BISNIS JASA INFORMASI DI PERPUSTAKAAN Wahyu Supriyanto ABSTRAK Perpustakaan sebagai pusat informasi memerlukan manajemen pengetahuan dalam pengelolaannya agar dapat meningkatkan produktivitas dan efektivitas dalam mendayagunakan sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan pemustaka. Permintaan penelusuran literatur/informasi dari pemustaka merupakan umpan balik dari diseminasi informasi. Jawaban terhadap permintaan literatur/informasi tersebut dapat segera disampaikan kembali kepada pemustaka sehingga tercipta komunikasi dua arah yang berkesinambungan. Sumber informasi di perpustakaan dapat menjadi bisnis informasi untuk menambah dana operasional perpustakaan. Pemanfaatan informasi yang merupakan salah satu unit dari satu sistem yang lebih besar dan terpadu, misalnya pengembangan akses sumber informasi melalui database online atau online jurnal, pengelolaan informasi menjadi satu “fakta dan gambaran” yang memiliki nilai bisnis. Informasi merupakan satu komoditi pengetahuan yang dapat dijual kepada pemustaka atas dasar kepercayaan. Keyword : informasi, bisnis, jasa, manajemen
PENDAHULUAN Perkembangan perpustakaan sekarang ini telah menarik perhatian berbagai pihak. Institusi pendidikan mulai menempatkan perpustakaan sebagai salah satu sarana penunjang dalam rangka meningkatkan kualitas layanan. Beberapa institusi pendidikan telah menempatkan perpustakaan sebagai icon untuk menunjukkan jati diri dalam menarik perhatian masyarakat umum. Wendy Diamond dan Michael Oppenheim (2004) mengatakan bahwa sejak informasi menjadi kunci sukses suatu bisnis, dan para manajer mau membayar ketika membutuhkannya. Dengam kondisi ini semua serba dikomersialisasikan, mulai barang, jasa hingga informasi. Pergeseran paradigma ini merupakan efek dari globalisasi politik ekonomi dunia. Hal inilah yang menyebabkan semua institusi harus mau tidak mau menerapkan konsep ini agar tetap survive. Teknologi informasi tidak hanya mengubah
1
perkuliahan di kelas tetapi juga membuka dunia baru perpustakaan dengan dibantu teknologi informasi dan internet. Ketika suatu perpustakaan memutuskan melakukan bisnis informasi membuat website menjadi suatu keharusan. Bisnis informasi bukanlah suatu hal yang rumit, kita dapat memasarkan produk fisik bisnis kita sendiri melalui internet, dengan car mengatur cara pembayaran, mengirimkan produk fisik ke alamat yang memesan produk. Produk digitallah yang memberikan keuntungan paling besar melalui bisnis jasa informasi karena produk digital sangat mudah dan cepat pengirimannya melalui akses internet. Teknologi internet sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari yang dapat mengubah perilaku pencari informasi. Sumberdaya elektronikyang tersedia diinternet menjadi sasaran utama bagi pencari informasi. Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan, oleh karena itu produk dan pemanfaatan jasa informasi perlu dikelola dengan baik untuk meningkatkan kinerja organisasi. Menurut American Productivity and Quality Centre yang dikutip oleh Tobing (2007) menyatakan, manajemen pengetahuan adalah pendekatan-pendekatan sistemik yang membantu muncul dan mengalirnya informasi dan pengetahuan kepada orang yang tepat pada saat yang tepat untuk menciptakan nilai. Dalam Pedoman Perpustakaan Perguruan Tinggi (2005) dinyatakan bahwa perpustakaan memiliki berbagai fungsi yaitu edukasi, informasi, riset, rekreasi, publikasi, deposit dan interpretasi yang sangat dibutuhkan dalam kegiatan-kegiatan ilmiah. Keterbatasan informasi membuat biaya untuk memperoleh informasi menjadi mahal, yang pada gilirannya membuat orang tidak mau mengakses informasi yang dibutuhkan. Jika peranan informasi sangat terbatas, maka perpustakaan dapat dikatakan kurang berhasil dalam menjalankan fungsinya. Meskipun
2
demikian, kelengkapan informasi merupakan faktor mutlak untuk memenuhi permintaan pemustaka dengan baik.
Keterbukaan informasi di Internet masih terhalang oleh sejumlah kendala seperti cara berfikir pemilik pengetahuan yang takut karyanya dijiplak, masih adanya perpustakaan yang amat membatasi akses terhadap gudang ilmunya yang begitu kaya, dan sejumlah batasan akses pengetahuan.
Latar Belakang
Akhir-akhir ini muncul pemikiran bahwa pemanfaatan jasa informasi dengan pengelolaan manajemen pengetahuan (knowledge management) menjadi salah satu yang perlu digarisbawahi. Dengan pengelolaan manajemen pengetahuan adalah manusia dapat mengumpulkan aset pengetahuan (knowledge asset) dan menggunakannya untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.
Perpustakaan sebagai penyedia jasa sebuah informasi dapat mengambil pelajaran penting mengenai bisnis jasa informasi agar seorang pengguna dimanjakan dengan kenyamanan perpustakaan, keamanan, keramahtamahan petugasnya dalam memberikan layanan dan memiliki kecepatan, kemudahan, dan tentunya murah dalam mendapatkan jasa informasi.
Salah satu jasa yang dapat diperoleh dari dan disediakan perpustakaan adalah pemanfaatan jasa penelusuran informasi. Hendrawaty (2000) menyatakan bahwa jasa penelusuran informasi merupakan jasa aktif untuk menjawab pertanyaan/permintaan informasi dari pengguna tentang suatu masalah/subyek tertentu dan
kegiatan untuk
3
mencari/menemukan kembali kepustakaan yang pernah terbit atau pernah ada mengenai sesuatu ilmu tertentu. Biasanya pertanyaan yang diajukan pemustaka berupa informasi spesifik dan mendalam tentang suatu subjek yang diperlukan untuk kegiatan penelitian, penulisan karya ilmiah dan lain-lain.
Pemanfaatan jasa penelusuran informasi biasanya dikerjakan oleh pustakawan yang mengetahui sumber-sumber informasi dan dapat melakukan kegiatan penelusuran dengan benar dan sistematis. Penelusuran dapat dilakukan secara manual atau elektronik. Masing-masing metode tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan penelusuran secara eletronik (on-line) adalah lebih cepat dan lebih mudah mendapatkan informasi daripada cara manual. Penelusuran elektronik dilakukan menggunakan katakata kunci dan sistem pengoperasiannya sudah diciptakan didalamnya,
antara lain
dengan sistem boolean logic yaitu and, or, not serta truncation. Sedangkan penelusuran secara tradisional (manual) masih berbasis pada kertas dan pemustaka harus akses secara fisik sehingga akan banyak waktu yang diperlukan untuk hal tersebut.
Tujuan Perlunya usaha membisniskan jasa informasi perpustakaaan dengan tujuan: 1. Untuk merubah paradigma layanan terhadap kebutuhan pengguna dan memberikan layanan jasa informasi secara optimal Menyenangkan pengguna dengan menghargainya setiap orang yang datang ke perpustakaan, apapun yang ditanyakan menyangkut informasi yang dibutuhkan sehingga tidak ada alasan untuk menunda suatu pekerjaan. 2. Memberikan kepuasan pengguna Kepuasan pengguna adalah suatu hal yang tidak bisa dianggap sepele. Sebab satu saja pengguna yang kecewa akan berimbas pada pengguna yang lainnya. Sebelum
4
meninggalkan perpustakaan pengguna harus benar-benar dipastikan puas terhadap jasa layanan yang diperolehnya. Hal itu dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pengguna tentang informasi yang diperolehnya apakah sudah sesuai harapan atau tidak. PERPUSTAKAAN SEBAGAI KEKUATAN Perpustakaan sebagai pusat kekuatan, kata Roger Bacon dalam Sulistyo Basuki (1992:33) “Nam et ipsa scientia potestas est”, ilmu pengetahuan adalah kekuatan, karena perpustakaan merupakan gudang ilmu pengetahuan maka perpustakaan adalah kekuatan. Untuk itu perpustakaan perguruan tinggi tidak dapat diabaikan perannya dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Perpustakaan sekarang sudah mampu mengelola koleksi, SDM, sarana dan prasarana secara lebih maju sehingga koleksi dapat dimanfaatkan sebagai sumber referensi yang dapat menunjang pembelajaran dan penelitian.
Perpustakaan merupakan unsur penunjang yang sangat berperan dalam melaksanakan visi dan misi organisasinya. Adapun tugas perpustakaan adalah memenuhi kebutuhan informasi pemustaka serta menunjang program pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Untuk memberikan layanan penelusuran informasi yang cepat dan tepat sesuai dengan yang diharapkan pemustaka maka perpustakaan menawarkan jasa layanan informasi. Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kepercayaan pemustaka pada perpustakaan.
5
JASA INFORMASI PADA PERPUSTAKAAN Saat ini perpustakaan dituntut dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Baik dari segi informasi yang disajikan maupun manajemen jasa yang disuguhkan perpustakaan. Menurut Tjiptono (2000) jasa adalah: Setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa berhubungan dengan produksi fisik maupun tidak. Perpustakaan merupakan media pengumpalan, pengolahan, penyajian dan akses informasi yang dibutuhkan pengguna, terutama masyarakat bisnis. Peran perpustakaan sebagai pemberi jasa yang berorientasi nirlaba dan bekerja menunjang misi dan tujuan lembaga induknya. Peran ini dapat dilaksanakan bila perpustakaan mendapat alokasi dana yang memadai dari lembaga induknya atau sumber lain. Anggaran itu antara lain dapat dimanfaatkan untuk melengkapi bahan informasi yang relevan dan mutakhir. Perpustakaan merupakan organisasi yang membutuhkan biaya (cost centre). Oleh karena itu, perolehan dana dari pemerintah yang semakin kecil dan bahkan cenderung tidak ada akhir-akhir ini, mengharuskan perpustakaan mengubah posisinya dari organisasi yang bersifat cost centre menjadi profit centre. Untuk itu perlu adanya perubahan kebijakan menuju ke profesionalisme dalam pengelolaan informasi seperti akses database
online atau jurnal online, e-book (elektronik book) agar dapat
menghasilkan keuntungan bagi perpustakaan. Hwa-Wei Lee (1984) mengemukakan bahwa keterbatasan dana dan timbulnya persaingan prioritas penggunaan dana telah memaksa pusat informasi dan perpustakaan untuk memberlakukan pemungutan biaya atas jasa yang diberikan kepada pengguna.
6
Kingma (2000) menyatakan bahwa informasi secara umum termasuk di dalamnya koran, the information superhighway, buku-buku di perpustakaan, siaran televisi, jaringan telepon dan transmisi satelit merupakan sarana umum. Sebagai sarana umum maka pemakai informasi bersifat non-rival, artinya dapat dikonsumsi oleh lebih dari satu orang. Oleh karena itu, pembiayaan sarana umum dapat ditanggung bersama secara efisien oleh para penggunanya. Individu yang memanfaatkan sarana umum secara adil harus memberi atau membayar bagian dari keseluruhan pendapatan yang dibutuhkan untuk menunjang sarana tersebut. Untuk memasarkan bisnis informasi tidak semudah memasarkan suatu produk yang mudah dilihat, dirasakan, atau didengar. Untuk bisa menunjang keberhasilan di bidang bisnis informasi maka kita perlu memanfaatkan tujuh unsur sebagai penunjang keberhasilan antara lain sebagai berikut : 1. Product : jasa penelusuran (pencarian literatur yang dibutuhkan pengguna), jasa penyediaan informasi (database online, jurnal online dan e-book), jasa informasi rujukan. 2. Price : informasi harus ditentukan harganya. 3. Place : informasi yang ditawarkan harus tersedia di perpustakaan atau dimana pun dan selalu siap jika dibutuhkan. 4. Promotion : pameran koleksi baru, brosur perpustakaan, penyebaran bibliografi, abstrak, daftar judul artikel majalah dan informasi terseleksi. 5. Process : informasi perlu diolah agar pengguna dapat memperolehnya dengan mudah apabila pengguna membutuhkan informasi tersebut.
7
6. People : sumber daya manusia merupakan unsur kekuatan dalam pemasaran, baik ia pemberi informasi, pengguna sesuai segmennya maupun orang lain yang terlibat didalamnya. 7. Physical evidence: produk yang dipasarkan harus bersifat kasat mata. Dalam hal ini dituliskan, dicetak, direkam atau diterbitkan sehingga manfaatnya dapat dirasakan. Dengan adanya jasa informasi ini diharapkan perpustakaan mampu berswakelola dan berswadana sehingga perpustakaan mampu membiayai keperluan bersifat sekunder atau berlangganan jurnal online, database online dan e-book. Keterbatasan informasi membuat biaya transaksi menjadi mahal, yang pada gilirannya membuat harga-harga sebuah informasi produk akhir menjadi lebih mahal. Harga sebuah informasi merupakan signal yang memungkinkan informasi tentang kelangkaan ditransmisikan ke seluruh anggota masyarakat (Kenneth, 1984). Jika peranan informasi sangat terbatas, maka harga sebuah informasi sangat boleh jadi tidak mencerminkan nilai kelangkaan yang sebenarnya. Sekalipun demikian, kelangkapan informasi bukanlah merupakan faktor mutlak yang menjamin mekanisme harga sebuah informasi berlangsung dengan baik. Informasi menjadi kurang bermakna kalau iklim berusaha tidak sehat. Struktur pasar yang monopolistik atau oligopolistik akan cenderung membuat pilihan-pilihan konsumen semakin terbatas, baik dalam hal harga maupun kualitas. Dunia bisnis kita masih diselubungi oleh praktek-praktek
yang banyak mendistorsi pasar. Maka tak
mengherankan kalau dunia bisnis pada umumnya masih kurang menganggap penting peranan informasi yang berkaitan dengan perkembangan dinamika pasar dan antisipasi
8
terhadap perubahan-perubahan di masa mendatang yang mempengaruhi kegiatan usahanya. Para pengusaha harus mentransformasikan usahanya untuk merubah perilaku dan tindak tanduk bisnisnya. Untuk itulah mereka butuh informasi. Informasi pertama yang dibutuhkan adalah lahan-lahan usaha baru yang prospektif yang dibentangkan harus berjangka panjang, maka ketidakpastian segera menghadang. Apalagi dihadapkan kepada berbagai perubahan yang semakin cepat dan tak terduga. Untuk itu dibutuhkan informasi yang banyak dan seakurat mungkin. Persaingan yang semakin tajam memaksa setiap aktor yang terlibat di dalam bisnis informasi untuk memilih lahan usaha yang dianggap paling mereka kuasai berdasarkan keunggulan kompetitif yang dimilikinya. Para pengelola informasi dituntut untuk memahami konsumennya dengan lebih baik. Mereka harus membidik segmen-segmen pasar yang baru. Mereka harus mengamati perubahan-perubahan yang terjadi di pasar dan lingkungan eksternal yang mempengaruhi bisnisnya. Konsumen bukan lagi sebagai obyek penderita, melainkan sebagai kekuatan eksistensi usaha. Oleh karena itu perilakunya harus semakin diperhitungkan. Dengan adanya perdagangan bebas memaksa seluruh aktor di dalam perekonomian domestik, termasuk pemerintah, harus menyesuaikan diri, merubah pandangan dan tindak-tanduknya. Perekonomian Indonesia yang sudah terlanjur terbuka memaksa orientasi termasuk perpustakaan yang terbatas pada pasar domestik sudah pasti harus ditanggalkan.
9
Memasuki era baru ini, muncul sejumlah peluang. Namun tantangan pun semakin banyak menghadap. Ketidakpastian merebak. Maka informasi merupakan komoditi yang akan dicari-cari oleh para konsumen. Karena tuntutan untuk semakin cepat mengambil keputusan dalam menghadapi perubahan-perubahan lingkungan bisnis yang selalu berubah, informasi yang dibutuhkan semakin kompleks yang siap dicerna dan dimanfaatkan. Penyedia jasa informasi pun, harus siap menghadapi tuntutan baru ini. Saat ini yang dibutuhkan adalah sistem informasi perpustakaan yang efisien, cepat, dan berdaya guna serta dapat diakses dari manapun, kapanpun dan setiap saat online.
PENUTUP Perpustakaan yang berada di lingkup unit kerja pemerintah dan swata perlu mengubah paradigma cara pemberian jasa dari nirlaba ke orientasi laba (komersial). Pergeseran pola pemberian jasa ini merupakan salah satu solusi dari kesulitan memperoleh dana yang memadai akibat krisis ekonomi global. Bisnis informasi seperti database online, jurnal online, serta e-book (elektronik book) di perpustakaan berpeluang untuk diterapkan, karena perpustakaan memiliki keunikan koleksi dan jenis informasi, tenaga pustakawan dan segmen pasar/pengguna. Pengguna potensial perpustakaan adalah mahasiswa, peneliti/ilmuwan, dan pihak swasta yang berusaha dalam bidang tertentu. Sebagaimana usaha memasarkan suatu produk, perpustakaan dapat saja menetapkan harga terhadap produknya. Namun demikian sebagai institusi yang berada di lingkup pemerintah, perpustakaan perlu terlebih dahulu mengkaji peraturan-peraturan
10
yang sesuai untuk usaha bisnis informasi tersebut. Selain itu, pada kondisi perndapatan per kapita bangsa Indonesia yang masih, bisnis informasi dinilai belum memberikan pendapatan yang memadai. Oleh karena itu dalam menerapkan harga jasanya, perpustakaan perlu memperhitungkan kemampuan ekonomi pemakainya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Arrow, Kenneth J.1984. The Economics of Information. Oxford: Basic Blackwell. Basri, Faisal.1994. Ekonomi Informasi dan Budaya Bisnis di Indonesia. Makalah Seminar Kiat Menjual data dan Informasi. Jakarta : Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Hendrawaty, et.al. 2000. Jasa Penelusuran Informasi. Bogor: Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Hwa-Wei Lee. 1984. Cost effectiveness and cost recovery in information. In K.P. Broadbent (Ed.) Management of Information Centres in China: Result of a course held in Kunming, Yunnan Province. People’s Republic of China. People’s Republic of China. 6-8 December 1982. p. 275. Kuntjoro-Jakti. Globalisasi dan Bisnis Informasi. 1994. Makalah Seminar Kiat Menjual data dan Informasi. Jakarta : Program Pasca Sarjana UI. Nugraha, Aditya, dkk. Perpustakaan Perguruan Tinggi Buku Pedoman. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional RI Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2005. Sulistyo-Basuki. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia, 1991. Sulistyo- Basuki. 1992. Teknik dan Jasa Dokumentasi. Jakarta : Gramedia. Sudarmini, E. dan S. Mansjur. Pemasaran jasa perpustakaan dan informasi. Jurnal Perpustakaan Pertanian. 10 (1) 2001: 6-9. Tjiptono, Fandy. 2000. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi. Tobing, Paul L. Knowledge Management: Konsep, Arsitektur dan Implementasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007 Diamond, Wendy; Michael R. Oppenheim. 2004. Marketing Information: Strategic Guide for business and Finance Library. New York: Haworth Information Press. Widodo, Setyardi. Knowledge management semakin diperlukan. Jakarta : Bisnis Indonesia, 2000 Winarti, Ida., Djunaedi, Achmad., HS, Akhmad Syaikhu., dan Sulistiyah. 2002. Layanan Informasi Berdasarkan Permintaan Pengguna. Jurnal Perpustakaan Pertanian Vol. 11, Nomor 1.
12