Kualitas Pustakawan untuk Peningkatan Layanan bagi Generasi Z Oleh Wahyu Supriyanto
Abstrak Pengembangan Sumber daya manusia saat ini menjadi tolok ukur dalam menetukan manusia yang berkualitas. Pustakawan sebagai aktor utama dalam perpustakaan harus dapat meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan teknologi informasi. Pilihan menjadi pustakawan harus bersiap untuk menghadapi era pasar bebas dan tantangan masa depan yang mengharuskan meningkatkan kompetensi terutama dalam hal tren teknologi. Saat ini generasi yang berjalan sesuai teori generasi adalah generasi Z (Gen-Z), sehingga seorang pustakawan harus meningkatkan diri untuk selalu kreatif dan inovatif menyesuaikan bentuk layanan ke Gen-Z yang mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya fasih teknologi, hidup di era media social, multitasking dan serba instan. Generasi Z saat ini berprinsip bahwa mengakses informasi bisa dilakukan dengan mudah dengan berselancar internet kapan dan dimana saja, tidak harus ke perpustakaan. Perpustakaan agar tidak ditinggal pemustakanya, maka perpustakaan harus berbenah dalam penyediaan berbagai layanan (one stop searching, single sign on, koleksi digital, sistem informasi perpustakaan), fasilitas, infrastuktur, dan pustakawan berkualitas yang mampu information literate mendukung generasi Z.
Kata kunci: SDM, Kualitas, Pustakawan, Layanan, Generasi Z
Pendahuluan Peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), terlebih dalam menghadapi era globalisasi, khususnya perdagangan bebas di kawasan ASEAN mulai 1 Januari 2016 diwarnai dengan persaingan yang ketat dan menentukan jati diri suatu bangsa di antara bangsa-bangsa maju lainnya di dunia. Era pasar bebas yang tidak dibatasi waktu dan tempat membuat SDM yang ada selalu ingin meningkatkan kualitas dirinya agar tidak tertinggal dari yang lain. Pustakawan merupakan sumber daya manusia (SDM) yang mengelola perpustakaan, begitu pula pustakawan yang bertugas pada perpustakaan perguruan tinggi. Pustakawan perguruan tinggi akan menjalankan tugas-tugas baru dan tugas tersebut sangat berbeda dari tugas yang ada sebelumnya karena perkembangan teknologi informasi komunikasi yang pesat
dan kesempatan-kesempatan baru yang ditawarkan oleh teknologi informasi kepada dunia perpustakaan. Pada awalnya, Pustakawan dikenal sebagai petugas pencatat transaksi sirkulasi (peminjaman/pengembalian) saja, tetapi kemudian pustakawan memiliki banyak tugas yang harus dikerjakan termasuk ketrampilan memanfaatkan teknologi informasi, media informasi dan sistem teknologi pendukung untuk pengembangan koleksi, mengorganisasikan informasi dan melaksanakan layanan-layanan yang termasuk dalam pemanfaatan teknologi informasi di dalamnya. Terlebih lagi dalam memasuki era Generasi Z ini, banyak hal yang harus di pahami dan di perbaiki dan ditingkatkan bentuk layanan di perpustakaan. Inilah tantangan yang harus dihadapi oleh pustakawan perguruan tinggi untuk membuat perpustakaan (dengan koleksi dan layanannya) menjadi lebih menarik bagi sivitas akademika. Peningkatan kualitas SDM pustakawan berdasarkan sistem karier dan prestasi kerja dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi telah diamanatkan dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok kepegawaian, dan ketentuan pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor: 09/KEP/M.PANRB/2014 tentang jabatan fungsional pustakawan dan angka kreditnya. Tuntutan tersebut diharapkan akan menghasilkan SDM pustakawan yang berkualitas, profesional, bertanggung jawab, jujur dan lebih mampu serta akuntabel dalam pemberian pelayanan publik. Untuk membentuk pustakawan yang berkualitas, harus dilakukan sejak sekarang. Pengembangan SDM tidak hanya menekankan pada ilmu dan pengetahuan saja, namun juga menekankan pada peningkatan layanan perpustakaan. Saat ini, peningkatan layanan perpustakaan merupakan suatu hal yang penting, agar pemustaka tidak memandang remeh pada profesi pustakawan. Melalui peningkatan layanan diharapkan pustakawan menyajikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
Pustakawan berkualitas Pengembangan sumber daya manusia (SDM) untuk peningkatan kualitas, Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “Pengembangan SDM berkualitas adalah proses kontekstual, sehingga pengembangan SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia yang menguasai pengetahuan dan keterampilan yang cocok dengan dunia kerja pada saat ini, melainkan juga manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat.” Kartadinata (1997:7) merumuskan beberapa kecenderungan yang terjadi dalam masyarakat global yang perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan kualitas
SDM. Kecenderungan tersebut adalah: (1) Dibandingkan dengan dasawarsa 1970-an dan 1980-an, tiga dasawarsa mendatang diperkirakan akan terjadi eksplosi yang hebat, terutama yang menyangkut teknologi informasi dan bioteknologi. Dalam konteks peningkatan kualitas SDM, implikasi yang dapat diangkat adalah para ilmuwan harus bekerja dalam pendekatan multidisipliner dan adanya program pendidikan berkelanjutan (S2/S3), dan (2) Eksplosi teknologi komunikasi yang semakin canggih dapat mempersingkat jarak dan mempercepat perjalanan. Hal ini akan membuat bangsa yang mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang relevan dan menguasai teknologi baru secara substantif mampu meningkatkan produktivitasnya. Pustakawan yang berkualitas wajib memiliki kompetensi diri. Kompetensi diri yang dimaksud adalah kompetensi yang melekat dan dimiliki oleh seorang pustakawan. Misalnya aspek: kemampuan, pengetahuan, ketrampilan, kepakaran, keahlian, maupun kemahiran di bidang perpusdokinfo. Pustakawan harus dapat memahami dan mengimplementasikan kode etik profesi pustakawan sehingga layak disebut sebagai pustakawan berkualitas. Pustakawan berkualitas ditunjukkan selain mempunyai pengakuan atau bukti kalau pustakawan tersebut kompeten, tetapi juga didasari pada etos kerja yang tinggi dalam mengelola informasi dan melayani pemustakanya.
Layanan Perpustakaan Bagi Generasi Z Generasi Z adalah anak-anak yang terlahir mulai 1998 hingga 2009 yang hidup di masa digital. Karakter yang menonjol pada generasi Z, yaitu suka tantangan. "Generasi Z di manapun berada memiliki karakter yang sama, yakni kehidupannya selalu terlibat dengan teknologi dan kurang beraktivitas yang melibatkan orang lain secara langsung. Kehidupan sehari-hari anak generasi Z biasanya menggunakan earphone atau mobile phone yang menempel di telinganya baik di rumah, perjalanan, maupun tempat umum. Anak Generasi Z tidak lagi terlibat secara fisik dengan orang lain, tetapi lebih banyak melalui dunia maya. Dalam rangka menghadapi Generasi Z, seorang pustakawan harus kreatif dan inovatif dalam mengkuti perkembangan zaman dan tren teknologi.
Don Tapscott (2008) dalam
bukunya Grown Up Digital membagi demografi penduduk kepada beberapa kelompok berikut:
No 1. 2.
Nama Pre Baby Boom The Baby Boom
Kelahiran 1945 dan sebelumnya 1946 – 1964
3. 4.
Keterangan Generasi Baby Boomer Generasi X Generasi Y
1965 – 1976 The Baby Bust 1977 – 1997 The Echo of the Baby Boomer 5. 1998 – 2009 Generatin Net Generasi Z 6. Generation Alpha 2010 – 2025 Generasi A Sumber: Grown Up Digital: How the Net Generation is Changing Your World
Berdasarkan data pengunjung perpustakaan perguruan tinggi yang dalam hal ini mengambil sampel di Perpustakaan pusat UGM tahun 2015 bahwa pengunjung virtual mengalami peningkatan fantastis, yaitu tahun 2014 sejumlah 309.406 menjadi 1.008.006 di tahun 2015 Kehadiran Generasi Z dengan segala karakteristiknya yang amat kompleks membawa implikasi tersendiri terhadap pengembangan Layanan Perpustakaan. Generasi Z memiliki karakteristik perilaku dan kepribadian yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Akhmad Sudrajat (2014) menjelaskan karakteristik umum dari Generasi Z dan implikasinya terhadap pengembangan Layanan Perpustakaan diantaranya adalah: 1. Fasih Teknologi. Mereka adalah “generasi digital” yang mahir dan gandrung akan teknologi informasi dan berbagai aplikasi komputer. Mereka dapat mengakses berbagai informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan cepat, baik untuk kepentingan pendidikan maupun kepentingan hidup kesehariannya. Gadget dan perangkat lainnya adalah suatu alat yang bermanfaat dibandingkan hardbook (buku teks). 2. Sosial dan multitasking. Mereka sangat intens berkomunikasi dan berinteraksi dengan semua kalangan, khususnya dengan teman sebaya melalui berbagai media sosial. Informasi pendidikan, game, hobby hingga media sosial yang booming seperti Instagram, pinterest, Line, Path, Facebook, Snapchat seakan menjadi surga bagi generasi ini. Salah satu keunikan generasi Z adalah mereka cenderung menggunakan gaya multitasking, yakni melakukan beberapa pekerjaan sekaligus. 3. Berpikir Instan. Mereka menginginkan segala sesuatunya dapat dilakukan dan berjalan serba cepat. Mereka tidak menginginkan hal-hal yang bertele-tele dan berbelit-belit. Generasi Z lebih dominan pada alat pembelajaran secara audiovisual dibandingkan metode tradisional.
.
Perkembangan teknologi informasi dan sistem temu kembali informasi saat ini
membuat layanan di perpustakaan akan lebih mudah. Layanan perpustakaan konvensional yang mengharuskan pengguna jasa perpustakaan dan pustakawan bertatap muka secara langsung tetap diperlukan tetapi hanya merupakan salah satu cara perpustakaan dalam melayani pemustakanya. Berikut ini beberapa layanan yang dapat dikembangkan untuk melayani kebutuhan bagi Generasi Z antara lain:
a. Layanan One stop searching Online Public Access Catalog (OPAC) yang digunakan untuk mengakses koleksi secara fisik ada di dalam perpustakaan, sedangkan akses ke koleksi digital pada alamat yang berbeda, begitu juga dengan akses ke koleksi database jurnal menggunakan alamat yang berbeda juga.
Generasi Z tidak menyukai model seperti itu, mereka lebih menyukai jika
semua koleksi perpustakaan dapat dicari pada satu pintu atau one stop searching seperti pada search engine internet. Perpustakaan mengintegrasikan sistem temu kembali informasinya dalam sebuah pintu yang akan menjadi pintu masuk pada koleksi yang dimiliki oleh perpustakaan, tersedia secara bebas di internet maupun koleksi yang dilanggan oleh perpustakaan seperti database jurnal dan database ebooks.
b. Layanan Single Sign On (SSO) Layanan Single sign on adalah teknologi yang mengizinkan pengguna jaringan agar dapat mengakses sumber daya dalam jaringan hanya dengan menggunakan satu akun pengguna saja. Teknologi SSO sangat diminati, khususnya dalam jaringan yang sangat besar dan bersifat heterogen (di saat sistem operasi serta aplikasi yang digunakan oleh komputer adalah berasal dari banyak vendor, dan pengguna dimintai untuk mengisi informasi dirinya ke dalam setiap platform yang berbeda tersebut yang hendak diakses oleh pengguna). Dengan menggunakan SSO, seorang pengguna hanya cukup melakukan proses autentikasi sekali saja untuk mendapatkan izin akses terhadap semua layanan yang terdapat di dalam jaringan (Wikipedia, 11 Maret 2016). Single sign on pada jaringan kampus termasuk perpustakaan adalah fasilitas layanan yang memungkinkan sivitas akademika untuk mengakses berbagai layanan dan sumberdaya kampus hanya dengan menggunakan 1 akun dan 1 password saja. Jadi pada perpustakaan, aplikasi single sign on bisa dimanfaatkan untuk mengakses internet menggunakan fasilitas WIFI kampus, mengakses database jurnal, melakukan atau melihat transaksi perpustakaan seperti tagihan, denda, history peminjaman perpanjangan koleksi, dan lain-lain.
c. Sistem akses informasi perpustakaan yang dapat ditemukan dengan mudah di Search Engine Perpustakaan perlu menemukan sebuah cara agar akses ke sistem informasi dapat lebih sering dikunjungi oleh sivitas akademika dengan memunculkan situs web perpustakaan pada search engine internet seperti Google Scholar. Perpustakaan harus dapat mengintegrasikan sistem informasi perpustakaan ke dalam Google atau search engine lainnya.
d. Aksesibilitas dan kemudahan penggunaan Kemudahan akses serta kemudahan penggunaan search engine ternyata benar-benar telah menjadi salah satu penyebab tingginya frekuensi penggunaan search engine oleh generasi Z. Perpustakaan harus dapat membuat sistem informasi yang dapat diakses secara mudah, cepat dan user friendly dalam penggunaannya. Kemudahan akses disini termasuk bahwa perpustakaan harus memberikan sebuah jalan masuk ke database koleksi yang dilanggan oleh perpustakaan tanpa batasan ruang dan waktu.
e. Situs web dan sistem informasi perpustakaan yang interaktif Sesuai dengan karakteristik dari generasi Z yang serba ingin terlibat (interaktif), maka perpustakaan perlu mendesain situs web dan sistem informasinya dengan fasilitas yang dapat melibatkan penggunanya, misalnya dengan menyediakan situs web semacam jejaring sosial yang memungkinkan para pengguna perpustakaan saling berinteraksi dengan pengguna lainnya, melakukan information sharing, memberikan review terhadap koleksi perpustakaan, melakukan pemesanan koleksi, pengusulan koleksi, bertanya jawab dengan pustakawan melalui fasilitas email maupun chatting dan lain-lain.
f. Memberi efek-efek visual pada situs web perpustakaan dan sistem informasi perpustakaan Generasi Z lebih menyukai tampilan secara visual dibandingkan tekstual. Mereka adalah orang visual yang melihat teks sebagai pelengkap materi visual (Jia & Nesta, 2006). Melihat kenyataan ini maka perpustakaan harus mendisain situs web maupun sistem informasinya dengan efek dan tampilan visual yang menarik.
Sebaiknya perpustakaan melibatkan
mahasiswa ketika melakukan design atau redesign situs web maupun sistem informasi
perpustakaan, karena dengan demikian perpustakaan dapat mengetahui harapan dan kebutuhan net geration terhadap tampilan website maupun sistem informasi perpustakaan. Misalnya dengan menampilkan cover buku, relevansi dengan kata kunci yang digunakan pada penelusuran, menunjukkan lokasi koleksi secara visual, dan lain sebagainya.
Fasilitas Fisik Perpustakaan
Teknologi informasi telah mengubah berbagai layanan perpustakaan, ruang fisik tetap penting pada perpustakaan. Kebutuhan generasi Z, perpustakaan harus dapat menawarkan tempat dimana mahasiswa dapat mengerjakan tugas-tugas kuliah yang dapat dilakukan dalam konteks sosial. Generasi Z memerlukan ruangan perpustakaan yang nyaman untuk mengerjakan tugas kuliah dan melakukan interaksi sosial secara informal dengan berbagai fasilitasnya seperti:
a. Information Commons Information commons biasanya berada di lantai pertama pada sebuah perpustakaan dan menyediakan fasilitas yang nyaman bagi para pemustakanya.
Perpustakaan melalui
penyediaan berbagai fasilitas Information Communication Technology (ICT) yang dilengkapi dengan akses ke konten perpustakaan, memiliki kesempatan untuk mengubah strategi pemasaran dan menggunakan representasi visual dari informasi untuk mendorong pemustaka menggunakan sumber informasi digital yang ada di perpustakaan secara kreatif dan inovatif. Seringkali informasi yang disampaikan oleh perpustakaan terlalu banyak dan kompleks misalnya informasi tata tertib, tata cara akses katalog, tata cara akses e-journal, tata cara unggah tugas akhir dan lain lain. Untuk itu, bentuk-bentuk komunikasi visual yang mudah dipahami diperlukan untuk mengatasi kompleksitas informasi. Beberapa contoh information commons yang dapat menarik pemustaka misalnya :
Gambar 1 Information commons Pustakawan
Sumber: http://libraryconnect.elsevier.com/articles/i-am-social-librarian-infographicfree-download
b. Learning commons learning commons atau ruang diskusi merupakan fasilitas belajar yang tersedia untuk pribadi maupun kelompok, Learning commons biasanya dilengkapi dengan multimedia yang lengkap pemustaka dapat memesan ruang tersebut dan pustakawan siap membantu mereka apabila memerlukan referensi. Melalui fasilitas learning commons mahasiswa dapat mendiskusikan dan mempresentasikan tugas-tugas akademik dan memproduksi ilmu pengetahuan yang baru.
Kesimpulan Pustakawan memiliki peran sentral dalam peningkatan layanan perpustakaan, sehingga kualitas pustakawan tersebut perlu diperhatikan untuk menjamin keberhasilan organisasi. Pustakawan yang berkualitas memiliki daya kreativitas, visioner, komitmen, integritas dan kemampuan bersinergi dengan orang lain serta mau belajar sepanjang hayat untuk menghadapi tantangan. Perpustakaan dapat meningkatkan fasilitas dan layanan perpustakaan sejalan dengan kebutuhan generasi Z. Sistem temu kembali informasi yang terintegrasi dan dapat dicari dengan menggunakan sistem one stop searching, fasilitas single sign on
yang
memungkinkan pengguna untuk mengakses semua fasilitas layanan perpustakaan online menggunakan 1 akun dan 1 password saja menjadi sesuatu yang dapat menarik minat
generasi Z mengunjungi perpustakaan secara maya. Fasilitas fisik perpustakaan dengan information commons dan learning commons yang nyaman dan menarik selalu terhubung dengan internet dan berinteraksi sosial secara informal dengan komunitasnya saat ini telah menjadi sebuah keharusan untuk disediakan oleh perpustakaan jika perpustakaan masih ingin selalu dikunjungi oleh pemustaka.
Koleksi
perpustakaan yang beragam dari sisi bentuk maupun subyeknya, serta layanan perpustakaan yang dapat diakses secara online menjadi sebuah pilihan cerdas agar perpustakaan selalu dikunjungi oleh pemustaka baik secara fisik maupun maya.
DAFTAR PUSTAKA
Jia, M. & Nesta, F. (2006). Marketing library services to the Net Generation. Library Management, 27 (6/7), 411-422. Academic Research Library, ProQuest Database. Kartadinata, Sunaryo. 1997. Pendidikan dan Pengembangan SDM Bermutu Memasuki Abad XXI. Purwokerto: Makalah Konvensi. Kementrian PAN dan Reformasi Birokrasi. 2014. Nomor 09 Tentang pustakawan dan Angka Kreditnya. Laporan Tahunan Perpustakaan UGM 2015. Yogyakarta: Perpustakaan Universitas Gadjah Mada. 2016 Sudrajat, Akhmad. 2012. Generasi Z dan implementasinya terhadap pendidikan. https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2012/10/05/generasi-z-dan-implikasinya-terhadappendidikan/ akses 10 Maret 2016. Taspcott, Don (2008). Grown Up Digital: How the Net Generation is Changing Your World. McGraw-Hill.