Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
LABORATORIUM KESMAVET DALAM MENUNJANG KEAMANAN PANGAN ASAL HEWAN ENDANG EKOWATI dan HASAN ABD. SANYATA Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner
PENDAHULUAN Di era perdagangan bebas posisi komoditas peternakan Indonesia akan semakin sulit dan memprihatinkan. Berbagai negara maju di dunia sudah mulai melakukan berbagai cara untuk menghambat ekspor Indonesia, bukan hanya dengan tarif atau proteksi melainkan melalui hambatan teknis dan isu lingkungan. Cara-cara ini dapat mengakibatkan lemahnya daya saing produk peternakan Indonesia dan hal ini merupakan tantangan bagi Indonesia sebagai implikasi perdagangan bebas yang benar-benar perlu mendapatkan perhatian. Untuk menghadapi tantangan dimasa mendatang, maka Indonesia harus mampu menghasilkan pangan asal hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH). Keamanan pangan (food safety) merupakan persyaratan utama yang menjadi semakin penting tidak saja untuk kesehatan penduduk Indonesia akan tetapi juga untuk seluruh konsumen yang mengkonsumsinya. Kejadian yang muncul belakangan ini menunjukkan bahwa keamanan pangan mendapat perhatian yang semakin serius di dunia seperti kasus penyakit Sapi Gila (Mad Cow Disease), Foot and Mouth Disease, Flu Burung (Avian Influenza), kontaminan akibat mikroba menimbulkan kasus keracunan makanan dan kasus residu obat hewan pada ikan sehingga ekspor udang Indonesia ditolak serta adanya pemalsuan pada produk hewan dengan bahan pengawet dan pewarna (formalin, borak, nitrat, dll). Tuntutan konsumen dalam hal keamanan pangan akan semakin tinggi seiring dengan pemerataan pendidikan bagi masyarakat dan meningkatnya pendapatan. Aspek keamanan dari suatu produk bukan hanya berarti tidak mengandung bibit penyakit yang dapat menular kepada manusia, akan tetapi juga tidak mengandung residu yang dapat membahayakan kesehatan manusia.
Persyaratan pangan asal hewan yang bebas residu baik terhadap bahan hayati, bahan kimia, pestisida, logam berat, antibiotika, hormon maupun obat-obatan, tidak tercemar mikroba yang dapat menularkan penyakit serta memiliki mutu yang tinggi akan dapat terpenuhi, apabila pengawasan yang ketat dilakukan sejak dari teknik pembudidayaan, pemberian pakan dan obat-obatan, proses pengolahan, penanganan pascapanen, penyimpanan dan pendistribusiannya sampai ke konsumen. Untuk dapat memenuhi tuntutan konsumen tersebut di atas maka pengawasan kualitas (mutu) produk hewan harus didukung oleh perangkat operasional yang cukup seperti standar batas maksimum residu, metoda pengambilan contoh, metoda dan prosedur pengujian residu dan cemaran mikroba, dan lain sebagainya. Untuk melaksanakan pengawasan tersebut dibutuhkan prasarana dan sarana yang memadai berupa laboratorium lengkap dengan peralatannya yang didukung oleh tenaga ahli dengan penguasaan teknologi yang memadai dan pengalaman yang cukup serta didukung oleh penyediaan biaya yang cukup pula. RUANG LINGKUP LABORATORIUM PENGUJIAN VETERINER Pemeriksaan/pengujian laboratorium dapat dilakukan terhadap pangan asal hewan yang diperdagangkan dan pemerintah dapat menetapkan persyaratan agar pangan asal hewan terlebih dahulu diuji secara laboratories sebelum peredarannya. Sesuai dengan UU Pangan Nomor 6/1997 pasal 20c, pengujian secara laboratories dilakukan pada laboratorium yang ditunjuk dan atau yang telah memperoleh Akreditasi dari pemerintah/Komite Akreditasi Nasional.
183
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Terhadap pangan yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, pemerintah dapat menetapkan pangan terlebih dahulu diuji dan atau diperiksa di Indonesia dari segi keamanan, mutu dan atau gizi sebebelum peredarannya (Pasal 37c UU Pangan). Pengujian mutu produk hewan terutama pangan asal hewan dan hasil olahannya mencakup pengujian fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik merupakan serangkaian kegiatan pengawasan kualitas produksi dalam mendeteksi adanya penyimpangan terhadap praktek pengelolaan yang baik (good manufacturing practices), dan memastikan bahwa produk yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang ditentukan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Disamping itu pengujian produk hewan juga berfungsi sebagai kegiatan penyidikan dalam menentukan penyebab penyakit yang ditularkan melalui makanan (foodborne desease) dan atau masalah pembusukan makanan (food deterioration). UNIT PELAYANAN TEKNIS (UPT) PUSAT Keputusan Menteri Pertanian No. 110 tahun 1993 telah menunjuk Balai Penyidikan Penyakit Hewan (BPPH) di Indonesia dan Balai Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BPMSOH) untuk melakukan Pengujian Cemaran Mikroba dan Residu di Dalam Bahan Makanan Asal Hewan. Pada tahun 2001 telah dilaksanakan upaya peningkatan jenjang eselonisasi Balai Penyidikan dan Penyakit Hewan menjadi Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional I s/d VII sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 457/Kpts/OT.210/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) merupakan Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Peternakan. Di dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas di bidang kesmavet, BPPV menyelenggarakan fungsi:
184
1). Pelaksanaan pengujian veteriner produk asal hewan (food borne disease dan zoonosis). 2). Pelaksanaan sertifikasi hasil uji produk asal hewan. 3). Pemberian pelayanan teknis laboratorium kesehatan masyarakat veteriner. 4). Pelayanan teknis kegiatan penyidikan, pengujian veteriner, pengamanan produk asal hewan. Dengan bertambahnya fungsi BPPV maka pada tahun 2004 ada 2 (dua) BPPV yaitu BPPV Regional VII Maros dan BPPV Regional IV Wates yang meningkat menjadi Balai Besar Veteriner (BBV) melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 629 Tahun 2004, maka di dalam melaksanakan tugas di bidang kesmavet BBV menyelenggarakan fungsi : 1). Pelaksanaan pengujian veteriner produk asal hewan (food borne disease dan zoonosis). 2). Pelaksanaan sertifikasi hasil uji produk asal hewan. 3). Pemberian pelayanan teknis laboratorium kesehatan masyarakat veteriner. 4). Pelayanan teknis kegiatan penyidikan, pengujian veteriner, pengamanan produk asal hewan. 5). Penyusunan teknik dan metoda pengujian veteriner. Disamping itu berdasarkan SK. Menteri Pertanian No. 466/1994 tentang Organisasi dan Tata Kerja Loka Pengujian Mutu Produk Peternakan (LPMPP), maka Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan mempunyai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang mempunyai fungsi melakukan pemeriksaan/pengujian terhadap produk peternakan. Dalam rangka meningkatkan pelayanan pengujian mutu produk peternakan status LPMPP menjadi Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan (BPMPP) sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No. 459/Kpts/ OT.210/8/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan. Dalam melaksanakan tugasnya BPMPP melaksanakan fungsi : 1). Pelaksanaan penyiapan sampel mutu produk peternakan. Pelaksanaan pemeriksaan keamanan produk peternakan.
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
2). Penyiapan perumusan hasil pengujian mutu produk peternakan. 3). Pengembangan tehnik dan metode pemeriksaan dan pengujian mutu produk peternakan. 4). Pelayanan teknik kegiatan pemeriksaan dan pengujian mutu produk peternakan. 5). Pelaksanaan pemantauan dan survei mutu produk peternakan. Wilayah kerja BPMPP adalah seluruh Indonesia dan mempunyai jaringan ke bawah yaitu laboratorium-laboratorium kesmavet di tingkat Propinsi, laboratorium-laboratorium daging yang berlokasi di RPH/RPU dan laboratorium-laboratorium susu di Kabupaten/ Kota. LABORATORIUM KESMAVET DAERAH Sejak diberlakukan Otonomi Daerah, maka Struktur Organisasi Dinas Peternakan di daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota belum semua melakukan fungsi di bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet), sehingga pada tahun 2004 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner – Direktorat Jenderal Peternakan melaksanakan inventarisasi keberadaan Laboratorium Kesmavet Daerah. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran sampai sejauhmana keberadaan, status dan kemampuan laboratoium pengujian veteriner yang ada dapat menguji mutu pangan asal hewan dan hasil olahannya, serta mendorong laboratorium dimaksud untuk selalu meningkatkan kemampuannya melalui akreditasi yang mampu memberikan jaminan mutu pelayanan yang efisien dan mandiri sesuai dengan tuntutan globalisasi. Berdasarkan hasil inventarisasi laboratorium kesmavet daerah berjumlah 14 buah Laboratorium Kesmavet Propinsi dan 27 buah Laboratorium Kesmavet Kabupaten/Kota. JENIS PELAYANAN PEMERIKSAAN/PENGUJIAN Dengan maraknya penggunaan bahan kimia, bahan pengawet pada pangan asal
hewan serta kasus-kasus yang ada, maka berdasarkan kemampuan ujinya dapat diklasifikasikan ke dalam 4 (empat) tingkat, antara lain: A, B, C dan D untuk laboratorium pada tingkat D bila kemampuan ujinya dan persyaratan lainnya memadai dapat ditingkatkan menjadi tingkat C, begitu pula laboratorium tingkat C bila kemampuan uji dan persyaratan lainnya memadai dapat ditingkatkan menjadi laboratorium kesmavet tingkat B, dan seterusnya. KOMODITI YANG DIPERIKSA/DIUJI Umumnya pemeriksaan/pengujian dilakukan pada produk peternakan baik pangan (daging, susu dan telur serta hasil olahannya) maupun non pangan asal hewan (bulu, kulit, tulang dan tepung daging untuk pakan ternak, dll), dan juga produk perikanan (ikan asin). PERALATAN Peralatan yang tersedia disesuaikan dengan kemampuan pengujian pemeriksaan/pengujian. UPT Pusat untuk penegujian residu yaitu High Performance Liquid Chromatography (HPLC) dan Gas Chromatography (GC), Atomic Adsorben Spectophotometri (AAS), LC MSMS., PCR untuk uji spesies, selain peralatan untuk menunjang pemeriksaan fisika dan kimia sederhana termasuk pemalsuan dan mikrobiologi. Pada Laboratorium Kesmavet Daerah sebagian besar kemampuan uji masih terbatas pada pemeriksaan organoleptik dan kimiawi sederhana serta mikrobiologi kecuali untuk Laboratorium Kesmavet DKI sehingga peralatan yang dimiliki sesuai dengan kemampuannya. SUMBERDAYA MANUSIA Tenaga penguji pada laboratorium kesmavet berasal dari berbagai latar belakang pendidikan antara lain Dokter hewan, Analis kimia dan SMA yang terlatih.
185
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Tabel 1. Jenis pengujian Jenis Pengujian Organoleptis Parasit: (nematoda, protozoa dan insecta) Mikrobilogi: TPC Coliform E. Coli Staphylococcus sp. Salmonella sp Sel somatik Campylobacter sp. Listeria sp. Bakteri pembentuk Spora (antrax + subtilis) Kimia: - Formaldehid - Residu antibiotika: Kualitatif dan kuantitatif Residu hormon Residu pestisida Residu logam berat Uji kadar lemak, BJ Alkohol test (SNI susu) Pemalsuan Patologi anatomi Histopatologi Prion GMO
BPMPP - A
BBV dan BPPV - B
Propinsi - C
Kab/Kota - D
X X
X X
X X
X X
X X X X X X X X X
X X X X X X X X X
X X X X X X X
X X X
X X X X X X X X X X X X
X X X X X X X -
X X X X X X -
X X X X X -
PERMASALAHAN 1. Ketergantungan bahan kimia (obat hewan/ antibiotika, hormon, pestisida dan logam berat) yang melebihi Standar Nasional Indonesia. 2. Meningkatnya kesadaran konsumen akan keamanan pangan, sehingga konsumen lebih memilih pangan yang bergizi, aman dan berkualitas. 3. Meningkatnya Persyaratan Negara Mitra Bisnis. 4. Lemahnya kemampuan pemerintah dan pelaku bisnis pangan yang diakibatkan karena belum adanya Sistem Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba. Belum adanya jaringan kerja laboratorium veteriner yang kredibel dalam melakukan monitoring dan surveilans residu dan cemaran mikroba, dan belum adanya Competent Authority.
186
LANGKAH-LANGKAH YANG DITEMPUH 1. Mengingat sebagian besar kondisi laboratorium veteriner yang ada pada saat ini masih jauh dari yang diharapkan, maka kegiatan pemeriksaam/pengujian pada produk hewan terutama pangan asal hewan terhadap kandungan residu dan cemaran mikroba perlu ditingkatkan dan dilakukan secara berkala dan terus menerus pada industri pangan asal hewan pada setiap tahap kegiatan sampai produk tersebut dikonsumsi, sehingga segala jenis residu (antibiotik, hormon, logam berat, pestisida) dan cemaran mikroba yang terkandung dalam pangan asal hewan dapat diketahui dan dikendalikan lebih dini.
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
Tabel 2.. Prioritas jenis pengujian Jenis Pengujian
BPMPP - A
BBV & BPPV - B
Propinsi - C
Kab/Kota - D
Organoleptis
1
2
3
4
Parasit: (nematoda, protozoa dan insecta) Mikrobilogi: TPC Coliform E. Coli Staphylococcus sp. Salmonella sp Sel somatik Campylobacter sp. Listeria sp. Bakteri pembentuk Spora (antrax + subtilis) Kimia : - Formaldehid - Residu antibiotika: Kualitatif dan kuantitatif) Residu hormon Residu pestisida Residu logam berat Uji kadar lemak, BJ Alkohol test (SNI susu) Pemalsuan Patologi anatomi Prion GMO
1
2
3
4
1 3 3 3 4 4 4 4 4 -
2 4 4 4 4 4 3 3 4 -
3 -
4 -
1 4 4 4 4 1 4 1 4 4 -
2 3 3 3 3 2 4 2 -
3 3 = 1 4 -
3 -3 1 4 -
2. Menetapkan Sistem Kesehatan Masyarakat Veteriner Indonesia (Siskesmavetindo) meliputi 3 Subsistem yaitu (1) Subsistem Keamanan Pangan Asal Hewan, (2) Subsistem Pengendalian Zoonosis, (3) Subsistem Pembinaan Kesejahteraan Hewan. 3. Dalam rangka menyusun pedoman dan panduan penggunaan, persyaratan aplikasi, distribusi bahan kimia termasuk obat hewan, pestisida, logam berat dan hormon. 4. Peningkatan Sumberdaya manusia pengawas kesmavet dan penguji veteriner dan petugas pengambil contoh yang profesional/ kredibel. STRATEGI YANG DITEMPUH Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna pelaksanaan tugas dan fungsi laboratorium Kesmavet perlu dilaksanakan melalui:
1. Melakukan identifikasi potensi laboratorium penguji veteriner di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil inventarisasi laboratorium kesmavet daerah ada 39 buah laboratorium yang terdiri dari 14 buah laboratorium kesmavet di Propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, DI. Yogyakarta, Jawa Timur, NTT, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan. Dan 27 buah laboratorium kesmavet yang berada di Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Medan, Kota Medan, Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kota Cirebon, Kota Bandung, Kabupaten Semarang, Kota Magelang, Kabupaten Pati, Kota Surakarta, Kota Semarang, Kabupaten Boyolali, Kota Salatiga, Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Malang, Kota Surabaya, Kota
187
Lokakarya Nasional Keamanan Pangan Produk Peternakan
2.
3.
4. 5.
6.
Malang, Kota Samarinda dan Kota Balikpapan. Menerbitkan Pedoman dan Standar Metoda Pengujian yang dapat digunakan sebagai pegangan laboratorium Kesmavet Daerah dalam melaksanakan tugasnya antara lain pedoman Good Laboratory Practice, Pedoman Laboratorium Kesmavet, SNI Metoda Pengujian Residu Antibiotika pada Pangan Asal Hewan dan Cara Uji Cemaran Mikroba Pada Pangan Asal Hewan. Membentuk Jaringan Kerja Laboratorium Veteriner (Veterinary Laboratory network) yang kredibel untuk melakukan pelayanan pengawasan produk hewan ekspor dan impor serta meningkatkan kredibilats laboratorium veteriner melalui Program Akreditasi. Melaksanakan Risk Analysis terhadap produk pangan asal hewan impor. Melakukan penyusunan Sistem Monitoring dan Surveilans Residu dan Cemaran Mikroba, berdasarkan persayaratan Monitoring dan Surveilans Residu yang telah dilakukan oleh negara-negara maju. Dalam meningkatkan kinerja SDM penguji dengan melaksanakan Pelatihan/magang pada laboratorium veteriner dalam negeri maupun luar negeri (sudah terlaksana dengan Veterinary Public Health of Singapore), Pelatihan Sistem Informasi Laboratorium Veteriner, Penerapan Sistem Mutu Laboratorium, Petugas Pengambil Contoh Terakreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (sudah 16 orang petugas pengambil contoh yang terakreditasi)
188
PENUTUP Peranan laboratorium dalam rangka keamanan produk peternakan sudah cukup jelas yaitu melakukan pemeriksaan dan memberikan rekomendasi kepada pengambil keputusan, namun masih perlu adanya pengembangan dan penyempurnaan sesuai dengan fungsinya yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan peningkatan sistem jaminan keamanan pangan asal hewan. Keamanan suatu pangan asal hewan bukan hanya ditentukan oleh derajat kandungan residu (obat hewan/antibiotika, pestisida dan hormon serta logam berat ) dalam pangan asal hewan, tetapi juga ditentukan oleh tingkat kontaminan dari cemaran mikroba. Dengan makin berkembangnya tuntutan perdagangan khususnya dalam era perdagangan bebas serta semakin meningkatnya tuntutan konsumen terhadap kualitas produk hewan, maka seluruh perangkat aparatur pemerintah dibidang kesmavet harus mampu menjawab tantangan tersebut. Disamping itu dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan partisipasi konsumen terhadap pentingnya kualitas produk peternakan, perlu dilanjutkan Gerakan Peduli ASUH. Dengan Gerakan Peduli ASUH tersebut diharapkan kepedulian, kesadaran dan partisipasi masyarakat baik di tingkat produsen maupun konsumen dapat ditingkatkan dengan lebih nyata.