Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
ISSN 1978-5186
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK SAMSAT LAMPUNG DALAM PERSPEKTIF BUDAYA PIIL PESENGGIRI Pairulsyah Dosen Jurusan Sosiologi Fak.Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Univ. Lampung Email:
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur Kualitas Pelayanan Publik Samsat Lampung dalam Perspektif Budaya Piil Pesenggiri. Pendekatan kuantitatif digunakan dalam penelitian dengan menggunakan teknik sampel semi terbuka untuk menganalisis berbagai fenomena proses penyelenggaraan otonomi daerah yang disajikan dalam bentuk deskripsi dengan menggunakan angka-angka statistik. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa penilaian yang diberikan masyarakat terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh Samsat rata-rata dinilai cukup baik dan sesuai dengan aturan yang telah digariskan. Pelayanan yang diberikan Samsat baik dalam prinsip nemui nyipah (sopan santun pada pengguna jasa). Penilaian yang kurang baik, terletak pada variabel nengah nyappur, indikator toleransi ( 48,3 %), indikator memegang teguh prinsip ( 55 %), indikator bersaing dalam memberikan pelayanan terbaik (53,3 % ). Prinsip Sakai Sambayan, beberapa indikator yang dinili kurang baik dalam pelayanan publik adalah indikator kedua mampu menjadi pemersatu ketika ada masalah dalam melayani (dinilai responden kurang mampu dengan skor 40,7 %, dan tidak mampu dengan skor 53,3 %). Indikator ketiga mampu bekerjasama dengan pegawai lain dalam melayani pengguna jasa (dinilai kurang mampu dengan skor 30 %). Kata Kunci
: Pelayanan Publik, Samsat , Piil Pesenggiri.
I. Pendahuluan Budaya lokal daerah saat ini sudah tergerus dengan kemajuan zaman dengan percepatan informasi dan teknologi. Mazhab ala barat yang kita anut makin menambah tergerusnya budaya lokal. Neo Liberlisme, pasar bebas sampai dengan globalisasi menambah deret hitung pemberat bagi bangkitnya budaya lokal. Salah satu budaya lokal Lampung adalah falsafah hidup Piil Pesenggiri, falsafah tua ini sudah mulai pudar dan tak lagi menjadi acuan dalam kehidupan bermasyarakat.
Paradigma baru dalam pemerintahan, peran pemerintah tidak lagi dominan melaksanakan proses pembangunan namun hanya bersifat katalisator dan fasilitator dalam proses pembangunan. Berkenaan dengan hal tersebut salah satu aspek yang sangat fundamental adalah pelayanan kepada masyarakat. Pada dasarnya terdapat tiga fungsi pemerintahan di era otonomi dan reformasi, yaitu fungsi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara pelayanan publik, pemerintah dituntut untuk
168
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
memenuhi dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kelemahan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah adalah ketidakmampuan memenuhi kualitas yang diharapkan oleh masyarakat khususnya di bidang pelayanan dalam beragam sektor. Peningkatan dari sisi kuantitas dapat dilakukan dengan cara memperbanyak jumlah masyarakat yang dilayani dan menambah waktu pelayanan, sedangkan pada sisi kualitas peningkatan kualitas pelayanan masyarakat dapat dilakukan dengan cara mengurangi kesalahan, meningkatkan kecepatan pelayanan dan memberikan kemudahan pelayanan. Pelayanan Publik adalah segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hakhak dasar setiap warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan yang terkait dengan kepentingan publik. Penyelenggara Pelayanan Publik adalah lembaga dan petugas pelayanan publik baik Pemerintah Daerah maupun Badan Usaha Milik Daerah yang menyelenggarakan pelayanan publik. Penerima Layanan Publik adalah perseorangan atau kelompok orang dan atau badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban terhadap suatu pelayanan publik. Pelayanan publik oleh aparatur pemerintah dewasa ini masih banyak dijumpai kelemahan sehingga belum dapat memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Hal ini ditandai dengan masih adanya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media massa, sehingga dapat menimbulkan citra
ISSN 1978-5186
yang kurang baik terhadap aparatur pemerintah. Mengingat fungsi utama pemerintah adalah melayani masyarakat maka pemerintah perlu terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan. Masyarakat yang merupakan pelanggan dari pelayanan publik, juga memiliki kebutuhan dan harapan pada kinerja penyelenggara pelayanan publik yang profesional. Sehingga yang sekarang menjadi tugas Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah bagaimana memberikan pelayanan publik yang mampu memuaskan masyarakat. Adanya implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia yang tertuang dalam UU tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintah mempunyai tanggung jawab, kewenangan dan menentukan standar pelayanan minimal, hal ini mengakibatkan setiap Daerah (Kotamadya/Kabupaten) di Indonesia harus melakukan pelayanan publik sebaik-baiknya dengan standar minimal. Kota Bandar Lampung yang secara administrasi pemerintahan memiliki 13 wilayah kecamatan dengan karakteristik potensi sumberdaya dan permasalahan lokal wilayah yang berbeda dihadapkan dengan kenyataan yaitu semakin berkurangnya akses dan kontrol dari steakholders dan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh SKPD khususnya Samsat . Masyarakat memiliki persepsi bahwa pelayanan yang diberikan berkesan biasa saja dan tanpa ada inovasi yang lebih baik. Berdasarkan persepsi inilah, perlu untuk melakukan penelitian mengenai Kualitas Pelayanan Publik Samsat Lampung 169
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
dalam Perspektif Pesenggiri.
Budaya
Piil c.
II. Metode Penelitian ini akan dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menggunakan teknik sampel semi terbuka untuk menganalisis berbagai fenomena yang terjadi dalam proses penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif, adalah bahwa hasil dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk deskripsi dengan menggunakan angka-angka statistik (Singarimbun, 2000). Data primer kuantitatif yaitu berupa hasil kuantifikasi dari keadaan kualitatif yang merupakan penilaian masyarakat atas pelayanan penanaman modal, didapat melalui hasil survei dengan instrumen kuesioner. Kuesioner disebar kepada masyarakat pengguna layanan Samsat Rajabasa.
d. e.
f.
g.
III. Kajian Teoritis 3.1. Prinsip-prinsip Pelayanan Publik a. Kesederhanaan, yaitu prosedur pelayanan tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan, meliputi : a) Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik; b) Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan atau sengketadalam pelaksanaan pelayanan publik; c)
h.
i.
ISSN 1978-5186
Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran. Kepastian waktu, yaitu pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Akurasi, yaitu produk pelayanan diterima dgn benar, tepat dan sah. Keamanan, yaitu proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. Tanggungjawab, yaitu pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atau penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. Kelengkapan sarana dan prasarana, yaitu tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk sarana telekomunikasi dan informatika. Kemudahan akses, yaitu tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. Kedisiplinan, kesopanandan keramahan yaitu pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. Kenyamanan, yaitu lingkungan pelayanan harus tertib dan teratur,disediakan ruang tunggu yang nyaman,bersih,rapi, lingkungan yangindah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan,seperti parkir, toilet,tempat ibadah, dan lain-lain. 170
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
3.2. Budaya Masyarakat Lampung Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, karena berasal dari berbagai latar belakang ras, budaya, suku bangsa, dan agama. Perbedaan dan persamaan antara suku-suku bangsa di Indonesia, tentulah perlu untuk diketahui dan dipahami. Mengenal dan memahami perbedaan serta mengenal dan mewujudkan persamaan adalah unsur-unsur yang menjadi pemberi dasar kesatuan bangsa. Suku Lampung merupakan salah satu Suku yang terdapat di Indonesia. Iskandar Syah (1999:5) mengemukakan bahwa : ”Masyarakat Lampung merupakan masyarakat yang bersifat majemuk yang terdiri dari aneka ragam suku bangsa yang masingmasing memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Masyarakat Lampung terbagi dalam dua kelompok Suku Bangsa, yaitu Suku Bangsa yang asli dan Suku Bangsa pendatang. Suku bangsa asli yaitu Suku Bangsa Lampung yang mendiami daerah Lampung sejak berabad-abad yang lampau sedangkan Suku Bangsa pendatang terutama para transmigrasi yang berasal dari luar daerah Lampung”. Masyarakat Lampung tidak jauh berbeda dengan masyarakat suku lainnya, yang sama-sama memiliki budaya dan kebudayaan yang mampu mencerminkan budaya daerahnya. Iskandar Syah (1999:15), menjelaskan bahwa : ”Kebudayaan daerah ialah kebudayaan yang hidup dalam suatu wilayah bagian dari suatu negara yang merupakan daerah suatu Suku Bangsa tertentu. Kebudayaan daerah disebut juga kebudayaan lokal yang
ISSN 1978-5186
tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat daerah (Suku Bangsa Asli) yang bersangkutan. Keberadaan kebudayaan daerah dalam kebudayaan nasional dinyatakan dalam pasal 32 UUD 1945, antara lain ” kebudayaan yang lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah seluruh Indonesia terhitung sebagai kebudayaan bangsa”. Kebudayaan yang tergolong puncak-puncak kebudayaan daerah itu ialah taqwa, harga diri, tenggang rasa, musyawarah, gotong royong, setia kawan dan sebagainya”. Warisan budaya masyarakat Lampung salah satunya adalah budaya Piil Pesenggiri yang merupakan falsafah hidup masyarakat Lampung. Fachruddin dan Haryadi (1996:3) menjelaskan bahwa, budaya daerah Lampung yang dapat mendukung pancasila adalah pandangan atau falsafah hidup masyarakat Lampung, yang dikenal dengan falsafah Piil Pesenggiri. Falsafah Piil Pesinggiri adalah butirbutir falsafah yang bersumber dari kitab-kitab adat yang dianut oleh masyarakat Lampung. Budaya masyarakat Lampung yang sangat diwarnai oleh prinsipprinsip falsafah Piil Pesenggiri yang terdiri dari : 1. Piil Pesenggiri (Prinsip Kehormatan), 2. Bejuluk adek (Prinsip Keberhasilan), 3. Nemui Nyimah (Prinsip Penghargaan), 4. Nengah Nyappur (Prinsip Persamaan), 5. Sakai Sambaian (Prinsip Kerjasama).
171
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
Masyarakat suku Lampung terdiri dari dua sub entis, yaitu sub entis Lampung Pepadun, dan sub etnis Saibatin/Pesisir/Peminggir. Masyarakat Lampung beradat Pepadun maupun beradat Saibatin/ Pesisir/Peminggir. keduanya memiliki falsafah hidup yang sama yaitu Piil Pesenggiri yang merupakan salah satu dari budaya masyarakat Lampung. Iskandar Syah (1999:2022) mengemukakan bahwa : Masyarakat Lampung beradat Pepadun, ditandai dengan upacara adat pengambilan gelar kedudukan adat dengan menggunakan alat upacara yang disebut Pepadun. Masyarakat Lampung beradat Pepadun terbagi menjadi beberapa kelompok masyarakat, yaitu : 1. Abung Siwo Megou, meliputi : Buay Nunyai, Buay Unyi, Buay Nuban, Buay Subing, Buay Kunang, Buay Selagi, Buay Selaga, Buay Tuha, Buay Nyerupa. 2. Megou Pak Tulang Bawang, meliputi : Buay Balau, Buay Umpu, Buay Tegamoan, Buay Aji. 3. Buay Lima (Way Kanan/Sungkai), meliputi : Buay Barasakti, Buay Semenguk, Buay Baradatu, Buay Pemuko, Buay Bahugo. 4. Pubian Telu Suku, meliputi : Buay Manyarakat, Buay Tambapupus, Buay Bukujadi Masyarakat Lampung beradat Saibatin disebut juga masyarakat Peminggir karena pada umumnya mereka berdiam di daerah-daerah pantai atau Pesisir berbeda dengan
ISSN 1978-5186
masyarakat pepadun yang umumnya berdiam di daerah pedalaman. Masyarakat yang termasuk Saibatin adalah : 1) Peminggir Melinting/Rajabasa, 2) Peminggir Teluk; 3) Peminggir Semangka; 4)Peminggir Skalaberak; 5) Ranau, Komering dan Kayu Agung. Piil Pesenggiri Piil Pesenggiri adalah warisan budaya masyarakat Lampung, yang merupakan falsafah hidup ulun Lampung. Facruddin dan Haryadi (1996:35), mengemukakan bahwa : ”Piil Pesenggiri adalah suatu ideal yang berlaku bagi masyarakat Lampung, Piil Pesenggiri merupakan prinsip dan harga diri, Piil adalah prinsip Pesenggiri, Pesenggiri adalah harga diri, artinya unsur-unsur pesenggiri merupakan prinsip-prinsip yang apabila prinsip itu ditegakkan maka harga diri seseorang dengan sendirinya akan baik atau prestise seseorang akan menjadi baik atau tinggi dengan melakukannya”. Tidak jauh berbeda dari pengertian yang dikemukakan oleh Facruddin dan Haryadi, Iskandar Syah (1999:24-25) menjelaskan pengertian Piil Pesenggiri sebagai berikut : ”Piil Pesenggiri secara harfiah berarti perbuatan atau perangai manusia yang agung dan luhur didalam nilai dan maknanya, oleh karena itu patut diteladani dan pantang untuk diingkari. Sedangkan dalam dokumen literatur resmi, Piil Pesenggiri diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut harga diri, perilaku dan sikap hidup yang harus menjaga dan menegakkan nama baik, martabat pribadi maupun kelompok. Secara totalitas Piil Pesenggiri
172
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
mengandung makna berjiwa besar, mempunyai perasaan malu, rasa harga diri, ramah, suka bergaul, tolong menolong dan bernama besar”. Selanjutnya, Hilman Hadikusuma (1989:119) mendefinisikan Piil Pesenggiri adalah sebagai berikut : ”Istilah Piil Pesenggiri kemungkinan berasal dari ”Piil” dalam bahasa arab yang berarti perbuatan atau perangai dan kata ”Pesenggiri” yaitu pahlawan perlawanan rakyat Bali utara terhadap serangan pasukan Majapahit yang dipimpin oleh Arya Damar, dengan demikian Piil Pesenggiri berarti perangai yang tidak keras tidak mau mundur terhadap tindakan kekerasan, yang lebih-lebih menyangkut tersinggungnya nama baik keturunan atau kehormatan pribadi dan kerabat”. Berdasarkan pengertian Piil Pesenggiri tersebut, secara keseluruhan Piil Pesenggiri dapat dirangkai sebagai berikut : Bila seseorang ingin memiliki harga diri, maka pandai-pandailah menghormati orang lain (Nemui Nyimah/Bepudak Waya), pandaipandailah bergaul (Nengah Nyappur/Tetengah Tetangah), rajinlah bekerja hingga berprestasi dan berprestise (Juluk Adek/Khopkhama Delom Bekekhja), itulah prinsip dan itulah harga diri itu (Bupiil Bupesenggiri). (Facruddin dan Haryadi, 1996:19).
ISSN 1978-5186
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Penelitian ini meneliti pelayanan oleh Samsat Rajabasa dengan persepektif pelayanan berdasarkan Prinsip Piil Pesenggiri. Responden Samsat dibagi menjadi 150 orang pengguna jasa Samsat untuk keperluan roda dua (motor) dan 150 orang untuk keperluan pelayanan moda roda empat (mobil). Total keseluruhan responden adalah 300 orang. Hasil rekapitulasi keseluruhan akan dijabarkan dalam tabel-tabel dibawah ini : Piil Pesenggiri Tabel 1: Arti Piil Pesenggiri Pilihan Jawaban
Jumlah
a. ya, 178 mengetahui b. tidak tahu 122 Data diolah : Oktober 2013
% 59,3 40,7
Tabel 2. Definisi arti dari Piil Pesenggiri Pilihan Jawaban Jumlah a. Berjiwa besar 46 b. Memiliki 79 perasaan malu c. Harga diri 121 d. ramah 5 e. suka bergaul 3 f. Tolong 17 menolong g. berperilaku 29 baik Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 15,3 26,3 40,3 1,7 1 5,7 9,7 100
173
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
Nemui Nyipah (Sopan Santun) Tabel 3. Prinsip sopan santun (nemui nyipah) dalam melakukan pelayanan Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat sopan 62 b. Sopan 172 c. Kurang sopan 59 d. Tidak sopan 7 Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 20,7 57,3 19,7 2,3 100
Tabel 4. Berperilaku yang baik dalam melayani Pilihan Jawaban Jumlah % a. Sangat baik 61 20,3 b. Baik 168 56 c. Kurang baik 48 16 d. Tidak baik 23 7,7 Total 300 100 Data diolah : Oktober 2013 Tabel 5. Berilmu dalam memberikan pelayanan Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat berilmu 57 b. Berilmu 123 c. Kurang 86 berilmu d. Tidak berilmu 34 Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 19 41 28,7 11,3 100
Tabel 6. Ketrampilan petugas dalam melayani dan melaksanakan tugasnya
ISSN 1978-5186
Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat 97 terampil b. terampil 156 c. Kurang 30 terampil d. Tidak 17 terampil Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 32,3 52 10 5,7 100
Tabel 7 . Pertanggungjawaban petugas dalam melayani Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat 40 bertanggung jawab b. Bertanggung 185 jawab c. Kurang 65 bertanggung jawab d. Tidak 10 bertanggung jawab Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 13,3 61,7 21,7 3,3 100
Nengah Nyappur (Pandai dalam Pergaulan) Tabel 8. Supel dan ramah dalam Melayani Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat supel dan 60 ramah b. Supel dan ramah 130 c. Kurang supel 85 dan ramah d. Tidak supel dan 25 ramah Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 20 43,3 28,3 8,3 100
174
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
Tabel 9. Toleransi atau tenggang rasa dalam melayani Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat toleran 37 b. Baik 98 c. Kurang 145 tenggang rasa d. Tidak 20 tenggang rasa Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 12,3 32,7 48,3 6,7 100
Tabel 10. Memegang teguh prinsip dalam melayani (mentaati aturan, sesuai tupoksi, tidak mau disogok, dsb ) Pilihan Jawaban a. Sangat berprinsip b. Memegang prinsip c. Kurang berprinsip d. Tidak
Jumlah 28
% 9,3
60
20
165
55
47
15,7
ISSN 1978-5186
berprinsip Total 300 Data diolah : Oktober 2013
100
Tabel 11. Kemampuan komunikasi petugas yang baik dalam melayani Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat baik 103 b. Baik 157 c. Kurang baik 28 d. Tidak baik 12 Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 34,3 52,3 9,3 4 100
Tabel 12. Kemampuan petugas untuk saling bersaing dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat baik 6 b. Baik 12 c. Kurang baik 122 d. Tidak baik 160 Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 2 4 40,7 53,3 100
Data diolah : Oktober 2013 Sakai Sambayan Mufakat/Makna Menolong)
(Bersatu Dan Luas;Tolong
Tabel 13. Sarana dan Prasarana dalam lingkungan Kantor yang memadai untuk melayani Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat baik 96 b. Baik 112 c. Kurang baik 49 d. Tidak baik 43 Total 300
% 32 37,3 16,3 14,3 100
Tabel 14. Pegawai Samsat mampu menjadi pemersatu ketika ada masalah dalam melayani Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat mampu 6 b. Mampu 12 c. Kurang mampu 122 d. Tidak mampu 160 Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 2 4 40,7 53,3 100
175
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
Tabel 15.
Data diolah : Oktober 2013
Pegawai Samsat mampu bekerjasama dengan pegawai lain dalam melayani pengguna jasa Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat mampu 36 b. Mampu 92 c. Kurang mampu 90 d. Tidak mampu 82 Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 12 30,7 30 27,3 100
Tabel 16. Pegawai Samsat dapat dipercaya dalam melayani masyarakat Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat 52 dipercaya b. Dipercaya 151 c. Kurang dapat 64 dipercaya d. Tidak dapat 33 dipercaya Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 17,3 50,3 21,3 11 100
Juluk Adok (Gelar atau Prestise, yang didapat dari kerja keras dan prestasi kerja) Tabel 17. Pegawai Samsat bekerja keras dalam melayani masyarakat Pilihan Jawaban a. Sangat bekerja keras b. Bekerja keras c. Kurang bekerja keras d. Tidak bekerja keras Total
ISSN 1978-5186
Jumlah 27
% 9
49 121
16,3 40,3
103
34,3
300
100
Tabel 18. Pegawai Samsat mampu menunjukkan prestasi kerja dalam melayani masyarakat Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat mampu 35 b. Mampu 47 c. Kurang mampu 121 d. Tidak mampu 97 Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 11,7 15,7 40,3 32,3 100
Tabel 19. Pegawai Samsat memiliki kebanggaan jika mampu melayani masyarakat dengan baik Pilihan Jawaban Jumlah a. Sangat bangga 50 b. Bangga 65 c. Kurang bangga 101 d. Tidak bangga 84 Total 300 Data diolah : Oktober 2013
% 16,7 21,7 33,7 28 100
EKSPLANASI DATA Sebagian besar responden penelitian memberikan definisi harga diri pada konsep Piil Pesenggiri, sebesar 40,3 %. Definisi yang kedua yang dipilih adalah memiliki rasa malu sebesar 26,3 %. Sedangkan yang memilih berjiwa besar sebesar 15, 3 %. Pada masyarakat awam, Piil memang selalu diartikan sebagai harga diri seseorang terhadap situasi atau keadaan tertentu dalam sebuah hubungan sosial antar manusia dalam sebuah lingkungan atau komunitas tertentu.
176
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
Prinsip Nemui Nyipah, memiliki 5 (lima) indikator yang dinilai, yaitu sopan santun dalam melakukan pelayanan ( dinilai baik dengan skor 57,3 %) , indikator perilaku yang baik dalam melayani ( dinilai baik dengan skor 56 %), indikator berilmu dalam memberikan pelayanan artinya petugas memahami tugas mereka dan mengetahui tupoksi dari pekerjaan yang mereka lakukan (dinilai baik dengan skor 41 %), indikator ketrampilan petugas dalam melayani , (dinilai baik dengan skor 52 %), indikator pertanggungjawaban petugas dalam melayani, (dinilai baik dengan skor 61,7 %), Prinsip budaya Nengah Nyappur, memiliki 5 indikator yang dinilai, yaitu pertama; indikator supel dan ramah dalam melayani, (dinilai ramah dengan skor, 43,3 %), kedua indikator Toleransi atau tenggang rasa dalam melayani (dinilai kurang dengan skor 48,3 %) alasannya adalah disebabkan oleh kondisi waktu, biasanya petugas mulai tidak ramah ketika jam kerja siang hari yakni menjelang istirahat serta selepas makan siang, bahkan jam makan siang selalu lebih dari setengah jam dari waktu normal. Indikator ketiga dari prinsip Nengah Nyappur adalah memegang teguh prinsip dalam melayani (mentaati aturan, sesuai tupoksi, tidak mau disogok, dsb), dinilai responden kurang berprinsip dengan skor 55 %, alasannya adalah Samsat dinilai masih berurusan dengan calo atau diluar prosedur yang berlaku. . Penilaian kurang baik menurut responden disebabkan memakai jasa oknum untuk mengurus semua keperluan administrasi dan suratsurat.
ISSN 1978-5186
Indikator keempat dari prinsip Nengah Nyappur adalah kemampuan komunikasi petugas yang baik dalam melayani, responden menilai baik dengan skor 52,3 %. Indikator kelima adalah kemampuan petugas untuk saling bersaing dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, dinilai oleh responden kurang baik dengan skor tidak baik dengan skor 53,3 %, alasannya adalah tidak ada rasa kompetensi atau persaingan untuk memberikan pelayaan terbaik, misalnya cepat, tepat waktu dan tidak mengobrol saat melayani. Variabel ketiga adalah prinsip Sakai Sambayan, dengan 4 indikator yang dinilai; yaitu pertama sarana dan Prasarana dalam lingkungan Kantor yang memadai (dinilai baik dengan skor 37,3 %). Indikator kedua pegawai Samsat mampu menjadi pemersatu ketika ada masalah dalam melayani (dinilai responden kurang mampu dengan skor 40,7 %, dan tidak mampu dengan skor 53,3 %). Indikator ketiga pegawai Samsat mampu bekerjasama dengan pegawai lain dalam melayani pengguna jasa (dinilai kurang mampu dengan skor 30 %). Indikator keempat Pegawai Samsat dapat dipercaya dalam melayani masyarakat (dinilai masyarakat baik/ mampu dipercaya dengan skor 50,3 %). Variabel keempat adalah prinsip Juluk Adok, dalam konteks pelayanan publik dinilai dengan 3 indikator; yaitu pertama bekerja keras dalam melayani masyarakat (dinilai responden kurang bekerja keras, dengan skor 40,3 %, tidak mampu bekerja keras dengan skor 34,3 %). Menggambarkan bahwa kinerja pegawai samsat dalam 177
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
melakukan pelayanan kepada masyarakat masih berada dalam tataran yang biasa-biasa saja. Prinsip Piil Pesenggiri merupakan salah satu prinsip yang terkandung didalam budaya Piil Pesenggiri yang merupakan falsafah hidup masyarakat Lampung. Prinsip Piil Pesenggiri yang melekat pada diri seseorang dapat terlihat dari bagaimana seseorang memiliki rasa harga diri, memiliki gelar adat sebagai suatu pencapaian, sikap sopan santun, senang bergaul dengan orang lain, dan bersedia bekerjasama dengan orang lain. Berdasarkan jawaban responden mengenai variabel budaya Piil Pesenggiri diketahui bahwa budaya Piil Pesenggiri kurang melekat pada diri pegawai Samsat dalam melayani masyarakat, hal tersebut dapat terlihat dari jawaban hasil penyebaran kuesioner kepada 300 orang responden. Indikator Prinsip Piil Pesenggiri diantaranya mengenai harga diri, rasa malu dan berjiwa besar, dinilai sebagai suatu hal yang sangat penting. Tanggapan responden berdasarkan prinsip Nemui Nyimah yang diantaranya mengenai ilmu merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh setiap orang, responden menilai itu sebagai hal yang penting. Tanggapan responden berdasarkan indikator prinsip Nengah Nyappur menyatakan bahwa mayoritas responden bersedia mendengarkan pendapat orang lain, dan tanggapan responden berdasarkan prinsip Sakai Sambaian yang menyatakan bahwa responden memiliki rasa partisipasi, serta berbagai tanggapan lainnya yang mampu menggambarkan prinsip-prinsip Piil Pesenggiri yaitu Piil Pesenggiri (Prinsip
ISSN 1978-5186
Kehormatan), Bejuluk adek (Prinsip Keberhasilan), Nemui Nyimah (Prinsip Penghargaan), Nengah Nyappur (Prinsip Persamaan), Sakai Sambaian (Prinsip Kerjasama) kurang melekat didalam diri pegawi Samsat dalam melayani masyarakat. Prinsip Nemui Nyimah dalam konteks palayanan publik sebagai sifat kepedulian sosial, prinsip Sakai Sambayan yang pada hakikatnya adalah menunjukkan rasa partisipasi yang dalam serta solidaritas yang tinggi pada masyarakat terhadap sesuatu kegiatan atau kewajiban yang harus dilakukan, Nengah Nyappur yaitu mau mendengarkan serta bereaksi sigab dan tanggap. Anggota masyarakat Lampung dengan bekal rasa kekeluargaan serta diiringi dengan sikap suka bergaul dan bersahabat dengan siapa saja tidak membedakan agama dan tingkatan, sikap suka bergaul dan bersahabat dan prinsip Sakai Sambayan yang pada hakikatnya adalah menunjukkan rasa partisipasi yang dalam serta solidaritas yang tinggi pada masyarakat terhadap sesuatu kegiatan atau kewajiban yang harus dilakukan. V. Simpulan Penilaian yang diberikan masyarakat terhadap pelayanan publik yang dilakukan oleh Samsat rata-rata dinilai cukup baik dan sesuai dengan aturan yang telah digariskan. Pelayanan yang diberikan Samsat baik dalam prinsip nemui nyipah (sopan santun pada pengguna jasa). Penilaian yang kurang baik, terletak pada variabel nengah nyappur, indikator toleransi ( 48,3 %), indikator memegang teguh
178
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
prinsip ( 55 %), indikator bersaing dalam memberikan pelayanan terbaik (53,3 % ). Prinsip Sakai Sambayan, beberapa indikator yang dinili kurang baik dalam pelayanan publik adalah indikator kedua mampu menjadi pemersatu ketika ada masalah dalam melayani (dinilai responden kurang mampu dengan skor 40,7 %, dan tidak mampu dengan skor 53,3 %). Indikator ketiga mampu bekerjasama dengan pegawai lain dalam melayani pengguna jasa (dinilai kurang mampu dengan skor 30 %). Variabel keempat adalah prinsip Juluk Adok, dalam konteks pelayanan publik dinilai dengan 3 indikator; yaitu pertama bekerja keras dalam melayani masyarakat (dinilai responden kurang bekerja keras, dengan skor 40,3 %, tidak mampu bekerja keras dengan skor 34,3 %). Menggambarkan bahwa kinerja pegawai samsat dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat masih berada dalam tataran yang biasa-biasa saja. Indikator kedua dalam prinsip Juluk Adok yaitu menunjukkan prestasi kerja dalam melayani masyarakat (dinilai responden kurang mampu 40,3 % dan tidak mampu dengan skor 32,3 % ). Alasannya pekerjaan yang dlakukan oleh pegawai hanya sebatas pekerjaan rutin yang tidak ada motivasi untuk menunjukkan prestasi kerja. Indikator ketiga yaitu memiliki kebanggaan jika mampu melayani masyarakat dengan baik (dinilai responden kurang bangga 33,7 % dan tidak bangga dengan skor 28 %). %). Kinerja pegawai menurut kacamata responden belum menunjukkan rasa bangga terhadap kinerjanya dalam melayani masyarakat.
ISSN 1978-5186
Kesimpulan akhir adalah kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh Samsat Rajabasa kurang baik dilihat dari perspektif Piil Pesenggiri , sehingga perlu ditingkatkan lagi kulaitas pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat. Daftar Pustaka Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Fachruddin, dan Haryadi. 1996. Falsafah Piil Pesenggiri Sebagai Norma Tatakrama Kehidupan Sosial Masyarakat Lampung. CV. Arian Jaya. Bandar Lampung. Gatara, Said Dan Moh. Dzulkiah Said. 2007. Sosiologi Politik. Pustaka Setia. Bandung Hadikusuma, Hilman 1989. Masyarakat dan Adat Budaya Lampung. Mandar Maju. Bandung. Hadi, Sutrisno. 2001. Manajemen Penelitian. Rineka Cipta. Jakarta Koentjaraningrat. 1974. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Singarimbun, Masri dan S Efendi. 2000. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi suatu pengantar. Raja grafindo persada. Jakarta Syah, Iskandar. 1999. Sejarah Kebudayaan Lampung. 179
Fiat Justisia Jurnal Ilmu Hukum Volume 7 No. 2, Mei-Agustus 2013,
Universitas Lampung. Lampung. Umar, Husein. 2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Moenir, H.A.S., 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Bandung: Bumi Aksara.
ISSN 1978-5186
Ramalia, Mid. 2001. “Etika Pelayanan Masyarakat (Pelanggan): Upaya Membangun Citra Birokrasi Modern”. Dalam Sugiyanto (ed). Menguak Peluang dan Tantangan Administrasi Publik. Jakarta: Lembaga Administrasi Negara.
180