LAPORAN
PELAKSANAAN BANTUAN PROFESIONAL PENGEMBANGAN KURIKULUM TPK PROVINSI MELALUI JARINGAN KURIKULUM
PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
2007
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ABSTRAK
i ii
BAB I PENDAHULUAN
1
A. B. C. D.
Latar Belakang Tujuan Ruang Lingkup Hasil Yang Diharapkan
1 2 2 2
BAB II KAJIAN KONSEP A. B. C. D.
3
Pengertian Kurikulum Sejarah Perkembangan Kurikulum Perkembangan Kurikulum di Indonesia Evaluasi Kurikulum
3 5 13 14
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN
16
A. Langkah Kegiatan B. Unsur Yang terlibat
16 17
BAB IV DISKUSI HASIL PEMBERDAYAAN
18
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
47
A. Kesimpulan B. Rekomendasi
48 48
KEPUSTAKAAN
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
50
i
ABSTRAK Salah satu implikasi otonomi dalam bidang pendidikan adalah pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh masing-masing satuan pendidikan. Hal ini merupakan peluang bagi daerah dan satuan pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan potensi, kebutuhan, dan karakteristiknya. Peluang tersebut akan mendorong terwujudnya SDM berkualitas yang memiliki daya saing yang tinggi di tengah-tengah persaingan global yang semakin tajam. Kewenangan daerah dalam menyusun kurikulum tersebut memerlukan kesiapan sumberdaya manusia yang profesional dalam pengelolaan kurkulum. Untuk itu, Menteri Pendidikan Nasional melalui Surat Edaran Nomor 33 tahun 2007 yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia agar masingmasing daerah membentuk Tim Pengembang Kurikulum (TPK) mengingat keterbatasan kemampuan Pusat Kurikulum untuk mekangkau semua kabupaten/kota. Kegiatan bantuan profesional kepada TPK provinsi ini bertujuan untuk memnfasilitasi daerah dalam membentuk TPK dan menyusun rencana pemberdayaan tim tersebut. Ruang lingkup kegiatan meliputi: Advokasi pembentukan/pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum di tingkat provinsi dalam wadah Jaringan Kurikulum di 33 provinsi di Indonesia; Pemantapan program kerja Tim Jaringan Kurikulum provinsi yang terdiri atas unsur-unsur Guru, Kepala Sekolah, Pengawas, dan Pembina Pendidikan Dinas Provinsi setempat; Koordinasi antara Pusat Kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi di 33 provinsi. Hasil yang diharapkan adalah: Terbentuknya Tim Pengembang Kurikulum di 33 Provinsi dalam wadah Jaringan Kurikulum; Pengembangan program kerja Tim Pengembang Kurikulum di 33 Provinsi dalam wadah Jaringan Kurikulum; Adanya koordinasi antara Pusat Kurikulum dan Dinas Pendidikan Provinsi dalam pembentukan/pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum Provinsi. Selama tahun 2007 ini hampir semua daerah (provinsi) sudah membentuk Jaringan Kurikulum dan Tim Pengembang Kurikulum yang dilegalisasi melalui surat keputusan (SK) Gubernur atau Kepala Dinas Pendidikan, walaupun pada umumnya masih berupa draft (tentatif). Naskah kerjasama (MoU) untuk pemberdayaan kurikulum di setiap daerah disambut dengan baik dan pada umumnya pihak daerah bersedia melakukan kerjasama dengan pihak Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas dalam rangka pengembangan kurikulum di daerah. Hampir semua daerah telah merancang program kerja Jaringan Kurikulum dan Tim Pengembang Kurikulum beserta rancangan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Kendala dan masalah pada umumnya adalah berkaitan dengan pembiayaan rutin kegiatan TPK karena belum diajukan. Namun hal ini tidak menjadi halangan dalam pelaksanaan pemberdayaan TPK di daerah, namun justru dapat dijadikan tantangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pemberdayaan tim menjadi lebih solid. Berdasarkan hal tersebut, untuk pembinaan selanjutnya perlu adanya persamaan persepsi antara anggota tim pengembang kurikulum dan pihak terkait lainnya. Di samping itu, juga perlu adanya pembimbingan dan pelatihan lebih intensif bagi para tim pengembang kurikulum di daerah, sehingga pemerintah daerah memiliki sumber daya manusia yang lebih kompeten serta mampu bekerjasama dan melakukan pembimbingan kepada setiap satuan pendidikan di tingkat kabupaten/kota. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
ii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom membawa implikasi terhadap penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Implikasi dimaksud berupa otonomi di bidang pendidikan yang menuntut adanya perubahan dalam pengelolaan pendidikan dari yang bersifat sentralistik ke desentralistik. Pergeseran pola dari sentralistik ke desentralistiki dalam pengelolaan pendidikan pada hakikatnya adalah upaya pemberdayaan daerah dan sekolah dalam peningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan. Salah satu otonomi dalam bidang pendidikan yang sangat strategis adalah pengembangan kurikulum. Daerah memiliki kewenangan dalam mengembangkan atau menyusun kurikulum yang efektif sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerahnya dengan berlandaskan pada Standar Nasional Pendidikan. Hal ini dapat memberi harapan yang lebih nyata untuk meningkatkan mutu pendidikan demi terwujudnya SDM berkualitas yang memiliki daya saing yang tinggi di tengah-tengah persaingan global yang semakin tajam. Kewenangan daerah dalam menyusun ataupun mengembangkan kurikulum tersebut memerlukan kesiapan sumberdaya manusia yang profesional dalam pengelolaan kurkulum. Jauh sebelum era otonomi pendidikan seperti sekarang ini, Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas telah mendesentralisasikan pengembangan kurikulum ke daerah, yaitu pengembangan kurikulum Muatan Lokal. Kurikulum Muatan Lokal ini dikembangkan oleh Tim Jaringan Kurikulum di seluruh provinsi di Indonesia. Personal Jaringan Kurikulum disebut Tim Pengembang Kurikulum yang dibentuk dan dipersiapkan sebagai mitra kerja Pusat Kurikulum di daerah dalam pengembangan, implementasi, dan evaluasi kurikulum. Tim Pengembang Kurikulum pertama kali dibentuk pada tahun 1990 di tingkat provinsi di seluruh Indonesia. Di setiap provinsi Tim ini beranggotakan sebanyak 35 orang yang terdiri atas unsur: guru, kepala sekolah, pengawas, dan pembina pendidikan Dinas Pendidikan provinsi setempat. Sampai sat ini, Tim Pengembang Kurikulum telah banyak melakukan kegiatan pengembangan, implementasi, dan evaluasi terhadap kurikulum muatan lokal. Namun demikian, setelah sekian lama Tim ini berjalan banyak diantara para anggotanya yang telah pensiun, mutasi tempat tugas, dan mendapat promosi jabatan, sehingga kinerja Tim Pengembang Kurikulum menjadi terhambat. Pada perkembangan selanjutnya, seiring dengan adanya perubahan yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta adanya pengaruh globalisasi yang berpengaruh di setiap segi kehiupan masyarakat pada gilirannya berimplikasi pada kebijakan mendasar dalam bidang pendidikan dengan diberlakukannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang –undang ini selanjutnya ditindaklanjuti dengan digulirkannya Peraturan Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan. Oleh karena itu, untuk lebih meningkatkan kembali kemitraan yang efektif Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
1
dan efisien antar Pusat Kurikulum dan Tim Pengembang Kurikulum maka dipandang perlu untuk memantapkan kembali kinerja Tim Pengembang Kurikulum melalui pembinaan yang menyeluruh dan berkelanjutan. Menyeluruh dalam arti bahwa pembinaan atau bimbingan yang diberikan akan dilaksanakan secara serentak dalam satu tahun anggaran kepada seluruh Tim Perekaya Kurikulum di setiap provinsi. Sedangkan berkelanjutan maksudnya adalah bahwa pembinaan atau bimbingan yang diberikan akan dilaksanakan secara terus-menerus pada setiap tahun anggaran. Diharapkan melalui serangkaian kegiatan pembinaan atau bimbingan yang intensif dan menyeluruh Tim Pengembang Kurikulum dapat menjadi modal dasar bagi daerah dalam melaksanakan otonomi bidang pendidikan pada umumnya dan dalam penyusunan, pelaksanaan serta penilaian kurikulum pada khususnya. Selanjutnya, di masa mendatang, Tim Pengembang Kurikulum tingkat provinsi ini diharapkan mampu menularkan pengetahuan dan keterampilannya dengan membentuk Tim Pengembang tingkat Kabupaten/Kota. B. Tujuan Sesuai dengan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan kegiatan ini adalah untuk membentuk dan menyusun rencana pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum di tingkat provinsi.
C. Ruang Lingkup Kegiatan ini dilaksanakan secara berkelanjutan meliputi: 1. Advokasi pembentukan/pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum di tingkat provinsi dalam wadah Jaringan Kurikulum di 33 provinsi di Indonesia. 2. Pemantapan program kerja Tim Jaringan Kurikulum provinsi yang terdiri atas unsur-unsur Guru, Kepala Sekolah, Pengawas, dan Pembina Pendidikan Dinas Provinsi setempat. 3. Koordinasi antara Pusat Kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi di 33 provinsi. D. Hasil Yang Diharapkan 1. Terbentuknya Tim Pengembang Kurikulum di 33 Provinsi dalam wadah Jaringan Kurikulum. 2. Pengembangan program kerja Tim Pengembang Kurikulum di 33 Provinsi dalam wadah Jaringan Kurikulum. 3. Adanya koordinasi antara Pusat Kurikulum dan Dinas Pendidikan Provinsi dalam pembentukan/pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum Provinsi.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
2
II. KAJIAN KONSEP
A.
Pengertian Kurikulum Pada bagian ini diuraikan pengenalan umum tentang kurikulum dan seperangkat konsep-konsep yang dapat digunakan untuk menganalisis materi tersebut. Bagi seseorang yang baru mendengar atau mengenal tentang kurikulum untuk pertama kali, biasanya akan bertanya "Apakah kurikulum itu?" atau "Seberapa pentingkah kurikulum itu?". Ini merupakan contoh pertanyaan yang sederhana, tetapi pertanyaan tersebut tidak secara mudah dapat dijawab. Apabila dijawab pun belum tentu akan langsung puas dengan jawaban yang diberikan. Untuk dapat menjawab pertanyaan di atas, dalam bagian ini akan disajikan beberapa pengertian tentang kurikulum yang dapat dikaji lebih lanjut agar dapat diketahui pentingnya kurikulum dalam sistem pendidikan. Sesuai dengan kenyataan yang ada sekarang, para pendidik akan dapat membuat programprogram operasional untuk kegiatan belajar mengajar di sekolah apabila didasarkan pada kurikulum. Sementara itu, memahami sejarah perkembangan kurikulum pada hakekatnya akan menyadarkan kita bahwa perubahan kurikulum khususnya dalam suatu sistem pendidikan yang sudah mapan dan baik merupakan suatu hal yang dianggap biasa dan selalu terjadi. Perubahan akan dilakukan, baik dalam kurun waktu tertentu dan teratur maupun kapan saja apabila perubahan tersebut dianggap perlu. Perubahan biasanya diarahkan agar kurikulum paling tidak mampu menjawab perubahan kehidupan dan tatanan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan-perkembangan lainnya yang mungkin terjadi setiap saat. Menjelaskan pengertian kurikulum mungkin merupakan pekerjaan yang paling sulit. Hal ini disebabkan pengertian kurikulum yang terdapat sekarang ini berbeda antara yang satu dengan yang lainnya sesuai dengan cara pandang para ahlinya masing-masing. Untuk memahami sifat dan tingkat perbedaan tersebut, alangkah baiknya mengkaji terlebih dahulu berbagai pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh ahlinya masing-masing. John Dewey (1902) sejak lama telah menggunakan istilah kurikulum dan hubungannya dengan anak didik. Dewey menegaskan bahwa kurikulum dan anak didik merupakan dua hal yang berbeda tetapi kedua-duanya adalah proses tunggal dalam bidang pendidikan. Kurikulum merupakan suatu rekonstruksi berkelanjutan yang memaparkan pengalaman belajar anak didik melalui suatu susunan pengetahuan yang terorganisir dengan baik yang biasanya disebut kurikulum. Franklin Bobbit (1918) menyatakan bahwa kurikulum adalah susunan pengalaman belajar terarah yang digunakan oleh sekolah untuk membentangkan kemampuan individual anak didik.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
3
Harold Rugg (1927) mengartikan kurikulum sebagai suatu rangkaian pengalaman yang memiliki kemanfaatan maksimum bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuannya agar dapat menyesuaikan dan menghadapi berbagai situasi kehidupan. Hollins Caswell (1935) menyatakan bahwa kurikulum adalah susunan pengalaman yang digunakan guru sebagai proses dan prosedur untuk membimbing anak didik menuju ke kedewasaan. Ralph Tyler (1957) menegaskan bahwa kurikulum adalah seluruh pengalaman belajar yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikannya. Hilda Taba (1962) mengatakan bahwa kurikulum adalah pernyataan tentang tujuan-tujuan pendidikan yang bersifat umum dan khusus, dan materinya dipilih dan diorganisasikan berdasarkan suatu pola tertentu untuk kepentingan belajar dan mengajar. Biasanya dalam suatu kurikulum sudah termasuk dengan program penilaian hasilnya. Robert Gagne (1967) mengartikan bahwa kurikulum adalah suatu rangkaian unit materi belajar yang disusun sedemikian rupa sehingga anak didik dapat mempelajarinya berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki/dikuasai sebelumnya. James Popham dan Eva Baker (1970) mengatakan bahwa kurikulum adalah seluruh hasil belajar yang direncanakan dan merupakan tanggung jawab sekolah. Materi kurikulum mengacu kepada tujuan pengajaran yang diinginkan. Michael Schiro (1978) mengartikan kurikulum sebagai proses pengembangan anak didik yang diharapkan terjadi dan digunakan dalam perencanaan pengajaran. Saylor, Alexander, dan Lewis (1981) mengartikan kurikulum sebagai suatu rencana yang berisi sekumpulan pengalaman belajar untuk anak didik yang akan dididik. Sedangkan pengertian kurikulum sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah "seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu." Apabila kita telaah, akan terlihat bahwa pengertian-pengertian tersebut pada dasarnya memiliki arti yang hampir sama namun berbeda dalam ruang lingkup penekanannya. Sebagian pengertian kurikulum ditafsirkan secara luas yang penekanannya mencakup seluruh pengalaman belajar yang diorganisasikan dan dikembangkan dengan baik serta dipersiapkan bagi anak didik untuk mengatasi situasi kehidupan sebenarnya. Sedangkan pengertian lainnya ditafsirkan secara sempit yang hanya menekankan kepada kemanfaatannya bagi guru dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
4
Menurut Glatthorn (1987), pengertian kurikulum paling tidak harus memenuhi dua kriteria yaitu (1) kurikulum harus mencerminkan pengertian umum tentang peristilahan pendidikan sebagaimana sering digunakan oleh pendidik, dan (2) kurikulum harus bermanfaat bagi guru dalam membuat perencanaan pengajaran yang baik. Glatthorn sendiri mengartikan kurikulum adalah rencana yang dibuat untuk membimbing anak belajar di sekolah, disajikan dalam bentuk dokumen yang mudah ditemukan, disusun berdasarkan tingkat-tingkat generalisasi, dapat diaktualisasikan dalam kelas, dapat diamati oleh pihak yang tidak berkepentingan, dan dapat membawa perubahan tingkah laku. Yang paling menarik dari pendapat Glatthorn adalah bahwa rencana tersebut harus fleksibel agar dapat memungkinkan dilakukan perbaikan seperlunya apabila proses sedang berlangsung. Ungkapan tentang bentuk dokumen yang mudah ditemukan memberikan petunjuk yang cukup luas dengan kemungkinan bahwa kurikulum dapat disimpan dan diedarkan melalui perangkat komputer, yaitu suatu cara penyimpanan kurikulum dalam database komputer dan penyalurannya ke sekolahsekolah melalui jaringan internet yang mungkin dapat diwujudkan pada waktu yang akan datang.
B.
Sejarah Perkembangan Kurikulum Memahami sejarah perkembangan kurikulum dari sejak awal berguna untuk menjelajahi masa-masa aliran yang mempengaruhi perubahan kurikulum. Perubahan kurikulum khususnya di negara-negara yang sudah maju sering dipengaruhi oleh dan/atau sebagai perwujudan dari kekuatan masyarakat, dan perubahan itu biasanya menawarkan suatu pandangan yang lebih luas. Istilah resminya adalah "innovations and reforms." Sejarah perkembangan kurikulum secara kronologis telah mengalami enam masa yang masing-masing mempunyai ciri istimewa, yaitu "academic scientism, progressive functionalism, developmental conformism, scholarly structuralism, romantic radicalism, dan privatistic conservatism." Academic Scientism: 1890-1916 Pada masa ini terdapat dua pengaruh yang nampaknya berkuasa yaitu para ahli dari kalangan dunia perguruan tinggi yang telah berhasil secara sistematis dan efektif membuat kurikulum yang didasarkan kepada struktur disiplin keilmuan, dan para teoritikus pendidikan yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam penyusunan kurikulum bagi kepentingan pendidikan. Tokoh-tokoh terkenal pada masa ini adalah antara lain Charles W. Eliot, Stanley G. Hall, dan Francis W. Parker. Eliot beranggapan bahwa kurikulum yang terbaik adalah kurikulum yang cocok bagi anak didik yang akan mempelajarinya. Hall, seorang psikolog terkemuka aliran Darwinism, meyakini bahwa perubahan sosial terjadi secara evolusi, ia tidak
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
5
berubah secara radikal. Oleh karena itu, tugas pokok kurikulum adalah mendukung perubahan setahap demi setahap dengan cara pembimbingan dan pemberian kesempatan tumbuh kepada anak didik melalui kegiatan individual atau "child-centered education." Sedangkan Parker yang oleh Dewey disebut sebagai "the father of progressive education" nampaknya lebih berpengaruh dan berperanan daripada Hall terhadap perkembangan pendidikan dan kurikulum. Sumbangan pemikiran Parker terhadap teori kurikulum sangat jelas dengan gagasan "the childcentered curriculum", yaitu suatu kurikulum yang disusun atas dasar kebutuhan anak didik. Dalam masa ini, pengaruh yang paling kuat dan menarik adalah pandangan aliran scientific. Pandangan mereka telah mempengaruhi para pemikir pendidikan lainnya dalam tiga hal pokok. Pertama, pandangan bahwa ilmu pengetahuan menyediakan dukungan intelektual untuk berpikir rasional. Berbagai masalah dapat diatasi dengan menerapkan cara berpikir rasional dalam proses ilmiah. Kedua, pandangan bahwa ilmu pengetahuan menyediakan materi untuk kurikulum. Bahkan Flexner (1916) telah membuktikan keunggulan ilmu pengetahuan tersebut. Flexner mengatakan bahwa tujuan utama dari sekolah adalah untuk mempersiapkan anak didik menguasai dunia nyata, dan persiapan itu akan lebih sempurna apabila dilengkapi dengan ilmu-ilmu eksakta dan sosial. Selanjutnya, ia mengusulkan agar dalam kurikulum hendaknya memusatkan perhatian kepada empat bidang utama yaitu "science, industry, aesthetics, and civics." Terakhir, pandangan bahwa ilmu pengetahuan menyediakan wahana untuk perbaikan sekolah. Ilmu pengetahuan menghasilkan pandangan dan dukungan utama tentang sifat kurikulum yang diinginkan dan tentang apa yang seharusnya dipelajari oleh anak didik. Progressive Functionalism: 1917-1940 Masa ini ditandai oleh pertemuan dua aliran yang nampaknya berbeda pandangan. Yang satu adalah para pengikut John Dewey dengan "the child-centered orientation", dan yang lainnya adalah para ahli kurikulum. Para pendukung "the child-centered curriculum atau juga sering disebut dengan "progressive education" memulai menyusun kurikulum dengan menentukan terlebih dahulu minat anak didik, dan selanjutnya materi yang dipilih dikaitkan dengan minat tersebut. "The child-centered curriculum" pada hakekatnya adalah kurikulum yang didasarkan kepada minat, kebutuhan, kemampuan untuk belajar, dan pengalaman anak didik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Para ahli kurikulum atau "functionalism" sebaliknya mengatakan bahwa kurikulum harus berasal dari analisis tentang fungsi dan kegiatan penting dari kehidupan orang dewasa. Sebagai contoh pembuatan kurikulum yang dilakukan oleh para "functionalsm" adalah "Curriculum Construction" yang disusun oleh Charters (1923). Ia mengusulkan tujuh tahapan proses untuk mengembangkan kurikulum sebagai berikut: 1) Determine the major objectives by studying the life of man in its social setting. Such major objectives as citizenship and morality were suggested. 2) Analyze those objectives into ideals and activities, continuing the analysis of the level of working units. The ideals should be identified by the faculty; the Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
6
3) 4)
5)
6) 7)
activities should be derived from objectives studies of the activities of men in society. This series of discrete and highly detailed steps. Arrange these and ideals and activities in their order of importance. Place in a higher order in this list those ideals and activities which are high in value for children but low in value for adults, such as the activity of games and the ideal of obedience. Determine the number of most important items which can be handled in the time provided for schooling, deducting those which are better learned outside of school. Collect the best practices of the race in handling those ideals and activities. Arrange the resulting materials in the appro priate instructional order, being sensitive to the psychological nature of children.
Lebih jelasnya tujuh usulan Charters seperti tersebut di atas yaitu: (1)
menentukan sasaran pokok dengan mempelajari kehidupan manusia dalam lingkungan masyarakatnya. Sasaran pokok semacam itu disarankan yang berkaitan dengan kewarganegaraan dan moralitas;
(2)
menguraikan sasaran-sasaran tersebut ke dalam tujuan-tujuan dan kegiatankegiatan yang dilanjutkan dengan analisis pada tingkat unit-unit kerja. Tujuan-tujuan hendaknya dirumuskan oleh ahlinya dan kegiatan-kegiatan hendaknya bersumber dari penelaahan terhadap kegiatan manusia dalam masyarakat. Rangkaian ini merupakan langkah-langkah yang sangat terinci dan memiliki ciri-ciri tersendiri;
(3)
menyusun semua hal tersebut berdasarkan urutan kepentingannya;
(4)
menempatkan tujuan dan kegiatan yang bernilai tinggi bagi anak-anak tetapi bernilai rendah bagi orang dewasa, misalnya kegiatan bermain dan ketaatan;
(5)
menentukan sejumlah item yang paling penting yang dapat dikerjakan dalam waktu yang tersedia untuk kegiatan pendidikan di sekolah dengan mengurangi jumlah item yang dapat dipelajari di luar lingkungan sekolah;
(6)
mengumpulkan berbagai keterangan tentang praktik pelaksanaan kurikulum yang terbaik dalam pencapaian tujuan dan kegiatan; dan
(7)
menyusun bahan pelajaran dalam rencana pengajaran yang sesuai dengan sifat psikologis anak.
Pada akhir usulannya, Charters membuat lebih jelas pandangan functionalism dengan mengatakan: "School projects cannot be selected haphazard. They are controlled by two factors: on the one hand they must parallel life activities, and on the other hand they must include the items of the subjects in their proper proportions". Menurut pandangan Charters di atas, rancangan yang berhubungan dengan sekolah tidak dapat dipilih secara serampangan atau sembrono karena hal tersebut dikontrol oleh dua faktor yaitu disatu pihak harus selaras dengan kegiatan hidup, dan dipihak lainnya harus mencakup sejumlah mata pelajaran dalam proporsi yang tepat. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
7
Dua figur tokoh yang pandangannya mengenai kurikulum saling berlawanan arah yaitu: John Dewey dan Franklin Bobbit. Kedua tokoh tersebut mempunyai pengaruh kuat pada zamannya. John Dewey menguji keyakinannya yang satu sama lainnya bertalian erat : (1) keyakinannya tentang hubungan sekolah dan masyarakat; (2) keyakinannya tentang teori "the child-centered curriculum", dan (3) pelaksanaan teori tersebut dalam Laboratory School di Universitas Chicago. Sedangkan dalam pandangan Bobbit, kurikulum adalah perangkat apa saja yang dapat digunakan untuk mengolah bahan mentah (the chlid) menjadi hasil akhir (the model of adult). Development Conformism: 1941-1956 Periode berikutnya adalah zamannya "developmental conformism". Periode ini ditandai oleh adanya peningkatan perhatian terhadap implikasi pendidikan anak dan perkembangan anak remaja. Archambaust (1964) mengatakan bahwa John Dewey telah sekian lama mengamati tingkat pertumbuhan anak dan remaja secara jelas: "... the aim of education is growth or development, both intellectual and moral. Ethical and psychological principles can aid the school in the greatest of all constructions; the building of a free and powerful character. Only knowledge of the order and connection of the stages in psychological development can insure this. Educations is the work of supplying the conditions which will enable the psychological functions to mature in the freest and fullest manner". Tujuan pendidikan menurut Dewey adalah pertumbuhan atau perkembangan, baik intelektual maupun moral. Prinsip-prinsip etika dan psikologi dapat membantu sekolah dalam pengembangan dan pembentukan karakter yang bebas dan penuh kekuatan. Hanya ilmu pengetahuan yang tersusun dan terkait dengan tingkat perkembangan psikologi yang dapat menjamin hal itu. Pendidikan adalah kegiatan pemenuhan kondisi yang akan memungkinkan fungsi-fungsi psikologi ke tingkat kematangan dalam sikap. Dua teoritikus kurikulum yang nampaknya penting dalam periode ini adalah Ralph Tyler dan Hollis Caswell. Tyler (1950) merumuskan pertanyaan-pertanyaan dasar yang harus dijawab dalam pengembangan kurikulum. Pertanyaan pertama, "What educational purposes should the school seek to attain?" (tujuan-tujuan pendidikan apa yang seharusnya dicapai oleh sekolah?). Menurut Tyler, tujuan-tujuan pendidikan dapat diidentifikasi dengan cara menelaah tiga sumber yaitu: (1) peserta didik itu sendiri; (2) kehidupan masa sekarang di luar lingkungan sekolah; dan (3) pertimbangan para ahli disiplin keilmuan. Tyler menyadari bahwa dengan analisis yang menyeluruh terhadap ketiga sumber tersebut akan menghasilkan aneka tujuan, beberapa diantaranya mungkin saling bertentangan. Oleh karena itu, para ahli kurikulum perlu memilih tujuan-tujuan dengan menggunakan dua "screens" yaitu: filsafat pendidikan dan psikologi belajar. Tyler menyarankan bahwa tujuan hendaknya dirumuskan dalam bentuk dua dimensi yaitu: (1) komponen tingkah laku yang mengidentifikasi pentingnya tingkah laku belajar, misalnya perkembangan cara berpikir efektif, dan (2) komponen materi yang diambil dari disiplin keilmuan. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
8
Pertanyaan kedua, "How can learning experiences be selected which are likely to be useful in attaining these experiences?" (bagaimana pengalaman belajar dapat dipilih yang mungkin berguna dalam pencapaian pengalaman tersebut?). Tyler mengemukakan beberapa prinsip umum yang dijadikan pedoman oleh para perencana kurikulum dalam memilih tujuan. Pertama, pilihlah pengalaman yang memberikan kesempatan anak didik untuk dapat mempraktekkan jenis tingkah laku seperti ditetapkan oleh tujuan. Kedua, pengalaman yang dipilih hendaknya sesuai dengan kemungkinan kemampuan anak didik. Ketiga, anak didik hendaknya dapat memperoleh kepuasan setelah mempraktekkan jenis tingkah laku yang ditetapkan. Terakhir, perlu disadari bahwa pengalaman belajar yang sama yang diberikan kepada seluruh anak didik akan menghasilkan hasil yang berbeda. Pertanyaan ketiga, "How can learning experiences be organized for effective instruction?" (bagaimana pengalaman belajar dapat diorganisasikan untuk pengajaran yang efektif?). Dalam penetapan tentang organisasi kegiatan atau pengalaman belajar, Tyler menyarankan para pengembang kurikulum hendaknya mempertimbangkan tiga kriteria sebagai berikut: "continuity, sequences, and integration". "Continuity" mengacu kepada pengulangan kegiatan belajar secara vertikal. Maksudnya adalah organisasi pengalaman belajar harus dapat mengembangkan dan memberikan kesempatan secara terus-menerus kepada anak didik dalam mempraktekkan kegiatan tersebut; "sequences" adalah pengalaman belajar harus dapat diurutkan secara lengkap mulai dari awal hingga akhir pencapaian tujuan dan mulai dari yang paling mudah sampai dengan yang paling sulit atau sukar; dan "integration" adalah hubungan secara horizontal diantara urutan pengalaman belajar untuk menjamin keseimbangan tingkah laku yang diinginkan. Pertanyaan terakhir, "How can the effectiveness of learning experiences be evaluated?" (bagaimana keefektifan pengalaman belajar dapat dinilai?). Tyler menyarankan agar dapat mengembangkan penilian dengan alat uji yang "valid and reliable" dan yang didasarkan kepada kurikulum serta hasilnya digunakan untuk menyempurnakan kurikulum. Bentuk penilaian seperti disarankan oleh Tyler akan dibahas dalam bab yang membahas tentang penilaian kurikulum. Tokoh kedua, Caswell (1935) pertama memandang pentingnya pengembangan staf perencana kurikulum sebagai kebutuhan dasar dalam menyusun suatu kurikulum. Kedua, guru-guru hendaknya dilibatkan dalam pengembangan kurikulum. Terakhir, pengembangan perangkat yang berguna bagi pengorganisasian kurikulum dengan menggabungkan tiga serangkai: "child interests, social meaning, and subject matter". Caswell mulai menyusun kurikulum dengan menelaah berbagai aspek yang diketahuinya tentang perkembangan anak guna mengidentifikasi bakat dan minat penting dari anak. kemudian ia beralih kepada masyarakat untuk mengidentifikasi fungsi dan aspek kehidupan masyarakat yang sesuai dengan perkembangan anak. Akhirnya, ia menelaah pentingnya materi pelajaran, dalam hal ini ia menghubungkan fungsi dan aspek kehidupan sosial yang sekiranya tepat untuk materi pelajaran. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
9
Scholarly Structuralism: 1957-1967 Informasi yang diperoleh dalam periode ini tidak begitu banyak. Kejadian yang paling menarik bahkan menggemparkan dunia terutama pihak Amerika Serikat adalah peluncuran satelit ruang angkasa pertama Sputnik kepunyaan Uni Soviet. Amerika Serikat sangat terpukul dengan peristiwa ini dan untuk mengejar ketinggalannya, Pemerintah Federal Amerika Serikat telah menyediakan dana besar-besaran untuk peningkatan program pelajaran ilmu-ilmu eksakta seperti ilmu fisika dan matematika di sekolah-sekolah. Salah satu teoritikus kurikulum yang tercatat dalam periode ini adalah Jerome Bruner. Bruner seorang psikolog dari Universitas Harvard memimpin suatu konferensi yang dihadiri oleh para ahli science, matematika, dan psikologi atas prakarsa "the National Academy of Sciences" selang setahun setelah peluncuran satelit Uni Soviet. Tujuan utama dari konferensi adalah perbaikan program pelajaran science dan matematika dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Amerika Serikat. Laporan akhir konferensi ditulis oleh Bruner (1960) dengan judul "The Process of Education", sebuah buku yang berisi usaha-usaha ambisius untuk peningkatan pendidikan. Dalam buku ini Bruner secara meyakinkan memberikan dasar yang meliputi banyak hal yang dapat digunakan oleh para pengikut scholarly structuralism. Pertama, kurikulum sekolah harus mengutamakan kemudahan "the transfer of learning". Berhubung waktu sekolah amat terbatas, guru harus mencari alat yang efisien untuk hal tersebut. "The transfer of learning" akan dapat dicapai dengan baik apabila kurikulum secara eksplisit direncanakan untuk memungkinkan anak didik memahami struktur ilmu pengetahuan. Mengenai hal ini lebih lanjut Bruner mengatakan bahwa kontinuitas belajar dihasilkan oleh penguasaan struktur ilmu pengetahuan, lebih fundamental atau mendasar gagasan yang ia pelajari akan lebih besar dan luas penggunaannya terhadap masalah-masalah baru. Kedua, cara yang paling baik dalam mempelajari struktur ilmu pengetahuan adalah melalui "discovery or inquiry approach" di mana anak didik berfungsi sebagai ahli ilmu pengetahuan muda, ahli kimia muda, dan lain sebagainya. Mempelajari ilmu kimia, sebagai contoh, anak harus betul-betul bertindak seperti ahli kimia. Pendapat Bruner sangat bertentangan dengan pendapat Piaget. Piaget berteori bahwa cara belajar seseorang akan ditentukan oleh tingkat perkembangan usianya, sedangkan Bruner berteori bahwa anak yang masih muda sekalipun dapat mempelajari struktur ilmu pengetahuan sebab kegiatan intelektual pada tingkat usia manapun pada dasarnya adalah sama. Selanjutnya Bruner mengatakan bahwa kurikulum yang disusun berdasarkan penggunaan gagasan pikiran yang terbaik yang akan menghasilkan para ilmuwan. Dalam tahun-tahun berikutnya Bruner (1973) mengembangkan "the structurebased curricula" untuk menggantikan kurikulum yang hanya bersangkut paut dengan masalah-masalah kemasyarakatan. Bagaimanapun juga, untuk periode sekurang-kurangnya sepuluh tahun ide Bruner tentang "transfer, structure, discovery, and readiness" telah memainkan peranan penting dalam semua proyek pengembangan kurikulum yang dibiayai oleh pemerintah federal Amerika Serikat. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
10
Romantic Radicalism: 1968-1974 Periode ini ditandai oleh berbagai eksperimen dalam usaha mengembangkan "the child-centered schools and programs". Percobaan mengambil tiga bentuk yang berbeda tetapi hampir berkaitan antara satu dengan yang lainnya, yaitu "alternative schools, open classrooms, and elective programs". "Alternative schools" adalah suatu sekolah yang diselenggarakan untuk menampung anak didik yang karena berbagai alasan tidak dapat mengikuti pelajaran dengan baik di sekolah biasa. Ciri-ciri pendidikan yang dilakukan dalam sekolah semacam ini adalah : (1) guru melakukan sendiri segala kegiatan pendidikan di sekolah tersebut, (2) sekolah tidak memiliki kepala sekolah, (3) sekolah tidak memiliki kurikulum yang akan digunakan, (4) yang bernama guru tidak mutlak harus seseorang yang berpredikat guru, tetapi boleh siapa saja yang mempunyai keahlian untuk membimbing anak tumbuh dewasa, (5) kegiatan belajar dipilih terutama atas dasar permintaan anak, dan (6) tempat bernaung kegiatan pendidikan adalah bangunan tempat ibadah atau kantor, sedangkan kegiatan praktek kelasnya dapat dilakukan misalnya di musium, pusat rekreasi, atau sekitar kampus universitas. "Open classrooms" adalah merupakan salah satu usaha pengembangan pendidikan yang banyak dipengaruhi oleh pengembangan sekolah dasar di Inggris. Ciri utama sekolah ini adalah mengutamakan pendekatan belajar yang luwes, guru bertindak sebagai fasilitator untuk membantu anak yang memerlukan bantuan belajar. Banyak kritik yang dilontarkan terhadap sekolah ini, diantaranya Horwitz (1979) dalam hasil risetnya antara lain mengemukakan bahwa pendekatan sekolah tradisional masih lebih bagus daripada "open classrooms". "Elective programs" adalah program pilihan yang hanya ditawarkan sebagai bagian dari sekolah menengah. Konsep dasar dari program pilihan relatif sederhana yaitu anak diwajibkan memilih salah satu dari berbagai program jangka pendek yang bukan termasuk ke dalam katagori mata pelajaran seperti musik dan olah raga. Program tersebut, misalnya, adalah "Woman in Literature", "The Romance of Sport", dan "War and Peace". Dalam periode eksperimentasi ini tercatat Carl Rogers yang mendukung "free schools and open classrooms." Buku yang ditulis oleh Rogers (1969), "Freedom to Learn: A view of what education might become", cukup berpengaruh dikalangan para pendidik. Yang paling menarik adalah Holt (1964) yang dalam pandangannya, guru adalah kurikulum ("the teacher is the curriculum"). Dari perspektif Holt, sekolah tidak memerlukan "scope and squence charts, clearly articulated objectives, or specified learning activities". Tetapi sebaliknya sekolah memerlukan guru yang menawan dan imajiner yang dapat merangsang lingkungan belajar dan yang dapat melibatkan anak didik dalam pengalaman belajar yang berarti bagi kehidupannya. Privatistic Conservatism: 1975-Periode ini ditandai dengan gerakan "School effectiveness and School reform", dan Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
11
"The Critical Thinking Movement". Benyamin Bloom dan John Goodlad dengan caranya masing-masing telah memberikan sumbangan dan pengaruh terhadap penelitian dan praktek pendidikan. Bloom adalah seorang psikolog dan profesor pendidikan di Universitas Chicago yang pertama kali menyebarkan ide tentang klasifikasi tingkah laku, dan dalam dunia pendidikan dikenal luas dengan nama "Bloom's Taxonomy". Dalam periode ini Bloom (1976) memelopori pengembangan teori dan riset tentang "mastery learning" yang cukup memberikan pengaruh besar dalam pembaharuan pendidikan. Di Indonesia, "mastery learning" dikenal dengan nama belajar tuntas yang dikembangkan melalui kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan di sepuluh perguruan tinggi negeri keguruan (IKIP). Banyak para pengikut Bloom dan para ahli kurikulum yang melaksanakan teori "mastery learning". Secara umum, pelaksanaan teori "mastery learning" telah membawa hasil yang positif dalam reformasi sistem pendidikan. Burns (1979) setelah melakukan penelitian terhadap pelaksanaan belajar tuntas menyimpulkan bahwa hasil yang ditunjukan adalah bahwa strategi belajar tuntas memiliki pengaruh kuat terhadap belajar anak apabila dibandingkan dengan metode pengajaran konvensional. Goodlad adalah figur lain yang telah banyak memberikan sumbangan besar dalam sejarah kurikulum. Selama lebih dari pada dua puluh lima tahun ia melakukan berbagai penelitian, mengorganisasir pusat-pusat pembaharuan pendidikan, mengajar mahasiswa dalam spesialisasi kurikulum dan pengajaran, dan menerbitkan berbagai buku ilmiah tentang pendidikan dan ratusan artikel yang diterbitkan oleh berbagai jurnal dan majalah pendidikan. Para pendidik banyak yang menerima Goodlad sebagai tokoh kurikulum yang memahami kehidupan sekolah, yang mempunyai pandangan jelas bagaimana seharusnya sekolah, dan yang memiliki berbagai ide yang teruji dengan baik untuk membantu sekolah mencapai tujuannya. Dari semua bukunya, mungkin yang paling berpengaruh dan bermanfaat adalah "A Place Called School: Prospects for the Future", diterbitkan 1984 beberapa tahun setelah gerakan reformasi pendidikan di Amerika Serikat diumumkan secara luas. Yang membuat karya tersebut termashur adalah pekerjaan besarnya dengan mengadakan penelitian secara sistematis dan mendalam terhadap 1016 kelas, mewawancarai 1350 guru, 8624 orang tua, dan 17163 murid. Banyak rekomendasi yang ia kemukakan, diantaranya ia menyatakan perlunya dibangun sejumlah pusat penelitian dan pengembangan kurikulum dalam berbagai bidang kurikulum sebagai alat untuk menyempurnakan materi dan penyajiannya. Pusat-pusat penelitian tersebut menurut Goodlad hendaknya dilengkapi dengan pusat perencanaan kurikulum yang bertanggung jawab menerjemahkan hasil penelitian ke dalam pedoman-pedoman kurikulum yang dapat dipakai langsung oleh sekolah.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
12
C.
Perkembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya tanggal 17 Agustus 1945, telah beberapa kali dilakukan pembaharuan kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Setidak-tidaknya, menurut Jasin (1987) telah diadakan empat kali pembaharuan kurikulum. Pembaharuan pertama dilakukan dengan dikeluarkannya Rencana Pelajaran 1947 yang menggantikan seluruh sistem pendidikan kolonial Belanda. Semangat proklamasi kemerdekaan dan revolusi nasional memberikan pengaruh besar dalam pembaharuan pendidikan setelah masa kolonial berakhir. Dalam konteks sejarah kurikulum umum, Rencana Pelajaran 1947 berada dalam zamannya "developmental conformism" (1941-1956). Zaman tersebut menekankan pendidikan kepada pembentukan karakter manusia. Pembaharuan kedua terjadi dengan dikeluarkannya Rencana Pendidikan 1964. Pemikiran dan usaha pembaharuan yang mendorong lahirnya rencana tersebut antara lain adalah tentang perlunya Indonesia mengejar ketinggalannya di bidang ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu-ilmu alam (science) dan matematika. Pemikiran dan usaha tersebut didasari oleh gagasan Bruner (1960). Ia salah seorang tokoh "scholarly structuralism" (1957-1967) dan reformis pendidikan yang mengawali usaha perbaikan program pelajaran science dan matematika dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah di Amerika Serikat. Pembaharuan ketiga terjadi dengan dikeluarkannya Kurikulum 1968. Pergantian kurikulum tersebut ditandai oleh keadaan politik, yaitu alih orde dari Orde Lama menjadi Orde Baru pada tahun 1966. Keadaan politik pada waktu itu menuntut adanya perubahan radikal pemerintahan Orde Lama dalam segala aspek kehidupan termasuk pendidikan. Pembaharuan keempat terjadi dengan diterbitkannya Kurikulum 1975/1976/1977. Lahirnya kurikulum tersebut ditandai dengan usaha-usaha yang sistematis dalam penyusunannya. Bahan-bahan masukan yang bersifat empiris telah dijadikan dasar dalam penyusunan kurikulum tersebut. Berkenaan dengan hal di atas Jasin (1987) mengemukakan bahwa bahan-bahan empiris tersebut adalah : a. Laporan Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) tentang hasil penelitian (survey) yang mengungkapkan beberapa masalah pendidikan dam saran-saran alternatif pemecahannya. (Laporan Badan Pengembangan Pendidikan, 1971). b. Uji coba kurikulum melalui Sekolah Laboratorium IKIP Malang selama Pelita I/1969-1974 dan hasil suatu team dari badan Pengembangan Pendidikan yang bertugas menganalisa kurikulum yang berlaku. c. Seminar identifikasi problema pendidikan pada tahun 1969 yang membahas segala segi dan permasalahan pendidikan seperti tujuan pendidikan, relevansi kurikulum dengan kepentingan anak, metodik, persyaratan guru dan usahausaha untuk memenuhi persyaratan itu, demokratisasi kurikulum dan evaluasi. (Setiadi, 1969).
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
13
Sejak diberlakukannya Kurikulum 1975, berbagai usaha inovatif telah banyak dilakukan dalam rangka menunjang pelaksanaan dan mencari alternatif lain yang dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum tersebut, antara lain meneruskan uji coba kurikulum melalui Sekolah Labolatorium di sepuluh IKIP Negeri, uji coba belajar tuntas (mastery learning), penggunaan modul dan sekolah-sekolah terbuka. Pembaharuan kelima terjadi dengan diterbitkannya Kurikulum Sekolah Menengah Atas 1984, Kurikulum Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama 1975 Yang Disempurnakan, dan Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan kerja dan industri. Pembaharuan keenam terjadi dengan diterbitkannya Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah 1994 yang disesuaikan dengan tuntutan dari Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturanperaturan pelaksanaannya. Pembaharuan ketujuh terjadi pada saat Bangsa Indonesia sedang dilanda krisis multidimensi, yaitu dengan dikembangkannya Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah 2004 yang dikenal sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi. Kurikulum ini disesuaikan dengan tuntutan dari Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Pembaharuan kedelapan terjadi setelah terbentuknya Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) pada tahun 2004. Pengembangan kurikulum dilakukan oleh sekolah dengan berpatokan pada Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan oleh BSNP. Kurikulum ini selanjutnya dikenal sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). D.
Evaluasi Kurikulum Model evaluasi kurikulum jenisnya cukup banyak, tetapi dari sejumlah teori dapat dikelompokkan atas dua model yaitu model kuantitatif dan kualitatif (Hasan, 1988). Model kuantitatif merentang dari Model Tyler, model Sistem Alkin, Model Countenance Stake, model CIPP (Context, Input, Process, dan Product), dan model ekonomio mikro. Sebaliknya, menurut Sukmadinata (2004) terdapat empat jenis model yang paling menonjol yaitu model: (1) Discrepancy evaluation Model, yaitu pendekatan yang membandingkan pelaksanaan dengan standar baik disain, pelaksanaan program, biaya dan lain-lain, (2) Contingency Congruence Model, yaitu menilai kesesuaian antara rancangan, pelaksanaan dan hasil ideal dengan yang nyata/teramati, (3) EPIC (Evaluation Programs fot Innovative Curriculum), dan (4) model CIPP (Context, Input, Process, dan Product). Model yang cukup terbuka dalam mengevaluasi kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan adalah model CIPP. Sesuai dengan namanya, model ini terbentuk dari 4 jenis evaluasi yaitu evaluasi Context, Input, Process, dan Product yang dikembangkan kali pertama oleh Stufflebeam. Keempat evaluasi ini merupakan suatu rangakaian keutuhan yaitu:
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
14
•
Evaluasi konteks ditujukan untuk menilai kedaan yang sedang dilakukan oleh suatu lembaga pendidikan Evaluasi konteks dilakukan dari keadaan awal sebelum suatu inovasi kurikulum direncanakan, bahkan adalah fungsi dari evaluasi konteks untuk melihat apakah diperlukan adanya suatu inovasi atau tidak. Dalam desentralisasi kurikulum, evaluasi konteks dapat dilakukan oleh pihak sekolah untuk melakukan inovasi kurikulumnya.
•
Evaluasi input orientasinya untuk mengemukakan suatu program yang dapat mencapai apa yang diinginkan lembaga tersebut. Program yang dimaksudkan adalah program yang membawa perubahan berskala penambahan dan pembaharuan. Evaluasi masukan tidak hanya melihat apa yang ada pada lingkungan lembaga tersebut tetapi juga harus dapat memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi di waktu mendatang ketika suatu inovasi kurikulum dilaksanakan. Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan dari suatu inovasi kurikulum. Evaluasi ini baru dapaty dilakukan apabila inovasi kurikulum tersebut telah dilkaksanakan di lapangan bukan pada waktu ia dirancang.
•
•
Evaluasi hasil (product) bertujuan untuk menentukan sampai sejauh mana kurikulum yang diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang mempergunakannya. Evaluasi hasil memperlihatkan pengaruh program yang tidak hanya bersifat langsung tapi juga yang berpengaruh tidak langsung. Pengaruh tersebuttidak saja yang bersifat positif tetapi juga pengaruh negarif dari kurikulum tersebut.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
15
III. PELAKSANAAN KEGIATAN
Metode/Strategi Pelaksanaan Kegiatan yang dilakukan dalam rangka Pembentukan dan Pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum dalam wadah Jaringan Kurikulum adalah sebagai berikut: A. Langkah Kegiatan 1. Workshop Persiapan Workshop ini dilakukan untuk membuat program Rencana Kegiatan Pembentukan/pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di tingkat provinsi di 33 provinsi di Indonesia. Diharapkan dengan membuat program selama setahun maka kegiatan ini dapat berjalan dan terencana dengan baik. Workshop ini dilakukan di Pusat Kurikulum Jakarta dan melibatkan tim Pusat Kurikulum, guru, pengawas, dan Dinas Pendidikan. Hasil dari workshop ini adalah Laporan Rencana Kegiatan Pembentukan/pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di tingkat provinsi di 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2007. 2. Rapat Koordinasi Kegiatan ini dilakukan dalam bentuk workshop dan diskusi fokus. Tujuan dari kegiatan ini adalah mengkooordinasikan kegiatan Pembentukan/ Pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum dalam wadah Jaringan Kurikulum, menyusun program kerja bersama sehingga para pembuat kebijakan di daerah dapat menentukan tindak lanjut sebagai keberlangsungan Jaringan Kurikulum di provinsi. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan di CisaruaBogor dan diikuti oleh unsur pejabat Dinas Pendidikan tingkat provinsi dari 33 provinsi, dan Pusat Kurikulum. Hasil kegiatan berupa laporan hasil rapat koordinasi. 3. Pembentukan dan Pemantapan Program Kerja Kegiatan ini merupakan kegiatan pemberian bantuan (advokasi) kepada Dinas Pendidikan provinsi dalam membentuk dan rencana memberdayakan Tim Pengembang Kurikulum. Kegiatan akan dilaksanakan dalam bentuk diskusi fokus dan workshop. Diskusi fokus berkenaan dengan pembentukan Tim Pengembang Kurikulum dalam wadah Jaringan Kurikulum Kegiatan workshop berupa kerja kelompok untuk merumuskan program kerja Tim Pengembang Kurikulum yang meliputi: program pemberdayaan, pendampingan, dan layanan profesional. Selain itu, untuk pengembangan lebih lanjut, kerja kelompok juga membahas tentang pendanaan yang dibutuhkan dalam program pemberdayaan dan pendampingan. 4. Monitoring Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui keterlaksanaan program tindak lanjut hasil pembentukan Tim Pengembang Kurikulum tingkat provinsi dalam wadah Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
16
Jaringan Kurikulum yang telah ditentukan pada saat pembentukan oleh Tim Pengembang Kurikulum di provinsi. Monitoring dilaksanakan di 33 provinsi. 5. Analisis Hasil Bimbingan Berdasarkan data dan informasi serta hasil observasi dan diskusi selama kegiatan monitoring, selanjutnya dilakukan kegiatan analisis terhadap seluruh masukan tersebut. Tujuan kegiatan adalah untuk mengetahui seberapa jauh pelaksanaan program kerja Tim Pengembang Kurikulum telah diimplementasikan guna untuk memberdayakan TPK itu sendiri. Kegiatan analisis ini diikuti oleh unsur guru, pengawas, Perguruan Tinggi, dan Pusat Kurikulum. 6. Penyusunan Laporan Kegiatan ini bertujuan untuk membuat laporan akhir dari serangkaian tahapan kegiatan yang telah dilaksanakan. Laporan akhir merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban secara administratif kepada Pemerintah dimana pada laporan dimaksud dilengkapi dengan rekomendasi yang ditujukan kepada para pembuat kebijakan untuk menentukan tindak lanjutnya. Selain itu disertakan seluruh dokumen hasil pengembangan. B. Unsur yang Terlibat Kegiatan Pembentukan dan pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum berbagai unsur yang terdiri dari: 1. Tenaga Ahli dari Perguruan Tinggi Kependidikan dan Non Kependidikan. Tenaga Ahli dari perguruan tinggi non pendidikan diharapkan memberi masukan terutama yang berkaitan dengan konsep-konsep keilmuan dan kecenderungan perkembangannya di masa depan termasuk psikologi perkembangan anak. Tenaga Ahli dari perguruan tinggi kependidikan diharapkan memberi masukan yang berkenaan dengan konsep pengembangan dan evaluasi kurikulum. 2. Para Pembina pendidikan dari Pusat maupun daerah a. Pembina pendidikan di Pusat memberikan masukan yang bersifat kebijakan tentang manajemen pengelolaan kurikulum. Pembina pendidikan di Pusat ini merupakan tenaga teknis di lingkungan unit utama pusat Departemen Pendidikan Nasional. b. Pembina pendidikan di Daerah diharapkan memberikan masukan yang sifatnya lebih teknis operasional sehubungan dengan pengelolaan kurikulum di tingkat sekolah. Pembina pendidikan di Daerah ini merupakan tenaga teknis di lingkungan Dinas Pendidikan Provinsi setempat. 3. Guru yang berperan serta dalam kegiatan ini merupakan guru yang berpengalaman terutama dalam hal pengelolaan kurikulum di dalam kelas.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
17
IV. DISKUSI HASIL PEMBERDAYAAN Berbagai hasil temuan dan data difokuskan pada 5 (lima) hal, yaitu: (1) surat keputusan pembentukan/ pemberdayaan Jaringan Kurikulum atau Tim Pengembangan Kurikulum, (2) program kerja, (3) naskah kerjasama/ MoU, (4) pembiayaan/ pendanaan, dan (5) hambatan/kendala dan masukan-masukan. Berikut ini akan dipaparkan hasil monitoring di setiap provinsi yang meliputi kelima hal di atas, yaitu: 1. PROVINSI JAWA BARAT Pembentukan Organisasi Jaringan Kurikulum di Provinsi Jawa Barat masih tentatif. Pada dokumen yang diterima dari hasil monitoring, Surat Keputusan (SK) pembentukan Jaringan Kurikulum di Jawa Barat seyogyanya akan ditandatangi oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, namun belum ditandatangi dan di cap resmi. Susunan pengurus telah dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas, LPMP/P4TK, perguruan tinggi, departemen agama, dan tenaga kependidikan lainnya. Program kerja jaringan kurikulum pun telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat dan ditandatangani dalam bentuk kesediaan kerjasama oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini dianggarkan dalam anggaran pemerintah daerah sebesar 3 milyar rupiah (Rp 3.000.000.000,-). Terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan KTSP diantaranya: • Kemampuan personil TPK Prov belum merata, karena belum seluruhnya memperoleh pelatihan dari pusat terutama komponen SD. • Belum semua kab/kota memiliki TPK sebagai jaringan kerja dari TPK provinsi sehingga layanan teknis bagi sekolah belum optimal. Masukan untuk kegiatan pengembangan Jaringan Kurikulum adalah: • Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Provinsi Jawa Barat terdiri dari TPK Dikdas, TPK Dikmen, dan TPK PLB masing-masing berjumlah 50 orang, disarankan Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
18
• •
berada dalam satu payung yang SK pembentukannya ditandatangani oleh Gubernur atau Kepala Dinas Pendidikan JAwa Barat. Jumlah personil yang terlibat dalam TPK baik jumlah maupun unsurnya (keahlian) tidak harus sam dengan model jarkur tetapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Struktur dan susunan organisasi TPK serta program kera bersifat tentatif agar disempurnakan lagi sesaui dengan kebutuhan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.
2. PROVINSI JAWA TENGAH Hasil laporan monitoring tentang pembentukan Jaringan Kurikulum (Tim Pengembang Kurikulum) di daerah provinsi Jawa Tengah belum ada. Artinya di provinsi ini belum dibentuk Jaringan Kurikulum yang disyahkan melalui SK Gubernur maupun Kepala Dinas Pendidikan Provinsi. Susunan Pengurus Tim Jaringan Kurikulum sebenarnya sudah ada, dan telah melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas, dewan pendidikan, LPMP, dan tenaga kependidikan lainnya. Unsur lainnya belum dilibatkan termasuk dari Departemen Agama. Program kerja jaringan kurikulum pun telah dibuat dengan isi program sesuai yang telah disarankan dalam panduan, yaitu: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat dan ditandatangani dalam bentuk kesediaan kerjasama oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. Hambatan yang dirasakan oleh daerah , adalah TIDAK ADA. Masukan untuk kegiatan pengembangan Jaringan Kurikulum adalah: Tim Jarkur di Puskur perlu memperhatikan program kerja dan pembiayaan yang diusulkan dalam pembentukan TPK Provinsi Jawa Tengah. 3. PROVINSI JAWA TIMUR Pembentukan Organisasi Jaringan Kurikulum di Jawa Timur sudah Definitif. Pada dokumen yang diterima dari hasil monitoring, Surat Keputusan (SK) pembentukan Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
19
Jaringan Kurikulum di Jawa Timur telah ditandatangi dan dicap oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi atas nama Gubernur. Susunan pengurus telah dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas, LPMP/P4TK, perguruan tinggi, komite sekolah/ dwan pendidikan, dan tenaga kependidikan lainnya. Namun unsur Departemen Agama dan organisasi profesi belum terlibat. Program kerja jaringan kurikulum pun telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat dan ditandatangani oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini tidak diketahui/informasi dalam anggaran pemerintah daerah. Hambatan yang dirasakan oleh daerah , adalah TIDAK ADA. Masukan untuk kegiatan pengembangan Jaringan Kurikulum adalah • Pemahaman tentang KTSP perlu ditingkatkan khusunya untuk TPK provinsi. • Perlu adanya dukungan danan kegiatan pengembangan TPK provinsi dalam bentuk block grant. • Perlu adanya pedoman standar kompetensi secara lengkap. 4. PROVINSI DKI JAKARTA Hasil laporan menunjukkan bahwa Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di provinsi DKI Jakarta dibagi menjadi 2 jenjang, yaitu TPK jenjang Pendidikan Dasar dan Jenjang Pendidikan Menengah. TPK selain untuk membantu Dinas dalam manajemen pengembangan kurikulum juga diberdayakan sebagai Tim Sosialisasi KTSP. TPK dalam wadah jaringan Kurikulum disyahkan melalui SK Kepala Dinas Pendidikan. Pengurus Tim Jaringan Kurikulum sudah ada, dan telah melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas, LPMP, dan tenaga kependidikan lainnya. Program kerja jaringan kurikulum dibuat dengan isi program sesuai yang telah disarankan dalam panduan, yaitu: • Sosialisasi KTSP ke seluruh jenis dan jenjang pendidikan • Pelatihan pengembangan kurikulum • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007 20
• • • •
Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran
Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat namun belum ditandatangani dalam bentuk kesediaan kerjasama oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi. Hasil diskusi menyimpulkan bahwa tidak ada hambatan yang berarti, baik menyangkut program maupun dana dalam rencana melaksanakan pemberdayaan TPK. Masukan untuk kegiatan pengembangan Jaringan Kurikulum adalah: Tim Jarkur di Puskur perlu secara reguler memperhatikan mutu kinerja TPK Provinsi DKI Jakarta.
5. PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY) Pembentukan Organisasi Jaringan Kurikulum di DI Yogyakarta belum ada, yang ada adalah SK Pembentukan Panitia Sosialisasi KTSP. Pada dokumen yang diterima dari hasil monitoring, tidak ada Surat Keputusan (SK) pembentukan Jaringan Kurikulum di DIY dan SK susunan pengurus telah dibentuk juga tidak ada. Walaupun demikian susunan pengurus tentatif sudah ada dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas, LPMP/P4TK, dan tenaga kependidikan lainnya. Tetapi belum melibatkan perguruan tinggi, departemen agama, dan organisasi profesi. Program kerja jaringan kurikulum pun telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran. Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur belum ada. Tidak ada hambatan maupun masukan.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
21
6. PROVINSI BALI Pembentukan Organisasi Jaringan Kurikulum di Provinsi Bali sudah definitif dengan nama TIM PENELITI DAN PENGEMBANG KURIKULUM tahun 2007. Pada dokumen yang diterima dari hasil monitoring, Surat Keputusan (SK) pembentukan tim tersebut ditandatangi dan di cap resmi oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi. Adapun SK tentang Jaringan Kurikulum itu sendiri tidak ada. Susunan pengurus telah dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, pengawas, dan tenaga kependidikan lainnya. Unsur lainnya tidak diikutsertakan. Program kerja jaringan kurikulum telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran. Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat dan ditandatangani dalam bentuk kesediaan kerjasama oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini dianggarkan dalam anggaran pemerintah daerah sebesar 150 juta rupiah (Rp 150.000.000,-) dan dana lainnya, termasuk rencana block grant dari Puskur Balitbang Depdiknas. Tidak ada hambatan menurut data hasil monitoring. Adapun masukannya adalah: • Perlunya koordinasi antara unit pendidikan di Dinas Pendidikan Provinsi Bali agar kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan sosialisasi KTSP sedapat mungkin melibatkan tim pengembang kurikulum. • Agar tim pengembang dapat bekerja dengan cepat untuk segera melakukan pembentukan tim pengembang kurikulum di itngkat kabupaten/kota. • Rekruitmen TPK perlu mendasarkan pada kriteria-kriteria objektif yang disusun oleh Dinas Pendidikan dengan berpedoman pada kriteria yang diusulkan oleh Pusat Kurikulum. Perlu melibatkan unsur perguruan tinggi (LPTK), LPMP, dan Komite sekolah. 7. PROVINSI LAMPUNG Di Provinsi Lampung, SK pembentukan TPK ditandatangani oleh gubernur dan sudah ada hitam di atas putih yaitu SK nomor G/514/III.11/HK/2007 tentang pembentukan tim pengembangan jaringan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) provinsi Lampung tahun 2007. Artinya dapat dimaknai bahwa tim akan berakhir pada tahun 2007. Tugas yang dibebankan kepada TPK adalah: Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
22
Lokakarya, seminar, pelatihan, penataran, studi banding, dan penelitian, serta pengembangan KTSP Kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lain yang terkait; • Pertukaran ide, pengalaman, informasi antar Tim Pengembangan Kurikulum • Mengkaji dokumen kebijakan nasional dan daerah • Menkaji karakteristik, kebutuhan, dan pengembangan daerah/sekolah • Merumuskan standar kompetensi dan kompetensi dasar program muatan lokal • Mengembangkan rambu-rambu implementasi kurikulum dan model-model pembelajaran serta evaluasi KTSP • Mengadakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan KTSP secara periodik • Mengadakan penyempurnaan KTSP Luasnya ruang lingkup pekerjaan di atas menunjukkan bahwa tim perumus SK cukup memiliki wawasan, tapi belum menyentuh gagasan inti pengembang kurikulum. Misalnya belum secara tegas dan spesifik arah tugas TPK untuk mengembangkan KTSP. Selain itu tugas-tugas yang dirumuskan di atas juga belum terarah pola pikir yang tertuju untuk suatu visi dan misi yang sama. Kepengurusan TPK sudah terwakili baik dari unsur guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, unsur dinas, perguruan tinggi, LPMP, dan dewan pendidikan. Program kerja yang diajukan oleh TPK Lampung relatif lebih terarah dibanding dengan rumusan SK dari gubuernur. Ruang lingkup program kerjanya tentatif adalah: peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari: - pelatihan reguler TPK dari Pusat Kurikulum - pertemuan periodik/berkala antar anggota TPK - mengadakan kerjasama dengan perguruan tinggi, LPMP, dunia industri dalam pengembangan kurikulum - mengadakan pelatihan sistem evaluasi - mengadakan penelitian dan pengembangan kurikulum - mengadakan lokakarya, seminar tentang kurikulum - menyediakan perpustakaan bagi TPK - evaluasi pelaksanaan program pendampingan pengembangan KTSP - Melaksanakan penyempurnaan dan reviu KTSP - Menyusun program kerja sekolah termasuk di dalamnya analisis SWOT dan action plan - Mengembangkan model pembelajaran tematik terpadu terapan - Merumuskan SK dan KD muatan lokal - Mengembangkan model-model pembelajaran dan mengimplementasikan ke mata pelajaran sesuai dengan SK dan KD. - Pengembangan evaluasi KTSP - Evaluasi dan pelaporan serta penyusunan program berikutnya Monitoring Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum: - Menyusun perencanaan monitoring, evaluasi dan penyempurnaan kurikulum - Menyusun kisi-kisi monitoring dan evaluasi KTSP - Penyusunan instrumen monev - Ujicoba instrumen monev Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
23
- Analisis kuantitatif dan penyempurnaan instrumen monev - Pelaksanaan monev - Pelaporan hasil pelaksanaan monev Kesan pertama tentang program kerja TPK provinsi Lampung adalah bersifat teoritis. Dalam program kerja hanya butir-butir kegiatan tanpa ada estimasi ketercukupan waktu dan dana yang disediakan. Dengan melihat kesan itu diduga program kerja tersebut adalah program tahunan dan bukan sebuah program yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi sampaimakhir tahun 2007 nampaknya belum ditandatangai oleh kedua belah pihak. Walaupun tidak dimaknai sebagai kurangnya respon dari pemerintah daerah Lampung tetapi seharusnya segera diselesaikan dengan baik. Pembiayaan yang diusulkan nampaknya sesuai dengan semangat program, namun dari banyaknya program ternyata hanya untuk 2 kegiatan pokok yaitu pelatihan peningkatan kapasitas TPK dengan jumlah Rp. 86.950.000 dan pemberdayaan TPK Kabupaten/kota yang berjumlah 10 daerah. Dana yang diusulkan untuk pemberdayaan TPK darah adalah 57.300.000. Jumlah tersebut dari sisi pemberdayaan bukan kegiatan yang mengarah pada terlaksananya pembinaan jaringan kurikulum. Berdasarkan analisis, kegiatan pemberdayaan yang dimaksud adalah sebuah kegiatan sosalisasi untuk dibentuk TPK di tiap kota dan kabuaten. Berdasarkan hasil telahan dokumen monitoring, responden tidak merinci adanya hambatan dan saran. Adanya fenomena ini, tim monitoring berkeyakinan bahwa TPK belum dilaksanakan dengan baik. Pembentukan tim hanya bersifat formalitas.
8. PROVINSI JAMBI SK pembentukan TPK ditandatangani oleh gubernur, namun dalam naskah atau draft pada saat monitoring belum ditandatangani. Keputusan gubernur dalam TPK diangap sebagai tim sosialisasi dan pengembang KTSP. Dengan redaksi ini, ada miskonsepsi tentang TPK yaitu pada tugas dan fungsi antara konsep jarkur dengan konsep gubernur. Unsur kepengurusan cukup lengkap seperti dari guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, unsur dinas, perguruan tinggi, LPMP, dan dewan pendidikan. Unsur-unsur tersebut dikelompokkan dalam tim sosilaisasi dan pengembangan KTSP SD, SMP, dan seterusnya. Dalam lampiran, program kerja ditulis dan dirumuskan berdasarkan tabel yang diajukan dari pusat. Barangkali hanya melengkapi bagian yang masih kosong. Karena itu isinya sangat sesuai dengan program jarkur tingkat pusat. Ruang lingkup program kerjanya adalah: Peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari: - pelatihan reguler TPK dari Pusat Kurikulum - pengembangan TPK di tingkat provinsi Pendampingan pengembangan KTSP - pendataan sekolah yang akan dikembangkan KTSP - menyusun struktur program kegiatan pendampingan pengembangan KTSP di kab/kota Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
24
- melaksanakan pendampingan pengembangan KTSP di kab/kota - laporan pelaksanaan pendampingan Monitoring Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum: - Perencanaan monitoring - Menyiapkan instrumen monev - Pelaksanaan monitoring - Pengelohan data - Penyempurnaan kurikulum - Laporan Kesan pertama tentang program kerja TPK provinsi Jambi adalah bersifat langkah-langkah kegiatan bukan suatu program yang dirumuskan secara strategis pengembangan TPK di kab/kota. Dengan melihat kesan itu diduga program kerja tersebut adalah timeschedule dari TPK yang mengikuti konsepsi jarkur pusat. Naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi sudah ditandatangani oleh kepala dinas pendidikan. Secara fisik nama penadatangan ditulis tangan (tidak ditik komputer) tetapi sudah sangat kuat karena telah dicap resmi. Ada dua program yang diusulkan untuk memperoleh blockgrant yaitu pelatihan peningkatan kapasitas TPK dengan jumlah yaitu jumlahnya Rp. 38.750.000 dan pembentukan/pemberdayaan Kabupaten/kota yang berjumlah 10 daerah. Dana yang diusulkan untuk pemberdayaan TPK daerah adalah 59.850.000. Jumlah tersebut dari sisi pemberdayaan bukan kegiatan yang mengarah pada terlaksananya pembinaan jaringan kurikulum secara langsung, tetapi berbentuk pelatihan untuk membentuk TPK kab/kota. Berdasarkan hasil telahan dokumen monitoring, responden tidak merinci adanya hambatan dan saran. Adanya fenomena ini, tim monitoring berkeyakinan bahwa TPK belum dilaksanakan dengan baik. Pembentukan tim hanya bersifat formalitas.
9. PROVINSI SUMATERA SELATAN Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat Provinsi Sumatera Selatan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan yaitu Nomor 08/KTSP/DIKNAS.SS/200 yanh ditandatangi pada tanggal 8 Juni 2007. Dalam SK tersebut telah dilampiri dengan susunan anggota TPK. Unsurnya cukup gemuk dan lengkap yaitu dari unsur guru (35 orang), kepala sekolah (5 orang), pengawas (7 orang), dinas (7 orang), dan dari Dewan Pendidikan, perguruan tinggi, dan dari LPMP yang masing-masing satu orang. • • • • •
Tugas TPK yang tertera dalam SK adalah: memberikan pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga lain menyediakan layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran mensosialisasikan kebijakan kurikulum memberdayakan satuan pendidikan
Kesan pertama dalam formasi kepengurusan TPK provinsi Sumatera Selatan masih belum solid. Dari berbagai sudut pandang, susunannya mendahulukan untuk mengakomodasi seluruh pihak. Besarnya kepengurusan tidak menjamin dapat efektif karena umumnya TPK belum memahami ruh perjuangan pengembangan KTSP melalui TPK jaringan Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
25
kurikulum. Seiring dengan implementasi pemberdayaan TPK yang dilakukan oleh pusat kurikulum diharapkan TPK dapat meningkat pemahamannya. Program kerja yang diajukan oleh TPK Provinsi Sumatera Selatan mengikuti model yang diajukan oleh Pusat Kurikulum yaitu meliputi tiga kelompok yaitu: • Peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari empat kegiatan yaitu: - pembentukan tim pengembang kurikulum - workshop peningkatan kemampuan manajemen. - Seminar, studi banding, dan pengembangan kurikulum - Penyediaan kepustakaan TPK dan sarana operasional kegiatan Untuk kegiatan pertama yaitu pembentukan TPK tidak jelas arahnya yaitu apakah untuk pembentukan TPK provinsi ataukah untuk pembentukan TPK di tingkat Kabupaten/Kota. Jika dianggarkan untuk pembentukan TPK provinsi masalahnya menjadi ambigu karena TPK di tingkat provinsi telah terbentuk. Sebaliknya jika dimaksudkan untuk pembentukan TPK di tingkat kabupaten/kota sangat rasional. • Pendampingan pengembangan KTSP. Kegiatannya ada dua yaitu pendampingan terhadap TPK Kabupaten/kota dan pendampingan kepada sekolah melalui TPK kabupaten/kota. Kedua kegiatan tersebut sangat strategis jika dapat dilakukan oleh TPK tingkat provinsi karena inti dari pengembangan jaringan kurikulum adalah membuat jejaring pemberdayaan kurikulum dari pusat hingga daerah. • Monitoring Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum. Fokus kegiatannya adalah konsolidasi dan evaluasi hasil pengembangan kurikulum di daerah. Naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Selatan telah ditandatangai oleh kepala dinas. Dilihat dari aspek ini, Provinsi Sumatera Selatan cukup progresif dan menunjukkan keseriusan yang relatif tinggi untuk mengembangkan pendidikan aspek kurikulum. Nomor surat kesepakatan dari dinas pendidikan provinsi Sumatera Selatan adalah: 056/088/PR/Diknas.SS/2007. Untuk usulan biaya kegiatan tahun 2008, TPK Provinsi Sumatera Selatan membutuhkan sekitar 1,65 milyar. Jumlah yang relatif kecil untuk sebuah kegiatan yang besar. Namun sebagai kegiatan perintisan, dianggap cukup layak. Dana tersebut tidak terlalu progres, namun jika melihat dari semangatnya cukup menggembirakan. Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua TPK Provinsi Sumatera Selatan yaitu Drs. Sukarno mengatakana bahwa jumlah anggaran tersebut sedang diusahakan untuk masuk dalam APBD tahun 2008. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa anggaran tersebut perlu diperjuangkan karena biasanya untuk kegiatan yang bersifat jangka panjang kurang mendapat perhatian dari DPRD. Hambatan yang signifikan berdasarkan hasil wawancara tidak ada kecuali belum adanya dana kegiatan yang tersedia untuk program TPK Sumatera Selatan. Saran yang diajukan adalah adanya dana bantuan dari pusat untuk memancing usulan dana pendamping dari APBD. Dengan adanya dana dari pusat, diharapkan dijadikan pilot untuk menarik perhatian pihak lain bahwa TPK dibutuhkan di daerah. Saran yang lain adalah masih perlunya bahan cetak dan noncetak untuk tim pengembang kurikulum sekaitan dengan cara pengembangan TPK di tingkat kabupaten/kota serta pembentukan tim pengembang KTSP. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
26
10. PROVINSI BENGKULU Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Provinsi Bengkulu ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan yaitu Nomor 423.5/05.23a/DIKNAS pada 25 Mei 2007. Dalam SK tersebut telah dilampiri dengan susunan anggota TPK. TPK tingkat provinsi dibagi berdasarkan jenjang pendidikan yaitu tingkat SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK, dan SMK/MAK. Dari masing-masing tim terdiri dari koordinator dan anggotanya. Dalam SK tertera bahwa tugas TPK adalah: • memberikan pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga lain • menyediakan layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran • menginformasikan berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum; • memberdayakan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum. • Memberdayakan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pemberdayaan. • Memberdayakan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran. Kesan yang terkandung dalam kepengurusan TPK, terutama adanya nama-nama tim yang lengkap menunjukkan bahwa provinsi Bengkulu relatif solid. Seiring dengan implementasi pemberdayaan TPK yang dilakukan oleh pusat kurikulum diharapkan TPK dapat meningkat pemahamannya tentang pengembangan kurikulum. Program kerja yang diajukan oleh TPK Bengkulu relatif lebih terarah sesuai harapan. Dari pola kegiatan yang disusun, berikut ini adalah program kerja tentatif • Peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari: - pelatihan reguler TPK dari Pusat Kurikulum - pelatihan penyusunan KTSP - pelatihan penyusunan silabus - pelatihan penyusunan RPP - pelatihan penyusunan sistem penilaian - pelatihan penyusunan model pembelajaran KTSP/CTL • Pendampingan pengembangan KTSP: - Bimbingan teknis penyusunan KTSP tingkat provinsi - Bimbingan teknis penyusunan KTSP bagi pengawas dan Kepala sekolah - Bimbingan teknis penyusunan KTSP tingkat kab/kota - Bimbingan teknis penyusunan silabus dan RPP di tingkat MGMP dan KKG • Monitoring Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum: - penyusunan instrumen monitor dan evaluasi KTSP - monitoring dan mengevaluasi pelaksanaan KTSP - pengolahan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan KTSP Untuk pemberdayaan TPK tahun 2008, tim membuat proposal dengan sejumlah rencana jangka pendek, menengah, dan jauh. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007 27
Naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi Bengkulu telah ditandatangai oleh kepala dinas. Dilihat dari aspek ini, Provinsi Bengkulu cukup baik dan menunjukkan tertib organisasi. Nomor surat kesepakatan dari dinas pendidikan provinsi Bengkulu adalah 425/06.26/2007. Untuk usulan biaya kegiatan tahun 2008, TPK Provinsi Bengkulu hanya mengajukan dana Rp. 325.000.000. Jumlah tersebut diharapkan dari dana blockgrant Rp. 250.000.000 dan dana dari daerah Rp. 75.000.000,-. Dana tersebut tidak signifikan, namun jika melihat dari semangatnya cukup menggembirakan. Proporsi pemanfaatan dana adalah sebagai berikut: • Biaya manajemen (10 %) • Pengadaan bahan (25 %) • Penyelenggaraan (60 %) • Penyusunan laporan ( 5 %) Kendala atau hambatan yang dihadapi Jarkur daerah yaitu kurangnya koordinasi antar anggota tim jaringan kurikulum dengan kabupaten dan kota. Hambatan koordinasi tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai sebab diantaranya masalah kesibukan, jarak geografis yang relatif jauh, dan biaya penyelenggaraan koordinasi. Hambatan lainnya adalah kurangnya pemahaman dari tim jarkur terhadap peraturan dan kebijakan pengembangan jaringan kurikulum, kurangnya sarana komunikasi, kurangnya fokus dalam langkah-langkah strategi tindak lanjut, dan belum optimalnya penghimpunan dana sharing dari pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota. Saran untuk pengembangan di masa depan adalah agar tim TPK provinsi diikutsertakan dalam pelatihan di tingkat nasional, melengkapi bahan atau dokumen sosialisasi KTSP, pusat kurikulum diharapkan lebih peran aktif membantu koordinasi dengan TPK provinsi, dan bantuan blockgrant perlu ditingkatkan.
11. PROVINSI SUMATERA BARAT Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat Provinsi Sumatera Barat ditandatangani oleh Gubernur yaitu dengan Nomor 420-270-2007 Dalam SK tersebut telah dilampiri dengan susunan anggota TPK dengan unsurnya yang cukup lengkap yaitu dari unsur guru, kepala sekolah, pengawas, dinas, Dewan Pendidikan, perguruan tinggi, dan dari LPMP. Tugas TPK yang tertera dalam SK adalah: • Menyusun program kerja dalam rangka sosialisasi dan pembinaan pelaksanaan kurikulum • Mengembangkan informasi dan komunikasi tentang pelaksanaan permendiknas nomor 22,23, dan 24 tahun 2006 serta Permendiknas nomor 6 tahun 2007 tentang perubahan permendiknas nomor 24. • Melaksanakan sosialisasi permendiknas nomor 22,23, dan 24 tahun 2006 serta Permendiknas nomor 6 tahun 2007 tentang perubahan permendiknas nomor 24. • Membina dan melatih secara terus menerus dalam pengembangan KTSP kepada TPK kabupaten/kota Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
28
• • • •
Membantu dan memotivasi sekolah dalam proses penyelenggaraan pendidikan Menyediakan bahan bacaan Melakukan supervisi dan monitoring evaluasi ke TPK kab/kota Menyediakan layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan.
Pada prinsipnya kepengurusan TPK provinsi Sumatera Barat sudah siap bekerja. Seiring dengan implementasi pemberdayaan TPK yang dilakukan oleh pusat kurikulum diharapkan TPK provinsi dapat meningkat pemahamannya dan secara bertahap pihak pemda melakukan pembinaan kepada TPK tingkat kabupaten/kota. Program kerja yang diajukan oleh TPK Provinsi Sumatera Barat dibagi atas dua kelompok yaitu program jangka pendek dan jangka panjang. Kedua kelompok tersebut adalah: Program jangka pendek: - Peningkatan pemahaman tentang standar isi dan SKL - Peningkatan pemahaman terhadap penyusunan dan pengembangan KTSP - Peningkatan pemahaman terhadap penyusunan silabus dan RPP - Peningkatan pemahaman terhadap sistem penilaian - Peningkatan pemahaman terhadap bahan ajar. Program jangka panjang - Membangun koordinasi dengan dinas pendidikan kab/kota serta dengan TPK kab/kota - Meningkatkan kapasitas TPK kab/kota untuk pelaksanaan sosialisasi dan implementasi KTSP di sekolah - Melaksanakan monev KTSP di kab/kota (sharing) - Melaksanakan penampingan bimbingan dengan TPK kab/kota dan sekolah - Mengadakan tindak lanjut TPK provinsi dengan TPK kab/kota Naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat belum ditandatangai oleh kepala dinas. Namun berdasarkan surat pernyataan nomor 3542/108.4/MN/2007 menyatakan setuju menngadakan kerjasama dengan pusat kurikulum dalam pembentukan TPK tingkat provinsi. Untuk usulan biaya kegiatan secara umum tidak sesuai dengan program kerja yang diajukan dan atau yang di SK-kan oleh gubernur. Dalam proposalnya hanya mencantumkan satu kegiatan yaitu workshop penyusunan dan pengembangan KTSP dengan dana Rp. 75.000.000. Artinya tidak ada keserasian dengan gagasan awal sebuah program tahunan TPK provinsi. Ada dua hal yang diduga sebagai penyebabnya yaitu pertama perumus anggaran tidak mau mengambil resiko untuk mencantumkan dana pendamping dari daerah (hanya mengandalkan dana blockgrant) dan hal yang kedua adalah lemahnya koordinasi dengan pemerintah daerah walaupun secara administrasi memiliki SK gubernur. Di tempat lain tedapat pula angaran biaya yaitu untuk pelatihan TPK kab/kota denga anggaran Rp. 158.520.000 dan pemberdayaan TPK kab/kota yang belum tuntas dicantumkan anggarannya terutama untuk pemberdayaan bagi masing-masing TPK kab/kota. Bagian ini juga sangat tampak keraguan untuk mengannggarkan dana pembentukan dan pemberdayaan TPK kab/kota Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
29
Hambatan yang signifikan berdasarkan hasil wawancara tidak ada kecuali belum adanya sosialisasi yang jelas bagi instansi terkait dalam pengembangan TPK. Karena itu disarankan untuk melakukan sosialisasi dengan baik dan meluas.
12. PROVINSI BANGKA BELITUNG Pembentukan TPK di Provinsi Bangka Belitung sudah dirintis dengan dibuatnya struktur TPK. Namun demikian, struktur TPK tersebut masih perlu dibahas kembali dengan pihak Pemda yang akan memfasilitasi TPK melalui pendanaan. Oleh karena itu belum ada pengesahan TPK secara legal- formal. Namun demikian, ke depan Kepala Dinas sudah menyatakan kesediaannya bekerjasama dengan Pusat Kurikulum dalam pembentukan dan pemberdayaan TPK. Hal ini ditunjukkan dengan ditandatanganinya naskah kerjasama oleh Kepala Dinas Pendidikan. Dari beberapa permasalahan diskusi yang muncul ialah permasalahan KTSP yang diungkapkan oleh Kepala Dinas Bangka Balitung ialah betapa suatu keputusan berani memberikan kurikulum untuk dilaksanakan pada tingkat sekolah, sementara kurikulum 1994 saja yang dilaksanakan secara terpusat yang mempunyai satu pemikiran saja begitu sulit dan belum utuh dilaksanakan kok beraninya diserahkan pada sekolah. Seharusnya KTSP dilakukan secara bertahap. Hal ini direspon oleh tim bahwa Tim Pusat Kurikulum datangke babel dalam rangka membuat jaringan yang akan mempunyai akses dengan Puskur baik dari dan ke Babel atau sebaliknya. Jaringan kurikulum saat ini nantinya akan mengakomodasi semua komponen –komponen kurikulum yang dikembangkan Pusat kurikulum melalui kegiatan-kegiatan penguatan melalui pendampingan, bimbingan profesional dan pembinaan secara teknis. Jumlah pegawai dinas pendidikan pada provinsi Babel yang berjumlah 70 an membuat kerja dinas provinsi dapat menjadi efektif dan tentu ini akan memberi pengaruh pada kinerja tim Jarkur setempat. Permasalahan perbandingan antara jumlah pegawai dan banyaknya sekolah di daerah sebaran yang cukup luas sudah tentu mempunyai permasalahan tersendiri. Peran perguruan tinggi yang diatur dalam PP 25 (kalau tak salah menurut Kadis Babel) dalam hubungannya dengan koordinasi dan administrasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi sejauh ini tidak berjalan sebagaimana mestinya, padahal pendanaan yang diserap dari provinsi oleh UBB (Universitas Bangka Belitung) +/- 25 milyar pertahun. Sinergi antar perguruan tinggi dalam kaitannya membangun sistem pendidikan yang koheren belum terwujud dengan semestinya. Seharusnya ada kontribusi dari UBB dalam kaitannya dengan sistem pendidikan pada tingkat provinsi. Jaringan kurikulumpun seyogyanya dapat melakukan kerja sama yang baik dalam segi peningkatan substansi pendidikan dan bantuan teknis administratif lainnya. Beberapa informasi lain yang dapat dijaring dari pembentukan jaringan kurikulum diantaranya ialah data statistik persekolahan (jumlah sekolah ) yang dapat digunakan oleh Puskur guna mempuat perkiraan dana pada pengembangan jarkur pada masa mendatang.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
30
13. PROVINSI RIAU SK pembentukan TPK ditandatangani oleh kepala dinas pendidikan, telah ditandatangani secara sah. Masa kerja tim hanya 2 tahun, namun unsur-unsurnya tidak lengkap sesuai harapan. TPK provinsi Riau hanya terdiri dari dua unsur yaitu guru dan pengawas. TPK diketuai oleh kasi kurikulum. Dalam konteks jaringan kurikulum, formasi tersebut dinilai kurang lengkap dan perlu ada penambahan personil. Di tempat lain ada versi yang berbeda. Keanggotaan TPK membengkak yaitu setelah adanya workshop, karena itu disarankan adanya koordnasi dan perapihan kembali struktur organisasi TPK. Dalam lampiran, program kerja ditulis dan dirumuskan berdasarkan tabel yang diajukan dari pusat. Barangkali hanya melengkapi bagian yang masih kosong. Karena itu isinya sangat sesuai dengan program jarkur tingkat pusat. Ruang lingkup program kerjanya adalah: Peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari: - pelatihan reguler TPK dari Pusat Kurikulum - pengembangan TPK di tingkat provinsi - evaluasi kemampuan TPK provinsi Pendampingan pengembangan KTSP - pendataan sekolah yang akan dikembangkan KTSP - menyusun struktur program kegiatan pendampingan pengembangan KTSP di kab/kota - melaksanakan pendampingan pengembangan KTSP di kab/kota - laporan pelaksanaan pendampingan Monitoring Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum: - Perencanaan monitoring - Menyiapkan instrumen monev - Pelaksanaan monitoring - Pengelohan data - Penyempurnaan kurikulum - Laporan Naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi belum ditandatangani oleh kepala dinas pendidikan, karena mengusulkan adanya perubahan dalam naskah. Namun demikian secara prinsip provinsi Riau akan menyetujui MoU. Perubahan naskah tidak terlalu prinsip karena hanya dalam bentuk redaksi saja. Ada dua program yang diusulkan untuk memperoleh blockgrant yaitu pelatihan peningkatan kapasitas TPK dengan jumlah yaitu jumlahnya Rp. 30.375.000 dan pembentukan/pemberdayaan Kabupaten/kota diusulkan sebesar Rp. 65.725.000. Jumlah tersebut dari sisi pemberdayaan bukan kegiatan yang mengarah pada terlaksananya pembinaan jaringan kurikulum secara langsung, tetapi berbentuk pelatihan untuk membentuk TPK kab/kota. Berdasarkan hasil telahan dokumen monitoring, responden merinci adanya sejumlah hambatan yaitu birokrasi otonomi daerah dalam pendidikan yaitu tidak adanya hubungan struktural antara dinas pendidikan provinsi dengan kabupaten/kota. Selain itu, pihak legislatif tidak memprioritaskan pendanaan kegiatan pendidikan. Saran yang diajukan Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
31
adalah perlu ada bimbingan teknis dan pendampingan yang terpogram dari pusat untuk daerah dan realisasi workshop pembekalan TPK sangat diharapkan 14. PROVINSI KEPULAUAN RIAU SK pembentukan TPK akan ditandatangani oleh gubernur. Draft belum ditandatangani secara sah tetapi nampaknya akan disetujui. Unsur keanggotaan belum terwakili semua. Dalam naskah hanya ada unsur dinas pendidikan, pengawas, dan dinas. Sedangkan dari perguruan tinggi, LPMP, dan dewan pendidikan belum terlibat. Dalam konteks jaringan kurikulum, formasi tersebut dinilai kurang lengkap dan perlu ada penambahan personil. Dalam lampiran, program kerja ditulis dan dirumuskan berdasarkan tabel yang diajukan dari pusat. Barangkali hanya melengkapi bagian yang masih kosong. Karena itu isinya sangat sesuai dengan program jarkur tingkat pusat. Ruang lingkup program kerjanya adalah: • Peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari: • Pendampingan pengembangan KTSP • Monitoring Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum. Naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi belum ditandatangani oleh kepala dinas pendidikan. Namun demikian secara prinsip provinsi Kepualaun Riau akan menyetujui MoU melalui surat pernyataan akan menjalin kerjasama. Ada dua program yang diusulkan untuk memperoleh blockgrant yaitu pelatihan peningkatan kapasitas TPK dengan jumlah yaitu jumlahnya Rp. 64.500.000 dan pembentukan/pemberdayaan Kabupaten/kota diusulkan sebesar Rp. 38.000.000. Jumlah tersebut dari sisi pemberdayaan bukan kegiatan yang mengarah pada terlaksananya pembinaan jaringan kurikulum secara langsung, tetapi berbentuk pelatihan untuk membentuk TPK kab/kota. Berdasarkan hasil telahan dokumen monitoring, responden tidak merinci adanya hambatan karena itu sulit dijelaskan. 15. PROVINSI KALIMANTAN BARAT Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat Provinsi Kalimantan Barat belum ditandaatangi gubernur. Naskah draf sudah ada dan tinggal menunggu ditandatangani saja. Dalam draft naskah SK pembentukan TPK, tim dibedakan antara keanggotaan tim pengembang kurikulum dan tim koordinasi sosialisasi KTSP. Kedua tim tersebut bekerja sampai dengan tahun 2010. Kedua tim tersebut memiliki tugas yang berbeda yaitu: Tim pengembang kurikulum: • menyediakan layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • menginformasikan berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum • memberdayakan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
32
•
memberdayakan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • memberdayakan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Tugas tim koordinasi sosialisasi KTSP: • mengkoordinasikan pelaksanaan sosialisasi permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan Pendidikan dasar dan menengah. • mengkoordinasikan pelaksanaan sosialisasi permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang SKL untuk satuan Pendidikan dasar dan menengah. • Memfasilitasi kegiatan melatih dan membina secara terus menerus dalam pengembangan KTSP kepada tim sosialisasi di Kab/kota Program kerja yang diajukan oleh TPK Provinsi Kalimantan Barat hanya mengadopsi dari buku pedoman pembentukan tim Jaringan kurikulum. Waaupun demikian, ada suatu penghayatan dari TPK. Berikut adalah pointers program kerja TPK di Provinsi Kalimantan Barat: • Peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari: • Pendampingan pengembangan KTSP: • Layanan teknis dan konsultasi • Pemantauan, Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum: Di tempat yang lain, program kerja tersebut telah dirinci sebagaimana dilampirkan. Dalam bundel hasil monitoring terdapat draft MoU atau naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat. Naskah tersebut secara tentatif telah ditandatangani secara tentatif oleh wakil kepala dinas pendidikan, sudah dicap lembaga secara resmi. Dalam bundel hasil monev juga tidak dilampirkan anggaran biaya yang diusulkan untuk kegiatan tahun 2008. Formatnya ada bersamaan dengan adanya rencana kegiatan, tetapi untuk tahun 2008 hanya difokuskan pada dua kegiatan pokok yaitu: pelatihan peningkatan kapasitas TPK dengan biaya yang diusulkan Rp. 113.250.000, pembentukan/pemberdayaan TPK kab/kota dengan jumlah Rp. 115.300.000,. Sejumlah hambatan yang dirasakan oleh TPK provinsi Kalimantan Barat secara umum hampir sama engan di tempat lain yaitu mengeluhkan sarana penunjang, jangkauan wilayah yang luas, sosialisasi KTSP belum dilakukan, pemahaman kurikulum mulok terbatas, dan tidak adanya data yang akurat tentang pedidikan. Semua yang diuangkapkan di atas nampaknya bukan suatu masalah tetapi belum dilaksanakan saja dengan baik. Adapun saran yang diajukan adalah meminta agar koordinasi antara pusat dan daerah intensif, sosialisasi KTSP diharapkan merata, perlu ada pemberdayaan dan pembinaan teknis pengelolaan TPK dan KTSP, dan perlu ada program kerja yang didukung oleh semua pihak. 16. PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat Provinsi Kalimantan Timur sampai akhir bulan oktober 2007 masih diajukan. Rencananya akan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur. Dalam draft naskah SK pembentukan TPK berusaha untuk memasukkan berbagai unsur yang diharapkan seperti Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007 33
guru dari berbagai jenjang, kepala sekolah, pengawas, unsur dinas pendidikan, perguruan tinggi dan LPMP. Keanggotaan guru dalam TPK masih sedikit tetapi kolom-kolom calon pengurus sudah disediakan berdasarkan mata pelajaran. Struktur organisasi terdiri dari ketia, sekretaris, bendaharan, dan sejumlah tim teknis, yaitu tim teknis TK/SD, tim teknis SMP, tiim teknis SMA, Tim Teknis SMK, dan tim teknis Pendidikan khusus. Di bawah TPK provinsi terdapat TPK kabupaten dan kota. Mendengar istilah tim teknis terkadang dihadapkan pada pengertian yang berbeda dengan tim pemikir. TPK di kalimantan Timur seolah-olah sebagai tim pelaksana teknis yang melaksanakan kebijakan dinas pendidikan dalam bidang kurikulum. Padahal semangat TPK adalah suatu tim yang memberikan masukan dan arah perkembangan kurikulum di daerah. Dengan kesan ini, penulis beranggapan bahwa TPK adalah kepanjangan tangan dari kebijakan dinas pendidikan untuk melaksanakan KTSP sesuai pedoman dari pusat. Kesan ini sangat kuat setelah mengkaji draft SK pembentukan TPK yaitu tidak ada tugas dan fungsi yang jelas sehingga dikemudian hari dikhawatirkan akan terjadi kebingungan sistem dalam implementasi tugas TPK. Program kerja yang diajukan oleh TPK Provinsi Kalimantan Timur hanya mengadopsi dari buku pedoman pembentukan tim Jaringan kurikulum. Nampaknya tidak dihayati sebagai suatu program kerja strategis dalam pengembangan kurikulum di daerah. Berikut adalah pointers program kerja TPK di Provinsi Kalimantan Timur. Peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari: - pelatihan reguler TPK dari Pusat Kurikulum - pelatihan reguler TPK di 13 Kabupaten/kota oleh TPK provinsi - Workshop pengembangan KTSP bagi TPK Kabupaten/kota - Menjalin kerjasama dengan TPK provinsi lain Pendampingan pengembangan KTSP: - pendataan sekolah yang akan mendampingi dalam pengembangan KTSP - menjalin kerjasama dengan sekolah untuk melaksanakan pengembangan kurikulum - layanan konsultasi pengembangan kurikulum Monitoring Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum: - penyusunan instrumen ME - pembekalan ME - pelaksanaan ME - raker hasil ME - penyusunan laporan - tindak lanjut Dengan kondisi wawasan yang relatif rendah dalam memahami kinerja jarkur yang diharapkan, nampakanya perlu pendampingan yang lebih intensif dari berbagai pihak. Dalam bundel hasil monitoring tidak ditemkan naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur. Apakah sudah dibuat tetapi tidak dilampirkan, tercecer, atau sebenarnya memang belum dipikirkan oleh TPK Provinsi Kalimantan Timur. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
34
Dalam bundel hasil monev juga tidak dilampirkan anggaran biaya yang diusulkan untuk kegiatan tahun 2008. Formatnya ada bersamaan dengan adanya rencana kegiatan, tetapi tidak dibuat. Bundel hasil monitoring yang mengungkap hambatan dan saran dari daerah tidak terlampir, karena itu sulit dibahas. 17. PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan telah membentuk Tim Pengembang Kurikulum. Pembentukan tersebut akan dikukuhkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan (masih dalam proses). 1. MOU antara Pusat Kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan tentang kerja sama pembentukan/ pemberdayaan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) telah disetujui pihak Dinas yang dinyatakan dengan surat pernyataan pesetujuan dari Kepala Dinas. 2. Pada dasarnya Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Selatan setuju dengan draft naskah MOU, namun mereka mempertanyakan pasal 6 ayat 1 yang ditafsirkan seolaholah MOU ini ditandatangani oleh Koordinator Jaringan Kurikulum pada Pusat Kurikulum dan Ketua TPK tingkat Propinsi. Tim Jarkur di Puskur perlu meninjau kembali rumusan naskah MOU pasal 6 ayat (1) agar tidak ditafsirkan seolah-olah MOU ini ditandatangani oleh Koordinator Jaringan Kurikulum dari Pusat Kurikulum dan Ketua TPK tingkat Propinsi.
18. PROVINSI SULAWESI TENGAH Pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) tingkat Provinsi Sulawesi Tengah ditandatangani oleh kepala dinas pendidikan dengan Nomor 423.5/12.34/PKJ/PDP. Dalam SK belum dilampiri dengan susunan anggota TPK, tetapi dalam laporan monev secara tentatif telah disusun. Unsurnya cukup lengkap yaitu sudah dari dari unsur guru, kepala sekolah, pengawas, dinas, Dewan Pendidikan, perguruan tinggi, dan dari LPMP. Tugas TPK yang tertera dalam SK adalah: • Mengkaji, menganalisis, dan mengkoreksi KTSP yang telah disusun oleh SMA, SMK, dan SLB se Sulawesi Tengah • Memonitor, mengevaluasi, dan membina pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidkan pada SMA, SMK, dan SLB se Sulawesi Tengah. • Berdasarkan telaahan ada kesan bahwa TPK yang dibentuk di Provinsi Sulawesi Tengah tidak utuh yaitu meninggalkan pembinaan jenjang SD dan SMP. Oleh karena itu tugas TPK Provinsi Sulawesi Tengah tidak sesuai semangat jaringan kurikulum. Program kerja yang diajukan oleh TPK Provinsi Sulawesi Tengah dibagi berdasarkan tupoksi dari TPK yaitu: Peningkatan kemampuan TPK yang terdiri dari: - pelatihan reguler TPK dari Pusat Kurikulum - pembentukan dan pemberdayaan TPK ditingkat kab/kota. Pendampingan pengembangan KTSP - pembekalan TPK di tingkat kab/kota Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
35
- melaksanakan pendampingan pelaksanaan KTSP di sekolah sekolah Monitoring Evaluasi dan penyempurnaan kurikulum: - Melaksanakan dan mengevaluasi pelaksanaan jarkur di kab/kota - Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan KTSP di sekolah-sekolah Naskah perjanjian kerjasama antara pusat kurikulum dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tengah sudah ditandatangai oleh kepala dinas, nomornya adalah: 074/33.55/TU/2007. Secara hukum kesepakatan tersebut sangat kuat dan siap menunggu implementasi. Untuk usulan biaya kegiatan secara umum sudah sesuai dengan semangat TPK walaupun berdasarkan SK pembentukan TPK provinsi belum serasi karena hanya akan membina tingkat SMA, SMK, dan SLB, karena itu perlu ditinjau ulang. Jumlah anggaran biaya yang diusulkan RP. 913.380.000,- jumlah tersebut digunakan untuk sosialisasi dan pembinaan TPK dan sekolah sampel. Hambatan yang signifikan berdasarkan hasil diskusi adalah belum semua pihak memahami makna pengelolaan KTSP. Hal ini disebabkan karena sosialisasi yang belum merata. Disarankan agar sosialisasi KTSP lebih meluas dan mendalam. 19. PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Diperoleh data tentang pembentukan TPK telah terbentuk dengan SK pembentukan yang ditandatangani dan disahkan oleh kepala dinas pendidikan Provinsi NAD. Susunan pengurus telah dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas, dewan pendidikan, LPMP, perguruan tinggi, departemen agama, dan tenaga kependidikan lainnya. Program kerja jaringan kurikulum pun telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat dan ditandatangani oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi NAD. Biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini sebagian besar dianggarkan dalam anggaran daerah sebesar 60%. Terdapat beberapa hambatan dalam pengembangan KTSP diantaranya: • Kurangnya nara sumber di daerah Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
36
• • • •
Terlambatnya pengesahan APBD Sedangkan masukan untuk kegiatan ini adalah: Membimbing anggota tim jarkur Provinsi NAD segera klarifikasi ke BSNP terhadap dokumen KTSP dan buku paket yang bertuliskan BSNP
20. PROVINSI SUMATERA UTARA Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Sumatra Utara. Diperoleh data tentang pembentukan TPK telah terbentuk dengan SK pembentukan yang masih berbentuk tentatif yang rencananya akan ditandatangani oleh Gubernur Sumatra Utara . Susunan pengurus telah dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas, dewan pendidikan, LPMP, dan tenaga kependidikan lainnya. Program kerja jaringan kurikulum pun telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat namun belum ditandatangani oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatra Utara. Pembiayaan lebih banyak dibebankan kepada pemerintah daerah. Terdapat hambatan/kendala dalam kegiatan ini, yaitu: Dalam perekrutan anggota TPK sulit mencari personil yang mempunyai waktu luang untuk bertugas efektif, sehingga kadangkala saat dibutuhkan kegiatan menjadi terkendala (kurang efektif) Sarana dan prasarana serta biaya operasional yang belum memadai Sedangkan masukan untuk kelancaran kegiatan ini, antara lain: • Perlu adanya dukungan finansial sebagai dana operasional bagi TPK di Provinsi • Anggota TPK di Provinsi perlu mendapat TOT penguatan dari pusat, sehingga TPK lebih berkualitas dalam menjalankan tugasnya 21. PROVINSI SUMATERA BARAT Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Sumatra Barat. Tidak diperoleh data tentang pembentukan TPK. Susunan pengurus telah dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, kepala sekolah, pengawas, dewan pendidikan, LPMP, perguruan tinggi, dan tenaga kependidikan lainnya.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
37
Program kerja jaringan kurikulum pun telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat dan telah ditandatangani. Tidak terdapat informasi tentang pembiayaan TPK. Informasi tentang hambatan dan masukan terhadap pembentukan TPK ini tidak jelas dengan tidak adanya data instrumen monitoring. 22. PROVINSI BANTEN Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Banten. Diperoleh data tentang pembentukan TPK telah terbentuk dengan SK pembentukan yang masih berbentuk tentatif yang rencananya akan ditandatangani oleh Gubernur Banten. Susunan pengurus telah dibentuk dengan melibatkan berbagai unsur, yaitu: guru, pengawas, dan LPMP. Program kerja jaringan kurikulum pun telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat namun belum ditandatangani oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi Banten. Pembiayaan untuk TPK ini belum jelas terlihat. Terdapat hambatan/kendala dalam kegiatan ini, yaitu: • Adanya beberapa tim/organisasi yang terkait dengan pengembangan kurikulum (tim verifikasi, tim pengembang jarkur)dll, sehingga informasi yang diminta menjadi tidak utuh • Tidak adanya panduan yang jelas, sehingga program yang dibuat tidak berjalan termasuk kesekretariatan Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007 38
• Belum sinergisnya lembaga yang dibuat oleh pusat, Provinsi, dan kab/kota Sedangkan masukan untuk kelancaran kegiatan ini, antara lain: • Adanya satu lembaga yang menangani khusus pengembangan pada tingkat Provinsi yang independen • Adanya pendanaan yang jelas baik dari pusat maupun daerah • Mensinergikan organisasi pengembang kurikulum yang ada di pusat dan daerah (Provinsi dan kab/kota
23. PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Kalimantan Tengah. Diperoleh data tentang pembentukan TPK telah terbentuk dengan SK pembentukan yang telah ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Pembentukan sususan pengurus dijelaskan bahwa unsur-unsur yang terlibat dalam TPK ini adalah: guru, Kepala sekolah, pengawas, dewan pendidikan, LPMP, organisasi profesi, dan tenaga kependidikan lainnya. Program kerja jaringan kurikulum dirancang dengan isi program kegiatan sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat dan ditandatangani oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah. Pembiayaan untuk TPK ini tidak jelas dianggarkan darimana. Terdapat hambatan/kendala dalam kegiatan ini, yaitu: • Pendanaan belum jelas sumbernya • Nara sumber masih terbatas • Jalur implementasi,komunikasi kurang • Tanggapan Pemda kurang terhadap penjabaran kurikulum tingkat satuan pendidikan • Geografis kalteng yang luas Sedangkan masukan untuk kelancaran kegiatan ini, antara lain: • Kalau mungkin pendanaannya langsung melalui pusat (APBN) • Pembinaan terhadap jarkur di Provinsi lebh diintensifkan • Agar dana untuk jarkur Provinsi di Block Grant Kurikulum saja.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
39
24. PROVINSI SULAWESI SELATAN Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Diperoleh data tentang pembentukan TPK telah terbentuk dengan SK pembentukan yang telah ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan. Pembentukan sususan pengurus TPK melibatkan unsur-unsur: guru, kepala sekolah, pengawas, LPMP, Perguruan Tinggi, dan tenaga kependidikan lainnya. Program kerja jaringan kurikulum dirancang dengan isi program kegiatan sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat dan ditandatangani oleh kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan. Pembiayaan untuk TPK belum jelas dianggarkan. Terdapat hambatan/kendala dalam kegiatan ini, yaitu: • Ketidaktersediaan anggaran pendukung pemberdayaan jaringan kurikulum tingkat Provinsi Sedangkan masukan untuk kelancaran kegiatan ini, antara lain: • Agar dipertimbangkan pengalokasian anggaran bagi SMK lebih besar daripada satuan pendidikan lainnya • Dalam penyusunan KTSP SMK lebih rumit karena kompetensi kejuruannya harus melibatkan pihak dunia kerja.
25. PROVINSI SULAWESI TENGGARA Surat Keputusan Kepala Dinas Provinsi Sulawesi Tenggara tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) Provinsi Sulawesi Tenggara sedang diproses. Struktur dan susunan organisasi TPK sudah dibentuk Struktur terdiri dari penanggung jawab (Ka Dinas), Ketua (Kasie Kurikulum), sekretaris (Kasubag perencanaan), bidang pengembangan kurikulum TK dan SD/Mi, bidang pengembangan kurikulum SMP/MTs, bidang pengembangan kurikulum SMA/MA, dan SMK, dan bidang pengembangan kurikulum pendidikan nonformal. Anggota TPK meliputi: Pengawas, Kepala Sekolah, Guru, SD, SMP, SMA, dan PLB. Struktur dan susunan organisasi TPK akan disempurnakan sesuai dengan kebutuhan.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
40
Program Kerja TPK untuk tahun 2008 sudah disusun masih berupa draft yang akan disempurnakan lebih lanjut. Dana APBD untuk TPK tahun 2008 akan diajukan ke DPRD berdasarkan SK Gubernur yang akan disusun. Pemberdayaan TPK sebenarnya sudah dilaksanakan terutama sejak program Sosialisasi KTSP dan pendampingan tahun 2006 dengan dana berasal dari APBD tahun 2006. Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Tenggara pada prinsipnya setuju dengan tawaran kerja sama dari Pusat Kurikulum.
26. PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tidak diperoleh data tentang pembentukan TPK. Susunan pengurus pembentukan TPK telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur: guru, Kepala sekolah, pengawas, , Perguruan Tinggi, organisasi profesi, dan tenaga kependidikan lainnya. Program kerja jaringan kurikulum dirancang dengan isi program kegiatan sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat tapi belum ditandatangani. Pembiayaan untuk TPK ini tidak jelas dianggarkan darimana. Tidak ditemukannya instrumen monitoring, sehingga tidak diperoleh informasi tentang hambatan dan masukan dalam pembentukan TPK tersebut.
27. PROVINSI MALUKU Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Maluku SK ditandatangani oleh gubernur namun secara fisik belum terlampir karena masih ditangan gubernur. Susunan pengurus pembentukan TPK telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur: guru, Kepala sekolah, pengawas, , Perguruan Tinggi, LPMP, dan tenaga kependidikan lainnya. Program kerja jaringan kurikulum dirancang dengan isi program kegiatan sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
41
• • • •
Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan media dan sumber pembelajaran
Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat tapi belum ditandatangani. Pembiayaan untuk TPK ini dianggarkan oleh pemerintah daerah sebanyak 80%, pemerintah pusat (PUSKUR) sebanyak 15%, dan dana lainnya sebanyak 5%. Terdapat hambatan dalam pembentukan TPK ini adalah: • Pemahaman/persepsi tim tentang KTSP (khusus menyangkut penilaian) sangat bervariasi • Koordinasi untuk melakukan berbagai kegiatan belum diatur secara profesional • Keterbatasan dana kegiatan sosialisasi atau pendampingan untuk menjangkau ke daerah-daerah kecamatan • Kepedulian Pemda kabupaten terhadap penyusunan/pelaksanaan KTSP di sekolahsekolah masih sangat kurang (rendah) • Monitoring Puskur ke Provinsi, Provinsi ke kabupaten/kota, kabupaten/kot ke sekolahsekolah belum optimal Sedangkan masukan yang diberikan terhadap pembentukan TPK ini adalah: • Tim Provinsi perlu dibekali dengan materi KTSP yang seragam/baku tidak terpisahpisah menurut versi yang ada. Perlu dibuat kesamaan pendapat atau pandangan tentang KTSP agar tidak terjadi salah penafsiran ketika TPK terjun ke sekolah-sekolah • perlu dilakukan monitoring/pemantauan dari Puskur secaa berkala di Provinsi khususnya untuk TPK • Perlu ada surat dari Departemen Diknas bagi para Bupati/Walikota yang isinya meminta perhatian mereka terhadap pemberlakuan KTSP di sekolah-sekolah yang tinggal siswa waktu 2 tahun lagi • Kepedulian Pemda kabupaten terhadap penyusunan/pelaksanaan KTSP di sekolahsekolah masih sangat kurang (rendah) • Monitoring Puskur ke Provinsi, Provinsi ke kabupaten/kota, kabupaten/kot ke sekolahsekolah belum optimal.
28. PROVINSI MALUKU UTARA Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan telah dibentuk tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Maluku Utara masih tentatif, rencana akan ditandatangani oleh gubernur. Susunan pengurus pembentukan TPK telah disusun dengan melibatkan unsur-unsur: guru, Kepala sekolah, pengawas, , Perguruan Tinggi, LPMP, Dewan Pendidikan, dan tenaga kependidikan lainnya.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
42
Program kerja jaringan kurikulum dirancang dengan isi program kegiatan sebagai berikut: Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran • • •
Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur telah dibuat tapi belum ditandatangani. Pembiayaan untuk TPK ini dianggarkan oleh pemerintah daerah sebanyak 2,3%. Terdapat hambatan dalam pembentukan TPK ini adalah: • Geografis • SDM • dukungan dana dari Pemda minim • kurangnya dukungan stakeholder Sedangkan masukan yang diberikan terhadap pembentukan TPK ini adalah: • pembinaan yang intensif ke TPK • Dukungan dana • koordinasi dan informasi terbaru KTSP perlu disampaikan ke TPK. 29. PROVINSI GORONTALO Berdasarkan instrumen yang diisi oleh Ketua Jaringan Kurikulum merangkap Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Gorontalo, telah dibentuk Tim Jaringan Kurikulum Provinsi Gorontalo, tetapi naskah ataupun SK tidak terlampirkan. Menurut Ketua Jarkur, susunan pengurus sudah dibuat dan melibatkan unsur-unsur : guru, kepala sekolah, pengawas, dan tenaga kependidikan serta organisasi profesi. Tetapi belum melibatkan perguruan tinggi, departemen agama, dan LPMP/P4TK. Program kerja jaringan kurikulum telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: Peningkatan Kemampuan TPK. Pendampingan Pengembangan KTSP. Layanan Teknis dan Konsultasi Monitoring, Evaluasi, dan Penyempurnaan Kurikulum Naskah kerjasama antara Dinas Pendidikan Provinsi dengan Puskur telah dirancang dan walaupun belum ditandatangani dalam bentuk kesediaan kerjasama oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Hambatan yang dirasakan adalah masalah pendanaan dan usulan yang disampaikan bahwa kegiatan pengembangan dan monitoring sebaiknya dilakukan secara kontinu setiap tahun minimal 2 kali.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
43
30. PROVINSI SULAWESI UTARA TPK Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Sulawesi Utara telah dibentuk, saat ini sedang menunggu pengesahan dari Gubernur. Meskipun demikian, Tim ini telah diberdayakan sejak sosialisi KBK (kurikulum 2004) sampai sekrang. Untuk kebutuhan kegiatan tahun 2008, saat ini sedang dibahas usulan anggaran untuk sosialisasi KTSP, termasuk untuk kegiatan TPK. . Program kerja Tim Pengembang Kurikulum disusun berdasarkan peran dan tugas Jaringan Kurikulum. Program kerja itu antara lain meliputi komponen-komponen sebagai berikut ini. 1. Peningkatan kemampuan Tim Pengembang Kurikulum Mengadakan lokakarya, seminar, pelatihan, penataran, studi banding, dan penelitian, dan pengembangan. Melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Pertukaran ide, pengalaman, informasi antaranggota Tim Pengembang Kurikulum. Penyediaan kepustakaan Tim Pengembang Kurikulum. 2. Pendampingan Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Mengkaji dokumen kebijakan nasional dan daerah.
Mengkaji karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan daerah/sekolah
Mengadakan analisis SWOT terhadap kondisi sekolah Perumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar program muatan lokal Pengembangan rambu-rambu implementasi kurikulum dan model-model pembelajaran. Pengembangan evaluasi (instrumentasi) kurikulum tingkat satuan pendidikan.
3. Layanan Teknis dan Konsultasi Menyediakan narasumber pelatihan/lokakarya/seminar tentang optimalisasi peran dan fungsi Jaringan Kurikulum. Menyediakan narasumber Pelatihan/lokakarya/seminar tentang berbagai kebijakan-kebijakan kurikulum dan implementasinya. Memberikan layanan konsultasi pelaksanaan (implementasi) Kurikulum. Menyediakan narasumber untuk membantu mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan 4. Pemantauan, Evaluasi, dan Penyempurnaan Kurikulum Mengadakan pemantauan terhadap pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara periodik. Mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan secara periodik. Mengadakan penyempurnaan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
44
Berdasarkan peran dan tugas jaringan kurikulum di atas program kerja tim pengembang kurikulum propinsi Sulawesi Utara dijabarkan dalam bentuk rencana program jangka pendek, rencana program jangka menengah dan rencana program jangka panjang. Rencana Program Jangka Pendek: • Melaksanakan pemantapan tentang tugas pokok dan fungsi tim pengembang kurikulum propinsi Sulawesi Utara bagi seluruh anggota tim yang telah ditetapkan sesuai SK Gubernur Propinsi Sulawesi Utara tahun 2007. Kegiatan ini direncanakan dalam bentuk workshop dengan pola 50 jam. • Penyusuna program sesuai dengan tugas`pokok dan fungsi TPK propinsi Sulawesi Utara untuk rencana program jangka menengah dan jangka panjang. Rencana Program Jangka menengah: Untuk jangka menengah TPK Propinsi Sulawesi Utara merencanakan kegiatan Sebagai berikut : • Melengkapi sarana dan prasarana yang dibutuhkan Tim Pengembang Kurikulum Propinsi Sulawesi Utara dalam melaksankan tugas ( misalnya : Komputer / Laptop , LCD , Printer dan lain-lain ) • Melaksanakan pembinaan terhadap TPK Kabupaten / Kota dalam bentuk Workshop secara teratur dan berkala ( setahun sekali dengan pola yang disesuaikan dengan pagu dana yang tersedia ) • Melaksanakan program pendampingan kepada TPK Kabupaten / Kota dalam penyusun / pelaksanaan program didaerah • Melaksanakan monitoring dan evaluasi keterlaksanaan program implementasi kurikulum di Kabupaten / Kota • Melaksanakan kegiatan Desiminasi Implementasi kurikulum
Rencana Program Jangka Panjang Untuk jangka menengah TPK Propinsi Sulawesi Utara merencanakan kegiatan Sebagai berikut : o Melaksanakan program pendampingan kepada TPK Kabupaten / Kota dalam implementasi kurikulum o Melaksanakan pembinaan terhadap TPK Kabupaten / Kota dalam bentuk Workshop secara teratur dan berkala ( setahun sekali dengan pola yang disesuaikan dengan pagu dana yang tersedia ) o Melaksanakan monitoring dan evaluasi keterlaksanaan program implementasi kurikulum di Kabupaten / Kota o Melaksanakan kegiatan seminar tingkat propinsi tentang Implementasi kurikulum di tingkat satuan pendidikan yang diselengarakan tiap 2 tahun o Studi banding kedaerah / Provinsi lain. Untuk tahun 2008 belum dianggarkan secara khusus karena anggaran pendidikan tahun 2008 diprioritaskan untuk meningkatkan pemerataan akses pendidikan dengan sasaran pembangunan sarana fisik sekolah.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
45
31. PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT (NTB) Pembentukan Organisasi Jaringan Kurikulum di Provinsi NTB masih tentatif. Draft Surat Keputusan sudah ada dan rencananya akan ditandatangani oleh Gubernur. Susunan pengurus Jaringan Kurikulum sudah ada dan melibatkan unsur-unsur sebagai berikut: guru dari berbagai jenjang pendidikan, kepala sekolah, pengawas, dewan pendidikan, tenaga kependidikan lainnya (unsur dinas pendidikan), perguruan tinggi, masyarakat, dan LPMP serta Departemen Agama. Program kerja jaringan kurikulum telah dibuat dengan isi program sebagai berikut: Peningkatan Kemampuan TPK. Pendampingan Pengembangan KTSP. Monitoring, Evaluasi, dan Penyempurnaan Kurikulum Naskah kerjasama antara Dinas Pendidikan Provinsi dengan Puskur telah dirancang dan ditandatangani dalam bentuk kesediaan kerjasama oleh Wakil Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Provinsi NTB. Biaya yang direncanakan untuk melaksanakan kegiatan tersebut sebesar Rp 1.570.750.000,- (satu milyar lima ratus tujuh puluh juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah). Salahsatu masukan yang disampaikan, khususnya terkait dengan MOU adalah Tim Jarkur di Puskur perlu meninjau kembali rumusan naskah MOU pasal 6 ayat (1) agar tidak di tafsirkan seolah-olah MOU ini ditandatangani oleh koordinator jaringan kurikulum dari pusat Kurikulum dan ketua TPK tingkat provinsi 32. PROVINSI PAPUA Pembentukan Organisasi Jaringan Kurikulum di Provinsi Papua masih tentatif. Surat Keputusan masih dalam bentuk draft yang direncanakan ditandatangi oleh Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Provinsi Papua. Susunan pengurus Jaringan Kurikulum juga sudah dibentuk walaupun belum juga ditandatangan. Unsur-unsur yang terlibat dalam kepengurusan Jaringan Kurikulum telah melibatkan guru, kepala sekolah, pengawas, unsur dinas pendidikan, perguruan tinggi, dan LPMP. Program kerja yang telah dirancang meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut: Peningkatan Kemampuan TPK. Pelatihan dan Pendampingan Pengembangan KTSP. Pertemuan Periodik dan Seminar Pengembangan Kurikulum Penelitian dan Pengembangan Kurikulum, Monitoring, Evaluasi, dan Penyempurnaan Kurikulum, Naskah kerjasama antara Dinas Pendidikan Provinsi dengan Puskur telah dirancang dan ditandatangani dalam bentuk kesediaan kerjasama oleh Kepala Balai Pengembangan Pendidikan Provinsi Papua. Biaya yang direncanakan untuk melaksanakan kegiatan tersebut sebesar Rp 1.477.000.000 (satu milyar empat ratus tujuh puluh tujuh juta rupiah). Masukan yang disampaikan berkaitan dengan MUO, yakni: Tim Jarkur di Puskur perlu meninjau kembali rumusan naskah MOU dan meninau juga anggaran untuk pelaksanaan program kera TPK di Papua
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
46
33. PROVINSI PAPUA BARAT Berdasarkan hasil laporan monitoring tentang pembentukan telah dibentuk tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah Provinsi Maluku Utara masih tentatif, rencana akan ditandatangani oleh gubernur Bukti fisik pembentukan susunan pengurus TPK tidak ada, namun berdasarkan data instrumen monitoring perberdayaan jaringan kurikulum ditemukan bahwa pembentukan TPK melibatkan unsur-unsur: guru, Kepala sekolah, pengawas, , Perguruan Tinggi, LPMP, Dewan Pendidikan, organisasi profesi, departemen agama, dan tenaga kependidikan lainnya. Rancangan program kerja TPK disusun dengan isi program kegiatan sebagai berikut: • Pelatihan pengembangan kurikulum di daerah dan lembaga pendidikan • Layanan dan konsultasi kurikulum dan pembelajaran bagi pihak yang membutuhkan • Informasi berbagai kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan, khususnya kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam pemantauan, evaluasi, dan penyempurnaan kurikulum • Pemberdayaan satuan pendidikan dalam mengembangkan model-model kurikulum dan pembelajaran. Naskah kerjasama antara Diknas Provinsi dengan Puskur tidak ada bukti fisik. Pembiayaan untuk TPK ini dianggarkan oleh pemerintah daerah sebanyak 60%. Terdapat hambatan dalam pembentukan TPK ini adalah: • Letak geografis derah yang sulit dijangkau • tingginya nilai kost • belum semua jenjang pendidikan diikutkan pada pelatihan KTSP tingkat nasional • belum adanya lembaga penjaminan mutu (LPMP) di Provinsi papua barat • dukungan dana dari Pemda minim • kurangnya dukungan stakeholder Sedangkan masukan yang diberikan terhadap pembentukan TPK ini adalah: • Agar sering mengadakan pelatihan bagi guru yang dipersiapkan sebagai fasilitator di daerah • Mohon bantuan jaringan kurikulum pusat untuk mendesak depdiknas untuk segera membangun LPMP Provinsi Papua barat
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
47
V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat dirumuskan dari kegiatan pemberdayaan Jaringan Kurikulum yang telah dilaksanakan di seluruh provinsi yang ada di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hampir semua daerah (provinsi) sudah membentuk Jaringan Kurikulum dan Tim Pengembang Kurikulum yang dilegalisasi melalui surat keputusan (SK) Gubernur atau Kepala Dinas Pendidikan, walaupun pada umumnya masih berupa draft (tentatif). 2. Naskah kerjasama (MoU) untuk pemberdayaan kurikulum di setiap daerah disambut dengan baik dan pada umumnya pihak daerah bersedia melakukan kerjasama dengan pihak Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas dalam rangka pengembangan kurikulum di daerah. 3. Hampir semua daerah telah merancang program kerja Jaringan Kurikulum dan Tim Pengembang Kurikulum beserta rancangan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. B. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan di atas, maka terdapat beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan sehubungan dengan pemberdayaan tim pengembang kurikulum, yaitu: 1. Secara umum pemberdayaan tim pengembang kurikulum dapat dilaksanakan di setiap daerah dengan kesiapan tiap daerah yang berbeda. 2. Naskah perjanjian yang telah disepakati sebaiknya dapat dilegalisasi lebih cepat dan dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan. 3. Susunan pengurus dalam tim pengembang kurikulum sebaiknya melibatkan berbagai pihak tidak hanya didominasi oleh tim dari dinas pendidikan, misalnya guru sebagai praktisi kurikulum, pihak perguruan tinggi sebagai tim konseptual, serta dari pihak pemerintah sebagai pihak pemegang kebijakan, sehingga program kerja yang dihasilkan dapat berhasil guna dalam implementasi KTSP. 4. Perlu adanya persamaan persepsi antara anggota tim pengembang kurikulum, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan di daerah. 5. Perlu adanya dukungan dan perhatian dari setiap pemerintah daerah dalam pemberdayaan tim pengembang kurikulum tersebut, terutama dukungan dalam hal finansial yang memadai, sarana dan prasarana yang cukup memadai, serta infrastruktur yang baik sehingga dapat menunjang dalam pelaksanaan pengembangan kurikulum 6. Perlu adanya pembimbingan dan pelatihan lebih intensif bagi para tim pengembang kurikulum di daerah, sehingga pemerintah daerah memiliki sumber daya manusia yang lebih kompeten serta mampu bekerjasama dan melakukan pembimbingan kepada setiap satuan pendidikan di tingkat kabupaten/kota. 7. Perlu adanya evaluasi dan pemantauan yang berkelanjutan dari pihak pusat agar dapat tercapainya tujuan yang diharapkan. 8. Berbagai bentuk kendala dan permasalahan yang muncul sebaiknya tidak menjadi halangan dalam pelaksanaan pemberdayaan TPK di daerah, namun justru dapat Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
48
dijadikan tantangan dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui pemberdayaan tim menjadi lebih solid. 9. Dukungan yang diberikan sebaiknya tidak hanya datang dari pemerintah daerah namun juga datang dari berbagai pihak seperti masyarakat, dewan pendidikan, pihak perguruan tinggi, serta lembaga lain yang terkait. 10. Perlunya koordinasi yang jelas serta komunikasi yang baik antara pihak pusat dan daerah sehingga ketika terjadi permasalahan dapat dikomunikasikan dengan baik dan dapat diperoleh penyelesaian masalah.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
49
DAFTAR PUSTAKA Becher, T. & Maclure, S. (1978). The politics of curriculum change. London: Hutchinson & Co. Bell-Gredler, M.E. (1986). Learning and instruction: Theory into practice. New York: Macmillan Publishing Co. Bernard, H.W. (1965). Psychology of learning and teaching. New York: Mc Graw-Hill Book Co. Bloom, B.S., Hasting, J.T. & Madaus, G.F. (1971). Handbook of formative and summative evaluation of student learning. New York: McGraw-Hill. Bobbit, F. (1918). The curriculum. Boston: Houghton Mifflin. Brady, L. 1990. Curriculum Development. New York: Prentice Hall. Brandt, R. (1978). On evaluation: An Interview with Daniel Stuf flebeam. Educational Leadership (January 1978), 35 (4): 248-254. Caswell, H.L., & Campbell, D.S. (1935). Curriculum development. New York: American Book Co. Charters, W.W. (1923). Curriculum construction. New York: Macmil lan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan -----. (1984). Kurikulum 1984. Jakarta: Depdikbud. -----. (1984). Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas. Jakarta: Depdikbud. -----. (1986 -1990). Hasil rapat kerja nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Depdikbud. -----. (1989). Undang-Undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, beserta Peraturan Pemerintah No. 28 dan 29 tahun 1990. Jakarta: Depdikbud. -----. (1992). Rancangan pembentukan kelompok kerja jaringan pengembangan sistem pengujian. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Pengujian. -----. (1992). Rancangan pembentukan kelompok kerja jaringan pengembangan kurikulum. Jakarta: Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan. -----. (2003). Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. ___. (1983). Perbaikan kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0461/U/1983, 22 Oktober 1983. Jakarta: Depdik bud. Departemen Pendidikan Nasional 2003. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan nasional. Jakarta: Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Kewenangan Bidang Pendidikan dan Kebudayaan di Tingkat Kabupaten/Kota. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007 50
Departemen Pendidikan Nasional. 2000. Kewenangan Bidang Pendidikan dan Kebudayaan di Tingkat Provinsi. Gagne, R.W. (1967). Curriculum research and the promotion of learning. In R.W. Tyler, R.M. Gagne, and M. Scriven (Eds.). Per spectives of curricular evaluation. Chicago: Rand McNally. Glatthorn, Allan A. (1987). Curriculum leadership. Glenview, IL: Scott, Foresman and Co. Goodlad, J.I. (1979). Curriculum inguiry: The study of curriculum practice. New York: McGraw-Hill. Gronlund, N.E., (1976). Measurement and evaluation in teaching. New York: Macmillan Publishing Co., Inc. Guba, E.C. & Lincoln, Y. (1981). Effective evaluation. San Fran cisco, CA: Jossey Bass. Hasan, S.H. 1988. Evaluasi Kurikulum. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jakarta. Hunt, B. (1978). Who and what to be evaluated? Educational Lead ership (January 1978), 35 (4): 261. Jasin, Anwar. (1987). Pembaharuan kurikulum sekolah dasar: Sejak proklamasi kemederkaan. Jakarta: Balai Pustaka. Miller and Seller, (1985), Curriculum perspectives and practice. New York: Longman. Print, M. 1993. Curriculum Development and Design. Allen&UNW. Australia Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Pendidikan dan Kebudayaan Depdiknas. (1999). Hasil Evaluasi Kurikulum 1994 Sekolah Dasar. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Pendidikan dan Kebudayaan Depdiknas. (1999). Hasil Evaluasi Kurikulum 1994 SLTP. Pusat Pengembangan Kurikulum dan Sarana Pendidikan Balitbang Pendidikan dan Kebudayaan Depdiknas. (1999). Hasil Evaluasi Kurikulum 1994 SMU. Scriven, M. (1967). The methodology of evaluation. In Raplh Stake, R.E. (1967). The countenance of educational evaluation. Teachers College Record. 68 (7): 523-540. Stufflebeam, D.L. (1971). Educational evaluation and decisionmaking. Itaca, IL: Peacock. Taba, Hilda, 1962, Curriculum development: theory and practice. New York: Harcourt Brace Taba, Hilda. (1962). Curriculum development: Theory and practice. New York: Harcourt Brace Jovanovich. Taylor, Philiph H. (1968). The contribution of psychology to the study of the curriculum. In John F. Kerr. Changing the curriculum. London: Univ. of London Press Ltd. Tyler, R.W. (1950). Basic principles of curriculum and instruction. Chicago: University of Chicago Press. -----. (1957). The curriculum then and now. In Proceedings of the 1956th Invitational Conference on Testing Problems. Princeton, NJ: Educational Testing Service. Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
51
W. Tyler, Robert M. Gagne, & Michael Scriven (Eds.). Perspectives of curriculum evaluation. Chicago: Rand McNally & Co. Zais, R.S. (1976). Curriculum: Principles and foundation. New York: Thomas Y. Crowell Company.
Laporan Pelaksanaan Banprof TPKProvinsi melalui Jarkur, Puskur 2007
52