LAPORAN HASIL PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEHADIRAN DAN KETIDAKHADIRAN PEMILIH DI TPS (VOTER TURN-OUT) PADA PEMILU TAHUN 2014 DI KABUPATEN KAMPAR
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU 2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan PetunjukNya, sehingga Riset tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Kampar telah selesai dilaksanakan. Riset tentang Partisipasi Masyarakat dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS ( Voter Turn-Out ) dalam Pemilu Tahun 2014 di Kabupaten Kampar dilatarbelakangi oleh menurunnya tingkat Partisipasi Masyarakat dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Oleh karena itu KPU RI melalui kegiatan Partisipasi Masyarakat berusaha mencari dan menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilih dating ke TPS dalam pemilihan umum, baik legislatif maupun presiden dan wakil presiden, diantaranya adalah keadaan politik, sosial, ekonomi dan pendidikan. Hal ini sangat menentukan prilaku pemilih dalam memberikan suara mereka dalam pemilihan umum tersebut. Pertama adalah kondisi awal dari pemilih, yang merupakan karakteristik yang melekat pada pemilih karena setiap individu memiliki sistem nilai, keyakinan dan kepercayaan yang berbeda. Setiap pemilih mewarisi kemampuan yang berbeda, yang dipengaruhi oleh tingkat pengalaman, pendidikan, ekonomi dan status sosial dari setiap pemilih. Hal ini akan sangat berpengaruh bagi pemilih dalam pengambilan keputusan politik Kedua adalah faktor media massa yang mempengaruhi opini masyarakat. Media massa yang memuat data, informasi dan berita berperan penting
i
mempengaruhi persepsi masyarakat. Demikian juga dengan pendapat para ahli seperti pengamat, iklan politik, hasil seminar, survei dan berbagai hal yang diulas media masa akan menjadi bahan pertimbangan pemilih. Selanjutnya yang mempengaruhi hadir atau tidak hadirnya pemilih adalah faktor partai dan kandidat, yang didasarkan pada latar belakang, reputasi, citra, ideologi dan kualitas partai atau kandidat sesuai dengan pandangan pemilih. Figur tokoh politik atau figur kandidat menjadi pertimbangan bagi pemilih dalam menentukan pilihannya Semoga dengan hasil Riset ini tentunya bermanfaat bagi Stakholder di daerah dan khususnya lagi bagi Penyelenggara pemilu di tingkat daerah agar berusaha semaksimal mungkin dan membuat kegiatan yang inovatif dan kreatif untuk meninggkatkan Partisipasi Masyarakat untuk datang ke TPS menyuarakan hak pilihnya pada hari pemilihan.
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KAMPAR KETUA
YATARULLAH, S.Ag,.SH,.M.Hum
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Diagram BAB I
PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
BAB II 2.1
2.2 BAB III
Latarbelakang ............................................................................................ Perumusan Masalah.................................................................................... Tujuan Penelitian........................................................................................ Manfaat Penelitian......................................................................................
1 5 6 6
LANDASAN TEORI Teori Voters Behavior (PerilakuPemilih).....................................................
8
2.1.1 Pendekatan Sosiologikal................................................................. 2.1.2 Pendekatan Identifikasi Partai........................................................ 2.1.3 Pendekatan Pilihan Rasional...........................................................
9 10 11
Teori Partisipasi Politik...............................................................................
15
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................
21
3.2
Jenis Penelitian dan Sumber Data..............................................................
21
3.3
Populasi dan Sampel Penelitian.................................................................
21
3.4
Teknik Pengumpulan Data........................................................................
22
3.4.1 Variabel Kehadiran Pemilih......................................................... 3.4.2 Variabel Ketidakhadiran pemilih...................................................
23 23
3.5
Pengujian Instrumen Pengumpulan Data..................................................
23
3.6
Teknik Analisa Data..................................................................................
27
BAB IV
GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1
Gambaran Umum Kabupaten Kampar.......................................................
28
4.2
Geografis Wilayah ...................................................................................
29
4.3
Rekapitulasi Jumlah DPT Pileg dan Pilpres di Kabupaten Kampar…….
30
iii
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Identitas Responden................................................................................
35
5.2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehadiran Pemilih.........................
36
5.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakhadiran Pemilih.................
42
5.4
Tahap Kehadiran Pemilih.........................................................................
47
5.5
Tahap Ketidakhadiran Pemilih.................................................................
48
5.6
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pekerjaan..
49
5.7
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin.............................................................................................
50
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Agama................................................................................................ ......
51
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Umur...........................................................................................................
52
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Suku Asal...................................................................................................
53
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan...................................................................................
55
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pendapatan Perbulan.................................................................................
56
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Status Pernikahan......................................................................................
57
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden..........................................................
60
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin......................................................................
62
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Agama.................................................................................
65
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Umur..................................................................................
68
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal..........................................................................
71
5.8
5.9
5.10
5.11
5.12
5.13
5.14
5.15
5.16
5.17
5.18
5.19
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih iv
5.20
5.21
BAB VI
Berdasarkan Tingkat Pendidikan...........................................................
74
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan..........................................................
78
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan...............................................................
81
PENUTUP
6.1
Kesimpulan.............................................................................................
85
6.2
Saran.......................................................................................................
87
Daftar Pustaka................................................................................................................
89
Lampiran Kuesioner Penelitian....................................................................................................... Fhoto Dokumentasi
v
91
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Instrumen Penelitian..............................................................................
22
Tabel 3.2.
Uji Reliabilitas Kehadiran Pemilih.........................................................
24
Tabel 3.3
Uji Reliabilitas Ketidakhadiran Pemilih................................................
24
Tabel 3.4.
Uji Validitas Kehadiran Pemilih............................................................
25
Tabel 3.5
Uji Validitas Ketidakhadiran Pemilih...................................................
26
Tabel 4.1
Kecamatan di Kabupaten Kampar........................................................
29
Tabel 4.2
Rekapitulasi Jumlah DPT Pileg dan Pilpres………………………….
30
Tabel 5.1.
Identitas Responden..............................................................................
35
Tabel 5.2.
Uji Frekuensi Kehadiran Pemilih..........................................................
37
Tabel 5.3.
Uji Deskriptif Kehadiran Pemilih.........................................................
40
Tabel 5.4.
Uji Frekuensi Ketidakhadiran Pemilih..................................................
43
Tabel 5.5.
Uji Deskriptif Ketidakhadiran Pemilih................................................
45
Tabel 5.6.
Uji Frekuensi Tahap Kehadiran Pemilih..............................................
47
Tabel 5.7.
Uji Frekuensi Tahap Ketidakhadiran Pemilih......................................
48
Tabel 5.8
Responden Ikut mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pekerjaan...............................................................................................
49
Tabel 5.9
Responden Ikut mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin............................................................................................... 50
Tabel 5.10
Responden Ikut mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Agama..................................................................................................
51
Responden Ikut mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Umur...................................................................................................
52
Responden Ikut mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Suku Asal...............................................................................................
54
Responden Ikut mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan...............................................................................
54
Responden Ikut mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pendapatan Perbulan............................................................................
56
Responden Ikut mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Status Pernikahan.................................................................................
57
Tabel 5.11
Tabel 5.12
Tabel 5.13
Tabel 5.14
Tabel 5.15
vi
Tabel 5.16.
Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan.........................................................................
58
Tabel 5.17.
Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden.............
60
Tabel 5.18.
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden.....
61
Tabel 5.19.
Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin...................................................................
63
Tabel 5.20.
Tahap Kehadiran Pemilih Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin...........
63
Tabel 5.21.
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin................
64
Tabel 5.22.
Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Agama.............................................................................
65
Tabel 5.23.
Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Agama.................................
66
Tabel 5.24.
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Agama..........................
67
Tabel 5.25.
Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Umur..............................................................................
68
Tabel 5.26.
Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Umur....................................
69
Tabel 5.27.
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Umur................................
70
Tabel 5.28.
Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal..........................................................................
72
Tabel 5.29.
Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal..............................
72
Tabel 5.30.
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal......................
73
Tabel 5.31.
Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan........................................................
74
Tabel 5.32.
Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan.............
75
Tabel 5.33.
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan......
76
Tabel 5.34.
Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan.......................................................
78
Tabel 5.35.
Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan............
79
Tabel 5.36.
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan.....
80
Tabel 5.37.
Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan.................................................................................
82
Tabel 5.38.
Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan.....................
82
Tabel 5.39.
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan.............
83
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang Perubahan politik di Indonesia pasca runtuhnya rezim orde baru mengalami banyak perubahan. Salah satu perubahannya berimbas pada sistem Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Legislatif ( DPR dan DPD ) dan bahkan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ( Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Pemilihan Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Wali Kota). Sistem Pemilihan Presiden pada masa orde baru dipilih dan diangkat oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR ) dan pasca orde baru presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Adapun sistem pemilihan anggota legislatif pada masa orde baru menggunakan proporsional dengan daftar list tertutup dan penetapan calon terpilih berdasarkan nomor urut. Namun pasca orde baru sistem pemilihan anggota legislatif menggunakan sistem proporsional dengan daftar list terbuka, dan penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ketika zaman orde baru, dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Namun untuk penetapan calon terpilih khususnya untuk Gubernur dan Wakil Gubernur ditentukan dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, melalui kekuasaan Presiden. Namun demikian, sejak tahun 2005, sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 32 tahaun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Kepala Daerah dipilih oleh rakyat secara
2
langsung. Pemilihan secara langsung dimana Pemilih dapat menentukan siapa saja calon/kandidat yang dianggap layak berdasarkan pertimbangan faktor-faktor tertentu. Pemilihan secara langsung menyebabkan suara pemilih sangat menentukan kemenangan kandidat. Oleh karena itu, partisipasi pemilih dalam memberikan hak suaranya menjadi sangat penting. Pemilihan umum merupakan salah satu indikator demokratisasi suatu bangsa. Karena pemilihan umum diselenggarakan untuk tujuan: 1) Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai, 2) Untuk memungkinkan terjadinya penggantian pejabat yang akan mewakili kepentingan rakyat dilembaga perwakilan, 3) Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat, 4) Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara (Jimly Asshiddiqie, 2010: 739). Dalam suatu politik demokrasi, kehadiran pemilu yang bebas dan adil ( free and fair ) adalah suatu keniscayaan. Bahkan sistem politik apapun yang diterapkan oleh suatu negara, seringkali menggunakan pemilu sebagai klaim demokrasi atas sistem politik yang dibangunnya ( Asfar, 2003: 7). Di Indonesia, penyelenggaraan pemilu secara periodik sudah berlangsung sejak tahun 1955, akan tetapi proses demokratisasi melalui pemilu pada masa lalu belum mampu menghasilkan nilai demokrasi yang matang akibat sistem politik yang otoriter. Harapan untuk menemukan format demokrasi yang ideal mulai nampak setelah penyelenggaraan pemilu 2004 lalu yang berjalan dengan lancar dan aman. Pemilu berlangsung secara demokratis, jujur dan adil bergantung kepada beberapa faktor, yaitu lembaga penyelenggara pemilu yang independen,
3
sistem hukum pemilu demokratis dan dilaksanakan secara egaliter, tidak diskriminatif, dan implementatif, proses dan prosedur pemilu berjalan baik, dan luasnya tingkat pendidikan pemilih bagi masyarakat ( Ari Wibowo, 2003 : 75 ). Untuk ukuran bangsa yang baru beberapa tahun lepas dari sistem otoritarian, penyelenggaraan pemilu 2004 yang terdiri dari pemilu legislatif dan pemilu presiden secara langsung yang berjalan tanpa tindakan kekerasan menjadi prestasi bersejarah bagi bangsa ini. Tahapan demokrasi bangsa Indonesia kembali diuji dengan momentum pemilihan Kepala Daerah langsung yang telah berlangsung sejak 2005. Momentum pilkada idealnya dijadikan sebagai proses penguatan demokratisasi. Harapan besar mengenai implikasi Pilkada langsung ini, rakyat berharap dapat mengetahui dan memahami isi yang terkandung dalam undang-undang, sehingga lebih dapat meningkatkan pengetahuan serta wawasan politik atau pendidikan politik yang lebih dewasa. Persoalan yang dihadapi dalam setiap pesta demokrasi untuk memilih anggota legislatif serta presiden dan wakil presiden saat ini adalah kurangnya partisipasi politik masyarakat dalam memberikan hak pilihnya, yang diakibatkan oleh hilangnya kepercayaan terhadap partai politik dan elit politik. Hal tersebut merupakan kelalaian partai politik dalam menjalankan fungsi pendidikan politik pada masyarakat. Kondisi ini menuntut para calon untuk dapat memberikan pendidikan politik dan pendekatan kepada konstituen untuk mengembalikan kepercayaan pemilih terhadap partai politik dan kontestan, serta meyakinkan para konstituen untuk menentukan pilihan politiknya.
4
Kekhawatiran terhadap rendahnya kehadiran pemilih dalam pemilu ditenggarai oleh beberapa hal. Pertama, kehadiran pemilih seringkali ditafsirkan sebagai bentuk loyalitas atau kepercayaan pada sistem politik yang ada, sehingga ketidakhadiran diinterpretasikan sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada sistem politik atau rezim yang sedang berjalan. Kedua, adanya kecenderungan naiknya angka ketidakhadiran memilih di beberapa negara dalam dekade terakhir ini (M. Asfar, 1998). Partisipasi politik merupakan tolak ukur dalam memahami kualitas warga negara dan tanggung jawab atas kemajuan dan pengetahuan tentang sistem politik yang mendasari berlangsungnya pertisipasi tersebut. Melalui partisipasi aktif warga negara dalam Pemilu langsung maka akan memperkuat legitimasi seorang pemimpin karena ia dipilih langsung oleh rakyatnya. Elit politik atau partai politik tidak bisa lagi menjatuhkan seenaknya seorang pemimpin karena ia merupakan pilihan rakyat. Salah satu persoalan utama yang sedang dihadapi oleh penyelenggara pemilu di Kabupaten Kampar adalah masih tingginya angka ketidakhadiran pemilih ke Tempat Pemungutan Suara ( TPS ) dalam pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden. Sebagaimana data yang ditunjukkan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kampar,
bahwa persentase kehadiran
pemilih di TPS untuk pemilu legislatif adalah sebagai berikut : untuk DPR adalah 70 %, DPD 69,39%, DPRD Propinsi 71%, DPRD Kabupaten dapil I 72,29%, Dapil II 62,33%, Dapil III 74,23%, Dapil IV 73,19%, Dapil V 60,11%, dan Dapil VI 71,48%. Sedangkan untuk pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden
5
tahun 2014, dari 560.928 pemilih yang terdaftar hanya 365.047 pemilih (65,08 %) saja yang menggunakan hak pilih mereka pada hari pencoblosan. Artinya, masih terdapat sebanyak 195.881 pemilih (34,92 %) yang tidak hadir ke Tempat Pemungutan Suara untuk menggunakan hak pilih mereka (Data KPU Kabupaten Kampar, 2014). Baik pemilu legislatif maupun pemilu presiden dan wakil presiden kehadiran pemilih di TPS tingkat persentasenya dibawah 75%. Artinya adalah bahwa partisipasi politik dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Kampar masih rendah. Untuk itu Riset dengan judul Kehadiran dan Ketidakhadiran Pemilih di TPS (Voter Turn-Out) dalam Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Kampar akan meneliti factor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi Kehadiran maupun Ketidakhadiran Pemilih di TPS. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dibagian latarbelakang diatas, diketahui bahwa
rendahnya partisipasi pemilih dalam bentuk ketidakhadiran mereka ke TPS untuk menggunakan hak suara mereka telah menjadi perbincangan berbagai pihak terutama penyelenggara pemilu. Untuk mengetahui penyebab mengapa keadaan tersebut terjadi, maka Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kampar telah melaksanakan satu penelitian tentang apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kehadiran
pemilih dan faktor penyebab ketidakhadiran pemilih dalam
menggunakan hak suara mereka dalam pemilu tahun 2014 di Kabupaten Kampar. Adapun yang menjadi rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah faktor yang mempengaruhi warga Kabupaten Kampar hadir ke TPS ?
6
2. Apakah faktor yang menghalang warga Kabupaten Kampar tidak hadir ke TPS ? 3. Bagaimanakah tahap
kehadiran dan tahap
ketidakhadiran
warga
Kabupaten Kampar dan apakah terdapat perbedaan kehadiran pemilih dan ketidakhadiran pemilih berdasarkan
demogarfi responden (jenis
pekerjaan, jenis kelamin, agama, tingkat umur, suku asal, tingkat pendidikan, pendapatan perbulan dan status pernikahan) ?. 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka yang menjadi tujuan penelitian
ini adalah: 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi warga Kabupaten Kampar hadir ke TPS ? 2. Mengetahui faktor-faktor yang menghalang warga Kabupaten Kampar tidak hadir ke TPS ? 3. Meneliti tahap kehadiran dan tahap ketidakhadiran warga Kampar dan
Kabupaten
mengetahui terdapat perbedaan kehadiran pemilih dan
ketidakhadiran pemilih berdasarkan
demogarfi responden (jenis
pekerjaan, jenis kelamin, agama, tingkat umur, suku asal, tingkat pendidikan, pendapatan perbulan dan status pernikahan). 1.4
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1. Menemukan
sumber
penyebab
utama
masih
tingginya
ketidakhadiran pemilih dalam pemilu di Kabupaten Kampar.
angka
7
2. Sebagai dasar penyusunan kebijakan dan program serta kegiatan dalam usaha meningkatkan angka partisipasi warga agar hadir menggunakan hak pilih mereka, sehingga angka ketidakhadiran pemilih dalam pemilu dapat berkurang.
BAB II LANDASAN TEORI
Dalam upaya mewujudkan cita-cita demokrasi di Indonesia salah satunya dengan melaksanakan pemilihan secara langsung. Salah satu indikator keberhasilan dari penyelenggaraan pemilu di suatu negara adalah pada saat pemilu berjalan secara bebas, jujur dan adil. Seberapa legitimasi yang diperoleh oleh calon yang terpilih (menang) dalam pemilu atau pemilukada adalah tingkat pertisipasi warga dalam menggunakan hak pilih mereka. Berikut ini penjelasan mengenai konsep dan teori yang berhubungan dengan perilaku pemilih dan partisipasi politik masyarakat dan kaitannya dengan pemilu dan pilkada. 2.1. Teori Voters Behavior (Perilaku Pemilih) Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemilih dalam pemilihan umum, baik legislatif mapun Presiden, diantaranya adalah keadaan politik, sosial, ekonomi dan pendidikan. Hal ini sangat menentukan prilaku pemilih dalam memberikan suara mereka dalam pemilihan umum tersebut. Pertama adalah kondisi awal dari pemilih, yang merupakan karakteristik yang melekat pada pemilih karena setiap individu memiliki sistem nilai, keyakinan dan kepercayaan yang berbeda. Setiap pemilih mewarisi kemampuan yang berbeda, yang dipengaruhi oleh tingkat pengalaman, pendidikan, ekonomi dan status sosial dari setiap pemilih. Hal ini akan sangat berpengaruh bagi pemilih dalam pengambilan keputusan politik. Keputusan untuk memilih kandidat dalam kontek pemilukada
6
seringkali dipengaruhi oleh faktor-faktor emosional. Kedua adalah faktor media massa yang mempengaruhi opini masyarakat. Media massa yang memuat data, informasi dan berita berperan penting mempengaruhi persepsi masyarakat. Demikian juga dengan pendapat para ahli seperti pengamat, iklan politik, hasil seminar, survei dan berbagai hal yang diulas media masa akan menjadi bahan pertimbangan pemilih. Selanjutnya yang mempengaruhi hadir atau tidak hadirnya pemilih adalah faktor partai dan kandidat, yang didasarkan pada latar belakang, reputasi, citra, ideologi dan kualitas partai atau kandidat sesuai dengan pandangan pemilih. Figur tokoh politik atau figur kandidat menjadi pertimbangan bagi pemilih dalam menentukan pilihannya. Penilian terhadap tokoh partai maupun kandidat tidak dilakukan hanya menjelang atau ketika kampanye saja. Pemilih akan menilai dan mengevaluasi kualitas kandidat, visi dan misi yang dipaparkan kandidat, aktivitas kegiatan sosial kandidat dimasyarakat selama ini. Teori perilaku pemilih terdiri dari tiga aliran pemikiran yang berbeda, yaitu pendekatan sosiologikal, identifikasi partai dan pilihan rasional. 2.1.1 Pendekatan Sosiologikal Dalam konteks pendekatan sosiologikal lebih dikenal sebagai aliran Columbia. Teori ini menyatakan bahwa perilaku mayoritas pemilih sangat dipengaruhi oleh ikatan dan pengaruh sosial seperti status sosial-ekonomi, agama dan kawasan tempat tinggal pemilih. Antara ilmuan yang mengembangkan teori ini adalah Lipset (1960). Ia menyatakan bahwa perilaku pemilih adalah suatu tindakan individu yang disebabkan oleh faktor personalitas calon yang akan dipilih. Perilaku pemilih bukan karena isu yang diketengahkan dalam kempanye
7
pemilu, tetapi disebabkan oleh tekanan dari masyarakat. Faktor agama, etnik dan status sosial-ekonomi juga merupakan faktor dominan dalam menentukan tingkah laku pemilih. Ini bermakna hubungan sosial digunakan oleh pemilih sebagai landasan untuk mendapatkan nasehat dan mengatasi keraguan dalam memutuskan pilihan ketika mencoblos.
Perkembangan aliran pemikiran sosiologikal ini
diteruskan lagi Rokkan & Lipset (1967). Pendapat mereka menyatakan bahwa lokasi tempat tinggal, jenis pekerjaan dan keyakinan agama turut mempengaruhi tingkah laku politik masyarakat. 2.1.2 Pendekatan Identifikasi Partai Dari sudut pendekatan identifikasi partai (aliran pemikiran Michigan), ide utama yang dikedepankan dalam model perilaku pemilih
adalah perilaku
memihak. Ilmuan yang mendukung pendekatan ini adalah Campbell et al. (1960). Ia menyatakan bahwa pemilih mengidentifikasikan diri mereka dengan sesebuah partai dan ini mempengaruhi sikap dan perilaku pemilih. Identifikasi terhadap sebuah partai terbentuk disebabkan oleh peranan yang dimainkan oleh lingkungan, terutama faktor lingkungan keluarga.
Jika orang tua adalah
mendukung partai A, maka berkemungkinan besar anak juga akan mendukung partai A. Kecenderungan politik orang tua sangat mempengaruhi pilihan politik anak-anak mereka. Walaupun identifikasi partai membentuk kesetiaan, tetapi bukan berarti bahwa
individu yang teridentifikasi dirinya dalam partai tertentu tidak dapat
mengubah ikatan kesetiaan kepada partai lain. Dalam arti kata, individu tersebut bisa berubah fikiran untuk mengalihkan pilihannya dari satu partai ke partai
8
lainnya.
Ghazali Mayudin (1999) menyatakan bahwa
perubahan dalam
identifikasi partai terjadi disebabkan oleh faktor peribadi dan faktor sosial seperti perkawinan, pekerjaan dan perpindahan tempat tinggal. Selain itu, wujud faktorfaktor lain seperti perubahan besar dalam masyarakat dan aturan baru dari partai turut mengubah kesetiaan individu terhadap partai. Kesetiaan terhadap suatu partai
dipengaruhi oleh faktor prestasi partai.
Sekiranya sebuah partai
memerintah dalam keadaan ekonomi yang baik, maka individu akan setia kepada partai
tersebut.
Sebaliknya, jika partai
ini gagal memerintah dan prestasi
ekonomi tidak memuaskan, mereka tidak akan mendukung partai tersebut. Ikatan kesetiaan terhadap sesuatu partai adalah suatu yang rumit karena ia melibatkan persoalan emosi yang bisa menyebabkan seseorang itu memilih partai lain atau tidak hadir dalam pemilu. 2.1.3 Pendekatan Pilihan Rasional Perilaku pemilih
juga bisa jelaskan
kacamata ekonomi seperti teori
pilihan rasional. Ilmuan yang mengembangkan pendekatan ini adalah Verba, Nie & Kim (1978). Mereka berpendapat bahwa
pilihan rasional ditimbang
berdasarkan analisis mengenai biaya dan keuntungan. Rasionalitas bermaksud pemilih
bertindak berdasarkan kepada kepentingan peribadi demi mencapai
tujuan tersendiri. Kepentingan dan objektif ini hanya bisa direalisasikan melalui pemilu dan pemilukada. Oleh karena itu, tujuan calon kepala daerah atau partai politik adalah untuk mendapatkan suara sebanyak mungkin dalam Pilkada agar memperoleh kekuasaan. Namun disisi lain, jika proses pemilihan tidak mendatangkan faedah atau keuntungan kepada pemilih, maka ada kemungkinan
9
mereka tidak hadir untuk mencoblos. Faktor rasional dalam pemilih an adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh pemilih
di mana pemilih
kebijakan dan program yang dibuat oleh partai
perlu menilai
yang bertanding sebelum
melakukan hadir ke TPS. Kenyataan ini turut didukung oleh kenyataan bahwa pemilih
muda kurang berminat dengan politik karena
mereka kurang
pengetahuan sekaligus merasa tersisih dengan sistem dan proses politik di negara mereka. Dalam kacamata demokrasi, kehadiran pemilih dalam pemilu merupakan bentuk ketulusan dan keikhlasan dalam pencarian sosok pemimpin. Dengan kata lain, pemilih bukanlah suatu market untuk memasarkan suatu produk dengan harapan akan dibeli seperti pandangan para pelaku politik pragmatis. Pemilih dalam hal ini dituntut untuk mandiri dalam membangun kesadaran politik, menimbang dan mengekspresikan pilihannya melalui voting. Dalam bahasa yang lain, pemilih yang ideal adalah pemilih yang mempunyai tanggung jawab, kesadaran, kalkulasi, rasionalitas, dan kemampuan kontrol yang kritis terhadap kandidat pilihannya, yang meninggalkan ciri-ciri traditional pemilih yang fanatik, primordial, dan irasional. Menurut Firmanzah (2007), penyelenggaraan
pemilihan umum
turut
mendukung terciptanya kondisi politik yang penuh dengan persaingan terbuka dan transparan sehingga menuntut para kontestan menerapkan metode tertentu dalam rangka melemparkan inisiatif politik, gagasan politik, isu politik, ideologi partai, karakteristik pemimpin partai dan program kerja partai kepada masyarakat. Dalam waktu yang bersamaan kehadiran dan ketidakhadiran pemilih juga menjadi alat
10
ukur tahap kesadaran masyarakat dalam menggunakan hak suaranya dalam proses pemilihan wakil rakyat dan pemimpin sebagai salah satu ciri negara demokrasi. Dalam studi perilaku memilih, selain faktor diatas yang dapat mempengaruhi keputusan individu untuk memberikan dukungannya terhadap seorang kandidat juga dipengaruhi oleh bagaimana kualitas seorang kandidat terlihat dimata pemilih. Faktor ini umum disebut dengan istilah citra kandidat, yaitu sebagaimana pendapat Nursal (2004) yang menyatakan bahwa penilaian karakter kandidat berdasarkan sifat-sifat pribadi kandidat yang dianggap penting. Beberapa sifat yang juga merupakan kepribadian calon seperti energik, jujur, tegar, dan sebagainya. Perilaku pemilih di Indonesia, di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : orientasi agama, faktor kelas sosial dan kelompok social lainnya, faktor kepemimpinan dan ketokohan, faktor identifiikasi, orientasi isu, orientasi kandidat, kaitan dengan peristiwa (Nursal Adman 2004). Person adalah profil dari kandidat yang akan dipilih melalui suatu kontestasi politik, yang secara otomatis dapat membentuk sikap politis pemilih dalam menetapkan pilihannya. Bahkan figur kandidat seringkali menentukan keputusan pilihan dibandingkan dengan partai. Hal ini berkaitan dengan proses pembentukan keyakinan para pemilih, bahwa para pemilih lebih mudah diyakinkan dengan menawarkan figur. Penerapan demokrasi seringkali dinodai dengan penyimpangan-penyimpangan pada proses demokrasi (Pemilihan Umum) antara lain adanya praktik Politik Uang. Salah satu usaha yang dilakukan oleh para kandidat maupun partai politik dalam pemilihan umum agar memenangkan perolehan suara di pemilihan
11
menggunakan cara yang kotor, cara kotor tersebut yaitu dengan transaksi jual beli suara atau dikenal dengan istilah money politics. Faktor Etnis juga memiliki hubungan dengan perilaku pemilih. Adanya rasa kedaerahan mempengaruhi dukungan seseorang terhadap partai politik atau kontestan tertentu. Isu-isu dan kebijakan politik sangat menentukan perilaku pemilih. Sekelompok orang bisa saja memilih sebuah partai atau kandiat politik, karena dianggap sebagai representasi dari agama atau keyakinannya. Tetapi kelompok yang lainnya memilih karena partai atau kandidat tertentu dianggap representasi dari kelas sosialnya. Ada juga kelompok yang memilih sebagai ekspresi dari sikap loyal pada partai atau figur tertentu. Komponen isu and kebijakan mempresentasikan program yang dijanjikan oleh partai atau kandidat politik jika menang Pemilu. Untuk melihat kecenderungan kehadiran pemilih, ada tiga model untuk menganalisis perilaku pemilih, yakni pendekatan sosiologis, psikologi sosial, dan pilihan rasional. Menurut Affan Gaffar (1992), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kehadiran pemilih seperti indentitas partai, dimana semakin solid dan mapan suatu partai politik maka akan memperoleh dukungan yang mantap dari para pendukungnya begitu pula sebaliknya. Selanjutnya kemampuan partai dalam menjual isu kampanye. Partai penguasa biasanya menjual isu-isu kemapanan dan keberhasilan yang telah mereka raih. Partai-partai politik baru biasanya menjual isu-isu menarik dan partai politik tersebut biasanya dianggap “bersih” terutama dari nuansa money politic. Penampilan kandidat, dimana performa kandiat sangat menentukan keberhasilan kandidat.
12
2.2.
Teori Partisipasi Politik Konsep partisipasi politik tidak berdiri sendiri, tetapi erat hubungannya
konsep-konsep yang lain seperti budaya politik, konsep kepercayaan publik terhadap pemerintah. Pemikiran mengenai budaya politik telah disuburkan lagi oleh ahli filsafat politik klasik. Menurut Geddes (1999) manusia mempunyai kemampuan politik yang berbeda, namun rakyat mempunyai hak untuk berpartisipasi dan menentukan pemimpin yang menjalankan kepentingan mereka bersama. Justeru, dalam sebuah negara, krisis partisipasi tidak dapat dielakkan kerana ia dilihat sebagai pergelutan untuk merebut kekuasaan. Manusia dianugerahi akal dan fikiran untuk memahami natural law dan menyelesaikan masalah yang terjadi di sekeliling mereka. Oleh kerana itu, manusia perlu diberi hak yang adil dan sama rata untuk bekerjasama dalam menentukan kuasa politik. Partisipasi politik adalah tindakan masyarakat untuk mencapai kebaikan dan kepentingan bersama untuk mewujudkan satu ikatan (kontrak sosial) dalam sebuah negara. Dalam sistem demokrasi, dimana setiap anggota masyarakat mempunyai hak untuk pemimpin mereka. Tujuannya adalah untuk membuat, menetapkan dan mempengaruhi keputusan politik negara. Partisipasi masyarakat dalam politik merupakan indikator dalam mengukur tahap kematangan demokrasi di sebuah negara ataupun daerah. Jika dilihat tahap partisipasi politik masyarakat di negara maju seperti Amerika, Eropah dan Jepang, ia menunjukkan tahap partisipasi yang menurun berbanding dengan negara sedang membangun. Antara faktor yang mendorong kepada penurunan ini adalah karena keadaan sosial-ekonomi dan
13
politik yang stabil, hak dan kebebasan berpolitik yang luas serta sikap apatis pemilih dalam pemilu. Di negara sedang membangun, populasi penduduk yang semakin meningkat, praktek demokrasi dibawah tekanan pemerintahan yang otoriter, ditambah pula dengan masalah sosial-ekonomi yang tidak stabil menyebabkan kesadaran masyarakat untuk memperbaiki kehidupan semakin tinggi. Maka, masyarakat menggunakan saluran politik yang ada seperti hadir memilih atau menjadi calon pemimpin atau melakukan demonstrasi untuk mempertahankan hak dan kebutuhan dasar mereka. Parry, Moyser & Day (1992) menulis bahwa tahap partisipasi politik dapat diukur melalui perilaku masyarakat seperti mencari dan menduduki jabatan politik, keanggotaan aktif dalam organisasi politik, keanggotaan pasif dalam organisasi politik, menyertai demonstrasi, terlibat dalam diskusi politik, mempunyai minat dalam politik dan hadir memilih ketika pemilu. Menurut Afan Gaffar (1992) tentang perilaku pemilih secara garis besar didasarkan pada tiga model pendekatan, yaitu : yang pertama pendekatan sosiologis (Mazhab Columbia) yang meliputi faktor sosial, ekonomi, afiliasi etnik, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap organisasi tertentu, jenis kelamin, pekerjaan, dan tempat tinggal. Yang kedua pendekatan psikologis (Mazhab Michigan) yang meliputi faktor partai, sikap seseorang terhadap isu-isu politik, dan faktor kandidat.Dan pendekatan yang ketiga yaitu pendekatan Pendekatan Rasional (Rasional Choice) yaitu rasionalitas perilaku pemilih. Mc Closky (1968) pula mengartikan budaya politik sebagai aktivitas sukarela warga masyarakat dengan cara mengambil bagian dalam proses
14
pemilihan pemimpin baik secara langsung atau tidak langsung. Bukan hanya itu. dalam konteks yang lebih jauh lagi, pemilihan pemimpin tesebut bertujuan untuk menentukan dan menetapkan undang-undang yang akan mengikat seluruh warga. Kelebihan hujah Mc Closky terletak pada kemampuannya untuk memperincikan bentuk partisipasi warga negara dalam politik. Partisipasi politik konvensional warga masyarakat ini termasuklah mencoblos, mencari informasi, menghadiri musyuwarah, memberi sumbangan keuangan dan berkomunikasi dengan perwakilan. Selain itu, bentuk partisipasi yang lebih aktif adalah seperti melibatkan diri dalam partai, mendaftar sebagai pemilih, ikut melakukan kampanye dan bersaing merebut jabatan dalam partai. Walau bagaimanapun, pengertian budaya politik oleh beberapa sarjana di atas sangat dapat dikatakan terbatas dan sempit. Mereka tidak menumpukan kepada bentuk bukan konvensional seperti ketidakakuran masyarakat dan keganasan politik sebagai saluran untuk mempengaruhi keputusan dan tindakan pemerintah. Oleh sebab itu, tafsiran mengenai partisipasi politik kemudiannya diperkembangkan lagi oleh Parry, Moyser & Day (1992) dan Norris (2002) yang menekankan masyarakat bukan saja bisa mempengaruhi keputusan politik berdasarkan kegiatan konvensional atau saluran sah yang sering digunakan dalam sistem politik, tetapi mereka juga bisa menggunakan kaedah bukan konvensional seperti protes, kerusuhan, ketidakakuran dan keganasan.
Partisipasi politik
sebagai kegiatan sukarela yang dilakukan oleh warganegara dengan niat untuk mempengaruhi pilihan politik dalam sistem politik baik secara langsung atau tidak langsung.
15
Dalam negara berkembang masalah partisipasi adalah masalah yang cukup rumit. Partai sipasi menjadi tolak ukur penerimaan atas system politik yang dibangun oleh sebuah negara. Maju dan berkembangnya pembangunan dalam suatu negara sangat tergantung dari keterlibatan warga negaranya tanpa membedakan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Memahami partai sipasi politik tentu sangatlah luas.Mengingat partai sipasi politik itu sendiri merupakan salah satu aspek penting demokrasi. Asumsi yang mendasari demokrasi dan partisipasi orang yang paling tahu tentang yang baik bagi dirinya adalah orang itu sendiri (Surbakti 1992). Karena keputusan politik yang dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan warga masyarakat berhak ikut serta menentukan isi keputusan politik. Perilaku tidak hadir memilih disebabkan oleh orientasi kepribadian pemilih, yang secara konseptual menunjukkan karakteristik apatis, anomali, dan alienasi. Secara teoritis, perasaan apatis sebenarnya merupakan penjelmaan atau pengembangan lebih jauh dari kepribadian otoriter, yang secara sederhana ditandai dengan tiadanya minat terhadap persoalan-persoalan politik. Tidak berfungsinya lembaga perwakilan rakyat dengan baik membuat sejumlah masyarakat tidak percaya dengan pemerintah yang ada sehingga ketika ada pesta demokrasi di lakukan kebanyakkan masyarakat cenderung tidak mau ambil pusing dalam kegiatan politik tersebut, hal ini disebabkan pemerintah dianggap tidak mampu melaksanakan apa yang menjadi aspirasi masyakat. Banyak politisi instan dan tidak maksimalnya kinerja partai politik membuat sejumlah masyarakat tidak percaya dengan partai dan calon.
16
Menurut Hansen (2008), agenda kampanye turut mempengaruhi partisipasi warga dalam memilih. Kampanye sebagai sarana komunikasi persuasi kandidat digunakan untuk mengarahkan isu yang menonjol di kalangan pemilih sesuai dengan keinginannya, bagaimana isu dari kampanye menyebabkan pemilih mengevaluasi kinerja politisi terhadap isu kampanye. Melaui kampanye pemilih dapat
meningkatkan
ketertarikan
politik,
kesadaran,
pengetahuan,
dan
kecenderungan warga untuk memilih. Demokrasi dianggap sebagai pemerintahan yang ideal yang terbaik untuk diterapkan di negara dunia yang diharapkan mampu menjawab permasalahan rakyat dan menegakan kedaulatan rakyat. Partisipasi masyarakat merupakan indikator ukur tingkat atau wujud demokrasi yang ideal dalam sebuah negara. Faktor utama dalam perwujudan demokrasi di dalam sebuah negara adalah partisipasi warganya dalam proses politik di negara tersebut. Partisipasi poltik masyarakat adalah aspek penting dari demokratisasi. Interaksi antara pemerintah dan masyarakat, di antara lembaga-lembaga pemerintah, dan di antara kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik adalah proses timbal balik di dalam suatu negara antara pembuatan keputusan dengan warga negara biasa yang bertindak sebagai pihak yang hanya dapat mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik tersebut. Perilaku politik juga adalah kegiatan-kegiatan yang memiliki hubungan dengan politik, atau disebut kegiatan politik. Oleh karena itu, perilaku politik dibagi dua, yakni perilaku politik lembaga lembaga dan para pejabat pemerintah, dan perilaku
17
politik warga negara biasa. Kegiatan politik lembaga-lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga politik tersebut adalah bertanggungjawab atas wewenang proses politik, sedangkan kegiatan politik warga negara biasa adalah partai sipasi politik. Jika dikaitkan dengan Pemilukada, warga negara biasa memiliki andil dalam proses pembuatan keputusan yang berpengaruh terhadap masa depan daerahnya. Di negara-negara demokratis pemikiran yang mendasari konsep partisipasi ialah bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan serta masa depan masyarakat dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan, jadi partisipasi politik merupakan pengejewantahan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang absah oleh rakyat ( Miriam Budihardjo, 1998: 3).
BAB III METODE PENELITIAN 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau yang
berlangsung sejak 1 Juli 2015 sampai 31 Juli 2015. 3.2
Jenis Penelitian dan Sumber Data Penelitian ini adalah kajian survei yang menggunakan pendekatan
kuantitatif.
Memilih suatu kaedah dalam penelitian dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, biasanya mempertimbangkan beberapa faktor seperti keterbatasan anggaran keuangan, tenaga, waktu dan kesediaan responden untuk mengisi kuesioner serta kemampuan tim peneliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab yang mendorong warga Kabupaten Kampar hadir ke TPS untuk menggunakan hak suara mereka, mengetahui faktor penghalang warga Kabupaten Kampar tidak hadir ke TPS untuk menggunakan hak suara, mengetahui tahap kehadiran dan tahap ketidakhadiran warga
Kota Pekanbaru untuk menggunakan hak suara
mereka dalam pemilu serta mengetahui perbedaan kehadiran dan ketidakhadiran pemilih berdasarkan demografi responden. Ada dua sumber data dalam penelitian ini yaitu data primer yang berasal dari jawaban responden melalui kuesioner dan data sekunder yang berasal dari laporan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Kampar. 3.3
Populasi Dan Sampel Penelitian
15
Populasi dalam penelitian ini merujuk pada total DPT (Daftar Pemilih Tetap) pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 adalah 560.928 orang.
Untuk menentukan jumlah
sampel, peneliti merujuk pada pendapat
Krejcie & Morgan (1970) yang menyatakan bahwa apabila jumlah populasi melebihi 100.000, maka jumlah sampelnya adalah sebanyak 384. Karena kawasan penelitian yang cukup luas, maka peneliti menggunakan metode cluster sampling dengan cara membagi 3 kawasan yaitu Wilayah Tapung, Wilayah
Kota
Bangkinang dan Wilayah Kampar Kiri. 3.4
Teknik Pengumpulan Data Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner merupakan salah satu cara mendapatkan informasi dari responden. Penggunaan kuesioner dapat meningkatkan ketepatan data penelitian.
Kelebihan menggunakan kuesioner ialah bisa
menghasilkan item-item yang konsisten dan dapat dipercayai (Cartes 1985). Di samping itu, penggunaan kuesioner
juga dapat memberikan
pensampelan yang lebih tepat kerana ia dapat meliputi sampel yang lebih besar (Oppenheim 1983). Penelitian ini menggunakan satu set kuesioner yang terdiri dari 3 bagian. Bagian pertama terdiri dari identitas responden, bagian kedua terdiri dari variabel kehadiran pemilih, bagian
ketiga adalah variabel
ketidakhadiran pemilih (tabel 3.1). Tabel 3.1 Variabel
Instrumen Penelitian Alat pengukuran
Jumlah Item
16
Kehadiran Pemilih Ketidakhadiran Pemilih
Skala Kehadiran Pemilih
25
Skala Ketidakhadiran Pemilih
18
3.4.1 Variabel Kehadiran Pemilih Kehadiran pemilih diukur dengan menggunakan pilihan jawaban iaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, tidak pasti, setuju dan sangat setuju, dimana jawapan sangat tidak setuju diberi nilai 1, tidak setuju diberi nilai 2, tidak pasti diberi nilai 3, setuju diberi nilai 4 dan sangat setuju diberi nilai 5. Variabel Kehadiran Pemilih dibagi menjadi 3 Tahap yaitu tahap tinggi (Skor 92-125), tahap sedang (Skor 59-91) dan tahap rendah (Skor 25-58). 3.4.2 Variabel Ketidakhadiran Pemilih Ketidakhadiran pemilih diukur dengan menggunakan pilihan
jawaban
iaitu sangat tidak setuju, tidak setuju, tidak pasti, setuju dan sangat setuju, dimana jawapan sangat tidak setuju diberi nilai 1, tidak setuju diberi nilai 2, tidak pasti diberi nilai 3, setuju diberi nilai 4 dan sangat setuju diberi nilai 5. Variabel Kehadiran Pemilih dibagi menjadi 3 Tahap yaitu tahap tinggi (Skor 67-90), tahap sedang (Skor 43-66) dan tahap rendah (Skor 18-42). 3.5
Pengujian Instrumen Pengumpulan Data Pengujian instrumen telah dijalankan untuk menguji reliabilitas
dan
validitas. Kuesioner bisa dipercayai apabila bisa mengukur subjek yang sama dan mempunyai nilai yang sama jika digunakan berulang-kali. Validitas merujuk pada sejauhmana kemampuan kuesioner mampu mengukur apa yang hendak diukur (Cronbach & Mechl 1955). Reliabilitas satu instrumen ditentukan oleh
17
nilai Alpha Cronbach, apabila kurang dari 0,60, berarti kebolehpercayaanya lemah, apabila nilai Alpha Cronbach, apabila antara 0,60-0,80 berarti kebolehpercayaanya bisa diterima. Apabila nilai Alpha Cronbach, apabila lebih dari 0,80, berarti kebolehpercayaanya sangat baik. Apabila didapati reliabilitas
yang kurang baik, maka kuesiner akan
perbaiki lagi. Apabila hasil uji reliabilitas dan validitas telah menunjukkan hasil yang baik, maka peneliti akan mengambil data sebenar penelitian ini. Laporan uji instrumen dapat dilihat dalam tabel 3.2 dibawah ini. Tabel 3.2. Uji Reliabilitas Kehadiran Pemilih
Reliability Statistics Cronbach's
N of Items
Alpha 0,881
25
Dengan menggunakan kaedah alfa cronbach menunjukkan bahwa pengukuran kehadiran pemilih berada pada level kebolehpercayaan yang baik yaitu α= 0,881. Indeks ini berarti bahwa angket
yang mengukur kehadiran
pemilih adalah sesuai digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3.3 . Uji Reliabilitas Ketidakhadiran Pemilih Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
18
0,941
18
Dengan menggunakan kaedah alfa cronbach menunjukkan bahwa pengukuran ketidakhadiran pemilih juga berada pada level kebolehpercayaan yang baik yaitu α= 0,941. Indeks ini berarti bahwa angket
yang mengukur
ketidakhadiran pemilih juga sesuai digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3.4. Uji Validitas Kehadiran Pemilih Item
Kehadiran Pemilih (r)
Hadir 1
,542**
Hadir 2
,563**
Hadir 3
,696**
Hadir 4
,708**
Hadir 5
,647**
Hadir 6
,569**
Hadir 7
,732**
Hadir 8
,585**
Hadir 9
,627**
Hadir 10
,670**
Hadir 11
,089
Hadir 12
,345**
Hadir 13
,587**
Hadir 14
,603**
Hadir 15
,552**
Hadir 16
,549**
Hadir 17
,462**
Hadir 18
,386**
19
Hadir 19
,322**
Hadir 20
,281**
Hadir 21
,261**
Hadir 22
,424**
Hadir 23
,365**
Hadir 24
,352**
Hadir 25
,593**
Dengan menggunakan kaedah korelasi product moment menunjukkan bahwa uji validitas kehadiran pemilih secara keseluruhan menunjukkan indeks yang kuat sebab semua item adalah valid yang ditunjukkan oleh tanda bintang, kecuali item hadir11 (r=,089). Tabel 3.5 Uji Validitas Ketidakhadiran Pemilih Item
Ketidakhadiran Pemilih (r)
tidak_hadir 1
,778**
tidak_hadir 2
,768**
tidak_hadir 3
,782**
tidak_hadir 4
,773**
tidak_hadir 5
,709**
tidak_hadir 6
,803**
tidak_hadir 7
,796**
tidak_hadir 8
,761**
tidak_hadir 9
,794**
tidak_hadir 10
,787**
tidak_hadir 11
,745**
tidak_hadir 12
,742**
tidak_hadir 13
,774**
20
tidak_hadir 14
,690**
tidak_hadir 15
,439**
tidak_hadir 16
,455**
tidak_hadir 17
,600**
tidak_hadir 18
,488**
Dengan menggunakan kaedah korelasi product moment menunjukkan bahwa uji validitas ketidakhadiran pemilih secara keseluruhan juga menunjukkan indeks yang kuat sebab semua item adalah valid. 3.6
Teknik Analisa Data Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan inferensi. Statistik
deskriptif untuk mendapatkan frekuensi, persentase dan nilai rata-rata (mean) serta tabel silang (crosstab). Analisis statistik
inferensi pula seperti uji
independent sample t test, ANOVA satu arah dalam paras p<0.05 yang menggunakan SPSS versi 20.
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Kabupaten Kampar Kabupaten Kampar terbentuk sejak tahun 1956 dengan ibu kota Bangkinang
berdasarkan
Undang-undang
No:
12
tahun
1956
tentang
Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah. Pada awalnya Kabupaten Kampar terdiri dari 12 Kecamatan dengan dua Pembantu Bupati yang sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Riau No : KPTS.318/VII/1987 tanggal 17 Juli 1987. Pembantu Bupati wilayah I berkedudukan di Pasir Pengarayan dan Pembantu Bupati II di Pangkalan Kerinci. Pembantu Bupati I mengkoordinir wilayah Kecamatan Rambah, Tandun, Rokan IV Koto, Kunto Darussalam, Kepenuhan, dan Tambusai. Pembantu Bupati wilayah II mengkoordinir wilayah Kecamatan Langgam, Pangkalan Kuras, Bunut, dan Kuala Kampar. Sedangkan Kecamtan lainnya yang tidak termasuk wilayah Pembantu wilayah I dan II berada langsung dibawah koordinator Kabupaten yang berpusat di Bangkinang. Dengan berlakunya Undang-undang No: 53 tahun 1993 Juncto Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No: 75 tahun 1999 tanggal 24 Desember 1999, maka kabupaten kampar resmi dimekarkan menjadi 3 Kabupaten, yaitu Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, dan Kabupaten Kampar. Kabupaten Kampar adalah salah satu Kabupaten tertua di Provinsi Riau. Kabupaten Kampar beribukota di Bangkinang
dikenal juga dengan julukan
Serambi Mekkah. Kabupaten Kampar memiliki luas 27.908.32 km2. Disebelah
21
utaran
Kabupaten Kampar berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan,
disebelah selatan dengan Kabupaten Kuantan Singingi, disebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lima Puluh Kota (Provinsi Sumatera Barat) dan disebelah timur berbatasan dengan Kota Pekanbaru, Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan. 4.2. Geografis Wilayah Kabupaten Kampar terdiri dari 21 kecamatan yang merupakan hasil pemekaran dari 12 Kecamatan sebelumnya dan terdiri dari 250 desa/kelurahan. Berikut ini tabel 21 kecamatan beserta ibu kota kecamatan yaitu: Tabel 4.1 Kecamatan di Kabupaten Kampar No.
Nama Kecamatan
Ibukota Kecamatan
1.
Bangkinang Kota
Bangkinang
2.
Kuok
Kuok
3.
Bangkinang
Muara Uwai
4.
Gunung Salihan
Kebun Durian
5.
Kampar
Air Tiris
6.
Kampar kiri
Lipat Kain
7.
Kampar Kiri Hiir
Sei. Pagar
8.
Kampar Kiri Hulu
Gema
9.
Kampar Timur
Kampar
10.
Kampar Utara
Desa Sawah
11.
Perhentian Raja
Pantai Raja
12.
Rumbio Jaya
Teratak
13.
Salo
Salo
14.
Siak Hulu
Pangkalanbaru
15.
Tambang
Sei. Pinang
22
16.
Tapung
Petapahan
17.
Tapung Hilir
Pantai Cermin
18.
Tapung Hulu
Sinama Nenek
19.
XIII Koto Kampar
Batu Besurat
20.
Kampar Kiri Tengah
Simalinyang
21.
Koto Kampar Hulu
Tanjung
Kabupaten Kampar dilalui oleh dua Sungai besar yaitu sungai Kampar dan sungai Siak dan beberapa sungai kecil lainya. Sungai Kampar yang panjangnya lebih kurang 423,5 km dengan kedalaman rata-rata 7,7 meter dan lebar rata-rata 143 meter. Dibagian hulu Kabupaten Kampar terdapat Sungai Siak yang panjangnya lebih kurang 90 km dengan kedalaman rata-rata 8-12 meter. Kabupaten Kampar umumnya beriklim tropis, suhu minimum terjadi pada bulan November dan Desember yaitu sebesar 21 ºC. Suhu maksimum terjadi pada Juli dengan temperatur 35 ºC. 4.3
Rekapitulasi Jumlah DPT Pileg dan Pilpres Tahun 2014 di Kabupaten Kampar Penyelenggaraan Pemilu dikabupaten Kampar baik Pemilu Legislatif
maupun Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014 berjalan dengan baik dan lancar dan dilaksanakan sesuai dengan Tahapan yang telah ditetapkan oleh KPU Republik Indonesia. Salah satu tahapan yang terpenting adalah tahapan Pemutakhiran Data Pemilih. Pada tahapan ini KPU Kabupaten Kampar melakukan dua kali pemutakhiran data pemilih yaitu pemutakhiran data pemilih untuk pemilu Legislatif dan pemutakhiran data pemilih untuk pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
23
4.3.1 Rekapitulasi Jumlah DPT Pileg Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 09 Tahun 2013 Tentang Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dalam tahap pemutakhiran data dan penyususnan daftar pemilih, KPU Kampar melakukan hal-hal sebagai berikut : 1 ) menerima Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu dari KPU Propinsi sebanyak 550.012, 2) melakukan verifikasi DP4 menjadi DPS dengan Jumlah 514.792, 3) KPU Kampar melakukan rapat Pleno penetapan DPS menjadi DPT dengan jumlah 524.439, 4) DPT yang telah ditetapkan kemudian dilakukan perbaikan oleh PPS dengan jumlah 523.360, 5) terhadap hasil DPT perbaikan kemudian diumumkan ditingkat TPS dan PPS. Selanjutnya PPS melakukan perbaikan yang disebutndengan DPT Hasil Perbaikan dengan jumlah 523.309 Pemilih dan 1369 TPS. Tabel 4.2 Rekapitulasi Jumlah DPT Pileg
NO
KECAMATAN
1
2
JUMLAH DPT
JUMLAH
Laki-laki 3
Perempuan 4
5
1
Bangkinang Kota
12.389
12.290
24.679
2
Bangkinang
10.953
10.443
21.396
3
Salo
8.616
8.612
17.228
4
Kuok
8.387
8.197
16.584
5
XIII Koto Kampar
8.445
8.004
16.449
6
Koto Kampar Hulu
6.547
6.177
12.724
7
Kampar
16.374
16.497
32.871
24
8
Rumbio Jaya
6.131
5.975
12.106
9
Kampar Utara
6.388
6.334
12.722
10
Kampar Timur
8.106
7.890
15.996
11
Tambang
24.406
22.912
47.318
12
Tapung
30.843
28.089
58.932
13
Tapung Hulu
28.809
26.367
55.176
14
Tapung Hilir
18.438
16.863
35.301
15
Siak Hulu
32.032
31.171
63.203
16
Perhentian Raja
6.217
5.688
11.905
17
Kampar Kiri Hilir
4.090
3.721
7.811
18
Kampar Kiri Tengah
10.049
9.107
19.156
19
Kampar Kiri
10.597
9.724
20.321
20
Gunung Sahilan
7.114
6.338
13.452
21
Kampar Kiri Hulu
4.114
3.865
7.979
269.067
254.293
523.309
Jumlah
4.3.2 Rekapitulasi Jumlah DPT Pilpres Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 09 Tahun 2013 Tentang Penyusunan Daftar Pemilih untuk Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dalam tahap pemutakhiran data dan penyususnan daftar pemilih, KPU Kampar melakukan hal-hal sebagai berikut : 1 ) menetapkan DPS PPWP dengan berpedoman kepada aplikasi SIDALIH ( Sistem Informasih Pendataan Pemilih) dengan jumlah 550.014 Pemilih, 2) DPS PPWP kemudian diumumkan untuk
25
mendapatkan masukan dan tanggapan dari masyarakat yang disebut dengan DPS Hasil Pemutakhiran dengan jumlah 544.547 Pemilih, 3) selanjutnya KPU Kabupaten Kampat melakukan rapt pleno penetapan DPT berdasarkan hasil DPSHP dengan jumlah 544.840 Pemilih dan 1326 TPS, 4) Pemilih yang tidak termasuk dalam DPT setelah ditetapkan, dilakukan pendataan yang disebut dengan Daftar Pemilih Khusus dengan jumlah 3014 pemilih yang tersebar di 12 Kecamatan. Tabel 4.2 Rekapitulasi Jumlah DPT Pileg
NO
KECAMATAN
1
2
JUMLAH DPT
JUMLAH
Laki-laki 3
Perempuan 4
5
1
Bangkinang Kota
13.153
12.721
25.874
2
Bangkinang
11.505
10.883
22.388
3
Salo
8835
8815
17.650
4
Kuok
8454
8234
16.688
5
XIII Koto Kampar
8690
8241
16.931
6
Koto Kampar Hulu
6814
6424
13.238
7
Kampar
16.831
16.887
33.718
8
Rumbio Jaya
6330
6167
12.497
9
Kampar Utara
6550
6451
13.001
10
Kampar Timur
8413
8191
16.604
11
Tambang
25.476
23.922
49.398
12
Tapung
32.113
29.293
61.406
13
Tapung Hulu
30.060
27.481
57.541
26
14
Tapung Hilir
19.504
17.856
37.360
15
Siak Hulu
33.936
33.108
67.044
16
Perhentian Raja
6457
5933
12.390
17
Kampar Kiri Hilir
4208
3824
8032
18
Kampar Kiri Tengah
10.445
9460
19.905
19
Kampar Kiri
11.018
10.115
21.133
20
Gunung Sahilan
7880
7013
14.893
21
Kampar Kiri Hulu
4223
3955
8178
280.313
264.527
544.840
Jumlah
23
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Identitas Responden Berdasarkan tabel 5.1 dibawah menunjukkan bahwa mayoritas pekerjaan
responden adalah petani (34,3%), kebanyakan jenis kelamin responden adalah laki-laki (70,0%). Responden beragama Islam sebanyak 415 orang (97,4%) dan Kristen Katolik sebanyak 11 orang (2,6 %). Mayoritas umur responden adalah Umur 31-40 tahun (49,5%) dan kebanyakan suku asal responden adalah asli Kampar (64,1%). Tabel 5.1. Identitas Responden Identitas Responden Pekerjaan
Jenis Kelamin Agama Umur
Suku Asal
Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Petani Pedagang Buruh Ibu Rumah Tangga Mahasiswa Laki-laki Perempuan Islam Kristen Katolik Umur 30 tahun kebawah Umur 31-40 tahun Umur 41-50 tahun Umur 51 tahun keatas Asli Kampar Minang Jawa
F
%
45 36 146 44 50 71 34 298 128 415 11 103 211 98 14 273 47 64
10,6 8,5 34,3 10,3 11,7 16,7 8,0 70,0 30,0 97,4 2,6 24,2 49,5 23,0 3,3 64,1 11,0 15,0
24
Batak Melayu Tingkat Pendidikan SD/Tidak Tamat SD SMP/MTs SMA/MAN DIII (Diploma) S1 S2 Pendapatan/Bulan Kurang dari Rp 1 juta Rp 1.100.000 - Rp 2.000.000 Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000 Rp 4.100.000 - Rp 4.000.000 Lebih dari Rp 4 juta Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Duda Janda Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak Jumlah
29 13 92 142 116 22 46 18 204 133 39 26 24 81 336 4 5 379 47 426
6,8 3,1 21,6 33,3 27,2 5,2 10,8 0,9 47,9 31,2 9,2 6,1 5,6 19,0 78,9 ,9 1,2 89,0 11,0 100,0
Berdasarkan tabel 5.1 diatas menunjukkan bahwa mayoritas Tingkat Pendidikan responden adalah SMP/MTs (33,3%) dan kebanyakan pendapatan per bulan responden adalah kurang dari 1 Juta per bulan (47,9%). Mayoritas status pernikahan responden adalah menikah (78,9%), sebagian besar responden yang ikut mencoblos pada Pemilu 2014 (89,0%). 5.2
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehadiran Pemilih Dalam tabel 5.2
dibawah menunjukkan frekuensi jawaban responden
variabel kehadiran pemilih berdasarkan pernyataan hadir1 bahwa yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 27 orang (6,3%), tidak pasti sebanyak 46 orang (10,8%) dan sangat setuju sebanyak
30 orang (7,0 %). Frekuensi jawaban
responden dari pernyataan hadir2 bahwa yang menjawab tidak setuju sebanyak 66
25
orang (15,5%), tidak pasti 76 orang (17,8%) dan setuju sebanyak 239 orang (56.1%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir3 bahwa yang menjawab sangat tidak setuju 62 orang (14,6 %), tidak pasti sebanyak 67 orang (15,7%) dan sangat setuju sebanyak 10 orang (2,3%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir4 bahwa yang menjawa tidak setuju 70 orang (16,4%), tidak pasti sebanyak 97 orang (22,8%) dan setuju sebanyak 176 orang (41,3%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir5 bahwa yang menjawab sangat tidak setuju sebanyak 51 orang (12,0%), tidak pasti sebanyak 81 orang (19,0%) dan sangat setuju sebanyak 9 orang (2,1%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir6 bahwa yang menjawab tidak setuju sebanyak 86 orang (20,2%), tidak pasti sebanyak 46 orang (10,8%) dan setuju sebanyak 246 orang (57,7%). %). Tabel 5.2. Uji Frekuensi Kehadiran Pemilih
Item Hadir 1 Hadir 2 Hadir 3 Hadir 4 Hadir 5 Hadir 6 Hadir 7 Hadir 8 Hadir 9 Hadir 10 Hadir 11 Hadir 12 Hadir 13 Hadir 14
STS F % 27 6,3 20 4,7 62 14,6 72 16,9 51 12,0 30 7,0 49 11,5 20 4,7 47 11,0 48 11,3 16 3,8 10 2,3 34 8,0 33 7,7
TS F 63 66 87 70 97 86 85 41 43 78 35 50 65 90
% F 14,8 46 15,5 76 20,4 67 16,4 97 22,8 81 20,2 46 20,0 67 9,6 89 10,1 110 18,3 95 8,2 60 11,7 102 15,3 96 21,1 108
TP % 10,8 17,8 15,7 22,8 19,0 10,8 15,7 20,9 25,8 22,3 14,1 23,9 22,5 25,4
S F 260 239 200 176 188 246 217 253 210 190 217 235 214 181
SS % 61,0 56,1 46,9 41,3 44,1 57,7 50,9 59,4 49,3 44,6 50,9 55,2 50,2 42,5
F 30 25 10 11 9 18 8 23 16 15 98 29 17 14
% 7,0 5,9 2,3 2,6 2,1 4,2 1,9 5,4 3,8 3,5 23,0 6,8 4,0 3,3
26
Hadir 15 Hadir 16 Hadir 17 Hadir 18 Hadir 19 Hadir 20 Hadir 21 Hadir 22 Hadir 23 Hadir 24 Hadir 25
72 39 16 25 18 16 19 25 69 23 59
16,9 9,2 3,8 5,9 4,2 3,8 4,5 5,9 16,2 5,4 13,8
137 119 57 42 53 52 56 70 192 114 108
32,2 27,9 13,4 9,9 12,4 12,2 13,1 16,4 45,1 26,8 25,4
97 100 117 154 193 202 178 166 75 123 78
22,8 23,5 27,5 36,2 45,3 47,4 41,8 39,0 17,6 28,9 18,3
112 159 224 189 151 140 151 145 76 151 165
26,3 37,3 52,6 44,4 35,4 32,9 35,4 34,0 17,8 35,4 38,7
8 9 12 16 11 16 22 20 14 15 16
1,9 2,1 2,8 3,8 2,6 3,8 5,2 4,7 3,3 3,5 3,8
STS: Sangat Tidak Setuju, TS: Tidak Setuju, TP: Tidak Pasti, S: Setuju, SS: Sangat Setuju. Dalam tabel 5.2
diatas juga menunjukkan frekuensi jawaban dari
pernyataan hadir 7 bahwa yang menjawab sangat tidak setuju 49 orang (11,5%), tidak pasti sebanyak 67 orang (15,7%) dan sangat setuju sebanyak 8 orang (1,9%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir8 menyatakan bahwa tidak setuju sebanyak 41 orang (9,6%), tidak pasti sebanyak 89 orang (20,9%) dan setuju sebanyak
253 orang (59,4%). Frekuensi jawaban responden dari
pernyataan hadir 9 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 47 orang (11,0%), tidak pasti sebanyak 110 orang (25,8%) dan sangat setuju sebanyak 16 orang (3,8%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir 10 menyatakan bahwa tidak setuju sebanyak 78 orang (18,3%), tidak pasti sebanyak 95 orang (22,3%) dan setuju sebanyak 190 orang (44,6%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir11 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 16 orang (3,8%), tidak pasti sebanyak 60 orang (14,1%) dan sangat setuju sebanyak 98 orang (23,0%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir12 menyatakan
27
bahwa tidak setuju 50 orang (11,7%), tidak pasti 102 orang (23,9%) dan setuju 235 orang (55,2%). Dalam tabel 5.2
diatas juga menunjukkan frekuensi jawaban dari
pernyataan hadir13 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 34 orang (8,0%), tidak pasti sebanyak 96 orang (22,5%) dan sangat setuju sebanyak 17 orang (4,0%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir14 menyatakan bahwa tidak setuju 33 orang (7,7%), tidak pasti 108 orang (25,4%) dan setuju 181 orang (42,5%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir15 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 72 orang (16,9%), tidak pasti sebanyak 97 orang (22,8%) dan sangat setuju sebanyak 8 orang (1,9%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir16 menyatakan bahwa tidak setuju 119 orang (27,9%), tidak pasti 100 orang (23,5%) dan setuju sebanyak 159 orang (37,3%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir 17 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 16 orang (3,8%), tidak pasti sebanyak 117 orang (27,5%) dan sangat setuju sebanyak 12 orang (2,8%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir18 menyatakan bahwa tidak setuju 42 orang (9,9%), tidak pasti 154 orang (36,2%) dan setuju 189 orang (44,4%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir19 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 18 orang (4,2%), tidak pasti sebanyak 193 orang (45,3%) dan sangat setuju sebanyak 11 orang (2,6%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir20 menyatakan bahwa tidak setuju 52 orang (12,2%), tidak pasti 202 orang (47,4%) dan setuju 140 orang (32,9%).
28
Dalam tabel 5.2
diatas juga menunjukkan frekuensi jawaban dari
pernyataan hadir 21 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 19 orang (4,5%), tidak pasti sebanyak 178 orang (41,8%) dan sangat setuju sebanyak 22 orang (5,2%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir 22 menyatakan bahwa tidak setuju 70 orang (16,4%), tidak pasti 166 orang (39,0%) dan setuju 145 orang (34,0%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir23 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 69 orang (16,2%), tidak pasti sebanyak 75 orang (17,6%) dan sangat setuju sebanyak 14 orang (3,3%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir24 menyatakan bahwa tidak setuju 114 orang (26,8%), tidak pasti 123 orang (28,9%) dan setuju 151 orang (35,4 %). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan hadir 25 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 59 orang (13,8%), tidak pasti sebanyak 78 orang (18,3%) dan sangat setuju sebanyak 16 orang (3,8%). Tabel 5.3. Uji Deskriptif Kehadiran Pemilih Item Hadir 1 Hadir 2 Hadir 3 Hadir 4 Hadir 5 Hadir 6 Hadir 7 Hadir 8 Hadir 9 Hadir 10 Hadir 11 Hadir 12 Hadir 13
N 426 426 426 426 426 426 426 426 426 426 426 426 426
Mean 3,47 3,42 3,02 2,96 3,01 3,31 3,11 3,51 3,24 3,10 3,81 3,52 3,27
Std. Deviation 1,03 ,97 1,16 1,16 1,11 1,06 1,11 ,91 1,06 1,10 1,00 ,87 1,03
29
Hadir 14 Hadir 15 Hadir 16 Hadir 17 Hadir 18 Hadir 19 Hadir 20 Hadir 21 Hadir 22 Hadir 23 Hadir 24 Hadir 25
426 426 426 426 426 426 426 426 426 426 426 426
3,12 2,64 2,95 3,37 3,30 3,19 3,20 3,23 3,15 2,46 3,04 2,93
1,03 1,09 1,05 ,88 ,91 ,84 ,84 ,90 ,95 1,06 ,98 1,15
Dalam tabel 5.3 diatas pula memperlihatkan bahwa variabel kehadiran pemilih dengan nilai mean (rata-rata) yang paling tinggi adalah item hadir11 (Saya mencoblos dalam pemilu karena merupakan hak saya sebagai warga negara) (Mean=3,81), item hadir12 (Saya hadir memilih karena mengetahui dengan baik calon yang saya pilih) (Mean=3,52) dan hadir8 (Saya hadir memilih dalam pemilu karena adanya calon yang saya pilih taat melaksanakan ajaran agama) (Mean=3,51), sedangkan nilai mean paling rendah adalah item hadir 23 (Saya
hadir
memilih
karena
saya
telah
menerima
sesuatu
(uang/sembako/baju/jilbab) dari calon yang akan saya pilih) (Mean=2,46) dan item hadir 15 (Saya hadir memilih dalam pemilu karena adanya tekanan dari pihak keluarga) (Mean=2,64). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram 5.1 dibawah.
30
Diagram 5.1. Faktor Penyebab Kehadiran Pemilih
Faktor Penyebab Kehadiran Pemilih 4 3,8 3,6 3,4 3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,2 2
5.3
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketidakhadiran Pemilih Dalam tabel 5.4 diatas menunjukkan frekuensi jawaban responden dari
pernyataan ketidakhadiran1 menyatakan bahwa tidak setuju 135 orang (31,7%), tidak pasti 56 orang (13,1%) dan setuju 174 orang (40,8%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran2
menyatakan bahwa sangat tidak
setuju sebanyak 49 orang (11,5%), tidak pasti sebanyak 45 orang (10,6%) dan sangat setuju sebanyak 19 orang (4,5%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran3 menyatakan bahwa tidak setuju 94 orang (22,1%), tidak pasti 65 orang (15,3%) dan setuju 209 orang (49,1%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran 4
menyatakan bahwa sangat tidak
setuju sebanyak 41 orang (9,6%), tidak pasti sebanyak 73 orang (17,1%) dan sangat setuju sebanyak 27 orang (6,3%). Frekuensi jawaban responden dari
31
pernyataan ketidakhadiran5 menyatakan bahwa tidak setuju 66 orang (15,5%), tidak pasti 70 orang (16,4%) dan setuju 216 orang (50,7%). Tabel 5.4. Uji Frekuensi Ketidakhadiran Pemilih STS
TS
TP
S
SS
Item F
%
%
F
%
F
%
F
%
Ketidakhadiran 1 52 12,2 135
31,7
56
13,1
174
40,8
9
2,1
Ketidakhadiran 2 49 11,5 102
23,9
45
10,6
211
49,5
19
4,5
Ketidakhadiran 3 41
9,6
94
22,1
65
15,3
209
49,1
17
4,0
Ketidakhadiran 4 41
9,6
71
16,7
73
17,1
214
50,2
27
6,3
Ketidakhadiran 5 31
7,3
66
15,5
70
16,4
216
50,7
43
10,1
Ketidakhadiran 6 51 12,0 77
18,1
66
15,5
213
50,0
19
4,5
Ketidakhadiran 7 43 10,1 89
20,9
60
14,1
203
47,7
31
7,3
Ketidakhadiran 8 38
8,9
81
19,0
93
21,8
192
45,1
22
5,2
Ketidakhadiran 9 39
9,2
85
20,0
106
24,9
169
39,7
27
6,3
Ketidakhadiran10 47 11,0 70
16,4
114
26,8
170
39,9
25
5,9
Ketidakhadiran11 42
9,9
63
14,8
117
27,5
178
41,8
26
6,1
Ketidakhadiran12
36
8,5
74
17,4
107
25,1
178
41,8
31
7,3
Ketidakhadiran13
43 10,1 95
22,3
91
21,4
176
41,3
21
4,9
Ketidakhadiran14
39
86
20,2
92
21,6
186
43,7
23
5,4
Ketidakhadiran15 109 25,6 248
58,2
32
7,5
31
7,3
6
1,4
Ketidakhadiran16
51 12,0 158
37,1
81
19,0
114
26,8
22
5,2
Ketidakhadiran17
64 15,0 159
37,3
82
19,2
110
25,8
11
2,6
Ketidakhadiran18
85 20,0 213
50,0
42
9,9
75
17,6
11
2,6
9,2
F
STS: Sangat Tidak Setuju, TS: Tidak Setuju, TP: Tidak Pasti, S: Setuju, SS: Sangat Setuju Dalam tabel 5.4 diatas juga menunjukkan frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran6 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak
32
51 orang (12,0%), tidak pasti sebanyak 66 orang (15,5%) dan sangat setuju sebanyak 19 orang (4,5%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran7 menyatakan bahwa tidak setuju 89 orang (20,9%), tidak pasti 60 orang (14,1%) dan setuju 203 orang (47,7%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran8 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 38 orang (8,9%), tidak pasti sebanyak 93 orang (21,8%) dan sangat setuju sebanyak 22 orang (5,2%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran9 menyatakan bahwa tidak setuju 85 orang (20,0%), tidak pasti 106 orang (24,9%) dan setuju 169 orang (39,7%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran10
menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 47 orang
(11,0%), tidak pasti sebanyak 114 orang (26,8%) dan sangat setuju sebanyak 25 orang (5,9%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran11 menyatakan bahwa tidak setuju 63 orang (14,8%), tidak pasti 117 orang (27,5%) dan setuju 178 orang (41,8%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran12
menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 36 orang
(8,5%), tidak pasti sebanyak 107 orang (25,1%) dan sangat setuju sebanyak 31 orang (7,3%). Dalam tabel 5.4 diatas juga menunjukkan frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran13
menyatakan bahwa tidak setuju 95 orang
(22,3%), tidak pasti 91 orang (21,4%) dan setuju 176 orang (41,3%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran14 menyatakan bahwa sangat tidak setuju sebanyak 39 orang (9,2%), tidak pasti sebanyak 92 orang (221,6%) dan sangat setuju sebanyak 23 orang (5,4%). Frekuensi jawaban responden dari
33
pernyataan ketidakhadiran15 menyatakan bahwa tidak setuju 248 orang (58,2%), tidak pasti 32 orang (7,5%) dan setuju 31 orang (7,3%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran16
menyatakan bahwa sangat tidak
setuju sebanyak 51 orang (12,0%), tidak pasti sebanyak 81 orang (19,0%) dan sangat setuju sebanyak 22 orang (5,2%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran17 menyatakan bahwa tidak setuju 159 orang (37,3%), tidak pasti 82 orang (19,2%) dan setuju 110 orang (25,8%). Frekuensi jawaban responden dari pernyataan ketidakhadiran18
menyatakan bahwa sangat tidak
setuju sebanyak 85 orang (20,0%), tidak pasti sebanyak 42 orang (9,9%) dan sangat setuju sebanyak 11 orang (2,6%). Tabel 5.5. Uji Deskriptif Ketidakhadiran Pemilih Item Ketidakhadiran 1
N
Mean
Std. Deviation
426
2,88
1,13
Ketidakhadiran 2
426
3,11
1,16
Ketidakhadiran 3
426
3,15
1,11
Ketidakhadiran 4
426
3,27
1,11
Ketidakhadiran 5
426
3,40
1,09
Ketidakhadiran 6
426
3,16
1,14
Ketidakhadiran 7
426
3,21
1,15
Ketidakhadiran 8
426
3,18
1,08
Ketidakhadiran 9
426
3,14
1,09
Ketidakhadiran 10
426
3,13
1,10
Ketidakhadiran 11
426
3,19
1,08
Ketidakhadiran 12
426
3,22
1,08
Ketidakhadiran 13
426
3,08
1,11
Ketidakhadiran 14
426
3,15
1,09
34
Ketidakhadiran 15
426
2,00
,86
Ketidakhadiran 16
426
2,76
1,12
Ketidakhadiran 17
426
2,63
1,09
Ketidakhadiran 18
426
2,32
1,06
Dalam
tabel
5.5
diatas
pula
ketidakhadiran pemilih dengan nilai mean
memperlihatkan
bahwa
variabel
yang paling tinggi adalah item
ketidakhadiran 5 (Saya tidak hadir mencoblos karena merasa kecewa terhadap pemerintah daerah Kabupaten Kampar yang kurang peduli dengan penderitaan masyarakat Kampar) (Mean=3,40) dan ketidakhadiran 4 (Saya tidak hadir mencoblos karena merasa kecewa terhadap pemerintah pusat) (Mean=3,27), sedangkan nilai mean paling rendah adalah
item ketidakhadiran 15 (Ajaran
agama yang saya anut melarang saya terlibat dalam pemilu) (Mean=2,00) dan item ketidakhadiran 18 (Saya tidak ikut mencoblos karena saya tidak mendapat imbalan apa-apa dari calon yang saya pilih) (Mean=2,32). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada diagram 5.2 dibawah. Diagram 5.2. Faktor Penyebab Ketidakhadiran Pemilih
Faktor Penyebab Ketidakhadiran Pemilih 3,5 3,3 3,1 2,9 2,7 2,5 2,3 2,1 1,9 1,7 1,5
35
5.4
Tahap Kehadiran Pemilih Tabel 5.6. Uji Frekuensi Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Rendah (25-58) Tahap Sedang (59-91) Tahap Tinggi (92-125) Jumlah
Frekuensi
Persentase (%)
28 330 68 426
6,6 77,5 16,0 100,0
Dalam tabel 5.6 diatas menunjukkan Tahap kehadiran pemilih bahwa responden yang berada dalam kategori Tahap Rendah (25-58) sebanyak 28 orang (6,6 %), Tahap Sedang (59-91) sebanyak 330 orang (77,5 %) dan Tahap Tinggi (92-125) hanya sebanyak 68
orang (16,0 %).
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran dalam pemilu responden adalah pada tahap sedang (diagram 5.3). Diagram 5.3. Tahap Kehadiran Pemilih
Tahap Kehadiran Pemilih
Tahap Rendah (25-58) Tahap Sedang (59-91) Tahap Tinggi (92-125)
36
5.5
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tabel 5.7. Uji Frekuensi Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah (18-42) Tahap Sedang (43-66) Tahap Tinggi (67-90) Jumlah
Frekuensi Persentase (%) 104 238 84 426
24,4 55,9 19,7 100,0
Dalam tabel 5.7 di atas menunjukkan tahap ketidakhadiran pemilih bahwa responden yang berada dalam kategori Tahap Rendah (18-42) sebanyak 104 orang (24,4 %), Tahap Sedang (43-66) sebanyak 238 orang (55,9 %) dan Tahap Tinggi (67-90) sebanyak 84
orang (19,7 %).
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa mayoritas tahap ketidakhadiran dalam pemilu adalah pada tahap sedang (diagram 5.4). Diagram 5.4. Tahap Ketidakhadiran Pemilih
Tahap Ketidakhadiran Pemilih
Tahap Rendah (18-42) Tahap Sedang (43-66) Tahap Tinggi (67-90)
37
5.6
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pekerjaan Tabel 5.8. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Petani Pedagang Buruh Ibu Rumah Tangga Mahasiswa
Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak F % F % 45 100,0 0 0,0 33 91,7 3 8,3 123 84,2 23 15,8 37 84,1 7 15,9 49 98,0 1 2,0 62 87,3 9 12,7 30 88,2 4 11,8
Jumlah F 45 36 146 44 50 71 34
% 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
Dari tabel 5.8 diatas menunjukkan bahwa responden ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan pekerjaan adalah dari pekerjaan pegawai negeri sipil ikut mencoblos semua (100,0%), pegawai swasta hampir seluruhnya ikut mencoblos (91,7 %) dan hanya sedikit yang tidak mencoblos (8,3%), dari pekerjaan petani sebagian besar mencoblos (84,2%) dan lainnya tidak ikut mencoblos (15,8%), pedagang sebagian besar mencoblos (84,1%) dan lebihnya tidak ikut mencoblos (15,9%), buruh hampir semuanya ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 (98,0%) dan hanya sedikit yang tidak ikut andil dalam pemilu tahun 2014 (2,0%), ibu rumah tangga banyak yang ikut mencoblos (87,3%) dan lainnya tidak ikut memilih (12,7%), mahasiswa lebih banyak yang ikut mencoblos (88,2%) dari pada yang tidak ikut mencoblos (11,8%). Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam diagram 5.5 dibawah ini.
38
Diagram 5.5. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pekerjaan
100 90 80 70 60 50
Ya
40
Tidak
30 20 10 0
5.7
Pegawai Negeri Sipil
Pegawai Swasta
Petani
Pedagang
Buruh
Ibu Rumah Tangga
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5.9. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak F % F % 269 90,3 29 9,7 110 85,9 18 14,1
Jumlah F 298 128
% 100,0 100,0
Dari tabel 5.9 diatas dapat diketahui bahwa Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin adalah dari laki-laki hampir seluruhnya ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 (90,3%) sedangkan lebihnya tidak ikut mencoblos (9,7%), dan dari responden jenis kelamin perempuan banyak
39
yang ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 (85,9%) sedangkan lainnya tidak ikut dalam mencoblos (14,1%) (Diagram 5.6). Diagram 5.6. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Jenis Kelamin
100 90 80 70 60
Laki-laki
50
Perempuan
40 30 20 10 0
5.8
Ya
Tidak
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Agama Tabel 5.10. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Agama
Agama
Islam Non Islam
Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak F % F % 371 89,4 44 10,6 8 72,7 3 27,3
Jumlah F 415 11
% 100,0 100,0
Dari tabel 5.10 diatas dapat diketahui bahwa responden ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan agama adalah dari agama islam yang hampir seluruhnya ikut mencoblos (89,4%) dan yang lainnya tidak ikut memilih (10,6%). Sedangkan responden ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan agama
40
adalah dari agama non islam yang sebagian besar juga ikut mencoblos (72,7%) selebihnya tidak ikut mencoblos (27,3%) (Diagram 5.7). Diagram 5.7. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Agama
90 80 70 60 50
Islam
40
Non Islam
30 20 10 0
5.9
Ya
Tidak
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Umur Tabel 5.11. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Umur
Umur Umur 30 tahun kebawah Umur 31-40 tahun Umur 41-50 tahun Umur 51 tahun keatas
Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak F % F % 94 91,3 9 8,7 181 85,8 30 14,2 91 92,9 7 7,1 13 92,9 1 7,1
Jumlah F 103 211 98 14
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Dari tabel 5.11 diatas menunjukkan bahwa responden ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan umur adalah dari umur 30 tahun kebawah
41
hampir seluruhnya mencoblos (91,3%) dan lainnya tidak ikut mencoblos (8,7%), dari umur 31-40 tahun sebagian besar mencoblos (85,8%) dan lebihnya tidak ikut mencoblos (14,2%), dari umur 41-50 tahun hampir semuanya ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 (92,9%) dan hanya sedikit yang tidak ikut andil dalam pemilu tahun 2014 (7,1%), umur 51 tahun keatas banyak yang ikut mencoblos (92,9%) dan lainnya tidak ikut memilih (7,1%). Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam diagram 5.8 dibawah ini. Diagram 5.8. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Umur
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
5.10
Ya Tidak
Umur 30 tahun kebawah
Umur 31-40 tahun
Umur 41-50 tahun
Umur 51 tahun keatas
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Suku Asal Tabel 5.12. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Suku Asal
Suku Asal
Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak F % F %
Jumlah F
%
42
Asli Kampar Non Kampar
252
92,3
21
7,7
273
100,0
127
83,0
26
17,0
153
100,0
Berdasarkan tabel 5.12
diatas dapat diketahui bahwa responden ikut
mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan suku asal adalah dari suku asal asli kampar yang hampir seluruhnya ikut mencoblos (92,3%) selebihnya tidak ikut mencoblos (7,7%) dan bahwa responden ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan suku asal adalah dari suku asal non kampar sebagian besar ikut mencoblos (83,0%) sedangkan lainnya tidak ikut mencoblos (17,0%) (Diagram 5.9). Diagram 5.9. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Suku Asal
100 90 80 70 60
Asli Kampar
50
Non Kampar
40 30 20 10 0
5.11
Ya
Tidak
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan
43
Tabel 5.13. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan SD/Tidak Tamat SD SMP/MTs SMA/MAN Perguruan Tinggi
Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak F % F % 77 83,7 15 16,3 123 86,6 19 13,4 107 92,2 9 7,8 72 94,7 4 5,3
Jumlah F 92 142 116 76
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Dari tabel 5.13 diatas dapat diketahui bahwa responden ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan tingkat pendidikan adalah dari tingkat pendidikan SD/tidak tamat SD yang ikut mencoblos adalah sebagian besar (83,7%) lainnya tidak ikut memilih (16,3%), SMP/MTs banyak yang ikut mencoblos (86,6%) lebihnya tidak ikut memilih (13,4%), SMA/MAN sebagian besar ikut mencoblos (92,2%) sedangkan bagian kecil lainnya tidak ikut mencoblos (7,8%) dan dari tingkat pendidikan perguruan tinggi hampir seluruhnya ikut mencoblos (94,7%) dan lebihnya tidak ikut mencoblos (5,3%) (Diagram 5.10).
44
Diagram 5.10. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Tingkat Pendidikan
100 90 80 70 60 50
Ya
40
Tidak
30 20 10 0
5.12
SD/Tidak Tamat SD
SMP/MTs
SMA/MAN
Perguruan Tinggi
Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pendapatan Perbulan Tabel 5.14. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pendapatan Perbulan
Pendapatan Perbulan
Kurang dari Rp 1 juta Rp 1.100.000 - Rp 2.000.000 Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000 Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 Lebih dari Rp 4 juta
Berdasarkan tabel 5.14
Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak F % F % 180 88,2 24 11,8 114 85,7 19 14,3 36 92,3 3 7,7 25 96,2 1 3,8 24 100,0 0 0,0
Jumlah F 204 133 39 26 24
% 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0
diatas dapat diketahui bahwa responden ikut
mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan pendapatan perbulan adalah dari pendapatan perbulan kurang dari Rp 1 juta sebagian besar ikut memilih (88,2%)
45
dan lainnya tidak ikut memilih (11,8%), pendapatan perbulan Rp 1.100.000-Rp 2.000.000 banyak yang ikut memilih (85,7%), dari pendapatan perbulan Rp 2.100.000-Rp 3.000.000 sebagian besar ikut memilih (92,3%) dan sisanya tidak mencoblos (7,7%), dari pendapatan perbulan Rp 3.100.000-Rp 4.000.000 hampir seluruhnya ikut mencoblos (96,2%) dan lainnya tidak ikut mencoblos (3,8%) dan dari pendapatan lebih dari Rp 4 juta seluruh responden ikut mencoblos (100,0%). Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam diagram 5.11 dibawah ini. Diagram 5.11. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Pendapatan Perbulan
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Ya Tidak
Kurang dari Rp 1.100.000 Rp 2.100.000 Rp 3.100.000 Lebih dari Rp Rp 1 juta - Rp - Rp - Rp 4 juta 2.000.000 3.000.000 4.000.000
5.13 Perbedaan Ikut Mencoblos Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Status Pernikahan Tabel 5.15. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Status Pernikahan Status Pernikahan Belum Menikah
Ikut Mencoblos Pemilu 2014 Ya Tidak F % F % 73 90,1 8 9,9
Jumlah F 81
% 100,0
46
Menikah
306
88,7
39
11,3
345
100,0
Dari tabel 5.15 diatas dapat diketahui bahwa responden ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan status pernikahan adalah dari status pernikahan belum menikah yang hampir seluruhnya ikut mencoblos (90,1%) selebihnya tidak ikut mencoblos (9,9%) dan bahwa responden ikut mencoblos pada pemilu tahun 2014 berdasarkan status pernikahan adalah dari status pernikahan menikah sebagian besar ikut mencoblos (88,7%) sedangkan lainnya tidak ikut mencoblos (11,3%) (Diagram 5.12). Diagram 5.12. Responden Ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 Berdasarkan Status Pernikahan
100 90 80 70 60
Belum Menikah
50
Menikah
40 30 20 10 0
5.14
Ya
Tidak
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden
Tabel 5.16. Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
47
Kehadiran Pemilih
Ketidakhadiran Pemilih
Between Groups
1698,214
6
Within Groups Total Between Groups Within Groups Total
69643,347 71341,561 2495,339 80567,405 83062,744
419 425 6 419 425
283,036 1,703
,119
166,213 415,890 2,163 192,285
,046
Dalam tabel 5.16 diatas dengan menggunakan ujian ANOVA satu arah, tidak terdapat perbedaan
Kehadiran Pemilih berdasarkan jenis pekerjaan,
responden yang bekerja sebagai Petani (Mean = 81,69), Pegawai Negeri Sipil (Mean = 80,33), Ibu Rumah Tangga (Mean = 77,38), Mahasiswa (Mean=75,97), Buruh (Mean=79,90), Pegawai swasta (Mean=78,22) dan Pedagang (Mean = 77,63),
dimana nilai F=1,703 dengan p>0.05. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kehadiran pemilih yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil adalah paling tinggi, sedangkan kehadiran pemilih paling rendah adalah Mahasiswa. Dalam tabel 5.16 diatas dengan menggunakan ujian ANOVA satu arah, terdapat perbedaan
Ketidakhadiran Pemilih berdasarkan jenis pekerjaan,
responden yang bekerja sebagai Petani (Mean = 56,49), Pegawai Negeri Sipil (Mean = 56,18), Ibu Rumah Tangga (Mean = 51,02), Mahasiswa (Mean=52,14), Buruh (Mean=54,78), Pegawai swasta (Mean=52,91) dan Pedagang (Mean = 50,43),
dimana nilai F=2,163 dengan p<0.05. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ketidakhadiran pemilih yang bekerja sebagai petani adalah paling tinggi, sedangkan kehadiran pemilih paling rendah adalah pedagang.
48
Tabel 5.17. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden
Pekerjaan
Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Petani Pedagang Buruh Ibu Rumah Tangga Mahasiswa Jumlah
Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (25-58) (59-91) (92-125) F % F % F % 5 17,9 35 10,6 5 7,4 2 7,1 32 9,7 2 2,9 8 28,6 104 31,5 34 50,0 4 14,3 34 10,3 6 8,8 0 0,0 43 13,0 7 10,3 5 17,9 54 16,4 12 17,6 4 14,3 28 8,5 2 2,9 28 100,0 330 100,0 68 100,0
Jumlah
F 45 36 146 44 50 71 34 426
% 10,6 8,5 34,3 10,3 11,7 16,7 8,0 100,0
Dalam tabel 5.17 diatas menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari pekerjaan petani (28,6%) dan minoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari pekerjaan buruh (0,0%). Mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari pekerjaan petani (31,5%) dan ibu rumah tangga (16,4%) sedangkan minoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari pekerjaan mahasiswa (8,5%) . Serta mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari pekerjaan petani (50,0 %) dan ibu rumah tangga (17,6%) sedangkan minoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap tinggi dari pekerjaan mahasiswa (2,9%). Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam diagram 5.13 dibawah ini.
49
Diagram 5.13. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Tahap Rendah (25-58) Tahap Sedang (59-91) Tahap Tinggi (92-125)
Tabel 5.18. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden Pekerjaan
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (18-42) (43-66) (67-90) F % F % F %
Pegawai Negeri Sipil Pegawai Swasta Petani Pedagang Buruh Ibu Rumah Tangga Mahasiswa Jumlah
Dalam
tabel
7 11 29 14 7 25 11 104
5.18
6,7 10,6 27,9 13,5 6,7 24,0 10,6 100,0
diatas
26 20 81 27 31 35 18 238
10,9 8,4 34,0 11,3 13,0 14,7 7,6 100,0
menunjukkan
12 5 36 3 12 11 5 84
14,3 6,0 42,9 3,6 14,3 13,1 6,0 100,0
bahwa
Jumlah
F
%
45 36 146 44 50 71 34 426
10,6 8,5 34,3 10,3 11,7 16,7 8,0 100,0
mayoritas
tahap
ketidakhadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari pekerjaan ibu rumah tangga (24,0 %) dan minoritas tahap ketidakhadiran pada tahap rendah adalah dari
50
pekerjaan pegawai negeri sipil dan buruh (6,7%). Mayoritas tahap ketidakhadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari pekerjaan petani (34,0 %) dan minoritas tahap ketidakhadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari pekerjaan mahasiswa (7,6%). Sedangkan mayoritas tahap ketidakhadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari pekerjaan petani (42,9%) sedangkan minoritas tahap ketidakhadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari pekerjaan pegawai swasta dan mahasiswa (6,0%). Diagram 5.14. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pekerjaan Responden
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
5.15
Tahap Rendah (18-42) Tahap Sedang (43-66) Tahap Tinggi (67-90)
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin Responden Dengan menggunakan uji independent sample t test, tabel 5.19 dibawah
menunjukkan terdapat perbedaan kehadiran pemilih antara laki-laki (mean=80,45) dan perempuan (mean=77,12), dimana nilai t=2,445 dan p<0,05.
51
Tabel 5.19. Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Kehadiran Pemilih Ketidakhadiran Pemilih
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
N
Mean
298 128 298 128
80,45 77,12 55,15 51,56
Std. Deviation 12,62 13,45 13,53 14,70
df
t
p
424
2,445 ,015
424
2,443 ,015
Dengan menggunakan uji independent sample t test, tabel 5.19 diatas menunjukkan terdapat perbedaan ketidakhadiran pemilih antara laki-laki (mean=55,15) dan perempuan (mean=51,56), dimana nilai t=2,443 dan p<0,05. Tabel 5.20. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (25-58) (59-91) (92-125) F % F % F % Laki-laki 18 64,3 230 69,7 50 73,5 Perempuan 10 35,7 100 30,3 18 26,5 Jumlah 28 100,0 330 100,0 68 100,0
Jumlah
Jenis Kelamin
F 298 128 426
% 70,0 30,0 100,0
Dalam tabel 5.20 diatas menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari jenis kelamin laki-laki (64,3%) berbanding dengan perempuan (35,7%). Mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari jenis kelamin laki-laki (69,7%) berbanding dengan perempuan (30,3%). Sedangkan mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari jenis kelamin laki-laki (73,5%) berbanding dengan perempuan (26,5%) (Diagram 5.15).
52
Diagram 5.15. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin
80 70 60 50 40
Laki-laki
30
Perempuan
20 10 0
Tahap Rendah (25-58)
Tahap Sedang (59-91)
Tahap Tinggi (92-125)
Tabel 5.21. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Jumlah
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (18-42) (43-66) (67-90) F % F % F % 64 61,5 168 70,6 66 78,6 40 38,5 70 29,4 18 21,4 104 100,0 238 100,0 84 100,0
Jumlah
F 298 128 426
% 70,0 30,0 100,0
Dalam tabel 5.21 diatas menunjukkan bahwa mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari jenis kelamin laki-laki (61,5%) berbanding dengan perempuan (38,5%). Mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari jenis kelamin laki-laki (70,6%) dibanding dengan perempuan (29,4%). Sedangkan mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap tinggi adalah dari jenis kelamin laki-laki (78,6%) berbanding dengan perempuan (21,4%) (Diagram 5.16).
53
Diagram 5.16. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Jenis Kelamin
80 70 60 50 40
Laki-laki
30
Perempuan
20 10 0
5.16
Tahap Rendah (18-42)
Tahap Sedang (43-66)
Tahap Tinggi (67-90)
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Agama Responden Dengan menggunakan uji independent sample t test, tabel 5.22 dibawah
menunjukkan terdapat perbedaan kehadiran pemilih antara responden beragama Islam (mean=79,24) dan Non Islam (mean=87,36), dimana nilai t=-2,059 dan p<0,05. Tabel 5.22. Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Agama
Variabel
Agama
Islam Kehadiran Pemilih Non Islam Ketidakhadiran Islam
N
Mean
415
79,24
Std. Deviation 13,01
11
87,36
7,10
415
53,72
13,95
df
t
p
424 -2,059
,040
424 -3,185
,002
54
Pemilih
Non Islam
11
67,18
7,33
Dengan menggunakan uji independent sample t test, tabel 5.22 diatas menunjukkan terdapat perbedaan ketidakhadiran pemilih antara responden beragama Islam (mean=53,72) dan Non Islam (mean=67,18), dimana nilai t=3,185 dan p<0,05. Tabel 5.23. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Agama Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (25-58) (59-91) (92-125) F % F % F % Islam 28 100,0 322 97,6 65 95,6 Non Islam 0 0,0 8 2,4 3 4,4 Jumlah 28 100,0 330 100,0 68 100,0
Jumlah
Agama
F 415 11 426
% 97,4 2,6 100,0
Dalam tabel 5.23 diatas menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari agama Islam (100%) dibandingkan dengan Non Islam (0,0%). Mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari agama Islam (97,6%) dibandingkan dengan non Islam (2,4%). Sedangkan mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari agama Islam (95,6%) dibandingkan dengan non Islam (4,4%) (Diagram 5.17).
55
Diagram 5.17. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Agama
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Islam Non Islam
Tahap Rendah (25-58)
Tahap Sedang (59-91)
Tahap Tinggi (92-125)
Tabel 5.24. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Agama Agama
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (18-42) (43-66) (67-90) F % F % F % Islam 104 100,0 235 98,7 76 90,5 Non Islam 0 0,0 3 1,3 8 9,5 Jumlah 104 100,0 238 100,0 84 100,0
Jumlah
F 415 11 426
% 97,4 2,6 100,0
Dalam tabel 5.24 diatas menunjukkan bahwa mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari agama islam (100,0%) berbanding dengan non Islam (0,0%). Mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari agama Islam (98,7%) dibanding dengan non Islam (1,3%). Sedangkan mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap tinggi adalah dari agama Islam (90,5%) berbanding dengan non Islam (9,5%) (Diagram 5.18).
56
Diagram 5.18. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Agama
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
5.17
Islam Non Islam
Tahap Rendah (18-42)
Tahap Sedang (43-66)
Tahap Tinggi (67-90)
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Umur Responden Dalam tabel 5.25 dibawah, dengan menggunakan ujian ANOVA satu arah,
terdapat perbedaan
Kehadiran Pemilih berdasarkan umur, responden yang
berumur 30 tahun kebawah (Mean = 75,72), Umur 31-40 tahun (Mean = 81,64), Umur 41-50 tahun (Mean = 79,91) dan Umur 51 tahun keatas (Mean = 70,71), dimana nilai F=7,317 dengan p<0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran pemilih yang berumur 31-40 tahun adalah paling tinggi, sedangkan kehadiran pemilih paling rendah adalah Umur 51 tahun keatas. Tabel 5.25. Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Umur
Kehadiran
Between Groups
Sum of Squares 3527,516
df 3
Mean Square 1175,839
F
p
7,317
,000
57
Pemilih
Within Groups
Total Between Groups Ketidakhadiran Within Groups Pemilih Total
67814,045
422
160,697
71341,561 5667,915 77394,829 83062,744
425 3 422 425
1889,305 10,302 183,400
,000
Dalam tabel 5.25 diatas, dengan menggunakan ujian ANOVA satu arah, juga terdapat perbedaan Ketidakhadiran Pemilih berdasarkan umur, responden yang berumur 30 tahun kebawah (Mean = 48,79), Umur 31-40 tahun (Mean = 56,48), Umur 41-50 tahun (Mean = 55,79) dan Umur 51 tahun keatas (Mean = 44,50), dimana nilai F=10,302 dengan p<0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakhadiran pemilih yang berumur 31-40 tahun adalah paling tinggi, sedangkan ketidakhadiran pemilih paling rendah adalah Umur 51 tahun keatas. Tabel 5.26. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Umur
Umur
Umur 30 tahun kebawah Umur 31-40 tahun Umur 41-50 tahun Umur 51 tahun keatas Jumlah
Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Tahap (25-58) Sedang Tinggi (59-91) (92-125) F % F % F %
Jumlah
F
%
4
14,3
91
27,6
8
11,8
103
24,2
9 12
32,1 42,9
160 69
48,5 20,9
42 17
61,8 25,0
211 98
49,5 23,0
3
10,7
10
3,0
1
1,5
14
3,3
28
100,0
330
100,0
68
100,0
426
100,0
Dalam tabel 5.26 diatas menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari umur 41-50 tahun (42,9%) sedangkan minoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari umur 51 tahun
58
keatas (10,7%). Mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari umur 31-40 tahun (48,5%) dan minoritas pemilih pada tahap sedang adalah dari umur 51 tahun keatas (3,0%). Sedangkan mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari umur 31-40 tahun (61,8 %) sedangkan minoritas tahap kehadiran pada tahap tinggi adalah dari umur 51 tahun keatas (1,5%) (Diagram 5.19). Diagram 5.19. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Umur 70 60 50 40
Tahap Rendah (25-58)
30
Tahap Sedang (59-91)
20
Tahap Tinggi (92-125)
10 0
Umur 30 tahun kebawah
Umur 3140 tahun
Umur 4150 tahun
Umur 51 tahun keatas
Tabel 5.27. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Umur Umur
Umur 30 tahun kebawah Umur 31-40 tahun Umur 41-50 tahun Umur 51 tahun keatas
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (18-42) (43-66) (67-90) F % F % F %
Jumlah
F
%
36
34,6
56
23,5
11
13,1
103
24,2
44 18
42,3 17,3
117 59
49,2 24,8
50 21
59,5 25,0
211 98
49,5 23,0
6
5,8
6
2,5
2
2,4
14
3,3
59
Jumlah
104
100,0
238
100,0
84
100,0
426 100,0
Dalam tabel 5.27 diatas menunjukkan bahwa mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari umur 31-40 tahun (42,3%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap rendah adalah dari umur 51 tahun keatas (5,8%). Mayoritas ketidakhadiran tahap sedang adalah dari umur 31-40 tahun (49,2%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari umur 51 tahun keatas (2,5%). Sedangkan mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap tinggi adalah dari umur 31-40 tahun (59,5%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari umur 51 tahun keatas (2,4%) (Diagram 5.20). Diagram 5.20. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Umur
60 50 40 Tahap Rendah (18-42)
30
Tahap Sedang (43-66)
20
Tahap Tinggi (67-90)
10 0
5.18
Umur 30 tahun kebawah
Umur 3140 tahun
Umur 4150 tahun
Umur 51 tahun keatas
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal Responden Dengan menggunakan uji independent sample t test, tabel 5.28 dibawah
menunjukkan terdapat perbedaan kehadiran pemilih antara responden asli Kampar (mean=77,05) dan Non Islam (mean=83,72), dimana nilai t=-5,252 dan p<0,05.
60
Tabel 5.28. Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal Suku Asal Kehadiran Pemilih Ketidakhadiran Pemilih
Asli Kampar Non Kampar Asli Kampar Non Kampar
N
Mean
273 153 273 153
77,05 83,72 51,51 58,64
Std. df t p Deviation 12,41 424 -5,252 ,000 12,84 13,94 424 -5,201 ,000 12,86
Dengan menggunakan uji independent sample t test, tabel 5.28 diatas menunjukkan terdapat perbedaan ketidakhadiran pemilih antara responden asli Kampar (mean=51,51) dan Non Islam (mean=58,64), dimana nilai t=-5,201 dan p<0,05. Tabel 5.29. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal
Suku Asal
Asli Kampar Non Kampar Jumlah
Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (25-58) (59-91) (92-125) F % F % F % 19 67,9 233 70,6 21 30,9 9 32,1 97 29,4 47 69,1 28 100,0 330 100,0 68 100,0
Jumlah
F 273 153 426
% 64,1 35,9 100,0
Dalam tabel 5.29 diatas menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari suku asli kampar (67,9%) berbanding dengan non kampar (32,1%). Mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari suku asli kampar (70,6%) berbanding dengan suku non kampar (29,4%). Sedangkan mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari suku Non kampar (69,1%) berbanding dengan suku asli kampar (30,9%) (Diagram 5.21).
61
Diagram 5.21. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal
80 70 60 50 40
Asli Kampar
30
Non Kampar
20 10 0
Tahap Rendah (25-58)
Tahap Sedang (59-91)
Tahap Tinggi (92-125)
Tabel 5.30. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal Suku Asal
Asli Kampar Non Kampar Jumlah
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (18-42) (43-66) (67-90) F % F % F % 79 76,0 156 65,5 38 45,2 25 24,0 82 34,5 46 54,8 104 100,0 238 100,0 84 100,0
Jumlah
F 273 153 426
% 64,1 35,9 100,0
Dalam tabel 5.30 diatas menunjukkan bahwa mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap rendah adalah dari suku asli kampar (76,0%) berbanding dengan non kampar (24,0%). Mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari suku asli kampar (65,5%) dibanding dengan non kampar (34,5%). Sedangkan mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap tinggi adalah dari non kampar (54,8%) berbanding dengan suku asli kampar (45,2%) (Diagram 5.22).
62
Diagram 5.22. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Suku Asal
80 70 60 50 40
Asli Kampar
30
Non Kampar
20 10 0
5.19
Tahap Rendah (18-42)
Tahap Sedang (43-66)
Tahap Tinggi (67-90)
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan Responden Dalam tabel 5.31 dibawah, dengan menggunakan ujian ANOVA satu arah,
terdapat perbedaan Kehadiran Pemilih berdasarkan tingkat pendidikan, responden lulusan SD/Tidak Tamat SD (Mean = 84,32), SMP/MTs (Mean = 79,51), SMA/MAN (Mean = 75,31) dan lulusan Perguruan Tinggi (Mean = 79,76), dimana nilai F=8,762 dengan p<0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran pemilih lulusan SD/Tidak Tamat SD adalah paling tinggi, sedangkan kehadiran pemilih paling rendah adalah lulusan SMA/MAN. Tabel 5.31. Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
63
Between Groups Kehadiran Pemilih Within Groups Total Between Ketidakhadiran Groups Pemilih Within Groups Total
4183,307
3
8,762
,000
67158,254 422 71341,561 425
159,143
7441,990
2480,663 13,843
,000
3
75620,754 422 83062,744 425
1394,436
179,196
Dalam tabel 5.31 dibawah, dengan menggunakan ujian ANOVA satu arah, terdapat perbedaan
Ketidakhadiran Pemilih berdasarkan tingkat pendidikan,
responden lulusan SD/Tidak Tamat SD (Mean = 59,54), SMP/MTs (Mean = 54,50), SMA/MAN (Mean = 47,93) dan lulusan Perguruan Tinggi (Mean = 56,01), dimana nilai F=13,843 dengan p<0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakhadiran pemilih lulusan SD/Tidak Tamat SD dan lulusan Perguruan Tinggi adalah paling tinggi, sedangkan ketidakhadiran pemilih paling rendah adalah lulusan SMA/MAN. Tabel 5.32. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
SD/Tidak Tamat SD SMP/MTs SMA/MAN Perguruan Tinggi Jumlah
Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Tahap Sedang Tahap Rendah (59-91) Tinggi (92(25-58) 125) F % F % F % 5 17,9 59 17,9 28 41,2 10 35,7 106 32,1 26 38,2 7 25,0 101 30,6 8 11,8 6 21,4 64 19,4 6 8,8 28 100,0 330 100,0 68 100,0
Jumlah
F 92 142 116 76 426
% 21,6 33,3 27,2 17,8 100,0
Dalam tabel 5.32 diatas menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari tingkat pendidikan SMP/MTs (35,7%)
64
sedangkan minoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari tingkat pendidikan SD/tidak tamat SD (17,9%). Mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari tingkat pendidikan SMP/MTs (32,1%) dan minoritas pemilih pada tahap sedang adalah dari tingkat pendidikan SD/tidak tamat SD (17,9%). Sedangkan mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari tingkat pendidikan SD/tidak tamat SD (41,2%) dan minoritas pada tahap tinggi adalah dari tingkat pendidikan Perguruan tinggi (8,8%) (Diagram 5.23). Diagram 5.23. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan
45 40 35 30 25
Tahap Rendah (25-58)
20
Tahap Sedang (59-91)
15
Tahap Tinggi (92-125)
10 5 0
SD/Tidak Tamat SD
SMP/MTs
SMA/MAN
Perguruan Tinggi
Tabel 5.33. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Tahap Tinggi (18-42) Sedang (67-90) (43-66)
Jumlah
65
SD/Tidak Tamat SD SMP/MTs SMA/MAN Perguruan Tinggi Jumlah
F
%
F
%
F
%
F
%
13
12,5
48
20,2
31
36,9
92
21,6
32 44 15 104
30,8 42,3 14,4 100,0
80 67 43 238
33,6 28,2 18,1 100,0
30 5 18 84
35,7 6,0 21,4 100,0
142 116 76 426
33,3 27,2 17,8 100,0
Dari tabel 5.33 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap rendah adalah dari tingkat pendidikan SMA/MAN (42,3%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap rendah adalah dari tingkat pendidikan SD/tidak tamat SD (12,5%). Mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari tingkat pendidikan SMP/MTs (33,6%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari tingkat pendidikan perguruan tinggi (18,1%). Sedangkan Mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap tinggi adalah dari tingkat pendidikan SD/tidak tamat SD (36,9%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari tingkat pendidikan SMA/MAN (6,0%) (Diagram 5.24). Diagram 5.24. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Tingkat Pendidikan 45 40 35 30 25
Tahap Rendah (18-42)
20
Tahap Sedang (43-66)
15
Tahap Tinggi (67-90)
10 5 0
SD/Tidak Tamat SD
SMP/MTs
SMA/MAN
Perguruan Tinggi
66
5.20
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan Responden
Dalam tabel 5.34 dibawah, dengan menggunakan ujian ANOVA satu arah, terdapat perbedaan
Kehadiran Pemilih berdasarkan pendapatan perbulan,
responden pendapatan perbulan kurang dari Rp 1 juta (Mean = 84,24), Rp 1.100.000 - Rp 2.000.000 (Mean = 74,68), Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000 (Mean = 69,56), Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 (Mean = 77,42) dan lebih dari Rp 4 juta (Mean = 83,41),
dimana nilai F=21,299 dengan p<0.05. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kehadiran pemilih pendapatan perbulan kurang dari Rp 1 juta adalah paling tinggi, sedangkan kehadiran pemilih paling rendah adalah pendapatan perbulan Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000. Tabel 5.34. Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan
Between Groups Kehadiran Pemilih Within Groups Total Between Ketidakhadiran Groups Pemilih Within Groups Total
Sum of Squares
df
12007,310
4
Mean Square
F
3001,827 21,299
59334,251 421 71341,561 425
140,936
15211,456
3802,864 23,596
4
67851,289 421 83062,744 425
Sig. ,000
,000
161,167
Dalam tabel 5.34 dibawah, dengan menggunakan ujian ANOVA satu arah, terdapat perbedaan
Ketidakhadiran Pemilih berdasarkan pendapatan
perbulan, responden pendapatan perbulan kurang dari Rp 1 juta (Mean = 59,36), Rp 1.100.000 - Rp 2.000.000 (Mean = 48,93), Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000
67
(Mean = 43,20), Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 (Mean = 49,61) dan lebih dari Rp 4 juta (Mean = 60,04), dimana nilai F=23,596 dengan p<0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidakhadiran pemilih pendapatan perbulan lebih dari Rp 4 juta adalah paling tinggi, sedangkan ketidakhadiran pemilih paling rendah adalah pendapatan perbulan Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000. Tabel 5.35. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan Pendapatan Perbulan
Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Tahap (25-58) Sedang Tinggi (59-91) (92-125) F % F % F % Kurang dari Rp 1 juta 8 28,6 144 43,6 52 76,5 Rp 1.100.000 - Rp 2.000.000 12 42,9 111 33,6 10 14,7 Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000 6 21,4 31 9,4 2 2,9 Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 1 3,6 24 7,3 1 1,5 Lebih dari Rp 4 juta 1 3,6 20 6,1 3 4,4 Jumlah 28 100,0 330 100,0 68 100,0
Jumlah
F 204 133 39 26 24 426
% 47,9 31,2 9,2 6,1 5,6 100,0
Dalam tabel 5.35 diatas menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari pendapatan perbulan Rp 1.100.000 - Rp 2.000.000 (42,9%) sedangkan minoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari pendapatan perbulan Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 dan lebih dari Rp 4 juta (3,6%). Mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari pendapatan perbulan kurang dari 1 juta (43,6%) dan minoritas pemilih pada tahap sedang adalah dari pendapatan perbulan lebih dari Rp 4 juta (6,1%). Sedangkan mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap tinggi adalah dari pendapatan perbulan kurang dari 1 juta (76,5%) sedangkan minoritas tahap
68
kehadiran pada tahap tinggi adalah dari pendapatan perbulan Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 (1,5%) (Diagram 5.25). Diagram 5.25. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan 80 70 60 50 Tahap Rendah (25-58)
40
Tahap Sedang (59-91)
30
Tahap Tinggi (92-125)
20 10 0
Kurang dari Rp 1 juta
Rp 1.100.000 Rp 2.100.000 Rp 3.100.000 Lebih dari Rp - Rp - Rp - Rp 4 juta 2.000.000 3.000.000 4.000.000
Tabel 5.36. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan Pendapatan Perbulan
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap (18-42) (43-66) Tinggi (67-90) F % F % F % Kurang dari Rp 1 juta 34 32,7 109 45,8 61 72,6 Rp 1.100.000 - Rp 2.000.000 44 42,3 79 33,2 10 11,9 Rp 2.100.000 - Rp 3.000.000 18 17,3 19 8,0 2 2,4 Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 7 6,7 16 6,7 3 3,6 Lebih dari Rp 4 juta 1 1,0 15 6,3 8 9,5 Jumlah 104 100,0 238 100,0 84 100,0
Jumlah
F 204 133 39 26 24 426
% 47,9 31,2 9,2 6,1 5,6 100,0
Dari tabel 5.36 diatas dapat diketahui bahwa mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap rendah adalah dari pendapatan perbulan Rp 1.100.000 - Rp
69
2.000.000 (32,7%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap rendah adalah dari pendapatan perbulan lebih dari Rp 4 juta (1,0%). Mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari pendapatan perbulan kurang dari Rp 1 juta (45,8%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari lebih dari Rp 4 juta (6,3%). Sedangkan Mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap tinggi adalah dari kurang dari Rp 1 juta (72,6%) dan minoritas ketidakhadiran pemilih tahap tinggi adalah dari pendapatan perbulan Rp 3.100.000 - Rp 4.000.000 (3,6%) (Diagram 5.25). Diagram 5.25. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Pendapatan Perbulan
80 70 60 50 40
Tahap Rendah (18-42)
30
Tahap Sedang (43-66)
20
Tahap Tinggi (67-90)
10 0
5.20
Kurang dari Rp 1 juta
Rp Rp Rp Lebih dari 1.100.000 2.100.000 3.100.000 Rp 4 juta - Rp - Rp - Rp 2.000.000 3.000.000 4.000.000
Perbedaan Tahap Kehadiran dan Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Status Menikah Responden Dengan menggunakan uji independent sample t test, tabel 5.37 dibawah
menunjukkan terdapat perbedaan kehadiran pemilih antara responden telah menikah (mean=80,11) dan belum menikah (mean=76,64), dimana nilai t=-2,179
70
dan p<0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran pemilih yang telah menikah adalah lebih tinggi daripada responden yang belum menikah. Tabel 5.37. Perbedaan Kehadiran Pemilih dan Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan
Variabel Kehadiran Pemilih Ketidakhadiran Pemilih
Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Belum Menikah Menikah
N
Mean
81 345 81 345
76,64 80,11 51,85 54,59
Std. Deviation 15,44 12,23 14,93 13,71
df
t
p
424
-2,179
,030
424
-1,592
,112
Dengan menggunakan uji independent sample t test, tabel 5.37 diatas menunjukkan tidak terdapat perbedaan ketidakhadiran pemilih antara responden telah menikah (mean=54,59) dan belum menikah (mean=51,85), dimana nilai t=2,179 dan p<0,05. Tabel 5.38. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan Tahap Kehadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (25-58) (59-91) (92-125) F % F % F % Belum Menikah 8 28,6 63 19,1 10 14,7 Menikah 20 71,4 267 80,9 58 85,3 Jumlah 28 100,0 330 100,0 68 100,0
Jumlah
Status Pernikahan
F 81 345 426
% 19,0 81,0 100,0
Dalam tabel 5.38 diatas menunjukkan bahwa mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap rendah adalah dari status pernikahan Menikah (71,4%) berbanding dengan belum menikah (28,6%). Mayoritas tahap kehadiran pemilih pada tahap sedang adalah dari status pernikahan menikah (80,9%) berbanding dengan belum menikah (19,1%). Sedangkan mayoritas tahap kehadiran pemilih
71
pada tahap tinggi adalah dari status pernikahan belum menikah (85,3%) berbanding dengan belum menikah (14,7%) (Diagram 5.26). Diagram 5.26. Tahap Kehadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan
90 80 70 60 50
Belum Menikah
40
Menikah
30 20 10 0
Tahap Rendah (25-58)
Tahap Sedang (59-91)
Tahap Tinggi (92-125)
Tabel 5.39. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan Status Pernikahan
Belum Menikah Menikah Jumlah
Tahap Ketidakhadiran Pemilih Tahap Rendah Tahap Sedang Tahap Tinggi (18-42) (43-66) (67-90) F % F % F % 25 24,0 38 16,0 18 21,4 79 76,0 200 84,0 66 78,6 104 100,0 238 100,0 84 100,0
Jumlah
F 81 345 426
% 19,0 81,0 100,0
Dalam tabel 5.39 diatas menunjukkan bahwa mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap rendah adalah dari status pernikahan menikah (76,0%) berbanding dengan belum menikah (24,0%). Mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap sedang adalah dari status pernikahan menikah (84,0%) dibanding dengan belum menikah (16,0%). Sedangkan mayoritas ketidakhadiran pemilih tahap tinggi adalah dari
72
status pernikahan menikah (78,6%) berbanding dengan status pernikahan belum menikah (21,4%) (Diagram 5.27). Diagram 5.27. Tahap Ketidakhadiran Pemilih Berdasarkan Status Pernikahan
90 80 70 60 50
Belum Menikah
40
Menikah
30 20 10 0
Tahap Rendah (18-42)
Tahap Sedang (43-66)
Tahap Tinggi (67-90)
65
BAB VI PENUTUP 6.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data
dalam bab sebelumnya, maka ada
beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini yaitu: 1. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kehadiran pemilih adalah item hadir11
(Saya mencoblos dalam pemilu karena merupakan hak saya
sebagai warga negara), item hadir12 (Saya hadir memilih karena mengetahui dengan baik calon yang saya pilih) dan hadir8 (Saya hadir memilih dalam pemilu karena adanya calon yang saya pilih taat melaksanakan ajaran agama). 2. Faktor yang paling dominan mempengaruhi ketidakhadiran pemilih adalah item ketidakhadiran5 (Saya tidak hadir mencoblos karena merasa kecewa terhadap pemerintah daerah Kabupaten Kampar yang kurang peduli dengan
penderitaan
masyarakat
Kampar)
(Mean=3,40)
dan
ketidakhadiran4 (Saya tidak hadir mencoblos karena merasa kecewa terhadap pemerintah pusat) (Mean=3,27). 3. Mayoritas tahap kehadiran pemilih dalam pemilu adalah kategori Tahap Sedang (59-91) sebanyak 330 orang (77,5 %), sedangkan Tahap Rendah (25-58) sebanyak 28 orang (6,6 %) dan Tahap Tinggi (92-125) hanya sebanyak 68 orang (16,0 %). Mayoritas tahap ketidakhadiran pemilih dalam pemilu adalah kategori Tahap Sedang (43-66) sebanyak 238 orang
66
(55,9 %), sedangkan Tahap Rendah (18-42) sebanyak 104 orang (24,4 %) dan Tahap Tinggi (67-90) sebanyak 84 orang (19,7 %). 4. Responden yang paling banyak ikut Mencoblos Pada Pemilu Tahun 2014 adalah Pegawai Negeri Sipil dan paling rendah adalah Pedagang. 5. Tahap Kehadiran Pemilih yang paling tinggi adalah petani dan Pegawai Negeri Sipil, sedangkan tahap kehadiran paling rendah adalah pedagang. 6. Tahap Kehadiran Pemilih laki-laki lebih tinggi berbanding pemilih perempuan. 7. Tahap kehadiran pemilih Non Islam lebih tinggi berbanding pemilih beragama Islam. 8. Tahap kehadiran pemilih yang berumur 31-40 tahun adalah paling tinggi, sedangkan kehadiran pemilih paling rendah adalah umur 30 tahun kebawah dab umur 51 tahun keatas. 9. Tahap Kehadiran pemilih yang paling tinggi adalah responden dari etnik Non Kampar berbanding responden Asli Kampar. 10. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin rendah kesediaan hadir memilih, terbukti dari hasil penelitian bahwa lulusan perguruan tinggi, SMA/MAN dan SMP/MTs
adalah lebih rendah kehadiran memilih
berbanding lulusan SD/Tidak Tamat SD. 11. Semakin rendah pendapatan perbulan semakin tinggi kehadiran pemilih, sebaliknya semakin besar
pendapatan perbulan maka semakin rendah
kehadiran pemilih dalam pemilu.
67
12. Tahap ketidakhadiran pemilih yang belum menikah lebih tinggi berbanding responden yang sudah menikah. 6.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka ada beberapa
hal yang peneliti sarankan yaitu: 1. Program sosialisasi calon harus lebih maksimal agar semakin dikenal oleh pemilih, harus diperbanyak
calon yang memiliki integritas diri (taat
beragama) yang tinggi, karena semakin banyak calon yang taat beragama akan dipilih maka akan semakin mendorong pemilih untuk hadir mencoblos. 2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kampar harus lebih banyak melaksanakan program yang memberikan manfaat kepada masyarakat, karena semakin tinggi tingkat kekecawaan pemilih kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah Kabupaten Kampar maka akan semakin menurunkan kahadiran pemilih. 3. Pemilih beragama Islam perlu diberikan penyuluhan tentang pentingnya hadir memilih dalam pemilu, apalagi mayoritas pemilih di Kabupaten Kampar adalah beragama Islam. 4. Perlu disusun program khusus untuk memberikan pencerahan kepada para pedagang agar kesadaran diri mereka dalam menggunakan hak pilih semakin meningkat.
68
5. Bagi pemilih lulusan perguruan tinggi dan SMA/MAN harus dilakukan pelatihan/seminar/workshop mengenai
bahaya sifat apatis dan jangan
sampai mereka mempengaruhi orang lain melakukan golput.
67
Daftar Pustaka
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar ilmu politik. jakarta: Granmedia Pustaka. Campbell, A. 1960. The American Voter. New York: John Wiley. Cartes, W.M. 1985. A practical guide to educational research. New Jersey: Prentice Hall. Firmanzah. 2007. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Gaffar, Afan. 1992. Javanese Voters : A Case Study Of Election Under A Hegemonic Party System, Gajahmada University Press, Yogyakarta. Gaffer, Janedjri M. 2012. Politik Hukum Pemilu. Jakarta: konstitusi press. Geddes, B. 1999. What do we know about democratization after twenty years? Annual Review of Political Science 2: 115-144. Ghazali Mayudin. 1999. Demokrasi dan pilihan raya di Malaysia. Dlm. Ghazali Mayudin, Jamaie Hamil, Sity Daud & Zaini Othman (pnyt). Demokrasi, kepemimpinan dan keselamatn dalam politk Malaysia. Bangi: Penerbit UKM. Hansen, Kaper M. 2008. The Effect of Politial Campaigns: Overview of the Research Online Panel of Electoral Campaigning (OPEC). University of Copenhagen. Lee J. Cronbach And Paul E. Meehl. 1955. Construct Validity In Psychological Tests, Psychological Bulletin, 52: 281-302. Lipset, S.M. 1963. Political man: social basis of politics. New York: Anchor Books. McClosky, H. 1968. Consensus and Ideology in American politics. American political Science Review 58: 361-382. Norris, P. 2002. Democratic phoenix: reinventing political activism. Cambridge University Press.
Cambridge:
Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu Sebuah Pendekatan Baru Kampanye Pemilihan DPR, DPD, Presiden. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Obor Indonesia. Oppenheim, A.N. 1983. Questionnaire design and attitudes measurement. London: Heinemann Educational Book Limited. Parry, G., Moyser, G & Day, N. 1992. Political participation and democracy in Britain. Cambridge: Cambridge University Press.
68
Rokkan, S. & Lipset, S.M. 1967. Cleavage structures, party system, and voter alignments. New York: Free Press. Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Grasindo. Verba. S. & Nie N.H & Kim, J-O. 1978. Participation and Political equality. Cambridge: Cambridge university Press.
74
LAMPIRAN DOKUMENTASI
Fhoto 1. Responden Petani Sedang mengisi Kuesioner Penelitian
75
Fhoto 2. Responden Buruh Sedang mengisi Kuesioner Penelitian
76
Fhoto 3. Responden Pedagang Sedang mengisi Kuesioner Penelitian
77
Fhoto 4. Responden Ibu Rumah Tangga Sedang mengisi Kuesioner Penelitian