaan,
peningkatan,
rehabilitasi
prasarana dan sarana sistem pengendalian banjir pada 10 sungai di wilayah sungai Bodri Kuto serta mengupayakan pengurangan luas rawan genangan terhadap debit banjir rata-rata saat ini dengan luas rawan genangan dari 199.427 Ha menjadi 167.000 Ha pada wilayah sungai kewenangan pusat termasuk wilayah sungai Bodri Kuto. b) Terfasilitasinya peningkatan pengelolaan prasarana pengendali banjir dan pengaman pantai pada 7 Wilayah Sungai (WS) kewenangan Pemerintah dan 2 WS kewenangan Kabupaten. c) Mengupayakan pengamanan pantai untuk mengurangi pantai kritis dari 157 km menjadi 110 km. d) Terfasilitasinya peningkatan peranserta masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan prasarana pengendali banjir dan pengaman pantai. 9) Program peningkatan prasarana dan sarana perkotaan dan pedesaan, dengan sasarannya sebagai berikut: a) Terwujudnya
peningkatan
prasarana antar wilayah
dan
pemerataaan
pembangunan
sarana
Pantura-Tengah-Pansela yang mendasarkan
karakteristik potensi dan kesesuaian dengan RTRW melalui peningkatan kualitas kerjasama pembangunan kawasan strategis, peningkatan peran dan fungsi perkotaan, percepatan
dan peningkatan pembangunan
perdesaan dan peningkatan cakupan dan sistem infrastruktur wilayah. b) Terwujudnya peningkatan ketersediaan prasarana
dan sarana dasar
permukiman bagi masyarakat di perkotaan dan perdesaan secara, efisien, dan efektif;
126
10) Program peningkatan Kinerja pengelolaan air minum dan sanitasi dengan sasaran
tercukupinya dan meningkatnya pelayanan air bersih, sanitasi dan
persampahan terutama bagi masyarakat RTM di perkotaan maupun perdesaan 11) Program
pembangunan
dan
pengelolaan
bangunan
gedung
serta
pengembangan jasa konstruksi, dengan sasaran : a) Peningkatan kualitas dan kinerja pengelolaan bangunan gedung (terutama gedung publik) b) Meningkatnya kompetensi dan peningkatan jumlah usaha jasa konstruksi
f. Indikator Capaian 1) Program Pembangunan Jalan dan Jembatan, dengan indikator capaiannya sebagai berikut : a) Tersedianya sebagian lahan bebas dan tertanganinya sebagian fisik ruas JJLS di Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Wonogiri. b) Lancarnya aksesibilitas transportasi dari dan ke terminal baru Bandara A. Yani. c)
Terhubungnya aksesibilitas yang aman lancar dan memadai antara lain Kota Pekalongan – Kabupaten Pekalongan - Kabupaten Banjarnegara – Kabupaten Wonosobo – Kabupaten Kebumen; Kabupaten Pemalang – Kabupaten Purbalingga – Kabupaten Purwokerto – Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Kendal (Weleri) – Kabupaten Temanggung.
d) Membaiknya kondisi prasarana jalan dan jembatan dalam mendukung kelancaran arus transportasi wilayah diantaranya kawasan Blok Cepu, pariwisata, perbatasan antar provinsi maupun perbatasan antar kabupaten / kota, daerah rawan bencana dan kawasan pengembangan perekonomian wilayah. 2) Program Rehabilitasi / Pemeliharaan Jalan dan Jembatan, dengan indikator capaiannya meningkatnya waktu tempuh rata-rata menjadi 45 Km/jam dan terfasilitasinya penanganan jalan dan jembatan nasional. 3) Program Peningkatan Jalan dan Penggantian Jembatan, dengan indikator capaiannya meningkatnya kondisi jalan baik sebesar 86,54 % dan jembatan sebesar 79%.
127
4) Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Kebinamargaan, dengan indikator capaiannya optimalnya kinerja fungsi jalan dan jembatan Provinsi Jawa Tengah. 5) Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa serta Jaringan Pengairan Lainnya, dengan indikator capaian meningkatkan kondisi fisik jaringan irigasi kewenangan Pemerintah dari kondisi baik sebesar 79% menjadi 89%, kewenangan provinsi dari 41% menjadi 72 % dan kewenangan kabupaten/kota dari 35% menjadi 60% melalui kegiatan operasi dan pemeliharaan, peningkatan dan rehabilitasi sarana dan prasarana irigasi. 6) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku, dengan indikator capaian meningkatkan pemenuhan kebutuhan air baku sebesar 10 %. 7) Program Pengembangan, Pengelolaan dan Konservasi Sungai, Danau dan Sumber Daya Air Lainnya, dengan indikator capaiannya sebagai berikut : a) Menurunkan tingkat laju erosi dan sedimen pada sungai atau danau di 35 DAS kritis. b) Terlaksananya
pembuatan
sumur
resapan
percontohan
dengan
pemberdayaan masyarakat di 6 Balai PSDA. c)
Terlaksananya
pembangunan
embung-embung atau
tampungan
air
sebanyak 5 buah embung d) Terbentuknya Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) Wilayah Sungai (WS) Bodri Kuto dan Dewan Sumber Daya Air Provinsi e) Terlaksananya Kerjasama Pengelolaan Sumber Daya Air pada 7 WS kewenangan Pemerintah dan 2 WS kewenangan Kabupaten f)
Terbentuknya forum masyarkat peduli terhadap konservasi sumber daya air
8) Program Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai, dengan indikator capaiannya : a) Terpenuhinya
operasi
dan
pemeliharaan,
peningkatan,
rehabilitasi
prasarana dan sarana sistem pengendalian banjir pada 10 sungai di wilayah sungai Bodri Kuto dan mengupayakan pengurangan luas rawan genangan banjir dari 199.427 Ha menjadi 167.000 Ha, pada 7 WS kewenangan Pemerintah, 1 WS kewenangan Provinsi dan 2 WS kewenangan Kabupaten.
128
b) Terlaksananya Tugas Pembantuan Operasi dan Pemeliharaan prasarana Sumber Daya Air dari Pemerintah ke Pemerintah Daerah. c)
Berkurangnya panjang pantai kritis dari 157 km menjadi 110 km.
d) Terbentuknya forum masyarakat peduli banjir di 10 sungai pada wilayah sungai Bodri Kuto dan wilayah sungai lainnya. 9) Program peningkatan prasarana dan sarana perkotaan dan perdesaan, dengan target dan indikator capaiannya sebagai berikut; a) Berkurangnya kesenjangan pembangunan sarana dan prasarana antar wilayah Pantura-Tengah-Pansela sesuai dengan karakteristik potensi dan kesesuaian dengan RTRW melalui peningkatan
kualitas kerjasama
pembangunan kawasan strategis, peningkatan peran dan fungsi perkotaan, percepatan
dan peningkatan pembangunan perdesaan dan peningkatan
cakupan dan sistem infrastruktur wilayah b) Meningkatnya ketersediaan prasarana dan sarana dasar permukiman bagi masyarakat di perkotaan dan perdesaan 10) Program peningkatan
kinerja pengelolaan air minum dan sanitasi
dengan
target dan indikator capaiannya adalah meningkatnya pelayanan air bersih, sanitasi, persampahan bagi RTM 11) Program
pembangunan
dan
pengelolaan
bangunan
gedung
serta
pengembangan jasa konstruksi. a) Meningkatnya pemahaman NSPM para konsultan dan kontraktor serta para pihak yang terkait dengan pembangunan publik. b) Meningkatnya jumlah gedung yang berkualitas sesuai NSPM baik dari segi kualitas maupun kinerja pengelolaan semakin tinggi. c) Meningkatnya penyelenggaraan pembinaan dan sosialisasi jasa konstruksi d) Bertambahnya perusahaan jasa konstruksi yang memenuhi kualifikasi dan memiliki sertifikasi kompetensi baik terhadap badan usahanya yaitu Sertifikasi Badan Usaha (SBU) maupun terhadap SDM nya.
4.
Kewenangan Urusan Wajib Perumahan Rakyat a. Permasalahan 1) a. Meningkatnya kebutuhan rumah yang layak huni. b. Banyaknya rumah yang tidak layak huni baik yang berlokasi di perdesaan maupun perkotaan
129
2) a. Rendahnya pengetahuan, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan,
pengelolaan,
perumahan/permukiman
dan
peningkatan
kualitas
infrastruktur
terutama pada masyarakat pedesaan dan
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). b. Lemahnya konsolidasi dan koordinasi komunitas perumahan dalam pengelolaan
dan
pemeliharaan
serta
sharing
pembangunan
dan
pembiayaan perumahan termasuk didalamnya infrastruktur.
b. Kebijakan 1) Program pembangunan perumahan, dengan kebijakan : a) Prioritas pemenuhan kebutuhan rumah pada masyarakat perdesaan dan MBR. b) Pemanfaatan lahan perumahan dengan efisien dan efektif melalui pembangunan rumah secara vertikal 2) Program pemberdayaan komunitas perumahan, dengan kebijakan Meningkatkan partisipasi masyarakat terutama masyarakat perdesaan dan MBR melalui pengembangan kearifan lokal dan memperhatikan kelembagaan yang telah ada.
c. Strategi 1) Program pembangunan perumahan, dengan strategi : a) Mengoptimalkan peran stakeholder, dalam hal ini pengembang dan masyarakat dalam pembangunan rumah. b) Memanfaatkan
potensi
lembaga
pembiayaan
keuangan
lokal
(BKK,BPR,BMT), dalam pembiayaan perumahan terutama bagi masyarakat pedesaan dan MBR. 2) Program pemberdayaan komunitas perumahan, dengan strategi: a) Meningkatkan intensitas komunikasi dan informasi. b) Mengembangkan model subsidi silang.
d. Program 1). Pembangunan perumahan. 2). Pemberdayaan komunitas perumahan.
130
e. Sasaran 1). Program pembangunan perumahan, dengan sasaran : a) Terpenuhinya kebutuhan rumah yang dicukupi dengan kemampuan pengembang, pemerintah dan masyarakat. b) Meningkatnya kualitas rumah yang terjangkau oleh daya beli MBR . 2). Program pemberdayaan komunitas perumahan, dengan sasaran : a) Meningkatnya pengetahuan pemahaman masyarakat tentang perumahan yang sehat, aman dari bencana. b) Meningkatnya
kemampuan
dan
keberdayaan
masyarakat
dalam
pembangunan, pengelolaan, dan peningkatan perumahan serta siaga terhadap bencana. c) Peningkatan perumahan termasuk didalamnya infrastuktur. d) Meningkatnya
efisiensi
dan
efektivitas
pembangunan,
pengelolaan
perumahan.
f. Indikator Capaian 1) Program pembangunan perumahan, dengan capaian : a) Terbangunnya rumah baik oleh pengembang, pemerintah/ pemerintah daerah dan swadaya masyarakat. b) Meningkatnya kualitas perumahan. c) Terfasilitasinya MBR di Perdesaan dan perkotaan untuk memiliki rumah yang layak. d) Meningkatnya efisiensi dan efektifitas dalam pemanfaatan lahan kawasan perumahan/permukiman. 2) Program pemberdayaan komunitas perumahan. a). Meningkatnya pengetahuan kesadaran, partisipasi masyarakat perdesaan dan MBR dalam peningkatan kualitas hunian. b). Meningkatnya pengetahuan, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengurangan risiko bencana. c). Meningkatnya kualitas infrastruktur perumahan/ permukiman. d) Meningkatnya
sinergitas komunitas perumahan dalam pengelolaan dan
pemeliharaan serta sharing pembangunan dan pembiayaan perumahan.
131
5.
Kewenangan Urusan Wajib Penataan Ruang a. Permasalahan 1). Terdapat beberapa item pengaturan dalam RTRW yang telah ada belum sesuai dengan Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. 2). Belum seluruhnya tersusun rencana rinci Kawasan Strategis Jateng . 3). Perlu penyesuaian terdapat perubahan-perubahan ruang 4). Masih Rendahnya kesadaran pelaksana pembangunan dalam pemanfaatan rencana tata ruang sebagai dasar pelaksanaan pembangunan. 5). Rendahnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukannya. 6). Rendahnya upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang. 7). Kinerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, (BKPRD) dalam
memfasilitasi
pemecahan
permasalahan
dan
belum optimal pengendalian
pemanfaatan ruang.
b. Kebijakan 1). Program perencanaan tata ruang a) Penyusunan rencana detail kawasan strategis diprioritaskan pada kawasankawasan yang memiliki potensi konflik pemanfaatan sumberdaya maupun antar daerah; b) Koordinasi dan fasilitasi dalam rangka sinkronisasi dan sinergitas antara RTRWN, RTRW Provinsi Jawa Tengah dan RTRW Kab/Kota 2). Program pemanfaatan ruang dan pengendalian tata ruang a) Meningkatkan pemahaman dan keterlibatan masyarakat umum dan aparatur pemerintah dalam penataan ruang b) Meningkatkan kinerja BKPRD Provinsi dan BKPRD Kabupaten/kota sesuai dengan fungsinya;
c. Strategi 1). Program perencanaan tata ruang Optimalisasi peningkatan kesadaran para pihak atas rencana tata ruang melalui pendekatan normatif dan partisipatif 2). Program pemanfaatan ruang dan pengendalian tata ruang
132
a) Peningkatan kesadaran masyarakat maupun aparat melalui komunikasi, informasi dan edukasi b) Optimalisasi upaya penegakan hukum tentang tata ruang
d. Program 1). Perencanaan Tata Ruang; 2). Pemanfaatan Ruang dan Pengendalian Tata Ruang.
e. Sasaran 1) Program perencanaan tata ruang, dengan sasaran : a) RTR yang sesuai dengan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang b) Tersedianya Rencana Rinci Kawasan Strategis Provinsi Jawa Tengah . 2) Program pemanfaatan ruang dan pengendalian tata ruang, dengan sasaran : a) Akurasi informasi data terkait kondisi ruang b) Meningkatnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam pemanfaatan ruang c) Konsistensi pemanfaatan ruang sesuai dengan daya dukungnya
dan
penerapan pengendalian pemanfaatan ruang, terutama pada kawasan lindung dan sawah lestari didukung kelembagaan serta peran serta masyarakat. d) Terkendalinya pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukkannya; e) Meningkatnya kinerja BKPRD Provinsi Jawa Tengah
f. Indikator Capaian 1) Program perencanaan tata ruang dengan target dan indikator capaiannya; a) RTRW Provinsi Jawa Tengah sesuai dengan UU 26/2007 tentang penataan ruang; b) Fasilitasi penyesuaian RTRW Kab/Kota sesuai UU 26/2007 tentang Penataan Ruang; c) Tersusunnya rencana rinci Kawasan Strategis Provinsi Jawa Tengah. 2) Program pemanfaatan ruang dan pengendalian tata ruang dengan target dan indikator capaiannya : a) Monitoring dan pembaharuanan data spasial;
133
b) Peningkatan kesadaran
dan kepatuhan masyarakat dalam pemanfaatan
ruang sesuai dengan peruntukannya; c) Berkurangnya pelanggaran pemanfaatan ruang; d) Peningkatan upaya penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang; e) Meningkatnya kesadaran aparatur dalam pengendalian ruang; f)
Peningkatan kinerja Badan Koordinasi Pernataan Ruang Daerah, (BKPRD) dalam
memfasilitasi
pemecahan
permasalahan
dan
pengendalian
pemanfaatan ruang.
6.
Kewenangan Urusan Wajib Perencanaan Pembangunan a. Permasalahan 1) Belum optimalnya kerjasama dan sinergitas pembangunan antar daerah kabupaten/kota dan provinsi lain yang disebabkan oleh belum diketahuinya manfaat serta masih belum jelasnya aturan pelaksanaan kerjasama antar daerah; 2) Belum optimalnya perkembangan dan pertumbuhan wilayah perbatasan yang disebabkan oleh rendahnya aksesibilitas karena jaraknya jauh dari pusat pemerintahan serta kurang memadainya kondisi sarana prasarana dan sumberdaya pendukung pelayanan publik; 3) Belum optimalnya perkembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh yang disebabkan oleh masih minimnya publikasi serta dukungan kebijakan yang mengarah pada pengembangan wilayah strategis dan cepat tumbuh; 4) Belum optimalnya pengendalian kota-kota besar dan menengah yang disebabkan oleh masih belum jelasnya arah pengembangan kota-kota besar dan menengah; 5) Belum optimalnya sumber daya aparatur di bidang perencanaan, pelaksanaan penelitian dan pengembangan pembangunan daerah yang disebabkan oleh kurangnya keahlian dan keterampilan sumberdaya aparatur serta dukungan sarana – prasarana; 6) Belum optimalnya penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah, yang disebabkan oleh
belum mantabnya dukungan data dan keterbatasan
kapasitas aparatur perencana;
134
7) Belum optimalnya penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang ekonomi, antara lain disebabkan oleh dinamika perubahan ekonomi, akurasi data dan belum profesionalnya aparatur perencana; 8) Belum optimalnya penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang sosial budaya, antara lain disebabkan oleh dinamika perubahan sosial, akurasi data dan belum profesionalnya aparatur perencana; 9) Belum optimalnya penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang prasarana wilayah dan sumberdaya alam, antara lain disebabkan oleh dinamika perubahan iptek, akurasi data dan belum profesionalnya aparatur perencana serta kompleknya permasalahan menurunnya kualitas lingkungan; 10) Belum optimalnya koordinasi dan perencanaan pembangunan daerah rawan bencana, antara lain disebabkan oleh belum lengkapnya data base, akurasi data dan belum profesionalnya aparatur perencana.
b. Kebijakan 1) Meningkatkan kerjasama dan sinergitas perencanaan pembangunan antar daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi; 2) Mengembangkan perencanaan wilayah perbatasan; 3) Mengembangkan perencanaan wilayah strategis dan cepat tumbuh; 4) Meningkatkan pengendalian perencanaan pengembangan kota-kota besar dan menengah; 5) Meningkatkan
kapasitas
kelembagaan
perencanaan,
penelitian
dan
pengembangan pembangunan daerah; 6) Mengoptimalkan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah. 7) Mengoptimalkan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang ekonomi; 8) Mengoptimalkan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang sosial budaya; 9) Mengoptimalkan penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang prasarana wilayah dan sumber daya alam.; 10) Meningkatkan koordinasi perencanaan pembangunan daerah rawan bencana.
c. Strategi 1) Peningkatan
kerjasama
perencanaan
pembangunan
antar
wilayah
Kabupaten/Kota dan Provinsi;
135
2) Peningkatan kerjasama perencanaan pembangunan wilayah perbatasan; 3) Pengoptimalan penyusunan perencanaan pembangunan wilayah strategis dan cepat tumbuh; 4) Pengendalian perencanaan pembangunan wilayah kota-kota besar dan menengah; 5) Peningkatan pelatihan aparatur perencanaan pembangunan dan pelaksanaan penelitian dan pengembangan secara optimal; 6) Penyempurnaan dokumen perencanaan pembangunan yang lebih berkualitas; 7) Penyempurnaan perencanaan pembangunan yang lebih berkualitas; 8) Peningkatan perencanaan pembangunan daerah rawan bencana.
d. Program 1) Peningkatan Kerjasama Pembangunan; 2) Perencanaan Pengembangan Wilayah Perbatasan; 3) Perencanaan Pengembangan wilayah Strategis dan cepat tumbuh; 4) Perencanaan Pengembangan Kota-kota Menengah dan Besar; 5) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Perencanaan Pembangunan Daerah; 6) Perencanaan Pembangunan Daerah; 7) Perencanaan Pembangunan Ekonomi; 8) Perencanaan Pembangunan Sosial Budaya; 9) Perencanaan Pembangunan Prasarana Wilayah dan Sumberdaya Alam; 10) Perencanaan Pembangunan Daerah Rawan Bencana;
e. Sasaran 1) Meningkatnya kerjasama antara daerah kabupaten/kota dan provinsi dalam perencanaan pembangunan; 2) Berkembangnya pertumbuhan wilayah perbatasan; 3) Meningkatnya pusat-pusat pertumbuhan di Jawa Tengah; 4) Meningkatnya pengendalian pengembangan kota-kota besar dan menengah. 5) Meningkatnya
kapasitas
kelembagaan
perencanaan,
penelitian
dan
pengembangan pembangunan daerah; 6) Meningkatnya kualitas dokumen perencanaan pembangunan daerah; 7) Meningkatnya kualitas dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang ekonomi;
136
8) Meningkatnya kualitas dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang kesejahteraan rakyat serta bidang pemerintahan dan kependudukan; 9) Meningkatnya kualitas dokumen perencanaan pembangunan daerah bidang prasarana wilayah dan sumberdaya alam; 10) Meningkatnya kualitas dokumen perencanaan pembangunan daerah rawan bencana.
f. Indikator Capaian 1) Terselenggaranya forum kerjasama antar daerah kabupaten/kota dan provinsi dalam perencanaan pembangunan; 2) Terwujudnya akselerasi perkembangan dan pertumbuhan wilayah perbatasan. 3) Berkembangnya wilayah strategis sebagai pusat-pusat pertumbuhan di Provinsi Jawa Tengah; 4) Terkendalinya pengembangan kota-kota Besar dan Menengah di Jawa Tengah. 5) Tersedianya Sumber Daya Aparatur perencanaan pembangunan daerah, tersusun dan terlaksananya kebijakan daerah di bidang penelitian dan pengembangan; 6) Tersedianya dokumen perencanaan pembangunan, seperti Renja SKPD, Renstra SKPD, RKPD, RPJMD, dan RPJPD; 7) Tersedianya dokumen perencanaan pembangunan ekonomi daerah; 8) Tersedianya dokumen perencanaan pembangunan bidang kesejahteraan rakyat serta bidang pemerintahan dan kependudukan. 9) Tersedianya dokumen perencanaan pembangunan bidang prasarana wilayah dan sumberdaya alam. 10) Tersedianya dokumen perencanaan pembangunan daerah rawan bencana.
7. Kewenangan Urusan Wajib Perhubungan a. Permasalahan 1) Tingginya beban lalu lintas dan banyaknya daerah rawan kecelakaan serta minimnya fasilitas perlengkapan jalan. 2) Jaringan pelayanan angkutan penumpang tidak sebanding dengan permintaan jasa angkutan. 3) Masih kurangnya keterpaduan sistem jaringan jalan, lemahnya manajemen lalu lintas, dan rendahnya ketertiban pengguna jalan.
137
4) Biaya subsidi dan investasi di bindang kereta api sangat besar, disamping itu rendahnya kapasitas lintas dan rendahnya kualitas sarana dan prasarana sehingga perlu adanya terobosan baru dalam sistem penyelenggaraan perkeretaapian dan dukungan dari berbagai pihak. 5) Perkembangan produktivitas Angkutan Sungai dan Penyeberangan (ASDP) relatif kecil dibanding moda transportasi jalan Kereta Api, laut dan udara disamping itu peran swasta dalam pengembangan masih rendah. 6) Rendahnya volume bongkar muat barang perdagangan, angkutan peti kemas dan penumpang di Tanjung Emas dibanding Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Demikian juga pelabuhan Cilacap, Tegal dan Juwana sebagai pelabuhan bongkar muat barang relatif konstan. 7) Belum optimalnya pelabuhan Tanjung Emas baik sarana prasarana sisi darat maupun laut. 8) Minimnya Sarana Bantu Navigasi (SBNP) di wilayah perairan Jawa Tengah untuk mendukung keselamatan pelayaran. 9) Kolam dan alur pelayaran di beberapa pelabuhan di Jawa Tengah sering mengalami pendangkalan. 10) Perlu adanya peningkatan sarana prasarana perhubungan udara sejalan mengingat tejadinya peningkatan pertumbuhan penumpang / barang, yang didukung
dengan aspek keselamatan penerbangan dan pengembangan
ekonomi daerah. 11) Masih banyaknnya penggunaan frekuensi yang illegal, sehingga perlu penataan dan pengawasan penggunaanya. 12) Penyelenggaraan
pos
dan
telekomunikasi
perlu
pengaturan
bersama,
mengingat saat ini banyak perusahaan pos tumbuh dan berkembang untuk menjamin tingkat pelayanan konsumen. 13) Belum
optimalnya
peningkatan
pengembangan
teknologi,
informasi,
komunikasi, metereologi dan, Search and Rescue (SAR) dalam penanggulangan bencana.
b. Kebijakan 1) Meningkatkan sarana prasarana lalu lintas, kualitas pelayanan jasa bidang angkutan jalan dan manajemen rekayasa lalu lintas, serta prasarana keselamatan sungai danau dan penyeberangan serta Kereta Api.
138
2) Meningkatkan
sarana dan
prasarana perhubungan
laut,
keselamatan,
keamanan serta ketertiban angkutan laut di Jawa Tengah. 3) Mengembangkan kapasitas dan kualitas layanan Bandar udara di Jawa Tengah. 4) Mengembangkan dan meningkatkan teknologi, informasi, telekomunikasi, metereologi dan SAR. 5) Meningkatkan ketertiban dan efektivitas pengawasan jasa pos; pengaturan dan pengendalian frekuensi radio amatir; memperkuat kemandirian industri telekomunikasi; dan peningkatan pemenuhan penyediaan data untuk ramalan cuaca, iklim dan meningkatkan kualitas pelaksanaan operasi SAR.
c. Strategi 1) Meningkatkan jangkauan, kualitas dan kuantitas pelayanan sarana dan prasarana angkutan barang dan penumpang secara bertahap. 2) Meningkatkan dan mengembangkan fasilitas lalu lintas jalan, kereta api, sungai danau dan penyeberangan, pelabuhan laut dan bandar udara. 3) Meningkatkan fasilitas keamanan, ketertiban, keselamatan lalu lintas jalan, pelayaran dan penerbangan. 4) Meningkatkan pelayanan jasa pos. 5) Mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi, telekomunikasi, komunikasi dan telematika. 6) Meningkatkan kapasitas komunikasi dan media massa serta kualitas lembaga komunikasi sosial. 7) Meningkatkan sarana dan prasarana melalui kerjasama dengan pemerintah, pemerintah kabupaten/kota, pemangku kepentingan dan swasta dalam pembangunan perhubungan, komunikasi dan informatika di Jawa Tengah
d. Program 1) Pengembangan Perhubungan Darat 2) Pengembangan Perhubungan Laut 3) Pengembangan Perhubungan Udara 4) Pos, Telekomunikasi, Metereologi, dan SAR.
139
e. Sasaran 1) Terwujudnya peningkatan sarana prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kelaikan jalan kendaraan bermotor, kualitas pelayanan, kualitas pengawasan dan pengendalian, meningkatnya disiplin, manajemen dan rekayasa untuk mewujudkan keselamatan jalan raya. 2) Terwujudnya peningkatan keselamatan dan pelayanan kereta api serta mendorong peran swasta, pemerintah dan koperasi dalam pengembangan transportasi kereta api dan ASDP. 3) Terwujudnya peningkatan kualitas aparatur bidang LLAJ, ASDP dan Kereta Api. 4) Terwujudnya sarana dan prasarana, keselamatan, keamanan dan ketertiban angkutan laut di Jawa Tengah. 5) Terwujudnya peningkatan kualitas aparatur bidang perhubungan laut. 6) Terwujudnya peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan Bandara A. Yani Semarang, Adisumarmo Surakarta, Tunggul Wulung Cilacap dan Dewadaru Karimunjawa Jepara. 7) Terfasilitasinya pengembangan Bandara Ngloram Cepu. 8) Terwujudnya peningkatan kualitas aparatur bidang Perhubungan Udara. 9) Terwujudnya pelayanan jasa pos dan telekomunikasi yang sesuai dengan permintaan pasar dan ketentuan yang berlaku. 10) Tertibnya penggunaan frekuensi dan meningkatnya kapasitas pengguna frekuensi. 11) Terwujudnya peningkatan kualitas aparatur bidang Pos, Telekomunikasi, Meteorologi dan SAR. 12) Terwujudnya suatu
kinerja dan kapasitas dalam
pengembangan
dan
peningkatan teknologi, informasi, telekomunikasi, metereologi dan SAR dalam penanggulangan bencana 13) Tersedianya sarana dan prasarana
pendukung sistem komunikasi yang
memadai 14) Tersedianya sistem informatika yang memadai untuk mendukung efisiensi pelayanan publik dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah; 15) Terwujudnya
efektifitas
penyebarluasan
sistem
komunikasi,
informasi,
telematika dan media massa. 16) Terwujudnya
peningkatan
kualitas
aparatur
bidang
Komunikasi
dan
Informatika sesuai dengan tuntutan masyarakat.
140
f. Indikator Capaian 1) Program Pengembangan Perhubungan Darat, dengan indikator : a ) Meningkatnya kualitas dan kuantitas perencanaan bidang perhubungan, komunikasi dan informatika; b ) Terfasilitasinya pembangunan terminal tipe A dan B; c ) Terbangunnya jembatan timbang 4 buah dan meningkatnya kapasitas timbang serta integrasi jaringan interkoneksi sebanyak 17 buah; d ) Terfasilitasinya pembangunan Bus Rapid Transit (BRT) di 3 kota (Semarang, Surakarta dan Purwokerto); e ) Meningkatnya jumlah fasilitas perlengkapan jalan; f)
Meningkatnya unjuk kerja alur alternatif dan perintis;
g ) Meningkatnya kinerja pelayanan bis Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan Angkutan Kota Antar Provinsi (AKAP); h ) Terbangunnya Area Traffic Control System (ATCS) di 2 Kab./Kota; i)
Peningkatan SDM bidang LLAJ, ASDP dan KA;
j)
Terfasilitasinya revitalisasi jalur-jalur non operasi KA terutama di Kedungjati-Tuntang,
Magelang-Bedono,
Magelang-Jogja,
Semarang-
Demak-Kudus-Rembang, Kudus-Jepara , Rembang-Blora; k ) Terfasilitasinya pengoperasian KA terutama di lintas Klaten–Solo– Sragen, Pekalongan-Semarang; l)
Terfasilitasinya pengoperasian KA Komuter terutama di lintas Semarang – Tegal – Purwokerto – Kutoarjo – Jogja – Solo – Semarang;
m ) Terfasilitasinya pembangunan double track lintas Tegal – Pekalongan – Semarang - Cepu dan angkutan kereta api perkotaan di Solo; n ) Peningkatan
keselamatan
peningkatan,
:
pemeliharaan,
pembinaan rehabilitasi,
/
sosialisasi,
penertiban,
pembangunan
perlintasan
sebidang di 22 Kabupaten/kota; o ) Terfasilitasinya pengembangan KA wisata Tuntang-Ambarawa-Bedono dan Borobudur dan sekitarnya; p ) Terfasilitasinya
peningkatan
frekuensi
KA
lintas
Tegal-Semarang,
Semarang-Solo-Sragen, Semarang-Cepu, dan Solo-Wonogiri; q ) Terfasilitasinya pembangunan Dry Port Kalijambe, Purwokerto dan Gombong; r)
Terfasilitasinya
dan
pendampingan
pembangunan
pelabuhan
penyeberangan Kendal;
141
s ) Meningkatnya kualitas sarana dan prasarana transportasi 8 waduk (Malahayu, Sempor, Wadas lintang, Kedungombo, Gajah Mungkur, Cacaban, Rawa Pening dan Mrica); t)
Terfasilitasinya pengoperasian kapal penyeberangan lintas Kendal-Kumai dan terfasilitasinya pengoperasian coastal ferry Lampung – Banten –DKI – Jabar – Kendal – Jatim – Bali – NTB, NTT;
u ) Pengembangan dan peningkatan transportasi ASDP di 3 lokasi; v ) Terfasilitasinya
kegiatan yang berkaitan dengan kelancaran angkutan
pada saat Musim Haji, Lebaran, Natal dan Tahun Baru; 2) Program Pengembangan Perhubungan Laut, dengan indikator : a ) Terfasilitasinya pemeliharaan alur dan kolam di 4 lokasi (Pelabuhan Rembang, Jepara, Brebes, dan Karimunjawa); b ) Pengoperasian KM Kemojan di Karimunjawa; c ) Terfasilitasinya
peningkatan
dan
pengembangan
sarana
prasarana
pelabuhan di 9 lokasi (Tanjung Emas, Tanjung Intan, Tegal, Batang, Juwana, Rembang, Karimunjawa, Jepara dan Brebes); d ) Tersedianya fasilitas keselamatan pelabuhan (SBNP) di perairan Jawa Tengah; e ) Meningkatnya usaha di bidang angkutan laut di 5 lokasi (Tanjung Emas, Tanjung Intan, Tegal, Juwana, Rembang, Karimunjawa dan Brebes; f ) Terfasilitasinya pembangunan fasilitas pendukung di pelabuhan Tanjung Emas; g ) Peningkatan SDM bidang perhubungan laut; 3) Program Pengembangan Perhubungan Udara, dengan indikator : a. Terfasilitasinya pengembangan fasilitas Bandar Udara dan keselamatan penerbangan di 4 lokasi (Bandara A. Yani Semarang, Adisumarmo Surakarta, Tunggul Wulung Cilacap dan Dewadaru Karimunjawa Jepara); b. Terfasilitasinya pengoperasian dan pengembangan Bandara Ngloram Cepu; c. Peningkatan SDM bidang perhubungan udara. 4) Program Pos, Telekomunikasi, Metereologi dan, SAR dengan indikator : a) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian postel dan frekuensi; b) Terlaksananya publikasi informasi cuaca dan iklim; c) Terlaksananya koordinasi dan optimalisasi pelaksanaan KPU/USO;
142
d) Terlaksananya ujian ORARI dan RAPI di 5 lokasi (Semarang, Solo, Purwokerto, Pekalongan dan Pati); e) Terlaksananya kegiatan siaran radio tetap dan bergerak; f) Peningkatan SDM bidang Pos dan telekomunikasi; g) Pengembangan kapasitas, sarana dan prasarana SAR, sistem data base/ sistem informasi manajemen kebencanaan dan pengoptimalan teknologi informasi, telekomunikasi, metereologi, dan SAR dalam penanggulangan bencana;
8. Kewenangan Urusan Wajib Lingkungan Hidup a. Permasalahan 1) Tingginya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh usaha dan atau kegiatan Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) dan Besar, Pertanian, Rumah Tangga, , Rumah Sakit, Hotel,
Transportasi maupun
kegiatan lainnya telah
menurunkan kualitas lingkungan; 2) Meningkatnya penggunaan menghasilkan
bahan-bahan berbahaya dan beracun (B-3) dan
limbah B-3 yang belum dikelola secara benar menimbulkan
resiko yang besar bagi kehidupan manusia dan lingkungan; 3) Rendahnya
pemahaman
masyarakat
dan
aparat
terhadap
peraturan
perundang-undangan bidang lingkungan serta belum optimalnya penegakan hukum di bidang lingkungan; 4) Tingginya tingkat kerusakan lingkungan karena adanya kebakaran hutan dan lahan, kerusakan tanah untuk produksi biomasa,
telah menurunkan daya
dukung lingkungan dan mengancam keseimbangan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS); 5) Tingginya kerusakan kawasan lindung dan kerusakan cadangan sumber daya alam karena pengelolaan yang tidak sesuai dengan fungsinya; 6) Belum
berkembangnya
pelaksanaan
diversifikasi/penerapan
integrasi
perkebunan ternak di kawasan lahan kritis , DAS dan tangkapan waduk; 7) Rendahnya luasan ruang terbuka hijau yang dapat digunakan untuk mempertahankan
proses-proses
alamiah
dan
menjaga
keseimbangan
lingkungan hidup; 8) Kemampuan
daya
dukung
lingkungan
dibandingkan
dengan
jumlah,
pertumbuhan dan kebutuhan penduduk telah terlampaui serta terbatasnya
143
daya tampung untuk menerima beban buangan dari aktifitas usaha dan/atau kegiatan telah melampaui kemampuan alamiah; 9) Berkurangnya keseimbangan lingkungan fisik dan sosial di kkawasan perluasan/pengembangan perkotaan; 10) Rendahnya kapasitas aparatur dan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; 11) Terbatasnya data dan informasi tentang sumber daya alam dan lingkungan hidup;
b. Kebijakan 1)
Mengarusutamakan
(mainstreaming)
prinsip-prinsip
pembangunan
berkelanjutan ke seluruh bidang pembangunan; 2)
Menurunkan tingkat pencemaran melalui upaya pengendalian, pengawasan dan penegakan hukum lingkungan serta fasilitasi penanganan sumber penyebab pencemaran dan pemulihan kualitas lingkungan;
3)
Mengendalikan
kerusakan lingkungan melalui upaya
pengawasan dan
penegakan hukum lingkungan serta fasilitasi penanganan pemulihan kerusakan lingkungan; 4)
Membangun kerjasama keterpaduan dengan stakeholders untuk menangani sumber penyebab permasalahan lingkungan;
5)
Mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia, membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat
untuk berperan aktif dalam penanganan dan
melakukan kontrol sosial terhadap pengelolaan lingkungan; 6)
Pengembangan komoditas pertanian dalam arti luas, penataan fisik lahan dan lingkungan sosial masyarakat;
7)
Peningkatan dukungan swadaya masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
8)
Peningkatan sarana dan prasarana penunjang pengelolaan sumber daya alam;
c. Strategi 1)
Membangun
komitmen
dengan
stakeholders
untuk
mengoptimalkan
pemanfaatan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan; 2)
Meningkatkan partisipasi dunia usaha dan masyarakat dalam pengendalian pencemaran lingkungan;
144
3)
Meningkatkan partisipasi
masyarakat dan stakeholders dalam pengendalian
dan pemulihan kerusakan lingkungan; 4)
Meningkatkan koordinasi dengan stakeholders dalam pengelolaan lingkungan hidup;
5)
Meningkatkan pembelajaran lingkungan bagi aparatur, dunia usaha dan masyarakat;
6)
Pengelolaan lahan kritis dengan sentuhan civil teknis sederhana, drop stuktur, gullyplug, rorak, pengaturan kontur dan rehabilitasi atau diversifikasi tanaman perkebunan, peternakan disertai tanaman penguat teras;
7)
Meningkatkan partisipasi swadaya masyarakat dalam pengelolaan lahan;
8)
Melaksanakan pelatihan peningkatan kemampuan dan ketrampilan pengelolaan lahan kritis;
9)
Melaksanakan intensifikasi pertanian, rehabilitasi, diversifikasi, dan integrasi perkebunan dan peternakan pada lahan kritis.
d. Program 1) Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan; 2) Pengembangan Jasa Lingkungan Kawasan-Kawasan Konservasi Laut dan Hutan; 3) Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam; 4) Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH); 5) Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam; 6) Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup; 7) Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan LH;
e. Sasaran 1) Terkendalinya beban pencemaran lingkungan pada usaha dan/atau kegiatan UMKM, menengah / besar, pertanian, domestik, rumah sakit, hotel, transportasi serta berkurangnya resiko pencemaran bahan-bahan berbahaya dan beracun (B-3) maupun limbah B-3; 2) Meningkatnya kedisiplinan masyarakat maupun pelau usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup;
145
3) Meningkat dan
berkembangnya
kearifan
lokal/tradisional
masyarakat,
perbaikan kualitas sumberdaya manusia aparatur dan masyarakat dalam pencegahan bencana dan pelestarian lingkungan hidup; 4) Meningkatnya penanganan kawasan lahan kritis dengan komoditas perkebunan berupa tanaman keras atau tanaman tahunan, tanaman penutup tanah; 5) Meningkatnya pelaksanaan intensifikasi, rehabilitasi, diversifikasi dan civil teknis serta integrasi perkebunan-ternak pada lahan kritis DAS serta tangkapan waduk; 6) Meningkatnya pengelolaan lahan, teknik budidaya, manajemen usaha tani dan kualitas hasil; 7) Meningkatnya luasan ruang terbuka hijau kota yang dapat mendukung keteduhan, kenyamanan dan keindahan daerah perkotaan di Jawa Tengah; 8) Meningkatnya dan pulihnya daya dukung lingkungan pada kawasan lindung, pesisir dan laut, cadangan sumberdaya alam serta lahan di ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS /sub DAS) Bengawan Solo, Progo, Luk Ulo, Bogowonto, Serayu, Pemali, Comal serta Jratun Seluna; 9) Meningkatnya kapasitas aparat, masyarakat dan warga sekolah dalam pencegahan pencemaran dan perusakan lingkungan serta pengembangan teknologi ramah lingkungan; 10) Meningkatnya penyediaan data dan informasi sumberdaya alam, daerah rawan bencana serta kualitas lingkungan hidup;
f. Indikator Capaian 1)
Terlaksananya
pengendalian
dan
pengawasan
terhadap
sumber-sumber
pencemaran 10 kluster UMKM, 500 usaha dan/atau kegiatan menengah/besar dan 50 obyek domestik, sehingga menurunkan tingkat pencemaran dari sumber pencemaran
klaster UMKM sebesar 75%, sebesar 14% dari usaha
dan/atau kegiatan menengah/besar dan 10% dari obyek domestik; 2)
Terlaksananya perbaikan kinerja pengelolaan B-3 dan limbah B-3 pada 300 usaha dan/atau kegiatan disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku;
3)
Terealisirnya
pengawasan
dan
penegakan
hukum
pada
100
usaha
dan/kegiatan; 4)
Terkuranginya penyimpangan aspek lingkungan dalam pemanfaatan ruang sebesar 17% di 6 Daerah;
146
5)
Meningkatnya fungsi kawasan lindung di luar kawasan hutan sebesar 5% dari luasan 222.759 ha di 31 Kabupaten/kota dan sebesar 10%
tangkapan sumber
air dapat terpelihara serta tertanamnya 360 jenis tanaman langka di sejumlah daerah; 6)
Terlaksananya penanganan kawasan lahan kritis dengan komoditas perkebunan 350 ha per tahun;
7)
Meningkatnya penerapan intensifikasi, rehabilitasi, diversifikasi dan civil teknis serta integrasi perkebunan ternak pada lahan kritis, DAS, dan tangkapan waduk;
8)
Terlaksananya peningkatan produksi, produktivitas dan kualitas hasil serta terpeliharanya sumber daya alam;
9)
Terlaksananya perlluasan dan peningkatan kualitas runag terbukan hijau sebesar 20% di 10 daerah;
10) Tertanganinya kerusakan lingkungan hutan dan lahan sebesar 10% dari seluruh area ekosistem DAS di 6 Sub DAS Jawa Tengah; 11) Tersusunnya hasil kajian penghitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan pada 6 DAS/Sub DAS sebagai masukan dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang; 12) Terfasilitasinya pembelajaran 350 orang aparat pengelola lingkungan hidup, 500 anggota kelompok masyarakat, 100 orang guru dan 400 pelajar; 13) Terfasilitasinya pelaksanaan program adiwiyata di 10 sekolah; 14) Tersusun
dan
terpublikasikannya
dokumen
statistik
lingkungan,
status
lingkungan hidup daerah dan informasi lingkungan melalui media cetak dan elektronik setiap tahun;
9. Kewenangan Urusan Wajib Pertanahan a. Permasalahan Belum optimalnya penataan, penguasaan dan kepemilikan serta pemanfaatan tanah yang disebabkan oleh: 1) Masih rendahnya pemahaman terhadap peraturan pertanahan; 2) Masih banyaknya bidang-bidang tanah di Jawa Tengah yang belum didaftarkan dan disertifikatkan; 3) Belum tertibnya penguasaan dan pemilikan tanah; 4) Masih sering terjadinya konflik–konflik pertanahan; 5) Tingginya konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian;
147
6) Masih rendahnya pendekatan kemitraan dan partisipatif dalam pengendalian konservasi sawah produktif;
b. Kebijakan 1) Memfasilitasi peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan arti penting legalitas pemilikan tanah kepada Kabupaten/ Kota; 2) Memfasilitasi perwujudan tertib administrasi pertanahan yang berkualitas dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mensertifikatkan tanah; 3) Mengupayakan pengurangan konversi lahan pertanian ke non pertanian;
c. Strategi 1) Melakukan koordinasi dan konsolidasi dengan Badan Pertanahan Nasional di tingkat Provinsi dalam rangka peningkatan kualitas tertib adminstrasi pertanahan; 2) Melanjutkan program program pensertifikatan tanah secara masal dan murah khususnya di wilayah pedesaan;
d. Program Penataan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah.
e. Sasaran 1) Meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap peraturan pertanahan; 2) Meningkatnya bidang-bidang tanah yang didaftarkan/ disertifikatkan; 3) Terwujudnya pengembangan cakupan dan penerapan penatagunaan pertanahan yang mendasarkan pada RTRW dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemanfaatan lahan; 4) Peningkatan cakupan serta kualitas tertib administrasi pertanahan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip
pelayanan
publik
dalam
rangka
mengendalikan
pemanfaatan lahan secara merata dan berkeadilan; 5) Terkendalinya konversi lahan pertanian ke non pertanian; 6) Tersosialisasinya
dan
diterapkannya
Manajemen
Pertanahan
Berbasis
Masyarakat (MPBM); 7) Sertifikasi Tanah yang mempunyai potensi fungsi sebagai kawasan lindung dan tanah sawah lestari;
148
f. Indikator Capaian 1) Berkurangnya kasus pelanggaran penggunaan tanah; 2) Meningkatnya bidang tanah yang bersertifikat; 3) Meningkatkan bidang tanah yang terpetakan; 4) Terselesaikannya konflik-konflik pertanahan; 5) Terbangunnya sistem informasi pertanahan; 6) Berkurangnya konversi lahan pertanian ke non pertanian; 7) Meningkatnya kualitas tertib administrasi pertanahan; 8) Tersosialisasi dan diterapkannya Manajemen Pertanahan Berbasis Masyarakat (MPBM) di 150 Desa pd 29 Kab. dng total luas lahan 900.000 ha di Jateng; 9) Tersertifikasnya tanah masyarakat yang potensi fungsi sebagai tanah sawah lestari dan kawasan lindung;
10. Kewenangan Urusan Wajib Kependudukan dan Catatan Sipil a. Permasalahan 1). Belum
optimalnya
koordinasi
pelaksanaan
kebijakan
Administrasi
Kependudukan dan Catatan Sipil; 2). Belum optimalnya pengelolaan sistem pengelolaan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil; 3). Belum optimalnya pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil sesuai harapan masyarakat;
b. Kebijakan Kebijakan pembangunan kependudukan dan Catatan Sipil Provinsi Jawa Tengah diarahkan pada : 1). Peningkatan koordinasi, sinkronisasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil; 2). Peningkatan sistem Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil
serta
Peningkatan kualitas SDM aparat;
c. Strategi 1) Meningkatkan dan mengoptimalkan sistem Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil;
149
2) Meningkatkan kemampuan dan kualitas SDM penyelenggara Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil;
d. Program Penataan Administrasi Kependudukan;
e. Sasaran 1). Meningkatnya keterpaduan dan sinkronisasi kebijakan penyelenggaraan adminitrasi kependudukan dan Catatan Sipil; 2). Mewujudkan
Pengelolaan
Informasi
Adminitrasi
Kependudukan
dengan
menggunakan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) di seluruh Jawa Tengah. 3). Meningkatnya kualitas SDM dan pelayanan Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil: a). Data Kependudukan dan Catatan Sipil di 35 Kabupaten/kota; b). Profil kependudukan di Jawa Tengah; c). Pelatihan bagi petugas teknisi 350 orang; 4). Mingkatnya cakupan kepemilikan dokumen kependudukan dan akta catatan sipil bagi masyarakat Jawa Tengah; 5). Mengembangkan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) melalui kerjasama dengan berbagai pihak.
f. Indikator Capaian 1) Tercapainya
peningkatan
keterpaduan
dan
sinkronisasi
kebijakan
penyelenggaraan administrasi kependudukan dan Catatan Sipil; 2) Terwujudnya pengelolaan informasi dengan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) secara on line di Jawa Tengah; 3) Tersedianya data kependudukan dan pencatatan sipil yang valid dan dinamis sesuai dengan perkembangan di lapangan; 4) Tersedianya berbagai bentuk laporan hasil pengelolaan data kependudukan dan pencatatan sipil;
150
11. Kewenangan Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak a. Permasalahan 1). Kebijakan Pembangunan yang selama ini dilaksanakan belum optimal untuk memperbaiki kualitas anak dan perempuan, hal ini di sebabkan: a)
Belum semua kebijakan pendukung kualitas anak dan perempuan tersedia di Jawa Tengah;
b) Berbagai kebijakan masih belum semuanya berpihak pada anak dan perempuan; c)
Para pengambil kebijakan masih belum responsif terhadap kebutuhan anak dan perempuan.
2). Lemahnya kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak ditunjukkan oleh: a)
Kelembagaan pengarusutamaan gender di ukur dari 7 syarat untuk penguatan kelembagaan gender yang meliputi : pemahaman dan komitmen, kerangka kebijakan, struktur dan mekanisme kelembagaan, informasi gender dan penelitian, ketrampilan perencanaan, manajemen, mekanisme partisipasi, serta sumberdaya. Namun kondisinya saat ini adalah: (1) Pemahamanan dan komitmen tentang kesetaraan dan keadilan gender masih rendah; (2) Kerangka kebijakan responsif gender belum cukup memberikan dukungan bagi penguatan kelembagaan; (3) Stuktur
dan
kelembagaan
yang
ada
masih
belum
mampu
meningkatkan kemampuan membangun kelembagaan yang ada; (4) Data pilah gender dan anak, informasi gender dan anak hasil penelitian
masih
belum
dimanfaatkan
sebagai
bahan
untuk
menyusun perencanaan responsif gender; (5) Kemampuan menyusun perencanaan responsif gender dan hak anak masih lemah; (6) Mekanisme partisipasi dalam penbangunan responsif gender belum optimal; (7) Sumberdaya manusia dan sumberdaya pendukung masih rendah.
151
b) Belum kuatnya kelembagaan pengarusutamaan anak yang disebabkan oleh pemahaman yang kurang optimal terhadap pemenuhan upaya perlindungan anak secara umum dan yang membutuhkan perlindungan khusus (anak korban bencana, korban penelantaran, anak korban perlakuan salah, anak korban tindak kekerasan, dan anak yang berhadapan dengan hukum). 3). Relatif rendahnya kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan anak, yang disebabkan oleh : a)
Tingginya buta huruf perempuan 68% (2.985.005) tahun 2007;
b) Rendahnya rata-rata lama sekolah perempuan (6,0 tahun) tahun 2007; c)
Askes pada pendidikan yang masih berbeda antara laki-laki dan perempuan;
d) Tingginya kematian ibu hamil dan bersalin, yaitu sebesar 101,37 pada tahun 2006; 97,62 pada tahun 2007; kematian bayi dan balita sebesar 14,23 pada tahun 2006 dan 9,52 pada tahun 2007; e)
Terbatasnya akses pada pelayanan kesehatan berkualitas;
f)
Keterbatasan akses dan kontrol perempuan serta sumber daya ekonomi;
g) Rendahnya perlindungan dari rasa aman khususnya pada penduduk miskin, perempuan dan anak; h) Kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak yang semakin meningkat baik jumlah maupun bentuk dan modusnya; i)
Faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, dan kearifan lokal kurang mendukung peningkatan kualitas hidup dan perlindungan perempuan dan anak;
j)
Rendahnya pendapatan perempuan;
k)
Rendahnya tingkat kesehatan perempuan dan anak;
l)
Lemahnya penegakan hukum perlindungan perempuan dan anak;
m) Meningkatnya jumlah anak yang bermasalah dengan hukum; n) Masih rendahnya cakupan kepemilikan akte kelahiran. 4). Masih rendahnya peran serta anak dan kesetaraan gender dalam pembangunan, yang disebabkan oleh : a) Belum optimalnya kesadaran dan pengetahuan aparatur pemerintah tentang kesetaraan dan keadilan gender;
152
b) Belum optimalnya pengetahuan masyarakat tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan karena belum optimalnya peran serta kelembagaan masyarakat; c) Masih kuatnya budaya tradisional yang masih bias gender. 5). Masih kurangnya keterlibatan anak dalam perencanaan pembangunan, yang disebabkan oleh: a) Belum optimalnya kesadaran dan pengetahuan aparatur pemerintah tentang partisipasi dan hak berpendapat anak; b) Belum optimalnya pengetahuan masyarakat tentang pengarusutamaan hak anak dalam pembangunan; c) Belum
optimalnya
peran
serta
kelembagaan
masyarakat
dalam
memahami dan merespon persoalan.
b.
Kebijakan 1). Mewujudkan peningkatan kualitas perempuan dan anak dalam berbagai kebijakan dan program responsif terhadap kebutuhan perempuan dan anak. 2). Mendorong mewujudkan penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan hak anak melalui pencapaian prasyarat untuk penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender yang meliputi pemahaman dan komitmen, kerangka kebijakan, struktur dan mekanisme kelembagaan, data informasi dan
penelitian,
keterampilan
perencanaan,
dan
menajemen
publik,
mekanisme partisipasi, serta sumber daya; 3). Meningkatkan kualitas hidup serta perlindungan perempuan dan anak, sehingga mencapai keadilan dan kesetaraan gender dan anak; 4). Mendorong peningkatan peran serta kesetaraan gender dan anak dalam pembangunan sehingga akan mampu meningkatkan IPG dan IDG.
c.
Strategi 1). Mengintegrasikan kebijakan dan program peningkatan kualitas perempuan dan anak dalam dokumen perencanaan daerah ( RPJP, RPJM dan RKPD); 2). Meningkatkan
pemahaman
dan
komitmen
SKPD
dalam
penguatan
pengarusutamaan gender dan hak anak, mendorong mewujudkan kerangka kebijakan responsif gender dan hak anak, mewujudkan struktur dan mekanisme kelembagaan yang responsif gender dan anak, mewujudkan data informasi dan penelitian yang berkualitas untuk penguatan PUG dan
153
PUHA, peningkatan ketrampilan perencanaan dan managemen
bagi SKPD
yang responsif gender dan hak anak serta mewujudkan mekanisme partisipasi serta pengolahan sumber daya yang responsif gender dan anak; 3). Meningkatkan
kualitas
hidup
dan
perlindungan
perempuan
melalui
peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, partisipasi politik, terbukanya akses sumber daya, dan ekonomi; 4). Meningkatkan peran serta dan partisipasi perempuan dan kelembagaan masyarakat pembangunan melalui berbagai program yang mendorong peningkatan kualitas hidup perempuan;
d.
Program 1). Keserasian Kebijakan Peningkatan Kualitas Anak dan Perempuan; 2). Penguatan Kelembagaan Pengarusutamaan Gender dan Anak; 3). Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan dan Anak; 4). Peningkatan Peran Serta Anak dan Kesetaraan Gender dalam Pembangunan.
e.
Sasaran 1).
Mewujudkan program yang mendorong peningkatan kualitas perempuan dan anak dibidang pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, lingkungan hidup, ekonomi, ketenagakerjaan, politik, SDM, aparatur, dan pengurangan kekerasan terhadap perempuan dan anak;
2).
Meningkatkan pemahaman dan komitmen tentang kesetaraan dan keadilan gender serta hak anak pada seluruh pelaku pembangunan, dalam rangka mewujudkan
penguatan
mengoptimalkan
kelembagaan
perlindungan
anak
pengursutamaan secara
luas
gender
melalui
serta
penguatan
kelembagaan pengarusutamaan anak, termasuk anak yang membutuhkan perlindungan khusus (anak korban bencana, korban penelantaran, anak korban perlakuan salah, anak korban tindak kekerasan, anak yang berhadapan dengan hukum); 3).
Meningkatkan kualitas hidup serta perlindungan perempuan dan anak melalui upaya-upaya menurunkan angka buta huruf perempuan dan anak, meningkatkan rata-rata lama sekolah perempuan dan anak, meningkatkan akses pada pendidikan yang masih berbeda, menurunkan AKI hamil dan bersalin, kematian bayi dan
balita, membuka dan memperluas akses
pelayanan kesehatan berkualitas, membuka akses dan kontrol perempuan
154
pada sumberdaya ekonomi, mewujudkan perlindungan dari rasa aman khususnya pada penduduk miskin perempuan dan anak, mengurangi kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak, melindungi perempuan dan anak terhadap faktor-faktor sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, dan kearifan lokal yang kurang mendukung kualitas hidup perempuan dan perlindungan anak, meningkatkan pendapatan perempuan, meningkatkan kualitas pendidikan dan mewujudkan penegakan hukum perlindungan perempuan dan anak, peningkatan cakupan kepemilikan akte kelahiran,
pemenuhan
dan
perlindungan
anak
secara
umum
dan
memerlukan perlindungan hukum, terwujudnya kota layak anak dan peningkatan partisipasi anak; 4).
Terwujudnya kebijakan dan program kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
f. Indikator Capaian 1). Keserasian kebijakan Peningkatan kualitas perempuan dan anak dicapai dengan indikator: a)
Berbagai kebijakan dan program yang mendorong peningkatan kualitas perempuan dan anak masuk dalam dokumen perencanaan (RPJP, RPJM, RKPD, RKA);
b)
Terwujudnya peran dan posisi perempuan di bidang politik dan jabatan publik dalam rangka menuju quota 30% perempuan di legislatif;
c)
Terwujudnya Perda perlindungan anak;
d)
Terwujudnya
peningkatan
kualitas
SDM
aparatur
yang
responsif
perempuan dan hak anak; e)
Terwujudnya kebijakan penilaian kinerja untuk jabatan publik yang responsif gender;
f)
Terwujudnya kebijakan yang mendorong meningkatnya partisipasi politik perempuan dan pelibatan partisipasi anak;
2). Penguatan kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak dicapai dengan indikator : a)
Meningkatnya pemahaman dan komitmen tentang kesetaraan dan keadilan gender serta hak anak pada seluruh pelaku pembangunan;
b)
Terwujudnya kerangka kebijakan yang responsif gender dan hak anak untuk memberikan dukungan bagi penguatan kelembagaan melalui
155
kebijakan, program dan kegiatan responsif gender dan hak anak, pada 30% SKPD dan di 10 Kabupaten/kota dengan GDI rendah; c)
Terwujudnya struktur dan kelembagaan telah ada untuk meningkatkan kemampuan membangun kelembagaan yang responsif gender dan hak anak dalam pemahaman dan kemampuan melalui IPG, pada : (1) 30% perencanaan SKPD Provinsi; (2) Seluruh PSW / PSG di Jawa Tengah; (3) 5 lembaga keagamaan di Provinsi; (4) 1 Jaringan LSM; (5) 1 Jaringan organisasi perempuan; (6) 10 Kabupaten/kota dengan GDI rencah; (7) Terwujudnya Kota Layak Anak di 10 Kabupaten / Kota;
d)
Terwujudnya data pilah gender, data tentang anak, informasi gender dan anak, serta pemanfaatan hasil penelitian untuk menyusun perencanaan resposif gender dan anak melalui tersedianya sistem informasi gender dan anak pada satu sistem informasi di Provinsi serta di 5 Kabupaten/kota;
e)
Meningkatnya kemampuan aparat SKPD dalam menyusun perencanaan kebijakan responsif gender dan anak;
f)
Terwujudnya mekanisme partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang responsif gender dan anak;
g)
Meningkatnya kualitas sumber daya manusia dan anggaran yang responsif gender dan anak;
h) Terwujudnya
perlindungan
anak
secara
luas,
termasuk
yang
membutuhkan perlindungan khusus (anak korban bencana, korban penelantaran, anak korban perlakuan salah, anak korban tindak kekerasan, anak yang berhadapan dengan hukum); 3). Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan dan Anak dicapai dengan indikator : a) Meningkatnya
jumlah
kelompok
integrasi
pelestarian
buta
aksara
perempuan dan BKB/Posyandu; b) Terwujudnya kerangka kebijakan yang responsif gender dan hak anak untuk memberikan dukungan bagi penguatan kelembagaan melalui berbagai kebijakan, program dan kegiatan responsif gender dan hak anak pada 30% SKPD dan di 10 Kabupaten/kota dengan IPG rendah; c) Meningkatnya jumlah perempuan pada setiap jenjang pendidikan;
156
d) Meningkatnya
kemampuan
sesuai
dengan
keahlian
yang
dimiliki
perempuan, sehingga mampu bersaing dalam dunia kerja; e) Meningkatnya kepedulian keluarga dalam pengambilan keputusan di bidang kesehatan di 10 Kabupaten/kota dengan kematian ibu tinggi; f) Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang kehamilan sehat dan persalinan aman, serta hak reproduksi di 10 Kabupaten/kota dengan kematian ibu tinggi; g) Meningkatnya cakupan pemberian ASI ekslusif 10% melalui Gerakan Sayang Ibu dan Bayi (GSIB); h) Meningkatnya jumlah Kecamatan Sayang Ibu di 10 Kabupaten/kota dengan Kasus Kematian ibu Tinggi; i)
Meningkatnya penguasaan ilmu dan teknologi jaringan usaha menengah dan koperasi, serta pemahaman kewirausahaan yang dikelola perempuan.
j) Meningkatnya jumlah Desa yang mengembangkan Program Desa Prima di 10 Kabupaten dengan GDI rendah diintegrasikan dengan PNPM Mandiri; k) Meningkatnya akses 5 kelompok perempuan pelaku usaha menengah dan kecil berkelanjutan pada jaringan usaha, modal, informasi pasar (bahan baku dan komoditas), meningkatnya penguasaan ilmu dan teknologi, jaringan
usaha
menengah
dan
koperasi,
serta
pemahaman
kewirausahaan; l)
Jumlah kasus kekerasan terhadap anak menurun, jumlah anak sejahtera meningkat, meningkatnya perlindungan anak secara luas termasuk anak yang membutuhkan perlindungan khusus (anak korban bencana, korban penelantaran, korban perlakuan salah, korban tindak kekerasan, dan anak yang berhadapan dengan hukum);
m) Berkembangnya model keadilan
restoratif
untuk
penanganan anak
yang bermasalah dengan hukum; n) Meningkatnya cakupan akte kelahiran; o) Berkembangnya metode dan pola pembinaan anak terlantar yang responsif anak; p) Tersusunnya kebijakan, program dan kegiatan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (trafficking); q) Menguatnya
kapasitas
kelembagaan
pelayanan
terpadu
dalam
penanganan kekerasan berbasis gender dan anak termasuk trafficking di:
157
(1) Provinsi (PPT Provinsi dan Komisi Perlindungan Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak (KPK2BGA)); (2) 15 Kabupaten/kota. r) Tersedianya mekanisme perlindungan korban kekerasan (termasuk trafficking) berbasis masyarakat dan kearifan lokal di 15 desa di 15 kabupaten/kota yang PPT nya sudah berjalan; s) Terlindunginya setiap perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan, yang melaporkan kepada Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Korban Kekerasan Berbasis Gender dan Anak Provinsi Jawa Tengah; t) Meningkatnya kualitas pelayanan PPT Provinsi dan PPT Kabupaten/kota kepada perempuan dan anak korban kekerasan termasuk trafficking; u) Menguatnya kerjasama antar provinsi dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk trafficking, pada : (1) 10 Provinsi anggota MPU; (2) 5 Provinsi di luar Jawa yang menjadi daerah transit atau tujuan trafficking. v) Meningkatnya jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terlaporkan dan ditangani; w) Peningkatan jumlah Kabupaten/kota Layak anak di 12 Kabupaten/Kota. x) Terfasilitasinya pembentukan P2TP2A di 8 Kabupaten yang terintegrasi dengan Program Penanggulangan Kemiskinan; 4). Peningkatan peran serta anak dan kesetaraan gender dalam pembangunan di capai dengan indikator: a)
Meningkatnya Indeks Pembangunan Gender (IDG) mencapai 61,8 dan Indeks Pemberdayaan Gender (IPG) mencapai 65,9 pada tahun 2013;
b)
Terlatihnya aparatur pemerintah tentang peningkatan peran serta anak dan kesetaraan dan keadilan gender;
c)
Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran serta anak dan kesetaraan serta keadilan gender dalam pembangunan;
12. Kewenangan Urusan Wajib Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera a. Permasalahan 1). Program Keluarga Berencana : Jumlah penduduk Jawa Tengah diperkirakan meningkat 0,35% per tahun (angka Nasional, Sensus, 2006) atau bertambah sekitar 11.160,52 jiwa per tahun, hal tersebut di karenakan :
158
a) Tingkat Drop Out (DO) peserta KB masih cukup tinggi yaitu di atas 10%; b) Unmet need relatif masih tinggi, yaitu 7,4%; c) Tingginya angka TFR , yaitu 2,3%; d) Menurunnya Kabupaten/kota
penyuluh/petugas karena
terkait
lapangan otonomi
KB
daerah,
(PKB/PLKB) sehingga
di
sangat
menghambat jangkauan pelayanan KB; e) Belum tersedianya sarana mobilitasTim KB Keliling di Kabupaten/kota; f) Semakin berkurangnya pembinaan peran serta masyarakat dan lembaga masyarakat dalam ber–KB; g) Semakin mahalnya alat kontrasepsi jangka panjang (IUD dan Implant); h) Sedikitnya variasi alat kontrasepsi untuk laki-laki; i) Belum optimalnya layanan untuk informasi KB dan & Keluarga Sejahtera; 2). Program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) di lapangan belum di laksanakan secara maksimal oleh Kabupaten/kota, dilain pihak pelatihan pendidik sebaya dan konselor sebaya masih belum berjalan sesuai dengan harapan, serta makin banyaknya remaja yang tidak mengetahui kesehatan reproduksi,
Kurangnya
pemahaman/pengetahuan
masyarakat
tentang
bahaya NAPZA, PMS dan HIV/AiDS, meningkatnya jumlah korban NAPZA, PMS dan HIV/ AIDS (65% dan 422 kasus), serta selama ini masyarakat masih belum optimal dalam berpartisipasi bagi upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya NAPZA, PMS dan HIV/ AIDS; 3). Program Pengembangan Model Operasional BKB, Posyandu, PAUD : belum optimalnya pelaksanaan model integrasi BKB, Posyandu dan PAUD dalam peningkatan pendidikan anak usia dini, hal ini dikarenakan : a. Belum adanya model bina keluarga balita (BKB), Posyandu dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); b. Belum tersedianya kader Posyandu yang mampu melakukan BKB dan PAUD; c. Belum optimalnya kelompok Bina Keluarga dan Bina Lingkungan Keluarga; d. Masih terbatasnya tenaga pendamping kelompok bina keluarga; e. Masih tingginya keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1. f. Belum optimal dan maksimalnya fasilitasi pelaksanaan, buku pedoman, norma, standar, prosedur, kriteria dan pengembangan ketahanan dan
159
pemberdayaan keluarga melalui kelompok catur bina (bina lingkungan keluarga, bina keluarga balita, bina keluarga remaja dan bina keluarga lansia); g. Masih
rendahnya
cakupan
dan
partisipasi
institusi
masyarakat
pedesaan / perkotaan (IMP) yang peduli pada pemberdayaan keluarga; 4). Program Pembinaan dan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri : belum optimalnya peran serta masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri dan pelayanan KB sektor swasta / bagi masyarakat dalam KB Mandiri; 5). Program Promosi Kesehatan Ibu Bayi dan Anak melalui Kelompok Bina Keluarga dan Bina Balita : belum optimalnya model integrasi BKB, Posyandu dan PAUD, masih rendahnya cakupan keluarga yang mengikuti catur bina dan cakupan keluarga Pra KS dan KS I yang mengikuti kelompok UPPKS;.
b. Kebijakan 1)
Meningkatkan kualitas pelayanan Keluarga Berencana untuk masyarakat dan mendorong masyarakat untuk mengendalikan kelahiran;
2)
Meningkatkan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) melalui berbagai program yang responsif terhadap kebutuhan remaja, sehingga semakin meningkatkan kualitas remaja yang memahami kesehatan reproduksi, menurunnya dan mencegah korban penyalahgunaan NAPZA, PMS termasuk HIV/ AIDS serta meningkatkan kualitas pelayanan korban penyalahgunaan NAPZA, PMS dan HIV/ AIDS melalui pemberdayaan keluarga;
3)
Mewujudkan ketahanan dan pemberdayaan keluarga dalam pengembangan model operasional Bina Keluarga Balita (BKB), Posyandu, PAUD, sehingga dapat berkembang optimal sebagai wahana dalam pengembangan anak usia dini dan menguatnya Kelompok Bina Lingkungan Keluarga, Bina Keluarga Balita, Bina Keluarga Remaja dan Bina Keluarga Lansia;
4)
Penguatan pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas melalui peningkatkan peran serta masyarakat dan pengembangan informasi program KB-KS serta meningkatnya peserta KB mandiri dan meningkatnya kualitas dan kuantitas serta peran akitf para pengelola, kader IMP dan pengembangan jejaring kerja / kemitraan melalui sektor swasta / LSOM;
160
5)
Meningkatkan Kesehatan Ibu Bayi dan Anak melalui kelompok Bina Lingkungan Keluarga dan Bina Keluarga Balita serta partisipasi masyarakat dalam Promosi Kesehatan Ibu-Bayi dan Anak;
c.
Strategi 1)
Meningkatkan kemampuan petugas lapangan baik para medis maupun penyuluh lapangan (PKB/PLKB), serta mengkampanyekan ”Program Dua Anak Lebih Baik” agar mendorong partisipasi masyarakat dalam ber-KB;
2)
Meningkatkan kapasitas dalam meningkatkan pemahaman remaja dalam reproduksi Sehat, serta terus melakukan advokasi untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam reproduksi sehat remaja;
3)
Merumuskan kebijakan ketahanan dan pemberdayaan keluarga;
4)
Meningkatkan kapasitas penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas serta Meningkatkan kapasitas pembinaan dan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri;
5)
Meningkatkan partisipasi kelompok Bina Lingkungan Keluarga dan Bina Keluarga
Balita
serta
mengembangkan
advokasi
dan
KIE
dalam
meningkatkan kualitas keluarga;
d. Program 1) Pelayanan Keluarga Berencana; 2) Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR); 3) Pengembangan model operasional BKB – Posyandu – PAUD; 4) Pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri; 5) Promosi Kesehatan Ibu-Bayi dan Anak melalui Kelompok Bina Keluarga dan Bina Balita.
e. Sasaran 1)
Terkendalinya jumlah penduduk melalui berbagai program pengendalian kelahiran
yang
mampu
meningkatkan
partisipasi
masyarakat
dalam
melaksanakan Keluarga Berencana di 35 Kabupaten / Kota; 2)
Meningkatnya program KRR, dan meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap
Kesehatan
Reproduksi
Remaja
(KRR)
dan
meningkatnya
pemahaman masyarakat dan pelaku pembangunan tentang bahaya dan upaya pencegahan serta penanggulangan NAPZA, PMS dan HIV/ AIDS di
161
sekolah, maupun di masyarakat sehingga mampu menekan angka korban penyalahgunaan NAPZA, PMS dan HIV/ AIDS; 3)
Meningkatnya peran Bina Keluarga Balita (BKB), Posyandu dan PAUD serta terumuskannya model Bina Keluarga Balita, Posyandu dan PAUD untuk mewujudkan keluarga yang sehat sejahtera;
4)
Meningkatnya rumusan kebijakan ketahanan dan pemberdayaan keluarga serta kapasitas kebijakan penguatan pelembagaan keluarga kecil yang berkualitas, dan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri,
5)
Meningkatnya kelompok Bina Lingkungan Keluarga dan Bina Keluarga Balita serta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam Promosi Kesehatan IbuBayi dan Anak;
f.
Indikator Capaian 1)
Program Pelayanan Keluarga Berencana dengan indikator capaian : a) Menurunnya tingkat Drop Out peserta KB dari 10% menjadi 9%; b) Menurunnya Unmet Need hingga 7%; c) Total Fertility Rate (TFR) dari 2,3% menjadi 2,1%; d) Meningkatnya jumlah dan kualitas penyuluh/petugas lapangan KB (PKB/PLKB), PPKBD, Sub PPKBD di Kabupaten/Kota; e) Meningkatnya sarana mobilitas Tim KB keliling di Kabupaten/kota; f) Meningkatnya peran serta masyarakat dan lembaga masyarakat dalam ber KB; g) Tersedianya alat kontrasepsi jangka panjang (IUD dan Implant) yang dapat menjangkau seluruh masyarakat termasuk alat kontrasepsi untuk pria; h) Memperluas cakupan dan jangkauan kualitas layanan KB.
2)
Program Peningkatan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) dengan indikator capaian: a) Meningkatnya kelompok KRR diseluruh Kabupaten/kota; b) Meningkatnya peran kelompok KRR dalam penyebarluasan kesehatan reproduksi remaja; c) Kesehatan reproduksi menjadi muatan lokal dalam bidang pendidikan; d) Peningkatan penanggulangan Narkoba, PMS termasuk HIV/ AIDS dengan indikator capaian :
162
(1) Meningkatnya pengetahuan remaja tentang bahaya narkoba dan PMS dan termasuk HIV/ AIDS; (2) Berkurangnya remaja yang menjadi korban bahaya narkoba dan PMS termasuk HIV/ AIDS; (3) Meningkatnya generasi muda penerus yang sehat jasmani rohani dan sosial; (4) Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dan penyelenggaraan penanggulangan HIV AIDS. 3)
Program pengembangan model operasional BKB - Posyandu dan PAUD dengan indikator capaian : a. Terbentuknya model BKB, Posyandu dan PAUD; b. Meningkatnya kualitas Posyandu dalam BKB dan PAUD; c. Meningkatnya kapasitas kader pendamping kelompok bina keluarga di kabupaten/kota; d. Tersedianya kader Posyandu dan PAUD dalam melakukan BKB dan PAUD; e. Makin meningkatnya Kelompok BKB dan PAUD yang terbina; f.
Meningkatnya peran lembaga masyarakat dalam ber KB dan KS;
g. Terwujudnya layanan informasi dalam pelaksanaan KB-KS; h. Terlaksananya fasilitasi TMKK, Kesatuan Gerak PKK KB-Kesehatan, Bhayangkara KB-Kesehatan dan Harganas; i.
Meningkatnya peran kelompok Bina Lingkungan Keluarga, Bina Keluarga Balita, Bina Keluarga Remaja dan Bina Keluarga Lansia.
4)
Program Pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri. a) Menurunnya angka drop out KB bagi masyarakat melalui keikutsertaan dalam KB Mandiri; b) Terwujudnya KB Mandiri oleh masyarakat yang akan menekan angka unmet need; c) Meningkatnya partisipasi dan kesertaan masyarakat dalam pelayanan KB Mandiri termasuk peserta KB pria; d) Meningkatnya jumlah masyarakat miskin untuk memperoleh akses dalam memperoleh pelayanan KB;
5)
Promosi Kesehatan Ibu-Bayi dan Anak melalui Kelompok Bina Keluarga dan Bina Balita.
163
a). Terbinanya kelompok-kelompok Bina Lingkungan Keluarga dan Bina Keluarga Balita hingga tingkat desa; b). Makin tersebarnya informasi kesehatan ibu-bayi dan anak hingga menjangkau wilayah perdesaan ; c). Terselenggaranya KIE untuk menunjang Kesehatan Ibu-Bayi dan Anak melalui Kelompok Bina Lingkungan Keluarga dan Bina Keluarga Balita.
13. Kewenangan Urusan Wajib Sosial a. Permasalahan 1). Masih banyaknya jumlah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial seperti : fakir miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT), keterlantaran, kecacatan dan ketuna sosial, hal ini dikarenakan : a)
Semakin meningkatnya jumlah penduduk miskin;
b) Belum optimalnya penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS); c)
Masih terbatasnya sarana dan prasarana penanganan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).
2). Masih rendahnya kualitas pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial, hal ini dikarenakan : a)
Kurangnya
pembinaan
dalam
penanganan
Penyandang
Masalah
Kesejahteraan Sosial baik di Panti Sosial maupun di luar Panti Sosial atau masyarakat; b) Belum adanya standar operasional dalam pemberian pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial; 3). Belum terbinanya secara optimal eks penyandang penyakit sosial (eks narapidana, Pekerja Seks Komersial (PSK), narkoba dan penyakit sosial lainnya), hal ini dikarenakan: a) Belum adanya kesadaran keluarga eks narapidana, PSK, narkoba dan penyandang penyakit sosial lainnya untuk melaporkan perkembangan kondisinya; b) Belum optimalnya lembaga/organisasi pembina penyandang penyakit sosial (eks narapidana, PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya);
164
c) Masih terbatasnya kegiatan untuk penanganan penyandang penyakit sosial (eks narapidana, PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya). 4). Belum optimalnya kelembagaan kesejahteraan sosial dalam penanganan dan pembinaan terhadap Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), hal ini dikarenakan : a) Masih terbatasnya lembaga/organisasi yang menangani Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS); b) Masih
terbatasnya
Sumber
Daya
Manusia
(SDM)
pengelola
lembaga/organisasi pelayanan kesejahteraan sosial; c) Masih rendahnya peran serta dunia usaha dalam pengembangan usaha kesejahteraan sosial atau pembangunan kesejahteraan sosial. 5). Belum optimalnya kualitas penyelenggaraan penanggulangan bencana baik sebelum (pra bencana), pada saat (tanggap darurat bencana) maupun sesudah terjadinya bencana (pasca bencana) yang disebabkan antara lain oleh kurangnya kapasitas masyarakat dan aparatur, sarana prasarana serta upaya pencegahan dan kesiapsiagaan;
b. Kebijakan 1) Peningkatan
kualitas
penanganan
PMKS
dalam
melindungi
dan
mengembalikan fungsi sosial dalam masyarakat; 2) Penyusunan standar operasional dalam pemberian pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial; 3) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam penanganan penyandang masalah kesejahteraan sosial; 4) Peningkatan kualitas penanggulangan bencana yang terencana , terkoordinasi dan menyeluruh.
c. Strategi 1) Meningkatkan peran dan pemberdayaan potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS) dalam menurunkan jumlah PMKS; 2) Meningkatkan kualitas pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial ; 3) Menguatkan lembaga pembina PMKS dan meningkatkan kesadaran keluarga dalam membina PMKS;
165
4) Meningkatkan kader di masyarakat dalam keberdayaan lembaga kesejahteraan sosial; 5) Meningkatnya kualitas penanggulangan bencana melalui upaya : a) Menurunkan ancaman; b) Menurunkan ketentraman; c) Meningkatkan kapasitas masyarakat dan aparatur.
d. Program 1) Pemberdayaan fakir miskin, Komunitas Adat Terpencil (KAT) dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya; 2) Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial; 3) Pembinaan eks penyandang penyakit sosial (eks narapidana, PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya); 4) Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial; 5) Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana;
e. Sasaran 1) Berkurangnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial; 2) Meningkatnya pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial, meningkatnya ketrampilan pengelola panti dalam memberikan layanan dan rehabilitasi sesuai standar operasional. 3) Terbinanya eks penyandang penyakit sosial (eks narapidana, PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya); 4) Meningkatnya kapasitas kelembagaan kesejahteraan sosial 5) Meningkatnya upaya pencegahan, kesiapsiagaan dan pengurangan resiko bencana; 6) Meningkatnya
penyelamatan
dan
evakuasi
terhadap
korban
bencana,
penanganan pengungsi dan pemulihan sarana prasarana vital untuk aktifitas masyarakat; 7) Meningkatnya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi
pasca bencana melalui
perbaikan pemulihan, peningkatan dan pembangunan yang lebih baik; 8) Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana, peralatan dan logistik bencana;
f. Indikator Capaian
166
1) Program pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil (KAT) dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya, dengan target dan indikator capaian sebagai berikut: a) Terlaksananya pelatihan ketrampilan keluarga rawan sosial ekonomi (PKRSE) sebesar 7.900 orang; b) Didampinginya 500 komunitas adat terpencil; c) Terfasilitasinya
kesejahteraan
bagi
perintis
kemerdekaan/pahlawan
nasional, wakawuri, dan veteren beserta keluarganya; d) Terpenuhinya sarana dan prasarana pendukung usaha bagi keluarga miskin; e) Menurunnya jumlah keluarga miskin di Jawa Tengah; f) Menurunnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) sebesar 5%; g) Meningkatnya jumlah dan ketrampilan tenaga yang menanganani PMKS. 2) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial, dengan target dan indikator capaian sebagai berikut: a) Meningkatnya kualitas pembinaan penanganan penyandang cacat 1.000 orang, eks penyandang kronis 1.150, penderita penyakit menahun terlantar 1.100 orang, penyandang cacat bibir sumbing dan katarak 500 orang dan penyandang cacat lewat BLK 800 orang; b) Meningkatnya sarana dan prasarana panti-panti sosial; c) Tersusunnya standar operasional pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial; d) Tersosialisasinya
standar
operasional
pelayanan
dan
rehabilitasi
kesejateraan sosial; 3) Program pembinaan eks penyandang penyakit sosial (eks narapidana, PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya), dengan target dan indikator capaian sebagai berikut: a) Terdatanya eks penyandang penyakit sosial (eks narapidana, PSK, narkoba dan penyakit sosial lainnya); b) Meningkatnya kegiatan pembinaan eks penyandang penyakit sosial (eks Pengemis Gelandangan dan Orang Terlantar (PGOT) 500 orang, eks napi 500 orang, eks PSK dan penyandang HIV AIDS 1.000);
167
4) Program pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial, dengan target dan indikator capaian sebagai berikut: a) Teridentifikasinya potensi dan sumber kesejahteraan sosial di seluruh Kabupaten/Kota; b) Meningkatnya
kualitas
penanganan
dan
kapasitas
lembaga
yang
menangani PMKS; c) Meningkatnya peran serta masyarakat dalam penanganan PMKS; d) Meningkatnya peran dunia usaha (Corporate Social Responsibility) dalam penanganan PMKS. 5) Program
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana , dengan target dan
indikator capaian sebagai berikut : a) Meningkatnya kemampuan masyarakat dan aparatur dalam melakukan upaya pencegahan, kesiapsiagaan dan pengurangan resiko bencana ; b) Meningkatnya penyelamatan dan evakuasi terhadap
korban bencana,
penanganan pengungsi dan pemulihan sarana prasarana vital untuk ektifitas masyarakat; c) Meningkatnya kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana melalui perbaikan; d) Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana, perlatan dan logistik bencana;
14. Kewenangan Urusan Wajib Ketenagakerjaan a. Permasalahan 1) Sempitnya kesempatan kerja yang disebabkan oleh: a) Ketidakseimbangan antara kesempatan kerja yang ada dengan kebutuhan masyarakat akan pekerjaan; b) Penyerapan
angkatan
kerja
yang
ada
tidak
sebanding
dengan
pertumbuhan angkatan kerja sehingga jumlah pengangguran bertambah (Backlog); 2) Rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja yang disebabkan oleh: a) Rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja; b) Rendahnya ketrampilan tenaga kerja; c) Ketidak sesuaian antara persyaratan kualifikasi jabatan yang dibutuhkan oleh pasar kerja dengan kompetensi pendidikan yang dimiliki oleh tenaga kerja.
168
3) Belum optimalnya perlindungan dan pengembangan lembaga tenaga kerja, yang disebabkan oleh : a) Kurang berfungsinya lembaga tenaga kerja; b) Belum optimalnya fungsi Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) dalam memberikan perlindungan kepada Tenaga Kerja Indonesia TKI; c) Rendahnya tingkat kesejahteraan tenaga kerja; d) Lemahnya pengawasan ketenagakerjaan.
b. Kebijakan Kebijakan pembangunan ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah diarahkan pada : 1) Peningkatan dan perluasan lapangan pekerjaan di berbagai sektor; 2) Peningkatan kopetendi dan produktivitas tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan pasar kerja; 3) Penegakkan hukum dan perlindungan tenaga kerja; 4) Peningkatan kesejahteraan tenaga kerja; 5) Memantapkan hubungan industrial yang harmonis.
c. Strategi 1) Meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait
dalam penyerapan
tenaga kerja, baik regional, nasional maupun internasional; 2) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumber daya pelatihan dan produktivitas; 3) Meningkatkan koordinasi dan kerjasama dalam penyelenggaraan bursa kerja dan optimalisasi sistem informasi bursa kerja
yang mudah diakses oleh
masyarakat; 4) Meningkatkan pengawasan dan perlindungan tenaga kerja sesuai norma hukum yang belaku, serta meningkatkan peran lembaga ketenagakerjaan.
d. Program 1) Peningkatan Kesempatan Kerja; 2) Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja; 3) Perlindungan dan Pengembangan Lembaga Ketenagakerjaan.
e. Sasaran 1). Meningkatkan jumlah Angkatan Kerja Lokal (AKAL);
169
2). Meningkatkan jumlah Angkatan Kerja Antar Daerah (AKAD); 3). Meningkatkan jumlah Angkatan Kerja Antar Negara (AKAN); 4). Mewujudkan penyelenggaraan dan sistem informasi pasar kerja yang mudah diakses oleh masyarakat; 5). Meningkatkan kompetensi dan produktivitas tenaga kerja; 6). Meningkatkan peran serta dan partisipasi lembaga-lembaga pendidikan dalam penyiapan kualitas tenaga kerja; 7). Meningkatkan perlindungan dan jaminan kesejahteraan tenaga kerja; 8). Meningkatkan pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan; 9). Meningkatkan peran serta lembaga ketenagakerjaan;
f. Indikator Capaian 1) Tercapainya AKL 100.000 orang; 2) Tercapainya AKAD 75.000 orang; 3) Tercapainya AKAN 336.000 orang; 4) Terselenggaranya bursa kerja dengan 12.500 lowongan verja, melalui Bursa Kerja Kursus (BKK); 5) Terbentuknya 350 BKK; 6) Terbinanya 500 BKK; 7) Terselenggaranya Job Market Fair yang diikuti yang diikuti oleh 350 perusahaan dengan menghasilkan 12.000 lowongan kerja; 8) Tersebarnya informasi pasar kerja di 35 Kabupaten/kota; 9) Tercapainya peningkatan kopetensi 52.000 tenaga kerja; 10) Tercapainya 1.100 lembaga penyelenggaran pelatihan kerja dan berperan aktif dalam peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; 11) Terfasilitasinya 10.000 tenaga kerja dan 250 instruktur; 12) Tercapainya Revitalisasi 5 Unit Pelaksana Teknis Daerah Balai Latihan Kerja (UPTD BLK); 13) Terfasilitasinya peningkatan kompetensi 500 instruktur dan 250 pengelola LPK; 14) Tercapainya penempatan 500 orang pemagangan dalam negeri dan 3.000 orang pemagangan luar negeri; 15) Tersusunya 25 program pelatihan CBT (Competensy Base Training) dan 100 modul pelatihan CBT; 16) Terbentuknya 25 tempat uji kompetensi ; 17) Terakreditasinya 250 lembaga pelatihan kerja ;
170
18) Tercapainya peningkatan produktivitas 2.500 tenaga kerja dan 1.000 perusahaan; 19) Tercapainya jaminan perlindungan tenaga kerja dan terwujudnya kondisi hubungan Industrial yang harmonis melalui : a) Terbentuknya 2500 Serikat Pekerja Serikat Pekerja (SP) di tingkat perusahaan; b) Terbentuknya 660 Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit; c) Revitalisasi peran 36 LKS Tripartit dalam memberikan pertimbangan ketenagakerjaan kepada pimpinan daerah; d) Revitalisasi 36 organisasi pengusaha untuk mendukung kondisi Hubungan Internasional di Jateng. 20) Terwujudnya Peningkatan kesejahteraan pekerja. a) Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dengan pencapaian 100 % Kebutuhan Hidup Layak (KHL) s.d 2013., 2009 sebesar 90,10 %, 2010 sebesar 92,57 %, 2011 sebesar 95,05 %, 2012 sebesar 97,51 %. 2013 sebesar 100 %; b) Penambahan peserta program jamsostek luar hub. kerja dari jumlah pek informal sebanyak 10 % dari 14.799.001 orang; c) Terbentuknya koperasi karyawan sebanyak 1.200 koperasi; d) Tersedianya fasilitas kesejahteraan pekerja di 3.705 perusahaan; e) Adanya Sistem Pengupa-han dalam bentuk struktur dan Skala Upah di perusahaan. 21) Terwujudnya peningkatan syarat-syarat kerja di perusahaan a) Meningkatnya kualitas materi PP dan Pejanjian Kerja Bersama (PKB); b) Perusahaan yang wajib membuat PP se Jateng sebanyak 5.840; c) Serikat kerja yang dapat membuat PKB sebanyak 1.446 SP/SB; 22) Berkurangnya kasus-kasus ketenagakerjaan di Jawa Tengah, baik kasus perselisihan hubungan industrial maupun kasus TKI sebesar 50 %; 23) Peningkatan profesionalisme 129 mediator se Jateng, konsiliator dan arbiter se Jawa Tengah; 24) Revitalisasi terhadap 15 PPTKIS dan 500 cabang PPTKIS; 25) Terwujudnya pembinaan dan pengawasan ketenagakerjaan DI 35 Kabupaten Kota meliputi : 16.581 Perusahaan dan PPTKIS 1500 Perusahaan formal dan PPTKIS, 15 PPTKIS, 500 cabang PPTKIS dan 212 Pegawai pengawas ketenagakerjaan, 100 kasus;
171
15. Kewenangan Urusan Wajib Koperasi dan Usaha Kecil Menengah a. Permasalahan 1) Lemahnya kualitas kelembagaan Koperasi dan UMKM pada bidang manajemen, organisasi dan tatalaksana; 2) Lemahnya Koperasi dan UMKM terhadap akses pasar; 3) Lemahnya akses Koperasi dan UMKM terhadap permodalan dan pembiayaan usaha; 4) Lemahnya Koperasi dan UMKM terhadap penguasaan teknologi, pemenuhan sarana dan prasarana usaha; 5) Rendahnya kualitas sumberdaya manusia Koperasi dan UMKM, yang meliputi kompetensi, semangat dan jiwa kewirausahaan;
b. Kebijakan 1) Penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat pedesaan, perkotaan dalam basis sistem agrobisnis (KUD, KOPTAN, KSP/USP); 2) Pengembangan jaringan usaha dan perluasan akses dan pangsa pasar Koperasi dan UMKM baik di dalam maupun di luar negeri; 3) Memperluas akses Koperasi dan UMKM terhadap lembaga pembiayaan dan penguatan kelembagaan keuangan yang dimiliki dan dikelola masyarakat (KSP/USP, KJKS dll); 4) Mendorong pertumbuhan dan memberdayakan UMKM melalui berbagai insentif dibidang perijinan, pemberian fasilitas pemasaran, melalui berbagai pameran produk-produk UMKM, serta penguatan sarana dan prasarana pendukung kegiatan usaha UMKM; 5) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia Koperasi dan UMKM melalui pendidikan untuk menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi dan daya saing yang tinggi;
c. Strategi 1) Penguatan kapasitas kelembagaan ekonomi masyarakat pedesaan dan perkotaan dalam basis sistem agrobisnis, (KUD, KOPTAN, KSP/USP); 2) Membangun dan mengembangkan sistem jaringan distribusi dan networking ekonomi Koperasi dan UMKM;
172
3) Menumbuh kembangkan lembaga keuangan alternatif (KSP/USP Koperasi dan KJKS/UJKS Koperasi) dan lembaga pendukung lainnya bagi pengembangan Koperasi dan UMKM; 4) Meningkatkan daya saing sektor UMKM melalui peningkatan produktifitas dan kualitas produk yang berbasis produk unggulan daerah, berdaya saing global dan berorientasi eksport serta perbaikan manajemen pemasaran ke arah pembentukan produk bermerek (branded product); 5) Mewujudkan SDM pengelola Koperasi dan UMKM yang profesional melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pelatihan dan sertifikasi profesi dalam rangka peningkatan SDM secara periodik dan berkelanjutan, serta perluasan sertifikasi kompetensi SDM Koperasi dan UMKM;
d. Program 1) Penguatan Kapasitas Kelembagaan Koperasi dan UMKM; 2) Pemberdayaan Koperasi dan UMKM melalui Penguatan dan Pengembangan Diversifikasi Usaha dan Sistem Distribusi/ Jaringan Usaha serta Peningkatan Daya Saing; 3) Penguatan dan Pengembangan Permodalan dan Jaringan Kemitraan Usaha KSP/USP-Koperasi; 4) Pemberdayaan
Koperasi
dan
UMKM
melalui
Peningkatan
Produktivitas
Pemasaran dan Jaringan Usaha;
e. Sasaran 1) Meningkatnya kapasitas kelembagaan Koperasi sesuai dengan jatidiri Koperasi; 2) Semakin meluasnya pangsa pasar produk UMKM di pasar domestik maupun internasional; 3) Meningkatnya akses permodalan bagi KSP/USP-Koperasi dan UMKM; 4) Meningkatnya produktivitas UMKM melalui pemanfaatan teknologi dan pemenuhan sarana dan prasarana; 5) Meningkatnya kualitas SDM koperasi dan UMKM yang handal dan profesional.
f. Indikator Capaian 1) Menguatnya kapasitas kelembagaan Koperasi dengan target : a) Sejumlah 5.000 Koperasi berkwalitas dari 12.290 koperasi aktif;
173
b) KSP/USP-Kperasi yang sehat di tiap-tiap kecamatan 1 KSP/USP-Koperasi sehat; 2) Meluasnya pangsa pasar produk Koperasi dan UMKM melalui : a) Promosi, pameran kontak dagang, pasar rakyat dan temu usaha sebanyak 100 event; b) Jaringan usaha ritel Koperasi : 57 Koperasi (Sensuko); c) Menguatnya waserda Koperasi 300 waserda; d) Revitalisasi KUD/KOPTAN 566; e) HKI, 150 sertifikat; f) Ijin kesehatan usaha 3.000 UMKM; 3) Terwujudnya fasilitasi sertifikat tanah 1.750, pelaksanaan linkage program 566 Koperasi/KSP/USP,
bim,bingan
teknis
permodalan
1500
KSP/USP
dan
pendampingan 115 sentra; 4) Meningkatnya produktivitas UMKM melalui : a) Bantuan peralatan produksi 2.000 UMKM; b) Bimbingan teknis produksi 4.500 UMKM; c) Workshop 1.500 UMKM. 5) Meningkatnya
pengetahuan
kemampuan
dan
ketrampilan
SDM
8.700,
Kompetensi SDM KUMKM sasaran 750 orang pengelola Koperasi dan UMKM.
16. Kewenangan Wajib Penanaman Modal a. Permasalahan 1) Target investasi belum dapat tercapai karena promosi investasi kurang optimal dalam menampilkan potensi unggulan Jawa Tengah dan belum terjalinnya kerjasama pengelolaan aset Jawa Tengah dengan investor agar menjadi sarana investasi; 2) Masih rendahnya realisasi investasi, kurang optimalnya dukungan iklim dan jejaring investasi karena lemahnya kepastian hukum, ketidakstabilan kondisi ekonomi,
gangguan
keamanan,
kerjasama
pemerintah
provinsi
dan
pemerintah kabupaten/kota, serta hambatan lain dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif; 3) Masih kurang optimalnya dukungan terhadap potensi investasi karena kurang siapnya sumberdaya dan sarana prasarana dalam menarik investor baik terkait lahan, tenaga kerja dan infrastruktur;
174
b. Kebijakan 1) Peningkatan promosi potensi dan peluang investasi di dalam dan luar negeri secara selektif dan terpadu serta pengembangan fasilitasi kerjasama berkaitan dengan investasi; 2) Penciptaan iklim investasi yang kondusif untuk realisasi investasi dan menjaga investasi berkelanjutan; 3) Peningkatan sumberdaya yang mendukung realisasi investasi, maupun sarana dan prasarana investasi yang memadai;
c. Strategi 1) Meningkatkan promosi potensi dan peluang investasi yang dilakukan secara selektif dan terpadu serta meningkatkan kerjasama investasi; 2) Menyusun kebijakan investasi yang strategis yang mengarah pada upaya mendorong iklim kondusif untuk terjadinya peningkatan realisasi penanaman modal; 3) Meningkatkan kemampuan sumberdaya dalam mendukung realisasi investasi, maupun sarana dan prasarana di bidang penanaman modal;
d. Program a) Peningkatan promosi dan kerjasama investasi; b) Peningkatan iklim dan realisasi investasi; c) Penyiapan potensi sumber daya, sarana dan prasarana daerah;
e. Sasaran 1) Program peningkatan promosi dan kerjasama investasi, dengan sasarannya : a) Meningkatnya jumlah investor yang mengenal potensi investasi, yang tertarik dan yang menanamkan modalnya di Jawa Tengah; b) Meningkatnya kerjasama pengelolaan aset Jawa Tengah dengan para investor; 2) Program peningkatan iklim dan realisasi investasi, dengan sasarannya : a) Meningkatnya iklim investasi yang kondusif di Jawa Tengah; b) Meningkatnya realisasi investasi Jawa Tengah; 3) Program Penyiapan Potensi Sumberdaya Sarana dan Prasarana Daerah., dengan sasarannya :
175
a) Meningkatnya sarana prasarana infrastruktur yang mendukung investasi; b) Meningkatnya kesiapan lahan untuk investasi. c) Meningkatnya kemampuan SDM/tenagakerja untuk investasi dan kesadaran masyarakat menerima investasi;
f. Indikator Capaian 1) Program peningkatan promosi dan kerjasama investasi, dengan target dan indikator capaiannya : a) Meningkatnya kualitas dan kuantitas informasi investasi yang dapat disampaikan ke calon investor, dan tercapainya realisasi investasi meliputi tersedianya profil 6 sektor usaha, terselenggaranya event promosi dan temu usaha tingkat nasional 5 kali, terselenggaranya event promosi dan temu usaha internasional 10 kali, serta updating website 10 kali; b) Meningkatnya jumlah kerjasama investasi meliputi kerjasama dalam negeri dengan 20 provinsi potensial, dan kerjasama luar negeri dengan 5 negara. 2) Program peningkatan iklim dan realisasi investasi, dengan target dan indikator capaiannya : a) Tesusunnya sebuah Perda tentang penanaman modal dan empat peraturan pelaksanaannya; b) Menurunnya gangguan keamanan investasi; c) Meningkatnya persetujuan dan realisasi investasi. Diharapkan tercapai realisasi investasi dalam tahun 2008: 40,156 trilyun, tahun 2009: 46,157 trilyun, tahun 2010: 55,502 trilyun, tahun 2011: 68,613 trilyun, tahun 2012: 84,970 trilyun dan tahun 2013: 105,384 trilyun; d) Meningkatnya kerjasama Pemerintah Provinsi dengan 20 provinsi potensial dan 35 Pememerintah kabupaten/kota Jawa Tengah dalam menarik investasi. 3) Program Penyiapan Potensi Sumberdaya Sarana dan Prasarana Daerah, dengan target dan indikator capaiannya : a. Meningkatnya jumlah dan kualitas infrastruktur pendukung investasi, meliputi: peningkatan kualitas jalan akses ekono-mi dari desa ke kota, peningkatan kualitas pelabuhan untuk ekspor/impor, dan dermaga peti kemas, peningkatan kualitas bandara, peningkatan energi, telekomunikasi, air dan fasilitas kesehatan terkait investasi;
176
b. Tersedianya sarana prasarana dan tersedianya lahan di 9 kawasan industri; c. Jumlah tenaga kerja terdidik/terampil meningkat di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah; d. Kesadaran masyarakat untuk menerima kegiatan investasi meningkat di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah;
17. Kewenangan Urusan Wajib Kebudayaan a. Permasalahan 1) Budaya daerah belum banyak mendapatkan apresiasi oleh masyarakat nasional dan internasional serta lunturnya nilai – nilai etika, moral, budaya dan keagamaan pada masyarakat yang disebabkan oleh : a) Pengaruh negatif globalisasi, budaya asing terhadap budaya masyarakat Indonesia ; b) Belum optimalnya pelestarian sejarah dan permuseuman ; c) Belum optimalnya perlindungan dan pelestarian terhadap kekayaan budaya nasional/daerah, sehingga sangat rentan untuk diambil alih/diakui oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab ; d) Belum optimalnya promosi budaya daerah ; e) Belum efektifnya sistem inventarisasi dan penyajian informasi mengenai jenis dan ragam budaya daerah Jawa Tengah ; f) Belum optimalnya pembinaan/pendidikan moral, etika dan budi pekerti bagi para remaja dan siswa sekolah. 2) Kesempatan penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam mengamalkan
kepercayaannya
masih
mengalami
banyak
hambatan–
hambatan sosial dan budaya.
b. Kebijakan 1) Mengoptimalkan pembinaan, perlindungan, pelestarian budaya dan kesenian daerah, dan meningkatkan daya tangkal penangkal pengaruh negatif globalisasi dan budaya asing serta pelestarian peninggalan sejarah dan permuseuman; 2) Meningkatkan pembinaan dan pengendalian bagi organisasi dan penghayat kepercayaan
terhadap
Tuhan
Yang
Maha
Esa
dalam
mengamalkan
kepercayaannya.
177
c. Strategi 1) Optimalisasi pembinaan, perlindungan, pelestarian budaya, kesenian dan tradisi daerah, dan peningkatan daya tangkal pengaruh negatif globalisasi dan budaya asing serta pelestarian peninggalan sejarah dan permuseuman; 2) Peningkatan
pembinaan
dan
pengendalian
organisasi
dan
penghayat
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d. Program 1) Pembinaan tradisi dan Pengembangan Nilai Kekayaan dan Keragaman Budaya; 2) Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
e. Sasaran 1) Program Pembinaan dan Pengembangan Nilai Kekayaan dan Keragaman Budaya, dengan sasaran : a) Meningkatnya kesadaran, pemahaman dan perilaku masyarakat dalam beretika dengan mengedepankan moral serta nilai – nilai keagamaan dan kekayaan budaya lokal guna memperkuat identitas masyarakat Jawa Tengah; b) Meningkatnya eksistensi budaya Jawa Tengah di tingkat regional, nasional dan internasional; c) Menyelamatkan,
melestarikan
dan
mengembangkan
serta
mendayagunakan warisan budaya bangsa. 2) Program Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan sasaran meningkatnya akses dan kualitas penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mengamalkan kepercayaan.
f. Indikator Capaian 1) Program Pembinaan dan Pengembangan Nilai Kekayaan dan Keragaman Budaya, dengan indikator : a) Meningkatnya pembinaan nilai–nilai etika, moral, budaya dan keagamaan Indonesia kepada masyarakat melalui berbagai media;
178
b) Meningkatnya penanaman nilai–nilai etika, moral, budaya dan keagamaan melalui organisasi sosial keagamaan di berbagai lapisan dengan berbagai sosialisasi dan media; c) Meningkatnya penanaman dan sosialisasi etika, moral, budaya dan nilai keagamaan di kalangan para remaja dan organisasi pemuda; d) Tersusunnya data base kekayaan ragam budaya daerah Jawa Tengah; e) Meningkatnya upaya–upaya perlindungan, pelestarian dan promosi budaya daerah di tingkat regional, nasional dan internasional. 2) Program Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan
indikator
meningkatnya
pembinaan
dan
jumlah
serta
jenis
kelembagaan, penghayatan dan pengamalan terhadap kepercayaan yang dianut.
18. Kewenangan Urusan Wajib Kepemudaan dan Olah raga a) Permasalahan 1) Masih rendahnya partisipasi pemuda dalam pembangunan daerah yang diantaranya disebabkan oleh: a)
rata-rata tingkat pendidikan dan ketrampilan pemuda masih rendah dan tidak merata antar daerah;
b)
Menurunnya rasa kebangsaan generasi muda dan rendahnya kepedulian pemuda terhadap masalah-masalah pembangunan;
c)
akses
bagi pemuda untuk bepartisipasi dalam pembangunan daerah
masih terbatas; d)
Masih rendahnya daya tangkal di kalangan pemuda terhadap pengaruh destruktif sebagai akibat perubahan kondisi lingkungan strategis domestik maupun global;
e)
Belum optimalnya kemitraan kepemudaan.
2) Masih rendahnya peran kelembagaan / organisasi kepemudaan dalam pembangunan kepemudaan; 3) Belum optimalnya prestasi dan pemasyarakatan olah raga disebabkan oleh: a) Masih rendahnya kualitas dan kuantitas pembibitan, pembinaan dan pemanduan serta pemasyarakatan olah raga; b) belum optimalnya penelitian dan pengembangan keolahragaan; 4) Masih rendahnya kualitas dan kapasitas kelembagaan/ organisasi olah raga; 5) Masih rendahnya kualitas dan kuantitas sarana prasarana olah raga.
179
b. Kebijakan 1) Mengupayakan perwujudan partisipasi dan kepedulian pemuda terhadap pembangunan dengan memperluas kesempatan memperoleh pendidikan keterampilan dan meningkatkan daya tangkal pemuda terhadap pengaruh destruktif, meningkatkan kemitraan kepemudaan, serta mengembangkan rasa kebangsaan (national character building); 2) Memberdayakan organisasi kepemudaan agar benar-benar mampu menjadi wadah aktivitas dan kreatifitas pemuda; 3) Meningkatkan kualitas pembibitan dan pembinaan
olah raga pada semua
cabang olah raga, melalui peningkatan motivasi masyarakat dalam olah raga dan kesegaran jasmani; 4) Meningkatkan
pembinaan
dalam
rangka
mengembangkan
kemampuan
pengelolaan lembaga/organisasi olah raga pada semua cabang olah raga; 5) Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana prasarana olah raga.
c. Strategi 1) Pengembangan dan pemberdayaan generasi muda khususnya di perdesaan, peningkatan
daya
pengembangan
tangkal
kemitraan
pemuda
terhadap
kepemudaan,
serta
pengaruh
destruktif,
pengembangan
rasa
kebangsaan (national character building); 2) Pemberdayaan dan pengembangan organisasi kepemudaan; 3) Pembibitan, pembinaan dan pemanduan olah raga secara intensif dan berkelanjutan, serta pembinaan dan pengembangan minat olah raga masyarakat; 4) Peningkatan kapasitas sumberdaya manusia tenaga pengelola dan lembaga/ organisasi olah raga; 5) Peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana olah raga;
d. Program 1) Pengembangan dan pemberdayaan pemuda; 2) Pemberdayaan lembaga/ organisasi kepemudaan; 3) Pembibitan, pembinaan dan pemanduan serta pemasyarakatan olah raga; 4) Pengembangan kapasitas kelembagaan organisasi olah raga; 5) Peningkatan sarana prasarana olah raga.
180
e. Sasaran 1) Program Pengembangan dan Pemberdayaan Pemuda, dengan sasaran: a) Meningkatnya partisipasi generasi muda dalam pembangunan daerah; b) Meningkatnya rasa kebangsaan generasi muda dan kepedulian pemuda terhadap masalah pembangunan; c) Meningkatnya akses pemuda dalam pembangunan daerah; d) Terwujudnya daya tangkal pemuda terhadap pengaruh destruktif; e) Terwujudnya kemitraan pemuda. 2) Program Pemberdayaan Lembaga/ Organisasi Kepemudaan, dengan sasaran terwujudnya peningkatan kapasitas dan kualitas kelembagaan/ organisasi kepemudaan; 3) Program pembibitan, Pembinaan dan Pemanduan serta Pemasyarakatan Olah Raga, dengan sasaran: a) Terwujudnya pembibitan, pembinaan, pemanduan
olah raga secara
kontinyu; b) Terwujudnya motivasi dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan olah raga dan kesegaran jasmani; c) Berkembangnya cabang olah raga unggulan di Jawa Tengah. 4) Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Organisasi Olah Raga, dengan
sasaran
terwujudnya
peningkatan
kualitas
dan
Raga,
dengan
kapasitas
kelembagaan/organisasi olah raga; 5) Program
Peningkatan
Sarana Prasarana Olah
sasaran
terwujudnya peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana olah raga.
f. Indikator Capaian 1) Program Pengembangan dan Pemberdayaan Pemuda, dengan indikator : a) Meningkatnya kualitas dan partisipasi pemuda dalam pembangunan; b) Meningkatnya kuantitas dan kualitas kewirausahaan pemuda; c) Meningkatnya wawasan dan rasa kebangsaan generasi muda; d) Tumbuhnya kesadaran, kewajiban bela negara; e) Berkembangnya budaya lokal;
181
f) Meningkatnya kesadaran terhadap bahaya narkoba, pornografi dan pornoaksi. 2) Program pemberdayaan lembaga/ organisasi kepemudaan, dengan indikator meningkatnya kualitas dan kapasitas kelembagaan kepemudaan dalam memecahkan permasalahan pemuda di 35 kabupaten/ kota dan meningkatnya kualitas dan kapasitas kelembagaan kepemudaan, kesiswaan dan pencinta alam; 3) Program pembibitan, Pembinaan dan Pemanduan serta Pemasyarakatan Olah Raga, dengan indikator : a) Munculnya bibit -bibit atlet olah raga yang berprestasi; b) Meningkatnya kualitas dan kemampuan atlet olah raga di Jawa Tengah; c) Meningkatnya motivasi dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan olah raga dan kesegaran jasmani; d) Muncul 5 cabang olah raga unggulan baru. 4) Program Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Organisasi Olah Raga, dengan indikator meningkatnya kualitas dan kapasitas kelembagaan olah raga; 5) Program Peningkatan Sarana Prasarana Olah Raga, dengan indikator meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana olah raga.
19. Kewenangan Urusan Wajib Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri a. Permasalahan 1)
Masih adanya gangguan keamanan dan kenyamanan lingkungan di beberapa daerah, yang antara lain disebabkan masih rendahnya kesadaran hukum dan tingkat pengangguran yang cukup tinggi;
2)
Masih tingginya angka dalam masyarakat,
kriminalitas, gangguan keamanan dan ketertiban antara lain disebabkan oleh
pelanggaran hukum dan keterbatasan petugas
serta
tindak kejahatan, kesadaran hukum
masih rendah; 3)
Belum optimalnya pengembangan wawasan kebangsaan dalam masyarakat, antara lain disebabkan oleh rendahnya kesadaran warga negara tentang hak dan kewajiban warga negara, kesadaran hukum dan pendidikan politik;
182
4)
Belum
optimalnya kerjasama antara pemerintah, LSM dan masyarakat
untuk pengembangan wawasan kebangsaan. Hal ini antara lain disebabkan oleh masih rendahnya komitmen ormas dan LSM tentang wawasan kebangsaan, kurangnya pendidikan wawasan kebangsaan; 5)
Belum optimalnya upaya pemberdayaan masyarakat dalam meningkatkan ketertiban dan keamanan, antara lain disebabkan rendahnya partisipasi masyarakat, kesadaran
hukum dan
keterbatasan aparatur pemerintah
daerah; 6)
Masih tingginya penyalahgunaan Napza, Miras, dan Penyakit Masyarakat (Pekat) lainnya, yang disebabkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat, ketaatan hukum dan rendahnya sosial ekonomi masyarakat (rentan);
7)
Belum optimalnya pelaksanaan pendidikan politik masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh masih rendahnya pendidikan politik dan kesadaran politik masyarakat, pemilih pemula, perempuan dan penduduk di perdesaan. Organisasi massa, kelompok kepentingan dan partai politik belum secara optimal menjalankan peran dan fungsinya menjalankan fungsi-fungsi politik dalam masyarakat serta belum optimalnya peran dan fungsi lembaga politik di daerah, karena ketersediaan sumberdaya belum sepenuhnya mendukung upaya peningkatan peran dan fungsi lembaga politik daerah;
8)
Belum optimalnya fungsi Perlindungan Masyarakat (LINMAS) dan Rakyat Terlatih (RATIH) sebagai ujung tombak dalam melaksanakan penanganan awal terhadap gangguan Kamtibmas;
b. Kebijakan 1)
Meningkatkan keamanan dan kenyamanan lingkungan;
2)
Meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat serta pencegahan tindak kriminal;
3)
Meningkatkan
dan
mengembangkan
wawasan
kebangsaan
dalam
masyarakat; 4)
Meningkatkan kerjasama antara pemerintah, LSM dan masyarakat;
5)
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan;
6)
Meningkatkan pemberantasan penyalahgunaan Napza, miras dan penyakit masyarakat;
7)
Meningkatkan pendidikan politik dalam masyarakat;
183
8)
Meningkatkan kemampuan Perlindungan Masyarakat (LINMAS) dan Rakyat Terlatih (RATIH).
c.
Strategi 1) Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap keamanan dan kenyamanan lingkungan; 2) Peningkatan
kesadaran
masyarakat
dalam
membina
keamanan
dan
ketertiban masyarakat serta pencegahan tindak kriminal; 3) Peningkatan dan pengembangan wawasan kebangsaan bagi masyarakat; 4) Peningkatan kerjasama antara pemerintah, LSM dan masyarakat secara optimal; 5) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam
menjaga ketertiban dan
keamanan secara optimal; 6) Peningkatan kesadaran masyarakat dan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan Napza, Miras, dan Penyakit Masyarakat (Pekat); 7) Peningkatan pendidikan politik dalam masyarakat; 8) Peningkatan kemampuan Perlindungan Masyarakat (LINMAS) dan Rakyat Terlatih (RATIH) Peningkatan kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap gangguan kamtibmas;
d. Program 1)
Peningkatan Keamanan dan kenyamanan Lingkungan;
2)
Pemeliharaan Kamtrantibmas dan Pencegahan Tindak Kriminal;
3)
Pengembangan Wawasan Kebangsaan;
4)
Kemitraan Pengembangan Wawasan Kebangsaan;
5)
Pemberdayaan Masyarakat untuk Menjaga Ketertiban dan Keamanan;
6)
Peningkatan Pemberantasan Penyakit Masyarakat;
7)
Peningkatan Pendidikan Politik Masyarakat;
8)
Peningkatan kemampuan Perlindungan Masyarakat (LINMAS) dan Rakyat terlatih (RATIH).
e.
Sasaran 1)
Meningkatnya keamanan dan kenyamanan lingkungan;
2)
Terpeliharanya kamtrantibmas dan pencegahan tindak kriminal;
3)
Meningkatnya wawasan kebangsaan dalam masyarakat;
184
4)
Meningkatnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa;
5)
Meningkatnya kerja sama antara pemerintah, LSM dan masyarakat untuk pengembangan wawasan kebangsaan;
6)
Meningkatnya sinergitas pemerintah dan masyarakat dalam rangka upaya menjaga ketertiban dan keamanan;
7)
Meningkatnya pemberantasan penyalahgunaan Napza, Miras, dan penyakit masyarakat (Pekat) lainnya;
8)
Meningkatnya pendidikan politik masyarakat;
9)
Meningkatkan kemampuan perlindungan masyarakat (LINMAS) dan rakyat terlatih (RATIH).
f.
Indikator Capaian 1)
Menurunnya
gangguan keamanan dan meningkatnya kenyamanan
lingkungan; 2)
Menurunnya tingkat gangguan kamtrantibmas;
3)
Meningkatnya wawasan kebangsaan bagi masyarakat;
4)
Bertambahnya jumlah kemitraan dan kerjsama
antara pemerintah dengan
LSM dan masyarakat untuk pengembangan wawasan kebangsaan; 5)
Meningkatnya
partisipasi masyarakat dalam menjaga ketertiban dan
keamanan; 6)
Menurunnya
tingkat
penyalahgunaan
Napza,
Miras,
dan
penyakit
masyarakat (Pekat) lainnya; 7)
Meningkatnya partisipasi politik masyarakat dalam Pemilu dan Pilkada;
8)
Meningkatnya partisipasi LINMAS dan RATIH.
20. Kewenangan
Urusan
Wajib
Otonomi
Daerah,
Pemerintahan
Umum,
Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian a. Permasalahan 1)
Belum
sinerginya
peraturan
perundangan
pusat
dan
daerah
dalam
pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini antara lain disebabkan oleh dinamika perubahan dalam masyarakat dan kebijakan otonomi daerah yang belum mantab, kesadaran dan penegakkan
hukum
dan HAM masih perlu
ditingkatkan;
185
2)
Belum optimalnya penyelenggaraan pemerintahan umum dalam pelayanan publik yang antara lain disebabkan sarana dan prasarana, dan kapasitas aparat dalam pelaksanaan kepemerintahan yang amanah belum sepenuhnya dilaksanakan;
3)
Belum optimalnya pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi Jawa Tengah, yang disebabkan oleh
kurangnya pemahaman kabupaten/kota terhadap
seperangkat peraturan tentang otonomi daerah; 4)
Belum optimalnya pemanfaatan akses teknologi informasi, antara lain disebabkan oleh rendahnya pendidikan,
ekonomi dan ketimpangan sarana
dan prasarana terutama di perdesaan; 5)
Belum optimalnya kerjasama daerah, antara lain disebabkan, kemampuan aparatur pemerintah daerah yang belum profesional dan peraturan-peraturan daerah yang belum sinkron dalam mendukung kerjasama daerah;
6) a. Belum sinergi dan sinkronnya regulasi/peraturan pengelolaan keuangan daerah yang mengakibatkan multitafsir sehingga menimbulkan kesulitan dalam mengimplementasikan dan optimalisasi tertib administrasi keuangan daerah; b. Belum
optimalnya
peningkatan
pengelolaan
dan
pengembangan
pendapatan asli daerah (PAD). Hal ini antara lain disebabkan oleh belum optimalnya usaha intensifikasi dan ekstensifikasi PAD serta keterbatasan sumber-sumber pendapatan asli daerah (PAD); 7)
Belum optimalnya manajemen pengelolaan aset daerah yang disebabkan oleh kurang akurasinya data aset dan belum dipahaminya pola pengamanan dan pemberdayaan;
8)
Belum optimalnya sistem pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan kepala daerah, yang disebabkan oleh keterbatasan anggaran dan belum profesionalnya aparatur pemerintah daerah;
9)
Belum optimalnya tenaga pemeriksa dan aparatur pengawasan, yang disebabkan oleh terbatasnya
aparatur pemeriksa dan aparat pengawasan,
dukungan peraturan perundangan serta kesadaran hukum masyarakat; 10) Belum optimalnya peran lembaga perwakilan rakyat
daerah dalam
melaksanakan peran dan fungsi politik; 11) Belum optimalnya pelayanan kedinasan terhadap KDH/WKDH, antara lain disebabkan oleh keterbatasan sarana pendukung;
186
12) Belum optimalnya pengelolaan keuangan desa/kelurahan. Hal ini disebabkan oleh
kapasitas aparatur pemerintah desa/kelurahan yang rendah, belum
lengkapnya peraturan daerah tentang desa/kelurahan dan rendahnya alokasi anggaran; 13) Belum optimalnya kualitas aparatur yang profesional dan memiliki kompetensi yang sesuai dengan peran strategisnya sehingga dibutuhkan manajemen kepegawaian daerah yang mampu mengelola dan meningkatkan kualitas aparatur pemerintah daerah; 14) Belum optimalnya penyediaan sarana dan prasarana pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, antara lain disebabkan oleh keterbatasan pendanaan, analisis kebutuhan, pengelolaan sarana dan prasarana serta keterbatasan aparatur pemerintah daerah; 15) Terbatasnya kapasitas kerja aparatur dibandingkan dengan perkembangan dan kompleksitas permasalahan daerah.
b. Kebijakan 1) Meningkatkan sinergitas penyusunan peraturan perundangan pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah; 2) Mengoptimalkan penyelenggaraan pemerintahan umum dan pelayanan publik melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana publik, dan peningkatan kapasitas aparatur; 3) Mengoptimalkan administrasi penataan wilayah; 4) Mengoptimalkan pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi Jawa Tengah; 5) Meningkatkan pemanfaatan akses teknologi informasi, melalui peningkatan mutu pendidikan, perbaikan taraf ekonomi serta mengurangi ketimpangan sarana dan prasarana teknologi informasi antara perdesaan dan perkotaan; 6) Meningkatkan kerjasama antar daerah melalui peningkatan kemampuan dan profesionalisme aparatur pemerintah daerah, serta melakukan sinkronisasi peraturan daerah yang mendukung pelaksanaan kerjasama antar daerah; 7) a. Mensinergikan regulasi/peraturan pengelolaan Keuangan Daerah dalam rangka implementasi dan optimalisasi tertib administrasi keuangan daerah; b. Mengoptimalkan
peningkatan
pengelolaan
keuangan
daerah
dan
pengembangan Pendapatan Asli Daerah (PAD); 8) Mengoptimalkan manajemen pengelolaan aset daerah;
187
9) Mengoptimalkan sistem pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kepala Daerah; 10) Mengoptimalkan tenaga pemeriksa dan aparatur pengawasan melalui dukungan peraturan perundangan serta kesadaran hukum masyarakat; 11) Meningkatkan peran Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah; 12) Mengoptimalkan pelayanan kedinasan terhadap KDH/WKDH; 13) Mengoptimalkan pengelolaan keuangan desa, melalui peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa, serta melengkapi peraturan daerah tentang Desa; 14) Mengoptimalkan penyelenggaran kepegawaian daerah dan perangkat daerah dengan melaksanakan reformasi secara bertahap; 15) Mengoptimalkan penyediaan sarana dan prasarana pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; 16) Meningkatkan kapasitas kinerja aparatur selaras dengan perkembangan dan kompleksitas permasalahan daerah.
c. Strategi 1) Peningkatan sinergitas penyusunan peraturan perundangan pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerahl 2) Peningkatan penyelenggaraan pemerintahan umum dan pelayanan publik melalui peningkatan kualitas dan kuantitas sarana prasarana publik, dan peningkatan kapasitas aparaturl 3) Peningkatan kapasitas penyelenggaraan administrasi penataan wilayahl 4) Peningkatan pelaksanaan otonomi daerah di Provinsi Jawa Tengahl 5) Peningkatan pemanfaatan akses teknologi informasi, melalui peningkatan mutu pendidikan, perbaikan taraf ekonomi serta mengurangi ketimpangan sarana dan prasarana teknologi informasi antara perdesaan dan perkotaan; 6) Peningkatan kerjasama antar daerah melalui peningkatan kemampuan dan profesionalisme aparatur pemerintah daerah, serta melakukan sinkronisasi peraturan daerah yang mendukung pelaksanaan kerjasama antar daerah; 7) a.
Peningkatan
kuantitas
pengelolaan
Keuangan
dan
kualitas
Daerah
penyusunan
dalam
rangka
regulasi/peraturan implementasi
dan
optimalisasi tertib administrasi keuangan daerah; b. Peningkatan
pengelolaan
keuangan
daerah
dan
pengembangan
Pendapatan Asli Daerah (PAD);
188
8) Optimalisasi
manajemen
pengelolaan
aset
daerah
dengan
prioritas
inventarisasi yang kredibel, pemahaman pola pengamanan aset daerah yang benar dan pemberdayaan aset daerah; 9) Peningkatan pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kepala Daerah; 10) Peningkatan kualitas tenaga pemeriksa dan aparatur pengawasan melalui diklat dan dukungan peraturan perundangan serta kesadaran hukum masyarakat; 11) Peningkatan peran Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah; 12) Peningkatan pelayanan kedinasan terhadap KDH/WKDH;. 13) Peningkatan pengelolaan keuangan desa/kelurahan, melalui peningkatan kapasitas aparatur pemerintah desa/kelurahan, melengkapi peraturan daerah tentang
desa/kelurahan
dan
meningkatkan
alokasi
anggaran
untuk
penyelenggaraan pemerintahan desa/kelurahan; 14) Peningkatan kualitas penyelenggaran kepegawaian daerah dan perangkat daerah; 15) Peningkatan kualitas dan kuantitas penyediaan sarana dan prasarana pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan; 16) Peningkatan kapasitas kinerja aparatur selaras dengan perkembangan dan kompleksitas permasalahan di daerah;
d. Program 1) Penataan Peraturan Perundang-undangan; 2) Penyelenggaraan Pemerintahan Umum; 3) Peningkatan Pelaksanaan Otonomi Daerah; 4) Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Informasi; 5) Peningkatan Kerjasama Pemerintah Daerah; 6) Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah; 7) Peningkatan pengelolaan Aset Daerah; 8) Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan Pengendalian Kebijakan Kepala Daerah; 9) Peningkatan Profesionalisme tenaga pemeriksa dan aparatur pengawasan; 10) Peningkatan Kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah; 11) Peningkatan Pelayanan Kedinasan KDH/WKDH; 12) Pembinaan dan Fasilitasi Pengelolaan Keuangan Desa;
189
13) Penyelenggaraan Kepegawaian dan Perangkat Daerah; 14) Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Pemerintah Daerah; 15) Peningkatan Kapasitas Sumber daya Aparatur Pemerintah Daerah.
b. Sasaran 1)
Terwujudnya
produk
akuntabilitas
dan
hukum
kondusifitas
daerah
yang
mendorong
penyelenggaraan
pencapaian
pemerintahan
dan
pembangunan; 2)
Meningkatnya kualitas dan kuantitas penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan, penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan;
3)
Meningkatnya fasilitasi penyelenggaraan administrasi penataan wilayah;
4)
Meningkatnya efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang mendukung penyelenggaraan otonomi daerah serta meningkatnya sinergitas antara pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah;
5)
Meningkatnya pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat;
6)
Meningkatnya kerjasama antara Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, Provinsi, Pusat dan Luar Negeri;
7)
a)
Meningkatnya
sinkronisasi
meningkatnya
tertib
pelaksanaan
administrasi
administrasi
keuangan
keuangan,
daerah
dalam
mengefektifkan sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah, meningkatnya kapasitas birokrasi dan profesionalisme aparat dengan menekankan pada perubahan sikap dan perilaku aparat pemerintah daerah yang efektif, efisien, responsif, transparan dan akuntabel ; b) 8)
Meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD);
Optimalisasi manajemen pengelolaan aset daerah yang diprioritaskan pada tersedianya data aset yang akurat, pemahaman pola pengamanan dan pemberdayaan aset daerah;
9)
Meningkatnya sistem pengawasan internal dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kepala Daerah;
10)
Meningkatnya profesionalisme tenaga pemeriksa dan aparatur pengawasan;
11)
Meningkatnya peran dan fungsi politik Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah;
12)
Meningkatnya pelayanan kedinasan terhadap KDH/WKDH;
13)
Meningkatnya kemampuan pengelolaan keuangan desa/kelurahan;
14)
Meningkatnya kualitas aparatur dengan dukungan manajemen kepegawaian yang profesional melalui peningkatan kompetensi dan prestasi kerja; 190
15)
Meningkatnya sarana dan prasarana pemerintahan;
16)
Meningkatnya kapasitas kerja aparatur pemerintah daerah.
c. Indikator Capaian 1)
Tercapainya koordinasi dan sinergitas penyusunan peraturan perundangundangan daerah, meningkatnya kesadaran dan kepatuhan hukum serta meningkatnya kemampuan teknis dalam penerapan dan penegakan Hukum /HAM;
2)
Tercapainya
peningkatan
kualitas
dan
kuantitas
penyelenggaraan
pemerintahan umum dalam pelayanan publik : One Stop Service (OSS), pelayanan
haji,
pengendalian
penyelenggaraan
pemerintahan
dan
pembangunan serta penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; 3)
Terwujudnya tata kelola administrasi penataan dan pemetaan wilayah;
4)
Tercapainya peningkatan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah;
5)
Tercapainya peningkatan jumlah pengguna teknologi informasi;
6)
Tercapainya
kesepakatan
MoU
dan
tindak
lanjut
kerjasama
dengan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/kota, Provinsi, Pusat dan Luar Negeri; 7)
a. Tercapainya peningkatan penerimaan Pajak, Retribusi Daerah dan laba perusahaan daerah serta pengelolaan keuangan daerah; b. Tercapainya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD);
8)
Meningkatkan pelaksanaan manajemen pengelolaan aset daerah khususnya akurasi data, pola pengamanan dan pemberdayaan asset daerah;
9)
Tercapainya
penurunan
tingkat
penyimpangan
penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan; 10)
Terwujudnya tenaga pemeriksa dan aparat pengawasan yang professional;
11)
Tercapainya peningkatan profesionalisme dan kapasitas Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah;
12)
Tercapainya pelaksanaan urusan kedinasan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah;
13)
Tercapainya peningkatan kualitas, penyusunan peraturan pemerintahan desa/kelurahan;
14)
Tercapainya peningkatan kualitas penyelenggaraan manajemen kepegawaian daerah;
191
15)
Tercapainya peningkatan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan;
16)
Terwujudnya aparatur pemerintah daerah yang profesional sesuai dengan kompetensinya melalui pendidikan dan pelatihan, Bimbingan Teknis (Bintek) serta Sosialisasi;
21. Kewenangan Urusan Wajib Ketahanan Pangan a. Permasalahan 1) Belum tercukupinya ketersediaan pangan strategis bagi kebutuhan konsumsi masyarakat khususnya kedelai, gula, susu, dan ikan; 2) Belum optimalnya cadangan pangan (beras) untuk menghadapi rawan pangan dan gejolak harga pangan, yang dikelola oleh pemerintah daerah; 3) Belum efisiennya alur distribusi pangan yang masuk dan keluar di Jawa Tengah; 4) Masih banyaknya desa miskin yang berpotensi terjadi kerawanan pangan; 5) Rendahnya kualitas konsumsi pangan beragam, bergizi seimbang dan aman yang ditunjukkan dari skor Pola Pangan Harapan (PPH) (tahun 2007 = 82,08); 6) Kelompok pangan padi-padian sebagai sumber karbohidrat masih dominasi oleh beras (75,7 % : Susenas 2007); 7) Belum terpenuhinya tuntutan pasar domestik maupun ekspor pada pangan segar karena kemampuan petani untuk menjamin mutu produk pangan segar masih rendah; 8) Belum tercukupinya ketersediaan pangan yang memenuhi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas bagi masyarakat. 9) Produktivitas pangan dan penguasaan teknologi rendah serta pengelolaan usaha tani relatif tradisional. 10) Belum optimalnya kelembagaan petani, keterbatasan pengetahuan dan keterampilan serta pendapatan petani yang masih rendah. 11) Sumberdaya lahan dan air belum efektif/ optimal dalam pengelolaan untuk komoditi pangan.
b. Kebijakan 1) Memantapkan
ketersediaan
dan
cadangan
pangan
pemerintah
serta
masyarakat; 2) Meningkatkan aksesibilitas rumah tangga terhadap pangan;
192
3) Memperlancar pasokan dan fasilitasi tunda jual serta stabilitas harga; 4) Mengembangkan kelembagaan dan sarana pengolahan serta pemasaran di pedesaan; 5) Memantapkan kewaspadaan pangan dan gizi masyarakat; 6)
Mempercepat proses diversifikasi konsumsi pangan yang bertumpu pada potensi sumberdaya lokal;
7) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan yang bermutu, aman dan bergizi; 8) Tercukupinya ketersediaan pangan yang memenuhi kualitas, kuantitas, dan kontinuitas bagi masyarakat. 9) Pengembangan komoditas pangan dengan menggunakan varietas unggul baru, penyediaan dan penggunaan sarana produksi. 10) Peningkatan kemampuan dan keterampilan petani. 11) Peningkatan dukungan terhadap pengelolaan lahan kering dan air tanah untuk pengembangan tanaman pangan.
c. Strategi 1) Pengembangan
cadangan
pangan
pemerintah
dan
lumbung
pangan
masyarakat; 2) Pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi kerawanan pangan melalui Pengembangan Desa Mandiri Pangan; 3) Pengembangan sistem distribusi pangan dan pemantauan harga pangan secara berkala; 4) Pemberdayaan
masyarakat
dalam
pengelolaan
sumberdaya
untuk
meningkatkan produktivitas ekonomi keluarga; 5) Pemberdayaan masyarakat dalam ketahanan pangan melalui pemberian penghargaan, promosi, kampanye dan pendampingan; 6) Penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal melalui pemanfaatan pekarangan; 7) Peningkatan kesadaran mutu dan keamanan produk pangan kepada pelaku usaha bidang pangan serta konsumen; 8) Pengembangan komoditas pangan alternatif. 9) Melaksanakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan varietas unggul baru. 10) Peningkatan kemampuan dan keterampilan petani.
193
11) Peningkatan dukungan terhadap pengelolaan lahan kering dan air tanah untuk pengembangan komoditas pangan.
d. Program 1) Peningkatan Ketahanan Pangan; 2) Pengembangan Diversifikasi dan Pola Konsumsi Pangan; 3) Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan;
e. Sasaran 1) Berfungsinya kelembagaan pangan dalam mendukung ketersediaan dan cadangan pangan; 2) Tersedianya pangan yang cukup baik dari segi jumlah maupun mutunya cukup, aman dan halal, serta terjangkau oleh daya beli masyarakat; 3) Meningkatnya
kualitas
konsumsi
pangan
masyarakat
melalui
gerakan
percepatan diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal; 4) Meningkatnya kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kerawanan pangan; 5) Terwujudnya intensifikasi pertanian dengan menggunakan varietas unggul baru. 6) Terwujudnya peningkatan penggunaan sarana dan prasarana produksi komoditas pangan. 7) Terwujudnya
kelembagaan,
dan
sumberdaya
manusia
petani
dalam
mengembangkan usaha. 8) Terkendalinya serangan Organisme Penggangu Tanaman (OPT), antisipasi dan penangglangan dampak banjir/ kekeringan. 9) Terwujudnya pengembangan usaha pertanian dengan pendekatan kawasan serta agroekositem. 10) Terlaksananya dukungan terhadap pengelolaan lahan kering dan sarana pengairan untuk pengembangan komoditas pangan. 11) Terwujudnya pengembangan produksi dan produktifitas pangan.
f. Indikator Capaian 1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan
194
a) Meningkatnya produksi padi 1,5 % per tahun, jagung 1,5 % per tahun, kedelai 10 % dalam 5 tahun, kacang tanah 3 % dalam 5 tahun, kacang hijau 1% per tahun, ubi kayu 3 % dalam 5 tahun; b) Meningkatnya penggunaan benih padi bermutu dari 35.000 ton per tahun menjadi 45.000 ton per tahun; c) Terpenuhinya kebutuhan pangan strategis, sumber protein nabati dan hewani; d) Terbentuknya sistem distribusi pangan yang efisien dan mudah terjangkau oleh masyarakat; e) Mempertahankan
ketersediaan
energi
perkapita
minimal
2.200
Kkal/Kap/hari dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gr/kap/hr sesuai WNPG VIII tahun 2004; f) Tercapainya skor PPH sebesar 90 dari target skor ideal 100 pada tahun 2020 dengan sasaran tahunan (1)
Konsumsi beras turun 1 % per tahun;
(2)
Konsumsi umbi-umbian naik 1 % per tahun;
(3)
Konsumsi pangan hewani naik 2 % per tahun;
(4)
Konsumsi sayur dan buah naik 1 % per tahun.
g) Meningkatnya konsumsi energi minimal 2.000 Kkal/kap/hari dan konsumsi protein minimal 52 gr/kap/hari sesuai rekomendasi WNPG VIII tahun 2004; h) Terwujudnya 210 unit Dersa Mandiri Pangan pada tahun 2013; i)
Terlaksananya peningkatan produksi tebu 10 persen per tahun;
j) Terlaksananya optimalisasi pemanfaatan atau pengelolaan lahan kering atau tegalan 100 hektar per tahun di bidang perkebunan; k) Meningkatnya penyediaan dan penggunaan sarana produksi : pupuk organik 10 persen, dan penerapan asas 6 tepat; l)
Terkendalinya ekplosi OPT utama pada sentra komoditas pangan di Jawa Tengah;
m) Tersedianya peta kerawanan pangan di 35 Kabupaten/Kota; n) Tersedianya peta kekeringan / rawan banjir di 35 Kabupaten/Kota; 2) Program Pengembangan Diversifikasi dan Pola Konsumsi Pangan. -
Berkembangnya diversifikasi konsumsi pangan berbasis sumberdaya lokal di masyaraka
195
3) Program Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan; a) Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pangan yang aman dan bermutu sesuai dengan standar mutu pangan; b) Tersertifikatnya Produk PRIMA 3 (aman di konsumsi) untuk 17 komoditas di 29 Kabupaten.
22. Kewenangan Urusan Wajib Pemberdayaan Masyarakat dan Desa a. Permasalahan 1) Lemahnya
kapasitas
dan
akses
masyarakat
desa/kelurahan
terhadap
pemanfaatan potensi sumberdaya produktif; 2) Belum optimalnya keterlibatan masyarakat desa/kelurahan dalam perdesaan dan masih rendahnya kemampuan masyarakat dalam aplikasi teknologi tepat guna; 3) Belum optimalnya fungsi kelembagaan dan sistem informasi masyarakat baik sosial maupun ekonomi dalam menunjang pemberdayaan masyarakat; 4) Masih rendahnya kapasitas aparatur pemerintahan desa/kelurahan dan kurangnya koordinasi antar SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat.
Hal ini disebabkan SDM
yang kurang profesional dan rendahnya pengetahuan aparat pemerintahan desa/kelurahan; 5) Terbatasnya anggaran yang dikelola desa/kelurahan untuk pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan; 6) Kurangnya koordinasi antar SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat.
b. Kebijakan 1) Fasilitasi pengembangan masyarakat dan lembaga desa/kelurahan dalam melaksanakan pembangunan; 2) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan desa/kelurahan; 3) Meningkatkan
fungsi
kelembagaan
dan
sistem
informasi
masyarakat
menunjang pemberdayaan masyarakat; 4) Meningkatkan kapasitas aparatur pemerintahan desa/kelurahan; 5) Meningkatkan kemampuan manajemen keuangan desa/kelurahan.
196
6) Meningkatkan
jumlah
anggaran
yang
dikelola
desa/kelurahan
dan
meningkatkan kemampuan managemen keuangan desa. 7) Meningkatkankoordinasi baik antar SKPD Provinsi maupun dengan kab/kota. c. Strategi 1) Mengoptimalkan sumberdaya (aparat desa/kelurahan) dalam memberikan fasiltasi kepada masyarakat dan desa/kelurahan; 2) Meningkatkan SDM masyarakat desa/kelurahan dalam pembangunan. 3) Pengembangan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan potensi dan kearifan lokal; 4) Mengoptimalkan kelembagaan ekonomi desa/kelurahan dalam memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi masyarakat desa/kelurahan; 5) Peningkatan fasilitasi Bintek dan pelatihan Pemerintahan Desa/Kelurahan. 6) Mengoptimalkan desa/kelurahan
bantuan dan
langsung
meningkatkan
masyarakat serta
kepada
fasilitasi
masyarakat
bintek
dan
diklat
pemerintahan desa. 7) Memantapkan
perencanaan
program
pemberdayaan
masyarakat
dan
mengefektifkan rapat koordinasi baik antar SKPD Provinsi maupun dengan Kab/Kota
d. Program 1) Fasilitasi pengembangan masyarakat dan desa; 2) Peningkatan partisipasi masyarakat; 3) Penguatan kelembagaan masyarakat; 4) Peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa.
e. Sasaran 1) Program Fasilitasi Pengembangan
Masyarakat dan Desa dengan sasaran
sebagai berikut: a) Terselenggaranya masyarakat
desa
pelatihan dan
perencanaan
partisipasif
terselenggaranya
pembangunan
pelatihan
metodologi
pemberdayaan masyarakat; b) Terfasilitasinya penguatan kapasitas aparat pemerintahan desa; c) Tersusunnya data Desa tertinggal dan profil Desa/Kelurahan; d) Terevaluasinya data kegiatan dan kinerja pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan;
197
e) Meningkatnya jumlah bantuan yang dikelola oleh desa/kelurahan untuk pelaksanaan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat desa/kelurahan; 2) Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat, dengan sasaran sebagai berikut: a) Meningkatnya peranserta masyarakat dalam pembangunan; b) Teraplikasikannya Teknologi Tepat Guna di masyarakat perdesaan; c) Terlaksananya Identifikasi, Sosialisasi, sinkronisasi dan evaluasi program pemberdayaan masyarakat di Jawa Tengah; d) Terlaksananya review pokjanal orientasi kader dan pemilihan Posyandu berprestasi; e) Terselenggaranya pelatihan kader program dan tersosialisasinya program dan perlindungan masyarakat; f) Teridentifikasi dan terlatihnya lembaga sosial dan budaya di masyarakat tentang pemahaman hak anak sebagai anggota masyarakat; g) Teridentifikasinya komunitas adat tertinggal; h) Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan program raskin dan distribusi minyak tanah bersubsidi; i)
Terwujudnya
sinkronisasi
perencanaan
dan
pelaksanaan
program
pemberdayaan masyarakat; j) Terwujudnya kesamaan persepsi tentang strategi metode dan aplikasi pemberdayaan masyarakat bagi pemangku kepentingan. 3) Program Penguatan kelembagaan masyarakat, dengan sasaran sebagai berikut: a) Berkembangnya kegiatan ekonomi masyarakat; b) Meningkatnya
sistem
koordinasi
dan
kinerja
Tim
Koordinasi
Pemberdayaan
Masyarakat
Penanggulangan Kemiskinan (TKPKD) secara sinergis; c) Meningkatnya kualitas
Program
Nasional
(PNPM) Mandiri Pedesaan; d) Meningkatnya kualitas kecerdasan anak sekolah di perdesaan dan meningkatnya
partisipasi
masyarakat
pada
program
Program
Pemberdayaan Masyarakat Pemberi Makanan Tambahan Anak Sekolah P2M PMTAS; e) Menguatnya peran dan fungsi lembaga Usaha Pembinaan Pemberdayaan Keluarga (UP2K);
198
4) Program peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa, dengan sasaran meningkatnya kapasitas aparatur pemerintahan desa/kelurahan;
f. Indikator Capaian 1) Program Fasilitasi Pengembangan Masyarakat dan Desa, dengan indikator sebagai berikut: a) Terlatihnya 600 orang Kader Pemberdayaan Masyarakat; b) Terlatihnya 350 aparatur pemerintahan desa/kelurahan; c) Tersusunnya dokumen untuk 8.674 desa/kelurahan; d) Terpilihnya 30 desa dan 30 kelurahan berprestasi; e) Meningkatnya jumlah bantuan yang dikelola oleh 7.807 desa untuk penanganan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat desa. 2) Program Peningkatan Partisipasi Masyarakat, dengan indikator sebagai berikut: a) Terlaksananya Bulan Bhakti Gotong Royong di 8.670 Desa/Kelurahan di Jawa Tengah; b) Penerapan Teknologi Tepat Guna di 150 desa/kelurahan; c) Tersusunnya dokumen-dokumen program pemberdayaan masyarakat di Jawa Tengah; d) Meningkatnya status tingkat perkembangan 15.000 Unit Posyandu dari status mandiri ke posyandu model; e) Tertanamnya nilai-nilai budaya damai bagi 5.000 anak usia Sekolah Dasar; f) Meningkatnya pemahaman masyarakat tentang hak anak sesuai UU No.23 Tahun 2002 sebanyak 3.000 Orang di 35 Kabupaten/Kota; g) Meningkatnya kesadaran, kepedulian, kemampuan kader adat terpencil; h) Meningkatnya peran dan fungsi Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) terhadap pelaksanaan distribusi minyak tanah, konversi LPG dan Raskin di 35 Kabupaten/Kota; i)
Tersusunnya dokumen program dan kegiatan pemberdayaan masyarakat di 35 Kabupaten/Kota.
3) Program penguatan kelembagaan masyarakat, indikator capaiannya adalah :
199
a)
Meningkatnya peran dan fungsi 90 unit pasar desa,
90 unit Usaha
Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP) dan 116 Lembaga Cadangan Pangan Pemerintah Desa (CPPD); b)
Optimalnya peran dan fungsi 35 TKPKD Kabupaten/ Kota dalam penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah;
c)
Bantuan langsung masyarakat PNPM-Program Pengembangan Kecamatan (PPK) terserap sesuai dengan prioritas kebutuhan masyarakat dan meningkatnya kinerja TK PNPM-PPK Kabupaten, Kecamatan dan Desa di 35 Kabupaten/Kota;
d)
Meningkatnya status gizi 10.000 anak sekolah dasar dan meningkatnya kemampuan 500 kader P2M PMTAS;
e)
Meningkatnya peran 200 lembaga UP2K se-Jawa Tengah;
4) Program peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan desa dengan indikator capaian: c) Meningkatnya kapasitas dan kelembagaan pemerintah desa/kelurahan; d) Meningkatnya kualitas pengelolaan keuangan desa/kelurahan
dan
penyusunan peraturan pemerintahan desa/kelurahan;
23. Kewenangan Urusan Wajib Statistik a. Permasalahan Belum tersedianya data statistik yang valid dan akurat sesuai dengan kebutuhan data untuk perencanaan pembangunan, hal ini dikarenakan : 1) Belum optimalnya kerjasama antar SKPD dalam pengelolaan dan penyediaan data; 2) Belum tersedianya sistem informasi data yang baik; 3) Masih rendahnya kesadaran aparat akan pentingnya data;
b. Kebijakan Kebijakan pembangunan urusan statistik Provinsi Jawa Tengah diarahkan pada : 1). Peningkatan koordinasi dan kerjasama antar SKDP dalam pengelolaan dan penyediaan data statistik; 2). Pengembangan sistem informasi data statistik yang akurat; 3). Peningkatan kesadaran dan tanggungjawab aparat dalam pengelolaan dan penyediaan data staitstik;
200
c. Strategi 1) Mengembangkan dan mengoptimalkan kerjasama antar SKPD dan pihak-pihak terkait dalam pengelolaan data statitisik; 2) Peningkatan kapasitas SDM dalam pengelolaan dan penyediaan data statitik.
d. Program Pengembangan Data / Informasi / Statistik Daerah
e. Sasaran 1) Terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi dalam pengelolaan dan penyediaan data statistik; 2) Tersedianya
data
statistik
sesuai
dengan
kebutuhan
perencanaan
pembangunan dan mudah diakses oleh pihak-pihak yang membutuhkan; 3) Meningkatnya kesadaran dan tanggungjawab aparat pentingnya data statistik.
f.
Indikator Capaian 1) Tersedianya
data
statistik
sesuai
dengan
kebutuhan
perencanaan
pembangunan; 2) Terwujudnya
sistem informasi data statitik yang handal dan akurat serta
mudah diakses; 3) Meningkatnya kesadaran dan tanggungjawab petugas akan pentingnya data statistik.
24. Kewenangan Urusan Wajib Kearsipan a. Permasalahan 1) Belum optimalnya Sistem Kearsipan yang disebabkan oleh kurangnya SDM dan sarana dan prasarana kearsipan serta rendahnya perhatian dan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem kearsipan; 2) Belum optimalnya penyelamatan dan pelestarian dokumen/arsip daerah yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara banyaknya arsip dengan jumlah SDM yang menangani; 3) Kurangnya khasanah arsip yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya arsip; 4) Belum optimalnya pelayanan informasi kearsipan daerah yang disebabkan oleh belum tersedianya sistem informasi kearsipan yang memadai.
201
b. Kebijakan 1) Meningkatkan Sistem Administrasi Kearsipan secara efisien; 2) Meningkatkan penyelamatan dan pelestarian dokumen/arsip daerah; 3) Meningkatkan kesadaran kearsipan masyarakat; 4) Meningkatkan pelayanan informasi kearsipan daerah .
c. Strategi 1) Penyempurnaan sistem administrasi kearsipan secara efisien; 2) Peningkatan penyelamatan dan pelestarian dokumen/arsip daerah baik secara konvensional maupun modern; 3) Peningkatan apresiasi masyarakat terhadap kearsipan; 4) Peningkatan mekanisme pelayanan informasi kearsipan daerah.
d. Program 1) Perbaikan Sistem Administrasi Kearsipan; 2) Penyelamatan dan Pelestarian Dokumen/ Arsip Daerah; 3) Pemasyarakatan kearsipan kepada masyarakat; 4) Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi.
e. Sasaran 1) Meningkatnya kualitas Sistem Administrasi Kearsipan; 2) Meningkatnya Pengelolaan dokumen/arsip daerah; 3) Meningkatnya apresiasi masyarakat akan pentingnya arsip; 4) Meningkatnya pelayanan informasi kearsipan daerah.
f. Indikator Capaian 1) Terselenggaranya Sistem Administrasi Kearsipan; 2) Terpeliharanya dokumen/arsip daerah; 3) Terselenggaranya pameran dan sosialiasi kearsipan; 4) Terwujudnya pelayanan informasi kearsipan daerah bagi masyarakat.
202
25. Kewenangan Urusan Wajib Komunikasi dan Informatika a. Permasalahan 1) Belum
optimalnya
jangkauan
dan
akses
komunikasi
informasi
yang
disebabkan masih terbatasnya sarana dan prasarana serta pengembangan komunikasi informasi serta lemahnya jejaring; 2) Belum optimalnya kerjasama informasi antara Pemerintah Daerah dengan Mass Media yang disebabkan oleh masih minimnya publikasi pemerintahan daerah di berbagai mass media; 3) Belum
optimalnya
penelitian
bidang
informasi
dan
komunikasi
yang
disebabkan oleh belum terintegrasinya kegiatan penelitian dalam satu jaringan penelitian yang efektif sehingga terjadi duplikasi penelitian; 4) Masih lemahnya kualitas SDM bidang komunikasi dan informasi yang disebabkan oleh kesenjangan antara kemajuan IPTEK yang sangat cepat dengan penguasaan teknologi oleh aparatur bidang komunikasi dan informasi; 5) Belum optimalnya peran dan fungsi KPID sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
b. Kebijakan 1) Meningkatkan sarana dan prasarana dan memperkuat jejaring di bidang komunikasi dan informasi; 2) Meningkatkan kerjasama pemerintah daerah dengan mass media dalam rangka penyebarluasan informasi pembangunan daerah; 3) Meningkatkan pengkajian dan penelitian bidang informasi dan komunikasi; 4) Meningkatkan kualitas SDM bidang komunikasi dan informatika; 5) Meningkatnya peran dan fungsi KPID sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
c. Strategi 1) Peningkatan kualitas sarana dan prasarana serta memperkuat jejaring di bidang komunikasi dan informasi; 2) Peningkatan kerjasama pemerintah daerah dengan mass media; 3) Peningkatan pengkajian dan penelitian bidang komunikasi dan informasi; 4) Peningkatan kualitas SDM bidang komunikasi dan informasi; 5) Peningkatan peran dan fungsi KPID sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
203
d. Program 1) Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa; 2) Kerjasama Informasi dengan Mass Media; 3) Pengkajian dan Penelitian Bidang Informasi dan Komunikasi; 4) Fasilitasi Peningkatan SDM bidang Komunikasi dan Informatika.
e. Sasaran 1) Meningkatnya
sarana
dan
prasarana
dalam
penyelenggaraan
urusan
komunikasi dan informasi; 2) Meningkatnya kerjasama informasi dengan Mass Media; 3) Terlaksananya pengkajian dan penelitian bidang informasi dan komunikasi yang baik dan akurat; 4) Meningkatnya kualitas SDM bidang komunikasi dan informatika; 5) Meningkatnya peran dan fungsi KPID sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
f. Indikator Capaian 1) Tersedianya sarana dan prasarana urusan komunikasi dan informasi utamanya di bidang kehumasan, akses informasi, telematika, komunikasi dan media massa. 2) Tersedianya hasil kajian dan penelitian bidang informasi dan komunikasi; 3) Tersedianya SDM bidang Komunikasi dan informasi yang profesional; 4) Terwujudnya peran dan fungsi KPID sesuai dengan UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. 5) Terlaksananya fasilitasi pengembangan Forum Komunikasi Media Tradisional (FK-METRA). 6) Terwujudnya lembaga komunikasi masyarakat; 7) Terwujudnya kerjasama informasi dengan mass media dalam penyampaian informasi dan sosialisasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat melalui Ormas/LSM, organisasi profesi pers (OPP dan media watch); 8) Terlaksananya pengembangan sistem Jateng On-Line (Sijoli);
204
26. Kewenangan Urusan Wajib Perpustakaan a. Permasalahan 1) Kurangnya minat baca di dalam masyarakat yang disebabkan oleh rendahnya budaya membaca masyarakat; 2) Rendahnya
kualitas
perpustakaan
umum
pelayanan
perpustakaan
kabupaten/kota,
(perpustakaan
perpustakaan
perguruan
daerah, tinggi,
perpustakaan khusus/instansi, perpustakaan desa/kelurahan, perpustakaan rumah ibadah, dan perpustakaan sekolah) yang disebabkan oleh: a) Terbatasnya tenaga pustakawan; b) Terbatasnya pendanaan untuk pengembangan perpustakaan; c) Lemahnya pengelolaan perpustakaan; d) Terbatasnya sarana dan prasarana perpustakaan; e) Terbatasnya koleksi buku perpustakaan; f) Sedikitnya jumlah perpustakaan masyarakat; g) Belum optimalnya pelestarian koleksi perpustakaan. 3) Kurangnya kesadaran masyarakat tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam.
b. Kebijakan 1) Mengupayakan perwujudan peningkatan budaya baca masyarakat melalui kegiatan-kegiatan yang sederhana dan menyenangkan; 2) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana perpustakaan khususnya koleksi buku perpustakaan dan meningkatkan kualitas dan kuantitas perpustakaan keliling; 3) Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam.
c. Strategi 1) Meningkatkan
peran
pemerintah
dan
organisasi
masyarakat
untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat untuk gemar membaca; 2) Meningkatkan kapasitas perpustakaan dan pengelola perpustakaan; 3) Meningkatkan
peran
pemerintah
dan
partisipsi
masyarakat
dalam
pengembangan sarana dan prasarana perpustakaan; 4) Meningkatkan peran dan fungsi perpustakaan sebagai pusat pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
205
5) Meningkatkan
peran
perpustakaan
dalam
meningkatkan
kesadaran
masyarakat tentang serah simpan karya cetak dan karya rekam.
d. Program 1) Pengembangan budaya baca; 2) Pembinaan dan peningkatan kapasitas perpustakaan; 3) Penyelamatan dan pelestarian koleksi perpustakaan.
e. Sasaran 1) Program pengembangan budaya baca dengan sasaran meningkatnya budaya membaca masyarakat; 2) Program pembinaan dan peningkatan kapasitas perpustakaan dengan sasaran meningkatnya jumlah perpustakaan sekolah dan masyarakat yang berkembang dan dikelola dengan baik; 3) Program penyelamatan dan pelestarian koleksi perpustakaan, dengan sasaran terselamatkan koleksi penting dan bernilai sejarah, serta lestarinya koleksi perpustakaan.
f. Indikator Capaian 1) Program pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan, dengan indikator meningkatnya jumlah pengunjung perpustakaan/ pemustaka; 2) Program pembinaan dan peningkatan kapasitas perpustakaan, dengan indikator: a) Meningkatnya persentase perpustakaan semua jenis perpustakaan; b) Meningkatnya
persentase
perpustakaan
yang
memiliki
sarana
dan
prasarana lengkap; c) Meningkatnya dan terpiliharanya koleksi perpustakaan; d) Meningkatnya jumlah perpustakaan masyarakat; e) Meningkatnya jumlah pengelola perpustakaan / pustakawan.; 3) Program penyelamatan dan pelestarian koleksi perpustakaan, dengan indikator Meningkatnya persentase koleksi pemting bernilai sejarah yang terselamatkan.
206
B. Kewenangan Urusan Pilihan Program-progam kewenangan urusan pilihan, dikelompokkan dalam 8 kewenangan urusan, sebagai berikut : 1. Kewenangan Urusan Pilihan Pertanian a. Permasalahan 1) Belum optimalnya peningkatan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas produksi pertanian; 2) Belum memadainya jalan dan jaringan irigasi tingkat usaha tani yang mendukung proses produksi serta pemasaran hasil pertanian; 3) Kurangnya akses petani terhadap informasi teknologi, modal dan pasar; 4) Belum optimalnya fungsi kelembagaan petani; 5) Rendahnya daya saing hasil pertanian; 6) Belum terpadu, efektif dan efisiennya pelaksanaan kegiatan penyuluhan yang diakibatkan manajemen yang tidak dalam satu ”Satmikal” (Satuan administrasi pangkal); 7) Kurangnya Sinergi Aplikasi Teknologi Spesifik Lokasi; 8) Terbatasnya sumberdaya lahan dan air yang luasannya cenderung menurun serta tidak efektif dalam pengelolaannya; 9) Produktivitas
pertanian
relatif
rendah,
pengelolaan
usaha
tani
masih
tradisional, penguasaan teknologi rendah serta terbatasnya ketersediaan benih sesuai standar teknis; 10) Terbatasnya sarana/prasarana produksi, alat mesin dan pengendalian hama penyakit; 11) Keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan semua aspek usahanya, sehingga pendapatan masih rendah; 12) Kurang tersedianya benih dan bibit ternak yang berkualitas di masyarakat; 13) Bencana alam dan serangan penyakit yang menyebabkan kerugian akibat kematian dan penurunan produktivitas ternak dan kerawanan sosial lainnya.
b. Kebijakan 1) Meningkatkan dan memantapkan produksi melalui penyediaan air irigasi yang cukup, sarana produksi dan pengamanan pertanaman serta produksi; 2) Mengembangkan industri pertanian perdesaan melalui pengolahan hasil, manajemen usaha dan penguatan sistem pemasaran; 3) Menguatkan kelembagaan petani melalui fasilitasi, bimbingan dan pembinaan;
207
4) Penguatan Sistem Kelembagaan Penyuluhan, Pelaku utama (petani) dan Pelaku usaha di bidang Pertanian; 5) Pengembangan
komoditas
dengan
peningkatan
dukungan
terhadap
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup; 6) Peningkatan
produksi,
produktivitas
dengan
intensifikasi,
rehabilitasi,
diversifikasi, integrasi pertanian serta penggunaan benih/bibit unggul; 7) Fasilitasi penggunaan sarana/prasarana produksi, alat mesin dan pengendalian hama penyakit; 8) Peningkatan kemampuan/ketrampilan teknik budidaya, pengelolaan lahan, kelembagaan, kemitraan, pengolahan hasil, pasca panen dan pemasaran.
c. Strategi 1) Peningkatan
produktivitas,
peningkatan
indeks
pertanaman
(IP)
dan
pengamanan produksi pertanian; 2) Penyediaan sarana produksi (benih, pupuk dan pestisida), alsintan dan jaringan irigasi serta jalan usaha tani; 3) Pencegahan, pengendalian dan pemantauan organisme pengganggu tanaman (OPT), bencana alam banjir/kekeringan; 4) Penyediaan sarana air irigasi melalui pompanisasi, pembangunan embung, serta memberikan pelatihan P3A; 5) Peningkatan promosi, informasi, dan akses pemasaran bagi petani; 6) Mempertahankan luas baku lahan pertanian; 7) Peningkatan peran penyuluhan; 8) Pengembangan kawasan berbasis komoditas pertanian; 9) Melaksanakan intensifikasi, rehabilitasi, diversifikasi, integrasi pertanian dan penggunaan benih/bibit unggul; 10) Memfasilitasi pengembangan, penggunaan, pemanfaatan lahan air, sarana dan prasarana produksi serta perlindungan hama penyakit; 11) Melaksanakan pelatihan, magang kerja, lomba inovasi, penghargaan, promosi dan meningkatkan partisipasi swadaya masyarakat;
d. Program 1) Pengembangan Agribisnis; 2) Peningkatan Kesejahteraan Petani;
208
e. Sasaran 1) Program Pengembangan Agribisnis a) Terwujudnya industri pertanian perdesaan; b) Terwujudnya peningkatan pendapatan petani; c) Terwujudnya
akses
permodalan,
pengolahan
dan
pemasaran
hasil
pertanian; d) Terwujudnya
pengembangan
usaha
pertanian
dengan
pendekatan
kawasan; e) Terwujudnya pengembangan peningkatan produksi dan produktivitas pangan; f) Terwujudnya pengembangan usaha, kelembagaan, kawasan dan sumber daya manusia petani; g) Terfasilitasinya pengolahan hasil, pasca panen dan pemasaran; h) Tersedianya benih/bibit
ternak berkualitas (semen beku sapi dan
kambing); i)
Tersedianya bibit dan produk hasil ternak yang berkualitas pada satuan kerja pembibitan dan budidaya ternak ruminansia;
j) Terwujudnya produksi bibit ternak pada satuan kerja pembibitan dan budidaya ternak non ruminansia; k) Terlaksananya pelayanan kesehatan hewan; l)
Terwujudnya pengambilan dan pengujian specimen, pengobatan dan pengawasan lalu lintas ternak;
2) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani a. Terwujudnya penguatan kelembagaan petani; b. Terwujudnya fasilitasi, bimbingan dan pembinaan petani; c. Terwujudnya peningkatan ketrampilan petani dalam mengadopsi teknologi; d. Terwujudnya Kelembagaan Penyuluhan di Kabupate/Kota se Jawa Tengah; e. Terwujudnya
peningkatan
kualitas
SDM
dalam
teknik
budidaya,
manajemen usaha tani dan pengelolaan hasil; f.
Terwujudnya peningkatan SDM penyuluh baik PNS, Swasta maupun Swadaya;
g. Terwujudnya penyelenggaraan penyuluha yang terintegrasi, efektif dan efisien.
209
f. Indikator Capaian 1) Program Pengembangan Agribisnis a) Meningkatnya penggunaan pupuk organik 2 ton/ ha di lahan sawah; b) Menurunnya kehilangan hasil padi dari 11, 58 % menjadi 11,50%; c)
Tersedianya informasi OPT dan iklim di 6 laboratorium hama dan penyakit di Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Tengah (BPTPH);
d) Meningkatnya produksi hortikultura unggulan daerah dan meningkatnya konsumsi sayuran dan buah buahan dari 35 kg/kap/thn menjadi 45 kg/kap/thn pada akhir tahun 2013; e) Terlaksananya promosi, pasar lelang dan pasar tani di 10 sub terminal agribisnis (STA); f)
Tersedianya data informasi pasar 25 unit di 23 kabupaten/kota (harian, mingguan, bulanan,tahunan);
g) Berkembangnya perekayasaan alsintan: power mower 10 unit/tahun, power weeder 10 unit/tahun, dan ripper 10 unit/tahun; h) Berkembangnya luas areal, rehabilitasi dan intensifikasi komoditas prospektif untuk peningkatan produksi : kelapa, kakao, karet, kopi, nilam, wijen, mete, teh, tembakau, cengkeh dan aren; i)
Meningkatnya kualitas penggunaan sarana produksi : pupuk sesuai asas 6 tepat (waktu, jenis, jumlah, mutu, tempat dan harga) dan fasilitas alsinbun;
j)
Terselenggaranya fasilitasi agropolitan dan klaster di Jawa Tengah;
k)
Terlaksananya fasilitasi promosi produk perkebunan dan pelayanan informasi harga di sentra produksi;
l)
Terlaksananya
pembinaan,
penggunaan,
peningkatan,
peningkatan
produksi serta pengawasan peredaran benih/bibit bersertifikat; m) Tercapainya peningkatan mutu hasil produk perkebunan; n) Terlaksananya pemeliharaan dan peningkatan kinerja 32 (tiga puluh dua) Kebun Dinas Perkebunan dan 44 (empat puluh empat) kebun Dinas Pertanian; o) Peningkatan produksi dan produktivitas kebun dinas sehingga PAD meningkat 10%; p) Tercapainya penyediaan sarana pengendalian OPT berupa agensia pengendali hayati (APH) dan pestisida nabati serta penyebarannya;
210
q) Meningkatnya produksi semen beku sapi 20% per tahun dan produksi semen beku kambing 10% per tahun; r)
Meningkatnya populasi ternak (sapi potong 2 % per tahun, sapi perah 0,6 % per tahun, kambing 10 % per tahun) dan produksi hasil-hasil peternakan (daging 7 % per tahun, telur 2,3 % per tahun, susu 3 % per tahun)
s)
Terlaksananya pemeliharaan pejantan bull sapi 30 ekor dan kambing 15 ekor, serta replacement bull 8 ekor/2 tahun;
t)
Tersedianya bibit ternak ruminansia besar sapi perah 20 ekor /tahun, sapi potong 80 ekor/tahun, ternak ruminansia kecil kambing 400 ekor/tahun produksi susu 20.000 liter/tahun;
u) Meningkatnya produksi pakan konsentrat di pabrik pakan mini sebanyak 10 % per tahun; v)
Tersedianya bibit ternak ayam buras 1500 ekor / tahun, itik 3000 ekor/tahun, kelinci 720 ekor/tahun, produksi telur ayam 159.999 butir/tahun, telur itik 340.000 butir per tahun;
w) Terlaksananya surveylans penyakit hewan 3000 sampel/tahun; x)
Menurunnya angka kesakitan ternak besar dibawah 9%/tahun, ternak kecil dibawah 15% tahun, ternak unggas dan aneka ternak dibawah 20 % / tahun, sedangkan angka kematian ternak besar dibawah 3 %/tahun, ternak kecil dibawah 5%/tahun, unggas dan aneka ternak di bawah 10% per tahun (dihitung terhadap populasi).
2) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani a)
Terlaksananya kemitraan kelompok tani padi organik dengan swasta dari 10 kelompok menjadi 50 kelompok;
b)
Terbinanya
Gapoktan
untuk
memperoleh
alokasi
anggaran
PUAP
(Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan) dalam manajemen usaha pertanian di perdesaan sebanyak 10 Gapoktan menjadi 50 Gapoktan; c)
Terbentuknya
lembaga
pengembangan
usaha
pertanian
dengan
pendekatan kawasan serta agroekosistem; d)
Meningkatnya fungsi kelembagaan dan unit usaha pertanian: Usaha Pelayanan Jasa Alsintan (UPJA), Lumbung pangan, Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM), rice mill;
211
e)
Meningkatnya pembinaan Gabungan kelompok tani (Gapoktan) dari 904 menjadi
955,
dan
terfasilitasinya
pemberian
penghargaanterhadap
prestasi kelembagaan petani (pelaku utama ) dan pelaku usaha. f)
Semakin
mantapnya
kelembagan
penyuluhan
baik
ditingkat
terwujudnya Sistem
Informasi
kabupaten/kota, tingkat kecamatan dan desa; g)
Tersusunnya programa penyuluhan,
Manajemen (SIM) dan metode Penyuluhan. h)
Terbentuknya
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) BPP model dan Pos-pos
penyuluhan pedesaan (Posluhdes) di setiap Kabupaten dan meningkatnya kapasitas SDM Penyuluh PNS, Swasta dan Swadaya. i)
Terfasilitasinya kebutuhan dasar penyuluhan sejumlah 3.590 orang se Jawa Tengah, dan terfasilitasinya pemberian penghargaan terhadap prestasi penyuluh.
j)
Meningkatnya penyelenggaraan penyuluhan yang terintegrasi, efektif dan efisien di setiap tingkatan.
k)
Meningkatnya motivasi dan sumberdaya manusia petani melalui kegiatan pelatihan, magang kerja, bintek dan pemberdayaan kelompok : 900 petani (kelapa, kopi, kakao, karet dan tebu) per tahun;
l)
Peningkatan SDM petani peternak di pedesaan;
m) Terlatihnya ketrampilan pengolahan hasil pertanian pada kelompok wanita tani.
2. Kewenangan Urusan Pilihan Kehutanan a. Permasalahan 1) Tingginya tingkat kerusakan hutan negara dan masih luasnya lahan kritis; 2) Belum optimalnya fungsi hutan sebagai sistem pengendali tata air; 3) Belum optimalnya
fungsi lingkungan, ekonomi dan sosial dalam pengelolaan
hutan; 4) Rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan; 5) Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat disekitar hutan; 6) Belum terpadu, efektif dan efisiennya
pelaksanaan kegiatan penyuluhan
kehutanan yang diakibatkan manajemen yang tidak dalam satu ”Satmikal” (Satuan administrasi pangkal);
212
b. Kebijakan 1) Peningkatan pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi masyarakat; 2) Peningkatan produksi hasil hutan non kayu untuk kesejahteraan masyarakat sekitar hutan; 3) Pemantapan Kelembagaan dan Pengembangan Jaringan Kerja dan Kemitraan Penyuluhan Kehutanan;
c. Strategi 1) Meningkatkan rehabilitasi lahan kritis dan reboisasi kawasan hutan serta meningkatkan perlindungan hutan; 2) Meningkatkan kualitas sumber daya hutan; 3) Meningkatkan sistem perencanaan pengelolaan hutan; 4) Mengoptimalkan
pengelolaan
sumber
daya
hutan
dan
pemberdayaan
masyarakat sekitar hutan; 5) Peningkatan peran penyuluhan kehutanan dalam mendukung penerapan dan kebijakan teknologi pembangunan kehutanan;
d. Program 1) Rehabilitasi Hutan dan Lahan; 2) Pembinaan dan Penertiban Industri Hasil Hutan; 3) Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan; 4) Perencanaan dan Pengembangan Hutan; 5) Rehabilitasi, Perlindungan dan Konservasi Hutan; 6) Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Devisa Sumber Daya Alam; 7) Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam; 8) Pengelolaan dan Pemanfaatan Kawasan Sumber Daya Hutan; 9) Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan.
e. Sasaran 1) Tercapainya
optimalisasi pemanfaatan lahan, rehabilitasi lahan kritis dan
reboisasi tanah kosong didalam kawasan hutan; 2) Terwujudnya
tertib industri hasil hutan dalam pemanfatan bahan baku,
pengelolaan lingkungan dan ijin industri; 3) Terwujudnya pengelolaan sumber daya hutan yang optimal;
213
4) Tersedianya sistem informasi dan perencanaan sumber daya hutan; 5) Terwujudnya pemantapan kawasan hutan sesuai fungsinya; 6) Terwujudnya hutan
produksi, hutan lindung dan hutan konservasi sesuai
fungsinya; 7) Tercapainya Perlindungan hutan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) hutan secara optimal; 8) Terwujudnya pengendalian pemanfaatan hasil hutan, flora dan fauna; 9) Terwujudnya pengelolaan hutan secara partisipatif
terhadap kelestarian
sumberdaya hutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; 10) Terwujudnya Fasilitasi dan Sosialisasi Pengembangan Penyuluhan dalam paket teknologi pembangunan kehutanan;
f. Indikator Capaian 1) Terlaksananya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan seluas 25.000 ha per tahun; 2) Meningkatnya jumlah perusahaan industri hasil hutan yang tertib sebesar 10 % per tahun; 3) Meningkatnya pemanfaatan sumberdaya hutan sebesar 10 % per tahun dan meningkatnya kontribusi bagi hasil produksi hasil hutan untuk kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan hutan sebesar 10 % per tahun berdasarkan prakiraan bagi hasil tahun 2008; 4) Meningkatnya perencanaan
kualitas
data dan informasi
pembangunan
kehutanan
dan
sumberdaya hutan dan sistem pengembangan
kehutanan
berkelanjutan; 5) Terwujudnya pemantapan batas luar, batas fungsi kawasan hutan dan fungsi konservasi kawasan hutan; 6) Terwujudnya Pengelolaan Hutan Lestari; 7) Berkurangnya
kejadian
pencurian
hasil
hutan,
terkendalinya
organisme
pengganggu tanaman (OPT), perambahan dan kebakaran hutan; 8) Terjkendalinya pemanfaatan hasil hutan, flora dan fauna; 9) Terwujudnya kemantapan kelembagaan 1.702 LMDH dan terbentuknya 307 LMDH pada program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM); 10) Meningkatnya kinerja penyuluhan kehutanan.
214
3. Kewenangan Urusan Pilihan Energi dan Sumber Daya Mineral a. Permasalahan 1) Masih terbatasnya kapasitas SDM bidang energi dan sumber daya mineral; 2) Adanya citra pertambangan yang merusak lingkungan, terutama tambang terbuka
(open
pit
mining),
selalu
merubah
bentang
alam
sehingga
mempengaruhi ekosistem dan habitat aslinya. Citra ini diperburuk oleh banyaknya
Pertambangan
Tanpa
Ijin
(PETI)
yang
sanagat
merusak
lingkungan; 3) Belum optimalnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya mineral; 4) Belum optimalnya pengelolaan air tanah dan banyaknya daerah yang rentan terhadap kekeringan (terutama air baku) ; 5) Masih rendahnya rasio elektrifikasi di Jawa Tengah ± 72,70%; 6) Belum
optimalnya
pemanfaatan,
diversifikasi
(penganekaragaman)
dan
konservasi energi (baik EBT maupun non EBT) ; 7) Masih adanya penyimpangan – penyimpangan dalam distribusi migas; 8) Posisi geografis Jawa Tengah yang rentan terhadap bencana geologi dan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap mitigasi bencana alam;
b. Kebijakan 1) Peningkatan SDM Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral; 2) Peningkatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral serta menerapkan good mining practice dilokasi tambang yang sudah ada dengan selalu memperhatikan aspek pembangunan berkelanjutan; 3) Peningkatan manfaat pertambangan dan nilai tambah serta peluang usaha pertambangan dengan memperhatikan aspek sosial dan lingkungan hidup; 4) Peningkatan upaya konservasi air tanah dan keseimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan; 5) Penyediaan infrastruktur kelistrikan untuk masyarakat dan industri; 6) Mendorong
pencarian
potensi
dan
cadangan
energi
baru
serta
penganekaragaman pemanfaatan energi baru terbarukan maupun yang tidak terbarukan (energi alternatif) ; 7) Peningkatan konservasi energi untuk menjamin generasi yang akan datang; 8) Peningkatan pengawasan dalam distribusi migas; 9) Peningkatan pelayanan informasi kawasan yang rentan terhadap bencana geologi dan pengembangan sistem mitigasi bencana alam;
215
c. Strategi 1) Menyertakan diklat, kursus dan studi Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral; 2) Melakukan identifikasi potensi dan sosialisasi peraturan mineral dan batubara; 3) Meningkatkan
pengunaan
teknologi
tepat
guna
dan
promosi
usaha
pertambangan; 4) Meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap usaha pertambangan; 5) Menertibkan ijin usaha pertambangan dan pemanfaatan Air Tanah; 6) Membangun jaringan dan pembangkit listrik dengan potensi sumber energi setempat; 7) Mengoptimalkan pemanfaatan
sumber – sumber energi alternatif;
8) Menertibkan usaha jasa penunjang migas; 9) Peningkatan kewaspadaan terhadap potensi bencana alam.
d. Program 1) Peningkatan SDM Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral; 2) Pengembangan Pertambangan dan Air Tanah; 3) Pengembangan Ketenagalistrikan dan Migas; 4) Pengembangan Mitigasi Bencana Alam dan Geologi;
e. Sasaran 1) Meningkatnya kemampuan SDM Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral; 2) Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI) dan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pembangunan berkelanjutan dalam eksploitasi sumber daya mineral; 3) Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk pertambangan serta terjadinya alih teknologi; 4) Optimalnya pengelolaan air tanah dan terpenuhinya kebutuhan air baku pada daerah rawan kering; 5) Meningkatnya rasio elektrifikasi dan terpenuhinya kebutuhan energi bagi masyarakat dan industri; 6) Optimalnya pemanfaatan dan diversifikasi energi alternatif; 7) Terjaminnya distribusi migas untuk kepentingan masyarakat dan industri;
216
8) Berkurangnya korban bencana alam geologi dan teridentifikasinya kawasan rawan bencana geologi sebagai upaya pengembangan sistem mitigasi bencana;
f. Indikator Capaian 1) Meningkatnya kemampuan dan kapasitas tenaga teknis Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral sebanyak 55 Orang; 2) Meningkatnya perijinan sebanyak 140 IUP dan terwujudnya ketertiban dalam kegiatan usaha pertambangan di 32 kabupaten/kota serta
terwujudnya
konservasi sumber daya mineral melalui pembangunan demplot reklamasi lahan bekas penambangan pada 12 Kabupaten dan penataan 6 (enam) kawasan pertambangan serta penyusunan Perda/Pergub Minerba Provinsi Jawa Tengah; 3) Meningkatnya
jumlah
investasi
di
bidang
pertambangan
melalui
pengembangan kemitraan usaha pertambangan dan penyusunan profil mineral unggulan sebanyak 20 jenis yang dipromosikan dalam 12 kali penyelenggaraan pameran serta penerapan teknologi tepat guna pada 12 kelompok penambang dan penguatan data base bidang energi dan sumber daya mineral; 4) Meningkatnya perijinan pemanfaatan air tanah sebanyak 250 obyek dan tercatatnya
obyek
pajak
pada
6.555
sumur
serta
terwujud
rehabilitasi/konservasi air tanah melalui penataan 10 kawasan daerah resapan dan terbangunnya 22 sumur pantau serta 30 sumur bor untuk memenuhi kebutuhan air baku pada daerah rawan kering; 5) Meningkatnya rasio elektrifikasi sebesar 10 % melalui pengembangan Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sepanjang 30 kms, Jaringan Tegangan Rendah (JTR)
sepanjang
20
kms,
pembangunan
PLTMH
8
(delapan)
Unit,
pembangunan PLTS SHS 1.400 Unit dan pembangunan PLTS Komunal 3 (tiga) Unit serta PLTP 1 (satu) Unit; 6) Optimalnya pemanfaatan energi alternatif melalui identifikasi potensi 5 (lima) komplek panas bumi, 9 (sembilan) lokasi air, 11 lokasi gas rawa, 12 lokasi biogas, 3 (tiga) lokasi biomasa dan pengembangan Desa Mandiri Energi pada 18 desa serta terbangunnya demplot pemanfaatan gas rawa sebanyak 5 lokasi, biogas 12 lokasi dan penerapan teknologi tepat guna pada 10 lokasi;
217
7) Berkurangnya penyimpangan distribusi migas pada 3 (tiga) kilang, 7 (tujuh) depo, 485 SPBU, 7 (tujuh) SPBE, 98 agen LPG, 242 agen minyak tanah dan 16.449 Pangkalan Minyak Tanah; 8) Tersedianya peta up to date untuk potensi rawan longsor pada 21 kabupaten/kota, potensi rawan vulkanik 4 (empat) kabupaten, Potensi rawan tektonik/tsunami 10 kabupaten/kota, penataan relokasi permukiman akibat tanah longsor 12 Kabupaten, geologi tata lingkungan 15 kabupaten/kota dan terpasangnya alat deteksi (warning system) zona merah pada 12 kabupaten serta sosialisasi mitigasi bencana alam geologi pada 50 lokasi/kecamatan;
4. Kewenangan Urusan Pilihan Pariwisata a. Permasalahan 1) Sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh belum optimalnya promosi yang dilakukan baik di dalam maupun luar negeri,
sehingga jumlah
kunjungan,
lama tinggal
dan
pengeluaran belanja wisatawan masih relatif kecil; 2) Daya saing dan daya jual destinasi pariwisata masih lemah. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya kualitas produk dan jasa pariwisata, kurang tersedianya sarana dan prasarana yang memadai di lingkungan obyek dan daya tarik wisata, masih rendahnya kualitas SDM pengelola obyek dan daya tarik wisata, pramuwisata maupun para pelaku pariwisata lainnya; 3) Kemitraan antara pemerintah daerah dengan dunia usaha pariwisata dan masyarakat masih belum terjalin dengan baik. Hal ini disebabkan oleh lemahnya
jejaring,
kerjasama,
koordinasi
dan
keterpaduan
dalam
pengembangan pariwisata serta rendahnya partisipasi masyarakat;
b. Kebijakan 1) Peningkatan jumlah kunjungan, lama tinggal dan pengeluaran belanja wisatawan melalui pengembangan pemasaran dan promosi pariwisata di dalam dan luar negeri; 2) Peningkatan daya saing dan daya jual destinasi pariwisata melalui diversifikasi dan pengembangan kualitas produk dan jasa pariwisata, pemenuhan sarana dan prasarana di lingkungan obyek dan daya tarik wisata, serta peningkatan kualitas pengelola obyek dan daya tarik wisata, pramuwisata dan para pelaku pariwisata lainnya;
218
3) Peningkatan kemitraan antara pemerintah daerah dengan dunia usaha pariwisata dan masyarakat guna mensinergikan pengembangan pariwisata dan mendorong tumbuhnya partisipasi masyarakat.
c. Strategi 1) Meningkatkan pengembangan pemasaran dan promosi pariwisata di dalam dan luar negeri yang lebih gencar, efektif dan efisien melalui pengembangan kerjasama, riset pasar, penyediaan sarana promosi dan informasi, pameran, event, roadshow, farm tour, dan pemanfaatan teknologi informasi; 2) Meningkatkan daya saing dan daya jual destinasi pariwisata melalui diversifikasi dan pengembangan kualitas produk dan jasa pariwisata, pembangunan sarana dan prasarana yang lebih memadai di lingkungan obyek dan daya tarik wisata serta pelatihan SDM pengelola obyek dan daya tarik wisata, pramuwisata dan para pelaku wisata lainnya; 3) Meningkatkan sinergi hubungan kemitraan antara pemerintah dengan pelaku dunia usaha pariwisata dan masyarakat melalui pembentukan forum dan klaster pariwisata, perkuatan dan fasilitasi kelembagaan asosiasi dan peguyuban
pelaku
kepariwisataan
serta
kelompok
masyarakat
peduli
pariwisata.
d. Program 1) Pengembangan pemasaran pariwisata; 2) Pengembangan destinasi pariwisata; 3) Pengembangan kemitraan.
e. Sasaran 1) Tercapainya peningkatan jumlah kunjungan wisata, lama tinggal dan pengeluaran belanja wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara guna meningkatkan kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB; 2) Tercapainya peningkatan daya saing dan daya jual destinasi pariwisata guna meningkatkan pelayanan yang lebih baik kepada wisatawan; 3) Tercapainya peningkatan sinergi antara pemerintah, dunia usaha pariwisata dan masyarakat guna mengoptimalkan pengembangan potensi pariwisata daerah.
219
f. Indikator Capaian 1) Program pengembangan pemasaran pariwisata, dengan target dan indikator capaian berupa: a) Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 2% per tahun dengan rata-rata lama tinggal 2,3 hari dan rata-rata pengeluaran sebesar US$ 200 per kunjungan; b) Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan nusantara sebesar 5% per tahun dengan rata-rata lama tinggal 2,0 hari, dan rata-rata pengeluaran Rp 336.000,- per kunjungan; 2) Program pengembangan destinasi pariwisata, dengan target dan indikator capaian: a) Kualitas produk dan jasa pariwisata semakin meningkat; b) Kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana obyek dan daya tarik wisata semakin meningkat; c) Kualitas sumber daya manusia pengelola obyek dan daya tarik wisata, pramuwisata, dan para pelaku pariwisata lainnya semakin meningkat.
3) Program pengembangan kemitraan, dengan target dan indikator capaian berupa: a) Sinergi pengembangan pariwisata antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat semakin meningkat; b) Peran dan partisipasi aktif masyarakat dalam pengembangan potensi pariwisata daerah semakin meningkat. c) Forum
dan
klaster
pariwisata,
lembaga/asosiasi/paguyuban
pelaku
pariwisata dan kelompok masyarakat peduli pariwisata semakin kuat dan mandiri.
5. Kewenangan Urusan Pilihan Kelautan dan Perikanan a. Permasalahan 1) Rendahnya kemampuan SDM dan kapasitas kelembagaan masyarakat, utamanya masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan akibat rendahnya tingkat pendidikan; 2) Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum yang mengakibatkan tidak terkendalinya eksploitasi sumberdaya kelautan dan perikanan yang disebabkan kurangnya kualitas dan kuantitas petugas penegak hukum di lapangan;
220
3) Menurunnya produksi perikanan tangkap yang disebabkan oleh penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, rusaknya habitat vital dan belum optimalnya sarana dan prasarana pendukung perikanan tangkap; 4) Belum optimalnya sarana dan prasarana pendukung perikanan budidaya serta rendahnya kemampuan pembudidaya ikan terhadap good aquaculture practices yang disebabkan kurangnya penguasaan teknis; 5)
Banyaknya pelaku usaha pengolahan hasil perikanan yang bersifat tradisional (dengan mutu produk, syarat teknis, sanitasi dan higienis yang rendah dan masih jauh dari persyaratan mutu ekspor) karena rendahnya kesadaran, pengetahuan dan permodalan.
6) Adanya kerusakan habitat vital di laut / pesisir yang disebabkan pencemaran, perusakan oleh manusia, maupun faktor bencana alam, akibat rendahnya pengetahuan, kesadaran dan peran serta masyarakat pesisir dalam menjaga kelestarian ekosistem / lingkungan.
b. Kebijakan 1) Meningkatkan kemampuan SDM dan kapasitas kelembagaan masyarakat, utamamya masyarakat pesisir dalam optimalisasi pemanfaatan sumberdaya kelautan dan mengurangi ketergantungan terhadap eksploitasi sumberdaya kelautan dan perikanan; 2) Meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum untuk pengendalian eksploitasi sumberdaya kelautan dan perikanan dengan memperbesar peran serta Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) ; 3) Melaksanakan optimalisasi usaha perikanan tangkap, memasyarakatkan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan dan pengembangan sarana dan prasarana pendukung perikanan tangkap; 4) Peningkatan usaha perikanan budidaya dengan dukungan
sarana dan
prasarana pendukung yang diperlukan serta meningkatkan kemampuan teknis pembudidayaan ikan, terutama dalam penerapan good aquaculture practices; 5) Optimalisasi usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan untuk meningkatkan
mutu produk, teknologi, sanitas dan higienis agar dapat
memenuhi persyaratan mutu ekspor maupun pemenuhan kebutuhan dalam negeri; 6) Rehabilitasi dan konservasi habitat vital di laut / pesisir penanganan
fisik
maupun
vegetasi
serta meningkatkan
baik dengan pengetahuan,
221
kesadaran dan peran serta
masyarakat dalam menjaga kelestarian
ekosistem/lingkungan.
c. Startegi 1) Memanfaatkan peluang usaha masyarakat pesisir yang belum optimal seperti usaha garam rakyat, aktivitas perempuan pesisir, dan taruna pesisir, dan kemungkinan pengenalan kegiatan usaha lain yang tidak tertumpu pada eksploitasi sumberdaya kelautan dan perikanan; 2) Memanfaatkan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) untuk berperan serta dalam pengawasan dan penegakan hukum dalam pengendalian eksploitasi sumberdaya kelautan dan perikanan, menumbuhkan kelompok-kelompok baru, dan membantu sarana kelengkapan operasionalnya, dengan tetap melakukan operasi pengawasan bersama aparat terkait; 3) Mengembangkan dan memasyarakatkan penggunaan alat tangkap yang ramah lingkungan, mendekatkan fishing ground dengan pembuatan rumpon tetap, dan pengembangan sarana dan prasarana pendukung perikanan tangkap; 4) Mengembangkan usaha perikanan budidaya sesuai komoditas unggulan yang berbasis kawasan dan diminati pasar, dengan meningkatkan mutu hasilnya melalui penerapan good aquaculture practices; 5) Meningkatkan usaha pengolahan dan pemasaran yang masih tradisional dalam hal mutu produknya guna pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor, dengan tetap membina usaha pengolahan dan pemasaran modern; 6) Meningkatkan upaya rehabilitasi dan konservasi habitat vital di laut / pesisir, meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan peran serta masyarakat pesisir dalam menjaga kelestarian ekosistem / lingkungan melalui pembinaan, pelatihan, dan sosialisasi peraturan-perundangan yang berlaku;
d. Program 1) Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir; 2) Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan; 3) Pengembangan Perikanan Tangkap; 4) Pengembangan Perikanan Budidaya; 5) Optimalisasi Pengolahan dan Pemasaran Produksi Perikanan; 6) Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan.
222
e. Sasaran 1) Tercapainya
peningkatan
usaha
dan
kesejahteraan
masyarakat
pesisir,
termasuk nelayan dan pembudidaya ikan; 2) Tercapainya peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat pesisir (Kelompok Masyarakat Pengawas / POKMASWAS) dalam pengendalian dan pengawasan sumberdaya kelautan dan tumbuhnya POKMASWAS baru; 3) Tercapainya
peningkatan
produksi
perikanan
tangkap,
penyediaan
dan
pengembangan sarana dan prasarana; 4) Tercapainya peningkatan produksi perikanan budidaya,
penyediaan dan
pengembangan sarana dan prasarana; 5) Tercapainya peningkatan konsumsi makan ikan dan ekspor produk perikanan; 6) Tercapainya rehabilitasi dan konservasi untuk peningkatan kualitas habitat vital di pesisir / laut.
f. Indikator Capaian 1) Meningkatnya usaha petambak garam 250 orang, wanita pesisir 800 orang, dan taruna pesisir 275 orang; 2) Beraktivitasnya 21 kelompok kelembagaan masyarakat di bidang pengendalian dan
pengawasan
sumberdaya
kelautan
dan
perikanan
(POKMASWAS),
tumbuhnya 30 kelompok baru, dan terlaksananya 50 kali operasi pengawasan; 3) Meningkatnya produksi perikanan tangkap sebesar 1,0 % per tahun, pendapatan nelayan (laut dan perairan umum) sebesar 0,93 % per tahun, serta sarana dan prasarana utamanya di 9 Pelabuhan Perikanan Pantai; 4) Meningkatnya produksi perikanan budidaya sebesar 6,62 % per tahun, pendapatan pembudidaya ikan sebesar 6,59% per tahun; serta sarana dan prasarana utamanya di 3 UPT perikanan budidaya; 5) Meningkatnya konsumsi makan ikan sebesar 2,40 % per tahun dan ekspor produk perikanan sebesar 5,10 % per tahun; 6) Meningkatnya kualitas habitat vital di pesisir / laut dengan penanaman pohon mangrove 1.017.500 biji / batang, terumbu karang buatan 225 unit, transplantasi karang 265 unit, dan penebaran benih ikan di kawasan konservasi / calon kawasan konservasi 1.017.500 ekor.
223
6. Kewenangan Urusan Pilihan Perdagangan a. Permasalahan 1) Terbatasnya
akses
dan
perluasan
pasar
produk
ekspor
dan
belum
berkembangnya kerjasama perdagangan internasional; 2) Lemahnya daya saing dan belum optimalnya pengembangan mutu, desain dan merek dagang beberapa produk ekspor Jawa Tengah; 3) Belum optimalnya ketersediaan dan distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang layak dan terjangkau di seluruh wilayah serta belum terintegrasinya pasar lokal dan regional; 4) Masih lemahnya jaringan usaha perdagangan di dalam negeri dan luar negeri; 5) Terbatasnya sarana dan prasarana penunjang perdagangan; 6) Belum optimalnya pelaksanaan perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar; 7) Terbatasnya kemampuan Sumber Daya Manusia Pelaku Usaha di sektor perdagangan khususnya Usaha Dagang Kecil dan Menengah;
b. Kebijakan 1) Meningkatkan akses dan perluasan pasar produk ekspor serta pengembangan kerjasama perdagangan internasional yang saling menguntungkan; 2) Meningkatkan daya saing produk utama ekspor, produk potensial ekspor dan produk jasa; 3) Memperkuat kelembagaan usaha perdagangan dan pengembangan jaringan usaha perdagangan (networking) di dalam negeri dan luar negeri; 4) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem distribusi, tertib niaga, perlindungan konsumen dan kepastian berusaha; 5) Mengembangkan prasarana distribusi dan sarana penunjang perdagangan; 6) Mengembangkan jaringan informasi produksi dan pasar serta pengintegrasian pasar lokal dan regional; 7) Meningkatkan pembudayaan penggunaan produksi dalam negeri; 8) Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) sektor perdagangan secara intensif melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi; 9) Meningkatnya promosi produk unggulan.
c. Strategi 1) Penyempurnaan sistem distribusi barang dan jasa yang efisien dan efektif;
224
2) Pengamanan produk unggulan dan komoditi strategis di pasar global; 3) Pengembangan sarana dan prasarana usaha perdagangan; 4) Peningkatan ekspor non migas melalui pengembangan komoditi unggulan daerah; 5) Peningkatan akses, penetrasi dan promosi pasar untuk produk orientasi ekspor di pasar Global; 6) Pengembangan jejaring kerja antara pemerintah, dunia usaha dan berbagai pemangku kepentingan yang terkait di sektor perdagangan; 7) Pengembangan kapasitas Sumber Daya Manusia pelaku usaha di sektor perdagangan.
d. Program 1) Peningkatan dan Pengembangan Ekspor; 2) Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional; 3) Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri; 4) Peningkatan Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan; 5) Pemberdayaan Usaha Dagang Kecil dan Menengah.
e. Sasaran 1) Meningkatnya ekspor non migas Jawa Tengah antara 8 – 8,5% per tahun; 2) Terwujudnya efisiensi dan efektivitas sistem distribusi barang dan jasa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok dan kebutuhan penting masyarakat; 3) Terwujudnya tertib niaga, tertib ukur dan kepastian berusaha dalam rangka perlindungan konsumen dan pengawasan barang beredar; 4) Terciptanya iklim usaha kondusif yang mampu mendorong berkembangnya kesempatan dan kepastian berusaha; 5) Terwujudnya kelembagaan usaha perdagangan yang produktif dan mampu beradaptasi terhadap perubahan global.
f. Indikator Capaian 1) Peningkatan Efisiensi Perdagangan Dalam Negeri, melalui pembinaan terhadap jumlah pelaku usaha perdagangan sebanyak 5.000 dan pembangunan sarana pasar 25 unit dengan indikator: a) Meningkatnya ketersediaan Bahan Kebutuhan Pokok Masyarakat dan kelancaran distribusi;
225
b) Jumlah Sarana Penunjang Perdagangan meningkat; c) Meningkatnya jumlah Pelaku Usaha di bidang Perdagangan; d) Berkembangnya kegiatan ekonomi – perdagangan di daerah perdesaan. 2) Peningkatan dan Pengembangan Ekspor, melalui kegiatan ekspor non migas dengan pertumbuhan
8% - 8,5%
per tahun, jumlah komoditas ekspor
meningkat 15 jenis komoditas, dan kegiatan sertifikasi mutu barang 350 jenis dengan indikator : a) Meningkatnya volume dan nilai Ekspor Non Migas; b) Meningkatnya kemampuan pelaku ekspor; c) Jumlah jenis komoditi ekspor semakin meningkat; d) Meningkatnya kegiatan Promosi dan pameran dalam dan luar negeri; e) Bertambahnya jumlah negara tujuan ekspor. 3) Peningkatan Perlindungan Konsumen dan Pengamanan Perdagangan, melalui kegiatan tera
dan tera ulang
sebanyak 50.000 buah
dan pengawasan
barang beredar pada pelaku usaha 2.500 UU dengan indikator : a) Meningkatnya
jumlah
produksi
alat
Ukuran
Timbang
Takar
dan
Perlengkapannya (UTTP) ; b) Jumlah pengujian Tera & Tera Ulang alat UTTP meningkat; c) Meningkatnya pengawasan terhadap Barang Dalam Keadaan Terbungkus (BDKT). 4) Peningkatan Kerjasama Perdagangan Internasional, melalui pengembangan kerjasama, misi dagang, kontak dagang, dan promosi di 10 negara tujuan ekspor utama, dengan indikator : a) Terjalinnya kerjasama perdagangan internasional melalui kontrak dagang, misi dagang dan kerjasama dengan Atase Perdagangan di luar negeri; b) Tersedianya data dan informasi kebijakan dan peluang pasar luar negeri. 5) Pemberdayaan Usaha Dagang Kecil dan Menengah, melalui pembinaan dan bimbingan teknis terhadap pelaku usaha perdagangan sebanyak 5000 unit usaha, dengan indikator : a) Meningkatnya Jumlah Usaha Dagang Kecil dan Menengah (UDKM) ; b) Terbinanya kelembagaan UDKM; c) Terlaksananya penataan tempat usaha bagi UDKM.
226
7. Kewenangan Urusan Pilihan Industri a. Permasalahan 1) Ketergantungan terhadap impor Bahan Baku Industri (kandungan bahan baku impor berkisar 30 – 60 %); 2) Keterbatasan infrastruktur industri di wilayah perdesaan; 3) Daya saing dan Nilai tambah beberapa produk industri relatif rendah; 4) Terbatasnya penguasaan teknologi; 5) Lemahnya struktur industri terutama keterkaitan antara industri hulu dan hilir; 6) Lemahnya akses permodalan usaha bagi industri rumah tangga di wilayah perdesaan; 7) Dukungan R & D belum secara optimal memenuhi kebutuhan sektor industri; 8) Terbatasnya ketersediaan SDM industri yang memiliki kompetensi, etos kerja tinggi dan profesional.
b. Kebijakan 1) Meningkatkan efisiensi kerja IKM, sehingga mereka mampu bersaing baik ditingkat nasional maupun internasional; 2) Memperbaiki keterkaitan industri hulu-hilir secara terpadu terhadap industri unggulan Jawa Tengah; 3) Peningkatan penguasaan teknologi untuk mendukung pengembangan IKM.
c. Strategi 1) Meningkatkan penggunaan bahan baku lokal dan penggunaan produk dalam negeri untuk mendorong kemandirian dan daya saing; 2) Mengembangkan klaster industri yang mempunyai daya saing produk untuk mendukung industri-industri unggulan Jawa Tengah; 3) Meningkatkan penataan kelembagaan struktur industri untuk meningkatkan kapasitas sektor industri; 4) Memanfaatkan teknologi modern dan kearifan lokal untuk meningkatkan daya saing produk; 5) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menguasai teknologi.
d. Program 1) Pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) yang berbasis pada sumber daya lokal;
227
2) Pengembangan sentra/klaster industri potensial; 3) Penataan struktur industri; 4) Peningkatan kemampuan teknologi industri; 5) Peningkatan SDM, pelatihan dan bantuan peralatan industri.
e. Sasaran 1) Berkembangnya IKM dengan kinerja yang efisien dan kompetitif serta memiliki ketergantungan rendah pada bahan baku impor; 2) Terwujudnya efisiensi industri-industri unggulan melalui klaster; 3) Terciptanya struktur industri yang kuat antara industri hulu dan hilir dengan berbasis pada pendekatan klaster sehingga berdaya saing tinggi dan terbentuknya keterkaitan antara industri hulu dan hilir; 4) Meningkatnya jumlah IKM yang menerapkan teknologi modern dan terlindungi dari kemungkinan pembajakan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) ; 5) Tersedianya tenaga kerja berkualitas dalam mendukung perkembangan industri;
f. Indikator Capaian 1) Program Pengembangan industri kecil dan menengah (IKM), melalui pengembangan produk unggulan daerah, 35 jenis produk, penurunan kandungan bahan baku impor pada IKM 20-40 % dengan indikator: a). Kandungan bahan baku impor pada IKM menurun; b). Tersedianya bahan baku lokal sebagai substitusi bahan baku impor bagi IKM meningkat; c).
Berkembangnya IKM yang mampu menghasilkan produk unggulan dan diterima pasar.
2) Program pengembangan sentra/klaster industri potensial, melalui pengembangan klaster industri penghela sebanyak 6 klaster dan klaster pendukung lainnya dengan indikator : a). Terwujudnya keterkaitan antara industri inti, industri pendukung, dan industri terkait yang mendorong peningkatan dayasaing; b). Terbentuknya kelembagaan klaster IKM yang kuat. 3) Program penataan struktur industri dengan pembinaan terhadap IKM sebanyak 1.500 Unit Usaha (UU) dengan indikator :
228
a). Semakin kuatnya keterkaitan industri hulu dan industri hilir; b). Terwujudnya jejaring kerjasama antara IKM dengan industri skala besar. 4) Program peningkatan kemampuan teknologi industri, dengan melakukan pembinaan dan bimbingan teknis terhadap 1.000 UU dengan indikator : a). Meningkatnya kemampuan dan penguasaan teknologi bagi IKM; b). Meningkatnya teknologi produksi dan jenis produk bersertifikasi sesuai dengan standar mutu internasional. 5) Program peningkatan SDM, pelatihan dan bantuan peralatan industri, melalui pendidikan dan latihan terhadap 3.000 UU IKM dan penyaluran bantuan peralatan dengan indikator : a). Kemampuan dan keahlian SDM industri meningkat; b). Produktivitas usaha IKM meningkat.
8. Kewenangan Urusan Pilihan Transmigrasi a. Permasalahan 1) Belum optimalnya pengembangan wilayah transmigran yang disebabkan oleh: a). Koordinasi dan kerjasama antar daerah belum sesuai yang diharapkan; b). Kurang optimalnya penyiapan calon transmigran yang trampil dalam mengelola potensi SDA dilokasi tujuan; c). Rendahnya kompetensi SDM calon transmigran. 2) Terbatasnya alokasi target penempatan transmigran.
b. Kebijakan Kebijakan pembangunan ketransmigrasian Provinsi Jawa Tengah diarahkan pada : 1). Peningkatan
kerjasama
antar
daerah
dalam
penyelenggaraan
dan
pengembangan wilayah transmigrasi; 2). Peningkatan media Komunikasi, informasi dan edukasi ketransmigrasian untuk menumbuhkan minat masyarakat; 3). Peningkatan kompetensi calon transmigan melalui pelatihan.
c. Strategi 1). Mengembangkan kerjasama dan koordinasi antar daerah serta pelibatan pihak-pihak terkait dalam penyelenggaraan transmigrasi;
229
2). Mengoptimalkan media informasi yang untuk menyampaikan pesan program transmigrasi; 3). Meningkatkan kemampuan aparat dalam penyelenggaraan transmigrasi; 4). Meningkatkan ketrampilan calon transmigrasi sesuai dengan kondisi dan potensi SDA di lokasi tujuan.
d. Program Pengembangan wilayah transmigrasi
e. Sasaran 1). Mewujudkan koordinasi & sinkronisasi antar wilayah dalam penyelenggaraan transmigrasi; 2). Meningkatkan jumlah pengiriman transmigran yang trampil baik transmigran umum (TU), Swakarsa (TS) Transmigran Berbantuan (TB) dan Transmigran swakarsa Mandiri (TSM) ; 3). Meningkatkan profesionalisme aparat dalam penyelenggaraan transmigrasi.
f.
Indikator Capaian 1). Terwujudnya koordinasi & singkronisasi antar wilayah dalam penyelenggaraan transmigrasi di 19 Provinsi lokasi transmigrasi di luar Pulau Jawa; 2). Nota kesepakatan kerjasama antar wila-yah dalam pengem-bangan kawasan transmigrasi; 3). Tercapainya pengiriman transmigran sebanyak 7500 KK; 4). Meningkatnya kualitas manajemen pengelolaan dan pelayanan transmigran; 5). Tercapainya 2500 KK calon transmigran mendapatkan Pelatihan Dasar Umum (PDU).
C. Pelaksanaan Tugas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
daerah
dianut
asas
desentralisasi,
dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Dekonsentrasi dan tugas pembantuan diselenggarakan karena tidak semua wewenang dan tugas pemerintahan dapat dilakukan dengan desentralisasi, karena pertimbangan kepentingan nasional dan efektivitas pemerintahan.
230
Pelaksanaan asas dekonsentrasi oleh pemerintah provinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Pelaksanaan dekonsentrasi bertujuan untuk : 1. Memelihara keutuhan dan integrasi nasional. 2. Melaksanakan kebijakan nasional dalam mengurangi kesenjangan antar daerah. 3. mewujudkan keserasian hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah. 4. Mengidentifikasi potensi dan terpeliharanya keanekaragaman sosial budaya daerah. 5. Mencapai
efisiensi
dan
efektivitas
penyelenggaraan
pemerintahan,
serta
pengelolaan pembangunan dan pelayanan publik.
Bidang tugas pemerintahan yang penyelenggaraannya diperbantukan kepada daerah sebagai wilayah administratif, terkait erat dengan pelaksanaan 6 (enam) urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, yaitu : politik luar negeri, pertahanan, keamanan, hukum, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Penyelenggaraan tugas pembantuan adalah cermin dari sistem dan prosedur penugasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, untuk menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan dan pembangunan oleh pemerintah pusat dan disertai dengan kewajiban pendanaannya, dimana pelaksana wajib melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan penyelenggaraannya.
D. Pelaksanaan Tugas Umum Pemerintahan Salah
satu
pemerintahan
tujuan
pelaksanaan
amanah,
otonomi
antara lain
daerah
dilaksanakan
adalah melalui
mewujudkan reformasi
tata
birokrasi,
penegakan hukum dan penataan kelembagaan. Reformasi birokrasi diterapkan untuk menciptakan kepemerintahan yang amanah dengan mengedepankan prinsip-prinsip keterbukaan, akuntabilitas, efektif, efisien, menjunjung tinggi supremasi hukum, demokratisasi, transparansi, dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
Pelaksanaan kepemerintahan yang amanah ditujukan untuk menjamin kelancaran, keserasian, keterpaduan tugas serta fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembanguan di daerah. Isu strategis dalam pemerintahan umum di Provinsi Jawa
231
Tengah antara lain: penataan kelembagaan dan sistem ketatalaksanaan; peningkatan sumberdaya aparatur yang didukung oleh sistem renumerasi yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidup serta pelaksanaan sistem pengawasan dan pengendalian pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan daerah yang efektif dan efisien.
Program-program pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan, meliputi : 1. Program peningkatan Kerjasama Antar Daerah (KAD). Program KAD meliputi kerjasama antar pemerintah provinsi dan kerjasama provinsi dengan pihak ketiga, baik kerjasama Pemerintah Provinsi dengan Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah (BUMN/BUMD), usaha swasta dan koperasi, baik dalam negeri/luar negeri. Kerjasama antar daerah dilaksanakan terutama dalam upaya meningkatkan pengelolaan sumber daya alam, peningkatan penanaman modal dan pelayanan publik serta pengembangan
potensi daerah
dan pariwisata. 2. Program peningkatan pembangunan kawasan wilayah perbatasan. Program
ini
dilaksanakan
dalam
rangka
meningkatkan
kepaduserasian
pembangunan antar wilayah serta antar wilayah tertinggal. 3. Program pencegahan dan penanggulangan bencana. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap adanya potensi bencana, baik bencana sosial maupun bencana alam yang terdapat di 27 kabupaten/kota di Jawa Tengah, dalam upaya mengurangi kerugian harta benda dan korban manusia. 4. Program peningkatan pengelolaan kawasan khusus. Program ini dilaksanakan pada kawasan khusus, seperti kawasan lindung, kawasan konservasi alam dan kawasan cagar budaya, dalam rangka peningkatan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. 5. Program peningkatan ketertiban umum dan ketenteraman dalam masyarakat. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pembinaan kehidupan dan toleransi antar umat beragama, penegakan hukum termasuk peraturan perundangan daerah dan
partisipasi masyarakat dalam rangka mendorong berkembangnya
kehidupan sosial yang kondusif.
232
BAB VIII PENUTUP Dokumen RPJMD Propinsi Jawa Tengah tahun 2008-2013 ini merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kerja pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, yang telah dipresentasikan dan dipromosikan pada saat kampanye. Dalam penyusunannya telah memperhatikan aspek normatif seperti diatur dalam sejumlah peraturan perundangan. Penyusunan program-program dalam RPJMD ini mengacu sejumlah program yang secara hierarkis berada pada ordo yang lebih tinggi yaitu RPJPNasional, RPJMNasional, RPJPD dan produk-produk perencanaan yang telah ditetapkan dalam produk hukum yang mengikat, misalnya RTRW dan Tata Cara Penyusunan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Pelaksanaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Daerah.
Dokumen RPJMD ini secara normatif telah diupayakan memuat program-program atau rencana kerja seluruh tugas seorang Gubernur/Wakil Gubernur meliputi tugas-tugas desentralisasi, tugas dekonsentrasi, tugas pembantuan dan tugas-tugas pemerintahan umum. Namun demikian dalam menjalankan peran sebagai wakil pemerintah pusat, dalam menjalankan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan tidak sepenuhnya dapat direncanakan sejak awal, sejalan dengan proses penyusunan RPJM.
Sebagai
acuan
bagi
pelaku
pembangunan,
dalam
implementasinya
harus
memperhatikan kaidah-kaidah pelaksanaannya sebagai berikut : 1. RPJMD ini merupakan pedoman bagi SKPD dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) SKPD dengan time frame yang sama yaitu 2008-2013, dengan demikian terjadi kesamaan arah pembangunan masing-masing SKPD selamat 5 tahun kedepan. 2. RPJMD ini akan menjadi dasar atau acuan dalam penyusunan RKPD setiap tahun anggaran. 3. Penyusunan RPJMD ini telah melalui tahap konsultasi publik, dengan harapan program-progam yang ada di dalam RPJMD ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demkian para stakeholder memahami peran yang perlu diambil dalam pelaksanaan pembangunan Jawa Tengah selama 5 tahun kedepan.
233
4. RPJMD ini akan menjadi dasar bagi Gubernur dan Wakil Gubernur dalam menyusun LKPJ-AMJ di akhir periode masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, dan RPJMD ini akan menjadi dasar bagai DPRD dan anggota masyarakat untuk melakukan evaluasi.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 20082013 menjadi pedoman penyusunan rencana pembangunan sampai dengan tahun 2013. Namun secara substansial juga berlaku sebagai RPJMD transisi, sehingga berlaku juga sebagai acuan dalam penyusunan RKPD Tahunn 2014 sebelum tersusunnya RPJMD Tahun 2013 – 2018 yang memuat visi dan misi Kepala Daerah terpilih.
Untuk menjaga dan mengendalikan pemanfaatan RPJMD serta konsistensi dokumendokumen prencanaan lain dan penganggaran dengan RPJMD maka diperlukan monitoring dan pelaporan implementasi RPJMD secara reguler dan periodik. Untuk itu diperlukan suatu tim monitoriing RPJMD yang terdiri dari unsur Pemerintah Daerah maupun dari unsur Non Pemerintah Daerah. Hal ini berkaitan dengan pentingnya pengawasan internal dan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance).
GUBERNUR JAWA TENGAH
BIBIT WALUYO
234