KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN
LAPORAN MONEV
2014
EVALUASI KEBIJAKAN PENYALURAN, PELAPORAN, DAN MONEV DAK DI DAERAH Laporan berikut merupakan laporan yang menyajikan hasil evaluasi kebijakan penyaluran, pelaporan, dan monev DAK di daerah.
1
LAPORAN MONEV EVALUASI KEBIJAKAN PENYALURAN, PELAPORAN, DAN MONEV DAK DI DAERAH
ii
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
KATA PENGANTAR
Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia, transfer ke daerah merupakan instrumen utama dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Dalam satu dasawarsa lebih pelaksanaan desentralisasi fiskal, alokasi transfer ke daerah mengalami kenaikan yang sangat siginifikan. Jika pada tahun 2001 ketika dimulainya pelaksanaan desentralisasi fiskal di Indonesia transfer ke daerah baru mencapai sekitar Rp 81 triliun, maka pada tahun 2014 sudah mencapai sekitar Rp 592 triliun. Mengacu pada prinsip money follows function, kenaikan alokasi tersebut menunjukkan bahwa urusan yang diserahkan ke daerah semakin besar dengan diskresi yang semakin besar pula, yang berarti tantangan pembangunan akan banyak bergeser ke daerah. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan ekonomi akan dimulai dari daerah. Untuk membantu pembangunan infrastruktur dasar di daerah, pemerintah pusat sejak tahun 2003 menganggarkan Dana Alokasi Khusus (DAK), sebagai bagian dari dana transfer ke daerah. DAK dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan khusus dimaksud adalah kegiatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat sehingga diharapkan tercipta pelayanan publik yang berkualitas dan merata antardaerah. Dengan perannya yang strategis tersebut, kinerja pelaksanaan kegiatan DAK menjadi sangat penting. Untuk itu, pemerintah pusat aktif melakukan monitoring dan evaluasi serta review terhadap efektifitas pelaksanaan DAK di daerah guna memastikan kelancaran pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara berkepentingan atas pelaksanaan monev guna meningkatkan kinerja DAK di daerah. Kata Pengantar
iii
Rekomendasi dari hasil monev ini akan menjadi masukan bagi penyempurnaan kebijakan yang berkenaan dengan DAK. Sehingga diharapkan kinerja DAK di daerah dapat ditingkatkan pada masa yang akan datang dan berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan publik. Akhirnya tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta berperan aktif dan memberikan kontribusi waktu, tenaga dan pemikiran dalam menunjang pelaksanaan monev ini sampai dengan selesainya penulisan. Kami sadar bahwa laporan monev ini memiliki banyak keterbatasan baik itu dari sisi sampel maupun data-data yang tersedia. Oleh karena itu, kami mengharapkan masukan maupun saran serta kritik yang mampu mempertajam hasil laporan monev ini maupun kebijakan yang akan disusun ke depan. Jakarta,
Desember 2014
Direktur Evaluasi Pendaan dan Informasi Keuangan Daerah,
Adijanto
iv
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...................................................................................iii DAFTAR ISI...............................................................................................v DAFTAR GRAFIK......................................................................................vii DAFTAR TABEL.........................................................................................ix RINGKASAN EKSEKUTIF............................................................................x BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang.........................................................................1 1.2 Tujuan......................................................................................3 1.3 Ruang Lingkup.........................................................................3 1.4 Metodologi..............................................................................3 1.5 Sistematika Penulisan Laporan.................................................4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 5 2.1 Desentralisasi Fiskal....................................................................5 2.2 Intergovernmental Transfer........................................................7 2.2.1 Intergovernmental Transfer di Indonesia................................9 2.2.2 Dana Alokasi Khusus dan Kerangka Regulasinya....................9 2.3.. Tinjauan Konsep Result Based Management untuk Peningkatan Kinerja.....................................................................................13 BAB 3 GAMBARAN UMUM DAK............................................................. 17 3.1 Arah dan Kebijakan Dana Alokasi Khusus...............................21 3.1.1.Arah Kebijakan DAK Bidang Pendidikan...............................22 3.1.2. Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan...............................23 3.1.3. Arah Kebijakan DAK Bidang Infrastruktur...........................25 3.2 Penyaluran Dana Alokasi Khusus............................................27
Daftar Isi
v
3.3 Pelaporan Dana Alokasi Khusus..............................................27 3.4 Monitoring dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus........................30 BAB 4 PEMBAHASAN............................................................................. 36 4.1 Analisis Kebijakan Penyaluran DAK.........................................36 4.2 Analisis Kebijakan Dalam Pelaporan DAK................................55 4.3 Analisis Kebijakan Dalam Monitoring dan Evaluasi DAK..........69 BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI.................................................. 73 5.1 Simpulan................................................................................73 5.2 Rekomendasi..........................................................................76 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 81
vi
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Daftar Grafik
Grafik 2.1 RBM Siklus Hidup.......................................................................15 Grafik 3.1 Alokasi DAK Pendidikan..............................................................23 Grafik 3.2 Alokasi DAK Kesehatan...............................................................24 Grafik 3.3 Alokasi DAK Infrastruktur............................................................26 Grafik 3.4. Alur Pelaporan DAK....................................................................29 Grafik 4.1 Perspektif daerah terhadap Tahapan Penyaluran DAK Apakah mempermudah daerah dalam menyerap DAK.............................37 Grafik 4.2 Perspektif daerah terhadap persyaratan penyaluran DAK saat ini apakah menyulitkan daerah dalam melakukan penyerapan DAK?.......................................................................37 Grafik 4.3 Perspektif Daerah Terhadap Alternative Pola Penyaluran DAK Apakah Mempermudah Daerah Dalam Menyerap DAK................38 Grafik 4.4 Kinerja Penyaluran DAK Tahun 2010 - 2013................................42 Grafik 4.5 Penyaluran DAK Per Bulan Tahun 2013........................................44 Grafik 4.6 Pembatasan Waktu Penyaluran secara Tahapan...........................48 Grafik 4.7 Pola Penyaluran secara Triwulan..................................................52 Grafik 4.8 Penyusunan Laporan DAK oleh SKPD...........................................58 Grafik 4.9 Koordinator pelaporan DAK di Daerah........................................58 Grafik 4.10 Perspektif Daerah Terhadap Bentuk Laporan DAK.........................58 Grafik 4.11 Perspektif Daerah Terhadap kendala penyusunan laporan DAK.....59 Grafik 4.12 Perspektif Daerah jika Laporan DAK dijadikan Syarat Penyaluran DAK..................................................................... 59 Grafik 4.13 Perspektif Daerah atas Penggunaan Satu Aplikasi Untuk Pelaporan...................................................................................61 Daftar Grafik
vii
Grafik 4.14 Eksistensi TKP DAK di daerah.......................................................70 Grafik 4.15 Keterlibatan Provinsi dalam Monev DAK......................................70 Grafik 4.16 Perspektif Daerah atas Pelaksanaan Monev Pusat apakah tumpang tindih.........................................................................................71 Grafik 4.17 Perspektif Daerah atas adakah manfaat dari Monev yang dilakukan Pusat.........................................................................................71
viii
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Daftar TABEL
Tabel 3.1 Perkembangan Sektor DAK, 2008 – 2013....................................18 Tabel 3.2 Daftar Alokasi DAK Per Bidang....................................................20 Tabel 4.1 Perkembangan Peraturan Penyaluran DAK...................................42 Tabel 4.2. Realisasi Penyaluran DAK Tahap I Per 30 Juni dan 31 Juli..............45 Tabel 4.3 Data Penyaluran dan Penyerapan DAK TA 2010-2013 .................49 Tabel 4.4 Perspektif Daerah atas Alternatif Sanksi atas Ketidakdisiplinan Penyampaian Laporan................................................................59 Tabel 4.5 Persentase Penyampaian Laporan Triwulanan Per Provinsi Tahun 2013 (data per 15 September 2014)...........................................62 Tabel 4.6 Alur dan Waktu Pelaporan DAK..................................................67
Daftar Tabel
ix
RINGKASAN EKSEKUTIF
Sebagai salah satu sumber pendanaan kegiatan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang sejalan dengan prioritas nasional, DAK memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Hal ini terindikasi dari besaran DAK yang selalu meningkat dan jumlah bidang yang terus bertambah tiap tahun. Untuk itu, pemerintah pusat aktif melakukan pemantauan terhadap efektifitas pelaksanaan DAK di daerah guna memastikan kelancaran pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Berdasarkan hasil pantauan tersebut, diperoleh simpulan yang relatif sama bahwa pelaksanaan DAK di daerah masih menemui berbagai permasalahan baik yang dari sisi kebijakan maupun teknis pelaksanaan. Kementerian Keuangan berkepentingan untuk membenahi permasalahan tersebut terutama yang berkenaan dengan pola penyaluran DAK ke daerah, mekanisme pelaporan pemerintah daerah atas realisasi DAK, serta bentuk/desain monev itu sendiri guna meningkatkan kinerja DAK di daerah. Dalam rangka merumuskan solusi atas permasalahan yang berkenaan dengan pelaksanaan DAK, Kementerian Keuangan dalam hal ini, Subdit Evaluasi Dana Desentralisasi Dan Perekonomian Daerah, Direktorat EPIKD melaksanakan Monev dalam rangka mengevaluasi kebijakan penyaluran, pelaporan, dan monev DAK di daerah. Monev ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi kebijakan (Penyaluran, Pelaporan dan Monev) DAK saat ini serta merumuskan rekomendasi kebijakan agar yang memungkinkan peningkatan kinerja daerah. Monev ini akan menggunakan metodologi kualitatif seperti focus group discussion baik yang dilakukan di level pusat maupun di tingkat pemerintahan daerah, serta kuesioner untuk mengumpulkan perspektif daerah terkait dengan kebijakan pelaporan, penyaluran dan monev DAK saat ini. Adapun metode sampling
x
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
yang digunakan adalah metode purposive random sampling, atas dasar kinerja penyaluran dan pelaporan DAK. Hasil dari pelaksanaan FGD maupun analisis kuesioner menemukan terlambatnya Juknis DAK Bidang Pendidikan menjadi hambatan bagi daerah dalam percepatan penyerapan DAK. Disamping itu, mulai tahun 2015 terdapat penggabungan beberapa bidang DAK menjadi DAK bidang transportasi yang mempunyai potensi permasalahan dalam tahap awal pelaksanaannya. Untuk mengatasinya, direkomendasikan dalam penetapan regulasi DAK, penyaluran dilakukan per bidang khususnya untuk 3 (tiga) pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, dan bidang ke-PU-an (jalan, irigasi, air minum, dan sanitasi), sedangkan lainnya dijadikan satu. Selanjutnya, hasil pengolahan kuesioner menunjukkan sebagian besar pemerintah daerah menganggap kebijakan penyaluran DAK saat ini, tahapan penyaluran dan persyaratan penyaluran, sudah tepat. Walaupun dengan pola penyaluran DAK saat ini terdapat tidak sedikit daerah yang lambat menyerap DAK, hal ini akan disiasati dengan rekomendasi kebijakan batasan waktu pengajuan penyaluran DAK untuk Tahap I dan Tahap III. Apabila daerah melewati batas waktu pengajuan penyaluran Tahap I (Februari-Juni/Juli), daerah tidak dapat mencairkan seluruh alokasi DAK untuk tahun bersangkutan. Sedangkan Tahap III dapat dicairkan selambat-lambatnya 15 Desember atau sejumlah tertentu dari hari kerja sebelum tahun bersangkutan berakhir. Hal lain yang menjadi perhatian adalah tidak optimalnya kinerja pelaksanaan DAK di daerah. Salah satu indikatornya adalah terjadinya SiLPA DAK yang cukup signifikan setiap tahunnya. Menjawab permasalahan ini, diusulkan penyaluran Tahap III sebesar kebutuhan yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan sampai dengan akhir tahun anggaran, dengan batas maksimal yang dapat disalurkan adalah 25%. Selain itu dalam rangka menjaga kualitas pelaksanaan DAK di daerah, peran Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK serta K/L terkait lebih dikuatkan mengevaluasi Laporan Pelaksanaan Kegiatan dan Penggunaan DAK Ringkasan Eksekutif
xi
(laporan triwulanan). Selain itu, penyampaian DPA SKPD dijadikan sebagai persyaratan penyaluran DAK untuk melihat seluruh output yang direncanakan untuk dihasilkan pada suatu tahun anggaran. Laporan triwulanan diusulkan disampaikan dengan menyesuaikan waktu permintaan pencairan DAK per tahap. Adapun atas laporan triwulanan yang telah diterima, DJPK membuat check list dan kemudian mengirimkan laporan yang diterima kepada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dan/atau Kemendagri dan/ atau kementerian teknis. Penggunaan satu aplikasi pelaporan serta penyeragaman format pelaporan untuk semua bidang DAK diusulkan oleh sebagian besar pemerintah daerah untuk mempermudah dan mempercepat pelaporan, serta menyamakan alur dan waktu pelaporan berbagai bidang DAK. Web-Based Monitoring System (WBRS) yang dikembangkan oleh Kementerian Keuangan dan telah diuji coba dapat dipilih sebagai aplikasi pelaporan DAK. WBRS dinilai cukup mampu menjadi alat bantu yang tepat untuk meningkatkan efektivitas monitoring dan evaluasi DAK, selain juga disarankan metodologi pemantauan fisik di lapangan untuk mengecek keadaan sebenarnya di lapangan. Masih terkait dengan monitoring dan evaluasi, responden daerah memandang perlu peningkatan peran provinsi dalam pembinaan secara langsung atas pelaksanaan kegiatan DAK. Pada tingkat pusat, umpan balik atas hasil pelaksanaan monitoring dan evaluasi DAK perlu didiseminasi kepada daerah karena dengan umpan balik tersebut diharapkan adanya perbaikan pelaksanaan DAK di daerah. Disamping rekomendasi kebijakan penyaluran untuk jangka pendek, rekomendasi untuk jangka menengah/panjang turut dirumuskan dalam laporan monev ini, meliputi rekomendasi penyaluran DAK dengan sistem pembayaran pendahuluan (reimbursement system) atau output-based DAK, khususnya untuk DAK bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, sebagaimana telah diterapkan untuk mekanisme hibah pusat ke daerah. Penerapan reimbursement system ini diutamakan bagi pemerintah daerah yang memiliki SiLPA tinggi
xii
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
dan mempunyai kapasitas fiskal tinggi. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk “disinsentif” atas pengelolaan APBD yang kurang baik yang ditandai dengan tingginya SiLPA. Sedangkan untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal yang rendah, mekanisme DAK seperti saat ini masih perlu diterapkan.
Ringkasan Eksekutif
xiii
xiv
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pelaksanaan desentralisasi fiskal yang efektif mulai dilaksanakan pada tahun 2001 menunjukkan semakin besarnya kewenangan daerah dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Pemerintah daerah dituntut untuk dapat berkinerja baik dalam mengelola pelaksanaan kewenangan tersebut dengan baik. Tantangan utama yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam melaksanakan tugasnya tersebut adalah bagaimana memanfaatkan sumber-sumber pendanaan yang tersedia untuk menghasilkan output/pelayanan publik yang optimal. Salah satu sumber pendanaan yang digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk menghasilkan pelayanan publik adalah Dana Perimbangan. Sesuai dengan Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Dana Perimbangan dibagi dalam tiga kelompok yaitu Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Selain Dana Perimbangan, Pemerintah Pusat juga mengalokasikan Dana Otonomi Khusus (Otsus) dan Dana Penyesuaian sebagai komponen Belanja Daerah dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Dalam pasal 39 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa DAK dialokasikan kepada Pemerintah Daerah (Pemda) tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. Sementara itu, dalam pasal 51 Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan disebutkan bahwa DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai
Pendahuluan
1
kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi prioritas nasional dan menjadi urusan daerah. DAU dan DBH diberikan kepada daerah dalam bentuk block grants dalam artian daerah memiliki diskresi penuh dalam membelanjakan dua sumber pendanaan tersebut. Berbeda dengan DAU dan DBH, DAK bersifat specific grants yang berarti daerah tidak memiliki keleluasaan dalam memanfaatkan DAK. Oleh karena itu, meskipun pagu DAK tidak lebih besar daripada DAU dan DBH, namun DAK saat ini memiliki peranan yang sangat penting bagi pemerintah pusat terutama untuk menjamin terselenggaranya program yang menjadi prioritas nasional. Namun, beberapa laporan menyebutkan bahwa masih banyak terdapat permasalahan yang harus diselesaikan terkait dengan DAK ini. Permasalahan tersebut tersebar dari aspek perencanaan/keuangan, aspek pelaksanaan sampai dengan aspek kelembagaan DAK di daerah. Dalam aspek keuangan, permasalahan utama adalah belum optimalnya kinerja DAK bagi daerah karena ketidaksesuaian (mismatch) antara besaran alokasi dengan kebutuhan daerah. Dalam aspek pelaksanaan, misalnya keterlambatan juknis dan adanya juknis yang terlalu rigid menyulitkan daerah dalam mengelola DAK (DJPK, 2011). Dalam aspek kelembagaan, terdapat permasalahan yang berkaitan dengan belum mantap dan optimalnya koordinasi kelembagaan antara pusat dan daerah, belum terbentuknya tim koordinasi di Pusat dan Provinsi, serta belum optimalnya kinerja tim koordinasi di Kabupaten/Kota. Dalam aspek tata kepemerintahan yang baik (good governance) terdapat permasalahan yang berkaitan dengan masih rendahnya kinerja penerapan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi dalam pengelolaan DAK. Penyediaan data dan informasi teknis yang diperlukan dalam perhitungan alokasi DAK juga masih lemah (Bappenas, 2011). Oleh karena itu, perlu adanya monitoring dan evaluasi yang mampu memberikan sumbangsih terhadap perbaikan mekanisme DAK baik di tingkat pusat maupun di daerah mengingat peran yang dibawa DAK begitu besar dalam pencapaian pelayanan publik di daerah. Berdasarkan hal tersebut, Subdit
2
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Evaluasi Dana Desentralisasi Dan Perekonomian Daerah, Direktorat EPIKD melaksanakan Monev dalam rangka mengevaluasi kebijakan penyaluran, pelaporan, dan monev DAK di daerah.
1.2 Tujuan Sebagaimana latar belakang dan permasalahan yang telah disampaikan di atas, maka monev ini bertujuan untuk: 1. Memonitor dan mengevaluasi kebijakan (Penyaluran, Pelaporan dan Monev) DAK saat ini agar kinerja daerah dalam mengelola daerah meningkat. 2. Merumuskan rekomendasi kebijakan (Penyaluran, Pelaporan dan Monev) DAK yang memungkinkan peningkatan kinerja daerah.
1.3 Ruang Lingkup Untuk mencapai tujuan, monitoring dan evaluasi akan dibatasi pada tahap penyaluran, pelaporan, dan monev. Selain itu pula, untuk menjaga relevansi dari monev ini, maka aspek perencanaan dan penganggaran DAK tidak akan dievaluasi. Ruang lingkup penelitian adalah pelaksanaan DAK tahun 2012-2013.
1.4 Metodologi Monev ini akan menggunakan metodologi kualitatif seperti focus group discussion baik yang dilakukan di level pusat maupun di tingkat pemerintahan daerah. Selain itu kuesioner juga akan digunakan untuk mengumpulkan perspektif daerah terkait dengan kebijakan pelaporan dan penyaluran DAK saat ini. Selanjutnya terkait dengan sampling, pemilihan responden menggunakan metode purposive random sampling, yaitu daerah yang dijadikan sample didasarkan atas kinerja penyaluran dan pelaporan DAK. Sebanyak 114 daerah telah mengisi kuesioner, dan sebanyak 10 daerah dijadikan tempat pelaksanaan focus group discussion (FGD). Selain pemerintah daerah, FGD juga dilakukan
Pendahuluan
3
pada tataran pemerintah pusat dengan mengundang wakil dari Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Bappenas.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan Adapun susunan laporan studi ini adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan
Menguraikan bagian latar belakang, tujuan, ruang lingkup, metodologi, dan sistematika Penulisan Laporan
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini menjelaskan tentang konsep dasar dan teori dari adanya DAK, peraturan perundang-undangan yang terkait, formulasi kebijakan DAK selama ini, dan studi literatur sejenis dari studi-studi yang pernah dilakukan sebelumnya.
Bab III Gambaran Umum Dana Alokasi Khusus dan Regulasinya
Menjelaskan tentang perkembangan DAK selama periode tahun 2003 sampai dengan 2011 untuk berbagai bidang.
Bab IV Pembahasan
Menguraikan tentang hasil dari pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan analisa dampak dari pelaksaan DAK selama ini, khususnya pada tahun 2010 dan tahun 2011.
Bab V Penutup
4
Berisikan tentang simpulan yang dapat diperoleh dan saran/rekomendasi yang dapat diberikan dari pelaksanaan monev.
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Desentralisasi Fiskal Maddick (1983) mendefinisikan desentralisasi sebagai proses dekonsentrasi dan devolusi atau penyerahan kekuasaan. Undang-undang (UU) No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai landasan hukum semangat desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia menyebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Selanjutnya, diskusi tentang desentralisasi tidak bisa terlepas dari pembicaraan terkait dengan hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Secara filosofi, pelaksanaan desentralisasi dimaksudkan untuk lebih mendekatkan pemerintah kepada masyarakatnya. Pemerintah daerah dianggap yang paling mengetahui kebutuhan dan karakteristik dari masyarakatnya, sehingga penyediaan layanan publik akan lebih efektif dan efisien jika disediakan langsung oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, untuk membantu daerah dalam menyediakan layanan kepada publik, penyediaan sumber-sumber pendanaan bagi daerah dalam menjalankan fungsinya menjadi sangat penting. Tanpa ada skema pendanaan bagi daerah untuk menjalankan fungsinya, pelimpahan kewenangan tersebut menjadi tidak berarti (Devas, 2008). Sehubungan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi esensi dari implementasi desentralisasi fiskal. Menurut Bahl (2001) yang pertama
Tinjauan Pustaka
5
harus dilakukan dalam pengimplementasian desentralisasi fiskal adalah adanya penegasan kewenangan atau fungsi yang akan dijalankan oleh pemerintah daerah. Hal ini sangat penting mengingat untuk merumuskan skema pendanaan yang tepat, pembagian kewenangan antartingkatan pemerintahan harus jelas, jika tidak maka implementasi desentralisasi fiskal tidak akan berjalan optimal. Yang kedua adalah adanya pemberian kewenangan kepada daerah untuk memungut pajak dalam rangka peningkatan pendapatan daerah. Untuk membantu daerah dalam menyelenggarakan fungsinya, daerah harus diberikan kewenangan untuk memungut pajak sendiri. Terkait dengan hal tersebut, pemerintah pusat wajib untuk memberikan sebagian jenis pajak untuk dijadikan pajak daerah, sekaligus memberikan transfer dana yang lain mengingat masingmasing daerah memiliki potensi ekonomi yang berbeda, sekaligus untuk menjawab masalah ketidakseimbangan fiskal vertikal maupun horizontal. Yang ketiga adalah perlu dibangun sebuah mekanisme transfer antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Menurut Shah (2004), mekanisme transfer dana ini sangat penting untuk mengatasi permasalahan ketidakseimbangan fiskal vertikal dan horizontal sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Transfer dana tersebut secara garis besar terbagi ke dalam dua jenis yaitu unconditional/block grants dan conditional/specific grants. Selanjutnya, untuk efektivitas pelaksanaan desentralisasi fiskal, daerah harus diberikan kesempatan yang luas untuk mengakses modal. Hal ini sangat penting karena daerah membutuhkan dana yang besar untuk dapat membangun sarana infrastruktur dan sarana layanan publik lainnya (Devas, 2008). Oleh karena itu, pemerintah harus menyediakan berbagai alternatif mekanisme pembiayaan daerah untuk membantu daerah dalam mendapatkan modal pembangunan. Beberapa alternatif pembiayaan yang dapat dilakukan antara lain penyediaan mekanisme pinjaman daerah, obligasi daerah maupun metodologi pembiayaan lainnya. Untuk menjalankan kebijakan tersebut perlu kehati-hatian untuk mencegah terjadinya gagal bayar oleh pemerintah daerah.
6
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Yang terakhir, untuk menjamin berjalannya desentralisasi fiskal, mekanisme monitoring dan evaluasi oleh pemerintah pusat harus terbangun dengan baik. Penelitian yang dilakukan oleh Bahl (1999) menyebutkan bahwa banyak daerah kurang mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dengan baik karena tidak adanya mekanisme kontrol dan evaluasi yang kuat dari pemerintah pusat.
2.2 Intergovernmental Transfer Pada sub-bab sebelumnya telah dipaparkan bahwa salah satu kunci dari pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah adanya pemberian kewenangan kepada daerah dalam melakukan pemungutan pajak untuk meningkatkan pendapatannya. Namun demikian hal tersebut tidaklah cukup, mengingat tidak semua jenis pajak dapat dipungut oleh daerah. Oleh karena itu daerah masih memerlukan jenis pendanaan lain yang berasal dari pusat untuk membantu daerah dalam menjalankan pemerintahannya. Fakta di beberapa negara bahkan menunjukkan dana yang ditransfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah lebih besar daripada pendapatan yang bersumber dari pajak daerah. Di Indonesia misalnya, data menunjukkan bahwa selama satu dekade pelaksanaan otonomi daerah, pemda masih sangat bergantung dari pemerintah pusat, meskipun kemampuannya dalam memungut pajak daerah juga mengalami peningkatan. Terkait dengan dana transfer ke daerah terdapat beberapa pandangan terkait dengan jenis dana yang diberikan oleh pusat kepada daerah. Shah (2006) misalnya, menyebutkan bahwa intergovernmental trasfer dibagi ke dalam dua jenis besar yaitu: General Purpose Transfer (GPT) dan Specific Purpose Transfers (SPT). Shah juga menyatakan bahwa penggunaan GPT diserahkan sepenuhnya pada pemerintah daerah, sedangkan SPT harus mengikuti ketentuan dari pemerintah pusat atau nasional. Kemudian Shah membagi GPT dalam kelompok block transfers dan block grants. Block transfers bebas digunakan dalam pengeluaran tertentu seperti pendidikan dalam wilayah nasional tetapi setiap daerah penerima bebas menggunakan dalam kelompok pengeluaran
Tinjauan Pustaka
7
tadi. Selanjutnya block grants bebas digunakan oleh daerah penerima tetapi terbatas dalam wilayahnya. Kelihatannya hal ini tidak terlalu menjadi masalah sebab tiap daerah adalah memang wilayah tertentu yang menjadi penerima transfer fiskal tersebut. Sedikit berbeda dengan Shah, Sidik (2004) menyebutkan bahwa secara garis besar dana transfer ke daerah dibagi ke dalam dua jenis besar yaitu: Block Grants dan Specific Grants. Sidik menyatakan bahwa transfer yang tergolong ke dalam Block Grants berarti dana tersebut bebas digunakan oleh daerah atau daerah memiliki diskresi yang besar dalam mengelola dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat. Sedangkan Specific Grants berarti daerah tidak memiliki keleluasaan dalam menggunakan dana tersebut, mengingat ada ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh pemerintah pusat dan harus dipenuhi oleh daerah dalam penggunaan dana dimaksud. Selanjutnya, dalam penelitian-penelitian terdahulu para ahli seperti Bahl (2000) dan Bird & Smart (2002) mendeskripsikan beberapa tujuan dari adanya intergovernmental transfer. Yang pertama adalah untuk mengatasi permasalahan adanya ketidakseimbangan vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah. Hal ini terjadi karena adanya pemberian kewenangan dan fungsi kepada daerah yang menyebabkan pusat harus meningkatkan kapasitas daerah untuk meningkatkan pendapatan daerahnya. Mengingat sumber penerimaan dari pajak daerah tidak mampu mencukupi kebutuhan tersebut, maka pemerintah harus memberikan transfer kepada daerah untuk mampu menutupi celah tersebut (Bahl, 2000). Yang kedua adalah untuk mengatasi permasalahan ketidakseimbangan fiskal horizontal. Perbedaan kemampuan daerah dalam memungut pendapatan daerah menyebabkan daerah memiliki kapasitas fiskal yang berbeda-beda. Untuk memberikan kemampuan yang relatif sama kepada daerah dalam memberikan pelayanan publik, pemerintah harus memberikan dana yang memungkinkan daerah memenuhi kebutuhannya. Namun, hal ini tidak berarti bahwa daerah harus diberikan sejumlah uang yang sama untuk memenuhi kebutuhannya tersebut (Bird & Smart, 2002).
8
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
2.2.1 Intergovernmental Transfer di Indonesia Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia ditandai dengan ditetapkannya paket undang-undang yaitu UU Nomor 22 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diubah dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Penerapan paket peraturan tersebut menyebabkan terjadinya penyerahan kewenangan pemerintahan diluar kewenangan pokok yaitu Agama, Fiskal Nasional, Moneter, Pertahanan Keamanan, Hukum, dan Politik Luar Negeri. Oleh karena itu, untuk membantu daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya, pemerintah pusat memberikan beberapa jenis pendanaan kepada daerah sesuai dengan prinsip money follows functions. Pada dasarnya jika dilihat dari jenis transfer dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahan daerah di Indonesia, terdapat dua jenis besar transfer tersebut. Yang pertama adalah dana-dana yang bersifat block grant. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 33 Tahun 2004, dana yang bersifat block grant tersebut adalah Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil. Selain dana yang bersifat block grants, daerah juga akan mendapatkan dana yang bersifat conditional grants seperti Dana Alokasi Khusus dan Dana Penyesuaian. Pemberian dana conditional grants ini dimaksudkan untuk memastikan kegiatan yang bersifat prioritas nasional dan menjadi kewenangan daerah dapat terlaksana dengan baik.
2.2.2 Dana Alokasi Khusus dan Kerangka Regulasinya Pelaksanaan, pengelolaan, dan pemanfaatan dari DAK mengalami perubahan yang dinamis dari waktu ke waktu, hingga periode tahun 2012-2013 (yang menjadi periode analisis dalam kegiatan penyusunan evaluasi ini). Hal tersebut terjadi terutama karena adanya perubahan dalam kerangka regulasi dan kebijakan terkait dengan DAK itu sendiri, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, rangkaian proses, siklus dan mekanisme
Tinjauan Pustaka
9
dari setiap aspek dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pemanfaatan dari DAK juga mengalami perubahan, yang mencakup aspek kebijakan (policy formulation), perencanaan (planning), penganggaran (budgeting), pelaksanaan (implementation), pemantauan (monitoring), dan evaluasi (evaluation). Secara umum, kerangka regulasi dan kebijakan DAK di Indonesia pada Tahun 2013 adalah: a. Regulasi Dasar: • UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; • UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; • PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; • Permendagri No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus Di Daerah; b. Regulasi Sistem Perencanaan adalah: • UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; • PP No. 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota; • Permeneg PPN/Kepala Bappenas No. PER.008/M.PPN/11/07 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan RKP; • PP No. 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga; • PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal; c. Regulasi Sistem Pengendalian dan Pemantauan adalah: • PP No. 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; • PP No. 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah; • PP No. 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Daerah;
10
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
• PP No. 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan DPRD; • PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; • PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; • PP No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan; • PP No. 06 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; • Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; • Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; • Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. d. Regulasi Sistem Pelaporan adalah: • PP No. 11 Tahun 2001 tentang • PP No. 24 Tahun 2005 tentang • PP No. 56 Tahun 2005 tentang • PP No. 58 Tahun 2005 tentang
Informasi Keuangan Daerah; Standar Akuntansi Pemerintahan; Sistem Informasi Keuangan Daerah; Pengelolaan Keuangan Daerah;
• PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah; • PP No. 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Kekayaan Negara/ Daerah; • PP No. 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; • PP No. 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban
Tinjauan Pustaka
11
Daerah Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat; • PP No. 6 Tahun 2008 tentang Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; • PP No. 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; • Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah; • Peraturan Menteri Keuangan No. 126 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah; • Peraturan Menteri Keuangan No. 06 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah; • Peraturan Menteri Keuangan No. 183 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah; • Permendagri No. 20 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan DAK di Daerah; • Kepmenkeu No. 141/KMK.07/2001 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah. e. Regulasi Sistem Pengawasan dan Pemeriksaan adalah: • UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; • UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; • UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara; • UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara; • PP No. 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; • PMK No. 21/PMK07/2009 tentang Pelaksanaan Penyaluran dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah;
12
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
• Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 0239/M.PPN/11/2008, Menteri Keuangan No. SE 1722/MK 07/2008, dan Menteri Dalam Negeri No. 900/3556/SJ tentang “Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK. Sementara itu, terkait dengan pelaksanaan DAK Tahun 2011 sampai dengan DAK Tahun 2013, terdapat aturan pendukung terkait dengan pelaksanaan DAK untuk setiap tahun, yakni: • Peraturan Menteri Keuangan No. 216/PMK.07/2010 Tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus TA 2011; • PMK No. 209/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2012; • PMK No. 201/PMK.07/2012 Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2013. Untuk penggunaan per bidangnya, Kementerian/Lembaga Teknis terkait juga menerbitkan Petunjuk Teknis Penggunaan DAK untuk masing-masing bidang dalam setiap tahun setelah keluarnya KMK atau PMK.
2.3. Tinjauan Konsep Result Based Management untuk Peningkatan Kinerja Results-based management is a management strategy by which all actors on the ground, contributing directly or indirectly to achieving a set of development results, ensure that their processes, products and services contribute to the achievement of desired results (outputs, outcomes and goals). RBM rests on clearly defined accountability for results and requires monitoring and selfassessment of progress towards results, including reporting on performance (UNDP, 2010, p. 7). Sesuai dengan definisi yang tercantum dalam The Handbook of Result Based Management, dapat dijabarkan bahwa konsep RBM adalah merupakan sebuah Tinjauan Pustaka
13
strategi manajemen di mana setiap pihak dalam manajemen secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi dalam pencapaian target, sekaligus meyakinkan bahwa proses, produk dan aktivitas kegiatan dapat berkontribusi dalam pencapaian atas hasil yang diinginkan. Oleh karena itu, konsep RBM sangat menekankan pentingnya akuntabilitas, membutuhkan monitoring dan penilaian yang berkelanjutan terhadap kemajuan atas pencapaian tujuan, termasuk di dalamnya pelaporan atas kinerja. Pengenalan manajemen berbasis kinerja muncul pertama kali karena dipicu oleh dua (2) hal pokok yaitu keinginan untuk perbaikan terhadap manajemen dan keinginan untuk memperbaiki kinerja pelaporan atau yang sering disebut dengan akuntabilitas (OECD, 2001). Yang menjadi perhatian utama dari perbaikan terhadap manajemen adalah menggunakan informasi kinerja untuk perbaikan dalam proses pengambilan keputusan. Sebagai contoh penerapannya adalah penggunaan konsep ini ke dalam mekanisme penganggaran atau yang sering disebut dengan performance based budgeting. Di dalam konsep performance based budgeting, pengalokasian anggaran tidak didasarkan pada aktifitas, melainkan didasarkan pada hasil dari sebuah program (OECD, 2001). Selanjutnya, di dalam tujuan yang kedua yaitu untuk akuntabilitas pelaporan, penerapan konsep result based management ini lebih menekankan pada transparansi pelaporan dari pencapaian target yang dituju. Jika transparansi pelaporan digunakan sebagai bentuk tanggung jawab terhadap para stakeholders maka RBM sering disebut dengan accountability-for-results, namun jika transparansi dalam pelaporan digunakan sebagai alat managemen maka RBM sering disebut dengan managing-for-results (OECD,2001). Konsep RBM juga sering dilihat sebagai konsep dengan pendekatan siklus hidup (life cycle approach) yang dimulai dari perencanaan sampai dengan proses monitoring dan evaluasi sebagaimana terlihat pada Grafik 2.1 di bawah ini.
14
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Grafik 2.12.1RBM Hidup Gambar RBM Siklus Siklus Hidup
Sumber: UNDP, Handbook of Planning, M&E for Development Result (2009)
Sumber: UNDP, Handbook of Planning, M&E for Development Result (2009) Konsep pengukuran kinerja ini pertama kali dilakukan oleh Amerika Serikat di tahun
Konsep pengukuran kinerja ini pertama kali dilakukan oleh Amerika Serikat di 1960an melalui Nixon administration’s management. Pengukuran kinerja dilakukan pada tahun 1960an melalui Nixon administration’s management. Pengukuran kinerja saat perencanaan, penyusunan program dan penganggaran. Romzek (1998) dilakukan pada saat perencanaan, penyusunan program dan penganggaran. menjelaskan bahwa pendekatan pengukuran yang dilakukan pada waktu itu adalah Romzek (1998) menjelaskan bahwa pendekatan pengukuran yang dilakukan melalui hierarchical accountability for inputs untuk hal-hal yang bersifat tugas rutin pada waktu itu adalah melalui hierarchical accountability for inputs untuk hal-hal seperti penganggaran dan melalui legal accountability for processes untuk monitoring yang bersifat tugas rutin seperti penganggaran dan melalui legal accountability pelaksanaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun 1970an yang diikuti dengan perubahan for processes untuk monitoring pelaksanaannya. Selanjutnya, pada akhir tahun sistem adminsitrasi publik di Amerika Serikat melalui Reagen Administration’s 1970an yang diikuti dengan perubahan sistem adminsitrasi publik di Amerika Management, kewenangan pelayanan publik banyak yang didesentralisasikan kepada Serikat melalui Reagen Administration’s Management, kewenangan pelayanan negara bagian/ state. Salah satu program yang terkenal pada waktu itu adalah Job
publik banyak yang didesentralisasikan kepada negara bagian/ state. Salah satu Training Partnership Act (JTPA) Program. Menurut Barnow (2000,p. 119) program program yang terkenal pada waktu itu adalah Job Training Partnership Act (JTPA) 23 Program. Menurut Barnow (2000,p. 119) program JTPA ini merupakan pionir dari penerapan performance measurement di era desentralisasi. Selanjutnya Tinjauan Pustaka
15
Bamow (2000) dalam Heckman & Heinrich (2002) juga menyebutkan beberapa perbedaan antara pengukuran kinerja pada JTPA dari metode sebelumnya, yaitu (1) pengukuran kinerja terpusat pada kinerja outcome bukan pada kinerja input maupun output, (2) pengukuran kinerja terhubung antarlevel pemerintahan, (3) menyediakan insentif finansial bagi manajer program berdasarkan hasil evaluasi. Namun demikian, di dalam implementasinya, sering penerapan RBM ini tidak berjalan dengan semestinya. Beberapa studi di Amerika Serikat terdahulu seperti yang dilakukan oleh General Accounting Office (1999), menyatakan bahwa penerapan JPTA memiliki hambatan terutama adanya misi yang terbagibagi (mission fragmentation). Selanjutnya, tantangan yang dihadapi adalah identifikasi ukuran-ukuran kinerja yang ingin dicapai apakah tepat atau tidak. Untuk itu Heckman dan Smith (dalam Heckman &, 2002) menyebutkan bahwa untuk menentukan ukuran kinerja, sebaiknya dipilih berdasarkan hubungan yang kuat dengan tujuan program/kegiatan.
Critical Success Factor dari RBM Berbagai riset terdahulu tentang penerapan RBM dalam manajemen menghasilkan beberapa kriteria agar konsep RBM ini dapat diimplementasikan dengan baik. Baker (1992) memberikan beberapa kondisi agar RBM dapat terimplementasi dengan baik. Yang pertama adalah ukuran kinerja harus sejalan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Riset lain yang dilakukan oleh Kravchuk and Schack (1996) juga mendapatkan kesimpulan yang sama bahwa program JTPA tidak akan mendapatkan hasil yang baik salah satunya jika ukuran kinerja menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya, syarat sukses yang kedua adalah sedapat mungkin memperhitungkan kinerja aktual dengan tepat. Terkait dengan hal tersebut, Murphy and Cleveland (1995) membuat studi bagaimana agar ukuran kinerja dapat diukur dengan tepat. Melalui survei yang dilakukan pada sektor privat, hal-hal yang mempengaruhi pengukuran kinerja antara lain adalah kompleksitas organisasi dan koordinasi, serta kondisi ekonomi dan politik yang berjalan.
16
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
BAB 3 GAMBARAN UMUM DAK
DAK adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang menjadi kewenangan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK merupakan bantuan stimulan untuk membantu daerah dalam menyediakan sarana dan prasarana dalam rangka mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian daerah. DAK dialokasikan terutama untuk membantu membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah. Daerah penerima DAK diwajibkan menyediakan dana pendamping yang dianggarkan dalam APBD sekurang-kurangnya 10% dari alokasi DAK. Pengecualian Pengecualian diberikan kepada daerah dengan kemampuan fiskal tertentu. Daerah penerima DAK diwajibkan pula mencantumkan alokasi dan penggunaan DAK dalam APBD. Dana Alokasi Khusus dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dalam rangka mendorong percepatan pembangunan daerah dan pencapaian sasaran nasional. Alokasi DAK ke daerah ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut: a) Kriteria Umum, yang ditetapkan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah, diprioritaskan untuk daerah-daerah yang memiliki kemampuan fiskal rendah atau di bawah rata-rata nasional; b) Kriteria Khusus, yang dirumuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur kekhususan daerah; c) Kriteria Teknis, disusun berdasarkan indikator-indikator teknis yang didukung data-data teknis masing-masing bidang dan ditentukan oleh kementerian teknis.
Gambaran Umum DAK
17
Untuk tahun 2013, Dana Alokasi Khusus juga digunakan sebagai alat affirmative policy bagi daerah tertinggal. Alokasi DAK 2013 sebesar Rp31,69 triliun dibagi menjadi dua bagian yaitu, DAK Reguler dan DAK Tambahan. DAK regular dialokasikan sebesar Rp29,69 triliun yang terdiri dari Rp27,8 triliun untuk sembilan belas bidang DAK, yaitu: (1) Pendidikan; (2) Kesehatan; (3) Infrastruktur Jalan; (4) Infrastruktur Irigasi; (5) Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur Sanitasi; (7) Prasarana Pemerintahan Daerah; (8) Kelautan dan Perikanan; (9) Pertanian; (10) Lingkungan Hidup; (11) Keluarga Berencana; (12) Kehutanan; (13) Sarana dan Prasarana Perdagangan; (14) Energi Perdesaan; (15) Transportasi Perdesaan; (16) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal; (17) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan; (18) Perumahan dan Permukiman; serta (19) Keselamatan Transportasi Darat, dan sebesar Rp1,88 triliun dialokasikan untuk 12 bidang DAK dalam rangka affirmative policy kepada 183 daerah yang termasuk kategori daerah tertinggal, yaitu: (1) Pendidikan (SD); (2) Kesehatan (Pelayanan Kesehatan Dasar); (3) Infrastruktur Jalan; (4) Infrastruktur Irigasi; (5) Infrastruktur Air Minum; (6) Infrastruktur Sanitasi; (7) Kelautan dan Perikanan; (8) Pertanian; (9) Sarana dan Prasarana Perdagangan (Pasar); (10) Energi Perdesaan; (11) Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal; (12) Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan. Tabel 3.1 Perkembangan Sektor DAK, 2008 – 2013 No.
2008
2009
2010
2011
2012
2013
1.
Pendidikan
Pendidikan
Pendidikan
Pendidikan
Pendidikan
Pendidikan
2.
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
3.
Prasarana Jalan
Prasarana Jalan
Prasarana Jalan
Prasarana Jalan
Prasarana Jalan
Prasarana Jalan
4.
Prasarana Irigasi
Prasarana Irigasi
Prasarana Irigasi
Prasarana Irigasi
Prasarana Irigasi
Prasarana Irigasi
5.
Prasarana Pemerintahan
Prasarana Pemerintahan
Prasarana Pemerintahan
Prasarana Pemerintahan
Prasarana Pemerintahan
Prasarana Pemerintahan
18
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
No.
2008
2009
2010
2011
2012
2013
6.
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
Kelautan dan Perikanan
7.
Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan
Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan
Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan
Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan
Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan
Prasarana Air Minum & Penyehatan Lingkungan
8.
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
Pertanian
9.
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
Lingkungan Hidup
10 Kependudukan Kependudukan Kependudukan Kependudukan Kependudukan Kependudukan 11 Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
Kehutanan
12
Sarana Pedesaan
Sarana Pedesaan
Sarana Pedesaan
Sarana Pedesaan
Sarana Pedesaan
13
Perdagangan
Perdagangan
Perdagangan
Perdagangan
Perdagangan
14
Listrik
Listrik
Listrik
15
Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal
Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal
Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal
16
Transportasi Pedesaan
Transportasi Pedesaan
Transportasi Pedesaan
17
Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan
Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan
Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan
18
Perumahan dan Perumahan dan Perumahan dan Pemukiman Pemukiman Pemukiman
19
Keselamatan dan Transportasi Darat
Keselamatan dan Transportasi Darat
Keselamatan dan Transportasi Darat
Gambaran Umum DAK
19
No.
2008
2009
20
2010
2011
Sarana dan Prasarana Perdesaan
18
2012
Sarana dan Prasarana Perdesaan
Prasarana Kawasan Perbatasan Perumahan dan Pemukiman Keselamatan dan Transportasi Darat Sarana dan Prasarana Perdesaan
19
2013
Prasarana Kawasan Perbatasan Perumahan dan Pemukiman Keselamatan dan Transportasi Darat
Prasarana Kawasan Perbatasan Perumahan dan Pemukiman Keselamatan dan Transportasi Darat
Sumber: PMK tentang penetapan alokasi DAK, berbagai tahun 20
Sarana dan Prasarana Perdesaan
Selain itu, sebagaimana disebutkan di awal, bahwa di tahun 2013 dialokasikan juga DAKdisebutkan Tambahan sebesar Rp2,0 triliun dialokasikan Selain itu, sebagaimana di awal, bahwa di tahun 2013yang dialokasikan juga untuk 2 (dua) bidang kepada yanguntuk termasuk kategori DAK Tambahan sebesarDAK Rp2,0 triliun 183 yang daerah dialokasikan 2 (dua) bidangdaerah DAK tertinggal, (1)yang Infrastruktur Pendidikan; (2)tertinggal, Infrastruktur kepada 183yaitu daerah termasuk kategori daerah yaitu Jalan. (1) Infrastruktur Sumber: PMK tentang penetapan alokasi DAK, berbagai tahun
Pendidikan; (2) Infrastruktur Jalan.
Tabel 3.23.2Daftar AlokasiDAK DAK Bidang Tabel Daftar Alokasi PerPer Bidang
Uraian Dana Alokasi Khusus
2010
2011
2012
2013
2014
21,133,382,500,000
25,232,800,000,000
26,115,948,000,000
31,697,143,000,000
33,000,000,000,000
1) Pendidikan
9,334,882,000,000
10,041,300,000,000
10,041,300,000,000
11,090,774,000,000
10,041,300,000,000
2) Kesehatan
2,829,760,000,000
3,000,800,000,000
3,005,931,000,000
3,101,545,000,000
3,129,900,000,000
3) Infrastruktur Jalan
2,810,207,000,000
3,900,000,000,000
4,012,761,000,000
5,373,518,000,000
6,105,760,000,000
4) Infrastruktur Irigasi 5) Infrastruktur Air minum
968,402,000,000
1,311,800,000,000
1,348,508,000,000
1,614,062,000,000
2,288,960,000,000
357,231,500,000
419,600,000,000
502,494,000,000
609,911,000,000
885,320,000,000
6) Infrastruktur Sanitasi 7) Sarpras Pemerintahan Daerah
357,231,500,000
419,600,000,000
463,651,000,000
569,456,000,000
829,260,000,000
386,253,000,000
400,000,000,000
444,504,000,000
481,279,000,000
499,740,000,000
8) Kelautan Perikanan
1,207,840,000,000
1,500,000,000,000
1,547,119,000,000
1,812,301,000,000
1,851,910,000,000
9) Pertanian
1,543,633,000,000
1,806,100,000,000
1,879,588,000,000
2,542,312,000,000
2,579,560,000,000
10) Lingkungan Hidup
351,610,000,000
400,000,000,000
479,730,000,000
530,548,000,000
548,100,000,000
11) Keluarga Berencana
329,010,000,000
368,100,000,000
392,257,000,000
442,869,000,000
462,910,000,000
12) Kehutanan 13) Sarpras Daerah Tertinggal
250,000,000,000
400,000,000,000
489,763,000,000
539,419,000,000
558,460,000,000
-
356,940,000,000
716,995,000,000
754,740,000,000
14) Perdagangan 15) Keselamatan Transportasi Darat 16) Listrik/ Energi Perdesaan 17) Perumahan dan Kawasan Permukiman 18) Sarpras Kawasan Perbatasan 19) Transportasi Perdesaan 20) Sarana Prasarana Perdesaan
107,322,500,000
300,000,000,000
345,132,000,000
694,700,000,000
730,990,000,000
100,000,000,000
131,617,000,000
221,006,000,000
235,940,000,000
150,000,000,000
190,640,000,000
432,491,000,000
467,940,000,000
150,000,000,000
191,243,000,000
205,041,000,000
234,800,000,000
100,000,000,000
121,385,000,000
458,142,000,000
493,070,000,000
150,000,000,000
171,385,000,000
260,774,000,000
301,340,000,000
315,500,000,000
-
-
-
300,000,000,000
sumber: data diolah sumber:DJPK DJPK(2014) (2014) data diolah
28
20
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Dari tahun ke tahun pemerintah pusat berupaya mengalokasikan DAK berdasarkan bidang yang menjadi prioritas nasional yang ditetapkan setiap tahun dalam RKP. Perubahan prioritas nasional yang tercantum dalam RKP akan tercermin dalam perubahan alokasi pemanfaatan DAK. Jika dilihat pada tabel 3.2 maka terlihat sejak tahun 2010 sampai dengan 2014 sektor pendidikan selalu mendapatkan alokasi yang paling besar jika dibandingkan dengan bidang yang lainnya. Kemudian alokasi terbesar berikutnya secara berturut-turut untuk sektor infrastruktur dan sektor kesehatan. Hal ini sesuai dengan prioritas nasional pemerintah yang tercantum dalam RKP yaitu diprioritaskan untuk sektor pendidikan, infrastruktur dan kesehatan. Mengingat salah satu tujuan DAK adalah untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah, semakin tidak layaknya kondisi infrastruktur pelayanan suatu daerah, maka semakin besar pula DAK yang seharusnya diterima oleh daerah tersebut. Bagi daerah yang telah memiliki kondisi infrastruktur pelayanan yang relatif baik, daerah tersebut akan mendapatkan DAK dalam jumlah yang kecil.
3.1 Arah dan Kebijakan Dana Alokasi Khusus Secara umum arah dan kebijakan DAK tahun 2013 ditujukan untuk : (1) membantu daerah-daerah yang memiliki kemampuan keuangan relatif rendah dalam membiayai pelayanan publik dalam rangka mendorong pencapaian standar pelayanan minimal (SPM), melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat, serta meningkatkan efektivitas belanja daerah; (2) memantapkan perencanaan DAK dengan mendorong pendekatan berbasis output/outcome, sesuai dengan RPJM; (3) meningkatkan koordinasi penyusunan petunjuk teknis; (4) meningkatkan akurasi data-data teknis dan menghindari duplikasi kegiatan antarbidang DAK; (5) memperhatikan daerah tertinggal di masing-masing bidang DAK; (6) meningkatkan kinerja dan kualitas pengelolaan DAK; (7) mendorong kementerian/lembaga untuk mengalihkan dana dekonsentrasi/tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian/lembaga yang masih digunakan untuk melaksanakan urusan daerah secara bertahap ke DAK; (8) meningkatkan koordinasi pengelolaan DAK sehingga Gambaran Umum DAK
21
dapat membantu sinkronisasi kegiatan DAK dengan kegiatan yang didanai dari sumber pendanaan lainnya (APBN dan APBD); dan (9) menerapkan kebijakan disinsentive kepada daerah yang tidak melaporkan pelaksanaan kegiatan DAK melalui penggunaan kinerja pelaporan sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan kriteria teknis perhitungan alokasi DAK. Berikut ini disampaikan secara detail arah kebijakan DAK untuk bidang pelayanan dasar, yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
3.1.1.Arah Kebijakan DAK Bidang Pendidikan Untuk tahun 2013, DAK bidang pendidikan diarahkan untuk mendukung penuntasan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu dan merata dalam rangka memenuhi SPM dan secara bertahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Selain itu, kegiatan DAK Pendidikan 2013 juga diarahkan untuk mendukung pelaksanaan pendidikan menengah universal melalui penyediaan sarana prasarana pendidikan yang berkualitas dan mencukupi. Kegiatan DAK Pendidikan tahun 2013 akan diprioritaskan untuk melaksanakan rehabilitasi ruang kelas dan/atau ruang belajar rusak sedang jenjang SD/SDLB dan SMP/SMPLB, rehabilitasi ruang belajar rusak berat ringan jenjang SMA/SMK/SMLB, pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) dan Ruang Belajar Lain (RBL) beserta perabotnya bagi jenjang SMP/SMPLB, pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, penyediaan buku referensi perpustakaan, pembangunan laboratorium bagi jenjang SMA/SMK/SMLB, dan penyediaan peralatan pendidikan. Sekolah penerima DAK Bidang Pendidikan tahun 2013 meliputi jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB, baik negeri maupun swasta. Adapun lingkup kegiatan DAK bidang pendidikan untuk tahun 2013 adalah sebagai berikut: (1) rehabilitasi ruang kelas rusak sedang jenjang SD/SDLB; (2) rehabilitasi ruang belajar rusak sedang jenjang SMP/SMPLB; (3) pembangunan ruang belajar jenjang SMP/SMPLB; (4) rehabilitasi ruang belajar rusak berat jenjang SMA/SMK/SMLB; (5) pembangunan ruang kelas baru jenjang SMP/ SMPLB; (6) pembangunan perpustakaan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan 22
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
SMA/SMK/SMLB; ruangkelas Laboratorium jenjang SMA/SMK/ SMA/SMK/SMLB; (7) (5) pembangunan pembangunan ruang baru jenjang SMP/SMPLB; (6) SMLB; (8) pengadaan peralatan pendidikan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, pembangunan perpustakaan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB; dan SMA/SMK/SMLB; pengadaanjenjang buku teks pelajaran/ referensi jenjang (7) pembangunan ruang(9) Laboratorium SMA/SMK/SMLB; (8) pengadaan SMP/SMPLB dan SMA/SMK/SMLB. peralatan pendidikan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/SMK/SMLB; (9) pengadaan buku teks pelajaran/ referensi jenjang SMP/SMPLB dan SMA/SMK/SMLB.
Grafik 3.1 Alokasi DAK Pendidikan Grafik 3.1 Alokasi DAK Pendidikan
Sumber:Sumber: DJPK (2014) data data diolah DJPK (2014) diolah 3.1.2. Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan
3.1.2. Arah Kebijakan DAK Bidang Kesehatan Untuk DAK Bidang Kesehatan, di tahun 2013 alokasi DAK
digunakan untuk
meningkatkan danKesehatan, kualitas pelayanan kesehatan dalam percepatan Untuk DAKakses Bidang di tahun 2013 alokasi DAKrangka digunakan untuk pencapaian target MDGs difokuskan padakesehatan penurunandalam angka rangka kematian ibu, bayi meningkatkan akses danyang kualitas pelayanan percepatan dan anak, penanggulangan gizi, serta pencegahan penyakitangka dan penyehatan pencapaian target MDGs masalah yang difokuskan pada penurunan kematian lingkungan terutama untuk pelayanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di ibu, bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta pencegahan penyakit daerah tertinggal, terpencil, perbatasan danuntuk kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah dan penyehatan lingkungan terutama pelayanan kesehatan penduduk kesehatan dengan dukungan penyediaan jaminan persalinandan dan jaminan miskin dan(DBK), penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan kepulauan kesehatan pelayanan kesehatankesehatan dasar dan (DBK), rujukan,dengan peningkatan saranapenyediaan prasarana (DTPK) dandidaerah bermasalah dukungan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan termasuk kelas III Rumah Sakit, penyediaan jaminan persalinan dan jaminan kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan dan pengelolaan obat,sarana perbekalan kesehatan dan vaksin yang dasar berkhasiat, aman, rujukan, peningkatan prasarana pelayanan kesehatan dan rujukan termasuk kelas III Rumah Sakit, penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan 31 kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat dalam
Gambaran Umum DAK
23
rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan 2014. Ruang lingkup kegiatan meliputi: (1) pelayanan kesehatan dasar yakni bermanfaat dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan pemenuhandan sarana, prasarana, dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya, Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan 2014. antara lain meliputi: (a) pembangunan puskesmas pembantu/puskesmas di Ruang tertinggal lingkup kegiatan meliputi: (1) kepulauan/puskesmas pelayanan kesehatan dasarperawatan yakni pemenuhan daerah perbatasan dan mampu sarana, prasarana, dan peralatan bagi puskesmas dan jaringannya, antara lainposkesdes/ meliputi: PONED/instalasi pengolahan limbah puskesmas/pembangunan (a) pembangunan puskesmaspuskesmas pembantu/puskesmas di daerah tertinggal perbatasan posbindu, (b) peningkatan menjadi puskesmas perawatan di DTPK, dan kepulauan/puskesmas perawatan mampu PONED/instalasi pengolahan limbah (c) rehabilitasi puskesmas/rumah dinas dokter/dokter gigi/paramedis (Kopel), (d) puskesmas/pembangunan poskesdes/posbindu, (b) peningkatan puskesmas menjadi penyediaan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan/pengadaan UKBM puskesmas perawatan di DTPK, (c) rehabilitasi puskesmas/rumah dinas dokter/dokter Kit; (2) pelayanan kesehatan rujukan yakni pemenuhan/pengadaan sarana, gigi/paramedis (Kopel), (d) penyediaan sarana dan prasarana penyehatan prasarana dan peralatan bagi RSUD antara lain meliputi (a) pengadaan sarana lingkungan/pengadaan UKBM Kit; (2) pelayanan kesehatan rujukan yakni dan prasarana RS Siap PONEK, (b) penyediaan fasilitas tempat tidur kelas III pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi RSUD antara lain RS, (c) pembangunan IPL RS, (d) pemenuhan peralatan UTD RS/BDRS, (e) meliputi (a) pengadaan sarana dan prasarana RS Siap PONEK, (b) penyediaan fasilitas pengadaan sarana dan prasarana ICU dan IGD; (3) pelayanan kefarmasian, tempat tidur kelas III RS, (c) pembangunan IPL RS, (d) pemenuhan peralatan UTD antara lain meliputi: (a) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan, (b) RS/BDRS, (e) pengadaan sarana dan prasarana ICU dan IGD; (3) pelayanan pembangunan baru, rehabilitasi, penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi kefarmasian, antara lain meliputi: (a) penyediaan obat dan perbekalan kesehatan, (b) kabupaten/kota, (c) pembangunan baru instalasi farmasi gugus kepulauan/ pembangunan baru, rehabilitasi, penyediaan sarana pendukung instalasi farmasi satelite dan sarana pendukungnya. kabupaten/kota, (c) pembangunan baru instalasi farmasi gugus kepulauan/satelite dan bermutu
sarana pendukungnya.
Grafik 3.2 Alokasi DAK Kesehatan Grafik 3.2 Alokasi DAK Kesehatan
Sumber: DJPK (2014) data diolah Sumber: DJPK (2014) data diolah 32
24
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
3.1.3. Arah Kebijakan DAK Bidang Infrastruktur Untuk tahun 2013 ini DAK bidang infrastruktur dibagi ke dalam 4 bidang khusus. Pertama adalah bidang infrastruktur jalan, dengan arah kebijakannya ditujukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan kota serta menunjang aksesibilitas keterhubungan wilayah (domestic connectivity) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wilayah/kawasan. Adapun lingkup kegiatannya adalah untuk: (1) pemeliharaan berkala jalan dan jembatan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota; (2) peningkatan dan pembangunan jalan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota; (3) penggantian dan pembangunan jembatan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota. DAK bidang infrastruktur berikutnya adalah irigasi dengan arah kebijakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/rawa kewenangan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka mendukung pemenuhan sasaran prioritas nasional di bidang ketahanan pangan khususnya peningkatan produksi beras nasional menuju surplus beras 10 juta ton pada tahun 2014. Dengan lingkup kegiatan yang akan diprioritaskan untuk kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi yang kewenangan pemerintah provinsi/kabupaten/kota dengan tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan untuk kegiatan peningkatan jaringan irigasi. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan DAK Irigasi, kegiatan survey, investigasi, dan disain, serta operasi/pemeliharaan jaringan irigasi menjadi tanggung jawab pemerintah daerah sebagai kegiatan komplementer. Selanjutnya adalah DAK bidang infrastruktur air minum yang diarahkan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan air minum di kawasan perkotaan, perdesaan, termasuk daerah tertinggal. Sementara itu, ruang lingkup kegiatannya adalah: (1) perluasan dan peningkatan sambungan rumah (SR) perpipaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran
Gambaran Umum DAK
25
adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk berpenghasilan rendah (2) perkotaan. Daerahmaster yang meter menjadi sasaran adalah dibangun SR perpipaan; pemasangan untuk masyarakat kabupaten/kota rendah yang memiliki idle khususnya capacity yangyang memadai untuk di dibangun SR berpenghasilan perkotaan bermukim kawasan perpipaan; (2) pemasangan master meter untuk masyarakat berpenghasilan rendah kumuh perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang perkotaan khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan. Daerah memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan; danyang (3) menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki capacity yang memadai pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) idle perdesaan. Daerah yang untuk dibangun SR perpipaan; dan dengan (3) pembangunan sistem minum menjadi sasaran adalah desa-desa sumber air bakupenyediaan yang relatifairmudah. (SPAM) perdesaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah desa-desa dengan sumber air
Bidang terakhir adalah bidang sanitasi yang diarahkan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi, terutama dalam pengelolaan air Bidang terakhir adalah bidang sanitasi yang diarahkan untuk meningkatkan cakupan limbah dan persampahan secara komunal/terdesentralisasi untuk meningkatkan dan kehandalan sanitasi, dalam pengelolaan air limbah dan kualitas kesehatanpelayanan masyarakat danterutama memenuhi standar pelayanan minimal persampahan secara komunal/terdesentralisasi untuk meningkatkan kualitas (SPM) penyediaan sanitasi di kawasan daerah rawan sanitasi, termasuk daerah kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) penyediaan tertinggal. Ruang lingkup kegiatan bidang sanitasi adalah sebagai berikut: (1) sanitasi diair kawasan daerah rawan sanitasi, daerah tertinggal. Ruang lingkup subbidang limbah: pembangunan dantermasuk pengembangan prasarana dan sarana bidang sanitasi adalah sebagai persampahan: berikut: (1) subbidang air limbah: airkegiatan limbah komunal; dan (2) subbidang pembangunan dan pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal; dan (2) pengembangan fasilitas pengelolaan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, subbidang pembangunan dan pengembangan fasilitaspengelolaan pengelolaan dan recycle) persampahan: di tingkat komunal yang terhubung dengan sistem sampahdidengan 3R (reduce, reuse, dan recycle) di tingkat komunal yang terhubung sampah tingkatpola kota. baku yang relatif mudah.
dengan sistem pengelolaan sampah di tingkat kota. Grafik AlokasiDAK DAK Infrastruktur Infrastruktur Grafik 3.33.3 Alokasi
Sumber: DJPK (2014) data diolah
Sumber: DJPK (2014) data diolah 34
26
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
3.2 Penyaluran Dana Alokasi Khusus Pola penyaluran DAK dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2014 telah mengalami beberapa perubahan. Secara umum, terdapat dua pola penyaluran, yaitu penyaluran melalui mekanisme belanja dan mekanisme transfer. Penyaluran dengan mekanisme belanja digunakan sampai dengan tahun 2007, yaitu penyaluran DAK dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan melalui KPPN setempat. Kepala Daerah bertindak selaku KPA dari Bendaharawan Umum Negara (BUN) membuat DIPA dan menyampaikannya kepada Kanwil Ditjen Perbendaharaan untuk mendapatkan pengesahan. Selanjutnya, kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan SPM dan menyampaikannya kepada KPPN setempat untuk penyaluran DAK setiap tahapnya. Mulai tahun 2008, penyaluran DAK menggunakan mekanisme transfer yaitu penyaluran DAK dilaksanakan langsung melalui Kuasa BUN dengan cara memindahbukukan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah. Perubahan pola penyaluran ini seiring dengan perubahan nomenklatur Belanja ke Daerah menjadi Transfer ke Daerah dalam struktur APBN 2008, serta perpindahan pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran (PA/KPA) dari pemerintah daerah menjadi Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Saat ini, penyaluran DAK dilakukan secara bertahap dengan persentase tertentu dari pagu DAK yang diterima oleh daerah untuk masing-masing tahap. Untuk pencairan setiap tahap, terdapat beberapa syarat seperti sisa dana DAK dari tahap sebelumnya maksimal 10% di kas daerah dan penyampaian beberapa dokumen seperti laporan penyerapan penggunaan DAK dari tahun/tahap sebelumnya. Pola penyaluran DAK akan dibahas lebih detail pada bagian evaluasi peraturan penyaluran DAK di Bab IV.
3.3 Pelaporan Dana Alokasi Khusus Sesuai dengan Pasal 63 PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, pemerintah daerah diwajibkan menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK setiap triwulan kepada Menteri Keuangan, Menteri Dalam Gambaran Umum DAK
27
Negeri, dan kementerian teknis. Penyampaian laporan triwulanan tersebut paling lambat empat belas hari setelah triwulan yang berkenaan berakhir. Pelampuan batas waktu penyampaian laporan dikenakan sanksi berupa penundaan penyaluran DAK. Berdasarkan laporan triwulanan yang diterima, menteri teknis terkait menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK setiap akhir tahun anggaran kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan dan Pernbangunan Nasional, dan Menteri Dalam Negeri. Untuk melaksanakan amanat PP tersebut, diterbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri No. 0239/M.PPN/11/2008, SE No. 1722/MK 07/2008, dan No. 900/3556/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemantauan Dana Alokasi Khusus (DAK)1. SEB DAK ini bertujuan untuk meningkatkan koordinasi pemantauan dan evaluasi DAK ditingkat pusat, namun kementerian teknis tetap dapat melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan DAK di daerah sesuai dengan kewenangan dan fungsinya. Dalam SEB DAK tersebut diatur bahwa setiap SKPD penerima DAK harus menyampaikan laporan sebagai berikut: a. Laporan triwulanan. Laporan ini setidaknya berisi tentang perencanaan pemanfaatan DAK, kesesuaian DPA-SKPD dengan Juknis, perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan permasalahan yang timbul sesuai dengan format yang telah disediakan. Laporan disampaikan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. b. Laporan penyerapan DAK. Laporan ini disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai amanat peraturan menteri keuangan tentang pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah; Dalam Laporan ini, Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri No. 0239/M.PPN/11/2008, SE No. 1722/ MK 07/2008, dan No. 900/3556/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemantauan Dana Alokasi Khusus (DAK) disingkat menjadi SEB DAK.
28
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
c. Laporan Laporan akhir. iniini memuat laporan pelaksanaan akhir tahun disusun c. akhir.Laporan Laporan memuat laporan pelaksanaan akhiryang tahun yang sesuai dengan format yang telah disediakan. Disampaikan dua bulan setelah tahun disusun sesuai dengan format yang telah disediakan. Disampaikan dua anggaran yang berkenaan berakhir.yang berkenaan berakhir. bulan setelah tahun anggaran Alur penyampaian laporan sesuai dengan SEB DAK adalah sebagai terlihat pada
Alur penyampaian laporan sesuai dengan SEB DAK adalah sebagai terlihat pada grafik berikut. gambar berikut.
Gambar 3.4. Alur Alur Pelaporan Pelaporan DAK Grafik 3.4. DAK
Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan Kementerian Negeri, 2013 Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan DAK, Pelaporan DAK,Dalam Kementerian Dalam
Negeri, 2013 akhir sama seperti alur laporan triwulan seperti terlihat pada Gambar 4.1. Alur laporan Perbedaannya terletak pada penyampaian kompilasi laporan oleh Sekretaris Daerah
Alur laporan akhir sama seperti alur laporan triwulan seperti terlihat pada kepada menteri teknis. Penyampaian dilakukan paling lambat batas waktu dua bulan Grafik 4.1. Perbedaannya terletak pada penyampaian kompilasi laporan oleh setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, menteri teknis melakukan rekapitulasi Sekretaris Daerah kepada menteri teknis. Penyampaian dilakukan paling lambat dan review terhadap laporan akhir dari daerah tersebut, dan dihasilnya disampaikan batas waktu dua bulan setelah tahun anggaran berakhir. Selanjutnya, menteri kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala teknis melakukan rekapitulasi dan review terhadap laporan akhir dari daerah tersebut, dan dihasilnya disampaikan kepada Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Menteri Dalam 37
Gambaran Umum DAK
29
Negeri. Batas waktu penyampaian laporan dari menteri teknis adalah maksimal tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.
3.4 Monitoring dan Evaluasi Dana Alokasi Khusus PP No. 55 Tahun 2005 mengatur bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional bersama-sama dengan menteri teknis melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK. Disamping itu, Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi pengelolaan keuangan DAK. Sebagaimana dengan mekanisme pelaporan DAK, peraturan pelaksana dari amanat PP tersebut tertuang dalam SEB DAK. Kementerian Negara PPN/BAPPENAS mengoordinasikan pelaksanaan monitoring dan evaluasi di tingkat pusat dengan melibatkan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan kementerian/lembaga teknis terkait. Namun demikian, terdapat perbedaan fokus monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh masing-masing kementerian/lembaga. Kementerian PPN/BAPPENAS melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dari aspek pencapaian sasaran prioritas nasional. Kementerian Keuangan melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dari aspek keuangan terutama yang terkait dengan penyaluran DAK dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah dan penyerapan anggaran dari rekening kas umum daerah. Sedangkan, Kementerian Dalam Negeri melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dari aspek pelaksanaan, administrasi keuangan, dan kepatuhan daerah dalam pelaporan DAK. kementerian/lembaga teknis melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dari aspek teknis. Secara umum, sebagaimana diatur dalam SEB DAK, tugas seluruh kementerian tersebut dalam rangka monitoring dan evaluasi DAK adalah sebagai berikut: 1. melakukan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK;
30
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
2. melakukan koordinasi dengan organisasi pelaksana provinsi dan kabupaten/ kota melalui forum koordinasi; 3. menyosialisasikan Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemanfaatan DAK kepada provinsi dan kabupaten/kota; 4. mengoordinasikan dan mengonsolidasikan laporan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK; 5. menyampaikan laporan hasil pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK dan rekomendasi kebijakan kepada menteri terkait; dan 6. organisasi pelaksana dapat menugaskan kepada aparat pengawas fungsional untuk menindaklanjuti hasil pemantauan evaluasi. SEB DAK membagi kegiatan monitoring dan evaluasi DAK menjadi dua kelompok kegiatan, yaitu pemantauan teknis pelaksanaan DAK dan evaluasi pemanfaatan DAK. Hal ini didasari oleh sifat dan tujuan kegiatan monitoring dan evaluasi yang berbeda. Pemantauan teknis pelaksanaan DAK bertujuan untuk memastikan pelaksanaan DAK di daerah tepat waktu dan tepat sasaran sesuai dengan penetapan alokasi DAK dan petunjuk teknis masing-masing bidang DAK dan mengidentifikasi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dalam rangka perbaikan pelaksanaan DAK tahun berjalan. Sedangkan evaluasi pemanfaatan DAK bertujuan untuk memastikan pelaksanaan DAK bermanfaat bagi masyarakat di daerah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional dan memberikan masukan untuk penyempurnaan kebijakan dan pengelolaan DAK yang meliputi aspek perencanaan, pengalokasian, pelaksanaan, dan pemanfaatan DAK ke depan. Dalam kegiatan pemantauan teknis, aspek yang dipantau adalah kesesuaian antara kegiatan DAK dengan usulan kegiatan yang ada dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), kesesuaian pemanfaatan DAK dalam Dokumen Pelaksana Anggaran-Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) dengan petunjuk teknis dan pelaksanaan di lapangan, dan realisasi waktu pelaksanaan, lokasi, dan sasaran pelaksanaan dengan perencanaan. Selain aspek teknis, Gambaran Umum DAK
31
aspek keuangan juga dimonitor dengan melihat penyediaan dana pendamping, realisasi penyerapan yang meliputi realisasi keuangan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah, dan realisasi pembayaran dari rekening kas umum daerah kepada pihak ketiga. Pemantauan teknis pelaksanaan DAK dilakukan dengan menelaah laporan atas aspek-aspek yang disebutkan sebelumnya dan kunjungan lapangan. Kunjungan lapangan dilakukan secara berkala atau sesuai kebutuhan untuk mengetahui informasi yang lebih rinci berkaitan dengan perkembangan pelaksanaan DAK di daerah. Hasil dari telaahan laporan dan kunjungan lapangan tersebut, dibahas dalam forum koordinasi baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Forum koordinasi dapat melibatkan pemangku kepentingan apabila terdapat permasalahan yang bersifat khusus. Disamping itu, kegiatan evaluasi pemanfaatan DAK melihat pencapaian sasaran DAK berdasarkan masukan, proses, keluaran, dan hasil, pencapaian manfaat (benefit) yang diperoleh dari pelaksanaan DAK, dan dampak (impact) yang ditimbulkan dari pelaksanaan DAK. Sama seperti halnya dengan pemantauan teknis, tahapan yang dilakukan dalam evaluasi terdiri dari telaahan laporan akhir untuk menilai kesesuaian masukan, proses, dan keluaran, kegiatan evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui pencapaian keluaran, hasil, dan dampak dari pelaksanaan DAK, dan pembahasan dalam forum koordinasi. Pengaturan monitoring dan evaluasi pelaksanaan DAK di daerah juga diatur dalam petunjuk teknis DAK masing-masing bidang. Sebagian K/L mengadopsi tata cara monitoring dan evaluasi SEB DAK kedalam petunjuk teknis yang disusunnya, namun terdapat sebagian yang mempunyai sistem monitoring dan evaluasi sendiri. Berikut ini adalah tata cara monitoring dan evaluasi DAK bidang kesehatan, pendidikan dan pekerjaan umum, yang disadur dari masingmasing petunjuk teknis.
a. DAK Bidang Kesehatan Tata cara monitoring dan evaluasi bidang kesehatan dilakukan melalui :
32
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
a. Review atas laporan triwulan/laporan akhir yang disampaikan oleh Gubernur/ Bupati/ Walikota dan Dinas Kesehatan Provinsi setiap akhir triwulan sesuai dengan format laporan, b. Kunjungan lapangan atau studi evaluasi, dan c. Forum koordinasi untuk menindaklanjuti hasil review laporan dan atau kunjungan lapangan. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh organisasi pelaksana dan/atau tim koordinasi di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sesuai dengan petunjuk teknis dalam SEB DAK. Mekanisme pelaporan yang merupakan salah satu tools pelaksananaan monev yaitu Kepala Daerah menyampaikan laporan triwulan yang memuat pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK kepada Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan. Laporan dari kegiatan pemantauan teknis pelaksanaan DAK Bidang Kesehatan terdiri: a. Laporan triwulan yang memuat jenis kegiatan, lokasi kegiatan, realisasi keuangan, realisasi fisik dan permasalahan dalam pelaksanaan DAK, yang disampaikan selambat-lambatnya 14 hari setelah akhir triwulan (Maret, Juni, September dan Desember). Laporan triwulan dapat dijadikan pertimbangan dalam pengalokasian DAK tahun berikutnya sesuai peraturan perundangundangan. b. Laporan penyerapan DAK disampaikan kepada Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Trasfer Ke Daerah yang berlaku. c. Laporan akhir merupakan laporan pelaksanaan akhir tahun, yang disampaikan dua bulan setelah tahun anggaran berakhir.
b. DAK Bidang Pendidikan Laporan pelaksanaan DAK Bidang Pendidikan dilakukan secara berjenjang, mulai dari laporan tingkat sekolah, laporan tingkat kabupaten/kota, dan laporan pusat. Panitia pembangunan sekolah membuat laporan kemajuan pekerjaan per Gambaran Umum DAK
33
termin dan laporan akhir untuk disampaikan kepada kepala sekolah. Kepala sekolah kemudian menyusun laporan kemajuan pekerjaan untuk disampaikan kepada bupati/walikota melalui dinas pendidikan kabupaten/kota. Bupati/walikota menyusun laporan per triwulan yang memuat laporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK bidang pendidikan dasar dan mengirimkan laporan tersebut kepada Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (termasuk laporan elektronik). Laporan tersebut dilakukan selambatlambatnya 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. Adapun format yang digunakan adalah sebagaimana tercantum dalam SEB DAK. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan DAK bidang pendidikan dasar dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dinas pendidikan propinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam SEB DAK. Sementara itu pengawasan fungsional/pemeriksaan tentang pelaksanaan kegiatan dan administrasi keuangan program DAK bidang pendidikan dasar dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan inspektorat daerah.
c. DAK Bidang Infrastruktur Pelaksanaan monitoring dari segi teknis oleh Kementerian Pekerjaan Umum (KemenPU) dilakukan berjenjang, baik di pusat maupun daerah. Tim pemantau kementerian terdiri atas tim koordinasi kementerian dan tim teknis eselon I (terdapat di setiap direktorat jenderal dan dikoordinir oleh Direktorat Bina Program). Di tingkat daerah terdapat tim pemantau provinsi yang terdiri atas tim koordinasi provinsi dan balai/satuan kerja pusat yang ada di derah dari masing-masing subbidang. Untuk pelaksanaan evaluasi pemanfaatan/kinerja DAK bidang infrastruktur dilakukan oleh Setjen KemenPU melalui tim koordinasi kementerian dengan dibantu oleh tim teknis eselon I. Laporan triwulanan DAK bidang infrastruktur dilakukan oleh kepala SKPD kabupaten/kota pada tiap-tiap akhir triwulan dengan materi pelaporan yang meliputi data umum, data dasar, dan data pelaksanaan kegiatan. Laporan
34
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
disampaikan kepada bupati/walikota melalui kepala bappeda kabupaten/kota dengan tembusan kepada kepala SKPD provinsi dan balai/satuan kerja pusat. Kepala SKPD provinsi kemudian menyusun laporan triwulanan dari seluruh satkernya untuk disampaikan pada gubernur melalui kepala bappeda provinsi dengan tembusan pada balai/satuan kerja pusat. Balai/satuan kerja pusat menyusun laporan triwulanan dengan dasar laporan yang disampaikan oleh SKPD provinsi dan SKPD kabupaten/kota untuk disampaikan pada eselon I c.q eselon II terkait sesuai masing-masing subbidang yang ditangani. Laporan dilakukan secara online melalui http://www. emonitoring-PU.web.id.
Gambaran Umum DAK
35
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kebijakan Penyaluran DAK Sebagaimana disebutkan pada pendahuluan, metodologi analisis yang digunakan adalah melalui tabulasi hasil kuesioner dan focus group discussion di daerah dan di pusat. Berikut ini akan dipaparkan analisis tersebut yang akan dimulai dari analisis terhadap kebijakan penyaluran DAK dimulai dengan paparan hasil tabulasi atas kuesioner yang telah disampaikan oleh pemerintah daerah, yang akan dilanjutkan dengan pemaparan hasil FGD. Terkait dengan tabulasi hasil kuesioner, jumlah kuesioner yang dilakukan tabulasi adalah sebanyak 114 (seratus empat belas) daerah. Kuesioner terbagi atas tiga bagian yaitu persepsi daerah atas kebijakan penyaluran, pelaporan, dan monev DAK. Oleh karena itu, berikut akan disampaikan persepsi daerah atas kebijakan tersebut. Di dalam bagian ini, persepsi daerah atas kebijakan penyaluran DAK saat ini beserta persyaratannya akan digali apakah mempermudah daerah dalam merealisasikan DAK atau sebaliknya. Sebagaimana diketahui bahwa berdasarkan ketentuan dalam PMK tentang penatausahaan dan pertanggungjawaban anggaran transfer ke daerah, sejak ditetapkannya PMK No.21/PMK.07/2009 sampai dengan PMK No.183/PMK.07/2013, DAK disalurkan secara tiga tahap, yaitu Tahap I sebesar 30%, Tahap II sebesar 45%, dan Tahap III sebesar 25%. Terhadap regulasi tersebut, mayoritas responden yaitu sebanyak 82,5% daerah menyatakan nyaman terhadap mekanisme penyaluran saat ini. Adapun sebanyak 15,8% menyatakan bahwa mekanisme saat ini tidak mempermudah penyerapan DAK di daerah. Demikian juga dengan persyaratan penyaluran
36
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
yang diatur di dalam regulasi saat ini, mayoritas daerah juga menyatakan tidak sepakat jika dikatakan bahwa persyaratan penyaluran DAK saat ini menyulitkan daerah dalam menyerap DAK. Sebanyak 69% responden tidak sepakat atas hal tersebut, sedangkan 28% responden menyatakan bahwa penyaluran saat ini mempersulit penyerapan DAK di daerah dan 3% tidak menjawab. 28% responden menyatakan bahwa penyaluran saat ini mempersulit penyerapan DAK
diGrafik 4.1dan Perspektif daerah terhadap daerah 3% tidak menjawab. Grafik Tahapan Penyaluran DAK Apakah 4.1 Perspektif daerah terhadap Tahapan Penyaluran DAK Apakah mempermudah daerah dalam menyerap mempermudah daerah dalam menyerap DAK DAK
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah
Grafik 4.2 Perspektif daerah terhadap persyaratan penyaluran DAK saat ini apakah Grafik 4.2 Perspektif daerah terhadap persyaratan penyaluran DAKmelakukan saat ini apakah menyulitkan daerah dalam menyulitkan daerah dalam melakukan penyerapan DAK? penyerapan DAK?
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah
Selanjutnya, akan dilakukan pendalaman terhadap mekanisme penyaluran DAK. Selanjutnya, akan dilakukan pendalaman terhadap mekanisme penyaluran Untuk itu, kuesioner akan akan menyajikan berbagai menu alternatif mekanisme penyaluran DAK. Untuk itu, kuesioner menyajikan berbagai menu alternatif mekanisme seperti mekanisme pembiayaan pendahuluan per bulan, penyaluran seperti mekanisme pembiayaan(reimbursement), pendahuluantriwulanan, (reimbursement), atau per bidang. Mekanisme pembiayaan pendahuluanpembiayaan yaitu DAK akan disalurkan triwulanan, per bulan, atau per bidang. Mekanisme pendahuluan ketika daerah melaksanakan kegiatan sudah di tingkat penyelesaian kegiatan sebagian atau yaitu DAK akansudah disalurkan ketika daerah melaksanakan di tingkat penyelesaian sebagian dengan atau seluruhnya. Dengan demikian, dengan seluruhnya. Dengan demikian, pola ini daerah harus mampu membiayai pola ini daerah mampu membiayai terlebih dahulu DAK-nya, terlebih dahuluharus kegiatan DAK-nya, untuk selanjutnya diajukankegiatan penggantian kepada untuk selanjutnya diajukan kepada Pola triwulanan dan per pusat. Pola triwulanan dan penggantian per bulan adalah DAK pusat. akan disalurkan secara triwulanan bulan adalah akan disalurkan secara triwulanan maupun per bulan seperti maupun perDAK bulan seperti penyaluran DAU kepada daerah. Sedangkan mekanisme penyaluran Sedangkan penyaluran bidang, penyaluranDAU perkepada bidang,daerah. yaitu DAK akan mekanisme disalurkan tidak secara per gelondongan, yaitu DAK akan secaraDAK. gelondongan, disalurkan melainkan akandisalurkan disalurkantidak per bidang Terhadap melainkan hal tersebut,akan mayoritas daerah berpendapat bahwa pola penyaluran saat ini lebih dipilih oleh daerah sebagai pola yang paling tepat dalam menyalurkan DAK. Sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini pola penyaluran saat ini sepertinya masih diminati oleh sebagian besar Pembahasan 37 45
per bidang DAK. Terhadap hal tersebut, mayoritas daerah berpendapat bahwa pola penyaluran saat ini lebih dipilih oleh daerah sebagai pola yang paling tepat dalam menyalurkan DAK. Sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini pola penyaluran saat ini sepertinya masih diminati oleh sebagian besar responden. Alternatif lain seperti pola pembiayaan pendahuluan, triwulanan dan penyaluran per bidang tidak mendapat responpola positif dari daerah. Sebanyak triwulanan 60% responden responden. Alternatif lain seperti pembiayaan pendahuluan, dan tidak setuju dengan pola penyaluran tersebut. Demikian pula untuk pola penyaluran per bidang tidak mendapat respon positif dari daerah. Sebanyak 60% triwulanan, per bulan, dan perpola bidang, lebih dari 50%Demikian daerah juga responden tidak setuju dengan penyaluran tersebut. pula berpendapat untuk pola sama. Lain per halnya dengan saatlebih ini, sebanyak 75% responden menyatakan triwulanan, bulan, dan perpola bidang, dari 50% daerah juga berpendapat sama. setuju apabila kebijakan ke depan menggunakan pola 3 tahap seperti saat ini. Lain halnya dengan pola saat ini, sebanyak 75% responden menyatakan setuju apabila Dari hasilke tabulasi di atas, mayoritas daerah kebijakan depan kuesioner menggunakan pola 3dapat tahapdikatakan seperti saatbahwa ini. Dari hasil tabulasi saat ini merasa nyaman dengan status kebijakan penyaluran DAK, walaupun kuesioner di atas, dapat dikatakan bahwaquo mayoritas daerah saat ini merasa nyaman hal tersebut tentu membuat nyaman pemerintah dengan statusbelum quo kebijakan penyaluran DAK, walaupun halpusat. tersebut belum tentu membuat nyaman pemerintah pusat.
Grafik 4.3 Perspektif Daerah Terhadap Alternative Pola Penyaluran DAK Apakah Grafik 4.1 Perspektif Daerah Terhadap Alternative Pola Penyaluran DAK Apakah Mempermudah Dalam Menyerap MempermudahDaerah Daerah Dalam Menyerap DAK DAK
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah Dari hasil focus group discussion yang dilakukan di 10 (sepuluh) daerah terdapat banyak masukan dari daerah terkait dengan mekanisme penyaluran DAK yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Yang pertama adalah masukan terkait tahapan penyaluran DAK.
38
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Beberapa hasil FGD di daerah memberikan masukan agar tahapan yang sekarang lebih 46
Dari hasil focus group discussion yang dilakukan di 10 (sepuluh) daerah terdapat banyak masukan dari daerah terkait dengan mekanisme penyaluran DAK yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Yang pertama adalah masukan terkait tahapan penyaluran DAK. Beberapa hasil FGD di daerah memberikan masukan agar tahapan yang sekarang lebih disempurnakan lagi, misalnya diusulkan agar proporsi dana yang disalurkan di tahap pertama lebih rendah daripada tahap kedua dan ketiga. Secara spesifik, peserta FGD di Provinsi Bengkulu misalnya mengusulkan agar persentase tahap I dan tahap III dibalik, sehingga menjadi tahap I 25% dan tahap III menjadi 30%. Alasannya adalah ketika DAK disalurkan untuk tahap I pada awal tahun, kegiatan DAK di daerah sebagian besar masih kegiatan yang bersifat administratif, sehingga untuk mampu menyerap 90% sesuai dengan persyaratan penyaluran tahap berikutnya membutuhkan waktu yang agak lambat. Selanjutnya, beberapa daerah juga memberikan masukan jika akan dilakukan perubahan mekanisme penyaluran ada beberapa yang diusulkan oleh daerah. Dari beberapa usulan daerah, yang paling sering diusulkan adalah penyaluran DAK dilakukan secara per bidang. Menurut mereka, penyaluran per bidang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan keterlambatan penyaluran karena keterlambatan juknis DAK, seperti DAK Pendidikan. Jika penyaluran dilakukan per bidang, maka apabila terjadi permasalahan di bidang tertentu maka tidak akan mempengaruhi kinerja bidang yang lain. Namun demikian, terdapat pendapat yang berbeda dari Kota Tangerang yaitu penyaluran secara gelondongan memberikan keleluasaan kepada daerah dalam mengatur penggunaan DAK untuk bidang-bidang yang lebih siap melaksanakan kegiatannya. Terkait dengan mekanisme pembiayaan pendahuluan, peserta FGD di daerah sepakat memang mekanisme ini mampu mengatasi permasalahan adanya SILPA DAK di daerah, namun demikian tidak semua daerah mampu menggunakan mekanisme tersebut, mengingat adanya keterbatasan dana dalam APBD. Pada FGD di tingkat pusat, diskusi dan pembahasan lebih difokuskan pada pola penyaluran yang dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Terdapat
Pembahasan
39
dua pola yang dibahas, yaitu penyaluran secara triwulanan dan secara tahapan. Untuk dapat mendorong peningkatan kinerja pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, kedua pola penyaluran tersebut perlu didukung dengan penambahan penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan DAK secara triwulanan sebagai persyaratan pencairan DAK. Pembahasan pada subbagian ini difokuskan pada pola penyaluran, sedangkan penyampaian laporan pelaksanaan kegiatan DAK secara triwulanan dibahas pada subbagian berikutnya. Saat ini pola yang diterapkan adalah penyaluran secara tahapan yang telah berlaku sejak perubahan dalam pengelolaan anggaran transfer ke daerah yang dari semula disalurkan melalui KPPN kemudian dilakukan langsung oleh DJPK ke rekening kas daerah. Pengaturan tentang penyaluran DAK yang dijabarkan di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer Ke Daerah telah mengalami perubahan sebanyak lima kali. Diawali dengan penerbitan PMK No. 04/PMK.07/2008 sampai dengan terakhir PMK No. 183/PMK.07/2013. Dalam PMK tersebut, penyaluran dilakukan melalui tahapan-tahapan sebagaimana terlihat pada tabel di bawah. Sejak diberlakukannya PMK No. 04/PMK.07/2008, pengaturan penyaluran DAK dilakukan secara 3 (tiga) tahap, yaitu: a. Tahap I sebesar 30%, diberikan setelah kepala daerah penerima DAK melampirkan peraturan daerah mengenai ABPD tahun anggaran berjalan, laporan penyerapan penggunaan DAK tahun anggaran sebelumnya, laporan realisasi penyerapan DAK Tahap III tahun anggaran sebelumnya, dan Surat Pernyataan Penyediaan Dana Pendamping (SP2D). DAK Tahap I dapat dicairkan paling cepat bulan Februari; b. Tahap II sebesar 45%, diberikan setelah kepala daerah penerima DAK melampirkan laporan realisasi penyerapan DAK Tahap I; c. Tahap III sebesar 25%, diberikan setelah kepala daerah penerima DAK melampirkan laporan realisasi penyerapan DAK Tahap II; Adapun pelaksanaan penyaluran secara bertahap tersebut tidak dapat dilakukan sekaligus, melainkan menunggu laporan penyerapan DAK untuk
40
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
masing-masing tahap tersebut disampaikan, setelah penggunaan DAK telah mencapai 90%. Jika pemerintah daerah telah menyerap DAK yang diterimanya dari pencairan suatu tahap sebesar 90%, maka pencairan DAK tahap berikutnya dapat diajukan kepada Kementerian Keuangan. Selanjutnya, terkait dengan persyaratan penyalurannya, perubahan hanya terjadi pada PMK No. 06/PMK.07/2012 yaitu penambahan dokumen yang wajib disampaikan untuk penyaluran DAK Tahap I. Penambahan tersebut berupa Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap III tahun sebelumnya dan Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap III tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa Kementerian Keuangan ingin lebih memastikan bahwa DAK benar-benar digunakan secara benar. Namun demikian, nampaknya hal tersebut belum cukup untuk dapat mengukur tingkat keberhasilan/kinerja DAK di daerah karena penambahan persyaratan tersebut juga masih terkait dengan kinerja penyerapan keuangan saja. Walapun ditambahkan dengan SP2D untuk DAK, namun hal tersebut hanya memberikan kepastian bahwa uang dari DAK tersebut benarbenar telah ditarik oleh SKPD di daerah namun belum memperlihatkan hasil dari DAK yang diserap tersebut. Tabel 4.1 menyajikan perkembangan peraturan penyaluran DAK. Dalam FGD tingkat pusat, didiskusikan kinerja penyaluran dan penyerapan DAK di daerah. Kinerja penyaluran DAK Tahun 2010 - 2013, berdasarkan data Kementerian Keuangan, dapat dikatakan hampir sempurna. DAK Tahap I berhasil disalurkan 100% pada tahun 2011-2013 kecuali pada tahun 2010 yang mencapai 99,94%. Penyaluran DAK Tahap II pada periode yang sama juga terealisasi diatas 99%, kecuali pada tahun 2013 yang terdapat penurunan sedikit, yaitu menjadi 98,46%. Penurunan ini sejalan dengan hasil FGD di daerah yang terdapat beberapa responden hanya mencairkan DAK Tahap I karena kesulitan untuk melaksanakan DAK Bidang Pendidikan. Adapun untuk DAK Tahap III, realisasi penyaluran tertinggi terjadi pada tahun 2012, yaitu sebesar 97,85%, sedangkan 2013 merupakan terendah dan hanya mencapai 90,80%. Grafik di bawah ini menunjukkan kinerja penyaluran DAK selama
Pembahasan
41
periode 2010 – 2013 dan juga jumlah daerah yang melakukan pencairan DAK untuk masing-masing tahap.
518
520
514
516
479
519
517 513
2010
2011
2012 TAHAP
Sumber: Kementerian Keuangan.
476
503
486
2013 100.00% 98.46% 90.80%
Daearh Penerima
TAHUN 2010 2011 2012 I 99.94% 100.00% 100.00% II 99.50% 99.90% 99.71% III 95.08% 93.37% 97.85%
TAHAP
520
4.2 Kinerja PenyaluranDAK DAK Tahun Tahun 2010 - 2013 Grafik Grafik 4.4 Kinerja Penyaluran 2010 - 2013
2013
I II III
Sumber: Kementerian Keuangan.
Tabel 4.1 Perkembangan Peraturan Penyaluran DAK
No.
Keterangan
1.
Tahapan dan persentase
2.
Persyaratan Tahap I
42
Sebelum 2008
PMK 04/2008
PMK 21/2009
PMK 126/2010
PMK 06/2012
PMK 183/2013
I: 30%II: 45%III: 25%
I: 30%II: 45%III: 25%
I: 30%II: 45%III: 25%
a) Perda tentang APDB tahun berjalan,
a) Perda tentang APDB tahun berjalan,
a) Perda tentang APDB tahun berjalan,
a) Perda tentang APDB tahun berjalan,
b) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya
b) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya
b) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya
b) Laporan Penyerapan Penggunaan DAK tahun sebelumnya
c) surat c) surat pernyataan pernyataan penyediaan penyediaan dana dana pendamping pendamping
c) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap III tahun sebelumnya
c) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap III tahun sebelumnya
d)Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap III tahun sebelumnya
d) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap III tahun sebelumnya
Mekanisme I: 30% II: I: 30%II: belanja 30%III: 30%IV: 45%III: 25% melalui KPPN 10% setelah peraturan daerah mengenai APBD diterima oleh Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan, paling cepat dilaksanakan pada bulan Februari
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
50
No.
Keterangan
Tahap II
Sebelum 2008
PMK 04/2008
a) laporan penyerapan penggunaan DAK tahap I
PMK 21/2009
Laporan Penyerapan DAK Tahap I tahun berjalan
PMK 126/2010
Laporan Penyerapan DAK Tahap I tahun berjalan
b) Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Tahap III
a) laporan penyerapan penggunaan DAK tahap II b) Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Tahap IV
Laporan Penyerapan DAK Tahap II tahun berjalan
Laporan Penyerapan DAK Tahap II tahun berjalan
PMK 06/2012
PMK 183/2013
e) Surat Pernyataan Dana Pendamping DAK tahun berjalan.
e) Surat Pernyataan Dana Pendamping DAK tahun berjalan.
a) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap I tahun berjalan,
a) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap I tahun berjalan,
b) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap I tahun berjalan.
b) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap I tahun berjalan.
a) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap II tahun berjalan
a) Laporan Realiasi Penyerapan DAK Tahap II tahun berjalan
b) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap II tahun berjalan.
b) Rekapitulasi SP2D untuk DAK Tahap II tahun berjalan.
a) laporan penyerapan penggunaan DAK tahap III b) Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Jika ditelisik kinerja penyaluran per tahap per bulan dengan data yang dianalisis adalah data penyaluran DAK Tahun 2013 per tanggal SP2D, diperoleh beberapa fakta yang coba dijelaskan berikut ini. Grafik 4.5 memperlihatkan penyaluran DAK Tahun 2013 per tahap dan per bulan. Penyaluran DAK Tahap I sebagian besar dilakukan antara bulan Februari sampai dengan Juni, namun terdapat 11 daerah yang menerima penyaluran DAK Tahap II antara bulan Juli sampai dengan Oktober. Terdapat satu daerah yang DAK Tahap I tersalur pada
Pembahasan
43
data penyaluran DAK Tahun 2013 per tanggal SP2D, diperoleh beberapa fakta yang coba dijelaskan berikut ini. Grafik 4.5 memperlihatkan penyaluran DAK Tahun 2013 per tahap dan per bulan. Penyaluran DAK Tahap I sebagian besar dilakukan antara bulan Februari sampai dengan Juni, namun terdapat 11 daerah yang menerima
bulan September dengan nilai sebesar Rp265 juta dan satu daerah pada bulan penyaluran DAK Tahap II antara bulan Juli sampai dengan Oktober. Terdapat satu Oktober dengan nilai sebesar Rp1,38 miliar. daerah yang DAK Tahap I tersalur pada bulan September dengan nilai sebesar Rp265 juta dan satu daerah pada bulan Oktober dengan nilai sebesar Rp1,38 miliar.
Grafik 4.5 Penyaluran DAK Per Bulan Tahun 2013 Grafik 4.3 Penyaluran DAK Per Bulan Tahun 2013 Rupiah Tersalur Miliar Rupiah
Jumlah Daerah
250
Tahap I
195 200 128
150
104
100
59
3,000
1,893
2,000 1,500
8
1
1
1
0
0
890
7
8
9
10
11
12
337
500
161 26
0
1
-
-
9
10
11
12
2
3
4
5
6
2
99
Miliar Rupiah
180
200 150
117
100
67
50 0
0
0
1
3
2
3
4
5
6
19
27
3
4
5
6
7
8
4,597
5,000 4,000
3,118
3,000
2,726 1,520
2,000 1,000
0
0
0
0
26
85
2
3
4
5
6
432 653
0 8
9
10
11
200 200
156
150 100
72
50 2
6
24
12
Miliar Rupiah
7
250
Tahap III
2,381
2,500
0
Tahap II
3,220
1,000 21
50
3,500
7
8
9
10
11
12
2,796
3,000 2,500
2,103
2,000 1,500
1,119
1,000 500
15
0
389 24
76
235
M1 9
10
11
M2
M3
M4
12
M1 9
10
11
M2
M3
M4
12
Sumber: Kementerian Keuangan, 2013. Data diolah.
Sumber: Kementerian Keuangan, 2013. Data diolah.
Ketika daerah baru mencairkan DAK Tahap I pada paruh kedua dalam suatu tahun anggaran, kuat bahwa DAK kinerjaTahap DAK di daerahparuh tersebut akan dalam tidak Ketikaterdapat daerah indikasi baru mencairkan I pada kedua
mencapai target yang diharapkan mempengaruhi suatu tahun anggaran, terdapatsehingga indikasi kuat bahwacapaian kinerjaprioritas DAK dinasional. daerah tersebut akan tidak mencapai target yang diharapkan sehingga mempengaruhi 53 capaian prioritas nasional. Indikasi tersebut berasal dari proses pengadaan yang setidaknya membutuhkan waktu dua bulan, lalu diikuti dengan proses pekerjaan, dan diakhiri dengan proses pertanggung jawaban. Hal ini terbukti dari dua daerah yang melakukan pencairan Tahap I pada bulan September dan Oktober tidak melakukan pencairan tahap berikutnya. Untuk itu, perlu kiranya penetapan batas waktu DAK Tahap I dapat dicairkan dalam upaya mempercepat
44
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
pelaksanaan kegiatan DAK di daerah dan meningkatkan kemungkinan bahwa kegiatan DAK tersebut selesai sebelum tahun anggaran berakhir. Tabel 4.2. Realisasi Penyaluran DAK Tahap I Per 30 Juni dan 31 Juli PAGU (30%)
REALISASI
%
DAERAH
SALUR
BELUM
%
2014
9.900,00
8.799,06
88,88%
528
454
74
14,02%
2013
9.509,14
9.282,17
97,61%
518
507
11
2,12%
2012
7.834,78
7.382,37
94,23%
520
483
37
7,12%
2011
7.568,34
7.111,70
93,97%
520
483
37
7,12%
2010
6.340,01
6.240,12
98,42%
517
507
10
1,93%
TAHUN Per 30 Juni
Per 31 Juli 2014
9.900,00
9.542,89
96,39%
528
487
41
7,77%
2013
9.509,14
9.459,64
99,48%
518
515
3
0,58%
2012
7.834,78
7.794,88
99,49%
520
516
4
0,77%
2011
7.568,34
7.363,35
97,29%
520
503
17
3,27%
2010
6.340,01
6.287,36
99,17%
517
512
5
0,97%
Sejalan dengan Grafik 4.5, data dalam tabel di atas menunjukkan realisasi penyaluran DAK Tahap I per 30 Juni dan per 31 Juli untuk lima tahun terakhir. Terlihat bahwa untuk data penyaluran per 30 Juni penyaluran tertinggi terjadi pada tahun 2010 dan 2013, sedangkan untuk penyaluran per 31 Juli, pernyaluran tertinggi terjadi pada tahun 2010, 2012, dan 2013. Untuk Tahun 2014, realisasi penyaluran relatif menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut mungkin disebabkan oleh adanya kegiatan pemilihan umum legislatif dan presiden yang menyebabkan pelaksanaan kegiatan APBD tertunda.
Pembahasan
45
Berdasarkan dari pola penyaluran DAK Tahap I Tahun 2013, pembatasan waktu dapat ditetapkan paling cepat dilakukan pada bulan Februari dan paling lambat pada akhir bulan Juni atau Juli. Penetapan bulan Februari sebagai waktu untuk penyaluran DAK Tahap I paling cepat didasarkan pada ketersediaan kas di Rekening Umum Kas Negara (RKUN) yang biasanya masih terbatas pada awal tahun. Adapun pembatasan waktu maksimal penyaluran DAK Tahap I dimaksudkan untuk mendorong kegiatan DAK dilaksanakan sejak awal tahun dan dapat selesai sebelum tahun anggaran berakhir. Jika melihat data dalam tabel di atas khususnya data 2010-2013, maka pembatasan bulan Juli relatif aman untuk diterapkan karena hanya tiga sampai lima daerah saja yang belum mencairkan DAK Tahap I. Namun demikian, jika pemerintah pusat ingin kegiatan DAK segera dilaksanakan, penetapan batas waktu yang lebih awal dapat ditetapkan. Dengan batas waktu 30 Juni, potensi daerah yang tidak dapat mencairkan DAK sama sekali akan lebih sedikit jika dibandingkan dengan batas waktu 31 Mei. Selain untuk mempercepat pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, pembatasan waktu tersebut juga ditujukan agar kementerian teknis lebih cepat dan siap dalam menyusun petunjuk teknis (juknis) pelaksanaan DAK yang dibutuhkan sehingga meminimumkan potensi keterlambatan penetapan atau revisi juknis dimaksud. Penetapan juknis yang tepat waktu juga akan membantu daerah dalam melaksanakan kegiatan DAK lebih awal mengingat isu keterlambatan juknis sering kali dilontarkan pemerintah daerah dalam berbagai kesempatan. Namun demikian, dengan pembatasan waktu ini, terdapat potensi daerah yang tidak dapat mencairkan DAK dan melaksanakan kegiatan DAK. Jika hal ini terjadi, pemerintah daerah yang bersangkutan akan mengajukan keberatan/protes baik secara langsung kepada Kementerian Keuangan maupun dengan cara lain seperti melalui anggota dewan yang berasal dari daerah tersebut. Kekurangan lainnya dari pembatasan waktu penyaluran tersebut adalah tidak tercapainya prioritas nasional pada daerah-daerah yang tidak dapat dilakukan penyaluran
46
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
DAK Tahap I. Untuk itu, perlu diupayakan dan dipastikan seluruh pemerintah daerah memperoleh informasi mengenai pembatasan waktu ini sejak awal. Untuk Tahap II, penyaluran tercepat dilakukan pada bulan Mei dan terakhir pada tanggal 24 Desember (hari terakhir penyaluran DAK ke daerah). Terdapat satu daerah yang paling cepat mendapatkan penyaluran DAK Tahap II yaitu pada bulan Mei dengan nilai yang cukup besar yaitu sekitar Rp26 miliar. Penyaluran DAK Tahap II terbesar terjadi antara bulan September dan November, yaitu 79,4% dari jumlah DAK II yang tersalur. Namun demikian, terdapat 67 daerah dengan nilai DAK sebesar 11,6% dari total nilai penyaluran DAK Tahap II, yang baru mencairkan Tahap II pada bulan Desember dan empat daerah diantaranya mencairkan Tahap II setelah tanggal 20 Desember. Pencairan DAK Tahap II pada akhir tahun ini dapat mengindikasikan kinerja DAK di daerah yang tidak tercapai 100% dan potensi SiLPA yang semakin besar. Sebagai tahap terakhir, permintaan penyaluran Tahap III dilakukan setelah dana Tahap II tersisa 90% di kas daerah. Untuk tahun 2013, 92,7% penyaluran DAK Tahap III dilakukan pada bulan Desember. Jika dilihat lebih mendalam lagi, penyaluran Tahap III terkonsentrasi pada minggu ketiga dan minggu keempat bulan Desember. Pada dua minggu terakhir dari tahun 2013 tersebut, tersalur Rp4,9 triliun DAK Tahap III (72,7%) kepada 356 daerah penerima. Khusus untuk minggu keempat (23 dan 24 Desember), nilai terkecil yang tersalurkan adalah Rp385,4 juta dan nilai terbesar adalah Rp54,17 miliar. Seperti halnya penyaluran DAK Tahap II pada akhir tahun, penyaluran DAK Tahap III pada akhir tahun dengan jumlah yang cukup besar berpotensi tidak terserap sepenuhnya sehingga menjadi SiLPA pada akhir tahun. Potensi tersebut semakin besar terjadi bila terdapat daerah yang mencairkan DAK Tahap II dan Tahap III dalam waktu yang relatif dekat jika dilihat dari perspektif prosedur pengeluaran/pembayaran melalui kas daerah. Berdasarkan data yang dimiliki, terdapat 24 daerah yang mencairkan DAK Tahap II dan Tahap III pada bulan Desember. Dari ke-24 tersebut, jeda/interval hari terlama antara tanggal SP2D DAK Tahap II dan Tahap III adalah empat belas hari dan yang terpendek adalah
Pembahasan
47
empat hari. Khusus untuk jeda waktu yang pendek tersebut, akuntabilitas pengelolaan DAK perlu mendapatkan perhatihan. Terkait dengan besarnya pencairan DAK pada akhir tahun, pembatasan waktu terakhir pencairan DAK Tahap III perlu ditetapkan. Selama ini, batas waktu permintaan pencairan ditentukan pada akhir tahun menyesuaikan batas waktu penerbitan SP2D oleh KPPN. Kedepan, untuk memberikan kepastian bagi pemerintah daerah dan juga memberikan waktu yang cukup bagi pemerintah daerah memproses pembayaran kepada rekanan pelaksana kegiatan DAK, batas waktu yang diusulkan adalah selambat-lambatnya 15 Desember. Namun, jika ingin memastikan dana Tahap III dapat terserap dan potensi SiLPA berkurang, batas waktu yang lebih awal, seperti 1 Desember, dapat ditetapkan. Kelebihan dari penetapan batas waktu ini selain dari yang telah disebutkan sebelumnya, adalah berkurangnya beban kerja pegawai yang bertanggung jawab dalam memproses permintaan pencairan DAK, baik di Ditjen Perimbangan Keuangan maupun di Ditjen Perbendaharaan, yang semula menumpuk pada akhir tahun bergeser pada awal atau pertengahan Desember. Namun, dengan ada adanya pembatasan waktu tersebut, pemerintah daerah harus melakukan upaya yang lebih keras dalam menyerap dana Tahap II agar batasan waktu tersebut tidak terlewati. Jika batas waktu terlewati, maka pemerintah daerah harus menggunakan sumber pendanaan lain untuk melunasi sisa pembayaran kepada rekanan yang seharusnya menggunakan DAK Tahap III. Pendanaan lain tersebut dapat dijadikan sebagai dana pendamping dan dilaporkan pada laporan akhir DAK yang bersangkutan. Tahappelaksanaan III. Pendanaan laintahun tersebut dapat dijadikan sebagai dana pendamping dan dilaporkan pada laporan akhir pelaksanaan DAK tahun yang bersangkutan.
Grafik 4.6 Pembatasan Waktu Penyaluran secara Tahapan Grafik 4.4 Pembatasan Waktu Penyaluran secara Tahapan
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
Masa Salur Tahap I
JUN
JUL
AGU
SEP
OKT
NOV
DES
Batas Tahap III
Disamping itu, berdasarkan tingginya jumlah penyaluran DAK yang terealisasi pada
Disamping itu, berdasarkan tingginya jumlah penyaluran DAK yang terealisasi pada akhir tahun potensi terjadinya SiLPA di kas daerah adalah sangat tinggi. laporan penggunaan DAK yang diterima Kementerian Keuangan, selama empat tahun Berdasarkan laporan penggunaan DAK yang diterima Kementerian Keuangan, akhir tahun potensi terjadinya SiLPA di kas daerah adalah sangat tinggi. Berdasarkan
terakhir, selalu terdapat SiLPA DAK pada akhir tahun sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. SiLPA tersebut sebagian besar disumbangkan dari bidang pendidikan
48
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
yang tidak terserap terutama karena adanya permasalahan juknis. Potensi SiLPA sebenarnya dapat ditekan lagi jika penyaluran DAK Tahap III berdasarkan perkiraan kebutuhan pengeluaran untuk membayar kegiatan DAK sampai akhir tahun sesuai
selama empat tahun terakhir, selalu terdapat SiLPA DAK pada akhir tahun sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini. SiLPA tersebut sebagian besar disumbangkan dari bidang pendidikan yang tidak terserap terutama karena adanya permasalahan juknis. Potensi SiLPA sebenarnya dapat ditekan lagi jika penyaluran DAK Tahap III berdasarkan perkiraan kebutuhan pengeluaran untuk membayar kegiatan DAK sampai akhir tahun sesuai dengan daftar yang disampaikan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, persentase penyaluran DAK Tahap III merupakan batas tertinggi untuk dana yang dapat disalurkan pada tahap tersebut. Saat pemerintah daerah mengajukan pencairan DAK Tahap III, permintaan tersebut harus dilampirkan surat pernyataan kepala daerah yang berisi daftar kegiatan, biaya, dan sisa biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah daerah sampai akhir tahun. Kegiatan tersebut termasuk kegiatan yang dilaksanakan melalui kontrak dan swakelola. Tabel 4.3 Data Penyaluran dan Penyerapan DAK TA 2010-20131 Tahun
Alokasi
Penyaluran
Penyerapan
Sisa di RKUD
Rp Miliar
%
Rp Miliar
%
(Rp Miliar)
2010
21,133.4
20,952.6
99.14%
15054.3
71.85%
5,898.2
2011
25,232.8
24,803.5
98.30%
17285.1
69.69%
7,518.4
2012
26,115.9
25,941.5
99.33%
22416.8
86.41%
3,524.7
2013
29,697.1
28,807.8
97.01%
22307.2
77.43%
6,500.6
Sumber: Kementerian Keuangan, 2013. Data diolah.
1
Data diperoleh dari laporan daerah penerima DAK (sebagai syarat untuk
penyaluran tahap I tahun berikutnya). Untuk penyerapan 2014 berdasarkan laporan yang telah diterima sampai dengan 30 Juni 2014.
Pembahasan
49
Terkait dengan besaran persentase penyaluran DAK setiap tahapan, idealnya besaran persentase Tahap I lebih besar dan Tahap III lebih kecil dari persentase yang saat ini diterapkan. Persentase Tahap I lebih besar dimaksudkan untuk membekali pemerintah daerah dengan kas yang cukup untuk melaksanakan kegiatan DAK pada awal tahun. Namun demikian, persentase Tahap I yang lebih besar dapat meningkatkan potensi terjadinya SiLPA di daerah jika suatu kasus yang pernah terjadi pada tahun 2013 sebagaimana diilustrasikan berikut ini. Suatu daerah mendapatkan alokasi DAK sebesar Rp27,7 miliar untuk dua bidang, yaitu Rp26,8 miliar untuk bidang pendidikan dan Rp900 juta untuk bidang keselamatan transportasi darat. Jika persentase Tahap I dinaikkan menjadi 45%, maka daerah tersebut akan mendapatkan DAK Tahap I sekitar Rp12,5 miliar. Karena permasalahan juknis bidang pendidikan yang terlalu detail, daerah tersebut tidak melaksanakan kegiatan DAK bidang pendidikan dan hanya dapat melaksanakan DAK bidang keselamatan transportasi darat. Dengan demikian, terdapat dana sekitar Rp11,6 miliar menjadi idle di kas daerah dan tidak dapat digunakan oleh pemerintah daerah sampai tahun berikutnya melalui mekanisme optimalisasi sisa DAK. Pembatasan waktu penyaluran DAK Tahap I sebagaimana diusulkan sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan awarness dari kementerian teknis dapat menjadi salah satu solusi menjawab persoalan sebagaimana ilustrasi tersebut. Disamping itu, perlu dibuka mekanisme yang memungkinkan daerah menyampaikan pernyataan bahwa kegiatan suatu bidang tidak dapat dilaksanakan pada daerah tersebut. Hal ini untuk mengakomodasi permintaan banyak daerah yang tidak dapat melaksanakan kegiatan DAK, antara lain, karena jenis output/kegiatan yang ditentukan dalam juknis DAK sudah terpenuhi/sulit dilaksanakan. Terhadap alokasi DAK bidang dimaksud yang seharusnya diterima daerah tersebut, diusulkan agar tidak disalurkan dan apabila terlanjur disalurkan, diperhitungkan dengan penyaluran tahap berikutnya atau diperhitungkan dengan jenis transfer lain.
50
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Disamping itu, penyaluran Tahap I yang lebih besar membawa konsekuensi penyediaan kas yang cukup di Rekening Kas Umum Negara. Hal ini agak sulit dilakukan mengingat keterbatasan dana yang tersedia dan penerimaan negara dari pajak masih sangat terbatas pada awal tahun. Untuk itu, perlu koordinasi antara Ditjen Perimbangan Keuangan dan Ditjen Perbendaharaan membahas mengenai tingkat kemampuan kas negara untuk periode Februari - Juni untuk mentransfer DAK yang lebih besar. Adapun penyaluran DAK Tahap III dengan persentase yang lebih kecil, seperti 15% atau 20%, dapat dan perlu dilakukan. Saat ini, proporsi Tahap III adalah 25% dari alokasi DAK per daerah. Persentase Tahap III yang lebih kecil ini ditujukan untuk memperkecil terjadinya SiLPA pada akhir tahun. Dengan semakin kecilnya persentase Tahap III (persentase Tahap I dan Tahap II semakin besar), semakin banyak kegiatan DAK yang dapat dilaksanakan oleh daerah sejak awal tahun. Namun demikian, persentase 25% dapat dipertahankan jika terdapat batasan waktu penyaluran DAK Tahap III yang lebih awal dari kondisi saat ini dan penyalurannya didasarkan atas proyeksi kebutuhan pengeluaran riil terkait DAK sampai akhir tahun dari daerah. Pembatasan waktu yang dimaksud disini adalah antara 30 sampai dengan 15 hari sebelum tahun anggaran berakhir untuk memberikan waktu yang cukup bagi pemerintah daerah dalam memproses pembayaran kepada rekanannya. Adapun dengan penyaluran berdasarkan proyeksi kebutuhan pengeluaran riil daerah, persentase Tahap III yang ditetapkan nanti bersifat batas maksimum penyaluran Tahap III yang diperbolehkan. Diharapkan dengan adanya dua pembatasan tersebut, potensi SiLPA DAK pada akhir tahun dapat semakin diperkecil. Selain dengan pola penyaluran secara tahapan, dalam FGD tingkat pusat juga sempat dibahas mengenai pola penyaluran secara triwulanan. Pola penyaluran per triwulan ini mengikuti pola pelaporan pelaksanaan kegiatan DAK di daerah sesuai dengan amanat PP No. 55 Tahun 2005, sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini.
Pembahasan
51
Grafik 4.5 Pola Penyaluran secara Triwulan
Grafik 4.7 Pola Penyaluran secara Triwulan JAN
PEB
MAR
Laporan tw4t-1 14 Januari
APR
MEI
Laporan tw1t 14 April
JUN
JUL
AGU
Laporan tw2t 14 Juli
SEP
OKT
NOV
DES
Laporan tw3t 14 Okt
Laporan Pelaksanaan DAK Salur TW1
Salur TW2
Salur TW3
Salur TW4
Pasal 63 PP No. 55 Tahun 2005 menyebutkan bahwa laporan triwulan disampaikan oleh
Pasal 63 PP No. 55 Tahun 2005 menyebutkan bahwa laporan triwulan disampaikan oleh daerah paling lambat empat belas hari setelah triwulan yang Apabila daerah terlambat menyampaikan laporan tersebut, penyaluran DAK dapat berkenaan berakhir. Apabila daerah terlambat menyampaikan laporan tersebut, ditunda. Penyaluran DAK per triwulan sebaiknya dilakukan setelah batas waktu penyaluran DAK dapat ditunda. Penyaluran DAK per triwulan sebaiknya dilakukan tersebut. Kelebihan dari pola penyaluran secara triwulan ini adalah dapat setelah batas waktu tersebut. Kelebihan dari pola penyaluran secara triwulan ini mengakomodasi pelaksanaan Pasal 63 tersebut. Namun demikian, pelaksanaan adalah dapat mengakomodasi pelaksanaan Pasal 63 tersebut. Namun demikian, penyaluran secara triwulanan yang mengikuti pola pelaporan DAK menjadi kurang pelaksanaan penyaluran secara triwulanan yang mengikuti pola pelaporan DAK relevan ketika RUU HKPD disahkan. Dalam RUU tersebut, pelaporan DAK menjadi kurang relevan ketika RUU HKPD disahkan. Dalam RUU tersebut, dilaksanakan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal semester dua untuk laporan pelaporan DAK dilaksanakan setiap enam bulan sekali, yaitu pada awal semester pelaksanaan kegiatan selama semester 1 dan pada awal tahun berikutnya untuk dua untuk laporan pelaksanaan kegiatan selama semester 1 dan pada awal laporan akhir pelaksanaan kegiatan DAK. tahun berikutnya untuk laporan akhir pelaksanaan kegiatan DAK. daerah paling lambat empat belas hari setelah triwulan yang berkenaan berakhir.
Penyaluran secara triwulan ini sangat berbeda dengan pola penyaluran yang saat ini
Penyaluran secara triwulan ini sehingga sangat berbeda dengan dilakukan sejak enam tahun yang lalu dibutuhkan waktu pola untukpenyaluran persiapan
yang ini dilakukan sejakberjalan enam tahun lalu Persiapan sehingga dibutuhkan waktu agar saat pelaksanaannya dapat denganyang lancar. di tingkat pusat untuk persiapan agar pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar. Persiapan diantaranya adalah disusunnya sistem dan prosedur yang baru terkait penyaluran di tingkat diantaranya adalah disusunnya sistem dan yang baru DAK per pusat triwulan, rekomendasi penundaan penyaluran DAKprosedur dan rekomendasi terkait penyaluran triwulan, rekomendasi penyaluran DAK pencabutan sanksi DAK oleh per kementerian/lembaga teknispenundaan terkait, serta penundaan dan rekomendasi pencabutan sanksi oleh kementerian/lembaga teknis terkait, penyaluran dan penyaluran pasca pencabutan sanksi oleh Kementerian Keuangan. serta penundaan penyaluran dan penyaluran pasca pencabutan sanksi oleh Instansi di tingkat pusat tidak hanya Kementerian Keuangan, melainkan juga Kementerian Keuangan. di tingkat pusat tidak Kementerian Dalam Negeri,Instansi Kementerian PPN/Bappenas, danhanya seluruhKementerian K/L yang Keuangan, melainkan juga Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/ terkait dengan 19 bidang DAK. Sosialisasi kepada seluruh SKPD terkait DAK di seluruh Bappenas, seluruh K/L yang terkait dengan 19per bidang DAK. daerah perludan dilakukan sehingga pelaksanaan penyaluran triwulan danSosialisasi terutama kepada seluruh SKPD terkait DAK di seluruh daerah perlu dilakukan sehingga 61 pelaksanaan penyaluran per triwulan dan terutama pengenaan sanksi sudah diketahui oleh seluruh pemerintah daerah. Disamping itu, pemerintah daerah 52
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
juga perlu diberikan waktu untuk memperbaiki sistem koordinasi pelaporan DAK dijajarannya. Tanpa sistem koordinasi yang baik, dapat dipastikan banyak daerah yang akan terkena sanksi penundaan penyaluran DAK. Disamping alternatif penyaluran DAK secara triwulanan, dapat dipertimbangkan pola penyaluran yang mengikuti mekanisme performancebased transfer. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab II tentang konsep ResultBased Management (RBM), konsep tersebut sangat menekankan pentingnya akuntabilitas, membutuhkan monitoring dan penilaian yang berkelanjutan terhadap kemajuan atas pencapaian tujuan, termasuk di dalamnya pelaporan atas kinerja. Konsep ini memerlukan ukuran kinerja yang pasti dan memperhitungkan kinerja aktual dengan tepat. Untuk itu, jika penyaluran DAK menggunakan mekanisme output-based transfer, maka pemerintah pusat akan dapat mengarahkan dan mendapatkan secara pasti peruntukan DAK dalam mencapai target-target tertentu yang menjadi prioritas nasional. Output-based DAK ini sebenarnya sudah diujicobakan melalui Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2) sejak tahun 2011. Tujuan P2D2 (UIP P2D2, 2010) ini adalah untuk (i) peningkatan akuntabilitas dan pelaporan DAK pada sektor infrastruktur, (ii) peningkatan pelaporan keuangan dan pelaporan teknis serta verifikasi output DAK, dan (iii) peningkatan persentase output fisik dari DAK sektor infrastruktur. Dalam P2D2 ini, pemerintah memberikan dana insentif atas pelaksanaan kegiatan DAK yang dinilai memenuhi kriteria kelayakan. Output-based DAK ini diujicobakan pada pemerintah provinsi/kabupaten/kota di Provinsi Jambi, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Barat, dan Maluku utara, dengan fokus di bidang infrastruktur jalan, irigasi, dan air minum. Dalam pelaksanaannya, P2D2 melibatkan Kementerian Keuangan sebagai kementerian yang mengalokasikan dan menyalurkan DAK, Kementerian Pekerjaan Umum sebagai kementerian yang membina dan mengeluarkan juknis DAK infrastruktur, BPKP sebagai verifikator pelaksanaan kegiatan DAK di daerah, pemerintah daerah sebagai pelaksana kegiatan DAK, dan beberapa kementerian/ lembaga lainnya yang terkait.
Pembahasan
53
Dalam proyek ini, pemerintah daerah melaksanakan kegiatan DAK sesuai petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan kemudian melaporkan pelaksanaannya kepada Kementerian Keuangan, Kementerian PU, dan BPKP. Kemudian, BPKP memverifikasi secara sampling pelaksanaan kegiatan DAK tersebut dengan menggunakan beberapa kriteria, yaitu realisasi output fisik DAK yang ditandai dengan berita acara serah terima pekerjaan, ketaatan proses pengadaan barang/jasa pada peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah, dan ketaatan pada petunjuk teknis tentang pengamanan sosial dan lingkungan dalam melaksanakan kegiatan DAK. Jika output DAK yang diverifikasi oleh BPKP dinyatakan memenuhi kriteria (layak), pemerintah pusat memberikan dana insentif kepada pemerintah daerah sebesar 10% dari total biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output yang layak tersebut. Disamping memastikan realisasi fisik output kegiatan DAK melalui kegiatan verifikasi, P2D2 memperkenalkan juga sistem pelaporan yang menggunakan satu aplikasi secara online, yaitu Web-Based Reporting System (WBRS). WBRS menggabungkan laporan teknis kegiatan dan laporan keuangan yang selama ini dilaporkan melalui mekanisme yang berbeda. Disamping itu, dengan WBRS, pemerintah daerah diwajibkan mengunggah (upload) foto perkembangan pelaksanaan kegiatan DAK, yaitu pada akan dimulai (0%), pertengahan pelaksanaan (50%), dan telah selesai (100%). Foto-foto tersebut dilengkapi dengan geo-tagging yang memungkinkan verifikasi atas lokasi pelaksanaan kegiatan. Selain diujicobakan pada P2D2, output-based transfer sebenarnya juga telah digunakan untuk penyaluran dana hibah ke daerah. Dalam mekanisme hibah ke daerah sebagaimana diatur dalam PMK 188/PMK.07/2012 tentang Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, pemerintah daerah membiayai terlebih dahulu (prefinancing) pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan. Pergantian biaya tersebut (reimbursement) dilakukan secara bertahap sesuai dengan capaian kinerja/output yang telah dihasilkan. Dengan begitu, diharapkan
54
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
kegiatan hibah dapat terlaksana sesuai dengan standar yang ditentukan sekaligus meningkatkan rasa kepemilikan (sense of belonging) oleh Pemda. Kedua mekanisme tadi (P2D2 dan hibah ke daerah) perlu menjadi contoh pola penyaluran DAK ke depan. Penyaluran DAK dilakukan jika output yang ditetapkan berhasil dihasilkan oleh pemerintah daerah. Besaran DAK yang disalurkan adalah sesuai dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian, mekanisme ini dapat memastikan bahwa daerah melaksanakan kegiatan DAK dan menghasilkan output yang diinginkan, dan sisa DAK pada akhir tahun di kas daerah dapat ditekan. Namun, mekanisme baru dapat dilaksanakan dalam jangka menengah/ panjang karena memerlukan persiapan di segala aspek, terutama payung hukum. Dalam revisi UU No. 33 Tahun 2004 belum diatur tentang pola penyaluran DAK menggunakan mekanisme reimbursement/prefinancing. Penerapan mekanisme ini juga memerlukan pertimbangan kapasitas fiskal daerah dan oleh karena itu mekanisme ini diperuntukkan bagi pemerintah daerah yang memiliki SiLPA tinggi dan mempunyai kapasitas fiskal tinggi. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk “disinsentif” atas pengelolaan APBD yang kurang baik yang ditandai dengan tingginya SiLPA. Adapun untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal yang rendah, mekanisme DAK seperti saat ini masih perlu diterapkan tetapi dengan kualitas sistem pelaporan yang ditingkatkan, seperti penerapan WBRS secara penuh.
4.2 Analisis Kebijakan Dalam Pelaporan DAK Di dalam bagian ini, persepsi daerah atas kebijakan pelaporan DAK saat ini akan digali apakah mempermudah daerah dalam merealisasikan DAK atau sebaliknya. Sebagaimana diketahui sesuai dengan SEB DAK, SKPD penerima DAK harus menyiapkan beberapa laporan sebagai alat bagi K/L dalam melakukan monitoring, antara lain:
Pembahasan
55
a. Laporan triwulanan, memuat perencanaan pemanfaatan DAK, kesesuaian DPA-SKPD dengan Juknis, perkembangan pelaksanaan kegiatan, dan permasalahan yang timbul sesuai dengan format yang telah disediakan; b. Laporan penyerapan DAK, merupakan laporan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No 04/ PMK.07/2008 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah; c. Laporan akhir, yang merupakan laporan pelaksanaan akhir tahun yang disusun sesuai dengan format yang telah disediakan. Seluruh laporan tersebut mempunyai peranan yang strategis dalam meningkatkan kinerja pemerintah daerah melaksanakan kegiatan DAK dan juga dalam meningkatkan kualitas kebijakan terkait DAK yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Terkait dengan kinerja pemerintah daerah, dengan menyampaikan laporan secara rutin, pemerintah daerah akan mempersepsikan bahwa pelaksanaan DAK selalu dimonitor oleh pemerintah pusat sehingga mereka akan berusaha agar pelaksanaan seluruh kegiatan DAK dilaksanakan tepat waktu dan sesuai dengan juknis yang ditetapkan. Disamping itu, umpan balik yang diberikan oleh pemerintah pusat atas laporan yang diterima, dapat berdampak pada penyelesaian masalah yang dihadapi oleh daerah dalam melaksanakan kegiatan DAK. Disamping itu, dari sisi pemerintah pusat, informasi yang diperoleh dalam laporan pelaksanaan DAK merupakan informasi yang sangat penting dalam rangka evaluasi kebijakan DAK yang berlaku dan evaluasi mencapaian prioritas nasional yang ingin dicapai dari DAK. Lebih lanjut, laporan triwulanan dan laporan penyerapan DAK merupakan instrumen bagi pemerintah pusat dalam memonitor pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Setiap K/L yang terkait dapat melihat kegiatan DAK yang akan/sedang dilakukan untuk masing-masing bidang di setiap daerah dan perkembangannya dan kendala yang dihadapi. Sebagai tindak lanjut dari laporan tersebut, pemerintah pusat memberikan umpan balik mengenai solusi untuk menangani
56
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
permasalahan/kendala yang terjadi sehingga kegiatan DAK dapat dilaksanakan lebih baik sampai akhir tahun. Sementara itu, laporan akhir merupakan sumber informasi awal bagi pemerintah pusat mengevaluasi kebijakan dan pelaksanaan DAK tahun sebelumnya. Dari laporan tersebut, setidaknya dapat diperoleh informasi mengenai untuk output yang telah dihasilkan selama satu tahun dan kendala yang dihadapi dalam menghasilkan output tersebut. Dengan demikian, laporan triwulanan dan laporan akhir mempunyai arti penting untuk perbaikan kebijakan dan pelaksanaan DAK ke depan. Terhadap pengaturan pelaporan tersebut, dalam kuesioner ini dicoba untuk menggali perspektif daerah terhadap mekanisme maupun substansi dari pelaporan dimaksud. Yang pertama digali adalah terkait penyampaian laporan-laporan selain dari laporan penyerapan DAK oleh SKPD. Dari hasil tabulasi kuesioner, 78% responden menjawab SKPD di daerah menyampaikan laporan DAK kepada pemerintah pusat, sedangkan 14% menjawab tidak dan 8% responden tidak menjawab. Adapun ketika ditanyakan instansi pemerintah daerah yang mengoordinasi laporan dimaksud, sebanyak 30,6% menjawab DPKAD dan dan 31,5% menjawab Bappeda.
Pembahasan
57
SKPD di daerah menyampaikan laporan DAK kepada pemerintah pusat, sedangkan 14% menjawab tidak dan 8% responden tidak menjawab. Adapun ketika ditanyakan instansi pemerintah daerah yang mengoordinasi laporan dimaksud, sebanyak 30,6% menjawab DPKAD dan dan 31,5% menjawab Bappeda.
Grafik 4.8 Penyusunan DAK oleh SKPD Laporan DAK oleh SKPD
Grafik 4.6 Penyusunan Laporan
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah
Grafik 4.9 Koordinator pelaporan Grafik 4.7 Koordinator pelaporan DAK di DAK Daerah di Daerah
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah
Selanjutnya, terkait dengan bentuk laporan DAK saat ini, mayoritas dari responden setuju jika bentuk laporan seperti saat ini. Mayoritas responden 66 juga tidak setuju jika adadengan hal-halbentuk baru laporan yang akan isi dari dari laporan Selanjutnya, terkait DAKmenambah saat ini, mayoritas DAK saat ini.setuju jika bentuk laporan seperti saat ini. Mayoritas responden juga tidak responden setuju jika ada hal-hal baru yang akan menambah isi dari laporan DAK saat ini.
Grafik 4.10 Perspektif Daerah Terhadap Bentuk Laporan DAK Grafik 4.8 Perspektif Daerah Terhadap Bentuk Laporan DAK
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah Terkait dengan kendala dalam penyusunan laporan, mayoritas responden (53%) menyatakan bahwa penyusunan laporan menghadapi kendala. Rata-rata mereka
Laporanbahwa Monev Evaluasi Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah 58 berargumen SKPD Kebijakan terlambatPenyaluran, dalam menyampaikan laporan kepada Bappeda/DPPKAD. Sehubungan dengan hal tersebut, responden setuju jika pelaporan ini juga dijadikan syarat dalam penyaluran DAK. Hal ini ditujukan agar SKPD lebih
Terkait dengan kendala dalam penyusunan laporan, mayoritas responden (53%) menyatakan bahwa penyusunan laporan menghadapi kendala. Ratarata mereka berargumen bahwa SKPD terlambat dalam menyampaikan laporan kepada Bappeda/DPPKAD. Sehubungan dengan hal tersebut, responden setuju jika pelaporan ini juga dijadikan syarat dalam penyaluran DAK. Hal ini ditujukan agar SKPD lebih tertib dalam menyampaikan laporan. Bahkan daerah setuju jika mereka dikenakan sanksi atas ketidakpatuhan mereka dalam membuat dan menyampaikan laporan. Namun, ketika daerah diberikan beberapa alternatif sanksi terkait ketidakpatuhan tersebut, mayoritas tidak setuju jika sanksi dikaitkan dengan penundaan DAU/DBH. Daerah lebih setuju jika sanksi yang akan dikenakan adalah penundaan sejumlah persentase tertentu atas DAK dan sanksi administratif kepada kepala SKPD.
Grafik 4.11 Perspektif Daerah Terhadap kendala penyusunan Grafik 4.9 Perspektif Daerah Terhadap kendala penyusunan laporan DAK laporan DAK
Sumber: data diolah
Grafik 4.12 Perspektif Daerah jika Grafik 4.10 Perspektif Daerah jika Laporan DAK dijadikan Syarat Laporan DAK dijadikan Syarat Penyaluran DAKDAK Penyaluran
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah
Tabel 4.4 Perspektif Daerah atas Alternatif Sanksi atas Ketidakdisiplinan Penyampaian Laporan 1
2
3
4
5
Tabel 4.4 Perspektif Daerah atas Alternatif Sanksi atas Sangat tidak setuju 22.5% 7.5% 24.2% 10.0% 26.7% Ketidakdisiplinan Penyampaian Laporan Tidak Setuju
38.3%
27.5%
41.7%
6
7
8
30.8%
17.5%
11.7% 22.5%
28.3%
38.3%
39.2%
37.5%
Tidak Tahu
5.0% 1
5.0% 2
8.3% 3
9.2% 4
6.7% 5
5.0% 6
14.2% 7
8.3%8
Setuju
13.3%
40.0%
5.0%
30.8%
7.5%
5.0%
10.0%
29.2%
5.0%
4.2%
1.7%
0.8%
1.7%
0.0%
1.7%
12.5%
Sangat tidak setuju 22.5% 7.5% 24.2% 10.0% 26.7% 30.8% 17.5% 11.7% Sangat Setuju
Tidak Setuju Tidak Menjawab
38.3% 28.3% 38.3% 39.2% 19.2% 37.5% 15.8% 22.5% 15.8% 27.5% 15.8% 41.7% 19.2% 20.8% 19.2% 20.0%
Sumber: Data diolah
Keterangan : Pembahasan 59 1. Penundaan 100% penyaluran DAK tahap berikutnya 2. Penundaan persentase tertentu atas penyaluran DAK untuk tahap berikutnya 3. Alokasi yang belum tersalurkan dihapuskan 4. Perhitungan sisa DAK tahun sebelumnya dengan alokasi DAK tahun
1
2
3
4
5
Tidak Tahu
5.0%
5.0%
8.3%
9.2%
6.7%
5.0% 14.2% 8.3%
Setuju
13.3% 40.0% 5.0% 30.8% 7.5%
5.0% 10.0% 29.2%
Sangat Setuju
5.0%
0.0%
Tidak Menjawab
15.8% 15.8% 19.2% 20.8% 19.2% 20.0% 19.2% 15.8%
4.2%
1.7%
0.8%
1.7%
6
7
8
1.7% 12.5%
Sumber: Data diolah
Keterangan : 1. Penundaan 100% penyaluran DAK tahap berikutnya 2. Penundaan persentase tertentu atas penyaluran DAK untuk tahap berikutnya 3. Alokasi yang belum tersalurkan dihapuskan 4. Perhitungan sisa DAK tahun sebelumnya dengan alokasi DAK tahun bersangkutan 5. Penundaan DAU/DBH 6. Pemotongan DAU/DBH 7. Sanksi Administrasi kepada Kepala Daerah 8. Sanksi Administrasi kepada Kepala SKPD Selanjutnya, ketika disinggung terkait dengan penggunaan satu aplikasi pelaporan, 90% responden daerah menyatakan setuju atas wacana dimaksud.
60
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Grafik 4.13 Perspektif Daerah atas Penggunaan Satu Aplikasi Untuk Pelaporan Grafik 4.11 Perspektif Daerah atas Penggunaan Satu Aplikasi Untuk Pelaporan
Sumber: Data diolah
Sumber: Data diolah Pada FGD di tingkat pusat, dibahas mengenai kinerja pelaporan triwulanan DAK
Pada FGD tingkat pusat, dibahasdata mengenai kinerja pelaporan triwulanan khususnya padaditahun 2013. Berdasarkan Sekretariat Bersama DAK, Kemendagri, DAK khususnya pada oleh tahun 2013. daerah Berdasarkan data Sekretariat Bersama tingkat pelaporan DAK pemerintah mulai meningkat sejak dilaksanakan DAK, Kemendagri, pelaporan pemerintah daerah mulai kegiatan dekonsentrasitingkat koordinasi pelaporanDAK DAK.oleh Untuk tahun 2013, dari 518 daerah meningkat sejak kegiatan dekonsentrasi penerima DAK 417dilaksanakan diantaranya telah menyampaikan laporankoordinasi pelaksanaanpelaporan kegiatan DAK. Untuk tahun 2013, dari 518 daerah penerima DAK 417 diantaranya DAK triwulan I, 433 daerah menyampaikan laporan triwulan II, 413 daerah telah menyampaikan laporanIII,pelaksanaan kegiatan DAK triwulan I, 433 menyampaikan laporan triwulan dan 341 daerah menyampaikan laporan triwulan daerah menyampaikan laporan II, 413 setidaknya daerah menyampaikan laporan IV. Secara umum, 485 daerah telahtriwulan menyampaikan satu laporan triwulan. triwulan III, dan 341 daerah laporan triwulan IV. masing-masing Secara umum, Dilihat dari persentase, tingkatmenyampaikan penyampaian laporan triwulan untuk 485 daerah telah menyampaikan setidaknya satu laporan triwulan. triwulan telah mencapai rata-rata 79% kecuali untuk triwulan IV yang masih Dilihat 65,8%. dari persentase, penyampaian laporan triwulan untuk Tabel di bawah initingkat memperlihatkan persentase penyampaian laporanmasing-masing triwulanan per triwulan provinsi. telah mencapai rata-rata 79% kecuali untuk triwulan IV yang masih 65,8%. Tabel di bawah ini memperlihatkan persentase penyampaian laporan triwulanan per provinsi.
69
Pembahasan
61
Tabel 4.5 Persentase Penyampaian Laporan Triwulanan Per Provinsi Tahun 2013 Tabel 4.5 Persentase Penyampaian Laporan Triwulanan Per Provinsi Tahun 2013 (data per 15 September 2014) (data per 15 September 2014)
NO
% DAERAH YG MELAPORKAN LAPORAN TRIWULAN
DATA DAERAH I
II
III
1
Aceh
95,83
Sumatera Utara
70,59
58,82
70,59
50,00
91,18
3
Sumatera Barat
70,00
100,00
100,00
100,00
100,00
4
Sumatera Sel atan
5
Ri au Kepul auan Ri au
75,00
93,75
100,00
62,50
25,00
% DAERAH YANG MELAPORKAN
2
6
100,00
IV
56,25
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
8,33
100,00
87,50
100,00
100,00
100,00
100,00
7
Jambi
100,00
83,33
100,00
100,00
100,00
8
Bangka Bel i tung
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Bengkul u
9,09
9,09
81,82
9,09
81,82
10
Lampung
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
11
9
Jawa Barat
74,07
88,89
96,30
100,00
100,00
100,00
12
Jawa Tengah
13
Banten
14
DI Yogyakarta
15
Jawa Ti mur
16
Bal i
17
100,00
100,00
33,33
100,00
11,11
100,00
100,00
100,00
100,00
-
74,36
38,46
25,64
20,51
100,00 79,49
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
26,67
60,00
60,00
26,67
80,00
18
Kal i mantan Tengah
100,00
100,00
92,86
100,00
100,00
19
Kal i mantan Sel atan
100,00
84,62
84,62
84,62
100,00
20
Kal i mantan Barat
85,19
Kal i mantan Ti mur
100,00
100,00
92,31
21
Sul awes i Utara
100,00
100,00
100,00
50,00
100,00
22
Sul awes i Tengah
75,00
83,33
33,33
100,00
100,00
23
Sul awes i Sel atan
88,00
100,00
84,00
84,00
100,00
24
Sul awes i Barat
100,00
100,00
100,00
-
100,00
25
Sul awes i Tenggara
26
Gorontal o
85,71
100,00
100,00
100,00
100,00
27
Nus a Tenggara Barat
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
Nus a Tenggara Ti mur
100,00
100,00
90,91
54,55
100,00
8,33
100,00
100,00
8,33
100,00
20,00
20,00
30,00
100,00
100,00
100,00
28
84,62
29
Mal uku
30
Mal uku Utara
31
Papua
32
Papua Barat
16,67
TOTAL
80,50
20,00 100,00
92,31
100,00 -
78,57
100,00
100,00
100,00
8,33
8,33
79,73
65,83
100,00
100,00
25,00
93,63
Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK, Kementerian Dalam Negeri, 2013
Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK, Kementerian Dalam Negeri,Dari 2013 tabel tersebut, terlihat sampai dengan bulan September 2014, masih terdapat beberapa daerah yang belum menyampaikan laporan triwulanan tahun 2013. Pemerintah daerah yang kurang dalam taat dalam menyampaikan laporan adalah
Dari tabel tersebut, terlihatdaerah sampai dengan bulan masih pemerintah daerah-pemerintah di Provinsi MalukuSeptember Utara dan 2014, Papua Barat. terdapat menyampaikan laporan triwulanan triwulananadalah tahun Adapun beberapa pemerintahdaerah daerahyang yang belum menyampaikan seluruh laporan 2013. Pemerintah daerah yang kurang dalam taat dalam menyampaikan laporan daerah-daerah yang berada di Provinsi Bangka Belitung, Lampung, Jawa Tengah, DIY, adalah pemerintah Bali, NTB, dan Papua.daerah-pemerintah daerah di Provinsi Maluku Utara dan Papua Barat. Adapun pemerintah daerah yang menyampaikan seluruh laporan triwulanan adalah daerah-daerah yang berada di Provinsi Bangka Belitung, 70 Lampung, Jawa Tengah, DIY, Bali, NTB, dan Papua. 62
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Namun demikian, tabel di atas hanya menunjukkan daerah - daerah yang menyampaikan laporan triwulanan melalui tim koordinasi di tingkat provinsi. Tabel tersebut belum mengukur kinerja pelaporan DAK yang sebenarnya yaitu ketepatan waktu penyampaian dan kelengkapan laporan. Kinerja ketepatan waktu diukur dari penyampaian laporan sebelum batas waktu yang ditetapkan. Adapun kelengkapan laporan terkait dengan pengisian informasi sesuai dengan format yang ditentukan. Untuk ketepatan waktu, berdasarkan informasi dari Sekretariat Bersama SEB DAK, hanya sekitar 41% pemerintah daerah yang melaporkan sesuai tenggat waktu yang diberikan. Adanya 41% daerah yang melaporkan pelaksanaan DAK per triwulan secara tepat waktu diperoleh setelah Sekretariat Bersama SEB DAK melaksanakan kegiatan dekonsentrasi penguatan peran provinsi dalam pengendalian, pelaporan dan evaluasi pemanfaatan program dana alokasi khusus (DAK). Pada dasarnya, angka tersebut masih relatif rendah walaupun kewajiban penyampaian laporan triwulanan merupakan amanat PP No. 55 Tahun 2005. Sebenarnya pemerintah pusat mempunyai tools yang dapat meningkatkan kepatuhan dan ketepatan waktu pemerintah daerah menyampaikan laporan dimaksud. Pasal 63 PP No. 55 Tahun 2005 menyebutkan bahwa kepala daerah menyampaikan laporan triwulan yang memuat (i) laporan pelaksanaan kegiatan dan (ii) penggunaan DAK kepada Menteri Keuangan, menteri teknis, dan Menteri Dalam Negeri. Laporan triwulanan disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari setelah triwulan yang bersangkutan berakhir. Ketidakpatuhan atas penyampaian laporan tersebut dapat dikenakan sanksi penundaan penyaluran DAK. Selanjutnya, Pasal 65 mengamanatkan bahwa kententuan lebih lanjut mengenai penetapan program dan kegiatan, penyaluran dan pelaporan diatur dalam peraturan menteri keuangan. Namun, sampai saat ini tidak ada peraturan pelaksana yang menjabarkan lebih lanjut pelaksanaan pelaporan triwulan dan akhir serta penerapan sanksi sehingga tidak semua daerah menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK secara tepat waktu. Peraturan pelaksana yang ada saat ini adalah PMK
Pembahasan
63
183/PMK.07/2013 mengenai Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah, yang hanya mengatur pelaporan dari sisi keuangan, yaitu laporan realisasi penyerapan dari masing-masing tahap penyaluran dan laporan penggunaan DAK dan tidak mengatur mengenai penundaan penyaluran DAK jika daerah terlambat menyampaikan laporan triwulanan. Memang saat ini telah ada SEB DAK yang mengatur tentang pelaksanaan pemantauan teknis pelaksanaan dan evaluasi pemanfaatan DAK, termasuk didalamnya sistem pelaporan DAK. SEB DAK tersebut ditandatangani oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri. Tetapi didalam hirarki peraturan perundangan, SEB bukan merupakan produk hukum sehingga tidak terdapat sanksi jika pemerintah daerah tidak menjalankan SEB tersebut. Berbagai upaya meningkatkan kepatuhan penyampaian laporan DAK telah dilaksanakan. Misalnya, Kementerian Dalam Negeri melaksanakan kegiatan dekonsentrasi penguatan peran provinsi dalam pengendalian, pelaporan dan evaluasi pemanfaatan program dana alokasi khusus (DAK) dengan membentuk Tim Koordinasi Pelaksanaan, Pemantauan, dan Evaluasi DAK di Tingkat Provinsi (TKP2ED) atau disebut Tim Pokja Provinsi. Tim tersebut beranggotakan wakil-wakil dari Bappeda, Biro Administrasi Pembangunan/sebutan lain, satuan kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD), dan SKPD yang berisi perwakilan/pembina bidang-bidang DAK di Tingkat Provinsi. Tim Pokja Provinsi memfasilitasi terbentuknya tim pokja di tingkat kabupaten/kota dengan komposisi keanggotaan hampir sama. Tugas utama dari tim pokja tersebut adalah melakukan koordinasi dengan organisasi pelaksana pusat dan daerah melalui forum koordinasi, melakukan pemantauan dan evaluasi teknis pelaksanaan DAK, dan mengoordinasikan dan mengonsolidasikan laporan pemantuan teknis pelaksanaan DAK dari SKPD dan kemudian menyampaikan laporan tersebut ke provinsi/pusat. Upaya lainnya adalah melalui kebijakan untuk memasukan kinerja pelaporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK sebagai salah satu indikator teknis
64
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
dalam perhitungan alokasi DAK tahun 2014. Dampak dari mekanisme ini baru dapat dirasakan setidaknya mulai tahun 2015. Namun demikian, upaya ini belum dapat memastikan bahwa semua daerah akan menyampaikan laporan dimaksud karena dengan metode pengalokasian DAK yang digunakan saat ini memungkinkan daerah yang tidak melaporkan kegiatannya tetap mendapatkan DAK. Untuk meningkatkan kepatuhan dan ketepatan waktu penyampaian laporan triwulanan, pemerintah pusat perlu melaksanakan penerapan sanksi penundaan penyaluran DAK. Tetapi mengingat adanya perbedaan waktu penyampaian laporan yang dilakukan setiap triwulan dan penyaluran DAK yang dilakukan berdasarkan tahapan, penerapan sanksi menjadi sulit diimplementasikan. Seperti yang dijelaskan pada subbab sebelumnya, penyaluran secara triwulanan menjadi salah satu alternatif pola penyaluran DAK yang sesuai dengan pola penyampaian laporan, tetapi perubahan penyaluran secara tahapan menjadi triwulanan membutuhkan waktu yang cukup persiapan dan diseminasi baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Salah satu solusi yang mungkin diterapkan adalah memasukan laporan pelaksanaan DAK sebagai salah satu syarat penyaluran DAK, dengan merevisi PMK 183/PMK.07/2013. Revisi PMK juga memuat batasan tanggung jawab Kementerian Keuangan, yaitu hanya membuat check list laporan yang diterima dan meneruskan laporan teknis kepada K/L terkait sebagai bahan monitoring dan evaluasi DAK. Penyaluran DAK tetap mengacu pada kelengkapan persyaratan laporan yang diterima Kementerian Keuangan. Terkait dengan adanya perbedaan pola waktu penyampaian laporan dengan penyaluran, jumlah laporan yang dilampirkan sebagai dokumen pencairan DAK tergantung waktu permintaan pencairan DAK. Sebagai contoh, jika daerah menyampaikan permintaan pencairan Tahap I pada bulan Mei, maka laporan yang disampaikan harus meliputi laporan triwulan 4 tahun sebelumnya dan laporan triwulan 1 tahun berjalan. Dengan demikian, solusi ini memungkinkan
Pembahasan
65
peningkatan penyampaian laporan DAK tetapi tidak memastikan laporan tepat waktu disampaikan. Ukuran kinerja pelaporan lainnya adalah kelengkapan informasi. Sampai saat ini, masih banyak laporan yang disampaikan tidak lengkap-jika dilihat kelengkapan data yang diisi sesuai format laporan SEB DAK. Sekretariat Bersama SEB DAK belum mendalami seberapa banyak daerah yang belum mengisi secara lengkap informasi yang diminta sesuai format SEB DAK. Namun demikian, ketidaklengkapan tersebut mungkin disebabkan karena adanya kebingungan daerah atas perbedaan format laporan antara format laporan SEB DAK dan format laporan Juknis DAK. Dari 16 K/L pembina DAK di tingkat pusat, hanya delapan K/L yang format laporannya sesuai dengan SEB DAK, diantaranya adalah Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Kemenhub, Kemendagri, Kementan, Kemendikbud, dan Kemenkes. Perbedaan format laporan ini tentunya akan menambah beban kerja SKPD dalam menyiapkan laporan triwulanan, terlebih jika pemerintah daerah diharuskan menyampaikan laporan triwulanan empat belas hari setelah triwulan yang berkenaan berakhir. Untuk mempermudah daerah dalam menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK, perlu adanya format standar yang dapat dipakai oleh seluruh K/L pembina DAK. Beberapa data teknis yang dapat dibutuhkan tetapi tidak dapat diakomodasi dalam format laporan standar tersebut dapat dipisahkan dalam lampiran tersendiri. Disamping perbedaan format, alur dan waktu pelaporan antara SEB DAK dan Juknis DAK juga berbeda. Hanya enam dari enam belas K/L pembina DAK yang alur dan waktu pelaporannya sesuai dengan SEB DAK. Alur pelaporan yang sesuai adalah setiap SKPD kabupaten/kota/provinsi melaporkan kepada sekretaris daerah untuk kemudian dikompilasi. Laporan kompilasi disampaikan oleh kepala daerah kepada kementerian teknis, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Keuangan, serta tembusan kepada dan gubernur. Alur pelaporan sesuai SEB dapat dilihat pada Grafik 3.4. Tabel berikut ini menyajikan kesesuaian/ perbedaan alur dan waktu pelaporan DAK.
66
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Tabel 4.6 Alur dan Waktu Pelaporan DAK No
Bidang
Alur Pelaporan DAK
Waktu Pelaporan DAK
1
Sarpras Daerah Tertinggal
Sesuai SEB
Sesuai SEB
2
Keselamatan Transportasi Sesuai SEB Darat
Sesuai SEB
3
Transportasi Perdesaan
Sesuai SEB
Sesuai SEB
4
Pertanian
SKPD Pertanian di Kab/Kota/Provinsi ke Kementerian c.q. Menkeu, Dirjen/ Kepala Badan Lingkup Kementan
Sesuai SEB
5
Prasarana Pemerintahan Daerah (Praspem)
Sesuai SEB
Sesuai SEB
6
Lingkungan Hidup
Kepala Institusi Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten/ Kota Kepala Instansi Lingkungan Hidup Provinsi KemenLH
Laporan Triwulan dan rekapnya paling lambat 2 – 3 minggu. Sedangkan Laporan akhir dan rekapnya paling lambat 4 – 6 minggu
7
Energi Perdesaan
Sesuai SEB
Sesuai SEB
8
Infrastruktur (Jalan, Irigasi, Air Minum, dan Sanitasi)
SKPD Bupati/Walikota/ Gubernur Balai Satker Pusat Dirjen Terkait
Paling lambat 25 hari
9
Kehutanan
SKPD ke Menhut
Sesuai SEB
10
Perdagangan
SKPD ke Menteri Perdagangan
Sesuai SEB
11
Kelautan dan Perikanan
Sesuai SEB
Paling lambat 5 hari
12
Perumahan dan Kawasan Permukiman
Sesuai SEB
Sesuai SEB
13
Sarpras Perbatasan
Bupati dan Gubernur Kepala BNPP
Setiap triwulan dan akhir tahun
Pembahasan
67
No
Bidang
Alur Pelaporan DAK
Waktu Pelaporan DAK
14
Pendidikan (Dasar dan Menengah)
PPS KepSek SKPD Kab/ Kota Bupati/Walikota Pusat
Sesuai SEB
15
Kesehatan
Sesuai SEB
Sesuai SEB
16
KB
Kepala SKPD di Kab/Kota Setiap triwulan dan akhir tahun ke Tim Pengendali DAK di Prov Pusat
Sumber: Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK, Kementerian Dalam Negeri, 2013
Seperti halnya dengan perbedaan format laporan, perbedaan alur dan waktu pelaporan DAK juga akan membingungkan pemerintah daerah dalam melaporkan kegiatan DAK. Jika mengikuti kedua alur dan waktu, waktu produktivitas setiap SKPD akan banyak tersita untuk memenuhi kewajiban pelaporan saja. Oleh karena itu, perlu adanya sinkronisasi antara alur dan waktu pelaporan yang ditetapkan dalam SEB dengan juknis DAK. Disamping itu, untuk mempermudah dan mempercepat pelaporan dari daerah, perlu digunakan satu aplikasi yang memungkinkan penyampaian laporan secara elektronik. Seperti hasil FGD di daerah, bahwa 90% respon setuju/sangat setuju jika pelaporan DAK dilakukan melalui satu aplikasi. Saat ini, Kementerian Keuangan telah mengembangkan Web-Based Reporting System (WBRS) yang telah diuji coba pada lima provinsi percontohan untuk DAK infrastruktur (jalan, irigasi, dan air minum). WBRS telah diperkenalkan kepada Sekretariat Bersama DAK dan diharapkan dapat diterapkan secara menyeluruh baik untuk seluruh bidang dan seluruh daerah dalam waktu tidak terlalu lama.
68
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
4.3 Analisis Kebijakan Dalam Monitoring dan Evaluasi DAK Di dalam bagian ini, akan digali persepsi daerah atas kebijakan monitoring dan evaluasi DAK dalam membantu daerah dalam melaksanakan DAK atau sebaliknya. Sebagaimana dengan pelaporan, pemantauan dan evaluasi DAK secara umum juga diatur dalam PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 64 PP tersebut, pemantauan dan evaluasi terhadap pemanfaatan dan teknis pelaksanaan kegiatan yang didanai dari DAK dilakukan secara bersama-sama antara Menneg PPN dan Mendagri, sedangkan untuk pemantauan dan evaluasi pengelolaan keuangan DAK dilakukan oleh Menkeu. Selanjutnya berdasarkan SEB DAK, dalam monitoring pelaksanaan DAK terdapat beberapa aspek yang akan dilihat, yaitu aspek teknis dan aspek keuangan. Adapun ruang lingkup pemantauan dari aspek teknis adalah: 1. kesesuaian antara kegiatan DAK dengan usulan kegiatan yang ada dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD); 2. kesesuaian pemanfaatan DAK dalam Dokumen Pelaksana Anggaran– Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA-SKPD) dengan petunjuk teknis dan pelaksanaan di lapangan; 3. realisasi waktu pelaksanaan, lokasi, dan sasaran pelaksanaan dengan perencanaan. Sedangkan yang menjadi ruang lingkup pemantauan dari aspek keuangan adalah: 1. penyediaan dana pendamping; 2. realisasi penyerapan yang meliputi realisasi keuangan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah; 3. realisasi pembayaran dari rekenening kas umum daerah Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) kepada pihak ketiga.
Pembahasan
69
Sedangkan yang menjadi ruang lingkup pemantauan dari aspek keuangan adalah: 1. penyediaan dana pendamping; 2. realisasi penyerapan yang meliputi realisasi keuangan dari rekening kas umum negara ke rekening kas umum daerah;
Sehubungan dengan hal tersebut, di dalam bagian ini akan digali secara 3. realisasi pembayaran dari rekenening kas umum daerah Surat Perintah Pencairan mendalam terkait dengan daerah terhadap kebijakan monev yang Dana (SP2D) kepada pihak perspektif ketiga.
ada saat ini. Yang pertama digali adalah eksistensi tim koordinasi pemantauan Sehubungan dengan hal tersebut, di dalam bagian ini akan digali secara DAK di daerah dan keterlibatan provinsi dalam pelaksanaan monitoring dan mendalam terkait dengan perspektif daerah terhadap kebijakan monev yang ada saat evaluasi. Seperti yang terlihat pada grafik 4.14 dan grafik 4.15, terlihat bahwa ini. Yang pertama digali adalah eksistensi tim koordinasi pemantauan DAK di daerah 60% responden manyatakan bahwa di daerah mereka terdapat tim koordinasi dan keterlibatan provinsi dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Seperti yang pemantauan DAK, tetapi 31% dari responden menyampaikan hal sebaliknya. terlihat pada grafik 4.14 dan grafik 4.15, terlihat bahwa 60% responden manyatakan Adapun untuk keterlibatan provinsi dalam monitoring DAK, sebanyak 58% bahwa di daerah mereka terdapat tim koordinasi pemantauan DAK, tetapi 31% dari responden menyampaikan bahwa selama ini provinsi terlibat dalam monitoring responden menyampaikan hal sebaliknya. Adapun untuk keterlibatan provinsi dalam dan evaluasi DAK di tingkat kabupaten/kota dan terdapat 35% responden dengan monitoring DAK, sebanyak 58% responden menyampaikan bahwa selama ini provinsi pendapat yang berlawanan. terlibat dalam monitoring dan evaluasi DAK di tingkat kabupaten/kota dan terdapat 35% responden dengan pendapat yang berlawanan.
Grafik 4.14 Eksistensi TKP Grafik 4.12 TKP DAK di DAKEksistensi di daerah daerah
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah
Grafik 4.15 Keterlibatan Provinsi Grafik dalam 4.13 Keterlibatan Provinsi dalam Monev DAK Monev DAK
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah 77
Hasil FGD yang dilakukan di 10 daerah juga menyampaikan hal yang sama, dari 10 daerah tersebut, sebagian besar menyatakan bahwa peranan provinsi boleh dibilang kurang dalam melakukan monitoring dan evaluasi DAK, alasannya adalah ketiadaan anggaran untuk pelaporan dan monev. Kalaupun monev ada hanya sebatas untuk SKPD provinsi yang menerima DAK saja, belum monev ke pelaksanaan DAK di daerah.
70
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
10 daerah tersebut, sebagian besar menyatakan bahwa peranan provinsi boleh dibilang kurang dalam melakukan monitoring dan evaluasi DAK, alasannya adalah ketiadaan anggaran untuk pelaporan dan monev. Kalaupun monev ada hanya sebatas untuk SKPD provinsi yang menerima DAK saja, belum monev ke pelaksanaan DAK di
Terkait dengan pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh daerah. pemerintah pusat, ketika ditanyakan adanya tumpang tindih pelaksanaan monev, Terkait dengan pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh
ternyata mayoritas daerah responden menyatakan tidak, bahkan ketika ditanyakan pemerintah pusat, ketika ditanyakan adanya tumpang tindih pelaksanaan monev, dalam FGD di daerah sampel, mayoritas peserta FGD mengusulkan agar monev ternyata mayoritas daerah responden menyatakan tidak, bahkan ketika ditanyakan dilaksanakan secara rutin untuk membantu daerah dalam melaksanakan DAK dalam FGD di daerah sampel, mayoritas peserta FGD mengusulkan agar monev karena mereka berpandangan bahwa monev yang dilakukan oleh pemerintah dilaksanakan secara rutin untuk membantu daerah dalam melaksanakan DAK karena pusat sangat bermanfaat. Hal ini sesuai dengan hasil tabulasi kuesioner yang mereka berpandangan bahwa monev yang dilakukan oleh pemerintah pusat sangat menyebutkan bahwa lebih dari 70% responden mendapatkan manfaat dari bermanfaat. Hal ini sesuai dengan hasil tabulasi kuesioner yang menyebutkan bahwa adanya monev yang dilakukan oleh pusat. lebih dari 70% responden mendapatkan manfaat dari adanya monev yang dilakukan pusat. oleh Grafik 4.16 Perspektif Daerah atas Grafik 4.17 Perspektif Daerah atas Grafik 4.14 Perspektif Daerah atas Grafik 4.7 Perspektif Daerah atas yang adakah Pelaksanaan Monev Pusat apakah adakah manfaat dari Monev Pelaksanaan Monev Pusat apakah tumpang manfaat dari Monev yang dilakukan Pusat tumpang tindih dilakukan Pusat tindih
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah
Sumber: data diolah
Dalam FGD di tingkat pusat, terungkap beberapa permasalahan yang
Dalam FGD di tingkat pusat, terungkap beberapa permasalahan yang melatarbelakangi kekurangefektifan kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan melatarbelakangi kekurangefektifan kegiatan monitoring dan evaluasi yang oleh instansi pemerintah pusat atas pelaksanaan kegiatan DAK selama ini. Beberapa dilakukan oleh instansi pemerintah pusat atas pelaksanaan kegiatan DAK 78 selama ini. Beberapa permasalahannya antara lain adalah adanya saling silang (cross cutting) kewenangan monitoring dan evaluasi antara K/L, SOP koordinasi monitoring dan evaluasi yang belum berlangsung secara efektif, metodologi pengukuran yang belum disepakati, dan kesulitan memperoleh data terkait hasil monitoring dan evaluasi DAK yang pernah dilakukan sebelumnya. Disamping itu, dari sekian banyak kegiatan monitoring dan evaluasi DAK yang
Pembahasan
71
telah dilakukan, umpan balik yang berikan kepada daerah guna memperbaiki pelaksanaan DAK juga belum secara cepat diberikan sehingga mempengaruhi pelaksanaan dan penyerapan DAK. Sebagai contoh adalah permasalahan juknis DAK pendidikan yang berulang kali terjadi walaupun sudah banyak laporan hasil kegiatan monitoring dan evaluasi yang mengangkat hal tersebut. Para peserta FGD pusat sepakat akan perlunya peningkatan efektivitas monitoring dan evaluasi DAK agar hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara langsung menggambarkan manfaat yang sesungguhnya bagi perbaikan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk meningkatkan efektivitas monitoring dan evaluasi DAK, diperlukan metodologi monitoring dan evaluasi yang tepat, baik yang terkait dengan pemantauan fisik di lapangan maupun mekanisme penyampaian laporan periodik secara elektronik. Selain itu, perlu pula disiapkan basis data pendahuluan (baseline data) yang menjadi tolok ukur pengukuran keberhasilan pelaksanaan kegiatan DAK di daerah. Pelaporan periodik melalui satu aplikasi yang dapat digunakan oleh seluruh pemangku kepentingan DAK, seperti Web Based Reporting System (WBRS) sebagai tools monitoring dan evaluasi DAK secara elektronik akan membantu pemerintah pusat dalam mengatasi keterbatasan sumber daya manusia dan keuangan. Dengan adanya instrumen pelaporan tersebut, monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara populasi, tidak berdasarkan sampel seperti saat ini.
72
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1 Simpulan 1. Kebijakan penyaluran DAK saat ini, tahapan penyaluran dan persyaratan penyaluran, sudah dianggap tepat dan tidak menyulitkan oleh sebagian besar responden dari pemerintah daerah. Hal ini diperkuat dengan jawaban responden yang menyatakan tidak setuju atas beberapa alternatif pola penyaluran DAK seperti triwulanan, sistem pembayaran pendahuluan, penyaluran per bidang, dan penyaluran per bulan. 2. Dengan pola penyaluran DAK saat ini, terdapat tidak sedikit daerah yang baru mencairkan DAK Tahap I setelah pertengahan tahun. Untuk tahap II, tersalur sebesar Rp1,5 triliun pada bulan Desember untuk 67 daerah dan empat daerah diantaranya baru mendapatkan dana DAK Tahap II setelah tanggal 20 Desember. Penyaluran Tahap III terkonsentrasi pada minggu ketiga dan minggu keempat bulan Desember dengan nilai Rp4,9 triliun untuk 356 daerah penerima. 3. Pencairan pada akhir tahun ini berdampak pada pelaksanaan kegiatan DAK yang mendekati akhir tahun anggaran. Disamping itu, banyak pemerintah daerah yang mencairkan DAK Tahap II dan Tahap III ketika hampir tutup tahun anggaran sehingga menyebabkan terjadinya SiLPA DAK pada APBD selama beberapa tahun terakhir. SiLPA DAK juga disebabkan oleh masalah juknis DAK yang terlambat/direvisi pada pertengahan tahun/tidak dapat dilaksanakan. 4. Walaupun kinerja penyaluran DAK hampir mencapai 100% tetapi hal ini kurang berbanding lurus dengan kinerja pelaksanaan DAK di daerah. Salah
Simpulan dan Rekomendasi
73
satu indikatornya adalah terjadinya SiLPA DAK yang cukup signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2013, terdapat Rp6,5 triliun (22,5% dari DAK tersalur) sisa DAK yang menjadi SiLPA. Sisa DAK yang besar menunjukkan bahwa adanya kegiatan DAK yang tidak terlaksana. 5. Bidang DAK yang sering terjadi permasalahan adalah bidang pendidikan, khususnya terkait dengan juknis DAK. Disamping itu, mulai tahun 2015 terdapat penggabungan beberapa bidang DAK menjadi DAK bidang transportasi yang mempunyai potensi permasalahan dalam tahap awal pelaksanaannya. Permasalahan pelaksanaan DAK pada bidang-bidang dengan alokasi yang besar biasanya akan mempengaruhi pelaksanaan bidang lain terkait dengan penyerapan yang maksimal dan penyaluran DAK tahap berikutnya tidak dapat dilakukan. 6. Persentase penyaluran DAK tahap terakhir yang cukup besar juga menyumbang peran terhadap terjadinya SiLPA pada akhir tahun. Peran tersebut diperbesar jika penyaluran dilakukan pada dua minggu sebelum tahun anggaran berakhir. 7. Pola penyaluran secara triwulanan dapat dijadikan sebagai alternatif pola penyaluran secara tahapan. Dengan per triwulan, pola penyaluran dapat diselaraskan dengan pola pelaporan pelaksanaan kegiatan dan penggunaan DAK yang wajib disampaikan oleh pemerintah daerah selambat-lambatnya empat belas hari setelah triwulan yang berkenaan berakhir. 8. Terkait dengan pelaporan, sebagian kecil responden pemerintah daerah mengakui bahwa SKPD penerima DAK tidak menyampaikan laporan DAK kepada pemerintah pusat. Disamping itu, SKPD yang bertugas mengoordinasi dan mengompilasi laporan setiap SKPD penerima DAK untuk kemudian disampaikan kepada pemerintah pusat beragam antardaerah. Banyak pemerintah daerah yang menugaskan Bappeda atau DPKAD sebagai SKPD yang melakukan koordinasi, kompilasi dan penyampaian laporan DAK kepada pemerintah pusat. Namun terdapat 24% responden yang menyatakan
74
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
terdapat SKPD penerima DAK yang melaporkan langsung kepada pemerintah pusat. 9. Perbedaan alur pelaporan tersebut diperkuat dengan hasil temuan Tim Sekretariat Bersama yang menyatakan bahwa dari enam belas K/L pembina DAK, hanya enam K/L yang memiliki alur pelaporan yang sama dengan SEB DAK. 10. Terhadap format laporan, sebagian besar responden daerah setuju jika format laporan saat ini perlu diseragamkan antarbidang dan disederhanakan. Hal ini terkait dengan adanya delapan K/L pembina DAK yang memiliki format laporan yang berbeda dengan format SEB. Perbedaan format laporan ini menyebabkan pemerintah daerah harus menyiapkan laporan DAK yang sama dalam dua format yang berbeda. 11. Kepatuhan pemerintah daerah dalam menyampaikan laporan triwulanan secara tepat waktu masih relatif rendah. Hal ini dibuktikan bahwa sampai dengan bulan September 2014, laporan triwulan I – IV tahun 2013 belum sepenuhnya disampaikan (lihat Tabel 4.4). Kekurangpatuhan penyampaian laporan tersebut karena belum diterapkannya sanksi penundaan penyaluran DAK. Peraturan menteri keuangan yang ada saat ini baru mengatur pada penyampaian laporan dari aspek keuangan. 12. Terkait dengan penerapan sanksi tersebut, sebagian responden daerah setuju jika laporan kegiatan DAK dijadikan syarat sebagai penyaluran DAK untuk mendorong SKPD penerima DAK menyampaikan laporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Atas ketidakpatuhan penyampaian laporan, responden daerah lebih setuju jika sanksi diberikan berupa penundaan atas penyaluran DAK atau sanksi administratif kepada SKPD yang tidak menyampaikan laporan dimaksud. 13. Penggunaan satu aplikasi pelaporan untuk semua bidang DAK akan mempermudah dan mempercepat pelaporan dari daerah serta menyamakan alur dan waktu pelaporan berbagai bidang DAK.
Simpulan dan Rekomendasi
75
14. Terkait dengan monitoring dan evaluasi DAK, responden daerah memandang perlu peningkatan peran provinsi dalam melakukan kegiatan tersebut. Pemerintah daerah kabupaten dan kota berharap mendapatkan pembinaan secara langsung atas pelaksanaan kegiatan DAK dari provinsi. 15. Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah pusat dirasakan kuran efektif karena berbagai permasalahan, seperti cross cutting kewenangan monitoring dan evaluasi antara K/L, SOP koordinasi monitoring dan evaluasi yang belum berlangsung secara efektif, metodologi pengukuran yang belum disepakati, dan kesulitan memperoleh data terkait hasil monitoring dan evaluasi DAK yang pernah dilakukan sebelumnya.
5.2 Rekomendasi a. Kebijakan Penyaluran Rekomendasi untuk kebijakan penyaluran dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu rekomendasi untuk diimplementasikan dalam jangka pendek dan jangka menengah/panjang. Rekomendasi kebijakan penyaluran untuk jangka pendek adalah dijabarkan berikut ini. a. Perlunya perbaikan kebijakan penyaluran melalui revisi PMK 183/ PMK.07/2013. Kriteria perbaikan dalam kebijakan penyaluran DAK setidaknya harus mempertimbangkan : - memungkinkan penggunaan DAK lebih cepat; - menjamin ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan yang didanai oleh DAK; - mampu mengurangi terjadinya SiLPA DAK pada akhir tahun; dan - menghasilkan laporan teknis pelaksanaan DAK, disamping laporan keuangan penggunaan DAK. b. Penyaluran secara tahapan tetap dipertahankan agar tidak terdapat perubahan yang dramastis yang dapat menyebabkan penundaan pelaksanaan kegiatan DAK di daerah pada tahun 2015 apabila perubahan kebijakan hendak diimplementasikan pada tahun tersebut. 76
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
c. Besaran persentase penyaluran DAK setiap tahapan, disepakati tetap sama, yaitu Tahap I 30%, Tahap II 45%, dan Tahap III sebesar % sesuai kebutuhan yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan sampai dengan akhir tahun anggaran, dengan batas maksimal yang dapat disalurkan adalah 25%. Hal ini dimaksudkan agar tidak terdapat sisa DAK di daerah. Namun demikian, persentase Tahap III diusulkan untuk dapat diperkecil dengan memperbesar persentase Tahap I atau Tahap II, guna meminimumkan potensi terjadinya SiLPA DAK pada akhir tahun. d. Khusus untuk penyaluran Tahap III, selain ditentukan dengan persentase tertentu sebagaimana dijelaskan pada huruf c, guna lebih memperkecil potensi terjadinya SiLPA DAK, penyaluran Tahap III dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan pengeluaran riil terkait DAK sampai akhir tahun dari daerah. Dengan demikian, persentase Tahap III yang ditetapkan nanti bersifat batas maksimum penyaluran Tahap III yang diperbolehkan. e. Penyaluran dilakukan per bidang khususnya untuk 3 (tiga) pelayanan dasar yaitu pendidikan, kesehatan, dan bidang ke-PU-an (jalan, irigais, air minum, dan sanitasi), sedangkan lainnya dijadikan satu. Hal ini untuk mengatasi permasalahan yang kerap kali muncul, khususnya terkait dengan juknis DAK bidang Pendidikan yang mempengaruhi daerah dalam menyerap DAK dan kinerja penyaluran DAK di pusat. f. Batasan waktu pengajuan penyaluran DAK : - Tahap I dapat dicairkan paling cepat bulan Februari (sama seperti aturan saat ini) dan paling lambat pada akhir bulan Juni atau Juli. Jika melewati batas waktu tersebut, daerah tidak dapat mencairkan seluruh alokasi DAK untuk tahun bersangkutan. Hal ini dimaksudkan agar (1) daerah lebih disiplin dan dapat melaksanakan kegiatan DAK lebih cepat, sehingga penyelesaian pelaksanaan kegiatan tepat waktu, dan (2) mendorong kementerian/lembaga teknis terkait agar disiplin dalam penetapan/revisi juknis DAK tepat waktu;
Simpulan dan Rekomendasi
77
- Tahap II tidak terdapat pembatasan waktu pencairan namun harus tetap terdapat jeda waktu yang cukup dan wajar antara pencairan tahap 2 dengan tahap sebelum atau sesudahnya; - Tahap III dapat dicairkan selambat-lambatnya 15 Desember atau sejumlah tertentu dari hari kerja sebelum tahun bersangkutan berakhir. g. Monitoring kinerja pelaksanaan DAK di daerah : - DPA SKPD dan Laporan Pelaksanaan Kegiatan dan Penggunaan DAK dijadikan sebagai persyaratan pencairan DAK agar kepatuhan daerah dalam menyampaikan laporan tersebut dapat ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, yang menyatakan bahwa kepatuhan daerah dalam penyampaian laporan triwulanan dapat dijadikan pertimbangkan dalam penundaaan penyaluran DAK, serta mengingat bahwa saat ini kepatuhan pelaporan DAK dari daerah kepada masing-maisng K/L masih rendah. PP No. 55 Tahun 2005 juga mengamatkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran dan pelaporan diatur dalam peraturan menteri keuangan. - laporan triwulanan yang disampaikan disesuaikan dengan waktu permintaan pencairan DAK per tahap. Jika daerah menyampaikan permintaan pencairan Tahap I pada bulan Mei, maka laporan yang disampaikan meliputi laporan triwulan 4 tahun sebelumnya dan laporan triwulan 1 tahun berjalan. - atas laporan triwulanan yang telah diterima, DJPK membuat check list dan kemudian mengirimkan laporan yang diterima kepada Kemendagri (Sekretariat Bersama Pengendalian dan Pelaporan DAK) dan/ atau kementerian teknis. Hal ini untuk membatasi tanggung jawab DJPK hanya pada evaluasi keuangan saja. Adapun evaluasi teknis tetap menjadi tanggung jawab kementerian teknis terkait. h. Perlu dibuka mekanisme yang memungkinkan daerah menyampaikan pernyataan bahwa kegiatan suatu bidang tidak dapat dilaksanakan pada daerah tersebut. Hal ini untuk mengakomodasi permintaan banyak daerah yang tidak dapat melaksanakan kegiatan DAK, antara lain, karena jenis
78
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
output/kegiatan yang ditentukan dalam juknis DAK sudah terpenuhi/sulit dilaksanakan. Terhadap alokasi DAK bidang dimaksud yang seharusnya diterima daerah tersebut, diusulkan agar tidak disalurkan dan apabila terlanjur disalurkan, diperhitungkan dengan penyaluran tahap berikutnya atau diperhitungkan dengan jenis transfer lain. Adapun rekomendasi kebijakan penyaluran untuk jangka menengah/panjang adalah sebagai berikut: a. perlu dicoba penyaluran DAK dengan sistem pembayaran pendahuluan (reimbursement system) atau output-based DAK, khususnya untuk DAK bidang infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Hal ini telah diterapkan untuk mekanisme hibah pusat ke daerah. b. Penerapan reimbursement system diutamakan bagi pemerintah daerah yang memiliki SiLPA tinggi dan mempunyai kapasitas fiskal tinggi. Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk “disinsentif” atas pengelolaan APBD yang kurang baik yang ditandai dengan tingginya SiLPA. c. Untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal yang rendah, mekanisme DAK seperti saat ini masih perlu diterapkan.
b. Kebijakan Pelaporan i. Untuk mengatasi adanya perbedaan format laporan antara yang ditetapkan dalam SEB DAK dan juknis DAK, perlu adanya format standar yang dapat dipakai oleh seluruh K/L pembina DAK. Hal ini untuk mengurangi beban kerja SKPD dalam menyusun laporan dan mempermudah daerah dalam menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan DAK sehingga laporan dapat disampaikan lebih tepat waktu. Beberapa data teknis yang dapat dibutuhkan tetapi tidak dapat diakomodasi dalam format laporan standar tersebut dapat dipisahkan dalam lampiran tersendiri. ii. Guna mempermudah dan mempercepat pelaporan dari daerah, perlu digunakan satu aplikasi yang memungkinkan penyampaian laporan secara elektronik. Web-Based Monitoring System (WBRS) yang dikembangkan oleh
Simpulan dan Rekomendasi
79
Kementerian Keuangan dan telah diuji coba dapat dipilih sebagai aplikasi pelaporan DAK. Penggunaan aplikasi ini dapat mengatasi perbedaan alur, waktu, dan format laporan yang saat ini terjadi.
c. Kebijakan Monitoring dan Evaluasi perlunya peningkatan efektivitas monitoring dan evaluasi DAK agar hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara langsung menggambarkan manfaat yang sesungguhnya bagi perbaikan kebijakan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, antara lain melalui: • metodologi monitoring dan evaluasi yang tepat, baik yang terkait dengan pemantauan fisik di lapangan maupun mekanisme penyampaian laporan periodik secara elektronik; • basis data pendahuluan (baseline data) yang menjadi tolok ukur pengukuran keberhasilan pelaksanaan kegiatan DAK di daerah.
80
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
DAFTAR PUSTAKA
Bahl, Roy W., 1999. Bahl, Roy (1999): “Implementation rules for !scal decentralization”, International Studies Program Working Paper 99–1, Georgia State University, Atlanta, Georgia ______, 2000. Intergovernmental Transfers in Developing and Transition Countries: Principles and Practice. The World Bank, Washington. _____¬_, 2001. "Fiscal Decentralization, Revenue Assignment, And The Case For The Property Tax In South Africa," International Center for Public Policy Working Paper Series, at AYSPS, GSU, International Center for Public Policy, Andrew Young School of Policy Studies, Georgia State University paper0107, International Center for Public Policy, Andrew Young School of Policy Studies, Georgia State University. Baker, G. P. 1992. Incentive Contracts and Performance Measurement. Journal of Political Economy, 100 (3), 598-614. Barnow, Burt S., 2000. Exploring the Relationship between Performance Management and Program Impact: A Case Study of the Job Training Partnership Act, Journal of Policy Analysis and Management 19, no. 1 (2000): 118-141. Bird, Richard M and Smart, Michael, 2002. Intergovernmental Fiscal Transfers: International Lessons for Developing Countries. World Development Vol. 30, No. 6, PP. 899-912. Elsevier Science Ltd. Great Britain. Devas, Nick, et al, 2008. Financing Local Government, Commonwealth Secretariat Local Government Reform Series, London.
Daftar Pustaka
81
Heckman, James J. & Heinrich, Carolyn J. & Smith, Jeffrey A., 2002. "The Performance of Performance Standards," IZA Discussion Papers 525, Institute for the Study of Labor (IZA) Kravchuk, Robert S., and Ronald W. Schack. 1996. Designing Effective Performance Measurement Systems under the Government Performance and Results Act of 1993. Public Administration Review 56, no. 4 (1996): 348-358 Maddick, H. 1983. Democracy, Decentralization and Development. Asia Publishing House, London. Murphy, K. R., & Cleveland, J. N. 1995. Understanding Performance Appraisal. Social, Organizational, and Goal-Based Perspectives, Thousand Oaks, CA: Sage. OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). 2001. “Evaluation Feedback for Effective Learning and Accountability.” Paris: OECD/ DAC. Romzek, B., 1998. Where the buck stops: Accountability in reformed organizations. In: P. Ingraham, J. R. Thompson & R. P. Sanders (Eds), Transforming government: Lessons from the reinvention laboratiories. San Francisco. Shah, Anwar, 2004. "Fiscal decentralization in developing and transition economies: progress, problems, and the promise," Policy Research Working Paper Series 3282, The World Bank. ______, 2006: “A Practitioner’s Guide to Intergovernmental Fiscal Transfers”, Policy Research Working Paper, the World Bank, October 2006 (Shah, (A), October 2006)
82
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Sidik, Mahfud (2004) “Indonesia’s Imbalance Decentralization and Its Future Direction for a Greater Taxing Power to Sub-National Governments” in Heru Subiyantoro and Singgih Riphat (eds). Kebijakan Fiskal: Pemikiran, Konsep, dan Implementasi (Fiscal Policy: Opinion, Concept, and Implementation). Jakarta: Penerbit Buku Kompas Sekretariat Bersama DAK, Kementerian Dalam Negeri. 2014. Laporan Akhir Dana Aloksi Khusus 2013. UNDP, 2009. Handbook of Planning, M&E for Development Result. New York. ______, 2010. Result Based Management Handbook: Strengthening RBM Harmonization for Improved Development Results. Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. _______, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. _______, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. _______, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. _______, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2004 tentang Dana Perimbangan. _______, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. _______, Peraturan Menteri Keuangan No. 04/PMK07/2008 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah _______, Peraturan Menteri Keuangan No. 21/PMK07/2009 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. _______, Peraturan Menteri Keuangan No. 126/PMK07/2010 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.
Daftar Pustaka
83
_______, Peraturan Menteri Keuangan No. 06/PMK07/2012 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. _______, Peraturan Menteri Keuangan No. 188/PMK.07/2012 tentang Hibah dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. _______, Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.07/2012 Pedoman Umum dan Alokasi Dana Alokasi Khusus Tahun Anggaran 2013. _______, Peraturan Menteri Keuangan No. 183/PMK07/2013 Tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah. _______, Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. _______, Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. _______, Permendagri No. 20 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Dana Alokasi Khusus Di Daerah. _______, Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Negara PPN/Kepala BAPPENAS, Menteri Keuangan, dan Menteri Dalam Negeri No. 0239/M.PPN/11/2008, SE No. 1722/MK 07/2008, dan No. 900/3556/SJ tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemantauan Teknis Pelaksanaan dan Evaluasi Pemantauan Dana Alokasi Khusus (DAK). _______, Pedoman Opersional dan Manual Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi (P2D2). 2010.
84
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
Daftar Pustaka
85
86
Laporan Monev Evaluasi Kebijakan Penyaluran, Pelaporan, dan Monev DAK di Daerah
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PERIMBANGAN KEUANGAN Daftar
Pustaka
87