LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMETAAN PERSEPSI ATAS PENYELENGGARAAN SOSIALISASI KEPEMILUAN, PARTISIPASI DAN PERILAKU PEMILIH DI KABUPATEN BANGLI
Kerjasama Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana
Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli
KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BANGLI 2015
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah ingin melihat seberapa besar aspek keberhasilan sosialisasi yang dilakukan oleh KPUD Kabupaten Bangli pada pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi dan perilaku pemilih warga. Sejumlah persoalan yang terjadi seputar hubungan keduanya mendorong dilakukannya penelitian ini. Temuan penelitian ini diharapkan menjadi dasar pertimbangan buat KPUD Kabupanten Bangli untuk menentukan kebijakan strategis menuju persiapan pemilukada yang akan datang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kaulitatif dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan menggunakan sumber-sumber data sekunder seperti hasil tulisan mengenai analisa pemilu dan pemilukada sebelumnya. Penelitian yang menggunakan jenis dan metode kulitatif adalah jenis penelitian yang mengandalkan logika berpikir induktif. Memasukan dan mengandalkan banyak data untuk dimasukan kedalam obyek kajian, kemudian dijelaskan dengan konsep-konsep dan teori pendukung sehingga menghasilkan sebuah hasil penelitian. Hasil akhir yang ditemukan dalam penelitian ini; ternyata perilaku memilih warga Bangli tidak ditentukan oleh keberhasilan ataupun kegagalan sosialisasi yang dilakukan oleh KPUD Bangli. Tanpa kedua hal itu tingkat partisipasi mereka tetap tinggi, karena perilaku memilih mereka masih dipengaruhi oleh persepsi mereka terhadap figur yang dicalonkan oleh partai politik. Demikian pula perilaku politik uang terhadap perilaku memilih mereka. Politik uang hampir ada disemua cela, baik dari peserta pemilu maupun dari masyarakat pemilih. Hal yang menarik keberadaan pemilih pemula yang semula tingkat partisipasinya dalam pemilu dikhawatirkan tetapi ternyata sebaliknya sangat tinggi. Kata Kunci : Sosialisasi Pemilu dan Aturan Main KPU, Perilaku Memilih, Politik Uang, dan Partisipasi Politik Pemilih Pemula.
iii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
ii
RINGKASAN EKSEKUTIF.........................................................................................
iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
5
2.1 Kajian Awal Perilaku Pemilih ................................................................
5
2.2 Prinsip Pilihan Rasional ..........................................................................
7
2.3 Perilaku Memilih dalam Pemilu Indonesia ............................................
9
2.4 Kriteria Pemilih Rasional .......................................................................
11
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................
13
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ........................................................
13
3.2 Lokasi Penelitian .....................................................................................
13
3.3 Teknik Pengumpulan Data .....................................................................
14
3.4 Analisis Data ............................................................................................
14
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................................
16
4.1 Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu .......................................................
17
4.1.1 Data Pemilih .................................................................................
20
4.1.2 Pendistribusian Logistik .............................................................
21
4.2 Perilaku Memilih dan Politik Uang ........................................................
25
4.3 Pemahaman Pemilih terhadap Aturan Main Pemilu .............................
30
4.4 Partisipasi Politik Pemilih Pemula .........................................................
32
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
35
5.1 Kesimpulan ..............................................................................................
35
5.2 Saran ........................................................................................................
36
BAB II
BAB V
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
Pendekatan-Pendekatan Teori Partisipasi Perilaku Memilih ..............
12
Gambar 2
Contoh Kartu Pemutakhiran Data Pemilih ..........................................
22
Gambar 3.
Gambar Coretan Daftar Pemilih yang sudah tidak terdaftar dalam Pemutakhiran data Pemilih. .................................................................
v
22
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemilihan Umum Kepala Daerah atau Pemilukada merupakan sarana yang ditempuh Pemerintah dalam upaya penegakan proses demokratisasi di Indonesia.
Warga secara
langsung memilih dan menentukan siapa yang berhak menduduki jabatan Kepala Daerah di wilayahnya. Pemilukada mendominasi peran atas penentuan sukses atau gagalnya proses otonomi di suatu daerah karena pelaksanaannya adalah konsekuensi atas
desentralisasi
kekuasaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah. Logika desentralisasi membangun komitmen bahwa pada setiap pelaksanaan pemilukada, kekuasaan politik akan cenderung bergerak mendekat dengan warganya karena kalangan inilah yang bertindak sebagai pihak pemilih langsung atas pemimpin daerahnya. Hasil akhir dari pemilukada adalah terpilihnya Kepala Daerah dimana keberadaannya akan bersinergi dengan lembaga dewan guna menghasilkan ragam kebijakan pemerintahan yang berangkat dari kebutuhan rakyat sekaligus melibatkannya sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas pemerintahan. Asumsi penting pemilukada adalah memberi kesempatan pada warganya untuk memilih pemimpin daerahnya secara langsung (Nuryati,2006:26), sehingga demokrasi di tingkat lokal dapat lebih berkembang menuju ke arah yang lebih baik. Hal ini karena masyarakat dapat mengenali lebih dekat para calon pemimpinnya dan pemimpin yang dipilih adalah yang dianggap memiliki kesesuaian dengan preferensi kebutuhannya. Hanya saja pada tataran praktis, seringkali apa yang dipilih warga dalam pemilukada maupun pemilu legislatif justru kontradiktif. Hasil yang diperoleh melahirkan pimpinan daerah yang korup dan tidak berpihak pada kepentingan warga. Januari 2014 Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia merilis data bahwa ada sekitar 318 kepala daerah yang tersangkut korupsi. Pada Juli 2014 angka tersebut bertambah menjadi 330 kepala daerah yang terseret kasus korupsi. Jika hal ini di rata-ratakan dengan jumlah wilayah Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia, ternyata lebih dari separuhnya kepala daerah di Indonesia melakukan tindak korupsi (Kompas, 2 November 2014). Pemilukada sebagai instrumen penguatan desentralisasi dan otonomi daerah ternyata masih banyak menyimpan beragam masalah, baik pada tataran teknis pelaksanaan, perolehan hasil, maupun pasca pemilihan. Ragam problematika tersebut antara lain persaingan tidak sehat, kecurangan pada saat pemungutan dan rekapitulasi suara dari tingkat PPS dan PPK,
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
1
politik uang (money politics) jelang pelaksanaan pemilukada hingga rentannya potensi konflik yang terjadi pasca-penyelenggaraan pemilukada. Bahkan pada studi yang dilakukan Iberamsyah (2007) mencatat pula bahwa praktek pemilukada langsung selama ini telah membawa banyak resiko. Hal tersebut ditinjau dari beberapa parameter, seperti ; praktek politik uang (vote buying) masih marak bahkan ada kencederungan menaik; anggaran besar yang harus ditanggung negara ; ataupun resiko terjadinya konflik horizontal ditengah-tengah masyarakat. Ragam inovasi teknik pemilukada serta pemberlakuan aturan main dalam pelaksanaan pemilukada memang ditempuh oleh lembaga penyelenggara Pemilu. Hanya saja, kondisi ini semuanya tidak akan berarti apa-apa apabila masih belum terdapat kesepahaman dan kesadaran warga atas politik termasuk mengenai penyelenggaraan pemilu maupun pemilukada. Harapannya tentu adanya situasi dimana masyarakat sudah dianggap “melek” politik sehingga mereka benar-benar memikirkan tanggungjawabnya dalam
bernegara
termasuk mendukung berjalannya proses demokrasi secara benar salah satunya melalui keikutsertaannya dalam penentuan pimpinan pada daerahnya masing-masing. Tanggung jawab masyarakat inilah yang seharusnya menjadikan pemilu sebagai proses demokrasi yang melahirkan pimpinan yang berintegritas, bermoral serta betul-betul dapat memimpin rakyatnya kedepan dengan baik. KPU Daerah sebagai garda depan pelaksanaan pemilu pada level provinsi, kabupaten maupun kota tentunya menjadi kunci penting bagaimana pelaksanaan pemilukada bisa berjalan baik dan akuntabel. Kinerja KPU daerah yang minim staf penyelenggara tentunya membutuhkan supporting dari beragam kalangan seperti salah satunya dari Perguruan Tinggi. Hal ini mengingat upaya yang harus dibangun dan dilaksanakan KPU Daerah sangatlah kompleks, seperti beberapa diantaranya adalah mensosialisasikan aturan main pemilukada ke masyarakat umum sebagai pemilih, termasuk para peserta pemilukada; verifikasi pemilih dan peserta pemilukada; hingga penetapan hasil pemilukada.Tentunya peran yang bisa didukung oleh Perguruan Tinggi kepada KPU Daerah pada konteks ini adalah melaksanakan riset politik terkait efektifitas sosialisasi tentang aturan main pemilukada kepada masyarakat dan peserta pemilukada termasuk pola perilaku pemilih masyarakat yang bermuara pada strategi peningkatan partisipasi pemilih yang ada di wilayahnya. KPU Kabupaten Bangli termasuk salah satu lembaga yang akan melaksanakan perhelatan pemilukada
serentak 9 Desember 2015 nanti. KPU Kabupaten Bangli tentunya
merasa berkepentingan atas data-data mengenai efektifitas sosialisasi mengenai aturan main pemilu di kalangan masyarakat maupun peserta pemilu. Perolehan data ini menjadi pondasi Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
2
penting terutama dalam menyusun strategi sosialisasi guna peningkatan partisipasi pemilih dalam pemilukada. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana pada kapasitas ini akan menawarkan riset politik berupa pemetaan partisipasi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bangli. Pada riset ini akan didalami efektifitas sosialisasi penyelenggaraan pemilukada, dengan mengacu efektifitas kinerja KPU dalam sosialisasi pemilu legislatif tahun 2014 lalu; perilaku memilih warga termasuk kecenderungan kesukarelaan warga dalam menggunakan hak suaranya; sikap pemilih dan peserta pemilu atas berjalannya politik uang; hingga pemahaman masyarakat atas instrumen dan regulasi kepemiluan,
termasuk
kecenderungan kalangan pemilih pemula dalam memberikan suara pada pemilukada dan kemungkinan terjadinya fenomena golput. Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif. Penggunaan tataran metodologi ilmu politik secara kualitatif ini diharapkan akan bisa menghasilkan kesimpulan riset yang komprehensif. Marsh dan Stocker (2010:289) mencatat riset ilmu politik yang mendasarkan pada metode ini tujuannya adalah untuk menjawab aspek-aspek pertanyaan riset yang mendalam secara deskriptif, bahkan menambah kesahihan hasil yang diperoleh dari satu metode. Penelitian mengenai Pemetaan Partisipasi atas Penyelenggaraan Sosialisasi Kepemiluan, Partisipasi dan Perilaku Pemilih di Kabupaten Bangli ini akan didahului dengan pengajuan pertanyaan riset kualititatif yang sebelumnya sudah dibuat melalui daftar pertanyaan tertentu. Pertanyaan ini diajukan pada beberapa kelompok dan individu sasaran yang kesemuanya merupakan narasumber terpilih. Narasumber ini ditetapkan secara purposive sampling dan bisa bertambah sesuai dengan perkembangan isu yang ada di lapangan (teknik snowball). Harapannya, melalui penyebaran atas pertanyaan penelitian ini akan diperoleh gambaran pemahaman dan persepsi masyarakat Bangli terhadap penyelenggaraan pemilukada yang akan digelar dengan mengkombinasikan pengalaman pada pemilu legislatif dan presiden yang sudah berlangsung di tahun 2014. Perolehan atas data ini akan dicari pula pemetaan solusi yang nantinya bisa dikembangkan menjadi strategi KPU Bangli dalam rangka meningkatkan angka partisipasi pemilih dalam Pemilukada Bangli serentak pada 9 Desember 2015 nanti.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka penelitian ini akan berangkat permasalahan bagaimana persepsi masyarakat atas penyelenggaraan sosialisasi kepemiluan, partisipasi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bangli pada tahun 2015?
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
3
1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui persepsi masyarakat Bangli atas langkah sosialisasi yang dilaksanakan KPU Kabupaten Bangli pada pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun 2014 yang selanjutnya akan didapatkan rekomendasi atas langkah sosialisasi lanjutan dalam persiapan pemilukada serentak tahun 2015; 2. Melakukan pemetaan partisipasi perilaku pemilih terhadap politik uang, melek politik serta tanggungjawab bernegara dalam proses Pemilukada di Kabupaten Bangli; 3. Mengetahui faktor apakah yang paling berpengaruh dalam perilaku pemilih, politik uang serta pemahaman akan instrumen regulasi kepemiluan di Kabupaten Bangli.
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menemukan rekomendasi atas efektifitas sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Bangli terutama dalam menghadapi pemilukada 2015. Hasil penelitian sekaligus diharapkan pula dimanfaatkan oleh partai politik beserta para calon kepala daerah yang akan berkompetisi dalam perhelatan Pemilukada di Kabupaten Bangli terutama terkait dengan perilaku pemilih, politik uang serta pemahaman akan instrumen regulasi kepemiluan di Kabupaten Bangli.
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Studi perilaku memilih memiliki sejarah panjang. Sejarahnya berkaitan dengan keberhasilan gerakan demokrasi pada abad ke-19. Menyebarnya demokrasi juga berarti menyebarnya pemilu ke berbagai negara. Sejak itu pula hasil pemilu dapat dilihat dalam statistik resmi. 2.1. Kajian Awal Perilaku Pemilih Statistik resmi hasil pemilu ini menjadi dasar analisa studi pemilu pertama. Beberapa kajian di Jerman yang dianggap sebagai tonggak awal dari studi perilaku memilih, antara lain hasil studi Eugen Wuzburger (1907) yang meneliti secara mendalam alasan-alasan golput (Roth,2008:11). Ia menemukan bahwa penyebab utama golput yaitu pemegang hak suara yang berhalangan hadir pada saat hari pemilu. Selain itu, ada pula studi Alois Klockner (1913) yang berusaha melihat hubungan antara agama dan kepercayaan dengan para pemilih Partai Sosial Demokrat (SPD) di Jerman. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa pemeluk agama non-Katolik jauh lebih sering memilih SPD dibandingkan mereka yang beragama Katolik. Di luar Jerman, studi perilaku memilih juga berkembang. Beberapa ahli mencoba untuk memadukan studi ini dengan menggunakan pendekatan ilmu lain seperti ekonomi dan geografi. Contohnya adalah Andre Sigfried (1949) berusaha untuk mengaitkan antara perilaku pemilu dengan keadaan geografis di Prancis Barat. Menurutnya ada zona geografis yang berkaitan dengan zona politik. Misalnya dataran rendah dan pegunungan membentuk dua ekstrim yang berbeda baik secara geografis maupun politis. Di daerah pegunungan, masyarakatnya terpencar, lebih religius dan hanya sedikit terpengaruh perubahan sosial ekonomi. Karena itu mereka cenderung memilih parta-partai “kanan”. Sebaliknya, di dataran rendah, kepdatan penduduk lebih tinggi, jalur lalu lintas dan komunikasi lebih berkembang, perubahan sosial ekonomi lebih banyak terjadi, sehingga mereka cenderung memilih partaipartai “kiri”. Perkembangan studi ini terus terjadi karena adanya ketertarikan banyak ahli terhadap kajian ini. Di Amerika pada dekade 1920-an analisis statistik korelasi yang biasa digunakan sebagai alat dalam studi ekonomi mulai digunakan dalam studi perilaku memilih (Roth,2008:16). Stuart A Rice tercatat sebagai orang pertama yang menggunakan analisis korelasi dalam studi pemilu. Ia melakukan penelitian di 102 conties di negara bagian Illinois dengan memisahkan perhitungan suara laki-laki dan perempuan. Hasil dari studi ini adalah Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
5
pemilih perempuan lebih sering memilih kandidat dari partai Republik dibandingkan lakilaki, dimana selisih yang diamati hampir identis di semua daerah. Di Jerman, studi pemilu masih terus berkembang. Heberle disebut sebagai peneliti yang meneliti pemilu di Jerman dengan menggunakan analisis statistik yang disempurnakan pada masanya. Ia menemukan ada korelasi antara lapisan sosial dengan pilihan partai. Data yang diperolehnya menunjukan bahwa pemilih NADP kebanyakan berasal dari kelas menengah desa ataupun kota, sedangkan pemilih SPD dan KPD mayoritas berasal dari golongan buruh industri. Itulah masa awal munculnya studi pemilu dan beberapa ilmuan yang mengawalinya. Pada masa berikutnya, studi pemilu yang menggunakan data-data statistik resmi hasil pemilu itu dirasa tidak dapat digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai perilaku individu, maka muncul terobosan baru dalam studi pemilu yang mulai berkembang pesat pada tahun 1940an sampai 1950-an, yaitu jajak pendapat individu yang masih sering digunakan hingga sekarang. Beberapa studi mengenai perilaku memilih juga dilakukan banyak ilmuan politik di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh ada penelitian mengenai perilaku memilih pada pemilihan presiden langsung di Brazil tahun 1989. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa partai politik bukanlah prediktor yang baik untuk melihat kemenangan kandidat. Dalam pemilihan presiden langsung, faktor figur menjadi sangat sentral (Kinzo,1993:321). Pada dekade 1990an dilakukan sebuah penelitian di Jepang dan New Zeland mengenai perilaku memilih di dua negara yang pada saat itu sedang mengalami perubahan politik tersebut. hasil dari penelitian itu menyebutkan bahwa identifikasi partai politik dan lingkungan politik interpersonal saling mempengaruhi dan berkontribusi pada konsistensi pilihan para pemilih di dua negara itu (Ikeda,2005:521). Sementara perilaku memilih partai politik di Inggris dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor kepemimpinan parpol, perubahan ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap isu (Clarke,2004:315). Di Indonesia, tonggak awal studi perilaku memilih dilakukan oleh Cliford Gertz yang melihat pola orientasi sosio religius individu (Gaffar,1992:4). Studi politik aliran yang dikemukakan Geertz itu kemudian menjadi landasan penting bagi studi-studi perilaku memilih berikutnya di Indonesia seperti studi Afan Gaffar yang mengulas tentang perilaku memilih masyarakat pedalaman Jawa pada masa Orde Baru. Gaffar menggunakan hasil penelitian Geertz sebagai kerangka dalam penelitiannya. Hasil penelitian Gaffar menjelaskan perilaku memilih masyarakat Jawa. Berbeda dengan hasil studi perilaku memilih pada masa Orde Baru, studi-studi sejenis pasca Orde Baru yang dilakukan oleh Saiful Mujani dan Liddle memperlihatkan besarnya pengaruh Leadership dan identifikasi partai politik terhadap perilaku memilih masyarakat Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
6
Indonesia pada tahun 1999 dan 2004 (Liddle dan Mujani,2010:37). Tinjauan lain atas perilaku memilih di Indonesia pada pemilu 1999 menemukan bahwa faktor agama dan etnisitas
tidak
mempengaruhi
perilaku
memilih
di
Indonesia
(Ananta,2004:376).
Perkembangan berikutnya dari studi perilaku memilih di Indonesia cukup menggembirakan, beberapa hasil penelitian mengenai perilaku memilih di luar Jawa kian bermunculan terutama ketika fenomena pilkada atau pemilukada mulai hadir pada tahun 2005 di berbagai wilayah di Indonesia. Fenomena tersebut memang dapat digolongkan baru di Indonesia. Topik ini mendapat perhatian dari berbagai kalangan termasuk akademisi. Hasil dari perhatian para akademisi atau ilmuan politik terhadap fenomena itu adalah lahirnya beberapa studi yang terkait dengan pemilukada dan perilaku memilih di beberapa wilayah Indonesia. Misalnya, hasil penelitian Ambo Upe (2008:257) di Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Pada kesimpulan penelitiannya Upe menyebutkan bahwa perilaku memilih sangat berkaitan dengan stimulus dan pertimbangan subjektif dalam merespon faktor stimulus yang diperolehnya. 2.2. Prinsip Pilihan Rasional Studi lainnya adalah hasil penelitian Jhonsar L. Toruan (2006:155) mengenai perilaku politik pemilih di Sumatra Utara menyertakan faktor primordial, marga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pilihan politik masyarakat Sumatra Utara, namun di kesimpulannya disebutkan bahwa marga bukanlah faktor yang paling dominan dalam menentukan pilihan politik masyarakat. Penelitian yang juga terkait dengan tema pemilukada dan perilaku memilih adalah karya Yudistira Adnyana (2006:104) yang mengkaji perilaku memilih masyarakat Badung saat pilkada Badung tahun 2005. Penelitian Adnyana menyebutkan faktor kasta sebagai salah satu variabel bebas, namun hasil penelitian ini menyatakan bahwa masyarakat Badung memilih Anak Agung Gede Agung sebagai bupati bukan karena beliau berasal dari kasta ksatria, melainkan karena faktor kepemimpinan yang dimilikinya. Hasil penelitian lainnya yang dipublikasikan pada tahun 2008 mengenai pilkada langsung adalah hasil penelitian dari Lingkaran Survei Indonesia melalui kajian bulanan yang dikeluarkan
lembaga
tersebut.
Dalam
hasil
penelitian
yang
dipublikasikan
itu,
diperbandingkan dua pemilukada Provinsi, yaitu pemilihan Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Sumatra Utara pada tahun 2008. Hasil penelitian ini melihat bahwa dua wilayah itu tergolong unik jika dibandingkan dengan wilayah lain yang telah melakukan pemilukada yang pada umumnya mengedepankan figur dibandingkan partai. Pada dua provinsi tersebut terbukti bahwa mesin partai justru berhasil mengangkat figur yang tidak terlalu populer Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
7
hingga berhasil memenangkan pilkada di daerah itu. Di luar pemilukada, studi terbaru mengenai perilaku memilih juga dilakukan dalam konteks Masyarakat Adat Ternate saat pemilu 2009. Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa faktor sosiologis sangat mempengaruhi perilaku memilih di wilayah itu saat pemilu 2009 dilaksanakan (Agusmawanda, 2011:28). Selain studi perilaku memilih dalam pilkada di Indonesia, studi mengenai pemilu dan perilaku memilih di berbagai negara juga harus di lihat karena topik utama dalam penelitian ini adalah perilaku memilih. Perilaku memilih masyarakat di negara-negara yang sedang mengalami transisi menuju demokrasi tidak sepenuhnya dapat dianalisis dengan teori-teori yang dilahirkan di negara-negara maju. Ada kekhasan sosial masyarakat di negara yang sedang mengalami transisi yang harus diperhatikan dalam menganalisis perilaku pemilih di negara yang bersangkutan (Kaspin,1995:595). Penelitian tentang perilaku memilih di negara yang mengalami transisi dilakukan di Filipina, dan di salah satu negara di kawasan Afrika, yaitu Malawi. Dari hasil penelitian yang berbeda tersebut dapat ditarik satu kesimpulan yang memiliki kemiripan. Perilaku memilih di negara yang sedang mengalami transisi tidak dipengaruhi secara signifikan oleh isu kebijakan dan orientasi partai, melainkan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor isu yang berhubungan dengan kandidat dan juga ikatan-ikatan seperti etnis, daerah asal dan hubungan klientalisme dalam struktur sosial masyarakatnya. Dalam pemilihan kandidat perorangan di Filipina, seperti pemilihan presiden, faktor yang paling kuat mempengaruhi pilihan politik warganya adalah faktor kandidat. Faktor lain yang harus dilihat adalah etnis dari kandidat yang bersangkutan dan struktur patron klien yang masih kental dalam masyarakatnya. Masyarakat lebih suka memilih kandidat yang berasal dari etnis yang sama dengan mereka dan dapat berkomunikasi dengan bahasa etnis yang bersangkutan (Rood,1991:105). Sedangkan di Malawi ditemukan fakta bahwa masyarakat menentukan pilihan politiknya berdasarkan faktor etnis dan daerah asal mereka karena
masyarakat
mengidentifikasi diri mereka sesuai dengan kekuatan politik masa lalu yang mereka hadirkan kembali dalam perebutan kekuasaan melalui Pemilu (Kaspin,1995:617). Dengan begitu dapat dikatakan bahwa di negara-negara yang mengalami transisi menuju demokrasi ada faktorfaktor yang dominan mempengaruhi perilaku memilih dalam masyarakat, yaitu faktor ikatan sosial seperti etnis dan daerah asal, serta faktor kandidat. Melihat studi-studi yang telah ada mengenai perilaku memilih, melek huruf serta partisipasi berdemokrasi dalam negara baik dalam pilkada di beberapa daerah seperti Sumatra Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
8
Utara, Sulawesi, dan kabupaten Badung-Bali, serta Jawa Barat, maupun di beberapa negara lain, maka riset ini diharapkan dapat melengkapi studi tentang perilaku memilih dengan mengkaji partisipasi pemilih, melek huruf pada masyarakat di Kabupaten-Kabupaten di Bali. Sebelum membahas mengenai perilaku memilih, terlebih dahulu harus dipahami mengenai voting itu sendiri. Kegiatan voting pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kegiatan memilih yang biasa kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, seperti misalnya memilih barang (Evans, 2004:3). Tetapi ada satu hal yang harus dicatat dari pilihan tersebut, Ia tidak hanya berimbas pada individu, melainkan memiliki efek kolektif. Inilah menjadi pembeda dasar antara voting dan choice. Jika kita memilih barang di pasar untuk kita beli dan bawa pulang, lalu kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan, maka efeknya akan kita nikmati sendiri. Hal yang demikian tidak terjadi dalam voting. Di dalam teori perilaku memilih terdapat tiga pendekatan yaitu pendekatan sosiologis atau sosial struktural; pendekatan psikologis dan pendekatan pilihan rasional. Penjelasan mengenai masing-masing faktor tersebut akan dijabarkan berikut ini. Pendekatan sosiologis dalam perilaku memilih menyebutkan bahwa faktor yang paling mempengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu adalah karakteristik dan pengelompokan sosial. Perilaku pemilih seseorang berkenaan dengan kelompok sosial dari mana individu itu berasal (Roth, 2008:25). Hal itu berarti karakteristik sosial menentukan kecenderungan politik seseorang. Pengelompokan sosial yang dimaksud disini adalah usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan, kelas sosial ekonomi, kedaerahan, latar belakang keluarga, kegiatan-kegiatan dalam kelompok-kelompok formal dan informal. Kelompok-kelompok sosial ini dipandang berpengaruh besar dalam keputusan memilih karena kelompokkelompok tersebut berperan dalam pembentukan sikap, persepsi dan orientasi seseorang. Penerapan pendekatan sosiologis dalam perilaku memilih di Indonesia pernah dilakukan oleh Afan Gaffar. Hasil studinya menekankan karakteristik sosial, khususnya orientasi sosioreligius dalam melihat perilaku pemilih di pulau Jawa (Gaffar, 1992:120-121). 2.3. Perilaku Memilih dalam Pemilu Indonesia Penelitian lainnya mengenai perilaku memilih di Indonesia dilakukan dengan melihat pemilu 1999. Hasilnya menyebutkan bahwa ikatan sosial terutama faktor etnis penting untuk diperhatikan saat kita ingin mengamati perilaku memilih masyarakat Indonesia (King, 2003:149). Pentingnya ikatan sosial seperti etnis dalam mempengaruhi pilihan politik rakyat juga dikemukakan oleh Benny Subianto yang meneliti Pilkada di enam kabupaten di Kalimantan Barat. Faktor ini berpengaruh karena loyalitas masyarakat terhadap etnisnya masih tinggi, dan mereka memandang bahwa etnis yang sama berarti memiliki nilai budaya Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
9
yang sama, karenanya perilaku sosial politik dipandang sebagai cermin identitas (Erb dan Sulistiono, 2009:335). Pendekatan psikologis dalam teori perilaku memilih dipelopori oleh August Campbell dari Universitas Michigan Amerika Serikat. Pendekatan ini menekankan pada pentingnya identifikasi partai dalam mempengaruhi keputusan memilih masyarakat (Cambell,1966:133). Dengan adanya teori identifikasi partai ini seolah-olah perilaku memilih itu tetap. Pemilih dianggap akan selalu memilih kandidat atau partai yang sama tiap kali pemilu dilaksanakan. Makna lainnya bahwa pemilih memiliki pilihan yang menetap tanpa dipengaruhi oleh sosialisasi dan komunikasi politik. Kavanagh menjelaskan konsep identifikasi partai sebagai semacam kedekatan psikologis seseorang dengan satu partai tertentu. Ia menambahkan, konsep identifikasi partai ini mirip dengan loyalitas partai atau kesetiaan seorang pemilih terhadap partai tertentu (Kavagh,1983:88). Seiring bertambahnya usia, identifikasi partai menjadi bertambah stabil dan intensif. Identifikasi partai merupakan orientasi yang permanen dan tidak berubah dari pemilu ke pemilu. Identifikasi partai hanya dapat berubah jika seseorang mengalami perubahan pribadi yang besar atau situasi politik yang luar biasa (Roth,2008:38). Dari hasil penelitiannya itu, Campbell menemukan bahwa ada hubungan yang erat antara identifikasi partai dengan kehendak untuk memilih kandidat dari partai dimana sang individu mengidentifikasi dirinya. Misalnya kaum Demokrat yang memiliki identifikasi partai yang kuat cenderung memilih calon presiden AS yang diusung partai Demokrat. Demikian juga dengan kaum Republik. Mengenai orientasi isu dan kandidat, logika yang digunakan hampir mirip. Pada orientasi isu, semakin sang pemilih menganggap penting isu-isu tertentu, maka kemungkinan ia akan berpartisipasi dalam pemilu akan lebih besar. Apabila solusi yang diberikan oleh sebuah partai lebih mendekati cara pandang pemilih tersebut, semakin besar pula kemungkinan ia akan memilih partai yang bersangkutan. Dalam orientasi kandidat berlaku hal yang serupa. Semakin sering pemilih mengambil posisi terhadap kandidat-kandidat yang ada, semakin besar pula kemungkinan bahwa ia akan berpartisipasi dalam pemilu. Bila pandangan pemilih semakin dekat dengan kandidat dari partai tertentu, maka semakin besar pula kemungkinan ia akan memilih kandidat tersebut. Kesimpulan dari pendekatan psikologi ini adalah preferensi kandidat dan orientasi isu lebih tergantung pada perubahan dan fluktuasi dibandingkan identifikasi partai. Oleh karena itu, peneliti Michigan (Campbell dkk) sejak tahun 1960 memandang identifikasi partai sebagai ikatan partai psikologis dan stabil, yang tidak lagi dipengaruhi oleh faktor pengaruh jangka pendek. Oleh sebab itu, banyak peneliti berikutnya yang mengidentikan pendekatan Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
10
psikologis dengan identifikasi partai, padahal pada mulanya pendekatan psikologis memuat tiga faktor yaitu identifikasi partai, orientasi kandidat dan isu. Belakangan oleh beberapa penulis dan peneliti, orientasi isu dan kandidat dimasukan ke dalam pendekatan pilihan rasional. Terakhir adalah pendekatan pilihan rasional. Pendekatan pilihan rasional seperti yang telah disinggung di atas, menurut sekelompok ilmuan, pendekatan ini terutama berkaitan dengan dua orientasi utama yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat (Nursal,2004:64). Orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat tanpa mempedulikan label partai. Pendekatan rasional berorientasi kandidat bisa didasarkan pada kedudukan, informasi, prestasi, dan popularitas pribadi bersangkutan dalam berbagai bidang kehidupan. Bone dan Ranney mengatakan bahwa orientasi kandidat berarti orang memilih calon pemimpin bedasarkan kualitas instrumental dan kualitas simbolik dari calon yang bersangkutan. Kualitas instrumental adalah keyakinan pemilih terhadap kemampuan pribadi kandidat dalam mewujudkan kebaikan bagi masyarakat yang akan dipimpin. Sedangkan kualitas simbolik mengacu pada kepribadian kandidat yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin (Bone dan Ranney, 1981:9). Nursal menegaskan, kualitas figur sering kali menentukan keputusan pilihan dibanding isu karena orang lebih mudah terinformasi oleh fakta mengenai manusia dibandingkan fakta tentang isu. 2.4. Kriteria Pemilih Rasional Sementara sebagian lagi memandang bahwa dua orientasi tersebut dapat dimasukan kependekatan psikologis. Kelompok ini lebih setuju bahwa titik tekan dalam pendekatan pilihan
rasional
adalah
pada
pertimbangan
untung
rugi
dari
individu
pemilih
(Evans,2004:69). Terkait dengan itu, Evans menyebutkan adanya beberapa kriteria seorang pemilih untuk dapat dikatakan sebagai pemilih rasional. Setidaknya ada lima kriteria yang ia kemukakan, seperti di bawah ini: 1. Membuat keputusan jika disodorkan beberapa alternatif; 2. Mampu membuat urutan preferensi; 3. Urutan preferensi individu tidak selalu sama antara individu satu dengan yang lainnya; 4. Menjatuhkan pilihan pada sesuatu yang berada di urutan pertama preferensinya; 5. Ketika dihadapkan pada alternatif-alternatif yang sama atau seimbang sehingga ia tak mungkin membuat urutan preferensi, maka individu itu akan cenderung menjatuhkan pilihan pada alternatif yang pernah ia pilih sebelumnya. Berdasarkan paparan di atas, orientasi isu dan orientasi kandidat dapat dilihat sebagai bagian dari dua pendekatan berbeda dalam perilaku memilih. Jika pemilih memilih Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
11
berdasarkan orientasi isu atau kandidat berdasarkan informasi-informasi yang diperolehnya dan kemudian mempertimbangkan untung rugi dari pilihannya maka dalam hal ini orientasi isu dan kandidat dapat dimasukan ke dalam pendekatan pilihan rasional. Jadi perbedaan utama dari pemilih rasional dan yang bukan terletak pada informasi yang dikumpulkan oleh pemilih untuk kemudian dipergunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menetukan pilihan. Di akhir dari rangkaian itu, pemilih rasional biasanya mempertimbangkan untung rugi dari pilihannya itu. Pada kriteria tersebut, ada juga penulis yang mengatakan bahwa pemilih rasional itu sejatinya tidak pernah ada karena pemilih cenderung menerima informasi secara pasif dan lebih mudah mencerna informasi mengenai personal kandidat dibandingkan fakta mengenai isu tertentu (Shenkman,2008:43). Sehingga informasi yang dikumpulkan pemilih tidak ada yang sepenuhnya lengkap. Secara
singkat,
pendekatan-pendekatan dalam
teori perilaku
memilih dapat
digambarkan dengan bagan berikut ini:
Partisipasi Pemilih Dalam Pemilukada D
Sosialisasi Penyelenggara Pemilu
Perilaku Memilih dan Politik Uang
Pemahaman Aturan Main penyelenggara Pemilu
Partisipasi Pemilih Pemula
Gambar 1. Pendekatan-Pendekatan Teori Partisipasi Perilaku Memilih
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian Dalam memutuskan bagaimana meneliti sebuah fenomena, seorang ilmuwan politik sebagaimana ilmuwan sosial yang lain dihadapkan dengan sejumlah besar strategi dan metode riset.
Dalam ilmu politik, tidak ada metode yang lebih unggul dan lebih baik
dibanding metode lain, karena metode-metode tersebut memiliki karakteristik tertentu dan keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, permasalahannya bukan pada memilih metode yang terbaik, namun pada pemilihan metode yang paling tepat dan sesuai dengan jenis dan sifat penelitian yang dilakukan. Ada beberapa metode yang sering dipergunakan dalam ilmu politik. metode-metode tersebut antara lain metode kualitatif, metode kuantitatif, serta metode komparatif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, karena sebagaimana dikemukakan oleh Atmaja (2005), metode penelitian yang paling tepat untuk penelitian yang menekankan pada aspek pemahaman adalah metode penelitian kualitatif. Selain itu, metode penelitian kualitatif dirasakan paling tepat untuk mengumpulkan data mengenai permasalahan yang diangkat pada fenomena sosial politik. Kekuatan metode kualitatif terletak pada pemilihan narasumber yang didasarkan pada kemampuannya dalam menjelaskan permasalahan yang ada. Selain itu, metode kualitatif memungkinkan peneliti untuk menggali lebih dalam mengenai permasalahan yang diangkat (Harrison, 2009:104). Dalam
penelitian ini,
akan dianalisa
mengenai persepsi masyarakat atas
penyelenggaraan sosialisasi kepemiluan, partisipasi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bangli pada tahun 2015. Penelitian ini juga akan memanfaatkan sumber tertulis yang berasal dari dokumen, majalah, surat kabar, maupun jurnal, sedangkan sumber lisan didapatkan dari hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, perbekel, kelian desa adat dan desa dinas, partai politik, anggota dewan, CSO, serta warga masyarakat Bangli yang sempat menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pemilu, seperti PPS, PPK dan sebagainya. 3.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini akan mengambil lokasi di Kabupaten Bangli. Kabupaten ini akan menyelenggarakan perhelatan pemilukada serentak pada tanggal 9 Desember 2015 mendatang. Objek pengamatan yang menjadi fokus kajian dalam riset ini adalah persepsi
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
13
masyarakat atas penyelenggaraan sosialisasi kepemiluan, partisipasi dan perilaku pemilih di Kabupaten Bangli pada tahun 2015. 3.3. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang lengkap dan komprehensif, pengumpulan data untuk maka riset studi kasus ini dilakukan dengan beberapa cara yaitu : wawancara mendalam (depth interview), dan studi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan tema penelitian yaitu seputar kegiatan di lapangan. Wawancara dilakukan terhadap informan kunci (key informan) yang dianggap mengerti dan memahami berbagai isu dan masalah yang menjadi fokus perhatian dari penelitian ini, seperti tokoh masyarakat, perbekel, kelian desa adat dan desa dinas, partai politik, anggota dewan, CSO, serta warga masyarakat Bangli yang sempat menjalankan fungsinya sebagai penyelenggara pemilu. Narasumber
diperoleh dengan metode purposive sampling yaitu mewawancarai
tokoh yang dianggap kompeten dengan permasalahan. Selanjutnya untuk melengkapi data yang ada ditemui pula narasumber lain yang diperoleh dengan metode snow ball yang diberikan oleh narasumber utama (narasumber kunci). Pada kalangan ini, akan diberikan pertanyaan yang telah dibuat peneliti dengan kajian persepsi terhadap penyelenggaraan sosialisasi kepemiluan oleh KPUD, perilaku memilih terkait dengan praktek politik uang, melek politik dan partisipasi dalam memilih khususnya yang diarahkan pada persiapan pemilukada di Bangli. 3.4. Analisis Data Data-data yang telah dikumpulkan baik data primer maupun sekunder yang diperoleh dari hasil wawancara, studi dokumen maupun observasi, kemudian disusun secara sistematis sesuai dengan kategori atau tema-tema tertentu setelah dilakukan reduksi padanya. Hasil reduksi tersebut kemudian didisplay sesuai dengan kategori atau tema tertentu agar mudah difahami, sehingga akhirnya dapat diambil pemahaman-pemahaman darinya sebagai bahan untuk membuat kesimpulan. Proses pengumpulan data, reduksi, display data dan penarikan kesimpulan bukanlah sesuatu yang berlangsung linear melainkan sebuah siklus interaktif atau bersifat timbal balik yang tidak terpisahkan, sebagaimana diagram berikut :
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
14
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Display Data
Penggambaran/Kesimpulan
Proses analisis data sampai dengan pengambilan kesimpulan dilakukan melalui tahapan sebagai berikut : a. deskripsi, yaitu merentang karakteristik baik persamaan maupun perbedaan dari masing-masing data dalam kategori tertentu. b. formulasi, yaitu menemukan tendensi-tendensi atau pola-pola hubungan antar elemen atau variabel dari tiap kategori. c. interpretasi, yaitu analisis mengenai mengapa dan bagaimana karakteristik atau tendensi-tendensi tersebut dapat terjadi, yang dalam hal ini akan dibantu dengan penggunaan teori-teori yang relevan.
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
15
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Partisipasi politik adalah salah satu mekanisme pembagian kekuasaan secara vertikal antara negara dengan warganya. Namun bukan dalam arti pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang menjalankan kekuasaan, partisipasi politik disini merujuk kepada aktifitas politik warga negara dengan tujuan mengawasi dan mengontrol para penguasanya. Oleh karena itu, partisipasi politik sangat dibutuhkan karena merupakan penanda ada tidaknya legitimasi kekuasaan negara. Perkembangan partisipasi politik di Indonesia sangat berbeda dari periode ke periode. Di masa pemerintahan kolonial Belanda, partisipasi politik mengambil berbagai bentuk organisasi masa, baik serikat buruh, organisasi berbasis agama, etnisitas, kelas sosial, ideologi, maupun profesi. Ketertutupan negara kolonial terhadap partisipasi politik membuat gerak organisasi-organisasi tersebut terbatas dan mereka yang berupaya mengkritik pemerintah dipenjarakan. Namun dalam periode kepartaian selama sepuluh tahun pasca kemerdekaan, partisipasi politik mewujud penuh, kedalam partiapasi terbuka, seperti partai politik berperan dominan, kompetisi politik terbuka, masyarakat sangat leluasa berorganisasi, dan dapat menggunakan prasarana sosial seperti media secara bebas. Namun, pada dua dekade kemerdekaan, partisipasi politik dibatasi. Kekuasaan terpusat pada presiden sehingga menyempitkan area partisipasi politik warga dari pembuatan dan pelaksanaan kebijakan negara. Orde Baru menjalankan mekanisme politik reperesif dan otoriter. Mulai dari pengerdilan partai politik hingga mencabut landasan organisasi terhadap bentuk-bentuk partisipasi politik warga. Politik masa mengambang menjadi dasar mekanisme partisipasi politik warga. Mekanisme ini mencerabut individu dari kelompok yang mewarnai diri dengan berbagai nilai dan pandangan hidup. Agama, etnisistas, ataupun kelas sosial dilarang dipakai sebagai basis partiaipasi politik. Dalam periode pemerintahannya rejim ini hanya membolehkan basis profesi sebagai pilihan politik warga. Namun di era demokrasi sekarang ternyata pengalaman partisipasi politik dipandang dari kesejarahan diatas perlahan mulai ditinggalkan. Partisipasi politik sekarang telah mewujud kedalam beberapa faktor yang menjadi penanda meningkatnya partisipasi warga dalam pemilihan umum.
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
16
Salah satu yang menjadi penanda tersebut adalah seberapa besar kesiapan dan kemampuan para penyelenggara pemilihan umum (KPU) mempersiapkan pelaksanaan suatu pemilihan umum dapat meningkatkan partisipasi politik warga negara. Bukan rahasia umum lagi bahwa selama ini anggapan minimnya kemampuan pihak-pihak penyelenggara pemilu menjadi penghalang terbesar bagi terciptanya pemilu dan pemilukada yang berkualitas. Secara nasional menunjukkan bahwa pelaksanaan pemilu dan pemilukada selama ini terkesan dijalankan secara acak-acakan, penuh dengan mobilisasi, politik uang, keruh dengan intimidasi dan konflik kepentingan. Selain itu, KPU yang sejatinya mampu menjaga independensi, tegas menjalankan aturan main, malah ikut menjadi bagian dari persoalan tersebut. Sejumlah persoalan tersebut ternyata tidak sepenuhnya terjadi di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali. Pelaksanaan pemilihan umum tahun 2014 oleh pihak KPU Kabupaten Bangli relatif telah berjalan dengan baik. KPU Kabupaten Bangli telah melakukan tugas dan kewajibannya sebagai penyelenggara sesuai amanat dalam undang-undang, namun ada pula fakta yang tidak terbantahkan adanya pendapat lain, semuanya akan menjadi kajian dalam penelitian ini sebagaimana dijelaskan kedalam beberapa kategori berikut ini. 4.1. Sosialisasi Penyelenggaraan Pemilu. Secara umum, kinerja KPU Kabupaten Bangli terkait sosialisasi yang dilakukan selama pemilu tahun 2014 sudah berjalan dengan cukup baik. Salah seorang informan menganggap bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh pihak penyelenggara menjelang pemilihan umum berupa pemasangan baliho, spanduk, stiker dan lain-lain, adanya bimbingan teknis (bimtek) ke petugas-petugas lapangan atau panitia pemilu dan pemilukada. Usaha KPU Kabupaten Bangli melakukan bimtek sebagai langkah awal untuk meningkatkan pengetahuan yang lebih baik kepada pelaksana dibawah supaya mempermudah pelaksanaan pemilu atau pemilukada. Bimtek ini diberikan selama kurang lebih dua minggu baru kemudian hasil bimtek ini disosialisasikan kepada pihak lain. Demikian pula sosialisasi di tingkat pedesaan, lembaga ini telah melakukan semacam pelatihan-pelatihan ke petugas-petugas lapangan desa (PPS dan PPK). Langkah ini dinilainya sebagai koordinasi awal antara penyelenggara dan pemilih sebelum atau menjelang pemilu dilaksanakan (Wawancara Senin 1 Juli 2015. Wayan Rajen petugas PSS dan Kepala Banjar Desa Pengodan Kabupaten Bangli). Fakta lain yang menyatakan sosialisasi cukup bagus dan sudah jelas di mata pemilih ditandai dengan metode penyampaian, sebagaimana penilaian yang berasal dari kalangan orang tua (bapak ataupun ibu), mereka dipanggil oleh KPU Kabupaten Bangli ke desa untuk Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
17
ikut praktek memilih seperti, mencoblos, melipat dan memasukan kartu suara. KPU Kabupaten Bangli mendatangi mereka ketika mereka sedang melakukan arisan. Demikian pula di kalangan bapak-bapak, mereka menerima metode penyampaian sosialisasi lewat rapat adat (paruman) di balai banjar. Paruman ini diadakan sebanyak dua kali, yaitu penyiaran hakikat pemilu dan bentuk pencoblosan, sehingga masyarakat bisa langsung mengetahui baik di tingkat kecamatan hingga sampai ke dusun (Wawancara, Selasa 12 Juli 2015. Wayan Sujana, Warga Desa Penatahan Kecamatan Susut). Namun ada pula fakta yang berasal di Kecamatan Kintamani. Di daerah ini sosialisasi yang disampaikan tidak seluruhnya dapat dilakukan secara langsung oleh aparat KPU Kabupaten Bangli, akan tetapi diteruskan kepada masyarakat melalui aparat desa, seperti desa pakraman dan banjar dinas. Aparat inilah yang memberikan penjelasan tentang bagaimana pelaksanaan pemilihan umum tersebut, baik pemilihan umum kepala daerah maupun pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden di tahun 2014. Sosialisasi yang dilakukan aparat desa setelah mendapatkan pengarahan dari KPU itu meliputi tentang tata cara pemilihan, partai yang ikut dalam pemilu serta calon presiden yang akan berkompetisi di pemilu (Wawancara Rabu 8 Juli 2015, I Nyoman Karang, Nyoman Bilawan, Dewa Gde Adiputra, Ketut Rimpin, Warga Kintamani). Pengakuan lain yang menguatkan pernyataan diatas, bahwa KPU Kabupaten Bangli telah melakukan sosialisasi terkait dengan pelaksanaan pemilu yang sesuai dengan jadwal. Pernyataan tersebut berasal dari salah seorang kepala dusun yang juga PPS dan PPK. Dia menyatakan bahwa sebelum mereka memperbaiki data, KPU Kabupaten Bangli telah mengirimkan data valid sementara kepada mereka baru kemudian mereka melakukan pengecekan. Pengiriman data satu bulan sebelum pengesahan data valid disahkan, cara seperti ini mereka anggap sebagai cara KPU Kabupaten Bangli memberikan waktu kepada mereka leluasa untuk memperbaiki data. Demikian pula dengan sosialisasi tahapan pemilu. Menurutnya peran KPU Kabupaten Bangli dalam sosialisasi tahapan pemilukada (tahapan pemilu, pendaftaran calon, penetapan calon, kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara, rekapitulasi penetapan calon terpilih, penyelesaian sengketa, pengusulan pengangkatan calon) sudah berjalan baik. Di antara sekian tahapan diatas, tahapan penetapan dan kampanye menjadi pusat perhatian dan evaluasi masyarakat. Dua tahapan ini menurut sebagian besar narasumber penelitian, KPU Kabupaten Bangli telah melakukan upaya sosialisasi dengan maksimal, karena selama proses pelaksanaan kedua tahapan itu di masyarakat tidak merasakan
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
18
terjadinya kericuhan atau kekacauan (Wawancara Sabtu, 11 Juli 2015, I Wayan Rajen Kepala Banjar Padpahan Desa pengodan, Kecamatan Bangli). Namun ada pula pemilih yang memiliki pendapat lain terhadap sosialisasi yang dilaksanakan oleh pihak KPU Kabupaten Bangli. Mereka menilai KPU Kabupaten Bangli belum sepenuhnya melakukan sosialisasi karena lembaga tersebut belum melakukan sosialisasi sampai ke tingkat dusun terutama persiapan dalam rangka pemilihan kepala daerah mendatang. Sosialisasi hanya sebatas pemasangan spanduk dan baliho, tentang pemilukada serentak. Bahkan terdapat pengakuan lain dari narasumber penelitian yang menyatakan bahwa sosialisasi justru banyak dijalankan sendiri oleh para calon. Pernyataan ini didasari pengalaman beberapa warga selama pelaksanaan pemilu legislatif 2014. Mereka melihat bahwa para calon mendatangi mereka saat selesai persembahyangan di Pura. Pemahaman kami sosialisasi dari para calon dilakukan saat usai persembahyangan di Pura. Memang yang datang adalah para bapak-bapak. Kalangan istri perbekel hanya diundang satu kali ke kantor bupati. Pada kegiatan tersebut kami diberikan sosialisasi cara untuk memilih yang benar (Wawancara, Senin 20 Juli 2015, Ni Wayan Suniasih, warga desa Tembuku Kecamatan Tembuku). Pendapat narasumber lain yang kontradiktif dengan pernyataan diatas, justru berasal dari pedagang yang berjualan di Pasar Umum Daerah Kabupaten Bangli. Menurut dia, sosialisasi yang dilakukan oleh KPU tidak pernah sampai ke mereka. Dirinya lebih mengerti dan memahami sosialisasi berasal dari televisi dari pada pemasangan spanduk dan baliho. Tidak ada upaya KPU Kabupaten Bangli yang masuk ke pedagang-pedagang pasar. Mereka justru mendapatkan informasi pelaksanaan pemilu berasal dari pecalang yang datang ke pasar dan membagi-bagikan uang. Pecalang mendatangi mereka memberi tahu informasi mengenai pelaksanaan pemilu sambil membagi-bagikan uang atau stiker dari calon-calon tertentu (Wawancara Senin 11 Juli 2015. Samroni, pedagang pasar Kabupaten Bangli). Pernyataan yang sama sebagaimana dikatakan oleh seorang penyandang disabilitas Kabupaten Bangli. Baginya justru mendapatkan sosialisasi dari media televisi dan radio. Menurutnya penyelenggara tidak berpihak kepada penyandang disabilitas dalam pemungutan suara seperti kertas suara dengan huruf braile, atau bilik suara khusus. Pada saat pemilihan dirinya lebih memilih diantar anaknya termasuk dicobloskan dan ikut masuk ke bilik suara, (Wawancara Senin 11Juli 2015. Wayan Suhartika, penyandang disabilitas Desa Temuku). Variabel lain yang menjadi pusat perhatian masyarakat dalam sosialisasi terkait dengan model penyampaian sosialisasi yang paling efektif kepada masyarakat. Sebagian Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
19
besar pemilih menyampaikan pendapatnya bahwa media penyampaian sosialisasi pemilu yang paling mereka sukai adalah melalui spanduk, baliho, atau stiker. Alasannya karena media spanduk, baliho dan lain-lain yang dipasang di tempattempat strategis lebih muda dipahami dan lebih lama dibandingkan dengan penyampaian melalui televisi. Model penyampaian seperti itu menurut mereka mudah mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh KPU Kabupaten Bangli dalam sosialisasi pemilihan umum (Wawancara Senin 11 Juli 2015. I Wayan Rata Warga Desa Demulih Kecamatan Susut). Namun ada pula yang paling dikehendaki oleh warga yaitu model penyampaian lewat hiburan tradisional misalnya bondres dan gerak jalan sehat dimana didalamnya ada unsur hiburan dan door prize atau undian sehingga gebyarnya terasa di masyarakat. Langkah ini bisa melibatkan massa dengan cukup besar sehingga target sosialisasi bisa sampai, (Wawancara, Sabtu 11 Juli 2005, Nengah Pasti dan Nengah Dharma warga kecamatan Bangli). Pilihan lain dalam model penyampaian sosialisasi agar tepat sasaran adalah dengan mengadakan sosialisasi lewat panggung hiburan dengan menampilkan wayang. Alasannya, wayang lebih menarik perhatian banyak orang karena sebagian besar warga merupakan masyarakat petani yang berusia tua dan minim pendidikan, sehingga sosialisasi melalui media tontonan wayang ini dianggap efektif (Wawancara Selasa 12 Juli 2015. Putu Windu Eka Suryantini dan Sang Kompyang Mangku, warga Desa Taman Kecamatan Bangli). Dari segi sosialisasi atau penyampaian informasi saat perhelatan pemilu legislatif tahun 2014 lalu dianggap sebagian besar narasumber penelitian ini tidak begitu banyak persoalan. Hanya saja dari segi teknis pelaksanaan justru tidak pernah sepi dari persoalan, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut : 4.1.1. Data Pemilih Persoalan klasik yang selalu dihadapi penyelenggara pemilu dalam setiap kali pelaksanaan pemilu adalah persoalan data pemilih tetap atau DPT. Persoalannya KPU Kabupaten Bangli tidak mampu menyiapkan data pemilih yang akurat. Data pemilih justru menjadi persoalan yang tidak dapat diselesaikan dari ke pemilu ke pemilu. Sejumlah persoalan tersebut misalnya, munculnya peserta pemilu ganda (misalnya pemilih dengan alamat dan tanggal lahir sama, tetapi mempunyai dua sampai lima nomor induk (NIK) juga adanya pemilih yang diduga fiktif. Persoalan ini selalu menjadi sumber persoalan yang seringkali dipersoalkan oleh peserta pemilu (Parpol) karena dianggap sebagai pintu masuk pihak tertentu untuk melakukan Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
20
kejahatan dalam pemilu. Kekhawatiran seperti ini seringkali muncul dari penyelenggara di daerah karena daerah dianggap tidak mampu bekerja sesuai prosedur penetapan daftar pemilih di daerahnya masing-masing. Beberapa problem tersebut diantaranya fasilitas tahapan penentuan DPT yang tidak tepat waktu. Ketidaktepatan waktu bisa terjadi karena anggaran yang terlambat, juga bisa pula faktor alam. Jika itu terjadi, maka kemungkinan besar data-data tidak bisa terkirim. Fakta tersebut ternyata dihadapi pula oleh KPU Kabupaten Bangli. Menurut beberapa narasumber penelitian, masih ada sejumlah persoalan terkait data pemilih. Persoalannya pada pemutakhiran data pemilih seperti persoalan nama, daftar nama ganda daftar pemilih meninggal, masih mewarnai usaha KPU Kabupaten Bangli mengatasi persoalan data pemilih. Bahkan masih terkait persoalan data pemilih bagi orang yang sudah meninggal menurut pengakuan salah seorang perbekel merupakan persoalan yang sulit diatasi, karena selalu muncul dalam data based KPU Kabupaten Bangli dan Dinas Catatan Sipil dan Kependudukan walaupun sudah beberapa kali dilakukan pemutakhiran data. Kendala pemutakhiran data pemilih datang dari daftar pemilih yang sudah meninggal selalu muncul kembali dalam data KPU dan catatan sipil, padahal kami sudah melakukan validasi data (Wawancara dengan Perbekel Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, Senin 20 Juli 2015). Hal tersebut dikuatkan dengan pengakuan sumber lain, yang mengatakan persoalan data pemilih untuk orang meninggal selalu tidak tuntas, bahkan orang yang sudah pindah pun menjadi bagian dari persoalan ini. Bahkan orang yang sudah pindah domisili pun, ternyata tetap muncul kembali pada saat pengesahan daftar pemilih tetap. Berikut dibawah ini adalah contoh gambar pemutakhiran data pemilih yang diperlihatkan oleh Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) kepada peneliti. Gambar diambil pada waktu peneliti melakukan wawancara di rumahnya.
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
21
Gambar 2. Contoh Kartu Pemutakhiran Data Pemilih
Sementara itu, terdapat pula form A3-KWK.KPU yang sering dikeluhkan oleh petugas-petugas diatas terkait data pemilih yang meninggal maupun yang pindah domisili. Hal ini seperti yang tampak pada foto di bawah ini.
Gambar 3. Gambar coretan daftar pemilih yang sudah tidak terdaftar dalam pemutakhiran data pemilih. Memang diakui bahwa persoalan Daftar Pemilih Tetap (DPT) masih tidak sinkron. Seringkali kami sudah mencoret data penduduk yang pindah atau meninggal ternyata masih muncul kembali. Kami tidak tahu bagaimana proses yang berjalan
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
22
sehingga data seperti ini (Wawancara dengan Ketua KPPS Dusun Antugan, Desa Jehem Kecamatan Tembuku, senin 20 Juli 2015). Bahkan ada salah satu petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dibuat kesal dengan persoalan pemutahiran data pemilih. Mereka seolah tidak dihargai hasil kerja selama mereka melakukan pendataan di lapangan. Jika hal ini tidak diantisipasi dengan baik, menurut narasumber ini berpotensi pada munculnya kecurangan. Mengenai pemutakhiran data pemilih diakui sudah ada PPS dan PPDS. Kendalanya kami seringkali dibuat kesal. Kami yang ada di desa sudah pontang-panting mendata penduduk satu per satu termasuk yang meninggal atau pindah tempat. Namun saat data disetor, nama-nama yang sudah meninggal atau dicoret ternyata ditampilkan kembali. Kami menjadi kesan seolah tidak ada penghargaan kerja kerasa kami di lapangan. Seolah kami para kelian tidak ada kerjaannya. Padahal kami mendata satu persatu. Ini apabila tidak diantisipasi maka akan berpotensi adanya kecurangan, (Wawancara, Selasa 12 Juli 2014. Sang Kompyang Mangku, Guru Warga Desa Taman Kecamatan Bangli). Namun ada pula narasumber penelitian yang mengapresiasi kinerja KPU Kabupaten Bangli dalam hal pemutakhiran data pemilih. Menurutnya KPU Kabupaten Bangli menetapkan data pemilih sudah dilakukan sesuai dengan prosedur pemutakhiran, karena sebelum data valid diumumkan terlebih dahulu telah ada beberapa petugas yang berusaha melakukan pemutakhiran data dengan masuk ke rumah-rumah. Pada pendataan pemutakhiran data pemilih memang sekarang sudah ada PPDP yang diangkat dari PPS atau PPK. PPDP ini selanjutnya mengadakan pendataan dan kemudian memasang sticker pada setiap rumah yang sudah di data. Data inilah yang kemudian di-update menjadi data pemilih yang mutakhir, (Wawancara, Senin 11 Juli 2015, Nengah Pasti dan Nengah Dharma warga Kecamatan Bangli). Pemutakhiran data pemilih sudah bisa terjamin karena ada peran dari PPDP yang datang dari PPS. PPDP ini yang akan melakukan cross check data pemilih langsung ke rumah-rumah warga termasuk para kelian (Wawancara Selasa 12 Juli 2015, Anak Agung Ketut Anggradiguna Perbekel Desa Susut Kecamatan Susut). Ketidakberesan DPT menjadi tanggungjawab penyelenggara pemilu menyelesaikan masalah tersebut. Keterbukaan KPU untuk terus memperbaiki DPT, termasuk membuka DPT adalah bentuk keinginan KPU melibatkan partisipasi publik. Munculnya masalah DPT bisa jadi disebabkan oleh KPU sendiri karena ada pandangan praktis penyelenggara untuk
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
23
memasukan semua data pemilih wilayah terkait, karena mereka berpikir yang terpenting memasukan semua daftar pemilih dulu baru dilakukan verifikasi. Hanya saja persoalan muncul justru dari Panitia Pendaftar Pemilih (pantarlih) terutama yang terjadi di sejumlah daerah yang tidak bekerja maksimal. Tidak sedikit pula KPU Kabupaten maupun Kota yang hanya sekedar mencocokan data diatas kertas, padahal, daftar pemilih seharusnya merupakan data sesungguhnya yang merupakan hasil pemutakhiran riil di masyarakat.
4.1.2. Pendistribusian Logistik Menjelang
pemilu
dilaksanakan
seringkali
publik
mengkhawatirkan
ketidakmampuan penyelenggara mempersiapkan kelengkapan pemilihan umum berupa pendistribusian alat-alat logistik menjelang pemilu. Publik lebih sering pesimis dengan kemampuan KPU dapat mendistribusikan logistik pemilu yang sesuai jadwal karena terkait dengan beberapa kendala alam yang sering dihadapi penyelenggara yang mengakibatkan tertundanya pelaksanaan pemilu. Permasalahan lain menyangkut pendistribusian surat suara. Pengalaman pemilu 2014 persiapan pengadaan logistik khususnya surat, biasanya KPU melakukan tender pengadaan logistik Pemilu 2014 yang dilakukan secara terdesentralisasi ke KPU Kabupaten dan Provinsi. Desentralisasi tender pengadaan logistik dilakukan untuk meminimalisasi penyimpangan dan memudahkan pengontrolan, efisiensi, dan efektifitas. Namun kenyataannya sering terjadi persoalan distribusi yang menyebabkan surat suara tertukar. Pihak KPU sendiri mencatat sedikitnya 770 TPS yang tersebar di 107 kabupaten/kota di 30 provinsi harus menggelar pemungutan suara ulang karena surat suara pada pemilihan anggota legislatif tertukar. Sebagian dari 770 TPS itu telah menggelar pemilu ulang (Kompas.com, 15/4/14). Ternyata berdasarkan keterangan para narasumber penelitian, kondisi ini tidak terjadi di Kabupaten Bangli. Pendapat pemilih terkait pendistribusin alat-alat logistik pemilu seperti kotak suara, kertas suara, kertas dan tinta selama pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden tahun 2014 dianggap sudah tidak ada masalah. Jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya pendistribusian logistik pemilu 2014 sudah ada kemajuan. Pendistribusian logistik dibandingkan dengan pemilu tahun 2009 pemilu tahun 2014 sudah ada kemajuan (wawancara, Senin 27 Juli 2015 Nyoman Basma, Komang Charles, Madya Yani, Nyoman Gede, anggota DPRD Kabupaten Bangli).
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
24
Pendapat tersebut dibuktikan dengan pendistribusian logistik pemilu di tingkat desa yang dianggap sudah berjalan baik. Kalau di daerah saya belum pernah terjadi apaapa, terkait kinerja KPU Kabupaten Bangli dalam pendistribusian logistik. KPU Kabupaten Bangli sudah melaksanakanan tugasnya dengan baik (Wawancara Senin 11Juli 2015 I Wayan Rata Warga Desa Demulih Kec. Susut, Bangli). Demikian pula yang terjadi di Desa Jehem pendistribusian logistik, semua berjalan aman dan tidak ada lagi hambatan (Wawancara senin 20 Juli 2015. Made Rencana Perbekel Desa Jehem Kecamatan Tembuku). Kinerja KPU dalam distribus logistik pemilu 2014 sudah sangat baik dan berjalan lancar. Menurut salah seorang informan karena KPU Kabupaten Bangli sudah dipersiapkan alat-alat logistik pemilu sehari sebelum pencoblosan (H-1). Selain itu KPU sudah mempersipkan tenaga-tenaga yang cukup kompoten dibidangnya, (Wawancara Wayan Suniasih, Senin 20 Juli 2014). Terkait distribusi logistik pemilu yang cukup baik ini, diakui pula seorang narasumber penelitian. Persiapan KPU Kabupaten Bangli mengenai pendistribusian logistik pemilu cukup matang. Hal ini dinilai dari peran KPU Kabupaten Bangli untuk mengecek dengan membuka terlebih dahulu dan dilakukan cross check oleh masingmasing petugas PPS, dan kalau selesai digembok kembali dan didrop di masing-masing desa. Hal ini tujuannya adalah untuk mengecek agar tidak terjadi kerusakan atau kekurangan logistik yang bisa menghambat proses pemilihan (Wawancara, Senin 11 juli 2015. Nengah Dharma Warga Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli). 4.2. Perilaku Memilih dan Politik Uang Antara perilaku memilih dan tingkat partisipasi memilih seseorang dalam pemilihan umum memiliki hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, salah satu indikator dari tingginya perilaku memilih warga dapat diukur dari tingginya tingkat partisipasi politik pada saat pemilihan umum diselenggarakan. Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku memilih warga pertama, sikap penyelenggara pemilu yang bersih dan profesional. Kedua, sikap para peserta pemilu yang bisa menampilkan wajah pemilu yang lebih ramah jauh dari konflik kepentingan. Ketiga kemasan kampanye politik untuk menarik minat pemilih. Ketiga faktor tersebut diharapkan dapat menciptakan iklim demokrasi yang kondusif, sehat dan dinamis. Sikap penyelenggara pemilu yang bersih dan profesional dapat diukur dari seberapa besar usaha penyelenggara pemilu membuka akses ke masyarakat, seperti Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
25
efektifitas pelaksanaan sosialisasi penyelenggaraan pemilu. Sementara bagi peserta pemilu (partai politik dan calon) seberapa besar tingkat kepercayaan dan elektabilitas mereka dihadapan masyarakat. Kampanye politik dapat mendorong sikap dan perilaku politik warga karena kampanye dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan yang dilakukan organisasi politik atau calon yang bersaing untuk meraih dukungan massa dalam pemungutan suara. Pada umumnya, penyampaian pesan politik dalam kampanye menjadi perhatian warga. Selain itu pilihan kampanye yang menggunakan media rapat akbar, penyebaran brosur, pemasangan spanduk, hingga memanfaatkan jasa internet, jejaring media sosial, dan bertatap muka langsung dengan publik untuk menyampaikan gagasan masih dianggap menjadi daya tarik bagi pemilih untuk menentukan pilihan. Artinya, efektifitas pilihan kampanye dengan masyarakat turut memberikan kontribusi besar bagi perilaku memilih warga. Pada saat kampanye digelar, biasanya warga juga menentukan pilihan politiknya, karena pada forum ini warga dapat langsung melihat harapan maupun janji-janji dari masing-masing calon. Kampanye memang sejak dari dulu menarik perhatian dalam pemilu. Hal ini mengingat kampanye masih dipandang bermanfaat dari beberapa aspek. Pertama, dalam terminologi komunikasi tatap muka, kampanye bersifat dinamis karena terjadi interaksi langsung. Kedua, adalah adanya umpan balik secara langsung. Kelebihan lainnya adalah menghilangkan jarak atau batas antara kontestan dengan masyarakat. Selain faktor kampanye, faktor figur juga merupakan salah satu pertimbangan yang sangat menentukan bagi masyarakat dalam menentukan pilihan politiknya. Beberapa program yang diusung figur calon biasanya menjadi pertimbangan (referensi) bagi masyarakat untuk menentukan pilihan saat pemilu dilaksanakan. Pertimbangan lain yang juga menguat menjadi pertimbangan pilihan warga adalah asal tempat tinggal (domisili), partai politik dan agama. Sikap politik pemilih di Kabupaten Bangli didominasi oleh beberapa faktor tersebut diatas. Sebagian besar perilaku pemilih di Kabupaten Bangli masih dipengaruhi perilaku pemilih yang mudah termobilisasi. Hal tersebut ditunjukkan oleh sikap fanatisme mereka terhadap salah satu partai politik. Sikap fanatisme mereka masih banyak, dan sangat resisten terhadap partai atau calon lain ketika ada yang mencoba mengacaukan pilihan politik mereka. Narasumber lain menyatakan selain fanatisme terhadap partai politik tertentu perilaku memilih masyarakat Bangli juga termasuk perilaku pemilih yang menyandarkan Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
26
pilihan politiknya pada hati nurani. Hanya saja yang patut dicatat bahwa Bangli masih pemilih yang mendasadarkan pada partai politiknya masih kuat bahkan militan (Wawancara 20 Juli 2015. I.B Made Rencana, Perbekel Desa Jehem Kecamatan Tembuku). Preferensi lain sikap memilih masyarakat Bangli ternyata lebih kepada ketokohan atau kader partai politik dengan penguasaan ideologinya yang baik. Definisi ketokohan di sini bisa saja merujuk pada figur. Figur disini adalah tokoh masyarakat – ataupun pejabat-- yang selalu datang aktif ke masyarakat.(Wawancara, Selasa 12 Juli 2015. Anak Agung Ketut Anggradiguna Perbekel Desa Susut Kecamatan Susut). Bahkan ada pemilih yang memilih figur yang mempunyai kepedulian pada revitalisasi pasar modern. Figur yang kami pilih adalah figur yang dekat dan sering mengunjungi masyarakatnya. Beberapa hal yang kami direkomendasi adalah figur yang mampu merevitalisasi pasar tradisional kami yang baru habis kebakaran. Diharapkan dengan perbaikan pasar ini menjadi daya tarik buat pertumbuhan ekonomi warga (Wawancara, Senin 11 Juli 2015, Nengah Dharma Warga Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli). Hal yang tidak kalah penting adalah perilaku memilih dari golongan disabilitas, baginya memilih pemimpin lebih baik memilih program bukan partai. Terutama program pada kepala daerah yang akan memberikan fasilitas kepada kepada mereka. Bukan memilih calon pemimpin yang akan memberikan uang tetapi pemimpin yang akan memberikan mereka fasilitas seperti tempat untuk pijat tuna netra, pelatihan pembuatan dupa wangi dan keterampilan lainnya. Ada pula preferensi untuk memilih berdasarkan tempat tinggal yang sama atau se-daerah. Alasannya memilih orang seperti ini karena mereka tahu persoalan yang dihadapi masyarakatnya. (Wawancara Selasa 12 Juli 2015, Wayan Sujana Warga Desa Penatahan, Kecamatan Susut). Berdasarkan sejumlah preferensi perilaku memilih, ternyata ada beberapa pertimbangan yang dipakai masyarakat untuk menjatuhkan pilihan, baik terhadap calon legislatif maupun calon pemimpin (bupati). Pertama, adalah asal partainya. Ini disebabkan karena masyarakat pemilih berasal dari partai tersebut dan merupakan pendukung dari partai itu. Kandidat dipandang sebagai orang terbaik yang ada di partai itu sehingga wajib didukung dalam pemilihan umum. Akan tetapi, dia tidak memaksakan masyarakat lain untuk memilihnya. Kedua, adalah berdasarkan kedekatan dengan masyarakat. Kedekatan ini memberikan harapan akan kebijakan-kebijakan yang dilakukannya setelah menduduki Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
27
posisi dan menduduki jabatan, sesuai dengan apa yang ada di masyarakat. Dalam pandangan masyarakat, kedekatan juga dipandang akan mampu dipakai untuk menyampaikan keluhan dan usulan yang ada sehingga dapat mengetahui bagaimana sesungguhnya kondisi di masyarakat. Semakin dekat dengan masyarakat akan semakin tahu dengan kondisi sosial yang sesungguhnya. Ketiga agama dan gender cenderung juga diungkapkan sebagai bahan pertimbangan. Pertimbangan ini seperti yang terjadi perilaku memilih warga di Kecamatan Kintamani. Pertimbangan memilih selain disandarkan pada alasan asal tempat tinggal, juga lebih banyak didasarkan pada pilihan atas kesamaan gender dan agama. Hanya saja faktor ini harus ada pada figur yang menonjol dalam pergaulannya. Hal yang menarik dalam perhelatan pemilu dan pemilukada terkait dengan permasalahan politik uang. Hasil temuan Indonesian Corruption Watch (ICW) mencatat praktek politik uang pada pemilu legislatif 2014 sebanyak 313 kasus. Angka ini melonjak 100 persen dari pemilu legislatif 2009. Catatan ICW lainnya menjelaskan terdapat empat isu yang menjadi fokus pemantauannya selama masa kampanye terbuka, masa tenang, dan hari pencoblosan Pemilihan Legislatif Tahun 2014. Keempat hal tersebut adalah pemberian barang, jasa, uang, dan penggunaan sumber daya negara (Suaramerdeka.com, 21/4). Tanggapan warga Kabupaten Bangli terhadap politik uang sangat variatif. Salah satunya seperti yang diungkapkan salah satu narasumber, Ida Bagus Artha. Menurutnya, politik uang bisa masuk segala celah, tetapi pembuktiannya susah, seringkali saya mengamati politik uang terjadi pada saat warga yang diundang simakrama di Balai Banjar. Warga diundang dan diajak mengajukan proposal. Terkadang, calon meminta warga membuat proposal terkait dengan perbaikan pura. jika proposal dibuat warga biasanya calon memberikan bantuan lewat sesari dan dana punia. Karena dana punia menurut mereka bukan bagian dari politik uang, karena siapa pun yang menyumbang dengan dana punia dianggap sebagai keikhlasan penyumbang. Penyalahgunaan dana punia oleh calon sempat terjadi ketika menjelang pemilihan gubernur. Ada pula pengakuan narasumber yang melihat kandidat tertentu berbicara dengan kelihan di banjar adat tertentu, sambil memberikan bantuan sebanyak 2,5 juta. Kondisi tersebut terus berlanjut sampai pada pemilu legislatif tahun 2014 lalu dimana pelaku-pelakunya kebanyakan adalah para calon incumbent. Selain dana punia, forum simakrama, pelaksanaan festival ogoh-ogoh, sering pula digunakan sebagai media calon peserta politik untuk merangkul simpati warga tertentu dalam memilih. Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
28
Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut di atas, perilaku memilih dalam konteks politik uang di Kabupaten Bangli selalu memang ada. Hanya saja pembuktiannya susah diungkapkan kebenarannya karena tidak bisa didukung oleh data yang akurat. Politik uang berjalan tataran rumor saja, hanya saja tidak menutup terjadinya peluang-peluang yang bisa memunculkan politik uang, seperti pada forum simakrama, dimana para calon biasanya menawarkan proposal pembangunan fasilitas tertentu pada warga (Wawancara Selasa 12 Juli 2015, Ketut Andrawiguna, Warga Desa Jehem, Kabupaten Bangli). Pada penelitian ini, terdapat pula narasumber yang menyatakan bahwa politik uang terjadi secara terang-terangan. Hal ini seperti diungkapkan pedagang di Pasar Daerah Bangli. Menurutnya politik uang terjadi di pasar-pasar melalui perantara perangkat keamanan lokal dengan cara membagi-bagikan amplop berisikan uang kepada para pedagang. Amplop tersebut biasanya disertai dengan gambar partai tertentu. Melalui simbol partai politik tersebut pedagang mengerti akan memberikan suaranya pada calon dari partai politik bersangkutan. Bahkan ironisnya, pedagang pasar telah menganggap pemberian uang semacam ini adalah sebagai kompensasi kedatangan mereka ke TPS. Kompensasi berupa imbal jasa berupa uang yang diterima sebagai pengganti waktu bekerja mereka yang tersita karena aktifitas memberikan pilihan dalam pemilu ataupun pemilukada. Narasumber lain menyatakan bahwa pembuatan proposal tidak hanya perbaikan sarana umum melainkan juga kebutuhan bagi persembahyangan keluarga, seperti perbaikan sanggah atau pemerajan. Karena proposal sudah terlanjur dianggap selalu berisi bantuan berupa uang, maka masyarakat yang mengajukan proposal selalu mengharapkan adanya uang dari calon bersangkutan (Wayan Santiasih, Warga Desa Demulih Kecamatan Susut). Fakta lain yang terungkap dari penelitian ini bahwa saat setiap narasumber penelitian ditanyakan terkait politik uang, hampir semua narasumber tidak bersedia menjawab. Hal ini memperkuat asumsi bahwa politik uang memang lumrah terjadi meskipun sulit dibuktikan. Menurut pernyataan beberapa anggota dewan, politik uang selalu sulit dibuktikan karena hampir semua transaksi tidak dilakukan secara terbuka. Masing-masing calon mempunyai cara untuk melakukan politik uang. Hanya saja setelah pemilu berakhir muncul pengakuan sendiri dari anggota dewan bahwa ongkos politiknya ada yang memakan biaya dengan kisaran sebesar 1 hingga 2 miliyar rupiah.
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
29
Hal ini merupakan bukti bahwa politik uang benar-benar terjadi dalam pemilu. Selain itu menurut para narasumber penelitian, persoalan maraknya praktik politik uang merupakan konsekuensi atas berjalannya sistem proporsional terbuka dimana menyertakan proses pemilihan yang sangat ketat diantara para calon (Wawancara, senin 27 Juli 2015. Nyoman Basma, Komang Charles, Madya Yani, Nyoman Gede, anggota DPRD Kabupaten Bangli). Persoalan perilaku politik uang selama pemilu maupun pemilukada memang tidak terlepas dari lemahnya fungsi kontrol KPU, baik di level pusat maupun daerah. Hal ini sejalan pula dengan lemahnya pencegahan, pengawasan dan penindakan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Selain itu minimnya kesadaran dari partai politik untuk mendisiplinkan para calonnya agar tidak melakukan pelanggaran menjadi catatan dominan dari penyelenggaraan pemilihan umum legislatif maupun pemilihan kepala daerah tahun lalu.
4.3. Pemahaman Pemilih terhadap Aturan Main Pemilu Kekhawatiran lain yang diungkapkan para narasumber penelitian terhadap keberadaan KPU Kabupaten Bangli pada saat pemilihan umum tahun 2014 adalah lemahnya kemampuan lembaga tersebut menegakan aturan main dalam penyelenggaraan pemilihan umum. Jaminan independensi, sikap non-partisan yang ditunjukkan dan sikap profesionalitas para personelnya, selalu menjadi pusat perhatian masyarakat secara keseluruhan. Beberapa aturan main yang dicoba diimplementasikan KPU selama pemilu tahun 2014 dan pemilu presiden misalnya terkait dengan aturan integritas kandidat seperti; a.
Aturan yang mewajibkan kandidat melaporkan harta kekayaannya sebelum pemilu diadakan;
b.
Aturan yang melarang seseorang yang pernah dihukum karena pidana di atas lima tahun untuk mencalonkan diri dalam pemilu;
c.
Aturan yang mewajibkan kandidat untuk melaporkan dana kampanye;
d.
Aturan yang membatasi jumlah sumbangan kampanye baik perorangan maupun korporasi;
e.
Aturan yang melarang kandidat, parpol dan atau tim kampanye menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih;
f.
Aturan yang dapat membatalkan seseorang sebagai kandidat karena diketahui menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
30
Ketika semua aturan main tersebut ditanyakan, hampir semua responden menyatakan persetujuannya, kecuali aturan yang dapat membatalkan seseorang sebagai kandidat karena diketahui menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih. Alasan ketidaksetujuan terhadap aturan ini karena biaya pemilu sangat mahal, maka disayangkan apabila benar-benar pembatalan dilakukan sama saja dengan membuang-buang anggaran. Menurut salah seorang narasumber, solusi bijak untuk menyelesaikan terjadinya kasus seperti ini adalah pelantikan tetap dilaksanakan sembari menunggu hasil proses hukum yang berjalan (Wawancara Senin 27 Juli 2015, Nyoman Basma Anggota Legislatif Kabupaten Bangli Periode 2014-2019). Di antara beberapa aturan main tersebut, terdapat satu hal aturan main yang saat ini sedang dipersiapkan oleh KPU pada pemilu dan pemilukada mendatang, yaitu terkait aturan main penyelenggraan pemilu yang akan dipusatkan di KPU/KPUD. Misalnya aturan main pemasangan atribut kampanye seperti baliho, spanduk, stiker, serta media lain yang ditangani langsung oleh KPU. Aturan seperti ini mendapatkan apresiasi positif dari warga karena pengaturan satu pintu dianggap lebih efisien dan semua akan mendapatkan akses yang sama. Harapan dari para narasumber penelitian menyatakan bahwa dengan adanya aturan pemasangan atribut kampanye maka prinsip keadilan dapat tercipta, karena tidak semua peserta pemilu (partai politik maupun calon) memiliki kemampuan finansial yang sama. Selain itu aturan pemasangan atribut kampanye yang dipusatkan di tangan KPU ini akan menghindari zona larangan pemasangan baliho termasuk kemungkinan terjadinya pemasangan baliho di zona yang salah. Seperti pemasangan di fasilitas umum, antara lain sekolah, Pura, maupun rumah sakit. Bahkan pada kasus ini, beberapa narasumber penelitian mengaitkan dengan kasus pemasangan baliho calon pada tempat yang berbeda pilihan politiknya. Akibat keberadaan baliho ini akhirnya memancing kemarahan warga setempat dan terjadi pengrusakan baliho. Hal ini sebagaimana diungkapkan salah satu narasumber A.A Anggara Wiguna (Perbekel Desa Susut) yang menyatakan bahwa di wilayahnya pernah terjadi aksi ini yang berujung kepada kemarahan warga. Hal yang sama dikemukakan seorang perbekel selaku narasumber penelitian ini. Menurutnya jika semua aturan main seperti pemasangan baliho dipusatkan di KPU akan menghindari gesekan di bawah. Pada waktu pemilihan legislatif sempat terjadi gesekan antar pendukung dari Partai Demokrat dan Partai PDI-Perjuangan di kawasan PDI-P. Sumber pertikaian dipicu pemasangan baliho dari calon dari Partai Demokrat ditebang dan disobek Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
31
dengan parang oleh pendukung partai PDI-Perjuangan. Pelakunya tidak dapat ditelusuri dan tidak berani mengusutnya (Wawancara Senin 20 Juli 2015, Made Rencana Perbekel Desa Jehem Kecamatan Tembuku). Terkait aturan main dengan uji publik dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang saat ini dihapuskan, semua narasumber penelitian ini menyesalkan kondisi ini. Aturan main mengenai uji publik ini masih dipandang penting karena melalui sistem suara terbanyak seharusnya pemilih tidak lagi melihat calon berdasarkan kehebatan atau nomor urut, melainkan harus dipastikan apakah mereka adalah orang-orang yang dipandang cerdas yang secara kebetulan mendominasi pencalonan. Menurut para narasumber, kondisi perlu pengaturan lebih lanjut dalam Undang-Undang tentang Partai Politik yang menetapkan calon legislatif (Wawancara senin 27 Juli 2015, Nyoman Basman, Komang Charles, Madya Yani, dan Nyoman Gede, anggota DPRD Kabupaten Bangli periode 2014-2019).
4.4. Partisipasi Politik Pemilih Pemula Terdapat lima kelompok masyarakat atau segmen yang menjadi target utama dalam sosialisasi yang diselengggarakan oleh penyelenggara pemilihan umum (KPU). Pertama, segmen pemilih pemula dan pemuda. Kedua, pemilih penyandang disabilitas. Ketiga, pemilih perempuan. Keempat, pemilih golongan keagamaan. Kelima, pemilih dari golongan/kaum marginal. Pada segmen pertama, saat ini jumlah pemilih realitasnya masih menjadi pusat perhatian pemerhati pemilu. Hal ini karena jumlah mereka yang secara terus menerus meningkat dari pemilu ke pemilu. Berangkat dari kondisi inilah maka diyakini bahwa kapasitas suara pemilih pemula memiliki pengaruh siginifikan bagi perolehan suara dalam pemilu. Pemilih pemula dan pemuda di Indonesia diperkirakan mencapai 51 juta pemilih dan mereka berusia sekitar 17 hingga 23 tahun. Jumlah ini signifikan dari segi politik pemungutan suara (electoral politics). Berdasarkan Jajak Pendapat Kompas 18 November 2014, bila jumlah pemilih pemula digabung dengan jumlah pemilih muda lain yang berusia dibawah 30 tahun besarannya mencapai dua kali lipat atau seebsar 34%. Fakta ini menyiratkan dua hal pokok dan perlu mendapatkan pusat perhatian. Pertama pemilih pemula dewasa ini banyak memandang sinis atas istilah politik. Bagi kalangan ini politik merupakan permainan kotor. Politik menurut mereka hanyalah ajang para elit politik untuk memperebutkan (bagi-bagi/dan mempertahankan) kekuasaan tanpa memperhatikan nasib rakyat. Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
32
Sejalan dengan pandangan tersebut, para pemilih pemula menganggap partai politik yang seharusnya melahirkan kader politisi yang mengabdi pada kepentingan masyarakat, justru menghasilkan kader politisi yang justru terjerat dalam berbagai kasus korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Isu keterlibatan sejumlah kader partai politik dalam kasus korupsi berdampak lebih jauh kepada masyarakat. Selain penurunan citra politik, berbagai identitas positif yang dilekatkan publik kepada partai politik turut terpengaruh. Kenyataan ini menegaskan kegelisahan tentang rendahnya minat mereka terhadap pemilu semakin berada di titik nadir. Kedua, kewaspadaan jumlah mereka yang besar apabila tidak diantisipasi dengan pendidikan politik yang benar, justru hanya menjadi rebutan partai politik maupun para politisi untuk mendongkrak perolehan suara. Artinya partisipasi mereka hanya sebatas partisipasi parokial tanpa kontribusi untuk proses demokratisasi. Partisipasi memilih dari kalangan ini masih hanya sekedar mencoba-coba disamping melihat momentum bahwa pemilu hanya sebagai ajang partisipasi dengan memberikan suara mereka kepada partai atau tokoh yang mereka sukai / gandrungi. Antusiasme mereka datang ke TPS tidak bisa langsung diterjemahkan bahwa kesadaran politik mereka sudah tinggi. Kesadaran politik di kalangan pemilih pemula diatas, ternyata ditemukan pula di Kabupaten Bangli. Walaupun tidak semua kategori diatas terjadi, pemilih pemula yang ikut serta dalam pemilihan umum cukup variatif. Hal ini terjadi karena faktor pendidikan dan pengalaman di luar karakter mereka masing-masing. Sebagian besar kalangan pemilih pemula di Kabupaten Bangli masuk kategori pemilih pemula yang partisan. Pemilih pemula di Kabupaten Bangli masih banyak yang memilih berdasarkan panutan. Ketika orang tua sempat berbicara dirumahnya, baik karena alasan obyektif maupun pragmatis, akan cenderung menurut pada orang tuanya. Dilihat dari tingkat partisipasi pada pemilu, pemilih pemula di Bangli tergolong tinggi. Menurut beberapa narasumber pemilih pemula pada penelitian, terdapat beberapa catatan khusus yang perlu dipertimbangkan terkait kesadaran mereka ikut memilih pada pemilihan umum. Temuan penelitian ini menyatakan keikutsertaan pemilih pemula pada pemilu rata-rata menginginkan perubahan, meskipun mereka tidak memiliki pengalaman yang matang tentang apa yang dimaksud dengan perubahan itu sendiri. Dorongan ini lebih banyak karena interaksi kalangan pemilih pemula sendiri dengan faktor-faktor pendorong dari luar dirinya, seperti kelompok pergaulan dan media sosial (Wawancara senin 27 Juli 2015. Nyoman Basma wakil ketuad DPRD Bangli periode 2015-2019).
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
33
Pada penelitian ini ditemukan fakta bahwa kesukarelaan mereka dalam memilih masih sangat tinggi. Hanya saja kondisi ini masih seringkali terbatasi oleh adanya kendala-kendala teknis yang menyebabkan mereka tidak bisa ikut dalam pemilihan umum. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar dari pemilih pemula ini sudah banyak yang bekerja atau studi di luar Bangli atau alasan tidak memiliki kartu suara dari penyelenggara pemilihan umum. Para pemilih pemula ini rata-rata masih aktif dan punya semangat untuk ikut mencoblos, hanya saja karena rata-rata mereka di luar Bangli sehingga mereka enggan ikut memilih. Seharusnya mereka ikut memilih tetapi kondisi seperti itu membuat mereka enggan untuk ikut memilih (Wawancara Senin 27 Juli 2015, Nyoman Basma, Komang Charles, Madya Yani, dan Komang Gede, anggota legislatif Bangli periode 2014-2019). Satu hal yang tidak dapat ditinggalkan dari tingginya semangat pemilih pemula di Kabupaten Bangli ternyata memiliki kontribusi besar bagi perkembangan demokrasi. Hal itu tersebut ditunjukkan dengan sumbangan mereka menjadi relawan bagi pemilih usia lanjut yang belum paham dengan prosedur (tata cara) pemilihan. Semangat yang tinggi mendorong mereka menjadi relawan untuk menjelaskan tata cara pemilihan karena pemilihan umum yang diselenggarakan pada pemilu 2014 tergolong rumit dari pemilu sebelumnya. Rata-rata lebih 90 % pemilih pemula lebih cerdas dan berpengalaman. Karena rumitnya pemilu yang diselenggarakan tahun 2014 pemilih pemula justru banyak menjadi relawan, mengajarkan ke orang tua pada saat pencoblosan, hal itu sangat membantu kerja KPUD (Wawancara, Senin 27 Juli 2015, Komang Charles anggota DPRD Bangli periode 2015-2019). Kondisi ini tentunya menjadi
sangat penting dan memberikan manfaat bagi
penyelenggara pemilihan umum terutama dalam mensosialisasikan prosedur dan tata cara pemilihan. Kenyataan ini tentu memiliki nilai yang sangat berarti karena KPU Kabupaten Bangli bisa lebih mendorong masyarakat untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu.
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan, antara lain sebagai berikut : 1. Sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Bangli sudah berjalan baik. Hanya saja ada sebagian warga menginginkan adanya relawan yang dipersiapkan bekerja bisa masuk sampai ke rumah-rumah warga, sehingga warga memiliki informasi lengkap mengenai pelaksanaan pemilu. Sosialisasi menurut kalangan pemilih pemula masih perlu diperluas dan ditingkatkan medianya. Bagi kalangan ini, sosialisasi pemilu tidak hanya cukup dengan pemasangan melalui media baliho, pamflet, leaflet atau stiker, melainkan diperlukan pula penambahan pemanfaatan melalui media online. Media ini bagi mereka lebih cepat diakses dan sejalan dengan kondisi saat ini. 2. Pelaksanaan sosialisasi KPU Kabupaten Bangli belum sampai kepada kelompokkelompok marginal, seperti penyandang disabilitas maupun kalangan khalayak yang berada di tempat fasilitas umum, seperti pasar. Hal itu terbukti dari beberapa narasumber penelitian yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah mendapatkan sosialisasi mengenai pemilu. Narasumber ini mendapatkan sosialisasi mengenai pemilu justru berasal dari pihak lain. Pedagang mendapat informasi dari pecalang, sementara penyandang disabilitas mendapatkan informasi pemilu berasal dari televisi dan keluarganya. 3. Strategi sosialisasi yang diharapkan oleh pemilih sangat bervariasi. Pertama, bagi kalangan pemilih masyarakat umum (awam), sosialisasi disampaikan dengan menyertakan media hidburan seperti pertunjukkan bondres, wayang atau jalan sehat yang disertai undian doorprize. Terdapat pula upaya sosialisasi yang disampaikan melalui media spanduk, baliho, iklan radio, dan televisi. Kedua, bagi kalangan pemilih pemula strategi sosialisasi lebih banyak yang tersampaikan melalui media massa, koran, iklan radio dan televisi, bahkan media online KPU Kabupaten Bangli. 4. Secara keseluruhan, terkait dengan semua aturan main penyelenggaraan pemilu seperti aturan main integritas calon, semua narasumber penelitian setuju. Hanya saja, aturan main yang memenangkan pemilihan tetapi dibatalkan karena ketahuan memberikan sesuatu kepada pemilih lebih banyak narasumber yang menyatakan keberatan. Sementara aturan main yang akan dipersiapkan pada pemilu dan pemilukada yang akan datang, semuanya akan dikembalikan/dipusatkan ditangan KPU semua narasumber menyatakan setuju. Hal ini karena menjamin adanya prinsip keadilan. Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
35
Perilaku memilih masyarakat Kabupaten Bangli sangat variatif. Preferensi dalam memilih lebih banyak disandarkan pada figur, partai politik, kesamaan tempat tinggal, gender dan agama. Pilihan atas partai politik lebih banyak disandarkan pada figur calon bersangkutan, tidak hanya ideologis melainkan lebih kepada kredibilitas figur yang peka terhadap tuntutan perubahan. Khusus untuk pertimbangan kesamaan tempat tinggal karena mayoritas pemilih masih menganggap bahwa figur yang berasal dari daerahnya paham akan persoalan yang dihadapi oleh daerahnya. 5. Partisipasi politik pemilih pemula di Kabupaten Bangli masih tergolong tinggi. Karena kebanyakan dari mereka baru pertama kali ikut mencoblos. Selain itu mereka terlihat lebih banyak menjadi relawan yang memberitahu cara memilih kepada orang tua. Hal ini tentunya dapat membantu kinerja KPU Kabupaten Bangli dalam memberikan pemahaman kepada kelompok pemilih lanjut usia untuk terlibat dalam pemilihan umum. 6. Pada penelitian ini terungkap pula mengenai perilaku politik uang yang terdapat pada kalangan pemilih pemula. Hal tersebut seperti pada adanya preferensi pilihan suara mereka kepada figur yang berasal dari wilayah asal dengan beragam usulan program perbaikan yang dilontarkan pada saat aktifitas adat dan keagamaan berlangsung. Pada konteks ini biasanya figur tersebut diharapkan dapat menyumbang atau menjanjikan sesuatu kepada mereka.
5.2. Saran Berdasarkan temuan penelitian diatas terdapat beberapa saran yang diajukan pada penelitian ini. Saran tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Pada pemilukada mendatang, sebaiknya KPU Kabupaten Bangli bersinergi dengan relawan yang akan membantu aktifitas sosialisasi hingga ke tingkat dusun, terutama sosialisasi tahapan pemilukada, penjadwalan sampai pelaksanaan. 2. Pada pemilukada mendatang, KPU Kabupaten Bangli lebih memperhatikan kalangan pemilih kelompok marginal, seperti penyandang disabilitas dan kelompok pedagang kecil di pasar, agar hak politiknya masih tetap bisa terjamin sebagaimana tercantum dalam amanat konstitusi. 3. Terkait perilaku pemilih yang diwakilkan sangat penting untuk diperhatikan oleh KPU Kabupaten Bangli karena hal ini akan menimbulkan maraknya praktek jual beli suara. KPU Kabupaten Bangli harus lebih tegas menegakkan aturan main dalam penyelengaraan pemilihan umum. Salah satunya adalah melalui peningkatan pendidikan politik pemilih supaya lebih sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
36
4. Aturan main kepemiluan terkait sosialisasi calon khususnya pemasangan atribut yang terpusat di KPU pada pemilukada mendatang benar-benar bisa ditegakan. Hal ini karena terkait dengan prinsip keadilan bagi peserta pemilihan. Penghindaran zona-zona larangan pemasangan baliho, spanduk termasuk kemungkinan zona-zona yang salah, seperti di tempat fasilitas umum, seperti,
sekolah, tempat ibadah dan sarana kesehatan perlu
diantisipasi dengan aturan baru tersebut. Hal ini sekaligus bisa mereduksi tingkat kesalahan terkait pemasangan atribut calon yang pernah terjadi sebelumnya di Kabupaten Bangli. 5. KPU Kabupaten Bangli harus bisa mengambil tindakan tegas dan jelas terhadap potensi terjadinya peraturan yang saling kontradiktif, seperti antara aturan KPU dengan Peraturan Bupati, maupun kesepakatan warga setempat terutama dalam pemanfaatan zona-zona pemasangan alat peraga kampanye. 6. Terkait perilaku politik uang yang berpotensi dengan beragam media, menuntut upaya yang lebih tegas dari pihak penyelenggara mengklasifikasikan jenis-jenis pelanggaran politik uang dalam pemilu maupun pemilukada. Hal ini seperti terdapatnya indikasi penggunaan dana punia sebagai salah satu bentuk penyalahgunaan politik uang yang sebagian besar ditolak oleh calon dalam pemilu.
Laporan Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bangli & FISIP Universitas Udayana
37
DAFTAR PUSTAKA Buku Ananta, Aris et.al., 2004 Indonesian Electoral Behaviour: A Statistical Perspective, Singapore: ISEAS Bone, Hugh A dan Austin Ranney, 1981, Politics and Voters, USA: McGraw-Hill Cambell, Angus et. al., 1966 The American Voter USA: Jhon Wiley and Sons, Inc Clarke, Harold D. et.al., 2004Political Choice in Britain, New York: Oxford University Press Erb, Maribeth dan Priyambudi Sulistiyanto (Ed.), 2009 Deepening Democracy in Indonesia: Direct Election for Local Leaders, Singapura: Institute of Southeast Asian Studies Evans, Jocelyn A. J., 2004, Voting and Voters: An Introduction, London: SAGE Publications Fitriyah, 2005, “Menggagas Akuntabilitas Politik Lokal Menuju Kepengelolaan yang Baik di Daerah,” dalam Jamil Gunawan, et. al. (Eds.), Desentralisasi, Globalisasi dan Demokrasi LokalJakarta: LP3ES Gaffar, Afan, 1992 Javanese Voters: A Case Study of Election Under a Hegemonic Party System, Yogyakarta: Gajah Mada University Press Harison, Lisa, 2009, Metode Penelitian Politik, terj. Jakarta: Kencana Kavanagh, Denis, 1983, Political Science and Political Behaviour, London: George Allen & Unwin King, Dwight Y., 2003, Half Harted Reform: Electoral Institution and Strugle for Democracy in Indonesia, USA: Praeger Publishers Henk Schulte Nordholt, 2010,Bali: Benteng Terbuka 1995-2005 (terj.), Jakarta: KITLV Nursal, Adman, 2004, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, Jakarta Gramedia Nuryanti, Sri, 2006, “Pilkada Langsung Memperkuat Demokrasi Lokal?,” Pusat Penelitian Politik: Year Book 2006 Roth, Dieter, 2008, Studi Pemilu Empiris: Sumber, Teori, Instrumen, dan Metode, terj. Jakarta: Friedrich-Naumann Stiftung fur die Freiheit Shenkman, Rick, 2008, Just How Stupid Are We?: Facing the Truth about American Voter, New Yosrk: Basic Book Upe, Ambo, 2008, Sosiologi Politik Kontemporer: Kajian Tentang Rasionalitas Perilaku Politik Pemilih diEra Otonomi Daerah, Jakarta: Prestasi Pustaka Jurnal Eriyanto et.al., “Mesin Partai atau Popularitas Kandidat?”, dalam Kajian Bulanan Lingkaran Survei Indonesia, No 12, (April 2008)
Ikeda, Ken’ichi et.al, “Dynamics of interpersonal Political Environment and Party Identificatin: Longitudinal Studies of Voting in Japan and New Zeland”, dalam Political Psycology, Vol 26 No 4, (Aug. 2005) Kaspin, Deborah, “The Politics of Ethnicity in Malawi’s Democratic Transition”, dalam Journal of Modern Afrikan Studies, Vol. 33 No. 4 (Desember, 1995) Kinzo, Maria D’Alva Gin, “The 1989 Presidential Election: Electoral Behaviour in Brazilian City”, dalam Journal of Latin American Studies, Vol. 25 No. 3 (May, 1993) Liddle, R.William dan Saiful Mujani,“Leaderships, Party,and Religion: Explaining Voting Behavior In Indonesia” dalam Journal Of Democrcy,Vol. 21 No. 2 (April 2010) Rood, Steven, “Perspective on the Electorals Behaviour of Baguio City (Philipines) Voters in Transition Era”, dalam Journal of Southeast Asian Studies, Vol. 22 No. 1, (Maret 1991) Tesis Agusmawanda, Perilaku Memilih Masyarakat Adat Ternate dalam Pemilihan Legislatif Kota Ternate 2009, Tesis Magister, (Jakarta: FISIP UI, 2011) Adnyana, Yudistira, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Memilih dalam Pilkada Badung 2005, Tesis Magister, (Jakarta: FISIP UI, 2006) Toruan, Jhonsar L., Perilaku Memilih Pada Pemilihan Kepala Daerah 2005: Studi Kasus Kemenangan Mardin Sihombing/Marganti Manullang Sebagai Bupati/Wakil Bupati Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatra Utara, Tesis Magister, (Jakarta: FISIP UI, 2006) Dokumen Berita Acara Nomor 900/1569/KPU tentang Rapat Pleno Penetapan Pasangan Calon Terpilih dalam Pilkada Provinsi Bali Tahun 2008 Artikel Kompas, Kamis 16 Mei 2013, Puspayoga dan Pastika Imbang: Setiap Kubu Klaim Kemenangan” http://jogja.okezone.com/read/2013/03/27/340/782195/dikeroyok-banyak-partai-pdip-pededi-pilgub-bali
Nama Narasumber Penelitian
No Nama Narasumber, Usia dan Jabatan dan No Foto HP 1. Nengah Pasti (Usia 47 tahun) Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), Mantan Panitia Pemilihan Suara (PPS) No HP. 081338549521 2. Nengah Darma (Usia 50 Petugas tahun) Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) HP. 081338078743 3. I Wayan Rajen (Usia 48 tahun) Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) Desa Pengotan Kecamatan Bangli 4. Samroni (Usia 52 tahun) Pedagang di Pasar Bangli 5. I Wayan Suartika (Usia 34 Pengurus tahun) Yayasan Bunga Bali Cabang Bangli . HP. 085738255008 6. I Wayan Rata (Usia 43 tahun) PNS Pemkab Bangli 7. I Ketut Carem Kepala Dusun Pengotan, Bangli. No HP. 08123960058 8.. Wayan Sujana (Usia 50) Warga Desa Penatahan. HP. 082340322232 9. Anak Agung Ketut Perbekel Desa Anggradiguna (Usia 57 tahun) Susut. HP. 081337797672
Alamat Desa Landih, Kecamatan Bangli
Tanggal Wawancara 11 Juli 2015
Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli
11 Juli 2015
Kecamatan Bangli
11 Juli 2015
Kecamatan Bangli Desa Tembuku, Kecamatan Tembuku
11 Juli 2015
Kecamatan Susut
11 Juli 2015
Desa Pengotan, Kecamatan Bangli
11 Juli 2015
Desa Penatahan, Kecamatan Susut
12 Juli 2015
Desa Susut, Kecamatan Susut
12 Juli 2015
11 Juli 2015
10. Putu Windu Eka Suryantini (Usia 30 tahun)
Sekretaris Perbekel Desa Taman, Kecamatan Bangli. HP. 082340322181 Pensiunan Guru. Hp. 085238169989
Desa Taman Bali, Kecamatan Bangli
12 Juli 2015
Desa Taman Bali, Kecamatan Bangli
12 Juli 2015
Istri Perbekel Desa Tembuku, Kecamatan Tembuku Perbekel Desa Jehem Kecamatan Tembuku HP. 081337030722
Desa Tembuku, Kecamatan Tembuku
20 Juli 2015
Desa Jehem, Kecamatan Tembuku
20 Juli 2015
14. I Nengah Darmada (Usia 40 tahun)
Ketua KPPS dan Ketua Dusun Antugan, Desa Jehem Kecamatan Tembuku. HP. 08124603544
Desa Jehem, Kecamatan Tembuku
20 Juli 2015
15. Ni Wayan Santiasih (Usia 19 tahun)
Pemilih Pemula Warga Demulih, Kecamatan Susut. HP. 085738221971
Desa Demulih, Kecamatan Susut
29 Juli 2015
16. Manggala (Usia 21 tahun)
Pemilih Pemula Warga Desa Bebalang, Kecamatan Bangli. Pemilih Pemula Warga Desa Kubu, Kecamatan Bangli. No. HP 081937781770
Desa Bebalang, Kecamatan Bangli
29 Juli 2015
Desa Kubu, Kecamatan Bangli
29 Juli 2015
11. Sang Kompyang Mangku (Usia 65 tahun)
12. Wayan Suniasih (Usia 43 tahun)
13. I.B Made Rencana (Usia 51 tahun)
17. Nama : Ida Bagus Restu Surya (Usia 19 tahun)
18. I Nyoman Basma, S.H
19. I Komang Charles, S.E
20. Ni Nengah Dwi Madya Yani
21. I Dewa Gede Oka, S.H
22. I Nyoman Karang
Wakil Ketua DPRD Bangli, DPC Partai Golkar. No HP. 081938383430 Wakil Ketua DPRD Bangli, Ketua DPC Partai Demokrat Bangli. No HP. 08123960058 DPRD Bangli, DPC PDI-P. No. HP. 085237488999 DPRD Bangli, DPC Partai Gerindra Bangli Guru Kecamatan Kintamani
23. Nyoman Bilawan
Kelian Adat Desa Katung
24. Dewa Gde Adiputra
Kelian Dinas Desa Katung
25. Ketut Rimpin
Pedagang Toko
26. Putu Sepi
Pedagang Bakso
27. Wayan Serana
Petani dan Bebotoh
28. Made Sukradani
Pedagang
29. Wayan Dirka
Pedagang, Caleg DPRD Bangli 2014
Kecamatan Kintamani
27 Juli 2015
Kecamatan Kintamani
27 Juli 2015
Kecamatan Bangli
27 Juli 2015
Kecamatan Susut, Bangli
27 Juli 2015
Desa Katung, Kecamatan Kintamani Desa Katung, Kecamatan Kintamani Desa Katung, Kecamatan Kintamani Desa Belancan, Kecamatan Kintamani Br. Desa Kuta Dalem, Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani Br. Desa Kuta Dalem, Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani Br. Desa Kuta Dalem, Desa Sukawana, Kecamatan Kintamani Banjar Pangkung, Desa Belantih, Kecamatan Kintamani
8 Juli 2015
8 Juli 2015
8 Juli 2015
8 Juli 2015
8 Juli 2015
8 Juli 2015
8 Juli 2015
8 Juli 2015
30. Ni Made Ratni
Petani
31. Luh Gde Ardhani
Mahasiswi
32. Ketut Belawan
Petani
Kecamatan Kintamani Desa Belancan, Kecamatan Kintamani Banjar Kintamani, Desa Kintamani Kecamatan Kintamani
8 Juli 2015 8 Juli 2015
8 Juli 2015
FOTO NARASUMBER
Proses Wawancara dengan Narasumber Nengah Pasti, Desa Landih dan Nengah Darma, Kelurahan Kawan, Kecamatan Bangli tanggal 11 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Narasumber I Wayan Rajen Desa Pengotan, Bangli tanggal 11 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Narasumber I Ketut Carem Kecamatan Bangli tanggal 11 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Narasumber I Wayan Suartika, Yayasan Bunga Bali Cabang Bangli tanggal 11 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Narasumber Samroni, Pedagang Pasar Bangli tanggal 11 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Narasumber Wayan Sujana, Warga Kecamatan Susut. Wawancara tanggal 12 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Narasumber Anak Agung Ketut Anggradiguna, Perbekel Desa Susut, Kecamatan Susut. Wawancara tanggal 12 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Narasumber Sekretaris Desa Taman, Kecamatan Bangli dan Narasumber
Putu Sang Kompyang Mangku, Pensiunan Guru sekaligus warga Desa Taman. Wawancara tanggal 12 Juli 2015
Narasumber Perbekel Desa Jehem, Kecamatan Tembuku, I.B Made Rencana, wawancara tanggal 20 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Nengah Darmada, Ketua KPPS dan Ketua Dusun Antugan, Desa Jehem Kecamatan Tembuku. Wawancara tanggal 20 Juli 2015
Proses Wawancara dengan Narasumber DPRD Kabupaten Bangli, I Nyoman Basma, S.H, I Komang Charles, S.E, dan Ni Nengah Dwi Madya Yani tanggal 27 Juli 2015
Proses Wawancara Pemilih Pemula, Ni Wayan Santiasih, Manggala dan Ida Bagus Restu Surya, tanggal 29 Juli 2015
DAFTAR PERTANYAAN PENELITIAN Petunjuk proses wawancara 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Responden dipilih secara acak berdasarkan juknis yang mencakup keterwakilan kelompok usia dan profesi dan gender Awali wawancara dengan penuh senyuman, ramah, tidak mencurigakan dan tidak menyita waktu Tanyakan semua pertanyaan sesuai urutan yang tertulis dalam daftar pertanyaan Daftar pertanyaan ditanyakan langsung kepada repsonden dengan cara membaca secara jelas Identitas responden ditanyakan diakhir wawancara yang terdiri dari nama lengkap, alamat, pekerjaan/profesi Pertanyaan disesuaikan dengan kapasitas dan latarbelakang responden. Akhiri wawancara dengan ucapan terima kasih dan menyerahkan souvenir
DAFTAR PERTANYAAN I. Pra Pemilu dan Pemilukada A. 1. 2. 3. 4.
5.
6.
7. 8. 9.
Terkait dengan persiapan dan Kapasitas Lembaga Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) Bagaimana Pendapat Bapak/Ibu mengenai persiapan pemilukada 2015? Bagaimana kinerja KPU/KPUD dalam pemilu legislatif dan pilpres beberapa waktu lalu? Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu mengenai tahapan pemilukada yang telah disosialisasikan oleh KPUD? Penyampaian sosialisasi seringkali dilakukan dengan pemasangan spanduk, baliho, menyebar brosur, leaflet, pamflet, iklan radion dan tv, media massa dan cetak serta internet, serta penyuluhan tokoh adat. Media mana yang paling mudah dipahami? Bagaimana penilaian Bapak/Ibu mengenai peran KPU/KPUD dalam mensosialisasikan tahapan pemilukada (Seperti jadwal tahapan pemilukada, pendaftaran calon, penetapan calon, kampanye, masa tenang, pemungutan suara, penghitungan suara dan rekapitulasi hasil penetapan calon terpilih, penyelesaian pelanggaran sengketa dan pengusulan pengesahan pengangkatan calon)? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai peran KPUD dalam mensosialisasikan tahapan dan pemilu legisltatif dan pilpres beberapa waktu lalu seperti pendaftaran caleg, penetapan nama caleg, kampanye, pemungutan suara hingga penetapan pemenang? Bagaimana tanggapan Bapak/Ibu terkait kinerja KPU/KPUD dalam pendistribusian logisitik pemilu dalam pemilu legislatif, pilpres dan pilkada yang akan datang? Bagaimana tanggapan bapak/Ibu terkait kinerja KPU/KPUD terhadap pengangkatan anggota PPK, PPS dan KPPS. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang kesiapan KPU/KPUD terkait pemutahiran daftar pemilih (DPT)?
B. Terkait Pelaksanaan Kampanye Pemilu 1. Selama ini penyampaian pesan kampanye calon dilakukan melalui rapat akbar, menyebar brosur, memasang spanduk dan baliho, hingga pemanfaatan jasa internet (jejaring medsos). Bagaimana pendapat Bapak/Ibu terkait metode kampanye seperti ini?
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terhadap calon peserta pemilu yang memasang alat peraga kampanye pada pohon dan tempat-tempat umum yang tidak dibenarkan dalam undangundang. 3. Menurut Bapak/Ibu kampanye calon sebaiknya diadakan dalam bentuk apa ? (Debat Terbuka, Debat Tertutup, Panggung Hiburan atau pawai / arak-arakan). Bisa disebutkan alternatif lain yang diharapkan ……………………………… 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai politik uang yang seringkali muncul dalam penyelenggaraan pemilukada? 5. Menurut Bapak/Ibu salah atau wajarkah peserta Pemilukada membagi-bagikan uang / sembako/ sandang/perbaikan fasilitas umum jelang pelaksanaan pemilukada? Apa alasannya? Kalau dianggap salah, sanksi apa yang pantas diberikan bagi peserta yang terbukti melakukan politik uang? 6. Apakah Bapak/Ibu meyakini bahwa penghindaran terhadap politik uang dapat mengantisipasi tindak kasus korupsi yang marak terjadi di daerah? C. Terkait Dengan Institusi (Aturan Main) Pemilukada, termasuk Politik Uang 1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai efektifitas aturan main dalam penyelenggaraan Pemilukada 2015 berikut ini? g. Aturan yang mewajibkan kandidat melaporkan harta kekayaannya sebelum pemilu diadakan h. Aturan yang melarang seseorang yang pernah dihukum karena pidana di atas lima tahun untuk mencalonkan diri dalam pemilu i. Aturan yang mewajibkan kandidat untuk melaporkan dana kampanye j. Aturan yang membatasi jumlah sumbangan kampanye baik perorangan maupun korporasi k. Aturan yang melarang kandidat, parpol dan atau tim kampanye menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih l. Aturan yang dapat membatalkan seseorang sebagai kandidat karena diketahui menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih m. Aturan main penyelenggaraan pemilu yang dipusatkan di KPU/KPUD. 2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dihapuskannya uji publik dalam aturan main peraturan komisi pemilihan umum (PKPU) 3. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terhadap sistem pemilihan calon kepala daerah, apakah hanya memilih calon kepala daerah atau dilakukan dengan sistem paket (pemilihan kepala dan wakilnya)? 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai pemilu dan pemilukada yang seringkali terdapat calon yang berstatus keluarga petahana (politik dinasti). D. Perilaku Pemilih 1. Menurut pandangan Bapak/Ibu sosialisasi yang dilakukan KPU/KPUD saat ini sudah mempengaruhi perilaku Bapak/Ibu pada pemilu yang akan datang? 2. Media-media yang digunakan dalam sosialisasi untuk pemilu seperti Iklan pada media elektronik contohnya televisi, radio, dan internet, Iklan pada media cetak seperti media massa, koran, tabloid, majalah, media penyampaian melalui tokoh-tokoh masyarakat seperti para tokoh agama dan lain sebagainya. Media manakah menurut Bapak/Ibu yang turut membentuk pilihan atau mempengaruhi dalam memberikan suara. 3. Pertimbangan utama apa saja yang menjadi dasar pertimbangan Bapak/Ibu dalam memilih seorang calon kandidat dalam pemilukada (Jawaban Pilih salah satu): a. Partai pendukung, jelaskan…….
4. 5.
6.
7. 8.
9. 10. 11.
12.
b. Asal daerah, jelaskan………. c. Gender, jelaskan……… d. Profesi, jelaskan………. e. Popularitas, jelaskan……… f. Perilaku dan karakter, jelaskan……….. g. Kemampuan calon, jelaskan…….. h. Kedekatan dengan masyarakat, jelaskan…….. i. Janji politik, jelaskan……… j. Ketokohan, jelaskan……….. k. Ideologi, jelaskan……… l. Agama, jelaskan……….. m. Lainnnya, jelaskan……. Program kandidat seperti apakah yang Bapak/Ibu harapkan dari peserta pemilukada? (Jawaban boleh lebih dari satu) Seringkali program yang ditawarkan peserta terlepas dari kerangka RPJP D (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah), (pasal 64) sehingga mengakibatkan ketidaksinkronan program pembangunan pada saat dirinya terpilih dan menjabat sebagai Kepala Daerah. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai hal ini? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu apabila ada seorang pemilih menerima pemberian dari calon jelang pemilukada dengan alasan masyarakat bisa mendapatkan sesuatu secara langsung dari calon hanya saat pemilu? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu apabila ada seorang pemilih yang menerima pemberian dari calon menjelang pemilu dengan alasan kebutuhan ekonomi sehari-hari Bagaimana pendapat Bapak/Ibu apabila ada seorang pemilih yang memberikan suaranya kepada calon yang dapat memberikan/menjanjikan sesuatu yang paling besar kepadanya menjelang pemilukada Bagaimana pendapat Bapak/Ibu apabila ada seorang pemilih yang menerima pemberian dari calon jelang pemilukada namun tidak memberikan suaranya kepada calon bersangkutan? Bagaimana pendapat Bapak/Ibu apabila ada seorang pemilih yang menerima pemberian calon karena calon bersangkutan memang pilihan nuraninya? Apakah Bapak/Ibu akan berusaha melakukan pencarian informasi mengenai rekam jejak seluruh calon kandidat dalam pemilukada untuk menentukan pilihan dukungannya? Mohon penjelasannya Apakah Bapak/Ibu akan berusaha melakukan pencarian informasi mengenai visi, misis, program seluruh calon kandidat dalam pemilukada untuk menentukan pilihan dukungannya? Mohon penjelasannya?
II. Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 1. Bagaimana dengan Pemilukada yang akan datang, apakah Bapak/Ibu akan ikut serta memberikan suara? Atau akan berpartipsasi dalam bentuk lain, sebutkan………. Kalau tidak berpartisipasi dalam bentuk apapun terlebih dalam memberikan suara sebutkan alasannya! 2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terkait aturan main yang dilaksanakan KPU/KPUD dalam pemilukada saat ini? 3. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terkait ketegasan KPU/KPUD terhadap partai politik dan peserta pemilu saat ini, 4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang kepatuhan peserta pemilu terhadap berbagai aturan kampanye, seperti kampanye diluar jadwal, kampanye ditempat yang dilarang, pelibatan PNS, kampanye hitam (black campaign) dan politik uang.
5. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terhadap pengaruh keterpilihan seseorang dengan praktek politik uang jelang pemilukada? III.
Pasca Pemilu dan Pilkada 1. Bagaimana pandangan bapak/ibu mengenai efektifitas sosialisasi jadwal pelaksanaan tahapan pelaksanaan pemilu yang dilakukan KPU/KPUD selama pileg, pilpres dan pilkada yang akan datang. 2. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu secara umum mengenai pelaksanaan pemilu maupun pemilukada selama ini, apakah sudah menampung aspirasi masyarakat? 3. Bagaimana dengan keikutsertaan Bapak/Ibu dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden tahun lalu ? Apakah ikut dalam memberikan suara/tidak. Apakah terlibat aktif dalam penyelenggaraan pemilu (Seperti panitia pemilihan, atau kampanye (tim sukses) salah satu calon tertentu. Kalau menjawab tidak, apa alasannya ……………. 4. Bagaimana pandangan bapak/Ibu terhadap fenomena kandidat yang lupa janji saat kampanye yang dulu pernah dijanjikan?