IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Optimasi Larutan Starter Pembuatan minuman stevia pada penelitian ini dilakukan dengan proses fermentasi menggunakan starter madu. Untuk mengetahui pertumbuhan mikroba yang paling efektif, dilakukan optimasi terlebih dahulu, dengan berbagai konsentrasi (2.5%; 5%; 7.5%; 10%) larutan stater. Hasil optimasi proses fermentasi minuman stevia starter madu pada berbagai konsentrasi disajikan pada Gambar 3.
Kurva Starter Madu 675 nm 25 20 15
2.5%
10
A
5%
5
7.5%
0
10%
0
5
10
15
20
25
30
Waktu (Jam)
Gambar 3. Kurva Starter Madu Dari Berbagai Konsentrasi
Berdasarkan kurva pertumbuhan mikroba diatas, diperoleh larutan starter
yang paling optimal, yaitu konsentrasi larutan starter 7.5% karena menunjukkan pertumbuhan koloni yang terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu
dibandingkan dengan larutan starter lain yang pertumbuhan koloninya naik turun.
Berdasarkan kurva yang telah diperhalus, konsentrasi larutan starter madu 7,5% dapat dilihat pada Gambar 4.
14
Kurva Starter Madu 675 nm; 7.5% 20 y = 0.001x3 - 0.058x2 + 1.052x + 0.733 R² = 0.973
15 10
A
5 0
0
5
10
15
20
25
30
Waktu (Jam)
Gambar 4. Kurva Stater Madu 7.5%
Pertumbuhan mikroorganisme dapat ditinjau dari dua sudut, yaitu
pertumbuhan individu dan pertumbuhan koloni atau pertumbuhan populasi.
Pertumbuhan individu diartikan sebagai bertambahnya ukuran tubuh, sedangkan
pertumbuhan populasi diartikan sebagai bertambahnya kuantitas individu dalam suatu populasi (Purnomo, 2004).
Pertumbuhan mikroorganisme dimulai dari awal pertumbuhan sampai
dengan berakhirnya aktivitas, merupakan proses bertahap yang dapat digambarkan
sebagai kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan terbagi menjadi 4 fase, yaitu fase lag, fase eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian.
Pada Gambar 4, fase lag ditunjukkan pada waktu 0-4 jam. Sedangkan pada
waktu 4-10 jam merupakan fase eksponensial dimana selama waktu tersebut
menunjukkan penambahan jumlah koloni yang terus meningkat. Pada waktu 1022 jam merupakan fase stasioner yang menunjukkan keseimbangan antara koloni yang hidup dan mati. Sedangkan pada waktu diatas 22 jam merupakan fase
stasioner dilanjutkan fase kematian dimana pertumbuhan koloni mulai menurun dan akhirnya akan menurun dengan drastis. Larutan starter 7.5% ini memiliki
masa inkubasi sampai dimulainya fase eksponensial adalah 4 jam. Larutan starter inilah yang digunakan dalam proses fermentasi.
15
4.2. Penetapan Kadar Steviosida Secara HPLC Kadar steviosida dapat ditentukan dengan metode high performance liquid chromatography (HPLC) fase terbalik dengan sistem elusi isokratik (Martono dkk., 2009). Berdasarkan pemilihan minuman stevia dari berbagai massa dan waktu fermentasi yang dianalisis secara HPLC, diperoleh minuman stevia yang memiliki kadar steviosida paling besar yaitu minuman stevia dengan massa 50 gram dan waktu fermentasi selama 4 hari. Hal ini disebabkan perbandingan massa dan volume ekstraksi paling besar (1:40) sehingga senyawa yang terekstrak juga menjadi lebih banyak. Kadar steviosida untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1 dan Lampiran 2.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Steviosida No
Massa (Gram)
Waktu Fermentasi (Hari)
Kadar Steviosida (%)
1
50
0
0,45
2
50
4
0,99*
3
100
2
0,51
4
200
4
0,26
5
300
6
0,23
Keterangan : * kadar steviosida paling tinggi
Hasil pengukuran kadar steviosida secara HPLC, diperoleh bahwa minuman stevia dengan massa 50 gram dan waktu fermentasi 4 hari (H-4; 50gram) memiliki kadar steviosida yang paling besar yaitu 0,99%. Minuman stevia inilah yang nantinya akan digunakan dalam uji in vivo. Minuman stevia optimal yang akan digunakan untuk uji in vivo memiliki kadar steviosida sebesar 4,51%. Perbedaan kadar steviosida ini muncul karena minuman stevia optimal diekstraksi secara berulang-ulang menggunakan air panas sehingga steviosida yang terlarut menjadi lebih banyak. Profil kromatogram standar steviosida serta minuman stevia awal dan minuman stevia optimal dapat dilihat pada Gambar 5.
16
[a]
[b]
[c] Gambar 5. Profil Kromatogram Kadar Steviosida [a] Standar Steviosida (puncak no.1 dengan tR = 14,317 menit) [b] Minuman Stevia Awal (puncak no.4 dengan tR = 12,800 menit) [c] Minuman Stevia Optimal (puncak no.6 dengan tR = 13,650 menit)
4.3. Uji Aktivitas Hipoglikemik Hasil uji aktivitas hipoglikemik pada penelitian ini disajikan pada Tabel 2. Data kadar glukosa darah dibuat kurva hubungan kadar glukosa darah (mg/dL) vs waktu (menit). Profil kurva kadar glukosa darah mencit setelah perlakuan dengan minuman stevia disajikan pada Gambar 6 dan Lampiran 3.
17
Tabel 2. Purata Kadar Glukosa Darah (mg/dL) Terhadap Waktu (Menit) Kadar Glukosa Darah Rata-rata ± SE Waktu
Kontrol (-)
Kontrol (+)
Perlakuan I
Perlakuan II
Perlakuan III
-45
94,59 ± 39,65
98,10 ± 6,46
98,23 ± 30,23
90,68 ± 35,18
52,36 ± 86,27
45'
116,96 ± 19,50 108,76 ± 29,40
105,64 ± 36,98
102,91 ± 22,89
61,86 ± 114,13
90'
103,49 ± 56,58 101,40 ± 30,52
98,09 ± 43,72
80,76 ± 76,53
35,07 ± 52,59
180'
95,95 ± 44,77
89,36 ± 22,74
80,39 ± 55,13
22,80 ± 24,70
88,17 ± 12,98
Keterangan : Kontrol (-)
= akuabides
Kontrol (+)
= sirup rendah kalori
Perlakuan I
= minuman stevia 5%
Perlakuan II
= minuman stevia 12,5%
Perlakuan III
= minuman stevia 20%
Tabel 2 dan Gambar 6 menunjukkan suatu pola dimana kadar glukosa darah selalu mengalami kenaikan pada menit ke-45 kemudian mengalami penurunan pada menit ke-90 dan 180. Kenaikan kadar glukosa darah ini disebabkan adanya pembebanan glukosa setelah pemberian perlakuan. Penurunan kadar glukosa pada tiap perlakuan disebabkan efek hipoglikemik dari senyawa steviosida sedangkan penurunan kadar glukosa pada kontrol (+) dipengaruhi oleh kandungan pemanis buatan pada sirup rendah kalori.
Grafik Kadar Glukosa (Madu) 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
Sirup stevia 5%
K
Sirup X
-100
-50
Akuabides
Sirup stevia 12,5%
0
50
100
150
200
Sirup stevia 20%
Waktu (menit)
Gambar 6. Kurva Kadar Glukosa Darah vs Waktu
18
Hasil purata kadar glukosa darah kemudian dilanjutkan dengan perhitungan area under curve (AUC-45-180) dan penurunan kadar gula darah (PKGD). Nilai AUC dan PKGD dari berbagai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Lampiran 3.
Tabel 3. Harga Area Under Curve (AUC) dan Prosentase Penurunan Kadar Gula Darah (%PKGD) Ulangan (N)
Nilai Purata AUC ± SE Perlakuan
(mg.menit/dL)
% (PKGD ± SE)
3
Akuabides
23463,67 ± 6301,09
-
3
Sirup “X”
22576,33 ± 3020,98
5,84 ± 5,35
3
Minuman Stevia 5%
22201,33 ± 6814,84
5,49 ± 5,49
3
Minuman Stevia 12,5%
20103,67 ± 9493,92
14,86 ± 19,27
3
Minuman Stevia 20%
9908,00 ± 15639,66
55,36 ± 83,76
Berdasarkan Tabel 3, dibuktikan bahwa semakin tinggi konsentrasi minuman stevia, penurunan kadar glukosanya juga semakin besar. Pada minuman stevia 12,5% dan 20% dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih tinggi daripada sirup “X” yang merupakan salah satu sirup rendah kalori yang ada di pasaran. Hasil ini menunjukkan bahwa minuman stevia dengan konsentrasi lebih dari 12,5% dapat menurunkan gula darah lebih besar dibandingkan dengan sirup rendah kalori yang banyak mengandung pemanis sintetis seperti aspartam dan siklamat. Baik steviosida maupun ekstrak stevia dapat digunakan untuk menurunkan gula darah (Chatsudthipong dan Muanprasat, 2009). Penurunan paling tinggi ditunjukkan pada minuman stevia 20%, yaitu 55,36 ± 33,71 (%). Hasil ini sangat berbeda jauh dengan minuman stevia 5% dan 12,5% yang hanya dapat menurunkan gula darah tidak lebih dari 15%. Dari hasil penelitian lain yang mirip dengan penelitian ini, minuman stevia yang menggunakan starter gula 20% hanya memiliki penurunan kadar gula darah sebesar 25,70%. Perbedaan yang cukup jauh ini terjadi karena adanya interaksi antara senyawa pada madu, yang digunakan sebagai starter, dengan senyawa aktif steviosida.
19
Mekanisme aksi senyawa steviosida dalam menurunkan kadar gula dalam darah adalah meningkatkan sekresi dan sensitivitas insulin sehingga mengurangi jumlah gula dalam darah. Selain itu, steviosida juga dapat menghambat penyerapan glukosa di usus dan pembentukan glukosa di liver dengan cara mengubah aktivitas enzim kunci yang terlibat dalam sintesis glukosa, sehingga dapat mengurangi penumpukan glukosa pada plasma darah (Chatsudthipong dan Muanprasat, 2009). Mekanisme aksi steviosida dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Mekanisme Aksi Senyawa Steviosida
Madu merupakan produk alam yang dihasilkan oleh lebah untuk dikonsumsi, karena mengandung bahan gizi yang sangat essensial. Madu bukan hanya merupakan bahan pemanis, atau penyedap makanan, tetapi sering pula digunakan sebagai obat-obatan (Murtidjo, 1991; Purbaya, 2002). Standar mutu madu salah satunya didasarkan pada kandungan gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) total yaitu minimal 60%. Sedangkan jenis gula pereduksi yang erdapat pada madu tidak hanya glukosa dan fruktosa, tetapi juga terdapat maltosa dan dekstrin (Jarvis, 1995; Purbaya, 2002). Fruktosa yang merupakan konstituen utama pada madu ternyata memiliki efek hipoglikemik (Bogdanov dkk., 2008). Mekanisme aksi dari fruktosa ini
20
adalah dengan mengaktifkan glukokinase yang merupakan enzim kunci dalam metabolisme glukosa intraselular. Kemudian glukosa diubah menjadi glukosa-6fosfat sehingga mengurangi kadar glukosa dalam darah (Watford, 2002). Sebuah studi sebelumnya juga melaporkan bahwa sekresi insulin dirangsang fruktosa dari pankreas (Grodsky dkk., 1963). Selain itu, madu juga mengandung unsur-unsur seperti seng, selenium, tembaga, kalsium, kalium, kromium, mangan, dll (Bogdanov dkk., 2008). Beberapa mineral dilaporkan berperan penting dalam pemeliharaan glukosa dan sekresi insulin (Anderson dkk., 1997 dan Kar dkk., 1999). Ion lain seperti tembaga dan seng diketahui terlibat dalam pemeliharaan glukosa dan metabolisme insulin (Keil dkk., 1934 dan Arquila dkk., 1978).
21