422/ Teknik Lingkungan
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING
STRATEGI PENGELOLAAN TERPADU WADUK/BENDUNGAN SEBAGAI KAWASAN AGROHIDROEKOWISATA BERWAWASAN LINGKUNGAN DAN BERKELANJUTAN BERBASIS PERMODELAN SPASIAL Tahun Pertama dari Rencana Dua Tahun
TIM PENGUSUL : Ketua : Prof. Dr. Tri Jaka Kartana, M.Si. NIDN. 0015095801 Anggota : Dra. Dewi Apriani Fr., M.M. NIDN. 0625066503 Budi Kurniawan, S.Pi., M.Si. NIDN. 0606027303
UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL NOPEMBER 2014
HALAMAN PENGESAHAN Judul
:
Strategi Pengelolaan Terpadu Waduk/Bendungan sebagai Kawasan Agrohidroekowisata Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan Berbasis Permodelan Spasial
Peneliti/Pelaksana : Nama Lengkap NIDN Jabatan Fungsional Program Studi Nomor HP Alamat surel (e-mail) Anggota (1) Nama Lengkap NIDN Perguruan Tinggi Anggota (2) Nama Lengkap NIDN Perguruan Tinggi Tahun Pelaksanaan Biaya Tahun Berjalan Biaya Keseluruhan
: : : : : : : : : : : : : : : : :
TRI JAKA KARTANA 00115095801 Guru Besar Penddikan Matematika 081542231640
[email protected] DEWI APRIANI, MM 0625066503 Universitas Pancasakti Tegal BUDI KURNNIAWAN, S.Pi., M.Si 0606027303 Universitas Pancasakti Tegal Tahun ke I dari rencana II tahun Rp. 55.000.000,00 Rp. 148.950.000,00 Tegal, 10 Nopember 2014
Mengetahui, Dekan FPIK
Ketua,
Ir. KUSNANDAR, M.Si NIPY. 18550371962
TRI JAKA KARTANA NIP. 195809151984031002 Mengetahui, Kepala LPPM
Dr. DINO ROZANO, M.Pd. NIP. 195304041988031001
ABSTRAK
Dalam upaya mengimplementasikan pengelolaan Waduk Cacaban secara terpadu perlu diingat kembali prinsip-prinsip dasar dalam pendekatan terintegrasi yang berusaha menempatkan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kesetaraan sosial, dan keberlanjutan lingkungan. Permasalahan sedimentasi yang tinggi dari sungaisungai dan erosi yang terjadi pada lahan pertanian maupun kehutanan akibat pemanfaatan lahan dan penebangan hutan menjadikan Waduk Cacaban sedikit demi sedikit mengalami penyempitan luasan waduk sehingga akan mengancam keberadaan Waduk Cacaban. Dalam pengelolaannya kawasan waduk sering terbentur pada berbagai aspek kepentingan yang kadang saling tumpang tindih ataupun saling bertolak belakang dalam pemanfaatan kawasan Waduk Cacaban. Dengan pengelolaan Waduk Cacaban secara terpadu dan berbasis Permodelan Spasial diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengelolaan Waduk supaya terjadi keterpaduan antara berbagai sektor. Tujuan penelitian tahun pertama adalah : 1 Mendapatkan gambaran pemanfaatan Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Cacaban pada sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan wisata; dan 2. Mendapatkan gambaran kondisi lahan DTA dan air terkait denagan fungsi waduk sebagai tempat penampungan air;. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang dianalisa secara deskriptif kuantitatif berdasarkan variabel-variabel penelitian. Disamping itu juga digunakan metode penginderaan jarak jauh untuk pemetaan tematik dan metode GIS untuk permodelan spasial. Pemanfaatan lahan di kawasan DTA Waduk Cacaban tidak sesuai dengan perunukannya sebagai lahan konservasi tanah dan air. Kondisi itulah yang menyebabkan laju erosi tinggi, sehingga akan menambah ketebalan sedimentasi di dasar waduk cacaban. Pemanfatan lahan sebagai perumahan di sekitar waduk dapat menyebabkan berkurangnya kualitas air waduk. Alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah dan air, sehingga fungsi waduk untuk pengairan maupun perikanan tidak maksimal. Kegiatan pertanian semusim dan perkebunan di kawasan DTA dapat menyebabkan bertambahnya potensi erosi sebagai penyebab sedimentasi. Hal tersebut harus diatasi dengan peraturan-peraturan (kesepakatan bersama atau Peraturan Daerah Kabupaten Tegal) yang jelas, sehingga pemanfaatan kawasan DTA sesuai dengan peruntukannya sebagai kawasan konservasi waduk Key word
: Pengelolaan Waduk Cacaban, Berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, Basis data spasial
DAFTAR ISI halaman ABSTRAK BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2. Tujuan Penelitian ....................................................................... 2 1.3. Urgensi Penelitian ...................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 4 2.1. Perairan Waduk .......................................................................... 4 2.2. Permasalahan Pengelolaan Waduk ............................................ 4 2.3. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam ...................................................................... 6 2.5. Roadmap dan Diagram Alir ....................................................... 7 BAB 3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ......................................... 9 BAB 4 MATERI DAN METODE ..................................................................... 10 3.1. Materi Penelitian ........................................................................ 10 3.2. Metode Penelitian ....................................................................... 10 3.3. Prosedur Penelitian ..................................................................... 12 3.4. Analisa Data ............................................................................... 13 BAB 5 HASIL YANG DICAPAI ...................................................................... 18 5.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ............................................ 18 5.2. Kondisi Lahan DTA Waduk Cacaban ....................................... 21 5.3. Kondisi Volume Air .................................................................... 23 5.4. Status Pemanfaatan Lahan ......................................................... 25 5.5. Pengembangan Wisata Cacaban ................................................ 27 5.6. Pola Pemanfaatan Lahan di Kawasan DTA Waduk Cacaban…..................................................................................... 28 5.7. Permodelan Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan Waduk Cacaban ......................................................................... 33 5.8. Kualitas Perairan dan Produksi Perikanan Waduk Cacaban ..... 34 5.9. Pembahasan ............................................................................... 38 BAB 6 RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ............................................. 42 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 43 Kesimpulan ............................................................................................ 43 Saran ...................................................................................................... 43 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 44
1
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Waduk merupakan salah satu contoh perairan tawar buatan yang dibuat dengan
cara membendung sungai tertentu dengan berbagai tujuan, antara lain sebagai pencegah banjir, pembangkit tenaga listrik, pensuplai air bagi kebutuhan irigasi pertanian, untuk kegiatan perikanan (tangkap maupun budidaya karamba), dan bahkan untuk kegiatan pariwisata. Dengan demikian keberadaan waduk memberikan manfaat tersendiri bagi kepentingan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Waduk mempunyai karakteristik yang berbeda dengan badan air lainnya. Waduk menerima masukan air secara terus menerus dari sungai yang mengalirinya. Air sungai ini mengandung bahan organik dan anorganik yang dapat menyuburkan perairan waduk. Pembangunan waduk di suatu kawasan tertentu pasti akan memberikan dampak positif maupun negative terhadap lingkungannya. Dampak positif yang ditimbulkan adalah, sesuai dengan fungsi waduk tersebut. Dampak negatif dan permasalahan yang paling menonjol antara lain adalah, pemukiman kembali penduduk asal kawasan yang digenangi, pengadaan lapangan kerja, hilangnya daratan, hutan, perkebunan, dan sumberdaya lainnya termasuk flora, fauna. Dampak ekologi yang merugikan lainnya baru akan terasa dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, pembangunan waduk perlu secara berkala dikaji dan dinilai dengan memperhitungkan arti dan peran pentingnya bagi pembangunan ekonomi, dan kemudian memantapkan cara dan teknik pengelolaan sumberdaya perairan waduk agar diperoleh hasil optimal, dengan meminimalkan dampak negatif lainnya. Permasalahan sedimentasi yang tinggi dari bawaan lumpur dari sungai-sungai dan erosi yang terjadi pada lahan pertanian pada zona tangkapan air, dan bekas hutan (akibat pemanfaatan lahan dan penebangan hutan) menjadikan Waduk Cacaban berakibat penyempitan luasan dan kedalaman waduk, sehingga akan mengancam keberadaan fungsi waduk. Dalam pengelolaannya kawasan Waduk Cacaban sering terbentur dengan berbagai aspek kepentingan, yang kadang saling tumpang tindih atau saling bertolak belakang dalam pemanfaatan lahan. Berpijak dari kondisi tersebut perlu dilakukan kajian secara terpadu, yaitu ditinjau dari aspek kehutanan, perkebunan, pertanian, perikanan, wisata, dan pengairan, sehingga dicapai pengelolaan sumberdaya lahan kawasan Waduk Cacaban yang lestari dan berkesinambungan.
2
Penelitian ini akan mengkaji antara lain: (1)analisis lahan, (2)analisis tingkat saprobitas perairan waduk, (3)analisis spasial kesesuaian lahan, (4)analisis status penggunaan lahan eksisting, (5)analisis strategi pengembangan penggunaan lahan dan pengembangan wisata di kawasan Waduk Cacaban, dengan harapan akan dicapai keterpaduan pengelolaan kawasan Waduk Cacaban yang berkesinambungan.
1.2.
Tujuan Penelitian Penelitian dan perencanaan pengelolaan kawasan Waduk Cacaban yang
berkelanjutan dilaksanakan dengan tujuan: Tahun pertama 1.
Mendapatkan gambaran pemanfaatan Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Cacaban pada sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan wisata;
2.
Mendapatkan gambaran kondisi lahan DTA dan air terkait denagan fungsi waduk sebagai tempat penampungan air;
Tahun kedua 1. Mendapatkan model rencana strategi pengembangan pemanfaatan DTA Waduk Cacaban dari sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan wisata berbasis zonasi tingkat pemanfaatan 2. Mendapatkan model rencana strategi kebijakan pembangunan yang tepat sesuai dengan pemanfaatan Waduk Cacaban sebagai kawasan agrohidroekowisata secara terpadu dan berkelanjutan.
1.3.
Urgensi Penelitian Urgensi dilaksanakannya penelitian permodelan basis data spasial strategi
pengelolaan terpadu waduk sebagai kawasan agrohidroekowisata yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan adalah perlunya dilakukan zonasi pemanfaatan kawasan Waduk Cacaban sekaligus berfungsi sebagai tempat wisata. Kawasan waduk dapat difungsikan secara maksimal pemanfaatannya dan berkelanjutan, meliputi: 1. Areal inti, yaitu lingkungan yang terkait dengan fungsi sebuah waduk sebagai supleyer irigasi teknis; 2. Areal penyangga yaitu lingkungan yang menjadikan kawasan konservasi lahan dan air; 3. Areal pemanfaat, yaitu lingkungan waduk diperuntukan memberikan manfaat bagi penduduk sekitar, meliputi areal kehutanan, perkebunan, pertanian, dan wisata; dan
3
4. Sebagai landasan dalam pengelolaan Waduk Cacaban, sehingga akan diperoleh suatu pengelolaan yang terpadu antara berbagai pengguna/pemanfaat Waduk Cacaban. Dengan harapan, hasil penelitian ini akan dijadikan salah satu rujukan dalam pengelolaan kawasan Waduk Cacaban yang ada di wilayah administratif Kabupaten Tegal, sehingga seuai dengan fungsi dan pemanfaatannya waduk akan tetap terjaga dan lestari keberadaannya.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perairan Waduk Bendung atau waduk adalah bangunan air yang dibangun melintang sungai atau
sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara grafitasi ketempat yang membutuhkannya. Sedang menurut kamus tata ruang terbitan Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, bendung (dam) adalah bangunan air melintang badan sungai untuk mengatur air sungai, dengan demikian terjadi kolam atau waduk di bagian hulu sungai dari letak bangunan tersebut, fungsinya untuk penyedia air bagi tenaga listrik, keperluan irigasi ataupun untuk pengendalian banjir. Keberadaan waduk di suatu negara/wilayah diperlukan, mengingat waduk mempunyai banyak fumgsi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adanya waduk ternyata memberikan dampak positif dan dampak negatif terhadap lingkungannya. Dampak positif yang dapat diberikan oleh adanya waduk adalah tersedianya energi listrik dan pembangkit listrik tenaga air dan pengendali banjir yang biasanya datang pada musim penghujan dengan menampung air sungai ke dalam waduk. Waduk sebagai penampung air dapat dimanfaatkan untuk pengairan dan aktivitas pertanian maupun sebagai bahan baku air minum masyarakat perkotaan di sekitar wilayah waduk. Selanjutnya keberadaan waduk, dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya perikanan, olahraga air dan pariwisata. Sehingga secara luas keberadaan waduk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Fungsi bendungan juga sekaligus untuk sarana konservasi guna meningkatkan muka air tanah di daerah hulu, dikarenakan air yang ditampung akan terserap ke dalam tanah. Oleh karena itu diharapkan pembangunan embung skala kecil dan medium dengan jumlah yang lebih banyak perlu dilakukan, karena akan meningkatkan distribusi peningkatan muka air tanah. Selain fungsi tersebut, waduk juga dapat menurunkan dan meringankan kapasitas tampungan banjir yang harus dilayani daerah hilir. Debit banjir di daerah hulu akan dapat didistribusikan dan ditampung sementara oleh bendunganbendungan skala kecil dan menengah di daerah hulu tersebut.
2.2.
Permasalahan Pengelolaan Waduk Potensi permasalahan pembangunan bendungan dapat dibagi menjadi dua hal
utama yaitu (1)dampak dari konstruksi bendungan, dan (2)paska konstruksi atau masa
5
pemanfaatan dari bendung. Pembangunan bendungan tidak bisa dipungkiri akan memberikan dampak yang besar, baik bagi lingkungan alam maupun sosial. Permasalahan yang terkait dengan ancaman keberlanjutan fungsi bendungan adalah sedimentasi. Sedimentasi yang menyebabkan kritisnya kondisi bendungan di Indonesia pada umumnya diakibatkan oleh tingginya tingkat erosi yang terjadi di daerah hulu bendungan, akibat maraknya pengalihan fungsi lahan hutan menjadi lahan permukiman penduduk atau areal pertanian baru. Dengan adanya tumpukan sedimen dibeberapa wilayah tersebut, maka daya tampung air waduk atau bendungan pada waktu musim hujan menjadi semakin berkurang, sehingga terjadi luapan air yang mengakibatkan banjir. Disamping itu, ditambah lagi pemenuhan kebutuhan air baku baik untuk air minum, industri maupun air untuk irigasi tidak sesuai dengan desain layanan yang telah direncanakan sebelumnya. Permasalahan waduk sebagaimana uraian sebelumnya, yang menjadi penyebab utama pengurangan kapasitas tampungan bendungan-bendungan di Indonesia adalah tingginya laju sedimentasi yang disebabkan karena adanya kerusakan hutan budidaya dan lahan pertanian di daerah tangkapan air. Oleh karena itu upaya-upaya vegetasi dalam konservasi hutan harus dilakukan dengan perencanaan yang matang. Upaya vegetasi ini tidak bisa langsung dirasakan manfaatnya, sedangkan dalam jangka waktu tersebut kebutuhan air semakin meningkat sejalan dengan kebutuhan masyarakat dengan semakin besarnya pertambahan penduduk. Mengingat potensi permasalahan yang ada sekaligus melihat potret kondisi bendungan-bendungan di Indonesia saat ini, maka dapat diambil sebagai pelajaran dalam memformulasikan kebijakan pembangunan dan penanganan bendungan ke depan. Untuk menangani bendungan yang telah ada, pertama-tama diperlukan penanganan yang cukup mendesak untuk mengembalikan kapasitas tampungan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan fungsi bendungan itu sendiri. Pembilasan kembali waduk - waduk dengan tingkat sedimen tinggi bisa menjadi salah satu alternatif selain upaya pengerukan (dredging). Dalam hal ini perlu adanya perancangan desain terhadap low level outlet, sehingga waktu pengurasan sedimen dapat dilakukan lebih cepat. Pengerukan kembali waduk - waduk yang memiliki tumpukan sedimen besar perlu disertai analisis mendalam terhadap dampak lingkungan hidup, terkait dengan adanya kandungan contaminated sludge.
6
2.3.
Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Geographic Information System atau lebih dikenal dengan sebutan GIS merupakan
suatu sistem informasi yang terintegrasi dan secara khusus digunakan untuk mengelola berbagai data yang mempunyai suatu informasi dalam bentuk spasial (keruangan) dimana teknologi sistem informasi geografis ini dapat digunakan untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi, bahkan data dapat juga digunakan untuk melakukan perencaraan terhadap rute. Secara praktisnya kita bisa menyebutkan bahwa, GIS adalah suatu sistem komputerisasi yang mempunyai kemapuan untuk membangun, mengelola, menganalisa, menyimpan dan menampilkan suatu informasi geografis dalam bentuk pemetaan dimana user yang membangun data serta mengoperasikannya juga termasuk dari bagian sistem tersebut. Menurut Aronof (1991) data SIG dan pengolahannya berdasarkan sumber masukan data dapat dibedakan atas : 1. Data inderaja hasil klasifikasi dan interpretasi (bentuk dijital dan berbasis raster, cakupan luas, waktu pengumpulan relatif singkat, bisa multiband, multisensor, multiresolusi, dan multitemporal); 2. Peta (bentuk non-dijital dan berbasis vektor) ; 3. Data survei atau statistik dengan tahapan pengolahan pemasukan dan pembetulan data; penyimpanan dan pengorganisasian data; pemrosesan dan penyajian data; transformasi data dan interaksi dengan pengguna (input query). Sedangkan cara memperoleh data/informasi geografis (Prabowo et.al, 2002) ada 5 yaitu : a. Survei lapangan: pengukuran fisik (land marks), pengambilan sampel (polusi air), pengumpulan data non-fisik (data sosial, politik, ekonomi dan budaya). b. Pengambilan sampling secara sensus: dengan pendekatan kuesioner, wawancara dan pengamatan; pengumpulan data secara nasional dan periodik (sensus jumlah penduduk, sensus kepemilikan tanah). c. Statistik: merupakan metode pengumpulan data periodik/per-interval-waktu pada stasiun pengamatan dan analisis data geografi tersebut, contoh: data curah hujan. d. Tracking: merupakan cara pengumpulan data dalam periode tertentu untuk tujuan pemantauan atau pengamatan perubahan, contoh: kebakaran hutan, gunung meletus, debit air sungai.
7
e. Penginderaan jauh (inderaja): merupakan ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi suatu obyek, wilayah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dari sensor pengamat tanpa harus kontak langsung dengan obyek, wilayah atau fenomena yang diamati.
2.4.
Roadmap dan Diagram Alir Roadmap penelitian digambarkan oleh penelitian yang sudah pernah dilakukan
sebelumnya, penelitian yang dilakukan sekarang dan rencana penelitian ke depan. Adapun penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan diantaranya : 1. Perencanaan Pengelolaan Usaha Tani Lahan Kering di DAS Jolang Kabupaten Tegal Jawa Tengah (2004) 2. Kajian Penggunaan Lahan Kering (Cachtment Area) Waduk Cacaban dengan Penerapan Konservasi Tanah dan Air Berbasis Komunitas (2005) 3. Pemberdayaan Usahatani Lahan Kering Berwawasan lingkungan dalam Menunjang Pengembangan Kawasan Wisata Waduk Cacaban (2007) Penelitian yang akan dilakukan tahun 2014 : 1. Menganalisis status pemanfaatan lahan di sekitar waduk cacaban eksisting meliputi kehutanan, pertanian, perkebunan, dan perikanan (2014) 2. Menganalisa zonasi pemanfaatan untuk pengembangan waduk cacaban Kabupaten Tegal (2014) 3. Menganalisis kondisi biofisik Daerah Tangkapan Air (DTA) waduk Cacaban yang berdampak terhadap berkurangnya debit air waduk (2014) 4. Menganalisis penerapan pertanian konservasi tanah dan air di kawasan DTA waduk Cacaban dalam rangka meningkatkan produksi pertanian lahan kering dan meminimalisasi erosi, baik secara biofisik maupun kelembagaan (2014) 5. Menganalisis pengelolaan usahatani lahan kering di kawasan Daerah Tangkapan Air DTA waduk, agar fungsi utama sekaligus sebagai tempat wisata dapat maksimal pemanfaatannya dan berkelanjutan (2014) Penelitian yang akan dilakukan tahun 2015 : 1. Pemetaan Wilayah Budidaya Lahan
Berdasarkan Tingkat Pemanfaatan Kawasan
Waduk Cacaban dengan Metode Sistem Informasi Geografis (2015) 2. Analisa Spasial Kesesuaian Lahan Budidaya Lahan (2015)
8
3. Manganalisa upaya pemerintah untuk pengembangan waduk cacaban dengan meninjau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal (2015) 4. Melakukan analisis strategi kebijakan yang tepat sesuai dengan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya pertanian, perkebunan, dan perikanan di wilayah Kawasan Waduk Cacaban (2015) Peta jalan penelitian mengacu pada penelitian-penelitian sejenis sebelumnya digambarkan seperti dibawah : Perencanaan Pengelolaan Usaha Tani Lahan Kering di DAS Jolang Kabupaten Tegal Jawa Tengah (2004)
Kajian Penggunaan Lahan Kering (Cachtment Area) Waduk Cacaban dengan Penerapan Konservasi Tanah dan Air Berbasis Komunitas (2005)
Menganalisa status pemanfaatan lahan di sekitar waduk cacaban eksisting meliputi kehutanan, pertanian, perkebunan, dan perikanan (2014)
Menganalisa zonasi pemanfaatan untuk pengembanga n waduk cacaban Kabupaten Tegal (2014)
Pemetaan Wilayah Budidaya Lahan Berdasarkan Tingkat Pemanfaatan Kawasan Waduk Cacaban dengan Metode Sistem Informasi
Analisa Spasial Kesesuaian Lahan Budidaya Lahan (2015)
Pemberdayaa n Usahatani Lahan Kering Berwawasan lingkungan dalam Menunjang Pengembanga n Kawasan Wisata Waduk Cacaban (2007)
Menganalisa kondisi biofisik Daerah Tangkapan Air (DTA) waduk Cacaban yang berdampak terhadap berkurangnya debit air waduk (2014)
Menganalisa penerapan pertanian konservasi tanah dan air di kawasan DTA waduk Cacaban dalam rangka meningkatkan produksi pertanian lahan kering dan meminimalisasi erosi, baik secara biofisik maupun
Menganalisa pengelolaan usahatani lahan kering di kawasan Daerah Tangkapan Air DTA waduk, agar fungsi utama sekaligus sebagai tempat wisata dapat maksimal pemanfaatanny a dan berkelanjutan
Manganalisa upaya pemerintah untuk pengembanga n waduk cacaban dengan meninjau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal (2015)
Melakukan analisis strategi kebijakan yang tepat sesuai dengan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya pertanian, perkebunan, dan perikanan di wilayah Kawasan Waduk Cacaban (2015)
Keterangan : : sudah dilakukan
: akan dilakukan
: rencana penelitian kedepan
9
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan yang akan dicapai pada penelitian pada tahun pertama adalah : 1. Menganalisis status pemanfaatan lahan di sekitar waduk cacaban eksistingmeliputi kehutanan, pertanian, perkebunan, dan perikanan 2. Menganalisis zonasi pemanfaatan untuk pengembangan waduk cacaban Kabupaten Tegal 3. Menganalisis kondisi biofisik Daerah Tangkapan Air (DTA) waduk Cacaban yang berdampak terhadap berkurangnya debit air waduk 4. Menganalisis penerapan pertanian konservasi tanah dan air di kawasan DTA waduk Cacaban dalam rangka meningkatkan produksi pertanian lahan kering dan meminimalisasi erosi, baik secara biofisik maupun kelembagaan 5. Menganalisis pengelolaan usahatani lahan kering di kawasan Daerah Tangkapan Air DTA waduk, agar fungsi utama sekaligus sebagai tempat wisata dapat maksimal pemanfaatannya dan berkelanjutan. Sedangkan manfaat penelitian pada tahun pertama adalah : 1. Sebagai acuan dalam dan bahan pertimbangan dalam pengembangan kawasan waduk cacaban Kabupaten Tegal 2. Sebagai permodelan pengembangan waduk berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
10
BAB IV. MATERI DAN METODE 4.1.
Materi Penelitian Materi
yang
digunakan
dalam
kajian
ini
adalah
pengelolaan
terpadu
waduk/bendungan sebagai kawasan hidroagroekowisata terdiri dari : 1. Data Peta : a. Peta satelit resolusi tinggi “IKONOS 1m” th 2011 b. Peta Citra satelit Landsat 7 ETM+ perekaman tahun 1990, 2000, dan 2010 c. Peta Rupabumi, skala 1:25.000 Bakorsurtanal tahun 2011 2. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. GPS GARMIN oregon 550, untuk menentukan posisi koordinat bumi dan analisa SIG b. permeameter, c. ring sampel tanah d. meteran e. klinometer f. Lembar pengamatan, panduan pengamatan, chek list, daftar pertanyaan g. Programer ER Mapper 7.0 dan Arc GIS ver. 10.0
4.2.
MetodePenelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei yang dianalisa
secara deskriptif kuantitatif berdasarkan variabel-variabel penelitian. Nazir (2003) menyatakan bahwa metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencarai keterangan-keterangan secara faktual. Selain itu digunakan : 1. Metode penginderaan jarak jauh untuk pemetaan tematik 2. Metode GIS untuk permodelan spasial Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil survei/observasi di lapangan dan wawancara yang dibantu dengan daftar pertanyaan. Data sekunder diperoleh melalui hasil referensi dari beberapa instansi yang terkait dengan penelitian. Diagram alir penelitian Strategi Pengelolaan Terpadu Waduk/Bendungan sebagai Kawasan Agrohidroekowisata yang Berwawasan Lingkungan dan Berkelanjutan Berbasis Permodelan Spasial sebagai berikut :
11
Input
Pengelolaan Kawasan Waduk Cacaban
Aspek Kehutanan
Aspek Perkebunan
Aspek Pertanian
Aspek Wisata
Aspek Pengairan
Zonasi Pemanfaatan
Pengelolaan SIG
Pengembangan Kawasan
Umpan Balik
Proses
Tumpang Tindih Kepentingan
Keterpaduan Pengelolaan Kawasan
Output
Lestari dan Berkelanjutan Pengelolaan Kawasan
Kesimpulan
Rekomendasi
Keterangan : = Hubungan Langsung = Hubungan Tidak Langsung = Umpan Balik
4.2.1. Variabel Penelitian Data primer diperoleh dari hasil survei lapangan terhadap kondisi pemanfaatan ruang di kawasan waduk cacaban terhadap komponen fisik, kimia, sedimentasi serta biofisik (vegetasi). Data sekunder berasal dari peta-peta tematik berupa Peta Rupabumi
12
Indonesia (RBI) dari Bakosurtanal, Peta Tata Guna Lahan Terkini, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal, Master Plant Pengembangan Wilayah Waduk Cacaban Kabupaten Tegal dan data Dinas/Instansi yang relevan dengan penelitian ini. Data ini digunakan untuk identifikasi pemanfaatan ruang eksisting dan kesesuaiannya berdasarkan parameter biofisik di kawasan perikanan pesisir. Data primer dan sekunder selanjutnya diolah, digitasi dan dikoreksi geometrik dengan program ERMapper 7.0dan arcGIS 10.0 untuk dilakukan overlay dan algoritma skoring spasial untuk menentukan nilai kesesuaian pemanfaatan ruang dan alternatif zonasi di kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal. Selain itu juga dilakukan wawancara maupun pengisian kuesioner dengan responden serta melakukan koleksi data atau referensi dari instansi yang terkait dengan penelitian. Untuk memudahkan analisis, maka dilakukan tabulasi data kemudian data dianalisis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dengan alat analisis yang telah di tentukan
4.3.
Prosedur Penelitian
4.3.1. Pengelolaan Lahan Analisa lahan dimaksudkan untuk mengetahui gambaran kondisi aktual penggunaan/peruntukan lahan dan pengelolaan lahan di kawasan waduk cacaban. Analisa penggunaan/peruntukan lahan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : penentuan kelas kemampuan lahan, analisa curah hujan dan neraca air, prediksi erosi dan prediksi erosi yanng masih ditoleransi.
4.3.2. Pengembangan Wisata Pengembangan wisata di kawasan waduk cacaban dengan menggunakan metode Overlay digunakan untuk melihat kesesuaian guna lahan kawasan wisata alam waduk Cacaban, pemanfaatan waduk sebagai kawasan wisata, prospek pengembangan kawasan wisata alam dan best practice pemanfaatan waduk dengan cara membandingkan kondisi eksisting dengan kondisi ideal maupun kondisi yang direncanakan sebagaimana tertuang dalam master plan.
13
4.4.
Analisa Data
4.4.1. Analisa Lahan 4.4.1.1. Penentuan Kelas Kemampuan Lahan Penentuan kelas kemampuan lahan, dilakukan untuk mendapatkan kelas kemampuan lahan di lokasi penelitian. Kriteria tersebut mencakup intensitas faktorfaktor penghambat, yaitu: tektur tanah (t), permeabilitas (p), kedalaman efektif (k), lereng permukaan (l), erosi (e), dan faktor-faktor khusus meliputi: batu-batuan (b), dan banjir (o). Adapun kriteria untuk masing-masing kelas tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1.
Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan
Faktor Penghambat
I
II
III
Kelas Kemampuan Lahan IV V VI
1. Tekstur tanah (t) a. Lapisan atas t1-t3 t1-t3 t1-t4 t1-t4 (*) b. Lapisa bawah t1-t3 t1-t3 t1-t4 t1-t4 (*) 2. Lereng permukaan (l) l0 l1 l2 l3 (*) 3. Drainase (d) d1 d2 d3 d4 d5 4. Kedalaman tanah (k) k0 k1 k2 k2 (*) 5. Tingkat erosi (e) e0 e1 e2 e3 (**) 6. Kerikil/batuan (b) b0 b0 b1 b2 b3 7. Bahaya banjir (0) 00 01 02 03 04 8. Permeabilitas (p) p2, p3 p2, p3 p2, p3 p 2, p 3 p1 Keterangan : (*) = dapat mempunyai sembarang sifat faktor penghambat dari rendah (**) = umumnya terdapat di daerah berlereng miring
VII
VIII
t1-t4 t1-t4 t1 t1-t4 t1-t4 t1 l4 l5 l6 (**) (**) d0 k3 (*) (*) e4 e5 (*) (*) (*) b4 (**) (**) (*) (*) (*) p5 kelas yang dipilih lebih
4.4.1.2. Pengolahan Curah Hujan dan Neraca Air Data curah hujan merupakan curah hujan rata-rata wilayah yang dihitung secara rata-rata matematik. Evapotranspirasi potensial dihitung dengan metode Penman (1948) dengan menggunakan perangkat lunak “Cropwat” yang dikembangkan oleh FAO tahun 1991 dengan persamaan : ETp = c (W.Rn+(1-W).f(u).(ea-ed) Dimana : W
= pembobot faktor radiasi
Rn
= net radiation (Rns-Rn1)
(1-W)
= faktor pembobot untuk pengaruh angin dan kelembaban
F(u)
= fungsi angin yaitu 0,75(1+u/100) dimana u = kecepatan angin
(ea-ed) = Saturation Vapour Pressure Deficit
14
jika angka Curah Hujan melebihi ETp maka diperoleh nilai surplus air dan jika angka Curah Hujan lebih kecil dari ETp maka diperoleh nilai defisit air
4.4.1.3. Prediksi Erosi Prediksi erosi dilakukan pada setiap titik contoh pengamatan di lokasi penelitian, hal tersebut dilakukan untuk menentukan kelayakan setiap jenis pengelolaan lahan pertanian pada masing-masing unit kemampuan lahan. Prediksi erosi dihitung dengan menggunakan motode USLE dengan perumusan sebegai berikut : A=RxKxLxSxCxP Dimana : -
Faktor Erosivitas (R) Data curah hujan diperoleh dari Kantor Subdin Pengairan, Dinas Pekerjaan Umum, Kabupaten Tegal. Parameter curah hujan digunakan untuk menghitung besarnya faktor erosivitas hujan (EI30). Untuk mendapatkan nilai faktor erositas hujan (EI30) dipakai rumus Bols (1978) dengan perumusan sebegai berikut : EI30 = 6,119 (CH)1,21(BH)-0,47(HT)0,53
-
Faktor Erodibilitas (K) Faktor erodibilitas (K)merupakan jenis data sifat fisik tanah hasil analisa laboratorium, meliputi : tekstur tanah (pasir sangat halus, debu, pasir kasar dan liat), struktur tanah, bahan organik dan berat jenis tanah. Nilai dari data tersebut digunakan untuk menghitung faktor erodibilitas. Nilai faktor erodibilitas dihitung dengan menggunakan perumusan sebagai berikut : 100K=1,292(2,1M)1,14(10-4)(12-a)+3,25(b-2)+2,5(c-3) Dimana : K = nilai erodibiltas tanah M = (% debu + % pasir sangat halus)(100 - % liat) a
= persentase bahan organik
b
= indeks struktur tanah
c
= kelas permeabilitas tanah
Pengukuran digunakan alat “permeameter” (modifikasi) dan stopwatch. Data hasil pengukurantersebut untuk mendapatkan nilai permeabilitas tanah setelah dihitung dengan rumus “Calculation of Hydraulic Conductivity” (Talsma dan Hallan, 1980), dengan perumusan :
15
P = Q{sinh-1(H/r)-1)/2πH2 Dimana : Q = tingkat infiltrasi konstan (cm/jam) H = tinggi air dalam lobang sumuran tanah (cm) r -
= jari-jari penampang air dalam lobang sumuran tanah (cm)
Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) Panjang lereng (l) diukur dengan meteran dan kemiringan lereng (s) diamati menggunakan klinometer, masing-masing dilakukan disetiap titik contoh pengamatan. Data tersebut digunakan untuk mendapatkan nilai faktor panjang dan kemiringan lereng (LS). Data lereng juga diperoleh dari hasil citra satelit dengan permodelan Digital Elevation Model (DEM). DEM adalah data digital yang menggambarkan geometri dari bentuk permukaan bumi atau bagiannya yang terdiri dari himpunan titiktitik koordianat hasil sampling dari permukaan dengan algoritma yang didefinisikan permukaan tersebut menggunakan himpunan koordinat. Faktor panjang lereng (L) merupakan nisbah antara besarnya erosi yang terjadi pada suatu lahan dengan panjang lereng tertentu (l) terhadap erosi dalam praktek standar (panjang lereng 22 m) di bawah kondisi identik. Perumusan yang digunakan untuk menghitung panjang lereng (L) adalah : L = (l/22)m ; karena s > 5 % maka m = 0,5
-
Faktor Kemiringan Lereng (S) Faktor kemiringan lereng (S) adalah nisbah besarnya erosi yang terjadinya pada suatu lahan dengan kemiringan lereng tertentu (s) terhadap erosi yang terjadi pada petak standar (kemiringan lereng 9 %) di bawah kondisi yang identik. Perumusan yang digunakan untuk menghitung kemiringan lereng (S) adalah : S = (s/9)n ; n = 1,35 untuk s > 12 % S = 0,065 + 0,0454 + 0,0065 s2 ; untuk s < 12 %
-
Faktor Penggunaan Lahan (C) Penggunaan lahan oleh suatu jenis penggunaan lahan tertentu didasarkan hasil verifikasi survei dan pengamatan langsung lapangan disetiap titik contoh pengamatan. Untuk informasi awal didapatkan dari bantuan hasil menginterprestasi peta Rupa Bumi skala 1 : 25.000 dari Bakorsurtanal dan hasil pencitraan satelit Landsat maupun dengan pencitraan satelit resolusi tinggi IKONOS 1 m ataupun Quickbird 0,61 m. Data hasil verifikasi pengamatan melalui survai dilapangan meliputi penggunaan lahan berupa
16
kebun tanaman keras, seperti kebun campuran dan tegalan. Faktor penggunaan lahan diperoleh dari data aktual hasil suvai lapang yang konversikan dengan tabel nilai-nilai faktor C. -
Faktor Pengelolaan Lahan (P) Kondisi pengelolaan lahan khususnya penerapan tindakan konservasi tahan dan air dilakukan dengan pengamatan langsung pada setiap titik pengambilan sampel yang sudah ditentukan pada peta Rupa Bumi skala 1 : 25.000 dari Bakorsurtanal dan hasil pencitraan satelit Landsat maupun dengan pencitraan satelit resolusi tinggi IKONOS 1 m ataupun Quickbird 0,61 m. Data yang dikumpulkan berupa metode dan konstruksi teknik konservasi yang dirapkan secara dominan, informasi data tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai faktor P.
4.4.1.4. Prediksi yang Masih Ditoleransi Erosi yang masih dapat ditoleransi dihitung menggunakan pendekatan Hammer. Nilai ETol dihitung dengan rumus : ETol =
(De x fd) - Dmin x BDt x 10 UGT
Dimana : Etol
= erosi yang ditoleransi (ton/ha/th)
De
= kedalaman tanah (mm)
fd
= faktor kedalaman tanah
Dmin = kedalaman tanah minimal yang diinginkan (mm) UGT = umum guna tanah (400 tahun) BDt
= berat volume tanah (gram/cm3)
Nilai faktor kedalaman beberapa sub order tanah. Nilai kedalaman tanah minimum yang sesuai untuk beberapa jenis tanaman/penggunaan lahan.
4.4.2. Analisa Status Penggunaan Lahan Eksisting Analisa Status Penggunaan Lahan Eksisting digunakan untuk mengetahui status kepemilikan lahan dalam pengembangan usaha perkebunan, pertanian, perikanan, dan wisata serta perlindungan kawasan kehutanan sebagai sabuk hijau (green belt) di kawasan waduk cacaban. Dari status kepemilikan lahan eksisting dapat diketahui penguasaan lahan
17
oleh masyarakat sehingga akan diperoleh gambaran tentang pengembangan usaha kebunan, pertanian, perikanan, dan wisatadi kawasan waduk cacaban Kabupaten Tegal
4.4.3. Analisa Strategi Pengembangan Penggunaan Lahan Analisa strategi pengembangan lahan untuk kegiatan kehutanan, perkebunan, pertanian, perikanan, dan wisata di kawasan waduk cacaban dilakukan dengan menggunakan metode SWOT. Dalam SWOT akan mengkaji strategi pengembangan usaha kehutanan, perkebunan, pertanian, perikanan, dan wisataterkait dengan pengelolaan kawasan waduk cacaban serta langkah-langkah apa saja yang dilakukan pengelolaan lahan dikawasan waduk cacaban. Untuk menentukan strategi yang terbaik dalam perencanaan pembangunan menurut Rangkuti (2000) dilakukan pembobotan (nilai) terhadap tiap unsur SWOT berdasarkan tingkat kepentingan dan kondisi kawasan. Setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pengelolaan kawasan waduk cacaban Kabupaten Tegal, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua informasi dalam model-model kuantitatif perumusan strategi. Model yang digunakan dalam merumuskan strategi pengembangan pengelolaan kawasan waduk cacaban adalah matrik SWOT.
18
BAB V. HASIL YANG DICAPAI 5.1.
Keadaan Umum Lokasi Penelitian Waduk Cacaban secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan
Kedungbanteng Kabupaten Tegal. Waduk Cacaban terletak kurang lebih 13 kilometer sebelah Tenggara Kota Slawi (ibu kota Kabupaten Tegal). Akses menuju waduk Cacaban dapat ditempuh melalui 2 arah yaitu : 1) Dari arah Slawi ke arah Tenggara, melalui Kecamatan Pangkah menuju Waduk Cacaban. 2) Dari arah jalur pantai utara (pantura) ke arah selatan, melalui Kecamatan Pangkah menuju Waduk Cacaban. Waduk Cacaban, tepatnya di areal DTA bagian selatan, dan barat terdapat beberapa desa yaitu : 1) Desa Penujah, Karanganyar, Tonggara dan Karangmalang di wilayah kecamatan Kedungbanteng 2) Desa Jatinegara, Dukuhbangsa, Lebakwangi, Capar, Padasari dan Wotgalih di wilayah Kecamatan Jatinegara. 3) Desa Dermasuci di wilayah kecamatan Pangkah.. Waduk Cacaban secara geografis terletak antara 109º 11’ 28 ” BT sampai dengan 109º 14’ 58” BT dan 7º 1’ 31” LS sampai dengan 7º 2’ 18 LS. Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan air (catchment area) seluas 6.792,71 hektar. Genangan air waduk pada kondisi maksimal seluas 928,70 hektar. Pada kondisi tersebut waduk Cacaban mampu mengaliri lahan sawah irigisi teknis seluas kurang lebih 17.500 hektar. Kondisi umum Waduk Cacaban di Kabupaten Tegal yang diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Pemali Comal, (2014) adalah sebagai berikut: 1. Waduk (Reservoir) a. Tahun dibangun
:
1952 s/d 1958
b. Peresmian
:
19 Mei 1958 oleh Presiden Soekarno
c. Luas DAS
:
59,00 km2
d. Luas genangan
:
7,80 km2 (Tahun 1990)
e. Sumber air
:
Kali Cacaban, Kulon, Kali Cacaban Wetan, dan Kali Curug Agung.
f. Elevasi banjir
:
+ 78,91 m
19
g. Elevasi air maksimum
:
+ 77,38 m
h. Elevasi air minimum
:
+ 66,00 m
i.
Volume Tampungan
:
90 juta m3 (tahun 1959)
j.
Volume Tampungan
:
57 juta m3 (tahun 1990)
k. Volume Tampungan
:
49 juta m3 (tahun 2002)
a. Elevasi Puncak
:
+ 80,50 m
b. Type/Klasifikasi
:
Bendungan urugan tanah
c. Tinggi
:
38,00 m
d. Lebar
:
6,00 m
e. Panjang
:
180,00 m
f. Upstream Slope
:
1 : 2,75 s/d 1 : 2,50
g. Downstream Slope
:
1 : 3,00
2. Bendungan Utama
3. Pelimpah (Spilway) a. Ambang Pelimpah -
Type
:
Free Overflow circular are weir
-
Elevasi Puncak
:
+ 77,50 m
-
Panjang Puncak
:
65,35
b. Peluncur -
Lebar
:
16,00 m
-
Panjang
:
230,00 m
-
Kemiringan (Slope)
:
1:10 ; 1:20 ; 1:8
4. Bangunan Pembawa a. Menara Pengambilan (Intake Tower) -
Type
:
Menara dari beton bertulang jenis free standing
-
Diameter dalam
:
5,00 m
-
Tinggi
:
38,70 m
-
Lubang Pengambilan
:
2 buah ; diameter 1,5 m
-
Elevasi Lubang
:
+ 49,00 m (As lubang)
:
Tinggi 2,00 m x lebar 3,00 m
b. Pintu Pengambilan -
1 bh Bulkhead Gate
20
-
2 Butterfly Guard Valve :
Diameter 1,50 m
-
2 bh Needle Valve
Diameter 1,20 m
:
c. Saluran Pembawa (Outlet Conduit) -
Type
:
Twin Barrel Culvert dari beton bertulang
-
Diameter
:
2,00 m dan 2,10 m
d. Outlet Basin -
Dimensi
:
Lebar 5,0 m x panjang 23,00 m
-
Pintu/Gate
:
1 bh Lifting Gate kayu, panjang vertikal 5 m
Waduk Cacaban diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1959. Waduk ini sebenarnya berfungsi mengairi sawah-sawah irigasi teknis di area Daerah Aliran Sungai (DAS) di bawahnya. Waduk Cacaban difungsikan juga sebagai obyek wisata. Letaknya tidak jauh dari Kota Slawi, lebih kurang 9 km ke arah timur, tepatnya di desa Karanganyar, Kecamatan Kedungbanteng. Waduk Cacaban adalah objek wisata andalan di Kabupaten Tegal, selain Wisata Guci, Pantai Alam Indahdan Pantai Purwahamba Indah. Wisatawan dapat menikmati suasana santai, dengan memancing ikan, jalan-jalan di atas bendungan ataupun dapat mengelilingi waduk dengan kapal motor tempel. Hasil perikanan air tawar menjadi makanan khasnya yang setiap saat tersedia. Fasilitas wisata yang ada : 1. Arena pemancingan yang luas, 2. Jalan-jalan di atas waduk/bendungan, 3. Kapal motor wisata keliling waduk, dan 4. Sepeda air Karena dari segi kualitas lingkungan kondisi Cacaban sedang menurun, oleh kantor pariwisata setempat telah diupayakan penggalakan agrowisata dengan menanami sebagian wilayah Cacaban dengan tanaman buah-buahan. Sebagai salah satu obyek wisata andalan kabupaten Tegal, ternyata Waduk Cacaban belum tergarap secara maksimal. Waduk Cacaban sangat potensial sekali untuk dijadikan pilihan wisata bagi masyarakat dan merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih masih bisa dikembangkan. Pengembangan obyek wisata ini harus didukung oleh semua komponen, yakni Dinas Pariwisata, pemerintah Kecamatan/Desa, masyarakat sekitar dan Investor. Dalam pengembangannya pihak Investor kurang diajak untuk bersamasama mengembangan potensi wisata Waduk Cacaban ini.
21
Untuk menjadi wisata primadona bagi masyarakat, beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengenbangkan obyek wisata Waduk Cacaban diantaranya: 1. Peningkatan kulitas dan kuantitas sarana prasa pendukung, seperti: jalan menuju lokasi yang baik, lebar dan beraspal mulus, lahan parkir yang memadai, penginapan(hotel/villa) yang representatif, panggung hiburan yang menarik. 2. Pengembangan paket wisata unggulan, selain pemandangan cantik obyek Waduk Cacaban, paket wisata lain di obyek ini juga perlu dikembangkan seperti: permainan air(misal: jet ski, banan boat, kano, perahu tradisional dll), arena perkemahan dan outbond(misal: flying fox, marine bridge dll), wisata agro (misal: kebun buah petik sendiri), kebun binatang mini, arena bermain anak-anak dan lain lain. Pembangunan tempat makan yang nyaman dan khas, serta pembuatan sentra pusat oleh-oleh khas Tegal berupa makanan, jajanan, dan kerajinan. 3. Peningkatan kulitas pelayanan dan SDM pengelola obyek wisata, profesionalitas, keramahan dan penguasaan bahasa asing sangat dibutuhkan untuk menjadikan Waduk Cacaban sebagai obyek wisata unggulan Tegal, bahkan Indonesia. 4. Pemasaran yang menarik dan kontinyu, pemasaran obyek wisata ini bisa melalui pameran-pameran, iklan media cetak dan elaktronik, pembuatan website pariwisata, penyelanggaraan festival budaya dan olahraga di obyek wisata, studi banding ke daerah lain (misal tetangga kita Purbalingga yang dengan potensi wisata yang sedikit tapi dengan pengemasan paket-paket wisata yang menarik, sekarang tingkat kunjunagn wisatanya meningkat tajam).
5.2.
Kondisi Lahan DTA Waduk Cacaban Lokasi kawasn DTA Waduk Cacaban memiliki jenis tanah podsolik merah
kuning dengan bahan induk batuan sedimen dan volkan (Peta Tanah skala 1: 250.000, lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1966 dan hasil verifikasi lapang). Jenis tanah ini ditinjau dari kesuburan dan kepekaan eosi mempunyai produktifitas bermacam-macam dan tergolong sangat peka terhadap erosi. Topografi DTA kondisinya datar, berombak, bergelombang, berbukit, agak curam dan curam. Sebagain besar pada kondisi curam (25 – 40 %). Kondisi secara keseluruhan sebagaimana Gambar 1.
22
Gambar 1. Kondisi kemiringan lahan kawasan DTA Waduk Cacaban. Pada umumnya lebih dari 75 % titik pengamatan, kemampuan lahan kelas II dan IV, kontribusi nilai faktor LS, C dan P relatif kecil. Kondisi tersebut menandakan bahwa tindakan pengelolaan tanah dan penutup lahan (jenis tanaman) tidak mampu menekan laju erosi. Hasil analisis prediksi erosi (A) berkisar dari 194,57 ton/ha/th sampai 1517 ton/ha/th, sedangkan prediksi erosi yang masih ditoleransi (ETol) berkisar dari 11,60 ton/ha/th sampai 40,30 ton/ha/th (Kartana, 2004). Dari kondisi tersebut disimpulkan bahwa DTA Waduk Cacaban kritis, karena laju erosinya relatif tinggi. Nilai prediksi erosi jauh lebih tinggi, jika dibandingkan dengan prediksi erosi yang masih ditoleransi. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh penutupan atau penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
23
5.3.
Kondisi Volume Air Rata-Rata Volume air caduk cacaban mengalami fluktuatif namun tidak begitu
signifikan sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Hal tersebut dikarenakan adanya dinamika pemasukan dan pengeluaran air waduk.
Tabel 2. Volume Air Rata-Rata Tahun 2005-2013 Selisih Volume Tahun
Elevasi
Isi Waduk ( m3 )
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Jumlah Rerata
73,79 72,55 70,65 72,71 73,31 74,74 73,32 73,30 73,65 658,02 73,11
29.604.315 28.609.554 17.303.744 21.907.082 27.406.440 33.756.864 28.501.195 28.396.370 30.288.691 245.774.255 27.308.251
Pengeluaran
Tambah ( + ) ( m3 )
Kurang ( - ) ( m3 )
Debit ( m3/det )
185.701 127.223 157.501 109.865 150.307 160.583 159.864 150.561 153.060 1.354.666 150.518
160.258 131.901 109.029 154.028 137.069 145.276 203.374 166.481 164.666 1.372.082 152.454
2,340 2,418 1,915 1,984 2,250 3,680 2,506 2,391 1,754 21,238 2,360
Volume ( m3 )
Volume Inflow ( m3 )
202.128 222.986 168.550 162.095 206.301 317.947 216.553 206.615 151.507 1.854.681 206.076
325.072 228.115 166.651 142.616 219.763 330.308 237.234 221.060 111.972 1.982.791 220.310
Volume Kehilan gan (m3) 39.583 13.761 16.225 8.645 2.880 888 68.280 33.843 40.885 224.991 24.999
Sumber : Balai Pengelola Sumber Daya Air Pemali-Comal, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Tengah, 2006-2010.
Hasil pengamatan perhitungan time series terhadap isi waduk cacaban selama 9 tahun dari tahun 2005 - 2013 diperoleh seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Indeks Isi Waduk Cacaban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
Indeks Isi Waduk Cacaban (%) 84,59 133,15 167,26 168,69 163,12 143,99 110,65 76,77 45,96 29,23 32,42 46,00 1201,82
180 160 140 Indeks (%)
No.
120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan
24
Berdasarkan tabel dan gambar di atas diperoleh bahwa isi waduk cacaban mengalami kenaikan mulai pada bulan Pebruari – Juli dengan puncak kenaikan pada bulan April. Isi waduk cacaban dipengaruhi oleh curah hujan yang masuk pada waktu cacaban. Sedangkan hasil pengamatan perhitungan time series terhadap volume inflow waduk cacaban selama 9 tahun dari tahun 2005 - 2013 diperoleh seperti pada Tabel 4.
Tabel 4. Indeks Volume Inflow Waduk Cacaban
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Bulan Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
300 250 Indeks (%)
No.
Indeks Volume Inflow Cacaban (%) 236,27 285,43 155,81 122,98 82,19 29,57 16,39 6,95 7,89 16,11 56,08 181,58 1197,26
200 150 100 50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan
Berdasarkan tabel dan gambar di atas diperoleh bahwa volume inflow waduk cacaban mengalami menurunan mulai pada bulan Pebruari – Oktober dengan penurunan terendah terjadi pada bulan September. Isi dan volume inflow waduk cacaban dipengaruhi oleh memasukkan faktor curah hujan, evapotranspirasi, keseimbangan air di permukaan tanah dan kandungan air tanah. Namun seiring dengan pertambahan penduduk dan aktivitas manusia, banyak terjadi perubahan tata guna lahan di kawasan waduk cacaban. Adapun dampak yang terjadi perubahan tata guna lahan tersebut, yaitu terjadinya perbedaan besar debit inflow (fluktuatif debit inflow) pada musim penghujan dan musim kemarau sehingga debit outflow yang dikeluarkan akan berubah-ubah. Bertambah banyak jumlah sedimen, sehingga volume sedimen bertambah dengan cepat
25
Volume waduk total yang dihitung berdasarkan keadaan topografi belum tentu sama dengan volume total waduk berdasarkan inflow. Keadaan yang paling baik dicapai, apabila volume total waduk berdasarkan kapasitas atau daya tampung waduknya lebih besar. Ini berarti bahwa air yang harus dibuang lewat bangunan pelimpah relatif sedikit. Demikian pula umur waduk lebih panjang karena dapat menampung lumpur lebih banyak. Sebaliknya apabila volume total waduk berdasarkan keadaan topografi lebih kecil dari inflow maka debit air yang dibuang lewat bangunan pelimpah relatif besar. Dalam hal ini perlu diteliti apakah ada kemungkinan menambah volume total waduk dengan cara menaikkan tinggi bendungan, biarpun misalnya harus membangun tanggul sisi. Dengan sendirinya harus diperiksa nilai ekonomisnya, apabila masih ekonomis dapat dipertimbangkan. Apabila volume waduk berdasar topografi terpaksa lebih kecil dibandingkan dengan inflow maka perhitungan kapasitas bangunan pelimpah harus dilakukan dengan periode ulang yang cukup besar.
5.4.
Status Pemanfaatan Lahan Vegetasi yang terdapat di kawasan DTA Waduk Cacaban di dominasi oleh
tanaman perkebunan dan tanaman hutan tropis basah. Jenis tanaman padi dan jagung juga banyak ditemukan, karena mayoritas masyarakatnya bermatapencaharian petani. Jenis tanaman yang terdapat pada kawasan DTA waduk tersaji pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis Tanaman yang terdapat di Kawasan Waduk Cacaban No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Latin Tectona grandis Pinus mercusii Albizisa falcate Swetenia macrophylla Durio zibentinus Mangifera indica Oryza sativa Sacharum officinarum Zea mays
Nama Lokal Jati Pinus Sengon Mahoni Durian Mangga Padi Tebu Jagung
Keterangan Tanaman konservasi Tanaman konservasi Tanaman konservasi Tanaman konservasi Tanaman produksi Tanaman produksi Tanaman produksi Tanaman produksi Tanaman produksi
Masalah yang sering terjadi di lapangan adalah adanya penyerobotan lahan hutan oleh masyarakat sekitar hutan, pembukaan wilayah hutan menjadi kebun produksi masyarakat, penjarahan kayu hutan sehingga menyebabkan kondisi
26
lingkungan kawasan Waduk Cacaban semakin terdegradasi. Pengurangan jumlah populasi vegetasi hutan di lingkungan waduk secara tidak langsung akan berdampak kepada berkurangnya jumlah resapan air ke dalam tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan lereng bukit di sekitar waduk langsung mengalir ke bawah dan menyebabkan terjadinya longsor. Dampak ikutan yang ditimbulkan dari hal tersebut adalah mempercepat terjadinya proses sedimentasi dan pendangkalan dasar waduk sehingga volume air waduk akan berkurang. Vegetasi memiliki peran penting dalam upaya pencegahan erosi suatu lahan antara lain melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan secara langsung, menjaga partikel tanah agar tetap di tempat, dan menjaga stabilitas resapan air tanah. Pengaruh vegetasi secara hidrologis untuk mencegah erosi adalah sebagai berikut: 1. Pemotong atau interseptor. Intersepsi oleh vegetasi dapat terjadi dengan dua cara yaitu mengurangi jumlah air yang menyentuh tanah sehingga meminimalisir aliran permukaan dan memperkecil kekuatan air hujan yang jatuh ke tanah karena batang dan ranting mengahalangi air bertumbukan langsung dengan tanah. 2. Penahan (restraint). Akar pohon secara fisik dapat berfungsi untuk mengikat dan menahan partikel tanah. 3. Infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses meresapnya air dari permukaan melalui poripori tanah. Vegetasi membantu memelihara porositas dan permeabilitas tanah sehingga mengurangi dampak negatif dari aliran permukaan Jenis usaha yang dilakukan masyarakat di sekitar Waduk Cacaban pada Tahun 2013 adalah :pertanian pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, pertanian lain, industry pengolahan, perdagangan, jasa, angkutan dan sebagainya. Jumlah penduduk masingmasing yang bermukim di desa yang berlokasi di kawasan DTA Waduk Cacaban dan jenis mata pencaharaian adalah sebagaimana Tabel 6.
27
4 7 1 0 4 8 0 1 8 33 0.12
33 57 211 44 339 49 128 58 494 1413 5.00
186 147 274 28 118 25 262 98 305 1443 5.10
89 16 37 6 13 4 25 29 350 569 2.0
Lainnya
Angkutan
10 6 20 0 5 3 23 27 71 165 0.58
Jasa
2 19 12 0 56 0 9 13 53 164 0.58
Perdagangan
Peternakan
0 1 2 0 2 0 3 13 31 52 0.18
Industri Pengolahan
25 1087 1144 604 1881 1941 637 686 882 8887 31.43
Pertanian Lain
964 1681 1713 701 2612 2084 1173 943 2528 14399 50.93
Perikanan
Pertanian Pangan
Desa
Jatinegara Dukuhbangsa Lebakwangi Capar Padasari Wotgalih Dermasuci Penujah Karanganyar Jumlah (%)
Perkebunan
Tabel 6. Jenis Lapangan Usaha Masyarakat Cacaban
112 341 7 18 190 52 83 17 328 1148 4.1
Berdasarkan Tabel di atas dapat usaha yang digeluti oleh masyarakat disekitar waduk cacaban berupa pertanian pangan sekitar 50,93 %, meliputi : tanaman semusim seperti tebu, jagung, dan palawija.
5.5.
Pengembangan Wisata Cacaban Keberadaan Waduk Cacaban merupakan hal yang tidak dapat lepas dari
kehidupan masyarakat di sekitarnya. Sebagian besar masyarakat dan penduduk Cacaban memiliki mata pencaharian yang berhubungan dengan pertanian. Waduk Cacaban merupakan sumber pengairan utama untuk irigasi areal persawahan masyarakat. Keindahan serta keunikan alam kawasan Waduk Cacaban juga memiliki potensi daya tarik untuk dimanfaatkan dan dikembangkan sebagai kawasan wisata yang dapat
menyokong
pergerakan
roda
perekonomian
masyarakat
lokal.
Arah
pengembangan ini diharapkan dapat melibatkan peran aktif masyarakat dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Untuk menjadi wisata primadona bagi masyarakat, beberapa upaya yang bisa dilakukan
untuk
mengenbangkan
obyek
wisata
Waduk
Cacaban
diantaranya:Peningkatan kulitas dan kuantitas sarana prasa pendukung, seperti: jalan menuju lokasi yang baik, lebar dan beraspal mulus, lahan parkir yang memadai, penginapan(hotel/villa)
yang
representatif,
panggung
hiburan
yang
menarik.Pengembangan paket wisata unggulan, selain pemandangan cantik obyek Waduk Cacaban, paket wisata lain di obyek ini juga perlu dikembangkan seperti:
28
permainan air(misal: jet ski, banan boat, kano, perahu tradisional dll), arena perkemahan dan outbond(misal: flying fox, marine bridge dll), wisata agro (misal: kebun buah petik sendiri), kebun binatang mini, arena bermain anak-anak dan lain lain. Pembangunan tempat makan yang nyaman dan khas, serta pembuatan sentra pusat oleh-oleh khas Tegal berupa makanan, jajanan, dan kerajinan.Peningkatan kulitas pelayanan dan SDM pengelola obyek wisata, profesionalitas, keramahan dan penguasaan bahasa asing sangat dibutuhkan untuk menjadikan Waduk Cacaban sebagai obyek wisata unggulan Tegal, bahkan Indonesia.Pemasaran yang menarik dan kontinyu, pemasaran obyek wisata ini bisa melalui pameran-pameran, iklan media cetak dan elaktronik, pembuatan website pariwisata, penyelanggaraan festival budaya dan olahraga di obyek wisata, studi banding ke daerah lain.
5.6.
Pola Pemanfaatan Lahan di Kawasan DTA Waduk Cacaban Pemerintah Kabupaten Tegal dalam upaya melengkapi dan meningkatkan
fasilitas pariwisata untuk menambah daya tarik pengunjung berdasarkan pada arahan pengembangan wilayah Kabupaten Tegal dirumuskan dalam suatu kebijaksanaan tata ruang daerah untuk mengoptimasi daerah berdasarkan potensi dan kendala yang ada wilayah Kabupaten Tegal. Berdasarkan pada potensi kegiatan dan permasalahan yang dihadapi sistem perwilayahan di Kabupaten Tegal terbagi menjadi Sub Wilayah Pembangunan (SWP) yaitu : 1. SWP 1 berpusat di Kota Slawi, meliputi Kecamatan Slawi, Kecamatan Pangkah, Kecamatan Dukuhwaru, Kecamatan Adiwerna, Kecamatan Dukuhturi, Kecamatan Talang, Kecamatan Tarub, Kecamatan Kedungbanteng dan Kecamatan Jatinegara. Fungsi
utama
yang
dikembangkan:
pemerintahan,
perdagangan
regional,
perhubungan, pendidikan, industri kecil, pariwisata, hutan produksi dan pengumpul hasil pertan ian. 2. SWP II berpusat di kota Suradadi terdiri dari Kecamatan Kramat, Kecamatan Warurejo, Kecamatan Suradadi, dengan fungsi utama : Pariwisata, Perikanan, Industri, perhubungan dan pertanian lahan basah. 3. SWP III berpusat di Kota Margasari, terdiri dari Kecamatan Margasari, Kecamatan Pagerbarang, Kecamatan Balapulang dan Kecamatan Lebaksiu dengan fungsi
29
utama : industri, pertanian lahan basah, kawasan lindung, hutan produksi dan perhubungan. 4. SWP IV, berpusat di Kota Bojong, dan terdiri dari Kecamatan Bojong, dan Kecamatan Bumijawa dengan fungsi utama : pariwisata, pangumpul hasil pertanian dan perkebunan Adapun penggolongan wilayah pembangunan di Kabupaten Tegal berdasarkan Sub Wilayah Pembangunan (SWP) Kabupaten Tegal tersaji Gambar 2.
Gambar 2. Penggolongan wilayah pembangunan di Kabupaten Tegal berdasarkan Sub Wilayah Pembangunan (SWP) Kabupaten Tegal Berdasarkan rencana alokasi penggunaan ruang di Kabupaten Tegal kawasan Waduk Cacaban meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Yang dimaksud dengan kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung terbagi atas kawasan hutan lindung, sempadan sungai, sekitar waduk, sekitar mata air serta kawasan rawan bencana alam. Sedangkan kawasan
30
budidaya merupakan kawasan yang kondisi fisik danpotensi sumber daya alamnya dapat dan perlu dimanfaatkan guna kepentingan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia termasuk pemukiman dan pembangunan. Kawasan budidaya meliputi pertanian dan non pertanian. Adapun kriteria-kriteria yang terdapat di dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang sesuai untuk wilayah kabupaten tegal adalah sebagai berikut : 1) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya Yang dimaksudkan dengan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya adalah kawasan hutan lindung yang berada di kawasan dengan kelerengan > 40% dan ketinggian diatas 2.000 m dpl. Kawasan ini terdapat di sebagian Kecamatan Kedungbanteng, sebagian Margasari, sebagian Bumijawa dan sebagian Bojong, sebagian Jatinegara, sebagian Pangkah dan sebagian Balapulang. 2) Kawasan perlindungan setempat Perlindungan ini bertujuan melindungi wilayah pantai, Sungai, Danau/Waduk dan mata air. Daerah sempadan waduk terdapat di Kecamatan Jatinegara dan Kecamatan Kedungbanteng yaitu di sekitar Waduk Cacaban. Sempadan waduk ditetapkan 50-100 meter kearah darat dari titik permukaan air tertinggi. Sempadan waduk di sekitar waduk Cacaban telah dikategorikan dalam kawasan lindung. Kawasan sempadan waduk berfungsi untuk melindungi wilayah tersebut dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi , waduk. 3) Kawasan suaka alam Yang termasuk kawasan ini adalah kawasan cagar alam dan hutan wisata. Perlindungan kawasan ini dimaksudkan untuk melindungi keanekaragaman biota, tipe ekosistem, gejala dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan pembangunan pada umumnya. 4) Kawasan rawan bencana alam Kawasan ini terdapat di Kecamatan Margasari. Bencana yang mungkin terjadi adalah tanah longsor akibat penebangan batukapur/gamping di Desa Karangdowo. Selain itu kawasan rawan bencana alam berupa tanah longsor lainnya terdapat di Kecamatan Jatinegara dan Kecamatan Pangkah. Secara khusus pemanfaatan lahan di kawasan Waduk Cacaban ditentukan berdasarkan Masterplan Pengembangan Kawasan Wisata Alam Waduk Cacaban Tahun
31
2005. Dalam rencana induk tersebut pemanfaatan lahan di kawasan waduk Cacaban dibedakan dalam 5 (lima) daerah peruntukan. Pembagian daerah peruntukan tersebut berdasarkan fungsi kawasan dalam mendukung keberadaan waduk Cacaban. Kelima daerah peruntukan terdiri dari daerah A yang merupakan daerah lindung/konservasi, daerah B merupakan daerah fungsi utama waduk, daerah C merupakan daerah perairan, daerah D merupakan daerah pengembangan pariwisata dan daerah E merupakan daerah penunjang / penyangga pariwisata. 1) Daerah peruntukan A meliputi sebagian besar daerah tangkapan air (catchment area) waduk Cacaban. Daerah ini dominan merupakan kawasan hutan yang masuk dalam area KPH Pemalang dan wilayah beberapa desa di sekitar waduk Cacaban dengan berbagai peruntukan seperti sawah, tegalan, pekarangan dan lain-lain. Daerah peruntukan A, sebagai daerah preservasi (perlindungan alam), merupakan daerah yang dilindungi dengan tidak memperbolehkan adanya penambahan bangunan buatan manusia. Daerahnya meliputi hutan, pegunungan, sungai, sumber air waduk. Berdasarkan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah pasal 16, bahwa penggunaan dan pemafaatan tanah pada pulau-pulau kecil dan bidang-bidang tanah yang berada di sempadan pantai, sempadan danau,
sempadan waduk dan atau sempadan sungai harus
memperhatikan : a. Kepentingan umum. b. Keterbatasan daya dukung, pembangunan berkelanjutan, keterkaitan ekosistem, keaneka ragaman hayati serta kelestaraian fungsi lingkungan. Lebih lanjut pada pasal 18 menyebutkan bahwa pemanfaatan tanah dalam kawasan lindung dapat ditingkatkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi danekowisata apabila tidak menggangu fungsi lindung. Sesuai dengan peruturan tersebut kawasan lindung di sepadan waduk Cacaban mempunyai potensi dikembangkan untuk kepentingan ekowisata. 2) Daerah peruntukan B, sebagai daerah fungsi utama waduk berupa bangunan utama bendung dan area limpasan. Daerah fungsi utama waduk juga meliputi kawasan kantor pengelola dan fasilitas lain yang berada di sekitar bang unan waduk.
32
3) Daerah peruntukan C, daerah genangan waduk yang berfungsi untuk menampung air hingga air tersebut dibutuhkan terutama untuk irigasi.Disamping untuk mendukung fungsi utama waduk daerah perairan juga dapat dimanfaatkan untuk budidaya
perikanan.Budidaya
perikanan
merupakan
fungsi
sekunder dari
pembangunan waduk, oleh karena itu, pengelolaan waduk secara terpadu, masyarakat yang tergusur dapat bekerja dalam kegiatan perikanan baik kegiatan di waduk itu sendiri, maupun kegiatan perikanan di sekitar waduk, terutama daerah yang mendapat sistem pengairan dari waduk tersebut. Pengembangan perikanan di waduk dapat memberikan kontribusi yang optimal jika diterapkan suatu bentuk atau pola pengelolaan perikanan yang rasional dan terpadu sesuai dengan fungsi waduk yang bersifat serbaguna. 4) Daerah peruntukan D, sebagai daerah pengembangan pariwisata, merupakan daerah yang dapat dikembangkan secara lebih intensif. Pengembangannya meliputi pengembangan
sarana
wisata,
pengembangan
fasilitas-fasilitas
rekreasi,
pengembangan utilitas lingkungan, pengembangan sarana penunjang rekreasi, pemanfaatan sumber daya alam dan manusia secara intensif guna menunjang kegiatan wisata. Daerahnya meliputi, daerah perbukitan dan lembah sekitar Waduk Cacaban yang berada diantara kendali waduk dengan hutan wisata dan merupakan daerah pengembangan yang sudah ada. Pengembangan daerah peruntukan D berdasarkan Masterplan Kawasan Wisata Alam Waduk Cacaban Tahun 2005. 5) Daerah peruntukan E, sebagai daerah penyangga, merupakan daerah yang memberi dukungan terhadap pengembangan kegiatan wisata yang berlangsung. Arahan pengembangannya meliputi penataan lingkungan pedesaan yang akan berkembang dikemudian
hari,
pelestarian
arsitekturtradisional
setempat,
pemanfaatan
perlingdungan sumber daya alam - sumber daya manusia, dukungan terhadap kegiatan wisata yang berlangsung, serta pelestarian alam. Daerahnya meliputi daerah di luar daerah-daerah peruntukan tersebut diatas, 6) daerah pertanian dan perkebunan produktif, daerah pedesaan disekitar obyek wisata. Pola pemanfaatan lahan di kawasan DTA dan perairan Waduk Cacaban tersaji dalam Gambar 3.
33
Gambar 3. Pola Pemanfaatan Lahan di Kawasan Waduk Cacaban
5.7.
Permodelan Pengelolaan Pemanfaatan Sumberdaya Kawasan Waduk Cacaban Permodelan pengelolaan pemanfaatan sumberdaya kawasan waduk cacaban
Kabupaten Tegal dilihat dari permasalahan yanng terjadi seperti : 1. Tingkat sedimentasi tinggi menyebabkan penangkalan waduk sehingga mengurangi kualitas lingkungan waduk 2. Pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan merupakan tanaman semusim ditepian waduk sehingga menambah sedimentasi 3. Limbah ternak kerbo di sisi utara waduk menyebabkan berkurangnya kualiats air mengandung kadar amoniak yang tinggi 4. Kurang adanya promosi potensi wisata yang dapat menambah kunjungan wisata di kawasan waduk cacaban 5. Mengembalikan daerah tangkapan air (catchment area) dengan tanaman jati maupun sengon sehingga dapat mengurangi sedimen Model pengelolaan yang diterapkan meliputi : Daerah peruntukan A meliputi sebagian besar daerah tangkapan air (catchment area) waduk Cacaban, Daerah peruntukan D, sebagai daerah pengembangan pariwisata, dan Daerah peruntukan E,
34
sebagai daerah penyangga difungsikan sesuai dengan peruntukan yang ada, sehingga dapat mengurangi sedimentasi sumberdaya waduk cacaban. Pemanfaatan yang sekarang terjadi adalah : wilahan peruntukan A dan D digunakan sebagai arel pertanian tanaman semusim dan wilayah peruntukan E digunakan sebagai pemukiman penduduk dan peternakan kerbau. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas perairan dan penambah sedimentasi areal waduk cacaban. Zona permodelan pemanfaatan lahan kawasan Waduk Cacaban sebagaimana Gambar 4.
Gambar 4. Pemanfaatan lahan kawasan DTA Waduk Cacaban
5.8.
Kualitas Perairan dan Produksi Perikanan Waduk Cacaban Pengamatan kualitas air meliputi pengamatan parameter fisika kimia dan
pangamatan biologi dengan 20 titik sampel untuk masing-masing bagian dari wilayah perairan kawasan waduk cacaban meliputi wilayah selatan, timur dan utara dari waduk cacaban. Pengamatan parameter fisika dan kimia air perairan Waduk Cacaban tertera pada Tabel 7.
35
Tabel 7. Parameter fisika dan kimia peraiarn Waduk Cacaban No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Parameter Suhu Permukaan Perairan (0C) pH Air Total Suspended Solid (ppm) Oksigen Terlarut (DO) (ppm) Karbondioksida (CO2) (ppm) Amoniak (NH3) (ppm) Nitrat (NO3) (ppm) Nitrit (NO2) (ppm) Fosfat (PO4) (ppm) Bahan Organik/TOM (ppm) Logam Berat - Pb - Zn
1
Selatan 2
3
4
Timur 5
6
7
Utara 8
30 7.8
31 7.8
30 7.8
31 7.0
31 7.6
30 6.8
31 8.6
31 8.2
32 8.0
294
291
297
210
201
220
304
300
398
10.50
6.70
7.80
10.70
9.60
8.50
5.1
3.65
4.34
16.56 0.36 0.000 0.008 2.00
18.83 0.23 0.060 0.002 2.10
18.37 1.37 0.000 0.007 1.20
18.83 1.34 0.000 0.008 2.00
13.96 1.19 0.040 0.015 2.00
10.68 1.21 0.020 0.017 1.25
13.4 3.08 0.9 0.304 1.5
15.5 3.18 0.7 0.232 1.3
15.9 3.22 0.08 0.286 1.2
16.35
20.50
20.26
12.35
13.24
19.29
53.91
42.82
32.39
0.110 0.060
0.123 0.076
0.129 0.068
0.120 0.056
0.132 0.072
0.124 0.065
0.295 0.108
0.245 0.11
0.26 0.122
Berdasarkan Tabel 4. terlihat bahwa, kualitas iar perairan waduk cacaban di seblah Selatan dan Timut masih dapat dimanfaatkan bagi usaha perikanan. Namun disebelah Utara tidak layak sebagai lokasi budidaya ikan. Hal ini disebabkan karena di sebalah Utara Waduk Cacaban digunakan sebagai peternakan kerbau, sehingga kotoran kerbau masuk kedalam area perairan Waduk Cacaban pada saat hujan ataupun saat membersihkan kandang. Hal ini didukung oleh analisa trobik saprobik parairan Waduk Cacaban
yang
9
mendapatkan
bahwa
perairan sebelah Utara Waduk Cacaban
mempunyai nilai saprobitas antara -0.027 sampai dengan -0.142 tergolong tingkat saprobitas α Mesosaprobik dengan indikasi perairan tercermar sedang sampai berat, kesuburan sulit dimanfaatkan dan tidak cocok untuk lokasi budidaya. Analisa trobik saprobik perairan Waduk Cacaban tertera pada Tabel 8.
36
Tabel 8.
Analisa Trobik Saprobik Perairan Waduk Cacaban
Kelompok Organisme A. Polisaprobik
B α Mesosaprobik
C. Β Mesosaprobik
D Oligosaprobik
E. Lain - lain
Jenis Euglena viridis Vorticella microstoma nA Nitzchia palea Spirostomum ambiguum nB Oscillatoria rubescens Euplotes charon nC Strombidinopsis gyrans Cyclotella hidonica nD Clamydomonas sp Nannochloropsis sp Chaetoceros sp Naviculla Thallasiosira sp Skeletonema Gymnodinium breve Gymnodinium mikimotoi Gymnodinium sangenum Gyrodinium coerelum Gyrodinium spirale Cryptomonas sp Ciliapora nE SI TSI
Keterangan
Selatan 2 3 92 46 46 0 0 46 92 46 92 277 324 139 92 0 139 370 324 277 277 231 92 0 185 0 277 416 92 46 46 46 0 0 0 46 46 46 462 0 416 508 878 462 92 0 0 0 0 46 0 0 139 0 92 185 0 0 46 370 0 416 0 0 0 0 46 0 46 0 0 92 46 46 0 46 46 1,572 1,109 1,803 0.647 0.889 0.455 1.941 2.074 2.066 Oligosaprobik Pencemaran ringan atau belum tercemar Kesuburan dapat dimanfaatkan 1
Timur 5 6 92 46 92 46 0 46 139 46 139 46 46 92 92 0 0 139 46 92 324 92 92 46 46 0 370 139 92 46 0 46 0 0 92 46 0 139 139 508 139 508 740 924 0 0 0 0 0 92 92 92 0 0 0 0 92 0 0 0 0 0 0 139 0 46 0 0 0 0 0 46 0 92 0 92 0 924 1,572 1,248 0.333 0.200 0.400 0.778 1.560 1.480 β Mesosaprobik Pencemaran sedang sampai ringan Kesuburan dapat dimanfaatkan 4
Utara 7 8 9 740 786 924 92 92 231 832 878 1,156 1,017 1,387 1,156 0 0 0 1,017 1,387 1,156 1,017 1,156 1,756 0 0 46 1,017 1,156 1,803 0 0 0 92 0 0 92 0 0 231 416 92 139 231 231 0 0 139 0 0 0 46 139 0 0 0 0 0 185 139 0 0 0 0 0 0 92 0 0 0 0 0 92 46 0 46 46 0 647 1,063 601 -0.063 -0.027 -0.124 -0.076 -0.035 -0.142 α Mesosaprobik Pencemaran sedang sampai berat Kesuburan sulit dimanfaatkan Tidak cocok untuk lokasi budidaya
Produksi hasil perikanan tangkap waduk cacaban dalam kurun waktu 10 tahun tersaji pada Tabel 9 Tabel 9. Produksi Hasil Perikanan Tangkap Waduk Cacaban Dalam Kurun Waktu 10 Tahun No
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
WADUK CACABAN Kg Rp 49.700 154.740.000 61.480 208.295.000 62.045 227.566.000 65.395 274.412.000 72.420 357.532.000 64.975 422.632.500 53.955 345.960.000 58.000 393.062.500 87.015 637.495.000 127.970 1.094.937.500
Sedangkan jumlah rumah tangga produksi alat tangkap di kawasan waduk cacaban tertera pada Tabel 10.
37
Tabel 10. Jumlah Rumah Tangga Produksi Alat Tangkap di Kawasan Waduk Cacaban No
KECAMATAN
1 2 3 4 5 6 7
Kramat Suradadi Warurejo Ked. Banteng Pangkah Slawi Talang JUMLAH
WADUK CACABAN Alat Tangkap Jumlah RTP Gillnet Jala Bubu (Orang) (Unit) (Unit) (Unit) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 86 64 27 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 86 64 27 6
SUNGAI Alat Tangkap Anco Jala Sodo/Serok (Unit) (Unit) (Unit) 6 16 0 12 14 0 8 12 0 0 5 12 0 5 4 0 4 6 0 6 8 26 62 30
Jumlah RTP (Orang) 19 23 20 9 7 6 9 93
Sedangkan produksi perikanan tangkap di perairan Waduk Cacaban tertera pada Tabel 11. Tabel 11. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Produksi Perikanan Tangkap di Perairan Waduk Cacaban
BULAN Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember JUMLAH
Nila / Mujaher Kg Rp 8.780 74.630.000 7.235 61.497.500 9.815 83.427.500 7.565 64.302.500 9.180 78.030.000 10.265 87.252.500 10.780 91.630.000 11.400 96.900.000 8.625 73.312.500 9.110 77.435.000 9.635 81.897.500 7.285 61.922.500 109.675 932.237.500
Tawes Kg 1.010 830 1.130 870 1.055 1.180 1.240 1.310 990 1.050 1.105 840 12.610
Rp 8.585.000 7.055.000 9.605.000 7.395.000 8.967.500 10.030.000 10.540.000 11.135.000 8.415.000 8.925.000 9.392.500 7.140.000 107.185.000
Gabus Kg 305 250 335 260 315 355 370 390 300 315 330 250 3.775
Rp 2.592.500 2.125.000 2.847.500 2.600.000 3.150.000 3.550.000 3.700.000 3.900.000 3.000.000 3.150.000 3.300.000 2.500.000 36.415.000
Kg 185 155 210 140 165 185 160 165 125 110 160 150 1.910
Udang Rp 1.850.000 1.550.000 2.100.000 1.400.000 1.650.000 1.850.000 1.600.000 1.650.000 1.250.000 1.100.000 1.600.000 1.500.000 19.100.000
Kg 10.280 8.470 11.490 8.835 10.715 11.985 12.550 13.265 10.040 10.585 11.230 8.525 127.970
JUMLAH Rp 87.657.500 72.227.500 97.980.000 75.697.500 91.797.500 102.682.500 107.470.000 113.585.000 85.977.500 90.610.000 96.190.000 73.062.500 1.094.937.500
Disamping itu ada usaha pelestarian hasil tangkapan berupa restoking beberapa jenis ikan seperti ikan nila dan ikan tawes. Adapun data restoking ikan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Tegal tertera pada Tabel 12. Tabel 12.
Jumlah dan Jenis Ikan Restoking di Waduk Cacaban
No
Tahun
Jenis
1
2009
2
2010
3
2012
4 5
2013 2014
Nila Tawes Nila Tawes Nila Tawes Nila Nila
Jumlah (ekor) 170.000 100.000 100.000 85.000 75.000 70.000 125.000 150.000
Ukuran (Cm) 5–7 7–9 5–7 7–9 3–5 4–6 3–5 3–5
38
5.9.
Pembahasan Penurunan kualitas sumberdaya waduk Cacaban di Kabupaten Tegal, baik
dariaspek
ekologis
perairan
maupun
daya
dukungnya
untuk
menopang
pemanfaatanwaduk bagi peningkatan keejahteraan masyarakat di sekitar waduk pada saat inisemakin dirasakan. Kerusakan Daerah Aliran ungai (DAS) Waduk CacabanKabupaten Tegal cukup mengkhawatirkan, pemanfaatan kawasan waduk olehpenduduk
sekitar
yang
belum
memperhatikan
kesimbangan
lingkungan
menjadipenyebab utama penurunan fungsi waduk, tingkat sedimentasi yang tinggi danpenyusutan volume air waduk pada saat musim kemarau juga menjadi salah satupendorong
penurunan
kualitas
waduk.
Penanganan
pengelolaan
oleh
Pemerintahdaerah yang belum melibatkan masyarakat pengguna kawasan waduk menyebabkanhasil yang dicapai belum optimal. Waduk Cacaban memiliki daerah tangkapan air (water catchment area) yang tersebar di sembilan desa dengan jumlah penduduk yang menempati sebanyak 29.859 jiwa. Lapangan usaha masyarakat Waduk Cacaban sebagian besar bergantung pada sektor pertanian. Adapun sektor non-pertanian yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat setempat adalah sektor perdagangan dan jasa. Hal ini dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menambah pemasukan demi memenuhi kebutuhan
perekonomian mereka sehari-hari. Jenis sektor usaha
perdagangan dan jasa yang terlihat di sekitar lokasi waduk antara lain berupa penginapan, kios-kios makanan dan warung apung, kios pengisian bahan bakar eceran, jasa sewa perahu (wisata keliling waduk), serta jasa penitipan kendaraan Daya tarik wisata darat yang terdapat pada kawasan Waduk Cacaban merupakan aset yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Tegal yang dikelola secara terpisah oleh Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan, serta Dinas Perhubungan dan Pariwisata dan sebagian milik BPSDA Propinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani KPH Pemalang. Adapun pembagian areanya adalah sebagai berikut: 1. Area yang dikelola oleh Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan berada pada area zona penyangga berupa pemulihan dan pengembangan area green belt, hutan wisata, sub-sub DAS Cacaban Wetan dan pengembangan kawasan pulau di tengah waduk berupa wisata agro.
39
2. Area yang dikelola oleh Dinas Perhubungan dan Pariwisata berada pada zona konservasi berupa area pariwisata antara lain shelter-shelter, jalan lingkungan, jalan setapak, area bermain, area grass track, area road race dan area hutan lindung. 3. Area yang dikelola oleh BPSDA Propinsi Jawa Tengah adalah area pangggung terbuka, area berkemah, dan jalan setapak di sekitar badan bending atau zona utama waduk. Potensi usaha yang paling menonjol adalah sektor usaha pertanian tanaman pangan seperti jagung, padi, ketela, dan sebagainya serta beberapa tanaman perkebunan pekarangan seperti kelapa dan cengkeh. Hingga saat ini, belum ada potensi lain yang menjadi penghasilan baik bagi penduduk selain sektor pertanian dan perdagangan. Perdagangan dan jasa merupakan potensi yang sangat baik di kawasan Waduk Cacaban. Oleh karena itu, dengan dikembangkannya wisata di kawasan ini tidak menutup kemungkinan kontribusi perdagangan dan jasa untuk menambah pemasukan bagi desa-desa dan masyarakat lokal di sekitar waduk. Selama operasional Waduk Cacaban, telah banyak kegiatan yang dilakukan dalam rangka menjaga fungsi waduk, baik yang bersifat pemeliharaan maupun pembangunan. Waduk Cacaban selain mempunyai fungsi utama sebagai sumber air untuk irigasi, juga merupakan potensi wisata yang dapat dikembangkan sebagai wisata air maupun wisata alam. Kawasan wisata alam waduk Cacaban merupakan salah satu aset Pemerintah Kabupaten Tegal sebagai obyek wisata dari beberapa obyek wisata lainnya. Sasaran obyek wisata Waduk Cacaban saat ini hanya melihat air diwaduk dan makanan khas ala Waduk Cacaban dengan menu ikan air tawar dari waduk disamping sebagai tempat tujuan memancing dari beberapa daerah disekitarnya. Secara geografis kawasan wisata alam waduk cacaban terletak di tiga wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kedungbanteng meliputi sebagian Desa Penujah, Karanganyar, Tonggara dan Karangmalang, Kecamatan Jatinegara meliputi sebagian Desa Jatinegara, Dukuhbangsa, Lebakwangi, Capar, Padasari dan Wotgalih dan Kecamatan Pangkah meliputi sebagian Desa Dermasuci. Waduk Cacaban adalah sebuah bendungan yang terletak di Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Indonesia. Luas areal waduk adalah 928,7 ha dan berisi air sebanyak 90 juta m³. Waduk ini didukung dengan latar belakang pemandangan hutan dengan panorama yang indah.
40
Waduk ini sebenarnya berfungsi mengairi sawah-sawah di sekitarnya, namun juga difungsikan sebagai obyek wisata.dan merupakan salah satu obyek wisata di daerah tersebut.Pemandangan diwaduk cacaban masih sangat alami karena letak waduk cacaban jauh dari perkotaan. Uniknya lagi ditengah-tengah waduk juga terdapat pulau kecil yang bernama pulau gendu. Salah satu penyebab penurunan kualitas air waduk bahkan timbulnya kerusakan waduk adalah adanya ketidak setimbangan proses ekologis di waduk karena adanya berbagai kepentingan terkait. Demikian juga halnya berkaitan dengan kemungkinan terjadinya penurunan produksi perikanan baik tangkap maupun budidaya sebagian besar disebabkan karena timbulnya pencenmaran kualitas perairan waduk. Pencemaran tersebut serimaran kualitas perairan waduk. Pencemaran tersebut sering terjadi karena pada subsektor perikanan budidaya terlalu dipaksakan dengan target produ terlalu dipaksakan dengan target produksi yang melimpah dengan menggunakan masukan eknologi ntensif bahkan super intensif. Pada sisi lain masyarakat kecil, khususnya yang tinggal di sekitar waduk sangat mengharapkan terjaganya kualitas perairan dan lingkungan waduk agar dapat melaksanakan aktivitas perikanan tangkapnya secara lestari. Untuk itu diperlukan berbagai kearifan lokal, seperti : pembatasan produksi perikanan budidaya dengan teknologi madya/semi intensif saja, upaya ‟wira restocking‟ (penebaran benih atas swadayamasyarakat sendiri, termasuk melepaskan kembali ke perairan ikan tangkapan yang masih kecil), dan pemantauan/penanganan penangkapan ikan/pemanfaatan air waduk dengan menggunakan bahan-bahan yang merusak lingkungan. Area dan perairan waduk Cacaban disamping dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan baik tangkap maupun budidaya juga dipergunakan untuk kegiatan usaha perekonomian lain seperti pariwisata dan pengairan. Dimungkinkan kebutuhan area tersebut untuk masing-masing kepentingan akan meningkat setiap tahunnya sebagai akibat dinamika perubahan jumlah penduduk di sekitar maupun di lokasi yang jauh dari waduk namun masih terkait dengan fungsi waduk. Pertambahan jumlah penduduk akan diikuti peningkatan kebutuhan hidup sehingga areal waduk pada masa mendatang akan semakin banyak 'tersita' bagi kegiatan usaha yang ekonomis dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup.
41
Pengelolaan Waduk Cacaban perlu diawali dengan visi yang jelas dan manatap sinergis dengan kebutuhan daerah bahkan nasional. Visi tersebut akan menjiwai erbagai kebijakan pemanfaatan ruang waduk dengan tetap memperhatikan zona penyangganya. Secara periodik hal-hal tersebut perlu terus dievaluasi terkait dengan perkembangan isu lokal dan global terhadap implementasi kebijakan Kondisi
eksisting
subsistem
dinamika
perubahan
jumlah
penduduk,
perkembangan perekonomian dengan tetap mencegah dari degradasi sumberdaya waduk dan lingkungannya menjadi input bagi pengelolaan smberdaya waduk secara berkelanjutan. Disamping itu kebijakan pengelolaan waduk juga harus memperhatikan kebutuhan/aspirasi seluruh pemangku kepentingan (stake holders) terkait baik di bidang perikanan, wisata maupun pengairan. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut maka perlu dilakukan pembagian wilayah (zonasi) waduk secara jelas dan proporsional dengan tetap memperhatikan aktivitas waduk yang optimal dan lestari.. Keberhasilan pengelolaan waduk tidak terlepas dari 'good will' seluruh stake holders, implementasi kebijakan yang taat azas, pemberian sanksi dan penghargaan terhadap personal maupun lembaga/pihak yang terkait di dalamnya.
42
BAB 6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA Rencana pengembangan dilaksanakan pada tahun kedua (Tahun 2015), yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini adalah : 1. Pemetaan Wilayah Budidaya Lahan Kawasan Waduk
DTA berdasarkan tingkat pemanfaatan
Cacaban yang konservatif dengan Metode Sistem Informasi
Geografis 2. Analisa Spasial Kesesuaian Lahan Budidaya Lahan 3. Manganalisa upaya pemerintah untuk pengembangan waduk cacaban dengan meninjau Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tegal 4. Merumuskan strategi kebijakan yang tepat sesuai dengan pemanfaatan lahan untuk kegiatan budidaya pertanian, dan perkebunan, di wilayah Kawasan Waduk Cacaban
43
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpukan bahwa : 1. Pemanfaatan lahan di kawasan DTA Waduk Cacaban tidak sesuai dengan perunukannya sebagai lahan konservasi tanah dan air. Kondisi itulah yang menyebabkan laju erosi tinggi, sehingga akan menambah ketebalan sedimentasi di dasar waduk cacaban 2. Pemanfatan lahan sebagai perumahan di sekitar waduk dapat menyebabkan berkurangnya kualitas air waduk 3. Alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah dan air, sehingga fungsi waduk untuk pengairan maupun perikanan tidak maksimal. 4. Kegiatan pertanian semusim dan perkebunan di kawasan DTA dapat menyebabkan bertambahnya potensi erosi sebagai penyebab sedimentasi. Hal tersebut harus diatasi dengan peraturan-peraturan (kesepakatan bersama atau Peraturan Daerah Kabupaten Tegal) yang jelas, sehingga pemanfaatan kawasan DTA sesuai dengan peruntukannya sebagai kawasan konservasi waduk.
7.2.
Saran Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai strategi pengelolaan kawasan waduk
cacaban dan permodelan spasial guna memperoleh suatu pengelolaan waduk yang lestari seimbang dan berkesinambungan.
44
DAFTAR PUSTAKA Arfiati, D., Musa M., dan Wiranti. 2002. Pendugaan Status Tropik Dengan Pendekatan Kelimpahan, Komposisi dan Produktivitas Primer Fitoplankton di Waduk Gondang Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 6(1):62-67 Aronof, S. 1991. Geographic Information System; a Management Perspective. WDL Publication. Ottawa, Canada. Bartram, J. and R. Balance. 1996. Water Quality Monitoring - A Practical Guide to the Design and Implementation of Freshwater Quality Studies and Monitoring Programmes, Chapter 2 -WATER QUALITY. Published on behalf of United Nations Environment Programme and the World Health Organization Garno, Y.S. 2000. Status dan Karakteristik Pencemaran di Waduk Kaskade Citarum. Jurnal Teknologi Lingkungan, Dit, Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan, BPPT. Jakarta. Vol.2, Mei 2001. Kartamihardja, E.S., Krismono, dan K. Purnomo. 1992. Kondisi ekologis dan Potensi Sumberdaya Perikanan Perairan Umum dan Waduk. Makalah dalam temu Karya Ilmiah Perikanan Perairan Umum, Palembang, 12 — 13 Pebruari 1992. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Departemen Pertanian Kartamihardja, E.S. 1993. Perencanaan Pengelolaan Perikanan Terpadu di Waduk Kedungumbo, Jawa Tengah. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia I Tanggal 25 – 27 Agustus 1993. Jakarta. Langman, B. and S.K. Anderholm. 2004. Effects of Reservoir Installation, San JuanChama Project Water, and Reservoir Operations on Streamflow and Water Quality in the Rio Chama and Rio Grande, Northern and Central New Mexico, 1938-2000. Scientific Investigations Report 2004-5188. U.S. Geological Survey, Reston, Virginia Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Prahasta, E. 2008. Remote Sensing : Praktis Penginderaan Jauh dan Pengolahan Citra Dijital dengan Perangkat Lunak ER Mapper. Informatika, Bandung Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT. Gramedia, Jakarta Suwignyo, P. 1981. Konsep Pengelolaan Perikanan Waduk. Proceeding Seminar Perikanan Umum 19-21 Agustus 1981. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Puslitbangkan. Jakarta