LAPORAN PENELITIAN
PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP PERTAMBANGAN BATUAN DI KABUPATEN KARANGASEM
Oleh:
Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika, SH.,MH. (Ketua) Prof Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH.,MS. (Anggota) Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,MHum.(Anggota) Ni Made Lidia Lestari Karlina Dewi (Mahasiswa S2) Made Dandy Pranajaya, S.Sos (Sekretariat Peneliti)
PENELITIAN INI DIBIAYAI DARI DANA DIPA BLU PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM PPS UNUD DENGAN SK REKTOR NOMOR:
DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN HASIL PENELITIAN 1. Judul
: Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pertambangan Batuan di Kabupaten Karangasem.
2. Bidang Ilmu Penelitian
: Ilmu Hukum
3. Ketua Pelaksana a) Nama b) Jenis Kelamin c) NIP d) Pangkat/ Golongan e) Jabatan f) Program Studi/Konsentrasi
: : : :
Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika, SH.,MH. Perempuan 19660331 199303 2 003 Penata Tk I / III/d : Lektor : Hukum Administrasi
4. Jumlah Tim Peneliti
: 5 (lima) orang
5. Lokasi Penelitian
: Kabupaten Karangasem
6. Waktu Penelitian
: 6 Bulan
7. Biaya
: Rp. 9.900.000
Mengetahui, Ketuan Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum.
Denpasar, 15 November 2015 Ketua Peneliti
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH.,M.Hum.,LLM SH.,MH NIP. 19660331 199303 2 003
Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika, NIP. 19660331 199303 2 003
Menyetujui, Direktur Program Pascasarjana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp,S(K). NIP. 195902151985102001
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………… PRAKATA………………………………………………………………………….. ABSTRACT dan ABSTRAK……………………………………………………… BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………...
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………
4
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN……………………………..
8
BAB IV METODE PENELITIAN…………………………………………………
9
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………..
11
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN………………………………………………..
28
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….
30
LAMPIRAN a. Perincian Biaya Penelitian………………………………………….
33
b. Jadwal pelaksanaan…………………………………………………
34
c. Instrumen Penelitian………………………………………………... d. Personalia Tenaga Penelitian………………………………………. e. CV Peneliti…………………………………………………………...
35
PRAKATA
Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas tuntunanNya laporan penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Keberhasilan penelitian ini dilaksanakan tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak baik berupa finansial maupun moril. Penelitian ini kami lakukan
dengan
maksud untuk menambah pengetahuan dan wawasan dan juga untuk mengetahui dan menganalisis temuan dari hasil penelitian. Kerjasama yang baik antara anggota tim peneliti dalam proses menyelesaikan laporan penelitian ini merupakan kontribusi yang sangat berharga bagi saya selaku ketua tim peneliti. Kami juga tidak lupa menghaturkan ucapan terima kasih yang sedalamdalamnya terhadap semua bantuannya. Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari harapan, untuk itu kritik dan saran sangat diharapkan, akan tetapi kami yakin bahwa hasil penelitian ini ada manfaatnya bagi pengembangan keilmuan.
Denpasar 15 Nopember 2015
Ketua Tim Peneliti
ABSTRACT The central theme of this research is the Environmental Law Enforcement Against Rock Mining District in Karangasem. Based on the central theme of the sub-sub-issue of this study consists of: 1. How is the supervisory arrangements in the field of mining rock in Karangasem? 2. How is the administrative enforcement of environmental law and penal law in the field of mining rock in Karangasem? The issue of two sub-study was conducted using the approach of legislation (statute approach) and approaches the concept (conceptual approach). The result achieved is to provide prescriptions of what is supposed to be over the legal issues raised With this approach the results of this research study are: 1. Monitoring the environment in mining rock in Karangasem by the Regent of the IUP and IPR, while Team coordinated by Unit / SKPD in charge of monitoring and controlling the implementation of mining rocks. Supervision is intended only for administration, orderly excavation and preservation of the environment, thus not reflecting the nature of the surveillance. 2. Enforcement of administrative law and penal law in the regulation is not adequate because it only set of administrative sanctions in the form of a written warning, temporary suspension of part or all activities of exploration or production operations, and / or revocation of IUP or IPR. Organized criminal sanctions only in the form of imprisonment and a maximum fine of Rp. 50 million. Criminal offenses there is only a violation. On that basis it is advisable to back revised Regulation No. 13 Year 2012 on the Management of the Mining business, especially concerning administrative sanctions and criminal sanctions are still visible light with the management objectives rock mining can provide for the public welfare. This is in accordance with the law enforcement carried out by the progressive nature of law. Supervision should be done based on the stages in mining activities.
Keywords: rock mining, environmental law enforcement, supervision.
ABSTRAK Tema sentral penelitian ini adalah Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pertambangan Batuan Di Daerah Kabupaten Karangasem. Berdasarkan tema sentral tersebut sub-sub isu penelitian ini terdiri atas: 1. Bagaimanakah pengaturan pengawasan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem? 2. Bagaimanakah penegakan hukum lingkungan administratif dan kepidanaan di bidang pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem? Dari dua sub isu tersebut penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil yang dicapai adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya atas isu hukum yang diajukan Dengan pendekatan tersebut hasil kajian penelitian ini adalah: 1. Pengawasan lingkungan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem dilakukan oleh Bupati terhadap IUP dan IPR sedangkan Tim yang dikoordinir oleh Unit/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan usaha pertambangan batuan. Pengawasan ditujukan hanya untuk tertib administrasi, tertib penggalian serta kelestarian fungsi lingkungan hidup, dengan demikian belum mencerminkan hakekat dari pengawasan. 2. Penegakan hukum administrasi dan kepidanaan dalam perda belum memadai karena hanya diatur Sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, dan / atau pencabutan IUP atau IPR. Sanksi pidana diatur hanya berupa pidana kurungan dan pidana denda paling banyak Rp. 50 juta. Tindak pidana yang ada hanya merupakan pelanggaran. Atas dasar itu disarankan untuk revisi kembali Perda No 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan usaha Pertambangan khususnya tentang sanksi administrasi dan sanksi pidana yang nampak masih ringan dengan tujuan pengelolaan usaha pertambangan batuan dapat memberikan kesejahtraan bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan penegakan hukum yang dilakukan dengan sifat hukum progresif. Pengawasan harus dilakukan berdasarkan tahapantahapan dalam kegiatan usaha pertambangan. Kata kunci: pertambangan batuan, penegakan hukum lingkungan, pengawasan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Telaah Pasal 33 UUD NRI 1945 selalu mengemuka dan dijadikan dasar dalam pengelolaan pertambangan. UUD NRI 1945 Pasal 33 ayat (3) dengan jelas menentukan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sesuai dengan ketentuan tersebut dikuasai oleh negara dapat diartikan bahwa negara sebagai organisasi bangsa memiliki kedaulatan tunggal yang tidak terbagi-bagi dan kekuasaan tertinggi terhadap segala sumber daya alam termasuk pertambangan. Dengan demikian siapa saja yang memanfaatkan harus seizin negara dan apabila tidak seizin negara dapat dikatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum dan dikenakan sanksi. Menurut Bagir Manan bahwa penguasaan negara atas pertambangan dengan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat menimbulkan kewajiban negara antara lain: 1. Bahwa segala bentuk pemanfaatan sumber daya alam pertambangan serta hasil yang didapat harus secara nyata meningkatkan kemakmuran dan kesejahtraan masyarakat. 2. Negara menjamin segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam dan di atas bumi yang dapat dihasilkan secara langsung atau dinikmati langsung oleh rakyat. 3. Negara mencegah segala tindakan dari pihak manapun yang akan menyebabkan rakyat tidak mempunyai kesempatan dan kehilangan hak yang terdapat di dalam dan di atas bumi. Ketiga inilah yang seharusnya dijadikan pedoman oleh 1
pemerintah dan pemerintah daerah dalam rangka menentukan arah kebijakan di bidang pertambangan. Untuk tingkat Daerah penguasaan terhadap pertambangan dilakukan oleh Pemerintah Daerah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang kewenangannya dalam melakukan pengelolaan pertambangan meliputi wilayah administrasinya. Daerah Kabupaten Karangasem yang terdiri dari daratan dan perairan banyak mengandung berbagai jenis mineral membawa keuntungan sehingga merupakan wilayah yang kaya sumber daya alam jenis mineral. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas dan padu. Batuan adalah mineral selain mineral radioaktif, mineral logam dan mineral bukan logam. Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, diluar panas bumi, minyak, gas bumi, serta air tanah. Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa pemanfaatan sumber daya alam ada yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan ada yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources). Bahan galian tambang yang terkandung di wilayah hukum Indonesia khususnya mineral batuan di Karangasem sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara, untuk memberi nilai tambah bagi perekonomian nasional dan kesejahtraan rakyat yang berkeadilan, sekaligus pembangunan daerah secara berkelanjutan. Melakukan kegiatan usaha pertambangan dari segi ekonomi memang sangat menguntungkan karena memiliki nilai jual yang sangat tinggi namun dilain fihak juga dapat
2
menimbulkan hal yang buruk terhadap lingkungan hidup. Permasalahannya adalah seperti yang diungkapkan oleh I Ketut Wage Saputra sebagai Asisten Tata Praja Pemerintah Daerah Kabupaten Karangasem melalui media harian Bali Post bahwa ada 60 perusahaan yang beroperasi mengeruk pasir ditiga kecamatan yaitu Selat, Rendang dan Bebandem. Dan beliau juga mengatakan bahwa sampai saat ini ada puluhan pengusaha yang melakukan kegiatan pertambangan batuan tanpa izin. Dan lebih jauh lagi bahwa Bupati Karangasem I Wayan Geredeg juga mengakui belum bisa untuk melakukan penegakan hukum melalui Peraturan Daerah (Perda) untuk menertibkan sejumlah penambang galian C tanpa izin. Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan terhadap pertambangan batuan wajib dilakukan untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebab apabila penambang tanpa izin dibiarkan terus menerus, tidak menutup kemungkinan dapat merusak lingkungan, pengerukan juga semakin marak dilakukan dan dapat mengganggu warga sekitar. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut di atas, permasalahan pokok yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimanakah pengawasan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem?
2.
Bagaimanakah penegakan hukum lingkungan administratif dan kepidanaan di bidang pertambangan batuan di kabupaten Karangasem?
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Hukum pertambangan mempunyai keterkaitan dengan hukum lingkungan karena setiap usaha
pertambangan
khususnya
pertambangan
batuan
diwajibkan
untuk
memelihara
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Salim HS, mengemukakan bahwa: “Hukum pertambangan adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur kewenangan Negara dalam pengelolaan bahan galian (tambang) dan mengatur hubungan Negara dengan orang dan atau badan hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan bahan galian”1 Sebagai salah satu bidang ilmu hukum, hukum pertambangan mempunyai berbagai dimensi yang salah satunya adalah lingkungan karena objek dan aktivitas pertambangan adalah lingkungan. Lingkungan yang dimaksud dalam hal ini adalah abiotik dan biotik. Hukum pertambangan menempatkan aspek lingkungan merupakan aspek yang penting karena adanya perubahan sifat dan fisik dari lingkungan sehingga perlakuan khusus terhadap lingkungan sangat diperlukan dalam rangka lingkungan yang dikelola akibat pertambangan senantiasa memiliki fungsi dan daya lingkungan hidup yang terjaga dan dimungkinkan untuk ada peningkatan. Menurut Siti Sundari Rangkuti, substansi undang-undang tentang pengelolaan lingkungan harus memuat prinsip-prinsip kebijaksanaan lingkungan (Principles of environmental policy) untuk dituangkan dalam aturan yang berisi norma hukum sebagai berikut: a) Abatement at the source (penanggulangan pada sumbernya) b) The best available Technology (Bat) = the “alara principle” (“as law as reasonably achieveable”). c) The polluter pays principle (prinsip pencemar membayar) d) Stand still principle (prinsip cegat tangkal/cekal) e) Principle of regional differentiation (prinsip perbedaan regional)
1
Salim H.S., Hukum Pertambangan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakatra, 2005, hal 8.
4
f) Shifting the burden of proof = “het beginsel van de omkering der bewijlast” (beban pembuktian terbalik)2
Asas-asas sebagaimana tertuang diatas mendasari penetapan instrument hukum pengelolaan lingkungan sebagai sarana pencemaran lingkungan dan merupakan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan lingkungan.3 Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup. Pengelolaan lingkungan merupakan mata rantai (Regulatory chain) yang meliputi : legislation, regulation, issueing permit, implementation, and enforcement yang digambarkan dalam skema berikut:
Legislation
Regulation
Enforcement
Isuueing permit
Implementation
2
Rangkuti, Siti Sundari, Perangkat Hukum Lingkungan: Dari Ius Constitutum, Sekali Lagi, Ke Ius Constituendum, disampaikan pada Seminar “ Good Governance and Good Environmental Governance” Penyelenggara FH UNAIR tanggal 28 Pebruari 2008, Surabaya, hal 5. 3 Ibid.
5
Dalam pengelolaan lingkungan, hukum selain berfungsi sebagai perlindungan dan kepastian bagi masyarakat (social control) juga sebagai sarana pembangunan ( a tool social engineering) dengan peran sebagai agent of development atau agent of change.Dalam fungsinya sebagai sarana pembangunan, hukum melegitimasi instrument kebijaksanaan dalam pengelolaan lingkungan, yaitu, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL-UPL dan perizinan lingkungan. Izin lingkungan wajib dimiliki oleh setiap perusahaan sehingga izin itu sifatnya umum dan mutlak. Kewajiban tersebut dilatarbelakangi, karena Negara atau pemerintah berkeinginan agar setiap perusahaan untuk sungguh-sungguh memperhatikan lingkungan hidup supaya dapat dicegah dan diminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan. Kedudukan izin lingkungan merupakan dasar untuk memperoleh izin usaha perusahaan sebagaimana diatur berdasarkan Pasal 40 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 yaitu: “Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan atau kegiatan”. Izin merupakan suatu persetujuan dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundang-undangan.4 Berdasarkan pengertian dari izin tersebut, maka izin berfungsi sebagai sarana kepastian hukum bagi pemegang izin untuk melakukan aktivitas yang dilarang dalam suatu peraturan perundang-undangan. Selain sebagai sarana kepastian hukum, izin juga digunakan sebagai sarana bagi pemerintah untuk mengendalikan aktivitas tertentu yang dapat mengganggu hak orang lain atau lingkungan. Sehingga izin juga merupakan instrument yang
4
Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, 1994 hal 2.
6
biasa dipakai di dalam bidang hukum Administrasi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi para warganya agar supaya mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai tujuan yang konkrit.5 Penegakan hukum lingkungan sebagaimana dikemukakan oleh Siti Sundari Rangkuti berkaitan erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum, yaitu administratif, pidana dan perdata, hal ini senada dengan pengertian tentang penegakan hukum lingkungan sebagaimana dikemukakan oleh Biezeveld yaitu: Environmental law enforcement can be defined as the application of legal governmental powers to ensure compliance with environmental regulations by mean of; a. Administrative supervision of the compliance with environmental regulations (= inspection) (mainly preventive activity); b. Administrative measures or sanction in case of non compliance (= corrective activity); c. Criminal investigation in case of presumed offences (= repressive activity); d. Criminal measures or sanction in case offices (= repressive activity); e. Civil action (law suit) in case of (threatening) non compliance (= preventive or corrective activity) Dari uraian sebagaimana tersebut diatas, bagaimana kita menarik sinergisitas antara aspek hukum lingkungan dengan aktivitas pertambangan sehingga integrasi yang holistik diantara aspek-aspek tersebut menghasilkan perpaduan yang ideal sehingga tercipta suatu tatanan norma yang mengarah kepada pembangunan hukum yang efektif dan efisien. Peran aparatur negara sebagai pemegang kewenangan aktif memiliki peran penting dalam proses penegakan hukum. Aparatur negara yang berkompeten dan memiliki integritas yang tinggi terhadap penegakan hukum diharapkan menjadi sarana penggerak aktif yang bersenjatakan norma perundang-undangan yang berlaku sehingga dikemudian hari kelak sistem pengelolaan lingkungan di bidang pertambangan khususnya pertambangan batuan dapat diterapkan secara konsekuen berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5
Tatik Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2004, hal.1.
7
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian 1.
Menjelaskan instrument hukum lingkungan di bidang pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem
2.
Mengkaji dan menganalisis untuk menentukan penegakan hukum lingkungan terhadap pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem.
B. Manfaat Penelitian 1.
Bagi peneliti diharapkan dapat menambah dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan bobot keilmuan yang dapat disampaikan kepada peserta didik serta menjadi dasar untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut terkait dengan topik penelitian ini.
2.
Bagi Praktisi melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang bagaimana menerapkan hukum yang tepat apabila dihadapkan pada suatu kasus yang konkrit sama sebagaimana dibahas dalam penelitian ini.
3.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat keilmuan mengenai penegakan hukum lingkungan terhadap pertambangan batuan sehingga berguna bagi pemerintah daerah khususnya daerah Kabupaten Karangasem dalam pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan.
C. Luaran Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat keilmuan untuk menghasilkan Publikasi Ilmiah berupa jurnal.
8
BAB IV METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Sebagaimana dikemukakan oleh Morris L. Cohen, Legal Research is the process of finding the law that governs activities in human society. Begitu pula Cohen mengemukakan bahwa “it involves locating both the rules which are enforced by the states and contraries which explain or analyze the rules”6 Sebagai penelitian hukum normatif, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hal ini dilakukan untuk mencari pemecahan atas permasalahan hukum. Hasil yang dicapai adalah memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya atas isu hukum yang diajukan. B. Sumber Bahan Hukum. Karakteristik utama penelitian ilmu hukum normatif dalam melakukan pengkajian hukum salah satunya adalah sumber utamanya yaitu bahan hukum bukan data atau fakta sosial, karena dalam penelitian ilmu hukum normatif yang dikaji adalah bahan hukum yang berisi aturan-aturan yang bersifat normatif. Bahan-bahan hukum tersebut adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Bahan hukum primer yang dimaksud adalah peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pertambangan Batuan di Daerah Kabupaten Karangasem. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku ilmu hukum, hasil-hasil penelitian ilmu hukum, jurnal ilmiah
6
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, hal. 29.
9
ilmu hukum dan artikel ilmiah hukum khususnya berkait dengan Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pertambangan Batuan di Daerah Kabupaten Karangasem. C. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dari penelitian terdahulu yang berhubungan dengan telaah penelitian ini. Dilakukan prosedur identifikasi serta inventarisasi bahan-bahan hukum primer dan sekunder secara cermat. Atas bahan-bahan yang terkumpul dilakukan klasifikasi secara sistematis sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Klasifikasi dimaksudkan untuk melakukan penilaian bahan hukum berdasar tema-tema analisis yang relevan dengan menggunakan kartu catatan. Analisis terhadap bahan hukum dilakukan melalui proses penalaran hukum (legal reasoning) yang logis sistematis. Penalaran hukum juga bertumpu pada aturan berfikir yang dikenal dalam logika. Namun demikian penggunaan logika dalam ilmu hukum mengandung cirri khas yang berkenaan dengan hakikat hukum (the nature of law), sumber hukum (the sources of laws) dan jenis hukum (the kinds of laws)7. Dalam penelitian ini pembahasan dilakukan dengan pengkajian deskriptif analisis dengan maksud untuk menelaah konsep-konsep hukum yang mencakup pengertian-pengertian hukum, norma-norma hukum dan sistem hukum yang berkaitan dengan Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Pertambangan Batuan di Daerah Kabupaten Karangasem. Interpretasi juga dilakukan dalam rangka mempertajam analisis terhadap permasalahan.
7
Irving M. Copi, Introduction to logic dalam P. M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika, No. 6 Tahun XI November-Desember 1994, hal 8.
10
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Tentang Pengawasan Untuk menganalisis pengawasan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), melalui aturan hukum sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959); 3.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara
Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah 11
Provinsi
dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); 10. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 04 / P / M / Pertamben / 1977 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran sebagai Akibat Urusan Pertambangan Umum; 11. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Minera Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 341); 12. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No 13 tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan ( Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2012 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem No. 13).
12
Pengawasan merupakan factor yang sangat penting dalam penegakan hukum lingkungan. Tanpa adanya pengawasan, hukum lingkungan materiil tidak akan berarti dalam pengelolaan lingkungan hidup. Menurut Siti Sundari Rangkuti bahwa penegakan hukum lingkungan berkait erat dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku antara lain bidang hukum administrasi, hukum pidana dan juga hukum perdata. Oleh karena itu penegakan hukum lingkungan merupakan upaya untuk mencapai ketaatan terhadap peraturan dan persyaratan yang berlaku melalui pengawasan dan penerapan sanksi administrasi, pidana dan sarana perdata. Penegakan hukum menjadi begitu penting atau sangat dibutuhkan mengingat kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun dan mengancam kelangsungan kehidupan manusia serta makhluk lainnya. 8 J.B.J.M. Ten Berge mengemukakan bahwa kewajiban yang muncul dari peraturan perundang-undangan tidak selalu ditaati oleh subyek hukum. Hal tersebut bukanlah kenyataan baru. Sepanjang ada hukum, maka ada ketidakpatuhan terhadap hukum. Oleh sebab itu penegakan hukum dilaksanakan untuk mengatasi ketidakpatuhan dimaksud. Penegakan hukum dapat dilakukan melalui pengawasan dan penerapan sanksi dengan menggunakan berbagai sarana baik sarana hukum administrasi, hukum pidana maupun sarana hukum perdata agar ketentuan hukum yang berlaku dapat ditaati.9 Menurut Kusnadi Harjasoemantri, pandangan berbagai kalangan yang memandang penegakan hukum hanyalah melalui proses peradilan dan pertanggungjawaban penegakan
8
Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 1996, hal 190. 9 J.B.J.M. ten Berge, ……
13
hukum semata-mata adalah tanggung jawab aparat penegak hukum adalah sesuatu yang keliru. Penegakan hukum adalah merupakan kewajiban dari seluruh elemen masyarakat.10 Dalam konsep hukum administrasi, pengawasan adalah bagian dari penegakan hukum. Pengawasan dimaksudkan sebagai langkah preventif untuk memaksakan agar orang mematuhi ketentuan yang ada, sedangkan sanksi merupakan langkah refresif untuk memaksakan kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum. Dalam hal pengelolaan usaha pertambangan, pengawasan adalah hal yang harus menjadi perhatian utama, oleh karena usaha pertambangan potensial dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pengawasan adalah sarana penegakan hukum lingkungan yang sifatnya preventif, guna untuk memastikan peraturan perundang-undangan telah ditaati. Pengawasan ini ditujukan kepada pemberian penerangan dan saran serta upaya untuk meyakinkan seseorang dengan bijaksana agar beralih dari suasana pelanggaran ke tahap pemenuhan aturan. Menurut Moestaji pengawasan yang dilakukan pada kegiatan pertambangan meliputi: 1.
Izin, apakah izin yang diterbitkan sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan juga sudah dirumuskan dengan jelas tentang persyaratan dan kewajiban yang harus dipenuhi.
2.
Pelaksanaan ketentuan izin, untuk mengetahui apakah pemegang izin mematuhi ketentuan yang terdapat dalam izin. Pengawasan terletak pada pejabat pemberi izin di bidang pertambangan sesuai dengan
kewenangannya. Kewenangan di bidang pertambangan diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan juga berdasarkan UU No. 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Adapun kewenangan tersebut adalah:
10
Koesnadi Hardjasoemantri,…….
14
PP 38 tahun 2007
UU No. 4 Tahun 2009
No
Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota
Kewenangan Pemerintah kabupaten/Kota
1
Pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten Pembuatan Peraturan Daerah Kabupaten /Kota tentang Mineral dan Batubara
2
/Kota tentang Mineral dan Batubara
Penyusunan data dan informasi wilayah Pemberian
IUP
kerja usaha pertambangan mineral dan penyelesaian batubara skala Kabupaten/Kota
dan
IPR,
konflik
pengawasan
pembinaan,
masyarakat,
wilayah
dan
pertambangan
di
wilayah kabupaten/Kota. 3
Pemberian
izin
usaha
pertambangan Pemberian
IUP
mineral dan batubara pada wilayahlintas penyelesaian kabupaten/kota
dan
IPR
konflik
pembinaan,
masyarakat
dan
pengawasan usaha pertambangan usaha operasi produksi yang kegiatannya berada di wilayah Kabupaten/Kota.
4
Pemberian
izin
usaha
pertambangan Penginventarisasian,
penyelidikan
dan
mineral, dan batubara untuk operasi penelitian, serta eksplorasi dalam rangka produksi lintas kabupaten/kota
memperoleh data dan informasi mineral dan batubara
5
Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Pengelolaan informasi geologi, informasi izin usaha pertambangan mineral dan potensi batubara
pada
wilayah
lintas informasi
Pemberian
izin
dan
batubara,
pertambangan
pada
serta
wilayah
Kabupaten/Kota.
kabupaten/kota 6
mineral
badan
usaha
jasa Penyusunan neraca sumber daya mineral
pertambangan mineral dan batubara dalam dan batubara pada wilayah kabupaten/Kota. rangka
PMA
dan
PMDN
lintas
kabupaten/kota 7
Pengelolaan, pembinaan dan pengawasan Pengembangan pelaksanaan izin usaha jasa pertambangan masyarakat mineral
dan batubara
dalam rangka pertambangan
penanaman modal lintas kabupaten/kota 8
kesehatan
kerja,
pemberdayaan
setempat
dalam
dengan
usaha
memperhatikan
kelestarian lingkungan.
Pembinaan dan pengawasan keselamatan Pengembangan dan
dan
lingkungan tambah 15
dan
dan manfaat
peningkatan kegiatan
nilai usaha
pertambangan pertambangan
terhadap mineral
dan
usaha pertambangan secara optimal batubara
(lintas kab/kota yang berdampak regional) 9
Pembinaan dan pengawasan pengusahaan Penyampaian informasi hasil inventarisasi, KP lintas kabupaten/kota
penyelidikan umum, dan penelitian, serta eksplorasi dan eksploitasi kepada Menteri dan Gubernur
10
Pembinaan dan pengawasan keselamatan Penyampaian dan
kesehatan
kerja,
hasil
produksi,
lingkungan penjualan dalam negeri, serta ekspor kepada
pertambangan terhadap KP lintas kab/kota 11
informasi
Menteri dan Gubernur
Pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Pembinaan
dan
pengawasan
terhadap
izin usaha pertambangan mineral, dan reklamasi lahan pascatambang batubara untuk operasi produksi (lintas kab/kota)
B. Pengawasan menurut UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, pengawasan diatur dalam pasal 140, Pasal 141, dan Pasal 143. Pasal 140. (1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
kewenangan
pengelolaan
di
bidang
usaha
pertambangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota. 16
(3) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK. Pasal 141 (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, antara lain dapat berupa: a. teknis pertambangan; b. pemasaran; c. keuangan; d. pengolahan data mineral dan batubara; e. konservasi sumber daya mineral dan batubara; f. keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan; g. keselamatan operasi pertambangan; h. pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang; i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam negeri; j. pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan; k. pengembangan dan pemberdayaan masyarakal setempat: l. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan; m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum; n. pengelolaan lUPatau R/PK; dan o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan.
17
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, dan huruf l dilakukan oleh Inspektur tambang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal pemerintah daerah provinsi atau pemerintah daerah kabupaten/kota belum mempunyai inspektur tambang, menteri menugaskan inspektur tambang yang sudah diangkat untuk melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 143. (1) Bupati/Wali kota melakukan pengawasan terhadap usaha pertambangan rakyat. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan pertambangan rakyat diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota. Adapun pengawasan lingkungan di bidang pertambangan sebagaimana tertuang dalam Pasal 141 huruf (h) Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan pasca tambang. Mengenai pengelolaan lingkungan hidup berkaitan dengan instrumen lingkungan yang meliputi Baku Mutu Lingkungan (BML), Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup (KBKL), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau UKL dan UPL serta izin lingkungan. Reklamasi dan pasca tambang berkaitan dengan pemulihan dan perbaikan kualitas lingkungan yang digunakan setelah kegiatan pertambangan. Untuk melaksanakan Ketentuan Pasal 144 UU No. 4 Tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara maka keluarlah Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan.
18
Pengawasan Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2010, diatur dalam Bab III, yaitu dalam Pasal 13 -Pasal 37. Dari 24 Pasal ada 3 macam pengawasan yang dilakukan yaitu Pengawasan yang bersifat Umum sebagaimana ditentukan berdasarkan Pasal 13 sebagai berikut: 1. Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertarnbangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, atau IUPK. Selanjutnya Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan sebagaimana diatur berdasarkan Pasal 14. Pengawasan ini meliputi : a.
penetapan WPR;
b.
penetapan dan pemberian WIUP mineral bukan logam dan batuan;
c.
pemberian WIUP mineral logam dan batubara;
d.
penerbitan IPR;
e.
penerbitan IUP; dan
f.
penyelenggaraan pembinaan dan pengawasan kegiatan yang dilakukan oleh pemegang IPR dan IUP. Lebih lanjut Pengawasan atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan sebagaimana
diatur berdasarkan ketentuan PasaI 16. Pengawasan ketiga ini meliputi: a.
teknis pertambangan;
b.
pemasaran
c.
keuangan;
19
d.
pengelolaan data mineral dan batubara;
e.
konservasi sumber daya mineral dan batubara;
f.
keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan;
g.
keselamatan operasi pertambangan;
h.
pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi, dan pascatambang;
i.
pemanfaatan barang, jasa, teknologi, dan kemampuan rekayasa serta rancang bangun dalam negeri;
j.
pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan;
k.
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;
1.
penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan
m. kegiatan lain di bidang kegiatan usaha pertambangan yang menyangkut kepentingan umum; n.
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan IUP, IPR, atau IUPK; dan
o.
jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha pertambangan. Secara khusus pengaturan mengenai pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan yang berkaitan dengan lingkungan ada di Pasal 16 huruf h PP No. 55 Tahun 2010 tentang pengawasan penyelenggaraan dan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Didalam penjelasan lebih lanjut pada Pasal 28 PP tersebut dinyatakan bahwa: Pengawasan pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi. dan pascatambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf h paling sedikit meliputi: a.
pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan dokumen pengelolaan lingkungan atau izin lingkungan yang dimiliki dan telah disetujui;
b. penataan, pemulihan, dan perbaikan lahan sesuai dengan peruntukannya; c.
penetapan dan pencairan jaminan reklamasi:
20
d.
pengelolaan pascatambang;
e.
penetapan dan pencairan jaminan pascatambang; dan
f.
pemenuhan baku mutu lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No 13 tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan ( Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2012 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem No. 13), pengawasan diatur dalam Pasal sebagai berikut: Pasal 37 Bupati melakukan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP atau IPR Pasal 38 (1) Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan usaha pertambangan batuan ditujukan untuk tertib administrasi, tertib penggalian serta kelestarian fungsi lingkungan hidup. (2) Pengawasan dan Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Tim yang dikoordinir oleh Unit/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan usaha pertambangan batuan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan dan pengendalian pertambangan batuan diatur dengan Peraturan Bupati. Pengawasan sebagaimana diatur dalam Perda tersebut diatas yaitu Bupati melakukan pengawasan terhadap pemegang IUP dan IPR, sedangkan pengawasan terhadap usaha pertambangan batuan dilaksanakan oleh Tim yang dikoordinir oleh Unit/Satuan Kerja Perangkat Daerah. Adapunp pengawasan ditujukan untuk tertib administrasi, tertib penggalian serta kelestarian fungsi lingkungan hidup.
21
C.
Penegakan Hukum Lingkungan Administratif Penegakan hukum administrasi dianggap sebagai upaya penegakan hukum terpenting
karena melalui penegakan hukum administrasi lebih ditujukan kepada upaya mencegah terjadinya pencemaran dan perusakan lingkungan. Disamping itu, penegakan hukum administrasi juga bertujuan untuk menghukum pelaku pencemaran dan perusakan lingkungan.11 Penegakan hukum lingkungan administratif bertujuan agar perbuatan atau pengabaian yang melanggar hukum tidak memenuhi persyaratan, berhenti dan megembalikan kepada keadaan semula (sebelum adanya pelanggaran).12 Hukum administrasi lebih menekankan pada perbuatan, berbeda dengan hukum pidana yang lebih menekankan pada subyek hukum dari pencemar atau perusak lingkungan. Disamping memberi ganjaran atau ganti kerugian (retribution), juga merupakan nestapa bagi pembuat dan untuk memuaskan kepada korban individual maupun kolektif.13 Sarana administratif dapat ditegakkan dengan kemudahan- kemudahan pengelolaan lingkungan, terutama di bidang keuangan, seperti keringanan bea masuk alat- alat pencegahan pencemaran dan kredit bank untuk biaya pengelolaan dan sebagainya. Sanksi administrasi terutama mempunyai fungsi instrumental yaitu pengendali perbuatan terlarang. Disamping itu sanksi administrasi ditujukan kepada perlindungan kepentingan yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar tersebut.14 Undang Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) menyatakan bahwa : Menteri, gubemur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan 11
Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Tahun 2009, hal 92. Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 82. 13 Ibid. 14 Siti Sundari Rangkuti, Op. Cit., hal. 217. 12
22
ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Sanksi admnistratif menurut Pasal 76 ayat 2 UUPPLH meliputi: a.
teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah; c.
pembekuan izin lingkungan; atau
d. pencabutan izin lingkungan. Jadi sanksi- sanksi tersebut merupakan urutan dari pengenaan sanksi dari teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin. Tetapi dalam Pasal 80 ayat 2
menyatakan bahwa
pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan: a.
ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
b. dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau c.
kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Sanksi Admnistratif menurut Pasal 151 ayat 2 UU No. 4 Tahun 2009
Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) menyatakan sanksi administrasi berupa: a.
peringatan tertulis;
b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi; dan/ atau; c.
pencabutan IUP, IPR dan SUPK.
Jadi pada dasarnya pengenaan sanksi admnistratif di dalam UUPPLH dan UU Minerba adalah sama hanya saja dalam UUPPLH menambahkan aspek paksaan pemerintah yang berupa:
23
a.
penghentian sementara kegiatan produksi;
b. pemindahan sarana produksi; c.
penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
d. pembongkaran; e.
penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
f.
penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
g. tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
D.
Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan Menurut UUPPLH Tujuan dari pengenaan sanksi pidana bagi pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan adalah
nestapa. Sehingga baik orang atau badan hukum yang mencemarkan dan/atau merusak lingkungan diharapkan menjadi jera (detterent effect) dan tidak mengulangi perbuatannya. Di dalam UUPPLH juga mengenai sanksi yang berupa pidana penjara dan denda. Ada beberapa hal mengenai penerapan sanksi pidana dalam UUPPLH yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan yaitu : a.
Berkaitan dengan Baku Mutu Lingkungan. Di dalam ayat 1 Pasal 100 UUPPLH menyatakan bahwa setiap orang yang melanggar baku mutu air, baku mutu emisi. atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah). Tetapi dalam ayat 2 Pasal 100 ini menyatakan bahwa pengenaan tindak pidana ini dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau peianggaran yang dilakukan lebih dari satu kali.
24
b.
Limbah B3. Pasal 103 menyatakan bahwa Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). c.
Berhubungan dengan izin lingkungan. Pasal 109 menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp 1.000.000.000,00
Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 36 ayat 1 berhubungan dengan persyaratan perizinan atas suatu usaha/dan atau kegiatan. d.
Tindak Pidana Korporasi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 115-118 UUPPLH.
e.
Pidana tambahan atau lindakan tata tertib dalam Pasal 119 UUPPLH yang berupa : 1.
perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
2.
penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
3.
perbaikan akibat tindak pidana;
4.
pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/atau
5.
penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
25
E.
Penegakan
Hukum
Lingkungan
Administrasi
Menurut
Perda
Kabupaten
Karangasem No. 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Pengaturan sanksi administrasi terdapat dalam Pasal 40 yaitu: a. Bupati berhak memberikan sanksi administratif kepada pemegang IUP atau IPR atas pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (5), Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), Pasal 34, atau Pasal 35 ayat (1). b.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
peringatan
tertulis; penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi; dan / atau pencabutan IUP atau IPR. D.
Penegakan Hukum Lingkungan Kepidanaan Menurut UU Minerba. Pengaturan khusus mengenai sanksi pidana bagi kegiatan pertambangan yang
berhubungan dengan lingkungan meliputi : a. Kegiatan pertambangan tanpa izin. Pasal 158 menyatakan bahwa Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). b. Informasi yang tidak benar atau keterangan palsu. Pasal 159 menyatakan bahwa Pemegang IUP, IPR, atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal 81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana
26
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). c.
F.
Pidana tambahan. Pasal 164 menyatakan pidana tambahan berupa : 1.
perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;
2.
perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
3.
kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.
Penegakan
Hukum
Lingkungan
Kepidanaan
Menurut
Perda
Kabupaten
Karangasem No. 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan. Pengaturan mengenai sanksi pidana diatur berdasarkan Bab XIII Pasal 42 yaitu: 1.
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP atau IPR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pasal 8 ayat (3), Pasal 31 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
2.
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. Sanksi pidana sebagaimana diatur berdasarkan Perda hanya berupa pidana kurungan da
pidana denda paling banyak Rp. 50 juta. Tindak pidana sebagaimana tersebut diatas hanya merupakan pelanggaran.
27
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Pengawasan lingkungan dalam bidang pertambangan batuan di Kabupaten Karangasem dilakukan oleh Bupati terhadap IUP dan IPR sedangkan Tim yang dikoordinir oleh Unit/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan usaha pertambangan batuan. Pengawasan ditujukan hanya untuk tertib administrasi, tertib penggalian serta kelestarian fungsi lingkungan hidup, dengan demikian belum mencerminkan hakekat dari pengawasan. 2. Penegakan hukum administrasi dan kepidanaan dalam perda belum memadai karena hanya diatur Sanksi administratif berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi produksi, dan / atau pencabutan IUP atau IPR. Sanksi pidana diatur hanya berupa pidana kurungan dan pidana denda paling banyak Rp. 50 juta. Tindak pidana yang ada hanya merupakan pelanggaran.
B. Saran-Saran 1. Untuk mengoftimalkan pengawasan maka sebaiknya pengawasan itu harus dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan dalam kegiatan usaha pertambangan yaitu 2. Disarankan untuk revisi kembali Perda No 13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan usaha Pertambangan agar pengaturan tentang sanksi administrasi dan sanksi pidana yang 28
nampak masih ringan disesuaikan dengan tujuan pengelolaan usaha pertambangan batuan
dapat memberikan kesejahtraan bagi masyarakat. Hal ini sesuai dengan
penegakan hukum dilakukan dengan sifat hukum yang progresif.
29
Daftar Bacaan.
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005. Hadjon Philipus M, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, 1994. Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005. Rangkuti, Siti Sundari, Perangkat Hukum Lingkungan: Dari Ius Constitutum, Sekali Lagi, Ke Ius Constituendum, disampaikan pada Seminar “ Good Governance and Good Environmental Governance” Penyelenggara FH UNAIR tanggal 28 Pebruari 2008. …………., Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University Press, Surabaya, 1996. Sukanda Husin, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Sinar Grafika, Tahun 2009.
Tatik Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha Industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Airlangga, 2004. Irving M. Copi, Introduction to logic dalam P. M. Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif), Yuridika, No. 6 Tahun XI November-Desember 1994
J.B.J.M. ten Berge, dan Spelt N.M, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, 1993. Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1999. Peraturan Perundang-undangan: 1.
UUD NRI 1945.
2.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 30
3.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 6.
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Antara
Pemerintah,
Pemerintahan
Daerah
Provinsi
dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5142);
31
10. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5172); 11. Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 04 / P / M / Pertamben / 1977 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Terhadap Gangguan dan Pencemaran sebagai Akibat Urusan Pertambangan Umum; 12. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Minera Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral dan Batubara (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 341); 13. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 15); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Karangasem No 13 tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Batuan ( Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem Tahun 2012 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Karangasem No. 13).
32
LAMPIRAN: PERINCIAN BIAYA PENELITIAN
1
Persiapan (Pembuiatan Proposal/ATK) 25%
Rp. 2. 750.000.00
2
Honor 20%
Rp. 1. 100.000.00
3
Pelaksanaan Penelitian (Bahan Habis Pakai/ ATK, Perjalanan)
4
50%
Rp. 5. 500.000.00
Pelaporan 5%
Rp.
TOTAL BIAYA KESELURUHAN
550.000.00
Rp 9.900.000,-
33
JADWAL PELAKSANAAN PENELITIAN
Bulan ke NO Kegiatan 1
2
J Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
2015
2015
2015
2015
2015
2015
Persiapan & Proposal Pengumpulan
Data/Bahan
Hukum
3
Pengolahan & Analisis data
4
Penulisan Laporan
5
Pelaporan - FGD
J
34
CV PENELITI
IDENTITAS DIRI
Nama
: Dr. I Gusti Ayu Putri Kartika, SH, MH.
NIP/NIK
: 19660331 199303 2003
Tempat dan Tanggal Lahir
: Karangasem, 31 Maret 1966.
Jenis Kelamin
:
Perempuan
Status Perkawinan
:
Kawin
Agama
: Hindu
Golongan / Pangkat
: III/d
Jabatan Akademik
: Lektor
Perguruan Tinggi
: Universitas Udayana
Alamat
: Bukit Jimbaran
Telp / Faks
: (0361) 701812, 701954
Alamat Rumah
: Jalan Pudak gang Pudak Harum I No 11A
Telp / Hp.
: 085935197954
Alamat e-mail
:
[email protected].
35
RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI Tahun Lulus
Jurusan/ Pendidikan
Nama Sekolah
Program Studi
1980
SD
SD Negeri II Sidemen
-
1963
SMP
SMP Negeri Sidemen
-
1966
SMA
SMA Negeri I Karangasem
-
1979
S1
S1 FH UNRAM
Ilmu Hukum
2002
S2
S2 UNAIR
Ilmu Hukum
2008
S3
S3 UNAIR
Ilmu Hukum
Penelitian
-
-
-
Jurnal Ilmiah 5 Tahun Terakhir
-
-
-
Kedudukan dan Peranan Wanita dalam Lembaga Politik Perspektif Etika dalam penegakan hukum Perlindungan dan penegakan hukum terhadap benda cagar budaya. Pembagian kewenangan pemerintah dalam pengelolaan pajak dan retribusi berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi Legal aspek of one service implementation system in licience proses of financial capital invest for building tourism bali. Hubungan Kewenangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah dalam Bidang Perizinan Pertambangan Minerba. Pembagian Kewenangan pemerintah dalam pengelolaan pajak (Yustitia, Oktober 2009). Otonomi Daerah dalam pengelolaan Wilayah Laut (Yustitia, April 2010). Etika Hakim dalam mewujudkan keadilan tinjauan dari aspek Efistemologi.(Kerta Patrika, September Tahun 2010) Peran logika dan Bahasa dalam Argumentasi Hukum (Yustitia, Volume 4 No.2 Oktober 2010) Menguji Asas Droit De Suite dalam 36
-
-
Penulisan Buku
Jaminan Fidusia (Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 4 Nomor 3 Tahun 2015 Kebijakan Kriminal dalam Penanggulangan Tindak Pidana dan Kenakalan Siswa SMA : Suatu Kajian Tentang Penerapan Teori Kontrol Sosial dan Kearifan Lokal di Bali (Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 4 Nomor 1 Tahun 2015) Implementasi Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dalam Berbagai Perundang-Undangan Tentang Sumber Daya Alam (Jurnal Magister Hukum Udayana, Volume 4 Nomor 1 Tahun 2015) Belajar argumentasi Hukum (Penerbit Humanika Cerdas Harmoni, Tahun 2010). Buku Ajar Sosiologi Hukum
Pengalaman Mengajar
Kegiatan Ilmiah
-
-
-
-
-
Pengantar Ilmu Hukum Filsafat Hukum Etika dan Tanggung Jawab Profesi Penalaran dan Argumentasi Hukum Hak Asasi Manusia Sosiologi Hukum Filsafat Pancasila Pengantar Filsafat Languange center faculty of humanities airlangga university, Surabaya,09 Juli 2009. Pinlabs Universitas Airlangga, Center for Information and Service in International Languanges, Surabaya, 06 Juli 2009. Sandiwch Program, Utrecht University the Netherlands, 15 September – 15 Desember 2010. Workshop Nasional Legal Reasoning, Legal Research, Legal Writing, and Publication, Denpasar 28 Maret 2011. Presenter dalam International Indonesia Law Society (ILS) Conference : Right to Justise, Exploring Legal Innovation Toward Ideal State of Sosial Order, Utrecht University, The Netherlands. Utrecht, 8 Desember 2010. Peserta Dalam Seminar Nasional, Hukum Dan Globalisasi, Diselenggarakan Dalam Rangka HUT FH Dan BKFH UNUD KE-47 37
-
-
-
-
-
-
-
-
Serta Dies Natalis ke-49 Universitas Udayana, Denpasar, 17 September 2011. Social Research Method. Workshop on Administrative Law and Corruption. In Training Educational Methodology Problem Base Learning to Support Curriculum. Training In Basic Computer SkiELLS, The Use of Appropriate Software, and Internet. Workshop for conducting Research and wraiting on environmental law and Economic. Criminal Law and Criminal Prosedure. Pelatihan Program Peningkatan Keterampilan Dasar Teknik Intruksional (PEKERTI). Penataran pendekatan terapan (Applied Approarch/AA). Peserta Dalam Stadium Generale, Sustainability : Conceptual Ideas Sustainability & Financial Market, Surabaya 14 April 2011. Peserta dalam seminar ” Pancasila Sebagai Ideologi Dan Pandangan Hidup Bangsa Menguak Ancaman Teroris Dan Bahaya Laten Komunis” Denpasar 25 Juli 2011. Debat publik identifikasi masalah pemberantasan Korupsi di indonesia. Building Blocks for the rule of Law Workshop on Land Law International Workshop on Land Law ”Good Land Governance from the Comparative Perspective of Indonesia and the Netherlands”, Yogyakarta, 21- 25 februari 2011. Seminar ”Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa menguak ancaman teroris dan budaya laten komunis” Denpasar, 25 Juli 2011. Seminar Nasional Hak Kekayaan Intelektual”Strategi Perlindungan Sumber Daya Genetik, Pengetahuan Tradisional Dan Ekspresi Budaya Tradisional (SDGPTEBT) Indonesia Dan Isu Terkini Di Bidang HKI Dalam Menghadapi Liberalisasi 38
-
-
-
-
-
-
Pengabdian
-
Perdagangan Internasional”. FH Denpasar 26 September 2013. Seminar Nasional Eksistensi Koperasi Sebagai Perwujudan Demokrasi Ekonomi Dalam Meningkatkan Kesejahtraan Rakyat di Era Globalisasi, Bandung 12 Juni 2013. Presenter dalam The 3 Acikita International Conference on Science and Technologi in BKKBN Building, August 25 - 27 , 2013. Narasumber, Pengembangan Hukum Di Indonesia, Kanwil Agama Provinsi Bali, 8 September 2013. Pembicara pada Seminar Hasil Penelitian Dan Penulisan Buku Ajar” Denpasar 11 Nopember 2013. Peserta dalam Training of Trainer (TOT) Reviewer Pengabdian Kepada Masyarakat Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Kepada masyarakat Universitas Udayana, Denpasar, Selasa 18 Pebruari 2014. As Participant at: 2 ND International Cyberlaw Seminar ” Trusted Digital Identity And Authentication Policy For E-Public Servaces And Global Commerce, BaliIndonesia, 18-19 Maret 2014 Sosialisasi Pentingnya Pencatatan Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan di Desa Kesiman Kertalangu, Kecamatan Denpasar Timur, Kota Denpasar, Propinsi Bali (Program Studi Magister Kenotariatan, tahun 2015)
39