PROPOSAL DISERTASI KUALITAS HADIS YANG DIGUNAKAN OLEH PARA KHOTIB JUMAT DI KECAMATAN KENJERAN SURABAYA (diajukan sebagai syarat mengikuti Program 5000 Doktor )
Oleh
Muzamil, M.Th.I NIDN : 2120048401
UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL PASCASARJANA KONSENTRASI HADIS SURABAYA 2015
2
KUALITAS HADIS YANG DIGUNAKAN OLEH PARA KHOTIB JUMAT DI KECAMATAN KENJERAN SURABAYA (Studi Takhrij Hadis Dan Analisis atas penggunaan hadis oleh para khotib jumat)
A. Latar Belakang Masalah Al-Qur’a>n merupakan kitab suci yang berisi petunjuk untuk umat manusia dalam menjalani kehidupan ini1. Dengan mengikuti petunjuk alQur’a>n, kehidupan manusia akan berjalan dengan baik, manakala mereka menghadapi problem, maka problem itu dapat dipecahkan dengan arahan dan petunjuk al-Qur’a>n dan jika ia mendapatkan anugrah, maka al quran memerintahkannya untuk bersyukur2. Sebaliknya, tanpa petunjuk al-Qur’a>n kehidupan manusia menjadi tidak menentu, problematika hidup yang selalu muncul tidak mampu dipecahkan dan diatasi oleh manusia, apalagi jika satu masalah belum terselesaikan sudah muncul lagi masalah yang lebih rumit. Akibatnya, begitu banyak manusia yang putus asa dalam menghadapi masalah dan ini tercermin pada sikap manusia modern yang cenderung menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan seperti maraknya praktik korupsi yang sudah menjangkiti bangsa ini dari level atas sampai akar rumput3.
1
Ayat yang menjelaskan bahwa al-Qur’a>n sebagai petunjuk bagi manusia dapat dilihat dalam ayat-ayat berikut: al-Qur-an, 2 (al Baqarah): 2,185. (Fussilat): 44. (al Zumar): 23, (luqma>n): 3, (al Naml): 2 2 al-Qur-an, 65 (al-T{alaq): 2,3 dan 4. 3 Berdasarkan pemberitaan yang dipulikasikan oleh berbagai media masa bahwa Indonesia berara di peringkat keempat dalam daftar negara terkorup.(http://medan.tribunnews.com/2011/11/04/indonesia-terkorup-ke-empat-di-dunia)
3
Sebagai petunjuk, al-Qur’a>n tidak selalu menjelaskan segala sesuatu secara detail4, karenanya perlu kiranya untuk mengkomunikasikan ayat al qur’an dengan ayat al Qur’a>n yang lain atau ayat al quran dengan hadis-hadis Rasulullah saw. sebagai pengejawantahan dari nilai-nilai al Qur’an. Sebagai sumber hukum dan ajaran yang kedua, Hadis sangat dibutuhkan oleh umat Islam dalam memahami ajaran Agama yang agung ini, apalagi salah satu fungsinya adalah bayan (penjelas) atas al-Qur’a>n sehingga aturan yang digariskan oleh al-Qur’a>n dapat kita laksanakan secara teknispraktis dalam kehidupan sehari-hari, seperti salat, puasa haji, dan lain-lain. Urgensitas hadis sebagai panduan umat Islam dalam menjalani hidup dan kehidupan ini didasari oleh dua poin penting sebagai berikut : Pertama: Nabi Muhammad secara Fungsional adalah sebagai penjelas atau al mufassir al awwal terhadap al-Qur’a>n. Hal tersebut dapat dipahami dari pesan al-Qur’a>n yang menyatakan bahwa tugas Nabi Muhammad terkait dengan al-Qur’a>n adalah menjelaskan kandungannya terhadap umat5. Jadi, Nabi Muhammad sama sekali tidak seperti tukang pos yang tugasnya hanya menyampaikan surat dan tidak memiliki pengetahuan apapun tentang surat
4
berbeda dengan pendapat kelompok yang tidak mau menerima hadis (baca: Pengingkar Sunnah) sebagai sumber ajaran Islam dengan argumentasi bahwa al Qur’a>n diturunkan dengan sempurna , terperinci dan mampu menjawab berbagai persoalan secara mandiri (al Nah}l, 89 dan al Ana}>m, 38) Dalam memahami ayat yang dijadikan dalil oleh kelompok yang menolak hadis, mufassirin terbagi menjadi dua; pertama, menafsirkan al-Kita>b tersebut dengan Lauh mahfu>dz dengan arti bahwa nasib semua makhluk itu sudah dituliskan (ditetapkan) dalam Lauh mahfu>dz. Kedua, menafsirkannya dengan al-Qur’a>n dengan arti bahwa al-Quran menjelaskan segala ketentuan agama. Adakalanya penjelasan itu bersifat rinci dan adakalanya bersifat global sehingga membutuhkan penjelasa dari hadis dan Ijma. Syamsuddin al Qurtubi>, Tafsir al Qurtubi>Juz VI ( Beirut: Da>r al Fikr,Tth ), 420. 5 al-Qur-an, 16 (al Nah}l): 44 dan 64.
4
yang disampaikannya6. Jika Nabi Muhammad dipersepsikan sebagai tukang pos, maka secara otomatis kita tidak akan dapat menjalankan ajaran Islam. Dengan demikian, tidaklah berlebihan simpulan Imam al Jauzi yang dikutip oleh Bustamin dan M. Isa bahwa al-Qur’a>n lebih membutuhkan kepada hadis dibandingkan
sebaliknya7.
Lebih
lanjut,
Bustamin
dan
M.
Isa
mengetengahkan bantahan Muhammad al Ghazali yang berpendapat bahwa al-Qur’a>n adalah sumber pertama dan utama dalam Islam, sehingga jika ada sebuah permasalahan di luar al-Qur’a>n maka al-Qur’a>n harus dijadikan tolak ukur atas permasalahan tersebut. Artinya, benar dan tidaknya sebuah persoalan, itu bergantung pada pernyataan al-Qur’a>n. Namun demikian, menurut hemat penulis, al-Qur’a>n dan hadis (baca: sahih) adalah dua sumber ajaran Islam yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua sumber tersebut tidak dapat dilihat dari perspektif skala prioritas karena kedua hal tersebut sama-sama bersumber dari Allah SWT. Artinya, memposisikan hadis secara struktural sebagai sumber ajaran Islam kedua atau secara fungsional sebagai bayan terhadap al-Qur’a>n merupakan suatu keniscayaan8. Kedua: penjelasan al-Qur’a>n dan hadis yang memerintahkan kepada penganutnya untuk mentaati Nabi Muhammad dan mengikutinya. Penjelasan tersebut tertera dalam surah dan ayat-ayat berikut:
6
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), 13-34. 7 Bustamin, M. Isa H A Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2004), 2 8 Muhammad Ajjaj al Khat}i>b, Ushu>l al Hadith Ulu>muhu wa Mu}t}alahuhu (Bairut: dar al Fikr, 2009 ), 28
5
1. Al Hasyr : 7
Apa yang dibawa Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. 2. Al Ah}za>b : 21
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah9. Menurut ulama di berbagai kitab tafsir, ayat-ayat tersebut memberikan sebuah gambaran bahwa betapa Allah swt. Melalui firmanya memerintahkan kepada manusia untuk tunduk tidak hanya kepada Allah (baca: al-Qur’a>n) tetapi juga memerintahkan untuk tunduk patuh kepada Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya. Kepatuhan kepada perintah Nabi Muhammad dalam rangka meneladinya ketika beliau masih hidup dapat dilakukan dengan cara melihat perilaku beliau dan mendengarkan langsung sabda-sabdanya. Namun, ketika beliau sudah wafat, maka peneladanan dalam konteks zaman setelah beliau meninggal sampai hari akhir nanti berbentuk
9
Ayat yang seirama dengan pesan yang terekam dalam al Hasyr: 7 adalah al Nisa: 59, Ali I{mran: 32, al Nisa: 80, al Nur: 56 dan al Ma>idah: 92.
6
mempelajari, memahami dan mengamalkan petunju-petunjuk beliau yang terekam dalam al Sunnah10. Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Malik, dijelaskan bahwa orang yang akan selamat dan tidak tersesat dalam menjalani kehidupan ini adalah orang berpegang teguh terhadap al Qur’a>n dan sunnah Rasulullah :
ِ َ َن رس ِ َت فِي ُكم أ َْمريْ ِن لَن ت ضلُّوا َما َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق ُ ال تَ َرْك َ ول اللَّو ْ َ ْ ُ َ َّ أ ِ اب اللَّ ِو َو ُسنَّةَ نَبِيِّ ِو َّ تَ َم َ َس ْكتُ ْم بِ ِه َما كت Sesungguhnya Rasulullah bersabda: aku tinggalkan dua hal yang akan menjaga kalian dari kesesatan jika kalian perpegang teguh kepadanya, alQur’a>n dan Sunnah Nabi-Nya11. Selain hadis tersebut, ada hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Da>u>d dan Ibn Ma>jah yang menjelaskan perintah Nabi Muhammad untuk senantiasa berpegang teguh kepada al Sunnah al Nabawiyah12. Di samping itu, ada hadis lain yang bercerita tentang dialog antara Nabi dan Muadh Ibn Jabal13. Riwayat-riwayat tersebut memberikan pemahaman bahwa legalitas hadis sebagai sumber ajaran Islam disampaikan langsung oleh Nabi Muhammad sendiri. Akhir-akhir ini, perhatian masyarakat muslim terhadap kajian hadis sangat minim. Hal tersebut terlihat dari kuranganya minat mahasiswa untuk 10
M. Syuhudi Ismail, Hadis Nabi, 37. Malik Ibn Anas, al Muwat}t}a’, Juz V (Tt: Muassasah Zaid Ibn Sult}a>n Ali Nahya>n, 2004),1323. 12 Abu> Da>u>d, Sunan Abu Daud, Juz V (Suriyah: Da>r al Hadi>th, 1974), 182. 13 Ibid, 13-14. 11
7
mengambil kajian-kajian hadis dalam penulisan skripsi, tesis dan disertasi. Berdasarkan pengalaman penulis ketika menyelesaikan penulisan skripsi tahun 2009, 20 dari 25 mahasiswa jurusan tafsir hadis di IAIN Sunan Ampel Surabaya lebih suka dan lebih tertarik membahas tafsir dibandingkan membahas hadis. Disamping fakta tersebut, beberapa pesantren yang pernah penulis singgahi untuk meneguk tetesan hikmah dari para ulama tidak menjadikan hadis
sebagai pelajaran prioritas. Walaupun masih bersifat hipotesa,
Mayoritas pesantren di Indonesia lebih condong menjadikan fiqh sebagai kajian utama dan bahkan primadona. Silahkan perhatikan alumni pesantren yang berkecimpung di masyarakat atau lembaga sosial keagamaan seperti Nahdlatul ulama yang menjadi representasi pesantren dengan lembaga bahtsul masailnya seringkali melihat berbagai masalah dari perspektif fiqh. Ada satu penelitian yang dilakuakan oleh ibnu syathi’ yang dia tulis di blognya
14
dengan judul kajian hadis di pesantren. Menurutnya, Kajian hadis
memang menjadi kelemahan dalam Pondok Pesantren. Kalaupun ada, hanyalah berkisar pada kitab-kitab fiqhiyyah atau akhlaq yang dibungkus dengan hadis Nabi. Mungkin karena memang spesifikasi keilmuan Pondok yang dia teliti bukanlah ke ranah hadis, akan tetapi pada nahwu dan juga fikih sehingga berimplikasi pada minimnya pembahasan-pembahasan kitab-kitab primer semacam S{ahi>h Bukha>ri> dan S{ahi>h Muslim. Fenomena tersebut nampaknya sejalan dengan hasil penelitian Martin Van Bruinessen yang 14
http://ibnusyathi.blogspot.com/2012/01/kajian-hadis-di-pesantren-studi-kasus.html
8
menyebutkan bahwa kitab-kitab hadis primer memang jarang dipelajari di Nusantara15. Tidak hanya itu saja, musthalah hadis yang menjadi pisau analisis hadis juga kurang mempunyai geliat. Hal ini tampak dari background ustadzustadz yang kurang begitu mumpuni dalam ilmu hadis. Hanya sebagian kecil saja yang terampil dalam salah satu keilmuan Islam ini meskipun pada tahuntahun belakangan muncul Madrasah Diniyah formal dan Ma’had Ali yang banyak mengkaji kitab-kitab Musthalah hadis. Namun sepertinya butuh beberapa tahun lagi untuk dapat membangun kajian-kajian hadis yang bagus. Fakta tersebut kemudian menimbulkan konsekwensi logis bagi para khotib yang mungkin sedikit banyak mereka adalah alumni pondok pesantren atau peling tidak mereka tidak asing dengan dunia pondok pesantren Dalam beberapa kesempatan salat jumat di beberapa masjid, penulis masih mendengarkan beberapa hadis yang menurut pakar hadis dinilai lemah bahkan palsu seperti hadis tentang kemulyaan Nabi Muhammad SAW.
لوالك يا محمد ما خلقت األفالك Seandainya bukan karena engkau wahai Muhammad, maka aku tidak akan menciptakan dunia Menurut Ali Mustafa Yaqub, pakar hadis Indonesia, Hadis tersebut bernilai sangat palsu karena tiga perawi hadis tersebut dinilai pendusta yaitu, Abu al Sikkin, Ibrahim Ibn Isa dan Yahya al Bashri. Dalam disiplin ilmu hadis, sebuah hadis sudah dapat dikategorikan palsu, jika satu saja perawinya 15
Martin van Bruineseen, Kitab kuning, Pesantren dan Tarekat, tradisi-tradisi Islam di Indonesia (Bandung : Mizan, 1995)
9
terdeteksi pendusta apalagi dalam hadis ini, tiga orang perawinya terdeteksi pendusta. Hadis tersebut juga dimasukkan dalam kitab-kitab yang memuat hadis maudu’, al maudu’at al kubra karya Ibn al Jauzi, al la’ali al mashnu’ah fi ahadis al Maudhu’ah karya imam Jalaluddin al Suyuti.16 Dalam kesempatan yang berbeda, penulis juga pernah mendengarkan paparan ceramah seorang khotib yang menjelaskan tentang banyaknya bencana alam yang terjadi di laut, darat dan udara. Dalam konteks ini, penceramah tersebut mengutip surat al Zalzalah sebagai legetimasi ceramahnya tersebut. Padahal, berbagai tafsir menjelaskan bahwa surat itu berbicara tentang huru hara ketika kiamat tiba dan tidak ada satupun tafsir yang mengarahkan ayat tersebut pada bencana alam biasa. Jika khotibnya saja kurang selektif dan kurang berhati-hati dalam menyampaikan ajaran Agama, bagaimana dengan umat atau jamaah jumaat yang mendengarkannya. Betapa pusingnya mereka. Moh. Ali Aziz dalam websitenya menulis latar belakang penulisan bukunya yang berjudul teknik khutbah jum’at komunikatif ‚Banyak orang ‚tersiksa‛ dalam masjid ketika mendengarkan khutbah Jum’at yang tidak jelas arah bahasannya dan monoton penyampaiannya. Disebut ‚tersiksa‛ karena Anda dilarang keluar masjid, dan tetap wajib mendengarkan khutbah, sekalipun khutbah tersebut membingungkan dan amat menjemukan. Bisa jadi karena khutbah itu terlalu panjang, atau tidak sistematis, atau pemilihan kata 16
Ali Mustafa Ya’kub, Hadis hadis bermasalah (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008), 46
10
yang tidak tepat. Betapa sayang momentum yang istimewa untuk nasehat keagamaan terlewati secara sia-sia. ‛17 Kurang selektifitnya masyarakat (baca: para khotib) dalam memilih hadis Nabi tersebut membuka banyak kemungkinan faktor yang bersifat spekulatif. tetapi secara umum fenomena tersebut pasti didasari oleh lemahnya kualitas SDM khotib yang berkecimpung di dunia perkhotiban. Dalam konteks sosial keagamaan, para khatib jumat yang menjadi bagian dari para da’i (penceramah) mengambil posisi yang sangat strategis dalam penyampaian ajaran Islam. Walaupun tidak ada SK dari lembaga tertentu yang menyatakan keabsahan seorang khotib untuk menyampaikan ajaran agama Islam, di kalangan masyarakat ia tetap mengambil peranan yang sangat strategis. Ia berposisi seolah-olah sebagai juru bicara Agama. Majalah Aula edisi Februari 2015 memberitakan tentang hukum mengintrupsi khotib yang tidak jelas materi yang disampaikan18. Judul yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya karena poisi khutbah yang berada dalam rangkaian salat jumat yang wajib dijalankan oleh kaum muslim dengan tertib. Hal tersebut diangkat ke permukaan mungkin karena
banyaknya
keluhan kaum muslim ketika menjalankan salat jumat terkait dengan materi dan cara menyampaikan materi yang membuat para jamaah pusing tujuh keliling sehingga momentum yang bagus tersebut terbuang sia-sia. Pelaksanaan khutbah jumat kemudian hanya menjadi rutinitas spiritual yang tidak menjadikan spiritual jamaah semakin kokoh 17 18
http://www.terapishalatbahagia.net/buku/ diakses 15/05/2015 Majalah Aula, Edisi Februari 2015.
11
Fenomena ketidak kompetenan seorang khotib jumat tersebut menimbulkan banyak masalah. Pertama, pesan agama yang indah menjadi tidak indah lagi karena khotib yang memposisikan diri sebagai jubir Agama Islam menjadi tidak elegan. Kedua, momentum Khutbah jumat yang sangat penting untuk menyegarkan pemahaman umat atas agama yang diyakininya menjadi tidak efektif. Ketiga, mencoreng Agama yang diwakilinya karena posisi yang sangat penting tersebut menjadikan para khotib tersebut sangat representatif dan menjadi tolak ukur umat Agama lain dalam menilai Kualitas umat Islam. Keempat, penggunaan hadis yang tidak selektif bukan tidak mungkin menjadikan khotib tersebut sebagai bagian dari penyebar hadis palsu / dhaif padahal Nabi sangat tidak senang kepada penyebar hadis palsu bahkan Nabi mengancam mereka dengan neraka. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW yang mencapai derajad mutawatir.
من كذب علي متعمدا فليتبؤا مقعده من النار Barang siapa berbohong atas nama aku berarti dia memesan tempat di neraka19. Cukuplah hadis tersebut sebagai peringatan bagi kita, umat Islam, untuk tidak gegabah dalam menyampaikan hadis.
19
Hadis tersebut dapat dibaca di Sahih Bukhari, Kitab al Janaiz, no hadis 1215. Untuk informasi lebih detail silahkan cek http://library.islamweb.net/hadith/hadithsearch.php
12
B. Identifikasi dan Batasan Masalah Dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan pada kajian Takhri>j hadis yang digunakan oleh para khotib dan menganalisis hal-hal yang mempengaruhinya dalam memperlakukan hadis. Di samping itu, karena alasan keterbatasan, penulis juga akan membatasi penelitian ini pada bulan Muharram, Rabi’ul awal, Rajab, sya’ban dan Bulan Ramadhan dan penelitian ini akan dilaksanakan di kecamatan Kenjeran Surabaya.
C. Rumusan Masalah 1) Bagaimana kualitas hadis yang digunakan oleh para khotib jumat di kecamatan Kenjeran Surabaya? 2) Apa faktor yang melatarbelakangi terjadinya kondisi yang menjadi jawaban pada rumusan yang pertama?
D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kualitas hadis yang digunakan para khotib jumat di kecamatan Kenjeran. 2. Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi jawaban dari rumusan pertama.
13
E. Kegunaan Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
memiliki
kegunaan
teoritis
yakni
memberikan sumbangsih intelektul dalam bidang penelitian hadis yang berupa varian penelitian hadis yang berbasis pada kondisi masyarakat secara real. Selain hal tersebut, penelitian ini juga mempunyai kegunaan praktis yakni mempermudah dalam pengecekan terhadap hadis-hadis yang populer dan sering disampaikan dalam forum jumat. Hal tersebut penting karena hari jumat disamping hari yang penuh berkah, pada hari tersebut seluruh umat Islam diperinthkan untuk berkumpul bersama dalam rangka menghadirkan kesadaran beragama. Apa yang terjadi, jika seorang khatib tidak acuh terhadap materi yang disampaikan, pasti hasilnya akan kacau dan pada akhirnya keberagamaan kita juga akan kacau dan hari jumat yang disediakan oleh Allah sebagai momentum memperbaiki kesadaran kita dalam beragama akan jauh dari harapan.
F. Kerangka Teoretik Berdasarkan judul dan fokus kajian, maka penelitian ini membutuhkan teori yang akan dijadikan pisau analisis. Dalam penelitian ini, teori yang akan digunakan adalah teori takhrij hadis.
G. Kajian Terdahulu
14
Kajian tentang hadis dari sisi takhri>j
sebenarnya sudah banyak
dilakukan oleh para akademisi. Mulai dari tingkat skripsi sampai disertasi. Berdasarkan pelacakan penulis, penelitian hadis dapat diklasifikasikan menjadi tiga. Pertama, penelitian hadis dengan sumber kepustakaan. Penelitian model ini memfokuskan penelitian pada satu buku dengan berbagai macam disiplin Ilmu, seperti fiqh, tasawuf, dan tafsir. Di antara penelitian hadis yang difokuskan pada sebuah kitab yang dapat penulis lacak adalah tesis dengan judul ; Hadis Asba>b al Nuzu>l ayat: Studi tentang kesahihan sanad dan matan hadis Asba>b al Nuzu>l Surat yasi>n dalam kitab Asba>b Nuzu>l al-Qur’a>n karya Ali Ibn Ahmad al Wa>hidi. Tesis ini ditulis pada tahun 2009 oleh Munandar. Di samping judul tersebut, tesis yang penelitiannya difokuskan pada hadis dalam kitab tertentu adalah ; kualitas hadis-hadis tentang salawat dalam kitab Maulid al Diba’i: Suatu kajian kritik Hadis. Tesis ini ditulis oleh Abdulah Ubed pada tahun 2001, IAIN Sunan Ampel. Kedua,
penelitian
hadis
tematik.
Penelitian
semacam
ini,
memfokuskan arah penelitian pada tema tertentu dan peneliti mencoba memahami dan menggali informasi terkait tema di dalam kitab-kitab hadis
mu’tabarah, seperti tesis yang ditulis oleh Maskhun pada tahun 2002 dengan judul hadis-hadis tentang suksesi khilafah: tela’ah kesahihan sanad, matan dan dalalah hadis. Hadis tentang pendidikan perempuan: Takhri>j dan pemahaman makna. ditulis oleh Kustiana Aiswati pada tahun 2008, IAIN Sunan Ampel.
15
ketiga, penelitian hadis lapangan. Penelitian ini memfokuskan diri pada hadis yang sudah didiskusikan dan disampaikan di dalam berbagai acara, seperti halaqah ilmiah, bahthul masa>il, hadis-hadis yang ditanyakan masyarakat, dan hadis-hadis yang disampaikan oleh para penceramah dalam berbagai pengajian atau khatib Jumat dalam berbagai momentum. Berdasarkan pelacakan penulis, ada tesis dengan karakteristik ketiga ini yang ditulis oleh Wahidul Anam pada tahun 2001 yang berjudul; hadis Bahth al Masa>il Nahdlatul Ulama Tahun 1985-1995: Studi Kritik Sanad dan matan Hadis20. Disamping kajian tersebut, ada satu kajian hadis lapangan yang berdasarkan pada pertanyaan masyarakat atau berdasarkan pengamatan pada hadis-hadis yang beredar di tengah-tengah masyarakat. misalnya kitab hadis yang ditulis oleh Ali Mustafa Ya’kub dengan judul ‚Hadis-hadis bermasalah‛. Adapun judul Proposal yang diajukan ini ‚Kualitas Hadis Yang Digunakan Oleh Para Khotib Jumat Di Kecamatan Kenjeran Surabaya ‛dapat diklasifikasikan ke dalam jenis yang ketiga ini, yakni penelitian hadis lapangan. Artinya, penelitian hadis yang data primernya digali dari hadis yang disampaikan oleh para khotib Jumat. Menurut pelacakan penulis, penelitian hadis lapangan dengan menjadikan para khotib sebagai umber data belum pernah ditemukan. Penelitian ini menarik dan berbeda dengan penelitian hadis lapangan yang sudah ada seperti buku hasil kajian Ali 20
Menurut informasi yang ada dalam tesis yang berjudul studi terhadap hadis-hadis kitab Fath al Mu’in, bahwa kitab yang sudah ditakhri>j mencapai 79 buah.
16
Mustafa Ya’kub. Perbedaan yang sangat mencolok terletak pada Sumber data yang digunakan, khatib Juma’at. Ada dua poin yang menjadikan penelitian ini perlu untuk dilakukan. Pertama, khotib. Seorang yang ditunjuk untuk menyampaikan khutbah bukanlah orang sembarangan dalam Agama. Ia adalah ‚Jubir Agama‛. Jadi secara teori, seharusnya, orang yang menjadi khotib adalah orang memiliki pemahaman yang baik terhadap ajaran agama yang disampaikan. Sebagian ulama mendefinisikan ‚khotbah‛ sebagai ‘perkataan tersusun yang mengandung nasihat dan informasi’. Akan tetapi, definisi ini terlalu umum. Adapun definisi yang lebih jelas ialah definisi yang diberikan oleh Dr. Ahmad Al-Hufi yaitu, ‘Cabang ilmu atau seni berbicara di hadapan banyak orang dengan tujuan meyakinkan dan memengaruhi mereka’. Dengan demikian, khotbah harus disampaikan secara lisan di hadapan banyak orang dan harus meyakinkan dengan argumen-argumen yang kuat serta memberikan pengaruh kepada pendengar, baik itu berupa motivasi atau peringatan. Khutbah jum’at merupakan salah satu rangkaian dalam ibadah jum’at, dan sangat menetukan sah dan tidak pelaksanaan ibadah jum’at itu. Sebagaimana sabda Rasul:
ٍِ ِ يد ومح َّم ُد بْن رْم ِح بْ ِن الْم َه ث َ َاج ِر ق ُ ال ابْ ُن ُرْم ٍح أَ ْخبَ َرنَا اللَّْي َ ُ َ َحدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ بْ ُن َسع ُ ُ ُ ِ ِ ٍ ِ ِ َّسي َّ َن أَبَا ُى َريْ َرةَ أَ ْخبَ َرهُ أ َّ ب أ ول اللَّ ِو َ َن َر ُس َ َع ْن عُ َق ْي ٍل َع ْن ابْ ِن ش َهاب أَ ْخبَ َرني َسعي ُد بْ ُن ال ُْم ِ ْت لِص ِ ْك أَن ِْ ْج ُم َع ِة َو ب فَ َق ْد َ َصلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق ْ ص َ ِاحب َ َ ال إِذَا قُل ُ اْل َم َ ُ ت يَ ْوَم ال ُ ُام يَ ْخط
.21ت َ لَغَ ْو
21
Hajja>j al, Muslim Ibn, S}ahi}>h Muslim. (Riyad}: Da>r al T{ayyibah, 2006), 379
17
Abu Hurairah telah mengkhabarkan kepadanya bahwa Rasulullah saw bersabda: ‚Apabila kamu berkata kepada temanmu,’diamlah!’ pada hari jum’at, sedangkan imam sedang berkhutbah, maka sungguh kamu telah menjadikan sia-sia (jum’atmu).‛ (HR Muslim). Hadis tersebut menunjukkan betapa pentingnya mendengarkan khutbah jum’at, hingga mengingatkan teman di sampingnya dengan satu kata ‚diamlah‛ saja menjadikan sia-sia. Meskipun demikan, orang yang datang waktu khatib berkhutbah, hendaklah ia salat dua rakaat terlebih dahulu22. Pentingnya mendengarkan khutbah juga bisa dilihat dalam rangkaian hadis yang mengaitkannya dengan ampunan dosa. Nabi saw bersabda :
ٍ ب َعن س ِع ِ ال أَ ْخبَ َرنِي َ َي ق َ َآد ُم ق ِّ يد ال َْم ْقبُ ِر َ َح َّدثَنَا َ ْ ٍ ْال َح َّدثَنَا ابْ ُن أَبِي ذئ صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َال َ َال ق َ َأَبِي َع ْن ابْ ِن َوِد َيعةَ َع ْن َسل َْما َن الْ َفا ِر ِس ِّي ق َ ال النَّبِ ُّي ِ ي ْغتَ ِسل رجل ي وم ال س ُّ اع ِم ْن طُ ْه ٍر َويَ َّد ِى ُن ِم ْن ُد ْىنِ ِو أ َْو يَ َم َ َاستَط ْ ْج ُم َعة َويَتَطَ َّه ُر َما ُ َ َْ ٌ ُ َ ُ َ ِ ِ ِ يب ب ْيتِ ِو ثُ َّم ي ْخرج فَ َال ي َف ِّر ُق ب ْين اثْ نَ ْي ِن ثُ َّم يصلِّي ما ُكتِب لَوُ ثُ َّم ي ْن ت ُ ص ُ َ ِ م ْن ط َ َ ُ ُُ َ َ َ َُ ِ ِْ إِذَا تَ َكلَّ َم .23ْج ُم َع ِة ْاألُ ْخ َرى ُ اْل َم ُ ام إَِّال غُف َر لَوُ َما بَ ْي نَوُ َوبَ ْي َن ال Salman al Farisi bercerita bahwa Rasulullah saw bersabda: ‚Tidaklah seorang lelaki mandi pada hari jum’at, membersihkan diri dengan kebersihan yang ia mampu, dan berminyak dari minyaknya atau memakai minyak wangi rumahnya, kemudian ia pergi ke mesjid dan tidak memisahkan antara dua orang, kemudian ia salat apa yang telah ditetapkan baginya, kemudian dia diam mendengarkan imam ketika berbicara/khutbah, kecuali diampuni baginya dari jum’at itu sampai jum’at yang lain (selama ia tidak berbuat dosa besar).‛ (HR al-Bukhari). Dari beberapa hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa posisi khutbah itu sangat penting dalam ibadah jum’at. Nabi menegaskan siapa yang berkata 22
Hartono Ahmad Jaiz dkk,Khutbah Jum’at Pilihan, (Jakarta : Yayasan Al-Sofwa, 2006), cet ke2, hal viii 23 Bukha>ri al, Abu Abdillah, Sah}i>h} al Bukha>ri (Kairo: Mat}ba ah al Salafiah, 1400 H). 282
18
walau ia berkata ‚diamlah‛ kepada temannya ketika khatib berkhutnah, maka jumatnya telah sis-sia. Di balik itu Nabi juga menjanjikan adanya ampunan dosa selagi tidak melakukan dosa besar kepada orang-orang yang diam mendengarkan khutbah. Kedua, hari jumat. Pada hari tersebut, hampir seluruh umat islam berkumpul di masjid untuk menyegarkan kembali dahaga spiritualnya yang tergerus aktifitas selama seminggu yang lalu. Dalam istilah lain dikatakan bahwa hari jumat adalah hari perenungan. Seorang muslim diberi ruang untuk berhenti sejenak untuk merenungkan kembeli orientasi hidupnya. Apakah masih on the street atau out of the street. Dari paparan tersebut, penulis berkesimpulan bahwa penelitian hadis lapangan yang memfokuskan kajiannya pada hadis yang digunakan oleh para khotib belum pernah dilakukan dan adanya penelitian tersebut mendesak untuk segera dilakukan.
H. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian Berdasarkan judul dan fokus penelitian, Secara kategorikal, jenis penelitian ini adalah penelitian kombinasi antara lapangan dan kepustakaan karena yang dijadikan objek penelitian adalah para khotib jumat di kecamatan kenjeran yang kemudian data-data tersebut akan diolah dengan
19
men-tahkrij hadis-hadisnya24 kemudian penulis juga akan mengolah data-data yang terkait dengan pemilihan hadis oleh oleh khotib jumat. Jadi, dalam penelitian ini penulis menggunakan dua ranah penelitian, kepustakaan (Library Researh) dan Penelitian Lapangan (Fieid Research).
Library Research (Penelitian Pustaka), Yaitu suatu telaah bahan bacaan yang bersifat ilmiah dalam rangka menemukan dasar-dasar teoritis yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun sumber data penelitian ini mencakup sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab-kitab hadis (Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan An Nasai, Sunan Ibnu Majah, musnad al Darimi, Muwatta’ Malik, Musnad Ahmad). Sementara sumber sekundernya yaitu kita-kitab dan website yang digunakan untuk mentakhrij hadis, dan literatur-literatur yang secara tidak langsung berkenaan dengan tema penelitian ini. Adapun Field Research (Penelitian Lapangan) merupakan salah satu metode pengumpulan data dalam
penelitian kualitatif yang
tidak
memerlukan pengetahuan mendalam akan literatur yang digunakan dan kemampuan tertentu dari pihak peneliti25. Penelitian lapangan biasa dilakukan untuk memutuskan ke arah mana penelitiannya berdasarkan konteks. Penelitian lapangan biasa diadakan di luar ruangan. 24
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), 11-18. 25 Neuman, W. Lawrence. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Research.( USA: University of Wisconsin, 2006) GW Harrison, JA List. Journal of Economic Literature. Vol. XLII (December 2004) pp. 1009– 1055.]. Diakses 15 Mei 2015.
20
Dari sisi fokus kajian, penelitian ini bersifat kualitatif. Moleong menyatakan bahwa di antara signifikansi penerapan penelitian kualitatif adalah untuk pengkajian secara mendalam yang berupaya menemukan perspektif baru dan pemahaman yang proporsional tentang hal-hal yang sudah diketahui26. 2. Teknik Pengumpulan Data Data hadis yang akan dianalisis dengan menggunakan metode takhrij didapatkan dari khutbah jumat di kecamatan Kenjeran. Adapaun teknik Pengumpulan datanya dengan cara menyebarkan angket ke masjid-masjid yang menjadi sampel penelitian. Disamping itu, untuk memperkuat hasil penelitian, penulis juga mengumpulkan data dengan cara observasi. Berikut tiga teknik yang dilakukan untuk mengumpulkan data : Angket, adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden27. Angket merupakan sebuah pertanyaan-pertanyaan yang tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden tentang diri pribadi atau hal-hal yang ia ketahui28.Tujuan penyebaran angket ialah mencari informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dan responden tanpa merasa khawatir bila responden memberi jawaban yang tidaak sesuai dengan kenyataan dalam pengisian daftar pertanyaan29. Disamping itu, responden
26
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 7. Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2002),182 28 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta: Rineka Cipta. 2006), 225. 29 Riduwan, M.B.A. Metode dan Teknik Menyusun Tesis (Bandung: Alfabeta 2013) , 99-102 27
21
mengetahui informasi tertentu
yang
diminta30.
Angket
tersebut
akan
didistribusikan ke masjid-masjid yang dijadikan sampel penelitian. Observasi, yakni pengamatan langsung yang dilakukan penulis saat khutbah jum’at di masjid tertentu. 3. Sumber Data Menurut Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moeliong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, tindakan, dokumen, dan lainlain31. Dalam penelitian ini, Sumber data yang digunakan berupa data hadis yang disampaikan khotib pada khotbah jumat, kitab hadis, Syarah hadis, dan yang diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a. Sumber Data Primer, yaitu hadis-hadis yang disampaikan oleh para khotib jumat di kecamatan Knejeran dan melacaknya di sembilan kitab hadis standar (kutub al-Tisah). b. Sumber Data Sekunder berupa wacana-wacana konseptual yang terkait dengan sepak terjang khotib, hadis dan kritik hadis dan secara spesifik wacana yang terkait dengan pembahasan tentang hadis yang disampaikan para khotib jumat di kecamatan kenjeran
30 31
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012), 166. Ibid., 157.
22
4. Metode Analisa Data Data yang telah diperoleh, kemudian akan disajikan secara deskriptifanalitis32 dengan uraian-uraian yang dapat memberikan gambaran dan penjelasan objektif dan kritis terhadap permasalah yang diteliti33. Setelah rangkaian data terkumpul, selanjutnya dilakukan analisis data dengan prosedur dan teknis pengolahan berikut : (1) Melakukan pemilahan dan penyusunan klasifikasi data; (2) Melakukan penyuntingan data dan pemberian kode data untuk membangun kinerja analisis data; (3) Melakukan konfirmasi data yang memerlukan verifikasi data dan pendalaman data; dan (4) Melakukan analisis data dengan metode kritik hadis. Metode tersebut sangat urgen mengingat fokus awal penelitian ini adalah kualitas hadis yang digunakan oleh para khotib jumat di kec. Kenjeran. Pada tahap berikutnya, hadis yang dikumpulkan melalui proses
takhri>j dan I’tiba>r akan dikaji dari dua sisi, sanad dan matan. Menurut Garraghan, metode kritik sanad tersebut adalah sebuah sistem prosedur yang tepat untuk memperoleh kebenaran sejarah34. 5. Sistematika Bahasan Pembahasan dalam penelitian ini dibagi menjadi lima bab dengan rincian sebagai berikut :
32
Anton bakker, Metode penelitian filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 54. Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), 350 34 Gilbret J. Garraghan, A Guide to Historical Method (USA: fordham University Prees, 1948), 33. 33
23
BAB I : Dalam bab pertama, penulis menyajikan berbagai permasalah yang menjadi latar belakang penelitian dan starting point bagi penelitian ini. Di samping itu, bab pertama ini juga memuat rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian terdahulu, metode penelitian dan sistematika pembahasan. BAB II: pembahasan tentang gambaran umum kondisi dan lembaga keagamaan masyarakat Kenjeran. Disamping itu, pada bab dua akan disajikan Hadis-hadis yang digunakan oleh khatib dalam khutbah jum’at di Kecamatan Kenjeran. BAB III: menampilkan data-data yang terkait dengan khotib jumat sebagai bahan analisa untuk mencari faktor yang mempengaruhi para khotib dalam memperlakukan hadis. BAB IV: membahas tentang hasil penelitian hadis. Penjelasan tentang kualitas hadis-hadis yang digunakan oleh khatib dalam khutbah jum’at di Keceamatan Kenjeran. Dalam bab empat ini, pembahasan akan dititik beratkan pada kritik hadis dari sisi matan. Bab V : Bab ke lima ini berisi simpulan dan saran. Dalam simpulan ini akan disajikan jawaban dari dua rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu, tentang kualitas hadis yang digunakan oleh para khotib jumat di kecamatan kenjeran dan hal-hal yang mempengaruhi para khotib dalam memperlakukan hadis Nabi Muhammad SAW.
24
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi, Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 1995. …………, Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006. Bakker, Anton, Metode Penelitian Filsafat , Yogyakarta: Kanisius, 1990. Bruineseen van, Martin, Kitab kuning, Pesantren dan Tarekat, tradisi-tradisi
Islam di Indonesia , Bandung : Mizan, 1995 Bukha>ri al, Abu Abdillah, Sah}i>h} al Bukha>ri. Kairo: Mat}ba ah al Salafiah, 1400 H. Bustamin dan M Isa, Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: Raja Grafindo, 2004. Da>ud, Abu>, Sunan Abi> Da>ud. Beirut: Da>r Ibn H{azm, 1997. Gilbret J. Garraghan, A Guide to Historical Method , USA: fordham University Prees, 1948. Hajja>j al, Muslim Ibn, S}ahi}>h Muslim. Riyad}: Da>r al T{ayyibah, 2006. Ismail, M. Syuhudi, Hadis Nabi Menurut Pembela, Pengingkar dan Pemalsunya. Jakarta: Gema Insani Press, 1995. J, Lexy, Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Jaiz, Ahmad Hartono,Khutbah Jum’at Pilihan, Jakarta : Yayasan Al-Sofwa, 2006 Khati>b al, Muhammad Ajjaj, Ushu>l al Hadi>th Ulu>muhu wa Mu}ta} lahuhu, Bairut: Da>r al Fikr, 2009. Ma>lik, Anas Ibn, al Muwat}t}a’ , Tt: Muassasah Zaid Ibn Sult}a>n Ali Nahya>n, 2004. Moh. Ali Aziz, Teknik khutbah jumat komunikatif, Surabaya : SAP, 2014. Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif , Yogyakarta: Rake Serasin, 1998. Neuman, W. Lawrence, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Research, USA: University of Wisconsin, 2006 Nurul Zuriah, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan , Jakarta: Bumi Aksara, 2002. Qurtubi> al, Syamsuddin, Tafsir al Qurt>ubi , Beirut: Dar al Fikr,Tth.
25
Riduwan, M.B.A. Metode dan Teknik Menyusun Tesis , Bandung: Alfabeta 2013. Ya’kub, Mustafa Ali, Hadis hadis bermasalah , Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008. Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012. Website : http://pesantrenonline.net/?p=136. (diakses pada tgl.13, 15,2015) http://medan.tribunnews.com/2011/11/04/indonesia-terkorup-ke-empat-di-dunia. (diakses pada tgl 18, 05, 2015) http://ibnusyathi.blogspot.com/2012/01/kajian-hadis-di-pesantren-studikasus.html (diakses pada tgl 18, 05, 2015) http://www.terapishalatbahagia.net/buku/ diakses 15/05/2015 JURNAL : Majalah Aula, Edisi Februari 2015. GW Harrison, JA List. Journal of Economic Literature. Vol. XLII (December 2004) pp. 1009–1055.]. Diakses 15 Mei 2015.