LAPORAN HASIL PENELITIAN
KAJIAN PELAKSANAAN BANTUAN PENGEMBANGAN DAN PENINGKATAN PENDIDIKAN TAHUN 2004 – 2007 DI WILAYAH SAPTA MITRA PANTURA (KOTA PEKALONGAN, KOTA TEGAL, KABUPATEN BATANG, PEKALONGAN, PEMALANG, TEGAL, BREBES)
Oleh: Tim Universitas Pancasakti Tegal
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN UNIVERSITAS PANCSAKTI TEGAL 2008
1
HALAMAN PENGESAHAN 1. Judul
: Kajian Pelaksanaan Bantuan Pengembangan Dan Peningkatan Pendidikan Tahun 2004 – 2007 Di Wilayah Sapta Mitra Pantura (Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten Batang, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes)
2. Personalia: Penanggung jawab : Ka. Lemlit Universitas Pancasakti Tegal. Kepala Proyek Nama lengkap
: Siswanto, S.H., M.H.
Pangkat / Gol
: Penata Tk I / III D.
Fakultas
: Hukum.
Universitas
: Pancasakti Tegal.
Tim Peneliti No.
: Nama
Bidang Keahlian
1
Siswanto, S.H., M.H.
Hukum
2
Gunistiyo, S.E.,M.Si.
Pemberdayaan Masyarakat
3
Hamidah Abdurahman, S.H., M.Hum.
Hukum
4
Drs. Dino Rozano, M.Pd.
Pendidikan
5
Drs. Ponoharjo, M.Pd.
Sarana dan Prasarana
Lokasi Kegiatan
: Wilayah Sapta Mitra Pantura
Waktu Penelitian : 6 (enam) bulan.
Mengetahui, Ka.Lemlit UPS Tegal,
Siswanto, S.H., M.H.
Tegal,
Nopember 2008
Ketua Tim,
Siswanto, S.H., M.H.
2
ABSTRAK Tujuan dari penelitian adalah: Melakukan pengkajian terhadap pola dan mekanisme program bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan sebagaimana tercantum dalam petunjuk pelaksanaan; Melakukan identifikasi permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penyaluran dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan pada masing-masing Kabupaten/Kota; Melakukan kajian terhadap efektivitas pemanfaatan bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan oleh masing-masing penerima bantuan; dan Merumuskan rekomendasi langkah-langkah perbaikan pelaksanaan bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan di Jawa Tengah di masa mendatang. Jenis penelitian dalam kajian Pelaksanaan Program Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Wilayah Sapta Mitra Pantura tergolong jenis penelitian kebijakan yaitu penelitian yang bertujuan mengevaluasi pelaksanaan Program Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Wilayah Sapta Mitra Pantura. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis data adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis disimpulkan: 1. Pengkajian terhadap pola dan mekanisme program bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan sebagaimana tercantum dalam petunjuk pelaksanaan secara umum di wilayah Sapta Mitra Pantura sudah berjalan baik, namun demikian perlu ada penyempurnaan mulai dari kriteria penerima bantuan, mekanisme pengusulan, mekanisme penyaluran dana, pelaksanaan dan pelaporan. 2. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penyaluran dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan pada masing-masing Kabupaten/Kota di wilayah Sapta Mitra Pantura antara lain adanya penerima bantuan fiktif, monitoring yang tidak melibatkan instansi terkait atau lembaga indenpenden yang peduli pendidikan, penerima bantuan yang tidak sesuai dengan database kebutuhan, dan terjadinya pencaloan di dalam penyaluran bantuan. Peraturan Gubernur yang mengatur bantuan pendidikan tahun 2004-2007 bervariasi dan inkonsistensi, dissinkronisasi dan disharmonisasi. 3. Efektivitas pemanfaatan bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan oleh masing-masing penerima bantuan di wilayah Sapta Mitra Pantura sudah cukup baik dengan filosofi sebagai dana stimulan sehingga memunculkan peran serta masyarakat dalam berswadaya serta kemandirian.
3
Rekomendasi yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah: 1. Ditujukan kepada Biro Hukum berkaitan dengan materi peraturan Gubernur mengenai juklak bantuan pendidikan dan Tim Pengkaji proposal bantuan pendidikan tingkat provinsi perlu memperhatikan kriteria penerima bantuan dengan prinsip adil dan merata, didasarkan atas database kebutuhan (skala prioritas) Kabupaten/Kota yang dimasukan dalam materi muatan juklak peraturan Gubernur. 2. Ditujukan pemberi rekomendasi baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, dan SKPD agar penyempurnaan yang lebih sederhana dan mudah, dengan cara mempersiapkan format rekomendasi yang sama bagi penerima bantuan supaya tidak ada percaloan/pengajuan proposal fiktif. 3. Ditujukan kepada Biro Keuangan, Biro Bangda, dengan memasukan dalam materi muatan juklak bantuan pendidikan yang akan diatur dalam peraturan Gubernur yaitu semua bantuan pendidikan dimasukan ke rekening kas daerah dan pendistribusiannya dikoordinir Dinas Pendidikan Kabupaten 4. Ditujukan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota agar setelah ada Surat Keputusan penerima bantuan secepatnya di informasikan kepada penerima bantuan untuk membuka rekening bank berkaitan dengan pencairan dana. 5. Ditujukan kepada Biro Hukum, Biro Bangda, Biro Kesra dan Dewan Pendidikan Provinsi untuk membentuk tim monitoring tingkat Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang terdiri dari Dinas Pendidikan, Kantor Depag, Kantor PU Dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota Serta Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pendidikan untuk dimasukan dalam petunjuk pelaksanaan bantuan pendidikan peraturan Gubernur. Untuk lebih menjamin kualitas bangunan maka sebaiknya peran Dinas Teknis (PU) lebih ditingkatkan peran aktif sejak mulai perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengendalian dan evaluasi fisik bangunan. 6. Ditujukan kepada Biro Hukum, Biro Keuangan, Biro Bangda, dan Dewan Pendidikan Propinsi untuk memasukan materi muatan kedalam juklak bantuan pendidikan yang diatur dalam Peraturan Gubernur yaitu sanksi yang bersifat administrative dan treatment yang mengikat terhadap mereka yang tidak melaporkan kegiatan mulai dari penerimaan dana, pelaksanaan kegiatan, dan pertanggungjawaban keuangan. 7. Ditujukan kepada Gubernur melalui Biro Hukum, Biro Keuangan, Biro Bangda, dan Dewan Pendidikan Propinsi haruslah diatur dengan peraturan Gubernur yang memuat petunjuk pelaksanaan yang secara rinci dan sistematis dan memenuhi syarat minimal mulai dari: a. filosofi bantuan (bersifat stimulan, azas kemanfaatan, sifat selektif),
4
b. identifikasi bantuan (prasarana pendidikan, sarana pendidikan, siswa dan tenaga pendidik yang berprestasi, hal-hal khusus yang patut dipertimbangkan mendapat penghargaan atau bantuan), c. arah kebijakan bantuan (perbaikan atau pembangunan sarana prasarana kerja, pembiayaan pendidikan, pembiayaan kompetisi pendidikan, penggunaan lain yang ditentukan oleh Gubernur sesuai kebutuhan), d. penerima bantuan (SKPD Kabupaten/Kota, kelompok masyarakat, lembaga pendidikan/keagamaan, komite sekolah atau komite pendidikan, yayasan dan LSM peduli pendidikan, perseorangan yang meliputi tenaga pendidik), e. kriteria bantuan (sifatnya mendesak dan penyelesaian masalah, punya manfaat langsung kepada masyarakat dan lembaga, menumbuhkan peran serta masyarakat, adanya ketersediaan dana pendamping, sinergis dengan Kabupaten/Kota serta visi Gubernur, belum menerima bantuan dari dinas instansi lain atau sumber lain, bantuan yang sifatnya fisik dioptimalkan, bantuan dilaksanakan datas lahan sendiri dan di lampiri sertifikat tanah, menunjang program prioritas nasional, perlu mempertimbangkan aspek adil dan merata serta sesuai database kebutuhan Kabupaten/Kota), f. mekanisme pengkajian permohonan bantuan (usulan bisa melalui Bupati/Walikota, melalui pimpinan lembaga pendidikan, melalui perorangan dengan dilampiri bukti kelambagaan, perorangan dan rekomendasi), g. mekanisme penyaluran dana (mekanisme dibuat sesederhana mungkin tanpa mengurangi substansi pertanggungjawaban), h. pelaporan (dibuat format yang jelas dan sederhana mulai dari penerimaan bantuan, kegiatan pelaksanaan dengan tahapannya dan pertanggungjawaban keuangan), i. sanksi (bisa diberikan alternatif baik itu sanksi administratif, treatment dan punismant). 8. Ditujukan kepada Dinas Pendidikan agar penerima bantuan mampu menyusun proposal dengan model KKL maka perlu diadakan pelatihan/workshop secara khusus bagi penerima bantuan. 9. Ditujukan kepada Tim Pengendali Pelaksanaan dan Monev agar diadakan survey secara bertahap mulai dari tahap awal sebelum dimulainya pekerjaan, tahap pembangunan 50% dan tahap finishing.
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan pada Allah SWT atas berkat dan limpahanNya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Kajian Pelaksanaan Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan Tahun 2004 – 2007 di Wilayah Sapta Mitra Pantura dengan baik. Laporan Akhir Kajian Pelaksanaan Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan Tahun 2004 – 2007 di Wilayah Sapta Mitra Pantura merupakan kerjasama antara Lembaga Penelitian dan Pengembangan Universitas Pancasakti Tegal (Lemlit UPS) dengan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang yang dibiayai dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dapat diselesaikan berkat bantuan dari semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pelaksaan pekerjaan dan menyediakan semua data yang kami butuhkan. Atas segala bantuan dan masukan serta kemudahan fasilitas kepada tim peneliti, semoga Allah SWT membalas kebaikannya.
Tim Peneliti, Lemlit UPS Tegal
6
DAFTAR ISI
Halaman KATAPENGANTAR................................................................................
ii
DAFTAR ISI.........................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ..................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
vii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang .................................................................
1
B. Tujuan .............................................................................
4
C. Sasaran .............................................................................
4
D. Ruang Lingkup ..................................................................
5
E. Hasil Yang Diharapkan .......................................................
6
F. Pendekatan dan Metode Kajian Pelaksanaan Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Provinsi Jawa Tengah ......................................................................
7
1. Kerangka Pikir ................................................................
7
2. Variabel dan Indikator ......................................................
10
3. Metode Penelitian ...........................................................
13
4. Jenis dan Sumber Data ...................................................
16
5. Teknik Pengumpulan Data ...............................................
16
6. Teknik Pengolahan Data ..................................................
17
7, Teknik Analisis Data ........................................................
18
GAMBARAN UMUM .................................................................
19
A. Gambaran Singkat Wilayah Kajian.......................................
19
B. Gambaran Singkat Kondisi Pendidikan ................................
26
C. Gambaran Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan ......
30
7
1. Penerima Bantuan .........................................................
30
2. Alokasi dan Penggunaan Dana .......................................
34
3. Mekanisme Penyaluran Dana .........................................
35
BAB III HASIL PENELITIAN ................................................................
37
A. Gambaran Responden........................................................
37
1. Penerima Bantuan .........................................................
37
2. Alokasi dan Penggunaan Dana .......................................
41
3. Mekanisme Penyaluran Dana .........................................
47
B. Kesesuaian Implementasi Dana Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan ...............................................
69
C. Analisis Kesesuaian Pedoman Pelaksanaan (Kelemahan dan Kemungkinan Adanya Inkonsistensi).............................
71
D. Kinerja Bantuan Dana Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan.........................................................................
84
E. Rumusan Penyempurnaan (model) Pelaksanaan Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan .......................
85
PENUTUP ...............................................................................
88
A. Kesimpulan .......................................................................
88
B. Rekomendasi .....................................................................
89
BAB IV
8
DAFTAR TABEL
No. Tabel 1.1
Halaman Variabel dan Indikator Kajian terhadap Kesesuaian dan Mekanisme Pelaksanaan....................................................
12
Tabel 1.2
Variabel dan Indikator Kajian Terhadap Efektivitas..............
13
Tabel 1.3
Jumlah Keseluruhan Populasi (Penerima Bantuan) Menurut masing-masing Kategori tahun 2004 – 2007 Pekalongan dan Sekitaranya .....................................................................
14
Tabel 1.4
Sampel Penelitian ............................................................
15
Tabel 2.1
Jumlah Keseluruhan Populasi (Penerima Bantuan)Menurut masing-masing Kategori tahun 2004 – 2007Pekalongan dan Sekitaranya ......................................................................
20
Tabel 2.2
Jumlah Penduduk Sapta Mitra Pantura Tahun 2005....... .....
21
Tabel 2.3
PDRB di Wilayah Sapta Mitra Pantura (dalam juta rupiah) ...
22
Tabel 2.4
Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2006......................................................................
23
PAD di Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2006 ................
24
Keadaan Sosial Budaya dan Agama di Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2006 .........................................................
25
Tabel 2.7
Data Pokok SD dan MI Tahun 2006....................................
27
Tabel 2.8
Data Pokok SMP dan MTs Tahun 2006 ...............................
28
Tabel 2.9
Data Pokok SMA/SMK dan MA Tahun 2006.........................
29
Tabel 2.10
Distribusi Responden Tiap Kabupaten/Kota Di Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2007 .................................................
31
Jumlah Sampel Berdasarkan Kategori Penerima Bantuan dan Daerah Kajian...................................................................
32
Tabel 3.1 Tabel 3.2
Jumlah Sampel Berdasarkan Kategori Penerima Bantuan dan Daerah Kajian................................................................... Katagori Penerima Bantuan .............................................. Tingkat Kemanfaatan Bantuan yang Diterima .....................
33 37 41
Tabel 3.3
Besar Dana Pendamping ...................................................
43
Tabel 2.5 Tabel 2.6
Tabel 2.11 Tabel 2.12
9
Tabel 3.4
Asal Dana Pendamping .....................................................
45
Tabel 3.5
Sumber Dana Pendamping Jika Terjadi Kekurangan Dana ...
46
Tabel 3.6
Sumber Informasi Dana Bantuan Gubernur ........................
49
Tabel 3.7
Kemudahan Perolehan Rekomendasi Dari Instansi Setempat
51
Tabel 3.8
Pengetahuan Tentang Petunjuk Pelaksanaan Permohonan Bantuan ...........................................................................
51
Tabel 3.9
Intensitas Perbaikan Proposal Sebelum Pencairan Dana ......
55
Tabel 3.10
Tingkat Kemudahan Proses Pencairan Dana Bantuan Gubernur..........................................................................
56
Tabel 3.11
Lamanya Proses Pencairan Dana Bantuan Gubernur ...........
57
Tabel 3.12
Metode Penentuan Pelaksanaan Pekerjaan .........................
58
Tabel 3.13
Langkah yang Dilakukan Responden Penerima Bantuan Gubernur Setelah Pencairan Dana......................................
59
Waktu yang Direncanakan dan yang Digunakan Realisasi Program Bantuan Gubernur ...............................................
61
Tabel 3.15
Ada Tidaknya Petunjuk Penyusunan Laporan Hasil Kegiatan
62
Tabel 3.16
Jenis dan Aspek Laporan Yang Dibuat Responden Penerima Bantuan Gubernur ............................................................
63
Tabel 3.17
Dokumentasi Program.......................................................
64
Tabel 3.18
Bentuk Dokumentasi Pelaksanaan Program ........................
65
Tabel 3.19
Penggunaan Dana Bantuan Gubernur ................................
69
Tabel 3.14
10
DAFTAR GAMBAR
No.
halaman
Gambar 3.1 Jumlah Responden Berdasarkan Pemberi Rekomendasi.......
40
Gambar 3.2 Penyertaan Dokumen Dalam Pengajuan Proposal ...............
53
11
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor 8 tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang, urusan pendidikan menjadi kewenangan wajib pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Desentralisasi di bidang pendidikan sebagai bagian dari proses otonomi daerah mendorong pendayagunaan
potensi
daerah
secara
peran aktif masyarakat optimal.
Pengembangan
serta potensi
pemerintah daerah dan pemberdayaan masyarakat tersebut diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Pembangunan pendidikan di Jawa Tengah dihadapkan pada permasalahan (1) belum meratanya kesempatan untuk memperoleh pendidikan, (2) kualitas pendidikan belum memenuhi standar sebagaimana ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan; (3) output peserta didik belum mampu memenuhi kebutuhan dunia kerja; (4) pengelolaan manajemen pendidikan masih rendah. Selain itu Sebagaimana dinyatakan dalam Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals) yakni tercapainya pendidikan dasar untuk semua, Pemerintah Indonesia berusaha mencapai target tersebut pada tahun 2015 hasilnya adalah semua anak, baik laki-laki maupun perempuan usia 7 – 15 tahun. Pada tahun tersebut dapat menyelesaikan pendidikan dasar. Target tersebut sejalan dengan tujuan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun yang dilaksanakan sejak tahun 1994, yaitu meningkatkan partisipasi pendidikan dasar dengan capaian APK jenjang SLTP/MTs mencapai 90% paling lambat pada tahun 2008 dan meningkatkan mutu pendidikan dasar yang selama ini masih di bawah standar nasional (Renstra Departemen Pendidikan Nasional).
12
Permasalahan pendidikan yang dihadapi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tersebut perlu dipecahkan. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah provinsi Jawa
Tengah
adalah
mengalokasikan
dana
bantuan
Gubernur
untuk
pengembangan dan peningkatan pendidikan di Jawa Tengah yang dikelola oleh Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Tengah dan Dewan Pendidikan. Dana tersebut salah satunya dimaksudkan untuk mempercepat penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dalam rangka meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, sejak dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai dengan perguruan tinggi dan lembaga pendidikan yang dikelola oleh pondok pesantren dan Departemen Agama (madrasah). Pemerintah provinsi Jawa Tengah telah melakukan sosialisasi melalui Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota tentang dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan. Sosialisasi ini dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui dan selanjutnya memanfaatkan dana bantuan tersebut. Lembaga yang berminat memanfaatkan dana tersebut diharuskan: (1) membuat proposal kepada Gubernur, yang diajukan melalui Bupati/Walikota atau Dinas Pendidikan masing-masing kabupaten/kota. (2) Oleh dinas proposal tersebut diajukan kepada Gubernur melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, (3) yang selanjutnya diverifikasi oleh Dewan Pendidikan dan (4) hasilnya dikirim kepada Biro Pembangunan Daerah Setda Provinsi Jawa Tengah, apabila disetujui lembaga tersebut memperoleh bantuan dana. (Bagian Pendidikan Setda Kabupaten Brebes). Dalam rangka pemberian bantuan sarana dan prasarana pendidikan tersebut Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan Peraturan Gubernur yang berisi petunjuk pelakasanaan bantuan pengembangan dan peningkatan penddikan di Provinsi Jawa Tengah. Petunjuk tersebut dikeluarkan setiap tahun. Untuk tahun 2006 petunjuk tersebut dituangkan dalam Peraturan Gubernur
No.
16
tahun
2006
tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Bantuan
Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Provinsi Jawa Tengah Tahun Anggaran 2006. Dalam implementasinya, dana bantuan pengembangan dan peningkatan
13
pendidikan di kabupaten/kota di Jawa Tengah diwujudkan melalui berbagai kegiatan, diantaranya rehabilitasi gedung sekolah, pengadaan sarana pendidikan (buku pelajaran, mebelair, komputer, alat laboratorium, dan alat peraga) serta kegiatan lain (pembuatan pagar sekolah, pemberian bea siswa, bantuan bagi organisasi massa dan kepemudaan) (Rekapitulasi Dana Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan Jawa Tengah, 2006). Mekanisme pemberian bantuan belum sepenuhnya mengacu pada petunjuk pelaksanaan yang telah disusun, sehingga efektivitasnya masih belum sesuai dengan yang diharapkan (Hasil temuan dari interview dengan Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Brebes). Setiap tahun sejak tahun 2004 sampai dengan tahun 2007 terus dilakukan penyempurnaan atas petunjuk pelaksanaan pemberian bantuan tersebut agar efektivitasnya meningkat. Sejauh mana efektivitas masing-masing pola tersebut belum dilakukan kajian, sehingga perlu dilakukan pengkajian secara mendalam terhadap pola dan mekanisme serta efektivitas pemberian bantuan tersebut sehingga ditemukan pola pemberian bantuan ideal yang akan digunakan pada tahun berikutnya sehingga efektivitas bantuan tersebut meningkat. B. Tujuan 1. Melakukan pengkajian terhadap pola dan mekanisme program bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan sebagaimana tercantum dalam petunjuk pelaksanaan. 2. Melakukan identifikasi permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penyaluran dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan pada masing-masing Kabupaten/Kota. 3. Melakukan
kajian
terhadap
efektivitas
pemanfaatan
bantuan
dana
pengembangan dan peningkatan pendidikan oleh masing-masing penerima bantuan. 4. Merumuskan rekomendasi langkah-langkah perbaikan pelaksanaan bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan di Jawa Tengah di masa mendatang.
14
C. Sasaran Sasaran
kajian
tentang
evaluasi
pelaksanaan
program
bantuan
pengembangan dan peningkatan pendidikan: 1. Penerima bantuan yang tersebar diseluruh seluruh wilayah Sapta Mitra Pantura yaitu Kabupaten Batang, Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kota Tegal dan Kabupaten Brebes meliputi lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan sosial keagamaan baik berstatus lembaga pendidikan negeri mapun swasta. 2. Lembaga pengelola program bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan meliputi SKPD dan Kantor Departemen Agama serta Dewan Pendidikan Daerah yang ada di lokasi kajian. D. Ruang Lingkup 1. Ruang Lingkup Wilayah Ruang lingkup wilayah kajian ini meliputi Kabupaten Batang, Kota Pekalongan, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Tegal, Kota Tegal dan Kabupaten Brebes yang mengelola dan mendapatkan bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan. 2. Ruang Lingkup Kajian: a. Melakukan pengkajian terhadap petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis pemberian bantuan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan di wilayah Sapta Mitra Pantura dari tahun 2004 – 2007. b. Melakukan
survei
terhadap
pelaksanaan
program
pengembangan dan peningkatan pendidikan di
bantuan
dana
wilayah Sapta Mitra
Pantura 2004 - 2007. c. Mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan program bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan di wilayah Sapta Mitra Pantura tahun 2004 - 2007.
15
d. Melakukan analisis terhadap pelaksanaan dan permasalahan yang muncul dalam
pelaksanaan
program
bantuan
dana
pengembangan
dan
peningkatan pendidikan di kabupaten/kota di Jawa Tengah. e. Melakukan kajian terhadap ketepatan sasaran penyaluran bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan. f. Melakukan analisis terhadap efektivitas pelaksanaan program bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan dan implementasinya di wilayah Sapta Mitra Pantura Jawa Tengah. g. Menyusun rekomendasi untuk penyempurnaan pelaksanaan program bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan di wilayah Sapta Mitra Pantura di masa mendatang. h. Kajian dilakukan terhadap penerima bantuan yaitu: 1) Taman Kanak-Kanak/ RA dan BA; 2) Sekolah Dasar/ MI/ Madin; 3) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama/ MTs; 4) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas/ SMK/MA; 5) Perguruan tinggi; 6) Bantuan untuk perorangan, Ormas dan yayasan. i.
Lingkup
pelaksanaan
kajian
bantuan
dana
pengembangan
dan
peningkatan pendidikan meliputi tahun anggaran 2004, 2005, 2006 dan 2007. E. Hasil Yang Diharapkan Hasil yang diharapkan dari kegiatan pengkajian tentang bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan di wilayah Sapta Mitra Pantura sebagai berikut : 1. Hasil kajian tentang kesesuaian antara pola dan mekanisme program bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan sebagaimana tercantum dalam petunjuk pelaksanaan dengan pelaksanaan di lapangan. 2. Teridentifikasinya permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penyaluran dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan pada masing-
16
masing Kabupaten/Kota. 3. Teridentifikasinya ketepatan sasaran pelaksanaan penyaluran dana bantuan pengembangan
dan
peningkatan
pendidikan
pada
masing-masing
Kabupaten/Kota. 4. Hasil kajian tentang efektivitas pemanfaatan bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan oleh masing-masing penerima bantuan. 5. Rumusan
rekomendasi
sebagai
langkah-langkah
perbaikan
dalam
pelaksanaan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyaluran bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan di Jawa Tengah pada tahun anggaran 2008. F. Pendekatan dan Metode Kajian Pelaksanaan Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Provinsi Jawa Tengah 1. Kerangka Pikir Pemberian bantuan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan di provinsi Jawa Tengah, merupakan salah satu bentuk tanggung jawab pemerintah provinsi atas urusan kewenangan yang diamanatkan Undang-undang menjadi salah satu urusan kewenangan wajib provinsi. Selain itu juga sebagai salah satu bentuk tanggungjawab pemerintah provinsi untuk melakukan fasilitasi terhadap pemerintah di bawahnya
dan
sebagai
perekat
persatuan
dan
kesatuan
antar
kabupaten/kota di Jawa Tengah. Adanya bantuan ini memberikan kesempatan kepada sekolah atau lembaga pendidikan di Jawa Tengah untuk memperoleh bantuan dari APBD Provinsi Jawa Tengah secara langsung. Perhatian yang besar dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, diharapkan akan dapat menigkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan bagi penduduk Jawa Tengah. Mekanisme
pemberian
bantuan
yang
diatur
dalam
Petunjuk
Pelaksanaan bantuan pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Provinsi
17
Jawa Tengah telah memberikan pedoman bagi lembaga pendidikan yang akan memanfaatkan dana bantuan tersebut. Arah kebijakan pemberian bantuan tersebut adalah : a. Perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana oendidikan termasuk di dalamnya adalah pendidikan keagamaan. b. Pembiayaan pendidikan berupa beasiswa, tugas belajar dan penelitian pada semua jenjang pendidikan; c. Pembiayaan mengikuti kompetisi pendidikan (mata pelajaran) di tingkat nasional maupun internasional. d. Penggunaan lain yang ditentukan oleh Gubernur, seperti hal-hal khusus yang patut dipertimbangkan untuk pemberian penghargaan/ bantuan. (Sumber: Peraturan Gubernur Tahun 2006 dan 2007 tentang Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Tengah) Berdasarkan Juklak tersebut, penerima bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah diberikan secara selektif kepada: (Sumber: Peraturan Gubernur No. 16 Tahun 2006) a. Lembaga pendidikan melalui Bupati/Walikota b. Pimpinan Lembaga Pendidikan; c. Pimpinan Yayasan dan LSM peduli pendidikan. d. Perseorangan (Siswa, Tenaga Pendidik). Kriteria untuk mendapatkan bantuan antara lain: a. Keadaan mendesak dan penyelesaian masalah yang dihadapi (Passing
out) b. Bersifat penguatan bagi kabupaten/kota dan lembaga pendidikan serta perseorangan; c. Kepentingan langsung bagi siswa, tenaga pendidik dan masyarakat peduli pendidikan; d. Bantuan dimaksudkan dapat menumbuhkan peran serta masyarakat atau menjadi inisiasi peranserta masyarakat
18
e. Tanggungjawab
dan
kewenangan
termasuk
ketersediaan
dana
pendamping/kemampuan swadaya f.
Sinergitas dengan kabupaten/kota dan visi misi Gubernur Jawa tengah periode 2003 – 2008 serta tidak bersifat mengambil alih tanggungjawab (take over of responsibility)
g. Ketersediaan anggaran bersifat spesifik di masing-masing penffuna anggaran. h. Belum menerima bantuan dari Dinas/Instansi lain/sumber lain dan tidak sedang merencanakan/proses memperoleh bantuan serupa pada tahun berjalan; i.
Diutamakan bagi Kabupaten/Kota yang sudah menyusun Renstra Pendidikan dan atau membentuk Dewan Pendidikan.
j.
Bantuan yang bersifat fisik agar dioptimalkan penggunaannya hanya pembangunan
fisik,
sedangkan
biaya
persiapan,
perencanaan,
pengawasan dan pajak menjadi tanggung jawab penerima bantuan. Dari berbagai kriteria tersebut, sebenarnya yang dituntut adalah peran aktif
pemerintah
kabupaten/kota
dan
masyarakat
dalam
rangka
menanggulangi berbagai permasalahan pendidikan. Kualitas pendidikan menurut Winataputra (2005) adalah kemampuan lembaga pendidikan untuk
building capacity of students to learn. Selanjutnya dia mengatakan bahwa mutu pendidikan seyogyanya dilihat dari instrumental input dan through-put.
Instrumental input adalah guru, kurikulum, bahan belajar, media dan sumber belajar, prasarana belajar, dan sarana pendukung belajar lainnya. Through-
put adalah learning experiences yakni proses yang melibatkan bagaimana siswa melakukan proses interaksi dengan semua instrumental input, sehingga potensinya berkembang seoptimal mungkin. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Biro Pembangunan Daerah perlu melakukan kajian tentang efektivitas pelaksanaan dana bantuan sarana dan sarana pendidikan yang telah dilaksanakan oleh kabupaten/kota. Untuk mengkaji efektivitas
19
bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan Provinsi Jawa Tengah dilihat melalui dua aspek yaitu : a. Kesesuaian pelaksanaan atau pemanfaatan dana bantuan dengan petunjuk pelaksanaan yang ada. Setelah dilakukan kajian kesesuaian dengan petunjuk tersebut selanjutnya dikaji apakah dana tersebut bermanfaat bagi sekolah dalam pengembangan pendidikan. b. Efektivitas Pemberian bantuan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasrana pendidikan di Provinsi Jawa Tengah. 2. Variabel dan Indikator Perincian variabel dalam pengkajian pelaksanaan bantuan dana peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, terdiri dari dua variabel utama yaitu : a. Kajian terhadap kesesuaian pola pemberian dan mekanisme pemanfaatan dana bantuan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dengan petunjuk pelaksanaan. b. Efektivitas Pemberian bantuan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasrana pendidikan. Untuk memudahkan pemahaman maka disusun variabel dan indikator dalam bentuk matrik, sebagai berikut : a. Kajian terhadap kesesuaian pola pemberian dan mekanisme pemanfaatan dana bantuan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dengan petunjuk pelaksanaan, sebagai berikut :
20
Tabel 1 – 1 Variabel dan Indikator Kajian terhadap Kesesuaian dan Mekanisme Pelaksanaan No 1
Variabel Pola Proses seleksi penerima bantuan dana yaitu sekolah/ perguruan tinggi dan lembaga lainnya
Indikator a. Proses pengajuan usulan bantuan kepada kab/kota. b. Ada/ tidaknya seleksi. c. Penetapan skala prioritas. d. Proporsi besarnya dana yang diusulkan dengan realisasi persetujuan.
2
Pola-pola penyaluran dana
a. Penentuan alokasi bantuan untuk masing-masing lembaga pendidikan. b. Kriteria alokasi bantuan masing-masing tingkat pendidikan. c. Besarnya usulan dan realisasi.
3
Mekanisme pelaksanaan pekerjaan di masing-masing lembaga pendidikan, dapat dilaksanakan secara swakelola, penunjukkan langsung, pemilihan langsung maupun pelelangan umum sesuai dengan ketentuan Keppres No. 80 tahun 2003 Pelaksanaan monitoring dan pengendalian pelaksanaan bantuan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
a. b. c. d. e.
Pelaporan hasil pelaksanaan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan Identifikasi permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan dan upaya penyelesaian yang telah dilaksanakan
a. Ketepatan pelaporan b. Frekuensi laporan
4
5 6
Swakelola. Penunjukkan langsung. Pemilihan langsung. Pelelangan terbatas. Pelelangan umum.
a. Kegiatan monitoring. b. Pelaporan perkembangan pekerjaan. c. Permasalahan/ penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. d. Upaya perbaikan/ revisi yang dilaksanakan.
a. Permasalahan dalam perencanaan proyek. b. Permasalahan dalam pelaksanaan. c. Permasalahan dalam pemanfaatan hasil d. Permasalahan dalam pencairan dana
21
b. Efektivitas Pemberian bantuan pengembangan dan peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dirinci sebagai berikut: Tabel 1 – 2 Variabel dan Indikator Kajian Terhadap Efektivitas No 1
Variabel Efektivitas pelaksanaan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan
Indikator a. Kesesuaian hasil dengan tujuan yang ditetapkan b. Kesesuaian waktu penyelesaian dengan yang direncanakan c. Kesesuaian pembiayaan dengan rencana d. Kesesuaian manfaat dengan manfaat yang direncanakan.
3. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam kajian Pelaksanaan Program Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Wilayah Sapta Mitra Pantura tergolong jenis penelitian kebijakan yaitu penelitian yang bertujuan mengevaluasi pelaksanaan Program Bantuan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan di Wilayah Sapta Mitra Pantura. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis data adalah pendekatan kualitatif dan kuantitatif. b. Populasi dan Sampel 1) Populasi Populasi
penelituian
meliputi
seluruh
penerima
bantuan
pengembangan dan peningkatan pendidikan sejak tahun 2004 sampai dengan 2007 di Kota Pekalongan, Kota Tegal, Kabupaten Pekalongan, Batang, Pemalang, Tegal dan Brebes.
Jumlah populasi sebagai
berikut :
22
Tabel 1 – 3 Jumlah Keseluruhan Populasi (Penerima Bantuan) Menurut masing-masing Kategori tahun 2004 – 2007 Pekalongan dan Sekitaranya Kategori
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Jumlah
TK/RA SD SDLB SMP SMA SMK Perti MI MTs MA Ponpes Madin TPQ Yayasan Individu
2004 3 6 2 22 16 9 0 10 26 7 0 0 0 5 0 106
Jumlah Penerima 2005 2006 2007 18 6 18 31 110 12 1 3 0 60 48 10 8 10 5 19 15 12 4 0 0 23 31 41 15 19 15 2 6 3 14 5 27 1 5 14 8 2 4 1 3 3 0 0 0 205 263 164
Jumlah Total 45 159 6 140 39 55 4 105 75 18 46 20 14 12 0 738
2) Sampel Penelitian Masing-masing kabupaten/kota diambil 10%, setiap kelompok penerima diambil 10%, sehingga total sampel adalah 73 lembaga pendidikan yang terbagi dalam 4 tahun anggaran (2004 – 2007). Sedangkan dalam menentukan sampel responden dipergunakan teknik sistematis sampel dengan alat randomisasi tabel bilangan random. Adapun sampel penelitian ini dirinci menurut tahun dan Kabupaten/Kota adalah sebagai berikut :
23
Tabel 1 – 4 Sampel Penelitian Jumlah Penerima 2004 2005 2006 2007 1 Kota Pekalongan 1 2 3 2 2 Kab. Pekalongan 4 4 2 2 3 Kab. Batang 3 3 4 3 4 Kab. Pemalang 1 3 4 2 5 Kab. Brebes 1 3 4 4 6 Kab. Tegal 1 3 3 3 7 Kota Tegal 1 2 3 2 Jumlah 12 20 23 18 Sumber: Data Primer yang diolah. No
Kabupaten/ Kota
Jumlah Total 8 12 13 10 12 10 8 73
3) Teknik Pengambilan Sampel Sampel dalam pengkajian ini dikelompokkan menjadi dua kelompok, masing-masing terdiri : a) Untuk mengkaji tentang pola-pola implementasi dan identifikasi permasalahan dalam pengelolaan bantuan ditentukan nara sumber dari instansi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Nara sumber dari dinas/ instansi tersebut terdiri dari :
Dinas/Instansi Provinsi Jawa Tengah, terdiri dari : Biro Keuangan, Biro Pembangunan Daerah, Dinas Pendidikan dan Dinas Kimtaru.
Dinas/ Instansi dari kabupaten/kota, terdiri dari : Bagian Keuangan, Bagian Pembangunan, Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum dan sekolah/perguruan tinggi dan lembaga pendidikan penerima bantuan terpilih.
b) Pengkajian tentang efektivitas pelaksanaan proyek/ kegiatan dilakukan
pengambilan
sampel
dengan
mempertimbangkan
pengambian sapel wilayah kabupaten/kota dan kategori lembaga pendidikan secara proporsional dengan teknik pengambilan sampel Proportional cluster and area random sampling.
24
4. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam kajian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif tentang pelaksanaan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan di wilayah Jawa Tengah. Sumber data diperoleh dari data primer dan data sekunder sebagai data pendukung. 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data primer, dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Pengamatan (observation), terutama untuk mengetahui data realisasi pelaksaaan pembangunan prasarana dan sarana serta pendukung proses belajar mengajar lainnya. b. Daftar isian (check list). c. Daftar pertanyaan (questionaire) yang ditujukan untuk responden, yaitu pengelola bantuan di sekolah, perguruan tinggi dan pesantren terpilih. d. Pedoman wawancara dipergunakan sebagai pedoman untuk wawancara mendalam (indepth interview) dilakukan dengan narasumber (informan), terdiri dari : 1) Aparat dari pemerintah Provinsi Jawa Tengah, terutama dari Biro Keuangan, Biro Pembangunan Daerah, Dinas Pendidikan. 2) Aparat dari pemerintah kabupaten/kota, terutama dari Bagian Keuangan, Bagian Pembangunan, Dinas Pendidikan dan Dinas PU. 3) Komite Sekolah/penanggung jawab pelaksanaan pembangunan di masing-masing sekolah/ pesantren. Data sekunder dikumpulkan dengan cara perekaman data/dokumentasi tentang: a. Sarana dan prasarana pendidikan di sekolah, perguruan tinggi dan pondok pesantren dari bantuan dana pendidikan. b. Rencana pelaksanaan dan implementasinya di masing-masing sekolah, perguruan tinggi dan pondok pesantren. c. Laporan hasil pelaksanaan kegiatan pembangunan/pengadaan sarana
25
dan prasarana pendidikan. d. Data lain yang relevan dengan evaluasi kegiatan ini. 6. Teknik Pengolahan Data Teknik pengolahan data yang dipergunakan untuk pengkajian ini adalah teknik pengolahan data kualitatif dilakukan dengan deskriptif analitis untuk data yang bersifat kualitatif, terutama untuk analisis kebijakan, hasil wawancara mendalam dan hasil FGD, selengkapnya adalah sebagai berikut: a. Editing dilakukan untuk mengecek kembali data baik dari jawaban narasumber maupun data sekunder. b. Coding dilakukan dengan memberi nilai atau skor untuk jawaban responden. c. Tabulating dilakukan dengan menyusun dan mengelompokkan data dalam tabel, baik tabel tunggal (monovariate table) maupun tabel silang (cross table). 7. Teknik Analisis Data Metode analisis data yang dipergunakan untuk analisis data yang bersifat kuantitaif dengan menggunakan alat bantu statistik-deskriptif, yaitu dengan analisis tabel, grafik dan diagram untuk memudahkan pengambilan kesimpulan. Selengkapnya teknik analisis data yang dipergunakan meliputi : a. Analisis Trianggulasi, yaitu teknik analisis dengan jalan melakukan analisis cross check antara data-data yang dikumpulkan baik data primer maupun data sekunder b. Analisis deskriptif dipergunakan untuk analisis data yang bersifat kualitatif dari hasil wawancara mendalam dan hasil diskusi kelompok terfokus. c. Analisis Kualitatif, yaitu analisis terhadap data yang berupa pernyataan atau data yang tidak berupa angka. d. Analisis kuantitatif yaitu analisis terhadap data yang berupa angka, angka dengan menggunakan teknik statistik.
26
BAB II GAMBARAN UMUM A. Gambaran Singkat Wilayah Kajian Gambaran umum Wilayah Sapta Mitra Pantura dapat dilihat dari letak geografis, topografis,
klimatologis, hidrologis dan kependudukan, serta sosial
ekonominya. 1. Geografis Secara geografis, Wilayah Sapta Mitra Pantura mulai dari Kabupaten Batang berada di sebelah Barat Kabupaten Kendal terletak pada 1090 40’ 19”dan 1100 03’ 06” Bujur Timur (BT) dan 0060 51’ 46”dan 0070 11’ 47” Lintang Selatan (LS) dan Kabuapten Brebes berada di bagian utara bagian Barat Jawa Tengah berbetasan dengan Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa Barat terletak pada 1080 41’ 37,7”dan 1090 11’ 28,92” Bujur Timur (BT) dan 0060 44’ 56,5”- 070 20’ 51,48” Wilayah Sapta Mitra Pantura adalah Wilayah Eks Karesidenan Pekalongan yang terletak membujur dari pantai utara Jawa Tengah dari wilayah Kabupaten Brebes sampai dengan Kabupaten Batang yang di apit oleh Laut Jawa (di bagian utara) dan jajaran Pegunungan Dieng dan Gunung Slamet (di bagian selatan). Secara administratif, Wilayah Sapta Mitra Pantura mempunyai batasbatas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan
: Laut Jawa
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan
: Eks Karesidenan Banyumas
c. Sebelah Barat berbatasan dengan
: Provinsi Jawa Barat.
d. Sebelah Timur berbatasan dengan
: Eks Karesidenan Semarang
Wilayah
Sapta
Mitra
Pantura
terbagi
menjadi
7
Daerah
Kabupaten/Kota, dengan luas wilayah 525.386 Ha. Adapun rinciannya disajikan dalam tabel berikut ini:
27
Tabel 2 – 1 Jumlah Daerah Kabupaten/Kota dirinci Menurut Luas Wilayah di Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2005 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kabupaten/Kota Kab. Batang Kota Pekalongan Kab. Pekalongan Kab. Pemalang Kab. Tegal Kota Tegal Kab. Brebes Jumlah Sumber data : Data Sekunder yang diolah
Luas Wilayah 78. 895 Ha 4.496 Ha 83.613 Ha 101.190 Ha 87.970 Ha 3.449 Ha 165.773 Ha 525.386 Ha
2. Demografis Sapta Mitra Pantura dengan luas wilayah 525.386 Ha memiliki jumlah penduduk sebanyak 6.762.176 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2801,28 jiwa/km2. Secara rinci data mengenai keadaan penduduk Kabupaten Rembang terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 2 – 2 Jumlah Penduduk Sapta Mitra Pantura Tahun 2005 Jumlah Penduduk No
Kab./Kota
Laki-laki
Perempuan
1. Kab. Batang 346.402 366.140 2. Kota Pekalongan 140.219 143.893 3. Kab. Pekalongan 428.784 429.866 4. Kab. Pemalang 690.990 680.953 5. Kab. Tegal 727,843 743.200 6. Kota Tegal 122.366 127.246 7. Kab. Brebes 916.522 897.752 8. J u m l a h 3.373.126 3.389.050 Sumber data : Data Sekunder yang diolah
Total 712.542 284.112 858.650 1371.943 1471.043 249.612 1814.274 6.762.176
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 903,15 6319,22 1026.93 1355,81 1672,21 7237,23 1094,43 2801,28
Tabel diatas menunjukkan bahwa penduduk Sapta Mitra Pantura memiliki komposisi penduduk yang hampir seimbang antara penduduk lakilaki dan penduduk perempuan, yaitu laki-laki 3.373.126 jiwa dan perempuan 3.389.050 jiwa. Kabupaten/Kota yaitu
Kabupaten
Brebes
yang memiliki penduduk paling banyak
(1.814.274
jiwa),
sedangkan
yang
jumlah
28
penduduknya paling sedikit yaitu Kota Tegal (249.612 jiwa) Kepadatan penduduk terbesar berada di Kota Tegal (7.237,23) jiwa/km2), sedangkan kepadatan terendah di Kabupaten Batang (903,15 jiwa/km2). 3. Ekonomi Total PDRB Wilayah Sapta Mitra Pantura pada tahun 2005 berdasarkan harga konstan 2000 ialah sebesar Rp 17.169.758,21. Lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB pada tahun 2005 dan juga tahun-tahun sebelumnya (atas dasar harga konstan 2000) adalah pertanian (49,28 persen), disusul sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar (16,69 persen). Sedangkan sumbangan terkecil di tahun 2005 (atas dasar harga konstan 2000) adalah sektor listrik, gas, dan air bersih, yang hanya memberikan kontribusi sebesar 0,39 persen. Hal ini menunjukkan bahwa basis ekonomi Wilayah Sapta Mitra Pantura adalah sektor pertanian karena mampu memberikan kontribusi terbesar bagi PDRB kabupaten. PAD di Wilayah Sapta Mitra Pantura pada tahun 2005 yaitu Rp.21.092.337.000,-. Sebagian besar kontribusi 59,11 persen terdiri atas retribusi daerah. Perusahaan daerah sendiri hanya memberikan kontribusi sangat kecil, hampir tidak berarti. Pada subsektor pajak daerah, pajak penerangan jalan dan penambangan galian golongan C cukup signifikan, keduanya mencakup 22,25 persen dari PAD. Kontribusi pajak restoran dan hotel juga sangat kecil, kurang dari 1 persen, hal ini salah satu indikasi bahwa kegiatan pariwisata belum berkembang. Gambaran mengenai perekonomian suatu daerah dapat diketahui dari besarnya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB Wilayah Sapta Mitra Pantura dapat dilihat pada tabel berikut:
29
Tabel 2 – 3 PDRB di Wilayah Sapta Mitra Pantura (dalam juta rupiah) No 1 2 3 4 5 6 7
Kabupaten/Kota Total PDRB Kab. Batang 1.972.776,84 Kota Pekalongan 1.701.324,24 Kab. Pekalongan 2.587.305,96 Kab. Pemalang 2.770.157,15 Kab. Tegal 2.808.153,13 Kota Tegal 1.002.821,99 Kab. Brebes 4.318.218,90 Jumlah 17.169,758,21 Sumber data : Jawa Tengah Dalam Angka 2005 Perekonomian di wilayah Sapta Mitra Pantura pada periode 20052006 menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi dengan kisaran 2,77% - 5,31 %. Data pada Tabel 2 – 4 menunjukkan, pertumbuhan ekonomi Wilayah Sapta Mitra Pantura terlihat stagnan dengan rentang fluktuasi yang sempit, bahkan pada periode 1999-2004 menunjukkan kecenderungan
menurun.
Tantangan
paling
besar
dalam
rangka
pembangunan Wilayah Sapta Mitra Pantura adalah bagaimana melakukan suatu tindakan untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi. Kebutuhan mendasar tindakan untuk memacu pertumbuhan ekonomi adalah dengan memacu nilai investasi pembangunan. Tabel 2 – 4 Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2006 No. Kabupaten/Kota Laju Pertumbuhan (%) 1. Kab. Batang 2,77 2. Kota Pekalongan 5,31 3. Kab. Pekalongan 4,03 4. Kab.Pemalang 4,42 5. Kab. Tegal 5,30 6. Kota Tegal 2,91 7. Kab. Brebes 4,98 Sumber : Jawa Tengah Dalam Angka 2005 Laju pertumbuhan ekonomi di Wilayah Sapta Mitra Pantura yang paling tinggi adalah Kota Pekalongan dan Kabupaten Tegal sedangkan Laju
30
pertumbuhan ekonomi yang rendahterdapat di wilayah Kabupaten Batang dan Kota Tegal. Secara umum laju pertumbuhan ekonomi di wilayah Sapta Mitra Pantura adalah sebesar 4,24%. Total Penerimaan Daerah yang berasal dari PAD disajikan pada Tabel 2 – 5 berikut ini: Tabel 2 – 5 PAD di Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2006 No. Kabupaten/Kota Jumlah PAD 1. Kab. Batang 21.384.881.000,00 2. Kota Pekalongan 15.192.260.883,00 3. Kab. Pekalongan 29.079.225.442,00 4. Kab.Pemalang 38.007.000.000,00 5. Kab. Tegal 48.115.300.000,00 6. Kota Tegal 50.342.156.000,00 7. Kab. Brebes 33.374.166.000,00 Sumber : Kabupaten/Kota Dalam Angka 2006 Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa rata-rata kondisi keuangan daerah di wilayah Sapta Mitra Pantura masih sangat bergantung pada dana perimbangan, hal ini dapat dilihat dari persentase dana perimbangan terhadap pendapatan daerah secara keseluruhan yang mencapai diatas 80%. Meskipun demikian ketergantungan pembiayaan pembangunan terhadap dana perimbangan dari tahun ke tahun mengalami penurunan walaupun persentasenya kecil 4. Sosial Budaya dan Agama Adat istiadat dan kesenian tradisional yang sampai sekarang hidup di kalangan masyarakat pantura antara lain: a. Sedekah bumi dan sedekah laut yang dilakukan masyarakat sebagai ungkapan rasa syukur kepada yang Maha Kuasa. Ritual ini biasanya dilakukan pada waktu panen. b. Sya’banan yang diselenggarakan menjelang puasa. c. Syawalan, yang diselenggarakan tujuh hari setelah Idul Fitri. d. Peringatan Implek
31
e. Sintren f.
Zafin/Jipingan
g. Balo-balo h. dan sebagainya. Tabel 2– 6 Keadaan Sosial Budaya dan Agama di Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2006 No 1
2
3 4 5 6
Variable Penduduk a. Islam b. Protestan/Kristen c. Katolik d. Hindu e. Budha Tempat Ibadah a. Mesjid/mushola b. Gereja c. Pura d. Vihara/Klenteng Puskesmas Induk Puskesmas Pemb. Rumah sakit Balai Pengobatan/ Posyandu
Kab. Btg
Kota Pekl
Kab Pekl
Kab Pml
Kab Tegal
676.812 1.383 1.906 60 146
247.331 6.595 6.196 1.187 5.847
824.557 1.445 1.492 519 129
1.285.902 4.717 2.724 367 283
651/2.646 19 3 21 44 1 9
723 13 2 6 10 25 5 15
572 8 3 26 52 3 -
3.623 25 2 22 61 3 1.113
Kota Tegal
Kab Brebes
1.426.376 2.325 2.739 935 564
233.521 4.648 4.273 912 2.020
1.723.215 2.158 1.634 504 197
4.262 28 2 1 27 62 5 132/ 1.446
489 12 1 2 8 21 3 3
948/4.825 18 36 62 5 43
Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten/Kota tahun 2006
Penduduk di wilayah Sapta Mitra Pantura sebagian besar beragama Islam, sedangkan sebagian kecil beragama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. Untuk mengamalkan ibadahnya, pemeluk agama tersebut didukung oleh tempat-tempat ibadah yang sebagian besar berupa masjid dan mushalla sedangkan sebagian yang lain berupa gereja, pura, dan vihara. Pembangunan kesehatan di wilayah Sapta Mitra Pantura dapat dikatakan cukup memadai. Hal ini dapat dilihat dari upaya pemenuhan sarana kesehatan berupa puskesmas. Dari data yang ada, dapat diketahui bahwa jumlah puskesmas induk sebagian besar di daerah Sapta Mitra Pantura melebihi jumlah kecamatan yang ada. Hal ini berarti bahwa dari segi keterjangkauan
masyarakat
dalam
mengakses
pelayanan
kesehatan
cenderung lebih cepat. Bahkan hal ini juga didukung dengan penyediaan puskesmas pembantu yang jumlahnya lebih banyak.
32
B. Gambaran Singkat Kondisi Pendidikan Kemajuan pendidikan di kabupaten Brebes cukup menggembirakan. Pelaksanaan program pembangunan pendidikan di daerah ini telah menyebabkan makin berkembangnya suasana belajar mengajar di berbagai jenis dan jenjang pendidikan.
Dengan
dilaksanakannya
program
pembangunan,
pelayanan
pendidikan telah dapat menjangkau daerah terpencil, daerah dengan penduduk miskin, dan daerah jarang dengan di bangunnya sekolah di daerah tersebut. Secara rinci, pembangunan di setiap jenjang pendidikan tidak sama, oleh karena itu, akan dijelaskan tentang keadaan pendidikan di wilayah Sapta Mitra Pantura melalui data pokok pendidikan sebagai berikut: Tabel 2 – 7 Data Pokok SD dan MI Tahun 2006 No. 1 2 3 4 5
Komponen
Kab Batang 585 14.491 86.767 13.448 3.176 1.265 1.035 876 3.561 4.421 75,11% 17,05% 7,84%
Kota Pekl 173 6.171 35.380 5.309 1.174 701 268 205 1.140 1.885 71,09% 12,57% 16,34%
Kab Pekl 643 18.483 115.205 17.209 3.817 1.973 956 888 4.027 5.959 69,04% 22,26% 4,20%
Sekolah Siswa Baru Tk. 1 Siswa Lulusan Ruang Kelas a. Baik b. Rusak Ringan c. Rusak Berat 6 Kelas 7 Guru a. Layak mengajar b. Semi layak c. Tidak layak 8 Fasilitas a. Perpustakaan 101 93 594 b. Lapangan olahraga 345 c. UKS 51 Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten/Kota tahun 2006
Kab Pml 883 31.459 195.649 28.816 5.297 2.579 1.690 1.008 5.832 6.671 68,78% 20,76% 10,46%
Kab Tegal 909 30.103 181.220 28.782 5.751 2.689 1.986 1.076 7.691 7.605 65,68% 20,00% 14,32%
Kota Tegal 156 6.167 32.342 4.801 1.022 731 179 112 997 1.482 85,63% 5,13% 9,24%
Kab Brbs 1.090 43.487 236.768 37.086 6.706 3.912 1.517 1.277 7.587 9.087 76,31% 14,16% 9,53%
480 252 522
645 257 690
56 37 68
199 73 44
Di tingkat Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah, sebagian besar ruang kelas di seluruh wilayah Sapta Mitra Pantura
yang kategori rusak berat
persentasenya cukup besar. Hal ini perlu mendapat perhatian mengingat banyak bangunan SD dan MI umurnya sudah cukup lama. Tidak hanya di sektor fisik
33
saja, tetapi di sektor kualitas guru juga masih perlu mendapatkan perhatian yang serius. Sebab masih ada guru yang masuk dalam kategori tidak layak walaupun persentasenya tidak begitu besar. Untuk itu perlu ada usaha-usaha peningkatan kualitas guru SD dan MI. Tabel 2 – 8 Data Pokok SMP dan MTs Tahun 2006 No. 1 2 3 4 5
Komponen
Kab Batang 84 10.356 30.748 8.413 770 524 106 40 687 1.501 83,74% 7,76% 8,49%
Kota Pekl 34 5.341 15.380 3.526 417 359 47 11 411 941 83,74% 6,27% 9,89%
Kab Pekl 93 12.974 37.471 8.247 879 792 75 12 889 2.043 82,61% 6,88% 10,57%
Kab Pml 118 18.882 54.411 14.509 1.281 1.157 106 18 1.263 2.799 81,53% 10,54% 7,93%
Kab Tegal 134 20.134 57.676 17.744 2.880 1.815 1.001 64 1.641 2.448 85,99% 7,92% 5,96%
Kota Tegal 33 5.404 15.551 3.875 424 396 26 2 406 830 87,59% 5,06% 7,35%
Kab Brbs 196 28.306 74.937 21.960 1.926 1.672 172 82 1.828 4.248 60,81% 18,62% 20,57%
27 41 46 83 2006
110 47 88 119
102 74 87 69
33 24 26 46
147 122 71 159
Sekolah Siswa Baru Tk. 1 Siswa Lulusan Ruang Kelas a. Baik b. Rusak Ringan c. Rusak Berat 6 Kelas 7 Guru a. Layak mengajar b. Semi layak c. Tidak layak 8 Fasilitas a. Perpustakaan 56 30 b. Lapangan olahraga 27 c. UKS 38 23 d. Laboratorium 57 59 Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten/Kota tahun
Di tingkat SMP dan MTs, jumlah ruang kelas yang masuk dalam kategori rusak berat sudah tidak begitu besar, namun untuk kategori rusak ringan persentasenya masih cukup tinggi. Sementara itu, dilihat dari kualitas guru SMP dan MTs rata-rata yang masuk dalam kategori tidak layak, prosentasenya sudah cukup kecil. Persentase yang cukup besar hanya di Kabupaten Brebes. Mengenai fasilitas perpustakaan rata-rata proporsinya sudah cukup sebanding dengan jumlah sekolah yang ada. Proporsi yang tidak seimbang antara jumlag perpustakaan dengan jumlah sekolah hanya terjadi di daerah Kabupaten Pekalongan. Khususnya bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Pekalongan dan Dinas Pendidikan di daerah lainnya, masalah proporsi jumlah perpustakaan dibanding dengan jumlah sekolah yang ada perlu mendapat prioritas untuk mendapat
34
bantuan. Hal ini berkaitan dengan program Pemberantasan Buta Aksara dan Angka dan tentunya usaha peningkatan kualitas lulusan. Tabel 2 – 9 Data Pokok SMA/SMK dan MA Tahun 2006 No. 1 2 3 4 5
Komponen
Kab Batang 33 3.013 10.451 2.290 170 142 23 5 178 799
Kota Pekl 26 4.307 12.460 3.364 352 295 47 10 355 961 77,94% 14,78% 7,28%
Kab Pekl 36 5.426 14.500 4.087 397 367 16 14 387 1.070 77,84% 29,93% 15,41%
Kab Pml 55 8.404 26.024 6.698 619 526 85 8 634 1.178 61,22% 24,04 14,74
Kab Tegal 61 11.578 42.624 6.578 374 249 105 20 301 1.538 61,45% 31,53% 7,02%
Kota Tegal 27 5.129 15.098 3.956 404 377 24 3 433 1.000 82,70% 12,70% 4,50%
852 50 14 868 2.220 69,77% 20,00% 10,23%
25 13 17 20 2 20 4 5 10 2006
33 29 89 22 40 16 34 15
56 44 50 35 40 52 15 5
24 17 21 61 7 26 12 16 35
54 52 38 49 19 69 19 12 20
Sekolah Siswa Baru Tk. 1 Siswa Lulusan Ruang Kelas a. Baik b. Rusak Ringan c. Rusak Berat 6 Kelas 7 Guru a. Layak mengajar b. Semi layak c. Tidak layak 8 Fasilitas a. Perpustakaan 18 24 b. Lapangan olahraga 1 22 c. UKS 10 18 d. Laboratorium 27 69 e. Ketrampilan 6 25 f. BP 16 22 g. Serba guna 2 12 h. Bengkel 23 i. Ruang Praktek 5 4 Sumber: Profil Pendidikan Kabupaten/Kota tahun
Kab Brbs 83 12.234 32.480 8.118
Sementara itu di tinggkat SMA/SMK dan MA, jumlah ruang kelas yang masuk dalam kategori rusak berat persentasenya rata-rata cukup kecil. Namun yang masuk dalam kategori rusak ringan rata-rata cukup besar. Smentara itu persentase guru yang masuk dalam kategori tidak layak rata-rata cukup besar. Persentase terkecil terjadi di daerah Kota Pekalongan. Sedangkan yang terbesar terjadi di daerah Kabupaten Pekalongan.
35
C. Gambaran Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan 1. Penerima Bantuan Berdasarkan sampel wajib yang telah ditetapkan oleh Tim Peneliti Provinsi terdapat karateristik penerima bantuan terdiri dari Ponpes, TK, Madrasah Diniyah, SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA dan SMK baik yang memiliki status negeri maupun swasta. Secara umum responden menerima peneliti dengan baik, terbuka dan bersedia mengisi kuesioner. Namun demikian ada beberapa responden yang tidak melayani enumerator karena membutuhkan surat rekomendasi dari Dinas Pendidikan. Hal ini terjadi di wilayah Pemalang, Kota Tegal dan Kabupaten Brebes. Ada beberapa penerima bantuan tahun 2006 sampai sekarang belum menerima
pencairan
dana
sebagaimana
terdapat
dalam
data
yang
dikeluarkan oleh provinsi, yaitu dari Kabupaten Brebes (SD Negeri 2 Kedung Uter). Untuk tahun 2007 yang belum menerima pencairan dana adalah dari Kota Pekalongan (MTs Muhammadyah), Kabupaten Pekalongan (Ponpes Ululazmi Boyon Teluk Siwalan karena tidak mempunyai rekening bank), Kabupaten Brebes (MI Nurul Huda Kecipir) dan Kabupaten Tegal (TK Tunas Mataram Slawi, TK Pertiwi 26/16 Pangkah, TK Pembina Dewi Masitoh Pangkah, Madin Awaliyah Roudotu Aflah Pangkah). Selain itu juga ada penerima bantuan yang menolak untuk tidak menerima dana karena ada potongan dari ‘broker’ sebesar 20 %, ini terjadi di Ponpes Hasbullah Pododadi tahun 2007. Responden di wilayah Sapta Mitra Pantura yang berjumlah 73, didistribusikan tiap kabupaten/kota seperti tampak pada tabel berikut.
36
Tabel 2 – 10 Distribusi Responden Tiap Kabupaten/Kota Di Wilayah Sapta Mitra Pantura Tahun 2007 No Kabupaten / Kota F 1 Kab. Batang 13 2 Kab. Brebes 12 3 Kab. Pekalongan 12 4 Kab. Pemalang 10 5 Kab. Tegal 10 6 Kota Pekalongan 8 7 Kota Tegal 8 Total 73 Sumber data primer yang diolah
% 17.8 16.4 16.4 13.7 13.7 11.0 11.0 100.0
Dari tabel di atas nampak bahwa sebagian besar responden berasal dari Kabupaten Batang yaitu sebesar 17,8 %, kemudian secara urut diikuti oleh Kabupaten Brebes (16,4 %), Kabupaten Pekalongan (16,4 %), Kabupaten Pemalang (13,7 %), Kabupaten Tegal (13,7 %), Kota Pekalongan (11,0 %) dan Kota Tegal (11,1 %). Jumlah sampel berdasarkan kategori Penerima Bantuan untuk masing-masing Kabupaten/Kota dapat dilihat pada tabel berikut ini.
37
Tabel 2 – 11 Jumlah Sampel Berdasarkan Kategori Penerima Bantuan dan Daerah Kajian Kabupaten Batang No.
Kategori
Kota Pekalongan
2004
2005
2006
2007
∑
Kabupaten Pekalongan
2004
2005
2006
2007
∑
Kabupaten Pemalang
2004
2005
2006
2007
∑
2004
2005
2006
2007
∑
1
TK
-
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
2
RA
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
SD
-
1
1
-
2
-
-
2
-
2
-
1
1
-
2
-
-
2
-
2
3
1
4
Madin
-
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
5
MI
-
1
1
-
2
-
1
-
-
1
1
1
1
-
3
-
-
1
-
1
1
1
-
2
-
-
1
-
1
1
2
-
-
3
-
1
-
-
1
6
SMP
-
7
MTs
1
1
1
-
3
-
-
-
1
1
1
-
-
-
1
-
-
1
-
1
8
SMA
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
1
1
-
-
-
1
SMK
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
-
-
-
1
1
-
1
-
-
1 -
9 10
MA
1
-
-
-
1
1
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11
Ponpes
-
-
-
1
1
-
1
-
-
1
-
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
4
4
3
13
1
2
3
2
8
3
4
3
2
12
1
3
4
2
10
12 13 14 15
TPQ Yayasan PT Individu Jumlah
Sumber : Data Sekunder yang diolah.
38
Tabel 2 – 12 Jumlah Sampel Berdasarkan Kategori Penerima Bantuan dan Daerah Kajian No.
Kategori
Kabupaten Tegal 2004
2005
2006
2007
-
-
1
∑
Kota Tegal 2004
2005
2006
2007
1
-
-
-
1
∑
Kabupaten Brebes 2004
2005
2006
2007
1
-
1
-
-
∑
1
TK
-
2
RA
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
SD
-
1
1
-
2
-
1
1
-
2
-
-
3
-
3
-
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
4
Madin
5
MI
1
-
-
1
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
SMP
1
1
-
-
2
-
-
1
-
1
-
1
1
1
3
7
MTs
-
1
-
-
1
-
1
1
-
2
1
-
-
1
2
8
SMA
-
-
-
-
-
1
-
-
-
1
-
-
-
-
-
9
SMK
-
-
1
-
1
-
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
10
MA
-
11
Ponpes
-
-
-
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12 13 14 15
TPQ Yayasan PT Individu Jumlah
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
3
3
3
10
1
2
3
2
8
1
3
4
4
12
Sumber : Data Sekunder yang diolah.
39
Penerima bantuan ada juga yang tidak pernah merasa membuat proposal, namun mendapat dana bantuan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan pendidikan pada tahun 2004 yaitu di SMP Negeri 2 Bojong dan SMP Negeri 2 Kesesi Kabupaten Pekalongan. Pada tahun 2004 dan 2005, penerima bantuan tidak mengajukan proposal ke provinsi tetapi mereka menerima dana. Selanjutnya dalam tahap pencairan si penerima bantuan diminta untuk membuat proposal dengan nominal sama dengan jumlah yang mereka terima. Selain 2007ditemukan
temuan juga
tersebut
penerima
di
atas,
bantuan
untuk
‘fiktif’
bantuan
artinya
tahun
keberadaan
lembaganya tidak ada, yaitu di Kabupaten Tegal (TK Arisco Bumijawa) dan di Kabupaten Brebes sebuah SMA yang secara fisik belum ada namun dana bantuan tersebut sudah cair dan uang dikembalikan ke pihak ke III (perantara pengusul). 2. Alokasi dan Penggunaan Dana. Alokasi bantuan dana gubernur bidang pendidikan di wilayah Sapta Mitra Pantura hampir 90 % digunakan untuk pembangunan fisik. Dan dana bantuan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan pendidikan sifatnya sebagai stimulan, selanjutnya dalam tahap implementasi di lapangan dana bantuan
pelaksanaan
pengembangan
dan
peningkatan
pendidikan
memunculkan penambahan dana secara swadaya dari masyarakat baik melalui komite sekolah maupun instansi terkait. Penggunaan
dana
bantuan
pelaksanaan
pengembangan
dan
peningkatan pendidikan di wilayah Sapta Mitra Pantura sebagian besar dilaksanakan secara swakelola dan sebagian kecil berdasarkan Kepres 80 tahun 2003 dan perubahannya. Secara internal penerima bantuan dana bantuan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan pendidikan bidang pendidikan mengharapkan alokasi dana yang diterima itu diperbesar dan dilaksanakan sesuai data base kebutuhan kabupaten/kota, baik yang sifatnya
40
fisik maupun non fisik. Hal itu disebabkan karena alokasi dana dan penggunaannya masih kecil dan tidak sesuai kebutuhan di lapangan. 3. Mekanisme Penyaluran Bantuan. Mekanisme penyaluran dana dari provinsi secara umum (sebagian besar) masuk ke kas daerah dan sebagian ada beberapa wilayah masuk ke rekening bupati selanjutnya melalui Dinas Pendidikan langsung dikirim ke rekening penerima bantuan. Selain itu dana bantuan bantuan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan pendidikan yang berupa dana bantuan keuangan bidang kemasyarakatan yang dikenal dengan jalur aspirasi dimana di dalamnya ada bantuan untuk bidang pendidikan yang disalurkan melaliui 2 model: a. Dana tersebut di transfer ke rekening kas daerah per termin (3 termin). b. Dana tersebut di transfer langsung ke rekening penerima bantuan. Pada kasus ini penerima bantuan selanjutnya melaporkan ke Dinas Pendidikan setempat. Mekanisme
penyaluran
dana
secara
lebih
terperinci
dapat
dikemukakan sebagai berikut: a. Tahun 2004: dari provinsi masuk ke kas daerah dan sebagian ada beberapa wilayah masuk ke rekening bupati selanjutnya melalui Dinas Pendidikan langsung dikirim ke rekening penerima bantuan. Untuk madrasah, TPQ, pondok pesantren dan lembaga lainnya yang di bawahi Depag, bantuan disalurkan tidak melalui Depag (dan bahkan tidak diberitahu), tetapi melalui Dinas Pendidikan langsung ke penerima bantuan. b. Tahun 2005: dari provinsi masuk ke kas daerah dan sebagian ada beberapa wilayah masuk ke rekening bupati selanjutnya melalui Dinas Pendidikan langsung dikirim ke rekening penerima bantuan. Untuk madrasah, TPQ, pondok pesantren dan lembaga lainnya yang di bawahi Depag, bantuan sudah ada yang disalurkan melalui Depag dan sebagian ada yang masih melalui Dinas Pendidikan saja tanpa melalui Depag. Ada
41
juga yang langsung ke penerima bantuan/sekolah karena ada pihak ke tiga yang membantu. c. Tahun 2006: dari provinsi masuk ke kas daerah selanjutnya melalui Dinas Pendidikan langsung dikirim ke rekening penerima bantuan. Untuk madrasah, TPQ, pondok pesantren dan lembaga lainnya yang di bawahi Depag, bantuan sudah ada yang disalurkan melalui Depag dan sebagian ada yang masih melalui Dinas Pendidikan tanpa melalui Depag. Di samping itu ada yang langsung ke penerima bantuan/sekolah karena ada pihak ke tiga yang membantu.
d. Tahun 2007 : masih sama dengan yang dilakukan pada tahun 2006 masalah yang muncul adalah dana sudah datang ;tetapi juklak dan juknis penggunaan serta pelaporan belum ada.
42
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Responden 1.
Penerima Bantuan Jumlah penerima bantuan dana Instruksi Gubernur di wilayah Sapta Mitra Pantura sebanyak 73, dengan kategori lembaga pendidikan menempati proporsi terbesar (86,3%); dan sebagian kecil (13,7%) penerima bantuan yang berkategori yayasan atau lembaga pendidikan non formal seperti Ponpes, TPQ dan Madin. Tabel 3.1 Kategori Penerima Bantuan
No 1
Kategori Lembaga Pendidikan (melalui bupati/walikota) 2 Lembaga Pendidikan swasta 3 Yayasan/lembaga pendidikan non formal Total Sumber: Data primer yang diolah.
F
%
22
30.1
41
56.2
10
13.7
73
100.0
Berdasarkan kategori penerima bantuan, lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta menempati urutan tertinggi sebagai penerima bantuan karena mereka mudah mendapatkan data tentang adanya bantuan dana dari Dinas Pendidikan yang menaungi mereka. Selain itu, mereka juga seringkali mendapat informasi dari pertemuan-pertemuan/ rapat-rapat
yang
diadakan
oleh
Dinas
Pendidikan.
Sementara
itu
yayasan/lembaga pendidikan non formal biasanya bergerak dalam bidang keagamaan sehingga kurang aktif mencari informasi tentang bantuan dana yang ada dan menyerahkan sepenuhnya kepada pengelola/pengurus sekolah tersebut.
43
Selain itu untuk menjaga konsistensi aturan maka yayasan atau lembaga pendidikan non formal hanya diperkenankan untuk mendapatkan bantuan keuangan bukan bantuan dana untuk kegiaatan sebagaimana yang diterima oleh lembaga pendidikan formal. Kondisi ini menyebabkan penerima bantuan tidak merata dan terbatas karena sangat tergantung kepada inisiatif sekolah dan kedekatan sekolah
dengan
Kepala
Dinas
Pendidikan
setempat.
Oleh
karena
terbatasnya informasi yang disediakan oleh Dinas Pendidikan/Pemerintah Kabupaten/Kota maka sekolah/ lembaga pendidikan non formal terkesan pasif dan tidak membutuhkan. Berdasarkan
sampel
penerima
bantuan
sesuai
dengan
tahun
penerimaannya, penerima bantuan di wilayah Sapta Mitra Pantura tahun 2004 sebanyak 12; tahun 2005 sebanyak 20 tahun 2006 sebanyak 23; dan tahun 2007 sebanyak 18 penerima. Dari kondisi jumlah penerima bantuan dilihat dari tahun penerimaan, pada tahun 2004 sampai dengan 2007 terdapat kenaikan jumlah penerima bantuan. Pada tahun 2007 jumlah penerima bantuan mengalami penurunan karena yang diterimakan adalah bantuan tahap kedua dari 4 tahap yang direncanakan. sehingga angka yang muncul lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Apabila dilihat dari jumlah penerima bantuan nampak ada kenaikan namun apabila dilihat dari besarnya dana yang diterima oleh masingmasing penerima bantuan justru lebih kecil dibandingkan jumlah dana yang diterima pada tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan agar terjadi pemerataan bagi penerima bantuan meskipun jumlah dana yang diterima menjjadi leboh kecil (keterangan Kandepag Kabupaten Pemalang). Dalam Surat Keputusan Nomor 425/48/2007 daftar jumlah dana bantuan yang diterima tahun 2007 di Kabupaten Pemalang berkisar antara 15 juta sampai 75 juta rupiah dengan jumlah rata-rata bantuan yang diterima adalah 38,88 juta rupiah.
44
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2007, khususnya yang berkaitan dengan Tata Cara Pemberian dan Pertanggungan JawabanBantuan
Sosial,
Bagi
Hasil
dan
Bantuan
Keuangan
bagi
Kabupaten/Kota serta Belanja Tidak terduga pada Angka 4 huruf a. 3. tentang Mekanisme Pengkajian diharuskan setiap pimpinan lembaga yang mengajukan permohonan dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan kepada Gubernur setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Depag (bagi lembaga keagamaan) sehingga penerima
harus
melampirkan
rekomendasi
yang
dibutuhkan
guna
pengajuan bantuan dana. Dari aspek pemberi rekomendasi di wilayah Sapta Mitra Pantura terlihat daam gambar dibawah ini:
Pemberi rekomendasi
4 6 18 bupati kepala dinas pendidikan kepala kantor depag/kandep depag Lainnya (camat, kepala desa)
45
Gambar 3.1 Jumlah Responden Berdasarkan pemberi rekomendasi
45
Pemberi rekomendasi terbanyak adalah Dinas Pendidikan karena bantuan yang diberikan adalah bantuan untuk lembaga pendidikan, sehingga wajar kalau sekolah-sekolah meminta rekomendasi dari Dinas Pendidikan
sebagai
institusi
teknis
yang
membidangi
pendidikan.
Bupati/Walikota menjadi pemberi rekomendasi terbanyak kedua karena dalam kedudukannya sebagai Kepala Daerah dipandang memiliki otoritas yang sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan. Bagi sekolahsekolah yang bergerak dibidang keagamaan, Ponpes, Madin, TPQ maka rekomendasi diperoleh dari Departemen Agama sebagai institusi yang membina lembaga pendidikan tersebut. Meskipun mekanisme atau prosedur bantuan mensyaratkan adanya rekomendasi dari pejabat pemerintah, namun demikian dalam prakteknya penyeluran dana itu terjadi intervensi oleh keuatan politik. Hal ini berarti penerima bantuan tersebut umumnya berasal dari kalangan konstituante partai politik tertentu yang memiliki peranan pada Komisi D. Selain itu intervensi juga datang dari ormas keagamaan NU (Hasil Indept dari dinas Pendidikan Kajen Kabupetan Pekalongan). 2.
Alokasi dan Penggunaan Alokasi
penggunaan
dana
bantuan
yang
diterima
oleh
sekolah/lembaga pendidikan dari aspek kemanfaatan dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3.2 TINGKAT KEMANFAATAN BANTUAN YANG DITERIMA Manfaat Bantuan Menuntaskan seluruh permasalahan Menuntaskan sebagian permasalahan Bantuan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas Tidak menjawab Total Sumber: Data primer yang diolah
f
(%)
15 53 1
20.5 72.6 1.4
4 73
5.5 100.0
46
Seluruh sampel penerima bantuan, menggunakan bantuan dana untuk perbaikan/pembangunan sarana prasarana pendidikan termasuk pendidikan keagamaan. Sebanyak 72,6 % penerima bantuan menjawab manfaat bantuan adalah untuk menuntaskan seluruh permasalahan. Hal ini terjadi karena penerima bantuan memiliki dana pendamping yang berasal dari
kas
sekolah,
sumbangan
individu
atau
bantuan
pemerintah
Kabupaten/Kota yang cukup memadai sehingga jumlah dana bantuan yang diterima mencukupi kebutuhan yang direncanakan. Selain itu adanya bantuan partisipasi masyarakat dalam bentuk bantuan tenaga kerja. Sebesar 20,5 % menjawab bantuan dana yang diberikan hanya menuntaskan sebagian permasalahan karena mereka tidak memiliki dana pendamping yang mencukupi sehingga tidak dapat menyelesaikan program yang telah direncanakan atau program yang direncanakan membutuhkan dana yang lebih besar dari bantuan yang mereka terima dan mereka tidak memiliki sumber dana lainnya. Hanya 1,4% responden menjawab bantuan yang diterima dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas karena program yang akan dilakukan berkaitan kepentingan masyarakat disekitarnya. Dari hasil temuan tedapat responden yang
dan tidak
menjawab karena yang bersangkutan tidak memahami atau tidak bisa menjelaskan manfaat bantuan secara spesifik. Dari kondisi tersebut pemanfaatan dana bantuan cenderung hanya memecahkan sebagian permasalahan yang dihadapi oleh sekolah/lembaga pendidikan. Namun demikian bukan berarti dana yang diterima tidak berarti bagi sekolah/lembaga pendidikan karena bagaimanapun dana bantuan
tetap
dibutuhkan
sebagai
motivasi
bagi
sekolah/lembaga
pendidikan. Selain itu dana yang diterima juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dilingkungan sekolah serta dapat meringankan beban orang tua murid yang selama ini dianggap sebagai sumber dana bagi sekolah/lembaga pendidikan. Salah satu syarat untuk mendapakan bantuan dana adalah tersedianya dana pendamping yang harus disediakan sekolah/lembaga
47
pendidikan. Oleh karena dana pendamping ini merupakan persyaratan maka setiap sekolah/lembaga pendidikan berusaha untuk menyediakan dana tersebut sesuai dengan kemampuan dan sumber dana yang mereka miliki. Besarnya dana pendamping tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.3 Besar Dana Pendamping No 1 2 3 4 5 6 7
Jumlah Dana Pendamping Tidak ada dana pendamping 1 - 25 Juta 26 – 50 Juta 51 – 75 Juta 76 – 100 Juta 101 – 125 Juta 126 – 150 Juta Jumlah Sumber : Data Primer yang diolah
F 34 34 1 1 2 0 1 73
%
Dari tabel di atas terlihat sebanyak 34 penerima dana bantuan yang tidak menyediakan dana pendamping karena tidak memiliki sumber dana yang
dibutuhkan.
Alasan
lainnya
adalah
para
responden
hanya
mengandalkan dana bantuan dari Pemerintah Provinsi serta tidak memahami kewajiban mereka untuk menyediakan dana pendamping. Temuan
lainnya
adalah
sebanyak
34
responden
hanya
mampu
menyediakan dana pendamping sebesar 1 sampai dengan 25 Juta. Hal ini menunjukkan di wilayah Sapta Mitra Pantura kemampuan menggali sumber dana sangat terbatas sehingga dana pendamping yang disedikan relatif lkecil. Temuan lainnya terdapat 1 responden yang mampu menyediakan dana pendamping sebesar 125 Juta, 2 responden menyediakan dana pendamping sebesar 76 Juta. Kondisi ini menunjukkan kemampuan penerima bantuan tersebut sudah maju dan berkembang, sehingga memiliki sumber dana yang cukup dapat diandalkan sehingga program pengembangan sekolah sudah direncanakan dengan matang. Oleh karena potensi sekolah/lembaga pendidikan untuk menyediakan dana pendamping merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalam
48
mengajukan dana bantuan maka ketiadaan dana pendamping dapat dipandang sebagai pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Gubernur. Situasi ini menjadi hal yang dilematis karena sekolah/lembaga pendidikan yang membutuhkan dana bantuan adalah sekolah/lembaga pendidikan yang kurang mampu, sehingga tidak dapat memenuhi persyaratan ketersediaan dana pendamping. Disisi lain dana pendamping merupakan kewajiban yang harus dipenuhi sebagai bentuk pembelajaran kemandirian sekolah/lembaga pendidikan juga bentuk pembelajaran bagi masyarakat untuk ikut bertanggung jawab dalam peningkatan dan pengembangan pendidikan. Hal ini juga menunjukkan fakta ketidak pedulian pemerintah Kabupaten/Kota terhadap peningkatan dan pengembangan pendidikan. Secara empiris terdapat 39 responden yang menyediakan dana pendamping yang berasal dari berbagai sumber. Selengkapnya tersaji dalam tabel dibawah ini: Tabel 3.4 Asal Dana Pendamping No 1
Asal Dana Pendamping Uang kas lembaga/ penerima bantuan 2 Partisipasi masyarakat 3 Bantuan Pemkab/pemkot 4 Lainnya (Dana Bos) 5 Tidak menjawab Jumlah Sumber : Data Primer yang diolah
F 13
% 17.8
22 3 1 34 73
30,1 4,1 1,4 46,6 100
Dari tabel di atas terlihat keberadaan uang kas sekolah/penerima bantuan menunjukan kepada partisipasi masyarakat yang cukup tinggi untuk membantu pengadaan dana pendampingan dibandingkan dengan bantuan lain seperti bantuan dari Pemkab/Pemkot. Tingginya partisipasi masyarakat ini disebabkan karena tingkat kesadaran masyarakat yang sudah memadai akan pentingnya peningkatan dan pengembangan pendidikan, disamping masyarakat telah merasakan manfaatnya. Pihak sekolah/lembaga pendidikan telah konsisten untuk menyediakan dana
49
pendamping sebagai bentuk kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan yang ada. Sedangkan alasan bantuan dana Pemkab/Pemkot belum dapat diandalkan dibuktikan dari rendahnya partisipasi dalam penyediaan dana pendamping penggunaan dana Bos meskipun dalam jumlah yang relatif kecil. Dari kondisi yang ada menunjukkan bahwa penyediaaan dana peningkatan dan pengembangan pendidikan harus bersinergi sehingga masing-masing pihak dapat memenuhi kewajibannya secara proporsional. Terhadap pihak Pemkab dan Pemkot yang belum memiliki rasa kepedulian yang tinggi terhadap peningkatan dan pengembangan pendidikan yang dapat dilihat didalam APBD bidang pendidikan belum menjadi prioritas utama pembangunan daerah. Apabila terjadi kekurangan dana, maka para penerima bantuan akan menggunakan sumber-sumber dana lain untuk menutupi kekurangan yang ada. Sikap responden terhadap penggunaan sumber dana lain guna memenuhi kekurangan dana telihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.5 SUMBER DANA PENDAMPING JIKA TERJADI KEKEURANGAN DANA Sumber Dana Pendamping f (%) (jawaban lebih dari satu) Uang kas lembaga/penerima bantuan 16 21.9 Partisipasi masyarakat 30 41.1 Pemkab/Pemkot 3 4.1 Lainnya (Dana BOS, dll) 3 4.1 Tidak menjawab 21 28.8 Total 73 100.0 Sumber : Data Primer yang diolah Dari kondisi yang ada terlihat apabila terjadi kekurangan dana maka pihak sekolah/lembaga pendidikan akan berusaha mencari dana dari masyarakat. Hal ini sesuai dengan Tabel sebelumnya yang menunjukkan asal dana pendamping terbesar berasal dari masyarakat. Hal ini menunjukkan tingginya kepedulian masyarakat sebagai pihak yang ikut bertanggung jawab dalam peningkatan kualitas pendidikan. Sumber dana lainya berasal dari uang kas sekolah/lembaga pendidikan, Pemkab/Pemkot dan sumber lain
50
seperti dana Bos. Kasus dana pendamping yang berasal dari pemerintah setempat, hal ini berarti terjadi penyaluran dana bantuan yang masih kurang merata. Besarnya dana pendamping sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat terhadap sekolah/lembaga pendidikan tersebut karena bantuan Pemkab/Pemkot belum sesuai dengan harapan. Kekurang-pedulian pihak Pemkab/Pemkot ini antara lain disebabkan dalam pengelolaan keuangan daerah sangat ditentukan oleh APBD masing-masing daerah yang proses penetapannya berdasarkan Rencana Alokasi Kegiatan masing-masing SKPD dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan sehingga tidak dapat secara tiba-tiba mengajukan anggaran dalam tahun yang sedang berjalan. Usulan dana pendamping sebaiknya diajukan melalui Dinas Pendidikan untuk kemudian masuk dalam rencana Arah Kebijakan Umum yang selanjutnya akan bersama-sama DPRD dibahas dan ditetapkan dalam APBD (keterangan Kepala Bagian Keuangan Kabupaten Pemalang). 3.
Mekanisme Penyaluran Bantuan Mekanisme penyaluran bantuan Gubenur untuk tahun 2004, 2005, 2006, dan 2007; diatur dalam Keputusan Gubernur Jateng No. 120/2003; No.72/2004; No.94/2005; No. 2/2007. Tidak ada perubahan dan perbedaan yang signifikan secara substansi dalam Keputusan Gubernur tersebut. Secara umum, prosedur penyaluran bantuan dana adalah: 1. Penerima bantuan (Kabupaten/Kota/Lembaga Pendidikan) mengajukan proposal kepada Gubernur. 2. Gubernur mendisposisikan kepada tim pengkaji ( Dinas P dan K, Bappeda, Biro Keuangan,Biro Kesra, Biro Bangda) untuk menentukan jumlah pemberian bantuan yang kriteria atau parameter dari Dewan Pendidikan Daerah Propinsi Jawa Tengah. 3. Kriteria/parameter pemberian bantuan ditetapkan oleh Dewan Pendidikan Daerah Propinsi Jawa Tengah.
51
4. Hasil Kajian tim Pengkaji dilaporkan kepada Gubernur untuk mendapatkan persetujuan. 5. Persetujuan Gubernur diberitahukan kepada penerima bantuan untuk melengkapi persyaratan pencairan dana (kwitansi,nomor rekening dan RAB). 6. Persyaratan pencairan bantuan dikirim kepada Kas Pembantu untuk disiapkan SSP. 7. Biro
Keuangan
(Bagian
Perbendaharaan)
menerbitkan
SPM
dan
disampaikan ke Kasda untuk mentransfer ke rekening penerima bantuan. 8. Penerima bantuan menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Biro Keuangan. Pada tataran pelaksanaan di lapangan tidak semua proposal pengajuan bantuan tersebut telah mengikuti model kerangka kerja logis. Akibatnya kegiatan evaluasi bantuan mengalami kesulitan. Munculnya proposal yang belum memenuhi model kerangka kerja logis sebgaimana diuraikan di atas disebabkan oleh ketidakmampuan sekolah/lembaga pendidikan membuat proposal model KKL. Hal ini terjadi karena pemerintah cqDinas Pendidikan setempat umumnya baru sebatas memberikan sosialisasi dana In Gub dan belum sampai pada menyelenggarakan seminar atau workshop untuk penyusunan
proposal
dikalangan
penerima
bantuan
sebagaimana
dipersyaratkan. Berkaitan dengan asal sumber informasi tentang bantuan dana In-Gub, jawaban responden tertera pada tabel berikut ini:
52
Tabel 3.6 SUMBER INFORMASI DANA BANTUAN GUBERNUR Sumber Informasi Dana Bantuan Gubernur
f
(%)
Dinas Pendidikan Kabupaten Kantor Depag Kabupaten Bagian Pembangunan/Kesra Setda Individu/lembaga yang pernah memperoleh bantuan Lainnya*
56 8 1 5
76.7 11.0 1.4 6.8
3
4.1
Total
73
100.0
Sumber: Data Primer yang diolah Dari data tabel menunjukkan sebagian besar responden penerima bantuan memperoleh informasi mengenai dana bantuan Gubernur dari Dinas Pendidikan. Sebagian responden lainnya menerima informasi itu dari Depag Kabupaten/Kota, Setda, indvidu yang pernah menerima bantuan, dan lainnya seperti Anggota DPRD Tk. I, Pengurus Maarif NU, perorangan, pertemuan antar guru/pengurus PG/TK sekabupaten/kota. Dinas Pendidikan dikatakan sebagai sumber informasi terbesar karena bantuan dana In-Gub diperuntukkan bagi peningkatan dan pengembangan pendidikan sehingga wajar kalau Dinas Pendidikan sebagai instansi tehnis yang mengurusi bidang pendidikan lebih banyak mengetahui informasi dan menyampaikan informasi tersebut kepada sekolah/lembaga pendidikan yang dinaunginya. Kedudukan Depag tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada pada Dinas Pendidikan untuk sekolah/lembaga pendidikan keagamaan sehingga peran Depag dalam mendapatkan informasi bantuan dana sangat tepat. Sumber informasi lainnya adalah Anggota DPRD Tk. I, Pengurus Maarif NU, pertemuan antarguru/pengurus PG/TK. Secara empiris peran intsnasi pemerintah yang berkaitan erat dengan bidang pendidikan/pendidikan keagamaan sangat menentukan penyebaran informasi bantuan dana bagi sekolah dan lembaga pendidikan. Dari temuan terungkap bahwa informasi dari Dinas Pendidikan/Depag terbatas dan
53
kurang terbuka sehingga memunculkan praktek percaloan dan mengandal hubungan sekolah/lembaga pendidikan dengan instansi tersebut. Tidak transparannya informasi tentang bantuan dana ini juga nampak dari munculnya informasi tidak resmi melalui tokoh-tokoh masyarakat yang secara kebetulan memiliki jabatan/kedudukan sebagai Anggota DPR baik di Provinsi maupun di Kabupaten/Kota termasuk melalui pertemuan setingkat organisasi profesi guru. Berdasarkan fakta yang ada sebaiknya Pemerintah Provinsi secara resmi setiap tahun mengumumkan secara terbuka tentang ketersediaan dana bantuan peningkatan dan pengembangan pendidikan lengkap dengan besaran dana serta persyaratan. Kemudian informasi ini akan disosialisasikan oleh
Dinas
Pendidikan/
Depag
Kabupaten/Kota
kepada
pihak
sekolah/lembaga pendidikan/ masyarakat. Hal ini akan dapat mengurangi terjadinya praktek percaloan dan pengajuan penerima bantuan fiktif. Berkaitan dengan kemudahan memperoleh rekomendasi sebagai salah satu persyaratan pengajuan bantuan dana In-Gub, dapat terlihat dalam tabel berikut: Tabel 3.7 KEMUDAHAN PEROLEHAN REKOMENDASI DARI INSTANSI SETEMPAT Kemudahan mendapatkan rekomendasi dari Dinas terkait/Pemkab Mudah agak sulit Total Sumber : Data Primer yang diolah Penerima
bantuan
In-Gub
f
(%)
72 1 73
98,6 1.4 100.0
menyatakan
mudah
mendapatkan
rekomendasi dari instansi setempat karena sudah merupakan ketentuan yang harus dipatuhi baik oleh Lembaga pemberi rekomendasi maupun pemohon dana. Responden yang menjawab agak sulit mendapatkan rekomendasi karena pada saat mengurus rekomendasi mengalami kendala menyangkut waktu penyelesaian pengurusan rekomendasi tesebut.
54
Berkaitan dengan petunjuk pelaksanaan permohonan bantuan, sikap responden terlihat dalam tabel berikut ini: Tabel 3.8 PENGETAHUAN TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERMOHONAN BANTUAN No 1 2
Kategori Ya, paham Tidak paham Jumlah Sumber : Data Primer yang diolah
F 50 23 73
% 68,5% 31,5 100
Dari informasi yang diperoleh melalui wawancara, setelah penerima bantuan mendapat pemberitahuan kepastian mendapat bantuan dana dari Provinsi, mereka akan diundang untuk mendapatkan pengarahan tentang petunjuk pelaksanaan permohonan bantuan secara lengkap oleh Dinas Pendidikan/Depag. Dalam pengarahan ini pengetahuan penerima bantuan sangat tergantung pada cara penyampaian petunjuk dan pemahaman secara pribadi terhadap petunjuk yang disampaikan. Kondisi ini menunjukkan petunjuk pelaksanaan permohonan bantuan belum semuanya dipersiapkan secara tertulis dan disampaikan dengan cara yang tepat misalnya melalui pelatihan khusus. Selain itu pengajuan proposal permohonan bantuan belum dianggap sebagai syarat utama, sehingga para penerima bantuan kurang mempersiapkan secara sungguh dengan asumsi sudah pasti mendapatkan bantuan dana dan proposal hanya sebagai formalitas saja. Secara normatif kelengkapan dokumen dalam pengajuan bantuan dana sudah limit ditentukan dalam Peraturan Gubernur Jawa Tengah. Meskipun Peraturan Gubernur tentang hal ini berbeda dari tahun 2004, 2005,2006 dan 2007 namun secara substansi mengandung hal yang sama menyangkut kelengkapan dokumen yang harus disiapkan. Data mengenai hal tersebut, diringkaskan dalam diagram berikut:
55
Penyertaan dokumen dalampengajuan proposal
Surat rekomendasi kantor Depag
10
Surat rekomendasi bupati/walikota
63
13
Masterplan plan/ rencana pengembangan
60
23
50
36
Copy sertifikat tanah Gambar rancang bangun
37
37
Surat rekomendasi dinas pendidikan
36
49
24
53
Photo kondisi awal
20
60
Profil lembaga Rencana anggaran belanja
13
63
0
10
20
30
10
40
50
60
70
80
melampirkan dokumen tidak melampirkan dokumen
Gambar 3.2 Penyertaan dokumen dalam pengajuan proposal Dari diagram di atas penyertaan dokumen dalam pengajuan proposal permohonan bantuan dana belum sepenuhnya ditaati sesuai dengan ketentuan. Hal ini terlihat dari keseluruhan jumlah penerima bantuan, tidak ada satupun responden yang memenuhi seluruh persyaratan dokumen yang diwajibkan. Salah satu penyebab munculnya kondisi tersebut adalah masih kurangnya sosialisasi tentang mekanisme dan tata cara pengajuan bantuan dana secara benar kepada penerima bantuan maupun kepada masyarakat. Disisi lain belum ada ketegasan Tim Pengkajian proposal untuk menolak proposal yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini menguatkan dugaan tentang adanya intervensi dan percaloan dalam permohonan bantuan dana. Kasus yang ditemukan di Kabupaten Tegal (TK Arisko), responden yang tercantum sebagai penerima bantuan terkejut ketika dimintai data karena tidak pernah mengajukan bantuan dana dan tidak menerima dana tersebut.
56
Di Kabupaten Brebes ada temuan dana bantuan sudah turun dan diterima oleh Dinas Pendidikan namun sekolah yang dimaksud belum ada/berdiri (SMA Negeri). Dalam kasus ini pencairan dana bantuan melibatkan oknum partai politik (PKS) yang kemudian juga menerima dana tersebut dari Dinas Pendidikan. Kasus lain yang terjadi di Kabupaten Pekanlongan hanya menyangkut keterlambatan pencairan dana. Fakta ini menunjukkan adanya bias persepsi penerima bantuan tentang proposal permohonan bantuan dana beserta kelengkapannya yaitu sebatas formalitas belaka karena sudah ada kepastian bahwa mereka akan menerima bantuan dana tersebut. Sesuai dengan ketentuan tata cara pengajuan pemohonan bantuan, sekolah
penerima
bantuan
harus
membuat
proposal
sesuai
dengan
persyaratan yang secara limit telah ditetapkan. Apabila terjadi kekurang lengkapan maka Dinas Pendidikan dapat memberikan saran perbaikan. Adapun data tentang intensitas pemberian saran pemberian tersebut terlihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.9 INSTENSITAS PERBAIKAN PROPOSAL SEBELUM PENCAIRAN DANA Intensitas Perbaikan Proposal Tanpa perbaikan Perbaikan 1 kali Perbaikan 2 kali Perbaikan lebih dari 2 kali Tidak menjawab Total Sumber : Data Primer yang diolah
f 24 36 12 0 1 73
(%) 32.9 49.3 16.4 0 1.4 100.0
Fakta ini menunjukkan ketidaksamaan persepsi dan pemahaman pihak sekolah terhadap petunjuk permohonan bantuan dana. Namun demikian dari 73 responden hanaya 16,04% responden yang harus memperbaiki proposal sebanyak 2 kali, bahkan 32,09% yang proposalnya tanpa perbaikan.Kondisi ini menunjukkan dari sisi intensitas perbaikan proposal sudah baik hanya perlu optimalisasi kerja Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dalam melakukan seleksi proposal dan memberikan saran perbaikan proposal secara lebih intensif.
57
Selain itu ketidak samaan persepsi dapat terjadi karena masih adanya permohonan proposal yang tidak melalui jalur yang semestinya. Fakta ini masih terkait dengan beberapa kasus tentang permohonan data fiktif sebagaiman telah diuraikan sebelumnya. Berkaitan
dengan
tingkat
kemudahan
proses
pencairan
dana,
keanekaragaman sikap responden dalam dalam tabel dibawah ini: Tabel 3.10 TINGKAT KEMUDAHAN PROSES PENCAIRAN DANA BANTUAN GUBERNUR Tingkat Kemudahan Mudah Agak sulit Sulit Tidak menjawab Total Sumber : Data Primer yang diolah
f 67 3 0 3 73
(%) 91.8 4.1 0 4.1 100.0
Mengenai tingkat kemudahan proses pencairan dana, dari hasil survey terdapat jawaban yang significan yaitu dirasakan mudah. Hal ini ditunjang oleh pedoman dan mekanisme pencairan dana yang jelas dan mudah dilaksanakan. Sepanjang semua persyaratan telah terpenuhi maka dana bantuan segera dapat direalisasi. Fakta ini menunjukkan pada tingkat pemegang kebijakan di Provinsi tidak ada perlakuan yang berbeda terhadap responden dan ada keinginan dari Provinsi untuk memudahkan proses birokrasi dengan menyederhanakan prosedur dan mekanisme sesuai dengan tujuan akhir pemberian bantuan dan yaitu guna meningkatkan dan mengembangkan pendidikan di Jawa Tengah secara merata. Lebih konkrit lagi ditingkat Kabupaten/Kota Bagian Keuangan yang membidangi (BPKD/BAKUDA/Bagian Keuangan) memberikan pelayanan yang cukup baik untuk kelancaran pencairan dana. Selanjutnya mengenai lamanya waktu yang dibutuhkan untuk proses pencairan dana bantuan In Gub, secara empirik terungkap ada variasi mengenai lamanya proses pencairan bantuan sejak pemenuhan persyaratan di
58
Biro Keuangan Setda sampai dengan uang masuk ke rekening penerima bantuan. Selengkapnya data tersebut disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 3.11 LAMANYA PROSES PENCAIRAN DANA BANTUAN GUBERNUR Lamanya Proses Pencairan Bantuan 1-7 hari 8-14 hari 15-21 hari 22-30 hari > 30 hari Tidak menjawab Jumlah Sumber : Data Primer yang diolah
f 21 7 6 25 7 7 73
(%) 28.8 9.6 8.2 34.2 9.6 9.6 100.0
Dihubungkan dengan hasil jawaban responden pada pertanyaan mengenai tingkat kemudahan dalam pencairan dana maka sikap responden dalam menjawab pertanyaan tentang lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pencairan dana, berbeda. Jawaban yang secara significan mengatakan mudah dalam proses pencairan dana ternyata tidak diikuti oleh jawaban yang signifcan terhadap pertanyaan lamanya waktu untuk proses pencairan dana. Hal ini berarti meskipun waktunya lama jika sudah ada kejelasan/ kepastian akan menerima dana, dianggap sesuatu yang wajar. Dalam hal ini responden tidak mempersoalkan lamanya waktu untuk proses pencairan dana karena responden lebih mementingkan kepastian penerimaan dana bukan pada proses. Tidak ada data yang menunjang untuk mengetahui lebih lanjut mengapa dibutuhkan waktu sampai 22-30 bahkan lebih dari 30 hari untuk mencairkan bantuan dana yang sudah disetujui oleh Gubernur. Hal lainnya yang penting dalam pemanfaatan dana bantuan In Gub adalah metode penentuan pelaksana pekerjaaan. Data tentang metode apa yang dipilih responden terangkum adalam tabel berikut ini:
59
Tabel 3.12 METODE PENENTUAN PELAKSANAAN PEKERJAAN No 1 2 3
Kategori Pemilihan langsung Swakelola Tidak menjawab Jumlah Sumber: Data Primer yang diolah
F 4 66 3 73
% 5,5 90,4 4,1 100
Setelah dana dicairkan, penerima bantuan melakukan penentuan metode untuk
melaksanakan
program
yang
direncanakan.
Fakta
yang
ada
menunjukkan pihak sekolah/lembaga pendidikan lebih banyak memilih metode swakelola dengan alasan metode ini lebih mudah, tidak rumit dan pelaporan lebih
sederhana.
Apabila
menggunakan
metode
pemilihan
langsung
dikhawatirkan akan menghadapi permasalahan pelanggaran prosedur seperti yang telah ditentukan dalam Kepres No. 80 Tahun 2003. Responden yang memilih menggunakan metode pemilihan langsung karena dana yang diterima dibawah 50 Juta rupiah sehingga ada keleluasaan pihak pengguna dana untuk menunjuk pelaksana pekerjaan secara langsung. Pemilihan metode swakelola bukanlah tanpa resiko karena metode ini sebenarnya menuntut kehati-hatian pengguna dana untuk melakukan seleksi internal agar pengelolaan secara swakelola benar-benar memenuhi asas akuntabilitas dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Keuntungan dari penggunaan metode swakelola adalah pihak sekolah/lembaga pendidikan dapat melakukan bargaining dengan maksimal untuk pekerjaan yang dilakukan karena merasa memiliki program dan menggunakan dana yang harus dipertanggung jawabkan, sehingga hasil lebih baik, tepat waktu dan tidak menimbulkan masalah baru. Kelemahan metode swakelola memungkinkan terjadinya penyimpangan penggunaan anggaran karena dikelola sendiri. Apalagi kalau tim pelaksana internal sekolah yang ditunjuk tidak berfungsi. Jadi keberhasilan atau kegagalan metode swakelola sangat tergantung pada kredibiltas dan integritas pengelola sekolah/lembaga beserta jajarannya.
60
Tabel 3.13 LANGKAH YANG DILAKUKAN RESPONDEN PENERIMA BANTUAN GUBERNUR SETELAH PENCAIRAN DANA Langkah (jawaban lebih dari satu)
f
(%)
Membentuk Tim Pelaksana Membuat gambaran pelaksanaan Menyusun rencana Anggaran biaya Menyusun jadwal Mengendalikan jadwal Melakukan pengawasan dan monitoring Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan Melakukan koordinasi Memecahkan permasalahan yang muncul Sumber: Data Primer yang diolah
46 17 38 43 38 57 49 59 24
63.0 23.3 52.1 58.9 52.1 78.1 67.1 80.8 32.9
Seperti yang tercantum dalam peraturan Gubernur Nomor 16 tahun 2006 tentang petunjuk pelaksanaan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah, maka setelah pencairan dana responden diharuskan melakukan langkah-langkah untuk membentuk tim pelaksana, membuat
gambaran
pelaksanaan,
menyusun
RAB,
menyusun
jadwal,
mengendalikan jadwal, melakukan pengawasan dan monitoring, melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan, melakukan koordinasi, dan memecahkan permasalahan yang muncul. Data empiris yang diperoleh menunjukkan penerima bantuan setelah dana cair banyak yang tidak melakukan langkah-langkah secara menyeluruh seperti tersebut di atas. Semua responden hanya melakukan sebagian langkah-langkah yang harus dilakukan. Tidak membentuk tim pelaksana karena tidak ada honor, pekerjaan langsung dipimpin oleh pimpinan dan kurangnya personel. Tidak membuat gambaran pelaksanaan disebabkan karena sudah ada dalam proposal. Tidak menyususn RAB karena tidak dimilikinya tenaga ahli dan merasa sudah disusun di proposal. Tidak semua responden menyusun jadwal karena responden meng anggap tidak memerlukannya. Tidak mengendalikan jadwal karena responden tidak membuat jadwal dan pengendalian jadwal sudah dilakukan oleh rekanan. Tidak melakukan pengawasan dan monitoring
61
karena menganggap bahwa pengawasan dan monitoring sudah dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan oleh rekanan. Sebagian responden tidak melakukan evaluasi
pelaksanaan
kegiatan
karena
beranggapan
bahwa
evaluasi
pelaksanaan kegiatan sudak merupakan tugas instansi terkait. 80,8% responden melakukan langkah koordinasi persiapan pelaksanaan kegiatan. Sementara itu responden yang tidak melakukan koordinasi disebabkan karena beberapa alasan antara lain krena tidak ada time schedule, tidak ada waktu untuk berkoordinasi, dan semuanya sudah diserahkan pada rekanan Dalam hal implementasi program bantuan pelaksanaan pengembangan dan peningkatan pendidikan provinsi Jawa Tengah, sebesar 72,6% responden penerima bantuan menyatakan ada pengawasan dan arahan dari Pemerintah Kabupaten/Kota; sedangkan 21,9% responden lainnya menyatakan tidak ada pengawasan dan arahan itu. Seperti halnya proses pencairan bantuan,
lamanya waktu yang
direncanakan untuk realisasi program bantuan bervariasi. Demikian pula halnya mengenai lamanya waktu realisasi program. Lamanya waktu yang direncanakan dan yang terealisasi, paling cepat 1-30 hari, dan paling lambat 1460 hari. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari responden, penyebab pekerjaan selesai melebihi waktu perencanaan antara lain:
dana yang dibutuhkan ternyata lebih besar sehingga pekerjaan dilakukan secara bertahap.
terhambat cuaca (musim hujan).
adanya hari libur nasional yang cukup lama.
adanya penambahan pekerjaan.
sulit mencari tenaga kerja.
Penyebab pekerjaan selesai kurang dari waktu perencanaan antara lain:
tenaga kerja diperbanyak.
masyarakat sekitar ikut kerja bhakti.
dikerjakan sampai malam (dilembur).
62
Tabel 3.14 WAKTU YANG DIRENCANAKAN DAN YANG DIGUNAKAN UNTUK REALISASI ROGRAM BANTUAN GUBERNUR Direncanakan Waktu 1-30 hari 31-60 hari 61-90 hari 91-120 hari 121-150 hari >150 hari Dana belum cair Total Sumber : Data Primer yang diolah
Direalisasi
f
(%)
f
(%)
12 33 19 5 0 4 73
16.5 45.2 26.0 6.8 0 5.5 100.0
9 32 19 3 1 3 6 73
12.4 43.8 26.0 4.1 1.4 4.1 8.2 100.0
Sebagai bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari prinsip akuntabilitas
pendayagunaan
bantuan
Gubernur,
pelaporan
mengenai
keseluruhan hasil pelaksanaan program mutlak perlu dilakukan oleh penerima bantuan. Apakah responden penerima bantuan mendapat petunjuk untuk menyusun laporan kegiatan? Seberapa mudah petunjuk laporan itu dipahami oleh para penerima bantuan? Secara empirik 80,8 % responden mendapat petunjuk untuk menyusun laporan kegiatan dan menyatakan bahwa petunjuk laporan itu mudah dipahami. Ada
2,7%
responden
mendapatkan
petunjuk,
tetapi
sukar
memahaminya; 8,2% dan 5,5% menyatakan tidak ada petunjuk dan kategori lainnya. Kelompok responden tersebut adalah para penerima bantuan yang memperoleh sosialisasi secara sepintas saja. Kesukaran memahami petunjuk penyusunan laporan dimungkinkan pula oleh ketidakjelasan mengenai format pelaporan yang standar.
63
Tabel 3.15 ADA TIDAKNYA PETUNJUK PENYUSUNAN LAPORAN HASIL KEGIATAN Jawaban Responden Ada dan mudah dipahami Ada, tetapi sukar dipahami Tidak ada Lainnya Tidak menjawab Total Sumber : Data Primer yang diolah
f
(%)
59 2 6 4 2 73
80.8 2.7 8.2 5.5 2.7 100
Adapun responden penerima bantuan yang menyatakan membuat laporan berproporsi 84,9%;
tidak membuat laporan 4,1%; dan yang tidak
menjawab berjumlah 11,0%. Responden yang tidak membuat laporan, sebagaimana terungkap dalam hasil-hasil wawancara mendalam, lebih disebabkan oleh anggapan bahwa para penerima bantuan terdahulu yang tidak membuat laporan ternyata tidak mendapatkan sanksi. Sedangkan responden
yang
tidak
menjawab,
pada
umumnya
disebabkan
oleh
ketidaktahuan mereka mengenai urgensi laporan. Laporan yang dibuat oleh masing-masing responden pada umumnya memuat beragam aspek, sebagaimana diringkaskan dalam tabel 3.16. Tabel 3.16 JENIS DAN ASPEK LAPORAN YANG DIBUAT RESPONDEN PENERIMA BANTUAN GUBERNUR Aspek dan Jenis Laporan (lebih dari satu jawaban) Pengendalian dan monitoring Perkembangan kegiatan Pelaksanaan pekerjaan: harian, mingguan, dan bulanan Evaluasi Penggunaan (penyerapan) dana Sumber : Data Primer yang diolah
f 12 26
(%) 16.4 35.6
Dikirim ke Gub. f (%) 5 6.8 20 27.4
31
42.5
25
34.2
15 59
20.5 80.8
10 53
13.7 72.6
Dibuat
64
Fakta jawaban responden yang cukup menarik bahwa laporan yang dibuat dikirim untuk semua jenis dan aspek laporan lebih besar dibandingkan frekuensi jawaban responden yang menyatakan mengirim laporan ke gubernur. Artinya, meskipun para responden itu telah membuat laporan, tetapi tidak semua di antara mereka mengirimkannya ke gubernur. Alasan penting yang menjelaskan hal ini, bahwa mereka merasa sudah cukup mengirimkan laporan tersebut kepada Dinas Pendidikan atau Kandepag setempat, tidak merasa perlu menyampaikan kepada Gubernur. Mengenai waktu pengiriman laporan oleh penerima bantuan kepada Gubernur, data empirik menunjukkan keragaman. Paling cepat adalah 1 bulan setelah realisasi program (dilakukan oleh 64,4% responden); dua bulan (11,0% responden); tiga bulan (1,4% responden); bahkan ada yang lebih dari tiga bulan (4,1% responden). Sekitar 19,2% tidak menjawab kapan atau berapa lama waktu untuk mengirim laporan ke Gubernur. Responden yang mengirim laporan lebih dari tiga bulan setelah realisasi program, disebabkan oleh anggapan bahwa laporan tidak terlalu penting. Sedangkan mengenai dokumentasi realisasi program, 93,2% responden mendokumentasikannya; 1,4% responden tidak mendokumentasikan; dan 5,5% responden tidak menjawab. Bentuk dokumentasi berupa foto, gambar, dan narasi, dengan perincian sebagaimana tersaji dalam tabel 3.17. Tabel 3.17 DOKUMENTASI PROGRAM No 1 2 3
Kategori Ya Tidak Tidak menjawab Jumlah Sumber : Data Primer yang diolah
F 68 1 4 73
% 93,2 1,4 5,5 100
Dari tabel diatas terdapat sikap yang significan terhadap keharusan membuat dokumentasi terbukti dengan jawaban responden sebesar 93,2% sudah melakukannya. Hal ini menunjukkan tingkat pemahaman responden
65
terhadap pentingnya dokumentasi atas suatu kegiatan. Selain itu hal ini menunjukkan responden bersikap transparan dan bertanggung jawab atas dana yang telah diberikan. Adapun responden yang tidak membuat dokumentasi lebih banyak dipengaruhi oleh persepsi bahwa dokumen kegiatan tidak penting dan bisa dilakukan kemudian hari. Berkaitan dengan bentuk dokumentasi, resonden memilih bentuk seperti tercantum dalam tabel berikut ini: Tabel 3.18 BENTUK DOKUMENTASI PELAKSANAAN PROGRAM Bentuk Dokumentasi Pelaksanaan Program (lebih dari satu jawaban) Foto Gambar Video Narasi Sumber : Data Primer yang diolah
f
(%)
66 10 1 39
90.4 13.7 1.4 53.4
Responden lebih banyak memilih dokumentasi dalam bentuk foto dibandingkan gambar dan narasi. Pemilihan foto sebagai bentuk dokumentasi karena foto lebih praktis pembuatan dan penyimpanannya, mudah serta relatif murah. Selain itu foto juga dapat memberikan aspek keindahan dan mudah dibaca orang lain. Pemilihan gambar sebagai bentuk dokumentasi dirasakan lebih rumit dan tidak praktis dan relatif mahal karena harus dikerjakan oleh orang yang ahli dibidang tersebut. Sedangkan narasi lebih dianggap mudah karena dapat dilakukan oleh setiap orang meskipun harus lebih detail sehingga mampu menggambarkan obyek secara keseluruhan. Terhadap bentuk dokumentasi responden sudah melakukan hal yang sesuai dengan alternatif yang diberikan dalam peraturan namun hal ini harus ditingkatkan karena masih ada responden yang tidak membuat dokumentasi dalam bentuk apapun, dan tidak diberikan sanksi atas pelanggaran ketentuan tersebut.
66
Keterbatasan dana bantuan yang tersalurkan dan adanya anggapan dana bantuan bersifat habis pakai, memungkinkan responden penerima bantuan tidak dapat menyisakan dana bantuan itu. Dari 73 responden penerima bantuan di Wilayah Sapta Mitra Pantura, sebanyak 86,3%-nya menyatakan tidak terdapat sisa dana setelah program selesai; dan 6,8% saja yang dapat menyisakan dana, 6,8% tidak menjawab. Penggunaan sisa dana dipergunakan untuk kepentingan lain tanpa ijin Gubernur, akan tetapi biasanya dikonsultasikan terlebih dahulu ke Dinas Pendidikan. Berkenaan
dengan
perlunya
tidaknya
penyempurnaan
petunjuk
pelaksanaan bantuan Gubernur, 83,5% responden penerima bantuan di wilayah Sapta Mitra Pantura menyatakannya tidak perlu; 15,1% responden menganggap perlu; dan 1,4% responden tidak memberikan jawaban. Selain data sebagaimana yang telah dideskripsikan di atas, terhimpun pula seperangkat data sekunder yang menginformasikan pendapat, persepsi, penilaian, dan pengalaman responden SKPD, Dewan Pendidikan, dan
stakeholders pengguna bantuan Gubernur, terutama mengenai: (1) pola mekanisme pengajuan dan realisasi pemberian bantuan kepada masingmasing lembaga pendidikan di Kabupaten; (2) permasalahan dan upaya penyelesaian masalah yang terjadi di lapangan; (3) laporan hasil monitoring oleh Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten sebagai masukan bagi pengelola bantuan. Informasi mengenai ketiga aspek tersebut diringkaskan berikut ini. Visi pendidikan di empat kabupaten yang dikaji, pada umumnya menunjukkan kehendak yang hampir identik. Terma-terma kemandirian, daya saing, masyarakat sejahtera dan berakhlak mulia, mewarnai rumusan visi mereka. Adapun misi yang pembangunan pendidikan yang mereka tetapkan, pada umumnya merupakan derivat dari misi dan pengembangan pendidikan di tingkat provinsi. Hal itu tercermin dalam terma-terma semisal perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan kemampuan akademik dan pemberdayaan pendidikan sekolah serta pendidikan luar sekolah, peningkatan profesionalisme.
67
Secara umum, bantuan Gubernur dapat menumbuhkan peranserta dan tanggung jawab masyarakat dalam peningkatan mutu pendidikan. Bentukbentuk peranserta itu berupa tenaga, material, dan uang. Salah satu kendala pengerahan peranserta masyarakat, terutama yang berupa uang, adalah keragaman kemampuan sosial ekonomi orang tua murid. Untuk mengatasi kendala tersebut, para pengelola satuan pendidikan telah berikhtiar menjalin kerja sama dengan pihak-pihak yang dianggap mampu dan peduli terhadap kebutuhan biaya pengembangan pendidikan. Keberadaan komite-komite sekolah di empat kabupaten, cukup berperan dalam ikhtiar tersebut. Beberapa satuan pendidikan yang dikaji, memang memperoleh dana di luar bantuan Gubernur, tetapi dalam pendayagunaannya tidak boleh dan tidak memungkinkan dicampuradukkan dengan bantuan Gubernur. Hal ini terkait dengan administrasi pertanggungjawaban kepada pemberi bantuan. Melalui pengerahan peranserta masyarakat, ada juga satuan pendidikan yang berhasil menambah atau memperluas realiasi program bantuan Gubernur. Atas inisiatif mereka, bantuan Gubernur untuk pembangunan dua ruang kelas baru, misalnya, dapat ditambah menjadi tiga ruang kelas baru. Dalam sudut pandang antara instansi di empat kabupaten, proporsi penerima bantuan Gubernur itu belum berimbang, baik antarjenis pendidikan (sekolah dengan madrasah); antarjenjang; dan antarbadan penyelenggara pendidikan. Di samping itu –dimungkinkan oleh keragaman kebijakan dalam bingkai otonomi-- masih ditemukan kesenjangan distribusi kewenangan antarinstansi di dalam pengelolaan bantuan Gubernur. Bahwa ada sejumlah pihak di luar Dinas Pendidikan dan Kandepag yang “berjasa” melancarkan permohonan, persetujuan, dan pencarian dana bantuan Gubernur untuk satuan-satuan pendidikan, hal itu menggejala di empat empat kabupaten. Respons Dinas Pendidikan dan Kandepag terhadap kecenderungan itu pada umumnya positif saja, karena memang demi kemajuan dan peningkatan mutu pendidikan. Meskipun demikian, hal itu berpotensi menimbulkan ketegangan di tingkat aspirasi. Dalam pengertian, di satu pihak berkembang aspirasi
68
pemerataan
bantuan
meskipun
secara
kuantitatif
tidak
menuntaskan
pemenuhan kebutuhan satuan pendidikan; di pihak lain berpandangan lebih baik mengutamakan penuntasan satu persatu. Sebagaimana
yang
telah
ditentukan
dalam
Peraturan
Gubernur,
penerima bantuan harus membuat dokumentasi realisasi program, sikap responden terhadap ketentuan tesebut terangkum dalam tabel berikut ini: Keterbatasan dana bantuan yang tersalurkan dan adanya anggapan dana bantuan bersifat habis pakai, memungkinkan responden penerima bantuan tidak dapat menyisakan dana bantuan itu. Dari 73 responden penerima bantuan di Wilayah Sapta Mitra Pantura, sebanyak 86,3%-nya menyatakan tidak terdapat sisa dana setelah program selesai; dan 6,8% saja yang dapat menyisakan dana, 6,8% tidak menjawab. Penggunaan sisa dana dipergunakan untuk kepentingan lain tanpa ijin Gubernur, akan tetapi biasanya dikonsultasikan terlebih dahulu ke Dinas Pendidikan. B. Kesesuaian Implementasi Peningkatan Pendidikan
Dana
Bantuan
Pengembangan
dan
Penggunaan dana bantuan oleh responden sebagian besar digunakan untuk perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana pendidikan termasuk pendidikan keagamaan, sedangkan sebagian kecil masuk dalam kategori penggunaan lain sesuai rekomendasi Gubernur. Tabel 3.19 Penggunaan Dana Bantuan No Kategori 1 Perbaikan/pembangunan sarpras pendidikan termasuk pendidikan keagamaan 2 Penggunaan lain sesuai rekomendasi Gubernur Total Sumber data : Data primer yang diolah.
F
%
66
90.4
7
9.6
73
100.0
69
Dari tabel di atas nampak penggunaan dana bantuan peningkatan dan pengembangan pendidikan sudah sesuai dengan pedoman yang ada. Apabila hal ini dikaitkan dengan model penentuan pelaksana secara swakelola justru berdasarkan obseravsi yang dilakukan di lokasi maka pembangunan s.arana prasarana secara swakelola memungkinkan pihak penerima bantuan untuk menambah volume pekerjaan yang sebelumnya tidak termasuk perencanaan seperti pengeramikan lantai dan pembuatan pintu pagar (kasus di SDN 4 Paduraksa Kabupaten Pemalang). Hal ini menunjukkan dana stimulan In Gub memberikan motivasi bagi sekolah untuk meningkatkan sarana prasarana dengan cara menghemat pengeluaran sehingga dapat menambah sarana yang dibutuhkan. Sesuai dengan filosofinya dana bantuan In Gub yang bersifat stimulan dan merangsang swadaya masyarakat/lembaga pendidikan maka di wilayah Sapta Mitra Pantura, 53,5% telah menyediakan dana pendamping sedangkan 46,5% tidak menyediakan dana pendamping,. Kisaran dana pendamping adalah 1 juta rupiah sampai dengan 150 juta rupiah. Berdasarkan
data
empiris,
penerima
bantuan
sebagian
belum
melaksanakan ketentuan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan secara filosofi dana In Gub sebagai dana stimulan seperti yang tertuang dalam Peratuan Gubernur. Bagi yang sudah melaksanakan bantuan tersebut sesuai dengan peraturan yang ada yang mengatakan bahwa dana bantuan tersebut merupakan dana stimulan. Oleh karena para penerima bantuan dana pendidikan berkewajiban meningkatkan partisipasi masyarakat dalam rangka meningkatkan peran dan pengembangan pendidikan. Adapun sumber/asal dana pendamping tersebut bervariasi antara lain berasal dari uang kas lembaga, partisipasi masyarakat, pemkot/pemkab, dan lain-lain. Rinciannya sebagaimana dalam tabel berikut ini. Dalam implementasi program ada kemungkinan terjadi kekurangan dana. Untuk menutupi kekurangan dana tersebut, penerima bantuan berusaha menggali dana dari berbagai sumber.
70
Sumber terbesar untuk menutup kekurangan tersebut berasal dari partisipasi masyarakat (41,1%), sedangkan lainnya berasal dari uang kas lembaga/penerima bantuan 21,9%, dari Pemkot/Pemkab 4,1% dan lainnya 4,1%. Dengan demikian tingkat partisipasi masyarakat didalam mengantisipasi kekurangan dana menjadi sumber yang utama dan merupakan bentuk kemandirian. Program bantuan ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada bagi pengembangan dan peningkatan pendidikan. Secara empirik manfaat tersebut dapat dilihat dalam tabel 3.5. Dari tabel tersebut nampak bahwa manfaat dari dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan In Gub telah sesuai dengan
yang
diharapkan
penerima
bantuan
sekaligus
menumbuhkan
kemandirian. Oleh karen itu program pengembangan dan peningkatan pendidikan tersebut perlu dilanjutkan untuk tahun-tahun mendatang. C. Analisis Kesesuaian Pedoman Pelaksanaan Kemungkinan Adanya Inkonsistensi)
(Kelemahan
dan
Secara empiris di wilayah Sapta Mitra Pantura para penerima bantuan mengatakan asal informasi tentang dana bantuan sebagian besar berasal dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, sebagian lain berasal dari Kantor Depag Kabupaten/Kota, Individu/lembaga yang memperoleh bantuan, lainnya (pegawai provinsi, anggota dewan, dll) dan bagian pembangunan/Kesra Setda. Dengan adanya penyampaian informasi tersebut, seharusnya penerima bantuan mengetahui petunjuk pelaksanaan bantuan Gubernur sejak proses pengajuan sampai dengan pencairan dana. Namun demikian kenyataannya hanya 68,5% yang mengetahuinya, sedangkan
31,5% menyatakan tidak
mengetahui.
dengan
Kelemahan
yang
muncul
berkait
informasi
dana
pengembangan dan peningkatan pendidikan adalah kurangnya sosialisasi. Ini menunjukkan adanya inkonsistensi dengan peraturan yang ada. Berdasarkan data sekunder mengenai pedoman pelaksanaan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan dari tahun 2004 sampai tahun 2007 berlaku aturan yang berbeda.
71
Analisis terhadap materi muatan peraturan Gubernur mengenai bantuan pengembangan Berdasarkan
dan data
peningkatan sekunder
pendidikan
dan
perundang-undangan
secara
fakta/empiris.
mengenai
bantuan
pengembangan dan peningkatan pendidikan Jawa Tengah dari tahun 2004 dapat dianalisis secara normatif kualitatif sebagai berikut : 2. Adanya variasi berlakunya peraturan pelaksanaan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan di tingkat Jawa Tengah yaitu pada tahun 2004 dan 2005 bantuan pendidikan hanya diatur secara singkat tapi padat yang berisi mekanisme penyaluran bantuan sarana/prasarana pendidikan. Dari mekanisme tersebut tercatat ada hal yang berbeda dengan point dua dari mekanisme berkaitan dengan siapa yang menjadi tim pengkaji, pada tahun 2004 di sebutkan tim pengkaji adalah dinas P&K, Bapeda, Biro Keuangan, Biro Kesra, dan Biro Bangda. Sedangkan pada tahun 2005 yang menjadi tim pengkaji Dinas P&K, Bapeda, Biro Keuangan, Biro Kesra, Komisi E dan stakeholder yang terkait. 3.
Pada tahun 2006 dasar peraturan yang digunakan ada dua peraturan Gubernur yaitu peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 94 Tahun 2005 tentang pedoman penatausahaan pelaksana anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2006 dan peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 16 tahun 2006 tentang petunjuk pelaksanaan bantuan pengembangan peningkatan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah tahun anggaran 2006. Pada awal tahun anggaran 2006 peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 94 tahun 2005. Sedangkan pada bulan Mei tahun 2006 berlaku Peraturan Gubernur No. 16 tahun 2006. Sehingga dalam satu periode tahun anggaran tahun 2006 berlaku secara yuridis dua peraturan Gubernur, mengatur
substansi
yang
sama
yaitu
bantuan
pengembangan
dan
peningkatan pendidikan di Jawa Tengah. Meskipun kedua peraturan tersebut setelah dikaji ada temuan nomenklatur yang berbeda sekalipun sama substansinya yaitu pada peraturan Gubernur No. 94 tahun 2005 disebutkan bantuan sarana dan prasarana pendidikan sedangkan pada Peraturan
72
Gubernur No. 16 tahun 2006 disebutkan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan. Secara materi kedua peraturan Gubernur ada yang berbeda yaitu pada arah kebijakan pada peraturan Gubernur No.94 tahun 2005 disebutkan : 1. Perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana pendidikan (TK, SD/MI, SLTP/MTs, SMA/MAN dan Pondok Pesantren) termasuk di dalamnya pendidikan keagamaan. 2. Bantuan
siswa
perorangan,
yayasan,
LSM,
penghargaan
kepada
siswa/mahasiswa yang berprestasi, kompetensi bidang pendidikan. 3. Bantuan sarana dan prasarana pendidikan. 4. Bantuan penghargaan khusus. 5. Bantuan IPTEK. 6. Bantuan pendidikan lainnya. Dalam Peraturan Gubernur No. 16 tahun 2006 arah kebijakan adalah : 1. Perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana pendidikan termasuk didalamnya adalah pendidikan keagamaan 2. Pembiayaan pendidikan berupa beasiswa, tugas belajar, dan penelitian pada semua jenjang pendidikan 3. Pembiayaan mengikuti kopetisi pendidikan (mata pelajaran) di tingkat Nasional maupun Internasional 4. Penggunaan lain yang ditentukan oleh Gubernur, seperti hal-hal khusus yang patut dipertimbangkan untuk memberikan penghargaan/bantuan Dari penerima bantuan ada juga yang berbeda yaitu peraturan Gubernur No. 94 tahun 2005 adalah: 1. Pemerintah Kabupaten/kota 2. Pimpinan lembaga pendidikan 3. Pimpinan yayasan dan LSM peduli pendidikan 4. Perseorangan (siswa, guru, mahasiswa, dan dosen) Sedangkan menurut perturan Gubernur No. 16 tahun 2006 penerima bantuan adalah : 1. Lembaga pendidikan melalui Bupati/Walikota
73
2. Lembaga pendidikan 3. Yayasan dan LSM peduli pendidikan 4. Perseorangan (Siswa, Tenaga Pendidik) Selain itu dalam kriteria bantuan terdapat juga perbedaan yaitu berdasarkan peraturan Gubernur No. 94 tahun 2005 yaitu : 1. Kemendesakan dan penyelesaian masalah yang dihadapi (phasing out) 2. Bersifat penguatan bagi Kabupaten/Kota dan lembaga pendidikan serta perseorangan 3. Kepentingan langsung bagi masyarakat sekolah 4. Bantuan dimaksudkan dapat menumbuhkan peran serta masyarakat atau menjadi inisiasi peran serta masyarakat dalam bidang pendidikan 5. Tanggung
jawab
dan
kewenangan;
termasuk
ketersediaan
dana
pendamping/kemampuan swadaya 6. Sinergitas dengan Kabupaten/Kota dan visi misi Gubernur Jawa Tengah periode 2003-2008 serta tidak bersifat mengambil alih tanggung jawab (take over of responsibility) 7. Ketersediaan anggaran bersifat spesifik di masing-masing pengguna anggaran 8. Belum menerima bantuan dari Dinas/Instansi lain/sumber lain dan tidak dalam merencanakan memperoleh bantuan serupa pada tahun berjalan 9. Diutamakan bagi Kabupaten/Kota yang sudah menyusun Renstra Pendidikan dan atau membentuk Dewan Pendidikan Sedangkan dalam kriteria bantuan yaitu
berdasarkan peraturan Gubernur
No. 16 tahun 2006 adalah sebagai berikut yaitu : 1. Keadaan mendesak dan penyelesaian masalah yang dihadapi (passing out) 2. Bersifat penguatan bagi Kabupaten/Kota dan lembaga pendidikan serta perseorangan 3. Kepetingan langsung bagi siswa, tenaga pendidik dan masyarakat peduli pendidikan
74
4. Bantuan dimaksudkan dapat menumbuhkan peran serta masyarakat atau menjadi inisiasi peran serta masyarakat 5. Tanggung
jawab
dan
kewenangan
termasuk
ketersediaan
dana
pendamping/kemampuan swadaya 6. Sinergitas dengan Kabupaten/Kota dan visi misi Gubernur Jawa Tengah periode 2003-2008 serta tidak bersifat mengambil alih tanggungjawab (take over of respon-sibility) 7. Ketersediaan anggaran bersifat spesifik di masing-masing pengguna anggaran 8. Belum menerima bantuan dari Dinas/Instansi lain/sumber lain dan tidak sedang merencanakan/proses memperoleh bantuan serupa pada tahun berjalan 9. Diutamakan bagi Kabupaten/Kota yang sudah menyusun Renstra Pendidikan dan atau membentuk Dewan Pendidikan 10. Bantuan yang bersifat fisik agar dioptimalkan penggunaannya hanya untuk pembangunan fisik, sedangkan biaya persiapan, perencanaan, pengawasan dan pajak menjadi tanggungjawab penerima bantuan. Selanjutnya dalam mekanisme pengkajian permohonan terdapat kesamaan yaitu : 1. Usulan melalui Bupati/Walikota 2. Usulan melalui Pimpinan Lembaga Pendidikan 3. Usulan Perorangan Akan tetapi dalam peraturan Gubernur No. 16 tahun 2006 selain mengatur hal tersebut diatas diatur juga tentang materi perencanaan yang berisi filosofi bantuan, identifikasi kebutuhan, mekanisme penyaluran dana dan pelaporan. Berdasarkan temuan-temuan tersebut diatas pada tahun 2006 secara normatif peraturan Gubernur No. 16 tahun 2006 lebih lengkap dan lebih sistematis di bandingkan dengan peraturan Gubernur No. 94 tahun 2005. Namun demikian secara teori hukum peraturan yang berlaku di tahun 2006 terdapat disinkronisasi dan dinharmonisasi karena kedua peraturan mengatur
75
substansi yang sama sehingga akibat yang terjadi dimasyarakat aturan yang demikian menjadikan multi tafsir didalam implementasinya dan cenderung tidak di patuhi atau ditaati sebagai peraturan hukum yang positif padahal produk hukum yang baik harus memenuhi kriteria, konsistensi, sinkronisasi dan harmonisasi. 4. Untuk tahun anggaran 2007 berlaku aturan peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 2 Tahun 2007 tentang Pedoman Penatausahaan Pelaksanaan Anggaaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah yang berisi nomenklatur yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yaitu dirumuskannay tata pemberian dan pertanggungjawaban bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan kepada kabupaten/kota serta belanja tidak terduga. Padahal secara substansi muatan materi bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan ada pada belanja bantuan sosial. Yang secara rinci ada beberapa hal yang diatur yaitu a. penerima bantuan, b. kriteria bantuan, c. mekanisme penyaluran bantuan, dan pertanggungjawaban d. bantuan sosial yang memerlukan kajian yang didalamnya terdiri dari filosofi bantuan, arah kebijakan dan mekanisme pengkajian permohonan. Peraturan Gubernur No. 2 Tahun 2007 dari sisi substansi materi cukup lengkap tapi tidak tersusun secara rinci dan sistematis sebagaimana sebuah peraturan pelaksanaan yang harus ada konsistensi, sinkronisasi, dan harmonisasi 5. Dari semua peraturan Gubernur tersebut diatas dari tahun 2004-2007 tidak satupun yang secara tegas mengatur mengenai sanksi, padahal peraturan Gubernur tersebut sifatnya adalah regeling (mengatur), bahwa sanksi merupakan substansi yang sifatnya mengikat dan imperaktif oleh karenanya akan berdampak kepada kepatuhan masyarakat terhadap aturan tersebut. 6. Berdasarkan analisis tersebut diatas, harus diatur secara tegas berkaitan dengan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan di Jawa Tengah yaitu dengan peraturan Gubernur yang memuat petunjuk
76
pelaksanaan yang secara rinci dan sistematis dan memenuhi syarat minimal mulai dari: a. filosofi bantuan (bersifat stimulan, azas kemanfaatan, sifat selektif), b. identifikasi bantuan (prasarana pendidikan, sarana pendidikan, siswa dan tenaga
pendidik
yang
berprestasi,
hal-hal
khusus
yang
patut
dipertimbangkan mendapat penghargaan atau bantuan), c. arah kebijakan bantuan (perbaikan atau pembangunan sarana prasarana kerja,
pembiayaan
pendidikan,
pembiayaan
kompetisi
pendidikan,
penggunaan lain yang ditentukan oleh Gubernur sesuai kebutuhan), d. penerima
bantuan
(SKPD
Kabupaten/Kota,
kelompok
masyarakat,
lembaga pendidikan/keagamaan, komite sekolah atau komite pendidikan, yayasan dan LSM peduli pendidikan, perseorangan yang meliputi tenaga pendidik), e. kriteria bantuan (sifatnya mendesak dan penyelesaian masalah, punya manfaat langsung kepada masyarakat dan lembaga, menumbuhkan peran serta masyarakat, adanya ketersediaan dana pendamping, sinergis dengan Kabupaten/Kota serta visi Gubernur, belum menerima bantuan dari dinas instansi lain atau sumber lain, bantuan yang sifatnya fisik dioptimalkan, bantuan dilaksanakan datas lahan sendiri dan di lampiri sertifikat
tanah,
menunjang
program
prioritas
nasional,
perlu
mempertimbangkan aspek adil dan merata serta sesuai database kebutuhan Kabupaten/Kota), f.
mekanisme pengkajian permohonan bantuan (usulan bisa melalui Bupati/Walikota,
melalui
pimpinan
lembaga
pendidikan,
melalui
perorangan dengan dilampiri bukti kelambagaan, perorangan dan rekomendasi), g. mekanisme penyaluran dana (mekanisme dibuat sesederhana mungkin tanpa mengurangi substansi pertanggungjawaban), h. pelaporan (dibuat format yang jelas dan sederhana mulai dari penerimaan bantuan, kegiatan pelaksanaan dengan tahapannya dan pertanggungjawaban keuangan),
77
i.
sanksi (bisa diberikan alternatif baik itu sanksi administratif, treatment dan punismant),
7. Untuk lebih implementatif di lapangan juklak yang akan diterbitkan untuk tahun anggaran 2008 perlu dilakukan sosialisasi kepada seluruh elemen masyarakat dan stakeholder berkaitan dengan bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah. Secara umum mekanisme pengajuan bantuan Gubernur di wilayah Sapta Mitra Pantura adalah sebagai beikut : (1) ada informasi mengenai dana bantuan Gubernur, (2) Lembaga yang berminat dana tersebut membuat proposal kepada Gubernur, yang diajukan melalui Bupati/Walikota atau Dinas Pendidikan masing-masing kabupaten/kota. (3) Oleh dinas proposal tersebut diajukan kepada Gubernur. (4) disetujui lembaga tersebut memperoleh bantuan dana. Di samping itu secara khusus mekanisme bantuan Gubernur ada pula yang dibantu oleh anggota dewan atau ada rekomendasi dari kantor Depag. Ini menunjukkan adanya inkonsistensi dengan peraturan yang ada. Dalam mengajukan proposal, penerima bantuan menyertakan atau melampirkan beberapa dokumen penting guna untuk mendapatkan kepercayaan untuk memperoleh dana In Gub. Mendasarkan fakta di lapangan sebagian besar pengusul melampirkan RAB dalam proposalnya, kemudian profil lembaga, foto kondisi awal, surat rekomedasi dinas pendidikan, gambar rancang bangun, copy sertifikat tanah, master plan, surat rekomendasi bupati/walikota dan surat rekomendasi Kantor Depag. Dalam hal ini pengusul dalam mengajukan dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan di wilayah Sapta Mitra Pantura sudah sesuai persyaratan yang ditentukan. Penerima bantuan di dalam pengajuan proposal secara umum dilampiri dengan rekomendasi dari Dinas Pendidikan, Kantor Depag, Bupati/Walikota. Dalam pelaksanaannya, penerima bantuan mendapatkan rekomendasi secara mudah. proposal
Dan berdasarkan penemuan di lapangan kesulitan itu adalah revisi berkali-kali.
mendapatkan dana
Proposal
yang
diajukan
penerima
bantuan
untuk
In Gub secara umum mendapatkan saran dari Dinas
78
Pendidikan
Pemkot/Pemkab
berupa
perbaikan
proposal
dan
penjelasan
mengenai mekanisme bagi pengajuan. Dengan demikian Dinas Pendidkan Kabupaten/Kota telah melaksanakan kewajibanya dengan baik. Sekalipun pencairan dana oleh penerima secara umum mudah, namun fakta dilapangan masih ditemukan kesulitan dalam pencairan dana (lihat Tabel 3.11). Kesulitan dalam pencarian dana antara lain disebabkan: 1. Proses pencairan lama karena sampai sekarang (tahun 2007) dana belum diterima. 2. Secara birokrasi selalu saling lempar. 3. Peserta yang mengajukan proposal lebih banyak dibanding anggaran yang tersedia. Proses pencairan dana bantuan pengembangan dan peningkatan pendidikan secara umum memakan waktu tidak lebih dari 1 bulan (Tabel 3 – 9). Hal ini menunjukan bahwa di wilayah Sapta Mitra Pantura pencairan dana bantuan termasuk dalam kategori cepat. Sekalipun ada beberapa penerima bantuan menerima dana bantuan lebih dari 1 bulan. Bahkan ada yang sampai bulan Nopember 2007 belum menerima bantuan. Kelemahan ini disebabkan karena penerima bantuan tidak dapat memenuhi persyaratan pencairan(Hasil interview dengan Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten/Kota). Kegiatan yang dilakukan setelah dana cair di wilayah Sapta Mitra Pantura secara umum telah melakukan tahapan-tahapan yaitu membentuk tim pelaksana, menyusun jadwal, mengendalikan jadwal, melakukan pengawsan dan monitoring, melakukan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan di lapangan, melakukan koordinasi, dan memecahkan masalah yang muncul di lapangan. Berdasarkan fakta yang terjadi bahwa kegiatan yang dominan antara lain melakukan koordinasi, pengawasan dan monitoring, dan evaluasi kegiatan. Secara umum penerima bantuan telah melakukan tahapan pasca pencairan dana sesuai dengan peraturan yang ada (Tabel 3 – 10) namun masih ada beberapa penerima bantuan yang belum melakukan tahapan tersebut. Hal ini disebabkan antara lain karena jangka waktu pencairan dana yang berdekatan dengan berahirnya tahun anggaran, adanya kekurang pahaman penerima bantuan akan
79
tahapan kegiatan pasca pencairan dana, tidak ada kejelasan tentang sanksi apabila tidak melaksanakan tahapan pasca pencairan dana. Metode penentuan pelaksana kegiatan yang digunakan penerima bantuan di wilayah Sapta Mitra Pantura paling banyak dilakukan dengan model swakelola disamping model pemilihan langsung padahal sesuai dengan ketentuan yang ada pengelolaan dana bantuan harus berpedoman kepada Kepres No.80 Tahun 2003 dan perubahannya. Dari hasil temuan pemilihan model swakelola dipilih karena lebih sederhana, mudah dan tidak rumit didalam pertanggungan jawab keuanggan dibandingkan dengan ketentuan yang ada di dalam Kepres No. 80 Tahun 2003. Hal
lainnya
adalah menyangkut
pengawasan
dan
arahan
dari
Pemerintah Kabupaten/Kota tentang penggunaan dana bantuan yang diterima, sebagian besar responden menjawab ada dan lainnya menjawab tidak ada pengawasan dan arahan (Tabel 3 – 6). Adapun bentuk pengawasan dan arahan dari Pemerintah Kabupaten/Kota adalah monitoring, evaluasi, pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan barang bantuan, pengawasan konstruksi, pemilihan bahan,
pengarahan
pelaksanaan
kegiatan
pembangunan
dan
petunjuk
pembuatan surat pertanggungan jawab keuangan. Dari hasil temuan tersebut bentuk pengawasan dan arahan yang diakukan hanya bersifat formalitas belaka, karena temuan hasil pengawasan tidak ditindak lanjuti dan tidak ada pengenaan sanksi terhadap pelanggaran yang ditemukan. Waktu
yang
direncanakan
untuk
penyelesaian
program
sesuai
ketentuan adalah 3 bulan sejak bantuan diterima namun dalam kenyataannya sebagian besar penerima bantuan menyelesaikan program hanya dalam waktu 2 bulan. Ditemukan pula ada penerima bantuan yang menyelesaikan program dalam waktu 1 tahun bahkan ada penerima bantuan yang baru dapat menyelesaikan program lebih dari 3 tahun (Tabel – 11). Beberapa penyebab penerima bantuan terlambat menyelesaikan program adalah dana riil yang dibutuhkan lebih besar dari anggaran yang diterima sehingga penyelesaian program dilakukan secara bertahap, pekerjaan terhambat musim hujan, pekerjaan terhambat hari libur nasional yang memakan waktu cukup lama,
80
adanya penambahan volume pekerjaan dan sulit mencari tenaga kerja. Bagi penerima bantuan yang dapat menyelesaikan pekerjaan kurang dari waktu perencanaan ditunjang oleh tenaga kerja yang lebih banyak dari jumlah yang direncanakan, masyarakat disekitarnya membantu pekerjaan, dikerjakan over time. Temuan lainnya adalah sampai mendekati akhir tahun program ada penerima bantuan yang belum menerima dana sehingga pekerjaan belum dapat dilaksanakan (Tabel 3 – 11). Dari hasil penelitian terdapat inkonsistensi pelaksanaan program dengan Tahun
pedoman pelaksanaan sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 2 2007
tentang
Pedoman
Penatausahaan
Pelaksanaan
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007. Berkaitan dengan pelaporan ditemukan data sebagian besar penerima bantuan menyatakan ada petunjuk untuk menyusun laporan kegiatan yang mudah dipahami meskipun sebagian responden mengaku petunjuk tersebut sulit dipahami karena sosialisasi petunjuk pelaoran kurang intensif. Sebagian besar responden menyatakan membuat laporan sesuai dengan petunjuk dan sebagian lainnya tidak membuat laporan karena tidak mengetahui cara membuat laporan. Laporan yang disusun meliputi laporan penggunaan dana, laporan pelaksanaan pekerjaan, laporan perkembangan kegiatan, laporan evaluasi dan laporan pengendalian dan monitoring. Sebagian responden menyatakan tidak membuat laporan apapun tentang program yang dilaksananakan. Berkaitan dengan banyaknya laporan yang disusun terdapat temuan sebagian besar responden hanya membuat 1 laporan sedangkan lainnya bervariasi antara 2 sampai dengan 6 jenis laporan. Adapun jenis laporan yang dikirim kepada Gubernur bervariasi namun sebagian besar hanya mengirimkan laporan penggunaan dana sedangkan laporan pengendalian dan monitoring serta laporan evaluasi tidak dikirim kepada Gubernur. Hal ini terjadi karena responden menganggap dana bantuan yang diterima adalah hibah yang tidak perlu dilaporkan secara keseluruhan. Disamping itu tidak ada sanksi yang tegas bagi penerima bantuan yang tidak mengirim laporan.
81
Jangka waktu pengiriman laporan yang telah disusun sebagian besar responden membutuhkan waktu selama 1 bulan, lainnya bervariasi antara 2 sampai dengan lebih dari 3 bulan. Dari hasil penelitian masih ditemukan inkonsistensi pedoman dengan pelaksanaan program. Selanjutnya menyangkut keharusan membuat dokumen program ditemukan sebagian besar responden sudah membuat dokumentasi program dan lainnya tidak membuat dokumen dengan alasan menganggap tidak perlu. Adapun bentuk dokumentasi yang paling banyak dibuat adalah dalam bentuk foto kegiatan dan laporan. Dari hasil penelitian terdapat kesesuaian antara pedoman dengan pelaksanaan program khususnya dalam hal dokumentasi. D. Kinerja Bantuan Dana Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan 1. Aspek Input : dana bantuan yang diterima bersumber dari dana In Gub, sedangkan dana pendamping berasal dari individu/penerima bantuan, partisipasi masyarakat, pemerintah Kabupaten/Kota dan dana BOS. 2. Aspek
Output:
sebagian
perbaikan/pembangunan
besar
sarana
dana
dan
bantuan
prasarana
digunakan
pendidikan,
untuk
mebelair,
komputer, alat peraga. 3. Aspek Outcome: dengan bantuan dana yang diterima terdapat peningkatan sarana prasarana pendidikan meliputi: tersedianya gedung sekolah milik sendiri, penambahan jumlah kelas, tersedianya ruang belajar yang bagus dan nyaman, tersedianya laboratorium dan peralatan/bahan praktikum yang memadai, tersedianya perpustakaan yang nyaman, terpenuhinya alat peraga pembelajaran, tersedianya peralatan komputer yang berkualitas, tersedianya ruang sanitasi yang sehat, terdapatnya taman yang mendukung keindahan lingkungan sekolah, tersedianya ruang guru yang layak, tersedianya ruang kantor yang sesuai dengan peruntukannya, dan terwujudnya suasana pondok yang menunjang pendidikan keagamaan.
82
4. Aspek
Benefit:
dengan
terpenuhinya
sarana
dan
prasarana
serta
kelengkapan proses pendidikan maka proses belajar mengajar menjadi lancar, dapat menampung siswa lebih banyak, kegiatan proses belajar mengajar yang menggunakan laboratorium/bengkel berjalan lancar serta terciptanya susana yang nyaman di perpustakaan. Aspek lainnya adalah meningkatnya kinerja guru, karyawan dan siswa/santri. Disamping itu terciptanya lingkungan yang indah dan bersih. 5. Aspek Impack: meningkatnya kualitas lulusan dan kepercayaan masyarakat. E. Rumusan Penyempurnaan (model) Pelaksanaan Pengembangan dan Peningkatan Pendidikan.
Bantuan
Secara empiris ditemukan beberapa kelemahan dan inkonsistensi antara Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Pengembangan Dan Peningkatan Pendidikan Dana In Gub selama kurun waktu 2004 – 2007 dengan pelaksanaan program meliputi kriteria penerima bantuan,
mekanisme pengusulan,
mekanisme
penyaluran dana, pelaksanaan program dan pelaporan. Dengan demikian kriteria penerimaan bantuan perlu di sempurnakan dengan prinsip adil dan merata, didasarkan atas database kebutuhan (skala prioritas) kabupaten/kota agar tidak terjadi tumpang tindih penerima bantuan. Mengenai mekanisme pengusulan secara umum di wilayah Sapta Mitra Pantura sudah berjalan baik meskipun masih perlu adanya penyempurnaan agar lebih sederhana dan mudah dipahami serta mencegah supaya tidak ada percaloan dalam mendapat rekomendasi dari Dinas Pendidikan dan Kantor Depag Kabupaten/Kota (satu pintu) agar sesuai dengan data base dan memenuhi aspek pemerataan dan keadilan. Mekanisme penyaluran dana bantuan pendidikan seyogyanya melalui rekening kas daerah dan pendistribusiannya dikoordinir Dinas Pendidikan kabupaten/kota. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari penerima bantuan fiktif. Mekanisme pancairan dana yang ada selama ini di wilayah Sapta Mitra Pantura sudah cukup baik. Terjadinya keterlambatan/belum cairnya dana bantuan disebabkan oleh kesalahan penerima bantuan (belum membuka rekening bank).
83
Menyangkut
mekanisme
pelaksanaan
program
kegiatan
bantuan
pengembangan dan pendidikan yang berasal dana In Gub di wilayah Sapta Mitra Pantura sudah sesuai dengan tahapan yang ada dalam Peraturan Gubernur No. 20 Tahun 2007, namun masih perlu penyempurnaan pada tahapan monitoring dan evaluasi berkaitan dengan: 1. Perlu adanya pendampingan monitoring dan evaluasi dari instansi terkait atau lembaga indenpenden yang peduli pendidikan. 2. Perlu dibentuk tim monitoring dan evaluasi dari Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota,
untuk
melakukan
koordinasi
yang
berkelanjutan. Dalam pelaporan pelaksanaan kegiatan perlu dicantumkan sanksi administratif yang tegas bagi para penerima bantuan yang tidak melakukan pelaporan kegiatan pelaksanaan bantuan yang mereka terima termasuk penerima bantuan yang terlambat menyelesaikan kegiatan melebihi jangka yang telah ditentukan.
84
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 4. Pengkajian
terhadap
pola
dan
mekanisme
program
bantuan
dana
pengembangan dan peningkatan pendidikan sebagaimana tercantum dalam petunjuk pelaksanaan secara umum di wilayah Sapta Mitra Pantura sudah berjalan baik, namun demikian perlu ada penyempurnaan mulai dari kriteria penerima bantuan, mekanisme pengusulan, mekanisme penyaluran dana, pelaksanaan dan pelaporan. 5. Permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penyaluran dana bantuan pengembangan
dan
peningkatan
pendidikan
pada
masing-masing
Kabupaten/Kota di wilayah Sapta Mitra Pantura antara lain adanya penerima bantuan fiktif, monitoring yang tidak melibatkan instansi terkait atau lembaga indenpenden yang peduli pendidikan, penerima bantuan yang tidak sesuai dengan database kebutuhan, dan terjadinya pencaloan di dalam penyaluran bantuan. Peraturan Gubernur yang mengatur bantuan pendidikan tahun
2004-2007
bervariasi
dan
inkonsistensi,
dissinkronisasi
dan
disharmonisasi. 6. Efektivitas pemanfaatan bantuan dana pengembangan dan peningkatan pendidikan oleh masing-masing penerima bantuan di wilayah Sapta Mitra Pantura sudah cukup baik dengan filosofi sebagai dana stimulan sehingga memunculkan peran serta masyarakat dalam berswadaya serta kemandirian. B. Rekomendasi 10. Ditujukan kepada Biro Hukum berkaitan dengan materi peraturan Gubernur mengenai juklak bantuan pendidikan dan Tim Pengkaji proposal bantuan pendidikan tingkat provinsi perlu memperhatikan kriteria penerima bantuan dengan prinsip adil dan merata, didasarkan atas
85
database
kebutuhan
(skala
prioritas)
Kabupaten/Kota
yang
dimasukan dalam materi muatan juklak peraturan Gubernur. 11.Ditujukan
pemberi
rekomendasi
baik
di
tingkat
Provinsi,
Kabupaten/Kota, dan SKPD agar penyempurnaan yang lebih sederhana dan mudah, dengan cara mempersiapkan format rekomendasi yang sama bagi penerima bantuan supaya tidak ada percaloan/pengajuan proposal fiktif. 12.Ditujukan kepada Biro Keuangan, Biro Bangda, dengan memasukan dalam materi muatan juklak bantuan pendidikan yang akan diatur dalam peraturan Gubernur yaitu semua bantuan pendidikan dimasukan ke rekening kas daerah dan pendistribusiannya dikoordinir Dinas Pendidikan Kabupaten 13. Ditujukan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota agar setelah ada Surat Keputusan penerima bantuan secepatnya di informasikan kepada penerima bantuan untuk membuka rekening bank berkaitan dengan pencairan dana. 14. Ditujukan kepada Biro Hukum, Biro Bangda, Biro Kesra dan Dewan Pendidikan Provinsi untuk membentuk tim monitoring tingkat Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang terdiri dari Dinas Pendidikan, Kantor Depag, Kantor PU Dan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota Serta Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Pendidikan untuk dimasukan dalam petunjuk pelaksanaan bantuan pendidikan peraturan Gubernur. Untuk lebih menjamin kualitas bangunan maka sebaiknya peran Dinas Teknis (PU) lebih ditingkatkan peran aktif sejak mulai perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengendalian dan evaluasi fisik bangunan. 15. Ditujukan kepada Biro Hukum, Biro Keuangan, Biro Bangda, dan Dewan Pendidikan Propinsi untuk memasukan materi muatan kedalam juklak bantuan pendidikan yang diatur dalam Peraturan Gubernur yaitu sanksi yang bersifat administrative dan treatment yang mengikat terhadap
mereka
yang
tidak
melaporkan
kegiatan
mulai
dari
86
penerimaan
dana,
pelaksanaan
kegiatan,
dan
pertanggungjawaban
keuangan. 8. Ditujukan kepada Gubernur melalui Biro Hukum, Biro Keuangan, Biro Bangda, dan Dewan Pendidikan Propinsi haruslah diatur dengan peraturan Gubernur yang memuat petunjuk pelaksanaan yang secara rinci dan sistematis dan memenuhi syarat minimal mulai dari: a. filosofi bantuan (bersifat stimulan, azas kemanfaatan, sifat selektif), b. identifikasi bantuan (prasarana pendidikan, sarana pendidikan, siswa dan tenaga
pendidik
yang
berprestasi,
hal-hal
khusus
yang
patut
dipertimbangkan mendapat penghargaan atau bantuan), c. arah kebijakan bantuan (perbaikan atau pembangunan sarana prasarana kerja,
pembiayaan
pendidikan,
pembiayaan
kompetisi
pendidikan,
penggunaan lain yang ditentukan oleh Gubernur sesuai kebutuhan), d. penerima
bantuan
(SKPD
Kabupaten/Kota,
kelompok
masyarakat,
lembaga pendidikan/keagamaan, komite sekolah atau komite pendidikan, yayasan dan LSM peduli pendidikan, perseorangan yang meliputi tenaga pendidik), e. kriteria bantuan (sifatnya mendesak dan penyelesaian masalah, punya manfaat langsung kepada masyarakat dan lembaga, menumbuhkan peran serta masyarakat, adanya ketersediaan dana pendamping, sinergis dengan Kabupaten/Kota serta visi Gubernur, belum menerima bantuan dari dinas instansi lain atau sumber lain, bantuan yang sifatnya fisik dioptimalkan, bantuan dilaksanakan datas lahan sendiri dan di lampiri sertifikat
tanah,
menunjang
program
prioritas
nasional,
perlu
mempertimbangkan aspek adil dan merata serta sesuai database kebutuhan Kabupaten/Kota), f.
mekanisme pengkajian permohonan bantuan (usulan bisa melalui Bupati/Walikota,
melalui
pimpinan
lembaga
pendidikan,
melalui
perorangan dengan dilampiri bukti kelambagaan, perorangan dan rekomendasi),
87
g. mekanisme penyaluran dana (mekanisme dibuat sesederhana mungkin tanpa mengurangi substansi pertanggungjawaban), h. pelaporan (dibuat format yang jelas dan sederhana mulai dari penerimaan bantuan, kegiatan pelaksanaan dengan tahapannya dan pertanggungjawaban keuangan), i.
sanksi (bisa diberikan alternatif baik itu sanksi administratif, treatment dan punismant).
9. Ditujukan kepada Dinas Pendidikan agar penerima bantuan mampu menyusun
proposal
dengan
model
KKL
maka
perlu
diadakan
pelatihan/workshop secara khusus bagi penerima bantuan. 10. Ditujukan kepada Tim Pengendali Pelaksanaan dan Monev agar diadakan survey secara bertahap mulai dari tahap awal sebelum dimulainya pekerjaan, tahap pembangunan 50% dan tahap finishing.
88