Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
BAB
V
POTENSI SUMBER DAYA PETERNAKAN
Disadari atau tidak, sub sektor peternakan memiliki peranan yang strategis dalam kehidupan perekonomian dan pembangunan sumberdaya manusia Indonesia. Peranan ini dapat dilihat dari fungsi produk peternakan sebagai penyedia protein hewani yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Oleh karenanya tidak mengherankan bila produk-produk peternakan disebut sebagai bahan ”pembangun” dalam kehidupan ini. Selain itu, secara hipotetis, peningkatan kesejahteraan masyarakat akan diikuti dengan peningkatan konsumsi produk-produk peternakan, yang dengan demikian maka turut menggerakan perekonomian pada sub sektor peternakan. kenyataannya konsumsi
produk
peternakan
(terutama
Dan, pada daging)
di
Indonesia cenderung meningkat. Konsumsi daging tahun 2000 hingga 2004 masing-masing berturut-turut adalah 1,25, 1,2, 1,29, 1,37 dan 1,36 juta ekor (Deptan, 2005). Hal ini selaras juga dengan hasil pandangan Delgado et al. (1999) bahwa di negara-negara berkembangan terdapat kecenderungan peningkatan konsumsi produk peternakan. Sifat dari komoditas peternakan tidak sama dengan sifat komoditas lainnya. Adapun sifat dari komoditas peternakan adalah (a) tidak tergantung musim; (b) dipengaruhi jarak antara lokasi usaha konsumen; (c) tidak mudah rusak; dan (d) Resiko tinggi. Ternak hidup mempunyai sifat tidak mudah rusak. Biasanya pengiriman ternak jarang sekali yang dalam bentuk daging potong, maksudnya di sini bukan dalam bentuk ternak hidup. Oleh karena itu, komoditi ternak hidup tidak mudah rusak. Berlainan dengan sifat yang diambil produknya (misalnya
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
susu). Komoditi ternak yang dalam sifat pengiriman ternaknya tidak mudah rusak bila kita lihat dalam jenis-jenis ternaknya, resiko pemeliharaannya bervariasi. Sebenarnya semua jenis ternak mempunyai resiko, tetapi untuk jenis-jenis yang besar seperti sapi, kerbau, kambing dan domba, resikonya lebih rendah daripada jenis ternak kecil seperti ayam, itik dan puyuh. Pembangunan peternakan pada dasarnya urgen untuk dilakukan karena sub sektor ini memiliki peranan yang strategis bagi bangsa Indonesia. Peranan strategis ini setidaknya dapat dilihat pada 4 (empat) hal.
Pertama, sub sektor ini diharapkan memperbaiki/meningkatkan
konsumsi dan distribusi gizi (baca: protein) hewani. Kedua, untuk meningkatkan pendapatan petani/peternak yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga petani dan masyarakat. Ketiga, sebagai efek pengganda (multiplier effect) dari peningkatan nilai dan volume serta nilai tambah, yaitu dalam bentuk kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) ataupun pajak untuk negara. Dan yang keempat, bahwa menurut Delgado et. al. (1999) dewasa ini secara global sedang terjadi peningkatan konsumsi produk-produk peternakan yang justru terjadi di negara-negara sedang berkembang dimana peningkatan ini tidak diimbangi dengan produksi yang memadai sehingga impor merupakan salah satu cara memenuhi kebutuhan tersebut. Sektor peternakan merupakan salah satu sumber daya alam yang terdapat
di Kabupaten
diharapkan
memberikan
Pelalawan.
Sektor
kontribusi
peternakan
terhadap
upaya
ini dapat pemulihan
perekonomian sebagai akibat dari krisis global. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai motor penggerak ekonomi daerah dan nasional. Kondisi tersebut
didasari
kenyataan
bahwa;
pertama,
dengan
semakin
meningkatnya jumlah penduduk dan kesadaran akan pentingnya kualitas gizi pangan maka permintaan produk peternakan diperkirakan akan
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
semakin tinggi. Kedua, terkait dengan peningkatan permintaan ini, maka sektor peternakan mampu menghasilkan backward and inward linkages economies dalam struktur perekonomian nasional. Ketiga, dengan berbasis pada sumberdaya alam terbarukan (renewable resources), maka basis
pembangunan
berkelanjutan
dapat
diwujudkan.
Keempat,
pengembangan sektor peternakan termasuk daerah-daerah terpencil dan wilayah terluar dapat membantu mengatasi persoalan perbatasan dan revitalisasi fungsi ekonomi, ekologis, budaya dan hankam dari wilayah tersebut serta menciptakan distribusi kesejahteraan antar wilayah. Secara peternakan
empiris
memang
sebagai
penopang
harus
diakui
utama
bahwa
ekonomi
pembangunan
nasional
masih
memerlukan perjuangan dan kerja keras tanpa henti (endless efforts) dari
seluruh
stakeholders
nya.
Upaya
pembangunan
sektor
ini
sesungguhnya dapat dimulai dari skala lokal untuk kemudian dilakukan proses pembelajaran (lessons learned) bagi pembangunan di level di atasnya. Lima pilar utama pembangunan Propinsi Riau tersebut adalah (1) pembangunan ekonomi berbasiskan kerakyatan; (2) Pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia; (3) Pembangunan kesehatan / olahraga; (4) Pembangunan/kegiatan seni budaya; dan (5) Pembangunan dalam rangka meningkatkan iman dan tagwa. Strategi kebijakan Provinsi Riau tersebut perlu diimplementasikan sampai pada tingkat II (kabupaten/Kota). Kabupaten Pelalawan sebagai sebuah kabupaten baru, tentunya berupaya untuk mengintensifkan kegiatan pembangunan yang orientasinya mengarah kepada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta kesejahteraan masyarakat. Sebagai sebuah kabupaten baru tentunya dituntut untuk membuat prioritasprioritas pembangunan yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
perekonomian
masyarakat.
Tumbuh
kembangnya
perekonomian
masyarakat selain bertumpu pada kekuatan sumberdaya alam yang dimiliki, sumberdaya manusia dengan kemampuan penguasaan ilmu dan teknologi
yang
baik,
juga
ditentukan
sejauh
mana
rancangan
pembangunan yang dibuat oleh pihak pemerintah daerah itu tepat guna dan berhasil guna. Program pembangunan yang terancang secara sistematis dengan prioritas-prioritas yang telah terukur dengan jelas, tentunya akan sangat berpengaruh terhadap percepatan pembangunan dan kemajuan daerah secara menyeluruh.
Gambar 5. 1. Pemanfaatan Lahan Sawit Untuk Berternak Kambing (K.Kampar)
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Kerja keras seluruh aparatur pemerintahan dan partisipasi penuh seluruh lapisan masyarakat sangat dituntut untuk pencapaian tujuan tersebut. Untuk
mewujudkan
visi
dan
misi
pembangunan
Kabupaten
Pelalawan tahun 2030 dilakukan melalui berbagai upaya yang dituangkan dalam lima arah kebijakan pembangunan Kabupaten Pelalawan yaitu (1) Pembangunan dan pengembangan kualitas sumberdaya manusia (2) Membangun ekonomi kerakyatan (3) Meningkatkan kualitas kesehatan (4) Pembangunan sarana dan prasarana transportasi (5) Pembangunan kualitas Aparatur Pemerintahan. Pembangunan ekonomi kerakyatan yang merupakan salah satu dari lima arah kebijakan sistem ekonomi kerakyatan dengan basis agrobisnis yang berorientasi pada pemenuhan hajat hidup orang banyak dalam azas pemerataan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan melalui peningkatan usaha peternakan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan pendapatan asli daerah. Untuk mewujudkan peningkatan pembangunan ekonomi kerakyatan tersebut memerlukan suatu proses perencanaan yang matang, dimana diantaranya ialah proses perencanaan pada sub sektor peternakan. Struktur industri peternakan untuk semua komoditas ternak domestik sebagian besar (60 – 80%) tetap bertahan dalam bentuk usaha rakyat. Usaha rakyat mempunyai ciri-ciri antara lain tingkat pendidikan peternak rendah, pendapatan rendah, penerapan manajemen dan teknologi konvensional, lokasi ternak menyebar luas, ukuran skala usaha relatif sangat kecil serta pengadaan input utama yakni HMT yang terbatas, produksi butir-butiran terbatas dan sebagian tergantung pada impor (Yusdja Y dan Ilham N, 2006).
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Pembangunan bidang peternakan Kabupaten Pelalawan dewasa ini telah menunjukkan perkembangan yang berarti, namun masih terdapat beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian yang serius. Permasalahan
tersebut
diantaranya
adalah
pengembangan
bidang
peternakan yang belum terkonsentrasi pada daerah atau lokasi dengan potensi yang mendukung untuk dikembangkan. Selain itu faktor internal (ketersediaan HMT dan butiran; teknologi bibit; dan agroindustri peternakan). Fokus pengembangan belum ditempatkan pada kawasankawasan sentra produksi yang potensial, sehingga usaha yang dilakukan tersebut belum terencana dengan baik. Kondisi ini dapat menjadi penghambat bagi perkembangan pembangunan di bidang peternakan di Kabupaten Pelalawan. Belum
optimalnya
pembangunan
dan
pengembangan
bidang
peternakan selama ini tidak terlepas dari proses perencanaan, apabila perencanaan pembangunan belum disusun secara matang maka arah pembangunan yang akan dilaksanakan menjadi kabur. Perencanaan pembangunan yang matang dengan arah yang jelas dan langkah yang tertata baik, akan memberikan peluang yang lebih tinggi bagi pencapaian target pembangunan bidang peternakan yang optimal. Kabupaten Pelalawan merupakan suatu daerah yang ditetapkan Propinsi Riau sebagai salah satu sentra perdagangan lintas batas dengan negara tetangga yaitu Malaysia. Kedua kondisi tersebut tentunya merupakan potensi yang besar untuk mengoptimalkan dan meningkatkan fungsi kawasan sebagai pusat atau sentra berbagai kegiatan produksi, industri dan jasa pada umumnya dan khususnya yang terkait dengan sumber daya peternakan.
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
5.1. Sistem Usahatani Peternakan Kebanyakan, sistem usahatani ternak yang ada di Kabupaten Pelalawan bersifat ekstensif dan semi intensif. Hanya pada usaha ternak ayam ras petelur dan pedaging dengan kapasitas di atas 2000 ekor yang dilakukan secara intensif. Jenis peternakan ini terdapat di daerah yang dekat
dengan
perkotaan, yakni di Kecamatan Bandar Sei Kijang.
Sumber pakan ternak ayam ras ini didatangkan dari Pekanbaru dan Medan.
Gambar 5. 2. Ternak Ayam Ras
Dalam sejarah perkembangan ayam ras di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1976 telah mencapai pertumbuhan fantastis melalui program penanaman modal asing (PMA). Pengembangan yang luar biasa ini banyak didukung oleh pengembangan infrastruktur industri yang relatif lengkap mulai dari hulu sampa ke hilir. Sampai saat ini, ayam ras memberikan sumbangan produksi daging terbesar merebut posisi daging sapi. Namun
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
pertumbuhan yang dicapai tersebut rapuh karena ditunjang impor yang besar dan epidemi penyakit flu burung Ternak jenis unggas lainnya, yaitu ayam buras dan itik, merupakan ternak piaraan yang dipelihara secara sambilan dan merupakan usaha back yard dan biasanya dengan skala usaha antara 5 – 20 ekor per KK. Hanya sedikit yang melakukan usaha secara semi intensif dengan skala usaha antara 50 – 150 ekor. Sistem usaha dengan jenis dan komoditas ini terdapat di hampir semua wilayah di Kabupaten Pelalawan, baik di kota, desa, dataran rendah. Ternak babi diperlihara secara semi intensif dan terbatas untuk konsumen tertentu. Ternak babi merupakan kelompok ternak pemakan butir-butiran dan hijauan, termasuk hewan profilik karena itu cepat sekali berkembang. Meskipun dalam jumlah yang kecil, peternakan babi ini hanya dilakukan di Kecamatan Pangkalan Kerinci dan Kecamatan Ukui. Skala usaha ini antara 3 – 10 ekor dan diusahakan oleh rumah tangga sebagai usaha sampingan. Salah satu pembatas pengembangan usaha ternak babi adalah pasar konsumsi yang sempit karena penduduk Kabupaten Pelalawan sebagian besar adalah islam dan sekaligus karena itu pula wilayah-wilayah pengembangannya juga sangat terbatas.
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Gambar 5. 3. Ternak Sapi Potong Sistem Kandang
Jenis ternak ruminansia (kambing, domba, kerbau dan sapi potong) memiliki kesamaan sistem usahatani dan persebarannya. Sebagian besar ruminansia dipelihara secara tradisional dalam bentuk usaha rakyat. Ada tiga sistem pemeliharaan yang umum dilakukan yakni sistem; pertama, sistem pengembalaan ternak (grazing). Pada sistem ini eliharaan ternak tidak mempunyai tujuan yang jelas selain status tabungan. Oleh karena itu keberhasilan pengembangan sistem ini sangat tergantung pada pengelolaan padang pengembalaan. Kedua, sistem tidak digembalakan, ”cut and carry”. Pada sistem ini pengembangan peternakan sangat tergantung pada ketersediaan tenaga kerja keluarga yang setiap harinya berkeliling mencari pakan hijauan. Karena itu, pengembangan
ternak
dengan
menyediakan
pakan
hijauan
akan
mengurangi tenaga kerja keluarga dan karena itu skala usaha bisa
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
meningkat. Tujuan produksi adalah tenaga kerja, peternakan tidak begitu peduli dengan pasar dan produksi. Ketiga, sistem kombinasi, ternak digembalakan pada areal terbatas dan kekurangan pakan hijauan diberikan di kandang. Masyarakat transmigran asal Pulau Jawa dan masyarakat yang berdomisili di kawasan perkebunan memelihara ternakternak tersebut secara dikandangkan dan diangon. Jenis pakan yang biasa diberikan adalah rumput dan legum alam dan limbah pertanian dan beberapa petani yang memberikan pakan penguat. Sedangkan pada masyarakat asli Pelalawan memelihara secara dilepas pada pagi hari dan dikandangkan pada sore menjelang malam hari. Pakan tidak pernah diberikan oleh petani. Ternak merumput sendiri di alam bebas. Persebaran ternak ruminansia pedaging ini relatif merata hampir di semua kawasan. Akan tetapi semakin ke arah yang lebih tinggi dpl, kecenderungannya populasinya mulai jarang terutama kerbau dan sapi serta domba.
Sementara itu ternak sapi perah hanya terdapat di
Kecamatan Pangkalan Kerinci (Ibukota Kabupaten Pelalawan) dan sekitarnya. Ternak sapi perah dipelihara secara semi intensif dan bukan merupakan pekerjaan utama peternaknya.
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Gambar 5. 4. Ternak Sapi Potong Sistem Kandang
5.2. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Peternakan Karakteristik lahan (land characteristic) mencakup faktor-faktor lahan yang dapat di ukur atau ditaksir besarnya, seperti curah hujan, lereng, tekstur tanah, dan sebagainya. Satu jenis karakteristik lahan dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan. Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang dapat diukur langsung yang mempunyai
pengaruh
nyata
terhadap
kesesuaian
lahan
untuk
penggunaan-penggunaan tertentu. Satu jenis kualitas lahan dapat disebabkan oleh beberapa karakteristik lahan.
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Kualitas lahan untuk produksi ternak sangat tergantung pada kualitas lahan untuk pertumbuhan tanaman karena tanaman merupakan makanan bagi ternak terutama rumput ternak (ternak sapi, kerbau, kambing). Berikut faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas lahan untuk ternak : 1. Kualitas
lahan
untuk
pertumbuhan
tanaman/rumput
ternak;
tersedianya air, tersedianya unsur hara, tersedianya oksigen di perakaran, hama dan penyakit tanaman, suhu, iklim, kelembaban udara, dan lain sebagainya. 2. Kesulitan-kesulitan iklim yang mempengaruhi hewan ternak. 3. Penyakit-penyakit hewan. 4. Nilai nutrisi dari rumput. 5. Sifat racun dari rumput. 6. Ketahanan terhadap kerusakan rumput. 7. Ketahanan terhadap erosi akibat penggembalaan. 8. Tersedianya air minum untuk ternak. Kriteria kesesuaian lahan untuk pengembangan peternakan yang dapat dijadikan rujukan adalah kriteria kesesuaian lahan untuk penggembalaan yang bersumber dari Pusat Penelitian Tanah Bogor 2001. kriteria yang dimadsud, seperti tercantum dalam tabel berikut ini.
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Tabel 5. 1. No 1 2
Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Penggembalaan (Pasture)
Kualitas/Karakteristik Lahan Kelerengan (%) Kedalaman efektif (cm)
Kelas Kesesuaian Lahan
S1
S2
S3
N1
N2
<2
<2
2–3
>3
-
> 30
20 - < 30
15 - < 20
-
< 15
LS,StrC
S,SiC,C
-
kerikil
Agak cepat, terhambat
Sangat terhambat, cepat
Sangat cepat
-
-
-
-
Tidak berlaku > 7 – 8,5 < 15 Tidak berlaku
> 10 > 40 < 12
-
> 25
-
-
-
-
-
-
SL, L,SCL,SiL,Si, SC,CL,SiCL Agak terhambat, sedang baik
3
Tekstur
4
Drainase
5
Tebal gambut (cm)
tidak berlaku
-
6
KTK tanah
≥ sedang
rendah
7
pH
-
5,0 – 6,5
8
Salinitas (0/oo ) Suhu rata-rata tahunan(oC) Kedalaman taksisitas (cm)
<2 20 - 30
3-5 > 30 – 35 18 – < 20
Sangat rendah > 6,5 – 7,0 5-<9 > 5 - 10 > 35 – 40 12 - < 18
> 50
< 50
35 - < 40
9 10 11
Total N
≥ sedang
rendah
12
P2O3
≥ Tinggi
sedang
13
K2O
≥ sedang
rendah
14
Konsistensi, besar butir (p)
-
-
15
Lereng (%)
<3
3–5
Sangat rendah Rendah, Sangat rendah Sangat rendah Sangat keras, sangat lekat > 5 - 15
16
Batuan permukaan (%)
<3
3 - 15
> 15 - 40
17
Singkapan Batuan (%) Ketersediaan air Bulan kering (< 75 mm)
<2 <2
2 - 10 2-3
> 10 - 25 >3-6
1500 - 4000 > 330 SP
> 4000 – 5000 1000 - < 1500 300 - 330 R
> 5000 – 6000 4000 - < 1000 180 - 330 S
F0 (tanpa)
F1 (ringan)
F2 (sedang)
18 19
Curah hujan (mm/th)
20
LGP (hari) Tingkat bahaya erosi (c)
21 22
Bahaya Banjir (o)
> 15 - 30 Tidak berlaku > 25 - 40 Tidak berlaku < 180 G F3 (agak berat)
> 8,5
Berkeriki l, berbatu > 30 > 40 > 40 >6 > 6000 < 400 < 180 SB F4 (berat)
Sumber : Pusat Penelitian Tanah Bogor, 2001 Keterangan : S = pasir, StrC = Liat berstruktur, Si = debu, L = Lempung
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
5.3. Klasifikasi Sistem Usahatani Ternak Berdasarkan uraian di atas maka secara garis besar sistem usahatani ternak di Kabupaten Pelalawan dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) klas yang didasarkan pada skala usaha, jenis ternak, sistem pemeliharaannya dan sifat khusus dari ternak tersebut. Keempat klas tersebut adalah a) klas ternak unggas komersil, b) klas unggas “non komersil”, c) klas ruminansia pedaging dan babi, dan d) klas perah. Adapun karakteristik dari masing-masing klas adalah sebagai berikut: 1. Klas Unggas Komersil a. Tidak berada di kawasan dengan topografi tertentu dan jenis tanah tertentu b. Lahan yang digunakan adalah bersifat sewa atau hak guna pakai c. Berada di lokasi dengan sarana dan prasarana transportasi relatif lebih baik, yaitu di sekitar kota sehingga akses terhadap pasar juga bagus. d. Jenis ternaknya adalah ayam ras pedaging dan petelur e. Sistem pemeliharaannya intensif dengan menerapkan manajemen dan teknologi yang moderen, terutama yang berskala di atas 2000 ekor. f. Peternaknya adalah masyarakat yang relatif sudah berpikiran terbuka (open minded) g. Kelompok peternak klas ini adalah; petani pengusaha, pekerja, dan pemilik peternakan serta plasma. h. Kelembagaan peternak relatif lebih bagus 2. Klas Unggas “non komersil” a. Terdapat di hampir semua kawasan topografi dan jenis tanah, kota dan desa
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
b. Jenis ternak yang dipelihara ayam buras, itik dan unggas lainnya c. Sistem pemeliharannya bersifat ekstensif dan sambilan tanpa input manajemen dan teknologi dalam skala rumah tangga dan skala 50 – 150 bersifat semi intensif dengan sedikit input manajemen dan teknologi seperti pemeliharaan tanpa diumbar. d. Peternaknya
pada
umumnya
adalah
masyarakat
kalangan
menengah ke bawah baik dari segi sosial ekonomi maupun pendidikan. e. Kepemilikan terhadap ternak: milik sendiri f. Tidak terdapat kelembagaan petani 3. Klas ruminansia pedaging dan babi a. Terdapat di hampir semua kawasan topografi dan jenis tanah, dan perdesaan b. Jenis ternak yang dipelihara: Domba, Kambing, Sapi, Kerbau dan Babi c. Berdasarkan sistem pemeliharaan terdapat sub klas: a) dilepas; yaitu ternak dilepas pada pagi hari dan sore hari dikandangkan, ternak diberi keleluasaan mencari pakan secara mandiri dan b) dikandangkan;
ternak
digembalakan
dengan
dipelihara cara
di
dalam
dikendalikan
kandang
dengan
tali
atau yang
ditambatkan, kecuali ternak babi yang sepenuhnya dikandangkan dan pemberian pakan secara cut and carry berupa rumput alam dan sedikit makanan penguat. d. Sistem pemeliharaan ini terkait dengan kultur masyarakat di mana cara pemeliharaan dilepas didominasi masyarakat asli dan sistem dikandangkan dilakukan oleh warga asal Jawa. e. Sistem pemeliharannya bersifat ekstensif dan sedikit input manajemen dan teknologi, khususnya ternak dengan sistem
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
dikandangkan. Usahatani ini bersifat integratif dengan sistem usahatani umumnya. f. Karakteristik peternak: kelas menengah ke bawah. g. Status kepemilikan: milik sendiri, penggaduh, dan bantuan bergulir (pinjaman lunak) dari pemerintah. h. Kelembagaan peternak yang telah ada biasanya terdapat pada subklas sistem pemeliharaan dikandangkan. 4. Klas Perah a. Hanya terdapat di Kecamatan Pangkalan Kerinci Kota Kabupaten Pelalawan, dimana kawasan ini berada pada ketinggian 500 – 1000 m dpl. b. Ternak: sapi perah c. Sistem pemeliharaan bersifat semi intensif dalam skala rumah tangga dan dipelihara di atas lahan sendiri. d. Pakan: rumput alam dan budidaya ditambah konsentrat. e. Peternak klas ini merupakan petani kecil f. Status kepemilikan merupakan bantuan bergulir dari pemerintah. g. Berdiri kelembagaan peternak.
5.4. Pengembangan Peternakan Pengembangan peternakan di Kabupaten Pelalawan mempunyai peluang yang baik untuk dikembangkan, karena berdasarkan rencana tata ruang wilayah kawasan peternakan telah ditetapkan lahan seluas 975 ha dan sebagai cadangan pengembangan lahan peternakan seluas 10.686 ha atau luas lahan seluruhnya adalah 11.658 ha. Lahan yang tersedia sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal karena sebagian besar populasi ternak yag ada di Kabupaten Pelalawan
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
diusahakan secara tradisional oleh masyarakat di pekarangan, lahan kering, lahan perkebunan dan lahan kritis. Berdasarkan rencana tata ruang wilayah Kabupaten Pelalawan telah ditetapkan Sub Wilayah Pembangunan (SWP) peternakan sebagai berikut : -
SWP Peternakan I meliputi Kecamatan Pangkalan Kerinci, Pelalawan, Langgam dan Bandar Sei Kijang dengan komoditi ayam ras petelur, ayam ras pedaging dan ternak kerbau.
-
SWP Peternakan II meliputi Kecamatan Teluk Meranti dan Kuala Kampar dengan komoditi ternak sapi bibit, penggemukan, kambing, ayam buras dan itik.
-
SWP Peternakan III meliputi Kecamatan Pangkalan Kuras, Ukui dan Pangkalan Lesung dengan Komoditi Sapi Bibit, sapi potong/penggemukan, kambing, ayam buras dan ayam ras pedaging.
-
SWP Peternakan IV meliputi Kecamatan Bunut, Bandar Petalangan dan Kerumutan dengan komoditi ternak sapi bibit, sapi potong/ penggemukan dan kambing. Berdasarkan surat keputusan Bupati Pelalawan
No.Kpts.524/Disnak/2005/300 tanggal 20 Juni 2006 ditetapkanlah lokasi pengembangan agribisnis peternakan Kabupaten Pelalawan yang meliputi Kecamatan Bunut, Langgam dan Pangkalan Kuras.
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
191
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Gambar 5. 5. Sub Wilayah Pembangunan Bidang Peternakan
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Pengembangan peternakan di era globalisasi saat ini harus diadakan perubahan dari peternakan secara tradisional mengarah ke pola agribisnis. Hal ini dapat dicapai dengan pelaksanaan atau penerapan teknologi dibidang peternakan sehingga produk peternakan lebih meningkat baik kuantitas dan kualitasnya yang akan berdampak pada meningkatnya pendapatan masyarakat. 5.4.1. Teknologi Budidaya Ternak Teknologi adalah alat atau rekayasa untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Adapun manfaat teknologi dalam budidaya peternakan adalah untuk meningkatkan efisiensi proses produksi khususnya dibidang peternakan peternak
sehingga
atau
mampu
efektifitas
meningkatkan
bagi
industri
kesejahteraan
yang
bergerak
petani dibidang
peternakan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, saat ini terdapat
beberapa
teknologi
dibidang
peternakan
yang
telah
diaplikasikan di lapangan baik oleh peternak atau petugas peternakan dalam mendukung proses budidaya peternakan di Provinsi Riau. Adapun teknologi tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) Inseminasi buatan adalah pemasukan, penyampaian atau deposisi semen kedalam saluran kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia. Inseminasi buatan juga mencakup seleksi dan pemeliharaan pejantan, penampungan, uji kualitas sampai dengan pencatatan dan penentuan hasil inseminasi (Toelihere MR, 1993). Perkembangan pelaksanaan IB di Kabupaten Pelalawan selama tahun 2006 masih sangat minim karena ketersediaan frozen semen 211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
yang sulit didapat, kurangnya tenaga inseminator dan aksesibilitas daerah yang tidak semua mudah dijangkau. Oleh sebab itu, masyarakat lebih terbiasa dengan perkawinan alami untuk ternaknya. 2. Teknologi Amoniasi Jerami Padi Teknologi
amoniasi
jerami
padi
telah
diterapkan
dan
diaplikasikan oleh beberapa peternak di Provinsi Riau di antaranya peternak di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan. Teknologi ini digunakan untuk pemanfaatan limbah pertanian khususnya jerami padi yang merupakan limbah produk saat pelaksanaan pemanenan padi yang selama ini belum dimanfaatkan. Teknologi amoniasi jerami padi dapat menghasilkan jerami dengan kecernaan yang lebih tinggi sebagai bahan pakan ternak ruminansia. 3. Teknologi Penetasan Telur Ayam Teknologi penetasan telur ayam telah diaplikasikan oleh masyarakat peternak pada unit usaha kecil menengah atau pusat pembibitan di Pedesaan. Daerah – daerah di Provinsi Riau yang telah menerapkan teknologi penetasan telur ayam ini adalah Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kota Pekanbaru. Melalui teknologi penetasan telur ayam persentase keberhasilan menetasnya telur lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena proses penetasan telur dilakukan dengan pemanasan yang merata, sehingga telur dapat menetas secara sempurna. Secara khusus di Kabupaten Pelalawan, usaha yang sudah mengembangkan teknologi ini berada di Kecamatan Bandar Sei Kijang. 4. Teknologi Laser Punctur Teknologi
laser
punctur
pada
ternak
adalah
teknik
menggunakan laser (Light Ampliticated Emision By Radiation) yang
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
ditembakkan pada titik akupuntur sebagai reseptor biologi yang mempunyai hubungan dengan organ tertentu sehingga mencapai peningkatan kapasitas dan efisiensi organ tersebut yang digambarkan dalam bentuk peningkatan prestasi biologis ternak. Pemanfaatan laser punctur pada ternak adalah bertujuan untuk meningkatkan keseimbangan biologis dan kesehatan ternak, selain itu yang terpenting adalah untuk meningkatkan kemampuan reproduksi ternak. Untuk mencapai tujuan tersebut maka laser punctur ditembakkan pada titik yang berhubungan dengan organ yang berfungsi untuk kesehatan, keseimbangan, produksi dan reproduksi ternak. Teknologi ini belum diaplikasikan secara luas dikalangan peternak
khususnya
di
Kabupaten
Pelalawan,
karena
masih
terkendala peralatan yang cukup mahal dan kurangnya tenaga ahli dibidang tersebut. Pelaksanaan kegiatan ini masih pada tahap percobaan dan penelitian penerapannya lebih lanjut dilapangan. 5. Teknologi Pembuatan Kompos Sebagian masyarakat peternak menilai bahwa kotoran ternak (feces) tidak bermanfaat karena tidak memiliki nilai jual. Seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini kotoran ternak dapat diolah menjadi kompos dengan menggunakan mikroorganisme pengurai maka kotoran ternak akan lebih cepat terjadi penguraian dan menghasilkan kompos yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Teknologi ini oleh peternak telah diaplikasikan sehingga mampu menambah nilai pendapatan peternak. Di Kabupaten Pelalawan teknologi ini belum berkembang pesat karena terbatasnya pengetahuan peternak sehingga pemanfaatan 211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
feses ternak langsung disebarkan pada tanaman perkebunan yang berfungsi sebagai pupuk alami yang dapat menyuburkan tanaman. Namun demikian teknologi ini sudah dikembangkan kelompok tani yang terdapat di Kecamatan Pangkalan Lesung. Kelompok ini mendapat pembinaan dari dosen Fakultas Pertanian Universitas Riau dan distributor pakan yang berada di Pekanbaru. Setiawan AI (2005) mengungkapkan bahwa kotoran ternak mengandung zat-zat yang dapat
dimanfaatkan
untuk
meningkatkan
kemampuan
dan
memperbaiki sifat fisik tanah.
6. Teknologi Kesehatan Ternak dan Veteriner Penyakit ternak selain merupakan ancaman bagi kehidupan ternak sebagai makhluk tetapi juga menjadi acaman bagi manusia yang hidup berdampingan dengan ternak dan yang mengkonsumsi hasil ternak. Struktur industri peternakan apapun bentuknya harus melakukan pengendalian penyakit. Dalam pelaksanaannya, sebagian besar peternak karena tidak mempunyai pengetahuan dan modal, tidak mampu melakukan pengendalian penyakit tersebut dan kewajiban itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah dengan
mengajak
partisipasi
masyarakat
sesuai
pembangunan peternakan Kabupaten Pelalawan.
dengan
visi
Berdasarkan data
Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan tahun 2006 memperlihatkan bahwa jenis penyakit yang pernah menyerang ternak dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Tabel 5. 2. No
Situasi penyakit hewan ternak tahun 2006 Jenis penyakit hewan
Jumlah Kasus
1
Rabies
14
2
Brucellosis
0
3
SE
0
4
Newcastle Disease
1755
5
Helminteasis
135
6
Parasit darah
43
7
Avian Influenza (AI)
53
8
Pullorum
375
9
Scabies
47
10
Orf
0
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan 2006 Pengendalian penyakit tersebut menuntut pengetahuan dan penguasaan teknologi tinggi dan kemampuan menanganinya di lapangan. Usaha-usaha pengendalian penyakit, merupakan investasi publik dimana pemerintah daerah harus menggerakkan kegiatankegiatan penelitian dan percobaan, memproduksi vaksin dan obatobatan dan melakukan pengawasan dan pencegahan penularan penyakit dari satu wilayah ke wilayah lain. Pada sisi lain, pemerintah dapat
mengajak
partisipasi
masyarakat
peternakan
dengan
melakukan penyuluhan dan biosekuriti di lingkup peternakannya sendiri. Teknologi kesehatan ternak yang telah diaplikasikan baik oleh petugas maupun peternak di Kabupaten Pelalawan antara lain : a) Pencegahan penyakit ND dengan pelaksanaan vaksinasi ND pada ternak unggas. b) Pencegahan penyakit SE dengan vaksinasi SE pada ternak kerbau dan sapi.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
c) Pengobatan terhadap penyakit yang disebabkan oleh parasit seperti miasis (belatungan), caplak, kudis dan lainnya. d) Penanganan dan pencegahan penyakit yang disebabkan oleh kondisi buruk lingkungan kandang dengan cara memperhatikan sanitasi kandang dan lingkungan. Selain itu penanganan terhadap
ternak
dengan
cara
memandikan
ternak
dan
pemotongan kuku. Penanganan terhadap penyakit pada peternakan tradisional maupun agribisnis peternakan harus mendapatkan prioritas dan perhatian khusus. Usaha pengendalian penyakit tersebut adalah dengan cara pencegahan dan pembasmian yang bertujuan untuk mengurangi terjangkitnya suatu penyakit seminimal mungkin sehingga kerugian
yang
ditimbulkan
dapat
ditekan
seminimal
mungkin
(Murtidjo BA, 2006). Selain
menggunakan
obat-obatan
modern,
juga
dapat
menggunakan obat-obatan tradisional untuk ternak sapi seperti di bawah ini. 1. OBAT CACING - Resep I. Bahan-bahan - Biji lamtoro kering 20 gram - Temu hitam 1 rimpang - Tempe busuk 2 potong - Terasi 1 jari - Garam halus 1 sendok makan Cara Membuat - Goreng biji lamtoro jangan sampai hangus - Tumbuk halus temu hitam, tempe busuk, dan terasi 211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
- Campurkan semua bahan hingga merata, kemudian tambahkan air secukupnya. Cara Pengobatan Minumkan untuk mengobati seekor anak sapi. - Resep II. Bahan-bahan - Jengkol 2 buah - Bawang putih 2 buah 2. OBAT KEMBUNG (BLOAT) - Resep I Bahan-bahan - Daun kentut atau sembukan 3 genggam - Bawang merah 20 buah Cara membuat - Parut halus jengkol - Haluskan bawang putih - Campurkan kedua bahan tersebut dan tambahkan garam sedikit. Cara Pengobatan Minumkan untuk mengobati seekor sapi. - Resep II Bahan-bahan - Getah pepaya 2 sendok makan - Garam dapur 1 sendok makan Cara membuat Campurkan getah pepaya dengan garam dapur hingga merata. Cara Pengobatan adalah Diminumkan untuk mengobati seekor anak sapi.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
3. OBAT DIARE Bahan-bahan Arang tempurung kelapa Cara membuat - Tumbuk halus arang tempurung kelapa. - Ayak, lalu tampung dalam wadah yang mudah disimpan. Cara Pengobatan Untuk mengobati sapi berikan sebanyak 50 gram per oral. 4. OBAT KUDIS Bahan-bahan - Belerang 100 gram - Kamfer 4 butir - Oli bekas/minyak kelapa secukupnya. Cara Membuat - Tumbuk halus belerang dan kamfer lalu campur rata. - Tambahkan oli bekas atau minyak kelapa hingga menjadi seperti pasta. Cara pengobatan Oleskan pada bagian kulit sapi yang terkena penyakit kudis setiap hari hingga sembuh. 5. LUKA BARU Bahan Abu hangat/panas. Cara Pengobatan Taburkan abu panas pada bagian tubuh ternak yang luka.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
5.4.2. Populasi, Produksi Ternak, dan Konsumsi Hasil Ternak Populasi, produksi ternak dan konsumsi merupakan tiga komponen yang saling berhubungan dalam upaya menciptakan ketahanan pangan yang berasal dari protein hewani terhadap pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Apabila ketiga hal tersebut tidak sejalan maka akan terjadi ketimpangan. 5.4.2.1. Populasi ternak Peningkatan populasi ternak merupakan salah satu sasaran yang perlu dicapai dalam pelaksanaan pembangunan peternakan, karena peningkatan populasi sangat erat kaitannya dengan ketersediaan bahan pangan asal ternak yang terdapat di Kabupaten Pelalawan. Jenis ternak konvensional yang dibudidayakan di Kabupaten Pelalawan adalah ayam buras, ayam ras pedaging, ayam ras petelur, babi, domba, itik, kambing, kerbau, sapi perah dan sapi potong. Selama lima tahun terakhir, masingmasing jenis ternak memiliki kecenderungan perkembangan populasi yang berbeda-beda. Adapun perkembangan populasi ternak pada tahun 2004 – 2008 dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Tabel 5. 3.
Perkembangan Populasi Ternak di Kabupaten Pelalawan
No
Jenis ternak
1 2 3 4 5 6 7
Sapi Kerbau Kambing Ayam buras Ayam pedaging Ayam petelur itik
2004 (ekor) 1.726 423 1.893 258.726 1.314.398 118.318 4.585
2005 (ekor) 1.823 465 1.937 276.707 1.685.350 122.222 4.803
2006 (ekor) 1.946 476 2081 209.603 1.011.434 104.221 6.262
2007 (ekor) 2.521 513 2.957 196.398 932.106 385.598 6.886
2008 (ekor) 4.782 646 3.035 462.947 2.506.257 750,072 11.879
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan (2009) Kabupaten Pelalawan mempunyai potensi untuk pengembangan peternakan skala besar tetapi sampai saat sekarang populasi ternak masih rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1.
Usaha peternakan yang dilakukan oleh masyarakat masih skala tradisional dan beternak bukan merupakan mata pencaharian
utama
keluarga
melainkan
sebagai
usaha
sampingan atau bahkan hanya sebagai kesenangan terhadap hewan ternak. 2.
Sumber daya manusia dibidang peternakan masih rendah sehingga kemampuan petani dalam memelihara ternak yang produktif kurang diperhatikan, akibatnya tingkat kebuntingan dan angka kelahiran ternak masih rendah.
3.
Kualitas bibit relatif rendah karena berasal dari ternak lokal sehingga pertumbuhan ternak lambat
4.
Kurangnya permodalan baik dari pemerintah, pihak swasta maupun fasilitas perkreditan untuk mengembangkan usaha ternak.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
5.
Adanya wabah penyakit yang membuat peternak ragu-ragu dalam mengembangkan usaha dibidang peternakan.
5.4.2.2. Produksi Ternak a. Produksi Daging Produksi utama usaha peternakan adalah daging, telur dan susu. Selain itu juga terdapat hasil ikutan seperti kulit, bulu, tulang dan sebagainya yang masih dapat dimanfaatkan untuk konsumsi ataupun sebagai pakan ternak (Muchtadi dan Sugiyono,1995). Penyedian produksi daging ditentukan oleh jumlah pemotongan ternak yang terdiri dari ternak besar, ternak kecil dan ternak unggas. Kebutuhan masyarakat Kabupaten Pelalawan akan daging pada tahun 2007 sangat tinggi yakni sekitar 910.291 kg untuk daging ayam ras pedaging, 1.551.6768 kg untuk daging ayam ras pedaging, 287.775 kg ayam buras dan 55.733 kg ayam ras petelur dan itik 2.074 kg. Kebutuhan atau
konsumsi
ayam
mengalami
penurunan
dibandingkan
tahun
sebelumnya (tahun 2006), namun konsumsi atau kebutuhan penduduk akan daging sapi, kerbau dan kambing menunjukkan peningkatan pada tahun 2007 dan mengalami penurunan pada tahun 2008 (Tabel 5.4). Tabel 5. 4.
No 1 2 3 4 5
Jumlah ternak dan Produksi daging di Kabupaten Pelalawan Tahun 2007 Jenis ternak
Sapi Kerbau Kambing Ayam buras Ayam pedaging
Jumlah ternak (ekor) 1.525 128 2.750 272.484 1.011.434
Produksi (kg) 266.188 23.832 28.050 217.987 910.291 211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
6 Ayam petelur 50.026 47.525 7 itik 6.105 5.495 Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan (2007)
Permintaan
akan
daging
dari
tahun
ke
tahun
mengalami
peningkatan yang signifikan sementara peningkatan populasi ternak tidak seimbang dengan permintaan pasar, akibatnya penyediaan produksi daging di Kabupaten Pelalawan masih dipasok dari luar kabupaten khususnya untuk produksi ternak sapi. Adapun laju peningkatan produksi daging dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 5. 5.
Peningkatan produksi daging dari tahun 2003 – 2007 (Kg)
No
Jenis ternak
2003 (kg)
2004 (kg)
2005 (kg)
2006 (kg)
2007 (kg)
1 2 3 4 5 6 7
Sapi Kerbau Kambing Ayam buras Ayam pedaging Ayam petelur itik
49.533 10.057 4.063 238.189 2.202.075 62.569 1.779
41.732 5.120 4.226 162.449 1.331.882 52.793 1.946
51.200 7.408 4.441 269.075 1.351.259 53.953 1.981
54.375 8.006 4.539 287.775 1.511.678 55.733 2.074
266.188 23.832 28.050 217.987 910.291 47.525 5.495
Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan (2007) b. Produksi Telur Produksi telur ayam di Kabupaten Pelalawan sama halnya dengan pasokan daging yang masih didatangkan dari luar daerah karena pasokan tidak mencukupi untuk mensuplai kebutuhan konsumen. Produksi telur yang diproduksi oleh Kabupaten Pelalawan sebagian besar berasal dari perusahaan swasta yang bergerak dibidang penetasan telur ayam (Hatchery DOC) yaitu perusahaan PT. Charond Phokphan (CP). Adapun perkembangan produksi telur di Kabupaten Pelalawan seperti terlihat pada Tabel berikut.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Tabel 5. 6. No
Perkembangan produksi Telur di Kabupaten Pelalawan
Jenis ternak
2003 2004 2005 2006 (kg) (kg) (kg) (kg) 1 Ayam Buras 183.366 221.997 124.188 124.900 2 Ayam Petelur 62.569 52.793 53.953 54.144 3 Itik 1.779 1.946 1.981 2.024 Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan (2007)
2007 (kg)
93.902 0 2.638
Produksi telur sangat terkait dengan mempertahankan mutu telur. Salah satu cara untuk mempertahankan mutu telur adalah pengawetan. Caranya adalah (a) merendam telur segar di dalam cairan yang dapat menutup pori-pori kerabang telur. Cairan ini antara lain larutan air kapur, larutan air garam, ekstrak babakan, kulit akasia, ekstrak daun jambu biji. Selain sebagai pengawet, cairan ini juga bersifat antiseptik; dan (b). Menyimpan telur dalam ruangan pendingin (cold storage) dengan temperatur (-0,5) – (-2,2) 0C. c. Konsumsi Hasil Ternak Konsumsi hasil ternak yaitu daging dan telur di Kabupaten Pelalawan berasal dari produksi lokal dan juga sebagian berasal dari pasokan dari luar kabupaten terutama dari Kota Pekanbaru dan Kabupaten Indragiri Hulu, sedangkan untuk produksi susu secara keseluruhannya berasal dari luar Kabupaten Pelalawan baik berupa susu bubuk atau susu kental manis. Konsumsi daging, telur dan susu di Kabupaten Pelalawan dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan, hal ini disebabkan karena jumlah penduduk semakin banyak dan tingkat pendidikan atau pengetahuan masyarakat tentang pangan bergizi khususnya protein hewani semakin meningkat pula. 211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Untuk meningkatkan populasi, produksi, dan konsumsi hasil ternak, Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan telah merencanakan program peternakan secara cooperate farming atau suatu usaha peternakan yang dilakukan secara terpadu dan bersifat komersial. Selain itu pelaksanaan program bibit yang berkualitas sehingga mampu menghasilkan ternak yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Pelalawan. Salah satu program unggulan Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan adalah pembangunan Holding Ground (HG) yang bertempat di Kecamatan Pangkalan Kerinci yang akan dilengkapi dengan laboratorium dan klinik hewan. Selain Holding Ground Dinas Peternakan juga merencanakan pembangunan Rumah Potong Hewan (RPH) dan Pasar Ternak di Kecamatan Pangkalan Kuras serta Tempat Pemotongan Hewan (TPH) di Kuala Kampar.
5.4.3. Performa Pakan Ternak 5.4.3.1. Rumput Ketersediaan rumput alam merupakan penunjang penting bagi terjaminnya penyediaan pakan ternak ruminansia. Namun demikian, untuk peternakan jenis ternak ruminansia skala menengah sangat diperlukan sumber rumput yang terjamin, baik dalam kuantitas, kualitas maupun kontinuitas suplainya. Oleh karena itu, sebuah peternakan skala menengah harus memiliki padang rumput (pastura) untuk mendukung kelancaran dan kelanjutan proses produksinya. Untuk itu, perlu dipilih spesies rumput tertentu yang bersifat perennial dan memiliki tingkat produksi yang tinggi. 211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Gambar 5. 6. Jenis Rumput Pakan Ternak
5.4.3.2. Hijauan Leguminosa (Kacang-kacangan) Untuk mempertahankan kesuburan, padang rumput memerlukan hijauan leguminosa. Disamping itu, hijauan leguminosa mengandung kadar protein tinggi, sehingga bila dikonsumsi oleh ternak akan mendapatkan pasokan protein yang memadai. Hijauan leguminosa ini dapat ditanam di padang rumput secara bersamaan dengan rumput, atau ditanam secara terpisah pada lahan tersendiri.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
5.4.3.3. Konsentrat Konsentrat merupakan bahan makanan yang digunakan bersama bahan makanan lain, untuk disatukan atau dicampun sebagai suplemen (pelengkap) atau makanan lengkap. Konsentrat ini biasanya berasal dari jagung, bungkil kelapa, dedak atau bekatul padi, dan tepung ikan. Zat nutrisi yang dikonsumsi oleh ternak ruminansia maupun non ruminansia diperuntukkan bagi kelangsungan hidup, pembentukan dan pertumbuhan bibit baru dan mendukung produksi ternak seperti daging, susu dan telur. Pasokan zat nutrisi dari rumput dan leguminosa mungkin tidak mencukupi, oleh sebab itu diperlukan makanan tambahan untuk memenuhi kebutuhan zat nutrisi tersebut. 5.4.3.4. Air Meskipun sebagian ternak rendah akan kebutuhan air, namun ketersediaan air perlu dipertimbangkan. Air diperlukan oleh ternak untuk minum secara ad-libitum terutama pada musim panas dan pada saat mengkonsumsi konsentrat. Selain itu, air juga diperlukan untuk memandikan ternak, membersihkan bangunan peternakan, kandang dan peralatan peternakan. 5.4.3.5. Efisiensi Pakan Biaya pakan pada sebuah industri peternakan menengah atau modern merupakan biaya input produksi yang paling mahal (Parakkasi 1999). Oleh karena itu, harus digunakan seefektif dan seefisien mungkin. Untuk ternak bibit, pakan diberikan sebatas kondisi tubuh ternak sedang saja. Sedangkan untuk penggemukan diberikan sekitar 100 % – 110 % dari tingkat pemberian ad-libitum.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Pada kondisi normal zat nutrisi pakan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan untuk tumbuh dan bereproduksi. Apabila ternak sakit, maka ternak akan membutuhkan zat nutrisi untuk merehabilitasi kesehatannya, untuk hidup pokok, untuk berproduksi dan bereproduksi. Dengan demikian terdapat ekstra kebutuhan nutrisi bagi ternak sakit. Hal ini menunjukkan bahwa apabila peternak terlambat mencegah serangan penyakit pada ternak, maka efisiensi terhadap pakan ternak akan meningkat dan biaya produksi juga akan meningkat.
5.5. Potensi dan Kendala Pengembangan Peternakan Kabupaten Pelalawan adalah salah satu daerah sentra penghasil ternak di Propinsi Riau, khususnya untuk ternak besar (sapi dan kerbau) dan sampai saat ini telah banyak memasok kebutuhan ternak untuk daerah kabupaten/ kota lainnya. Data pada tahun 2008 di Kabupaten Pelalawan terdapat 4.782 ekor sapi, 646 ekor kerbau dan 3,035 ekor kambing dan 240 ekor domba
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Tabel 5. 7.
Jumlah Ternak Menurut Jenis Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten Pelalawan Tahun 2008 (ekor)
No
Kecamatan
1 2
Langgam Pangkalan Kerinci Bandar Sei Kijang Pangkalan Kuras Ukui Pangkalan Lesung Bunut Pelalawan Bandar Petalangan Kuala Kampar Kerumutan Teluk Meranti Jumlah
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sapi Jantan Betina 143 308 206 323
Kerbau Jantan Betina 30 69 57 164
Kambing Jantan Betina 61 147 135 195
146
164
19
32
49
98
168
219
16
37
97
204
135 159
422 287
-
-
124 81
298 194
116 141 108
307 187 168
16 33 11
26 68 22
36 72 58
114 347 121
116 136 111 1.685
206 232 274 3.097
17 199
29 447
68 72 39 892
186 151 188 2.143
Sumber : Pelalawan Dalam Angka Tahun 2008
Selain potensi tersebut di atas, masih terdapat potensi peternakan lainnya. Potensi dan kendala pengembangan peternakan di Kabupaten Pelalawan diuraikan berdasarkan wilayah kecamatan sebagai berikut: Kecamatan Kuala Kampar Kecamatan Kuala Kampar memiliki potensi untuk pengembangan peternakan khususnya peternakan sapi, kambing, ayam buras dan itik yaitu di Kelurahan Teluk Dalam dan desa Tanjung Sum. Selain didukung dengan ketersediaan lahan, di Kecamatan Kuala Kampar juga tersedia pakan ternak berupa pakan hijauan, jerami padi, dedak padi (di Sungai Upih) dan bungkil kelapa yang banyak terdapat di desa Serapung yang
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
kesemuanya merupakan hasil sampingan dan usaha pertanian. Selain itu di Kecamatan Kuala Kampar juga terdapat perkebunan kelapa sawit, dimana pelepah sawit dan limbah sawit dapat dijadikan sebagai bahan pakan ternak dengan pola integrated farming. Selain itu, di Kecamatan Kuala Kampar juga terdapat usaha penangkapan ikan dimana dan hasil penangkapan tersebut banyak terdapat ikan kecil atau ikan rucah yang hanya dibuang ke sungai tanpa pengolahan lebih lanjut. Ikan rucah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang dapat memasok kebutuhan mineral dalam tubuh ternak. Selain tersebut di atas, ada beberapa hal yang menjadi kendala pengembangan peternakan di Kecamatan Kuala Kampar adalah (a) Minimnya sumber daya manusia yang ahli dibidang peternakan baik tenaga teknis maupun tenaga medis; (b) Kecamatan Kuala Kampar merupakan daerah yang sulit dijangkau dengan transportasi darat, akibatnya lalu lintas ternak diangkut dengan menggunakan angkutan air dengan waktu yang relaif lama, sehingga ternak mengalami tekanan atau stress selama dalam perjalanan akibatnya akan berdampak pada kondisi fisik ternak dan bahkan berakibat kematian; (c) Pola masyarakat dalam beternak hanya sebagai pekerjaan sambilan, sehingga hasil yang diperoleh juga tidak maksimal; (d) Kendala dalam hal pemasaran ternak maupun hasil ternak; (e) Perlu pengadaan atau pembuatan Hijauan Makanan Ternak (HMT) untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak sepanjang waktu; (f) Kendala dalam hal transportasi dari dan ke Kecamatan Kuala Kampar; dan (g) Kurangnya penyuluhan dan motivasi kepada
peternak
mengenai
beternak
yang
baik
yang
meliputi
pengetahuan tentang kandang, pakan, sistem pemeliharaan, sampai kepengolahan hasil produksi dan hasil ikutan.
211
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Gambar 5. 7. Sebaran Potensi Peternakan
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Kecamatan Teluk Meranti Kecamatan Teluk Meranti memiliki potensi untuk pengembangan peternakan khususnya peternakan sapi, kambing, dan unggas yaitu di Desa Pulau Mudo. Daerah ini juga memiliki ketersediaan pakan ternak yang cukup banyak seperti terdapat di sepanjang aliran sungai. Selain itu daerah ini memiliki keadaan tanah yang liat sehingga dalam hal pembuatan kandang ternak akan murah dan tahan lama. Meskipun memiliki potensi, dalam pengembangannya terdapat kendala sebagai berikut: a) Minimnya sumber daya manusia yang ahli dibidang peternakan baik tenaga teknis maupun tenaga medis. b) Kecamatan Teluk Meranti merupakan daerah yang sulit dijangkau dengan transportasi darat, akibatnya lalu lintas ternak diangkut dengan menggunakan angkutan air dengan waktu yang relatif lama, sehingga ternak mengalami tekanan atau stress selama dalam perjalanan akibatnya akan berdampak pada kondisi fisik ternak dan bahkan berakibat kematian. c) Pola masyarakat dalam beternak hanya sebagai pekerjaan sambilan, sehingga hasil yang diperoleh juga tidak maksimal d) Kendala dalam hal pemasaran ternak maupun hasil ternak. e) Kurangnya penyuluhan dan motivasi kepada peternak mengenai beternak yang baik yang meliputi pengetahuan tentang kandang, pakan, sistem pemeliharaan, sampai kepengolahan hasil produksi dan hasil ikutan.
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
f) Perlu pengadaan atau pembuatan Hijauan Makanan Ternak (HMT) untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak sepanjang waktu. Kecamatan Pelalawan Daerah yang cocok untuk pengembangan peternakan di Kecamatan Pelalawan antara lain adalah Desa Pangkalan Delik yang dikhususkan untuk pengembangan ternak sapi dan kambing. Di daerah ini peternakan dikembangkan melalui kerjasama perusahaan RAPP dan pemerintah daerah setempat. Selain itu di daerah ini Pangkalan Delik ini mayoritas penduduknya adalah masyarakat jawa yang dikenal dengan giat untuk bekerja sehingga usaha peternakannya mengalami peningkatan. Peternakan unggas dan itik ditempatkan di Desa Telayap, sedangkan untuk ternak kerbau ditempatkan di Desa Sungai Ara. Desa Sungai Ara terletak di dataran rendah sehingga banyak terdapat genangan air yang dijadikan sebagai kubangan bagi ternak kerbau, sehingga daerah ini cocok untuk perkembangan ternak kerbau. Sementara
di
Kecamatan
Pelalawan
terdapat
kendala
pengembangan peternakan. Kendala pengembangan yang dimaksud adalah (a) perlu adanya sumber daya manusia yang ahli dibidang peternakan baik tenaga teknis lapangan maupun tenaga medis yang selalu berada di lapangan; (b) kurangnya pembinaan dan pendampingan PPL; dan (c) adanya permasalahan pemasaran ternak maupun hasil ternak Kecamatan Bandar Sei Kijang Kecamatan Bandar Sei kijang terdiri dari lima desa dimana di setiap desa merupakan daerah potensi pengembangan peternakan unggas. Di Kecamatan Bandar Sei Kijang ini lebih dari 150 KK bergerak
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
sebagai peternak unggas baik itu pembibitan maupun kolektor bibit ternak. Selain itu di Desa Lubuk Ogong memiliki lahan sekitar 20 ha yang digunakan sebagai tempat pengembangan ternak sapi. Khususnya ternak bantuan pemerintah Propinsi Riau yang bekerja sama dengan dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan. Kecamatan Langgam Usaha peternakan di Kecamatan Langgam berupa peternakan sapi yaitu berada di Desa Langkan dan di kelurahan Langgam tepatnya di Dusun Muaro Sako dengan luas lahan yang tersedia lebih kurang 45 Ha yang dibagi atas 30 Ha di Langkan dan 15 di Dusun Muaro Sako. Sementara kendala yang dihadapi para peternak di daerah ini adalah (a) luas lahan kurang mencukupi untuk pengembangan ternak dalam skala besar; dan (b) tidak adanya tenaga teknis di lapangan Kecamatan Kerumutan Daerah ini potensi untuk pengembangan peternakan yaitu di Desa Beringin Makmur dan Pematang Tinggi. Sebagian masyarakat melakukan kegiatan
peternakan
peternakannya
belum
hanya dapat
sebagai
sambilan
menambah
sehingga
penghasilan
usaha
peternak.
Sementara kendala yang dialami oleh peternak dilapangan adalah (a) perlu adanya penambahan lahan yang dikhususkan untuk pengembangan peternakan yang sesuai dengan aturan tata letak usaha bidang peternakan; dan (b) perlu adanya pengadaan Hijauan Makanan Ternak Kecamatan Ukui Usaha peternakan di Kecamatan Ukui tidak berkembang seperti di kecamatan lain di Kabupaten Pelalawan, hal ini diakibatkan karena lahan
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
yang tersedia untuk peternakan sangat minim sehingga usaha peternakan hanya dilakukan secara individual.
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Kecamatan Pangkalan Lesung Budidaya peternakan di Kecamatan Pangkalan Lesung tidak berkembang secara signifikan dan hampir bisa dikatakan sangat sedikit sekali jumlah peternak. Pada umumnya usaha peternakan hanya untuk konsumsi masyarakat. Perhatian pemerintah daerah terhadap kecamatan ini lebih dititik beratkan pada pengembangan pertanian yaitu tanaman padi dengan luas areal lebih kurang 300 Ha yang berada di Desa Gonduang. Kecamatan Bandar Petalangan Usaha peternakan di Kec. Bandar Petalangan tidak berkembang pesat, tetapi pihak dinas Peternakan telah melakukan negosiasi untuk pengadaan ternak sapi sebanyak 50 ekor, tetapi saat ini yang baru terealisasi sebanyak 5 ekor ternak. Kecamatan Bunut Perkembangan peternakan di Kecamatan Bunut saat ini mulai diarahkan ke usaha penggemukan dan penghasil bibit ternak yang dilakukan melalui kerjasama dengan dinas Peternakan Propinsi Riau dengan program K2I. Saat ini terdapat lebih dari 30 ekor sapi di Kelurahan Bunut atau tepatnya di Dusun Merbau. Adapun kendala yang dihadapi oleh peternak adalah lokasi peternakan yang jauh dan tidak didukung dengan sarana dan prasarana jalan yang memadai sehingga hal tersebut menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan hidup ternak. Kecamatan Pangkalan Kuras Perkembangan
peternakan
di
Kecamatan
Pangkalan
Kuras
mendapatkan perhatian khusus oleh pemerintah daerah Kabupaten
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
Pelalawan, hal ini dapat dilihat dengan pembuatan Holding Ground yang berada di daerah Kemang. Selain Holding Ground dibangun di Kemang, disini juga dilakukan usaha peternakan ayam di daerah transmigrasi Kemang
dengan
luas
areal
sekitar
50
Ha.
Sedangkan
untuk
pengembanganh ternak besar di tempatkan di Desa Meranti dan Desa Harapan Jaya. Dalam menunjang dan mengembangkan potensi tersebut, terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh peternak di Kecamatan Pangkalan Kuras. Kendala yang dimaksud adalah (a) Belum tercukupinya konsumsi pakan hijauan maupun pakan tambahan bagi ternak dalam jangka waktu tertentu; (b) Perlu adanya pengawasan setiap perkembangan ternak; (c) Pengadaan bibit yang baik; dan (d) Pemasaran hasil. Secara umum, walaupun Kabupaten Pelalawan mempunyai potensi di bidang peternakan tetapi populasi ternak masih rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh : •
Usaha peternakan yang dilakukan masyarakat masih bersifat usaha sambilam;
•
Kurangnya kemampuan petani memelihara ternak betina produktif (terutama dalam hal reproduksi), sehingga angka kelahiran ternak masih rendah;
•
Kurangnya modal masyarakat dalam mengembangkan usaha ternak, karena masih banyak yang belum mengetahui adanya fasilitas kredit usaha dari pemerintah dan pihak swasta;
•
Mutu ternak yang dipelihara masyarakat relative rendah, karena didominasi oleh ternak local yang laju pertumbuhannya lambat;
•
Masih rendahnya sumberdaya manusia (SDM) yang tersedia; dan
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
•
Adanya wabah penyakit.
5.6. Isu Strategis dan Masalah Mendesak Isu Strategis di sektor peternakan di Kabupaten Pelalawan adalah: 1. Target Pemerintah Pusat melalui Departemen Pertanian untuk mencapai swasembada daging tahun 2010; 2. Target penyebaran ternak besar (sapi) untuk Kabupaten Pelalawan dari tahun 2006-2011 sebanyak 2000 ekor; 3. Target konsumsi daging perkapita/tahun sebesar 10 Kg; 4. Pentingnya peningkatan sarana dan prasarana pasar produksi hasil peternakan; 5. Pentingnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) apparatus dan peternak dalam upaya peningkatan produksi ternak; 6. Kasus kejadian penyakit pada hewan/ternak yang masih tinggi; dan 7. Pentingnya penerapan teknologi dalam bidang peternakan. Sementara, masalah-masalah yang mendesakdi bidang peternakan di Kabupaten Pelalawan adalah : 1. Masih rendahnya produktivitas dan kualitas hasil peternakan; 2. Kualitas dan kuantitas bibit sapi pejantan yang rendah; 3. Teknologi bidang peternakan yang masih terbatas; 4. Kasus kejadian penyakit pada hewan/ternak yang masih tinggi; 5. Sumberdaya manusia (SDM) peternakan yang masih terbatas; 6. Belum tersedianya informasi dan publikasi pemasaran hasil ternak; dan 220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
7. Kurang berkembangnya usaha peternakan.
5.7. Kebijakan Pelalawan
Pembangunan
Peternakan
Kabupaten
Tujuan pembangunan peternakan Kabupaten Pelalawan adalah : 1. Mewujudkan pelayanan prima baik untuk internal organisasi maupun
pelayanan
kepada
publik
dengan
tujuan
menyelenggarakan pelayanan prima baik di lingkungan intern organisasi maupun pelayanan terhadap petani ternak rakyat; 2. Mewujudkan
kesejahteraan
petani
ternak
rakyat
melalui
peningkatan produksi, produktivitas hasil ternak dengan tujuan meningkatkan pendapatan petani ternak untuk mencapai taraf hidup yang lebih layak dan sejahtera; 3. M<ewujudkan pemberdayaan petani ternak dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan kemampuan kelembagaan ekonomi rakyat dengan tujuan menyadarkan dan membimbing petani ternak sehingga mereka mampu mengakses sumberdaya, permodalan, teknologi dan pasar; dan 4. Mewujudkan industrialisasi usaha ternak yang berbasis pedesaan menuju
usaha
peternakan
yang
unggul
dengan
tujuan
meningkatkan produksi ternak sebagai akibat penggunaan teknikteknik dan metode di dalam usaha peternakan. Strategi
pembangunan
peternakan
di
Kabupaten
Pelalawan
adalah: 1. Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan. Pemberdayaan ekonomi kerakyatan dapat dilakukan melalui penyebaran ternak bibit, pemberdayaan kelompok produktif,
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
pengembangan hijauan makanan ternak (HMT) unggul dan pengembangan pakan alternatif. 2. Pemantapan Produksi dan Tata Niaga Ternak. Pemantapan produksi dan tata niaga ternak melalui pelayanan kesehatan hewan (Keswan) dan kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet),
pengembangan
kawasan
agribisnis
peternakan,
pengembangan sentra reproduksi, pengembangan sentra bibit, dan pelatihan serta pengembangan sarana dan prasara peternakan serta penerapan teknologi tepat guna. 3. Substitusi Pemasukan Hasil Ternak Daerah. 4. Pembinaan Kelembagaan. _______________ ______
220
Laporan Akhir Kajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten Pelalawan Tahun 2009
5.1. Sistem Usahatani Peternakan........................................................................182 5.2. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Peternakan..............................................186 5.3. Klasifikasi Sistem Usahatani Ternak ...........................................................189 5.4. Pengembangan Peternakan............................................................................191 5.4.1. Teknologi Budidaya Ternak...................................................................195 5.4.2. Populasi, Produksi Ternak, dan Konsumsi Hasil Ternak .....................203 5.4.3. Performa Pakan Ternak..........................................................................208 5.5. Potensi dan Kendala Pengembangan Peternakan .........................................211 5.6. Isu Strategis dan Masalah Mendesak ...........................................................221 5.7. Kebijakan Pembangunan Peternakan Kabupaten Pelalawan........................222
220