LAPORAN PENELITIAN PENINGKATAN OSTEBLAST FEMUR MENCIT PERIMENOPAUSE PADA PEMBERIAN ESTROGEN DAN BERENANG
Oleh:
dr. Yuliana, S.Ked, M.Biomed NIP. 197907062006042002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA NOVEMBER 2015
DAFTAR ISI
Halaman BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ BAB II METODE PENELITIAN .............................................................. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... BAB IV SIMPULAN DAN SARAN .......................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
i
1 3 5 10 11
1
BAB I PENDAHULUAN
Kemajuan teknologi membawa dampak positif bagi kesehatan sehingga jumlah penduduk usia lanjut makin bertambah. Peningkatan usia sering disertai dengan berbagai penyakit akibat penurunan hormon. Salah satu contoh penyakit yang sering dialami wanita menopause adalah osteoporosis. Jika tidak ditangani dengan serius, osteoporosis dapat menyebabkan fraktur patologis dan menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Penyakit ini perlu diketahui sejak dini, dicegah, diperlambat, dan diobati. Jika osteoporosis bisa dicegah secara dini, tentu akan meningkatkan kualitas kehidupan penderita. Osteoporosis terjadi karena pembentukan osteoclast lebih cepat daripada osteoblast sehingga resorpsi tulang lebih besar daripada pembentukan tulang (Sambo et al., 2009). Densitas tulang wanita berkurang sebesar 5-15% ketika memasuki periode perimenopause dan 80% dari persentase tersebut terjadi pada tulang trabekular (Chahal and Drake, 2007). Osteoporosis ditandai dengan penurunan densitas dan kekuatan tulang. Tulang rapuh dan mudah fraktur hanya dengan sedikit trauma. Hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas hidup. Lokasi tulang yang sering menderita osteoporosis adalah vertebra lumbalis, panggul, costae, dan radius. Prevalensi osteoporosis pada tulang radius wanita yang berusia di atas 40 tahun sekitar 18,8% (Shin et al., 2004). Fraktur tulang radius adalah tanda pertama osteoporosis karena terjadi lebih awal dibandingkan fraktur panggul dan vertebra (Oyen et al., 2011). Osteoporosis bisa dicegah dengan olahraga dan obat-obatan. Obat-obatan yang diberikan bisa berupa estrogen, kalsium, vitamin D, dan bifosfonat, dan yang lainnya. Olahraga memiliki efek anabolik, sehingga mampu menghentikan bahkan mengurangi osteoporosis pada saat yang bersamaan (Reid, 2009). Olahraga yang tepat bagi pasien seperti itu adalah berenang (Hart et al., 2001). Berenang dengan intensitas sedang akan meningkatkan dan mempertahankan kesehatan serta kebugaran jantung, paru-paru, peredaran darah, otot-otot besar dan sendi-sendi. Berenang merupakan aktivitas non weight bearing sehingga dianjurkan bagi
1
2
penderita kelainan otot maupun sendi tungkai yang harus menahan berat tubuh (Giam and Teh, 1993). Olahraga ini dapat meningkatkan pembentukan tulang kortikal, densitas, dan kekuatan tulang pada tikus dengan ovariectomy (Teerapornpuntakit et al., 2009). Pemberian estrogen pada masa perimenopause dikatakan dapat mengurangi risiko osteoporosis (Curran, 2009). Estrogen berperan sbg anti apoptosis osteoblast dan meningkatkan sintesis kolagen tipe I. Hormon ini akan meningkatkan produksi osteoprotegerin (OPG) sehingga osteoprotegerin ligand (OPGL) tidak bisa berikatan dgn RANK, sehingga osteoclast precusor tidak matur, dan terjadilah apoptosis osteoclast (Brunton et al., 2006). Osteoclast memiliki reseptor estrogen dan inilah mekanisme yang diperkirakan berperan dalam perlindungan estrogen terhadap osteoporosis. Preparat estrogen dosis rendah (0,3 mg) telah disetujui penggunaannya untuk pencegahan osteoporosis pada wanita postmenopause yang memiliki risiko osteoporosis (Utian et al., 2010). Waktu pemberian hormon estrogen sendiri masih menjadi hal yang kontroversial. Waktu yang optimal untuk pemberian estrogen belum ditentukan, sebagian besar setelah menopause (Bonnick et al., 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek pemberian estrogen peroral, berenang, dan kombinasi keduanya terhadap peningkatan osteoblast pada epiphysis tulang femur mencit (Mus musculus) perimenopause.
2
3
BAB II METODE PENELITIAN
Bahan dan tempat penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain Control Group Design dan telah lolos uji etik dari Komisi Etik Penggunaan Hewan dalan Penelitian dan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi FK UNUD, dari bulan Juli – September 2012. Sampel penelitian adalah mencit betina perimenopause sebanyak 52 ekor mencit (Mus musculus) umur 15-16 bulan dengan bobot badan 27-33 g, dan tidak ada cacat fisik. Umur mencit ditentukan dari melihat tanggal kelahiran mencit dan waktu pengambilan sampel. Satu bulan mencit ekuivalen dengan 3 tahun pada manusia. Jadi mencit 15-16 bulan ekuivalen dengan manusia 45-48 tahun (masa perimenopause). Perlakuan hewan percobaan Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok secara acak, yaitu 12 ekor mencit untuk pretest (tiga ekor untuk masing-masing kelompok) serta 40 ekor mencit untuk posttest. Kelompok posttest dibagi empat secara acak, yaitu kelompok kontrol, pemberian estrogen, perlakuan berenang, serta kombinasi estrogen dan berenang. Kelompok kontrol dibiarkan hidup bebas selama 6 minggu. Kelompok estrogen diberikan 1 tablet natural conjugated estrogen (esthero), 0,625 mg, yang dihancurkan dan dilarutkan dalam 160 ml akuades serta diberikan pada mencit sebanyak 0,00078 mg per 20 g bobot badan (0,2 ml) secara oral sekali sehari memakai sonde selama 6 minggu (Lalamentik, 2008). Perlakuan berenang dikerjakan dengan memasukkan mencit ke dalam bak berukuran 30x30 cm berisi air dengan suhu 32–34oC, dengan ketinggian air 25 cm selama 4 menit 4 kali seminggu selama 6 minggu, setiap hari Senin, Selasa, Kamis, dan Jumat. Lama berenang minimal 4 menit, maksimal 10 menit, dan dihentikan jika mencit sudah berenang selama 10 menit atau sudah tidak mau berenang setelah dirangsang sebanyak 3 kali. Setelah 6 minggu perlakuan, mencit dieuthanasia
3
4
dengan chloroform dan diambil epiphysis tulang femurnya setebal 5 mm untuk dibuat sediaan histologi dan dilakukan pewarnaan dengan haematoxylin eosin. Teknik Pembuatan Preparat dan Pengamatan Histologi Epiphysis tulang femur mencit difiksasi dalam buffer formalin 10% (24 jam), dicuci dengan air mengalir, dan dilakukan dekalsifikasi dengan nitric acid 5% (12 jam). Setelah dicuci dengan air, dimasukkan ke dalam tissue processor, dengan rangkaian proses sebagai berikut: masuk ke netral buffer formalin 10% (2 jam 2 kali), alkohol 70% (2 jam), alkohol 95% (2 jam), alkohol 100% (2 jam, 3 jam), toluene (3 jam 2 kali), serta paraffin (2 jam 2 kali). Jaringan diinfiltrasi dengan paraffin pada mesin Tissue-Tek TEC, kemudian diiris dengan ketebalan 4 mikron. Preparat diapungkan dalam akuades yang berisi perekat gelatin dan kalium dikromat pada mesin penangas air dan diambil dengan gelas objek. Preparat dikeringkan dalam inkubator dengan suhu 37-380C selama satu malam dan diwarnai dengan prosedur Harris Hematoxyllin Eosin (HE). Prosedur penghitungan jumlah sel osteoblast dan osteoclast dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis memakai mikroskop listrik binokuler Olympus, pembesaran 400 x dan diperiksa dengan menggunakan lima lapangan pandang (empat titik ujung dan satu di tengah). Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Patologi Balai Besar Veteriner (BB Vet), Pegok, Denpasar, Bali. Untuk mengurangi bias, pemeriksaan dilakukan dengan cara tersamar tunggal. Analisis data dilakukan dengan sidik ragam.
4
5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN Data rataan osteoblast mencit pretest berdistribusi normal (p > 0,05) dan homogen (p > 0,05). Analisis sidik ragam dua arah menunjukkan antara keempat kelompok pretest tidak ada perbedaan, dengan nilai p 0,839 (p > 0,05). Data rataan osteoblast mencit posttest berdistribusi normal (p > 0,05) dan homogen (p > 0,05). Gambar hasil pengecatan HE dapat disajikan pada Gambar 1.
B
A
C D
Gambar 1. Gambaran osteoblast epiphysis femur mencit (tanda panah) kelompok kontrol (A), estrogen (B), renang (C), serta kombinasi (D) posttest (HE, 400 x) Sel-sel osteoblast pada kelompok A tampak lebih sedikit dibandingkan dengan osteoblast pada kelompok B, C, dan D. Pada kelompok D, sel-sel osteoblast tampak paling banyak dan lebih padat dibandingkan dengan kelompok B dan C
5
6
Kelompok kontrol mempunyai rataan jumlah sel osteoblast 11,58 ± 0,23, kelompok estrogen 21,94 ± 0,2, kelompok renang 20,47 ± 0,21, dan kelompok kombinasi 23,64 ± 0,23. Perbedaan tersebut bermakna secara statistika (p < 0,05). Uji perbedaan antar kelompok diuji dengan uji Post hoc (LSD) untuk mengetahui kelompok yang mempunyai rataan osteoblast berbeda (Tabel 1). Di antara semua kelompok perlakuan, ternyata kombinasi estrogen dan renang memberikan efek peningkatan rataan jumlah sel osteoblast terbaik, disusul dengan kelompok estrogen, dan kelompok renang.
Tabel 1 Uji Post Hoc Rataan Osteoblast Femur Mencit Perimenopause Kelompok
Kelompok (J)
Beda rerata
Penelit
(I-J)
ian
Batas bawah
Estrogen
-10,36
0,001
-10,557
-10,163
Renang
- 8,89
0,001
-9,087
-8,693
Estrogen+renang
-12,60
0,001
-12,257
-11,863
Renang
1,47
0,001
1,273
1,667
Estrogen+renang
-1,7
0,001
-1,897
-1,503
Estrogen+renang
-3,17
0,001
-3,367
-2,973
(I)
Kontrol
Estrogen
Renang
CI (95%) Batas atas
Efek Estrogen dan Berenang terhadap Peningkatan Osteoblast Hasil penelitian dan analisis menunjukkan perlakuan dengan pemberian estrogen dan berenang selama 6 minggu dapat meningkatkan jumlah sel osteoblast (p < 0,05) dibandingkan jika diberikan secara tersendiri. Olahraga berpengaruh langsung terhadap peningkatan Bone Mineral Density (BMD) dan pembentukan tulang. Integritas tulang akan meningkat karena penyerapan kalsium bertambah. Pada akhirnya kekuatan tulang akan meningkat. Berenang bermanfaat untuk penderita osteoporosis dibandingkan berlari karena meningkatkan BMD femoral dengan injuri minimal (Charoenphandhu, 2007).
6
7
Intensitas olahraga yang tepat adalah intensitas sedang. Aktivitas fisik berlebihan akan meningkatkan konsentrasi hormon paratiroid dan ekskresi kalsium
urin
sehingga
menurunkan
densitas
tulang.
Imobilisasi
akan
meningkatkan ekskresi kalsium urin, sehingga massa tulang berkurang (Charoenphandhu, 2007). Olahraga yang dilakukan secara teratur pada penderita osteoporosis dapat mempertahankan kekuatan otot-otot extremitas inferior dan punggung, juga melatih keseimbangan dan postur tubuh, serta akan menurunkan risiko jatuh. Hal ini akan meningkatkan kualitas hidup (Schwab and Scalapino, 2011). Penelitian Rosa et al. (2010), menunjukkan bahwa latihan fisik jangka pendek pada tikus betina mengakibatkan remodeling tulang. Aktifitas fisik akan menimbulkan stres mekanik pada permukaan tulang yang mendapat regangan tertinggi. Pembentukan tulang yang optimal terjadi bila beban mekanik bersifat dinamis dan diimbangi dengan istirahat cukup untuk mencegah desensitisasi osteocyte. Beban mekanik menstimulasi beberapa physical signal yang menginduksi aktivasi osteocyte, termasuk tissue strain, fluid shear dan fluid pore pressure (Bergmann et al., 2011; Schwab and Scalapino, 2011). Beban mekanik akan meningkatkan ekspresi nitric oxide synthase dalam osteocyte sehingga produksi nitric oxide meningkat. Nitric oxide menekan aktivitas osteoclast dan meningkatkan aktivitas osteoblast. Shear stress meningkatkan
aktivitas
cyclooxygenase
sehingga
menginduksi
sintesis
prostaglandin. Prostaglandin menstimulasi aktivitas osteoblast melalui Insulin like Growth factor (IGF). Prostagalandin E dan I menghambat aktivitas osteoclast secara langsung dan mengaktifkan remodeling tulang melalui sel-sel pada osteoblast lineage (Bergmann et al., 2011). Rangsangan
mekanik akan menurunkan sclerostin. Sclerostin akan
menghambat signal Wnt yang berperan penting dalam proliferasi dan diferensiasi osteoblast.
Penurunan
sclerostin
merupakan
tanda
utama
peningkatan
pembentukan tulang (Bergmann et al., 2011). Mechanical signal dapat mengubah
7
8
diferensiasi sel dari adipogenesis menjadi osteoblastogenesis melalui stimulasi ekspresi canonical wnt protein (Schwab and Scalapino, 2011). McVeigh et al. (2010), meneliti tikus betina muda (Sprague dawley) yang dibagi menjadi kelompok kontrol, berlari dan berenang. Perlakuan olahraga diberikan 30 menit sehari, 5 kali seminggu, selama 6 minggu. Ditemukan bahwa berenang lebih efektif meningkatkan BMC dan BMD daripada kedua kelompok yang lain. Olahraga melompat masuk ke dalam air pada tikus ovarectomy memiliki efek stimulasi pada tulang osteopenic, meningkatkan kekuatan femur, dan kandungan kalsium. Aktivitas fisik menginduksi peningkatan beban mekanik tulang akibat kontraksi otot dan gaya eksternal. Beban mekanik meningkatkan densitas tulang, kalsium intraseluler, ekspresi faktor-faktor pertumbuhan, produksi matriks tulang dan stimulasi osteogenesis (Renno et al., 2007). Kontraksi otot yang terjadi ketika berenang, memiliki efek osteogenesis yang berpengaruh
positif
terhadap
adaptasi
densitas
tulang.
Kekuatan
otot
mengakibatkan beban yang lebih besar pada tulang daripada pengaruh gravitasi. Lebih dari 70% gerakan pada tulang ditransmisikan oleh kekuatan otot. Olahraga air dapat meningkatkan respons osteogenic pada osteopenic tissue (Renno et al, 2007). Tikus betina (Sprague dawley) yang telah dilatih untuk berenang selama 1 jam, sebanyak 5 kali seminggu dan diamati dalam 2 minggu, menunjukkan bahwa berenang menstimulasi transpor kalsium di usus halus dan mengubah ekspresi gen-gen dalam absorpsi kalsium. Peningkatan absorpsi kalsium terjadi 12 jam setelah berenang. Perubahan densitas tulang baru terlihat bila olahraga dilakukan lebih dari 2 minggu (Teerapornpuntakit et al., 2009). Aktivitas fisik intensitas sedang memiliki pengaruh positif pada metabolisme kalsium dan tulang dengan meningkatkan densitas tulang dan menurunkan kalsium urin. Absorpsi kalsium oleh usus halus merupakan satu-satunya sumber kalsium bagi pembentukan tulang. Imobilisasi akan menurunkan absorpsi kalsium
8
9
dengan menurunkan kadar serum 1,25-(OH)2D3 yang merupakan salah satu hormon pengatur kalsium. Kondisi ini menurunkan ekspresi 1α-hydroxylase mRNA ginjal yang mensintesis 1,25-(OH)2D3 dan meningkatkan ekspresi 24hydroxylase yang mendegradasi 1,25-(OH)2D3.Olahraga juga mengubah motilitas dan
permiabilitas
usus
halus
sehingga
absorpsi
kalsium
meningkat
(Charoenphandhu, 2007). Estrogen dapat menginduksi transforming growth factor β (TGF-β)inducible early gene 1 (TIEG1) mRNA pada osteoblast. Ekspresi TIEG pada osteoblast penting untuk mineralisasi yang diperantarai osteoblast (Subramaniam et al., 2005). Delesi ERα menurunkan kemampuan osteoblast untuk berespon terhadap stimulus mekanis. Lanyon menyatakan kunci terjadinya penurunan massa tulang pada wanita post menopause adalah resetting mekanostat. Penurunan sensor karena berkurangnya jumlah ERα inilah yang diatur oleh estrogen (Bergmann et al., 2011). Jika tidak ada ERα, maka tidak terjadi proliferasi sel walaupun diberikan strain. Jadi ERα terkait langsung dengan pengaturan molekul mekanotransduksi (Forwood, 2008). Peningkatan jumlah osteoblast pada pemberian estrogen terjadi karena peningkatan life span. Estrogen menstimulasi produksi osteoprotegerin pada osteoblast dan menunjukkan efek antiresorpsi pada tulang (Lerner, 2006). Efek anabolik estrogen ditunjukkan dengan peningkatan ketebalan dinding tulang dan volume trabekular tulang (Khatsgir et al., 2001). Efek estrogen diperantarai oleh reseptor pada osteoblast, yaitu estrogen receptor related receptor α (ERRα), reseptor estrogen α dan ß (ERα, ERß) (Kawiyana, 2009). Berenang akan menimbulkan aktivasi osteosit melalui mekanisme mekanotransduksi. Osteosit akan mentransmisikan sinyal tersebut ke osteoblast sehingga terjadi stimulasi pembentukan tulang. Estrogen akan memperkuat efek berenang melalui reseptor estrogen. Dengan demikian, pemberian estrogen dan berenang secara bersama-sama akan lebih meningkatkan jumlah osteoblast dibandingkan jika diberikan secara tersendiri.
9
10
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan Pemberian estrogen per oral, perlakuan berenang, dan kombinasi dapat meningkatkan osteoblast pada epiphysis tulang femur mencit perimenopause. Estrogen dapat diberikan bersama-sama dengan perlakuan berenang untuk meningkatkan osteoblast pada tulang femur mencit.
4.2 Saran Diperlukan penelitian lebih lanjut terutama tentang profil kimia darah serta dosis yang tepat untuk pemberian estrogen dan berenang.
10
11
DAFTAR PUSTAKA Bergmann, P., Body, J.J., Boonen, S., Boutsen, Y., Devogelaer, J.P., Goemaere, S., Kaufman, J., Reginster, J.Y., Rozenberg, S. 2011. Loading and Skeletal Development and Maintenance. Journal of Osteoporosis: 1-15. Brunton, L.L., Jazo, J.S., Parker, K.L. 2006. Goodman and Gilman’s. The pharmacological basis of therapeutics. 11th edition. USA: McGrawHill. p. 1541-1569, 1647-1675. Chahal, H., Drake, W. 2007. The Endocrine System and Ageing. The Journal of Pathology, 211: 173-80. Charoenphandhu, N. 2007. Physical Activity and Exercise Affect Intestinal Calcium Absorption: A Perspective Review. J. Sports Sci. Technol; 7(1): 171-81. Curran, D. 2009. Menopause. [cited 2009 Dec. 19]. Available from: URL: http://emedicine. medscape. com/article/264088-print. Forwood MR. 2008. Physical activity and bone development during childhood: insight from animal models. J Appl Physiol 105(1): 334-341. Giam, C.K., Teh, K.C. 1993. Bagaimana Tingkatan Berbagai Cabang Olahraga dalam Meningkatkan Kebugaran Fisik. In: Giam, C.K., Teh, K.C. Ilmu Kedokteran Olahraga. 1st. Ed. Indonesia: Binarupa Aksara. p. 29-37. Hart, K.J., Shaw J.M., Vajda E., Hegsted M., Miller, S.C. 2001. Swim-trained Rats Have Greater Bone Mass, Density, Strength, and Dynamics. J Appl Physiol Vol. 91: 1663-1668. Kawiyana KS. 2009. Osteoporosis: Patogenesis, Diagnosis, dan Penanganan Terkini. J Peny Dalam 10(2): 157-170. Khastgir G, Studd J, Holland N, Zadeh JA, Fox S, Chow J. 2001. Anabolic Effect of Estrogen Replacement on Bone in Postmenopausal Women with Osteoporosis: Histomorphometric Evidence in a Longitudinal Study. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 86(1): 289-295. Lerner UH. 2006. Bone Remodeling in Post menopausal osteoporosis. J Dent Res 85(7): 584-95. McVeigh, J., Kingsley, S., Gray, D., Loram, L.C. 2010. Swimming enhances bone mass acquisition in growing female rats. Journal of Sports Science and Medicine, 9: 612-9. Oyen, J., Brudvik, C., Gjesdal, C.G., Tell, G.S., Lie, S.A., Hove, L.M. 2011. Osteoporosis as a risk factor for distal radial fractures: a case-control study. J Bone Joint Surg Am.; 93(4): 348-56. Reid RL, Blake J, Abramson B, Aliya K, Senikas V, Fortier M. 2009. Menopause and Osteoporosis Update JOGC 7: 36- 43. Renno, A.C.M., Faganello, F.R., de Moura, F.M., dos Santos, N.S.A., Tirico, R.P., Bossini, P.S., Zuanon, J.A., Neto, C.B., Parizotto, N.A. 2007. The Effects of a Progressive Loading Exercise Program on Femoral Physical Properties and Strength of Osteopenic Rats. Acta Ortopedica Brasileira; 15(5). Rosa, B.V., Firth, E.C., Blair, H.T., Vickers, M.H., Morel, P.C.H., Cockrem, J.F. 2010. Short-term Voluntary Exercise in the Rat Causes Bone Modeling Without Initiating a Physiological Stress Response. American journal of
11
12
physiology Regulatory integrative and comparative physiology; 299(4): 1037-43. Sambo, A.P., Umar, H., Adam, J.M.F. 2009. Causes of Secondary Osteoporosis. The Indonesian Journal of Medical Science. Makasar: Universitas Hasanuddin; 2(1):41-50. Schwab, P., Scalapino, K. 2011. Exercise for Bone Health. Curr Opin Rheumatol; 23(2): 137-41. Shin, A., Choi, J.Y., Chung, H.W., Park, S., Shin, C., Choi, Y.H., Cho, S.I., Kim, D.S., Kim, D.I., Lee, K.M., Lee, K., Yoo, K.Y., Kang, D. 2004. Prevalence and Risk Factors of Distal Radius and Calcaneus Bone Mineral Density in Korean Population. Osteoporosis International; 15(8): 639-44. Subramaniam, M., Gorny, G., Johnsen, S.A., Monroe, D.G., Evans, G.L., Fraser,D.G., Rickard, D.J., Rasmussen, K., Deursen, J.M., Turner, R.T., Oursler, M., Spelsberg, T.C. 2005. TIEG1 Null Mouse-Derived osteoblasts are defective in Mineralization and in Support of Osteoclast Differentiation In Vitro. Molecular and Cellular Biology 25 (3): 1191–9. Teerapornpuntakit, J., Dorkkam, N., Wongdee, K., Krishnamra, N., Charoenphandhu, N. 2009. Endurance swimming stimulates transepithelial calcium transport and alters the expression of genes related to calcium absorption in the intestine of rats. Am J Physiol Endocrinol Metab, 296: E775–E786. Utian WH, Bachmann GA, Cahill BE, Gallagher C, Grodstein F, Heiman JR, Henderson VW, Hodis HN, Karas RH, Manson JE, Reid RL, Santen RJ, Schmidt PJ, Stuenkel CA, Waxman NJ, Wysocki S. 2010. Estrogen and progestogen use in postmenopausal women: position statement of the North American Menopause Society. Menopause 17 (2): 242-255.
12