LAPORAN PENDAHULUAN TOTAL AV BLOK PADA WANITA USIA 60 TAHUN DI RUANG INTENSIVE CARDIOVASCULAR CARE UNIT (ICVCU), RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Tugas Disusun Guna Memenuhi Syarat Praktik Program Profesi Ners Stase Emergency Nursing Care
Disusun Oleh: I’ANA AULIA ANDARI
(J.230.145.046)
PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
1. PENDAHULUAN Gangguan konduksi jantung adalah ganguan yang terjadi pada jaringan konduksi (jalur listrik) jantung sehingga listrik jantung tidak berjalan lancar atau terhenti ditengah jalan. (Budi Yuli, 2009). AV Blok merupakan salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang terjadi bila jalur SA Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada EKG) terhambat, maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol macet, maka jarak tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi menjadi 3 derajat sesuai tengan tingkat keparahan. (Lippincot, William, 2011) Total AV blok merupakan keadaan darurat jantung yang membutuhkan penanganan segera. Blok biasanya berkembang dari blok derajat I dan II, tetapi total AV blok dapat juga terjadi tanpa blok parsial sebelumnya atau interval PR yang bisa normal segera setelah terjadi periode blok total. Letak blok total sering diperkirakan dengan lebar kompleks QRS dan kecepatan ventrikel. Jika terjadi distal dari His Bundle kompleks QRS biasanya melebar dan kecepatan ventrikel biasanya > 50x/ menit.(Hidayat, 2010 ). 2. ANATOMI DAN PERJALANAN RANGSANG JANTUNG Kejadian perangsangan jantung dalam keadaan normal dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Diawali SA node yang akan mengeluarkan rangsang, kemudian disalurkan ke tiga jaras internodal
melalui
di atrium kanan dan kiri menuju AV
node,kemudian melalui bundle His, seterusnya ke branch bundle kanan dan kiri dan berakhir di serabut Purkinye yang terdapat dalam otot jantung. Kemudian terjadilah aktivasi elektris pada setiap titik jaringan yang mengandung unsur‐ unsur
listrik yang dilalui yaitu SA node,muscle,
AV node,bundle His, Branch Bundle, Purkinye,
yang
digambarkan
sebagai potensial aksi dari masing‐masing titik jaringan tersebut. Aritmia dapat merupakan
kelainan sekunder
akibat penyakit
jantung atau ekstra kardiak, tetapi dapat juga primer. Kesemuanya mempunyai mekanisme yang sama dan penatalaksanaan
yang sama.
Aritmia dapat dibagi menjadi kelompok supraventrikular aritmia dan ventrikular aritmia berdasarkan letak lokasi yaitu apakah di atria termasuk AV node dan bundle His ataukah di ventrikel mulai dari infra bundle His. dibagi menurut heart rate yaitu bradikardi ataupun takikardi, dengan nilai normal berkisar antara 60 – 100/menit.Penyebab
kardiak
yang sering menyebabkan aritmia yaitu Penyakit Jantung Koroner (PJK) khususnya infark miokard.Kelainan aritmia yang sering timbul adalah ventricular extra systole (VES) yang dapat menyebabkan ventricular tachycardia (VT) dan ventricular fibrillation (VF). Tidak jarang terjadi juga AV block total yang biasanya berkaitan dengan
adanya
inferior
myocard infarct. Selain itu dengan terjadinya proses degenerasi pada sistem hantaran di jantung, akan didapatkan AV block derajat 1 atau derajat 2 atapun derajat 3 (AV Block total). Dengan adanya degenerasi di SA nodeakan menimbulkan fokus‐ fokus baru di atrium sehingga dapat menimbulkan atrial fibrillation dan atrial flutter. Tergantung dari letak fokus, selain menyebabkan VES, dapat terjadi Supra Ventricular Extra Systole (SVES) atau Supra Ventricular Tachycardia (SVT) dimana fokusnya berasal dari atas bundle His. AVNRT (AV Nodal Reentry Tachycardia) merupakan salah satu dari SVT dimana terjadi proses reentry mechanism di sekitar AV node. (Lukman, Hakim, 2010)
3. ETIOLOGI AV Blok sering terjadi dari kelanjutan fase buruk dari : 1. Iskemia jantung 2. Infark jantung
3. Gagal jantung kongestif 4. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis karena infeksi). 5. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard. 6. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat anti aritmia lainnya. 7. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia). 8. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama jantung. 9. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat. 10. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis). 11. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme). 12. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung. 13. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung. 14. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system konduksi jantung). Yang akhirnya menghambat konduksi implus dari SA node ke AV node. 15. SIGN AND SYMPTOMS Tanda umum yang terjadi pada pasien dengan total AV blok ini adalah : a. Chest pain b. Dyspnea c. Confusion d. Pulmonary edema Namun terdapat tanda gejala yang kompleks dari masing masing stage total AV blok yaitu:
a. Stage 1 biasanya belum muncul tanda dan gejala namun sudah dapat dilihat gambaran EKG yang menunjukkan terlihat perpanjangan interval P –R > 0,21 detik. b. Stage 2 Biasanya asimtomatik, tetapi pada beberapa pasien, merasakan kejanggalan dari detak jantung, presinkop, atau sinkop dapat terjadi; dapat bermanifestasi pada pemeriksaan fisik sebagai bradikardia (terutama Mobitz II) dan / atau ketidakteraturan denyut jantung (terutama Mobitz I [Wenckebach]) c. Stage 3 sering dikaitkan dengan gejala seperti kelelahan, pusing, pusing, presinkop, dan sinkop; terkait dengan bradikardia kecuali lokasi blok yang terletak di bagian proksimal dari node atrioventrikular (AVN). (Chirag M Sandesara, MD, FACC, 2014. Journal Of Cardiology. Medscape). 16. STAGE AV BLOCK a. AV blok derajat I: letak kelainan pada AV node dan pada EKG terlihat
perpanjangan interval P –R > 0,21 detik. Semua impuls
dihantarkan ke ventrikel. Kelainan ini sering terdapat pada usia lanjut.
b. AV blok derajat II tipe Wenckebach, Mobitz II ataupun AV blok total biasanya disebabkan oleh infark miokard akut
inferior. Pada gambaran
EKG pada AV blok derajat
II terlihat
ada
gelombang P yang tidak mempunyai pasangan gelombang QRS yang artinya bahwa ada rangsang yang tidak disalurkan kebawah karena ada gangguan pada AV node ataupun His‐ Purkinye.
Sedangkan pada AV blok total terlihat tidak ada asosiasi antara gelombang P dan gelombang QRS yang artinya tidak ada hubungan sama sekali antara atrium dan ventrikel dimana masing‐masing mengeluarkan impulsnya.
Pengobatan pada AV blok derajat I tidak ada yang khusus, hanya memperhatikan faktor penyebab
seperti
mengobati
yaitu PJK. Sedangkan pada AV
penyakit
penyebab
efek
digitalis
ataupun
blok II dan III disamping penyakit penyebab, simtomatis dapat diberikan sulfas atropin, atau isoproterenol. Khusus untuk AV blok total tindakan terbaik adalah dengan pemasangan pacu jantung. Ekstra Sistole Dibagi berdasar asal fokus yaitu : supraventrikel dan ventrikel. Gambaran EKG pada ES supraventrikel adalah gambaran gelombang
QRS lancip atau sama dengan gambaran gelombang QRS lain yang normal. Fokus berasal dari supra His.
Gambaran EKG pada ES
ventrikel adalah gelombang QRS yang melebar (>0.12 ms). Focus berasal dari ventrikel.
Penyebab terbanyak adalah karena: Infark Miokard dan jenis Penyakit Jantung Koroner lain, efek digitalis, ataupun karena psikologis. Pada pemeriksaan fisik:
terdengar bunyi jantung ekstra disela irama
jantung yang reguler. Frekuensi Berdasarkan
dapat terdengar sering atau jarang.
frekuensi ini dapat ditentukan bigemini atau trigemini.
Klasifikasi ES umumnya pada ES ventrikel adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5.
jumlahnya < 5/menit atau <30/jam konsekutif Fenomena R on T Multifokal Bigemini atau lebih Kesemuanya ini sudah merupakan indikasi untuk pengobatan. Pemeriksaan penunjang adalah EKG. Untuk pengamatan lama (24 atau 48 jam) dapat dilakukan dengan alat Holter Monitoring.
Pengobatan: dengan obat anti aritmia kelas I atau kelas III. 6. Pemeriksaan Penunjang 1.
EKG
: menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. 2.
Monitor Holter
: Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan
untuk menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia. 3.
Foto dada
: Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup 4.
Skan pencitraan miokardia
:
dapat
menunjukkan
aea
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa. 5.
Tes stres latihan
: dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan
latihan yang menyebabkan disritmia. 6.
Elektrolit
: Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia. 7.
Pemeriksaan obat
: Dapat menyatakan toksisitas obat jantung,
adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin. 8.
Pemeriksaan tiroid
: peningkatan atau penururnan kadar tiroid
serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia. 9.
Laju sedimentasi
:
Penignggian
dapat
menunukkan
proses
inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia. 10.
GDA/nadi oksimetri :
menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
Hipoksemia
dapat
7. Penatalaksanaan Medis 11. Terapi medis Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu : a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang menyertai anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia. Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade) Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation) Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker) Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia 12. Terapi mekanis a. Kardioversi Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya. b. Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak
ada
irama
jantung
yang
terorganisasi.
Defibrilasi
akan
mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker. c. Defibrilator kardioverter implantable Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami fibrilasi ventrikel. d. Terapi pacemaker Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.
e. Pembedahan hantaran jantung Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi
radio.
Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium, memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung. Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau perbaikan. Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2 menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber disritmia dapat dihilangkan. Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300 joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar
dan menjadi parut, sehingga menghilangkan sumber disritmia. Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik. Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik. 8. Pengkajian Pengkajian primer : 1. Airway Apakah ada peningkatan sekret ? Adakah suara nafas : krekels ? 2. Breathing Adakah distress pernafasan ? Adakah hipoksemia berat ? Adakah retraksi otot interkosta, dispnea, sesak nafas ? Apakah ada bunyi whezing ? 3. Circulation Bagaimanakan perubahan tingkat kesadaran ? Apakah ada takikardi ? Apakah ada takipnoe ? Apakah haluaran urin menurun ? Apakah terjadi penurunan TD ? Bagaimana kapilery refill ? Apakah ada sianosis ? Pengkajian sekunder 1. Riwayat penyakit
Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi Riwayat IM sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup jantung, hipertensi Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi Kondisi psikososial 2. Pengkajian fisik a. Aktivitas
: kelelahan umum
b. Sirkulasi
: perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin
tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun berat. c. Integritas ego
: perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis. d. Makanan/cairan
: hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit e. Neurosensori
: pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil. f. Nyeri/ketidaknyamanan
: nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang
atau tidak dengan obat antiangina, gelisah g. Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
h. Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
9. Diagnosa keperawatan dan Intervensi 1.
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan
gangguan konduksi elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia. Kriteria hasil : a Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa b Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya disritmia c Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia. Intervensi : a. Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan, amplitudo dan simetris. b. Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut jantung ekstra, penurunan nadi. c. Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan. d. Tentukan tipe disritmia dan catat irama : takikardi; bradikardi; disritmia atrial; disritmia ventrikel; blok jantung e. Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama fase akut. f. Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi g. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah mengkerut, menangis, perubahan TD
h. Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi i. Kolaborasi : j. Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit k. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi l. Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi m.Siapkan untuk bantu kardioversi elektif n. Bantu pemasangan/mempertahankan fungsi pacu jantung o. Masukkan/pertahankan masukan IV p. Siapkan untuk prosedur diagnostik invasif q. Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator 2.
Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan
berhubungan
dengan
kurang informasi/salah
pengertian
kondisi
medis/kebutuhan terapi. Kriteria hasil : a menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan b Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat Intervensi : c Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal d Jelakan/tekankan
masalah
aritmia
khusus
dan
tindakan
terapeutik
pada
pasien/keluarga e Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan, perubahan mental, vertigo. f Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan; bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan g Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan h Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein i Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang
j Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat k Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan gejala yang memerlukan intervensi medis l Kaji ulang prosedur untuk menghilangkan PAT contoh pijatan karotis/sinus, manuver Valsava bila perlu. 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi. Tujuan/kriteria hasil : - Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan. - Memenuhi perawatan diri sendiri. - Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan. Intervensi : a. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan
vasodilator,
diuretic
dan
penyekat
beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung. b. Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat. Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan. c. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas. Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. d. Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi). Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. Tujuan/kriteria hasil : - Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran. - Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima. - Berat badan stabil dan tidak ada edema. - Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual. Intervensi : a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi. Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. b. Pantau/hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam. Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tibatiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada. c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selam fase akut. Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis. d. Pantau TD dan CVP (bila ada). Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kngesti paru, gagal jantung. e. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi. Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
20
Daftar Pustaka Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta. Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume I, EGC, Jakarta.