LAPORAN AKHIR PENELITIAN PRODUK UNGGULAN DAERAH TAHUN 2013
JUDUL PENELITIAN:
PENGEMBANGAN SISTEM PRODUKSI PERTANIAN ORGANIK TERPADU Prof. Dr. Ir. Simon Hadi Teguh Raharjo (Ketua Peneliti) Dr. Ir. Elizabeth Kaya, M.P. Dr. Ir. Johanna Audrey Leatemia, M.Sc.. Dr. Ir. Adelina Siregar, M.Sc. Ir. Herman Rehatta, M.S. Dr. Ir. Helen Hetharie, M.Si. Imelda Jeanette Lawalata, SP., M.Si
Dibiayai oleh Universitas Pattimua, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Produk Unggulan Daerah, Tahun Anggaran 2013 Nomor: 70/UN13.2/SP-PUD/VIII/2013; Tanggal 15 Agustus 201
UNIVERSITAS PATTIMURA 2013
ii
Halaman Pengesahan Penelitian Produk Unggulan Daerah Unpatti 2013
1. Judul Penelitian
: Pengembangan Sistem Produksi Pertanian Organik Terpadu
2. Fokus
: Pertanian Pangan
3. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP/NIK d. NIDN e. Jabatan Struktural f. Jabatan Fungsional g. Perguruan Tinggi h. Fakultas/Jurusan i. Pusat Penelitian j. Alamat k. Telpon/Faks l. Alamat Rumah m. Telpon/Faks/E-mail
: : : : : : : : : : : : :
4. Tahun Pelaksanaan
: Tahun 1 dari rencana 1 tahun
5. Pembiayaan Jumlah yang disetujui
: Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah)
Prof. Dr. Ir. Simon Hadi Teguh Raharjo L 19591216 198403 1 001 0016125908 Guru Besar Universitas Pattimura Pertanian / Budidaya Pertanian Universitas Pattimura Jl. Ir. M. Putuhena, Kampus Poka, Ambon 97233 081343157624 / (0911) 322498 Perumahan Dosen UNPATTI, Rumahtiga, Ambon 97234 081343157624 / (0911) 322498 /
[email protected]
Ambon,
27 Desember 2013
Mengetahui, Ketua Lembaga Penelitian
Ketua Peneliti,
Prof. Dr. Ir. Rafael M. Osok, MSc. NIP. 19601012 198803 1 001
Prof. Dr. Ir. Simon H.T. Raharjo NIP. 19591216 198403 1 001
iii
RINGKASAN Melalui penelitian dan pengembangan teknologi ini sistem pertanian organik terpadu dikembangkan di Fakultas Pertanian Unpatti. Kegiatan penelitian dan pengambangan ini meliputi: a) kajian pembuatan bioaktivator pupuk organik dari limbah pertanian yang tersedia secara local, b) kajian kualitas pupuk organik cair dan padat dari beberapa jenis limbah pertanian, kajian efikasi biopestisida nabati untuk produksi sayuran organik dan d) kajian aplikasi pupuk organik untuk produksi sayuran organik. Kegiatan ini berupaya menciptakan sistem yang dapat memproduksi sarana produksi pertanian organik serta produknya yang dihasilkan secara kontinyu.
Dengan
demikian akan tercipta kemampuan Fakultas Pertanian untuk menghasilkan saprodi dan produk pertanian organik yang dapat diterima secara komersial di pasaran. Untuk mencapai itu telah dilakukan kajian-kajian degan metode-metode dalam bentuk percobaan-percobaan dan analisisanalisis di laboratorium, di rumah produksi kompos dan di rumah kaca, yang masing-masing sesuai dengan tujuan penelitian dan kajian yang hendak dicapai. Luaran-luaran yang dihasilkan melalui kegiatan ini adalah berbagai sarana produksi dan hasil pertanian organik antara lain: a) bioaktivator berbahan baku limbah pertanian yang dapat dipakai untuk produksi pupuk organik padat maupun cair, b) sistem produksi pupuk organik cair dan padat yang dapat diterapkan oleh mahasiswa maupun petani, c) insektisida nabati berbahan baku dari biji sirsak dan tangkai bunga cengkeh, d) produk tomat organik, dan d) sistem produksi kacang tunggak unggul lokal yang dibudidayakan secara organik. Dari kegiatan ini juga telah terkumpul data hasil penelitian yang sedang dianalisis dan hasilnya ditulis dalam bentuk pulikasi-publikasi ilmiah serta modul-modul paket informasi untuk budidaya tanaman pertanian secara organik.
Kata kunci: pertanian organik, pupuk organik, kompos, pestisida nabati, produksi sayuran, kacang tunggak
iv
PRAKATA
Pertanian organik pada akhir-akhir ini dikembangkan dan diadopsi secara pesat karena meningkatnya penerimaan konsumen dan menjadi kebutuhan petani di beberapa daerah karena karena mahalnya dan sulitnya mendapatkan pupuk sintetik. Pemanfaatan pupuk dan pestisida organik (hayati) merupakan alternative yang baik untuk banyak wilayah Maluku, dimana akses dan ketersediaan saprodi sintetis masih mengalami kendala. Penelitian dan kegiatan yang dilaporkan ini terfokus pada pengembangan sistem pertanian organik terpadu, yang dalam hal ini dimulai di Kampus Fakultas Pertanian Unpatti. Tulisan ini sebenarnya melaporkan sebagian hari keseluruhan hasil penelitian kegiatan kajian, sebab beberapa bagiannya masih belum selesai, khususnya untuk pengujian di rumah kaca dan di lahan terhadap produk yang telah dihasilkan. Para peneliti dan penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Rektor Unpatti yang telah memfasilitasi kegiatan ini dengan penyediaan dananya dari anggaran Universitas. Bantuan dan fasilitasi Kepala Lembaga Penelitian Unpatti beserta stanya yang telah sangat membantu pelaksanaan kegiatan ini dan untuk itu sangat kami hargai. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Dekan Fakultas Pertanian Unpatti, Ketua Jurusan Budidaya Pertanian dan Program Studi Agroekoteknologi, yang telah mengijinkan kami untuk melakukan penelitian ini serta menggunakan beberapa fsarana di Fakultas. Bantuan para pembantu di laboratorium dan di lapang, termasuk teknisi serta para mahasiswa yang telah terlibat dalam egiatan ini, telah turut membantu kelancaran pelaksanaannya, dan untuk itu kami sangat berterima kasih kepada mereka. Kami dengan kerendahan hati tebuka terhadap kritik dan saran membangun untuk perbaikan tulisan ini, serta demi perbaikan pelaksanaan kegiatan penelitian selanjutnya.
Ambon, Desember 2013
Para Peneliti / Penulis
v
DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ………………........…………………………...……………………...
iii
PRAKATA …………………………………………………………………………..
iv
DAFTAR ISI ……………………………………………………..………………….
v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………….
vi
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………
vii
DAFTAR LAMPIRAN …………….…………………………………………………
ix
BAB 1. PENDAHULUAN …………….…………… ….….……………………. 1.1. Latar Belakang … …………………………………….…………...…….… 1.2. Tujuan …………………. ………………………………………….……… 1.3. Sasaran ………………………………….………….……………...…….…
1 1 2 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ………………….……..……..………………… 2.1. Peranan Pupuk Organik ………………………………….………………... 2.2. Peranan Bahan Organik bagi Kesuburan Tanah ………….………………… 2.3. Biopestisida dalam Pertanian Organik …………………..………………….. 2.4. Pemupukan Organik Pada Tanaman ………………….…….….….………..
4 4 7 8 9
BAB 3. METODE PENELITIAN ……….…….……………...…………....……… 3.1. Waktu dan Tempat ………………………………….….…………………… 3.2. Alat dan Bahan ………………………………………………….…..……… 3.3. Metode dan Pelaksanaan Penelitian …………………………………………
11 11 11 14
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………...…….…..………………….…… 4.1. Kajian Pembuatan Bioaktifator Kompos dari Limbah Pertanian .................... 4.2. Kualitas Kompos Cair dan Padat dari Beberapa Jenis Limba Pertanian ……. 4.3. Pengembangan Biopestida Nabati untuk Produksi Sayuran Organik ……… 4.4. Aplikasi Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Sayuran: Kacang Tunggak Lokal ………………………………………….………… 4.5. Aplikasi Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Sayuran: Tomat …………… …………………….……………………………………
22 22 25 33
BAB 5. KESIMPULAN ……………………….…..….………..…………...………
54
BAB 5. DAFTAR PUSTAKA ………………….…….………..…………...………
55
39 48
vi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1
Beberapa karakter berpotensi dari aksesi kacang tunggak lokal yang diuji ..
20
2
Kandungan mikroorganisme dalam bioaktivator MOL ………………….…
22
3
Karakteristik kimia dalam larutan MOL ……………………………….…..
23
4
Hasil analisis unsur kimia yang terdapat di dalam pupuk organik cair dan kompos ……………………………………………………………………
5
Mortalitas kumulatif terkoreksi Larva S. litura pada 1,2, 3, 4 dan 5 hari setelah perlakuan emulsi ekstrak etanol biji sirsak (A. muricata) …………
6
32
36
Mortalitas kumulatif terkoreksi Larva P. xylostella pada 1,2, 3, 4 dan 5 hari Setelah Perlakuan emulsi ekstrak etanol tangkai bunga cengkeh (Syzigium
37
aromaticum) …………………………………………………………………….. 7
Potensi beberapa karakter pertumbuhan dan komponen produksi aksesi kacang tunggak lokal ……………………………………………………….
40
vii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Proses dan instalasi pembiatan bioaktivator kompos.……………………….…..
2
Perkembangan kompos ela sagu dengan menggunakan bioaktivator yang
24
diproduksi dalam penelitian ini ………………………..…………………….…
25
3
Dekomposter untuk pembuatan pupuk cair …………………………..................
26
4
Pencampuran bahan padat untuk pembuatan pupuk viirganic cair ……………...
27
5
Penyiapan Bioactivator EM-4 untuk pembuatan pupuk viirganic cair ………….
27
6
Penambahan larutan air beras dengan bioaktivator ke dalam campuran bahan padat ……………………………………….………………………………….…
28
7
Campuran bahan padat dan cair dimasukkan ke dalam alat dekomposter ……...
28
8
Pencampuran larutan bioaktivator untuk pembuatan pupuk organik padat ….….
29
9
Pencacahan bahan untuk pembuatan pupuk organik padat dengan mesin ………
30
10
Pencampuran bahan padat untuk pembuatan pupuk organik padat ………….…
30
11
Pencampuran larutan bioaktivator dengan bahan padat (atas) dan inkubasi untuk pembuatan pupuk organim padat (bawah) ……………………………………………
31
12
Pupuk organic padat dan cair yang dihasilkan dan dikaji ………………………..
32
13
Biji sirsak dan tangkai bunga cengkeh sebagai dipersiapkan sebelum ekstraksi ..
34
14
Ekstraksi bagian tanaman dan bioinsektisida hasil extraksi ……………….……
35
15
Pemeliharaan S. litura di laboratorium ……………………..………………..…..
36
16
Persiapan media tanam (atas) dan benih sawi (bawah) di rumah kaca …………
39
17
Penyiapan media tanam untuk percobaan dengan kacang tunggak ……………...
42
18
Umur tanaman 1 minggu setelah tanam (kiri), dan umur tanaman umur 2 minggu setelah tanam (kanan) …………………………………………………..
43
19
Penjarangan kacang tunggak tanaman per polybag …………………..…………
43
20
Pola pertumbuhan pinggi tanaman beberapa aksesi kacang tunggak pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair berbeda ……………………………..
21
Pola pertumbuhan jumlah daun beberapa aksesi kacang tunggak pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair berbeda ……………………………………..…..
22
45
Pola pertumbuhan jumlah buku batang beberapa aksesi kacang tunggak pada konsentrasi pupuk organik cair berbeda..………………………………………..
23
44
46
Pola pertumbuhan jumlah cabang beberapa aksesi kacang tunggak pada konsentrasi pupuk organik cair berbeda. ………...……………………….……..
47
viii Nomor 24
Halaman Jumlah bunga beberapa aksesi kacang tunggak lokal pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair …………………………….….……………..
25
Jumlah daun tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P) ………………………………………
26
50
Jumlah daun terbentuk pada tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P) ………………………
29
49
Tinggi tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P) ………………………………………
28
49
Jumlah cabang tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P) ………………………………………
27
47
51
Jumlah buah terbentuk pada tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P) ………………………
51
30
Tanaman dan buah tomat siap dipanen …………………………..……………
52
31
Produk tomat organik yang sudah dipanen dan dikemas ……..………………
53
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Halaman Ilustrasi Persiapan Tanaman Sawi Pada Polibag Untuk Pengujian Kompos Padat dan Cair.………………………………………………..………..……..
2
3
59
Ilustrasi Kegiatan Pemeliharaan Serangga Uji (Spodoptera litura) Pada Kajian Bioinsektisida ………………………………..………………………..
60
Pengujian hayati bioinsektisida dari ekstrak biji sirsak dan tangkai bunga
61
cengkeh pada S.litura di laboratorium ……………………..………………… 4
Efiaksi Bioinsektisida dari Ekstrak Biji Sirsak dan Tangkai Bunga Cengkeh pada S.litura di Rumah Kaca ………………………………………..…….…
5
Ilustrasi Langkah-langkah Persiapan Tanaman pada Percobaan Aplikasi Pupuk Organik pada Tanaman Tomat …….……………………..…………
6
63
Ilustrasi Pertumbuhan Tanaman pa da Percobaan Aplikasi Pupuk Organik pada Tanaman Tomat ………………………………………………………....
7
62
64
Ilustrasi Produksi Buah pada Percobaan Aplikasi Pupuk Organik pada Tanaman Tomat di Rumah Kaca ………………………….…………………
65
1
BAB I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini telah memberikan dukungan yang sangat
tinggi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat Indonesia, namun demikian disadari bahwa dibalik keberhasilan tersebut terdapat kelemahan-kelemahan yang perlu diperbaiki. Produksi yang tinggi yang telah dicapai banyak didukung oleh teknologi yang memerlukan input (masukan) bahan-bahan anorganik yang tinggi terutama bahan kimia pertanian seperti pupuk, pestisida, herbisida, dan produk-produk kimia lainnya yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Dengan dosis yang tinggi secara terus-menerus, terbukti menimbulkan banyak pencemaran yang dapat menyumbang degradasi fungsi lingkungan dan perusakan sumberdaya alam, serta penurunan daya dukung lingkungan. Adanya kesadaran akan akibat yang ditimbulkan dampak tersebut, perhatian masyarakat dunia perlahan mulai bergeser ke pertanian yang berwawasan lingkungan. Dewasa ini masyarakat sangat peduli terhadap alam dan kesehatan, maka muncul teknologi alternatif lain, yang dikenal dengan “pertanian organik”, “usaha tani organik”, “pertanian alami”, atau “pertanian berkelanjutan masukan rendah”. Pengertian tersebut pada dasarnya mempunyai prinsip dan tujuan yang sama, yaitu untuk melukiskan sistem pertanian yang bergantung pada produk-produk organik dan alami, serta secara total tidak termasuk penggunaan bahan-bahan sintetik. Beberapa kegiatan yang diharapkan dapat menunjang dan memberikan kontribusi dalam meningkatkan keuntungan produktivitas pertanian dalam jangka panjang, meningkatkan kualitas lingkungan, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat adalah sebagai berikut: 1. Pengendalian hama terpadu, 2. Sistem rotasi tanaman, 3. Konservasi lahan, 4. Menjaga kualitas air, 5. Tanaman Pelindung, 6. Diversifikasi lahan dan tanaman, 7. Pengelolaan nutrisi tanaman, Pengomposan, Penggunaan kascing, Penggunaan Pupuk Hijauan (dedaunan), 8. Agroforestry (wana tani) dan 9. Pemasaran Di Indonesia sendiri, gaung pertanian organik sudah berkembang sekitar 10 tahun yang lalu. Kemudian meningkat pesat sejak terjadi krisis moneter, dimana sebagian besar saprodi yang digunakan petani melonjak harganya berkali-kali lipat. Petani mulai melirik alternatif lain dengan model pertanian organik. Melalui proses adaptasi, pertanian organik mulai digeluti dan mendapat respon yang cukup baik, dengan ditandai oleh munculnya kelompok petani organik di berbagai daerah. Di Jawa Tengah, sentra pertanian organik terletak di Klaten, Yogyakarta, Karanganyar, Magelang, dan Kulonprogo. Di Jawa Barat; Bogor, Bandung dan Kuningan. Di Jawa Timur; Malang, serta beberapa daerah di Bali. Meskipun pertanian organik ini masih sedikit diusahakan,
2 akan tetapi pertumbuhannya sangat penting di dalam sektor pertanian. Sebagai gambaran, di Austria dan Switzerland menunjukkan bahwa kebutuhan pertanian organik diperkirakan mencapai lebih dari 10 persen, sedangkan Amerika, Perancis, Jepang dan Singapura meningkat rata-rata 20 persen setiap tahun. Permintaan akan produk-produk organik merupakan peluang dunia usaha baru baik untuk tujuan ekspor maupun kebutuhan domestik. Beberapa Negara berkembangpun mulai memanfaatkan peluang pasar ekspor produk organik ini terhadap negara maju, diantaranya buahbuah daerah tropis untuk industri makanan bayi ke Eropa, herba Zimbabwe ke Afrika Selatan, kapas Afrika ke Uni Eropa, dan teh Cina ke Belanda dan kentang ke Jepang. Provinsi Maluku yang merupakan provinsi kepulauan yang terdiri dari banyak pulau dalam melaksanakan sistem pertanian konvensional tentunya mempunyai kendala dalam distribusi saprodi bagi pertaniannya, juga dengan banyaknya pulau kecil maka akan rentan terhadap pencemaran lingkungan dan kerusakan lingkungan akibat penggunaan saprodi berbahan kimia yang terus menerus dalam jangka panjang. Budidaya pertanian organik menjadi suatu pilihan yang sangat rasional untuk menjamin tidak terjadi kerusakan lingkungan dan juga masyarakat akan menjadi lebih sehat dengan mengkonsumsi produk organik. Beberapa studi menunjukkan bahwa pertanian organik berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tenaga kerja dibandingkan dengan pertanian konvensional. Terutama pada sistem pertanian organik melalui diversifikasi tanaman, perbedaan pola tanam dan jadwal tanam dapat mendistribusikan kebutuhan tenaga kerja berdasarkan waktunya. Penelitian yang diusulkan ini meliputi penelitian terapan dan penelitian tindak (action research) dan terdiri dari empat kegiatan utama, yaitu: 1. Kajian Pembuatan Bioaktivator Kompos dari Limbah Pertanian 2. Kajian Kualitas Kompos Cair dan Padat dari Beberapa Jenis Limbah Pertanian 3. Kajian Efikasi Biopestisida Nabati untuk Produksi Sayuran Organik 4. Kajian Aplikasi Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Sayuran.
1.2. Tujuan Tujuan kajian untuk menghasilkan produk pengelolaan pertanian organik ini adalah : 1. Mendapatkan konsentrasi pupuk organik padat dan cair terbaik serta dosis rekomendasi penggunaan biopestisida untuk produksi pertanian organik. 2. Menghasilkan sarana produksi pengelolaan pertanian organik yang murah dan berkualitas. 3. Menghasilkan produksi sayuran organik yang memenuhi standar budidaya tanaman secara organik, sehat dan terjangkau. 4. Menata sistem pertanian organik dalam kampus UNPATTI.
3
1.3. Sasaran Sasaran dari kegiatan ini adalah : 1. Terciptanya sarana produksi pertanian organik serta produknya yang dihasilkan secara kontinyu. 2. Meningkatnya kompetensi dan jiwa kewirausahaan mahasiswa dalam memproduksi saprodi dan produk tanaman organik. 3. Terciptanya kemampuan fakultas untuk menghasilkan sampel saprodi dan produk pertanian organik yang dapat diterima secara komersial di pasaran. 4. Terciptanya landasan menuju kemampuan fakultas untuk menghasilkan revenue melalui kegiatan produksi pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Peranan Pupuk Organik Pembangunan pertanian secara alami dan akrab lingkungan telah lama dikembangkan di Jepang dengan tujuan untuk menghasilkan bahan makanan yang aman serta bebas dari bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun. Penggunaan
pupuk
organik
dapat
meningkatkan
pertumbuhan
dan
produksi
tanaman.Namun, kecepatan dekomposisi bahan organik terkadang tidak seiring dengan pertumbuhan tanaman.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu teknologi yang dapat mempercepat
proses perombakanbahanorganiksehinggadapatdigunakansebagaipupukorganik (Warsito, 2009). Pupuk organik mempunyai peranan penting dalam mempertahankan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah. Penambahan bahan organik membuat tanah bersifat lebih gembur, sehingga aerasinya lebih baik dan tidak mudah mengalami pemadatan dibandingkan dengan tanah yang mengandung bahan organik rendah. Bahan organik dalam tanah bermanfaa tmempercepat aktivitas mikroorganisme, sehingga meningkatkan kecepatan dekomposisi bahan organik dan mempercepa tpelepasan unsure-unsur hara (Sutanto, 2004). Pemupukan secara organik mampu berperan memobilisasi atau menjembatani hara yang sudah ada di tanah sehingga mampu membentuk partikel ion yang mudah diserap oleh akar tanaman dan meningkatkan struktur tanah dalam arti komposisi partikel yang berada dalam tanah lebih stabil dan cenderung meningkat karena struktur tanah sangat berperan dalam pergerakan air dan partikel udara dalam tanah, aktifitas mikroorganisme menguntungkan, pertumbuhan akar, dan kecambah biji (Simalango, 2009). Selain itu, pupuk organik mengandung unsur hara yang lengkap, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Kondisi ini tidak dimiliki oleh pupuk buatan (Manglayang, 2005). Dibandingkan dengan pupuk anorganik, pupuk organik tidak merusak tanah dan tanaman walaupun digunakan sesering mungkin.
Denganbjumlahbunsur yang banyak jenisnya, pupuk
organik memiliki unsure hara yang sedikit. Maka dari itu penting mengetahui kadar penggunaan pupu korganik, khususnya pupuk organik cair untuk dapat meningkatkan hasil tanaman Bahan organik memegang peranan penting dalam memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Sanchez, 1992).
Secara umum pemberian bahan organik dapat meningkatkan
kesuburan tanah yaitu menambah hara, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, menambah kemampuan tanah menahan air, dan meningkatkan kegiatan biologi tanah. Pada tanah-tanah masam, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pH tanah (menetralkan Al dengan membentuk kompleks Al-organik), meningkatkan ketersediaan unsur mikro misalnya
5 melalui khelat unsur mikro dengan bahan organik (Hardjowigeno, 1995). Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah dapat dalam bentuk pupuk kandang, pupuk hijau, maupun kompos. Dalam menyediakan kompos atau pupuk cair organik dibutuhkan decomposer atau perombak bahan organik pada umumnya dipahami sebagai organisme pengurai karbon dan nitrogen dari bahan organik, yaitu bakteri, fungi dan aktinomisetes. Belakangan ini, penambahan mikroorganisme perombak bahan organik digunakan sebagai strategi untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengandung lignin dan selulosa, untuk meningkatkan biomassa dan aktivitas mikroorganisme tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, volume bahan buangan, sehingga pemanfaatannya dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah (Saraswati et. al., 2006). Proses perombakan bahan organik dapat berlangsung pada kondisi aerob dan anaerob (Gaur, 1982). Bahan yang ditambahkan dalam pengomposan dapat berupa bioaktivator buatan pabrik yang telah diperdagangkan (Stardec, Orgadec, EM4) atau MOL (mikororganisme lokal) yang merupakan biostarter lokal yang terbuat dari sisa sayuran dan buah-buahan yang busuk. Bioaktivator MOL merupakan alternatif untuk mengurangi penggunaan bioaktivator buatan pabrik, pembuatannya mudah dan biayanya hemat bagi petani. Beberapa tulisan melaporkan tentang penggunaan bioaktivator buatan pabrik, terutama EM4 yang lazim diaplikasi untuk mempercepat dalam pematangan kompos. EM4 mengandung Lactobacillus, ragi, actinomycetes. Hasil penelitian Yuliana (2011) menunjukkan bahwa perlakuan dengan MOL memberikan hasil kualitas kompos ampas teh seperti kandungan N, P, K dan C/N ratio yang lebih baik dibandingkan perlakuan lain (biostarter EM4, Stardec) yakni 1,08%N, 1,71%P, 0,65%K dan rasio C/N 16,08. Namun, belum banyak penelitian yang mengkaji penggunaan MOL sehingga dipandang perlu melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan berbagai MOL yang berasal dari sayur atau buah yang tidak layak dikonsumsi sebagai bioaktivator pengomposan. Penggunaan kompos dapat mempertahankan dan menambah kesuburan tanah pertanian, baik kualitas kesuburan fisik dan kimia juga biologi tanah. Kompos memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah. Tanah berpasir menjadi lebih kompak. Kompos merupakan sumber hara makro dan mikro meskipun dalam jumlah yang relatif kecil (N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, B, Mo dan Si). Dalam jangka panjang, pemberian kompos dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil tanaman pertanian pada tanah masam. Kompos juga mampu mengikat ion logam yang bersifat meracuni tanaman dengan adanya khelat dengan bahan organik. Kompos banyak mengandung mikroorganisme (fungi, aktinomisetes, bakteri dan alga). Dengan ditambahkannya kompos ke dalam tanah, mikroorganisme yang ada dalam tanah juga terpacu untuk berkembang dan aktivitas berbagai mikroorganisme menghasilkan
6 hormon-hormon pertumbuhan, misalnya auksin, giberelin, dan sitokinin yang memacu pertumbuhan dan perkembangan akar-akar rambut sehingga daerah perakaran lebih luas (Setyorini, et al., 2006). Biodekomposer atau perombak bahan organik pada umumnya dipahami sebagai organisme pengurai karbon dan nitrogen dari bahan organik, yaitu bakteri, fungi dan aktinomisetes. Belakangan ini, penambahan mikroorganisme perombak bahan organik digunakan sebagai strategi untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa tanaman yang mengandung lignin dan selulosa, untuk meningkatkan biomassa dan aktivitas mikroorganisme tanah, mengurangi penyakit, larva insek, biji gulma, volume bahan buangan, sehingga pemanfaatannya dapat meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanah (Saraswati et. al., 2006). Mikroorganisme perombak bahan organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat pengomposan dan meningkatkan mutu kompos. Macam mikobia pengurai ini disebut sebagai biodecomposer, bioaktivator, biostarter. Jumlah dan jenis mikroorganisme menentukan keberhasilan proses dekomposisi atau pengomposan. Penggunaan mikroorganisme perombak bahan organik pada jerami dapat mempercepat proses pengomposan hingga 2 minggu. Percepatan perombakan hasil tanaman meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan ketersediaan hara, sehingga masa penyiapan lahan dapat lebih singkat dan dapat memperbanyak masa tanam, yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi tanaman. Proses perombakan bahan organik dapat berlangsung pada kondisi aerob dan anaerob (Gaur, 1982). Bahan yang ditambahkan dalam pengomposan dapat berupa bioaktivator buatan pabrik yang telah diperdagangkan (Stardec, Orgadec, EM4) atau MOL (mikororganisme lokal) yang merupakan biostarter lokal yang terbuat dari sisa sayuran dan buah-buahan yang busuk. Bioaktivator MOL merupakan alternatif untuk mengurangi penggunaan bioaktivator buatan pabrik, pembuatannya mudah dan biayanya hemat bagi petani. Beberapa tulisan melaporkan tentang penggunaan bioaktivator buatan pabrik, terutama EM4 yang lazim diaplikasi untuk mempercepat dalam pematangan kompos. EM4 mengandung Lactobacillus, ragi, actinomycetes. Hasil penelitian Yuliana (2011) menunjukkan bahwa perlakuan dengan MOL memberikan hasil kualitas kompos seperti kandungan N, P, K dan C/N ratio yang lebih baik dibandingkan perlakuan lain (biostarter EM4, Stardec) yakni 1,08%N, 1,71%P, 0,65%K dan rasio C/N 16,08. Namun, belum banyak penelitian yang mengkaji penggunaan MOL sehingga dirasakan perlu melakukan penelitian yang bertujuan untuk membandingkan berbagai MOL yang berasal dari sayur atau buah yang tidak layak dikonsumsi sebagai bioaktivator pengomposan.
7
2.2. Peranan Bahan Organik bagi Kesuburan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi kehidupan dan kesejahteraan umat manusia. Kerusakan sifat sumber daya alam ini harus dihindarkan karena akan mampu membawa kehancuran dan kesengsaraan walaupun dapat diperbaharui tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. Dalam hubungan dengan tanah sebagai tempat tumbuhnya tanaman dan sekaligus menyediakan unsur hara, sehingga tanah merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi (hasil) tanaman. Oleh karena itu kesuburan baik fisik, kimia, maupun biologi tanah perlu dijaga dengan baik. Tanah dikatakan subur bila cukup gembur, mengandung zat-zat organik (humus), dan berdrainase baik atau keadaan tanah di mana tata udara, air, dan unsur hara berada dalam keadaan cukup, seimbang dan tersedia bagi pertumbuhan tanaman, sehingga produksi tanaman bisa mencapai optimal (Berawi, 1992). Supaya tanah tetap dalam keadaan subur maka diperlukan pengelolaan tanah yang lebih efektif. Salah satunya lewat pemberian bahan-bahan tertentu, misalnya pemberian pupuk buatan (pupuk anorganik) maupun pupuk organik (bahan organik). Pemberian pupuk buatan ke dalam tanah tidak cukup untuk meningkatkan kesuburan tanah, karena hanya dapat menyediakan unsur hara di dalam tanah, tetapi bila diberi secara terus-menerus dapat menghasilkan ketidakseimbangan unsur hara di dalam tanah, karena kelebihan suatu unsur di dalam tanah bisa menekan pengambilan unsur hara lain oleh tanaman. Oleh karena itu pemberian pupuk buatan perlu diikuti dengan pemberian pupuk organik (bahan organik). Bahan organik memegang peranan penting dalam memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (Sanchez, 1992).
Secara umum pemberian bahan organik dapat meningkatkan
kesuburan tanah yaitu menambah hara, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas tukar kation, menambah kemampuan tanah menahan air, dan meningkatkan kegiatan biologi tanah. Pada tanah-tanah masam, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pH tanah (menetralkan Al dengan membentuk kompleks Al-organik), meningkatkan ketersediaan unsur mikro misalnya melalui khelat unsur mikro dengan bahan organik (Hardjowigeno, 1995). Bahan organik yang diberikan ke dalam tanah dapat dalam bentuk pupuk kandang, pupuk hijau, maupun kompos. Kompos adalah bahan organik yang telah mengalami pelapukan, seperti daun-daunan, sisa hasil pertanian, sampah rumah tangga, kotoran ternak, rumput-rumputan, jerami padi, dll (Murbandono, 1989). Kompos bermanfaat untuk menyuburkan dan menggemburkan tanah, juga menyediakan unsur-unsur hara penting yang dibutuhkan tanaman.
Fungsi kompos buat
pertumbuhan dan produksi tanaman adalah : (1) Mengurangi kepekatan dan kepadatan tanah sehingga memudahkan akar menembus ke dalam tanah untuk menyerap banyak zat makanan, (2) meningkatkan kemampuan tanah mengikat air hingga tanah dapat menyimpan air lebih lama dan
8 lebih banyak. Kompos yang sudah jadi mampu menyerap air hingga 10 kali dari berat kompos itu sendiri, (3) mengurangi erosi sehingga zat makanan tidak cepat tercuci (hilang), (4) mencegah terjadinya kekeringan pada tanah, (5) mencegah serangan jenis jamur dan bakteri tertentu yang menyebabkan penyakit akar tanaman oleh mikroba yang terkandung dalam kompos, dan (6) menyediakan unsur hara secara lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman.
2.3. Biopestisida Dalam Pertanian Organik Dalam sistem pertanian organik pengendalian hama dan penyakit tumbuhan dilakukan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Susanto, 2002). Dalam PHT lebih dari satu cara pengendalian digunakan termasuk pengendalian hayati, varietas yang resisten, cara kulturteknis (rotasi tanaman, tumpang sari, tanaman perangkap dan sanitasi yang baik), dengan pengendalia secara kimiawi sebagai pilihan terakhir.
PHT adalah pendekatan ekologis yang
multidisplin terhadap pengelolaan populasi hama yang memanfaaatkan beranekaragam teknik pengendalian secara kompatibel (efektif, ekonomis, ramah terhadap lingkungan) dalam satu kesatuan koordinasi sistem pengelolaan (Untung, 2001). Penggunaaan produk alamiah untuk mengendalikan serangga hama kemungkinan dimulai pada jaman prasejarah. Banyak senyawa`asal tumbuhan yang telah digunakan sebagai pestisida nabati untuk mengendalikan serangga, parasit dan gulma. Ribuan metabolit sekunder asal tanaman (allelokimia) telah diisolasi dan diidentifikasi dan ratusan diantaranya menunjukan aktivitas biologis terhadap serangga. Senyawa alamiah asal tumbuhan dapat membahayakan atau paling tidak mempengaruhi perilaku satu atau banyak spesies serangga (Crosby, 1971). Penggunaan senyawa-senyawa asal tumbuhan sebagai pestisida nabati terhenti dengan ditemukannya pestisida sintetik. Akan tetapi mayoritas pestisida sintetik adalah racun akut dengan kisaran aktivitas yang luas. Penggunaan pestisida sintetik secara intensif telah mengakibatkan berbagai masalah termasuk resistensi dan resurgensi hama, pengaruh terhadap organisme bukan sasaran, kontaminasi lingkungan dan bahaya bagi kesehatan manusia (Untung, 2001). Dampak negatif ini telah membuka peluang bagi pengembangan pengganti/alternatif. Dalam pencarian alternatif banyak ilmuwan kembali ke dunia tumbuhan dengan harapan untuk menggunakan sifat pestsida dari senyawa alamiah asal tumbuhan. Ekstrak tumbuhan biasanya terdiri dari campuran berbagai senyawa kimia, sehingga keuntungan penggunaaannya dalam perlindungan tanaman yaitu dapat bekerja secara sinergis (Berenbaum, 1985), dan dapat menghasilkan biokativitas yang lebih besar daripada senyawa tunggal (Chen et al, 1995) dan resistensi serangga lebih kecil kemungkinan terjadinya pada senyawa campuran (Bomford dan Isman, 1996).
9 Skrening ekstrak tumbuhan untuk mengetahui aktivitas insektisidanya merupakan langkah penting dalam pencarian insektisida nabati yang potensial. Screening terhadap ekstrak kasar biji beberapa tanaman berikut ini yaitu sirikaya (Annona squamosa) dan sirsak (A. muricata) family Annonaceae serta
langsat (Lansium domesticum) dan kecapi (Sandoricum koetjape), family
Meliaceae untuk aktivitas insektisidanya menunjukan bahwa ekstrak kasar biji sirikaya dan sirsak menunjukan biokativitas
terhadap
larva Spodoptera litura dengan menghambat
pertumbuhan larva sebesar 33-92% dan 4-82% sedangkan ekstrak biji langsat dan kecapi relatif tidak efektif dengan penghambatan pertumbuhan larva sebesar 0-22% dan 3-51% (Leatemia dan Isman 2004a). Ekstrak etanol biji A. squamosa 0.5% (w/v) efektif terhadap larva Plutella xylostella dengan mortalitas sebesar 0.5 % di rumah kaca (Leatemia and Isman, 2004b). Acetogenin yaitu kelompok senyawa alamiah yang ditemukan hanya pada tanaman family Annonaceae, salah satunya adalah annonacin yang terdapat dalam biji sirsak dan memiliki aktivitas sebagai insektisida. Cara kerja senyawa ini adalah sebagai racun pernapasan dengan menghambat enzim pernapasan sistem transport elektron pada mitokondria (Hollingworth et al., 1994). Hasil penelitian Basana dan Prijono (1994) dan Prijono et al. (1997) menunjukan bahwa ekstrak air dan juga ekstrak dalam pelarut organik dari biji berbagai spesies Annonaceae termasuk sirsak (A. muricata) menunjukan aktivitas insektisida pada hama kubis Crocidolomia binotalis. Cengkeh (S. aromaticum) termasuk famili Myrtaceae dengan sifat khusus yaitu semua bagian tanamannya mengandung minyak. Eugenol yang adalah minyak esensial merupakan bahan aktif dalam berbagai bagian tanaman cengkeh dan mempunyai aktivitas insektisida. Suriati dan Admadja (2010) menunjukan bahwa minyak cengkeh konsentrsai 5% efektif mengakibatkan mortalitas larva S. litura sebesar 83.33 % di laboratorium. seraiwangi 5%
efektif mengakibatkan mortalitas
Insektisida nabati cengkeh dan
S. litura sebesar 60% pada 4 hari setelah
perlakuan di laboratorium (Mardiningsih et al., 2011) . Ekstrak daun cengkeh 3% efektif dalam mengendalikan larva S. litura pada tanaman kedelai (Santosa, 2012).
Atmadja et al (2006)
menunjukan bahwa minyak cengkeh konsentrasi 4% efektif terhadap Helopelthis antonii dan H. theivora.
2.4. Pemupukan Organik pada Tanaman Kacang tunggak (Vigna unguiculata, L.) merupakan suatu tanaman biji-bijian penting di daerah kering dan di daerah-daerah marginal di daerah tropis maupun subtropics, serta dapat bertumbuh pada tanah-tanah yang kurang subur dengan curah hujan tahunan minimal 200 mm. Pertumbuhannya
cepat,
tahan
terhadap
kekeringan,
dan
dapat
memperbaiki
kesuburan tanah melalui pengikatan nitrogen dari udara (Ortiz, 1998). Biji-bijian merupakan
10 sumber protein bagi manusia, sedangkan haulm merupakan sumber protein yang tersedia bagi ternak. Biji kacang tunggak mengandung 200-300g protein kasar (crude protein) dan 600 g karbohidrat/kg biji (Vural dan Karasu, 2007). Berdasarkan komposisi kimia utama yang dikandung ada didalamnya, hanya kacang tunggak mempunyai prospek sebagai bahan baku untuk produksi tahu dan tempe (Anonim, 2008). Pertumbuhan dan produksi tanaman termasuk kacang tunggak ditentukan oleh adanya nutrisi di dalam tanah. Penyediaan nutrisi dapat melalui pemberian pupuk organik maupun pupuk anorganik.
Berkaitan
dengan
pemanfaatkan
sumber daya
alam
serta
memperhatikan
kelestarian lingkungan maka pupuk organik menjadi pilihan saat ini. Menurut peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 bahwa pupuk organik adalah pupuk yang berasal darisisa tanaman dan kotoran hewan yang telah melalui proses rekayasa, berbentuk padat atau cair dan dapat diperkaya dengan bahan mineral alami atau mikroba yang bermanfaat memperkaya hara, bahan organik tanah, memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik
mempunyai kandungan unsur terutama nitrogen (N), posfor (P), dan
kalium sangat sedikit, tetapi mempunyai peranan lain yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan tanaman (Suriawiria, 2003). Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun dan pembentukan bintil akar pada tanaman leguminosae sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, cekaman cuaca dan serangan patogen penyebab penyakit, merangsang pertumbuhan cabang produksi, serta meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, serta mengurangi gugurnya daun, bunga dan bakal buah (Anonim, 2004).
11
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang terdiri dari beberapa kajian ini berlangsung pada bulan Mei-November 2013.
Tempat penelitian Kampus Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Poka, Ambon.
Analisis kompos dilakukan di Lab. Kimia Tanah BALITAN Bogor.
3.2. Alat dan Bahan Kajian Pembuatan Bioaktifator Kompos dari Limbah Pertanian Pembuatan bioaktivator: Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari:
Ekstrak buah tomat, ekstrak bambu muda (sayur
rebung), air kelapa, gula, bahan untuk analisis menghitung jumlah bakteri dan jamur dalam biakan (alkohol 70%, Phosphate buffer solution, Tween 80R), air bebas ion (aquadest). Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi:
Cawan Petri, erlenmeyer, gelas ukur, L
glass, Pipet, tabung reaksi, rak tabung reaksi. Pengomposan: Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari: Bioaktivator yang diperoleh dari penelitian ini, ela sagu, kotoran sapi, daun lamtoro, dedak, bahan untuk analisis di laboratorium (analisis unsur hara dalam kompos). Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi: garu, parang, cangkul, ember, gelas ukur, timbangan, termometer, terpal, alat untuk analisis di laboratorium. Perlakuan-perlakuan percobaan pembuatan bioaktivator adalah: 1) Buah tomat + air kelapa (A), 2) Buah tomat + air cucian beras (B), 3) Sayuran (kubis dan sawi) + air kelapa (C), dan 4). Sayuran (kubis dan sawi) + air cucian beras (D). Pelaksanaan pembuatan bioaktivator: Sayur-sayuran sebanyak 5 kg dicacah (< 0,5cm), sedangkan buah tomat dihancurkan hingga lumat di dalam sebuah ember. Ke dalam bahan sayur atau tomat tersebut ditambahkan 500 g gula aren yang telah dihaluskan dan dicampur dengan 5 l air cucian beras atau air kelapa (sesuai perlakuan). Campuran bahan tersebut dimasukkan ke dalam jerigen plastik 20 l. Selanjutnya, jerigen ditutup dengan penutupnya dan diselipkan potongan slang sepanjang 30 cm yang disambungkan ke jerigen kecil (kapasitas 5 l) berisi air destilasi. Jerigen kecil ditutup rapat. Tiap unit eksperimen MOL tomat dibiarkan selama 21 hari, untuk MOL sayuran fermentasi berlangsung lebih lama (30 hari). Larutan MOL (mikroorganisme lokal) yang sudah disaring siap digunakan.
12 Analisis kualitas bioaktivator MOL: Ini dilakukan dengan: 1) identifikasi mikroorganisme dengan menghitung jumlah bakteri dan jamur dalam ekstrak aktivator (MOL): bakteri Azospirillum sp., Azotobacter sp., Lactobacillus sp, Fungi Saccharomyces sp., dan actinomycetes, Penentuan pH, kandungan hara C org, N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Fe, Zn, Mn. Efek MOL terhadap kualitas kompos: Masing-masing ekstrak MOL plus EM 4 dan air (kontrol) diaplikasi untuk pengomposan. Pembuatan kompos dilaksanakan pada tgl 12 Desember dan sedang dalam proses penguraian, dengan perlakuan : A: MOL Tomat + air kelapa (dosis 500 ml/5 L air) B: MOL Tomat + air beras (dosis 500 ml/5 L air) C: MOL Sayur + air kelapa (dosis 500 ml/5 L air) D: MOL Sayur + air beras (dosis 500 ml/5 L air) E: Larutan EM4 (dosis 125 ml/5 L air) F: Air (500 ml/5 L air) Untuk membuat larutan activator, masing-masing MOL dilarutkan sesuai perlakuan, tiap larutan diberi gula 70g, kemudian dibiarkan selama 2 jam.
Pembuatan kompos dengan bahan
dasar ela sagu, pupuk kandang (sapi), daun gamal ditimbang dengan perbandingan 30 kg : 10 kg : 10 kg sehingga membentuk 50 kg per tumpukan. Larutan MOL dicampurkan ke setiap tumpukan secara merata dan dibolak balik. Selanjutnya tumpukan bahan kompos ditutup dengan terpal. Setiap 2 hari, tumpukan kompos dibolak-balik untuk memperbaiki aerasinya. Pada hari ke-5, aktivator ulangan diberikan ke setiap tumpukan. Peubah Respons: Temperatur dalam tiap tumpukan kompos diukur setiap hari (pada jam 12-12.30). Analisis unsur hara akan dilakukan untuk tiap unit kompos, yaitu: Kadar air, C org, N, P, K, Ca, Mg total, pH, Cu, Fe, Zn, Mn, analisis asam organik, dan zat pengatur tumbuh. Analisis Data: Perlakuan yang dicobakan menggunakan 6 macam aktivator dan 3 ulangan, menjadi 18 unit kompos. Perlakuan didesain menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Data dianalisis
dengan analisis ragam univariat, sedangkan perbedaan diuji dengan uji BNT atau LSD (Steel and Torrie, 1995).
13
Kajian Kualitas Kompos Cair dan Padat dari Beberapa Jenis Limbah Pertanian. Bahan-bahan dan peralatan yang akan digunakan dalam kegiaatan meliputi: tong plastik bekas ukuran 100 l air, pipa paralon diameter 1 inchi, sambungan berbentuk T, sambungan pipa berbentuk L, kran plastik, kasa plastik, lem PVC, meteran, bor, pemotong pipa/gergaji, pipa besi berukuran 1 inchi, pot Plastik, benih sayur, larutan EM-4, bahan organik/sampah organik, peralatan budidaya pertanian (ember, hiter, sprayer, sekop, gunting pangkas, gerobak, dll.). Kajian Efikasi Biopestida Nabati untuk Produksi Sayuran Organik Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: blender, rotovapour, alat-alat gelas (tabung erlenmeyer, beaker, gelas ukur, saringan), kotak pemeliharaan serangga, ember, saringan pot. Bahan-bahan yang akan digunakan antara lain: serangga uji (Spodoptera litura, Lepidoptera: Noctuidae), bahan pestisida nabati (biji sirsak, babadotan, daun sirih, buah kalabasa, dan beberapa jenis tumbuhan lainnya); dan tanaman sawi. Kajian Aplikasi Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Sayuran Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan dangan kacang tunggak terdiri dari: benihbenih tanaman uji (beberapa aksesi kacang tunggak, tomat, kubis bunga), label kertas, kompos padat/cair, bio pestisida, pupuk kandang ayam (Trubus), meteran (pengukuran), polybag 12 x 18 cm, 20 x 30 cm dan 40 x 40 cm, pot plastik (diameter 30 cm), plastik kemasan, bangku plastik kecil, sarung tangan kain, tanah sebagai media tanam, bambu (lanjaran), karung untuk tanah, plastik ukuran 1/2 kg, gergaji sanfiks, selang penyaluran air ke rumah kaca, ember untuk tampung air, eayu rep 5 x 3 pelindung tanaman, ember ukuran 40 x 40 cm, elastik bening pelindung tanaman, eayu rep 5 x7 untuk tangga, garu-garu, sekop, kertas label (benih), plastik klip ukuran besar untuk simpan benih, pot plastik (diameter 30 cm), plastik kemasan, logbook, buku kwitansi, cartridge printer (hitam dan warna), CD RW, flash dish 4 GB, dan spidol permanen. yang digunakan dalam kegiatan ini meliputi:
Peralatan
kamera digital, infocus/LCD projector, pengukur
pH, pengukur kelembaban, meter rol, pisau lapanagan, alat tulis menulis, thermometer, dan peralatan pertanian (sprayer, gerobak, ember, cangkul, sekop, gunting pangkas). Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan dengan tanaman tomat dan tanaman sawi meliputi benih tomat bersertifikat varietas Betafila, benih tanaman sawi, pupuk kandang ayam, pupuk organik yang telah dibuat dalam penelitian ini (pada Kajian Kualitas Kompos Cair dan Padat dari Beberapa Jenis Limbah Pertanian), kantong-kantong polybag 10 cm x 15 cm (untuk pembibitan), tanah regosol, ember plastik No.18 (volume 10 liter), paranet, bambu, tali rafiah,
14 label, dan air. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa cangkul, sekop, ayakan, gembor, gunting pangkas, hand sprayer, meteran, timbangan digital, camera, dan alat tulis-menulis.
3.3. Metode dan Pelaksanaan Penelitian Kajian Pembuatan Bioaktifator Kompos dari Limbah Pertanian Pelaksanaan pembuatan bioaktivator meliputi beberapa tahap sebagai berikut: 1. Buah tomat dan sayur rebung yang tidak layak konsumsi dihaluskan. 2. Buah/sayur tersebut diperas, disaring, dan diambil air/ekstraknya. 3. Air buah-buahan : air kelapa dan air gula dicampurkan dengan perbandingan 1:1:1. 4. Campuran dimasukkan ke dalam botol, diinkubasikan selama 2 x 24 jam. 5. Setiap hari dikocok dan dibuang gas yang timbul. 6. Larutan bioaktivator dapat digunakan setelah diencerkan dengan air dan diberi gula sesuai perlakuan. Tahap-tahap pengomposan adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan Kompos dengan bahan dasar ela sagu, pupuk kandang (sapi), dedak, daun lamtoro dengan perbandingan 100 kg : 40 kg : 10 kg : 10 kg. 2. Bioaktivator yang diproduksi (2 macam: dari tomat dan rebung) diberikan dalam 2 dosis yaitu 120 ml/5 l dan 240 ml/5 l ke setiap tumpukan kompos. Larutan EM4 diambil sebagai pembanding (dosis 120 ml/5l), diulang 3 kali sehingga diperoleh 15 tumpukan. 3. Kompos dibolak-balik setiap 2 hari untuk memperbaiki aerasinya dan ditutup dengan terpal 4. Suhu tumpukan diukur (dijaga agar tidak melebihi 65oC), kelembaban tumpukan dijaga 5. Kompos dinyatakan matang dan dapat digunakan bila suhunya sesuai suhu ambient (suhu tidak meningkat), warnanya gelap (coklat sampai coklat tua), berbau seperti tanah, ukuran dan partikelnya halus. Analisis bioaktivator: Analisis bioaktivator dilakukan di Laboratorium Tanah dan Tanaman UNPATTI dan Laboratorium Kimia Tanah BALITTAN Bogor. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut: 1. Dihitung komposisi genera mikroorganisme yang berkembang dan jumlah sporanya (conidia/ml). 2. Analisis kimia antara lain: C org, N, P, K, Ca, Mg total, pH, analisis asam organik, dan zat pengatur tumbuh.
15 Rancangan percobaan: Percobaan mengkaji pembuatan bioaktivator pengomposan dari limbah pertanian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca. Ini meliputi dua tahap, sebagai berikut: Tahap I:
Percobaan dilakukan di laboratorium dengan bioaktivator ekstrak tomat (T) dan
bioaktivator ekstrak rebung (R), dengan 3 ulangan Tahap II: Percobaan di Unit Kompos menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor terdiri dari Tomat, Rebung, EM4 yang masing-masing terdiri dari 2 taraf dosis, yaitu: 1. Aktivator Tomat: T1 (120 ml /5l) dan T2 (240 ml/5l) 2. Aktivator Rebung: R1 (120 ml /5l) dan R2 (240 ml/5l) 3. Aktivator EM4 : E1 (120 ml /5l) dan E2 (240 ml/5l) Masing-masing perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 18 satuan percobaan. Rancangan respons: Variable respons yang diukur adalah kualitas Kompos (karakteristik fisik, kimia dan biokimia kompos) seperti warna, bau, kelembaban, pH, kandungan hara seperti C, N, nisbah C/N, P, K, Ca, Mg, unsur mikro, KTK. Analisis data: Data dianalisis dengan analisis ragam univariat, sedangkan perbedaan diuji dengan uji T (Steel and Torrie, 1995).
Kajian Kualitas Kompos Cair dan Padat dari Beberapa Jenis Limbah Pertanian. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 tahap, yaitu : Tahap Pertama adalah pembuatan kompos, terdiri dari : (a) Pembuatan komposter (wadah pembuatan kompos), (b) Pengadaan limbah pertanian, limbah rumah tangga, kotoran sapi, legum, & larutan EM-4, dan (c) Proses pencampuran bahan organik menjadi kompos baik padat maupun cair dengan metode Fermentasi. Analisis awal untuk kompos padat dan cair yang dilakukan di laboratorium adalah analisis yang meliputi analisis kimia, antara lain : unsur C-org, N, P, K, Ca. Dan Mg total, pH, serta analisis asam organik dan hormon tumbuh (HPLC).
Analisis
dilaksanakan di Laboratorium Analisis Tanah, Air Tanaman UNPATTI serta Lab. Kimia Tanah BALITAN Bogor. Tahap Kedua adalah penelitian yang dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah kaca Fakultas Pertanian UNPATTI. Langkah-langkah kegiatan untuk tahapan kedua adalah sebagai berikut : 1) Penelitian Laboratorium dilakukan untuk melihat perubahan sifat fisik tanah, dan
16 2) Penelitian Rumah kaca untuk melihat perubahan sifat kimia tanah dalam menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman. Adapun metode yang digunakan dalam kedua penelitian ini sebagai berikut : Rancangan percobaan: Percobaan laboratorium dan rumah kaca mengkaji efek aplikasi kompos padat dan cair dengan perlakuan yang sama, hanya yang membedakan bahwa pada percobaan rumah kaca ditanami tanaman indikator (sayuran). Percobaan laboratorium dan rumah kaca dilakukan dengan pola faktorial 4 x 4 yang ditata menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Faktor Pertama adalah kompos padat (P), yang terdiri dari 4 taraf dosis, yaitu: P0 = tanpa kompos; P1 = 10 ton ha-1; P2 = 20 ton ha-1. Faktor kedua adalah pemberian kompos cair (C) yang terdiri atas 4 taraf dosis, yaitu: C0 = tanpa kompos, C1 = 10 mili/l air , C2 = 20 mili/l air. Rancangan respons: Data yang dikumpulkan terdiri atas data variable respons yang ditetapkan dan dianalisis secara statistik serta data lain sebagai penunjang yang tidak dianalisis secara statistik. Variabel respons yang ditetapkan adalah sebagai berikut: (a) Sifat fisik tanah (BV, BJ, Porositas, dan PF tanah (kandungan air tanah) untuk percobaan laboratorium, dan (b) Ketersediaan N, P, dan K , pH tanah, pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, diameter batang) dan Serapan N, P, dan K tanaman untuk percobaan rumah kaca Data lain sebagai penunjang adalah sebagai berikut: (a) Tekstur tanah, pH H2O dan KCl, Corganik tanah, N, P, dan K total, P-tersedia, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejenuhan Basa (KB), basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg. Na, dan K), Kemasaman dapat ditukar (Al dan H) berdasarkan analisis lengkap tanah awal sebelum diberi perlakuan, dan (b) Pertumbuhan tanaman secara visual, Gejala defisiensi
P, dan kondisi hama penyakit tanaman selama periode
pertumbuhan. Analisis data: Data dianalisis dengan analisis ragam univariat, sedangkan perbedaan diuji dengan uji BNT (Steel dan Torrie, 1995). Dari kegiatan penelitian ini dihasilkan pupuk organik cair dan pupuk organik padat berlabel serta rekomendasi pupuk organik yang diproduksi untuk tanaman sayuran. Kajian Efikasi Biopestida Nabati untuk Produksi Sayuran Organik Pemeliharaan serangga uji Serangga uji yang digunakan adalah Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae). Larva dikumpulkan di lapangan dan selanjutnya dipelihara di laboratorium untuk mendapatkan generasi
17 berikut dengan umur larva yang seragam yang digunakan pada pengujian hayati dan efikasi di rumah kaca. Larva diberi makan daun sawi yang diganti setiap hari. Serangga membentuk pupa di dalam tanah sehingga tanah steril digunakan sebagai media pembentukan pupa. Imago diberi makan larutan madu 10%. Ekstraksi bahan biopestisida Bahan tanaman diekstrak dengan menggunakan ethanol 90% dengan menggunakan soxhlet atau rotovapour. Penentuan LC50 dilakukan melalui uji hayati penetesan larva dan pencelupan daun dilakukan di laboratorium Hama Tumbuhan. Uji hayati residu pada daun dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh residu ekstrak. Parameter yang diamati pada semua uji hayati tersebut diatas adalah mortalitas larva (%). LC50 (konsentrasi yang mematikan 50% serangga uji) dihitung dengan menggunakan analisis probit. Pengujian hayati Pengujian hayati dilakukan dengan metode pencelupan daun/pakan serangga. Lima konsentrasi ekstrak ethanol biji sirsak (1, 3, 5, 7, 9 % w/v) dan lima konsentrasi ekstrak ethanol tangkai bunga cengkeh (3, 4, 5, 6, 7 % w/v) digunakan dalam bentuk emulsi air dari ekstrak etanol. Aquades ditambahkan pada ekstrak etanol sesuai konsentrasi yang dibutuhkan (% w/v). Detergen cair (Sunlight ®) (0.1% w/v) ditambahkan sebagai pengemulsi. Emulsi disaring sebelum digunakan. Sebagai kontrol digunakan aquades ditambah detergen cair (Sunlight ®) (0.1% w/v). Untuk masing-masing konsentrasi ekstrak dan kontrol dua helai daun sawi dicelup ke dalam emulsi ± 10 detik, dikeringanginkan, dimasukan ke dalam wadah. Sepuluh ekor larva S. litura instar ketiga yang telah dipuasakan selama 4 jam dimasukan ke dalam wadah tersebut. Dua puluh empat jam setelah perlakuan, daun diganti dengan daun yang tidak diberi perlakuan dan pakan diganti setiap 24 jam. Rancangan acak lengkap dengan enam perlakuan dan tujuh ulangan digunakan dalam penelitian ini. Mortalitas larva diamati pada 1, 2, 3, 4 dan 5 hari setelah perlakuan. Efikasi pestisida nabati pada tanaman sawi dan kacang tunggak dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian Unpatti dengan menggunakan rancangan Acak Kelompok. Analisa data Data persentase mortalitas dikoreksi dengan rumus Abbot karena ada kematian pada kontrol. Persentase mortalitas di transformasikan dengan menggunakan transformasi logaritme dan di analisis dengan menggunakam analisis sidik ragam menggunakan program SAS 9. Apabila terdapat pengaruh nyata atau sangat nyata antar tiap perlakuan yang di ujikan maka analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Nyta terkecil (BNT). Data yang di sajikan pada hasil adalah data asli. Dari kegiatan penelitian ini dihasilkan biopestisida berupa ekstrak kasar tanaman dalam etanol (konsentrat) yang dapat disimpan dalam jangka waktu lama. Konsentrat ini merupakan
18 sediaan siap pakai yang dapat digunakan oleh petani untuk mengendalikan hama sesuai dengan konsentrasi yang akan dianjurkan untuk menghasilkan sayuran organik.
Kajian Aplikasi Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Sayuran: Kacang Tunggak Kegiatan ini ditujukan untuk: a) Mendapatkan aksesi-aksesi kacang tunggak dengan penampilan beberapa karakter pertumbuhan dan komponen produksi berpotensi (Tahap 1), b) Mendapatkan aksesi-aksesi kacang tunggak lokal yang tanggap pertumbuhan dan produksi terbaik terhadap konsentrasi pupuk cair organik (Tahap 2) dan c) Mendapatkan konsentrasi pupuk organik Kegiatan ini telah dilakukan dalam 2 tahap yaitu (1) mengkarakterisasi potensi pertumbuhan dan produksi beberapa aksesi kacang tunggak lokal, dan (2) mengkaji pertumbuhan dan produksi beberapa aksesi kacang tunggak lokal berpotensi pada konsentrasi pupuk organik cair. Pengujian di laksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian UPATTI tahap pertama dari Mei 2013 –September 2013, dan tahap kedua dimulai bulan Oktober 2013- Pebruari 2014. Rancangan percobaan tahap 1: Percobaan ini adalah percobaan satu faktor
dengan
menguji 16 aksesi kacang tunggak yaitu 15 aksesi lokal dan 1 aksesi nasional untuk mendapatkan data awal tentang
aksesi-askesi yang berpotensi untuk pengujian lanjut. Rancangan yang
digunakan adalah rancangan acak lengkap. Percobaan pot dalam rumah kaca, dengan tiap aksesi diwakili oleh 3 polybag sebagai ulangan, dan tiap polybag ditanami 1 tanaman. Namun bulan kedua dan ketiga selama penelitian bersamaan dengan musim hujan maka intensitas hama dan penyakit cukup tinggi. Jumlah tanaman yang terukur hanya 1-2 tanaman tiap aksesi yaitu yang masih menunjukkan ciri pertumbuhan dan komponen produksi yang sehat.
Akibatnya data yang
diperoleh tidak dapat dianalisis secara statistic tetapi disajikan secara deskriptif berupa data kualitatif dalam bentuk tabel dan gambar. Pelaksanaan penelitian tahap 1. (1) Penyiapan Media Tanam dan Penanaman. Tanah yang telah bersih dari batu, gulma dan kotoran lainnya, dicampur dengan pupuk kandang sebagai pupuk dasar dengan perbandingan volume
3 : 1. Ditambahkan juga dithane dan furadan dan dicampur sampai tercampur
merata. Tiap polybag diisi dengan 11 kg tanah, diatur dalam rumah kaca secara acak sesuai rancangan yang digunakan. Satu lanjaran (bamboo) sebagai tempat menjalar kacang tunggak serta satu paralon untuk penyaluran air ditancap per polybag, dan pemberian label sesuai kode aksesi. Penjenuhan air selama 1 minggu sebelum penanaman. Kemudian tiap aksesi ditanam per polybag 4 benih secara tugal. (2) Pemeliharaan. Setelah penanaman langsung diberikan pupuk NPK 4 g per polybag secara melingkar. Akibat derasnya intensitas
hujan sebagian rumah kaca bocor sehingga dapat
19 menyebabkan tanaman patah maka dilakukan perlindungan terhadap tanaman dengan menutupi bagian yang bocor dengan plastic bening. Penyiangan terhadap gulma dilakukan secara intensif per minggu. Penyiraman dilakukan tiap sore hari. Intensitas hujan yang tinggi selama penelitian mengakibatkan intensitas hama kutu putih ukuran kecil, belalang, ulat, semut, serta vector aphid
menyerang tanaman. Pengendalian dilakukan secara organik
menggunakan air rendaman daun sirsak, kemudian air rendaman tembakau tetapi tidak berpengaruh positif sehingga pengendalian kimiawi menggunakan Decis 2 ml /liter. Selain itu embun jelaga yang tinggi pada daun dan batang dilakukan juga pengendalian dengan dithane. (3) Pengamatan. Karakter-karakter yang dikarakterisasi meliputi (1) rataan tinggi tanaman (cm), (2) rataan jumlah daun, (3) waktu berbunga pertama (hari setelah tanam), (4) waktu panen pertama (hari setelah tanam), (5) bentuk lekungan polong, (6) tekstur polong, (7) panjang polong (cm), (8) jumlah biji per polong,
(9) jumlah lokul /polong, (10) jumlah lokul
berisi/polong, (11) berat 100 biji (g), dan (12) warna biji. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur tanaman 10 minggu. Tinggi tanaman dan jumlah daun merupakan rataan dari 2 tanaman yang sehat, sedangkan karakter komponen produksi merupakan hasil dari karakterisasi rataan 10 polong/tanaman. (4) Analisis data. Data yang diperoleh tidak dapat dianalisis secara statistic maka data disajikan secara dalam bentuk gambar dan table sebagai data kualitatif, dan dianalisis secara deskriptif. Rancangan percobaan tahap 2. Percobaan ini adalah percobaan 2 faktor menggunakan Rancangan Petak Terbagi berbasis Rancangan Acak Lengkap. Percobaan pot menggunakan polybag yang dilakukan dalam rumah kaca. Anak Petak terdiri dari 6 aksesi kacang tunggak (5 aksesi lokal dan 1 aksesi Nasional). Aksesi-aksesi kacang tunggak yang digunakan adalah aksesiaksesi terseleksi hasil karakterisasi tahap 1 yaitu aksesi dengan potensi pada beberapa komponen produksi seperti panjang polong, jumlah lokul biji, berat 100 biji dan warna biji seperti pada Tabel 1 dibawah ini. Petak Utama terdiri dari 3 konsentrasi pupuk organik cair yaitu K0 = tanpa pupuk cair, K1 = 2 ml pupuk cair /liter air/polybag, dan K2 = 4 ml pupuk cair /liter air/polybag. Periodik pemberian pupuk organik yaitu satu liter dari tiap konsentrasi pupuk diberikan 3 kali yaitu 3 minggu setelah tanam (mst), 5 mst dan 7 mst dengan masing-masing volume pemberian 333 ml, dengan cara penyiraman ke tanah. Pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bagian dari hasil penelitian “Produk Unggulan Daerah Fakultas Pertanian” tahun 2013 dengan judul Pengembangan Sistim Pertanian Organik Terpadu. Satuan percobaan diulang 3 kali sehingga terdapat 54 satuan percobaan.
20 Tabel 1. Beberapa Karakter Berpotensi dari Aksesi Kacang Tunggak Lokal yang Diuji Kode Aksesi KTm-6 KTm-8 KTm-10 KTm-16 KTm-23 KTN6
Warna biji /Status
Jum. lokul /polong
Merah maroon /lokal Putih /lokal Orange /lokal Kream / lokal Hitam / lokal Cokelat / Nasional
13 13 13 15 14 17
Panjang polong (cm)
Berat 100 biji (g)
17 16 18 20 18 21
21 17 26 22 21 15
Pelaksanaan penelitian tahap 2 (1) Penyiapan Media Tanam dan Penanaman. Tanah yang telah bersih dari batu, gulma dan kotoran lainnya, dicampur merata dengan dithane dan furadan
sebagai lagkah awal
pengendalian hama dan cendawan dalam tanah. Tiap polybag diisi dengan 11 kg tanah, diatur dalam rumah kaca secara acak sesuai rancangan yang digunakan. Petak utama adalah konsentrasi pupuk diatur perbaris dan diulang 3 kali . Setiap baris atau petak utama terdapat enam anak petak yang merupakan 6 aksesi kacang tunggak yang diuji. Pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar sebanyak 600 g per polybag dicampur dengan tanah. Satu lanjaran (bamboo) sebagai tempat menjalar kacang tunggak ditancapkan ke tanah per polybag, serta pemberian label sesuai perlakuan. Penjenuhan air pada tanah selama 5 hari sebelum penanaman. Kemudian ditanam per polybag 4 benih secara tugal untuk tiap aksesi yang diuji. (2) Pemeliharaan. Sampai pada laporan ini dilakukan tanaman baru berumur 17 hari setelah tanam dengan pemeliharaan berupa penyiangan gulma, pengendalian semut pada tanah dengan sevin, seleksi tanaman muda dengan pertumbuhan yang sehat (daun tidak keriput tergulung dan keriput, batang tanaman vigor) sehingga masih tersisa 2 tanaman per polybag. Rencana penjarangan sampai 1 tanaman akan dilakukan ketika tanaman berumur 3 minggu (21 hst), sekaligus dilakukan pengambilan data pertama, dan perlakuan pupuk organik cair.
Kajian Aplikasi Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Sayuran: Tomat dan Sawi Perobaan 1: Kajian aplikasi pupuk organik cair dan padat untuk peningkatan produktivitas sayuran tomat dilaksanakan sebagai percobaan faktorial dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor, yaitu konsentrasi pupuk cair (A) dan pemangkasan (B) dengan 3 ulangan.
Faktor
konsentrasi pupuk cair (A) terdiri dari: A0 = Tanpa Pupuk Cair, A1 = 10 persen, A2 = 20 persen, A3 = 30 persen, A4 = 40 persen. Faktor Pemangkasan (B) terdiri dari: B1 = tanpa pemangkasan, B2 = dengan pemangkasan. Dengan demikian terdapat 10 kombinasi perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang 3 kali dengan; demikian terdapat 30 satuan percobaan.
21 Masing-masing perlakuan digunakan 4 tanaman sampel, sehingga terdapat 120 populasi. Gambaran persiapan percobaan ini disajikan pada Lampiran 5. Pengamatan dilakukan terhadap: tinggi tanaman (cm), jumlah cabang, waktu berbunga, jumlah daun, jumlah bunga terbentuk, waktu pembentukan buah, jumlah buah terbentuk, dan berat buah. Analisis data: Hasil penelitian dianalisis dengan analisis varian dan apabila ada perbedaan yang nyata di antara perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Perobaan 2: Percobaan 2 dilakukan untuk menguji pengaruh perlakuan persentase kompos organik terhadap pertumbuhan dan produksi kubis bunga. Percobaan dilaksanakan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan satu faktor, yaitu perlakuan kompos organik dengan enam tingkat perlakuan dan tiga kali ulangan; dengan tingkat persentase kompos organik yaitu: K0 = kontrol (tanpa kompos organik), K1 = 10 % kompos organik, K2 = 20 %, K3 = 30 %, K4 = 40 % dan K= 50 %. Jumlah satuan percobaan adalah delapan belas satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdapat empat tanaman di dalamnya. Jumlah populasi tanaman untuk keseluruhan satuan percobaan terdiri dari tujuh puluh dua tanaman. Tanaman sampel atau tanaman contoh diambil sebanyak dua tanaman pada tiap-tiap satuan percobaan. Pengamatan dilakukan terhadap parameter pertumbuhan, meliputi: tinggi tanaman (cm), luas daun (cm2), jumlah daun (helai), diameter batang (cm); serta parameter hasil, meliputi: waktu pembentukan bunga, waktu bunga mekar (Hst), diameter bunga (cm); bobot bunga (g) Analisis data: Data hasil pengamatan dari penelitian ini akan dianalisis secara statistik dengan tahapan tabulasi data, analisis keragaman sesuai rancangan yang digunakan dan apabila F hitung > F tabel akan dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ 0,05). Kemudian dilanjutkan dengan Analisis Korelasi. Tujuan dilakukan analisis korelasi yaitu untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel.
22
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kajian Pembuatan Bioaktifator Kompos dari Limbah Pertanian Percobaan pembuatan aktivator dan uji aktivator dalam pengomposan telah dilaksanakan di laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Analisis unsur hara dalam ekstrak aktivator (MOL) dan pupuk kompos dilakukan pada Balittan (Balai Penelitian Tanah) Bogor. Percobaan ini telah dilakukan sejak 16 September 2013. Pembuatan Bioaktivator Bioaktivator tomat dan sayur diperoleh setelah 21 sampai 30 hari. Ciri-ciri bioaktivator yang sudah matang dan siap diaplikasikan adalah tidak muncul lagi buih yang merupakan gas hasil fermentasi dan baunya seperti tape. Gas yang dihasilkan dalam perombakan bahan organik secara anaerob berupa CH4 dan CO2 dan sejumlah hasil antara. Pengomposan anaerob adalah proses dekomposisi bahan organik tanpa menggunakan O2. Reaksi yang terjadi pada perombakan sistem anaerobik: (CH2O)x --- x CH3COOH -- Methanomonas CH4 + CO2 N organik NH3 2H2S + CO2 - (CH2O)x + S + H2O + E (26 kcal/mol glukosa) Evaluasi kualitas mikrobiologis (jenis dan jumlah mikroorganisme yang berkembang) dan kimia (kandungan hara) dalam larutan ekstrak boaktivator ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan mikroorganisme dalam bioaktivator MOL Parameter
Mol Tomat + Air Mol Tomat + Air Mol Sayur + Air Mol Sayur + Air kelapa beras kelapa beras
Azospirillum (CFU/ml)
sp Ttd
ttd
ttd
ttd
Azotobacter (CFU/ml)
sp 3,28 x 107
1,48 x 107
2,56 x 107
1,21 x 108
Lactobacillus sp 1,07 x 106 (CFU/ml)
1,04 x 104
3,64 x 104
ttd
Saccharomyces sp (propagul/ml)
8,6 x 105
1,60 x 107
7,10 x 104
1,50 x 103
Actinomycetes
Ttd
Ttd
7,00 x 102
ttd
ttd = tidak terdeteksi
23 Bioaktivator yang dihasilkan dari penelitian ini mengandung jumlah dan jenis mikroorganisme yang berbeda. Semua larutan mengandung Azotobacter sp dengan jumlah yang telah sesuai Standar Mutu Pupuk Hayati (Permentan No. 70/Permentan/SR.140/102011) yaitu ≥ 107. Azotobacter sp merupakan species rhizobacteri penambat N2 udara dan mengkonversi dinitrogen ke amonium melalui reduksi elektron dan protonisasi gas dinitrogen. Unsur hara yang membatasi produktivitas tanaman adalah nitrogen sehingga pupuk nitrogen selalu ditambahkan sebagai input dalam produksi tanaman. Pemanfaatan pupuk hayati ini penting untuk diaplikasi ke tanah dan tanaman maupun bersifat memperkaya kompos sebagai bagian dari pemupukan N . Mikroorganisme yang bermanfaat lainnya (Lactobacillus sp) terkandung dalam Mol tomat (dalam air kelapa atau air beras) juga dalam Mol sayur + air kelapa, tetapi tidak terdeteksi dalam Mol sayur + air beras. Semua unit tidak mengandung Azospirillum sp, bakteri penambat nitrogen. Beberapa penelitian melaporkan bahwa bakteri ini banyak dijumpai pada perakaran tanaman serealia. Azospirillum adalah bakteri gram negatif, termasuk dalam phylum alphaproteobacteria. Namun menurut Reis et al. (2011), bakteri ini hidup pada lingkungan dan tanaman yang beraneka ragam, tidak hanya tanaman agronomi yang penting, seperti sereal, tebu, rumput, tetapi juga pada tanaman lain seperti kopi, buah-buahan dan bunga-bungaan. Azospirillum adalah bakteri aerobik kemoorganotrop non-fermentatif, vibroid dan memproduksi fitohormon, terutama auksin. Mereka menggunakan beberapa sumber karbon terutama gula dan alkohol gula. MOL yang diperoleh dari penelitian ini tidak mengandung aktinomycetes yang memadai, kecuali Mol sayur + air kelapa. Kandungan unsur hara dalam MOL disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik kimia dalam larutan MOL Parameter
pH Total N (%) P2O5 (%) K2O (%) Ca (%) Mg (%) S (%) Fe (ppm) Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm)
Mol Tomat + Air kelapa
Mol Tomat + Air beras
Mol Sayur + Air kelapa
Mol Sayur + Air beras
3,7 0,11 0,03 0,23 0,04 0,02 0,001 17 3 1 9
4,1 0,14 0,06 0,12 0,03 0,02 0,002 15 2 1 5
3,6 0,17 0,05 0,29 0,10 0,03 0,021 29 6 1 5
3,6 0,24 0,05 0,18 0,08 0,02 0,021 69 3 1 4
24 Larutan MOL bereaksi masam (3,6-4,1). Kandungan N tertinggi dalam Mol sayur + air beras. Air cucian beras meningkatkan kandungan N dalam Mol dibandingkan air kelapa. Namun air kelapa menyumbangkan kandungan kalium yang lebih tinggi dibandingkan air beras. Mol sayur mengandung N, K dan Ca lebih tinggi daripada Mol tomat. Kandungan hara dalam kompos yang telah matang setelah Mol diaplikasi sebagai biostarter pembuatan kompos masih sedang dianalisis. Ilustrasi temtang persiapan penyiapan bioaktivator disajikan pada Gambar 1.
Buah Tomat yang dihancurkan
Sayuran (kubis dan sawi) yang dicacah halus
Campuran ekstrak tomat atau sayuran difermentasikan dalam jerigen
Wadah fermentasi (jerigen 20 L) yang dihubungkan dengan jerigen kecil berisi air
Gambar 1. Proses dan instalasi pembiatan bioaktivator kompos
25 Pengomposan dengan bioaktivator yang dihasilkan Data menunjukkan bahwa pada hari ke-1 pembuatan kompos (Tabel 3), suhu setiap tumpukan meningkat menjadi 48oC-52oC. Pada hari ke-3, suhu tiap tumpukan hampir sama yaitu 61oC. Secara visual, proses perombakan bahan organik berlangsung dalam kecepatan yang sama, baik diberi bioaktivator MOL maupun EM4. Penambahan air dan gula (perlakuan F) tidak menunjukkan perbedaan suhu tumpukan yang diukur setiap harinya pada masa awal perombakan, tetapi suhu saja tidak menunjukkan perbedaan kematangan kompos. Dengan demikian gula sederhana sebagai nutrisi bagi mikroorganisme telah mencukupi kebutuhan mikroorganisme golongan mesofilik dan termofilik jika ditinjau dari indikator panas namun penambahan MOL mempercepat aktivitas mikroorganisme perombak bahan organik. Kompos yang diberi perlakuan EM 4 ataupun MOL telah matang sempurna pada hari ke-28, ditinjau dari bau, warna dan tekstur bahan) namun kompos yang diberi air gula saja belum matang.
Pengukuran suhu tumpukan
Gembar 2.
Tumpukan kompos sebelum diberi perlakuan bioaktivator
Perkembangan kompos ela sagu dengan menggunakan bioaktivator yang diproduksi dalam penelitian ini
4.2. Kualitas Kompos Cair dan Padat dari Beberapa Jenis Limbah Pertanian Penelitian ini dilakukan bertahap sesuai dengan tahapan dalam metode penelitian yaitu dimulai dengan tahapan pertama yaitu pembuatan pupuk organik cair dan padat. Pembuatan pupuk cair dan padat dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dari Kaya et al, mulai dari tahun 2008 – 2011 tentang Pembuatan Kompos Ela Sagu dan peranannya dalam memperbaiki kesuburan tanah (Fisik dan Kimia) dari beberapa jenis tanah maupun bagi pertumbuhan dan produksi tanaman
26 Jagung maupun sayuran Sawi. Pupuk organik cair dan padat dibuat menggunakan metode fermentasi dengan pemberian larutan biakan mikroorganisme (bioaktivator) dengan perbandingan bahan padat dan cair yaitu, 1 : 2. Kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan dalam tahapan pertama adalah : 1. Pembuatan pupuk cair, diawali dengan : a. Perancangan dan pembuatan alat Dekomposter untuk pembuatan pupuk cair (Gambar 3). b. Pembuatan pupuk organik cair dengan perbandingan bahan cair dan padat adalah (2:1).
Gambar 3. Dekomposter untuk pembuatan pupuk cair
Pembuatan pupuk organik cair Adapun tahapan pelaksanaan pembuatan pupuk organik cair sebagai berikut : 1. Bahan cair berupa air beras dan larutan bioaktivator EM-4. Bahan padat dalam bentuk basah seperti : (sayuran, kulit pisang, daun gamal) dicacah hingga berukuran maksimal 5 cm dan kotoran sapi mentah dihaluskan. 2. Bahan padat ini ditimbang dengan perbandingan 2 : 1 : 1, sebagai berikut : (sayuran + kulit pisang) 10 kg, daun gamal 5 kg, dan kotoran sapi 5 kg), kemudian dicampur hingga merata (Gambar 4). 3. Bahan padat ini dimasukkan ke dalam ember besar dicampur hingga merata.
27 4. Larutan activator EM-4 500 ml dicampurkan dengan gula pasir 250 g ke dalam ember, kemudian diaduk sampai gula larut (Gambar 5). 5. Larutan air beras ditambahkan dengan larutan bioaktivator ke dalam ember campuran bahan padat, kemudian diaduk hingga merata (Gambar 6).
Gambar 4. Pencampuran bahan padat untuk pembuatan pupuk organik cair.
Gambar 5. Penyiapan Bioactivator EM-4 untuk pembuatan pupuk organik cair.
28
Gambar 6. Penambahan larutan air beras dengan bioaktivator ke dalam campuran bahan padat
Gambar 7. Campuran bahan padat dan cair dimasukkan ke dalam alat dekomposter
6. Campuran bahan padat dan cair dimasukkan ke dalam alat dekomposter (Gambar 7), kemudian ditutup dari atas. Setelah itu biarkan kurang lebih 1 bulan mengalami proses fermentasi, maka pupuk organik siap digunakan.
Tanda-tanda pupuk cair siap digunakan yaitu : a) berbau segar dan b) terjadi perubahan warna dari warna asli.
29 Pembuatan pupuk organik padat (Kompos). Tahapan pelaksanaan pembuatan pupuk organik cair sebagai berikut : 1. Larutan Bioaktivator diperoleh dari : gula pasir 0.5 kg dilarutkan ke dalam air 40 l dan tambahkan larutan biakan EM-4 1 l, kemudian diaduk sampai merata (Gambar 8). 2. Bahan padat (daunan kering, daun gamal kering, kotoran sapi) dicacah dengan mesin pencacah sampai halus, sedangkan kulit pisang dicacah dengan parang menjadi kecil (Gambar 9). 3. Bahan padat ditimbang dengan perbandingan 2:1:1, sebagai berikut : (daunan + kulit pisang) 40 kg, daun gamal 20 kg, dan kotoran sapi 20 kg), kemudian dicampur hingga merata di atas ubin(Gambar 10). 4. Larutan bioaktivator tadi disiram ke bahan padat sambil dicampur sampai merata (Gambar 11). 5. Campuran tersebut selanjutnya dibentuk persegi empat kemudian ditutup dengan terpal, dibiarkan selama 2 minggu (proses fermentasi berlangsung) (Gambar 12). 6. Suhu dan kelembaban campuran dipertahankan dengan cara campuran dibolak-balik setiap 2 hari. 7. Setelah 2 minggu campuran bahan padat dengan larutan bioaktivator akan menjadi Kompos (Bokashi), yang siap digunakan sebagai pupuk organik, ditandai dengan warna bahan menjadi gelap, tidak berbau, dan suhu bahan menjadi dingin.
Gambar 8. Pencampuran larutan bioaktivator untuk pembuatan pupuk organik padat
30
Gambar 9. Pencacahan bahan untuk pembuatan pupuk organik padat dengan mesin .
Gambar 10. Pencampuran bahan padat untuk pembuatan pupuk organik padat .
31
Gambar 11. Pencampuran larutan bioaktivator dengan bahan padat (atas) dan inkubasi untuk pembuatan pupuk organim padat (bawah)
Dari kegiatan pembuatan pupuk organik padat dan pupuk organik cair sebagaimana diuraikan sebelumnya telah dihasilkan kompos dan pupuk organik cair (Gambar x), yang selanjutnya dianalisis di laboratorium dan diuji di rumah kaca. Pupuk organik cair (dinamakan
32 Bioliz) dan pupuk organik padat (kompos) dianalisis di Laboratorium Kimia Tanah, Balai Penelitian Tanah di Bogor untuk mengetahui beberapa unsur kimia yang diperlukan dalam memperbaiki kesuburan tanah untuk menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman.
Hasil
analisis yang telah dilakukan terhadap organik padat (kompos) pupuk organik cair disajikan pada Tabel 4.
Kompos
Pupuk Organik Cair
Gambar 12. Pupuk organik padat (kompos) dan pupuk organik cair yang dihasilkan dan dikaji
Tabel 4. Hasil analisis unsur kimia yang terdapat di dalam pupuk organik cair dan kompos No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Komponen Yang Dianalisis pH C-Organik (%) N-Total (%) C/N P2O5 (%) K2O (%) Ca (%) Mg (%) S (%) Fe (ppm) Mn (ppm) Cu (ppm) Zn (ppm)
Pupuk Organik Cair 6.1 0.97 0.08 12.13 0.03 0.22 0.32 0.03 0.01 44.0 10.0 0.4 1.3
Keterangan : Dianalisis di Laboratorium Kimia Tanah Balai Penelitian Tanah Bogor
Kompos 7.2 12.96 1.03 13.0 0.28 1.14 0.80 0.23 0.07 1586 220.0 9.0 37.0
33
Percobaan rumah kaca dengan tanaman sawi Percobaan rumah kaca telah dilaksanakan pada tanggal mulai 4 Desember 2013 untuk menguji pengaruh pupuk organik cair yang telah diproduksi dalam peningkatan produksi sawi, dengan kegiatan sebagai berikut : 1. Tanah diayak untuk memisahkan tanah dengan kerikil atau akar-akar tanaman. Setelah itu tanah ditimbang 5 kg, kemudian dimasukkan dalam polibag yang sudah diberi label perlakuan. Tanah disiram dengan air sampai kapasitas lapang, kemudian diberi kompos sesuai perlakuan dan diinkubasi selama satu minggu. 2. Tanah yang sudah dicampur dengan kompos dibiarkan selama seminggu (selama inkubasi tanah selalu disiram supaya proses hidrolisis berlangsung dalam tanah, kemudian ditanam dengan sayur sawi yang sudah siap dipindahkan dari tempat pesemaian. Setelah tanam, tanaman sawi diberi naungan dengan pelepah batang pisang (11 Desember 2013). 3. Saat tanaman satu minggu setelah tanam, naungan dilepaskan, kemudian diberi pupuk cair sesuai perlakuan (18 Desember 2013). Pemberian pupuk cair secara bertahap selang satu minggu sebanyak 3 kali. Rencana panen akan dilakukan pada saat tanaman berumur 40 hari setelah tanam (20 Januari 2014). Setelah tanaman dipanen, tanah akan diambil untuk dianalisis sifat kimia tanah (pH, N, P, K tanah), sedangkan tanaman akan dianalisis serapan N, P, dan K). Untuk fisik tanaman yang dianalisis adalah pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan jumlah daun), dan berat basah tanaman.
4.3. Pengembangan Biopestida Nabati untuk Produksi Sayuran Organik Screening untuk biokativitas insektisida beberapa ekstrak tanaman Screening terhadap ekstrak kasar biji beberapa tanaman berikut ini yaitu sirikaya (Annona squamosal) dan sirsak (A. muricata) family Annonaceae serta langsat (Lansium domesticum) dan kecapi (Sandoricum koetjape), family Meliaceae untuk aktivitas insektisidanya menunjukan bahwa ekstrak kasar biji sirikaya dan sirsak menunjukan biokativitas terhadap larva Spodoptera litura dengan menghambat pertumbuhan larva sebesar 33-92% dan 4-82% sedangkan ekstrak biji langsat dan kecapi relatif tidak efektif dengan penghambatan pertumbuhan larva sebesar 0-22% dan 3-51%. Pengujian terpisah menunjukan bahwa ekstrak kasar bunga cengkeh menunjukan bioktivitas dengan menyebabkan motalitas yang tinggi pada larva S. litura. Dalam penelitian pengembangan produk insektisda nabati perlu diperhatikan ketersediaan bahan baku sehingga difokuskan pada biji sirsak yang merupakan limbah dan cukup tersedia. Tangkai bunga tanaman cengkeh yang dipilih
34 karena bunga cengkeh memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sedangkan tangkai bunga relatif murah dan sering kali menjadi limbah. Evaluasi ekstrak kasar biji sirsak dan tangkai bunga cengkeh melalui pengujian hayati di laboratorium Ekstraksi. Ekstraksi bahan biopestisida dilakukan sebagaimana diuraikan berikut ini. Biji sirsak dikumpulkan dari berbagai lokasi di pulau Ambon dan Seram. Tangkai bunga cengkeh dikumpulkan dari beberapa lokasi di pulau Ambon. Sampel dikering anginkan dan masing-masing sampel (gabungan semua lokasi) dihaluskan dengan menggunakan blender (Gambar 13). Seratus (100) g sampel diekstrak dengan 96% etanol ( 3 x 500 ml) selama 3 hari (Gambar 14). Ekstrak di saring dengan pompa vakum dan menggunakan kertasa saring Whatman No.4. Ekstraksi dilakukan di laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura. Ekstrak dievaporasi menggunakan rotavapour. Ekstrak yang kering diresuspensi dalam sejumlah kecil 96% etanol dan dipindahkan ke botol yang telah ditimbang. Setelah evaporasi etanol, botol ditimbang kembali untuk menentukan berat ekstrak. Evaporasi dilakukan di laboratorium Biokimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura. Hasil ekstraksi biji sirsak dalam etanol diperoleh ekstrak berbentuk cairan berwarna coklat tua dan berminyak dengan berat ekstrak sebesar 6.5% dari berat tepung halus, sedangkan ekstrak etanol tangkai bunga cengkeh berbentuk semi padat berwarna coklat tua dengan berat ekstrak 21.8% dari berat tepung halus.
Gambar 13. Biji sirsak dan tangkai bunga cengkeh sebagai dipersiapkan sebelum ekstraksi
35
Gambar 14. Ekstraksi bagian tanaman dan bioinsektisida hasil extraksi
Pemeliharaan serangga uji. Serangga uji yang akan digunakan adalah Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae). Larva dikumpulkan di lapangan dan serangga dipelihara di laboratorium untuk mendapatkan generasi berikut dengan umur larva yang seragam yang akan digunakan pada pengujian hayati. Larva diberi makan tanaman sawi yang diganti setiap hari (Gambar 15). Sampai saat ini sebagian larva telah mencapai instar 5 dan sebagian telah memasuki masa pra pupa. Serangga membentuk pupa di dalam tanah sehingga telah disediakan media tanah steril sebagi tempat membentuk pupa (Gambar 15). Pengujian hayati. Pengujian hayati telah dilakukan dengan metode penetesan larva dan penyemprotan daun/pakan serangga. Lima konsentrasi dari masing-masing ekstrak dan kontrol akan diuji dan LC50 untuk setiap ekstrak akan dihitung dengan menggunakan program probit. Bila ada kematian pada control maka akan dikoreksi dengan menggunakan rumus Abott. Pengujian hayati emulsi ekstrak etanol biji sirsak terhadap larva S.litura menghasilkan mortalitas yang meningkat dari waktu ke waktu pada setiap konsentrasi (Tabel 1). Mortalitas meningkat pada setiap waktu pengamatan dari konsentrasi terendah ke kosentrasi tertinggi yang diuji (Tabel 4).
36
Gambar 15. Pemeliharaan S. litura di laboratorium
Pengujian hayati emulsi ekstrak etanol biji sirsak terhadap larva S.litura menghasilkan mortalitas yang meningkat dari waktu ke waktu pada setiap konsentrasi. Mortalitas meningkat setiap waktu pengamatan dari konsentrasi terendah ke kosentrasi tertinggi yang diuji (Tabel 4). Tidak ada perbedaan nyata antara konsentrasi 5, 7 dan 9 % (w/v) pada 1, 2 , 3, 4 dan 5 hari setelah pengamatan. Konsentrasi ekstrak 5% efektif mengakibatkan mortalitas serangga uji > 50% pada 3 hari setelah perlakuan sedangkan konsentrasi 7% mengakibatkan mortalitas > 50% pada 2 hari setelah perlakuan (Tabel 4). Tabel 5. Mortalitas kumulatif terkoreksi Larva S. litura pada 1,2, 3, 4 dan 5 hari setelah perlakuan emulsi ekstrak etanol biji sirsak (A. muricata) Konsentrasi (% w/v)
Mortalitas Kumulatif Terkoreksi (%) 1H
2H
1
10.00 a*
22.06 a
41.79 a
62.68 a
67.67 a
3
22.86 ab
35.29 ab
49.25 a
67.16 ab
75.37 ab
5
25.71 ab
42.65 bc
67.16 b
76.12 bc
81.53 b
7
28.57 b
52.94 bc
76.12 b
80.60 c
83.06 b
9
30.00 b
61.76 c
77.61 b
83.58 c
86.14 b
0 .00
2.86
4.29
4.29
5.71
kontrol
3H
4H
5H
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom menunjukan tidak berbeda nyata pada uji BNT dengan α = 0.05
37
Kandungan bahan aktif dalam biji sirsak yang memiliki aktivitas sebagai insektisida adalah annonacin yang adalah senyawa acetogenin yaitu kelompok senyawa alamiah yang ditemukan hanya pada tanaman family Annonaceae. Cara kerja senyawa ini adalah sebagai racun pernapasan dengan menghambat enzim pernapasan sistem transport elektron pada mitokondria (Hollingworth et al., 1994). Banyak penelitian yang menunjukan bahwa ekstrak kasar tanaman famili Annonaceae efektif terhadap hama tanaman pertanian. Hasil penelitian Basana dan Prijono (1994) dan Prijono et al. (1997) menunjukan bahwa ekstrak air dan juga ekstrak dalam pelarut organik dari biji berbagai spesies Annonaceae termasuk sirsak (A. muricata) menunjukan aktivitas insektisida pada hama kubis Crocidolomia binotalis. Screening terhadap ekstrak kasar etanol biji sirikaya (Annona squamosa) dan sirsak (A. muricata) untuk aktivitas insektisidanya menunjukan bahwa ekstrak kasar biji sirikaya
dan
sirsak menunjukan biokativitas terhadap
larva S. litura dengan
menghambat pertumbuhan larva sebesar 33-92% dan 4-82% (Leatemia, 2003). Pengujian hayati emulsi ekstrak etanol tangkai bunga cengkeh terhadap larva S.litura menghasilkan mortalitas yang meningkat dari waktu ke waktu pada setiap konsentrasi. Mortalitas meningkat pada setiap waktu pengamatan dari konsentrasi terendah ke kosentrasi tertinggi yang diuji (Tabel 5). Konsentrasi ekstrak 5% dan 6% efektif mengakibatkan mortalitas serangga uji > 50% pada 2 hari setelah perlakuan sedangkan konsentrasi 7% mengakibatkan mortalitas 50% pada 1 hari setelah perlakuan (Tabel 2).
Tabel 6. Mortalitas kumulatif terkoreksi Larva P. xylostella pada 1,2, 3, 4 dan 5 hari Setelah Perlakuan emulsi ekstrak etanol tangkai bunga cengkeh (Syzigium aromaticum) Konsentrasi (% w/v)
Mortalitas Kumulatif Terkoreksi (%) 1H
2H
3H
4H
5H
3
9.66
21.22
27.69
42.19
60.29
4
22.06
31.82
41.54
53.13
68.75
5
45.59
51.52
58.46
64.06
71.88
6
47.06
62.12
70.77
73.44
81.25
7
50.00
66.67
73.83
81.25
87.50
kontrol
2.86
5.71
7.14
8.57
8.57
38 Cengkeh (S. aromaticum) termasuk famili Myrtaceae dengan sifat khusus yaitu semua bagian tanamannya mengandung minyak. Kandungan bahan aktif dalam berbagai bagian tanaman cengkeh yang dapat mempunyai aktivitas insektisida adalah eugenol yang merupakan minyak essensial (Wiratno, 1993). Suriati dan Admadja (2010) menunjukan bahwa minyak cengkeh konsntrsai 5% efektif mengakibatkan mortalitas larva S. litura sebesar 83.33 % di laboratorium. Insektisida nabati cengkeh dan seraiwangi 5% efektif mengakibatkan mortalitas S. litura sebesar 60% pada 4 hari setelah perlakuan di laboratorium (Mardiningsih et al., 2011) . Ekstrak daun cengkeh 3% efektif dalam mengendalikan larva S. litura pada tanaman kedelai (Santosa, 2012). Atmadja et al (2006) menunjukan bahwa minyak cengkeh konsentrasi 4% efektif terhadap Helopelthis antonii dan H. theivora. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa baik ekstrak biji sirsak maupun tangkai bunga cengkeh efektif mengakibtakan mortalitas pada hari ke 2 dan seterusnya. Hal ini disebabkan karena kebanyakan insektisida nabati bekerja bukan sebagai racun tetapi cara kerja yang lain. Banyak senyawa alamiah asal tumbuhan telah diteliti dan menunjukan aktivitas biologis dan beberapa juga berperan sebagai racun akut. Akan tetapi, mayoritas senyawa asal tumbuhan telah ditunjukan memiliki cara kerja lain termasuk mempengaruhi pertutumbuhan dan perkembangan serangga dan menghambat makan (antifeedant). Cara kerja seperti ini sangat diiinginkan dalam pengendalian hama karena selektivitasnya yang tinggi dan kemungkinan penurunan resistensi hama. Serangga memiliki kemampuan adaptasi yang sangat besar dan perlahan-lahan akan mampu mengatasi
berbagai
cara
pengendalian
dengan
demikian
strategi
terbaik
yaitu
mengimplementasikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Insektisida nabati dengan aktivitas yang lambat dan/atau cara kerja non toksik mungkin tidak terlalu efektif bila digunakan sendiri, tetapi merupakan kandidat yang ideal untuk penggunaan dalam sistem PHT. Dalam penelitian pengembangan produk insektisda nabati perlu diperhatikan ketersediaan bahan baku sehingga difokuskan pada biji sirsak yang merupakan limbah pada pembuatan juice sirsak dan cukup tersedia. Tangkai bunga tanaman cengkeh yang dipilih karena bunga cengkeh memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sedangkan tangkai bunga relatif murah dan sering kali menjadi limbah. Efikasi biopestisida di rumah kaca Efikasi ekstrak
terhadap larva S. litura dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian,
Unpatti. Tanaman sawi ditanam pada plot plastik (diameter 30 cm) dengan media campuran tanah, pupuk kandang dan pupuk organik. Tanaman usia 6 minggu akan digunakan dalam eksperimen. Berdasarkan hasil LC
50
pada pengujian hayati di laboratorium maka akan diuji 3 konsentrasi
ekstrak, kontrol positif dan kontrol. Rancangan yang digunakan adalah rancangan blok dengan 4
39 ulangan. Larva instar 2 S. litura diinokulasi pada tanaman sawi berumur 6 minggu dan kemudian ekstrak diaplikasikan. Mortalitas serangga akan diamati pada hari ke 2 dan ke 6 setelah perlakuan. Persiapan tanaman. Sampai saat ini telah dilakukan persiapan alat dan bahan berupa pot plastik, media tanama dan benih sawi telah disemai yang telah berumur 2 minggu (Gambar 16).
Gambar 16. Persiapan media tanam (atas) dan benih sawi (bawah) di rumah kaca
4.4. Aplikasi Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Sayuran: Kacang Tunggak Lokal Hasil karakterisasi beberapa karakter penting sebagai data kulitatif dari 16 aksesi yang diuji (tahap1) disajikan pada Tabel 6. Hasil ini menunjukkan bahwa 16 aksesi yang dikarakterisasi mempunyai perbedaan potensi beberapa karakter pertumbuhan dan komponen produksi. Beberapa karakter pertumbuhan yang dikarakterisasi di sini sangat mendukung produktivitas tanaman. Aksesi-aksesi dengan penampilan tanaman yang tinggi (selang 340-360) jika mempunyai buku batang yang banyak akan mendukung produksi polong karena tandan pembungaan muncul dari buku batang/ketiak daun. Potensi produksi yang tinggi juga dimiliki oleh aksesi-aksesi dengan jumlah cabang yang banyak karena tandan pembungaan juga muncul dari buku-buku batang dari cabang tersebut. Hasil penelitian ini tidak dapat mengnyajikan jumlah polong pertanaman dan berat biji pertanaman karena tanaman tidak dapat menghasilkan polong seperti yang diharapkan akibat serangan hama dan penyakit.
40
41 Tabel 6 juga menunjukkan bahwa aksesi KTm-6, KTm-10, KTm-16, KTm-23 mempunyai penampilan tanaman yang tinggi sedangkan KTM-8 sebaliknya tetapi mempunyai jumlah daun yang lebih banyak karena didukung jumlah cabang yang banyak. Potensi produksi dari beberapa aksesi-aksesi ini terlihat pada panjang polong dan berat 100 biji, meskipun KTm-8 tidak termasuk dalam katagori tersebut. Namun warna biji dari KTm-8 menjadi penting karena kacang tunggak berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan alternative untuk pembuatan tempe dan tahu yang umum warna dasarnya putih. Warna biji KTm-23 kemungkinan juga berpotensi untuk pembuatan kecap karena berwarna hitam, sedangkan tiga aksesi yang lain mempunyai warna yang diduga mempunyai kandungan pigmen karoten yang tinggi (warna orange, warna kream dan merah maroon). Potensi beberapa karakter penting yang dimiliki oleh aksesi-aksesi lokal seperti KTm-6, KTm-8, KTm-10. KTm-16, KTm-23 yang kemudian dipakai untuk melakukan pengujian tahap kedua yaitu untuk mengetahui potensi karakter-karakter tersebut jika diberikan pupuk organik cair. Data hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa 16 aksesi yang dikarakterisasi mempunyai perbedaan potensi beberapa karakter pertumbuhan dan komponen produksi. Beberapa karakter pertumbuhan yang dikarakterisasi di sini sangat mendukung produktivitas tanaman. Aksesiaksesi dengan penampilan tanaman yang tinggi (selang 340-360 jikamempunyai buku batang yang banyak akan mendukung produksi polong karena tandan pembungaan muncul dari buku batang/ketiak daun. Potensi produksi yang tinggi juga dimiliki oleh aksesi- aksesi dengan jumlah cabang yang banyak karena tandan pembungaan juga muncul dari buku-buku batang dari cabang tersebut. Hasil penelitian ini tidak dapat menyajikan jumlah polong pertanaman dan berat biji pertanaman karena tanaman tidak dapat menghasilkan polong seperti yang diharapkan akibat serangan hama dan penyakit. Tabel 6 juga menunjukkan bahwa aksesi KTm-6, KTm-10, KTm-16, KTm-23 mempunyai
penampilan tanaman
yang
tinggi,
sedangkan
KTM-8
sebaliknya
tetapi
mempunyai jumlah daun yang lebih banyak karena didukung jumlah cabang yang banyak. Potensi produksi dari beberapa aksesi-aksesi ini terlihat pada panjang polong dan berat 100 biji, selain KTm-8. Namun warna biji dari KTm-8 menjadi penting karena biji kacang tunggak berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan alternative untuk pembuatan tempe dan tahu dengan warna dasar putih. Warna biji KTm-23 kemungkinan juga berpotensi untuk pembuatan kecap karena berwarna hitam, sedangkan tiga aksesi yang lain mempunyai warna yang diduga
mempunyai kandungan pigmen karoten yang tinggi (warna orange, warna kream dan
merah maroon).
42 Potensi beberapa karakter penting yang dimiliki oleh aksesi-aksesi lokal seperti KTm-6, KTm-8, KTm-10. KTm-16, KTm-23 yang kemudian dipakai untuk melakukan pengujian tahap kedua yaitu untuk mengetahui potensi karakter-karakter tersebut jika diberikan pupuk organik cair. Percobaan tahap 2 sebagai lanjutan 1 yaitu menguji karakter-karakter pertumbuhan dan produksi ketika aksesi-aksesi terpilih tersebut diberikan pupuk organik cair. Penelitian tahap kedua ini sementara berlangsung dan sampai ketika laporan ini dibuat belum dilakukan pengambilan data. Pengambilan data pertama
ketika tanaman berumur
21 hari, dan disaat itu dilakukan
perlakuan pupuk organik cair. Gambaran dari beberapa kegiatan penelitian menunjukkan aktivitas penelitian yang telah berlangsung. Penyiapan media tanam yaitu dengan melakukan pencampuran tanah dengan dithane dan furadan, dilanjutkan dengan pengisian tanah ke polybag dengan berat 11 kg/polybag (Gambar 17), dilanjutkan dengan pemberian pupuk dasar. Penanaman tanggal 4 Oktober 2013, dengan penampilan tanaman berumur 1 minggu dan 2 minggu pada Gambar 18. Penanaman tiap polybag 4 benih pada umur 2 minggu dilakukan penjarangan dengan menyisakan 2 tanaman yang sehat (Gambar 19), dan penjarangan berikut sebelum perlakuan pupuk organik dengan menyisakan 1 tanaman per polybag. Kacang tunggak sangat rentan terhadap serangan hama seperti semut, hama putih, dan aphid (sebagai vector/ pembawa penyakit). Pada awal tanamn berumur 2 minggu banyak semut pada tanah ditiap polybag sehingga pengendalian menggunakan Sevin yang ditabur di atas tanah sebagai penaggulangan secara darurat.
Gambar 17. Penyiapan media tanam untuk percobaan dengan kacang tunggak
43
Gambar 18. Umur tanaman 1 minggu setelah tanam (kiri), dan umur tanaman umur 2 minggu setelah tanam (kanan)
Gambar 19. Penjarangan kacang tunggak tanaman per polybag
Pola Pertumbuhan Kacang Tunggak Pada Konsentrasi Pupuk Organik Cair Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju pertumbuhan tinggi tanaman kacang tunggak meningkat sejalan dengan waktu yaitu dari minggu ke-3 pengamatan sampai minggu ke-7, dan kemudian memperlihatkan pertumbuhan yang lambat dari minggu ke-7 ke minggu ke-9. Laju peningkatan pertumbuhan tertinggi pada minggu ke-5 dan ke-7. Fenomena ini diperlihatkan pada perlakuan tanpa pupuk (K0), K1 maupun K2. Hal memperlihatkan bahwa kacang tunggak mengalami pertumbuhan tinggi tanaman optimal pada minggu ke-7.
44
Enam aksesi yang diuji memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang berbeda antar aksesi pada kondisi tanpa pupuk (Gambar 20a). Tetapi pada konsentrasi pupuk K1 (Gambar 20b) maupun K2 (Gambar 20c) tiap aksesi tidak memperlihatkan perbedaan tersebut atau cenderung menunjukkan kemiripan responsnya. Varietas nasional (KT6) cenderung memperlihatkan tinggi tanaman yang lebih rendah dari aksesi lokal pada semua perlakuan pupuk. Namun pemberian pupuk memacu pertumbuhan tinggi tanaman jika dibandingkan tanpa perlakuan pupuk. Sedangkan aksesi lokal umumnya memperlihatkan tinggi tanaman yang hampir mirip pada kondisi tanpa pupuk maupun pemberian pupuk meskipun satu aksesi dengan aksesi yang lain sedikit memperlihatkan respons berbeda pada tiap perlakuan pupuk.
Gambar 20. Pola pertumbuhan pinggi tanaman beberapa aksesi kacang tunggak pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair berbeda ; (a) K0 = tanpa perlakuan pupuk, (b) K1 =konsentrasi pupuk 0.3%, dan K2 = 0.6%
Pola pertumbuhan jumlah daun mengalami peningkatan yang cukup signifikan antar minggu pengamatan sampai minggu ke-9, dan dimungkinkan masih bertambah jumlah daun pada minggu pengamatan selanjutnya. Laju peningkatan pertumbuhan jumlah daun tertinggi pada
45 minggu ke-7 dan ke-9, dan fenomena ini diperlihatkan pada tiga kondisi perlakuan pupuk (Gambar 21). Hasil ini sama yang didapatkan oleh Marsita (2012) bahwa laju pertumbuhan tertinggi pada minggu ke-8 dan mulai lambat pada minggu ke-12 kebetulan minggu pengamatannya dimulai minggu ke-2 dengan interval 2 minggu. Enam aksesi yang diuji mulai memperlihatkan respons pembentukan daun yang berbeda signifikan antar aksesi pada minggu ke-7 dan ke- 9 pada kondisi tanpa pupuk maupun pemberian pupuk (Gambar 21). Aksesi nasional (KT6) memperlihatkan laju pertumbuhan daun serta jumlah daun yang lebih sedikit dibandingkan aksesi-aksesi lokal pada ketiga perlakuan pupuk. Aksesi lokal KTm-8 dan KTm-23 pada ketiga kondisi perlakuan pupuk memperlihatkan laju pertambahan daun dan jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan 3 aksesi lokal yang lain. Perlakuan pupuk K1 dan K2 memberikan pengaruh pertambahan jumlah daun hanya pada aksesi lokal tertentu saja seperti KTm-16 tidak untuk semua aksesi.
Gambar 21. Pola pertumbuhan jumlah daun beberapa aksesi kacang tunggak pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair berbeda ; (a) K0 = tanpa perlakuan pupuk , (b) K1 =konsentrasi pupuk 0.3%, dan K2 = 0.6% Gambar 22. menunjukkan laju pertambahan buku pada batang utama meningkat sejalan dengan waktu. Laju pertumbuhan tertinggi diperlihatkan pada minggu pengamatan ke-5 dan ke- 7, dan kemudian mengalami pelambatan pertumbuhan pada minggu ke-9. Berbeda dengan yang
46 didapatkan oleh Masita (2012) bahwa laju pertumbuhan jumlah buku batang kacang tunggak pada minggu ke-8, dan mulai lambat pada minggu ke-12. Fenomena ini diperlihatkan pada semua aksesi pada kondisi tanpa dan pemberian pupuk. Aksesi-aksesi lokal memperlihatkan jumlah buku batang yang lebih banyak meskipun laju peningkatan jumlah buku tidak setinggi aksesi nasional (KT6) pada perlakuan pupk K1 maupun K2. Perlakuan pupuk K1 dan K2 memacu jumlah buku batang pada aksesi tertentu saja seperti KTm10, KTm-23 dan varietas nasional.
Gambar 22.
Pola pertumbuhan jumlah buku batang beberapa aksesi kacang tunggak pada konsentrasi pupuk organik cair berbeda. (a) K0 = tanpa perlakuan pupuk, (b) K1 =konsentrasi pupuk 0.3%, dan K2 = 0.6%
Umumnya kacang tunggak belum memperlihakan pertumbuhan cabang pada minggu ke-3, cabang mulai tumbuh menjelang umur 4 minggu setelah tanam. Pada pengamatan umur 5 minggu, beberapa aksesi telah mempunyai 2-3 cabang, dan laju peningkatan pertumbuhan cabang terjadi pada minggu ke-7 dan mulai lambat pada minggu ke-9 yang diperlihatkan pada ketiga kondisi perlakuan pupuk (Gambar 23). Semua aksesi lokal memperlihatkan jumlah cabang yang signifikan lebih banyak dibandingkan dengan varietas nasional pada ketiga kondisi perlakuan pupuk. Pola respons aksesi lokal beragam antar kondisi perlakuan pupuk.
47
Gambar 23.
Pola pertumbuhan jumlah cabang beberapa aksesi kacang tunggak pada konsentrasi pupuk organik cair berbeda. (a) K0 = tanpa perlakuan pupuk, (b) K1 =konsentrasi pupuk 0.3%, dan K2 = 0.6%
Pertumbuhan Bunga Kacang Tunggak Pada Konsentrasi Pupuk Organik Cair. Tanaman kacang tunggak mulai masuk masa reproduktif dengan munculnya kuncup bunga ukuran kecil dari tandan bunga yang keluar dari buku batang. Bunga untuk pengamatan ditandai dengan muncul ujung mahkota bunga warna hijau ukuran 1mm -7mm dari kelopak bunga. Pada umur 5 minggu sampai 7 minggu telah terbentuk kuncup-kuncup bunga dari semua aksesi. Varietas nasional berbunga lebih awal dari aksesi lokal, dengan tandan bunga lebih banyak keluar dari buku batang bagian bawah, sedangkan aksesi lokal cenderung muncul lebih banyak pada buku batang bagian atas. Gambar 24 memperlihatkan jumlah bunga pada kondisi perlakuan pupuk K0, K1, dan K2. Jumlah bunga terbanyak diperlihatkan oleh aksesi lokal KTm-10 diikuti dengan varietas nasional pada kondisi tanpa pupuk. Pada kondisi K1, umumnya aksesi-aksesi mengalami peningkatan kecuali KTm-10 dan KTm-16. Beberapa aksesi mempunyai jumlah bunga bertambah terutama KTm-23, KTm-8 dan varietas nasional pada kondisi K2. Pada umur 9 minggu, aksesi lokal KTm23
48 dan KTm8, serta varietas nasional mempunyai bunga terbanyak pada kondisi pupuk K2, sedangkan aksesi lain cenderung tidak mengalami penambahan bahkan ada beberapa yang menurun.
Gambar 24. Jumlah bunga beberapa aksesi kacang tunggak lokal pada perlakuan konsentrasi pupuk organik cair. K0 = tanpa perlakuan pupuk , K1 =konsentrasi pupuk 0.3%, dan K2 = 0.6%
4.5.
Aplikasi Pupuk Organik untuk Peningkatan Produktivitas Sayuran: Tomat Tanaman tomat percobaan secara umum menunjukkan pertumbuhan yang normal dan cukup
subur.
Ilustrasi tentang pertumbuhan dan perkembangan tanaman, pada fase vegetative dan
reproduktif, disajikan pada Lampiran 6 dan 7. Pengamatan telah dilakukan pada parameter pertumbuhan dan produksi tanaman tomat. Kegiatan penelitian ini sendiri belum selesai sampai dengan masa panen, sehingga data yang disajikan dalam bentuk rata rata sesuai tren pertumbuhan dalam waktu per minggu. Jumlah daun Dari data jumlah daun di atas pada 2 MST pertumbuhan tanaman belum dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Pengaruh perlakuan baru dapat terlihat pada 4 MST. Pada 5 MST perlakuan K2P1 mempunyai jumlah daun terbanyak. Pada perlakuan P1 tidak dilakuan pemangkasan tunas wiwilan (Gambar 25).
49
Jumlah Daun Jumlah Daun
250.00 200.00 150.00
2 MST
100.00
3 MST
50.00
4 MST
0.00
5 MST K0P1 K0P2 K1P1 K1P2 K2P1 K2P2 K3P1 K3P2 K4P1 K4P2 Perlakuan
Gambar 25.
Jumlah daun tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P)
Jumlah cabang Dari data jumlah cabang terjadi trend kenaikan jumlah seiring dengan waktu pengamatan. Jumlah cabang terbanyak terdapat pada perlakuan K4P1 dengan jumlah 42,5 cabang yang terbentuk (Gambar 26).
Jumlah Cabang 50.00
Jumlah Cabang
40.00 2 MST
30.00
3 MST 20.00
4 MST 5 MST
10.00 0.00 K0P1 K0P2 K1P1 K1P2 K2P1 K2P2 K3P1 K3P2 K4P1 K4P2 Perlakuan
Gambar 26.
Jumlah cabang tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P)
50 Tinggi tanaman Pengamatan tinggi tanaman dapat dilihat bahwa, pada minggu ke 2, 3 dan 4 setelah tanaman mempunyai tren pertumbuhan yang sama. Pada minggu ke 5 setelah tanaman telah mulai terlihat adanya perkembangan tanaman karena perlakuan yang diberikan. Tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan K3P2 dengan tinggi 112 cm (Gambar 27).
Tinggi Tanaman
Tinggi Tanaman ( Cm)
120.0 100.0 80.0
MST 2
60.0
MST 3
40.0
MST 4
20.0
MST 5
0.0 K0P1 K0P2 K1P1 K1P2 K2P1 K2P2 K3P1 K3P2 K4P1 K4P2 Perlakuan
Gambar 27.
Tinggi tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P)
Jumlah bunga terbentuk Jumlah bunga terbentuk terbanyak terjadi pada perlakuan K2P1 dan terendah pada perlakuan K0P2. Diharapkan bunga terbentuk searah dengan buah terbentuk. Bunga terbentuk pada masa 4 MST dan mulai terlihat pengaruh dari perlakuan yang diberikan (Gambar 28)
Jumlah Buah Terbentuk Jumlah buah terbentuk terbanyak terdapat pada perlakuan K1P2, sedangkan jumlah buah terbentuk terendah pada perlakuan K0P2 (Gambar 29).
51
Jumlah Bunga Terbentuk
JUMLAH BUNGA 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
80.17 63.83
66.33
61.17
77.33
71.83
58.67
52.83
50.00
39.50
K0P1 K0P2 K1P1 K1P2 K2P1 K2P2 K3P1 K3P2 K4P1 K4P2
Perlakuan
Gambar 28.
Jumlah bunga terbentuk pada tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P)
Jumlah Buah Terbentuk 25
Jumlah Buah
20 15 10 5 0 K0P1 K0P2 K1P1 K1P2 K2P1 K2P2 K3P1 K3P2 K4P1 K4P2 Series1 18.8 15.6 16.3 23.5 19 20.1 16 21.1 18.8 16.1
Gambar 29.
Jumlah buah terbentuk pada tanaman tomat, dengan perlakuan konsentrasi pupuk cair (K) dan pemangkasan tunas air/wiwilan (P)
Dari kegiatan kajian ini telah dihasilkan buah tomat yang 100% organik, diproduksi di rumah kaca, memiliki penampilan yang menarik dan layak dipasarkan dalam bentuk buah yang dikemas (Gambar 30).
52
Gambar 30. Tanaman dan buah tomat siap dipanen
53
GAMBAR 5. Tanaman Tomat Siap di Panen
Gambar 31. Produk tomat organik yang sudah dipanen dan dikemas
54
KESIMPULAN Kesimpulan dari kegiatan penelitian dan kajian ini adalah sebagai berikut: Luaran-luaran yang dihasilkan melalui kegiatan ini meliputi: a) bioaktivator berbahan baku limbah pertanian yang dapat dipakai untuk produksi pupuk organik padat maupun cair, b) sistem produksi pupuk organik cair dan padat yang dapat diterapkan oleh mahasiswa maupun petani, c) insektisida nabati berbahan baku dari biji sirsak dan tangkai bunga cengkeh, d) produk tomat organik, dan d) sistem produksi kacang tunggak unggul lokal yang dibudidayakan secara organik. Bioactivator telah dihasilkan dari limbah buah tomat dan sayur dengan penambahan air kelapa atau air cucian beras.
Bioaktivator mengandung mikroorganisme lokal berupa bakteri
Azotobacter sp (penambat N), Lactobacillus sp, dan kapang Saccharomyces dan Actinomycetes, sementara pada bioabtivator yang dihasilkan dari sayur dengan air kelapa hanya ditemukan kapang Actinomycetes. Bakteri Azospirillum sp tidak ditemukan pada semua bioaktivator yang telah dibuat. Pupuk organik padat (kompos) dan pupuk organik cair telah dihasilkan dan karakteristik kimiawinya telah ditentukan dari hasil analisis. Karakteristik kimiawi tersebut meliputi : pH kandungan C-Organik, N-Total, rasio C/N, kandungan P2O5, K2O, Ca, Mg, Fe, Mn, Cu dan Zn. Pupuk organik tersebut sedang uji pemanfaatannya untuk produksi sawi. Screening terhadap ekstrak kasar biji-biji sirikaya, sirsak, langsat dan kecapi telah dilakukan. Ekstrak kasar biji sirikaya dan sirsak menunjukan biokativitas terhadap larva Spodoptera litura dengan menghambat pertumbuhan larva sebesar 33-92% dan 4-82%.
Pada pengujian di
laboratorium didapatkan mortalitas S. litura yang tinggi (sampai 86% pada hari ke-5) dengan perlakuan emulsi ekstrak etanol biji sirsak. Juga didapatkan mortalitas S. litura yang tinggi (sampai 88% pada hari ke-5) dengan perlakuan emulsi ekstrak etanol tangkai bunga cengkeh. Bioinsektisida tersebut sedang diuji efikasinya di rumah kaca,. Pada percobaan budidaya kacang tunggak dengan media tanam dengan pupuk organik terseleksi 5 aksesi lokal dengan beberapa karakter produksi dan warna biji yaitu KTm-6, KTm-8, KTm-10, KTm-16, dan KTm-23 dari 15 aksesi yang digunakan. Respons pertumbuhan antar aksesi kacang tunggak beragam pada tiap kondisi perlakuan pupuk. Tanaman tomat memberikan respons positif terhadap pemberian pupuk organik cair. Buah-buah tomat 100% organik dapat dihasilkan pada percobaan di rumah kaca, tanpa melibatkan saprodi sintetik.
55
56
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Buncis (Phaseolus vulgaris L.). http://warintek.progressio.or.id/pertanian/buncis. htm. diakses Desember 2013. Antonius, D. 1989. Penetapan Jenis-jenis Tanah di Jazirah Leihitu Dati II Kodya Ambon Berdasarkan Sistem Klasifikasi Tanah Soehardjo Soeprapto, Sistem Klasifikasi Taksonomi USDA 1975. Skripsi. Fakultas Pertanian Unpatti, Ambon. (tidak dipublikasikan). Atmadja, W.R., S. Suriat, S. dan Yuliani, S. 2006. Keefektifan minyak cengkeh terhadap Helopeltis antonii Sign. dan Helopeltis theivora Waterh. (Hemiptera: Miridae). Prosiding Seminar Nasional Entomologi dalam Perubahan Lingkungan dan Sosial. Bogor, Oktober. 279-284 Basana, I. R. dan Prijono, D. 1994. Insecticidal Activity of Aqueous seed extracts of four spesies of Annona (Annonaceae) against cabbage head caterpillar, Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae). Bull. Plant. Pests and Dis. 7: 50-60 . Berenbaum, M.1985. Brementown revisited: interactions among allelochemichals in plants. Rec. Adv. Phytochem. 19: 39-169. Bernadus, T. dan W. Wahyu. 2002. Bertanam Tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta. Berawi, H.A. 1992. Petunjuk Bercocok Tanam Hijauan Makanan Ternak. Dinas Peternakan Dati I Maluku, Ambon. Bomford, M.K. dan Isman, M.B. 1996. Desensitisition of fifth instar Spodoptera litura to azadirachtin and neem. Ent. Exp. Appl. 81: 301-313. BPS Provinsi Maluku. 2012. Maluku Dalam Angka 2012, Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku, Jakarta. Brady, N.C. 1990. The Nature and Propeties of Soil. 8th Ed. Mac Millan Publ. Co.Inc. New York Chen, W., Isman, M.B., and Chiu S.-F. 1995. Antiffedant and growth inhibitory effects of the limonoid toosendin and Melia toosendan extracts on the variegated cutworm, Peridroma saucia (Lep., Noctuidae). J. Appl. Entomol. 119: 367-370. Crosby, D. G. 1971. Minor insecticides of plant origin, In: Naturally Occuring Insecticides. M. Jacobson and D. G. Crosby (eds.). marcel, Dekker Inc., New York. Pp.171-239. Departemen Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian No. 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang
Pupuk
Organik,
Pupuk
Hayati
dan
Pembenah
http://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/files/96permentan-28-130-th-2009.pdf Deptan, 2005. Data Produksi Tomat di Indinesia. AgroMedia.Jakarta
Tanah.
2009.
57 Enan, E. Insecticidal activity of essential oils: octopaminergic sites of action. Comp. Biochem Physiol C Toxicol Pharmacol. 2001 Nov;130 (3):325-337. Hardjowigeno, S, 2003. Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Akademi Presindo, Jakarta. Hidayati. N dan R Dermawan. 2012. Tomat Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Hollingworth, R.M., Ahmmadsahib, K.L., Gadelhak, G., and McLaughlin, J.L. 1994. Inhibitors of complex I in the mitochondrial electron transport chain with activities as pesticides. Biochem. Soc. Trans. 22: 230-233. Isman, M, 1994. Botanical Insecticides and Antiffedants: New Sources and Perspectives. Pest. Res. J 61.: 11-19. Leatemia, J. A. 2003. Development of A botanical Insecticide From Ambon and Surrounding Areas (Indonesia) for Lokal Use. Ph.D. Thesis. University of British Columbia, Vancouver, Canada. 136 pp. Leatemia, J. A., and Isman, M. B. 2004. Efficacy of crude seed extracts of Annona squamosa against diamondbackmoth, Plutella xylostella L. in the greenhouse. International Journal of Pest Management. April–June 2004, 50(2) 129–133. Leatemia, J.A.
and Isman, M. B.
2004a. Insecticidal Activity of Crude Seed Extracts of
Annonaspp., Lansium domesticum and Sandoricum koetjape Against Lepidopteran Larvae. Phytoparasitica 32(1):30-37 Mardiningsih, T. L., Salam, N.C. dan Sukmana, C. 2011.Pengaruh beberapa jenis insektisida nabati terhadap mortalitasSpodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae). Prosiding Semnas Pesnab IV, Jakarta 15 Oktober : 51-60. Masita. 2012 Keragaan Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Aksesi Kacang Tunggak Lokal (Vigna unguiculata (L.) Terhadap Pemberian Pupuk. Skripsi. Fakultas Pertanian, UNPATTI, Ambon Ortiz, R. 1998. Cowpea from Nigeria : a silent food revolution. Outlook on Agriculture 27:125-128 Pracaya, 1998. Betanam Tomat, Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Prajnanta, F. 1998. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya, Jakarta.162 hlm. Prijono, D., gani, M.S., and Syahputra, E. 1997. Insecticidal activity of Annonaceous seed extrcats against Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyrallidae). Bull. Plant Pests and Dis. 9: 1-6. Reis, V. M., K.R. d. S. Teixeira, and R. O. Pedraza. 2011. What Is Expected from the Genus Azospirillum as a Plant Growth-Promoting Bacteria? In Bacteria in Agrobiology: Plant Growth Responses. D.K. Maheshwari (eds.). DOI 10.1007/978-3-642-20332-9_6, SpringerVerlag Berlin Heidelberg.
58 Rismunandar, 1995 ; Doceteau, 2000. Tanaman Tomat. Sinar Baru ALGENSINDO. Bandung. Sanchez, P.A. 1992. Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley & Sons, Inc, New York. Santosa,S. J. 2012. Pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura) pada tanaman kedelai dengan insektisida hayati. ejournal.unisri.ac.id/index.php Saraswati, R., E. Santoso, dan E. Yuniarti. 2006. Organisme Perombak Bahan Organik. Dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang dan Sumberdaya Lahan Pertanian, R. D. M. Simanungkalit et.al. (eds). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Setyorini, D., R. Saraswati, dan E.K. Anwar. 2006. Kompos. Dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang dan Sumberdaya Lahan Pertanian, R. D. M. Simanungkalit et.al. (eds). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip Dasar Prosedur Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Suriati, S. dan Atmadja, W.R. 2010. Efikasi beberapa macam insektisida nabati terhadap ulat grayak (Spodoptera litura). Prosiding Seminar Nasional VI Peranan Entomologi dalam Mendukung Pengembangan Pertanian Ramah Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat. Bogor, 24 Juni 2010 : 227-232 Suriawiria, U. 2003. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Buangan Secara Biologis. PT. Alumni. Bandung. Veasey, E.A.; A. Borges; M.S. Rosa; J.R. Queiroz-Silva; E. de Andrade Bressan and N, Peroni. 2008. Genetic diversity in Brazilian sweet potato (Ipomoea batatas (L.) Lam., Solanales, Convolvulaceae) landraces assessed with microsatellite markers. Genet. Mol. (Sao Paulo) 31(3):725-733. Vural H., Karasu A. 2007. Variability studies in cowpea (Vigna unguiculata [L.] Walp.) varieties grown Isparta, Turkey. Revista UDO Agricola 7(1):29-34. Yuliana, A. 2011. Pengaruh berbagai biostarter dan cacing Eisenia foetida sebagai biodecomposer pada pengomposan ampas teh. Tesis. UGM. Tidak dipublikasi.
59
LAMPIRAN-LAMPIRAN
60 Lampiran 1. Ilustrasi Persiapan Tanaman Sawi Pada Polibag Untuk Pengujian Kompos Padat dan Cair
61 Lampiran 2. Ilustrasi Kegiatan Pemeliharaan Serangga Uji (Spodoptera litura) Pada Kajian Bioinsektisida
Keterangan: - Larva dikumpulkan pada tanaman sawi di lapang kemudian dipelihara di laboratorium dalam stoples plastik dan diberi makan tanaman sawi. Serangga berkembang menjadi pupa, imago kemudian bertelur, menetas mengahsilkan larva. Larva instra ketiga digunakan dalam uji hayati dan efikasi rumah kaca.
62 Lampiran 3.
Pengujian hayati bioinsektisida dari ekstrak biji sirsak dan tangkai bunga cengkeh pada S.litura di laboratorium
Keterangan: -
Masing-masing ekstrak diuji lima konsentrasi dan kontrol dengan metode pencelupan pakan (daun sawi). Pakan yang telah diberi perlakuan diberikan kepada larva S. litura. Mortalitas larva diamati setiap hari selama lima hari setelah perlakuan.
63
Lampiran 4.
Efiaksi Bioinsektisida dari Ekstrak Biji Sirsak dan Tangkai Bunga Cengkeh pada S.litura di Rumah Kaca, Mulai dari Persiapan Tanaman Yang Diuji
64 Lampiran 5.
Ilustrasi Langkah-langkah Persiapan Tanaman pada Percobaan Aplikasi Pupuk Organik pada Tanaman Tomat
Persiatan bibit (atas) dan Benih Yang Telah Berkecambah (bawah)
Media Tanam dan Bibit Siap ditanam
Transplanting dan Pemberian Pupuk Organik Cair sesuai Perlakuan
65 Lampiran 6.
Ilustrasi Pertumbuhan Tanaman pada Percobaan Aplikasi Pupuk Organik pada Tanaman Tomat
Keadaan Tanaman di Lokasi Penelitian (Rumah Kaca Fakultas Pertanian Unpatti)
Keadaan Tanaman Tomat Percobaan yang Mulai Berbunga
Pengambilan Data Pertumbuhan Tanaman Tomat
66 Lampiran 7. Ilustrasi Produksi Buah pada Percobaan Aplikasi Pupuk Organik pada Tanaman Tomat di Rumah Kaca
Tanaman Tomat pada Berbagai Fase Perkembangan Buah