LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Data Hasil Wawancara Dengan Kasepuhan Cibedug No 1
Pertanyaan Sejak kapan Kasepuhan Cibedug terbentuk?
Jawaban Kasepuhan Cibedug sudah terbentuk sejak sebelum tahun 1945, tetapi tidak tahu tahun berapa terbentuknya kasepuhan ini. Namun, keberadaan kasepuhan ini sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang.
2
Dari mana asal Kasepuhan Cibedug?
Asal pusaka Kasepuhyan Cibedug adalah dari Sajra. Kemudian dari Sajra, pusaka pindah ke Bayah yang kedudukannya ada di Cidikit. Lalu leluhur memutuskan harus ada yang menjaga pusaka ini atau yang disebut sebagai kolot. Pusaka kemudian berpindah lagi dari Cidikit pindah ke Lebak Menteng lalu dari Lebak Menteng pindah ke Serdang dan dari Serdang pindah ke Sinaga.
3
Apa saja yang termasuk/disebut ke dalam “karamat”?
Inti dari karamat yang disebutkan adalah kebiasaan masyarakat Kasepuhan Cibedug ketika sedang kesusahan atau kesenangan karamat dijadikan tempatnya. Ketentuannya karamat ini adalah tempat peninggalan nenek moyang yang oleh masyarakat kemudian dipercaya sebagai tempat wilayah Kasepuhan Cibedug.
4
Masyarakat kasepuhan boleh memanfaatkan daerah yang disebut leweung garapan dan leuweung tutupan. Jika ada pihak luar yang ingin memanfaatkan ruang adat tersebut apakah boleh, atau ada persyaratannya?
Jika ada orang luar yang ingin memanfaatkan ruang adat yang ada di Kasepuhan Cibedug, syaratnya yang pertama harus ada surat-surat dari desa asalnya seperti surat kelakuan baik dll. Setelah itu datang ke pihak kasepuhan untuk memberitahukan maksud dan tujuannya. Pihak kasepuhan akan menanyakan kesanggupan orang tersebut untuk berperilaku dan mengikuti aturan kasepuhan. Jika orang luar itu tidak dapat menyanggupinya, maka dia tidak boleh memanfaatkan dan harus keluar dari kasepuhan. Orang luar baru dapat memanfaatkan hutan (dalam kawasan kasepuhan) setelah mendapatkan izin dari pihak kasepuhan
105
No 5
Pertanyaan Alasan dibentuknya aturan-aturan adat ini apa pak?
Jawaban Alasannya misalnya seperti ini bagaimana jika suatu saat nanti kita membutuhkan kayu, sedangkan kayunya sudah tidak ada? Pemerintah tidak menyediakan kayu. Lalu negara mana yang masih memiliki banyak kayu yang bisa dimanfaatkan? Bagaimana dengan anak cucu kita? menanam pohon saja tidak, memanfaatkan dari hasil tanaman yang sudah ada pun lama-lama bisa habis. Mau membeli dari luar tidak bisa terbeli. Pemerintah bertugas mengelola hutan, sedangkan rakyatlah yang bertanggung jawab untuk menjaganya. Rumah di Cibedug menggunakan kayu jati yang tidak dibeli atau gratis. Pihak TN memperbolehkan pemanfaatan kayu untuk membuat rumah. Namun, jika sudah digunakan untuk dijualbelikan akan dicegah oleh kami. Karena pasti tidak akan berhenti pemanfaatannya jika kayu itu diperjualbelikan.
6
Kayu-kayu dari jenis misalnya pohon puspa. ki huru, dan lain-lain itu apakah hanya dimanfatkan hanya untuk membuat rumah saja? Lalu dalam pemanfaatan tersebut adakah cara-cara khususnya, misalnya pemberian sesajen sebelum pemanfaatan?
Kayu Rasamala tidak boleh digunakan untuk membuat rumah di dalam Kasepuhan Cibedug, sedangkan untuk di luar Cibedug boleh. Dalam Kasepuhan Cibedug kayu rasamala maksimal hanya untuk membuat saung. Panen terjadi satu tahun sekali di wilayah Cibedug maka satu tahun sekali diadakan tradisi “basa basi kepada siluman”. Pemanfaatan hutan juga dilakukan satu taun sekali untuk membuat rumah, atau keperluan penting lainnya. Ketika masuk ke hutan (untuk memanfaatkan) maka ada tradisi untuk menggunakan panglay dan tenjo yang dibakar. Setelah itu baru boleh menebang kayu.
7
Selain kayu apakah ada hal lain yang dimanfaatkan dari hutan?
Ada. Misalnya bamboo, ada tepus juga. Bambu biasa digunakan untuk membuat boboko (tempat nasi), nyiru.
8
Bagaimana dengan buah-buahan?
Buah-buahan juga ada yang dimanfaatkan. Karena buah-buahan tersebut belum ditanam di sekitar rumah, contohnya limus, kupa, durian.
9
Cara pengawasan hutan/wewengkon yang diterapkan oleh pihak kasepuhan seperti apa? Apakah ada penjagaan dari masyarakatnya?
Upaya yang dilakukan adalah pemberian pengertian kepada satu desa, satu kecamatan, dan satu kabupaten dengan diadakannya rembugan untuk mencegah adanya pemanfaatan/pengrusakan hutan yang tidak sesuai aturan. Apalagi saat ini kondisinya lebih rawan.
106
No 10
Pertanyaan Jika ada yang melanggar aturan-aturan tersebut apakah hukumannya dan siapa yang berhak memberikan hukuman tersebut?
Jawaban Pada zaman dahulu hukuman diberikan oleh kolot (tetua). Tetapi saat ini ada dua macam kolot (tetua), yaitu tetua yang mengurusi perilaku dan tetua yang mengurusi wilayah yang sering ditemukan pelanggaran. Tetua itu melakukan kerjasama dengan pihak pemerintah. Urang ulayat memiliki pantangan untuk membunuh orang, memukuli orang, menyiksa orang. Orang ulayat tidak boleh melakukannya, oleh karena itu jika sudah tidak bisa ditangani oleh kami, tidak dapat dibina dan diberi pengertian lagi, penyeleweng akan diserahkan kepada pemerintah. Oleh pihak pemerintah penyeleweng tersebut akan dihukum seperti apapun terserah, sesuai dengan kesalahannya. Mau diberi hukuman pukulan hingga hukuman mati silahkan saja sesuai dengan kesalahannya.
11
Apakah ada tingkatan bagi pelanggaran yang dilakukan?
Ada. Pelanggaran ringan biasanya terjadi karena lupa, lalai, atau karena ketidaktahuan. Misalnya mau masuk ke hutan tetapi tidak minta izin ke yang punya lingkungan seperti tetua, kuncen, atau pegawainya. Resikonya berarti harus siap memberi reuwahna (semacam sajen), membawa ayam, membawa nasi. Lalu harus mau berserah diri untuk meminta maaf dan ingin diampuni dosanya. Pelanggaran ringan lainnya adalah ketika ada orang yang seenaknya mengambil bambu orang lain. Orang itu dengan senaknya menebang bambu tanpa meminta izin. Itu pelanggaran ringan yang kejam. Jika hal ini terjadi satu kali lagi, maka pemilik bambu pasti akan menuntutnya. Pelaku harus mau menerima hukuman sesuai dengan perintah pemilik bambu itu. Peran tetua, tokoh masyarakat, aparat desa adalah sebagai “wasit” pertikaian. Kami mengadakan rembugan untuk menentukan hukumannya. Hukuman yang diberikan bukan hukumna penjara tetapi kami berdiskusi dan membuat perjanjian dengan pelaku. Jika pelanggaran dilakukan lagi maka terpaksa pelaku harus dikeluarkan (dari kasepuhan). Contohnya Mistama (nama orang), dia sudah empat kali melakukan kesalahan yang sama. Jika sudah begini artinya dia tidak dapat dibilangin lagi.
12
Apakah peraturan yang ada di Cibedug sudah mewakili apa yang diinginkan oleh masyarakat Cibedug dan dapat menerima aturan ini?
Sudah sesuai dan masyarakat disini sudah mengetahui aturan-aturan itu dan menaatinya
107
No 13
Pertanyaan Apakah pernah terjadi masalah atau konflik antar sesama masyarakat di Cibedug, jika ada bagaimana cara mengatasinya?
Jawaban Kalau kejadian seperti itu tidak pernah terjadi. Dijelaskan sebelumnya wasit dari pertikaian ini adalah para tetua, tokoh masyarakat, para pemuda. Semuanya berkumpul untuk mengatasi masalah ini. Masalah akan diperingan jika pelaku berjanji tidak mengulangi masalah itu. Perjanjian yang dibuat ditandatangani, sehingga jika masalah yang sama diulangi lagi maka akan ada tindakan. Ini bukan kekejaman dari pihak ulayat (masyarakat cibedug), tetapi kekejaman dari dirinya sendiri yang melanggar semua perjanjian yang telah disepakati
14
Berarti dapat disimpulkan masyarakat disini telah patuh terhadap aturan-aturan disini?
Tetapi namanya juga manusia, ada sifatnya dapat berubah, ada waktunya untuk berbuat kesalahan, maka pelanggaran juga pernah terjadi. Dari zaman dulu di daerah ini sudah dikenal adanya undang-undang. Dengan adanya aparat yang berkeliling dari Taman Nasional, dari pemerintah ada kepala desa/lurah atau kepolisian juga membantu untuk mengingatkan.
108
LAMPIRAN 2 Data Hasil Wawancara Dengan Pihak TNGHS (Kepala Resort dan Staf) No 1
Pertanyaan Menurut bapak bagaiman aturan-aturan yang ada di Kasepuhan Cibedug?
Jawaban Dalam masyarakat dikenal istilah Leuweung Tutupan, Leuweung Titipan, dan Leuweung Garapan seperti yang diungkapkan oleh Pak Nurja. Namun istilah di Taman Nasional berbeda, yaitu zona inti, zona rimba, zona khusus, dan zona pemanfaatan. Dari sistem pengelolaannya memang ada kemiripan, namun kadang masyarakat salah mengartikan, contohnya saja pak Nurja tadi malam menyebutkan zona titipan itu adalah daerah yang kayunya boleh diambil. Padahal sebenarnya daerah itu telah masuk ke dalam kawasan Taman Nasional. Jadi ada persepsi yang salah. Ada juga tadi malam yang menyebutkan daerah Pasir Heulang adalah wilayah hutan cadangan, padahal sebenarnya daerah itu adalah hutan alam. Kalau daerah tersebut adalah hutan cadangan, seolah-olah daerah tersebut sewaktu-waktu dapat dieksplorasi dan dieksploitasi.
2
Alasan penetapan zona khusus dalam isi draft apa?
Wilayah Cibedug dijadikan daerah khusus adalah karena ada di wilayah TN, terutama kawasan alih fungsi akibat banyak aktivitas masyarakat. Pihak TN tidak mungkin mengusirnya. Oleh karena itu pihak pusat/TN mengambil kebijakan memasukkan daerah tersebut ke dalam zona khusus. Penetapan zona khusus merupakan kebijakan yang dianggap paling realistis. Karena tidak mungkin pihak TN mengambil keputusan sepihak bahwa daerah Cibedug harus dipindahkan atau garapannya harus ditutup.
3
Pada dasarnya sudah ada kerjasama antara pihak TN dengan masyarakat Cibedug untuk mengamankan kawasan hutan, begitu?
Benar. Pihak Taman Nasional tidak bosan-bosan mengingatkan, tapi namanya juga masyarakat masih ada juga yang melakukan penyelewengan.
109
No
Pertanyaan
Jawaban
4
Bentuk pengawasan dari Taman Nasional dengan adanya Kasepuhan Cibedug seperti apa?
Pihak resort melakukan koordinasi dengan mandor dan tokoh masyarakat desa dalam kawasan, karena mereka adalah orang yang tau persis bagaimana keadaan masyarakat dan hukum disana. Mereka dijadikan kepanjangan tangan pihak resort, sehingga pihak resort dapat meminta bantuan dari mereka, minimal untuk mengingatkan masyarakatnya agar tidak merusak hutan dan tidak membuka lahan garapan baru. Koordinasi juga dilakukan dengan kepala desa. Biasanya di desa ada pertemuan rutin yang dihadiri oleh tokoh kunci. Pertemuan ini dapat menjadi salah satu sarana untuk menyampaikan berita terkait dengan penyuluhan tentang hutan yang nantinya akan disampaikan pada seluruh masyarakat desa. Tetapi cara ini juga ada kendalanya yaitu tidak semua warga dapat diawasi oleh tokoh kunci itu, sehingga dapat ditemukan satu atau dua orang yang melakukan tindakan menyeleweng, baik di desa ataupun di daerah adat. Jika penyelewengan terjadi di daerah adat, ada yang namanya hukum adat seperti dikucilkan dll. Pelaksanaan hukuman tersebut merupakan hak komunitas adat tersebut, dan pihak Taman Nasional tidak ikut campur. Tetapi jika penyelewengan terjadi di Taman Nasional yang ada di luar daerah adat dan tertangkap tangan, ada yang langsung dilakukan proses hukuman atau ada juga yang hanya dihukum sesuai dengan kesalahannya, misalnya dipanggil oleh pihak desa, kemudian dibina.
5
Berarti kendalanya terdapat pada anggota masyarakatnya saja sedangkan dengan tokoh masyarakatnya sudah ada kordinasi, seperti itu?
Iya. Ya seperti itu tadi walaupun dari tokoh masyarakatnya sudah beritikad baik, tetapi dari anggota masyarakatnya masih ada yang melakukan penyelewengan. Masyarakat memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, mungkin ini yang menjadi penyebab masih terjadinya penyelewengan.
6
Apakah masyarakat atau dari pihak desa pernah melaporkan ketika terjadi penyelewengan?
Sering. Masyarakat yang menyeleweng dan sudah tidak dapat dibina lagi, mereka sering berkoordinasi dengan Taman Nasional untuk meminta bantuan. Laporan penyelewengan bukan hanya dari aparat desa, tapi kadang-kadang dari masyarakat yang merasa dirugikan. Biasanya masyarakat melaporkan ada yang membuka lahan, atau terdengar suara mesin. Hal-hal seperti itu yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pihak TN, karena dengan demikian berarti masyarakat telah memiliki kepedulian dan kesadaran untuk menjaga sumberdaya hutan yang ada.
110
No 7
Pertanyaan Kejadian pencurian kayu pernah ada? kapan waktunya?
Jawaban Pernah ada sekitar tahun 2009-2010. Pelakunya berasal dari desa Citorek Barat dan TKP berada di wilayah Cibedug. Pelaku akhirnya divonis 18 bulan penjara.
8
Tetapi kalau orang Cibedug sendiri?
Untuk orang cibedug sendiri sampai saat ini belum. Akan tetapi kalau untuk membuat rumah kita melihat dahulu kondisi rumahnya. Kalau memang benar untuk keperluan rumah, kita punya pertimbangan kemanusiaan tetapi dengan catatan tidak lebih dari kayu yang dibutuhkan. Untuk membuat rumah tidak 100% ketergantungan pada kayu dari hutan, mereka juga menggunakan kayu dari pohon yang mereka tanam, seperti sengon, manii terus dari jenis buah-buahan. Jadi kayu hutan hanya untuk bahan-bahan tertentu saja. Itupun hanya kayu-kayu yang terkena bencana alam aeperti tumbang atau longsor. Untuk satu pohon saja misalnya, itu bisa untuk satu rumah atau dua rumah bahkan lebih.
9
Berarti kejadian pengambilan kayu secara illegal oleh masyarakat Cibedug jarang terjadi,?
Iya jarang. Hanya ada sewaktu-waktu seperti tadi, sifatnya untuk keperluan pribadi. Karena kita memang juga tidak bisa menutup mata bahwa mereka hidup di dalam kawasan. Tidak mungkin bagi mereka untuk beli kayu dari luar wilayah Cibedug. Walaupun disetujui seperti itu, kita tetap mengarahkan. Mereka yang tinggal disana, mereka pula yang bertanggung jawab terhadap lingkungan mereka apalagi berkaitan dengan istilahnya lingkungan adatnya.
10
Misalnya masyarakat Cibedug melakukan pelanggaran di Taman Nasional, maka langkah-langkah apa yang ditempuh?
Tahap pertama kita beri pembinaan. Mereka itu kita bina kalau perlu kita bikin surat pernyataan. Setelah selesai membuat surat pernyataan, kita pantau kalau misalnya dia masih melakukan maka proses terakhir itu bawa ke jalur hukum. Itupun kita pilah, dalam artian setiap masalah harus diselesaikan dengan pembinaan dan surat pernyataan. Kalau misalnya kondisinya itu sudah pelanggaran berat, kita tindak secara hukum.
111
LAMPIRAN 3 Data Hasil Wawancara Dengan Pihak Desa Citorek Barat (Kepala Desa dan BPD) No 1
Pertanyaan Seperti apa hubungan antara masyarakat Kasepuhan Cibedug dengan desa Citorek Barat ini?
Jawaban Hubungan masyarakat Cibedug dengan desa Citorek Barat sama seperti masyarakatmasyarakat yang lain. Ketika ada perintah dari desa, mereka melaksanakan, lalu ketika ada kegiatan untuk desa, mereka juga melaksanakannya. Tetapi dalam hal ketradisian, masyarakat tidak mengikuti tradisi yang ada disini. Kasepuhan Citorek. Artinya dalam hal budaya, mereka punya punya adat tersendiri di Cibedug.
2
Kalau dalam susunan adat terdapat seorang Jaro. Berarti Jaro ini memegang dua kasepuhan?
Iya. Kalau jaro atau kepala desa disini itu mempunyai tugasnya ganda. Di sisi lain mempertanggungjawabkan secara administrasi pemerintahan, di sisi lain juga secara kasepuhan yang harus mengikuti budaya dan tradisi masing-masing. Disini tidak seperti desa yang lain. Beban menjadi kepala desa disini berat. Dalam kasepuhan harus ikut masuk, sementara beban kekurangannya harus ikut tanggung jawab. Lalu, secara pemerintahan juga letaknya berada di dalam wilayahnya taman nasional.
3
Dalam kasepuhan terdapat aturan-aturan tradisinya, lalu posisi desa seperti apa? Apakah terlibat menentukan aturannya atau ikut berpartisipasi dalam musyawarah?
Desa mempunyai hak yang sama dengan kasepuhan karena hasil musyawarah. Seperti aturan batas-batas wilayah kasepuhan dan juga hal-hal adat tertentu atau kebiasaankebiasaan yang ada di kasepuhan. Tetapi tidak harus keputusan hanya dari kepala desa. Jadi Kepala desa ke kasepuhan itu hanya menuruti saja, tetap kasepuhan yang menentukan. Hanya sebatas memberikan saran.
4
Kalau dalam aturan-aturan hukum, turut berperan juga menentukan jenis hukumannya tidak?
Itu tetap kepala adat yang menentukan, dari jenis hukuman sampai tingkat pelanggaran yang dilakukan. Aturan hukum, berlaku kepada semua. Misalnya sekarang berada di Kasepuhan Cibedug berarti aturan-aturan Kasepuhan Cibedug berlaku.
5
Jadi peran kepala desa hanya saat dalam penentuan batas-batas (administratif) saja?
Iya atau hanya urusan yang bersifat umum. Kalau sudah kepada sangsi, itu mah kepala adat yang menentukan.
112
No 6
Pertanyaan sekarang permasalahannya pak, untuk citorek sendiri kan sudah ada Perda dari pemerintah mengenai ketetapan kasepuhan citorek, tetapi kenapa untuk kasepuhan cibedug itu belum?
7
Berarti terdapat permasalahan pada sosialisasi sehingga dari masyarakat masih ada yang belum paham, seperti itu?
Jawaban Permasalahannya adalah dengan adanya PP 176 tentang perluasan taman nasional. Taman nasional pada tahun 1995 itu cuma 40000 ha. Masayarakat disini pun tahu pada tahun 1995 bahwa taman nasional GHS berbatasan dari wilayah citorek kesana, dari perbatasan Gunung Botol kesana. Setelah ada perluasan, perluasannya itu sampai kesini, sampai ke Jambrut kesana, sampai ke La Tansa kesana. Jadi, waktu itu pemerintahan (Bupati) juga mengeluh. Jadi, pengajuan-pengajuan untuk Cibedug diakui dengan batasnya yang sebelah sini-sini-sini, dan sampai mana hak wilayah Cibedug, sudah dari dulu dilakukan untuk mendapat pengakuan dari bupati secara hukumnya. Walaupun kasepuhan bukan dikelola oleh taman nasional, mereka sudah tahu. Mana yang boleh dimanfaatkan dan mana yang tidak boleh. Hutan, misalnya 100 meter timur, utara, selatan dan barat dari mata air, itu tidak boleh ada yang mengganggu walaupun untuk kepentingan rakyat. Sekarang, dengan adanya taman nasional, terus terang saja masyarakat disini tidak menerima. Mungkin karena kurang sosialisasi baik secara hukumnya dan lain-lain dari taman nasional. Saya biasanya yang suka menggembleng disini supaya tidak boleh mengambil kayu di hutan. Saya beri tahu keuntungannya apa menjaga hutan karena kita adalah daerah pertanian. Sekian puluh tahun air akan habis bila tidak ada hutan. Hanya saja yang lebih jelas dan lebih rinci oleh taman nasional disini itu, tidak di sosialisasikan ke masyarakat. Kalau disosialisasikan, saya rasa akan banyak yang lebih paham keuntungan daripada hutan itu apa. Betul. Harapan saya untuk pihak pemerintah adalah disosialisasikan kembali masalah wilayah taman nasional. Batasan boleh untuk kepentingan rakyat yang mana lalu yang tidak boleh yang mana. Karena misalkan semuanya tidak boleh lalu rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tinggal disini, memenuhi kebutuhan hidupnya dari mana. Wilayah kesana punya taman nasional, yang sebelah sini jangan. Terkesan sekarang, ketika ada yang ngambil kayu terkesan seperti mencuri.
113
No 8
9
Pertanyaan Lalu untuk sejarah sendiri antara Kasepuhan Citorek dengan Cibedug bagaimana?
Jawaban Dahulu itu, semuanya satu kasepuhan. Jadi masyarakat Kasepuhan Cibedug itu induknya ke citorek, hanya beberapa aturan tertentu yang tidak sama.
Lalu sebenarnya masyarakat Cibedug itu asalnya dari Citorek?
Betul. Jadi begini, dulu asalnya Cidiki, lalu ke sajra. Sebelum menjadi kasepuhan, dia tinggal disana bertanya atau mengguru. Karena memang ia dituakan oleh kasepuhan disini, ditunjuk agar kamu saja jadi kasepuhan. Lalu menerima perintah dari sini, aturan-aturan seperti ini, cara bertani seperti ini. Dia menganggap ketika ditanya ti mana asal sekarang ya memang turunan sajra, adapun sekarang setelah dia pegang disini mandat yang dari kasepuhan citorek sama dengan kasepuhan yang ada di sajra. Untuk masalah pengangkatan kepala adat, tidak sama dengan pengangkatan kepala desa. Disini itu ditunjuk dari pusat, dari timur. Timur itu mana Citorek. Lalu untuk mencari kehidupan, berpindah-pindah, mencari tempat yang enak, lama kelamaan penduduknya banyak. Sekarang pun penduduk yang ada disana, ada yang dari sini. Banyak orang yang menikah disini, tinggal kesana. Suaminya atau istrinya yang dari sini.
114
LAMPIRAN 4 Elang Ular Bido (Spilornis cheela) terbang melintas di sekitar Resort Cibedug (atas) dan Kondisi tutupan vegetasi hutan di Resort Cibedug (bawah)
115
LAMPIRAN 5 Peta Pembagian Ruang Adat Kasepuhan Cibedug
Sumber : Kasepuhan Cibedug (2010) Batas wilayah Wewengkon Kasepuhan Cibedug Batas wilayah LeuweungTitipan Batas wilayah Leuweung Kolot Batas wilayah Leuweung Cadangan Batas wilayah Lahan Garapan Batas wilayah Pemukiman
116
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Februari tahun 1989. Penulis merupakan anak pertama dari dua saudara pasangan Sumeh, SE dan Sunarsih. Pendidikan formal penulis diawali di TK Al-Hidayah Pondok Kacang Timur, tahun 1995 melanjutkan pendidikan ke SDN III Pondok Kacang Timur, tahun 2001 melanjutkan pendidikan ke SLTPN 3 Kota Tangerang, dan tahun 2004 melanjutkan pendidikan ke SMAN 63 Jakarta Selatan. Tahun 2007 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Sejak tahun 2007 sampai 2012 penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) IPB dan pernah menjabat sebagai Ketua Divisi Konservasi Reptil Amfibi (DKRA) UKF IPB pada periode 2009-2010. Selama berorganisasi, penulis pernah menjadi fasilitator pada acara Kemah Konservasi di TNGHS tahun 2008 dan acara “Young Transformers” di Muara Angke tahun 2009. Penulis juga pernah mendapatkan beasiswa Bantuan Belajar Mandiri (BBM) pada tahun 2008. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi Manajemen IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul “Analisis Kelembagaan Masyarakat Adat Kasepuhan dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan (Studi Kasus Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug Taman Nasional Gunung Halimun-Salak)” di bawah bimbingan Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si.
117