LAMPIRAN A: SPESIFIKASI TEKNIS SEKTOR PERSAMPAHAN
1. KONSEP PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Berdasarkan Undang-undang No. 10 Tahun 2008, upaya pengelolaan persampahan meliputi kegiatan pengurangan dan penanganan sampah, seperti pada gambar berikut.
Pelaksanaan kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha di sektor persampahan dapat dilakukan di upaya penanganan sampah, oleh karena upaya pengurangan sampah lebih ditujukan untuk dilaksanakan di sumber sampah.
2. PERATURAN DAN STANDAR Pemberlakuan Standar wajib SNI, terdiri dari:
Undang-Undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Undang-Undang No.18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang No.25 Tahun 1999 Tentang Primbangan Keunagan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 2001 Tentang Retribusi Daerah
Peraturan Pemerintah No.16 tahun 2005 Tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air minum
Peraturan Pemerintah No.27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampah Lingkungan (AMDAL)
Peraturan Menteri PU No.69/PRT/1995 Tentang Pedoman Teknis Mengenai Dampak Lingkungan Proyek Bidang Pekerjaan Umum A-1
Keputusan Menteri PU No.296/1996 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan UKL dan UPL Dep.PU
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan 02/MENKLH/1998 Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.377/1996 Tentang Petunjuk tata Laksana UKL dan UPL Proyek Bidang PU
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.KEP12/MENLH/3/1994 Tentang Pedoman Umum Penyusunan Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No.296/1996 Tentang Petunjuk Teknis Penyusunan UKL dan UPL Proyek Bidang Pekerjaan Umum
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.KEP-3/MENLH/2000 Tentang Jenis Usaha atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Disamping perundang-undangan, peraturan dan kebijakan diatas maka pengelolaan persampahan secara operasional harus mengacu pada standarisasi yang sudah ada seperti :
SK-SNI 19-2454-1991 dan SK-SNI 19-3242-1994 tentang Cara Pengelolaan Sampah Perkotaan
SK SNI 91 dan SNI 19-3241-1994 tentang Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah.
SNI No 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan
SNI M-36-1991-2003 Tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan.
Hidup
No.KEP-
3. TIMBULAN SAMPAH Prosentase timbulan sampah adalah 75% timbulan sampah berasal dari permukiman dan 25% dari non permukiman Ukuran timbulan sampah dapat didasarkan kepada berat dan volume. -
Berdasarkan berat, satuan berat ton, kg
-
Berdasarkan volume, satuan volume liter, m3
Satuan atau Unit Timbulan Limbah Padat Perumahan l/capita.day; kg/orang/hari Komersil
l/capita.day; kg/orang.hari
Industri
l waste/product.day
Pertanian
l waste/ton of raw product
Jalan
l/panjang jalan
A-2
Metoda Pengukuran a. Load-Count Analysis Didasarkan atas jumlah kendaraan pengangkutan yang masuk dilokasi Transfer Station atau Recycling Center atau TPA, bisa berdasarkan jumlah, volume dan berat. b. Weight–Volume Analysis, Pengukuran langsung pada kendaraan pengangkut, bisa berdasarkan berat atau volume.
Beberapa faktor penting dalam menghitung laju timbulan sampah a. Perkembangan Jumlah Penduduk. Beberapa metode proyeksi perhitungan jumlah penduduk yang dapat dilakukan antara lain metoda least square, geometric dan eksponensial (Aritmatik) b. Survey Pengambilan Contoh Sampah di Sumber Sampah Pelaksanaan survey dan pengambilan contoh berdasarkan SNI M-36-1991-03 Tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. c. Penentuan Densitas Sampah Densitas sampah adalah berat sampah yang diukur dalam satuan kilogram dibandingkan dengan volume sampah yang diukur tersebut (kg/m3). Metode lain yang dapat digunakan untuk menentukan laju timbulan sampah adalah berdasarkan proyeksi penduduk dan penetapan kriteria besar timbulan sampah. Departemen PU menetapkan kriteria besar timbulan sampah berdasarakan sumber sampah dan karakteristik kota, sebagai berikut: Timbulan sampah berdasarkan komponen-komponen sumber sampah Komponen Sumber Sampah
No
Satuan
Volume (Liter) 2,25 – 2,50
Berat (Kg) 0,350 – 0,400
1
Rumah Permanen
per org/hari
2
Rumah Semi Permanen
per org/hari
2,00 – 2,25
0,300 – 0,350
3
Rumah non permanen
per org/hari
1,75 – 2,00
0,250 – 0,300
4
Kantor
per pegawai/hari
0,50 – 0,75
0,025 – 0,100
5
Toko/Ruko
per petugas/hari
2,50 – 3,00
0,150 – 0,350
6
Sekolah
per murid/hari
0,10 – 0,15
0,010 – 0,020
7
Jalan arteri sekunder
per meter/hari
0,10 – 0,15
0,020 – 0,100
8
Jalan kolektor sekunder
per meter/hari
0,10 – 0,15
0,010 – 0,050
9
Jalan lokal
per meter/hari
0,05 – 0,1
0,005 – 0,025
10
Pasar
per meter2/hari
0,20 – 0,60
0,1 – 0,3
Timbulan sampah berdasarkan Klasifikasi Kota No.
Klasifikasi Kota
Volume (L/Orang/Hari)
Berat (Kg/Orang/Hari)
1
Kota Besar (500.000-1.000.000 jiwa)
2,75 – 3,25
0,70 – 0,80
2
Kota Sedang (100.000 – 500.000 jiwa)
2,75 – 3,25
0,70 – 0,80
A-3
3
Kota Kecil (20.000 – 100.000 jiwa)
2,50 – 2,75
0,625 – 0,70
4. PEWADAHAN SAMPAH Pemilihan sarana pewadahan sampah mempertimbangkan : a. Volume sampah; b. Jenis sampah; c. Penempatan; d. Jadwal pengumpulan; e. Jenis sarana pengumpulan dan pengangkutan. Kriteria sarana wadah sampah: a. Standar SNI : SNI No 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik OperasionalPengelolaan Sampah Perkotaan adalah sebagai berikut: b. Kriteria Wadah Sampah
Tidak mudah rusak dan kedap air;
Ekonomis dan mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat; dan
Mudah dikosongkan.
5. PENGUMPULAN SAMPAH A. Metode Pengumpulan Kegiatan Pengumpulan sampah dilakukan oleh pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya serta pemerintah kabupaten/kota. Pada saat pengumpulan, sampah yang sudah terpilah tidak diperkenankan dicampur kembali. Pengumpulan didasarkan atas jenis sampah yang dipilah dapat dilakukan melalui : -
Pengaturan jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah dan sumber sampah;
-
Penyediaan sarana pengumpul sampah terpilah.
Pengumpulan sampah dari sumber sampah dilakukan sebagai berikut : a. Pengumpulan sampah dengan menggunakan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau mobil bak terbuka bersekat dikerjakan sebagai berikut: -
Pengumpulan sampah dari sumbernya minimal 2(dua) hari sekali.
-
Masing-masing jenis sampah dimasukan ke masing-masing bak di dalam alat pengumpul atau atur jadwal pengumpulan sesuai dengan jenis sampah terpilah.
-
Sampah dipindahkan sesuai dengan jenisnya ke TPS atau TPS 3R.
b. Pengumpulan sampah dengan gerobak atau motor dengan bak terbuka atau mobil bak terbuka tanpa sekat dikerjakan sebagai berikut : A-4
-
Pengumpulan sampah yang mudah terurai dari sumbernya minimal 2 (dua) hari sekali lalu diangkut ke TPS atau TPS 3R.
-
Pengumpulan sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah B3, sampah guna ulang, sampah daur ulang, dan sampai lainnya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan dapat dilakukan lebih dari 3 hari sekali oleh petugas RT atau RW atau oleh pihak swasta.
B. Pola Pengumpulan Terdapat lima pola pengumpulan sampah, yaitu : 1. Pola invidual tidak langsung dari rumah ke rumah.
Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif
Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia.
Bagi kondisi topografi relatif datar, yaitu kemiringan rata-rata kurang dari 5%, dapat menggunakan alat pengumpul non mesin, contoh gerobak atau becak
Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
Kondisi lebar gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya
Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
2. Pola individual langsung dengan truk untuk jalan dan fasilitas umum
Kondisi topografi bergelombang, yaitu kemiringan lebih dari 15% sampai dengan 40%, hanya alat pengumpul mesin yang dapat beroperasi.
Kondisi jalan cukup pemakai jalan lainnya
Kondisi dan jumlah alat memadai
Jumlah timbunan sampah > 0,3 m3/hari
Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protokol.
lebar
dan
operasi
tidak
mengganggu
3. Pola komunal langsung untuk pasar dan daerah komersial
Bila alat angkut terbatas
Bila kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah
Alat pengumpul sulit menjangkau sumber sampah individual (kondisi daerah berbukit, gang jalan sempit)
Peran serta masyarakat tinggi
Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk)
Untuk permukiman tidak teratur
kebutuhan
dan lokasi
4. Pola komunal tidak langsung untuk permukiman padat A-5
Peran serta masyarakat tinggi;
Wadah komunal ditempatkan sesuai yang mudah dijangkau alat pengumpul;
Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia,
Bagi kondisi topografi relatif datar, kemiringan rata-rata kurang dari 5%, dapat mengunakan alat pengumpul non mesin, contoh gerobak atau becak. Sedangkan bagi kondisi topografi dengan kemiringan lebih besar dari 5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung;
Leher jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya;
Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah.
dengan
kebutuhan
dan lokasi
5. Pola penyapuan Jalan
Juru sapu harus rnengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan (diperkeras, tanah, lapangan rumput, dan lain-lain);
Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani;
Pengumpulan sampah hasil penyapuan pemindahan untuk kemudian diangkut ke tpa
Pengendalian personel dan peralatan harus baik.
jalan
diangkut
ke
lokasi
C. Prasarana dan Sarana Pengumpulan 1. Jenis dan volume sarana pengumpulan sampah harus :
Disesuaikan dengan kondisi setempat; A-6
Dilakukan sesuai dengan jadwal pengumpulan yang ditetapkan; dan
Memenuhi ketentuan dan pedoman yang berlaku memperhatikan sistem pelayanan persampahan yang telah tersedia
dengan
2. Jenis sarana pengumpulan sampah terdiri dari :
TPS
TPS 3R; dan/atau
Alat pengumpul untuk sampah terpilah
3. Perhitungan Kebutuhan Alat Pengumpul
Menghitung Jumlah Alat Pengumpul (gerobak/becak sampah/mobil bak) kapasitas 1 m3 di perumahan
sampah/motor
dimana: A
= Jumlah Rumah Mewah
B
= Jumlah Rumah Sedang
C
= Jumlah Rumah Sederhana
D
= Jumlah Jiwa di Rumah susun
Jj
= Jumlah jiwa per rumah
Ts = Timbulan sampah (L/orang atau unit/hari) (Kota Besar = 3 L/org/hari ; Kota Kecil
= 2,5 L/org/hari)
Kk = Kapasitas Alat Pengumpul Fp = Faktor pemadatan alat = 1,2 Rk = Ritasi alat pengumpul
Menghitung jumlah alat pengumpulan secara langsung (Truk)
Menghitung Kebutuhan Personil Pengumpul Personil Pengumpul = JAP + (2 × JT pengumpulan langsung ) dimana: JAP = Jumlah Angkutan Pengumpul Perumahan JT = Jumlah Truk
D. Perencanaan Operasional Pengumpulan Perencanaan operasional pengumpulan sebagai berikut:
Ritasi antara 1 sampai dengan 4 kali per hari; A-7
Periodisasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari sekali, tergantung dan kondisi komposisi sampah, yaitu: o
Semakin besar persentasi sampah yang mudah terurai, periodisasi pengumpulan sampah menjadi setiap hari,
o
Untuk sampah guna ulang dan sampah daur ulang, periode pengumpulannya disesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan, dapat dilakukan 3 hari sekali atau lebih;
o
Untuk sampah yang mengandung bahan B3 dan limbah B3 serta sampah lainnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap;
Mempunyai petugas pelaksanaan yang tetap dan dipindahkan secara periodik;
Pembebanan pekerjaan diusahakan merata terangkut, jarak tempuh, dan kondisi daerah.
dengan
kriteria
jumlah sampah
6. PEMINDAHAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH A. Sistem Pengangkutan Pemindahan dan pengangkutan sampah dimaksudkan sebagai kegiatan operasi yang dimulai dari titik pengumpulan terakhir dari suatu siklus pengumpulan sampai ke TPA atau TPST pada pengumpulan dengan pola individual langsung atau dari tempat pemindahan/penampungan sementara (TPS, TPS 3R, SPA) atau tempat penampungan komunal sampai ke tempat pengolahan/pembuangan akhir (TPA/TPST). 1. Metode Pemindahan dan Pengangkutan
Pengaturan jadwal pemindahan dan pengangkutan sesuai dengan jenis sampah terpilah dan sumber sampah;
Penyediaan sarana pemindahan dan pengangkut sampah terpilah
2. Pola Pengangkutan Pola pengangkutan sampah dapat dilakukan berdasarkan sistem pengumpulan sampah. Jika pengumpulan dan pengangkutan sampah menggunakan sistem pemindahan (TPS/TPS 3R) atau sistem tidak langsung, proses pengangkutannya dapat menggunakan sistem kontainer angkat (Hauled Container System = HCS) dan sistem kontainer tetap (Stationary Container System = SCS).
Sistem Kontainer Angkat (Hauled Container System = HCS) Untuk pengumpulan sampah dengan sistem kontainer angkat, pola pengangkutan yang digunakan dengan sistem pengosongan kontainer dapat dilihat pada gambar berikut ini:
A-8
Proses pengangkutan:
-
Kendaraan dari poll dengan membawa kontainer kosong menuju lokasi kontainer isi untuk mengganti atau mengambil dan langsung membawanya ke TPA
-
Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju kontainer isi berikutnya.
-
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Sistem Pengangkutan System=SCS)
dengan
Kontainer
Tetap
(Stationary
Container
Sistem ini biasanya digunakan untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truk kompaktor secara mekanis atau manual. Pengangkutan dengan SCS mekanis yaitu : -
Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan kedalam truk kompaktor dan meletakkan kembali kontainer yang kosong.
-
Kendaraan menuju kontainer berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian menuju TPA.
-
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
Pengangkutan dengan SCS manual yaitu : A-9
-
Kendaraan dari poll menuju TPS pertama, sampah dimuat ke dalam truk kompaktor atau truk biasa.
-
Kendaraan menuju TPS berikutnya sampai truk penuh untuk kemudian menuju TPA.
-
Demikian seterusnya sampai rit terakhir.
B. Perencanaan dan Perhitungan Pengangkutan Sampah Beberapa istilah penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung pengangkutan dengan system HCS adalah : 1. Pickup (PHCS) : waktu yg diperlukan untuk menuju lokasi kontainer berikutnya setelah meletakkan kontainer kosong di lokasi sebelumnya, waktu untuk mengambil kontainer penuh dan waktu untuk mengembalikan kontainer kosong (Rit). 2. Haul (h) : waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut kontainernya 3. At-site (s) : waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi. 4. Off-route (W) : nonproduktif pada seluruh kegiatan operasional : waktu untuk cheking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-lain. Menghitung haul time (h) h = a + b.x
……………………………………… (1)
Dimana : a
= Empirical haul time constant, h/trip
b
= Empirical haul time constant, h/trip
x
= Jarak rata-rata, Km/trip
Nilai a dan b diperoleh dari data pengumpulan sampah secara aktual, tergantung pada kondisi masing-masing daerah. Faktor yang mempengaruhi antara lain peraturan lalu lintas, kondisi jalan, jam sibuk dan lain-lain. Menghitung PHcs
…………………………………………… (2)
Dimana : Pc
= waktu mengambil kontainer penuh, j/trip A-10
Uc
= waktu untuk meletakkan kontainer kosong, j/trip
Dbc = waktu antara lokasi, jam/trip Menghitung waktu per trip THCS = PHCS+ h + s ……………………………………………… (3) Dimana : h
= waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut kontainernya
S
= waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
PHCS = pick up time Menghitung jumlah trip per hari : Nd = [H(1-W) – (t1+t2)]/THcs …………………………………….(4) Dimana : Nd
= jumlah trip, trip/hari
H
= waktu kerja perhari, jam
t1
= dari garasi ke lokasi pertama
t2
= dari lokasi terakhir ke garasi
W
= faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan operasional)
Beberapa istilah penting dan persamaan yang digunakan untuk menghitung pengangkutan dengan system SCS adalah :
Pickup (Pscs): waktu yg diperlukan utk memuat sampah dari lokasi pertama sampai lokasi terakhir
Haul (h) : waktu yg diperlukan menuju TPS/TPA dari lokasi pengumpulan terakhir
At-site (s) : waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
Off-route (W) : nonproduktif pada seluruh kegiatan operasional : waktu untuk cheking pagi dan sore, hal tak terduga, perbaikan dan lain-lain.
5. Pengumpulan Mekanis Menghitung haul time (h) h = a + b.x ……………………………………….. (5) Dimana : a
= Empirical haul time constant, h/trip
b
= Empirical haul time constant, h/trip
x
= Jarak rata-rata, mil/trip A-11
Nilai a dan b diperoleh dari data pengumpulan sampah secara aktual, tergantung pada kondisi masing-masing daerah. Faktor yang mempengaruhi antara lain peraturan lalu lintas, kondisi jalan, jam sibuk dan lain-lain. Menghitung Pscs Pscs = Ct(uc) + (np - 1)(dbc) ……………………………………… (6) Dimana : Ct
= Jumlah kontianer dikosongkan pertrip, kon/trip
uc
= Waktu rata-rata utk mengosongkan kontainer, jam/kon
np
= Jumlah kontainer dikosongkan pertrip, lok/trip
dbc
= Waktu antar lokasi, jam/lok
Menghitung jumlah kontainer yang dapat dikosongkan Ct = v.r/c.f ……………………………………… (7) Dimana : v
= Vol alat angkut, m3/trip
r
= Rasio pemadatan
c
= Volume kontainer, m3/kon
f
= Factor utilisasi berat kontainer
Menghitung waktu per trip Tscs = Pscs + h + s
……………………………….. (8)
Dimana : h
= Waktu yg diperlukan menuju lokasi yg akan diangkut kontainernya
s
= Waktu yg digunakan untuk menunggu di lokasi
Pscs
= Pick up time
Jumlah trip/hari Nd = Vd/v.r ………………………………….. (9) Dimana : v
= Vol alat angkut, m3/trip
r
= Rasio pemadatan
Vd
= Jumlah sampah perhari (m3/hari)
Waktu kerja /hari H = [(t1+t2) + Nd (Tscs)]/(1 - W) ……………………………. (10) A-12
Dimana : Nd
= Jumlah trip, trip/hari
H
= Waktu kerja perhari, jam
t1
= Dari garasi ke lokasi pertama
t2
= Dari lokasi terakhir ke garasi
W
= Faktor off route (nonproduktif pada seluruh kegiatan operasional)
6. Pengumpulan manual: Np = 60 Pscs n/tp ………………………………………. (11) Dimana : Np
= Jumlah lokasi/trip
60
= Konversi jam ke menit, 60 menit/jam
n
= Jumlah pengumpul
tp
= Waktu pengambilan per lokasi
tp tergantung : waktu antar lokasi, jumlah kontainer per lokasi, % jarak rumah ke rumah tp = dbc + kiCn + k2 (PRH) ……………………………. (12) Dimana : k1
= Konstanta
waktu
pengambilan
perkontainer, menit/kontainer
k2
= Konstanta waktu pengambilan dari halaman rumah, menit/kontainer
Cn
= Jumlah kontainer per lokasi
PRH = Rear-house pickup locations, persen E. Perencanaan Penentuan Sarana Pengangkutan Peralatan dan perlengkapan untuk sarana pengangkutan sampah dalam skala kota harus memiliki persyaratan sebagai berikut : 1. Sampah jalan.
harus tertutup selama
pengangkutan, agar sampah tidak berceceran di
2. Tinggi bak maksimum 1,6 meter. 3. Sebaiknya ada alat pengungkit. 4. Tidak bocor, agar llndi tidak berceceran selama pengangkutan. 5. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang dilalui. 6. Disesuaikan dengan kemampuan dana dan teknik pemeliharaan. Jenis Peralatan dapat berupa : 1. Dump Truck 2. Arm Roll Truck A-13
3. Compactor Truck 4. Trailer Truck
7. PENYEDIAAN TPS TPS merupakan landasan pemindahan yang dapat dilengkapi dengan ramp dan kontainer; TPS harus memenuhi kriteria teknis antara lain: 1. Luas TPS, sampai dengan 200 m2 2. Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah 3. Jenis pembangunan penampung sampah sementara bukan merupakan wadah permanen 4. Sampah tidak boleh berada di TPS lebih dari 24 jam 5. Penempatan tidak mengganggu estetika dan lalu lintas 6. TPS harus dalam keadaan bersih setelah sampah diangkut ke TPA 7. Luas lokasi dan kapasitas sesuai kebutuhan, mudah diakses dan tidak mencemari lingkungan. 8. Memiliki jadwal pengumpulan dan pengangkutan.
8. Penyediaan TPS 3R, SPA, TPST 1. PerMen PU No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga 2. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 33 Tahun 2010 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah
Persyaratan TPS 3R : 1. Luas TPS 3R, lebih besar dari 200 m2 2. Jenis pembangunan penampung residu/sisa pengolahan sampah di TPS 3R bukan merupakan wadah permanen. 3. Tersedia sarana untuk mengelompokkan sampah menjadi paling sedikit 5 (lima) jenis sampah 4. Penempatan lokasi TPS 3R sedekat ,mungkin dengan daerah pelayanan dalam radius tidak lebih dari 1 km 5. TPS 3R dilengkapi dengan ruang pemilah, pengomposan sampah organik, gudang, zona penyangga (buffer zone) dan tidak mengganggu estetika serta lalu lintas 6. Keterlibatan aktif masyarakat dalam mengurangi dan memilah sampah 7. Lokasi TPS 3R: A-14
Luas TPS 3R bervariasi. Untuk kawasan perumahan baru (cakupan pelayanan 2000 rumah) diperlukan TPS3R dengan luas 1000 m2. Sedangkan untuk cakupan pelayanan skala RW (200 rumah), diperlukan TPS 3R dengan luas 200-500 m2.
TPS 3R dengan luas 1000 m2 dapat menampung sampah dengan atau tanpa proses pemilahan sampah di sumber.
TPS 3R dengan luas <500 m2 hanya dapat menampung sampah dalam keadaan terpilah (50%) dan sampah campur 50%.
TPS 3R dengan luas <200 m2 sebaiknya hanya menampung sampah tercampur 20%, sedangkan sampah yang sudah terpilah 80%.
Persyaratan Teknis SPA Skala Kota 1. Luas SPA lebih besar dari 20.000 m2 2. Produksi timbulan sampah lebih besar dari 500 ton/hari 3. Penempatan lokasi SPA dapat di dalam kota; 4. Fasilitas SPA skala kota dilengkapi dengan ramp, sarana pemadatan, sarana alat angkut khusus, dan penampungan lindi; 5. Pengolahan lindi dapat dilakukan di SPA atau TPA; dan 6. Lokasi penempatan SPA ke permukiman terdekat paling sedikit 1 km.
Persyaratan Teknis SPA Skala Lingkungan Hunian 1. Luas SPA paling sedikit 600 m2 2. Produksi timbulan sampah 20 – 30 ton/hari; 3. Lokasi penempatan di titik pusat area lingkungan hunian; 4. Fasilitas SPA skala kota dilengkapi dengan ramp dan sarana pemadatan dan penampungan lindi. 5. Pengolahan lindi dapat dilakukan di SPA atau TPA
Persyaratan Teknis TPST 1. Luas TPST, lebih besar dari 20.000 m2 2. Penempatan lokasi TPST dapat di dalam kota dan atau di TPA; 3. Jarak TPST ke permukiman terdekat paling sedikit 500 m; 4. Pengolahan sampah di TPST dapat menggunakan teknologi sebagaimana halnya SPA skala lingkungan hunia 5. Fasilitas TPST dilengkapi dengan ruang pemilah, instalasi pengolahan sampah, pengendalian pencemaran lingkungan, penanganan residu, dan fasilitas penunjang serta zona penyangga.
A-15
9. Lokasi TPA Pemilihan lokasi TPA sampah perkotaan harus sesuai dengan ketentuan yang ada (SNI 03-32411994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 19/PRT/M?2012 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah. Kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian: 1. Kriteria regional kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau zona tidak layak sebagai berikut: a. kondisi geologi.
tidak berlokasi di zona holocene fault;
tidak boleh di zona bahaya geologi
b. kondisi hidrogeologi.
tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dan 3 meter;
tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dan 10-6 cm/det;
jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dan 100 meter di hilir aliran;
dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut diatas, maka harus diadakan masukan teknologi;
kemiringan zona harus kurang dan 20 %;
jarak dan lapangan terbang harus lebih besar dan 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus Iebih besar dan 1.500 meter untuk jenis lain;
tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun;
2. Kriteria penyisih kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi terbaik yaitu terdiri dan kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut: a. iklim
hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik;
angin : arah angin dominan tidak menuju ke pemukiman dinilai makin baik;
b. utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai makin baik; c. lingkungan biologis:
habitat : kurang bervariasi, dinilai makin baik;
daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik;
d. kondisi tanah
produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi;
kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik; A-16
e. ketersediaan tanah
penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik;
status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik;
3. Kriteria Lainnya a. demografi : kepadatan penduduk lebih rendah, dinilai makin baik; b. batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakin baik; c. kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik; d. bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik; e. estetika : semakin tidak terlihat dan luar dinilai semakin baik; f.
ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin baik;
A-17