Bidang Ilmu : Teknik Kimia Jenis Hibah : Program Studi
LAPORAN AKHIR PROGRAM INSENTIF HIBAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA
PEMBUATAN ASAP CAIR DARI CANGKANG SAWIT DAN APLIKASINYA DALAM PRODUK PANGAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI
TIM PENGUSUL Dr. M. Faisal, ST. M. Eng./NIND: 0006097302 Dr. Mahidin, ST. MT. / NIDN: 0003047001
Dibiayai oleh: Universitas Syiah Kuala, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Insentif Hibah Pascasarjana Unsyiah Tahun Anggaran 2014 Nomor: 526/UN11/S/LK-PNBP/2014, tanggal 05 Juni 2014
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SYIAH KUALA November 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN 1 PRAKATA 2 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Luaran dan indikator penelitian pembuatan asap cair dari cangkang sawit 14 dan aplikasinya dalam produk pangan sebagai pengawet alami DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Skematik diagram proses pembuatan asap cair Gambar 5.1. Peralatan pirolisis asap cair Gambar 5.2. Produk asap cair pada berbagai temperatur pirolisis Gambar 5.3. Set up peralatan untuk proses permurnian asap cair Gambar 5.4. Produk samping pirolisis (Tar) Gambar 5.5. Produk samping pirolisis (Arang) Gambar 5.6. Grafik GC-MS dari produk asap cair (temperatur pirolisis: 240oC) DAFTAR LAMPIRAN BAB 1. PENDAHULUAN BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 5. HASIL YANG DICAPAI BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA Lampiran 1. Personalia tenaga peneliti beserta kualifikasinya 2, Draft artikel
12 16 17 17 17 18 19
3 5 10 11 16 21 22
1
RINGKASAN Asap cair yang berasal dari biomassa dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba serta memberikan efek warna dan citarasa khas asap pada produk pangan. Namun demikian beberapa senyawa lainnya yang bersifat karsinogenik dan berbahaya seperti tar dan benzopyrene juga terdapat dalam komponen asap cair. Penggunaan asap cair kualitas rendah juga memungkinkan hilangnya kandungan gizi pada produk pangan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian yang mendalam untuk meningkatkan kualitas asap cair dan penggunaannya sebagai pengawet dalam produk pangan. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi asap cair dari cangkang sawit pada kondisi medium sehingga komponen berbahaya dapat diminimalisir. Selanjutnya asap cair akan dapat digunakan sebagai pengawet alami dalam produk pangan tanpa mengurangi nilai gizi dan estestikanya. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan pada berbagai temperatur pirolisis (240-400oC), rata-rata yield asap cair yang dihasilkan adalah 40%. Asap cair selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan GC-MS dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Guillen dan Iborgoita (1999). Hasil analisis menunjukkan asap cair dari cangkang tersebut mengandung senyawa gugus fenolic, asetat dan komponen kimia lainnya yang dapat digunakan pada produk pangan untuk pengawetan tahu dan bakso ikan.
Keywords: Asap cair, Cangkang sawit, Pengawet alami, Tar, Benzopyrene, Bakso ikan, Tahu, Nilai gizi
2
PRAKATA
Pada penelitian ini, asap cair dari cangkang sawit yang dipirolisi pada kondisi medium digunakan sebagai pengawet alami dalam produk pangan (bakso) tanpa mengurangi nilai gizi dan estestikanya. Penggunaan bahan alami sebagai pengawet memberikan dampak yang baik bagi kesehatan dan peningkatan nilai ekonomi dari asap cair. Laporan ini memaparkan hasil-hasil yang telah dicapai dari penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asap cair dari cangkang sawit dapat digunakan sebagai bahan pengawet pada bakso. Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari banyak terdapat kekurangan, masukan dan saran dari pembaca sangat kami harapkan. Kami berterimakasih kepada Universitas Syiah Kuala atas hibah IHPS yang di amanahkan kepada kami. Ucapan terimakasih kepada para reviewer, mahasiswa dan berbagai pihak yang membantu terlaksananya penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat Indonesia.
Penulis
3
BAB I PENDAHULUAN
Salah satu metode yang sedang dikembangkan untuk memanfaatkan potensi limbah biomassa di Indonesia adalah dengan cara mempirolisis limbah tersebut sehingga menghasilkan produk asap cair yang dapat digunakan sebagai pestisida, pengawet dan penggumpal karet. Komposisi asap cair yang mengandung campuran senyawa-senyawa aldehid, furan, asam, ester, phenol dan senyawa-senyawa organik teroksidasi lainnya memungkinkan asap cair digunakan sebagai zat pengawet, aktibakteri anti mikroba dan antioksidan. Meskipun asap cair mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan tersebut, namun hingga saat penggunaannya dalam produk pangan belum banyak dilakukan. Dalam proses pembuatan asap cair, jenis bahan baku dan kondisi operasi sangat menentukan untuk mendapatkan produk yang optimal. Produk-produk asap cair yang hasilkan saat ini masih banyak mengandung tar dan benzopyrene, senyawa yang bersifat karsinogenik dan membahayakan kesehatan, sehingga belum tepat jika digunakan langsung dalam produk pangan. Kondisi temperatur pada saat pembuatan asap cair sangat menentukan komposisi produk yang dihasilkan, selain itu juga berhubungan dengan jumlah energi yang diperlukan. Dengan demikian penelitian komponen asap cair pada kondisi operasi medium dan dapat dikontrol perlu dilakukan. Beberapa penelitian telah melaporkan potensi mutagenik senyawa kimia asap cair hasil pirolisa. Senyawa kimia dalam ekstrak asap kayu dapat bersifat mutagenik pada kelenjar limpa manusia, tetapi tidak mempunyai potensi mutagenik dalam pengujian menggunakan bakteri. Putnam dkk. (1999) melaporkan bahwa asap kayu bersifat mutagenik terhadap Salmonella. Potensi mutagenik dari senyawa kimia hasil pirolisis sangat dipengaruhi oleh bahan atau jenis kayu yang digunakan dan metode yang digunakan untuk menghasilkan senyawa kimia tersebut. Meskipun potensi mutagenik dari asap kayu telah dilaporkan, tetapi belum ada studi tentang toksisitas dari asap cair. Penelitian mengenai toksisitas dari asap cair ini sangat penting mengingat asap cair dapat digunakan oleh industri pangan dalam proses pengawetan. Berbagai komponen kimia dalam asap cair dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba serta memberikan efek warna dan citarasa khas asap pada produk pangan (Slamet dkk, 2008, Eni N, 2008). 4
Namun demikian penelitian pengaruh aktivitas mikroba akibat penggunaan asap cair terhadap hilangnya kandungan gizi, nilai estetis dan kemungkinan terbentuknya senyawa lain belum dilakukan. Dengan demikian perlu dilakukan pengujian lanjut terhadap kualitas asap cair sehingga aman digunakan dalam industri pangan.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Asap Cair dan Perkembangannya Asap cair adalah suatu larutan yang berisi senyawa-senyawa organik teroksidasi, seperti kelompok keton, aldehida, phenol, and asam-asam karboksilat yang diperoleh dari proses kondensasi uap hasil proses pirolisis (pembakaran tanpa oksigen) tanaman atau kayu pada suhu sekitar 400oC (Soldera 2008). Di Indonesia, produksi asap cair dari cangkang kelapa sawit telah dilakukan secara komersil dan telah dipatenkan di dalam negeri dengan no. P01.012. 3757/2002, luar negeri (International) No. PCT/ID02/00004, dan paten khusus di Malaysia No. PI 20031289, Thailand No. 081825 serta Vietnam No. 1-2003-00401 (http://www.litbang.deptan.go.id). PT Global Deorub Industry telah berhasil mengembangkan produk asap cair dengan nama “Deorub”, yang merupakan pabrik asap cair pertama bahan
di Indonesia dan bahkan di dunia. Pabrik ini menggunakan
baku dari limbah cangkang (tempurung) kelapa sawit dan diaplikasikan untuk
industri karet.
Menurut Prananta (2009), cangkang kelapa sawit mengandung lignin
(29,4%), hemiselulosa (27,7%), selulosa (26,6%), air (8,0%), komponen ekstraktif (4,2%), abu (0,6%). Oleh karena itu, limbah ini sangat berpotensi jika dikembangkan menjadi produk-produk yang bermanfaat dan memberi nilai tambah dari aspek ekonomi serta ramah lingkungan (Tjutju, dkk, 2005). Pirolisis limbah biomasa pertanian merupakan salah satu cara untuk mengolah limbah menjadi bahan yang bermanfaat. Saat ini, teknologi pirolisis dalam pemanfatan biomassa telah banyak diteliti, baik di laboratorium ataupun skala mini plant. Beberapa peneliti telah mengunakan limbah biomass pertanian seperti tangkai tebu, limbah dari pabrik kelapa sawit untuk menghasikan energi atau bahan lain yang berguna (Mesa-Pérez, dkk., 2013, Neves, dkk., 2011, Singh, dkk, 2013, Tigabwa, dkk., 2013). Namun penggunaan limbah biomassa terutama dari cangkang sawit sebagai penghasil asap cair belum menjadi perhatian bagi peneliti luar. Asap cair dapat berfungsi untuk serangan rayap pada kayu, sehingga akan memperpanjang usia dan ketahanan kayu (Nisandi, 2007). Berdasarkan sifat beberapa komponen asap cair, senyawa ini juga dapat berfungsi sebagai insektisida dan pestisida 6
alami yang dapat digunakan dalam bidang pertanian. Namun, hingga saat ini belum ada standar keamanan untuk produk asap cair, sehingga penggunaan asap cair dalam industri belum bisa dimaksimalkan. Limbah biomassa dari berbagai produk pertanian mempunyai sifat kimia dan fisik tertentu yang akan menghasilkan kualitas asap cair yang berbeda pula. Dengan demikian perlu adanya spesifikasi hasil asap cair yang dihasilkan dari berbagai limbah tersebut berikut kesesuaian penggunaannya. Saat ini penelitian tentang asap cair masih sedikit sekali dilakukan dan hanya difokuskan pada bahan dasar tempurung kelapa yang digunakan sebagai penggumpal latex dengan rendemen yang kecil (30%). Karena minimnya penggunaan, standar untuk produk asap cair juga belum ada. Padahal berbagai sumber biomassa pertanian dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku (Gani dkk, 2010). Pemanfaatan asap cair untuk insektisida dan pestisida alami juga belum bisa digunakan karena belum ada standar penggunaannya. Teknologi pirolisis dan evaluasi dan analisis yang di tawarkan dalam proposal ini akan dapat memaksimalkan rendemen asap cair dan pemanfaatannya untuk berbagai keperluan. Pemurnian asap cair yang menggunakan produk samping pirolisis akan menjadikan teknologi asap cair ini menjadi lebih berkembang. Di Provinsi Aceh pengembangan reaktor pirolisis berbasis batch untuk menghasilkan asap cair dari tempurung kelapa untuk penggunaan sebagai bahan penggumpal karet telah dilaksanakan oleh Tim Pengusul (Faisal dkk, 2012, machdar dkk., 2012). Pengembangan alat pirolisis proses batch berbasis bahan baku tempurung kelapa untuk menghasilkan bahan penggumpal karet berlanjut atas pembiayaan DP2M-DIKTI (Machdar, dkk., 2010) dan pembangunan industri asap cair grade-2 dan bahan penggumpal karet atas biaya Bank Dunia (Multi Donor Fund) di Beunyot, Kabupaten Bireuen dengan kapasitas 1200 kg/batch (Machdar, dkk., 2011). Namun demikian penggunaan tempurung kelapa untuk memproduksi asap cair dikuatirkan akan berhadapan dengan kurangnya bahan baku. Tempurung kelapa saat ini telah banyak digunakan sebagai bahan ornament dan souvernir yang bernilai jual lebih tinggi dari pada sebagai bahan dasar asap cair. Beberapa pabrik asap cair berbasis tempurung kelapa telah menghentikan aktifitasnya dikarenakan kurangnya bahan baku. Dengan demikian perlu di cari alternatif lain untuk bahan baku asap cair tanpa mengurangi ketersediaan bahan tersebut untuk kepentingan energi terbarukan. 7
Penggunaan limbah biomassa industri sawit akan menjawab solusi kurangnya bahan baku asap cair. Saat ini terdapat 28 PKS di Aceh yang berlokasi di lima belas kabupaten dengan total produksi tandan buah segar (TBS) sebesar 3.293.400 setiap tahun dari sekitar 261.000 hektare lahan (Gani, dkk, 2013). Umumnya PKS di Aceh beroperasi + 20 jam/hari, terkadang jika bahan baku tandan buah segar (TBS) sedang melimpah pabrik bisa bekerja selama 24 jam/hari (Mahidin dkk., 2013). Melihat hal ini tentu saja limbah padat yang dihasilkan sangat besar, dimana jika limbah tersebut tidak dimanfaatkan akan mengganggu lingkungan. Dengan memakai asumsi 20% volume TBS akan menjadi limbah padat maka dalam sehari akan diperoleh 110,224 ton limbah padat. Sedangkan cangkang sawit yang dihasilkan dari pabrik sekitar 0.182 juta ton tiap tahunnya (Gani, dkk, 2013). Sektor perkebunan kelapa sawit Indonesia juga mengalami perkembangan yang pesat, hal ini terlihat dari total luas areal perkebunan kelapa sawit yang terus bertambah yaitu menjadi 7,9 juta hektar pada 2011, yang terdiri dari sekitar 60% yang diusahakan oleh perkebunan besar dan 40% oleh perkebunan rakyat. (Industry Palm Oil Indonesia, 2013). Dewasa ini penggunaan bahan pengawet dalam industri makanan sangat benyak dilakukan. Bahan-bahan kimia seperti Boraks, Formalin, Natrium Benzoat, dan lain sebagainya. Penggunaan bahan tersebut dimaksudkan untuk meminimalkan pengeluaran untuk bahan pengawet dan memperpanjang usia produk. Penggunaan bahan kimia untuk tujuan tersebut menyebabkan masyarakat yang ingin hidup sehat enggan mengkonsumsi makanan dengan bahan pengawet buatan. Fenomena ini kemudian diantisipasi oleh produsen dengan menggunakan bahan alami pengawet makanan alami (natural). Proses pengolahan dari bahan baku hingga bahan pengawetan semuanya berasal dari alam, sehingga produk tersebut berlisensikan alami. Namun demikian, meskipun alami, sebenarnya bahan alami tersebut tidak selamanya aman, beberapa diantaranya mengandung senyawa karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker. Asap cair yang didentifikasi mengandung senyawa anti antimikroba dan antibakteri dapat digunakan dalam pengawetan pangan (Gullien dan Manzoos, 2002). Pada umumnya,penggunaan asap cair sering dikombinasikan dengan dengan berbagai perlakuan seperti penggaraman, pengemasan dan suhu penyimpanan, sebagai upaya 8
untuk menghasilkan efek sinergis terhadap mikroorganisme perusak dan meningkatkan umur simpan (Maga,1987, Guillen and Manzanos, 2002). Asap cair dapat digunakan untuk memberikan karakteristik sensori terhadap produk ikan
dalam bentuk perubahan
warna, bau dan rasa ( Pszcola, 1995). Asap cair telah digunakan secara komersial sebagai bahan pemberi aroma pada ikan dan daging karena adanya komponen flavor dari senyawa-senyawa fenolik (Guilen and Ibargoita, 1998a,1999b). Namun demikian pengggunaan asap cair untuk makanan tidak sepenuhnya aman, terutama jika digunakan langsung tanpa pemurnian. Asap cair mengandung senyawa karsinogenik yang dapat membahayakan kesehatan. Dengan demikian penelitian yang mendalam untuk menguji keamanan asap cair sangat diperlukan. Selain aman, nilai estestika, bau dan rasa dari bahan pangan yang menggunakan asap cair seharusnya dapat diterima pengguna sehingga tidak mengurangi daya beli.
2.2. Mekanisme Asap Cair Dalam Mengawetkan Makanan Dalam asap cair mengandung senyawa fenol yang bersifat sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat kerusakan pangan dengan cara mendonorkan hidrogen sehingga efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat autooksidasi lemak, sehingga dapat mengurangi kerusakan pangan karena oksidasi lemak oleh oksigen. Dan kandungan asam pada asap cair juga sangat efektif dalam mematikan dan menghambat pertumbuhan mikroba pada produk makanan yaitu dengan cara senyawa asam ini menembus dinding sel mikroorganisme yang menyebabkan sel mikroorganisme menjadi lisis kemudian mati, dengan menurunnya jumlah bakteri dalam produk makanan maka kerusakan pangan oleh mikroorganisme dapat dihambat sehingga meningkatkan umur simpan produk pangan.
2.3. Standar Mutu Asap Cair Asap cair yang digunakan untuk pengawet bahan pangan harus bebas dari senyawa-senyawa berbahaya seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbon) atau PAH yang bersifat karsinogenik. Diantara senyawa-senyawa PAH, yang sering digunakan sebagai indikator tingkat keamanan PAH adalah benzopyrene karena paling tinggi sifat karsinogeniknya. Di beberapa negara seperti Jerman telah 9
menetapkan bahwa batas maksimum bezopyrene dalam produk adalah 1 ppb. Selain bebas dari senyawa-senyawa berbahaya, asap cair yang digunakan sebagai pengawet bahan
pangan
haruslah
memiliki
flavor
yang
dapat
diterima
konsumen.
(http://lordbroken.wordpress.com/2010/01/14/asap-cair-pengawet-makanan/)
10
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kualitas asap cair sehingga aman digunakan dalam produk pangan tanpa mengurangi nilai gizi dan estestikanya. Pembuatan asap cair akan dilakukan pada kondisi moderat sehingga komponen berbahaya dapat di minimalisir dan penggunaan energi yang lebih hemat. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1. Menghasilkan asap cair dari limbah cangkang kelapa sawit yang dipirolisis pada temperatur medium. 2. Pemanfaatan dan pengujian asap cair yang dihasilkan untuk pada produk pangan terutama untuk pengawetan tahu dan bakso ikan, sehingga didapatkan konsentrasi yang tepat dan sesuai penggunaannya. 3. Menguji keamanan penggunaan asap cair sebagai pengawet alami.
3.2. Urgensi (Keutamaan) Kegiatan Aplikasi asap cair grade 1 untuk pengawet makanan sangat penting dalam rangka menggalakkan hidup sehat dan alami tanpa bahan kimia. Saat ini beberapa produk pangan seperti tahu dan ikan sudah tercemar bahan pengawet buatan yang membahayakan kesehatan, sehingga diperlukan alternatif pengawet alami yang lebih sehat. Beberapa pengujian yang akan di lakukan seperti daya awet, nilai gizi, tekstur, rasa, organoleptik dan nilai estestika terhadap produk pangan akan menjadikan produk asap cair aman untuk digunakan. Temuan yang ditargetkan dalam penelitian adalah: menghasilkan produk asap cair dari cangkang kelapa sawit dengan konsentrasi yang tepat yang memenuhi standar keamanan pangan (siap pakai untuk produk pangan), sehngga dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami. Target tersebut diharapkan dapat
berkontribusi dalam
menghasilkan sebuah teknologi yang menghasilkan asap cair yang aman dan murah sehingga menjadi alternatif dalam penggunaan bahan pengawet dalam industri pangan di Indonesia. Penelitian yang akan dilakukan juga sangat bermanfaat bagi perkembangan 11
penelitian tentang pemanfaatan limbah biomassa sebagai bahan pengawet alami. Karena merupakan produk alami dan tidak berbahaya akan juga berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan masyarakat yang selama ini telah tercemar dengan berbagai senyawa kimia buatan.
12
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Desain reaktor, optimisasi dan analisis asap cair Reaktor pirolisis dengan kapasitas 5 kg/hari telah didesain dengan menggunakan bahan stainles steel sehingga produk asap cair yang dihasilkan bebas dari kandungan logam lain. Gambar 5.1 menunjukkan skematik diagram proses pembuatan asap cair. Reaktor ini dilengkapi dengan alat pengontrol temperatur yang dapat beroperasi hingga suhu 500oC. Sampel yang berupa limbah biomassa industri kelapa sawit
akan
dimasukkan kedalam reaktor selama periode 5, 6, 7 dan 8 jam dan temperatur yang yang divariasikan pada 200 sampai 420oC. Asap yang keluar dikondensasikan supaya menjadi asap cair dengan menggunakan sistem kondensasi yang terbuat dari bahan stainles steel. Asap cair yang didapatkan merupakan grade 3. Proses optimasi dilakukan untuk mendapatkan produk asap cair dengan rendemen yang tinggi. Sampel biomassa yang akan digunakan adalah cangkang sawit. Rendemen produk pirolisis yang diperoleh ditetapkan berdasarkan metode Association of Official Agricultural Chemists (AOAC). Senyawa atau Komponen kimia yang terdapat dalam asap cair akan diidentifikasi dengan menggunakan GC-MS berdasarkan metode yang dikembangkan oleh modifikasi Guillen and Ibargoitia 1999. Lokasi kegiatan penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Operasi teknik kimia, Jurusan Teknik Kimia, dan laboratorium hama dan penyakit, Jurusan Agro teknologi, Unsyiah.
Gambar 4.1. Skematik diagram proses pembuatan asap cair 13
4.2 Pemurnian asap cair menjadi grade 1 Asap cair keluaran unit pyrolisis kemudian dimurnikan dengan metode distilasi. Distilasi dilakukan pada temperature 190oC dilakukan untuk menghilangkan komponen berbahaya dari asap cair.
Asap cair hasil distilasi merupakan asap cair grade 2. Asap cair hasil
distilasi kemudian dimurnikan kembali dengan sistem karbon aktif untuk mendapatkan asap cair grade 1.
4.3. Uji kemampuan asap cair sebagai pengawet alami Penelitian tahap ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri asap cair serbuk gergaji. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan mencari nilai
MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) asap cair serbuk gergaji terhadap 2 bakteri Staphylococcus aureus dan
uji, yaitu
Pseudomonas aeruginosa dengan metode kontak pada
medium NB(Nutrient Broth). Nilai MIC dapat diartikan sebagai nilai konsentrasi terkecil dari suatu bahan yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba sebesar 90% selama inkubasi 24 jam.
4.3.1 Persiapan Kultur Mikroba Kultur bakteri dalam agar miring diambil satu ose dan diinokulasi dalam 10 ml NB, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 20 jam. Kultur ini digunakan dalam setiap pengujian.
4.3.2 Pengujian aktivitas antibakteri asap cair Pengujian aktivitas antibakteri asap cair dilakukan dengan metode kontak pada medium cair. Dalam Erlenmeyer 100 ml diisi 50 ml medium cair (Nutrient Broth) yang mengandung asap cair dengan berbagai konsentrasi. Setelah medium diinokulasi dengan mikroba uji sekitar 10 5CFU/ml, medium diinkubasi pada suhu 370C pada shaker 150 rpm selama 24 jam. Penghambatan pertumbuhan bakteri pada tabung dengan konsentrasi terkecil menunjukkan nilai MIC, kemudian diikuti perhitungan bakteri dengan metode tuang. 14
4.4 Pengujian asap cair pada bahan pangan Pengujian keefektifan penggunaan asap cair untuk pengawet makanan akan dilakukan terhadap bakso ikan. Asap cair diberikan pada sampel makanan (bakso ikan dan tahu) dengan tiga cara, yaitu perendaman bakso dalam asap cair selama 15-30 menit, pencampuran asap cair ke dalam bakso dan pencampuran asap cair ke dalam air perebus bakso. Parameter yang diamati adalah parameter fisik yaitu timbulnya lendir setiap selang waktu 8 jam sampai bakso telah menunjukkan tanda-tanda kerusakan.
Konsentrasi asap
cair yang diujikan adalah 1,0%; 2,0%; 3,0%; dan 4,0%. Pada penelitian ini metode penyimpanan juga divariasikan. Penyimpanan pada suhu kamar dilakukan selama 2 hari dan penyimpanan pada suhu refrigerasi (4oC) selama 20 hari. Penyimpanan pada suhu kamar dilakukan pengamatan dan pengujian pada jam ke-0; 8; 16; 24; 32; dan 40. Penyimpanan dalam refrigerasi dilakukan pengamatan dan pengujian pada hari ke-0; 4; 8; 12; 16 dan 20. Pengamatan dan pengujian yang dilakukan meliputi jumlah total bakteri/Angka Lempeng Total (TPC),
nilai pH, kadar air, penerimaan terhadap rasa,
tekstur dan warna.
4.5 Lokasi Penelitian Lokasi kegiatan penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Operasi teknik kimia dan laboratorium mikrobiologi, Jurusan Teknik Kimia UNSYIAH.
4.6. Luaran dan Indikator Penelitian Luaran dan indikator penelitian dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Luaran dan indikator penelitian pembuatan asap cair dari cangkang sawit dan aplikasinya dalam produk pangan sebagai pengawet alami Luaran Indikator Desain dan perancangan unit reaktor Tersedianya 1 (satu) unit reaktor pyrolysis pyrolysis Pembuatan asap cair dari cangkang Tersedianya asap cair sawit Pengujian karakteristik asap cair Tersedianya data spesifikasi asap cair yang dihasilkan. 15
Peningkatan mutu asap cair ke grade 1 Pengujian asap cair sebagai pengawet alami pada bakso ikan Publikasi Kemajuan studi mahasiswa
Tersedianya asap cair grade 1 Tersedianya data uji efektifitas asap cair pada bakso ikan dan tahu Publikasi pada jurnal terakreditasi Selesainya 2 mahasiswa, dokumen thesis
16
BAB V HASIL YANG DICAPAI 5.1. Produksi asap cair Reaktor pirolisis asap cair telah didesain ulang untuk mendapatkan kondisi optimum pembuatan asap cair. Sistem pemanas diganti dengan menggunakan gas burner (sebelumnya listrik), sehingga temperatur dapat dikondisikan lebih baik dan cepat mencapai kondisi yang diinginkan. Gambar 5.1 menunjukkan peralatan pirolisis asap cair yang telah dimodifikasi.
Gambar 5.1. Peralatan pirolisis asap cair
17
Gambar 5.2. Produk asap cair pada berbagai temperatur pirolisis Asap cair telah diproduksi pada berbagai temperatur, yakni 200, 220,240,260,280,400 dan 420 oC. Gambar 5.2. menunjukkan produk asap cair pada berbagai temperatur pirolisis.
Gambar 5.3. Set up peralatan untuk proses permurnian asap cair Peralatan untuk proses distilasi asap cair telah dipersiapkan, yang dapat dilihat pada Gambar 5.3. Gambar 5.4 dan 5.5
menunjukkan produk samping dari prirolisis cangkang
sawit berupa arang dan tar. Kedua material tersebut dapat diolah kembali menjadi bahan yang bernilai jual lebih tinggi.
18
Gambar 5.4. Produk samping pirolisis (Tar)
Gambar 5.5. Produk samping pirolisis (Arang)
Pengujian hasil pirolisis cangkang sawit (grade 3) telah dilakukan di PUSLITBANG IPB.
19
Gambar 5.1 menunjukkan
Gambar 5.1
salah satu grafik GC-MS dari produk asap cair.
grafik GC-MS dari produk asap cair (temperatur pirolisis: 240oC)
20
Produk dan yield asap cair pada berbagai temperatur pirolisis
21
Temperatur Jlh sample Total asap Asap cair saat T yg (C) (kg) cair (0-T C) diinginkan (ml) 240 5 1300 700 260 6 1450 800 280 6 1500 800 300 6 1900 340 320 7 2245 700 340 7 2330 500 360 7 2410 450 380 7 2400 145 400 7 2500 350 420 7 2600 90
Total asap cair (ml) 2000 2250 2300 2240 2945 2830 2860 2545 2850 2690
Jlh tar (ml) 100 275 240 100 160 230 210 70 150 40
Arang (kg) 1,8 2,4 2,35 2,15 2,6 2,5 2,5 2,5 2,6 2,5
Temperatur Jlh sample Total asap Yiel Asap cair saat T (C) (kg) cair (0-T C) yg diinginkan (%) 240 5 1300 14 260 6 1450 13,33333333 280 6 1500 13,33333333 300 6 1900 5,666666667 320 7 2245 10 340 7 2330 7,142857143 360 7 2410 6,428571429 380 7 2400 2,071428571 400 7 2500 5 420 7 2600 1,285714286
yield asap cair (%) 40 37,5 38,33333333 37,33333333 42,07142857 40,42857143 40,85714286 36,35714286 40,71428571 38,42857143
yield tar (%l) 2 4,583333 4 1,666667 2,285714 3,285714 3 1 2,142857 0,571429
Arang (%) 36 40 39,16667 35,83333 37,14286 35,71429 35,71429 35,71429 37,14286 35,71429
BAB VII KESIMPULAN
1. Rata-rata yield asap cair yang dihasilkan dari pirolisis cangkang sawit adalah 40%. 2. Hasil analisis asap cair grade 3 menunjukkan asap cair dari cangkang sawit mengandung senyawa gugus fenolic, asetat dan komponen kimia lainnya yang dapat digunakan pada produk pangan untuk pengawetan tahu dan bakso ikan.
3. Produk lain dari pirolisis berupa tar dan arang.
22
Daftar Pustaka Eni Nurhasanah. 2008. Perancangan Alat untuk Membuat Asap cair dari Tempurung Kelapa dan Karakteristiknya, Master Thesis, ITB. Faisal, M, Machdar I., Fatanah, U., Amhar AB, dan Ernawati. 2012. Ibm Kelompok Brata jaya Penghasil Asap Cair di Aceh Utara, Laporan IbM, DP2M, Dikti. Gani A,H., Gustan P., Habibati, Amiruddin, dan Maulina, 2010. Kajian Mutu Arang Hasil Pirolisis Cangkang Kelapa Sawit. Jurnal Purifikasi, Vol. 11, No. 1: 77 – 86. Gani, A., Husni, Baihaqi, A., Faisal, M, 2013, Pyrolysis of Palm kernel Shell into Liquid Smoke: Potential Application for Biopesticides in Aceh Province, The 7th International Conference of Chemical Engineering on Science and Applications, Banda Aceh, 18-19 September 2013. Guillen, M.D. and M.L. Ibargoitia. 1999. Influence of the moisture content on the composition of the liquid smoke produced in the pyrolysis process of Fagus sylvatica L. wood. J Agric Food Chem 47:4126-4136. Guillen, M.D. and M.L. Ibargoitia. 1998. New components with potential antioxidant and organoleptic properties, detected for the first time in liquid smoke flavoring preparations. J. Agric Food Chem 46: 1276–1285. 23
Guillen, M.D. and M.J. Manzanos. 2002. Study of the volatile composition of an aqueous oak smoke preparation. Food Chem 79: 283–292. http://www.litbang.deptan.go.id, 2013
http://lordbroken.wordpress.com/2010/01/14/asap-cair-pengawet-makanan/ Industri Palm Oil di Indonesia, http://www.datacon.co.id/Sawit-2011ProfilIndustri.html, 8 Januari 2013. Maga, J.A. 1987, Smoke in Food Processing, CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida. Nisandi, 2007. Pengolahan dan pemanfaatan sampah organik menjadi briket arang dan asap cair, p.E1-E7, Sem. Nas. Teknologi 2007 (SNT 2007) Yogyakarta. Machdar I., Fatanah U., Aprilia, S., dan Faisal, M. (2010). Modifikasi Reaktor Pirolisis Dan Utilitasnya Pada Kelompok Brata Jaya Penghasil Asap Cair Di Aceh Utara. Laporan Program Ipteks Bagi Masyarakat (IbM), Lembaga Penelitian Universitas Syiah Kuala. Machdar I., Fatanah, U., dan Faisal, M., (2011). Detail Enginering Design (DED) Reaktor Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Industri Asap Cair Badan Usaha Milik Gampong (BUMG) Beunyot, Kabupaten Bireuen, Kapasitas 1.200 kg. Dalam: Proposal Program TERAPAN, Kerjasama Fakultas Teknik Unsyiah, ADF, BIMA, dan An’nisa Center. Sub-Proposal for Aceh Economic Development Financing Facility, MDF-World Bank. http://www.aceh-edff.org/ Machdar I., Fatanah, U., dan Faisal, M, Hamdani. 2012 Rancang Bangun Industri Penghasil Bahan Penggumpal Karet Ramah Lingkungan Sistem Fast Pyrolysis Kontinyu Dari Limbah Biomassa Industri Sawit, laporan Penelitian MP3EI, DIKTI Mahidin, Machdar, I., Faisal, M., Nizar, M. 2013, CDM Potential in Palm Solid Waste Co Generation as an Alternative Energy in Aceh Province, Makara Journal of Technology, , Vol. 16, No 2, 192-200. Mesa-Pérez, J.M., Rocha, J. D., Barbosa-Cortez, L., A.,Penedo-Medina, M., Alberto Luengo, C., Cascarosa, E. 2013. Fast oxidative pyrolysis of sugar cane straw in a fluidized bed reactor, Applied Thermal Engineering, 56, 167-175. Neves, D., Thunman, H., Matos, A., Tarelho, L., Gómez-Barea, A. .2011. Characterization and prediction of biomass pyrolysis products, Progress in Energy and Combustion Science, 37, 611-630 Pszcola, D.E. 1995. Tour highlights production and uses of smoke house base flavors. J Food Tech 49: 70-74. Putnam, K.P., D.W. Bombick, J.T. Avalos and D.J. Doolittle. 1999. Comparison of the cytotoxic and mutagenic potential of liquid smoke food flavourings, cigarette smoke condensate and wood smoke condensate. Food Chem Toxicol 37:1113-1118. Prananta, J. (2009). Pemanfaatan Sabut dan Tempurung Kelapa Sawit untuk Pembuatan Asap Cair Sebagai Pengawet Makan Alami. http://www.scribd.com/doc/4142857. 26 Februari 2009. Slamet, B.,, Rokhani, H., Sulusi, P., Setyadjit, Sukarno dan Z., Ita. 2008. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Produksi Pangan.Jurnal Pascapanen 5(1): 32-40. Soldera, S., N. Sebastianut to and R. Bortolomeazzi. 2008. Composition of phenolic compounds and antioxidant activity of commercial aqueous smoke flavorings. J Agric Food Chem 56: 2727–2734. 24
Singh, P., Sulaiman, O., Hashim, R,, Cheu Peng, L., Pratap Singh, R. 2013. Using biomass residues from oil palm industry as a raw material for pulp and paper industry: potential benefitsand threat to the environment, Environ Dev Sustain 15,367–383. Tigabwa, Y., A, Murni Melati, A., Lam, H. L., Suzana, Y. 2013. Hydrogen from renewable palm kernel shell via enhanced gasification with low carbon dioxide emission, Clean Techn Environ Policy,15,513-523. Tjutju, N, Desviana dan S. Kurnia. 2005, Tempurung Kelapa Sawit (TKS) sebagai Bahan Baku Alternatif untuk Produksi Arang Terpadu dengan Pyrolegneous / Asap Cair. Jurnal Ilmu & Teknologi Kayu Tropis Vol.3, No. 2, 39-44.
Lampiran Susunan tim peneliti dan pembagian tugas a. Tim Peneliti No. Nama
NIDN
Alokasi waktu Uraian Tugas (jam/minggu)
1.
Dr. M. Faisal, ST., M.Eng
0006097302
12
2.
Dr. Mahidin, ST. MT.
0003047001
10
Koordinasi, desain reaktor, produksi asap cair, pengujian analisis pelaporan Produksi asap cair, pengujian 25
analisis pelaporan
b. Mahasiswa Pascasarjana No.
Nama
NIM
Status Rencana S2/S3 Semester Tesis/Disertasi
1.
Ni Ketut 1009200090003 Astuti
S2
8
2.
Lisa Ginayatri
S2
10
0909200090010
Judul
Pirolisis Cangkang Sawit pada Suhu Medium dan Pemanfaatannya Sebagai Pengawet Alami Bakso Ikan Pirolisis Cangkang Sawit pada Suhu Medium dan Pemanfaatannya Sebagai Pengawet Alami Tahu
26
Draf Artikel
PENGARUH SUHU PIROLISIS CANGKANG SAWIT TERHADAP KUANTITAS DAN KUALITAS ASAP CAIR DALAM PENGAWETAN BAKSO IKAN
Oleh : NI KETUT ASTUTI HANDAYANI NIM. 1009200090003
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK KIMIA BIDANG TEKNOLOGI DAN MANAGEMENT LINGKUNGAN DARUSSALAM-BANDA ACEH 2014
ABSTRAK
Asap cair yang berasal dari biomassa dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba serta memberikan efek warna dan cita rasa khas asap pada produk pangan. Namun demikian beberapa senyawa lainnya yang bersifat karsinogenik dan berbahaya seperti tar dan benzopyrene juga terdapat dalam komponen asap cair. Penggunaan asap cair kualitas rendah juga memungkinkan hilangnya kandungan gizi pada produk pangan. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian yang mendalam untuk meningkatkan kualitas asap cair dan penggunaannya sebagai pengawet dalam produk pangan. Saat ini pembuatan asap cair dilakukan pada temperatur diatas 400℃ yang menghasilkan beberapa komponen karsinogenik yang berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi asap cair dari cangkang sawit pada kondisi medium sehingga komponen berbahaya dapat diminimalisir. Selanjutnya asap cair akan dapat digunakan sebagai pengawet alami dalam produk pangan tanpa mengurangi nilai gizi dan estetikanya. Peningkatan kualitas asap cair akan dilakukan sejak proses pembuataanya yaitu dengan memvariasikan temperatur sehingga dihasilkan komposisi asap cair yang rendah kandungan berbahayanya. Komponen karsinogenik asap cair kemudian akan dihilangkan dengan menggunakan proses distilasi dan karbon aktif. Senyawa atau komponen kimia yang terdapat dalam asap cair akan diidentifikasi dengan menggunakan GC-MS dengan menggunakan metode yang dikembangkan oleh Guillen dan Ibargoitia (1999). Asap cair yang sudah terbebas dari bahan berbahaya selanjutnya diaplikasikan pada produk pangan untuk pengawetan bakso ikan. Pengujian daya awet, nilai gizi, tekstur, rasa, organoleptik dan nilai estetika terhadap produk pangan akan dilakukan.
Kata kunci : Asap cair, Cangkang sawit, Pengawet alami, Tar, Benzopyrene, Bakso ikan, Nilai gizi
I. PENDAHULUAN Salah satu metode yang sedang dikembangkan untuk memanfaatkan potensi limbah biomassa di Indonesia adalah dengan cara mempirolisis limbah tersebut sehingga menghasilkan produk asap cair yang dapat digunakan sebagai pestisida, pengawet dan penggumpal karet. Komposisi asap cair yang mengandung campuran senyawa-senyawa aldehid, furan, asam, ester, phenol dan senyawa-senyawa organik teroksidasi lainnya memungkinkan asap cair digunakan sebagai zat pengawet, antibakteri, antimikroba dan antioksidan. Meskipun asap cair mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan tersebut, namun hingga saat penggunaannya dalam produk pangan belum banyak dilakukan. Dalam proses pembuatan asap cair, jenis bahan baku dan kondisi operasi sangat menentukan untuk mendapatkan produk yang optimal. Produk-produk asap cair yang dihasilkan saat ini masih banyak mengandung tar dan benzopyrene, senyawa yang bersifat karsinogenetik dan membahayakan kesehatan, sehingga belum tepat jika digunakan langsung dalam produk pangan. Kondisi temperatur pada saat pembuatan asap cair sangat menentukan komposisi produk yang dihasilkan, selain itu juga berhubungan dengan jumlah energi yang diperlukan. Dengan demikian penelitian komponen asap cair pada kondisi operasi médium dapat dikontrol perlu dilakukan. Asap cair yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil kondensasi asap yang berasal dari pembuatan cangkang kelapa sawit pada suhu di bawah 400°C. Faktor yang menyebabkan terbentuknya senyawa PAH adalah suhu pengasapan dan benzo[a]pyrene tidak terbentuk jika suhu pirolisis dibawah 425°C (Guillen et al. 2000; Stolyhwo & Sikorski 2005), sehingga asap cair cangkang sawit aman digunakan untuk produk pangan. Berdasarkan informasi tentang manfaat dan penggunaan asap cair tersebut, asap cair cangkang sawit berpotensi menjadi bahan pengawet alternatif, di samping dapat memberikan aroma, tekstur, dan citarasa yang khas pada produk pangan. Oleh karena itu, diperlukan pengujian tentang keamanan pangan asap cair cangkang sawit, sehingga dapat menjadi bahan pengawet alternatif yang aman. Metode yang digunakan adalah uji mikrobiologi dan identifikasi komponen asap cair cangkang sawit dengan Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GCMS) Berbagai komponen kimia dalam asap cair dapat berperan sebagai antioksidan dan antimikroba serta memberikan efek warna dan citarasa khas asap pada produk pangan (Slamet dkk, 2008, Eni N, 2008). Namun demikian penelitian pengaruh aktifitas mikroba akibat
penggunaan asap cair terhadap hilangnya kandungan gizi, nilai estetika dan kemungkinan terbentuknya senyawa lain belum dilakukan. Dengan demikian perlu dilakukan pengujian lanjut terhadap kualitas asap cair sehingga aman digunakan dalam industri pangan.
II. METODE PENELITIAN Pembuatan dan Karakterisasi Asap Cair Pembuatan asap cair dilakukan dengan menggunakan peralatan yang didesain seperti Gambar 1. Cangkang sawit yang sudah dikeringkan dan dibersihkan dari serabutnya sebanyak 6 kg dimasukkan ke dalam pirolisator (2), kemudian pirolisator ditutup rapat. Pipa stainless steel penyalur asap (3) dihubungkan dengan socket yang ada di bagian atas pirolisator. Selama proses sintesis asap cair, suhu air di kondensor dijaga dengan mengalirkan air dari kran apabila suhu air sudah terasa hangat. Setelah rangkaian alat terpasang dengan baik, kompor gas (1) yang digunakan sebagai sumber pemanas dinyalakan. Pemanasan dilakukan dengan variasi suhu pada 300°C, 320°C, 340° , 360° , 380° dan 400°C, dengan pemanasan selama 4 jam. Arang hasil pirolisis ditimbang dan asap cair yang dihasilkan diukur volumenya, kemudian disimpan dan diendapkan untuk dipisahkan dengan tar-nya sebelum didestilasi. Selanjutnya asap cair ini dianalisis kandungannya dengan alat GC-MS, Shimadzu GC-2010. Senyawa hasil destilasi yang sudah bebas dari endapan tar diberi pelarut dichloromethane sebelum diinjeksikan ke kolom GC-MS, dengan kondisi operasi alat, sebagai berikut : Suhu injeksi = 250°C Tekanan = 69,4 kPa Suhu = 50°C Waktu = 3 menit Kecepatan = 1,22 mL/menit HASIL DAN PEMBAHASAN Pada pembuatan asap cair dengan metode pirolisis, api tidak langsung kontak dengan bahan yaitu cangkang kelapa sawit. Variabel suhu yang digunakan adalah 300°C, 320°C, 340°C, 360°C, 380°C dan 400°C.Walaupun tidak langsung menyentuh api, cangkang kelapa sawit dalam pirolisator memanas dan asap yang terbentuk terdorong ke pipa penyalur asap, dan terkondensasi
menjadi cair dalam sistem kondensor. Selama proses pirolisis berlangsung, terjadi beberapa tahap pirolisis yaitu tahap awal dimana terjadi pelepasan gas-gas ringan seperti CO, CH4 dan CO2 yang tidak dapat terkondensasi oleh air pendingin. Tahap kedua adalah proses dekomposisi unsur-unsur cangkang sawit seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin [6]. Asap hasil dari dekomposisi ini dapat dicairkan dalam system kondensor. Asap cair yang dihasilkan berwarna coklat dan masih tercium bau asap yang kemudian diukur volumenya dan dianalisis lebih lanjut.
Pengaruh Suhu Terhadap Jumlah Asap Cair dan Rendemen Arang
Pengaruh suhu pembakaran terhadap jumlah asap cair dan arang yang dihasilkan bisa dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Semakin tinggi suhu pirolisis semakin banyak volume asap cair yang dihasilkan, akan tetapi jumlah arang yang dihasilkan semakin sedikit. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu pirolisis, semakin banyak cangkang yang terdekomposisi sehingga semakin besar volume asap cairnya dan rendemen arang (residu) semakin kecil. Rendemen hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lain [1] walaupun pada suhu pirolisis yang sama. Volume asap cair yang diperoleh lebih sedikit dan rendemen arang lebih besar, hal ini berkaitan dengan desain pirolisator yang digunakan. Dari hasil ini dapat dilihat perlunya penyempurnaan kondisi proses sehingga diperoleh hasil yang lebih optimal.
Tabel 1. Rendemen kuantitas asap cair dan rendemen arang hasil percobaan Suhu Pirolisis (0C) 300 320 340 360 380 400
Rendemen
Hasil Penelitian
Asap Cair (mL) Arang (%) Asap Cair (mL) Arang (%) Asap Cair (mL) Arang (%) Asap Cair (mL) Arang (%) Asap Cair (mL) Arang (%) Asap Cair (mL) Arang (%)
2410 0.26 2650 0.27 3710 0.23 2785 0.23 2725 0.22 2715 0.22
Gambar2. Pengaruh suhu pirolisis terhadap rendemen asap cair yang dihasilkan Pengaruh Suhu Pirolisis terhadap Rendemen Asap Cair 3800 3600 3400 3200 3000 2800 2600 2400 2200 2000 280
300
320
340
360
380
400
420
Pengaruh Suhu Pirolisis terhadap Rendemen Asap Cair
Gambar3. Pengaruh suhu pirolisis terhadap rendemen arang yang dihasilkan
Pengaruh Suhu Pirolisis terhadap Rendemen Arang 2,8 2,6 2,4 2,2 2 280
300
320
340
360
380
400
420
Pengaruh Suhu Pirolisis terhadap Rendemen Arang
Karakteristik GC-MS pada Asap Cair
Asap cair yang diperoleh dari hasil pirolisis pada suhu 300 °
dan 400 ° dianalisis dengan GC-
MS yang dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Gambar 4. Senyawa-senyawa yang diperoleh dari hasil pirolisis pada suhu 300 °
Gambar 5. Senyawa-senyawa yang diperoleh dari hasil pirolisis pada suhu 400 °
Asap cair yang dihasilkan pada percobaan ini termasuk grade 3, jadi belum bisa digunakan pada produk makanan karena masih terdapat senyawa yang berbahaya. Untuk itu perlu dilakukan proses pemurnian lebih lanjut.
Pada penelitian masih perlu dilakukan beberapa tahapan proses uji analis yaitu : 1. Kadar Air Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Juga menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, karena kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Pengamatan yang akan dilakukan yaitu pengaruh lama penyimpanan dan konsentrasi asap cair terhadap kadar air bakso ikan pada Gambar ….. 2. Uji TPC (Total Plate Counter) Yang bertujuan untuk melihat jumlah mikroba yang tumbuh pada bakso ikan ini. Data hasil pengamatan pada uji TPC dapat dilihat pada Lampiran…Nilai TPC yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 65-216 koloni/ml dengan nilai rata-rata….. Pengaruh lama penyimpanan terhadap pertumbuhan mikroorganisme pada mie sukun dapat dilihat pada Gambar… 3. Uji Organoleptik (warna,rasa dan aroma) 4. Penentuan konsentrasi asap cair yang terbaik untuk pengawetan bakso ikan.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa faktor suhu pirolisis sangat mempengaruhi volume dan komposisi asap cair serta rendemenarang yang dihasilkan. Untuk meningkatkan rendemen masih perlu penyempurnaan desain pirolisator dan prosesnya. Asap cair yang dihasilkan pada percobaan ini (grade 3) belum bisa digunakan pada produk makanan
karena masih terdapat senyawa yang berbahaya. Untuk itu perlu dilakukan proses pemurnian lebih lanjut. DAFTAR ACUAN Guillen, M.D. and M.L. Ibargoitia. 1999. Influence of the moisture content on the composition of the liquid smoke produced in the pyrolysis process of Fagussylvatica L. wood. J Agric Food Chem 47:4126-4136. Guillen, M.D. and M.J. Manzanos. 2002. Study of the volatile composition of an aqueous oak smoke preparation. Food Chem 79: 283-292. Slamet, B.,,Rokhani, H., Sulusi, P., Setyadjit, Sukarno dan Z., ha. 2008. Identifikasi dan Uji Keamanan Asap Cair Tempurung Kelapa untuk Produksi Pangan .Jurnal Pascapanen 5(1): 32-40.Dari Tempurung Kelapa, Skripsi FMIPA-UGM, (1992) Ejarlis, S. Bismo, Slamet, Roekmijati, World Appl. Sci. J., 3 (6) (2008) 979-984
Diskusi seminar hasil penelitian
I
1. Skim Penelitian 2. Judul 3. Ketua Peneliti/Penyaji 4.Hari/Tanggal 5. Tempat
: Insentif Hibah Pasca Sarjana : Pembuatan asap cair dari cangkang sawit dan aplikasinya dalam produk pangan sebagai pengawet alami : Dr. M. Faisal, ST., M.Eng : Kamis, 20 November 2014 : Ruang B, Flamboyant, Gedung AAC Prof. Dr. Dayan Dawood Lt. 3 Universitas Syiah Kuala
II. Pertanyaan 1. Dr. Mohammad Afifuddin
: 1. Mengapa digunakan cangkang sawit? 2. Apa saja produknya?
III. Tanggapan
1. Cangkang sawit digunakan karena merupakan kayu keras yang mengandung lignoselulosa yang dapat dipirolisis menjadi komponen senyawa kimia lain. Pada prinsipnya semua bahan yang mengandung lignoselulosa dapat dipirolisis menjadi asap cair 2. Asap cair 40%, arang 30%, sisanya tar dan komponen lainnya
IV. Saran
: -
Moderator
Banda Aceh, 20 November 2014 Ketua Peneliti,
Dr. Mohammad Afifuddin
Dr. M. Faisal