161 / Teknologi Industri Pertanian(Agroteknologi)
LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING
PENGEMBANGAN MODEL KLASTER INDUSTRI KOPI ARABIKA DI KABUPATEN BANGLI PROVINSI BALI
Oleh: Dr. Ir. I Gusti Bagus Udayana, M.Si NIDN : 0029150404 Ir. A.A. Ngurah Mayun Wirajaya, MM. NIDN : 0828046101 Ir.Dewa Nyoman Sadguna, M.Agb NIDN : 0817035901
UNIVERSITAS WARMADEWA 2014
1
2
RINGKASAN Komoditi kopi merupakan ekspor Indonesia non migas yang memberikan kontribusi dalam peningkatan devisa negara. Upaya pengembangan agribisnis perkopian telah dilakukan oleh pemerintah namun masih terdapat berbagai kendala terutama dalam menjaga kualitas produk yang memenuhi standar pasar internasional serta kontinyuitas produksi sesuai dengan permintaan pasar maupun untuk mendukung suatu industri hilir dari produksi pertanian.
Pemerintah,
pengusaha dan masyarakat masih mengandalkan perkebunan kopi rakyat untuk mencari untung. Sementara tingkat kondisi sosial ekonomi petani kopi kenaikannya lebih cenderung lamban akibat banyaknya jalur birokrasi pada tata niaga kopi dari petani hingga ke pasaran ekspor. Asosiasi-asosiasi kopi yang dibentuk cenderung pula hanya menguntungkan pengelola asosiasi, belum menyentuh pada petani kopi yang kebanyakan berada dan tinggal di perkebunan kopi yang berada di daerah pinggiran dan dekat dengan hutan sehingga sangat rentan terhadap konflik. Bila hal ini terus dibiarkan akan berpengaruh pada motivasi petani dalam meningkatkan produksi dan mempertahankan kualitasnya. Hal yang telah terjadi adalah banyaknya tanaman kopi yang diganti dengan koditi lain seperti jeruk. Model Klaster ini adalah hasil pengembangan rekomendasi model penelitian terdahulu.
Dalam pengembangan model ini hasil survey di
lapangan dan hasil FGD menunjukkan perlunya membentuk Forum Pengendali Agroindustri Bangli (FPAB). Forum ini di tujukan untuk mengendalikan dan antisipasi berkembangnya informasi untuk mengganti tanaman kopi dengan komoditi industri pertanian selain kopi seperti jeruk. Banyak petani kopi yang telah menebangi tanaman kopinya dan mengganti dengan tanaman jeruk. Apabila hal ini terus terjadi maka dikhawatirkan produksi kopi yang telah mendapatkan pengakuan International akan menurun. Forum Pengendali Agroindustri Bangli ini bekerja sama dengan Forum Komunikasi Manajemen Klaster Industri Kopi Arabika (FKMKI) dan Industri Inti Kopi Arabika. Perjalanan penelitian ini telah mencapai 70 % yaitu mendapatkan informasi dari hasil survey dan FGD di daerah penelitian yaitu Kabupaten Bangli), model perlu pengembangan lebih lanjut yaitu tabulasi data menyeluruh untuk mendapatkan model yang bisa diterapkan di masyarakat, sehingga memiliki nilai tambah.
3
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Komoditi kopi merupakan ekspor Indonesia non migas yang memberikan
kontribusi dalam peningkatan devisa negara, oleh karena itu perlunya kebijakan dan strategi pembangunan perkopian di Indonesia untuk terus dapat bersaing. Upaya pengembangan agribisnis perkopian telah dilakukan oleh pemerintah namun masih terdapat berbagai kendala terutama dalam menjaga kualitas produk yang memenuhi standar pasar internasional serta kontinyuitas produksi sesuai dengan permintaan pasar maupun untuk mendukung suatu industri hilir dari produksi pertanian. Pemerintah, pengusaha dan masyarakat masih mengandalkan perkebunan kopi rakyat untuk mencari untung. Sementara tingkat kondisi sosial ekonomi petani kopi kenaikannya lebih cenderung merayap lamban seperti jalannya siput akibat banyaknya jalur birokrasi pada tata niaga kopi dari petani hingga ke pasaran ekspor. Asosiasi-asosiasi kopi yang dibentuk cenderung pula hanya menguntungkan pengelola asosiasi, belum menyentuh pada petani kopi yang kebanyakan berada dan tinggal di perkebunan kopi yang berada di daerah pinggiran dan dekat dengan hutan sehingga sangat rentan terhadap konflik. Bila hal ini terus dibiarkan akan berpengaruh pada motivasi petani dalam meningkatkan produksi dan mempertahankan kualitasnya. Pendekatan klaster industri adalah sebagai salah satu alternatif yang sesuai bagi pengembangan unggulan daerah sehingga memiliki keunggulan daya saing. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penelitian tentang pengembangan klaster industri kopi arabika perlu dilakukan 1.2. Tujuam Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah mendapatkan model pengembangan klaster industri kopi arabika, terciptanya rekomondasi kebijakan dan blue print tentang peningkatan hasil kopi arabika dengan pengembangan klaster industri.
4
1.3. Urgensi (Keutamaan) Penelitian Penelitian tentang klaster industri kopi arabika telah dilakukan pada tahun 2011, namun hasilnya belum dapat di terapkan di masyarakat. Pengembangan klaster industri ini perlu dikembangkan melalui pengembangan model klaster dengan pendekatan sistem, dimana kelembagaan yang terlibat perlu di aktifkan lagi.
Sistem nyata dalam pengembangan klaster industri kopi arabika yang
berkelanjutan merupakan sistem yang sangat kompleks dan rumit. menghasilkan
model
dengan
perilaku
yang
menyerupai
sistem
Untuk nyata
pengembangan klaster industri kopi arabika secara tepat, maka sangat diperlukan kajian yang lebih komprehensif dan mendalam terhadap komponen-komponen penyusun model. Atas dasar alasan tersebut, model yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjawab kekurangan dari hasil penelitian kopi terdahulu yang masih memiliki beberapa keterbatasan. Beberapa keterbatasan tersebut meliputi: 1 Dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku agroindustri, kopi arabika harus dapat diproduksi secara massal, kontinyu, dan seragam. Untuk kepentingan tersebut, maka diperlukan standarisasi dalam proses produksi kopi arabika, misalnya benih kopi arabika, perangkat alat dan bahan untuk budidaya, masa budidaya, prosedur panen, kualitas air, dan lain-lain. Model yang dirancang dalam penelitian ini tidak mengakomodasi standarisasi aspekaspek tersebut secara spesifik.
Dalam model, aspek-aspek tersebut
diasumsikan telah distandarisasi sehingga dapat menghasilkan kopi arabika secara tepat kuantitas, tepat kualitas dan tepat waktu pada saat dibutuhkan. Model tidak dirancang secara spesifik untuk perencanaan produksi bahan baku, khususnya pada aspek budidaya.
Model keseimbangan bahan baku
yang dikembangkan dalam penelitian hanya mengakomodasi produksi kopi arabika sesuai dengan kebutuhan kapasitas produksi pada agroindustri yang telah ditetapkan dengan asumsi produktivitas hasil produksi sesuai dengan kondisi perkebunan. 2 Model tidak mempertimbangkan faktor risiko dalam penyediaan bahan baku agroindustri didalam klaster. Model tidak mengakomodasi aspek manajemen
5
risiko dalam pengadaan bahan baku agroindustri untuk mengurangi potensi risiko yang ditimbulkan dari ketidakpastian dalam penyediaan bahan baku. Potensi risiko bahan baku diantaranya adalah sifat produk kopi arabika yang mudah rusak (perishable),
mempunyai volume besar (bulky), dan dalam
proses budidayanya sangat dipengaruhi oleh kondisi musim/cuaca, serangan hama penyakit, teknik budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Hal-hal tersebut akan berpengaruh dalam risiko waktu ketersediaan bahan baku, risiko jumlah bahan baku, risiko kualitas bahan baku, risiko harga bahan baku, serta risiko biaya pengadaan bahan baku. Pengkajian terhadap aspek manajemen risiko akan mempunyai peran penting dalam keberlanjutan klaster industri kopi arabika. 3 Model yang dikembangkan dalam penelitian ini tidak mengakomodasi aspek perencanaan produksi budidaya kopi arabika, khususnya terkait dengan perencanaan pola tanam kopi arabika sehingga kopi arabika dapat dipanen setiap musim panen.
Model tidak mengakomodasi secara spesifik
penjadwalan tanam kopi arabika yang dapat menghasilkan keluaran panen kopi arabika pada musim tanam. Hasil panen kopi arabika diasumsikan seluruhnya dapat memenuhi kebutuhan kapasitas produksi agroindustri. 4 Model yang dirancang dalam penelitian tidak memperhitungkan waktu tunda (delay time) antara waktu panen kopi arabika, dengan perencanaan pola tanam tertentu, hingga kopi arabika tersebut didistribusikan kepada agroindustri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku produksi agroindustri. Model tidak mengakomodasi perencanaan rantai pasok kebutuhan bahan baku untuk agroindustri terkait dengan waktu tunda yang didalam klaster juga melibatkan beberapa rantai usaha dalam penyediaan bahan baku kopi arabika. Dalam model, bahan baku diasumsikan selalu tersedia secara tepat waktu dan tepat jumlah untuk proses produksi agroindustri, sesuai dengan kapasitas yang ditetapkan. 5 Model hanya mengukur perilaku keluaran indikator prediksi kinerja klaster, baik ekonomi, sosial, maupun lingkungan, berdasarkan nilai-nilai input yang diberikan. Keluaran model prediksi kinerja klaster tidak mengkatagorisasi
6
tingkat hasil prediksi kinerja keberlanjutan klaster industri kopi arabika, apakah sangat berkelanjutan (strong sustainability), cukup berkelanjutan (middle sustainability), atau kurang berkelanjutan (weak sustainability). Keberlanjutan klaster diukur berdasarkan peningkatan pendapatan pelaku usaha didalam klaster, peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap, dan berkurangnya pencemaran yang disebabkan oleh limbah agroindustri.
7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klaster Industri Klaster industri menurut Kotler (1998) adalah kelompok segmen industri yang saling berkaitan secara vertikal dan horizontal.
Keterkaitan vertikal
merupakan keterkaitan antar industri utama dengan industri pemasok dan penyalur. Keterkaitan horizontal merupakan keterkaitan antara industri utama dengan industri/institusi lain yang saling melengkapi dalam teknologi dan pemasaran.
Porter (1998), mengelompokkan industri dengan industri atau
institusi terkait dalam suatu lokasi untuk dapat meningkatkan produktivitas usaha melalui kemudahan mengakses sumber daya dan teknologi. Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa klaster industri merupakan strategi pengembangan industri untuk peningkatan daya saing produk yang dihasilkan melalui pembentukan organisasi industri yang anggotanya memiliki keterkaitan vertikal dan horizontal serta pengembangan teknologi untuk mencapai keterkaitan hubungan diantara industri utama dengan industri/institusi pendukung secara optimal. 2.2 Manfaat Klaster Industri Schmitz dan Nadvi (1999) menyampaikan bahwa kedekatan geografis akan mempermudah perusahaan-perusahaan untuk menciptakan keterkaitan yang menguntungkan bagi setiap perusahaan di dalam klaster. Perusahaan di dalam klaster akan menikmati manfaat yang jauh lebih banyak dibandingkan bila ia berada di luar dan melakukan aktivitas bisnis seperti pada umumnya. Menurut Desrochers dan Sautet (2004), klaster dapat meningkatkan produktivitas, inovasi, daya saing, keuntungan, dan kreatifitas dari perusahaanperusahaan di dalam klaster. Disamping itu, klaster industri juga bermanfaat antara lain bisa mengurangi biaya transportasi dan transaksi, meningkatkan efisiensi, menciptakan aset secara kolektif dan memungkinkan terciptanya inovasi yang pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas.
Klaster ini merupakan
salah satu cara pengorganisasian industri suatu negara, sehingga memudahkan perumusan kebijakan pemerintah karena lebih terorganisir dan terfokus.
8
Manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan klaster menurut Cheney (2002) adalah sebagai berikut : 1. Suasana persaingan antara perusahaan tertentu dalam klaster akan menjalar dan menimbulkan persaingan antara perusahaan-perusahaan lain dalam klaster sehingga mamacu timbulnya diversifikasi, produk baru atau bahkan klaster baru.
Tanpa persaingan, tidak timbul tekanan untuk perbaikan atau
diversifikasi. Apabila perusahaan berhenti bersaing, maka industri tersebut akan stagnan dibandingkan dengan industri lain yang berada di luar klaster tersebut, terutama terhadap pesaing dari luar negeri. 2. Pendatang baru dalam klaster menyebabkan peningkatan (upgrading) melalui diversifikasi dalam penelitian dan pengembangan serta memperkenalkan strategi dan keterampilan baru. 3. Informasi mengalir secara bebas dan menyebar dengan cepat kepada para pemasok dan melalui supply chain kepada pelanggan. Komoditas yang paling penting yang diperoleh melalui klaster adalah informasi dan hasil dari berbagi informasi sesama anggota klaster, berupa pengurangan biaya, diferensiasi, kemajuan teknologi dan ruang gerak yang lebih baik dalam rantai nilai. 4. Interkoneksi di dalam klaster menghasilkan cara-cara baru untuk bersaing dan kesempatan baru untuk diversifikasi, baik melalui penghematan biaya, penurunan harga maupun operasi yang lebih efektif. 5. Klaster akan mendorong pertumbuhan dan berperan dalam menimbulkan dorongan untuk diferensiasi dan membantu mengatasi sikap yang hanya berfokus ke dalam, tidak fleksibel dan sikap cepat puas dengan apa yang telah dicapai, yang merupakan ciri-ciri perusahaan yang sudah mendekati akhir kurva pertumbuhannya (maturing industries). 2.3. Gambaran Umum Pengembangan dan Potensi Kopi Arabika Kintamani Perkembangan kualitas kopi arabika kintamani dewasa ini sudah makin membaik. Ini ditandai dengan adanya permintaan dari beberapa negara asing, di antaranya Jepang, Amerika Serikat, Belanda, Jerman, Australia ataupun Perancis, serta permintaan domestik dari Provinsi Lampung dan Jawa Timur. Hanya saja, permintaan itu masih belum mampu dipenuhi. Alasannya, luasan areal yang ada
9
belum dapat dimanfaatkan maksimal oleh masyarakat, belum lagi soal menghadapi perubahan cuaca
yang sering sangat ekstrim
yang tidak
menguntungkan bagi produksi buah kopi. Sementara itu dalam Buku Road Map Komoditas Unggulan Perkebunan (Kopi Arabika) di Kabupaten Bangli (2011) yang disusun oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli dinyatakan bahwa potensi pengembangan perkebunan kopi arabika di Kabupaten Bangli tahun 2011 mencapai 12.571,09 Ha dengan capaian luas areal 4.003,05 Ha dan sisa potensinya mencapai 8.568,04 Ha. Tanaman menghasilkan 2.979,28 Ha, tanaman belum menghasilkan 921,21 Ha, tanaman rusak 102,76 Ha. Produktivitas 0,592 ton/Ha, produksi 1.731,29 ton kopi beras atau 8.656,46 ton gelondongan merah. Dinyatakan pula bahwa pengembangan tanaman perkebunan kopi arabika sangat prospektif, karena sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat dan merupakan komoditas yang terluas diusahakan di Kabupaten Bangli. Dari segi produksi komoditas ini memberikan kontribusi 40% – 50% terhadap total produksi di Provinsi Bali, mempunyai rata-rata produktivitas lebih tinggi dibandingkan ratarata produktivitas provinsi. Budidaya kopi arabika menyediakan lapangan kerja paling tinggi dibandingkan dengan tanaman perkebunan lainnya. Mengingat potensi dan prospeknya maka arah dari pengembangan perkebunan kopi arabika ini adalah untuk peningkatan produksi, produktivitas, dan mutu produksi perkebunan dengan dukungan peningkatan kualitas sumber daya manusia, sumber daya alam melalui rekayasa teknologi dan sosial, sarana/prasarana, modal dan pasar. Disadari pula bahwa ternyata kopi merupakan salah satu komoditas penting dan diperdagangkan secara luas di dunia dengan dinamika selera berupa preferensi konsumen untuk menikmati citarasa yang lebih beragam dan kecenderungan konsumen mengarah pada produk-produk non konvensional seperti goumet coffee, kopi specialty (specialty coffee) kopi organik (organic coffee atau bio coffee). Di mana kopi specialty menjanjikan harga yang lebih baik dan bila telah merebut pasar maka dalam jangka panjang pasar tersebut akan lebih mantap serta dapat memberikan citra baik bagi Negara penghasilnya.
10
Meningkatnya permintaan pasar terhadap kopi Bali (OSE) dengan sistem olah basah (WP) di mana permintaan kopi arabika sebanyak 20 kontainer (18 ton per kontainer), namun baru dapat dipenuhi antara 8 – 10 kontainer, sementara itu segmentasi pasar kopi specialty cenderung meningkat, sehingga peluang ini perlu dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman kopi specialty. Oleh karenanya dibutuhkan upaya-upaya peningkatan produktivitas dan kualitas kopi Bali dalam rangka pemenuhan permintaan pasar. Untuk itu Kabupaten Bangli merupakan salah satu daerah yang potensial untuk pengembangan tanaman kopi arabika specialty yang memiliki segementasi pasar secara khusus dan kuat dalam perdagangan kopi dunia serta memiliki harga premium karena kekhasannya. Dinyatakan pula dalam Road Map tersebut bahwa dalam pengembangan komoditas kopi arabika sebagai komoditas unggulan dan sekaligus menjadikan Kabupaten Bangli sebagai sentra utama produksi kopi arabika di Provinsi Bali, program yang dilaksanakan adalah: a) Perluasan areal tanam (ekstensifikasi) berupa perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan, b) Pembangunan dan perbaikan infrastruktur penunjang yang berkaitan dengan ruas-ruas jalan usahatani dan pembuatan cubang pada lokasi pengembang kopi arabika, c) Pengembangan kopi specialty melalui peningkatan kualitas intensifikasi dengan penggunaan bahan-bahan organik, d) Pembangunan dan revitalisasi atas pabrik pengolahan kopi yang telah ada dengan membuka peluang kerjasama dengan pihak swasta dalam bentuk Public Private Partnership (P3), e) Pembinaan dan penguatan penyuluh oleh aparatur pemerintah kepada petani kopi sehingga kualitas intensifikasi dapat ditingkatkan, f) Pembinaan dan penguatan lembaga petani yang ada, baik dalam bentuk subak abian maupun kelompok tani dalam mengelola usahaaninya menuju konsep agribisnis, g) Pembentukan dan perluasan jaringan pemasaran dengan melibatkan peran dan kerjasama pihak swasta mulai dari pengolahan hasil sampai pemasaran.
11
Hasil penelitian terdahulu adalah sebagai berikut : 1 Aplikasi model klaster kopi arabika Bangli bila akan diimplementasikan, perlu dilakukan penyesuaian beberapa variabel model yaitu karakteristik daerah di lokasi perkebunan dan lokasi pabrik pengolahan kopi, sumber daya manusia dan sumber daya alam setempat 2 Hasil implementasi model menunjukkan bahwa model telah mampu melakukan simulasi dan menghasilkan perilaku yang sesuai dengan sistem yang sebenarnya.. 3 Rancangan model pengembangan klaster industri kopi arabika difokuskan pada visi untuk meningkatkan kualitas produk dari hulu hingga hilir sebagai parameter utama yang menentukan kualitas produk akhir. 4 Hasil implementasi model menunjukkan bahwa klaster industri kopi arabika mampu mendorong peningkatan keuntungan pelaku usaha yang terlibat didalam klaster dengan meningkatnya kualitas produk yang dihasilkan didalam klaster. Namun sosialisasi dan realisasi di masyarakat masih kurang 5 Klaster industri kopi arabika tidak hanya bermanfaat kepada pelaku usaha yang terlibat didalam klaster, namun juga mampu memberikan manfaat bagi daerah secara finansial dengan adanya kontribusi yang diberikan oleh agroindustri didalam klaster, kepada daerah melalui mekanisme pajak daerah. Pengembangan klaster industri kopi arabika juga mampu mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap didalam klaster industri khususnya pada tenaga kerja pada usaha budidaya kopi arabika.
Namun
masyarakat belum bisa melaksanakan sepenuhnya dalam aktivitas klaster industri 6 Dalam klaster industri kopi arabika peran MPIG sangat diperlukan sebagai organisasi yang akan menampung seluruh hasil kopi dari kelompok tani untuk selanjutnya dijual ke industri inti kopi arabika. Namun sosialisasi dan realisasi lebih lanjut sangat diperlukan 7 Forum komunikasi manajemen klaster industri kopi arabika sangat diharapkan untuk melakukan bimbingan, dan
bantuan dalam hal teknologi dan
manajemen pada seluruh elemen dalam klaster
12
2.4. Peta Jalan Penelitian
Pengembangan Klaster Industri
HASIL PENELITIAN 2011: KLASTER INDUSTRI KOPI ARABIKA
Gambar 2.1. Peta Jalan Penelitian Kopi Arabika Kintamani
Peta jalan penelitian ini dimulai dari terbentuknya klaster industri kopi arabika kintamani bali hasil penelitian tahun 2011. Pengembangan klaster diharapkan adanya peningkatan hasil hingga tahun 2014 dengan terjadinya peningkatan pasar kopi melalui ekspor biji kopi, hingga akhirnya di tahun 2015 2016 selain eksport kopi, juga dilakukan eksport serbuk kopi, hingga di tahun 2017 – 2018 eksport biji kopi dikurangi dan hanya melakukan eksport serbk kopi sehingga memiliki nilai tambah yang tinggi bagi petani. Peningkatan eksport ini terjadi akibat adanya peningkatan produk biji petik merah di tahun 2013 -214 yang terjadi pada 6 subak abean (kelompok irigasi petani kebun), 2015-2016 20 subak abean dan pada tahun 2017-2018 terbentuk 32 subak. Peningkatan ini
13
terjadi akibat di tahun 2013-2014 sudah menguasai teknologi, dimana panen petik merah meningkat dan meningkatnya luas areal, dengan adanya penguasaan teknologi dalam pengembangan klaster ini, di tahun 2015-2016 terjadi pengolahan kopi yang difokuskan pada pengolahan kopi serbuk berkualitas hingga nantinya di tahun 2017-2018 pengembangan klaster menargetkan adanya pengolahan kopi skala eksport.
Selain peningkatan produksi kopi, pengembangan klaster
dilakukan dengan pembentukan litbang (R & D), mengembangan intensifikasi proses kopi serbuk, pengembangan infrastruktur dan pemutahiran standarisasi (tahun 2013-2014), di tahun 2015-2016 mengembangkan dosain pabrik dan mengembangkan agrowisata kopi arabika, hingga pada tahun 2017-2018 pengembangan klaster kopi arabika ke arah pengembangan kopi luak dan uji unjuk kerja
14
BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah melihat kondisi kopi kintamani di kabupaten Bangli dan mendapatkan model pengembangan klaster industri kopi arabika, terciptanya rekomondasi kebijakan dan blue print tentang peningkatan hasil kopi arabika dengan pengembangan klaster industri.
3.2. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan inovasi perkembangan produksi kopi kintamani di kabupaten Bangli kepada Pemerintah daerah baik Kabupaten Bangli, maupun provinsi Bali dan mengembangkan model klaster kopi kintamani sehingga dapat bermanfaat bagi petani, khususnya petani kopi agar mendapatkan nilai tambah dari hasil produksi kopinya
15
BAB IV METODOLOGI 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bangli dengan waktu penelitian berlangsung selama 2 Tahun . Penelitian ini didahului dengan melakukan pengumpulan dan pengolahan data yang didasarkan atas kebutuhan sistem dan dikelompokkan sebagai berikut : 1) Tahap pendahuluan, meliputi kajian literatur dan sumber informasi yang dapat menunjang pelaksanaan penelitian, survai lapang dan survai pakar.
Pada
tahapan ini dilakukan analisis sistem meliputi identifikasi kebutuhan, formulasi permasalahan dan identifikasi sistem.
Studi pustaka difokuskan
untuk memperoleh luas areal produksi kopi arabika sebagai bahan baku, kondisi produksi bahan baku, faktor yang mempengaruhi produksi bahan baku, potensi produksi bahan baku, penanganan panen dan pasca panen, teknologi proses pengolahan dan mutu produk olahan serta permintaan pasar terhadap produk.
Survai lapang dan survai pakar dilakukan untuk
mendapatkan data primer terutama data utama yang tidak diperoleh dari studi pustaka. 2) Pengumpulan data primer akan dilakukan dengan cara diskusi, wawancara, FGD dan pengisian kuesioner di lokasi penelitian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pakar yang dilibatkan dalam pengumpulan data merupakan ahli di bidangnya yaitu Pemda Kabupaten Bangli, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Perkebunan Provinsi Bali, Perusahaan Kopi Arabika dan Perguruan Tinggi. Pengumpulan data di lapangan diperoleh melalui wawancara dengan para petani kopi arabika di Kabupaten Bangli dan lembaga terkait. 3) Melakukan kajian Pengembangan Klaster agroindustri kopi arabika Tahapan detail penelitian pengembanga klaster industri ini adalah sebagai berikut :
16
a. Pemetaan klaster Tahapan
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
pengembangan klaster kopi di Kabupaten Bangli.
potensi
Deskripsi potensi
klaster kopi merujuk pada model diamond yang dikembangkan oleh Porter (1990), yang meliputi komponen: (a) kondisi indikator; (b) strategi, struktur, dan persaingan usaha; (c) indikator terkait dan pendukung; (d) kondisi permintaan. Hal yang dilakukan adalah eksplorasi indikator pada setiap komponen model.
Metode yang dilakukan adalah pengkajian
pustaka dan wawancara dengan pakar. b. Analisis SWOT Tahapan ini bertujuan untuk menganalisis kondisi internal dan eksternal yang berpengaruh dalam pengembangan klaster kopi di Kabupaten Bangli, meliputi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahapan ini meliputi: 1) Eksplorasi faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terkait dengan pengembangan klaster kopi di Kabupaten Bangli. Metode yang dilakukan adalah pengkajian pustaka dan wawancara dengan pakar. 2) Penilaian masing-masing faktor SWOT tersebut menggunakan justifikasi dan pendapat pakar. 3) Pada tahapan ini dapat dihasilkan strategi deskriptif pengembangan klaster kopi di Kabupaten Bangli. c.
Analytical Hierarchy Process (AHP) Prinsip yang harus dipahami dalam menyelesaikan persoalan dengan menggunakan teknik AHP adalah : decomposition adalah proses memecah permasalahan yang utuh menjadi beberapa unsur sehingga diperoleh beberapa tingkatan (hirarki) dari persoalan yang dikaji; comperative judgment adalah proses dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya; synthesis of periority adalah prosedur untuk melakukan sintesa dan
berbeda
menurut
bentuk
17
hirarki;
Logical
consistency,
pengelompokkan dan tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria yang ada. d . Analisis struktur pengembangan klaster Tahapan ini bertujuan untuk mengidentifikasi pihak-pihak yang berperan dalam pengembangan klaster kopi arabika, serta keterkaitan antar pihak tersebut didalam struktur klaster. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahapan ini meliputi: 1) Eksplorasi pihak-pihak yang berperan dalam pengembangan klaster. Metode yang dilakukan adalah pengkajian pustaka dan wawancara dengan pakar. 2) Strukturisasi pihak-pihak tersebut menggunakan metode ISM. Metode ini dilakukan berdasarkan pendapat pakar. 3) Pada tahap ini juga dapat diketahui pelaku-pelaku klaster, baik yang berperan sebagai industri inti, industri pendukung, maupun industri terkait.
18
BAB V. HASIL YAN DICAPAI
5.1.
Hasil Survey Kabupaten Bangli merupakan salah satu Kabupaten di Bali yang berhawa
sejuk, tidak memiliki wilayah pantai, namun demikian Kabupaten Bangli menyimpan sejumlah potensi, di antaranya keindahan panorama Gunung dan Danau Batur yang terletak di Kecamatan Kintamani. Letak Geografis Kabupaten Bangli di antara 08 0 08`30`` - 080 31` 07`` Lintang Selatan dan 1150 13` 43`` – 1150 27` 24`` Bujur Timur. Memiliki iklim tropis, suhu udara rata-rata relatif rendah berkisar antara 150 - 30 0 C dengan tingkat kelembaban 88 serta curah hujan rata-rata tahunan terendah berkisar 900 mm dan tertinggi 3.500 mm, dengan ketinggian tempat di atas 1000 - 2.152 m dari permukaan laut. Di bagian Selatan dataran rendah dan di bagian Utara merupakan pegunungan, yaitu Puncak Penulisan dan Gunung Batur dengan kepundannya. Danau Batur memiliki luas 1.067,50 Ha, serta pegunungan berelief halus sampai kasar batuannya terdiri dari endapan vulkanik Gunung Batur berupa lahar yang bersifat agak kompak. Luas wilayah Kabupaten Bangli adalah 520,81 km2 atau 9,24% dari luas wilayah Provinsi Bali (563.666 Ha). Ibukota Kabupaten Bangli adalah Kawasan Perkotaan Bangli, yang secara administrasi dibagi menjadi 4 kecamatan, yaitu: Kecamatan Susut, Bangli, Tembuku dan Kintamani, dengan 68 desa dan 4 kelurahan dan 153 buah desa adat, dengan 132 subak serta dengan jumlah penduduk sebanyak 197.210 jiwa.
Kabupaten Bangli memiliki batas-batas
administrasi sebagai berikut: Di sebelah Utara
: Kabupaten Buleleng
Di sebelah Timur
: Kabupaten Karangasem
Di sebelah Selatan
: Kabupaten Klungkung
Di sebelah Barat
: Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung
Peta administrasi Kabupaten Bangli ditampilkan pada Gambar 5.1 dibawah ini.
19
Gambar 5.1 Peta Administrasi Kabupaten Bangli Data administrasi wilayah, jumlah desa dan luas Luas wilayah dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Administrasi Wilayah Kabupaten Bangli N o
Kecamatan
Luas (Ha)
Persentase
Jumlah
Persentas
Desa
e
1
Susut
4.930
9,47
9
12,50
2
Bangli
5.630
10,81
9
12,50
3
Tembuku
4.830
9,27
6
8,33
4
Kintamani
36.690
70,45
48
66,67
5
Kabupaten
52.080
100,00
72
100,00
563.666
9,24
616
11,69
Bangli 6
Provinsi Bali
Sumber : Bangli dalam Angka 2010. Berdasarkan Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa luas wilayah Kecamatan Kintamani adalah 70,45 % dari luas wilayah Kabupaten dan bahkan merupakan kecamatan terluas di Provinsi Bali (6,51% dari luas wilayah Provinsi Bali), lebih besar dari luas wilayah Kabupaten Klungkung (31.500 Ha) dan hampir sama dengan luas wilayah Kabupaten Gianyar (36.800 Ha). Penggunaan lahan wilayah Kabupaten Bangli pada tahun 2007 didominasi berturut-turut untuk lahan tegalan atau kebun campuran 45,55%, hutan negara
20
17,94%, perkebunan 14,52%, permukiman dengan pekarangannya 6,38%, lahan kering lainnya 5,84%, persawahan 5,55%, hutan rakyat 4,2% dan lainnya. Pemanfaatan sawah hanya terdapat di Kecamatan Bangli, Susut dan Tembuku sedangkan Kecamatan Kintamani didominasi pemanfaatan hutan, tegalan dan kebun. Komposisi tata guna lahan tersebut mengindikasikan bahwa Kabupaten Bangli bukanlah kawasan sentra budidaya tanaman pangan (sawah), namun berdasarkan potensi fisik alamnya merupakan kawasan yang berpotensi dikembangkan untuk perkebunan dan kehutanan. Sebaran persawahan hanya terdapat di Kecamatan Susut, Bangli dan Tembuku dengan komposisi 5,55% dari luas wilayah. Kawasan budidaya perkebunan adalah kawasan yang diperuntukkan bagi budidaya perkebunan rakyat dengan komoditi khusus. Komoditi perkebunan di Kabupaten Bangli yang telah terkenal salah satunya adalah kopi arabika. Keberadaan kopi arabika di Kabupaten Bangli telah mendapat pengakuan nasional dan internasional dengan dikembangkananya sertifikat indikasi geografis. Luas perkebunan rakyat untuk kopi arabika memang terluas, dan secara total luas perkebunan pada tahun 2007 adalah 7.652 ha atau 14.88% dari luas wilayah. Mengingat ketersediaan lahan yang masih luas, potensi alami dan geografis yang dimiliki serta upaya pelestarian lingkungan dengan tetap mengembangkan komoditi yang mempunyai nilai jual secara internasional, maka perluasan areal perkebunan menjadi alternatif peningkatan nilai tambah wilayah. Kawasan permukiman di Kabupaten Bangli dilayani pusat-pusat kegiatan yang telah berkembang terutama Kawasan Perkotaan Bangli sebagai ibukota Kabupaten Bangli, Ibukota-ibukota Kecamatan (Susut, Bangli, Tembuku, Kintamani), pusat-pusat kegiatan wisata (Penelokan, Toyabungkah), pusat-pusat pertanian (Catur, Belantih), pusat kegiatan spiritual (Batur) dan lainnya. Beberapa permukiman pedesaan atau kawasan pedesaan terutama di wilayah Kecamatan Kintamani jaraknya cukup jauh dari pusat pelayanan.
21
5.1.1. Kondisi Sosial Ekonomi Petani Kopi Arabika Kintamani Faktor
kondisi
sosial
ekonomi
ini
sesungguhnya
akan
dapat
mempengaruhi setiap pengambilan keputusan petani dalam pengelolaan dan pengembangan usahataninya. Umumnya pembangunan pertanian di lahan kering masih sangat terbatas dan upaya untuk itu masih banyak menghadapi kendala sosial ekonomi dari masyarakat setempat. Infrastruktur yang kurang memadai menyebabkan terbatasnya keterlibatan petani untuk mendapatkan akses pasar, informasi, kredit, kemitraan usaha, transportasi dan usaha rumah tangga. Secara umum rendahnya produktivitas lahan berkolerasi dengan rendahnya tingkat pendapatan, tingkat pemilikan permodalan dan kapabilitas petani dalam mengelola lahannya yang umumnya belum berorientasi pada kebutuhan pasar (market oriented) atau belum berjiwa wirausaha. Kondisi sosial ekonomi petani responden akan dilihat dari : (a) umur petani, (b) pendidikan, (c) jumlah anggota keluarga, (d) luas lahan garapan dan status penguasaan lahan, (e) pengalaman petani berusahatani kopi arabika, dan (g) keanggotaan dalam kelompok. Jumlah seluruh responden dalam kaitan ini sebanyak 59 orang petani kopi arabika Kintamani Bangli yang dipilih dengan teknik pegambilan sampel secara purposive dikombinasikan dengan teknik snowball (Sugiyono, 1999). Sampling
purposive
adalah
teknik
penentuan
sampel
dengan
pertimbangan tertentu. Dalam hal ini adalah para ketua kelompok tani/subak abian yang dianggap sebagai informan yang memahami seluk-beluk perkopian arabika di Kecamatan Kintamani, Bangli yang dapat pula bertindak sebagai gatekeeper, artinya sebagai orang pertama yang menjadi sasaran informan peneliti di lokasi objek penelitian dan sekaligus memberi petunjuk tentang siapa yang dapat diwawancarai atau diobservasi selanjutnya dalam rangka memperoleh informasi tentang objek penelitian. Kemudian dilanjutkan dari gatekeeper secara snowball menggelinding ibarat bola salju yang membesar untuk dapat memperoleh informasi atas mata rantai pemasaran kopi arabika Kintamani Bangli, yang menjadikan stakeholders lembaga-lembaga pemasaran kopi arabika Kintamani Bangli sebagai sumber informasi.
22
5.1.2.
Sistem Budidaya Tanaman Kopi Arabika Kintamani Tanaman kopi termasuk dalam familia rubiaceae yang memiliki 100 jenis
species, tetapi umumnya hanya dua species yang diperdagangkan, yaitu jenis kopi arabika dan robusta. Daerah asal asli kopi adalah di pegunungan Negara Ethiopia (Afrika), tumbuh baik secara alami di hutan-hutan pada dataran tinggi sekitar 1500 – 2000an m dpl. Ciri khas kopi arabika adalah : daun besar halus mengkilat, panjang daun 12 – 15 cm x 6 cm, panjang buah ± 1.5 cm (Gambar 5.2). Kopi arabika di Indonesia hanya dibudidayakan petani di Aceh, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Bali, dan Nusa Tenggara Timur (http://www.sca-indo.org/id).
Gambar 5.2. Beberapa Jenis Daun Kopi Arabika
Dalam era perdagangan bebas, komoditas kopi sebagai bahan baku utama industri kopi bubuk, mutu menjadi penentu daya saing di pasar ekspor maupun dalam negeri. Dengan teknik budidaya yang baik dan sesuai, maka bisa dihasilkan mutu produk (biji kopi) yang baik dan sesuai dengan kehendak konsumen. Hal tersebut perlu diperhatikan para pekebun kopi agar usaha taninya dapat berhasil baik, produksi kopinya tinggi dan pendapatan petani juga tinggi.
23
Pada umumnya petani kopi di Kecamatan Kintamani belum melakukan proses budidaya kopi arabika secara baik dan modern, petani mengusahakannya masih secara tradisional, artinya tergantung pada alam, intuisi/kebiasan merupakan
landasan
utama
pengambilan
keputusan,
orientasi
komoditi/pengembangan komoditi tertentu berdasarkan tradisi, baik pada proses pembibitan, penyulaman, pemupukan, pemangkasan, maupun pada proses panen dan pasca panennya. Tanaman kopi arabika Kintamani Bangli umumnya oleh petani diusahakan secara tumpangsari dengan beberapa tanaman lain terutama dengan tanaman jeruk dan sebagian kecil dengan tanaman pisang, terung belanda, markisa, cengkeh, rumput gajah, sayuran kubis, dan kayu albesia. 5.1.3. Saluran Pemasaran Petani kopi arabika Kintamani Bangli umumnya menjual produknya ke pasaran melalui saluran lembaga perantara/pemasaran (pedagang perantara) dengan harapan memudahkan proses pengendalian harga dan distribusinya. Produk kopi arabika mereka dijual dalam bentuk gelondongan basah dan selalu mendapatkan pembayaran tunai, namun penentuan harga bukan dilakukan oleh petani
tetapi
oleh
lembaga-lembaga
pemasaran
di
atasnya
(pengepul
desa/kecamatan/kabupaten, pedagang besar ataupun perusahaan) yang jumlahnya masih sangat relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah petaninya. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa posisi tawar petani relatif lemah karena petani hanya sebagai penerima harga (price taker) tanpa memiliki kekuatan tawar. Lagi pula informasi harga yang diperoleh petani pada umumnya hanya dari teman sesama petani atau paling tidak dari para pengepul di tingkat desa atau pasar terdekat. Sangat jarang petani mengaku mencari/memperoleh informasi harga dari saluran resmi (pemerintah), koran, radio, televisi, website/internet ataupun dari lembaga pemasaran tingkat akhir (eksportir yang dalam hal ini dapat bertindak sebagai price leader karena kepemilikan modal dan penguasaan teknologi pengolahan kopi). Hal ini mencerminkan harga atas produk kopi arabika yang diterima petani cenderung bersifat asimetris, artinya transmisi harga dari pasar konsumen (dalam hal ini eksportir) ke petani tidak dapat diterima petani seutuhnya, sehingga struktur pasar kopi arabika Kintamani Bangli cenderung
24
tidak menguntungkan bagi petani, artinya posisi tawar petani relatif lemah karena adanya berbagai keterbatasan pada mereka, seperti jiwa kewirausahaan dan keterampilan pasca panen yang relatif kurang memadai sehingga kemampuan penguasaan pasar, penguasaan peralatan dan teknologi pasca panennya masih sangat sederhana bahkan nyaris ketiadaan fasilitas seperti tempat penyimpanan kopi/pergudangan, lantai jemur yang bersih, alat angkut/transport yang memadai, ataupun peralatan pasca panen lainnya. Disamping itu, topografi tempat usahatani mereka yang bergunung dan berbukit dengan sarana infrastruktur jalan yang masih
perlu
ditingkatkan
kualitasnya
sehingga
kelancaran
transportasi
pengangkutan ke tempat-tempat penjualan produk petani menjadi lebih lancar dan aman. Bila keadaan ini tidak saling menguntungkan bagi petani arabika organik dapat berakibat akan adanya peralihan kepada sistem non organik yang lebih berorientasi pada peningkatan kuantitas produksi namun tidak memiliki kualitas produk organik yang menjadi permintaan konsumen. Adapun kegiatan dan rantai pemasaran kopi arabika Kintamani Bangli ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Jenis kopi petik hijau/campur/rampasan ini dipasarkan dalam bentuk gelondongan basah dan kering. Untuk gelondongan hijau pembelian dilakukan di lahan oleh pengepul di desa. Sedangkan kopi kering dijual ke berbagai pengepul dan ke pasar umum. Gelondong petik/campur/rampasan hijau disortasi untuk memisahkan yang merah dan hijau, yang hijau dijual proses kering, sementara yang merah dijual ke pabrik proses basah. Dari hasil proses kering ini dari pengepul dijual ke pengepul kecamatan dan pengrajin kopi lokal. 2. Kopi petik merah selama ini mendapat binaan dari dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Pemasaran produk dari petani sebagian ditampung oleh beberapa koperasi yang tersebar di desa, seperti Koperasi Kertawaringin di Desa Belantih, Koperasi Sari Murni di Desa Selulung, Koperasi Triguna Karya Desa Catur, Koperasi Bakti Yasa di Desa Pengejaran. Koperasi-koperasi ini dilengkapi dengan peralatan untuk prosesing yang berada di bawah binaan UP3HP (Unit Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan) Kintamani. Sedangkan UP3HP
25
ini dibawah Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan yang menangani pengolahan dan pemasaran kopi pada subak abian. Kemudian produk kopi tersebut dipasarkan ke PT. Tri Agung Mulia, PT. Indocafco, Indocom, UD.Tri Merta Buana serta dipasarkan ke pasaran yang lebih luas. PT. Indocafco dan Indocom hanya menerima produk dari kelompok tani dalam bentuk kopi tanduk (WP). Sedangkan PT Tri Agung Mulia dan UD. Merta Buana bisa menerima dalam bentuk gelondong basah. 5.1.4.
Pelaku Pasar dan Perannya dalam Sistem Pemasaran Para pelaku pasar dalam sistem pemasaran kopi arabika Kintamani Bangli
ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : (1) Peran petani dalam mata rantai pemasaran kopi arabika kopi Kintamani Bangli adalah sebagai produsen. Produk yang dihasilkan berupa petik merah dan petik hijau. (2) Subak
Abian/Kelompok
abian/koperasi adalah
Tanik/koperasi,
peran
kelompok
tani/subak
untuk mengorganisir anggota dalam melakukan
produksi kopi serta membangun jaringan dengan berbagai instansi pemerintah untuk meningkatkan kapasitas petani. Untuk wilayah Kintamani ada beberapa kelompok tani yang memiliki unit usaha koperasi yang memproses gelondong merah menjadi kering tanduk (hard skin) yang merupakan biji kopi beras yang dihasilkan dari proses basah (wet process). Dari beberapa koperasi tersebut ada yang dilengkapi dengan peralatan untuk prosesing menjadi kopi OSE (original seed export) yang siap ekspor. Proses pengolahan kopi dilakukan secara terpusat untuk menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. Peralatan tersebut berasal dari bantuan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli maupun Provinsi Bali. Subak Abian/kelompok tani/koperasi melakukan proses pengolahan basah maupun sangrai (hanya sebagai contoh), sebagai pemegang kepentingan rantai pasokan kopi Arabika Kintamani olah basah, memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) sebagai acuan untuk proses pengolahan kopi dari anggota. Selain itu koperasi juga memiliki divisi Satuan Pengawas Mutu
26
yang melakukan kontrol mulai dari panen sampai dengan cup tester untuk menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. (3) Pengepul. Para pengepul di wilayah ini terbagi dalam beberapa tingkatan. Keberadaan pengepul ini mulai dari tingkat desa sampai dengan lintas kabupaten. Mereka membangun jaringan kerjasama antara para pengepul di tingkat desa, sehingga dapat menekan harga di tingkat petani. Sebaran pengepul di beberapa desa sentra penghasil kopi arabika paling tidak terdapat 1 - 5 pengepul untuk membeli hasil kopi petani. Untuk mendapatkan bahan baku biasanya mereka berkeliling ke desa-desa. Di tingkat kecamatan terdapat pengepul yang mengorganisir/menerima produk dari pengepul tingkat desa. Pembagian wilayah tidak ada aturan secara detail untuk masing-masing pengepul. Namun pengepul tingkat kecamatan memiliki jaringan yang kuat sampai ke desa-desa di kecamatan maupun di luar kecamatan. Bentuk ikatan yang dibuat adalah dengan melakukan investasi modal ke pengepul desa. Hasil pembelian kopi dari pengepul kecamatan ini didistribusikan ke pengepul kabupaten atau langsung dijual
ke
eksportir
atau
perusahaan,
namun
jumlahnya
masih
terbatas. Pengepul tingkat kabupaten menerima hasil pembelian kopi dari pengepul kecamatan dan desa. Mereka memiliki agen di masing-masing wilayah untuk menampung hasil pembelian kopi dari pengepul dan petani. Hasil pembelian kopi didistribusikan ke berbagai perusahaan eksportir di Bali dan di luar pulau Bali. Pusat pengepul kopi dari wilayah Bangli adalah di Kabupaten Buleleng. Sebagian besar merupakan agen perusahaan eksportir. Mereka menyebar agen-agennya untuk mengumpulkan hasil pembelian kopi dari berbagai wilayah. Pengepul tingkat kabupaten ini memiliki beberapa peralatan untuk prosesing. Bentuk hasil pembelian kopi yang diterima adalah semua produk kopi dari petani. (4) Pembeli Utama (Buyer). Ada beberapa perusahaan besar, seperti PT. Tri Agung Mulia, perusahaan ini bergerak dalam bidang pemasaran ekspor hasil tanaman perkebunan. Perusahaan ini bekerjasama dengan pemerintah kabupaten Bangli untuk pengelolaan pabrik prosesing di Batukaang, Kecamatan Kintamani. Daya tampungnya sampai ratusan ton/hari. Area
27
kerjanya meliputi seluruh wilayah Provinsi Bali. Untuk menjaga kontinyuitas produk, perusahaan ini juga menampung produk dari luar Pulau Bali, seperti dari Nusa Tenggara. Negara tujuan ekpor adalah Singapura, Jepang, Uni Emirat Arab, Australia, dan Amerika. Juga ada PT. Indocafco, Indocom, CV.Tri Merta Buana, maupun UD. Merta Buana. (5) Dinas/Instansi Terkait. Peran dinas pertanian kabupaten ini cukup besar, termasuk juga tingkat provinsi. Peran mereka adalah meningkatkan kemampuan teknis budidaya dan pengelolaan panen sampai pasca panen melalui penyuluhan-penyuluhan maupun pelatihan, membangun kerjasama dengan berbagai perusahaan ekportir maupun lembaga penelitian untuk memecahkan permasalah-permasahan teknis. Selain itu juga memfasilitasi untuk melibatkan petani kopi melakukan pameran apabila ada kesempatan. Disamping itu juga produk kopi ini diperkenalkan melalui media publikasi (cetak dan elektronik). (6) Pihak-pihak lain yang terlibat dalam peningkatan kapasitas petani adalah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) Jember dan Cirad Perancis. Perannya adalah melakukan asistensi teknis, membangun jaringan pasar
dan
melakukan
penelitian
untuk
memecahkan
masalah
petani. Memfasilitasi terbangunnya jaringan dengan berbagai pihak yang terlibat. 5.2. Hasil 5.2.1. Analisis SWOT Dalam menetapkan strategi dan kebijakan pengembangan kopi arabika di Kabupaten Bangli digunakan analisis SWOT. Identifikasi peluang dan ancaman (tantangan) yang dihadapi suatu industri serta analisis terhadap faktor-faktor kunci menjadi bahan acuan dalam menetapkan strategi dan kebijakan penanganan perkopian. Analisis SWOT yaitu analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Strength, Weakness, Opportunities dan Threats). Analisis SWOT merupakan identifikasi yang bersifat sistematis dari faktor-faktor kekuatan dan kelemahan organisasi serta peluang dan ancaman lingkungan luar dan strategi yang menyajikan kombinasi terbaik dia antara keempatnya. Setelah diketahui kekuatan,
28
kelemahan, peluang dan ancaman, barulah perusahaan tersebut dapat menentukan strategi dengan memanfaatkan kekuatan yang dimilikinya untung mengambil keuntungan dari peluang-peluang yang ada, sekaligus memperkecil atau bahkan mengatasi kelemahan yang dimilinya untuk menghindari ancaman yang ada. Matrik SWOT digunakan untuk menyusun strategi organisasi atau perusahaan yang menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi organisasi/perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan organisasi/perusahaan. Matrik ini menghasilkan empat kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T. Untuk mengetahui kondisi industri perkopian di Kabupaten Bangli khususnya kopi jenis arabika, apakah masih mempunyai peluang dalam pengembangannya atau tidak relevan lagi dekarenakan berbagai faktor, digunakan analisis SWOT. Adapun teknis analisis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1 Kekuatan (Strengths) 1. Terbukanya Peluang pengembangan Product development dalam bentuk kopi setengah jadi (roasted coffee) maupun kopi jadi (soluble dan instant coffee). 2. Ketersedian lahan dan agroklimat yang sesuai, bagi pengembangan kopi arabika 3. Kualitas kopi arabika Kabupaten Bangli sangat baik dan mempunyai ciri khusus/spesifik seperti rasa keasaman 4. Memiliki 3 varietas unggul yang cocok dikembangkan di kabupaten Bangli yaitu varitas Kopyol, USDA 762 dan Lini S795 5. Ditinjau dari aspek hukum produk kopi arabika Kintamani Bangli ini secara legal telah memiliki hak paten dari kementrian Hukum dan HAM 2 Kelemahan (Weaknesses) 1. Masih rendahnya produktivitas dan kualitas hasil kopi 2. Biaya produksi berfluktuatif dan cendrung mahal utamanya pada prosess pengolahan basah 3. Penerapan teknologi (agronomi, pasca panen dan pengolahan) yang masih amat terbatas. Kalaupun tersedianya teknologi, dengan keterbatasan dana
29
untuk mengadopsi teknologi tersebut menyebabkan tidak tersosialisasi dan teradaptasi dengan baik 4. Kurangnya modal kerja untuk usaha budidaya kopi maupun panen dan penanganan pasca panennya. Program kredit yang tersedia untuk sektor ini sangat sedikit, seandainya pun ada sistem pembayarannya sangat berat dirasakan oleh petani kopi, sehingga petani tidak dapat menikmati dana pinjaman untuk peningkatan produksi usaha kopinya dari hulu hangga ke hilirnya. 5. Pengawasan mutu yang kurang dan lemahnya pelaksanaan untuk standarisasi mutu dalam pembudidayaan tanaman kopi hingga panen dan proses pasca panen kopi. 6. Teknik budidaya kurang efisien dan kurang produktif sejak proses pembibitan, tanam di lapang, perawatan hingga panen dan proses pasca panen 7. Tidak tersedianya berbagai paket teknologi dari mulai pra panen, panen dan pasca panen yang telah dikembangkan ke masyarakat petani pekebun. 8. Belum tersedianya keragaman produk kopi baik dalam bentuk regular coffee atau specialty coffee 9. Terbatasnya SDM baik pada teknik budidaya maupun pada proses pasca panen kopi. 10. Masih rendahnya pengetahuan dan tidak konsistennya petani kopi sehingga banyak tanaman kopi di ganti dengan komoditi lain seperti tanaman jeruk 11. Kurangnya infrastruktur (soft dan hard) yang mendukung industri kopi 12. Kurang informasi pasar dalam mengefisienkan sistem tataniaga. 13. Pemilikan lahan yang rata-rata masih sempit yaitu seluas 0,5 ha per KK. 14. Terbatas atau lemahnya kelembagaan petani dalam posisi rebut pasar (bergaining position). 3
Peluang (Opportunities) Peluang pasar kopi Indonesia khususnya kopi arabika kabupaten Bangli
masih cukup cerah, dengan beberapa indikator sebagai berikut.
30
1. Distribusi supply dan demand kopi dunia. Diasumsikan bahwa, meskipun produksi dunia mengalami sedikit peningkatan, namun lebih diakibatkan adanya kecenderungan meningkatnya produksi kopi Robusta di wilayah Asia pasifik. Sedangkan kopi Arabika dirasakan beberapa tahun terakhir mengalami fluktuasi dan cenderung mengalami penurunan. 2. Perkembangan harga kopi dunia. Menurut ICO, perkembangan harga ratarata kopi Arabika selalu lebih tinggi dibandingkan harga kopi Robusta, maka dapat diasumsikan bahwa pengembangan agribisnis kopi Arabika memiliki kecenderungan yang lebih prospektif dibandingkan dengan Robusta. 3. Perkembangan konsumsi kopi dunia (terutama negara importir) cukup baik sehingga pasar dan permintaan baru akan terbuka. 4
Ancaman (Treaths) 1. adanya ancaman dari minuman lain. Dewasa ini kecenderungan budaya minum kopi khususnya di pasar tradisional mengalami perubahan yaitu dari “hot beverages” ke “cold beverages” yaitu peralihan minuman ke soft drink. 2. Penyimpangan Iklim. Perubahan iklim yang akhir-akhir ini sulit diperkirakan akan berdampak terhadap penyimpangan tipe iklim di suatu wilayah. Sementara tanaman kopi dalam stadia-stadia tertentu sangat rentan terhadap pengaruh kekurangan dan kelebihan air yang akan berakibat pada penurunan produksi. 3. Kelangkaan tenaga kerja. Angkatan kerja di pedesaan kurang berminat bekerja di perkebunan, hal ini dikarenakan tingkat upah yang diterima masih dirasakan relatif rendah. 4. Perkembangan produksi yang besar di negara lain (Vietnam) sangat tinggi menyebabkan persaingan pasar sangat tinggi. 5. Pasar bebas yang akan mempersempit pasar domestik sehingga akan lebih berat lagi jika produsen dalam negeri tidak bisa memenuhi standar mutu yang ditetapkan
31
6. Persaingan/tingkat kompetisi yang tinggi di era pasar bebas dengan pengusaha luar negeri, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang tidak menentu, yang berpengaruh terhadap kestabilan harga. 7. “Trend” pasar selalu berubah cepat sehingga produksi harus cepat mengikutinya. 8. Persaingan harga komoditi lain yang menggiurkan seperti jeruk. 9. Berkembangnya komoditi perkebunan lain seperti jeruk dengan harga yang lebih tinggi dari harga kopi 10. Mengganti tanaman kopi dengan tanaman jeruk 5
Alternatif Strategi 1. Strategi S-O o
Pengembangan area selain didasarkan pada kesesuaian lahan juga dengan pertimbangan memiliki daya kompetitif dan komparatif secara antar dan intra wilayah serta pertimbangan permintaan pasar/konsumen baik domestik ataupun dunia.
o
Mengisi dan meningkatkan peluang pasar yang tersedia baik domestik maupun internasional serta mempertahankan pasar yang telah ada melalui berbagai upaya promosi baik dalam dan luar negeri termasuik mendukung agrowisata kopi arabika
o
pengembangan iklim usaha yang kondusif untuk investasi dibidang perkopian, khususnya berupaya kebijakan yang diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan.
2. Strategi W-O o
Optimalisasi ketersediaan dan pemanfaatan infrastruktur (soft dan hard) yang diperlukan dalam mendukung peningkatan kualitas tanaman dan produk yang dihasilkan.
o
Menumbuh kembangkan fungsi kelembagaan dan kemitraan yang berazaskan kebersamaan ekonomi.
o
Optomalisasi usaha tani dalam luasan skala usaha dan ekonomis baik ditingkat petani maupun usaha menengah dan besar.
32
3. Strategi S-T o
Penajaman wilayah potensial yang berkelayakan teknis dan tanaman dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman dan lahan.
o
Mendukung pelestarian lingkungan yang berkelanjutan melalui perwujudan usaha perkebunan kopi yang ramah lingkungan (environmental friendly coffee).
4. Strategi W-T o
Melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait dalam rangka mempertahankan legalisasi produk kopi arabika Kintamani atas hak paten yang telah dimiliki
o
Sosialisasi penerapan sistem manajemen mutu (SNI, ISO, HACCP) diikuti dengan perbaikan melalui penerapan “reward” dan “punishment” terhadap pembelian produk.
o
Meningkatkan SDM dan pengetahuan petani kopi serta konsisten dalalm upaya produksi kopi arabika
Hasil analisis yang dikembangkan melalui justifikasi dengan para pakar dari strategi analisis SWOT seperti tersebut di atas, secara garis besar diperlukan 3 unsur penting sebagai skala prioritas untuk dapat diambil sebagai kebijakan dalam pengembangan klaster industri kopi arabika di kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli ini yaitu : 1. Perlu peningkatan kuantitas dan kualitas produksi 2. Menumbuh kembangkan fungsi kelembagaan 3. Meningkatkan SDM, pengetahuan petani kopi dan konsitensi Dari ketiga unsur tersebut perlu dipertimbangkan unsur mana yang paling penting untuk dilakukan lebih dahulu sehingga unsur yang lain ikut mendukung faktor-faktor yang lainnya.
Untuk memilih unsur penting yang harus
dilaksanakan lebih dahulu digunakan analisis hirachy proses (AHP). Hasil
analisis
AHP
menunjukkan
bahwa
Meningkatkan
SDM,
pengetahuan petani kopi dan konsitensi sebagai alternatif pertama dari kebijakan yang harus dilaksanakan untuk selanjutnya berturut-turut yaitu menumbuh
33
kembangkan kelembagaan dan Perlunya peningkatan kuantitas dan kualitas produksi. 5.2.2. Sistem Pemasaran Kopi Arabika Kintamani Bangli 1
Saluran Pemasaran Petani kopi arabika Kintamani Bangli umumnya menjual produknya ke
pasaran melalui saluran lembaga perantara/pemasaran (pedagang perantara) dengan harapan memudahkan proses pengendalian harga dan distribusinya. Produk kopi arabika mereka dijual dalam bentuk gelondongan basah dan selalu mendapatkan pembayaran tunai, namun penentuan harga bukan dilakukan oleh petani
tetapi
oleh
lembaga-lembaga
pemasaran
di
atasnya
(pengepul
desa/kecamatan/kabupaten, pedagang besar ataupun perusahaan) yang jumlahnya masih sangat relatif lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah petaninya. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa posisi tawar petani relatif lemah karena petani hanya sebagai penerima harga (price taker) tanpa memiliki kekuatan tawar. Lagi pula informasi harga yang diperoleh petani pada umumnya hanya dari teman sesama petani atau paling tidak dari para pengepul di tingkat desa atau pasar terdekat. Sangat jarang petani mengaku mencari/memperoleh informasi harga dari saluran resmi (pemerintah), koran, radio, televisi, website/internet ataupun dari lembaga pemasaran tingkat akhir (eksportir yang dalam hal ini dapat bertindak sebagai price leader karena kepemilikan modal dan penguasaan teknologi pengolahan kopi). Hal ini mencerminkan harga atas produk kopi arabika yang diterima petani cenderung bersifat asimetris, artinya transmisi harga dari pasar konsumen (dalam hal ini eksportir) ke petani tidak dapat diterima petani seutuhnya, sehingga struktur pasar kopi arabika Kintamani Bangli cenderung tidak menguntungkan bagi petani, artinya posisi tawar petani relatif lemah karena adanya berbagai keterbatasan pada mereka, seperti jiwa kewirausahaan dan keterampilan pasca panen yang relatif kurang memadai sehingga kemampuan penguasaan pasar, penguasaan peralatan dan teknologi pasca panennya masih sangat sederhana bahkan nyaris ketiadaan fasilitas seperti tempat penyimpanan kopi/pergudangan, lantai jemur yang bersih, alat angkut/transport yang memadai, ataupun peralatan pasca panen lainnya. Disamping itu, topografi tempat usahatani mereka yang bergunung dan berbukit dengan sarana infrastruktur jalan yang
34
masih
perlu
ditingkatkan
kualitasnya
sehingga
kelancaran
transportasi
pengangkutan ke tempat-tempat penjualan produk petani menjadi lebih lancar dan aman. Bila keadaan ini tidak saling menguntungkan bagi petani arabika organik dapat berakibat akan adanya peralihan kepada sistem non organik yang lebih berorientasi pada peningkatan kuantitas produksi namun tidak memiliki kualitas produk organik yang menjadi permintaan konsumen. Adapun kegiatan dan rantai pemasaran kopi arabika Kintamani Bangli ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Jenis kopi petik hijau/campur/rampasan ini dipasarkan dalam bentuk gelondongan basah dan kering. Untuk gelondongan hijau pembelian dilakukan di lahan oleh pengepul di desa. Sedangkan kopi kering dijual ke berbagai pengepul dan ke pasar umum. Gelondong petik/campur/rampasan hijau disortasi untuk memisahkan yang merah dan hijau, yang hijau dijual proses kering, sementara yang merah dijual ke pabrik proses basah. Dari hasil proses kering ini dari pengepul dijual ke pengepul kecamatan dan pengrajin kopi lokal. 2. Kopi petik merah selama ini mendapat binaan dari dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Pemasaran produk dari petani sebagian ditampung oleh beberapa koperasi yang tersebar di desa, seperti Koperasi Kertawaringin di Desa Belantih, Koperasi Sari Murni di Desa Selulung, Koperasi Triguna Karya Desa Catur, Koperasi Bakti Yasa di Desa Pengejaran. Koperasi-koperasi ini dilengkapi dengan peralatan untuk prosesing yang berada di bawah binaan UP3HP (Unit Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan) Kintamani. Sedangkan UP3HP ini dibawah Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan yang menangani pengolahan dan pemasaran kopi pada subak abian. Kemudian produk kopi tersebut dipasarkan ke PT. Tri Agung Mulaia, PT. Indocafco, Indocom, UD.Tri Merta Buana serta dipasarkan ke pasaran yang lebih luas. PT. Indocafco dan Indocom hanya menerima produk dari kelompok tani dalam bentuk kopi tanduk (WP). Sedangkan PT Tri Agung Mulia dan UD. Merta Buana bisa menerima dalam bentuk gelondong basah.
35
2
Pelaku Pasar dan Perannya dalam Sistem Pemasaran Para pelaku pasar dalam sistem pemasaran kopi arabika Kintamani Bangli
ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Petani, peran petani dalam mata rantai pemasaran kopi arabika kopi Kintamani Bangli adalah sebagai produsen. Produk yang dihasilkan berupa petik merah dan petik hijau. 2. Subak Abian/Kelompok Tanik/koperasi, peran kelompok tani/subak abian/koperasi adalah
untuk mengorganisir anggota dalam melakukan
produksi kopi serta membangun jaringan dengan berbagai instansi pemerintah untuk meningkatkan kapasitas petani.
Untuk wilayah
Kintamani ada beberapa kelompok tani yang memiliki unit usaha koperasi yang memproses gelondong merah menjadi kering tanduk (hard skin) yang merupakan biji kopi beras yang dihasilkan dari proses basah (wet process). Dari beberapa koperasi tersebut ada yang dilengkapi dengan peralatan untuk prosesing menjadi kopi OSE (original seed export) yang siap ekspor. Proses pengolahan kopi dilakukan secara terpusat untuk menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. Peralatan tersebut berasal dari bantuan Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli maupun Provinsi Bali. 3. Subak Abian/kelompok tani/koperasi melakukan proses pengolahan basah maupun sangrai (hanya sebagai contoh), sebagai pemegang kepentingan rantai pasokan kopi Arabika Kintamani olah basah, memiliki SOP (Standar Operasional Prosedur) sebagai acuan untuk proses pengolahan kopi dari anggota. Selain itu koperasi juga memiliki divisi Satuan Pengawas Mutu yang melakukan kontrol mulai dari panen sampai dengan cup tester untuk menjaga kualitas kopi yang dihasilkan. 4. Pengepul. Para pengepul di wilayah ini terbagi dalam beberapa tingkatan. Keberadaan pengepul ini mulai dari tingkat desa sampai dengan lintas kabupaten. Mereka membangun jaringan kerjasama antara para pengepul di tingkat desa, sehingga dapat menekan harga di tingkat petani. Sebaran pengepul di beberapa desa sentra penghasil kopi arabika paling tidak
36
terdapat 1 - 5 pengepul untuk membeli hasil kopi petani. Untuk mendapatkan bahan baku biasanya mereka berkeliling ke desa-desa. 5. Di tingkat kecamatan terdapat pengepul yang mengorganisir/menerima produk dari pengepul tingkat desa. Pembagian wilayah tidak ada aturan secara detail untuk masing-masing pengepul. Namun pengepul tingkat kecamatan memiliki jaringan yang kuat sampai ke desa-desa di kecamatan maupun di luar kecamatan. Bentuk ikatan yang dibuat adalah dengan melakukan investasi modal ke pengepul desa. Hasil pembelian kopi dari pengepul kecamatan ini didistribusikan ke pengepul kabupaten atau langsung dijual ke eksportir atau perusahaan, namun jumlahnya masih terbatas. Pengepul tingkat kabupaten menerima hasil pembelian kopi dari pengepul kecamatan dan desa. Mereka memiliki agen di masing-masing wilayah untuk menampung hasil pembelian kopi dari pengepul dan petani. Hasil pembelian kopi didistribusikan ke berbagai perusahaan eksportir di Bali dan di luar pulau Bali. Pusat pengepul kopi dari wilayah Bangli adalah di Kabupaten Buleleng. Sebagian besar merupakan agen perusahaan
eksportir.
Mereka
menyebar
agen-agennya
untuk
mengumpulkan hasil pembelian kopi dari berbagai wilayah. Pengepul tingkat kabupaten ini memiliki beberapa peralatan untuk prosesing. Bentuk hasil pembelian kopi yang diterima adalah semua produk kopi dari petani. 6. Pembeli Utama (Buyer). Ada beberapa perusahaan besar, seperti PT. Tri Agung Mulia, perusahaan ini bergerak dalam bidang pemasaran ekspor hasil tanaman perkebunan. Perusahaan ini bekerjasama dengan pemerintah kabupaten Bangli untuk pengelolaan pabrik prosesing di Batukaang, Kecamatan Kintamani. Daya tampungnya sampai ratusan ton/hari. Area kerjanya meliputi seluruh wilayah Provinsi Bali. Untuk menjaga kontinyuitas produk, perusahaan ini juga menampung produk dari luar Pulau Bali, seperti dari Nusa Tenggara. Negara tujuan ekpor adalah Singapura, Jepang, Uni Emirat Arab, Australia, dan Amerika. Juga ada PT. Indocafco, Indocom, CV.Tri Merta Buana, maupun UD. Merta Buana.
37
7. Dinas/Instansi Terkait. Peran dinas pertanian kabupaten ini cukup besar, termasuk juga tingkat provinsi. Peran mereka adalah meningkatkan kemampuan teknis budidaya dan pengelolaan panen sampai pasca panen melalui penyuluhan-penyuluhan maupun pelatihan, membangun kerjasama dengan berbagai perusahaan ekportir maupun lembaga penelitian untuk memecahkan permasalah-permasahan teknis. Selain itu juga memfasilitasi untuk melibatkan petani kopi melakukan pameran apabila ada kesempatan. Disamping itu juga produk kopi ini diperkenalkan melalui media publikasi (cetak dan elektronik). 8. Pihak-pihak lain yang terlibat dalam peningkatan kapasitas petani adalah Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) Jember dan Cirad Perancis. Perannya adalah melakukan asistensi teknis, membangun jaringan pasar dan melakukan penelitian untuk memecahkan masalah petani. Memfasilitasi terbangunnya jaringan dengan berbagai pihak yang terlibat. Jika Meningkatkan SDM, pengetahuan petani kopi dan konsitensi telah menjadi prioritas utama yang perlu mendapat perhatian serius dalam pengembangan klaster, maka diharapkan klaster dapat berkembang sebagaimana mestinya. Faktor utama yang menjadi indikasi bahwa klaster telah berkembang adalah tercapainya tujuan bersama yaitu masing-masing pelaku di dalam klaster mendapatkan manfaat berupa keuntungan yang proporsional sesuai dengan peran dan fungsinya didalam klaster. Keuntungan yang dinikmati pelaku ini tentunya tidak mengorbankan faktor lingkungan sebagai faktor eksternalitas dalam pengembangan klaster.
Oleh karena itu, penurunan potensi pencemaran
lingkungan merupakan salah satu tolok ukur utama dalam menilai keberhasilan dalam pengembangan klaster. Hasil-hasil analisis struktural dielaborasi lebih lanjut kedalam fungsi dan peran dari masing-masing pihak yang terlibat didalam klaster untuk mendorong terwujudnya klaster industri kopi arabika yang berkelanjutan, meliputi:
38
Agroindustri Kopi Arabika Agroindustri kopi arabika merupakan perusahaan penghela yang akan menyerap seluruh kopi arabika yang dihasilkan oleh pembudidaya melalui koperasi. Agroindustri merupakan pasar kopi arabikabagi pembudidaya. Agroindustri berfungsi sebagai pabrikan pengolah biji kopi arabika kering (bin)/HS menjadi kopi bubuk. Produk kopi bubuk tersebut dijual kepada pembeli yang menjadi penjamin pasar. Perusahaan penghela didorong agar memiliki akses dan jaringan pemasaran sehingga dapat memasarkan produknya secara langsung baik ke pasar domestik maupun internasional. Bentuk badan hukum agroindustri dapat berupa PT, CV, atau BUMD yang sahamnya dapat dimiliki oleh kelompok pembudidaya atau pedagang pengumpul yang dilakukan melalui lembaga koperasi.
Perusahaan penghela juga akan
bertindak sebagai penjamin atas pinjaman yang diterima oleh lembaga koperasi, kelompok pembudidaya, dan pedagang pengumpul yang terlibat didalam klaster. Koperasi Koperasi dapat berfungsi sebagai lembaga yang dapat membantu menyediakan layanan yang dibutuhkan bagi pengembangan usaha kopi arabika. Peran utama koperasi didalam klaster adalah sebagai lembaga yang mengelola penyediaan bahan baku kopi arabika bagi perusahaan penghela.
Koperasi
merupakan lembaga penjamin kualitas kopi arabika yang dihasilkan pembudidaya. Peran koperasi dalam struktur kelambagaan klaster industri kopi arabika adalah sebagai berikut:
Menyediakan bibit unggul yang berkualitas dan tersertifikasi dari strain kopi arabika yang sesuai dengan kondisi perairan setempat;
Menampung seluruh hasil budidaya kopi arabika dari pembudidaya melalui kelompok-kelompok usaha pembudidaya dan menjualkannya kepada pihak agroindustri sebagai penjamin pasar kopi arabika pembudidaya;
Melakukan pendampingan kepada kelompok-kelompok pembudidaya dalam rangka menjaga dan menjamin kuantitas, kualitas, dan kontinuitas produksi kopi arabika sesuai dengan yang diharapkan.
39
Koperasi perlu membuat kontrak dengan pihak agroindustri terkait dengan harga kopi arabika yang didasarkan pada kualitasnya serta kuantitas yang dibutuhkan. Harga dan kualitas kopi arabika harus dapat dibuka di tingkat klaster sehingga setiap anggota klaster dapat mengaksesnya. Berdasarkan tetapan harga di tingkat agroindustri ini, kelompok usaha pembudidaya dan pembudidaya mendapatkan harga sesuai dengan proporsinya. Di tingkat klaster, harga yang berlaku bersifat simetris dan fair, sehingga dapat menghindari distorsi dari lingkungan eksternal. Kelompok Tani Kelompok tani berperan penting dalam rantai produksi kopi arabika didalam klaster, yaitu kumpulan di tingkat pembudidaya sebagai wadah untuk peningkatan kinerja pembudidaya.
Ketua kelompok pembudidaya berperan
sebagai pengepul yang membeli hasil kopi arabika dari pembudidaya. Pembinaan dan pendampingan oleh ketua kelompok (pengepul) sangat diperlukan agar kopi arabika yang dihasilkan sesuai dengan standar kualitas yang diinginkan. Dalam konteks ini, kelompok pembudidaya berfungsi sebagai pengawas kualitas (quality control) dalam memonitor penanganan panen dan pasca panen kopi arabika agar kopi arabika yang dihasilkan pembudidaya tetap terjamin. Proses kerja yang dilakukan kelompok adalah mengawasi proses produksi budidaya, membeli kopi arabika dari pembudidaya, sortasi, pengeringan ulang dan pengepakan. Pasokan bahan baku yang dimiliki kelompok selanjutnya ditampung oleh koperasi untuk dijual ke perusahaan penghela. Kelompok pembudidaya melalui ketuanya/pengepul disarankan memiliki saham di perusahaan penghela dalam rangka meningkatkan komitmen dan kontinuitas produksi bahan baku. Perguruan tinggi Peran perguruan tinggi dalam pengembangan klaster industri kopi sangat diharapkan. Hal ini disebabkan pergurua tinggi memiliki kemampuan dalam hal pengetahuan dalam membantu petani kopi dari hulu higga hilir dengan menerapkan teknologi yang layak dalam peningkatan produksi kopi
40
Pasar dalam / luar negeri Pasar dalam / luar negeri berperan untuk menampung seluruh produksi biji kopi kering (bin)/HS yang dihasilkan oleh perusahaan penghela. Pembeli produk biji kopi kering (bin)/HS dapat berasal dari pembeli domestik (perusahaan dalam negeri) yang sudah memiliki pasar (captive market) atau pembeli yang berasal dari negara lain.
Jaringan distribusi dan pemasaran kepada pembeli
domestik maupun luar negeri perlu senantiasa dibina dan dipelihara agar kontinuitas pemasaran produk dapat terjamin.
Peran penjamin pasar ini
diperlukan untuk memperkuat level hilir pada pengembangan klaster industri kopi arabika. Penyedia sarana produksi Penyedia sarana produksi adalah unit usaha pendukung yang menyediakan segala keperluan (produk komplementer) yang dibutuhkan untuk kelancaran proses produksi industri yang terlibat didalam klaster, seperti bambu, tali ris, tali jangkar, tali rafia, jangkar, dll.
Keberadaan unit usaha ini turut menentukan
keberlanjutan usaha agroindustri dan merupakan bagian penting dalam pengembangan daya saing klaster. Penyedia jasa distribusi dan transportasi Penyedia jasa distribusi dan transportasi adalah industri terkait didalam klaster yang berperan dalam menyediakan jasa pengangkutan dan pengiriman barang dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Keberadaan penyedia jasa ini
diperlukan dalam rangka menjamin sistem distribusi barang yang lancar, tepat waktu (time delivery), dan aman. Pemerintah Daerah Pengembangan klaster industri kopi arabika dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasar yang dilakukan oleh pelaku bisnis yang terlibat didalam klaster. Prakarsa klaster sebaiknya dilakukan oleh pelaku bisnis sebagai pihak yang berkepentingan (champion). Tambunan (2008) menyatakan bahwa sistem klaster yang berbasis pada kepentingan pengusaha dengan kekuatan mekanisme pasar
41
lebih bertahan lama dibandingkan dengan sistem klaster yang dibangun oleh pemerintah. Menurut laporan ADB (2001), sistem klaster yang dibangun oleh pemerintah dapat menyebabkan ketidakmandirian organisasi yang terbentuk didalam klaster. Dalam konteks klaster, peran pemerintah (daerah) lebih difokuskan pada fungsi fasilitasi. Pemerintah berfungsi sebagai fasilitator dalam pengembangan jaringan didalam klaster.
Pemerintah perlu memfasilitasi terbentuknya suatu
forum dialog yang konstruktif antara pelaku usaha didalam klaster, peneliti, para pimpinan dunia usaha, pembuat kebijakan dan pakar dalam rangka pengembangan dan penguatan jaringan kelembagaan klaster, proses proses inovasi dan klasterisasi, untuk menciptakan keunggulan daya saing yang dinamis dan berkelanjutan. Lembaga pembiayaan usaha Terkait dengan aspek pembiayaan dan permodalan, kebutuhan pembiayaan bagi pelaku bisnis didalam klaster dapat difasilitasi oleh suatu lembaga pembiayaan, baik bank maupun non bank melalui kredit komersial untuk permodalan dan pembiayaan usahanya. Pihak agroindustri dapat memanfaatkan lembaga perbankan yang melayani kredit komersial untuk mengembangkan usahanya. Selain dapat menggunakan lembaga perbankan, pihak koperasi dan kelompok pembudidaya juga dapat memanfaatkan kredit usaha rakyat (KUR) untuk usaha produktif. KUR dilaksanakan oleh BRI, BNI, BTN, Bank Mandiri, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri. Untuk menjamin efektivitas program KUR, perlu diidentifikasi dan dilakukan need assessment terhadap kelompokkelompok sasaran, sehingga program yang diberikan sesuai dengan kebutuhan. Sementara, pihak pembudidaya dapat memanfaatkan KUR-Mikro. KURMikro merupakan skema pembiayaan/kredit dari bank yang didukung dengan penjaminan dari lembaga penjamin (PT. Askrindo/SPU) yang difasilitasi oleh pemerintah untuk mendukung pengembangan usaha mikro dan kecil yang layak usahanya namun tidak memiliki jaminan yang cukup sesuai persyaratan bank. Agar KUR-Mikro tersebut dapat menjangkau pembudidaya di pedesaan dan
42
daerah pembudidaya, maka bank-bank penyalur kredit perlu bekerjasama dengan LKM seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Koperasi Simpan Pinjam (KSP), Koperasi Kredit, Baitul Mal Wattamwil (BMT), Badan Kredit Desa (BKD), dll. Penentuan LKM yang memenuhi syara;’t menjadi penyalur KUR-Mikro adalah LKM yang mempunyai track record dan rating yang baik. 3.
Model Pengembangan Klaster
Forum Pengendali Agroindustri Bangli (FPAB)
Gambar 5.3. Model Pengembangan Klaster Industri Kopi Arabika Baru Model Klaster ini adalah hasil pengembangan rekomendasi model penelitian terdahulu. Dalam pengembangan model ini hasil survey di lapangan dan hasil FGD
menunjukkan perlunya
membentuk Forum
Pengendali
Agroindustri Bangli (FPAB). Forum ini di tujukan untuk mengendalikan dan antisipasi berkembangnya informasi untuk mengganti tanaman kopi dengan komoditi industri pertanian selain kopi seperti jeruk. Banyak petai kopi yang telah menebangi tanaman kopinya dan mengganti dengan tanaman jeruk. Apabila hal ini terus terjadi maka dikhawatirkan produksi kopi yang telah mendapatkan pengakuan International akan menurun. Forum Pengendali Agroindustri Bangli ini bekerja sama dengan Forum Komunikasi Manajemen Klaster Industri Kopi Arabika (FKMKI) dan Industri Inti Kopi Arabika.
43
BAB VI RENCANA TAHAP BERIKUTNYA
Rencana kegiatan penelitian tahap lanjutan (30%) adalah melakukan kajian Klaster agroindustri kopi arabika. Hal yang perlu dikerjakan adalah : 1) Strukturisasi pihak-pihak terkait dalam rangka pembuatan model pengembangan klaster industri kopi arabika dengan menggunakan metode ISM. Metode ini dilakukan berdasarkan pendapat pakar. 2) Pada tahap ini juga dapat diketahui pelaku-pelaku klaster, baik yang berperan sebagai industri inti, industri pendukung, maupun industri terkait 3) Membangun peningkatan SDM pada kelembagaan agroindustri kopi araika kintamani agar tanaman kopi yang dimiliki tidak diganti dengan tanaman lain seperti jeruk. 4) Memangun strategi pasar kopi arabika yang saat ini harus bersaing dengan komoditi lain yaitu jeruk
44
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 1. Rancangan model pengembangan klaster industri kopi arabika difokuskan pada visi untuk meningkatkan kualitas produk dari hulu hingga hilir sebagai parameter utama yang menentukan kualitas produk akhir. Untuk mencapai visi bersama tersebut maka perlu dilakukan kolaborasi dan kerjasama yang baik dan intensif antar pelaku usaha yang terlibat didalam klaster melalui mekanisme kelembagaan yang dirancang berdasarkan struktur perannya didalam klaster yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya proses inovasi.
Hal ini disebabkan oleh adanya petani yang mulai mengganti
tanaman kopi dengan jeruk. 2. Terbantuknya Forum Pengendali Agroindustri Bangli (FPAB). \ 3. Forum komunikasi Pengendali Agroindustri Bangli (FKPAB) sangat diharapkan perannya dengan lebih mengutamakan kerjasama dan membangun strategi pasar, melakukan bimbingan, dan bantuan dalam hal teknologi dan manajemen pada seluruh elemen dalam klaster. 4.
Membangun strategi pasar kopi arabika kintamani agar bisa bersaing dengan komoditi lain dikabupaten Bangli seperti jeruk. Hal ini disebabkan karena pengembangan klaster industri kopi arabika tidak hanya bermanfaat kepada pelaku usaha yang terlibat didalam klaster, namun juga mampu memberikan manfaat bagi daerah secara finansial dengan adanya kontribusi yang diberikan oleh agroindustri didalam klaster kepada daerah melalui mekanisme pajak daerah. Pengembangan klaster industri kopi arabika juga mampu mendorong peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap didalam klaster industri khususnya pada tenaga kerja pada usaha budidaya kopi arabika. Hal ini mengindikasikan kedepan akan tercapainya keberlanjutan pada aspek ekonomi dan sosial dalam pengembangan klaster industri kopi arabika.
45
4.2. Saran 1 Model yang dikembangkan dalam penelitian masih memiliki beberapa keterbatasan. 2 Peran Forum Komunikasi Agroindustri Bangli (FKPAB) sangat diharapkan untuk dapat memberikan kemajuan pada produksi kopi bangli khusunya dalam peningkatan SDM petani kopi sehingga tidak serta merta mengganti tanaman kopinya dengan komoditi lain seperti jeruk 3 Penyempurnaan dan penyesuaian model pengembangan klaster industri kopi arabika yang digunakan perlu dilakukan dalam rangka pengembangan sistem sesuai kebutuhan dan kondisi kekinian. Untuk kepentingan tersebut, diperlukan adanya dukungan sebuah sistem informasi manajemen yang terintegrasi baik secara manual maupun terkomputerisasi sehingga kekinian data dan informasi dapat diandalkan dengan cara membangun networking dengan perusahaan minuman kopi agar harga kopi di tingkat petani dapat bersaing dengan harga komoditi lain seperti jeruk 4 Peran aktif pemerintah diharapkan dalam mengeluarkan kebijakan yang konsisten untuk meningkatkan daya saing kopi arabika, memberikan subsidi bunga bagi pekebun kopi arabika, mengurangi pajak dan membantu dalam mengatasi strategi pasar dan mengatur kebijakan dan larangan untuk menebang tatau mengganti tanaman kopi dengan komoditi lain seperti jeruk dengan pemahaman dan pendekatan kepada petani yang lebih arif dan bijaksana, karena potensi daerah yang sangat baik untuk pengembangan industri kopi.
46
DAFTAR PUSTAKA
Alit Arta Wiguna. 2008. AgroEcoBusiness (AEB), Sebuah Model Bisnis Pertanian Berkelanjutan. Buku Panduan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DP Prov HKTI Bali dan Pameran Sarana/Produk Pertanian 2008. DenpasarKotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan kontrol. Prenhallindo. Jakarta Cheney 2002. Policy Lessons from Trade Focussed, Two sector models, Journals of Policy Modeling, 12(4) : pp.625-657 Desrochers dan Sautet 2004, Dairy Manure management : An Application of Probabilistik Risk Assessment. J.Environ. Qual. 27 : 481-487. Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Bogor: IPB Press. Manetsch TJ, Park GL. 1977. System Analysis and Simulation With Applications to Economic and Social Systems. Part I. Earth Lansing, Michigan: Department of Electrical Engineering and Systems Science, Michigan State University Road Map Komoditas Unggulan Perkebunan (Kopi Arabika) . Kabupaten Bangli. 2011. Schmitz dan Nadvi. 1999. Assessment and Economic Analysis for Managing Risk to Human Health from Pathogenic Microorganism in the Food Supply. J.Food Protect. 61(11): 1567-1570
47
LAMPIRAN
48
Catatan Harian (log book) No
Tanggal
Kegiatan
1
10 Maret 2014
Catatan : Pembuatan/pengetikan kuesioner dan mempersiapkan alat bantunya seperti : kertas HVS 70 gram 10 rim, 4 buah catridge,10 pak disket dan menyiapkan bahan untuk di bawa ke jasa pengetikan
2
20 Maret 2014
Catatan : persiapan perbanyakan foto copy untuk kuesioner, persiapkan rencana kerja, survey pengambilan sample, sewa LCD, Camera, kendaraan dan persiapan konsumsi 10 orang untuk diskusidiskusi di group
3
7 April 2014
Catatan : survey pengambilan sample, sewa LCD, Camera, kendaraan dan persiapan konsumsi 10 orang untuk diskusi-diskusi di group
4
17 April 2014
Catatan : survey pengambilan sample, sewa LCD, Camera, kendaraan dan persiapan konsumsi 10 orang untuk diskusi-diskusi di group
5
5 Mei 2014
Catatan : Diskusi group. Sewa laptop, LCD dan camera, proses pendokumentasian
6
19 Mei 2014
Catatan : Diskusi group. Sewa laptop, LCD dan camera, proses tabulasi data
7
9 Juni 2014
Catatan : Diskusi mendalam dengan group, Sewa laptop, LCD dan camera,pengetikan bahan untuk seminar, seminar , foto copy bahan 25 eksemplar
8
19 Juni 2014
Catatan : Sewa laptop, LCD dan camera,pembuatan laporan 8 eksemplar
49
Laporan keuangan
50
LAPORAN KEUANGAN 1.1. Anggaran untuk pelaksanaan (Gajih dan Upah) NO a. Nama Lengkap Bidang a. Gelar Alokasi b. pend. b. Bidang Keahlian Akhir Watu (jam/ (S1, S2, S3) dan Tugas Minggu a. Ir. M.Si, 1 a. I Gusti Bagus Udayana Dr 10 b. Teknologi Industri selama 7 Pertanian. b S3 bulan Perancang, Pengolah data, pelaporan 2 a. AA.Ngr. Mayun Wirajaya a. Ir., MM 10 b. Manajemen, pengolahan selama 7 data b. S2 bulan 3 a. Dewa Nyoman Sadguna a. Ir, M.Agr 10 selama 3 b. Agrobisnis, manajemen dan b. S2 bulan Keuangan Total
Honor/jam
Biaya
(Rp)
(Rp)
10.500.
2.940.000
9.500.
2.660.000
8.000.
960.000.
6.560.000
1.2. Anggara untuk Komponen Peralatan No
Nama Alat
1
Laptop
Spesifikasi/ Volume 7 kali
2 3
Kamera LCD
7 kali 7 kali
4
Alat /GPS
4 kali Total Biaya
51
Kegunaan Sosialisasi/ seminar, penglahan data Dokumentasi Sosialisasi/ Mengeta lokasi
Harga Satuan (Rp) 350.000.
Biaya (Rp) 2.450.000
200.000. 100.000.
1.400.000 700.000.
200.000.
800.000. 5.350.00
1.3. Anggaran untuk Bahan Habis Pakai Harga No Bahan-Bahan Satuan (Rp) 1 10 Rim Kertas HVS 70 gram 30.000. 2 4 buah Cartidge HP Deskjet 300.000. 3 Biaya Pembuatan/pengetikan 20.000. kuesioner 50 eksemplar 4 Foto copy dan jilid kuesioner 5.000. 200 eksemplar 5 5 Pak Disket 48.000. 6 Biaya Pengetikan Perencanaan 100.000. Foto copy dan jilid 7 perencanaan 100.000. 10 eksemplar Biaya Pengetikan Bahan 8 Seminar 100.000. 9 Foto Copy dan jilid Bahan 5.000. seminar 20 eksemplar 10
11 12
Kelengkapa Tustel dan Handycam Biaya Konsumsi untuk 10 Orang 10 kali Biaya Pelaporan 8 eksemplar Total
1.4. Anggaran Untuk Perjalanan No Nama/Tempat Volume Tujuan
Total (Rp) 300.000. 1.200.000 1.000.000 1.000.000 240.000. 100.000. 1.000.000
100.000. 1.000.000
2.500.000
2.500.000
10.500.
1.050.000
50.000.
400.000. 9.890.000
Jumlah Peneliti
Tujuan
Sosialisasi, bimbingan Pelaksanaan aksi Pengambilan data
1 Kabupaten Bangli
7 kali
3 orang
2 Kabupaten Bangli
7 kali
3 orang
3 Kabupaten Bangli
5 kali
2 orang
Total Biaya
52
Biaya Satuan (Rp) 200.000.
Biaya (Rp) 4.200.000.
200.000.
4.200.000.
200.000.
2.000.000. 10.400.000.
1.5. Anggaran untuk Seminar No
Kegiatan
Volume
1
Diskusi Group
7 kali
2
Seminar
1 kali
Tujuan Membahas rencana seminar Mendapat Masukan
Total Biaya
Biaya Satuan (Rp) 200.000.
Biaya (Rp) 1.400.000.
35.000.
1.400.000. 2.800.000.
Jumlah biaya seluruhnya untuk dana penelitian tahun pertama 2014 (70 %) sebesar Rp. 35.000.000,- (Tiga puluh lima juta rupiah)
53