LAPORAN PENELITIAN
PROGRAM ECO CAMPUS DALAM PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA UNIVERSITAS KONSERVASI
OLEH: MASLIKHAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (P3M) 2013 1
ABSTRAK MASLIKHAH, 2013. Penelitian Unggulan STAIN Salatiga. Program Eco Campus Dalam Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan pada Universitas Konservasi. STAIN Salatiga.
Key Words: Eco Campus, Pendidikan, Pembangunan Berkelanjutan
Penelitian ini untuk mengetahui perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi, Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup kebijakan program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi, Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan penelitian kualitatif. Tempat penelitian di Unnes Semarang Jawa Tengah. Waktu penelitian dilaksanakan selama enam bulan dari Juni sampai Desember 2013. Jenis dan pendekatan penelitian adalah field research. Subyek penelitian adalah mahasiswa dan tim lembaga pengembang konservasi Unnes. Sumber data dari unsur 3 P, yang meliputi person, paper, dan place. Teknik Pengumpulan data dengan menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Teknik analisis data dengan reduksi data, penyajian data, dan display data. Pengecekan keabsahan data dengan mendasarkan pada kriteria derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Hasil penelitian menunjukkan perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi melalui perkuliahan pada mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan integrasi mata kuliah lain pada setiap fakultas. Di samping itu juga melalui pendidikan dan latihan di luar perkuliahan untuk mendukung 7 (tujuh) pilar konservasi yang disebut sebagai bagian dari eco campus. Tujuh pilar tersebut antara lain arsitektur hijau dan transportasi internal, biodiversitas, energi bersih, seni budaya, kaderisasi konservasi, kebijakan nirkertas, dan pengolahan limbah. Perencanaan pendidikan lingkunga hidup melalui prosedur perencanaan, pengembangan, monitoring, tata kelola, dan evaluasi. Pelaksanaan dengan menggunakan siste perkuliahan yang tepat dari sisi materi, metode, media, dan sistem evaluasi. Hambatan pelaksanaan terdapat pada administrasi, sistem manajemen, pendanaan, dan kesadaran yang rendah, sarana dan prasarana yang kurang memadai, dan kebijakan Unnes sebagai universitas konservasi belum dapat didukung dan diterima oleh lembaga/institusi lain.
2
JL.
KEMENTERIAN AGAMA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA PUSAT PENELITIAN DAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT (P3M) Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706, 323433 Faks 323433 Salatiga 50721
PENGESAHAN Judul Penelitian PROGRAM ECO CAMPUS DALAM PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA UNIVERSITAS KONSERVASI
Ketua Peneliti : MASLIKHAH Tema : Pendidikan Jenis Penelitian : Kualitatif Klasifikasi : Penelitian Unggulan Waktu Penelitian : Enam Bulan (Juni s.d Desember 2013) Besar/Sumber Dana : ………./DIPA STAIN Salatiga tahun 2013
Salatiga, 19 Desember 2013 Kepala P3M
Dr.Adang Kuswaya, M.Ag NIP 19720531 199803 1 002
3
SURAT PERNYATAAN yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: MASLIKHAH
NIP
: 19700529 200003 2 001
Golongan/Pangkat
:
Jabatan
: Peneliti
IV/a (Lektor Kepala)
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa, penelitian dengan judul:
PROGRAM ECO CAMPUS DALAM PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA UNIVERSITAS KONSERVASI telah dilaksanakan sesuai dengan kaidah dan etika penelitian di STAIN Salatiga. Laporan penelitian ini merupakan karya saya sendiri, dan kutipan yang diterakan ditandai dengan citasi yang dituliskan dalam daftar pustaka. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, apabila di kemudian hari pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi hukum yang berlaku.
Dinyatakan di
: Salatiga
Tanggal
: 19 Desember 2013
Peneliti
M A S L I K H A H 19700529 200003 2 001
4
KATA PENGANTAR
Peneliti hanya bisa sampaikan syukur tak berbilang atas nikmat-nikmat yang Allah swt gulirkan untuk peneliti, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan dan laporan ini dapat disampaikan meskipun tidak dapat tercapai sesuai dengan target waktu yang ditetapkan. Secara khusus peneliti sampaikan sholawat dan salam kepada junjungan Nabi Agung Muhammad saw sebagaimana titah Al-quran yang suci: innallaha wamalaikatahu yushollina alannabiy, ya ayuhalladzina amanu shollu alaihi wasallimu taslima. Penelitian ini dilakukan atas dasar pengamatan peneliti tentang pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di Unnes yang memiliki visi dan misi untuk menggalakkan program eco campus sebagai Universitas Konservasi dengan 7 (tujuh) pilar konservasi. Unnes sebagai universitas konservasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan perguruan tinggi di Indonesia, sekalipun. Implementasi eco campus yang ada di Unnes tidak sekadar sebagai motto, tetapi sangat implementatif yang didukung oleh Rektor sebagai vocal point dan seluruh sivitas akademika sebagai kader konservasi. Meskipun demikian, masih ada beberapa hal yang perlu dipelajari bersama agar mendapatkan perhatian yang memadai dari lembaga terkait dan rektorat. Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik dan dapat dilaporkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di STAIN Salatiga. Penelitian ini dapat dilaksanakan dengan baik atas bantuan beberapa pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Peneliti hanya
memanjatkan doa mudah-mudahan Allah berkenan melebihkan segala sesuatunya bagi beberapa pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan dalam pelaksanaan penelitian ini. Secara khusus peneliti sampaikan terima kasih kepada Ketua STAIN Salatiga beserta Pembantu Ketua atas kebijakan yang ditetapkan sehingga penelitian Unggulan ini 5
mendapatkan dana yang memadai. Kepada Kepala P3M dan kepala Kepegawaian dan Keuangan kami sampaikan terima kasih. Segala keterbatasan sistematika, contents dan sequences dalam laporan penelitian ini kami akui sepenuhnya. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan topik penelitian ini, harapannya penelitian dengan topik ini menjadi inspirasi bagi orang lain untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam untuk menemukan variasi pembentukan karakter peduli dan cinta lingkungan melalui pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan.
Salatiga, 19 Desember 2013
Peneliti
Hj. MASLIKHAH, S.Ag., M.Si
DAFTAR ISI 6
Abstrak .......................................................................................................................... Lembar Pengesahan ...................................................................................................... Surat Pernyataan ........................................................................................................... Kata Pengantar .............................................................................................................. Daftar Isi .......................................................................................................................
ii iii iv v vi
BAB 1 PENDAHULUAN A. B. C. D.
Latar Belakang Masalah ........................................................................... Rumusan Masalah ................................................................................... Tujuan Penelitian ..................................................................................... Manfaat Penelitian ...................................................................................
1 11 11 12
BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teori ........................................................................................ 1. Pendidikan Lingkungan Hidup ............................................................. 2. Pembangunan Berkelanjutan ................................................................ 3. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan .................................. 4. Program Eco Campus ........................................................................... B. Temuan Hasil Penelitian Terdahulu ...................................................... 1. Pembangunan Berkelanjutan ............................................................... 2. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan ................................... 3. Pendidikan Lingkungan Hidup ............................................................. C. Kerangka Berpikir .....................................................................................
13 13 54 64 70 83 83 84 86 88
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu .................................................................................... B. Jenis dan Pendekatan Penelitian .............................................................. C. Subyek Penelitian ....................................................................................... D. Sumber Data ............................................................................................... E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... F. Teknik Analisis Data .................................................................................. G. Pengecekan Keabsahan Data ....................................................................
95 95 96 97 98 99 100
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... A. Hasil Penelitian .......................................................................................... B. Pembahasan ...............................................................................................
101 101 148
BAB V PENUTUP ........................................................................................................ A. Kesimpulan ................................................................................................ B. Saran ...........................................................................................................
155 200 156
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 157 7
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena lingkungan yang ekstrim menimbulkan keresahan banyak pihak. Fenomena lingkungan yang ditandai dengan suhu bumi yang sangat panas, anomali cuaca yang tidak dapat diprediksikan dengan tepat yang dialami oleh seluruh negara memberikan dampak sistemik bagi manusia dan makhluk hidup lainnya. Fenomena ini menjadikan beberapa pakar di berbagai disiplin ilmu mencoba membuat prediksi yang akan terjadi pada kurun waktu tertentu di masa yang akan datang. Beberapa orang merasa pesimis dengan fenomena lingkungan yang terjadi sekarang ini. Golongan yang pesimistis memberikan gambaran bahwa perjalanan hidup ini bagaikan orang yang sedang menggunakan kapal dengan bekal terbatas untuk perjalanan yang sangat jauh. Perjalanan panjang harus diprediksikan dengan baik pada perbekalan yang terbatas. Golongan yang pesimis harus dapat mengatur perbekalan dengan perjalanan jauh agar dapat bertahan hidup. Golongan yang pesimis mentransfernya dengan mengatur sumber daya alam dengan baik agar tetap sustainable untuk generasi yang akan datang. Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang lebih dahsyat bukanlah disebabkan oleh proses penuaan alam itu sendiri, tetapi justru diakibatkan oleh tangan-tangan yang selalu berdalih
memanfaatkannya,
yang
sesungguhnya
adalah
mengeksploitasi
tanpa
memperdulikan kerusakan lingkungan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadikan manusia semakin besar dalam mengeksplotasi lingkungan alam. Menggunakan teknologi yang ditemukan oleh manusia menjadikan manusia mengeruk sumber daya alam hingga di dasar laut dan pucuk gunung. Kekuatan manusia untuk menggunakan teknologi dalam mengekploitasi lingkungan menjadikan manusia seakan-akan hanya memanfaatkan tanpa memperdulikan dengan hak-hak makhluk hidup lainnya. Padahal, manusia
tetap 8
membutuhkan makhluk hidup lain dalam berbagai kepentingan sebagaimana dikonsepkan oleh Hamm dan Pandurang (1998: 148) bahwa despite the development of technologies to control our enviroment, we human beings are still dependent on the same environmental condition that support both ourselves and all other animal species on the planet. These include such life sustaining requisites as gravity, the warmth and energy of the sun, atmospheric protection from cosmic radiation, air, water, and food, to name but a few. These, along with innumerable other components, represent and integrated an balanced system on which we all depend. Oleh karena itu, perilaku manusia dinyatakan secara khusus sebagai unsur penting yang mempengaruhi kualitas sumber daya alam. Manusia menjadi unsur paling dominan di alam ini, sebagaimana dikonsepkan oleh Shrivastava dan Ranjan (2005: 65) bahwa Human, too, accupy a position in the flow of energy through the biosphere and must necessarily interact with thousands of other species of plants and animals. There is a temporal and spatial variation in the relationship between human and environment. Initially humans concidered the environment to be dominant while now environment get declined and human being is dominant. Sebagai unsur dominan, maka kualitas manusia menjadi isu sentral dalam upaya penyelamatan lingkungan dan sumber daya alam (SDA). Lebih lanjut disampaikan oleh Shrivastava and Ranjan (2005: 65) bahwa Human resouces are most important resources of nation. The number of persons living in nation does not give an indication of the human resources available, as many of them may be illiterate or do not posses skills or any adequate training for development of natural resources. Hence development of human resources is essential. This involves not only general education which develops an awakening only among the people but also imparting of skills in the use of mechanical power and mechanics for development of different resources. Hak setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia menjadi terpenuhi apabila manusia mampu menjaga kualitas 9
SDA. Kualitas SDA akan tetap terjaga dengan baik manakala manusia memiliki pengetahuan yang memadai arti pentingnya SDA bagi kesejahteraan manusia sekarang dan yang akan datang. Pengetahuan itu hanya dapat diperoleh melalui pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun non formal. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan diharapkan dapat menjadi mediator antara masyarakat, dunia pendidikan, dan dunia usaha. Manusia memiliki hak atas lingkungan yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Sebagaimana dituangkan dalam Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPPLH) No 32 tahun 2009 bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia. Sebagai hak asasi manusia, maka lingkungan itu harus dapat dijaga agar dapat memberikan yang baik dan sehat. Agar lingkuungan tetap terjaga kondisi baik dan sehat itu, maka lingkugnan tidak dapat melakukan purifikasi dengan cepat dan baik tanpa dibantu oleh usaha secara bersama antar manusia. Oleh karena itu, mendapatkan pengetahuan tentang lingkungan hidup menjadi hak asasi mansuai yang sangat diperlukan oleh semua lapisan masyarakat agar bersama-sama mengupayakan penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup secara kolektif melalui jalur pendidikan. Piagam Bumi dalam Mangunjaya (2008: 86) mengamanatkan bahwa untuk menyelamatkan lingkungan dengan cara mengintegrasikan pengetahuan, nilai-nilai keahlian yang berkelanjutan ke dalam pendidikan formal dan pembelajaran seumur hidup. Kebijakan PLH ini merupakan kebijakan dasar sebagai arahan bagi semua pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pelaksanaan dan pengembangan PLH di Indonesia. PLH ini perlu segera dilakukan mengingat UUPLH nomor 32 tahun 2009 Bab X Pasal 65 Ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (UUPLH, 2009: 44). Pada pasal 65 Ayat (4) Setiap orang berhak untuk berperan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai peraturan Peraturan Undang-undangan (UUPLH, 10
2009: 44). Pada pasal 67 dinyatakan dengan jelas bahwa setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 69 Ayat (1) (a) UUPLH. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan hidup sebagai bidang ilmu yang multidisiplin diberlakukan dalam rangka mengembangkan pengetahuan, kesadaran, sikap, nilai-nilai dan keterampilan. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk berkontribusi lebih bermakna dalam menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan. Gerakan cinta lingkungan melalui pendidikan lingkungan merupakan langkah penting untuk mendapatkan pengetahuan tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk memahami dan menghargai hubungannya antara manusia, budaya dan lingkungan biofisiknya. Pendidikan lingkungan juga mencakup praktek dalam pengambilan keputusan dan perumusan kode etik yang mengatur perilaku manusia dengan lingkungan. Pendidikan lingkungan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan warga negara yang dapat mengetahui kemampuan lingkungannya agar dapat bersaing dalam perekonomian global dalam rangka memenuhi hak dan tanggung jawab anggota masyarakat sebagaimana diteorikan oleh Chaudhry, Shukla, dan Pandey. Konsep Chaudhry, (2010: 30) menyebutkan
tentang
pendidikan
lingkungan
bahwa
environmental
education
is
multidisciplinary in nature with respect to learning and developing knowledge, awareness, attitudes, values and skills. This enables society to contribute more meaningfully to maintaining and improving the quality of its surroundings. Environmental action is the next important step in the process. Shukla and Nasdeshwar Sharma (1996: 82) mendefinisikan environmetal education is the process of recognising value and clarifying concepts in order to develop skill and attitude necessary to understand and apreciate the interrelatedness among man, his culture and his biophysical surroundings. Environmental education also entails practice in decision making and self formulation of a code of behaviour about issues 11
concerning environmental quality. Sedangkan Pandey (2010: 7) As defined in the national project for excellence in environmental education, environmental education is a process that aims to develop an environmentally literate citizenry that can compete in our global economy, has the skills, knowledge and inclinations to make well-informed choices and exercises the rights and responsibilities of members of a community. Hubungan partisipatif antara pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan dunia usaha, pemerintah dengan dunia pendidikan, dunia usaha dan dunia pendidikan, masyarakat dan dunia usaha menjadi pasangan yang dipersyaratkan untuk kebangunan prinsip ecological awareness. Partisipasi yang ideal dibutuhkan prinsip interaksi timbal balik antara masyarakat, pemerintah, dunia pendidikan, dan dunia usaha. Pemerintah menyusun regulasi bagi dunia usaha agar dapat menjaga lingkungan dan dan makhluk hidup lain agar tetap mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang baik. Pemerintah, dunia pendidikan, dan dunia usaha dengan masyarakat saling memberi dukungan untuk menjaga kualitas dan fungsi lingkungan hidup melalui pendidikan lingkungan hidup. Prinsip interaksi tersebut diupayakan untuk meningkatkan kualitas manusia, melestarikan vitalitas dan keanekaragaman bumi agar pembangunan dapat berlanjut, meminimalisir penciutan sumberdaya alam, mengubah kelangkaan menjadi kemelimpahan, dan berorientasi pada keberlanjutan terhadap daya dukung alam dan lingkungan. Harapan yang diinginkan adalah kelestarian fungsi lingkungan bagi kelangsungan hidup secara baik bagi manusia di masa sekarang dan generasi yang akan datang. Isu pelestarian lingkungan hidup merupakan isu global yang tidak dapat ditawar lagi. Pentingnya pelestarian lingkungan hidup membuat isu ini menjadi pusat perhatian dalam berbagai program yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat. Perguruan tinggi sebagai jenjang pendidikan tertinggi memegang peranan penting dalam mewujudkan terciptanya pembangunan berkelanjutan di suatu negara. 12
Perguruan tinggi sebagai wadah peningkatan kemampuan akademis mahasiswa memiliki peluang besar dalam mengembangkan pengetahuan, pengalaman, sikap, dan keterampilan dengan mengarusutamakan pelestarian lingkungan. Perguruan Tinggi merupakan lembaga untuk menghasilkan pemikir dan perintis kemajuan ilmu dan teknologi, untuk itu diupayakan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian, mengembangkan dan menyebar luaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mengoptimalkan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Lebih dari itu, peguruan tinggi memiliki menanggung tanggung jawab yang mendalam untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, teknologi dan alat untuk menciptakan masa depan yang ramah lingkungan. Hal ini karena perguruan tinggi memiliki semua keahlian yang diperlukan untuk mengembangkan kerangka kerja intelektual dan konseptual untuk mencapai tujuan ini. Perguruan Tinggi harus memainkan peran yang kuat dalam pengembangan, penelitian pendidikan, kebijakan, pertukaran informasi, dan membangun partisipasi masyarakat untuk membantu menciptakan masa depan yang berkelanjutan. Sebagaimana diungkapkan oleh Pandey dan Vedak (2010: 6) bahwa: Universities bear profound responsibilities to increase the awareness, knowledge, technologies and tools to create an environmentally sustainable future. Universities have all the expertise necessary to develop the intellectual and conceptual framework to achieve this goal. Universities must play a strong role in the education, research, policy development, information exchange and community outreach to help create an equitable and sustainable future. Peran perguruan tinggi untuk melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat berdasarkan dasar hukum yang berlaku. Beberapa dasar hukum yang mendukung pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi, dasar hukum tersebut adalah Undang13
undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 24 ayat (1) dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan. Pasal 24 ayat (2) Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian pada masyarakat. Pasal 38 ayat (3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Pasal 38 ayat (4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 56 ayat (2) Setiap orang berhak mendapatkan Pendidikan Lingkungan Hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Pasal 67 Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 9 ayat (3) menyatakan bahwa “Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi Program Sarjana dan Diploma wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan serta mata kuliah statistika dan/atau matematika”. Melalui tiga pilar (Tridharma) Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat, maka perguruan tinggi menjadi tombak pembangunan yang berkelanjutan.
Pendidikan dapat memberikan fungsi untuk mengubah manusia menjadi
orang yang lebih baik. Perubahan dalam pengetahuan, nilai-nilai, perilaku dan gaya hidup yang diperlukan untuk mencapai kesinambungan dan stabilitas negara. Melalui pendidikan merupakan cara terbaik dan efektif dalam upaya untuk mencapai pembangunan 14
berkelanjutan. Penerapan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi di Indonesia dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ke dalam tiga fungsi utama perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menyokong pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan adalah menjadikan perguruan tinggi sebagai kampus yang berkelanjutan, yaitu kampus yang memegang prinsip-prinsip kepedulian untuk pelestarian lingkungan. Implementasi upaya tersebut terakumulasi dalam program eco campus/green campus. Beberapa istilah mengikuti isu-isu lingkungan antara lain green school, green house, green kitchen, green hotel, green hospital, green industry, green campus/eco campus, dan lain sebagainya. Beberapa istilah tersebut memiliki visi yang sama untuk melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing yang berorientasi pada upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan, dengan meminimalisir dampak yang dapat merugikan dan merusak lingkungan hidup. Green campus/eco campus merupakan salah satu program untuk mewujudkan terciptanya suatu kampus yang berkelanjutan. Kampus yang berkelanjutan pada dasarnya merupakan kampus yang dapat mengintegrasikan konsep berwawasan lingkungan ke dalam setiap komponen kehidupan kampus. Kampus memiliki dua komponen utama yaitu komponen Tridharma Perguruan Tinggi dan manajemen kampus. Green campus/eco campus menjadi tempat pendidikan lingkungan, praktek pelestarian dan pemeliharaan lingkungan yang harmoni. Pelaksanaan Green campus/eco campus dibedakan menjadi dua komponen utama yaitu Tridharma Perguruan Tinggi dan manajemen kampus (Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan UI, 2011). Program Green campus/eco campus diusahakan dapat mengintegrasikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan ke dalam Tridharma Perguruan Tinggi. 15
Green campus/eco campus bukan berarti fisik harfiah kampus saja yang penuh dengan tanaman hijau, baju hijau, cat bangunan serba hijau, rumput yang hijau, slogan-slogan yang bermuatan peduli lingkungan, namun komponen-komponen lain yang ada dikampus juga harus menunjukkan konsep hijau yang berarti berorientasi pada kepedulian terhadap lingkungan. Oleh karena, itu suatu kampus yang bertekad untuk menjadi green campus harus mengintegrasikan konsep green campus/eco campus ke dalam kedua komponen utama kehidupan kampus tersebut. Diharapkan dengan diintegrasikannya konsep green campus/eco campus ke dalam kedua komponen utama kehidupan kampus berupa pendidikan, penelitian, dan pengabdian masayarakat dapat terwujud dengan baik. Pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi ini menjadi tolok ukur keberhasilan dalam menunjukkan program perguruan tinggi yang berorientasi pada konsep green campus/eco campus akan terwujud. Green campus/eco campus merupakan sebuah media belajar di kampus yang bertujuan untuk memprediksi kemungkinan untuk menjaga lingkungan agar lingkungan di sekitarnya menjadi hijau dengan konsep utama menjaga kelestarian lingkungan. Sebagaimana diteorikan oleh Gobinath dan Mahendran (2010: 21) Eco campus is a study was conducted aimed to predict the possibilities of maintaining the greener environement inside the university campus which main concept of environmental sustainability within the campus. Green campus/eco campus di dalamnya terdapat berbagai kriteria dan indikator yang harus dipenuhi untuk mewujudkan suatu perguruan tinggi yang benar-benar green campus. Pelaksanaan program green campus/eco campus harus selalu dipantau, sehingga green campus/eco campus yang diinginkan benar-benar terwujud dan tidak hanya sekadar slogan belaka. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan monitoring dan evaluasi baik yang dilakukan oleh internal kampus maupun pihak luar. Civitas akademika di perguruan tinggi berpotensi mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap pelestarian lingkungan. Lulusan perguruan tinggi pada fakultas tertentu 16
akan dipersiapkan untuk memasuki pasar kerja dan tampil dengan kemampuan untuk mendukung ekonomi hijau dan sebagai pembawa ide-ide segar dalam mewujudkan ekonomi hijau (green economic). Di samping itu lulusan perguruan tinggi tertentu juga akan menjadi guru yang akan menjadi tenaga pendidik di semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah atas serta pendidkan tinggi. Pengetahuan guru tentang prinsip pembangunan berkelanjutan akan ditransfer kepada anak didiknya sehingga dapat tercipta generasi-generasi yang berbudaya lingkungan dan memahami prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan meliputi bidang ekonomi, sosial, dan lingkungan, yang berada dalam keadaan harmonis. Selama ini pembangunan berkelanjutan berorientasi pada kemampuan sumber daya alam dan lingkungan untuk mendukung kebutuhan secara ekonomi belaka. Namun, dengan ketanggapsegeraan masyarakat dengan isu-isu lingkungan menjadikan pembangunan berkelanjutan berorientasi pada ekonomi hijau. Masyarakat mengenal pembangunan dengan ekonomi hijau sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan memperhatikan hak-hak lingkungan agar fungsi lingkungan dapat terpenuhi. Upaya mewujudkan pembangunan ekonomi hijau, maka lembaga pendidikan tinggi memegang peranan penting dalam mengarahkan mahasiswa agar dapat berkontribusi menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup dengan variasinya. Konservasi yang bermakna perlindungan, pelestarian, pemeliharaan, dan proteksi harus diwujudkan agar predikat universitas konservasi dapat diterima dengan baik. Penelitian ini dalam rangka mengetahui perencanaan, pelaksanaan, dan hambatan yang ditemukan dalam perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi bertaraf internasional, Unnes Semarang. Apabila penelitian ini tidak segera dilakukan dikhawatirkan pendidikan yang dilakukan di perguruan tinggi tidak mampu menciptakan peserta didik yang 17
memiliki orientasi program eco campus pada pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Implementasi program eco campus melalui pendidikan lingkungaan hidup untuk pembangunan berkelanjutan dapat mengusung terwujudnya program MDG’s di Indonesia. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti melakukan penelitian PROGRAM ECO CAMPUS DALAM PENDIDIKAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN PADA UNIVERSITAS KONSERVASI BERTARAF INTERNASIONAL.
B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dapat diperinci dalam sejumlah pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi?, 2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi?, 3. Apa hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi?. C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan jawaban mengapa penelitian ini perlu dilakukan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi, 2. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup kebijakan program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi, 3. Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi.
18
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai pedoman untuk melaksanakan pendidikan lingkungan hidup melalui berbagai macam program eco campus di perguruan tinggi dalam rangka mewujudkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan.
19
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori 1. Pendidikan Lingkungan Hidup a. Pendidikan 1) Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi
dirinya
untuk
memiliki
kekuatan
spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Undang-undang Sisdiknas, 2003: 2). Pendidikan sebagai usaha sadar yang diupayakan oleh lembaga dan dipertanggung jawabkan oleh yang bersangkutan, maka pendidikan sudah semestinya mengarahkan pada pembentukan karakter yang diinginkan agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Kekuatan spiritual yang menandai ketertundukan, kepatuhan dan tanggung jawab kepada Allah swt dapat menjadi modal utama untuk membangun kepribadian yang mulia. Salah satu kepribadian mulia itu adalah mensyukuri segala karunia yang telah diberikan oleh Allah swt berupa memelihara dan melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pendidikan sebagai usaha perencanaan yang matang, maka pendidikan harus dapat menyatukan berbagai macam kemajemukan bangsa sebagai satu kesatuan sistemik. Penghargaan terhadap kemajemukan bangsa perlu 20
diberikan sistem pendidikan yang terbuka bagi kemajemukan bangsa agar kemajemukan itu dapat diterima dan bermakna dalam berkehidupan dan berkebangsaan.
Pendidikan
harus
dapat
menjadi
mediator
proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang multikultur yang berlangsung sepanjang hayat. Memperhatikan pada tujuan dari pendidikan yang dikonsepkan, maka pendidikan harus dapat memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik agar dapat memberikan nilai yang dapat dimiliki peserta didik dan berguna dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Pendidikan sebagai proses panjang di dalamnya terdapat beberapa komponen yang dapat mengantarkan pada tujuan pendidikan yang dicitacitakan.
Komponen
tersebut
antara
lain
kepala
sekolah,
guru,
pegawai/karyawan, siswa itu sendiri, dan masyarakat di sekitar sekolah, serta orang tua siswa. Komponen tersebut dapat menciptakan dan mengorganisir sejumlah pengetahuan dan pengalaman bagi peserta didik untuk menambah makna pengalaman dan meningkatkan kemampuan untuk meningkatkan kemampuan
dalam
mengarahkan
jalannya
pengalaman
berikutnya.
Sebagaimana dikonsepkan oleh Schultz (2001: 40) bahwa education is that reconstruction and reorganization of experience which adds to the meaning of experience and which increases ability to direct the course of subsequent experience. Pengetahuan dan sejumlah pengalaman yang diberikan kepada peserta didik dalam proses pendidikan menyangkut semua tata kehidupan yang diperlukan manusia dalam menghadapi realitas kehidupan. Alam dan segala hal yang terjadi di dalamnya merupakan realitas yang perlu dicermati dan 21
dipelajari bagi peserta didik. Seluruh komponen dalam proses pendidikan bekerja dan berkonsentrasi untuk melihat dan mempelajari realitas alam semesta yang sedang terjadi. Oleh karena itu, pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan perlu memperhatikan kondisi lingkungan hidup agar dapat mendukung pada tujuan yang hendak dicapai. Menciptakan kondisi lingkungan yang baik untuk mendukung pada pencapaian pendidikan secara tidak langsung turut serta menciptakan kondisi lingkungan yang baik. Penciptaan kondisi lingkungan yang baik berarti turut serta membangun peserta didik agar dapat memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Kepedulian terhadap lingkungan yang diciptakan oleh lembaga pendidikan secara langsung maupun tidak langsung turut serta dalam mewujudkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. 2) Prinsip Pendidikan Prinsip pendidikan sebagaimana diterakan dalam (Undang-undang Sisdiknas, 2003: 4) antara lain pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, 22
membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran .... Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Pendidikan sebagai sebuah usaha terencana di dalamnya terdapat tujuan dan ruang lingkup pelaksanaan pendidikan. Prinsip pendidikan yang ada di Indonesia dengan berbagai macam suku dan agama, serta adat istiadat, maka pelaksanaan pendidikan harus dapat diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pendidikan yang dilaksanakan harus dapat membangun kekuatan spiritual yang baik sebagai bekal utama dalam bermasyarakat berbagsa dan bernegara. Ketutamaan penguatan sipritual diharapkan dapat menjadi pegangan untuk melakukan
pengendalian
diri,
meningkatkat
kualitas
kepribadian,
meningkatkan kecerdasan, memiliki keterampilan yang memadai yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Penyelenggaraan pendidikan nasional dengan menerapkan prinsip demokratis, adil, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, kultural, dan kemajemukan bangsa, sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, proses pembudayaan dan pemberdayaan yang berlangsung sepanjang hayat, memberikan keteladanan, kemauan, kreativitas, memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Prinsip pendidikan
tersebut
membuka
peluang
kepada
peserta
didik
dan
penyelenggara pendidikan serta komponen evaluator pendidikan untuk 23
menerima nilai demokratis dalam segala bentuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan yang dijalankan. Demokratis dalam menentukan arah kebijakan lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan, termasuk di dalamnya pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. 3) Fungsi Pendidikan Fungsi
pendidikan
adalah
mengembangkan
kemampuan
dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupa bangsa (Undang-undang Sisdiknas, 2003: 3). Pendidikan memiliki fungsi strategis yang dapat menentukan derajat manusia dan bahkan dapat menempatkan peradaban bangsa pada posisi yang tinggi. Besar kecilnya sebuah negara dalam satu sisi ditentukan oleh derajat pendidikan yang dimiliki oleh warganegaranya. Mangunjaya (2008: 22) memberikan pernyataan yang lebih konkret tentang fungsi pendidikan bahwa pendidikan mempunyai peran/fungsi yang sangat strategis dalam membentuk karakter bangsa dan sarana untuk menularkan pengetahuan, persepsi dan budaya manusia. Eksistensi budaya, akan mempengaruhi pandangan manusia terhadap alam, dan sifat paling mendasar secara evolusi tentang keterkaitannya manusia dan alam. Hal ini senada dengan teori yang dikemukakan oleh Mangunjaya, Heriyanto, dan Gholami (2007: xxii) bahwa kecintaaan dan kebiasaan untuk memelihara lingkungan hidup dan alam sekitar tentunya akan sejalan dengan tingkat pendidikan dan kematangan budaya, pengalaman, dan kedewasaan sebuah bangsa.Pengetahuan dan nilai-nilai keahlian diberikan secara individual agar masing-masing peserta didik memiliki kematangan secara pribadi. Kematangan pribadi pada setiap peserta didik diharapkan dapat memiliki kontrol pribadi dan tanggung jawab pada sikap dan perilaku terhadap 24
lingkungan. Sebagaimana dikonsepkan oleh Oztas dan Kalipsi (2009: 186). At this point individual maturity, self control mechanism and their behaviors seem to be important. It is accepted that an environmentally responsible individual should have basic knowledge of ecological principles, capability of applying these principles into life, and they should have a responsible behavior and attitudes towards environment. Pada titik ini jatuh tempo, mekanisme kontrol diri individu dan perilaku mereka tampaknya menjadi penting. Hal ini diterima bahwa seseorang bertanggung jawab terhadap lingkungan harus memiliki pengetahuan dasar tentang prinsip-prinsip ekologi, kemampuan menerapkan prinsip-prinsip dalam hidup, dan mereka harus memiliki perilaku dan sikap terhadap lingkungan yang bertanggung jawab. Berdasarkan hal di atas, maka fungsi pendidikan harus dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupa bangsa. Peradaban yang dapat membentuk watak bangsa dengan peradabannya menjadi negara yang bermartabat di mata bangsa sendiri dan bangsa lainnya dalam hubungannya secara komprehensif dengan sumber daya alam dan manusia. Pendidikan yang dapat memberikan fungsi untuk memberikan wawasan wawasan pada interaksi antara sumber daya alam dan manusia antara pembangunan dan lingkungan sebagaimana diteorikan oleh Shukla dan Sharma (1996: 87) bahwa Education should therefore provide comprehensive knowledge, encompassing and cutting across the social and natural sciences and the humanities, thus providing insights on the interaction between natural and human resources between development and environment. Membangun pendidikan yang memiliki fungsi tersebut harus direncanakan bagaimana 25
pendidikan yang dilaksanakan dapat mengusung pengetahuan secara komprehensif dan terpadau antara ilmu-ilmu sosial dan ilmu alam. Pendidikan yang dapat memberikan fungsi untuk membangun kesadaran terhadap lingkungan dan mengembangkan komitmen untuk meningkatkan lingkungan yang ada sekarang dan mempertahankan kualitas fungsi lingkungan di masa yang akan datang, sebagaimana diteorikan oleh Hale dalam Soerjani (1997: 53). As society begins to recognize the need for environmental awareness and develops a commitment to improving the present environment and sustaining its quality, so education at all levels becomes centrally important. Gagasan yang sama terhadap pentingnya pendidikan lingkungan dalam semua tingkat satuan dan jenis pendidikan menjadi penting antara lain diamanatkan dalam piagam bumi sebagaimana ditulis ulang oleh Mangunjaya (2008: 86) untuk menyelamatkan lingkungan dengan cara mengintegrasikan pengetahuan, nilai-nilai keahlian yang berkelanjutan ke dalam pendidikan formal dan pembelajaran seumur hidup. Berdasarkan pada pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan lingkungan hidup dalam semua tingkat, satuan, dan jenis pendidikan menjadi sebuah kebutuhan yang niscaya. Pendidikan yang mampu membentuk karakter bangsa dapat membentuk karakter lingkungan dan bagitu sebaliknya karakter lingkungan dapat membentuk karakter bangsa. 4) Visi Pendidikan Visi merupakan cara pandang terhadap idealitas yang jauh sebagai citacita yang ingin dicapai. Visi pendidikan menurut versi UNESCO antara lain All children will be able to fulfil their right to education, meet their basic learning needs, realise their full potential, and participate meaningfully in 26
society. This will be achieved through access to high quality, child-friendly learning environments, including comprehensive early childhood care quality primary
schools
and
equivalent
education
programmes.
Expanded
opportunities for adolescent education, participation, and development supportive families and communities that enable children to acquire a quality basic education (Unicef.edu. diakses tanggal 16 Maret 2013. Visi pendidikan memberikan arti bahwa semua anak akan dapat memenuhi hak atas pendidikan, memenuhi kebutuhan dasar untuk belajar, menyadari potensi yang dimiliki, dan berpartisipasi dalam masyarakat. Visi ini akan dicapai melalui akses, kualitas lingkungan belajar yang baik, pemberian pendidikan kepada anak usia dini, memberikan perluasan pendidikan yang setara bagi remaja, dan berpartisipasi kepada masyarakat. Pendidikan memiliki visi untuk membawa perubahan pengetahuan, nilainilai, perilaku dan gaya hidup yang lebih baik dan manusiawi. Pandey dan Vedak (2010: 3) berpendapat education is the key intervention for bringing change in knowledge, values, behaviours and lifestyles and is required to achieve sustainability and stability. Visi pendidikan dapat memberikan perubahan dalam pengetahuan, nilai-nilai, perilaku dan gaya hidup untuk mencapai kesinambungan dan stabilitas kehidupan. Kesimbungan dan stabilitas ini menjadi kontribusi penting dari visi lembaga pendidikan. Visi lebih mendekatkan pada hubungan antara teori dengan konteks yang ada dalam ralitas di masyarakat. Sebagaimana UNESCO dalam dekade pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Pendidikan yang mampu mempromosikan sikap solidaritas dan bertanggung jawab serta komitmen agar mampu mempersiapkan warga negara untuk membuat keputusan dalam mencapai 27
pluralitas budaya, berkeadilan sosial, dan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini dituangkan oleh Conde (2010: 477) sebagai berikut: UNESCO for the decade of Education for Sustainable Development (ESD) promote an education in solidarity capable of generating responsible attitudes and commitments, and that prepares citizens to make well-founded decisions aimed at achieving culturally plural, socially just, and environmentally sustainable development. In other words, a profoundly humanistic education that will ensure the consolidation of these principles. Titik point visi pendidikan berdasarkan pada pendapat di atas antara lain terdapat empat hal penting yaitu learning to think (belajar bagaimana berfikir),
learning
to
do
(belajar
hidup
atau
belajar
bagaimana
berbuat/bekerja), learning to be (belajar bagaimana tetap hidup sebagaimana dirinya), dan learning live together (belajar untuk hidup bersama-sama). Visi tersebut dalam kerangka menjaga kelestarian lingkungan hidup antara lain berfikir untuk memanfaatkan lingkungan dan melestarikan lingkungan, belajar bagaimana manusia dapat bekerja dan berbuat yang dapat memanfaatkan dan melestarikan lingkungan, bagaimana manusia dapat belajar agar tetap hidup dalam kondisi lingkungan yang ada, dan bagaimana dapat belajar hidup bersama-sama untuk memanfaatkan dan melestarikan lingkungan hidup dan hidup bersama dalam situasi dan kondisi lingkungan yang semakin menurun kualitas fungsi lingkungannya.
28
b. Pendidikan Lingkungan Hidup 1) Lingkungan a) Pengertian Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPPLH) No 32 tahun 2009 pada bab I pasal 1 Ayat (1) menyatakan bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (UUPLH, 2009: 2). Lingkungan merupakan kondisi keseluruhan ruang dan benda yang dapat mempengaruhi fisik, biologi, sosial, dan budaya yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan organisme di planet bumi. Sebagaimana diteorikan oleh (Shukla dan Sharma (1996: 81) bahwa: Environment is the sum total condition and influences physical, biological, social, and cultural that affect the development and life of organisms on the earth planet. Lingkungan merupakan keseluruhan fisik, biologi, sosial, dan budaya yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan organisme di planet bumi. b) Kerusakan Lingkungan Hidup Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang lebih dahsyat bukanlah disebabkan oleh proses penuaan alam itu sendiri, tetapi justru diakibatkan oleh tangan-tangan yang selalu berdalih memanfaatkannya, yang sesungguhnya adalah mengeksploitasi tanpa memperdulikan adanya kerusakan lingkungan. Fadjar (2005: 297) berpendapat eksploitasi merupakan keniscayaan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang terus 29
berkembang dan semakin kompleks. Ekploitasi yang sekarang ini dilakukan berdalih memanfaatkan sumberdaya alam untuk peningkatan kesejahteraan umat manusia, namun sesungguhnya eksploitasi yang dilakukan merusak dalam kuantitas dan kualitas yang melebihi ambang batas kemampuan sumberdaya alam. Sebagaimana dipaparkan oleh Sukandarrumidi dalam Wardhana (2010: xiv) kenyataan yang tampak dan dirasakan saat ini, manusia memanfaatkan sumber daya alam secara tidak arif, sehingga lingkungan mengalami kerusakan yang berkelanjutan. Kerusakan sumber daya alam yang berkelanjutan dimonopoli oleh perilaku manusia yang berlebihan di atas ambang batas kapasitas lingkungan dan sumber daya alam untuk memenuhi. Soerjani (1996: 13) berpendapat bahwa perilaku manusia dinyatakan secara khusus sebagai unsur penting yang mempengaruhi kualitas sumber daya alam yang mendukung kesejahteraan manusia itu sendiri. Mangunjaya (2008: 76) memaparkan tentang manusia dan kerusakan lingkungan. Manusia kaya atau miskin menjadi tertuduh atas penyebab kerusakan lingkungan dan perubahan iklim. Apa yang bisa dilakukan? Saat ini target yang bisa dilakukan para pembela lingkungan adalah bagaimana sesegera mungkin orang dapat mengubah pola gaya hidup dan perilakunya. Ada beberapa faktor yang diperkirakan dapat menentukan perubahan bagi perilaku manusia, baik individual maupun kolektif antara lain nilai-nilai moral dan budaya yang di dalamnya termasuk nilai-nilai keagamaan yang mengkristal, pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan kepasitas seseorang baik individu maupun kolektif dalam menyikapi dan mengubah
30
diri untuk mendukung gaya hidup yang lebih ramah lingkungan, dan perundang-undangan atau aturan dan tata kerja yang jelas. Perspektif lain dikemukakan oleh Nasr dalam Mangunjaya, Heriyanto, dan Gholami (2007: 46) mengemukakan krisis lingkungan saat ini secara langsung berkaitan dengan penggunaan teknologi modern dan berbagai aplikasi sains modern lainnya. Pendapat ini diperkuat oleh Tasdiyanto (2011: 6) bahwa kondisi ilmu pengetahuan dan teknologi yang melahirkan industrialisasi terlanjur mengabaikan lingkungan hidup. Berbagai bencana lingkungan yang kian terjadi justru berpangkal dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Pandangan tersebut seakan menafikan peran manusia sebagai pelaku utama perusakan lingkungan. Terdapat variabel lain yang dapat menjadikan lingkungan hidup dan sumber daya alam mengalami kerusakan. Dua pandangan yang berbeda tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi jelas memiliki peluang untuk merusak dan mengurangi sumber daya alam dan lingkungan. Perilaku dan gaya hidup manusia terhadap sumber daya alam dan lingkungan juga tidak kalah kuatnya untuk menjadikan kerusakan lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dibendung. Kemajuan teknologi telah menunjukkan jasa yang besar dalam meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dalam berbagai bidang. Ambivalensi teknologi berupa dampak positif dan negatif tetap ada mengiring-iringi laju penggunaan teknologi tersebut. Sikap dan perilaku bertanggung jawab dan peduli terhadap
31
lingkungan menjadi nilai tawar untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. c) Upaya Perbaikan Lingkungan Hidup Toynbee dalam Tasdiyanto (2011: 6) menyatakan penyakit masyarakat modern yang menimbulkan berbagai bencana lingkungan hidup hanya dapat disembuhkan dengan suatu revolusi spiritual di dalam sanubari dan pikiran manusia. Tasdiyanto (2011: 6) membangun konsep untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup pada masa sekarang dengan membangun keserasian hidup antara manusia dengan alam, keserasian tersebut dilandasi oleh hubungan saling memberi dan menerima sehingga manusia dapat mengembangkan kehidupan dirinya secara kreatif. Miri dalam Mangunjaya, Heriyanto, dan Gholami (2007: 24) mengemukakan upaya penanganan krisis lingkungan secara garis besar yaitu dengan dua pendekatan baik secara individual maupun secara sosial. Pertama, pemecahan krisis melalui pertimbangan atas segala sesuatunya yang langsung terlihat, situasi yang sedang berlangsung, membuat perubahan jangka pendek dan membuat suatu perencanaan ulang. Kedua, pemecahan krisis melalui penjabaran sebab dan faktor yang mendorong munculnya krisis (aspek ontologis), melalui dasar keilmuan (aspek epistemologis), kerangka rohani, dan intelektual serta paradigma budaya yang menyebabkan krisis tersebut terjadi dengan tetap mengacu kepada pendekatan pertama. Upaya perbaikan lingkungan yang dapat dilakukan dengan pendekatan teks dan konteks yang berorientasi pada mencapai tujuan untuk membangun lingkungan berkelanjutan.
32
2) Pendidikan Lingkungan Hidup a) Pengertian Pendidikan lingkungan hidup merupakan pendidikan multi disiplin untuk mengembangkan pengetahuan, kesadaran, sikap, nilai, dan keterampilan yang dapat memberikan kemampuan masyarakat untuk berkontribusi
dalam
mempertahankan
dan
meningkatkan
kualitas
lingkungannya. Chaudhry (2010: 30) mengemukakan Environmental education is multidisciplinary in nature with respect to learning and developing knowledge, awareness, attitudes, values and skills. This enables society to contribute more meaningfully to maintaining and improving the quality of its surroundings. Pendidikan lingkungan merupakan proses untuk mengenalkan nilai dan memperjelas konsep untuk mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai di antara manusia, kebudayaan, dan lingkungan biofisiknya. Pendidikan lingkungan juga mencakup praktek dalam pengambilan keputusan terhadap isu-isu kualitas lingkungan, demikian Shukla dan Sharma (1996: 82) berpendapat tentang pendidikan lingkungan, sebagaimana dalam konsep yang dituliskan berikut ini: Environmental education is the process of recognising value and clarifying concepts in order to develop skill and attitude necessary to understand and apreciate the interrelatedness among man, his culture and his biophysical surroundings. Environmental education also entails practice in decision making and self formulation of a code of behaviour about issues concerning environmental quality. Sedangkan Pandey dan Vedak (2010: 7) berpendapat bahwa pendidikan lingkungan merupakan 33
suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan warga negara yang mengetahui lingkungan untuk dapat bersaing dalam perekonomian global. Pendidikan lingkungan memiliki kecenderungan untuk memberikan keterampilan, pengetahuan untuk memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat yang lebih luas. Konsep Pandey dan Vedak ini dituliskan secara lengkap sebagai berikut: environmental education is a process that aims to develop an environmentally literate citizenry that can compete in our global economy, has the skills, knowledge and inclinations to make wellinformed choices and exercises the rights and responsibilities of members of a community. Berdasarkan hal tersebut, maka pendidikan lingkungan merupakan suatu proses yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan, pengetahuan untuk memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat yang lebih luas, menghargai di antara manusia, kebudayaan, dan lingkungan biofisiknya dan dapat mengambil keputusan terhadap isu-isu kualitas lingkungan secara baik. b) Dasar Hukum Pendidikan Lingkungan Hidup Dasar sebagaimana
hukum
pelaksanaan
dituangkan
dalam
pendidikan
Undang-undang
lingkungan Perlindungan
hidup dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) nomor 32 tahun 2009 Bab X Pasal 65 Ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat (Kementerian Lingkungan Hidup, 2009: 44).
34
Peserta didik yang telah mendapatkan pendidikan lingkungan sebagai haknya diharapkan dapat mengimplementasikan ilmu pengetahuan serta pengalaman yang dimiliki untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkugnan hidup sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Sebagaimana pada pasal 65 Ayat (4) UUPLH bahwa setiap orang berhak untuk berperan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai peraturan Peraturan Undang-undangan (UUPLH, 2009: 44). Pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki melalui pendidikan lingkungan hidup dapat menciptakan sikap dan perilaku peduli terhadap lingkungan hidup dan merasa bertanggung jawab terhadap kualitas lingkungan yang ada dan dapat memiliki kesadaran untuk menghindari perusakan lingkungan. UUPLH Pasal 67 menyatakan dengan jelas bahwa setiap orang berkewajiban
memelihara
kelestarian
fungsi
lingkungan
serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Pasal 69 Ayat (1) (a) UUPLH. Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Melaksanakan kewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta mengendalikan
pencemaran
dan/atau
kerusakan
lingkungan
hidup
diperlukan pengetahuan yang memadai. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal tentang lingkungan hidup. Demikian halnya memberikan peran serta dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diperlukan pengetahuan yang memadai. c) Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup Tujuan pendidikan lingkungan adalah membangun kesadaran, keprihatinan
terhadap
permasalahan
lingkungan
dengan
memiliki 35
pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi, dan komitmen untuk bekerja secara individual dan kolektif untuk memecahkan masalah dan melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan. Hal ini dikemukakan oleh Campbell (2009: 4) The goal of environmental education is to develop a world population that is aware of, and concerned about, the environment and its associated problems, and which has the knowledge, skills, attitudes, motivations, and commitment to work individually and collectively toward solutions of current problems and the prevention of new ones. Shukla dan Sharma (1996: 54) mengemukakan tentang tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan untuk mengembangkan dan memodifikasi perilaku manusia dalam menciptakan harmoni dengan lingkungan. Melahirkan harmoni terhadap alam dengan menciptakan dan meningkatkan menjaga masyarakat untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri untuk melindungi, melestarikan dan mengelola lingkungan. Environmental education is to develop and modify the behaviour of people in consonance with the environment need to create and enhance the awarness of people towards their own responsibilities for protecting, preserving and managing the environment (Shukla dan Sharma, 1996: 54). Pendidikan
lingkungan
secara
khusus
diperlukan
untuk
mengembangkan keahlian terhadap pembuatan kebijakan dan untuk menciptakan masyarakat madani yang dapat membantu dalam menciptakan akuntabilitas lingkungan. Kebijakan yang berorientasi pada akuntabilitas lingkungan memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan lingkungan hidup yang baik bagi generasi sekarang dan yang akan datang. Salequzzaman dan Davis (2003: 72) mengemukakan bahwa environmental 36
education is necessary not only to develop expertise which can contribute to policy making, but also to create a civil society which demands environmental accountability of its government and works with government in implementation. Konsep ini memberikan satu dukungan atas pendidikan lingkungan, kebijakan, dukungan masyarakat, dan pertanggungjawaban implementasi kerja pemerintah atas dukungan kepedulian terhadap lingkungan. Peran pendidikan lingkungan dalam mengejar pembangunan berkelanjutan untuk membangun kesadaran lingkungan dan kepekaan terhadap alam, asimilasi pengetahuan yang tepat dan relevan tentang lingkungan, pengembangan sikap keprihatinan etis tentang lingkungan serta membangun partisipasi aktif dalam melakukan perlindungan lingkungan. Sebagaiman diteorikan oleh Soerjani (1997: 23-4). Stressing the role of environmental education in the pursuit of sustainable development has been extracted from one of the quarterly issues of the newsletter connect a publication of the joint of the UNESCO united International Environtment education programme (IEEP). The objective were building awareness of the environment and sensitivity to it in its totality natural and man made, assimilation of appropriate and relevant knowledge about the environment, development of attitude of ethical concern about the environmental motivating active participation in its protection, acquisition of skill enabling identification, solution or anticipation environmental problems, active participation of. Tujuan pendidikan lingkungan difokuskan pada tiga aspek dasar untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap dampak praktek-praktek 37
sosial, ekonomi, politik, dan ekologi terhadap lingkungan. Memberikan kesempatan pendidikan bagi masyarakat untuk memperoleh keterampilan yang diperlukan, pengetahuan, nilai dan sikap perlindungan terhadap lingkungan. Mendorong perilaku melihara lingkungan yang keberlanjutan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Campbell (2009: 5)
bahwa
Environmental education’s goal should be focused on three fundamental aspects: (1) building awareness among individual citizens and community groups about the impact of the social, economic, political, and ecological practices on the environment; (2) providing education opportunities for citizens so they acquire the necessary skills, knowledge, values and attitudes for the protection of the environment, and (3) fostering actionoriented behaviors towards environmental conservancy and sustainability. Berdasarkan hal di atas, maka tujuan pendidikan lingkungan merupakan upaya untuk menciptakan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri,
membangun
kesadaran,
kepekaan,
keprihatinan
terhadap
permasalahan lingkungan dengan memberikan pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi, dan komitmen untuk membangun partisipasi aktif secara individual dan kolektif untuk melakukan perlindungan lingkungan, memecahkan masalah dan melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan secara berkelanjutan. d) Ruang Lingkup Pendidikan Lingkungan Hidup Ruang lingkup pendidikan lingkungan hidup mencakup hal yang paling umum dan konvensional dengan memilah-milah antara pendidikan lingkungan hidup melalui jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal (Aditjondro, 2003: 215). Pendidikan lingkungan melalui 38
pendidikan formal, non formal ataupun informal merupakan satu kesatuan yang kokoh. Pendidikan formal, non formal, dan informal dapat membantu siswa mengembangkan sikap yang lebih menguntungkan terhadap kualitas fungsi lingkungan. Dikonsepkan oleh (Sarkar, 21011: 3) bahwa formal environmental education helps students to develop more favourable attitudes towards environment. Habermas dalam Aditjondro (2003: 215) membagi ruang lingkup pendidikan lingkungan dari sisi yang berbeda berdasarkan pada jenis ilmu pengetahuan.
Pembagian
jenis
ilmu
pengetahuan
tersebut
yakni
pengetahuan yang bersifat teknis atau instrumental, ilmu pengetahuan yang bersifat praktis, dan ilmu pengetahuan yang bersifat emansipatoris. Menurut Aditjondro (2003: 223) yang paling dominan adalah pendidikan lingkungan hidup yang lebih menekankan pada pengetahuan teknis. Materi yang disarankan antara lain sebagaimana dikonsepkan oleh Buchan dan Graeme (2007: 8) meliputi muatan teori dan praktek untuk mencapai keberlanjutan lingkungan hidup dari berbagai segmen. Secara tektual disampaikan berikut ini: introduction to subject. Key concepts and definitions. Measures of sustainability, Student “definitions” and examples of sustainability, Field trip: landfill site and a resource recovery Atmosphere and climate. Roles of the Kyoto Montreal Protocols, Transport systems, fuel and sustainability agriculture-conventional and organic farming. Visit to organic farm break, Ecological economics/life cycle assessments ecological economics tourism and sustainability urban and physical environment-basics urban and physical environment a city perspective, student oral presentations on their major assignments. 39
Ruang lingkup pendidikan yang dilaksanakan baik melalui pendidikan formal, informal, dan non formal, melalui pengetahuan yang bersifat teknis atau instrumental, praktis, dan emansipatoris. Pengetahuan yang paling dominan dalam memberikan pendidikan lingkungan hidup yaitu pendidikan yang lebih menekankan pada pengetahuan teknis. Melalui pendidikan lingkungan hidup yang memuat teori dan praktek dalam rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan. e) Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di beberapa Negara (1) Amerika Latin Di negara-negara Amerika Latin, mengintegrasikan pendidikan lingkungan ke dalam pendidikan formal, sebagaimana diinformasikan oleh Campbell (2009: 4) In Latin American nations, for example, integrating environmental education into formal education. (2) Bangladesh Pendidikan lingkungan hidup di Bangladesh diberlakukan di universitas dan lembaga pendidikan yang setara memainkan peran utama dalam mempromosikan etika lingkungan dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Konsep ini sebagaimana diinformasikan oleh (Salequzzaman dan Stocker, 2001: 70) universities and other equivalent institutions play a leading role in promoting of environmental ethics and the principles sustainable development. Pendidikan
lingkungan
di
Bangladesh,
secara
umum
diperkenalkan di tingkat sekolah dasar di kelas III. Pada tingkat ini, diberikan pengantar ilmu Lingkungan alam dan sosial melalui pendekatan multidisiplin dan integrated pada materi bahasan ilmu 40
sosial, dan ilmu pengetahuan alam. Hal ini diinformasikan oleh Salequzzaman dan Stocker, (2001: 23) Environmental education in Bangladesh, in general, environmental education is introduced at the primary level in Grade III. At this level, two units deal with environmental education named “Introduction to Environment: Science” and “Introduction to Environment: Social Science”. After the primary level, environmental education is provided to students through a multidisciplinary approach. Similarly, in the secondary level, environmental education is provided to students through different subjects, such as language, social science, general science, and biology. Pendidikan lingkungan hidup di Bangladesh sebagaimana diinformasikan oleh Salequzzaman dan Stocker, (2001: 72) bahwa pendidikan lingkungan hidup dibutuhkan tidak sekadar membangun penguasaan kebijakan, tetapi juga membangun masyarakat yang dapat memberikan kontribusi kepada pemegang kebijakan. Environmental education is necessary not only to develop expertise which can contribute to policy making, but also to create a civil society which demands environmental accountability of its government and works with government in implementation Salequzzaman & Stocker, (2001: 72). Secara teknis Sarkar (2011: 3) menginformasikan beberapa tema yang berhubungan dengan lingkungan. These subjects deal with various themes relating to environment, even though no general objectives of secondary education explicitly states any direct emphasis on environmental education. 41
(3) India Kondisi lingkungan di India sangat luas dan sangat beragam iklim kondisi geologis, geografis, flora, fauna, etnis, bahasa, kondisi sosial dan juga ekonomi ekonomi. Oleh karena itu, pendidikan lingkungan pendidikan harus mendapatkan perhatian yang penting. Sebagaimana
diungkapkan
oleh
(Halder,
2012:
2224).
The
environmental scenario of India is very wide. Ours is a country highly diverse
climatically,
floristically,
geologically,
faunistically,
geographically,
ethnically,
lingually,
edaphically, socially
and
economically. Therefore, environmental education (EE) has to be essentially location-specific. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di beberapa negara didasarkan pada tuntutan kondisi lingkungan. Lembaga pendidikan formal maupun non formal dipandang mampu mempromosikan etika lingkungan
dan
pembangunan
berkelanjutan.
Hasil
pendidikan
diharapkan mampu berkontribusi pada kebijakan yang berorientasi pada kelestarian fungsi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. f) Kebijakan UNESCO dan Implikasinya di Indonesia UNESCO menyatakan dekade pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan/Decade
of
Education
for
Sustainable
Development
(UNDESD) untuk periode 2005-2014 menekankan pentingnya pendidikan untuk mencapai berkelanjutan sebagaimana diungkapkan oleh (Erdogan, 2009: 133) UNESCO proclaimed the Decade of Education for Sustainable Development (UNDESD) for the period of 2005-2014 which emphasize the importance
of
education for achieving sustainable.
Pelaksanaan 42
pendidikan lingkungan hidup melalui jalur pendidikan formal dan informal, jenjang dan jenis pendidikan secara menyeluruh. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui dua jalur yakni jalur pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan formal dilaksanakan mulai dari pendidikan prasekolah hingga pendidikan tinggi. Pendidikan non formal diberikan kepada pemuda dan orang dewasa pada semua lapisan masyarakat baik pemerintah maupun non pemerintah. Pendidikan formal dengan memberikan pendidikan dan pelatihan secara profesional kepada guru. Hal ini sebagaiman diungkapkan oleh (Shukla dan Sharma, 1996: 83) environmental education should include both formal and non formal education sectors. Formal education sector should include pre school to higher education students as well as teachers and environmental professionals in training and retraining. The non formal education sector should include youths and adults from all segments of the populations such as family, workers, managers and decision maker, in governmental as well as non governmental fields. Lingkungan hidup yang disemaikan melalui dunia pendidikan tidak harus menjadi mata pelajaran tersendiri, tetapi disajikan lintas mata pelajaran melalui pokok-pokok bahasan yang relevan. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak cukup hanya menjadi tanggung jawab guru Geografi, IPA, Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) saja, misalnya, tetapi harus menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran (integrated). Budaya cinta lingkungan hidup penting dikembangkan melalui dunia pendidikan, dengan alasan jutaan anak bangsa kini tengah gencar menuntut ilmu di bangku pendidikan. Merekalah yang kelak akan menjadi penentu 43
kebijakan tentang penanganan dan pengelolaan lingkungan hidup agar menjadi. Kondisi terhadap krisis lingkungan harus disampaikan oleh guru di sekolah. Menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada anak-anak bangsa melalui bangku pendidikan sama saja menyelamatkan lingkungan hidup dari kerusakan yang makin parah. Hal itu harus dimulai sekarang juga. Kementerian Pendidikan Nasional yang memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan yang harus diimplementasikan agar dunia pendidikan mampu melahirkan generasi masa depan yang peduli lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat dan negaranya. Rekomendasi hasil Lokakarya Pendidikan Lingkungan di Berado, Yogaslavia sejak tahun 1970 pendidikan lingkungan tidak hanya terbatas pada pemberian pengetahuan lingkungan,
akan
tetapi
mengembangkan
sikap
dan
nilai
yang
menggambarkan pengembangan kesadaran terhadap lingkungan di sekitarnya dan memiliki tanggung jawab berbuat untuk memecahkan isu dan
persoalan
lingkungan.
Konferensi
antar
Pemerintah
tentang
pendidikan Lingkungan di Tribilisi Uni Sofyet yang menekankan pada masyarakat Internasional agar mempertimbangkan untuk memasukkan nilai-nilai etik ke dalam pendidikan lingkungan dan agar dalam mengembangkan kreativitas dan nilai diarahkan pada peningkatan kualitas hidup (Farikhah, 2011: 79). Mochizuki (2010: 37) memberikan penjelasan bahwa program education for sustainable development (ESD) yang di dalamnya ada unsur pendidikan lingkungan sangat penting untuk mewujudkan
program
MDG’s.
Pendidikan
untuk
pembangunan 44
berkelanjutan (ESD) dalam rangka menjalankan kampanye United Nation Literacy Decade (UNLD). Berikut tulisan Mochizuki (2010: 46) One aspect is the idea that education for sustainable development (ESD) supplements fore running global education campaigns of EFA and the UN Literacy Decade (UNLD). Topik yang berkaitan dengan program lingkungan oleh UNESCO antara lain perspektif lingkungan, sumber daya alam (air, energi, pertanian, keanekaragaman hayati), perubahan iklim, transformasi perdesaan, urbanisasi yang berkelanjutan, pencegahan dan mitigasi bencana. sebagaimana dikutip oleh Mochizuki (2010: 46) antara lain environmental perspective, natural resources (water, energy, agriculture,
biodiversity),
climate
change,
rural
transformation,
sustainable urbanisation, disaster prevention and mitigation. Pengentasan permasalahan lingkungan diupayakan melalui kegiatan preventif. Upaya tersebut diperlukan kerjasama secara menyeluruh dan global yang menyangkut semua komponen bangsa. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Mochizuki (2010: 52) bahwa masyarakat diminta untuk turut
berpartisipasi
pada
program
pendidikan
lingkungan
tanpa
meresahkan dana dari pemerintah. Kemitraan sekolah dengan masyarakat dapat menyediakan sumber daya tambahan untuk berperan dalam membiayai pendidikan formal dan non formal. Hal ini dikonsepkan oleh Mochizuki (2010: 52) The mainstream discourse of ESD celebrates school-community partnerships as the ‘panacea’ and exhorts the community to provide supplementary resources voluntarily to public schools, without giving serious thought to the diminished role of the state in financing education-formal education (including higher education) as 45
well as what Asaoka called ‘formal social education’. Konferensi antar Pemerintah tentang Pendidikan Lingkungan di Tribilisi Uni Sofyet menekankan pada dunia Internasional agar memasukkan nilai-nilai etik ke dalam pendidikan lingkungan dan mengembangkan kreativitas nilai untuk mencapai peningkatan kualitas hidup (UNESCO dalam Farikhah, 2011: 79). (1) Kebijakan Pemerintah melalui Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Pendidikan Nasional tentang Pendidikan Lingkungan Hidup. Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional pada tanggal 3 Juni 2005 membangun kesepakatan bersama dalam pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional. Keputusan Bersama
No.
KEP
07/MENLH/06/2005-No.
05/VI/KB/2005
sebagaimana ditulis oleh Soerjani, Yuwono, dan Ferdiaz (2006: 185) memuat tujuan kerjasama, ruang lingkup, dan pelasanaan kesepakatan. Tujuan kerja sama antara lain menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai wawasan lingkungan hidup kepada peserta didik dan masyarakat, dan meningkatkan mutu sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup.
Ruang lingkup antara lain koordinasi dalam
penyusunan program pendidikan lingkungan hidup jangka pendek, menengah, dan panjang, pengembangan pendidikan lingkungan hidup sebagai wadah/sarana menciptakan perubahan perilaku manusia yang berbudaya
lingkungan,
peningkatan
pelaksanaan
pendidikan
lingkungan hidup pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan, peningkatan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang 46
pendidikan lingkungan hidup, peningkatan peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan lingkungan hidup. Pelaksanaan kesepakatan dengan koordinasi dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup antara lain melaksanakan beberapa kegiatan antara
lain
penetapan
dan
pengembangan
materi
pendidikan
lingkungan hidup, kerja sama dalam pelaksanaan program pendidikan lingkungan hidup, penyebarluasan berbagai informasi pendidikan lingkungan hidup, pelatihan pendidikan lingkungan hidup pada masyarakat, monitoring dan evaluasi substansi bahan ajar pendidikan lingkungan hidup secara berkala dan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup. Koordinasi dengan Menteri Pendidikan Nasional melaksanakan kegiatan antara lain penetapan kebijakan, pedoman dan program
pendidikan
lingkungan
hidup,
pengembangan
materi
pendidikan dan pelatihan di bidang lingkungan hidup, peningkatan kompetensi sumber daya manusia bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kerja kependidikan, pembinaan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, pengintegrasian pendidikan lingkungan hidup pada sistem pendidikan nasional, pengembangan materi ajar dan metode pembelajaran lingkungan hidup, pelatihan bagi pendidik dan tenaga kependidikan, penyebarluasan berbagai informasi pendidikan lingkungan hidup, koordinasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, penyusunan profil pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup (Soerjani, Yuwono, dan Ferdiaz, 2006: 186).
47
Pelaksana Pendidikan dari unsur peserta didik dan tenaga kependidikan. Peserta didik antara lain mendapatkan perlakuan sesuai dengan bakat, motivasi, minat, aspirasi dan kemampuannya, mengikuti program pendidikan yang bersangkutan atas dasar pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh tingkat pendidikan tertentu yang telah dibakukan, mendapatkan bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan persyaratan yang berlaku, pindah ke satuan pendidikan yang sejajar atau tingkatnya lebih tinggi sesuai dengan persyaratan penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan yang hendak dimasuki, memperoleh penilaian hasil belajarnya, menyelesaikan program pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan, mendapat pelayanan khusus bagi penyandang cacat, ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi peserta yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku, mematuhi semua peraturan yang berlaku, menghormati kelembagaan dan tenaga kependidikan, ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, ketertiban dan keamanan satuan pendidikan yang bersangkutan. Tenaga kependidikan adalah tenaga pendidik, pengelola dalam pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Tenaga kependidikan ini berkewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Tenaga kependidikan berkewajiban untuk membina loyalitas pribadi dari 48
peserta didik terhadap ideologi Negara dan Undang-undang Dasar 1945, menjunjung tinggi kebudayaan bangsa dan kemanusiaan yang universal, melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab dan penuh pengabdian, meningkatkan kemampuan profesional sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa, menjaga nama baik sesuai dengan kepercayaan yang diberikan masyarakat, bangsa, dan negara (Soerjani, Yuwono, dan Ferdiaz, 2006: 187). Surat Kesepakatan Bersama (SKB) antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri pendidikan Nasional nomor 003/MENLH/02/2010, Nomor 01/II/KB/ 2010 tentang pendidikan lingkungan hidup memandang pentingnya pendidikan lingkungan bagi semua satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Pada nota kesepakatan tersebut disampaikan pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, memerlukan sumber daya manusia yang sadar dan mampu memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengetahuan, nilai, sikap, perilaku, dan wawasan mengenai lingkungan hidup perlu diberikan sejak dini kepada seluruh lapisan masyarakat dan peserta didik pada semua satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Penguatan dan pemberdayaan lembaga dan masyarakat pelaku dan pemerhati lingkungan hidup perlu ditingkatkan. SKB pada pasal 4 Menteri Pendidikan Nasional sebagai pihak kedua bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan, pedoman dan program pendidikan lingkungan hidup, membina, mengembangkan, mengintegrasikan, menetapkan materi dan sarana/prasarana pendidikan 49
serta pelatihan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada sistem pendidikan nasional. Meningkatkan kapasitas peserta didik, pendidikan dan tenaga kependidikan, masyarakat, pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, dan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup. SKB memiliki tujuan dan ruang lingkup diterakan dalam pasal berikut: a) Pasal 1 Tujuan SKB untuk menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, perilaku, dan wawasan, serta kepedulian lingkungan hidup peserta didik dan masyarakat dan meningkatkan mutu sumber daya manusia sebagai pelaksana pembangunan berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. b) Pasal 2 Ruang lingkup SKB meliputi pengembangan pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development/ESD) termasuk pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai wadah/sarana menciptakan perubahan pola pikir, sikap, serta perilaku manusia yang berbudaya lingkungan hidup. Koordinasi dan sinergi dalam penyusunan program pendidikan lingkungan hidup jangka pendek, menengah, dan panjang sebagai bagian dari ESD. Revitalisasi penelitian dan pengembangan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemberian penghargaan kepada individu, lembaga dan masyarakat yang peduli berjasa dan/atau berprestasi 50
dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, peningkatan kapasitas, komitmen, dan peran serta masyarakat, pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, serta pendidikan dan tenaga kependidikan untuk berperan aktif menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup (Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).
SKB ini memuat tujuan kerjasama, ruang lingkup, dan pelaksanaan
kesepakatan
dalam
rangka
mengimplementasikan
pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. SKB ini dilaksanakan melalui semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai media untuk menciptkan perubahan pola pikir, sikap serta perilaku manusia untuk memberikan kepedulian kepada lingkungan. Revitalisasi dilakukan melalui
peningkatan
kualitas
penelitian
dan
pengembangan
pengelolaan dan perlindungan lingkungan termasuk di dalamnya memberikan penghargaan kepada individu, lembaga dan masyarakat. (2) Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup Undang-undang Sisdiknas (2003:7) bagian keempat Pasal 24 ayat (1) dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan. Dengan demikian, perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengembangkan disiplin keilmuan tertentu yang disusun secara sistematis, terpadu, dan integral dengan kurikulum yang diberlakukan. (a) Kurikulum 51
Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu currir yang artinya pelari dan curere yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Secara istilah, kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental (Nizar, 2002: 56). Kurikulum disusun memiliki tujuan yang hendak dicapai, sebagaimana diteorikan oleh Soerjani, Yuwono, dan Ferdiaz (2006: 187) kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan
pendidikan
perkembangan
nasional
peserta
didik
dengan dan
memperhatikan kesesuaiannya
tahap dengan
lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sera kebudayaan/kesenian, sesuai dengan lokasi jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan. Kebijakan, arah dan pelaksanaan pendidikan perlu berorientasi ke dalam kepedulian lingkungan hidup (environmental centered learning). Kurikulum bagi pendidikan dasar merupakan implementasi dari perencanaan proses belajar mengajar baik di kelas maupun di luar kelas sebagaimana di ungkapkan oleh Sharma (2006: 133) bahwa curriculum is the base of education on which the teaching learning process is planned and implemented. it is totally of all the learning to which students are exsposed during their study in the school, in the classroom, in laboratory, in the library, in the workshop, on the farm and the playground. 52
Kurikulum dalam pendidikan lingkungan hidup memuat tentang biotik, abiotik dan sosial yang mengatur lingkungan tentang aktivitas manusia terhadap isu-isu lingkungan yang sedang terjadi
seperti
pemansan
global,
penipisan
lapisan
ozon,
pengelolaan sampah dan lain sebagainya agar dapat bertanggung jawab
terhadap
perubahan
lingkungan
tersebut.
Hal
ini
sebagaimana diungkapkan oleh Hale dalam Soerjani (1997: 59) bahwa In the terms of an environment curriculum entitlement suggested this may include an understanding of biological and physical systems which regulate the environment globally and locally, how and why human activity is placing the environment under pressure. Environmental problems, such as global warming, depletion of the ozon layer, waste management, etc. As a result of human activity and the options to alleviate these problems, the individuals responsibility to the environment. Implementasi
dari
kurikulum tersebut
bagi
lembaga
pendidikan memainkan peran yang sangat signifikan. Hal ini diungkapkan oleh (Pandey dan Vedak, 2010: 4) bahwa educational institutes play an instrumental role in defining and achieving the goal of social well-being. Institutions of higher education prepare professionals who develop, manage, teach, lead and influence society. In order to create able leaders who can make the world better, sustainable development should be made a part of the university curriculum. Lebih lanjut dikonsepkan oleh Pandey dan
53
Vedak (2010: 7) bahwa environmental education can be effective as a part of a school curriculum. Lembaga pendidikan memainkan peran penting dalam mencapai tujuan kesejahteraan sosial. Lembaga pendidikan tinggi mempersiapkan
para
profesional
yang
mengembangkan,
mengelola, mendidik, memimpin dan mempengaruhi masyarakat. Para pemimpin dapat membuat dunia yang lebih baik dan pembangunan berkelanjutan harus menjadi bagian dari kurikulum universitas. Berdasarkan etimologi tersebut dalam dunia pendidikan memberikan pengertian sebagai circle of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran di mana guru dan murid terlibat di dalamnya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental. Kurikulum dipahami tidak sekadar rencana pelajaran atau bidang studi, tetapi merupakan rencana nyata yang terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Sebagai rel penentuan rencana dalam proses pendidikan kurikulum memiliki komponen dasar. Komponen kurikulum tersebut antara lain tujuan, isi, metode, dan evaluasi (Tafsir, 2001: 53). Lembaga pendidikan memainkan peran penting dalam mendefinisikan
dan
mencapai
tujuan kesejahteraan
sosial.
Lembaga pendidikan tinggi mempersiapkan para profesional yang mengembangkan,
mengelola,
mengajar,
memimpin
dan
mempengaruhi masyarakat. Untuk menciptakan pemimpin mampu 54
yang bisa membuat dunia yang lebih baik, pembangunan berkelanjutan harus menjadi bagian dari kurikulum universitas. Pendidikan adalah kekuatan pendorong yang signifikan untuk meningkatkan
kapasitas
berkelanjutan.
Pendidikan
dan
transformasi
meningkatkan
pembangunan
keprihatinan
atas
praktek-praktek berkelanjutan dan meningkatkan kapasitas untuk menghadapi dan mengubah kondisi lingkungan yang kurang layak menjadi lingkungan yang baik dan sehat. Pendidikan melakukan beberapa fungsi secara bersamaan untuk membuat manusia yang baik. Pendidikan sebagai harapan terbaik bagi manusia dan cara yang paling efektif dalam mencapai pembangunan
berkelanjutan.
Pendidikan
lingkungan
untuk
pembangunan berkelanjutan harus siap untuk mengidentifikasi dan mempertanyakan, dan dapat menciptakan masyarakat yang mampu beradaptasi pada kondisi alam dan sosial yang cepat berubah. Pendidikan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan juga harus mampu membangun manusia dengan kesiapan spiritual sebagai bagian dari kesiapan mental atas perubahan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh destruction (Shukla dan Sharma, 1996: 88) Environmental education, if it is to be effective, must make clear the link that exists between social and natural processes. Environmental educator must be prepared to identify and to question the social stuctures that cause environmental. A major priority is to reorient education toward sustainable development by improving each 55
country
capasity
to
address
environmental
programmes,
particularly in basic learning. This is indispensable for enabling people to adapt to a swiftly changing world and to resources. Education should, in all disciplines, address the dynamics of the physical/biological and social economic environment and human development, including spiritual development. Kurikulum sebagai landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan
melalui
akumulasi
sejumlah
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mental. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat menciptakan peserta didik yang mampu untuk melakukan adaptasi dan kesiapan spiritual dengan mengimplementasikan ilmu dan pengalamannya untuk melakukan ketanggapsegeraan terhadap perubahan lingkungan yang kurang layak menjadi lingkungan yang baik dan sehat bagi generasi yang akan datang. (b) Perencanaan Pendidikan Lingkungan Hidup Perencanaan pendidikan lingkungan hidup melalui kegian intrakurikuler dan ekstrakurikuler. Intrakurikuler sebagaimana dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 16 tahun 2010 Bagian kesatu Pasal 9 Ayat (3) rencana intrakurikuler
meliputi
pelaksanaan
identitas
mata
Pembelajaran
pelajaran,
standar
kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan
pembelajaran,
materi
ajar,
alokasi waktu,
metode
pembelajaran, kegiatan belajar, penilaian hasil belajar, dan 56
sumber belajar. Ekstrakurikuler sebagaimana dalam Peraturuan Menteri Agama No. 16 tahun 2010 bagian ke-dua pasal 10 ayat (1) disebutkan pendidikan
bahwa
proses
agama
pembiasaan, serta
pembelajaran
ekstrakurikuler
merupakan pendalaman,
penguatan,
perluasan dan pengembangan dari
kegiatan
intrakurikuler yang dilaksanakan dalam bentuk tatap muka atau non tatap muka. Kegiatan perencanaan pendidikan lingkungan hidup mengacu pada peraturan menteri agama RI tersebut. (c) Strategi Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup Strategi yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan yang dirancang antara lain pengembangan kelembagaan, kurikulum, sarana dan prasarana, informasi dan komunikasi, dan partisipasi masyarakat. Secara teknis beberapa upaya yang dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan, penelitian, dan pengabdian masyarakat (Tridharma Perguruan Tinggi). Hal ini sesuai dengan konsep yang dirumuskan oleh (Soerjani dan Monica Hale, 1997: 124) bahwa Its the designed to fit as much as possible with in the existing infrastucture and work within identified agency strengths. The eight programme are briefly describe below: institutional development programme, curriculem and materials development programme, research and development programme, training programme, information, education, communication, scholarship programme, facilities and equipment upgrading programme, policy development and reforms programme.
57
Program pengabdian masyarakat di perguruan tinggi seperti KKN dalam rangka mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan pengalaman mahasiswa di masyarakat. Mahasiswa melalui program KKN ini dapat menawarkan budaya yang dinilai baik agar dapat dimiliki oleh masyarakat sekaligus melakukan refleksi diri terhadap diri dan masyarakat. Hal ini sebagaimana diungkapkan Otto dan Wohlpart (2009: 234) the service-learning project brings the learning goals of the course to life. One group of students volunteered at a sustainability education lecture and public event that brought together a wide range of age groups who shared their experiences in the environment. This project fostered a deep sense of intergenerational respect. Several students initiated projects in their workplaces, seeking to transform an established culture. Projects ranged from starting a recycling programme to seeking local sourcing for products. Other students investigated the sustainability of their lifestyles; one analysed the environmental effects of all of the beauty and hygiene projects in her bathroom and then created an educational programme to make others aware of what she found. For all projects, students kept a journal reflecting on how their service activities expanded their ethics and wrote a final paper that summarised their activity and defined their emerging ethics of sustainability. Ultimately, the projects, along with
the
self-reflection,
created
an
opportunity
for
the
transformation of lifestyles and, perhaps, the beginnings of changes in culture. Students have the often uncomfortable 58
opportunity to reflect on their values, their beliefs and their daily actions. Strategi yang dapat digunakan untuk memenuhi tujuan yang dirancang antara lain pengembangan kelembagaan, kurikulum, sarana dan prasarana, informasi dan komunikasi, dan partisipasi masyarakat. Program Tridharma perguruan tinggi sebagai tiga pilar pelaksanaan pendidikan memiliki andil besar dalam menciptakan pendidikan
untuk
pembangunan
berkelanjutan.
Pengabdian
masyarakat melalui program kuliah kerja nyata dapat dijadikan sebagai wahana untuk menerapkan disiplin ilmu yang dikuasai oleh mahasiswa dan sekaligus sebagai wahana pembelajaran dari masyrakat kepada mahasiswa. program KKN ini dapat dijadikan sebagai refleksi perguruan tinggi dalam melaksanakan Tridharma perguruan tinggi. Implementasi pendidikan lingkungan hidup tidak mengenal ruang dan tempat, semua dapat dijadikan sebagai ruang gerak untuk membangun kepedulian terhadap lingkungan. Proses pendidikan lingkungan dapat diperkaya dengan mengikutsertakan peserta didik dalam berbagai macam kegiatan di luar kelas antara lain melalui kunjungan pameran, museum, wisata di alam, dan bergabung dalam organisasi pecinta lingkungan. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan tentang alam semesta dan isu-isu lingkungan yang sedang berkembang. Hal ini dapat diperhatikan pada konsep yang diberikan oleh Pearcy (2010: 127) bahwa Learning can take place 59
under a number of circumstances and within various settings and contexts. Free choice learning is a term used to describe learning that is intrinsically motivated, self directed and that typically takes place outside of the classroom. Free choice environmental learning can involve experiences such as visiting exhibits, museums, nature centre, parks, eco tourism, aquaria, or joining an environmental organization. While often the aforementioned activities are considered recreational, people also engage in these activities to become more informed about various aspects of the environment. Ruang untuk mempelajari lingkungan dengan segala hal yang terpaut dengannya dapat diperoleh melalui bentang alam semesta. Pengayaan terhadap kondisi alam dan lingkungan hidup tidak mengenal ruang dan waktu. pendidikan lingkungan hidup dapat dilakukan baik di dalam kelas maupun di luar kelas untuk mendapatkan informasi dan permasalahan yang timbul di masyarakat. Media pendidikan yang dapat membantu untuk memberikan fasilitas kepedulian sebagai implementasi bagi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan antara lain melalui internet dan media informasi dan komunikasi yang lainnnya. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Pearcy, (2010: 128) bahwa environmental information via the internet is readily available and is relevant to a variety of learning situation. Media pendidikan lingkungan hidup yang berkelanjutan dapat diperoleh dari berbagai sumber baik dunia nyata maupun dunia maya. Kedua sumber tersebut dapat 60
digunakan untuk saling melengkapi informasi tentang kualitas dan isu-isu lingkungan yang sedang berkembang. 2. Pembangunan Berkelanjutan a. Sustainable 1) Pengertian Pengertian sustainable didefinisikan oleh beberapa pakar antara lain Gobinath dan Mahendran, Kemp dan Parto, Otto, dan Wohlpart. Gobinath dan Mahendran, (2010: 18) menyatakan Sustainable is the need hour for our country to provide our future generation a cleaner, safer environment, to achieve it there are many path, one should be able to identify the best path related to their industry or organization to achieve sustainability. Berkelanjutan merupakan keberlangsungan untuk terpenuhinya semua kebutuhan manusia sampai pada generasi yang akan datang. Keberlanjutan memberikan kualitas lingkungan hidup yang baik, sehat, dan aman bagi generasi yang akan datang dengan membangun hubungan yang harmonis dengan dunia usaha. Kemp dan Parto (2005:14) menyatakan Keberlanjutan sering dilihat sebagai fasilitas perlindungan termasuk keragaman budaya yang lebih baik dan lebih adil bagi generasi yang akan datang. Hal ini diungkapkan oleh Kemp dan Parto (2005:14) bahwa sustainability is often seen as being about protection of amenities (including cultural diversity), but it is equally about continued advancement or creation: a better and more just world. Otto dan Wohlpart, 2010: 234) menyatakan Keberlanjutan dengan melibatkan manusia untuk menemukan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan dan alam semesta. Hal ini merupakan konsep yang diungkapkan oleh Otto dan 61
Wohlpart, 2010: 234) Sustainability ‘involves human beings finding a balance between themselves and the planet, and more, with the universe itself. Keberlanjutan berarti keberlangsungan semua kebutuhan manusia sampai pada generasi yang akan datang secara adil dan seimbang. Memberikan kualitas lingkungan hidup yang baik, sehat, dan aman bagi generasi yang akan datang dengan membangun hubungan harmonis dengan berbagai pihak. Hubungan harmonis antara pemerintah dan swasta memiliki kontribusi nyata dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan. 2) Tujuan Sustainable Tujuan berkelanjutan adalah kelangsungan hidup dan kesejahteraan semua spesies, dan bukan hanya sekadar manusia belaka. Hal ini dikonsepkan oleh oleh (Sundar, 2006:54) the goal of sustainable is the survival and well being of all species, not just humans. Dengan demikian, tujuan sustainable untuk keberlangsungan semua makhluk hidup di alam semesta. Kondisi yang sustainable bagi seisi alam semesta dapat mendukung pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan yang dapat mengantarkan pada sikap dan perilaku sustainable, maka pendidikan lingkungan hidup menjadi sangat penting diberikan pada semua jenjang dan jenis pendidikan. 3) Agenda Sustainable Prediksi pada tahun 2050 dunia akan mendapatkan populasi penduduk yang tinggi hingga mencapai 8 miliar orang. Pertumbuhan populasi yang cepat tersebut
berdampak sistemik terhadap kualitas lingkungan.
Kualitas
lingkungan akan mengalami degradasi yang signifikan seperti munculnya perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, erosi tanah, penggundulan 62
hutan, kelangkaan air, dan munculnya racun yang dapat mengancam tingkat kesehatan
masyarakat.
Agenda
pembangunan
berkelanjutan
perlu
direncanakan dengan baik untuk mengembalikan kualitas lingkungan yang dapat mendukung kehidupan yang lebih baik, aman, dan sehat. Masyarakat percaya kondisi ini akan terjaga dengan baik dengan melakukan aksi nyata seperti yang direncanakan oleh dengan Roy melalui program sumber daya energi, transportasi, konsumsi, manajemen sampah, pertanian, hutan dan sistem ekonomi baru. Roy (2011: 65-67) melalui teorinya dituliskan sebagai berikut: By 2050, the world will be burdened with a likely population of 8 billions people. Add to this the threat of global climatic change and ozone depletion and soil erotion, deforestation, water scarcity, and toxic contamination challenging the health and survability of the planet. But we believe the world will sustain, overcome and bring solutions to all the intractable problems, such as through energy source scenario, transportation scenario, zero waste consumtion, food and agriculture scenario, forest scenario, and new economic scenario. ESD sebagai upaya pendidikan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang terutama generasi mendatang untuk berkontribusi lebih baik bagi pengembangan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang dengan menyusun skenario untuk mengurangi dan mengusahakan sumber energi nuklir, transportasi, pertumbuhan nol untuk produksi sampah, makanan dan pertanian, hutan, dan ekonomi baru. Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri
Pendidikan
Nasional
nomor
03/MENLH/02/2010.
Nomor 63
01/II/KB/2010 tentang Pendidikan Lingkungan Hidup bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, perilaku, dan wawasan, serta kepedulian lingkungan hidup peserta didik dan masyarakat; dan
meningkatkan
mutu
sumber
daya
manusia
sebagai
pelaksana
pembangunan berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. Ruang lingkup kesepakatan bersama ini meliputi pengembangan pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development/ESD) termasuk pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai wadah/sarana menciptakan perubahan pola pikir, sikap, serta perilaku manusia yang berbudaya lingkungan hidup. Koordinasi dan sinergi dalam penyusunan program pendidikan lingkungan hidup jangka pendek, menengah, dan panjang sebagai bagian dari ESD. Revitalisasi penelitian dan pengembangan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pemberian penghargaan kepada individu, lembaga dan masyarakat yang peduli berjasa dan/atau berprestasi dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, peningkatan kapasitas, komitmen, dan peran serta masyarakat, pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, serta pendidikan dan tenaga kependidikan untuk berperan aktif menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup. b. Sustainable Development 1) Pengertian Istilah
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable
development)
dipopulerkan pertama kali dalam laporan Our Common Future oleh Commision on Environment and Development/WCED). Istilah berkelanjutan 64
adalah
pembangunan
yang
memenuhi
kebutuhan
masa
kini
tanpa
mengorbankan pemenuhan hak generasi masa mendatang (Abdullah, 2010:116). Pengertian ini menegaskan perlunya keseimbangan antara kepentingan hari ini dan kepentingan masa depan tanpa mengorbankan pemenuhan hak generasi sekarang dan yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan sering digambarkan sebagai perluasan daerah yang menyangkut kualitas sosial, ekonomi, dan ekologi yang saling tumpang tindih. Hal Ini memberikan gambaran yang berkaitan antara kualitas sosial, ekonomi, dan ekologi secara bersamaan dan terintegrasi, hal yang saling terpisah menjadikan sulit diwujudkan dalam mencapai keberlanjutan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh (Kemp dan Parto, 2005: 15) bahwa in early literature, sustainable development was often depicted as expansion of the area where circles of social, economic and ecological quality overlapped. These depictions were useful in stressing the links among desirable social, economic and ecological qualities and in indicating that much of our current activity lay outside the realm of potential sustainability. However, even where the roles of social and ecological as well as economic factors were respected, the tendency to consider them separately proved hard to overcome. Pembangunan
berkelanjutan
biasanya
dihubungkan
dengan
pembangunan yang berorientasi pada keberlanjutan secara ekonomi. Keberlanjutan secara ekonomi memberikan makna lingkungan dapat dilindungi tanpa banyak merugikan pada sektor ekonomi. Sebagaimana disampaikan bahwa oleh Shukla dan Sharma (1996: 57) sustainable development means development of the economy of any region in such manner
65
that environment could be protected without much harming to any sector of the economy. Keterbatasan
pada
sektor
ekonomi
menjadikan
pembangunan
berkelanjutan menjadi berdampak serius terhadap lingkungan. Pembangunan berkelanjutan secara integral harus menjadi strategi pembangunan yang berjalan secara terencana dengan baik, sehingga kebutuhan ekonomi dapat ditolerir, teknologi dapat mendukung, lingkungan dapat merespon dengan positif, masyarakat dan pemerintah tidak melakukan tindakan penyimpangan terhadap lingkungan. Hal ini sebagaimana diteorikan (Shukla dan Sharma, 1996: 57) oleh Sustainable development is a developmental strategy through which any developmental action should not be started hurriedly but it should be in such a manner that the same our economy could tolerate, technology could cooperate, environment could respond positive, people could achieve their target and the structure of the society and the government could guard against distortion. Sustainable development is process of change in which the exploitation of resources the direction of invesments, the orientation of technological development, and institutional change are all in harmony and enhance both current and future potential to meet human needs and aspirations (Shukla dan Sharma, 1996: 38). Pembangunan berkelanjutan sebagai proses perubahan melalui teknologi dan perubahan kelembagaan semuanya selaras untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan. Pembangunan berkelanjutan juga untuk mencapai derajat standar kehidupan yang lebih baik dan sejahtera dengan tetap menjaga keberlangsungan hidup pada ekosistem yang ada. Pembangunan berkelanjutan memeperhatikan wawasan lingkungan hidup. 66
Pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, mutu hidup generasi masa kini dan masa depan
(Peraturan Rektor
Unnes nomor 22 tahun 2012). Sustainable development means achieving a quality of life or standard of living that can be maintained for many generations because it is socially desirable, fulfilling people’s cultural, material, and spiritual needs in equitable ways, economically viable paying for itself, with costs not exceeding income, ecologically sustainable, maintaining the long term viability of supporting ecosystems (Sundar, 2006: 10). Pembangunan berkelanjutan sebagai proses pencapaian kebutuhan manusia difokuskan pada individu dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dan berbagi dengan masyarakat. Hal ini berlawanan dengan pendekatan pembangunan
yang difokuskan pada
eksploitasi
sumberdaya alam untuk kepentingan jangka pendek. Hal ini sebagaimana dikonsepkan oleh (Wimala Ponniah dalam Soerjani, 1997: 26) bahwa sustainable development is a process focused on people and societies how the define needs with reference to their own goals and the goals the share as members of communities and nations. It is in stark contrast to development approches the have focussed on resources for exploitation as a means of short term wealth generation. Pembangunan berkelanjutan memerlukan dukungan dari berbagai pihak secara vertikal dari pembuat kebijakan, akademisi, dan pemerintah di seluruh wilayah. Hal ini sebagaimana dikonsepkan oleh Gobinath dan Mahendran, (2010: 18) bahwa sustainable development that meets of the preserve withaut 67
compromissing the ability of future generation to meet their own needs. Sustainable development is widely used these days by the policy makers, academia, goverments in all area including develompental project, and in many verticals. Menerapkan komitmen untuk pembangunan berkelanjutan memerlukan pemahaman yang lebih luas dan tidak sekadar untuk memenuhi tujuan yang ambisius pada kepentingan satu generasi dengan satu faktor, tetapi dibutuhkan kerjasama yang koheren antar berbagai bidang yang saling terkait dalam proses perencanaan, administrasi, dan masyarakat. Hal ini sebagaimana dikonsepkan oleh (Kemp dan Parto, 2005: 17) bahwa implementing a commitment to sustainable development entails a substantial transition not just to a broader understanding and a more ambitious set of objectives, but also to more coherently interrelated institutional structures and processes of planning, administration, markets, tradition and choice at every scale. Meskipun demikian, pembangunan berkelanjutan tetap memperhatikan prinsip berkelanjutan ekonomi, lingkungan alam, dan lingkungan sosial yaitu dapat memadukan antara ekologi dan ekonomi. Hal ini diungkapkan oleh Shukla dan Sharma (1996: 67) principle of sustainable development can be examined on the basis of economic, environemental issues and social mileu. Buzzword sustainable development has tried to marry ecology and economy. Pada prinsipnya pembangunan berkelanjutan tidak sekadar untuk memenuhi tujuan pemenuhan kebutuhan untuk satu generasi, tetapi untuk generasi
yang
akan
datang.
Pembangunan
berkelanjutan
dalam
implementasinya memadukan prinsip berkelanjutan ekonomi, lingkungan alam, dan lingkungan sosial. 68
2) Cita-cita Pembangunan Berkelanjutan Agenda utama pembangunan berkelanjutan adalah mensinkronkan, mengintegrasikan, dan memberi bobot yang sama bagi aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup. Ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai bagian yang terkait erat antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana Keraf (2002: 168) menyatakan agenda utama pembangunan berkelanjutan untuk mensinkronkan aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup dijembatani melalui pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup, yaitu pendidikan yang memiliki motivasi untuk mewujudkan kepedulian terhadap lingkungan. Soerjani, Yuwono, dan Ferdiaz (2006: 194) menyebutkan pengelolaan lingkungan sebagai dukungan pembangunan yang berkelanjutan ini harus dicapai melalui pendidikan lingkungan hidup. Sinkronisasi aspek ekonomi, sosial budaya, dan lingkungan hidup melalui pendidikan lingkungan hidup diupayakan mampu membangun paradigma berkelanjutan dengan melakukan penghematan sumber daya alam dan lingkungan, pendaur ulangan dan perbaikan pada sisi ekonomi. Pada sisi sosial dan budaya melakukan rekadaya dan rekayasa untuk memberi nilai tambah sumber daya yang dieksploitasi. Sisi lingkungan hidup dengan mengurangi perilaku perusakan terhadap lingkungan hidup. Sinkronisasi ketiga aspek tersebut dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan memerlukan sumber daya manusia yang sadar dan mampu memelihara kelestarian lingkungan dan fungsi lingkungan hidup. Sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan tersebut diciptakan dalam proses pendidikan yang berwawasan lingkungan/pendidikan lingkungan hidup. Secara sederhana dapat disampaikan bahwa untuk 69
mencapai cita-cita agenda pembangunan yang berkelanjutan hanya satu cara yang perlu dipersiapkan yaitu melalui pendidikan lingkungan hidup. 3) Prinsip Pembangunan Berkelanjutan Prinsip pembangunan berkelanjutan antara lain menghormati dan memelihara komunitas kehidupan, memperbaiki kualitas hidup manusia, melestarikan daya
hidup dan keragaman bumi, menghidari pemborosan
sumber-suber daya yang tidak terbarukan, berusaha tidak melampaui batas daya dukung bumi, mengubah sikap dan gaya hidup orang-perorang, mendukung kreativitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sendiri, menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya pembangunan dan pelestarian, dan menciptakan kerjasama global (Abdullah, 2010: 118). Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan memuat 27 prinsip untuk mengatur perilaku ekonomi dan lingkungan individu dan bangsa dalam upaya untuk keberlanjutan global. Di antara dua puluh tujuh prinsip, dua diberikan di bawah ini 1. Prinsip ke-4 dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan, perlindungan lingkungan harus menjadi bagian integral dari proses pembangunan dan tidak dapat dianggap terpisah dari itu, 2. prinsip ke10 isu lingkungan terbaik ditangani dengan partisipasi semua warga negara yang bersangkutan. Hal ini diungkapkan oleh (Shukla dan Sharma, 1996: 74) the Rio declaration on environment and development is it a set of 27 principles to govern the economic and environmental behaviour of individuals and nations in the quest for global sustainability. Among the twenty seven principles, two are given below 1. Principle 4 in order to achieve sustainable development, environmental protection shall constitute an integral part of the development process and cannot be considered in isolation from it, 2 principle 70
10 environmental issues are best handled with the participation of all concerned citizens, at the relevan level. Implementasi prinsip pembangunan berkelanjutan sebagaimana dikonsepkan oleh Keraf (2002: 175-6) ada empat prinsip yaitu demokrasi, partisipasi masyarakat, akses informasi yang jujur dan terbuka, dan akuntabilitas publik. Prinsip pembangunan berkelanjutan dilaksanakan atas kehendak bersama dan untuk kepentingan bersama, dan ada keterlibatan masyarakat dalam menentukan agenda prioritas pembangunan. Hasil-hasil pembangunan dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat yang dapat dipertanggung jawabkan sejauhmana aspirasi masyarakat dapat didengar, diakomodasi, dan diwujudkan. Prinsip pembangunan berkelanjutan ini dapat membuka peluang pada keberlanjutan ekologi, dan tidak semata-mata pada keberlanjutan pembangunan. Masyarakat dapat mengembangkan kemampuan ekonominya sesuai dengan kondisi yang dihadapi khususnya kondisi sosial budaya. Masyarakat dapat terdorong untuk menjaga fungsi lingkungan karena kondisi ekonomi sangat tergantung pada kualitas lingkungan. Dengan demikian, kondisi lingkungan, ekonomi, dan kualitas masyarakat turut menentukan pada proses pembangunan berkelanjutan. 3. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable development) a. Pengertian Kementerian Lingkungan Hidup dan UI (2012: 1) Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development) adalah pendidikan yang mempunyai wawasan dan konsep yang lebih luas daripada sekadar pendidikan tentang lingkungan, melihat hubungan sebab dan akibat, dan 71
cara mengatasinya. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang (utamanya generasi mendatang) untuk berkontribusi lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada masa sekarang dan akan datang. Pendidkan untuk pembangunan berkelanjutan mengarahkan pada proses pendidikan yang dapat menciptakan kesadaran dan kemampuan kepada semua orang agar dapat berkontribusi lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang. Pentingnya pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, maka PBB telah mendeklarasikan tahun 2005 sampai dengan 2014 sebagai dekade pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. UNESCO bertanggung jawab untuk mempromosikan agar semua warga negara terlibat dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh (Gobinath dan Mahendran, 2010: 477). The United Nations has declared 2005-2014 to be the "Decade of education for Sustainable Development". The UNESCO, responsible for its promotion, states that all citizens should be involved given the "situation of real planetary emergency in which we find ourselves. Otto dan Wohlpart (2009: 232) berpendapat pendidikan keberlanjutan tidak terbatas pada aspek kognitif tetapi termasuk di dalamnya aspek perilaku, sikap, dan kemampuan untuk merasa peduli terhadap lingkungan hidup. Secara eksplisit dituliskan: sustainability education is ‘not limited to cognitive aspects, since (it) involves challenges, behaviors, attitudes and intentions,’ as well as the ability ‘to feel bound to the human community’. Lembaga pendidikan memandang ekologi sebagai faktor utama pada keberlanjutan lingkungan. Saat ini lembaga pendidikan sudah memulai mengenal dan memandang penting faktor lingkungan untuk menciptakan lingkungan yang 72
baik. Misra dalam Sharma (2006: 235) memberikan pendapat kebutuhan dasar pengelolaan lingkungan yang penting antara lain adanya dampak aktivitas manusia terhadap lingkungan, sistem nilai, rencana dan desain untuk pembangunan berkelanjutan, dan pendidikan lingkungan. Pendapat Misra dalam Sharma (2006: 235) secara rinci dituliskan: the basic requirement of environmental management recognise by him are, 1. Impact of human activities on the environment, 2. Value system, 3. Plan and design for sustainable development, and environmental education. Untuk memadukan hal tersebut dalam mencapai pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dibutuhkan partisipasi semua masyarakat dari berbagai kalangan. Hal ini sebagaimana diteorikan oleh Brown dan Gabaldon dalam Shukla dan Sharma (1996: 79) sustainable development will require widespread civic participation at all levels of decision making as its corner stone, and quality participation requires quality education. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan merupakan
pendidikan
yang memberi kesadaran dan kemampuan pada aspek kognitif perilaku, sikap, dan kemampuan untuk merasa peduli terhadap lingkungan hidup untuk berkontribusi lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada masa sekarang dan akan datang. Upaya mencapai pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dibutuhkan partisipasi semua masyarakat dari berbagai kalangan. b. Fungsi Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan. Fungsi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan deikemukakan oleh beberapa pakar antara lain Pandey dan Vedak dan Vidyadhar Vedak, Mochizuki, dan Pearcy. Pandey dan Vedak (2012: 6) menyatakan fungsi pendidikan adalah sebagai pendorong yang signifikan untuk meningkatkan kapasitas dan transformasi pengetahuan dan pengalaman menuju pembangunan berkelanjutan. 73
Fungsi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan untuk meningkatkan keprihatinan dan kepedulian terhadap fenomena lingkungan yang berkembang dengan cepat. Melalui pendidikan dapat secara efektif mengantarkan manusia menjadi lebih baik dalam perilaku dan gaya hidup yang diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Secara detil disampaikan oleh Pandey dan Vedak (2012: 6) bahwa education is the significant driving force of capacity building for and transformation towards sustainable development. Education increases concern over unsustainable practices and increases our capacity to confront and change. Education performs several functions simultaneously to make a person good human being. It not only informs people, it can change them. It is a key instrument for bringing about the changes in knowledge,values, behaviours and lifestyles required to achieve sustainability and stability within and among countries. Education is humanity’s best hope and most effective means in the quest to achieve sustainable development. Fungsi pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan untuk membangun motivasi dalam meningkatkan kapasitas pengetahuan dan pengalaman menuju pembangunan
berkelanjutan.
Melalui
pendidikan
dapat
meningkatkan
keprihatinan dan kepedulian terhadap fenomena lingkungan yang berkembang. Melalui pendidikan diharapkan secara efektif dapat mengantarkan manusia menjadi lebih baik dalam perilaku dan gaya hidup yang diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Mochizuki (2000: 46) menyatakan Education for Sustainable Development (ESD) diajukan untuk dapat memelihara dan melestarikan lingkungan. Melalui ESD diharapkan terbangun kapasitas komunitas atau bangsa yang mampu membangun, mengembangkan, dan mengimplementasikan rencana kegiatan yang 74
mengarah kepada sustainable development (Kementerian Lingkungan Hidup dan UI, 2012: 1). Fungsi pendidikan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan diarahkan secara konkret agar dapat memiliki pengetahuan, sikap, dan perilaku peduli lingkungan. Pengetahuan, sikap dan perilaku peduli lingkungan yang menjadi miliki peserta didik secara signifikan dapat mempengaruhi orang lain. Kepedulian terhadap lingkungan secara kolektif dapat menjaga sikap dan perilaku yang lebih besar dalam menciptakan pembangunan berkelanjutan. Pearcy (2010: 125) menyatakan pendidikan lingkungan hidup memberi kontribusi yang efektif untuk menciptakan kemampuan individu dalam memberikan pendapat dan membuat keputusan tentang kepedulian terhadap lingkungan. Namun, dalam banyak hal harus ditekankan bahwa meningkatkan pengetahuan seseorang tentang lingkungan tidak selalu memastikan perilaku bertanggung jawab terhadap lingkungan. Demikian yang disampaikan oleh Pearcy (2010: 125) sebagaimana dalam tulisan berikut ini: Effective environmental education contributes to individuals’ ability to make sound decisions about their actions which impact the environment. However, it must be emphasised that increasing one’s knowledge about the environment does not necessarily ensure environmentally responsible behaviour. Kontribusi pendidikan lingkungan dalam menciptakan sikap dan perilaku peduli lingkungan kepada peserta didik cukup signifikan. Pengaruh dari luar lembaga pendidikan bagi peserta didik untuk mengimplementasikan sikap dan perilakunya menjadi terbuka lebar. c. Penerapan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Perguruan Tinggi Kementerian Lingkungan Hidup dan UI (2012: 1) tentang juknis green campus
disebutkan
bahwa
penerapan
pendidikan
untuk
pembangunan 75
berkelanjutan di PT di Indonesia dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ke dalam tiga fungsi utama perguruan tinggi di Indonesia, yaitu: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat serta manajemen kampus. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menyokong pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi adalah menjadikan perguruan tinggi sebagai kampus yang berkelanjutan melalui program green campus. Penerapan
pendidikan
untuk
pembangunan
berkelanjutan
di
PT
sebagaimana tersebut di atas dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat serta manajemen kampus melalui green campus. Green campus sebagai muaranya, maka diperlukan daya dukung dari unsur pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat serta manajemen kampus. Pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan melalui pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup mendukung terwujudnya green campus/eco campus. Penelitian yang mengarah pada efektivitas dan efisiensi penggunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup diperlukan dalam mewujudkan green campus/eco campus. Peran serta masyarakat sebagai mitra lembaga PT diperlukan untuk mengimplementasikan hasil pendidiakan dan penelitian dalam mendukung implementasi green campus/eco campus di PT. Manajemen kampus sebagai bagian penting untuk merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi proses pendidikan yang berlangsung, penelitian yang dilakukan, dan pengabdian masyarakat yang didukung oleh mahasiswa bersama-sama dengan masyarakat perlu mendapatkan dukungan pimpinan di PT, dosen, karyawan, dan mahasiswa.
76
4. Program Eco Campus dalam Perguruan Tinggi a. Perguruan Tinggi/Universitas 1) Pengertian PT merupakan kelembagaan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas. Secara khusus pendidikan lingkungan mulai dari dasar sampai akademik ini perlu dilakukan secara berkesinambungan terhadap konsep dasar tentang lingkungan hidup yang diintegrasikan ke dalam seluruh tingkatan atau jenjang dan kurikulum pendidikan yang ada (Soerjani, 2006: 184). Universitas merupakan tempat untuk menghasilkan pemikir dan perintis kemajuan ilmu dan teknologi. Tanpa sumber daya manusia yang bermutu dalam riset dan teknologi, kita akan semakin ketinggalan dalam persaingan global yang makin terbuka (Atmojo, 2005: 328). PT merupakan kelembagaan pendidikan
yang menyelenggarakan
pendidikan
berbentuk akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas untuk menghasilkan pemikir dan perintis kemajuan ilmu dan teknologi. PT menjalankan tugas dan fungsinya dengan menerapkan pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. 2) Fungsi PT/Universitas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam decade of education for sustainable development (DESD) 2005-2014 menyatakan bahwa pendidikan tinggi harus berfungsi sebagai tempat penelitian dan pembelajaran untuk pembangunan berkelanjutan. Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (Education for Sustainable Development) merupakan pendidikan yang mempunyai wawasan dan konsep yang lebih luas daripada sekadar pendidikan 77
tentang lingkungan, melihat hubungan sebab dan akibat, dan cara mengatasinya, pendidikan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan, yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang untuk berkontribusi lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada masa sekarang dan akan datang. Universitas memiliki tanggung jawab melalui Tridharma perguruan tinggi untuk menciptakan mahasiswa dan alumni yang berilmu dan berketrampilan agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang selalu memandang penting kulaitas lingkungan agar dapat berkesinambungan bagi generasi yang akan datang. Karakter mahasiswa yang dibangun antara lain dapat menciptakan mahasiswa dan alumi yang memiliki kesadaran, pengetahuan, teknologi dan alat-alat untuk menciptakan masa depan yang ramah lingkungan. Implementasi tujuan tersebut Universitas harus memainkan peran yang kuat dalam pendidikan, penelitian, pengembangan kebijakan, pertukaran informasi, dan pengabdian masyarakat untuk membantu menciptakan masa depan yang adil dan berkelanjutan.
Sebagaimana Pandey dan Vedak (2010: 6) berpendapat:
Universities bear profound responsibilities to increase the awareness, knowledge, technologies and tools to create an environmentally sustainable future. Universities have all the expertise necessary to develop the intellectual and conceptual framework to achieve this goal. Universities must play a strong role in the education, research, policy development, information exchange and community outreach to help create an equitable and sustainable future.
78
Mengajarkan pembangunan berkelanjutan di PT melalui pendidikan dan penelitian dalam melakukan pengelolaan lingkungan dan sumber daya, melakukan jejaring internasional dalam bidang pendidikan dan penelitian. Hal ini sebagaimana diteorikan oleh Buchan dan Graeme (2007: 6) bahwa teach sustainability in an international context are (1) It specialises in education and research for the management of the environment and its resources, offering degrees in, e.g. agriculture, environmental science, conservation and ecology. (2) It has a strongly multi-national campus, and staff have strong international linkages and collaborations, in both teaching and research. (3) The national economy relies strongly on a “clean environment. Lembaga pendidikan tinggi melalaui tri dharma perguruan tinggi diharapkan
mampu
mempersiapkan
tenaga
profesional
yang
dapat
mengembangkan, mengelola, mendidik, memimpin dan mempengaruhi masyarakat, dan mampu menciptakan pemimpin yang mampu melahirkan pemimpin yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Untuk menciptakan situasi dan kondisi tersebut dibutuhkan kerangka akademik yang memiliki orientasi untuk menciptakan alumi yang dapat berpartisipasi dalam pembangunan
yang
berbasis
berkelanjutan.
Perguruan
tinggi
harus
merencanakan kerangka akademik dengan menyususn kurikulum yang berbasis pada pembangunan berkelanjutan. Pendidikan sebagai kekuatan pendorong yang signifikan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas dan transformasi menuju pembangunan berkelanjutan. Pendidikan meningkatkan keprihatinan atas praktek-praktek berkelanjutan dan meningkatkan kapasitas untuk menghadapi dan mengubah lingkungan yang lebih baik. Pendidikan dapat menerapkan sesuai dengan fungsi secara bersamaan untuk membuat 79
menjadi manusia yang lebih baik dalam pengetahuan, sikap dan perilaku. Pendidikan diharapkan menjadi salah satu cara efektif untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang berbasis ekologi. Sebagaimana diteorikan oleh Pandey dan Vedak (2010: 4-6) Institutions of higher education prepare professionals who develop, manage, teach, lead and influence society. In order to create able leaders who can make the world better, sustainable development should be made a part of the university curriculum. Education is the significant driving force of capacity building for and transformation towards sustainable development. Education increases concern over unsustainable practices and increases our capacity to confront and change. Education performs several functions simultaneously to make a person good human being. It not only informs people, it can change them. It is a key instrument for bringing about the changes in knowledge, values, behaviours and lifestyles required to achieve sustainability and stability within and among countries. Education is humanity’s best hope and most effective means in the quest to achieve sustainable development (Pandey dan Vedak, 2010: 4-6). Lebih lanjut dikonsepkan oleh Pandey dan Vedak (2010: 7) bahwa environmental education can be effective as a part of a school curriculum. b. Eco Campus 1) Pengertian Eco campus is a study was conducted aimed to predict the possibilities of maintaining the greener environment inside the university campus which main concept of environmental sustainability within the campus (Gobinath dan Mahendran, 2010: 21). Gobinath dan Mahendran (2010: 19) selanjutnya menyatakan bahwa: eco-campus or ecological campus has its meaning in 80
itself. The meaning of eco-campus has been expressed in its targets and objectives. By all means, eco-campus means “environmental sustainability within the school. School is a center for generating of education, moreover it is also a research center where the students and teachers are attempting to develop the best strategy for achieving their purpuses. Due to this reason, the developement of eco campus has been pointed out and established recently. Eco campus merupakan sebuah istilah yang memberikan kategori bagi perguruan
tinggi
yang
memiliki
wawasan
lingkungan
dengan
mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, program dan kegiatan Tridarma perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh seluruh civitas akademika untuk menciptakan lingkungan kampus yang baik dan sehat serta berbudaya lingkungan. Program eco campus/green campus dapat didefinisikan sebagai program yang mengintegrasikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan ke dalam Tridharma perguruan tinggi. Green campus tempat pendidikan tentang lingkungan, praktek pelestarian dan pemeliharaan lingkungan yang harmoni. Pelaksanaan program eco campus atau green campus dibedakan menjadi dua komponen utama yaitu Tridharma perguruan tinggi dan manajemen kampus (Kementerian Lingkungan Hidup dan UI, 2012: 5). Eco-campus adalah salah satu konsep untuk membuat perguruan tinggi ramah lingkungan untuk melestarikan lingkungan sekitarnya dalam kampus untuk mengatasi masalah lingkungan seperti promosi penghematan energi, pengolahan limbah dan air. Konsep eco campus fokus utamanya pada efesiensi penggunaan energi dan air, meminimalisir pengelolaan sampah dan polusi juga efesiensi ekonomi. Eco campus berfokus pada pengurangan gas 81
emisi dan rumah kaca efektifitas biaya dan keamanan penyediaan energi, mendorong dan meningkatkan kepedulian mahasiswa dan pegawai untuk mengurangi penggunaan energi dan konsumi air pengurangan sampah dan mengintegrasikan pengetahuan ke dalam lingkungan upaya mengurangi dampak kerusakan lingkungan sebagaimana sebagaimana Gobinath dan Mahendran (2010: 19) menyatakan bahwa eco-campus is one such concepts or principle introduce to make the universities environmentally sustainable. Eco campus to preserve the environement within the campus, there are various view points that saveral Universities are applying in order ro tackle with their environmental problem such as promotion of the energy savings, recyle of waste, water production. Eco-campus concept mainly focuses on the efficient uses of energy and water, minimize waste generation or pollution and also economic efficiency. Eco-campus focusses on the reduction of the university’s contribution to emissions of green house gases, procure a cost effective and secure supply of energy, encourages and enhance staff and student energy issues, also promotes personal action, reduce the university’s energy and water consumtion, reduce wastes to landfill and integrate environmental considerations into all contracts and service concidered to have significant environmental impacts. Perguruan tinggi yang memiliki wawasan lingkungan dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, program dan kegiatan Tridarma perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh seluruh civitas akademika untuk menciptakan lingkungan kampus yang baik dan sehat serta berbudaya lingkungan dalam rangka mendukung penciptaan pembangunan berkelanjutan sebagai bagian dari pencapaian program MDG’s. 82
Pencapaian program tersebut melalui pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Sebagaimana dikonsepkan oleh Beringer (2007: 449) with respect to sustainability education,.. With its integration of academic environmental sciences with campus sustainability and its formal sustainability teaching and learning. 2) Tujuan Tujuan eco-campus adalah terwujudnya perilaku warga kampus yang perduli dan berbudaya lingkungan, terwujudnya lingkungan warga kampus yang berkelanjutan, terwujudnya pelestarian fungsi lingkungan, pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di lingkungan kampus dan sekitarnya. Pembelajaran dan penyebarluasan informasi lingkungan kepada masyarakat melalui tridarma perguruan tinggi. Istilah yang hampir sama, eco campus dengan green campus, tujuan green campus adalah untuk mengintegrasikan pengelolaan dan perlindungan lingkungan ke dalam Tridharma perguruan tinggi, mewujudkan penerapan program pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, menciptakan kampus sebagai pusat kegiatan dan pemberdayaan pemangku kepentingan atau mitra strategis dalam upaya kelestarian fungsi lingkungan hidup, mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan, menciptakan kampus bersih, sehat, dan hijau (Kementerian Lingkungan Hidup dan UI, 2012: 6). The goal is eco-campus, the first level index are consisted of ecological planning, ecological technology, ecological comfort, ecological management, ecological education. ecological planning level is consisted of base location selection, landscape planning, environmental improvement, energy planning, new architecture planning. Ecological technology level are consisted of 83
energy effciency and energy utilization, water saving and utilization, material saving and utilization, ecological comfort level are consisted of indoor air quality, acoustic environment, lighting environment, thermal and humidity environment, wind environment, ecological management level are consisted of operation and maintenance technology,
intelligent system, ecological
education level are consisted of course and lecture, research and practice, propaganda and popularization (Zheng, 2010: 796). 3) Partisipasi/Peran serta Masyarakat Partisipasi merupakan sebuah peran atau keterlibatan personal maupun secara kelompok. Partisipasi masayarakat sangat diperlukan dalam sebuah pelaksanaan kebijakan untuk mencapai tujuan secara bersama. Partisipasi masyarakat sebagaimana dikonsepkan oleh Petkova, Maurer, Henninger, dan Irwin (2002: 75) memiliki 3 (tiga) tingkatan yaitu sebagaimana dikonsepkan: This analysis of how public participation operates in practice conciders decision making at three levels: nasional, state or local, and project level. For each decision-making cases. The analysis begins with decision-making at the national level, proceeded to regional or local decision-making, and conclude.
Gobinath dan Mahendran (2010: 18) menyatakan secara jelas
bahwa educational institutions should also be focused with industries to preserve our natural resources and methods are to be developed to improve their environmental performance. bahwa harus ada kerjasama yang baik antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha. Kasperson (2002: 91) menyatakan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat menjadi prinsip yang harus dibangun dalam menjaga lingkungan. Konsep tersebut dituliskan
84
bahwa cooperation between government and civil society has become an established principle in the environment, at least private. Soerjani (2006: 191) berpendapat bahwa masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan nasional yang dilaksanakan di PT melalui program eco campus pun perlu mendapatkan dukungan/partisipasi masyarakat sebagai mitra pemerintah dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Partisipasi sebagai sebuah peran atau keterlibatan personal maupun secara kelompok diperlukan untuk mencapai tujuan secara bersama baik tingkat lokal, regional, maupun nasional. Kerjasama untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan hubungan yang harmonis antara pemerintah dengan masyarakat agar lingkungan tetap terjaga dari kerusakan. c. Unnes Sebagai Universitas Konservasi 1) Unnes Universitas Negeri Semarang yang selanjutnya disingkat Unnes adalah Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan akademik dan vokasi dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga, dan jika memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Peraturan Rektor Unnes nomor 22 tahun 2012).
85
2) Universitas Konservasi a) Pengertian (1) Konservasi Konservasi sumber daya alam adalah pengelolaan sumber daya alam tak terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya (Peraturan Rektor Unnes nomor 22 tahun 2012). Dengan demikian, konservasi adalah adalah terwujudnya perilaku sivitas akademika yang peduli dan berbudaya lingkungan, terwujudnya lingkungan warga kampus yang berkelanjutan, pelestarian fungsi lingkungan, pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di lingkungan kampus, pembelajaran dan penyebarluasan informasi lingkungan kepada masyarakat melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Konservasi dalam hal ini adalah koservasi sumber daya alam hayati. Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk
menjamin
kesinambungan
persediaannya
dengan
tetap
memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya (UU No 5 tahun 1990). Menurut Widata dalam Tim Pengembang Konservasi Unnes (2010 : 7) konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sbegaimana didefinisikan oleh Undang-undang tersebut perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan,
pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan hewan beserta ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 86
Secara sederhana, kegiatan konservasi pada dasarnya mencakup tiga unsur
kegiatan
yang
saling
terkait,
yaitu
melindungi
dan
menyelamatkan keanekaragaman hayati (i), mengkaji keanekaragaman hayati (studying), dan memanfaatkan keanekaragaman (using). Perlindungan sistem penyangga kehidupan ini meliputi upaya dan tindakan yang berkaitan dengan perlindungan mata air, tepian sungai, hutan, fungsi resapan dan hidrologis, gejala keunikan alam, dan lainlain. Pengawetan keankearagaman hayati beserta ekosistemnya dilaksanakan melalui konservasi insitu dan ex situ. Konservasi in situ dilaksanakan dalam bentuk kegiatan identifikasi, inventarisasi, pemantauan, pembinaan habitat dan populasinya, penyematan jenis, dan pengkajian, penelitian serta pengembangan. Konservasi exsitu meliputi kegiatan pemeliharaan, pengembangkbiakan, pengkajian, penelitian, dan pengembangan, rehabilitasi satwa, serta penyelamatan jenis tumbuhan dana hewan. Upaya pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya pada hakikatnya merupakan pengendalian atau pembatasan dalam memanfaatkan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehngga kegiatan tersebut dapat dilakukan secara terus menerus pada masa yang akan datang. Penetapan kawasan konservasi berdasarkan pada UU no 5 tahun 1990 meliputi kawasan suaka alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) dan Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional), Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya). Ditetapkannya kawasan konservasi, diharapkan sumber daya alam yang ada saat ini terjamin kelestariannya dan dapat dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama. 87
Upaya konservasi di Indonesia saat ini pengelolaan suatu kawasan konservasi melibatkan masyarakat dalam pengelolaannya, meskipun pemerintah tetap sebagai pihak utama. Keterlibatan masyarakat sekitar dalam pengelolaan sumber daya alam hayati berearti memberi kesempatan untuk ikut berperan dalam usaha di kawasan tersebut. Pelaksanaan pada Unnes sebagai Universitas Konservasi dengan cara melibatkan seluruh civitas akademika Unnes untuk berperan serta dan aktif sesuai dengan program yang direncanakan. Unnes sebagai lembaga pendidikan tinggi secara tidak langsung bertanggung jawab untuk melestarikan sumberdaya alam dan ekosistemnya yang dapat dijabarkan melalui tugas pokok Unnes yang meliputi
pendidikan,
penelitian,
pengajaran
dalam
rangka
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, olah raga, budaya, dan seni, serta pengabdian masyrakat sebagaimana tercantum dalam rencana strategis Unnes tahun 2006-2010 yang kemudian diperbaharui melalui sumber daya hayati yang dimiliki. Unnes merupakan sebuah situs bagi pelestarian sumber daya alam dan ekosistem melalui pengembangan menuju Universitas Konservasi. (2) Universitas Konservasi Universitas konservasi adalah universitas yang dalam pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat memiliki konsep yang
mengacu
pada
prinsip-prinsip
konservasi
(perlindungan,
pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari) baik konservasi terhadap sumberdaya alam, lingkungan, seni, dan budaya (Peraturan Rektor Unnes nomor 22 tahun 2012). Sementara, Tim Pengembang Konservsi 88
(2010: 3) mendefiniskan universitas konservasi adalah sebuah universitas yang dalam pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi mengacu pada prinsip-prinsip konservasi (perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan secara lestari) terhadap sumber daya alam dan seni budaya,
serta berwawasan ramah
lingkungan.
Berwawasan
lingkungan menjadi satu rujukan dalam mendefiniskan universitas konservasi. Artinya, pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mengacu
pada
prinsip konservasi
menjadikan masyarakat
di
lingkungan kampus memiliki wawasan yang ramah lingkungan. b) Tujuan Tujuan universitas konservasi antara lain mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan pengeloaan sumber daya alam hayati dan ekosistem sesuai dengan UU no 5 tahun 1990, UU No. 23 tahun 1997 dan PP No. 7 tahun 1999; menjadikan Unnes sebagai acuan atau referensi universitas yang berwawasan konservasi di Jawa Tengah, khususnya di Kota Semarang, melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan sumber daya alam secara lestari di lingkungan Unnes dan sekitarnya melalui kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian bagi terciptanya keseimbangan ekosistem yang ada di dalamnya, menumbuhkan sikap mental, perilaku, yang bertanggung jawab dan peran serta seluruh warga Unnes dalam upaya konservasi keanekaragaman hayati dan pelestarian lingkungan seerta seni, dan budaya (Tim Pengembang Konservasi, 2010: 3).
89
B. Temuan Hasil Penelitian Terdahulu Temuan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan ESD dan eco campus antara lain diklasifikasikan ke dalam kategori pembangunan berkelanjutan, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, dan pendidikan lingkungan hidup. 1. Pembangunan Berkelanjutan Lilin Budiati. Disertasi. 2006. Judul Disertasi Penerapan Co Management dalam Pengelolaan Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Tujuan penelitian untuk mengetahui penerapan co management dalam pengelolaan lingkungan hidup dapat mengarah pada terwujudnya pembangunan berkelanjutan, faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penerapan co management di Daerah Aliran Sungai (DAS) Babon. Pendekatan co management relevan dan dapat diterapkan sebagai suatu pendekatan pengelolaan lingkungan untuk mengisi kesenjangan antara pendekatan state based (top down) dan communit based (bottom up) penerapan comanagement di 3 segmen DAS Babon berpengaruh positif terhadap aspek sosial terhadap perubahan positif partisipasi stakeholder. Faktor-faktor yang terbukti berpengaruh terhadap penerapan co mangement penerapan di 3 segmen DAS Babon menunjukkan bahwa faktor pra kondisi yang baik, kondisi dan mekanisme yang baik, dialokasikan pada ruang yang tepat, kesiapan masyarakat lokal dan faktor manusia terbukti berpengaruh secara variatif terdapat kecenderungan bahwa faktor prakondisi yang baik berpengaruh lebih dominan dari faktor lain. Adanya faktor yang berpengaruh terhadap penerapan co management. Terdapat 3 (tiga) prinsip co management yang mengarah pada terwujudnya pembangunan berkelanjutan yaitu bersamaan/ kesetaraan, sharing/berbagi, entrust/kepercayaan ke-3 prinsip dasar co management tersebut menjadi semakin relevan. Jika dihadapakan pada kasus-kasus pengelolaan lingkungan yang secara ekologis harus didekati secara holistik termasuk 90
dalam hal DAS Babon. Ketiga prinsip tersebut sesuai dengan hakikat pengelolaan lingkungan yang merupakan common property dalam kasus DAS Babon, penerapan ketiga prinsip tersebut dapat mempengaruhi keberlajutan program. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 6 (enam) hal positif yaitu pendekatan dan pemahaman stakeholder terhadap permasalahan lingkungan, peningkatan kepercayaan antar stakeholder, keyakinan stakeholder untuk melakukan kerjasama, pengembangan kapasitas stakeholder, pembentukan jaringan komunikasi dan mekanisme kegiatan, manfaat yang dirasakan bersama dikarenakan 6 (enam) hal ini akan menjadi modal pelaksanaan co management selanjutnya. Persamaan disertasi ini dari sisi judul, sama-sama tentang pembangunan berkelanjutan dan menggunakan jenis penelitian kualitatif. Perbedaan secara spesifik dapat dipaparkan antara lain pembangunan berkelanjutan dibidik dari sisi penerapan Co Management dalam Pengelolaan Lingkungan sedangkan disertasi tentang implementasi eco-campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan berbasis ekologi. Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi yang menggunakan nonprobability sampling yaitu teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Sampling purposive yaitu dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Teknik pengumpulan data dengan observasi dan wawancara. 2. Pendidikan
untuk
Pembangunan
Berkelanjutan/Education
for
Sustainable
Development Qablan. Al-Omari., Research (2009)Judul penelitian Education for Sustainable Development (ESD): Liberation or Indoctrination? An Assessment of Faculty Members’ Attitudes and Classroom Practices. Rumusan penelitian yang diajukan adalah What are the attitudes of environmental science faculty members in Jordanian 91
public universities toward education for sustainability? To what extent do these faculty practice education for sustainability in the classrooms?. Signifikansi penelitian yang dilakukan adalah This study tried to assess faculty members’ attitudes and classroom practices in public universities in Jordan regarding ESD. The study will help researchers and practitioners to determine the level of faculty members’ awareness of ESD, their attitudes toward it, and their actual classroom practices. The results of this study may provide valuable insights for the preparation of future university faculty members as well as some prospective directions to the development of new, more practical approaches to ESD in national and international universities. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan survey. Tempat penelitian di 3 universitas yaitu
University of Jordan, Yarmouk University, and Hashemite
University. Subyek penelitian adalah 65 mahasiswa semester 2 jurusan ilmu lingkungan pada tahun akademik 2007-2008. Teknik pengumpulan data dengan interview dan observasi kelas. Teknik analisis data interview dengan menggunakan progam SPPS versi 16,0. Teknik analisis data observasi dengan melihat aktivitas subyek dan pengecekan dengan informan, pemindahan data dan pengecekan data dengan subyek lain yang berhubungan dengan tema yang ada, dikelompokkelompokkan dan diberi label. Hasil wawancara dengan observasi dikumpulkan untuk ditemukan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa First Conclusion: Environmental science faculty members at Jordanian universities supported ESD in university classrooms. They believed that ESD was important and should be one of the objectives of any university course. They also demonstrated their strong support for using a variety of educational strategies for ESD in their classrooms.
Second Conclusion:
Environmental science faculty members who participated in this study rejected 92
employing anti-indoctrinating pedagogical practices in ESD. They strongly believed on giving their students opportunities to develop their own understanding about the concept of ESD. Third Conclusion: Participants in this study showed a mismatch between their teaching beliefs and classroom practices with respect to ESD. Although they used teaching practices that hinged on indoctrination, they also demonstrated a strong preference for pedagogical approaches that were contrary to the basic tenets of indoctrination. Rekomendasi yang diajukan antara lain dengan melakukan pelatihan, kursus, dan workshop untuk menambahkan pengetahuan dan kepedulian terhadap lingkungan. Universitas perlu mendorong pelaksanaan pembelajaran untuk membangun kepedulian terhadap lingkungan, perlu dilakukan penelitian kepada siswa di SMP dan SMA sebagai pembanding hasil penelitian yang dilaksanakan di perguruan tinggi agar guru dapat mengetahui tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dan melihat hasil penelitian yang dilakukan di perguruan tinggi. Persamaan penelitian ini antara lain topik tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi. Perbedaan penelitian ini adalah dengan sub judul tentang liberasi dan indoktrinasi pada mahasiswa. Metode penelitian dengan survey. Teknik pengumpulan data dengan interview dan observasi. Teknik analisis data dengan menggunakan SPSS dan konfirmasi pada beberapa pihak yang berkompeten. Pelaksanaan penelitian ini di Jordania, sedangkan penelitian ini dilakukan di Indonesia, yakni di Unnes Semarang Jawa Tengah. 3. Pendidikan Lingkungan Hidup Martopo. Tesis. 2006. Judul tesis Model Pembelajaran Pembiasaan dalam Pendidikan
Lingkungan Hidup sebagai Upaya Menuju Sekolah Berwawasan
Lingkungan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh model pendidikan lingkungan hidup terhadap persepsi siswa tentang lingkungan hidup, pengaruh model 93
pendidikan lingkungan hidup terhadap sikap siswa dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, pengaruh model pendidikan lingkungan hidup terhadap partisipasi dalam menjaga lingkungan hidup. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan kelompok kontrol dan eksperimen. Kelompok kontrol mendapatkan pendidikan lingkungan hidup secara terintegrasi sedangkan kelompok eksperimen mendapatkan pendidikan lingkungan hidup melalui pembiasaan. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMPN 1 Bandongan Magelang Jawa Tengah berjumlah 194 siswa. Teknik pengambilan sampel dengan random sampling. Jumlah sampel keseluruhan adalah 80 siswa yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu 40 siswa kelompok kontrol dan 40 siswa kelompok eksperimen. Teknik analisis data menggunakan analisis variansi 1 (satu) jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1. Ada pengaruh nyata model pendidikan lingkungan hidup terhadap persepsi siswa tentang lingkungan hidup. Nilai F= 9,743 dengan taraf signifikansi (p) = 0,003. 2. Model pendidikan lingkungan hidup melalui program pembiasaan lebih baik daripada model pendidikan lingkungan hidup secara terintegrasi, dengan nilai t = 3,094 dengan taraf signifikansi (p) = 0,004. Ada pengaruh nyata model pendidikan lingkungan hidup terhadap sikap siswa dalam menjaga pelestarian lingkungan hidup. Nilai F = 15,432 dengan taraf signifikansi (p) = 0,000. Model pendidikan lingkungan hidup melalui program pembiasaan lebih baik daripada model pendidikan lingkungan hidup secara terintegrasi. Dengan nilai t = - 3,886 dengan taraf signifikansi (p) = 0,000. Ada pengaruh nyata model pendidikan lingkungan hidup terhadap partisipasi siswa dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup. Nilai F = 44,783 dengan taraf signifikansi (p) = 0,000. Model pendidikan lingkungan hidup melalui program pembiasaan lebih baik daripada model pendidikan lingkungan hidup secara terintegrasi dengan nilai t = - 7,342 dengan taraf signifikansi (p) = 0,000. 94
Persamaan tesis ini dengan disertasi yang disusun dari sisi judul sama-sama meneliti tentang pendidikan lingkungan. Perbedaannya antara lain dari sisi judul menggunakan model pendidikan dengan pembiasaan yang berwawasan lingkungan sedangkan disertasi ini tentang implementasi eco-campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan berbasis ekologi. Jenis penelitian merupakan penelitian kuantitatif. Teknik pengambilan sampel dengan random sampling. Jumlah sampel keseluruhan sebesar 80 siswa yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu 40 siswa kelompok kontrol dan 40 siswa kelompok eksperimen. Teknik analisis data menggunakan analisis variansi 1 (satu) jalur, sedangkan disertasi ini merupakan penelitian
kualitatif
dengan
pendekatan
etnografi
dengan
menggunakan
nonprobability sampling yaitu teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Sampling purposive yaitu dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Teknik pengumpulan data dengan observasi dan wawancara. C. Kerangka Berfikir Keyakinan awal menyatakan bahwa, kerusakan lingkungan alam karena ulah tangan manusia. Keyakinan tersebut akhirnya mengarah pada pendidikan sebagai perubah perilaku manusia untuk mengantisipasi kerusakan lingkungan.
Pendidikan dapat
memberikan perubahan berfikir, bersikap, dan berperilaku bagi manusia agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan. Melalui proses pendidikan dapat diintegrasikan pengetahuan tentang lingkungan dengan memasukkan materi pendidikan lingkungan hidup (PLH) pada setiap satuan, jenjang dan jenis pendidikan. Pendidikan lingkungan hidup memiliki idealitas yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap, perilaku, dan wawasan, serta kepedulian lingkungan hidup peserta didik dan masyarakat. Pendidikan lingkungan hidup diharapkan dapat meningkatkan mutu sumber 95
daya manusia sebagai pelaksana pembangunan berkelanjutan dan pelestarian fungsi lingkungan hidup. PLH diyakini sebagai solusi efektif dan efisien sebagai upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadap pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pemahaman masyarakat yang memadai terhadap kepedulian lingkungan diharapkan dapat menciptakan lingkungan hidup yang berkelanjutan. Setiap orang berhak untuk mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk menciptakan lingkungan tersebut, maka setiap orang berhak dan berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan serta mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Upaya tersebut dalam rangka berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai peraturan peraturan perundangundangan, dan menghindari melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Undang-undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Konsep sustainable development atau pembangunan berkelanjutan merupakan pola pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap memelihara lingkungan, sehingga kebutuhan itu bukan hanya terpenuhi hari ini tetapi juga untuk generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan memiliki orientasi agar mampu memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang. Konsep pembangunan berkelanjutan tersebut dapat disosialisasikan secara terprogram melalui pelaksanaan program pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan. Upaya ini meliputi pengembangan pelaksanaan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (education for sustainable development/ESD). ESD merupakan program yang berupaya untuk melakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup melalui pendidikan formal, 96
non formal, maupun informal dalam rangka mencipatakan pola pemanfaatan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan tetap memelihara lingkungan. Program ESD diharapkan mampu membangun komitmen untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dan dapat memberikan manfaat bagi kehidupan manusia sekarang dan yang akan datang. ESD melalui pendidikan lingkungan hidup yang dilaksanakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan merupakan wadah/sarana untuk menciptakan perubahan pola pikir, sikap, serta perilaku manusia yang berbudaya lingkungan hidup. Koordinasi dan sinergi dalam penyusunan program pendidikan lingkungan hidup dilakukan dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. ESD melakukan revitalisasi penelitian dan pengembangan dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pemberian penghargaan kepada individu, lembaga dan masyarakat yang peduli berjasa dan/atau berprestasi dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, peningkatan kapasitas, komitmen, dan peran serta masyarakat, pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, serta pendidikan dan tenaga kependidikan untuk berperan aktif menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan dapat mendukung tercapainya program millennium development goals (MDG’s). Implementasi menjaga kelestarian lingkungan hidup sebagai bagian dari program MDG’S dengan menanamkan nilai-nilai budaya cinta lingkungan hidup kepada siswa melalui pendidikan. Beberapa pihak perlu menetapkan kebijakan, pedoman dan program pendidikan lingkungan hidup untuk membina, mengembangkan, mengintegrasikan, menetapkan materi dan sarana/prasarana pendidikan serta pelatihan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pada sistem pendidikan nasional, meningkatkan kapasitas peserta didik, pendidikan dan tenaga kependidikan, masyarakat, 97
pemangku kebijakan pendidikan pusat dan daerah, dan melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup. Kementerian Pendidikan Nasional memiliki wewenang untuk menentukan kebijakan agar dunia pendidikan mampu melahirkan generasi masa depan yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan dan memiliki kepekaan terhadap persoalan lingkungan yang dihadapi masyarakat dan negaranya. Perguruan tinggi (PT) sebagai jenjang pendidikan tertinggi memegang peranan penting dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam decade of education for sustainable development (DESD) 2005-2014 menyatakan pendidikan tinggi harus berfungsi sebagai tempat penelitian dan pembelajaran untuk pembangunan berkelanjutan. Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang mempunyai wawasan dan konsep yang lebih luas daripada sekadar pendidikan tentang lingkungan, melihat hubungan sebab dan akibat, dan cara mengatasinya. ESD merupakan program pendidikan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan yaitu pendidikan yang memberi kesadaran dan kemampuan kepada semua orang agar berkontribusi lebih baik bagi pembangunan berkelanjutan pada masa sekarang dan yang akan datang. Penerapan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan di perguruan tinggi di Indonesia dapat dilakukan dengan mengintegrasikan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ke dalam tiga fungsi utama perguruan tinggi, yaitu pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menyokong pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi melalui pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan adalah menjadikan perguruan tinggi sebagai kampus yang berkelanjutan. Kampus yang berkelanjutan berarti kampus yang memegang prinsip-prinsip dari pembangunan berkelanjutan. Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan bagi proses 98
pendidikan di perguruan tinggi satu diantaranya terakumulasi dalam program eco campus/green campus. Eco campus merupakan perguruan tinggi yang berwawasan lingkungan dengan mengintegrasikan ilmu pengetahuan lingkungan ke dalam kebijakan, rencana, program dan kegiatan tridarma perguruan tinggi yang dilaksanakan oleh seluruh civitas akademika untuk menciptakan lingkungan kampus yang baik dan sehat serta berbudaya lingkungan. Sasaran eco campus adalah terwujudnya perilaku warga kampus yang peduli dan berbudaya lingkungan, terwujudnya lingkungan warga kampus yang berkelanjutan, terwujudnya pelestarian fungsi lingkungan, pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di lingkungan kampus dan sekitarnya, pembelajaran dan penyebarluasan informasi lingkungan kepada masyarakat melalui tridarma perguruan tinggi. Perguruan tinggi
memiliki
peluang besar untuk membangun kebijakan,
pengembangan kurikulum, akses informasi dan partisipasi untuk membangun komitmen pada
pendidikan
untuk
pembangunan
implementasi program eco campus.
berkelanjutan
berbasis
ekologi
melalui
Program eco campus bagi perguruan tinggi
diharapkan dapat mewujudkan civitas akademika yang peduli dan berbudaya lingkungan, mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan, dan melakukan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di lingkungan kampus. Pelaksanaan eco campus di perguruan tinggi dilakukan dengan melibatkan berbagai elemen yang ada di perguruan tinggi yaitu pimpinan, karyawan, dosen, mahasiswa, lembaga penelitian, dan organisasi mahasiswa. Selain berbagai elemen yang ada di perguruan tinggi, pengembangan program eco campus dilakukan pula dengan melakukan kerjasama dengan pihak luar baik dengan lembaga pemerintah maupun dunia usaha. Melalui program eco campus, lulusan perguruan tinggi dipersiapkan untuk memasuki pasar kerja dan tampil dengan kemampuan untuk mendukung ekonomi hijau dan sebagai pembawa ide-ide segar dalam 99
mewujudkan ekonomi hijau (green economic). Di samping itu, lulusan perguruan tinggi juga akan menjadi tenaga pendidik di semua jenjang pendidikan, mulai dari pendidikan anak usia dini hingga pendidikan tinggi. Pengetahuan mahasiswa sebagai calon guru tentang prinsip pembangunan berkelanjutan akan ditransfer kepada anak didiknya sehingga dapat tercipta generasi yang memahami prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Unnes merupakan perguruan tinggi negeri yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk melaksanakan pendidikan akademik dan profesional dalam sejumlah disiplin ilmu. Unnes sebagai kampus konservasi telah ditunjukkan dengan melibatkan rektor (sebagai pelopor), dosen, mahasiswa, dan karyawan dalam kegiatan kepedulian
terhadap
lingkungan.
Unnes
berupaya
menjunjung
tinggi
prinsip
perlindungan, pengawetan, pemanfaatan, dan pengembangan secara lestari terhadap sumber daya alam dan budaya luhur bangsa. Unnes menempatkan konservasi sebagai wujud Tridharma perguruan tinggi melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Civitas akademika Unnes terhadap kebijakan pimpinan perguruan tinggi tentang pendidikan lingkungan hidup untuk melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan sinergi dalam penataan, pemanfaatan, pemeliharaan, pemulihan, pengendalian, pengawasan, dan pengembangan lingkungan hidup belum dapat diketahui makna terdalam terhadap kebijakan tersebut. demikian pula pada pelaksanaan kurikulum pendidikan, sarana dan prasarana, akses informasi, partisipasi civitas akademika Unnes. Kebijakan pimpinan, pengembangan kurikulum, akses informasi, pengadaan sarana dan prasarana serta partisipasi yang ada perlu dikaji lebih mendalam dalam penelitian. Harapan yang diinginkan adalah kebijakan, kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana, akses informasi, dan partisipasi perguruan tinggi untuk mendukung terwujudnya education for sustainable development melalui implementasi program eco campus di 100
Unnes dapat ditemukan makna terdalam melalui pendekatan penelitian etnografi. Peneliti menggunakan pendekatan etnografi untuk memotret lebih dekat tentang identifikasi makna, pola, dan budaya masyarakat akademik tentang kebijakan, kurikulum, akses informasi, pengadaan sarana dan prasarana dan partisipasi perguruan tinggi untuk mendukung terwujudnya education for sustainable development melalui implementasi program eco campus di Unnes. Melalui penelitian diharapkan dapat menemukan model kebijakan, kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana , akses informasi, dan partisipasi implementasi program eco campus sebagai bagian dari ketercapaian program millennium development goals (MDG’s) di Unnes Semarang Jawa Tengah.
101
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian di Universitas Negeri Semarang sebagai Universitas Konservasi yang memiliki tujuh pilar sebagai dasar pelaksanaan eco campus yaitu konservasi arsitektur hijau dan sistem transportasi internal, konservasi keanekaragaman hayati, pengelolaan limiibah, kebijakan nir kertasm energi bersih, konservasi etika, seni, dan budaya, serta kaderisasi konservasi. Pelaksanaan penelitian pada September 2013. B. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan field research dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan penelitian kualitatif adalah untuk mengembangkan kepekaan konsep dan penggambaran realitas yang jamak dengan responden dalam jumlah kecil, sekitar sepuluh orang yang diambil secara purposif, obyek yang diteliti merupakan perilaku manusia atau proses kerja, metode pengumpulan data lebih menekankan pada observasi dan wawancara, bentuk data berupa kata-kata, kalimat, gambar, dan perilaku, analisis tidak untuk menguji hipotesis, tetapi menjawab masalah, peneliti berusaha untuk memahami fenoomena yang dirasakan sebagaimana adanya, asumsi yang dikemukakan bersifat dinamis (Idrus, 2007: 33-4). Milles dan Michael (1992: 2) penelitian kualitatif akan mendapatkan data kualitatif yang sangat menarik, memiliki sumber dari deskripsi yang luas dan berlandasan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Peneliti dapat memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat, serta dapat memperoleh penemuanpenemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk kerangka teoretis baru. 102
Kelemahan penelitian kualitatif sebagaimana diprediksikan oleh (Idrus, 2007: 47-8) antara lain kualitas penelitian tergantung pada pengalaman peneliti dalam mengumpulkan data, memiliki subyektifitas yang tinggi, alokasi waktu untuk pengumpulan data lebih lama, sehingga menimbulkan kejenuhan, meskipun memiliki prosedur analisis data, antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain akan menghasilkan interpretasi yang berbeda. Untuk meminimalisir kelemahan penelitian tersebut, maka peneliti melakukan dengan intensif untuk mendapatkan pengalaman yang memadai, meminimalisir subyektifitas, mengatur waktu dengan bijak sehingga tidak menimbulkan kejenuhan yang akan mempengaruhi hasil penelitian, mengutamakan prosedur analisis data dengan baik dalam melakukan interpretasi hasil penelitian, sehingga dapat meminimalisir interpretasi yang berbeda terhadap topik penelitian, waktu, obyek penelitian yang sama. C. Subyek Penelitian Subyek penelitian menurut Amirin dalam Idrus (2007: 120) subyek penelitian merupakan seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan, sedangkan menurut Suharimi Arikunto dalam idrus (2007: 121) memberikan batasan subyek penelitian sebagai benda, hal atau orang tempat data untuk variabel penelitian melekat dan dipermasalahkan. Mulyana (2004: 187) Subyek penelitian yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif adalah dengan nonprobability sampling yaitu teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Menurut Nasution, (2007: 98) sampling purposive yaitu dilakukan dengan mengambil orang-orang yang terpilih betul oleh peneliti menurut ciri-ciri spesifik yang dimiliki oleh sampel itu. Penelitian ini mengambil subyek penelitian bertujuan dengan mengambil orang tertentu pada Badan Pengembang Konservasi Unnes Semarang dan mahasiswa Unnes Semarang sebagai Universitas Konservasi bertaraf Internasional. Data tentang perencanaan pendidikan lingkungan hidup digali dari badan pengembang konservasi Universitas konservasi bertaraf 103
internasional. Data tentang pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup diperoleh dari mahasiswa Universitas Konservasi bertaraf internasional. Meskipun demikian, dalam kegiatan di lapangan tidak menutup kemungkinan ditemukan informan baru di luar yang ditetapkan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Jumlah subyek penelitian menurut Mulyana (2004: 182) peneliti yang menggunakan penentuan sampel purposive sampling dengan mewawancarai sampel acak dari suatu kelompok yang diteliti, tidak ada kriteria baku mengenai berapa jumlah responden yang harus diwawancarai. Sebagai aturan umum, peneliti berhenti melakukan wawancara sampai data menjadi jenuh, artinya peneliti tidak menemukan aspek baru dalam fenomena yang diteliti. Penelitian ini menggunakan snowball sampling untuk informan mahasiswa dan tim badan pengembang universitas konservasi sampai menemukan data jenuh yang tidak ditemukan lagi pola baru. D. Sumber Data Data adalah segala keterangan (informasi) mengenai segala hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, dengan demikian tidak semua informasi atau keterangan merupakan data. Data dalam penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai fakta atau informasi yang diperoleh dari aktor, aktivitas, dan tempat yang menjadi subyek dalam penelitian. Data penelitian kualitatif diperoleh dari apa yang diamti, didengar dirasa, dan dipikirkan oleh peneliti (Idrus, 2007: 85-6). Data kualitatif merujuk pada data kualitas obyek penelitian, yaitu ukuuran data berupa data noin angka tetapi satuan kualitas (Idrus, 2007: 112). Sumber data dengan tiga (3) P, yaitu person, paper, dan place (Arikunto, 1998: 107). Person terdiri dari badan pengembang konservasi dan mahasiswa. Paper dengan meneliti tentang dokumentasi, dan place yaitu tempat di Unnes semarang.
104
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara mendalam (in-depth) secara terbuka dan Observasi. Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2004: 180). Tujuan wawancara adalah untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit/kecil (Sugiyono, 2009: 137). Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan dua tahap, pertama peneliti melakukan deskripsi dan orientasi awal tentang masalah dan subyek yang dikaji. Kedua melakukan wawancara mendalam sehingga menemukan informasi yang lebih banyak dan penting sampai menemukan titik jenuh. Wawancara yang digunakan dengan model wawancara terbuka, artinya informan dapat mengungkapkan beberapa upaya yang dilaksanakan dan gagasan beserta starategi yang akan dilaksanakan serta hambatan yang diprediksikan. Meskipun demikian, peneliti tetap menggunakan kisi-kisi wawancara yang berisi tentang rencana, pelaksanaan, dan hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universits konservasi bertaraf internasional. Untuk membantu mendapatkan data penting, maka peneliti menggunakan pencatatan secara terstruktur. Hasil wawancara dideskripsikan berdasarkan situasi, kondisi, dan identitas informan, termasuk pengantar wawancara hingga materi wawancara tentang topik yang diteliti dapat secara jelas dipahami oleh informan. Observasi sebagai teknik pengumpulan data memilik ciri yang spesifik karena observasi yang dilakukan tidak sekadar pada observasi terhadap manusia tetapi juga obyek-obyek alam yang lain. Observasi yang dilakukan adalah observasi non partisipan, artinya peneliti tidak terlibat hanya sebagai pengamat independen (Sugiyono, 2009: 145). 105
Observasi yang dilakukan dengan observasi terbuka. Menurut Sukardi (2005: 79) Observasi terbuka kehadiran peneliti dalam menjalankan tugasnya di tengah-tengah kegiatan responden diketahui secara terbuka, sehingga antara responden dengan peneliti terjadi hubungan atau interaksi secara wajar. Observasi dilakukan untuk mendapatkan data tentang perencanaan, pelaksanaan, dan hambatan yang dihadapi pada pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di Unnes. F. Teknik Analisis Data Data are broken down into discrete parts, closely examined, compare for similarities and differences, and questions are asked about the phenomena as reflected in the data. Through this process, one’s own and others assumtions about phenomena are questioned or explored, leading to new discoveries. Strauss and Corbin dalam Salim (2006: 21). Data diteliti, dibandingkan untuk diketahui persamaan dan perbedaan, dan fenomena yang tercermin dalam data. Melalui proses ini, diharapkan dapat mengarah ke penemuan-penemuan baru. Teknik analisis data yang digunakan adalah Interpretasi. Menurut Bekker dan Zubair, (1990: 94), interpretasi berusaha untuk membaca dari data kebudayaan dan fenomena, konsepsi filosofisnya, yaitu konsepsi terdalam tentang hakikat manusia, alam, dan Tuhan, yang memberi inspirasi dan menjiwai kehidupan masyarakat Proses analisis data sebagaimana penelitian kualitatif, maka digunakan teknik analisis data dengan reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh di lapangan. Penyajian data (data display) yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion 106
drawing and verification) dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh di lapangan, mencatat keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas, dan proposisi (Salim, 2006: 22-23). G. Pengecekan Keabsahan Data Moleong (2000: 173) Pengecekan keabsahan data yang digunakan didasarkan pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability). Uji derajat kepercayaan (credibility) dilakukan dengan cara melakukan pembuktian apakah yang diamati oleh peneliti benar-benar sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar di lapangan. Untuk melakukan uji kepercayaan (credibility) ini dilakukan observasi secara terus menerus. Keteralihan (transferability) membuat uraian laporan atas data yang ditemukan secara khusus dengan jelas ditulis sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Kebergantungan (dependability) dilakukan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam mengumpulkan, menginterpretasi temuan dan laporan hasil penelitian dengan cara menentukan dependent auditor (konsultan peneliti). Kepastian (confirmability) dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh memenuhi obyektifitas atau tidak. Untuk melakukan uji confirmability ini dilakukan dengan cara melakukan konfirmasi apakah pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang juga telah disepakati oleh orang lain secara obyektif. Oleh karena itu, data yang sudah dikumpulkan dikonfirmasikan dengan para ahli yang membidanginya.
107
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Daerah Penelitian Karakteristik daerah penelitian dalam sebuah penelitian merupakan suatu identitas daerah penelitian. Karakteristik daerah penelitian ini meliputi ruang lingkup letak geografis, sejarah singkat, visi, misi, dan tujuan Unnes, fakultas dan kemahasiswaan, sarana dan prasarana, dan badan pengembang konservasi, program konservasi yang dilaksanakan di daerah penelitian. Keberbedaan kondisi daerah penelitian akan memberikan karakteristik tersendiri dalam penelitian tersebut. Keberbedaan karakteristik daerah penelitian dimungkinkan dapat memberikan hasil penelitian sebelumnya dengan hasil yang berbeda dari kajian yang serupa. a. Letak Geografis Secara geografis, Unnes terletak di daerah pegunungan dengan topografi yang beragam. Secara administratif, lokasi Unnes termasuk bagian dari wilayah Gunung Pati Kota Semarang. Dilokasi tersebut terdapat banyak tempat yang hingga saat ini masih terlihat hijau, dalam rangka SPA (Semarang Pesona Asia), Gunungpati dijadikan lahan hijau. Wilayah ini merupakan kawasan yang sejak dulu telah difungsikan sebagai area resapan air guna menjaga siklus hidrologis dan penyedia air bagi kehidupan daerah kota semarang yang terletak di dataran yang lebih rendah. Lokasi kampus Unnes yang berada di daerah perbukitan dan dikelilingi beberapa tipe habitat seperti hutan, sawah, ladang, kebun campuran, dan permukiman memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) baik flora maupun fauna yang relatif tinggi. Selain itu kawasan perbukitan ini sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dan didayagunakan bagi pengembangan sumber energi terbarukan seperti air, angin, dan sinar matahari (Tim Pengembang Konservasi Unnes, 2010: 1).
108
Peta kampus Unnes dapat dilihat pada gambar berikut:
Gb. Peta Kampus Unnes Sekaran Gunung Pati Sumber: http//www.unnes.ac.id
Gb. Maket Gedung Badan Pengembang Unnes Sekaran Gunungpati Dokumen peneliti diambil 18 Oktober 2013
109
b. Sejarah Singkat Unnes Unnes berdasarkan Keputusan presiden Nomor 124 Tahun 1999 tentang perubahan IKIP Semarang kemudian bernama Universitas Negeri Semarang yang disingkat Unnes. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor. 278/O/1999 tentang organisasi dan tata kerja Unnes dan Nomor. 255/O/2000 tentang statuta Unnes, nama-nama fakultas di lingkungan Unnes adalah Fakultas Ilmu Pendidikan, Fakultas Bahasa dan Seni, Fakultas Ilmu Sosial, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Keolahragaan, dan Program Pascasarjana. Jumlah mahasiswa dari berbagai fakultas dan program studi sebanyak 16.658 orang dengan jumlah dosen sebanyak 813 orang (www.unnes.co.id.diakses tanggal 7 September 2013). c. Visi, Misi, dan Tujuan 1) Visi Visi Unnes adalah menjadi universitas konservasi, bertaraf internasional, yang sehat, unggul, dan sejahtera (SUTERA). Visi Unnes menjadi amanat untuk mewujudkan universitas konservasi bertaraf internasional pada tahun 2020
mendatang.
Upaya
akselerasi
perlu
dilakukan
dengan
mengkombinasikan antara kepentingan implementasi universitas konservasi di satu sisi dan lembaga pendidikan tinggi bertaraf internasional di sisi yang lain. Kedua-duanya tidak dapat dipisah-pisahkan satu sama lain dalam merespon persoalan global pada masa kini dan yang akan datang. 2) Misi Misi Unnes antara lain menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan yang unggul dan bertaraf internasional di bidang kependidikan dan non kependidikan, mengembangkan, menciptakan, dan/atau menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga, yang bermakna dan bermanfaat, mengembangkan kebudayaan dan peradaban bangsa yang menjunjung tinggi nilai nilai konservasi. Piagam konservasi menjadi syarat perwujudan misi berdasarkan spirit dan wawasan konservasi. Visi dan misi Unnes disosialisasikan melalui beberapa media, antara lain tampak dalam gambar berikut:
110
Gb. Peneliti dengan Background Visi Misi Unnes Sumber: Dokumentasi Peneliti 4 Oktober 2013
3) Tujuan Unnes bertujuan untuk menghasilkan tenaga akademik, profesi, dan vokasi yang memiliki kompetensi unggul, menghasilkan karya ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olah raga yang bermakna dan bermanfaat, menghasilkan kebudayaan dan peradaban bangsa yang berlandaskan nilai-nilai konservasi (www.unnes.co.id.diakses 7 September 2013). Akselerasi program ini dilakukan melalui kurikulum 2012 yang berbasis kompetensi dan konservasi.
111
Gb. Peneliti bersama Munir (Anggota Lembaga Pengembang Konservasi Unnes) Menyerahkan data tentang Unnes sebagai Universitas Konservasi Sumber: Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
2. Deskripsi Data a. Perencanaan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Program Eco Campus dalam Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan di Unnes. Wawancara
dilakukan
dengan
Ibu
Margareta
Direktur
Lembaga
Pengembang Unnes 11 Oktober 2013). Ibu Margareta saat ditemui sedang sibuk mempersiapkan rapat bersama dengan tim pengembang konservasi. Ibu Margareta berulang menyampaikan sebentar ya bu. Peneliti pun menjawab nggih bu. Ibu Margareta menemui peneliti di ruang yang sama saat ibu Margareta bersama dengan tim pengembang yang lain mempersiapkan bahan rapat. Peneliti pada akhirnya dapat melakukan wawancara dengan Ibu Margareta. Setelah melakuka wawancara singkat dengan Ibu Margareta, wawancara pun dapat dimulai. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi melalui mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan integrasi pada sebaran mata kuliah pada setiap fakultas yang terkait.
Program 7 (tujuh) pilar konservasi juga
disosialisasikan melalui pendidikan dan latihan di luar perkuliahan. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup melalui 7 (tujuh) pilar konservasi yang terdiri dari arsitektur hijau dan transportasi internal, biodiversitas, energi bersih, seni budaya, 112
kaderisasi konservasi, kebijakan nirkertas, dan pengolahan limbah melalui beberapa kebijakan. Perencanaan, pengembangan, monitoring, tata kelola dan evaluasi dituangkan dalam Standar Operasional dan Prosedur (SOP) (hasil wawancara dengan Ibu Margareta, Direktur Lembaga Pengembang Unnes 11 Oktober 2013). Ibu Margareta menjelaskan lebih lajut, yang lebih penting dalam mewujudkan
Unnes sebagai
universitas
konservasi
adalah menciptakan
pendidikan karakter dengan membangun sifat dan perilaku yang baik. Membangun fisik, ya ok, tetapi lebih penting adalah membangun sikap dan perilaku kesantunan dalam bermasyarakat dan kesantunan dalam memperlakukan alam dan lingkungan. Di samping itu, melalui kebijakan munculnya universitas konservasi dengan membangun sikap untuk mengambil hikmah yang bisa dipetik. Margareta menjelaskan, Lembaga Konservasi Unnes menyusun prosedur perencanaan pelaksanaan konservasi dalam bentuk draft. Draft dalam bentuk rencana strategi (Renstra) yang sudah dinilai memenuhi SOP diusulkan ke Rektorat untuk direview oleh Tim Penjamin Mutu, dievaluasi, revisi, disyahkan, disosialisasikan bagaimana pelaksanaan, mengukurnya, efisiensi pelaksanaan. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup dan pelaksanaan 7 (tujuh) pilar konservasi. Pendidikan yang dilaksanakan untuk membangun kepedulian terhadap lingkungan di Unnes sebagai Universitas Konservasi antara lain melalui pendidikan formal pada sebaran mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan integrasi mata kuliah lainnya dan workshop, seminar, dan diskusi bagi dosen, karyawan dan mahasiswa. Perencanaan pelatihan bagi dosen, karyawan, dan mahasiswa sebagai kader konservasi tentang 8 pilar konservasi. Menurut Margareta (11 Oktober 2013) semua dosen, karyawan, dan mahasiswa dirancang untuk menjadi kader konservasi. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui dua jalur yaitu melalui pendidikan dalam sebaran mata kuliah sebagai pendidikan formal dan melalui kegiatan seminar, workshop, dan kegiatan lain sebagai pendidikan non formal.
113
1) Pendidikan melalui Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup a) Kurikulum Berdasarkan wawancara dengan Ibu Margareta 11 Oktober 2013, perencanaan, pengembangan, monitoring, tata kelola, dan evaluasi disusun oleh Lembaga Pengembang Konservasi untuk memenuhui standar operasional prosedur/ (SOP). Unit apa yang sudah memenuhi SOP diusulkan ke Rektorat yang akan dipelajari dan dinilai oleh penjamin mutu,
kemudian
bagaimana
dievaluasi,
cara
direvisi,
mengukurnya,
disyahkan,
efesiensi
disosialisasikan
pelaksanaan
dan
pengembangannya. Target ketercapaian sebagaimana disusun dalam SOP tersebut apabila belum tercapai akan diusulkan renstra (rencana strategi) baru agar dapat mencapai target yang drencanakan. Margareta
menambahkan
bahwa
perencanaan
pendidikan
lingkungan hidup dengan menggunakan Pendidikan Berbasis Karakter dan Konservasi. Satuan Acara Perkuliahan (SAP) mengacu pada modul konservasi
dengan
membawa
pendidikan
lingkungan
hidup
nilai-nilai melalui
kepedulian. kebijakan
Perencanaan
Rektor
dengan
memberikan kewajiban setiap mahasiswa di seluruh fakultas untuk mengikuti mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dengan jumlah sks (Sitsem Kredit Semester/SKS) 2 sks. Keterangan Margarteta lebih lanjut disampaikan bahwa karakter yang hendak dibangun pada kebijakan transportasi internal tidak hanya sekadar untuk mengurangi polusi di lingkungan Unnes, tetapi juga dalam rangka membangun karakter sosial yang dimiliki oleh mahasiswa, dosen dan karyawan Unnes. Pada saat bersama-sama di dalam bus Unnes akan terjalin komunikasi antara sesama dosen, mahasiswa dan karyawan, dan antara dosen, karyawan, dan mahasiswa. Konsep pendidikan karakter disosialisasikan melalui poster sebagaimana tampak pada hiasan dinding di bawah ini.
114
Gb. Model Pendidikan Berbasis Karakter dan Konservasi Sumber: Dokumen Lembaga Konservasi diterima peneliti 11 oktober 2013
Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Prini Hapsari selaku Ka.sub Bagian Pendidikan dan Evaluasi tanggal 11 Oktober 2013 bahwa materi pendidikan lingkungan hidup sebagian besar diampu oleh dosen MIPA yang memiliki kompetensi memadai tentang lingkungan hidup dan pendidikan. Harapan yang diinginkan, pendidikan lingkungan hidup dengan berbasis pendidikan karakter dapat tercapai dengan baik. Nama dosen MIPA yang dimaksud antara lain Puji Hardati, Sri Mursiti, Dewi Liesnoor Setyowati, Giri Harto Wiratomo, Miranita Khusniati, Erni Suharini, Andi Irwan Benardi, Sri Mantini Rahayu Sedyawati, Triastuti Sulistyaningsih, Murbangun Nuswowati, Evi Widowati, Rudatin Windraswara, Hanna Lestari Santoso, Eko Supraptono, Sudarman, Saratri Wilonoyudho, Ananto Aji, Ubaidillah Kamal, Nur Kusuma Dewi, Margareta Rahayuningsih, Zaenuri, Dewi Mustikaningtyas, Sri Sulistyorini, Nur Kusuma Dewi, Sri Ngabekti, Eling Purwantoyo, Suroso, Sunarko, Sriyono, Apik Budi Santoso, Nur Rahayu Utami, Nana Kariada Tri Martuti, Siti Harnina Bintari, F.Putut Martin Herry Bodijantoro, Sri Mulyani Endang Sulistyowati, Moh. Fatkhurrahman, Sigit Yulianto, Sutji Wardhayani, dan Sri Hartati. 115
Dosen mengajar dengan menggunakan silabi yang sudah disusun yang telah diunggah ke dalam siakad Unnes. Silabus yang digunakan untuk fakultas Ilmu Sosial jurusan Geografi dengan nomor seri U0010004 tanggal terbit 1 September 2012 dapat dicermati pada standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar kompetensi untuk memperlajari tentang pengertian, ruang lingkup dan tujuan pendidikan lingkungan hidup, pengertian, paradigma serta etika lingkungan, lingkungan dan permasalahannya, sumber daya alam, keanekaragaman
hayati
serta
strategi
pembangunan
berkelanjutan.
Kompetensi dasar antara lain memahami ruang lingkup dan tujuan pendidikan lingkungan hidup, mempelajari pengertian paradigma dan etika lingkungan hidup, mengetahui lingkungan hidup dan permasalahannya (lokal, nasional, dan global), mempelajari berbagai sumber daya (alam, buatan, dan manusia), mengetahui berbagai keanekaragaman hayati, mempelajari tentang konservasi sumber daya alam, mempelajari tentang konsep sanitasi dan kesehatan lingkungan, memahami tentang strategi pembangunan berkelanjutan. Silabus tersbut direvisi pada tanggal 1 September 2013 dengan nomor seri U0010004 dengan perubahan sebagaimana dituliskan tentang maksud silabi, standar kompetensi dan kompetensi dasar. Maksud penyusunan silabi dituliskan, perkuliahan ini dirancang untuk membangun nilai-nilai karakter dan mengembangkan kreativitas mahasiswa dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan ekologi, lingkungan hidup, etika lingkungan, lingkungan dan permasalahannya, sumber daya (alam, buatan, dan manusia), keanekaragaman hayati, konservasi sumber daya alam, sanitasi, dan kesehatan lingkungan serta strategi pembangunan berkelanjutan. Standar kompetensi dengan mengkaji konsep pendidikan lingkungan hidup, mengelola secara bijaksana sumber daya dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang, sikap dan nilai-nilai karakter serta perilaku kreatif yang membuat sumber daya tetap dapat dimanfaatkan secara lestari atau dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan (sustainable used). Kompetensi dasar antara lain mengkaji ekologi lingkungan hidup dan pembangunan, mengkaji etika lingkungan, identifikasi dan pemecahan masalah-masalah lingkungan, mengkaji secara bermakna sumber daya (alam, buatan, dan manusia). Mengkaji secara bermakna keanekaragaman hayati, mengkaji secara bermakna 116
konservasi sumber daya alam, menerapkan sanitasi dan kesehatan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, strategi pembangunan berkelanjutan. Ibu Prini Hapsari sedang berada di luar ruangan saat peneliti mengunjunginya. Beberapa menit berikutnya Ibu Prini Hapsari sampai di ruangannya dan menyapa dengan ramah pada peneliti. Peneliti mengenalkan diri secukupnya. Ibu Prini Hapsari mencoba untuk memenuhi permintaan peneliti, namun laptop tidak dapat digunakan. Peneliti membantu mengaktifkan laptop tersebut sampai akhirnya Ibu Prini Hapsari dapat memberikan informasi penting. Ibu Prini pun memberi pinjaman buku kurikulum Unnes untuk difotokopi, tanpa ragu Ibu Prini Hapsari menyerahkan buku kurikulum Unnes tersebut. Peneliti menuliskan nomor handphone untuk mempermudah komunikasi. Berikut gambar Ibu Prini Hapsari saat memberikan inforamasi tentang perencanaan mata kuliah pendidikan lingkungan hidup.
Gb. Ibu Prini Hapsari, Ka. Sub.Bag Pendidikan dan Evaluasi Unnes saat wawancara dengan peneliti Sumber: Dokumentasi Peneliti 11 Oktober 2013
117
Gb. Ibu Prini Hapsari, Ka. Sub.Bag Pendidikan dan Evaluasi Unnes dengan Staff Mengunduh Silabi Pendidikan Lingkungan Hdup Sumber: Dokumentasi Peneliti 11 Oktober 2013
b) Media/Sumber Belajar Media pembelajaran atau sumber belajar yang direncanakan sesuai dengan silabi antara lain multimedia dengan bantuan perangkat LCD, referensi yang berkaitan dengan topik inti. Desi merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan (11 Oktober 2013 menemui peneliti pada saat peneliti melakukan wawancara dengan petugas kebersihan di beranda toilet lantai 2 gedung rektorat. Desi menawarkan pemijatan kepada peneliti dan meminta tanda tangan sebagai bukti telah melakukan prektek memijat. Peneliti dan informan (Desi) mencari tempat yang nyaman untuk melakukan pemijatan, ruang tunggu pembantu rektor bidang akademik menjadi pilihan bersama, peneliti pun dipijat pada bagian tangan dan pundak.
Peneliti melakukan
wawancara dengan informan (Desi), informan melakukan pemijatan kepada peneliti. Informan (Desi) menuturkan bahwa materi pendidikan lingkungan hidup menggunakan media langsung dalam kegiatan outbond. Peneliti pun membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah dipijat oleh informan. Pertemuan berakhir setelah pengambilan gambar dilakukan oleh salah satu 118
mahasiswa tamu dari luar Unnes. Di bawah ini situasi yang dicipatakan peneliti bersama dengan informan (Desi).
Gb. Informan (Desi) sambil Memijat saat memberikan keterangan wawancara 24 Oktober 2013 di ruang tunggu Pembantu Rektor Bidang Akademik. Sumber: Dokumentasi Peneliti 24 Oktober 2013
Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009 saat ditemui peneliti sedang duduk sendirian di taman Unnes untuk menunggu temannya. Peneliti menghampirinya dan menyampaikan maksud dan tujuan peneliti. Tyas menuturkan media yang digunakan dosen dalam menyampaikan materi pendidikan lingkungan hidup dengan menggunakan power point dan white board (11 Oktober 2013).
c) Metode Pembelajaran Metode pembelajaran yang digunakan antara lain ceramah, tanya jawab, diskusi, observasi lapangan sebagai penugasan untuk memperoleh data, materi, dan pengalaman langsung tentang perkembangan lingkungan hidup, mendeskripsikan etika lingkungan, mendesain paradigma lingkungan hidup, 119
prinsip-prinsip etika lingkungan, perilaku manusia yang memenuhi nilai-nilai karakter terhadap lingkungan hidup, lingkungan dan permasalahannya secara global di tingkat lokal, regional dan nasional, bahkan internasional, sumber daya alam, buatan, dan manusia, keanekaragaman hayati, kekayaan jenis hayati di Indonesia, nilai keanekaragaman hayati, konservasi, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, kelestarian, kelangkaan, dan kepunahan, landasan hukum konservasi, sanitasi kesehatan lingkungan, rumah sehat, fasilitas air sehat, tempat umum dan pengolahan makanan, dan pembangunan berkelanjutan. Widiati merupakan mahasiswa angkatan 2009 pada fakultas Ilmu Sosial jurusan PKN. Widiati saat ditemui peneliti sedang duduk santai bersama-sama dengan teman sefakultasnya pada salah satu gedung pertemuan Unnes. Peneliti menjumpai dan menyapa informan dengan permulaan kata permisi, mengganggu sejenak. Peneliti menyampaikan maksud dan tujuan dan menyampaikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan perkuliahan pada pendidikan dan lingkungan hidup. Widiati menuturkan metode yang digunakan dosen dalam mengajarkan materi pendidikan lingkungan hidup dengan ceramah, observasi, praktek, mengunjungi kebun biologi Unnes dalam rangka melihat kondisi sampah yang ada di hutan/kebun biologi Unnes, apakah ada sampah-sampah plastik. Unnes menyediakan tempat-tempat samapah di kebun biologi Unnes sudah disedikan tempattempat sampah organik dan non organik (18 Oktober 2013). Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009 menuturkan metode yang digunakan oleh dosen dalam mengajarkan materi pendidikan lingkungan hidup dengan menggunakan ceramah, diskusi, dan observasi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran melalui kegiatan observasi dan kegiatan praktik bagi mahasiswa dosen langsung memberikan bimbingan dalam melakukan daur ulang kertas dan memberikan analisis. Mohammad Habibi mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Teknik Sipil saat itu sedang berjalan sendirian di trotoar khusus untuk pejalan kaki dengan membawa plastik hitam. Peneliti pun menyapa sambil mengutarakan maksud dan tujuannya. Peneliti dan informan (Mohammad Habibi 18 Oktober 2013) sambil berjalan kaki melakukan wawancara berkaitan dengan pelaksanaan 120
pendidikan lingkungan hidup. Peneliti dan informan sepakat untuk mengambil tempat duduk pada trotoar pejalan kaki. Informan tampak menguasai pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, bahkan informan memberikan informasi yang tidak dikehendaki oleh penelti karena bukan menjadi ruang lingkup penelitian, seperti sejak Unnes mendeklarasikan diri sebagai Universitas Konservasi, bantuan fianansial terus mengalir, pembangunan pun merata di setiap areal kampus. Mohammad Habibi menuturkan metode yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan lingkungan hidup dengan observasi dan praktek, bahkan aksi. Observasi yang dilakukan seperti melakukan pengamatan terhadap kasus rob yang terjadi di Semarang diamati, apakah faktor penyebab terjadinya rob bersumber pada perilaku manusia atau faktor alam. Solusi yang dirumuskan oleh mahasiswa dibahas dalam diskusi perkuliahan yang dipandu oleh dosen. Mohmmad Habibi menambahkan bahwa metode lain yang digunakan oleh dosen pendidikan lingkungan hidup antara lain dengan kegiatan aksi di lapangan dengan menanam pohon. Pohon di tanam di daerah yang memiliki kondisi tanah yang labil. Setiap mahasiswa diwajibkan menanam 3 (tiga) pohon yang dibeli oleh mahasiswa sendiri. Pohon yang sudah ditanam diup loud pada Siomon sebagai syarat untuk wisuda. Kegiatan praktek juga dilakukan seperti membuat batako yang dicampur dengan kertas bekas. Hasil batako lebih ringan jadi ijin IMB (ijin mendirikan bangunan) gambang diperolehnya demikian Muhammad Habibi melengkapi penjelasannya. d) Evaluasi Evaluasi sebagai alat untuk mengukur kemampuan prestasi mahasiswa setelah mengikuti proses perkuliahan dengan menggunakan sistem tes tertulis. Alat ukur tes yang digunakan antara lain dengan essay dan pilihan ganda, serta dengan penugasan (Muhammad Habibi). Menurut Widiati mahasiswa angkatan 2009 pada fakultas ilmu sosial jurusan PKN evaluasi yang dilakukan oleh dosen di antaranya melalui tugas-tugas untuk membuat makalah tentang pengelolaan limbah, melihat kondisi rob di semarang, kemudian dianalisis. Demikian juga kelompok yang lain dengan topik tanah retak, banjir, longsor dan erosi dosennya Ibu Sri Mantini Rahayu Sedyowati.
121
Mohammad Habibi mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Teknik Sipil menuturkan evaluasi pembelajaran yang diberikan oleh dosen antara lain dengan melalui penugasan. Semua dosen memiliki gaya tersendiri dalam memberikan peraturan atas tugas-tugas yang diberikan kepada mahasiswa. Pengumpulan tugas untuk dosen tertentu melalaui email ada juga dosen yang melalui hard copy dalam bentukan cetakan dengan menggunakan kertas bekas. e) Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang disediakan untuk mendukung pada pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui penyusunan silabi mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan mata kuliah lain.
f) Akses Informasi dan Partisipasi Akses informasi dan partisipasi antara lembaga pengembang dengan kader konservasi melalui buletin konservasi, leaflet, dan web universitas konservasi serta lembaga pengembang. Mitra organisasi kemahasiswaan yang dapat mendukung pelaksanaan universitas konservasi adalah pusat studi lingkungan yang tergabung dalam organisasi green community, menwa, pramuka, Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), dan kelompok seni mahasiswa di bawah LPPM (Margareta 11 Oktober 2013).
2) Perencanaan Pendidikan dan Pelatihan Konservasi Lingkungan di Luar Mata Kuliah Perencanaan pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup untuk mengimplementasikan 7 (tujuh) pilar konservasi antara lain melalui forum group discussion seminar, workshop, praktikum, dan kampanye serta gerakan aksi nyata (Margareta, 11 Oktober 2013). a) Materi Ruang lingkup materi pendidikan dan pelatihan konservasi lingkungan hidup meliputi tujuh pilar konservasi Unnes sebagai Universitas Konservasi antara lain arsitektur hijau dan transportasi internal, biodiversitas, energi bersih, seni budaya, kaderisasi konservasi, kebijakan nirkertas, dan pengolahan limbah (Margareta, 11 Oktober 2013).
122
(1) Arsitektur Hijau dan Transportasi Internal Arsitektur hijau dengan memanfaatkan area hijau, pelaksanaan untuk memanfaatkan areal yang ada dengan persentase 60 (60 %) untuk bangunan, selebihnya untuk area terbuka. Jumlah bangunan yang sudah mengarah pada orientasi pada arsitektur hijau sejumlah 13 bangunan. Margareta (11 Oktober 2013). Pak Teguh merupakan anggota divisi aristektur hijau dan transportasi internal, beliau diundang oleh Ibu Margareta untuk menyampaikan
informasi
berkaitan
dengan
perencanaan
dan
pelaksanaan artistektur hijau dan transportasi internal. Pak Tteguh memberikan penjelasan tentang ruang lingkup arsitektur hijau dengan membawa peta Unnes yang beliau ambil pada awal wawancara dilakukan. Pak Teguh tampak senang dipertemukan oleh Ibu Margareta dengan peneliti. Sambutan yang baik itu dan paparan yang panjang lebar itu sampai dikomentari oleh Ibu Margareta, coba kalau saya yang menerangkan tidak sedetail pak Teguh. Pak Teguh pun sedikit tersipu dan semakin percaya diri mendapatkan penilaian dari pimpinan di Badan Pengembang Konservasi. Wawancara dengan Teguh (11 Oktober 2013) diawali dengan jabat tangan dengan peneliti dan perkenalan singkat. Pak Teguh menuturkan tentang pogram arsitektur hijau dan transportasi internal. Pak Teguh mengawali penjelasan tentang Unnes dan upaya konservasinya. Menurut teguh Unnes
melakukan
konservasi
lingkungan
dalam
rangka
mengembalikan hakikat kawasan sebagai daerah pegunungan dan area resapan air yang bisa kompromi untuk memanfatkan alam secara optimal sebagai feed back kemanfaatan nilai negatif tetapi memiliki nilai
positif
bagi
masyarakat
yang
cenderung
mengabaikan
pembangunan secara brutal. Bangunan berdiri di atas perubahan tanah yang tidak layak dan kebutuhan bangunan dengan cara alih fungsi lahan. Aristektur hijau dirancang dengan bangunan yang dapat meminimalisir penggunaan energi seperti penggunaan AC dan lampu dengan cara mengatur pencahayaan dan penanaman pohon secara aman dan nyaman. SOP yang baru dapat mengembalikan kebutuhan 123
secara alami, membuat, memanfaatkan air hujan dengan membuat embung yang dikelilingi tanaman bambu, mahoni, angsana, dan buahbuahan. Air hujan di musim penghujan yang melimpah seakan siasia/mubadzir. Perencanaan dilakukan dengan membuat area embung sebagai cadangan air di musim kemarau untuk menyiram tanaman, suply air untuk pemadam kebakaran, wisata area hijau, menghindari banjir, dan pembatas kelurahan. Di belakang fakultas teknik dekat dengan sungai Kaligarang dibuat ruang terbuka hijau di antara gedunggedung perkuliahan, dengan tanaman hijau yang memiliki kekuatan sebagai resapan air. Efisiensi penggunaan energi listrik diupayakan dengan solar sell. Pada zona-zona gelap dengan menggunakan lampu hemat energi, dipasang pada tempat-tempat yang membutuhkan penerangan saja, dipasang lampu otomatis, artinya kalau keadaan sudah mulai gelap atau terang lampu akan secara otomatis menyala atau mati. Lebih lanjut, Teguh menegaskan bahwa Unnes tidak secara mentah-mentah menolak penggunaan AC, tetapi selagi masih dapat diupayakan dapat menggunakan kipas angin. Upaya yang dilakukan dengan menjaga tekanan angin dengan cross ventilation dengan merencanakan bangunan ruang yang saling terhubung dengan menggunakan dua pintu yang harus terbuka. Harapan yang diinginkan dapat mengurangi panas di dalam ruangan sehingga dapat meminimalisir kebutuhan AC ataupun kipas angin. Arsitektur
hijau
yang
berkaitan
dengan
pejalan
kaki
direncanakan dengan pembuatan green coridor yaitu bangunan yang terintegrasi dengan area pejalan kaki. Bangunan satu dengan bangunan yang lain disetting terhubung secara langsung sebagai gabungan antara selasar dengan gedung untuk melindungi pejalan kaki dari panas dan hujan. Sepanjang koridor ditanami tanaman aroma terapi yang bisa menghadirkan kesegaran sekaligus memproduksi aroma terapi yang disukai oleh pengguna. Transportasi internal kampus dengan menggunakan mobil kampus, sepeda, dan atau jalan kaki. Perencanaan dalam pengadaan 124
bus ke depan dipesankan bus yang beridiri secara berjejer (seperti busway) sehingga diharapkan dapat menampung jumlah penumpang yang lebih banyak daripada bus yang sekarang digunakan. Bagi pengguna sepeda ontel dan pejalan kaki diupayakan badan jalan dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna.
Teguh (dosen dan Pengelola Divisi Aristektur pada Lembaga Pengembang Konservasi) saat diwawancarai oleh Peneliti Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
125
Garis Pembatas untuk Pengguna sepeda ontel sebagai bentuk perlindungan keamanan Paving yang Nyaman bagi Pejalan Kaki
Gb. Peneliti sedang melakukan Wawancara dengan Muhammad Habibi Sumber: Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
Gb. Koridor Pejalan kaki yang Nyaman Sumber: Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
126
Peneliti bersama penumpang di Bus Kampus Unnes Sumber: Dokumentasi Peneliti 4 Oktober 2013
Menurut Ibu Prini Hapsari (wawancara 11 Oktober 2013) memprediksikan tentang rencana pelaksanaan transportasi internal sangat menyulitkan bagian administrasi dan ketatausahaan. Pegawai harus mengantarkan surat dari satu tempat ke tempat lain di Unnes atau dari Unnes ke tempat yang lainnya, sementara sepeda motor atau mobil tanpa alasan yang dibenarkan, tidak diperkenankan memasuki kampus Unnes pada jam 6.30 sampai dengan jam 16.00 (lihat foto di bawah ini)
127
Peneliti di Pintu Gerbang Utama Unnes Sumber: Dokumentasi Peneliti 28 Oktober 2013
Nasrodin adalah Satpam Unnes yang bertugas pada pukul 06.30 s.d 12.00 pada 28 Oktober 2013. Nasrodin menyapa peneliti saat peneliti hendak memasuki gerbang utama. Peneliti menunjukkan surat ijin dari Rektor, Nasrodin pun membaca dan menanyakan, apa yang ibu butuhkan dari kami?. Peneliti pun menyampaikan beberapa pertanyaan secara berturut-turut, Nasrodin memaparkan pintu (utama Sutera, pintu MIPA, pintu GSD, pintu embung) ditutup total untuk mobil dan sepeda motor mulai jam 6.30 s.d 16.00, akses ke kampus berpindah ke pintu tengah sebagai pintu pengamanan. Pada hari minggu atau hari besar pintu tengah dibuka secara penuh. Rektor dari gerbang utama juga jalan kaki atau naik sepeda ontel yang sudah disediakan oleh petugas. Dosen, karyawan, atau mahasiswa buru-buru waktu juga tetap tidak diperkenankan untuk mengendarai sepeda motor atau mobil untuk memasuki area kampus Unnes. Pintu akan dibuka pada sistuasi dan kondisi tertentu seperti wisuda, ada tamu Rektor, itu saja hanya mengantar penumpang saja, setelah selesai mengantarkan penumpang, mobil diparkir di luar kampus seperti di gedung serba guna (GSD) atau di depan gerabang pintu utama. Bagi mahasiswa, karyawan, dan dosen yang sakit yang tidak memungkinkan untuk 128
berjalan diberi kelonggaran untuk memasuki areal kampus dengan mobil atau sepeda motornya. Semua informasi tamu dan kegiatankegiatan penting lainnya akan diinformasikan oleh koordinator Satpam, sehingga Satpam yang bertugas menjaga pintu gerbang dapat mengambil kebijakan untuk membuka ataupun menutup gerbang utama. Ibu-ibu pensiunan atau istri pegawai ataupun dosen yang sudah pensiun diperbolehkan untuk memasuki area kampus Unnes dengan kedaraannya. Pengantar surat atau barang dari pos, paket atau pribadi diperkenankan memasuki area kampus Unnes dengan mengendarai kendaraan yang digunakan sehingga barang-barang dapat diterimakan secara langsung kepada orang/organisai/unit kerja yang dituju.
Wawancara dengan Nasrodin (Satpam Unnes Semarang) Sumber: Dokumentasi Peneliti 28 Oktober 2013
Tampak dalam gambar, mobil diparkir di depan gedung Badan Pengembang Konservasi saat acara wisuda. Dua orang ini (Indah dan Cintami) telah melaksanakan tugas sebagai anggota paduan suara pada prosesi wisuda itu. Peneliti pun melanjutkan dengan melakukan wawancara dengan Indah dan Cintami. Keduanya berasal dari Batak. Cintami sangat aktif di kegiatan kepramukaan sedangkan Indah aktif dalam kegiatan paduan sura kampus. Kedunya saat ditemui peneliti 129
sedang berjalan berdua setelah melaksanakan tugas sebagai petugas paduan suara.
Peneliti dengan Cintami dan Indah di depan Gedung Badan Pengembang Konservasi Saat ada Wisuda Sarjana Sumber: Dokumentasi Peneliti
(2) Biodiversitas Sesuai dengan Surat Keputusan Rektor Unnes, mahasiswa baru menanam pohon pada tempat yang telah ditetapkan. Upaya ini dalam rangka
untuk
menjaga,
melestarikan,
dan
mengembangkan
keanekaragaman hayati yang ada di lingkungan Unnes Semarang. Di samping itu juga merencanakan program perlindungan terhadap keanekaragaman tanaman seperti mempertahankan tanaman tetap hidup meskipun tumbuhnya tanaman berada pada lokasi pemanfaatan lahan. Untuk menjaga biodiversitas, pohon yang ada di tengah jalan untuk pejalan kaki tetap dipertahankan hidup seperti tampak pada gambar berikut:
130
Gb. Muhammad Habibi di samping Pohon Biodivesity Sumber: Dokumentasi peneliti 18 Oktober 2013
(3) Energi Bersih Energi bersih Program energi bersih diterapkan dengan cara melakukan penghematan pemakaian alat-alat berbasiskan energi listrik dan bahan bakar fosil sesuai dengan strategi penggunaan energi, mengembangkan fasilitas kampus yang menunjang penghematan penggunaan energi, mengembangkan energi terbarukan yang ramah lingkungan (Data Badan Pengembang Konservasi). Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta dan Teguh (11 Oktober 2013) dirancang program energi bersih sebagai pilot project berupa biogas (kotoran dari septic tank) yang ada di rumah susun disewa (Rusunawa) Mahasiswa yang ada di Kalisegoro. Biogas ini dapat digunakan pada lampu penerangan dan memasak yang diperuntukkan bagi penghuni asrama mahasiswa Unnes.
(4) Seni Budaya Aktiviatas kebudayaan dengan spirit konservasi yang dilakukan oleh keluarga besar Unnes baik dalam maupun luar kampus, bukanlah hal baru. Penguatan pada aspek sikap dan perilaku seegenap warga sivitas akademika Unnes mencerminkan nilai konservasi menjadi 131
program konservasi di bidang budaya. Implementasinya melalui sosialisasi dan pembudayaan sikap hidup ramah lingkungan, semangat merawatnya, mengutamakan nir kertas, eefisiensi energi sekaligus pengembangan energi ramah lingkungan yang semuanya bermuara pada perlindungan dan pengawetan. Program pilar konservasi etika, seni, dan budaya meliputi penggalian, pemeliharaan, penyemaian, dan pemberian gaya hidup etika, seni, dan budaya lokal melalui pemeliharaan, pendokumentasian, pendidikan, penyebarluasan, dan mempromosikan
unsur-unsurnya
(Data
Badan
Pengembang
Konservasi). (5) Kaderisasi Konservasi Program ini merupakan upaya peningkatan kader konservasi baik di lingkungan Unnes maupun masyarakat sekitar Unnes. Berdasarkan
pada
hasil
wawancara
dengan
direktur
Badan
Pengembang Konservasi, Ibu Margareta (11 Otober 2013) semua dosen, karyawan, dan mahasiswa adalah kader konservasi. Artinya semua kader mensosialisasikan mengupayakan, melakukan, dan mengembangkan 7 (tujuh) pilar konservasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain penjaringan kader, pelatihan kader melalui pendidikan konservasi, sosialisasi, dan memperluas kerjasama dengan pihak yang terkait dengan kegiatan konservasi dan lingkungan hidup. (6) Kebijakan Nirkertas Menurut
Margareta
dan
Ikhwan
(11
Oktober
2013)
perencanaan paperless yang ada di Unnes meliputi kegiatan pada penugasan proses perkuliahan, bimbingan skripsi, kartu hasil studi, pendaftaran mahasiswa, penyusunan Satuan Acara Perkuliahan (SAP), silabi, dan sikadu, presentase kehadiran dosen dan karyawan, pembayaran gaji, laporan keuangan, persuratan kepada Rektor Unnes dan lembaga lain, serta undangan rapat. Menurut Ibu Prini Hapsari (wawancara 11 Oktober 2013) bagian administrasi sangat kesulitan untuk menerapkan kebijakan ini. BAAKK (Biro administrasi dan akademik Kemahasiswaan dan Kerjasama) sangat membutuhkan kertas yang sangat banyak. Mobilitas 132
administrasi baik di tingkat Unnes sendiri atau dengan lembaga atau organisasi lain sangat tinggi. Lembaga lain membutuhkan print out atas data yang diperlukan. (7) Pengelolaan Limbah Pengelolaan sampah dengan mengacu pada sistem reduce, reuse, recycling terhadap sampah tertentu. Mahasiswa dari berbagai prodi diarahkan untuk dapat mengelola sampah menjadi produk barang yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan peningkatan pembelajaran. Pengelolaan limbah yang dilakukan dengan sistem composting. Perencanaan pembuangan sampah dibantu dengan sarana dan prasarana yang memadai dengan membuat dan meletakkan tempat sampah pada tempat-tempat strategis yang diperlukan oleh sivitas akademika Unnes Semarang. b) Model Pendidikan dan Pelatihan untuk Pendidikan Lingkungan Hidup Perencanaan model pendidikan dan latihan tentang pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi dengan forum group discussion, seminar, workshop, praktikum, kampanye, dan aksi di masyarakat demikian Margareta menjelaskan. (1) Focus Group Discussion (FGD) Focus Group Discussion (diskusi kelompok terfokus) dirancang untuk
melakukan
menggunakan
sosialisasi
forum
diskusi
universitas dengan
konservasi
tema-tema
yang
dengan sudah
direncanakan oleh Badan Pengembang Konservasi. Tujuan utama dari FGD ini adalah memberikan informasi sebanyak-banyaknya tentang satu tema yang dijadikan fokus misi yang diemban. Melalui FGD ini diharapkan dapat ditemukan simpulan diskusi yang dapat dimiliki oleh audiens tentang apa yang dimaksud dengan konservasi dan 7 (Tujuh) pilar konservasi. (2) Seminar dan Workshop Perencanaan
seminar
dan
workshop
berdasarkan
pada
perencaan masing-masing fakultas. Semua topik seminar dan workshop diupayakan mengarah pada 7 (tujuh) pilar konservasi. Pelaksanaan seminar atau workshop yang ditangani oleh badan 133
pengembang konservasi dijadwalkan sesuai dengan plot anggaran atau kegiatan kemitraan yang dibangun bersama-sama dengan lembaga mitra.
Rekrutmen
peserta
kebiasaan
yang
dilakukan
dengan
mengadakan kerjasama dengan green community Unnes, Mahasiswa Pecinta Alama (Mapala) dan Resimen Mahasiswa (Menwa) serta organisasi kemahasiswaan lainnya (Margareta, 11 Oktober 2013). (3) Praktikum/pelatihan Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta tanggal (11 Oktober 2013), Setiap fakultas memiliki program unggulan berbasis konservasi bekerjasaman dengan LP2M. Perencanaan pelatihan meliputi pelatihan pemanfaatan limbah organik seperti dari tulang-tulang daun menjadi hiasan dinding, souvenir, alat peraga, undangan, dan lain-lain. Ibu Margareta dengan percaya dirinya bangkit dari tempat duduk untuk mengambil satu souvenir yang dibuat oleh kader konservasi. (4) Kampanye/Sosialisasi Perencanaan kampanye/sosialisasi tentang 7 (tujuh) pilar konservasi melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh vocal point/pemegang kebijakan (Rektor) Unnes semarang yang diikuti oleh sejumlah pejabat di lingkungan Unnes, dosen, karyawan, mahasiswa, dan pelajar di lingkungan Unnes (dokumentasi Badan Pengembang Konservasi). Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta tanggal (11 Oktober 2013) untuk melaksanakan sosialisasi terlebih dahulu dengan melakukan survey efesiensi, termasuk survey efisiensi energi. Sosialisasi diesiminasikan kepada pihak-pihak terkait termasuk kepada mahasiswa sebagai pedoman untuk melaksanakan sosialisasi program. (5) Aksi di Masyarakat Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta (11 Oktober 2013) Rektorat telah menetapkan Desa Binaan di Gunung Pati. Aksi di masyarakat direncanakan dan dilaksanakan di Gunung Pati dengan 16 (enam belas) Kelurahan, setiap fakultas memiliki kewenangan untuk menentukan kegiatan pada 2 (dua) Kelurahan. 134
Kegiatan aksi nyata tentang 7 (tujuh) pilar dan diseminasi kepada timtim lain/unit yang ada di Unnes Semarang, pembibitan tanaman, gerakan penaman pohon, pengelolaan limbah, energi bersih, panel surya, dan lain-lain.
b. Pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Program Eco Campus dalam Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan pada Universitas Konservasi. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan melalui sebaran mata kuliah pada setiap fakultas dan program studi secara terintegrasi. Di samping itu juga melalui kegiatan pendidikan dan latihan seperti melalui diskusi (FGD), praktikum, pelatihan dan kampanye, serta aksi nyata di masyarakat . 1) Mata Kuliah Pendidikan Lingkungan Hidup dan Sebaran Mata Kuliah pada masing-masing fakultas. a) Materi Pendidikan Lingkungan Hidup. Novi dan Berkah mahasiswa semester IX Fakultas MIPA berjalan menuju musholla Unnes sambil ngobrol. Peneliti sudah melihatnya sejak Novi dan Berkah masih berjalan menuju Masjid. Novi dan Berkah memasuki musholla dan duduk berdampingan sambil melanjutkan obrolan tadi. Peneliti menghampiri dan menunjukkan surat ijin penelitian yang dikeluarkan oleh Rektor Unnes sambil mengenlkan secara singkat. Wawancara pun dimulai tentang pendidikan lingkungan hidup. Novi dan Berkah menjelaskan bahwa mata kuliah pendidikan lingkungan hidup memang sudah diberikan pada semester 3 (tiga) tetapi pada saat itu, nama mata kuliahnya bukan pendidikan lingkungan hidup, tetapi pengantar ilmu lingkungan. Materi yang disampaikan pada mata kuliah pendidikan lingkungan hidup (pengantar ilmu lingkungan) antara lain sebagaimana dituturkan lebih lanjut oleh Novi dan Berkah mahasiswa semester IX Fakultas MIPA, saya sudah lupa sih bu, materinya apa saja, yang saya ingat materinya tentang herbarium, taksonomi tumbuhan, ekologi lingkungan. Lebih lanjut, program nir kertas pernah disinggung, tetapi tidak ada penugasan yang harus diselesaikan oleh mahasiswa. Program nir kertas hanya sebagai informasi. 135
Anisa, Juli, Isnaini, Putria mahasiswa semester I Ilmu komputer duduk bergerombol sambil berbincang-bincang santai di ruang serbaguna. Peneliti menghampiri keempat mahasiswi tersebut dan mengenalkan diri serta memohon kesediaannya untuk diwawancarai tentang pendidikan lingkungan hidup. Ketiga mahasiswa menjawab pertanyaan peneliti tentang materi pendidikan lingkungan hidup, diungkapkan materinya terkadang disangkut-sangkutkan dengan konservasi, termasuk juga pada saat pengenalan program akademik. Diungkapkan oleh Dewi Puspitasari mahasiswa angkatan 2010 yang peneliti temui di jalan. Peneliti menghampiri mahasiswa ini saat berjalan sendirian. Peneliti menyapa dan memohon waktu untuk wawancara. Dewi dan peneliti memutuskan untuk melaksanakan wawancara di gazebo unnes. Peneliti menunjukkan surat ijin penelitian dan mengenalkan secara singkat. Hasil wawancara tentang lingkungan hidup pun berjalan, Dewi begitu nama mahasiswa itu dipanggil memberikan penjelasan tentang pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup. Pendidikan lingkungan dengan prinsip green community yaitu memanfaatkan teknologi dengan tidak menggunakan bahan-bahan yang beracun. Lebih lanjut, materi kecintaan kepada lingkungan hidup disampaikan melalui kegiatan seni dengan menunjukkan simbol-simbol cinta lingkungan. Memanfaatkan bahan-bahan yang tidak terpakai menjadi barang yang memiliki nilai seni yang tinggi. Ditinjau dari nilai ekonomi barang-barang tersebut
menjadi
produk
yang tidak
boros
energi
dan
efektif
penggunaannya. Pendidikan yang diterapkan pada pendidikan lingkungan hidup lebih menerapkan pada pendidikan karakter, mahasiswa diberi kesempatan untuk memperoleh pesan-pesan moral cinta lingkungan. Dosen dalam menyampaikan materi melalui power point dengan menampilkan background yang hijau-hijau pada materi konservasi. Sinta mahasiswa angkatan 2009 ditemui di ruang terbuka sambil duduk melamun. Peneliti menghapiri dan berkenalan seperlunya dan menyampaikan keinginan untuk melakukan wawancara. Sinta menjelaskan tentang program studi kimia lingkungan, dosen memberikan materi tentang dampak meluapnya sampah. Dosen membangun kesadaran untuk 136
mengelola sampah dengan baik antara lain dengan melakukan pemisahan sampah yang dapat diolah, seperti limbah kayu berupa pecahan kayu dijadikan vigura. Beberapa produk saya diikutkan dalam pekan kreativitas mahasiswa yang diselenggarakan oleh PKMK bidang kewirausahaan tetapi tidak lolos. Prosedur untuk mengikuti lomba antara lain dengan menyerahkan proposal dulu, setelah dinyatakan lolos baru dikirimkan produk sebagaimana yang ada dalam proposal yang diusulkan. Metode pembelajaran lain yang diterapkan oleh dosen adalah melakukan aksi lingkungan dengan menanam pohon di awal perkuliahan. Kegiatan ini merupakan pelaksanaan program penanaman seribu pohon di Unnes. Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan pendidikan biologi ditemui 18 Oktober 2013 saat duduk di samping musholla sambil mengerjakan sesuatu di laptopnya. Peneliti menhampiri dan berkenalan serta memohon untuk bersedia diwawancarai tentang pendidikan lingkungan hidup di Unnes. Sulis pun menyatakan dengan senang hati saya akan membantu ibu yang saya sebatas kemampuannya. Sulis menyebutkan
materi
pendidikan
lingkungan
hidup
antara
lain
keanekaragaman hayati, pengelolaan sampah, biopori, penggunaan bahasa Jawa pada jam 15.30 s.d jam 17.00. untuk pendalaman materi dilakukan oleh mahasiswa sendiri. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) materi pendidikan lingkungan hidup antara lain tentang ekosistem, perkembangan populasi penduduk, kerusakan lingkungan, solusi terhadap hambatan pelaksanaan biodiversity dengan Tabulapot (tanaman obat dalam pot). Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009 (wawancara 18 oktober 2013) menuturkan tentang materi pendidikan lingkungan hidup diintegrasikan ke dalam semua materi pendidikan kimia. Dalam rangka pengayaan materi kuliah pendidikan lingkungan hidup beberapa dosen dalam sejumlah pertemuan untuk memberikan kepedulian kepada 7 (tujuh) pilar konservasi. Pendidikan lingkungan hidup yang diberikan antara lain tentang lingkungan, sumber daya manusia dan alam serta penerapan bahaya lingkungan dari kerusakan. Materi perkuliahan 137
diaplikasikan dalam kegiatan sehari-hari mahasiswa seperti dalam mengelola sampah, melakukan pengurangan dalam menggunakan kertas (nir kertas) seperti naskah skripsi dibuat dengan cara diperkecil sehingga dapat mengurangi jumlah halaman, seperti 2 lembar kertas dapat menjadi 1 lembar. Penggalian
dan
pengembangan
materi
serta
permasalahan
lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar 7 (tujuh) pilar konservasi sebagaimana dituturkan oleh Mohammad Habibi mahasiswa fakultas teknik jurusan teknik sipil materi pada pendidikan lingkungan hidup antara lain tentang dampak lingkungan sebagai contoh observasi tentang rob. Mahasiswa mengamati obyek rob dan solusi yang ditawarkan dibahas pada perkuliahan. Menurut Cintami dan Indah (11 Oktober 2013) materi perkuliahan yang diberikan oleh dosen terkadang dalam bentuk print out.
Sulis
mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan pendidikan biologi 18 Oktober 2013 menuturkan pendalaman materi yang harus dilakukan oleh mahasiswa antara lain melalui kegiatan dalam organisasi konservasi. Organisasi konservasi yang ada di Unnes antara lain green community, kelompok studi habitat, satwa liar, cempaka, dan biofarm. Green community melakukan inventarisasi keanekaragaman di kampus atau di luar. b) Metode Menurut Novi dan Berkah mahasiswa semester IX Fakultas MIPA, metode yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan ceramah, tetapi terkadang dengan penugasan ke lapangan contohnya disuruh untuk melakukan identifikasii tumbuhan tentang nama tumbuhan, ciri-ciri, dan golongannya. Kuliahnya jarang kosong, karena di Unnes menggunakan team teaching. Lebih lanjut Diungkapkan oleh Novi, mahasiswa semester IX fakultas MIPA, bahwa ada tugas proyek yang harus diselesaikan oleh mahasiswa tentang fisiologi hewan, dosen menentukan kelompoknya, mahasiswa merancang sendiri kegiatannya dan membuat laporan setelah itu mahasiswa presentasi secara bergantian.
138
Diungkapkan oleh Dewi Puspitasari mahasiswa angkatan 2010 metode yang digunakan dengan praktek, membuat laporan dan dikirim melalaui email, sebagian besar tidak menggunakan print out. Meskipun demikian, ada dosen yang memiliki karakteristik khas, senangnya tugas dikumpulkan dalam bentuk print out. Menurut Sinta mahasiswa angkatan 2009 jurusan Kimia lingkungan mengatakan kuliah pendidikan lingkungan hidup biasanya dosen memberikan tugas kelompok, setiap kelompok membuat makalah tentang pengelolaan limbah dan penghematan air beberapa tugas didiskusikan dan sebagian dikumpulkan dalam bentuk print out. Lebih lanjut Sinta mengatakan penggalian/pendalaman materi biasanya dosen memberikan arahan untuk belajar dari internet, di luar kelas dengan melakukan diskusi. Kunjungan ke sentra pengolahan batik di Solo, dosen memberi tugas untuk melakukan observasi tentang pengolahan limbah batik. Dengan demikian terdapat sinergi antara materi yang diberikan di kelas dengan observasi di lapangan tentang pengolahan limbah batik. Di samping itu juga dosen tetap menggunakan ceramah, diskusi, tanya jawab. Menurut Sinta mahasiswa angkatan 2009 program studi kimia lingkungan mengatakan mahasiswa diberi tugas untuk melakukan pengolahan terhadap bahan-bahan yang ada di masyarakat, saya melakukan pengolahan limbah tahu (air tahu) menjadi nata tahu. Metode lain yang terapkan dosen antara lain mahasiswa diminta melakukan identifikasi unggas cempaka biofarm, yaitu dengan melakukan budidaya tanaman hias, tanam mangrove di Mangkang sekaligus untuk kunjungan ke desa Ungaran Tinjomoyo dan kebun binatang. Metode lain yang diterapkan dosen antara lain membuat karya pengelolaan limbah seperti kartu sim card menjadi peta, lukisan ibu Kartini, dengan menggunakan serabut kelapa. Paparles sudah diterapkan, dosen memberikan materi melalui soft file. Menurut Novi dan Barkah mahasiswa semester IX kegiatan pada masa orientasi sudah dikenalkan budaya cinta lingkungan. Malam keakraban dilaksanakan bersama dengan kakak tingkat untuk menikmati alam yang indah di Gedong Songo Kabupaten Semarang. 139
Menurut Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan Pendidikan Biologi 18 Oktober 2013 menyebutkan metode yang digunakan dosen pada mata kuliah pendidikan lingkungan hidup antara lain melalui kegiatan bersama di lapangan untuk penanaman mangrove, penangkaran kupu-kupu sebagai indikator lingkungan, mahasiswa diberi tugas untuk melakukan penyuluhan di Griya Cahya dan Sekolah Dasar di sekitar Unnes Gunung Pati Ungaran. Materi yang disampaikan antara lain tentang keanekaragaman hayati. Kegiatan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan mulai tahun 2009 hingga 2013 di desa Banyu Windu Limbangan Kendal yang telah dirintis sebagai desa Wisata Konservasi. Di samping itu mahasiswa diberi tugas untuk melaksanakan aksi nir kertas dengan menggunakan kertas bekas, kertas bekas distempel dengan tulisan reuse green community, mahasiswa diberi kewajiban untuk melaksanakan gerakan hemat energi di tempat tinggal masing-masing. Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan pendidikan biologi 18 Oktober 2013 menambahkan, metode ceramah mewarnai pada setiap perkuliahan peer teaching. Dosen juga mengajak ke lapangan untuk melihat realitas kehidupan dengan memadukan games lingkungan. Games lingkungan dengan istilah burung dan pemburu. Permainan membutuhkan beberapa mahasiswa, antara lain 3 (tiga) orang dalam satu grup, 1 (satu) orang menjadi burung dan orang menjadi pohon. Dwi
Anggoro
Saputro
ketua
Mapala
Unnes.
Peneliti
menyengajakan diri menuju base camp mapala didampingi oleh Sulis (mahasiswa semester IX Fakultas Biologi). Dwi Anggoro Saputro saat ditemui sedang mengerjakan adminstrasi Mapala dengan temannya di depan Base camp dengan menggunakan kaos oblong dan celana pendek. Tanpa ada rikuh, Dwi Anggoro Saputro tetap mengenakan pakaian itu saat peneliti temui. Peneliti memperkenalkan diri dan menyampaikan alasan kedatangannya di base camp Mapala Unnes. Dwi Anggoro Saputra pun menerima peneliti dengan baik. dengan Dwi Anggoro Saputro
Hasil wawancara 18 Oktober 2013 metode yang digunakan dosen untuk
menyampaikan materi perkuliahan antara lain dengan menggunakan ceramah,
praktek
di
lapangan
seperti
mengunjungi
hutan
mini 140
kampus/kebun pendidikan Unnes, penugasan dengan membuat artikel tentang isu lingkungan, praktek penanaman Tabulanpot. c) Media Pembelajaran/Sumber Belajar Menurut
sinta,
mahasiswa
angkatan
2009
jurusan
kimia
lingkungan, media yang digunakan dosen dalam mengajar adalah dengan menggunakan multimedia dalam bentuk power point dan video antara lain tentang daur air. Menurut Sinta mahasiswa angkatan 2009 program studi Kimia Lingkungan mengatakan media pembelajaran dalam penyusunan skripsi sudah mulai digalakkan dengan nir kertas. Bimbingan penyusunan skripsi dengan menggunakan laptop, penugasan mahasiswa dulu, biasanya dosen memerintahkan untuk dikumpulkan secara langsung dari print out, namun
demikian
masih
banyak
dosen
yang
memerintahkan
mengumpulkan tugas melalui email. Menurut Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan Pendidikan Biologi 18 Oktober 2013 kegiatan bersama di lapangan untuk penanaman
mangrove,
penangkaran
kupu-kupu
sebagai
indikator
lingkungan, melakukan penyuluhan di Griya Cahya dan Sekolah Dasar di sekitar Unnes Gunung Pati Ungaran. melaksanakan aksi nir kertas dengan menggunakan kertas bekas,
gerakan hemat energi di tempat tinggal
masing-masing, membangun kemitraan dengan lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat, dengan badan pengembang konservasi, serta dengan organisasi tapak prenjak sebagai komunitas pemuda pesisir dengan penanaman mangrove bersama bagi mahasiswa yang tergabung dalam green commnunity dapat menjadi media sumber belajar bagi mahasiswa. Menurut Cintami dan Indah mahasiswa fakultas ekonomi angkatan 2013 semua dosen menggunakan LCD dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan. Penggunaan LCD ruang kelas dalam keadaan gelap sehingga dapat meminimalisir penggunaan listrik secara berkala dalam sejumlah kelas. Berikut ini dokumentasi peneliti dengan informan yang dilaksanakan sebelum wawancara dilakukan bersama Cintami dan Indah.
141
Gb. Peneliti dengan informan (Cintami dan Indah) sebelum wawancara Dokumentasi Peneliti 11 Oktober 2013
d) Evaluasi Menurut Muhammad Habibi, Dwi Anggoro Saputro, Cintami, Sulis, dan Indah bahwa evaluasi pembelajaran dilaksanakan melalui ujian tertulis dan melalui penugasan melalui email, baik dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. Cintami menambahkan halaman kertas untuk ujian tertulis dibatasi dalam jumlah yang sedikit. Di samping itu, ada juga dosen yang menggunakan ujian secara on line. Menurut Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan Pendidikan Biologi 18 Oktober 2013 evaluasi pembelajaran diberikan dalam bentuk tugas dengan studi kasus. Mahasiswa diminta untuk menemukan sendiri permasalahan yang ada di masyarakat. permasalahan yang diangkat cukup bervariasi antara lain permasalahan di bantaran Sungai Banjir Kanal Semarang. Tugas lain diberikan dalam bentuk keterlibatan dalam kegiatan penangkaran kupu-kupu sebagai indikator lingkungan, dan mensukseskan program keanekaragaman hayati. Tugas lain adalah dengan melakukan program Fotonovela. Mahasiswa memilih obyek sendiri seperti di daerah pesisir dengan pengelolaan mangrove. Mahasiswa mengambil gambar dalam bentuk foto maupun video. Hasil 142
yang ditemukan melalui foto dan video itu mahasiswa dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak setelah didiskusikan secara bersama di kelas. 2) Pendidikan dan Latihan di luar Kegiatan Perkuliahan Mahasiswa pecinta alam Unnes (Mapala Unnes) merupakan organisasi mahasiswa sebagai mitra badan pengembang konservasi. Kegiatan pendidikan dan latihan yang diprogramkan antara lain sebagaimana ketua Mapala Unnes, Dwi Anggoro Saputro (hasil wawancara 18 Oktober 2013) divisi yang dimiliki Mapala Unnes antara lain mountenering, navigasi, lingkungan hidup, rock climbing, susur gua, rafting, arung jeram, diving, dan SAR. kegiatan pendidikan dan latihan setiap tahun dikemas dalam kegiatan masa penerimaan anggota baru, musyawarah anggota, pelatihan manajemen organisasi, lintas medan, dan pengambilan atribut. Kegiatan insidental antara lain peringatan hari bumi (April) Spirit of Indonesia Youth expedition ke Argentina, pengibaran bendera promosi budaya, penelitian Suku Inca, wayang, studi banding kemahasiswaan. Kegiatan pendelegasian bersifat luwes, tergantung dari organisasi atau lembaga pengundang. Kegiatan yang sudah dilaksanakan antara lain lomba navigasi dan pembacaan peta, temu wicara kenal medan, sertifikasi selam, swimming, rafting pada awal tahun 2013. 1) Focus Group Discussion (FGD) Menurut Dwi Anggoro Saputro (hasil wawancara 18 Oktober 2013) setiap tahun diagendakan untuk mengadakan pembentukan kader dengan kegiatan sosialisasi 7 (tujuh) pilar konservasi yang dikemas melalui kegiatan FGD.
143
Form Diskusi Konservasi Pada Kelompok Green Community Dokumentasi Lembaga Pengembang Konservasi diterima 18 Oktober 2013
Form Diskusi Konservasi Pemateri Ully Hary Rusyadi Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi diterima 18 Oktober 2013
2) Seminar dan Workshop Menurut Dwi Anggoro Saputro (hasil wawancara 18 Oktober 2013) pernah dilaksanakan seminar tentang flora dan fauna di Indonesia. Menurut 144
Cintami dan Indah (hasil wawancara 11 Oktober 2013) menyatakan seminar tentang pengelolaan sampah berupa daun-daun. Hal ini dilakukan mengingat kondisi di lapangan, rimbunnya pepohonan menciptakan permasalahan baru berupa timbulan sampah daun, baik kering maupun basah yang berjatuhan di belakang asrama laki-laki. 3) Praktikum/Pelatihan Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta (11 Oktober 2013), perencanaan pelatihan meliputi pelatihan pemanfaatan limbah organik seperti dari tulang-tulang daun menjadi hiasan dinding, souvenir, dan lain-lain. Souvenir dari limbah cukup bervariasi, sebagai contoh souvenir di bawah ini. Souvenir ini merupakan hiasan dinding berupa foto Emil Salim seorang ahli lingkungan hidup yang disebut sebagai bapak lingkungan hidup. Souvenir ini rencananya akan disampaikan pada Emil Salim secara langsung di sebuah acara, tetapi karena ada halangan teknis, maka souvenir ini batal disampaikan.
Gb. Hiasan Dinding di Ruang Lembaga Pengembang Konservasi Dokumentasi Peneliti diambil 18 Oktober 2013
145
Souvenir Emil Salim Souvenir Gambar Emil Salim Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
Gb. Hasil Pelatihan Pengolahan Limbah Plastik Dokumentasi Peneliti diambil 18 Oktober 2013
146
Menurut Dwi Anggoro Saputro (hasil wawancara 18 Oktober 2013) pernah dilaksanakan outbond training isi kegiatan antara lain pelatihan pembentukan karakter leadership, conservation camp, menggunakan barangbarang non plastik, dan senam aerobik di pagi hari. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta (11 Oktober 2013) pelatihan pembibitan tanaman juga diberikan kepada cleaning service, mahasiswa, dan juga dosen. Pelatihan bagi mahasiswa diberikan melalui program kegiatan unit mahasiswa baik yang ada di Resimen Mahasiswa (Menwa), Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala), maupun Praja Muda Karana (Pramuka) Unnes. 4) Kampanye/Sosialisasi Kampanye/sosialisasi yang berkaitan dengan 7 (tujuh) pilar konservasi dipublikasikan secara luas baik melalui media elektronik maupun media cetak baik yang ada di lingkungan Unnes maupun di luar Unnes. Meskipun demikian, Annisa, Juli, Isnaini, Putria, mahasiswa semester 1 (satu) prodi ilmu komputer tidak mengetahui ada 7 (tujuh) pilar konservasi (wawancara 4 oktober 2013). Di bawah ini gambar kampanye/sosialisasi dari satu pilar konservasi berupa pembuangan sampah organik dan anorganik.
Gb. Kampanye Pembuangan Sampah Organik dan Anorganik Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi diterima 11 Oktober 2013 147
Gb. Kampanye Pembuangan Sampah Organik dan Anorganik Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi diterima 11 Oktober 2013 Menurut Cintami dan Indah (11 Oktober 2013), sosialisasi 7 (tujuh) pilar konservasi melalui rekruitment kader konservasi. Program rekruitment kader konservasi dilakukan pada permulaan masuk kuliah pertama pada program pengenalan kampus. 5) Aksi Nyata di Masyarakat
Gb. Program Aksi untuk Masyarakat untuk Konservasi dengan Penanaman Pohon Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi diterima 11 Oktober 2013
148
Gb. Program Aksi untuk Masyarakat untuk Konservasi dengan Penanaman Pohon Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi diterima 11 Oktober 2013
Gb. Program Aksi untuk Masyarakat untuk Konservasi dengan Penanaman Pohon Sumber: Dokumentasi Badan Pengembang Konservasi diterima 11 Oktober 2013
149
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (hasil wawancara 18 Oktober 2013) pernah dilaksanakan aksi penanaman pohon buah di Lab School Sampangan. Lebih lanjut, menurut Dwi Anggoro Saputro (wawancara 18 Oktober 2013) Rektor memberikan reward green school award bagi sekolah yang bagus pengelolaan lingkungannya dan bagi fakultas yang bersih dan sejuk pada Diesnatalis Unnes. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Margareta (11 Oktober 2013) untuk melaksanakan program aksi ini dilakukan kerja sama sebagai mitra antara lain dari Pertamina berupa beasiswa mahasiswa kader konservasi yang peduli terhadap lingkungan. Program mitra dengan BNI (Bank Negara Indonesia) berupa kegiatan aksi penanaman pohon. Program mitra dengan BPDAS (Badan Pengawas Daerah Aliran Sungai) berupa bibit tanaman. Program mitra dengan BLH (Badan Lingkungan Hidup) berupa pohon tanaman. Program mitra dengan BKSDA (Badan Konservasi Sumber daya Alam) dari Mekarsari Bogor berupa beasiswa, pemateri, dan materi pelatihan sebagai bagian dari program green building. Menurut Cintami dan Indah (wawancara 11 Oktober 2013) penanaman pohon dilakukan pada setiap fakultas. Setiap mahasiswa mendapatkan kewajiban untuk menanam 1 (satu) pohon di lahan-lahan tertentu di pinggir jalan sekitar Sekarang Gunung Pati. Cintami menambahkan kegiatan aksi antara lain melalui kegiatan pramuka berupa kegiatan praktek mengajarkan pramuka dan materi kepedulian terhadap lingkungan. Kegiatan tersebut dilengkapi dengan kegiatan aksi nyata di masyarakat berupa penanaman pohon. Sulis mahasiswa semester IX angkatan 2009 jurusan pendidikan biologi 18 Oktober 2013 menuturkan kegiatan aksi bagi mahasiswa pendidikan lingkungan hidup antara lain melakukan pengabdian untuk mengajarkan pendidikan lingkungan hidup di griya cahya di bawah bimbingan Prof. Dr Edi Astini. c. Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui 150
organisasi Mapala untuk sosialisasi konservasi antara lain pada administrasi, manajemen, pendanaan. Pada bidang Administrasi daftar nama-nama kader, Fakultas, jurusan, Nomor Induk Mahasiswa, nomor contak person yang tidak didata dengan baik. Sistem manajemen tidak jelas, hal ini dibuktikan adanya kegiatan kader konservasi yang tidak jelas. Pengelola kegiatan berpusat pada badan pengembang konservasi, jadwal tidak dapat diakses sebelumnya, kalau ada kegiatan baru ikut. Mahasiswa sebagai kader konservasi tidak mendapatkan informasi tentang program kerja yang direncanakan. Pada sisi pendanaan, badan pengembang konservasi tidak anggaran yang independen karena masih di bawah alokasi pendanaan pada unit kemahasiswaan. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) hambatan pelaksanaan 7 (tujuh) pilar konservasi pada pilar biodiversitas berupa peraturan Rektor Unnes bahwa setiap mahasiswa memiliki kewajiban untuk menanam satu pohon pada lahan yang telah ditentukan (lahan kritis Unnes seluas 40 Ha hibah dari DPLH/Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup). Lahan kritis sehingga mudah longsor dan realisasinya mahasiswa penanam tidak melakukan perawatan tanaman tersebut. Sebenarnya manajemen Unnes telah menyediakan fasilitas SIOMON (sistem monitoring penanaman pohon), namun mahasiswa yang telah melakukan input data tentang pohon yang ditanam tidak diikuti dengan laporan pertumbuhan dan perkembangan pohon tersebut, mahasiswa enggan/malas melakukan pengunggahan. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) transportasi internal berupa sepeda ontel (hibah dari salah satu Bank) kualitasnya kurang baik sepeda model lama sekarang kondisinya banyak yang rusak, sehingga mahasiswa tidak mau menggunakannya. Beberapa sepeda tersebut teronggok di pojok student centre.
151
Gb. Sepeda ontel yang kempes ban di student centre Dokumentasi Peneliti 18 Oktober 2013
Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) transportasi internal berupa bus (4 armada) banyak sivitas akademika yang tidak memanfaatkan bus yang beroperasi setiap hari mengelilingi kampus Unnes. Empat bus yang beroperasi setiap harinya memerlukan biaya yang tinggi dengan kisaran antara 1 jutaan. Oleh karena itu, operasionalisasi bus sebaiknya dioffkan saja. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) energi bersih dengan menggunakan solar sell di setiap halte bus Unnes, di beberapa gazebo dan hanya beberapa saja yang menyala di UKM. Solar sel belum dimanfaatkan secara maksimal karena dayanya lemah. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) perlu area khusus tetapi karena belum jelas arahnya ke mana, maka banyak area yang masih kosong. Tanah yang disediakan atas pemberian dinas pengelolaan lingkungan hidup belum dikelola dengan baik. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) implementasi nir kertas ini pada program penyusunan on line pada konsultasi skripsi, tesis, dan disertasi (Sitedi). Praktek di lapangan masih ditemui konsultasi Sitedi dalam bentuk naskah yang sudah diprint out. Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Prini Hapsari (11 Oktober 2013) kebijakan nir kertas untuk 152
bagian ketatausahaan sangat sulit mengingat lalu lintas administrasi Unnes tidak hanya ada dalam Unnes itu sendiri tetapi juga kementerian dan lembaga yang lain. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) pada pilar Biodiversitas, lahan labil dengan perawatan lahan yang sangat sulit, alat pemotong rumput pada tingkat universitas hanya memiliki 8 buah, padahal lahannya sangat luas. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) pendidikan lingkungan hidup mahasiswa tidak diberikan silabi perkuliahan. Menurut Dwi Anggoro Saputro ketua Mapala Unnes (wawancara 18 Oktober 2013) seni budaya dalam kegiatan Krempyeng nyeni kendala tempat akses masih kurang terakses. Publikasi kurang, keberlanjutan program belum berjalan secara berkesinambungan. Pengelolaan sampah yang disarankan dengan dua macam tong sampah yang sudah dilengkapi dengan tulisan organik (kuning) dan non organik (biru). Menurut pengakuan Putria mahasiswa fakultas prodi ilmu komputer cara membuang sampah di tong sampah yang sudah disedikan di sekitar kampus tinggal ikut saja, kalau yang sudah ada misalnya plastik ada di tong sampah warna biru, ya ikut tong sampah biru. Saya tidak tahu, aturan yang benar kalau sampah plastik ada di tong sampah biru atau kuning, oleh karena itu saya malas berfikir untuk itu, oleh karena itu saya tinggal mengikuti apa saja yang sudah dilakukan oleh pembuang sampah sebelumnya. Demikian juga yang disampaikan oleh Sheela mahasiswa MIPA angkatan 2012 tanggal 11 Oktober 2013 bahwa 7 (tujuh) pilar yang mengarah pada perilaku peduli pada lingkungan bagi saya malas untuk menerapkannya. Untuk menerapkan 7 (tujuh) pilar itu butuh pengorbanan dan pengertian serta dukungan, sementara dosen dan karyawan kurang memberi dukungan kepada mahasiswa untuk menerapkan kepedulian lingkungan itu. Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009 menuturkan hambatan dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup dalam rangka mengimplementasikan Unnes sebagai universitas konservasi adalah kurangnya dukungan mahasiswa dan kurangnya pembinaan dari dosen, karyawan dan pimpinan perguruan tinggi. Menurut Tyas mahasiswa Fakultas MIPA jurusan Kimia angkatan 2009 sosialisasi Unnes sebagai universitas konservasi sudah baik.
153
Mohammad Habibi mahasiswa fakultas teknik jurusan teknik sipil merumuskan hambatan yang ada dalam pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup melalui pendidikan berkarakter dalam mengimplementasikan program konservasi antara lain kesadaran yang rendah yang dimiliki oleh mahasiswa, tidak ada sanksi yang konsisten, sebagai contoh ada mahasiswa yang melanggar mengendari motor atau mobil masuk kampus pada jam larangan masuk kampus hanya diminta KTMnya oleh satpam untuk selanjutnya diserahkan pada bagian rektorat lantai 1, setelah sampai di rektorat hanya dinasehati dan KTM itu bisa diambil, padahal aturannya mengatakan mahasiswa yang melakukan pelanggaran dengan kuantitas dan kualitas pelanggaran tertentu akan diberikan DO (drop out) bagai mahasiswa. Sarana dan prasarana tidak mendukung seperti sepeda ontel banyak yang nganggur di student center karena gembos. Responden sedikit menyindir, sementara sepeda ontelnya rektor dan pejabat yang lain bagus-bagus. Topografi tanah yang naik turun, sehingga kebijakan untuk jalan kaki sangat memberatkan sivitas akademika. Jalan pembeda antara pengguna sepeda ontel, sepeda motor, mobil dan pejalan kaki hanya menggunakan garis kuning, hal ini dapat menimbulkan rasa tidak aman, seharusnya diberi pembatas dengan menggunakan pembatas yang lebih tinggi secara permanen. Tempat/tong sampah masih belum mencukupi jumlah produksi sampah sivitas akademika Unnes. Konservasi tidak hanya konservasi tanaman, tetapi termasuk konservasi hewan, seperti burung. Pemilihan tanaman untuk kepentingan konservasi harus disesuaikan dengan kebutuhan burung. Berbeda tanaman juga berbeda burung yang hinggap. Kebijakan yang ditetapkan adalah jenis tanaman mahoni dan jati, sementara mahoni tidak disukai burung tertentu. Contohnya manuk blekok akan hinggap pada pohon tertentu. Ditambahkan hambatan pada pelaksanaan Unnes sebagai universitas konservasi adalah limbah laboratorium kimia yang tidak ada. Paperless kebijakan yang hendak diterapkan, tetapi dosennya sendiri memberi tugas dengan print out dengan demikian antara kebijakan dengan implementasi di lapangan tidak saling mendukung. Program sikadu yang didalamnya terdapat aktivitas mahasiswa untuk pemesanan mata kuliah, pengisian biodata dan mata kuliah, isian nilai dari dosen, absensi mahasiswa dan dosen serta karyawan. Hambatan yang dialami oleh mahasiswa adalah kapasitas server atau kendala yang lain, sehingga sering error karena banyaknya akses mahasiswa untuk berbagai 154
kepentingan. Kesalahan nilai yang sudah masuk dalam sistem komputer, menjadikan prosedur perbaikan nilai menjadi semakin rumit. Penugasan dari dosen dengan sistem deadline waktu yang membutuhkan ketepatan waktu tetapi sistem komputer tidak dapat memfasilitasi dengan baik. Hambatan lain Mohammad Habibi mahasiswa fakultas teknik jurusan teknik sipil bahwa misi konservasi sebagaimana yang diamantkan dalam pendidikan lingkungan hidup belum dapat diterima dengan baik oleh orang lain/lembaga/institusi lain. Sebagai contoh kebijakan Unnes untuk membiasakan perilaku konservasi, maka mahasiswa yang sedang melaksanakan praktek pengalaman lapangan (PPL) disarankan untuk memberikan kenang-kenangan dengan tema konservasi. Saat mahasiswa Unnes praktek lapangan di salah satu lembaga pendidikan, mahasiswa sudah menyediakan pohon sebanyak 20 ribu sumbangan dari Perhutani berupa tanaman mahoni, trembesi, dan jati, tetapi dari pihak sekolah menolak dengan alasan akan merusak fondasi bangunan, akhirnya mahasiswa mengganti kenangkenangan berupa tong sampah. Hal in menjadi hambatan, antara tuntutan kebijakan dengan tuntutan di lapangan berbenturan sehingga kebijakan ideal itu tidak dapat dilaksanakan.
B. Pembahasan 1. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi. Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara direncanakan dapat diimplementasikan dalam perencanaan pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan bereklanjutan. Memperhatikan pada tujuan dari pendidikan yang dikonsepkan, maka pendidikan harus dapat memberi
keteladanan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas peserta didik agar dapat memberikan nilai yang dapat dimiliki peserta didik dan berguna dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup diarahkan agar mahasiswa dapat membangun dirinya dan masyarakat yang dapat berguna bagi bangsa dan negara. 155
Krisis-krisis lingkungan berupa menurunnya kualitas fungsi lingkungan hidup yang terjadi saat ini perlu diinformasikan kepada mahasiswa melaui pendidikan lingkungan hidup secara spesifik dan terintegrasi dengan mata kuliah lain di sisi yang lainnya. Harapan yang diinginkan, perencanaan pendidikan lingkungan hidup untuk membangun paradigma pembangunan yang berkelanjutan dapat direalisasikan di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi/Universitas memiliki tanggung jawab melalui Tridharma perguruan tinggi untuk menciptakan mahasiswa dan alumni yang berilmu dan berketrampilan agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan nasional. Pembangunan nasional yang selalu memandang penting kualitas lingkungan agar dapat berkesinambungan bagi generasi yang akan datang. Karakter mahasiswa yang dibangun antara lain dapat menciptakan mahasiswa dan alumi yang memiliki kesadaran, pengetahuan, teknologi dan alat-alat untuk menciptakan masa depan yang ramah lingkungan. Implementasi tujuan tersebut Universitas harus memainkan peran yang kuat dalam pendidikan, penelitian, pengembangan kebijakan, pertukaran informasi, dan pengabdian masyarakat untuk membantu menciptakan masa depan yang adil dan berkelanjutan. Perguruan Tinggi memiliki tanggung jawab dalam mendukung tercapainya pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sebagai proses perubahan melalui teknologi dan perubahan kelembagaan semuanya selaras untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan masa depan. Pembangunan berkelanjutan juga untuk mencapai derajat standar kehidupan yang lebih baik dan sejahtera dengan tetap menjaga keberlangsungan hidup pada ekosistem yang ada. Pembangunan berkelanjutan memperhatikan
wawasan
lingkungan
hidup.
Pembangunan
berkelanjutan
berwawaswan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, mutu hidup generasi masa kini dan masa depan. Unnes Semarang memiliki komitmen yang kuat untuk merencanakan pendidikan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan melaui 7 (tujuh) pilar konservasi. Perencanaan pendidikan dilakukan di dalam kelas dan di luar kelas agat mahasiswa memiliki pemahaman yang mendalam tentang isu-isu yang terjadi di masyarakat dan berusaha untuk menemukan solusi yang dapat mengurai permasalahan lingkungan bagi masyarakat.
156
Perencanaan pendidikan lingkungan hidup yang mengarah pada 7 pilar konservasi sudah sesuai dengan prinsip perlindungan lingkungan. Hal ini mengingat bahwa konsep untuk mengatasi kerusakan lingkungan hidup pada masa sekarang dengan membangun keserasian hidup antara manusia dengan alam, keserasian tersebut dilandasi oleh hubungan saling memberi dan menerima sehingga manusia dapat mengembangkan kehidupan dirinya secara kreatif. Upaya penanganan krisis lingkungan secara garis besar yaitu dengan dua pendekatan baik secara individual maupun secara sosial. Pertama, pemecahan krisis melalui pertimbangan atas segala sesuatunya yang langsung terlihat, situasi yang sedang berlangsung, membuat perubahan jangka pendek dan membuat suatu perencanaan ulang. Kedua, pemecahan krisis melalui penjabaran sebab dan faktor yang mendorong munculnya krisis (aspek ontologis), melalui dasar keilmuan (aspek epistemologis), kerangka rohani, dan intelektual serta paradigma budaya yang menyebabkan krisis tersebut terjadi dengan tetap mengacu kepada pendekatan pertama. Upaya perbaikan lingkungan yang dapat dilakukan dengan pendekatan teks dan konteks yang berorientasi mencapai tujuan untuk membangun lingkungan berkelanjutan melalui pendidikan lingkungan hidup dengan 7 (tujuh) pilar konservasinya. Berdasarkan hal tersebut, maka melakukan perencanaan pendidikan lingkungan hidup tidak hanya dalam ruang lingkup teori, tetapi juga dirancang bagaimana proses transfer ilmu melalui pendidikan tersebut dapat dikembangkan melalui penelitian, dan temuan hasil penelitiannya dapat dijadikan sebagai materi pengabdian masyarakat. Unnes dalam hal ini telah merencanakan integritas pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakta dalam satu paket untuk mewujudkan pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan melalui program eco campus. 2. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi. Pendidikan lingkungan merupakan proses untuk mengenalkan nilai dan memperjelas konsep untuk mengembangkan keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk memahami dan menghargai di antara manusia, kebudayaan, dan lingkungan biofisiknya. Pendidikan lingkungan juga mencakup praktek dalam pengambilan keputusan terhadap isu-isu kualitas lingkungan agar pembangunan yang dilaksanakan dalam rangka mencapai pembangunan berkelanjutan dapat teracapai. Pendidikan 157
lingkungan memiliki kecenderungan untuk memberikan keterampilan, pengetahuan untuk memiliki rasa tanggung jawab kepada masyarakat yang lebih luas. Konsep Pandey dan Vedak ini dituliskan secara lengkap sebagai berikut: environmental education is a process that aims to develop an environmentally literate citizenry that can compete in our global economy, has the skills, knowledge and inclinations to make well-informed choices and exercises the rights and responsibilities of members of a community. Perumusan tujuan pendidikan lingkungan hidup diarahkan untuk dapat mencapai pendidikan lingkungan yang dapat memberikan keterampilan, pengetahuan agar dapat memiliki rangsa tanggung jawab terhadap persoalan lingkungan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Membangun kesadaran, keprihatinan terhadap permasalahan lingkungan dengan memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi, dan komitmen untuk bekerja secara individual dan kolektif dalam memecahkan masalah dan melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan menjadi tujuan yang hendak dicapai. Berdasarkan hal tersebut, maka pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup yang ditempuh melalui pendidikan formal pada muatan pendidikan lingkungan hidup bagi mahasiswa dan melalui pendidikan di luar perkuliahan merupakan sesuatu yang niscaya dilakukan agar dapat membangun karakter mahasiswa yang dapat bertanggung jawab terhadap proses pembangunan yang berkelanjutan. Pendidikan lingkungan diupayakan dapat menciptakan tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, membangun kesadaran, kepekaan, keprihatinan terhadap permasalahan lingkungan dengan memberikan pengetahuan, keterampilan, sikap, motivasi, dan komitmen untuk membangun partisipasi aktif secara individual dan kolektif untuk melakukan perlindungan lingkungan, memecahkan masalah dan melakukan pencegahan terhadap kerusakan lingkungan secara berkelanjutan. Sebagaimana Aditjondro membangun teori, ruang lingkup pendidikan lingkungan hidup mencakup hal yang paling umum dan konvensional dengan memilah-milah antara pendidikan lingkungan hidup melalui jalur pendidikan formal, non-formal, dan informal, pendidikan lingkungan hidup di Unnes Semarang sudah menggunakan dua jalur tersebut. Pendidikan lingkungan melalui pendidikan formal, non formal ataupun informal merupakan satu kesatuan yang kokoh. Pendidikan formal, non formal, dan informal dapat membantu siswa mengembangkan sikap yang lebih menguntungkan 158
terhadap kualitas fungsi lingkungan. Dikonsepkan oleh (Sarkar, 21011: 3) bahwa formal environmental education helps students to develop more favourable attitudes towards environment. Pendidikan lingkungan hidup melalui dua jalur yaitu pendidikan sekolah dan luar sekolah sudah memenuhi derajat kebenaran mencapai tujuan yang ingin di dicapai. Keserasian dua jalur untuk mencapai tujuan pendidikan lingkungan hidup yang dapat berjalan sangat memungkinkan untuk dapat menciptakan
afeksi,
psikomotor, dan kognisi pada diri mahasiswa untuk mencintai dan peduli terhadap lingkungan. Dengan demikian, pada waktunya dapat memberikan kontribusi untuk mencipatakan
pembangunan
yang
berkelanjutan.
Mengimplementasikan
pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan pada konsep eco campus tidak cukup hanya dengan melakukan perencanaan pendidikan yang di dalamnya terdapat materi dengan ruang lingkup lingkungan hidup dan sumber daya alam, tetapi perlu dilakukan upaya yang memadai antara pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Artinya mengajarkan pembangunan berkelanjutan di PT melalui pendidikan sekaligus juga melakukan penelitian dalam melakukan pengelolaan lingkungan dan sumber daya dalam pengabdian di masyarakat. pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat juga perlu didukung dengan melakukan jejaring internasional dalam bidang pendidikan dan penelitian. Mengajarkan pembangunan berkelanjutan di PT melalui pendidikan dan penelitian dalam melakukan pengelolaan lingkungan dan sumber daya, melakukan jejaring internasional dalam bidang pendidikan dan penelitian. Pengetahuan yang paling dominan dalam memberikan pendidikan lingkungan hidup yaitu pendidikan yang lebih menekankan pada pengetahuan teknis sudah diterapkan dalam melaksanakan pendidikan ligkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Melalui pendidikan lingkungan hidup yang memuat teori dan praktek dalam rangka menjaga kelestarian fungsi lingkungan secara berkelanjutan dapat tercapai pada waktu yang tepat. Upaya konservasi lingkungan yang dilakukan oleh Unnes melalui program eco campus dalam rangka mewujudkan perilaku sivitas akademika yang peduli dan berbudaya lingkungan, terwujudnya lingkungan warga kampus yang berkelanjutan, pelestarian fungsi lingkungan, pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup di lingkungan kampus, pembelajaran dan penyebarluasan informasi 159
lingkungan kepada masyarakat melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi. Konservasi dalam hal ini adalah koservasi sumber daya alam hayati. Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Dengan demikian, Eco-campus sebagai suatu konsep untuk membuat perguruan tinggi ramah lingkungan untuk melestarikan lingkungan sekitarnya dalam kampus untuk mengatasi masalah lingkungan seperti promosi penghematan energi, pengolahan limbah dan air. Konsep eco campus fokus utamanya pada efesiensi penggunaan energi dan air, meminimalisir pengelolaan sampah dan polusi juga efesiensi ekonomi dapat diimplementasikan melalui pendidikan lingkungan hidup. Eco campus mendorong dan meningkatkan kepedulian mahasiswa dan pegawai untuk mengurangi penggunaan energi dan konsumi air pengurangan sampah dan mengintegrasikan pengetahuan ke dalam lingkungan upaya mengurangi dampak kerusakan lingkungan 3. Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi. Hambatan dalam sebuah proses pelaksanaan tujuan adalah sesuatu yang niscaya, demikian juga yang terjadi di Unnes untuk melaksanakan 7 (tujuh) pilar konservasi memiliki hambatan dari dalam dan hambatan dari luar. Hambatan pada sistem manajemen yang bersumber pada kebijakan rektor yang kurang mencermati kondisi, situasi, dan kemampuan beberapa pihak untuk merealisasikan 7 (tujuh) pilar konservasi dengan baik. Hambatan administrasi dan keuangan merupakan hambatan klasik yang sering dijumpai pada pelaksanaan program. Sistem manajeman yang mengatur administrasi dan keuangan organisasi badan pengembang yang masih menginduk pada kegiatan kemahasiswaan dinilai menjadi hambatan untuk merealisasikan program universitas konservasi dengan 7 (tujuh) pilarnya. Kesadaran yang rendah yang dimiliki oleh mahasiswa manjadi sulit diurai, makala tidak diawali oleh pembentukan karakter peduli dan cinta lingkungan yang dilakukan oleh dosen dan karyawan serta vocal point Unnes. Mentransfer materi perkuliahan pendidikan lingkungan hidup saja tidak cukup untuk membangun kepedulian terhadap lingkungan. Mahasiswa perlu dihadapkan pada isu-isu kerusakan lingkungan dan persoalan-persoalan kerusakan lingkungan yang terjadi di masyarakat. 160
dengan demikian, mahasiswa memilliki pengalaman sendiri secara langsung, sehingga dapat merasakan dan menemukan persoalannya sendir, dengan demikan akan termotivasi untuk menemukan permasalahan yang terjadi dan berusaha untuk keluar dari permasalahan tersebut. Sarana dan prasarana yang tidak mendukung secara bertahap perlu dilakukan perencanaan, monitoring dan evaluasi oleh lembaga pengembang konservasi sebagai pelaksana pilot projectnya. Partisipasi seluruh sivitas akademika menjadi memiliki peluang besar agar keterbatasan sarana dan prasarana dapat dikaji lebih mendalam untuk dapat dilakukan analisis seperlunya untuk dipenuhi secara baik.
161
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi melalui mata kuliah pendidikan lingkungan hidup dan integrasi pada sebaran mata kuliah pada setiap fakultas yang terkait. Di samping itu diberikan pendidikan dan latihan yang di luar perkuliahan untuk mendukung 7 pilar konservasi. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup melalui 7 pilar konservasi yang terdiri dari arsitektur hijau dan transportasi internal, biodiversitas, energi bersih, seni budaya, kaderisasi konservasi, kebijakan nirkertas, dan pengolahan limbah melalui beberapa kebijakan. Perencanaan pendidikan lingkungan hidup melalui prosedur perencanaan, pengembangan, monitoring, tata kelola, dan evaluasi. Perencanaan tersebut dituangkan dalam Standar Operasional dan Prosedur (SOP). 2. Pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi dengan memberlakukan kurikulum pendidikan lingkungan hidup. Kurikulum pendidikan lingkungan hidup yang dapat memberikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan kepada mahasiswa Unnes Semarang dengan menggunakan sistem perkuliahan yang tepat pada sisi materi, metode, media, dan sistem evaluasi yang dapat mendukung implementasi 7 (tujuh) pilar konservasi. 7 (tujuh) pilaar konservasi tersebut dipandang mampu untuk memberikan kontribusi pada pembangunan berkelanjutan. 3. Hambatan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup pada program eco campus dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan pada universitas konservasi 162
antara lain pada administrasi, sistem manajemen, pendanaan, kesadaran yang rendah yang dimiliki oleh mahasiswa, sarana dan prasarana tidak mendukung, kebijakan Unnes sebagai universitas konservasi belum dapat diterima dengan baik oleh institusi yang lain. B. Saran Saran ini ditujukan kepada: 1. Lembaga Pengembang Konservasi Lembaga pengembang konservasi perlu melakukan akselerasi terhadap sosialisasi tentang Unnes sebagai universitas konservasi kepada kementerian dan lembaga lain atas kebijakan yang ditempuh untuk mencapai 7 (tujuh) pilar konservasi. 2. Mahasiswa Mahasiswa secara proaktif mendukung pelaksanaan 7 (tujuh) pilar konservasi dalam
perencanaan
dan
pelaksanaan
pendidikan
lingkungan
hidup
untuk
pembangunan berkelanjutan baik melalui pendidikan formal maupun non formal.
163
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Mudhofir. 2010. Al-Quran dan Konservasi Lingkungan: Argumen Konservasi Lingkungan sebagai Tujuan Tertinggi Syariah. Jakarta: Dian Rakyat. Aditjondro. 2003. Pola-pola Gerakan Lingkungan:Refleksi untuk Lingkungan dari Ekspansi Modal. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.
Menyelamatkan
Ajiboye, Josiah O. and Nthalivi Silo. 2008. ‘Enhancing Botswana Children’s Environmental Knowledge, Attitudes, and Practices through the School Civic Clubs’, International Journal of Environmental & Science Education. vol. 3, no. 3, 105-114, 2008. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Atmojo, Suprihantono. 2005. Menyinergikan Pembangunan dan Lingkungan: Telaah Kritis Begawan Lingkungan. Jogjakarta: Anindya. Bekker, Anton dan Ahmad Kharis Zubair. 1990. Metodologi Penelitian Filsafat, Jogjakarta: Kanisius. Beringer, Almut. 2007. The Lu¨ neburg Sustainable University Project ininternational comparison An assessment against North American peers. International Journal of International Journal of Sustainability in Higher Education. vol. 8, no. 4, 2007 Buchan and Graeme D, 2007. Education for Sustainability Developing a Postgraduate-level Subject an International Perspective. International Journal of Sustainability in Higher Education. vol. 8, no. 1, 4-15, 2007. Budiati, Lilin. 2006. Penerapan Co Managemen dalam Pengelolaan Lingkungan Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Disertasi. UGM Jogjakarta. Campbell, Todd., William, Medina-Jerez., Ibrahim Erdogan, and Danhui Zhang. 2010. ‘Exploring Science Teachers’ Attitudes and Knowledge about Environmental Education In Three International Teaching Communities’. International Journal of Environmental & Science Education, vol. 5, no. 1, 3-29, 2010. Chaudhry, Pradeep, and Vindhya P. Tewari. 2010. ‘Environmental Education Using Nek Chand’s Rock Garden in the City of Chandigarh’. International Journal of Environmental and Sustainable Development, vol. 9, no. 1/2/3, 2010. Conde, María del Carmen and Samuel Sánchez. 2010. ‘The School Curriculum and Environmental Education: A school Environmental Audit Experience’. International Journal of Environmental & Science Education, vol. 5, no. 4, 2010. Departamen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Cetakan ke-1. Jakarta: Depdiknas. 164
Erdogan, Mehmet. 2009. ‘Evaluation of a Course Education and Awareness for Sustainability’ International Journal of Environmental & Science Education, vol. 4, no. 2, 133-146, 2009. Farikhah. 2011. Madrasah dan Pelestarian Lingkungan (Sumbangan Konseptual dan Strategi Aksi). Salatiga: STAIN Press. Fadjar, Malik. 2005. Holistika Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Rajagrafindo Persada. Gobinath, R, K. Rajeshkumar, N., Mahendran. 2010. Environmental Performance Studies on Educational Institutions. International Journal of Environmental Sciences, vol. 1, no.1, 2010. Halder, Somenath. 2012. ‘An Appraisal of Environmental Education in Higher School Education System: a Case Study of North Bengal, India’. International Journal of Environmental Sciences, vol. 2, no. 4, 2012. Hamm, Bernd and Pandurang K.Muttagi. 1998. Sustainable Development and the Future of Cities. New Delhi: Oxford and IBH Publishing. Idrus, Muhammad. 2007. Metode Penelitian Ilmu-ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). Jogjakarta: UII Press. Kasperson, Roger 2002, China Human Developpment Report 2002: Making Green Development A Choice, New. York: Stockholm Environment Institute in Collaboration with United Nations Development Programme (UNDP) China. Kementerian Pendidikan Nasional, 2005. Surat Keputusan Bersama tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Nasional. Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretaris Negara. Kementerian Lingkungan Hidup. 2010. Surat Kesepakatan Bersama Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan Kementerian Pendidikan Nasional. Nomor 03/MENLH/02/2010 dan nomor 01/II/KB/2010 tentang Pendidikan Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dan UI. 2012. Pedoman Green Campus Pada Perguruan Tinggi. Jakarta: Kementerian Agama RI. Kemp, René and Saeed Parto. 2005. “Governance for Sustainable Development: Moving from Theory to Practice’. International Journal, Sustainable Development, vol. 8, no.1/2, 2005. Keraf, Sonny. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta: Buku Kompas. 165
Mangunjaya, Fachrudin, M. 2008. Bertahan di Bumi: Gaya Hidup Menghadapi Perubahan Iklim. Edisi Pertama. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Mangunjaya, Fachrudin, M., Husain Heriyanto, dan Reza Gholami. 2007. Menanam sebelum Kiamat: Islam, Ekologi, dan Gerakan Lingkungan Hidup. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Martopo. Tesis. 2006. Judul tesis Model Pembelajaran Pembiasaan dalam Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai Upaya Menuju Sekolah Berwawasan Lingkungan. UNS: Surakarta. Milles, Mattew B dan Michael Hubberman.1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Penterjemah. Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press. Cetakan Pertama. Mulyana, Dedi. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: Rosdakarya. Cetakan Keempat. Mochizuki, Yoko. 2010. ‘Global Circulation and Local Manifestations of Education for Sustainable Development with a Focus on Japan’. International Journal of Environment and Sustainable Development, vol. 9, no. 1/2/3, 2010. Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Cet. 16 Mufid, Anwar Sofyan. 2010. Islam dan Ekologi Manusia: Paradigma Baru, Komitmen dan Integritas Manusia dalam Ekosistemnya, Refleksi Jawaban atas Tantangan Pemanasan Global (Dimensi Intelektual, Emosional, dan Spiritual). Bandung: Nuansa. Nasution. 2007. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara. Nizar, Samsul. 2002. Filsafat Pendidikan Islam: Pendekatan Historik, Teoritis, Praktis. Jakarta: Ciputat Pers. Otto, Eric dan A. James Wohlpart. 2009. Creating a Culture of Sustainability: Infusing Sustainability into the Humanities. International Journal of Development Journal of Education for Sustainable, vol. 3, 231-235, 2009. Oztas, Fulya and Erkan Kalipsi. 2009. Teacher Candidates’ Perception Level of Environmental Pollutant and Their Risk Factors. International Journal of Environmental Science and Education, vol. 4, no. 2, 185-195, 2009. Pandey, Nisha and Vidyadhar Vedak. 2010. ‘Structural Transformation of Education for Sustainable Development’. International Journal of Environment and Sustainable Development, vol. 9, no. 1/2/3, 2010.
166
Pearcy, Dawn H. 2010. ‘Understanding The Role Of Free-Choice Environmental Education In ‘Green’ Consumption Behaviour: An Empirical Investigation’. International Journal of Environment and Sustainable Development, vol. 9, no.1/2/3, 2010. Peraturan Rektor Unnes No. 27 tahun 2013 tentang Tata Kelola Kampus Berbasis Konservasi di Universitas Negeri Semarang. Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005, Standar Nasional Pedidikan. Petkova, Elena., Crescencia Maurer., Nobert Henninger., Frances Irwin, 2002, Clothing the Gap: Information, Participation, and Justice in Decision-Making for the Environment, Washington DC: Word Resources Institute. Qablan, Ahmad Mohammad, Jamal Abu AL-Ruz., Samer Khasawneh., Aieman Al-Omari. 2009. ‘Education for Sustainable Development: Liberation or Indoctrination? An Assessment of Faculty Members’ Attitudes and Classroom Practices’. International Journal of Environmental & Science Education. vol. 4, no. 4, 401-417, 2009. Roy, Ghosh, M.K. 2011. Sustainable Development: Environment, Energy, and Water Resources, Chennai: Ane Books. Salequzzaman, M.d, Stocker, dan Davis, J.K. 2003. ‘Environmental Education and Environmental Management in Bangladesh and their Sustainability’. Internatioanal Journal of Environmental Informatics Archives, vol. 1, 70-82, 2003. Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Jogjakarta: Tiara Wacana. Sarkar, Mahbub. 2011. ‘Secondary Student’s Environmental Attitudes: the Case of Environmental Education in Bangladesh’. International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences, vol. 1, 2011. Sekretaris Negara. 1990. Undang-undang tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta: Lembaran Negara. Schmidt, Luisa and João Guerra, 2010. The Role Of Non-Scholar Organisations In Environmental Education: A Case Study From Portugal. Portugal: Social Sciences Institute of University of Lisbon. Schultz, Fred. 2001. Notable Selection in Education. United State: Recycled Paper. Sharma, V.S. 2006. Environmental Education. New Delhi: Anmol Publication PVT.LTD. Shrivastava and Ranjan. 2005. a Handbook for Teachers: Research in Teaching of Ecology and Environment. New Delhi: A.P.H. Publishing Coorporation. Shukla, S.P dan Nandeshwar Sharma. 1996. Sustainable Developmental Strategy. New Delhi: Mittal Publications. 167
Soerjani, Mohamad, 1996. Permasalahan Lingkungan Hidup dalam Tinjauan Filosofis Ekologis. Bunga Rampai Upaya Penyamaan Persepsi Kesadaran dan Pentaatan terhadap Pemecahan Masalah Lingkungan Hidup. Jakarta: CIDES. Soerjani, Mohamad, Arif Yuwono dan Dedi Fardiaz, 2006. Lingkungan Hidup (the Living Environmental), Pendidikan Pengelolaan Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan (Education Environmental Management and Sustainable Development). Jakarta: Restu Agung. Soerjani, Mohamad dan Monica Hale, 1997. Environmental Education for Biodiversity and Sustainable Development. Jakarta: University of Indonesia. Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Cetakan ke-6. Bandung: Alfabeta. Sukardi. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan: Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumni Aksara. Cetakan ketiga. Sundar, I. 2006. Environmental and Sustainable Development. New Delhi: Publishing Corporation. Tafsir. 2001. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Rosdakarya. Tasdiyanto. 2011. Budaya Lingkungan: Akar Masalah dan Solusi Krisis Lingkungan. Jogjakarta: Tiara Wacana. Tim Pengembang Konservasi. 2010. Meuju Unnes Kosnervasi: Kumpulan Dokumen Universitas Konservasi. Semarang: Unnes. Wardhana, 2010. Dampak Pemanasan Global: Bencana Mengancam Umat Manusia, Sebab Akibat Dan Penanggulangannya. Jogjakarta: Andi Offset. Zheng, Bao. 2010. The Research on Eco-campus Evaluation Index System and Weight. China: Hebei University of Engineering Guangming South.
168