LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI
Phytomining Logam Emas dari Tailing Tambang Emas Rakyat Menggunakan Tumbuhan Lokal tahun ke 2 dari rencana 2 tahun
Ketua/Anggota Tim Prof. Ir. Eko Handayanto, MSc., PhD. (NIDN 0005035202) Dr.Ir. Budi Prasetya, MP. (NIDN 0001076108) Ir. Baiq Dewi Krisnayanti, MP., PhD. (NIDN 0010017006) Dr. Ir. Nurul Muddarisna, MP. (NIDN 0008086801)
Dibiayai oleh: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Melalui DIPA Universitas Brawijaya Nomor : 023.04.2.414989/2014, tanggal 5 Desember 2013, dan berdasarkan SK Rektor Universitas Brawijaya Nomor: 157 Tahun 2014, tanggal 10 April 2014
UNIVERSITAS BRAWIJAYA Oktober 2014
i
ii
RINGKASAN Pada berbagai pertambangan emas skala kecil di Indonesia, proses amalgamasi yang dikuti dengan proses sianidasi umumnya digunakan untuk memperoleh emas. Dalam proses ini merkuri yang tersisa dalam ‘tailing’ akan membentuk senyawa sianida-merkuri yang terlarut kedalam tanah dan air yang membahayakan lingkungan tanah dan air. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk mengelola tailing tersebut. Teknologi sederhana yang berbasis tanaman yang dapat memenuhi kebutuhan di atas adalah “phytomining’, dimana kegiatan pertanian dan ekstraksi emas dapat diperoleh secara simultan. Kegiatan phytomining adalah menanam tanaman hiperakumulator pada limbah tambang logam berkadar rendah, dan kemudian memanennya dan membakar biomasnya untuk menghasilkan ‘bio-ore’ Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Lindernia crustacea (L.) F., Paspalum conjugatum L., dan Cyperus kyllingia Endl.merupakan tiga spesies yang berpotensi untuk digunakan sebagai fitoremediator Hg pada lahan pertanian yang tercemar limbah tambang emas rakyat yang mengandung Hg. Karena Hg merupakan bahan utama yang banyak digunakan dalam proses penambangan emas rakyat, maka tumbuhan tersebut diharapkan juga mampu mengakumulasi emas. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji potensi tiga spesies tumbuhan tersebut untuk “phytomining” melalui kajian pertumbuhan sebelum implementasi lapangan. Penelitian dilakukan selama dua tahap (dua tahun). Hasil penelitian tahun pertama yang merupakan percobaan pot di green house pada bulan AprilNopember 2013 menunjukkan bahwa akumulasi merkuri tertinggi (30,09 ppm) dijumpai pada tajuk P.conjugatum dengan penambahan amonium thiosulfat. Secara rata-rata, penambahan amonium thiosulfat atau natrium sianida meningkatkan akumulasi Hg di tajuk sebesar 71% dan 48%% dan akumulasi Au sebesar 108% dan 34% dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan bahan khelat. Karena akumulasi Au yang masih rendah (kurang dari 1 ppm), maka diperlukan uji fitoekstraksi untuk siklus kedua sebelum hasilnya bisa diterapkan di lapangan pada tahun kedua. Tahapan penelitian yang telah dilakukan adalah penanaman siklus pertama yang dilakukan pada bulan April – Juni 2014. Dua dari tiga spesies tumbuhan yang terbaik (paling banyak menyerap Hg dan Au) hasil penelitian tahun 1, yaitu Paspalum conjugatum dan Cyperus kyllingia, ditanam pada bak penampung (dam) tailing pada lokasi proses sianidasi (tong). Plot / dam tailing tersebut dibuat dengan ukuran panjang 1 m, lebar 1 m, tinggi 40 cm yang beralaskan plastic polyethelen. Setiap plot diisi dengan tailing dari proses sianidasi (proses tong). Bahan pembenah tanah (kapur dan pupuk) akan diaplikasikan pada plot tailing untuk memperbaiki kondisi media. Perlakuan percobaan terdiri atas (1) 2 spesies tumbuhan (Paspalum conjugatum dan Cyperus kyllingia), dan (2) 3 aplikasi bahan penghelat, tanpa bahan khelat, 2g/kg (4 t/ha) amonium thiosulfat dan 1g/kg (1 t/ha) natrium sianida. Enam perlakuan tersebut disusun dalam rancangan kelompok dengan 4 ulangan. Dengan demikian jumlah plot yang digunakan untuk dua lokasi adalah 24 plot. Pada setiap plot ditambahkan pupuk ponska dengan dosis 100kg/ha sebagai pupuk dasar. Natrium sianida dan amonium thisulfat ditambahkan pada saat pertumbuhan tanaman mencapai biomas maksimum pada umur 8-9 minggu. Satu minggu setelah aplikasi natrium sianida tersebut, tumbuhan dipanen (umur 10 minggu setelah tanam). Hasil panen (biomasa
iii
tumbuhan) dianalisis kandungan Hg dan Au. Kandungan Hg dianalisis dengan menggunakan F732-S Cold Atomic absorption Mercury Vaporanalyzer (Shanhgai Huaguang Instrument Company), dengan prinsip reduksi logam merkuri oleh stannum khlorida (SnCl2). Kandungan Au ditetap dengan Graphite Furnace Analyzer yang dikombinasikan dengan Atomic Absorption Shectophotometer, type AAnalyst 50, PerkinElmer, UK. di laboratorium Universitas Brawijaya dan Universitas Mataram. Data yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis ragam dilanjutkan dengan uji BNJ 5%. Tahapan berikutnya adalah melaksanakan penanaman siklus kedua. Setelah panen siklus pertama, plot dibiarkan selama 1 bulan, dan kemudian pada bulan Agustus 2014 akan ditanami kembali dengan dua spesies tersebut di atas (siklus kedua) untuk keberlanjutan recovery logam. Metode pelaksanaan pada siklus kedua ini sama dengan siklus pertama. Seperti pada siklus pertama, hasil panen (biomasa tumbuhan) siklus kedua juga akan dianalisis kandungan Hg dan Au Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi amonium thiosulfat atau natrium sianida meningkatkan akumulasi Hg dalam tajuk sebesar 76% dan 45%, serta akar sebesar 39% dan 26%, dibandingkan dengan perlakuan tanpa aplikasi khelat. Konsentrasi tertinggi Au (601,9 ug / kg) ditemukan pada tajuk P.conjugatum dengan aplikasi amonium thiosulfat. Pada akar, konsentrasi tertinggi Au (45,3 mg / kg) juga ditemukan di P. conjugatum dengan aplikasi amonium thiosulfat. Aplikasi amonium thiosulfat atau natrium sianida meningkatkan konsentrasi Au di tunas sebesar 106% (106%) dan 30%, serta akar sebesar 79% dan 62%, dibandingkan dengan perlakuan tanpa aplikasi khelat. Selama dua siklus pertanaman Paspalum conjugatum dan Cyperus kyllingia, akumulasi Hg tertinggi (32,86 mg/kg berat kering), dijumpai pada tajuk Paspalum conjugatum dengan aplikasi anomium thiosulfat. akumulasi Au tertinggi (928,20 µg/kg berat kering), dijumpai pada tajuk Paspalum conjugatum dengan aplikasi anomium thiosulfat. Karena dalam pelaksanaan penelitian terdapat kendala musim kemarau yang panjang pada tahun 2014, akumulasi Hg dan Au masih belum bisa mencapai maksimum. Untuk mengatasi hal tersebut, pasokan air perlu dipertimbangkan dalam upaya pengembangan teknologi ini dalam skala lebih luas. Selain, itu kondisi media tanam (tanah tercermar limbah sianidasi emas) yang sangat miskin unsur hara, perlu diperbaiki dengan penambangan bahan pembenah tanah (misalnya bahan organik). Namun demikian, paduan dosis bahan pembenah tanah, bahan khelat dan pupuk, perlu di formulasi lebih akurat agar tidak menggangu ketersediaan hayati Hg dan Au berkaitan dengan sifat geokimia kedua unsure logam tersebut. .
Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Sub Optimal. Universitas Sriwijaya. Palembang, 26-27 September 2014
Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas dukungan dana penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Fakultas Pertanian, Universitas Mataram yang menyediakan fasilitas laboratorium. Daftar Pustaka Aspinall C. 2001. Small-scale mining in Indonesia. International Institute for Environment and Development and the World Business Council for Sustainable Development, England. Banuelos GS, Dhillon KS. 2011. Developing a sustainable phytomanagement strategy for excessive selenium in Western United States and India. International Journal of Phytoremediation 13: 208-228. Baya AP, Van Heyst B. 2010. Assessing the trends and effects of environmental parameters on the behaviour of mercury in the lower atmosphere over cropped land over four seasons”, Atmospheric Chemistry and Physics 10: 8617-8628. Bhargava A, Carmona FF, Bhargava M, Srivastava S. 2012. Approaches for enhanced phytoextraction of heavy metals. Journal of Environmental Management 105: 103-120. Chen J, Yang ZM. 2012. Mercury toxicity, molecular response and tolerance in higher plants. BioMetals 25 (5): 847-857. Fasani E. 2011. Plants that hyperaccumalte Heavy Metals. In. Plants and Heavy Metals. A. Furini (ed). SpringerBriefs in Biometals, pp 55-74. Hooda PS. 2010. Trace Elements in Soils, Blackwell Publishing Ltd.. Hylander LD, Plath D, Miranda CR, Lucke S, Ohlander J, Rivera ATF. 2007. Comparison of different gold recovery methods with regard to pollution control and efficiency. Clean 35: 52-61. Lin C, Zhu T, Liu T, Wang D. 2010. Influences of major nutrient elements on Pb accumulation of two crops from a Pb-contaminated soil. Journal of Hazardeous Materials 174 (1-3): 2002-2008. Lomonte C, Doronila AI, Gregory D, Baker AJM, Kolev SD. 2010. Phytotoxicity of biosolids and screening of selected plant species with potential for mercury phytoextraction. Journal of Hazardeous Materials 173 (1-3), 494-501. Moldovan OT, Meleg IN, Levei E, Terente M. 2013. A simple method for assessing biotic indicators and predicting biodiversity in the hyporheic zone of a river polluted with metals. Ecological Indicators 24: 412-420. Moreno FN, Anderson CWN, Robinson BH, Stewart RB. 2004. Phytoremediation of mercury-contaminated mine tailings by induced plant-Hg accumulation. Environmental Practice 6 (2): 165-175. Muddarisna N, Krisnayanti BD, Utami SR, Handayanto E. 2013. The potential of wild plants for phytoremediation of soil contaminated with mercury of gold cyanidation tailings. Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology 4 (1): 15-19. Nagajyoti PC, Lee KD, Sreekanth TVM. 2010. Heavy metals, occurrence and toxicity for plants: a review. Environmental Chemistry Letters 8 (3): 199-216. Pedron F, Petruzzelli G, Barbafieri M, Tassi E, Ambrosini P, Patata L. 2011. Mercury mobilization in a contaminated industrial soil for phytoremediation. Communications in Soil Science and Plant Analysis 42 (22), 2767-2777. Rascio N, Navari-Izzo F. 2011. Heavy metal hyperaccumulating plants: How and why do they do it? And what makes them so interesting?. Plant Science 180 (2): 169-181.
Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Sub Optimal. Universitas Sriwijaya. Palembang, 26-27 September 2014
7 Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada Universitas Brawijaya dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas dukungan dana penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Fakultas Pertanian, Universitas Mataram yang menyediakan fasilitas laboratorium. Daftar Pustaka Aspinall C. 2001. Small-scale mining in Indonesia. International Institute for Environment and Development and the World Business Council for Sustainable Development, England. Banuelos GS, Dhillon KS. 2011. Developing a sustainable phytomanagement strategy for excessive selenium in Western United States and India. International Journal of Phytoremediation 13: 208-228. Baya AP, Van Heyst B. 2010. Assessing the trends and effects of environmental parameters on the behaviour of mercury in the lower atmosphere over cropped land over four seasons”, Atmospheric Chemistry and Physics 10: 8617-8628. Bhargava A, Carmona FF, Bhargava M, Srivastava S. 2012. Approaches for enhanced phytoextraction of heavy metals. Journal of Environmental Management 105: 103-120. Chen J, Yang ZM. 2012. Mercury toxicity, molecular response and tolerance in higher plants. BioMetals 25 (5): 847-857. Fasani E. 2011. Plants that hyperaccumalte Heavy Metals. In. Plants and Heavy Metals. A. Furini (ed). SpringerBriefs in Biometals, pp 55-74. Hooda PS. 2010. Trace Elements in Soils, Blackwell Publishing Ltd.. Hylander LD, Plath D, Miranda CR, Lucke S, Ohlander J, Rivera ATF. 2007. Comparison of different gold recovery methods with regard to pollution control and efficiency. Clean 35: 52-61. Lin C, Zhu T, Liu T, Wang D. 2010. Influences of major nutrient elements on Pb accumulation of two crops from a Pb-contaminated soil. Journal of Hazardeous Materials 174 (1-3): 2002-2008. Lomonte C, Doronila AI, Gregory D, Baker AJM, Kolev SD. 2010. Phytotoxicity of biosolids and screening of selected plant species with potential for mercury phytoextraction. Journal of Hazardeous Materials 173 (1-3), 494-501. Moldovan OT, Meleg IN, Levei E, Terente M. 2013. A simple method for assessing biotic indicators and predicting biodiversity in the hyporheic zone of a river polluted with metals. Ecological Indicators 24: 412-420. Moreno FN, Anderson CWN, Robinson BH, Stewart RB. 2004. Phytoremediation of mercury-contaminated mine tailings by induced plant-Hg accumulation. Environmental Practice 6 (2): 165-175. Muddarisna N, Krisnayanti BD, Utami SR, Handayanto E. 2013. The potential of wild plants for phytoremediation of soil contaminated with mercury of gold cyanidation tailings. Journal of Environmental Science, Toxicology and Food Technology 4 (1): 15-19. Nagajyoti PC, Lee KD, Sreekanth TVM. 2010. Heavy metals, occurrence and toxicity for plants: a review. Environmental Chemistry Letters 8 (3): 199-216. Pedron F, Petruzzelli G, Barbafieri M, Tassi E, Ambrosini P, Patata L. 2011. Mercury mobilization in a contaminated industrial soil for phytoremediation. Communications in Soil Science and Plant Analysis 42 (22), 2767-2777.
Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Sub Optimal. Universitas Sriwijaya. Palembang, 26-27 September 2014
Rascio N, Navari-Izzo F. 2011. Heavy metal hyperaccumulating plants: How and why do they do it? And what makes them so interesting?. Plant Science 180 (2): 169-181. 7 Selin NE. 2009. Global Biogeochemical Cycling of Mercury: A Review. Annual Review of Environment and Resources 34: 43-63. Slowey AJ. 2010. Rate of formation and dissolution of mercury sulfide nanoparticles: The dual role of natural organic matter. Geochimica et Cosmochimica Acta 74 (16): 4683-4708. Veiga MM, Maxson, PA, Hylander LD. 2006. Origin and consumption of mercury in small-scale gold mining. Journal of Cleaner Production 14: 436-447. Wang J, Feng X, Anderson CWN. 2012. Thiosulphate assisted phytoextraction of mercury (Hg) contaminated soils at the Wanshan mercury mining district, Southwest China” in Environmental, Socio-economic, and Health Impacst of Artisanal and Small-Scale Minings. E. Handayanto, B.D. Krisnayanti and Suhartini (eds). p 67-76. UB Press, Malang, Indonesia. Wuana RA, Okieimen FE. 2011. Heavy metals in contaminated soils: a review of sources, chemistry, risks and best available strategies for remediation. ISRN Ecology 11: 1-19.