LAPORAN PENELITIAN
STANDAR FASILITAS PELAYANAN PERUSAHAAN JASA TRANSPORTASI BUS PARIWISATA KEPADA KONSUMEN
Oleh : Dhian Indah Astanti, S.H.,M.H. (Ketua) Dharu Triasih,S.H.,M.H. (Anggota) Amri Panahatan S,S.S.,S.H.,M.Hum (Anggota)
Dibiayai oleh Universitas Semarang dengan surat perjanjian penelitian Nomor 89/USM.H8/L/2010
YAYASAN ALUMNI UNIVERSITAS DIPONEGORO FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEMARANG AGUSTUS 2010
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN 1. Judul
: Standar Fasilitas Pelayanan Perusahaan Jasa Transportasi Bus Pariwisata Kepada Konsumen
Bidang Ilmu
: Hukum
2. Tim Peneliti (a) Ketua Nama NIS Pangkat/gol/Jab Fak/Jurusan (b) Anggota 3. Lokasi Penelitian 4. Waktu Penelitian 5. Biaya Penelitian
6. Sumber Biaya
: Dhian Indah Astanti,S.H.,M.H. : 06557003801016 : Penata/IIIc/Lektor : Hukum/Ilmu Hukum : Dharu Triasih,S.H.,M.H. Amri Panahatan S,S.S.,S.H.,M.Hum : Perum DAMRI PO.Jaya Indah : 5 (lima bulan) : Rp.2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah) : Universitas Semaang Semarang, Agustus 2010 Ketua Peneliti
Mengetahui Dekan Fakultas Hukum
Efi Yulistyowati,S.H.,M.Hum. NIS 06557003801006
Dhian Indah Astanti,S.H.,M.H. NIS.06557003801016
Menyetujui, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Semarang
Indarto,S.E.,M.Si NIS 065570000504065
ii
LEMBAR PENGESAHAN REVIEWER
1. a. Judul Penelitian
: Standar Fasilitas Pelayanana Jasa Transportasi Bus Pariwisata Kepada Konsumen
b. Bidang Ilmu
: Hukum
2. Tim Peneliti (a) Ketua Nama NIS Pangkat/Gol Jabatan Fak/Jurusan Perguruan Tinggi (b) Anggota Penelitian 3. Jangka Waktu
: Dhian Indah Astanti,SH.,M.H. : 06557003801016 : Penata/IIIc : Lektor : Hukum/Ilmu Hukum : Universitas Semarang : Dharu Triasih,S.H.,M.H. Amri panahatan S,S.S.,S.H.,M.Hum : 5 (lima bulan)
4. Lokasi Penelitian
: Perum DAMRI PO. Jaya Indah
Laporan penelitian ini telah dipresentasikan di depan reviewer pada tanggal Agustus 2010
Semarang, Agustus 2010 Menyetujui, Reviewer
Ketua peneliti
Efi Yulistyowati,S.H.,M.Hum. NIS.06557003801006
Dhian Indah Astanti,S.H.,M.H. NIS.06557003801016
iii
DOKUMENTASI UPT PERPUSTAKAAN Kepala UPT Perpustakaan Universitas Semarang dengan ini menerangkan, bahwa laporan penelitian di bawah ini : Judul : Standar Fasilitas Pelayanan Perusahaan Jasa Transportasi Bus Pariwisata Kepada Konsumen Tim Peneliti : 1. Dhian Indah Astanti, S.H.,M.H. (Ketua Peneliti) 2. Dharu Triasih,S.H.,M.H. ( Anggota Peneliti) 3. Amri Panahatan S,S.S.,S.H.,.Hum (Anggota Peneliti) Unit : Fakultas Hukum Telah didokumentasikan dengan Nomor : di Perpustakaan Universitas Semarang untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. Semarang, Agustus 2010
Mengetahui
Kord.UPTPerpustakaan
Dr.Drs.Hardani Widiastuti,MM.Psikologi NIS.0655700504034
iv
Nurlistiani,S.Sos NIS.06557002101022
RINGKASAN Sudah menjadi kewajiban kolektif bahwa tolok ukur Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap standar fasilitas pelayanan bus pariwisata harus dilaksanakansecara sungguh-sungguh dan konsisten. Tolok ukur tersebut adalah (1) persyaratan uji teknis kelaikan jalan yang bertujuan untuk keamanan, keselamatan dan kenyamanan terhadap standar fasilitas bus pariwisata, (2) pelaksanaan kewajiban pelaku usaha terhadap standar fasiltas bus pariwisata, (3) pengaduan-pengaduan konsumen terhadap standar fasilitas pelayanan dari perusahaan jasa transportasi bus pariwisata. Namun demikian realitanya upaya pelaksanaan yang dilakukan Perusahaan Otobus dan Dinas Perhubungan Darat belum optimal. Keridakberhasilan tersebut antara lain disebabkan oleh beberapa hambatan. Hambatan yang dimaksud adaah hambatan yuridis dan hambatan teknis (non yuridis). Hambatan yuridis adalah pelanggaran aturan hukum terhadap kalikan teknis standar fasilias pelayyanan bus pariwisata, pelaksanaan penegakan aturan hukum terhadap izin operasi bus pariwisata oleh Dinas Perhubungan Darat, Pelaksanaan kompensasi asuransi kecelakaan yang tidak relevan terhadap kebutuhan penumpang (korban), Perjanjian Baku (standar) yang berlaku di perusahaan Otobus Pariwisata terhadap hak konsumen. Sedangkan hambatan teknis (non yuridis) adalah pelaku usaha hanya mengutamakan keuntungan yang maksimal dibanding harus melengkapi standar fasilitas pelayanan bus pariwisata dan sensor kedisiplinan penumpang yang masih lemah terhadap fungsi penggunaan standar fasilitas pelayanan bus pariwisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan normative-sosiologis dan jenis penelitian deskriptif analitis
yang dimaksudkan untuk mendiskripsikan,
memecahkan, menyempurnakan dan menerapkan kembali Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan yuridis dan teknis (non yuridis), untuk kemudian dipilihkan solusi hukum yang tepat. Artinya dalam implementasinya tetap menjunjung tinggi nilai kebenaran dan nilai keadilan sehingga bermanfaat bagi kebutuhan para pihak. v
Standar
fasilitas
pelayanan
bus
pariwisata
dalam
kenyataannya
mempunyai sinergi dengan aspek eknomi, sosial dan politik, dimana idealnya seperti adanya Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkatan jalan, Undang-undang nomor 9 tahun 1999 tentang kepariwisataan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undangundang 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungjawaban Wajib Kecelakaan lalu Lintas, Keputusan Pemerintah No 16/U/I/1987 tentang pelaksanaan Ketentuan Usaha Perjalanan, Keputusan Direktur Jeenderal Perhubungan Darat Nomor SK.1131/AJ.003/DRJD/2003 tentang Petunjuk Teknis Standar Fasilitas Pelayanan Bus Umum Angkutan Antar Kota, Keputusan Menteri Nomor 37 tahun 2002 tentang Pemberlakuan Kewajiban melengkapi dan menggunakan
sabuk
keselamatan, PP Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan sesuai standar kelayakan.
Kata Kunci : Standar Fasilitas Pelayanan, Perusahaan Jasa, Transportasi
vi
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah sehingga kami dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Standar Fasilitas Pelayanan Perusahaan jasa Transportasi Bus Pariwisata Kepada Konsumen.” Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat tersusun berkat bantuan, dorongan serta kesabaran yang tulus dan tidak sedikit dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan segala keterbatasan yang ada, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan perhatian guna penyusunan penelitian ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya haturkan, khususnya kepada : 1. Prof.Dr.H.Pahlawansyah Harahap,S.E.,M.E.,Rektor Universitas Semarang yang telah berkenan memberikan kepercayaan kepada Peneliti untuk melakukan penelitian. 2. Indarto,S.E.,M.Si., Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat USM yang telah menyeleksi dan menerima usulan penelitian ini. 3. Efi Yulistyowati ,S.H.,M.Hum .,Dekan Fakultas Hukum Universitas Semarang yang
selalu
memberikan dukungan dan kepercayaan kepada
peneliti untuk melakukan penelitian. 4. Pimpinan PO Jaya Indah, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian dan memberikan data-data yang berkaitan dengan penelitian ini. 5. Pimpinan Perum DAMRI, yang telah memberikan izin kepea peneliti untuk melakukan penelitian. Penulis yakin bahwa sekecil apapun bantuan itu pasti akan memberikan manfaat yang besar bagi suatu kemajuan.Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat,taufik dan hidayahnya bagi kita semua.
vii
Akhir kata semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk pengembangan ilmu lebih lanjut, bagi semua pihak yang berminat serta bagi tim peneliti. Semarang, Agustus 2010 Tim Peneliti
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.......................................................................................i Halaman Pengesahan............................................................................ii Lembar Reviewer................................................................................iii Lembar Dokumen Perpustakaan..........................................................iv Ringkasan .............................................................................................v Kata Pengantar....................................................................................vii Daftar Isi..............................................................................................viii Daftar Lampiran..................................................................................... Bab I
PENDAHULUAN...................................................................1 A. Latar Belakang.....................................................................1 B. Perumusan Masalah..............................................................7 C. Sistimatika Penulisan............................................................7
Bab II
TINJAUAN PUSTAKA............................................................9 A. Pengangkutan Darat pada umumnya....................................9 a.1. Pengertian dan jenis pengangkutan darat......................9 a.2. Fungsi pengangkutan darat..........................................10 a.3. Perjanjian pengangkutan..............................................12 B. Bus pariwisata sebagai salah satu alat pengangkutan darat14 b.1. Pengertian dan syarat bus pariwisata...........................14 b.2. Kewajiban dan tanggung jawab pengangkut...............15 b.3. Izin operasi pengangkutan bus pariwisata...................17 C. Standar fasilitas pelayanan dan perlindungan konsumen Bus pariwisata.....................................................................19 c.1. standar fasilitas pelayanan bus pariwisata....................19 D. Perlindungan konsumen terhadap jasa transportasi bus Pariwisata.............................................................................20
Bab III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN........................... 25 Bab IV
METODE PENELITIAN A.Metode Pendekatan.............................................................. 26
ix
B.Spesifikasi Penelitian.............................................................26 C.Metode Penentuan Sampel.....................................................27 D.Metode Pengumpulan Data.................................................. 27 E. Metode Analisa Data............................................................28 Bab V HASIL PENELITTIAN DAN PEMBAHASAN......................29 1. Gambaran umum perusahaan bus pariwisata 1.1.
Perum DAMRI...............................................................29
1.2.
PO.Jaya Indah...............................................................29
2. Standar Fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen.........................................30 2.1.
Persyaratan uji teknis kelaikan jalan yang bertujuan
untuk keamanan, keselamatan dan kenyamanan terhadap standar fasilitas pelayanan bus pariwisata.....................30 2.2.
Pelaksanaan kewajiban pelaku usaha terhadap standar
fasilitas pelayanan bus pariwisata..................................32 2.2.1. PO Jaya Indah....................................................32 2.2.2. PERUM DAMRI...............................................35 2.3.
Pengaduan-pengaduan konsumen jasa transportasi
Bus pariwisata.................................................................37 3. Hambatan-hambatan yang berkaitan dengan ketidak lengkapan standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata..................................................39 3.1.
Hambatan yuridis..........................................................39
3.1.1. Pelanggaran aturan hukum mengenai ketentuan standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata...............................39 3.1.2. Pelaksanaan penegakan hukum terhadap izin operasi bus pariwisata oleh Dinas Perhubungan Darat...........................................43 3.2.
Hambatan Teknis (non yuridis)...................................44
3.2.1. Pelaku usaha hanya mengutamakan orientasi
x
keuntungan yang maksimal...................................44 4. Upaya penyelesaian hukum yang berkaitan dengan standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen........................................46 4.1.
Menurut UU No 8 tahun 1999.....................................46
4.2.
Menurut hukum modern..............................................49
Bab VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................. 51 A. Kesimpulan .......................................................................51 B. Saran..................................................................................52 DAFTAR PUSTAKA
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pembangunan di bidang kehidupan dan kegiatan ekonomi pada umumnya dalam rangka menyongsong masyarakat global cita hukum nasional, sangat membutuhkan kajian dan pengembangan yang lebih bersungguh sungguh agar mampu ikut serta di dalam tata kehidupan ekonomi global dengan aman dalam pengertian tidak merugikan / dirugikan oleh pihak-pihak lain. Dampak dari pembangunan ekonomi di era globalisasi dibidang perdagangan saat ini mengakibatkan menjadi semakin banyaknya juga jenis barang dan jasa yang dihasilkan dan atau ditawarkan di masyarakat. Salah satu jenis jasa yang terus menerus berkembang di masyarakat adalah transportasi. Transportasi atau pengangkutan merupakan satu bidang kegiatan yang penting dalam kehidupan masyarakat. Transportasi mempunyai peran penting bagi masyarakat sudah dimulai sejak dahulu yaitu sejak zaman peradaban manusia. Perbedaan transportasi zaman peradaban manusia dengan zaman seperti saat ini adalah lebih pada penciptaan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, artinya ada kategori tertentu untuk transportasi yang menggunakan mesin (komputerisasi) dibandingkan yang tidak menggunakan mesin. Hubungan Pembangunan dengan pengangkutan sangat erat, karena semakin pengangkutan tersebut memiliki sinergi antara perangkat peraturan hukum, teknologi yang maju, maka titik tolaknya diharapkan semakin efektif dan efisien juga biaya, waktu dan tenaga yang dihasilkan, untuk pencapaian kemanfaatan dan kebutuhan ekonomi, sosial dan politik manusia pada umumnya. Pembangunan yang giat dilakukan oleh pemerintah, hasil-hasilnya haruslah dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat yang mengacu pada strategi geografis wilayah Indonesia, maka dari berbagai sisi kemanfaatannya juga sangat diperlukan sekali atas eksistensi pengangkutan tersebut.1Pembangunan yang berjalan dengan begitu cepatnya diberbagai bidang membuat semua hal atau bidang mengalami perubahan, demikian juga bagi pihak swasta. Dalam era pembangunan ini pemerintah juga memberikan kesempatan pada pihak swasta untuk mengembangkan 1
Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono, di depan Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2006.
1
bidang pengangkutan. Pemberian kesempatan pada pihak swasta ini tentunya dengan syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang sudah ditentukan pemerintah. Pengangkutan atau transportasi didapat jenisnya meliputi pengangkutan dengan mesin serta pengangkutan tanpa mesin,dan salah satu contoh pengangkutan dengan menggunakan mesin adalah bus. Peratutan Pemerintah Nomor 41 tahun 1993, Pasal (1).menyebutkan bahwa Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi.
2
Bus sebagai alat
pengangkutan juga berkaitan dengan segala urusan dan kebutuhan seseorang yang melakukan perjalanan. Perjalanan dilakukan karena didorong oleh berbagai tujuan atau kepentingan yang bermacam-macam, seperti berlibur, mengunjungi keluarga atau kenalan, memulihkan kesehatan, mengikuti atau melaksanakan suatu misi, urusan bisnis, dan juga urusan pekerjaan sehari-hari. Kebanyakan motif konsumen berwisata adalah motif penglepasan (escapism) dari kegiatan rutinitas, berupa kegiatan bersenang-senang (pleasure), apalagi bila membawa keluarga. Selanjutnya dengan adanya Keputusan Menteri no 35 tahun 2003 tentang penyelenggaraan angkutan orang dijalan dengan kendaraan umum, dalam pasal 31 ayat 1 menyebutkan pelayanan angkutan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf c, merupakan pelayanan angkutan dari dan kedaerah-daerah wisata yang tidak dibatasi oleh wilayah administratif, atau untuk keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, antara lain untuk keperluan keluarga dan sosial. Hakekat dari orang-orang yang melakukan perjalanan baik yang menggunakan jasa transportasi bus ekonomi, bisnis, eksekutif dan super eksekutif pariwisata adalah mengharapkan kepuasan dan menikmati perjalanan. Namun tidak sampai disitu saja, tuntutan keinginan dan harapan orang-orang yang melakukan perjalanan pada umumnya meliputi rasa aman, suasana yang tertib, teratur dan tenang diperlukan dan dilayani dengan baik dan tidak dirugikan oleh pihak pemilik jasa transportasi bus pariwisata yang bersangkutan. Menurut pendapat penulis, jasa transportasi yang baik adalah jasa yang mampu memberikan service yang maksimal, salah satunya sesuai dengan standar fasilitas berdasarkan kategori bus, serta senantiasa bertanggung jawab atas kerugian penumpang. Standar fasilitas berdasarkan kategori bus bermacammacam. Seperti bus ekonomi, bisnis, eksekutif dan super eksekutif pariwisata adalah
2
Peraturan Pemerintah tahun 1993 pasal (1) ayat 6, Pengertian Yuridis Mobil Bus.
2
jumlah penumpang serta fasilitas tambahan yang dimiliki memadai baik dari segi keamanan, kenyamanan, dan keselamatan penumpang. Hubungan antara transportasi dan pariwisata (baik yang jenisnya ekonomi dan non ekonomi) demikian sebaliknya, dewasa ini sudah menjadi suatu simbiosis yang saling menguntungkan (hubungan timbal balik berkaitan dengan hak dan kewajiban). Artinya dengan kata lain keberadaan suatu perusahaan jasa transportasi itu bisa melakukan kegiatan operasionalnya secara terus menerus dan tetap eksis, apabila timbul permintaan dari pasar yaitu konsumen. Konsumen merupakan aset berharga bagi suatu perusahaan jasa transportasi untuk tujuan profit. Mekanisme kerjanya dapat dilihat, ketika suatu perusahaan jasa transportasi bus mempunyai sistem dengan istilah “jemput bola”, dimana konsumen benar-benar dijadikan sasaran untuk mengejar target perusahaan tersebut dari waktu ke waktu.. Disisi lain perusahaan tersebut juga mempunyai ambisi untuk mampu bersaing dengan perusahaan sejenis lainnya, hingga keberadaannya dapat diakui oleh konsumen. Dari asumsi yang berdasarkan atas kenyataan tersebut, konsumen disini dituntut untuk lebih berhati-hati setiap menentukan choice, khususnya dalam mempertimbangkan berbagai fasilitas bus pariwisata yang ditawarkan pelaku usaha. Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 28, menjamin hal-hal sebagai berikut : (1)
Pengangkutan
orang
dengan
kendaraan
umum
untuk
keperluan
pariwisata,dilakukan dengan memperhatikan ketentuan undang-undang ini; (2)
Persyaratan dan tata cara memperoleh ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Melihat perkembangan hukum pengangkutan dewasa ini, juga dapat ditelaah
dengan baik melalui pendidikan hukum dengan cara melalui penelitian dan pengkajian bahan-bahan hukum pengangkutan, yang bersumber pada masyarakat pengguna jasa pengangkutan dan peraturan hukum pengangkutan keperdataan.3 Tanggung jawab pengangkut diatur dalam Bab X Bagian Kesebelas Undangundang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Pasal 191 ayat (1) UU No 22 Tahun 2009. Ketentuan ini dimaksudkan agar pengusaha angkutan dalam melaksanakan pengangkutan benar-benar dapat memahami besarnya tanggung jawab yang prioritasnya untuk standar fasilitas pelayanan khususnya kepada 3
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991), halaman 2
3
penumpang. Selanjutnya pengusaha
angkutan umum bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga karena kelalaiannya
dalam
melaksanakan
pelayanan
telah
dibebankan
kepadanya.
Keamanan,keselamatan dan kenyamanan orang yang diangkut dalam pelaksanaan pengangkutan pada dasarnya berada dalam tanggung jawab pengusaha angkutan. Dari beberapa ulasan yang telah dikemukakan diatas akan membawa kepada suatu permasalahan mengenai pentingnya fasilitas pelayanan yang didalamnya termasuk juga tanggung jawab kepada perusahaan jasa angkutan bus terhadap konsumen. Suatu hal yang sangat penting bagi pengguna jasa angkutan untuk memahami terlebih dahulu klausula-klausula dalam dokumen pengangkutan agar tidak menyesal dikemudian hari jika ternyata ada klausula-klausula yang akan dapat merugikan pengguna jasa angkutan. Jika dilihat dari aspek hukum perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim atau penumpang, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat. Sedangkan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.4 Dengan demikian agar mencapai titik tolak keseimbangan hak dan kewajiban dari konsumen dan pelaku usaha yang adil, tentunya tidak cukup dibutuhkan suatu regulasi yang tertuang berupa fasilitas pelayanan yang sudah ada. Namun lebih dari itu, perlu juga pengkajian dari teori-teori yang lebih konkret akan hubungan manajemen transportasi bus pariwisata dalam hal ini fasilitas pelayanan yang berlaku, dengan regulasi yang ditetapkan pemerintah, tujuannya agar dapat dikomparasikan secara jelas dan maksimal terhadap hasil-hasil kenyataan dilapangan selama ini, sehingga diharapkan akan ada solusi hukum yang tepat bagi perusahaan jasa transportasi bus pariwisata untuk mempertahankan fasilitas pelayanan yang baik menjadi kualitas pelayanan yang lebih baik. Adapun dalam bidang manajemen transportasi bus Pariwisata, lebih dititik beratkan pada sektor jasa pelayanan dengan memberikan kepuasan yang prima kepada wisatawan yang kedudukannya sebagai konsumen. Tetapi yang menjadi persoalannya disini dapat dilihat seperti masih kurangnya jaminan keamanan, kenyamanan dan keselamatan yang berkaitan dengan visi perjalanan tadi. 4
Kurangnya jaminan
H.M.N.Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3,(Jakarta : Djambatan, 1995), halaman 2.
4
kenyamanan, keamanan dan keselamatan seperti pada saat dimulainya perjalanan, pada waktu perjalanan dan hingga akhir perjalanan, sangatlah sensitif bagi konsumen baik didalam maupun diluar bus Pariwisata. Bila konsumen tersebut peka dan teliti, suatu perbuatan pengangkutan akan terasa sekali dapat mempengaruhi pesan dalam dirinya, terutama saat berada dalam bus Pariwisata. Perasaan tersebut akan menimbulkan kecemasan bagi konsumen selama menikmati perjalanan, sementara sebaliknya pelaku usaha mempunyai asumsi tersendiri bahwa pihaknya berusaha untuk memenuhi kewajiban dalam suatu perjalanan tersebut berikut fasilitas yang dikehendaki oleh konsumen sesuai standar fasilitas pelayanan yang berlaku. Keadaan yang berbalik demikian, realitanya juga sering dijumpainya seperti halnya : Fasilitas AC yang bocor dan mengeluarkan air yang terus mengalir sehingga dapat membasahi badan dan atau barang bawaan penumpang, kemudian lampu penerangan besar (gangway) dan kecil atau lampu baca dalam bus yang kondisinya tidak terang sehingga dapat mengganggu aktivitas penumpang seperti saat sedang membaca atau makan dan lainnya. Fasilitas sound VCD yang tidak diberi peredam khusus sehingga mengeluarkan polusi suara, TV yang tidak diberi anti shock yang dapat mengeluarkan gambar yang tidak jelas yang bisa mengganggu jarak penglihatan konsumen, kemudian toilet room yang kotor dan tidak harum, serta busa tempat duduk penumpang yang sudah sobek yang mengeluarkan bau tak sedap dan rusak, kemudian bagian roda ban yang hanya divulkanisir atau diperbarui dengan alat yang tidak layak, bersamaan dengan itu pula tidak adanya alat pemadam kebakaran dan kampak yang serbaguna sebagai alat untuk pemecah kaca, apabila terjadi situasi dan kondisi darurat bagi penumpang. Dari beberapa faktor penarik tersebut dampaknya secara langsung mengurangi tingkat kenyamanan, keamanan serta keselamatan penumpang (konsumen),dimana pada akhirnya dapat merugikan konsumen yang seharusnya dapat menikmati fasilitas pelayanan sebagaimana mestinya. Keputusan
Direktur
Jenderal
Perhubungan
Darat
Nomor
SK.
1131/AJ.003/DRJD/ 2003 tentang Petunjuk Teknis Standar Fasilitas Pelayanan Bus Umum Angkutan Antar Kota, Pasal 1 menyebutkan pelayanan angkutan orang dalam trayek terdiri dari pelayanan ekonomi dan pelayanan non ekonomi. Dengan adanya perbedaan pelayanan tersebut terutama dari segi fasilitas baik biasa maupun tambahan, seharusnya
tetap
mengutamakan
standar
pelayanan
resmi
yang
mempertimbangkan aspek kenyamanan, keamanan dan keselamatan penumpang. 5
tetap
Undang-undang No 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, sedikit banyak menguatkan hak dan kewajiban khususnya bagi konsumen terhadap kewajiban pelaku usahan pada umumnya. Menurut pendapat Peter Mahmud Marzuki, yang mengemukakan bahwa : “Kehadiran Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan secercah harapan bagi konsumen sehingga terselenggaranya kehidupan bisnis secara jujur”. 5 Dikatakan demikian karena perlindungan konsumen berkaitan dengan perlindungan hukum, oleh karena itu perlindungan hukum itu bukan hanya fisik saja tetapi juga yang bersifat non fisik. Dengan perkataan lain, perlindungan konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen. Secara umum dikenal ada 4 (empat) hak dasar konsumen yaitu : 1. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right safety); 2. Hak untuk mendapatkan informasi (the to be informed); 3. Hak untuk memilih (the right choose); 4. Hak untuk didengar (the right to be heard).6 Dari beberapa ulasan diatas, maka implementai standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata, eksistensinya dapat dipahami begitu penting dalam masyarakat. Oleh karenanya menurut pendapat Barda Nawawi Arief untuk dapat mewujudkan Law Development atau Law Reform yang berkesinambungan berdasarkan azas hukum nasional yang berkeadilan serta berkemakmuran, baik spiritual dan materiil, salah satunya posisi masyarakat harus pro-aktif (positif) dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga bermanfaat, berkompeten terhadap perkembangan strategi hukum ekonomi di era perdagangan bebas seperti saat ini dan masa yang akan datang.7
B. PERMASALAHAN Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah standar fasilitas pelayanan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen ? 5
Peter Mahmud Marzuki, Implikasi Undang-Undang Perlindungan Konsumen bagi Masyarakat Bisnis dan Konsumen di Indonesia, (Makalah dalam Seminar Undang-undang Perlindungan Konsumen, UBAYA, Surabaya, 17 Juni 2001)halaman 1 6 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : PT Grasindo, 2000),halaman 16. 7 Barda Nawawi Arief, Materi Kuliah Kapita Selekta Hukum Pidana dalam judul “Masalah Tindak Pidana Korpoarsi”, (Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang, 15 April 2006).
6
2. Hambatan-hambatan apakah yang berkaitan dengan standar fasilitas pelayanan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen ? 3. Upaya penyelesaian hukum apa saja yang diperlukan berkaitan dengan standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen ?
C. SISTEMATIKA PENELITIAN Hasil penelitian ini disusun dan disajikan dalam suatu karya ilmiah berupa penelitian yang terdiri dari 6 (enam) bab dan tiap-tiap Bab dirinci lagi menajdi beberapa sub bab. Bab I (Pendahuluan) merupakan pengantar dan pedoman bagi pembahasan berikutnya. Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, perumusan dan sistematika penulisan hasil penelitian. Bab II (Tinjauan Pustaka) yang akan menguraikan mengenai Pengangkutan Darat pada umumnya, Bus Pariwisata sebagai salah satu alat Pengangkutan Darat, Perlindungan Konsumen terhadap Jasa Transportasi Bus Pariwisata. Bab III menguraikan tentang Tujuan dan Manfaat Penelitian baik secara praktis dan teoritis. Bab IV (Metode Penelitian), terdiri dari Metode Pendekatan, Spesifikasi penelitian, Teknik Penentuan Sampel, Teknik Pengumpulan Data, serta Analisa Data. Bab V (Hasil dan Pembahasan) menguraikan temuan dari penelitian lapangan tentang Standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen, Hambatan-hambatan yang berkaitan dengan pemberian standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen, serta upaya penyelesaian hukum yang diperlukan berkaitan dengan standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen. Bab VI (Penutup) berisi Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan dan saransaran yang dianggap perlu sebagai masukan bagi Perusahaan Bus pariwisata dalam memebrikan pelayanan kepada konsumen.
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengangkutan darat pada umumnya A.1. Pengertian dan Jenis Pengangkutan Darat Pengangkutan Darat adalah8 pengangkutan yang menggunakan wilayah daratan sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan pengangkutan. Menurut pendapat penulis pengangkutan darat adalah pengangkutan yang diselenggarakan lewat darat yang meliputi semua jenis pengangkutan baik pengakutan barang dan orang melalui jalan raya, baik menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bermotor. Sri Redjeki Hartono, menjelaskan secara rinci mengenai pengangkutan darat menjadi lebih kompleks, yang meliputi : 1. Semua jenis pengangkutan barang dan atau orang dengan kereta api, melalui kereta api, termasuk kereta listrik, 2. Semua pengangkutan barang dan atau orang melalui perairan pedalaman yang meliputi teluk, sungai-sungai, danau, baik menggunakan perahu-perahu bermotor atau tidak bermotor, 3. Pengangkutan berita dan kawat melalui kawat dan alat telekomunikasi lain, 4. Pengangkutan benda cair dengan pipa.9 Didalam usaha meningkatkan kesejahteraan seperti tercantum pada pembukaan Undang-undang dasar 1945 pada alinea keempat disebutkan bahwa pemerintah giat melakukan pembangunan dan hasil-hasilnya. Hasil-hasil pembangunan tersebut harus dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pada umumnya beberapa aspek hukum pengangkutan, menururt pendapat Abdulkadir Muhammad, yang berkaitan dengan pengangkutan darat adalah : 1. Pelaku, yaitu orang yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada yang berupa badan usaha, seperti perusahaan pengangkutan dan ada pula yang berupa manusia pribadi, seperti halnya buruh yang sedang melakukan pengangkutan di pelabuhan, 2. Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digunakan secara mekanik dan memenuhi syarat Undangundang, seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, Derek (crane), 8
Sri Redjeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, (FH UNDIP, Semarang, 1990), halaman9. 9 Ibid, halaman 13-14.
8
3. Barang penumpang, yaitu muatan yang diangkut. Barang muatan yang diangkut adalah barang perdagangan yang sah menurut Undang-undang dalam pengertian barang juga termasuk hewan, 4. Perbuatan, yaitu kegiatan mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan sampai dengan penurunan ditempat tujuan yang ditentukan, 5. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan kegunaan dari nilai barang atau penumpang (tenaga kerja), 6. Tujuan pengangkutan, yaitu sampai tiba ditempat tujuan yang ditentukan dengan selamat,biaya pengangkutan lunas.10 Dengan demikian maka dapat dipahami lebih lanjut bahwa aspek hukum dalam perbuatan pengangkutan darat adalah : a. Pengangkutan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memindahkan barang (muatan) atau orang (penumpang) dari suatu tempat (asal) ke tempat tujuan.11 b. Pengangkutan adalah pemindahan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan.12
A.2. Fungsi Pengangkutan Darat a. Aspek Sosial Aspek sosial fungsi pengangkutan darat adalah sebagai alat untuk menjalin dan mempererat hubungan antar bangsa dan Negara demi mencapai integritas nasional dan internasional , dalam mana sesuai cita-cita nasional maupun internasional dengan tingkat kebutuhannya. Dengan adanya pengangkutan semakin mempermudah akses seseorang untuk mengirim dan atau mendatangkan barang dan atau jasa, dan melakukan aktivitas yang berhubungan dengan pengangkutan diharapkan dapat mencapai kemakmuran dan keadilan dalam masyarakat. Perilaku seseorang dalam menggunakan pengangkutan juga memberi keuntungan bagi pihak-pihak yang memiliki pengangkutan tersebut apabila mempunyai itikad dan tanggungjawab yang baik. Sehingga tercipta hubungan harmonis antar pengangkutan dengan masyarakat terhadap fungsi pengangkutan itu sendiri. b. Aspek ekonomis
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut, dan Udara, Bandung: (PT Citra Aditya Bakti,1991),halaman 19-20. 11 Much. Sarudin Siregar, Managemen Pengangkutan (Cipta Ilmu,Jakarta, 1998), halaman 13. 12 Penjelasan UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
9
Dilihat dari aspek ekonomis, bahwa pengangkutan itu berasal dari Negara maju, mereka memiliki kepentingan terhadap pembentukan standar. Alasannya dari sisi ekonomi Negara maju memiliki dominan, sebab mereka memiliki kapital yang kuat dan didukung dengan penguasaan teknologi yang canggih, dan memiliki pemahaman, mengenai manajerial dengan lebih baik dibanding Negara berkembang. Fungsi pengangkutan menurut Sri Redjeki Hartono,
13
dapat memberikan
kemanfaatan terhadap nilai dan penggunaan sesuatu barang, yang pada dasarnya dapat dikemukakan dua nilai kegunaan pokoknya, antara lain : a. Kegunaan tempat (place utility), dengan adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana barang tadi menjadi lebih bermanfaat menyebabkan barang tadi menjadi lebih bermanfaat bagi manusia. Jadi dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi manusia, maka barang tadi sudah bertambah nilainya. b. Kegunaan waktu (time utility), dengan adanya pengangkutan berarti dimungkinkan terjadinya suatu perpindahan barang dan atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dimana barang dan atau orang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya. c. Aspek Politis Fungsi
pengangkutan
dari
aspek
politis
adalah
bagaimana
beberapa
kepentingan-kepentingan yang sudah ditentukan dimasyarakat mampu terakomodir dalam sebuah sarana dan prasarana pengangkutan, sehingga kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dan bukan berada satu sama lain, tetapi berdasarkan sistem kebijakan. Pengangkutan secara terus menerus dilihat dari berbagai macam masalah yang kompleks di dalam masyarakat, dimana sebaiknya mempunyai prioritas berdasarkan tujuan, sasaran dan alternative sesuai dengan perolehan informasi baru baik yang sifatnya Nasional dan Internasional. Pengangkutan juga dapat dikondisikan dalam arti pengangkutan
tersebut
menjadi
pilihan,
berubah
secara
terus
menerus
(berkesinambungan) sepanjang waktu, sesuai tingkat kebutuhan masyarakatnya. Disisi lain dalam lingkup politis, pengangkutan tersebut harus selaras, serasi dan seimbang sesuai porsi tanggung jawab pengangkut dan selalu melakukan evaluasi terhadap kekurangan dan unsur
mana yang perlu dipertahankan, melalui
pertimbangan proses politis positif, yang tetap memperhatikan fungsi pelayanan yang maksimal dalam masyarakat.
13
Sri Redjeki Hartono, Loc Cit, halaman 12.
10
A.3. Perjanjian Pengangkutan Pengaturan Pengangkutan Darat di Indonesia pada dasarnya dapat diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber hukum yang terdapat dalam kodifikasi dan sumber hukum yang berada diluar kodifikasi. Pengaturan yang berada didalam kodifikasi terutama didalam KUH Perdata dan KUHD, sedangkan sumber hukum yang berada diluar kodifikasi tersebar dalam berbagai undang-undang dan peraturan-peraturan tentang berbagai hal yang menyangkut pengangkutan darat. Selanjutnya agar suatu kegiatan pengangkutan dapat berjalan dengan baik, maka diperluakn suatu sarana untuk mengaturnya, yaitu hukum pengangkutan. Arti hukum pengangkutan dipandang dari sudut keperdataan adalah keseluruhan peraturanperaturan, didalam dan diluar kodifikasi yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu tempat ke tempat lain untuk memenuhi perikatan-perikatan yang lahir dari perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk juga perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantaraan mendapatkan pengangkutan (ekspedisi).14 Jadi menurut pendapat penulis hukum pengangkutan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur mengenai pengangkutan. Pengaturan hukum tersebut meliputi ketentuan undang-undang, perjanjian dan kebiasaan dalam pelaksanaan pengangkutan. Suatu perjanjian pengangkutan ialah suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya. 15 Selanjutnya penulis mempunyai asumsi bahwa hal penting yang diharuskan pada dasar perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dengan mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan dan atau penumpang dari suatu tempat tujuan tertentu dengan selamat, dan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan. Hukum pengangkutan memiliki azas-azas yang dapat diklarifikasikan menjadi dua, yaitu azas-azas yang bersifat publik dan azas-azas yang bersifat perdata. Azasazas yang bersifat publik merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya
14 15
Bdi, halaman 51. R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta, Intermasa, 1985), halaman 221.
11
berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang. Azas-azas yang bersifat publik yaitu :16 a) azas manfaat, b) azas usaha bersama dan kekeluargaan, c) azas adil dan merata, d) azas keseimbangan, e) azas kepentingan umum, f) azas keterpaduan, g) azas kesadaran hukum, h) azas percaya pada diri sendiri, i) azas keselamatan penumpang. Dari dasar pemikiran diatas, maka untuk mengukur tingkat kualitas pelanggan yang telah diberikan digunakan berbagai dimensi kualitas pelayanan berdasarkan berbagai pemikiran terhadap beberapa jenis jasa seperti diperusahaan jasa transportasi bus pariwisata ini. Hal yang lebih konkret dikemukakan Parasuraman, Zeitham dan Berry, 17 yang berhasil mengidentifikasikan kriteria yang digunakan oleh pelanggan untuk menilai kualitas pelayanan dengan menggunakan 10 dimensi kualitas pelayanan atau jasa kesepuluh faktor tersebut seharusnya mempunyai : a) Reliability yaitu mencakup dua hal pokok yang mana disebut sebagai konsistensi kerja (performance) dan kuat untuk dipercaya (dependality). Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama (right the first time). Selain itu juga berarti perusahaan yang telah disepakati. Misalnya menyampaikan jasanya sesuai dengan jadwal dan fasilitas pelayanan yang telah disepakati bersama, b) Responsinase yaitu kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen, c) Competence artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa terbaru, d) Acces yaitu kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu menggunakan tidak terlalu lama semua komunikasi perusahaan mudah dihubungi dan lain-lain, 16
Ibid, halaman 41. Parasuraman, Ava, Zitham and LL Berry (1985), A Conceptual Model Of service Quality an Service Quality and Its Implication For Future Research, Prenctice, Hall International, It c. 17
12
e) Communication artinya memberikan informasi kepada konsumen dalam bahasa yang dapat dipahami serta selalu memperhatikan saran dan keluhan konsumen, f) Courtesy yaitu sikap sopan santun, respek, perhatian yang dimiliki contact person seperti misalnya operator telepon, g) Security yaitu keamanan dari bahaya resiko atau keragu-raguan, aspek ini meliputi keamanan secara fisik (phisycal safety), kaemanan financial (financial security) dan kerahasiaan (confidentiality), h) Understansding yaitu usaha memahami kebutuhan konsumen, i) Tangibles yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa.
B. Bus pariwisata sebagai salah satu alat pengangkutan darat B.1. Pengertian dan Syarat Bus pariwisata Bus pariwisata merupakan salah satu jenis sarana pengangkutan wisatawan yang sangat penting yang dapat dicermati dari fungsi dan perbuatan pengangkutan tersebut. Sebagaimanan yang dimaskud dalam Keputusan Menteri Perhubungan No 35 Tahun 2003, Pasal 28 huruf ( c ) , Pengertian bus pariwisata adalah pelayanan angkutan dari dan kedaerah-daerah wisata yang tidak dibatasi oleh wilayah adminitratif, atau utnuk keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek, antara lain untuk keperluan keluarga dan sosial. Pada ayat 2 juga dijelaskan, pelayanan angkutan Bus pariwisata diselenggarakan dengan ciri-ciri sebagai berikut : a) mengangkut wisatawan atau rombongan, b) pelayanan angkutan dari dan ke daerah tujuan wisata atau ketempat lainnya, c) dilayani dengan mobil bus, d) tidak masuk terminal. Mobil bus pariwisata yang dioperasikan untuk keperluan pariwisata atau keperluan lain diluar pelayanan angkutan dalam trayek sebagaimana dimaksud dalm ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) dilengkapi label dan stiker yang bertuliskan “PARIWISATA” yang dilekatkan secara permanen pada kaca depan kiri dan kaca belakang dan kanan mobil bus, b) dilengkapi logo perusahaan, nama perusahaan dan nomor urut kendaraan yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus, c) dilengkapi dengan tulisan “ANGKUTAN PARIWISATA” yang dilekatkan secara permanen pada dinding kiri dan kanan mobil bus. 13
Dengan demikian persyaratan bus pariwisata esensinya dirasa begitu penting, alassnnya karena sebagai tolok ukur kewajiban dan tanggungjawab pengangkut.
B.2. Kewajiban dan Tanggungjawab Pengangkut Sistem
hukum
Indonesia
tidak
mengharuskan
pembuatan
perjanjian
pengangkutan itu secara tertulis, cukup dengan lisan saja, asal ada persetujuan kehendak atau konsensus. Kewajiban dan hak pihak-pihak dapat diketahui dari penyelenggaraan, atau berdasarkan dokumen yang diterbitkan dalam perjanjian itu, yaitu setiap tulisan yang dipakai sebagai bukti pengangkutan berupa naskah, tanda terima, tanda penyerahan, tanda milik atau hak. Selanjutnya apabila pengangkut tidak menyelenggarakan pengangkutan sebagaimana mestinya, maka sudah seharusnya bertanggung jawab terhadap penumpang,
artinya
memikul
semua
akibat
yang
timbul
dari
perbuatan
penyelenggaraan pengangkutan baik karena kesengajaan maupun karena kelalaian pengangkut sendiri. Dari hal tersebut timbulnya konsep tanggung jawab karena pengangkutan memenuhi kewajiban tidak sebagaimana mestinya, atau tidak baik, atau tidak jujur, atau tidak dipenuhi sama sekali. Jika pengangkut telah melaksanakan kewajibannya menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang, pengangkut telah terikat pada konsekuensi-konsekuensi yang harus dipikul oleh pengangkut berupa tanggung jawab penumpang. Menurut pendapat R.Soekardono, bahwa pengangkut wajib bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita oleh orang-orang atau barang-barang yang berada didalam kendaraan itu, kecuali apabila ia pemilik/eksploitan dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut terjadi diluar kesalahannya atau kesalahan buruh-buruh bawahannya. Jadi pengusaha pengangkutan hanya bertanggungjawab untuk pengangkutan yang teratur dan aman sampai dengan tempat tujuan menurut perjanjian. Namun perlu diketahui juga, ada beberapa hal yang mengakibatkan pengangkut beb as dari tanggung jawab, apabila timbul kerugian pengangkut bebas dari tanggungjawab, yaitu pada keadaan : 1.
keadaan memaksa (overmacht),
2.
cacat pada barang atau penumpang itu sendiri,
3.
kesalahan atau kelalaian pengirim atau penumpang.
14
Oleh karenanya, ada tiga prinsip tanggung jawab pengangkut dalam pelaksanaan pengangkutan, adalah :18 1.
prinsip tanggung jawab berdasarkan kesalahan (fault liability) Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggungjawab membayar ganti kerugian atas segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya itu. Pihak yang menderita kerugian harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan, bukan pada pengangkut. Prinsip ini adalah yang umum berlaku seperti diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum.
2.
Prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga (presumption of liability) Menurut prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggungjawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakan. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka ia dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Yang dimaksud “tidak bersalah” adalah tidak melakukan kelalaian, telah mengambil tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itui tidak mungkin dihindari. Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut.
3.
Prinsip tanggung jawab mutlak ( absolute liability) Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggunjawab membayar ganti kerugian terhadap
setiap
kerugian
yang
ditimbulkan
dari
pengangkutan
yang
diselenggarakannya tanpa keharusn pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung jawab dengan alas an apapun yang menimbulkan kerugian itu, prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian tentang kesalahan. B.3. Izin operasi pengangkutan bus pariwisata Pada dasarnya izin operasi pengangkutan bus pariwisata lebih lanjut diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan 35 tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan Dengan Kendaraan Umum. Bagian keempat Angkutan
18
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1991), halaman 27-28.
15
Orang Dengan Kendaraan Umum Tidak Dalam Trayek adalah melalui izin operasi angkutan, sebagai berikut : a. Pasal 11 ayat (1) mengemukakan Pengangkutan dengan cara sewa sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan pelayanan dari pintu ke pintu, dengan atau tanpa pengemudi, dengan wilayah operasi tidak terbatas. Pada ayat (2) Pengoperasian pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan mobil penumpang umum. b. Pasal 12 ayat (1) Pengangkutan untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c merupakan pelayanan angkutan ke dan dari daerah-daerah tujuan wisata. Pada ayat (2) Kendaraan bermotor yang digunakan untuk pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menggunakan mobil bus umum dengan tanda khusus. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri setelah mendengar pendapat Menteri yang bertanggung jawab di bidang Pariwisata. Selanjutnya dalam Pasal 35 (1) untuk melakukan kegiatan pengangkutan dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan pasal 18 ayat (3), wajib memiliki izin operasi angkutan. Selanjutnya ayat (2) Izin Operasi angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Menetri. Pasal 36 mengatur hal untuk memperoleh izin operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) diwajibkan untuk memenuhi persyaratan: a. Memiliki izin usaha angkutan, b. Memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan, c. Memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan kendaraan bermotor, d. Memiliki atau menguasai fasilitas perawatan kendaraan bermotor. Penjelasan lebih lanjut, Pasal 38 menyebutkan hal izin operasi bahwa : 1) Permohonan izin operasi angkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat (1) diajukan kepada Menteri, 2) Persetujuan atau penolakan permohonan
izin operasi diberikan dalam jangka
waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, 3) Penolakan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan secara tertulis disertai alasan penolakan. Dalam ketentuan Pasal 39 Pengusaha Angkutan Umum yang telah mendapatkan izin operasi wajib : a) Memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan dalam izin operasi, 16
b) Mengoperasikan kendaraan bermotor yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, c) Melaporkan apabila terjadi perubahan domisili perusahaan, d) Meminta pengesahan dari pejabat pemberi izin apabila terjadi eprubahan penanggung jawab perusahaan, e) Melaporkan setiap bulan kegiatan operasional angkutan. Kemudian pengaturan dalam pasal 40 (1) menjelaskan (1) Izin operasi dicabut apabila : a) Perusahaan angkutan melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40, b) Tidak mampu merawat kendaraan bermotor sehingga kendaraan bermotor tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, c) Pihak-pihak atau yang namanya ditetapkan untuk bertindak atas nama perusahaan melakukan pelanggaran yang berkaitan dengan pengusaha angkutan, d) melakukan pengangkutan melebihi daya angkut, e) tidak mematuhi ketentuan waktu kerja dan waktu istirahat bagi pengemudi, f) mempekerjakan pengemudi yang tidak memenuhi syarat. (2) Pencabutan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing satu bulan, (3)Apabila peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat 92) tidak diindahkan, dilanjutkan dengan pembekuan izin operasi untuk jangka waktu satu bulan, (4) Jika pembekuan izin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) habis jangka waktunya dan tidak ada usaha perbaikan izin operasi dicabut. Pasal 41 Izin operasi dapat dicabut tanpa melalui proses peringatan dan pembekuan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, apabila perusahaan yang bersangkutan : a) Melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan Negara, b) Memperoleh izin operasi angkutan dengan cara tidak sah. Pasal 42 ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk izin operasi, peringatan tertulis, pembekuan dan pencabutan izin operasi angkutan, tata cara laporan, kegiatan angkutan serta penatausahaan informasi perizinan operasi, diatur dengan Keputusan Menteri.
17
Dengan demikian dengan adanya izin operasi, secara langsung merupakan tanggungjawab Dinas Perhubungan darat, untuk itu perlu adanya pola tanggungjawab Dinas Perhubungan darat berkaitan dengan izin operasi bus pariwisata.
C. Standar fasilitas Pelayanan dan Perlindungan Konsumen Bus Pariwisata C.1. Standar Fasilitas Pelayanan Bus Pariwisata Didalam meningkatkan fasilitas pelayanan khususnya pada pengangkutan darat bermesin seperti bus pariwisata, perlu adanya suatu standar teknis fasilitas pelayanan sebagai titik tolak proses pelaksanaan bisnis jasa transportasi bus pariwisata tersebut, untuk menjamin tingkat keamanan, keselamatan dan kenyamanan kepada penumpang. Pengertian standar dari istilah bahasa inggris adalah Standar merupakan suatu ukuran, norma, patokan berdasarkan syarat-syarat yang sudah ditentukan.
19
Selanjutnya istilah standar dalam bahasa Indonesia juga dapat dijumpai dalam istilah bahasa Belanda adalah Standaard,(toetsings-en vergelijkingsmiddel) yang artinya beruap standar, patokan ukuran.
20
Adapun didalam pengertian standar yang
diterjemahkan dalam istilah bahasa Mandarin yang juga sebagai bahasa internasional adalah Chuan, artinya ukuran sesuai kapasitas atau kemampuan.21 Adapun berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 1991 tentang Standar nasional Indonesia, yang dimaksud dengan standar adalah : “Spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat kesehatan, keselamatan, perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya”. Menurut pendapat penulis, fungsi standar fasilitas pelayanan adalah suatu ukuran minimal yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam rangka memberikan perlindungan keselamatan, kenyamanan kepada masyarakat dan tenaga kerja guna mewujudkan jaminan mutu produk dan/atau jasa serta meningkatkan efisiensi dan
19
John M. Echols Dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, An English-Indonesian Dictionary, (PT Gramedia, Jakarta, 2000),halaman 230. 20 MR.H.Van der Tas Pengacara di Jakarta, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Timun Mas N.VJakarta, 1956), halaman 319. 21 Thaovie, Rumusan Kamus Bahasa Mandarin / Tionghoa, (Beijing New Asia University, 2002), halaman 165.
18
produktivitas usaha untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan mantap demi tercapainya persaingan yang sehat dalam perdagangan bebas dewasa ini.
D. Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Transportasi Bus Pariwisata Setiap orang pada suatu waktu dalam posisi tunggal/sendiri maupun berkelompok bersama orang lain, dalam keadaan apapun pasti menajdi konsumen untuk suatu prosuk atau jasa tertentu. Keadaan yang universal ini pada beberapa kali menunjukkan adanya berbagai kelemahan pada konsumen sehingga konsumen tidak mempunyai kedudkan yang “aman”.22Oleh karena itu secara mendasar konsumen juga membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal juga. Mengingat lemahnya kedudukan konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang relative lebih kuat dalam banyak hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu terasa actual dan selalu penting untuk dikaji ulang. 23 Perlindungan terhadap konsumen (wisatawan), dipandang secara materiil maupun formal makin terasa sangat penting, mengingat makin lajunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor penggerak bagian produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal etrsebut, akhirnya baik langsung atau tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan dampaknya. Dengan demikian upaya-upaya untuk memberikan perlindungan yang memadai terhadap kepentingan konsumen merupakan suatu hal yang penting dan mendesak, untuk segera dicari solusinya, terutama di Indonesia, mengingat sedemikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan konsumen, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang. Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut.
24
Untuk itu semua cara
pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negative bahkan tidak terpuji 22
Sri Redjeki Hartono, naskah yang disampaikan dalam Seminar “Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Sistem Nasional Menghadapi Era Perdagangan Bebas”, Fakultas Hukum UNISBA Bandung, 9 Mei 1998. 23 Ibid, halaman 78-79. 24 Ibid, halaman 79-80.
19
yang berawal dari itikad buruk. Dampak buruk yang lazim terjadi antara lain menyangkut kualitas atau mutu barang atau jasa, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan dan lain sebagainya. Pada situasi ini ekonomi global dan menuju era perdagangan bebas, upaya mempertahankan pelanggan/konsumen, atau mempertahankan pasar atau memperoleh kawasan pasar baru yang lebih luas merupakan dambaan bagi setiap produsen, mengingat makin ketatnya persaingan untuk berusaha. Persaingan yang makin ketat ini juga dapat memberikan dampak negative terhadap konsumen pada umumnya.25 Menurut pendapat AZ.Nasution26, hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat azas-azas atau kaidah-kaidah bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Hukum konsumen adalah hukum yang bersifat komprehensif mencakup berbagai hal, sedangkan hukum perlindungan konsumen lebih merupakan bagian yang khusus mengatasi konsumen. Secara umum dan mendasar hubungan antara produsen dengan konsumen merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan antara produsen dengan konsumen yang berkelanjutan terjadi sejak proses produksi, distribusi pemasaran dan penawaran. Rangkaian kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan hukum yang mempunyai akibat hukum baik, terhadap semua pihak manapun hanya kepada pihak-pihak tertentu saja. Oleh karena itu semua hak dan kewajiban rakyat berkaitan dengan penggunaan barang dan atau jasa adalah hak dan kepentingan konsumen. Menurut Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, khususnya pasal 1 angka 1, menyatakan : Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan pada konsumen. Rumusan pengertian Perlindungan Konsumen yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen (selanjutnya disebut Undang-undang Perlindungan Konsumen/UUPK) tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian 25
E.Michael Porter, Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul (terjemahan Tim penerjemah Binarupa Aksara : Competitive Advantage), (Binarupa Aksara, Jakarta, 1994), halaman 2-4. 26 Az.Nasution, Konsumen dan Hukum Tinjauan Sosial, Ekonomi dan Hukum pada Perlindungan Konsumen Indonesia ( Pustaka Sinar Harapan, Jakarta), halaman 65.
20
hukum”,diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. 27 Meskipun Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ini disebut sebagai UUPK, namun bukan berarti kepentingan pelaku usaha tidak ikut menjadi perhatian, teristimewa karena keberadaan perekonomian nasional banyak ditemukan oleh para pelaku usaha. Keterlibatan berbagai disiplin ilmu, memperjelas kedudukan Hukum Perlindungan Konsumen berada dalam kajian Hukum Ekonomi. Hukum ekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah keseluruhan kaidah hukum Administrasi Negara yang membatasi hak-hak individu, yang dilindungi atau dikembangkan oleh hukum perdata. Peraturan-peraturan seperti ini merupakan peraturan Hukum Administrasi di bidang Ekonomi yang akhirnya dicakup dalam satu kategori Droit Economique. Menurut pendapat Muchtar Kusumaatmaja28dalam memberikan batasn hukum konsumen sebagai : Keseluruhan kaidah-kaidah dan azas-azas yang mengatur hubungan dan masalah berbagai pihak berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen satu sama lain didalam pergaulan hidup. Sesuai dengan Pasal 2 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, bahwa perlindungan konsumen berasaskan : 1. Azas manfaat dimaksudkan untuk mengamantkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan, 2. Azas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memebrikan kesempatan pada konsumen dan pelaku usaha utnuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil, 3. Azas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual, 4. Azas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen jasa dalam penggunaan pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan, 27
Ahmad Miru Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,(Raja Grafindo, Persada, Jakarta), halaman 1. 28 Mochtar Kusumaatmaja, Pengantar Hukum Internasional, (Bina Cipta,Bandung, 1977), halaman 3.
21
5. Azas kepastian hukum, dimaksudkan agar baik dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum. Menurut Sri Redjeki Hartono 29 secara umum mendasar hubungan antara produsen (perusahaan penghasil barang dan atau jasa) dengan konsumen (pemakai akhir dari barang dan atau jasa untuk diri sendiri atau keluarganya), merupakan hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi karena
keduanya
memang
saling
menghendaki
dan
mempunyai
tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lain. Saling ketergantungan karena kebutuhan tersebut dapat menciptakan hubungan yang terus menerus
dan
berkesinambungan
sepanjang
masa,
sesuai
dengan
tingkat
ketergantungan akan kebutuhan yang tidak terputus-putus. Hubungan antara produsen dan konsumen yang berkelanjutan terjadi sejak proses produksi, distribusi di pemasaran dan penawaran. Rangkaian kegiatan tersebut merupakan rangkaian perbuatan hukum yang tidak mempunyai akibat hukum dan yang mempunyai akibat hukum, baik terhadap semua pihak maupun hanya kepada pihak-pihak tertentu saja.
29
Sri Redjeki Hartono, Op Cit, 2000, halaman 80-81
22
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. TUJUAN PENELITIAN 1. Guna mengidentifikasi secara ilmiah dan sistematis bagaimanakah standar fasilitas pelayanan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen. 2. Guna mengetahui dan mengidentifikasi apa yang seharusnya diperlukan dalam memecahkan hambatan-hambatan yang berkaitan dengan standar fasilitas pelayanan kepada konsumen. 3. Guna memberikan upaya penyelesaian hukum terhadap standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen.
B. MANFAAT PENELITIAN Di dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan dijadikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan substansi disiplin dibidang ilmu hukum, khususnya standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada pariwisata. 2. Manfaat Praktis Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan solusi hukum praktis terhadap masalah hukum yang terus menerus berkembang di berbagai aspek kehidupan masyarakat, serta diharapkan dapat dijadikan tolok ukur bagi para Regulator (Dinas Perhubungan), Operator (Pelaku usaha PO. Bus Pariwisata), konsumen dan atau pembaca, khususnya mengenai standar fasilitas pelayanan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen.
23
BAB IV METODE PENELITIAN
Setiap
penelitian
harus
berlandaskan
pada
metode
yang
dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Ketika peneliti memilih metode permasalahan yang muncul bukan buruknya metode penelitian yang dipilih tapi objek dan tujuan penelitian pada intinya jika seseorang ingin mengetahui tentang sesuatu hal maka diperlukan suatu teknik/cara./metode. Penggunaan metode penelitian dimaksudkan agar penelitian lebih terarah dan sistematis, memberikan pedoman utnuk mengorganisasikan dan mengintegrasikan pengetahuan mengenai masalah yang sedang diteliti.
A.
Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Penggunaan dua pendekatan ini dimaksudkan untuk menghindari ketimpangan dalam mengkaji hukum, karena disatu sisi hukum tidak bisa melepaskan diri dari ciri-cirinya yang normatif, tetapi juga tidak selamanya murni yuridis, dan hukum bukanlah sesuatu yang berproses asosial dan akultural. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam menulis permasalahan standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata digunakan melalui peraturan per undang-undangan yang berkaitan dengan ketentuan dasarnya ada dalam KUHPer khususnya tentang sahnya perjanjian, dan kebebasan berkontrak, menuju ke UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen dan ketentuanketentuan lain yang terkait dengan perlindungan bagi konsumen.
B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi pada penelitian ini adalah deskrepsi analitis, artinya kajian komprehensif analitis terhadap bahan hukum primer dan sekunder dimana hasil kajian dipaparkan secara lengkap, rinci, jelas dan sistematis. 30
C. Metode Penentuan Sampel 30
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004), halaman 64.
24
Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan biaya maka pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive. Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah. Perum Damri dan PO. Jaya Indah. Alasan mengapa penulis memilih untuk melakukan penelitian perusahaan-perusahaan transportasi bus pariwisata sebagai operator tersebut karena : 1. Perusahaan-perusahaan tersebut berdomisili di Kota Semarang, dimana akses untuk melakukan penelitian tidak sulit, 2. Perusahaan-perusahaan jasa transportasi tersebut mempunyai pengalaman, kinerja yang berbeda-beda dalam menangani permasalahan konsumen khususnya standar fasilitas pelayanan yang dimungkinkan kredibilitasnya teruji dari mulai awal berdirinya perusahaan sampai sekarang, 3. Adanya persaingan usaha antar perusahaan jasa transportasi tersebut, dapat memicu setiap perusahaan untuk lebih memperhatikan variable standar fasilitas pelayanan terhadap konsumen, yang menurut penulis menjadi tolok ukur eksistensi perusahaan tersebut bisa berkembang dari masa sekarang menuju masa yang akan datang yang tetap memprioritaskan dari aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pada wisatawan.
4.
Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan untuk dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dengan responden,sedangkan data sekunder pada penelitian dapat dibedakan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.31Dalam penelitian ini, bersumber dari data sekunder sebagai berikut : 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, seperti GBHN, KUH Perdata, peraturan perundangan diluar KUHPerdata yang berkaitan dengan permasalahan standar fasilitas pelayanan bus. 2) Bahan hukum sekunder, adalah yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian dan karya ilmiah 3) Bahan hukum tertier, adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Besar
31
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1990), halaman 12.
25
Bahasa Indonesia, Kamus Inggris Indonesia, Kamus Hukum Belanda, Kamus Bahasa Mandiri, Kamus Hukum Ekonomi.
5.
Metode Analisa Data Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka analisa data dilakukan secara normatif kualitatif. Untuk menunjang hal tersebut diperlukan kajian normatif berupa analisis peraturan perundang-undangan yang disertai dengan kajian komparatif, sedangkan kualitatif berarti analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan azas-azas dan informasi-informasi yang ilmiah dan akurat.
26
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BUS PARIWISATA 1.1. PERUSAHAAN UMUM DAMRI Perusahaan otobus pariwisata DAMRI adalah Perusahaan Umum di bidang pela yanan jasa transportasi khususnya bus pariwisata yang didirikan sejak tahun 1977. Perusahaan ini mempunyai visi “Menjadi penyedia jasa angkutan jalan raya yang aman, handal, terjangkau serta unggul dalam kinerjanya”. serta misi “Menyediakan jasa angkutan jalan raya unggulan berkelas dunia yang memuaskan pengguna jasa, pemilik DAMRI, Pegawai, Masyarakat yang berkepentingan”. Pada saat berdirinya (tahun 1977) Perum DAMRI memilik armada sebanyak 20 armada dengan merk FUSO, kemudian pada tahun 1988 mengalami perkembangan dengan jumlah armada sebanyak 88 bus dengan merk Merceds dan Hino, pada tahun 1998 karenan akibat dampak moneter mengalami penurunan, hanya memiliki armada 62 bus yang tidak lain penurunan disebabkan karena terjadi kerusakan, kemudian dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 mengalami penurunan menjadi 47 bus dengan kondisi usia bus diatas rata-rata. Pada tahun 2002 terjadi pembaharuan bus sebanyak 25 dengan merk Bejin, armada dengan merk inipun tidak bisa menjamin kenyamanan karena tidak ada kelengkapan-kelengkapan layak jalan sehingga hanya bertahan selama 2 tahun, kemudian pada tahun 2005 ada subsidi dari pemerintah bus makro sebanyak 15 dan mikro sebanyak 10 dengan merk MERCI. Dan akhirnya sampai dengan tahun 2010 Perum DAMRI memiliki 50 armada (bus makro dan mikro) tetapi yang beroperasi hanya 32 bus sedang sisanya baru tahap rekondisi baik mesin maupun body busnya.
1.2.. PERUSAHAAN OTOBUS PARIWISATA JAYA INDAH Perusahaan Otobus Pariwisata Jaya Indah adalah Perusahaan Perseorangan (pribadi) yang bergerak dalam bidang usaha pelayanan jasa transportasi khususnyan bus pariwisata, yang didirikan sejak tahun 1984. Perusahaan Otobus Pariwisata ini berdomisili di jalan fatmawati 11 Semarang, Perusahaan Otobus Pariwisata ini memiliki visi dan misi “Memberikan pelayanan sebaik mungkin, memberikan kepuasan konsumen, sehingga bisa kembali lagi menggunakan jasa PO. Jaya Indah, 27
memberikan kesempatan konsumen untuk menyampaikan report sehubungan dengan pemakaian jasa PO. Jaya Indah”. Perusahaan Otobus Pariwisata ini mulai dari berdirinya sampai dengan tahun sekarang (2010) memiliki 12 bus armada ukuran makro dan mikro. Untuk standar fasilitas bus makro dan mikro dengan model tempat duduk 2-2/3-2, terbagi menjadi 3 jenis bus adalah sebagai berikut : 1. Bus mikro AC Eksekutif Wisata dilengkapi dengan Recleaning Seat 31/27/25, televisi, video, karaoke, lampu gangway, hand rest, foot step, safety belt, pewangi ruangan, kapak pemecah kaca darurat dan stiker tanda larangan merokok, 2. Bus
makro
AC
Eksekutif
Wisata
dilengkapi
dengan
Reclening
seat
50/54/50/48/44/40,, televisi, video, karaoke, lampu gangway, hand rest, foot rest, safety belt, pewangi ruangan, kapak pemecah kaca darurat dan stiker tanda larangan merokok, 3. Bus makro AC super eksekutif wisata dilengkapi dengan Recleaning seat 50/54/50/48/44/40, televise, video, karaoke,lampu, gangway, hand rest, foor step, foot rest, safety belt, fasilitas tambahan berupa sebuah toilet mini, selimut, pewangi ruangan,karpet lampu, kapak pemecah kaca darurat dan stiker tanda larangan merokok.
2. Standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada kosumen 2.1. Persyaratan uji teknis kelaikan jalan yang bertujuan untuk keamanan, keselamatan dan kenyamanan terhadap standar fasilitas pelayanan bus pariwisata Berdasarkan Undang-undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan khususnya transportasi bus pariwisata yang memiliki standar fasilitas pelayanan yang bertujuan untuk keamanan, keselamatan dan kenyamanan bus pariwisata seharusnya sesuai ketentuan uji teknis kelaikan jalan. Sebab dengan adanya standar fasilitas pelayanan yang optimal, maka secara langsung dapat meningkatkan kualitas jasa dan profit bagi eksistensi perusahaan otobus tersebut, tanpa merugikan wisatawan sebagai konsumen. Selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam melakkan uji teknis kelaikan kendaraan bus pariwisata adalah alat bantu mekanis. Alat bantu mekanis dalam instansi Dinas Perhubungan Darat sangat penting untuk memeriksa kelengkapan dan 28
fungsi unsur-unsur standar fasilitas pelayanan dalam bus pariwisata secara keseluruhan. Alat bantu uji mekanis (uji berkala) yang dimaksud adalah sebagai berikut :32 a) Pit Whell Suspension adalah alat uji suspense roda dan pemeriksaan bagian bawah kondisi teknis kendaraan, b) Head Light Tester adalah alat uji lampu utama, c) Exel Load adalah alat timbang berat sumbu, d) Break Tester adalah uji rem, e) Speedometer Tester adalah alat uji speedometer, f) CO/HC Tester dan Smoke Tester adalah alat uji emisi gas buang karbondioksida untuk kendaraan bahan bakar bensin dan ketebalan asap untuk kendaraan solar (diesel). Untuk mengoperasikan alat mekanis tersebut juga dibutuhkan personil lapangan. Personil lapangan tersebut dapat diupayakan sebanding dengan jumlah kendaraan yang diuji dan peralatan pengujian.33 Dalam melakukan operasi tertib lalu lintas sesuai jadwal yang ditentukan utamanya mengenai standar kelayakan jalan Bus Pariwisata oleh Dinas Perhubungan, berdasarkan indikasi kemungkinan terbesar adalah sebagai berikut :34 1. Angka kecelakaan Lalu Lintas dijalan cenderung meningkat disebabkan kondisi kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, 2. Jumlah kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan cenderung meningkat, 3. Tingkat ketidaktaatan pemilik cenderung meningkat untuk melakukan Pengujian Kendaraan Bermotor. Dalam realitanya lemahnya kinerja pengawasan oleh Aparatur Dinas Perhubungan Darat dilapangan tetap menjadi permasalahan yang terus menerus berkelanjutan untuk dicari solusinya. Pemerintah sebagai pembuat regulasi Undangundang No 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas dan angkutan jalan cenderung bersikap tidak tegas, hal ini menimbulkan ekses berkelanjutan terhadap implementasi regulasi yang dibuat pun semakin tidak jelas selama dilapangan. Implementasi terhadap regulasi tersebut dijadikan sarana bagi pihak birokrasi untuk menarik keuntungan 32
Keputusan Menteri Perhubungan No 71 Tahun 1993 Pasal 12. Peraturan Pelaksana No 42 Tahun 1993 tentang Pelaskanaan Operasi Lalu Lintas Dinas Perhubungan Darat 34 Ibid 33
29
biaya yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku (pungli) terhadap pengusaha. Adanya posisi pelaku usaha disini sangat diuntungkan artinya praktek tidak lazim oleh pelaku usaha semata-mata hanya untuk melancarkan kepentingang usahanya, akibatnya ketidaklengkapan standar fasilitas pelayanan menjadi persoalan yang mendasar bagi hak konsumen. Persoalan mendasar tersebut seperti adanya tindakan kelalaian terhadap faktor kenyamanan, keselamatan dan keamanan secara langsung dan tidak langsung tidak hanya merugikan konsumen saja, tetapi lebih daripada membahayakan konsumen hingga sampai menimbulkan korban. Oleh karenanya dalam menyikapi masalah yang menarik tersebut perlu adanya penjabaran tanggung jawab, kewajiban dan hak-hak yang proporsional bagi para pihak yang terkait dalam standar fasilitas pelayanan pengangkutan bus pariwisata.
2.2. Pelaksanaan kewajiban Pelaku Usaha terhadap standar fasilitas pelayanan bus pariwisata 2.2.1. Perusahaan Otobus Pariwisata Jaya Indah Semarang Hampir semua fasilitas bus yang dimiliki setiap harinya diperhatikan untuk diservis. Fasilitas bus wisata yang diservis baik sebelum jadwal pemberangkatan maupun saat tidak melayani jadwal pemberangkatan, meliputi seluruh bagian mesin. Untuk perawatan mesin terdiri dari onderstel electrical dan verseneling. Selanjutnya servis electrical terdiri dari (lampu gangway), VCD, TV dan untuk bagian Versneling yang terdiri dari gigi dan garden yang selalu mengalami penggantian oli dalam waktu yang telah itentukan sesuai jadwal servis bengkel resmi. Sedangkan dalam operasional sehari-harinya, menurut penulis mencermati tolok ukur berdasarkan keunggulan dan kekurangan variabel standar fasilitas pelayanan adalah sebagai berikut :
Tabel 1 Variabel Standar Fasilitas Pelayanan Perusahaan Otobus Pariwisata Jaya Indah Semarang berdasarkan tingkat kelengkapan dan ketidaklengkapan teknis kelaikan jalan
30
No
Kelebihan/kelengkapan
1.
Recleaning Seat
2.
Hand Rest
3.
Foot Rest
4.
Foot Step
5.
Air Conditioner
6.
Karaoke VCD
7.
Televisi
8.
Lampu Gangway
9.
Pengharum ruangan otomatis
Kekurangan/ketidaklengkapan Roda ban polos Safety Belt
Sumber : Data diolah berdasarkan penelitian di PO Jaya Indah Semarang Berdasarkan penelitian, apabila dicermati dari aspek kenyamanan khususnya kebersihan ruangan masing-masing bus pariwisata, baik yang mempunyai jenis Makro AC dan Mkro AC, juga terdapat fasilitas pengharum ruangan otomatis. Kemudian untuk menjaga kebersihan lantai bus disediakan keranjang sampah pada sudut ruangan tertentu, demikian juga untuk bus AC Makro Super Ekesekutif yang mempunyai fasilitas toilet yang didalamnya ada 1 buah closet dan 1 buah tempat air minum dari plastic dan sikat closet, dimana secara keseluruhan juga dalam keadaan bersih, terawat, manual dan harum. Dalam setiap operasionalnya Perusahaan Otobus Jaya Indah memiliki Dokumen Nota Sewa yang dilengkapi dengan kesepakatan kontrak standar penyewa memuat kalusula-klausula sebagai berikut : 1. nama penyewa/alamat 2. jumlah bus yang disewa dan kapasitas tempat duduk perunit 3. route tempat yang dituju dan sebutkan yang akan dilalui dan disinggahi 4. tempat penjemputan 5. berangkat pada tangga dan jam 6. kembali pada tanggal dan jam 7. perincian biaya sewa 8. uang muka 9. sisa pembayaran dan akan dilunasi tanggal Kesepakatan penyewa adalah : 1. jumlah penumpang harus maximum ditentukan sebelumnya berapa orang
31
2. kelebihan penumpang adalah diluar tanggungjawab PO Jaya Indah dan segala resiko dijalan ditanggung penyewa 3. pembayaran uang muka paling lambat 1 bulan sebelum hari pemberangkatan jika belum ada uang muka maka pesanan belum terikat dan manajemen sewaktu-waktu dapat membatalkan pesanan. 4. Fasilitas yang diberikan oleh PO berupa TV,VCD,TAPE,MIC dll jika ada kerusakan pihak penyewa tidak dapat mengadakan penuntutan dengan cara apapun dan harus sudah lunas pembayarannya selama 3 (tiga) hari sebelum berangkat 5. Pembatalan oleh pihak pemakai, sebelum pemberangkatan maka uang tidak dapat ditarik/diminta kembali 6. Karcis masuk tempat rekreasi, biaya parkir, karcis tol, penyeberangan kapal laut, pelanggan jalan larangan yang atas perintah penyewa menjadi tanggung jawabnya bukan tanggungjawab pengemudi 7. Route perjalanan dan tempat tujuan yang tidak tertera pada Surat pesanan tidak bisa kami layani dan tempat tujuan yang sudah dikunjungi tidak boleh dikunjungi lagi. 8. Apabila terjadi kerusakan bus atau sesuatu diluar kemampuan perusahaan atau karena sebab bencana alam seperti banjir dan sebagainya sehingga terjadi ketidaktepatan waktu perjalanan, masing-masing pihak tidak akan saling menuntut 9. Keutuhan jumlah peserta menjadi tanggungjawab ketua rombongan/ketua panitia apabila ada yang tertinggal di jalan 10. Bagi pengemudi yang ugal-ugalan dalam menjalankan kendaraan sehingga membahayakan orang lain dimohon segera melapor perusahaan 11. Kalau rombongan mendapatkan atau mengetahui pengemudi yang melangar kesopanan terhadap peserta dan orang lain apabila melanggar aturan dan perundang-undangan yang berlaku seperti minum-minuman keras/narkoba dimohon dengan sangat segera melapor ke perusahaan 12. Bus harus sudah masuk garasi jam 22.00 WIB dan selebihnya akan dikenakan biaya overtime sesuai tarif yang berlaku. 2.2.2. Perusahan Umum Otobus DAMRI Semarang Menurut pengamatan penulis selama melakukan penelitian di Perum DAMRI mengasumsikan terhadap standar fasilitas baik kategori bus Makro AC dan Mikro AC, bahwa selain adanya keunggulan variable tersebut diatas, maka adapun beberapa ketidaklengkapi dari aspek keamanan terutama mengenai variable safety belt dan roda 32
ban. Penulis dalam hal ini akan menguraikan masalah kelebihan dan kekurangan variable standar fasilitas pelayanan perusahaan bus pariwisata tersebut ke dalam tabel adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Variabel Standar Fasilitas Pelayanan Perusahaan Umum Otobus Pariwisata DAMRI Semarang beradsarkan tingkat Kelengkapan dan ketidaklengkapan teknis kelaikan jalan No
Kelebihan / kelengkapan
Kekurangan/ketidaklengkapan
1.
Hand rest
Roda ban polos
2
Foot step
Recleaning seat
3.
Air Conditioner
Foot rest
4.
Karaoke vcd/dvd
Safety belt
5.
Lampu gangway
-
6.
Pengharum ruangan otomatis
-
7.
Karpet lantai
-
Sumber : Data diolah berdasarkan penelitian di Perum DAMRI Semarang Berdasarkan apa yang telah diamati dan ditemukan penulis, bahwa variabel safety belt yang terpasang hanya terdapa pada tempat duduk sopir dan kondektur pada masing-masing bus. Selanjutnya dari segi kenyamanan, untuk variable lain seperti keranjang sampah, pengharum ruangan, sarung kursi dan kebersihan karpet lantai sangat diperhatikan dari masing-masing jenis bus yang diamati penulis. Dalam pelaksanaan standar fasilitas pelayanan kepada wisatawan perusahaan otobus ini ada 2 kategori yaitu keamanan dan kenyamanan, keamanan pada prakteknya :35 1. Pada saat menjalankan bus, pintu ditutup, 2. Kondisi kesiapan mesin harus hidup, artinya selama wisatawan memeprsiapkan keberangkatan mesin harus hidup sehingga AC, VCD/DVD dan afsilitas lainnya tetap beroperasi, 3. Wisatawan agar duduk ditempat duduknya masing-masing, agar tidak menghalangi pandangan kaca spion tengah sopir pada waktu berjalan. 35
Wawancara dengan Bapak Prihadi Pimpinan Perum DAMRI Semarang, tanggal 2 Agustus 2010.
33
Sedangkan untuk aspek kenyamanannya :36 1. Apabila konsumen merasa dirugikan dalam hal standar fasilitas pelayanan dapat menghubungi kantor atau perusahaan PO, 2. Menghimbau sopir dan kondektur untuk tidak menerima uang tambahan dari wisatawan, 3. Apabila ada masalah misalnya mesin mati maka ayng dilakukan sopir melakukan himbauan kepada konsumen bahwa membutuhkan waktu untuk melaksanakan perbaikan mesin selama satu jam sambil melakukan panggilan bus wisata sejenis untuk diganti apabila bus tidak bisa melakukan perjalanan, 4. Menjaga ruangan agar tetap dalam keadaan wangi dan bersih dari kotoran dalam bentuk apapun. Menurut penulis dalam praktek kinerja Perusahaan Umum Otobus Pariwisata DAMRI juga dilengkapi beberapa dokumen. Dokumen terbagi menjadi 2 jenis, adalah Dokumen yang berisi perjanjian dan dokumen adminstratif. Pengertian dokumen perjanjian pengangkutan adalah dokumen yang esensinya berupa kesepakatan antara kedua belah pihak atas hak dan kewajibannya dalam suatu eprbuatan pengangkutan, contoh konkretnya dalam bentuk surat pesanan dan atau formulir nota sewa. Sedangkan pengertian dokumen administrasi adalah dokumen pendukung dalam kegiatan pengangkutan yang merupakan syarat pengangkutan, misalnya Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaran Brmotor, Surat Pengawasan, Sirat Izin Usaha, Surat Uji (KIR), dan resi asuransi. Selanjutnya dalam setiap operasionalnya Perum DAMRI memiliki Surat pesanan yang esensinya sebagai berikut :37 1. Pemesan bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban penumpang selama perjalanan wisata, 2. Busnya parkir, tol, penyeberangan, medis, tidak termasuk dalam biaya sewa bau, 3. Kerusakan bus sebelum berangkat akan diusahakan bus pengganti oleh PO DAMRI dan apabila tidak dieproleh bus pengganti maka perjalanan akan diundur dengan kesepakatan atau biaya sewa dikembalikan tanpa biaya ganti rugi,
36
Ibid. Perum DAMRI, Arsip Surat Pesanan dan Nota Sewa yang pada posisi bagian bawah dilengkapi dengan eksepakatan (dengan tulisan “perhatian”) berikut klausula yang diatur dalam kontrak standar. 37
34
4. Kerusakan bus selama dalam perjalanan akan diupayakan bus pengganti oleh pihak Perum DAMRI dengan nilai sewa sesuai harga sewa bus Perum DAMRI dari jumlah jam/hari yang belum terlayani, 5. Uang tanda jadi 30 % dari nilai pesanan diterima 14 hari sebelum pemberangkatan, 6. Pembatalan sewa dibawah 8 hari pesanan diterima 4 hari sebelum pemberangkatan,
2..3. Pengaduan-pengaduan Konsumen terhadap standar fasilitas pelayanan dari Perusahaan Jasa Transportasi bus pariwisata Pengaduan-pengaduan Konsumen terhadap standar fasilitas pelayanan yang dimiliki Perusahaan Otobus pariwisata dinilai sangat penting, karena sebagai tolok ukur sejauhmana perusahaan tersebut bisa menghormati, menghargai hak-hak konsumen dengan sistemnya masing-masing, yang dalam kenyataannya sering kali terabaikan dibandingkan mengejar target profit perusahaan yang wajib diperoleh. Standar fasilitas perlu diperbaiki khususnya mengenai foot rest, foot step, safety belt, berikut juga mengenai etika sopir dan kondektur yang merokok tidak pada tempatnya atau melainkan didalam bus yang menggunakan AC, sehingga secara langsung kumpulan asap rokok mengganggu pernapasan konsumen, karena pada dasarnya kenyamanan wisatawan merupakan suatu hal yang terpenting dan menjadi bagian daripada hak konsumen sebagai penyewa yang juga menjadi tanggungjawab Perusahaan Otobus tersebut. Menurut penulis penilaian tersebut sebagai saran untuk peningkatan standar fasilitas bus pariwisata, penulis juga menemukan variabel standar fasilitas yang seharusnya diperhatikan, misanya seperti tidak standarnya roda ban yang masih bisa terpasang dan dioperasionalkan oleh bus tersebut, padahal variabel tersebut resikonya sangat besar yang berakibat terancamnya nyawa konsumen apabila bus pariwisata sedang melewati di jalan licin, menanjak dan terjal. Disamping itu juga ada beberapa yang merasakan tidak kepuasan terhadap standar fasilitas pelayanan terutama seperti TV, Video yang seharusnya perlu adanya perbaikan, seperti misalnya pernah pada saat bus wisata dalam perjalanan wisata variabel tersebut mengalami kerusakan/korsleting arus pendek, sehingga praktis wisatawan hanya bisa menikmati makanan dan membaca, sedangkan perjalanan pulang pergi (PP) jaraknya sangat jauh dan memerlukanwaktu yang tidak sedikit. Menurut analisa penulis kejadian seperti ini seharusnyadikonfirmasikan langsung melalui hubungan via telepon yang apabila memungkinkan untuk dilakukan penggantian bus dengan manajemen perusahaan dan atau dimusyawarahkan ulang setelah perjalanan selesai, karena hak konsumen tidak 35
dihargai dan dihormati, seangkan perusahaan otobus pariwisata hanya memperhatikan aspek keuntungan tanpa adanya azas keseimbangan dengan mutu standar fasilitas pelayanan yang seharusnya menjadi tanggung jawab pelaku usaha. Berdasarkan data laporan hasil penelitian yang telah dirangkum dan diuraikan oleh penulis diatas mengenai pengadan-pengaduan konsumen terhadap standar fasilitas pelayanan pada masing-masing bus pariwisata adalah satu keterikatan dengan hak-hak konsumen. Hak-hak konsumen tersebut dijamin dan seharusnya dapat diimplementasikan melalui Undang-undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 adalah sebagai berikut : 1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ jasa, 2. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang dan/jasa tersebt sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan, 3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa, 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/jasa yang digunkan, 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut, 6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen,hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif, 7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya, 8. Hak untuk diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Alasan yang mendasar dalam implementasi hak konsumen terhadap Perusahaan Otobus Pariwisata tersebut adalah apabila dilihat dari kemanfaatannya, Perusahaan akan semakin dapat meningkatkan profit, jika standar fasilitas pelayanan dapat dilengkapi sesuai ketentuan UU No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sehingga konsumen merasa haknya dihargai dan dihormati dengan bentuk rasa kenyamanan, keamanan dan keselamatan yang untuk tujuan kedepannya konsumen tersebut juga akan mempunyai penilaian yang lebih baik dan dimungkinkan akan menjadi pelanggan perusahaan otobus pariwisata tersebut.
36
3.Hambatan-hambatan yang berkaitan dengan ketidaklengkapan standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata 3.1. Hambatan Yuridis 3.1.1. Pelanggaran aturan hukum mengenai ketentuan teknis kelaikan standar fasilitas pelayanan perusahaan otobus pariwisata Salah satu hambatan yuridis yang paling mendasar adalah adanya ketidaklengkapan standar fasilitas pelayanan sesuai persyaratan teknis kelaikan jalan bus pariwisata. Hal ini tentunya mempengaruhi standar mutu dan kualitas jasa perusahaan otobus pariwisata terhadap konsumen. Menurut asumsi penulis pada hakekatnya suatu perusahaan otobus pariwisata hanya mengejar target profit saja, yang sebaliknya tanpa memprioritaskan kelengkapan variabel standar fasilitas pelayanan yang sesuai ketentuan teknis kelaikan jalan bus pariwisata. Artinya dengan kata lain yang terjadi disini adalah eksploitasi hak akan rasa kenyamanan, keamanan, dan keselamatan wisatawan sebagai konsumen dari pelaku usaha. Perbuatan seperti ini jelas dapat merugikan pihak ke 3, karena kelengkapan standar fasilitas pelayanan sesuai ketentuan kelaikan jalan didalam kenyataannya tidak saja merupakan kewajiban pelaku usaha namun lebih daripada tanggungjawab penuh suatau perusahaan otobus pariwisata. Penulis mengamati bahwa selama penelitian, ketidaklengkapan yang dicermati paling menonjol ada pada variable roda ban, foot rest dan foot step diantara variabel yang lain seperti uraian diatas. Perlu diketahui juga pada dasarnya roda ban berfungsi untuk membantu kinerja mekanis pada saat bus pariwisata melakukan pegereman dan atau melalui lintasan yang kondisinya tidak selalu baik. Artinya lintasan tersebut bisa dalam keadaan licin, menanjak dan rusak yang pada saat kapan saja dapat mengancam keselamatan, keamanan dan kenyamanan wisatawan. Namun disisi lain ketiadaan sensor dari wisatawan terhadap aspek keselamatan, kenyamanan dan keamanan standar fasilitas pelayanan bus pariwisata masih menjadi persoalan yang perlu suatu pengkajian secara terus menerus untuk dicarai solusinya. Untuk itu upaya pencegahan terhadap
ketidaknyamanan,
ketidakselamatan
dan
ketidakamanan
wisatawan
sepenuhnya dan seharusnya menjadi kewajiban sekaligus tanggungjawab daripada pelaku usaha. Karena tolok ukur eksistensi perusahaan otobus pariwisata dapat dinilai baik atau buruk pada hakekatnya adalah tergantung pada wisatawan selaku konsumen, dan sebaliknya tidak pada ukuran penilaian secara mutlak oleh perusahaan otobus pariwisata tersebut. 37
Realita pelanggaran hukum terhadap ketidaklaikan teknis standar fasilitas pelayanan bus pariwisata tetap menjadi hambatan yang seharusnya dapat dicari solusinya, karena perbuatan tersebut sama saja mengesampingkan keadilan dan persamaan hak-hak bagi konsumen khususnya mengenai jaminan keselamatan, kenyamanan dan keamanan. Menurut pendapat dari Soerjono Soekanto 38 bahwa masalah pokok dalam penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut yaitu : 1) Faktor hukum itu sendiri, 2) Faktor penegakan hukum, 3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, 4) Faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan, 5) Faktor kebudayaan yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut diatas satu sama lain saling berkaitan dan merupakan tolok ukur dari penegakan hukum itu sendiri. Menurut analisa penulis berdasarkan data temuan hasil penelitian yang telah diuraikan diatas apabila dilihat secara lazim, dari aspek tanggung jawab pengangkut pengaturannya ada dalam (hal 167). Ketentuan ini dimaskudkan agar pengusaha angkutan dalam melaksanakan pengangkutan benarbenar dapat memahami besarnya tanggungjawab yang prioritasnya untuk stadnar afsilitas pelayanan khususnya kepada penumpang. Selanjutnya pengusaha angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga, karena kelalaianya dalam melaksanakan pelayanan telah dibebankan kepadanya. Keamanan, keselamatan dan kenyamanan orang yang diangkut dalam pelaksanaan pengangkutan pada dasarnya berada dalam tanggung jawab pengusaha angkutan. Hal yang sangat wajar apabila kepada pengusaha angkutan dibebankan tanggungjawab terhadap standar fasilitas pelayanan, dimana untuks etiap kerugian yang diderita oleh penumpang atau pengirim barang, yang ditimbulkan karena pelaksanaan pengangkutan yang diselenggarakan.
38
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1983, halaman 15.
38
Implementasi yang dapat dikemukakan begitu penting, adalah mengenai besarnya ganti rugi sebagaimanan dimaksud dalam (hal 167) adalah sebesar kerugian yang secara nyata diderita oleh penumpang, pengirim barang atau pihak ketiga. Pasal 78 Keputusan Menteri tahun 2003, Tentang penyelenggaraan angkutan orang dijalan dengan kendaraan umum, menjelaskan bahwa Perusahaan angkutan Pariwisata yang telah mendapatkan ijin operasi diwajibkan : a. Melaporkan apabila terjadi perubahan pemilikan perusahaan, b. Melaporkan terajdi perubahan domisili perusahaan, c. Melaporkan kegiatan operasional angkutan setiap bulan, d. Melunasi iuran wajib asuransi pertanggungan kecelakaan, e. Mengembalikan dokumen izin operasi perusahaan setelah terjadi perubahan, f. Mengoperasikan kendaraan yang memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, g. Mengoperasikan kendaraan dilengkapi dokumen perjalanan yang sah yang terdiri dari kartu pengawasan, surat tanda nomor kendaraan, buku uji dan tanda uji kendaraan bermotor, h. Mengangkut penumpang sesuai kapasitas yang ditetapkan, i. Mengoperasikan kendaraan sesuai izin operasi yang dimiliki, j. Mengutamakan keselamatan dan mengoperasikan kendaraan sehingga tidak terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban jiwa, k. Mengoperasikan kendaraan dengan identitas sesuai dengan ketentuan, l. Mematuhi waktu kerja dan waktu istirahat pengemudi, m. Mempekerjakan pengemudi ysng memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku dan merupakan pengemudi perusahaan yang bersangkutan, n. Beroperasi pada wilayah operasi sesuai dengan izin yang diberikan, o. Menaikkan dan menurunkan penumpang pada tempay yang ditentukan, p. Mengoperasikan kendaraan sesuai dengan izin operasi yang dimilik, q. Mematuhi ketentuan tarif, dan mematuhi ketentuan pelayanan pengangkutan. Selanjutnya dalam analisa ini penulis melihat pada ketentuan lainnya, yang berkaitan dengan kewajiban pelaku usaha dapat dijamin melalui Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 , yang seharusnya dapat diimplementasikan didalam kenyataannya, adalah sebagai berikut : 1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya,
39
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan, 3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benard an jujur serta tidak diskriminatif, 4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau jasa yang berlaku, 5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan / atau mencoba barang dan/ atau jasa tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan / atau yang diperdagangkan, 6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan / atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barangd an / atau jasa yang diperdagangkan, 7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan / atau penggantian apabuila barang dan / atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Dari penjelasan tersebut diatas, maka penegakan hukum terhadap izin ioperasi bus pariwisata oleh Dinas Perhubungan Darat akan dijelaskan lebih lanjut dibawah ini :
3.1.2. Pelaksanaan penegakan hukum terhadap izin operasi bus pariwisata oleh Dinas Perhubungan Darat Penegakan hukum terhadap izin operasi sangat penting, karena secara langsung merupakan serangkaian tanggungjawab aparatur Dinas Perhubungan Darat terhadap standar fasilitas pelayanan bus pariwisata berdasarkan uji teknis kelaikan jalan. Tanggungjawab tersebut dimulai dengan pemeriksaan dokumen perjalanan yang sah seperti halnya Kartu Pengawasan, STNK, KIR. Dari dokumen-dokumen tersebut yang paling penting adalah KIR, maka seharusnya menjadi prioritas utama Aparatur Dinas Perhubungan Kota Semarang dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan secara efektif dan efisien terhadap standar faslitas pelayanan bus pariwisata. Berkaitan dengan implementasi Undang-undang N0 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan terhadap standar fasilitas pelayanan bus pariwisata menurut pendapat penulis antara teori dan praktek hukum dilapangan sangat berbeda sekali. Dalam hal ini, Penulis ingin menguraikan hambatan teknis berdasarkan pengamatan penelitian dan cek silang yang dilakukan selama penelitian di Dinas 40
Perhubungan Kota Semarang dengan Perusahaan Otobus Pariwisata yang ahsilnya adalah sebagai berikut : 1) Dalam buku KIR (Kartu Izin Registrasi) khususnya pada bagian Indentifikasi Kendaraan dan Pemilik, Uraian data kendaraan dan Uraian Kendaraan dimana hampir semua PO Otobus (PO Jaya Indah, PO Damri) yang diteliti, mempunyai kekurangan atau tidak sesuai dengan apa yang ditemukan dilapangan. Artinya dokumen-dokumen tersebut memang telah melalui masa pemeriksaan resmi dan telah ditandatangani oleh petugas yang berwenang, namun dalam kenyataanya unsur-unsur seperti teknis kelaikan jalan seperti standar fasilitas pelayanan bus pariwisata masih ada yang tidak terpenuhi. Standar fasilitas yang dimaksud adalah Foot rest, Foot step, Safety Belt dan Roda ban. 2) Adapun indikasi yang perlu digarisbawahi, bahwa untuk memperoleh izin kelayakan operasi Perusahaan Bus Pariwisata dari Dinas Perhubungan Darat, maka salah satau cara yang sering dilakukan pihak PO Bus dengan memberikan sejumlah uang yang tidak lazim (memberikan “uang suap”) yang tujuannya agar proses izin tersebut cepat terselesaikan, demikian sebaliknya Aparatur Dinas Perhubungan Darat juga tidak menutup kemungkinan juga melakukan permintaan tersebut. Adanya tindakan seperti itu secara otomatis, eksesnya berisiko tinggi terhadap kenyamanan, keamanan dan keselamatan wisatawan. Penulis hanya dapat memperoleh keterangan sebatas melakukan wawancara dengan para crew bus yang terdiri dari sopir dan kondektur pada saat melakukan penelitian di Dinas Perhubungan Darat Kota Semarang dan beberapa staf manajemen PO Bus Pariwisata. Hal yang menarik perlu diperhatikan adalah kondisi “lemahnya Penegakan Hukum di Bidang Transportasi di Indonesia”, dimana mendapat penilaian terburuk dari UNESCO. Seharusnya Dinas Perhubungan darat dengan sanksi tegas dapat melaksanakan, menerapkan hal mengenai pencabutan izin operasi pada bus pariwisata yang tidak memenuhi teknis kelaikan jalan standar fasilitas pelayanan, sebab apabila hal ini terus menerus terjadi, ekses yang ditimbulkan adalah ketidaktertiban perusahaan otobus kota Semarang untuk memahami makna pentingnya penafsiran UU No 22 tahun 2009 tentang lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
41
3.2. Hambatan Teknis (non yuridis) 3.2.1. Pelaku usaha hanya mengutamakan orientasi keuntungan yang maksimal daripada harus melengkapi standar fasilitas pelayanan bus pariwisata yang memadai Apabila melihat dari sudut pandang aspek ekonomi, eksistensi perusahaan otobus pariwisata yang diteliti dan diidentifikasi oleh penulis merupakan suatu perusahaan yang mempunyai orietasi
mengambil keuntungan secara maksimal
tersebut sering tidak seimbang dengan standar fasilitas pelayanan yang dimiliki. Seperti manajemen bisnis yang diterapkan melalui kesepakatan sewa di Perum DAMRI terhadap pemberlakuan pembatalan sewa dibawah 8 hari pesanan akan dikenakan biaya administrasi 15% dari nilai pesanan, namun demikian lain halnya yang berlaku pada perusahaan otobus Jaya Indah dimana pemberlakuan sewanya hanya 15 hari pesanan dan tetap mempunyai keputusan untuk membatalkan pesanan, tanpa dikenai biaya administrasi karena dianggap tidak terikat booking sewa. Dari sudut pandang ekonomi tersebut menurut pendapat penulis, orientasi keuntungan yang maksimal seperti adanya biaya administrasi tersebut sangat jelas dan didalam kenyataannya secara langsung merugikan kondisi finasnial penumpang sebagai konsumen yang ingin melakukan sewa bus pariwisata. Karena kemampuan finansial penumpang tidak semuanya sama dalam hal kebutuhan kegiatan pengangkutan. Sebaliknya standar fasilitas pelayanan yang menyangkut keamanan, kenyamanan dan keselamatan penumpang menjadi permasalahan yang kedua dibanding harus mengutamakan keuntungan perusahaan otobus pariwisata saja. Pada dasarnya untuk memperbaiki, membangun sebuah sistem standar fasilitas pelayanan bus pariwisata yang sesuai dengan persyaratan teknis kelaikan jalan, dalam kenyataannya tidak semudah seperti “membalikkan telapak tangan saja” artinya untuk memulainya memerlukan proses yang tertuang berupa konsep yang jelas dan sistematis untuk ditindaklanjuti secara sungguh-sungguh dan berkesinambungan dalam hal ini oleh pelaku usaha. Selain itu mengenai standar fasilitas pelayanan seperti safety belt, seharusnya dalam pelaksanaan kelengkapan uji teknis kelaikan jalan terhadap standar fasilitas pelayanan bus pariwisata adalah tetap menjadi prioritas kewajiban dari pelaku usaha. Hubungan dengan kelaikan jalan bagi sebuah kendaraan merupakan suatu keharusan, karena menyangkut keselamatan perjalanan. Karena itu semua komponen 42
yang berkaitan dengan pengoperasian kendaraan bermotor harus dipertahankan agar tetap laik jalan. Menurut fungsi teknisnya sabuk keselamatan bisa melindungi pengemudi maupun penumpangnya. Atas dasar hal itu maka pemerintah mewajibkan untuk setiap kendaraan bermotor roda empat atau lebih dilengkapi komponen pendukung peralatan keselamatan berupa sabuk keselamatan. Selain itu posisi penumpang disini tidak saja menjadi tanggung jawab pelaku usaha saja, namun lebih pada tanggung jawab Dinas Perhubungan. Karena pada dasarnya merupakan hubungan yang bersifat public service. Sehubungan dengan itu juga, transportasi merupakan salah satu kebutuhan vital bagi masyarakat sehingga merupakan kewajiban pemerintah membangun sistem transportasi yang baik mampu menjangkau semua lapisan masyarakat. Sementara operator sebagai mitra penyedia jasa juga berhak mendapatkan pelayanan public yang baik menyangkut perizinan maupun standar fasilitas pelayanan yang legal sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Aspek keselamatan yang diberikan pelaku usaha kepada penumpang yang lazim dalam kegiatan pengangkutan adalah sebagai berikut : 1. Kelaikan armada bus pariwisata yang menyangkut jaminan apakah armada yang digunakan sesuai standar laik operasi atau tidak, 2. Kelaikan prasarana jalan raya untuk bus pariwisata, 3. Kelaikan SDM yaitu apakah armada dikemudikan oleh personil yang mempunyai kompetensi dan memiliki perilaku terhadap kepentingan keselamatan penumpang. Sedangkan untuk aspek standar fasilitas pelayanan keamanan ada tiga kategori kebiasaan dalam kegiatan pengangkutan adalah sebagai berikut : a. Tahap pra perjalanan adalah kemudahan konsumen mendapatkan tiket, tempat terminal yang nyaman dan bersih serta adanya informasi yang jelas tentang jam keberangkatan dan kedatangan, b. Tahap perjalanan adalah ketepatan waktu berangkat dan kedatangan, kesesuaian fasilitas yang dijanjikan, tempat duduk yang memadai dan awak armada yang profesional, c. Tahap pasca perjalanan adalah adanya mekanisme pengajuan complain dan mendapatkan kompensasi yang diterima apabila layanan armada tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
43
4. Upaya Penyelesaian Hukum Yang Berkaitan Dengan standar fasilitas Pelayanan Perusahaan jasa Trasnportasi bus Pariwisata Kepada Konsumen 4.1. Upaya Penyelesaian hukum antara konsumen dengan pelakun usaha menurut UU Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen Upaya penyelesaian hukum antara konsumen dan pelaku usaha bus pariwisata dapat dicermati melalui Undang-undang nomor 8 tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen. Menurut Pasal 45 UUPK, menyebutkan : 1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melebihi peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum. a. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa, b. Penyelesaian sengketa diluar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undangundang, c. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa. Pengaturan lebih lanjut ada dalam pasal 46 UUPK, bahwa : 1) Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh : a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan; b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama; c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya 2) Pemerintah dan/atau instansi terkait apabila barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit,
44
3) Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat, atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d, diajukan kepada peradilan umum, 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dengan Peraturan Pemerintah, 5) Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) huruf b dan huruf d undang-undang no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, 6) Undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action.
Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oelh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu diantaranya adalah bukti transaksi. Tolok ukur kerugian materi yang besar dan/atau korban yang tidak sedikit yang dipakai adalah besar dampaknya terhadap konsumen. Pasal 47 bagian kedua mengatur perihal Penyelesaian Sengketa diluar pengadilan, menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen diluar peng pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terajdi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Menurut pendapat penulis Dinas Perhubungan Darat sebagai regulator seharusnya dapat mengambil keputusan yang menghasilkan win-win solution dan atau maksimal, menyeluruh serta bertanggungjawab, artinya tetap memperketat izin operasi bus pariwisata berdasarkan syarat teknis laik jalan (fasilitas pelayanan), menindak tegas aparatur bawahan yang tidak bertanggungjawab terhadap segala bentuk penyimpangan administrasi dan mempunyai komitmen yang tinggi kepada perusahaan otobus pariwisata untuk peningkatan dalam segi keamanan, kenyamanan dan keselamatan bagi konsumen. Dinas Perhubungan Darat seharusnya juga dapat mempertimbangkan dampak kegiatan perusahaan dari segala aspek kehidupan baik pelaku usaha, karyawan dan buruh tersebut kedepan. Karena kalau tuntutan aturan hukum dipaksakan secara absolut dan tidak diseimbangkan secara subyektif, maka menurut penulis para pengusaha otobus pariwisata akan mengalami pailit, mengingat kebutuhan suku cadang dan bahan bakar minyak, serta buruh dan pekerja di perusahaan tersebut juga membutuhkan biaya yang jumlahnya tidak sedikit. Pelaku 45
usaha juga seharusnya tertib menurut syarat UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, tepatnya pada aspek teknik laik jalan termasuk fasilitas pelayanan bus pariwisata yang dimaksud. Artinya lebih memperhatikan dan mengupayakan secara teratur, berkala sesuai dengan jarak tempuh selama operasional berlangsung, khususnya terhadap penggantian dan perbaikan suku cadang sebelum dioperasikan dan digunakan untuk konsumen. Meskipun kesadaran konsumen untuk menggunakan hak-haknya seperti diatur dalam UUPK belum bangkit sepenuhnya, namun lambat tapi pasti eksistensi BPSK sudah mulai tampak. Ini terbukti dengan makin banyaknya konsumen yang mulai tergerak mengadukan berbagai persoalan ke lembaga peradilan khusus ini.
4.2. Upaya penyelesaian hukum antara konsumen dengan pelaku usaha menurut hukum modern Dalam hal terjadinya sengketa antara konsumen jasa transportasi bus pariwisata dengan Perusahaan Otobus pariwisata, maka menurut penjelasan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat dilaksanakan dengan cara menggunakan lembaga diluar pengadilan (jalur non litigasi) yaitu melalui mediasi, arbitrase atau konsiliasi. Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa alternative dimana pihak penyelesaian sengketa bersifat pasif dan sama sekali tidak berhak atau berwenang untuk memberikan suatu masukan terlebih lagi untuk memutuskan perselisihan yang terjadi.39Sementara konsiliasi merupakan proses penyelesaian sengketa alternatif yang melibatkan seorang pihak ketiga atau lebih, dimana para pihak ketiga yang diikutsertakan untuk menyelesaikan sengketa adalah seseorang yang secara professional sudah dapat dibuktikan kehendaknya. Arbitrase merupakan suatu bentuk penyelesaian sengket alternative yang melibatkan pengambilalihan keputusan oleh satu atau lebih hakim swasta, yang disebut arbiter. Disini seorang arbiter berperan sangat aktif sebagaimana haknya seorang hakim. Pihak tersebut dalam hal arbiter tunggal maupun majelis arbitrase berkewajiban untuk memutuskan sengketa yang disampaikan kepadanya secara profesional tanpa memihak, menuntut kesepakatan yang telah tercapai diantara para
39
Gunawan Wijaya, Seri Hukum Bisnis : Alternatif Menyelesaikan Sengketa, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta,2001, halaman 2.
46
pihak yang bersengketa pada satu sisi dan arbiter itu sendiri pada pihak lain, arbiter haruslah independent dalam segala hal.40 Upaya penyelesaian hukum melalui pengadilan sebagai ciri hukum modern, baik masyarakat yang sudah terbiasa dengan alam hukum kebiasaaan, dapat dianggap sebagai cara rumit dan mahal. Bahkan anggapan ini juga berlaku bagi golongan masyarakat maju terutama kelompok masyarakat bisnis, tidak menggunakan sarana pengadilan atau menggunakan hukum yang sudah disepakati. Menurut UU Perlindungan Konsumen, penyelesaian sengketa para pihak tersebut juga tidak menutup kemungkinan dilakukan oleh kedua belah pihak yang berselisih atau bersengketa tanpa melalui Badan Penyelesaian Sengketa atau melalui pengadilan dan hal tersebut tidak bertentangan dengan UU Perlindungan Konsumen.
40
Ibid,halaman 3 dan 4
47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan acuan bagi perusahaan jasa transportasi bus pariwisata dalam memberikan standar fasilitas pelayanan bagi konsumen. Perusahaan jasa transporatsi bus pariwisata berkewajiban untuk melakukan uji teknis kelaikan jalan yang bertujuan untuk kemanan,
keselamatan
dan
kenyamanan
penumpang.
Namun
demikian
pelaksanaan kewajiban Pelaku Usaha terhadap standar fasilitas dan tanggung jawab pelayanan bus pariwisata dalam kenyataannya belum dipenuhi secara optimal. Hal ini diketahui dari banyaknya pengaduan konsumen terhadap standar fasilitas pelayanan dari perusahaan jasa transportasi bus pariwisata yang tidak lengkap dan tidak sesuai dengan kesepakatan yang diperjanjikan sebelum adanya penawaran atas permintaan. 2. Hambatan dalam pemenuhan standar pelayanan jasa trasnportasi bus pariwisata kepada konsumen terbagi menjadi dua yaitu hambatan yuridis dan hambatan teknis (non yuridis). a. Hambatan yuridis yang meliputi pertama, pelanggaran aturan hukum mengenai ketentuan teknis kelaikan standar fasilitas pelayanan perusahaan otobus pariwisata, kedua Dinas Perhubungan Darat dalam mengeluarkan izin operasi bus pariwisata dalam pelaksanaannya seringkali tidak menerapkan prinsip itikad baik dan konsisten dalam menetapkan pengaturan persyaratan,baik dalam uji teknis maupun standar fasilitas yang telah ditentukan dalam bentuk dokumen tertulis dan atau dokumen pengangkutan yang sah. b. Disamping itu apabila dilihat dari Hambatan Teknis (non yuridis) ternyata pelaku usaha hanya mengutamakan orientasi keuntungan yang maksimal daripada harus melengkapi standar fasilitas pelayanan bus pariwisata yang memadai. 3. Upaya penyelesaian hukum yang berkaitan dengan tidak terpenuhinya standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen bisa diselesaikan melalui pengadilan dengan pemberian sanksi yang bersifat administratif, pidana dan perdata. Sanksi tersebut harus tegas dan konsisten 48
dijatuhkan kepada pelaku usaha terutama yang berkaitan dengan diabaikannya hak konsumen yang wajib dilindungi. Selain melalui jalur pengadilan terdapat suatu badan alternatif yang berwenang dalam menyelesaikan sengketa konsumenprodusen yaitu BPSK )Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), yang menggunakan cara mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Dalam praktek penyelesaian sengketa konsumen-produsen pengadilan sebagai ciri hukum modern sangat jarang digunakan untuk menyelesaikan sengketa melainkan BPSK tersebut sering menjadi pilihan alternatif penyelesaian sengketa. Hal tersebut disebabkan masyarakat sudah terbiasa dengan alam hukum kebiasaan yang berbeda halnya jika lewat jalur pengadilan yang dianggap sebagai cara rumit dan mahal.
B. SARAN Dalam rangka pemenuhan standar fasilitas pelayanan perusahaan jasa transportasi bus pariwisata kepada konsumen, perlu diperhatikan beberapa hal yang penting adalah sebagai berikut : 1) Pelaku usaha seharusnya dapat memenuhi ketentuan aturan hukum yang berlaku terhadap standar fasilitas pelayanan bus pariwisata utamanya berkaitan dengan aspek kenyamanan, keamanan dan keselamatan penumpang. Pelaku usaha seharusnya mempunyai orientasi yang seimbang antara keuntungan dan standar fasilitas yang memadai, dimana didasari adanya kesepakatan yang jelas dan bertanggungjawab atas perbuatan pengangkutan kepada penumpang. 2) Dinas Perhubungan Darat dalam pelaksanaannya seharusnya secara tegas memperketat setiap izin operasi bus pariwisata dan bertanggung jawab secara konsisten. 3) Perjanjian baku (standar) di Perusahaan Otobus pariwisata seharusnya seimbang dengan hak pelaku usaha, agar tercipta adanya keadilan yang lazim terhadap hak konsumen.
49
DAFTAR PUSTAKA Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1991). -----------------------------, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1992). ----------------------------, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2004). ----------------------------, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998). Muhamad Ichsan, Hukum Dagang, (Jakarta : Pradnya Paramita , 1985) H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3, (Jakarta : Djambatan, 2005). John F.Kennedy dalam Oetojo Usman, Aspek-aspek Hukum dalam Perspektif Perlindungan Konsumen di Indonesia, (dalam makalah Seminar Nasional Perlindungan Konsumen, Purwokerto, 1995). Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001). Muchammad Sarudin Siregar, Managemen Pengangkutan, (Jakarta : Cipta Ilmu, 1998). Parasuraman, A.VA Zithaml and LL Berry (1985), A Conceptual Model Of Service Quality and service Quality and Its Implication For Future Research, Prenctice, Hall International, Inc. Peter Mahmud Marzuki, Implikasi Undang-undang Perlindungan Konsumen Bagi Masyarakat Bisnis dan Konsumen di Indonesia, ( Makalah dalam Seminar Nasional Undang-undang Perlindungan Konsumen, UBAYA (Surabaya, 17 Juni, 2000). Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988). R.Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1985). R. Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT.Grasindo, 2000).
50
Sri Redjeki Hartono, Pengangkutan dan Hukum Pengangkutan Darat, (FH UNDIP, Semarang,1990). Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Undang-undang No 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Keputusan Pemerintah No 16/U/II/1987 tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Perjalanan Keputusan
Direktur
Jemderal
Perhubungan
Darat
Nomor
SK.1131/AJ.003/DRJD/2003 tentang Petunjuk Teknis Standar Fasilitas Pelayanan Bus Umum Angkutan Antar Kota
51