LAPORAN KEGIATAN SURVEY POTENSI DESA UNTUK PROGRAM PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN & PELESTARIAN HUTAN DI DESA SIGRUN KECAMATAN SULTAN DAULAT PEMKO SUBULUSSALAM KAWASAN EKOSISTEM LEUSER
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT WANAGREEN 2010
DAFTAR ISI
Daftar Isi
.........................................................................
2
I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ....……………………………………………………. 1.2 Tujuan ....……………………………………………………. 1.3 Hasil Yang Akan Dicapai (Output) ..…………………………………….
3 3 4
II. Dasar Seleksi dan Teknis Kegiatan 2.1 Dasar Seleksi Desa ………………....……………………………………. 2.2 Pelaksana Kegiatan …………………....…………………………………. 2.3 Waktu Pelaksanaan ……………………....………………………………. 2.4 Teknis Kegiatan ………………………....…………………………….
4 4 4 4
III. Hasil Dan Pembahasan 3.1 Pemetaan Gampong Sigrun …..…….…...……………………….... 5 3.2 Gambaran Umum Sigrun .………………………......... 5 3.2.1 Letak dan Aksesibilitas .................................................................. 5 3.2.2 Penduduk dan Kehidupan Masyarakat ............................................ 5 3.3 Gambaran Potensi Pertanian .................................................................. 6 3.4 Gambaran Potensi Kehutanan ................................................................. 7 3.5 Ketersediaan Air ......................................................................................... 8 3.6 Tumbuhan Obat ......................................................................................... 9 3.7 Konflik dan Perburuan Satwa ..................................................................... 9 3.8 Permasalahan Umum di Gampong Sigrun .................................. 10 3.9 Harapan Masyarakat ................................................................................... 10
IV. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan ................………………………………………………….... 11 4.2 Saran ........................................…………………………………………… 11 4.3 Penutup ............................................………………………………………… 11
Lampiran
.....................................................................................................
12
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang terletak di provinsi Aceh dengan luas 2,25 juta hektar merupakan aset yang sangat tinggi nilainya untuk menjamin kelangsungan hidup masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Masyarakat Aceh merasa bangga terhadap hutan mereka dan menginginkan agar kawasan ini dilestarikan. Pelestarian hutan Aceh, khususnya KEL bukan saja karena nilai-nilai hakiki dan budaya yang terkandung di dalamnya tetapi juga karena jasa-jasa ekologi dan konservasi sebagai penopang kehidupan yang dihasilkan yang dapat mendukung pemulihan, pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Aceh di masa depan. Sejarah telah membuktikan bahwa usaha pelestarian dan perlindungan KEL dimulai oleh masyarakat lokal itu sendiri yang tinggal di dalam dan sekitar KEL. Pada tahun 1920-an para pemuka adat dan tokoh masyarakat setempat meminta Pemerintah Kolonial Belanda agar melindungi Kawasan Leuser dan memohon agar tidak mengekploitasinya. Setelah melalui perjalanan panjang, akhirnya pada tangggal 6 Februari 1934 semua perwakilan masyarakat lokal dan Gubernur Hindia Belanda menandatangani sebuah deklarasi yang kemudian disebut ”Deklarasi Tapak Tuan” untuk melindungi dan melestarikan KEL. Dengan keberadaan Proyek Perlindungan Hutan dan Lingkungan Aceh (AFEP, Aceh Forest Environment Project), baik pemerintah maupun masyarakat internasional sudah mengakui tingginya nilai KEL di Aceh. Melalui upaya konservasi yang efektif dan peningkatan status hukum kawasan ini, AFEP bermaksud menciptakan dan memelihara koridor keanekaragaman hayati terbesar di kawasan Asia Tenggara. Yayasan Leuser Internasional (YLI) sebagai lembaga pelaksana program AFEP untuk membantu pengelolaan KEL telah melaksanakan berbagai program untuk mendukung konservasi KEL, salah satunya adalah program pemantauan desa – desa yang terletak di dalam dan sekitar KEL sebagai upaya menjaga dan melestarikan KEL melalui penggalian potensi desa dan permasalahan serta kendala yang dihadapi khususnya yang berhubungan dengan lingkungan dengan melibatkan peran serta masyarakat sekitar. Yayasan Leuser Internasional (YLI) yang sedang melaksanakan Aceh Forest & Environment Program (AFEP) ikut membantu pemerintah dalam melaksanakan pemberian Informasi serta membangun kerjasama dan koordinasi dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) baik internasional maupun lokal yang berkerja dilapangan dalam hal melakukan pemantauan darat serta membentuk tim pemantauan hutan bersama masyarakat sekitar dalam KEL. YLI melalui program AFEP ingin bekerjasama dengan LSM meningkatkan kapasitas untuk kegiatan pemantauan sehingga LSM dapat memainkan peran aktif dimasa depan. Tahun 2010 Yayasan Leuser Internasional melalui AFEP akan menjalin kerjasama kemitraan dengan LSM lokal yang bergerak di bidang Lingkungan. Lembaga LSM melakukan survei, Monitoring dan Investigasi terhadap aktivitas ilegal kehutanan yang terjadi di kawasan hutan Aceh khususnya dalam dan sekitar Kawasan Ekosistem Leuser dan melakukan pengontrolan dan pengawalan terhadap kasus penting dan besar yang ditindak lanjuti oleh Dinas/Instasi terkait.
3
Tujuan Kegiatan Menyediakan LSM Lokal atau lembaga sosial lainya untuk melaksanakan kegiatan di desa behubungan dengan lingkungan yaitu : 1. Mendorong dan memfasilitasi pembentukan team pemantauan hutan untuk bekerja dengan masyarakat desa dan Dinas Kehutanan untuk mengidentifikasi kawasan hutan/hutan adat desa serta melakukan survey dan melakukan pencatatan informasi dari lapangan selama survey oleh masyarakat dan kanun desa. 2. Melatih masyarakat desa untuk memantau hutan desa, menyusun laporan dan pembuatan laporan pemantauan hutan desa. Mendata konflik satwa liar serta mempublikasikan hasil kegiatan kepada masyarakat 3. Melaksanakan rapat bulanan dengan warga desa untuk membangun ketrampilan dalam bidang pengelolaan hutan masyarakat, mensosialisasikan kepada masyarakat desa tentang undang-undang kehutanan yang berlaku. 4. Memberikan penyadaran lingkungan kepada warga desa dan bekerja bersama masyarakat, pemda untuk memasukkan aktivitas yang peduli terhadap penyelamatan lingkungan dalam program KDP/P2DTK maupun program pembangunan lainnya. 1.3 Hasil Yang Diharapkan (Output) 1. LSM Lokal bekerja harus meliputi minimal 10 desa dalam 3 bulan 2. Melengkapi data informasi tentang desa, status kawasan hutan desa/hutan adat 3. Terbentuknya tim pemantauan desa dan terlatih untuk pemantauan dan kegiatan konservasi 4. Terlaksananya pertemuan resmi dengan masyarakat desa minimal satu kali setiap bulannya 5. Masyarakat terlibat langsung dalam penyelamatan, pelestarian dan proteksi hutan di sekitar desa mereka 6. Diketahui potensi, permasalahan dan kendala berbagai sektor yang berhubungan dengan hutan dan lingkungan. 7. Mengumpulkan semua data dan informasi tentang sarana dan prasarana umum yang dimiliki desa kemudian membuatnya dalam peta desa 8. Terbentuknya tim pemantauan dan perlindungan hutan desa yang dilaksanakan oleh masyarakat desa itu sendiri 9. Terbentuknya kanun desa yang mengatur perlindungan dan pelestarian hutan dan lingkungan.
II. DASAR PEMILIHAN DESA DAN TEKNIS KEGIATAN 2.1 Dasar Pemilihan/Seleksi Desa/Gampong Proses seleksi desa didasarkan pada beberapa faktor yang saling berhubungan antar satu desa dengan desa lainnya (adanya benang pengikat/perasaan senasib) khususnya yang berhubungan dengan lingkungan, meliputi satu atau beberapa faktor dibawa ini : 1. Terletak di dalam KEL, masih bersifat tradisional dan relatif terisolir. 2. Di dalam atau di batas desa terdapat salah satu fungsi hutan, yaitu hutan lindung, TNGL, SM, bekas hutan produksi, Areal HGU Perkebunan, Areal APL, hutan adat. 3. Memiliki intensitas atau potensi kerusakan hutan yang tinggi, seperti illegal logging, perambahan dan pertambangan serta sering terjadi konflik satwa. 4. Adanya konflik atau sengketa lahan hutan antara masyarakat dengan pihak pengusaha perkebunan atau pertambangan. 2.2 Pelaksana Kegiatan Kegiatan di Gampong Sigrun dilaksanakan oleh LSM Wanagreen wilayah Kerja Pemko Subulussalam yang terdiri dari team 2 : Jalul dan Yusniar dengan dibantu oleh aparatur desa, beberapa orang tokoh masyarakat dan tokoh adat, pemuda dan masyarakat setempat.
4
2.3 Waktu Pelaksanaan Kegiatan monitoring dilaksanakan selama 15 -20 hari setiap periode di setiap desa yang telah ditentukan. Pada periode 1 ini dilaksanakan dari tanggal 25 Maret sampai tanggal 10 April 2010 2.4 Teknis Kegiatan 1. Secara deskriptif, melalui wawancara langsung dengan masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh adat serta aparatur desa (data primer). Pertanyaan difokuskan pada kondisi, potensi, permasalahan dan kendala utama dalam kehidupan sosial ekonomi, sistem pertanian, pengairan, perikanan, kehutanan, konflik satwa dan kearifan tradisional. Data penduduk, sosial ekonomi, luas dan status hutan serta informasi lainnya akan diambil di kantor desa, kantor camat atau instansi terkait lainnya (data sekunder). 2. Survey langsung, untuk mengetahui potensi flora fauna di kawasan hutan desa, lokasi hutan adat, tumbuhan obat, konflik satwa dan permasalahan lain yang berhubungan dengan kehutanan dan pertanian. Warga dilatih menggunakan GPS untuk mengetahui titik koordinat lokasi gampong. Data yang dicatat meliputi batas desa, dusun, fasilitas umum, fungsi dan kondisi areal lainnya.
III. HASIL KEGIATAN 3.1 Pemetaan Desa/Gampong Komponen – komponen yang dilakukan pendataan Gampong Sigrun adalah : Fasilitas umum Merupakan sarana dan prasarana yang dimiliki desa baik yang dibangun oleh masyarakat secara swadaya dan gotong royong maupun yang dibangun oleh pemerintah dan lembaga lainnya. Fasilitas umum yang terdapat di gampong Sigrun adalah adanya Jalan raya Industri pertanian, hasil hutan dan industri rumah tangga Pada saat ini tidak ada Industri pertanian di Gampong Sigrun, namun yang sering di jumpai di Gampong Sigrun adalah Hasil hutan yaitu pinang dan kemiri untuk dijual kepada agen di pasar dan pada waktu hari pekan (pajak) 3.2 Gambaran Umum, Potensi dan Permasalahan Desa 3.2.1 Letak dan Aksesibilitas Gampong Sigrun terletak dekat dengan Kawasan Ekosistem Leuser. Secara administratif termasuk dalam wilayah Kecamatan Sultan Daulat Pemko Subulussalam. Secara geografis terletak pada 020 48’ 52.7” Lintang Utara (N) dan 970 52’ 21.2” Bujur Timur (E). Akses dari ibukota kecamatan (Jambi Baru) menuju gampong Sigrun dapat dilalui kendaraan roda empat dengan kondisi jalan beraspal. Jarak dari desa ke ibukota kecamatan sekitar 4 kilometer dan ke ibukota Pemko Subulussalam sekitar 33 kilometer. Batas – batas wilayah gampong Sigrun terdiri dari : - Sebelah utara berbatasan dengan Kampong JabiJabi - Sebelah selatan dengan Kampong Bawan - Sebelah Barat berbatasan dengan Lae Langge - Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Gambar 1 : Jembatan penghubung Desa Sigrun Dan Desa Sukamaju
3.2.2
Penduduk dan Kehidupan Masyarakat Jumlah penduduk gampong Sigrun yaitu berjumlah 970 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 210 orang. Semua penduduk beragama islam, mayoritas (95%) merupakan
5
penduduk asli etnis Boang, Alas, Gayo, Aceh dan lainya merupakan pendatang. Sebahagian penduduk juga ada yang berpindah/merantau ke desa, kecamatan, kabupaten atau provinsi lainnya untuk mencari pekerjaan dan sekolah. Rumah penduduk mayoritas sudah semi permanen dengan atap seng, lantai semen dan ada beberapa rumah sudah berlantai keramik. Rata-rata rumah masih berdinding papan dengan lantai semen. Mata pencaharian masyakarat di desa ini hampir seluruhnya petani, yang berprofesi sebagai PNS tercatat 10 orang dan swasta 10 orang. Meskipun ada sebahagian kecil sebagai PNS, swasta, tukang bangunan atau pekerjaan lainnya namun setiap penduduk atau KK tetap memiliki kebun atau lahan pertanian. Tanaman utama yang ditanam adalah Sawit, Karet, Coklat . Selain itu juga ada Pinang, jagung, Pisang, kemiri, dan lain-lain. Tidak ada hasil hutan non kayu di daerah ini.. 3.3 Gambaran Potensi Pertanian Jenis tanaman tahunan/tua yang ditanam di wilayah gampong Sigrun adalah Sawit, Karet, Pinang dan Coklat. Tanaman tua yang menjadi andalan dan komoditas utama adalah Sawit. Tanaman muda atau semusim yang ditanam adalah Padi, jagung, Jagung, Pisang dan sayuran. Budidaya tanaman tua sebahagian besar masih dilakukan secara tradisional yaitu menggunakan bibit yang berasal dari biji kemudian langsung ditanam atau dimasukkan dalam polybag terlebih dahulu. Sangat jarang masyarakat menggunakan atau membeli bibit unggul kecuali yang dibagikan oleh pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat/NGO. Petani umumnya tidak menggunakan pupuk buatan kecuali untuk tanaman cabe dan sayuran yang menggunakan pupuk khusus dan bibit unggul. Rencana jenis tanaman yang akan dikembangkan oleh masyarakat Sigrun adalah sawit dan coklat. Gambar 2 : tumpukan kelapa sawit di Gampong Sigrun.
Sistem pertanian dilakukan masyarakat secara menetap. Pemanfaatan lahan sebahagian masih dilakukan secara ektensif, yaitu melalui perluasan dan pembukaan lahan pertanian baru dengan menebang hutan yang jaraknya sudah sangat jauh dari perkampungan (ditempuh 1 hari berjalan kaki) dan terletak di dalam kawasan Hutan Lindung. Pola yang digunakan biasanya pola semi perladangan berpindah, dimana setelah hutan ditebang lalu ditanam dengan tanaman tua dan ditinggalkan, setelah jangka waktu 3-6 bulan dibersihkan kembali. Pada saat ini sudah banyak masyarakat yang melakukan pemanfaatan lahan secara intensif (pengolahan lahan secara optimal tanpa membuka lahan baru). Alasan pemanfatan lahan secara intensif adalah hasil panen yang diperoleh akan lebih banyak dan kebun lebih terurus. Pemasaran hasil pertanian umumnya melalui agen yang datang ke desa atau jika jumlahnya relatif banyak maka langsung dibawa dan dijual kepada toke penampung di pasar lokal yang terletak di Gampong Sukamaju waktu hari pekan atau di bawa ke Kota Subulussalam. Status lahan pemukiman dan pertanian umumnya hak milik . Kawasan hutan dan areal perkebunan gampong Sigrun terletak di dalam Kawasan APL (Areal Penggunaan Lain), sebahagian besar hutan yang baru dibuka untuk perkebunan
6
3.4 Gambaran Potensi Kehutanan 3.4.1 Tipe Hutan dan Status Kawasan Tipe hutan di sekitar gampong Sigrun merupakan kawasan yang di kelilingi oleh pemukiman penduduk di Kecamatan Sultan Daulat. status Areal Penggunaan Lain (APL) yang sangat jauh berbatasan dengan kawasan Hutan Lindung sekitar 15 km 3.4.2 Hasil Hutan dan Industri Perkayuan Hasil hutan non kayu utama terdiri dari Kapas, karet,coklat,jagung,padi dan sawit yang terdapat dalam jumlah relatif banyak dan terletak dalam kawasan APL . Hasil hutan ini dimanfaatkan masyarakat sekitar untuk kebutuhan sehari-hari dan sebahagian dijual. Kapas digunakan sebagai bahan kasur dan tilam untuk rumah tangga.
Gambar3 : Seorang Ibu sedang membersihkan kapas Hasil hutan non kayu di Gampong Sigrun
3.4.3 Illegal Logging dan Perambahan Hutan Secara umum tidak ditemukan aktifitas illegal logging di dalam wilayah gampong Sigrun. Penebangan kayu pada saat ini hanya dilakukan oleh masyarakat jika ada kebutuhan untuk kepentingan umum, misalnya pembuatan jembatan, Mesjid dan fasilitas umum lainnya. Kayu diambil dari dalam kawasan hutan di sekitar desa dan oleh masyarakat di dalam hutan KEL dengan status kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) pembukaan hutan biasanya dilakukan secara berkelompok, lokasinya sudah sangat jauh dari pemukiman. 3.4.4 Hutan Adat dan Kearifan Tradisional Menurut para tetua adat dan tokoh masyarakat setempat di gampong Sigrun tidak terdapat hutan adat, yang ada merupakan Hutan Lindung yang letaknya 5 km dari pemukiman dan langsung berbatasan dengan wilayah kabupaten Aceh Tenggara. 3.5 Ketersediaan Air Air merupakan sumber kehidupan utama semua makhluk hidup. Air tidak hanya berfungsi untuk minum, MCK dan pertanian tetapi juga sebagai sarana transportasi dan mata pencaharian utama. Dari segi kwantitas hampir semua desa di Aceh memiliki sumber air yang relatif cukup, namun dari segi kwalitas banyak yang belum memenuhi syarat terutama air untuk rumah tangga. Sumber air untuk rumah tangga di gampong Sigrun umumnya berasal dari sungai , sedangkan sumber air untuk pertanian dan persawahan berasal dari tadah hujan. Akibat ketergantungan dengan sungai ini maka pada musim kemarau masyarakat kekurangan air dan pada musim hujan justeru kelebihan air yang mengakibatkan banjir. 3.6 Tumbuhan Obat Desa – desa yang letaknya terisolasi dan memiliki akses yang sulit selalu menggunakan tumbuhan obat sebagai pilihan utama untuk pengobatan. Meskipun akses menuju gampong Sukamaju tidak sulit namun masyarakatnya sering menggunakan tumbuhan obat sebagai pilihan utama pengobatan. Pemanfaatan tanaman obat ini terutama untuk sakit yang umum seperti demam, batuk, sakit perut, malaria dan masuk angin. Umumnya masyarakat desa merasa lebih cocok menggunakan tumbuhan obat dibanding obat kimia karena selain murah atau tanpa biaya juga tidak menimbulkan efek samping yang berbahaya.
7
Penggunaan tumbuhan ini sudah berlangsung lama yang diwariskan secara turun temurun. Jenis tumbuhan yang sering dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat diantaranya adalah Tongkat Ali (Eurycoma longifolia), sidukung anak, dll. Ketersediaan jenis tumbuhan obat pada saat sekarang relatif mudah diperoleh, terutama yang berasal dari hutan seperti Tongkat Ali, dan sidukung anak. Jenis yang dibudidayakan dan relatif mudah diperoleh diantaranya Kunyit, jahe, Mengkudu, Pegaga, dan Kencur. 3.7 Konflik dan Perburuan Satwa Konflik satwa yang terjadi di gampong Sigrun relatif kurang terjadi, khususnya satwa Harimau yang sering masuk ke perkampungan untuk memakan ternak penduduk dan satwa Babi Hutan, Beruk, Kera Ekor Panjang dan Kedih yang sering merusak dan memakan tanaman pertanian. Jenis – jenis satwa liar yang sering diburu oleh masyarakat di gampong Sigrun adalah Rusa dan Babi Hutan. Satwa liar tersebut mempunyai penyebaran yang luas dan sering ditemukan di hutan sekunder, pinggir hutan dan kebun yang baru dibuka. Tujuan perburuan satwa liar adalah untuk diambil dagingnya (dikonsumsi dan dijual, yaitu Rusa dan Kijang) dan juga untuk dibunuh karena merusak tanaman (Babi Hutan). Pelaku perburuan umumnya adalah masyarakat lokal dan desa di sekitarnya yang melakukan perburuan secara berkelompok atau sendiri. Senjata yang digunakan untuk berburu biasanya jerat, dan jaring. 3.8 Permasalahan Umum di Gampong Sigrun 3.8.1 Akses dan Kondisi Jalan Kondisi jalan menuju ke lahan pertanian warga masih menggunakan boat (mesin robin) Masih banyaknya pengangguran Tidak adanya Listrik untuk masyarakat di sekitar pinggiran gampong yang dipesisir 3.8.2 Bidang Pertanian Tidak adanya modal dan bibit yang berkualitas, selama ini petani membibitkan tanaman secara manual yaitu dari biji yang sudah tua. Harga komoditas pertanian pada saat ini relatif murah sehingga tidak sesuai biaya produksi dengan hasil produksi. Adanya hama dan penyakit pada tanaman Pengetahuan petani masih rendah karena tidak adanya pembinaan dan penyuluhan. 3.8.3 Bidang Kehutanan Pemasaran hasil hutan seperti kemiri relatif lebih murah Pembelian oleh agen dari luar daerah Masyarakat banyak yang tidak mengetahui batas Hutan Lindung dengan areal perkebunan masyarakat. 3.8.4 Ketersediaan Air
Air untuk rumah tangga masih bersumber dari sungai dan sumur Tidak adanya Perusahaan air minum atau air bersih Tidak adanya pengairan untuk pertanian
3.8.5 Kearifan Tradisional dan Kehidupan Satwa Liar Nilai-Nilai kearifan tradisional sudah banyak yang dilanggar karena perkembangan kemajuan dan banyaknya orang luar yang masuk. Satwa liar sangat sering merusak tanaman (Babi Hutan, landak) dan memangsa hewan ternak serta meresahkan penduduk (Harimau).
8
3.9 Harapan Masyarakat Pada saat ini seluruh komponen masyarakat gampong Sigrun sangat mengharapkan adanya kepedulian dan perhatian serius dari jajaran pemerintah Pemko Subulussalam dan provinsi Aceh serta lembaga/instansi lainnya agar mengembangkan dan memajukan berbagai potensi di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan serta membangun sarana pendidikan yang memadai.
9
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Potensi pertanian dan perkebunan perlu dikembangkan segera, terutama sektor perkebunan yang memadukan pertanian dan kehutanan (agroforestry) melalui pemilihan jenis tanaman bernilai ekonomis tinggi dan berfungsi untuk keseimbangan lingkungan. Jenis tanaman yang banyak direncanakan oleh masyarakat gampong Sigrun untuk dikembangkan adalah Sawit dan Coklat. Permasalahan utama pengembangan pertanian dan perkebunan adalah modal, bibit berkualitas, hama dan penyakit serta kurangnya SDM. Sumber air untuk rumah tangga dan pertanian berasal dari sungai,dan sumur. Permasalahan utama kekurangan air di musim kemarau dan banjir di musim hujan.. Konflik antara satwa dengan manusia dan tanaman pertanian jarang terjadi sejak dahulu di wilayah gampong Sigrun 4.2 Saran 1. 2. 3. 4.
Masyarakat gampong Sigrun sangat mengharapkan adanya kepedulian dan perhatian serius dari jajaran pemerintah Pemko Subulussalam dan provinsi Aceh Penciptaan lapangan kerja Mengembangkan dan memajukan di sektor pertanian Membangun sarana pendidikan yang memadai.
4.3 Penutup Demikian laporan survey di gampong Sigrun disekitar KEL Pemko Subulussalam kami buat dengan sesungguhnya, semoga dapat bermanfaat dan menjadi bahan masukan untuk merencanakan kegiatan selanjutnya. Subulussalam, 12 April 2010 Dibuat oleh,
Suparta Ketua Wanagreen
Diperiksa oleh,
Anhar Asisten Monitoring
Disetujui oleh
Fakhrurradhi Asisten LSO Tapaktuan
Lampiran : 1. Database hasil pendataan di lapangan Villagers Monitoring Team (Form A) oleh LSM Wanagreen 2. Data jumlah desa yang telah dikerjakan oleh LSM Wanagreen (Form B) 3. Rangkuman progress report hasil kegiatan oleh LSM Wanagreen (Form C) 4. Koordinat fasilitas umum desa dan temuan penting lainnya selama kegiatan di gampong Sigrun oleh LSM Wanagreen
10