KUMPULAN TIPS MENULIS
Penulis : Yons Achmad http://penakayu.blogspot.com Kompilasi E-Book Oleh Perpustakaan Online http://pustaka-ebook.com
Lisensi General Public License. Anda boleh menyalin, menyadur, mengutip, dan mempublikasikan sebagian atau seluruh isi e-book ini dengan catatan tetap mencantumkan sumber berupa nama dan url web/blog sang penulis. Tidak menggunakannya untuk tujuan komersil dan/atau plagiatisme.
Writing Motivation
Scripta Manen Verba Volant ~yang tertulis akan tetap abadi, yang terucap akan berlalu bersama angin~
Untuk apa menulis? Barangkali banyak orang masih bingung ketika disodori pertanyaan tersebut. Wajar, karena persoalan menulis memang belum membudaya di tanah air. Jangankan masyarakat umum, mereka yang menyandang gelar doktor bahkan profesor sekalipun bisa jadi banyak yang masih kesulitan dalam soal menulis (menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan). Ini terbukti dengan masih minimnya publikasi karya ilmiah (populer) yang bisa kita akses, baik melalui media cetak maupun media interaktif (internet). Untuk merangsang para ahli di bidangnya berbagi gagasan, muncul beberapa situs internet agar ilmu pengetahuan bisa diakses dengan luas dan mudah. Munculnya situs internet semisal www.beritaiptek.com atau www.netsains.com patut kita apresiasi karena dengan munculnya situs tersebut para ilmuwan yang kebanyakan berlatarbelakang eksakta menjadi termotivasi untuk berbagi ilmu yang dimilikinya. Begitu juga dengan munculnya situs www.penulislepas.com. Situs yang fokus mempublikasikan tulisan ilmiah populer. Situs ini didirikan oleh Jonriah Ukur atau yang akrab dipanggil Jonru, pria berkacamata yang sudah menerbitkan beberapa novel dan buku-buku seputar kepenulisan. Lewat situs ini, siapapun boleh mempublikasikan karya dengan kekhususan tulisan non-fiksi (baik berupa artikel, berita, informasi lomba kepenulisan maupun resensi buku). Saat ini, situs tersebut masih ramai sebagai media publikasi para penulis lepas di tanah air bahkan beberapa penulis yang tinggal d luar negeri. Untuk lebih meningkatkan kemampuan dalam bidang tulis menulis, kemudian Jonru mendirikan institusi khusus sekolah menulis online yang beralamat di www.belajarmenulis.com. Sementara, secara khusus situs www.penulislepas.com sekarang dikelola secara profesional dengan mengangkat Yons Achmad sebagai content manager. Segala urusan mengenai isi situs menjadi tanggungjawab lelaki pecinta sastra asal Magelang ini. Melihat kenyataan yang ada, memang, menulis tentu saja bukan hanya persoalan para pengarang, penulis atau wartawan saja. Siapapun diri kita, berprofesi apapun, kemampuan menulis itu diperlukan. Sepanjang kita masih punya otak dan hati, sepanjang kita masih hidup, aktivitas menulis akan senantiasa menyertai. Misalnya, dalam kehidupan keseharian, komunikasi kita tentu tidak hanya sebatas ucapan lisan saja. Sering kita harus membangun komunikasi dengan orang-orang yang jauh. Maka, tulisan menjadi penting sebagai jembatan komunikasi sekaligus media yang lebih memungkinkan orang mengeluarkan gagasan secara serius dan sistematis. Biasanya, kalau ucapan kerap kali hanya luapan spontanitas saja. Sedangkan, tulisan lebih mempunyai bobot tersendiri karena sudah pasti kita memikirkan dan merenungkannya terlebih dahulu sebelum menuangkannya dalam sebuah karya. Kegagapan dan ketidakmampuan dalam menulis, akan menyebabkan salah persepsi dan kegagalan komunikasi. Jika ini terjadi, bisa
2
berakibat fatal pada karier yang digeluti maupun dalam hubungan personal dalam kehidupan bisnis dan kesehariannya. Lantas, bagi mereka yang akan meniti karir dan bercita-cita punya profesi terkait dengan dunia tulis menulis (misalnya wartawan, editor, pengarang), persoalannya akan lebih kompleks lagi. Sebab, persoalan menulis tidak hanya sebatas alat komunikasi saja. Tetapi lebih dari itu, menulis adalah soal bagaimana berpikir dengan baik, bersinggungan dengan soal kemanusiaan, panggilan hidup, estetika kebahasaan, bahkan keberpihakan kepada masyarakat kecil. Nah, dalam ulasan singkat ini, akan diberikan semacam tips-tips segar kepada Anda agar lebih bergairah dan lebih serius lagi dalam mengeluti dunia tulis menulis; 1. Jangan sekedar hobi. Masih banyak orang yang menjadikan aktivitas menulis sekedar hobi belaka. Tak salah memang. Hanya saja, ternyata menulis pun bisa dijadikan alternatif profesi, dalam arti mereka mendapatkan nafkah dan penghasilan dari sana. Barangkali muncul pertanyaan, bisakah hidup layak dengan menjadi seorang penulis ?. Saya kira ini tergantung kerja keras masing-masing individu. Sudah terlalu banyak contoh orang-orang yang sukses menjadi seorang penulis full time. Sebut saja Ahmad Tohari, penulis novel “Ronggeng Dukuh Paruk” yang kini juga menjadi kolumnis sosial keagamaan di rubrik “Resonansi” Koran Republika. Habibburahman El-Sirazy pengarang novel “Ayat-Ayat Cinta”. Atau JK Rowling, pengarang “Harry Potter” yang kini menjadi miliyader dari hasil penjualan bukunya. Barangkali, contoh di atas terlalu hebat untuk diketengahkan. Baiklah, sekarang sebagai gambaran saja, ketika orang menulis (4-5 halaman) dan dimuat di media lokal, biasanya mendapat honor Rp.100-Rp.300 ribu. Untuk media nasional sekitar Rp.300-Rp 1 juta. Cukup lumayan bukan. Apalagi bagi penulis yang mau menulis buku. Hasilnya, tentu akan lebih baik lagi. Di Tanah air, sistem pembagian keuntungan buku karya seorang penulis berkisar 10-15%. Misalnya, buku seharga 25 ribu terjual seribu eksemplar, penulis mendapat 2,5 juta. Biasanya, rata-rata penerbit mencetak awal buku sebanyak tiga ribu eksemplar dan kalau ternyata laris di pasar baru cetak lagi. Namun, perhitungan tersebut biasanya berkorelasi positif dengan kerja keras dan produktifitas dalam menelorkan karya. Semakin produktif dan karya digemari masyarakat, semakin meningkat pula taraf hidup penulis. Disisi lain, seorang penulis, kalau sedang beruntung (menjadi penulis selebritis), hasilnya akan bertambah lagi karena biasanya diundang ke berbagai acara, baik untuk mengisi materi terkait dengan buku yang ditulis, maupun berbagi pengalaman atas proses kreatifnya dalam menulis. Dari sini, otomatis penulis juga mendapatkan tambahan penghasilan. 2. Prioritaskan bacaan. Agar ide dan pikiran tidak buntu, baca buku adalah solusinya. Seorang penulis sejati, tidak bisa tidak ia harus akrab dengan buku. Bukan hanya menjadi kutu buku, lebih dari itu, ia perlu menjadi “predator buku”. Melahap berbagai buku, seperti kata Hernowo penulis buku “Quantum Reading” menjadikan buku ibarat sepotong pizza.
3
Memang, tidak semua buku harus kita baca. Memilih buku-buku bermutu serta memprioritaskan jenis dan waktu membaca itu perlu. Helvy Tiana Rosa, pendiri komunitas penulis Forum Lingkar Pena (FLP) punya saran yang baik. Yaitu membaca 3 jenis buku dalam sebulan, tentang keagamaan, tentang hobi atau minat kajian yang diminati, dan tentang buku yang terkait latar belakang pendidikan seseorang. Dengan pengaturan seperti itu, pikiran kita akan lebih fokus, ide-ide bermunculan sehingga aktivitas menulis terus berkembang. Misalnya seorang dokter yang kebetulan beragama Islam tapi suka menulis. Dalam sebulan, ia perlu melahap setidaknya satu buku tentang keagamaan (tak melulu soal agama ansich, tapi juga bisa terkait dengan bidangnya, contohnya buku “Aborsi dalam pandangan Islam). Satu buku tentang “Kanker” (sesuai dengan bidang keahliannya), satu buku lagi yang berjenis novel (karena ia suka sastra) atau “Teknik Origami” (karena ia orang yang suka seni melipat kertas). 3. Gunakan hati. Aktivitas menulis tak cukup dengan wawasan pikiran dan referensi buku semata. Kita perlu menggunakan hati. Seperti dalam kehidupan keseharian, orang akan lebih senang diajak bicara secara lembut. Siapapun pasti tak akan suka dibentak-bentak, diperlakukan kasar oleh orang lain. Bahkan seorang preman pun tak mau diperlakukan begitu. Dalam menulis juga perlu melakukan hal yang sama. Kalau ingin melakukan kritik pada seseorang atau lembaga, cara yang halus perlu dimunculkan pada karya tulisan kita. Jika memang perlu menyindir atau menyentil, lakukan dengan cara yang tidak frontal dan dengan kata-kata yang tidak memerahkan telinga. Prinsipnya, selalu menulislah dengan hati, karena biasanya sesuatu yang dari hati, akan sampai ke hati pula. Kita berharap dengan begitu orang akan berbalik pikiran dan berubah menjadi lebih baik setelah membaca karya kita. Kalau seorang penulis bisa melakukan kebajikan semacam ini, betapa mulianya dia. 4. Mulailah dari hidupmu. Banyak orang yang kesulitan mau menulis apa. Kadang, tidak menyadari bahwa setiap manusia, perjalanan dan pengalaman hidupnya pasti punya sesuatu yang menarik, sesuatu yang unik. Bukankah ini inspirasi tersendiri ?. Oke, sekarang mulailah menuliskan cerita-cerita kita. Mulai dari yang terdekat yang bisa kita rasakan dan kita temui sehari-hari. Kata kuncinya “Jangan pikirkan apa yang akan Anda tulis, tapi tulislan apa yang ada dalam pikiran Anda”. Torey Haden, penulis novel “Sheila”, buku yang laris manis itu, pernah mengatakan “Aku sama seperti kalian, yang membedakan hanya karena Aku menuliskannya”. Begitulah, ia menuliskan pengalaman hidupnya sebagai seorang guru untuk anak-anak “Keterbelakangan mental”, ternyata buku-buku itu digemari masyarakat karena temanya yang menarik, unik, tentu juga karena gaya penceritaannya yang menyentuh jiwa. Lain dengan Bayu Gawtama (www.gawtama.blogspot.com), Ia rajin menuliskan catatan hariannya. Sampai saat kini 3 buku telah terhasilkan. Ceritanya cukup sederhana. Lagi-lagi menarik karena berbasis pengalaman pribadi dengan sentuhan personal yang khas. Begitu juga novel “Laskar Pelangi” Karya Andre Hirata (www.sastrabelitong.multiply.com), kisahnya tak lain adalah pengalaman pribadi dan memoar masa kecilnya. Nah, kini saatnya Anda menuliskan sesuatu yang dirasa menarik dalam hidup. Yah siapa tahu kelak layak diterbitkan menjadi buku. Siapa tahu laris, siapa tahu kelak Anda menjadi penulis hebat. Siapa tahu...siapa tahu. 4
5. Tradisi kaum intelektual. Menulis itu tradisi kaum intelektual. Jika ada problem serius dimata umum (publik), ia menulis, menjelaskan duduk masalahnya. Kemudian, punya alternatif pemikiran bagaimana jalan keluar dari masalah tersebut. Kalau boleh dibilang, belum cukup rasanya sebutan intelektual kalau ia tak punya karya (tertulis) satupun. Karena itu, menulis, sampai hari ini masih menjadi tradisi kaum intelektual. Dengan membaca tulisan, baik artikel atau buku, kita akan mendapatkan pemahaman yang cukup dan utuh tentang sebuah pokok permasalahan. Hal ini akan sangat berbeda kalau hanya sekedar mendengar ucapan semata. Misalnya ketika seorang pakar berpidato dengan isi yang hebat dan punya kadar keilmiahan yang tinggi, bisa jadi orang sudah melupakannya seminggu atau sebulan kemudian, walaupun pada saat disampaikan paham betul. Berbeda ketika seorang pakar mau menuliskannya, walau dalam artikel singkat saja, pengetahuan ini akan terus dibaca dan bisa terus diingat orang. Apalagi kalau memang kualitas karyanya bemutu, dengan senang hati banyak orang yang kelak akan mengirimkan tulisan (pengetahuan) tersebut kepada teman-temannya, lingkungan pekerjaannya dst. Pada intinya, ketika orang mau menulis, pengetahuan yang dihasilkan tidak akan hilang ditelan jaman. Demikianlah sekilas bagaimana gairah menulis itu bisa kita munculkan. Setelah kita tahu beragam manfaat dari sebuah tulisan, saatnya sekarang adalah mempraktekannya. Karena motivasi dan niat untuk menulis saja tak cukup. Seperti kata Kuntowijoyo (alm), Budayawan Jogjakarta, untuk bisa menulis itu cukup mudah dan sederhana, rumusnya adalah “DUDUK DAN LAKUKAN”. Itu saja. (yons achmad).
5
Teknik Penulisan Cerpen
Bagi mereka yang ingin menjadi novelis besar, tak ada salahnya memulai karir dengan menulis cerpen terlebih dahulu. Dalam situs www.write101.com (diterjemahkan oleh Ary), terdapat sebuah teknis sederhana yang bisa dijadikan jalan masuk memahami bagaimana caranya menulis cerpen itu. Jelasnya sebagai berikut, Ketika mulai menyusun cerpen; 1. Taruh seseorang di atas pohon. 2. Lempari dia dengan batu. 3. Buat dia turun. Kelihatannya aneh, tapi coba pikirkan baik-baik, karena saran ini bisa diterapkan oleh penulis mana saja. Nah, ikuti langkah-langkah perencanaan seperti yang disarankan di bawah kalau ingin menulis cerpen-cerpen yang hebat. Perencanaan Cerpen Taruh seseorang di atas pohon, munculkan sebuah keadaan yang harus dihadapi tokoh utama cerita. Lempari dia dengan batu. Dari keadaan sebelumnya, kembangkan suatu masalah yang harus diselesaikan si tokoh utama tadi. Contoh, Kesalahpahaman, kesalahan identitas, kesempatan yang hilang, dan sebagainya. Buat dia turun, Tunjukkan bagaimana tokoh Anda akhirnya mengatasi masalah itu. Pada beberapa cerita, hal terakhir ini seringkali juga sekaligus digunakan sebagai tempat memunculkan pesan yang ingin disampaikan penulis. Contoh, Kekuatan cinta, kebaikan mengalahkan kejahatan, kejujuran adalah kebijakan terbaik, persatuan membawa kekuatan, dsb. Ketika Anda selesai menulis, selalu (dan selalu) periksa kembali pekerjaan Anda dan perhatikan ejaan, tanda baca dan tata bahasa. Jangan menyia-nyiakan kerja keras Anda dengan menampilkan kesan tidak profesional pada pembaca Anda. Bagaimana, sudah paham? Teknik tersebut adalah langkah sederhana yang menjadi bekal awal untuk menulis cerpen. Selanjutnya, perlu diperhatikan beberapa teknik berikut; 1. Tema. Dalam sebuah cerpen, tema perlu kita pegang. Tema inilah yang menjadi benang merah ketika seorang cerpenis mulai bekerja. Seperti dalam karya non fiksi dimana ada gagasan utama, dalam cerpen juga begitu, gagasan utamanya tetap harus kuat terasa ketika orang selesai membaca karya cerpen yang dibuat oleh seorang pengarang. 2. Alur. Alur ini perlu dibangun secara lengkap. Dalam arti terbaca jelas bagaimana pembukaan, pemunculan konflik dan pada akhirnya sang pengarang mengakhiri sebuah cerita. Satu hal yang sering terjadi, pengarang terlalu bertele-tele dan berlama-lama dalam pembukaan cerita sehingga bagian konflik dan penyelesainnya malah menggantung. Nah, porsi masing-masing perlu diseimbangkan agar cerita menjadi utuh. 6
3. Kharakter tokoh. Dalam cerpen, usahakan tokoh tidak terlalu banyak. Justru, yang paling penting adalah bagaimana membuah tokoh rekaan dalam sebuah cerpen tersebut bisa dikenang oleh pembaca. 4. Dialog. Dalam membangun dialog juga berlaku sama. Perlu dibangun kekuatan kata-kata yang keluar dari sang tokoh dalam cerpen. Kata-kata yang menggugah, menginspirasi atau memberikan kesan khas pada sang tokoh yang mengucapkannya. 5. Setting. Tempat kejadian usahakan begitu dekat dengan pembaca. Jika sulit, imajinasikan dan narasikan tempat-tempat itu agar terkesan khas sehingga pembaca akan bisa merasakan seolah-olah tempat itu ada, unik dan menarik. 6. Sepenggal kisah. Dalam cerpen, cukup ceritakan sepenggal kisah saja. Jangan terlampau mendedahkan kisah sang tokoh dalam rentang waktu berhari-hari atau berbulan-bulan. Bahkan, kisah satu jam bahkan 10 menit sang tokoh pun cukup asalkan memang menarik. Dari kisah nyata menjadi cerpen. Sebagai tambahan, dibawah ini ada tips menarik bagaimana mengangkat kisah nyata menjadi sebuah cerpen (saya comot dari blognya Jonru, www.jonru.multiply.com). Emangnya sinetron Islam aja yang dibikin berdasarkan kisah nyata. Cerpen juga bisa kok. Dan sebenarnya, ini bukan "barang baru". Sebab, nyaris semua pengarang pernah menulis cerpen berdasarkan kisah nyata, baik itu pengalaman pribadi maupun pengalaman orang lain atau kejadian tertentu yang dilihat oleh si pengarang. Lantas, kenapa harus dibahas di topik ini? Apa istimewanya?. Saya merasa perlu membahasnya, karena baru-baru ini saya membaca dua cerpen dari dua orang teman yang diangkat dari sebuah kisah nyata. Setelah saya baca, terus terang saya kecewa. Sebab cerpen tersebut sama persis dengan cerita aslinya. Isi cerita, alur cerita, semuanya sama. Yang berbeda hanya nama-nama tokoh dan settingnya. Selain itu, cerpennya pun disampaikan dengan gaya yang biasa-biasa saja. Sebenarnya, dalam mengangkat sebuah kisah nyata ke dalam cerpen, bagaimana teknis menulis yang baik? Secara umum, tekniknya sama saja dengan teknik penulisan lainnya. Tapi menurut saya, yang perlu diingat adalah: kisah nyata tersebut hanyalah sebuah IDE. Sebagai ide, kita bebas mengembangkannya. Mau kita ubah ceritanya, ditambahi, dikurangi, dan seterusnya, semua terserah kita. Tak ada yang melarang. Toh kisah nyata itu bukan sebuah sejarah, hanya peristiwa sehari-hari yang biasa. Memang, bukan berarti kita tidak boleh membuat cerpen yang isinya sama persis dengan kisah nyatanya. Ya boleh-boleh saja, dong. Yang saya maksud pada topik ini adalah: Kita jangan sampai berpikir bahwa cerpen yang kita tulis tidak boleh merubah sedikit pun kisah nyatanya. Sebab sekali lagi, kisah nyata tersebut bukan sebuah sejarah. Sekadar berbagi tips, berikut adalah contoh langkahlangkah yang bisa kita lakukan dalam mengubah sebuah kisah nyata menjadi cerpen. 7
Carilah bagian dari kisah nyata itu yang kita anggap menarik. Bagian yang kurang menarik, atau tidak menarik sama sekali, lupakan saja. Galilah bagian yang menarik tersebut, lalu kembangkan ceritanya sesuai keinginan kita. Kalau perlu, carilah sudut pandang yang unik, agar ceritanya menjadi lebih bagus.
Setelah itu, kita bisa langsung menulis cerpennya. Saat menulis ini, kita sudah boleh membuang jauh-jauh si kisah nyata tersebut. Lupakan saja. Toh kita sudah punya modal berupa ke-3 poin di atas. Yang juga penting, jangan merasa "terbebani" oleh hal-hal yang melekat pada kisah nyata tersebut, sebab kita bisa mengubah semuanya sesuka kita. Sebagai contoh, si pelaku pada kisah nyata adalah seorang pria. Ketika diubah jadi cerpen, jenis kelaminnya kita ubah jadi wanita. Atau, kisah nyata ini terjadi di Jakarta, tapi pada cerpennya diubah menjadi New York. Dan seterusnya. Ini semua boleh-boleh saja. Asalkan cerita yang kita buat tetap logis (masuk akal) dan menarik. (yons achmad)
8
Teknik Penulisan Puisi
~puisi adalah sebuah dunia dalam kata~ (Dresden) Menulis puisi itu gampang. Ya, memang begitu. Banyak orang yang bisa membuat puisi. Siapapun, ketika disuruh atau dipaksa membuat puisi pasti bisa. Berbeda ketika orang disuruh untuk membuat cerpen atau novel. Namun, jangan salah, orang yang membuat puisi tanpa pengetahuan, tanpa teknik, tentu akan sangat berbeda dengan mereka yang sedikit-sedikit memahami “hakikat” sebuah puisi. Pengertian Puisi. Puisi adalah sebuah dunia dalam kata. Isi yang terkandung di dalam puisi merupakan cerminan pengalaman, pengetahuan, dan perasaan penyair yang membentuk sebuah dunia bernama puisi. Kesusastraan, khususnya puisi, adalah cabang seni yang paling sulit untuk dihayati secara langsung sebagai totalitas. Elemen-elemen seni ini ialah kata. Sebuah kata adalah suatu unit totalitas utuh yang kuat berdiri sendiri. Puisi menjadi totalitas-totalitas baru dalam pembentukan-pembentukan baru, dalam kalimat-kalimat yang telah mempunyai suatu urutan yang logis. (Dresden). Puisi adalah pengucapan bahasa yang memperhitungkan adanya aspek-aspek bunyi di dalamnya, yang mengungkapkan pengalaman imajinatif, emosional dan intelektual penyair yang ditimba dari kehidupan individu dan sosialnya; yang diungkapkan dengan teknik tertentu sehingga puisi itu dapat membangkitkan pengalaman tertentu pula dalam diri pembaca atau pendengarnya.(Suyuti). (Pengertian diatas disarikan oleh Hasta Indrayana aktivis Komunitas Tanda Baca). Sedangkan, unsur-unsur puisi menurut Dick Hartoko sebagai berikut; Puisi terdiri dari dua unsur, yaitu unsur tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik atau unsur semantik puisi menuju ke arah struktur batin sedangkan unsur sintaksis mengarah pada struktur fisik puisi. Struktur batin adalah makna yang terkandung dalam puisi yang tidak secara langsung dapat dihayati. Struktur batin terdiri dari (1) tema, (2) perasaan, (3) nada dan suasana, (4) amanat atau pesan. Struktur fisik adalah struktur yang bisa kita lihat melalui bahasanya yang tampak. Struktur fisik terdiri dari (1) diksi, (2) pengimajian, (3) kata konkret, (4) bahasa figuratif atau majas, (5) versifikasi, dan (6) tata wajah. Dalam sebuah forum diskusi maya (apresiasi sastra), penyair Hasan Aspahani pernah menyarikan perihal pasal-pasal puisi versi Goenawan Mohammad dalam bukunya “Kesusastraan dan Kekuasaan”. Pasal-pasal ini bisa kita jadikan panduan bagaimana menulis puisi dengan baik. Pasal 1. Dalam puisi, pada mulanya adalah komunikasi. Karena itu, puisi yang tidak palsu dengan sendirinya dan sudah seharusnya mengandung kepercayaan kepada orang lain, pembacanya.
9
Pasal 2. Prestasi kepenyairan yang matang mencerminkan suatu gaya, setiap gaya mencerminkan suatu kepribadian, setiap kepribadian tumbuh dan hanya bisa benar-benar demikian bila ia secara wajar berada dalam komunikasi. Pasal 3. Sajak yang mencekoki pembaca, atau menyuruh pembaca menelan saja pesan yang hendak disampaikan atau yang dititipkan lewat penyair adalah sajak yang tidak pantas dihargai. Pasal 4. Penyair dan pembacanya berada dalam sebuah ruang kebersamaan yang meminta banyak hal serba terang, sebab dengan demikian terjamin kejujuran, dan penyair tidak sekedar menyembunyikan maksud sajaknya bagi dirinya sendiri. Pasal 5. Akrobatik kata-kata untuk dengan sengaja membikin gelap suatu maksud sajak menunjukkan tidak adanya kejujuran, yang pada akhirnya tidak lagi dipercaya pembacanya dan kemudian ia pun tidak lagi percaya pada dirinya sendiri. Pasal 6. Penyair harus meletakkan sajaknya di antara "kegelapan-supaya-tidak-dimengerti" dan "tidak-menjejalkan-segala-galanya-kepada-pembaca", tanpa mengaburkan batas antara kedua hal itu. Dari kenyataan karya beberapa penyair (khususnya para pemula), yang sering muncul adalah puisi dengan ungkapan perasaaan semata. Padahal, sebenarnya dalam puisi juga perlu dimunculkan sisi intelektualitas di dalamnya. Baiklah, dari beberapa pandangan sekilas diatas, semoga bisa dijadikan dasar bagaimana kita bisa menulis puisi dengan baik, tidak asal menulis, tetapi benar-benar dilandasi dengan sebuah ilmu tentang puisi, sehingga akan lahir karya-karya besar, bukan hanya picisan. (yons achmad).
10
Teknik Menulis Artikel
~menulislah, apapun, jangan pernah takut tulisanmu tidak dibaca orang, yang penting tulis, tulis dan tulis. suatu saat pasti berguna~ (Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca)
Menulis itu ibarat naik motor. Ingin bisa melakukan, jawabannya adalah dengan mencoba. Tahu teori bagaimana cara yang benar mengendarai motor saja tak cukup. Mereka harus berlatih dan coba menaikinya. Semakin sering berlatih-walau kadang sempat terjatuh dan luka- kelak mereka pasti semakin mahir dan lancar. Dalam persoalan menulis juga begitu.. Banyak mendapatkan teori bagaimana menulis yang baik dan benar-entah dari buku, sekolah, kuliah maupun berbagai pelatihan kepenulisan-saja tidaklah cukup. Mereka yang berniat terjun untuk menulis dan benar-benar ingin serius menjadi penulis profesional, tidak ada cara yang lebih jitu selain mencoba dan terus mencoba. Menulis bisa dikatakan sebuah keterampilan. Pada dasarnya, semua orang bisa melakukannya. Arswendo Atmowiloto, penulis sinetron “Keluarga Cemara” yang sempat terkenal itu mengatakan bahwa menulis itu gampang. Benarkah demikian..? Barangkali, ungkapan itu hanya sekedar memotivasi saja agar orang tidak takut duluan menulis. Kenyataannya memang lebih komplek. Sekedar menulis ala kadarnya mungkin gampang. Namun, membuat tulisan yang berbobot, indah, enak dibaca, mempunyai derajat ilmiah, pengetahuan, intelektualitas dan yang pasti bisa dimuat di media nasional maupun internasional perlu sebuah ilmu proses dan praktek yang intens. Terkait dengan bagaimana menulis artikel, khususnya untuk konsumsi media massa, ada beberapa tahapan standar yang perlu dilalui. Diantaranya; Tahap Persiapan. 1. Cinta Membaca. Membaca tidak sekedar membaca layaknya orang “awam” yang melakukannya demi hobi semata dan boleh dilakukan dengan iseng, tanpa ada target dan tujuan khusus . Tapi, serius membaca untuk menyelami pemikiran-pemikiran baru. Yang sering dibutuhkan saat menulis artikel biasanya adalah pandangan dan pemikiran orang dalam sebuah buku, artikel atau makalah karya ilmiah. Ide-ide dan pemikiran tokoh inilah yang kelak dibutuhkan untuk memperkaya khasanah artikel yang nanti akan ditulis. Setelah membaca, langkah bijaknya adalah mencatat ide dan pemikiran tokoh tersebut agar tidak lupa, seperti kata pepatah “The palest ink is better than the best memory” (tinta yang kabur sekalipun akan lebih baik daripada memori yang tajam). Dalam menulis artikel, ide dan pemikiran tokoh orang lain memang bukan yang utama. Sifatnya hanyalah mendukung argumentasi kita. Nah, 11
mau tak mau kecintaan membaca ini senantiasa menjadi sebuah kebiasaan yang perlu selalu dipupuk dan dilakukan dengan rutin layaknya orang makan sehari tiga kali. 2. Rajin Mengkliping. Kliping ini bisa berupa kumpulan artikel, berupa kutipan pemikiran tokoh yang dimuat dalam media massa, maupun (ini yang terpenting), penelitian-penelitian ilmiah tentang berbagai hal terutama pada minat dan tema tulisan yang akan kita garap. Kegiatan mengkliping ini untuk menghindarkan diri seorang penulis dari kebuntuan (writer block) dan kehabisan bahan mentah untuk mendukung argumentasi.
3. Membaca Rubrik Opini. Rubrik opini adalah ladang untuk menampung tulisan para penulis lepas (termasuk penulis artikel). Seorang penulis artikel harus memahami betul ladang tersebut. Masing-masing ladang mempunyai kharakteristik tersendiri. Seorang penulis artikel, perlu membiasakan diri membaca opini-opini yang berisi artikel di berbagai media. Hal ini tujuannya jelas, untuk semakin mengetahui tema-tema atau gaya tulisan seperti apa yang sering dimuat dalam media tersebut. Sehingga bisa memudahkan penulis untuk memutuskan artikel yang telah dibuat akan dikirim ke media mana. Dengan mengetahui persis kondisi kharakteristik ladang masing-masing media, dengan begitu harapan artikel kita muncul lebih besar. Untuk membaca dan mempelajari opini di berbagai media, saat ini penulis tidaklah susah, karena biasanya koran atau media besar mempunyai situs internet yang opininya bisa diakses dengan bebas dan gratis. Jadi dengan bantuan internet kita bisa membaca 10 atau 15 opini sekaligus dalam satu hari. 4. Membaca Tajuk Rencana. Tajuk rencana dalam sebuah media (cetak), biasanya berada pada halaman yang sama dengan opini. Jika opini ditulis oleh penulis lepas (dari luar redaksi), tajuk rencana ditulis oleh redaktur yang bekerja pada koran atau media tersebut. Membaca tajuk rencana ini, bisa memudahkan penulis untuk mengetahui alur berpikir, pendapat dan visi sebuah media tentang berbagai pemberitaan yang ada. Ketika kita mengirim artikel yang sesuai dengan pandangan, visi dan misi media yang bersangkutan, tentu kesempatan untuk dimuat semakin besar. 5. Mempunyai Buku Sakti. Ini yang sering dilupakan oleh para penulis. Buku sakti ini penting yang memuat berbagai data, informasi, pemikiran tokoh atau rangkuman buku-buku yang telah dibaca. Dengan adanya buku sakti tersebut, kita bisa menulis dimana dan kapanpun saja hanya dengan berbekal buku tersebut. Tidak hanya melulu menulis di rumah dengan berbagai literatur berserakan. Buku sakti tersebut pada dasarnya untuk membantu dalam soal administrasi dan manajemen karier kepenulisan agar lebih tertata dengan baik. Dengan sebuah manajemen yang baik, keberhasilan karier kepenulisan tentu semakin optimis untuk bisa dicapai.
12
A. Tahap Penulisan. Sementara, ada beberapa teknik menulis artikel diantaranya; 1. Menentukan gagasan utama. Dalam menulis sebuah artikel, gagasan utama harus sudah melekat dalam otak kita. Misalnya, ketika akan menulis soal kenaikan harga BBM, satu gagasan utama harus ada. Misalnya “Saya tidak sepakat kenaikan BBM karena membuat rakyat tercekik”. Gagasan utama ini yang nantinya akan menuntun penulis untuk memberikan alasan dan argumentasi kenapa hal itu bisa terjadi. Kemudian penulis baru mengalirkan tulisan pada dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut, kritik terhadap pemerintah, alternatif kebijakan yang semestinya diambil dst. 2. Membuat judul yang menarik. Misalnya contoh kasus dugaan penipuan yang menimpa Jarwo Kuat (JK) wapres dalam acara televisi republik mimpi. Dalam artikel di Harian Kompas, Indra Jaya Piliang, seorang penulis artikel yang cukup produktif memberikan judul menarik “Matinya Mimpi Republik. Judul ini, selain provokatif (mengundang pertanyaan) juga kental dengan nuansa sastranya. Judul seperti ini diharapkan bisa menarik perhatian redaktur dan pembaca sekaligus. 3. Memfokuskan maksud gagasan. Jebakan penulis artikel biasanya menulis ngalor ngidul (kemana-mana) padahal ruang artikel dalam media terbatas . Hal ini hanya akan membuat ruwet tulisan karena tidak jelas kemana arahnya, kemana juntrungnya. Memfokuskan pada maksud gagasan diperlukan. Dalam arti, hanya memfokuskan diri untuk membahas tema utama yang sedang diangkat, bukan malah membumbui banyak basa basi yang tidak konteks. Hal-hal yang barangkali penting tetapi tidak ngonteks dengan tema yang sedang dibahas sebaiknya juga dikesampingkan agar tidak melenceng dari tujuan awal menulis. Strategi ini untuk menghindarkan diri penulis agar tidak pecah konsentrasi, tidak membahas tema yang sebelumnya direncanakan, tetapi malah menulis tema yang lain. 4. Memilih model P-D-K atau P-S-P. Dalam menulis artikel ada konsep P-D-K (Pendirian-Dukungan-Kesimpulan) atau P-S-P (PendapatSanggahan-Pendirian). Konsep tersebut untuk mempermudah dalam menentukan model artikel seperti apa yang akan kita tulis. Untuk memberikan dukungan atau sanggahan, bahannya dari pemikiran atau penelitian yang telah kita siapkan sebelumnya. Dengan modal tersebut argumentasi kita akan lebih meyakinkan, berbobot dan bisa diterima baik oleh khalayak pembaca. 5. Menjelaskan benang merahnya. Kesulitan terbesar yang dihadapi penulis dalam menulis artikel adalah menarik benang merah atas sebuah persoalan. Benang merah ini sebenarnya bukan persoalan dalam keterampilan menulis, tetapi lebih didasarkan pada kapasitas pemikiran kita. Untuk bisa menarik benang merah, resep yang cukup cespleng tak lain tak bukan adalah meramu dua unsur sekaligus. Yaitu referensi dan ketajaman analisis. Hasil ramuan kedua hal ini yang kemudian bisa melahirkan benang merah pemikiran kritis. Dan, tanda-tanda keberhasilannya adalah pembaca akan manggut-manggut mengiyakan setelah membaca tulisan kita. 13
6. Menentukan sikap penulis. Dalam kehidupan keseharian, sikap bijak pasti diperlukan. Ketika menulis, sikap normatif ini kadang menjebak kita. Alih-alih ingin bijak, hasilnya malah muncul kesan sok bijak. Maka, sikap tegas penulis perlu diketengahkan. Sehingga akan tampak jelas pembelaannya. Kelihatan jelas sikapnya, pro atau kontra dalam membahas masalah yang ditulisnya. Dengan menggunakan teknik ini kelak khalayak akan tahu dan memberikan identitas dan kekhasan tersendiri kepada penulis tersebut. 7. Menghindari istilah rumit. Walaupun banyak penulis punya penguasaan spesifik bidang tertentu (misalnya seorang dokter atau psikolog), tapi terlampau menuliskan istilah-istilah yang rumit bagi publik tentu tak bijak. Penulis artikel sebaiknya tidak membebani pembaca dengan istilah-istilah yang asing dan rumit. Alternatifnya adalah mengganti istilah dengan bahasa-bahasa yang umum. Misal abrasi diganti pengikisan, atau signifikan bisa diganti dengan berpengaruh besar, urgen diganti dengan penting. Dengan begitu, pembaca akan lebih nyaman dan lebih mudah memahami maksud tulisan kita. 8. Menentukan sasaran tembak. Sasaran tembak ini juga perlu dilakukan agar artikel tidak melulu lembut tapi bisa geram. Menyebut nama dan mengatakan pemikirannya salah itu sah-sah saja asalkan dibangun dengan argumentasi yang memadai. Teknik sasaran tembak ini juga bisa digunakan untuk menanggapi tulisan orang. Biasanya, ketika kita menanggapi tulisan orang di media massa, gayung bersambut akan muncul. Teknik ini, selain sebagai strategi kita untuk siap beradu argumentasi (melatih perang pemikiran), juga bisa merangsang dan memaksa kita untuk terus menulis sebelum wacana pro-kontra berakhir. 9. Mempertanyakan atau menggugah. Penutup artikel perlu mendapat sentuhan agar muncul kesan dari pembaca. Tekniknya bisa dengan mempertanyakan sesuatu atau menulis kata-kata yang menggugah. Prinsipnya, pertanyaan atau penulis kata-kata menggugah tersebut bisa memberikan kesan mendalam kepada pembaca. Misalnya “Akankah Hakim berani memutuskan Soeharto bersalah? (contoh pertanyaan yang berusaha memberikan sentilan). Atau, “Semoga masa depan sepakbola kita bisa maju tanpa kekerasan” (Kesan memberikan rasa optimis dan harapan menggugah). 10. Editing. Inilah tahap akhir kepenulisan artikel. Evaluasi dan koreksi ini proses standar yang mesti dilakukan ketika seseorang telah berhasil membuat sebuah tulisan. Jangan coba-coba mengirimkan tulisan sebelum diedit. Editing terutama diarahkan pada apakah logika berpikir yang dibangun sudah benar atau bisa juga memperbaiki aliran gagasan dengan memperjelas kalimat agar mudah dipahami pembaca. Editing juga mencakup soal EYD dan mempercantik gaya tulisan agar indah, gurih dan enak dibaca.
14
B. Tahap Pengiriman. 1. Menggunakan e-mail. Saat ini eranya internet, sudah bukan jamannya lagi mengirim artikel via pos (karena mahal dan lama sampainya). Tata caranya, sebaiknya naskah artikel dikirim lewat fasilitas sisipan (atachment) untuk menghindari berubah (rusaknya) file. Satu naskah sebaiknya dikirim ke satu media, jika dalam jangka waktu dua minggu tidak ada kabar dimuatnya, boleh dikirim ke media lain. Untuk memastikan sekaligus mendokumentasikan artikel, sebaiknya tembusan artikel juga kita kirim ke email kita. 2. Menyertakan kata pengantar. Kata pengantar ini diperlukan untuk mempermudah redaktur mengetahui isi naskah kita. Isinya, sedikit basa-basa kepada penerbit (salam, kabar baik), kemudian penjelasan singkat mengapa karya ini penting untuk diketahui publik dan yang terakhir adalah permohonan kesediaan redaktur untuk bisa memuatnya dalam koran atau majalah yang dikelolanya. Dengan adanya kata pengantar ini diharapkan akan membantu mempermudah redaktur menginventarisir naskah dan mengetahui garis besar isi artikel yang dikirimkanya. 3. Menyertakan biodata. Sebaiknya untuk biodata dibagi menjadi dua bentuk. Bentuk pertama biodata panjang yang menyatakan tempat lahir, latarbelakang pendidikan, prestasi atau hasil karya yang telah dihasilkan. Data ini diperlukan untuk membangun citra personal sebagai seorang ahli yang karyanya memang layak untuk dimuat. Biodata kedua adalah biodata singkat sebagai identitas artikel, misalnya; Ade Armando, Dosen UI dan Pengamat Media. 4. Menyertakan nomor rekening. Penyertaan nomor rekening ini penting untuk memudahkan administrasi pengiriman honor jika artikel dimuat. Pembayarannya, biasanya rata-rata satu minggu setelah artikel dimuat. Tapi, kalau memang sedang butuh uang, segera menelpon pihak “Manajemen Honor” pada sebuah perusahaan media boleh-boleh saja.(yons achmad).
15
Teknik Membuat Resensi Buku
~dan...kebahagiaan akan berlipat ganda jika dibagi dengan orang lain~ (Paulo Coelho dalam novel “Di Tepi Sungai Piedra”)
Beruntung orang yang suka membaca buku. Mereka yang gemar membaca buku akan terbuka wawasannya, tidak kuper dan cupet pandangan. Mereka akan mendapatkan informasi selain yang dipikirkannya selama ini, begitu juga referensi dan pengetahuannya akan bertambah luas. Inilah sebenarnya investasi berharga sebagai modal untuk mengarungi kehidupannya. Orang yang menyukai aktivitas membaca, biasanya mereka tidak akan terjebak dalam pola berpikir sempit ketika menghadapi problem-problem penting yang terjadi di dunia. Dalam kehidupan nyata juga berpeluang besar punya potensi dan kecenderungan yang bijak dalam mensikapi kejadian-kejadian keseharian di sekitarnya. Tapi, bagi orang yang ingin berbuat lebih dan mau berbagi ilmu kepada orang lain, membaca saja tak cukup. Mereka perlu memiliki ketrampilan lagi yaitu ketrampilan meresensi buku (berbagi bacaan). Sebelum melangkah kepada teknik ringkas meresensi buku, ada beberapa hal penting mengapa resensi perlu dibuat. Tujuannya, diantaranya sebagai berikut, 1. Membantu pembaca (publik) yang belum berkesempatan membaca buku yang dimaksud (karena buku yang diresensi biasanya buku baru) atau membantu mereka yang memang tidak punya waktu membaca buku sedikitpun. Dengan adanya resensi, pembaca bisa mengetahui gambaran dan penilaian umum terhadap buku tertentu. Setidaknya, dalam level praktis keseharian, bisa dijadikan bahan obrolan yang bermanfaat dari pada menggosip yang tidak jelas juntrungnya. 2. Mengetahui kelemahan dan kelebihan buku yang diresensi. Dengan begitu, pembaca bisa belajar bagaimana semestinya membuat buku yang baik itu. Memang, peresensi bisa saja sangat subjektif dalam menilai buku. Tapi, bagaimanapun juga tetap akan punya manfaat (terutama kalau dipublikasikan di media cetak, karena telah melewati seleksi redaktur). Lewat buku yang diresensi itulah peresensi belajar melakukan kritik dan koreksi terhadap sebuah buku. Disisi lain, seorang pembaca juga akan melakukan pembelajaran yang sama. Pembaca bisa tahu dan secara tak sadar akan menggumam pelan “Oooo buku ini begini.... begitu” setelah membaca karya resensi. 3. Mengetahui latarbelakang dan alasan buku tersebut diterbitkan. Sisi Undercovernya. Kalaupun tidak bisa mendapkan informasi yang demikian, peresensi tetap bisa mengacu pada halaman pengantar atau prolog yang terdapat dalam sebuah buku. Kalau tidak, informasi dari pemberitaan media tak jadi soal. 4. Mengetahui perbandingan buku yang telah dihasilkan penulis yang sama atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Peresensi yang punya “jam terbang” tinggi, biasanya tidak melulu mengulas isi buku apa adanya. Biasanya, mereka juga menghadirkan karya-karya sebelumnya yang telah ditulis oleh pengarang buku tersebut atau buku-buku karya penulis lain yang sejenis. Hal ini tentu akan lebih memperkaya wawasan pembaca nantinya. 16
5. Bagi penulis buku yang diresensi, informasi atas buku yang diulas bisa sebagai masukan berharga bagi proses kreatif kepenulisan selanjutnya. Karena tak jarang peresensi memberikan kritik yang tajam baik itu dari segi cara dan gaya kepenulisan maupun isi dan substansi bukunya. Sedangkan, bagi penerbit bisa dijadikan wahana koreksi karena biasanya peresensi juga menyoroti soal font (jenis huruf) mutu cetakan dsb. Nah, untuk bisa meresensi buku, sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan sebagian orang. Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan siapa saja yang akan membuat resensi buku asalkan mereka mau. Diantaranya; A. Tahap Persiapan 1. Memilih jenis buku. Tentu setiap orang mempunyai hobi dan minat tertentu pada sebuah buku. Pada proses pemilihan ini akan lebih baik kalau kita fokus untuk meresensi buku-buku tertentu yang menjadi minat atau sesuai dengan latarbelakang pendidikan kita. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seseorang tidak mungkin menguasai berbagai macam bidang sekaligus. Ini terkait dengan ” otoritas ilmiah”. Tidak berarti membatasi atau melarang-larang orang untuk meresensi buku. Tapi, hanya soal siapa berbicara apa. Seorang guru tentu lebih paham bagaimana cara mengajar siswa dibandingkan seorang tukang sayur. 2. Usahakan buku baru. Ini jika karya resensi akan dipublikasikan di media cetak. Buku-buku yang sudah lama tentu kecil kemungkinan akan termuat karena dinilai sudah basi dengan asumsi sudah banyak yang membacanya. Sehingga tidak mengundang rasa penasaran. Untuk buku-buku lama (yang diniatkan hanya sekedar untuk berbagi ilmu, bukan untuk mendapatkan honor) tetap bisa diresensi dan dipublikasikan misalnya lewat blog (jurnal personal). 3. Membuat anatomi buku. Yaitu informasi awal mengenai buku yang akan diresensi. Contoh formatnya sebagai berikut; Judul Karya Resensi Judul Buku : Penulis : Penerbit : Harga : Tebal :
B. Tahap Pengerjaan 1. Membaca dengan detail dan mencatat hal-hal penting. Ini yang membedakan antara pembaca biasa dan peresensi buku. Bagi pembaca biasa, membaca bisa sambil lalu dan boleh menghentikan kapan saja. Bagi seorang peresensi, mesti membaca buku sampai tuntas agar bisa mendapatkan informasi buku secara menyeluruh. Begitu juga mencatat kutipan dan pemikiran yang dirasa penting yang terdapat dalam buku tersebut.
17
2. Setelah membaca, mulai menuliskan karya resensi buku yang dimaksud. Dalam karya resensi tersebut, setidaknya mengandung beberapa hal; Informasi(anatomi) awal buku (seperti format diatas). Tentukan judul yang menarik dan “provokatif”. Membuat ulasan singkat buku. Ringkasan garis besar isi buku. Memberikan penilaian buku. (substansi isinya maupun cover dan cetakan fisiknya) atau membandingkan dengan buku lain. Inilah sesungguhnya fungsi utama seorang peresensi yaitu sebagai kritikus sehingga bisa membantu publik menilai sebuah buku. Menonjolkan sisi yang beda atas buku yang diresensi dengan buku lainnya. Mengulas manfaat buku tersebut bagi pembaca. Mengkoreksi karya resensi. Editing kelengkapan karya, EYD dan sistematika jalan pikiran resensi yang telah dihasilkan. Yang terpenting tentu bukan isi buku itu apa, tapi apa sikap dan penilaian peresensi terhadap buku tersebut. C. Tahap Publikasi 1. Karya disesuaikan dengan ruang media yang akan kita kirimi resensi. Setiap media berbeda-beda panjang dan pendeknya. Mengikuti syarat jumlah halaman dari media yang bersangkutan adalah sebuah langkah yang aman bagi peresensi. 2. Menyertakan cover halaman depan buku. 3. Mengirimkan karya sesuai dengan jenis buku-buku yang resensinya telah diterbitkan sebelumnya. Peresensi perlu menengok dan memahami buku jenis apa yang sering dimuat pada sebuah media tertentu. Hal ini untuk menghindari penolakan karya kita oleh redaktur. Demikian ulasan sekilas mengenai teknik sederhana meresensi buku. Pada intinya, persoalan meresensi buku adalah soal berbagi (ilmu). Setelah membaca buku, biasanya kita bahagia karena memperoleh wawasan baru. Dengan begitu urusan meresensi buku juga bisa berarti kita berbagi kebahagiaan dengan orang lain.(yons achmad)
18
10 Resep Jadi Penulis
Anda ingin jadi penulis, gampang! Untuk menjadi seorang penulis masalahnya bukan kita bisa atau tidak bisa. Tapi kita mau atau tidak mau. Jika kita mau, pasti ada jalan untuk meraih predikat itu. Baiklah, dalam kesempatan ini, akan diketengahkan beberapa resep ringkas bagi mereka yang ingin terjun ke dalam dunia tulis menulis. Semoga membantu yah. 1// Suka Membaca Membaca tentu bukan asal baca, apalagi membaca apa saja. Kita perlu menetapkan skala prioritas apa yang kita baca sesuai dengan kebutuhan kita. Misalkan Anda seorang muslim, dalam satu bulan minimal tiga jenis buku yang perlu dibaca. Buku tentang keagamaan, buku sesuai dengan latarbelakang pendidikan dan buku yang sesuai dengan minatnya. Dengan skala prioritas tersebut otak kita tidak dijejali beragam informasi yang justru membuat kita pusing, tapi informasi yang sesuai dengan kebutuhan kita sebagai seorang penulis nantinya. 2// Suka Kliping Kliping tak hanya soal gunting menggunting koran. Jaman sekarang, kliping bisa berupa data digital. Yah, semua orang tahu, kita tinggal mengunduh materi-materi sesuai dengan kebutuhan kita melalui jejaring dunia maya. Ingat, jangan terjebak untuk mengoleksi banyak informasi yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Sekali lagi tetapkan prioritas untuk mengkoleksi informasi sebaga bahan mentah untuk karya yang akan kita buat kelak. Kliping gunanya hanyalah untuk menambah khasanah karya kita, yang paling penting tetap orisinalitas ide kita dalam sebuah karya. 3// Miliki Diary Diary (catatan harian) perlu dimiliki oleh (calon) penulis. Diary akan melatih orang untuk jujur pada diri sendiri. Menuliskan sepenggal goresan spontanitas apa yang dirasakan. Kelak menulis secara jujur akan sangat berguna bagi karier kepenulisan. Sebab, bisa mengantarkan penulis untuk menulis dengan hati. Yah, harapannya ketika orang menulis dengan hati, pesannya akan sampai ke hati juga. Mulia sekali bukan penulis yang seperti ini. 4// Miliki Buku Sakti Berbeda dengan diary. Buku sakti adalah bank data. Berisi kutipan buku-buku yang pernah kita baca, hasil-hasil penelitian dan juga momen-momen penting yang terjadi di dunia. Untuk apa buku sakti ini perlu kita miliki? Yah, seperti papatah mengatakan the palest ink is better than the best memory (tinta yang kabur sekalipun masih lebih baik daripada ingatan yang tajam). Ketika kita ingin menulis sebuah karya, untuk memperkaya khasanah kita tinggal membuka bank data tersebut. Misalnya ketika akan menulis artikel berjudul “Televisi itu Candu”, untuk memperkayanya, kita tinggal membaca rangkuman dan kutipan buku terkait televisi yang pernah kita baca beserta hasilhasil penelitian terkait dengannya. Adanya buku sakti ini sebenarnya adalah usaha sebuah manajemen karier kepenulisan agar lebih tertata dengan baik.
19
5// Miliki Blog Blog ibarat tabungan karya. Memang lebih bagus kalau blog kita itu spesifik dalam arti wadah menuliskan hal-hal yang tidak beragam. Satu tema saja. Dengan begitu, ketika kita menuliskan karya dalam blog kita, sesungguhnya adalah sedang menabung. Kita menabung karya yang punya potensi kelak disulap menjadi sebuah buku. Selain itu, memiliki blog juga bisa sebagai ajang latihan kita dalam menuliskan karya. Disana tulisan kita akan mendapat respon dari pembaca. Dengan demikian menjadi sebuah pembelajaran dan masukan tersendiri agar kelak kita bisa berkarya lebih baik lagi. 6// Gabung Milis Kepenulisan Milis adalah forun diskusi di dunia maya. Kita bisa mengikutinya, banyak sekali milis tentang dunia kepenulisan. Misalnya milis terbesar kepenulisan seperti
[email protected],
[email protected],
[email protected] dsb. Dengan bergabung dengan milis kepenulisan, kita bisa mendapat banyak informasi yang mendukung karier sebagai penulis seperti kiat-kiat kepenulisan, bedah karya maupun beragam informasi lomba kepenulisan di mana kita juga bisa berkiprah di dalamnya. 7// Kunjungi Perpustakaan dan Toko Buku Kemana orang berlibur? Bisa ke pantai, mall, tempat-tempat wisata dsb. Tapi bagi orang yang ngebet pingin jadi penulis, liburan bisa digunakan untuk mengunjungi perpustakaan. Disana kita bisa refresing sekaligus menambah wawasan bagi otak kita. Ke toko buku juga perlu, selain kita bisa membaca sekilas buku-buku yang ada. Kita juga bisa mendapatkan inspirasi judul-judul buku yang laris manis di pasaran. Selanjutnya, kita berharap bisa memunculkan karya atau buku-buku yang digemari masyarakat pula. 8// Datangi Acara Kepenulisan Penting sekali yang ini. Dengan mendatangi acara kepenulisan, terutama acara bedah buku, kita akan banyak mendapatkan ilmu. Biasanya adalah ilmu tentang proses kreatif sang pengarang buku. Bagaimana lika-likunya, mulai dari mendapatkan inspirasi, proses penulisan, mencari penerbit, sampai menyaksikan bukunya bisa dibaca orang lain dan barangkali bisa best seller, dicetak berulang-ulang. Dengan mengetahui cerita tersebut, kita juga bisa melakukan hal yang sama. Menjadi penulis “hebat”. Tentu dengan cara yang berbeda. 9// Ikuti Komunitas Kepenulisan Ikut komunitas kepenulisan itu perlu. Dengan mengikuti komunitas kepenulisan kita bisa berbagi pengalaman dalam berkarya. Begitu juga bisa saling memberikan kritikan dan masukan pada karya yang dibuat anggota. Dengan begitu akan matang sebelum karya benar-benar dikirimkan ke berbagai media maupun penerbit. Dengan ikut komunitas pula akan memberikan semangat kepada kita untuk berkarya. Biasanya kita akan terpacu dan bersemangat berkarya ketika ada salah satu anggota yang karyanya bisa tembus ke media massa maupun bukunya diterbitkan.
20
10// Angkat Mentor Inspiratif Siapa mentor inspiratif itu? Dia adalah penulis favorit kita. Kita perlu mengangkat mentor walaupun tanpa kontak dengannya. Cukup kita mengakrabi karya-karyanya. Mentor ini gunanya dalam soal gaya menulis maupun bercerita. Bukan hal yang haram ketika kita mengikuti gaya menulis seseorang. Yang penting kita tetap punya ide orisinil tersendiri. Adanya mentor yang kita angkat sendiri ini akan membantu kita. Misalnya, akan menulis novel inspiratif, kita perlu mengangkat Paulo Choelo sebagai mentor. Ini sekedar contoh saja. Jadi karya kita nantinya berbau karya dia dalam soal gaya kepenulisan. Baik, sementara ini dulu yah, abaikan saja ke sepuluh resep diatas kalau hanya bikin pusing dan menganggu pikiran. Sekarang duduk dan menulislah, itu saja. Selamat berkarya. (Yons Achmad)
21