LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN (LKPP)
LAPORAN MODUL PEMBELAJARAN BERBASIS SCL
Judul :
Modul Pembelajaran Berbasis Student Center Learning (SCL) Mata Kuliah Parasitologi Ikan
Oleh
Ir. Hilal Anshary, M.Sc., PhD
Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Hasanuddin Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Nomor: 469/H4.23/PM.05/08 Tanggal 4 Januari 2008
JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN FEBRUARI 2008
1
LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN (LKPP) Lantai Dasar Gedung Perpustakaan Universitas Hasanuddin
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN MODUL PEMBELAJARAN PROGRAM TRANSFORMASI DARI TEACHING KE LEARNING UNIVERSITAS HASANUDDIN 2008 Judul
: Modul Pembelajaran Berbasis Student Center Learning(SCL) Mata Kuliah Parasitologi Ikan
Nama Lengkap
: Ir. Hilal Anshary, M.Sc., PhD
NIP
: 131 992 467
Pangkat/Golongan
: Pembina/Iva
Jurusan
: Perikanan
Fakultas/Universitas
: Ilmu Kelautan dan Perikanan/Unversitas Hasanuddin
Jangka waktu Kegiatan
: 1 (satu) bulan Mulai 04 Januari sampai dengan 04 Pebruari 2008
Biaya
: Rp. 4.000.000,- (Empat juta rupiah) Dibiayai oleh Dana DIPA Universitas Hasanuddin Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Nomor: 469/H4.23/PM.05/08 Tanggal 04 Januari 2008 Makassar, 04 Februari 2008
Mengetahui: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddi Dekan,
Prof. Dr. Ir. H. Sudirman M.P. NIP 131 860 849
Pembuat Modul,
Ir. Hilal Anshary, M.Sc., PhD NIP. 131 992 467
2
KATA PENGANTAR Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat mengakibatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh saat ini menjadi cepat usang dan ketinggalan. Untuk mengantisipasi hal tersebut diperlukan suatu pola pembelajaran yang lebih adaptif. Oleh karena itu Unhas telah merancang suatu system pembelajaran sesuai dengan amanah citra Unhas 2010 untuk menerapkan system yang dikenal dengan Studen Center Learning. Metode SCL merupakan salah satu metode yang telah terbukti berhasil dipergunakan diberbagai Negara maju. Dengan pendekatan ini pembelajar diharapkan akan dapat memenuhi beberapa kriteria manusia adaptif yaitu mahasiswa dapat beradaptasi dan berubah secara berkelanjutan (constant learning), alumni yang senantiasa belajar (lifelong learning), mahasiswa senantiasa memperdalam ilmu (lifedeep learning) dan mahasiswa senantiasa memperluas wawasan (lifewidth learning). Sebagai bagian dari rencana pelaksanaan perkuliahan dengan metode Student Center Learning (SCL), penyusunan modul pembelajaran untuk setiap topic pembelajaran dalam matakulih parasitologi ikan perlu disusun untuk memudahkan pembelajar dalam memahami topik yang akan didiskusikan. Modul-modul ini penting disamping untuk menuntun mahasiswa, juga akan menjadi pedoman bagi fasilitator agar dapat mengelola pembelajaran dengan lebih dan terarah serta memiliki indicator capaian yang jelas. Akhirnya penulis ingin mengucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu proses penyusunan modul ini, terutama kepada Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (LKPP), Jurusan Perikanan dan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan atas dukungannya sampai modul selesai disusun. Harapan penulis semoga modul ini dapat diimplementasikan oleh tim pengajar parasitologi ikan. Makassar,
Pebruari 2008 Penulis
3
RINGKASAN Mata kuliah parasitologi ikan yang disajikan pada mahasiswa Budidaya Perairan membahas berbagai aspek parasitologi ikan, didahului dengan penjelasan kontrak perkuliahan, ruang lingkup mata kuliah serta keterkaitan mata kuliah dengan kompetensi lulusan. Selanjutnya mata kuliah membahas tentang konsep parasit dan parasitisma, deskripsi parasit protozoa dan metazoa, deskripsi parasit pada krustasea dan moluska, aspek-aspek ekologi dan epidemiologi parasit, pengendalian parasit, dan aplikasi molekular dalam parasitologi ikan. Bentuk kehidupan bersama suatu organisme disebut simbiosis. Salah bentuk hubungan simbiosis adalah parasitisma, dimana ciri khas hubungan simbiosis ini adalah salah satu jenis organisme yang disebut “parasit” hidup dan mendapat keuntungan dari organisme lainnya yang disebut “inang”. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya sebagai parasit berbagai adaptasi dilakukan, diantaranya adalah adaptasi morfologi dan fisologis. Salah bentuk kehidupan yang menyerupai parasitisma adalah predasi, namun demikian terdapat perbedaan yang mendasar dalam hal adaptasi. Parasit umunya selalu lebih kecil dari inangnya dan menggerogoti inangnya secara perlahan, sedangkan predasi yang terdiri atas predator dan mangsa, predator umunya lebih besar dari mangsanya dan menyerang mangsanya sekaligus. Tingkat reproduksi parasit umumnya lebih besar dari tingkat reproduksi inangnya, sedangkan tingkat reproduksi predator umumnya lebih rendah dari mangsanya. Cara invasi parasit dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu kontak langsung, melalui rantai makanan, phoresis dan penetrasi pada kulit. Protozoa adalah organisme eukaryot uniselular berukuran mikroskopis yang umumnya memiliki inti yang jelas. Parasit ini memiliki kelompok yang sangta besar yang parasit pada ikan. Pada kondisi budidaya, spesies protozoa tertentu dapat menyebabkan penyakit yang menghasilkan mortalitas tinggi yang berdampak pada kerugian ekonomi yang cukup besar pada ikan air tawar maupun ikan air laut. Diantara golongan parasit pada ikan air tawar, Ichthopthirius multifilis telah menyebabkan banyak masalah dalam budidaya ikan air tawar. Pada ikan air laut parasit Cryptocaryon irritans dan Amyloodinium ocellatum adalah parasit protozoa yang telah menimbulkan masalah
4
masing-masing pada ikan kerapu dan ikan-ikan konsumsi maupun ikan akuarium air laut. Parasit metazoa pada ikan memiliki kelompok yang cukup besar. Umumnya parasit ini memiliki siklus hidup tidak langsung kecuali parasit golongan arthropoda. Siklus hidup tidak langsung memerlukan 1 atau lebih inang antara dalam siklus hidupnya. Umunya inang antara pertama adalah siput dan beberapa jenis parasit menggunakan cacing sebagai iang antara pertama, golongan krustasea atau ikan kecil dapat berperan sebagai inang antara kedua, sedangkan vertebrata seperti ikan, burung dan mamalia dapat berperan sebagai inang utama/definitif. Selain parasit pada ikan. bermacam-macam spesies parasit telah dilaporkan menginfeksi hewan akuatik krustasea dan moluska. Tidak sedikit jenis parasit telah memiliki dampak yang serius terhadap perkembangan budidaya krustasea dan moluska maupun hewan akuatik lainnya pada perairan alami. Golongan parasit yang banyak menginfeksi moluska dan krustasea, sebagaimana halnya pada ikan adalah Microsporidia, Apicomplexa, Ciliophora, Dinozoa (dinoflegellida), Haplosporidia, Paramyxea, Annelida, Trematoda, Cestoda, Nematoda dan Arthropoda. Aspek ekologi dan epidemiologi parasit akhir-akhir ini telah mendapat perhatian dari para peneliti. Aspek-aspek tersebut termasuk penyebaran parasit, spesifitas parasit pada inang dan mikrohabitat, parasit sebagai inang bagi parasit lainnya (hyperparasit), adaptasi parasit pada kondisi lingkungan ekstrim, dan strukur komunitas parasit. Semua parasit sangat menggantungkan hidupnya pada inang untuk menjamin kelangsungan hidupnya, sehingga penyebaran parasit ini menjadi sangat penting. Parasit umumnya tidak menempati seluruh bagian tubuh inang, tetapi memiliki kecenderungan untuk menempati daerah tertentu pada inang (mikrohabitat). Selain itu umunya parasit hanya menginfeksi inang tertentu inang spesifik, meskipun ada pula jenis parasit yang lebih general yang dapat menginfeksi berbagai spesies inang. Prophylaksis dalam akuakultur adalah merupakan suatu langkah pengendalian dengan cara menjaga kesehatan ikan agar tidak menderita sakit. Langkah ini mencakup untuk menjaga agar patogen yang dapat terbawa bersama-sama dengan air tidak masuk kedalam sistem budidaya, atau dalam hal ini patogen dapat memasuki sistem budidaya
5
tugas selanjutnya adalah menjaga agar hewan budidaya tidak menderita sakit meskipun patogen ada dalam sistem budidaya. Ada dua prinsip dalam prophylaksis yaitu prinsip proteksi dan prinsip pencegahan. Prinsip proteksi ditujukan untuk mencegah patogen atau memotong jalurnya menuju ikan, dan prinsip pencegahan ditujukan untuk memperkuat pertahanan ikan, sehingga bila patogen tetap masuk ke dalam sistem maka ikan tidak akan mudah terserang oleh parasit. Beberapa langkah yang terkait dengan prophylaksis adalah; penyediaan air bebas patogen, penyediaan makanan bebas patogen, menerapkan praktek higinis, pengendalian ikan liar, pengendalian vektor dan hama, penegakan aturan, penerapan karantina, dll. Pengobatan merupakan langkah yang ditujukan untuk memulihkan kondisi kesehatan ikan yang telah terinfeksi oleh penyakit parasiter. Sifat dari patogen menentukan pilihan terhadap obat yang harus diberikan. Pemilihan obat merupakan hal yang tidak mudah, berbagai pertimbangan harus dilakukan terutama bahwa obat yang digunakan hanya bersifat racun terhadap parasit tetapi tidak bersifat racun bagi ikan dan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan untuk memberikan obat pada parasit adalah ukuran parasit, siklus hidup parasit, dan hubungannya dengan inang. Selain itu beberapa pertimbangan lainnya adalah bahwa kemampuan ikan mentolerir obat-obatan sangat bervariasi tergantung pada spesies ikannya, ikan yang sakit cenderung kondisinya lemah dan kurang toleran terhadap stres. Ikan sakit biasanya cenderung untuk berhenti makan sehingga pemberian obat lewat makanan kurang efisien. Teknik genetika molecular selama 15 tahun terakhir ini telah mendapat perhatian luas dalam mempelajari parasit ikan. Teknik ini telah diketahui efektif dalam menjelaskan ke komplesan siklus hidup bermacam-macam bentuk parasit dan telah memainkan peranan penting dalam menentukan hubungan taksonomi antara spesies parasit yang sulit ditentukan dengan menggunakan teknik morfologi tradisional. Dalam beberapa contoh, teknik ini telah menyediakan kunci untuk memasuki evolusi biology secara utuh. Selain itu alat molecular telah memberikan kontribusi terhadap pemahaman kita pada biologic sel parasit dan telah terbukti sangat penting dalam diagnosa penyakit dan pengembangan vaksin.
6
PETA KEDUDUKAN MODUL
08. Pendekatan Molekular, immunodiagnostik dalam parasitology
05. Deskripsi Penyakit Parasit pada Krustasea dan Moluska
04. Deskripsi parasit golongan Metazoa pada ikan
07. Penanggulangan parasit pada ikan
06. Aspek-aspek ekologi dan Epidemiologi parasit ikan 03. Deskripsi parasit golongan Protozoa pada ikan
02. Parasit dan Parasitisma
01. Pendahuluan
7
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................
1
KATA PENGANTAR.................................................................................................
2
RINGKASAN..............................................................................................................
3
PETA KEDUDUKAN MODUL .................................................................................
6
DAFTAR ISI ...............................................................................................................
7
MODUL I ....................................................................................................................
8
MODUL II ...................................................................................................................
12
MODUL III .................................................................................................................
25
MODUL IV .................................................................................................................
51
MODUL V ...................................................................................................................
68
MODUL VI .................................................................................................................
76
MODUL VII ................................................................................................................
87
MODUL VIII ...............................................................................................................
99
LAMPIRAN : RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL Mata Kuliah : PARASITOLOGI IKAN
8
MODUL I Judul : Pendahuluan BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang B. Ruang Lingkup Isi Materi yang akan dibahas dalam modul pendahuluan meliputi : a. Informasi kontrak pembelajaran b. Keterkaitan mata kuliah dengan kompetensi lulusan c. Ruang lingkup mata kuliah C. Kaitan Modul D. Sasaran Pembelajaran Modul Sasaran pembelajaran yang diharapkan setelah mempelajari modul pendahuluan ini mahasiswa budidaya perairan memahami aturan main, mampu menjelaskan keterkaitan mata kuliah dengan kompetensi lulusan, dan memahami ruang lingkup mata kuliah.
BAB II. Pembelajaran A. Informasi Kontrak Pembelajaran Kontrak pembelajaran mata kuliah parasitologi ikan tertuang pada Rancangan Pembelajaran Mata Kuliah (Lampiran).
B. Keterkaitan Mata Kuliah dengan Kompetensi Lulusan Mata kuliah parasitologi ikan mendukung salah satu tujuan program studi budidaya perairan yaitu mahasiswa mampu melakukan tindakan pengendalian terhadap penyakit dan parasit ikan.
9
C. Ruang Lingkup Mata Kuliah Mata kuliah parasitologi ikan membahas berbagai aspek parasitologi ikan, yang didahului dengan penjelasan tentang kontrak perkuliahan, ruang lingkup mata kuliah serta keterkaitan mata kuliah dengan kompetensi lulusan. Selanjutnya mata kuliah membahas tetntang konsep parasit dan parasitisma, deskripsi parasit protozoa dan metazoa, aspek-aspek ekologi dan epidemiologi parasit, pengendalian parasit dan aplikasi molekular dalam parasitologi ikan. Sub pokok bahasan yang kedua adalah parasit dan parasitisma membahas tentang berbagai bentuk kehidupan/simbiosis organisma termasuk bentuk simbiosis parasitisma dan adaptasi parasit untuk simbiosis parasitisma, cara parasit melakukan invasi pada inangnya, penggolongan parasit secara umum, siklus hidup parasit, efek parasit pada inangnya serta dampak ekonomi parasit. Sub pokok bahasan yang ketiga adalah deskripsi parasit golongan protozoa pada ikan. Sub pokok bahsan ini meliputi pengertian parasit protozoa, jenis-jenis parasit protozoa yang umum pada ikan, mekanisme infeksi dan siklus hidup parasit serta pengendalian parasit. Sub pokok bahasan keempat adalah deskripsi parasit golongan metazoa. Sub pokok bahasan ini meliputi pengertian parasit metazoa, Jenis-jenis parasit metazoa umum pada ikan, Pengenalan berbagai phylum parasit metazoa, Mekanisme infeksi dan siklus hidup parasit, dan cara pengendalian parasit. Sub pokok bahasan kelima adalah deskripsi penyakit parasit pada krustasea dan moluska. Sub pokok bahasan ini meliputi Jenis-jenis parasit umum pada krustasea dan moluska, Deskripsi parasit, Mekanisme infeksi dan siklus hidup parasit, dan Pengendalian parasit. Sub pokok bahasan keenam adalah Aspek-aspek ekologi dan Epidemiologi parasit ikan. Sub pokok bahasan ini meliputi tata cara dan jumlah pengambilan sampel untuk keperluan surveilance dan
monitoring, cara-cara penyebaran parasit,
mikrohabitat/niche parasit pada inangnya, frekwensi distribusi parasit dan fluktuasi musiman, dan spesifitas parasit.
10
Sub pokok bahasan ketujuh adalah penanggulangan parasit pada ikan. Sub pokok bahasan ini meliputi Prinsip-prinsip prophylaksis dengan pendekatan proteksi dan pencegahan/prevenstif, dan Prinsip-prinsip pengobatan menggunakan bahan kimia atau obat untuk memberantas ektoparasit dan endoparasit. Sub pokok bahasan kedelapan adalah meliputi Pendekatan Molekular dan immunodiagnostik dalam parasitologi. Sub pokok bahasan ini meliputi PCR dan analisa sequensing DNA, Aplikasi PCR dan analisa sequensing DNA untuk diagnosa, epidemiology dan sistematika parasit, Analisa RAPD PCR, Kloning Gen, dan Molekular parasitologi dan pengembangan vaksin.
BAB III. Penutup Dengan mendapat gambaran tentang berbagai aspek parasitologi ikan maka diharapkan bahwa mahasiswa memiliki gambaran yang utuh tentang berbagai bentuk parasit, cara mengidentifikasi, cara membuat koleksi spesimen dan mengetahui siklus hidup, cara infeksi parasit dan cara melakukan tindakan pengendalian terhadap parasit tertentu. Pengetahuan tentang siklus hidup parasit akan memudahkan dalam melakukan tindakan pengendalian terutama untuk mencari stadia parasit yang paling sensitif tehadap bahan kimia. Inang antara maupun inang utama yang kemungkinan dapat digunakan oleh parasit dan terdapat pada lingkungan budidaya seharusnya menjadi target untuk dihilangkan selam proses persiapan kolam untuk kegiatan budidaya. Karakteristik parasitisma dan ekologi dari parasit serta hubungan antara parasit dengan inang menentukan dinamika infeksi parasit pada alam atau pada sistem budidaya. Pengetahuan tentang epidemiologi parasit juga menentukan dalam melakukan tindakan pengendalian parasit. Pengendalian parasit meliputi tindakan profilaksis dan pengobatan merupakan langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi parasiter dan meminimalkan efek parasit jika terjadi infeksi.
11
Pengetahuan tentang aspek molekular parasit membuka harapan untuk dapat diaplikasikan dalam berbagi aspek parasitologi seperti deteksi patogen, evolusi dan hubungan kekerabatan parasit serta pengembangan vaksin berbasis vaksin rekombinan.
DAFTAR PUSTAKA Boxhall, G.A dan D. Defaye. 1993. Pathogens of wild and farmed fish: sea lice. Ellis Horwood. New York. 378 hal. Bunkley-Williams, L. and E. H. Williams, Jr. 1994. Parasites of Puerto Rican Freshwater Sport Fishes. Puerto Rico Department of Natural and Environmental Resources, San Juan, PR and Department of Marine Sciences, University of Puerto Rico, Mayaguez, PR, 168 p., 179 drawings, and 2 maps. Cheng, T.C. 1986. General Parasitology. Academic Press, Orlando, Florida. 827 hal. Cox, F. E. G. 1993. Modern Parasitology: a text book of parasitology. Blackwell Scientific Publications. Esch, G.W dan J.C. Fernandez. 1993. A functional biology of parasitism. Chapmann and Hall. Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. PWN-Polish Scientific Publisher, Warsawa. 789 hal. Lio-Po, G.D., C.R. Lavilla, E.R. Cruz-Lacierda. 2001. Health Management in aquaculture. Aquaculture Development, SEAFDEC, Philippines. 187 p. Rohde, K. 2005. Marine Parasitology. CABI Publishing, Wallingford, UK. 565 pp. Sindermann, C. J. Principal diseases of marine fish and shellfish. Vol 1 dan 2. Academic Press. Williams, E. H., Jr. and L. Bunkley-Williams 1996. Parasites of offshore big game fishes of Puerto Rico and the western Atlantic. Puerto Rico Department of Natural and Environmental Resources, San Juan, PR, and the University of Puerto Rico, Mayaguez, PR, 382 p., 320 drawings. Woo, P.T.K. 1995. Fish Diseases and Disorders. Cab International. 808 hal. Woo, P.T.K. 2006. Fish Diseases and Disorders, Volume 1: Protozoan and Metazoan infections Second Edition. 791 pp.
12
MODUL II Judul : Parasit dan Parasitisma BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme memiliki bentuk kehidupan secara bersama yang disebut dengan simbiosis. Salah bentuk hubungan simbiosis adalah parasitisma, dimana bentuk hubungan ini khas karena salah satu jenis organisme yang disebut parasit hidup dan mendapat keuntungan dari organisme lainnya yang disebut inang. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya parasit dengan parasitismenya melakukan berbagai adaptasi, diantaranya adalah adaptasi morfologi dan fisologis. Salah bentuk kehidupan yang menyerupai parasitisma adalah predasi, namun demikian terdapat perbedaan yang mendasar dalam hal adaptasi. Parasit umunya selalu lebih kecil dari inangnya dan menggerogoti inangnya secara perlahan, sedangkan predasi yang terdiri atas predator dan mangsa, predator umunya lebih besar dari mangsanya dan menyerang mangsanya sekaligus. Tingkat reproduksi parasit umumnya lebih besar dari tingkat reproduksi inangnya, sedangkan tingkat reproduksi predator umumnya lebih rendah dari mangsanya. Cara invasi parasit pada inangnya dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung jenis parasitnya. Ada jenis parasit yang memginvasi inang dengan cara kontak langsung, melalui rantai makanan, phoresis dan penetrasi pada kulit. Parasit dikelompokkan menurut tingkat kekerabatannya, dengan pengetahuan terhadap biologi molekular ternyata bahwa sistem klasifikasi yang digunakan selama ini mengalami revisi dan hal ini akan terus mengalami perbaikan seiring dengan kemajuan pengetahuan tentang aspek molekular dari parasit. Siklus hidup parasit ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Siklus hidup langsung tidak memerlukan inang antara dan hanya membutuhkan inang utama, sedangkan siklus hidup tidak langsung memerlukan inang antara dan inang utama dalam
13
siklusnya. Ikan dapat berperan sebagai inang antara atau inang utama tergantung jenis parasit yang menginfeksi. Parasit dikenal telah menimbulkan dampak berupa kematian massal pada ikan terinfeksi dan telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar.
B. Ruang Lingkup Isi a. Pengertian Parasit dan Parasitisma b. Morphology dan physiology parasit, adaptasi terhadap cara hidup parasit c. Cara invasi parasit d. Klasifikasi Parasit pada Ikan e. Siklus Hidup Parasit f. Efek parasit pada inang g. Dampak ekonomi infeksi parasit
C. Kaitan Modul Modul ini merupakan modul ke-2 setelah mahasiswa mendapat penjelasan dan menyetujui aturan main perkuliahan parasitologi ikan, keterkaitan mata kuliah parasit dengan kompetensi lulusan, dan ruang lingkup mata kuliah. Mata kuliah ini diberikan sebelu mahasiswa mempelajari dekskripsi parasit protozoa pada ikan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul Sasaran pembelajaran yang diharapkan adalah mahasiswa akan memperoleh insight tentang konsep parasit dan parasitisma, terutama berkenaan bentuk hubungan parasitisma, adaptasi parasit terhadap bentuk kehidupan parasitisma, siklus hidup parasit secara umum terutama siklus hidup langsung dan tak langsung, cara menginvasi parasit, efek parasit pada inang dampak ekonomi yang dapat ditimbulkannya.
14
BAB II. Pembelajaran A. Parasit dan parasitisma Secara umum, parasit dapat didefinisikan sebagai organisma yang hidup pada organisme lain, yang disebut inang, dan mendapat keuntungan dari inang yang ditempatinya hidup, sedangkan inang menderita kerugian. Parasitology merupakan salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang kehidupan parasit. Kehidupan parasit memiliki keunikan karena adanya ketergantungan pada inang. Mempelajari parasit memerlukan pengertian tentang konsep symbiosis
atau hidup bersama antara dua
organisme. Ada beberapa jenis bentuk symbiosis, antara lain, yaitu comensalisme dimana pada hubungan ini kedua organisme yang bersymbiosis masing-masing memperoleh keuntungan dan tidak ada yang dirugikan, sedangkan mutualisme adalah kedua organisme mendapatkan keuntungan, dan jika salah satu diantaranya tidak tersedia maka tidak akan terjadi kehidupan. Parasitisma merupakan suatu bentuk hubungan antara dua organisma yang berlainan jenis yang satu disebut inang sedangkan yang lainnya disebut parasit, dimana parasit sangat bergantung pada dan hidup atas pengorbanan inangnya, baik secara biokimia maupun secara physiology. Definisi lain tentang parasitisma diungkapkan oleh Cropton 1971. Dia menguraikan bahwa parasitisma merupakan hubungan ekologi antara dua organisme, yang satu disebut parasit dan yang lainnya disebut inang. Selanjutnya menambahkan bahwa sifat-sifat esensial yang dimilki oleh bentuk hubungan tersebut adalah: 1. adanya ketergantungan physiologi parasit terhadap inangnya; 2. inang yang terinfeksi berat akan mengalami kematian 3. Distribusi frekwensi parasit pada populasi inang umumnya overdispers, yang berarti bahwa varians (S2) dari populasi parasit jauh lebih besar disbanding dengan rata-rata (X) populasi parasit. Parasite memiliki habitat tertentu dalam tubuh inangnya. Berdasarkan lingkungannya, parasit dibedakan menjadi ektoparasit, yaitu parasit yang hidup pada permukaan tubuh inang. Beberapa golongan parasit yang bersifat ektoparasit antara lain adalah ciliata, beberapa flagellata, monogenea, copepod, isopod, branchiuran dan lintah,
15
sedangkan endoparasit adalah parasit yang ditemukan pada organ bagian dalam inang. Golongan parasit yang masuk kelompok endoparasit antara lain adalah digenea, cestoda, nematoda, acantocephala, coccidia, microsporidia, dan amoeba. Selanjutnya Kabata menambahkan istilah yang disebut Mesoparasit untuk memberikan istilah pada parasit yang menginfeksi ikan dimana sebagian dari tubuh parasit menembus sampai organ dalam tubuh inang sedangkan bagian tubuh lainnya berada diluar tubuh inang. Contoh mesoparasit adalah parasit Lernaeocera sp yang hidup pada rongga insang ikan gadid dan dapat menembus jantung ikan untuk mengisap darah. Untuk mengetahui tingkat infeksi parasit dalam populasi inang dikenal istilah prevalensi, intensitas dan kelimpahan parasit. Prevalensi menggambarkan persentase ikan yang terinfeksi oleh parasit tertentu dalam populasi ikan, intensitas rata-rata menggambarkan jumlah parasit tertentu yang ditemukan pada ikan yang diperiksa dan terinfeksi, sedangkan kelimpahan rata-rata adalah jumlah rata-rata parasit tertentu yang ditemukan dalam populasi pada ikan baik yang terinfeksi maupun tidak. Beberapa istilah yang berkaitan dengan inang parasit antara lain adalah inang definitive, inang antara, dan inang paratenik. Inang definitive adalah inang dimana parasit hidup, berkembang dan mampu bereproduksi. Inang antara biasanya meliputi inang antara I, inang antara II, atau bahkan inang antara III adalah inang dimana parasit mengalami perkembangan baik morphologi maupun physiology pada fase kehidupan tertentu tetapi tidak mencapai tahap dewasa. Parasit yang memiliki inang antara dalam siklus hidupnya terutama golongan helminth. Inang paratenik adalah inang dimana parasit hidup untuk sementara dan tidak mengalami perkembangan atau perubahan fase kehidupannya. Inang paratenik kemungkinan dapat diperlukan atau tidak dalam siklus hidup parasit, terutama berperan dalam menjembatani adanya hambatan ekologi (ecological barrier).
B. Morphology and physiology parasit, adaptasi terhadap cara hidup parasit. Salah satu syarat dari parasitisma adalah adanya adaptasi terhadap kondisi spesifik tertentu, morphologi dan physiology sehingga parasit dapat hidup pada permukaan atau bagian dalam tubuh inang. Adaptasi yang diperlukan memungkinkan
16
parasit untuk dapat hidup, berkembang dan bereproduksi pada kondisi tertentu dalam mikrohabitat. Adaptasi morphologi parasitisma nampak pada bentuk tubuh parasit, dimana bentuk parasit tergantung pada lokasinya dalam inang. Ektoparasit yang hidup pada bagian luar tubuh ikan umumnya berbentuk datar dorsoventral, agak concav pada salah satu sisi dan convex pada sisi lainnya, bagian sisi concave melekat pada inang dan berperan seperti disc pengisap. Parasit jenis ini sulit terlepas oleh arus ketika ikan berenang. Contoh parasit ini adalah ciliata (Chilodonella sp., Trichodina sp), branchiuran (Argulus sp.), Copepoda (Lepeopthirius sp., Caligus sp.), dan banyak spesies monogenea (Entobdella sp., Benedenia sp). Dilain pihak, parasit yang hidup pada usus, biasanya memanjang, seperti pita (cestoda), silinder (nematoda, acantocephala). Bentuk seperti ini memungkinkan kandungan usus untuk bergerak secara bebas disekitar parasit dan parasit dapat melekat dengan posisi yang aman. Beberapa adaptasi juga terlihat pada organ-organ yang dimiliki parasit. Adanya hook, pengisap (sucker) dan clamp memungkin parasit monogenea untuk dapat melekat dengan aman pada permukaan tubuh atau insang inang. Scolex pada cestoda yang dilengkapi dengan pengisap dan alat pelekatan lainnya memungkinkan parasit ini untuk dapat melekat pada mukosa usus. Cephalotoraks
pada
banyak
parasit
copepoda
memiliki
bentuk
yang
memungkinkannya untuk dapat melekat secara permanen pada ikan, seperti Lernaea sp., Lernaeocera sp). Spesies lain yang dapat berpindah dari satu habitat ke habitat lain umumnya memiliki alat pelekatan berupa hook pada bagian antenna, maxilliped dan appendages lainnya (Caligus sp). Lingkungan yang diciptakan untuk parasit oleh tubuh inang, yaitu ketersediaan makanan yang tidak perlu dicari dan biasanya terdapat disekeliling tubuh parasit, dapat menyebabkan kondisi anoksia (kurang oksigen). Oleh karena itu, tidak hanya adaptasi morphologi yang dibutuhkan tetatpi juga adaptasi physiology. Beberapa parasit yang hidup di usus seperti cestoda dan acantocephala tidak memiliki system pencernaan. Makanan, yang terdapat sekeliling parasit, diabsorbsi secara osmotik melalui seluruh permukaan tubuh. Proses ini difasilitasi oleh struktur
17
kutikula yang berbentuk microvilli yang menutupi tubuh. Microvilli ini sangat signifikan membantu proses penyerapan makanan. Parasit yang hidup pada bagian usus memiliki lingkungan yang gelap dan pergerakan yang terbatas, sehingga pada parasit ini tidak terdapat adanya organ perasa terutama mata. Parasit monogenea yang hidup pada permukaan tubuh inang dan mendapatkan pencahayaan memilki bintik mata. Di lain pihak, larva digenea (miracidium dan cercaria) yang hidup di luar tubuh inang memiliki bintik mata. Cestoda, nematoda dan acantocephala tidak memiliki bintik mata. Ektoparasit menggunakan oksigen terlarut dalam air, sedangkan endoparasit mendapatkan energi dengan melakukan dekomposisi glycogen dalam celnya. Akibatnya akan dikeluarkan karbondioksida dan asam-asam lemak. Endoparasit juga terekspose enzim pencernaan yang diekskresi inang, sehingga kelangsungan hidup endoparasit hanya mungkin jika dapat menetralisir enzim pencernaan. Oleh karena itu, endoparasit mengeluarkan bahan mucoproteid untuk menetralisir enzim inang. Parasit yang tidak memiliki mucoproteid akan di digest.
C. Cara Invasi Parasit Parasit ikan melewati satu inang ke inang lainnya dan menyerang seluruh populasi ikan melalui berbagai cara atau rute tergantung pada spesies parasit. Diantara rute yang dapat dilalui adalah dengan cara: kontak, infeksi melalui pencernaan, phoresis, dan penetrasi pada kulit. Invasi parasit dapat terjadi melalui kontak langsung antara ikan sehat dengan ikan terinfeksi. Densitas tinggi terhadap populasi inang memungkinkan untuk terjadinya penyebaran penyakit yang lebih cepat, seperti yang umum terjadi pada kondisi budidaya. Umumnya yang bersifat invasif adalah larva parasit sedangkan parasit dewasa umunya tidak infektif. Beberapa jenis parasit yang dapat menyebar melalui kontak langsung adalah parasit ciliata, monogenea, copepoda, isopoda, dan branchiura. Infeksi yang terjadi melalui saluran pencernaan terjadi setelah stadia invasif (telur, lava, dan spora)
parasit tertelan bersama dengan makanan ikan. Cara ini
merupakan cara penyebaran parasit yang memiliki siklus hidup yang kompleks, seperti
18
digenea, cestoda, nematoda dan acantocephala. Bermacam-macam stadia larva parasit merupakan bagian dari rantai makanan, dimana umumnya larva berada pada inang antara dan selanjutnya melalui rantai makanan akan tiba pada inang utama/definitif untuk menjadi dewasa. Sebagai contoh, inang antara dalam siklus hidup cestoda Tetrarhynchidea adalah copepoda; ikan-ikan teleost yang memakan krustasea tersebut adalah akan menjadi inang berikutnya bagi parasit, sedangkan ikan hiu yang memakan ikan teleost akan menjadi inang utama bagi parasit. Parasit dipindahkan dari satu inang ke inang lainnya oleh hewan lain (phoresis). Cara penyebaran seperti ini terjadi pada
parasit flagellata yang hidup pada darah.
Sebagai contoh berbagai parasit Trypanosoma yang menginfeksi ikan dengan perantaraan lintah dimana lintah menelan parasit bersama dengan darah yang diisap dan kemudian memidahkannya pada inang lain. Cara invasi lainnya adalah dengan penetrasi langsung parasit pada kulit. Tidak semua parasit dipidahkan secara pasif dari satu inang ke inang lainnya melalui makanan atau secara phoresis. Stadia invasif dari bermacam-macam spesies, terutama cercaria dari digenea secara aktif menyerang inang, membuat luka pada bagian kulit dan menembus jauh ke dalam jaringan inang untuk menetap dan berkembang menjadi lebih lanjut
yang
disebut
metacercaria.
Cercaria
memiliki
adaptasi
khusus
yang
memungkinkannya apat melukai kulit dan menembus jauh ke dalam jaringan inang. Parasit ini dilengkapi dengan alat khusus yaitu stylet pada bagian oral suckernya dan juga mengandung kelenjar penetrasi yang mengeluarkan enzim proteolitik yang dapat melarutkan jaringan inang, sehingga memungkinkan bagi cercaria tersebut untuk melakukan migrasi ke target organnya.
D. Klasifikasi Parasit pada Ikan Phylum sarcomastigophora Super klas Mastigophora Ordo Dinoflagellida Ordo Diplomonadida Ordo Kinetoplastida
19
Ordo Amoebida Super klas Sarcodina Phylum Myxozoa Ordo Myxosporea Phylum Microspora Glugea sp Pleistophora sp Microsporidium sp Phylum Ciliophora Ichthyopthirius multifilis Cryptocaryon iritans Trichodinid Phylum Apicomplexa Phylum Platyhelminthes Monogenea Digenea Cestoidea Phylum Nematoda Phylum Acantocephala Phylum Arthropoda Phylum Annelida
E. Siklus Hidup Parasit Dalam siklus hidupnya, parasit tertentu dapat memiliki siklus hidup langsung maupun tidak langsung. Siklus hidup langsung hanya memerlukan satu inang dalam siklus hidupnya. Parasit yang memiliki siklus hidup tidak langsung memerlukan lebih dari satu inang untuk kelangsungan hidupnya. Siklus hidup tidak langsung memerlukan inang antara dimana tahap larva parasit berkembang pada inang antara tersebut, dan inang utama dimana parasit tumbuh dan berkembang menjadi dewasa. Inang utama biasanya memakan inang antara sehingga parasit dapat berpindah. Selain itu parasit
20
dapat juga berpindah pada inang lain tetapi tidak mengalami perubahan fase, inang ini disebut inang paratenik. Beberapa jenis parasit bersifat inang spesifik yang berarti bahwa parasit tersebut hanya dapat menginfeksi satu atau terbatas spesies inang. Pengetahuan tentang siklus hidup parasit sangat berguna dalam melakukan pencegahan, karena parasit dapat dihilangkan atau dicegah dengan mudah pada tahap yang paling lemah dari parasit, sebaliknya dapat menghindari treatment pada tahap yang paling resistan terhadap parasit. Sebagian besar protozoa memiliki siklus hidup langsung. Tahap infeksi parasit ini berada dalam air dan selanjutnya menginfeksi inang yang sama atau inang yang lain dan menyebar dalam populasi ikan, contoh parasit Ichthyopthirius multifilis, Amyloodinium ocellatum. Parasit darah, Cryptobia memerlukan vector/inang antara yaitu lintah Piscicola sp, dan disebarkan pada ikan ketika lintah menghisap darah ikan. Selain itu parasit golongan monogenea memiliki siklus hidup langsung. Parasit ini mengeluarkan telur dan setelah menetas akan menjadi larva berenang bebas yang disebut oncomiracidia dan menginfeksi inang dalam beberapa jam. Setelah mencapai inang parasit ini bermigrasi ke target organ dan berkembang menjadi parasit dewasa. Salah satu genus dalam golongan monogenea yang tidak mengeluarkan telur adalah Gyrodactylus. Parasit ini mengeluarkan larva dari uterus parasit (viviparus) dan menginfeksi inang melalui kontak fisik. Golongan helminth seperti digenea dan cestoda memiliki siklus hidup tidak langsung. Parasit digenea mengelurkan telur (oviparus) dan selanjutnya menetas menjadi larva berenang bebas yang disebut miracidium (beberapa jenis digenea tidak melalui fase miracidium). Miracidium hanya dapat bertahan beberapa jam dalam air dan setelah menemukan inang antara I, umumnya gastropada atau bivalva, dan akan berkembang menjadi sporocyst/redia pada inang antara I. Dari inang antara I selanjutnya akan dikeluarkan larva berenang bebas yang disebut cercaria. Cercaria akan berenang secara aktif mencari inang antara II yang sesuai untuk berkembang menjadi metacercaria pada inang antara II. Jika inang antara II dimakan oleh inang utama maka parasit akan berkembang menjadi dewasa pada inang utama.
21
Cestoda juga termasuk oviparus dan memerlukan satu atau lebih inang antara. Telur keluar bersama dengan feces ikan dan setelah menetas akan menjadi larva berenang bebas yang disebut coracidium dan selanjutnya menginfeksi inang antara I dari golongan invertebrata menjadi procercoid. Inang antara I dimakan oleh inang antara II (biasanya ikan), dan selanjutnya parasit berubah fase menjadi plerocercoid. Setelah inang antara II dimakan oleh inang utama maka parasit akan berubah menjadi tahap dewasa. Siklus hidup cestoda juga dapat melibatkan inang paratenik dalam siklus hidupnya. Nematoda umumnya adalah oviparus. Inang antara umumnya adalah arthropoda. Parasit biasanya ter-encyst pada viscera dan otot dari inang antara atau inang paratenik. Acantocephala juga memerlukan inang invertebrata, biasanya arthropoda, untuk kelangsungan hidupnya. Feces yang mengandung telur parasit biasanya dimakan oleh inang antara, dan telur menetas pada saluran pencernaan inang, menjadi fase acanthor. Acanthor selanjutnya berkembang menjadi fase acanthella pada serosa usus inang antara. Selanjutnya parasit akan berkembang menjadi cystacanth, yang merupakan fase infektif dari parasit. Inang utama yang memakan inang antara menyebakan cystacanth berkembang dalam tubuh inang utama menjadi parasit dewasa. Ergasilid betina dewasa biasanya yang bersifat parasit, sedangkan ergasilid jantan tidak bersifat parasit. Siklus hidup Ergasilus sp melibatkan 6 tahap naupli, 5 tahap copepodid dan 1 tahap dewasa. Lernaea sp memerlukan hanya satu inang untuk siklus hidupnya. Parasit ini memiliki 3 tahap naupliar berenang bebas, dan 5 copepodid yang biasanya hidup pada insang.
F. Efek parasit pada inang Efek patogenik dari berbagai macam patogen dapat terjadi dengan berbagai cara, yaitu: aksi mekanis parasit, pengambilan makanan, serta efek toksik dan lytik. Aksi mekanis yang terjadi adalah umumnya parasit memiliki alat khusus untuk melekat pada inangnya seperti hook, clamp atau sucker sehingga parasit dapat melekat pada inang dan tidak mudah untuk terlepas akibat arus air kuat yang ada disekelilingnya. Namun demikian alat melekat ini dapat menimbulkan luka mekanis, cara bergerak dan cara
22
mencari makan parasit dapat menyebabkan lukan pada tubuh inang. Monogenea dapat menyebabkan kerusakan pada tubuh dan insang inang. Digenea, cestoda dan acantocephala merusak mukosa usus inang. Serkaria digenea merusak kulit ikan dengan aksi mekanisnya yang menembus permukaan tubuh inang. Digenea yang hidup pada darah ikan, telur dan parasit dapat memnyumbat aliran darah ikan terutama bila jumlahnya menjadi sangat banyak. Banyak jenis parasit yang menyerap makanan dari inangnya seperti parasit yang menghisap darah inang dan menyebabkan anemia pada inang, parasit-parasit yang hisup pada usus memamfaatkan makanan yang telah diserap oleh inang. Akibatnya inang dapat menderita kehilangan bobot tubuh, anemia yang umunya terjadi pada infeksi berat. Parasit E. sieboldi menyebabkan anemia pada ikan terinfeksi, menyebabkan kerusakan pada proses pematangan sel darah merah, dan menyebabkan basophil dan polychromatic eritrosit meningkat. Parasit Lernaeocera sp yang mengisap darah pada insang dan dapat menembus sampai jantung, menyebabkan penurunan kadar hemoglobin, kandungan lipid hati dan koefisien kondisi ikan. Beberapa jenis parasit memiliki toksik dan eefek lytic pada inang, yaitu cercaria yang memiliki kelenjar penetrasi memeiliki enzim proteolitik yang dapat melunakkan jaringan inang. Branchiura juga memiliki style dan kelenjar venom yang digunakan untuk melukai inang dan mengisap darah. Toksinnya menyebabkan iritasi pada kulit ikan dan menghasilkan inflamasi. Efek litik parasit terlihat pada golongan parasit Myxoboloide seperti Kudoa sp yang menginfeksi ikan-ikan laut. Spora dalam jumlah besar yang menggantikan otot dapat mengeluarkan ezim proteolitik sehingga menyebabkan otot daging menjadi lunak.
G. Dampak ekonomi infeksi parasit Keberadaan parasit dapat menyebabkan efek mematikan pada populasi inang dan konsekuensinya dapat menyebabkan kerugian besar bagi industri perikanan dan akuakultur. Epizootik dan kematian massal meskipun jarang terjadi pada populasi ikan diperaian alami, tetapi sangat sering ditemukan pada kondisi budidaya ikan. Beberapa contoh kasus infeksi dan menyebabkan penurunan produksi ikan adalah infeksi
23
monogenea Neoheterobothrium hirame yang menginfeksi ikan Japanese flounder di perairan Jepang. Pada kondisi budidaya dimana penyebaran penyakit dapat terjadi secara cepat, kematian massal dapat terjadi. Selain menyebabkan kematian, infeksi parasit dapat menyebabkan dampak yang dapat merugikan secara ekonomi, yaitu ikan kehilangan bobot, penolakan oleh konsumen karena perubahan patologi pada inang, penurunan fekunditas ikan dan efek parasit pada penetasan ikan dan larva. Beberapa contoh infeksi parasit yang dapat menurunkan bobot badan adalah Lernaeocera sp. Parasit yang dapat menimbulkan penolakan akibat infeksinya dan membutuhkan biaya tambahan untuk dapat menghilangkan bekas infeksinya adalah Sphyrion lumpi, Anisakis sp. Parasit Kudoa sp, dan beberapa jenis lainnya dapat menyebabkan otot daging menjadi lunak dan menyebabkan penolakan oleh konsumen. Parasit yang menyerang bagian gonad dapat menyebabkan fekunditas parasit menurun. Testes ikan clupeid dapat terinfeksi oleh parasit Eimeria sardinae yang menyebabkan fungsi testes rusak. Parasit Henneguya oviperda menginfeksi telur ikan pike. Larva ikan seringkali terinfeksi oleh parasit flagellata Ichthyobodo necatrix (=Costia necatrix) diketahui sebagai parasit yang seringkali menyerang pada hatchery ikan trout dan dapat mematikan larva secara massal dalam beberapa hari. Selain itu parasit Ichthyopthirius multifilis dan Myxobolus sp., seringkali menyebabkan kematian massal pada ikan.
BAB III. Penutup Sejalan dengan perkembangan budidaya ikan, jenis-jenis parasit yang menyerang ikan juga bermacam-macam jenis dan tingkat patogenitas juga bervariasi. Parasit yang bermacam-macam jenisnya memiliki biologi dan ekologi yang berbeda-beda. Parasit yang memiliki hubungan dengan inangnya yang sudah cukup lama dan secara phylogeni sangat dekat umunya dampak yang ditimbulkannya tidak terlalu besar, sebaliknya bagi parasit yang hubungan dengan inangnya belum lama maka dampak yang ditimbulkannya juga besar.
24
DAFTAR PUSTAKA Cox, F. E. G. 1993. Modern Parasitology: a text book of parasitology. Blackwell Scientific Publications. Esch, G.W dan J.C. Fernandez. 1993. A functional biology of parasitism. Chapmann and Hall. 337 pp. Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. PWN-Polish Scientific Publisher, Warsawa. 789 hal. Rohde, K. 2005. Marine Parasitology. CABI Publishing, Wallingford, UK. 565 pp.
25
MODUL III Judul : Deskripsi parasit golongan Protozoa pada ikan BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Protozoa adalah organisme eukaryot uniselular berukuran mikroskopis yang umumnya memiliki inti yang jelas. Parasit ini memiliki bebarapa kelompok yang parasit pada ikan.
Pada kondisi budidaya, spesies protozoa tertentu dapat menyebabkan
penyakit yang menghasilkan mortalitas tinggi yang bedampak pada kerugian ekonomi yang cukup besar pada ikan air tawar maupun ikan air laut. Diantara golongan parasit pada ikan air tawar, Ichthopthirius multifilis telah menyebabkan banyak masalah dalam budidaya ikan air tawar. Pada ikan air laut parasit Cryptocaryon irritans dan Amyloodinium ocellatum adalah parasit protozoa yang telah menimbulkan masalah masing-masing pada ikan kerapu dan ikan-ikan konsumsi maupun ikan akuarium air laut. Pada modul ini akan dibahas berbagai phyla protozoa dengan memberikan penekanan secara khusus pada parasit yang telah menimbulkan dampak yang serius pada budidaya ikan. Protozoa yang parasit pada ikan air tawar maupun ikan air laut golongannya sangat besar, sehingga tidak mungkin untuk membahasnya secara keseluruhan dalam modul ini. B. Ruang Lingkup Isi : a) Pengertian Parasit Protozoa b) Jenis-jenis parasit protozoa yang umum pada ikan c) Phylum parasit protozoa, mekanisme infeksi dan pengendalian parasit pada ikan dan udang
26
C. Kaitan Modul : Modul ini merupakan modul ke-3 setelah mahasiswa memahami modul konsep parasit dan parasitisma dan sebelum mahasiswa mempelajari modul deskripsi parasit metazoa pada ikan. D. Sasaran Pembelajaran Modul a) Menjelaskan pengertian parasit protozoa pada ikan b) Mengetahui jenis-jenis parasit yang umum menginfeksi ikan c) Menjelaskan setiap phylum parasit pada golongan protozoa d) Mekanisme infeksi dan siklus hidup masing-masing parasit e) Strategi pengendalian parasit protozoa
BAB II. Pembelajaran A. Pengertian Parasit Protozoa Protozoa adalah organisme unisellular (bersel satu) mikroskopik yang sangat kecil dan memiliki struktur yang kompleks yang digunakan untuk pergerakan, pelekatan, dan perlindungan. Parasit ini dapat berkembang biak pada atau dalam tubuh inang. Golongan protozoa setidaknya memiliki 7 phyla yang merupakan parasit pada ikan, yaitu : Phylum Amoebozoa, Phylum Dinoflagellata, Phylum Parabasalia, Phylum Euglenozoa, Phylum Ciliophora, Phylum Apicomplexa, Phylum Microspora, Phylum Myxozoa. Pada golongan crustacea, jenis parasit protozoa yang sering menginfeksi adalah golongan Phylum Ciliophora, seperti Epistylis sp., Acineta sp., Ephelota sp., Vorticella sp., Zoothmanium sp. dan Microspora (Microsporea), seperti Nosema sp., Agmasoma sp., Pleistophora sp.. B. Jenis-Jenis Parasit Protozoa yang Umum pada Ikan Golongan dan jenis parasit protozoa yang menginfeksi ikan dan udang sangat banyak, namun yang paling umum dijumpai dan seringkali menyebabkan gangguan pada ikan dan udang adalah: Jenis parasit protozoa yang umum pada ikan air tawar adalah:
27
Ichthyopthirius multifilis, Trichodina spp., Trichodinella sp., Chilodonella sp., Tetrahymena sp., Ichthyobodo necator (syn. Costia necatrix, Costia necator), Piscinoodinium sp (syn. Oodinium sp), Myxobolus sp (syn.Myxosoma sp), Henneguya sp dan Thelohanellus sp. Pada ikan air laut parasit yang umum adalah: Brooklynella sp., Cryptocaryon sp., Amyloodinium sp., Myxobolus sp., Ceratomyxa sp., Myxidium sp., dll. Golongan parasit protozoa baik yang menginfeksi ikan air tawar maupun ikan laut telah memberikan dampak ekonomi yang cukup serius dan dalam banyak kasus menyebabkan upaya perkembangan budidaya ikan menjadi terhambat akibat infeksi parasit-parasit tersebut.
C. Phylum parasit protozoa, mekanisme infeksi dan pengendalian parasit pada ikan dan udang PHYLUM SARCOMASTIGOPHORA Beberapa jenis parasit yang termasuk ke dalam phylum sarcomastogophora ordo dinoflagellida terlah menimbulkan masalah pada budidaya ikan, yaitu Amyloodinium ocellatum, Piscinoodinium, Crepidoodinium, Ichthyodinium dan Oodinioides. Umumnya parasit dinoflagellida ditemukan pada ekosistem akuatik dan banyak diantaranya merupakan endosymbiont pada pada invertebrata. Banyak dinoflagellata menghasilkan ichthyotoksin, yang dapat menyebabkan kematian massal pada ikan liar maupun ikan budidaya.
Amyloodinium ocellatum Parasit ini adalah golongan dinoflagellata yang paling umum dan paling penting sebagai parasit pada ikan. Dapat menyebabkan morbid atau mortality pada ikan air laut maupun ikan air payau yang dibudidayakan di seluruh dunia. Parasit ini telah dilaporkan menyebabkan kematian sekitar 70 – 80% stok juvenil ikan striped bass di Missisipi, USA, dalam waktu kurang dari satu minggu. Parasit ini juga dikenal sebagai momok pada ikan-ikan akuarium air laut. Parasit ini dapat menginfeksi ikan elasmobranch dan
28
teleost. Saat ini telah dilaporkan lebih dari 100 spesies ikan telah terinfeksi. Ikan euryhaline seperti tilapia juga rentan terhadap parasit ini ketika dipelihara pada lingkungan payau. Parasit ini menyebabkan penyakit yang disebut Amyloodiniasis atau penyakit velvet. Agen penyebab penyakit adalah Amyloodinium ocellatum. Parasit ini melekat pada jaringan inang dengan menggunakan stalk atau peduncle yang pendek dan pada bagian ujungnya terdapat rhizoid dan stomopode mirip tentakel yang dapat bergerak. Tropon dewasa dapat mencapai ukuran diameter 120 um.
Tanda-tanda klinis Ikan yang terinfeksi berat tampak keruh bagian sisiknya (velvet) yang ditandai dengan adanya produksi mukus berlebihan. Parasit juga ditemukan pada bagian insang. Ikan terinfeksi kadang-kadang menggosokkan badannya pada benda yang ada dalam wadah. Selain itu ikan juga berenang pada permukaan air dan tingkah laku berenang yang tidak normal serta malas bergerak meskipun dikagetkan.
Efek pada Inang Parasit dapat menyebabkan morbidity dan mortality pada inang ikan air laut maupun ikan air payau. Infeksi berat dapat menyebabkan kematian dalam waktu setengah hari. Perubahan histopathology yang tampak pada insang terinfeksi adalah terjadinya disintegrasi pada insang, hyperlasia epithel insang yang berat dan sel mukus berkurang atau tidak ada sama sekali. Efek pada inang kemungkinan diperparah oleh adanya toksin yang dapat dikeluarkan oleh golongan parasit ini.
Morphology parasit dan siklus hidup Bentuk dewasa parasit ini adalah trophont pada kulit atau epithelium insang. Trophont memiliki stalk yang menonjol yang dilengkapi dengan holdfast yang membuat parasit dapat melekat pada jaringan inang dan menyerap nutrient dari inangnya. Trophont berbentuk seperti buah pear atau lonjong dan panjangnya bisa mencapai 350 µm, dindingnya terdiri atas selulosa yang mengandung theca. Pada ujung bagian bawah
29
mengandung alat melekat yang mengandung banyak rhizoid berbentuk fili, serta stomopode yang berfungsi untuk menyerap makanan. Setelah makan, trophont terlepas dari jaringan inang, melepaskan stomopode dan rhizoidnya membentuk tomon. Pembelahan yang terjadi pada cysta tomon menghasilkan dinospore yang jumlahnya bisa mencapai 256. Dinospore memiliki panjang 8-13.5 µm dan lebar 10 – 12.5 µm. Dinospore memiliki flagella dan merupakan fase berenang aktif dari Amyloodnium. Setelah mencapai inang akan berubah menjadi fase trophont.
Parasit Nutrisi dan physiology Parasit memiliki rhizoid sebagai alat untuk melekat pada inang tetapi tidak berfungsi untuk menyerap makanan. Stomopode mungkin sebagai sumber enzim pencernaan yang diinjeksikan pada sel inang atau dapat berfungsi sebagai tentake makanan yang mengumpulkan fragmen-fragmen sel yang menjadi rusak akibat aktivitas pergerakan dari rhizoid. Parasit juga dapat menyerap nutrien dari lingkungannya. Untuk mempertahankan kehidupannya pada inang, parasit melakukan regulasi terhadap pertukaran ion dengan lingkungan, terutama ion K+ dan Na+.
Diagnosis Pemeriksaan dengan mikroskop terhadap insang dan kulit ikan akan nampak adanya parasit yang berbentuk seperti buah pear.
Pencegahan dan kontrol Siklus hidup parasit ini memerlukan waktu satu minggu, dengan kapasitas reproduksi yang sangat tinggi, sehingga control terhadap parasit ini harus sesegera mungkin. Trophont dan tomon merupakan fase yang sangat resistant terhadap berbagai jenis obat-obatan dan bahan kimia. Berikut cara pencegahan yang dapat dilakukan; gunakan saringan pasir dan radiasi ultraviolet sebelum air digunakan, lakukan disinfeksi terhadap fasilitas budidaya dengan pengapuran, lakukan karantina terhadap ikan baru, memandikan ikan terinfeksi pada air tawar, memberikan CuSO4 0.75 ppm selama 5 – 6
30
hari, formalin 25 ppm ditambah 0.1 ppm malachit green selam 1 hari, formalin 100 – 300 ppm selama 10 menit. Piscinoodinium sp Morphology dan siklus hidup Parasit ini memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan Amyloodinium sp. Menimbulkan masalah pada ikan air tawar. Banyak ikan-ikan tropis sangat rentan terhadap parasit ini, dimana ikan anabantin, cyprinid dan cyprinodontid seringkali terinfeksi. Bentuk tropohont parasit ini mirip dengan trophont pada Amyloodinium, berwarna kuning kehijauan, pyriform dan berukuran 12 X 96 µm. Berbentuk bulat saat dewasa. Siklus hidup parasit ini mirip dengan Amyloodinium, kecuali waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan siklus hidupnya lebih lama yaitu berkisar 10 – 14 hari pada kondisi optimal.
Tanda-tanda klinis Menyebabkan penyakit yang disebut velvet air tawar, rust disease, gold dust disease, pillularis disease dan penyakit Oodinium air tawar. Menginfeksi bagian kulit dan insang, tanda-tanda klinis sama dengan Amyloodiniosis, kecuali bahwa ikan dapat menahan infeksi yang lebih berat. Parasit lebih pathogen pada ikan kecil, dan dapat masti dalam waktu 1 – 2 minggu, sedangkan ikan besar dapat menahan infeksi selama berbulan-bulan. Infeksi berat menyebabkan produksi mukus berlebihan, warna kulit menjadi gelap, dyspnoea, anorexia dan depresi. Secara histopathology tampak adanya kerusakan pada epithelium dan hyperplasia berat pada filamen insang. Degenerasi dan nekrosis mungkin terjadi.
Nutrisi dan physiology Adanya chloproplast dan tidak adanya vakuola makanan pada parasit menunjukkan bahwa nutrisi parasit ini diperoleh dari proses photosyntesis. Namun
31
demikian adanya organel pelekatan pada inang juga menunjukkan bahwa parasit ini dapat memperoleh nutrisi dari inangnya, dengan cara osmotrophy melalui rhizocyst.
Diagnosis Parasit pada kulit ikan dapat dilihat secara visual dengan memberikan pencahayaan tidak langsung yaitu cara menyalakan lampu pada bagian atas ikan dalam ruang gelap, atau mengamati ikan dengan latar belakang yang berwarna gelap. Pengamatan secara klinis dapat dilihat dengan adanya velvet, pengamatan mikroskopis untuk melihat adanya trophont atau tomont. Pencegahan Menaikkan suhu mencapai 33 – 34 oC dapat mengatasi perkembangan parasit, merendam dalam larutan methylene blue 3 ppm selama 10 hari.
ICHTHYOBODOOSIS Ichthyobodoosis pada ikan air tawar Agen penyebab Agen penyebab adalah ektoparasit Ichthyobodo necator (synonim Costia necatrix). Penyakit ini dulu dikenal dengan nama costiasis. Parasit ini menginfeksi sirip punggung dan ujung lamella sekunder insang.
Distribusi geografis dan kisaran inang Parasit menyebar di seluruh dunia dan tidak memiliki inang spesifik. Parasit ini merupakan parasit penting pada ikan salmon dan ikan mas (cyprinid) di pembenihan ketika ikan dipelihara dalam jumlah yang besar.
Morphology dan siklus hidup Tahap berenang bebas parasit berbentuk lonjong atau bulat dan berukuran 5 – 18 µm X 3 – 8 µm. Berkembang dengan cara pembelahan biner dan memiliki 4 buah flagella. Melekat pada sel inang dengan bagian tubuhnya yang runcing dan memakan sel
32
debris dan mukus inang. Infeksi terjadi ketika parasit yang berenang bebas mencapai inang. Flagella berfungsi untuk seleksi lokasi infeksi dan ventral flat disc untuk melekat. Parasit berkembang dengan cara pembelahan biner longitudinal. Fase berenang bebas parasit umum ditemukan pada perairan dan jumlahnya dapat menjadi banyak jika kondisi lingkungan memungkinkan dan ikan bisa terinfeksi berat 1 – 2 minggu setelah infeksi. Bentuk berenang bebas dan parasit diduga membentuk cysta pada kondisi lingkungan yang jelek dan cysta pada air dapat menjadi sumber infeksi.
Efek pada inang Parasit tidak memiliki inang spesifik, ikan yang kurang mendapatkan makanan dan ikan kecil lebih rentan dibanding ikan dewasa yang sehat. Kematian dapat mencapai 73% akibat infeksi. Outbreak dan infeksi pada cyprinid menjadi jauh lebih buruk ketika ikan terinfeksi dari tanki outdoor dipindahkan ke tanki indoor, akibat stress dan suhu tinggi pada indoor yang memudahkan parasit berkembang dengan cepat.
Tanda-tanda klinis Ikan yang terinfeksi ringan kemungkinan akan berguling di dala air dan menggosokkan badannya pada benda atau dinding kolam, akibat adanya iritasi pada organ terinfeksi. Ikan terinfeksi berat biasanya mengalami anorexic, dan malas. Tampak adanya bintik pada bagian tubuh dan bintik ini bergabung membentuk lapisan tipis berwarna abu-abu pada sirip dan permukaan tubuh. Biasanya insang membengkak dan terjadinya produksi mukus berlebihan dan sirip rusak. Sel goblet pada epidermis insang seringkali tidak nampak pada inang yang terinfeksi berat.
Diagnosis Infeksi oleh parasit ini dikonfirmasi dengan memeriksa mukus dari insang dan permukaan tubuh untuk mengetahui ada tidaknya flagellata pada mikroskop. Parasit agak mudah rusak dan seringkali hancur saat pewarnaan.
33
Kontrol parasit Parasit dapat dikontrol dengan menggunakan formalin dengan cara pembilasan 166 ppm selama 1 jam. Treatmen pada formalin (1 : 6000) selama 1 jam sangat efektif. Malachete green (1 : 300.000 sampai 1 : 400.000) selama 40 – 60 menit juga dapat diterapkan.
Ichthyobodoosis pada ikan laut Distribusi geografis dan kisaran inang Ichthyobodo sp ditemukan pada smolt ikan salmon di laut dan pada ikan sebelah dari skotlandia, winter flounder dari Nefoundland dan Japanese flounder di Jepang. Ichthyobodo yang ditemukan pada ikan air tawar berukuran lebih besar dibanding dengan Ichthyobodo yang hidup di laut.
Tanda klinis dan pathology Parasit menyebabkan kematian tinggi pada jevenik ikan flounder di pembenihan di Jepang. Parasit terutama menginfeksi bagian permukaan dorsal termasuk bagian kepala. Tanda klinis seperti kehilangan nafsu makan, adanya lapisan berwarna keabuabuan pada permukan tubuh dan erosi pada sirip. Terjadi hyperplasia pada epidermis dimana sel goblet sama sekali hilang.
CRYPTOBIOSIS Cryptobia menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada banyak spesies ikan air tawar dan ikan air laut. Parasit ini memiliki distribusi geografis yang cukup luas. Ektoparasit (terdiri dari 5 spesies) hidup pada permukaan tubuh atau melekat pada insang dan permukaan tubuh, sedangkan endoparasit (7 spesies) hidup pada darah atau pada saluran pencernaan inang.
Cryptobiosis pada ikan air tawar C. branchialis, C. Iubilans, C. salmositica dan C. borreli adalah pathogen pada ikan air tawar. C. branchialis adalah ektoparasit, sedangkan C. iubilans hidup pada
34
rongga pencernaan. Kedua patogen in menyebar secara langsung antara ikan. C. salmositica tidak hanya dapat menyebar secara tidak langsung melalui lintah, tetapi juga dapat menyebar tanpa perantaraan lintah. C. borreli memerlukan lintah untuk penyebaran secara tidak langsung.
Morphology parasit C. branchialis berukuran panjang 14 – 23 µm dan lebar 3.5 – 6.0 µm, flagellum anterior 7.7 – 11 µm, flagellum posterior 10 – 15 µm. Tahap extracelular C. iubilans berbentuk oval sampai memanjang, panjang 5.5 – 12.5 µm, lebar 3.5 – 5.5 µm. C. salmositica memanjang, panjang 14.9 (6.0 – 25.0) µm, lebar 2.5 (1.3 – 4.0) µm.
Penyebaran parasit Secara langsung Ektoparasit C. branchialis terlepas dari insang ikan dan menjadi bebas dalam kolom air, kemudian terbawa air melalui mulut dan parasit ini melengket pada filamen insang. C. salmositica tidak hanya menyebar melalui lintah tetapi juga dapat menyebar tanpa perantaraan lintah. Penyebaran dapat terjadi secara langsung melalui kontak antar ikan, atau mukus yang mengandung parasit dan terlepas ke dalam kolom air dapat menyebar ke ikan lainnnya bila bersentuhan dengan mukus tersebut. Parasit masuk ke dalam tubuh inang melalui lukan atau secara aktif melakukan penetrasi terhadap epithel insang.
Secara tidak langsung Parasit berkembang biak dalam tubuh lintah dan parasit pada lintah bersifat infektif pada ikan. Sejumlah besar parasit terakumulasi dalam tubuh lintah dan disebarkan pada inang ketika lintah makan/mengisap darah inang.
35
Diagnosis Tanda-tanda klinis seperti anorexia, exopthalmia, pembengkakan perut dapat digunakan sebagai diagnosa awal. Parasit dapat dideteksi dengan mudah dengan teknik siapan basah (wet mount) pada infeksi akut. Sampel segar diambil dari insang, mukus, organ dalam, darah diambil dari ikan hidup atau baru mati dan diperiksa dibawah mikroskop medan terang atau phase kontras. Untuk konfirmasi identifikasi, smear kering udara parasit difiksasi pada ethanol 100% dan pada buffered formalin, diwarnai dengan pewarnaan giemsa dan diperiksa di bawah mikroskop menggunakan oil immersi.
Cryptobiosis pada ikan air laut C. bullocki menyebabkan penyakit dan kematian pada ikan air laut. Parasit menyebar melalui lintah. Prosedur diagnosa untuk deteksi yang digunakan pada C. salmositica dapat digunakan untuk C. bullocki.
Morphology parasit Spesimen kering udara C. bullocki memiliki panjang 17.6 (12.5 – 23.1) µm, lebar 2.7 (1.2 – 4.5) µm. Flagellum anterior 13.1 (8.3 – 19.1) µm, flagellum posterior 8.5 (4.4 – 15.7) µm.
Tanda klinis dan pathology Tanda klinis seperti anaemia, exopthalmia, pembesaran perut, lambat bergerak. Terjadi nekrosis pada hati dan limpa ikan. Terjadi luka-luka ulcer dan hemarhage pada rongga perut, oedema, haemorhage dan nekrosis pada usus dan juga oedema pada lambung. Terjadi kerusakan pada glomeruli dan ada luka pada ginjal ikan.
TRYPANOSOMOSIS Trypanosoma adalah haemoflagellata dan biasanya memiliki flagellum bebas pada ujung bagian anterior. Parasit ini selalu menyebar lewat perantaraan lintah. Parasit tidak bersifat inang spesifik.
36
PHYLUM MYXOSOA Myxosporea merupakan kelompok parasit yang besar, sebagian besar menginfeksi ikan air tawar maupun ikan air laut. Parasit ini menyebabkan luka serius dan kematian pada inang. Pada ikan air laut, parasit genus Kudoa, Hexacapsula atau Unicapsula dapat menyebakan tekstur daging ikan rusak dan tidak memiliki nilai aestetika sehingga tidak memiliki nilai jual di pasaran. Fase presporogonik pada parasit tertentu menyebabkan inflammasi pada gelembung renang dan penyakit pembesaran ginjal. Beberapa jenis parasit memiliki siklus hidup yang unik dengan adanya fase yang disebut fase actinosporean. Beberapa kelompok parasit yang umum ditemukan adalah: Myxobolus, Myxidium,
Kudoa,
Henneguya,
Myxosoa,
Thelohanellus,
Sphaerospora
dan
Ceratomyxa.
Taxonomy Klasisikasi berdasarkan struktur dari spora. Myxosporea dibagi dalam 2 ordo, Bivalvulida dan Multivalvulida. Ordo Bivalvulida memiliki spora dengan 2 shell valve dan satu sampai 4 polar kapsul, sedangkan multivalvulida memiliki spora dengan 3 sampai 7 shell valve dan satu sampai 7 polar kapsul. Bivalvulida dapat ditemukan pada bermacam organ seperti insang (Myxobolus, Sphaerospora, Thelohanellus, Henneguya), gall bladder (Sphaeromyxa, Chloromyxum), urinary bladder (Myxidium), cartilage kepala (Myxosoma), dan otot (Myxobolus, Henneguya, Unicapsula, Kudoa), pada kulit dan jaringan subcutaneous (Myxobolus, Henneguya, Thelohanellus), pada cartilage (Myxobolus cerebralis), system syaraf pusat (Myxobolus), pada usus (Ceratomyxa, Kudoa), pada ginjal dan urinary tract (Myxidium, Sphaerospora), gall bladder dan hati (Myxidium),
swimbladder
(Sphaerospora,
Myxobolus),
gonad
(Sphaerospora).
Multivalvulida yang umum adalah Kudoa (4 polar kapsul) dan Hexacapsula (6 polar kapsul).
37
Morphology dan siklus hidup Spora Spora berukuran antara 8 – 20 µm. Spora terbesar (98 µm) ditemukan pada spesies Myxidium giganteum. Spora merupakan tahap infektif parasit, memiliki shell (cangkang) dan klep cangkang (shell valve) melekat satu sama lain sepanjang garis yang disebut dengan Suture Line dan menutupi polar kapsul yang terletak pada apex spora. Sporoplasma terletak pada bagian posterior atau bagian tengah spora. Polar kapsul memiliki polar filamen yang tampak seperti melilit. Polar filamen merupakan tabung memanjang yang melengkung seperti spiral dan dapat dikeluarkan dengan cepat.
Tahap Perkembangan Parasit Ikan menjadi terinfeksi setelah memakan spora. Bahan yang sudah dicerna dalam usus menstimulasi polar kapsul menjadi terbuka dan polar filamen dikeluarkan. Polar filament melekat pada epithelium usus sehingga spora menjadi melekat, selanjutnya valve menjadi terbuka dan amoebula keluar. Amoebula yang sudah mencapai inang selanjutnya mengikuti aliran darah dan darah menbawanya ke organ yang sesuai. Setelah amoebula mencapai organ target, akan tumbuh menjadi zygot dan intinya mengalami pembelahan beberapa kali untuk membentuk sporogonik plasmodium. Selain itu perkembangan dapat melewari beberapa fase presporogonik.
Siklus perkembangan extrasporogonik Siklus ini umum pada Myxosporea dan mereka memproduksi sejumlah besar tahap/stadia parasit yang menyebarkan infeksi keseluruh tubuh ikan dan untuk siklus sporogonik yang berikutnya. Ini mengakibatkan terjadinya infeksi berat.
Fase sporogonik Tahap vegetatif atau trophozoit myxosporea adalah plasmodia fase sporogonik. Plasmodia merupakan sel primer dan mengandung satu atau beberapa atau sejumlah besar inti vegetatif dan menutupi banyak sel generatif sekunder yang menghasilkan spora. Ada 3 tipe sporogonik trophozoit. Yang pertama adalah berukuran kecil,
38
monosporik atau disporik trophozoit. Ini menghasilkan satu atau dua spora dan hanya mempunyai satu inti vegetatif, sehingga disebut pseudoplasmodia. Yang kedua adalah polysporik palsmodia berukuran besar dan memiliki banyak inti vegatatif dan sel generatif. Ini menghasilkan banyak spora. Kategori ketiga adalah berada diantara yang pertama dan kedua, menghasilkan satu, beberapa atau banyak spora.
Penyebaran Penyebaran dapat terjadi melalui spora yang termakan oleh ikan atau melalui inang antara cacing tubifex yang termakan oleh ikan tergantung spesies parasit. Pada cacing spora akan mengalami perubahan bentuk (tahap actinosporean). Pada Myxobolus cerebralis, spora berkembang dalam tubuh tubifex menjadi Triactynomyxon. Di dalam usus oligocheta tersebut, parasit ini menghasilkan spora, dimana pada saat dimakan oleh inang akan menyebabkan terjadinya infeksi oleh parasit ini. Pada spesies yang lain, Infeksi diawali melalui penetrasi terhadap kulit atau epithelium insang oleh sporoplasma yang dikeluarkan dari spora actinosporean yang ada disekitar tubuh ikan.
Pathogenisitas Tingkat kerusakan pada jaringan dan organ yang diakibatkan akibat infeksi oleh myxosporea tergantung pada banyak faktor termasuk jenis myxosporea dan siklus hidupnya, intensitas infeksi dan reaksi inang. Palsmodia histozoic tidak hanya menyebabkan atrophy pada jaringan terinfeksi tetapi juga perubahan pada jaringan sekelilingnya. Jika parasit menginfeksi syaraf spinal cord akan menyebabkan kelainan bentuk pada tulang. Histozoic pseodoplasmodia yang menginfeksi jaringan, dapat menyebabkan terjadinya hyperplastik pada epithel insang dan menyebabkan jaringan tersebut tidak berfungsi atau menyebabkan hypertrophy pada head kidney atau trunk kidney. Luka-luka otot akibat infeksi parasit jenis Kudoa, Unicapsula dan Hexacapsula menghasilkan perubahan yang sangat dramatis pada otot pada ikan yang terinfeksi berat. Serabut otot yang mengadung parasit menjadi kurang elastis. Setelah ikan terinfeksi mati, otot akan cepat menjadi lunak dan berubah bentuk menjadi cair seperti susu. Ikan
39
terinfeksi berat yang disimpan dalam freezer dan selanjutnya dicairkan, otot ikan akan menjadi bentuk seperti jelly. Hal ini disebabkan karena adanya enzim proteolytic yang disekresi oleh myxosporea. Hypertrophy dan hyperplasia merupakan perubahan progressive yang paling umum ditemukan. Hypertrophy dapat ditemukan pada seluruh organ terinfeksi.
Diagnosis Parasit myxosporea di diagnosis dengan melihat adanya spora yang memiliki polar kapsul pada spesimen (fresh mount). Pada pengamatan histologi, spora dapat dideteksi dengan pewarnaan giemsa. Tanpa spora dewasa, diagnosa sangat sulit dilakukan kecuali dengan menggunakan mikroskop elektron. Cysta yang berwarna putih pada tubuh ikan dapat dibuat smear pada slide glass lalu dikering anginkan, selanjutnya dilakukan pewarnaan dengan larutan Diff Quick. Spesimen kemudian diamati dibawah mikroskop untuk melihat bentuk spora dan polar kapsul.
Treatmen dan kontrol Spora resitan terhadap perubahan lingkungan. Disinfektan seperti kalsium hidroksida, kalsium oksida, kalsium cyanamide, potassium hydroksida atau klorin) harus digunakan untuk mematikan spora pada dasar kolam dan tanki dan untuk sanitasi lumpur. Radiasi UV juga efektif terhadap spora Myxobolus cerebralis atau Ceratomyxa shasta. Beberapa jenis obat-obatan seperti furazolidon, fumagilin efektif dalam mengurangi infeksi Sphaerospora renicola pada ikan mas, tetapi tidak efektif terhadap Myxobolus dan Thelohanellus. Pemberian pakan yang diberi obat 0.1% fumagilin mengurangi infeksi secara drastis terhadap penyakit whirling.
PHYLUM MICROSPORA Microsporidia adalah parasit protozoa intracellular yang dicirikan oleh adanya produksi spora. Umumnya menginfeksi invertebrata, tetapi juga menginfeksi secara luas golongan teleost pada air tawar, estuari dan laut. Banyak jenis microsporidia
40
menyebabkan penyakit pada ikan budidaya di laut (contoh Glugea stephani atau Pleistophora priacanthusis), dan air tawar (contoh Glugea plecoglossi, Microsporidium takedai atau Pleistophora anguillarum). Parasit ini dapat menginfeksi berbagai jenis organ tubuh inang. Spesies yang menginfeksi berbagai jenis organ adalah Glugea, Tetramicra dan Ichthyosporidium; yang menginfeksi usus (Glugea, Nosema); yang menginfeksi hati (Glugea, Microgemma dan
Microsporidium);
menginfeksi
otot
(Pleistophora,
Heterosporis
dan
Microsporidium; menginfeksi insang (Loma); menginfeksi gonad (Pleistophora, Microsporidium, Thelohania).
Morphology Sebagian besar berukuran kecil, yang terbesar dalam tahap perkembangannya berukuran sekitar 50 µm. Memiliki struktur yang sangat sederhana dan tidak memiliki mitochondria. Spora adalah fase infektif dari parasit, panjang 3 – 10 µm dan sebagian besar berbentuk ellips atau bentuk telur. Bagian yang paling menonjol dari struktur spora adalah adanya tabung polar yang membentang membentuk seperti putaran dari ujung anterior sampai pertengahan bagian posterior, yang berfungsi mirip dengan polar filamen pada myxosporea. Memiliki polar cap atau alay untuk melekat (anchoring disc).
Siklus Hidup Adanya stimulus pada bagian saluran pencernaan inang, akan terjadi tekanan tinggi pada spora, menyebabkan terjadinya pembengkakan pada polaroplast. Tekanan menyebabkan pecahnya tabung polar dan keluar melalui satu tempat pada bagian apex cangkang spora. Sporoplasma didorong keluar melalui lubang tabung polar. Tabung cukup kuat dan kaku untuk menembus jaringan inang dan memasukkan sporoplasma ke jaringan. Perkembangan parasit dibagi menjadi dua fase yang berurutan yaitu fase merogony dan fase sporogony. Merogony berfungsi menghasilkan jumlah tahap parasit/meront yang banyak. Meront membelah dengan pembelahan biner atau
41
pembelahan multiple. Meront dapat menyebar dalam jaringan terinfeksi dari satu sel ke sel lainnya, sehingga dapat menyebabkan terjadinya infeksi berat, seperti infeksi Pleistophora spp. Sporogony menghasilkan spora. Tahap intermediat adalah sporont yang agak berbeda dengan meront.
Penyebaran Microsporidia dapat menyebar secara langsung dari ikan ke ikan lainnya. Ikan yang disuntik dengan spora, atau diberi makan dengan spora dapat terinfeksi oleh parasit.
Efek pada inang Sel terinfeksi dapat menjadi hyperbiotic bila terbentuk xenoma (hypertropi extensif atau i pertumbuhan mirip tumor disertai dengan fragmentasi inti, atau menjadi hypobiotik, jika terinfeksi oleh spesies yang tidak membentuk xenoma. Akibatnya sel akan digantikan oleh spora dewasa dan akhirnya akan merusak sel secara total, karena dystrophic, atrophy dan nekrosis. Sel dapat sepenuhnya terisi oleh spora membentuk cysta yang besar (beberapa mm sampai beberapa cm).
Tanda-tanda klinis Cysta dalam jumlah banyak dalam otot ikan dapat menyebabkan kelainan bentuk, dan cysta yang berwarna putih dapat tampak dari luar, dengan adanya perubahan elastisitas dari otot yang terinfeksi. Pada ikan kerapu yang terinfeksi microsporidia tampak adanya nodul coklat atau hitam dengan ukuran bervariasi pada bagian jaringan lemak dan organ bagian dalam.
Diagnosis Pengujian dengan mikroskop dapat digunakan untuk melihat keberadaan parasit. Pengamatan dilakukan terhadap struktur dan bentuk spora. Tabung polar dapat dikeluarkan dengan menggunakan 2% hydrogen peroksida. Polar cap dapat diwarnai dengan menggunakan pewarnaan khusus (PAS).
42
Pencegahan dan Kontrol Pencegahan kadang-kadang sulit karena dapat terjadi penyebaran secara langsung, dan spora tahan terhadap perubahan lingkungan dalam waktu lama. Pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan sanitasi yang baik terhadap peralatan budidaya, penerapan karantina dengan baik. Bahan kimia yang dapat digunakan adalah toltrazuril 5 atau 20 µg/mL air selama 1 – 4 jam. Penggunaan bahan kimia ini dapat diulangi setiap selang 2 hari selama 6 hari dalam kondisi air yang diaerasi dengan baik.
PHYLUM CILIOPHORA Beberapa ciliata bersifat commensal pada insang dan kulit ikan dan lainnya hidup sebagai parasit opportunis. Mereka memiliki cilia berukuran pendek sebagai alat pergerakan. Parasit dapat melekat atau bergerak dan umumnya hidup sebagai ektoparasit. Ada dua jenis parasit yang telah menimbulkan masalah pada ikan yaitu Ichthyopthirius multifilis pada ikan air tawar dan Cryptocaryon iritans pada ikan air laut.
ICHTHYOPTHIRIASIS(ICH/ WHITE SPOT, DISEASE). Agen penyebab: Ichthyopthirius multifilis Klasifikasi:
klas
Oligohymenophora,
subklas
Hymenostomata,
ordo
Hymenostomatida, subordo Ophryoglenina, family Ichthyopthiridae.
Inang I. mutifilis dapat menginfeksi semua ikan air tawar yang ada di seluruh dunia.
Morphology dan siklus hidup parasit Parasit berbentuk bulat dan disekeliling tubuhnya terdapat cilia. Memiliki makronukeleus berbentuk seperti tapal kuda dan sekurang-kurangnya satu mikronukleus yang berbentuk bulat.
43
Bentuk dewasa parasit disebut trophont dan setelah cukup mendapatkan makanan akan terlepas dari inang dan selanjutnya akan menjadi tomon. Tomon membentuk cysta mengalami differensiasi menghasilkan theront. Theron merupakan fase infektif dari parasit dan bila mencapai inang akan berubah menjadi trophont. Theront berbentuk pyriform atau fusiform, pada bagian anterior agak runcing sedangkan bagian posterior agak datar. Seluruh permukaan tubuh theront ditutupi oleh cilia. Theront berenang dengan cepat dan seringkali merubah arahnya sampai menemukan inang. Parasit respon terhadap cahaya dan juga chemotaksis positif terhadap substansi yang dikeluarkan oleh inang. Theront melekat pada lapisan epithel kulit dan insang dan menembus lapisan tersebut dalam 5 menit pada lapisan basal.
Tanda-tanda klinis Penyakit disebut penyakit bintik putih karena adanya beberapa atau banyak bintik keputih-putihan atau keabu-abuan pada kulit dan insang ikan. Ikan yang sakit kehilangan nafsu makan, lethargy, keruh atau hemorhage pada mata. Ikan terinfeksi berat memproduksi mukus yang banyak dan menggosok-gosokkan badannya pada substrat atau dinding tanki.
Efek pada inang Penyakit dapat menyebabkan epizootic terutama pada system budidaya intensif. Parasit dapat merusak bagian insang dan kulit ikan, sehingga mengganggu pernapasan dan proses osmoregulasi. Ulcer dapat terjadi dan merupakan pintu masuk bagi patogen sekunder. Pada infeksi berat terjadi hyperplasia pada sel epithel dan nekrosis sel sekitar trophont.
Diagnosis Organisma yang ter-encyst tampak seperti bintik putih pada permukaan ikan dan dapat dilihat denga mata. Pengamatan secara mikroskopis terhadap mukus dari permukaan tubuh atau insang ikan akan tampak adanya parasit berbentuk bulat dan memilki inti besar seperti tapal kuda.
44
Pencegahan dan kontrol Pencegahan dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar pengendalian patogen yaitu: mencegah kontak antara ikan sehat dan ikan sakit dengan melakukan tindakan karantina, lakukan identifikasi parasit dengan tepat jika timbul penyakit, lakukan treatment terhadap ikan sakit. Pengendalian secara fisik dapat dilakukan untuk memutuskan siklus hidup parasit, yaitu dengan melakukan pemindahan ikan secara bertahap dari satu wadah ke wadah lainnya yang lebih bersih. Penggunaan radiasi UV pada air pada budidaya sistem tertutup dapat mengeliminasi infeksi parasit ini. Selain itu menaikkan suhu mencapai 29 – 30 oC dapat mematikan parasit. Garam dengan konsentrasi 7000 – 20000 ppm dapat digunakan untuk treatmen kolam. Formalin 100 ppm selama 1 jam selama 2 – 3 hari; 25 ppm formalin + 0.1 ppm malachete green.
Cryptocaryon irritans (Cryptocaryonosis) Menyebabkan penyakit pada ikan-ikan air laut. Pertama kali ditemukan di Jepang dan saat ini penyakit dapat ditemukan di seluruh dunia.
Inang Dapat menginfeksi berbagai jenis ikan-ikan laut budidaya dan juga ikan hias air laut di akuarium terutama di daerah tropis. Klasifikasi Klas Oligohymenophora, Sub Klas Hymenostomata, ordo Hymenostomatida, Subordo Ophryoglenina, family Ichthyophthiridae.
Morphology dan Siklus Hidup Parasit Theront berbentuk pyriform dengan panjang 25 – 60 µm. Trophont berukuran diameter 60 – 450 µm. Memiliki makrobukleus dan beberapa mikronukleus. Trophont hidup pada ikan dan telah cukup mendapatkan makanan akan meninggalkan
ikan
sebagai
fase
tomon
berenang
bebas
dan
selanjutnya
45
mengekskresikan cysta. Didalam cysta parasit mengalami differensiasi menghasilkan 200 atau lebih daughter tomite. Tomite akan berkembang menjadi fase infektif berenang bebas yang disebut theront yang akan melekat dan menembus kulit dan epithel insang ikan. Setelah theron mencapai inang, akan berkembang menjadi fase trophont.
Tanda-tanda klinis Tanda-tanda klinis mirip yang ditemukan pada infeksi Ichthyopthirius, yaitu terbentuk cysta berwarna putih pada permukaan tubuh. Terjadi produksi mukus berlebihan pada ikan terinfeksi.
Efek pada inang Efek secara umum sama dengan yang ditemukan pada infeksi Ichthypthirius, yaitu gangguan osmoregulasi, kehilangan nafsu makan, terjadi produksi mukus berlebihan dan sel epithel insang dan kulit ikan yang terinfeksi menjadi hyperplastik dan erosi dalam beberapa kasus.
Diagnosis Diagnosis dapat dilakukan dengan membuat wet mount, atau siapan basah pada slide glass. Mukus diambil dari organ terinfeksi lalu diletakkan pada slide glass dan mengamati di bawah mikroskop. Adanya protozoa berukuran besar menunjukkan Cryptocaryonosis. Inti dari C. Irritans berbentuk seperti sabit.
Pencegahan dan Kontrol Pencegahan terhadap parasit ini dapat dilakukan dengan memutuskan siklus hidupnya. Berbagai jenis bahan kimia telah digunakan untuk melakukan kontrol terhadap parasit ini. Melakukan pemisahan ikan dari cysta tomon sebelum menjadi theront, dengan melakukan pemindahan ikan pada akuarium yang bersih setiap selanmg 3 hari. Tanki harus dibersihkan dan dikeringkan sebelum dan setelah digunakan. Metode lain adalah meletakkan ikan di laut dalam karamba selama 10 hari. Kontrol dengan bahan kimia
46
dapat dilakukan dengan 0.5 ppm CuSO4, 25 ppm formalin selama 5 – 7 hari, selanjutnya pindahkan ikan pada tanki yang sebelumnya telah dikeringkan dan bebas dari parasit selama 2 kali dengan interval waktu 3 hari.
TRICHODINIDAE DAN CILIATA LAINNYA
EKTOPARASIT CILIATA Protozoa ektoparasit merupakan parasit penting pada ikan budidaya dan ikan akuarium. Umumnya parasit ini berkembang bila kondisi inang menjadi stres. Pada ikan yang hidup di perairan alami mungkin terinfeksi dalam jumlah kecil oleh parasit ciliata. Ikan tersebut bila ditransfer pada tanki dan mengalami stress, parasit akan berkembang dengan sangat cepat. Dapat menginfeksi berbagai jenis ikan dan tahan terhadap kondisi lingkungan yang berfluktuasi.
Ektoparasit Obligat Chilodonella sp Genus Chilodonella sp memiliki dua spesies yang menginfeksi ikan dan memiliki distribusi yang kosmopolitan. Kedua spesies parasit ini juga dapat menginfeksi ikan air payau.
Klasisikasi Klas Kinetophragminophorea, ordo Cyrtophorida, family Chilodonellidae.
Morphology dan siklus hidup parasit Tubuh parasit ini berbetuk oval dan datar dorsoventral. Pada sisi tubuh yang berbentuk convex tidak ditumbuhi cilia, memiliki barisan silia pada permukaan ventral. Memiliki alat cytoskeletal pada bagian mulut dan digunakan untuk memakan sel debris.
47
Efek pada inang Mengifeksi organ insang, kulit dan sirip ikan. Awalanya menimbulkan hyperplasia lokal pada epithel insang, dan selanjutnya menyebar, sehingga mengganggu pernafasan ikan. Brooklynella sp Brooklynella hostilis menyebabkan brooklynellosis, penyakit serius pada ikan air laut baik pada ikan yang dibudidayakan di laut maupun ikan laut akuarium. Parasit ini dapat menyebakan kematian massal dan epizootic. Memiliki penyebaran yang kosmopolit dan umumnya menyerang ikan-ikan tropis. Tidak sama halnya dengan Chilodonella sp., Brooklynella sp., belum pernah ditemukan pada ikan yang hidup di perairan bebas.
Klasifikasi Family Hartmanellidae, dan hanya satu-satunya spesies dalam genus.
Tanda-tanda klinis Parasit melengket pada kulit dan insang ikan. Ikan terinfeksi menggosokkan badannya pada objek/benda sehingga menyebabkan kerusakan pada kulit dan nampak adanya haemorhage.
Efek pada inang Menyebabkan kesulitan bernafas karena menginfeksi bagian insang. Jaringan terinfeksi mengalami kerusakan pada bagian epithel. Parasit merusak insang ikan dan mengambil makanan dari debris dengan menggunakan cytopharyngeal armature; dapat menyebabkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri.
48
Diagnosis Melakukan pengamatan secara mikroskopis pada mukus dari permukaan tubuh dan pada insang, pada organ tersebut akan tampak parasit seperti protozoa berbentu seperti kacang (bean) dan pada tubuhnya tampak adanya silia.
Pencegahan dan kontrol Melakukan pencelupan dalam air tawar selama 1 jam dalam waktu 3 hari; merendam dalam larutan formalin 100 ppm selama satu jam dalam waktu 2 – 3 hari.
Trichodinid Parasit yang termasuk dalam kelompok parasit ini adalah ektoparasit yang paling umum ditemukan pada ikan air tawar dan ikan air laut, dan dapat menyebabkan kerusakan pada organ yang terinfeksi sehingga menyebabkan kematian. Parasit berbentuk seperti flat disc atau bulat, dan saat berenang nampak seperti piring terbang. Pada bagian disk terdapat organel yang dsebut dentikel ring. Parasit yang masuk ke dalam kelompok ini adalah Trichodina, Trichodinella, dan Tripartiella. Trichodina ditemukan pada bagian insang dan permukaan tubuh, Trichodinella dan Tripartiella hanya ditemukan pada bagian insang, meskipun pada larva ikan yang baru menetas kedua parasit ini juga dapat ditemukan pada bagian kulit.
Klasisikasi Klas
Oligohymenophora,
subklas
Peritricha,
ordo
Mobilina,
family
Trichodinidae, dan terdapat 5 genus. Identifikasi dilakukan berdasarkan struktur yang dimiliki seperti adhesive disc dan jumlah serta ukuran dentikel ringnya.
Efek pada inang Umumnya hidup sebagai komensal, makan pada partikel dan bakteri yang terbawa air dan yang ada pada permukaan tubuh ikan. Hanya sedikit pada ikan sehat, dan pada ikan lemah parasit dapat berkembang dengan cepat menyebabkan kerusakan pada jaringan akibat aktivitas pergerakan dan makan. Parasit dalam jumlah banyak pada
49
bagian insang dapat mengganggu pernafasan. Kematian tinggi umumnya terjadi pada ikan kecil. Adhesive disc menyebabkan kerusakan langsung pada epithel insang dan menghasilkan luka-luka pada insang.
Diagnosis Pengujian secara mikroskopis dengan membuat preparat wet mount dari insang dan dari kulit akan tampak adanya organisma berbentuk seperti piring terbang yang berenang, dan dikelilingi oleh cilia.
Pencegahan dan kontrol Pengendalian dapat dilakukan denga melakukan cara sebagai berikut: 2 – 3 % larutan garam 2 – 5 menit selama 3 – 4 hari pada ikan mas, perendaman dalam air tawar 1 jam selama 3 hari, pemberian 100 ppm formalin+10 ppm acriflavin 1 jam selama 3 hari.
BAB III. Penutup Golongan parasit protozoa cukup besar dan memiliki karakterisiti biologi dan morfologi masing-masing. Protozoa adalah organisme yang bersel satu. Pada modul ini beberapa jenis parasit terutama golongan myxozoa adalah sesungguhnya parasit yang bersel lebih dari satu karena memiliki spora lebih dari sati polar kapsul. Pada bagian ini tetap dimasukkan ke dalam golongan protozoa sampai posisi taksonominya telah menjadi jelas. Umumnya parasit protozoa memiliki siklus hidup langsung, namun banyak jenis myxsosporea memiliki inang alternate cacing annelida, dan pada cacing tersebut mengalami fase aktinosporean.
50
DAFTAR PUSTAKA Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. PWN-Polish Scientific Publisher, Warsawa. 789 hal. Rohde, K. 2005. Marine Parasitology. CABI Publishing, Wallingford, UK. 565 pp. Sindermann, C. J. Principal diseases of marine fish and shellfish. Vol 1 dan 2. Academic Press. Woo, P.T.K. 2006. Fish Diseases and Disorders, Volume 1: Protozoan and Metazoan infections Second Edition. 791 pp.
51
MODUL IV
Judul : Deskripsi parasit golongan Metazoa pada ikan BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Parasit metazoa adalah parasit ber sel banyak (multi selular parasit) dan memiliki kelompok yang cukup besar. Umunya golongan parasit ini memiliki siklus hidup tidak langsung kecuali parasit golongan arthropoda. Berbagai aspek morfologi, siklus hidup, mekanisme infeksi serta pengendalian masing-masing parasit dibahas dalam modul ini. Siklus hidup parasit metazoa umunya siklus hidup tidak langsung yang memerlukan 1 atau lebih inang antara dalam siklus hidupnya. Umunya inang antara pertama adalah siput dan beberapa jenis parasit menggunakan cacing sebagai iang antara pertama, golongan krustasea atau ikan kecil dapat berperan sebagai inang antara kedua, sedangkan vertebrata seperti ikan, burung dan mamalia dapat berperan sebagai inang utama/definitif. Parasit yang hidup pada saluran pencernaan umumnya memiliki efek yang minimal dibanding dengan parasit yang hidup pada organ vital seperti pada darah. Parasit yang hidup pada saluran darah dapat menyumbat aliran darah terutama ketika jumlahnya banyak dan telur-telur yang dihasilkannya turut memperjelek kondisi ikan. B. Ruang Lingkup Isi : a. Pengertian Parasit Metazoa b. Jenis-jenis parasit metazoa umum pada ikan c. Pengenalan berbagai phylum parasit metazoa d. Mekanisme infeksi dan siklus hidup parasit e. Pengendalian parasit
52
C. Kaitan Modul
: Modul ini merupakan modul ke-4 setelah mahasiswa memahami
modul dskripsi parasit golongan protozoa pada ikan dan sebelum mahasiswa mempelajari modul Deskripsi Penyakit Parasit pada Krustasea dan Moluska. D. Sasaran Pembelajaran Modul 1. Menjelaskan pengertian parasit matazoa pada ikan dan udang 2. Mengetahui jenis-jenis parasit metazoa yang umum menginfeksi ikan 3. Menjelaskan setiap phylum parasit pada golongan metazoa 4. Mekanisme infeksi dan siklus hidup masing-masing parasit 5. Strategi pengendalian parasit metazoa
BAB II. Pembelajaran A. Pengertian Parasit Metazoa Parasit metazoan adalah organisme multiselular (bersel banyak), selnya mengalami differensiasi menjadi jaringan dan organ yang berkembang dari germ layer. Golongan parasit ini meliputi berbagai phyla, yaitu Phylum Platyhelminthes, Phylum Nematoda, Phylum Acantocephala, Phylum Arthropoda, dan Phylum Annelida. PHYLUM PLATYHELMINTHES
MONOGENEA Monogenea merupakan parasit platyhelminthes terutama menginfeksi ikan. Sebagian besar ektoparasit pada ikan, namun ada beberapa genus yang bersifat endoparasit, yaitu Acolpenteron, Kritskya dan Enterogyrus. Monogonea berdasarkan cara makannya dibedakan atas dua kelompok yaitu parasit polyopisthocotylean dan monopisthocotylean. Kelompok yang pertama menghisap darah dari inangnya sedangkan kelompok yang kedua memakan jaringan inang dan sel-sel debris. Dampak yang ditimbulkan oleh golongan parasit pertama adalah kemungkinan terjadinya anemia,
53
sedangkan parasit golongan kedua dapat merusak permukan lapisan epithel akibat aktivitas grazing yang dilakukan parasit terhadap integumen. Sebagian besar monogenea adalah oviparous (mengeluarkan telur) dan memiliki larva berenang bebas yang disebut oncomiracidium. Oncomiracidia menyerang inang dan post oncomiracidia bermigrasi melalui insang atau permukaan tubuh menuju target organ terakhir. Gyrodactylid merupakan satu-satunya golongan monogenea yang viviparous (melahirkan anak), dimana invasi pada ikan dilakukan oleh parasit dewasa yang berada disekitar inang terinfeksi. Golongan parasit monogenea yang banyak menimbulkan masalah pada ikan budidaya setidaknya terdapat 4 family, yaitu Microbothriidae (Dermophthirius), Capsalidae
(Benedenia,
Neobenedenia),
Dactylogyridae
(Dactylogyrus
spp),
Pseudodactylogyrus) dan Gyrodactylidae (Gyrodactylus spp). Diantara parasit introduksi yang telah menimbulkan masalah pada tempatnya yang baru adalah Gyrodatylus salaris dan Pseudodactylogyrus.
Morphology dan siklus hidup Microbothriidae: memiliki haptor seperti cangkir, memilki organ mirip sucker (pengisap), memiliki pharink yang berkembang dengan baik. Capsalidae; tubuh datar dan oval biasanya relatif besar, pada bagian anterior terdapat sepasang organ pelekatan mirip disk, haptor memiliki 2 pasang hamuli dan 14 marginal hook. Dactylogyridae; pada bagian anterior terdapat sepasang mata semu (pigmented light receptor) dan dua cephalic lobe yang mengandung sel kelenjar untuk melekat, memilki 2 pasang hamuli dan 14 marginal hook.Gyrodactylidae; pada bagian anterior terdapat 2 cephalic lobe dan tidak memiliki mata semu.
Tanda-tanda klinis Parasit menempel pada insang, sirip dan permukaan tubuh ikan. Ikan terinfeksi insang dan kulitnya nampak pucat, terjadi produksi mukus berlebihan, sirip berjumbai dan cornea mata menjadi buram.
54
Efek pada inang Infeksi berat menyebabkan hyperflasia pada epithel insang dan kulit, kerusakan serius pada insang menyebabkan ikan sulit bernafas dan dapat menyebabkan kematian. Ikan yang terinfeksi bagian matanya dapat mengalami kebutaan. Infeksi berat pada tubuh dapat menyebabkan sisik terlepas dan luka pada tubuh sehingga memberikan jalan bagi infeksi sekunder. Kandungan oksigen rendah dalam perairan dapat memperparah kondisi ikan.
Diagnosis Dapat dilakukan dengan pengamatan secara mikroskopis pada insang dan kulit ikan.
Pencegahan dan kontrol Mempertahankan penebaran ikan dalam kondisi optimum dan memberikan cukup nutrien pada ikan. Beberapa bahan kimia yang digunakan untuk treatmen parasit adalah larutan garam 5% selama 5 menit, perendaman dengan air tawar 1 jam selama 3 hari, pencelupan pada formalin 100 ppm 1 jam selama 3 hari, pencelupan pada 150 ppm hydrogen peroksida selama 30 menit.
DIGENEA Digenea adalah heteroxenous (memiliki lebih dari satu inang untuk menyelesaikan siklus hidupnya), dan tahap dewasa parasit ini menginfeksi golongan vertebrata. Inang antara pertama parasit ini umumnya adalah moluska, kecuali genus Aporocotyle menyelesaikan tahap larvanya pada polychaeta. Hanya sedikit parasit dewasa yang dapat menimbulkan masalah pada inang, kecuali parasit yang hidup dewasa pada darah (sanguinicoliid)dan juga didymozoid yang membentuk cysta. Infeksi metacercaria pada ikan merupakan sumber utama penyakit dan menyebabkan kerugian finansial. Metacercaria mempengaruhi pertumbuhan dan kelngsungan hidup, atau kelainan bentuk pada ikan (disfigure) sehingga nilai pasarnya menjadi hilang.
55
Morphology dan siklus hidup Digenea dewasa memilki tubuh oval datar dorsoventral, memilki sucker pada bagian anterior dekat mulut dan sucker tambahan pada bagian ventral (ventral sucker, atau acetabulum). Kedua sucker dapat berfungsi sebagai alat melekat dan pergerakan. Parasit Sanguinicolidae, parasit pada system darah, tubuhnya slender, berduri, dan tidak memiliki sucker pada bagian anterior dan ventral dan pharynx. Didymozoidae adalah parasit jaringan berbentuk mirip benang. Parasit ini umumnya mengeluarkan telur dan setelah menetas akan menjadi miracidium dan selanjutnya setelah menemukan inang berupa siput akan berkembang pada siput menjadi sporocyst atau rediae. Pada sporocyst/rediae berkembang sejumlah besar cercaria. Jika kondisi lingkungan memungkinkan cercaria akan dilepaskan dari inang untuk menjadi larva berenang bebas. Cercaria akan berenang secara aktif untuk mendapatkan inang antara II, biasanya ikan-ikan kecil, copepod. Pada inang antara ke II parasit berubah menjadi metacercaria yang membentuk cysta atau tidak tergantung spesiesnya. Jika inang antara II dimakan oleh inang utama cysta metacercaria akan larut dan membentuk digenea dewasa.
Efek pada inang Parasit dewasa umumnya hanya menimbulkan efek minimal, kecuali digenea yang hidup pada sistem darah dimana telur maupun parasit dapat menghambat peredaran darah atau bahkan dapat menyumbat saluran darah, atau merusak insang ketika miracidia keluar dari inang.
Tanda-tanda klinis Adanya sista kecil yang berwarna putih atau kuning, coklat atau hitam pada kulit, sirip, insang, otot, lambung dan usus. Ikan terinfeksi kemungkinan perutnya membesar dan pertumbuhannya lambat.
56
Diagnosis Melakukan pemerikasaan secara mikroskopis pada insang, otot dan organ internal terhadap adanya cysta yang mengandung metacercaria.
Pencegahan dan kontrol Pencegahan dapat dilakukan dengan menghilangkan inang antara dari sistem budidaya, atau menggunakan obat anti helminth, seperti paraziquantel atau mebendazole.
CESTOIDEA Cestoda adalah cacing pita endoparasit, tubuh berbentuk seperti pita, memiliki atau tidak memiliki segmen, panjangnya mencapai 5 – 70 mm, memiliki organ pelekatan pada bagian anterior yang disebut scolex yang dilengkapi dengan hook atau sucker. Ada 3 ordo yang parasit pada ikan yaitu Caryophyllidea (Caryophyllaeus dan Khawia), Pseudophyllidea (Ligula, Schistocephalus, Diphyllobothrium dan Triaenophorus) dan Proteocephalidea (Proteocephalus spp). Salah satu cacing pita yang paling penting pada budidaya di daerah air hangat (warma water) adalah Pseudophyllidean Bothriocephalus sp., dan Proteocephalus sp.
Tanda-tanda klinis Ikan terinfeksi tampak lambat, tubuh kurus karena tidak makan. Parasit ini umumnya ditemukan pada bagian usus ikan.
Efek pada inang Parasit dapat menyebakan enteris hemorhage karena adanya kerusakan pada epithel usus. Tahap dewasa dapat menyebabkan gangguan proses penyerapan makanan dalam usus sehingga dapat mengurangi food intake. Kemungkinan terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.
57
Diagnosis Pemeriksaan langsung pada bagian usus ikan.
Pencegahan dan kontrol Pencegahan dapat dilakukan dengan menghilangkan inang antara pada sistem budidaya, disinfeksi fasilitas budidaya dengan kapur untuk mematikan telur parasit.
PHYLUM ACANTOCEPHALA Acantocephala adala cacing berbentuk silinder memenjang dengan kepala berduri, memiliki proboscis kontraktil pada bagian anterior yang dilengkapi dengan hook.
Tanda-tanda klinis Parasit melekat pada mukosa usus inang. Ikan terinfeksi tubuhnya agak gelap dan kurus.
Efek pada inang Parasit menyebabkan ulcer hemrhage nekrotik pada usus inang. Pertumbuhan menjadi lambat dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan.
Diagnosis Pemeriksaan langsung pada usus terlihat adanya cacing seperti kantung dengan proboscis retraktil yang dilengkapi dengan duri/hook.
Pencegahan dan kontrol Disinfeksi kolam dengan kapur (quick lime), menghilangkan inang antara dari air, karantina ikan baru.
58
PHYLUM ARTHROPODA
Copepoda: Ergasilidae Copepoda ergasilid merusak insang dan menyebabkan epizootic pada ikan budidaya dan populasi ikan alami. Beberapa jenis Ergasilus telah menyebabkan penyakit pada berbagai jenis ikan di dunia seperti Ergasilus seiboldi pada ikan tench, pike, whitefish, eel dan flounder di Eropa; E.lizae pada ikan mullet budiday di Mediterrania dan Timur Tengah; Psedergasilus zacconis pada ikan ayu di Jepang; E. labracis pada ikan Atlantic salmon di Canada.
Morphology dan siklus hidup Copepoda ergasilid kurang mengalami modifikasi dibanding dengan sebagian besar copepoda parasit ikan lainnya dan mirip dengan copepoda yang hidup bebas berkenaan dengan segmentasi. Hanya parasit betina dewasa yang bersifat parasit. E. seiboldi betina dewasa panjangnya 1. 5 mm, memiliki cephalotoraks yang terbentuk dari cephalosome dan kaki pertama memiliki segmen. Antena kedua yang berukuran besar digunakan untuk melekat pada inang; menembus atau mengelilingi insang, mulut terletak pada bagian cephalotoraks mid-ventral dan memiliki 2 mandible bersegmen. Siklus hidup E. seiboldi memiliki 6 tahap naupli dan 5 tahap copepodid dan satu tahap dewasa. Differensiasi seksual nampak pada tahap copepodid IV.
Efek pada inang Parasit ini menginfeksi insang dekat bagian dasar filamen insang dan menyenangi bagian gill arch, sehingga infeksi berat menyebabkan kerusakan insang dan ikan susah bernafas. Infeksi berat dapat menyebabkan kematian terutama pada saat suhu meningkat. Menyebabkan hemorhage, hyperplasia dan atrophy pada insang. Ikan juga nampak lambat, berenang dengan lemah mengambil udara dari permukaan dan kulit menjadi gelap.
59
Diagnosis Parasit dapat dengan mudah terlihat dengan pengamatan mata telanjang atau dengan menggunakan stereo mikroskop.
Pencegahan dan kontrol Pengobatan dengan menggunakan Neguvon 0.25 ppm, potassium permanganat 3 – 5 ppm, 0.15 ppm Bromex selama 1 minggu, dan 1.25 – 0.5 ppm dipterex selama 24 jam.
Copepoda: Lernaea Lernaeid atau cacing jangkar adalah hama paling umum pada ikan mas dan juga pada ikan salmon dan ikan lainnya. Epizootic pada ikan budidaya menyebabkan kematia tinggi. Parasit ini terutama sangat patogen pada ikan kecil.
Morphology dan siklus hidup Lernaea
cyprinacea
betina
dewasa
memiliki
cephalotoraks
berbentuk
semisphere. Mulut terdapat pada bagian cephalotoraks. Memilki holdfast sebagai organ untuk melekat. Parasit ini hanya memiliki satu inang dalam suklus hidupnya. Memiliki tiga tahap naupli dan 5 tahap copepodid yang umumnya berada pada insang yang relatif tidak bergerak meskipun tidak melekat secara permanen.
Tanda-tanda klinis Copepodid L. cyprinacea pada ikan mas kecil menyebabkan kerusakan dan nekrosis pada epithel insang. Pada tempat masuk parasit tampak adanya hyperplasia dan nekrosis pada otot.
Efek pada inang Kulit dan otot membengkak, dapat terbentuk ulcer dan menyebabkan nekrosis. Lokasi tempat masuknya parasit dapat menjadi jalan masuk bagi infeksi sekunder.
60
Diagnosis Betina dewasa dapat dapat dilihat secara makroskopis; kopepodid perlu menggunakan alat stereomikroskop untuk dapat melihatnya.
Pencegahan dan kontrol Eliminasi parasit biasanya memerlukan treatmen beberapa minggu untuk memutuskan siklus hidup parasit pada tahap larva karena parasit yang melekat pada inang sangat sulit dibasmi. Trichlorophon 0.25 ppm dapat mematikan copepodid. Bromex 0.12 – 0.15 ppm dapat mematikan naupli dan copepodid parasit.
Copepoda: Caligidae Sea lice, Lepeophtheirus salmonis dan Caligus elongatus adalah parasit utama pada ikan Atlantic salmon yang dipelihara dalam keramba apung di laut. Menyebabkan erosi pada kulit terutama pada bagian kepala atau sekitarnya. Ikan terinfeksi berat akan mati.
Morphology dan siklus hidup Betina umumnya berukuran besar dibanding jantan, appendiks jantan terutama maxilla I dan antenna II dimodifikasi untuk membantu melekat selama copulasi. L. salmonis dewasa memiliki cepahlotoraks datar, bulat dan besar. Caligus sp memiliki lunule frontal yang tidak ditemukan pada L. salmonis. Lunule frontal tampak pada tahap akhir chalimus pada Caligus sp. Siklus hidup L. salmonis memiliki dua tahap naupli yang hidup bebas, tahap copepodid infektif, empat tahap chalimus, dua hidup bebas, dua pre-adult dan satu dewasa.
Tanda-tanda klinis Terdapat bintik putih pada bagian leher dan sepanjang bagian dasar sirip punggung ikan, menunjukkan adanya aktivitas makan oleh parasit L. salmonis. Pada infeksi yang lebih berat akan menyebabkan luka pada kulit dan menyebabkan luka
61
terbuka. Luka tersebut dapat menyababkan terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Terdapat hyperplasia dan inflamasi pada kulit.
Efek pada inang Organ terinfeksi mengalami haemorhage, menyebabkan ulcer pada kulit, dan menyebabkan kematian pada ikan terinfeksi.
Diagnosis Parasit betina besar meskipun transparan biasanya tampak dengan mata pada bagian insang, sirip atau tubuh ikan.
Pencegahan dan kontrol L. salmonis tahan terhadap salinitas rendah sehingga perendaman dalam air tawar kurang efektif. Caligus sp dapat dilakukan perendaman dalam air tawar selama 20 – 30 menit.
Copepoda: Pennelidae Pennelid adalah parasit ikan laut yang penyebarannya luas dan dapat terlihat dengan jelas. Menyebabkan luka-luka lokal disekitar jaringan terinfeksi dan menyebabkan faktor kondisi inang menurun serta menghambat perkembangan gonad. Lernaeocera branchialis diestimasi menyebabkan pengurangan produski lebih dari 1000 ton/tahun pada ikan gadoid di Skotlandia akibat kandisi tubuh menurun. L. lusci menyebabkan kematian pada ikan sole di Inggris. Pennella hawaiiensis menyebabkan produk ikan ditolak di pasaran. Ada 3 jenis species Lernaeocera: L. branchialis, L. lusci, dan L. minuta. Betina dewasa diidentifikasi dari bentuk holdfast dan ukurannya. Holdfast L. branchialis memiliki 1 dorsal dan 2 lobe thoracic lateral. Holdfast L. lusci dan L. minuta bergabung dengan lobe tambahan.
62
Morphology dan siklus hidup Betina dewasa holdfastnya berkembang, siklus hidpnya memerlukan satu atau dua spesies inang. Lernaeenicus sprattae, parasit pada sprat dan pilchards, memerlukan satu spesies inang. Telur menetas menjadi naupliar pertama yang berenang bebas. Setelah saehari berubah menjadi nauplis kedua dan sehari kemudian menjadi kopepodid. Kopepodid melekat pada sprat atau pilchard muda pada malam hari mengggunakan antennae keduanya. Parasit kemudian berubah fase menjadi chalimus I sebelum menghasilkan frontal filament, molting melalui 3 tahap chalimus lagi dan pada molting akhir berubah menjadi jantan yang mobile atau premetamorphosis betina. Pembuahan terjadi pada ikan, kemudian betina berenang pada ikan kedua atau tetap pada ikan pertama untuk menyelesaikan prosese metamorphosis. L. branchialis menggunakan ikan non-gadoid sebagai inang pertama dan kemudian betina berpindah pada gadoid untuk menyelesaikan perkembangannya. Telur menetas dalam 12 hari pada suhu 10 oC, mengeluarkan nauplius dan molting menjadi metanauplius dan kemudian menjadi copepodid dalam 2 hari. Copepodid mencari inang selama sekitar 1 minggu dan melekat pada insang ikan flounder atau lumpfish, molting melalui 4 fase chalimus menjadi jantan dewasa dan subadult betina. Jantan yang perkembangannya lebih cepat dari betina, mencari larva chalimus betina dan menempel pada insang. Setelah betina menyelesaikan molting terakhirnya, jantan mengelurkan spermatophora dan dimasukkan pada receptaculum seminis betina. Jantan tetap berada pada ikan flounder selama lebih dari 5 minggu setelah matang. Betina yang mengalami metamorphosis menjadi fase berenang bebas selama beberapa hari sampai menemukan inang kedua. Empat atau 5 bulan setelah melekat pada inang kedua, betina menghasilkan telur dan mati setelah 1.5 tahun. Cardiodectes medusaeus, parasit pada myctophid, menggunakan invertebrata sebagai inang pertama dan memiliki instars yang lebih sedikit dari L. sprattae atau L. branchialis. Telur menetas menjadi copepodid dan melekat pada mantel atau insang gastropoda pelagik. Setelah melewati 3 tahap chalimus, molting menjadi jantan dewasa atau premetamorphosis betina. Betina yang telah dibuahi meninggalkan siput dan mencari serta melekat pada ikan.
63
Lokasi pada inang Juvenil pennelid dan jantang melekat pada permukaan insang atau kulit. Betina dewasa menembus kedalam jaringan dan biasanya melekat mendekati saluran darah. Beberapa jenis seperti Peniculisa wilsoni, hanya menembus dengan jarak yang dekat, sedangkan Lernaeenicus hemirhamphi, menembus jauh kedalam organ mencari daerah yang banyak darah. Betina dewasa Phrixocephalus cincinnatus berkembang dalam mata ikan flounder.
Tanda-tanda klinis Kepada dan cepahalotoraks sebagian besar pennelid menancap dalam kejaringan inang. Jevenil Lernaeocera branchialis menyebabkan filamen insang menebal dan lamella bergabung karena terjadi perkembangan (proliferasi) jaringan. Ikan cod yang terinfeksi parasit betina dewasa memperlihatkan tingakah laku hyperaktif, berenang tak beraturan serta cenderung tetap berada pada permukaan air.
Mekanisme penyakit Penyakti yang disebabkan oleh Lernaeocera branchialis terutama akibat anorexia, stress dan kekurangan darah. Kematian tiba-tiba dapat terjadi jikan bagian dari holdfast memasuki lumen pembuluh darah dan memblok saluran darah utama.
Efek pada inang Infeksi Lernaeocera branchialis dapat mematikan ikan, terutama pada ikan muda. Ikan menjadi anemia, kondisi tubuh berkurang.
Nutrisi parasit Larva pennelid chalimus memakan sel epidermis, jantan dewasa memakan Lernaeocera branchialis memakan epidermis. Betina parasit ini memakan darah.
64
Copepoda: Lernaeopodidae Lernaeopodid adalah parasit copepoda yang banyak mengalami modifikasi terutama hidup pada ikan laut maupun air tawar. Betina dewasa melekat secara permanen dengan struktur unik yang disebut bulla, yang tertanam pada jaringan inang. Jantang dewasa, kerdil, dan hidupnya singkat dengan melekat pada betina. Anggota dari genus Salmincola, terutama S. californiensis merupakan ancaman potensial terhadap budidaya salmon. Alella macrotracheus adalah salah satu parasit insang yang paling berbahaya pada ikan sparid, yang dibudidayakan di Jepang. Genus Clavella memiliki sekitar 19 spesies.
Morphology parasit dan siklus hidup Cephalotoraks pendek, maxilla kedua lebih panjang dari cephalotoraks. Memiliki alat melakat yang disebut bulla. Bagian mulut terletak pada bagian akhir leher, memiliki antena II yang besar dan maxilliped yang besar. Siklus hidup S. californiensis memiliki 3 phase dan 6 stadia. 1 kopepodid, 4 chalimus dan 1 dewasa. Nauplii S. californiensis berkembang dalam kantong telur dan molting secara simultan menjadi kopepodid setelah menetas.
Kopepodid melekat pada inang dengan frontal filamen dan molting
menjadi chalimus I sampai IV. Selama calimus IV betina mengembangkan bulla dan menggunakannya untuk menempel secara permanen pada inang sampai molting terakhir. Pre-adult mengalami metamorphosis menjadi dewasa.
Nutrition and feeding Lernaeopodid memakan mukus dan jaringan epithel, kadang-kadang darah dapat ikut termakan.
Diagnosis Female berukuran besar dapat terlihat terlihat dengan mata biasa pada insang, sirip tubuh dan rongga mulut ikan.
65
Copepoda: Sphyrion Sphyrion lumpi ditemukan pada ikan pelagis diperairan dalam. Memiliki 3 spesies yang dapat dibedakan dari holdfastnya. Ditemukan pada otot punggung, anus, bagian ventral, caudal peduncle dan kepala. Parasit biasanya menempel berkelompok pada inang. Betina memakan darah, otot dan jaringan lainnya.
Diagonosis Pengamatan parasit dewasa dapat dilakukan dengan menggunakan mata biasa, sedangkan pengamat juvenil dilakukan secara mikroskopis.
Branchiura Ada 3 spesies yang paling dikenal yaitu Argulus foliaceus, A. japonicus dan A. coregoni. Selain itu masih terdapat spesies lain seperti A. alosae pada ikan salmon. Chonopeltis spp hanya ditemukan di Afrika; Dolops spp di Afrika dan Amerika Selatan. Branchiura berbeda dengan Copepoda dalam adanya mata majemuk pada branchiura, tetap molting setelah dewasa/matang, meletakkan telur satu per satu, dan berkembang tanpa tahap naupliar sejati. Umumnya spermatophora tidak diproduksi.
Morphology parasi dan siklus hidup Karakteristik yang paling menonjol adalah maxillae pertama yang mirip sucker. Ini adalah struktur yang bergerak. Memiliki proboscis dan stylet. Stylet terletak pada bagian anterior sekitar tabung mulut. Parasit mengeluarkan telur dan setelah menetas langsung menjadi pase parasitik. Larva yang baru menetas berbentuk seperti copepodid dengan antena II dan mandibular palp yang panjang. Setelah beberapa hari parasit molting menjadi fase ke II yang mirip dengan dewasa tetapi tanpa sucker. Dan selanjutnya melakukan 5 atau 6 kali lagi molting sampai menjadi dewasa/matang.
66
Tanda-tanda klinis Ikan terinfeksi mengalami lethargy, selalu berada pada sudut tanki, berhenti makan, kondisi tubuh menurun. Kulit bisa menjadi buram, sirip berjumbai.
Diagnosis Argulus dapat dilihat menempel pada permukaan tubuh inang dengan mata biasa.
Pencegahan dan kontrol Dipterex 100 ppm selama 1 jam, trichloroform 0.25 – 5 ppm beberapa jam, Neguvon sampai 50000 ppm dalam waktu singkat, atau 0.25 ppm dalam waktu lama.
Isopoda: Cymothoidae
Isopoda: Gnathiidae PHYLUM ANNELIDA: Hirudinea sebagai vector dan agen penyakit.
BAB III. Penutup Diantara golongan parasit metazoa ini parasit golongan monogenea dan phylum Arthropoda paling banyak dilaporkan menimbulkan masalah dalah budidaya ikan. Golongan monogenea memiliki siklus hidup langsung dan memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi sehingga dalam waktu cepat infeksi dapat menyebar ke seluruh populasi ikan budidaya. Golongan parasit copepoda juga telah menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap perkembangan budidaya. Beberapa jenis parasit copepoda yang sangat terkenal adalah Lepeotheirus salmonis yang menyerang ikan salmon di Eropa. Infeksi parasit ini dapat menimbulkan lukan menganga pada tubuh ikan akibat aktifitas makan dari parasit ini.
67
DAFTAR PUSTAKA Boxhall, G.A dan D. Defaye. 1993. Pathogens of wild and farmed fish: sea lice. Ellis Horwood. New York. 378 hal. Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. PWN-Polish Scientific Publisher, Warsawa. 789 hal. Lio-Po, G.D., C.R. Lavilla, E.R. Cruz-Lacierda. 2001. Health Management in aquaculture. Aquaculture Development, SEAFDEC, Philippines. 187 p. Rohde, K. 2005. Marine Parasitology. CABI Publishing, Wallingford, UK. 565 pp. Sindermann, C. J. Principal diseases of marine fish and shellfish. Vol 1 dan 2. Academic Press. Woo, P.T.K. 2006. Fish Diseases and Disorders, Volume 1: Protozoan and Metazoan infections Second Edition. 791 pp.
68
MODUL V Judul: Deskripsi Penyakit Parasit pada Krustasea dan Moluska BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Bermacam-macam spesies parasit telah dilaporkan menginfeksi bermacammacam hewan akuatik golongan krustasea dan moluska. Beberapa jenis parasit telah memiliki dampak yang serius terhadap perkembangan budidaya maupun hewan akuatik pada perairan alami. Golongan parasit yang banyak menginfeksi moluska dan krustasea adalah microsporidia, apicomplexa, ciliophora, dinozoa (dinoflegellida), haplosporidia, paramyxea, annelida, trematoda, cestoda, nematoda dan arthropoda. Parasit parasit ini telah menimbulkan kerugian yang sangat besar terutama parasit golongan haplosporidia dan paramyxea. Parasit ini memiliki siklus hidup yang cukup kompleks dan beberapa diantaranya siklus hidupnya sudah diketahui dan masih banyak lainnnya yang belum diketahui secara pasti siklus hidupnya. Golongan cacing seperti trematoda, cestoda dan nematoda ditemukan pada krustasea dan moluska karena golongan parasit tersebut memanfaatkan moluska atau krustasea sebagai inang antaranya, sehingga pada inangnya ditemukan dalam fase larva. Parasit
yang
paling
banyak
menginfeksi
krustasea
adalah
golongan
microsporidia. Spora parasit ini yang menginfeksi bagian otot udang dapat menyebabkan udang tampak berwarna putih seperti kapas, sehingga udang yang terinifeksi parasit ini menderita penyakit yang disebut cotton shrimp disease.
B. Ruang Lingkup Isi : a. Jenis-jenis parasit umum pada krustasea dan moluska b. Deskripsi parasit c. Mekanisme infeksi dan siklus hidup parasit d. Pengendalian parasit
69
C. Kaitan Modul : Modul ini merupakan modul ke-5 setelah mahasiswa memahami modul Deskripsi parasit golongan Metazoa pada ikan dan sebelum mahasiswa mempelajari modul Aspek-aspek ekologi dan Epidemiologi parasit ikan. D. Sasaran Pembelajaran Modul 1. Mengetahui jenis-jenis parasit yang umum menginfeksi krustases dan moluska 2. Mendeskripsi parasit pada krustasea dan moluska 3. Mekanisme infeksi dan siklus hidup masing-masing parasit 4. Strategi pengendalian parasit
BAB II. Pembelajaran A. Jenis-jenis parasit pada krustasea dan Moluska Jenis-jenis parasit yang umum ditemukan pada hewan akuatik krustasea dan moluska adalah golongan protozoa dan metazoan. Di bandingkan dengan parasit yang menginfeksi pada ikan, penelitian parasit pada golongan invertebrate ini belum seintensif yang telah dilakukan pada ikan. Beberapa jenis parasit yang umum ditemukan pada golongan moluska adalah: Bonamia ostreae, Bonamia extiosus, Haplosporidium nelsonii, Haplosporidium costale, Marteilia refringes, Marteilia sydneyii, Perkinsus marinus, Mikrocytos mackini, Mikrocytos roughley, Perkinsus atlanticus, Perkinsus olseni. Jenis parasit yang umum ditemukan pada krustasea adalah: Thelohania duorara, Thelohania penaei. Parasit cacing umumnya ditemukan pada golongan krustasea dan moluska ini dalam bentuk larva karena parasit tersebut memanfaatkan invertebrate sebagai inang antara. Golongan cacing yang telah dilaporkan adalah: Bucephalus sp. pada oyster, Gymnophalloides sp., Echinocephalus sp.
70
B. Deskripsi Parasit 1. Bonamia ostreae Parasit ini menyebabkan penyakit Bonamiasis pada beberapa jenis moluska, yaitu: Ostrea edulis dan Ostrea spp, Crassostrea spp, Ruditapes, Mytilus. Distribusi geografis parasit ini adalah pantai barat (California dan Washington) dan timur (Maine). Pada awalnya prevalensi infeksi parasit ini di kedua wilayah tersebut rendah dan saat ini tingkat prevalensi infeksi cenderung meningkat. Efek parasit ini terhadap inang adalah terjadinya penurunan produksi, inang yang terinfeksi tampak insangnya berwarna kuning, terdapat ulcer pada connective tissue insang, mantel dan digestive gland, serta kerusakan pada haemocyte. Ukuran besar biasanya lebih mudah terinfeksi, terutama umur 2 tahun, tetapi umur 0+ dan 1+ juga rentan infeksi. Penyebaran dapat secara langsung dari inang ke inang tanpa adanya inang perantara. Tanda klinis pada inang terinfeksi adalah terjadi kematian atau oysters menganga. Tanda ini tidak spesifik hanya pada B. ostreae. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah Mencegah masuknya ostrea pembawa Bonamia ke suatu wilayah dan Tidak menggunakan bibit alam, tapi menggunakan bibit dari hatchery.
2. Bonamia exitiosus Parasit ini menyebabkan penyakit Bonamiasis pada beberapa jenis moluska, antara lain Ostrea chilensis (= Tiostrea chilensis, =Tiostrea lutaria). Penyakit ini juga disebut Haemocyte disease of dredge oysters, Microcell disease. Morfologi parasit ini sangat mirip dengan B. ostrea. Wilayah penyebarannya adalah Selandia Baru. Dampak parasit ini pada inang adalah Intrahaemocytic protozoa, menyebabkan infeksi systemic, Prevalensi infeksi tertinggi pada musim gugur (april), Penyebaran penyakit dapat melalui kohabitasi. Inang terinfeksi akan memperlihatkan gejala; Oyster kecil, faktor kondisi jelek, Penutupan cangkang lemah, sehingga menganga, Daging berair, Kematian tinggi pada awal infeksi, Pinggir insang rusak. Kematian sepanjang tahun, prevalensi tertinggi pada pertengahan atau akhir musim panas Australia. Bonamia exitiosa menginfeksi sel darah, merusak sistem pertahanan. Kohabitasi menstimulasi terjadinya penyebaran infeksi.
71
3. Haplosporidium nelsonii Parasit ini menyebabkan penyakit MSX (multinucleate sphere X) pada Crassostrea virginica dan Crassostrea gigas. Distribusi geografis ini adalah: Florida, USA north to Nova Scotia, Canada; dilsaporkan dari Crassostrea gigas di California and Washington, C. gigas di France, dan Korea. pada 1989-1993, mencapai 10% benih C. gigas dari Japan (Matsushima and Watanoha bays) terinfeksi (Friedman et al. 1991, Friedman 1996). Efek parasit ini pada inang adalah Kematian mencapai 90 – 95%, Kematian mulai nampak bulan Mei pada musim semi, dan mencapai puncak bulan Agustus sampai September, Menyebabkan kerusakan kerusakan epithel tubule digestive. Siklus hidup tidak diketahui, sporulasi sporadis pada dewasa dan prevalen pada juvenile, tetapi Kemungkinan melibatkan inang antara dalam siklus hidup. Di daerah asalnya infeksi parasit ini terjadi pada bulan May sampai October. Prevalence: bervariasi tergantung salinitas, tetapi prevalensi of 50-90% tidak jarang ditemukan pada salinities diatas 15 ppt. Infection biasanya fatal; kematian terjadi dalam 1-3 bulan setelah infeksi. Tandatanda inang yang terinfeksi parasit ini adalah Digestive gland pucat, tampak kurus, tidak ada pertumbuhan cangkang baru. Cara pengendalian parasit ini adalah Jangan memasukkan Oyster dari daerah endemic, Salinitas dan suhu mempengaruhi perkembangan penyakit MSX, pelihara pada suhu dingin dan salinitas rendah.
4. Haplosporidium costale (SSO) (=Minchinia costalis). Parasit ini menyebabkan penyakit Seaside disease, seaside organism (SSO) pada Crassostrea virginica. Distribusi geografis: Long Island Sound, New York to Cape Charles, Virginia, USA, pada salinitas tinggi (lebih dari 25 ppt). Kematian musiman pada bulan May dan June di Virginia dan Maryland bertepatan dengan saat sporulasi Control methods tidak diketahui pasti. Kerugian bisa diminimalkan dengan memamnen oysters pada umur 18-24 bulan. Penyakit dapat dikurangi dengan memeliharan pada salinitas rendah (kurang dari 25 ppt).
72
5. Marteilia sydneyi Parasit ini menyebabkan penyakit QX disease pada Saccostrea (=Crassostrea) glomerata
(=commercialis)
dan
mungkin
Striostrea
mytiloides
(=Saccostrea
=Crassostrea echinata) dan Saccostrea forskali. Distribusi geografis: southern Queensland dan northern New South Wales, Australia (Adlard and Ernst 1995). Dampier Archipelago, Western Australia (Hine and Thorne 2000) dan Marteilia-like parasite dilaporkan dari Saccostrea forskali di Thailand (Taveekijakarn et al. 2002). Dampak parasit ini pada inang adalah Oysters dalam kondisi jelek dimana menjadi mengecil, Infeksi berat pada sel epitel digestive gland oleh M. sydneyi menyebabkan kerusakan jaringan.
Rentan pada musim panas, Pada suhu rendah,
kematian tidak terjadi dan perkembangan parasit terganggu.
6. Marteilia refringens/maurini of Mussels Parasit ini menyebabkan penyakit Marteiliasis of mussels pada Mytilus edulis, and Mytilus galloprovincialis, serta oyster , cockles (Cerastoderma (=Cardium) edule) dan mungkin scallop. Distribusi geografis: pantai Atlantic coast Europa dari southern United Kingdom sampai Portugal, Mediterranean Sea termasuk the northern Adriatic Sea, Persian Gulf and the Gulf of Thermaikos in northern Greece.
7. Perkinsus marinus ("Dermo" Disease) of Oysters Parasit ini menyebabkan "Dermo" Disease, Proliferative disease, Perkinsiosis. P. marinus
(=Dermocystidium
marinum,
=Labyrinthomyxa
marina)
mengineksi
Crassostrea virginica. Distribusi geografis parasit ini adalah East coast of the United States of America (USA) dari Maine sampai Florida, and sepanjang the Gulf of Mexico coast sampai the Yucutan Peninsula (Burreson et al. 1994a). Pearl Harbor, Hawaii (Kern et al. 1973). Delaware Bay, New Jersey and Cape Cod, Maine, USA, A Perkinsus-like parasite dilaporkan pada Crassostrea angulata yang diimport ke Great Britain dari Portugal pada musim 1969 (Alderman and Gras 1969).
73
Dampak parasit pada inang adalah digestive gland pucat, condition index menurun, emaciation, cangkang menganga, mantel mengkerut, pertumbuhan terhambat.
8. Perkinsus atlanticus Parasit ini menyebabkan penyakit Perkinsiosis pada Tapes (Ruditapes descressatus), Venerupis aurea. Wilayah penyebaran parasit ini adalah: Eropa (Portugal), Spanyol, laut tengah. Dampak pada inang adalah Pembentukan sista putih atau nodule pada insang, kaki, usus, digestive gland, ginjal, gonad dan mantle clams, aggregasi Perkinsus sp. and haemocytes menyebabkan luka yangf menganggu respirasi dan proses physiological lainnya seperti reproduction (fertility/fecundity, jika luka besar terjadi pada gonads), pertumbuhan dan sintasan.
9. Perkinsus olseni Parasit ini menyebabkan penyakit Perkinsiosis pada Haliotis hubra, H. laevigata, H. cyclobates, H. scalaris. Wilayah penyebaran: Australia Selatan, Selandia Baru. Dampak pada inang adalah terdapat pustules (spherical brown abscesses up to 8 mm in diameter containing a caseous creamy-brown deposit) pada kaki dan mantle H. rubra and H. laevigata sehingga reducing market value. Prezoosporangia that escape from necrotic pustules or decaying dead abalone undergo further development to zoosporangia in seawater. Within nine days at 20 °C and three days at 28 °C, hundreds of motile, biflagellated zoospores (about 3 by 5 µm) exit from the zoosporangium. The zoospores are infective to abalone as well as other mollusks. Penyebaran dapat secara langsung melalui individual mollusks.
10. Mikrocytos mackini Parasit ini menyebabkan penyakit Mikrocytosis (Denman Island disease atau microcell disease) pada Crassostrea gigas, C. virginica, Ostrea edulis, O. conchapila, Saccostrea glomerata. Wilayah penyebaran: pulau vancouver, pantai pacifik Kanada. Infeksi berat terbatas pada oyster > 2 tahun, Sering sekitar 30% kematian terjadi pada
74
oyster tua (> 2 tahun) pada pasang rendah, terjadi di bulan April dan Mei pada suhu sekitar 10 oC. Pengendalian yang dapat dilakukan adalah Tidak memindahkan organisme terinfeksi ke tempat yang belum ada rekord penyakit, Memidahkan oyster besar ke tempat yang pasangnya tinggi sebelum bulan Maret dan Tidak memelihara oyster pada tempat yang pasangnya rendah sebelum bulan Juni.
11. Mikrocytos roughley Parasit ini menyebabkan penyakit Penyakit: Mikrocytosis, Australian winter disease, "Microcell" disease of Sydney rock oysters pada Saccostrea glomerata (=commersialis). Wilayah Penyebaran: New South Wales, Albany Carnavon, Australia Barat. Berasosiasi dengan suhu rendah dan salinitas tinggi, mortality terutama bulan september atau oktober. Dampak pada inang: infeksi sistemik intraselular ditandai dengan adanya focal lesi pada insang, connective tissue, gonad. Tidak memindahkan organisme terinfeksi ke tempat yang belum ada record penyakit tersebut.
12. Thelohania duorara Parasit ini menyebabkan penyakit Penyakit Penyakit: Cotton shrimp disease pada udang penaeid. Parasit ini Pertamakali dideskripsi dari: Penaeus duorarum. Spora parasit ini ditemukan pada serabut otot, bahkan dapat mengganti serabut otot dengan spora.
13. Thelohania penaei Parasit ini menyebabkan penyakit Penyakit: Cotton shrimp disease pada udang: Penaeus setiferus, P. duorarum. Terutama menginfeksi gonad, foregut, blood vessel dan jaringan lain dibanding jaringan otot, Produksi telur/sperma udang terinfeksi terganggu.
75
BAB III. Penutup Golongan parasit yang menginfeksi krustasea dan moluska juga cukup besar. Pada udang, parasit umumnya dari golongan ciliata, sedangkan parasit seperti Thelohania sp jarang dijumpai pada lokasi budidaya. Parasit ini menyebabkan penyakit “Cotton shrimp diseases” pada udang. Parasit yang menginfeksi moluska umumnya jenis haplosporidia yang sangat sulit diobati sampai saat ini. Banyak jenis parasit yang menginfeksi moluska termasuk jenis parasit yang masuk dalam daftar OIE untuk diwaspadai peredarannya.
DAFTAR PUSTAKA Rohde, K. 2005. Marine Parasitology. CABI Publishing, Wallingford, UK. 565 pp. Sindermann, C. J. Principal diseases of marine fish and shellfish. Vol 1 dan 2. Academic Press. Woo, P.T.K. 2006. Fish Diseases and Disorders, Volume 1: Protozoan and Metazoan infections Second Edition. 791 pp.
.
76
MODUL VI Judul : Aspek-aspek ekologi dan Epidemiologi parasit ikan BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Aspek ekologi dan epidemiologi parasit akhir-akhir ini telah mendapat perhatian dari para peneliti. Aspek-aspek yang tercakup adalah penyebaran parasit, spesifitas parasit pada inang dan mikrohabitat, parasit sebagai inang bagi parasit lainnya (hyperparasit), adaptasi parasit pada kondisi lingkungan ekstrim, dan strukur komunitas parasit. Semua parasit sangat menggantungkan hidupnya pada inang untuk menjamin kelangsungan hidupnya, sehingga penyebaran parasit ini menjadi sangat penting. Parasit umumnya tidak menempati seluruh bagian tubuh inang, tetapi memiliki kecenderungan untuk menempati daerah tertentu pada inang (mikrohabitat). Selain itu umunya parasit hanya menginfeksi inang tertentu inang spesifik, meskipun ada pula jenis parasit yang lebih general yang dapat menginfeksi berbagai spesies inang. Parasit tidak hanya menginfeksi inangnya saja tetapi kadang-kadang ada jenis parasit yang menginfeksi parasit lainnya (hyperparasit). Parasit yang masuk dalam golongan ini adalah crustaceans, monogeneans, nematodes, myxozoans and many protistans. Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku penyakit dalam populasi inang. Dikenal ada dua jenis epidemiologi, yaitu epidemiologi deskriptif dan epidemiologi analitik. Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk tujuan monitoring dan surveilance disesuaikan dengan tingkat infeksi parasit yang terjadi pada suatu lokasi dan kepadatan ikan yang akan disampling. Semakin padat jumlah ikan dan semakin tinggi tingkat prevalensi parasit, maka jumlah ikan yang dapat disampel lebih sedikit.
77
B. Ruang Lingkup Isi : a. Pengambilan sampel b. Penyebaran parasit c. Niche parasit d. Spesifitas parasit C. Kaitan Modul
: Modul ini merupakan modul ke-6 setelah mahasiswa memahami
modul Deskripsi Penyakit Parasit pada Krustasea dan Moluska dan sebelum mahasiswa mempelajari modul penanggulangan parasit pada ikan. D. Sasaran Pembelajaran Modul 1. Menjelaskan cara pengambilan dan ukuran sampel yang digunakan 2. Mampu menjelaskan cara penyebaran parasit dalam populasi inang 3. Menjelaskan mikrohabita dan faktor penyebab restriksi habitat 4. Mengetahui spesifitas parasit
BAB II. Pembelajaran A. Pengambilan sample Pengambilan sampel ikan yang secara klinis terlihat normal dilakukan pengambilan sampel untuk dianalisa keberadaan parasit dalam jumlah sesuai Tabel. Pengumpulan ikan harus memenuhi jumlah yang significan dan mewakili popolasui ikan yang disampling secara statistik. Namun demikian, kegagalan dalam mendeteksi patogen dari sampel yang diperiksa tidak menjamin bahwa patogen ada pada spesimen atau stok ikan, terutama untuk ikan-ikan liar.
Kegagalan deteksi kecil
kemungkinannya terjadi pada ikan budi daya yang diperiksa secara rutin melalui program surveillance selama beberapa (minimal 2) tahun, dengan catatan tidak ada peluang kontaminasi dengan ikan liar (feral fish)
78
Pada saat suatu lokasi produksi ikan menerima stok induk, diperlukan adanya pengambilan sampel setiap tahun pada produk-produk seksual seperti sperma atau cairan ovarian yang dikeluarkan oleh ikan tersebut selama pemijahan. Jika induk-induk ikan dewasa tersebut terdiri dari ikan dengan berbagai umur, maka sampling dilakukan pertama-tama pada ikan-ikan yang paling tua : •
Sampel harus mencakup semua jenis ikan rentan penyakit di lokasi atau disebut kelompok sampel (sampel group). Kelompok sampel ini terdiri dari lot-lot spesies ikan. Suatu lot merupakan suatu kelompok spesies ikan yang sama yang mendapat sumber air dan berasal dari induk atau populasi pemijahan yang sama.
•
Lokasi geografis asal sampel harus dinyatakan dalam koordinat geografis atau lokasi pengambilan sampel (sungai, kolom air, dll).
•
Jika dalam populasi ikan yang akan disampling ditemukan ikan yang hampir mati, maka ikan tersebut harus dikumpulkan terlebih dahulu dan sisa sampel yang akan dikumpulkan dipilih secara acak dari ikan-ikan hidup.
•
Jumlah minimum sampel untuk tiap lot-nya harus memenuhi tingkat keyakinan bahwa 95% ikan yang terinfeksi akan terambil dalam kegiatan sampling, dengan asumsi prevalensi infeksi minimum sama dengan atau lebih dari 2%, 5% atau 10%. Jumlah minimum untuk tiap lot dengan populasi sebesar 50 ekor sampai tak terhingga untuk tiap pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 1.
•
Jika terdapat ikan yang secara klinis terinfeksi, sampel organ dan cairan harus diproses secepat mungkin setelah specimen ikan diperoleh. Sampel dalam bentuk beku harus dihindari.
79
Tabel 1. Jumlah sampel berdasarkan asumsi prevalensi pathogen dalam lot Jumlah ikan
Jumlah sample
dalam Lot
Prevalensi 2%
Prevalensi 5%
Prevalensi 10%
50
50
35
20
100
75
45
23
250
110
50
25
500
130
55
26
1000
140
55
27
1500
140
55
27
2000
145
60
27
4000
145
60
27
10.000
145
60
27
100.000 atau lebih
150
60
30
B. Penyebaran Parasit Untuk mempertahan hidupnya dalam lingkungan perairan, parasit harus melakukan berbagai adaptasi karena peluang parasit menemukan inangnya pada lingkungan perairan lebih sulit. Siklus hidup parasit dapat bersifat langsung dengan melibatkan satu inang, atau tidak langsung dimana dibutuhkan setidaknya satu inang antara dan inang utama dalam hidupnya untuk menyelesaikan siklusnya sampai mencapai dewasa. Selain itu dikenal pula penyebaran parasit secara vertikal dan secara horizontal, dimana istilah ini kebanyakan dipakai untuk infeksi virus atau bakteri. Penyebaran secara vertikan adalah dari induk ke anaknya melalui embrio. Sedangkan secara horizontal adalah penyebaran melalui lingkungannya. Hampir semua siklus hidup parasit memiliki berbagai stadia dalam perkembangannya yang dapat bersifat free living atau parasitic. Stadia bebas parasit (free living) dapat menyebar ke inang lain secara pasif atau aktif. Stadia bebas parasit yang menyebar secara aktif umumnya berenang dan
80
mencari inang yang sesuai dan menembus inang tersebut. Sebagai contoh adalah larva parasit oncomiracidia dari monogenea, miracidia
dan cercaria pada digenea, dan
copepodid pada copepoda. Sedangkan larva parasit hidup bebas yang menyebar secara pasif, umumnya menemukan inang karena tertelan oleh inang yang tepat. Sebagai contoh dari kasus ini adalah metecercaria dari digenea, procercoid dan plerocercoid dari cestoda, larva nematode dan cystacanth dari acantocephala. Parasit yang siklus hidupnya tidak langsung umumnya memerlukan sedikitnya satu inang antara. Stadia bebas dari parasit umumnya sangat singkat dan inang antara yang digunakan juga hidupnya singkat. Selain itu, tingkat infeksi inang antara juga sangat rendah, sehingga peluang parasit untuk menemukan inangnya di alam sangat rendah. Adaptasi yang dilakukan parasit adalah dengan memanfaatkan inang lain sebagai inang paratenic. Pada inang paratenik, parasit tidak mengalami perubahan stadia. Dengan adanya inang paratenik ini maka peluang parasit untuk menemukan inangnya melalui rantai makanan menjadi semakin tinggi. Adaptasi lainnya adalah spesifitas yang rendah, yang berarti bahwa pada stadia ini parasit dapat menginfeksi berbagai jenis inang antara, misalnya berbagai jenis copepoda sebagai inang antara. Stadia infektif berenang bebas dapat juga melakukan adaptasi morfologi dan tingkah laku dengan cara menyerupai mangsa dari inang sehingga dapat termakan/tertelah oleh inang untuk melanjutkan siklus hidupnya. C. Niche Parasit/Microhabitat Kadang-kadang larva parasit menempati organ tertentu pada inangnya dan tumbuh menjadi dewasa pada lokasi tersebut. Namun demikian, banyak jenis parasit yang menempati microhabitat yang berbeda pada tahap larva maupun dewasa dari parasit. Sebagai contoh adalah larva parasit golongan Copepoda Caligus diaphanous, menginfeksi filament insang, tetapi pada tahap dewasa menempati rongga mulut ikan. Kasus lainnya adalah parasit golongan monogenea yang memperlihatkan microhabitat yang berbeda antara fase larva dan fase dewasanya. Banyak jenis monogenea memperlihatkan kecenderungan untuk menempati organ tertentu pada inangnya/mikrohabitat. Sebagai contoh monopisthocotyleans
81
Pseudodactylogyrus bini and P. anguillae yang menginfeksi European eel Anguilla anguilla hanya ditemukan pada insang dan keduanya memperlihatkan lokasi spesifik masing-masing dalam mikrohabitatnya pada insang. Contoh lainnya adalah microcotylid polypisthocotyleans, Metamicrocotyla cephalus and Microcotyle mugilis, ditemukan pada insang striped mullet Mugil cephalus dan keduanya memiliki microhabitat spesifik pada insang. Beberapa spesies Gyrodactylus menempati microhabitats selain insang. Sebagai contoh, mayoritas specimens Gyrodactylus salaris ditemukan pada sirip, dan lainnya ditemukan pada filament insang dan kepala/tubuh Atlantic salmon Salmo salar (Appleby and Mo, 1997), sedangkan G. callariatis terutama menempati gill arches, rongga mulut dan pharynx, and sebagian kecil ditemukan pada tubuh, kepala dan sirip dari Atlantic cod Gadus morhua (Appleby, 1996a). Faktor yang menyebabkan terjadinya microhabitat yang spesifik pada golongan monogenea adalah tidak jelas. Namun banyak factor kemungkinan terlibat termasuk faktor extrinsic dan intrinsic (Rohde, 1993). Arus air yang melewati insang kemungkinan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi mikrohabitats, karena kemampuan parasit menahan arus yang keras kemungkinan bervariasi diantara individu parasit sebagaimana yang terlihat pada Pseudodactylogyrus bini dan P. anguillae pada ikan sidat (see Buchmann, 1989) dan Dactylogyrus amphibothrium pada ruffe Gymnocephalus cernua (see Wootten, 1974). Kecendrungan Gyrodactylus derjavini untuk menepati microhabitat tertentu, terutama pada permukaan kornea sirip ekor rainbow trout Oncorhynchus mykiss pada tahap akhir infeksi berasosiasi dengan densitas sel mukus, dimana immunoglobulin, complement factor C3, interleukin IL-1 and carbohydrates memainkan peranan penting terhadap dynamika infeksi parasite (Buchmann and Bresciani, 1998). Tetapi pada lokasi dimana microhabitat tidak terpengaruh oleh jenis cell (seperti daerah yang berbeda pada permukaan insang), niche yang sempit akan meningkatkan peluang kontak antar spesies parasit untuk kawin, sehingga hal ini kemungkinan alasan terjadinya pengumpulan parasit pada microhabitat tertentu (Rohde, 1993). Some polyopisthocotylean monogeneans migrate to specific microhabitats of their host as they grow. For example, both immature and mature stages of Diclidophora
82
merlangi, a typical parasite of the Diclidophoridae, are only found only on the host gills during its life. On the other hand, the immature stages of Heterobothrium elongatum prefer habitats within the gill filaments and then migrate to subcutaneous tissues of the gills when it becomes adult (Williams and Lethbridge, 1990). This switch of attachment site from the gill filaments to the adjacent subcutaneous tissue is a rare phenomenon amongst monogenean parasites. The first report of this kind of attachment was observed in a dactylogyrid Amphibdella flavolineata and A. torpedinis whose adult stages are buried in the gill mucosa of electric rays (Llewellyn, 1960). Pelekatan pada bagian subcutaneous juga dapat dilihat pada parasit Callorhynchicola multitesticulatus yang menginfeksi inang holocephalan Calloryhnchus milii; dimana stadia tidak dewasa ditemukan pada lamella insang sekunder dan selanjutnya menginfeksi jaringan inang ketika dewasa. Migrasi parasit ini hanya terjadi pada bagian insang saja. sebaliknya, tahap tidak dewasa parasit Heterobothrium okamotoi ditemukan pada lamella insang sekunder ikan tiger puffer Takifigu rubripes dan bermigrasi bagian branchial cavity ketika dewasa. Neoheterobothrium
hirame
yang
menginfeksi
ikan
Japanese
flounder
memperlihatkan kesamaan dengan H. okamotoi tentang cara melekat pada inang. Pada awalnya tahap tidak dewasa N. hirame melekat pada lamella sekunder dan kemudian bermigrasi ke buccal cavity wall melalui gill arches/rakers untuk menjadi dewasa. Migrasi kedua spesies parasit ini berasosiasi dengan tingkat kedewasaan parasit, dimana keduanya menjadi dewasa setelah mencapai target organ akhirnya. D. Frekwensi distribusi parasit dan fluktuasi musiman Distribusi parasit dalam populasi inang umunya overdispersed, hal ini berarti bahwa di alam parasit tertentu hanya menginfeksi berat bebera jenis ikan saja sedangkan yang lainnya hanya terinfeksi ringan atau bahkan tidak terinfeksi sama sekali. Frekwensi distribusi parasit diukur dengan menggunakan rumus (FD = S2/X), diaman S2 adalah variance sedangkan X adalah rata-rata. Jika nila FD > 1, maka frekwensi distribusi parasit adalah overdisperse, bila FD = 1 maka frekwensi distribusi parasit adalah
83
random, sedangkan bila FD < 1 frekwensi distribusi parasit adalah underdispersed. Penyebab terjadinya heterogenitas ini adalah banyak dan bervariasi tetapi umumnya berasosiasi dengan variasi kerentanan inang terhadap infeksi dalam satu populasi. Variasi ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dalam hal tingkah laku inang, agregasi spatial stadia infektif parasit, adanya perbedaan imun respon inang terhadap infeksi parasit. Agregasi parasit pada populasi inang memiliki implikasi terhadap studi epidemiologi. Perhatian yang paling utama adalah sampling terhadap popolasi inang untuk mengukur intensitas infeksi parasit. Bila variasi infeksi dalam populasi cukup besar maka konsekwensinya adalah diperlukan ukuran sample yang lebih besar pula untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang kelimpahan parasit dalam populasi inang. Prevalensi dan intensitas infeksi parasit dalam populasi inang sebagian ditentukan oleh laju penyebaran parasit diantara inang. Banyak factor yang mempengaruhi laju ini termasuk diantaranya adalah kondisi cuaca/musim, tingkah laku inang dan parasit, densitas inang dan stadia infektif parasit, dan spatial distribusi dari parasit. Iklim umumnya mempunyai dampak terhadap dinamika infeksi parasit (prevalensi dan intensitas) dalam populasi inang. Perubahan iklim mempengaruhi epidemiologi pada sebagian besar penyakit infeksi parasiter. Factor lingkungan seperti suhu air dan factor fisika-kimia perairan lainnya cenderung mempengaruhi siklus fluktuasi regular dari prevalensi dan intensitas infeksi parasit. Iklim memberikan dampak terhadap tingkah laku inang, kelimpahan inang antara, longevity dari stadia infektif parasit, infektifitas parasit, perkembangan parasit. E. Spesifitas Parasit Hubungan antara parasit dan inangnya berasosiasi dengan spesifitas parasit, yaitu kemampuan parasit untuk mendiami atau menginfeksi spesies inang tertentu (species specificity), atau pada beberapa congeneric (satu genus), confamilial (satu famili). Spesifitas spesies seringkali mengecil/mengerucut dimana parasite menempati organ
84
tertentu pada inang (organ specificity/mikrohabitat). Beberapa jenis parasit yang memeperlihatkan spesifitas tinggi pada satu inang saja adalah Ancylodiscoides (A. siluri, A. vistulensis, A. magnus) hidup eksklusif pada insang pada ikan catfish Eropa. Insang ikan pike diinfeksi oleh spesies parasit Tetraonchus monenteron, sedangkan Dactylogyrus macroacanthus umum ditemukan pada insang ikan tench dan tidak ditemukan pada ikan-ikan lainnya. Spesifitas organ juga diperlihatkan oleh beberapa jenis parasit yang cenderung menempati organ-organ spesifik dalam tubuh inang. Sebagi contoh, insang ikan pike didiami oleh dua spesies Myxosporidia dalam genus Henneguya: H. psorospermica hidup sebagai sista pada bagian dasar lamella insang, sedangkan H. lobosa yang membentuk cysta yang memanjang menginfeksi bagian ujung lamella, dan spesies H. oviperda berkembang pada telur ikan pike. Spesifitas biasanya semakin menyempit pada parasit yang telah mengalami hubungan phylogeni yang cukup tua dibanding dengan hubunga phylogeni yang masih baru. Sebagai contoh dari phylogeny yang masih baru adalah parasit copepoda Ergasilus sieboldi yang dapat menginfeksi bermacam-macam famili ikan air tawar (seperti Cyprinidae, Salmonidae, Esocidae, dan Percidae). Sedangkan spesies yang sejenis yaitu E. gibbus adalah memiliki spesifik spesies yang tinggi dimana hanya ditemukan pada ikan eel dan tidak ditemukan pada ikan lainnya. Spesies parasit yang kosmopolitan memperlihatkan spesifitas yang luas. Sebagai contoh nematoda Camalanus lacustris adalah parasit air tawar yang umum ditemukan. Ditemukan pada 11 spesies ikan di Polandia pada famili Percidae, Salmonidae, Esocidae, Siluridae, Anguillidae dan lainnya.
85
BAB III. Penutup Untuk kebutuhan surveilance atau monitoring diperlukan jumlah yang sampel minimal untuk dapat mewakili populasi ikan yang disampel. Jumlah ikan yang disampling tergantung pada tingkat infeksi parasit tertentu pada ikan dalam wilayah yang akan disampling serta kepadatan ikan yang akan disampling. Parasit pada hewan akuatik memiliki aspek ekologi dan epidemiologi yang unik. Parasit ini memiliki dua lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangannya yaitu lingkungan makro (lingkungan sekunder) dimana ikan hidup dan lingkungan mikro (lingkungan utama) dimana parasit hidup pada inangnya. Sebagai salah satu bentuk adaptasi dalam parasitisme adalah adanya kecenderungan parasit untuk lebih cenderung menginfeksi jenis inang tertentu (species specificity), kecenderungan untuk menempati organ/habitat tertentu dalam inang (mikrohabitat). Fluktuasi musiman parasit dan dinamika infeksi parasit merupakan fenomena umum yang dijumpai pada banyak jenis parasit yang menginfeksi ikan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi adalah lingkungan sekunder parasit, seperti suhu air, dan faktor fisika kimia air lainnya, disamping faktor-faktor internal.
DAFTAR PUSTAKA Anshary, H. and K. Ogawa (2001): Microhabitats and mode of attachment of Neoheterobothrium hirame, a monogenean parasite of Japanese flounder. Fish Pathol., 36, 21-26. Anshary, H., K. Ogawa, M. Higuchi and T. Fujii (2001): A study of long−term change in summer infection level of Japanese flounder Paralichthys olivaceus with the monogenean Neoheterobothrium hirame in the central Sea of Japan, with an application of a new technique for collecting small parasites from the gill filaments. Fish pathol., 36, 27-32. Appleby, C. (1996a): Seasonal occurrence, topographical distribution and transmission of Gyrodactylus callariatis (Monogenea) infecting juvenile Atlantic cod in the Oslo Fjord, Norway. J. Fish Biol., 48, 1266-1274. Appleby, C. (1996b): Population dynamics of Gyrodactylus sp. (Monogenea) infecting the sand goby in the Oslo Fjord, Norway. J. Fish Biol., 49, 402-410.
86
Appleby, C. and T. A. Mo (1997): Population dynamics of Gyrodactylus salaris (Monogenea) infecting Atlantic salmon, Salmo salar, parr in the river Batnfjordselva, Norway. J. Parasitol., 83, 23-30. Esch, G. W. and J. C. Fernandez (1993): A functional biology of parasitism. Chapman and Hall, London, 337 p. Grabda, J. 1991. Marine fish parasitology. Polish Scientif Publisher, Warsawa. 306 pp. OIE, 2006. Manual of diagnostic tests for aquatic animals. Rohde, K. 2005. Marine Parasitology. CABI Publishing, Wallingford, UK. 565 pp. Woo, P.T.K. 2006. Fish Diseases and Disorders, Volume 1: Protozoan and Metazoan infections Second Edition. 791 pp.
87
MODUL VII Judul : Penanggulangan parasit pada ikan BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Prophylaksis dalam akuakultur adalah merupakan suatu langkah pengendalian dengan cara menjaga kesehatan ikan agar tidak menderita sakit. Langkah ini mencakup untuk menjaga agar patogen yang dapat terbawa bersama-sama dengan air tidak masuk kedalam sistem budidaya, atau dalam hal ini patogen dapat memasuki sistem budidaya tugas selanjutnya adalah menjaga agar hewan budidaya tidak menderita sakit meskipun patogen ada dalam sistem budidaya. Dalam banyak contoh, menjaga agar patogen tidak masuk ke dalam sistem merupakan kunci terhadap keberhasilan budidaya. Ada dua prinsip dalam prophylaksis yaitu prinsip proteksi dan prinsip pencegahan. Prinsip proteksi ditujukan untuk mencegah patogen atau memotong jalurnya menuju ikan, dan prinsip pencegahan ditujukan untuk memperkuat pertahanan ikan, sehingga bila patogen tetap masuk ke dalam sistem maka ikan tidak akan mudah terserang oleh parasit. Beberapa langkah yang terkait dengan prophylaksis adalah; penyediaan air bebas patogen, penyediaan makanan bebas patogen, menerapkan praktek higinis, pengendalian ikan liar, pengendalian vektor dan hama, penegakan aturan, penerapan karantina, dll. Pengobatan merupakan langkah yang ditujukan untuk memulihkan kondisi kesehatan ikan yang telah terinfeksi oleh penyakit parasiter. Sifat dari patogen menentukan pilihan terhadap obat yang harus diberikan. Pemilihan obat merupakan hal yang tidak mudah, berbagai pertimbangan harus dilakukan terutama bahwa obat yang digunakan hanya bersifat racun terhadap parasit tetapi tidak bersifat racun bagi ikan dan tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Beberapa pertimbangan yang harus dilakukan untuk memberikan obat pada parasit adalah ukuran parasit, siklus hidup parasit, dan hubungannya dengan inang. Selain itu beberapa pertimbangan lainnya adalah bahwa kemampuan ikan mentolerir obat-obatan sangat bervariasi tergantung pada
88
spesies ikannya, ikan yang sakit cenderung kondisinya lemah dan kurang toleran terhadap stres. Ikan sakit biasanya cenderung untuk berhenti makan sehingga pemberian obat lewat makanan kurang efisien. Pertimbangan lainnya adalah jenis patogen yang akan diobati apakah ektoparasit atau endoparasit. Cara pengoabata pada ikan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu, penambahan bahan obat ke dalam air, penambahan bahan obat ke dalam pakan dan penggunaan obat secara langsung pada tubuh ikan. B. Ruang Lingkup Isi : a. Prinsip-prinsip prophylaksis b. Prinsip-prinsip pengobatan C. Kaitan Modul : Modul ini merupakan modul ke-7 setelah mahasiswa memahami modul Aspek-aspek ekologi dan Epidemiologi parasit ikan dan sebelum mahasiswa mempelajari modul Pendekatan Molekular, immunodiagnostik dalam parasitology. D. Sasaran Pembelajaran Modul a) Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah prophylaksi b) Menjelaskan pengertian dan langkah-langkah prophylaksi
BAB II. Pembelajaran A. Prinsip-prinsip Prophylaksis Langkah proteksi yang dilakukan adalah dengan melakukan manipulasi pada lingkungan abiotik dan biotic. Ada 9 langkah yang dapat dilakukan berkaitan dengan proteksi. 1. Penyediaan air bebas patogen Penyediaan air secara kuantitas dan kualitas merupakan salah tugas akuakulturis. Namun demikian, di Asia Tenggara pengendalian pada bagian intake air masuk jarang
89
dilakukan dan bahkan kadang-kadang air yang digunakan berasal dari sumber yang telah tercemar. Idealnya bahwa instalasi akuakultur seharusnya memiliki sumber air yang baik. Sumber air yang selama ini digunakan pada ikan air tawar adalah air irigasi, air dari sungai dan air sumur. Air dari sumber irigasi atau dari sungai kadang membawa sediment sehingga instalasi budidaya perlu dilengkapi dengan kolam pengendapan dan sebaiknya dilengkapi dengan filter sebelum dimasukkan ke kolam pemeliharaan. Penggunaan kolam pengendapan disamping dapat membuat partikel sediment mengendap juga stadia infektif parasit seperti spora Myxosporea juga dapat tertahan pada kolam pengendapan tersebut dan tidak masuk ke kolam pemeliharaan. Dengan penggunaan bak pengendapan dan sisten filter, maka dapat mencegah perkembangan pathogen seperti Lernaea, dan Myxobolus. Cara ini ternyata kurang efektif untuk mencegah perkembangan parasit protozoa dan monogenea. Oleh karena itu, penggunaan bahan kimia merupakan pilihan terkahir untuk mengatasi hal ini seperti penggunaa formalin. 2. Penyediaan Pakan Bebas Patogen Umunya makanan alami dapat membawa bibit pathogen karena beberapa diantaranya seperti krustasea dapat berfungsi sebagai inang antara bagi berbagai jenis pathogen. Pakan buatan sebenarnya dapat dikontrol oleh pembudidaya, namun demikian dalam beberapa kasus ditemukan adanya pathogen pada makanan buatan terutama yang menggunakan bahan baku siput. Siput dapat berfungsi sebagai inang antara bagi parasit golongan digenea. Penggunaan bahan limbah peternakan sebagai pupuk/pakan juga dapat menjadi sumber pathogen karena unggas dapat berfungsi sebagai inang utama parasit. Penggunaan pakan ikan rucah sebaiknya dihindari karena dapat menjadi sumber pathogen. 3. Praktek higinies. Disinfeksi kolam dapat mencegah dan menghambat perkembangan pathogen. Cara ini dapat dilakukan dengan melakukan langkah rutin melakukan pengosongan
90
kolam dan pengeringan dasar kolam. Kolam dapat ditreatmen menggunakan kapur. Ikan yang mati harus diambil. Peralatan-peralatan yang digunakan seperti serok, jarring, baskom, dll harus ditreatmen secara hati-hati. Peralatan-peralatan seperti ini seharusnya ada untuk setiap kolam dan tidak menggunakan pada kolam lainnya untuk menghindari penyebaran pathogen. Selain itu, pekerja juga harus selalu membersihkan dirinya sebelum memasuki instalasi budidaya seperti mencuci tangan dengan sabun, atau bahan lainnya atau saat berpidah dari satu kolam ke kolam lainnya. Disinfeksi ikan seharusnya juga merupakan langkah rutin, seperti melakukan perendaman secara pada ikan dengan menggunakan bahan seperti larutan garam untuk menghilangkan infeksi ektoparasit. Setelah perendaman dilanjutkan dengan pembilasan ikan pada air mengalir. Infeksi oleh parasit Gyrodactylus sp dapat di treatmen dengan menggunakan perendaman dengan ammonium. Beberapa bahan lainnya seperti copper sulfat potassium permanganat juga dapat digunakan. 4. Pengendalian Ikan Liar Ikan-ikan liar kadang-kadang membawa pathogen ke dalam fasilitas budidaya yang dapat membahayakan pada budidaya dengan penebaran tinggi. Untuk mencegah masuknya ikan-ikan liar seharusnya digunakan saringan pada pintu-pintu air. 5. Pengendalian vector dan hama Ada tiga agen yang berbahaya bagi ikan, yaitu: a). hewan yang berperan sebagai inang antara bagi parasit yang menggunakan ikan peliharaan sebagai inang utama, atau hewan yang membawa parasit dan menggunakan ikan peliharaan sebagai inang antara, b). hewan yang berperan sebagai vector, dan c) hama. Untuk contoh bagian a) adalah siput yang berperan sebagai inang antara bagi parasit digenea, dan ikan budidaya dapat berperan sebagai inang utama, serta burung. Siput harus secara rutin disingkirkan dan dimusnahkan atau menggunakan moluscicida. Burung harus diusir dengan menggunakan alat yang membuat burung takut mendekat. Kotoran burung harus dibersihkan karena kemungkinan mengandung stadia infektif
91
parasit tertentu. Salah satu parasit yang cukup berbahaya adalah Lernaea sp., dapat menginfeksi kodok, sehingga harus dianggap bahawa kodok merupakan reservoir bagi parasit ini dan dengan demikian kodok harus disingkirkan dari fasilitas budidaya. Contoh hewan yang dapat berperan sebagai vector bagi parasit adalah lintah, yang dapat menyebarkan parasit Cryptobia sp atau Trypanosoma sp, atau parasit lainnya. Lintah dapat dihilangkan dengan cara membersihkan kolam, megeringkan dan memberikan kapur. Beberapa hewan dan tumbuhan (plankton) yang dapat berbahaya bagi ikan adalah krustasea Caenestheriela sp dan Streptocephalus javanicus (Anostraca), dan Lymnodia sp (Conchostraca), larva insekta Notonecta sp, Cybister sp. Tiga spesies alga Spirogyra sp., Hydrodictyon reticulatum dan Microcystus airuginosa juga termasuk hewan yang potensial berbahaya. 6. Penegakan aturan Hal ini tarkait dengan lembaga yang berwenang untuk mencegah penyebaran pathogen dari suatu tempat ke tempat lainnya atau dari satu Negara ke Negara lainnya. Perdagangan dunia saat ini membuat ekspor dan import hewan akuatik untuk kebutuhan induk atau benih atau sebagai komoditi ikan hias menjadi suatu hal yang umum dilakukan. Di Indonesia sudah ada lembaga pemerintah yang berwenang yaitu Karantina Ikan untuk melakukan control terhadap lalu lintas hewan hidup baik pada level nasional maupun regional dan tugas dan fungsi lembaga ini telah diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah. 7. Langkah Karantina Karantina merupakan suatu langkah isolasi ikan yang baru saja di datangkan kedalam suatu tempat (kolam karantina) sampai diyakini bahwa pathogen yang kemungkinan dibawa oleh ikan tersebut betul-betul tidak ada lagi. Periode karantina seharusnys melewati lamanya periode laten terlama pathogen tertentu. Kolam karantina harus terisolasi dengan aman dan lokasinya harus pada bagian bawah dari kolam dilihat dari arah aliran air untuk meminimalkan bahaya masuknya
92
pathogen pad kolam lainnya. Pasar ikan atau pasar hobi dapat menjadi pusat penyebaran pathogen. Untuk menghindari hal ini, ikan harus didisinfeksi setelah tiba di pasar. Disinfeksi harus diarahkan pada pathogen berbahaya seperti Lernaea sp, Ichthyopthirius sp, Gyrodactylus sp, dll. 8. Survey secara regular Survey secara regular dimaksudkan untuk memonitor kondisi kesehatan ikan dan melakukan langkah pengendalian jika terjadi infeksi pada ikan sebelum kondisinya menjadi semakin parah dan tidak dapat lagi ditangani. 9. Saluran air yang terpisah Untuk mencegah penyebaran penyakit secara cepat, kolam harus memiliki saluran pemasukan air secara sendiri-sendiri (horizontal) dan system suplai air secara vertical harus dihindari.
Langkah pencegahan terkait dengan tindakah prophylaksis adalah meliputi aspek peningkatan daya tahan tubuh ikan terhadap pathogen. Pathogen yang berhasil masuk pada ikan akan dicegah agar tidak berkembang dan tidak menimbulkan penyakit. Kunci terhadap hal ini adalah menyiapkan segala kondisi yang dibutuhkan hewan budidaya, makanan yang lengkap dan sesuai kebutuhan ikan, menghindari stress, dan membuat tahan terhadap serangan pathogen. Ada 6 langkah yang dapat dilakukan untuk melakukan tidakan preventif berkaitan dengan tindakan prophylaksis, yaitu memperbaiki air, pakan, kepadatan, menghindari stress, imunisasi dan manipulasi genetic. 1. Kualitas Air Air yang dibutuhkan oleh ikan budidaya tidak hanya air yang bebas pathogen, tetapi juga air yang secara kualitas memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan ikan budidaya. Air yang tersedia harus optimum untuk kehidupan ikan.
93
2. Kualitas Pakan Pakan yang berkualitas dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Pakan yang tidak cocok dan tidak bermutu akan menimbulkan penyakit sendiri bagi ikan, misalnya kekurangan vitamin atau mineral, dan hal ini juga akan mengakibatkan menjadi tidak tahan terhadap berbagai serangan pathogen. 3. Kepadatan Ikan Padat penebaran ikan yang terlalu tinggi menyebabkan sumberdaya yang tersedia semakin terbatas. Beberapa sumber daya dapat diatasi seperti pakan, tetapi seumberdaya lainnya seperti ruangan, ketersediaan oksigen menjadi terbatas. Ketersediaan oksigen dapat disuplai dengan memberikan aerasi namun hal ini membutuhkan biaya yang cukup besar. Padat penebaran yang terlalu tinggi juga menyebabkan mudahnya penyebaran penyakit dari satu ikan ke ikan lainnya. Hal ini terutama terjadi pada pathogen yang memiliki siklus hidup langsung seperti protozoa, monogenea, dan krustasea. Tidak hanya penyebaran pathogen menjadi semakin mudah tetapi perkembangan pathogen juga dapat semakin cepat karena kondisi inang yang menjadi stress pada kondisi padat. 4. Menghindari stress Stress menyebabkan pengaruh pada system sirkulasi, penyerapan makanan dan pada otot, serta pada system saraf an endokrin. Hal ini akan menyebabkan menurunnnya system kekebalan pada ikan. Kondisi lingkungan dan juga ketersediaan pakan dapat menjadi sumber stress bagi ikan. Sumber stress lainnya adlah penanganan ikan yang kasar, peralatan yang digunakan melukai ikan, transportasi yang cukup lama tanpa penanganan yang baik, dan pemindahan pada kondisi lingkungan yang baru tanpa proses aklimatisasi yang benar. 5. Imunisasi Kemampuan inang untuk menahan serangan pathogen ditentukan oleh tingkat kekebalan/immunity ikan. Kekebalan ditentukan oleh adanya antibody dalam darah ikan
94
yang dapat mentralisasi antigen yang masuk dalam tubuh. Imunisasi dirancang dengan melengakapi ikan dengan antibody yang efektif terhadap pathogen tertentu. Hal ini dapat dicapai dengan memasukkan protein pathogen ke dalam tubuh ikan dalam bentuk yang aman, seperti pathogen yang telah mati atau dilemahkan. Kekebalan yang dimiliki oleh ikan meliputi kekebalan non spesifik dan kekebalan spesifik, dimana keduanya dapat distimulasi dengan menggunakan berbagai bahan melalui proses vaksinasi. 6. Manipulasi Genetik Ikan ada yang secara alami memiliki kemampuan untuk menahan infeksi terhadap serangan pathogen sementara spesies ikan lainnya tidak memiliki. Dengan program breeding dan teknik molecular yang sudah berkembang saat ini, manipulasi genetic dapat dilakukan untuk menghasilkan ikan yang tahan terhadap pathogen.
B. Prinsip-prinsip Pengobatan Pengobatan melibatkan penggunaan obat atau bahan kimia untuk mentreatmen penyakit infeksi. Cara ini seharusnya menjadi pilihan terakhir dalam program pengendalian penyakit ikan. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menngunakan bahan kimia adalah: toleransi inang terhadap bahan kimia, efisiensi bahan kimia, pembatasan penggunaan bahan kimia pada ikan komsumsi, konsekuensi terhadap resistensi obat, dan factor ekonomi. Metode pengobatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penambahan bahan kimia/obat ke dalam air Metode ini digunakan untuk mengobati ektoparasit. Kesulitan metode ini adalah menentukan jumlah yang tepat bahan kimia yang diberikan kedalam air. Untuk mengatasi hal ini ikan dapat dipindahkan pada wadah yang lebih kecil. Cara yang dapat dilakukan adalah: perendaman (pencelupan, perendaman singkat, perendaman lama, aliran). Pencelupan (dip) adalah salah satu teknik perendaman dalam pengobatan ikan yang terinfeksi parasit. Ada dua alas an menggunakan teknik pencelupan, yaitu pengobatan parasit memerlukan konsentrasi obat yang tinggi, dan pencelupan
95
memungkinkan untuk melakukan pengobatan pada ikan dalam jumlah besar dengan waktu yang relative singkat. Teknik memerlukan waktu beberapa detik sampai beberapa menit. Ikan diambil dengan menggunakan serok dan diletakkan pada wadah yang mengandung obat/bahan kimia dalam konsentrasi tinggi selema beberap detik atau menit dan selanjutnya membilas ikan pada air bersih dan selanjutnya memindahkannya pada wadah yang bersih. Beberapa contoh pencelupan adalah penggunaan Lysol 2000 ppm selama 5 – 15 detik untuk mengobati infeksi parasit protozoa dan Gyrodactylus sp., copper sulfat dengan konsentrasi 500 ppm untuk mengobati ektoparasit seperti Amyloodinium ocellatum pada ikan laut. Perendaman singkat (short bath) berbeda dengan pecelupan dalam hal waktu pemberian obat dan konsentrasi obat yang digunakan. Contoh aplikasi metode ini adalah penggunaan Copper sulfat konsentrasi 100 ppm selama 10 – 30 menit, efektif untuk mematikan
parasit
protozoa
tetapi
tidak
efektif
terhadap
Gyrodactylus
sp.
Natrium/sodium klorida dengan konsentrasi 25000 ppm selama 10 – 15 menit pada ikan besar efektif untuk mematikan ektoparasit protozoa, monogenea dan larva copepoda dari Lernaea sp. Pada ikan kecil konsentrasi yang dapat digunakan lebih rendah yaitu sekitar 10000 – 15000 ppm selama 20 menit. Perendaman lama (long bath) digunakan untuk mentreatmen ikan dalam waktu yang lebih lama, biasanya 12 jam atau lebih, dengan konsentrasi obat yang lebih rendah. Cara ini jarang digunakan pada budidaya, umunya banyak digunakan pada akuarium. Aliran (flow-through) adalah menambahkan bahan kimia dengan laju konstan dengan menggunakan alat meter yang mengontrol bahan kimia yang digunakan dan dengan konsentrasi yang diinginkan pada periode waktu tertentu. Air yang mengandung bahan kimia akan keluar dan tergantikan dengan air baru. 2. Penambahan bahan kimia/obat ke dalam pakan Penambahan bahan kimia ke dalam air tidak dapat mencapai parasit golongan endoparasit.
Satu cara yang dapat digunakan untuk mengobati parasit ini adalah
mencampurkan obat ke dalam pakan. Pakan yang diberikan lewat makanan akan diserap ke dalam usus, memasuki aliran darah dan jaringan untuk mencapai target parasit.
96
Keuntungan metode ini adalah lebih sedikit bahan obat yang diperlukan, polusi lingkungan yang ditimbulkan lebih sedikit, tenaga yang dibutuhkan lebih sedikit. Kelemahannya adalah ikan sakit umumnya berhenti makan, bahkan jika makan sekalipun kemungkinana pakan yang dimakan tidak banyak. Oleh karena itu, metode ini sebetulnya lebih cocok ditujukan untuk tujuan prophylaksis. 3. Aplikasi obat secara langsung pada ikan Cara yang paling sederhana untuk menjamin bahwa obat yang digunakan mencapai ikan adalah dengan aplikasi secara langsung. Dengan cara ini dosis yang tepat dapat diberikan pada ikan. Kelemahannya adalah memerlukan tenaga yang lebih banyak untuk mengobati ikan satu persatu dan dapat menimbulkan stres pada ikan akibat penanganan. Metode cocok diterapkan pada induk atau ikan berharga lainnya seperti ikan hias, tetapi tidak cocok digunakan pada budidaya yang intensif. Aplikasi metode ini dapat dilakukan dengan cara penyuntikan, pemberian melalui mulut atau anus dan menyeka bagian permukaan ikan yang lukan akibat infeksi parasit. Sebelum ikan disuntik biasanya didahului dengan memberikan anastesi untuk membius ikan agar tidak banyak bergerak pda saat disuntik. Ada 3 cara penyuntikan yaitu intramuscular yaitu menyuntik pada bagian bawah sirip punnggung pada bagian atas linea lateralis. Penyerapan dengan cara ini lambat/tidak terlalu efektif. Intraperitoneal adalah cara penyuntikan yang paling umum digunakan yaitu dengan menusukkan jarum suntuk pada bagian rongga perut ikan atau pada bagian membuncit perut ikan. Obat yang diberikan dengan cara ini akan terserap dengan mudah oleh usus dan membran lainnya. Cara lainnya adalah intravenous dengan menusuk secara langsung pada arteri jantung. Cara ini akan menyebarkan obat dengan sangat cepat dan merupakan cara yang paling efektif untuk antibiotik, tetapi cara ini hanya dapat digunakan pada ikan besar. Selain menyuntik, cara yang digunakan untuk mengobati penyakit pada bagian luar adalah aplikasi langsung obat pada bagian yang terluka dengan cara menyeka bagian permukaan yang sakit. Obat yang biasa digunakan adalah potassium permanganat dengan konsentrasi 1000 ppm.
97
4. Kontrol mekanis dan biologi parasit Kontrol secara mekanis dan biologis terhadap parasit dalam beberapa kasus telah sukses digunakan terutama terhadap beberapa ektoparasit antara lain krustasea. Metode paling sederhana pada kontrol mekanis adalah menghilangkan parasit dari ikan. Metode ini hanya dapat digunakan terbatas pada ikan yang memiliki nilai tinggi, pada induk dan tidak dapat digunakan pada budidaya, karena membutuhkan tenaga yang besar. Selain itu hanya dapat diaplikasikan terhadap parasit yang berukuran besar, seperti Argulus sp., Lernaea sp. Untuk mengendalikan Argulus sp., telurnya dapat dikumpulkan dan dihilangkan dari wadah budidaya. Larva parasit copepoda dapat dihilangkan dengan menyerok, biasanya larva bersifat fototaksis positif sehingga dapat diserok dengan mudah setelah dikumpulkan pada satu lokasi. Kontrol parasit secara biologi dapat dilakukan dengan kombinasi manipulasi lingkungan dan penggunaan bahan kimia, hal ini terjadi pada parasit Ichtyopthirius yang dikontrol dengan cara menaikkan suhu terlebih dahulu mencapai 30
o
C untuk
melemahkan parasit dan jika hal ini dikombinasi dengan bahan kimia maka akan efektif untuk menghilangkan parasit ini. Selan itu ada beberapa jenis ikan yang berperan sebagai “cleaner” karena dapat memakan parasit. Contoh aplikasi metode ini adalah pemberantasan parasit copepoda Lepeoptheirus salmonis yang menginfeksi ikan salmon dengan cara menggunakan ikan cleaner. Ikan Gambusia yang dimasukkan ke dalam kolam yang terinfeksi dengan parasit Argulus sp. dapat menurunkan populasi parasit tersebut karena ikan Gambusia dan beberapa ikan lainnya memakan larva parasit Argulus sp.
BAB III. Penutup Dalam budidaya infeksi berbagai jenis parasit sangat umum ditemukan. Penyebaran parasit sangat cepat pada kondisi budidaya karena padat penebaran yang tinggi memungkinkan parasit untuk menemukan inangnya dengan mudah. Penyebaran parasit ini sangat cepat terutama yang memiliki siklus hidup langsung seperti protozoa, monogenea dan krustasea. Pada sistem budidaya yang semi tertutup seperti pada keramba apung atau pada kolam pemeliharaan parasit lainnya yang memiliki siklus
98
hidup tidak langsung juga dapat ditemukan seperti digenea, nematoda dan cestoda karena inang antara parasit-parasit ini umunya tersedia pada lingkungan yang semi tertutup. Kerugian ekonomi akibat infeksi parasit ini dapat sangat tinggi terutama jika terjadi kematian massal yang tidak hanya terjadi pada larva, dewasa bahkan pada induk ikan sekalipun. Pengendalian terhadap infeksi parasit dapat dilakukan dengan berbagai cara untuk meminmalisir dampak dari infeksi parasit tersebut. Cara-cara tersebut antara lain adalah dengan tindakan prophylaksis dan pengobatan. Tindakan pencegahan seharusnyalah menjadi pilihan utama dalam pengendalian penyakit karena dampak lingkungan yang ditimbulkannya lebih sedikit, sedangkan penggunaan bahan kimia seharusnyalahn menjadi pilihan terakhir karena disamping dapat menimbulkan dampak lingkunga, obat juga adalah racun bagi ikan, dan penggunaan bahan kimia dan obat memerlukan biaya yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA Kabata, Z. 1985. Parasites and Diseases of fish cultured in the tropics. Taylor and Francis. London. 318 pp. Lio-Po, G.D., C.R. Lavilla, E.R. Cruz-Lacierda. 2001. Health Management in aquaculture. Aquaculture Development, SEAFDEC, Philippines. 187 p. Woo, P.T.K. 2006. Fish Diseases and Disorders, Volume 1: Protozoan and Metazoan infections Second Edition. 791 pp.
99
MODUL VIII Judul: Pendekatan Molekular, immunodiagnostik dalam parasitology BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang Teknik genetika molecular selama 15 tahun terakhir ini telah mendapat perhatian luas dalam mempelajari parasit ikan. Teknik ini telah diketahui efektif dalam menjelaskan ke komplesan siklus hidup bermacam-macam bentuk parasit dan telah memainkan peranan penting dalam menentukan hubungan taksonomi antara spesies parasit yang sulit ditentukan dengan menggunakan teknik morfologi tradisional. Dalam beberapa contoh, teknik ini telah menyediakan kunci untuk memasuki evolusi biology secara utuh. Selain itu alat molecular telah memberikan kontribusi terhadap pemahaman kita pada biologic sel parasit dan telah terbukti sangat penting dalam diagnosa penyakit dan pengembangan vaksin. Pada bagian ini akan dibahas tentang pemanfaatan Polimerase Chain Raction (PCR) dan sekuensing DNA dalam analisa parasit. Penekanan ini mencerminkan penggunaan teknik ini secara luas dalam diagnosa, epidemiology dan sistematika parasit. Aplikasi teknik ini secara khusus akan dibahas pada golongan parasit Myxozoa, Microspora, Ciliata, Kinetoplastida, Icthyosporea dan helminth. Selain itu, juga akan disajikan metode solid-phase hybridization dengan penekanan pada in situ hybridization sebagai alat untuk identifikasi parasit pada jaringan inang. Terakhir adalah metode kloning gen dan pemanfaatannya dalam genom dan pengembangan vaksin. B.
Ruang Lingkup Isi : a. PCR dan analisa sequensing DNA b. Aplikasi PCR dan analisa sequensing DNA untuk diagnosa, epidemiology dan sistematika parasit c. Analisa RAPD PCR
100
d. Kloning Gen e. Molekular parasitologi dan pengembangan vaksin C. Kaitan Modul : Modul ini merupakan modul terakhir setelah mahasiswa memahami modul konsep parasit dan parasitisma, Deskripsi parasit golongan Protozoa dan metazoa pada ikan, Deskripsi Penyakit Parasit pada Krustasea dan Moluska, Aspekaspek ekologi dan Epidemiologi parasit ikan, dan Penanggulangan parasit pada ikan. D. Sasaran Pembelajaran Modul a) Menjelaskan prinsip kerja PCR dan analisa sequensing DNA b) Menjelaskan manfaat PCR dan analisa sequensing DNA c) Menjelaskan Analisa RAPD PCR d) Kloning Gen e) Molekular parasitologi dan pengembangan vaksin
BAB II. Pembelajaran A. Analisis PCR dan Sequensing DNA PCR adalah salah satu metode yang paling luas digunakan dalam mempelajari bidang biology saat ini. Secara singkat, teknik ini memanfaatkan primer oligonukleotida pendek yang akan melekat pada salah ujung DNA dan mengamplifikasi menjadi jumlah yang besar pada target spesifik dengan cara melakukan proses annealing, pemanjangan (sintesis DNA) yang dikatalisis oleh enzim polymerase DNA yang tahan panas. Fragmen DNA yang telah diamplifikasi dipurifikasi, menggunakan eletroforesi gel agarosa, dan selanjutnya dapat digunakan secara langsung untuk sekuensing atau dikloning terlebih dahulu menggunakan plasmid untuk analisis lebih lanjut. Mungkin target yang paling umum untuk amplifikasi untuk diagnosis dan phylogeni adalah 18S rRNA (SSU rDNA) dan wilayah internal transcribed spacer dari loci rDNA (ITS). Gen rDNA ini berkembang dengan laju yang lambat pada eukaryot
101
dan memungkinkan untuk digunakan sebagai marker yang baik untuk identifikasi spesies. Adanya sifat yang terkonservasi pada SSU rDNA membuatnya ideal untuk digunakan untuk menduga jarak evolusi diantara taxa yang berbeda. Sebaliknya, perkembangan yang cepat pada domain ITS digunakan untuk membedakan spesies yang memiliki kekerabatan dekat, atau dalam beberapa contoh untuk membedakan strain yang berbeda dalam spesies. Dalam beberapa jenis analisis, sekuensi rDNA saja tidak cukup dan amplifikasi gen yang mengkode protein diperlukan. Untuk uji diagnosa, genom DNA dari parasit tertentu digunakan sebagai templat/cetakan untuk amplifikasi PCR, dengan menggunakan primer yang mengenali sekuens gen yang umum pada spesies tertentu atau gen yang terkonservasi pada kelompok taksonomi yang lebih luas. Pilihan seringkali tergantung pada peluang parasit itu ada. Pada banyak contoh, amplifikasi tidak memerlukan templat yang sangat murni (high purified). Beberapa bagaian DNA dari jaringan terinfeksi seringkali digunakan pada awalnya, karena kontaminasi DNA dari inang umunya tidak mempengaruhi amplifikasi sekuens target dari agen infeksi. Amplikon (hasil PCR) kemudian difraksionasi menggunakan agarosa gel elektroforesis dan divisualisasi menggunakan cahaya ultra violet, setelah diwarnai dengan menggunakan ethidium bromide. Keberadaan amplikon pada ukuran yang diharapkan umumnya dianggap cukup untuk mengidentikasi agen parasit tertentu, dengan asumsi bahwa proses telah dilaksanakan dengan baik dan terdapat kontrol. Uji yang lebih sensitive adalah dengan menmabahkan beberapa tahap lagi seperti digesti terhapda amplikon yang telah dipurifikasi dengan enzim restriksi endonuklease yang mengenal sekuens spesifik pada target DNA (PCRRFLP). Secara jelasnya, uji yang paling utama dan yang paling umum digunakan dalam mempelajari phylogeni melibatkan beberapa tahap yaitu sekuensing amplikon untuk menetukan struktur utama. Setelah elektroforesis, pita-pita yang mengandung fragmen DNA dipotong dari gel. DNA kemudian difurifikasi untuk disekuensing atau dimasukkan ke dalam vector untuk analisis lebih lanjut.
102
Gambar. Organisasi loci ribosoma RNA. Small subunit (18S) dan large subunit (28S) gen rRNA dipisahkan oleh internal transcriber (ITS 1 dan ITS 2). Hasil sekuensing biasanya diberikan pada pengguna dalam bentuk elektronik, yang kemudian digunakan untuk mencari pada database komprehensif pada bank gen seperti BLAST. Kecocokan atau hamper cocok hasil sekuens dengan yang ada pada bank gen dapat dianggap sebagai suatu diagnosa terhadap spesies tertentu. Dalam hal novel sekuens ditemukan, bermacam metode penghitungan dapat digunakan seperti analisa cluster, maximum parsimony, maximum likelihood, neighbour-joining, dll untuk menentukan hubungan taksonomi antara spesies baru dengan kerabat dekatnya. Perbandingan banyak hasil sekuens diantara kelompok taksonomi memungkinkan untuk membuat pohon phylogeni.
B. Aplikasi PCR dan analisa sequensing DNA untuk diagnosa, epidemiology dan sistematika parasit Analisa sekuens SSU rDNA sangat informatif dalam mempelajari parasit Myxozoa. Skema klasifikasi berdasarkan SSU rDNA telah memisahkan organisma ini ke dalam dua klas, yaitu Myxosporea yang memiliki inang alternate antara vertebrata (terutama ikan) dan annelida, dan Malacosporea yang alternate antara ikan dan bryozoa. Sekuens 18S rDNA saat ini telah tersedia untuk berbagai spesies muxozoa dan telah digunakan dalam pengembangan uji diagnosa berbasis PCR untuk deteksi organisma ini pada ikan dan lingkungan akuatik. Uji ini telah memberikan kelebihan yang nyata terutama terhadap kecepatan, sensitifitas, dan spesifitas dibanding dengan metode deteksi klasik dan telah diaplikasikan pada sejumlah spesies yang penting pada akuakultur. Sebagai contoh, pasangan primer yang secara spesifik mengamplifikasi
103
sekuens
rDNA
enteropatogen
Ceratomyxa
shasta
telah
digunakan
untuk
mengembangkan uji diagnostik sederhana untuk patogen ini pada ikan salmon. Uji berbasis PCR yang mengamplifikasi 104 bp fragmen SSU rDNA Henneguya ictaluri telah dibuktikan sangat berguna untuk mendeteksi agen proliferative gill disease pada ikan channel catfish (Ictalurus punctatus). Primer yang digunakan untuk uji ini sangat spesifik untuk H. ictaluri dan tidak mengamplifikasi genom DNA parasit Myxozoa lainnya (termasuk Henneguya exilis, Aurantiactinomyxon mississippiensis, Helioactinomyxon sp) yang dikeluarkan dari inang avertebrata alternate, Dero digitata. Selain H. ictaluri, sekuens SSU rDNA dari beberapa spesies parasit Henneguya air tawar dan laut telah ditentukan. C. Analisa RAPD PCR Selain melakukan sekuens langsung terhadap rDNA dan gen pengkode protein, perbedaan intra- dan interspesifik dalam dan antar taxa dapat juga dideteksi menggunakan PCR dengan primer acak (RAPD). Metode RAPD ini memiliki kelebihan yaitu mudah dan sederhana pengerjaannya dan primer acak yang digunakan mampu menghasilkan banyak variasi pita DNA dari templat yang berbeda spesies (atau strain dari spesies yang sama) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarosa. Awalnya, apakah satu atau dua pasang primer PCR acak digunakan untuk amplifikasi total DNA dari spesies tertentu, dibawah kondisi suhu annealing yang rendah yang memungkinkan terjadinya mismatch antara primer dan target sekuens dalam genom. Setelah PCR awal, suhu annealing dinaikkan dan siklus tambahan dilakukan untuk menghasilkan fragment PCR yang dapat divisualisasi dengan pewarnaan ethidium pada gel agarosa. Setelah Kelebihan lainnya adalah tidak diperlukan pengetahuan awal mengenai genom.
104
Gambar. Cara kerja primer pada RAPD. Primer bekerja mengikuti arah anak panah yang menunjukkan arah sintesis DNA.
105
Gambar. Hasil PCR RAPD yang di run pada elektroforesis gel.
Gambar. Analisis RAPD PCR pada Ichthyophthirius multifiliis
106
D. Kloning Gen Isolasi gen yang mengkode protein spesifik telah menjadi alat yang berharga untuk mempelajari biologi dari spesies organisma dan sering merupakan kunci dalam pengembangan bahan obat dan profilaksis terhadap patogen. Prosedur purifikasi gen umumnya menggunakan 1 dari 2 cara. Cara pertama melibatkan konstruksi dan plating library genom atau complementary DNA (cDNA) dari patogen, diikuti dengan identifikasi dan isolasi clone dengan hibridisasi menggunakan probe asam nukleat spesifik. Pendekatan lain adalah melibatkan amplifikasi daerah yang mengkode protein dengan PCR, menggunakan genomik DNA sebagai templat dan primer oligonukleotida degenerasi yang mentarget wilayah terkonservasi dari sekuens yang dikode. Bila gen yang dinginkan telah diisolasi maka protein dapat disintesis menggunakan vektor ekspresi.
E. Molekular parasitologi dan pengembangan vaksin Ikan memiliki kemampuan untuk mendapatkan respon kekebalan terhadap infeksi parasit protozoa, termasuk infeksi Ichthyopthirius. Namun demikian, sebagaimana halnya dengan parasit lainnya, parasit ini tidak dapat dikultur dengan mudah dan telah lama diketahui bahwa pengembangan vaksin yang efektif terhadap parasit ini memerlukan ekspresi protektif antigen dalam bentuk rekombinan. Studi imunologi yang dilakukan terhadap parasit Ichthypthirius memperlihatkan bahwa respon terhadap parasit ini adalah humoral dan melibatkan antibody. Antibody terhadap parasit ini membuat stadia bergerak (theron) dari parasit ini menjadi tidak aktif bergerak secara in vitro. Namun demikian, keterbatasan dalam memelihara parasit ini dalam skala besar menghambat penggunaan native antigen untuk pengembangan vaksin komersial. Keterbatasan ini mengharuskan untuk mengekspresikan protein sebagai antigen rekombinan. Bila fragmen DNA telah diisolasi maka yang harus dilakukan adalah mencarai kendaraan/vector yang dapat digunakan untuk memasukkan fragmen DNA tersebut dan selanjutnya mengekspresikannya menjadi protein. Dikenal ada dua jenis vector yaitu vector cloning yang digunakan untuk memperbanyak fragmen DNA yang
107
diinginkan. Vector lainnya adalah vector ekspresi yang akan menerjemahkan fragmen DNA yang disisipkan pada plasmid/vector/kendaraan menjadi suatu protein.
Gambar. Skema kloning DNA ke dalam plasmid
BAB III. Penutup Selama lebih dari 15 tahun teknik genetika molecular telah dibuktikan sangat berguna dalam mempelajari parasit ikan, terutama dalam bidang deteksi, phylogeni, dan pengembangan vaksin. Banyak jenis parasit yang sulit diidentifikasi dengan teknik morfologi konvensional terutama terhadap larva parasit, namun dengan tekni deteksi
108
molecular berbasis DNA hal ini menjadi memungkinkan untuk dilakukan. Banyak jenis parasit yang secara morofologi nampak mirip namun dengan teknik molecular ternyata bahwa taksonomi yang selama ini dibangun dengan teknik identifikasi konvensional memerlukan berbagai revisi dan dengan teknik ini juga kekerabatan genetic parasit juga memungkinkan untuk dibuat pohon phylogeninya berbasis DNA. Disamping dapat digunakan dengan sangat efektif untuk deteksi parasit, juga telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan epidemiology molecular dari parasit. Pengembangan vaksin berbasis teknik DNA molecular rekombinan memberikan harapan ke depan untuk dapat digunakan dalam mengendalikan panyakit parasiter yang selama ini menyerang industri perikanan budidaya baik budidaya ikan air tawar maupun budidaya ikan pantai dan laut. Karena prospeknya yang cerah, berbagai penelitian masih perlu dilakukan untuk dapat menggunakannya secara luas dalam mengatasi persoalan infeksi parasiter pada aquakultur.
DAFTAR PUSTAKA
Clark, T.G. 2006. Molecular approach and techniques. In Fish Diseases and Disorders, Volume 1: Protozoan and Metazoan Infections, Second Edition (P.T.K. Woo, ed.). CAB International, Cambridge, USA. Pp 791. Lio-Po, G.D., C.R. Lavilla, E.R. Cruz-Lacierda. 2001. Health Management in aquaculture. Aquaculture Development, SEAFDEC, Philippines. 187 p.
109
DAFTAR ISI No
Hal
1
Sampul
2
Halaman Pengesahan
1
3
Daftar Isi
2
4
Kompetensi Lulusan Kurikulum PS
3
5
Rancangan Pembelajaran Matakuliah
5
6
Tabel Rencana Penilaian Kinerja Mahasiswa
8
7
Kontrak Pembelajaran
12
8
Buku Panduan Kerja Ketrampilan
9
Buku Pegangan Tutor (Modul...)
10
Buku Kerja Mahasiswa (Modul....)
11
Lembar Penilaian Indikator Pencapaian Kompetensi
12
Lembar Konsultasi
19
110
KOMPETENSI Lulusan Program Studi KELOMPOK KOMPETENSI KOMPETENSI UTAMA
No
RUMUSAN KOMPETENSI
1
Pengembangan kepribadian dan interaksi ilmiah Mampu Mengembangangkan dan menerapkan ilmu dan teknologi Pakan kultivan (organisme akuakultur) pesisir Mampu menevaluasi dan melakukan Rancang bagun prasarana dan sarana akuakultur bahari Mampu melakukan Pembenihan dan pembesaran kultivan pesisir Mampu menerapkan Genetika dan pemuliabiakan kultivan pesisir Mampu melakukan Penanganan terhadap penyakit dan parasit ikan Mampu mengelola/Manajemen kualitas air atau media kultivan pesisir Mampu mengembangkan teknologi budidaya perairan yang berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan Mampu menerapkan teknologi budidaya perairan pantai yang efisien, berwawasan lingkungan, dan berorientasi pasar Menguasai dan terampil menerapkan ilmu dan teknologi budidaya perairan air tawar Mampu bekerjasama dalam satu tim
2 3 4 5 6 7 8
9 KOMPETENSI PENDUKUNG
10 11
ELEMEN KOMPETENSI a b c d e √ √ √
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√ √
111
12 KOMPETENSI LAINNYA
13 14 15
Memiliki kemampuan komunikasi, leadership dan entrepreneurship Kemampuan untuk mengembangkan diri Mampu dan trampil menerapkan ilmu dan teknologi budidaya perairan, khususnya budidaya perairan pantai Mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi budidaya perairan pantai seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan pembangunan
√
√
√ √
√ √
√
√
√
ELEMEN KOMPETENSI : a. b. c. d. e.
Landasan kepribadian; Penguasaan ilmu dan ketrampilan; Kemampuan berkarya; Sikap dan prilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan ketrampilan yang dikuasai; Pemahaman kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya
√
112
RENCANA PEMBELAJARAN BERBASIS SCL MATAKULIAH: PARASITOLOGI IKAN Kompetensi Utama: Kemampuan melakukan Penanganan terhadap penyakit dan parasit ikan (6) Kompetensi Pendukung: Mampu bekerjasama dalam satu tim (11) Memiliki kemampuan komunikasi, leadership dan entrepreneurship (12) Kompetensi Lainnya (Institusial): Mampu dan trampil menerapkan ilmu dan teknologi budidaya perairan, khususnya budidaya perairan pantai (14)
MINGGU KE :
1
2
MATERI PEMBELA JARAN
Pendahuluan; Informasi kontrak dan rencana pembelajaran; keterkaitan MK dengan kompetensi lulusan Parasit dan Parasitisma
BENTUK PEMBELA JARAN (Metode SCL)
KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN
INDIKATOR PENILAIAN
BOBOT NILAI (%)
Kuliah+diskusi
Mampu menjelaskan aturan main, keterkaitan Mata Kuliah dengan kompetensi lulusan
Keaktifan, Kemampuan/ketepatan menjelaskan peranan matakuliah ini terhadap kompetensi lulusan
5
Kuliah+diskusi
Menjelaskan konsep parasit dan parasitisma dan beberapa golongan parasit berbahaya pada ikan
Kemampuan menjelaskan konsep parasitisma, mampu menjelaskan secara tepat beberapa parasit berbahaya dan dampaknya pada ikan, keaktifan dan kreatifitas
5
113
3-6
Deskripsi parasit golongan Protozoa pada ikan
7-10
Deskripsi parasit Kuliah+kerja golongan Metazoa kelompok+diskusi+tutorial pada ikan
11-12
Deskripsi Penyakit Parasit pada Krustasea dan Moluska
Presentasi dan diskusi kelompok
13
Aspek-aspek
Case Study+presentasi
Kuliah+kerja Mampu kelompok/tugas+diskusi+tutorial mendeskripsi morphology, siklus hidup, membuat preparat dan mendiagnosa parasit golongan protozoa pada inang
Kelengkapan informasi, kerjasama kelompok, kerapian tugas, kemampuan menjelaskan secara tepat morfologi, siklus hidup dan disgnosa terhadap parasit yang menjadi tugas setiap kelompok. Mampu Kelengkapan mendeskripsi informasi, kerjasama morphology, siklus kelompok, kerapian hidup, membuat tugas, kemampuan preparat dan menjelaskan secara mendiagnosa tepat morfologi, siklus parasit golongan hidup dan disgnosa Metazoa pada inang terhadap parasit yang menjadi tugas setiap kelompok. Mampu Kelengkapan menjelaskan informasi, kerjasama morphology, siklus kelompok, kerapian hidup, membuat tugas, kemampuan preparat dan menjelaskan secara mendiagnosa tepat morfologi, siklus parasit pada hidup dan disgnosa krustasea dan terhadap parasit yang moluska menjadi tugas setiap kelompok. Mampu Leadership, kelayakan
20
20
10
15
114
ekologi dan Epidemiologi Parasit
14-15
Penanggulangan parasit pada ikan
Case study+presentasi
16
Pendekatan Kuliah, tugas berkelompok dan Molekular, diskusi kelompok immunodiagnostik dalam parasitology
menjelaskan pola penyebaran parasit tertentu dan dampak yang ditimbulkan pada populasi ikan Mampu menyusun dan menerapkan langkah-langkah metode pengendalian terhadap parasit tertentu pada ikan Mampu menjelaskan dan menerapkan teknik diagnosa parasit secara molekular
topik, keaktifan, kerjasama kelompok, ketepatan menjawab
Leadership, kelayakan topik, keaktifan, kerapihan tugas
15
Kemutakhiran informasi, kreatifitas, keaktifan, ketepatan jawaban
10
115
TABEL RENCANA PENILAIAN KINERJA MAHASISWA (1) NAMA MATA KULIAH: PARASITOLOGI IKAN KODE/NAMA DOSEN: Ir. Hilal Anshary, M.Sc. PhD. JUMLAH PESERTA: 42 Orang JURUSAN: PERIKANAN No NIM NAMA MAHASISWA
Mampu menjelaskan aturan main, keterkaitan Mata Kuliah dengan kompetensi lulusan (5%)
Menjelaskan konsep parasit dan parasitisma dan beberapa golongan parasit berbahaya pada ikan (5%)
Keaktifan Kemampuan/ketepatan menjelaskan peranan matakuliah ini terhadap kompetensi lulusan
Ketepatan menjelaskan konsep parasitisma
Mampu menjelaskan secara tepat beberapa parasit berbahaya dan dampaknya pada ikan
Keaktifan Kreatifitas
116
TABEL RENCANA PENILAIAN KINERJA MAHASISWA (2) NAMA MATA KULIAH: PARASITOLOGI IKAN KODE/NAMA DOSEN: Ir. Hilal Anshary, M.Sc. PhD. JUMLAH PESERTA: 42 Orang JURUSAN: PERIKANAN No NIM NAMA Mampu mendeskripsi morphology, siklus hidup, MAHASISWA membuat preparat dan mendiagnosa parasit golongan protozoa pada inang (20%) Kelengkapan kerjasama kerapian kemampuan informasi kelompok tugas menjelaskan secara tepat morfologi, siklus hidup dan disgnosa terhadap parasit yang menjadi tugas setiap kelompok
Mampu mendeskripsi morphology, siklus hidup, membuat preparat dan mendiagnosa parasit golongan Metazoa pada inang (20%) Ketepatan Mampu Keaktifan Kreatifitas menjelaskan menjelaskan konsep secara tepat parasitisma beberapa parasit berbahaya dan dampaknya pada ikan
117
TABEL RENCANA PENILAIAN KINERJA MAHASISWA (3) NAMA MATA KULIAH: PARASITOLOGI IKAN KODE/NAMA DOSEN: Ir. Hilal Anshary, M.Sc. PhD. JUMLAH PESERTA: 42 Orang JURUSAN: PERIKANAN No NIM NAMA Mampu menjelaskan dan menunjukkan MAHASISWA mikrohabitat dan spesifitas parasit (5%)
Mampu menjelaskan pola penyebaran parasit tertentu dan dampak yang ditimbulkan pada populasi ikan (20%) Kelengkapan keaktifan kerjasama ketepatan Leadership kelayakan kerjasama ketepatan informasi kelompok menjawab topik kelompok menjawab
118
TABEL RENCANA PENILAIAN KINERJA MAHASISWA (4) NAMA MATA KULIAH: PARASITOLOGI IKAN KODE/NAMA DOSEN: Ir. Hilal Anshary, M.Sc. PhD. JUMLAH PESERTA: 42 Orang JURUSAN: PERIKANAN No NIM NAMA Mampu menyusun dan menerapkan langkahMAHASISWA langkah metode pengendalian terhadap parasit tertentu pada ikan (20%) Leadership kelayakan keaktifan kerapihan topik tugas
Mampu menjelaskan dan menerapkan teknik diagnosa parasit secara molekular (5%) Kemutakhiran kreatifitas keaktifan ketepatan informasi menjawab
119
KONTRAK PEMBELAJARAN Nama Mata Kuliah: Parasitologi Ikan Pembelajar: Ir. Hilal Anshary, M.Sc. PhD Semester: VII Hari Pertemuan/Jam: Kamis/ 9.20 – 11.00 Tempat Pertemuan: PB 613 1. MANFAAT MATA KULIAH •
Usaha budidaya ikan atau hewan akuatik lainnya menjadi rentan terhadap berbagai jenis penyakit parasiter darigolongan protozoa dan metazoa dan banyak diantaranya telah menimbulkan masalah dalam perkembangan budidaya ikan maupun hewan akuatik lainnya.
•
Mata kuliah ini, juga menunjang pencapaian salah satu tujuan khusus program studi budidaya perairan yaitu menjadikan luaran yang mempunyai kompetensi dalam hal penanggulangan parasit dan penyakit ikan.
•
Oleh sebab itu, mata kuliah ini ditawarkan untuk membantu mahasiswa memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang parasitologi ikan yang dapat digunakan dalam pekerjaan anda nanti, terutama dalam penanggulangan penyakit-penyakit parasiter
2. DESKRIPSI MATA KULIAH Mata kuliah ini membahas tentang berbagai aspek parasit yang meliputi keanekaragaman parasit pada inang, siklus hidup masing-masing parasit, hubungan antara parasit dan inang, serta pendekatan molekular dalam mendiagnosa dan mengetahui sifat infeksi parasit pada inang
120
3. TUJUAN PEMBELAJARAN Setelah mengikuti kuliah ini mahasiswa diharapkan: • • • • • • • •
Mampu menjelaskan aturan main dan keterkaitan Mata Kuliah dengan kompetensi lulusan Mampu menjelaskan konsep parasit dan parasitisma dan beberapa golongan parasit berbahaya pada ikan Mampu mendeskripsi morphology, siklus hidup, membuat preparat dan mendiagnosa parasit golongan protozoa pada inang Mampu mendeskripsi morphology, siklus hidup, membuat preparat dan mendiagnosa parasit golongan Metazoa pada inang Mampu menjelaskan dan menunjukkan mikrohabitat dan spesifitas parasit Mampu menjelaskan pola penyebaran parasit tertentu dan dampak yang ditimbulkan pada populasi ikan Mampu menyusun dan menerapkan langkah-langkah metode pengendalian terhadap parasit tertentu pada ikan Mampu menjelaskan dan menerapkan teknik diagnosa parasit secara molekular
121
4. ORGANISASI MATERI 08. Pendekatan Molekular, immunodiagnostik dalam parasitology
05. Aspek-aspek ekologi dan Epidemiologi parasit ikan
04. Deskripsi parasit golongan Metazoa pada ikan
07. Penanggulangan parasit pada ikan
06. Deskripsi Penyakit Parasit pada Krustasea dan Moluska
03. Deskripsi parasit golongan Protozoa pada ikan
02. Parasit dan Parasitisma
01. Pendahuluan
122
5. STRATEGI PEMBELAJARAN Metode perkuliahan yang digunakan pada mata kuliah ini adalah metode ceramah/kuliah dan diskusi. Ceramah dilakukan selama satu jam perkuliahan dan dilanjutkan dengan diskusi selama satu jam perkuliahan. Selain tatap muka, juga harus melakukan praktikum sebanyak satu kali seminggu selama tiga jam.
6. MATERI/BAHAN BACAAN 1. Boxhall, G.A dan D. Defaye. 1993. Pathogens of wild and farmed fish: sea lice. Ellis Horwood. New York. 378 hal. 2. Cheng, T.C. 1986. General Parasitology. Academic Press, Orlando, Florida. 827 hal. 3. Cox, F. E. G. 1993. Modern Parasitology: a text book of parasitology. Blackwell Scientific Publications. 4. Esch, G.W dan J.C. Fernandez. 1993. A functional biology of parasitism. Chapmann and Hall. 5. Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. PWN-Polish Scientific Publisher, Warsawa. 789 hal. 6. Lio-Po, G.D., C.R. Lavilla, E.R. Cruz-Lacierda. 2001. Health Management in aquaculture. Aquaculture Development, SEAFDEC, Philippines. 187 p. 7. Sindermann, C. J. Principal diseases of marine fish and shellfish. Vol 1 dan 2. Academic Press. 8. Woo, P.T.K. 1995. Fish Diseases and Disorders. Cab International. 808 hal
7. TUGAS • • •
Mahasiswa harus membaca bahan bacaan sebelum mengikuti setiap perkuliahan Menyerahkan / membuat empat buah paper. Mahasiswa harus mengikuti praktikum bagi yang pertama kali mengambil mata kuliah ini. Mahasiswa yang mengulang tidak diharuskan mengikuti praktikum, jika praktikum untuk mata kuliah ini telah dilulusi dengan dibuktikan oleh nilai praktikum dari koordinator praktikum/mata kuliah
123
8. KRITERIA PENILAIAN Penilaian hasil belajar akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan standar PAN yaitu berdasarkan distribusi normal nilai pada satu kelas. • A = > rata-rata + 1,5 SD • B = (rata-rata + 0,5 SD) s.d (rata-rata + 1 SD) • C = rata-rata ± 0,5 SD • D = (rata-rata – 1 SD) s.d ( rata-rata – 0,5 SD) • E = < rata-rata – 1,5 SD Atau metode standar • • • • •
A = > 80 B = 70 – 80 C = 60 – 70 D = 50 – 60 E = < 50 9. NORMA AKADEMIK
1. Mahasiswa harus berpakaian rapih dan bersepatu 2. Mahasiswa tidak diperkenankan rebut dalam kelas 3. Wajib membaca materi yang akan disajikan pada pertemuan berikutnya
124
10. JADWAL PEMBELAJARAN
No.
Pokok Bahasan
Sub-Pokok Bahasan
Metode SCL
Dosen
1
3
4
5
6
1
Pendahuluan; Informasi kontrak dan rencana pembelajaran; keterkaitan MK dengan kompetensi lulusan
- Peranan parasit dalam Budidaya Ikan dan keterkaitannya dengan kompetensi budidaya, Terminologi parasit dan istilahistilah yang berkaitan dengan parasitologi
Kuliah+diskusi
HA
2.
Parasit dan Parasitisma
- Konsep parasit, symbiosis dan parasitisma dan beberapa golongan parasit berbahaya pada ikan
Kuliah+kerja kelompok+diskusi+tutorial, praktek
HA
3-6
Deskripsi parasit golongan Protozoa pada ikan dan udang
- Phylum Sarcomastigophora, Myxozoa, Microspora, Ciliophora dan Apikompleksa
Kuliah+kerja kelompok+diskusi+tutorial, praktek
HA
7-10
Deskripsi parasitic worms pada ikan - Parasit golongan Branchiura, Copepoda, Isopoda
- Phylum Plathyhelminthes - Phylum Nematoda - Phylum Acantocephala - Phylum Cestoda - Ordo Branchiura - Ordo Copepoda - Ordo Isopoda
Kuliah+kerja kelompok+diskusi+tutorial, praktek
HA/GL
125
Kuliah+kerja kelompok+diskusi+tutorial
MB
Case Study+presentasi
MB
- Immunoprophylaxis, - Penanggulangan parasit pada ikan dan pengobatan dengan obat-obatan dan bahan kimia udang
Case study+presentasi, praktek
SW
- Pengenalan teknik rekombinan - Teknik molecular dan immunodiagnostik
Kuliah, tugas berkelompok dan diskusi kelompok, praktek
SW
11
- Aspek-aspek ekologi dan Epidemiologi parasit ikan
- Microhabitat parasit - Distribusi musiman - Spesifisitas parasit - Populasi dan infeksi parasit sebagai unit study - Frequensi distribusi parasit dalam inang
12-13
Deskripsi Penyakit Parasit pada Krustasea dan Moluska
- Deskripsi parasit pada krustasea - Deskripsi parasit pada moluska
14-15
16
- Pendekatan Molekular, immunodiagnostik dalam parasitology