KODE/NAMA RUMPUN ILMU : 563 / EKONOMI SYARIAH
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING
MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA MELALUI PENDEKATAN COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD) DI PROVINSI LAMPUNG
Tahun ke 2 dari Rencana 2 Tahun Nedi Hendri, S.E., M.Si., Akt. (Ketua Tim Pengusul) NIDN. 0020048101 Suyanto, S.E, M.Si., Akt. (Anggota Tim Pengusul) NIDN. 0230107502 Siti Nurlaila., M.Psi. (Anggota Tim Pengusul) NIDN. 0217048301 Dibiayai oleh: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sesuai Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Program Penelitian Nomor: 002/SP@H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO NOVEMBER 2016
MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA MELALUI PENDEKATAN COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD) DI PROVINSI LAMPUNG
RINGKASAN Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selama ini Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) menjalankan program pendayagunaan zakat untuk penanggulangan masalah kemiskinan hanya dengan logikanya sendiri. Sehingga model-model pemberdayaan dana zakat terhadap masyarakat miskin kota yang terjadi berbedabeda pula, dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Penelitian ini bertujuan mencari prototipe model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di provinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan metode survey untuk tahun pertama dan kedu yang merupakan tahap pemetaan model, identifikasi produk unggulan menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif, sedangkan tahap rekontruksi model menggunakan analisis komparatif dan analis SWOT. Hasil yang telah dicapai melalui penelitian ini antara lain: 1). Derkripsi model-model optimalisasi dana zakat di provinsi Lampung 2).Deskripsinya produk-produk unggulan berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung 3). Prototipe model optimalisasi dana zakat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung.
Key Word: Dana Zakat, Pemberdayaan, Masyarakat Miskin Kota dan Community Based Development (CBD).
PRAKATA Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Penelitian ini dilakukan di Propinsi Lampung dengan tujuan untuk mencari prototipe model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di provinsi Lampung. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi baik pengembangan teori maupun pengambilan kebijakan bagi tingkat manajerial. Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk melaksanakan penelitian serta segala partisipasinya dalam menyediakan data yang diperlukan selama penelitian, yaitu: 1. Dirjen Dikti – Kemenristekdikti RI. 2. Rektor Universitas Muhammadiyah Metro. 3. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Muhammadiyah Metro. 4. Seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian. 5. Rekan-rekan dosen dan karyawan FE Universitas Muhammadiyah Metro. Akhir kata, mudah-mudahkan penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi para pengambil keputusan publik serta dapat menambah referensi kepustakaan di Universitas Muhammadiyah Metro. Metro, November 2016 Peneliti
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... RINGKASAN .............................................................................................. PRAKATA .................................................................................................. DAFTAR ISI................................................................................................ DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1.2. Rumusan Permasalahan ............................................................................ BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Zakat ............................................................................................. 2.2. Kemiskinan dan Program Program Pemberdayaan .................................. 2.3. Zakat dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin .......................................... 2.4. Pengembangan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal .................................... 2.5. Konsep Community Based Development (CBD) ....................................... BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELTIAN 3.1. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3.2. Manfaat dan Urgensi Penelitian ............................................................... BAB 1V. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian ....................................................................................... 4.2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data .......................................... 4.3. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 4.4. Prosedur dan Tahapan Penelitian ............................................................. BAB V. HASIL DANLUARAN YANG TELAH DICAPAI 5.1. Deskripsi Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................... 5.2. Produk Unggulan Berbasis Kearifan Lokal ................................................ 5.3. Hasil Analisis SWOT ................................................................................... 5.4. Hasil Analisis Strategis Komparatif ............................................................ 5.4. Rekomendasi ............................................................................................. BAB VI. RENCANA TAHAP BERIKUTNYA ................................................ ..... BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ................................................................................................ 7.2. Saran..........................................................................................................
i ii iii iv v vi vii viii
1 2 3 4 5 7 8 10 10 13 13 14 15 17 20 33 44 51 53 54 54
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 55 LAMPIRAN…………………………….. .......................................................................
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan fenomena kehidupan manusia yang selalu mengiringi proses pembangunan dan dianggap sebagai penghambat karena dampaknya yang cenderung negatif. Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi untuk mengatasi kemiskinan melalui kebijakan fiskal manajemen Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). ZIS menjadi alternatif mengatasi kemiskinan karena target sasarannya jelas diatur dalam Al-quran, yaitu fakir
miskin.
Seyogyanya
penyalurannya
dapat
dikembangkan
kearah
pemberdayaan melalui usaha-usaha produktif bukan untuk konsumtif. Selama ini potensi dan pentingnya zakat sebagai usaha untuk pengentasan kemiskinan masih di anggap sebelah mata, padahal zakat sesungguhnya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Saat ini, dana ZIS yang berhasil dihimpun baru mencapai lima persenan dari total potensi zakat yang mencapai 20 triliunan rupiah per-tahun. Kendati ZIS telah dikelola secara profesional oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ada di Indonesia, sebaran penerima manfaat dari dana ZIS terkesan tumpang tindih antara satu dengan yang lain, sebagaimana pengumpulan ZIS yang masih terfokus pada wilayah tertentu. Menurut Firmansyah (2009: ) pendayagunaan dana zakat selama ini masih menganut paradigma lama, yaitu dana zakat harus dibagi habis untuk semua golongan yang ditentukan dan untuk konsumsi sesaat sehingga pendayagunaan zakat untuk tujuan pemberdayaan ekonomi produktif belum menjadi prioritas utama. Selanjutnya Pujiono (2009:76-79) menyimpulkan pendistribusi ZIS masih belum efektif dan kemanfaatan dana ZIS melalui pemberdayaan ekonomi tergolong masih kurang efisien. Paradiqma landasan fiqih bahwa zakat dapat didayagunakan dalam kegiatan ekonomi produktif. Sudah saatnya OPZ mulai mengurangi porsi zakat konsumtif dan
mengoptimalisasikan dan memprioritaskan
zakat produktif.
Banyak model dan kebijakan yang dilakukan selama ini tidak efektif dan efisien
dalam mengatasi kemiskinan. Paradigma pembangunan melalui pemberdayaan (empowerment) merupakan pendekatan yang tepat dalam mengatasi kemiskinan. Menurut Pujiyono (2009: 52) pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperbaiki kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomis, maupun sosial. Model pendayagunaan zakat dengan konsep pemberdayaan pada saat ini menjadi trend di kalangan lembaga-lembaga pengelola zakat dan relevan untuk menjawab persoalan kemiskinan, misalnya pemberdayaan ZIS dengan pemberian modal usaha baik dengan sistem pinjaman tanpa bagi hasil (Qardhul Hasan) maupun dengan sistem bagi hasil. Namun syogyanya program melalui pendampingan usaha-usaha mikro dengan pemberian zakat produktif berupa dana bergulir
dapat
dikembangkan
dengan
pendekatan
“community
based
development” atau bahkan “integrated development community (IDC)” agar efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan.
1.2 Perumusan Masalah Dari berbagai pemaparan di atas dapat dirangkum rumusan permasalahan dalam rencana penelitian ini, yaitu: 1. Produk-produk unggulan potensial berbasis kearifan lokal apakah yang bisa dikembangkan oleh masyarakat miskin kota yang ada di provinsi Lampung? 2. Bagaimana model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota di provinsi Lampung?
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsepsi Zakat. Zakat berasal dari bahasa arab yaitu zaka yang berarti „suci‟, „baik‟, „berkah‟, „tumbuh‟, dan „berkembang‟. Sedangkan secara terminology syariat, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu (Hafidhudin, 2002: 13). Berbagai harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, emas, perak, uang, hasil pendapatan dan jasa, rikaz (barang temuan), perdagangan dan perusahaan, serta sumber penghasilan lainnya (Undang-undang RI. No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat). Adapun ashnaf (orang yang berhak menerima zakat) adalah fakir (orang melarat), orang miskin, amil (pengelola zakat), muallaf (orang yang baru masuk Islam), gharimin (orang berutang), ibnu sabil (orang yang dalam perjalanan menuntut ilmu), fi sabillillah (orang yang berjuang di jalan Allah), riqab (budak) (Q.S. At-Taubah: 60). Dari sisi konsep, zakat dapat dijadikan instrumen dalam pemberdayaan ekonomi umat melalui pendayagunaan zakat untuk usaha produktif. Hal ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 373 Tahun 2003 pada pasal 28 ayat 2 dan pasal 29, tentang Pelaksanaan Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang Pengeloloaan Zakat. Bahkan, pada pasal 30 didalam keputusan tersebut lebih ditekankan lagi bahwa hasil penerimaan dari Organisasi Pengumpul Zakat (OPZ) baik berupa infaq, sadakah, hibah, wasiat, waris dan kafarat didayagunakan tertutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29. Namun kenyataannya, dana Zakat Infaq dan Sedekah (ZIS) belum berperan secara optimal dalam menanggulangi kemiskinan sebagaimana yang diharapkan.
2.2. Kemiskinan dan Program Pemberdayaan. Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek, Bank Dunia menetapkan kemiskinan dari segi pendapatan, yaitu yang tergolong miskin adalah mereka yang memiliki pendapatan kurang dari $2 perhari (Todaro, 2002). Bank Dunia pun melakukan pendekatan relatif untuk melihat penduduk miskin, yaitu diarahkan pada 40 persen lapisan penduduk terbawah dari total penduduk suatu negara. Sedangkan kemiskinan menurut Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank) adalah kekurangan aset-aset penting dan kesempatan yang menjadi hak setiap manusia. Indikator-indikator untuk mengukur kemiskinan, yaitu pendidikan dasar, kesehatan, gizi, air, sanitasi, pendapatan, pekerjaan, dan upah. Selain itu ada juga indikator yang bersifat intangibles (tidak tampak), antara lain rasa ketidakberdayaan dan kurangnya kebebasan dalam berpartisipasi. Kemiskinan dapat dilihat dari dua besaran, yaitu absolut dan relatif. Kemiskinan absolut adalah tingkat kemiskinan di bawah batas minimum kebutuhan untuk bertahan hidup atau biasa diukur dengan kalori yang diperlukan ditambah dengan komponenkomponen penting lainnya yang bukan makanan. Sementara kemiskinan relatif biasanya didefinisikan dalam hubungannya dengan beberapa rasio garis kemiskinan absolut atau sebagai porsi dari rata-rata pendapatan nasional (Susanto, 2006). Ketentuan BPS (1994) menyatakan bahwa seseorang akan berada dibawah garis kemiskinan dilihat dari besarnya rupiah yang dibelanjakan perkapita perbulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (rumah, sandang, aneka barang dan jasa). Seorang akan berada dibawah garis kemiskinan apabila konsumsi perhari kurang dari 2100 kalori. Berbagai kebijakan yang telah dilakukan melalui berbagai program/proyek dirasakan belum berdampak signifikan. Hasil bantuan program/proyek tidak memberikan luaran yang mampu mengatasi kemiskinan. Menurut Pujiono (2009: 50) kegagalan tersebut pada dasarnya menunjukan bahwa program/proyek yang selama ini tidak efektif dan tidak efisien dalam mengatasi kemiskinan. Penyebab kegagalan tersebut tidak lain karena kemiskinan itu sendiri disebabkan oleh kegagalan konseptual dan bukan kurangnya kapabalitas di pihak rakyat (Yunus,
2006). Oleh sebab itu , harus ada pembangunan secara konsisten dan menyeluruh agar tepat sasaran dan mencapai hasil yang optimal. Salah satu upaya mengatasi kemiskinan adalah melalui upaya pengembangan kapasitas kelompok miskin. Konsep ini erat kaitannya dengan konsep pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan, dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung agar mampu meningkatkan kesejahteraannya secara mandiri. Proses pemberdayaan masyarakat bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. (Masyarakat Mandiri, 2007)
2.3. Zakat dan Pemberdayaan Masyarakat Miskin. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahik mampu memiliki usaha mandiri. Program tersebut diwujudkan dalam bentuk pengembangan modal usaha mikro yang sudah ada atau perintisan usaha mikro baru yang prospektif (Kholiq, 2012: 46). Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama (delapan ashnaf) dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal 28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq dan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan. Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al., 2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah
bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para mustahiq
Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu: a) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi. Menurut Sunartiningsih (2004), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri sehingga bebas dan mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan secara mandiri. Dengan demikian pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk mendorong terciptanya kekuatan dan kemampuan lembaga masyarakat untuk secara mandiri mampu mengelola dirinya sendiri berdasarkan kebutuhan
masyarakat itu sendiri, serta mampu mengatasi tantangan persoalan di masa yang akan datang. Ada beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan menurut Sumodiningrat (1999), yaitu : a) Merkurangnya jumlah penduduk miskin; b) Merkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia; c) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; d) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat; e) Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
2.4. Pengembangan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal. Kearifan lokal merupakan prilaku manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adatistiadat setempat, dan budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Perilaku ini berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun temurun ( Petrasa, 2008). Menurut Sukmana (2010: 62) pengembangan ekonomi lokal merupakan proses dimana pemerintah daerah dan/atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumber daya yang ada dan masuk kepada penataan kemitraan baru dengan sktor swasta, atau di antara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi wilayah. Selanjutnya Kisroh (2007) pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal merupakan konsep pembangunan yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber daya local yang ada pada
masyarakat, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan. Setiap komunitas mempunyai kondisi potensi lokal yang unik yang dapat membantu atau menghambat pengembangan ekonominya. Atribut-atribut lokal ini akan membentuk benih, yang dari situ strategi pengembangan ekonomi lokal dapat tumbuh memperbaiki daya saing lokal. Untuk membangun daya saing tiap komunitas perlu memahami dan bertinak atas dasar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk membuat daerahnya menarik bagi kegiatan bisnis, kehadiran pekerja dan lembaga yang menunjang. Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan pelaku usaha harus secara besama-sama mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi lokal yang dapat dialkukan melalui forum kemitraan. Dalam kasus ini, OPZ yang melakukan program pemberdayaan hendaknya sudah mempertimbangkan aspekaspek lokal masyarakat tersebut tinggal.
2.5 Konsep Community Based Development (CBD). Pendekatan
Pembangunan
Berbasis
Masyarakat
(Community
Based
Development) adalah metode pendekatan yang melibatkan masayarakat/komunitas didalam pembangunan. Didalam pembangunan ini melibatkan berbagai unsurunsur
yang
lebih
luas
diantaranya
adalah
sosial,
budaya,
ekonomi
hingga peraturan/kepranataan dan lingkungan (Hidayat dan Darwin, 2011). Sifat dari pendekatan CBD ini adalah proses pembangunan mulai dari tahap idea/gagasan, perencanaan,
pembuatan
program
kegiatan,
penyusunan anggaran/biaya, pengadaan sumber-sumber hingga pelaksanaan di lapangan lebih menekankan kepada keinginan atau kebutuhan yang nyata ada (the real needs of community) dalam kelompok masyarakatnya Menurut Hidayat dan Darwin (2001) prinsip dasar dari konsep CBD adalah: a) Diperlukan tingkat break-even dalam setiap kediaman yang dikelolah melalui program CBD. Tujuannya adalah agar kegiatan yang dikelolah mampu dilestarikan atau dikembangkan. b) Konsep CBD selalu melibatkan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan maupun pelaksanaan program.
c) Antara kegiatan pelatihan dan pengembangan usaha merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. d) Implementasi CBD harus memaksimalkan sumberdaya yang ada, khususnya masalah pendanaan. e) Organisasi CBD harus memposisikan diri sebagai “perantara” yang dapat yang menghubungkan antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro. 2.6 Roadmap Penelitian. Berikut trade recod peneliti dan rencana penelitian yang akan dilaksanakan kedepan dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1. Roadmap Penelitian
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan penelitian Dari rumusan permasalahan yang dipaparkan di atas maka tujuan khusus dalam rencana penelitian ini, yaitu : a. Mengidentifikasi produk-produk unggulan potensial berbasis kearifan lokal yang bisa dikembangkan oleh masyarakat miskin kota yang ada di provinsi Lampung (tahun kedua) ; b. Merekontruksi bentuk model optimalisasi dana zakat yang tepat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota di provinsi Lampung (tahun kedua).
3.2 Manfaat dan Pentingnya Penelitian Pada pasal 34 ayat 1 UUD 1945 disebutkan bahwa “fakir miskin dan anak terlantar
dipelihara
dikatakan
bahwa
oleh semua
Negara”. orang
Secara
miskin
dan
tidak anak
langsung terlantar
dapat pada
prinsipnya dipelihara oleh negara, tetapi pada kenyataannya tidak semua orang miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Masalah kemiskinan adalah salah satu potret kelabu dalam pemulihan perekonomian nasional pasca krisis 1997. Terlepas dari pertumbuhan ekonomi yang mengalami kenaikan signifikan, kemiskinan masih menjadi salah satu masalah besar yang menjadi pekerjaan rumah bangsa ini.
Telah banyak gerakan nasional penanggulangan kemiskinan melalui program-program pengentasan kemiskinan yang telah diluncurkan, namun belum mampu menuntaskan persoalan ini bahkan kemiskinan cenderung meningkat setiap tahunnya. Permasalahan kemiskinan cukup kompleks dan membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Penanganannya selama ini cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Selain itu peran dunia usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. Islam pada dasarnya memiliki program mengatasi kemiskinan yang telah teruji di zaman rosullah dan para sahabatnya melalui dana sosial mandiri berupa zakat, infak dan sedekah (ZIS). Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memilki potensi ZIS yang besar , bukan tidak mungkin mampu menjadi alternatif kebijakan pengentasan kemiskinan. Jika ZIS dikelolah secara maksimal dengan target yang jelas, yaitu fakir miskin maka ZIS akan efektif mengatasi kemiskinan. ZIS juga akan menjadi lebih efisien jika penyalurannya dikembangkan melalui usaha produktif. Lembaga-lembaga amil zakat menjalankan program pendayagunaan zakat untuk penanggulangan masalah kemiskinan dengan logikanya sendiri. Hal tersebut dilakukan mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan program masingmasing. Selain itu pemerintah dalam melakukan program pemberantaskan kemiskinan juga berdasarkan dengan logikanya sendiri. Sehingga model-model pemberdayaan dana zakat terhadap masyarakat miskin kota yang terjadi berbedabeda pula, dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing. Peneliti berpendapat bahwa program melalui pendampingan usaha-usaha mikro dengan
pemberian zakat produktif berupa dana bergulir yang sudah ada seyogyanya dapat dikembangkan dengan pendekatan “Community Based Development” atau bahkan “Integrated Development Community (IDC)” agar efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan Beraneka ragamnya model-model pemberdayaan yang telah dilakuan OPZ selama ini, menarik perhatian peneliti untuk melihat secara mendalam dan berupaya melakukan analisis serta komparasi model sehingga menemukan model yang tepat di Provinsi Lampung. Penelitian ini juga akan mencari produk unggulan berbasis kearifan lokal yang dapat dikembangkan oleh masyarakat miskin kota yang akan memperoleh dana zakat produktif tersebut. Terget temuan/luaran riel yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Terdeskripsinya produk-produk unggulan berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung. 2) Tersusunnya
Prototipe
model
optimalisasi
dana
zakat
dalam
pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian naturalistik, dengan pendekatan kualitatif- deskriptif yaitu suatu model penelitian yang berusaha untuk membuat gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis. Ruang lingkup penelitian ini meliputi dua segi, segi kewilayahan dan segi substansi (isi). Dari segi kewilayahan, penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kota Bandar Lampung dan Kota Metro. Adapun sasaran penelitian meliputi Badan Amil Zakat (BAZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau lembaga amil zakat yang melaksanakan kegiatan pemberdayaan di Kedua Kota tersebut. Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan teknik purposive-sampling. Tabel 4.1. Organisasi Pengelolah Zakat (OPZ) No 1.
Representasi Pemerintah
Klasifikasi
Sasaran
Organisasi Amil BAZ
BAZ Lampung
Provinsi dan
BAZ Kota Metro 2.
LSM/Ormas
LAZ
Keagamaan/Organisasi Sosial
Lampung Peduli, Rumah Lampung
Zakat dan
PKPU Lampung 3.
Lembaga Keagamaan Masjid
Amil Masjid
BAZI Masjid AlForqon
4.2. Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data secara variatif menggunakan beberapa teknik, tergantung pada data yang dikehendaki dan sumber data.
Data primer akan dikumpulkan melalui Survey diperdalam dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview). FGD Akan dilakukan dengan BAZ Kota Bandar Lampung dan BAZ Kota Metro. FGD akan dilakukan juga dengan LAZ-LAZ yang ada di kedua Kota tersebut. Wawancara mendalam dilakukan dengan Pemkab, Kandep Agama, ulama, tokoh masyarakat, muzakki, mustahik, dan amil lainnya. Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang didapat dari hasil publikasi, baik dari instansi pemerintah (BPS, Dinas Sosial, Kantor Departemen Agama dan lain-lain), BAZDA, LAZ, buku, jurnal dan situs internet.
4.3. Pengolahan dan Analisis Data Data primer diolah dengan cara membuat transkrip dari hasil Focus Group Discussion
(FGD) dan wawancara mendalam dengan para nara sumber.
Sedangkan data sekunder diolah dengan program Excel untuk mendapatkan trend dan pertumbuhan. Untuk mendesain rekonstruksi model yang tepat dilakukan analis komparatif, dengan menggunakan model komparatif tersebut diharapkan akan dapat diketahui nilai-nilai keunikan dan keunggulan masing-masing model pemberdayaan zakat untuk orang miskin yang dilakukan oleh badan-badan amil zakat tersebut. Hasil pengolahan data dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif serta analis SWOT. Analisa SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisa ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strenggths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi,tujuan,strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategis (strategic planner) harus menganalisa faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan,peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah Analisis SWOT (Rangkuti, 1997).
4.4. Prosedur dan Tahapan Penelitian. Adapun fokus tahapan kegiatan penelitian ini dapat di lihat pada paparan berikut ini : a. Tahapan Identifikasi Produk Unggulan (Tahun Kedua) : Penyusunan
produk unggulan diawali dengan pemilihan sejumlah komuditas tertinggi pada hasil baseline survey economy (BSE) Bank Indonesia satu tahun terakhir. Tahap berikutnya mengidentifikasikan produk yang memang berasal dari daerah tersebut dan merupakan produk unggulan daerah berdasarkan kontribusinya bagi pendapatan daerah. Alat ukur utama adalah dengan memperhatikan PDRB terakhir dan subsektor dominannya. Penggabungan
data
antara
hasil
identifikasi
BSE
dan
agregat
sektor/subsektornya yang terdapat pada data PDRB. Setelah teridentifikasi produk unggulan daerah maka bahan informasi ini kemudian didiskusikan dengan stakeholder setempat. Stakeholder daerah akan menyebutkan berbagai produk yang dianggap sebagai unggulan. Dengan persepsi dan preferensi masing-masing, para stakeholder ini juga diminta untuk membandingkan keunggulan urutan produk unggulan daerah berdasarkan persepsi keunggulan stakeholder setempat. b. Tahapan Rekonstruksi Model (Tahun Kedua) : pada tahap ini data yang diperoleh pada tahap pertama (tahun pertama) diolah dan dikomparasikan serta dianalisis menggunakan SWOT, sehingga diperoleh sebuah prototipe model yang dikehendaki.
Tahapan-tahapan yang direncanakan dalam kegiatan penelitian nantinya dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.2. Matriks Rencana Tahapan Kegiatan Penelitian
No
Bentuk
Pengolahan/ Alat
Periode
Kegiatan
Analisis
Tahun
identifikasi BSE dan agregat sektor/subsektornya - Analisis deskriptifkualitaif-interpretatif dengan uraian analisis bersifat induktif Analis komparatif serta analis SWOT
Tahun II
Deskripsi produk-produk unggulan berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung
Tahun II
Prototipe model optimalisasi dana zakat dalam pemberdayaan masyarakat miskin kota berbasis kearifan lokal di Provinsi Lampung
1
Tahapan Identifikasi Produk Unggulan
2
Tahapan Rekonstruksi Model
-
Luaran (output)
BAB V HASIL DAN LUARAN YANG TELAH DICAPAI 5.1. Deskripsi Gambaran Umum Wilayah Penelitian. a) Kota Bandar Lampung. Kota Bandar Lampung secara geografis terletak antara 5°20‟ - 5°30‟ Lintang Selatan dan 105°28‟ - 105°37‟ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara : Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan Sebelah selatan : Teluk Lampung Sebelah barat : Kabupaten Pesawaran Sebelah timur : Kabupaten Lampung Selatan Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,22 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan 98 kelurahan. Terletak pada ketinggian 0 sampai 700 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah yang memiliki topografi datar hingga landai meliputi 60% total wilayah, landai hingga miring meliputi 35% total wilayah dan sangat miring hingga curam meliputi 4% total wilayah. Sebagian wilayah Kota Bandar Lampung merupakan perbukitan yang diantaranya bernama Gunung Kunyit, Gunung Kelutum, Gunung Banten, Gunung Kucing, dan Gunung Kapuk. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951) iklim Bandar Lampung tergolong tipe A, sedangkan menurut zone agroklimat Oldeman (1978) tergolong Zone D3 yang berarti lembab sepanjang tahun. Curah hujan berkisar antara 2.257 – 2.454 mm/tahun. Jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun. Kelembaban udara berkisar 60-85%, dan suhu udara 23-37 °C. Kecepatan angin berkisar 2,78-3,80 knot dengan arah dominan dari Barat (Nopember- Januari), Utara (Maret-Mei),
Timur (Juni-Agustus), dan Selatan (September-Oktober). Parameter iklim yang sangat relevan untuk perencanaan wilayah perkotaan adalah curah hujan maksimum, karena terkait langsung dengan kejadian banjir dan desain sistem drainase. Berdasarkan data selama 14 tahun yang tercatat di stasiun klimatologi Pahoman dan Sumur Putri (Kecamatan Teluk Betung Utara) dan Sukamaju Kubang (Kecamatan Panjang), curah hujan maksimum terjadi antara bulan Desember sampai dengan April dan dapat mencapai 185 mm/hari. Data BPS 2015 penduduk Bandar Lampung berjumlah 979.287 jiwa dengan sex ratio 102, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun 2014 -2015 adalah 1,94%. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan terdapat 716 ha tanah kering yang tidak diusahakan. Pada tahun 2010 terdapat beberapa tanaman pangan yang mengalami penurunan produksi, antara lain ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan kacang tanah. Sedangkan tanaman pangan lainnya mengalami kenaikan produksi yaitu padi sawah dan padi ladang. Tutupan lahan di Kota Bandar Lampung secara eksisting sampai saat ini secara garis besar terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kegiatan reklamasi pantai di Kota Bandar Lampung secara eksisting juga telah menambah luas daratan Kota Bandar Lampung jika pada tahun 2013 luas Kota Bandar Lampung hanya 19.218 ha, maka saat ini akibat adanya kegiatan tersebut luas Kota Bandar Lampung sudah berjumlah 19.722 ha. Komoditi unggulan Kota Bandar yaitu sektor perkebunan, pertanian dan jasa. Sektor Perkebunan komoditi unggulannya adalah kakao, kopi,
kelapa dan cengkeh. sub sektor pertanian komoditi yang diunggulkan berupa jagung dan ubi kayu. Sub sektor jasa yaitu pariwisata. b) Kota Metro Kota Metro secara geografis terletak pada 105o17‟-105o19‟ Bujur Timur dan 5o6‟-5o8‟ Lintang Selatan, berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung (Ibukota Provinsi Lampung). Wilayah Kota Metro relatif datar dengan ketinggian antara 30-60 m diatas permukaan air laut. Beriklim hujan humid tropis. Suhu udara berkisar antara 260-280C, kelembaban udara rata-rata 80-88% dan curah hujan per-tahun antara 2,264 mm - 2,868 mm. Bulan hujan berkisar antara September sampai Mei. Kota Metro memiliki Luas wilayah 68,74 km2 atau 6.874 ha, dengan jumlah penduduk 150.950 jiwa yang tersebar dalam 5 wilayah kecamatan dan 22 kelurahan dengan batas wilayah: Sebelah Utara : Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Timur : Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Selatan : Kabupaten Lampung Timur Sebelah Barat : Kabupaten Lampung Tengah. Topografi Kota Metro berupa daerah dataran aluvial. Ketinggian daerah ini berkisar antara 25 meter sampai 75 meter dari permukaan laut, dan dengan kemiringan 0 % sampai 3% atau dengan kemiringan wilayah <6°, tekstur tanah lempung dan liat berdebu, berstruktur granular serta jenis tanah podzolik merah kuning dan sedikit berlapis. Sedangkan secara geologis, wilayah Kota Metro di dominasi oleh batuan endapan gunung berapi jenis QW. Jumlah penduduk Kota Metro pada tahun 2015 mencapai 158.415 jiwa. Angka ini terus meningkat dan pada tahun 2016 diperkirakan naik menjadi
147.050 jiwa, dengan tingkat pertumbuhan penduduk yaitu 1,09% selama periode 2010-2011. Kota Metro dengan luas wilayah sekitar 68.74 km2, setiap km2 didiami penduduk sebanyak 2.139 jiwa dan dengan rata-rata 4 jiwa per rumah tangga pada tahun 2015. Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah perempuan tetapi perlu diketahui bahwa jumlah penduduk laki-laki hampir sama dengan jumlah penduduk perempuan pada tahun 2014-2015. Hal ini dilihat dari sex ratio, pada tahun 2014-2015, untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Kota Metro direncanakan sebagai pusat pengadaan benih padi untuk wilayah Kota Metro dan sekitarnya. Sektor perternakan dan perikanan juga cukup berkembang, diantaranya ternak sapi, kambing, ayam buras, ras pedaging, ras petelur, dan itik, dan lainnya. Berbagai jenis ikan yang dikembangkan yaitu ikan lele, patin, gurame, ikan mas dan ikan nila. Satu hal yang cukup membanggakan, Kota Metro ditetapkan sebagai centra lele untuk wilayah Provinsi Lampung.
5.2. Produk Unggulan Berbasis Kearifan Lokal. Produk unggulan daerah dilakukan dengan dengan pemilihan sejumlah komuditas tertinggi pada hasil baseline survey economy (BSE) Bank Indonesia satu tahun terakhir menggunakan metode AHP. Analisis dengan metode AHP menghasilkan nilai skor terbobot setiap kandidat KPJu unggulan untuk setiap kabupaten/kota per sektor ekonomi. KPJu unggulan kabupaten/kota ditetapkan 5 (lima) KPJu untuk setiap sektor/subsektor yang memiliki skor terbobot tertinggi. Berdasarkan hasil identifikasi KPJu unggulan setiap sektor/subsektor, nilai skor masing-masing KPJu unggulan dan tingkat kepentingan sektor/subsektor ekonomi
untuk KPJu yang bersangkutan ditetapkan KPJu unggulan lintas sektor tingkat kabupaten/kota. Metode yang digunakan adalah metode Bayes. Proses penentuan KPJu tingkat kabupaten/kota dilaksanakan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan nara sumber pejabat pemerintah daerah, dinas/instansi terkait dan perbankan. Tahap ini dimaksudkan sebagai tahapan konfirmasi kepada pejabat pemerintah daerah, dinas/instansi terkait dan perbankan terhadap hasil KPJu unggulan per sektor/subsektor dan lintas sektor yang telah diperoleh pada tahap pertama, serta hasil pelaksanaan penelitian tingkat kecamatan dan kabupaten/kota, dengan menggunakan metode AHP untuk 11 kriteria, yaitu : a) Tenaga kerja terampil yang dibutuhkan (Skilled); b) Bahan baku; c) Modal; d) Sarana produksi/usaha; e) Teknologi; f)
Sosial budaya;
g) Manajemen usaha; h) Ketersediaan pasar; i)
Harga;
j)
Penyerapan tenaga kerja; dan
k) Sumbangan terhadap perekonomian.
Berikut hasil baseline survey economy (BSE) BI terhadap produk unggulan menggunakan analis AHP yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung dan Kota Metro:
a. Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot setiap sektor ekonomi untuk setiap tujuan penetapan Komuditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan, serta skor terbobot total/gabungan dari masing-masing sektor usaha seperti disajikan pada Tabel 5.1. Pada tabel dapat dilihat bahwa bobot atau prioritas tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, adalah sektor perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sektor jasa dan tujuan daya saing daerah dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung adalah subsektor perikanan. Dengan memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing tujuan, secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan penetapan KPJu unggulan UMKM maka sektor usaha perdagangan merupakan prioritas pertama. Sektor/subsektor usaha lain berdasarkan tingkat kepentingannya berturut-turut adalah perdagangan, jasa, tanaman pangan, perindustrian, perikanan, pariwisata, transportasi, perkebunan, peternakan, dan penggalian. Tabel 5.1. Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung.
Sumber: Bank Indonesia
Jika dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB, perekonomian Kota Bandar Lampung masih bertumpu pada sektor sekunder dan tersier, yang merupakan ciri dari wilayah perkotaan. Sektor Industri pengolahan masih menjadi leading sector perekonomian Kota Bandar Lampung di tahun 2015 dengan kontribusi sebesar 22,24%, diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Adapun kontribusi masing-masing sektor tersebut adalah 20,70%; 17,22%; dan 13,34%. Kota Bandar Lampung merupakan kota terbesar di Provinsi Lampung. Perekonomiannya yang maju dan berkembang pesat, disumbangkan oleh peranan signifikan sektor industri pengolahan. Secara kuantitas, jumlah industri di Bandar Lampung sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari industri makanan, barang-barang plastik, pengepakan, olahan kayu, hingga industri alat-alat/mesin, baik industri kecil dan rumah tangga hingga industri bersekala besar. Nilai tambah yang dihasilkan sektor ini sangat besar sehingga kontribusinya terhadap nilai PDRB cukup tinggi. Selain sektor industri pengolahan, sektor pengangkutan dan komunikasi beberapa tahun terakhir juga menunjukkan perkembangan yang sangat berarti dilihat dari nilai tambah yang cenderung meningkat dihasilkan oleh sektor ini terhadap nilai PDRB. Berikut tabel 5.2. urutan lima besar rangking dan skor-bobot masing-masing sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Bandar Lampung :
Tabel 5.2. Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan lintas sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJu yang bersangkutan, seperti disajikan pada Tabel 5.3. Pada Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 5 (lima) KPJu unggulan lintas sektor usaha industri krupuk kripik dan peyek, padi sawah, sayuran cabai, jasa pendidikan dan kesehatan. Hasil lengkap berupa
rangking atau urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5.3. Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016 Apabila ditelaah lebih lanjut dari 10 KPJu unggulan lintas sektor di Kota Bandar Lampung, maka berdasarkan sektornya adalah 2 komoditi pada subsektor perdagangan, perindustrian dan jasa dan 1 komoditi masing-masing pada kelompok sayuran, buah dan sektor pariwisata.
Bila dilihat dari
komposisi KPJu unggulan lintas sektor tersebut, menunjukkan bahwa orientasi kegiatan ekonomi di Kota Bandar Lampung masih berbasis pada sektor perdagangan, jasa dan perindustrian. Sektor jasa khususnya jasa pendidikan merupakan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil survai dan analisis, permasalahan yang ada antara lain adalah bahan baku dan modal. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain adalah melalui pelaksanaan program penyaluran kredit bunga rendah untuk UMKM bidang jasa pendidikan dan dan diiringi dengan bantuan pengembangan sarana prasarana tempat kursus. Selain itu program PKBL (Program kemitraan dan Bina Lingkungan) dari
pihak BUMN juga disarankan untuk diakses dlam rangka mendukung UMKM bidang jasa pendidikan. Program Kemitraan diperuntukkan untuk kredit bunga rendah dan bergulir, sementara program Bina Lingkungan dapat berupa pembangunan sarana parasaran pendidikan yang dapat dilakukan secara hibah tergantung kebijakan ataupun peratutan dari BUMN yang terlibat. Kedudukan kpju unggulan lintas sektor di kota bandar lampung berdasarkan hasil penilaian terhadap faktor-faktor prospek dan potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor 3) sampai dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang (skor 3) sampai dengan sangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016
Seperti dapat dilihat pada tabel 5.4 di bawah, ditinjau dari aspek prospek, maka sektor jasa yaitu jasa pendidikan dan kesehatan serta industri kerupuk keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas sektoral yang mempunyai prospek sangat baik, KPJu unggulan yang mempunyai prospek baik adalah industri kain tenun ikat, toko barang elektronik, toko kelontong dan hotel
berbintang, KPJu unggulan yang mempunyai prospek cukup baik adalah budidaya padi sawah, cabai dan nanas ketiga KPJu tersebut mempunyai potensi saat ini yang sedang. KPJu jasa kesehatan, pendidikan dan industri krupuk, kripik dan peyek saat ini potensinya sangat baik dan ke lima KPJu unggulan lintas sektoral yang lain mempunyai potensi saat ini yang Tinggi, sedangkan tiga KPJu lainya memiliki portensi yang sedang. b. Kota Metro. Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot setiap sektor ekonomi untuk setiap tujuan penetapan Komuditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan, serta skor terbobot total/gabungan dari masing-masing sektor usaha seperti disajikan pada Tabel 5.5. Pada tabel 5.5 dapat dilihat bahwa bobot atau prioritas tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, adalah sektor perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sektor jasa dan tujuan daya saing daerah dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung adalah subsektor perikanan. Dengan memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing tujuan, secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan penetapan KPJu unggulan UMKM maka sektor usaha perdagangan merupakan prioritas pertama. Sektor/subsektor usaha lain berdasarkan tingkat kepentingannya berturutturut adalah perdagangan, jasa, tanaman pangan, peternakan, perikanan, transportasi, pariwisata, penggalian dan kehutanan.
Tabel 5.5. Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Metro.
Sumber: Bank Indonesia Tumbuh atau tidaknya perekonomian suatu daerah tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan para pelaku ekonomi yang terdapat di daerah tersebut. Dalam hal ini, PDRB seringkali dijadikan acuan. Jika dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB, perekonomian Kota Metro untuk tahun 2014 masih didominasi empat sektor utama sebagai penghasil nilai tambah terbesar terhadap PDRB Kota, yaitu (1) sektor jasa-jasa, (2) sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (3) sektor perdagangan, hotel, dan restoran, serta (4) sektor pengangkutan dan komunikasi. Sektor jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 29,94% dari total PDRB Kota Metro tahun 2013, dilanjutkan dengan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 23,94%, sektor perdagangan, hotel dan restoran 13,59% serta sektor pengangkutan dan komunikasi 13,36%. Sedangkan kontribusi dari lima sektor lainnya (pertanian, pertambangan, bangunan, industri pengolahan serta listrik,
gas dan air bersih) terhadap PDRB Kota Metro tahun 2015 hanya sebesar 19,17%. Berikut tabel 5.6. urutan lima besar rangking dan skor-bobot masing-masing sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Metro : Tabel 5.6. Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan lintas sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJu yang bersangkutan, seperti disajikan pada Tabel 5.7. Pada Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa 5 (lima) KPJu
unggulan lintas sektor usaha adalah sektor perindustrian berupa industri kripik, krupuk dan peyek, subsektor buah-buahan budidaya
sapi pada
subsektor peternakan. Hasil lengkap berupa rangking atau urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Pada urutan ke enam dan seterusnya, sebagai KPJu unggulan lintas sektor berturut-turut adalah budidaya padi sawah pada subsektor tanaman pangan, jasa pendidikan dan koperasi simpan pinjam pasa sektor jasa, pedagang barang elektronik, pedagang barang kerajinan dan pedagang hasil perikanan pada sektor perdagangan. Apabila ditelaah lebih lanjut dari 10 KPJu unggulan lintas sektor, maka berdasarkan sektornya, 3 KPJu berada pada sektor perdagangan dan 1 KPJu masing-masing menyebar relatif merata pada sebagian sektor/subsektor ekonomi. Bila dilihat bahwa 3 KPJu merupakan bagian usaha dari sektor perdagangan, maka terpilihnya KPJu unggulan lintas
sektor tersebut menunjukkan bahwa orientasi kegiatan ekonomi di Kota Metro berbasis pada sektor perdagangan. Sektor perindustrian khususnya industri kerupuk, keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Metro. Berdasarkan hasil survai dan analisis, permasalahan yang ada antara lain adalah aspek teknologi dan manajemen usaha. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain adalah melalui kegiatan pelatihan teknis dan manajerial tentang teknologi proses pengolahan penganan aneka kerupuk beserta turunannya dan manajemen usaha, dan dilanjutkan dengan pendampingan/inkubasi yang terintegrasi dan berkelanjutan. Kedudukan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Metro berdasarkan hasil penilaian terhadap faktor-faktor prospek dan potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor 3) sampai dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang (skor 3) sampai dengan sangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016
Seperti dapat dilihat pada Tabel 5.8, ditinjau dari aspek prospek, maka KPJu unggulan lintas sektoral mempunyai prospek baik dan sangat baik, prospek yang sangat baik dan potensi yang sangat tinggi di Kota Metro adalah industri olahan pangan seperti kerupuk, keripik dan peyek; agribisnis pisang; penyewaan rumah kost dan peternakan sapi. Hal ini disebabkan Metro adalah kota yang berkembang dan didukung oleh ketersediaan areal dan masyarakat pertanian. Kota membutuhkan bahan baku untuk kebutuhan masyarakatnya. Bahan baku disediakan oleh masyarakat di pedesaan. Hubungan sinergis mutualistik antara kota dan desa seprti ini sangat baik karena saling memberikan keuntungan. Di masa yang akan datang bisa bekembang jenisjenis usaha lain sesuai dengan perkembangan Kota Metro. Pemerintah dan instransi terkait perlu terus mendorong agar terus tumbuh kota Metro menjadi kota yang maju dengan mengarahkan pembangunan menjadi daerah industri dan wisata berbasis pertanian.
5.3. Hasil Analisis SWOT. Berdasarkan hasil penelitian yakni melalui wawancara dan pengamatan lapangan mengenai pengelolaan dana zakat di Provinsi Lampung diperoleh : 1) Kekuatan yang dimiliki BAZ/LAZ di Lampung: a) Telah memiliki Badan Hukum dari lembaga yang berwenang. b) Memiliki fasilitas yang memadai. c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan. d) Permodalan dan/atau aset yang cukup tinggi. e) Manajemen dan Pengelola yang solid
2) Kelemahan yang dialami BAZ/LAZ di Lampung: a) Masyarakat belum banyak mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ. b) Belum optimalnya jangkauan sumber-sumber zakat terhadap orang kaya di masyarakat. c) Program-program BAZ/LAZ belum trealisasi secara maksimal. d) BAZ/LAZ belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif khususnya bidang zakat produktif. e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS. 3) Peluang yang dimiliki BAZ/LAZ di Lampung: a) Penduduk di Provinsi Lampung mayoritas muslim. b) Kesadaran masyarakat yang peduli terhadap kaum dhu‟afa semakin meningkat. c) Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dana ZIS. d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ baik lingkup nasional maupun internasional. e) Kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat. 4) Ancaman yang dihadapi BAZ/LAZ di Lampung: a) Kurangnya pemahaman masyarakat muslim tentang kewajiban membayar zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq. b) Masih banyak orang kaya lebih memilih memberikan zakatnya sendiri kepada masyarakat.
c) Persaingan antar BAZ/LAZ semakin ketat. d) Semakin meningkatnya kemiskinan yang dibarengi meningkatnya jumlah penduduk. e) BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat. Selanjutnya hasil tahapan wawancara, peneliti tuangkan kedalam angket terkait Strenghts, Weaknesess, Opportunities, dan Threats di BAZ/LAZ di Provinsi Lampung peneliti tuangkan kedalam angket dan selanjutnya disebarkan kepada karyawan untuk yang variabel internal seperti kekuatan dan kelemahan sedangkan untuk angket yang variabel eksternal seperti peluang dan ancaman disebarkan kepada nasabah. Setelah mendapatkan data dari karyawan dan nasabah, data tersebut dimasukkan kedalam SPSS 16,0 untuk dilakukan uji validitas dan reliabilitas atas angket yang disebarkan tersebut. Apabila angket tersebut sudah valid dan reliable maka dianalisis dengan menggunakan SWOT. Langkah-langkah dalam analisis SWOT yang pertama yaitu membuat tabel IFAS dan EFAS dengan memberikan pembobotan, dan penilaian sehingga dapat ditemukan skor total dari variable IFAS dan EFAS tersebut. Dengan melakukan pembobotan tersebut maka dapat diketahui skor tertinggi untuk dijadikan strategi dalam pengembangan model optimalisasi BAZ/LAZ di Provinsi Lampung. Setelah itu peneliti membuat matriks SWOT dan variabel IFAS dan EFAS dimasukkan dalam matriks SWOT tersebut. Langkah selanjutnya yaitu merumuskan strategi-strategi yaitu strategi SO, WO, ST, dan WT. Strategi SO merupakan penggabungan dari kekuatan dan peluang BAZ/LAZ di Provinsi Lampung, strategi WO merupakan gabungan dari kelemahan dan peluang, strategi ST merupakan gabungan dari kekuatan dan ancaman dan strategi WT merupakan
gabungan dari kelemahan dan ancaman. Tahapan berikutnya peneliti melakukan matriks SWOT yaitu
dengan membuat diagram analisis SWOT untuk
mengetahui posisi BAZ/LAZ di Provinsi Lampung. Adapun matriks IFAS dan EFAS akan di jelaskan dalam tabel berikut ini: 1. Matrik IFAS. Tabel 5.9. Hasil Matrik IFAS Internal Factor Bobot Kekuatan (Strengths) a) Telah memiliki Badan Hukum dari 0,15 lembaga yang berwenang. b) Memiliki fasilitas yang memadai. 0,15 c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan. 0,15 d) Permodalan dan/atau aset yang cukup 0,10 tinggi. 0,10 e) Manajemen dan Pengelola yang solid. Sub Total 0,65 Kelemahan (Weakneses) a) Masyarakat belum banyak 0,05 mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ. 0,05 b) Belum optimalnya jangkauan sumbersumber zakat terhadap orang kaya di 0,05 masyarakat. c) Program-program BAZ/LAZ belum 0,10 trealisasi secara maksimal. d) BAZ/LAZ belum mampu mengembangkan produk-produk baru 0,10 yang inovatif khususnya bidang zakat produktif. e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS. Sub Total 0,35 TOTAL 1,00 Sumber: Data diolah 2016
Rating
Skor
4
0,60
4 3 3 3
0,60 0,45 0,30 0,30 2,25
3
0,15
2
0,10
2
0,10
2
0,10
3
0,30
0,85 3,10
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa variabel internal kekuatan memiliki skor total 2,25 dan skor total kelemahan sebesar 0,85. Sehingga total semua variabel internal yaitu 3,10. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
variabel internal BAZ/LAZ di Provinsi Lampung memiliki pengaruh yang sangat dominan terhadap Pengembangan model optimalisasi pengelolaan zakat di BAZ/LAZ di Provinsi Lampung. 2. Matrik EFAS. Tabel 5.10. Hasil Matrik EFAS Eksternal Factor Bobot Peluang (Oportunities) a) Penduduk di Provinsi Lampung 0,10 mayoritas muslim. b) Kesadaran masyarakat yang peduli 0,15 terhadap kaum dhu‟afa semakin meningkat. 0,10 c) Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan 0,10 dana ZIS. d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ 0,10 baik lingkup nasional maupun internasional. e) Kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat. Sub Total 0,55 Ancaman (Threats) a) Kurangnya pemahaman masyarakat 0,10 muslim tentang kewajiban membayar zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq. 0,05 b) Masih banyak orang kaya lebih memilih memberikan zakatnya sendiri kepada masyarakat. 0,10 c) Persaingan antar BAZ/LAZ semakin 0,10 ketat. d) Semakin meningkatnya kemiskinan 0,10 yang dibarengi meningkatnya jumlah penduduk. e) BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat. Sub Total 0,45 TOTAL 1,00 Sumber: Data diolah 2016
Rating
Skor
2
0,20
4
0,60
3
0,30
4
0,40
3
0,30
1,80 3
0,30
2
0,10
3 2
0,30 0,20
2
0,20
1,10 2,90
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa peluang BAZ/LAZ di Provinsi Lampung itu sangat tinggi yaitu mencapai 1,80 sedangkan ancaman sebesar 1,10. Apabila dijumlahkan maka variabel eksternal nasabah dapat mencapai 2,90. Hal ini dapat menunjukkan bahwa peluang di BAZ/LAZ di provinsi Lampung itu sangat besar dalam pengembangan model optimalisasi pengelolaan zakat di BAZ/LAZ dalam pengurangi kemiskinan di Provinsi Lampung.
3. Matrik SWOT.
Peluang (Oportunities) a) Penduduk di Provinsi Lampung mayoritas muslim. b) Kesadaran masyarakat yang peduli terhadap kaum dhu‟afa semakin meningkat. c) Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dana ZIS. d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ
Tabel 5.10. Hasil Analisis Matrik SWOT Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weakneses) a) Telah memiliki Badan a) Masyarakat belum Hukum dari lembaga banyak yang berwenang. mengetahui/mengenal b) Memiliki fasilitas yang keberadaan BAZ/LAZ. memadai. b) Belum optimalnya c) Kualitas SDM yang jangkauan sumberdapat diandalkan. sumber zakat terhadap d) Permodalan dan/atau orang kaya di aset yang cukup tinggi. masyarakat. e) Manajemen dan c) Program-program Pengelola yang solid. BAZ/LAZ belum trealisasi secara maksimal. d) BAZ/LAZ belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif khususnya bidang zakat produktif. e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS. S-O W-O a) Dengan telah a) Dengan kondisi dimilikinya Badan mayoritas penduduk Hukum dari lembaga muslim tapi yang berwenang dan masyarakat belum masyarakat muslim banyak Lampung mayoritas mengetahui/mengenal muslim dapat lebih keberadaan dimaksimalkannya BAZ/LAZ, pengelola pengalian dan zakat dituntut lebih penggunaan dana zakat dimaksimalkannya oleh BAZ/LAZ. sosialisasi akan b) Kesadaran masyarakat pentingnya semakin yang peduli pengelolaan dan terhadap kaum dhu‟afa optimalisasi dana didukung oleh fasilitas zakat. yang memadai dari b) Masih belum
baik lingkup nasional maupun internasional. e) Kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat.
BAZ/LAZ dapat lebih dimaksimalkannya pengalian dan penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ. c) Dengan Kualitas SDM yang dapat diandalkan didukung Adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dana ZIS maka dapat lebih dimaksimalkannya pengalian dan penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ. d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ baik lingkup nasional maupun internasional didukung oleh permodalan dan/atau aset yang cukup tinggi maka dapat lebih dimaksimalkannya pengalian dan penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ. e) Keberadaan manajemen dan pengelola yang solid membuat kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat maka dapat lebih dimaksimalkannya
optimalnya jangkauan sumber-sumber zakat terhadap orang kaya di masyarakat walaupun kesadaran masyarakat yang peduli terhadap kaum dhu‟afa semakin meningkat, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. c) Belum terealisasikannya rogram-program BAZ/LAZ secara maksimal, dialin sisi telah adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengelolaan dana ZIS menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. d) Semakin luasnya jaringan BAZ/LAZ baik lingkup nasional maupun internasional namun belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif khususnya bidang zakat produktif, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam optimalisasi dana zakat. e) Kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap
pengalian dan penggunaan dana zakat oleh BAZ/LAZ.
Ancaman (Threats) S-T a) Kurangnya a) Dengan kondisi pemahaman BAZ/LAZ telah masyarakat muslim memiliki Badan tentang kewajiban Hukum dari lembaga membayar zakat dan yang berwenang tapi kurangnya kesadaran masyarakat muslim berinfaq. masih belum b) Masih banyak orang memahami tentang kaya lebih memilih kewajiban membayar memberikan zakatnya zakat dan kurangnya sendiri kepada kesadaran berinfaq, masyarakat. pengelolah dapat lebih c) Persaingan antar dimaksimalkannya BAZ/LAZ semakin sosialisasi, pengalian ketat. dan penggunaan dana d) Semakin zakat oleh BAZ/LAZ. meningkatnya b) Masih banyak orang kemiskinan yang kaya lebih memilih dibarengi memberikan zakatnya meningkatnya jumlah sendiri kepada penduduk. masyarakat meskipun e) BAZ/LAZ belum BAZ/LAZ memiliki menjadi solusi atau fasilitas yang pilihan bagi memadai, pengelolah masyarakat. dituntut lebih dimaksimalkannya sosialisasi, pengalian dan penggunaan dana zakat.
BAZ/LAZ karena perkembangan aset dan sistem pengelolaan dana zakat disatu sisi sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS belum optimal, maka pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. W-T a) Masyarakat belum banyak mengetahui/mengenal keberadaan BAZ/LAZ serta kewajiban membayar zakat dan kurangnya kesadaran berinfaq, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. b) Belum optimalnya jangkauan sumbersumber zakat terhadap orang kaya di masyarakat dikarenakan mereka lebih memilih untuk menyalurkan sendiri zakatnya, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat.
c) Kualitas SDM yang dapat diandalkan akan membuat BAZ/LAZ yang ada dapat bersaing meningkatkan kualitas. d) Semakin meningkatnya kemiskinan yang dibarengi meningkatnya jumlah penduduk ditambah sedangkan permodalan dan/atau aset LAZ/BAZ yang cukup tinggi akan membuat BAZ/LAZ dapat mengoptimalkan pengeloaan dana zakatnya. e) BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat walaupun manajemen dan pengelola yang solid, akan membuat BAZ/LAZ dapat mengoptimalkan pengeloaan dana zakatnya.
c) Program-program BAZ/LAZ belum trealisasi secara maksimal padahal saat ini persaingan BAZ/LAZ sangat ketat dari sisi kualitas, menuntut pengelolah harus lebih kreatif dalam soialisasi, pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. d) BAZ/LAZ belum mampu mengembangkan produk-produk baru yang inovatif khususnya bidang zakat produktif khususnya bagi rakyat miskin, menuntut pengelolah harus lebih kreatif pengelolaan dan optimalisasi dana zakat. e) Masih kurangnya sosialisasi dari BAZ/LAZ kepada masyarakat terkait sistem syariah khususnya ZIS membuat BAZ/LAZ belum menjadi solusi atau pilihan bagi masyarakat.
Sumber: Data diolah 2016 Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis matriks SWOT. Analisis dengan menggunakan model matriks SWOT ini menggunakan data yang diperoleh dari tabel IFAS dan EFAS. Berdasarkan hasil analisis matriks IFAS dan EFAS diatas dapat digambarkan bahwa posisi BAZ/LAZ di Provinsi Lampung saat ini yaitu:
Tabel 5.10. Posisi BAZ/LAZ Provinsi Lampung IFAS EFAS 2,25 Peluang (Oportunities) (0,85) Ancaman (Threats)
Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weakneses) Hasil 1,40 Sumber: Data diolah 2016
Hasil
1,80 (1,10) 0,70
Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa analisis faktor IFAS lebih besar dari analisis faktor EFAS yaitu sebesar 1,40, sedangkan analisis faktor EFAS sebesar 0,70. Apabila dimasukkan dalam diagram analisis SWOT ditunjukkan sebagai berikut:
Gambar 5.1 Diagram Analisis SWOT
Berdasarkan diagram diatas dapat disimpulkan bahwa BAZ/LAZ Provinsi Lampung berada pada kuadran 1 dengan menerapkan strategi agresif. Hal ini sesuai dengan pendapat Sondang P. Siagian dalam bukunya yang berjudul
Manajemen Strategik yang menyatakan bahwa kuadran 1 merupakan situasi yang paling didambakan karena satuan bisnis menghadapi berbagai peluang lingkungan dan memiliki berbagai kekuatan yang mendorong pemanfaatan berbagai peluang tersebut. Dengan kondisi demikian strategi yang tepat untuk digunakan yaitu strategi pertumbuhan atau agresif.
5.4. Hasil Analisis Strategis Komparatif. Total potensi zakat di Provinsi Lampung sampai saat ini belum ada data resmi dan valid yang bisa menjelaskan mengenai potensi zakat di Provinsi Lampung. Estimasi yang ada baik nasional maupun daerah masih diragukan. Karena teori perhitungannya menggunakan berbagai asumsi-asumsi yang kurang valid. Sehingga deskripsi potensi zakat antara satu lembaga lainnya berbeda-beda. Menurut Kepala Kanwil Kementerian Agama (kanwil Kemenag) Provinsi Lampung Abdurrahman (Lampung Post, 26 Maret 2013) potensi zakat profesi/mal diprovinsi lampung mencapai Rp 4,5 triliun per tahun. Jumlah tersebut diproyeksikan dari 5 juta penduduk Lampung yang membayar zakat profesi/mal sebesar 2,5% per bulan. Dari data dana zakat di Provinsi Lampung tersebut saat ini baru terhimpun kurang lebih sebesar 2,73% saja. Asumsi-asumsi ini sangat lemah dan tidak valid karena didasarkan pada asumsi-asumsi prediktif saja. Sehingga perlu dilakukan pendekatan survei sehingga akan lebih akurat dalam menggambarkan potensi zakat di Provinsi Lampung. Terlepas dari asumsi potensi zakat tersebut, perkembangan makro sosial, ekonomi dan pemahaman agama masyarakat diasumsikan akan berpengaruh terhadap penguatan potensi zakat di Provinsi Lampung. Indikator-indikator
tersebut dapat dilihat dari: meningkatnya kesadaran religius masyarakat, perbaikan kehidupan ekonomi masyarakat dan berkembangnya lembaga amil zakat profesional. Secara umum dapat dikatakan bahwa perzakatan di Provinsi Lampung saat ini mengalami trend kebangkitan. Kesadaran untuk menunaikan zakat secara lebih terorganisir, berdaya dan berhasil guna telah mendorong kemunculan lembaga-lembaga amil zakat profesional dari berbagai perkumpulan keagamaan. Lembaga pengelola zakat di Indonesia terbagi menjadi dua yakni Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga pengelolah zakat di Provinsi Lampung merupakan cabang dari lembaga pengelolah zakat nasional seperti: LAZ PKPU Lampung, LAZ Rumah Zakat Lampung, LAZ Dompet Dhuafa Lampung, LAZ DPU-DT Lampung, LAZ Yatim Mandiri Lampung, LAZIS MU Lampung, LAZIS NU Lampung, BAZ Masjid Al-Forqon dan lain sebagainya. Sedangkan tingkat lokal muncul LAZ Lampung Peduli, LAZ Baitul Mal L-RISMA mewakili institusi swasta, sedangkan lembaga pengelolah zakat di kalangan pemerintah yaitu BAZNAS Provinsi Lampung, BAZNAS Kota Bandar Lampung, BAZNAS Kota Metro dan lain sebagainya. Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, menjelaskan bahwa pendayagunaan adalah : a) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mestahiq sesuai dengan ketentuan agama. b) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif.
c) Persyaratan
dan
prosedur
pendayagunaan
hasil
pengumpulan
zakat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan Menteri. Jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat yang berkembang saat ini bisa kekelompokkan berdasarkan basisnya, yaitu : 1. Berbasis Sosial Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian dana langsung berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok mustahiq. Ini disebut juga Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari penyaluran dana zakat. 2. Berbasis pengembangan ekonomi Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha kepada
mustahiq
secara
langsung
maupun
tidak
langusng,
yang
pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan mustahik sasaran. Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif, yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat. Tabel 5.11. Bentuk Pendayagunaan ZIS Amil Zakat di Provinsi Lampung Amil Zakat No
Bentuk Pendaya gunaan
BAZNAS
Rumah
Lampung
Prov.
Zakat
Peduli
PKPU
DPU-DT
Masjid AlForqon
Lampung
1
Menyelenggarakan kegiatan khusus
√
√
√
√
√
√
2
Bantuan pendidikan
√
√
√
√
√
-
3
Bantuan sosial umum,
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
fakir miskin dan yatim 4
Pelayanan
sosial
(kesehatan) 5
Pinjaman/bantuan untuk pemberdayaan ekonomi
Motode pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan istilah zakat konsumtif dan zakat produktif. Hampir seluruh lembaga pengelolaan zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh mustahiq. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan produktif kreatif, adapun penjelasan lebih rinci dari keempat bentuk penyaluran zakat teresebut adalah: a) Konsumtif Tradisional Maksud pendistribusian zakat secara konsumtif tradisional adalah bahwa zakat dibagikan kepada mustahiq dengan secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal secara langsung oleh para muzakki kepada mustahiq yang sangat membutuhkan karena ketiadaan pangan atau karena mengalami musibah. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam rangka mengatasi permasalahan umat. b) Konsumtif Kreatif Pendistribusian zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya. Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para
pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena, bantuan alat pertanian, seperti cangkul untuk petani, gerobak jualan untuk pedagang kecil c) Produktif Konvensional Pendistribusian zakat secara produktif konvensional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para muzakki dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit d) Produktif Kreatif Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil. Tabel 5.12. Bentuk Pendayagunaan ZIS untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Provinsi Lampung No 1
Amil Zakat
Bentuk Pendayagunaan Bantuan
modal
secara langsung
BAZNAS Prov.
Rumah
Lampung
Lampung
Zakat
Peduli
Pinjaman Modal
Bantuan
Sosial
Bantuan
Usaha Non-
sarana dan
Trust
Modal
Modal
Formal
modal
Fund
Usaha
Usaha
Non-
Non-
Formal
Formal
UKM
2
Bantuan perintisan usaha
-
PKPU
DPU-DT
Forqon
Kampung
Bantuan
Ternak
Ternak
Wirausaha
dan Petani
Mandiri
Indonesia
-
-
Program
Sehat
Masjid Al-
Usaha
Pinjaman
-
Pembaharuan dalam aspek pendayagunaan zakat merupakan pembaharuan yang menyangkut pada aspek pemanfaatan dana zakat. Selama ini ada kesan bahwa zakat melanggengkan kemiskinan. Hal ini dapat kita lihat dari penerima zakat yang tidak pernah berubah statusnya dari penerima zakat (mustahiq) menjadi pemberi/pembayar zakat (muzzaki), bahkan setiap tahunnya jumlah mustahiq cenderung bertambah. Penyaluran bantuan LAZ dan BAZ di Provinsi Lampung dilakukan melalui program-program bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang kepemudaan serta bidang ekonomi kebanyakan masih dilakukan secara tersebar dan cenderung parsial tergantung mustahiq berada untuk setiap programnya. Masih lemahnya infrastruktur dan skill tenaga pendamping program pemberdayaan menjadi faktor kendala tersendiri bagi sebagian LAZ dan ZIS. Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam memberikan kontrol, evaluasi dan pengkuran keberhasilan program. Kedepan perubahan dari pola konsumsi menjadi pola produktif menjadi salah satu jalan bagi pemberdayaan dana zakat masa depan. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahiq mampu memiliki usaha mandiri.
Poverty Data, Field Analisis, Coordination Forum
Yes
Fasilkitasi
No
STOP
Education MRO LAZ/BAZ
MRO Poverty
Social
Government
Teenager
rrrrr Economic Empowerment
Zakat Empowerment
Program/Strategy/Regulation/ Regulation of poverty decrease
Vision & Mision Work Programs
Gambar 5.2. Model Optimalisasi Dana Zakat melalui Integrated Community Development (ICD)
Model optimalisasi dana zakat yang diterapkan oleh LAZ Rumah Zakat dengan
pendekatan
Integrated
Community
Development
(ICD)
atau
pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih dikenal sebagai konsep desa binaan memiliki keunikan tersendiri. Integrated Community Development (ICD) merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang berbasis komunitas di kelurahan atau kecamatan. Tujuan model ICD adalah: 1). Membantu mustahiq untuk survive di tengah kekurangan materi yang dimilikinya, 2). Terpantaunya perkembangan kesejahteraan mustahiq selama dalam binaan, 3). Tersadarkannya
masyarakat terhadap tanggung jawab lokal dalam mengentaskan kemiskinan diwilayahnya, dan 4). Terentasknnya mustahiq dari garis kemiskinan sehingga bisa berubah kesejahteraannya pada level muzakki (orang yang membayar zakat). Setiap wilayah yang termasik dalam program ICD akan didampingi oleh satu orang atau lebih Musthiq Relation Officier (MRO). MRO berfungsi sebagai penggerak, pendamping, fasilitator, dinamisator bahkan dai yang membantu memastikan 4 rumpun program utama LAZ/BAZ diterima dengan baik di masyarakat. Setiap MRO diwajibkan tinggal di komunitas tersebut dan mengelolah 100-250 keluarga. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau, terintegrasi dan berkelanjutan.
5.5. Rekomendasi. 1) Peranan perbankan Kota Bandar Lampung dan kota Metro terhadap KPJu unggulan diharapkan dapat memberikan pembinaan pengelolaan usaha, peningkatan SDM dan perbaikan teknologi produksi, yang berkerjasama dengan instansi terkait. Dukungan perbankan sebagai sumber pembiayaan untuk modal investasi sangat dibutuhkan untuk beberapa KPJu yang bergerak dibidang industri ataupun jasa. Adanya pola (skim) yang sesuai dengan karakteistik KPJu unggulan akan memudahkan peningkatan penyerapan modal perbankan untuk KPJu, sehingga pengembangan KPJu unggulan Kota Bandar Lampung dan Kota Metro dapat diwujudkan. 2) Model optimalisasi dana zakat dengan pendekatan Integrated Community Development (ICD) atau pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih dikenal sebagai konsep desa binaan. Integrated Community Development (ICD)
merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang berbasis komunitas di kelurahan atau kecamatan. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau, terintegrasi dan berkelanjutan.
BAB VI RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Adapun rencana penelitian berikutnya sebaiknya difokuskan menganalisis dan mengevaluasi peranan zakat dalam mengurangi kemiskinan di Provinsi Lampung.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan. Sebagin besar program pengelolaan dana zakat yang dikelolah oleh BAZ atau LAZ diprovinsi Lampung disalurkan dalam program-program yang bersifat konsumtif, sedangkan program-program yang bersifat produktif juga masih lemah disisi pendampingannya.
Diperlukan sebuah pola pemberdayaan masyarakat
dalam mengurangi kemiskinan yang terintegritas dan melibatkan masyarakat sebagai subjek sekaligus objek pemberdayaan mengunakan dana zakat. 7.2 Saran. Berdasarkan temuan-temuan dalam pengambilan data dan wawancara terhadap masing-masing BAZ atau LAZ masih deperlukan diskusi dan duduk bersama dan melibatkan stakeholder guna mengetahui akar permasalahan yang dihadapi oleh BAZ/LAZ dalam optimalisasi penggunaan dana ZIS di Provinsi Lampung. Sehingga diperoleh model program yang akan di jalankan memang benar-benar dapat mengentaskan masyarakat miskin kota.
DAFTAR PUSTAKA Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Firmansyah, dkk. (2009), Potensi dan Peran Zakat Dalam Mengurangi Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI). Fujyono, Arif. 2009. Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal of Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1 Hafi dhuddin, Didin, (2002), Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press. Hidayat, Syarif dan Darwin Samsulbahri. 2001. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Sebuah rekontruksi Konsep Community Based Development (CBD.) Jakarta: Pustaka Quantum. Kholiq, Abdul. 2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kita Semarang. Ristek Vol. 6 No. 1 Hal 39-47 Kisroh, A.S. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat Tergususr Akibat Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang Madiun. Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03): Oktober – Desember Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan Klaster Tahu Iwul Desa Bojong Sempu. Nasution, dkk. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok: CID. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Petrasa, 2008. Wacana Pusat Studi Mengatsi Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran. Rangkuti, Fredy. 2007. Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia Sukmana, Oman. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1, September 2010 Hal 59-64 Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sunartiningsih, Agnes (ed.).2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat.
Yogyakarta: Aditya Media. Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru. Jakarta: Khanata. Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Yunus, Muhammad.2006.Grameen Bank (Bank Kaum Miskin). Terjemahan Irfan Nasution. Jakarta: Penrbit Buku Kita.
LAMPIRAN LUARAN-LUARAN PENELITIAN
AN ANALYSIS OF ZAKAH FUNDS THROUGH COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD) NEDI HENDRI Muhammadiyah University of Metro, Lampung-Indonesia
[email protected]
ABSTRACT The aim of this study is to find a prototype model of the proper optimization of charity funds in the empowerment of the poor town based on local wisdom in Lampung. This study used a survey method with the data derived from the results of the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the speakers is the model identification stage. Then, reconstruction model using comparative analysis. Community Based Development (CBD) is a method that involves communities in development. Where constructions began on the stage of ideas, planning, program development activities, budgeting, procurement of resources to the implementation of a more emphasis on real desire or the real needs of the community in a group of people. Through Mustahiq Relation Officer (MRO) ashuman resources assistant, Integrated Community Development (ICD) became the center ofthe distribution of the program so that the program is more scalable, and controlled. Keywords: Zakah Fund, Empowerment, Poor Urban, Community Based Development(CBD).
INTRODUCTION Poverty is a phenomenon of human life that always accompanies the process of development and is considered as a barrier because its effects are likely to be negative.With the largest Muslim population in the world, Indonesia has the potential to overcome poverty through fiscal policy management of Zakah, Donation and Charity (ZDC). ZDC can be an alternative to overcome poverty because its targets clearly set out in the Qur'an, that is poor. Distribution should be
developed towards empowerment through productive activities is not for consumption. So far, the potential and the importance of charity as an effort to alleviate poverty are still considered underestimatedly, but charity actually has a huge economic potential for Indonesia.Nowadays, collecting funds of ZDC have reached five a percentage of the total potential of zakah reaches 20 trillions of dollars each year.Although ZDC has been professionally managed by Zakah Management Organization (ZMO) that exist in Indonesia, the distribution of beneficiaries of funds of ZDC impress overlap with each other, as the collection of ZDC are still focused on a specific area. According to Firman (2009) utilization of Zakah funds for this still adheres to the old paradigm, ie zakah should be shared out for all classes specified and for a moment so that the utilization of zakah consumption for the purpose of productive economic empowerment has not been a top priority. Furthermore Fujiyono (2009) concludes that distributor of ZDC is still less effective and benefit of ZDC funds through economic empowerment is still classified as less efficient. Paradigm charity of foundation jurisprudence can be utilized in productive economic activities. It is time ZMO start reducing consumption and optimize the portion of zakah and charity prioritizes productive. Many models and policies conducted so far are not effective and efficient in overcoming poverty. The paradigm of development through empowerment (empowerment) is an appropriate approach to overcoming poverty. According Pujiyono (2009) empowerment is a process and a goal. As a process, empowerment is a series of activities to improve the power and
empowerment of vulnerable groups in society, including individuals who have problems of poverty. For the purpose, empowerment refers to the state or the results to be achieved by a social change, which empowered community, have power or have the knowledge and ability to meet their needs whether physical, economic, and social. Model utilization of zakah to the concept of empowerment is the current trend among institutions of zakah and relevant to address poverty, for example ZDC empowerment by providing venture capital good with a loan without a profit-sharing system (Qardhul Hasan) and the profit-sharing system. However, through mentoring programs should microenterprises with productive charitable giving in the form of a revolving fund can be developed with a "CommunityBased Development" or even "Integrated Development Community (IDC)" to be effective and efficient in alleviating poverty. The purpose ot this research are; to know the distribution of zakah models through the empowerment of the poor town in the Lampung province. Create the optimization of zakah funds model right in the empowerment of the poor town in the Lampung province.
LITERATURE REVIEW ZAKAH CONCEPTION Zakah is derived from the Arabic word that zakah which means 'sacred', 'good', 'blessing', 'growth' and 'developing'. While the terminology of law, zakah is a certain amount of assets that have reached that certain conditions are required by God to be issued and given to those who deserve it with certain requirements (Hafidudin, 2002). Various property shall be issued zakah is agriculture, plantation, animal husbandry, fisheries, mining, gold, silver, money, revenue and services, rikaz (artifacts), trade and enterprise, as well as other sources of income (Republic Act. 38 Year 1999 on Zakah Management). The ashnaf (person who is entitled to receive zakah) is indigent (the destitute), the poor, amil (zakah), converts (those who are new to Islam), gharimin (debtor), Ibnsabil (person who in the course of study), fi sabillillah (people who fight in Allah's way), Riqab (slave) (Surat AtTaubah: 60). In terms of concept, zakah can be used as an instrument in the economic empowerment of people through the utilization of zakah for productive enterprises. This has been stipulated in the Decree of the Minister of Religious Affairs of the Republic of Indonesia No. 373 of 2003 in Article 28, paragraph 2 and Article 29, concerning the implementation of Act 38 of 1999 on zakah management. In fact, in article 30 in the decision is emphasized again that the proceeds of Zakah Collectors Organization (ZCO) either donation, charty, wills,
inheritance or expiation utilized especially for productive activities after getting the requirements as stipulated in Article 29. But in the reality, Zakah, Donation and Charity fund (ZDC) is not optimal to overcome the tackling poverty as expected. ZAKAH AND EMPOWERMENT OF THE POOR Utilization of zakah model for the economic empowerment of the poor is a program to encourage the utilization of Zakah funds to supportmustahiq able to have an independent business. The program is realized in the form of capital development of micro enterprises existing or new planting prospective micro enterprises (Kholiq, 2012). Article 16 first and second paragraph of Law No. 38 Year 1999 on Zakah Management, explicitly stated that the utilization of zakah is to meet the needs of the mustahiq life in accordance with the provisions of religion (eight ashnaf) and can be utilized for productive enterprises. More specifically, in the Decree of the Minister of Religion No. 373 of 20 035 Article 28 paragraph (2) explained that the utilization of zakah for productive activities carried out when charity was able to meet the needs of the mustahiq life and it turns out there are advantages. So, ZIS, especially infaq and Sadaqah, can be utilized for productive activities when there are real efforts are likely to benefit. ZIS funds can be distributed on two types of activities, ie activities that are consumptive and productive (Nasution et al., 2008). Consumptive activities are activities that form of relief just to solve problems that are urgent and immediately
discharged after the aid is used (short-term). Meanwhile, productive activity is the provision of assistance intended for productive activities so as to provide medium to long term impact for the mustahiq. Picture 1. Zakah Distribution Management of ZAC
Konsumtive
Healt
Education
Source: Nasution et. Al. 2008
Productive
Sosial (Emergency , Fund, Disaster)
Develepment and Empowerment UMKM
Empowerment for Comunities
According to Antonio (2001), earning financing is intended to meet the financing needs of the production in a broad sense, ie to increase the business, whether production, trade and investment. Based on the type of needs, financing productive divided into two, namely: a)
Working capital financing, which is the financing to meet the needs of increased production quantitatively (amount of production) and qualitative (quality improvement or quality of production) as well as for trading purposes or increase the utility of place of an item.
b) Financing of investment, which is the financing to meet the needs of capital goods (capital goods) and facilities that are closely associated with the investment.
According to Sunartiningsih (2004), empowerment is defined as an effort to assist communities in developing their own abilities that are free and able to solve problems and make decisions independently. Thus empowerment is intended to encourage the strength and ability of public agencies to independently able to manage itself based on the needs of the community itself, and is able to overcome the challenges of the problems in the future. While the concept of Suharto (2009) concerning empowerment is the ability of people are particularly vulnerable and weak that they have the strength and ability in several ways: a)
Meeting the basic needs so that they have the freedom, in the sense of not only free to express their opinions, but freedom from hunger, freedom from ignorance and free from pain.
b) Reaching productive resources that enable them to increase their income and obtain goods and services they need. c)
Participate in the development process and the decisions that affect them.
There are several indicators of the success of development programs by Sumodiningrat (1999), namely: a)
Shrinkage of poor people number;
b) Development efforts to increase revenue made by the poor to take advantage of available resources; c)
Increased public awareness of efforts to improve the welfare of poor families in the neighborhood;
d) Increase the independence of the group are characterized by the growing business and productive members of the group, the group's capital strength,
the neat system administration group, as well as the growing extent of the interaction of group with other groups in society; e)
Increasing the capacity of communities and the equitable distribution of income that is characterized by an increase in the income of poor families is able to meet basic needs and social needs basically.
COMMUNITY BASED CONCEPT DEVELOPMENT (CBD). Community Based Development approach (CBD) is a method of approach that involves community / communities in development. In this development involves a variety of elements including the broader social, cultural, economic to regulatory environment (Hidayat and Darwin, 2001). The nature of the CBD this approach is the development process from initial idea / ideas, planning, program development activities, budgeting / cost, procurement of resources to the implementation of a more emphasis on real desire or need there (the real needs of the community) in community groups. According to Hidayat and Darwin (2001) the basic principles of the concept of the CBD are: a)
Required level of break-even in every residence which is managed through the CBD program. The aim is that the activities are managed is able to be preserved or developed.
b) The concept of CBD always involves participation of community that includes the planning and implementation of programs. c)
Between training and business development is an integral and inseparable.
d) Implementation of the CBD should maximize existing resources, particularly the issue of funding. e)
Organization of the CBD must position itself as a "middleman" to the links between government interests with the interests of the people who are micro.
METHODS Research Design This study is a naturalistic study with qualitatif- descriptive approach. This is a model of research that seeks to create a description / exposurion and dig carefully and deeply about certain social phenomena without intervention and hypotheses. While the determination of the sample uses purposive sampling technique. Here amilzakah institutions data: Table 1. Zakah Management Organization (ZMO).
No
Representation
Amil Organization Clasified BAZ
1.
Goverment
2.
LSM/OrmasReligion/Social LAZ Organization
3.
Religion Masjid
Instution
of Amil Masjid
Types, Sources and Data Collection Techniques
Target BAZNAS Lampung Province Lampung careness, DompetDhuafa Lampung, Rumah Zakah Lampung, DPU-DT Lampung dan PKPU Lampung BAZ Masjid Al-Forqon
In this study, the types of data that will be used are primary data and secondary data. Data collection methods are varied using several techniques, depending on the desired data and data sources. Primary data will be collected through a survey deepened by the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews (depth interview). FGDs will be conducted by BAZNAS Lampung Province. FGD will be done also by LAZ-LAZ in Lampung Province. In-depth interviews conducted by local government, Religion Departement, scholars of moslems, community leaders, muzakki, mustahiq, and other collectors. In addition to the primary data, this study also uses secondary data obtained from the publications, both from government agencies (BPS, Social Services, Office of Religious Affairs and others), Regional BAZNAS, LAZ, books, journals and internet sites. Processing and Data Analysis Primary data is processed by making a transcript of a Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with resource persons. While secondary data processed by the program Excel to get the trend and growth. To design an appropriate model reconstruction performed comparative analysts, using comparative models are expected to be known values of uniqueness and advantages of each model of empowerment charity to the poor is done by agencies ofzakah itself. The results are analyzed with SWOT analysis and analysis of the situation analyst in order to obtain a desired prototype models. RESULTS AND DISCUSSION
The total potential of zakah in Lampung province until now does not have official data and valid that could explain the potential zakah in Lampung Province. An estimate of existing national and regional isstill doubtful. Because theory calculations using various assumptions that are less valid. So the description of the potential zakah among the other agencies varies. According to the Head Office of the Ministry of Religious Affairs (MRA offices) Abdurrahman in Lampung Province (Lampung Post, March 26, 2013), the potential zakah profession / mal in Lampungprovince reached Rp 4.5 trillion each year. The projected amount of 5 million for inhabitants Lampung who pay zakah profession / mall is 2.5% each month. From the data of zakah in Lampung Province is currently only collected approximately 2.73% only. These assumptions are very weak and not valid because it is based on predictive assumptions only. So that needs to be done so that the survey approach will be more accurate in describing the potential for charity in Lampung Province. Regardless of the zakah potential assumptions, macro development of social, economic and religious understanding of society is assumed to be an effect on strengthening the potential for charity in Lampung Province. These indicators can be seen from: increasing awareness of the religious community, the economic life of the improvement of society and the development of professional amilzakah institutions. In general it can be said that zakah in Lampung province is currently experiencing a revival trend. Awareness for alms giving more organized, powerful and effective has encouraged the emergence of institutions of zakah professionals from various religious associations.
Zakah management institutions in Indonesia are divided into two namely Amil Zakah and the Institute of Amil Zakah or LAZ. Management institution of zakah in Lampung province is a branch of a national charity management institutions such as: LAZ PKPU Lampung, LAZ Rumah Zakah Lampung, LAZ Dompet Dhuafa Lampung, LAZ DPU-DT Lampung / LAZ Lampung Peduli, Lampung LAZIS MU, LAZIS NU Lampung, BAZ Al-Forqon and other so forth. While the local level appears LAZ Lampung Care represents private institutions andmanagementzakah institutions in government circles are BAZNAS Lampung, BAZNAS Bandar Lampung, BAZNAS Metro and so forth. Law No. 38 of 1999 on Zakah Management explained that the utilization is: a)
Results of collecting alms for mustahiq utilized in accordance with the provisions of religion.
b) Utilization of collecting zakah based on priority needs mustahiq and can be used for productive enterprises. c)
The requirements and procedures for collecting zakah utilization as referred to in paragraph (2) shall be regulated by the decision of the Minister.
The types of activities that develop the utilization of Zakah funds currently can divideinto two bases on the basis of activities, namely: 1.
Based Social Distribution of zakah this kind conducted in the form of direct funding in the form of compensation for the fulfillment of basic needs mustahiqIt is also
called the Charity Program (compensation) or grant consumer. This program is the simplest form of the distribution of zakah funds 2.
Based Economic Development Distribution of zakah this kind conducted in the form of venture capital to mustahiq directly, whose management may involve or not involve mustahiqtarget. The distribution of zakah funds is directed to productive economic enterprises, which may also be raised welfare of society. Table 2. Utilization of ZDC by Amil Zakah in Lampung Province
No
Management
1
Carrying out specific activities Education Helping general social assistance, poor and orphaned Social Service (health) Loan / assistance for economic empowerment
2 3
4 5
BAZNAS Prov. Lampung
AmilZakah Rumah Dompet PKPU Zakah Dhuafa
DPUDT
Masjid AlForqon
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
Distribution of zakah Method, the present time is known as zakah consumptive and productive charity. Almost all of zakah management institutions apply this method. In general, these two categories of zakah is distinguishable by giving charity and the charity fund utilization by mustahiq. Each of the consumptive and productive needs are then divided into two, namely the traditional consumptive and consumptive creative, while the form of productive
divided into conventional productive and creative productive, while a more detailed description of the four forms of distribution of zakah are: a)
Traditional Consumer Purpose of traditional consumptive distributing zakah is that zakah distributed to mustahiq with directly for daily consumption needs, such as the division of tithes in the form of rice and money to the poor every Eid or distribution of zakah mal directly by the muzakki to mustahiq who desperately need because of lack of food or because of the unfortunate. This pattern is a short-term program in order to overcome the problems of the people.
b) Creative Consumer Distributions of Zakah as a creative consumer is realized in the form of zakah consumer‟s goods and are used to help the poor in overcoming social and economic problems it faces. The contributions are in the form of school supplies and scholarships for students, aid places of worship such as gloves and mukena, help agricultural implements, such as hoes for farmers, carts selling to small traders c)
Productive Conventional Distribution of Zakah conventional productively is charity given in the form of productive goods, where the use of these items, the muzakki can create a business, such as the provision of goats, milking cows or for plowing, carpentry tools, and sewing machines
d) Productive Creative
Distribution of Zakah productively creative is manifested in the form of revolving capital, both for capitalization of social projects, such as social development, such as the construction of schools, health facilities or places of worship as well as venture capital to help or for business development, traders or small businesses. Table 3. Utilization of ZDC Form for Economic Empowerment of The Poor In Lampung Province AmilZakah BAZNAS Rumah Dompet PKPU DPU-DT No Management Prov. Zakah Dhuafa Lampung 1 Capital Capital Capital assistance loans of support directly nonnonformal formal 2 Pioneering Enterpreneur Livestock Autonomous effort helping aid program village livestock And enterpreneur Indonesian Farmer Healthy Updates in the aspect of utilization of zakahare the renewal of the aspects concerning the utilization of Zakah funds. So far, there is an impression that perpetuates poverty charity. It can be seen from the recipients who never changed his status of recipients (mustahiq) become givers / tax payers (muzzaki), even every year mustahiq number tends to increase. LAZ aid delivery and BAZ is done through programs in education, health, the area of youth and the economic field is still done mostly scattered and tend to be partially dependent mustahiq for each program. This will cause difficulty in control, evaluation and sizing success of the program. Besides the change of consumption patterns become productive patterns become one way for future empowerment charity funds. Model utilization of
Masjid AlForqon Capital loans of nonformal -
zakah for the economic empowerment of the poor is a program to encourage the utilization of Zakah funds mustahiq able to have an independent business. Picture 2. Optimalizm Funds Zakah Model Through Integrated Community Development (ICD) Poverty Data, Field Analisis, Coordination Forum
Yes
Fasilkitasi
No
STOP
Education MRO LAZ/BAZ
Social
MRO Poverty
Teenager
Government
rrrrr
Economic Empowerment
Zakah Empowerment
Program/Strategy/Regulation /Regulation of poverty decrease
Vision & Mision Work Programs
Optimization of zakah funds model to approach the Integrated Community Development (ICD) or empowerment integrated region, or better known as the concept of guided village. Integrated Community Development (ICD) is the center or center-based community empowerment mustahiq at village or district. The
purpose ICD models are: 1). Help mustahiqto survive in the midst of its material shortages, 2). monitor the development of the welfare mustahiq for the target, 3). make people aware of the responsibility to alleviate poverty locally territory, and 4). reduce mustahiq of poverty so they can change their welfare at the level muzaki (people who pay zakah).Each region includes in ICD program will be accompanied by one person or more mustahiq Relations Officer (MRO). MRO serves as a driver, companion, facilitator, motivator and even preachers who helped ensure the 4 main program clumps LAZ / BAZ well received in the community. Each MRO required to live in the community and managed the family 100-250. Thus, the process of empowerment LAZ / BAZ lasts is longer observed, integrated and sustainable CONCLUSION The problems of quite complex poverty are requiring the intervention of all parties together and coordinated. During Zakah Management Organization (ZMO) run the program utilization of Zakah to tackle the problem of poverty only by its own logic. So the empowerment Zakah funds models which happens to the urban poor is different having in the advantages and disadvantages as well. This study aims to find a prototype model of the proper optimization of charity funds in the empowerment of the poor town based on local wisdom in Lampung province. This study used a survey method for the first phase with the data derived from the results of the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the speakers is the model identification stage and the second stage is the stage of reconstruction model using comparative analysis and SWOT analysts. The result
that wants to be achieved through this study is getting thesis about optimization Zakah funds models in empowerment of the poor town in the Lampung province and drafting prototype optimization Zakah fund models in a community development based on local wisdom city in the Lampung province. Community Based Development approach (CBD) is a method of approach that involves communities in the development where construction began on the stage of ideas, planning, making the program of activities, budgeting / cost, procurement of resources to the implementation of a more stressed the desire or need for real there (the real needs of the community) in a communities. Integrated Community Development (ICD) is a focused spot to integrate the delivery of education, health, youth training, and economic empowerment of community-based integrated manner. With Mustahiq Relation Officer (MRO) as Human Resource (HR) assistant, ICD became the centre of the distribution of the program so that the program is more scalable, and controlled. REFERENCES Antonio, M.S. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Firmansyah. (2009).Potensi dan Peran Zakah Dalam Mengurangi Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI). Fujyono, A. (2009). Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal of Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1 Hafidudin, D. (2002).Zakah Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press. Kholiq, A. (2012). Pendayagunaan Zakah, Infak dan Sedekah untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kota Semarang. Ristek Vol. 6 No. 1 Hal 39-47
Kisroh, A.S. (2007). Model Pemberdayaan Masyarakat Tergusur Akibat Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang Madiun. Nasution. (2008). Indonesia Zakah and Development Report 2009. Depok: CID. Pemerintah Republik Indonesia.(1999). Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakah. Petrasa. (2008). Wacana Pusat Studi Mengatasi Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran. Rangkuti, F. (2007). Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia Suharto, E. (2009). Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama. Sukmana, O. (2010). Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1, September 2010 Hal 59-64 Sumodiningrat, G. (1999). Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sunartiningsih, A (ed.). (2004). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media. Susanto, H. (2006). Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis Era Orde Baru. Jakarta: Khanata. Todaro, M. P. (2000). Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: PenerbitErlangga. Yunus, M. (2006). Grameen Bank (Bank Kaum Miskin). Terjemahan Irfan Nasution. Jakarta: Penerbit Buku Kita.
ANALISIS MODEL-MODEL PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG Nedi Hendri Suyanto
[email protected] [email protected] Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung-Indonesia ABSTRACT The problems of poverty are quite complex requiring the intervention of all parties. Most of Zakat Management Organization run the utilization program of zakat to tackle the problem of poverty only by its own logic. Therefore the empowerment models of Zakat funds to the urban poor in different system, with the advantages and disadvantages of each system. The aim of this study is to find a prototype model of the proper optimization of charity funds in the empowerment of the poor town based on local wisdom in Lampung province. For the first stage this study used a survey method with the data derived from the results of the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the speakers is the model identification stage. In the second stage is the stage of reconstruction model using comparative analysis. Community Based Development is a method of approach that involves communities in development. Where construction began on the stage of ideas, planning, program development activities, budgeting , procurement of resources to the implementation of a more emphasis on real desire or the real needs of the community in a group of people. Integrated Community Development (ICD) is a place that is focused on the integrated delivery of education, health, youth training, and economic empowerment of community-based integrated manner. With Mustahik Relation Officer (MRO) as human resources assistant, ICD became the center of the distribution of the program so that the program is more scalable, and controlled. Keywords: Zakat Fund, Empowerment, and Poor Urban.
PENDAHULUAN Potensi dan pentingnya zakat sebagai usaha untuk pengentasan kemiskinan selama masih di anggap sebelah mata, padahal zakat sesungguhnya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Saat ini, dana ZIS yang berhasil dihimpun baru mencapai lima persenan dari total potensi zakat yang
mencapai 20 triliunan rupiah per-tahun. Kendati ZIS telah dikelola secara profesional oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ada di Indonesia, sebaran penerima manfaat dari dana ZIS terkesan tumpang tindih antara satu dengan yang lain, sebagaimana pengumpulan ZIS yang masih terfokus pada wilayah tertentu. Menurut Firmansyah (2009: ) pendayagunaan dana zakat selama ini masih menganut paradigma lama, yaitu dana zakat harus dibagi habis untuk semua golongan yang ditentukan dan untuk konsumsi sesaat sehingga pendayagunaan zakat untuk tujuan pemberdayaan ekonomi produktif belum menjadi prioritas utama. Selanjutnya Pujiono (2009:76-79) menyimpulkan pendistribusi ZIS masih belum efektif dan kemanfaatan dana ZIS melalui pemberdayaan ekonomi tergolong masih kurang efisien. Paradiqma landasan fiqih bahwa zakat dapat didayagunakan dalam kegiatan ekonomi produktif. Sudah saatnya OPZ mulai mengurangi porsi zakat konsumtif dan
mengoptimalisasikan dan memprioritaskan
zakat produktif.
Banyak model dan kebijakan yang dilakukan selama ini tidak efektif dan efisien dalam mengatasi kemiskinan. Paradigma pembangunan melalui pemberdayaan (empowerment) merupakan pendekatan yang tepat dalam mengatasi kemiskinan. Menurut Pujiyono (2009: 52) pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperbaiki kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomis, maupun sosial. Model pendayagunaan zakat dengan konsep pemberdayaan pada saat ini menjadi trend di kalangan lembaga-lembaga pengelola zakat dan relevan untuk menjawab persoalan kemiskinan, misalnya pemberdayaan ZIS dengan pemberian modal usaha baik dengan sistem pinjaman tanpa bagi hasil (Qardhul Hasan) maupun dengan sistem bagi hasil. Namaun masing-masing LAZ atau BAZ memiliki model masing-masing dalam pendayagunaan dana ZIS tersebut. Penelitian ini akan melihat dan mengkomparasikan model-model pendayagunaan
dana ZIS melalui konsep pemberdayaan, agar ditemukannya model yang efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan.
METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian naturalistik, dengan pendekatan kualitatif- deskriptif yaitu suatu model penelitian yang berusaha untuk membuat gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis. Sedangkan penentuan sampel penelitian dengan menggunakan teknik purposive-sampling. Berikut lembaga amil zakat yang diteliti: Tabel 1. Organisasi Pengelolah Zakat (OPZ) Klasifikasi No
Representasi
Organisasi
Sasaran
Amil 1.
Pemerintah
Badan
Amil BAZNAS Provinsi Lampung
Zakat (BAZ) 2.
LSM/Ormas
Lembaga
Keagamaan/Organisasi
Zakal (LAZ)
dan BAZNAS Kota Metro
Amil LAZ Lampung Peduli, LAZ
Sosial
Rumah Zakat Lampung dan LAZ
Yatim
Mandiri
Lampung 3.
Lembaga
Keagamaan Amil Masjid
BAZ Masjid Al-Forqon
Masjid
Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, jenis data yang akan digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data secara variatif menggunakan beberapa teknik, tergantung pada data yang dikehendaki dan sumber data. Data primer akan dikumpulkan melalui Survey diperdalam dengan Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview). FGD Akan dilakukan dengan BAZ Kota Bandar Lampung dan BAZ Kota Metro. FGD
akan dilakukan juga dengan LAZ-LAZ yang ada di kedua Kota tersebut. Wawancara mendalam dilakukan dengan Pemkab, Kandep Agama, ulama, tokoh masyarakat, muzakki, mustahik, dan amil lainnya. Selain data primer, penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang didapat dari hasil publikasi, baik dari instansi pemerintah (BPS, Dinas Sosial, Kantor Departemen Agama dan lainlain), BAZDA, LAZ, buku, jurnal dan situs internet.
Pengolahan dan Analisis Data Data primer diolah dengan cara membuat transkrip dari hasil Focus Group Discussion
(FGD) dan wawancara mendalam dengan para nara sumber.
Sedangkan data sekunder diolah dengan program Excel untuk mendapatkan trend dan pertumbuhan. Untuk mendesain rekonstruksi model yang tepat dilakukan analis komparatif, dengan menggunakan model komparatif tersebut diharapkan akan dapat diketahui nilai-nilai keunikan dan keunggulan masing-masing model pemberdayaan zakat untuk orang miskin yang dilakukan oleh badan-badan amil zakat tersebut.
KONSEPSI ZAKAT Zakat berasal dari bahasa arab yaitu zaka yang berarti „suci‟, „baik‟, „berkah‟, „tumbuh‟, dan „berkembang‟. Sedangkan secara terminology syariat, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu (Hafidhudin, 2002: 13). Berbagai harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, emas, perak, uang, hasil pendapatan dan jasa, rikaz (barang temuan), perdagangan dan perusahaan, serta sumber penghasilan lainnya (Undang-undang RI. No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat). Adapun ashnaf (orang yang berhak menerima zakat) adalah fakir (orang melarat), orang miskin, amil (pengelola zakat), muallaf (orang yang baru masuk Islam), gharimin (orang berutang), ibnu sabil (orang yang dalam
perjalanan menuntut ilmu), fi sabillillah (orang yang berjuang di jalan Allah), riqab (budak) (Q.S. At-Taubah: 60). Dari sisi konsep, zakat dapat dijadikan instrumen dalam pemberdayaan ekonomi umat melalui pendayagunaan zakat untuk usaha produktif. Hal ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 373 Tahun 2003 pada pasal 28 ayat 2 dan pasal 29, tentang Pelaksanaan Undang-undang No.38 tahun 1999 tentang Pengeloloaan Zakat. Bahkan, pada pasal 30 didalam keputusan tersebut lebih ditekankan lagi bahwa hasil penerimaan dari Organisasi Pengumpul Zakat (OPZ) baik berupa infaq, sadakah, hibah, wasiat, waris dan kafarat didayagunakan tertutama untuk usaha produktif setelah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29. Namun kenyataannya, dana Zakat Infaq dan Sedekah (ZIS) belum berperan secara optimal dalam menanggulangi kemiskinan sebagaimana yang diharapkan.
ZAKAT DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahik mampu memiliki usaha mandiri. Program tersebut diwujudkan dalam bentuk pengembangan modal usaha mikro yang sudah ada atau perintisan usaha mikro baru yang prospektif (Kholiq, 2012: 46). Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, secara eksplisit dinyatakan bahwa pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama (delapan ashnaf) dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. Secara lebih spesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373 Tahun 20035 pasal 28 ayat (2) dijelaskan bahwa pendayagunaan zakat untuk usaha produktif dilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq dan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah, dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan. Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al.,
2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untuk menyelesaikan masalah yang sifatnya mendesak dan langsung habis setelah bantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktif adalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktif sehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi para mustahiq
Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu: a. Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif (jumlah hasil produksi) dan kualitatif (peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b. Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods). serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan investasi. Menurut Sunartiningsih (2004), pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya untuk membantu masyarakat dalam mengembangkan kemampuan sendiri sehingga bebas dan mampu untuk mengatasi masalah dan mengambil keputusan secara mandiri. Dengan demikian pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk mendorong terciptanya kekuatan dan kemampuan lembaga masyarakat untuk
secara mandiri mampu mengelola dirinya sendiri berdasarkan kebutuhan masyarakat itu sendiri, serta mampu mengatasi tantangan persoalan di masa yang akan datang. Sedangkan konsep Suharto (2009) mengenai pemberdayaan adalah kemampuan orang khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan dan kemampuan dalam beberapa hal: a) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan, dalam arti bukan saja bebas dalam mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan dan bebas dari kesakitan. b) Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa yang mereka perlukan. c) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka. Ada beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan menurut Sumodiningrat (1999), yaitu : a. Merkurangnya jumlah penduduk miskin; b. Merkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia; c. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya; d. Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, serta makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat; e. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Total potensi zakat di Provinsi Lampung sampai saat ini belum ada data resmi dan valid yang bisa menjelaskan mengenai potensi zakat di Provinsi Lampung. Estimasi yang ada baik nasional maupun daerah masih diragukan. Karena teori perhitungannya menggunakan berbagai asumsi-asumsi yang kurang valid. Sehingga deskripsi potensi zakat antara satu lembaga lainnya berbeda-beda. Menurut Kepala Kanwil Kementerian Agama (kanwil Kemenag) Provinsi Lampung Abdurrahman (Lampung Post, 26 Maret 2013) potensi zakat profesi/mal diprovinsi lampung mencapai Rp 4,5 triliun per tahun. Jumlah tersebut diproyeksikan dari 5 juta penduduk Lampung yang membayar zakat profesi/mal sebesar 2,5% per bulan. Dari data dana zakat di Provinsi Lampung tersebut saat ini baru terhimpun kurang lebih sebesar 2,73% saja. Asumsi-asumsi ini sangat lemah dan tidak valid karena didasarkan pada asumsi-asumsi prediktif saja. Sehingga perlu dilakukan pendekatan survei sehingga akan lebih akurat dalam menggambarkan potensi zakat di Provinsi Lampung. Terlepas dari asumsi pot ensi zakat tersebut, perkembangan makro sosial, ekonomi dan pemahaman agama masyarakat diasumsikan akan berpengaruh terhadap penguatan potensi zakat di Provinsi Lampung. Indikator-indikator tersebut dapat dilihat dari: meningkatnya kesadaran religius masyarakat, perbaikan kehidupan ekonomi masyarakat dan berkembangnya lembaga amil zakat profesional. Secara umum dapat dikatakan bahwa perzakatan di Provinsi Lampung saat ini mengalami trend kebangkitan. Kesadaran untuk menunaikan zakat secara lebih terorganisir, berdaya dan berhasil guna telah mendorong kemunculan lembaga-lembaga amil zakat profesional dari berbagai perkumpulan keagamaan. Lembaga pengelola zakat di Indonesia terbagi menjadi dua yakni Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga pengelolah zakat di Provinsi Lampung merupakan cabang dari lembaga pengelolah zakat nasional seperti: LAZ PKPU Lampung, LAZ Rumah Zakat Lampung, LAZ Dompet Dhuafa Lampung, LAZ DPU-DT Lampung, LAZ Yatim Mandiri Lampung, LAZIS MU Lampung, LAZIS NU Lampung, BAZ Masjid Al-Forqon dan lain sebagainya. Sedangkan tingkat lokal muncul LAZ Lampung Peduli, LAZ Baitul
Mal L-RISMA mewakili institusi swasta, sedangkan lembaga pengelolah zakat di kalangan pemerintah yaitu BAZNAS Provinsi Lampung, BAZNAS Kota Bandar Lampung, BAZNAS Kota Metro dan lain sebagainya. Undang-Undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, menjelaskan bahwa pendayagunaan adalah : a. Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mestahiq sesuai dengan ketentuan agama. b. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. c. Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan Menteri. Jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat yang berkembang saat ini bisa kekelompokkan berdasarkan basisnya, yaitu : 3. Berbasis Sosial Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian dana langsung berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok mustahiq. Ini disebut juga Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari penyaluran dana zakat. 4. Berbasis pengembangan ekonomi Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha kepada
mustahiq
secara
langsung
maupun
tidak
langusng,
yang
pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan mustahik sasaran. Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif, yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat. Tabel 1. Bentuk Pendayagunaan ZIS Amil Zakat di Provinsi Lampung Amil Zakat No
Bentuk Pendaya gunaan
BAZNAS
Rumah
Lampung
PKPU
DPU-DT
Masjid Al-
Prov.
Zakat
Peduli
√
√
√
√
√
√
√ √
√ √
√ √
√ √
√ √
√
Forqon
Lampung
1
Menyelenggarakan kegiatan khusus
2
Bantuan pendidikan
3
Bantuan sosial umum,
fakir miskin dan yatim 4
Pelayanan
sosial
(kesehatan) 5
Pinjaman/bantuan untuk pemberdayaan ekonomi
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
Motode pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan istilah zakat konsumtif dan zakat produktif. Hampir seluruh lembaga pengelolaan zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh mustahiq. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan produktif kreatif, adapun penjelasan lebih rinci dari keempat bentuk penyaluran zakat teresebut adalah: a) Konsumtif Tradisional Maksud pendistribusian zakat secara konsumtif tradisional adalah bahwa zakat dibagikan kepada mustahiq dengan secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal secara langsung oleh para muzakki kepada mustahiq yang sangat membutuhkan karena ketiadaan pangan atau karena mengalami musibah. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam rangka mengatasi permasalahan umat. b) Konsumtif Kreatif Pendistribusian zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya. Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena, bantuan alat pertanian, seperti cangkul untuk petani, gerobak jualan untuk pedagang kecil c) Produktif Konvensional
Pendistribusian zakat secara produktif konvensional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para muzakki dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit d) Produktif Kreatif Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil. Tabel 2. Bentuk Pendayagunaan ZIS untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Provinsi Lampung No 1
Amil Zakat
Bentuk Pendayagunaan Bantuan
modal
secara langsung
BAZNAS Prov.
Rumah
Lampung
Bantuan perintisan usaha
DPU-DT
Masjid Al-
-
Pinjaman
Lampung
Zakat
Peduli
Pinjaman Modal
Bantuan
Sosial
Bantuan
Usaha Non-
sarana dan
Trust
Modal
Modal
Formal
modal
Fund
Usaha
Usaha
Non-
Non-
Formal
Formal
UKM
2
PKPU
-
Forqon
Program
Kampung
-
Usaha
Bantuan
Ternak
Ternak
Wirausaha
dan Petani
Mandiri
-
Sehat Indonesia
Pembaharuan dalam aspek pendayagunaan zakat merupakan pembaharuan yang menyangkut pada aspek pemanfaatan dana zakat. Selama ini ada kesan bahwa zakat melanggengkan kemiskinan. Hal ini dapat kita lihat dari penerima zakat yang tidak pernah berubah statusnya dari penerima zakat (mustahiq) menjadi pemberi/pembayar zakat (muzzaki), bahkan setiap tahunnya jumlah mustahiq cenderung bertambah. Penyaluran bantuan LAZ dan BAZ di Provinsi Lampung dilakukan melalui program-program bidang pendidikan, bidang
kesehatan, bidang kepemudaan serta bidang ekonomi kebanyakan masih dilakukan secara tersebar dan cenderung parsial tergantung mustahiq berada untuk setiap programnya. Masih lemahnya infrastruktur dan skill tenaga pendamping program pemberdayaan menjadi faktor kendala tersendiri bagi sebagian LAZ dan ZIS. Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam memberikan kontrol, evaluasi dan pengkuran keberhasilan program. Kedepan perubahan dari pola konsumsi menjadi pola produktif menjadi salah satu jalan bagi pemberdayaan dana zakat masa depan. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahiq mampu memiliki usaha mandiri. Model optimalisasi dana zakat yang diterapkan oleh LAZ Rumah Zakat dengan
pendekatan
Integrated
Community
Development
(ICD)
atau
pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih dikenal sebagai konsep desa binaan memiliki keunikan tersendiri. Integrated Community Development (ICD) merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang berbasis komunitas di kelurahan atau kecamatan. Tujuan model ICD adalah: 1). Membantu mustahiq untuk survive di tengah kekurangan materi yang dimilikinya, 2). Terpantaunya perkembangan kesejahteraan mustahiq selama dalam binaan, 3). Tersadarkannya masyarakat terhadap tanggung jawab lokal dalam mengentaskan kemiskinan diwilayahnya, dan 4). Terentasknnya mustahiq dari garis kemiskinan sehingga bisa berubah kesejahteraannya pada level muzakki (orang yang membayar zakat). Setiap wilayah yang termasik dalam program ICD akan didampingi oleh satu orang atau lebih Musthiq Relation Officier (MRO). MRO berfungsi sebagai penggerak, pendamping, fasilitator, dinamisator bahkan dai yang membantu memastikan 4 rumpun program utama LAZ/BAZ diterima dengan baik di masyarakat. Setiap MRO diwajibkan tinggal di komunitas tersebut dan mengelolah 100-250 keluarga. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau, terintegrasi dan berkelanjutan.
KESIMPULAN
Motode pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan istilah zakat konsumtif dan zakat produktif. Hampir seluruh lembaga pengelolaan zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh mustahiq. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan produktif kreatif. Model optimalisasi dana zakat yang diterapkan oleh LAZ Rumah Zakat dapat dijadikan contoh model alternatif sehingga penyaluran dana ZIS lebih efektif dan efisien dalam pengentasan kemiskinan, dengan pendekatan Integrated Community Development (ICD) atau pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih dikenal sebagai konsep desa binaan memiliki keunikan tersendiri. Integrated Community Development (ICD) merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang berbasis komunitas di kelurahan atau kecamatan.
DAFTAR PUSTAKA Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Firmansyah, dkk. (2009), Potensi dan Peran Zakat Dalam Mengurangi Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI). Fujyono, Arif. 2009. Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal of Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1 Hafi dhuddin, Didin, (2002), Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press. Kholiq, Abdul. 2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kita Semarang. Ristek Vol. 6 No. 1 Hal 39-47 Kisroh, A.S. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat Tergususr Akibat Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang
Madiun. Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03): Oktober – Desember Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan Klaster Tahu Iwul Desa Bojong Sempu. Nasution, dkk. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok: CID. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Petrasa, 2008. Wacana Pusat Studi Mengatsi Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran. Rangkuti, Fredy. 2007. Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia Suharto, E. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama. Sukmana, Oman. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1, September 2010 Hal 59-64 Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sunartiningsih, Agnes (ed.).2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media. Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis EraOrde Baru. Jakarta: Khanata. Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Yunus, Muhammad.2006.Grameen Bank (Bank Kaum Miskin). Terjemahan Irfan Nasution. Jakarta: Penrbit Buku Kita.
AN ANALYSIS OF FUNDS ZAKAT MODEL IN EMPOWERMENT POOR CITY URBAN THROUGH COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD) IN LAMPUNG
NEDI HENDRI & SUYANTO Muhammadiyah University of Metro, Lampung-Indonesia
[email protected] or
[email protected] 085267185403
ABSTRACT The problems of poverty are quite complex requiring the intervention of all parties. Most of Zakat Management Organization runs the utilization program of zakat to tackle the problem of poverty only by its own logic. Therefore the empowerment models of Zakat funds to the urban poor in different system, with the advantages and disadvantages of each system. The aim of this study is to find a prototype model of the proper optimization of charity funds in the empowerment of the poor town based on local wisdom in Lampung province. For the first stage this study used a survey method with the data derived from the results of the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the speakers is the model identification stage. In the second stage is the stage of reconstruction model using comparative analysis. Community Based Development is a method of approach that involves communities in development. Where constructions began on the stage of ideas, planning, program development activities, budgeting, procurement of resources to the implementation of a more emphasis on real desire or the real needs of the community in a group of people. Integrated C ommunity Development (ICD) is a place that is focused on the integrated delivery of education, health, youth training, and economic empowerment of community-
based integrated manner. With Mustahik Relation Officer (MRO) as human resources assistant, ICD became the center of the distribution of the program so that the program is more scalable, and controlled.
Keywords: Zakat Fund, Empowerment, Poor Urban, Community Based Development (CBD). INTRODUCTION Poverty is a phenomenon of human life that always accompanies the process of development and is considered as a barrier because its effects are likely to be negative. With the largest Muslim population in the world, Indonesia has the potential to overcome poverty through fiscal policy management of Zakat, Donation and Charity (ZDC). ZDC can be an alternative to overcome poverty because its targets clearly set out in the Qur'an, that is poor. Distribution should be developed towards empowerment through productive activities is not for consumption. So far, the potential and the importance of charity as an effort to alleviate poverty are still considered underestimatedly, but charity actually has a huge economic potential for Indonesia. Nowadays, collecting funds of ZDC have reached five a percentage of the total potential of zakat reaches 20 trillions of dollars each year. Although ZDC has been professionally managed by Zakat Management Organization (ZMO) that exist in Indonesia, the distribution of beneficiaries of funds of ZDC impress overlap with each other, as the collection of ZDC are still focused on a specific area. According to Firman (2009) utilization of Zakat funds for this still adheres to the old paradigm, ie zakat should be shared
out for all classes specified and for a moment so that the utilization of zakat consumption for the purpose of productive economic empowerment has not been a top priority. Furthermore Fujiyono (2009: 76-79) concludes that distributor of ZDC is still less effective and benefit of ZDC funds through economic empowerment is still classified as less efficient. Paradigm charity of foundation jurisprudence can be utilized in productive economic activities. It is time ZMO start reducing consumption and optimize the portion of zakat and charity prioritizes productive. Many models and policies conducted so far are not effective and efficient in overcoming poverty. The paradigm of development through empowerment (empowerment) is an appropriate approach to overcoming poverty. According Pujiyono (2009: 52) empowerment is a process and a goal. As a process, empowerment is a series of activities to improve the power and empowerment of vulnerable groups in society, including individuals who have problems of poverty. For the purpose, empowerment refers to the state or the results to be achieved by a social change, which empowered community, have power or have the knowledge and ability to meet their needs whether physical, economic, and social. Model utilization of zakat to the concept of empowerment is the current trend among institutions of zakat and relevant to address poverty, for example ZDC empowerment by providing venture capital good with a loan without a profit-sharing system (Qardhul Hasan) and the profit-sharing system. However, through mentoring programs should microenterprises with productive charitable
giving in the form of a revolving fund can be developed with a "community-based development" or even "integrated development community (IDC)" to be effective and efficient in alleviating poverty. The purpose ot this research are; to know the distribution of zakat models through the empowerment of the poor town in the Lampung province. Create the optimization of zakat funds model right in the empowerment of the poor town in the Lampung province. RESEARCH METHOD Research Design This study is a naturalistic study with qualitatif- descriptive approach. This is a model of research that seeks to create a description / exposurion and dig carefully and deeply about certain social phenomena without intervention and hypotheses. While the determination of the sample uses purposive sampling technique. Here amil zakat institutions data: Table 1 - Zakat Management Organization (ZCO) Amil No
Representation
Organization
Target
Clasified 1.
Goverment
BAZ
BAZNAS Lampung Province
2.
LSM/Ormas
LAZ
Lampung careness, Dompet
Religion/Social
Dhuafa
Lampung,
Rumah
Organization
Zakat Lampung, DPU-DT Lampung
dan
PKPU
Lampung 3.
Religion Instution of Amil Masjid
BAZ Masjid Al-Forqon
Masjid Types, Sources and Data Collection Techniques In this study, the types of data that will be used are primary data and secondary data. Data collection methods are varied using several techniques, depending on the desired data and data sources. Primary data will be collected through a survey deepened by the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews (depth interview). FGDs will be conducted by BAZNAS Lampung Province. FGD will be done also by LAZ-LAZ in Lampung Province. In-depth interviews conducted by local government, Kandep of Religion, scholars of moslems, community leaders, muzakki, mustahiq, and other collectors. In addition to the primary data, this study also uses secondary data obtained from the publications, both from government agencies (BPS, Social Services, Office of Religious Affairs and others), Regional BAZNAS, LAZ, books, journals and internet sites. Processing and Data Analysis Primary data is processed by making a transcript of a Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with resource persons. While secondary data processed by the program Excel to get the trend and growth. To design an appropriate model reconstruction performed comparative analysts, using
comparative models are expected to be known values of uniqueness and advantages of each model of empowerment charity to the poor is done by agencies of zakat itself. The results are analyzed with SWOT analysis and analysis of the situation analyst in order to obtain a desired prototype models.
ZAKAT CONCEPTION Zakat is derived from the Arabic word that zakat which means 'sacred', 'good', 'blessing', 'growth' and 'developing'. While the terminology of law, zakat is a certain amount of assets that have reached that certain conditions are required by God to be issued and given to those who deserve it with certain requirements (Hafidhudin, 2002: 13). Various property shall be issued zakat is agriculture, plantation, animal husbandry, fisheries, mining, gold, silver, money, revenue and services, rikaz (artifacts), trade and enterprise, as well as other sources of income (Republic Act. 38 Year 1999 on Zakat Management). The ashnaf (person who is entitled to receive zakat) is indigent (the destitute), the poor, amil (zakat), converts (those who are new to Islam), gharimin (debtor), Ibn sabil (person who in the course of study), fi sabillillah (people who fight in Allah's way), Riqab (slave) (Surat AtTawbah: 60). In terms of concept, zakat can be used as an instrument in the economic empowerment of people through the utilization of zakat for productive enterprises. This has been stipulated in the Decree of the Minister of Religious Affairs of the
Republic of Indonesia No. 373 of 2003 in Article 28, paragraph 2 and Article 29, concerning the implementation of Act 38 of 1999 on zakat management. In fact, in article 30 in the decision is emphasized again that the proceeds of Zakat Collectors Organization (ZCO) either donation, charty, wills, inheritance or expiation utilized especially for productive activities after getting the requirements as stipulated in Article 29. But in the reality, Zakat, Donation and Charity fund (ZIS) is not optimal to overcome the tackling poverty as expected. ZAKAT AND EMPOWERMENT OF THE POOR Utilization of zakat model for the economic empowerment of the poor is a program to encourage the utilization of Zakat funds to support mustahik able to have an independent business. The program is realized in the form of capital development of micro enterprises existing or new planting prospective micro enterprises (Kholiq, 2012: 46). Article 16 first and second paragraph of Law No. 38 Year 1999 on Zakat Management, explicitly stated that the utilization of zakat is to meet the needs of the mustahiq life in accordance with the provisions of religion (eight ashnaf) and can be utilized for productive enterprises. More specifically, in the Decree of the Minister of Religion (KMA) No. 373 of 20 035 Article 28 paragraph (2) explained that the utilization of zakat for productive activities carried out when charity was able to meet the needs of the mustahiq life and it turns out there are advantages. So, ZIS, especially infaq and Sadaqah, can be utilized for productive activities when there are real efforts are likely to benefit.
ZIS funds can be distributed on two types of activities, ie activities that are consumptive and productive (Nasution et al., 2008). Consumptive activities are activities that form of relief just to solve problems that are urgent and immediately discharged after the aid is used (short-term). Meanwhile, productive activity is the provision of assistance intended for productive activities so as to provide medium to long term impact for the mustahiq.
According to Antonio (2001), earning financing is intended to meet the financing needs of the production in a broad sense, ie to increase the business, whether production, trade and investment. Based on the type of needs, financing productive divided into two, namely: c)
Working capital financing, which is the financing to meet the needs of increased production quantitatively (amount of production) and qualitative (quality improvement or quality of production) as well as for trading purposes or increase the utility of place of an item.
d) Financing of investment, which is the financing to meet the needs of capital goods (capital goods) and facilities that are closely associated with the investment. According to Sunartiningsih (2004), empowerment is defined as an effort to assist communities in developing their own abilities that are free and able to solve problems and make decisions independently. Thus empowerment is intended to encourage the strength and ability of public agencies to independently able to manage itself based on the needs of the community itself, and is able to overcome the challenges of the problems in the future. While the concept of Suharto (2009) concerning empowerment is the ability of people are particularly vulnerable and weak that they have the strength and ability in several ways: d) Meeting the basic needs so that they have the freedom, in the sense of not only free to express their opinions, but freedom from hunger, freedom from ignorance and free from pain. e)
Reaching productive resources that enable them to increase their income and obtain goods and services they need.
f)
Participate in the development process and the decisions that affect them.
There are several indicators of the success of development programs by Sumodiningrat (1999), namely: f)
Shrinkage of poor people number;
g) Development efforts to increase revenue made by the poor to take advantage of available resources;
h) Increased public awareness of efforts to improve the welfare of poor families in the neighborhood; i)
Increase the independence of the group are characterized by the growing business and productive members of the group, the group's capital strength, the neat system administration group, as well as the growing extent of the interaction of group with other groups in society;
j)
Increasing the capacity of communities and the equitable distribution of income that is characterized by an increase in the income of poor families is able to meet basic needs and social needs basically.
COMMUNITY BASED CONCEPT DEVELOPMENT (CBD). Community Driven Development approach (CBD) is a method of approach that involves community / communities in development. In this development involves a variety of elements including the broader social, cultural, economic to regulatory environment (Hidayat and Darwin, 2001). The nature of the CBD this approach is the development process from initial idea / ideas, planning, program development activities, budgeting / cost, procurement of resources to the implementation of a more emphasis on real desire or need there (the real needs of the community) in community groups. According to Hidayat and Darwin (2001) the basic principles of the concept of the CBD are:
f)
Required level of break-even in every residence which is managed through the CBD program. The aim is that the activities are managed is able to be preserved or developed.
g) The concept of CBD always involves participation of community that includes the planning and implementation of programs. h) Between training and business development is an integral and inseparable. i)
Implementation of the CBD should maximize existing resources, particularly the issue of funding.
j)
Organization of the CBD must position itself as a "middleman" to the links between government interests with the interests of the people who are micro.
RESULTS AND DISCUSSION The total potential of zakat in Lampung province until now does not have official data and valid that could explain the potential zakat in Lampung Province. An estimate of existing national and regional is still doubtful. Because theory calculations using various assumptions that are less valid. So the description of the potential zakat among the other agencies varies. According to the Head Office of the Ministry of Religious Affairs (MORA offices) Abdurrahman in Lampung Province (Lampung Post, March 26, 2013), the potential zakat profession / mal in Lampung province reached Rp 4.5 trillion each year. The projected amount of 5 million for inhabitants Lampung who pay zakat profession / mall is 2.5% each month. From the data of zakat in Lampung Province is currently only collected
approximately 2.73% only. These assumptions are very weak and not valid because it is based on predictive assumptions only. So that needs to be done so that the survey approach will be more accurate in describing the potential for charity in Lampung Province. Regardless of the zakat potential assumptions, macro development of social, economic and religious understanding of society is assumed to be an effect on strengthening the potential for charity in Lampung Province. These indicators can be seen from: increasing awareness of the religious community, the economic life of the improvement of society and the development of professional amil zakat institutions. In general it can be said that perzakatan in Lampung province is currently experiencing a revival trend. Awareness for alms giving more organized, powerful and effective has encouraged the emergence of institutions of zakat professionals from various religious associations. Zakat management institutions in Indonesia are divided into two namely Amil Zakat (AZ) and the Institute of Amil Zakat (IAZ). Management institution of zakat in Lampung province is a branch of a national charity management institutions such as: LAZ PKPU Lampung, LAZ Rumah Zakat Lampung, LAZ Dompet Dhuafa Lampung, LAZ DPU-DT Lampung, Lampung LAZIS MU, LAZIS NU Lampung, BAZ Al-Forqon and other so forth. While the local level appears LAZ Lampung Care represents private institutions and management zakat institutions in government circles are BAZNAS Lampung, BAZNAS Bandar Lampung, BAZNAS Metro and so forth. Law No. 38 of 1999 on Zakat Management explained that the utilization is:
d) Results of collecting alms for mestahiq utilized in accordance with the provisions of religion. e)
Utilization of collecting zakat based on priority needs mestahiq and can be used for productive enterprises.
f)
The requirements and procedures for collecting zakat utilization as referred to in paragraph (2) shall be regulated by the decision of the Minister.
The types of activities that develop the utilization of Zakat funds currently can divide into two bases on the basis of activities, namely: 3.
Based Social Distribution of zakat this kind conducted in the form of direct funding in the form of compensation for the fulfillment of basic needs mestahiq. It is also called the Charity Program (compensation) or grant consumer. This program is the simplest form of the distribution of zakat funds
4.
Based Economic Development Distribution of zakat this kind conducted in the form of venture capital to mustahiq directly, whose management may involve or not involve mustahik target. The distribution of zakat funds is directed to productive economic enterprises, which may also be raised welfare of society. Table 2. Utilization of ZDC by Amil Zakat in Lampung Province Amil Zakat
No
Management BAZNAS Rumah Dompet
PKPU
DPU-
Masjid
Prov.
Zakat
Dhuafa
DT
Lampung 1
Carrying
AlForqon
out
specific
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
activities 2
Education Helping
3
general
social
assistance, poor and orphaned 4
Social
Service
(health) 5
Loan assistance
/ for
economic empowerment Distribution of zakat Method, the present time is known as zakat consumptive and productive charity. Almost all of zakat management institutions apply this method. In general, these two categories of zakat is distinguishable by giving charity and the charity fund utilization by mestahiq. Each of the consumptive and productive needs are then divided into two, namely the traditional consumptive and consumptive creative, while the form of productive divided into conventional
productive and creative productive, while a more detailed description of the four forms of distribution of zakat are: e)
Traditional Consumer Purpose of traditional consumptive distributing zakat is that zakat distributed to mustahiq with directly for daily consumption needs, such as the division of tithes in the form of rice and money to the poor every Eid or distribution of zakat mal directly by the muzakki to mustahiq who desperately need because of lack of food or because of the unfortunate. This pattern is a short-term program in order to overcome the problems of the people.
f)
Consumer Creative Distributions of Zakat as a creative consumer is realized in the form of zakat consumer‟s goods and are used to help the poor in overcoming social and economic problems it faces. The contributions are in the form of school supplies and scholarships for students, aid places of worship such as gloves and mukena, help agricultural implements, such as hoes for farmers, carts selling to small traders
g) Productive Conventional Distribution of Zakat conventional productively is charity given in the form of productive goods, where the use of these items, the muzakki can create a business, such as the provision of goats, milking cows or for plowing, carpentry tools, and sewing machines h) Productive Creative
Distribution of Zakat productively creative is manifested in the form of revolving capital, both for capitalization of social projects, such as social development, such as the construction of schools, health facilities or places of worship as well as venture capital to help or for business development, traders or small businesses. Table 3. Utilization of ZDC Form for Economic Empowerment of The Poor In Lampung Province Amil Zakat BAZNAS
Rumah
Dompet
Prov.
Zakat
Dhuafa
PKPU
DPU-DT
Masjid
No Management Al-
Lampung 1
Capital
Capital
Capital
assistance
loans of
support
loans
non-
non-
of non-
formal
formal
formal
directly
2
Forqon
Pioneering effort helping
-
Enterpreneur
Livestock
aid program
village
livestock
And
enterpreneur
Indonesian Farmer Healthy
-
-
Autonomous
Capital
-
Updates in the aspect of utilization of zakat are the renewal of the aspects concerning the utilization of Zakat funds. So far, there is an impression that perpetuates poverty charity. It can be seen from the recipients who never changed his status of recipients (mustahiq) become givers / tax payers (muzzaki), even every year mustahiq number tends to increase. LAZ aid delivery and BAZ is done through programs in education, health, the area of youth and the economic field is still done mostly scattered and tend to be partially dependent mustahiq for each program. This will cause difficulty in control, evaluation and sizing success of the program. Besides the change of consumption patterns become productive patterns become one way for future empowerment charity funds. Model utilization of zakat for the economic empowerment of the poor is a program to encourage the utilization of Zakat funds mustahiq able to have an independent business.
Poverty Data, Field Analisis, Coordination Forum
Yes
Fasilkitasi
No
STOP
Education MRO LAZ/BAZ
Social
MRO Poverty
Government
Teenager
rrrrr
Economic Empowerment
Zakat Empowerment
Program/Strategy/Regulation /Regulation of poverty decrease
Vision & Mision Work Programs
Picture 2. Optimalizm Funds Zakat Model Through Integrated Community Development (ICD) Optimization of zakat funds model to approach the Integrated Community Development (ICD) or empowerment integrated region, or better known as the concept of guided village. Integrated Community Development (ICD) is the center or center-based community empowerment mustahik at village or district. The purpose ICD models are: 1). Help mustahik to survive in the midst of its material
shortages, 2). monitor the development of the welfare mustahiq for the target, 3). make people aware of the responsibility to alleviate poverty locally territory, and 4). reduce mustahiq of poverty so they can change their welfare at the level muzaki (people who pay zakat). Each region includes in ICD program will be accompanied by one person or more Musthiq Relations Officer (MRO). MRO serves as a driver, companion, facilitator, motivator and even preachers who helped ensure the 4 main program clumps LAZ / BAZ well received in the community. Each MRO required to live in the community and managed the family 100-250. Thus, the process of empowerment LAZ / BAZ lasts is longer observed, integrated and sustainable CONCLUSION The problems of quite complex poverty are requiring the intervention of all parties together and coordinated. During Zakat Management Organization (ZCO) run the program utilization of Zakat to tackle the problem of poverty only by its own logic. So the empowerment Zakat funds models which happens to the urban poor is different having in the advantages and disadvantages as well. This study aims to find a prototype model of the proper optimization of charity funds in the empowerment of the poor town based on local wisdom in Lampung province. This study used a survey method for the first phase with the data derived from the results of the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with the speakers is the model identification stage and the second stage is the stage of reconstruction model using comparative analysis and SWOT analysts. The result that wants to be achieved through this study is getting thesis about optimization
Zakat funds models in empowerment of the poor town in the Lampung province and drafting prototype optimization Zakat fund models in a community development based on local wisdom city in the Lampung province. Community Based Development approach (CBD) is a method of approach that involves communities in the development where construction began on the stage of ideas, planning, making the program of activities, budgeting / cost, procurement of resources to the implementation of a more stressed the desire or need for real there (the real needs of the community) in a communities. Integrated Community Development (ICD) is a focused spot to integrate the delivery of education, health, youth training, and economic empowerment of community-based integrated manner. With Mustahik Relation Officer (MRO) as human resource (HR) assistant, ICD became the centre of the distribution of the program so that the program is more scalable, and controlled. DAFTAR PUSTAKA Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Firmansyah. 2009. Potensi dan Peran Zakat Dalam Mengurangi Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI). Fujyono, Arif. 2009. Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan. Jurnal of Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1 Hafi dhuddin, D.2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani Press.
Kholiq, A.2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kita Semarang. Ristek Vol. 6 No. 1 Hal 39-47 Kisroh, A.S. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat Tergususr Akibat
Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang Madiun. Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03): Oktober – DesemberMasyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan Klaster Tahu Iwul Desa Bojong Sempu. Nasution. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok: CID. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Petrasa.2008. Wacana Pusat Studi Mengatsi Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran. Rangkuti, F. 2007. Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia Suharto, E. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama. Sukmana, O. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1, September 2010 Hal 59-64 Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sunartiningsih, Agnes (ed.).2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media. Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis EraOrde Baru. Jakarta: Khanata. Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Yunus, Muhammad.2006.Grameen Bank (Bank Kaum Miskin). Terjemahan Irfan Nasution. Jakarta: Penrbit Buku Kita.
PRODUK UNGGULAN KOTA BERBASISKEARIFANLOKAL DI PROVINSI LAMPUNG Penulis NediHendri, S.E., M.Si., Ak., CA. Suyanto, S.E, M.Si.,Ak., CA. Siti Nurlaila., M.Psi. Desain Cover Team LadunyCreative Lay Out Team LadunyCreative ISBN 978-602-1397-88-6 CetakanI, Oktober2016 Jumlah 45 halaman Ukuran15 x 23 cm
Dicetakdanditerbitkanoleh: CV. LADUNY ALIFATAMA (PenerbitLaduny) Anggota IKAPI - Perum JSP Blok V 6 No. 11 Tejoagung, Metro – Lampung. - Jl. Ki HajarDewantara No. 49 Iringmulyo, Kota Metro – Lampung. Telp. : 085269012121– 085769001000 Email :
[email protected]
KATA PENGANTAR AssalamualaikumWr. Wb. Pertama, tim penyusun mengajak marilah senantiasa memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT,mengingat sampai sekarang ini kita masih dikaruniai kenikmatan yang kita tidak sanggup untuk menghitung-hitungnya, terutama nikmat iman, islam, kesehtan, kehidupan, dan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri kita sebagai Abdillah dan khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan ummatnya yang setia sampai akhir zaman nanti. Penyusun mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang mendukung terselesaikannya penyusunan buku tentang “Produk Unggulan Kota Berbasis Kearifan Lokal Di Provinsi Lampung” ini. Tim penyusun menyadari terdapat kekurangan – kekurangan dari buku ini baik dalam penyusunan mau pun kata-kata, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangatlah kami harapkan. Tim penyusun juga berharap semoga dengan adanya buku ini, masyarakt terkhusus di provinsi lampung dapat mengetahui tentang produk-produk unggulan/potensi dalam perekonomian di propinsi lampung. WaassalamualaikumWr. Wb. Horma kami, Tim Penyusun
DAFTAR ISI Kata pengantar .................................. Daftar Isi .......................................... Bab I konsep dasar produk unggulan Pendahluan ................................... Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Keunggulan Produk ...... Produk Unggulan Daerah. .................. Bab 2Konsep Dasar Kearifan Lokal Pendahuluan ................................. Definisi Kearifan Lokal. ..................... Peran Kearifan Lokal dalam Pemecahan Masalah. ........................
3 4 5 7 9 14 15 19
Bab 3Gambaran umum wilayah perkotaan Di provinsi lampung Kota Bandar Lampung......................... 21 Kota Metro ...................................... 23 Bab 4Produk Unggulan Kota Berbasis Kearifan Lokal Di Provinsi Lampung Kota Bandar Lampung....................... Kota Metro. ...................................
28 35
Bab 5 Kesimpulan ...............................
43
DaftarPustaka
BAB 1 KONSEP DASAR PRODUK UNGGULAN A. Pendahuluan. Beberapa tahun belakangan ini, di banyak negara muncul istilah ekonomi
kreatif
sebagai
alternatif
pembangunan
ekonomi
yang
menekankan pada aspek peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup yang lebih baik. Ekonomi kreatif sebagai modal dasar dalam menghadapi persaingan
ekonomi
dimana
berpijak
pada
kemampuan
untuk
mewujudkan kreativitas yang diramu dengan nilai seni, teknologi, pengetahuan dan budaya. Di banyak negara konsep ekonomi kreatif ini semakin mendapat perhatian karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap nilai ekonomi. Howkins (2007), mengungkapkan kontribusi nyata ekonomi kreatif terhadap nilai ekonomi, sebagai contoh, dalam internet advertising market : USA (US$ 155 milyar), China (US$ 38 milyar), Jerman (US$ 22 milyar), Inggris (US$ 19 milyar).Dalam sektor arsitektur, terdapat lima perusahaan yang mendapat keuntungan seperti
Nikken Sekkei/Japan
(>100 arsitek dan US$ 250 Juta), Genster/USA (> US$ 250 juta), HOK/USA (> US$ 250 juta), Aedas/UK (US$ 180-189 juta), Skidmore Owings and Merril/USA (US$ 180-189 juta). Pada sektor kerajinan misalnya Pasar Amerika: US $11 milyar Bahkan secara statistik pula, ekonomi kreatif di Indonesia dianggap memiliki kontribusi yang cukup positif terhadap pembangunan ekonomi. Ekonomi kreatif memiliki manfaat bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia, yakni pertambahan nilai suatu barang/jasa, dapat menciptakan lapangan kerja, memberi kontribusi bagi PDB nasional, memberi dampak sosial yang positif, meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai budaya, serta meningkatkan inovasi. Bukti nyata itu tercatat bahwa sumbangan ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya pada tahun 2010 (Rp 240,78 Miliar), tahun 2011 (Rp. 263,88 Miliar), tahun 2012 (Rp. 285,88 Miliar). Sementara sumbangan konomi kreatif berbasis media desain dan Iptek pada tahun 2010 (Rp. 231,998 miliar), 2011 (Rp. 261,03), tahun 2012 (Rp. 288,007 miliar). Dengan meilihat potensi tersebut di atas, maka sasaran, arah, dan strategi diwujudkan dalam bentuk Instruksi Presiden No. 6 tahun 2009
tentang
Pengembangan
Ekonomi
Kreatif.
Semakin
digaungkannya
ekonomi kreatif, sebagian besar wilayah Indonesia mulai menggiatkan ekonomi kreatif berbasis potensi daerah dan kearifan lokal yang dimiliki. Peran Pemerintah Daerah dalam membentuk ekosistem ekonomi kreatif sangat penting, terutama dalam hal menentukan produk yang akan dikedepankan untuk menjadi ciri khas daerahnya B. Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Keunggulan Produk Pemberdayaan ekonomi masyarakat merupakan unsurpenting dan utama dalam menciptakan daerah yang mandiri yang dicita-citakan melaluikebijakan desentralisasi. Pembangunan ekonomi daerah dapat diartikan sebagai suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola suberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonoi dalam wilayah tersebut. Oleh karena itu pemerintah daerah besertapartisifasi masyarakat dengan menggunakan sumberdaya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerahnya. Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya financial dan bahkan sumberdaya kelembagaan. Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi. Menurut Sudarsono (2001), dinamika keunggulan daerah di masa mendatang ditandai dengan mempu tidaknya daerah dalam meraih peluang menghadapi kompetisi pasar bebas baik di tingkat regional maupun global. Beberapa langkah dan strategi yang perlu dilakukan agar daerah mampu berkompetisi antara lain: 1) Birokrasi
pemerintah
perlu
melakukan
reorientasi
peran
dan
tanggungjawabnya yakni hanya bersifat mengarah dan membina bukan menentukan (steering than rowing). Sehingga peran dan tanggungjawabpemerintah daerah hanya berkisar pada bidang-bidang
dimana sector swasta atau pihak ketiga lainnya tidak memungkinkan untuk melakukan tugas tersebut, misalnya dalam situasi terjadinya kegagalan pasar (market falure). 2) Birokrasi Pemda harus dapat berkiprah secara efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan prima untuk meraih investasi dalam dan luar negeri 3) Membentuk
system
lembaga/asosiasi
dan
bisnis
jaringan dan
atase
kerja
(networking)
perdagangan
luar
dengan negeri,
khususnya dalam mendukung pemasaran produks ekspor. 4) Mengembangkan lembaga R & D (research and development) terhadap jenis produksi unggulan untuk menjamin kualitas produk, kestabilan harga, kebutuhan pasar (demand) dan jaminan kontinuitas ketersediaannya (delivery/supply) 5) Memfasilitasi lembaga keuangan agar bersedia memberikan modal usaha bagi industri skala kecil dan menengah pada berbagai sector unggulan
daerah,
sehingga
mereka
dapat
menjamin
dan
mempertahankan keberlangsungan usahanya. 6) Berperan mentransportasikan ilmu pengetahuan
dan teknologi
terapan di berbagai sector unggulan produk daerah, agar proses produksi dapat mencapai efektifitas, efisiensi, dan ekonomis. 7) Mendorong agar para produsen mengembangkan jenis-jenis produk unggulan yang bersifat komplementer baik intern maupun antar region, memiliki nilai tambah (value edded) dan menghasilkan manfaat ganda (multiple effect) baik secara backward-linkage dan forward linkage terhadap berbagai sector, dengan demikian dapat memperkuat posisi daerah dari pengaruhfluktuasi ekonomi. C. Produk Unggulan Daerah. Dalam rangka upaya pembangunan ekonomi daerah,inventarisasi potensi wilayah/masyarakat/daerah mutlak diperlukan agar dapat ditetapkan kebijakan pola pengebangan baik secara sektoral maupun secara multisektoral. Salah satu langkah inventarisasi/identifikasi potensi ekonomi daerah adalah dengan mengidentifikasi produk-produk potensial, andalan dan unggulan daerah pada tiap-tiap sub sektor. Produk
unggulan
daerah
menggambarkan
kemampuan
daerah
menghasilkan produk, menciptakan nilai, memanfaatkan sumberdaya
secara nyata, memberi kesempatankerja, mendatangkan pendapatan bagi
masyarakat
maupun
pemerintah,
memiliki
prospek
untuk
meningkatkan produktivitas dan investasinya. Sebuah produk dikatakan unggul jika memiliki daya saingsehingga mampu untuk menangkal produk pesaing di pasar domestic dan /atau menembus pasar ekspor (Sudarsono, 2001) Kriteria produk unggul menurut Unkris Satya Wacana salatiga, adalah komoditi yang memenuhi persyaratan kecukupan sumberdaya lokal, keterkaitan komoditas, posisi bersaing dan potensi bersaing. Dari kriteria ini memunculkan pengelompokkan komoditas berikut: a) Komoditas potensial adalah komoditas daerah yang memiliki potensi untuk berkembang karena keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif terjadi misalnya karena kecukupan ketersediaan sumberdaya, seperti bahan baku local, keterampilan sumberdaya lokal, teknologi produksi lokal serta sarana dan prasarana lokal lainnya. b) Komoditas andalan adalah komoditas potensial yang dipandang dapat dipersandingkan dengan produk sejenis di daerah lain, karena disamping memiliki keunggulan komparatif juga memiliki efisiensi usaha yang tinggi. Efisiensi usaha itu tercermin dari efisiensi produksi, produktivitas pekerja, profitabilitas dan lain-lain. c) Komoditas unggulan adalah komoditas yang memiliki keunggulan kompetitif, karena telahmemenangkan persaingan dengan produk sejenis di daerah lain. d) Keunggulan kompetitif demikian dapat terjadi karena efisiensi produksinya yang tinggi akibat posisi tawarnya yang tinggi baik terhadap pemasok, pembeli, serta daya saignya yang tinggi terhadap pesaing, pendatang baru maupun barang substitusi. Menurut direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri, bahwa berdasarkan Surat Edaran Nomor 050.05/2910/III/BANDA tanggal 7 Desember 1999, ditentukan kriteria kooditas unggulan sebgai berikut: 1) Mempunyai kandungan lokal yang menonjol dan inovatif di sektor pertanian, industri, dan jasa. 2) Mempunyai daya saing tinggi di pasaran, baik ciri, kualitas maupun harga yang kompetitif serta jangkauan pemasaran yang luas, baik di dalam negeri maupun global
3) Mempunyai ciri khas daerah karena melibatkan masyarakat banyak (tenaga kerja setempat) 4) Mempunyai jaminan dan kandungan bahan baku yang cukup banyak, stabil, dan berkelanjutan. 5) Difokuskan pada produk yang mempunyai nilai tambah yang tinggi, baik dalam kemasan maupun pengolahannya 6) Secara ekonomi menguntungkan dan bermanfaat untuk meningkatkan pendapatan dan kemampuan SDM masyarakat 7) Ramah lingkungan, tidak merusak lingkungan, berkelanjutan serta tidak merusak budaya setempat
BAB 2 KONSEP DASAR KEARIFAN LOKAL A. Pendahuluan. Perubahan
adalah
keniscayaan
dalam
kehidupan
manusia.
Perubahan-perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat antara
manusia
dan
lingkungan
kehidupan
fisiknya
itulah
yang
melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan. Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan adalah manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan (Moertopo:1974). Dalam perspektif di atas, realitas yang sebenarnya adalah masa kini (present) dengan segala permasalahan yang dihadapkan kepada manusia di dalam lingkungan hidupnya. Masa kini sebagai realitas adalah hasil interaksi
antara
manusia
dengan
lingkungannya.
Bila
perubahan
lingkungan fisik membuat manusia harus mensiasatinya dan melahirkan budaya-budaya yang terus menerus disesuaikan, maka perubahanperubahan budaya itu juga mesti disiasati demi keberlangsungan hidup manusia. Dengan pengakuan terhadap perubahan sebagai keniscayaan dan kemampuan manusia mensiasati lingkungan dan budayanya, maka kearifan lokal (local wisdom) bisa mendapatkan tempatnya sebagai bagian dari siasat kebudayaan itu. Makalah ini hendak mendiskusikan tentang posisi kearifan lokal sebagai pengetahuan lokal masyarakat dalam rangka pemecahan masalah masa kini (present problem solving).
B. Definisi Kearifan Lokal. Kearifan lokal, terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian
yang
ditempatkan
pada
tatanan
fisik
bangunan
(arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana „membaca‟ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi
untuk
menselaraskan
kehidupan
manusia
dengan
cara
menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi. Definisi kearifan lokal secara bebas dapat diartikan nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam suatu masyarakat. Hal ini berarti, untuk mengetahui suatu kearifan lokal di suatu wilayah maka kita harus bisa memahami nilai-nilai budaya yang baik yang ada di dalam wilayah tersebut. Kalau mau jujur, sebenarnya nilai-nilai kearifan lokal ini sudah diajarkan secara turun temurun oleh orang tua kita kepada kita selaku anak-anaknya. Budaya gotong royong, saling menghormati dan tepa salira merupakan contoh kecil dari kearifan lokal. Dari definisi-definisiitu, kita dapat memahami bahwa kearifan local adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi kegenerasi. Beberapa bentuk pengetahuan tradisional
itu muncul lewatcerita-cerita, legenda-legenda, nyanyian-nyanyian, ritual-ritual, dan juga aturan atau hokum setempat. Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal. Hal itu dapat dilihat dari ekspresi kearifan lokal dalam kehidupan setiap hari karena telah terinternalisasi dengan sangat baik. Tiap bagian dari kehidupan masyarakat lokal diarahkan secara arif berdasarkan sistem pengetahuan mereka, dimana tidak hanya bermanfaat dalam aktifitas keseharian dan interaksi dengan sesama saja, tetapi juga dalam situasisituasi yang tidak terduga seperti bencana yang datang tiba-tiba. Berangkat dari semua itu, kearifan lokal adalah persoalan identitas. Sebagai sistem pengetahuan lokal, ia membedakan suatu masyarakat lokal dengan masyarakat lokal yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari tipe-tipe kearifan lokal yang dapat ditelusuri: 1. Kearifan
lokal
dalam
hubungan
dengan
makanan:
khusus
berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan makanan pokok setempat. (Contoh: Sasi laut di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai bagian dari kearifan lokal dengan tujuan agar sumber pangan masyarakat dapat tetap terjaga). 2. Kearifan
lokal
pencegahan
dan
dalam
hubungan
pengobatan.
dengan
(Contoh:
pengobatan:
Masing-masing
untuk daerah
memiliki tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbedabeda). 3. Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja. (Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan pertanian, dll.). 4. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut (Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di Ambon, dll.). 5. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu.
6. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-kebutuhan di atas. (Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain sebagainya). C. Peran Kearifan Lokal dalam Pemecahan Masalah. Tidak dapat dipungkiri, saat ini dunia mengalami permasalahan yang belum pernah dialami sebelumnya. Setelah terjadi dua kali perang dunia yang
meluluhlantahkan
segi-segi
kemanusiaan,
maka
sistem
pengetahuan modern yang menjadikan manusia dengan kemampuan rasionya sebagai tuan atas dirinya dan dunia pun mulai dikritik. Kritikkritik itu datang karena ketidakmampuan rasio modern mengeliminasi kehancuran-kehancuran yang ditimbulkan akibat kepentingan di balik setiap penemuan-penemuan di bidang ilmu dan teknologi. Saat ini dunia kembali berhadapan dengan situasi lain, yaitu perubahan iklim yang tidak lagi menentu. Sekali lagi rasio modern yang menjadikan pembangunan
sebagai
salah
satu
proses
penting
mendapat
tantangannya. Dengan alasan pembangunan, lingkungan tempat hidup manusia diobrak-abrik, kota-kota baru dibangun, tambang-tambang baru dibuka, hanya untuk memenuhi nafsu konsumsi manusia. Pada tahap itulah, ketika manusia dengan rasio modernnya telah bingung berhadapan dengan alam karena sudah tidak mampu lagi menguasainya,
kearifan
lokal
memperoleh
tempatnya
kembali.
Keharmonisan dengan lingkunganlah yang dapat menjamin masa depan manusia. Hal itu tentu saja telah dibuktikan lewat proses panjang kehidupan leluhur dalam komunitas-komunitas lokal dalam mensiasati alam lewat budaya yang arif dan bijaksana. Dalam beberapa kasus, konflik di Maluku misalnya, ketika kemampuan pengetahuan ilmiah dalam hubungan dengan manajemen konflik sepertinya sudah tidak mampu menemukan solusi terbaik, hanya kearifan lokal yang menjadi titik balik semua itu.
BAB 3 GAMBARAN UMUM WILAYAH PERKOTAAN DI PROVINSI LAMPUNG c) Kota Bandar Lampung. Kota Bandar Lampung secara geografis terletak antara 5°20‟ - 5°30‟ Lintang Selatan dan105°28‟ - 105°37‟ Bujur Timur, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut : Sebelah utara
: Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan Sebelah selatan : Teluk Lampung Sebelah barat
: Kabupaten Pesawaran
Sebelah timur : Kabupaten Lampung Selatan Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah 197,22 km2 yang terdiri dari 13 kecamatan dan98 kelurahan. Terletak pada ketinggian 0 sampai 700 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah yang memiliki topografi datar hingga landai meliputi 60% total wilayah, landai hingga miring meliputi 35% total wilayah dan sangat miring hingga curam meliputi 4% total wilayah. Sebagian wilayah Kota Bandar Lampung merupakan perbukitan yang diantaranya bernama Gunung Kunyit, Gunung Kelutum, Gunung Banten, Gunung Kucing, dan Gunung Kapuk. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Fergusson (1951) iklim Bandar Lampung tergolong tipe A, sedangkan menurut zone agroklimat Oldeman (1978) tergolong Zone D3 yang berarti lembab sepanjang tahun. Curah hujan berkisar antara 2.257 – 2.454 mm/tahun. Jumlah hari hujan 76-166 hari/tahun. Kelembaban udara berkisar 60-85%, dan suhu udara 23-37 °C. Kecepatan angin berkisar 2,78-3,80 knot dengan arah dominan dari Barat (Nopember- Januari), Utara (Maret-Mei), Timur (Juni-Agustus), dan Selatan (September-Oktober). Parameter iklim yang sangat relevan untuk perencanaan wilayah perkotaan adalah curah hujan maksimum, karena terkait langsung dengan kejadian banjir dan desain sistem drainase. Berdasarkan data selama 14 tahun yang tercatat di stasiun klimatologi Pahoman dan Sumur Putri (Kecamatan Teluk Betung Utara) dan Sukamaju Kubang (Kecamatan Panjang), curah hujan maksimum
terjadi antara bulan Desember sampai dengan April dan dapat mencapai 185 mm/hari. Data BPS 2015 penduduk Bandar Lampung berjumlah 979.287 jiwa dengan sex ratio 102, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan. Pertumbuhan penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun 2014 -2015 adalah 1,94%. Berdasarkan data Dinas Pertanian, Peternakan, dan Kehutanan terdapat 716 ha tanah kering yang tidak diusahakan. Pada tahun 2010 terdapat
beberapa
tanaman
pangan
yang
mengalami
penurunan
produksi, antara lain ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan kacang tanah. Sedangkan tanaman pangan lainnya mengalami kenaikan produksi yaitu padi sawah dan padi ladang. Tutupan lahan di Kota Bandar Lampung secara eksisting sampai saat ini secara garis besar terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kegiatan reklamasi pantai di Kota Bandar Lampung secara eksisting juga telah menambah luas daratan Kota Bandar Lampung jika pada tahun 2013 luas Kota Bandar Lampung hanya 19.218 ha, maka saat ini akibat adanya kegiatan tersebut luas Kota Bandar Lampung sudah berjumlah 19.722 ha. Komoditi unggulan Kota Bandar yaitu sektor perkebunan,
pertanian dan jasa. Sektor Perkebunan
komoditi unggulannya adalah kakao, kopi, kelapa dan cengkeh. sub sektor pertanian komoditi yang diunggulkan berupa jagung dan ubi kayu. Sub sektor jasa yaitu pariwisata. d) Kota Metro Kota Metro secara geografis terletak pada 105o17‟-105o19‟ Bujur Timur dan 5o6‟-5o8‟Lintang Selatan, berjarak 45 km dari Kota Bandar Lampung (Ibukota Provinsi Lampung).Wilayah Kota Metro relatif datar dengan ketinggian antara 30-60 m diatas permukaan airlaut. Beriklim hujan humid tropis. Suhu udara berkisar antara 260-280C, kelembaban udararata-rata 80-88% dan curah hujan per-tahun antara 2,264 mm 2,868 mm. Bulan hujanberkisar antara September sampai Mei.Kota Metro memiliki Luas wilayah 68,74 km2 atau 6.874 ha, dengan jumlah penduduk150.950 jiwa yang tersebar dalam 5 wilayah kecamatan dan 22 kelurahan dengan bataswilayah: Sebelah Utara : Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Timur : Kabupaten Lampung Timur. Sebelah Selatan : Kabupaten Lampung Timur
Sebelah Barat : Kabupaten Lampung Tengah. Topografi Kota Metro berupa daerah dataran aluvial. Ketinggian daerah ini berkisar antara25 meter sampai 75 meter dari permukaan laut, dan dengan kemiringan 0 % sampai 3%atau dengan kemiringan wilayah
<6°,
tekstur
tanah
lempung
dan
liat
berdebu,
berstrukturgranular serta jenis tanah podzolik merah kuning dan sedikit berlapis. Sedangkan secarageologis, wilayah Kota Metro di dominasi oleh batuan endapan gunung berapi jenis QW. Jumlah penduduk Kota Metro pada tahun 2015 mencapai 158.415 jiwa. Angka initerus meningkat dan pada tahun 2016 diperkirakan naik menjadi 147.050 jiwa, dengantingkat pertumbuhan penduduk yaitu 1,09% selama periode 2010-2011. Kota Metrodengan luas wilayah sekitar 68.74 km2, setiap km2 didiami penduduk sebanyak 2.139 jiwadan dengan rata-rata 4 jiwa per rumah tangga pada tahun 2015.Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlahperempuan tetapi perlu diketahui bahwa jumlah penduduk lakilaki hampir sama denganjumlah penduduk perempuan pada tahun 20142015. Hal ini dilihat dari sex ratio, padatahun 2014-2015, untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Kota Metro direncanakan sebagai pusat pengadaan benih padi untuk wilayah Kota Metrodan sekitarnya. Sektor perternakan dan perikanan juga cukup berkembang, diantaranyaternak sapi, kambing, ayam buras, ras pedaging, ras petelur, dan itik, dan lainnya.Berbagai jenis ikan yang dikembangkan yaitu ikan lele, patin, gurame, ikan mas dan ikan nila. Satu hal yang cukup membanggakan, Kota Metro ditetapkan sebagai centra lele untukwilayah Provinsi Lampung.
BAB 4 PRODUK UNGGULAN KOTA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI PROVINSI LAMPUNG Penentuan produk unggulan daerah dilakukan dengan dengan pemilihan sejumlah komuditas tertinggi padahasil baseline survey economy (BSE) Bank Indonesia satutahun terakhir menggunakan metode AHP.
Analisis dengan metode AHPmenghasilkan nilai skor terbobot
setiap kandidat KPJu unggulan untuk setiapkabupaten/kota per sektor ekonomi. KPJu unggulan kabupaten/kota ditetapkan 5 (lima) KPJuuntuk setiap
sektor/subsektor
yang
memiliki
skor
terbobot
tertinggi.
Berdasarkan hasil identifikasi KPJu unggulan setiap sektor/subsektor, nilai skor masing-masing KPJu unggulan dan tingkat kepentingan sektor/subsektor ekonomi untuk KPJu yang bersangkutan ditetapkan KPJu unggulan lintas sektor tingkat kabupaten/kota. Metode yang digunakan adalah metode Bayes. Proses penentuan KPJu tingkat kabupaten/kota dilaksanakan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan nara sumber pejabat pemerintah daerah, dinas/instansi terkait dan perbankan.Tahap ini dimaksudkan sebagai tahapan konfirmasi kepada pejabat pemerintah daerah,dinas/instansi terkait dan perbankan terhadap hasil KPJu unggulan per sektor/subsektor dan lintas sektor yang telah diperoleh pada tahap pertama, serta hasil pelaksanaan penelitian tingkat kecamatan dan kabupaten/kota, dengan menggunakan metode AHP untuk 11kriteria, yaitu : l) Tenaga kerja terampil yang dibutuhkan (Skilled); m) Bahan baku; n) Modal; o) Sarana produksi/usaha; p) Teknologi; q) Sosial budaya; r) Manajemen usaha; s) Ketersediaan pasar; t) Harga; u) Penyerapan tenaga kerja; dan v) Sumbangan terhadap perekonomian.
Berikut hasil baseline survey economy (BSE) BI terhadap produk unggulan menggunakan analis AHP yang dimiliki oleh Kota Bandar Lampung dan Kota Metro: c. Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot setiap
sector
ekonomi
untuk
setiap
tujuan
penetapan
Komuditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan, serta skor terbobot total/gabungan dari masing-masing sector usaha seperti disajikan pada Tabel 1. Pada table dapat dilihat bahwa bobot atau prioritas tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, adalah sector perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sector jasa dan tujuan daya saing daerah dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung adalah subsector perikanan. Dengan memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing tujuan,
secara
keseluruhan
dalam
rangka
mencapai
tujuan
penetapan KPJu unggulan UMKM maka sector usaha perdagangan merupakan
prioritas
berdasarkan
tingkat
perdagangan,
jasa,
pertama.
Sektor/subsector
kepentingannya tanamanpangan,
usaha
berturut-turut perindustrian,
lain
adalah
perikanan,
pariwisata, transportasi, perkebunan, peternakan, dan penggalian. Tabel 1. Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung.
Sumber: Bank Indonesia
Jika dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB, perekonomian Kota Bandar Lampung masih bertumpu pada sectors ekunder dan tersier, yang merupakan cirri dari wilayah perkotaan. Sektor
Industri
pengolahan
masih
menjadi
leading
sector
perekonomian Kota Bandar Lampung di tahun 2015 dengan kontribusi sebesar 22,24%, diikuti oleh sector pengangkutan dan komunikasi, sector keuangan persewaan dan jasa perusahaan serta sector perdagangan, hotel dan restoran. Adapun kontribusi masing-masing sector tersebut adalah 20,70%; 17,22%; dan 13,34%. Kota Bandar Lampung merupakan kota terbesar di Provinsi Lampung. Perekonomiannya yang maju dan berkembang pesat, di sumbangkan oleh peranan signifikan sector industry pengolahan. Secara kuantitas, jumlah industri di Bandar Lampung sangat banyak dan beranekaragam, mulai dari industry makanan, barang-barang plastik, pengepakan, olahan kayu, hingga industry alat-alat/mesin, baik industry kecil dan rumah tangga hingga industry bersekala besar. Nilai tambah yang dihasilkan sector ini sangat besar sehingga kontribusinya terhadap nilai PDRB cukup tinggi. Selain sektori ndustri pengolahan, sector pengangkutan dan komunikasi beberapa tahun terakhir juga menunjukkan perkembangan yang sangat berarti dilihat dari nilai tambah yang cenderung meningkat dihasilkan oleh sector ini terhadap nilai PDRB. Berikut tabel 2. urutan lima besar rangking dan skor-bobot masing-masing sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Bandar Lampung : Tabel 2. Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016 Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan lintas sektor berdasarkanurutan nilai skor terbobot KPJu yang bersangkutan, seperti disajikan pada Tabel 3.
PadaTabel 3
dapat dilihat bahwa dari 5 (lima) KPJu unggulan lintas sektor usaha industri krupuk kripik dan peyek, padi sawah, sayuran cabai, jasa pendidikan dan kesehatan. Hasil lengkap berupa rangking atau urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016 Apabila ditelaah lebih lanjut dari 10 KPJu unggulan lintas sektor di Kota Bandar Lampung, maka berdasarkansektornya adalah 2 komoditi pada subsektor perdagangan, perindustrian dan jasa dan 1komoditi masing-masing pada kelompok sayuran, buah dan sektor pariwisata.
Bila dilihatdari komposisi KPJu unggulan lintas sektor
tersebut, menunjukkan bahwa orientasi kegiatanekonomi di Kota Bandar Lampung masih berbasis pada sektor perdagangan, jasa danperindustrian. Sektor jasa khususnya jasa pendidikan merupakan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Bandar Lampung. Berdasarkan hasil survai dan analisis, permasalahan yang ada antara lain adalah bahan baku dan modal. Salah satu solusi yang dapat dilakukan antara lain adalah melalui pelaksanaan program penyaluran kredit bunga rendah untuk UMKM bidang jasa pendidikan dan dan diiringi dengan bantuan pengembangan sarana prasarana tempat kursus. Selain itu program PKBL (Program kemitraan dan Bina Lingkungan) dari pihak BUMN juga disarankan untuk diakses dlam rangka mendukung UMKM bidang jasa pendidikan. Program Kemitraan diperuntukkan untuk kredit bunga rendah dan bergulir, sementara program Bina Lingkungan dapat berupa pembangunan sarana parasaran pendidikan yang dapat dilakukan secara hibah tergantung kebijakan ataupun peratutan dari BUMN yang terlibat. Kedudukan kpju unggulan lintas sektor di kota bandar lampung berdasarkan hasil penilaian terhadap faktor-faktor prospek dan potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor 3) sampai dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang (skor 3) sampai dengan sangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Bandar Lampung
Sumber: Data diolah 2016 Seperti dapat dilihat pada tabel4 di bawah, ditinjau dari aspek prospek, maka sektor jasa yaitu jasa pendidikan dan kesehatan serta industri kerupuk keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas sektoral yang mempunyai prospek sangat baik, KPJu unggulan yang mempunyai prospek baik adalah industri kain tenun ikat, toko barang elektronik, toko kelontong dan hotel berbintang, KPJu unggulan yang mempunyai prospek cukup baik adalah budidaya padi sawah, cabai dan nanas ketiga KPJu tersebut mempunyai potensi saat ini yang sedang. KPJu jasa kesehatan, pendidikan dan industri krupuk, kripik dan peyek saat ini potensinya sangat baik dan ke lima KPJu unggulan lintas sektoral yang lain mempunyai potensi saat ini yang Tinggi, sedangkan tiga KPJu lainya memiliki portensi yang sedang. d. Kota Metro. Berdasarkan hasil analisis AHP menghasilkan skor terbobot setiap
sector
ekonomi
untuk
setiap
tujuan
penetapan
Komuditas/Produk/Jenis Usaha (KPJu) unggulan, serta skor terbobot total/gabungan dari masing-masing sector usaha seperti disajikan pada Tabel 5. Pada table 5 dapat dilihat bahwa bobot atau prioritas tertinggi untuk mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi, adalah sector perdagangan tujuan penciptaan lapangan kerja adalah sector jasa dan tujuan dayasaing daerah dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Bandar Lampung adalah sub sector perikanan. Dengan memperhatikan bobot kepentingan dari masing-masing
tujuan,
secara
keseluruhan
dalam
rangka
mencapai
tujuan
penetapan KPJu unggulan UMKM maka sector usaha perdagangan merupakan
prioritas
berdasarkan
tingkat
perdagangan,
jasa,
pertama.
Sektor/subsector
kepentingannya tanaman
pangan,
usaha
berturut-turut peternakan,
transportasi, pariwisata, penggalian dan kehutanan.
lain
adalah
perikanan,
Tabel 5. Peringkat Produk Unggulan Sektor Ekonomi menurut aspek tujuan dan urutan dan kepentingannya dalam rangka penetapan KPJu unggulan di Kota Metro.
Sumber: Bank Indonesia Tumbuh atau tidaknya perekonomian suatu daerah tercermin dari total produksi barang danjasa yang dihasilkan para pelaku ekonomi yang terdapat di daerah tersebut. Dalam hal ini,PDRB seringkali dijadikan acuan. Jika dilihat dari kontribusi sub sektor terhadap PDRB, perekonomian Kota Metro untuk tahun 2014 masih didominasi empat sector utama sebagai penghasil nilai tambah terbesar terhadap PDRB Kota, yaitu (1) sector jasa-jasa, (2) sector keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (3) sector perdagangan, hotel, dan restoran, serta (4) sector pengangkutan dan komunikasi. Sektor jasa-jasa memberikan kontribusi sebesar 29,94% dari total PDRB Kota Metro tahun 2013, dilanjut kandengan keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 23,94%, sector perdagangan, hotel dan restoran13,59% serta sector pengangkutan dan komunikasi 13,36%. Sedangkan kontribusi dari lima sector lainnya (pertanian, pertambangan, bangunan, industry pengolahansertalistrik, gas dan air bersih) terhadap PDRB Kota Metro tahun 2015hanyasebesar 19,17%. Berikut tabel 6. urutan lima besar rangking dan skor-bobot masing-masing sektor/subsektor usaha yang ada di Kota Metro : Tabel 6. Rangking dan Skor-Bobot KPJu Per Sektor Usaha di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016 Berdasarkan hasil analisis, diperoleh 10 (sepuluh) KPJu unggulan lintas sektor berdasarkan urutan nilai skor terbobot KPJu yang bersangkutan, seperti disajikan pada Tabel 7. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa 5 (lima) KPJu unggulan lintas sektor usaha adalah sektor perindustrian berupa industri kripik, krupuk dan peyek, subsektor buah-buahan budidaya
sapi pada subsektor peternakan.
Hasil lengkap berupa rangking atau urutan KPJu unggulan lintas sektor usaha berdasarkan nilai skor terbobot masing-masing KPJu dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sepuluh KPJu Lintas Sektor yang Memiliki Nilai Skor Bobot Tertinggi Sebagai KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016 Pada urutan ke enam dan seterusnya, sebagai KPJu unggulan lintas sektor berturut-turutadalah budidaya padi sawah pada subsektor tanaman pangan, jasa pendidikan dan koperasisimpan pinjam pasa sektor jasa, pedagang barang elektronik, pedagang barang
kerajinandan
pedagang
hasil
perikanan
pada
sektor
perdagangan. Apabila ditelaah lebih lanjut dari10 KPJu unggulan lintas sektor, maka berdasarkan sektornya, 3 KPJu berada pada sektorperdagangan dan 1 KPJu masing-masing menyebar relatif merata pada sebagiansektor/subsektor ekonomi. Bila dilihat bahwa 3 KPJu merupakan bagian usaha dari sektorperdagangan, maka terpilihnya KPJu unggulan lintas sektor tersebut menunjukkan bahwaorientasi kegiatan ekonomi di Kota Metro berbasis pada sektor perdagangan. Sektor perindustrian khususnya industri kerupuk, keripik dan peyek merupakan KPJuunggulan lintas sektor di Kota Metro. Berdasarkan hasil survai dan analisis, permasalahanyang ada antara lain adalah aspek teknologi dan manajemen usaha. Salah satu solusi yangdapat dilakukan antara lain adalah melalui kegiatan pelatihan teknis dan manajerial tentangteknologi proses pengolahan penganan aneka kerupuk beserta turunannya dan manajemenusaha, dan dilanjutkan dengan
pendampingan/inkubasi
yang
terintegrasi
dan
berkelanjutan.Kedudukan KPJu unggulan lintas sektor di Kota Metro berdasarkan hasil penilaian terhadapfaktor-faktor prospek dan potensi saat ini, pada skala penilaian prospek cukup baik (skor 3)sampai dengan sangat baik (skor 5), skala penilaian potensi sedang (skor 3) sampai dengansangat tinggi (skor 5) dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Kedudukan KPJu Unggulan Lintas Sektor di Kota Metro
Sumber: Data diolah 2016 Seperti dapat dilihat pada Tabel 8, ditinjau dari aspek prospek, maka KPJu unggulan lintas sektoral mempunyai prospek baik dan sangat baik, prospek yang sangat baik dan potensi yang sangat tinggi di Kota Metro adalah industri olahan pangan seperti kerupuk, keripik dan peyek; agribisnis pisang; penyewaan rumah kost dan peternakan sapi. Hal ini disebabkan Metro adalah kota yang berkembang dan didukung oleh ketersediaan areal dan masyarakat pertanian.
Kota
membutuhkan
bahan
baku
untuk
kebutuhan
masyarakatnya. Bahan baku disediakan oleh masyarakat di pedesaan. Hubungan sinergis mutualistik antara kota dan desa seprti ini sangat baik karena saling memberikan keuntungan.
Di masa yang akan
datang bisa bekembang jenis-jenis usaha lain sesuai dengan perkembangan Kota Metro. Pemerintah dan instransi terkait perlu terus mendorong agar terus tumbuh kota Metro menjadi kota yang maju dengan mengarahkan pembangunan menjadi daerah industri dan wisata berbasis pertanian.
BAB 5 KESIMPULAN Penentuan produk unggulan daerah dilakukan dengan pemilihan sejumlah komuditas tertinggi padahasil baseline survey economy (BSE). Produk unggulan Kota Bandar Lampung dilihat dari aspek prospek, maka sektor jasa yaitu jasa pendidikan dan kesehatan serta industri kerupuk keripik dan peyek merupakan KPJu unggulan lintas sektoral yang mempunyai prospek sangat baik. Sedangkan produk unggulan Kota Metro dari aspek prospek, maka KPJu unggulan lintas sektoral mempunyai prospek baik dan sangat baik, prospek yang sangat baik dan potensi yang sangat tinggi di Kota Metro adalah industri olahan pangan seperti kerupuk, keripik dan peyek; agribisnis pisang; penyewaan rumah kost dan peternakan sapi.
DAFTAR PUSTAKA Antariksa. 2009. Kearifan Lokal dalam Arsitektur Perkotaan dan Lingkungan Binaan”.[Online]. Tersedia:http://antariksaarticle.blogspot.com/2009/08/ kearifanlokal-dalam-arsitektur.html. diakses tanggal 22 Agustus 2016. Howkins, J. 2007. The Creative Economy, How People Make Money From Ideas. London, England: Penguin Book. Moertopo, Ali.1974. Strategi politik Nasional, Jakarta: CSIS, 1974. Sudarsono, Edilius. 2011. Konsep Ekonomi; Uang dan Bank. Rineka Cipta:Jakarta.
Profil Optimalisasi Dana Di Provinsi Lampung
Penyusun: Nedi Hendri, S.E., M.Si., Ak., CA. Suyanto, S.E., M.Si., Ak., CA. Desain Sampul: Bungsudi Setting: Bungsudi Halaman: v + 65 Halaman
Hak cipta dilindungi Undang-Undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari penyusun. Penerbit: CV. LADUNY ALIFAMA ISBN. 978-602-1397-51-0
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Pertama, tim penyusun mengajak marilah senantiasa memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, mengingat sampai sekarang ini kita masih dikaruniai kenikmatan yang kita tidak sanggup untuk menghitung-hitungnya, terutama nikmat iman, islam, kesehtan, kehidupan, dan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri kita sebagai Abdillah dan khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan ummatnya yang setia sampai akhir zaman nanti. Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia menjadikan Indonesia memiliki potensi zakat yang amat besar. Sayangnya, sebagian besar masyarakat indonesia masih belum memiliki kesadaran untuk berzakat sesuai dengan ketentuannya. Padahal Allah SWT telah mewajibkan bagi golongan muslim untuk membagikan 2,5% dari harta mereka untuk masyarakt muslim yang tidak mampu sebagaimana Allah nyatakan dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 227 yang berbunyi: ۟ ُىا َءامى ۟ ُت َو َع ِمل ۟ صلَ ٰىةَ َوأَقَا ُم َّ ٰ ىا ٱل َّ ةَ ٰوٱل َّزكَ َو َءاتَى ُ۟ا ٱل ىاٱلَّ ِذيهَ إِنَّ يَحْ َزوُىنَ هُ ْم َو ََل َعلَ ْي ِه ْم َخىْ فٌ ا َو َل َربِّ ِه ْم ِعى َد أَجْ ُزهُ ْم لَهُ ْم ِ صلِ ٰ َح َ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Surat Al-Baqarah: 227)” Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah belum optimalnya penggunaan dana zakat dewasa ini. Kadang, penyaluran dana zakat hanya sebatas pada pemberian bantuan saja tanpa memikirkan kelanjutan dari kehidupan si penerima dana. Tentu hal ini yang menjadikan beberapa muslim yang kurang mampu tetap tidak dapat mensejahterakan kehidupan merekan. Untuk itu diperlukannya lembaga – lembaga amil zakat yang dapat mengurus akan kepentingan pengelola zakat ini dengan baik sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat muslim indonesia agar kedepannya dapat membantu mereka dalam meraih kehidupan yang sejahtera pula. Dalam buku tentang “Profil Optimalisasi Dana Zakat di Provinsi Lampung” ini, tim penyusun memaparkan beberapa profil lembaga – lembaga yang dapat mengoptimalkan dana zakat yang terdapat di provinsi lampung untuk membantu masyarakat khususnya di provinsi lampung. Akhir kata, tim penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang mendukung terselesaikannya penyusunan buku tentang “Profil Optimalisasi Dana Zakat di Provinsi Lampung” ini. Tim penyusun menyadari terdapat kekurangan – kekurangan dari buku ini baik dalam penyusunan maupun kata-kata, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangatlah kami harapkan. Tim penyusun juga berharap semoga dengan adanya buku ini, masyarakt muslim terkhusus di provinsi lampung dapat membantu masyarakat yang kurang mampu dengan memberikan sebagian harta mereka ke lembaga – lembaga amil zakat yang tepat dalam menyalurkan zakat mereka. Waassalamualaikum Wr. Wb. Horma kami,
Tim Penyusun
DAFTAR ISI Halaman Sampul .................................................................................................................. i Kata Pengantar ................................................................................................................... iii Daftar Isi ............................................................................................................................. v Bab I
: Konsep Dasar Zakat .......................................................................................................... 1
Bab II
: Manajemen Pengelolaan Dana Zakat ....................................... 12
Bab
: Dompet Peduli Umat Daarut Tauhid (DPU-DT) ............................................................ 22
III
: Rumah Zakat ............................................................................ 27
Bab
: Lampung Peduli........................................................................ 32
IV
: PKPU ........................................................................................ 35
Bab V Bab VI Bab VII Bab
: Baznas Provinsi Lampung ........................................................ 41 : Yatim Mandiri ......................................................................... 44 : Rumah Yatim ........................................................................... 50 : Lazismu .................................................................................... 56 : Lazisnu ............................................................................................................................ 63
VIII Bab IX
Bab X Bab XI Daftar Pustaka................................................................................................................... 65
BAB I KONSEP DASAR ZAKAT
A.
MAKNA ZAKAT
Menurut Bahasa(lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. At-Taubah : 10) Menurut Hukum Islam (istilah syara’), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy) Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah sunnah dinamakan infaq. Sebagian yang lain mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah. 1.
Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah a. Zakat (QS. Al Baqarah : 43) b. Shadaqah (QS. At Taubah : 104) c. Haq (QS. Al An‟am : 141) d. Nafaqah (QS. At Taubah : 35) e. Al „Afuw (QS. Al A‟raf : 199)
2.
Hukum Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur‟an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia. 3.
Macam-macam Zakat a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah.
b. Zakat Maal (harta). 4.
Syarat-syarat Wajib Zakat a. Muslim b. Aqil c. Baligh d. Memiliki harta yang mencapai nishab
B.
ZAKAT MAAL
1.
Pengertian Maal (harta)
Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang diinginkan sekali sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan menyimpannya. Menurut syar’a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim). sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu: Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll. 2.
Syarat-Syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati a. Milik Penuh (Almilkuttam) Kekayaan milik penuh / Almikuttam yaitu harta yang berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya. b. Berkembang Kekayaan berkembang yaitu harta yang dapat bertambah atau berkembang bila diusahakan atau mempunyai potensi untuk berkembang. c. Cukup Nishab Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’. sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat d. Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah)
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan keluarga yang menjadi tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya. Artinya apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi yang bersangkutan tidak dapat hidup layak. Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb. e. Bebas Dari hutang Orang yang mempunyai hutang sebesar atau mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. f. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul) Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun. Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.
Harta (Maal) yang Wajib di Zakati a. Binatang Ternak Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung). b. Emas Dan Perak Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan tambang elok, juga sering dijadikan perhiasan. Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu. Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain. Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak. Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah, villa, kendaraan, tanah, dll. Yang melebihi keperluan menurut syara’ atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan. Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut. c. Harta Perniagaan Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjualbelikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa barang seperti alat-alat, pakaian, makanan, perhiasan, dll. Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb.
d. Hasil Pertanian Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buahbuahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll. e. Ma-din dan Kekayaan Laut Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll. f. Rikaz Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. C.
NISHAB DAN KADAR ZAKAT
1.
Harta Peternakan a. Sapi, Kerbau dan Kuda Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb : Jumlah Zakat Ternak(ekor) 30-39 1 ekor sapi jantan/betina tabi’ (a) 40-59 1 ekor sapi betina musinnah (b) 60-69 2 ekor sapi tabi’ 70-79 1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi’ 80-89 2 ekor sapi musinnah Keterangan : 1) Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2 2) Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi’. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah. b. Kambing/domba Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb : Jumlah Zakat Ternak(ekor) 40-120 1 ekor kambing (2th) atau domba (1th) 121-200 2 ekor kambing/domba 201-300 3 ekor kambing/domba Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor. c. Ternak Unggas (Ayam, Bebek, Burung,dll) dan Perikanan Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing. Tapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%.
Contoh : Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb: 1. Ayam broiler 5600 ekor seharga Rp 15.000.000 2. Uang Kas/Bank setelah pajak Rp 10.000.000 3. Stok pakan dan obat-obatan Rp 2.000.000 4. Piutang (dapat tertagih) Rp 4.000.000 Jumlah 5. Utang yang jatuh tempo Saldo
Rp 31.000.000 Rp 5.000.000 Rp26.000.000
Keterangan : Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000 Catatan :
Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati. Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00 d. Unta Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb: Jumlah(ekor) Zakat 5-9 1 Ekor Kambing/Domba (A) 10-14 2 Ekor Kambing/Domba 15-19 3 Ekor Kambing/Domba 20-24 4 Ekor Kambing/Domba 25-35 1 Ekor Unta Bintu Makhad (B) 36-45 1 Ekor Unta Bintu Labun (C) 45-60 1 Ekor Unta Hiqah (D) 61-75 1 Ekor Unta Jadz‟ah (E) 76-90 2 Ekor Unta Bintu Labun (C) 91-120 2 Ekor Unta Hiqah (D) Keterangan: Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih.
Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2 Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3 Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4 Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah. 2.
Emas dan Perak
Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %. Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam “emas dan perak”, seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacammacam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %). Contoh : Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut : Tabungan Uang tunai (diluar kebutuhan pokok) Perhiasan emas (berbagai bentuk) Utang yang harus dibayar (jatuh tempo)
Rp 5 juta Rp 2 juta 100 gram Rp 1.5 juta
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram. Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb : 1.Tabungan 2.Uang tunai 3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000
Rp 5.000.000 Rp 2.000.000 Rp 1.000.000
Jumlah
Rp 8.000.000
Utang
Rp 1.500.000
Saldo
Rp 6.500.000
Keterangan : Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,-
Catatan : Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama. 3.
Perniagaan
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5%. Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab)
Cara menghitung zakat : Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini : a. Kekayaan dalam bentuk barang b. Uang tunai c. Piutang Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak. Contoh : Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb : 1.Mebel belum terjual 5 set Rp 10.000.000 2.Uang tunai Rp 15.000.000 3. Piutang Rp 2.000.000 Jumlah
Rp 27.000.000
Utang & Pajak
Rp 7.000.000
Saldo
Rp 20.000.000
Keterangan : Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang). Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2(dua) cara: a. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %. b. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya. 4.
Hasil Pertanian
Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut. Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras). Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%. Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10). Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).
BAB II MANAJEMEN PENGELOLAAN DANA ZAKAT
A.
DASAR
Kegiatan inti (mendasar) dalam pengelolaan dana zakat infak dan shodaqoh (ZIS) menurut Sadewo (2004) dibagi menjadi empat kegiatan utama yaitu: penghimpunan, pengelolaan, pendayagunaan, dan pendistribusian. B. PENGHIMPUNAN Penghimpunan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan dana ZIS dari muzakki. Peran fungsi dan tugas divisi atau bidang penghimpunan dikhususkan mengumpulkan dana zakat, infak, sedekah dan wakaf dari masyarakat. Dalam melaksanakan aktivitas pengumpulan dana tersebut bagian penghimpunan dapat menyelenggarakan berbagai macam kegiatan. Menurut Sudewo (2004: 189) kegiatan penghimpunan ada dua yaitu galang dana dan layanan donatur: 1. Galang Dana Dalam melakukan penggalangan dana ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan yaitu: a. Kampanye (dakwah), dalam melakukan kampanye sosialisasi zakat ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu: konsep komunikasi, materi kampanye, bahasa kampanye, media kampanye, b. Kerjasama program, galang dana dapat menawarkan program untuk dikerjasamakan dengan lembaga atau perusahaan lain. Kerjasama ini tentu dalam rangka aktivitas fundraising. c. Seminar dan diskusi, dalam sosialisasi zakat galang dana juga dapat melakukan kegiatan seminar. Tema seminar bisa apa saja asal masih relevan dengan kegiatan dan kiprah lembaga zakat. d. Pemanfaatan rekening bank, pembukaan rekening bank, ini dimaksudkan untuk memudahkan donatur menyalurkan dananya. Jumlah dana yang masuk menjadi strong point. Menurut Widodo (2001: 82) ada beberapa cara dana diterima lembaga zakat diantaranya adalah:
a. Melalui rekening di bank, artinya di bank mana lembaga membuka rekening penerimaan dana zakat. b. Counter, di lokasi mana lembaga membuka counter. c. Jemput bola, wilayah mana saja yang akan dilayani dengan cara dana zakat diambil oleh lembaga. Pendapat Sudewo dan Widodo mengenai bagaimana cara penggalangan dana zakat sebenarnya tidak jauh berbeda. Penggalangan bisa dilakukan dengan cara: mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan sosialisasi masalah zakat, penerimaan dana zakat bisa melalui rekening bank, counter penerimaan, atau diambil sendiri oleh amil. Model penerimaan seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan muzakki menyalurkan zakatnya. 2.
Layanan Donator
Layanan donatur tak lain adalah customer care atau di dalam perusahaan dinamakan customer service. Tugas yang dilakukan layan donatur cukup bervariasi diantaranya (Sadewo, 2004: 201-203): a. Data donatur, data tentang donatur harus didokumentasikan. Data ini diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya dari bukti transfer bank, dari kuitansi, para donatur yang datang langsung atau surat-surat. Data yang dihimpun sebaiknya dilengkapi dengan berbagai informasi. Dengan menguasai semua data donatur, lembaga zakat akan semakin bisa membuat donatur untuk tetap terlibat di dalamnya. b. Keluhan, layan donatur juga harus sama cermatnya dalam mendata tentang keluhan dari donatur, mitra kerja atau masyarakat umum. Keluhan ini harus disusun, dikompilasi, dan dianalisa. Hasil analisa dari keluhan diserahkan kepada divisi penghimpunan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. c. Follow up keluhan, satu hal yang menjadi kebiasaan kita adalah menghindari penyelesaian keluhan. Mengatakan bahwa akan ditangani oleh yang berwenang adalah suatu jawaban yang professional. Namun bila hanya sekadar jawaban tanpa follow up ini kebohongan pada publik. Dengan adanya pelayanan untuk donatur, mereka tidak merasa kecewa karena merasa tidak diperhatikan. Pendataan donatur sangat penting karena ini menyangkut hubungan silaturrahim antara muzakki, amil, dan juga mustahiq. Karena hubungan ini berpengaruh pada potensi zakat yang ada pada lembaga. Muzakki terkadang merasa tidak puas dengan kinerja amil, mereka berhak menyampaikan keluhan-keluhan. Amil (lembaga) harus menindaklanjuti keluhan muzakki, tidak hanya menerima keluhan tersebut..
C.
PENGELOLAAN (KEUANGAN)
Seperti juga struktur keuangan lembaga yang lain, struktur keuangan zakat terdiri atas dua bidang yaitu bendahara dan akuntansi. Ada dua verifikasi yang dikerjakan yakni verifikasi penerimaan dan pengeluaran.Verifikasi penerimaan dimulai sejak dana ditransfer dari muzakki hingga masuk ke lembaga zakat. Sedangkan verifikasi pengeluaran dicermati sejak diajukan hingga pencairan dana. Bendahara (kasir) berfungsi mengeluarkan dana yang telah disetujui. Sedangkan bidang akuntansi melakukan pencatatan keluar masuknya uang. Pencatatan ini diinput dalam jurnal harian. Setelah itu diposting kedalam buku besar. Dalam kerjanya sesungguhnya akuntansi memilah atas dua segi yakni akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen. Akuntansi keuangan dibuat sesuai pernyataan standar akuntansi, sementara akuntansi manajemen dikerjakan sesuai dengan kebutuhan lembaga. Dalam akuntansi keuangan ada lima laporan yang harus dikerjakan divisi pengelolaan keuangan (Sadewo, 2004: 214-215) yaitu: a. Neraca, merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan pada waktu tertentu. b. Laporan sumber dan penggunaan dana, tujuan dari LSPD adalah menggambarkan aktivitas lembaga terutama dalam menjelaskan asal sumber-sumber pendanaan serta penyalurannya sesuai dengan bidang garapan masing-masing, ini menggambarkan kinerja lembaga ditinjau dari aspek finance. c. Laporan dana termanfaatkan, tujuan dari LPDT adalah menggambarkan berbagai aktivitas pendanaan yang non cash, contohnya pinjaman hutang dan pemberian hutang. d. Laporan arus kas, tujuannya menggambarkan aliran kas keluar masuk. Pertimbangan alur keluar masuk didasarkan pada tiga jenis aktivitas yaitu: a. Operasi, terkait dengan kegiatan utama lembaga zakat. b. Investasi, yang dimaksud adalah penggunaan uang yang ditujukan baik untuk kepentingan lembaga maupun mustahiq. c. Pendanaan, merupakan kebutuhan tambahan dana eksternal dalam pembiayaan program jangka panjang. d. Catatan atas laporan keuangan, berisi penjelasan atas keempat jenis laporan diatas sebagai catatan khusus yang lebih rinci sifatnya. Akuntansi manajemen berperan penting dalam menentukan kepentingan manajemen yang lebih luas berdasarkan penggunaan data keuangan yang ada. D.
PENDAYAGUNAAN
Sesungguhnya jatuh bangunnya lembaga zakat terletak pada kreativitas divisi pendayagunaan, yaitu bagaimana amil (lembaga zakat) mendistribusikan zakat dengan inovasi-inovasi yang baru dan bisa memenuhi tujuan pendistribusian
zakat kepada mustahiq. Pendayagunaan program pemberdayaan mustahiq merupakan inti dari zakat. Ada beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan oleh bidang pendayagunaan. Namun yang terjadi di Indonesia beberapa lembaga zakat sudah memiliki keseragaman kegiatan. Adapun kegiatan tersebut adalah: 1. Pengembangan Ekonomi Dalam melakukan pengembangan ekonomi ada beberapa kegiatan yang dapat dijalankan oleh lembaga zakat (Sadewo, 2004: 227-235) diantaranya: a. Penyaluran modal. b. Pembentukan lembaga keuangan. c. Pembangunan industri. d. Penciptaan lapangan kerja. e. Peningkatan usaha. f. Pelatihan. g. Pembentukan organisai. Beberapa kegiatan pengembangan ekonomi seperti yang disebutkan di atas telah banyak dipraktekan di Indonesia. Jika pendistribusian dana disalurkan untuk kegiatan pengembangan ekonomi seperti itu usaha merubah mustahiq menjadi muzakki memiliki peluang yang lebih besar. 2. Pembinaan Sumber Daya Manusia Pembinaan SDM adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh lembaga zakat untuk membina mustahiq. Program yang paling mudah dilakukan adalah pemberian beasiswa kepada anak-anak dari keluarga mustahiq. Menurut Sudewo ada beberapa program pendidikan yang bisa dikembangkan untuk membantu anak-anak mustahiq (Sadewo, 2004: 231) diantaranya: a. Beasiswa b. Diklat dan kursus keterampilan c. Sekolah 3.
Layanan Sosial
Yang dimaksud dengan layanan sosial adalah layanan yang diberikan kepada kalangan mustahiq dalam memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa kegiatan santunan sosial diantaranya seperti: biaya kesehatan, santunan anak yatim, bantuan bencana alam. Layanan sosial merupakan program insidentil lembaga, karena dana zakat tersebut diberikan kepada mustahiq ketika ada kebutuhan yang sangat mendesak. E.
PENDISTRIBUSIAN
Pendistribusian adalah suatu kegiatan dimana zakat bisa sampai kepada mustahiq secara tepat. Kegiatan pendistribusian sangat berkaitan dengan pendayagunaan, karena apa yang akan didistribusikan disesuaikan dengan pendayagunaan. Akan tetapi juga tidak bisa terlepas dari penghimpunan dan
pengelolaan. Jika penghimpunannya tidak maksimal dan mungkin malah tidak memperoleh dana zakat sedikitpun maka tidak akan ada dana yang didistribusikan. Muhammad (2006: 176) berpendapat bahwa distribusi zakat berkaitan dengan persediaan, saluran distribusi, cakupan distribusi, lokasi mustahiq, wilayah penyaluran, tingkat persediaan, dana zakat dan lokasi amil, pengiriman, dan keagenan. Zakat yang dihimpun oleh Lembaga Zakat harus segera disalurkan kepada para mustahiq sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Mekanisme distribusi zakat kepada mustahiq bersifat konsumtif dan juga produktif. Menurut Mufraini (2006: 148) distribusi zakat tidak hanya dengan dua cara akan tetapi ada tiga yaitu: distribusi konsumtif, distribusi produktif, dan investasi. Sebagai penegasan sudah seharusnya pemerintah berperan aktif di dalam membangun kesejahteraan umat Islam yang mendominasi negara ini, sehingga nantinya di dalam pengelolaan zakat dan pendistribusiannya dapat dilakukan secara optimal, tepat sasaran dan profesional. Usaha-usaha pengumpulan zakat hendaknya lebih dimaksimalkan agar pendistribusiannya tersalurkan secara terpadu kepada yang berhak secara sistematis dan optimal. Ada beberapa ketentuan dalam mendistribusikan dana zakat kepada mustahiq yaitu: 1. Mengutamakan distribusi domestik, dengan melakukan distribusi lokal atau lebih mengutamakan penerima zakat yang berada dalam lingkungan terdekat dengan lembaga zakat (wilayah muzakki) dibandingkan pendistribusiannya untuk wilayah lain. 2.
Pendistribusian yang merata dengan kaidah-kaidah sebagai berikut: a. Bila zakat yang dihasilkan banyak, seyogyanya setiap golongan mendapat bagiannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing. b. Pendistribusiannya haruslah menyeluruh kepada delapan golongan yang telah ditetapkan. c. Diperbolehkan untuk memberikan semua bagian zakat kepada beberapa golongan penerima zakat saja, apabila didapati bahwa kebutuhan yang ada pada golongan tersebut memerlukan penanganan secara khusus. d. Menjadikan golongan fakir miskin sebagai golongan pertama yang menerima zakat, karena memenuhi kebutuhan mereka dan membuatnya tidak bergantung kepada golongan lain adalah maksud dan tujuan diwajibkannya zakat. e. Seyogyanya mengambil pendapat Imam Syafi‟i sebagai kebijakan umum dalam menentukan bagian maksimal untuk diberikan kepada petugas
zakat, baik yang bertugas yangmendistribusikannya. 3.
dalam
mengumpulkan
maupun
Membangun kepercayaan antara pemberi dan penerima zakat. Zakat baru bisa diberikan setelah adanya keyakinan dan juga kepercayaan bahwa si penerima adalah orang yang berhak dengan cara mengetahui atau menanyakan hal tersebut kepada orang-orang adil yang tinggal di lingkungannya, ataupun yang mengetahui keadaannya yang sebenarnya.
Intermediary system yang mengelola investasi dan zakat seperti perbankan Islam dan lembaga pengelola zakat dewasa ini lahir secara masif. Di Indonesia sendiri, dunia perbankan Islam dan lembaga pengumpul zakat menunjukan perkembangan yang cukup pesat. Mereka berusaha untuk berkomitmen mempertemukan pihak surplus muslim dan pihak defisit muslim. Dengan harapan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau bahkan menjadikan kelompok defisit (mustahiq) menjadi surplus (muzakki). Melihat fenomena dan permasalahan yang terjadi di Indonesia dari sisi zakat, sosial masyarakat, dan juga ekonomi Mufraini (2006: 147) membuat sebuah inovasi distribusi zakat yang dikategorikan dalam empat bentuk sebagai berikut: 1. Distribusi Bersifat Konsumtif Tradisional Yaitu zakat dibagikan kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat māl yang dibagikan kepada para korban bencana alam. 2. Distribusi Bersifat Konsumtif Kreatif Zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa. 3. Distribusi Zakat Bersifat Produktif Tradisional Zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja fakir miskin. 4.
Distribusi Zakat dalam Bentuk Produktif Kreatif
Zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk membangun proyek sosial atau menambah modal dagang pengusaha kecil. Sebagimana dilihat dari inovasi di atas maka lembaga zakat selain mendistribusikan zakat secara konsumtif, saat ini juga telah mengembangkan sistem distribusi zakat produktif. Pola distribusi dana zakat produktif menjadi menarik untuk dibahas mengingat ketentuan syari‟ah menegaskan bahwa dana zakat yang terkumpul sepenuhnya adalah hak milik dari mustahiq delapan asnaf.
Zakat bukan hanya persoalan ibadah mahḍah (ritual murni) tapi juga persoalan māliyah ijtima‟iyyah (harta benda sosial) oleh karenanya harus ma‟qulul ma‟na (masuk akal). Ini merupakan pendapat golongan Hanafiyah dan pendapat ini dapat diterima karena ma‟qulul ma‟na dapat diterapkan sesuai perkembangan zaman. Dan dapat menjawab tuntutan kemaslahatan umat, kapanpun dan dimanapun. Al-Qur‟an sendiri tidak mengatur bagaimana seharusnya dan sebaiknya membagikan zakat kepada para asnaf. Umar bin Khattab ra pernah memberikan dana zakat berupa kambing agar dapat berkembang biak. Nabi pernah memberikannya kepada seorang fakir sebanyak dua dirham, dengan memberikan anjuran agar mempergunakan uang tersebut, satu dirham untuk dimakan dan satu dirham lagi supaya dibelikan kapak sebagai alat kerja. Berdasarkan pendapat golongan Hanafiyah, dan peristiwa pada masa Rasulullah dan Umar maka distribusi zakat secara produktif diperbolehkan demi kemaslahatan umat. Pendapat ini dikuatkan oleh Yafie (1995: 236) bahwa pemanfaatan dana zakat yang dijabarkan dalam ajaran fiqih memberi petunjuk perlunya suatu kebijakan dan kecermatan, di mana perlu dipertimbangkan faktorfaktor pemerataan dan penyamaan, kebutuhan yang nyata dari kelompokkelompok penerima zakat, kemampuan penggunaan dana zakat dari yang bersangkutan yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraannya dan kebebasannya dari kemelaratan, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak lagi menjadi penerima zakat tetapi menjadi pembayar zakat. Hal-hal di atas dicontohkan bahwa jika penerima zakat tersebut tahu dan biasa berniaga maka kepadanya diberikan modal usaha, atau yang bersangkutan mempunyai keterampilan pertukangan maka kepadanya diberikan perkakas yang memungkinkan dia bekerja dalam bidang keterampilannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terhadap dana zakat tersebut tidak akan menjadi permasalahan yang ilegal dalam pengertian hukum. Oleh karena itu dana zakat yang digulirkan secara produktif tentunya tidak dapat menuntut adanya tingkat pengembalian tertentu sebagaimana halnya sumber dana selain zakat. Konsep distribusi dana zakat secara produktif yang dikedepankan sejumlah lembaga zakat biasanya dipadukan dengan dana terkumpul lainnya yaitu shadaqah dan infak. Hal ini untuk meminimalisir adanya perbedaan pendapat akan pola produktif dana zakat. Aturan syari‟ah menetapkan bahwa dana hasil pengumpulan zakat, sepenuhnya adalah hak milik dari para mustahiq. Dengan demikian pola distribusi produktif yang dikembangkan pada umumnya mengambil skema qardul hasan yakni satu bentuk pinjaman yang menetapkan tidak adanya tingkat pengembalian tertentu dari pokok pinjaman. Namun demikian bila ternyata si peminjam dana tersebut tidak mampu mengembalikan pokok tersebut, maka hukum zakat mengindikasikan bahwa sipeminjam tersebut tidak dapat dituntut atas ketidakmampuannya tersebut, karena pada dasarnya, dana tersebut adalah hak mereka. Terlepas dari perbedaan pendapat dalam fiqih dan pola inovasi pendanaan yang diambil dari dana zakat, skema yang dikedepankan dari pola qordul hasan sebenarnya sangat brilian, sebagaimana menurut pendapat Mufraini (2006: 160) bahwa:
1.
Ukuran keberhasilan sebuah lembaga pengumpul zakat adalah bagaimana lembaga tersebut dapat menjadi salah satu elemen dari sekuritas sosial yang mencoba mengangkat derajat kesejahteraan seorang mustahiq menjadi seorang muzakki. Jika hanya pola konsumtif yang dikedepankan, tampaknya akan sulit tujuan ini bisa tercapai.
2.
Modal yang dikembalikan oleh mustahiq kepada lembaga zakat, tidak berarti bahwa modal tersebut sudah tidak lagi menjadi haknya mustahiq yang diberikan pinjaman. Ini artinya bisa saja dana tersebut diproduktifkan kembali dengan memberi balik kepada mustahiq tersebut yang akan dimanfaatkan untuk penambahan modal usahanya lebih lanjut. Dan kalaupun tidak, hasil akumulasi dana zakat dari hasil pengembalian modal akan kembali didistribusikan kepada mustahiq lain yang juga berhak.
BAB III DOMPET PEDULI UMAT DAARUT TAUHID (DPUDT) A.
PROFIL SINGKAT
Dompet Peduli Ummat adalah sebuah LEMBAGA AMIL ZAKAT NASIONAL dan merupakan Lembaga Nirlaba yang bergerak di bidang penghimpunan (FUNDRAISING) dan PENDAYAGUNAAN dana zakat, Infaq, shadaqah dan wakaf (ZISWA). Didirikan 16 Juni 1999 Oleh KH Abdullah Gymnastiar sebagai bagian dari Yayasan Daarut Tauhiid dengan tekad menjadi LAZ yang Amanah, Profesional dan Jujur berlandaskan pada Ukhuwah Islamiyah. Latar belakang berdirinya DPU Daarut Tauhiid adalah bahwa Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia memiliki potensi zakat yang amat besar. Sayangnya, pada saat itu sebagian besar masyarakat masih belum memiliki kesadaran untuk berzakat sesuai dengan ketentuannya. Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah belum optimalnya penggunaan dana zakat ini. Kadang, penyaluran dana zakat hanya sebatas pada pemberian bantuan saja tanpa memikirkan kelanjutan dari kehidupan si penerima dana. DPU Daarut Tauhiid berusaha untuk mengatasi hal-hal tersebut. Selain menguatkan kesadaran masyarakat terhadap zakat, DPU-DT juga berusaha menyalurkan dana yang sudah diterima kepada mereka yang benar-benar berhak, dan berusaha mengubah nasib kaum mustahik menjadi muzaki atau mereka yang sebelumnya menerima zakat menjadi pemberi zakat. Kiprah DPU Daarut Tauhiid ini mendapat perhatian pemerintah, kemudian ditetapkan menjadi Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) sesuai dengan SK Menteri Agama no 410 tahun 2004 pada tanggal 13 Oktober 2004. Di mana sebelumnya sejak tahun 2002 masih sebagai Lembaga Amil Zakat Daerah.
Mulai tahun 2004, DPU Daarut Tauhiid mengembangkan konsep penyaluran dana zakat bergulir berkesinambungan, untuk para penerima zakat, agar suatu saat dapat meningkatkan taraf hidupnya dan mampu berubah dari penerima zakat menjadi pemberi zakat. Lembaga tidak hanya member ikannya saja, melainkan juga memberi kailnya, agar mereka bisa terus berusaha dan meningkatkan taraf hidupnya. Oleh karena itu, saat ini peningkatan kekuatan ekonomi dan pembelajaran bagi masyarakat merupakan prioritas yang harus diutamakan, sehingga upaya-upaya untuk menumbuhkan kemampuan dan kemandirian ummat yang berasal dari sinergi potensi masyarakat patut untuk diwujudkan secara bersama-sama. B.
VISI DAN MISI
Visi DPU-DT adalah menjadi model Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) yang amanah, profesional, akuntabel dan terkemuka dengan daerah operasi yang merata. Sedangkan Misi DPU-DT adalah: 1) Mengoptimalkan potensi ummat melalui Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). 2) Memberdayakan masyarakat dalam bidang ekonomi, pendidikan, dakwah dan sosial menuju masyarakat mandiri. Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Jl. Gegerkalong Girang No. 32 Bandung, Informasi DPU & Zakat Telp./ Fax. 022- 2021862, 2021861, Mobile 083 10001 7002 Website: www.dpu-daaruttauhiid.org. e-mail:
[email protected] Kantor Lampung: Jl. H. Juanda No. 11 Pahoman Bandar Lampung, Telp/Fax. 0721-256024 C. JENIS – JENIS PROGRAM a. Program bersifat Konsumtif: 1.
Program Dakwah-KU terdiri dari: a) Baitul Qur’an; berupa pemberian biaya pendidikan tahfidz qur‟an dan biaya asrama bagi peserta didik yang kurang mampu dan mempunyai kapasitas menghafal qur‟an dengan baik. b) Mobil Cinta Masjidku; berupa layanan sarana dakwah dan pelayanan program kebersihan masjid, upgrading SDM masjid yang ada di pelosok desa dan pendistribusian al-qur‟an. c) Media Da’waah-KU; merupakan layanan yang disajikan memalui media cetak berupa majalah, Buletin dan News Letter yang berisikan laporan distribusi dana yang terkumpul, khasanah islam dan konsultasi seputar keluarga. d) Majlis Ta’lim Manajemen Qolbu; merupakan layanan kajian keilmuan secara kolosal dengan konsep Manajemen Qolbu, yang dilaksanakan diberbagai kota di Indonesia.
2.
Program Besiswa-KU terdiri dari: a) Beasiswa TK/Paud-KU; berupa pemberian biaya pendidikan bagi anak usia dini dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, sehingga proses pendidikan masih bisa dirasakan sejak dini. b) Beasiswa SD-KU; berupa pemberian biaya pendidikan bagi anak usia kelas 1 hingga kelas 6 SD dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, sehingga proses pendidikan masih bisa dirasakan sejak dini. c) Beasiswa SMP-KU; berupa pemberian biaya pendidikan dan boarding bagi anak usia kelas 1 hingga kelas 3 SMP dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, namun anak memiliki prestasi dan berkeinginan kuat untuk melanjutkan sekolah sehingga proses pendidikan masih bisa dirasakan sejak dini. d) Beasiswa SMK-KU; berupa pemberian biaya pendidikan dan boarding bagi anak usia kelas 1 hingga kelas 3 SMK dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, namun anak memiliki prestasi dan berkeinginan kuat untuk melanjutkan sekolah sehingga proses pendidikan masih bisa dirasakan sejak dini. e) Beasiswa SMA-KU; berupa pemberian biaya pendidikan dan boarding bagi anak usia kelas 1 hingga kelas 3 SMA ditambah 1 tahun pertama pendidikan Tahfidz Qur‟an dan pembentukan karakter pemimpin, dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, namun anak memiliki prestasi dan berkeinginan kuat untuk melanjutkan sekolah sehingga proses pendidikan masih bisa dirasakan sejak dini. f) Bea Mahasiswa-KU; berupa pemberian biaya pendidikan dan pelatihan pembekalan kerja bagi para mahasiswa yang ada di Perguruan Tinggi di Indonesia yang berasal dari keluarga yang kurang mampu dari segi ekonomi, namun anak memiliki prestasi dan berkeinginan kuat untuk mandiri. g) Balai Kreatif-KU; berupa pemberian Pelatihan Skill bagi para generasi muda-mudi di Indonesia sehingga menjadi generasi yang siap kerja, dengan memiliki keahlian khusus, berkarakter baik dan kuat serta memiliki jiwa mandiri.
3.
Program Peduli-KU terdiri dari: a) Layanan Peduli Sosial; layanan yang diberikan berupa pemeriksaan dan pengobatan gratis bagi wilayah pedesaan yang terisolir dari akses sarana kesehatan. b) Layanan Peduli Kemanusiaan; layanan tanggap darurat bagi korban bencana alam yang meliputi trauma healing, penyaluran sembako dan kebutuhan pokok lainnya.
c) Ramadhan Peduli Negari; pemberian paket lebaran bagi keluarga dhuafa dan berbagi bersama sahabat yatim piatu dengan memberikan santunan dan kegiatan yang menarik bagi anak-anak. d) Kurban Peduli Negeri; berupa penyembelihan dan pendistribusian daging kurban ke pelosok negeri yang padat, kumuh, miskin sesuai dengan tuntutan syariah, dimana hewan yang disembelih merupakan hasil pemberdayaan peternak didesa binaan. Juga adanya kegiatan nyate bersama anak yatim dan dhuafa serentak di seluruh cabang nasional. e) Peduli Lingkungan-KU; berupa pemberian sarana kebersihan lingkungan masjid dan sekitarnya, dengan rangkaian kegiatan manajemen masjid, pelatihan janaiz, pendistribusian qur‟an dan peduli penghijauan bumi. b. Program bersifat Produktif: Program pendayagunaan ZIS DPU-DT dikenal dengan Program IkhtiarKU berupa program-program kemandirian berbasis ekonomi dalam rangka memperbaiki tarap hidup keluarga masyarakat dhuafa sehingga mampu mandiri, diantaranya: 1. MiSyKat (Microfinance Syariah Berbasis Masyarakat); berupa Lembaga Pemberdayaan Dhuafa melalui program pemberdayaan ekonomi produktif yang dikelolah secara sistematis, intensif dan berkesinambungan. Para peserta (mustahik) diberikan dana bergulir, keterampilan dan wawasan berusaha, pendidikan menabung, penggalian potensi, pembinaan akhlak dan karakter sehingga mereka menjadi berdaya dan didorong untuk lebih mandiri. 2. Usaha Ternak Mandiri (UTM); berupa penggemukan hewan ternak yang sasrannya adalah memberdayakan peternak kecil di pedesaan. Program dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan hewan ternak yang berkualitas sampai pada proses pemasaran melalui program pendampingan yang intensif dan berkesinambungan. Hasil akhirnya adalah terlaksananya keberlangsungan kemandirian mustahik. 3. Usaha Tani Mandiri (UTAMA); memberdayakan petani kecil dipedesaan. Program dilaksanakan dalam bentuk pengolahan lahan yang berkualitas sampai proses pemasaran melalui program pendampingan yang intensif dan berkesinambungan. Hasil akhirnya adalah terlaksananya keberlangsungan da kemandirian mustahik.
BAB IV RUMAH ZAKAT A.
PROFIL SINGKAT
Lembaga Amil Zakat (LAZ) LAMPUNG PEDULI adalah sebuah lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan pada pengelolaan zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf secara lebih profesional dengan menitikberatkan pembinaan dan pemberdayaan sosial melalui 4 rumpun program yaitu program pendidikan (EduCare), kesehatan (HealthCare), pemberdayaan ekonomi (EcoCare) dan kepemudaan (YouthCare). Memulai kiprahnya sejak Mei 1998 di Bandung, lembaga yang awalnya bernama Dompet Sosial Ummul Quro (DSUQ) dan dipelopori oleh Abu Syauqi ini, semakin menguatkan eksistensinya sebagai lembaga amil zakat. Legalitas untuk melakukan ekspansi semakin kuat ketika lembaga ini telah mendapat sertifikasi pengukuhan sebagai lembaga amil zakat nasional berdasarkan SK Menteri Agama RI No. 157 pada tanggal 18 Maret 2003 yang diperbaharui melalui SK Menag RI No. 42 tahun 2007. Sebelas tahun sudah Rumah Zakat Indonesia berdiri menjadi jembatan harmoni antara para muzakki dan mustahik, menyambungkan empati dalam simpul pelayanan gratis hingga pemberdayaan. Atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa, didukung simpati sobat zakat sekalian, Rumah Zakat Indonesia telah hadir di 44 jaringan kantor di 38 kota besar dari Banda Aceh NAD hingga Jayapura, Papua. Dengan dukungan teknologi informasi, kini semua kantor (pusat-regionalcabang-kantor kas) telah terkoneksi secara online. Membuat pengelolaan lembaga lebih terintegrasi, transparan dan cepat. Dalam pengembangan keempat rumpun programnya Rumah Zakat Indonesia mengembangkan program pendampingan dan pemberdayaan intensif berbasis komunitas yang disebut Integrated Community Development (ICD) baik per kecamatan maupun kelurahan. Untuk setiap ICD dikelola oleh satu orang atau lebih Mustahik Relation Officer (MRO) yang tinggal di tengah-tengah masyarakat yang dibinanya sehingga pemantauan dan keberlangsungan program lebih terjaga. Semangat membumikan nilai spritualitas menjadi kesalehan sosial membingkai
gerak lembaga ini sebagai mediator antara nilai kepentingan muzakki dan mustahik. Antara yang memberi dan menerima, antara para aghniya (orang kaya) dan mereka yang dhuafa sehingga kesenjangan sosial bisa semakin dikurangi jaraknya. Harmoni ini semakin hangat dengan dukungan para muzakki dan mitra lembaga. Merekalah yang menjadi tiang penyangga lembaga, selain tentu dukungan doa anak yatim dan para mustahiq yang menyuburkan gerakan sosial ini dilakukan. B.
VISI DAN MISI:
Visi LAZ Rumah Zakat adalah menjadi Lembaga Amil Zakat Taraf Internasional Yang Unggul dan Terpercaya. Sedangkan Misi LAZ Lampung Peduli adalah: 1) Membangun kemandirian masyarakat melalui pemberdayaan secara produktif 2) Menyempurnakan kualitas pelayanan masyarakat melalui keunggulan insani Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Jl. Turangga No. 25C, Bandung Telp. (022) 7332407 Fax. (022) 7332478 atau Jl. Matraman Raya No. 148 Blok A1 No. 5 Jakarta Timur Telp. (021) 85918020 SMS Centre 0815 7300 1555 Call Centre 0804 100 1000 e-mail :
[email protected] website : www.rumahzakat.org Kantor Lampung: Jl. Jend. Sudirman No. 59 Rawa Laut - 35127 Bandar Lampung. Telp.0721-255813 C. JENIS – JENIS PROGRAM a. Program bersifat Konsumtif: 1.
Program Edu Care: merupakan salah satu rumpun program dari 4 Care yang bertujuan ikut mencerdaskan bangsa melalui sejumlah tahapan pendidikan yang diberikan secara gratis kepada masyarakat kurang mampu, terdiri dari: a) Beasiswa Kembalikan Senyum Anak Bangsa (KSAB); berupa pemberian beasiswa ini merupakan salah satu beasiswa bagi anak asuh Rumah Zakat Indonesia, tidak saja yang bersekolah di SD Juara akan tetapi juga yang bersekolah di sekolah umum lainnya. b) Kids Learning Center (KLC); merupakan salah satu program yang melengkapi beasiswa KSAB, yang dirangkum dalam bentuk aktivitas pendidikan luar sekolah dengan fokus pada penelusuran minat dan bakat. c) SD Juara; adalah sekolah gratis berbasis Multiple Intellegences ditujukan untuk anak yatim dan kurang mampu di lingkungan Integrated Community Development (ICD). d) Pelatihan Bagi Guru; merupakan program peningkatan kualitas skill dan kapasitas guru sebagai aktivator pemberdayaan pendidikan.
e) Pendampingan Sekolah; merupakan program pengembangan mutu sekolah yang dilakukan secara terpadu menuju sekolah unggul dan profesional. 2.
Program Youth Care: Cukup sepuluh pemuda untuk mengguncang dunia. tapi apakah kekuatan itu hadir tiba-tiba? Rumah Zakat Indonesia memberikan wahana pemberdayaan pemuda melalui aksi nyata Program Pengembangan Kapasitas Relawan, Pengembangan Kemandirian Pemuda, dan Siaga Bencana. Kami siapkan pula Youth Development Centre sebagai Balai Latihan Ketrampilan Usaha. Para pemuda dan relawan kini siap tampil lebih berdaya. a) Pendampingan Sekolah; adalah rangkaian pelatihan keterampilan dan motivasi, workshop, serta pembinaan yang mengarahkan setiap peserta agar memiliki kemampuan untuk berwirausaha. b) Program Pendampingan Masyarakat; merupakan program ini ditujukan untuk memberikan pembinaan, pendidikan dan mediasi kepada masyarakat dalam rangka mewujudkan karakter produktif. c) Program Siaga Bencana; sebuah aksi tanggap bencana yang dikelola Rumah Zakat Indonesia dengan program terpadu yang fokus pada peningkatan gizi dan kesehatan korban bencana. d) Program Superqurban; merupakan program optimalisasi daging qurban melalui kornetisasi dalam kemasan kaleng, yang tahan hingga 3 tahun dan tanpa pengawet. e) Waterwell; merupakan program pengadaan air bersih di wilayah pelosok dan pinggiran yang tidak memiliki fasilitas air bersih maupun tidak terjangkau sarana air bersih. f) Pengadaan ICD Center; ICD Centre merupakan infrastruktur yang menjadi pusat aktivitas pemberdayaan masyarakat di wilayah ICD Rumah Zakat Indonesia. Sebagai fasilitas penunjang proses pendampingan dan monitoring pemberdayaan seluruh aspek kehidupan warga ICD, seperti bidang ekonomi, sosial hingga aktivitas keagamaan.
3.
Program Healt Care: Salah satu program Rumah Zakat Indonesia untuk ikut menyehatkan masyarakat khususnya masyarakat kurang mampu. Program ini berbasis layanan kesehatan gratis untuk meningkatkan kesadaran dan aksetibilitas masyarakat terhadap kesehatan. a) Rumah Bersalin Gratis (RGB); Konsep Rumah Sakit gratis bagi keluarga kurang mampu. Pelayanan yang diberikan meliputi pelayanan pemeriksaan kehamilan dan persalinan, USG, dan pemeriksaan umum. b) Layanan Bersalin Gratis (LBG); Sebuah layanan persalinan gratis bagi ibu hamil di kota-kota cabang RZI dimana tidak ada RBG. LBG bekerjasama dengan bidan mitra professional. c) Program Mobil Jenazah Gratis; adalah layanan gratis pengantaran jenazah bagi masyarakat yang membutuhkan, baik dari rumah sakit ke rumah duka hingga ke pemakaman.
d) Pengadaan Mobil Jenazah/Ambulance Gratis/Mobil Klinik; sebuah program pengadaan armada mobil lengkap dengan peralatan medis untuk ambulance gratis dan perlengkapan jenazah bagi warga miskin dan kurang mampu. e) Program Layanan Klinik KlilingGratis; merupakan layanan pendukung mobilitas aksi kesehatan ke wilayah pelosok dengan fasilitas lengkap disertai tim medis yang profesional. f) Siaga Sehat & Siaga Pangan; adalah layanan kesehatan secara berkala di wilayah ICD, meliputi pemeriksaan, pemberian obat, penyuluhan hidup sehat, serta pemberian makanan tambahan bagi balita. g) Khitanan Masal; program khitan untuk anak dari keluarga miskin dan kurang mampu. Dengan tujuan untuk meringankan beban masyarakat miskin yang tidak dapat mengkhitankan anaknya. h) Operasi-operasi Gratis; untuk membantu masyarakat dari keluarga kurang mampu. Rumah Zakat melakukan sejumlah layanan kesehatan berupa operasi seperti operasi bibir sumbing, katarak dan hernia. b. Program bersifat Produktif: Program pendayagunaan ZIZ Rumah Zakat dikenal dengan Program Eco Care; Berbekal semangat pengabdian untuk memajukan perekonomian negeri, rumpun EcoCare dirancang Rumah Zakat Indonesia untuk memberdayakan ekonomi rakyat melalui serangkaian kegiatan pembinaan terpadu serta kemitraan modal. EcoCare diimplementasikan dalam program Kelompok Usaha Kecil Mandiri (KUKMI). Yaitu sebuah program qhordul hasan untuk pemberdayaan usaha kecil dan mikro (UKM). Pendampingan dan pengembangan mitra binaan dilakukan melalui instrumen Koperasi Syariah “Mozaik” yang berdiri di hampir setiap cabang Rumah Zakat Indonesia berada.
BAB V LAMPUNG PEDULI A.
PROFIL SINGKAT
Lembaga Amil Zakat (LAZ) LAMPUNG PEDULI adalah salah satu aktivitas dari Yayasan Wakaf Lampung Peduli (YWLP). YWLP berkhidmad mengangkat harkat sosial kemanusiaan kaum dhuafa, utamanya di Lampung dengan bertumpu kepada pengelolaan dana zakat, infak/sedekah (ZIS) dan donasi kemanusiaan lainnya/bencana alam dari kaum berada. YWLP sebagai induk dari LP didirikan oleh H. Bambang Eka Wijaya (Pimpinan Umum Lampung Post), H. Nurvaif S. Chaniago (Tokoh Masyarakat dan Ulama Lampung), Drs. H. Eri Sudewo, MDM. (Pendiri DOMPET DHUAFA), Ir. H. Rahmat Riyadi, M.M. (Presiden DOMPET DHUAFA 20032008). YWLP hadir sejak 17 April 2001 di Bandar Lampung sebagai lembaga nirlaba yang independen bentukan umat dengan salah satu aktivitasnya: LAZ, lembaga zakat. LAZ LP diakui pemerintah provinsi sebagai LAZ tingkat Daerah Lampung dan resmi yang pertama dengan SK Gubernur Lampung No. G/347/B.VII/HK/2001. Sejak berdiri LP merupakan satu-satunya jejaring pengelola zakat nasional DOMPET DHUAFA di provinsi Lampung (Kantor Perwakilan Lampung). DOMPET DHUAFA adalah LAZ Nasional berdasarkan SK Kemenag RI No.439 Tahun 2001. LAZ LP melibatkan diri dalam problem kemiskinan, keberdayaan dan kemandirian umat yang berdasar pada syariah. Personil-personil full-time bekerja utuh menjunjung kapabilitas dan etik amil sekaligus bersinergi dengan pihakpihak dalam memerangi beragam ketertinggalan menuju rahmatan lil’alamin. B. VISI DAN MISI: Visi LAZ Lampung Peduli adalah menjadi lembaga zakat terpercaya yang berkhidmat membangun umat. Sedangkan Misi LAZ Lampung Peduli adalah: 1) Menjadi lembaga dan SDM yang profesional. 2) Meningkatkan kesadaran umat tentang ZIS melalui lembaga.
3) 4) 5)
Berkhidmat membangun umat dalam peningkatan kuantitas-kualitas pendidikan, kesehatan umat, dan kemandirian ekonomi kaum dhuafa. Menumbuhkembangkan program-program yang berpihak kepada umat dan berkeadilan. Membangun gerakan keberdayaan umat dan bersinerfi dengan pembangunan negara
Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Jl. S. Parman 19, Palapa, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung Telp/Fax. 0721-267-562; email:
[email protected]. C.
JENIS – JENIS PROGRAM a. Program bersifat Konsumtif:
1.
Program DAKWAH/KEMANUSIAAN (Unggulan) terdiri dari: a) Bencana alam/sosial kemanusiaan. b) Dakwah lewat media (Dahlia) c) Kurban Berkualitas d) Akikah berkah
2.
Program PENDIDIKAN Kita (Unggulan) terdiri dari: a) Beastudi SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. b) Penguatan Taman Pendidikan Alqur‟an. c) Orang Tuah asuh. d) Penguasaan karakter unggul dan life skill.
3.
Program KESEHATAN Kita (Unggulan) terdiri dari: a) Anak dan Ibu Indonesia Sehat. b) Asi Indonesia. c) Air Sehat Umat. d) Penguatan Gizi Dhuafa. b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan ZIS Lampung Peduli dikenal dengan Program EKONOMI Kita (Unggulan) berupa program program brikut ini: 1. Pertanian Unggul (Tanggul) 2. Penguatan Peternak Dhuafa (Tanduk) 3. Bantuan Kelompok Usaha Tani.
BAB VI PKPU A.
PROFIL SINGKAT
Krisis yang terjadi pada 1997 mempengaruhi kondisi perekonomian bangsa dan rakyat Indonesia. Menyikapi krisis yang berkembang, 17 September 1998, sejumlah anak-anak muda yang enerjik melakukan aksi sosial disebagian besar wilayah Indonesia. Menindak lanjuti aksinya, mereka kemudian menggagas entitas kepedulian publik yang bisa bergerak secara sistematis. Maka pada 10 Desember 1999 lahirlah lembaga sosial yang bernama PKPU. Dalam perkembangannya, PKPU menyadari bahwa potensi dana ummat yang berasal dari Zakat, Infaq dan Shadaqah sangat besar. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia bisa mengoptimalkan dana ZISnya untuk memberdayakan masyarakat miskin. Pada tanggal 8 Oktober 2001, PKPU mendapat pengukuhan sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional sesuai dengan SK. Menteri Agama RI No 441. Hal itu membuktikan bahwa kepercayaan masyarakat kepada PKPU semakin besar. Pada hari Selasa, 22 Juli 2008, Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU telah memperoleh register di PBB sebagai lembaga dengan status “Special Consultative Status” dari Economic and Social Council (Ecosoc).
B.
VISI DAN MISI:
Visi LAZ PKPU adalah menjadi lembaga terpercaya dalam membangun kemandirian. Sedangkan Misi LAZ PKPU sebagai berikut: 1. Mendayagunakan program rescue, rehabilitasi dan pemberdayaan untuk mengembangkan kemandirian. 2. Mengembangkan kemitraan dengan masyarakat, perusahaan, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat dalam dan luar negeri. 3. Memberikan pelayanan informasi, edukasi dan advokasi kepada masyarakat penerima manfaat (beneficiaries). Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Jl. Raya Condet No. 27-G Batu Ampar Jakarta Timur 13520, Phone: (021) 87780015, Fax: (021) 87780013, SMS Center: 081511997578, website: http://pkpu.org, email:
[email protected]. Kantor Lampung : Jl. Z.A. Pagar Alam No.4 Rajabasa, Bandar Lampung, Call Center 0721-8013400, SMS Center 0853-77646405 C.
JENIS – JENIS PROGRAM a. Program bersifat Konsumtif:
1.
Program Pendidikan terdiri dari: a) Program Bea-STAR; program ini bertujuan untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah, khususnya bagi para siswa unggul. Program BeaSTAR terdiri atas pemberian bantuan biaya pendidikan dan pembinaan bagi para siswa binaan. Program ini juga akan melakukan upaya pembentukan karakter unggul seperti jujur, tanggung jawab, peduli, disiplin, percaya diri, dan berani. b) Program Beastudi MUDA (Mahasiswa Unggul Indonesia); Beasiswa Unggul adalah program pemberian beasiwa, pembinaan, dan pelatihan bagi mahasiswa dari keluarga dhuafa. Program ini bertujuan untuk membentuk SDM yang unggul dalam budi pekerti, intelektualitas, dan kecerdasan sosial sehingga mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia lainnya melalui peran yang dapat mereka ambil di masyarakat. Para peserta program akan diberi peningkatan kemampuan dan pembinaan di ketiga unsur di atas melalui kegiatan mentoring, pelatihan soft skill, kunjungan tokoh, dan pengamalan keilmuan masing-masing melalui kegiatan sosial kemasyarakatan. c) Program SEJUTA; program ini bertujuan untuk meningkatkan angka partisipasi sekolah melalui bantuan kebutuhan sekolah siswa berupa sepatu, tas, alat tulis, dan pakaian sekolah. Diharapkan biaya pendidikan siswa dhuafa dapat diringankan melalui pelaksanaan program ini.
d) Program Bedah Sekolah; Bedah Sekolah merupakan kegiatan pembangunan atau perbaikan ruang kelas yang mengalami kerusakan fisik. Bedah Sekolah terbagi atas 2 tipe, bedah mayor dan bedan minor. Selain melakukan pembangunan atau perbaikan kelas, juga dilakukan pengadaan sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar mengajar seperti kursi dan meja. e) Pelatihan Guru INSPIRATIF; Pelatihan Guru INSPIRATIF merupakan upaya peningkatan kualitas guru di Indonesia. Guru sebagai ujung tombak proses pendidikan menjadi elemen prioritas yang harus ditingkatkan kualitasnya. Kurikulum maupun tools pendukung lainnya tidak akan dapat berbicara banyak apabila kualitas guru tidak ditingkatkan. f) M-LIFE (Mobil Library & Fun Education). 2.
3.
Program Tanggap Darurat dalam bentuk Program Bea-CBDRM (Comunity Based Disaster Risk Manajement); Penanggulangan risiko bencana oleh komunitas merupakan upaya pemandirian masyarakat dalam menghadapi risiko bencana yang kerap dihadapi. Komunitas terlibat dan bertanggung jawab terhadap program sejak perencanaan hingga pelaksanaan. Partisipasi aktif masyarakat diharapkan akan mengurangi kerentanan dan memperkuat kapasitas komunitas dalam penanggulangan bencana secara swadaya. Dengan demikian menghindari ketergantungan komunitas pada pihak eksternal. PKPU menghadirkan program ini dalam rangka mengalihkan kesigapan penanganan bencana dari para pegiat tanggap darurat bencana kepada masyarakat potensi korban bencana. Dengan demikian tindakan penanganan bencana akan lebih cepat dilakukan dan meminimalisir resiko dari potensi bencana yang terjadi. Program SOSIAL terdiri dari: a) Program BASMALA; Program BASMALAH (Bina Masjid dan Musholla) adalah program yang bertujuan untuk membangun Masjid sebagai pusat pembangunan karakter keislaman masyarakat. Program ini berisi kegiatan pembangunan masjid, pemberian sarana dan prasarana penunjang kegiatan dakwah, pengiriman dai pemberdayaan, training Dewan Kemakmuran Masjid, dan Sebar Alquran Nusantara. Masjid yang dibangun tidak hanya sebagai sarana ibadah sholat berjamaah, tetapi juga digunakan sebagai tempat melaksanakan aktivitas tarbiyah islamiyah yang dapat melahirkan umat yang unggul dalam keimanan dan ketakwaan. Sehingga masjid tidak sekedar sebuah symbol keagamaan, melainkan pusat pembangunan peradaan Islam b) DAI (Dakwah Alam Indonesia); program DAI (Dakwah Alam Indonesia) adalah program pengiriman dai di ke suatu wilayah dalam
rangka melaksanakan dakwah Islam di wilayah-wilayah rawan upaya pemurtadan. Program ini berisi kegiatan dakwah bagi masyarakat umum, pelatihan bagi calon pengurus DKM setempat dan pemberdayaan masyarakat dalam memakmurkan masjid. c) SAN (Sebar Al-Quran Nusantara); program SAN (Sebar Alquran Nusantara) adalah program pemberian serta pembinaan baca dan hafal Alquran. Program ini bukan sekedar kegiatan pembagian Alquran, melainkan juga kegiatan belajar baca Alquran, kursus tahsin, dan hafalan Alquran. 4.
Program YATIM berbentuk Belanja Bersama Yatim (BBY) dan Wisata Yatim; program ini terdiri dari kegiatan pemberian kebutuhan makanan, pakaian hingga kebutuhan psikologis anak-anak yatim. Program ini dikemas dalam berbagai kegiatan yang menarik, antara lain Belanja Bersama Yatim (BBY) dan Wisata Yatim. BBY dapat dilaksanakan dalam 2 variasi, yaitu belanja kebutuhan pangan dan belanja kebutuhan sandang.
5.
Program KESEHATAN terdiri dari: a) HEALT EMPOWERMENT (HE); program pemberdayaan kesehatan dalam bentuk kegiatan Kampung Nutrisi, Program Berbagi Air, Program 1000 Jamban dan Program Sampah Berkah. b) HEALT SERVICES (HS); merupakan layanan-layanan kesehatan seperti: Program Kesehatan Masyarakat Keliling KIA (PROSMILING KIA) dan TB Care. c) MULIA INITIATIVE (MI); berupa program-program inisiatif membantu para dhuafa dalam bentuk: Layanan Mustahik (Lamus), Layanan Pendampingan Orang Sakit (Lapors) dan Layanan Antar Jenazah (Latahzan) b. Program bersifat Produktif:
1.
Pendayagunaan ZIS PKPU dalam Program EKONOMI terdiri dari: Gerobak Mapan; kegiatan ini dilakukan dengan memberikan bantuan kepada Penerima Manfaat yang mempunyai usaha dengan memberikan bantuan modal untuk meningkatkan bisnis usaha mereka. Disamping pemberian modal para Penerima Manfaat juga akan dibekali pendampingan untuk mengembangkan usahanya. Gerobak Mapan memiliki tahapan survey untuk mendapatkan calon Penerima Manfaat lalu mereka dibekali dengan bantuan modal dana yang digunakan untuk berjualan. Pendampingan dilakukan sekitar dua pekan dengan melihat perkembangan usahanya setiap hari.
2.
KUMM (Kelompok Usaha Mandiri Masyarakat); sekelompok orang yang menyatukan diri, dalam usaha-usaha di bidang sosial dan ekonomi atas dasar prinsip demokrasi, partisipasi, keterbukaan dan keadilan, yang bertujuan meningkatkan taraf hidup masing-masing anggota dalam rangka kepentingan bersama. Tujuan dari KUMM adalah Meningkatkan pendapatan mustahik yang mempunyai usaha-usaha produktif dengan cara mengikat mereka dalam sebuah kelompok melalui pendampingan yang dilakukan secara intensif.
3.
Warung Kaget; warung kaget merupakan sebuah program pemberdayaan terhadap masyarakat yang baru saja menjadi korban bencana, diharapkan dengan adanya program ini akan membuat mereka bangkit kembali dari keterpurukan yang menimpa, sehinggar benar-benar mampu mandiri lagi seperti sedia kala.
4.
PIK (Pusat Inkubasi Kemandirian); program ini bertujuan sebagai berikut: 1).Tersalurkannya dana bantuan melalui pelatihan kewirausahaan,
2).Meningkatkan pemahaman penerima manfaat tentang kewirausahaan, 3).Meningkatkan motivasi penerima manfaat untuk mendirikan maupun menjalankan bisnis usaha yang sesuai dengan potensi maupun peluang yang ada, 4).Menumbuhkan SDM yang mampu menciptakan kesempatan kerja baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, sehingga terbentuknya peningkatan kualitas hidup, 5).Meningkatkan kemampuan Penerima Manfaat dalam hal kewirausahaan dan, 6).Menanamkan etos kemandirian kepada peserta pelatihan.
BAB VII BAZNAS PROVINSI LAMPUNG A.
PROFIL SINGKAT
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) merupakan badan resmi dan satusatunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagailembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut, BAZNAS dinyatakan sebagai lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama. Dengan demikian, BAZNAS bersama Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawal pengelolaan zakat yang berasaskan: syariat Islam, amanah, kemanfaatan, keadilan, kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas. BAZNAS Provinsi dibentuk oleh Menteri Agama atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS. BAZNAS Provinsi bertanggung jawab kepada BAZNAS dan pemerintah daerah provinsi. B.
VISI DAN MISI
Visi BAZNAS Lampung adalah menjadi Badan Zakat Nasional yang Amanah, Transparan dan Profesional di Provinsi Lampung. Sedangkan Misi BAZNAS Lampung sebagai berikut: 1) Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui amil zakat. 2) Meningkatkan penghimpunan dan pendayagunaan zakat nasional sesuai dengan ketentuan syariah dan prinsip manajemen modern. 3) Menumbuh kembangkan pengelola/amil zakat yang amanah, transparan, profesional, dan terintegrasi. 4) Mewujudkan pusat data zakat nasional. 5) Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia melalui sinergi dan koordinasi dengan lembaga terkait.
Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Jl. Cut Mutia No. 27 Gulak Galik Teluk Betung, Bandar Lampung 35214 C.
JENIS – JENIS PROGRAM a. Program bersifat Konsumtif:
1.
2.
3.
4.
5.
Program Lampung Bertaqwa; bentuk kegiatan berupa: Pembinaan keimanan dan ibadah, Pengkaderan ulama, da'i dan muballig, Kegiatan keagamaan yang layaknya dibiayai dengan dana zakat dan, Bantuan kebutuhan fukara/masakin untuk Ramadhan dan Idul Fitri. Program Lampung Cerdas; bentuk kegiatan berupa: Bantuan biaya pendidikan siswa berprestasi dari keluarga fukara/musakin dan Bantuan untuk guru/karyawan honorer yang gajinya tidak cukup. Program Lampung Peduli; bentuk kegiatan berupa: Bantuan kebutuhan pangan, sandang, dan tempat tinggal fukara/masakin dan Bantuan kepada individu atau lembaga yang tertimpa musibah/bencana. Program Lampung Sehat; bentuk kegiatan berupa: Bantuan untuk fukara/masakin yang sakit, jompo, cacat fisik dan mental dan Bantuan biaya perawatan dan transportasi pasien rumah sakit bagi fukara/masakin. Program Paket Bantuan.
b. Program bersifat Produktif: Pendayagunaan BAZNAS Lampung dikenal dengan Program Lampung Sejahtera yang diimplementasikan dalam bentuk pemberian bantuan permodalan bagi keluarga fukara/masakin untuk usaha produktif
BAB VIII YATIM MANDIRI A.
PROFIL SINGKAT
Yatim Mandiri merupakan lembaga nirlaba yang fokus pada upaya memandirikan anak yatim dan dhuafa melalui pengelolaan dana zakat, infaq, sedekah, wakaf dan lainnya. Berawal dari kegelisahan beberapa orang aktivis panti asuhan di Surabaya yaitu Sahid Has, Sumarno, Hasan Sadeli, syarif Mukhodam dan Moch Hasyim yang melihat anak-anak yatim yang lulus SMA dipanti asuhan. Karena tidak semua Panti Asuhan mampu untuk menyekolahkan para anak binaan samapai ke Perguruan Tinggi atau mampu mencarikan mereka lapangan pekerjaan jadi sebagian besar anak-anak yatim ini dipulangkan kembali kepada orangtuanya yang masih ada. Setelah mereka pulang kembali maka hidup mereka akan kembali seperti semula. Melihat kondisi seperti ini, mereka berpikir bagaimana anak-anak ini bisa hidup mandiri tanpa bergantung lagi kepada orang lain. Kemudian mereka merancang sebuah Yayasan yang bergerak dalam pendidikan anak yatim purna asuh dari panti asuhan dengan program mengikutsertakan anakanak yatim kursus keterampilan. Yayasan ini berjalan dengan baik dan potensi anak yatim yang harus dimandirikan juga cukup banyak. Maka untuk mewujudkan mimpi memandirikan anak-anak yatim itu maka pada tanggal 31 Maret 1994 dibentuklah sebuah yayasan yang diberi nama Yayasan Pembinaan dan Pengembangan Panti Asuhan Islam dan Anak Purna Asuh (YP3IS).Kemudian tanggal tersebut dijadikan sebagai hari lahir. Dalam perjalanannya YP3IS semakin berkembang dengan baik berkat dukungan dana dari masyarakat dan semakin profesional untuk memandirikan anak yatim melalui program-programnya. Setelah melalui banyak perubahan baik secara kepengurusan maupun secara manajemen dan untuk memperluas kemanfaatan memandirikan anak yatim maka melalui rapat, diputuskan untuk mengganti nama menjadi Yatim Mandiri. Pada tanggal 22 Juli 2008 Yatim Mandiri terdaftar di Depkumham dengan nomor: AHU-2413.AH.01.02.2008. Dengan nama baru Yatim Mandiri diharapkan akan menjadi lembaga pemberdaya anak yatim yang kuat di negeri ini. Sampai tahun 2014 ini saat usia Yatim Mandiri sudah memiliki 40 kantor Cabang di 12 Propinsi di Indonesia. Dengan berbagai program kemandirian yang ada, harapannya Yatim Mandiri semakin berkembang lebih baik dan mampu menebar manfaat lebih luas.
B.
VISI DAN MISI
Visi Yatim Mandiri adalah menjadi lembaga terpercaya dalam membangun memandirian yatim. Sedangkan Misi Yatim Mandiri sebagai berikut: 1) 2) 3)
Membangun nilai-nilai kemandirian yatim. Meningkatkan partisipasi masyarakat dan dukungan sumber daya untuk kemandirian yatim. Meningkatkan capacity building organisasi
Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: GRAHA YATIM MANDIRI Jl. Raya Jambangan 135-137 Surabaya, Jawa Timur. Telp. 031-8283488. www.yatimmandiri.org Kantor Lampung : Perumnas Way Halim Jl. Galunggung Raya Blok F No.24, Kedaton - Kota Bandar Lampung. Telp. 0721-700953, 0857-19703711, 07217506544
C.
JENIS – JENIS KEGIATAN a. Program bersifat Konsumtif:
1.
Program GENIUS (Guru Exellent Yatim Sukses); program pendampingan pembelajaran melalui kelompok sanggar belajar bagi anak-anak yatim dhuafa setingkat SD yang fokus pada pembelajaran nalar dan logika. Materi yang diajarkan adalah fun matematika. Anak-anak akan mendapatkan metode belajar metematika yang berbeda dari yang didapat disekolah. Melalui program ini, anak-anak tidak hanya sekedar belajar metematika saja tetapi juga belajar tentang logika dan pemecahan masalah dengan metode matematika. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar anak disekolah sehingga bisa menjadi pengantar kesuksesan ke jenjang pendidikan selanjutnya.
2.
Program DUTA GURU; program pengiriman guru Al-Qur‟an ke Panti Asuhan mitra guna memberikan pengajaran baca Al-Qur‟an kepada anakanak yatim asrama agar dapat membaca Al-Qur‟an dengan benar dan lancar. Selain pembelajaran Al-Qur‟an, anak-anak juga mendapatkan materi pembinaan ke-Islaman sehingga anak tidak hanya menjadi mandiri tetapi juga menjadi anak yang sholeh/sholiha.
3.
Program BESTARI (Beasiswa Yatim Prestasi); program BESTARI bertujuan memberikan bantuan biaya untuk mendukung pendidikan anakanak Yatim dhuafa tinggkat SD, SMP dan SMA. Selain bantuan biaya pendidikan, bagi anak-anak yatim berprestasi (Akademik atau Non Akademik) akan mendapatkan beasiswa pendidikan. Melalui program ini, mereka juga akan mendapatkan meteri pembinaan dan motivasi melalui kegiatan kreatif-edukatif untuk pengembangan life skill yang mendorong anak menjadi mandiri. Bantuan biaya pendidikan dan beasiswa prestasi diberikan setiap semester.
4.
Program YES (Yatim Energik dan Sehat); anak yatim harus sehat. Kami bantu mereka dengan layanan kesehatan, perbaikan gizi dan penyuluhan kesehatan serta pengobatan gratis. Beberapa mobil sehat yatim juga disediakan sebagai klinik keliling yang akan menjangkau daerah-daerah terpencil dimana anak yatim berada. Program YES dilaksanakan oleh Rumah Sehat Mandiri (RSM) dua kali dalam satu bulan.
5.
Program ASA YATIM (Alat Sekolah Anak Yatim); ASA Yatim adalah program penyediaan alat – alat sekolah yang dibutuhkan anak-anak yatim,
seperti ; sepatu, tas, dan alat tulis lainnya agar pendidikan anak-anak yatim lebih optimal. 6.
Program Super Gizi Qurban (SGQ); berangkat dari mencermati fenomena penyaluran daging qurban di lingkungan masyarakat setiap tahunnya, yaitu dengan membagikan daging mentah secara langsung, distribusi yang tidak merata, manfaat yang dirasakan hanyalah sebentar saja (sekitar 3 hari). Banyak daging qurban yang menjadi mubadzir karena hal tersebut. Maka dengan melihat kondisi tersebut Yatim Mandiri menawarkan program SUPER GIZI QURBAN, sebuah program inovatif berupa optimalisasi daging qurban secara lebih efektif dan bermanfaat luas sehingga pendistribusian daging qurban dapat menjangkau daerah-daerah pelosok yang lebih membutuhkan dengan daya tahan yang lebih lama.
7.
Program Super Camp; salah satu sarana untuk merubah minsed seseorang adalah dengan media pelatihan. Dengan pelatihan diharapkan ada penanaman nilai-nilai yang selama ini tidak pernah didapat di sekolah maupun keluarga. Program pelatihan dilakukan dengan perpaduan konsep “Edukasi dan Rekreasi di Alam Terbuka dengan mengangkat tema Be Your Self”.
8.
Program ByPas Bencana (Bantuan Yatim Pasca Bencana); Bencana sebenarnya sangat tidak diinginkan terjadi, apalagi menimpa anak-anak yatim yang mengakibatkan mereka mengalami trauma. Program ini khusus membantu anak yatim yang terkena musibah bencana, karena program ini bertujuan untuk menghilangkan trauma yang dialami akibat bencana.
9.
Program PLUS (Pendampingan Lulus Ujian); PLUS (Pendampingan Lulus Ujian Sekolah) merupakan merupakan program pembinaan mental spiritual khusus bagi anak binaan kelas 9 dan kelas 12 untuk persiapan UNAS. Disamping pembinaan mental spiritual, peserta juga diberikan Informasi dan advokasi tentang pendidikan tingkat lanjut.
10.
Program Ramadhan; Bulan istimewa sudah datang, semua berburu kebaikan dan Allahpun membuka pintu rahmatnya untuk siapapun yang ingin memasukinya. Semua memimpikan akan mendapatkannya, memimpikan untuk menjadi insan yang mendapat gelar muttaqin di hadapanNya. Sambut kemuliaannya dengan serangkaian kegiatan Yatim Mandiri: Buka Puasa Yatim, Paket Lebaran Yatim dan Shoping Bareng Yatim.
11.
Program Wakaf Tunai ICMBS (Insan Cendekian Mandiri Boarding School); Wujudkan impian anak yatim melalui wakaf tunai sekolah
unggulan yang memiliki konsep boarding school dan mengembangkan akhlak Islami karena sekolah ini akan mencetak calon pemimpin dunia yang sholih. 12.
Program Rumah Kemandirian; Rumah Kemandirian adalah model pemberdayaan anak yatim berbasis ICD (Integrated Community Development) dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah goegrafis turut berpartisipasi memandirikan anak-anak yatim. Rumah Kemandirian mengintegrasikan semua program di Yatim Mandiri dalam satu kawasan. b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan dana ZIS unggulan produktif Yatim Mandiri di implementasikan dalam Program BISA (Bunda Yatim Sejahtera) bertujuan untuk memberdayakan dan memperkuat ekonomi bunda yatim dengan membentuk kelompok usaha bersama atau usaha mandiri. Program BISA merupakan program pendampingan bunda yatim dalam bidang peningkatan ekonomi keluarga dan rohani. Melalui program ini diharapkan kesejahteraan bunda yatim dapat meningkat, sehingga dapat mendukung proses pendidikan anak-anak yatimnya. Selain itu, melalui program ini diharapkan dapat menghantarkan bunda yatim mustahik menjadi muzaki. Adapun bentuk kegiatannya terdiri dari:
1.
2.
Kelompok Usaha Mandiri; program perberdayaan ekonomi bunda yatim, dengan membentuk kelompok usaha bersama. Kelompok kecil terdiri dari 3 – 5 bunda yatim sedangkan kelompok besar terdiri dari 15 – 20 orang bunda yatim, dengan pendamping pengusaha profesional dibidangnya. Bantuan yang diberikan digunakan untuk set up usaha bersama, pengadaan insfrastruktur usaha, modal usaha dan operasional usaha. Usaha Mandiri; program pemberdayaan dan pendampingan usaha skala mikro. Melalui program ini para bunda yatim akan mendapatkan bantuan dalam bentuk pengadaan modal dan/atau infrastruktur penunjang aktivitas usaha yang telah dimilikinya. Bantuan yang diberikan berdasarkan hasil survey kebutuhan usaha.
BAB IX RUMAH YATIM A.
PROFIL SINGKAT
Rumah Yatim Arrohman Indonesia adalah sebuah organisasi sosial tingkat Nasional yang bergerak dalam pengasuhan dan pengelolaan anak-anak yatim dan dhuafa. Mengawal mereka menuju masa depan yang lebih gemilang di tengah kesulitan karna kehilangan orang tua dan himpitan kemiskinan maka dari itu adalah merupakan misi dan amanah bagi Rumah Yatim. Sebagai organisasi sosial yang amanah, transparan dan profesional, selama 6 tahun memperoleh hasil audit keuangan independent dengan hasil Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Pada thun 2014 hasil survey majalah SWA dan CMCS, Rumah Yatim sebagai peringkat ke-3 top op mind Lembaga Amil Zakat. Rumah Yatim diselenggarakan dengan maksud menjadi organisasi yang mandiri dalam pengelolaan santunan untuk anak-anak yatim dan dhuafa. Tujuan keberadaan Rumah Yatim adalah untuk lebih menjamin donasi-donasi yang diterima dapat dikelola secara benar dan maksimal sesuai dengan harapan dan niat dari para donatur. Selain itu, pendidikan dan kesejahteraan anak-anak yatim dan dhuafa dapat lebih intensif dan terpantau dari waktu ke waktu sehingga potensi yang dimiliki oleh setiap anak-anak dapat teroptimalkan dan berdaya guna. Lebih jauh dari itu kami melakukan berbagai cara agar potensi dan sumber daya anakanak yatim yang kami pelihara dan santuni bisa berkembang lebih baik dan lebih unggul, baik aspek pendidikan, kesehatan, agama, ketrampilan dan aspek-aspek lainnya. Rumah Yatim cab. Lampung merupakan salah satu cabang yang ada pada tahun 2009 dan masih menginduk kepada area Jatalam (Jakarta, Tangerang, Lampung) pada saat itu Rumah Yatim hanya memiliki sebuah kantor kas pengelolaan ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh), berjalan 1 tahun kemudian pada tahun 2010 atas izin Allah SWT serta dukungan dari masyarakat lampung, Alhamdulillah Rumah Yatim Lampung dapat mendirikan sebuah Asrama yang di khususkan untuk anak-anak putra, yang beralamat di Jl. Sultan Agung No. 37 Kedaton Bandar Lampung.
B.
VISI DAN MISI
Visi Rumah Yatim adalah menjadi lembaga sosial terbaik tingkat Nasional dalam pengasuhan dan pengelolaan anak yatim dan dhuafa. Sedangkan Misi Rumah Yatim sebagai berikut: 1) Memberikan pelayanan terbaik bagi anak-anak yatim dan dhuafa. 2) Menjadi fasilitator terpercaya antara kaum mampu dan tidak mampu. 3) Menjadikan Rumah Yatim sebagai organisasi sosial yang profesional dan dinamis Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Jln. Terusan Jakarta No. 212, Antapani - Bandung . Telp. (022) 7217014. www.rumah-yatim.org; Email.
[email protected] Kantor Lampung: Jl. Sultan Agung No. 37 Kedaton 35141 Bandar Lampung, Telp. (0721)-781237 atau Jl. WolterMoginsidi No. 45 GotongRoyong Tanjung Katang Bandar Lampung. Tlp : 0721-241790 C. JENIS – JENIS PROGRAM a. Program bersifat Konsumtif: 1.
Program PEMBERDAYAAN terdiri dari: a) Program Dhuafa Mandiri; adalah sebuah program dalam upaya pembentukan karakter/mental para mustahiq untuk bisa mengembangkan skill nya sehingga mereka ditargetkan berubah status dari mustahik menjadi muzaki. b) Program Siaga Bencana; adalah program Tabungan kemanusiaan Yang dipersiapkan untuk memberikan aksi cepat tanggap darurat dalam menangani bencana berskala nasional. c) Program Pembangunan Masjid Multi Fungsi; adalah sebuah program dakwah yang di kemas melalui program pembangunan masjid dengan mengembalikan fungsi masjid seperti yang di contohkan Rosululloh SAW sebagai pusat sarana ibadah, pusat pengembangan ilmu pengetahuan,pusat layanan kesehatan dan pusat pengembangan ekonomi produktif. d) Program Smart Qurban; adalah program penghimpunan hewan qurban pada bulan dzjulhijah setiap tahunnya untuk memfasilitasi para donatur untuk bisa berkurban bersama anak Yatim dan para mustahiq yang ada dalam binaan Rumah Yatim yang tersebar diseluruh Nusantara. e) Program Berkah Haji untuk Guruku; adalah Program yang bersifat apresiatif terhadap para tokoh agama Islam di pelosok atau perkampungan yang memiliki peran dan kontribusi besar terhadap perkembangan islam di daerahnya.Sepanjang hayatnya memiliki cita-cita
besar sebagai tamu Alloh karena begitu banyak umat yang telah pergi ketanah suci dengan bekal ilmu yang diberikannya namun sebagai ahli ibadah ia sendiri belum pernah berkunjung ke baitulloh karena keterbatasan dsari sisi finansial. f) Program Smart Mustahik; adalah program bantuan berbentuk pengadaan Al-Qur'an, kitab dan buku - buku panduan dinniyah lainnya yang diperuntukan bagi pengembangan pengetahuan umat. g) Program Da'I Preneur; adalah program kepedulian Rumah Yatim terhadap kesejahteraan para ustad/ah dan keluarganya yang telah secara total mewakafkan diri dan waktunya demi dakwah dan kejayaan umat Islam.
2.
Program KEMANDIRIAN terdiri dari: a) Program School of Life; adalah program pemberdayaan anak yatim melalui pengasuhan berbasis nilai dan pembinaan life skills. Sebuah program pengasuhan dan pembinaan yang dikembangkan oleh Rumah Yatim Indonesia, yang dirumuskan melalui pengasuhan dan pembinaan anak berbasis pada nilai dan kecakapan hidup. b) Program Triple O Project; adalah sebuah program kerjasama dengan para donatur Untuk menciptakan suasana santunan yang lebih personal dan hangat dimana Program Triple O (One on One) menyambungkan satu donatur dengan satu anak Yatim/dhuafa, sehingga para donatur dapat secara langsung berkomunikasi dan menjalin hubungan sehingga anak yatim merasa memiliki orang tua. c) Program Mencetak 50 Dokter Yatim; adalah program perekrutan siswa-siswi SMA calon penerima beasiswa yang dididik dan dipersiapkan secara khusus untuk bisa masuk dan kuliah di Fakultas Kedokteran dan program pemberian biaya pendidikan (beasiwa) kepada para mahasiswa yang sedang kuliah di fakultas kedokteran umum yang berstatus yatim dan dinilai kurang mampu secara ekonomi. Proses perekrutan dimulai sebelum pendaftaran seleksi masuk perguruan tinggi negeri dan atau setelah mahasiswa di terima di Fakutas Kedokteran. d) Program Smart Sinergy; adalah program penyaluran dana bantuan basic life yang disalurkan kepada 50.000 anak yatim dan dhu'afa yang berbasis kepada program kemitraan antar lembaga social asuhan anak (PSAA) dan lembaga pendidikan diniyah lainnya. e) Program ATM Mustahiq; adalah sebuah program inovatif Rumah Yatim dalam teknis penyaluran dana ZIS kepada para mustahiq melalui ATM ( Automated Teller Machine ) sehingga dana ZIS dapat tersalurkan secara aman dan tepat sasaran .
3.
Program PENDIDIKAN terdiri dari: a) Program Bustaka; adalah program edukatif berupa perpustakaan mobile melalui media cetak dan digital bagi anak Indonesia untuk menumbuhkan minat baca sehingga anak anak mencintai ilmu pengetahuan. b) Program Smart Scholarship; adalah program beasiswa yang diberikan Rumah Yatim kepada anak Yatim atau dhuafa yang memiliki prestasi akademis serta menempatkan mereka pada universitas - universitas berkualitas di Indonesia.
c) Program Bimbel Gratis; adalah Program incubator study untuk mempersiapkan anak-anak kelas 6 kelas 9 dan kelas 12 untuk menghadapi ujian Nasional sehingga diharapkan bisa mendapatkan prestasi maksimal agar bisa melanjutkan sekolah di tempat yang terbaik. d) Program SD El-Fitra Scientific School; adalah sebuah lembaga pendidikan dasar Islam terpadu modern berbasiskan Islam. Yang mengabungkan methode multiple intelegence dengan aplikasi sains. e) Program SMP IT Bina Insan Unggul; adalah sebuah lembaga pendidikan islam tingkat pertama yang mengedepankan kemandirian dan keluhuran budi pekerti sebagai indicator utama keberhasilan pendidikannya. 4.
Program KESEHATAN terdiri dari: a) Program Klinik Sehat Bersama; adalah Program penyediaan layanan kesehatan gratis bagi kaum dhuafa namun memiliki kualitas dan kapasitas dalam memenuhi kebutuhan kesehatan umat. b) Program Ambulance Gratis; adalah sebuah program pelayanan tangap darurat terhadap kebutuhan transportasi dalam penanganan Kesehatan dan kematian bagi kaum dhuafa. c) Program Mobil Jenazah gratis; adalah program pengadaan kendaraan pengangkut jenazah bagi kau dhuafa. d) Program Wakaf Alat Kesehatan; adalah Program wakaf khusus peralatan medis baik berupa perlatatan medis yang mobile maupun untuk pemenuhan sarana penunjang utama Klinik dan Rumah sakit.
5.
Program WAKAF berbentuk pendirian Yatim Academia Centre; suatu program wakaf bangunan produktif yang mengintegrasikan antara sarana pendidikan, kesehatan dan kegiatan bisnis yang dijalankan secara syariah sehingga anak yatim/dhuafa bisa secara langsung mengikuti pendidikan akademis, non akademis serta aplikasi langsung dengan dunia bisnis. b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan ZIS produktif Rumah Yatim di implementasikan dalam Program EKONOMI yang terdiri dari: 1. Usaha Peternakan sapi; adalah program yang dikelola oleh Rumah Yatim sebagai unit usaha produktif.
2.
Percetakan; dalah sebuah program pengembangan bisnis di bidang percetakan dan advertising yang dikelola oleh Rumah Yatim untuk kemandirian.
BAB X LAZIS-MUHAMMADIYAH (LAZIS-MU) A.
PROFIL SINGKAT
Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah (LAZIS-MU) adalah lembaga zakat tingkat nasional yang berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf dan dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan dan instansi lainnya. Didirikan oleh PP. Muhammadiyah pada tahun 2002, selanjutnya dikukuhkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional melalui SK No. 457/21 November 2002. Latar belakang berdirinya LAZISMU terdiri atas dua faktor. Pertama, fakta Indonesia yang berselimut dengan kemiskinan yang masih meluas, kebodohan dan indeks pembangunan manusia yang sangat rendah. Semuanya berakibat dan sekaligus disebabkan tatanan keadilan sosial yang lemah. Kedua, zakat diyakini mampu bersumbangsih dalam mendorong keadilan sosial, pembangunan manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi zakat, infaq dan wakaf yang terbilang cukup tinggi. Namun, potensi yang ada belum dapat dikelola dan didayagunakan secara maksimal sehingga tidak memberi dampak yang signifikan bagi penyelesaian persoalan yang ada. Berdirinya LAZISMU dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari penyelesai masalah (problem solver) sosial masyarakat yang terus berkembang. Dengan budaya kerja amanah, professional dan transparan, LAZISMU berusaha mengembangkan diri menjadi Lembaga Zakat terpercaya. Dan seiring waktu, kepercayaan publik semakin menguat. Dengan spirit kreatifitas dan inovasi, LAZISMU senantiasa menproduksi program-program pendayagunaan yang mampu menjawab tantangan perubahan dan problem sosial masyarakat yang berkembang. Dalam operasional programnya, LAZISMU didukung oleh Jaringan Multi Lini, sebuah jaringan konsolidasi lembaga zakat yang tersebar di seluruh propinsi (berbasis kabupaten/kota) yang menjadikan program-program pendayagunaan LAZISMU mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia secara cepat, terfokus dan tepat sasaran.
B.
VISI DAN MISI
Visi LAZIS-MU adalah menjadi lembaga zakat terpercaya. Sedangkan Visi LAZIS-MU terdiri atas: 1) Optimalisasi kualitas pengelolaan ZIS yang amanah, profesional dan transparan. 2) Optimalisasi pendayagunaan ZIS yang kreatif, inovatif dan produktif. 3) Optimalisasi pelayanan donatur. Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jl. Menteng Raya 62 Jakarta Pusat 10340. Telp. 021- 31 50 400 Faks. 021-31 432 30. SMS Center : 0856 162 62 22. atau Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Taqwa 8 Notoprajan,Yogyakarta Telp. 0274 - 82 90 900 Kantor Lampung: Jl. Kapten Tendean No. 07 Palapa Bandar Lampung Telp/Fax. 0721-242117
C.
JENIS – JENIS PROGRAM a. Program bersifat Konsumtif:
1.
Program Education Development terdiri dari: a) Program Save Our Schools; sebagai bentuk partisipasi civil society peduli pendidikan, LAZISMU mengembangkan gerakan masyarakat dengan tajuk SAVE OUR SCHOOLS, sebuah gerakan penyelamatan sekolah-sekolah pinggiran dan sekolah yang berada dilokasi rawan bencana melalui pendekatan Integrated Development for Education (IDE). IDE adalah program pengembangan sekolah pinggiran menjadi sekolah unggulan melalui system terintegrasi, yang menggabungkan antara pembangunan sarana-prasarana sekolah dengan standar aman dari bencana (seperti gempa bumi, banjir, kebakaran), pengembangan sistem pengajaran termasuk kurikulum siaga bencana, peningkatan kualitas sumberdaya guru, dan pemberian beastudi bagi pelajar dari keluarga kurang mampu dalam satu rangkaian program. Dengan sistem pengembangan terintegrasi ini diharapkan akan muncul sekolah alternatif yang mampu mencetak peserta didik yang memiliki karakter diri, keilmuan dan nilai keislaman yang unggul, berada pada lingkungan yang aman serta memiliki wawasan siaga bencana. Sehingga, keterbatasan ekonomi, akses terhadap pendidikan dan tatanan sosial yang merupakan bagian dari faktor dari timbulnya kerentanan sebuah masyarakat terhadap bencana bisa dikurangi. b) Gerakan Orang Tua Asuh; gerakan Orang Tua Asuh adalah gerakan kepedulian sosial untuk menjamin keberlangsungan pendidikan anakanak yatim dan pelajar dari keluarga kurang mampu ( dhuafa) melalui pola pengasuhan. Pola pengasuhan dalam program ini diartikan sebagai pemberian jaminan biaya pendidikan bagi anak-anak yatim dan pelajar dari keluarga kurang mampu (dhuafa) sekaligus membangun “ikatan kasih sayang” antara anak asuh dan orang tua asuh melalui berbagai saluran komunikasi secara intensif. Gerakan Nasional Orang Tua Asuh adalah sinergi program antara LAZISMU dan Child Centre Indonesia (CCI) serta didukung oleh Bank Danamon Syariah untuk menjembatani masyarakat dalam menyalurkan kepedulian social secara efektif dan tepat sasaran. c) Program TRENSAINS; sebagai TRENSAINS adalah kependekan dari Pesantren Sains yang merupakan sintetis dari pesantren dan sekolah umum bidang sains. Trensains merupakan lembaga pendidikan setingkat
SMA yang merupakan proyek baru di Indonesia, bahkan mungkin di dunia Islam, karena kegiatan utamanya adalah mengkaji dan meneliti ayat-ayat semesta yang terkandung di dalam Al Quranul Karim dan Hadis Nabawi. 2.
Program Agricultul Empowerment; program ini dikenal dengan Tani Bangkit yaitu model pemberdayaan petani dengan cara menurunkan biaya produksi, menaikkan kualitas produksi, dan menaikkan jumlah produksi. Melalui Model (Pusat Pendidikan dan Pelatihan) Pertanian Terbadu untuk pendampingan dan introduksi Teknologi Tepat Guna dalam system Integrated Farming yang dikembangkan oleh MPM Muhammadiyah dan LAZISMU.
3.
Program Social Services; program ini lebih dikenal dengan istilah Indonesia Siaga yang terdiri dari: a) Respon Bnecana; kegiatan penanganan bencana alam ini meliputi analisa dampak bencana, evakuasi korban, penyediaan tempat pengungsian layak huni, bantuan kebutuhan pokok, layanan kesehatan, layanan psikososial serta program recovery paska bencana meliputi bantuan perbaikan fasilitas public dan program pemberdayaan ekonomi masyarakat. b) Sekolah Siaga; adalah program pendidikan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang dilakukan di sekolah melalui 3 langkah strategis yaitu: Pemberdayaan peran kelembagaan dan kemampuan komunitas sekolah; Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan formal; dan Pembangunan kemitraan dan jaringan antar berbagai pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah. c) Komunitas Siaga; konsep pendampingan komunitas pasca bencana yang dikenal dengan nama People Kampong Organized (PKO) ,Child Disaster Awareness for School and Communities (CDASC) , Hospital and Communities Preparedness for Disaster Management (HCPDM) dan Volcano Community - Hospital Ring(VaCHRi) . Program - program tersebut menjadi pembelajaran baik bagi MDMC untuk membangun program KOMUNITAS SIAGA dengan menggunakan kekuatan jaringan kelembagaan. d) Rumah Sakit Siaga; program optimalisasi peran Rumah Sakit dalam melakukan kesiap-siagaan mengadapi bencana alam. Program Rumah Sakit Siaga Bencana dibangun oleh INDONESIA SIAGA besinergi dengan Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah, PP 'Aisyiyah dan lembaga terkait lainnya.
e) Lumbung Siaga; Program ini adalah upaya penyiapan bantuan kepada masyarakat yang terlanda bencana alam melalui manajemen logistik dan manajemen distribusi yang disiapkan jauh hari secara sitematis dengan berpijak pada peta rawan bencana di Indonesia. Berbagai kebutuhan yang dipersipkan di LUMBUNG SIAGA meliputi: Family Kit - A ( Makanan cepat saji, air mineral, serta kebutuhan dapur lainnya), Family Kit – B ( Peralatan mandi lengkap, handuk dan selimut), Children Kit ( Susu, popok, makanan serta kebutuhan bayi dan balita lainnya) dan Student Kit ( Seragam/ sepatu, buku, alat tulis dan tas) f) Relawan Siaga; menyiapkan dan mencentak tenaga tanggap bencana terlatih yang siap diterjunkan kapan saja dan dimana saja ketika terjadi bencana. 4.
Program Kurban Pak Kumis; program ini didesain secara khusus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dhuafa yang berada di pedesaan, kawasan padat penduduk, kantong-kantong kemiskinan, serta daerah yang terlanda bencana alam dan bencana kemanusiaan dengan berpijak pada prinsip merata, adil dan fokus pada sasaran prioritas. Program ini didedikasikan untuk menjawab problem keterbatasan hewan kurban dan berbagai kelemahan distribusi yang selama ini terjadi. Pertama, jumlah hewan kurban yang tertunaikan belum sebanding dengan kebutuhan masyarakat, artinya hewan kurban yang terhimpun selama ini belum bisa dirasakan sepenuhnya oleh masyarakat, khususnya yang membutuhkan. Kedua, distribusi kurban yang ada cenderung tidak merata, distribusi hewan kurban kebanyakan masih terkosentrasi di kota-kota besar atau wilayah tertentu.
5.
Special Program; merupakan program-program yang dibuat berdasarkan momen-momen tertentu namun tetap dalam koridor mengkampanyekan ZIS. Sebagai cintoh LAZISMU mengadakan Writing Competition dengan tema “Aksi untuk Indonesia“. Dengan semangat memberi untuk negeri, Kamu diajak untuk membuat proposal kegiatan atau program untuk Indonesia yang ditulis dalam bentuk narasi. b. Program bersifat Produktif:
Pendayagunaan ZIS produktif Rumah Yatim di implementasikan dalam Program Economic Empowerment yang terdiri dari: 1. Perempuan Berdaya; adalah gerakan pemberdayaan perempuan melalui pengembangan ekonomi berbasis keluarga. Pemberdayaan perempuan dalam sisi keuangan memang menjadi lebih strategis, karena dengan memberdayakan perempuan maka secara tidak langsung memberdayakan keluarga, pencukupan gizi bagi anak, dan juga pendidikan pengelolaan
kelompok bagi para perempuan. Program ini terinspirasi oleh Muhammad Yunus yang sukses membangun Grameen Bank adalah berasal dari sisi keagungan para wanita. 2.
Youth Enterpreneurship (YES!); didesain dalam beberapa aktifitas program diantaranya: pendidikan dan pelatihan, pemagangan, beastudi kewirausahaan, pendampingan dan fasilitasi pendirian usaha serta bantuan permodalan usaha. Kebijakan strategis program YES! adalah mengembangkan kewirausahaan generasi muda dalam konteks industri kreatif. Dimana peserta program akan didorong dan dididik untuk mampu mendirikan dan mengembangkan usaha berbasis kreatifitas. YES Program juga telah memberikan permodalan kepada anak-anak muda secara perseorangan untuk mendirikan usaha melalui skema pinjaman dana bergulir dengan sistim Qordhul Hasan.
3.
Social Microfinance Development; program pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang memiliki tugas utama memberi permodalan dan pendampingan kepada pelaku usaha mikro masyarakat. Lembaga Keuangan Mikro (LKM) ini didesain secara khusus untuk memberi permodalan usaha mikro melalui skema dana bergulir (revolving fund sceme) dengan sistem pinjaman tanggung renteng, tanpa agunan dan tanpa bunga (qordul hasan). Sistem pendampingan oleh lembaga keuangan mikro ini dilaksanakan melalui pola kelompok (community development) dengan menitik beratkan pendampingan pada pengelolaan usaha, manajemen keuangan, pembinaan keluarga dan pembinaan agama. Inilah yang membedakan lembaga ini dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) lainnya yakni pola permodalan yang tanpa agunan dan tanpa bunga serta manfaat pendampingan yang terdiri atas bina usaha, bina keluarga dan bina agama. Dengan mempelajari operasionalisasi Baitul Maal (BM) di lapangan. Maka sejak tahun 2010 ini, LAZISMU membentuk BANK ZAKAT, sebuah Lembaga Keuangan Mikro yang memiliki aktifitas permodalan dan pendampingan pelaku usaha kecil melalui sistem kelompok ( Community Development) dengan sasaran utama pedagang kecil di pasar tradisional dan sekitarnya serta pelaku usaha dari kelompok perempuan.
BAB XI LAZIS-NU A.
PROFIL SINGKAT
Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS-NU) dicetuskan pada Muktamar NU ke 31 tahun 2004 di Solo dan pada saat itu disepakati terbentuknya LAZIS NU dengan Ketua pertama Prof. H. Fathurrahman Rauf. Legalitas LAZIS-NU dikuatkan dengan terbitnya SK Menteri Agama RI no. 65 Tahun 2005 tentang Pengukuhan Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Sedekah Nahdlatul Ulama (LAZISNU) Sebagai Lembaga Amil Zakat Nasional Selanjutnya pada Muktamar NU ke 32 tahun 2010 di Makassar estapeta kepemimpinan LAZIS NU dilanjutkan Drs. KH. Masyhuri Malik. Seiring dengan waktu LAZIS NU terus berkembang bersama dengan program-programnya. LAZIS NU yang tersebar diseluruh indonesia baik tingkat pengurus wilayah dibawah propinsi ataupun di kabupaten kota. LAZIS-NU diharapkan dapat membangkitkan spirit kemandirian nahdliyin dan masyarakat dalam berzakat, infaq dan shadaqah. Sudah menjadi kebiasaan nahdliyin untuk berzakat, infaq dan shadaqah. Kedepan harapanya dapat meningkatkan kesejahteraan warga NU dan memupuk serta meningkatkan kesadaran umat Islam dalam mengeluarkan zakat, infaq dan shadaqah serta mendayagunakan ZIS guna meningkatkan kesejahteraan kehidupan umat
VISI DAN MISI Visi LAZIS-NU bertekad menjadi lembaga pengelola dana masyarakat (zakat, infak, sedekah, CSR dll) yang didayagunakan secara amanah dan profesional untuk pemandirian umat . Sedangkan Misi BAZNAS Lampung sebagai berikut: 1) Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah dengan rutin dan tepat. 2) Mengumpulkan/menghimpun dan mendayagunakan dana zakat, infaq dan sedekah secara profesional, transparan, tepat guna dan tepat sasaran. 3) Menyelenggarakan program pemberdayaan masyarakat guna mengatasi problem kemiskinan, pengangguran dan minimnya akses pendidikan yang layak. Alamat dan Kontak: Kantor Pusat: Gedung PBNU Lt. 2 Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat, Phone : 021 - 3102913 Fax : 021 – 3158540, Email: info @ lazisnu.or.id Kantor Lampung: Jl. Urip Sumoharjo No 96-D Bandar Lampung B. JENIS – JENIS PROGRAM a. Program bersifat Konsumtif: 1.
Program Nu Smart; berupa bantuan pendidikan bagi keluarga tidak mampu.
2.
Program Nu Skill; berupa pembekalan ilmu-ilmu terapan yang diperuntukkan bagi anak-anak putus sekolah atau yang tidak melanjutkan ke pendidikan lebih tinggi.
3.
Program NuCare; berupa program bantuan langsung (Immediate aid) dan tanggap bencana.
b. Program bersifat Produktif: Pendayagunaan ZIS LAZIS-NU dikenal dengan Program NuPreneur yang diimplementasikan dalam bentuk pemberian bantuan permodalan dan pendampingan usaha bagi pedagang kaki lima dan usaha rumahan.
DAFTAR PUSTAKA Departemen Agama RI. (2002). Al Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Darussunnah. ________. 2003. Pedoman Pengelolaan Zakat. Jakarta: Departemen Agama.
Mufraini, M. Arif. (2006).Akuntansi dan Manajemen Zakat “Mengomunikasi Kesadaran danMembangun Jaringan Jakarta: Prenada Media Group. Muhammad, Sahri. (2006). Mekanisme Zakat dan Permodalan Masyarakat:Pengantar untuk Rekonstruksi Kebijakan Pertumbuhan Ekonomi, CetakanI, Malang: Bahtera Press. Sadewo, Eri. (2004). Manajemen Zakat Tinggalkan 15 Tradisi Terapkan 4 Prinsip Dasar. Jakarta: Institut Manajemen Zakat. UU No 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat. UU No 23 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Zakat. Yafie, Ali. (1995). Menggagas Fiqih Sosial. Bandung: Mizan.
PANDUAN IMPLEMENTASI MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT MELALUI PENDEKATAN COMMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD) Penulis Nedi Hendri, S.E., M.Si., AK., CA Suyanto, S.E, M.Si., Akt., CA. Siti Nurlaila., M.Psi. Desain Cover Team Laduny Creative Lay Out Team Laduny Creative ISBN 978-602-1397-97-8 CetakanI, Oktober 2016 Jumlah 79halaman Ukuran 15 x 23 cm
Dicetak dan diterbitkan oleh: CV. LADUNY ALIFATAMA (Penerbit Laduny) Anggota IKAPI - Perum JSP Blok V 6 No. 11 Tejoagung, Metro – Lampung. - Jl. Ki Hajar Dewantara No. 49 Iringmulyo, Kota Metro – Lampung. Telp. : 085269012121– 085769001000 Email :
[email protected]
KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr. Wb. Pertama, tim penyusun mengajak marilah senantiasa memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, mengingat sampai sekarang ini kita masih dikaruniai kenikmatan yang kita tidak sanggup untuk menghitung-hitungnya, terutama nikmat iman, islam, kesehtan, kehidupan, dan kesempatan untuk mengembangkan potensi diri kita sebagai Abdillah dan khalifah Allah SWT di muka bumi ini. Shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan kita, nabi besar Muhammad SAW beserta sahabat, keluarga dan ummatnya yang setia sampai akhir zaman nanti. Penyusun mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang mendukung terselesaikannya penyusunan buku tentang “Panduan Implementasi Model Optimalisasi Dana Zakat Melalui Pendekatan Community Based Development (CBD)” ini. Tim penyusun menyadari terdapat kekurangan– kekurangan dari buku ini baik dalam penyusunan maupun kata-kata, untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangatlah kami harapkan. Waassalamualaikum Wr. Wb. Horma kami, Tim Penyusun
DAFTAR ISI Kata Pengantar ............................................................. Daftar isi ........................................................................ BAB 1PENDAHULUAN ..............................................
iii iv 1
BAB 2KONSEP KEMISKINAN DAN DANA ZAKAT 2.1 Konsep zakat. .................................................... 4 2.2 Pengelolaan dana zakat. ..................................... 19 2.3Zakat dan kemiskinan ......................................... 33 BAB 3KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN BERBASIS COMUNITY BASED EVELOPMENT (CBD) 3.1 Kemiskinan dan program pemberdayaan ........... 36 3.2Zakat dan pemberdayaan Masyarakat miskin. .... 38 3.3 Pengembangan ekonomi berbasis kearifan lokal. 45 3.4 Konsep comunity based development (cbd). ..... 47 BAB 4MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT MELALUI PENDEKATAN COMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD) 4.1 Rekayasa model optimalisasi dana zakat. .......... 49 4.2Tahapan implementasi model optimalisasi dana zakat. .................................................................. 52 BAB 5INSTRUMEN DAN INDIKATOR KELUARGA SEJAHTERA SEBAGAI ALAT EVALUASI PROGRAM 5.1 Manfaat pendataan ............................................. 57 5.2 Batasan dan pengertian. ..................................... 58 5.3 Prinsip-Prinsip pendataan dan pemetaan. .......... 60 5.5 .................................................................... Instrumen yangdigunakan dan fungsinya. .................................................... 61 5.5 Cakupan Data. .................................................... 62 5.6 Pentahapan keluarga sejahtera. .......................... 66 BAB 4PENUTUP
BAB 1 PENDAHULUAN
Kemiskinan merupakan fenomena kehidupan manusia yang selalu mengiringi proses pembangunan dan dianggap sebagai penghambat karena dampaknya yang cenderung negatif. Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia memiliki potensi untuk mengatasi kemiskinan melalui kebijakan fiskal manajemen Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS). ZIS menjadi alternatif mengatasi kemiskinan karena target sasarannya jelas diatur dalam Al-quran, yaitu fakir miskin. Seyogyanya penyalurannya dapat dikembangkan kearah pemberdayaan melalui usaha-usaha produktif bukan untuk konsumtif. Selama ini potensi dan pentingnya zakat sebagai usaha untuk pengentasan kemiskinan masih di anggap sebelah mata, padahal zakat sesungguhnya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Saat ini, dana ZIS yang berhasil dihimpun baru mencapai lima persenan dari total potensi zakat yang mencapai 20 triliunan rupiah per-tahun. Kendati ZIS telah dikelola secara profesional oleh Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) yang ada di Indonesia, sebaran penerima manfaat dari dana ZIS terkesan tumpang tindih antara satu dengan yang lain, sebagaimana pengumpulan ZIS yang masih terfokus pada wilayah tertentu. Menurut Firmansyah (2009: ) pendayagunaan dana zakat selama ini masih menganut paradigma lama, yaitu dana zakat harus dibagi habis untuk semua golongan yang
ditentukan dan untuk konsumsi sesaat sehingga pendayagunaan zakat untuk tujuan pemberdayaan ekonomi produktif belum menjadi prioritas utama. Selanjutnya Pujiono (2009:76-79) menyimpulkan pendistribusi ZIS masih belum efektif dan kemanfaatan dana ZIS melalui pemberdayaan ekonomi tergolong masih kurang efisien. Paradiqma
landasan
fiqih
bahwa
zakat
dapat
didayagunakan dalam kegiatan ekonomi produktif. Sudah saatnya OPZ mulai mengurangi porsi zakat konsumtif dan mengoptimalisasikan dan memprioritaskan
zakat produktif.
Banyak model dan kebijakan yang dilakukan selama ini tidak efektif dan efisien dalam mengatasi kemiskinan.Paradigma pembangunan melalui pemberdayaan (empowerment) merupakan pendekatan yang tepat dalam mengatasi kemiskinan. Menurut Pujiyono (2009: 52) pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperbaiki kekuasaan dan keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan social, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomis, maupun sosial. Model
pendayagunaan
zakat
dengan
konsep
pemberdayaan pada saat ini menjadi trend di kalangan lembaga-
lembaga pengelola zakat dan relevan untuk menjawab persoalan kemiskinan, misalnya pemberdayaan ZIS dengan pemberian modal usaha baik dengan sistem pinjaman tanpa bagi hasil (Qardhul Hasan) maupun dengan sistem bagi hasil. Namun syogyanya program melalui pendampingan usaha-usaha mikro dengan pemberian zakat produktif berupa dana bergulir dapat dikembangkan
dengan
pendekatan
“community
based
development” atau bahkan “integrated development community (IDC)” agar efektif dan efisien dalam mengentaskan kemiskinan.
BAB 2 KONSEP KEMISKINAN DAN DANA ZAKAT
2.1. KONSEP ZAKAT. Zakat berasal dari bahasa arab yaitu zaka yang berarti „suci‟, „baik‟,„berkah‟, „tumbuh‟, dan „berkembang‟. Sedangkan secara terminologysyariat, zakat adalah sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarattertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikankepada orang-orang yang berhak menerimanya dengan persyaratantertentu (Hafidhudin, 2002: 13). Menurut
Bahasa(lughat),
zakat
berarti
:
tumbuh;
berkembang; kesuburan atau bertambah (HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS. AtTaubah : 10) Menurut Hukum Islam (istilah syara’), zakat adalah nama bagi suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab Al Hawiy) Selain itu, ada istilah shadaqah dan infaq, sebagian ulama fiqh, mengatakan bahwa sadaqah wajib dinamakan zakat, sedang sadaqah
sunnah
dinamakan
infaq.
Sebagian
yang
lain
mengatakan infaq wajib dinamakan zakat, sedangkan infaq sunnah dinamakan shadaqah.
5.
Penyebutan Zakat dan Infaq dalam Al Qur-an dan As Sunnah a. Zakat (QS. Al Baqarah : 43) b. Shadaqah (QS. At Taubah : 104) c. Haq (QS. Al An‟am : 141) d. Nafaqah (QS. At Taubah : 35) e. Al „Afuw (QS. Al A‟raf : 199)
6.
Hukum Zakat Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi
salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur‟an dan As Sunnah, sekaligus
merupakan
kemanusiaan
yang
amal dapat
sosial
kemasyarakatan
berkembang
sesuai
perkembangan ummat manusia. 7.
Macam-macam Zakat a. Zakat Nafs (jiwa), juga disebut zakat fitrah. b. Zakat Maal (harta).
8.
Syarat-syarat Wajib Zakat e. Muslim f. Aqil g. Baligh h. Memiliki harta yang mencapai nishab
dan
dengan
D.
Zakat Maal (harta).
4.
Pengertian Maal (harta) Menurut bahasa (lughat), harta adalah segala sesuatu yang
diinginkan
sekali
sekali
oleh
manusia
untuk
memiliki,
memanfaatkan dan menyimpannya.Menurut syar’a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki (dikuasai) dan dapat digunakan (dimanfaatkan) menurut ghalibnya (lazim).sesuatu dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi 2 (dua) syarat, yaitu: Dapat dimiliki, disimpan, dihimpun, dikuasai Dapat diambil manfaatnya sesuai dengan ghalibnya. Misalnya rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, perak, dll. 5.
Syarat-Syarat Kekayaan yang Wajib di Zakati a. Milik Penuh (Almilkuttam) Kekayaan milik penuh / Almikuttam yaitu harta yang berada dalam kontrol dan kekuasaanya secara penuh, dan dapat diambil manfaatnya secara penuh. Harta tersebut didapatkan melalui proses pemilikan yang dibenarkan menurut syariat islam, seperti : usaha, warisan, pemberian negara atau orang lain dan cara-cara yang sah. Sedangkan apabila harta tersebut diperoleh dengan cara yang haram, maka zakat atas harta tersebut tidaklah wajib, sebab harta tersebut harus dibebaskan dari tugasnya dengan cara dikembalikan kepada yang berhak atau ahli warisnya.
b. Berkembang Kekayaan bertambah
berkembang atau
yaitu
berkembang
harta
bila
yang
dapat
diusahakan
atau
mempunyai potensi untuk berkembang. c. Cukup Nishab Artinya harta tersebut telah mencapai jumlah tertentu sesuai dengan ketetapan syara’.sedangkan harta yang tidak sampai nishabnya terbebas dari Zakat d. Lebih Dari Kebutuhan Pokok (Alhajatul Ashliyah) Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang diperlukan
seseorang
dan
keluarga
yang
menjadi
tanggungannya, untuk kelangsungan hidupnya.Artinya apabila
kebutuhan
tersebut
tidak
terpenuhi
yang
bersangkutan tidak dapat hidup layak.Kebutuhan tersebut seperti kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM), misal, belanja sehari-hari, pakaian, rumah, kesehatan, pendidikan, dsb. e. Bebas Dari hutang Orang
yang
mempunyai
hutang
sebesar
atau
mengurangi senishab yang harus dibayar pada waktu yang sama (dengan waktu mengeluarkan zakat), maka harta tersebut terbebas dari zakat. f. Berlalu Satu Tahun (Al-Haul) Maksudnya adalah bahwa pemilikan harta tersebut sudah belalu satu tahun.Persyaratan ini hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan. Sedang hasil
pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat haul.
Harta(Maal) yang Wajib di Zakati a. Binatang Ternak Hewan ternak meliputi hewan besar (unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik, burung). b. Emas Dan Perak Emas dan perak merupakan logam mulia yang selain merupakan
tambang
elok,
juga
sering
dijadikan
perhiasan.Emas dan perak juga dijadikan mata uang yang berlaku dari waktu ke waktu.Islam memandang emas dan perak sebagai harta yang (potensial) berkembang. Oleh karena syara’ mewajibkan zakat atas keduanya, baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain. Termasuk dalam kategori emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing negara. Oleh karena segala bentuk penyimpanan uang seperti tabungan, deposito, cek, saham atau surat berharga lainnya, termasuk kedalam kategori emas dan perak. sehingga penentuan nishab dan besarnya zakat disetarakan dengan emas dan perak. Demikian juga pada harta kekayaan lainnya, seperti rumah,
villa,
kendaraan,
tanah,
dll.Yang
melebihi
keperluan menurut syara’ atau dibeli/dibangun dengan tujuan menyimpan uang dan sewaktu-waktu dapat di uangkan.Pada emas dan perak atau lainnya yang berbentuk perhiasan, asal tidak berlebihan, maka tidak diwajibkan zakat atas barang-barang tersebut. g. Harta Perniagaan Harta perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai jenisnya, baik berupa
barang seperti
alat-alat,
pakaian,
makanan,
perhiasan, dll.Perniagaan tersebut di usahakan secara perorangan atau perserikatan seperti CV, PT, Koperasi, dsb. h. Hasil Pertanian Hasil pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbiumbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumputrumputan, dedaunan, dll. i. Ma-din dan Kekayaan Laut Ma’din (hasil tambang) adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok, minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll. j. Rikaz
Rikaz adalah harta terpendam dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
E.
Nishab dan Kadar Zakat.
4.
Harta Peternakan a. Sapi, Kerbau dan Kuda Nishab kerbau dan kuda disetarakan dengan nishab sapi yaitu 30 ekor. Artinya jika seseorang telah memiliki sapi (kerbau/kuda), maka ia telah terkena wajib zakat. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh At Tarmidzi dan Abu Dawud dari Muadz bin Jabbal RA, maka dapat dibuat tabel sbb : Jumlah
Zakat
Ternak(ekor) 30-39
1 ekor sapi jantan/betina tabi’ (a)
40-59
1 ekor sapi betina musinnah (b)
60-69
2 ekor sapi tabi’
70-79
1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi’
80-89
2 ekor sapi musinnah
Keterangan : 1) Sapi berumur 1 tahun, masuk tahun ke-2 2) Sapi berumur 2 tahun, masuk tahun ke-3
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor tabi’.Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor musinnah.
b. Kambing/domba Nishab kambing/domba adalah 40 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 40 ekor kambing/domba maka ia telah terkena wajib zakat. Berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb : Jumlah
Zakat
Ternak(ekor) 40-120
1 ekor kambing (2th) atau domba (1th)
121-200
2 ekor kambing/domba
201-300
3 ekor kambing/domba
Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor. c. Ternak
Unggas(Ayam,Bebek,Burung,dll)
dan
Perikanan Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan jumlah (ekor), sebagaimana halnya sapi, dan kambing.Tapi dihitung berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram emas. Artinya bila seorang beternak
unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun (tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat sebesar 2,5%. Contoh : Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu, pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sbb: 6. Ayam broiler 5600 ekor seharga
Rp 15.000.000
7. Uang Kas/Bank setelah pajak
Rp 10.000.000
8. Stok pakan dan obat-obatan
Rp 2.000.000
9. Piutang (dapat tertagih)
Rp 4.000.000
Jumlah 10.
Rp 31.000.000 Utang yang jatuh tempo
Saldo
Rp 5.000.000 Rp26.000.000
Keterangan : Besar Zakat = 2,5 % x Rp.26.000.000,- = Rp 650.000 Catatan :
Kandang dan alat peternakan tidak diperhitungkan sebagai harta yang wajib dizakati.
Nishab besarnya 85 gram emas murni, jika @ Rp 25.000,00 maka 85 x Rp 25.000,00 = Rp 2.125.000,00
d. Unta
Nishab unta adalah 5 ekor, artinya bila seseorang telah memiliki 5 ekor unta maka ia terkena kewajiban zakat. Selanjtnya zakat itu bertambah, jika jumlah unta yang dimilikinya juga bertambah Berdasarkan hadits Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Anas bin Malik, maka dapat dibuat tabel sbb: Jumlah(ekor) 5-9
Zakat 1 Ekor Kambing/Domba (A)
10-14
2 Ekor Kambing/Domba
15-19
3 Ekor Kambing/Domba
20-24
4 Ekor Kambing/Domba
25-35
1 Ekor Unta Bintu Makhad (B)
36-45
1 Ekor Unta Bintu Labun (C)
45-60
1 Ekor Unta Hiqah (D)
61-75
1 Ekor Unta Jadz‟ah (E)
76-90
2 Ekor Unta Bintu Labun (C)
91-120
2 Ekor Unta Hiqah (D)
Keterangan: Kambing berumur 2 tahun atau lebih, atau domba berumur satu tahun atau lebih. Unta betina umur 1 tahun, masuk tahun ke-2 Unta betina umur 2 tahun, masuk tahun ke-3 Unta betina umur 3 tahun, masuk tahun ke-4 Unta betina umur 4 tahun, masuk tahun ke-5
Selanjutnya, jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor maka zakatnya bertambah 1 ekor bintu Labun, dan setiap jumlah itu bertambah 50 ekor, zakatnya bertambah 1 ekor Hiqah.
5.
Emas dan Perak Nishab emas adalah 20 dinar (85 gram emas murni) dan
perak adalah 200 dirham (setara 672 gram perak). Artinya bila seseorang telah memiliki emas sebesar 20 dinar atau perak 200 dirham dan sudah setahun, maka ia telah terkena wajib zakat, yakni sebesar 2,5 %. Demikian juga segala macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat dikategorikan dalam “emas dan perak”, seperti uang tunai, tabungan, cek, saham, surat berharga ataupun yang lainnya. Maka nishab dan zakatnya sama dengan ketentuan emas dan perak, artinya jika seseorang memiliki bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena wajib zakat (2,5 %). Contoh : Seseorang memiliki simpanan harta sebagai berikut : Tabungan
Rp 5 juta
Uang tunai (diluar kebutuhan pokok)
Rp 2 juta
Perhiasan emas (berbagai bentuk)
100 gram
Utang yang harus dibayar (jatuh tempo)
Rp 1.5 juta
Perhiasan emas atau yang lain tidak wajib dizakati kecuali selebihnya dari jumlah maksimal perhiasan yang layak dipakai. Jika layaknya seseorang memakai perhiasan maksimal 60 gram maka yang wajib dizakati hanyalah perhiasan yang selebihnya dari 60 gram.
Dengan demikian jumlah harta orang tersebut, sbb : 1.Tabungan
Rp 5.000.000
2.Uang tunai
Rp 2.000.000
3.Perhiasan (10-60) gram @ Rp 25.000
Rp 1.000.000
Jumlah
Rp 8.000.000
Utang
Rp 1.500.000
Saldo
Rp 6.500.000
Keterangan : Besar zakat = 2,5% x Rp 6.500.000 = Rp 163.500,Catatan : Perhitungan harta yang wajib dizakati dilakukan setiap tahun pada bulan yang sama. 6.
Perniagaan Harta
perniagaan,
baik
yang
bergerak
di
bidang
perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nishabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85gram emas murni). Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja danuntung) lebih
besar atau setara dengan 85 gram emas (jika pergram Rp 25.000,- = Rp 2.125.000,), maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5%. Pada badan usaha yang berbentuk syirkah (kerjasama), maka jika semua anggota syirkah beragama islam, zakat dikeluarkan lebih dulu sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang bersyirkah. Tetapi jika anggota syirkah terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari anggota syirkah muslim saja (apabila julahnya lebih dari nishab) Cara menghitung zakat : Kekayaan yang dimiliki badan usaha tidak akan lepas dari salah satu atau lebih dari tiga bentuk di bawah ini : a. Kekayaan dalam bentuk barang b. Uang tunai c. Piutang Maka yang dimaksud dengan harta perniagaan yang wajib dizakati adalah yang harus dibayar (jatuh tempo) dan pajak. Contoh : Sebuah perusahaan meubel pada tutup buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sbb : 1.Mebel belum terjual 5 set
Rp 10.000.000
2.Uang tunai
Rp 15.000.000
3. Piutang
Rp 2.000.000
Jumlah
Rp 27.000.000
Utang & Pajak
Rp 7.000.000
Saldo
Rp 20.000.000
Keterangan : Besar zakat = 2,5 % x Rp 20.000.000,- = Rp 500.000,Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang).Usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan apartemen, taksi, renal mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll, kemudian dikeluarkan zakatnya dapat dipilih diantara 2(dua) cara: a. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti hotel, taksi, kapal, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5 %. b. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih yang diperoleh usaha tersebut selama satu tahun, kemudian zakatnya dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil pertanian,
dimana
perhitungan
zakatnya
hanya
didasarkan pada hasil pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya. 4.
Hasil Pertanian Nishab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan
750 kg.Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut.
Tetapi jika hasil pertanian itu selain makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nishabnya disetarakan dengan harga nishab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita = beras). Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan) maka zakatnya 5%. Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang
disirami
zakatnya
5%.Artinya
5%
yang
lainnya
didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat
bahwa
apabila
pengolahan
lahan
pertanian
diairidengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10). Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk, intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya). Berbagai harta benda yang wajibdikeluarkan zakatnya adalah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertambangan, emas, perak, uang, hasil pendapatan dan jasa, rikaz (barang temuan), perdagangan dan perusahaan, serta sumber penghasilan lainnya (Undang-undang RI.No.38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat). Adapun ashnaf (orang yang
berhak menerima zakat) adalah fakir (orang melarat), orang miskin, amil (pengelola zakat), muallaf (orang yang baru masuk Islam), gharimin (orang berutang), ibnusabil (orang yang dalam perjalanan menuntut ilmu), fi sabillillah (orang yang berjuang di jalan Allah), riqab(budak) (Q.S. At-Taubah: 60). Zakat dapat dibagi dalam 2 jenis, yaitu (Hasan, 2006): pertama adalah zakat fitrah adalahsejumlah harta yang wajib ditunaikan oleh setiap mukallaf (orang islam, baligh, dan berakal) dan setiaporang yang nafkahnya ditanggung dengan syarat-syarat tertentu. Kedua adalah Zakat maal merupakanzakat atas harta kekayaan. Meliputi hasil perniagaan atau perdagangan, pertambangan, pertanian, hasillaut dan hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta zakat profesi. Masing-masing zakat memilikiperhitungan yang berbeda-beda. Menurut El Madani (2013) ada Banyak hikmah dan manfaat dibalik perintah berzakat, diantaranya ialah: (1) Zakat dapat membiasakan
orang
yang
menunaikannya
memilki
sifat
dermawan,sekaligus menghilangkan sifat pelit dan kikir; (2) Zakat dapat menguatkan benih persaudaraan, sertamenambah rasa cinta dan kasih sayang sesama muslim; (3) Zakat merupakan salah satu upaya dalammengatasi kemiskinan; (4) Zakat dapat mengurangi
angka
penyebabnya.Sebab menciptakan
hasil
lapangan
pengangguran zakat
dan
dapat
pekerjaan
penyebab-
digunakan
baru;
(5)
untuk Zakat
dapatmensucikan jiwa dan hati dari rasa dendam, serta menghilangkan iri hati dan kebencian dari orang-orangmiskin
terhadap
orang
kaya;
(6)
Zakat
dapat
menumbuhkan
perekonomian umat.
2.2. PENGELOLAAN DANA ZAKAT. Kegiatan inti (mendasar) dalam pengelolaan dana zakat infak dan shodaqoh (ZIS) menurut Sadewo (2004) dibagi menjadi
empat
kegiatan
utama
yaitu:
penghimpunan,
pengelolaan, pendayagunaan, dan pendistribusian. A.
PENGHIMPUNAN Penghimpunan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan dana ZIS dari muzakki. Peran fungsi dan tugas divisi atau bidang penghimpunan dikhususkan mengumpulkan dana zakat, infak, sedekah dan wakaf dari masyarakat. Dalam melaksanakan aktivitas pengumpulan dana tersebut bagian penghimpunan
dapat
menyelenggarakan
berbagai
macam
kegiatan. Menurut Sudewo (2004: 189) kegiatan penghimpunan ada dua yaitu galang dana dan layanan donatur: 1.
Galang Dana Dalam melakukan penggalangan dana ada beberapa
kegiatan yang dapat dilakukan yaitu: a. Kampanye (dakwah), dalam melakukan kampanye sosialisasi zakat ada beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu:
konsep
komunikasi,
kampanye, bahasa kampanye, media kampanye,
materi
b. Kerjasama program, galang dana dapat menawarkan program untuk dikerjasamakan dengan lembaga atau perusahaan lain. Kerjasama ini tentu dalam rangka aktivitas fundraising. c. Seminar dan diskusi, dalam sosialisasi zakat galang dana juga dapat melakukan kegiatan seminar. Tema seminar bisa apa saja asal masih relevan dengan kegiatan dan kiprah lembaga zakat. d. Pemanfaatan rekening bank, pembukaan rekening bank, ini dimaksudkan untuk memudahkan donatur menyalurkan dananya. Jumlah dana yang masuk menjadi strong point. Menurut Widodo (2001: 82) ada beberapa cara dana diterima lembaga zakat diantaranya adalah: a. Melalui rekening di bank, artinya di bank mana lembaga membuka rekening penerimaan dana zakat. b. Counter, di lokasi mana lembaga membuka counter. c. Jemput bola, wilayah mana saja yang akan dilayani dengan cara dana zakat diambil oleh lembaga. Pendapat Sudewo dan Widodo mengenai bagaimana cara penggalangan dana zakat sebenarnya tidak jauh berbeda. Penggalangan bisa dilakukan dengan cara: mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan sosialisasi masalah zakat, penerimaan dana zakat bisa melalui rekening bank, counter penerimaan, atau diambil sendiri oleh amil. Model penerimaan seperti ini
dimaksudkan
untuk
memudahkan
muzakki
menyalurkan
zakatnya. 2.
Layanan Donator Layanan donatur tak lain adalah customer care atau di
dalam perusahaan dinamakan customer service. Tugas yang dilakukan layan donatur cukup bervariasi diantaranya (Sadewo, 2004: 201-203): a. Data
donatur,
data
tentang
donatur
harus
didokumentasikan. Data ini diperoleh dari berbagai sumber, diantaranya dari bukti transfer bank, dari kuitansi, para donatur yang datang langsung atau suratsurat. Data yang dihimpun sebaiknya dilengkapi dengan berbagai informasi. Dengan menguasai semua data donatur, lembaga zakat akan semakin bisa membuat donatur untuk tetap terlibat di dalamnya. b. Keluhan, layan donatur juga harus sama cermatnya dalam mendata tentang keluhan dari donatur, mitra kerja atau masyarakat
umum.
Keluhan
ini
harus
disusun,
dikompilasi, dan dianalisa. Hasil analisa dari keluhan diserahkan kepada divisi penghimpunan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. c. Follow up keluhan, satu hal yang menjadi kebiasaan kita adalah menghindari penyelesaian keluhan. Mengatakan bahwa akan ditangani oleh yang berwenang adalah suatu jawaban yang professional. Namun bila hanya sekadar jawaban tanpa follow up ini kebohongan pada publik.
Dengan adanya pelayanan untuk donatur, mereka tidak merasa kecewa karena merasa tidak diperhatikan.Pendataan donatur sangat penting karena ini menyangkut hubungan silaturrahim antara muzakki, amil, dan juga mustahiq.Karena hubungan ini berpengaruh pada potensi zakat yang ada pada lembaga.Muzakki terkadang merasa tidak puas dengan kinerja amil, mereka berhak menyampaikan keluhan-keluhan. Amil (lembaga) harus menindaklanjuti keluhan muzakki, tidak hanya menerima keluhan tersebut..
B.
PENGELOLAAN (KEUANGAN) Seperti juga struktur keuangan lembaga yang lain, struktur
keuangan zakat terdiri atas dua bidang yaitu bendahara dan akuntansi. Ada dua verifikasi yang dikerjakan yakni verifikasi penerimaan dan pengeluaran.Verifikasi penerimaan dimulai sejak dana ditransfer dari muzakki hingga masuk ke lembaga zakat. Sedangkan verifikasi pengeluaran dicermati sejak diajukan hingga
pencairan
dana.
Bendahara
(kasir)
berfungsi
mengeluarkan dana yang telah disetujui. Sedangkan bidang akuntansi melakukan pencatatan keluar masuknya
uang.Pencatatan
ini
diinput
dalam
jurnal
harian.Setelah itu diposting kedalam buku besar.Dalam kerjanya sesungguhnya akuntansi memilah atas dua segi yakni akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.Akuntansi keuangan dibuat sesuai pernyataan standar akuntansi, sementara akuntansi manajemen dikerjakan sesuai dengan kebutuhan lembaga.
Dalam akuntansi keuangan ada lima laporan yang harus dikerjakan divisi pengelolaan keuangan (Sadewo, 2004: 214215) yaitu: a. Neraca, merupakan laporan yang menggambarkan posisi keuangan pada waktu tertentu. b. Laporan sumber dan penggunaan dana, tujuan dari LSPD adalah menggambarkan aktivitas lembaga terutama dalam menjelaskan asal sumber-sumber pendanaan serta penyalurannya sesuai dengan bidang garapan masing-masing, ini menggambarkan kinerja lembaga ditinjau dari aspek finance. c. Laporan dana termanfaatkan, tujuan dari LPDT adalah menggambarkan berbagai aktivitas pendanaan yang non cash, contohnya pinjaman hutang dan pemberian hutang. d. Laporan arus kas, tujuannya menggambarkan aliran kas keluar masuk. Pertimbangan alur keluar masuk didasarkan pada tiga jenis aktivitas yaitu: a. Operasi, terkait dengan kegiatan utama lembaga zakat. b. Investasi, yang dimaksud adalah penggunaan uang yang ditujukan baik untuk kepentingan lembaga maupun mustahiq. c. Pendanaan, merupakan kebutuhan tambahan dana eksternal dalam pembiayaan program jangka panjang.
d. Catatan atas laporan keuangan, berisi penjelasan atas keempat jenis laporan diatas sebagai catatan khusus yang lebih rinci sifatnya. Akuntansi manajemen berperan penting dalam menentukan kepentingan manajemen yang lebih luas berdasarkan penggunaan data keuangan yang ada. C.
PENDAYAGUNAAN Sesungguhnya jatuh bangunnya lembaga zakat terletak
pada kreativitas divisi pendayagunaan, yaitu bagaimana amil (lembaga zakat) mendistribusikan zakat dengan inovasi-inovasi yang baru dan bisa memenuhi tujuan pendistribusian zakat kepada
mustahiq.Pendayagunaan
program
pemberdayaan
mustahiq merupakan inti dari zakat.Ada beberapa kegiatan yang dapat dikembangkan oleh bidang pendayagunaan.Namun yang terjadi di Indonesia beberapa lembaga zakat sudah memiliki keseragaman kegiatan. Adapun kegiatan tersebut adalah: 1.
Pengembangan Ekonomi Dalam melakukan pengembangan ekonomi ada beberapa
kegiatan yang dapat dijalankan oleh lembaga zakat (Sadewo, 2004: 227-235) diantaranya: a. Penyaluran modal. b. Pembentukan lembaga keuangan. c. Pembangunan industri. d. Penciptaan lapangan kerja. e. Peningkatan usaha. f. Pelatihan.
g.
Pembentukan organisai.
Beberapa kegiatan pengembangan ekonomi seperti yang disebutkan di atas telah banyak dipraktekan di Indonesia. Jika pendistribusian dana disalurkan untuk kegiatan pengembangan ekonomi seperti itu usaha merubah mustahiq menjadi muzakki memiliki peluang yang lebih besar. 2.
Pembinaan Sumber Daya Manusia Pembinaan SDM adalah suatu kegiatan yang dilakukan
oleh lembaga zakat untuk membina mustahiq.Program yang paling mudah dilakukan adalah pemberian beasiswa kepada anak-anak dari keluarga mustahiq. Menurut Sudewo ada beberapa program pendidikan yang bisa dikembangkan untuk membantu
anak-anak
mustahiq
(Sadewo,
2004:
231)
diantaranya: a. Beasiswa b. Diklat dan kursus keterampilan c. Sekolah 3.
Layanan Sosial Yang dimaksud dengan layanan sosial adalah layanan yang
diberikan kepada kalangan mustahiq dalam memenuhi kebutuhan mereka. Beberapa kegiatan santunan sosial diantaranya seperti: biaya kesehatan, santunan anak yatim, bantuan bencana alam. Layanan sosial merupakan program insidentil lembaga, karena dana zakat tersebut diberikan kepada mustahiq ketika ada kebutuhan yang sangat mendesak.
D.
PENDISTRIBUSIAN Pendistribusian adalah suatu kegiatan dimana zakat bisa
sampai kepada mustahiq secara tepat. Kegiatan pendistribusian sangat berkaitan dengan pendayagunaan, karena apa yang akan didistribusikan disesuaikan dengan pendayagunaan. Akan tetapi juga tidak bisa terlepas dari penghimpunan dan pengelolaan. Jika penghimpunannya tidak maksimal dan mungkin malah tidak memperoleh dana zakat sedikitpun maka tidak akan ada dana yang didistribusikan. Muhammad (2006: 176) berpendapat bahwa distribusi zakat berkaitan dengan persediaan, saluran distribusi, cakupan distribusi,
lokasi
mustahiq,
wilayah
penyaluran,
tingkat
persediaan, dana zakat dan lokasi amil, pengiriman, dan keagenan. Zakat yang dihimpun oleh Lembaga Zakat harus segera disalurkan kepada para mustahiq sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja.Mekanisme distribusi zakat kepada mustahiq bersifat konsumtif dan juga produktif. Menurut Mufraini (2006: 148) distribusi zakat tidak hanya dengan dua cara akan tetapi ada tiga yaitu: distribusi konsumtif, distribusi produktif, dan investasi. Sebagai penegasan sudah seharusnya pemerintah berperan aktif di dalam membangun kesejahteraan umat Islam yang mendominasi negara ini, sehingga nantinya di dalam pengelolaan zakat dan pendistribusiannya dapat dilakukan secara optimal, tepat sasaran dan profesional.Usaha-usaha pengumpulan zakat
hendaknya
lebih
dimaksimalkan
agar
pendistribusiannya
tersalurkan secara terpadu kepada yang berhak secara sistematis dan optimal. Ada beberapa ketentuan dalam mendistribusikan dana zakat kepada mustahiq yaitu: a.
Mengutamakan distribusi domestik, dengan melakukan distribusi lokal atau lebih mengutamakan penerima zakat yang berada dalam lingkungan terdekat dengan lembaga zakat (wilayah muzakki) dibandingkan pendistribusiannya untuk wilayah lain.
b.
Pendistribusian yang merata dengan kaidah-kaidah sebagai berikut: f. Bila zakat yang dihasilkan banyak, seyogyanya setiap golongan mendapat bagiannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing. g. Pendistribusiannya
haruslah
menyeluruh
kepada
delapan golongan yang telah ditetapkan. h. Diperbolehkan untuk memberikan semua bagian zakat kepada beberapa golongan penerima zakat saja, apabila didapati bahwa kebutuhan yang ada pada golongan tersebut memerlukan penanganan secara khusus. i. Menjadikan golongan fakir miskin sebagai golongan pertama yang menerima zakat, karena memenuhi kebutuhan mereka dan membuatnya tidak bergantung kepada golongan lain adalah maksud dan tujuan diwajibkannya zakat.
j. Seyogyanya mengambil pendapat Imam Syafi‟i sebagai kebijakan umum dalam menentukan bagian maksimal untuk diberikan kepada petugas zakat, baik yang bertugas
dalam
mengumpulkan
maupun
yangmendistribusikannya. c.
Membangun kepercayaan antara pemberi dan penerima zakat. Zakat baru bisa diberikan setelah adanya keyakinan dan juga kepercayaan bahwa si penerima adalah orang yang berhak dengan cara mengetahui atau menanyakan hal tersebut
kepada orang-orang adil
yang tinggal
di
lingkungannya, ataupun yang mengetahui keadaannya yang sebenarnya. Intermediary system yang mengelola investasi dan zakat seperti perbankan Islam dan lembaga pengelola zakat dewasa ini lahir secara masif.Di Indonesia sendiri, dunia perbankan Islam dan lembaga pengumpul zakat menunjukan perkembangan yang cukup
pesat.
Mereka
berusaha
untuk
berkomitmen
mempertemukan pihak surplus muslim dan pihak defisit muslim. Dengan harapan terjadi proyeksi pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau bahkan menjadikan kelompok defisit (mustahiq) menjadi surplus (muzakki). Melihat fenomena dan permasalahan yang terjadi di Indonesia dari sisi zakat, sosial masyarakat, dan juga ekonomi Mufraini (2006: 147) membuat sebuah inovasi distribusi zakat yang dikategorikan dalam empat bentuk sebagai berikut: 5.
Distribusi Bersifat Konsumtif Tradisional
Yaitu
zakat
dibagikan
kepada
mustahiq
untuk
dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat fitrah yang diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat māl yang dibagikan kepada para korban bencana alam.
6.
Distribusi Bersifat Konsumtif Kreatif Zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya
semula, seperti diberikan dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa. 7.
Distribusi Zakat Bersifat Produktif Tradisional Zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang
produktif seperti kambing, sapi, alat cukur, dan lain sebagainya. Pemberian dalam bentuk ini akan dapat menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja fakir miskin. 8.
Distribusi Zakat dalam Bentuk Produktif Kreatif Zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk
membangun proyek sosial atau menambah modal dagang pengusaha kecil. Sebagimana dilihat dari inovasi di atas maka lembaga zakat selain mendistribusikan zakat secara konsumtif, saat ini juga telah mengembangkan sistem distribusi zakat produktif. Pola distribusi dana zakat produktif menjadi menarik untuk dibahas mengingat ketentuan syari‟ah menegaskan bahwa dana zakat yang terkumpul sepenuhnya adalah hak milik dari mustahiq delapan asnaf.
Zakat bukan hanya persoalan ibadah mahḍah (ritual murni) tapi juga persoalan māliyah ijtima‟iyyah (harta benda sosial) oleh karenanya harus ma‟qulul ma‟na (masuk akal).Ini merupakan pendapat golongan Hanafiyah dan pendapat ini dapat diterima karena ma‟qulul ma‟na dapat diterapkan sesuai perkembangan zaman.Dan dapat menjawab tuntutan kemaslahatan umat, kapanpun dan dimanapun. Al-Qur‟an sendiri tidak mengatur bagaimana seharusnya dan sebaiknya membagikan zakat kepada para asnaf. Umar bin Khattab ra pernah memberikan dana zakat berupa kambing agar dapat berkembang biak. Nabi pernah memberikannya kepada seorang fakir sebanyak dua dirham, dengan memberikan anjuran agar mempergunakan uang tersebut, satu dirham untuk dimakan dan satu dirham lagi supaya dibelikan kapak sebagai alat kerja. Berdasarkan pendapat golongan Hanafiyah, dan peristiwa pada masa Rasulullah dan Umar maka distribusi zakat secara produktif diperbolehkan demi kemaslahatan umat. Pendapat ini dikuatkan oleh Yafie (1995: 236) bahwa pemanfaatan dana zakat yang dijabarkan dalam ajaran fiqih memberi petunjuk perlunya suatu kebijakan dan kecermatan, di mana perlu dipertimbangkan faktor-faktor pemerataan dan penyamaan, kebutuhan yang nyata dari
kelompok-kelompok
penerima
zakat,
kemampuan
penggunaan dana zakat dari yang bersangkutan yang mengarah kepada peningkatan kesejahteraannya dan kebebasannya dari kemelaratan, sehingga pada gilirannya yang bersangkutan tidak lagi menjadi penerima zakat tetapi menjadi pembayar zakat.
Hal-hal di atas dicontohkan bahwa jika penerima zakat tersebut tahu dan biasa berniaga maka kepadanya diberikan modal usaha, atau yang bersangkutan mempunyai keterampilan pertukangan
maka
kepadanya
diberikan
perkakas
yang
memungkinkan dia bekerja dalam bidang keterampilannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terhadap dana zakat tersebut tidak akan menjadi permasalahan yang ilegal dalam pengertian hukum. Oleh karena itu dana zakat yang digulirkan secara produktif tentunya tidak dapat menuntut adanya tingkat pengembalian tertentu sebagaimana halnya sumber dana selain zakat. Konsep distribusi dana zakat secara produktif yang dikedepankan sejumlah lembaga zakat biasanya dipadukan dengan dana terkumpul lainnya yaitu shadaqah dan infak. Hal ini untuk meminimalisir adanya perbedaan pendapat akan pola produktif dana zakat. Aturan
syari‟ah
menetapkan
bahwa
dana
hasil
pengumpulan zakat, sepenuhnya adalah hak milik dari para mustahiq. Dengan demikian pola distribusi produktif yang dikembangkan pada umumnya mengambil skema qardul hasan yakni satu bentuk pinjaman yang menetapkan tidak adanya tingkat pengembalian tertentu dari pokok pinjaman. Namun demikian bila ternyata si peminjam dana tersebut tidak mampu mengembalikan
pokok
tersebut,
maka
hukum
zakat
mengindikasikan bahwa sipeminjam tersebut tidak dapat dituntut
atas ketidakmampuannya tersebut, karena pada dasarnya, dana tersebut adalah hak mereka. Terlepas dari perbedaan pendapat dalam fiqih dan pola inovasi pendanaan yang diambil dari dana zakat, skema yang dikedepankan dari pola qordul hasan sebenarnya sangat brilian, sebagaimana menurut pendapat Mufraini (2006: 160) bahwa: 3.
Ukuran keberhasilan sebuah lembaga pengumpul zakat adalah bagaimana lembaga tersebut dapat menjadi salah satu
elemen
mengangkat
dari derajat
sekuritas
sosial
kesejahteraan
yang
mencoba
seorang
mustahiq
menjadi seorang muzakki. Jika hanya pola konsumtif yang dikedepankan, tampaknya akan sulit tujuan ini bisa tercapai. 4.
Modal yang dikembalikan oleh mustahiq kepada lembaga zakat, tidak berarti bahwa modal tersebut sudah tidak lagi menjadi haknya mustahiq yang diberikan pinjaman. Ini artinya bisa saja dana tersebut diproduktifkan kembali dengan memberi balik kepada mustahiq tersebut yang akan dimanfaatkan untuk penambahan modal usahanya lebih lanjut. Dan kalaupun tidak, hasil akumulasi dana zakat dari hasil pengembalian modal akan kembali didistribusikan kepada mustahiq lain yang juga berhak.
2.3.ZAKAT DAN KEMISKINAN. Menurut Qaradhawi (2002), Islam memandang kemiskinan merupakan satu hal yang mampu membahayakan akidah, akhlak,
kelogisan berpikir, keluarga dan masyarakat. Salah satu kejahatan terbesar dari kapitalisme ialah penguasaan dan pemilikan sumber daya produksi oleh segelintir manusia yang diuntungkan secara ekonomi, sehingga hal ini berimplikasi pada pengabaian pada meraka orang yang kurang beruntung.Zakat adalah suatu mekanisme tanpa kompromi yang berusaha menghilangkan segala kesewenag-wenangan, karena zakat merupakan kewajiban bagi kalangan kaum muslimin yang kaya.Zakat mampu tampil sebagai instrumen dalam memperkecil kesenjangan tersebut dan mampu mengembalikan daya beli masyarakat. Produktivitas yang dimaksud disini adalah setelah mereka menerima bantuan modal produktif tersebut baik dalam bentuk modal kerja atau pelatihan, penerima zakat tersebut mampu menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai tambah.Hal tersebut ditujukan untuk dapat mengangkat tingkat kesejahteraan penerima zakat tersebut.Sebagai suatu usaha yang bertujuan untuk memaksimumkan laba, dengan bantuan yang diberikan, dari sudut ekonomi usaha memaksimumkan keuntungan ini dapat dicapai dengan efisiensi produksi.Hal ini dapat dicapai bila bantuan modal yang diberikan tidak membebani ongkos produksi. Dalam islam tidak ada faktor bunga, maka hal ini tidak akan membebani ongkos produksi, dan penerimaan dari hasil tambahan modal dapat digunakan sepenuhnya. Untuk menangani masalah kemiskinan, zakat dapat berperan dalam menyediakan modal usaha dan pelatihan bisnis untuk para mustahik. Dengan
demikian akan tercipta pemberdayaan ekonomi ummat. Secara mikro, dana zakat berperan untuk memenuhi kebutuhan mustahik. Oleh karena itu para mustahik harus mendapatkan sarana, fasilitas, manajemen, dan keterampilan yang akan mendorong mereka untuk bisa mandiri (Garry, 2011). Dari sisi konsep, zakat dapat dijadikan instrumen dalam pemberdayaan ekonomi umat melalui pendayagunaan zakat untuk usaha produktif. Hal ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia No. 373 Tahun 2003 pada pasal 28 ayat 2 dan pasal 29, tentang Pelaksanaan Undangundang No.38 tahun 1999 tentang Pengeloloaan Zakat. Bahkan, pada pasal 30 didalam keputusan tersebut lebih ditekankan lagi bahwa hasil penerimaan dari Organisasi Pengumpul Zakat (OPZ) baik berupa infaq, sadakah, hibah, wasiat, waris dan kafarat didayagunakan
tertutama
untuk
usaha
produktif
setelah
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 29. Namun kenyataannya, dana Zakat Infaq dan Sedekah (ZIS) belum berperan secara optimal dalam menanggulangi kemiskinan sebagaimana yang diharapkan.
BAB 3 KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN BERBASIS COMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD)
3.1.KEMISKINAN DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN. Kemiskinan dapat dilihat dari berbagai aspek, Bank Dunia menetapkankemiskinan dari segi pendapatan, yaitu yang tergolong miskin adalah merekayang memiliki pendapatan kurang dari $2 perhari (Todaro, 2002).Bank Dunia pun melakukan pendekatan relatif untuk melihat pendudukmiskin, yaitu diarahkan pada 40 persen lapisan penduduk terbawah dari totalpenduduk suatu negara.Sedangkan kemiskinan menurut Bank Pembangunan Asia(Asian Development Bank) adalah kekurangan aset-aset penting dan kesempatanyang menjadi hak setiap manusia.Indikator-indikator untuk mengukurkemiskinan, yaitu
pendidikan
dasar,
kesehatan,
gizi,
air,
sanitasi,
pendapatan,pekerjaan, dan upah. Selain itu ada juga indikator yang bersifat intangibles (tidaktampak), antara lain rasa ketidakberdayaan dan kurangnya kebebasan dalamberpartisipasi. Kemiskinan dapat dilihat dari dua besaran, yaitu absolut dan relatif.Kemiskinan absolut adalah tingkat kemiskinan di bawah batas minimumkebutuhan untuk bertahan hidup atau biasa diukur dengan kalori yang diperlukanditambah dengan komponenkomponen penting lainnya yang bukan makanan.Sementara kemiskinan relatif biasanya didefinisikan dalam hubungannya
denganbeberapa rasio garis kemiskinan absolut atau sebagai porsi dari rata-ratapendapatan nasional (Susanto, 2006). Ketentuan BPS (1994) menyatakan bahwa seseorang akan berada dibawah garis kemiskinan dilihat dari besarnya rupiah yang
dibelanjakan
perkapita
perbulan
untuk
memenuhi
kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (rumah, sandang, aneka barang dan jasa). Seorang akan berada dibawah garis kemiskinan apabila konsumsi perhari kurang dari 2100 kalori. Berbagai kebijakan yang telah dilakukan melalui berbagai program/proyek dirasakan belum berdampak signifikan.Hasil bantuan program/proyek tidak memberikan luaran yang mampu mengatasi kemiskinan.Menurut Pujiono (2009: 50) kegagalan tersebut pada dasarnya menunjukan bahwa program/proyek yang selama ini tidak efektif dan tidak efisien dalam mengatasi kemiskinan. Penyebab kegagalan tersebut tidak lain karena kemiskinan itu sendiri disebabkan oleh kegagalan konseptual dan bukan kurangnya kapabalitas di pihak rakyat (Yunus, 2006). Oleh sebab itu , harus ada pembangunan secara konsisten dan menyeluruh agar tepat sasaran dan mencapai hasil yang optimal. Salah satu upaya mengatasi kemiskinan adalah melalui upayapengembangan kapasitas kelompok miskin.Konsep ini erat kaitannya
dengankonsep
Pemberdayaan
masyarakat
pemberdayaan adalah
suatu
masyarakat. prosesdimana
masyarakat terutama mereka yang miskin sumber daya, kaum perempuan,dan kelompok yang terabaikan lainnya, didukung
agar mampu meningkatkankesejahteraannya secara mandiri. Proses
pemberdayaan
masyarakat
bertitik
tolakuntuk
memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya,mengoptimalkan
sumber
daya
setempat
sebaik
mungkin, baik sumber daya alammaupun sumber daya manusia. (Masyarakat Mandiri, 2007)
3.2.
ZAKAT DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
MISKIN. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahik mampu memiliki usaha mandiri. Program tersebut diwujudkan dalam bentuk pengembangan modal usaha mikro yang sudah ada atau perintisan usaha mikro baru yang prospektif (Kholiq, 2012: 46). Pendayagunaan
dalam
zakat
erat
kaitannya
dengan
bagaimana cara pendistribusiannya. Kondisi itudikarenakan jika pedistribusiannya
tepat
sasaran
dan
tepat
guna,
maka
pendayagunaan zakat akan lebihoptimal Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dijelaskan mengenaipendayagunaan adalah: 1) Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin danpeningkatan kualitas umat.
2) Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi. Pasal 16 ayat (1) dan (2) UU No. 38 Tahun 1999 tentang PengelolaanZakat,
secara
eksplisit
dinyatakan
bahwa
pendayagunaan zakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup para mustahiq sesuai dengan ketentuan agama(delapan ashnaf) dan dapat
dimanfaatkan untuk
usaha produktif. Secara
lebihspesifik, dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 373
Tahun
20035
pasal28
ayat
(2)
dijelaskan
bahwa
pendayagunaan zakat untuk usaha produktifdilakukan apabila zakat sudah dapat memenuhi kebutuhan hidup para mustahiqdan ternyata masih terdapat kelebihan. Jadi, ZIS, terutama infaq dan shadaqah,dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif apabila terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan. Secara garis besar, dana ZIS dapat didistribusikan pada dua jenis kegiatan,yaitu kegiatan-kegiatan yang bersifat konsumtif dan produktif (Nasution et al.,2008). Kegiatan konsumtif adalah kegiatan yang berupa bantuan sesaat untukmenyelesaikan masalah
yang
sifatnya
mendesak
dan
langsung
habis
setelahbantuan tersebut digunakan (jangka pendek). Sedangkan, kegiatan produktifadalah pemberian bantuan yang diperuntukkan bagi kegiatan usaha produktifsehingga dapat memberikan dampak jangka menengah-panjang bagi paramustahiq
Menurut Antonio (2001), pembiayaan produktif adalah pembiayaanyang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untukpeningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi.Berdasarkan jenis keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi dua, yaitu: c) Pembiayaan modal kerja, yang merupakan pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan produksi secara kuantitatif
(jumlah
hasil
produksi)
dan
kualitatif
(peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi) serta untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. d) Pembiayaan investasi, yang merupakan pembiayaan untuk (capital
memenuhi goods).
kebutuhan serta
barang-barang
fasilitas-fasilitas
yang
modal erat
kaitannya dengan investasi. Menurut Sunartiningsih (2004), pemberdayaanmasyarakat diartikan sebagai upaya untuk membantumasyarakat dalam mengembangkan kemampuansendiri sehingga bebas dan mampu
untuk mengatasimasalah dan mengambil keputusan secara mandiri.Dengan demikian pemberdayaan masyarakatditujukan untuk mendorong terciptanya kekuatan dankemampuan lembaga masyarakat untuk secaramandiri mampu mengelola dirinya sendiri berdasarkankebutuhan masyarakat itu sendiri, serta mampumengatasi tantangan persoalan di masa yang akandatang. Ada beberapa indikator keberhasilan program pemberdayaan menurutSumodiningrat (1999), yaitu : f) Merkurangnya jumlah penduduk miskin; g) Merkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan olehpenduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia; h) Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatankesejahteraan
keluarga
miskin
di
lingkungannya; i) Meningkatkan kemandirian kelompok yang ditandai dengan makinberkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makin kuatnyapermodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok, sertamakin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di dalammasyarakat; j) Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yangditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya.
Undang-Undang
No.
38
tahun
1999
tentang
PengelolaanZakat, menjelaskan bahwa pendayagunaan adalah : d) Hasil pengumpulan zakat didayagunakan untuk mestahiq sesuai dengan ketentuan agama. e) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustahik dan dapat dimanfaatkan untuk usaha produktif. f) Persyaratan dan prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan keputusan Menteri. Jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat yang berkembang saat ini bisa kekelompokkan berdasarkan basisnya, yaitu : 5. Berbasis Sosial Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian dana langsung berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok mustahiq.Ini disebut juga Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari penyaluran dana zakat. 6. Berbasis pengembangan ekonomi Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha kepada mustahiq secara langsung maupun
tidak
langusng,
yang
pengelolaannya
bisa
melibatkan maupun tidak melibatkan mustahiksasaran. Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi
yang produktif, yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat. Motode pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan istilah zakat konsumtif dan zakat produktif. Hampir seluruh lembaga pengelolaan zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua kategori zakat ini dibedakan berdasarkan bentuk pemeberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh mustahiq. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif konvensional dan produktif kreatif, adapun penjelasan lebih rinci dari keempat bentuk penyaluran zakat teresebut adalah: e) Konsumtif Tradisional Maksud pendistribusian zakat secara konsumtif tradisional adalah bahwa zakat dibagikan kepada mustahiq dengan secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal secara langsung oleh para muzakkikepada mustahiq yang sangat membutuhkan karena
ketiadaan pangan
atau
karena
mengalami musibah. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam rangka mengatasi permasalahan umat. f) Konsumtif Kreatif Pendistribusian zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan
digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya. Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena, bantuan alat pertanian, seperti cangkul untuk petani, gerobak jualan untuk pedagang kecil g) Produktif Konvensional Pendistribusian zakat secara produktif konvensional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para muzakki dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit h) Produktif Kreatif Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembanganusaha para pedagang atau pengusaha kecil.
3.3.PENGEMBANGAN
EKONOMI
BERBASIS
KEARIFAN LOKAL. Kearifan
lokal
merupakan
prilaku
manusia
dalam
berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang
dapat bersumber dari nilai-nilai agama, adat-istiadat setempat, dan budaya setempat yang terbangun secara alamiah dalam suatu
komunitas
masyarakat
untuk
beradaptasi
dengan
lingkungan sekitar. Perilaku ini berkembang menjadi suatu kebudayaan di suatu daerah dan akan berkembang secara turun temurun ( Petrasa, 2008). Menurut Sukmana (2010: 62) pengembangan ekonomi lokal merupakan prosesdimana pemerintah daerah dan/atau kelompok berbasiskomunitas mengelola sumber daya yang ada danmasuk kepada penataan kemitraan baru dengan sktorswasta, atau di antara mereka sendiri, untukmenciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatanekonomi wilayah. Selanjutnya Kisroh (2007)
pengembangan
ekonomi
berbasis
kearifan
lokal
merupakan konsep pembangunan yang mendasarkan pada pendayagunaan sumber daya local yang ada pada masyarakat, baik sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya kelembagaan. Setiap komunitas mempunyai kondisi potensilokal yang unik yang
dapat
membantu
ataumenghambat
pengembangan
ekonominya. Atribut-atribut lokal ini akan membentuk benih, yang dari situstrategi pengembangan ekonomi lokal dapat tumbuhmemperbaiki daya saing lokal. Untuk membangun dayasaing tiap komunitas perlu memahami dan bertinakatas dasar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamanuntuk membuat daerahnya menarik bagi kegiatan bisnis, kehadiran pekerja dan lembaga yangmenunjang.
Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan pelaku usaha harus secara besama-sama mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi lokal yang dapat dialkukan melalui forum kemitraan.Dalam kasus ini, OPZ yang melakukan program pemberdayaan hendaknya sudah mempertimbangkan aspek-aspek lokal masyarakat tersebut tinggal.
3.4.KONSEP
COMUNITY
BASED
DEVELOPMENT
(CBD). Pendekatan Pembangunan Berbasis Masyarakat (Community Based Development) adalah metode pendekatan yang melibatkan masayarakat/komunitas
didalam
pembangunan.Didalam
pembangunan ini melibatkan berbagai unsur-unsur yang lebih luas
diantaranya
adalah
sosial,
budaya,
ekonomi
hingga peraturan/kepranataan dan lingkungan (Hidayat dan Darwin, 2011).Sifat dari pendekatan CBD ini adalah proses pembangunan mulai dari tahap idea/gagasan, perencanaan, pembuatan
program
kegiatan,
penyusunan anggaran/biaya,
pengadaan sumber-sumber hingga pelaksanaan di lapangan lebih menekankan kepada keinginan atau kebutuhan yang nyata ada (the
real
needs of
community) dalam
kelompok
masyarakatnya Menurut Hidayat dan Darwin (2001) prinsip dasar dari konsep CBD adalah: f) Diperlukan tingkat break-even dalam setiap kediaman yang dikelolah melalui program CBD. Tujuannya adalah agar
kegiatan
yang
dikelolah
mampu
dilestarikan
atau
dikembangkan. g) Konsep CBD selalu melibatkan partisipasi masyarakat yang meliputi perencanaan maupun pelaksanaan program. h) Antara kegiatan pelatihan dan pengembangan usaha merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. i) Implementasi CBD harus memaksimalkan sumberdaya yang ada, khususnya masalah pendanaan. j) Organisasi
CBD
harus
memposisikan
diri
sebagai
“perantara” yang dapat yang menghubungkan antara kepentingan pemerintah dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro.
BAB 4 MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT MELALUI PENDEKATAN COMUNITY BASED DEVELOPMENT (CBD)
4.1.REKAYASA MODEL OPTIMALISASI DANA ZAKAT. Pembaharuan dalam aspek pendayagunaan zakat merupakan pembaharuan yang menyangkut pada aspek pemanfaatan dana zakat. Selama ini ada kesan bahwa zakat melanggengkan kemiskinan. Hal ini dapat kita lihat dari penerima zakat yang tidak pernah berubah statusnya dari penerima zakat (mustahiq) menjadi pemberi/pembayar zakat (muzzaki), bahkan setiap tahunnya jumlah mustahiq cenderung bertambah. Penyaluran bantuan LAZ dan BAZ selama ini sebagian besar dilakukan melalui program-program bidang pendidikan, bidang kesehatan, bidang kepemudaan serta bidang ekonomi kebanyakan masih dilakukan secara tersebar dan cenderung parsial tergantung mustahiq berada untuk setiap programnya. Masih lemahnya infrastruktur
dan
skill
tenaga
pendamping
program
pemberdayaan menjadi faktor kendala tersendiri bagi sebagian LAZ dan ZIS.
Hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam
memberikan kontrol, evaluasi dan pengkuran keberhasilan program. Kedepan perubahan dari pola konsumsi menjadi pola produktif menjadi salah satu jalan bagi pemberdayaan dana zakat masa depan. Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana
zakat untuk mendorong mustahiq mampu memiliki usaha mandiri. Berikut Model optimalisasi dana zakat berbasis Comunity Based Development (CBD) hasil penelitian yang dapat dikembangkan pada BAZ/LAZ sebagi upaya mengurangi kemiskinan khususnya di deerah perkotaan:
Poverty Data, Field Analisis, Coordination Forum
Fasilkitasi
Yes NO No
STOP
Education LAZ/BAZ
MR O Social
Poverty
M RO
Teenager
Government
Economic Empowerment
Zakat Empowerment
Program/Strategy/Regula tion/Regulation of poverty decrease
Vision & Mision Work Programs
Gambar 4.1. Model Optimalisasi Dana Zakat melalui Integrated Community Development (ICD)
Model optimalisasi dana zakat berbasis Comunity Based Development (CBD) ini menggunakan pendekatan Integrated Community Development (ICD) atau pemberdayaan wilayah perpadu atau lebih dikenal sebagai konsep desa binaan memiliki keunikan tersendiri. Integrated Community Development (ICD) merupakan sentra atau pusat pemberdayaan mustahik yang berbasis komunitas di kelurahan atau kecamatan. Tujuan model ICD adalah: 1). Membantu mustahiq untuk survive di tengah kekurangan
materi
yang
dimilikinya,
2).
Terpantaunya
perkembangan kesejahteraan mustahiq selama dalam binaan, 3). Tersadarkannya masyarakat terhadap tanggung jawab lokal dalam
mengentaskan
kemiskinan
diwilayahnya,
dan
4).
Terentaskannya mustahiq dari garis kemiskinan sehingga bisa berubah kesejahteraannya pada level muzakki (orang yang membayar zakat). Setiap wilayah yang termasuk dalam program ICD akan didampingi oleh satu orang atau lebih Musthiq Relation Officier (MRO). MRO berfungsi sebagai penggerak, pendamping, fasilitator, dinamisator bahkan dari yang membantu memastikan 4 rumpun program utama LAZ/BAZ diterima dengan baik di masyarakat. Setiap MRO diwajibkan tinggal di komunitas tersebut dan mengelolah 100-250 keluarga. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau, terintegrasi dan berkelanjutan.
4.2.TAHAPAN
IMPLEMENTASI
MODEL
OPTIMALISASI DANA ZAKAT. Guna memaksimalkan implementasi model Optimalisasi Dana
Zakat
melalui
pendekatan
Integrated
Community
Development (ICD) dibuat tahapan-tahapan sebagai berikut: 1) Tahap Pendahuluan. Tahap
Pendahuluan
yaitu:
tahap
penentuan
suatu
wilayah/kelurahan/kecamatan yang akan diusulkan menjadi wilayah sasaran / daerah garapan pemberdayaan menggunkan program optimalisasi dana zakat. Tahap ini dimulai dari data kemiskinan/proverty data yang masuk, selanjutnya tahapField Analisismenggunakan berbagai metode/instrument, dan tahap terakhirCoordination
Forumsebagai
media
koordinasi,
pembahasan dan penentuan daerah sasaran yang melibatkan LAZ/BAZ, Pemerintah setempat (Goverment), Surveyor dan seorang MROyang akan bertanggung jawab terhadap daerah sasaran (setelah dipilih akan dilakukan Pendataan dan Pemetaan Keluargasebagai basis melakukan pemberdayaan). Tahapan pendahuluan detailnya dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 4.2. Tahapan Pendahuluan
2) Tahap Pendataan, Pemetaan Keluarga dan Perancangan Program. Tahapan ini dilakukan setelah ditetapkannya suatu daerah sasaran dan MRO yang akan menanganinnya. Tujuan dari pendataan dan pemetaan keluarga dalam rangka pemberdayaan masyarakat melalui Integrated Community Development (ICD) adalah guna diperolehnya data basis keluarga dan anggotanya. Data yang diperoleh memberikan gambaran secara tepat dan menyeluruh keadaan suatu wilayah sasaran yang dapat digunakan
untuk
kepentingan
perencanaan,
pengendalian
operasional dan penilaian oleh pengurus BAZ/LAZ, petugas Musthiq Relation Officier (MRO), serta pihak-pihak lain yang
membutuhkan data mikro ditingkat akar rumput, terutama dalam rangka
pemberdayaan
keluarga
dan
atau
pengentasan
kemiskinan. Pendataan Keluarga adalah kegiatan pengumpulan datadata primer tentang demografi dan tahapan keluarga sejahtera serta individu angota keluarga yang dilakukan oleh masyarakat dengan dukungan pemerintah, pada waktu yang telah ditentukan melalui kunjungan dari rumah ke rumah. Peta Keluarga adalah suatu peta yang menyajikan kondisi setiap keluarga disuatu wilayah tertentu (biasanya satu dusun/RW/RT) yang datanya diperoleh dari hasil kegiatan Pendataan keluarga. Pada dasarnya pelaksanaan pendataan keluarga disini mengikuti sistem pendataan keluarga yang telah dirintis oleh BKKBN sejak tahun 1994 dan yang sampai saat ini masih dilaksanakan secara luas oleh masyarakat di bawah bimbingan Pemerintah Kota/ Kabupaten masing-masing. Model ICD bukan dinaksudkan untuk mengganti pelayanan sosial ekonomi kepada masyarakat yang telah ada selama ini, tetapi semata-mata dimaksudkan untuk mengembangkan forum pemberdayaan terpadu yang dinamis yang muncul dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk mayarakat Register Keluarga adalah buku register yang dipergunakan untuk mencatat keadaan keluarga, terutama dari segi demografi dan tahapan keluarga masing-masing yang diperoleh dari hasil kegiatan pendataan keluarga yang dilakukan dari rumah ke
rumah. Tahapan keluarga dimaksud mulai dari Keluarga Prasejahtera, Keluarga Sejahtera, Keluarga Sejahtera Tahap I, Keluarga Sejahtera Tahap II, Keluarga Sejahtera Tahap III, Keluarga Sejahtera Tahap III Plus. Berikut mekanisme pelaksanaan pendataan:
Gambar 4.3. Mekanisme Pelaksanaan Pendataan
Sarasehan dan Penyusunan Program Kerja adalah kegiatan yang dilakukan sebagai tindak lanjut dari kegiatan pendataan keluarga yang dimulai dengan menganalisis hasil pendataan, identifikasi masalah untuk menentukan langkahlangkah intervensi lebih lanjut dalam mengatasi masalah yang ada, Hal ini akan dituangkan dan ditetapkan sebagai program kerja daerah sasaran yang tentunya melibatkan partisipasi dan peran aktif MRO dan warga binaan. Serta guna menggalang dukungan dari berbagai pihak dapat dilaksanakan lelang kepedulian dan kegiatan gotong royong utamanya untuk pengentasan keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi setempat dengan suport utama dari LAZ/BAZ yang membina.
3) Tahap Pelaksanaan Model. Tahapan ini dimulai dengan dipilihnya seorang atau lebih pendamping masyarakat binaan untuk setiap wilayah sasaran yang disebutMusthiq Relation Officier (MRO). MRO berfungsi sebagai penggerak, pendamping, fasilitator, dinamisator bahkan dari yang membantu memastikan 4 rumpun program utama LAZ/BAZ dalam penyaluran dana zakat diterima dengan baik di masyarakat. Empat rumpun utama yang dimaksud adalah Education, Sosial, Teenager dan Economic Empowermentnamun diutamakan penyaluran model yang produktif kreatif guna mengentaskan kemiskinan di daerah sasaran, berangkat dari pendataan dan pemetaan keluarga diatas. ICD merupakan tempat yang difokuskan untuk penyaluran yang terintegrasi yakni melalui pendidikan, kesehatan, pelatihan kepemudaan, dan pemberdayaan
ekonomi
komunitas.Tahapan
secara
pelaksanaan
model
terpadu terdiri
berbasis dari:
1).
Membentuk dan membangun komunitas, 2). Pendampingan, 3). Pembinaan secara berkala, 4). Melibatkan mitra pihak ketiga, 5). pengawasan, kontrol dan evaluasi. Program-program
pendayagunaan
zakat
untuk
pemberdayaan ekonomi tidak hanya memiliki dampak ekonomi bagi mustahik. Tetapi juga dampak sosial dan spiritual.Setiap MRO diwajibkan tinggal di komunitas tersebut dan mengelolah
100-250 keluarga. Dengan demikian, proses pemberdayaan yang dilakukan LAZ/BAZ berlangsung lebih terpantau, terintegrasi dan
berkelanjutan.
Tugas
utama
MRO
menjamin
terangkatnya/hilangnya keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I menjadi keluarga sejatera II dan seterusnya yang mandiri di daerah binaan melalui optimalisasi penyaluran dana zakat dan potensi yang ada dengan memegang teguh prinsip Community Based Development (CBD).
4) Tahap Evaluasi. Evaluasi pelaksanaan program dilakukan dua jenis baik secara berkala maupun secara kontinue. Evaluasi secara berkala dillakukan oleh BAZ/LAZ dan MRO bisa setiap semester atau setahun sekali dengan membandingkan kondisi keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I sebelum program dimulai dengan kondisi saat evaluasi. Sedangkan monitoring dan evaluasi (Monev) kontinue dilakukan oleh MRO yang terjun, tinggal bersama dan berbaur langsung
dengan masyarakat binaan
bertujuan memastikan 4 rumpun program utama LAZ/BAZ dalam penyaluran dana zakat diterima dengan baik di masyarakat. Terangkatnya/hilangnya keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera I menjadi keluarga sejatera II dan seterusnya menjadi indikator utama dalam evaluasi program ini dikatakan berhasil atau tidak.
BAB 5 INSTRUMEN DAN INDIKATOR KELUARGA SEJAHTERA SEBAGAI ALAT EVALUASI PROGRAM
5.1 MANFAAT PENDATAAN Hasil dari pendataan keluarga dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, antara lain: 1) Mengetahui kondisi setiap keluarga yang ada di daerah sasaran menurut ciri-ciri, tahapan pemberdayaan yang dilaluinya, serta guna menetukan intervensi yang dibutuhkan sasaran untuk berkembang menjadi keluarga yang lebih sejahtera. 2) Untuk membuat peta keluarga dengan mencantumkan ciri-ciri keluarga sesuai tahapan pemberdayaan dan data tentang
kelemahan
suatu
keluarga
dalam
proses
perkembangannya. 3) Untuk menentukan program dukungan spesifik bagi keluarga atau satu kelompok keluarga, khususnya keluarga prasejahtera dan sejahtera I atau keluarga miskin dan hampir miskin, dalam menuju menjadi keluarga yang lebih sejahtera. 4) Untuk memilih bahan motivasi MRO bagi upaya mendorong setiap keluarga untuk berusaha meningkatkan tahap kesejahteraannya masing-masing.
5) Untuk memantau dan menilai efektivitas programprogram dukungan yang dilakukan. 6) Dapat dipergunakan berbagai sektor pembangunan lain dalam melakukan kegiatan diwilayah sasaran optimalisasi dana zakat, khususnya yang berkaitan dengan upaya pengentasan kemiskinan.
5.2 BATASAN DAN PENGERTIAN. Agar diperoleh kesamaan pemahaman di dlam kegiatan pendataan dan pemetaan keluarga, diperlukan batasan dan pengertian sebagai berikut: Pendataan Keluarga adalah kegiatan pengumpulan datadata primer tentang demografi dan tahapan keluarga sejahtera serta individu angota keluarga yang dilakukan oleh masyarakat dengan dukungan pemerintah, pada waktu yang telah ditentukan melalui kunjungan dari rumah ke rumah. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan anaknya, ayau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya (pasal 1 UU No. 52 tahun 2009 tentang
perkembangan
kependudukan
dan
pembangunan
keluarga). Kepala Keluarga adalah laki-laki atau perempuan yang berstatus kawin, atau janda/duda yang mengepalai suatu keluarga yang anggotanya terdiri dari istri/suaminya dan atau anakanaknya.
Keluarga Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memilki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya (pasal 1 UU No.52 tahun 2009). Keluarga Prasejahtera adalah keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara maksimal, seperti kebutuhan akan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Keluarga Sejahtera Tahap I adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuahan sosial psikologisnya (socio psychological needs). Keluarga Sejahtera Tahap II adalah keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum
dapat
memenuhi
kebutuhan
pengembangannya
(developmental needs). Keluarga Sejahtera Tahap III adalah keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, kebutuhan sosial psikologisnya dan kebutuahn pengembangnnya, namun belum dapat memberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat, baik dalam bentuk materiil, moril, maupun tenaga dan pikiran.
Keluarga Sejahtera Tahap III Plus adalah keluargakeluarga yang disamping telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan serta pula memberikan sumbangan (kontribusi) yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat. Rumah Tangga adalah seorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur, atau seorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluannya sendiri. Peta Keluarga adalah suatu peta yang menyajikan kondisi setiap keluarga disuatu wilayah tertentu (biasanya satu dusun/RW/RT) yang datanya diperoleh dari hasil kegiatan Pendataan keluarga. Register Keluarga adalah buku register yang dipergunakan untuk mencatat keadaan keluarga, terutama dari segi demografi dan tahapan keluarga masing-masing yang diperoleh dari hasil kegiatan pendataan keluarga yang dilakukan dari rumah ke rumah. Tahapan keluarga dimaksud mulai dari Keluarga Prasejahtera, Keluarga
5.3 PRINSIP-PRINSIP PENDATAAN DAN PEMETAAN. Dalam menyusun dan mengembangkan metode pendataan dan pemetaan keluarga harus dipegang beberapa prinsip sebagai berikut:
1) Metode ini pada umunya merupakan adaptasi dari metode yang telah ada dan dilaksanakan di masyarakat, khususnya yang telah dikembangkan oleh BKKBN sejak tahun 1994. 2) Metode ini bersifat lokal dan tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi dan direkapitulasi secara nasional. 3) Bersifat sederhana, sehingga tidak terlalu membebani pelaksana dilapangan. 4) Mudah untuk dipahami dan dilaksanakan oleh pengurus, surveyor, MRO dan pendamping daerah sasaran. 5) Disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan lokal serta dapat dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna. 6) Digunakan oleh dan untuk kepentingan masyarakat setempat,
terutama
proses
dan
berbagai
kegiatan
dukungan bagi pemberdayaan keluarga-keluarga yang kurang mampu. 7) Dapat mengikuti perkembangan keadaan dan kegiatan antar waktu dari setiap daerah sasaran.
5.4 INSTRUMEN
YANGDIGUNAKAN
DAN
FUNGSINYA. Dalam pelaksanaan pendataan dan pemetaan di daerah sasaran digunkan berbegai register, daftar dan peta antara lain sebagai berikut: 1) Register
Pendataan
Keluarga,
digunakan
untuk
mencatat keadaan semua keluarga yang ada di wilayah
sasaran program. Register ini terdiri dari dua lembar, yaitu lembar pertama berisi data demografi dan lembar kedua berisi data-data yang berkaitan dengan tahapan keluarga sejahtera. 2) Rekapitulasi Hasil Pendataan Keluarga, digunakan untuk merekapitulasi hasil pendataan dari setiap RT yang ada dalam wilayah sasaran. Rekapitulasi ini juga terdiri dari dua lembar seperti Register Pemetaan Keluarga. 3) Peta
Keluarga,digunakan
sebagai
sarana
untuk
menyajikan hasil Pendataan Keluarga yang ada diwilayah sasaran program. Peta ini juga menjadi alat bantu dalam rangka analisis kondisi serta perkembangan keluarga yang menjadi peserta dan sasaran program.
5.5 CAKUPAN DATA. Data minimal yang perlu dicakup dalam pendataan dan pemetaan keluarga antara lain: 1) Nama KK, jumlah dan alamat seluruh keluarga yang ada diwilayah cakupan. 2) Jumlah anggota keluarga berdasarkan jenis kelamin dan statusnya di dalam keluarga. 3) Jumlah anggota keluarga berdasarkan umur. 4) Jumlah anak balita (0-1 th; 1-6 th). 5) Jumlah anak balita yang ikut atau tidak ikut posyandu. 6) Jumlah anak balita yang ikut atau tidak ikut PAUD/TK. 7) Jumlah anak usia sekolah (6-12 th; 13-15 th; 15-19 th).
8) Jumlah anak usia sekolah yang bersekolah atau tidak bersekolah menurut kelompok umur. 9) Jumlah anggota keluarga dewasa menurut pekerjaan (bekerja/tidak bekerja) 10) Jumlah keluarga yang mendapat bantuan permodalan. 11) Jumlah ibu-ibu rumah tangga yang berusaha dan yang tidak berusaha. 12) Jumlah ibu hamil. 13) Jumlah ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya ke fasilitas/tenaga kesehatan. 14) Jumlah pasangan usia subur (yang ber-KB dan tidak berKB). 15) Kondisi rumah kediaman keluarga (mencakup atap, lantai dan dinding). 16) Kepemilikan jamban keluarga. 17) Sumber air minum keluarga. 18) Sumber penerangan dalam rumah. 19) Tahapan masing-masing keluarga, menurut tahapan sejahtera. Adapun kriteria yang digunakan untuk penentuan tahapan keluarga sejahtera seperti tersebut diatas adalah sebagai berikut: 1. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera. Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi keseluruhan ataupun salah satu atau lebih dari 6 indikator tahapan Keluarga Sejahtera I seperti tercantum di bawah. 2. TahapanKeluarga Sejahtera I.
Adalah keluarga yang baru dapat memenuhi indikatorindikator berikut: 1) Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih. 2) Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, bekerja/sekolah dan bepergian. 3) Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai dan dinding yang baik. 4) Bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan. 5) Bila pasangan usia subur ingin ber_KB pergi ke sarana pelayanan kontrasepsi. 6) Semua anak usia 7-15ntahun dalam keluarga bersekolah. 3. TahapanKeluarga Sejahtera II. Adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi indikator Tahapan Keluarga Sejahtera I (indikator 1 s.d 6) dan indikator berikut: 7) Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. 8) Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan daging/ikan/telur. 9) Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu pasang pakaian baru dalam setahun. 10) Luas lantai rumah paling kurang 8 M2 untuk setiap penghuni rumah.
11) Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat, sehingga dapat melaksanakan tugas/fungsi masingmasing. 12) Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh penghasilan. 13) Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa baca tulisan latin. 14) Pasangan Usia Subur dengan anak dua atau lebih menggunakan alat/obat kontrasepsi. 4. TahapanKeluarga Sejahtera III. Adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi indikator Tahapan Keluarga Sejahtera I dan indikator Tahapan Keluarga Sejahtera II (indikator 1 s.d 14) serta indikator berikut: 15) Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama. 16) Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang dan barang. 17) Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi. 18) Keluarga ikut dalam kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal. 19) Keluarga
memperoleh
informasi
dari
surat
kabar/majalah/radio/TV. 5. TahapanKeluarga Sejahtera III Plus. Adalah keluarga yang sudah dapat memenuhi indikator Tahapan Keluarga Sejahtera I, indikator Tahapan Keluarga
Sejahtera II dan indikator Tahapan Keluarga Sejahtera III (indikator 1 s.d 19) serta indikator berikut: 20) Keluarga
secara
teratur
dan
dengan
sukarela
memberikan sumbangan materiil untuk kegiatan sosial. 21) Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan sosial/yaysan/institusi masyarakat.
5.6 PENTAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA. Pentahapan keluarga sejahtera ditentukan secara “penapisan (screening)”, yaitu apabila telah lulus untuk tahap yang dibawah, artinya telah memenuhi semua indikator yang ditentukan untuk tahap tertentu tersebut, barulah satu keluarga bisa naik ke tahap yang diatasnya; demikian seterusnya. Apabila salah satu indikator saja untuk suatu tahapan tertentu tidak dapat terpenuhi, maka keluarga tersebut belum bisa naik ketahap yang diatasnya. Jadi pada pentahapan keluarga sejahtera tidak digunakan metode “composite index”. Hal ini dilakukan karena yang dipentingkan di dalam penentuan tahapan keluarga sejahtera adalah untuk melihat faktor atau indikator mana yang menyebabkan suatu keluarga meningkat atau tidak meningkat ke tahapan yang lebih atas atau mungkin juga turun ke tahapan yang lebih bawah. Maksudnya adalah agar faktor atau indikator tang belum terpenuhi (atau mungkin juga yang sudah tidak lagi terpenuhi) tersebut diusahakan untuk diperbaiki, baik oleh keluarga itu sendiri maupun dengan dukungan pemberdayaan oleh dana zakat.
BAB 4 PENUTUP
Model pendayagunaan zakat untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin adalah program pemanfaatan dana zakat untuk mendorong mustahik mampu memiliki usahadalam proses perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program pengentasan kemiskinan di suatu daerah sasaran. Hal tersebut merupakan salah satu upaya untuk mensinergikan pengelolaan zakat dengan program LAZ/BAZ
pengentasan dengan
kemiskinan
yang
dilakukan
Pemerintah.Integrated
oleh
Community
Development (ICD) merupakan pendekatan multiaspek yang dibuat untuk mengentaskan kemiskinan para mustaḥiqnyasecara terpadu
dengan
basis
kelurahan/kecamatan).
kerja
wilayah
tertentu
(skup
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, M.S. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. Firmansyah, dkk. (2009), Potensi dan Peran Zakat Dalam Mengurangi Kemiskinan (Laporan Penelitian P2E-LIPI). Fujyono, Arif. 2009. Optimalisasi ZIS dalam Mengentaskan Kemiskinan.Jurnalof Islamic Bussiness and Economics, Juni 2009 Vol.2 No.1 Hafi dhuddin, Didin, (2002), Zakat Dalam Perekonomian Modern.Jakarta:Gema Insani Press. Hidayat, Syarif dan Darwin Samsulbahri. 2001. Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Sebuah rekontruksi Konsep Community Based Development (CBD.) Jakarta: Pustaka Quantum. Hasan, M. Ali. 2006. Zakat dan Infak. Jakarta: Kencana Perdana Group Kholiq, Abdul. 2012. Pendayagunaan Zakat, Infak dan Sedekah untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Miskin di Kita Semarang.Ristek Vol. 6 No. 1 Hal 39-47 Kisroh, A.S. 2007. Model Pemberdayaan Masyarakat Tergususr Akibat Pembangunan Bendungan Nipah melalui Pola Kemitraan di Sampang Madiun. Madani, El. 2013. Fiqh Zakat. Yogyakarta: Diva Press
Masyarakat Mandiri. 2006. Laporan Triwulanan III (TW03): Oktober – Desember Masyarakat Mandiri Dompet Dhuafa Program Pendampingan Klaster Tahu Iwul Desa Bojong Sempu. Nasution, dkk. 2008. Indonesia Zakat and Development Report 2009. Depok: CID. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999tentang Pengelolaan Zakat. Petrasa, 2008. Wacana Pusat Bencana.Yogyakarta: UPN Veteran.
Studi
Mengatsi
Rangkuti, Fredy. 2007. Analisis Swot Teknik Membedah Bisnis. Jakarta: Gramedia Sukmana, Oman. 2010. Konsep Pemberdayaan Masyarakat melalui Pengembangan Komunitas Berbasis Potensi Lokal. Humanity, Vol 6 No.1, September 2010 Hal 59-64 Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring PengamanSosial.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Sunartiningsih, Agnes (ed.).2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Aditya Media. Susanto, H. 2006. Dinamika Penanggulangan Kemiskinan: Tinjauan Historis EraOrde Baru. Jakarta: Khanata. Todaro, M. P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga. Yunus, Muhammad.2006.Grameen Bank (Bank Kaum Miskin). Terjemahan Irfan Nasution. Jakarta: Penrbit Buku Kita.