MAKALAH
KURIKULUM PENDIDIKAN Di tulis untuk memenuhi salah satu tugas program mata kuliah “Hadits Tarbawi”
Di Susun oleh: 1. Maulida Zahro Fiddini (201510010311053) 2. Zulfa Firda Zakiyah (201510010311054) 3. Frhimadani Santika (201510010311055) 4. Muhammad Sholeh (201510010311056)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG TAHUN 2016
PEMBAHASAN Kurikulum Pendidikan
َ َ ْ ُ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُ َع ْن َعلي َرض َي ُ ْ ُ َ َق: ال َ هللا َع ْن ُه َق ا ِدبوا اوَلدكم على: هللا صلى هللا علي ِه وسلم ِ ال َرسول ِ ٍّ ِ َ َ َ َ َث ََل ِث خ َ ُحب َنبي ُك ْم َو ُحب َا ْهل َب ْيته َو ق َرأ ُة ْال ُق ْرأن َفإ َّن َح ْم َل َة ْال ُق ْرأ ُن ف ْي ظل هللا َو ْو: صال ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ ِ ٍّ ِ ِِ ِ ِ ِ َ ْ َّ ُ َ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ ُ َّ ٌّ َ ) َل ِظل ِظله مع ان ِبيا ِئ ِه واص ِفيا ِئ ِه (رواه الدول ِم
Dari Ali R.A ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Didiklah anak-anak kalian dengan
tiga macam perkara yaitu mencintai Nabi kalian dan keluarganya serta membaca AlQur’an, karena sesungguhnya orang yang menjunjung tinggi Al-Qur’an akan berada di bawah lindungan Allah, diwaktu tidak ada lindungan selain lindungan-Nya bersama para Nabi dan kekasihnya” (H.R Ad-Dailami)
َ ُ َّ َ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َْ ُ ُ ْ ُ َ ُ ْ َ ُ ال َر ُس ْو َ ل ُم ُر ْوا: هللا َعل ْي ِه َو َسل َم هللا صلى ق : عن عمروبن شعي ِب عن ا ِبي ِه عن جد ِه قال ِ ُ َ ََْ َ َاضرُب ُه ْم َا ْب َن َاء َع َش َر َو َفر ُق ْوا َب ْي َن ُه ْم ف ْي ْاْل ْ الص ََلة َو ُهم َا ْب َن ُاء سن ْي َن َو ْ َّ ض ِاج ِع ( َر َو ُاه ب م ك ِ ِ ِ ِ ِ اوَلد ِ ِ َ ) ا ُب ْو َد ُاو َد
Dari Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW bersabda : “Perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu Dawud)
َ َ َت َر ْك ُت ف ْي ُك ْم َا ْم َرْين َما ِا ْن َت ْم َس ْك ُت ْم به َما َل ْن َتض ُّل ْوا َا َب ًدا ك َت هللا َو ُس َّنة َر ُس ْوِل ِه َ(ر َوا ُه اب ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ) َح ِاك ْم
“Telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua perkara yang jika kalian berpegang teguh padanya maka tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Hakim) A. Pengertian dan Hakikat Kurikulum
Secara etimologis kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artunya jarak yang harus ditempuh oleh pelari tersebut. Ada juga yang mengatakan dari bahasa perancis yaitu curia yang berarti berlari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga berdasarkan penjelasan di atas, dalam
konteksnya dengan dunia pendidikan menjadi circle of instruction yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat di dalamnya. Dengan demikian, curricu diartikan jarak yang harus ditempuh oleh pelari1. Namun ada juga yang memberikan pengertian atau definisi mengenai kurikulum, yaitu kurikulum sebagai kumpulan subjek yang diajarkan disekolah atau arah suatu proses belajar. Sedangkan dalam bahasa arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan maka manhaj atau kurikulum berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik untuk menyumbangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka (peserta didik)2. Dalam engertian lain dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat perencanaan dan media untuk mengatur lembaga-lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan3. Menurut al-Ghazali, kurikulum pendidikan terdapat dua hal yang menarik. Pertama, pengklasifikasiannya terhadap ilmu pengetahuan dan segala aspek yang berkaitan dengannya. Kedua, Pemikirannya tentang manusia berikut dengan segala potensi yang dibawa, pada hakekatnya semua manusia esensinya sama. Yakni ia sudah kenal betul dengan pencipta, selalu mendekatkan kepada-Nya dan hal ini tidak akan berubah. Namun, setelah esensi itu menyatu dengan tubuh/fisik, ia menjadi berubah 4. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan ketrampilan dan sikap mental. Pada hakikatnya kurikulum adalah model yang diacu oleh pendidikan dalam upaya membentuk citra sekolah dengan mewujudkan tujuan pendidikan yang disepakati. Oleh karena itu, setiap lembaga memiliki kurikulum pendidikan yang berbeda. Ada perbedaan antara kurikulum pendidikan umum dengan kurikulum pendidikan kejuruan.
Arbangi, KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS MULTIKULTURAL: Kajian Kritis pada ranah Teoritik dan Praktek, Progressiva Jurnal Pemikiran dan Pendidikan Islam, Vol. 1, No., Februari-Juni 2016, hal. 39-40 2 Ibid, hlm. 39-40 3 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam hlm. 122 4 Ladzi Safrony, 2013, Al-Ghazali : Berbicara tentang Pendidikan Islam, hlm. 111. 1
Jika kurikulum berbeda, cara yang ditempuh dalam mengimplementasikan kurikulum pun berbeda5. Kurikulum dengan pengertian di atas memberikan indikasi bahwa pedoman rencana pembelajaran tidak bersifat kaku. Kurikulum yang baik adalah yang dinamis, actual, teorotis, dan aplikatif. Sebagaimana tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan, misalnya pendidikan bertujuan meningkatkan penguasaan pengetahuan siswa, pengembangan pribadi siswa, kemampuan social, dan kemampuan ketrampilan kerja6. B. Dasar Kurikulum Dasar kurikulum adalah kekuatan-kekuatan utama yang memengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan atau organisasi kurikulum. Adapun dasardasarnya yakni sebagai berikut7 : 1. Dasar Religi Dasar yang ditetapkan berdasarkan nilai-nilai ilahi yang tertuang dalam Al Qur’an maupun As Sunnah. Berdasarkan hadist nabi Saw
َ َ َت َر ْك ُت ف ْي ُك ْم َا ْم َرْين َما ِا ْن َت ْم َس ْك ُت ْم به َما َل ْن َتض ُّل ْوا َا َب ًدا ك َت هللا َو ُس َّنة َر ُس ْوِل ِه َ(ر َوا ُه اب ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ) َح ِاك ْم
“Telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua perkara yang jika kalian berpegang teguh
padanya maka tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Hakim) Kemudian disamping kedua sumber itu masih ada sumber yang lain, yaitu dasar yang bersumber dari dalil ijtihadi, suatu hasil pikiran manusia yang tidak berlawanan dengan jiwa semangat Al Qur’an dan As sunnah. Dalil ijtihadi dapat berupa ijma’
Hasan Basri, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 128-129 Ibid, hlm. 128-129. 7 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2006, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 126-129 5 6
(consensus para ulama), qiyas (analogi), istihsan, istishab, mashalih al mursalah, madzhab shahabi, sadzdz al dzari’ah, syar’u man qablana, dan ‘uruf. 2. Dasar Falsafah Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan islam, dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum mengandungsuatu kebenaran, terutama kebenaran dibidang nilai-nilai sebagai pandanga hidup yang diyakini suatu kebenarannya. Dasar filosofis membawa rumusan kurikulum pendidikan islam pada tiga dimens, yaitu dimensi ontologis, dimensi epistimologis, dan dimensi aksiologi. 1. Dimensi Ontologi
ُ َُ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ َّ ُ َ َّ ُ َ ْ َ ُ َ َ َ َّ َ َ ُ ال َأ ْنب َ آلء ِإ ْن ك ْن ُت ْم ؤ ه اء م أس ب ي ن و ئ ق وعلم ءاد األسم ِاء كلها ثم عرضهم على اْلَل ِئك ِة ف ٍّ ِ ِ ِ ِ َ ص ِاد ِق ْي َن
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama [benda-benda] seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama bendabenda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!" (Qs. Al-Baqarah : 31) Implikansi dimensi ontologi dalam kurikulum pendidikan ialah bahwa pengalaman yang ditanamkan pada peserta didik tidak hanya pada fisik dan isinya yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari, melainkan sebagai sesuatu yang tidak terbatas dalam realitas fisik. Maksud alam tak terbatas adalah alam rohaniah atau spiritual, yang menghantarkan manusia kepada keabadian. 2. Dimensi Epistimologi
Perwujudan kurikulum yang valid harus berdasarkan pendekatan metode ilmiah yang sifatnya mengajar berpikir menyeluruh (universal), reflektif dan kritis. Ada 3 implikasi dalam dimensi epistimologi pada rumusan kurikulum yaitu (1) penguasaan kontan (the what) yang tidak sepenting dengan pengusaan bagaimana (the how) memperoleh ilmu pengetahuan tersebut. (2) Kurikulum menekankan lebih berat pada pelajaran proses (the how) yang artinya, bagaimana siswa dapat mengkontruksikan ilmu pengetahuan, aktivitas kurikulum, pemecahan masalah yang sebenarnya berpijak pada epistimologi konstruksi. (3) konten cenderung fleksibel, karena pengetahuan yang
dihasilkan bersifat tidak mutlak, tentatif, dan dapat berubah-ubah (Qs. Ar-Rahman : 2627, Al-Isra’ : 85). Umar bin al-Khattab menyatakan :
ُ ُ َ َ ُ َ ُ َ ِا ْن ا ْب َنائك ْم ق ْد خ ِل ُق ْوا ِل َج ْي ٍّل غ ْي َر َج ْي ِلك ْم َوِل َز َم ٍّان غ ْي َر َز َما ِنك ْم “Sesungguhnya anak-anakmu dijadikan untuk generasi yang lain dari generasimu, dan zaman yang lain dari zamanmu”.
3. Dimensi Aksiologi Dimensi ini mengarahkan pembentukan kurikulum yang dirancang sedemikian rupa agar meberikan kepuasaan kepada diri peserta didik agar memiliki nila-nilai yang ideal, menjalani hidup dengan baik, sekaligus menghindarkan nilai-nilai yang tidak diinginkan C. Isi Kurikulum Dalam buku Bukhari Umar dijelaskan bahwa isi kurikulum (materi) ada 8 yaitu : 1. Pendidikan Aqidah Pendidikan aqidah proses pembinaan dan pemantapan kepercayaan dalam diri seseorang sehingga menjadi aqidah yang kuat dan benar.
َ َ ْ ْ ََُ ْ َ َ هللا َع َل ْيه َو َسل َم َذ ُ صلى َ ال َب ْي َن َما َن ْح ُن ع ْن َد َر ُس ْول هللا َ ات ق اب ط خ عن عمر ب ِن ال ِ ِ ِ ِ ِ َ َ َ َ َّ َ اض ْالث َياب َشد ْو ُد َس َ َو ْو ْإذ َط َل َع َع َل ْي َن َر ُج ٌل َشد ْو ٌد َب ٌ عر َل ُو َرى َعل ْي ِه أث ُر الش اد و ي ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َْ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َّ َ َّ َ َ َ َ َّ َ ٌ َ َ َّ ُ ُ ْ َ َ َ َ َّ ْ السف ِروَليع ِرفه ِمنا احد حتى جلس ِإلى الن ِبي صلى هللا علي ِه وسلم فاسند ركبتي ِه َ ا َلى ُر ْك َب َت ْيه َو َو َال َوا ُم َح َّم ٌد َأ ْخب ْرِن ْي َعن اإل ْس ََل َف َقال َ ض َع َك َّف ْي ِه َع َلى َف ْخ َذ ْو ِه َو َق ِ ِ َِ ِ ِ ِ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ْ ُ اله اَل هللا َوأ َّن ُم َح َّم ًدا اإلسَل أن تشهد أن َل ِ َرسول ِ هللا صلى هللا علي ِه وسلم َ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ َّ ْ ُ َ َ َّ ُ ْ ُ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ْ ُ ان َوت ُح َّج الصَلة َوتؤ ِتى الزكاة وتصو رمض هللا صلى هللا علي ِه وسلم وت ِقيم ِ َرسول َ ال ْ اس َت ْ الب ْي َت إن َ َّ ال َف َع َج ْب َنا َل ُه َي ْس َأ ُل ُه َو ُي َص ِد ُق ُه َقال َ ص َد ْق َت َق َ طع َت إ َل ْي ِه َسب ْي ََل َق ِِ ِ ِ
َ َ َْ َ َف َا ْخب ْرنى ْ ال َأ ْن ُت ْؤم ُن باهلل َو َم ََلئ َكته َو ُك ُتبه َو ُر ُسله َو ْال َي َ اَلخ ِر و ق ان م و اإل ن ع ِ ِ ِِ ِِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ ال َ ال فأ ْخب ْرِني َعن اإل ْح َسان ق َ ص َّدق َت ق َ َو ُت ْؤ ِم ُن ب ْال َق ْدر َخ ْير ِه َو َشر ِه ق ال أ ْن ت ْع ُب ُد ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ِ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ هللا كأ َّن َك ت َر ُاه ف ِإ ْن ل ْم تك ْن ت َر ُاه ف ِإ َّن ُه َو َراك
Atinya : Umar bin Al-Khathab meriwayatkan, “ Pada suatu hari ketika kami berada
didekat Rasulullah tiba-tiba dating kepada kami seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya, tidak terlihat tanda-tandanya dalam perjalanan, dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Ia duduk didekat Nabi SAW lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua tangannya di atas paha beliau lantas berkata, Hai Muhammad ! Beritahkan kepada saya tentang Islam. Rasulullah SAW bersabdah, Islam adalah pengakuan baha tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirika sholat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan memunaikan haji bagi orang yang sanggup. Lelaki itu berkata, Engkau benar. Umar meneruskan, Kami tercengang melihatnya ia bertanya dan ia pula yang membenarkannya. Selanjutnya laki-laki itu bertanya lagi, Beritahukan kepaku tentang iman. Beliau menjawab, Iman adalah keyakinan kepada Allah, malaikatmalaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan qhadar baik serta buruk. Laki-laki itu berkata, engkau benar. Selanjutnya, ia berkata lagi, beritahukan kepadaku tetang ihsan. Beliau menjawab, Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihatnya. Jika engkau tidak dapat melihatnya, maka rasakan bahwa Dia melihatmu “(HR. Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasai). Hadits ini diriwyatkan oleh beberapa mukharrij, yaitu Al-Bukhari, Muslim, dan At-Tirmidzi dalam kitabnya masing-masing. Walaupun secara redaksional terdapat perbedaan antara riwayat-riwayat tersebut, namun kasus yang disampaikannya sama. Hadits ini muncul setelah malaikat jibril bertanya kepada Nabi SAW tentang iman, islam, ihsan, dan hari kiamat. Ketika itu, beliau sedang berada di tengah-tengah sahabat. Untuk menjawabnya, beliau mengucapkan hadits di atas. Dari hadits di atas dapat diambil beberapa pelajaran pentng mengenai pendidikan, yaitu sebagai berikut.
1) Dalam hadits di atas dinyatakan bahwa jibril dating mengajarkan agama kepada sahabat Nabi. Dalam proses ini, jibril berfungsi sebagai guru, Nabi sebagai narasumber, dan para sahabat sebagai peserta didik. 2) Dalam proses pembelajaran, jibril sebagai guru menggunakan metode tanya jawab. Metode ini efektif untuk menarik minat dan memusatkan perhatian para peserta didik. 3) Materi pengajaran agama Islam dalam hadits tersebut meliputi aspek-aspek pokok dalam ajaran Islam, yaitu kaidah, syariat, dan akhlak. Dari ketiganya, aspek yang didahulukan adalah akidah. Ajaran Islam diajarkan secara integral, tidak secara parsial. Islam menempatkan pendidikan aqidah pada posisi yang paling mendasar, yakni terposisikan sebagai rukun yang pertama, dalam rukun Islam yang lima, sekaligus sebagai kunci yang membedakan antara orang Islam dan non Islam. Lamanya waktu dakwah Rasulullah dalam rangka mengajak umat agar bersedia menauhidkan Allah menunjukkan betapa penting dan mendasarkan pendidikan aqidah Islamiyah bagi setiap umat muslim pada umumnya. Terlebih pada kehidupan anak, dasar-dasar aqidah harus terus menerus ditanamkan agar setiap perkembangan dan pertumbuhannya senantiasa dilandasi oleh aqidah yang benar. Pendidikan Islam dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan aqidah Islamiyah, karena aqidah merupakan inti dan dasar keimanan seseorang yang harus ditanamkan sejak dini. 2.
Pendidikan Ibadah Pendidikan Ibadah yang dimaksud disini adalah proses pengajaran, pelatihan, dan
bimbingan dalam pengenalan Ibadah khusus. Materi pendidikan Ibadah meliputi shalat, puasa, zakat, dan haji. Hadits Nabi :
َ ُ َّ َ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ َْ ُ ُ ْ ُ َ ُ ْ َ ُ ال َر ُس ْو َ ل ُم ُر ْوا: هللا َعل ْي ِه َو َسل َم هللا صلى ق : عن عمروبن شعي ِب عن ا ِبي ِه عن جد ِه قال ِ ُ َ ََْ َ َاضرُب ُه ْم َا ْب َن َاء َع َش َر َو َفر ُق ْوا َب ْي َن ُه ْم ف ْي ْاْل ْ الص ََلة َو ُهم َا ْب َن ُاء سن ْي َن َو ْ َّ ض ِاج ِع ( َر َو ُاه ب م ك ِ ِ ِ ِ ِ اوَلد ِ ِ َ ) ا ُب ْو َد ُاو َد
Dari Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya berkata : Raulullah SAW bersabda : “Perintahkanlah anakmu untuk melakukan shalat, pada saat mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka pada saat mereka berusia sepuluh tahun jika mereka meninggalkan shalat dan pisahkanlah mereka dalam hal tempat tidur.” (HR. Abu Dawud) Hadits di atas menjelaskan salah satu contoh bagaimana proses pengajaran anak dalam melaksanakan ibadah shalat. 3. Pendidikan Akhlak Kata akhlak (akhlaq) adalah bentuk jama’ dari kata khuluq. Kata khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Abdul Hamid Yunus berpendapat bahwa akhlak adalah sifat-sifat manusia yang terdidik. Al-Ghazali mengemukakan bahwa, akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacammacam perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan. Pendidikan akhlak adalah proses pembinaan budi pekerti anak sehingga menjadi budi pekerti yang mulia (akhlak karimah). Proses tersebut tidak terlepas dari pembinaan kehidupan beragama peserta didik secara total sehubung dengan pendidikan akhlak, Rasulullah SAW telah mengemukakannya dalam banyak hadits, diantaranya sebagai berikut.
َ ُ َّ َ ُ َّ ُ َ ْ َ َ َ َ ُ ْ َ ُ َ َ ُ ْ َّ َْ ْ َ هللا َعل ْي ِه َو َسل َم هللا بن ِعمرو ر ِض ي هللا عنهما قال لم وك ِن الن ِبي صلى ِ عن عب ِد َ ُ ًَ ْ َ ُ َ َفاح ًشا َو ََل ُم َت َفخ ًشا َو َك ان َو ُقو ُل ِإ َّن ِم ْن ِخ َي ِارك ْم أ ْح َس َنك ْم أخألقا ِ ِ
“Abdullah bin Amru Ra berkata, ‘Nabi SAW bukan orang yang keji dan bukan orang yang bersikap keji.’ Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya yang terbaik diantara kamu adalah yang paling baik akhlaknya.’” (HR. Al-Bukhari). Hadits ini memberikan informasi bahwa beliau memiliki sifat yang baik dan
memberikan penghargaan yang tinggi kepada orang yang berakhlak mulia. Itu berarti bahwa akhlak mulia adalah suatu hal yang perlu dimiliki oleh umatnya. Agar setiap muslim dapat memiliki akhlak yang mulia, maka harus diajarkan.
3. Pendidikan Hati Pendidikan hati merupakan bagian dari pembinaan rohani yang ditekankan pada upaya pengembangan potensi jiwa manusia agar senantiasa dekat dengan Allah SWT, cenderung kepada kebaikan, dan menghindari dari kejahatan. Sehubung dengan ini, terdapat hadits-hadist antara lain :
َ َ َ َ َ َْ ُ ْ َ ْ َ َ هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم إ َّن ُ ص َّلى َ ال َر ُسو ُل هللا ُ هللا ََل َو ْن ُظ ُر إ َلى ْص َور ُكم َ عن أ ِبي هريرة قال ق ِ ِ ِ ِ ِ َ َْو َأ ْم َو ِال ُك ْم َو َل ِك ْن َو ْن ُظ ُر إ َلى ُق ُلوب ُك ْم َوأ ْع َم ِال ُكم ِ ِ
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya Allah
tidak melihat bentuk dan hartamu, tetapi Dia melihat hati dan perbuatanmu.’” (HR. Ibnu Hibban) Dalam hadits ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa Allah SWT lebih menghargai hati yang bersih dan amal shaleh daripada bentuk tubuh yang cantik, gagah, dan harta yang banyak. Itu berarti bahwa sebagai hamba Allah, setiap muslim harus berupaya mendapatkan yang lebih baik menurut Rabb-Nya. Dalam hadits lain, Rasulullah menegaskan betapa pentingnya fungsi hati dalam kehidupan seseorang.
َ َ ُ ُ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُّ َع ْن ُ ألن ْع َمان ْب َن َبش ْير َو ُقو ُل َسم ْع ُت َر ُسو هللا صلى هللا علي ِه وسلم وقول ل الحَل ُل َب ِي ٌن ِ ِ ِ ٍّ ََ َْ ْ َ ُ َ َّ َ َّ َ ٌ ْ َ َ ُ َ ْ َ َ ٌ َ َّ َ ُ َ ُ َ ْ َ َ ٌ َ ُ َ َ ْ َ ات استبرأ ِل ِد ِو ِن ِه ِ اس ف َم ِن اتقى اْلش َّب َه ِ والحرا ب ِين وبينهما مشبهاة َل يعلمها ك ِثير ِمن الن َ َ ُ َ ُّ َ َو َم ْن َو َق, َوع ْرضه ُ ات َك َراع َو ْر َعى َح ْو َل الح َمى َ ُ وش ُك أ ْن ُو َوا ِق َع ُه أَل َوِإ َّن ِلك ِل و ه ب الش ي ف ع ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍّ ْ َ َ ََ َ ْ َ َ َ َ ً َ ْ ُ َ َ َ َ ُ َ َّ َ ً هللا ِفي أ ْر ِض ِه َم َحا ِر ُمه أَل َوِإ َّن ِفي الجس ِد مضغة ِإذا صلحت صلح ِ م ِل ٍّك ِحمى أَل ِإن ِحمى َ َ َ َ َ ُ ُّ ُ ُ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ َ ُالق ْلب الجسد كله وِإذا فسدت فسد الجسد كله أَل و ِهي
“Nu’man bin Basyir bercerita bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Perkara yag halal telah jelas dan yang haram telah jelas pula. Antara keduanya ada beberapa perkara yang dilakukan yang tidak diketahui hukumnya oleh kebanyakan
orang. Barang siapa yang menjauhi perkara-perkara yang diragukan itu berarti ia memelihara agama dan kesopanannya. Barang siapa yang mengerjakan perkara yang diragukan, sama saja dengan penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir jurang, dikhawatirkan ia terjatuh kedalamnya. Ketahuilah, semua raja mempunyai
larangan dan ketahuilah pula larangan Allah adalah segala yang diharamkan-Nya. Ketahuilah dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka baik pula tubuh itu semuanya. Apabila daging itu rusak, maka binasalah tuuh itu seluruhnya. Ketahuilah, daging tersebut adalah hati.’” (HR. Al-Bukhari). Diantara informasi yang terdapat dalam hadits di atas adalah keadaan hati seseorang sangat menentukan semua kondisinya yang meliputi perkataan, sikap, dan perbuatannya. Artinya, apabila hati seseorang dalam keadaan bersih dan sehat, maka semua perkataannya, sikap, dan perbuatannya akan baik. Sebaliknya, apabila hatinya kotor, maka semua produk dirinya akan buruk. Disini, Rasulullah SAW memberikan motivasi yang sangat besar kepada umatnya untuk berusaha membersihkan hati dari segala sikap yang buruk sekaligus menghiasinya dengan semua sikap yang baik. 5. Pendidikan Jasmani Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan total yang mencoba mencapai tujuan untuk mengembangkan kebugaran jasmani, mental, sosial, serta emosional bagi masyarakat dengan wahana aktivitas jasmani. Dalam pengertian ini terlihat bahwa pendidikan jasmani menekankan pada proses pendidikan yang menggunakan aktivitas jasmani untuk mendapatkan kebugaran dalam berbagai hal. Diantara tujuan pendidikan jasmani adalah menjaga dan memelihara kesehatan badan termasuk organ-organ pernafasan, peredaran darah, dan pencernaan ; melatih otot-otot dan urat saraf; serta melatih kecepatan dan ketangkasan. Pendidikan jasmani dapat berupa : a) Memanah
َ ُ َّ َ َ َّ ُ َع ْن ُع ْق َب َة ْبن َعامر َو ُقو ُل َسم ْع ُت َر ُسو ل هللا َعل ْي ِه َو َسل َم َو ُه َو َعلى ا ِْل ْن َب ِر هللا صلى ِ ِ ٍّ ِ ِ َ َ ُ ْ َّ َ َّ ُ َّ َ َ ُ ْ َّ َ َّ ُ َّ َ َ َّ ُ ْ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ ُ َ ُّ َ َ ُ ُ َ وقول وأ ِعدوا لهم ما استطعتم ِمن قو ٍّة أَل إن القوة الرمي أَل ِإن القوة الرمي أَل ُ إ َّن ُ الر َّ الق َّو َة مي ِ
“Uqbah bin Amir berkata ‘Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, ketika beliau sedang berada di atas mimbar, ‘siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah
memanah. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah.’” (HR. Muslim) Memanah pada dasarnya adalah menggunakan senjata. Senjata dapat berkembang sesuai dengan perubahan zaman, karna pada saat ini senjata sudah beraneka ragam, maka anjuran memanah itu dapat pula berarti anjuran menggunakan senjata yang modern. b) Berkuda Sehubung dengan olah raga berkuda, Rasulullah SAW bersabda :
َ ُ َّ َ َ َّ َ َ َ َُ َ َع ْن ُع ْق َب َة ْبن ُ ال َر ُسو َ ل هللا َعل ْي ِه َو َسل َم ا ْر ُموا َو ْارك ُبوا هللا صلى ق ال ق ي َه الج ر ام ع ِ ٍّ ِ ِ ِ ِ ُْ َ ْ َ َّ ُ َّ َ ُ َ ْ َ ْ َ ْ َّ َ ُّ َ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َّ ٌ َ ُ ُ َّ اطل ِإَل رمية ِ وأن ترموا أحب ِإلي ِمن أن تركبوا وِإن كل ش ي ٍّء ولهو ِب ِه الرجل ب َْ َ َ ََ َ َّ الر ُج ِل ِبق ْو ِس ِه َوتأ ِد ْو َب ُه ف َر َس ُه َو ُمَل َع َب َت ُه ْام َرأت ُه
“Dari Uqbah bin Amir al-Juhani bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Memanahlah dan kendarailah olehmu (Kuda). Namun, memanah lebih aku sukai daripada berkuda. Sesungguhnya setiap hal yang menjadi permainan seseorang adalah
bathil, kecuali yang memanah dengan busurnya, mendidik atau melatih kudanya, dan bersenang-senang dengan istrinya’”. (HR. Ibnu Majah) Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa berkuda dan memanah adalah olahraga yang disukai Rasulullah SAW. Kemampuan berkuda dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan termasuk berdagang dan berperang dalam konteks zaman sekarang, anjuran mengendarai kuda dapat pula diterjemahkan sebagai anjuran menguasai teknologi transportasi. Hal ini sangat dibutuhkan oleh umat islam. c) Menjaga Pola Makan Pola makan seseorang akan berpengaruh pada kesehatan jasmaninya. Oleh sebab itu, selain bahan makanan yang memenuhi persyaratan, polanya harus baik, yaitu tidak berlebihan. Hal ini sesuai firman Allah surat Al-A’raf : 31 dan didukung oleh hadits Rasulullah berikut :
َ ُ َّ َ َ َ َ ََُ ْ ْ َ ُ ْ ْ ُ َّ ُ ال َر ُسو َ ل هللا َعل ْي ِه َو َسل َم اْلؤ ِم ُن َوأك ُل ِم ًعى َو ِاح ٍّد هللا صلى ق عن اب ِن عمر قال ِ َ َ ُْ َوالكا ِف ُر َوأك ُل ِف ْي َس ْب َع ِة أ ْم َع ُاء
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “ Orang yang beriman
itu makan dengan satu usus (perut), sedangkan orang kaafir makan dengan tujuh usus.” (HR. Al-Bukhari) Menurut Syuhudi Ismail, secara tekstual hadits tersebut menjelaskan bahwa usus orang beriman berbeda dari orang kafir. Padalah dalam kenyataan yang lazim, perbedaan anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan umur. Dengan demikian, pernyataan hadits itu merupakan ungkapan simbolik. Itu berarti harus dipahami secara kontekstual. Perbedaan usus dalam matan hadits tersebut menunjukkan perbedaan sikap atau pandangan dalam menghadapi nikmat Allah, termasuk tata cara makan orang yang beriman memandang makan bukan sebagai tujuan hidup, sedangkan orang kafir menempatkan makan sebagai bagian dari tujuan hidup. Oleh karena itu, Orang yang beriman semestinya tidak banyak menuntut dalam kelezatan makan. Itu berari bahwa orang yang beriman itu harus membatasi makanannya. Makan harus didasarkan pada kebutuhan tubuh, bukan pada selera nafsu belaka. d) Menjaga Kebersihan Kebersihan sangat berpengaruh pada kesehatan dan jasmani seseorang. Oleh sebab itu Rasulullah SAW sangat memperhatikan masalah ini. Wujud perhatian beliau dapat dilihat dalam hadits berikut :
َ ْ َ َ َ َ َ َْ ُ ص َّلى َ ال َر ُسو ُل هللا َ َ ُهللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم ال ُّط ُهو ُر َش ْطر ْ ي عن أ ِبي م ِال ٍّك األشع ِر ِ قال ق ِ اإل ْو َم ِان ِ
Abu Malik Al-Asy’ari bercerita bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kebersihan itu sebagian dari iman.” (HR. Muslim) Rasulullah SAW menyenangi keteraturan, kebersihan, pemandangan yang ndah dan baik. Beliau membenci ketidakteraturan, kekotoran, pemandangan yang buruk, dan bau busuk. Wudhu sebelum shalat merupakan salah satu wujud dari
kebersihan dan ibadah begitu pula dengan mandi. Islam mengajak kepada kebersihan tubuh, hati, pakaian, rumah, dan jalan. Perhatian dan kesungguhan Nabi dalam menjaga kebersihan perlu dicontoh adapun alat dan teknik yang digunakan sesuai dengan perkembangan zaman. Perhatian Rasulullah SAW yang lebih serius lagi terdapat masalah kebersihan gigi dan mulut terihat dalam hadits berikut :
َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َّ َع ْن َأب ْي ُه َرْي َر َة َعن ُ النبي َر ُسو ل ال لوَل أ ْن أش َّق َعلى هللا صلى هللا علي ِه وسلم ق ِ ِ ِ ِ ِ َ ُ َ َ َ َ ُ ََْ َ ُْ َ َ ُ ُ ْ ْ َ َ َ َ ْ ْ َّ ُ ْ ْ اك عند ك ِل صَل ِة و الس ب م ه ت ر م أل )ي ت م أ ى ل ع ر ي ه ث و د ح ي ف (و ن ي ن م ؤ ز ِ ِ ِ ِ ِ اْل ِ ِ ِ ِ ِ
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sekiranya tidak akan
memberatkan bagi orang-orang yang beriman (dalam riwayat zuhair bagi umatku) tentu aku menyuruh mereka menggosok gigi ketika mendirikan setiap shalat.” (HR. Muslim) Dari
beberapa
hadits
diatas
terlihat
bahwa
Rasulullah
sangat
memperhatikan kebersihan jasmani. Itu berarti bahwa beliau mendidik umatnya dengan metode keteladanan dan motivasi. 6. Pendidikan Sosial Pendidikan sosial adalah proses pembinaan kesadaran sosial, sikap sosial, dan ketrampilan sosial, agar anak dapat hidup dengan baik, dan wajar di tengah-tengah lingkungan masyarakatnya. Sehubung dengan ini, terdapat hadits-hadits. a) Orang beriman harus bersatu
ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ ْ َّ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َ َّ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ عن أ ِبي موس ى ع ِن الن ِبي صلى هللا علي ِه وسلم قال ِإن اْلؤ ِمن ِللمؤ ِم ِن كالبني ِان ُصاب َعه ُ َي ُش ُّد َب ْع ً ض ُه َب ْع َ ضا َو َش َّب َك َأ ِ
Dari Abu Musa, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya seorang mukmin bagi mukmin yang lain satu bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Beliau pun memasukkan jari-jari tangannya satu sama lain.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits ini Rasulullah SAW memberikan motivasi dalam hal persatuan antara sesame orang beriman dengan metode perumpamaan.
Perumpamaan yang beliau gunakan sangat sederhana dan mudah dipahami oleh siapa saja. b) Orang beriman harus saling mencintai
َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َ َّ َ َ َ ْ َ َال ََل ُو ْؤم ُن َأ َح ُد ُك ْم َح َّتى ُوح َّب ََلخ ْيه ما َ س ع ِن الن ِبي صلى هللا علي ِه وسلم ق ِ ِ ِ ِ ِ ٍّ عن أن ُو ِح ُّب ِل َن ْف ِس ِه
Dari Annas, Nabi SAW bersabda, “ Tidak beriman salah seorang kamu sebelum ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. AlBukhari) Dalam hadits ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang belum diperoleh apabila ia tidak mencintai saudaranya. Itu berarti bahwa beliau memberikan motivasi yang sangat besar kepada umatnya agar memiliki rasa dan perilaku sosial yang baik. Motivasi seperti ini juga perlu diberikan oleh orang tua dan guru pada saat ini. c) Orang Beriman Harus Saling Membantu
َ َ َ َ َ َْ ُ ْ َ ْ َ ً َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ُ ُ ْ َ َ ل هللا صلى هللا علي ِه وسلم من نفس عن مؤ ِم ٍّن كربة ِ عن أ ِبي هريرة قال قال رسو ْ َ ُ ً ُ ُّ م ْن ُك َرب ُ س َ الد ْن َيا َن َّف هللا َع ْن ُه ك ْرَبة ِم ْن ك َر ِب َو ْو ِ ال ِق َي َم ِة َو َم ْن َي َّس َر َعلى ُم ْع ِس ٍّر ِ ِ ُّ هللا في ُّ هللا َع َل ْيه في ُ الد ْن َيا َواآلخ َرة َو ُ الد ْن َيا َواآلخ َرة َو َم ْن َس َت َر ُم ْسل ًما َس َت َر ُه ُ َي َّس َر هللا ِفي ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َع ْون ْال َع ْبد َم َاك ْان ْال َع ْب ُد في َع ْون َأخيه ِ ِ ِ ِ ِ ِ Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
yang melapangkan seseorang mukmin dari suatu kesulitan dunia, Allah akan melapangkan dari satu kesulitan di hari kiamat. Siapa yang memudahkan dari satu kesulitan, Allah akan memudahkannya dari kesulitan dunia dan akhirat. Siapa yang menutup aib seorang muslim, Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah selalu menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya.” (HR. Muslim) Dalam hadits ini, ada 4 informasi, yaitu : (a) Allah akan melapangkan hamba-Nya yang melapangkan orang lain, (b) Allah akan memudahkan urusan
hamba-Nya apabila ia memudahkan urusan orang lain, (c) Allah akan menutup aibnya seorang hamba yang menutup aib saudaranya, dan (d) Allah akan menolong setiap hamba yang menolong urusan hamba-Nya. Urusan ini semua adalah urusan sosial. Manusia adalah makhluk sosial. Ia tidak mampu hidup sendiri. Dalam berbagai hal, manusia membutuhkan bantuan orang lain. Oleh sebab itu, manusia harus hidup secara sosial. Ia tidak boleh mementingkan diri sendiri. Untuk itu, Rasulullah mendidik umatnya agar menjadi makhluk sosial dengan metode ganjaran atau motivasi yang besar. 7. Pendidikan Intelek/ Akal Pendidikan akal adalah proses meningkatkan kemampuan intelektual dalam bidang ilmu alam, teknologi, dan sains modern sehingga anak mampu menyesuaikan diri dengan ilmu pengetahuan dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah SWT dan khalifah-Nya, guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan oleh-Nya. Sehubungan dengan ini ditemukan hadits sebagai berikut :
َ َ َ ََُ ْ ْ َ َّ َ َ َ ُ ص َّلى ْ هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم َت َف َّك ُر ُ ال َر ُس ْو َ َ ل و هللا َوَل ت َتفك ُر ْوا ِفي آآلء ي ف ا هللا ق عن اب ِن عمر قال ِ ِ ِ ِ ِ هللا ِ
Dari Ibnu Umar, Ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘ Berfikirlah kamu tentang ciptaan Allah SWT dan jangan kamu memikirkan Dzat-Nya”. (HR. Ath-Thabrani)
Dalam hadits ini, Rasulullah SAW mendorong umatnya agar berfikir sebebasbebasnya, asal di daerah ciptaan Allah SWT alam semesta. Akan tetapi, karena ketebatasan akal, dia melarang memikirkan dzatnya, karena akan menimbulkan kesalahan dan kerusakan. 8. Pendidikan Seks Islam
begitu
gigih
menyeimbangkan
pertumbuhan
manusia
sehingga
pembentukannya sesuai dngan tabiat yang telah diciptakan Allah SWT dan fitrah yang telah digariskan. Demikianlah bahwa keseimbangan dalam segala hal merupakan salah satu bagian dari karakter Islam yang istimewa. Dorongan seksual yang telah diciptakan oleh Allah dalam diri manusia menjadi sebab kelangsungan seluruh makhluk hidup,
termasuk umat manusia. Allah telah menjadikan masa tertentu untuk melakukan hal ini agar manusia dapat meneruskan keturunannya. Agar fitrahnya tetap terpelihara maka terdapat pilar-pilar yang telah digariskan oleh Rasulullah yaitu : a) Memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan
ُ ص َّلى َ ال َر ُس ْو ُل هللا َْ ْ َ ْالص ََلة َو ُهم َّ هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم ُم ُروا َأ ْو ََل َد ُك ْم ب َ ال َق َ هللا َق ِ ِ عن عب ِد ِ ِ َ ْ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َّ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْ َ َ أبناء سبع ِس ِنين واض ِربوهم عليها وهم أبناء عش ٍّر وفرقوا بينهم ِفي اْلض ِاج ِع
Dari Abdullah, Rasulullah SAW berkata, “Suruhlah anakmu mendirikan shalat
ketika berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkannya ketika ia berumur sepuluh tahun. (Pada saat itu), pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud) Hal yang berhubungan dengan subtema ini adalah pada saat itu (umur 10 tahun), pisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan. Mengapa demikian? Menurut Muhammad Suwaid, karena saat itu naluri anak mulai tumbuh. Lalu bagaimana pemisahan anak itu dilakukan? Apa yang dilakuka adalah jangan sampai dua anak itu tidur dalam satu selimut. Jika keduanya tidur masing-masing di atas ranjang yang sama dengan selimut yang berbed, tidak mengapa. Namun apabila keduanya saling dijauhkan, maka itu lebih baik dan lebih utama. Al-Allamah Syaikh Waliyullah Ad-dahlawi berkata, “Perintah pemisahan tempat tidur ini disebabkan karena masa-masa seperti itu merupakan masa-masa pubertas. Jika tidak diatur, maka anak bisa-bisa melampiaskan nafsu seksual. Dengan demikian, haruslah jalan kerusakan ini ditutup lebih dini sebelum hal itu terjadi. “ Tidur disatu ranjang dan di bawah selimut dapat menyebabkan naluri seksual anak akan tumbuh dengan cepat sehingga akan menimbulkan berbagai indikasi penyimpangan seksual. Betapa hal itu terjadi tanpa disadari orang tua. Hal itu dapat menyebabkan kehancuran pada anak-anak yang disebabkan para orangtua yag tidak memperhatikan petunjuk Nabi. Padahal, beliau tidaklah mengucapkan berdasarkan keinginan belaka, tetapi merupakan wahyu yang diturunkan
Beliau
menyampaikan
kepada
kita
dengan
“pisahkanlah!”orang beriman tentu akan memenuhi perintah ini.
begitu
jelas
(b) Posisi Tidur Miring ke Sisi Kanan, Tidak Menelungkup
َ ُ َّ َ َ َ َ َ ُْ َ ُ َ َ َ ْ َ َْ َ َ َّ ُ ال لي َر ُسو َ ل هللا َعل ْي ِه َو َسل َم ِإذا هللا صلى ق ع ِن البر ِاء ب ِن عا ِز ٍّب ر ِض ى هللا عنهما قال ِ ِ َ َ ْ َّ ُ َ َّ َ َ ْ ُ ُ ُ َّ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ اضط ِج َع َعلى ِش ِق َك األ ْو َم ِن أتيت مضجعك فتوضأ وضوءك ِللصَل ِة ثم
Dari Al-Barra’ bin Azib, ia berkata, “Rasulullah Saw berkata kepadaku apabila engkau mendatangi tidurmu (akan tidur), maka berwudhulah seperti wudhu untuk shalat kemudian tidurlah miring kesisi kanan.
Muhammad Suwaid menjelaskan bahwa meneladani sunnah Rasulullah dalam tidur dengan cara berbaring pada sisi kanan akan menjaukan akan dari sekian banyak gelombang seksual anak ketka tidur. Nabi menganggap tidur menelungkup sebagai tidurnya setan. Tidur telungkup menyebabkan terjadi banyak gesekan alat kelamin anak yang akan membangkitkan syahwatnya. Jika kedua orangtua mendapati anaknya tidur dalam kondisi seperti itu, maka mereka harus segera mengubahnya serta menyuruhnya agar tidur miring pada sisi kanan dan jangan sampai tidur telungkup. Di samping itu, tidur telungkup juga dapat menimbulkan banyak penyakit jasmani. Semua dokter, tanpa terkecuali, menasehatkan agar menjauhi tidur telungkup. (c) Membiasakan anak menundukkan pandangan dan memelihara aurat
َ ُ َّ َ َ ْ َ َّ َ ُ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ َ َّ َ ْ ْ ف َر ُس َْ ْ َ ل هللا َعل ْي ِه هللا صلى و اس ر ِدو ِ ِ ِ عن عب ِد ٍّ اس قال كان الفضل بن عب ٍّ هللا ب ِن ع َب َ ُ َ َ ُ ْ َو َس َّل َم َف َج َاء ْت ُه ْام َرأ ٌة م ْن َخ ْث َع َم َت ْس َت ْفت َيه َف َج َع َل ْال َف ض ُل َو ْنظ ُر ِإل ْي َها َوت ْنظ ُر ِإل ْي ِه ِ ِ ِ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َ ُ َف َج َع َل َر ُسو ل الش ِق اآلخ ِر ى ل إ ل ض ف ال ه ج و ف ر ص و م ل س و ه ي ل ع هللا ى ل ص هللا ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, “ adalah Al-Fadhl bin Abbas membonceng Nabi SAW lalu datanglah seorang wanita dari Khats’am yang meminta satwa keepada beliau. A-Fadhl kemudian memandang perempuan itu dan ia pun memandangnya. Lalu Rasulullah memalingkan wajah Al-Fadhl ke sisi yang lain. “ (HR. Abu Daud) Dalam hadist ini Rasulullah SAW memalingkan wajah remaja Al-Fadhl bin Abbas yang sedang saling melihat dengan seorang wanita. Beliau melakukan hal itu karena khawatir akan dipengaruhi oleh setan dan menimbulkan nafsu sahwat. Pandangan merupakan jendela bagi anak untuk melihat dunia luar. Apa saja yang
dilihat oleh kedua matanya akan terpatri di dalam benak, jiwa, dan ingatannya
dengan cepat. Jika ia dibiasakan untuk menundukkan dan menjaga pandangannya dari aurat, disertai dengan adanya rasa selalu diawasi oleh Allah SWT, hal itu akan melahirkan kemanisan iman yang dapat dirasakan oleh anak. D. Fungsi Kurikulum Pendidikan Fungsi kurikulum dalam pendidikan islam adalah sebgai berikut : (1) Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menpuh harapan manusia sesuai dengan tujuan yang dicitacitakan; (2) Pedoman dan program harus dilakukan oleh subyek dan objek pendidikan; (3) Fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan; (4) Standar dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan, atau sebagai batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan, semester, maupun pada tingkat pendidikan tertentu. E. Kesimpulan Kurikulum adalah bagian penting pendidikan dimana kualitas suatu negara ditentukan oleh kualitas pendidikan. Dalam hal ini, pendidik adalah suatu media penting untuk mengatur dan mengembangkan potensi siswa didalam sekolah untuk lebih aktif dan kreatif dalam menumbuhkan bakat dan minat peserta didik didalam perkembangan kurikulum. Sehingga peserta didik mampu menjadi warga negara yang produktif yang ikut berpartisipasi dalam perkembangan dan kemajuan negaranya, khususnya didalam dunia pendidikan. Karena, generasi muda adalah aset bangsa yang tak ternilai. Namun, didalamnya juga butuh kerjasama dalam penerapan pola kurikulum yang juga tak terlepas dari memanajemen pendidikan itu sendiri untuk memperoleh hasil yang optimal. F. Daftar Pustaka Basri Hasan, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia Safrony, Ladzi, 2013, Al-Ghazali : Berbicara Tentang Pendidikan Islam, Malang: Aditya Media Publishing Umar, Bukhari, 2012, Hadits Tarbawi : Pendidikan dalam Presfektif Hadits, Jakarta: AMZAH
Mujib, Abdul dan Mudzakkir, Jusuf, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Arbangi, Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis Multikultural: Kajian Kritis pada Ranah Teoritik dan Praktek, dalam Jurnal Progressiva Vol. 1, No.1 Tahun 2016