LAPORAN AKHIR
Analisis Implementasi Peraturan Terkait Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP)
PUSAT PENGKAJIAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2016
RINGKASAN EKSEKUTIF Latar Belakang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.64 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (“PP IKTP”) mewajibkan perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dalam rangka meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang tercatat di dalam database pemerintah. Laporan Keuangan Tahunan yang disajikan dan disampaikan kepada pemerintah ini juga perlu ditingkatkan daya guna informasinya sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Kewajiban untuk melakukan penyampaian laporan berdasarkan PP IKTP tersebut ditujukan kepada perusahaan, dimana definisi perusahaan dalam peraturan dimaksud, yaitu setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia. Setiap perusahaan yang termasuk dalam lingkup kategori PP IKTP tersebut wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan. Bagi
pemerintah,
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan
(“LKTP”) merupakan sumber informasi dalam membina pelaku usaha di dalam
negeri.
Lebih
lanjut
bagi
dunia
swasta/para
pelaku
usaha/perusahaan, informasi mengenai LKTP tersebut salah satunya adalah dapat dipergunakan dalam rangka untuk mencari dan menemukan perusahaan yang dapat dijadikan sebagai mitra bisnis yang berada di seluruh Indonesia atau bahkan negara lain yang memiliki perusahaan di Indonesia,
sehingga
diharapkan
bisa
mendorong
peningkatan
pertumbuhan investasi maupun perekonomian di dalam negeri. Meskipun sudah berjalan Otonomi Daerah sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, ii
Perkembangan LKTP dari tahun ke tahun tetap berjalan stabil. Pelaku usaha tetap melakukan pelaporan LKTP kepada Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan. Pemerintah
pusat
pada
tahun
2000
mengeluarkan
Kepmenperindag No.121 tahun 2002 tentang Ketentuan Penyampaian LKTP. Didalamnya diaur tentang definisi LKTP, yaitu laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik atau Instansi Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara yang memiliki kewenangan menerbitkan undangan
laporan yang
akuntan
berlaku.
berdasarkan
Akuntan
publik
peraturan yang
perundang-
ditunjuk
dalam
Kepmenperindag No.121 tahun 2001 adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik. Setelah pelaku usaha mengirimkan LKTP ke Kemendag, maka mereka menerima Surat Tanda Penerimaan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan
(“STP-LKTP”),
yang
merupakan
tanda
bukti
bahwa
perusahaan yang bersangkutan telah menyampaikan LKTP secara lengkap dan benar. Biasanya STP-LKTP ini diterima pelaku usaha 1 (satu) bulan setelah LKTP diterima oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. Permasalahan muncul karena ternyata pada saat yang bersamaan para pelaku usaha/perusahaan juga harus menyampaikan Laporan Keuangannya kepada pihak lain/pemerintah selain Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Ditjen Dagri Kementerian Perdagangan antara lain: (a) Kementerian Hukum dan HAM, (b) Kementerian Keuangan, (c) OJK, (d) BKPM dan (e) Bappebti. Selain itu ternyata Kementerian/Lembaga lain sudah menerapkan sistem pelaporan Laporan Keuangan secara online seperti
Ditjen Pajak Kemenkeu dengan e-SPT atau e-filling, BKPM
dengan NSWi dan OJK dengan SPE-OJK. Sedangkan di Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Ditjen Dagri masih menggunakan metode
iii
pelaporan dalam bentuk penyerahan dokumen-dokumen fisik (hardcopy) dan belum bisa secara online. Tujuan Penelitian a. Menganalisis hubungan peraturan terkait LKTP dengan peraturan perundangan lainnya. b. Menganalisis efektivitas peraturan terkait LKTP c. Merumuskan usulan kebijakan terkait LKTP Metodologi Penelitian Analisis yang digunakan dalam melihat hubungan antara UndangUndang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, Peraturan Pemerintah No.64 tahun 1999 tentang IKTP dan Kepmenperindag No.121 tahun 2002 tentang ketentuan Penyampaian LKTP dengan peraturan perundangan-undangan terkait lainnya yang bersifat evaluasi deskriptif dengan
menggunakan
analisis
ketentuan
hukum
formal.
Dalam
melakukan analisis implementasi terkait LKTP digunakan metode analisis Yuridis Normatif. Yuridis Normatif ini dipergunakan untuk melakukan penelusuran peraturan
terhadap
norma-norma
perundang-undangan
penyampaian
Laporan
hukum
yang
Keuangan
yang
mengatur
Tahunan
terdapat
tentang
dalam
kewajiban
Perusahaan
(LKTP),
penelusuran terhadap sistematika hukum, dan penelusuran terhadap penyesuaian peraturan-peraturan hukum serta untuk memperoleh data maupun
keterangan
yang
terdapat
dalam
berbagai
literatur
di
perpustakaan, jurnal serta hasil penelitian, koran, majalah, situs internet dan sebagainya (Sugono, 1996). Ada tiga (3) alat pengumpulan data yaitu (a) studi dokumen atau bahan pustaka, (b) pengamatan atau observasi dan (c) diskusi kelompok terfokus atau Focus Group Discussion (FGD). Ketiga alat tersebut ini dipergunakan secara bersama-sama atau tersendiri (Soekanto, 1984).
iv
Hubungan Peraturan LKTP dengan Peraturan Perundangan Lainnya serta Permasalahannya. PP IKTP mewajibkan perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP). PP IKTP tersebut mewajibkan perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dalam rangka menjalankan amanat pemerintah dan suatu wujud kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana sasaran dari penyampaian LKPT tersebut adalah untuk meningkatkan kelompok jenis bidang usaha dan jumlah perusahaan yang tercatat dalam database pemerintah. Penyajian Laporan Keuangan Tahunan ini juga perlu ditingkatkan daya guna informasinya sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Perusahaan1 berdasarkan PP IKTP ini wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan. Namun, hingga saat ini terdapat keluhan dari para stakeholder, bahwa kerap kali terjadi duplikasi regulasi terkait penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan, yaitu ke Ditjen PDN, Ditjen Pajak Kemenkeu, Kemenhukham, BKPM, OJK, dan Bappebti2. Selain daripada itu, mencuat pertanyaan yang sangat mendasar tentang manfaat yang diperoleh para stakeholder setelah melaksanakan kewajibannya untuk menyampaikan LKTP. 1
Perusahaan yaitu setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia. 2 Sebenarnya terhadap penyampaian LKTP kepada beberapa instansi pemerintah yang berbeda tidak dapat dijadikan sebagai dasar keberatan dari perusahaan untuk tidak mengerjakan segala sesuatu yang merupakan kewajibannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-‐undangan yang berlaku. Hanya saja perlu untuk dilakukan klarifikasi apakah permintaan yang diajukan oleh masing-‐masing instansi pemerintah tersebut terdapat variabel-‐variabel khusus yang merupakan faktor pembeda dan dalam penyusunannya memerlukan adanya waktu maupun keahlian khusus. Namun apabila ternyata format LKTP yang disampaikan tidak (jauh) berbeda antara instansi pemerintah yang satu dengan instansi pemerintah yang lain, maka yang perlu dilakukan oleh perusahaan hanya mempersiapkan set dokumen yang harus disampaikan sesuai dengan peruntukkannya. Terlebih hal ini merupakan sesuatu kegiatan tahunan yang secara rutin dilakukan.
v
Rekomendasi Menyatukan pemahaman terhadap kewajiban penyampaian LKTP terkait dengan adanya materi yang duplikatif antara Kementerian Perdagangan, Kementerian Hukum dan HAM, BKPM, dan OJK, maka perlu dilakukan antara lain: a. Koordinasi antar Kementerian dan Lembaga tentang LKTP. b. Sosialisasi
terhadap
pelaku
usaha
tentang
pentingnya
penyampaian LKTP selama ini telah dilakukan dan akan terus dilakukan. Esensi dari sosialisasi ini adalah menjelaskan bahwa meskipun ada duplikasi penyampaian LKTP tetapi ada perbedaan tujuan dari pelaku usaha melaporkan LKTP tersebut dengan dasar hukum yang berbeda-beda juga. Membuat sistem penyampaian LKTP melalui media online agar supaya bisa membuat para pelaku usaha lebih cepat dan efisien dalam pelaporannya seperti yang telah diterapkan oleh Ditjen Pajak, BKPM dan OJK. Dibentuk suatu tim yang terlatih dan memiliki dasar keahlian dalam rangka meningkatkan kualitas/mutu dan kemampuan dalam menganalisis data LKTP dari aspek ekonomi dan hukum, sehingga keluaran analisisnya dapat dijadikan sebagai gambaran perekonomian Indonesia dan relevan untuk dipergunakan sebagai acuan dalam memprediksi bagaimana perkembangan bisnis di sektor tertentu pada masa yang akan datang. Selain itu Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi diperkenankan untuk meminta bantuan pihak ketiga dalam menganalisis data LKTP seperti kepada Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) atau konsultan independen. Menjalin kerja sama yang dituangkan dalam suatu Memorandum of Understanding/Nota Kesepahaman atau bahkan dengan adanya suatu perjanjian penunjukan dengan Kantor Akuntan Publik dan Ikatan Akuntan Publik terkait sosialisasi kewajiban penyampaian LKTP kepada seluruh vi
perusahaan di Indonesia. Berdasarkan hasil temuan survey di lapangan, didapati bahwa pelaku usaha patuh dalam menyampaikan LKTP. Kecenderungan ini terjadi dikarenakan adanya masukan informasi yang diberikan oleh Kantor Akuntan Publik yang secara khusus dipekerjakan oleh perusahaan dimaksud. Melakukan revisi terhadap Kepmenperindag No.121 Tahun 2002 tentang Ketentuan Penyampaian LKTP, terutama disebabkan oleh karena adanya pemisahan kelembagaan antara Kementerian Perindustrian dengan Kementerian Perdagangan. Selain daripada itu juga ada perubahan
nomenklatur
Direktorat
Bina
Usaha
dan
Pendaftaran
Perusahaan menjadi Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi. Lebih jauh lagi terkait dengan ketentuan Pasal 12 ayat (3)-nya, yang perlu lebih disederhanakan dalam teknis pelaporan sehingga memudahkan para pelaku usaha, terutama menghilangkan bentuk laporan yang ditentukan berupa disket dan memaksimalkan sistem pelaporan secara online. Mempercepat
pemberian
bukti
penyampaian
LKTP
dari
sebelumnya 1 (satu) bulan setelah diterima oleh Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan menjadi 7 (tujuh) hari kerja sesuai dengan Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002
tentang
Ketentuan
Penyampaian LKTP.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, laporan “ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN TERKAIT LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN (LKTP)” dapat diselesaikan. Kegiatan
ini
dilatarbelakangi
dengan
diberlakukannya
Peraturan
Pemerintah No.64 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan yang bertujuan meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang wajib menyampaikan laporan keuangan tahunan serta meningkatkan daya guna informasi yang disajikan dalam laporan keuangan tahunan maupun komponen laporan keuangan tahunan yang wajib disampaikan perusahaan perlu diubah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku. Informasi tersebut bagi pemerintah dapat dijadikan bahan masukan dalam rangka merumuskan kebijakan yang mengarah kepada
iklim
usaha
yang
kondusif.
Bagi
swasta/para
pelaku
usaha/perusahaan, informasi tersebut dapat digunakan untuk melihat prospek bisnis, investasi maupun potensi pesaing usaha. Kegiatan ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri, dengan tim peneliti terdiri dari Kumara Jati sebagai koordinator dan anggotanya terdiri dari
Firman
Mutakin, Bagus Wicaksena, Yudha Hadian Nur, Nasrun, Riffa Utama, dan Selfi Menanti serta dibantu oleh tenaga ahli Ari Wahyudi. Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Dalam kesempatan ini tim menyampaikan terima kasih terhadap berbagai pihak yang telah membantu terselesainya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan di bidang perdagangan efektivitas regulasi terkait LKTP. Jakarta,
April 2016
Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri viii
ABSTRAK Analisis Implementasi Peraturan Terkait Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) Terdapat
kebijakan
yang
mewajibkan
pelaku
usaha
untuk
menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) kepada Kementerian Perdagangan. Pada saat LKTP merupakan salah satu syarat dalam perpanjangan TDP trend penyampaian LKTP meningkat sebesar 1,3%. Namun, sejak tahun 2007 dimana LKTP tidak menjadi persyaratan dalam perpanjangan TDP, trend penyampaian LKTP menurun sebesar 2,4%. Pada tahun 2007 tercatat 2.517 LKTP dan tahun 2014 hanya 2.191 LKTP. Berdasarkan analisis yuridis normatif, terjadinya penurunan penyampaian LKTP akibat adanya: peraturan perundangan lain yang mengatur penyampaian LKTP, regulasi Kemendag yang membuat penyampaian LKTP tidak optimal, pemahaman pelaku usaha terkait LKTP masih rendah, serta sistem penyampaian LKTP di Kemendag masih dilakukan secara manual. Beberapa rekomendasi yang bisa disampaikan yaitu: (1) Menyatukan penyampaian LKTP menjadi satu pintu sebagai kebijakan jangka panjang. (2) Mengusulkan LKTP kembali menjadi salah satu syarat perpanjangan TDP untuk perusahaan dengan aset paling sedikit Rp.25 miliar.(3) Menjalin kerja sama dengan Kantor Akuntan Publik dalam
melakukan
sosialisasi
kewajiban
penyampaian
LKTP.
(4)
Menerapkan sistem penyampaian LKTP di Kemendag secara online. (5) Melakukan analisis terhadap data LKTP sehingga dapat dijadikan informasi yang bermanfaat bagi pelaku usaha. Kata kunci: Implementasi Peraturan, Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP), dan Yuridis Normatif
ix
ABSTRACT Analysis of Implementation of Regulations Related to the Company's Annual Financial Statements (LKTP) There is a policy which requires businesses for an Company's Annual Financial Statements (LKTP) to the Ministry of Commerce. At the time of LKTP is a prerequisite for the extension of the delivery LKTP TDP trend increased by 1.3%. However, since 2007 where LKTP not be a requirement in the extension of TDP, the trend of delivering LKTP decreased by 2.4%. In 2007, there were 2,517 LKTP and in 2014 only 2,191 LKTP. Based on normative analysis, the decrease in delivery due to their LKTP: other legislation governing the submission LKTP, the Ministry of Trade regulations which make the delivery LKTP not optimal, understanding LKTP related businesses is still low, as well as delivery systems LKTP in the Ministry of Trade is still done manually. Some of the recommendations can be submitted, namely: (1) Putting LKTP delivery into the door as a long-term policy. (2) Propose LKTP back to being one of the requirements for the extension TDP company with assets of at least IDR 25 billion. (3) Establish cooperation with the public accounting firm in socializing LKTP delivery obligations. (4) Implement the delivery system in the Ministry of Trade LKTP online. (5) Conduct an analysis of the data LKTP so it can be useful information for businesses. Keywords: Implementation Regulations, the Company's Annual Financial Statements (LKTP), and normative juridical
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL....................................................................................i RINGKASAN EKSEKUTIF.......................................................................ii KATA PENGANTAR................................................................................viii ABSTRAK................................................................................................ix DAFTAR ISI.............................................................................................xi DAFTAR TABEL......................................................................................xiv DAFTAR GAMBAR..................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................xiv
BAB
I
BAB II
: PENDAHULUAN............................................................1 1.1.
Latar Belakang....................................................1
1.2.
Perumusan Masalah...........................................2
1.3.
Tujuan Penelitian................................................4
1.4.
Keluaran Penelitian.............................................4
1.5.
Manfaat Penelitian..............................................5
1.6.
Ruang Lingkup....................................................5
1.7.
Sistematika Laporan...........................................5
: TINJAUAN PUSTAKA..................................................7 2.1.
Dasar Hukum Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP)............................................7
2.2.
Implementasi dan Efektivitas Dalam Perspektif Hukum................................................................10
2.3.
Hasil Penelitian Terdahulu.................................11
xi
BAB III
: METODE PENGKAJIAN...............................................14 3.1.
Metode Analisis..................................................14
3.2.
Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data.......16
3.2.1. Jenis dan Sumber Data....................................16 3.2.2. Metode Pengumpulan Data..............................16 3.3.
BAB IV
:
Kerangka Pemikiran...........................................17
ANALISIS EFEKTIVITAS PERATURAN LKTP...........19 4.1.
Hubungan Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002
dengan
Peraturan
Perundang-undangan
terkait lainnya.....................................................19 4.2
Efektifitas implementasi Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002...........................................26
4.2.1. Ketentuan Mekanisme Penyampaian LKTP...26 4.2.2. Pelaksanaan Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP).........................27 4.2.3. Keberadaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas..................31 4.2.4. Kendala Dalam Penyampaian LKTP..............32
xii
BAB V
:
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN ..35 5.1.
Kesimpulan.........................................................35
5.2.
Rekomendasi Kebijakan.....................................37
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................39 LAMPIRAN.............................................................................................42
xiii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1.
Inventarisasi Masalah Peraturan LKTP..........................14
Tabel 4.1.
Jumlah Perusahaan Yang Melaporkan LKTP Tahun 2014....................................................................28
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1.
Kerangka Pemikiran Analisis..............................17
Gambar 4.1.
Hubungan Peraturan LKTP dengan Peraturan Perundang-undangan Lainnya...........25
Gambar 4.2.
Faktor Penyebab Belum Efektifnya Penyampaian LKTP...................................................................34
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner.......................................................................42 Lampiran 2. Surat Undangan.............................................................46
xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pembangunan nasional merupakan tolok ukur bagi pemerintah dalam menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bangsa. Salah satu cara
dalam
mendatangkan
devisa
negara
guna
meningkatkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah melalui pengembangan dan peningkatan investasi dalam negeri, yang dilakukan dengan upaya memotivasi dan mengajak investor, baik dari dalam maupun luar negeri. Dengan begitu akan tercipta lowongan-lowongan pekerjaan baru bagi masyarakat. Oleh karena itu penciptaan iklim investasi yang kondusif sangat diperlukan, yang bukan hanya untuk menarik minat investor baru, tetapi juga dalam rangka membangun industri yang berdaya saing tinggi untuk meningkatkan produksi barang dalam pemenuhan konsumsi, bukan hanya terbatas untuk konsumsi domestik melainkan juga diperuntukkan dalam rangka meningkatkan nilai tambah produk dalam perdagangan dunia. Pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh lembaga usaha perdagangan menjadi sebuah keharusan bagi pemerintah, yaitu dalam rangka menciptakan tertib dan optimalisasi iklim usaha di Indonesia. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah adalah melalui pemberlakuan kebijakan wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) terhadap setiap perusahaan yang berdiri dan beroperasi di Indonesia. Pemerintah berharap dengan diberlakukannya kebijakan LKTP ini akan memberikan dampak yang positif, yaitu terciptanya iklim usaha yang kondusif dan lebih bertanggung jawab, guna meningkatkan iklim usaha di Indonesia. Selain itu, pemberlakuan LKTP juga sebagai upaya pemerintah dalam melaksanakan program pelayanan prima kepada dunia usaha. Secara teknis, pemberlakuan LKTP bagi setiap perusahaan memberikan manfaat kepada pemerintah dalam rangka pembinaan, 1
pengarahan, pengawasan dan penciptaan iklim usaha yang sehat. Laporan Keuangan juga sangat bermanfaat bagi pemerintah dalam mengikuti perkembangan dunia usaha di setiap daerah. Selain itu LKTP juga dimanfaatkan sebagai informasi dan data bagi pemerintah untuk memantau perkembangan dunia usaha di dalam negeri. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.64 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (IKTP) mengamanatkan bahwa semua perusahaan wajib memberikan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan yang terdiri dari Neraca, Laporan Laba Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas, dan catatan atas laporan keuangan yang mengungkapkan utang piutang termasuk kredit bank dan daftar penyertaan modal. Dalam tatanan teknis, kewajiban LKTP diatur dalam
Kepmenperindag
Penyelenggaraan
Nomor
Pendaftaran
LKTP
234/MPP/Kep/6/2000 yang
esensinya
tentang mengatur
mekanisme pelaporan dan isi/pokok subyek pelaporan. 1.2 Perumusan Masalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.64 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (“PP IKTP”) mewajibkan perusahaan untuk menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dalam rangka meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang tercatat di dalam database pemerintah. Laporan Keuangan Tahunan yang disajikan dan disampaikan kepada pemerintah ini juga perlu ditingkatkan daya guna informasinya sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Kewajiban untuk melakukan penyampaian laporan berdasarkan PP IKTP tersebut ditujukan kepada perusahaan, dimana definisi perusahaan dalam peraturan dimaksud, yaitu setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau 2
bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan dalam wilayah
Negara Republik Indonesia. Setiap perusahaan yang termasuk dalam lingkup kategori PP IKTP tersebut wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan kepada Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang perdagangan. Bagi
pemerintah,
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan
(“LKTP”) merupakan sumber informasi dalam membina pelaku usaha di dalam
negeri.
Lebih
lanjut
bagi
dunia
swasta/para
pelaku
usaha/perusahaan, informasi mengenai LKTP tersebut salah satunya adalah dapat dipergunakan dalam rangka untuk mencari dan menemukan perusahaan yang dapat dijadikan sebagai mitra bisnis yang berada di seluruh Indonesia atau bahkan negara lain yang memiliki perusahaan di Indonesia,
sehingga
diharapkan
bisa
mendorong
peningkatan
pertumbuhan investasi maupun perekonomian di dalam negeri. Meskipun sudah berjalan Otonomi Daerah sesuai dengan amanat dari Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Perkembangan LKTP dari tahun ke tahun tetap berjalan stabil. Pelaku usaha tetap melakukan pelaporan LKTP kepada Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan. Pemerintah
pusat
pada
tahun
2000
mengeluarkan
Kepmenperindag No.121 tahun 2002 tentang Ketentuan Penyampaian LKTP. Didalamnya diaur tentang definisi LKTP, yaitu laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik atau Instansi Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara yang memiliki kewenangan menerbitkan undangan
laporan yang
akuntan
berlaku.
berdasarkan
Akuntan
publik
peraturan yang
perundang-
ditunjuk
dalam
Kepmenperindag No.121 tahun 2001 adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik. Setelah pelaku usaha mengirimkan LKTP ke Kemendag, maka mereka menerima Surat Tanda Penerimaan Laporan Keuangan Tahunan 3
Perusahaan
(“STP-LKTP”),
yang
merupakan
tanda
bukti
bahwa
perusahaan yang bersangkutan telah menyampaikan LKTP secara lengkap dan benar. Biasanya STP-LKTP ini diterima pelaku usaha 1 (satu) bulan setelah LKTP diterima oleh Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan. Selain itu, UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP) merupakan dasar pembentukan regulasi terkait LKTP dalam hal pengenaan sanksi dan pembinaan. Permasalahan muncul karena ternyata pada saat yang bersamaan para pelaku usaha/perusahaan juga harus menyampaikan Laporan Keuangannya kepada pihak lain/pemerintah selain Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Ditjen Dagri Kementerian Perdagangan antara lain: (a) Kementerian Hukum dan HAM, (b) Kementerian Keuangan, (c) OJK, (d) BKPM dan (e) Bappebti. Selain itu, sejak tahun 2007, trend penyampaian LKTP menurun sebesar 2,4% dimana pada tahun 2007 tercatat 2.517 LKTP dan tahun 2014 hanya 2.191 LKTP. Berdasarkan hal tersebut, maka pertanyaan penelitiannya adalah: “Bagaimana efektivitas implementasi peraturan terkait LKTP?” 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan pertanyaan di atas, tujuan dari analisis ini adalah: a.
Menganalisis hubungan peraturan terkait LKTP dengan peraturan perundangan lainnya.
b.
Menganalisis efektivitas peraturan terkait LKTP.
c.
Merumuskan usulan kebijakan terkait LKTP.
1.4 Keluaran Penelitian Berdasarkan tujuan di atas, maka keluaran yang diharapkan dari analisis ini adalah: a. Hubungan peraturan terkait LKTP dengan peraturan perundangan lainnya. b. Peraturan pelaksana terkait LKTP yang efektif. 4
c. Rumusan usulan kebijakan dalam rangka peningkatan efektivitas regulasi terkait LKTP. 1.5 Manfaat Penelitian Analisis ini diharapkan bermanfaat bagi: a. Referensi bagi unit teknis di Kementerian Perdagangan dan kementerian terkait lainnya, akademisi dan peneliti; b. Pelaksanaan peraturan terkait LKPT yang efisien, implementatif, serta memberikan timbal balik bagi para stakeholder. 1.6 Ruang Lingkup Analisis ini memiliki ruang lingkup sebagai berikut: a. Peraturan terkait LKTP yang terdiri dari Kepmenperindag, Peraturan Pemerintah, Undang-Undang Penanaman Modal, Undang-Undang Pasar
Modal,
Undang-Undang
Peraturan
Berjangka
Komoditi,
Undang-undang Perseroan Terbatas, dan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh). b. Faktor regulasi dan non regulasi terkait kepatuhan perusahaan menyampaikan LKTP.
1.7 Sistematika Laporan Laporan analisis terdiri dari 5 Bab dengan rincian sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan. Pada Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang meliputi permasalahan tujuan penelitian, keluaran penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian. Bab II. Tinjauan Pustaka. Pada Bab ini dibahas tinjauan literatur mengenai telaah kebijakan yang terkait LKTP dari sisi yuridis. Pada bagian ini juga akan ditelaah hasil penelitian terdahulu mengenai metodologi yang terkait dengan analisis.
5
Bab III. Metodologi. Pada Bab ini dipaparkan kerangka penelitian serta metode analisis dengan pendekatan hukum normatif dan deskriptif sesuai dengan realita. Bab IV. Analisis Efektivitas Peraturan LKTP. Pada Bab ini dibahas hubungan Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002 dengan Peraturan Perundang-undangan
terkait
lainnya
serta
efektifitas
implementasi
Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002 oleh pelaku usaha. Bab V. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Bab ini menyajikan efektivitas
pelaksanaan
peraturan
terkait
LKTP
dan
selanjutnya
berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, disampaikan rekomendasi kebijakan yang diharapkan menghasilkan kebijakan terkait LKTP yang efektif.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Hukum Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan, dalam rangka lebih meningkatkan efisiensi dan daya saing perekonomian nasional, maka pemerintah menilai perlu untuk disediakan kemudahan untuk memperoleh informasi keuangan tahunan perusahaan. Oleh karena itu pemerintah menetapkan ketentuan tentang informasi Keuangan Tahunan Perusahaan dalam suatu bentuk Peraturan Pemerintah. Keadaan ini juga didukung peristiwa yang terjadi pada
tahun 1998
dimana terjadi krisis moneter yang menimpa Indonesia, sehingga diperlukan data yang valid untuk melihat bagaimana perkembangan ekonomi di Indonesia yang salah satunya diwakili oleh kebijakan tentang laporan keuangan tahunan perusahaan. Selanjutnya,
berdasarkan
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia Nomor 64 tahun 1999 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan, dalam rangka meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan dipandang perlu memperluas ruang lingkup pelaksanaan Peraturan Pemerintan Nomor 24 Tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan. Perusahaan
yang
wajib
menyampaikan
Laporan
Keuangan
Tahunan Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan oleh orang perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Laporan keuangan ini dianggap dokumen 7
umum yang dapat diketahui oleh masyarakat. Keadaan ini sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi
Publik,
yang
mengatur
bahwa
informasi
merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional. Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Keterbukaan informasi publik juga merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan Badan Publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik. Selain itu Pengelolaan informasi publik merupakaan salah satu upaya untuk mengembangkan masyarakat informasi. Dalam hal ini Kementerian Perdagangan merupakan pengelola informasi publik berupa Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (berdasarkan pasal 7 Kepmenperindag No.121/MPP/Kep/2/2002). Wajib
penyampaian
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan bertujuan mencatat dan mendokumentasi bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari suatu perusahaan dan merupakan
sumber
informasi
resmi
untuk
semua
pihak
yang
berkepentingan meliputi Neraca, Laporan Laba-Rugi, Laporan Perubahan Ekuitas, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan yang mengungkapkan utang piutang termasuk kredit bank dan daftar penyertaan
modal
(berdasarkan
pasal
4
Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002). Sifat LKTP adalah terbuka untuk semua pihak dimana setiap pihak yang berkepentingan berhak memperoleh keterangan yang diperlukan dengan cara mendapatkan salinan atau petikan resmi dari keterangan yang tercantum dalam LKTP yang disahkan oleh pejabat yang berwenang dalam hal ini oleh Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi (d/h 8
Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan). Informasi yang dapat diberikan dalam bentuk dokumen (hardcopy), CD-Rom atau informasi melalui internet. Untuk mendapatkan informasi LKTP dapat diperoleh dengan berlangganan atau atas dasar permintaan dan dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
(berdasarkan
pasal
12
Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002). Penyampaian wajib LKTP dilakukan dengan cara mengisi formulir LKTP yang ditetapkan oleh menteri dalam bidang perdagangan pada Direktorat Bina Usaha dan Pelaku Distribusi (d/h Direktorat Bina Usaha dan Pendaftaran Perusahaan). Penyampaian LKTP ini wajib bagi setiap perusahaan yang berstatus kantor pusat, berkedudukan dan menjalankan kegiatan usahanya di wilayan negara Republik Indonesia. Kewajiban perusahaan berlaku bagi perusahaan yang berbentuk: a. Perseroan yang memenuhi salah satu kriteria: 1) Merupakan Perseroan Terbuka (PT. Tbk). 2) Memiliki bidang usaha yang berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat. 3) Mengeluarkan surat pengakuan utang. 4) Memiliki jumlah aktiva atau kekayaan paling sedikit Rp.25 miliar. 5) Merupakan
debitur
yang
laporan
keuangan
tahunannya
diwajibkan oleh bank untuk diaudit. b. Perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di wilayah negara Republik Indonesia menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berwenang untuk mengadakan perjanjian. c. Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Daerah. 9
2.2. Implementasi dan Efektivitas Dalam Perspektif Hukum Pengertian implementasi hukum menurut Winarno (2002), yaitu alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan. Sedangkan definisi implementasi dari Gaffar (2009), yaitu suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Dari dua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa definisi implementasi yaitu aktifitas
untuk
menerapkan
kebijakan/hukum
kepada
masyarakat
sehingga dapat membawa hasil yang memberikan manfaat bagi para stakeholder. Sementara untuk efektivitas menurut Kurniawan (2005) yaitu kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau ketegangan diantara pelaksanaannya. Lebih lanjut, definisi efektivitas menurut Hidayat (1986), yaitu suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target kuantitas, kualitas dan waktu telah tercapai. Berdasarkan kedua definisi efektivitas diatas, maka efektifitas dapat didefinisikan sebagai suatu besaran yang menjelaskan seberapa jauh target kuantitas, kualitas dan waktu dapat dicapai tanpa adanya tekanan pada saat pelaksanaannya. Konsep efektivitas ini sangat penting dalam rangka melihat seberapa besar peraturan LKTP dapat bermanfaat bagi pemerintah sebagai pembinaan, pengarahan, pengawasan dan penciptaan iklim usaha yang sehat serta memantau perkembangan bisnis di dalam negeri (berdasarkan bagian menimbang pada UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan / WDP). Selain itu pelaku usaha juga bisa 10
mensosialisasikan keadaan perusahaannya untuk promosi atau mencari investor serta mendapatkan informasi kondisi perusahaan lain. Apabila peraturan wajib lapor LKTP ini dianggap efektif, maka pemerintah dianggap sudah berhasil dalam melakukan pelayanan publik terutama terkait Undang-undang No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Sedangkan, definisi pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.25 tahun 2004, yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan-undangan. 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian tentang penyampaian laporan keuangan secara berkala memiliki dampak positif bagi perusahaan dalam hal trasparansi. Oleh karena itu, kepatuhan suatu perusahaan terhadap kewajiban pelaporan keuangan merupakan aspek penting dalam membangun citra positif kinerja perusahaan, selama peraturan tersebut efektif dan efisien. Pengaruh kepatuhan suatu perusahaan dapat disebabkan oleh faktor finansial dan non-finansial. Ksa (2003) menganalisis tentang faktor-faktor yang menentukan kepatuhan perusahaan publik terhadap regulasi informasi. Metode yang digunakan yaitu dengan menggunakan model persamaan regresi logistik untuk melihat perbedaan antara kepatuhan perusahaan publik sebelum dan sesudah diterapkan peraturan tentang kewajiban penyampaian laporan berkala. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan menurun
dengan
diterapkan
regulasi
baru
dengan
faktor
yang
menentukan yaitu pergantian auditor, keterlambatan laporan audit dan opini auditor. Astuti (2007) dan Permana (2012) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
ketepatan
waktu
penyampaian
laporan
keuangan 11
perusahaan
di
Bursa
Efek
Indonesia.
Penelitian
Astuti
(2007)
menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan dan kepemilikan perusahaan berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan, sedangkan penelitian Permana (2012) menemukan bahwa profitabilitas, opini audit dan ukuran perusahaan yang berpengaruh terhadap ketepatan waktu penyampaian laporan keuangan perusahaan. Dalam perspektif lain, kepatuhan penyampaian laporan dapat juga dilihat dari sisi hukum. Dhesinta (2015) meneliti tentang mekanisme pengelolaan keuangan desa dari metode analis yuridis. Metode yang digunakan yaitu yuridis normatif dimana penelitian difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Analisis bahan hukum dikumpulkan dengan metode penafsiran hukum dengan tahapan: (1) identifikasi fakta hukum, (2) pemeriksaan bahan hukum, dan (3) penerapan hukum. Penelitian ini menyimpulan bahwa pengelolaan keuangan bergantung pada regulasi/kelembagaan, tata laksana, pengawasan dan SDM. Terkait dengan aspek-aspek tersebut di tingkat pengelolaan keuangan desa masih mendapat catatan khusus yang perlu diperhatikan. Terdapat juga penelitian dari Laksmono (2012) dan Mansyur (2013) yang mengkaji dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif tentang notaris berdasarkan peraturan Menteri Hukum dan HAM, tetapi penelitian ini lebih terkait tentang kasus di pengadilan. Sementara itu, penelitian dengan pendekatan yuridis normatif umum digunakan untuk melihat keberadaan suatu regulasi secara utuh sehingga dapat diambil kesimpulan apakah suatu regulasi sudah sesuai dengan tujuannya, seperti dalam hal pengendalian atau pembinaan. di Putra (2013) juga menganalisis tentang perundang-undangan terkait tindak pidana jual beli organ tubuh dengan metodologi yuridis normatif yang memiliki implikasi pada peraturan kesehatan. Serta Utama (2007) menganalisis tentang mekanisme pembentukan akta pendirian koperasi dengan pendekatan yuridis normatif yang mengacu pada peraturan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah dengan 12
kesimpulan secara umum bahwa keberadaan peraturan yang dibutuhkan untuk pengawasan. Dalam
kaitannya
dengan
penerapan
LKTP,
dasar
hukum
pembinaan dan pengenaan sanksi bagi pihak yang tidak mematuhi ketentuan diatur dalam Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan (UU WDP). Pelaksanaan Undang-Undang dimaksud secara langsung atau tidak langsung akan berdampak pada efektivitas pelaksanaan LKTP. Terkait pelaksanaan UU WDP, Puska PDN (2013) yang melakukan analisis tentang pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan (WDP) di Era Otonomi Daerah. Metode yang digunakan yaitu Descriptive evaluative dengan menggunakan dasar analisis ketentuan hukum normatif. Selain itu juga digunakan metode analisis Regulatory Impact Assessment (RIA). Hasil analisis menunjukkan bahwa efektivitas UU WDP berkaitan dengan implementasi Undang-Undang Perseroan terbatas dalam hal kewajiban daftar perusahaan. Dalam hal ini, UU WDP mengatur sanksi tindak pidana kejahatan sedangkan UU PT tidak mengatur adanya sanksi serta mengefektifkan pengelolaan WDP di daerah. Jika dikaitkan dengan LKTP, perusahaan yang telah mendaftarkan badan usahanya pada kembaga pemerintah sebagai pelaksanaan UU WDP seharusnya juga menunjukkan kepatuhan dalam menyampaikan LKTP.
13
BAB III METODE PENGKAJIAN 3.1 Metode Analisis Metode analisis yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama adalah analisis deskriptif dengan membandingkan beberapa peraturan terkait LKTP. Analisis deskriptif peraturan disampaikan dalam bentuk tabulasi data kualitatif yang terdiri dari substansi peraturan, keselarasan antar peraturan, dan relevansinya dengan program penyederhanaan seperti yang dijelaskan dalam Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Inventarisasi Masalah Peraturan LKTP Pasal Dalam Peraturan terkait LKTP (PP No.64 tahun 1999 dan Kepmenperindag No.121 tahun 2002)
Selaras/Tidak Dengan Peraturan PerundangUndangan Yang Lain
Relevan/Tidak Dengan Semangat Debirokratisasi dan Deregulasi
Pasal 1
Selaras/tidak ? Peraturan perundang-udangan apa?
Relevan/tidak
Pasal 2
.
.
Pasal 3
.
.
.
.
.
.
.
.
. dan seterusnya
dan seterusnya
dan seterusnya
Pasal 14
Selaras/tidak ? Peraturan perundang-udangan apa?
Relevan/Tidak
Sumber: Puska PDN (2013), diolah
14
Untuk menjawab tujuan kedua penelitian, digunakan analisis ketentuan hukum normatif seperti yang dijelaskan oleh Soekanto dan Mamudji (2009). Tahapan pertama penelitian hukum normatif adalah analisis yang ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan analisis terhadap masalah hukum. Dalam penelitian ini, permasalahan yang diangkat adalah adanya tren penurunan penyampaian LKTP kepada Kementerian Perdagangan. Tahapan kedua analisis hukum normatif adalah analisis yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan kewajiban). Analisis yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan gejalagejala di lingkungan masyarakat terhadap pelaksanaan peraturan terkait LKTP dimasyarakat, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif. Dalam penelitian ini, terdapat 3 macam bahan pustaka yang dipergunakan yaitu : a. Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang– undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum primer yang digunakan di dalam analisis: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan, UU PT, PP No.64 tahun 1999 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (IKTP) dan
Kepmenperindag
No.121
tahun
2002
tentang
Ketentuan
Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP), Permendag, dll b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan petunjuk ke mana peneliti akan mengarah. Bahan hukum 15
sekunder dalam penelitian ini adalah hasil wawancara mendalam yang dilakukan di daerah survey. c. Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier itu diartikan sebagai bahan hukum lainnya yang dianggap penting dan terkait dengan analisis. Dalam penelitian ini, bahan hukum tersier dapat berupa hasil studi suatu kebijakan, termasuk regulasi terkait pelaporan keuangan, yang menggunakan pendekatan hukum.
Analisis hukum normatif yang dilakukan lebih ditujukan kepada pendekatan
undang-undang
(statute
approach)
dan
pendekatan
implementasi. Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan LKTP. Pendekatan implementasi dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap cara implementasi dari peraturan terkait LKTP di daerah survey.
3.2 Jenis Data dan Metode Pengumpulan Data 3.2.1 Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam analisis ini adalah data primer dan skunder. Data primer diperoleh dari pelaku usaha, pemerintah melalui instansi yang memiliki kebijakan kewajiban penyampaian LKTP bagi pelaku usaha, dan akuntan publik. Data skunder diperoleh dari instansi terkait, buku, jurnal, artikel, internet dan literatur lain yang memiliki hubungan dengan topik analisis. 3.2.2 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam di Jawa Barat dan Jawa Timur dengan panduan kuesioner. Pemilihan responden dilakukan secara purposive dengan ketentuan minimal pelaku usaha
pernah
melakukan
penyampaian
LKTP
ke
Kementerian 16
Perdagangan. Hasil pengumpulan data primer kemudian dikonfirmasi dengan kelompok ahli (expert judgement) dalam format diskusi. 3.3 Kerangka Pemikiran Dalam analisis ini ditekankan pada hubungan peraturan serta efektivitas peraturan terkait LKTP dengan peraturan lainnya dengan kerangka pemikiran sebagai berikut
Terkait LKTP
Analisis Yuridis Normatif (Dhesinta dan Andini, 2015)
Efektivitas
• • •
Rekomendasi Kebijakan
Tidak duplikatif Selaras
•
Implementatif karena stakeholder menerima manfaat Diketahui dan diterima Masyarakat
Hubungan Peraturan Dit.Binus KEMENDAG
K/L Lain
UU,PP dan Kepmenperindag
UU, Kep. K/L lain
Studi pustaka dan Analisis Yuridis Normatif (Puska PDN, 2013)
Sumber: konsep penulis Gambar 3.1 Kerangka Pemikiran Analisis Pelaksanaan peraturan terkait LKTP diharapkan dapat efektif dalam mencapai tujuan pemerintah dan memberikan manfaat bagi pelaku usaha. Dalam praktiknya, efektivitas peraturan LKTP dapat dipengaruhi oleh keberadaan peraturan lain, baik yang bersifat peraturan pelaksana setingkat
menteri
ataupun
undang-undang.
Hal
ini
dikarenakan
kompleksitas dan tumpang tindih peraturan terkait penyampaian laporan
17
keuangan
dapat
berdampak
pada
kepatuhan
perusahaan
atas
penyampaian LKPT kepada Kementerian Perdagangan. Dari sisi hubungan peraturan LKTP dengan peraturan perundangundangan yang lain, duplikasi dan keselarasan antar peraturan terkait LKTP menjadi aspek penting. Sedangkan dari sisi efektivitas peraturan terkait LKTP akan dilihat implementasi dari peraturan ini oleh pemangku kepentingan yang diindikasikan dengan persepdi seberapa besar para stakeholder terutama pelaku usaha bisa menerima manfaat dari regulasi LKTP serta seberapa jauh masyarakat mengetahui dan menerima regulasi LKTP yang ada.
18
BAB IV ANALISIS EFEKTIVITAS PERATURAN LKTP
Ada beberapa peraturan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) yang dibuat pemerintah pusat. Beberapa kementerian / lembaga membuat regulasi terkait kewajiban penyampaian laporan keuangan dari pelaku usaha yang terkait dengan tugas dan fungsi instansi tersebut. Perlu dilihat bagaimana hubungan antara regulasi-regulasi yang masih berlaku dan apakah regulasi tersebut tumpang tindih. 4.1. Hubungan Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002 dengan Peraturan Perundang-undangan terkait lainnya Peraturan yang pertama yaitu Undang-undang Republik Indonesia No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal beserta peraturan turunannya. Undang-undang ini dibuat sesuai dengan amanat yang tercantum
dalam
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
No.XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi. Selain itu tujuan Undang-undang ini dibuat untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia. Lalu, peningkatan penanaman modal juga dapat meningkatkan potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Lebih lanjut, regulasi ini juga dibuat untuk menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional maka perlu diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. 19
Pada tahun 2010, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membuat Peraturan Kepala BKPM no.7 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Penanaman Modal yang merupakan turunan dari UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Regulasi ini mengatur tentang kewajiban penyampaian Laporan Kegiatan Penanaman Modal yang diantaranya berisi tentang: a. Keterangan perusahaan yang melakukan penanaman modal b. Investasi (modal tetap dan modal kerja) dan sumber pembiayaan (laba ditanam kembali). Selain itu juga diatur tentang sanki administratif yaitu: peringatan tertulis, pembatasan pembekuan dan pencabutan kegiatan usaha. Peraturan yang kedua yaitu Undang-undang Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (WDP) beserta peraturan turunannya. Undangundang ini dibuat dengan menimbang bahwa kemajuan dan peningkatan pembangunan nasional pada umumnya dan perkembangan kegiatan ekonomi pada khususnya yang menyebabkan pula berkembangnya dunia usaha dan perusahaan, memerlukan adanya Daftar Perusahaan yang merupakan
sumber
informasi
resmi
untuk
semua
pihak
yang
berkepentingan mengenai identitas dan hal-hal yang menyangkut dunia usaha dan perusahaan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan di Indonesia. Adanya Daftar Perusahaan ini diharapkan bisa digunakan pemerintah untuk melakukan pembinaan, pengarahan, pengawasan dan menciptakan iklim dunia usaha yang sehat karena Daftar Perusahaan mencatat bahan-bahan keterangan yang dibuat secara benar dari setiap kegiatan usaha sehingga dapat lebih menjami perkembangan dan kepastian berusaha bagi dunia usaha. Turunan dari UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan yaitu PP No.64 tahun 1999 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan (IKTP) dan Kepmenperindag No.121 tahun 2002 tentang
Ketentuan
Penyampaian
Laporan
Keuangan
Tahunan 20
Perusahaan (LKTP). PP No.64 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan dibuat dalam rangka meningkatkan jenis dan jumlah perusahaan yang wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan sehingga dipandang perlu untuk memperluas ruang lingkup pelaksanaan PP No.24 tahun 1998 dari sebelumnya perusahaan yang harus melaporkan LKTP asetnya paling sedikit Rp. 50 miliar menjadi asetnya paling sedikit Rp.25 miliar. Dengan direvisinya regulasi tersebut maka jumlah pelaku usaha yang diwajibkan melapor LKTP menjadi bertambah. Turunan yang lain dari UU No.3 tahun 1982 tentang WDP yaitu Keputusan
Menteri
No.121/MPP/Kep/2/2002
Perindustrian tentang
Ketentuan
dan
Perdagangan
Penyampaian
Laporan
Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP). Regulasi ini dibuat dalam rangka mengoptimalkan pelaksanaan PP no.64 tahun 1999 tentang perubahan atas PP No.24 tahun 1998 tentang Informasi Keuangan Tahunan Perusahaan.Dalam peraturan ini dijabarkan secara lebih detail mengenai jenis perusahaan apa saja yang harus menyampaikan LKTP serta format laporannya. Peraturan yang ketiga yaitu Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal beserta peraturan turunnuya. Undang-undang ini dibuat karena pasar modal mempunya peran yang strategis dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Selain itu pasar modal diharapkan dapat berkembang karena dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktek yang merugikan. Turunan dari UU No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal ini yaitu Keputusan Ketua Bapepam Lembaga Keuangan No.KEP-346/BL/2011 tahun 2011 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Perusahaan Publik. Pertimbangan dibuatnya regulasi ini yaitu sejalan dengan perubahan 21
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) sehubungan dengan adanya program konvergensi PSAK ke International Financial Reporting Standard
(IFRS)
maka
dipandang
perlu
untuk
menyempurnakan
Peraturan Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Dalam peraturan ini juga diatur bahwa perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan (neraca, laba-rugi, arus kas, laporan posisi keuangan, dan catatan laporan keuangan) yang diaudit Akuntan Publik. Sampai saat ini tercatat terdapat 523 perusahaan yang sudah go public dan sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sanksi yang bisa terapkan yaitu: peringatan tertulis, denda, pembatasan, pembekuan, dan pencabutan izin usaha. Peraturan yang keempat yaitu Undang-Undang No.10 tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi beserta peraturan turunannya. Undang-undang ini dibuat dalam upaya untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan, transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik, untuk mendukung upaya peningkatan dan pengembangan perekonomian nasional yang berkaitan dengan perdagangan global, serta agar Perdagangan Berjangka Komoditi dapat terselenggara secara teratur, wajar, efisien, efektif, dan terlindunginya masyarakat dari tindakan yang merugikan serta memberikan kepastian hukum kepada semua pihak yang melakukan kegiatan Perdagangan Berjangka Komoditi. Lembaga / pelaku usaha yang wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan yaitu: bursa berjangka, lembaga kliring berjangka, pialang berjangka, penasehat berjangka, dan pengelola sentra dana berjangka.
Sanksi yang bisa
diberikan kepada pelanggar yaitu denda maskimal Rp.1 miliar untuk bursa berjangka dan denda Rp. 200 juta untuk yang lainnya. Peraturan yang kelima yaitu Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta peraturan turunannya. Undangundang ini dibuat dengan menimbang bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip 22
kebersamaan,
efisiensi
berkeadilan,
berkelanjutan,
berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional yang sekaligus memberikan landasan yang kokok bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian di era globalisasi pada masa mendatang, maka dipandang perlu untuk didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. Lebih lanjut, perseroan terbatas seabgai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama atas dasar kekeluargaan. Turunan peraturan dari UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.HH03.AH.01.01 tahun 2009 tentang Daftar Perseroan. Peraturan ini dibuat karena peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M-01.HT.01.01 tahun 2008 tentang Daftar Perseroan belum optimal dalam mendukung peningkatan pelayanan administrasi Perseroan yang akurat, cepat, efisien, dan efektif sehingga perlu diganti. Bagian dalam Laporan Keuangan yang perlu dilaporkan terkait dengan peraturan ini yaitu: neraca, laporan laba-rugi, arus kas, perubahan ekuitas dan catatan lainnya. Wajib diaudit oleh akuntan publik bila menghimpun dana dari masyarakat, persero, perusahaan terbuka, dan asetnya diatas Rp. 50 miliar. Berdasarkan data dari BPS (2014), diprediksi jumlah perusahaan skala sedang dan besar yang wajib menyampaikan LKTP berjumlah sekitar 23.941 perusahaan. Peraturan yang keenam yaitu Undang-undang No.36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan beserta peraturan turunannya. Undang23
undang ini dibuat dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakin
meningkat,
sederhana,
stabil,
mewujudkan lebih
sistem
memberikan
perpajakan
keadilan,
dan
yang
netral,
lebih
dapat
menciptakan kepastian hukum serta transparansi. Turunan dari UU No.36 Tahun 2008 ini yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.208/PMK.03/2009 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Perhitungan
Menteri
Keuangan
Nomor
255/PMK.03/2008
Tentang
Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan yang Harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, dan Wajib Pajak Lainnya yang berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Pribadi Pengusaha Tertentu. Regulasi ini dibuat dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum dalam pelaksanaan penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu perlu mengatur kembali batasan mengenai Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Regulasi ini mengatur bahwa setiap SPT Pajak Badan dengan penerimaan bruto Rp.60 juta atau lebih harus dilampiri laporan keuangan. Adapun penjelasan tentang hubungan dan keterkaitan antar peraturan tentang LKTP dijelaskan dalam Gambar 4.1 berikut.
24
(1) UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Peraturan Kepala BKPM No.7 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Penanaman Modal Wajib menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM):(1)Keterangan Perusahaan.(2)Invest asi (modal tetap dan modal kerja) dan sumber pembiayaan (laba ditanam kembali). Sanksi administratif: peringatan tertulis; pembatasan, pembekuan dan pencabutan kegiatan usaha
(2) UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan PP No.64 Tahun 1999 tentang IKTP
Kepmenperindag No. 121 Tahun 2002 tentang Ketentuan Penyampaian LKTP
(3) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(4) UU No.10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi
Keputusan Ketua BappepamLK No. 346 tahun 2011 tentang Penyampaian LK Perusahaan Publik
PP No.49 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Komoditi
Perusahaan publik wajib menyampaikan laporan keuangan (neraca, laba-‐rugi, arus kas, laporan posisi keuangan, dan catatan laporan keuangan) yang diaudit Akuntan Publik. (523 perusahan)
Bursa Berjangka, Lembaga Kliring Berjangka, Pialang Berjangka, Penasehat Berjangka dan Pengelola Sentra Dana Berjangka Wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan
Sanksi administrasi: peringatan tertulis; denda; pembatasan, pembekuan, pencabutan izin usaha.
Sanksi denda maksimal Rp.1 miliar utk Bursa Berjangka dan Rp.200 juta utk lainnya.
(5) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Permen Hukum dan HAM No.3 tahun 2009 tentang Daftar Perseroan Laporan keuangan : neraca, laporan laba rugi, arus kas, perubahan ekuitas dan catatan lainnya. Wajib diaudit oleh akuntan publik bila: menghimpun dana masyarakat, persero, tbk, aset diatas Rp.50 miliar. (23.941 perusahaan sedang dan besar)
(6) UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
PermenKeu No.208 Tahun 2009 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran PPh dalam tahun Pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak baru diwajibkan membuat LK berkala. Setiap SPT Pajak Badan dengan penerimaan bruto Rp.60 juta atau lebih harus dilampiri Laporan Keuangan
Sumber: BKPM, Kemendag,Kemenkeu, Kemenhukham (diolah) Gambar 4.1 Hubungan Peraturan LKTP dengan Peraturan Perundang-undangan Lainnya
25
4.2 Efektivitas Implementasi Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002 Efektivitas peraturan terkait LKTP dapat dilihat dari 2 (dua) hal yaitu keselarasan dengan peraturan lain yang berpotensi tumpang tindih dan infrastruktur yang mendukung efektivitas penyampaian laporan. Efektivitas dari sisi regulasi dianalisis dari keberadaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan sebagai dasar pembinaan dan
pengenaan
sanksi
pelaksanaan
penyampaian
LKTP
kepada
Kementerian Perdagangan serta keberadaan regulasi lain terkait LKTP yang diatur dalam ketentuan pelaksana seperti Peraturan Menteri atau Undang-Undang (UU) yang dijadikan landasan kebijakan instansi lain.
4.2.1 Ketentuan Mekanisme Penyampaian LKTP Sesuai dengan Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002, LKTP diwajibkan bagi perusahaan yang berbentuk: a. Perseroan yang memenuhi salah satu kriteria: 1) Merupakan Perseroan Terbuka (PT. Tbk); 2) Memilik i bidang usaha yang berkaitan dengan pengerahan dana masyarakat; 3) Mengeluarkan surat pengakuan utang; 4) Memiliki
jumlah
aktiva
atau
kekayaan
paling
sedikit
Rp
25.000.000.000,- (dua puluh lima milyar rupiah); atau 5) Merupakan debitur yang laporan keuangan tahunannya diwajibkan oleh Bank untuk diaudit b. Perusahaan asing yang melakukan kegiatan usaha di wilayah negara Republik Indonesia menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berwenang untuk mengadakan perjanjian; c. Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Daerah. 26
d. LKTP yang disampaikan kepada Kementerian Perdagangan wajib diaudit oleh Akuntan Publik atau Instansi Pemerintah atau Lembaga Tinggi Negara yang memiliki kewenangan menerbitkan laporan akuntan khusus untuk PERSERO, PERUM dan Perusahaan Daerah. e. Dalam LKTP, harus menyampaikan Neraca, Laporan Rugi-Laba, Laporan Perubahan Equitas, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas laporan keuangan yang antara lain mengungkapkan utang piutang termasuk kredit bank dan investasi perusahaan. f. Informasi dalam LKTP bersifat terbuka, dan bagi yang berkepentingan dapat diperoleh dengan biaya sebesar Rp 5.000 per lembar yang merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). g. Perusahaan yang tidak menyampaikan LKTP dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. 4.2.2
Pelaksanaan
Penyampaian
Laporan
Keuangan
Tahunan
Perusahaan (LKTP) Secara umum, terlihat jumlah perusahaan yang melaporkan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan di tahun 2014. Perusahaan di sektor perdagangan dan perindustrian merupakan dua sektor terbanyak yang patuh dalam menyampaikan LKTP. Hal ini dimungkinkan terjadi karena nuansa regulasi LKTP yang diatur dalam Keputusan Menperindag No.121 Tahun 2002 seolah-olah hanya untuk perusahaan yang bergerak di bidang perindustrian dan perdagangan. Sementara sektor lain seperti properti, perkebunan, pembiayaan, perbankan dan asuransi juga relatif baik dalam penyampaian LKTP. Kelima sektor ini terindikasi memiliki keuangan yang cukup baik sehingga memiliki
tingkat
kepatuhan
yang
baik
dalam
melaporkan
LKTP.
Perusahaan di sekor peternakan memiliki jumlah paling kecil dalam hal kepatuhan penyampaian LKTP karena masih banyak perusahaan kecil dan menengah di sektor peternakan sehingga mereka belum memiliki sistem akuntansi dan pembuatan laporan keuangan yang baik. 27
Tabel 4.1 Jumlah Perusahaan Yang Melaporkan LKTP Tahun 2014 No
Sektor Industri
Jumlah Perusahaan Yang Melaporkan LKTP
1
Peternakan
10
2
Hotel dan turisme
31
3
Konstruksi
43
4
Investasi
59
5
Pertambangan
68
6
Asuransi
74
7
Perbankan
81
8
Pembiayaan
92
9
Perkebunan
196
10
Properti
257
11
Industri
497
12
Perdagangan
582
Sumber: Direktorat pendaftaran perusahaan dan pelaku distribusi, 2016
4.2.2.1 Pelaksanaan Penyampaian LKTP di Jawa Timur Jumlah pelaku usaha di Jawa Timur yang melakukan pelaporan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) berjumlah sekitar 36 perusahaan yang tersebar di sektor industri, perdagangan, energi, dan jasa perbankan dengan bentuk usaha Perusahaan Terbatas (PT) terbuka atau tertutup (Kemendag, 2016) dimana beberapa di antaranya merupakan satu grup usaha. Dalam survey ini, dilakukan pengambilan sampel yang diharapkan sudah mewakili sektor tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa 75% responden mengetahui informasi terkait kewajiban LKTP dari Kantor Akuntan Publik (KAP) dan 25% responden dari Kementerian Perdagangan. Penyampaian LKTP dilakukan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu dokumen fisik (hard copy) dan 28
dokumen elektronik (soft copy) yang disampaikan pada bulan Juni setiap tahunnya. Terkait dengan institusi pelaporan keuangan selain LKTP, 25% dari responden juga melaporkan laporan keuangan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 50% kepada Bank Indonesia dan/atau Bank
Kreditur, 25% kepada Otoritas Jasa Keuangan, 25%
kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), dan 25% kepada Kementerian BUMN. Kewajiban lapor kepada institusi tersebut didasarkan pada ketentuan dan perundangan yang berlaku. Lebih lanjut, terdapat beberapa persepsi dari responden terhadap pelaksanaan kewajiban penyampaian LKTP, antara lain: a. Kepmenperindag Nomor 234/MPP/Kep/6/2000 memiliki sanksi yang berat atas ketidak-patuhan pelaku usaha. b. Mekanisme penyampaian LKTP belum efektif karena dilakukan secara manual dan belum terintegrasi dengan instansi lain yang juga mengatur kewajiban penyampaian laporan keuangan. c. Kewajiban penyampaian LKTP belum diikuti dengan pemberian manfaat bagi pelaku usaha sehingga fungsi pembinaan dan/atau pengawasan dari kebijakan tersebut belum optimal. d. Kepmenperindag Nomor 234/MPP/Kep/6/2000 menjamin kerahasiaan data yang dilaporkan dengan pemberlakuan pembatasan bagi akses publik.
Kebijakan terkait kewajiban penyampaian LKTP dinilai responden masih diperlukan dan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan beberapa perbaikan, diantaranya: a. Mekanisme pelaporan LKTP dapat dilakukan terintegrasi dengan instansi lain yang memiliki kewenangan serupa. b. Penyampaian LKTP dapat dilakukan secara online dan bekerja sama dengan Kantor Akuntan Publik (KAP). Dengan demikian, pelaksanaan LKTP dapat dilakukan secara terkoordinir dan satu pintu. 29
c. Kewajiban penyampaian LKTP dapat memberikan manfaat bagi pelaku usaha, seperti pemanfaatan informasi sektoral, kemudahan perizinan, hingga dukungan publikasi oleh pemerintah terhadap corporate branding dalam rangka Good Corporate Governance (GCG).
4.2.2.2 Pelaksanaan Penyampaian LKTP di Jawa Barat Pada umumnya perusahaan yang melakukan LKTP di Jawa Barat mengetahui informasi terkait LKTP berasal dari 2 (dua) sumber yaitu Kantor
Akuntan
Publik
(KAP)
yang
melakukan
audit
keuangan
diperusahaan dan perusahaan induk. Perusahaan yang melakukan LKTP di Jawa Barat berasal dari berbagai sektor seperti: perbankan, industri, perdagangan, konstruksi, properti, telekomunikasi dan listrik. Untuk Sektor perbankan pada umumnya melakukan LKTP dikarenakan adanya ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melampirkan bukti bahwa perusahaan telah memenuhi kewajiban penyampaian LKTP kepada Kementerian Perdagangan sebagai salah satu syarat laporan tahunan kepada OJK. Sementara untuk sektor lainnya, kepatuhan perusahaan dalam menyampaikan LKTP lebih didorong oleh kesadaran hukum pelaku usaha yang disampaikan oleh KAP. Sementara jika dilihat dai kepemilikan modal, perusahaan dengan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) juga melakukan LKTP ke Kementerian Perdagangan karena didorong oleh kesadaran hukum. Perusahaan
dengan
PMA
juga
mempersepsikan
kewajiban
menyampaikan LKTP kepada Kementerian Perdagangan merupakan bagian dari transparansi, berbeda dengan laporan keuangan yang disampaikan kepada BKPM yang merupakan salah satu ketentuan dalam investasi. Oleh karena itu, LKTP yang dilaporkan ke Kementerian Perdagangan sifatnya lebih sederhana dibanding laporan keuangan tahunan yang di laporkan ke BKPM. 30
Secara umum, persepsi pelaku usaha di Jawa Barat terhadap peraturan terkait LKTP adalah sebagai berikut: a. Informasi
terkait
penyampaian
LKTP
kepada
Kementerian
Perdagangan tidak disosialisasikan secara detil. Adapun kepatuhan pelaku usaha dalam menyampaikan LKTP dikarenakan kesadaran hukum setelah menerima informasi dari KAP. Dalam hal ini, KAP juga memberikan jasa pelayanan penyampaian LKTP bagi pelaku usaha sebagai bagian dari paket audit keuangan perusahaan. b. Perusahaan yang melakukan LKTP pada umumnya tidak mengetahui fungsi dari LKTP dan tidak merasakan manfaat dari LKTP.
4.2.3 Keberadaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pelaksanaan LKTP tidak terlepas dari keberadaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (UU WDP) mengingat UU dimaksud merupakan dasar hukum pengenaan sanksi dan pembinaan penyampaian LKTP. Secara konsep, UU WDP mewajibkan seluruh badan usaha untuk mendaftarkan statusnya kepada Kementerian Perdagangan secara periodik dalam waktu tertentu. Asumsinya, jika pelaku
usaha
melakukan
pendaftaran,
maka
akan
diikuti
oleh
penyampaian LKTP. Dengan demikian, dapat diasumsikan bahwa jumlah penyampaian LKTP akan mendekati jumlah pendaftaran perusahaan. Namun demikian, kondisi tersebut menjadi berbeda setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Puska PDN (2013) menjelaskan bahwa terhadap perusahaan-perusahaan lain, selain dari perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas ditentukan mutlak untuk tetap tunduk pada ketentuan UU WDP. Sedangkan terhadap perusahan berbentuk perseroan terbatas oleh mayoritas kalangan ditafsirkan untuk tidak tunduk pada ketentuan UU 31
WDP, melainkan hanya tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 29 UU PT dan atas penundukan terhadap pasal tersebut sudah dianggap sebagai bentuk ketaatan terhadap perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Puska PDN (2013) juga menjelaskan bahwa terjadi penurunan pendaftaran perusahaan kedalam database Kementerian Perdagangan secara umum dikarenakan 2 faktor, yaitu (a) berlakunya UUPT; dan (b) otonomi
daerah.
UUPT
memberikan
kontribusi
yang
signifikan
dikarenakan pola pendaftaran yang dilakukannya telah sedemikian rupa tersistematisir dan bentuk perusahaan yang pertumbuhannya sangat pesat adalah perusahaan berbentuk perseroan terbatas, khususnya jika dibandingkan dengan jenis-jenis perusahaan lainnya yang ada dan diatur dalam UUPT. Apabila diperhatikan secara seksama penurunan yang terjadi secara drastis tersebut asumsi dasarnya adalah pada perusahaanperusahaan berbentuk perseroan terbatas yang berhenti melakukan pendaftaran perusahaan kepada Kementerian Perdagangan (Puska PDN, 2013). Meskipun demikian ada hal yang substansi di dalam pasal 29 UUPT dibandingkan pasal 9 UUWDP. Definisi Daftar Perseroan relatif lebih kecil ruang lingkupnya dibandingkan dengan definisi Daftar Perusahaan. Oleh karena itu sebenarnya kedua undang-undang ini masih dapat berjalan bersama-sama karena jenis perusahaan di dalam UUWDP relatif lebih luas kriterianya seperti seperti Badan Hukum seperti Koperasi, Persekutuan, Perseorangan serta perusahaan bentuk lainnya harus melakukan pendaftaran perusahaan. 4.2.4 Kendala Dalam Penyampaian LKTP Selama periode 2004-2007, tren penyampaian LKTP meningkat sebesar 1,3%. Hal ini disebabkan LKTP merupakan salah satu syarat dalam perpanjangan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dimana ketentuan TDP diatur dalam Kepmenperindag Nomor 596/MPP/Kep/2004 tentang 32
Standar Penyelenggaraan WDP, khususnya dalam Bagian Kedua tentang Perubahan, Pembaharuan, Pembatalan dan Penghapusan. Namun pada periode 2007-2014, tren penyampaian LKTP menurun sebesar 2,4% karena Permendag No.37/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran Perusahaan sebagai revisi dari Kepmenperindag Nomor 596/MPP/Kep/2004, tidak lagi mensyaratkan LKTP dalam pendaftaran perusahaan baru dan pembaharuan TDP. Sebagai informasi, TDP diperlukan sebagai salah satu syarat diterbitkannya Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Kondisi ini menyebabkan pelaku usaha tidak merasa penting menyampaikan LKTP karena tidak berdampak terhadap SIUP yang perlu dimilikinya. Selain itu, pemahaman hukum dari pelaku usaha terhadap regulasi terkait kewajiban penyampaian LKTP masih rendah akibat kurangnya sosialisasi. Faktor lain yang dianggap sebagai kendala dalam penyampaian LKTP kepada Kementerian Perdagangan adalah sistem penyampaian yang masih dilakukan secara manual. Hal ini relatif berbeda dengan beberapa instansi lain yang telah membangun sistem penyampaian LKTP melalui aplikasi online seperti: a. Ditjen Pajak Kementerian Keuangan dengan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan dengan transkrip kutipan elemen-elemen dari Laporan Keuangan menggunakan e-SPT atau e-filling. b. BKPM dengan NSWi (National Single Window for Investment) atau Laporan Kegiatan Penanaman Modal. c. OJK dengan Sistem Pelaporan Emiten atau Perusahaan Publik OJK (SPE-OJK) dengan aplikasi E-Reporting. Secara umum, pelaksanaan LKTP dinilai belum efektif yang disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor regulasi yang masih menunjukkan adanya potensi tumpang tindih dan lemahnya law enforcement. Sementara aspek non regulasi yang merupakan tatanan teknis yang meliputi aplikasi pelaporan yang belum optimal, pelaporan yang belum online, belum dirasakannya manfaat kepatuhan pelaku usaha terhadap 33
peraturan LKTP, dan masih minimnya sosialisasi. Berkaitan dengan hal tersebut, 72,7% responden mempersepsikan bahwa regulasi terkait LKTP diperlukan oleh Kementerian Perdagangan sebagai salah satu basis data pembinaan namun masih memerlukan revisi agar pelaksanaannya lebih efektif.
Gambar 4.2 Faktor Penyebab Belum Efektifnya Penyampaian LKTP
34
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
5.1. Kesimpulan 1. Peraturan
LKTP
selain
diatur
dalam
Kepmenperindag
No.121/MPP/Kep/2/2002 tentang Ketentuan Penyampaian LKTP juga diatur dalam peraturan lain dengan format yang relatif serupa. Beberapa peraturan diantaranya: a. UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terutama pasal 66-69 terkait Laporan Tahunan, yang secara teknis diatur dalam Permen Hukum dan HAM Nomor M.HH-03.AH.01.01 tahun 2009 tentang Daftar Perseroan dimana pelaku usaha wajib menyampaikan Laporan Keuangan pada saat awal pembentukan perusahaan dan saat terjadi perubahan organisasi perusahaan. b. UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal terutama pasal 15 terkait kewajiban membuat laporan kegiatan penanaman modal, yang secara teknis diatur dalam Peraturan Kepala BKPM No.7 tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No.13 Tahun 2009 tentang Pedoman
dan
Penanaman
Tata
Modal
Cara terutama
Pengendalian terkait
Pelaksanaan
Laporan
Kegiatan
Penanaman Modal (LKPM) yang disampaikan secara tahunan dan pada saat terjadi perubahan investasi. c. UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal terutama pasal 8589 terkait Pelaporan dan Keterbukaan Informasi, yang secara teknis diatur dalam Keputusan Ketua Bappepam LK Nomor:KEP346/BL/2011
tentang
Penyampaian
Laporan
Keuangan
Perusahaan Publik yang saat ini menjadi kewenangan OJK. Penyampaian Laporan Keuangan dilakukan secara rutin setiap tahun untuk perusahaan yang sudah go public. 35
d. UU No.10 Tahun 2011 Perubahan Atas UU No.32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, terutama pasal 6, huruf k mengenai penetapan persyaratan keuangan minimum dan kewajiban pelaporan bagi pihak yang memiliki ijin usaha terkait perdagangan berjangka komoditi; yang secara teknis diatur
PP
No.49
tahun
2014
tentang
Penyelenggaraan
Perdagangan Berjangka Komoditi terkait Bursa Berjangka, Lembaga Kliring Berjangka, Pialang Berjangka, Penasehat Berjangka dan Pengelola Sentra Dana Berjangka Wajib menyampaikan Laporan Keuangan Tahunan. e. UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang secara teknis diatur Permenkeu No.208/PMK.03/2009 tahun 2009 tentang
perubahan
atas
Permenkeu
No.255/PMK.03/2008
tentang Penghitungan Besarnya Angsuran PPh. Peraturan ini mengatur kewajiban bagi wajib pajak perusahaan/badan untuk melampirkan LKTP didalam laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak. Dalam ketentuan ini, LKTP yang dilampirkan bersifat rahasia dan tidak terbuka untuk publik. 2. Peraturan terkait LKTP dipersepsikan belum efektif karena beberapa
kendala antara lain: a. Adanya
peraturan
perundangan
lain
yang
mengatur
penyampaian Laporan Keuangan yang formatnya menyerupai LKTP yaitu: 1) UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas terutama pasal 66-69 terkait Laporan Tahunan 2) UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal terutama pasal 15 3) UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal terutama pasal 85-89
36
4) UU No.10 Tahun 2011 Perubahan Atas UU No.32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi, terutama pasal 6, huruf k 5) UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang secara teknis diatur Permenkeu No.208/PMK.03/2009 tahun 2009
tentang
perubahan
No.255/PMK.03/2008
tentang
atas
Permenkeu
Penghitungan
Besarnya
Angsuran PPh. b. Pemahaman hukum dari pelaku usaha terhadap regulasi terkait kewajiban penyampaian LKTP masih rendah akibat kurangnya sosialisasi. c. Sistem penyampaian LKTP di Kemendag masih dilakukan secara manual. Berdasarkan diskusi terbatas seyogyanya dibangun sistem penyampaian LKTP melalui aplikasi online seperti pada: 1) Ditjen Pajak Kementerian Keuangan dengan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan dengan transkrip kutipan elemenelemen dari Laporan Keuangan menggunakan e-SPT atau efilling. 2) BKPM
dengan
NSWi
(National
Single
Window
for
Investment) atau Laporan Kegiatan Penanaman Modal 3) OJK dengan Sistem Pelaporan Emiten atau Perusahaan Publik OJK (SPE-OJK) dengan aplikasi E-Reporting. 5.2. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan hasil survey, 72,7% responden pelaku usaha wajib LKTP mendukung adanya peraturan LKTP namun perlu penyempurnaan yang meliputi: kemudahan penyampaian, tidak duplikasi dengan peraturan lainnya, dan memberikan manfaat bagi pelaku usaha.
37
Rekomendasi kebijakan yang bisa diajukan oleh Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan yaitu: 1. Melakukan analisis terhadap data LKTP sehingga dapat dijadikan informasi yang bermanfaat bagi pelaku usaha. 2. Menyatukan penyampaian LKTP menjadi satu pintu sebagai kebijakan jangka panjang. Kondisi ini berimplikasi terhadap keberadaan peraturan-peraturan terkait kewajiban penyampaian Laporan Keuangan/LKTP. Perlu diusulkan institusi yang akan menjadi pengelola LKTP. Untuk Kementerian/Lembaga lainnya yang memerlukan informasi LKTP dapat melakukan Memorandum of Understanding (Nota Kesepahaman) dengan institusi pengelola LKTP. 3. Mengusulkan
LKTP
kembali
menjadi
salah
satu
syarat
perpanjangan TDP untuk perusahaan dengan aset paling sedikit Rp.25 miliar. 4. Menjalin kerja sama dengan Kantor Akuntan Publik terkait sosialisasi kewajiban penyampaian LKTP oleh pelaku usaha mengingat kepatuhan pelaku usaha dalam menyampaikan LKTP akibat adanya informasi dari Kantor Akuntan Publik. Esensi dari sosialisasi antara lain menjelaskan bahwa meskipun ada duplikasi penyampaian LKTP tetapi terdapat perbedaan tujuan regulasi terkait LKTP. 5. Menerapkan sistem penyampaian LKTP di Kemendag secara online. Untuk itu perlu melakukan revisi terhadap Kepmenperindag No.121/MPP/Kep/2/2002 tentang Ketentuan Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan terutama terkait dengan Pasal 12 ayat 3, dimana perlu penyederhanaan teknis pelaporan dengan menghilangkan bentuk laporan disket dan mengganti dengan sistem pelaporan online.
38
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Christina Dwi. (2007). Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Ketepatan Waktu Pelaporan Keuangan. Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan Publik, Vol.2, No.1, Januari 2007. Bapepam dan LK. (2011). Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan No.Kep-346/BL/2011 tentang Penyampaian Laporan Keuangan Berkala Emiten atau Perusahaan Publik. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Dhesinta, W.S. dan Andini, A.P. (2015). Analisis Yuridis Mekanisme Pengelolaan Keuangan Desa Berdasarkan undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Guna Terwujudnya Pembangunan Desa. Makalah Penelitian, Fakultas Hukum UGM. Djalil, Sofyan. (2000). Good Corporate Governance. Seminar Corporate Governance di Universitas Sumatera Utara tanggal 26 Juni 2000. Gaffar, Afan. (1999). Politik Indonesia: Transisi Menuju Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Hidayat. (1986). Definisi Efektifitas. Angkasa. Bandung. Ksa,
Agrianti. (2003). Faktor-faktor yang Menentukan Kepatuhan Perusahaan Publik Terhadap Regulasi Informasi di Indonesia. Makalah penelitian di Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya 16-17 Oktober 2003.
Kurniawan, Agung. (2005). PEMBARUAN, Yogyakarta.
Transformasi
Pelayanan
Publik.
Laksmono, Yan Andriyanto. (2012). Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Sementara Notaris Berdasarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.02.PR.08.10 Tahun 2004. Mansyur. Andi Ahmad. (2013). Analisis Yuridis Normatif Terhadap Pemalsuan Akta Otentik Yang Dilakukan Oleh Notaris. Jurnal Karya Ilmiah, Kemendikbud, Universitas Brawijaya.
39
Permana, A. E.V. (2012). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketepatan Waktu Penyampaian Laporan Keuangan. Skripsi, Fakultas Ekonomi, Universitas Lampung. Puska PDN. (2013). Analisis Pelaksanaan Wajib Daftar Perusahaan di Era Otonomi Daerah. Kajian Penelitian BPPKP, Kemendag. Putra, Frengky Andri. (2013). Analisis Yuridis Perundang-undangan Terkait Tindak Pidana Jual Beli Organ Tubuh untuk Kepentingan Transplantasi Organ Ginjal. Jurnal Ilmiah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Universitas Brawijaya. Republik Indonesia. (1982). Undang-undang No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (1995). Undang-undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.121/MPP/Kep/2/2002 tentang Ketentuan Penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan. Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Jakarta. Republik Indonesia. (2007a). Undang-undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (2007b). Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (2008). Undang-undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (2011). Undang-undang No.10 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang No.32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Sekretariat Negara. Jakarta. Soekanto, Soerjono. (1984). Pengantar Penelitian Hukum. UI-Press. Jakarta. Soekanto, S. dan Mamudji, S. (2009). Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Cetakan ke – 11. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sugono, Bambang. (1996). Metodologi Penelitian Hukum. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 40
Utami,
Dewi Ratnaning. (2007). Tinjauan Yuridis Mekanisme Pembentukan Akta Pendirian Koperasi Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor:01/Per/M.KUKM/I/2006. Skripsi Universitas Jember Fakultas Hukum.
Winarno, Budi. (2008). Kebijakan Publik Teori dan Proses. PT Buku Kita. Jakarta.
41
LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner
KUESIONER Kegiatan : Analisis Implementasi Peraturan terkait Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) PETUNJUK PENGISIAN DATA Kami berharap Bapak/Ibu dapat memberikan informasi yang sebenarnya, Semua informasi yang didapat dari hasil survey ini, akan dianalisis dan ditabulasi secara gabungan sehingga informasi yang diperoleh akan bersifat RAHASIA dan hanya akan digunakan untuk penelitian semata. Atas bantuan dan partisipasinya, kami mengucapkan terima kasih. LEMBAGA PELAKSANA SURVEY Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Gedung Utama Lantai 15 Jakarta Pusat Telp. 021-‐23528692, Fax. 021-‐23528692 Tim Survey Nama Kumara Jati Firman Mutakin Bagus Wicaksena Yudha Hadian Nur Riffa Utama Selvi Menanti Ari Wahyudi Hertanto
e-‐mail address
No. Telp
[email protected]
08128512283
[email protected]
085781118823
[email protected]
08161862527
[email protected]
08122173471
[email protected]
0818186354
[email protected]
081310351379
[email protected]
0858801 23180
42
I.
WILAYAH RESPONDEN
1
Propinsi
:
2
Kabupaten/ Kota
:
II.
IDENTITAS RESPONDEN
3
Nama Instansi/ Perusahaan
:
4
Alamat
:
5
No. Telp
:
6
Email
:
7
Bidang Usaha
: PT/KOPERASI/CV/FA/PO/BPL/LAINNYA .....................................
8
Nama Responden
:
………………………,………………… 2016 (……………………………………………) 43
II.
PERTANYAAN
No
Pertanyaan Tertutup
Ya
9.
Apakah perusahaan ini membuat Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan rutin tiap tahun?
10. Apakah Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan ini dilaporkan ke instansi pemerintah tertentu? Alasan
11. Apakah saudara/i mengetahui adanya ketentuan tentang wajib penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan?
12. Apakah perusahaan ini membuat Laporan Keuangan Tahunan yang diaudit oleh Akuntan Publik?
13. Apakah pernah ada pihak lain yang menanyakan perizinan usaha/ laporan keuangan seperti petugas pajak atau calon investor?
14. Apakah menurut saudara/i Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan memiliki manfaat bagi bisnis saudara/i?
15. Apakah selama ini pemerintah melalui Kementerian terkait telah memberikan sosialisasi tentang peraturan wajib penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan?
Tidak
Keterangan
44
No
Pertanyaan Terbuka
Penjelasan
16. Apa saran saudara/i mengenai peraturan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan ini? Tetap ada/direvisi/dihapus? Mengapa?
17. Apa benefit/keuntungan yang diinginkan apabila peraturan wajib penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan ini tetap ada? (Misalnya: dipermudah membuat/memperpanjang Tanda Daftar Perusahaan, sosialisasi, promosi, keringanan pajak, dll)
45
Lampiran 2. Surat Undangan Nomor : April 2016
/BPPP.2/UND/04/2016
Jakarta,
Lampiran : 1 (Satu) Berkas Hal
: Undangan Diskusi Terbatas Analisis Implementasi Peraturan Terkait
Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP)
Yth. Sdr. (mohon lihat lampiran) Di JAKARTA Pada tahun 2016, Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri (Puska Dagri), Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan sedang melakukan Analisis Implementasi Peraturan Terkait Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP) yang bertujuan menganalisis efektivitas peraturan. Sampai dengan saat ini kegiatan analisis sudah pada tahap penyempurnaan laporan akhir khususnya pada bab Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan (terlampir). Dalam rangka mendapatkan masukan dari para stakeholders, maka kami bermaksud menyelenggarakan diskusi terbatas tersebut pada: Hari/tanggal
: Selasa, 28 April 2016
Waktu
: Pukul 14.00 WIB s.d. 17.00.
Tempat
: Ruang Rapat Puska Dagri , Gedung Utama lantai 15 Jalan M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta 10110
Demikian, atas perhatian dan kehadiran Bapak/Ibu, kami menyampaikan terima kasih. Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri Ninuk Rahayuningrum 46
Lampiran Surat Nomor : /BPPP.2/UND/04/2016 Tanggal
: April 2016
DAFTAR UNDANGAN 1.
Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan
2.
Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
3.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Otoritas Jasa Keuangan
4.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan.
5.
Pengurus Ikatan Akuntan Indonesia
6.
Pimpinan PT. Mitsui Indonesia
47
Lampiran Surat Nomor : /BPPP.2/UND/04/2016 Tanggal
: April 2016
FORMULIR KESEDIAAN HADIR Bersama ini kami sampaikan bahwa: Nama
: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Nama Instansi
: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Alamat
: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Telepon
: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
HP
: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Email
: . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Berminat dan bersedia untuk mengikuti Diskusi secara penuh pada hari Selasa, tanggal 28 April 2016. Konfirmasi kehadiran mohon dapat disampaikan melalui Sdri. Reli atau Sdri. Try Asrini Telp/Fax : 021-‐23528692. Demikian kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih Hormat kami Nama Peserta 48
Lampiran Surat Nomor : /BPPP.2/UND/04/2016 Tanggal : April 2016 SUSUNAN ACARA DISKUSI TERBATAS ANALISIS IMPLEMENTASI PERATURAN TERKAIT LAPORAN KEUANGAN TAHUNAN PERUSAHAAN (LKTP) Kamis, 28 April 2016, Ruang Rapat Puska Dagri -‐ Kemendag No.
Waktu
Acara
Pembicara/Fasilitator
1.
14:00 – 14:30 Pendaftaran
Panitia
2.
14:30 –15:00 Pembukaan
Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri
3.
15:00 – 16:15 Pemaparan Hasil Sementara Analisis Implementasi Peraturan Laporan Keuangan Tahunan Perusahaan (LKTP)
4.
16:15 – 16:45 Diskusi
Tim Analisis
5.
16:45 – 17:00 Penutupan
Kepala Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri
Tim Analisis
49