STUDI PENGEMBANGAN SISTEM PENYELARAS MANUFAKTUR UNTUK MENGONTROL KESALAHAN ANALISIS EFEK DAN MODA KEGAGALAN SUATU KEMAMPUAN MUTU PROSES MANUFAKTUR INDUSTRI KOMPONEN DENGAN KOMPUTASI CERDAS Landjono Josowidagdo1
ABSTRACT This article elaborate on such as, the prototype inspection, and further steps to introduce the idea of neural network system’s implementation. The desain improvement that were assigned by the Manufacturing Review Board (MRB) will be proposed to aspire the computing systems that facilitates the whole decision systems on improving the production systems in the manufacturing plant. The MRB-Computing Intelligence program and application presented in this article have been included in the assessment model of the neural network system. Kata kunci: MRB, neural network, inspection
ABSTRAK Artikel ini menggabungkan antara inspeksi prototipe dan beberpa langkah untuk memperkenalkan implementasi ide jaringan sistem syaraf. Desain ini dibangun berdasarkan Manufacturing Review Board (MRB) yang akan diusulkan sebagai sebuah sistem yang memfasilitasi sistem pengambilan keputusan dalam membangun sistem produksi dalam pabrik. Program MRB-Computing Intelligent’s dan aplikasinya yang ditampilkan dalam artikel ini di dalamnya telah berisi penilaian mengenai jaringan sistem syaraf. Kata kunci: MRB, jaringan sistem syaraf, pemeriksaan
1
Staf Pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, UBiNus, Jakarta
Studi Pengembangan Sistem... (Landjono Josowidagdo)
159
PENDAHULUAN Pengenalan pola (pattern recognition) dan Ajar-Mesin (machine learning) dewasa ini telah membentuk suatu bidang yang sangat luas dari kegiatan riset yang meliputi informasi non-numerik yang diperoleh berdasar interaksi antara ilmu pengetahuan, teknik, dan masyarakat pengguna secara luas. Pengenalan pola dapat berupa contoh atau sesuatu model yang dapat diubah menjadi besaran numerik. Sebuah pola dapat berupa tiruan sebuah model, tetapi dapat juga berupa data antarhubungan, kejadian, yakni konsep yang dapat dibedakan berdasarkan kesempurnaannya. Sehingga suatu pengenalan pola merupakan pengembangan teori dan teknik untuk mendesain sebuah sistem/alat yang dapat melakukan pengenalan dengan membedakan perbedaan dari pola dasarnya. Kemampuan teknik komputasi cerdas untuk solusi berdasar pengenalan pola telah banyak menarik perhatian para peneliti untuk menyelesaikan permasalahan seperti pada pengenalan pola yang terbentuk dari hubungan non linier dengan variabel ganda. Aplikasinya telah meluas keberbagai bidang ilmu pengetahuan. Selanjutnya bidang ini akan dipergunakan untuk suatu pendekatan dalam penyelesaian masalah penyimpangan mutu yang berkaitan dengan suatu penyebab yang mungkin berupa besaran ganda. Penyimpangan mutu produk merupakan masalah yang komplek dan sebenarnya tidak pernah diharapkan. Perencanaannya telah diputuskan oleh satu keputusan secara seksama berdasar kesempurnaan daya dukung operasi. Masalah kegagalan mutu dapat terjadi karena adanya deformasi dari bahan baku, unjuk kerja operator dan mesin. Untuk mengenali besarnya potensi kegagalan sekaligus mengidentifikasi fenomenanya banyak metoda dibuat. Namun, kenyataan di lapangan kegagalan sering terjadi dari berbagai penyebab yang sukar ditelusuri karena terbentuk secara akumulatif, tidak disadari dari kesalahan kecil awal proses yang bila dibiarkan akan mengakibatkan suatu kesalahan lain pada proses. Sehingga perlu adanya aba-aba peringatan (warning) yang dibina melalui pembelajaran pengenalan pola kejadian yang telah lalu. Penyimpangan mutu produk dilaporkan dalam non-conformance report sebagai kegagalan yang berkorelasi dengan penyebab kesalahan produksi. Bila hal ini tidak dieliminir akan menjadi penyebab serius dari kesalahan produk untuk memenuhi mutu standar. Tim Sistem Penyelaras Manufaktur, SPM, bertugas menjembatani permasalahan di lapangan yang menyangkut masalah proses, dan operasi produksi yang berlangsung. Metoda komputasi cerdas dipakai di sini karena beberapa kelemahan tim SPM, seperti tim bekerja sangat birokratif, lama, dan tidak akurat. Sehigga metoda komputasi yang user friendly akan membantu operasional dari SPM. Penerapan model lebih dititik beratkan pada kemampuan sistem Jaringan Saraf Tiruan yang menjadi model pengenalan masalah yang disebut Failure Mode and Effect Analysis, FMEA.
160
INASEA, Vol. 6 No. 2, Oktober 2005: 159-174
Teori dan Metoda Eksperimen Kemampuan mutu proses manufaktur (Quality Manufacturability) Sepanjang rekayasa desain diperlukan untuk menuju proses produksi, maka upaya minimalisasi ongkos manufakturing harus dilakukan tanpa harus mengorbankan mutu. Sehingga perlu dilakukan optimasi dari ongkos manufaktur dan minimalisasi ongkos mutu secara seimbang. Hal ini sulit dilakukan karena beberapa faktor berikut. 1. Hubungan antara faktor karakteristik mutu dengan respon yang diharapkan seringkali tidak diketahui. 2. Walau telah ditentukan spesifikasi desain karakteristik mutunya, tetapi tetap sukar untuk diukur bila banyak faktor penentu. Pendekatan strategis untuk menjaga manufacturability ) adalah sebagai berikut.
mutu
proses
manufaktur
(quality
1. Optimasi konsep desain: pilih satu konsep desain yang optimal dan cocok dari beberapa alternatif konsep yang ada. 2. Pemilihan Faktor dominan, principle factor yang berpengaruh: pilih karakteristik mutu yang mampu mewakili sistem secara keseluruhan. 3. Optimalkan quality of acceptability; Ketepatan untuk produk berada didaerah toleransi bisa disesuaikan dengan beberapa "trade off" berdasar pengamatan yang seksama disesuaikan dengan kemampuan di lapangan. Fasilitas produksi. Secanggih apa pun operasinya, produk jelek karena rusak dapat terjadi karena enam kemungkinan penyebab sumber kesalahan mutu yang antara lain sebagai berikut. 1. Desain perencanaan yang buruk (bad design) mengakibatkan kesalahan fundamental seperti; perencanaan bahan baku suhu operasi, dan lain sebagainya. 2. Keraguan penerapan desain (design perturbation) akibat timbulnya kesalahan proses sehingga diperlukan modifikasi/perbaikan. 3. Kesalahan interface desain dan alat manufaktur (desain to manufacturing interface) yang mengakibatkan potensi kesalahan proses. 4. Kesalahan pemesanan bahan baku (bad material) yang mengakibatkan proses tidak sepenuhnya berjalan baik. 5. Kemampuan operasi manufaktur (manufacturing perturbation) yang mengakibatkan ketidak mampuan pekerja (workmanship). 6. Kondisi peralatan operasi manufaktur yang buruk (bad manufacturing) meliputi aspek inspeksi, perawatan, dan monitoring saat operasi produksi.
Studi Pengembangan Sistem... (Landjono Josowidagdo)
161
Juran dan Deming, 1985, melakukan pengukuran mutu produk didasarkan pada deviasi dengan ukuran berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Ukuran fungsi (functionality) Ukuran kegunaan (usability) Ukuran kendalan (reliability) Ukuran penampilan (performance) Ukuran kemungkinan perawatan (serviceability) Ukuran ke-beradaan (availability) Ukuran harga (price),
Mutu proses manufaktur sangat tergantung oleh beberapa aspek berikut. 1. Kemudahan desain untuk diterjemahkan menjadi proses produksi 2. Ongkos manufakturing seminimal mungkin 3. Poduk melalui suatu sistem manufaktur yang efisien memenuhi kebutuhan mutu harapan Sistem Penyelaras Manufaktur (SPM) SPM (Sistem Penyelaras Manufaktur) atau MRB (Manufacturing Review Board) dibentuk oleh perusahaan manufaktur dengan peran sebagai penghubung design office engineering dengan manufacture. Alasan dibentuknya SPM umumnya adalah perlu adanya media analis untuk berbagai macam kegagalan produksi yang dinilai kritis dan dilaporkan sebagai non conformance reports. Laporan tersebut perlu memperoleh tanggapan pimpinan karena mempengaruhi kelangsungan proses, sehingga SPM selanjutnya bertanggung jawab kepada pimpinan perusahaan untuk melakukan interpretasi, prediksi, diagnosis, monitoring, dan instruksi dengan memperhatikan kondisi kemampuan manufaktur. Pendapat tim SPM tersebut menjadi masukan untuk perbaikan yang berkaitan dengan kondisi produk, peralatan produksi, alat penunjang produksi, dan faktor lain persiapan produksi. Jadi peran SPM akan menunjang keberhasilan produksi, melalui deteksi segala deviasi, kemudian ditentukan diagnosisnya. SPM memberikan instruksi berupa perbaikan penanganan produksi untuk menurunkan kadar kegagalan maupun kesalahan produksi. Sayangnya bahwa keputusan tim SPM tidak pernah terdata secara baik, karena umumnya terjadi kasus demi kasus. Sehingga perlu didokumentasikan utuk program benchmarking dalam pengendalian mutu. Dengan memperhatikan pengalaman tim SPM, studi ini mencoba menilai kesempurnaan masalah lapangan. dari produk. Review desain produk dilakukan Pekerjaan ini merupakan tugas multi disiplin untuk kondisi manufaktur dan kecenderungan peristiwa yang terjadi selama proses produksi.
162
INASEA, Vol. 6 No. 2, Oktober 2005: 159-174
Kesalahan analisis efek dan moda kegagalan (Failure Mode and Effect Analysis, FMEA) Hitoshi Kume (1999) menilai unjuk kerja industri menyarankan dinilai secara luas oleh tim dari perusahaan berdasar data yang dibuat oleh seluruh bagian kegiatan multi disiplin, termasuk masukan dari konsumer, sampai ke perancang produk. Masukan yang bersifat mendukung perbaikan proses produksi harus disimpulkan dari berbagai masukan secara cermat oleh tim tersebut. Segala indikator masalah dari moda kegagalan (failure-mode) dan aspek efeknya dipertimbangkan dalam menentukan kelanjutan mutu produk. Metoda FMEA menunjukkan secara sistematis identifikasi moda kegagalan dan efek-kegagalan dari perencanaan proses ataupun perencanaan desain produk tertentu. Kelemahan kelemahan yang terjadi pada konsep desain dan prosesnya dapat ditelusuri berdasar rancangan engineering produk, deviasi proses, dan hal lain yang berlangsung. Contoh pembuatan komponen speda motor adalah proses pembuatan komponen sepeda motor dengan urutan prosesnya seperti, punching, piercing, milling, welding, dan final inspection. Beberapa moda kegagalan proses dicari untuk dipastikan sebagai penyebab kesalahan utama, major defect. Penyebab kegagalan seperti putaran mesin bubut yang tidak stabil, alat bubut yang tumpul, kesalahan koordinat lobang bor, tidak tepatnya pemakaian minyak untuk pendingin, tempat kerja yang kotor, dan lain sebagainya. Data tersebut merupakan data yang akan menjadi fenomena kegagalan dalam kesempurnaan mutu. FMEA adalah tehnik untuk mencari kelemahan desain dan proses, sebelum desain/proses tersebut direalisir, apakah sebagai prototip ataupun sebagai rencana produksi, kemudian setiap saat FMEA disempurnakan tergantung dari non conformance matters yang ditemukan di lapangan. FMEA sebagai disiplin ilmu dikembangkan dibidang Aerospace industri pada tahun 1960 oleh NASA, dan kemudian berkembang di Ford Motor Company tahun 1972, dan saat ini mulai banyak diminati orang sejak 1995. FMEA dalam industri adalah dokumen prosedur kerja yang menjelaskan segala potensi kegagalan dan penyebabnya. Kegiatan FMEA diperlukan untuk beberapa hal berikut. 1. Mengevaluasi adanya potensial kegagalan baik produk/proses dan juga efeknya 2. Mengidentifisir tindakan untuk menghilangkan atau mereduksi kegagalan yang mungkin terjadi setelah dilakukan evaluasi di poin 1. 3. Sebagai dokumen kontrol untuk melakukan inspeksi pengendalian mutu selama produksi. Moda kegagalan (failure mode) yang dapat mengganggu kemampuan proses manufaktur sehingga menyebabkan penyimpangan mutu pada mutu manufakturabilitas dapat dari very slight ke hazardous efffect. Bermacam macam Moda kegagalan dapat ditemukan antara lain berikut ini.
Studi Pengembangan Sistem... (Landjono Josowidagdo)
163
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kegagalan yang mengganggu kelanjutan produksi. Kegagalan yang mengganggu keberadaan aset. Kegagalan karena ketidak adanya peralatan yang cocok. Kegagalan dari deviasi terhadap kondisi status quo-nya. Kegagalan yang menyebabkan tidak terpenuhinya target. Kegagalan sebagai penyebab cacat, dan lain sebagainya.
Paul Palady (1995) menjelaskan bahwa Failure Mode and effect Analysis (FMEA) dapat dipergunakan untuk mengantisipasi beberapa hal ini. 1. Timbulnya masalah desain dan proses. 2. Prosedur maju untuk pengembangan dan implementasi suatu desain atau proses. Untuk program desain sering disingkat sebagai DFMEA, sedangkan untuk program proses disingkat sebagai PFMEA. Sehingga upaya pemberdayaan FMEA untuk menilai dan mengawasi produksi agar memenuhi standar karakteristik mutu merupakan upaya efisiensi yang berdampak sangat luas di segala bidang. Moda Kegagalan, failure modes, didefinisikan sebagai fenomena yang tidak diharapkan karena hal itu akan menjadi penyebab kesalahan, error. Moda kegagalan menimbulkan pengaruh2 spesifik berbagai macam kesalahan. Sebagai contoh untuk proses industri komponen moda kegagalan dapat berupa kegagalan proses mencapai akurasi pengelasan, akurasi milling, akurasi punching, akurasi assembling. Di mana hal itu diukur berdasar toleransi aman yang diharapkan. Akibatnya, kesalahan produk berupa deformasi toleransi terhadap bentuk, diameter, kebocoran, kekasaran permukaan sayatan, keretakan dinding silinder, korosi pada daerah pengelasan, dan lain sebagainya. Aspek analisis penyebab spesifik moda kegagalan dapat bermacam bentuknya, seperti misalnya kesalahan koordinat mesin bubut, mutu. Moda kegagalan terjadi karena adanya pengaruh2 spesifik dari berbagai macam penyebab. Sebagai contoh untuk proses industri komponen maka moda kegagalan dapat berupa kegagalan pengelasan, kegagalan milling, kegagalan punching, kegagalan assembling. Penyimpangan kualitas produk dapat berupa deformasi bentuk, diameter, kebocoran, kekasaran permukaan sayatan, keretakan dinding silinder, korosi pada daerah pengelasan, dan lain sebagainya. Penyebab dari moda kegagalan tersebut oleh penyebab spesifik yang bermacam bentuknya, seperti kesalahan koordinat mesin bubut, kesalahan koordinat benda kerja, kesalahan operator, kesalahan operator mesin bubut, mesin las, dan lain-lain. Di sinilah letak diperlukannya pakar dalam mengaitkan hubungannya. Potensi dominan dari penyebab tersebut dapat diukur dari tingginya frekuensi kejadian (occurancies), berdasar besarnya kemungkinan terjadinya di lapangan (severity), dan tingkat kesukaran deteksi (detection) oleh pakar yang akhli dibidang tersebut. Sehingga setiap pengenalan pola masing masing dapat diukur Risk Priority Number (RPN).
164
INASEA, Vol. 6 No. 2, Oktober 2005: 159-174
Pengembangan SPM untuk mengontrol kesalahan FMEA dengan melakukan identifikasi penyebab, proses analisis, dan mempergunakan komputasi cerdas merupakan cara yang memberikan harapan. Pekerjaan ini sebenarnya merupakan tugas suatu tim yang sering disebut sebagai Sistem Penyelaras Manufaktur, yang dibentuk secara multi disiplin. Hal ini pertimbangannya berdasar kemungkin pendataan sebagai berikut. Berapa besar nilai ratio penyimpangan kesalahan mutu Analisis Sebab-Akibat (Cause-Effect Analysis ) Output dokumen FMEA dapat untuk mendeteksi hubungan efek kegagalan yang berasal dari suatu penyebab. Dari data tersebut maka cause-effect atau dyadic variables, pasang-pasangan variabel dapat dilihat berdasar data cause-effect tabel 1. Tabel menunjukkan Cause-effect analysis dari kesalahan mutu produk yang diukur berdasar harga toleransi yang berpengaruh pada kelemahan proses produksinya. Tehnik solusi cause-effect analysis dalam mencari penyebab dan efek kegagalan produk telah banyak dicoba dengan analisis model 2. matematik. Beberapa referensi masa lalu banyak membicarakan cara analisis statistika multi variat, tehnik non linier analisis, regresi, dan lain sebagainya. tetapi hasil kurang memuaskan karena asumsi matematis yang sangat terbatas. Sehingga pokok pikiran dalam pendekatan komputasi cerdas untuk membuat studi ini, didasari bahwa jaringan komputasi cerdas ini banyak mampu menelaah masalah yang komplek dengan tetap memperhatikan kompleksitasnya tanpa mengetahui sifat koliniaritasnya.
PEMBAHASAN Komputasi Cerdas Komputasi cerdas atau Intelligent computation dikembangkan untuk sarana analisis, di mana komputasi ini memperhatikan brain-style, cara otak manusia melakukan analisis pengenalan pola yakni melalui pelatihan pelatihan. Otak manusia dapat mengenal peristiwa baik secara asosiatif maupun adaptif. Pengenalan peristiwa berdasar penggalian dari memori peristiwa yang serupa, atau hampir hampir serupa. Pengenalan kembali fungsi asosiatif atau asociative memory recall yaitu peristiwa yang dicari serupa dengan peristiwa yang pernah dialami. Sedangkan adaptive memory recall, pengenalan kembali secara adaptif, bila walaupun dengan keterbatasan informasi yang akan dikenali peristiwa tersebut masih mampu untuk diberikan jawabnya berdasar kedekatan peristiwa yang ada dalam memorinya.
Studi Pengembangan Sistem... (Landjono Josowidagdo)
165
Tabel 1Cause-Effect Analysis Pembuatan Komponen Sepeda Motor Penyebab: (persiapan proses yang tidak sempurna) ( INPUT)
Efek kegagalan (Error) (efek yang tidak memenuhi toleransi mutu) (OUTPUT)
Moda kegagalan (fenomena yang mempengaruhi kegagalan proses)
1. Puncher tidak sentris; Disebabkan karena kesalahan koordunat saat meletakkan benda kerja. 2. Letak benda kerja tidak sentris Kesalahan koordinat karena kesalahan meletakkan alat cekam untuk benda kerja. 3. Ujung pahat tumpul Disebabkan keausan karena pemakaian terus menerus 4. Putaran mesin bubut tidak stabil; Terjadi ketidak stabilan karena rigiditas, dan voltase yang tidak seimbang., 5. Pengelasan tidak baik; Kesalahan operator,, kesalahan bahan las, dan lain sebagainya.
1. Kegagalan punching hasil diameter silinder akan deformasi dan kemungkinan retak pada dindingnya.
1.
Diameter berubah Hasil bentuk diameternya tidak diinginkan karena benda kerja tidak dapat diproses berikutnya. Diluar toleransi diameter Toleransi diameter yang diinginkan gagal dicapai, dan benda kerja akan di-tolak.
2. Kegagalan Milling; lobang sayatan akan membentuk diameter yang mempunyai ketebalan tidak rata.
2.
3. Kegagalan milling permukaan sayatan bergelombang tidak rata.
3.
4. Kegagalan milling permukaan sayatan tidak rata
4.
5. Kegagalan welding Bentuk hasil las akan berubah dari bentuk yang diharapkan.
5.
Hasil sayat dipermukaan bergelombang gelombang pada permukaan sayatan tidak diijinkan.
6. Presisi jig berubah Karena life-time, kotoran dalam jig tersebut, dan lain sebagainya.
6. Deformasi asembly bentuk produk berubah
6.
Bentuk produk jelek bentuk produk di-tolak karena menyimpang dari bentuk yang diharapkan
Diluar bentuk produk Bentuk produk di-tolak karena menyimpang dari bentuk yang diharapkan Hasil sayat di permukaan bergelombang gelombang pada permukaan sayatan tidak diijinkan.
Fungsi sebab-akibat yang dikembangkan brain-style computing di atas, dalam pengenalan pola dipakai sebagai model pengontrolan mutu produksi. Bentuk model SPMcerdas untuk menyelesaikan masalah ini menjadi studi menarik karena kemampuan menyimpan memori dan upaya melakukan retrieval dari memori tersebut bisa berlangsung dengan baik.
166
INASEA, Vol. 6 No. 2, Oktober 2005: 159-174
Pemanggilan kembali peristiwa dari memorinya (dyadic variables) pasang pasangan variabel, yang digambarkan sebagai pola peristiwa sebagai berikut. Memori, Berisi k pola terdiri dari; {(x1,y1),x2,y2),….. (xk,yk)} Di mana xi = (xi1,xi2,xi3, . . . . xin) Yi =(yi1,yi2, . . . . . . yip) Memori w dalam bentuk matrik; W = alli xiT yi T Maka W = alli yiT xi Operasi retrieval xi dan atau yi dapat dirumuskan sebagai Xi = (yi wT) Yi = (xi. W) Di mana sebagai fungsi threshold Kapasitas Memori Konsep memori dalam komputasi cerdas sangat penting untuk proses recall proses retrieval yang dilakukan. Kapasitas untuk menyimpan sejumlah besar pasangan pola peristiwa. Kosko, 1988, mendefinisikan besar kapasitas C sebagai C = {(x1,y1),(x2,y2) . . . . . . (xk,yk)} Estimasi Kosko adalah C < min (n,p) Haines, 1988, mengestimasikan; C = r/ 2 log r, di mana r = min(n,p) Wang, 1991, mengestimasikan bahwa; C rootsquare min(n,p) Representasi Penyajian Solusi Sifat penyimpanan dan pemanggilan memori dapat dilakukan dalam bentuk angka bipolar. Kosko (1988) membahasnya dalam Bidirectional Asociative Memory, BAM. Sifat pemanggilan pola yang sempurna dapat terjadi bila pola terjalin secara ortogonal, yakni merupakan 2 vektor yang saling ortogonal. Pada kasus khusus di mana xi = yi, maka n = p, sehingga W dalam bentuk polar; di mana W = alli xiT yi, Maka pola retrieval xi adalah; Xi = (xi wT) = xi ( alli xiT xi) Setelah dilakukan thresholding maka akan dapat diperoleh perfect recall.
Studi Pengembangan Sistem... (Landjono Josowidagdo)
167
Peningkatan Kapasitas Memori Pengelolaan data untuk menghasilkan pengayaan Domain Knowledge sebagai pengembangan SPM untuk kepentingan yang menjangkau kepentingan awal desain dari desain office sampai dengan aplikasi di produksi dan peranan di kompetisi pasarnya merupakan tujuan dari penelitian. Penelitian ini juga untuk mengetahui perbedaan peranan SPM yang terdiri dari tim Pakar, dengan sistem komputasi sebagai pengganti tim Pakar tersebut, berdasar teknik simulasi yang representatif. Domain Knowledge yang dibentuk dari knowledge base dengan temuan di lapangan akan mengalami pengayaan memori. Peningkatan memori ada beberapa cara diantaranya dengan penambahan bipolar ortogonal untuk memperpanjang masing masing vektor. Augmentation Wang, 1990 Xi ------- [ (xi!z1!,….,!zi!k] Yi ------- [(yi!z1!,…..,!zi!t] Dengan demikian maka harga w adalah: W = alli [( xi!zi! ……!zi!)T (yi!zi!,…..!zi!)] Wt = alli [( yi!zi! ……!zi!)T (xi!zi!,…..!zi!)] Operasi retrieval dapat terjadi bila pengenalan pola secara asosiatif diberikan untuk pengayaan domain memori (Bart Kosko, 1992). Pengembangan SPM-Cerdas untuk mencari solusi penyempurnaan kemampuan mutu proses manufaktur. Penelitian ini menggunakan Jaringan Saraf Tiruan yang mempergunakan algoritma Gradient Delta Rule (Pao, 1986) untuk mencari arsitektur dari jaringan saraf yang sesuai. Dua aspek penting yakni aspek pertama Failure mode, jenis kegagalan produksi. Aspek kedua Error Analysis, solusi berpengaruh terhadap kegagalan mutu kesalahan dominan, terhadap in line production mutu operasi. Solusi analisis untuk industri manufakturing di mana model SPM-cerdas sebagai Jaringan Saraf tiruan ini, memberikan kemudahan dalam mengalokasi penyebab kegagalan produk secara tepat dengan mempergunakan enriched domain knowlegde.
Hasil pengembangan SPM-Cerdas Contoh Aplikasi Sebagai contohnya proses bubut ditentukan oleh beberapa hal berikut. Obyek proses bubut adalah X = (x1, x2, ……, xn)) di mana x1 = cutting speed, x2 = feed rate, x3 = depth of cut, x4 = fixturing, x5 = concentricity.
168
INASEA, Vol. 6 No. 2, Oktober 2005: 159-174
Dalam fungsi keanggotaan fuzi kegiatan A = {A: a = (a1, a2, ……, am), di mana didefinisikan bahwa a1 = punching (hole enlargment), a2 = piercing (tapholing), a3 = machining (fine diameter), a4 = welding (assembling), a5 = inspecting. Kemudian disisi lain sebagai hasil keluaran; Obyek keluaran adalah Y = (y1, y2, ….., ym)), di mana y1 = fine diameter tolerances, y2 = depth of cut, y3 = roughness. Tabel 2. Toleransi Max./Min. untuk Mesin Bubut*) Parameter Kondisi kualitas proses manufaktur: (quality manufacturability ) 1. Cut speed : x1 2. Feed rate ;x2: 3. Depth cut : x3 4. Fixture : x4 Concentricity : x5 Kualitas hasil bubutan: (yields) 1. Hasil sayat dalam : y1 2. Kedalaman sayatan : y2 3. Kekasaran cutting: y3
Toleransi Maximum Posisi I: Posisi II:
Toleransi Minimum Posisi I: Posisi II:
1. 2. 3. 4. 5.
51.08 mm 51.01 mm 51.03 mm 51.01 mm. 51.01 mm
60.08 mm 60.01 mm 60.03 mm 60.01 mm 60.01 mm
1. 2. 3. 4. 5.
50.02 mm 50.09 mm 50.07 mm 50.09 mm. 50.09 mm.
59.92 mm 59.09 mm 59.07 mm 59.09 mm 59.09 mm
1. 53.40 mm 2. 0.032 mm 3. 12.70 mm
44.40 mm 0.029 mm 7.70 mm
1. 53.20 mm 2. 0.029 mm 3. 12.50 mm
44.20 mm 0.029 mm 7.50 mm
*). Keterangan tabel; Geometrik benda kerja kondisi normal panjang silindris 186 mm, tebal 3.0 mm, Diameter luar silindris 50 mm, Setelah proses punching harga diameter luar pada ujung I : 51mm, diameter luar ujung II; 60 mm. Berdasar laporan lapangan NCR (Non conformance reports), di mana dalam satu perioda waktu jumlah kegagalan (fx dari hubungan QM dan fy dari hubungan yields) dengan yieldsnya dikumpulkan sebagai tabel 3.
Studi Pengembangan Sistem... (Landjono Josowidagdo)
169
Tabel 3 Catatan Operator terhadap Hubungan Frekuensi Kualitas Produk pada Frekuensi Penyimpangan Kualitas yang Terjadi Frekuensi kejadian: (fX – fY) fx1 fx2 fx3 fx4 fx5 Total fy
fy1
Fy2
fy3
Total fx
10 6 1 7 1 25
1 1 7 5 1 15
1 1 1 3 5 11
12 8 9 15 7 51
Penjelasan jumlah kegagalan masing masing seperti, fx1 = kegagalan pada cutting speed fx2 = kegagalan pada feeding rate fx3 = kegagalan pada depth of cut fx4 = kegagalan pada fixturing fx5 = kegagalan pada konsentrisitas. Sedangkan, fy1 = toleransi diameter sayat dalam fy2 = kedalaman sayat fy3 = roughness. Dari data kuantitatif penyimpangan kualitas produk di atas dapat dicari rasio penyimpangan RP untuk kecenderungan (severity) moda kegagalannya (failure modes), dengan kemungkinan keterjadian (occurance) kegagalan persiapan operasi (effects analysis) berdasar risiko kegagalan (RK) maka dituangkan dalam format FMEA sebagai berikut.
170
INASEA, Vol. 6 No. 2, Oktober 2005: 159-174
Tabel 4 Hubungan Severities dengan Occurancies Berdasar Risiko Kegagalan (RK) dengan Rasio Penyimpangan RP Hubungan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) Peranan Proses
Moda kegagalan yang ditemukan dalam proses
Efek terhadap mutu akibat rasio penyimpangan proses (RP).
Occurancie (rasio penyimpan RP)
Akurasi milling pada diameter bubut bagian dalam
Deformasi fine diameter
Diluar Toleransi diameter sayatan (RPy1)
0.49
Kedalaman sayatan (Rpy2) Kondisi permukaan tidak rata ,roughness (RPy3)
Potensi kesalahan mekanis
Severity (risiko kegagalan RK)
Fixturing error (RKx1)
0.24
Konsentrisitas (RKx2)
0.17
0.29
Posisi benda kerja (RKx3)
0.18
0.22
Kesejajaran pahat (RKx4)
0.29
Posisi ujung pahat (RKx5)
0.14
Deformasi sayatan
Dari FMEA tabel 4 tidak dapat dilihat secara spesifik hubungan resiko (kecenderungan) kesalahan toleransi proses manufaktur dengan yields. Data ini menjadi data awal pengenalan pola hubungan input-output sebagai hubungan severities dengan occurancies berdasar laporan kejadian di lapangan. Selanjutnya untuk mencari risiko kritis maka dilakukan dengan metoda principle components analysis (PCA) Aplikasi SPM -cerdas pada post - prototip
Tugas SPM pada kasus ini meliputi kegiatan sebagai berikut. Analisis Failure Modes and Effect Analysis untuk pola pengenalan tahap pembelajaran SPM-Cerdas. Solusi PKA dari pendataan di lapangan untuk problematik pola kejadian berdasar frekuensi hubungan kausal (sebab akibat). Mapping hasil analisis dan permasalahan di lapangan dengan bantuan SPM-Cerdas.
Pembelajaran untuk pengenalan pola pada domen ini dapat dilakukan dengan memperhatikan tabel 5 berikut ini yang menunjukkan hubungan antara sebab akibat x-y yang ditemukan di lapangan berdasar jumlah penyimpangan kualitas berkait dengan variabel proses.
Studi Pengembangan Sistem... (Landjono Josowidagdo)
171
Tabel 5 Data Sebab-Akibat Berdasar Catatan Operator Permesinan Pola
x1
x2
x3
x4
x5
y1
y2
y3
Ke-1:
.8
.6
.8
.6
.4
.8
.8
.2
Ke-2:
.8
.9
.2
.6
.6
.6
.2
.6
Ke-3:
.4
.8
.6
.8
.8
.2
.6
.8
Ke-4:
.2
.8
.6
.9
.2
0
.8
.4
Ke-5:
.4
.0
.8
.8
.8
.0
.2
.8
Ke-6:
.8
.6
0
.6
.2
.6
.4
0
Ke-7:
.4
.2
.2
.4
.2
0
.6
.4
Dalam Kasus studi ini suatu data kemampuan kualitas proses manufaktur ditetapkan dari kelonggaran toleransi maximum dan minimum sebagai tabel 6. Tabel 6. Toleransi Max./Min. untuk Mesin Bubut
1. 2. 3. 4. 5.
Parameter Kecepatan sayat: x1 Kecepatan penetrasi x2: Kedalaman sayat: x3 Posisi pahat : x4 -Awal keausan pahat dan -Akhir keausan pahat: x5
1. 2. 3. 4. 5.
Angka Maximum 300 m.per-menit 0.8 mm-per-putaran 3 mm 0.889 mm. - 0.2946 mm - 0.3048 mm
1. 2. 3. 4. 5.
Angka Minimum 120 m.per-menit. 0.13 mm-per-putaran 1 mm 0.1295 mm. - 0.0025 mm - 0.0254 mm.
Pada proses bubut bentuk silindrik diameter > 50 mm proses bubut dengan kelonggaran-longgar, -pas, dan –ketat terdapat data hubungan quality manufacturability sebagai tabel 7. Tabel 7 Toleransi Max/Min. untuk Produk Hasil Proses Bubut Parameter: 1. Diameter-sayat-(sisi-dalam).y1: 2. Kedalaman-sayatan (over/under cutting): y2 3. Kekasaran hasil sayat: y3
172
Angka Maximum.
Angka Minimum:
1. a. 53.3 + 0.10 mm b. 44.3 + 0.10 mm. 2. a. 12.5 + 0.2 mm b. 7.5 +0.2 mm. 3. a. dan b. 0.32 mm
1. a. 53.3 – 0.10 mm b. 44.3 – 0.10 mm 2. a. 12.5 – 0.2 mm b. 7.5 – 0.2 mm 3. a. dan b. 0.32 mm
INASEA, Vol. 6 No. 2, Oktober 2005: 159-174
Tabel 8. Pemilihan SPM-Cerdas dengan Pembelajaran dengan Guru ( Supervised learning ) Generelized Delta Rules. Arsitektur lapisan ; Input-Hiddenlayer-output. Metoda 1: (5-5-3) Metoda 2: (5-5-5-3) Metoda 3: (5-3-3) Metoda 4: (5 – 8 – 3)
Jumlah Pola
Jumlah iterasi
Besar Error yang dicapai;
7 7 7 7
347 620 588 356
0.000994 0.000994 0.000997 0.000997
PENUTUP Simpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal berikut. 1. Untuk cakupan spasial komponen industri, masukan kejadian (event) yang berupa pengenalan pola (pattern recognation) dapat dipakai sebagai pengganti tim pakar dalam melakukan analisis terhadap masalah kegagalan produk maupun analisis untuk kesalahan proses produksinya secara vice-versa. 2. Pengayaan (enrichment) Domain Knowledge Base melalui pengenalan pola merupakan memori preferensi terhadap faktor dominan yang berpengaruh secara unik dan terbatas, dalam operasi pengendalian mutu di lapangan. 3. Mampu mengembangkan model yang dapat membantu manufacturability yaitu meliputi faktor seperti kebutuhan konsumer, keandalan proses, toleransi, kemampuan pengulangan, repeatability, penelusuran kembali (traceability) masalah yang berada dalam Domain Knowledge.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, kekuatan (robustness) pengembangan SPM dengan Komputasi Cerdas untuk aplikasi pengendalian mutu dapat menjadi lebih mudah apabila dipertimbangkan adanya arsitektur Jaringan Saraf Tiruan untuk komputasi cerdas yang mampu menganalisis permasalahan produksi dan mampu membentuk rule-base yang lebih komplek, akurat dan rinci. Dengan demikian kendala yang selama ini dihadapi perusahaan terhadap kelemahan yang timbul berkaitan dengan tim Pakar ini dapat dieliminir secara baik. Terakhir, penelitian ini memberikan sumbangan untuk ilmu pengetahuan dan bidang pengendalian mutu berupa alat analisis yang tidak memerlukan analisis matematis secara rumit, dan mengurai masalah komplek menjadi lebih mudah. Teknologi ini
Studi Pengembangan Sistem... (Landjono Josowidagdo)
173
berfungsi sebagai kontrol multivariabel dengan variabel maksimum 50 variabel bebas. Selanjutnya hasil penelitian ini memberikan rujukan terhadap keterbatasan tenaga akhli yang duduk dalam tim. Kemudian peneliti lain dapat memanfaatkan memori pengenalan pola ini menjadi rujukan dan atau menjadi pertimbangan dalam merencanakan penelitian baru dibidang otomasi maupun optimasi dalam pengendalian proses industri berdasar Computer integrated Manufactur, CIM.
DAFTAR PUSTAKA A, Bockerstette Joseph and Richard L Shell. 1993. Time Based Manufacturing. New York: Mc.Graw Hill Inc. Anonim. 1999. Astra Pengendalian Kualitas. Jakarta: Kursus Pengendalian Mutu Terpadu. Bedworth, D. D. and Bailey. J.E. 1982. Integrated Production Control Systems. USA: John Wiley and Sons Inc. Bertsekas, D.P., and Tsitsiklis, J.N. 1996. Neuro-Dynamic Programming. Belmont, MA: Athena Scientific. Bharath Ramachandran, James Drosen. 1994. Neural Network Computing. New York: Windcrest, Mc.Graw-Hill. Bhote K.R. 1996. Beyond Satisfaction to Customer Loyalty. AMA Editions. Bishop, C.M. 1995. Neural Network for Pattern Recognation. Oxford: University Press. Blackstone J.H. , Jr. Capacity Management. Cincinati, USA: South-western Publishing Co. Brights, James. 1992. Quality control ISO 9000, 1986. Bandung: PT Postel Seminar. Chang Tien-Chien, Richard A.Wysk, and Hsu-Pin Wang. 1991. Computer Aided Manufacturing New Jersey: Prentice Hall International Editions. Cook Thomas M. and Robert A. Russel. 1984. Contempory Operations Management. New Jersey: Prentice Hall International editions.
174
INASEA, Vol. 6 No. 2, Oktober 2005: 159-174