1
2
SIDANG RAYA XVI PGI 11-16November 2014 Gunung Sitoli Dokumen No.: BU/SR XVI
LAPORAN MAJELIS PEKERJA HARIAN PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (MPH-PGI) PADA SIDANG RAYA XVI PGI 2014 KOTA GUNUNG SITOLI – NIAS
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA Jl. Salemba Raya No 10 Jakarta Pusat 10430 2014
3
PENGANTAR 1. Setelah lima tahun kita berziarah bersama sejak Mamasa, sekarang kita tiba di Gunung Sitoli (Kepulauan Nias) untuk menyelenggarakan SR ke-16. Kita berterimakasih kepada tuan dan nyonya rumah (BNKP, ONKP, Gereja AMIN dan AFY). Terimakasih yang sama kita haturkan pula kepada gereja-gereja non-PGI, namun dengan setulus hati berpartisipasi penuh dalam “Pesta Iman” ini. SR ke16 PGI di Nias kiranya juga menjadi momentum berharga bagi gereja-gereja di Kepulauan Nias untuk memperlihatkan dan mewujudkan kesatuan mereka.Denominasi boleh beragam, tetapi semuanya satu di dalam Kristus. 2. Di Mamasa kita memilih tema: “Tuhan itu Baik kepada Semua Orang”(Mazmur 145:9a). Bahwa Allah itu baik, adalah berita sentral Alkitab. Bagi Israel berita ini diterima sebagai sesuatu yang dengan sendirinya. Tetapi bahwa sasaran kebaikan Allah adalah semua orang, ini jauh lebih istimewa lagi. Ini Kabar Baik, bagi Israel mungkin merupakan “Kabar Buruk”. Bukankah selama ini Israel mengklaim Allah sebagai Allah Israel, sehingga mereka (Israel) adalah harta milik pusaka (segulla) Allah?Namun demikian, Allah adalah Allah yang tidak terduga segala jalan-Nya dan tidak terprediksi jejak kehendak-Nya. Rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, Pikiran-Ku bukanlah pikiranmu (Yesaya 55:8). 3. Maka sebagai gereja (umat Allah), kita dipanggil untuk merefleksikan (memberlakukan) kebaikan Allah itu kepada sesama manusia dan semua makhluk, termasuk lingkungan alam. Laporan MPH-PGI Masa Bakti 2009-2014 ini akan memperlihatkan bagaimana dan sampai dimana pemberlakuan kebaikan Allah itu diwujudkan dalam berbagai panggilan dan tugas persekutuan, kesaksian dan pelayanan kita sebagai gerejagereja dalam 5 (lima) tahun terakhir. 4. Dalam kaitan ini kita mencatat beberapa hal: - Relasi diantara sesama anggota PGI pada umumnya baik, kendati di sana-sini kita mengalami juga ketegangan-
4
-
-
-
ketegangan internal. Penghormatan terhadap PSMSM masih tetap menjadi perhatian kita bersama. Relasi diantara umat Kristiani Indonesia makin terwujud dengan terbentuknya Forum Umat Kristiani Indonesia (FUKRI). FUKRI tidak dimaksudkan untuk menjadi sebuahorganisasi super. Ia adalah sebuah forum, yang di dalamnya persoalanpersoalan bersama dihadapi, didiskusikan bersama, dan mencari jalan keluar bersama pula. Itu tidak berarti bahwa kita semua sepakat dalam segala sesuatu. Hal-hal yang berkaitan dengan posisi politik misalnya, tidak selalu sama, seperti terlihat dalam Pilpres yang baru lalu.Selain itu bagaimana memahami kehadiran Kristen di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang majemukitu tidaklah selalu sama. Relasi denganumat beragama tetap terpelihara dengan baik. Ini ikut membantu untuk mengurangi potensi-potensi ketegangan di antara umat beragama. Keprihatinan terhadap persoalan-persoalan politik dan sosial ekonomi tetap dilakukan sejauh yang merupakan porsi (kewajiban/tugas) gereja-gereja. Hal ini mencakupi persoalanpersoalan kekerasan, pelecehan terhadap HAM, penegakan keadilan, dstnya. Perhatian dan keprihatinan terhadap persoalan lingkungan diwujudkan antara lain dalam: Gereja Ramah Lingkungan, di bawah program bertajuk Gereja Sahabat Alam. Dan berbagai hal lainnya.
5. Sidang Raya ke-16 PGI di Tano Niha memilih tema : “Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera Raya” (Mazmur 71:20) dengan sub-tema: “Dalam Solidaritas Dengan Sesama Anak Bangsa Kita Tetap Mengamalkan Nilai-nilai Pancasila Guna Menanggulangi Kemiskinan, Ketidakadilan, Radikalisme dan Kerusakan Lingkungan” Fokus perhatian kita diarahkan kepada setidak-tidaknya 4 (empat) persoalan: Kemiskinan; Ketidakadilan; Radikalisme; Kerusakan lingkungan. Uraian secara mendetail mengenai 4 (empat) persoalan ini dilakukan dalam diskusi terhadap tema dan sub-tema Sidang Raya ke-16 ini.
5
6. SR ini juga akan memutuskan dan menetapkan Dokumen Keesaan Gereja (DKG) yang akan menjadi pedoman bagi gerejagereja anggotaPGI 5 tahun ke depan. Khususnya mengenai dokumen PTPB yang diperbaharui setiap 5 tahun dengan mempertimbangkan secara serius tema da subtema, kali ini dipilah menjadi 2 bagian: PPPB (Pokok-pokok Panggilan Bersama) yang adalah common mission merupakan rumusan visi teologis dan misiologis berjangka panjang; dan PPTB (Pokok-pokok Tugas Bersama) yang merupakan butir-butir tugas bersama (common task),yang lebih programatis dan diharapkan menjadi prioritas dalam tahun 2014-2019. Rumusan PPTB ini (berbeda dari sebelumnya) didasarkan atas penelitian terhadap gereja-gereja responden. Dengan demikian diperoleh gambaran riil dari kehadiran dan kinerjagereja-gereja di Indonesia selama ini. 7. SR ini juga akan memilih kepemimpinan baru yang akan memimpin PGI pada periode 2014-2019. Ada diskontinuitas, tetapi sekaligus juga kontinuitas. Dialektika antara diskontinuitas dan kontinuitas itu kiranya diperhatikan dengan seksama oleh SR ini guna memperoleh organisasi yang sehat di dalam kiprah dan pelayanannya. Dengan pentingnya kami menghimbau Sidang Raya ini untuk member perhatian serius terhadap kontinyuitas program-program yang selama ini telah dikerjakan oleh MPH-PGI periode 2009-2014. Demikianlah beberapa catatan pengantar dari saya. Gunung Sitoli, SR ke-16 PGI
6
LAPORAN MAJELIS PEKERJA HARIAN PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (MPH-PGI) PADA SIDANG RAYA XVI DI NIAS, SUMATERA UTARA 11-16 NOVEMBER 2014 I. PENDAHULUAN 1. Seraya mengucapkan syukur kepada Tuhan Sang Pemilik Kehidupan yang memperkenankan kita melanjutkan gerakan oikoumene di Indonesia dalam masa pelayanan 2010-2014, Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (MPH-PGI) mengucapkan selamat datang kepada seluruh peserta Sidang Raya XVI PGI 2014. Terima kasih atas kehadiran saudara sekalian, para delegasi: utusan dari gereja-gereja anggota, para peninjau, para undangan, para narasumber, para mitra PGI dan seluruh hadirin yang kami hormati. Kita berkumpul di bumi Tano Niha ini, meninggalkan sementara tugas-tugas kita yang lain, untuk bersama-sama bertemu dan merayakan kesatuan kita sebagai tubuh Kristus dan memenuhi tugas konstitusional kita sebagaimana diatur dalam Tata Dasar PGI. Kami menyampaikan penghargaan yang tulus kepada pimpinan empat Sinode yaitu Sinode Banua Niha Keriso Protestan (BNKP), Sinode Gereja Angowuola Masehi Indonesia Nias (AMIN), Sinode Orahua Niha Keriso Protestan (ONKP) dan Sinode Angowuola Fa Awosa Kho Yesus (AFY) yang telah bersedia menjadi tuan dan nyonya rumah dalam penyelenggaraan persidangan ini. Kiranya kerjasama yang baik antara keempat Sinode dapat terus berjalan.Ini adalah salah satu cerminan kerjasama ekumenis yang baik untuk ditiru oleh gereja-gereja lain. Dan secara khusus, penghargaan dan ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kami sampaikan kepada Panitia Pelaksana, pemerintah Kabupaten Nias, Nias Utara, Nias Barat, Nias Selatan dan Kotamadya Gunungsitoli serta seluruh masyarakat Kepulauan Nias, termasuk warga gereja non-PGI dari berbagai denominasi bahkan masyarakat non-Kristen, yang telah bekerja keras dengan keluasan hati, pengorbanan waktu, tenaga dan dana. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada PGI Wilayah Sumatera Utara dan Gubernur Sumatera Utara serta Panitia
7
Transit di Medan atas segala bentuk dukungan yang diberikan. Terimakasih tak terhingga juga kami sampaikan kepada para Pandu yang melayani kita semua sejak penyambutan, dan yang akan terus mendampingi kita semua selama persidangan hingga pulang. Para Pandu ini, selain terdiri dari pemuda Nias, juga berasal dari beragam gereja anggota dan dari berbagai daerah Indonesia. Keikut-sertaan mereka melayani dalam persidangan ini juga menjadi bagian dari proses kaderisasi oikoumenis. 2. Dengan berdasar pada tema “Tuhan itu Baik Kepada Semua Orang” (Mazmur 145:9a) dan sub-tema “Bersama-sama Seluruh Komponen Bangsa, Mewujudkan Masyarakat Majemuk Indonesia yang berkeadaban, Inklusif, Adil Damai dan Demokratis”, MPHPGI periode 2009-2014 telah berupaya untuk bekerja keras sebagai satu tim untuk menjalankan amanat Sidang Raya XV selama kurun waktu lima tahun. MPH-PGI juga berusaha untuk terus berani menyuarakan suara kenabian dan kebenaran di tengah-tengah berbagai pergumulan dan situasi bangsa serta gereja yang seringkali demikian kompleks dan dalam kondisi yang tidak mudah. Berikut ini adalah Laporan pelaksanaan tugas MPH-PGI selama lima tahun ini untuk disampaikan kepada Sidang Raya yang terhormat ini sesuai dengan arahan Tata Dasar PGI Pasal 14 ayat 4d. Laporan ini merupakan laporan singkat, sedangkan laporan yang lebih detail dapat dibaca pada buku: “Dari Mamasa ke Banua Niha” dan “Draft DKG/PTPB 2014-2019”. Laporan ini diuraikan dengan sistematika yang mengacu pada mandat Sidang Raya XV sebagaimana tertuang dalam Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB) PGI 2009-2014, sebagai berikut: I. PENDAHULUAN II. MANDAT SIDANG RAYA XV PGI III. TUGAS DI BIDANG KEESAAN: MEMBARUI, MEMBANGUN DAN MEMPERSATUKAN GEREJA-GEREJA IV. TUGAS DI BIDANG KESAKSIAN: BERSAKSI DAN MEMBERITAKAN INJIL KEPADA SEGALA MAKHLUK V. TUGAS DI BIDANG PELAYANAN: BERPERAN SERTA DAN MELAYANI VI. PENUTUP
8
II. MANDAT SIDANG RAYA XV PGI Prokelita: Upaya menerjemahkan PTPB ke dalam Program 3. Keputusan Sidang Raya XV yang menjadi dasar penyusunan program 2009-2014 telah dituangkan dalam buku Dokumen Keesaan Gereja (DKG), khususnya Bab PTPB, yang menjadi acuan dalam menjalankan mandat SR XV PGI. Visi yang diemban oleh PGI dalam kurun waktu 2009-2014 adalah “Menjadi Gereja yang Merefleksikan Kebaikan Allah di Tengah-tengah Masyarakat majemuk Indonesia”, dan misi: (a) makin menguatkan persekutuan di antara gereja-gereja di Indonesia sebagai basis bagi pelayanan dan kesaksian; (b) makin lebih terbuka kepada lingkungan yang di dalamnya mereka hidup; (c) menggiatkan pelayanan yang komprehensip di tengahtengah masyarakat Indonesia sebagai wujud pemberitaaan Kabar Baik; (d) ikut mewujudkan masyarakat majemuk Indonesia yang berkeadaban dengan memelopori berbagai upaya terciptanya hubungan-hubungan yang baik dengan komponen-komponen masyarakat; (e) memberikan sumbangan berharga bagi terjadinya proses demokratisasi yang substansial di dalam Negara Indonesia. 4. Dalam rangka penyusunan program, Pasal 3 Tata Rumah Tangga PGI menyebutkan bahwa “1. Program PGI merupakan penjabaran lebih rinci dari keputusan-keputusan yang ditetapkan oleh Sidang Raya PGI dan Sidang MPL; 2. Program-program PGI disusun dan direncanakan secara tahunan sebagai penjabaran Prokelita (Program Kerja Lima Tahunan); 3. Program dan Anggaran Tahunan PGI, ditetapkan oleh MPL-PGI atas usul MPH-PGI”. Dalam rangka mempersiapkan Program Kerja Lima Tahun (Prokelita) sebagaimana ada dalam ayat 2 tersebut, segera setelah Serah Terima MPH-PGI pada 21 Desember 2009, MPH PGI menyelenggarakan Lokakarya Strategic Planning. Lokakarya yang diikuti oleh MPH penuh waktu, staf PGI dan utusan dari stake holder PGI telah memeriksa PTPB dan menemukan: (a) halhal apa yang menjadi fokus PGI selama lima tahun ke depan; (b) hal-hal apa saja yang menjadi prioritas sesuai dengan sumber daya dan dana yang dimiliki; dan (c) hal-hal apa saja dari PTPB tersebut yang kemungkinan tidak mampu dilakukan berhubung
9
dengan keterbatasan sumber-sumber yang ada. Berdasarkan hal itu serta melalui analisis SWOT, MPH-PGI merumuskan Program Kerja Lima Tahunan (Prokelita), yang selanjutnya dibahas dan diputuskan melalui Sidang MPL pertama dalam periode ini, pada 1-4 Maret 2010 di Cisarua, Bogor. Prokelita inilah yang menjadi acuan MPL setiap tahunnya dalam menetapkan program tahunan di bawah mandat PTPB. Personalia MPH-PGI 5. Mencermati personalia MPH-PGI pada periode ini, segera mengemuka dua hal yang perlu mendapat perhatian. Yang pertama adalah tingginya biaya rapat-rapat MPH selama periode ini berhubung dengan domisili para anggotanya. Menyikapi hal ini, pada Rapatnya yang pertama, MPH-PGI memutuskan untuk membatasi frekwensi rapat MPH tetapi dengan memperpanjang durasi rapat dan mengefektifkan penggunaan media teknologi informasi (internet/email) dalam komunikasi penting, walau ternyata hal ini masih kurang optimal dilakukan. Hal kedua adalah sangat minimnya anggota MPH yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, yang mengakibatkan besarnya beban yang harus dipikul oleh MPH penuh waktu dibandingkan dengan MPH pada periode-periode sebelumnya. 6. Pada awal 2010, CCA membuka lowongan jabatan untuk posisi Sekretaris Jenderal CCA. Mencermati pentingnya posisi ini dalam rangka menggerakkan semangat oikoumenis gereja-gereja di Indonesia ke kancah region yang lebih luas, MPH-PGI mendorong Pdt Dr Henriette Lebang dari Gereja Toraja, yang adalah salah satu Ketua MPH-PGI, untuk mengajukan lamaran untuk posisi ini. Menurut penilaian MPH pada waktu itu, beliau memiliki kemampuan untuk itu dan relatif sudah dikenal dalam lingkungan gereja-gereja di Asia. Pada April 2010 beliau terpilih menjadi Sekjen CCA, dan harus berdomisili di Chiang May, Thailand. Berdasarkan Tata Rumah Tangga PGI, Pasal 28 ayat 1d, beliau harus mengundurkan diri dari keanggotaan MPH-PGI, sehingga Sidang MPL-PGI 2011 yang berlangsung 3-9 Pebruari 2011 di Tobelo, memilih dan menetapkan Ny Ruth Kadarmanto, MA untuk menggantikan posisi beliau sebagai salah satu Ketua PGI.
10
Struktur Pelaksanaan Program 7. Berdasarkan Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama (PTPB), hakikat dan tugas panggilan serta pengutusan gereja itu adalah keesaan, kesaksian dan pelayanan dalam kasih. Butir 20 PTPB menyebutkan: “Berdasarkan hal-hal yang tercantum di atas, disusunlah “Pokok-pokok Tugas Panggilan Bersama” untuk masa bakti 2009-2014 dengan garis besar sebagai berikut: (a) keesaan, yaitu membarui, membangun dan mempersatukan gereja dengan sorotan khusus kepada kenyataan persekutuan kita di dalam pluralitas; (b) kesaksian, yaitu memberitakan Injil kepada segala makhluk sebagai pelaksanaan misi Allah dalam kehidupan bersama ciptaan lainnya; (c) pelayanan, yaitu berperan-serta dan melayani dalam masyarakat yang sedang berada dalam proses mewujudkan masyarakat berkeadaban dengan memberi tekanan pada keadilan, pelayanan dan penegakan HAM, harkat dan martabat manusia.” 8. Berdasarkan arahan PTPB tersebut, dan setelah mempelajari struktur pelaksanaan program yang ada di PGI sebelumnya, Rapat MPH-PGI yang pertama, 14-15 Januari 2010, menetapkan untuk meneruskan struktur pelaksanaan program yang ada, yakni terdiri dari 3 (tiga) bidang: Koinonia, Diakonia dan Marturia, 2 (dua) departemen kategorial: Departemen Perempuan dan Anak dan Departemen Pemuda dan Remaja serta 1 (satu) Biro, yakni Biro Penelitian dan Komunikasi. Unitunit tersebut adalah a). Bidang Koinonia adalah bidang pekerjaan yang telah mengimplementasikan amanat pada butir (8.a) di atas telah menggarap masalah-masalah keesaan gereja (internal dan eksternal), pembaruan pemikiran teologi, pendidikan, pembinaan dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia, pendidikan kader oikumene; b). Bidang Marturia adalah bidang pekerjaan yang telah mengimplementasikan amanat pada butir (8.b) dan telah menggarap masalah-masalah Pekabaran Injil dalam konteks masyarakat pluralistik serta meningkatkan hubungan kerjasama lintas agama; c). Bidang Diakonia adalah bidang pekerjaan yang telah mengimplementasikan amanat pada butir (8.c) dan telah menggarap masalah-masalah politik, demokratisasi, advocacy,
11
legislasi, HAM, keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan; d). Departemen Perempuan dan Anak adalah bidang pekerjaan yang telah mengimplementasikan amanat PTPB dalam kategori perempuan dan anak serta keputusan Pertemuan Raya Perempuan Gereja (PRPrG) yang telah disahkan oleh Sidang Raya XV; e). Departemen Pemuda dan Remaja adalah bidang pekerjaan yang telah mengimplementasikan amanat PTPB dalam kategori pemuda dan remaja serta keputusan Pertemuan Raya Pemuda Gereja (PRPG) yang telah disahkan Sidang Raya XV dan f). Biro Penelitian dan Komunikasi adalah bidang pekerjaan yang bertugas untuk mengkomunikasikan, menginformasikan dan mempublikasikan seluruh kegiatan MPH-PGI dan seluruh bagian-bagiannya dengan menerbitkan majalah BO, mengelola website PGI, Public Relation dan pewartaan kabar baik lewat media komunikasi. Dalam perjalanan kemudian, MPH-PGI kemudian menambahkan satu Biro lagi, yakni g). Biro Papua, yang merupakan mandat dari Sidang Raya XV, dalam rangka mengimplementasikan respon gereja dalam menghadapi masalah-masalah Papua. Kepersonaliaan: Program Staf/Sekretaris Eksekutif. 9. Masing-masing Bidang dan Departemen tersebut di atas dipimpin oleh seorang Sekretaris Eksekutif dan Biro dipimpin oleh Kepala Biro. Pada saat serah terima MPH-PGI, para Sekretaris Eksekutif dan Kepala Biro itu adalah Norita Yudiet Tompah, MTh (Koinonia), Pdt. Dr. Erick Barus (Marturia), Pdt Gomar Gultom (Diakonia), Pdt. Rosmalia Barus (Perempuan dan Anak), Yanedi Jagau, SE, Msi (Departemen Pemuda dan Remaja) dan Drs. Adri Supriati (Biro Litkom). 10. Berdasarkan informasi dari MPH periode lalu, keenam Program Staf tersebut sesungguhnya telah berakhir kontraknya pada 2009 lalu. Namun, ketika itu, semuanya diperpanjang hingga 3 (tiga) bulan setelah Sidang Raya. Atas dasar itu, MPH-PGI menetapkan untuk segera merekrut tenaga baru untuk melanjutkan pekerjaan tersebut. Hal ini segera diinformasikan kepada seluruh gereja anggota untuk mengajukan calon-calon untuk ikut melamar lowongan yang tersedia, sejak 18 Januari
12
2010 lalu. Setelah melalui proses seleksi oleh MPH-PGI, Sidang MPL 2010 di Cisarua menetapkan Pdt Favor Adelaide Bancin (GKPPD) sebagai SE Bidang Marturia, Jeirry Sumampouw (GPIB) sebagai SE Bidang Diakonia, Pdt Krise Gosal (GMIM) sebagai SE Departemen Perempuan dan Anak, Frenki Tampubolon (GKI) sebagai SE Departemen Pemuda dan Remaja. Berhubung untuk posisi SE Bidang Koinonia tidak ada calon yang memadai ketika itu, maka MPH-PGI telah menetapkan untuk sekali lagi melakukan proses seleksi dengan membuka lowongan kepada utusan gereja-gereja anggota dan baru terseleksi pada Agustus 2010, yakni Olvi Prihutami, STh, MPD (GKJ). Sementara untuk Kepala Biro Penelitian dan Komunikasi, MPH menetapkan Pdt Henrek Lokra, MSi (GPM) dan untuk Kepala Biro Papua, MPH menetapkan Novel Matindas MTh (GKI TP). Pada 1 Agustus 2014, Olvi Prihutami telah menyelesaikan kontraknya dan mengundurkan diri dari posisi sebagai SE Bidang Koinonia karena menerima penugasan lain di Hongkong. Untuk sementara waktu Pelaksana Tugas (Plt) SE Bidang Koinonia dilaksanakan oleh Asisten SE Bidang Koinonia, Pdt. Cherly Naray.Guna kesinambungan program-program PGI pada periode mendatang, maka para Sekretaris Eksekutif dan Kepala Biro tersebut telah diperpanjang hingga Maret 2015. 11. Tidaklah berlebihan kalau pada kesempatan ini kita menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tulus atas pengabdian para program staf yang akan segera mengakhiri masa baktinya di PGI. Kiranya Tuhan memberkati mereka pada tugas-tugas yang mereka akan emban. Terimakasih dan penghargaan juga kita sampaikan kepada gereja pengutus yang mengutus mereka untuk turut mengayuh bahtera oikumene ini. III.
PELAKSANAAN TUGAS DI BIDANG KEESAAN: MEMBARUI, MEMBANGUN DAN MEMPERSATUKAN GEREJA-GEREJA
12. PTPB untuk masa bakti 2009-2014 di bidang Keesaan menegaskan perlunya “membarui, membangun dan mempersatukan gereja-gereja dengan sorotan khusus kepada kenyataan persekutuan kita di dalam pluralitas” (butir 20.a). Dan
13
dalam menghadapi kenyataan bahwa gereja-gereja itu terpisahpisah bahkan terpecah-pecah, PTPB menyebutkan “adanya tugas panggilan bagi semua gereja untuk menjadi satu, agar keesaan yang telah ada di dalam Tuhan yang satu itu menjadi kenyataan yang dapat dilihat oleh dunia” (butir 25). Sebagai bagian dari upaya membarui, membangun dan mempersatukan tersebut, maka selama kurun waktu 2009-2014 MPH-PGI bersama gereja-gereja di Indonesia telah melaksanakan beragam kegiatan, baik di aras lokal, regional, nasional maupun mondial. Secara rutin setiap tahunnya diselenggarakan Penerbitan Buku Almanak Kristen Indonesia (BAKI), Penyediaan Tata Ibadah untuk Perayaan-perayaan Oikoumenis (Bulan Oikoumene, HPII, HPKD dan HDS), Revitalisasi PGIW/SAG dan Rakernas PGIW/SAG, Konsultasi Nasional Persekutuan Oikoumene Umat Kristen (POUK), dll. Selain itu, juga diselenggarakan Konsultasi Teologi 2011, Konsultasi Nasional Pendidikan Kristen yang bekerjasama dengan Majelis Pendidikan Kristen (MPK) dan Konperensi Gereja dan Masyarakat 2014 dalam rangka merumuskan pemikiran-pemikiran teologis yang dapat menjawab berbagai permasalahan yang berkembang di tengah gereja dan masyarakat. Menuju Kidung Keesaan 13. Selain BAKI sebagaimana disebutkan di atas, salah satu upaya menanam, menumbuhkan, memperluas dan meratakan kesadaran oikoumenis di lingkungan warga jemaat adalah pengadaan Kidung Jemaat dan Pelengkap Kidung Jemaat oleh Yamuger. Kedua Buku ini mendapat sambutan yang besar oleh gereja-gereja selama puluhan tahun ini dan dipakai secara meluas, sehingga kita memiliki kidung-kidung yang sama terjemahannya di dalam Bahasa Indonesia. Namun di sisi lain kita juga menyaksikan perkembangan arus balik beberapa tahun belakangan ini, dimana beberapa gereja cenderung menerbitkan sendiri (lagi) Buku Nyanyian yang juga dalam Bahasa Indonesia. Prakarsa seperi ini tentu dalam rangka membantu pertumbuhan pelayanan dan pembinaan umat. Namun demikian, bukan tidak mungkin, di masa depan kita akan memiliki beberapa versi terjemahan untuk satu lagu pujian yang sama. Dalam rangka ini,
14
MPH-PGI bersama-sama dengan Yamuger telah menyelenggarakan Konsultasi Nasional Musik Gereja. Salah satu hasil dari Konsultasi ini adalah dirasakan perlunya menerbitkan satu Buku Kidung Keesaan, yang akan lebih lengkap dari Kidung Jemaat dan Pelengkap Kidung Jemaat. Buku Kidung Keesaan semacam ini diharapkan akan lebih efektif mempersatukan jemaat-jemaat kita yang tersebar di seluruh Indonesia dari beragam denominasi. Lewat Konsultasi Nasional tersebut juga telah direkomendasikan agar Yamuger juga dapat berkoordinasi dengan gereja-gereja yang telah, sedang dan akan menerbitkan Buku Nyanyian sendiri, agar tidak terjadi penduplikasian pekerjaan, tetapi sebaliknya dapat saling melengkapi. Dalam kaitan ini, sangat diharapkan dukungan dari Sidang Raya ini dan kerjasama semua pihak agar pekerjaan yang sedang berproses ini dapat terlaksana dengan baik. Penguatan PGIW/SAG dan Rakernas 14. PTPB mencatat bahwa gerak bersama ke arah keesaan gerejagereja di Indonesia “dapat terwujud dalam kebersamaan di tingkat lokal dan wilayah…..” dan oleh karenanya “…PGIW/ SAG mempunyai peranan penting dalam gerak bersama ke arah keesaan gereja-gereja itu” (PTPB butir 33). Sebagai bagian integral (TRT Pasal 31:1) dari PGI, peran PGIW/SAG ini sangatlah penting dalam mengimplementasikan keputusan-keputusan Sidang Raya dan Sidang MPL. PGIW/SAG dapat berperan sebagai kordinator wilayah untuk gereja-gereja di Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-cita keesaan gerakan oikumene di Indonesia. Misalnya, PGIW selalu memegang peranan penting dalam proses pertukaran Pelayan Firman, bertanggung jawab akan keberadaan POUK, dan lain sebagainya. Melalui lima kali Rakernas yang diselenggarakan selama lima tahun ini kita makin mengetahui keberadaan dan dinamika PGIW/SAG yang sangat beragam. Dari 28 PGIW/SAG yang ada sekarang ini, ada beberapa PGIW yang keadaannya cukup memprihatinkan, seperti MPH-nya yang sudah harus direvitalisasi oleh MPH-PGI (misalnya DI NAD direvitalisasi 2012, PGIW Jogjakarta dan PGIW Jawa Tengah direvitalisasi pada 2014). Beberapa PGIW/SAG sangat menggembirakan karena
15
secara rutin menyelenggarakan tugas konstitusionalnya, memiliki kantor yang menetap danmemiliki beberapa MPH yang penuh waktu (DKI, Sulselbara, Sumut, SAG Suluteng, Maluku). Ada juga PGIW yang sudah membentuk PGIS di seluruh kabupaten/kota yang ada di wilayahnya (Kalbar).PGIS ini sangatlah penting dalam perwujudan Gereja Kristen yang Esa karena di sinilah perjumpaan antar umat di aras jemaat lokal berlangsung. Pelayanan Pemuda 15. Masih dalam rangka membarui, membangun dan mempersatukan gereja-gereja, MPH-PGI melaksanakan pelayanan kepada Pemuda, Perempuan dan Anak. Persoalan yang masih terus dihadapi oleh pemuda hingga kini, salah satunya adalah stagnansinya proses pengkaderan pemuda yang diperparah dengan karut-marutnya perpolitikan sehingga berimbas juga kepada pemuda gereja. Persidangan ekumenis (MPL maupun SR) mengungkapkan kebutuhan akan pendidikan kader. Namun dalam kenyataannya, kita baru berhasil merumuskan kurikulum Pendidikan Kader Oikomene sebagaimana telah pernah dilaporkan pada Sidang MPL lalu.Sementara Strategi Dasar Pembinaan dan Pelayanan Pemuda yang diharapkan bisa diproduksi oleh PGI untuk menjadi semacam acuan bagi gereja-gereja dalam menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan pemuda, hingga hari ini belum selesai dikerjakan.Akibatnya pelayanan pemuda yang kita lakukan saat ini masih terkesan sporadis. Melalui rangkaian Studi Regional Pelayanan Pemuda yang diselenggarakan di lima regio dan memuncak dengan Konsultasi Nasional Pelayanan Pemuda selama periode ini telah dicoba merumuskan Strategi Dasar tersebut, yang diharapkan akan dipelajari bersama dan diputuskan oleh kaum muda sendiri melalui Pertemuan Raya Pemuda yang berlangsung 5-8 Nopember 2014 di Sirombu dalam rangkaian Sidang Raya XVI PGI ini. Pada kesempatan Sidang Raya ini, kita akan mendengarkan seruan dan rekomendasi dari Pertemuan Raya Pemuda Gereja tersebut untuk seterusnya kita gumuli bersama.
16
Di tengah keadaan sebagaimana disebutkan di atas, Departemen Pemuda dan Remaja meneruskan tugasnya untuk memfasilitasi pembinaan dan pelayanan Pemuda Gereja. Beberapa hal yang telah dicoba lakukan oleh Departemen Pemuda dan Remaja PGI adalah memfasilitasi para pemuda dalam penyediaan kader, baik melalui berbagai bentuk Leadership Capacity Building yang diselenggarakan sendiri oleh PGI maupun mengirim kader-kader pemuda gereja ke berbagai event oikoumenis, baik di aras nasional, regional maupun mondial. Tercatat sedikitnya 100 pemuda gereja yang telah diutus oleh Depera PGI ke berbagai kegiatan oikoumenis di Asia maupu di tingkat dunia. Bentuk fasilitasi lainnya adalah penerbitan serial Buku Orang Muda Bicara Oikumene (OMBO) sebagai sarana kaummuda mulai dari Timur sampai Barat Indonesia mengulas tema seputar kebudayaan yang dihubungkan dengan pergulatan beriman kaum muda. Kita patut prihatin dengan masih banyaknya gereja anggota yang tidak melibatkan pemudanya dalam ragam kegiatan oikoumenis, selama lima tahun terakhir ini, termasuk Pertemuan Raya Pemuda Gereja. Kiranya perhatian kita akan pelayanan dan pembinaan pemuda semakin merata dalam lingkungan gerejagereja kita. Pelayanan Perempuan dan Anak 16. Sekalipun Gereja-gereja sudah lebih dari satu dekade menyatakan keberpihakan dan solidaritasnya terhadap perempuan, namun kita masih menyaksikan peran dan posisi perempuan yang cenderung masih dipinggirkan, baik di tengahtengah gereja maupun masyarakat. Fakta bahwa affirmative action masih belum sepenuhnya dijalankan terlihat dengan jelas, di tengah posisi yang asimetris selama ini. Bahkan gender main streaming yang dicanangkan oleh berbagai pihak untuk dikembangkan dalam berbagai bidang pelayanan dan pembinaan juga tak banyak gaungnya dalam realitas. Dalam kaitan ini, DPA sedang dalam proses penyusunan Gender Policy, yang diharapkan bisa mendapat pembahasan dan rekomendasi dari Pertemuan Raya Perempuan Gereja yang berlangsung dalam rangkaian Sidang Raya PGI XVI/2014 ini.
17
17. Untuk itulah peran fasilitasi pemberdayaan perempuan terus dilaksanakan oleh Departemen Perempuan dan Anak. Melalui Konsultasi Nasional Jaringan Perempuan PGI, Departemen Perempuan dan Anak PGI berupaya merumuskan upaya peningkatan peran perempuan gereja dalam kehidupan bermasyarakat dan bergereja. Selain itu, beragam program lainnya adalah Pendidikan Politik untuk Perempuan, Pengembangan Budaya Damai, Pengembangan SDM dan Pengkaderan, Pelatihan Fasilitator Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang dll. Selain memfasilitasi gereja-gereja melaksanakan program pemberdayaan tersebut melalui berbagai bentuk pelatihan, DPA secara khusus memberi perhatian akan masalah Kesehatan, sebagai entry point terhadap pemberdayaan kaum perempuan. Pilihan terhadap issu atau masalah kesehatan ini tidak semata karena peluang yang tersedia dari MoU PGI dan Kemenkes RI, tetapi juga karena kebutuhan nyata masyarakat kita dewasa ini. Sebagaimana kita ketahui Indonesia adalah negara berpenduduk keempat terbesar di dunia, tetapi menduduki peringkat 98 untuk HDI, peringkat 71 untuk Indeks Kualitas Hidup dan peringkat 5 untuk kasus gizi buruk. Menurut MBM Tempo, 8 juta (35% dari 23 juta) Balita kategori stunting dan900 ribu (4,5% dari 23 juta) Balita gizi buruk, 10.000 angka kematian ibu saat melahirkan dan 150.000 Balita meninggal setiap tahun. 18. Dewasa ini pula kita menyaksikan kekerasan terhadap anak yang terus meningkat, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya.Selain masalah pekerja anak, salah satu bentuk kekerasan terhadap anak yang meningkat dari tahun ke tahun adalah kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh orang dewasa di tempat umum.Dan nampaknya, belum terlalu terlihat upaya yang begitu serius dan sistematis dari negara dalam mengatasi hal ini. Oleh karena itu, pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak dari berbagai bentuk kekerasan, terutama kekerasan seksual, adalah kebutuhan yang mendesak untuk diantisipasi melalui program Gereja, khususnya Bidang Pelayanan Anak. Dari berbagai pertemuan dan perjumpaan terlihat, ternyata masih banyak pelayan gereja yang belum memahami pentingnya pengetahuan tentang Hak Anak, bahkan
18
pada beberapa Gereja, para pelayan Sekolah minggu belum pernah mendengar tentang adanya hak-hak anak yang dilindungi oleh undang-undang. Menjawab kebutuhan tersebut Departemen Perempuan dan Anak melaksanakan, antara lain:Penerbitan kembali Buku Modul Pendidikan Pencegahan Diri Anak dari Kekerasan Seksual kedalam bentuk CD, Fasilitasi gereja-gereja dalam rangka memberdayakan gereja dalam pelayanan anak, antara lain berupa Sosialisasi dan Penjemaatan hasil-hasil Konas Pelayanan Anak, Sosialisasi KHA dan UUPA, Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak, Orientasi Teknis PAUD terintegrasi Pelayanan Anak Sekolah Minggu, Konsultasi Nasional IV “Gereja dan Pelayanan Anak” dan P3A, Perkemahan ceria Anak dan Guru Sekolah Minggu (Percasmi), Anak Ceria Indonesia (Indonesia Cheerfull Kids) dan lain-lain. Kerjasama Oikoumene 19. Sejalan dengan arahan PTPB tentang Panggilan Oikoumenis Semesta, MPH-PGI tetap memelihara dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga ekumenis di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional. Di tingkat mondial, PGI aktif terlibat dalam gerakan dan pergumulan oikumenis dalam keluarga WCC. Ada sebanyak 27 gereja anggota PGI yang menjadi anggota WCC, suatu jumlah yang cukup besar. Namun sangat disayangkan, partisipasi gereja-gereja di Indonesia dalam menjalankan kewajibannya tergolong sangat rendah. Selama periode ini MPH-PGI telah menyelenggarakan berbagai kegiatan dalam upaya meningkatkan partisipasi gereja-gereja anggota WCC yang ada di Indonesia, antara lain: Ecumenical Seminar, mempersiapkan delegasi Indonesia mengikuti IEPC yang merupakan muara dari DOV 2001-2010, mempersiapkan delegasi Indonesia mengikuti Sidang Raya WCC di Busan, memfasilitasi dua kali kunjungan Sekjen WCC ke Indonesia serta mengutus beberapa kader-kader oikoumenis dari gereja-gereja di Indonesia mengikuti beragam kegiatan ekumenis di aras internasional. Selain terlibat dalam program-program WCC di berbagai negara, PGI juga ikut serta dalam the living letter WCC ke Pakistan, dalam mengadvokasi hak-hak masyarakat minoritas di negara tersebut. Selain itu, beberapa issu terkait dengan penegakan HAM di Indonesia juga mendapat perhatian WCC
19
seperti kebebasan beragama dan masalah Papua. Pada Maret 2012, WCC memasukkan Masalah Papua dalam statement Public Issue. Dalam Sidang Raya WCC lalu di Busan telah terpilih beberapa anggota Central Committee yang berasal dari Indonesia. 20. Hal yang sama juga terjadi dengan CCA di aras Asia, dimana 31 gereja-gereja dari Indonesia menjadi anggota CCA. Kita menyaksikan makin aktifnya gereja-gereja di Indonesia dalam gerakan oikoumene di aras Asia ini, termasuk menjadi host dari beragam kegiatan CCA. Bahkan Indonesia telah dipercaya kembali menjadi host untuk penyelenggaraan Sidang Raya ke-14 CCA, yang akan berlangsung 21-26 Mei 2015 di Jakarta dengan tuan dan nyonya rumah HKBP dan PGI. 21. Selain itu, PGI juga berupaya meneruskan dan mengembangkan kerjasama oikoumenis dengan Dewan Gereja-gereja di Malaysia dan Singapore dalam pertemuan dwitahunan Indomas, kerjasama oikoumenis dengan Eukumindo yakni forum komunikasi dan pertukaran informasi tentang masalah-masalah Indonesia dari lembaga-lembaga misi di Eropah. Demikian juga halnya dengan Kemitraan PKN, UEM, Mission 21, 3XM, NCC Australia, NCC Amerika, PC USA, UCC USA dan Global Christian Forum dll. Pada Sidang Raya UEM 2014 di Jerman, PGI telah diterima sebagai “official partner” UEM. 22. Hubungan dan kerjasama oikoumenis dengan gereja-gereja evangelikal dan pentakostal di luar PGI terus ditingkatkan melalui PGLII dan PGPI. Demikian pun halnya hubungan dengan KWI tetap dijaga dan dipererat. Dalam setiap Sidang Tahunan KWI, MPH-PGI senantiasa hadir, bukan sekedar memberi sambutan namun juga dalam sesi-sesi persidangan yang dianggap penting untuk diikuti. Beberapa kerjasama dijalin, antara lain menyampaikan Pesan Natal Bersama; penyikapan bersama terhadap Kurikulum 2013, dsb. 23. Hubungan dan kerjasama oikoumenis ini ditandai dengan pembentukan Forum Umat Kristen Indonesia (FUKRI), sebuah forum bersama dari seluruh gereja yang ada di Indonesia, termasuk Katolik, Protestan, Advent, Baptis, Bala Keselamatan dan Ortodox. Forum ini tidak berbentuk organisasi, hanya wadah
20
pertemuan dan percakapan bersama, yang dalam pelaksanaannya, masing-masing lembaga gereja di aras nasional secara bergilir dapat menjadi konvokator dalam setiap pertemuan. Pembentukan FUKRI ini merupakan respon PGI terhadap Global Christian Forum (GCF) dan merupakan muara dari hubungan kemitraan yang telah lama terbangun antara PGI, PGLII dan PGPI bersama-sama dengan gereja-gereja lain yang tidak tergabung dalam ketiga persekutuan tersebut seperti Baptis, Advent, Bala Keselamatan dan Ortodoks. Masih dalam rangkaian FUKRI ini, Celebration of Unity telah terselenggara 1718 Mei 2013 di Kemayoran dan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. CoU ini merupakan ungkapan kolektif gerejagereja di Indonesia dalam mensyukuri karya dan rahmat Tuhan bagi gereja-gereja di Indonesia sekaligus sebagai sambutan gereja-gereja di Indonesia atas penyelenggaraan Sidang Raya WCC di Busan. 24. Arah keesaan gereja untuk "sehati sepikir berjuang untuk iman yang ditimbulkan oleh berita Injil, dan mengharuskan gerejagereja untuk saling memahami, memperhatikan dan melayani demi kepentingan bersama, inilah tugas keesaan, yaitu tugas membarui, membangun dan mempersatukan gereja" (butir 10.a PTPB) nampaknya makin menunjukkan hasil.Hubungan dan kerjasama oikoumenis diantara gereja-gereja anggota PGI juga patut diapresiasi karena telah turut terlibat dalam upaya menuju Gereja Kristus Yang Esa. Gereja-gereja anggota PGI konsisten untuk mendukung pelaksanaan program-program yang telah disepakati bersama. Namun di sisi lain kita juga menemukan arus balik. Selain masalah perpecahan gereja yang masih juga terjadi, beberapa gereja juga masih menghadapi issu-issu seperti "curi domba" dan masalah "jurisdiksi" wilayah, yang acap menimbulkan pertanyaan bagi sementara pihak: sejauh mana kita setia dalam dokumen-dokumen keesaan, khususnya Piagam Saling Menerima dan Saling Mengakui, yang sudah kita putuskan bersama. Temuan dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Biro Litkom pada 2013 mengenai Gerakan Oikoumene semakin memperkuat sinyalemen tersebut. Tidaklah berlebihan bila Sidang Raya PGI ini juga memberi perhatian akan masalah ini,
21
termasuk untuk lebih memikirkan tolok-ukur keberhasilan atau capaian Tujuan pembentukan DGI/PGI. Hubungan dengan Pemerintah 25. Di tengah “ketegangan” hubungan antara pemerintah pusat dengan tokoh-tokoh agama di awal 2011, dimana PGI ikut di dalamnya, MPH-PGI tetap dapat menjalin hubungan baik melalui kerjasama antara PGI dengan berbagai kementerian negara, sebagaimana terlihat, antara lain: Ditjen Bimas Kristen, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Percepatan Pembangunan di Daerah Tertinggal, Kementerian Kesehatan, Kementrian Perdagangan, BKKBN dan BPJS. Demikian pun halnya hubungan kerjasama yang baik dengan lembaga Negara lainnya seperti MPR, DPR, Mahkamah Konstitusi, Dewan Pertimbangan Presiden dan KPK. Dalam menjalin hubungan dengan pemerintah ini, MPH-PGI senantiasa memposisikan diri sebagai Mitra Kritis dari pemerintah. Hubungan kerja yang baik, bahkan penerimaan bantuan dana yang ada tidak akan mengurangi sikap kritis PGI terhadap kebijakan Negara yang tidak sejalan dengan konstitusi. Di sisi lain, sikap kritis MPH-PGI terhadap Negara tidaklah dalam posisi yang hendak berlawanan atau oposisi tetapi lebih merupakan kontribusi korektif terhadap penyelenggaraan Negara. IV. PELAKSANAAN TUGAS DI BIDANG KESAKSIAN: BERSAKSI DAN MEMBERITAKAN INJIL KEPADA SEGALA MAKHLUK Pengembangan Kesaksian 26. Memberitakan Injil kepada segala makhluk mengandung makna tanggung jawab terhadap keutuhan ciptaan Tuhan. MPH-PGI bersama dengan gereja-gereja berusaha mewartakan Injil kepada masyarakat majemuk dan seluruh ciptaan. Dalam rangka itulah, antara lain, PGI menyelenggarakan Konsultasi Nasional Pekabaran Injil (Konas PI), konsultasi yang diikuti oleh 45 peserta ini merupakan artikulasi keyakinan iman gereja-gereja di Indonesia akan tugas dan panggilannya memberitakan Injil yang adalah shalom Allah bagi bumi dan segala isinya. Hal ini sejalan dengan posisi teologis mengenai pekabaran Injil yang diambil oleh gereja-gereja di Indonesia sebagaimana tertuang dalam
22
Dokumen Keesaan Gereja dan capaian gerakan ekumene di tingkat mondial sebagaimana termuat di dalam dokumen Together towards Life: Mission and Evangelism in Changing Landscapes dan dokumenChristian Witness in a Multi-Religious World: Recommendations for Conduct. Bersaksi dan Memberitakan Injil Kepada Segala Makhluk 27. Perhatian Negara terhadap masalah lingkungan, sudah cukup besar selama beberapa dekade terakhir ini, namun dalam kenyataannya upaya penyelamatan lingkungan selalu kalah dengan pembangunan ekonomi yang tak berwawasan lingkungan. Perusakan hutan dan lahan akibat kebakaran hutan dan alih fungsi hutan, pencemaran air akibat limbah domestik dan industri, pencemaran udara, kelangkaan air bersih dan ruang terbuka hijau, pemukiman kumuh, kerusakan dan pencemaran pantai dan laut sudah begitu parah mengancam kehidupan kita. Akibat yang segera terlihat adalah deforestasi atau penggundulan hutan, kepunahan jenis binatang dan tumbuhan, peracunan alam di tingkat global, perubahan atmosfer dan degradasi masyarakat dan budaya. Akibat langsungnya, pada akhirnya, adalah penderitaan manusia dalam rupa-rupa bencana alam, pemanasan global dan perubahan iklim, perubahan pola curah hujan dan musim kemarau berkepanjangan yang mengakibatkan kesulitan dalam pola musim tanam, serangan hama tak terduga dan muncul dan berkembangnya epidemi bagi hewan, tumbuhan dan manusia. Pada dasarnya habitat kehidupan telah terganggu. 28. Hal ini masih diperpelik lagi dengan beragam konflik agraria akibat dari pengelolaan tata ruang yang kurang baik. Kasus-kasus agraria berdasarkan hegemoni kekuasaan dimana pengusaha dan penguasa berkolusi dalam rangka menguasai tanah-tanah rakyat terjadi di berbagai wilayah. Dan dalam keadaan ini acap sekali tak terlihat kehadiran Negara dalam melindungi hak-hak masyarakat. Kita mensyukuri beberapa pimpinan gereja yang kukuh berdiri bersama rakyat berhadapan dengan penguasa dan pengusaha dalam kaitan ini, sebagaimana diperlihatkan oleh Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Barat (GKSB) dalam membela masyarakat Kalumpang serta Gereja Kristen Sumba (GKS) dalam menghadapi hadirnya perusahaan raksasa tambang
23
emas di Sumba yang dapat menghancurkan sumber mata air penduduk. 29. Dalam kaitan inilah Sidang MPL-PGI 2013 di Kupang menggumuli Pikiran Pokok “Gereja-gereja Berkomitmen Menanggulangi Krisis Sumber Daya Alam dan Konflik Agraria”.Dan Paska Sidang MPL tersebut, MPH-PGI berupaya untuk mengarus-utamakan Pikiran Pokok PGI 2013 tentang komitmen gereja mengatasi konflikkonflik agraria dan krisis lingkungan ke dalam program-program PGI sehingga seluruh Unit kerja PGI memasukkan issu ini dalam program masing-masing yang bermuara pada disyahkannya Kebijakan Gereja-gereja anggota PGI menyikapi Konflik Agraria dan Degradasi Lingkungan. Selain itu, dua tahun terakhir ini, PGI juga mengembangkan Program Gereja Sahabat Alam (GSA), dengan terus menerus mensosialisasikan pelestarian lingkungan.Program GSA merupakan percontohan saja, yang merupakan program ekumenis untuk memperlengkapi gerejagereja dalam menghubungkan isu kerusakan lingkungan dengan iman Kristen, serta meresponnya dalam tindakan praktis di gereja dan komunitas lokal.Program ini didasarkan pada prinsip 5-S (Solidarity, Save, Share, Shift, dan Sustainability) dan 4-R (Reuse, Reduce, Replace, Recyle). Kesembilan hal di atas diwujudkan dalam agenda 3-G (Get involve, Gift back, dan Grow together), yang sejalan dengan prinsp-prinsip Kristiani dalam rangka kepedulian pada isu lingkungan, yang disebut dengan 4-R (Repent, Restraint, Respect, dan Responsible). Kerjasama antar Umat Beragama dan Plurarisme 30. PTPB mengamanatkan perlunya gereja “membina hubungan dan kerjasama dengan semua golongan termasuk umat beragama” (butir 75). Secara khusus, PTPB juga mencatat keprihatinan akan “maraknya fundamentalisme dan sektarianisme hampir di semua agama” (butir 76). Dan olehnya, PTPB mengamanatkan “perlu ditingkatkan dialog dan kerjasama antar-umat beragama dan golongan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk mencari solusi menghadapi perubahan secara kritis, bijak, jujur dan terbuka” (butir 76).
24
Dalam rangka ini, hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga agama lain terus dilakukan. Memberitakan Injil di tengah-tengah masyarakat majemuk Indonesia mengisyaratkan perlunya kerjasama antar agama dalam menuju masyarakat Indonesia yang berkeadaban. Kerjasama antar agama ini semakin menjadi kebutuhan di tengah makin kuatnya arus intoleransi belakangan ini.Itulah sebabnya PGI terus menerus mengupayakan kerjasama dengan berbagai kelompok-kelompok dan lembaga antar agama.Beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka ini, antara lain menyelenggarakan Buka Bersama Tokoh-tokoh agama yang dilanjutkan dengan dengan diskusi publik membahas issu-issu di sekitar Solidaritas Kemanusiaan antar Agama; Upaya pengimplementasian Code of Conduct to Prevent Holy Site dalam konteks Indonesia, Gathering Anak Lintas Iman dan Workshop bagi Pemerhati Anak, Meja Lintas Iman, ToT Perdamaian Lintas Iman, Seminar Agama-agama, mengorganisir perayaan World Interfaith Harmony Week, Workshop Interfaith di kalangan Pemuda. Pelayanan Media Komunikasi di Tengah Kemajemukan 31. Dalam rangka menyebarkan Injil kepada segala makhluk, PGI juga concern melalui media komunikasi yang kini makin mudah digunakan dan diakses oleh seluruh orang. Dalam hal ini, pengelolaan majalah Berita Oikoumene terus dilakukan. Penguatan kapasitas kepada gereja-gereja melalui Yakoma PGI yang melakukan berbagai macam kegiatan termasuk Mimbar Agama Kristen yang rutin disiarkan di TVRI dan Konsultasi Nasional Gereja dan Komunikasi.
32. Beragam bentuk penguatan yang dilakukan oleh Yakoma PGI sebagai respon atas revolusi media komunikasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi global village, dengan merebaknya penggunaan televisi, handphone (2G) dan smart devices (3G). Yakoma senantiasa mendorong gereja untuk siap memanfaatkan perkembangan media komunikasi ini dalam pelayanan di tengah masyarakat majemuk, karena penggunaan yang begitu mudah dan menjangkau semua lapisan dan golongan masyarakat.
25
33. Namun harus diakui bahwa juga bahwa MPH-PGI belum sepenuhnya mampu menggunakan kemajuan teknologi informasi ini dalam mengembangkan pelayanan di tengahtengah gereja dan masyarakat. Ke depan, sangat diharapkan bahwa gereja-gereja dan MPH-PGI dapat lebih sungguhsungguh memanfaatkan kemajuan teknologi informasi ini, sekaligus juga meningkatkan kewaspadaan warga jemaat terhadap dampak buruk perkembangan teknologi informasi ini. V. TUGAS DI BIDANG PELAYANAN: BERPERAN SERTA DAN MELAYANI "Gereja-gereja di Indonesia berperan seta dan melayani dalam masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang sedang bereformasi mewujudkan masyarakat berkeadaban (civil society) berdasarkan panggilanNya yang bersumber pada Injil Yesus Kristus.....Dalam rangka perwujudan peran serta dan melayani pada masa bakti 2009-2014, maka persoalan politik dan ideologi, penegakan hukum, keadilan,pelayanan dan pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia tetap diberi perhatian penting" demikian arahan PTPB (butir 88 dan 98) dalam menghadirkan pelayanan diakonal Gereja-gereja di Indonesia. Pelayanan Bidang Politik dan HAM 34. Sebagai bagian dari upaya mengimplementasikan amanat tersebut, MPH PGI berupaya melakukan pelayanan di bidang Hukum dan HAM. PTPB merumuskan Pelayanan gereja sebagai “berperan-serta dan melayani dalam masyarakat yang sedang berada dalam proses mewujudkan masyarakat berkeadaban dengan memberi tekanan pada keadilan, pelayanan dan penegakan HAM, harkat dan martabat manusia” (butir 20.c.). PTPB juga merumuskan, “Dalam rangka perwujudan peran-serta dan melayani pada masa bakti 2009-2014, maka persoalan politik dan ideologi, penegakan hukum, keadilan, pelayanan dan pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia tetap diberi perhatian penting” (butir 98). Melalui Bidang Diakonia, terus mengembangkan pelayanan advokasional atas masalah-masalah ketidak-keadilan dan pelanggaran HAM, termasuk marginalisasi
26
kelompok-kelompok minoritas di Republik ini, seperti penganut kepercayaan, Ahmadyah, Shiah, dan gereja. Masalah Ideologi Bangsa dan Advokasi dalam Legislasi Nasional 35. Mengamati perkembangan yang memprihatinkan belakangan ini terkait dengan kebangsaan kita sungguh-sungguh menimbulkan tanya: masihkah kita bertahan sebagai bangsa yang berazas padaPancasila? PernyataanPresiden SBY bahwa 4 pilar bangsa, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI terkesan hanya slogan dan tidak sungguh-sungguh diimplementasikan. MPR memang telah menyelenggarakan berbagai bentuk program untuk mensosialisasikan kembali Pancasila dan nilai-nilainya di tengah makin tergerusnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa kita akhir-akhir ini. Sayangnya, seluruh upaya ini tidak diimbangi dengan sikap tegas penyelenggara negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mendasarkan seluruh sikap, pernyataan dan keputusankeputusannya kepada penegakan 4 pilar tersebut. Sambil terus mengkritisi penggunaan istilah “Empat Pilar” karena bisa mengaburkan esensi Pancasila sebagai dasar Negara, MPH-PGI melihat betapa perlunya gereja-gereja di Indonesia memberi perhatian serius terhadap hal ini.Berbagai percakapan dan kerjasama dengan komponen bangsa lainnya tetap diupayakan dalam upaya memperkuat masyarakat sipil untuk tetap mempertahankan empat pilar. Percakapan denganSetjen MPR juga telah dilakukan untuk mengembangkan program ini dalam lingkungan PGI ke depan. Masih dalam kaitan menjaga ideologi Negara dan agar tidak jatuh kepada pendasaran kebijakan publik kepada sudut pandang agama tertentu saja, PGI, melalui Bidang Diakonia dan Marturia, terlibat aktif dalam program legislasi nasional. Berbagai Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan kebijakan publik lainnya senantiasa diupayakan untuk turut diadvokasi, baik dalam kerjasama dengan jaringan kerja lainnya, maupun secara langsung PGI hadir dan memberikan pandangannya dalam Rapat Dengar Pendapat
27
Umum (RDPU) di parlemen, ketika membahas RUU, antara lain RUU Penanganan Konflik Sosial, RUU Ormas dan RUU KUB, dll Terhadap RUU Kerukunan Umat Beragama, sekjak awal PGI menyatakan sikapnya yang tegas menolak RUU tersebut. MPHPGI memandang bahwa Republik ini tidak membutuhkan UU yang mengatur kerukunan beragama. Kerukunan sejatinya lahir dari pengalaman eksistensial dan bukan hasil dari sebuah pengaturan legal. Yang kita butuhkan saat ini adalah Undangundang Perlindungan atau Jaminan Kebebasan Beragama, yang merupakan implementasi dari Pasal 29 UUD 1945. Oleh karena itu, PGI dalam berbabagai kesempatan meminta kepada seluruh gereja anggota untuk turut menyuarakan hal yang sama kepada pemerintah dan parlemen. Namun pada saat yang sama, PGI juga berupaya menyikapi dan turut mengawal RUU KUB bila jadi masuk dalam pembahasan legislasi nasional. Karena baik pemerintah maupun parlemen hanya fokus pada RUU KUB dan tidak ada keinginan menerbitkan undang-undang yang melindungi tersebut, PGI –bersama mitra kerja selama ini— berupaya mempersiapkan RUU Jaminan Perlindungan Kebebasan Beragama, serta mengawal maksud pemerintah memasukkan RUU KUB dalam agenda legislasi nasional. Upaya ini ditempuh bersama dengan lembaga-lembaga masyarakat sipil lainnya, seperti LBH Jakarta, KontraS, Wahid Institute, SetaraIntitute, Madia, HRWG, dll. Kekuatiran yang sangat mengemuka dalam RUU KUB ini adalah terbukanya jalan untuk mengkriminalisasi umat beragama yang menjalankan kewajiban dan tuntunan agamanya, yang utamanya sangat rentan kepada kelompok-kelompok minoritas. Kebebasan Beragama 36. Kita juga makin prihatin dengan resistensi masyarakat sekitar terhadap pendirian rumah ibadah yang semakin menguat, tidak hanya terjadi kepada rumah ibadah Kristen, tapi juga terhadap rumah ibadah umat beragama lain. Banyak kasus keberatan terhadap pendirian rumah ibadah muncul dibeberapa daerah dan dilakukan oleh agama dengan jumlah umat terbanyak di daerah tersebut. Hal ini ditandai dengan munculnya keberatan dan
28
penolakan untuk mendirikan masjid di Papua, Kupang dan Bali serta mungkin daerah-daerah lainnya. Fenomena ini tentunya harus mendapatkan penyikapan yang lebih serius, tidak hanya oleh kalangan umat dan tokoh agama, namun yang lebih penting adalah oleh Pemerintah. Sebab jika dibiarkan terus seperti yang sekarang berlangsung, maka akan rawan menimbulkan konflik sosial dan dengan sendirinya mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari berbagai kasus ini, PGI tetap mengadvokasi kasus ini serta berbagai kasus kekerasan atas nama agama dan pelarangan beribadah lainnya. Setidaknnya beberapa hal berikut merupakan persoalan serius yang perlu mendapat perhatian: a. Kepatuhan hukum: Kasus GKI Pengadilan Bogor Bapos Yasmin (GKI Yasmin) memperlihatkan pembangkangan hukum yang dilakukan oleh aparat negara dan dibiarkan tanpa mendapat teguran dari atasannya (Mendagri dan Presiden). Hal ini merupakan contoh buruk dalam penegakan hukum dan tiadanya kepastian hukum. b. Mobokrasi versus Negara Hukum: Masih dari GKI Yasmin dan beberapa kasus sejenis, kita juga belajar bagaimana penegakan hukum dikalahkan oleh desakan segerombolan anggota masyarakat yang mengedepankan kekuatan. Ini mengancam eksistensi RI yang adalah negara hukum dan telah menjadi mobokrasi (mobokrasi adalah istilah untuk Negara yang diatur oleh kekuatan gerombolan atau massa). c. Segregasi masyarakat: Alternatif relokasi yang selalu ditawarkan oleh pemerintah dalam kasus-kasus penutupan gereja dan pelarangan beribadah hanya akan menciptakan segregasi masyarakat berdasarkan agama. Preseden seperti ini hanya akan mempersubur keengganan sebagian masyarakat untuk tidak lagi mampu dan sedia hidup berdampingan di tengah realitas kepelbagaian masyarakat Indonesia. Perilaku masyarakat yang makin intoleran terhadap perbedaan keyakinan dan praktek-praktek beribadah merupakan ancaman serius terhadap keberagaman bangsa kita. Dan pemberlakuan
29
hukum penodaan agama (blasphemy law) semakin memperkeruh keadaan, dengan makin banyaknya korban Berdasarkan evaluasi dan pemetaan persoalan kebebasan beragama, muncul beberapa gagasan yang dapat dikembangkan dan menjadi peran PGI untuk memperkuat kehidupan beragama dan bermasyarakat yang lebih baik dan toleran di masa depan, antara lain; (1) Capacity Building, yang meliputi: pengembangan karakter nasional; de-fundamentalisme; re-orientasi radikalisme di kalangan birokrat dan parlemen; dokumentasi proses dan investigasi untuk penggalangan data yang akurat. Materinya harus mengandung muatan civic education. (2) Pengembangan jaringan melalui media main stream atau media alternatif dalam bentuk sharing informasi, sharing resources dan pertemuan rutin. (3) Advokasi di aras lokal sampai dengan internasional; mendesak negara agar tidak mengabaikan persoalan besar dengan kacamata kuda. (4) Investigasi untuk memerkuat data sebagai dasar advokasi, bukan asumsi belaka. (5) Pengembangan program-program Community Development untuk mempersempit kesejangan dan dikerjakan bersama dengan lembaga yang peduli dengan isu ini agar bisa lebih fokus. (6) Pengembangan dialog kultural yang lebih luas. (7) Pengembangan pelayanan trauma healing dan pelayanan sosial secara holistic bagi para korban kekerasan bernuansa agama. Aksi-aksi penutupan gereja sebagaimana disebutkan di atas, pada umumnya selalu menggunakan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 9 dan 8 tahun 2006.FKUB yang diharapkan memfasilitasi perolehan ijin mendirikan rumah ibadah, pada kenyataannya dalam banyak kasus justru mempersulit perolehan ijin tersebut. Sehubungan dengan keadaan tersebut dan memanfaatkan momentum pergantian kepengurusan FKUB yang seyogyanya berlangsung di 2012, PGI telah melaksanakan evaluasi pemberlakukan PBM dan evaluasi aktivitas FKUB, khusus di kalangan Kristen pada 3-5 Juni 2012 di Lawang, Jawa Timur. Semiloka ini dilaksanakan bersama oleh Bidang Diakonia dan Marturia, dengan mengajak serta PGLII dan PGPI. Terkait dengan issu kebebasan beragama yang sudah berada di titik nadir ini, berbagai upaya advokasi telah dilakukan selama
30
lima tahun ini, termasuk mengadvokasinya secara mondial, tetapi nampaknya tidak membuahkan sesuatu yang menunjukkan tanda-tanda ke arah yang lebih baik. Sebagai bagian dari upaya mengadvokasi kebebasan beragama dan penegakan HAM pada umumnya, Pdt Dr AA Yewangoe, Pdt Gomar Gultom dan Pdt Kumala Setiabrata telah mengadakan program parlementaria pada 26-27 September 2011 di Berlin, difasilitasi oleh UEM. Selama dua hari ini telah diadakan sedikitnya 10 pertemuan terpisah dengan beberapa anggota Bundestag (Parlemen Jerman), Pemerintah dan Lembaga-lembaga pegiat HAM di Jerman. Maksud dari parlementaria ini adalah meminta perhatian pemerintah Jerman untuk bersama-sama memperjuangkan penegakan HAM, khususnya kebebasdan beragama di Indonesia, dimana terlihat abainya negara mengenai hal ini. Kita mensyukuri kunjungan Kanselir Jerman ke Jakarta, kemudian, menyempatkan diri bertemu dengan MPH-PGI dan mengagendakan masalah ini dalam percakapan dengan Presiden RI. Lebih kurang setahun kemudian, dalam kerjasama dengan KiAPKN, PGI telah memberangkatkan delegasi interfaith yang terdiri dari Pdt Dr AA Yewangoe, Pdt Gomar Gultom, Dr Rumadi Ahmad, Dr Abdul Mukti dan Romo Benny Susetyo ke Belanda dan Brussel untuk melakukan lobby ke parlemen dan pemerintah Belanda dan Uni Eropah, pada 22-27 April 2013. Lewat percakapan secara terpisah dengan Dubes RI untuk Belanda dan Dubes RI untuk EU dan Belgia, delegasi menyampaikan agar para Dubes mengingatkan pemerintah Indonesia untuk secara nyata membuktikan adanya kebebasan beragama di Indonesia dan tidak hanya superfisial melalui diplomasi publik Kementrian Luar Negeri. Sementara lewat percakapan dengan anggota parlemen EU dan anggota parlemen Belanda, delegasi menyampaikan harapan agar para anggota parlemen mendesak pemerintah masing-masing memasukkan agenda tentang HAM, khususnya kebebasan beragama dan perlakuan anti diskriminasi kepada kelompok-kelompok minoritas, dalam percakapan bilateral antar negara. Pada umumnya para anggota parlemen tersebut ada kesepahaman dengan delegasi dalam menilai keadaan di Indonesia dan berjanji untuk menindak-lanjutinya. Pada
31
kunjungan Anna Gomes (HR Reperteur EU) ke Jakarta, beliau secara khusus menyempatkan diri bertemu dengan PGI menindaklanjuti pertemuan di Brussel tersebut. Lewat percakapan terpisah dengan Komisi Asia EU dan Kementrian Luar Negeri Belanda juga terdapat pemahaman yang sama tentang realitas yang ada dan keduanya setuju untuk mengembangkan dialog antar agama secara bilateral dengan Indonesia, yang diharapkan dapat ditindaklanjuti ke depan. Gereja dan Pemilu 2014 37. PGI melihat betapa pentingnya gereja untuk mendorong warganya untuk berpartisipasi dalam Pemilu karena dalam perspektif mengupayakan pemimpin yang berorientasi kepada kepentingan orang banyak, maka Pemilu bukan hanya merupakan hak, tetapi juga kewajiban warga gereja. Untuk itulah, PGI menerbitkan buklet yang berisikan Pesan Pastoral PGI terkait Pemilu 2014, yang diharapkan dapat menolong gereja-gereja mengajak warga untuk berpartisipasi dalam Pemilu dan sekaligus mengkampanyekan Pemilu yang bersih, sehat dan bertanggung-jawab. Pesan Pastoral PGI diterbitkan menjelang pemilihan anggota legislatif dan menjelang pemilihan presiden/wakil presiden. Pada intinya, PGI hanya menyampaikan pesan-pesan normatif sesuai dengan etika politik kristiani, tanpa bermaksud untuk menggiring warga kepada partai atau calon tertentu. Pada akhirnya warga sendirilah yang memutuskan untuk memilih siapa, karena MPH-PGI hanya memuat kriteria yang paling mendekati kepada pesan-pesan alkitabiah. Selain itu, dalam rangka menghadapi tahun politik, Bidang Diakonia juga telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan pendidikan politik. Pendidikan politik ini lebih diarahkan kepada penyadaran akan-hak-hak dan kewajiban sebagai warga Negara.Telah dilakukan, antara lain: Seminar dengan topik Regenerasi Kepemimpinan Nasional, Penyusunan Modul Pendidikan Politik untuk Perempuan, Pelatihan dalam bentuk ToT untuk Pendidikan Politik, Diskusi Publik termasuk di antaranya pemaparan visi-misi dari masing-masing Pasanagan calon Presiden/Wakil Presiden. Diskusi Gereja dan Politik menjelang Pemilu 2014 dalam rangka mempersiapkan warga gereja menyambut Pemilu 2014 dan
32
dalam rangka memasilitasi perjumpaan warga gereja dengan para caleg Kristen, juga dikembangkan oleh Bidang Diakonia dalam kerjasama dengan PGIW Masalah Papua 38. Memenuhi rekomendasi SR XV/2009 di Mamasa, MPH-PGI telah membentuk Biro Papua. Setelah melalui proses rekruitmen yang cukup lama, MPH-PGI telah menetapkan Sdr. Novel Matindas sebagai kepala Biro Papua terhitung sejak 1 Juni 2011. Sejak diangkat, Kepala Biro Papua telah melakukan koordinasi dengan Pokja Papua serta melakukan berbagai bentuk komunikasi dengan beberapa stake holder yang terkait dengan permasalahan Papua, baik di Jakarta maupun di Papua sendiri. 39. Berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM masih terus memenuhi lembaran sejarah Papua. Kekerasan yang berlangsung sekian lama itu telah memakan banyak korban jiwa orang asli Papua. Hal itu telah melahirkan ragam penderitaan (baik fisik maupun mental) yang kini menjadi kumpulan memori akan penderitaan di sebagian penduduk asli Papua. Sehingga muncul ketidakpercayaan orang Papua terhadap Pemerintah Indonesia serta rasa tidak percaya diri atau curiga untuk hidup bersama dan berdampingan sebagai suatu bangsa di dalam Negara kesatuan Republik Indonesia.Upaya-paya memperjuang-kan keadilan dan penegakan hukum dan HAM oleh masyarakat Papua acap dicurigai oleh pemerintah sebagai gerakan separatis, dan sebaliknya, tak jarang upaya-upaya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah juga dicurigai oleh masyarakat Papua. 40. Menyikapi berbagai persoalan HAM di Papua ini, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan beberapa hal berikut kepada Pemerintah untuk diperhatikan dengan seksama: a). Pendekatan keamanan (militerisme) dengan dalih separatisme di Papua tidak akan pernah menyelesaikan persoalan di Papua. Karena itu Pemerintah RI harus menghentikan segala bentuk kegiatan penyisiran dan kekerasan yang dilakukan Polisi dan TNI di Papua.Penempatan aparat keamanan harus dievaluasi dan di re-mobilisasi ke pos-pos yang seharusnya untuk menjaga keutuhan NKRI; b).Pemerintah RI
33
harus segera membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk mengungkapkan segala pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, sebagaimana diamanatkan oleh UU Otsus.Selain itu Pemerintah harus dapat mempertanggungjawabkan segala bentuk pelanggaran HAM yang pernah dilakukan terhadap orang Papua dan mengadili para pelakunya di pengadilan sipil.Pemerintah harus menghentikan praktek impunitas terhadap para pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM di Papua; c).Pembangunan fisik (infrastruktur) di Papua harus disertai pembangunan manusia Papua (SDM) dengan fokus pada kebijakan afirmatif untuk meningkatkan kualitas hidup orang asli Papua.Kebijakan afirmatif ini harus melibatkan orang asli Papua.Untuk itu Pemerintah harus dapat bermitra dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama di Papua; d).Niat baik Presiden RI untuk ‘membangun Papua dengan hati’ dan menyelesaikan segala bentuk pelanggaran HAM di Papua harus juga dapat dibuktikan segera. Sebab jika tidak maka akan menimbulkan berbagai reaksi yang bisa menarik perhatian dunia internasional; e). Seruan masyarakat sipil agar Pemerintah melaksanakan dialog dengan masyarakat Papua harus dapat diakomodir oleh Pemerintah. Dialog ini harus didasarkan atas upaya untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia seutuhnya bukan untuk kompromi politik semata. 41. Selain itu, masalah human trafficking juga melanda Papua. Biro Papua PGI sempat juga mengadvokasi “penculikan” anak-anak Papua yang dibawa ke Jawa untuk dididik dan dibesarkan dengan agama yang berbeda dari anak-anak tersebut. Hingga kini masalah ini amsih dalam proses penanganan. Upaya ini diduga menjadi bagian dari proses “islamisasi” oleh kelompok tertentu. 42. Pada 16 Desember 2012 MPH-PGI telah memfasilitasi pertemuan pimpinan gereja di Papua dengan Presiden bersama Wapres dan kabinetnya dalam upaya penyelesaian masalah Papua secara menyeluruh dalam damai. Sayangnya pertemuan yang berlangsung sangat terbuka ini tidak berlanjut karena kurang konsistennya Presiden di satu sisi dan polarisasi di antara pimpinan gereja di Papua di sisi lain.
34
43. Sekalipun MPH-PGI telah berupaya mengimplementasikan rekomendasi SR PGI XV/2009 tentang Papua, namun MPH-PGI masih menemui kendala karena belum mampu memainkan peran yang bermakna dalam berbagai upaya penyelesaian masalah Papua ini. Sekalipun PGI, sesuai rekomendasi SR 2009 lalu, telah membentuk Biro Papua sejak dua tahun lalu, sampai kini kita belum mampu merumuskan strategi apa yang paling relevan untuk diperankan oleh PGI, selain secara reaktif meresponi perkembangan yang terjadi. Beberapa pertemuan memang telah dirintis dan jejaring dengan lembaga-lembaga yang menauh perhatian terhadap Papua terus dikembangkan.Tidak bisa diabaikan, kondisi gereja-gereja di Papua sendiri memiliki hambatan tersendiri dalam komunikasi dan apalagi koordinasi. Selain itu, berbagai kegamangan akibat “trauma” hubungan PGIGKI TP di masa lalu serta “sensitifitas” masalah Papua nampaknya menjadi salah satu kendala, termasuk penyelenggaraan Konperensi Gereja dan Masyarakat (KGM) Papua, yang sudah dirancang baik harus ditunda-tunda terus oleh karena “ketegangan” hubungan GKI-TP dan PGIW. Masalah Penanganan Korupsi dan Respon Gereja 44. Realitas mega korupsi yang terjadi secara massif di Indonesia sungguh-sungguh telah menggerogoti eksisitensi kita sebagai bangsa. Gurita korupsi bukan saja melanda para birokrat di eksekutif tetapi juga merambah ke lembaga legislatif dan judikatif. Pemberantasan tuntas dan tanpa tebang pilih atas korupsi mestinya mendapat respon gereja, karena inilah salah satu akar penyebab kemiskinan di Indonesia. Kita telah menghasilkan dokumen Gereja Melawan Korupsi dari MPL 2013 di Melonguane, dan MPH telah menyampaikannya ke Presiden, Mendagri, Menag, DPR, MPR dan KPK. Dari Pimpinan KPK kita telah memperoleh respon positif dan ajakan untuk kerjasama dalam rangka mensosialisasikan gerakan anti korupsi. Melalui Pesan Paskah PGI 2013 yang telah diedarkan ke seluruh gereja, MPH-PGI kembali mengangkat masalah penanggulangan korupsi ini sebagai issu pokok. Tentu gereja tidak bisa hanya menyuarakan agar Negara bebas dari korupsi, tetapi harus pertama-tama berupaya untuk mengelola harta dan kekayaan gereja secara transparan dan akuntabel.
35
Tanggap Bencana 45. Selama lima tahun ini bencana yang terjadi di Indonesia kebanyakan diakibatkan adanya curah hujan yang tinggi sehingga mengakibatkan banjir, banjir bandang dan longsor di beberapa wilayah. Di samping itu beberapa tempat telah dilanda badai dan angin puting beliung, gempa dan erupsi gunung berapi. Kita mencatat keprihatinan atas derita yang harus dipikul oleh masyarakat akibat gempa di Pahae (Tapanuli Utara), erupsi gunung Lokon dan Soputan (MInahasa), tsunami (Mentawai), banjir (Ambon, Wasior Papua, Manado, Jakarta dan Jawa umumnya, Mamasa, Sangir), erupsi gunung (Merapi dan Sinabung). 46. Oleh karena keterbatasan sumber daya dan dana, PGI hanya mampu membantu dalam bentuk dana yang sangat terbatas pada saat-saat awal bencana untuk membantu gereja atau PGI terdekat melakukan pertolongan darurat. Selebihnya adalah menghimbau gereja-gereja dan lembaga lainnya untuk turut solider dengan membantu sekuat mungkin.Kita sangat berysukur bahwa beberapa gereja dengan segera tergerak dalam bantuan-bantuan darurat ini.Kita juga tentu sangat berterimakasih atas Gerakan Kemanusiaan Indonesia yang diprakarsai oleh GKI dalam meresponi berbagai bentuk bencana yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Kita juga mensyukuri dan dapat belajar dari pengalaman beberapa gereja yang sangat tanggal dalam menghadapi bencana yang terjadi seperti GBKP dengan penanganan lebih dari limaribu pengungsi selama berbulanbulan dan KGPM dan GMIM dalam menghadapi pengungsi banjir bandang, dll. Penguatan Kapasitas Gereja untuk HIV dan AIDS 47. Persoalan HIV dan AIDS terus menjadi isu aktual yang harus terus digumuli oleh gereja. Kebijakan Nasional Penanggulangan AIDS di Indonesia yang dirumuskan dan dijalankan KPA menekankan pada penjangkauan kelompok populasi kunci agar upaya pemutusan mata rantai penularan cepat teratasi. Pada sisi lain, Gereja sebagai civil society harus mengambil peran dalam upaya pencegahan dengan mengarahkan jangkauan
36
intervensinya kepada kelompok masyarakat umum terutama kaum muda, tanpa mengabaikan upaya penanggulangan HIV dan AIDS dengan melakukan kegiatan dukungan, perawatan dan pengobatan bagi STH (Saudara Terinfeksi HIV) serta mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap mereka. Sudah waktunya Gereja memperlengkapi diri dan meningkatkan kualitas ketrampilan untuk menjangkau kaum muda dan kaum laki-laki anggota gereja dengan menggunakan media dan sarana pembelajaran yang dimiliki Gereja. 48. Untuk itu maka PGI telah menggelar dua kali Konsultasi Nasional Gereja dan Penanggulangan AIDS: Konas IV di Manado pada Juni 2010 dan Konas V di Lembah Nyiur, Puncak Bogor pada 12-15 Oktober 2013. Melalui kedua Konas ini gereja-gereja menggumuli bersama bagaimana memecahkan kebisuan gereja selama ini dalam penanggulangan AIDS. Selain itu, secara regular PGI mendorong gereja-gereja untuk menyelenggarakan Malam renungan AIDS Nusantara setiap bulan Mei dan Hari AIDS se Dunia setiap bulan Desember. Telah banyak gereja yang membuka diri dalam upaya ini dan bahkan beberapa di antaranya sudah membuka rumah singgah atau memfasilitasi komunitas STH dalam persekutuan dan pengembangan dirinya, seperti HKBP, GKJW, GKJTU, GKPS, GKI, GBKP, GMIM, GKPB, GKITPdll. Namun demikian, masih ada juga gereja yang masih harus didorong untuk ini. 49. Salah satu mata rantai permasalahan HIV dan AIDS ini adalah penyalah-gunaan narkoba yang sudah sangat menguatirkan dewasa ini. Prevalensi pengguna narkoba makin tinggi daru waktu ke waktu dan merambah generasi muda sampai usia yang masih sangat dini. Gereja-gereja perlu menaruh perhatian akan masalah ini demi menyelamatkan angkatan muda gereja dan bangsa. Pernikahan Beda Agama 50. Pada 5 Nopember 2014 yang lalu, PGI diundang oleh MK sebagai pihak terkait untuk memberikan kesaksian ahli berkaitan dengan Judicial Review tentang UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. PGI mengirimkan tim berjumlah 3 orang yaitu: Pdt. Dr. Albertus Patty (GKI), Pdt. Johan Kristantara (GKJ)
37
dan Nikson Gans Lalu, SH (Tim Hukum PGI). Sikap dasar PGI soal perkawinan adalah bahwa perkawinan se-agama adalah perkawinan ideal. Dalam hal kawin beda agama sebagaimana digugat tersebut, PGI tidak dalam posisi setuju atau tidak setuju. Namun demikian, PGI meminta perhatian Negara untuk memfasilitasi jika ada warga Negara yang ingin melakukan kawin beda agama. Negara tak boleh menolak melayani warga Negara yang mau nikah meskipun berbeda agamanya. Sebab itu juga adalah hak asasi setiap orang yang harus dijamin oleh Negara. Dalam hal ini, tugas Negara hanyalah mencatat dan memfasilitasi apa yang sudah ditetapkan atau ditahbiskan oleh agama. Bahkan jika agama sudah menetapkan perkawinan beda agama sesuai dengan ketentuan yang diatur agama bersangkutan, maka Negara tak boleh menolak mencatatkan. Realitas yang dihasilkan oleh ketidaksediaan Negara mencatatkannya oleh karena Undang-undang ini sangat diskriminatif karena bagi masyarakat kaya dapat melakukan pernikahan tersebut di luar negeri dan akhirnya diakui oleh Negara, sementara masyarakat miskin tak dapat melakukannya. Supaya tak terjadi diskriminasi dan atau “kepura-puraan” atau “keterpaksaan” untuk berpindah agama sebagaimana yang selama ini terjadi, atau memilih untuk hidup bersama tanpa pernikahan, maka Negara harus merevisi Undang-undang tersebut. Secara teologis, PGI juga melihat nikah beda agama adalah keniscayaan dalam sebuah masyarakat majemuk seperti Indonesia. Artinya, sangat mungkin terjalin cinta kasih antar sesama yang berbeda agama. Nilai cinta kasih ini suci dan luhur sehingga melampaui batas-batas yang dibuat agama. Karena itu, maka gereja-gereja juga dirasakan perlu membuka diri atas kemungkinan untuk menerimanya. Percepatan Pembangunan Mamasa 51. Salah satu mandat Sidang Raya XV PGI, 2009, di Mamasa adalah mendorong adanya upaya percepatan pembangunan di propinsi Sulawesi Barat, khususnya Kabupaten Mamasa. Semua peserta Sidang Raya XV PGI telah menjadi saksi betapa kondisi sosial dan infrastuktur di wilayah kabupaten Mamasa dan propinsi Sulawesi Barat masih sangat memprihatinkan. Realitas ini membutuhkan respon dan perhatian yang cepat dan mendesak
38
guna peningkatan dan pemerataan pembangunan yang memang diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa. Salah satu rekomendasi SR XV PGI dalam hubungan ini adalah agar gerejagereja anggota PGI secara bersama atau sendiri-sendiri bermitra dengan Gereja Toraja Mamasa dan/atau Pemeritah Daerah Kabupaten Mamasa/Propinsi Sulawesi Barat ikut berperan serta dan membangun kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Mamasa dan Propinsi Sulawesi Barat sebagai wujud komitmen membangun kebersamaan dalam semangat kesatuan dan keesaan. Berkaitan dengan itu SR XV PGI telah membentuk Satuan Tugas untuk mewujudkan pelaksanaan rekomendasi ini. Dalam kurun waktu paska SR XV PGI, MPH PGI telah berupaya mendorong gerak langkah dalam upaya percepatan pembangunan Mamasa, baik terhadap Sinode GTM maupun Satuan Tugas Percepatan Pembangunan Mamasa, namun sayang nampaknya upaya ini hanya jalan di tempat. Satu hal yang perlu dicatat bahwa dengan digelarnya Sidang Raya PGI di Mamasa telah mendorong Pemerintah untuk membangun prasarana pelabuhan udara perintis di Sumarorong, yang telah dioperasikan pada sekitar Maret 2014. Pembangunan Grha Oikoumene 52. Oleh karena kondisi gedung lama PGI sudah tak memadai lagi untuk menampung dinamika pelayanan PGI, melaluikeputusan persidangan-persidang MPL, MPH-PGI melaksanakan pembangunan gedung kantor PGI yang baru, di atas tanah tempat gedung lama PGI di Jalan Salemba Raya 10, Jakarta Pusat. Kerinduan untuk memiliki gedung baru yang representative bagi pusat kegiatan PGI telah lama didambakan oleh gereja-gereja sebagaimana nampak dalam percakapan dan rekomendasi beberapa kali sidang MPL. Peletakan batu pertama pembangunan dilaksanakan pada 25 Mei 2012, bertepatan dengan perayaan 62 tahun PGI. Upacara peletakan batu pertama ini dihadiri oleh Dirjen Bimas Kristen, Bapak Saur Hasugian, Ketua MPR, Taufik Kiemas, pimpinan MPR lainnya, gereja anggota PGI utamanya yang berada di sekitar Jabodetabek dan para undangan lainnya. Dengan telah
39
diterbitkannya Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Gedung PGI, maka pembangunan pun dimulai sejak Oktober 2012 lalu. Dukungan dana dari gereja anggota, donatur dalam dan luar negeri mulai berdatangan. Demikian pula dari Pemerintah yang pada 2012 menyerahkan Rp 2 milliard sebagai bantuan tahap pertama untuk tahun anggaran 2012. Sejak 1 Desember 2011 Sekretariat Umum PGI telah mengosongkan gedung Salemba 10 dan untuk sementara berkantor di Fakultas Hukum, Universitas Kristen Indonesia di Jalan Diponegoro 86, Jakarta Pusat, lebih kurang 200 meter di belakang gedung Salemba 10. Kita sangat mensyukuri kemurahhatian pimpinan UKI yang memperkenankan PGI menggunakan sebagian dari gedung mereka sebagai kantor sementara selama pembangunan berlangsung; tanpa dipungut biaya sewa. Sekalipun demikian, pembangunan gedung pada waktu itu belum bisa dimulai karena masih ada beberapa hal yang belum tuntas terselesaikan dengan PP GMKI dan DPC GMKI Jakarta, yang juga penghuni gedung Salemba 10 ini. Dengan berbagai pertimbangan, termasuk dalam rangka menuju kemandirian GMKI Cabang Jakarta, MPH telah menawarkan gedung milik PGI di Jalan Salemba Raya 49 untuk dipergunakan oleh GMKI Cabang Jakarta sehingga kegiatan mereka dapat dipusatkan di sana dan tidak lagi di Salemba 10. Sementara PP GMKI akan tetap menghuni gedung PGI yang baru nantinya. Terhadap kedua lembaga ini, proses menuju kesepahaman berjalan alot dan baru dapat dituntaskan setelah melalui keputusan Sidang MPL PGI, Januari 2013 di Kupang.Setelah penanda-tanganan Nota Kesepahaman dengan GMKI, barulah pada awal 2013 gedung lama dapat dikosongkan dan dibongkar. Dan Pembangunan pun baru dapat dimulai dengan breaking ground pada Jumat, 14 Juni 2013 Atas kemurahan-Nya, gedung baru PGI yang dinamai Grha Oikoumene telah diresmikan pemakaiannya pada 15 Oktober 2014 melalui Ibadah Syukur. Dan sejak Kamis, 23 Oktober 2014, MPH-PGI dan staf Sekretariat telah mulai menempati gedung baru tersebut, yang untuk sementara masih menempati lantai 2
40
sambil menanti penyelesaian lantai-lantai berikutnya untuk dapat dipergunakan secara maksimal. Gedung ini terdiri dari lima lantai yang terdiri dari: lantai 1 (lantai dasar) untuk parkir dan kantin, ruang disel dan gudang; lantai 2 terdiri dari ruang tamu, ruang kerja MPH (Ketum, Sekum, Wasekum, Bendahara, Wabendra), ruang BPP, ruang MP, kesekretariatan umum dan keuangan, dua unit ruang rapat kecil dan pantry; lantai 3 terdiri dari ruang kerja para Sekretaris Eksekutif, Kepala Biro, Chapel, Ruang Olahraga, Ruang Pertemuan dan Perpustakaan; Lantai 4 dimaksudkan untuk disewakan sebagai perkantoran dan Lantai 5 ruang serba guna yang juga untuk disewakan. Di samping itu, di dalam gedung ini juga melekat Kantor PP GMKI yang terpisah di lantai satu dan dua, dengan akses pintu masuk dan gerbang tersendiri. VI. PENUTUP 53. Dari catatan perjalanan MPH-PGI selama lima tahun ini, MPH mencatat empat masalah pokok yang cukup memprihatinkan dewasa ini, yang menurut prediksi MPH masih akan mempengaruhi perjalanan gereja-gereja setidaknya lima tahun yang akan datang. Keempat masalah itu adalah Ketidak-adilan, Kemiskinan, Radikalisme dan Perusakan Lingkungan. Inilah yang antara lain menjadi “Samudera Raya” kehidupan masyarakat Indonesia. Atas dasar itulah MPH-PGI tiba pada rumusan subtema Sidang Raya XVI PGI: “Dalam Solideritas dengan Sesama Anak Bangsa Kita tetap Mengamalkan Nilai-nilai Pancasila guna Menanggulangi Kemiskinan, Ketidak-adilan, Radikalisme dan Perusakan Lingkungan”. Dan subtema ini lahir di bawah pergumulan atas tema “Tuhan Mengangkat Kita dari Samudera Raya”. Ini sebuah keyakinan, sekaligus harapan, sama seperti Tuhan yang telah mengangkat masyarakat Nias yang bangkit dari keterpurukannya akibat terjangan tsunami (2004) dan gempa bumi (2005), Tuhan pun sedang dan akan mengangkat kita dari samudera raya kehidupan yang dilanda oleh keempat issu tersebut. Elaborasi terhadap semua pergumulan ini menjadi salah satu latar belakang dari penyusunan draft PTPB yang diajukan pada Sidang Raya ini.
41
54. Dalam terang itulah MPH-PGI telah menyusun draft PTPB, sebagai bagian dari DKG, untuk dibahas dan disahkan oleh Sidang Raya ini, sebagai pedoman bersama bagi kita semua, gerejagereja di Indonesia, mengimplementasikan tugas bersama menghadirkan damai sejahtera Allah di bumi Indonesia. 55. Demikianlah laporan singkat ini disampaikan kepada Sidang yang terhormat ini. Banyak hal yang telah diusahakan dan dilakukan, namun kami mengakui bahwa masih banyak hal juga yang belum bisa direalisasikan seperti program pembangunan percepatan Mamasa dan dialog Papua – Jakarta. Selain itu, MPH-PGI juga terus berusaha untuk membenahi yayasan-yayasan bentukan PGI yang ada selama ini dan menyelesaikan berbagai persoalanpersoalan yang terjadi antara lembaga maupun Universitas. 56. MPH-PGI periode 2009-2014 akan segera mengakhiri masa tugas namun gerakan oikoumene dan perziarahan gereja-gereja akan tetap berlangsung. Dengan tetap menyandarkan diri pada perlindungan Tuhan, kiranya MPH-PGI periode 2014-2019 tetap melanjutkan arak-arakan gerakan oikoumene. Kesempatan ini pula merupakan kesempatan untuk membarui komitmen akan terwujudnya Gereja Kristus yang Esa dimana PGI telah didirikan 64 tahun yang lalu. Melalui kesempatan ini pula, MPH-PGI menyampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada seluruh pihak yang telah membantu melalui jerih lelah selama kurang lebih lima tahun terakhir. Terima kasih pula kepada seluruh warga gereja yang turut berpartisipasi dan senantiasa mendoakan PGI. Secara khusus juga kepada para pimpinan gereja yang telah setia turut serta mengikuti Sidang MPL setiap tahunnya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para mitra baik dalam negri maupun luar negeri yang juga memberikan dukungan dalam bentuk daya dan dana yang turut menopang program-program PGI. Melalui kesempatan ini pula, MPH-PGI menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, apabila ada kesalahan kami selama menjalankan tugas selama lima tahun
42
terakhir. Tuhan memberkati gereja-Nya untuk melakukan sidang di Gunung Sitoli-Nias. Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia Pdt. Dr. A. A. Yewangoe Ny. Ruth Kadarmanto Setijadi, MA Pdt. Dr. Karel Phil Erari Pdt. Untung S.K Wijayaputra, STh Pnt. Ir. Royke Roring, MSi Pdt Gomar Gultom Pdt. Ny. Liesje T-Makisanti, S.Th,M. Si Pdt. Kumala Setiabrata, MTh Pnt. Raffly Tamburian, SE, M.Div Pdt. Dr. Lies Marantika Pdt. I. Made Priana, M.Th Pdt. Dr. Zakaria J. Ngelow Sdr. Joni Mesalangi, ST
Ketua Umum Ketua Ketua Ketua Ketua Sekretaris Umum Wasekum Bendahara Wabendra Anggota Anggota Anggota Anggota
43