LAPORAN PENELITIAN PENGARUH FAKTOR –FAKTOR TERHADAP KEPUTUSAN SESEORANG UNTUK TIDAK MELAKUKAN KORUPSI DI SEKTOR PENGADAAN BARANG DAN JASA KOTA YOGYAKARTA THE INFLUENCE OF FACTORS TOWARD SOMEONE DECISION FOR NO CORRUPTION IN PROCUREMENT SECTOR OF YOGYAKARTA CITY
Diajukan Oleh: Peneliti I
Anisa Nurpita, SE., M.Ec. Dev.
Peneliti II
Anggi Rahajeng, SE., M.Ec.
SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014
1
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor faktor yang menyebabkan seseorang memiliki keputusan untuk tidak korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa di kota Yogyakarta. Pemilihan lokasi kota Yogyakarta dikarenakan kota ini memiliki angka indeks persepsi korupsi paling tinggi pada tahun 2008 menurut data ICW (Indonesian Corruption Watch). Faktor - faktor yang dimungkinkan berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk tidak korupsi adalah perilaku individu, organisasi kepemerintahan, dan pengawasan. Metode sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan menggunakan kuesioner. Analisis data yang digunakan adalah probit. Hasil penelitian ini adalah factor yang mempengaruhi keputusan seseorang untuk tidak melakukan korupsi adalah pendapatan. Semakin tinggi pendapatan individu seseorang maka semakin tinggi pula keputusan seseorang untuk tidak melakukan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa. Kata Kunci: keputusan tidak korupsi, perilaku individu, organisasi kepemerintahan, pengawasan
2
PRAKATA Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga tim Penelitian dapat menyelesaikan laporan dengan judul: Pengaruh Faktor –Faktor Terhadap Keputusan Seseorang Untuk Tidak Melakukan Korupsi Di Sektor Pengadaan Barang Dan Jasa Kota Yogyakarta
Pada kesempatan ini tim penelitian menyampaikan ucapan terima kasih kepada Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada yang telah mendanai penelitian ini, serta responden yang telah bersedia mengisi kuesioner dalam penelitian ini.
Akhirnya, kami menyadari bahwa laporan akhir penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran untuk perbaikannya sangat diharapkan dan sebelumnya kami tak lupa mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, untuk mendukung terciptanya kegiatan pembelajara.
Yogyakarta, 24 November 2014
3
DAFTAR ISI ABSTRAK .................................................................................................. 2 PRAKATA .................................................................................................. 3 DAFTAR ISI ............................................................................................... 4 BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 5 BAB II CARA PENELITIAN ................................................................... 21 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 26 BAB IV KESIMPULAN SARAN ............................................................ 29 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 30
4
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Korupsi berawal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi (Hamzah, 2005). Dalam Kamus Hukum (2002), korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Di Indonesia, korupsi diartikan sebagai suatu penyelewengan uang negara atau perusahaan untuk kepentingan pribadi atau orang lain (KBBI, 1995). Secara yuridis, sesuai yang tertera dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, istilah korupsi dipersempit artinya menjadi “Setiap orang baik pejabat pemerintah maupun swasta yang melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” (Sinlaeloe 2007). Klitgaard dkk. (2002) berpendapat korupsi dapat terjadi jika ada monopoli kekuasaan yang dipegang oleh seseorang dan orang tersebut memiliki kemerdekaan
bertindak
atau
wewenang
yang
berlebihan,
tanpa
ada
pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat diasumsikan juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan semakin rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi atau perseorangan, maka potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi. Beberapa sebab terjadinya praktek korupsi, yakni kelemahan moral, tekanan ekonomi,
hambatan
struktur
administrasi,
hambatan
struktur
sosial,
penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai
5
demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman, perumusan perundang - undangan yang kurang sempurna, administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes, tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap, dan korupsi dianggap biasa (Sinlaeloe 2007). Meon dan Will (2008) menyatakan korupsi dapat berupa pelumas yang efisien untuk roda pada kerangka kelembagaan yang tidak sempurna. Sistem Pengadaan barang dan jasa yang saat ini berlaku di Indonesia adalah. Perpres No 70 Tahun 2012. Sebelumnya pengadaan barang dan jasa diatur dalam Keppres 80 tahun 2003 dan selanjutnya pada Perpres 54 tahun 2010, di mana dalam Keppres ini masih memiliki kelemahan dan belum efektif mencegah tindakan korupsi maka dari itu muncullah Perpres No. 54 Tahun 2010 dan selanjutnya Perpres No 70 tahun 2012 mengatur tentang pengadaan barang atau jasa pemerintah yang dibiayai dengan APBN
atau APBD yang dapat
dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan adil bagi semua pihak, sehingga dapat dipertanggungjawabkan baik. Di dalam pengadaan barang atau jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil atau tidak diskriminatif, dan akuntabel. Salah satu lahan korupsi yang paling menonjol adalah dalam pengadaan barang atau jasa pemerintah yang melibatkan dana APBN atau APBD setiap tahunnya. Beberapa bentuk tindak korupsi pada pengadaan barang atau jasa pemerintah antara lain pemberian suap, penggelapan, pemalsuan, pemerasan, penyalahgunaan jabatan atau wewenang, pertentangan kepentingan atau memiliki usaha sendiri, pilih kasih, menerima komisi, nepotisme, dan kontribusi atau sumbangan illegal (Napitupulu, 2009). Modus operandi dalam pengadaan barang atau jasa pemerintah dapat bermacam – macam, antara lain sebagai berikut:
6
Tabel 1 Modus Operandi Dalam Pengadaan Barang Atau Jasa Pemerintah
NO 1
TAHAP Tahap Perencanaan
2
Tahap pembentukan ULP
3
Tahap Prakualifikasi Perusahaan
4
Tahap Penyusunan Dokumen Lelang
5
Tahap Pengumuman Lelang
6
Tahap Pengambilan Dokumen Lelang
7
Tahap Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri
8
Tahap Penjelasan
MODUS Penggelembungan anggaran. Rencana pengadaan yang diarahkan. Penentuan jadwal waktu yang tidak realistis. Pemaketan pekerjaan yang direkayasa. Perekrutan tidak transparan. Ada keterpihakan. Lolosnya perusahaan – perusahaan yang tidak memenuhi syarat oleh ULP dengan melakukan upaya rekayasa terhadap data – data, surat keterangan, dan informasi palsu. Melakukan rekayasa kriteria evaluasi. Dokumen lelang non standar. Dokumen lelang yang tidak lengkap. Dokumen lelang yang mengarah atau bias. Pengumuman lelang semu atau fiktif. Jangka waktu pengumuman yang relatif singkat. Pengumuman yang tidak lengkap. Dokumen lelang yang diserahkan tidak sama (Inkonsisten). Waktu pendistribusian dokumen terbatas. Lokasi pengambilan dokumen sulit dicari. Gambaran nilai harga perkiraan sendiri ditutup – tutupi. Penggelembungan (mark up) untuk keperluan korupsi. Harga dasar yang tidak standar. Penentuan estimasi harga yang tidak sesuai aturan. Pre-bid meeting yang terbatas. Iinformasi dan deskripsi terbatas.
7
9
Tahap Penyerahan Dan Pembukaan Penawaran
10
Tahap Evaluasi Penawaran
11
Tahap Pengumuman Calon Pemenang
12
Pada Tahap Sanggahan Peserta Lelang
13
Tahap Penunjukan Pemenang Lelang
14
Tahap Penandatanganan Kontrak
15
Tahap Penyerahan Barang Atau Jasa
Penjelasan yang kontroversial. Relokasi tempat penyerahan dokumen penawaran. Penerimaan dokumen penawaran yang terlambat. Penyerahan dokumen fiktif. Kriteria evaluasi cacat. Penggantian dokumen penawaran. Evaluasi tertutup dan tersembunyi. Peserta lelang terpola dalam rangka berkolusi. Pengumuman terbatas. Pengumuman tanggal ditunda. Pengumuman yang tidak sesuai dengan kaidah pengumuman. Tidak seluruh sanggahan ditanggapi. Substansi sanggahan tidak ditanggapi. Sanggahan untuk menghindari tuduhan tender telah diatur. Surat penunjukkan yang tidak lengkap. Surat penunjukkan yang sengaja ditunda pengeluarannya. Surat penunjukkan yang dikeluarkan dengan terburu –buru. Surat penunjukkan yang tidak sah. Penandatanganan kontrak yang ditunda – tunda. Penandatanganan kontrak secara tertutup. Penandatanganan kontrak tidak sah. Volume tidak sama. Mutu atau kualitas pekerjaan lebih rendah dari tentuan dalam spesifikasi teknik. Contract change order (perubahan kontrak).
Tindakan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa umumnya melibatkan aktor korupsi dari swasta. Dalam hal ini, swasta memiliki upaya untuk menggerogoti anggaran daerah melalui pengadaan barang dan jasa pemerintah daerah. Berdasarkan data korupsi pengadaan barang dan jasa dari PUKAT UGM (2010), terdapat indikasi beberapa tindakan korupsi yang dilakukan selama tahun
8
2010. Ilustrasi Jumlah kasus dan contoh kasus yang terbagi dalam beberapa triwulan selama tahun 2010 terdapat dalam tabel 2. Tabel 2 Kasus Tindakan Korupsi Pengadaan Barang dan Jasa Selama Tahun 2010 TRIWULAN
PERIODE
JUMLAH KASUS
I
Januari s.d. Maret 2010
26
II
April s.d. Juni 2010
20
III
Juli s.d. September 2010
33
IV
September s.d. Desember
39
CONTOH KASUS Kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di 22 daerah yang membuat bekas Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kasus pengadaan mesin jahit, sarung, dan sapi impor di Departemen Sosial yang menyeret bekas Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka. Kerugian negara dalam tiga perkara ini ditengarai KPK sebesar Rp 39 Miliar. Kasus korupsi dana otonomi daerah di Kabupaten Boven Digoel yang menjerat nama bekas Bupati Boven Digoel yang bernama Yusak Yaluwo. Dalam kasus ini, Yusak dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kasus ini merugikan negara sebesar Rp 7 Miliar. Kasus pembebasan tanah makam umat Budha di TPL Tanah Kusir Jakarta Selatan yang membuat Walikota Jakarta Selatan Dadang Kafrawi dijatuhi hukuman satu tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 11,3 Miliar.
Sumber : PUKAT UGM (2010)
9
Menurut PUKAT (2010), pada triwulan I yakni Januari hingga Maret 2010, terdapat 26 kasus yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa. Yang paling menarik, adalah kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran di 22 daerah yang membuat bekas Dirjen Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri, Oentarto Sindung Mawardi dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 100 juta oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta. Oentarto adalah tokoh yang menandatangani radiogram kepada sejumlah pemerintah daerah sebagai dasar pengadaan mobil pemadam kebakaran. Oentarto menandatangani radiogram pada 13 Desember 2002. KPK menetapkan status tersangka kepada bekas Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno pada 29 September 2010. Pada triwulan II yaitu April hingga Juni 2010, ladang tersubur korupsi tidak berubah yakni pengadaan barang dan jasa hanya kuantitasnya saja yang berubah. Pada periode ini terdapat 20 kasus yang merupakan bagian dari sektor pengadaan barang dan jasa. Salah satunya ialah kasus pengadaan mesin jahit, sarung, dan sapi impor di Departemen Sosial yang menyeret bekas Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah sebagai tersangka. Kerugian negara dalam tiga perkara itu ditengarai KPK sebesar Rp 39 Miliar. Pada triwulan III yaitu Juli hingga September 2010, sektor pengadaan barang dan jasa lagi - lagi menjadi ajang favorit para koruptor untuk melakukan aksinya. Pada periode ini, PUKAT mencatat ada 33 kasus korupsi dalam sektor tersebut. Dari 33 kasus yang terjadi pada periode ini, menurut PUKAT, salah satunya menjerat nama bekas Bupati Boven Digoel yang bernama Yusak Yaluwo Yusak. Dalam kasus ini, Yusak Yaluwo Yusak dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta. Kasus ini merugikan negara sebesar Rp 7 Miliar. Pada akhir tahun yakni triwulan IV, yang paling banyak dijadikan ajang korupsi tetap sektor pengadaan barang dan jasa. Jika periode sebelumnya hanya 33 kasus dalam sektor ini, untuk periode Oktober - Desember 2010 naik menjadi 39 kasus. Salah satu kasus pada periode ini adalah perkara pembebasan tanah makam umat Budha di TPL Tanah Kusir Jakarta Selatan yang membuat Walikota Jakarta Selatan Dadang Kafrawi dijatuhi hukuman satu tahun penjara oleh majelis
10
hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kerugian negara dalam kasus ini adalah sebesar Rp 11,3 Miliar. Pemerintahan yang sudah menerapkan sistem tata kelola yang baik adalah Kota Yogyakarta dan Solo, hal ini bisa dilihat dari keberhasilan kedua walikota di kedua daerah tersebut memenangkan Hatta Anti Coruption Award 2010 tahun ini. Tata kelola pemerintahan yang baik dibangun berbasis trust relationship (hubungan berbasis kepercayaan) antara ketiga pilar pembanguanan yaitu: pemerintah, pihak swasta dan masyarakat. Ketiga pilar ini harus bekerjasama menciptakan nilai tambah dari setiap keputusan yang dibuatnya untuk menghasilkan keseimbangan kepentingan seluruh stakeholder. Kota Yogyakarta telah menyelenggarakan upaya pemberian reward dan punishment bagi pegawainya atas kinerja yang telah dicapainya walaupun masih berbasis daftar hadir, namun upaya ini terbukti memberikan dampak positif terkait peningkatan kinerja. Kota Yogya menggunakan basis absensi/daftar hadir untuk menentukan besarnya reward dan punsihment yang akan diterima setiap bulan. Jika seorang pegawai tidak hadir tanpa alasan maka yang bersangkutan akan dikenakan sanksi pemotongan tunjangan perbaikan penghasilan sebesar 8% sedangkan jika tidak hadir dengan alasan (seperti sakit atau kerena ada kematian) dikurangi 4%. Walaupun memiliki keterbatasan dalam metode penentuan hadiah/imbalan dan hukuman namun kedua cara ini mampu untuk meningkatkan kinerjanya dengan demikian proses penyelesaian kerja menjadi tepat waktu, hal ini disebabkan karena sebagian besar pegawai berharap dengan memiliki catatan prestasi kerja dan kehadiran yang maksimal maka yang bersangkutan dapat memperoleh peluang untuk mendapat posisi atau jabatan yang lebih baik di waktu mendatang karena yang sudah mendapatkan catatan yang kurang baik berkenaan dengan absensi dan penyelesaian pekerjaan maka yang bersangkutan tidak mendapatkan peluang untuk mendapatkan posisi atau jabatan yang lebih baik. Hal tersebut berindikasi pada angka indeks persepsi korupsi kota Yogyakarta yang menduduki peringkat pertama pada tahun 2008 sebesar 6,43. Walaupun sempat melorot pada tahun 2010 sebesar 5,81. Rentang IPK adalah 010, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, sedangkan 10 sangat bersih. Kota
11
Yogyakarta meliputi sektor usaha manufaktur, listrik gas dan air, konstruksi, perdagangan hotel dan restoran, transportasi, komunikasi, lembaga keuangan, dan jasa. Jenis korupsi yang dilihat dalam IPK 2010
adalah suap, gratifikasi,
pemerasan, dan konflik kepentingan. Pada persepsi tentang suap, beberapa variabel komponen yang dinilai, antara lain, perizinan bisnis, instalasi pelayanan umum, dan pembayaran pajak daerah. Dengan adanya kebijakan penanganan dan pencegahan korupsi yang dilakukan oleh Kota Yogyakarta di atas. Maka, penelitian ini mengambil judul pengaruh faktor -faktor yang mempengaruhi seseorang untuk tidak melakukan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa di Kota Yogyakarta.
B. MANFAAT PENELITIAN 1. Manfaat penelitian ini bagi pembangunan nasional adalah menjadikan acuan
pemerintah
dalam
mengambil
kebijakan
untuk
upaya
pencegahan dan penanganan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa. 2. Manfaat penelitian ini bagi pengembangan ilmu pengetahuan sebagai dasar acuan penelitian – penelitian selanjutnya terkait tindak korupsi dalam pengadaan barang dan jasa.
C. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah menguji pengaruh faktor –faktor yang mempengaruhi seseorang untuk tidak melakukan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa di kota Yogyakarta.
D. TINJAUAN PUSTAKA Berikut adalah penelitian-penelitian sebelumnya terkait dengan korupsi: No 1.
Nama Peneliti Wahyudi (2007)
Judul Metode yang Penelitian digunakan Analisis Faktor- OLS Faktor Yang Mempengaruhi Korupsi
Hasil -
Aspek prilaku individu tidak berpengaruh signifikan
12
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (Apbd) Di Malang Raya
2.
3
Kurniawan Peranan (2009) Akuntabilitas Publik dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan Myint Corruption: (2000) Causes, Consequences and Cures
-
Analisis deskriptif
-
Analisis deskriptif
-
-
4
Shleifer dan Vishny
Corruption
Proncipal Agent analysis
-
terhadap terjadinya korupsi APBD. Aspek organisasi kepemerintahan merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap terjadinya korupsi APBD. Akuntabilitas dan partisipasi public dianggap mampu mengurangi korupsi
Kurangnya transparansi, akuntabilitas dan konsistensi, serta kelemahan institusional seperti dalam sistem legislatif dan yudikatif Selain munculnya suatu ekonomi bawah tanah dan biaya sosial tinggi yang terkait dengan korupsi, hal ini berdampak pada distribusi pendapatan, pola konsumsi, investasi, anggaran pemerintah dan reformasi ekonomi. Korupsi dipengaruhi oleh lemahnya control
13
(1993)
5
Henderson dan Kuncoro (2006)
TSLS (Two Probability Steps Least model Squares)
-
-
6
Klitgaard (1997)
International Cooperation Againt Corruption
Analisis deskriptif
-
-
-
pemerintah terhadap struktur lembaga pemerintahan dan partai politik. Daerah yang memiliki pengelolaan keungan yang baik termasuk pendapatan daerah yang cukup besar sehingga dapat memberikan insentif tunjangan untuk pegawai maka daerah tersebut 14elative kecil pengenaan suap kepada pegawainya. Besarnya uang suap yang diberikan kepada pegawai birokrasi semakin besar jika perusahaan ingin mendapatkan ijin operasi perusahan yang semakin cepat. Monopoli berbanding lurus dengan tingkat korupsi Rendahnya akuntabilitas meningkatkan jumlah korupsi. Hubungan kerjasama dengan Negara lain dapat mengurangi korupsi missal dengan jalan menyewa penyelidik Luar Negri
14
E. LANDASAN TEORI Pengertian Korupsi Korupsi merupakan fenomena klasik yang telah lama ada dan oleh kebanyakan pakar diyakini usianya setua dengan peradaban masyarakat. Sejarawan Onghokham (1983) menyebutkan korupsi telah ada ketika manusia mulai mengenal hidup berkelompok. Fatah (1998) menyatakan bahwa di masa Raja Hammurabi dari Babilonia naik tahta pada tahun 1200 SM, telah ditemukan adanya tindakan-tindakan korupsi. Korupsi merupakan fenomena yang universal di setiap negara di dunia. Korupsi ini tidak dapat dihilangkan namun hanya dapat dibatasi. Di beberapa negara, korupsi telah mendominasi area fiskal. Walaupun tidak disengaja, namun kadang kebijakan fiskal setiap negara memudahkan praktek korupsi. Dari kebanyakan organisasi yang menaruh perhatian pada korupsi membuat data korupsi yang sebelumnya mustahil menjadi mudah didapatkan (Martinez dkk., 2004). Keberadaan data korupsi membantu untuk pembuktian ketidak percayaan lama dan membuat korupsi masuk dalam topik dialog yang objektif (Kauffmann, 2003). Korupsi berawal dari bahasa Latin corruptio atau corruptus. Corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda inilah kata itu turun ke Bahasa Indonesia yaitu korupsi (Hamzah, 2005). Dalam Kamus Hukum (2002), korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Di Indonesia, korupsi diartikan sebagai suatu penyelewengan uang negara atau perusahaan untuk kepentingan pribadi atau orang lain (KBBI, 1995). Secara yuridis, sesuai yang tertera dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, istilah korupsi dipersempit artinya menjadi “Setiap orang baik pejabat pemerintah maupun swasta yang melawan hukum dengan memperkaya
15
diri sendiri atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” (Sinlaeloe 2007). Klitgaard dkk. (2002) berpendapat korupsi dapat terjadi jika ada monopoli kekuasaan yang dipegang oleh seseorang dan orang tersebut memiliki kemerdekaan
bertindak
atau
wewenang
yang
berlebihan,
tanpa
ada
pertanggungjawaban yang jelas. Berdasarkan rumusan ini, dapat diasumsikan juga bahwa semakin besar kekuasaan serta kewenangan yang luas dan semakin rendah kewajiban pertanggungjawaban dari suatu institusi atau perseorangan, maka potensi korupsi yang dimiliki akan semakin tinggi. Faktor –faktor yang mempengaruhi korupsi Korupsi merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang untuk keuntungan pribadi atau kelompok atau penyalahgunaan wewenang yang berdampak pada kerugian negara. Korupsi dapat beraneka ragam, dapat berbentuk penggunaan pengaruh dan dan dukungan dengan memberi atau menerima sesuatu sampai korupsi yang paling berat misalnya dengan melakukan tindakan fiktif atas pelaksanaan suatu proyek. Korupsi dapat berdampak pada kriminalitas atau kejahatan, karena seseorang dapat melakukan berbegai cara agar tindakan korupsinya tidak ketahuan. Mengapa
seseorang
mau
melakukan
korupsi,
walaupun
dengan
konsekuensi hukuman yang akan diterima jika ketahuan melakukan tindakan tersebut. Korupsi dilakukan karena ada kesempatan, lemahnya hukum, gaji pegawai kecil, keinginan untuk mempertahankan rezim kekuasaan, kurangnya tranparansi, tidak adanya kontrol untuk mencegah praktek penyuapan dan masih banyak
lagi
alasan
lainnya.
Semua
merupakan
kondisi-kondisi
yang
memungkinkan korupsi terjadi namun semuanya berpulang kepada manusianya, walaupun semua kondisi itu ada jika seseorang tidak ingin melakukan korupsi maka korupsi tidak akan terjadi. GONE theory yang dikemukakan Jack Bologne menjelaskan secara detail mengapa seseorang melakukan korupsi. Menurutnya terdapat empat alasan mendasar seseorang melakukan tindakan korupsi, yaitu: Greed (rakus),
16
Opportunity (kesempatan/peluang), Need (kebutuhan), Exposes (lemahnya hukum)1. -
Greed (rakus/serakah) berkaitan dengan keserakahan dan kerakusan para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang tidak puas pada keadaan dirinya. Punya satu gunung emas, berhasrat punya gunung emas yang lain. Punya harta segudang, ingin pulau pribadi. Ketidakpuasan ini mencerminkan kepribadian koruptor yang menginginkan sesuatu yang lebih dengan cara apapun yang penting bisa memiliki.
- Opportunity (peluang) berkaitan dengan dengan sistem yang ada saat ini sistem peluang terjadinya korupsi. Sistem pengendalian yang tak rapi memungkinkan seseorang bekerja asal-asalan sehingga mudah menimbulkan penyimpangan. Selain itu sistem pengawasan tak ketat juga memudahkan seseorang melakukan manipulasi angka dan bertindak semaunya. - Need (kebutuhan) berhubungan dengan sikap mental yang tidak pernah cukup, penuh sikap konsumerisme, dan selalu sarat kebutuhan yang tak pernah usai. Kebutuhan yang tak pernah tercukupi mendorong dirinya untuk melakukan segala cara untuk bisa memenuhi hasrat dan keinginannya tersebut. - Exposes berkaitan dengan hukuman pada pelaku korupsi yang rendah. Hukuman yang tidak membuat jera sang pelaku maupun orang lain. Para pelaku mendapat hukuman yang tidak sepadan dengan nilai kerugian negara akibat kebijakannya. Deterrence effect sangat minim membuat para koruptor tidak merasa khawatir, belum lagi dapat melenggang bebas jika mendapat grasi. Walaupun terdapat empat alasan seseorang melakukan korupsi, namun alasan yang paling mendasar mengapa seseorang melakukan korupsi adalah sifat serakah yang dimilikinya ditambah dengan keinginan yang tak pernah terpuaskan sehingga memicunya untuk melakukan hak apa saja. Seorang pemikir ternama umat islam, Rahman Ibn Khaldun mengatakan bahwa akar penyebab korupsi adalah nafsu untuk hidup bermewah-mewah di kalangan kelompok yang berkuasa.
1
http://psikologipro.wordpress.com
17
Steve Albreicht mengemukakan tiga komponen yang memicu seseorang melakukan korupsi, yaitu dorongan, kesempatan dan rasionalisasi. Dorongan dipicu oleh alasan finansial seperti dipicu oleh need alasan personal seperti gaji kecil dan institusional seperti SPPD, biaya operasi serta beberapa alasan lainnya seperti anak sakit, perubahan gaya hidup, tamak dan serakah. Kesempatan muncul karena tidak ada atau lemahnya kontrol, pemisahan kewenangan tidak tegas, pimpinan yang semena-mena, sistem hukum kasus korupsi yang belum maksimal, kurangnya transparansi, dll. Rasionalisasi merupakan proses pembenaran atas apa yang dilakukan seperti orang melakukan kenapa saya tidak, gaji saya kecil tidak ada salahnya saya mengambil sedikit, kita kan Cuma manusia biasa toh tidak ada orang lain yang dirugikan, dll. Merujuk pada teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud mengungkapkan bahwa tindakan korupsi dilakukan sebagai akibat adanya hambatan pada proses tahapan perkembangan di masa kanak-kanak. Bila pada tahap-tahap itu terjadi fiksasi atau hambatan perkembangan kepribadian, maka kepribadian itulah yang dibawanya sampai besar. Salah satunya adalah sifat serakah adalah sifat dari orang yang terhambat dalam perkembangan kepribadiannya. Dengan demikian koruptor merupakan orang yang belum dewasa dalam kehidupannya dan bertindak untuk memuaskan kehidupannya yang belum terpenuhi pada fase-fase sebelumnya. Pemaparan di atas sistem simpulan bahwa untuk mencegah terjadinya korupsi, perlu dilakukan pembangunan manusia seutuhnya melalui penanaman nilai-nilai etika untuk mengantisipasi sistem internal penyebab korupsi seperti serakah dan ketidakpuasan, dan pengembangan sistem yang memadai untuk mencegah sistem eksternal penyebab korupsi yaitu peluang dan lemahnya system. Menurut Arifin (2000) faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah: (1) aspek prilaku individu organisasi, (2) aspek organisasi, dan (3) aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada. Menurut Sinlaeloe (2007), beberapa sebab terjadinya praktek korupsi, yakni kelemahan moral, tekanan ekonomi, hambatan struktur administrasi, hambatan struktur sosial, penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan
18
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman, perumusan perundang - undangan yang kurang sempurna, administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes, tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap, dan korupsi dianggap biasa. Meon dan Will (2008) menyatakan korupsi dapat berupa pelumas yang efisien untuk roda pada kerangka kelembagaan yang tidak sempurna.
Faktor-faktor dalam studi literature dan model penelitian Dalam penelitian ini ada 3 (tiga) faktor yang akan diteliti pengaruhnya terhadap keputusan seseorang untuk tidak melakukan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa sebagai berikut: 1. Perilaku individu Perilaku yang dimaksut adalah ketika seseorang tidak melakukan korupsi disebabkan oleh dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan,
niat,
atau
kesadaran
untuk
melakukan.
Faktor-faktor
yang
menyebabkan manusia tidak terdorong untuk melakukan korupsi yang berasal dari dalam dirinya antara lain: (a) sifat tidak tamak manusia, (b) moral yang baik,(c) kuat menghadapi godaan, (d) penghasilan yang mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, (e) gaya hidup sederhana, (f) mau bekerja keras, (g) ajaran-ajaraan agamaa diterapkan secara benar. Dalam penelitian ini menggunakan indicator pendapatan untuk melihat perilaku individu.
2. Organisasi Pemerintahan Organisasi yang dimaksut dalam arti yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya. Faktor-faktor yang menyebabkanseseorang untuk tidak korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi: (a) adanya teladan dari pimpinan, (b) adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem akuntabilitas di instansi pemerintah memadai, (d) transparansi manajemen dalam organisasinya.
19
3. Pengawasan Pengawasan yang dilakukan instansi terkait (BPKP, Itwil, Irjen, Bawasda) bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya (a) tidak adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi, (b) profesionalisme pengawas, (c) adanya koordinasi antar pengawas (d) kepatuhan terhadap etika hukum maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri.
Maka, model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: KPBJ 1PI 2OP 3 P
Dimana KPBJ
: Keputusan Tidak Korupsi Dalam Pengadaan Barang Dan Jasa
PI
: Pendapatan Individu
OK
: Organisasi Pemerintahan
P
: Pengawasan
F. HIPOTESIS 1. Perilaku individu mempengaruhi besarnya kemungkinan seseorang untuk tidak korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa. 2. Organisasi pemerintahan mempengaruhi besarnya kemungkinan seseorang untuk tidak korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa. 3. Pengawasan mempengaruhi besarnya kemungkinan seseorang untuk tidak korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa.
20
BAB II CARA PENELITIAN A.
DATA Data dalam penelitian ini adalah data primer dalam bentuk persepsi
responden (subyek) penelitian. Pengambilan data menggunakan survei langsung dan instrument yang digunakan adalah kuesioner (angket). Kuesioner yang digunakan disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan studi literatur.
B.
SAMPEL Sampel dalam penelitian ini adalah staf stakeholder pengadaa barang dan
jasa. Di mana stakeholder pengadaan ini meliputi ULP (unit Layanan Pengadaan), LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) dan Inspektorat kota Yogyakarta.
C.
METODE SAMPLING Pengambilan
sampel
menggunakan
metode
purposive
sampling
berdasarkan tujuan dan ruang lingkup penelitian. Dengan karakteristik sebagai berikut seseorang yang bekerja dan pekerjaannya berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.
D. ALAT ANALISIS 1. Uji Normalitas Ada beberapa uji untuk mengetahui normal atau tidaknya faktor gangguan antara lain Jarque Berra Test atau JB Test. Uji ini menggunakan estimasi variabel dan chisquare probability distribution. Hipotesis yang digunakan dalam uji normalitas adalah; H0 : Variabel berdistribusi normal H1 : Variabel tidak berdistribusi normal Rumus yang digunakan untuk menghitung JB hitung adalah sebagai berikut:
21
Di mana : N : Jumlah sampel K : Koefisien kurtosis S : Koefisien skewness Jika nila JB hitung jika JB hitung
nilai
probabilitas dari JB hitung hitung
nilai
tabel (1 df dengan 0,05) maka H0 ditolak dan
tabel (1 df dengan 0,05)maka H0 diterima atau jika maka H0 diterima dan jika probabilitas dari JB
0,05 maka H0 ditolak (Gujarati, 2003).
2. Probabilitas Model Alat analisis yang digunakan adalah model probabilitas. Pemilihan model yang digunakan terkait dengan data yang didapat oleh peneliti. Model probabilitas digunakan karena variabel dependen menangkap respon kualitatif dan merupakan bilangan biner antara 1 untuk jawaban ya dan 0 untuk jawaban tidak. Pemilihan model probabilitas tergantung dengan nilai log likelihood yang dihasilkan baik probit maupun logit. Log likelihood tertinggi yang dipilih sebagai model penelitian ini.
3. Model Logit Pada model logit, variabel dependen terdiri dari bilangan biner 1 dan 0 (mewakili kondisi ya dan tidak). Interpretasi pada model logit menunjukkan besarnya kemungkinan suatu kejadian, yang ditunjukkan dengan persentase probabilitas sehingga nilainya antara 0% hingga 100% (Winarno, 2007).
(1) Persamaan di atas dapat disederhanakan menjadi:
22
(2) Dengan
. Persamaan (2) ini dikenal dengan fungsi distribusi
logistic kumulatif (cumulative logistic distribution function). Model yang digunakan dalam analisis logit adalah sebagai berikut: (3) Di mana p adalah probabilitas seseorang memilih nilai variabel dependen 1. Aakan tetapi untuk menginterpretasikan koefisien dari model logit diperlukan efek marjinal untuk logit (Liao, 1994). Secara matematis efek marjinal dituliskan sebagai berikut: =
∂ merupakan turunan parsial atau efek marjinal, P adalah Prob (y=1).
4. Model Probit Probit digunakan karena model probit merupakan model yang tepat untuk melakukan peelitian terhadap perspektif pilihan rasional pada perilaku (Gujarati, 2003). Probit akan menghasilkan variabel terikat yang berbentuk probabilitas antara 0-1. Probit menggunakan normal cumulative distribution function (CDF). Untuk menginterpretasikan data berdasarkan model probit maka harus menggunakan tabel distribusi normal untuk mengetahui probabilitasnya (Gujarati 2003;Winarno 2007) . (1) Di mana semakin besar Ii maka semakin besar pula probabilitasinya. Jika ≥
maka berarti ya sedangkan
≤
maka berarti tidak. Dengan asumsi
normalitas, probabilitas Ii dapat dihitung berdasarkan distribusi normal sebagai berikut:
23
(2)
merupakan probabilitas terjadinya peristiwa pada suatu nilai X (Variabel dependen) dan Zi adalah variabel normal standar
F adalah
CDF (cumulative distribution function) normal standar yang dapat dituliskan: )= (3)
Maka untuk mengukurnya diperlukan efek marjinal untuk probit (Gujarati 2003, Winarno 2007). Akan tetapi untuk menginterpretasikan koefisien dari model probit diperlukan efek marjinal untuk probil (liao, 1994). Secara matematis efek marjinal dituliskan sebagai berikut:
∂ merupakan turunan parsial atau efek marjinal, P adalah Prob (Y=1) dan (1-P) merepresentasikan Prob (Y=0).
5. Uji Statistik 1 Uji z (Uji Koefisien secara individual) Uji z digunakan untuk membuktikan signifikansi koefisien regresi suatu model secara statistic (Lind, 2006). Penghitungan z statistic dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut: z
x / n
Jika nilai z absolute lebih besar dari nilai kritis z pada tabel distribusi z dengan derajat kebebasan tertentu maka hipotesis nol ditolak. Hal ini berarti koefisien regresi secara individual signifikan berpengaruh pada variabel 24
dependen. Jika nilai z absolute lebih kecil dari nilai kritis z pada tabel distribusi z dengan derajat kebebasan tertentu maka hipotesis nol gagal ditolak. Hal ini berarti variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
2 Uji Likelihood Ratio (LR) Gujarati (2003), uji LR digunakan untuk menguji signifikansi koefisien regresi mempengaruhi variabel terikat secara serempak. Penggunaan Uji LR pada Maximum Likelihood sama dengan penggunaan uji F pada OLS (Ordinary Least Squares). Hipotesis dalam uji LR yaitu: H0 : 1 2 3 ... k H1 : Selain H0 Secara matematis uji LR dituliskan sebagai berikut;
LR 2( Lur Lr ) Dimana Lur adalah nilai likelihood dari model tanpa restriksi dan Lr adalah nilai likelihood dengan model restriksi. 3 Uji R2 McFadden (Uji Koefisien Determinasi McFadden) Gujarati (2003), uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur proporsi atau persentase dari total variasi dalam variabel dependen dapat dijelaskan oleh model regresi. Akan tetapi kkoefisien determinasi konevensional (R2) kurang berarti maksimal pada model maximum likelihood. Model ini digunakan untuk beberapa bentuk koefisien determinasi yang lain. Pada penelitian ini digunakan koefisien determinasi McFadden. Hasil dari uji R2 McFadden akan bernilai 0 hingga 1. Secara matematis uji R2 dituliskan sebagai berikut: McFadden' sR 2 1
log Lur log Lr
Lur merupakan fungsi maximum likelihood saat termaksimalkan dengan seluruh parameter. Lr fungsi maximum likelihood saat termaksimlakan dengan restriksi
1 0 untuk i=1,2,…,k.
25
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Tabel 3. Hasil Statistika Deskriptif Keterangan
KPBJ 0.733333 1.000000 1.000000 0.000000 0.449776 -1.055290 2.113636
P 0.666667 1.000000 1.000000 0.000000 0.479463 -0.707107 1.500000
PI 3.866667 3.750000 6.000000 1.500000 1.066200 0.376401 3.037443
Jarque-Bera Probability
6.550232 0.037812
5.312500 0.070211
0.710142 0.701124
Sum Sum Sq. Dev.
22.00000 5.866667
20.00000 6.666667
116.0000 32.96667
Observations
30
30
30
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
26
Tabel 4. Hasil Regresi dengan Probit Model Dependent Variable: KPBJ Method: ML - Binary Probit (Quadratic hill climbing) Date: 10/20/14 Time: 12:21 Sample: 1 30 Included observations: 30 Convergence achieved after 6 iterations Covariance matrix computed using second derivatives Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C P PI
-11.97395 0.762154 3.559371
5.125203 0.971666 1.554929
-2.336288 0.784379 2.289089
0.0195 0.4328 0.0221
McFadden R-squared S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Restr. deviance LR statistic Prob(LR statistic) Obs with Dep=0 Obs with Dep=1
0.707526 0.449776 0.539220 0.679339 0.584045 34.79491 24.61832 0.000005 8 22
Mean dependent var S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Deviance Restr. log likelihood Avg. log likelihood
0.733333 0.240778 1.565304 -5.088295 10.17659 -17.39746 -0.169610
Total obs
30
Tabel 5. Hasil Regresi dengan Logit Model Dependent Variable: KPBJ Method: ML - Binary Logit (Quadratic hill climbing) Date: 10/20/14 Time: 12:23 Sample: 1 30 Included observations: 30 Convergence achieved after 6 iterations Covariance matrix computed using second derivatives Variable
Coefficient
Std. Error
z-Statistic
Prob.
C P PI
-20.65607 1.322927 6.165067
9.157159 1.716086 2.785518
-2.255729 0.770898 2.213257
0.0241 0.4408 0.0269
McFadden R-squared S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Restr. deviance LR statistic Prob(LR statistic)
0.704336 0.449776 0.542921 0.683040 0.587746 34.79491 24.50729 0.000005
Mean dependent var S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Deviance Restr. log likelihood Avg. log likelihood
0.733333 0.240043 1.555754 -5.143808 10.28762 -17.39746 -0.171460
27
Obs with Dep=0 Obs with Dep=1
8 22
Total obs
30
B. PEMBAHASAN 1. Analisis Statistic Deskriptif Berdasarkan analisis statistik deskriptif rata-rata pendapatan pegawai atau staf yang bekerja di instansi yang terkait pengadaan barang dan jasa kota Yogyakarta yaitu ULP dan LPSE adalah sebesar 3,8 juta. Dengan nilai maksimum pendapatan 6 juta dan nilai terendah 1,5 juta. Pegawai yang memiliki pendapatan 1,5 juta adalah pegawai honorer kota. Pendapatan yang dimaksut adalah gaji pokok ditambah insentif ataupun tunjangan yang diterima pegawai per bulan. Dari 30 orang sampel penelitian 22 orang mengatakan tidak melakukan korupsi sedangkan 8 orang mengatakan korupsi walaupun telah mendapatkan pendapatan yang tinggi dan ada sistem pengawasan yang baik.
2. Analisis Probabilitas Model Dari pengujian nilai maximum likelihood pada model probabilitas di dapatkan nilai maximum likelihood pada probit model yaitu sebesar -5,08 sedangkan logit model sebesar -5,14. Maka model probit yang diambil menjadi alat analisis dalam penelitian ini.
Dari hasil probit didapat persamaan probabilitas sebagai berikut: KPBJ= -11,97 + 0,76P + 3,56PI Dengan nilai probabilitas z pada variable P yaitu pengawasan sebesar 0,43 yang berarti nilai lebih besar dari 0,05 (alfa 5%) maka pengawasan tidak berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk tidak melakukan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa. Sedangkan nilai probabilitas z pada variable PI yaitu pendapatan individu (gaji pokok plus insentif /tunjangan) sebesar 0,022 yang berarti lebih kecil dari 0,05
28
(alfa 5%) maka pendapatan individu berpengaruh positif terhadap keputusan seseorang untuk tidak melakukan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa. Semakin tinggi pendapatan individu seseorang maka semakin tinggi pula keputusan seseorang untuk tidak melakukan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa.
BAB IV KESIMPULAN SARAN
A. KESIMPULAN Faktor yang mempengaruhi seseorang untuk tidak melakukan korupsi adalah pendapatan individu. Semakin tinggi pendapatan individu seseorang maka semakin tinggi pula keputusan seseorang untuk tidak melakukan korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa.
B. SARAN Peningkatan pendapatan dalam hal ini tunjangan berbasis kinerja menjadi langkah utama dalam pencegahan tindak korupsi di sektor pengadaan barang dan jasa.
29
DAFTAR PUSTAKA Buku dan Jurnal Aidt, Toke S.2003. Economic Analysis of Corruption: A Survey. The Economic Journal, Vol. 113, No. 491, Features (Nov., 2003), pp. F632-F652. Blackwell Publishing for the Royal Economic Society. http://www.jstor.org/stable/3590256. Diakses 26/06/2009 03:00. Ardyanto, Donny, 2002, Korupsi di sektor pelayanan Publik dalam Basyaib, H., dkk. (ed.) 2002, Mencuri Uang Rakyat : 16 kajian Korupsi di Indonesia, Buku 2, Yayasan aksara dan Patnership for Good Governance Reform, Jakarta Arifin, Johan. 2002. Forensic Accounting: Efforts and Strategy to Eliminate Corruption in Indonesia. Aplikasi Bisnis Journal, ISSN: 1411-4045 Baswir Revrisond, 1993, Ekonomi, Manusia dan Etika, Kumpulan Esai-esai Terpilih, BPFE, Yogyakarta. Basyaib, H., Holloway R., dan Makarim NA. (ed.) 2002, Mencuri Uang Rakyat : 16 kajian Korupsi di Indonesia, Buku 3, Yayasan aksara dan Patnership for Good Governance Reform, Jakarta Bernardi R.A. 1994, Fraud Detection : The Effect of Client Integrity and Competence and Auditor Cognitive Style, Auditing : A Journal of Practice and Theory 13 (Supplement), hal. 68-84 Calderón, Reyes dan José Luís Álvarez Arce. 2007. Corruption, Complexity and Governance. Working Paper No. 11/07. Facultad de Ciencias Económicas y Empresariales Universidad de Navarra. Canache, Damarys dan Michael E. Allison. 2005. Perceptions of Political Corruption in Latin American Democracies. Latin American Politics and Society, Vol. 47, No. 3 (Autumn, 2005), pp. 91-111. Blackwell Publishing on behalf of the Center for Latin American Studies at the University of Miami. http://www.jstor.org/stable/4490419. Diakses 26/06/2009 02:59 Cohen., J. dan Bennie., N.M., (2006). The Applicability of a Contingent Factors Model to Accounting Ethics Research. Journal of Business Ethic , 68 (1), 1-18. Cuadrado, R. Calderón dan J.L. Álvarez Arce. 2005. The Complexity of Corruption: Nature and Ethical Suggestions. Working Paper No. 05/06 May 2005 JEL No. M21, K42. Facultad de Ciencias Económicas y Empresariales Universidad de Navarra.
30
De Asis, Maria Gonzales, Coalition-Building to Fight Corruption, Paper Prepared for the Anti-Corruption Summit, World Bank Institute, November 2000. Dreher, Axel and Thomas Herzfeld. 2005. The Economic Costs of Corruption: A Survey and New Evidence. Fadjar, Mukti, 2002, Korupsi dan Penegakan Hukum dalam pengantar Kurniawan, L, 2002, Menyingkap Korupsi di Daerah, Intrans Malang Fatah, Eep Saefulloh.1998. Catatan atas gagalnya politik Orde Baru. Pustaka Pelajar. Gaetner, Gilles.1991. l’Argent facile: dictionnaire de la corruption en France. Paris: Stock. Gujarati, Damodar N. 2003.Basic Econometrics 4th edition.Singapore: Mc Graw Hill. Hamzah, Andi. 2005. Pemberantasan Korupsi. Hariison, Elizabeth. 2007. Corruption. Development in Practice Vo 7 No 4/5 (Aug 2007) pp 672-678. Helmi, dkk, 2003, Memahami Anggaran Publik, Idea Press, Jogjakarta Henderson, J. Vernon dan Ari Kuncoro. 2006. Corruption in Indonesia. Brown University Brown University and University of Indonesia April 2006 Henderson, J. Vernon dan Ari Kuncoro.Corruption in Indonesia.2006. Hermien H.K., 1994, Korupsi di Indonesia: dari delik Jabatan ke Tindak Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung Kaiser, H. Dan Rice, J., 1974, Educational and Psycological Measurement, Volume 34, No.1, hal 111-117. Kaufmann, Daniel. 1997.Corruption: The facts. Foreign Policy, No. 107 (Summer, 1997), pp.114-131.Carnegie Endowment for International Peace. http://www.jstor.org/stable/1149337. Diakses 26/06/2009 03:07. Khudori, Politik Anggaran Publik, Pikiran Rakyat, Rabu, 04 Februari 2004 Klitgaard, dkk (2002). Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah, Yayasan Obor Indonesia & Patnership for Governance in Indonesia, Jakarta Klitgaard, Robert. 1988. Controlling Corruption. Berkeley and Los Angeles: University of California Press.
31
Klitgaard, Robert. 1997. International Cooperation Againts Corruption. Klitgaard, Robert.1995. Institutional Adjustment and Adjusting to Institutions. Discussion Paper No. 303. Washington, D.C.: The World Bank (September). Kurniawan, Teguh. 2009. Perananan Akuntabilitas Publik dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan. Bisnis dan Birokrasi, Jurnal Administrasi dan Organisasi Volume 16 No 2 Halaman 116-121. Liao, Tm Futing.1994.Interpreting Probability Models Logit, Probit, and Other Generalized Linear Models. Sage Publications. Lodge, Tom.1998.Political Corruption in South Africa. African Affairs, Vol. 97, No. 387 (Apr., 1998), pp. 157-187. Oxford University Press on behalf of The Royal African Society. http://www.jstor.org/stable/723262.Diakses 26/06/2009 03:07. Malang Corruption Watch, 2004, Laporan Investigasi kasus APBD Malang Raya, tidak diterbitkan. Mardiasmo, 2003, Konsep Ideal Akuntabilitas dan Transparansi Organisasi Layanan Publik, Majalah Swara MEP, Vol. 3 No. 8 Maret, MEP UGM, Jogjakarta. Mauro, Paolo.1995. Corruption and Growth. The Quarterly Journal of Economics, Vol. 110, No. 3 (Aug., 1995), pp. 681-712. The MIT Press. http://www.jstor.org/stable/2946696. Diakses : 26/06/2009 03:07. Meon, Pierre – Guillaume dan Laurent Weill. 2008. Is Corruption an Efficient Grease?.BOFIT Discussion Papers 20/2008 Bank of Finland, BOFIT Institute for Economies in Transition. Download : http://ssrn.com/abstract_id=1304596. Michael Josephson, “Teaching Ethical Decision Making and Principled Reasoning” dalam Hansen dan Mowen, 2009 “Managerial Accounting”, eight edition Mondy ,R.W & Noe III,RM,1995,Human Resource Management, Massahusetts, Allyn & Bacon Myint, U. 2000 . Corruption: Causes, Consequences and Cures. Asia-Pasific Development Journal Vol 7, No 2 December 2000 Napitupulu, Hotma O. 2009. Beberapa Modus Operandi Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah.
32
Nunnaly, 1967, Psycometric Theory, McGraw-Hill, New York. Onghokham. 1983. Tradisi dan Korupsi. Patriastomo, Ikak G. Menghindari Korupsi Dalam Pengadaan Barang dan Jasa. LKPP Peraturan perundang-undangan Nomor 110 tahun 2000 dan 24 tahun 2004 Redlawsk, David P. dan James A. McCann. 2005. Popular Interpretation of 'Corruption' and their Partisan Consequences. Political Behavior, Vol. 27, No. 3 (Sep., 2005), pp. 261-283. Springer Stable. http://www.jstor.org/stable/4500196. Diakses : 26/06/2009 02:50 Republik Indonesia, 2001, Undang-Undang No. 22 dan 25 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Citra Umbara, Bandung. Sanyal, Rajib. 2005. Determinants of Bribery in International Business: The Cultural and Economic Factors. Journal of Business Ethics, Vol. 59, No. 1/2, Voluntary Codes of Conduct for Multinational Corporations (Jun., 2005), pp. 139-145. Springer Stable. http://www.jstor.org/stable/25123546. Diakses 26/06/2009 02:59 Saptaatmaja, TS. Korupsi dan Hipokrisi, Kompas, Rabu, 8 September 2004 Shleifer, Andrei and Robert W. Vishny. 1993. Corruption. The Quarterly Journal of Economics, Vol. 108, No. 3 (Aug., 1993), pp. 599-617Published Oxford University Press URL: http://www.jstor.org/stable/2118402 .Accessed: 27/02/2014 03:43 Sianipar, Vina Martina.2008.Turunnya Angka Korupsi Indonesia Hanya Data Artifisial. Download : www.detiknews.com diakses tanggal 23 Juni 2009. Sinlaeloe, Paul. 2007. Korupsi : Sebab Dan Akibat. Snape, Fiona Robertson.1999. Corruption, Collusion and Nepotism in Indonesia. Third World Quarterly, Vol. 20, No. 3, The New Politics of Corruption (Jun., 1999), pp. 589-602. Taylor & Francis, Ltd. http://www.jstor.org/stable/3993323. Diakses 26/06/2009 03:16 Sopanah & Wahyudi, Isa, 2004, Analisa Anggaran Publik : Panduan TOT, Malang Corruption Watch (MCW) dan Yappika, Jakarta Sulistyantoro, HT., Etika Kristen dalam Menyikapi Korupsi, Kompas, Senin, 2 Agustus 2004 Susanto, AA, 2002 Mengantisipasi Korupsi di Pemerintahan Daerah di ambil dari http://www.transparansi.or.id/artikel/artikelpk/artikel15.html
33
Szeftel, Morris. 2000. Between Governance & Underdevelopment: Accumulation & Africa's 'Catastrophic Corruption'. Review of African Political Economy, Vol. 27, No. 84 (Jun., 2000), pp. 287-306. Taylor & Francis, Ltd. http://www.jstor.org/stable/4006601. Diakses 26/06/2009 03:07 Tamtomo, Setyo Adhi. 2006. Pemberantasan Korupsi : Antara Data dan Fakta. Download : www.kpk.go.id diakses tanggal 23 Juni 2009. Tanzi, Vito, 1998, Corruption Around the World: Causes, Consequences, Scope, and Cures, IMF Working Paper, WP/98/63, May 1998. Transparansi Internasional Indonesia 2008 Transparansi Internasional Indonesia 2009 Tunggal I.S. dan Tunggal A.W, 2000, Audit Kecurangan dan Akuntansi Forensik, Harvarindo, Jakarta. Vazquez, Jorge Martinez, F. Javier Arze, dan Jameson Boex. 2004. Corruption, Fiscal Policy, And Fiscal Management.Laporan USAID. Wahyudi, Isa. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Malang Raya. Malang Corruption Watch. Winarno, Wing Wahyu.2007. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. UPP STIM YKPN You, Jong-Sung dan Sanjeev Khagram. 2005. A Comparative Study of Inequality and Corruption. American Sociological Review, Vol. 70, No. 1 (Feb., 2005), pp.136-157. American Sociological Association. http://www.jstor.org/stable/4145353 Diakses 26/06/2009 02:50
Website Indonesia Corruption watch dengan alamat website www.antikorupsi.org http://felix3utama.wordpress.com http://felix3utama.wordpress.com http://www.wordpress.com http://psikologipro.wordpress.com www//http:.lkpp.go.id http://roeshanny.wordpress.com http://y0un 13 blogspot.com Laporan Tahunan PUKAT UGM 2010
34