LAPORAN PENELITIAN MANDIRI
PENGARUH TULANGAN MEMANJANG TERHADAP PENURUNAN KEKUATAN TEKAN BETON PASCA PEMBAKARAN
Nama Peneliti : Anak Agung Gede Sutapa, ST., MT. Anak Agung Diah Parami Dewi, ST., MT., Ph.D.
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana 2016
ABSTRAK
Penurunan kuat tekan beton pasca bakar dapat disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta-semen. Pasta cenderung menyusut, sedangkan agregat cenderung mengembang. Perbedaan ini menyebabkan rusaknya lekatan (agregat interlocking) antara agregat dan pasta-semen yang akhirnya menyebabkan penurunan kekuatan tekan beton. Pada kenyataannya struktur beton bertulang terdiri atas bagian beton dan baja tulangan. Adanya perbedaan angka muai material pembentuk beton tentu keberadaan tulangan akan berpengaruh terhadap tingkat penurunan kuat tekan beton bertulang pasca pembakaran. Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa silinder beton dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Perlakuan benda uji dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu : benda uji tanpa tulangan, benda uji dengan tulangan tipe I menggunakan tulangan longitudinal 4 Ø 6 mm,, dan benda uji dengan tulangan tipe II menggunakan tulangan longitudinal 6 Ø 6 mm. Komposisi campuran beton dalam satuan berat menggunakan perbandingan 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah dengan faktor air semen 0,5. Pada pembuatan benda uji dilakukan 6 kali ulangan dimana pada setiap ulangan dicetak 6 buah benda uji. Sehingga jumlah total benda uji sebanyak 36 buah. Masing-masing perlakuan akan mengalami pembakaran dan tanpa pembakaran. Pembakaran benda uji dilakukan setelah umur beton 28 hari dengan menggunakan tungku pembakaran keramik. Pembakaran dimulai pada temperatur tungku 32 ºC sampai mencapai temperatur maksimum ± 800 ºC yang dicapai pada menit ke 150. Temperatur tersebut kemudian dipertahankan selama 20 menit, sehingga proses pembakaran berlangsung selama 170 menit. Pengujian kuat tekan dilakukan setelah beton didiamkan selama 24 jam pasca pembakaran. Pengujian kuat tekan menggunakan mesin desak, merk Controls buatan Milano-Italy kapasitas 2000 KN. Hasil penelitian pada beton tanpa pembakaran menunjukkan kekuatan tekan rata-rata silinder beton tanpa tulangan sebesar 547,5 KN, silinder beton dengan tulangan tipe I diperoleh kuat tekan rata-rata sebesar 532,5 KN dan silinder beton dengan tulangan tipe II sebesar 550 KN. Namun setelah dilakukan pembakaran, kuat tekan silinder beton tanpa tulangan turun menjadi 336 KN atau terjadi penurunan sebesar 38,630%, kuat tekan silinder beton dengan tulangan tipe I turun menjadi 256,5 KN atau terjadi penurunan sebesar 51,894%, dan kuat tekan silinder beton dengan tulangan tipe II turun menjadi 262 KN atau terjadi penurunan sebesar 52,364%. Meningkatnya jumlah tulangan dalam silinder beton berdampak pada meningkatnya tingkat penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran. Penurunan kuat tekan beton ini diakibatkan oleh terganggunya lekatan antara beton dan baja tulangan sehingga baja tulangan tidak dapat bekerja secara maksimal. Kata kunci : kuat tekan, tulangan longitudinal, pasca pembakaran.
i
UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nyalah penelitian dengan judul ” Pengaruh Tulangan Memanjang Terhadap Tingkat Penurunan Kekuatan Tekan Beton Pasca Pembakaran” dapat diselesaikan dengan baik. Tim peneliti mengucapkan terima kasih kepada Bapak Rektor Universitas Udayana, Bapak Dekan Fakultas Teknik Universitas Udayana dan Bapak Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, yang telah memfasilitasi penelitian ini. Penelitian
ini masih jauh dari sempurna dan oleh karena itu
diharapkan masukan-masukan dari semua pihak untuk pengembangan dan penyempurnaan penelitian ini. Segala saran dan kritik yang bermanfaat sangat diharapkan untuk kesempurnaan penelitian ini.
Denpasar,
Juni 2016 Tim Peneliti
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ABSTRAK ……………………………….………..………….…………… UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………….. DAFTAR ISI ……………………………….………..………….………… DAFTAR GAMBAR …………………………………………...………… DAFTAR TABEL ………………………………………………………… DAFTAR NOTASI………………………………………………………… BAB I
i ii iii v vi vii
PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ……………………...………………………. 1.2 Rumusan Masalah …………………..……………………… 1.3 Tujuan Penelitian …………………..………………………. 1.4 Manfaat Penelitian …..………….…..……………………… 1.5 Batasan Masalah ………………..…………………………..
1 2 2 3 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Beton Bertulang…………………………………………….. 2.2 Pengaruh Suhu pada Beton Bertulang……………………… 2.3 Sifat-sifat Beton pada Suhu Tinggi ........................ ............... 2.4 Jenis Kerusakan Beton Akibat Kebakaran ...........................
4 4 5 6
BAB III METODW PENELITIAN 3.1 Benda Uji ……….………………………………………….. 9 3.2 Bahan-Bahan Untuk Penelitian…………………………….. 11 3.3 Alat-Alat Penelitian ………………………………………... 12 3.4 Langkah-Langkah Penelitian……………………………….. 12 3.4.1 Pemeriksaan Material………………………………. 13 3.4.2 Pembuatan Benda Uji………………………………. 15 3.4.3 Pengukuran Nilai Slump……………………………. 15 3.4.4 Pencetakan Benda Uji.……………………………… 16 3.4.5 Pembukaan Benda Uji dari Cetakan………………... 16 3.4.6 Perawatan Benda Uji.………………………………... 16 3.4.7 Pembakaran Benda Uji………………………………. 16 3.4.8 Pengukuran Berat Satuan……………………………. 17 3.4.9 Pemeriksaan Fisik Beton Pasca Pembakaran………... 17 3.4.9.1 Retak-Retak………………………………. 18 3.4.9.2 Pengelupasan……………………………… 18 3.4.9.3 Perubahan Warna ……………………….... 18 3.4.10 Pengujian Penetrasi Panas………………………….... 18 3.4.11 Pengujian Kuat Tekan Beton………………………… 19 3.4.12 Pengambilan Baja Tulangan dalam Beton…………... 19 3.4.13 Sampel Uji Tarik Baja tulangan……………………… 19 3.4.14 Pengujian Kuat Tarik Baja………………………….... 19
iii
3.5
Kerangka Penelitian………………………………………….. 20
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeriksaan Material Pembentuk Beton…………………… 4.1.1 Pemeriksaan Agregat Halus...………………………. 4.1.2 Pemeriksaan Agregat Kasar.………………………… 4.1.3 Pemeriksaan Semen…………………………………. 4.2 Proporsi Campuran Beton.………………………………….. 4.3 Pembakaran Beton…..………………………………………. 4.4 Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Beton Pasca Pembakaran.…… 4.4.1 Hasil Pemeriksaan Berat Satuan.……………………. 4.4.2 Hasil Pengamatan Perubahan Warna………………… 4.4.3 Hasil Pemeriksaan Lebar Retak..……………………. 4.4.4 Hasil Pengamatan Pengelupasan.……………………. 4.4.5 Hasil Pemeriksaan Penetrasi Panas.…………………. 4.5 Pengujian Baja Tulangan.……………………………………. 4.5.1 Hasil Pengujian Tarik baja…….……………………... 4.6 Pengujian Beton.……………………………………………... 4.6.1 Pengujian Kuat Tekan Beton tanpa Tulangan……….. 4.6.2 Pengujian Kuat Tekan Beton dengan Tulangan……...
23 23 24 25 25 25 27 28 29 31 33 35 36 36 40 40 42
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan………..………………………………………….. 43 5.2 Saran …..………..………………………………………….. 44 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 45 LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 3.5 Gambar 3.6 Gambar 3.7 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6 Gambar 4.7 Gambar 4.8 Gambar 4.9 Gambar 4.10 Gambar 4.11 Gambar 4.12 Gambar 4.13 Gambar 4.14 Gambar 4.14 Gambar 4.15 Gambar 4.16 Gambar 4.17 Gambar 4.18 Gambar 4.19 Gambar 4.20 Gambar 4.21 Gambar 4.22 Gambar 4.23 Gambar 4.24
Pengujian Kuat Tekan Beton…………………………………. Perubahan Warna Berdasarkan Temperatur Pembakaran….… Rencana Benda Uji ….………………………………………. Potongan Melintang Benda Uji Silinder……………………… Gradasi Agregat Halus Zone II………………………………. Gradasi Agregat Kasar Diameter Maksimum 20 mm ………. Pengujian Nilai Slump…………………….………………….. Rencana Pembakaran Benda Uji ……………………………. Diagram Alir Penelitian………………………………………. Grafik Gradasi Pasir Zona 2…….……………………………. Grafik Gradasi Batu Pecah Ukuran Maksimum 20 mm………. Tata letak benda uji ……….…….……………………………. Tungku pembakaran.……….…….……………………………. Digital Pyrometer .………….……………………………… Hubungan Antara Waktu dan Temperatur Tungku…………… Berat Satuan Rata-rata…….…….……………………………. Persentase Perubahan Warna.…….…………………………… Perubahan Warna Beton………….…………………………… Pengukuran Lebar Retak….…….……………………………... Retak Pasca Pembakaran.….…….……………………………. Persentase Lebar Retak pada Silinder Pasca Pembakaran……. Persentase Spalling pada Beton Pasca Pembakaran………….. Kedalaman Penetrasi Panas pada Beton Pasca Pembakaran.…. Pengambilan Baja Tulangan pada Silinder Pasca Bakar..……. Mesin Uji Tarik……………………….………………………. Control Mesin Uji Tarik dengan Komputer …………………. Grafik Tegangan Regangan Baja pada Silinder Tanpa Pembakaran……………………………………………. Grafik Tegangan Regangan Tulangan Tipe I pada Silinder dengan Pembakaran…………………………………………… Grafik Tegangan Regangan Tulangan Tipe II pada Silinder dengan Pembakaran…………………………………………… Grafik Tegangan Leleh Baja.…….……………………………. Grafik Kuat Tekan Silinder Tanpa Tulangan.…………………. Grafik Kuat Tekan Silinder dengan Tulangan Tipe I dan Tulangan Tipe II……………………….………………………. Mekanisme Keruntuhan Silinder….…………………….…..…. Perilaku Tulangan pada Silinder Beton setelah Uji Desak.…….
9 8 10 11 13 14 15 17 22 23 24 25 26 26 27 28 30 31 31 31 33 35 50 36 36 37 38 38 39 40 41 43 44 44
v
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Rencana Jumlah Benda Uji .……………………………………. Tabel 4.1 Kenaikan Temperatur Tungku pada Pembakaran Beton ………. Tabel 4.2 Berat Satuan Rata-rata Silinder Beton dan Persentase Penurunan.. .……………………………………. Tabel 4.3 Perubahan Warna Beton……..…………………………………. Tabel 4.4 Pemeriksaan Lebar Retak………………………………………. Tabel 4.5 Pengamatan Spalling.. …….……………………………………. Tabel 4.6 Pemeriksaan Penetrasi Panas...…………………………………. Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tarik Baja..……………………………………. Tabel 4.9 Tegangan Leleh Baja Tulangan pada Silinder Beton..…………. Tabel 4.10 Kuat Tekan Silinder Beton Tanpa Tulangan……………………. Tabel 4.11 Hasil Pengujian Kuat Tekan Silinder dengan Tulangan...……….
9 26 28 29 32 34 35 37 39 41 42
vi
DAFTAR NOTASI
fc
= Kuat tekan beton yang diperoleh dari benda uji (MPa)
P
= Beban maksimum yang diberikan (N)
A
= Luas tekan bidang benda uji (mm2)
fcr
= Kuat tekan rata-rata (MPa)
ø
= Diameter Tulangan (mm)
fy
= tegangan leleh baja (N/mm2)
D
= Diameter silinder (cm)
STD 1 = Benda uji tanpa tulangan tanpa pembakaran STD 2 = Benda uji tanpa tulangan dengan pembakaran TUL 1 = Benda uji dengan tulangan tipe I TUL 2 = Benda uji dengan tulangan tipe II
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Beton merupakan salah satu bahan bangunan yang paling banyak
digunakan dalam struktur bangunan. Disamping memiliki kuat tekan yang besar beton juga memiliki daya tahan terhadap api, hal ini disebabkan karena beton adalah penghantar panas yang rendah. Sehingga pengetahuan tentang sifat–sifat beton sangat penting untuk merencanakan suatu struktur bangunan. Kuat tekan beton tanpa tulangan sangat dipengaruhi oleh temperatur, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran. Beton mengalami pemanasan yang sangat tinggi, hal ini akan membawa dampak yang sangat serius terhadap kondisi beton. Berdasarkan hasil penelitian Saba (2007), beton setelah dibakar pada temperatur 400oC–800oC penetrasi panas pada temperatur tersebut 6–8 mm dari kulit terluar beton. Ini berarti sebagian besar inti beton tidak menerima panas yang berarti, namun pada kenyataannya kuat tekan beton berkurang sampai 68,119%. Tingkat penurunan seperti itu merupakan hal yang sangat merugikan dan membahayakan jika terjadi pada struktur beton. Penurunan kuat tekan beton dapat disebabkan oleh adanya perbedaan angka muai antara agregat dan pasta-semen. Perbedaan ini menyebabkan kerusakan pada bidang perlekatan, sehingga lekatan antara batuan menjadi berkurang. Pada temperatur kamar, angka muai batuan pada umumnya lebih rendah dari pada pasta-semen. Sampai pada temperatur 200oC pasta-semen menyusut sedangkan batuan mengembang. Akhirnya perbedaan ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan kuat tekan beton pasca bakar. Pada kenyataannya struktur beton bertulang terdiri atas bagian beton dan baja tulangan. Dengan adanya tulangan diharapkan dapat mengurangi tingkat penurunan kuat tekan beton pasca bakar, sehingga penurunan kuat tekan beton bertulang pasca kebakaran tidak sebesar penurunan kuat tekan beton tanpa tulangan.
1
Berdasarkan uraian di atas maka akan dilakukan suatu penelitian yang akan meneliti tentang peranan tulangan longitudinal terhadap tingkat penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah: 1. Berapakah perbedaan tingkat penurunan kuat tekan beton tanpa tulangan dengan kuat tekan beton bertulang setelah dibakar dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 150 menit dan dipertahankan pada temperatur tersebut selama 20 menit. 2. Bagaimana perubahan fisik beton pasca pembakaran, ditinjau terhadap retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan kedalaman penetrasi panas.
1.3
Tujuan Penelitian Dari permasalahan yang ada, maka yang menjadi tujuan penelitian ini
antara lain : 1. Untuk mengetahui peranan tulangan longitudinal terhadap tingkat penurunan kuat tekan silinder beton yang mengalami pembakaran dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 150 dan dipertahankan selama 20 menit. 2. Untuk mengetahui perubahan fisik yang terjadi pada beton pasca pembakaran, antara lain retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan seberapa dalam penetrasi panas yang dialami oleh beton.
2
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk :
1. Memberikan
informasi
kepada
pembaca
tentang
pengaruh
tulangan
longitudinal terhadap tingkat penurunan kuat tekan silinder beton yang mengalami pembakaran dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 150 dan dipertahankan selama 20 menit. 2. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai perubahan fisik yang terjadi pada beton pasca pembakaran, antara lain retak (crack), pengelupasan (spalling), perubahan warna (colour changing) dan seberapa dalam penetrasi panas yang dialami oleh beton.
1.5
Batasan Masalah Untuk mencapai tujuan dari penelitian ini maka dilakukan pembatasan
sebagai berikut ini : 1. Temperatur di dalam tungku pembakaran dianggap merata atau sama. 2. Penelitian ini tidak meneliti reaksi kimia yang terjadi.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Beton Bertulang Beton bertulang merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan yaitu
beton polos yang memiliki kekuatan yang tinggi akan tetapi kekuatan tariknya rendah, dan batangan-batangan baja yang ditanamkan di dalam beton dapat memberikan kekuatan tarik yang diperlukan. Baja dan beton dapat bekerjasama atas dasar beberapa alasan (Chu-Kia Wang, 1993) : 1. Lekatan (bond atau interaksi antara baja tulangan dengan beton keras sekelilingnya) yang mencegah slip dari baja relatif terhadap beton. 2. Campuran beton yang memadai memberikan sifat anti resap yang cukup dari beton untuk mencegah karat baja. 3. Angka kecepatan muai hampir sama yakni dari 0,0000055 sampai dengan 0,0000075 untuk beton dan 0,0000065 untuk baja tulangan per derajat Fahrenheit (ºF), atau dari 0,000010 sampai dengan 0,000013 untuk beton dan 0,000012 untuk baja per derajat Celcius (ºC).
2.2
Pengaruh Suhu pada Beton Bertulang Kerusakan beton bertulang dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah
satunya karena pengaruh temperatur yang tinggi. Penelitian tingkat kerusakan pada beton bertulang akibat kebakaran dapat dibagi atas beberapa langkah pokok yaitu pengukuran kualitatif dan kuantitatif, serta penentuan kerusakan struktur akibat api. Sebagai indikasi awal, warna beton yang berubah akibat pemanasan dapat dipakai sebagai petunjuk temperatur maksimum yang terjadi dan lama api equivalen. Untuk baja tulangan, umumnya kekuatannya akan pulih kembali setelah dingin jika mengalami kenaikan suhu tidak melebihi 600o C. Diatas itu, dipastikan akan terjadi penurunan permanen dari kuat leleh baja, sehingga
4
pengukuran suhu yang dicapai elemen struktur beton bertulang saat terjadi kebakaran menjadi suatu hal yang sangat penting.
Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar dari betonnya sendiri. Tetapi, pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Pada temperatur lebih tinggi dapat menyebabkan terjadinya retak dan pecah-pecah di sekeliling tulangan. Kadang-kadang, gejala demikian dapat diikuti tertekuknya batang baja tulangan (Purba, 2000).
2.3
Sifat-sifat Beton pada Suhu Tinggi Pengaruh pemanasan sampai pada temperatur ±200ºC sebenarnya
menguntungkan terhadap beton, karena akan menyebabkan penguapan air (dehidrasi) dan penetrasi ke dalam rongga-rongga beton lebih dalam, sehingga memperbaiki sifat lekatan antar partikel-partikel C-S-H. Penelitian Wijaya (dalam Priyosulistyo, 2000) menunjukkan bahwa kuat tekan beton benda uji silinder yang dipanaskan dalam tungku pada temperatur 200ºC meningkat sekitar 10-15% dibandingkan dengan beton normal yang tanpa dipanaskan. Warna beton yang dipanaskan pada temperatur ini umumnya berwarna hitam gelap, selanjutnya jika panas dinaikkan lagi, kekuatan beton cenderung menurun. Pada suhu antara 400ºC-600ºC, penurunan kuat tekan hingga mencapai 50% dari kuat tekan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan karena adanya proses dekomposisi unsur C-S-H yang terurai menjadi kapur bebas CaO serta SiO2 yang tidak memiliki kekuatan sama sekali. Karena unsur C-S-H merupakan unsur utama yang menopang kekuatan beton, maka pengurangan C-S-H yang jumlahnya cukup banyak akan sangat mengurangi kekuatan beton. Jika suhu dinaikkan sampai mencapai 1000ºC terjadilah proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCO3) yang berwarna keputih-putihan sehingga mengubah warna permukaan beton menjadi lebih terang. Disamping itu pada temperatur ini terjadi penurunan lekatan antara batuan dan pasta semen, yang ditandai oleh retak-retak dan kerapuhan beton.
5
2.4
Jenis Kerusakan Beton Akibat Kebakaran Jenis kerusakan yang terjadi pada beton perlu diketahui untuk menentukan
metode perbaikan apa yang paling sesuai, disamping memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dalam perbaikannya. 1. Retak-retak (cracking) Menurut Smith (dalam Prasetya, 2005) suhu yang tinggi dapat menyebabkan dehidrasi pada beton. Dehidrasi mulai muncul pada suhu 400oC dan terjadi dehidrasi sempurna pada suhu 800oC, reaksi ini bersifat irreversibel atau tidak dapat terjadi reaksi balik. Suhu pada pasta semen menyebabkan terjadinya dehidrasi atau menguapnya air C-S-H terdekomposisi menjadi CaO + H2O (↑) + SiO2. Senyawa CaO tersebut jika bereaksi kembali dengan air akan menjadi senyawa hidroksida (Ca(OH)2) dan akan terjadi penambahan volume sehingga memicu terjadinya retak. Menguapnya air juga akan menimbulkan retak kecil atau microcrack. Kerusakan beton dapat pula disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta semen. Perbedaan ini menyebabkan lekatan antara batuan dan pasta semen menjadi banyak berkurang. Pada temperatur kamar, angka muai batuan pada umumnya lebih rendah daripada pasta-semen. Sampai pada temperatur 200oC pasta-semen menyusut sedangkan batuan mengembang. Perbedaan ini dapat menimbulkan retak-retak pada beton. Berikut ini adalah jenis-jenis retak berdasarkan lebar retak : a. Retak kecil dengan lebar retak kurang dari 0,5 mm. b. Retak sedang dengan lebar retak antara 0,5 mm sampai dengan 1,2 mm. c. Retak besar dengan lebar retak lebih dari 1,2 mm. 2. Pengelupasan (spalling) Spalling pada beton yang terbakar memiliki pengertian pecahnya atau lepasnya lapisan atau bagian permukaan beton setelah mengalami proses pemanasan. Spalling dapat dibedakan menjadi :
Spalling yang bersifat destruktif
Spalling yang bersifat non-destruktif
6
Dalam kelompok yang destruktif akan terjadi pecahan besar yang bisa menyebabkan perubahan kualitas beton. Kelompok yang bersifat non-destruktif dapat membantu menambah indikasi kualitas beton, kualitas agregat, dan tingkat pengaruh kebakaran. Dalam kelompok ini termasuk : a)
Pecahnya agregat besar dan komponen kecil beton turut lepas (ketebalan spalling sekitar 15-25 mm). Spalling ini terjadi karena pemuaian yang tidak sama antara agregat kasar dengan pasta beton. Pasta semen memiliki koefisien pemuaian yang bervariasi antara 11 x 10-6 – 20 x 10-6 per oC dan lebih tinggi dari koefisien agregat. Selain itu dapat terjadi karena meningkatnya tekanan udara atau uap air dalam pori-pori beton.
b)
Terlepasnya sebagian komponen-komponen beton setebal 5-15 mm. Umumnya terjadi pada beton kualitas tinggi dengan agregat kasar yang relatif berukuran kecil. Spalling
c)
”kulit” beton mengelupas setebal sekitar 0,5-3 mm. Umumnya karena pasta beton lapisan terluar memiliki karakteristik yang relatif lemah
3. Perubahan warna (colour change) Perubahan warna pada beton dapat disebabkan oleh batuan sedimen dan metamorph yang mengalami perubahan susunan akibat temperatur tinggi. Temperatur tinggi juga menyebabkan terjadinya proses karbonisasi yaitu terbentuknya Calsium Carbonat (CaCO3) yang berwarna keputih-putihan sehingga mengubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (Rochman, 2006). Perubahan warna pada beton biasanya digunakan sebagai indikasi awal berapa temperatur tertinggi yang terjadi pada saat kebakaran. Sukarni (2008) melakukan penelitian tentang perubahan warna pada beton pasca dibakar dengan membandingkan beton dari masing-masing temperatur pembakaran dengan beton tanpa pembakaran, hasil pengamatannya menunjukkan bahwa terjadi perubahan dari warna beton normal (keabu-abuan) menjadi pink, putih keabuan sampai putih kekuningan.
7
Menurut Sukarni (2008), pada pemeriksaan warna beton pasca dibakar, untuk pembakaran dengan temperatur 200oC sebagian benda uji berubah warna menjadi pink dan sisanya tidak terjadi perubahan warna dari beton normal (warna tetap abu-abu), untuk pembakaran dengan temperatur 400oC terdapat beton dengan warna pink dan putih keabu-abuan, sedangkan untuk yang telah dibakar dengan temperatur 600oC terdapat beton dengan warna putih keabu-abuan dan putih kekuning-kuningan, dan untuk beton yang telah dibakar dengan temperatur 800oC warna beton menjadi putih keabu-abuan.
25˚C
Abu-abu
200oC
400oC
Pink
600˚C
Putih keabuan
800˚C
Putih kekuningan
Gambar 2.1 Perubahan warna berdasarkan temperatur pembakaran
8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Benda Uji Benda uji yang digunakan dalam penelitian ini berupa silinder beton
dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Perlakuan benda uji dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kategori yaitu : benda uji tanpa tulangan, benda uji dengan tulangan tipe I, dan benda uji dengan tulangan tipe II. Setiap kategori akan mengalami dua perlakuan yaitu tanpa pembakaran dan dengan pembakaran. Pada pembuatan benda uji dilakukan 6 kali ulangan dimana pada setiap ulangan dicetak 6 buah benda uji. Setiap perlakuan akan menggunakan 6 buah benda uji, sehingga jumlah total benda uji sebanyak 36 buah. Rencana jumlah benda uji yang akan dibuat dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Rencana jumlah benda uji
Ulangan
Tanpa Tulangan Tanpa Dibakar dibakar
Penulangan Tipe I Tanpa Dibakar dibakar
Penulangan Tipe II Tanpa Dibakar dibakar
I
1
1
1
1
1
1
II
1
1
1
1
1
1
III
1
1
1
1
1
1
IV
1
1
1
1
1
1
V
1
1
1
1
1
1
VI
1
1
1
1
1
1
6
6
6
6
6
6
sub total Total
36
Jumlah total benda uji adalah 36 benda uji, dengan pembakaran sebanyak 18 benda uji, dan tanpa pembakaran sebanyak 18 benda uji.
9
Keterangan : Tanpa Tulangan
: Benda uji silinder beton tanpa tulangan
Penulangan Tipe I
: Benda uji silinder beton dengan tulangan longitudinal 4 Ø 6 mm (Penulangan Tipe I)
Penulangan Tipe II
: Benda uji silinder beton dengan tulangan longitudinal 6 Ø 6 mm (Penulangan Tipe II)
B.U tanpa Penulangan
B.U dengan Penulangan (Penulangan Tipe I)
B.U dengan Penulangan (Penulangan Tipe II)
Gambar 3.1 Rencana benda uji
10
Adapun potongan melintang benda uji silinder beton dapat dilihat pada Gambar 3.2 sebagai berikut :
300mm
300mm
Tulangan Utama 4 Ø6
25mm
25mm
Tulangan Utama 6 Ø6
25mm
150mm
25mm 150mm
4 Ø6 25mm
25mm
6 Ø6 25mm
150mm
25mm 150mm
Gambar 3.2 Potongan melintang benda uji silinder
3.2
Bahan-Bahan untuk Penelitian Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini, bahan-bahan yang digunakan antara lain: 1. Agregat kasar menggunakan Batu Pecah Eks Karangasem. 2. Semen menggunakan Semen Portland tipe 1 merk Gresik (OPC). 3. Agregat halus menggunakan pasir super Karangasem. 4. Air yang digunakan adalah air PDAM di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran. 5. Baja Tulangan menggunakan baja tulangan polos berdiameter 6 mm.
11
3.3
Alat-Alat Penelitian Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Pembuatan beton bertulang a. Timbangan (Heavy Duty), merk Ohaus, USA. b. Timbangan Specific Gravity (table balance), Cina, kapasitas 5000 gram dengan ketelitian 0,1 gram. c. Timbangan Triple Beam Balance, kapasitas 2610 gram, ketelitian 0,1 gram. d. Satu set ayakan USA Standart Testing Sieve, ASTM E-11 Specification mesin pengayak merk Ticino buatan Italia. e. Satu set alat uji slump standar ASTM C143, berupa kerucut Abrams terpancung dengan diameter atas 100 mm, diameter bawah 200 mm, dan tinggi 300 mm, pelat baja 500 x 500 mm2 dan tongkat pampat baja ø16, panjang 600 mm dengan ujung bulat. f. Alat pengering (oven) tipe L15, 50Hz, 1400 W, 220oC merk Memmert buatan Jerman Barat. g. Mesin desak, merk Controls buatan Milano-Italy kapasitas 2000 KN. h. Alat pengaduk beton (molen). i.
Alat penguji kekerasan agregat dengan menggunakan Mesin Los Angeles, dari Hitachi, Ltd, Tokyo Japan.
j.
Tungku pembakaran keramik
k. Alat-alat kelengkapan lainnya seperti piknometer kapasitas 500 ml, gelas ukur kapasitas 1000 ml, kotak takar, sendok semen dan lain-lain. 2. Pengujian uji tarik baja a. Alat uji tarik dengan beban maksimum 12 ton, dengan ketelitian 0,01 mm.
3.4
Langkah-langkah Penelitian Adapun langkah-langkah penelitian yang akan dilaksanakan adalah
sebagai berikut:
12
3.4.1
Pemeriksaan Material
Pemeriksaan material yang akan dilakukan meliputi : 1. Agregat halus (Pasir) Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat halus (pasir) meliputi : -
Berat jenis ( specific gravity) dan penyerapan air (absorption)
-
Berat satuan (unit weight)
-
Kadar lumpur (mud content)
-
Kadar air (surface moisture content)
-
Gradasi butiran (sieve analysis). Gradasi agregat halus yang akan dipergunakan adalah yang memenuhi gradasi agregat halus zone II. Adapun batas atas dan batas bawah gradasi agregat halus zone II dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Batas Gradasi Pasir (Sedang) No. 2
% Lolos Ayakan
100
100
90
90
87.5
80 70
72.5
75
60
59
50
47
40 30 20
100 95 90
100
55
35
30 19
10 0
0 0
10 5 0 0.15
8 0.3
0.6
1.2
2.4
4.8
9.6
Ukuran Mata Ayakan (m m ) Batas Atas
Batas Baw ah
Gradasi Terpakai
Gambar 3.3 Gradasi agregat halus Zone II
2. Agregat kasar (batu pecah ) Pemeriksaan yang dilakukan terhadap agregat kasar (batu pecah) meliputi: -
Berat jenis ( specific gravity) dan penyerapan air (absorption)
-
Berat satuan (unit weight)
13
-
Kadar air (surface moisture content)
-
Kadar lumpur (mud content)
-
Gradasi butiran (sieve analysis). Gradasi agregat kasar yang akan dipergunakan adalah yang memenuhi gradasi agregat kasar dengan diameter maksimum 20 mm. Adapun batas atas dan batas bawah gradasi agregat kasar dengan diameter maksimum 20 mm dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Batas Gradasi Agregat Kasar Ukuran Maksimum 20 mm
% Lolos Ayakan
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100 97.5 95
100
60 45 30 10 5 0
0 0
4.8
9.6
19
38
Ukuran Mata Ayakan (m m ) Batas Atas
Batas Baw ah
Gradasi Terpakai
Gambar 3.4 Gradasi agregat kasar diameter maksimum 20 mm 3. Semen Pemeriksaan semen dilakukan hanya terhadap berat satuan. Untuk pemeriksaan berat satuan semen sama dengan proses pemeriksaan berat satuan pasir.
4. Baja tulangan Pemeriksaan baja tulangan yang akan dipakai meliputi pemeriksaan terhadap kondisi permukaan tulangan, seperti yang disyaratkan dalam SK SNI T15-1991-03
14
3.4.2
Pembuatan benda uji Benda uji yang digunakan berupa silinder beton dengan dimensi 150 mm
dan tinggi 300 mm. Proporsi campuran menggunakan perbandingan berat 1 perekat : 2 pasir : 3 batu pecah. Langkah-langkah pembuatan benda uji silinder dengan tulangan adalah sebagai berikut : 1. Persiapkan alat dan bahan sesuai ketentuan. 2. Mula-mula tuangkan batu pecah kemudian pasir sesuai kebutuhan. Apabila pasir dan batu pecah sudah tercampur merata kemudian dilanjutkan dengan penuangan semen dan selanjutnya penuangan air. 3. Setelah tercampur merata, dilakukan pengukuran nilai slump. 4. Adukan beton dimasukkan secara bertahap ke dalam cetakan yang sebanyak tiga lapis dan digetarkan. 5. Setelah 24 jam cetakan boleh dibuka. Selanjutnya dilakukan perawatan beton dengan karung goni basah sampai dengan umur uji.
3.4.3
Pengukuran Nilai Slump Pengukuran slump dilakukan untuk setiap campuran beton dan sebelum
campuran beton dicetak. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kekentalan dari adukan beton yang selanjutnya dapat menggambarkan workability dari campuran tersebut. Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran slump adalah kerucut Abrams.
1/3 h
h = 30 cm
1/3 h
1/3 h
b = 20 cm
Nilai Slump Kerucut Abrams
Gambar 3.5 Pengujian nilai slump
15
3.4.4
Pencetakan Benda Uji Setelah cetakan silinder siap, baja tulangan yang telah dirangkai
dimasukkan kedalam cetakan dan diatur posisinya sedemikian hingga jarak beton decking sebesar 25 mm. Adukan beton dimasukkan secara bertahap ke dalam cetakan sebanyak tiga lapis dan pada setiap lapisannya digetarkan dengan mesin penggetar. Bagian atas adukan beton yang terdapat dalam cetakan kemudian diratakan.
3.4.5
Pembukaan Benda Uji dari Cetakan Pembukaan benda uji dari cetakan dilakukan setelah umur 1 hari (24 jam).
Benda uji tersebut kemudian diberikan tanda sesuai dengan perlakuan.
3.4.6
Perawatan Benda Uji Perawatan benda uji pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
karung goni yang dibasahi untuk menyelimuti benda uji. Cara ini dilakukan agar hidrasi berjalan dengan sempurna tanpa adanya kehilangan air akibat penguapan..
3.4.7
Pembakaran Benda Uji Pembakaran benda uji dilakukan setelah umur beton lebih dari 28 hari,
dengan menggunakan tungku pembakaran keramik BPPT. Mula-mula benda uji diletakkan sedemikian rupa sesuai perlakuan. Pembakaran dilakukan pada suhu ruangan (27°C), suhu yang ditargetkan adalah 800°C yang direncanakan dicapai pada menit ke-150 (2,5 jam) kemudian dipertahankan selama 20 menit sehingga proses pembakaran berlangsung selama 170 menit. Setelah itu proses pembakaran dihentikan seperti ditunjukkan dalam gambar 3.6. Metode ini mengacu pada SNI 03-1740-1989 “Metode Pengujian Bakar Bahan Bangunan untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung”. Pencatatan suhu menggunakan Pyrometer digital dan pengaturan temperatur menggunakan regulator tekanan gas.
16
Temperatur (0 C)
900 800 700 600 500 400 300 200 100 0 0
50
100
Pembakaran
150
200
250
300
350
Durasi (menit)
Gambar 3.6 Rencana pembakaran benda uji
3.4.8
Pengukuran Berat Satuan Pengukuran berat satuan ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan berat
benda uji sebelum pembakaran dan setelah pembakaran. Metode pengukuran berat satuan adalah sebagai berikut: 1. Benda uji ditimbang sebelum dilakukan pembakaran kemudian beratnya dibagi dengan volume benda uji (Bb). 2. Benda uji ditimbang setelah dilakukan pembakaran kemudian beratnya dibagi dengan volume benda uji (Ab). 3. Persentase penurunan berat satuan benda uji dihitung dengan persamaan Pbs
3.4.9
Bb Ab x100 % Bb
Pemeriksaan Fisik Beton Pasca Pembakaran Kerusakan fisik yang terjadi pada beton pasca dibakar bisa dijadikan
indikator untuk menentukan temperatur tertinggi yang pernah dialami oleh beton. Adapun metode pemeriksaan fisik yang terjadi pada beton akibat dibakar dengan temperatur tinggi antara lain sebagai berikut:
17
3.4.9.1 Retak-retak (Cracking) Pengamatan lebar retak dilakukan dengan cara menempelkaan garis dengan berbagai ukuran yang dicetak di lembar mika transparan pada retak yang terjadi. Untuk memudahkan dalam pengamatan bisa digunakan lup (kaca pembesar). Garis-garis tersebut kemudian dicocokkan dengan lebar retak pada beton. Maka dapat diketahui lebar retak beton tersebut.
3.4.9.2 Pengelupasan (Spalling) Pengamatan pengelupasan dilakukan dengan cara memeriksa setiap bidang pada beton pasca dibakar, apabila terdapat pengelupasan maka daerah tersebut diamati dengan lup, kemudian ditentukan tipe dari pengelupasan tersebut. Tipe pengelupasan pada beton dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pengelupasan pada pasta dan pengelupasan pada agregat.
3.4.9.3 Perubahan Warna (Colour Change) Pengamatan perubahan warna dilakukan dengan cara memeriksa warna permukaan pada beton pasca dibakar, pengamatan dilakukan pada tempat yang memiliki cahaya yang cukup agar memudahkan dalam pengamatan warna yang terdapat pada beton tersebut.
3.4.10 Pengujian Penetrasi Panas Proses pengujian penetrasi panas dilakukan setelah beton mengalami pembakaran dengan temperatur yang telah ditentukan. Alat-alat yang digunakan Larutan Phenolphatelein, Kuas, Penggaris, Lup. Proses pengujian : a) Belah benda uji secara vertikal menggunakan mesin desak dengan cara menempatkan baja tulangan di bagian atas dan bagian bawah benda uji secara sejajar kemudian ditekan dengan mesin desak hingga benda uji terbelah dua. b) Tempatkan benda uji pada daerah yang memiliki cahaya yang cukup agar memudahkan dalam pengamatan perubahan warna larutan Phenolphatelein.
18
c) Tempatkan larutan Phenolphatelein ke dalam gelas, kemudian oleskan larutan ini ke bagian beton yang terbelah secara merata. Tunggu beberapa saat hingga cairan Phenolphatelein yang pada asalnya berwarna bening berubah menjadi merah. Larutan tidak akan berubah warna apabila bidang yang dioles memiliki pH < 8,5. d) Ukur dengan penggaris lebar daerah yang tidak berubah warna, dibantu dengan menggunakan lup (kaca pembesar) agar memudahkan dalam melihat ukurannya karena biasanya kedalaman penetrasi panas hanya beberapa millimeter.
3.4.11 Pengujian Kuat Tekan Beton Pengujian kuat tekan beton dilaksanakan setelah umur 28 hari. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kuat tekan beton. Alat yang digunakan adalah mesin desak merk controls dengan kapasitas 2000 KN.
3.4.12 Pengambilan Baja Tulangan dalam Beton Setelah beton dibakar, kemudian baja tulangan yang ada di dalam beton diambil dengan cara membelah beton menggunakan palu. Kemudian baja yang sudah dikeluarkan dibersihkan dari sisa-sisa beton yang masih merekat dengan menggunakan sikat baja.
3.4.13 Sampel Uji Tarik Baja Tulangan Untuk sampel benda uji tarik, yaitu : 1. Sampel tulangan tanpa mengalami pembakaran. 2. Sampel tulangan diambil dari silinder beton yang telah mengalami pembakaran.
3.4.14 Pengujian Kuat Tarik Baja Tes uji tarik dilakukan dengan menggunakan alat uji tarik. Sampel uji tarik diperlakukan sebagai berikut: 1. Deformasi (perpanjangan) diambil konstan dengan pertambahan sebesar 0,014 mm sampai baja meleleh. Hal ini dilakukan agar tidak ada data yang hilang,
19
terutama bagian yang akan meleleh baik itu batas leleh atau batas bawah. Setelah baja meleleh perpanjangan diambil dengan pertambahan 0,5 sampai baja putus. 2. Jumlah sampel yang akan diuji berjumlah 3 sampel yang terdiri dari 1 sampel yang dibakar dari tulangan tipe I, 1 sampel yang dibakar dari tulangan tipe II, dan 1 sampel yang tidak dibakar sebagai pembanding.
3.5
Kerangka Penelitian Diagram alir dari kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 3.7 sebagai berikut :
20
Mulai
Persiapan alat dan material
Pemeriksaan bahan
Semen Berat satuan
Agregat Halus Berat jenis & penyerapan air Berat satuan Gradasi Butiran Kadar lumpur Kadar air
Agregat Kasar Berat jenis & penyerapan air Berat satuan Gradasi Butiran Kadar lumpur Kadar air
Baja Tulangan Pemeriksaan kondisi permukaan tulangan
Campuran beton dengan perbandingan berat 1 : 2 : 3
Pemotongan baja tulangan
Pengukuran nilai slump
Perakitan tulangan
Pencetakan benda uji silinder beton dengan ukuran 150 mm dan tinggi 300 mm Benda uji dibuka cetakannya setelah umur beton 1 hari (24 jam)
Perawatan benda uji dengan karung goni yang dibasahi selama 28 hari
1 21
1
Pembakaran benda uji pada temperatur 800o C yang dicapai selama 2,5 jam.
Pengujian kuat tekan pada benda uji pasca kebakaran
Pengambilan baja tulangan dari dalam benda uji silinder beton
Pengujian kuat tekan benda uji tanpa pembakaran
Pembuatan sampel uji tarik baja
Pengujian kuat tarik baja
Data dan analisis data
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.7 Diagram alir penelitian
22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Pemeriksaan Material Pembentuk Beton Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan laboratorium, dihitung dan
dianalisis kemudian dibandingkan sesuai dengan syarat-syarat material yang dipakai dalam campuran beton.
4.1.1
Pemeriksaan agregat halus Hasil pemeriksaan agregat halus diperoleh data sebagai berikut :
1. Berat jenis dan penyerapan air :
Berat jenis bulk
= 2,555 gr/cm3
Berat jenis SSD
= 2,617 gr/cm3
Penyerapan air
= 2,459 %
2. Berat satuan pasir diperoleh hasil 1,619 kg/lt 3. Kadar lumpur yang terkandung dalam dalah 0,98% . 4. Kadar air dari pasir adalah 1,552 % 5. Gradasi pasir dirancang memenuhi zone 2 dengan Modulus kehalusan pasir (FM) sebesar 3,74. berikut ini ditampilkan grafik gradasi pasir zone 2:
Batas Gradasi Pasir (Sedang) No. 2
% Lolos Ayakan
100
100
90
90
87.5
80 70
72.5
75
60
59
50
47
40 30 20
100 95 90
100
55
35
30 19
10 0
0 0
10 5 0 0.15
8 0.3
0.6
1.2
2.4
4.8
9.6
Ukuran Mata Ayakan (m m ) Batas Atas
Batas Baw ah
Gradasi Terpakai
Gambar 4.1 Grafik gradasi pasir zone 2. 23
4.1.2
Pemeriksaan agregat kasar Pemeriksaan agregat kasar dilakukan di Laboratorium Teknologi Bahan
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Agregat kasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu pecah dari Karangasem. Dari hasil pemeriksaan agregat kasar diperoleh data sebagai berikut : 1. Berat jenis dan penyerapan air (Lampiran A.7) :
Berat jenis bulk
= 2,659 gr/cm3
Berat jenis SSD
= 2,675 gr/cm3
Penyerapan air
= 0,6 %
2. Berat satuan batu pecah diperoleh hasil 1,471 kg/lt 3. Kadar lumpur batu pecah pada penelitian ini adalah 0,1 % . 4. Kadar air batu pecah adalah 0,603 % 5. Daya tahan terhadap pembubukan dari batu pecah yang digunakan dalam penelitian ini adalah 21,94%. 6. Gradasi batu pecah dengan diameter maksimum 20. Modulus kehalusan batu pecah (FM) 6,525. Berikut ini ditampilkan grafik gradasi batu pecah dengan ukuran maksimum 20 mm :
% Lolos Ayakan
Batas Gradasi Agregat Kasar Ukuran Maksimum 20 mm 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
100 97.5 95
100
60 45 30 10 5 0
0 0
4.8
9.6
19
38
Ukuran Mata Ayakan (m m ) Batas Atas
Batas Baw ah
Gradasi Terpakai
Gambar 4.2 Grafik Gradasi batu pecah ukuran maksimum 20 mm
24
4.1.3
Pemeriksaan semen Semen yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen Gresik tipe 1.
Pemeriksaan yang dilakukan hanya berupa pemeriksaan berat satuan semen. Dari hasil pemeriksaan diperoleh berat satuan semen adalah 1,271 gr/lt. 4.2.
Proporsi Campuran Beton Proporsi campuran beton yang digunakan dengan perbandingan berat
adalah 1 semen : 2 pasir : 3 batu pecah. 4.3.
Pembakaran Beton Pembakaran
benda
uji
dilakukan
dengan
menggunakan
tungku
pembakaran keramik BPPT. Adapun tata letak benda uji dalam tungku pembakaran dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini
ALAT PENYEMBUR API BELAKANG
PELAT ATAS BENDA UJI
3
2
4
1
5
6
TUL 1
TUL 2
STD 2
TUL 1
TUL 2
TUL 2
3
2
4
1
5
6
STD 2
STD 2
TUL 2
STD 2
STD 2
STD 2
3
2
4
1
5
6
TUL 2
TUL 1
TUL 1
TUL 2
TUL 1
TUL 1
UJI TARIK
UJI TARIK
TUL 2
TUL 1
DINDING TUNGKU
ALAT PENYEMBUR API DEPAN
Gambar 4.3 Tata letak benda uji
25
Gambar 4.4 Tungku pembakaran
Gambar 4.5 Digital pyrometer
Pengaturan kenaikan temperatur dilakukan dengan kontrol pada regulator tekanan gas. Pencatatan kenaikan temperatur dilakukan setiap 10 menit dengan menggunakan pyrometer atau thermocouple digital. Hasil pengamatan kenaikan temperatur pada tungku pembakaran ditampilkan dalam Tabel 4.2. Tabel 4.1 Kenaikan temperatur tungku pada pembakaran beton Waktu (menit)
Temperatur Tungku (0C)
Waktu (menit)
Temperatur Tungku (0C)
0
32
120
664
10
90
130
695
20
168
140
759
30
210
150
797
40
256
160
800
50
285
170
801
60
344
180
574
70
379
190
535
80
442
200
514
90
504
210
473
100
546
220
444
110
593
230
422
26
Pembakaran dimulai dari temperatur ruangan (±32oC) sampai mencapai temperatur maksimum yang ditargetkan ± 8000C pada menit ke 150. Temperatur tersebut kemudian dipertahankan selama 20 menit sehingga proses pembakaran berlangsung selama 170 menit. Setelah itu proses pembakaran dihentikan dengan menutup saluran regulator tekanan gas. Pengamatan penurunan temperatur setelah pembakaran dilakukan selama 1 jam. Data dari hasil pengamatan kenaikan temperatur tungku pembakaran pada Tabel 4.2 kemudian diplot dalam suatu sistem diagram garis seperti Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Hubungan antara waktu dan temperatur tungku 4.4.
Hasil Pemeriksaan Sifat Fisik Beton Pasca Pembakaran Pengamatan terhadap sifat-sifat fisik beton pasca pembakaran pada benda
uji silinder beton menggunakan visual inspection yang mendasarkan pada perubahan secara fisik yang terjadi pada permukaan beton meliputi perubahan warna, jenis retak serta pengelupasan (spalling) yang terjadi pada beton pasca pembakaran. Selain pengamatan secara visual juga dilakukan pengamatan secara kimia sebagai pembanding dari hasil uji fisik yaitu menggunakan phenolphthalein yang merupakan salah satu indikator kimia yang lazim digunakan untuk mengetahui sifat asam atau basa suatu material, melalui respon warna material yang diuji akibat diolesi atau ditetesi phenolphthalein tersebut.
27
4.4.1
Hasil pemeriksaan berat satuan Pemeriksaan berat satuan dilakukan dengan cara menimbang masing-
masing benda uji sebelum pembakaran dan setelah pembakaran. Hasil pengujian berat satuan rata-rata dari benda uji kolom dapat dilihat pada Tabel 4.3 (Lampiran D) : Tabel 4.2 Berat satuan rata-rata silinder beton dan persentase penurunan
Benda Uji
Berat Satuan Rata-rata (kg/ m3)
Tanpa Pembakaran
2405,597
Dengan Pembakaran
2206,499
Penurunan Berat satuan (kg/ m3)
Penurunan (%)
199,098
8,276
Gambar 4.7 Berat Satuan Rata-rata
Dari tabel 4.3 dan gambar 4.7, penurunan berat satuan rata-rata yang terjadi pada silinder beton pasca pembakaran adalah sebesar 8,276%. Penurunan ini disebabkan adanya dehidrasi pada beton, dimana pada temperatur 800 ºC beton mengalami dehidrasi sempurna. Semakin lama durasi pembakaran, maka penetrasi panas semakin masuk ke dalam beton, sehingga penguapan air semakin besar dan menyebabkan berat satuan semakin berkurang.
28
4.4.2
Hasil pengamatan perubahan warna Pengamatan perubahan warna dilakukan dengan melihat warna beton pada
kolom setelah dibakar. Data perubahan warna beton pada silinder beton pasca pembakaran ditampilkan dalam Tabel 4.4 : Tabel 4.3 Perubahan warna beton Warna Dominan Ulangan Pink
1
2
3
4
STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2
-
Putih Keabuabuan √ √ √ √ √ -
Putih Kekuningkuningan √ √ √ √ √ √ √
29
STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2
5
6
%
-
√ 33,33
√ √ √ √ √ 66,67
Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan warna akibat pembakaran. Persentase perubahan warna putih keabu-abuan dan putih kekuningkuningan pada benda uji sebesar 33,33% dan 66,67%.
Putih keabu-abuan
Putih kekuning-kuningan
Gambar 4.8 Persentase perubahan warna Dalam penelitian ini, warna beton setelah dibakar cenderung menuju ke putih kekuning-kuningan. Perubahan ini disebabkan oleh adanya proses karbonasi yaitu terbentuknya calsium carbonat (CaCO3) yang merubah warna permukaan beton menjadi lebih terang (keputih-putihan) dan permukaan yang terkena paparan api warnanya cenderung putih kekuning-kuningan.
30
A
B
C
Gambar 4.9 Perubahan warna beton a. Warna beton sebelum pembakaran b. Warna beton putih keabu-abuan c. Warna beton putih kekuning-kuningan
4.4.3
Hasil pemeriksaan lebar retak Pengamatan lebar retak dilakukan dengan cara menempelkan garis dengan
berbagai ukuran pada retak yang terjadi. Garis-garis tersebut kemudian dicocokkan dengan lebar retak pada beton sehingga dapat diperkiraan lebar retak pada beton tersebut.
Gambar 4.10 Pengukuran lebar retak
Gambar 4.11 Retak pasca pembakaran
31
Tabel 4.4 Pemeriksaan lebar retak Durasi Pembakaran 2,5 jam Ulangan
Lebar Retak (mm) 0,05-0,15 mm
STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2
1
2
3
4
5
6
%
0,2-0,3 mm
0,35-0,5 mm
-
-
0,09 √ 0,09 √ 0,15 √ 0,15 √ 0,15 √ 0,4 √ 0,15 √ 0,09 √ 0,5 √ 0,3 √ 0,15 √ 0,13 √ 0,3 √ 0,13 √ 0,15 √ 0,25 √ 0,09 √ 66,67
16,67
11,11
32
Dari Tabel 4.5 didapat bahwa pada pembakaran silinder beton selama 150 menit (2,5 jam), persentase lebar retak 0,05-0,15 (mm), 0,2-0,3 (mm) dan 0,35-0,5 (mm) berturut-turut sebesar 66,67%, 16,67% dan 11,11%.
Lebar retak 0,05 – 0,15 mm Lebar retak 0,2 – 0,3 mm Lebar retak 0,35 – 0,5 mm
Gambar 4.12 Persentase lebar retak pada silinder pasca pembakaran
Retak-retak pada beton disebabkan oleh perbedaan angka muai antara agregat dan pasta semen. Angka muai batuan umumnya lebih rendah daripada pasta semen. Perbedaan ini menyebabkan lekatan antar batuan menjadi berkurang banyak sehingga dapat menyebabkan retak-retak pada beton.
4.4.4
Hasil pengamatan pengelupasan (spalling) Pengamatan spalling dilakukan setelah pembakaran. Dari pengamatan
tersebut didapat bahwa tidak ada beton yang mengalami pengelupasan. Data spalling pada masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.6 :
33
Tabel 4.5 Pengamatan spalling Spalling Ulangan
1
2
3
4
5
6
STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 STD1 STD2 TUL1 TUL1 TUL2 TUL2 %
Durasi Pembakaran (2,5 jam) Tidak ada
Spalling pada pasta
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√ 100
0
Persentase terjadinya pengelupasan pada benda uji kolom adalah sebagai berikut:
34
4.4.5
Hasil Pemeriksaan Penetrasi Panas Test ini menggunakan larutan Phenolphatelein yang merupakan salah satu
indikator kimia yang lazim digunakan untuk mengetahui sifat asam atau basa suatu material. Phenolphatelein akan berubah menjadi merah muda yang menandakan bahwa daerah tersebut memiliki kebasaan yang tinggi. Sedangkan, warna beton tanpa pembakaran setelah dioleskan Phenolphatelein adalah ungu. Hasil pemeriksaan penetrasi panas pada beton pasca pembakaran menunjukkan bahwa kedalaman penetrasi panas antara 3-4 (mm). Semakin ke dalam temperatur panas semakin berkurang. Baja tulangan berada pada kedalaman 25 mm dari kulit terluar beton, relatif tidak terkena panas yang berarti. Dengan kata lain baja tulangan sudah cukup terlindungi dengan adanya selimut beton sebesar 25 mm. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.7. Tabel 4.6 Pemeriksaan penetrasi panas Penetrasi panas (mm)
Ulangan I II III IV V VI %
3-4 mm
5-6 mm
7-8 mm
√√ √√ √ √
-
-
100%
0%
0%
3-4 mm
Gambar 4.7 Perubahan warna setelah dioleskan Phenolphatelein
35
4.5
Pengujian Baja Tulangan
4.5.1
Hasil Pengujian Tarik Baja Pengujian tarik baja diawali dengan pengambilan baja tulangan di dalam
benda uji silinder beton yang dibakar. Pengambilan baja pada silinder beton yang tidak dibakar tidak diperlukan, karena langsung menggunakan sampel baja pada kondisi mula-mula.
Gambar 4.14 Pengambilan baja tulangan pada silinder pasca bakar
Gambar 4.15 Mesin Uji Tarik (Universal Testing Material Shimatsu UMH30)
36
Gambar 4.16 Control Mesin Uji Tarik dengan Komputer
Hasil pengujian tarik baja yang diperoleh yaitu berupa data hasil pengujian tarik baja yang ditampilkan dalam Tabel 4.8 dan grafik tegangan regangan baja yang ditampilkan pada Gambar 4.19, Gambar 4.20 dan Gambar 4.21. Tabel 4.8 Hasil Pengujian Tarik Baja
Baja Tulangan dari
Tulangan Tanpa
Benda Uji
Pembakaran
Tulangan tipe I
Tulangan tipe
Dengan
II Dengan
Pembakaran
Pembakaran
Luas penampang (mm2)
18,096
18,096
18,096
Beban Maksimum (kgf)
486
370,5
418,5
20,889
14,948
17,85
20,779
15,031
18,458
26,857
20,475
23,127
22,33
21,6
27,97
0,2%
Tegangan
leleh
2
(kgf/ mm ) Tegangan
Leleh
(kgf/
putus
(kgf/
mm2) Tegangan mm2) Regangan (%)
37
Gambar 4.17 Grafik tegangan regangan baja pada silinder tanpa pembakaran
Gambar 4.18 Grafik tegangan regangan tulangan tipe I pada silinder dengan pembakaran
38
Gambar 4.19 Grafik tegangan regangan tulangan tipe II pada silinder dengan pembakaran
Tabel 4.9 Tegangan leleh baja tulangan dalam silinder beton Perlakuan
Tegangan leleh (MPa)
Tulangan tanpa bakar
207,79
Tulangan I pasca bakar
150,31
Tulangan II pasca bakar
184,58
Dari tabel 4.9 dapat dilihat bahwa tegangan leleh baja akan turun jika mengalami pemanasan. Untuk lebih jelasnya apakah penurunan yang terjadi sangat signifikan atau tidak dapat dilihat dalam bentuk lain yaitu berupa grafik batang yang memperlihatkan tegangan leleh baja pada beton pasca pembakaran terhadap baja pada beton tanpa pembakaran.
39
(27,66%)
(11,19%)
(100%) (88,81%) (72,34%)
Gambar 4.20 Grafik tegangan leleh baja Dari grafik di atas (Gambar 4.22) dapat dilihat bahwa nilai tegangan leleh pada baja tanpa pembakaran, tulangan tipe I pada beton pasca pembakaran, baja tulangan tipe II pada beton pasca pembakaran tegangan lelehnya berturut-turut sebesar 207,79 Mpa, 150,31 Mpa, dan 184,54 Mpa. Penurunan tegangan leleh yang disebabkan oleh pembakaran pada tulangan tipe I sebesar 27,66 %, sedangkan pada tulangan tipe II sebesar 11,19 %.
4.6
Pengujian Beton
4.6.1
Pengujian kuat tekan beton tanpa tulangan Kuat tekan beton adalah besarnya gaya tekan P (N) yang dapat diterima
per-satuan luas A (mm2) yang menyebabkan benda uji silinder tersebut hancur. Pengujian dilakukan terhadap benda uji berbentuk silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm setelah benda uji berumur 28 hari dengan f.a.s sebesar 0,5. Uji kuat desak 12 buah silinder beton tanpa tulangan bertujuan mengetahui kuat tekan beton (fc) pada model, hasil uji disajikan pada Tabel 4.10 : Tabel 4.10 Kuat tekan silinder beton tanpa tulangan
40
Kuat Tekan =
Kuat Tekan (KN) Ulangan
P A
(MPa)
Tanpa Pembakaran
Pasca pembakaran
Tanpa Pembakaran
Pasca pembakaran
1
580
315
32.82
17.83
2
540
380
30.56
21.5
3
530
310
29.99
17.54
4
530
336
29.99
19.01
5
550
375
31.12
21.22
6
555
300
31.41
16.98
Kuat tekan rata-rata
547,5
336
30,98
19,01
Hasil uji tekan silinder tanpa tulangan menunjukkan kuat tekan beton (fc) tanpa pembakaran sebesar 547,5 atau 30,98 Mpa, sedangkan kuat tekan beton pasca pembakaran sebesar 336 KN atau 19,01 Mpa atau terjadi penurunan kuat tekan sebesar 38,63 %.
(38,63%)
(100%) (61,37%)
Gambar 4.21 Grafik kuat tekan silinder tanpa tulangan.
41
4.6.2
Hasil pengujian kuat tekan beton dengan tulangan
Hasil pengujian kuat desak silinder dengan tulangan selengkapnya ditampilkan dalam Tabel 4.11. Tabel 4.11 Hasil pengujian kuat desak silinder dengan tulangan
KET
KUAT TEKAN (KN)
ULANGAN
SILINDER DENGAN TULANGAN TIPE I TANPA BAKAR BAKAR
SILINDER DENGAN TULANGAN TIPE II TANPA BAKAR BAKAR
1
533
256
535
285
2 3 4
500 532 505
256 290 230
550 545 560
262 250 255
5
565
245
525
275
6
560
260
585
245
532.5
256,2
550
262
RATA-RATA PENURUNAN (%)
51.894 %
52.364 %
Hasil pengujian pada Tabel 4.11 menunjukkan bahwa kuat tekan rata-rata silinder beton dengan tulangan tipe I tanpa pembakaran sebesar 532,5 KN sedangkan silinder dengan tulangan tipe I pasca pembakaran sebesar 256,2 KN atau terjadi penurunan kuat tekan sebesar 276,3 KN, sedangkan kuat tekan ratarata silinder beton dengan tulangan tipe II tanpa pembakaran sebesar 550 KN sedangkan silinder dengan tulangan tipe II pasca pembakaran sebesar 262 KN atau terjadi penurunan kuat tekan sebesar 288 KN. Besarnya penurunan yang terjadi dijabarkan dalam grafik batang sebagai berikut:
42
(51,89%)
(52,36%)
(48,11%)
(47,64%)
(100%)
Gambar 4.22 Grafik kuat tekan silinder dengan tulangan tipe I & tulangan tipe II Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran dengan tulangan tipe I 51,89 %, sedangkan penurunan kuat tekan beton dengan tulangan tipe II pasca pembakaran sebesar 52,36 %. Penurunan kuat tekan pada silinder beton dengan tulangan tipe I (tulangan longitudinal 4 Ø 6 mm) pasca pembakaran relatif sama dengan penurunan kuat tekan pada silinder beton dengan tulangan tipe II (tulangan longitudinal 6 Ø 6 mm) pasca pembakaran. Sehingga adanya penambahan jumlah tulangan pada silinder beton dengan tulangan tipe II tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran. Penurunan kuat tekan dipengaruhi oleh perilaku silinder beton pada saat menerima beban dari mesin desak. Pada saat menerima beban dari mesin desak, selimut beton mengalami keruntuhan lebih dahulu sedangkan inti beton belum mengalami keruntuhan. Hal ini terjadi karena inti beton masih diikat kuat oleh tulangan. Faktor lain yang mempengaruhi penurunan kuat tekan silinder beton pasca pembakaran adalah rusaknya lekatan antara beton dengan baja tulangan sehingga baja tulangan tidak dapat bekerja secara maksimal.
43
a
b Gambar 4.23 Mekanisme keruntuhan silinder a. Silinder beton tanpa tulangan b. Silinder beton dengan tulangan Pada silinder beton tanpa tulangan pola keruntuhan yang terjadi setelah uji desak seperti gambar 4.25a, sedangkan pola keruntuhan yang terjadi pada silinder beton dengan tulangan setelah uji desak seperti gambar 4.25b.
Gambar 4.24 Perilaku tulangan pada silinder beton setelah uji desak
44
Pada gambar 4.24 terlihat bahwa tulangan pada silinder beton menekuk, dimana pada saat silinder beton dengan tulangan dibebani sampai runtuh, yang pertama
terjadi
adalah
mengelupasnya
selimut
beton,
yang
berakibat
berpindahnya beban ke inti beton dan tulangan memanjang. Hilangnya kekakuan dari tulangan memanjang yang mulai meleleh atau menekuk ke luar, menimbulkan tegangan tambahan pada inti beton. Penekukan yang terjadi pada tulangan tersebut mengakibatkan kekuatan silinder beton menjadi berkurang, sehingga hal tersebut mempengaruhi tingkat penurunan kuat tekan silinder beton.
45
BAB V PENUTUP
5.1
Simpulan Dari hasil pemeriksaan dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pembakaran silinder beton dengan temperatur maksimum ±800ºC yang dicapai pada menit ke 150 dan suhu tersebut dipertahankan selama 20 menit adalah: a. Adanya tulangan longitudinal dalam silinder beton berdampak pada tingkat penurunan kuat tekan beton pasca pembakaran lebih besar dibandingkan beton tanpa tulangan. Penurunan kuat tekan beton tanpa tulangan pasca pembakaran adalah sebesar 38,63 %, penurunan kuat tekan pada silinder dengan tulangan tipe I (tulangan longitudinal 4 Ø 6 mm) pasca pembakaran adalah sebesar 51,894%, sedangkan penurunan kuat tekan pada silinder tulangan tipe II (tulangan longitudinal 6 Ø 6 mm) pasca pembakaran adalah sebesar 52,364%.
b. Berdasarkan pengamatan perubahan sifat-sifat fisik beton pasca pembakaran, maka diperoleh hasil penurunan berat satuan rata-rata pasca pembakaran sebesar 8,276%, perubahan warna pada beton pasca pembakaran cenderung menuju ke putih kekuning-kuningan, retak yang timbul pasca pembakaran yaitu retak dengan lebar 0,05-0,15 (mm) sebesar 66,67%, retak dengan lebar 0,2-0,3 (mm) sebesar 16,67% dan retak dengan lebar 0,35-0,5 (mm) sebesar 11,11%. Pembakaran pada beton tidak menyebabkan pengelupasan pada beton. Penetrasi panas yang terjadi dengan suhu pembakaran ±800ºC umumnya adalah 3- 4 mm.
46
5.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diberikan saran sebagai berikut : a. Perlu ditambahkan tulangan sengkang. b. Perlu dilakukan analisa lebih lanjut mengenai lekatan antar tulangan dan beton pada struktur beton bertulang pasca pembakaran. c. Bisa dilanjutkan dengan menggunakan variasi jumlah tulangan dan komposisi campuran yang lain.
47
DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2007. Analisa Beton menggunakan Indikator PP. Website: http://kimiaundip.Wordpress.com/20/07/09/26/analisa-betonmenggunakan-indikator-pp/ Kurniawan, Y. 2007. Permeabilitas dan Kuat Tarik Belah Beton Normal dengan Menggunakan Batu Kapur sebagai Agregat Kasar Alternatif. Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana. Denpasar. Mulyono, T. 2003. Teknologi Beton. Andi: Jakarta. Murdock, LJ, Brook, KM. 1999. Bahan dan Praktek Beton, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta. Pamungkas, EA. 2008. Pengaruh Durasi Pembakaran Terhadap Kuat Tekan dan Perubahan Fisik Beton. Tugas Akhir, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana. Denpasar. Prasetya, A. 2005. Perilaku Kolom Pendek Akibat Temperatur Tinggi Dengan Ketebalan Selimut Beton Yang Berbeda. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 5, April, pp. 124-135. Purba, A. 2000. Perbaikan Striktir Gedung Akibat Kebakaran. Majalah Konstruksi, November-Desember. Rochman, A. 2006. Gedung Pasca Bakar Estimasi Kekuatan Sisa dan Teknologi Perbaikannya. Dinamika Teknik Sipil, Volume 6, Nomor 2. Surakarta. Saba, A. 2007. Pengaruh Variasi Temperatur Tinggi Terhadap Kuat Tekan Beton, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar–Bali. Sangkara, J. 2009. Pengaruh Diameter Maksimum Agregat Kasar Batu Pecah Terhadap Kuat Tekan dan Kuat Tarik Belah Beton Pasca Pembakaran, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar–Bali. Subakti, A. 1994. Teknologi Beton dalam Praktek. Divisi Percetakan Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. Suroso, 2001. Pengaruh Lamanya Pembakaran dan Tebal Selimut Beton Terhadap Penurunan Kuat Leleh Baja Tulangan Polos Pada Beton Pasca Kebakaran, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, Denpasar–Bali. Wangsadinata, W. 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia (PBBI). Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, Direktorat Jendral Cipta Karya. Jakarta. Wang, C. 1993. Disain Beton Bertulang, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
48
LAMPIRAN F FOTO PELAKSANAAN
ALAT DAN MATERIAL
Gambar F.1 Oven
Gambar F.2 Los Angeles Abrasion Machine
Gambar F.3 Kerucut Terpancung &
Gambar F.4 Kotak Takar
Penumbuk Logam
Gambar F.5 Timbangan Heavy Duty
Gambar F.6 Timbangan Specific Gravity
Gambar F.7 Mesin Ayakan & Saringan
Gambar F.9 Pasir Bergradasi
Gambar F.11 Persiapan Tulangan
Gambar F.8 Mesin Desak
Gambar F.10 Batu Pecah Bergradasi
Gambar F.12 Mesin Pengaduk (Molen)
Gambar F.13 Mesin Penggetar
Gambar F.15 Semen OPC jenis I
Gambar F.17 Tungku Pembakaran
Gambar F.14 Cetakan Silinder
Gambar F.16 Kerucut Abram
Gambar F.18 Regulator Tekanan Gas
Gambar F.19 Tulangan Tipe I
Gambar F.20 Tulangan Tipe II
Gambar F.21 Mesin Uji Tarik (Universal Testing Material Shimatsu UMH30)
PENGERJAAN DAN PENCETAAN BENDA UJI
Gambar F.22 Cetakan dengan tulangan
Gambar F.23 Pencampuran beton
Gambar F.24 Penuangan beton
Gambar F.25 Pengisian tiap lapis pada kerucut abram
Gambar F.26 Pengukuran dan pembacaan
Gambar F.27 Pengisian tiap lapis pada
nilai slump
cetakan
Gambar F.28 Pemadatan dengan
Gambar F.29 Perataan benda uji
penggetaran
Gambar F.30 Hasil pengecoran tiap
Gambar F.31 Hasil semua ulangan
ulangan
Gambar F.32 Beton setelah 24 jam
Gambar F.33 Perawatan beton dengan karung goni yang dibasahi
PENGUJIAN KUAT TEKAN BETON
Gambar F.34 Pengujian Kuat Tekan Beton
Gambar F.35 Silinder sebelum di uji
Gambar F.36 Silinder setelah di uji
PENGUJIAN PENETRASI PANAS
Gambar F.37 Benda uji dibelah
Gambar F.38 Benda uji tanpa pembakaran
Gambar F.39 Benda uji pasca pembakaran
setelah diolesi Phenolphatelein
setelah diolesi Phenolphatelein
Gambar F.40 Pengukuran penetrasi
Gambar F.41 Pengukuran penetrasi