LAPORAN PENELITIAN PEMANTAUAN KUALITAS AIR DAN LUMPUR DI DALAM DAN LUAR PETA AREA TERDAMPAK LOKASI SEMBURAN LUMPUR DI SIDOARJO
OLEH: DIDI. AGUSTAWIJAYA, FENY ANDRIANI, DODIE IRMAWAN, SOFFIAN HADI BAPEL BPLS
A.
PENDAHULUAN
Pada tanggal 29 Mei 2006 terjadi semburan lumpur di daerah Porong. Semburan lumpur tersebut masih berlangsung sampai sekarang. Dampak dari semburan tersebut menyebabkan permukiman, sawah, jalan dan bangunan lainnya terendam, sehingga mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Sampai saat ini luas areal yang tergenang sudah mencapai ± 900 Ha dan kerugian yang dialami warga dan pemerintah mencapai trilyunan rupiah. Untuk menanggulangi tidak bertambahnya luas genangan, maka lumpur dan airnya dialirkan ke laut melalui Kali Porong. Pengaliran lumpur ke laut menjadi polemik yang berkepanjangan antara para pencinta lingkungan disatu pihak dengan para insinyur di pihak lain. Sebagian luberan air dialirkan ke Kali Ketapang melalui overflow untuk mengurangi tekanan air terhadap tanggul penahan luapan lumpur. Untuk mengetahui dampak pembuangan air formasi dan lumpur terhadap kualitas air Kali Porong dan Kali Ketapang, maka sejak bulan Juni 2009 Deputi Bidang Operasi‐BPLS, dalam hal ini Tim Survey Lingkungan, telah melanjutkan program pengukuran dan pemantauan kualitas air di daerah semburan dan daerah di sekitar kolam penampungan lumpur. Maksud dari pengukuran dan pemantauan ini adalah mengetahui karakteristik fisika dan kimia dari air dan lumpur pada kolam penampung serta pengaruhnya terhadap sumber air di sekitar daerah genangan. Tujuannya adalah mengetahui perubahan kualitas air pada sumber air di sekitar daerah genangan dan mengevaluasi kualitas air untuk pemanfaatannya. Pengukuran dan pemantauan kualitas air dilakukan di berbagai lokasi di sekitar daerah semburan lumpur. Contoh air formasi atau air lumpur dan juga lumpurnya diambil di kolam‐kolam penampung. Air sungai, termasuk Kali Porong, Kali Pamotan, dan Kali Ketapang dipantau di beberapa lokasi sebelum dan setelah dipengaruhi oleh lumpur. Selain itu diambil juga contoh‐contoh air sumur, air tambak dan air laut di beberapa lokasi (Tabel 1). 1
Tabel 1. Lokasi Pengukuran dan Pemantauan No.
Jenis contoh dan lokasi
1.
Air Lumpur
:
2.
Lumpur
:
Di berbagai kolam penampungan lumpur dan overflow Pond OSAKA Di berbagai kolam penampungan lumpur
3.
Kali Porong
:
Barat Rel KA (sebagi hulu Kali Porong)
4.
Kali Porong
:
Muara Kali Porong
5.
Kali Pamotan
:
Kali yang banyak terdapat bubble
6.
Kali Ketapang
:
Hulu Kali Tengah
7.
Kali Ketapang
:
Hulu Kali Ketapang
8.
Kali Ketapang
:
Kali Ketapang (outlet buangan air dari Pond OSAKA)
9.
Kali Ketapang
:
Kali Desa Gempol Sari
10.
Kali Ketapang
:
Kali Desa Pologunting 1 (Overflow P. 76 dan P. 77)
11.
Kali Ketapang
:
Kali Desa Pologunting 2
12.
Kali Ketapang
:
Kali Desa Kalidawir
13.
Kali Ketapang
:
Kali Desa Penatarsewu
14.
Kali Ketapang
:
Kali Desa Penatarsewu (pintu air menuju tambak)
15.
Kali Ketapang
:
Tambak Desa Sangewu
16.
Air Bersih
:
Sumur rumah penduduk di berbagai desa
B.
METODE
Kegiatan pemantauan kualitas air yang dilakukan ini meliputi beberapa tahapan yaitu: • Penelusuran Literatur dan pengumpulan data • Pengambilan contoh air dan lumpur • Pungukuran kualitas air di lapangan • Pemeriksaan kualitas air di laboratorium • Evaluasi Hasil
1. Penelusuran Literatur dan Pengumpulan Data Penelusuran literatur dan pengumpulan data dilakukan untuk mengetahui berbagai informasi yang berhubungan dengan keadaan di daerah 2
tersebut, persyaratan untuk berbagai pemanfaatan air, serta hal‐hal yang lain yang berhubungan dengan masalah lumpur alami. Data dan informasi yang dikumpulkan antara lain: peta lokasi daerah penelitian, peta tataguna lahan, sumber‐sumber pencemaran, peraturan‐ peraturan tentang baku mutu air dan kriteria kualitas air, dan sebagainya. 2. Pengambilan Contoh Air dan Lumpur Sampai dengan bulan Oktober 2009 pengambilan contoh air dan lumpur yang telah dilakukan mencapai jumlah 126 contoh, yang meliputi air formasi atau air lumpur, lumpur, air sungai, air sumur, air tambak dan air laut seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Daftar Contoh Yang Diambil dan Diperiksa
No.
Jenis Contoh
Lokasi
Banyak Contoh
Keterangan Pengambilan
1 Air lumpur
Kolam Penampungan Lumpur
27
Juli, Agustus, dan Oktober
2
Air formasi
Sumur Panji / Big Hole
6
Juli, Agustus
3
Air formasi
Overflow
6
Juli, Agustus
4
Air formasi
Pond OSAKA
1
Juni
5 Kadar Lumpur
Big Hole, overflow, dan Kolam Penampungan
18
Juli, Agustus
6 Air Kali Porong
Barat Rel KA
4
7 Air Kali Porong
Muara Kali Porong
1
8 Air Kali Ketapang Hulu Kali Tengah 9 Air Kali Ketapang Hulu Kali Ketapang
1 1
Rata‐rata 3 hari sekali Rata‐rata 3 hari sekali Juni Juni
10 Air Kali Ketapang Kali Ketapang
1
Juni
11 Air Kali Ketapang Kali Desa Gempolsari
1
Juni
12 Air Kali Ketapang Kali Desa Pologunting1
1
Juni
13 Air Kali Ketapang Kali Desa Pologunting 2
1
Juni
14 Air Kali Ketapang Kali Desa Kalidawir
1
Juni
15 Air Kali Ketapang Kali Desa Penatarsewu
1
Juni
16 Air Kali Ketapang Kali Desa Penatarsewu (pintu air menuju tambak)
1
Juni
17 Air Tambak
1
Juni
Tambak desa Sangewu
3
No.
Jenis Contoh
Lokasi
Banyak Contoh
Keterangan Pengambilan
18 Air Kali Pamotan Desa Pamotan
3
Juli, Agustus
19 Ai Bersih
Beberapa rumah Penduduk
18
Juli, Agustus
20 Grain Size
Big Hole dan Overflow
16
Juli, Agustus
21 Rasio Air dan Padatan
Big Hole dan Overflow
16
Juli, Agustus
3. Pengukuran Kualitas Air di Lapangan Contoh air yang telah diambil segera diperiksa di lapangan dan sebagian contoh juga dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan lebih lengkap. Pemeriksaan kualitas air di lapangan dilakukan untuk memeriksa parameter‐parameter yang mudah berubah sehingga tidak boleh di lakukan di laboratorium. Parameter‐parameter tersebut adalah: • Oksigen terlarut • pH atau derajat keasaman • Daya hantar listrik atau conductivity • Salinitas • Suhu 4. Pemeriksaan Kualitas Air di Laboratorium Pemeriksaan di laboratorium dilakukan di beberapa laboratorium, seperti: Laboratorium Uji Kualitas Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur, laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL PPM) Surabaya, dan Laboratorium Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Mataram. Untuk keperluan tersebut contoh‐contoh yang sudah diambil dan diberi pengawet dikirimkan secepatnya ke berbagai laboratorium‐laboratorium tersebut. Pemeriksaan di laboratorium meliputi parameter fisika dan kimia, khusus untuk air bersih ditambah dengan parameter biologi. Parameter‐parameter yang dianalisa meliputi: golongan anion seperti khlorida, sulfat, nitrit nitrat dan sebagainya dan golongan kation seperti logam‐logam serta golongan organik seperti phenol dan minyak/lemak. Semua pemeriksaan kualitas air, baik yang dilakukan di lapangan 4
maupun di laboratorium umumnya berdasarkan Metode Standar Nasional Indonesia (SNI). 5. Analisis Data Hasil pemeriksaan sifat‐sifat fisika dan kimia dari pemantauan kualitas air sungai dievaluasi sehingga diperoleh informasi keadaan kualitas air di daerah tersebut dan pengaruh semburan lumpur yang terjadi. Standar evaluasi hasil pemantauan air menggunakan Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008. Untuk kualitas Air Laut, standar evaluasi menggunakan SK Menteri Negara Lingkungan Hidup No Kep‐ 02/MENLH/10/1996 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan; untuk air formasi menggunakan Baku Mutu Limbah Cair Kep. Gub No. 45 Th. 2002 Lamp. II Gol. III; sedangkan untuk air bersih menggunakan Baku Mutu PERMENKES RI No. 416 Tahun 1990.
C.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kualitas Lumpur dan Airnya di Kolam Penampung Berdasarkan analisis parameter fisika dan kimia pada contoh lumpur ternyata dijumpai logam berat dan senyawasenyawa lainnya tapi dalam konsentrasi yang sangat rendah dan dibawah baku mutu. Dalam contoh air formasi atau air lumpur hasil analisis menunjukkan bahwa kadar atau nilai parameter kimia yang tinggi adalah: BOD (Biochemical Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), H2S, total padatan terlarut, total padatan tersuspensi, khlorida, dan phenol. Semua parameter tersebut merupakan unsur‐unsur yang kadarnya tinggi dalam air laut sehingga apabila air formasi tersebut dibuang ke laut melalui Kali Porong tidak akan berbahaya. Hal ini disebabkan karena selama ini Kali Porong sudah terkena pasang surut air laut sampai lokasi di dekat pembuangan. Hasil analisis ini juga sejalan dengan pernyataan ahli geologi yang menyatakan bahwa air dan lumpur yang keluar di Sidoarjo tidak berhahaya untuk dibuang ke laut karena bahan‐bahan yang keluar berasal dari laut yang sudah lama tertimbun di daerah tersebut (Harian Pikiran Rakyat Tgl. 4 Desember 2006). Berdasarkan hasil pemeriksaan terlihat kadar phenol cukup tinggi pada air formasi yang keluar dari semburan. Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu kadar phenol tersebut makin lama makin berkurang. Adanya pengurangan ini dikarenakan proses degradasi oleh sinar matahari dan bakteri 5
yang ada di alam. Percobaan yang dilakukan di laboratorium juga membuktikan bahwa senyawa phenol mudah terurai sehingga kadarnya mengalami penurunan dari 12 mg/L menjadi 0,88 mg/L setelah dipaparkan di bawah sinar matahari selama 10 hari. Kadar bahan organik yang terdeteksi melalui parameter‐parameter Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) cukup tinggi baik dalam contoh lumpur maupun airnya. Hal ini dapat menyebabkan pengaliran air formasi ke Kali Porong dan Kali Ketapang akan menyebabkan kadar oksigen menjadi turun dan dampak lanjutannya mengakibatkan hewan akuatik akan terganggu bahkan dapat mati apabila kadar oksigen kurang dari 2 mg/L. Derajat keasaman (pH) lumpur maupun air formasi relatif netral (pH 7 ‐ 7,6) sehingga logam‐logam tidak akan mudah terlarutkan. Dengan demikian kehadiran logam berat dalam air formasi dan lumpur tidak menjadi masalah yang serius atau merusak lingkungan. Parameter lain seperti sulfit dalam air tidak terdeteksi, kemungkinan cepat terdegradasi menjadi sulfat yang sifatnya tidak berbahaya bagi lingkungan, pada kadar yang rendah baku mutu sulfat untuk air minum 400 mg/L. 2. Besar Butiran, Kadar, dan Kandungan Air Semburan Lumpur Berdasarkan hasil pengukursan laboratorium terhadap contoh lumpur, maka jenis tanah yang dominan di lokasi Pusat Semburan dan Overflow adalah jenis tanah Silt, kemudian Fine Sand, Coarse Sand, dan terakhir Coarse Aggr, sedangkan di lokasi Kali Porong (Sebelah Timur Tol) jebis tanah yang dominan adalah Fine Sand dengan persentase 45,52 %, kemudian terbanyak kedua adalah jenis Silt dengan persentase 28,39 %. Semburan Lumpur Panas Lumpur Sidoarjo tidak hanya mengandung padatan lumpur, tapi juga mengandung air. Air sangat dibutuhkan guna kelancaran penyaluran lumpur ke Kali Porong. Berdasarkan kebutuhan pengaliran lumpur ke Kali Porong dan untuk kepentingan studi ilmiah, maka dilakukan pengujian kadar air lumpur di beberapa titik sampling di kolam Lumpur meliputi Pusat Semburan (Big Hole), Overflow, dan Kali Porong (Timur Tol Porong). Diketahui bahwa kadar air rata‐rata yang terdapat pada Lumpur Panas Sidoarjo adalah ± 50%. Kadar air lumpur terkecil terdapat pada Kali Porong tepatnya di Timur Tol Porong karena lumpur telah mengering, kadar airnya hanya sebesar 4,47%. Sedangkan kadar air lumpur terbanyak terdapat di Pusat Semburan, yakni sebesar 65,91%. Secara umum kadar air lumpur berkurang menjadi ± 50% setelah berada di Overflow, hal ini kemungkinan terjadi karena perbedaan kedalaman pengambilan sampel lumpur. Pada Overflow pengambilan sampel bisa mencapai kedalaman 3 m dengan dibantu oleh eksavator, sedangkan 6
pengambilan sampel di Pusat Semburan hanya sampai kedalaman 30 cm dengan menggunakan gayung. 3. Kali Porong a. Tata Guna Air Kali Porong dibagian hilir mempunyai lebar 100‐150 meter, di muara mempunyai cabang 2 sungai. Debit rata‐rata adalah 400 m3/det dan pada musim kemarau 5 ‐ 10 m3/det. Kali Porong di hilir, mulai dari jembatan tol Porong ‐ Sidoarjo airnya tidak dimanfaatkan untuk air tambak, kecuali di muara. Tambak yang berlokasi antara Pandan Sari sampai Permisan, sumber airnya berasal dari sungai yang lain, atau dengan kata lain bukan dari Kali Porong. Air Kali Porong juga dimanfaatkan tempat hidup (habitat) ikan‐ikan payau dan tawar. Ikan‐ikan yang diperoleh di Kali Porong adalah jenis sepat, lele dan lain‐lain. Akan tetapi karena Kali Porong dipengaruhi arus pasang surut sampai Bangil Tax, maka ikan yang dominan adalah ikan rawa. Kali Porong juga digunakan sebagai transportasi antar desa‐desa yang terletak disebelah selatan dan utara. Transportasi menggunakan perahu, tarifnya Rp. 1.000,‐ per orang sekali jalan. Kali Porong juga dimanfaatkan sebagai tempat pengambilan pasir, di kali terdapat 40 kelompok penggali pasir dengan tiap kelompok beranggota 6 orang, satu kelompok dapat menggali pasir sebanyak 6 truk per kelompok per minggu dengan harga jual pasir Rp. 120.000/m3 (sumber : KOMPAS 23 Oktober 2006). b. Kualitas Air Kali Porong dari Hulu ke Hilir Berdasarkan data yang diperoleh, beberapa parameter kualitas air dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Kadar Oksigen Fluktuasi kadar oksigen air Kali Porong yang terjadi di lokasi hulu sampai ke hilirnya dapat dilihat pada Gambar B.2. Pada pemantauan periode bulan Juli 2009 – Agustus 2009, rata‐rata kadar oksigen di lokasi hulu yaitu di Kali Porong (Barat Rel KA) sebesar 6,9 mg/L, mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan yakni menjadi 6,4 mg/L di lokasi Spill Way ( di tempat pembungan lumpur), sedangkan di lokasi muara Kali Porong juga mengalami penurunan kadar oksigen menjadi 5,6 mg/L. Penurunan nilai DO tersebut dapat disebabkan karena debit air sungai yang terus menurun, tetapi dapat juga disebabkan karena proses pembuangan air lumpur melalui Kali Porong. 7
Meskipun mengalami penurunan, namun nilai DO tersebut masih sesuai dengan standart baku mutu peruntukan Kali Porong sebagai Kali Golongan III, yakni sebesar > 3 mg/L. Hasil pemantauan kadar oksigen tersebut menunjukkan bahwa keadaan kualitas air Kali Porong dari bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 masih sesuai dengan standart baku mutu yang diperbolehkan berdasarkan Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008. Kali Porong (Barat Rel KA) 9.4
10 9
5.8
5.4
DO
8 7 6 5 4 3 2 1 0
10 Agustus 19 Agustus 2009 2009
22 Juli 2009
tanggal
31 Juli
Gambar 1. Grafik Fluktuasi Kadar DO di Kali Porong (Barat Rel KA)
2) Derajat Keasaman ( pH ) Derajat Keasaman ( pH ) air Kali Porong tidak banyak terjadi perbedaan antara lokasi hulu dengan hilirnya. Pada pemantauan bulan Juli 2009 pH air sungai pada barat Rel KA rata‐rata tidak banyak mengalami perubahan seperti terlihat pada Gambar B.3 pada grfaik tersebut terlihat bahwa pH netral cenderung basa. Pengukuran nilai pH pada daerah Spill Way sebesar 7,74 dan di daerah Muara sebaesar 7,85. Hal ini menunjukan bahwa nilai pH air sungai yang teramati selama pemantauan cukup baik yaitu dalam keadaan netral atau sedikit basa sehingga dapat menghambat pelarutan logam‐logam ke dalam air. Nilai pH tersebut juga masih berada pada ambang batas tertinggi dan terendah bagi kehidupan organisme, yakni sebesar 6 – 9.
8
Fluktuasi Nilai pH pada Kali Porong (Barat Rel KA)
8.6
8.45
8.4
pH
8.2 8 7.8
7.78
7.74
7.6 7.4 7.2 10 Agustus 2009 19 Agustus 2009 Kali Porong (Barat Rel KA)
22 Juli 2009
31 Juli
tanggal
Gambar 2. Grafik Fluktuasi nilai pH di Kali Porong (Barat Rel KA)
3) Kekeruhan Kekeruhan air Kali Porong mengalami perubahan artinya kekeruhan makin meningkat sesudah air lumpur di buang ke Kali Porong seperti terlihat pada Tabel B.5. Dari tabel tesebut terlihat bahwa di daerah hulu (Barat Rel KA) nilai kekeruhan rata‐rata masih cukup rendah yakni sebesar 346 mg/L, nilai tersebut masih sesuai dengan standart baku mutu sesuai Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008, yakni sebesar 400 mg/L. Di daerah Spill Way nilai kekeruhan justru mengalami penurunan yaitu sebesar 285 mg/L, hal ini dikarenakan pengaruh pasang surut maka di lokasi‐lokasi hilir. Berdasarkan hasil pengukuran nilai kekeruhan air Kali Porong mengalami peningkatan sangat tajam terjadi di daerah Muara yakni sebesar 17.880 mg/L, nilai tersebut sangat jauh melebihi standart baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah Jawa Timur. Peningkatan ini disebabkan karena pembuangan air lumpur ke sungai tersebut. 4) Total Dissolved Solid ( TDS ) / Total Padatan Terlarut Total Padatan Terlarut di Kali Porong dari lokasi hulu ke hilirnya mengalami fluktuasi seperti yang terlihat pada Tabel B.6. Dari Tabel tersebut terlihat bahwa nilai Padatan Terlarut yang terdapat di Kali Porong dari hulu hingga hilir masih sesuai dengan standart baku mutu sesuai Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008, yakni sebesar 1000 mg/L. Nilai Padatan Terlarut tertinggi terukur pada daerah Spill Way yakni sebesar 120,5 mg/L, hal ini disebabkan oleh adanya pembuangan lumpur ke Kali Porong. 9
5) Phenol Hasil pemantauan phenol dalam air kali Porong pada periode antara 31 Juli 2009 sampai 10 Agustus 2009 lebih tidak terdeteksi, sedangkan nilai kadar Phenol tertinggi terdeteksi dalam Kali Porong di lokasi M uara Kali P o ro n g sebesar 35,36 mg pada tanggal 22 Juli 2009, seperti terlihat pada Tabel B.7. Hasil pemantauan yang dilakukan Perum Jasa Tirta I sebelum terjadinya semburan lumpur yaitu antara bulan Januari 2005 sampai dengan bulan Juni 2006 kadar phenol di lokasi Jalan Raya Porong bervariasi antara 0,025 ‐ 0,064 mg/L dengan rata‐rata sebesar 0,039 mg/L. Terdapatnya phenol dalam air kali Porong di lokasi Jembatan Porong ini mungkin disebabkan karena adanya limbah industri yang terbuang ke Kali Porong di bagian hulunya yaitu di daerah Mojokerto. Kadar phenol dalam air Kali Porong meskipun berada diatas kriteria yang dipersyaratkan bagi air perikanan, tetapi senyawa ini cepat terurai sehingga kadarnya dalam air sungai tidak stabil dan cepat berkurang. 6) Belerang (H2S) dan Parameter Lainnya Parameter Belerang (H2S) terdeteksi cukup tinggi di Kali Porong baik di daerah hulu (barat Rel KA) maupun daerah muara Kali Porong. Nilai kadar tertinggi terdeteksi pada Kali Porong sebelah barat rel KA, yakni sebesar 0,04 mg/L, nilai tersebut di atas ambang batas standart baku mutu sesuai Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008, yakni sebesar 0,002 mg/L. Parameter lainnya yang juga terdeteksi cukup tinggi adalah Nitrit sebagai N (NO2). Nilai Nitrit tertinggi terdeteksi pada Kali Porong daerah barat rel KA, yakni sebesar 0,12 mg/L, nilai tersebut melebihi standart baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur sebesar 0,06 mg/L. Tingginya senyawa Belerang dan Nitrit disebabkan oleh banyaknya aktifitas biologis manusia yang dilakukan di Kali Porong terutama di bagian Barat Rel KA. Parameter logam berat seperti kadmium, merkuri, timbal, tembaga, besi terdeteksi dalam kadar yang sangat kecil, bahkan kadang‐kadang tidak dapat terdeteksi. Kadar yang terdeteksipun umumnya masih dibawah standart baku mutu sesuai Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008, yaitu untuk perikanan, begitu pula dengan parameter lainnya. Dari hasil pemantauan logam di Kali Porong, sumber logam yang terdeteksi diperkirakan berasal dari hulu dan sebagian disumbangkan oleh air lumpur Sidoarjo. Walaupun disumbangkan oleh air lumpur Sidoarjo kadarnya masih relatif kecil bila dibandingkan dengan kadar timbal, nikel, cadmium yang terdeteksi di laut sebelum ada pembuangan air lumpur Sidoarjo. 10
4. Kualitas Air Badan Air Kali Pamotan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Provinsi Jawa Timur Kali Pamotan termasuk dalam kategori sungai kelas IV yang diperuntukan untuk pengairan sawah. Hasil pengukuran di lapangan adalah sebagai berikut: ¾ DO (Dissolved Oxygen) DO (Dissolved Oxygen) atau Oksigen Terlarut dipakai sebagai indikator tingkat pencemaran air yang berkaitan dengan laju biodegradasi zat pencemar organik, selain itu pula oksigen terlarut juga merupakan parameter penting untuk kehidupan aquatik. Nilai DO pada Kali Pamotan sangat rendah yaitu < 2mg/L karena kebiasaan masyarakat di sekitar kali Pamotan yang membuang kotoran dan limbah domestik di kali tersebut, hal ini mengakibatkan beban organik yang tinggi pada air sungai. Selain kebiasaan membuang limbah organik, rendahnya kadar oksigen terlarut pada Kali Pamotan dapat juga disebabkan karena debit air sungai yang terus menurun. Pada kadar Oksigen yang terlalu rendah (< 2 mg/L) ikan dan beberapa organisme air sungai tidak dapat hidup. Fluktuasi kadar oksigen terlarut pada Kali Pamotan dapat dilihat pada Gambar B.4 di bawah ini. Hasil pemantauan kadar oksigen tersebut menunjukkan bahwa keadaan kualitas air Kali Porong dari bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 masih sesuai dengan standart baku mutu yang diperbolehkan berdasarkan Kriteria Mutu Air Kelas IV Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008. Fluktuasi Kadar DO di Kali Pamotan 3
2.6 2. 5
2.4
DO
2
1.4
1. 5
1 4
0. 5
0
10 Agustus 19 Agustus 22 Juli 2009 2009 2009
31 Juli
tanggal
Gambar 3. Grafik Fluktuasi Nilai Kadar Oksigen Terlarut pada Kali Pamotan
11
¾ pH Derajat Keasaman (pH) air Kali Pamotan relatif netral yakni berkisar antara 7,42 – 7,82 seperti terlihat pada Gambar B.5, pada grafik tersebut terlihat bahwa pH netral cenderung basa. Hal ini menunjukan bahwa nilai pH air sungai yang teramati selama pemantauan cukup baik yaitu dalam keadaan netral atau sedikit basa sehingga dapat menghambat pelarutan logam‐logam ke dalam air. Nilai pH tersebut juga masih berada pada ambang batas tertinggi dan terendah bagi kehidupan organisme, yakni sebesar 6 – 9. Fluktuasi Nilai pH pada Kali Pamotan 7.9
7.82
7.8
pH
7.7 7.6 7.5
7.48 7.42
7.4 7.3 7.2 10 Agustus 2009 19 Agustus 2009
22 Juli 2009
31 Juli
TANGGAL Kali Pamotan
Gambar 4. Grafik Fluktuasi Nilai pH Kali Pamotan
¾ Kekeruhan Kekeruhan air Kali Pamotan relatif masih sesuai dengan standart baku mutu seperti terlihat pada Tabel B.8. Dari tabel tersebut terlihat bahwa nilai kekeruhan rata‐rata masih cukup rendah yakni sebesar 372 mg/L, nilai tersebut masih sesuai dengan standart baku mutu sesuai Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008, yakni sebesar 400 mg/L. ¾ TDS (Total Dissolved Solids) Total Padatan Terlarut di Kali Pamotan relatif rendah seperti yang terlihat pada Tabel B.9 Dari Tabel tersbut terlihat bahwa nilai Padatan Terlarut yang terdapat di Kali Pamotan masih sesuai dengan standart baku mutu sesuai Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008, yakni sebesar 1000 mg/L. 12
¾ Phenol Hasil pemantauan phenol dalam air kali Pamotan pada periode antara 31 Juli 2009 sampai 10 Agustus 2009 tidak terdeteksi adanya senyawa phenol, seperti yang terlihat pada Tabel B.10 di bawah ini. ¾ Belerang (H2S) dan Senyawa Lainnya Parameter Belerang (H2S) terdeteksi cukup tinggi pada Kali Pamotan. Nilai kadar tertinggi terdeteksi pada Kali Pamotan, yakni sebesar 0,02 mg/L, nilai tersebut di atas ambang batas standart baku mutu sesuai Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008, yakni sebesar 0,002 mg/L. Parameter lainnya yang juga terdeteksi cukup tinggi adalah Nitrit sebagai N (NO2). Nilai Nitrit tertinggi terdeteksi pada Kali Psamotan, yakni sebesar 0,16 mg/L, nilai tersebut melebihi standart baku mutu yang telah ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur sebesar 0,06 mg/L. Tingginya senyawa Belerang dan Nitrit disebabkan oleh banyaknya aktifitas biologis manusia yang dilakukan di Kali Pamotan. Parameter logam berat seperti kadmium, merkuri, timbal, tembaga, besi terdeteksi dalam kadar yang sangat kecil, bahkan kadang‐kadang tidak dapat terdeteksi. Kadar yang terdeteksipun umumnya masih dibawah standart baku mutu sesuai Kriteria Mutu Air Kelas III Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008, yaitu untuk perikanan, begitu pula dengan parameter lainnya. 5. Kali Ketapang dan Beberapa Kali yang Berhubungan dengan Kali Ketapang a. Tata Guna Air Kali Ketapang Kali Ketapang dimanfaatkan sebagai air irigasi dibagian hulu, yaitu antara Penatarsewu ke arah hulu (Porong), di bagian hilir airnya dimanfaatkan untuk air tawar tambak, sedangkan air asin berasal dari laut yang masuk ke Kali Ketapang sewaktu pasang surut. Luas tambak tradisional (2004) di Kecamatan Porong 496.315 ha, Tegalsari 446.971 ha, Jabon 3.729.664 ha, luas tambak semi intensif (2004) di Kecamatan Jabon 414.407 ha Kecamatan Tanggul Angin 49.663 ha, Kecamatan Porong tidak tercatat. Jenis ikan adalah udang windu, udang putih, bandeng, nener, tawes dan ikan lainnya. Produktifitasnya adalah di Kecamatan Porong 811,8 ton, Jabon 5314 ton, Tegal Angin 669,1 ton. Air Kali Ketapang di bagian hulu digunakan untuk air irigrasi sedangkan di bagian hilirnya banyak dipakai sebagai air tambak. Dari pengamatan yang dilakukan debit Kali Ketapang relatif kecil apalagi jika 13
dibandingkan Kali Porong. Berdasarkan pengukuran salinitas dan daya hantar listrik pengaruh pasang surut pada Kali Ketapang sampai ke Desa Penatarsewu. Kegiatan sampling tersebut dilakukan menyusuri Kali Ketapang, meliputi wilayah Up Stream (hulu Kali Ketapang yang belum terkontaminasi oleh air lumpur), Middle Stream (badan air yang terkena langsung buangan air lumpur), dan Down Stream (bagian hilir sungai menuju tambak Desa Permisan) pada tanggal 23 Juni 2009. Lokasi Up Stream berada di lokasi Kali Desa Ketapang Keres, lokasi Middle Stream meliputi Kali Ketapang (timur rel KA, saluran overflow), Kali Desa Gempol Sari (lanjutan dari Kali Ketapang), Kali Desa Pologunting 1 (saluran overflow dari tanggul Gempol Sari), Kali Desa Pologunting 2 (lanjutan dari Kali Gempol Sari), Kali Desa Kalidawir (lanjutan dari Kali Kalitengah), Kali Desa Penatar Sewu 1 (hasil pertemuan antara Kali Desa Polo Gunting 2 dan kali Desa Kalidawir), sedangkan lokasi Down Stream meliputi Kali Desa Penatar Sewu 2 (dekat pintu air menuju tambak Sangangewu) dan Kali Tambak Sangangewu. Kali‐kali tersebut berdasarkan klasifikasi mutu air menurut Peraturan Daerah Propinsi Daerah Jawa Timur Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air di Propinsi Jawa Timur termasuk sungai kelas III. Pengertian tentang kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu. Peruntukan sungai Kelas III menurut Perda No. 2 tahun 2008 tersebut adalah untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Pada saat dilakukan sampling, keadaan kali sedang pasang sehingga level muka air naik. Dampak dari naiknya level muka air akibat peristiwa pasang air laut adalah air laut masuk ke arah hulu sungai, sehingga mengakibatkan air lumpur yang dibuang ke kali tertahan dan tidak lancar mengalir langsung ke laut, di samping itu efek dari naiknya level muka air laut adalah air laut masuk ke dalam sungai sehingga meningkatkan kadar salinitas di sungai tersebut. b. Kualitas Air Kali Ketapang Dari Hulu Ke Hilir Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air tersebut dapat dibuat pembahasannya sebagai berikut: 1)
Kadar Oksigen
Pola fluktuasi kadar oksigen air Kali Ketapang dari lokasi hulu sampai ke hilirnya berbeda dengan yang terjadi pada Kali Porong. Fluktuasi yang terjadi tidak banyak disebabkan karena proses pembuangan lumpur, tetapi dipengaruhi oleh keadaan setempat, misalnya proses fotosintesa yang terjadi disiang hari. 14
2)
Derajat Keasaman ( pH )
Derajat Keasaman ( pH ) air Kali Ketapang tidak banyak terjadi perbedaan antara lokasi hulu dengan hilirnya. Pada pemantauan periode bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Juli 2009. pH rata‐rata air sungai tidak banyak mengalami perubahan. Nilai pH air sungai yang teramati ini cukup baik yaitu dalam keadaan netral atau sedikit basa sehingga dapat menghambat pelarutan logam‐logam ke dalam air. Nilai pH tersebut juga masih berada pada ambang batas tertinggi dan terendah bagi kehidupan organisme. 3)
Daya hantar Listrik ( DHL )
Daya hantar listrik di Kali Ketapang dari lokasi hulu ke hilirnya mengalami peningkatan. Peningkatan DHL ini terjadi karena terjadinya intrusi air asin. Peningkatan nilai DHL air sungai Ketapang ini tidak banyak berbeda dari bulan Juni 2009 sampai Juli 2009. Naiknya nilai DHL air sungai ini tidak menjadi permasalahan ekologis karena terjadinya arus pasang surut sehingga organisme di sungai sudah terpilih atau sudah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi setiap hari. Daya hantar listrik tidak di persyaratkan untuk air perikanan. 4)
Total Dissolved Solid ( TDS ) / Total Padatan Terlarut
Berdasarkan Tabel hasil uji laboratorium dilihat bahwa kadar TDS (Total Dissolved Solid / Total Padatan Terlarut) yang ada pada beberapa Kali sudah melebihi ambang batas baku mutu yang diperuntukan bagi peruntukan sungai kelas III, dimana kadar TDS yang tercatat adalah Over Limit (OL) yang artinya nilai tersebut sudah melebihi kapasitas alat dalam melakukan pembacaan. Nilai TDS yang Over Limit (OL) adalah di Kali daerah Desa Gempol Sari, Pologunting, Penatarsewu, dan Tambak Sangewu, dimana Kali pada daerah‐daerah tersebut dialiri oleh aliran air lumpur overflow dari Pond Gempolsari (P76 dan P77). Di Kali Desa Ketapang yang dijadikan sebagai daerah Up Stream memiliki nilai TDS yang masih dibawah ambang batas baku mutu menurut Perda No 2 tahun 2008, demikian halnya dengan Kali Desa Ketapang (saluran overflow), hal ini dikarenakan pada saat sampling pipa overflow tidak dibuka. Pengukuran yang dilakukan pada Kali Desa Kalidawir bertujuan sebagai pembanding kualitas Air Badan Air yang tidak dipengaruhi oleh aliran air lumpur yang dialirkan ke Badan Air, karena Kali Desa Kalidawir merupakan aliran lanjutan dari Kali Desa Kalitengah yang ujungnya bertemu dengan Kali Desa Pologunting pada daerah Penatarsewu. 15
5)
Phenol
Kadar phenol dalam air Kali Ketapang tidak terdeteksi adanya senyawa Phenol dalam Kali Ketapang dan beberapa Kali yang berhubungan Langsung dengan Kali Ketapang. Pengukuran yang dilakukan pada bulan Juni 2009 dengan jumlah contoh sebanyak 10 buah, senyawa Phenol tidak terdeteksi. Hasil uji laboratorium menunjukan bahwa kandungan senywa Phenol berada di bawah batas limit deteksi. Sehingga diharapkan tidak memberikan berpengaruh terhadap lingkungan. 6)
Logam Berat
Pada bulan Juni 2009, pengukuran logam dilakukan di Kali Ketapang dan beberapa Kali yang berhubungan langsung dengan Kali Ketapang. Berdasarkan hasil uji laboratorium, diketahui bahwa di Kali Ketapang dan beberapa Kali yang berhubungan langsung dengan Kali Ketapang tidak terdeteksi adanya logam berat seperti Cadmium (Cd), Krom heksavalen (Cr6+), Timbal (Pb), Tembaga (Cu), dan Besi (Fe). Jenis logam yang terdeteksi adalah Seng (Zn) dengan kadar yang cukup bervariasi. Kadar Seng (Zn) tertinggi terdeteksi di Kali Pologunting 1 (overflow P.76 dan P.77), yakni sebesar 0,1830 mg/L, nilai tersebut melebihi standart baku mutu yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar 0,05 mg/L. Kadar seng (Zn) terendah terdeteksi di tambak Desa Sangewu yaitu sebesar 0,0115 mg/L. Tingginya kadar Seng di Kali Pologunting 1 (overflow P.76 dan P.77) disebabkan karena debit air di kali tersebut sangat kecil dan hanya berfungsi sebagai saluran overflow dari tanggul titik P.76 dan P.77. 6. Kualitas Air Sumur Penduduk (Air Bersih). Pengukuran kualitas air sumur dilakukan mulai bulan Juli 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009 di 7 lokasi pemantauan meliputi Desa Reno Kenongo, Pejarakan, Glagah Arum, Mindi, Beringin Pamotan, Siring Barat, dan Ketapang Keres. Pengambilan contoh air sumur dilaksanakan secara acak di 7 desa di sekitar genangan lumpur. Sebagian besar air sumur yang diambil contohnya adalah air sumur di rumah penduduk. Pengukuran parameter kualitas air dilakukan di lapangan dan di laboratorium. Untuk pemeriksaan lapangan diukur parameter‐parameter suhu dan derajat keasaman (pH). Pemeriksaan di laboratorium meliputi pemeriksaan kekeruhan, TDS, warna, kation, anion, zat organik, serta logam berat. Hasil pengukuran terhadap beberapa parameter yang penting dapat diuraikan sebagai berikut: 16
1)
Total Dissolved Solid (TDS) / Total Padatan Terlarut
Berdasarkan data pengamatan dan pengukuran lapangan ternyata air sumur‐sumur yang dipantau pada umumnya kualitas airnya kurang baik. Hal ini terlihat dari nilai Total Padatan Terlarut air sumur yang cukup tinggi. Oleh karena Total Dissolved Solid (TDS) nya atau kadar garam terlarutnya tinggi maka nilai Daya Hantar Listriknya juga tinggi. Tingginya kadar garam dalam air sumur ini kemungkinan disebabkan karena pengaruh air lumpur yang memang mengandung kadar garam yang tinggi, tetapi kemungkinan juga disebabkan karena kondisi geologi setempat. Berdasarkan lokasi pengambilan contoh terlihat contoh‐contoh yang diambil di lokasi‐ lokasi sebelah barat daya genangan seperti di desa Mindi mempunyai nilai Total Padatan Terlarut yang relatif kecil. Sebaliknya contoh‐contoh yang diambil di sebelah barat genangan seperti Beringin Pamotan dan Siring Barat mempunyai nilai Total Padatan Terlarut yang relatif besar. Begitu juga dengan pengambilan sample di sebelah Timur dan Timur Laut Genangan seperti daerah Glagah Arum, Reno Kenongo, dan Ketapang Keres. Berdasarkan pengukuran Total Padatan Terlarut kemungkinan kadar garam dalam air sumur lebih dipengaruhi oleh kondisi geologi dibandingkan pengaruh genangan lumpur. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya nilai Total Padatan Terlarut air sumur‐sumur di sebelah barat daya (Desa Pejarakan dan Mindi) yang relatif dekat dengan genangan. Nilai Total Padatan Terlarut air sumur rata‐rata di di Desa Mindi dan Pejarakan masing‐masing sebesar 612 mg/L dan jarak rata‐rata dari genangan masing‐masing adalah ±15 meter. Sebaliknya nilai total Padatan Terlarut air sumur‐sumur di sebelah barat genangan seperti Beringin Pamotan dan Siring Barat serta sebelah Timur dan Timur Laut genangan seperti daerah Glagah Arum, Reno Kenongo, dan Ketapang Keres yang relatif jauh dari genangan mempunyai nilai Total padatan Terlarut rata‐rata masing‐ masing > 1000 mg/L, yang artinya melebihi standart baku mutu air bersih yang telah ditetapkan pemerintah yaitu PERMENKES RI No. 416 Tahun 1990 dan jarak rata‐rata dari genangan adalah 100 meter. 2)
Derajat Keasaman (pH)
Derajad keasaman atau pH air sumur relatif normal yaitu sekitar 7, sehingga nilai pH tersebut masih masih berada pada ambang batas tertinggi dan terendah bagi air minum, namun di daerah Glagah Arum derajat keasaman relatif rendah yakni 6 – 6,5. Nilai pH yang terlalu rendah pada suatu air dapat melarutkan logam‐logam berat karena logam berat akan mudah larut pada pH yang rendah. 17
3)
Kekeruhan
Kekeruhan air sumur yang teramati sangat bervariasi umumnya antara 7 ‐ 442 NTU jadi umumnya kurang cocok untuk digunakan sebagai air minum langsung. Kekeruhan air minum langsung dipersyaratkan 5 NTU berdasarkan PERMENKES RI No. 416 Tahun 1990. Kekeruhan air sumur di suatu daerah antara lain dipengaruhi oleh kondisi tanahnya. Kalau kondisi tanahnya mengandung unsur yang sifatnya koloid maka air sumur cenderung bersifat keruh. Kekeruhan air sumur kemungkinan bukan disebabkan karena pengaruh air lumpur yang terbuang karena garam‐garam yang terkandung dalam air lumpur sifatnya terlarut bukan koloid. 4)
Bau
Berdasarkan pemeriksaan pada saat pengambilan contoh ternyata sebagian besar contoh air sumur tidak tercium bau. Beberapa contoh air sumur yang diambil memang ada yang tercium baunya, namun tidak begitu menyengat. Adanya bau dalam air sumur kemungkinan karena kondisi tanah atau air saluran air limbah domestik di daerah tersebut yang mungkin mengandung zat‐zat organik tertentu . Kemungkinan lain karena dipengaruhi air lumpur yang mengandung H2S dan phenol dan air lumpur meresap melalui air tanah. 5)
Logam Berat
Hasil pengukuran logan berat di laboratorium menunjukkan bahwa air sumur penduduk yang diambil di 7 desa Mindi, Pejarakan, Glagah Arum, Reno Kenongo, Beringin Pamotan, Siring Barat, Dan Ketaoang Keres ternyata tidak mengandung logam‐logam berat yang berbahaya, kecuali mangan. Logam‐ logam seperti timbal, kadmium, kromium, tembaga dan seng umumnya tidak terdeteksi. Logam berat mangan dari contoh air sumur tujuh desa tersebut terdeteksi seluruhnya, dan rata‐rata kadarnya melebihi baku mutu air bersih (0,5 mg/L). Kadar mangan pada sumur yang melebihi baku mutu berfkisar antara 0,0 ‐ 4,6 mg/L. Selain kadar mangan terdeteksi juga besi , akan tetapi kadarnya masih dibawah baku mutu air bersih yaitu 1 mg/L. Tingginya kadar mangan dan besi di daerah tersebut disebabkan oleh karena permukiman di daerah tersebut merupkan bekas persawahan. Dampak dari logam mangan terhadap kesehatan adalah menganggu fisiologis hati. Disamping gangguan terhadap hati kehadiran mangan dan besi mengakibatkan pakaian menjadi kuning. 7. Kualitas Saluran Tambak dan Air Tambak. Berdasarkan hasil analisa laboratorium Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BTKL PPM) Surabaya,
18
menunjukan bahwa terdapat beberapa parameter yang nilainya di atas standart baku mutu menurut Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008 kelas III. Beberapa parameter tersebut adalah Parameter Residu Terlarut dan BOD (Biologichemical Oxygen Demand), sedangkan parameter‐parameter lainnya masih sesuai dengan standart baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur. Tingginya nilai residu terlarut dan BOD menyebabkan turunnya nilai DO (Dissolved Oxygen / Oksigen Terlarut) pada badan air. Nilai DO sangat berpengaruh bagi kehidupan biota air yang terdapat dalam badan air tersebut. Nilai kisaran DO yang diperbolehkan adalah 3,0 – 7,5 ppm (Departemen Kelautan dan Perikanan). Apabila nilai DO pada suatu badan air berada di atas atau di bawah kisaran nilai yang diperbolehkan tersebut, maka dapat mengakibatkan biota air mabuk/collaps. Hal ini nampaknya terjadi pada tambak pembudidayaan Udang dan Bandeng yang ada di Desa Permisan, dimana air tambak Desa Permisan tersebut bersumber dari badan air Kali Ketapang dan beberapa badan air Kali yang berhubungan dengan Kali Ketapang. Ikan Bandeng dan Udang yang terdapat pada tambak tersebut mengalami collaps. Hal ini diduga akibat adanya pengaruh buangan Lumpur yang dibuang ke badan air Kali Ketapang, namun terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa tingginya kadar residu terlarut dan BOD tersebut akibat adanya buangan lumpur ke badan air Kali Ketapang, hal ini dikarenakan banyak faktor yang dapat mengakibatkan tingginya nilai residu terlarut dan BOD, seperti aktifitas biologis manusia (buang air besar), membuang sampah di badan air, mencuci di badan air, dan saluran‐saluran pembuangan air dari rumah penduduk dan pabrik, serta kegiatan lainnya.
D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Hasil pemantauan kadar oksigen dalam air K. Porong dari bulan Juli 2009 sampai bulan Agustus 2009 menunjukkan kadar oksigen air relatif masih sesuai dengan standart baku mutu menurut Perda Prov. Jatim No. 02 Th. 2008 kelas III. 2. Derajat Keasaman ( pH ) air K.Porong, Kali Ketapang, dan Kali Pamotan tidak banyak terjadi perbedaan antara lokasi hulu dengan hilirnya. Nilai pH air sungai‐sungai yang teramati ini cukup baik yaitu dalam keadaan netral atau sedikit basa. 3. Kadar logam berat dalam air K.Porong, Kali Ketapang, dan Kali Pamotan sangat kecil, bahkan kadang‐kadang tidak dapat terdeteksi. 4. Air sumur‐sumur yang dipantau pada umumnya kualitas airnya kurang baik karena nilai Total Dissolved Solid (TDS) air sumur yang cukup tinggi. Tingginya TDS air sumur ini mungkin disebabkan karena rembesan air 19
lumpur, tetapi kemungkinan juga disebabkan karena kondisi geologi setempat. 5. Derajad keasaman atau pH air sumur di semua lokasi yang diukur masih dalam keadaan normal dan masih berada pada batas yang dipersyaratkan. 6. Kekeruhan air sumur yang teramati sangat bervariasi umumnya kurang cocok untuk digunakan sebagai air minum langsung. Pada saat pengambilan contoh air, sebagian besar contoh yang diambil tidak tercium bau. 7. Kandungan logam berat yang berbahaya seperti timbal, kadmium, kromium, tembaga, dan seng dalam air sumur tidak terdeteksi. 8. Kualitas air tambak pada umumnya masih bagus dengan kadar oksigen yang bervariasi dan pH yang netral sampai basa karena proses fotosintesa. 9. Zat‐zat yang banyak terdapat dalam air lumpur dan lumpurnya adalah garam‐garam seperti yang terdapat dalam air laut. Oleh karena itu pembuangan air lumpur dan lumpurnya ke laut tidak banyak menimbulkan permasalahan yang serius. 10. Oleh karena debit air Kali Ketapang yang relatif kecil dibandingkan dengan K.Porong dan juga pemanfaatannya banyak digunakan sebagai air tambak maka pembuangan lumpur ke laut sebaiknya melalui Kali Porong atau melalui kanal terbuka.
20