Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
RINGKASAN EKSEKUTIF I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan pada era Otonomi Daerah, Provinsi Jawa Tengah dihadapkan kepada berbagai permasalahan
lingkungan
hidup
yang
semakin
mengkhawatirkan.
Permasalahan-permasalahan yang dihadapi adalah masalah kemiskinan, pengangguran, kesejahteraan pekerja, pendidikan, kesehatan, keadilan gender dan perlindungan anak, seni budaya Jawa, ketimpangan pendapatan masyarakat dan antar wilayah, energi, pangan, iklim investasi, koperasi dan UMKM, pariwisata, aset daerah, reformasi birokrasi, politik, kamtibmas, infrastruktur dan perhubungan, pengembangan wilayah, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup serta penanggulangan bencana. Provinsi Jawa Tengah mempunyai luas wilayah 32.544,12 km2 atau 25,04% dari luas Pulau Jawa atau 1,70% dari luas Indonesia, secara administratif terbagi dalam 29 (dua puluh sembilan) Kabupaten dan 6 (enam) Kota, mempunyai pantai utara sepanjang 486,03 Km mencakup 13 Kabupaten/Kota dan pantai selatan sepanjang 204,92 Km (mencakup 4 Kabupaten) dengan jumlah penduduk 33.774.140 jiwa. Kondisi lingkungan hidup seperti tersebut di atas, baru akan tercapai apabila adanya keterlibatan dan kebersamaan atau sinergitas kerja dari semua sektor pembangunan seperti halnya sektor industri, kesehatan, permukiman, pertanian, perhubungan, perdagangan dan sektor-sektor lainnya. Sektor-sektor tersebut di atas, merupakan sektor yang kegiatannya cenderung berpotensi menimbulkan penurunan kualitas dan fungsi lingkungan hidup sebagaimana yang tertuang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Tengah Tahun 2013-2018 utamanya : Misi Ke-7
: “Meningkatkan Infrastruktur Untuk Mempercepat Pembangunan Jawa Tengah Yang Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan”
Dengan melihat bahwa dalam pelaksanaan pembangunan di Jawa Tengah, senantiasa disertai adanya dinamika dan perubahan yang signifikan, maka
1
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
melalui penyusunan Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016, Badan Lingkungan
Hidup
Provinsi
Jawa
Tengah,
berusaha
untuk
dapat
menampilkan gambaran mengenai kondisi lingkungan hidup beserta penyebab dan upaya pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilakukan. 1.2 Perumusan Isu Prioritas Perumusan/ analisis isu-isu prioritas lingkungan hidup di Jawa Tengah diambil dari penentuan isu strategis yang telah ditetapkan dalam Kajian Lingkungan Hidup strategis (KLHS) RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2013 2018, yakni telah melalui skoring terhadap daftar panjang isu-isu terkait yang dijaring melalui workshop pelingkupan KLHS RPJMD 2013 - 2018 yang diikuti oleh anggota Pokja Pengendalian Lingkungan
dan organisasi
perangkat daerah (OPD) di lingkungan Provinsi Jawa Tengah terkait. Isu-isu yang masuk kriteria tersebut kemudian direorganisasi untuk memperoleh abstraksi konseptual atas isu-isu yang masuk kriteria strategis. Pengambilan isu strategis dari KLHS RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2013 -2018 didasarkan atas pertimbangan masih relevannya isu-isu strategis lingkungan pada tahun 2016.
2
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
II. 2.1
ISU PRIORITAS LINGKUNGAN
Isu Prioritas Lingkungan Permasalahan lingkungan di Jawa Tengah dikelompokan berdasarkan pendekatan ekosistem DAS yang dikelompokkan menjadi 6 (enam) ekosistem meliputi : DAS Serayu, Progo, Luk Ulo – Bogowonto, Pemali – Comal, Jratun Seluna dan Bengawan Solo Adapun isu yang dirumuskan dan
dianalisis dengan metoda
Pressure, State dan Response (PSR) dalam buku Laporan Utama Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan
Lingkungan Hidup Daerah (IKPLHD)
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 ini, yakni :
2.2
1.
Pencemaran Lingkungan
2.
Kerusakan Lahan/Lingkungan dan Perubahan Tata Guna Lahan
3.
Bencana Alam.
Pencemaran Lingkungan State : 1) Menurunnya Kualitas Sumber Daya Air/Pencemaran Air Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain dalam lingkungan dan atau perubahan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam. Pencemaran ini akan menyebabkan kualitas lingkungan semakin menurun. Salah satu indikasi telah menurunnya kualitas lingkungan antara lain adalah menurunnya kualiatas Sumberdaya air. Pengukuran kualitas air sungai dilakukan pada 7 (tujuh) sungai yaitu Sungai Serang dengan 10 (sepuluh) titik pengukuran, Sungai Pemali dengan 14 (empat belas) titik pengukuran, Sungai Serayu dengan 13 (tiga belas) titik pengukuran, Sungai Tuntang dengan 11 (sebelas) titik pengukuran, Sungai Wulan dengan 14 (empat belas), Sungai Gung dengan 13 (tiga belas) titik, Sungai Lusi dengan 11 (sebelas) titik. Hasil pengukuran kualitas air sungai yang ada di Provinsi Jawa Tengah secara global sungai yang ada di Provinsi Jawa Tengah tercemar. Parameter yang digunakan adalah BOD, COD, DO, jumlah fecal coliform, total coliform, dan beberapa logam berat serta
3
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
zat kimia seperti senyawa fenol dan kandungan belerang yang melebihi atau kurang dari baku mutu yang ada. Hal ini dikarenakan adanya aktivitas industri rumah tangga, industri usaha, dan peternakan. 2) Pencemaran Udara Secara Umum diketahui bahwa kualitas udara ambien di 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Jawa Tengah masih cukup baik, hanya ada beberapa indikator yang masih kurang baik yaitu kandungan hidrokarbon dan total partikel debu (TSP) yang melebihi ambang batas baku mutu. Penyebab utama terjadinya polusi udara adalah dari emisi transportasi yang diperkirakan mencapai 85 persen. Hal ini terjadi karena sebagian besar kendaraan bermotor menghasilkan emisi gas buang yang buruk, baik akibat perawatan yang kurang memadai ataupun dari penggunaan bahan bakar dengan kualitas kurang baik (misalnya kadar timbal yang tinggi). 3) Emisi gas Rumah Kaca Tahun 2010-2020, menunjukkan bahwa emisi GRK yang dihasilkan di wilayah Jawa Tengah sebesar 29,42 juta ton CO2e pada Tahun 2008 dan meningkat menjadi 39,89 juta ton CO2e pada Tahun 2010. Peningkatan ini selain disebabkan konsumsi energi yang meningkat,
juga
disebabkan
cakupan
sumber
emisi
yang
diperhitungkan. Sumber emisi GRK berasal dari sektor energi mencapai 16,80 juta ton CO2e, transportasi 10,45 juta ton CO2e, proses industri 1,40 juta ton CO2e, kehutanan 0,18 juta ton CO2e, pertanian 6,40 juta ton CO2e dan pengelolaan limbah 4,67 juta ton CO2e. Pressure 1) Persampahan Pengelolaan sampah di Jawa Tengah saat ini sangat berisiko tehadap lingkungan hidup yaitu menimbulkan pencemaran udara, air dan tanah, berkontribusi terhadap perubahan iklim, memberikan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat serta memperngaruhi daya dukung dan daya tampung suatu wilayah akibat pencemaran tanah dan air yang disebabkan oleh minimnya pengelolaan sampah. Selain itu,
4
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
masalah persampahan juga dapat menjadi pemicu bencana banjir di wilayah Jawa Tengah utamanya di wilayah sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS). Sampah merupakan penyumbang emisi GRK ketiga dari total emisi GRK di Jawa Tengah dengan kontribusi sebesar 7,57% pada tahun 2014 yaitu 4.904,66 Gg CO2e. Penyumbang utama dari sektor limbah padat yaitu dari Tempat Pengolahan Akhir (TPA) yaitu sebesar 44,54%. Berdasarkan Laporan Roadmap sanitasi Provinsi Jawa Tengah (2015), hanya satu (1) Kota yang memiliki indeks profil sampah kategori sangat bagus, yaitu Kota Pekalongan. Dua puluh kota dan kabupaten memiliki kondisi persampahan dengan indeks baik sedangkan sisanya masuk dalam kategori indeks profil buruk untuk persampahan Peta area berisiko zona sampah perkotaan Provinsi Jawa Tengah disajikan pada laporan utama. 2) Limbah Cair Domestik Pada tahun 2014 dengan kondisi sistem pengelolaan limbah cair domestik yang ada di Jawa Tengah telah berkontribusi 38,26% dari total emisi sektor limbah 4.904,66 Gg CO2e. Sistem Pengelolaan limbah cair domestik sebagian masih Buang Air Besar Sembarangan (BABs) lebih dari 20%. Kondisi ini berpengaruh terhadap kesehatan dan lingkungan. Buang air besar di sungai atau di laut memicu penyebaran wabah penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja. Buang Air Besar di pantai atau tanah terbuka, dapat mengundang serangga seperti lalat, kecoa, kaki seribu, dsb yang dapat menyebarkan penyakit akibat tinja. BAB juga memiliki pengaruh terhadap kualitas air minum di wilayah Jawa Tengah terutama wilayah yang sumber air minumnya adalah PDAM yang air bakunya berasal dari air sungai. Pada tahun 2010 Badan Lingkungan Hidup (BLH) Jawa Tengah merilis temuan seluruh sungai di provinsi ini telah tercemar polutan. Kandungan bakteri E-coli melebihi batas normal. Pencemaran E coli di sungai yang menjadi sumber air baku PDAM di Jawa Tengah akan menyebabkan perusahaan daerah air minum (PDAM) mengeluarkan biaya ekstra untuk perawatan air. Setiap
5
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
tambahan konsentrasi pencemar sebesar 1 miligram per liter di sungai akan menyebabkan naiknya biaya produksi air minum menjadi Rp 9, 17 per meter kubik. Hal itu menyebabkan kenaikan biaya produksi PDAM sekitar 25 persen dari rata-rata tarif air nasional (Kompas, 2016). Air baku PDAM di Jawa tengah, misalnya PDAM Tirta Moedal Semarang memiliki kandungan bakteri yang tinggi yaitu E-Coli 922,56/100 ml. Setelah proses pengolahan, kandungan E-coli menjadi 7,28/100 ml. Kualitas air tersebut belum memenuhi syarat baik sebagai air minum ataupun air bersih. Sesuai dengan Kepmenkes No.907/ Menkes/ SK/ VII/2002 tentang syarat – syarat dan pengawasan kualitas air minum maka kandungan e-coli adalah NOL. Sedangkan apabila dimasukkan dalam katagori Perusahaan Daerah Air Berrsih/PDAB (tidak bisa langsung diminum) maka e-coli yang dipersyaratkan minimal 10 per 100 ml (Permenkes 416). 3) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Industri di Jawa Tengah yang menjadi penghasil limbah B-3 tercatat Usaha/kegiatan yang potensi hasilkan limbah B3 Tahun 2008 sejumlah 1.160 dan Tahun 2012 menjadi 1.280 buah terjadi peningkatan sebesar 10,34% dengan potensi limbah padat B3 (sludge + limbah batu bara) mencapai 448.920,99 ton/tahun yang terdiri dari kegiatan industri tekstil, farmasi, karet, keramik, kimia, konstruksi/bahan bangunan/cat, logam, mesin/karoseri, migas/energi, pengawetan kayu/kayu lapis, penyamakan kulit, percetakan, plastik, sabun dan lainnya. Response Dalam rangka mengatasi pencemaran lingkungan , Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melakukan beberapa program/kegiatan sebagai bentuk response , yaitu antara lain : 1. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, tertuang dalam 12 kegiatan antara lain perhitungan daya dukung, Pengujian dan Pemantauan Kualitas Air Limbah dan Air Permukaan , AMDAL, perbaikan kinerja pengelolaan Limbah B3, pemberdayaan masyarakat, ADIPURA, dll.
6
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
2. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumberdaya Alam, melalui Kegiatan : Penanganan, Mitigasi, Adaptasi dan Pencegahan Pencemaran serta Kerusakan Lingkungan Akibat Bencana/Gangguan lingkungan dan Pemanasan Global 3. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan SDA dan LH, kegiatan meliputi Peningkatan Kapasitas Masyarakat Perdesaan dan warga sekolah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Koordinasi Peningkatan peranserta Kaum Perempuan dalam Pengelolaan LH untuk Menunjang Terciptanya Lingkungan yang Bersih dan Sehat 4. Program Pendidikan Non Formal dan Informal, meliputi Kegiatan Pendidikan Kemasyarakatan 5. Program
Penataan
Peraturan
Perundang-undangan,
dengan
kegiatan Penyusunan/Revisi Peraturan Daerah 6. Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan, Kegiatan meliputi Pengembangan Jasa Lingkungan 2.3
Kerusakan Lahan/Lingkungan dan Perubahan Tata Guna Lahan State Pertambahan penduduk yang ada, akan menyebabkan penyediaan lahan untuk menampung aktivitas penduduk juga semakin meningkat. Disisi lain luas lahan terbatas. Hal ini menyebabkan tekanan terhadap lahan, khususnya lahan pertanian semakin meningkat. Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan semakin berkurangnya luas lahan pertanian karena beralih fungsi ke lahan non pertanian. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa luas lahan sawah di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin menyusut. Rata-rata penyusutan lahan sawah dari Tahun 2003 sampai Tahun 2013 adalah 33.699,88 Ha atau rata-rata per tahun sebesar 3.699 ha. Daerah yang lahan pertaniannya, beralih fungsi ke lahan non pertanian yaitu permukiman 1.503,57 Ha, hutan tanaman 1.629 Ha dan pertanian lahan kering 2.174,37 Ha. 1) Lahan Kritis Tahun 2014 hutan negara di Jawa Tengah seluas 651.214,02 Ha dan hutan rakyat seluas 637.890 Ha, sehingga luas lahan yang berfungsi
7
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
sebagai kawasan hutan seluas 1.289.104,54 Ha. Berdasarkan review lahan kritis yang dilakukan pada tahun 2013, luas lahan kritis di Jawa Tengah seluas 634.601 Ha. 2) Kerusakan Wilayah Pesisir Daya dukung ekosistem perairan terhadap peningkatan produksi perikanan tangkap semakin menurun. Hal ini dilihat dari kerusakan terumbu karang pada Tahun 2014 mencapai 92,06% dari total luasan terumbu karang. Kerusakan terumbu karang tersebut disebabkan oleh penggunaan alat tangkap tidak sesuai standar dan tidak ramah lingkungan Luas hutan mangrove di Jawa Tengah kurun waktu 2010-2014 fluktuatif, Tahun 2010 seluas 25.819,30 Ha meningkat 25.655,22 pada Tahun 2012, namun pada Tahun 2013 dan 2014 turun menjadi 22.205,94 Ha dan 19.645,7 Ha dengan kondisi rusak mencapai 2.941,97 Ha atau sebesar 14,98%. Pada tahun 2012, luasan Padang Lamun di Propvinsi Jawa Tengah secara keseluruhan adalah seluas 55,77 Ha yang tersebar di Kabupaten Kebumen, Wonogiri, Pati, Jepara dan Batang. Dari luas tersebut, yang mengalami kerusakan parah adalah di Kabupaten Batang yaitu seluas 7,3 Ha. Penurunan kualitas lingkungan pantai di Provinsi Jawa Tengah juga mengalami penurunan karena adanya abrasi yang mencapai luas sekitar 4.888,87 Ha yang terjadi di seluruh Kabupaten/Kota pesisir kecuali Wonogiri, akresi yang mencapai 2.392,48 Ha serta adanya kerusakan mangrove seluas 8.595 Ha yang sebagian besar terjadi di Pantura. Faktor lainnya adalah karena besarnya volume dan jenis sedimentasi yang terbawa arus yang masuk melalui 118 sungai untuk Pantai Utara dan 28 sungai untuk Pantai Selatan 3) Pertumbuhan Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Jawa Tengah pada Tahun 2014 berdasarkan proyeksi Sensus Penduduk 2010 sebanyak 33.522.663 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 16.627.023 jiwa (49,60%) dan perempuan sebanyak 16.895.640 jiwa (50,40%), dengan sex ratio sebesar 98,41%. Sedangkan
8
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
jumlah rumah tangga sebanyak 9.009.084 (Tahun 2014) dengan rata-rata anggota rumah tangga sebesar 3,7 jiwa. Distribusi penduduk per kabupaten/kota, paling banyak yaitu Kabupaten Brebes sejumlah 1.773.379 jiwa, selanjutnya Cilacap 1.685.573 jiwa, dan Kota Semarang 1.672.999 jiwa. Dari data laju pertumbuhan penduduk kabupaten/kota Tahun 2014 tertinggi adalah Kota Semarang sebesar 1,71% diikuti Kabupaten Jepara sebesar 1,52% dan Kota Salatiga sebesar 1,46%. Adapun pertumbuhan terendah Kabupaten Tegal, Pemalang, Purworejo, dan Kebumen masing-masing sebesar 0,36% dan Kota Magelang sebesar 0,37%. Kepadatan penduduk kabupaten/kota Tahun 2014 yang tertinggi di Kota Surakarta, disusul kemudian Kota Tegal dan Kota Magelang 4) Pertumbuhan Industri Capaian pertumbuhan industri besar di Jawa Tengah selama tahun 2010-2014 mengalami peningkatan. Industri besar dari 495 unit usaha pada tahun 2010 menjadi 867 unit usaha pada tahun 2014. Untuk jumlah IKM sebanyak 320.770 unit usaha pada tahun 2010, menjadi 423.124 unit usaha pada tahun 2014. Response Upaya mengatasi kerusakan lingkungan dan tata guna lahan di Provinsi jawa Tengah diwujudkan melalui beberapa program/kegiatan antara lain : a. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup, berupa Standarisasi kualitas bahan baku b. Program Perlindungan dan Konsevasi Sumberdaya Alam, melalui kegiatan koordinasi Penanganan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan c. Program Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kegiatan Peningkatan dan Pengendalian aspek lingkungan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di wilayah Perkotaan d. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumberdaya Alam berupa Kegiatan : 1. Penanganan kerusakan dan pelestarian kawasan tambak/permukiman masyarakat pada ekosistem pesisir pantai utara
9
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
2. Kegiatan Koordinasi Penanganan Kerusakan Lingkungan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng e. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan SDA dan LH Berupa Kegiatan Pelatihan Ekoefisiensi dan Produksi Ramah Lingkungan serta Penguatan Kelembagaan & Pengembangan Teknologi Konservasi pada daerah tangkapan air ekosistem dataran tinggi f. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan, meliputi kegiatan : 1. Fasilitasi Bantuan Bibit, Perbenihan dan Pengembangan Budidaya Tanaman Kehutanan 2. Rehabilitasi dan Penanganan DAS g. Program Perencanaan Dan Pengembangan Hutan, diwujudkan dengan kegiatan Penatagunaan Hutan h. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Hutan yaitu Koordinasi Pembangunan Kehutanan dan Pelestarian Sumber Daya Hutan. 2.4
Bencana Alam State Tahun 2013 sebutan Indeks Rawan Bencana Indonesia BNPB berubah menjadi Indeks Risiko Bencana dan Provinsi Jawa Tengah berada pada peringkat 13 dari seluruh Provinsi se Indonesia dengan nilai skor 158 termasuk kategori tinggi. Berdasarkan Indeks Risiko Bencana tersebut sebanyak 22 kabupaten/ kota termasuk risiko tinggi, dan 13 kabupaten/kota lainnya termasuk risiko sedang. Adapun risiko tertinggi adalah kabupaten Cilacap dan Purworejo yang masing-masing memiliki skor 215. Pressure 1) Permasalahan Tata Ruang Dalam aspek pengendalian pemanfaatan ruang, kondisi hingga tahun 2014, diketahui tingkat kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang sebesar 63%. Hal ini disebabkan antara lain masih adanya perizinan yang belum efektif dan efisien, kurang terpadunya dokumen rencana pembangunan daerah dengan rencana tata ruang, kurang optimalnya kelembagaan yang menangani urusan penataan ruang, serta umur perencanaan yang baru 5 tahun dari 20 tahun. Sebagai bentuk pembinaan
10
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
dan fasilitasi penyelenggaraan penataan ruang kabupaten/kota aspek pengendalian pemanfaatan ruang, pemerintah provinsi telah melakukan fasilitasi penyelesaian permasalahan pemanfaatan ruang sebanyak 10 permasalahan. 2) Perubahan Iklim Dengan menggunakan penilaian regional, terjadi perubahan fenomena iklim di Jawa Tengah yaitu peningkatan curah hujan, peningktan suhu, kenaikan tinggi muka air laut dan peningkatan cuaca ekstrim. Tingkat kerentanan terhadap perubahan iklim ditentukan oleh indikatorindikator yang mempengaruhi keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas adaptasi suatu sistem. Ketiga faktor tersebut berubah menurut waktu sejalan dengan dilaksanakannya kegiatan pembangunan dan upaya-upaya adaptasi. Tingkat keterpaparan dan tingkat sensitivitas dapat dicerminkan oleh kondisi biofisik dan lingkungan, serta kondisi sosial-ekonomi. Berdasarkan kajian Indeks Kerentanan Perubahan Iklim oleh KLHK pada 2014 menunjukkan bahwa sebanyak 11 kabupaten dalam kategori kerentanan sedang, 18 kabupaten memiliki kategori rendah dan sisanya sebanyak 6 kabupaten dalam kategori tingkat kerentanan sangat rendah. Response Respon pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam mengatasi persoalan kebencanaan telah dikembangkan 5 program dan 6 kegiatan yaitu : a. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup , kegiatan Standarisasi kualitas bahan baku b. Program Perlindungan dan Konsevasi Sumberdaya Alam Kegiatan dengan Koordinasi Penanganan Kawasan Lindung di Luar Kawasan Hutan c. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumberdaya Alam, meliputi kegiatan : 1. Penanganan kerusakan dan pelestarian kawasan tambak/ permukiman masyarakat pada ekosistem pesisir pantai utara 2. Kegiatan Koordinasi Penanganan Kerusakan Lingkungan di Kawasan Dataran Tinggi Dieng
11
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
d. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumberdaya Alam dengan kegiatan : Penanganan, Mitigasi, Adaptasi dan Pencegahan Pencemaran serta Kerusakan Lingkungan Akibat Bencana/Gangguan lingkungan dan Pemanasan Global e. Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan melalui upaya Rehabilitasi dan Penanganan DAS.
12
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
IV.
5.1
INOVASI DAERAH PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Inisiatif Kepala Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menganggarkan kegiatan bidang lingkungan hidup pada Tahun 2016 sebesar Rp. 28.355.700.000,00 terdiri dari 12 Program dan 48 kegiatan. Total penganggaran bidang lingkungan hidup Jawa Tengah beserta seluruh Kabupaten/Kota mencapai Rp. 94.396.585.500,00. Jumlah personil lembaga pengelola lingkungan hidup Provinsi maupun Kabupaten/Kota di Jawa Tengah mencapai 952 PNS dan dilakukan pelatihan personil teknis laboratorium lingkungan dan pelatihan manajemen laboratorium lingkungan yang diikuti oleh 70 orang dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Pada Tahun 2016, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah meresmikan aplikasi bernama Government Resource Management System (GRMS) dan Lapor Gub berbasis Android. Aplikasi berbasis website ini memuat perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, evaluasi dan penatausahaan yang sangat memudahkan pegawai dalam menjalankan roda pemerintahan secara efektif, efisien, transparan dan akuntabel.
5.2
Inisiatif Masyarakat 1.
Inovasi Penyusunan Peraturan Desa (Perdes) tentang Pelestarian Lingkungan
Hidup
Melalui
Pendekatan
Kearifan
Lokal
Masyarakat Inovasi Penyusunan Perdes tentang Pelestarian Lingkungan Hidup di Jawa Tengah membawa dampak perubahan yang signifikan khususnya perilaku masyarakat terhadap pelestarian lingkungan hidup, maka Gubernur Jawa Tengah mendukung menerbitkan Surat Edaran (SE) kepada Bupati/ Walikota se Jawa Tengah Nomor 660/002146 tanggal 25 Februari 2015. Tujuan diterbitkannya Surat Edaran Gubernur tersebut yaitu menghimbau kepada Bupati/ Walikota untuk memotivasi para kepala desa di wilayahnya masing-masing untuk menyusun Peraturan Desa tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Hal ini merupakan bentuk inisiatif Kepala Daerah dalam upaya
13
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
meningkatkan kualitas lingkungan hidup. Tahun 2016 Bupati Banyumas memulai dengan memberikan pengarahan dan sosialisasi terhadap 300 Desa untuk menyusun Perdes. Bupati Semarang Tahun 2015 juga mengadakan bimbingan teknis penyusunan Perdes sejumlah 38 Desa dan 40 Desa pada Tahun 2016 serta 114 Desa pada Tahun 2017. Bupati Tegal pada Tahun 2016 memberikan sosialisasi Perdes terhadap 140 Desa. Kabupaten Kebumen pada Tahun 2017 juga akan memfasilitasi
10
Desa
untuk
menyusun
Perdes
Pelestarian
Lingkungan Hidup. Hingga tahun 2016, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Jawa Tengah telah melakukan fasilitasi Penyusunan Perdes tentang Pelestarian Lingkungan Hidup dan menghasilkan produk hukum Perdes sebanyak 30 desa di Jawa Tengah 37 Desa yang difasilitasi Kabupaten/Kota. 2.
Inovasi Pembentukan Kelompok Sistem Pengawasan Masyarakat (Siswasmas) Sistem Pengawasan Berbasis Masyarakat atau Siswamas. adalah inovasi dalam hal pengawasan pencemaran lingkungan berbasis masyarakat. Sampai dengan Tahun 2016 telah tercatat Kelompok Siswamas yang terbentuk sebanyak 31 kelompok.
Gambar 4.10 Langkah tindak lanjut penanganan dan penyelesaian oleh Siswasmas 3. Deklarasi Kaligarang
14
Laporan : Informasi Kenerja Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016
Deklarasi
Kaligarang
merupakan
bentuk
komitmen
antara
Pemerintah Daerah, Stakeholder dan masyarakat dalam menjaga Daerah Aliran Sungai di bagian Hulu, Tengah dan Hilir dalam gerakan untuk penyelamatan Kaligarang. Pelaksanaan Deklarasi Kaligarang dilaksanakan pada Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia Tingkat Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 di bantaran Sungai Kaligarang, Kota Semarang. Deklarasi ini ditandatangani oleh berbagai elemen pemerintah, akademisi, swasta dan masyarakat hulu, tengah dan hilir, pakar lingkungan hidup, Rektor Universitas Diponegoro, Rektor Universitas Negeri Semarang, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Bupati Semarang dan Walikota Semarang. Komitmen dalam Deklarasi Kaligarang adalah sebagai berikut: 1. Kami para pihak yang berkaitan dan berkepentingan dengan Kaligarang di Kota Semarang, menyadari fungsi Kaligarang sebagai sumber kehidupan dan penghidupan, dan menyadari pula bahwa Kaligarang saat ini dalam kondisi yang memprihatinkan ditandai dengan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas ekosistem sungai yang tidak memenuhi syarat sebagai sumber kehidupan dan penghidupan; 2. Bertolak dari kondisi di atas, kami berkomitmen untuk memelihara, merawat dan meningkatkan fungsi kaligarang sehingga menjadi sumber kehidupan dan penghidupan. Tindak lanjut Deklarasi Kaligarang yang telah dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Membentuk Komunitas yang legal; 2. evaluasi kegiatan pada 6 bulan pertama; 3. Program Jangka Panjang merupakan agenda tahunan untuk kegiatan “Semarang Kaline Resik”; 4. Penugasan bagi perguruan tinggi untuk pendampingan Sungai dalam kegiatan peningkatan kualiats Sungai;
15