perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KRITIK SOSIAL DAN NILAI PENDIDIKAN KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA ( Tinjauan Sosiologi Sastra )
Skripsi Disusun oleh: AKHMAD AKHSAN NUR ANNAS X1206022
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KRITIK SOSIAL DAN NILAI PENDIDIKAN KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA ( Tinjauan Sosiologi Sastra )
Oleh: AKHMAD AKHSAN NUR ANNAS X1206022
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. NIP 19440315197804 1 001
Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. NIP 19540520198503 1 002
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
Tanda Tangan
1. Ketua
: Dra. Raheni Suhita, M. Hum.
_____________
2. Sekretaris
: Dr. Andayani, M. Pd.
_____________
3. Anggota I : Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd
._____________
4. Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd.
_____________
Disahkan oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 19600727 1987021 001 commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Akhmad Akhsan Nur Annas. Kritik Sosial dan Nilai Pendidikan Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia (Tinjauan Sosiologi Sastra) Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Kritik sosial yang terefleksi melalui masalah-masalah sosial dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia (2), Nilai pendidikan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Data yang diperoleh peneliti berasal dari kumpulan cerpen, Emak Ingin Naik Haji. Karya ini diterbitkan pertama kali oleh Asma Nadia Publishing House, cetakan pertama Agustus 2009. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik mengkaji dokumen dan arsip (content analysis). Validitas data diperoleh melalui triangulasi teori, berdasarkan pada anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaanya dengan satu teori, tetapi harus dengan beberapa teori. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis Interaktif yang meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Kritik sosial yang terefleksi melalui permasalahan sosial dalam keenam cerpen ‘Emak Ingin Naik Haji’, ‘Koran’, ‘Jendela Rara’, ‘Laki-laki yang Menyisir Rindu’, ‘Bulan Kertas’ dan ‘Sepuluh Juta Rupiah’ tersebut adalah kritik terhadap kemiskinan, kritik terhadap keadilan, kritik terhadap perkosaan, kritik terhadap pembunuhan, kritik terhadap Korupsi, kritik terhadap pelacuran, kritik terhadap terorisme, kritik terhadap eksploitasi anak dan kritik terhadap pendidikan. (2) Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia adalah nilainilai pendidikan agama, nilai-nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan, dan nilai-nilai pendidikan moral. Wujud nilai pendidikan ketuhanan atau agama yaitu beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdoa kepada Tuhan untuk memohon sesuatu dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan . Wujud nilai pendidikan sosial berupa sikap saling tolong-menolong, baik hati, dermawan, tidak membedabedakan teman, sikap peduli kepada teman dan hindari sikap yang tidak menghargai pendapat orang lain. Wujud nilai pendidikan moral berupa sikap tanggung jawab, tidak mudah putus asa, pengorbanan, pengabdian, cinta kasih, berhemat, kesederhanaan, berani karena benar, pantang menyerah, perhatian, jangan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, kerja keras, menghormati jasa orang tua dan mengakui kesalahan dan minta maaf.
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Rintangan tak dapat menghancurkanku. Setiap rintangan akan menyerah pada ketetapan hati yang kukuh. ( Leonardo da Vinci )
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan kepada : 1. Bapak
(Khabib)
dan
Ibu
(Fathonah)
yang
senantiasa memberikan do'a restu dan memberikan dorongan untuk terselesaikannya skripsi ini. 2. Adikku Yani dan Kholis. 3. Dede Ana, yang telah mengisi hari-hariku. 4. Sahabatku Robert, Wahyu, Ari, Roza, Eni, Afni, Tanti, Anis, Siti, Yulian, dan teman seangkatan 2006 dalam perjuangan yang sama yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 5. Para seniman 6. Pembaca yang budiman. commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak kesulitan dan hambatan yang dialami penulis selama penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Sebelas Maret selaku pimpinan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi. 3. Drs. Suparno, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini. 4. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini. 5. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. dan Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd, selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
Surakarta, Mei 2010
commit to user vii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iii
ABSTRAK .....................................................................................................
iv
MOTTO .........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii DAFTAR ISI .................................................................................................... viii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii
BAB I.
PENDAHULUAN ............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................
1
B. Rumusan Masalah .....................................................................
4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
4
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
4
BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ...................
6
A. Kajian Pustaka ...........................................................................
6
1. Hakikat Cerpen ....................................................................
6
2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra ..................................
9
3. Kritik Sosial dalam Cerpen ................................................. 18 4. Nilai Pendidikan…………………………………………… 25 B. Penelitian yang Relevan……………………………………….. 35 C. Kerangka Berpikir ..................................................................... 36 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 39 A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 39 to user B. Bentuk dan Strategicommit Penelitian .................................................. 39 viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Sumber Data .............................................................................. 40 D. Teknik Sampling ....................................................................... 40 E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 40 F. Validitas Data ............................................................................ 41 G. Teknik Analisis Data ................................................................. 42 H. Prosedur Penelitian .................................................................... 44 BAB IV. HASIL PENELITIAN ..................................................................... 45 A. Macam-macam Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji ................................ 45 1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji.............................................
45
2. Cerpen Koran ..................................................................... 49 3. Cerpen Jendela Rara ........................................................... 49 4. Cerpen Bulan Kertas........................................................... 58 5. Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu..............................
60
6. Cerpen Sepuluh Juta Rupiah............................................... 61 B. Nilai Didik yang Terkandung dalam Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji……………………. 62 1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji............................................... 62 2. Cerpen Koran........................................................................ 66 3. Cerpen Jendela Rara............................................................. 67 4. Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu.............................. . 72 5. Cerpen Bulan Kertas............................................................. 76 6. Cerpen Sepuluh Juta Rupiah................................................. 78 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ................................. 81 A. Simpulan................................................................................... 81 B. Implikasi ................................................................................... 82 C. Saran ......................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………….. 88 commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir.................................................................. 38 Gambar 2. Model Analisis Interaktif .............................................................. 43
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sinopsis Cerpen ........................................................................................... 89 2. Tentang Asma Nadia .................................................................................... 104 3. Catatan Perjalanan Pendek Asma Nadia ...................................................... 106 4. Pelajaran Tekad Rani Kecil (Helvi Tiana Rosa) .......................................... 110 5. Catatan Kecil Para Sahabat (1) .................................................................... 114 6. Catatan Kecil Para Sahabat (2)...................................................................... 117 7. Permohonan Izin Menyusun Skripsi.............................................................. 121 7. Surat Izin Menyusun Skripsi ....................................................................... 122
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel Waktu Penelitian .............................................................................. 39
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KRITIK SOSIAL DAN NILAI PENDIDIKAN KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA ( Tinjauan Sosiologi Sastra )
Skripsi Disusun oleh: AKHMAD AKHSAN NUR ANNAS X1206022
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KRITIK SOSIAL DAN NILAI PENDIDIKAN KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA ( Tinjauan Sosiologi Sastra )
Oleh: AKHMAD AKHSAN NUR ANNAS X1206022
Skripsi Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd. NIP 19540520198503 1 002
Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. NIP 19440315197804 1 001
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari : Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi Nama Terang 1. Ketua
Tanda Tangan : Dra. Raheni Suhita, M. Hum.
_____________
2. Sekretaris : Dr. Andayani, M. Pd.
_____________
3. Anggota I : Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd
._____________
4. Anggota II : Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd.
_____________
Disahkan oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. NIP 19600727 1987021 001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Akhmad Akhsan Nur Annas. Kritik Sosial dan Nilai Pendidikan Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia (Tinjauan Sosiologi Sastra) Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juni 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Kritik sosial yang terefleksi melalui masalah-masalah sosial dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia (2), Nilai pendidikan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif, dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Data yang diperoleh peneliti berasal dari kumpulan cerpen, Emak Ingin Naik Haji. Karya ini diterbitkan pertama kali oleh Asma Nadia Publishing House, cetakan pertama Agustus 2009. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik mengkaji dokumen dan arsip (content analysis). Validitas data diperoleh melalui triangulasi teori, berdasarkan pada anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaanya dengan satu teori, tetapi harus dengan beberapa teori. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis Interaktif yang meliputi: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Kesimpulan penelitian ini adalah: (1) Kritik sosial yang terefleksi melalui permasalahan sosial dalam keenam cerpen ‘Emak Ingin Naik Haji’, ‘Koran’, ‘Jendela Rara’, ‘Laki-laki yang Menyisir Rindu’, ‘Bulan Kertas’ dan ‘Sepuluh Juta Rupiah’ tersebut adalah kritik terhadap kemiskinan, kritik terhadap keadilan, kritik terhadap perkosaan, kritik terhadap pembunuhan, kritik terhadap Korupsi, kritik terhadap pelacuran, kritik terhadap terorisme, kritik terhadap eksploitasi anak dan kritik terhadap pendidikan. (2) Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia adalah nilainilai pendidikan agama, nilai-nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan, dan nilai-nilai pendidikan moral. Wujud nilai pendidikan ketuhanan atau agama yaitu beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdoa kepada Tuhan untuk memohon sesuatu dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan . Wujud nilai pendidikan sosial berupa sikap saling tolong-menolong, baik hati, dermawan, tidak membedabedakan teman, sikap peduli kepada teman dan hindari sikap yang tidak menghargai pendapat orang lain. Wujud nilai pendidikan moral berupa sikap tanggung jawab, tidak mudah putus asa, pengorbanan, pengabdian, cinta kasih, berhemat, kesederhanaan, berani karena benar, pantang menyerah, perhatian, jangan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, kerja keras, menghormati jasa orang tua dan mengakui kesalahan dan minta maaf.
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
Rintangan tak dapat menghancurkanku. Setiap rintangan akan menyerah pada ketetapan hati yang kukuh. ( Leonardo da Vinci )
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan kepada : 1. Bapak
(Khabib)
dan
Ibu
(Fathonah)
yang
senantiasa memberikan do'a restu dan memberikan dorongan untuk terselesaikannya skripsi ini. 2. Adikku Yani dan Kholis. 3. Dede Ana, yang telah mengisi hari-hariku. 4. Sahabatku Robert, Wahyu, Ari, Roza, Eni, Afni, Tanti, Anis, Siti, Yulian, dan teman seangkatan 2006 dalam perjuangan yang sama yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. 5. Para seniman 6. Pembaca yang budiman.
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Banyak kesulitan dan hambatan yang dialami penulis selama penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan dan hambatan tersebut dapat diatasi sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Sebelas Maret selaku pimpinan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin untuk penyusunan skripsi. 3. Drs. Suparno, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini. 4. Drs. Slamet Mulyono, M.Pd., selaku Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP UNS yang telah memberikan persetujuan penyusunan skripsi ini. 5. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. dan Drs. Yant Mujiyanto, M. Pd, selaku Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
Surakarta, Mei 2010
Penulis
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN .....................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................
iii
ABSTRAK .................................................................................................
iv
MOTTO .....................................................................................................
v
PERSEMBAHAN.........................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .................................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
BAB I.
PENDAHULUAN .........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ....................................................................
4
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
4
BAB II. LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR ..................
6
A. Kajian Pustaka ........................................................................
6
1. Hakikat Cerpen..................................................................
6
2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra .................................
9
3. Kritik Sosial dalam Cerpen................................................ 18 4. Nilai Pendidikan…………………………………………… 25 B. Penelitian yang Relevan……………………………………….. 35 C. Kerangka Berpikir................................................................... 36 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 39 A. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................. 39 B. Bentuk dan Strategi Penelitian................................................. 39
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Sumber Data ........................................................................... 40 D. Teknik Sampling..................................................................... 40 E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 40 F. Validitas Data ......................................................................... 41 G. Teknik Analisis Data............................................................... 42 H. Prosedur Penelitian.................................................................. 44 BAB IV. HASIL PENELITIAN................................................................... 45 A. Macam-macam Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji ............................... 45 1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji.............................................
45
2. Cerpen Koran ................................................................... 49 3. Cerpen Jendela Rara......................................................... 49 4. Cerpen Bulan Kertas........................................................... 58 5. Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu..............................
60
6. Cerpen Sepuluh Juta Rupiah............................................... 61 B. Nilai Didik yang Terkandung dalam Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji……………………. 62 1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji............................................... 62 2. Cerpen Koran........................................................................ 66 3. Cerpen Jendela Rara............................................................. 67 4. Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu.............................. . 72 5. Cerpen Bulan Kertas............................................................. 76 6. Cerpen Sepuluh Juta Rupiah................................................. 78 BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN................................ 81 A. Simpulan................................................................................ 81 B. Implikasi................................................................................ 82 C. Saran...................................................................................... 85 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 86 LAMPIRAN-LAMPIRAN ………………………………………………….. 88
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir ............................................................... 38 Gambar 2. Model Analisis Interaktif ............................................................ 43
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Sinopsis Cerpen ....................................................................................... 89 2. Tentang Asma Nadia................................................................................. 104 3. Catatan Perjalanan Pendek Asma Nadia .................................................... 106 4. Pelajaran Tekad Rani Kecil (Helvi Tiana Rosa) ........................................ 110 5. Catatan Kecil Para Sahabat (1).................................................................. 114 6. Catatan Kecil Para Sahabat (2)...................................................................... 117 7. Permohonan Izin Menyusun Skripsi.............................................................. 121 7. Surat Izin Menyusun Skripsi .................................................................... 122
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman 1. Tabel Waktu Penelitian ........................................................................... 39
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia yang mengekspresikan pikiran, gagasan, pemahaman, dan tanggapan perasaan penciptanya tentang hakikat kehidupan dengan menggunakan bahasa yang imajinatif dan emosional. Sebagai hasil imajinatif, sastra selain berfungsi sebagai hiburan yang menyenangkan, juga berguna untuk menambah pengalaman batin bagi para pembacanya. Sebuah karya sastra yang baik tidak hanya dipandang sebagai rangkaian kata tetapi juga ditentukan oleh makna yang terkandung di dalamnya dan memberikan pesan positif bagi pembacanya (Suwardi Endraswara,2003: 160). Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang mampu mencerminkan prinsip kemanusiaan. Tentu ini sejalan dengan kepentingan moral, kegiatan sastra manusia harus dihidupi oleh semangat intelektual. Imajinasi yang tertuang dalam karya sastra selalu memperturutkan kecenderungan subjektif, aspirasi, dan opini personal ketika merespon objek di luar dirinya, sehingga ekspresi karya bekerja atas dasar kekuatan intuisi dan khayal, dan kekuatan menyerap realitas sosial. Itulah sebabnya di dalam sebuah cerita, cerita pendek atau cerpen, seorang pengarang sering mengangkat fenomena yang terjadi di masyarakat. Harapannya para pembaca dapat mengambil hikmah dari fenomena tersebut (Manuaba, 2007:95). Sebagai karya kreatif , sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Atar Semi, 1988:8). Karya sastra merupakan salah satu hasil seni. Ada lagi yang menyebut sebagai suatu karya fiksi. Fiksi sering pula disebut cerita rekaan ialah cerita dalam prosa, merupakan hasil olahan pengarang berdasarkan pandangan, tafsiran, dan penilaiannya tentang peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi atau pun pengolahan tentang peristiwa-peristiwa yang hanya berlangsung dalam khayalannya (Atar Semi, 1988 : 31). Membaca fiksi yang bagus ibarat memainkan permainan yang tinggi tingkat kesulitannya dan bukannya seperti memainkan permainan sepele tempat para pemain menggampangkan atau bahkan mengabaikan peraturan yang
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
ada. Artinya, membaca sebuah fiksi membutuhkan interpretasi yang tinggi untuk bisa menangkap apa yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam cerita tersebut (Stanton, 2007: 17). Karya sastra yang berbentuk prosa antara lain roman, novel, dan cerita pendek. Ada yang berpendapat bahwa ketiga bentuk tersebut dibedakan menurut panjang pendeknya cerita, namun sesungguhnya tidaklah sesederhana itu karena persyaratan yang jelas tentang hal ini belum ada (Manuaba, 2007: 13). Cerita pendek (cerpen) adalah salah satu genre sastra di samping puisi dan novel. Dilihat dari segi pertumbuhan (produktivitas) dan perkembangannya, secara umum karya-karya sastra Indonesia memperlihatkan fenomena yang sangat luar biasa. Banyak muncul karya-karya yang menawarkan kemungkinan baru baik dari segi eksplorasi bahasa, penjelajahan tema dan keberanian bereksperimentasi, serta tumbuhnya sastrawan-sastrawan muda potensial yang penuh wawasan estetik dan gagasan kreatif. Ditinjau dari banyaknya gagasan yang ingin disampaikan, cerpen merupakan bentuk yang paling ringkas karena hanya terdiri dari satu gagasan utama saja. Kalaupun menceritakan beberapa tahap kehidupan yang dialami sang tokoh, maka hal itu biasanya dikemukakan secara singkat sebagai latar belakang terjadinya konflik cerita. Cerpen merupakan susunan kalimat-kalimat yang merupakan cerita yang mempunyai bagian awal, tengah, dan akhir. Setiap cerpen mempunyai tema, yaitu inti cerita atau gagasan yang ingin disampaikan pengarang. Ruang lingkupnya kecil dan ceritanya berpusat pada satu tokoh atau satu masalah (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 17). Cerpen sebagai salah satu bentuk karya sastra diharapkan memunculkan pemikiran-pemikiran yang positif bagi pembacanya, sehingga pembaca peka terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan mendorong untuk berperilaku yang baik. Cerpen dapat dijadikan bahan perenungan untuk mencari pengalaman karena cerpen mengandung nilai-nilai kehidupan, pendidikan, serta pesan moral. Pengalaman batin dalam sebuah cerpen dapat memperkaya kehidupan batin penikmatnya. Cerpen juga mengungkapkan fenomena sosial dalam aspek-aspek kehidupan yang dapat digunakan sebagai sarana mengenal manusia dan jamannya. Fenomena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
sosial yang kemudian diangkat menjadi sebuah karya seni khususnya cerpen, ini semakin menarik seiring eksistensi para penulis cerpen yang sangat kreatif dan sarat dengan muatan edukatif..
Karya sastra yang dikaji dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia, ( Asma Nadia Publishing House, tahun 2009) . Kumpulan cerpen ini dipilih untuk dikaji karena memiliki beberapa kelebihan yang dilihat dari segi isi dan ekspresi. Kelebihan dalam segi isi, cerita pendek ini merupakan perjalanan panjang kehidupan, pemikiran, khayalan, imajinasi, intuisi, dan derap kehidupan. Asma Nadia merupakan salah satu penulis muda yang peka terhadap masalah-masalah sosial yang terjadi di sekelilingnya, salah satunya adalah tertuang dalam karyanya kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji. Asma Nadia yang pernah mendapatkan penghargaan, antara lain penulis fiksi terbaik nasional (2000, 2001, 2005), penghargaan dari Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) sebagai peserta terbaik dan masih banyak lagi. Yang paling menarik Asma Nadia adalah kepekaan sosialnya, tema-temanya menyentuh probem etik dan moral dalam balutan suasana religius. Maka karyakaryanya
tidak sekedar menyuguhkan kenikmatan estetik, tetapi juga
memancarkan penyadaran, betapa hidup ini begitu indah dan penuh makna jika ditaburi sikap toleran, peduli pada sesama makhluk, dan tidak kikir berbagi cinta pada kebenaran dan kemanusiaan, (Maman S. Mahayana dalam Emak Ingin Naik Haji). Berdasarkan uraian di atas, dapat dijelaskan secara rinci alasan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji sarat dengan muatan sosial, tema-temanya menyentuh problem etik dan moral dalam balutan religius. 2. Asma Nadia menampilkan problem sosial yang terjadi di sekeliling kita dan banyak nilai pendidikan yang dapat kita ambil dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
3. Salah satu judul dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia yaitu ’Emak Ingin Naik Haji’ pernah di filmkan ke layar lebar.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas maka muncul permasalahan sebagai berikut: 1. Kritik sosial apa sajakah yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji Karya Asma Nadia yang terefleksi melalui masalah masalah sosial dalam kumpulan cerpen tersebut? 2. Nilai pendidikan apa sajakah yang terkandung dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari analisis ini adalah mendeskripsikan: 1. Kritik sosial yang terefleksi melalui masalah-masalah sosial dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. 2. Nilai pendidikan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang studi analisis cerpen dengan pendekatan sosiologi sastra 2. Manfaat Praktis. a. Bagi Guru dan Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia 1) Bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia tingkat SMA atau sederajat bahwa kumpulan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia baik digunakan
sebagai bahan atau materi pembelajaran karena dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji banyak mengandung kritik sosial dan nilai pendidikan yang dapat digunakan sebagai bahan ajar sesuai dengan kurikulum yang berlaku. 2) Bagi Dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran bagi dosen Bahasa dan Sastra Indonesia bahwa kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia baik digunakan sebagai materi pembelajaran untuk mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. b. Bagi Siswa dan Mahasiswa 1) Bagi Siswa Dapat memahami dan mengapresiasi cerpen juga dapat mengambil nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji. 2) Bagi Mahasiswa Dapat memahami dan menganalisis cerpen dalam usaha meningkatkan daya apresiasi mahasiswa terhadap sebuah cerpen, terutama apresiasi
mengenai cerpen dengan pendekatan
sosiologi sastra. c. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra dengan permasalahan yang sejenis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Hakikat Cerpen a. Pengertian Cerpen Fiksi adalah "sebuah dunia dalam kata" yang di dalamnya tejadi kehidupan, yaitu kehidupan para tokoh dalam peristiwa-peristiwa tertentu (Dresden dalam Sayuti, 2000: 125). Karya sastra dalam hal ini fiksi lewat medium bahasa berbicara mengenai manusia dan kemanusiaan, sedangkan manusia tidak terlepas dari keberadaannya sebagai makhluk sosial dan budaya. Pendapat tersebut sesuai dengan Wellek dan Warren (1992: 109) bahwa sastra menyajikan kehidupan dan kehidupan itu sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial. Cerpen adalah cerita fiksi bentuk prosa yang singkat, padat, yang unsur ceritanya terpusat pada suatu peristiwa pokok sehingga jumlah dan pengembangan pelaku terbatas dan keseluruhan cerita memberikan kesan tunggal (Jabrohim, 1995:165-166). Cerpen merupakan karya prosa fiksi yang dapat selesai dibaca dalam sekali duduk dan ceritanya cukup dapat membangkitkan efek tertentu dalam diri pembaca. Cerpen menunjukkan kualitas yang bersifat compression atau pemadatan, concentration atau pemusatan, dan intensity atau pendalaman, yang semuanya berkaitan dengan panjang cerita dan kualitas struktural yang disyaratkan oleh panjang cerita (Sayuti, 2000: 10). Edgar Allan Poe, seperti yang dikutip H.B. Jasin (dalam Burhan Nurgiyantoro, 1995: 10) memberi pengertian bahwa cerpen adalah sebuah cerita yang habis dibaca dalam sekali duduk, kira-kira berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang tidak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Sesuai perkembangannya, pembaca cerpen tidak perlu butuh waktu selama itu, cukup lima belas menit, bahkan kurang, untuk menyelesaikan satu cerpen yang terdapat di dalam koran, majalah dll. Ismail Marahimin (2001: 113), menafsirkan cerpen sebagai cerita rekaan yang lengkap (self contained), tidak ada, tidak perlu ada, dan harus tidak ada
commit to user 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
tambahan. Dari pendapat itu, bisa dijelaskan lebih jauh bahwa cerpen merupakan kebulatan sebuah cerita rekaan yang dibangun ata unsure-unsur pembentuknya dengan cara tidak berpanjang-lebar. Secara teknis Ismail Marahimin (2001:112) kembali menegaskan, di dalam cerpen tidak banyak melibatkan tokoh, cukup satu saja, atau paling banyak empat. Itu pun tidak seluruh kepribadian tokoh diungkapkan. Fokus, atau perhatian dalam cerpen itu hanya satu. Sementara konflik itu juga hanya satu. Ketika cerita dimulai, konflik itu sudah hadir disitu. Tinggal kemudian bagaimana seorang cerpenis menyelesaikannya. Sejalan dengan Ismail, Ajip Rosidi (dalam Henry Guntur Tarigan, 1993: 176) menyampaikan cerpen adalah cerita pendek dan merupakan kebulatan ide. Dalam kesingkatan dan kepadatannya itu, sebuah cerpen adalah lengkap, bulat, dan singkat. Selanjutnya, sastrawan ini juga menyampaikan, semua bagian dari sebuah cerpen mesti terikat paa kesatuan jiwa: pendek, padat, lengkap. Tak ada bagian-bagian yang boleh dikatakan “lebih” dan bisa dibuang. Cerpen tidak lain sebuah kebulatan ide yang ditransformasikan melalui narasi fiktif. Kebulatan ide tersebut dieksplorasikan melalui unsur-unsur intrinsik cerita. Selain cerpen tidaklah cerita panjang seperti novel. Ukuran cerpen, sekali lagi pendek, padat tetapi lengkap. Dari berbagai pendapat tersebut di atas bisa disimpulkan bahwa cerpen termasuk jenis karya sastra, sifatnya fiktif, merupakan kebulatan ide, dan ditampilkan secara lengkap dengan narasi yang relatif pendek serta terfokuskan pada satu persoalan (konflik). Selain itu cerpen lahir sebagai pengembaraan pengalaman pengarangnya dan merupakan pernyataan sikap terhadap kehidupan. Secara rinci Mochtar Lubis (1997: 93) menyebutkan kriteria yang terdapat dalam cerita pendek. Kriteria yang disampaikannya itu adalah sebagai berikut; 1) cerpen mengandung intepretasi pengarang tentang konsepsinya mengenai penghidupan, baik secara langsung atau tidak langsung, 2) cerpen harus menimbulkan hempasan pikiran pembaca, 3) cerpen harus menimbulkan perasaan pada pembaca, 4) cerpen mengandung insiden-insiden yang dipilih secara sengaja, dan yang bisa menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dalam diri pembaca, 5) cerpen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
harus mengandung insiden utama yang menguasai jalan cerita, 6) cerpen harus mempunyai pelaku utama, 7) jalan cerita padat,8) hingga tercipta satu ”efek” atau kesan. c. Perbedaan Cerpen dengan Karya Sastra yang Lain Sebuah cerpen dilihat dari bentuk cerita terkadang tidak memiliki perbedaan dengan bentuk prosa yang lainnya. Apabila dilihat dari bentuk atau cara penulisannya, tentu akan menemukan kesukaran membedakan dengan bentuk roman atau novel, maka seorang pembaca dituntut benarbenar dapat memahami sifat dasar atau umum sebuah cerpen. Berdasarkan bidang kajiannya karya sastra meliputi sastra rekaan (fiksi), drama, dan puisi. Cerita rekaan (fiksi) dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: cerpen, novel, dan roman (Burhan Nurgiantoro, 2007: 9). Cerpen adalah suatu cerita yang melukiskan peristiwa atau kejadian apa saja yang menyangkut persoalan jiwa manusia. Sedangkan novel lebih melukiskan suatu episode dari kehidupan seseorang dan seringkali masalah yang ditampilkan mengesankan sesaat. Perbedaan pokok antara cerpen dan novel terletak pada penampilan tokoh-tokohnya. Novel lebih menekankan pada perubahan nasib tokoh-tokohnya sehingga memungkinkan untuk menampilkan banyak tokoh (Wellek dan Warren, 1992: 30). Cerpen sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, ukuran panjang pendeknya tidak ada peraturannya, tidak ada kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Panjang pendeknya sebuah cerpen bervariasi. Ditinjau dari segi panjang katanya, cerpen relatif lebih pendek dari pada novel, walaupun ada pula cerpen yang panjang dan novel yang pendek. Secara lebih spesifik, istilah cerpen biasanya
diterapkan pada prosa fiksi yang yang
panjangnya antara seribu sampai lima ribu kata. Sedangkan novel umumnya berisi lebih dari empat puluh lima ribu kata (Sayuti, 2000: 8). Cerpen dilihat dari segi panjangnya cerita lebih pendek dari pada novel. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menceritakan lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan banyak melibatkan pelbagai permasalahan yang lebih kompleks. Hal ini berbeda dengan cerpen. Dilihat dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
segi penceritaannya cerpen lebih ringkas, tidak ada detail-detail khusus (yang kurang penting tidak digunakan) dan cerita yang disajikan cenderung lebih pendek. Kelebihan cerpen yang khas adalah kemampuannya mengungkapkan cerita yang lebih ringkas tetapi sangat padat. Di pihak lain, kelebihan novel adalah kemampuan menyampaikan permasalahan yang kompleks. Cerpen dan novel selain mempunyai perbedaan tentunya juga mempunyai persamaan. Keduanya dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Oleh karena itu novel dan cerpen dapat dianalisis dengan pendekatan yang sama.
2. Hakikat Pendekatan Sosiologi Sastra a. Hakikat Sosiologi Sastra Penelitian sosiologi sastra hadir dari Glickberg (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 77) bahwa "all literature, however fantastic or mystical in content, is animated by a profound social concern, and this is true of even the most flagrant nihilistic work" yang mempresentasikan bahwa seperti apa bentuk karya sastra (fantastis dan mistis) pun akan besar perhatiannya terhadap fenomena sosial. Pencetus sosiologi sastra adalah seorang filsafat Perancis yang bernama Auguste Comte pada sekitar tahun 1839 melalui sebuah karyanya yang berjudul Cours de Philosophie Positive. Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya. Tiga tahapan itu adalah tahap teologis, tahap metafisis, tahap positif.1) tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia, 2) tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukumhukum alam yang seragam, 3) tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Sosiologi dinamis memusatkan perhatian tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan. Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tonnies, George Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin (semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.(dalam Wapedia, 2010, 1 ,www.Wapedia.mobi.htm).
Menurut Comte, sosiologi berasal dari kata latin socius yang artinya teman atau sesama dan logos dari kata Yunani yang artinya cerita. Jadi pada awalnya, sosiologi berarti bercerita tentang teman atau kawan (masyarakat) (dalam Idianto, 2004: 10). Idianto (2004: 11) menjelaskan bahwa sebagai ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmuan dan dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum. Gunoto Saparie (dalam Luasnya Wilayah Sosiologi Sastra, 2007, Http.www.SuaraKaryaOnline.htm) menyatakan bahwa paradigma sosiologi sastra
berakar dari latar belakang historis dua gejala, yaitu masyarakat dan sastra: karya sastra ada dalam masyarakat, dengan kata lain, tidak ada karya sastra tanpa masyarakat. Sosiologi sastra, meskipun belum menemukan pola analisis yang dianggap memuaskan, mulai memperhatikan karya seni sebagai bagian yang integral dari masyarakat. Tujuannya jelas untuk memberikan kualitas yang proposional bagi kedua gejala: sastra dan masyarakat Pitirim Sorokin mengatakan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari : 1) hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejalagejala sosial (misalnya antara gejala ekonomi dengan agama; keluarga dengan moral; hukum dengan ekonomi; gerak masyarakat dengan politik dan lain sebagainya); 2) hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala-gejala non sosial (misalnya gejala geografis, biologi dan sebagainya); 3) Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial (Soerjono Soekanto, 1990: 20).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
Roucek dan Warren (dalam Idianto, 2004: 11) mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok. Senada dengan Roucek dan Warren, Paul B. Horton (dalam Idianto, 2004: 11) mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut. Ritzer (dalam Faruk, 1994: 2) mengemukakan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang multiparadigma. Maksudnya, di dalam ilmu tersebut dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain dalam usaha merebut hegemoni dalam lapangan sosiologi secara keseluruhan. Paradigma itu sendiri diartikannya sebagai satu citra fundamental mengenai pokok persoalan dalam suatu ilmu pengetahuan. Paradigma itu berfungsi untuk menentukan apa yang harus dipelajari, pertanyaan-pertanyaan apa yang harus diajukan, bagaimana cara mengajukannya, dan aturan-aturan apa yang harus diikuti
dalam interpretasi
jawaban-jawaban yang diperoleh. Max Weber (dalam Idianto, 2004: 11) mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (dalam Soerjono Soekanto, 1990: 21) juga menambahkan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Berdasarkan pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang manusia dan hubungannya dengan proses-proses sosial termasuk pada perubahan sosial. A Teeuw (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003:4) menyatakan bahwa sastra berasal dari akar kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi secara leksikal sastra berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau buku pengajaran yang baik, seperti silpasastra (buku petunjuk arsitektur), kamasastra (buku petunjuk percintaan). Dalam perkembangan berikut kata sastra sering dikombinasikan dengan awalan 'su', sehingga menjadi susastra, yang diartikan sebagai hasil ciptaan yang baik dan indah. A Teeuw (dalam Atar Semi, 1993:9) mengatakan sastra itu adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang obyeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra (dalam Jabrohim et.al, 2001:157) menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial Kendati sosiologi dan sastra mempunyai perbedaan tertentu namun sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna teks sastra. Menurut Laurenson dan Swingewood (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 78) karena sosiologi obyek studinya tentang manusia dan sastrapun demikian. Dengan demikian, meskipun sosiologi dan sastra berbeda namun saling melengkapi. Perspektif sosiologi sastra yang juga perlu diperhatikan adalah pernyataan Levin (Suwardi Endraswara, 2003:79) "Literature is not only the effect of social causes but also the cause of social effect" yang memberikan arah bahwa penelitian sosiologi sastra dapat kearah hubungan pengaruh timbal balik antara sosiologi dan sastra yang antara keduanya akan saling mempengaruhi dalam hal-hal tertentu yang pada gilirannya menarik perhatian peneliti. Ekarini Saraswati (2003: 3) mengatakan perbedaan yang ada antara keduanya adalah bahwa sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra mencoba memahami setiap kehidupan sosial dari relung perasaan yang terdalam. Damono menambahkan (dalam Ekarini Saraswati, 2003: 3) yang satu beranjak dari hasil pemikiran sedangkan yang satu lagi beranjak dari hasil pergulatan perasaan yang merupakan 2 kutub yang berbeda, seandainya ada dua orang sosiologi mengadakan penelitian atas satu masyarakat yang sama, hasil penelitian itu besar kemungkinan menunjukkan persamaan juga, sedangkan seandainya ada dua orang novelis menulis tentang suatu masyarakat yang sama, hasilnya cenderung berbeda sebab cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya itu berbeda-beda menurut pandangan orang-orang. Dalam pandangan Wollf (dalam Suwardi Endraswara, 2003:77) sosiologi sastra merupakan disiplin yang tanpa bentuk, tidak terdefinisikan dengan baik, terdiri dari sejumlah studi-studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general, yang masing-masingnya hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan hubungan sastra dengan masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Faruk (1994: 1) berpendapat bahwa sosiologi merupakan gambaran mengenai cara-cara manusia menyesuaikan dirinya dengan dan ditentukan oleh masyarakatmasyarakat tertentu, gambaran mengenai mekanisme sosiologi, proses belajar secara cultural, yang dengannya individu-individu dialokasikan pada dan menerima peranan-peranan tertentu dalam struktur sosial itu. Adapun secara singkat Garbstein (dalam Ekarini Saraswati, 2003:17) mengungkapkan konsep tentang sosiologi sastra, yaitu: 1) karya sastra tidak dapat dipahami selengkapnya tanpa dihubungkan dengan kebudayaan dan peradaban yang menghasilkannya, 2) gagasan yang ada dalam karya sastra sama pentingnya dengan bentuk penulisannya, 3) karya sastra bisa bertahan lama pada hakikatnya adalah suatu prestasi, 4) masyarakat dapat mendekati sastra dari dua arah; (a) sebagai faktor material istimewa, (b) sebagai tradisi, 5) kritik sastra seharusnya lebih dari sekedar perenungan estetis yang tanpa pamrih, 6) kritikus bertanggung jawab baik kepada sastra masa silam maupun sastra masa depan, 7) jadi, secara epistemologis (dari sudut teori keilmuan) tidak mungkin membangun suatu sosiologi sastra yang general yang meliputi seluruh pendekatan, 8) uraian berikutnya dipusatkan pada sosiologi sastra Marxis yang memang sangat menonjol atau dominant. Garis besarnya adalah sebagai berikut: (a) manusia harus hidup dulu sebelum dapat berpikir, (b) struktur sosial masyarakat ditentukan oleh kondisi-kondisi kehidupan khususnya sistem produksi ekonomi. Dibedakan antara infrastruktur dan suprastruktur., 9) walaupun Marx sadar bahwa hubungan sastra dan masyarakat itu rumit, para pengikut Marx tetap menganggap bahwa sastra merupakan fenomena kedua yang ditentukan oleh infrastruktur yaitu ekonomi. Gunoto Saparie (dalam Luasnya Wilayah Sosiologi Sastra, 2007. http.www.SuaraKaryaOnline.htm) menyatakan bahwa klasifikasi tersebut tidak
jauh berbeda dengan bagan yang di buat oleh Ian Watt dengan melihat hubungan timbal
balik antara sastrawan, sastra dan masyarakat. Suwardi
Endraswara
(2003: 77) menyatakan bahwa sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini banyak diminati oleh peneliti yang ingin meneliti sastra sebagai cermin kehidupan masyarakat karenanya, asumsi dasar penelitian sosiologi sastra adalah kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses yaitu yang mampu merefleksikan zamannya. Itulah sebabnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
memang
beralasan
jika
penelitian
sosiologi
sastra
lebih
banyak
memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya. Kehadiran sosiologi sastra, meskipun tergolong muda namun telah menghasilkan beribu-ribu penelitian, khususnya di perguruan tinggi. Penelitian demikian mendasarkan asumsi bahwa pengarang merupakan a salient being, makhluk
yang
mengalami
sensasi-sensasi
dalam
kehidupan
empirik
masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi berusaha mencari pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dalam berbagai dimensi. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa hal penting dalam sosiologi sastra adalah konsep cermin (mirror). Dalam kaitan ini, sastra dianggap sebagai mimesis (tiruan) masyarakat. Kendati demikian sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Berdasarkan pernyataan itu, tentu sastra tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan sekedar copy kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan. Kenyataan tersebut bukan jiplakan yang kasar, melainkan sebuah refleksi yang halus dan estetis. (dalam Suwardi Endraswara, 2003: 78) Ian Watt Sapardi (dalam Faruk, 1994: 4) juga mengklasifikasikan sosiologi menjadi tiga bagian, yaitu: konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi sosial masyarakat. 1) konteks sosial pengarang, hal ini berhubungan dengan posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk pula faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya, yang terutama harus diteliti dalam pendekatan ini adalah: (a) bagaimana pengarang pengarang mendapatkan mata pencahariannya, (b) sejauh mana pengarang menganggap pekerjaannya sebagai suatu profesi, dan (c) masyarakat apa yang dituju oleh pengarang, 2) sastra sebagai cermin masyarakat, sehingga yang terutama mendapatkan perhatian adalah: (a) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada waktu karya sastra itu ditulis, (b) sejauh mana sifat pribadi pengarang mempengaruhi gambaran masyarakat yang ingin disampaikannya, (c) sejauh mana genre sastra yang digunakan pengarang dapat dianggap mewakili seluruh masyarakat, 3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
fungsi sosial sastra, terdapat tiga hubungan yang perlu menjadi perhatian: (a) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai perombak masyarakat, (b) sejauh mana sastra dapat berfungsi sebagai penghibur masyarakat saja, (c) sejauh mana terjadi sintetis antara kemungkinan (a) dengan (b). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah salah satu pendekatan yang menganalisis karya sastra yang memperbincangkan hubungan antara pengarang dengan kehidupan sosialnya. Sosiologi sastra berusaha mengungkapkan keterkaitan antara pengarang, pembaca, kondisi sosial budaya pengarang maupun pembaca, serta karya sastra itu sendiri yang mempunyai dasar asumsi bahwa kelahiran sastra tidak dalam kekosongan sosial. Demikian beberapa ulasan tentang hakikat sosiologi sastra serta hubungan antara karya sastra dengan masyarakat yang dipakai dalam analisis sosiologi sastra terhadap kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. a. Pendekatan Sosiologi Sastra Banyaknya pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk menganalisis karya sastra seperti memfokuskan perhatiannya hanya pada aspek-aspek tertentu pada karya sastra misalnya berkenaan dengan persoalan estetika, moralitas, psikologi, masyarakat beserta dengan aspek-aspek yang lebih rinsi lagi, dan sebagainya. Hal itu terjadi karena karya sastra sebagaimana kehidupan itu sendiri, memang bersifat multidimensional, di dalamnya terdapat berbagai dimensi kehidupan karena realitas seperti itulah, maka kemudian muncul berbagai macam pendekatan dalam kajian sastra. Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk mengkaji kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. Pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya dalam realitas dan aspek sosial kemasyarakatan. Pendekatan tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Sapardi Djoko Damono (dalam Wiyatmi, 2005: 97), salah seorang ilmuwan yang mengembangkan pendekatan sosiologi sastra di Indonesia, bahwa karya sastra tidak jatuh begitu saja dari langit, tetapi selalu ada hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Pendekatan sosiologi sastra (dalam Luasnya Sosiologi Sastra, 2007,
Http.www.SuaraKaryaOnline.htm) pendekatan sosiologi sastra menaruh perhatian pada aspek dokumenter sastra dengan landasan suatu pandangan bahwa sastra merupakan gambaran atau potret fenomena sosial. Pada hakikatnya, fenomena sosial itu bersifat konkret, terjadi di sekeliling kita sehari-hari, bisa diobservasi, difoto, dan didokumentasikan. Oleh pengarang, fenomena itu diangkat kembali menjadi wacana baru dengan proses kreatif (pengamatan, analisis, interpretasi, refleksi, imajinasi, evaluasi, dan sebagainya) dalam bentuk karya sastra. Pendekatan sosiologi sastra (dalam Jabrohim et.al, 2001: 153) adalah pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan oleh beberapa penulis. Nyoman Kutha Ratna (2003: 340) dengan pertimbangan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, maka model analisis yang dapat dilakukan meliputi tiga macam, sebagai berikut: 1) menganalisis masalah-masalah sosial yang terkandung di dalam karya sastra itu sendiri, kemudian menghubungkannya dengan kenyataan yang pernah terjadi. Pada umumnya disebut sebagai aspek ekstrinsik, model hubungan yang terjadi disebut refleksi, 2) sama dengan diatas, tetapi dengan cara menemukan hubungan antarstruktur, bukan aspek-aspek tertentu, dengan model hubungan yang bersifat dialektika, 3) menganalisis karya dengan tujuan untuk memperoleh informasi tertentu, dilakukan oleh disiplin tertentu. Model analisis inilah yang pada umumnya menghasilkan penelitian karya sastra sebagai gejala kedua. Menurut Wiyatmi (2005: 97) pendekatan sosiologi sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik yang memahami karya sastra dalam hubungannya dengan realitas dan aspek sosial kemasyarakatan. Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra tidak dapat terlepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Jabrohim (2001: 159) menambahkan bahwa tujuan penelitian sosiologi sastra adalah untuk mendapatkan gambaran yang lengkap, utuh, dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, karya sastra, dan masyarakat. Gambaran yang jelas tentang hubungan timbal balik antara ketiga analisis tersebut sangat penting artinya bagi peningkatan pemahaman dan penghargaan terhadap sastra itu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu pada cara memahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segisegi kemasyarakatan (sosial). Sebenarnya pada pendekatan tersebut sastra dipahami melalui perkawinan ilmu sastra dan ilmu sosiologi. Oleh karena itu, untuk dapat menerapkan pendekatan ini, disamping harus menguasai ilmu sastra, kita juga harus menguasai konsep-konsep (ilmu) sosiologi dan data-data kemasyarakatan yang biasanya ditelaah oleh (ilmu) sosiologi. Menurut Soekanto (dalam Nyoman Kutha Ratna, 2003:363-364) sosiologi dianggap sebagai ilmu yang relatif muda, dengan ditandai terbitnya buku yang berjudul Positive Philosophy yang ditulis oleh Auguste Comte (1798-1857) kemudian sosiologi berkembang pesat setengah abad kemudian dengan terbitnya buku Principles of sociology yang ditulis oleh Herbert Spencer (1820-1903). Sebagai salah satu pendekatan dalam kritik sastra, sosiologi sastra dapat mengacu pada cara mamahami dan menilai sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan sosial. Nyoman Kutha Ratna (2003:364) mengatakan bahwa tokoh-tokoh yang berperan selain Herbert Spencer yang berasal dari Inggris dan Auguste Comte yang berasal dari Perancis diantaranya adalah : Karl Marx (Jerman), Steinmetz (Belanda), Charles Horton Cooley dan Lester F. Ward (Amerika Serikat) namun demikian, sejarah mencatat Emile Durkheim ilmuwan sosial Perancis yang kemudian berhasil melembagakan sosiologi sebagai disiplin akademis (dalam 2009, 1 ,www.Wapedia.mobi.htm). Pendekatan sosiologi sastra
merupakan salah satu metode telaah sastra yang mengaitkan antara hasil karya sastra dengan masyarakat pada saat karya tersebut diciptakan. Hal ini dikarenakan suatu hasil karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu reaksi terhadap keadaan yang ada dalam masyarakat, seni sastra yang berfungsi sosial, artinya tidak berfaedah untuk seseorang saja, karena itu problem ilmu sastra adalah problem masyarakat juga. Atar Semi (1993: 52) mengatakan bahwa, “Pendekatan sosiologi sastra merupakan salah satu pendekatan sastra yang mengkhususkan diri dalam menelaah
karya
sastra
dengan
mempertimbangkan
kemasyarakatan”.
commit to user
segi-segi
sosial
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Junus (dalam Wiyatmi, 2006:101) membedakan sejumlah
pendekatan
sosiologi sastra ke dalam beberapa macam, yaitu: 1) sosiologi sastra yang mengkaji karya sastra sebagai dokumen sosial budaya, 2) sosiologi sastra yang mengkaji penghasilan dan pemasaran karya sastra, 3) sosiologi sastra yang mengkaji penerimaan masyarakat terhadap karya sastra seorang penulis tertentu dan apa sebabnya, 4) sosiologi sastra yang mengkaji pengaruh sosial budaya terhadap penciptaan karya sastra, 5) sosiologi sastra yang mengkaji mekanisme universal seni, termaksuk karya sastra, 6) strukturalisme genetik yang dikembangkan oleh Lucien Goldmann dari Perancis. Sosiologi sastra oleh Wellek dan Warren (dalam Wiyatmi, 2005: 98) diklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu : sosiologi pengarang, sosiologi karya dan sosiologi pembaca. 1) sosiologi pengarang yaitu pendekatan yang menelaah mengenai latar belakang sosial, status sosial pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra, 2) sosiologi karya yaitu pendekatan yang menelaah isi karya satra, tujuan, serta hal-hal yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial, 3) sosiologi pembaca dan dampak sosial karya sastra yaitu pendekatan yang menelaah mengenai sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial. Klasifikasi sosiologi sastra dari Wellek dan Warren inilah yang akan digunakan dalam penelitian skripsi tentang kritik sosial dan nilai pendidikan dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia, yang menitikberatkan pada sastra yang mempermasalahkan karya sastra itu sendiri, yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.
3. Kritik Sosial dalam Cerpen a. Pengertian kritik sosial Kata ‘kritik’ yang lazim kita pergunakan dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani krinein yang berarti ‘mengamati, membandingkan dan menimbang’. Dan kritik itu sendiri dapat didefinisikan sebagai pengamatan yang diteliti, perbandingan yang adil terhadap baik-buruknya kualitas nilai suatu kebenaran sesuatu (Henry Guntur Tarigan, 1985: 187-188). Sedangkan menurut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
KBBI (Hasan Alwi, 2001: 601) kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadangkadang disertai uraian dan pertimbangan baik-buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan sebagainya. Berdasarkan kedua pendapat tersebut bila dihubungkan dengan kritik terhadap suatu karya sastra ,kritik adalah tanggapan terhadap hasil pengamatan suatu karya sastra yang disertai uraian-uraian dan perbandinganperbandingan tentang baik buruk hasil karya sastra tersebut. Kata sosial menurut KBBI (Hasan Alwi, 2001: 1085) adalah berkenaan dengan masyarakat, suka memperhatikan kepentingan umum. Dari definisi ‘kritik’ dan ‘sosial’ tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud kritik sosial adalah tanggapan terhadap karya sastra yang berhubungan dengan masyarakat atau kepentingan umum yang disertai uraian-uraian dan perbandingan tentang baik buruk karya sastra tersebut. Ajib Rosidi dalam Henry Guntur Tarigan (1985: 175), mengatakan bahwa bentuk cerpen merupakan bentuk karya sastra yang digemari dalam dunia kesusastraan setelah perang dunia kedua. Bentuk ini tidak saja digemari pengarang yang dengan sependek itu bisa menulis dan mengutarakan kandungan pikiran yang dua puluh atau tiga puluh tahun sebelumnya barangkali menki dilahirkan dalam dalam sebuah roman, tetapi juga didiskusikan oleh para pembaca yang ingin menikmati hasil sastra dengan tidak usah mengorbankan terlalu banyak waktu. Dalam beberapa bagian saja dari satu jam seseorang bisa menikmati sebuah cerpen. Cerpen atau cerita pendek sebagai salah satu prosa fiksi merupakan hasil pengungkapan pengalaman kehidupan sastrawan yang bersumber dari realitasrealitas objektif yang ada dilingkungan sosial (Andre Hardjana: 80). Banyaknya permasalahan pokok yang diangkat oleh pengarang melalui karya-karyanya menunjukkan betapa jelinya ia memotret berbagai gejolak yang ada di sekelilingnya. Pembaca yang kritis tentu tidak hanya memilih bacaan sastra yang murah, tetapi benar-benar memilih buku-buku yang dapat menambah wawasan hidupnya. Sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terkait erat dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
dilahirkan (Jabrohim, 2001: 167). Seorang pengarang senantiasa dan niscaya hidup dalam ruang dan waktu tertentu. Ia senantiasa akan telibat dengan beraneka ragam permasalahan. Dalam bentuknya yang paling nyata ruang dan waktu tertentu itu adalah masyarakat atau sebuah kondisi sosial, tempat berbagai pranata nilai di dalamnya berinteraksi. Pernyataan di atas senada dengan apa yang diungkapkan Putu Arya Tirtawirya (1982: 83) bahwa renungan atas kehidupan merupakan suatu ciri khas yang senantiasa terdapat dalam karya sastra. Dengan demikian keadaan masyarakat di sekitar pengarang akan berpengaruh terhadap kreatifitas pengarang dalam menghasilkan karya sastra. Pengarang dalam menciptakan karya sastra mempunyai hak penuh untuk mengharapkan kebebasan dari masyarakat, namun masyarakat juga mempunyai alasan untuk mengharapkan rasa tanggung jawab sosial dari pengarang (Sapardi Djoko Damono 1978: 54). Rasa tanggung jawab ini berupa rasa kritik atau protes, tidak untuk membuat ilusi tetapi untuk menghancurkannya. “Bagaimanapun sastra, secara tersurat maupun tersirat merupakan penilaian kritik terhadap jamannya” (Sapardi Djoko Damono 1978:54). Menurut Saini K.M. (1994: 1-2) ada dua unsur yang diperlukan untuk terjelma apa yang biasa dinamakan kreatifitas. Kesadaran manusia, yaitu kepekaan pikiran, perasaan, dan hasratnya adalah unsur yang pertama; unsur kedua adalah realitas yaitu rangsangan-rangsangan, sentuhan-sentuhan dan masalah-masalah yang melingkupi serta menggiatkan kesadaran manusia itu. Dalam konfrontasinya dengan realitas, kesadaran manusia dapat mengambil dua pilihan (alternatif), yaitu menolak atau menerima realita itu. Menolak berarti prihatin terhadapnya, menyanggah atau mengutuk. Ketiga keterarahan ini berada dalam lingkungan tindak protes atau kritik. Pengungkapan kreatifitas tersebut oleh Mursal Esten (2000: 10) disebut sebagai cipta rasa yang merupakan pernyataan hati nurani pengarang dan hati nurani masyarakat yang di dalamnya terdapat sikap, visi (pandangan hidup), citacita, dan konsepsi dari pengarang. Mursal Esten (2000:10), selanjutnya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
mengatakan bahwa sebuah cipta rasa merupakan kritik terhadap kenyataankenyataan yang berlaku. Saini K.M. (1994: 3-4) mengemukakan adanya beberapa jenis protes dalam sastra sesuai dengan sisi-sisi realitas yang merangsangnya. Pengalaman pahit getir hubungan perorangan antara dua jenis kelamin berbeda menghasilkan begitu banyak karya sastra yang indah dalam sastra berbagai bangsa; di dalamnya termasuk protes yaitu protes pribadi. Lingkungan pergaulan yang lebih luas, misalnya pergaulan antar kelompok dalam masyarakat atau antar bangsa, dapat juga menimbulkan protes. Inilah yang biasa dimasukkan ke dalam protes sosial. Namun protes dalam arti berprihatin, menyanggah, berontak, mengutuk, tidak membatasi sasarannya hanya pada hubungan perorangan atau hubungan dengan Tuhan. Dominannya kritik atau protes sosial dalam sastra itu identik pula dengan dominannya masalah sosial dalam kehidupan atau lembaga di luar sastra. Menurut Burhan Nurgiyantoro (2000: 331), sastra yang mengandung pesan kritik atau disebut dengan sastra kritik, lahir di tengah-tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Banyak karya sastra yang memperjuangkan nasib rakyat kecil yang menderita, nasib rakyat kecil yang perlu dibela, rakyat kecil yang dipermainkan oleh tangan-tangan kekuasaan. Berbagai penderitaan rakyat itu dapat berupa menjadi korban kesewenangan, penggusuran, penipuan atau selalu dipandang, diperlakukan atau diputuskan sebagai pihak yang selalu di bawah, kalah dan salah. Semua itu adalah hasil imajinasi pengarang yang telah merasa terlibat dan ingin memperjuangkan hal-hal yang diyakini kebenarannyalewat karya-karya yang dihasilkannya. Dengan adanya pengaruh lingkungan masyarakat terhadap hasil karya seorang pengarang, kebanyakan akan memunculkan kritik sosial terhadap ketimpangan yang terjadi dalam masyarakat. Nurgiyantoro (2000: 331) mengatakan sastra yang mengandung pesan kritik dapat disebut sebagai kritikbiasanya akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial dan masyarakat. Pengarang umumnya tampil sebagai pembela kebenaran dan keadilan, ataupun sifat-sifat luhur kemanusiaan yang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
b. Masalah Sosial sebagai Ekspresi Kritik Sosial Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa (Wellek dan Warren 1995: 109). Pernyataan tersebut mempunyai pengertian bahwa sastra menyajikan kehidupan yang sebagian besar terdiri dari kenyataan social yang disesuaikan dengan norma masyarakat. Sastra yang baik merupakan cerminan sebuah masyarakat. Sebagai sebuah karya yang imajiner, fiksi menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang
menghayati
berbagai
permasalahan
tersebut
dengan
penuh
kesungguhan kemudian diungkapkannya kembali melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya. Dengan demikian pengarang akan memperlihatkan sikap dan pandangannya tentang berbagai unsur kehidupan manusia. Menurut Saini K.M. (1994: 14-15) sastra merupakan gambaran kehidupan, namun sebagai gambaran kehidupan sastra tidak pernah menjiplak kehidupan, sastra tidak menyerap bahan-bahan dari kehidupan dengan sembarang. Sastra memilih dan menyusun bahan-bahan itu dengan berpedoman pada tujuannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam membaca karya sastra dapat ditemukan gambaran kehidupan yang asing dan bahkan sukar dipahami, disamping gambaran yang dapat dilihat. Jakob Sumardjo (2000: 40) mengatakan bahwa sastrawan yang tinggi pendidikannya dan mempelajari berbagai ilmu yang dekat dengan kemanusiaan akan memiliki sikap seorang intelektual. Suatu sikap yang peka menangkap gejala budaya bangsanya dan berusaha memecahkan masalah itu melalui teknik sastra yang dikuasainya. Sastrawan–sastrawan inilah yang dekat hubungannya dengan masalah kemanusiaan. Karya sastra lahir tidak bisa lepas dari masyarakat karena sastra merupakan refleksi kehidupan masyarakat. Seperti apapun bentuk karya sastra (fantastis dan mistis) akan besar perhatiannya terhadap fenomena sosial (Glickberg dalam Suwardi Endraswara. 2003: 77). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karya sastra akan tetap menampilkan kejadian-kejadian yang ada di masyarakat. Pengarang melalui karyanya bermaksud memperluas, memperdalam dan memperjernih penghayatan pembaca terhadap salah satu sisi kehidupan yang disajikan ( Saini K.M.: 1994: 15). Kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
terdiri dari berbagai macam permasalahan. Suwardi Endraswara (2003: 79) mengatakan bahwa sosiologi sastra merupakan penelitian yang terfokus pada masalah manusia, karena sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan masa depannya, berdasarkan imajinasi, perasaan dan intuisi. Dari pendapat ini tampak bahwa perjuangan panjang manusia akan selalu mewarnai teks sastra. Tentu saja masalah-masalah yang disajikan seorang pengarang itu mengandung kritik yang ingin ia sampaikan kepada pembacanya, atas apa yang ia lihat dalam kehidupan sosialnya. Sastra membantu pembaca di dalam menghayati kehidupan secara lebih jelas, lebih dalam, dan lebih kaya. Artinya, melalui citra sastra sebagai pembanding,
pembaca
menjadi
mampu
melihat
kehidupan
dengan
mempergunakan sudut pandang, pendekatan, dan acuan yang lebih banyak (Saini K.M, 1994: 50-51). Dengan demikian diharapkan pembaca dapat menghayati kehidupan dengan lebih baik, diharapkan pula pembaca dapat mengendalikan kehidupannya dan kehidupan kemasyarakatannya dengan lebih baik sehingga kesejahteraan dapat tercapai baik bagi dirinya maupun bagi sesama anggota masyarakat. c. Jenis-Jenis Masalah Sosial Menurut Soerjono Soekanto (2002: 355) yang dimaksud masalah sosial adalah gejala-gejala abnormal yang terjadi di masyarakat, hal itu disebabkan karena unsur-unsur dalam masyarakat tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya sehingga menyebabkan kekecewaan-kekecewaan dan penderitaan. Abu Ahmadi (1997: 12) mendefinisikan masalah sosial sebagai segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum atau suatu kondisi perkembangan yang terwujud dalam masyarakat yang yang berdasarkan atas studi. Mereka mempunyai sifat yang dapat menimbulkan kekacauan terhadap kehidupan warga masyarakat secara keseluruhan. Soerjono
Soekanto
(2002:
365-394)
mengemukakan
kepincangan-
kepincangan yang dianggap sebagai problema sosial oleh masyarakat, tergantung dari sistem nilai-nilai sosial masyarakat tersebut, akan tetapi ada beberapa persoalan yang sama yang dihadapi oleh masyarakat pada umumnya, misalnya:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
1) kemiskinan. Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut, 2) kejahatan. Kejahatan diartikan sebagai orang-orang yang berperikelakuan dengan kecenderungan untuk melawan norma-norma hukum yang ada. Kejahatan yang perlu mendapatkan perhatian pada saat ini adalah apa yang disebut whitecollour crime, yang merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pengusaha atau para pejabat dalam menjalankan peran dan fungsinya, 3) disorganisasi keluarga. Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit karena anggota-anggotanya gagal memenuhi kewajibankewajiban yang sesuai dengan peran sosialnya, 4) pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat: yang termasuk ke dalam pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat antara lain; (a) pelacuran, diartikan sebagai suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan sejumlah uang, (b) delinkuensi anak-anak, sorotan terhadap delinkuensi anak-anak Indonesia terutama tertuju pada pelanggaran yang dilakukan anak-anak muda dari kelas sosial tertentu yang tergabung dalam suatu ikatan atau organisasi baik formal maupun semi formal yang mempunyai tingkah laku yang kurang disukai di masyarakat pada umumnya, (c) alkoholisme, dapat diartikan sebagai gaya hidup membudayakan alkohol, (d) homoseksualitas, adalah seseorang yang cenderung mengutamakan orang yang sejenis kelaminnya sebagai mitra seksual (e) masalah kependudukan yakni masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah demografi, antara lain; bagimana menyebarkan penduduk secara merata dan bagaimana mengusahakan penurunan angka kelahiran. Kepadatan penduduk yang tidak seimbang merupakan salah satu masalah kependudukan di Indonesia yang belum bisa diatasi sepenuhnya sampai saat ini, (f) Masalah lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup berhubungan dengan hal-hal atau apa-apa yang berada disekitar manusia , baik sebagai individu maupun dalam pergaulan hidup. Masalah lingkungan hidup ini dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) lingkungan fisik yaitu semua benda mati yang ada di sekeliling manusia, (2) lingkungan biologis yaitu segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa organisme yang hidup di samping manusia itu sendiri, (3) lingkungan sosial yang terdiri dari orang-orang secara individual maupun kelompok yang berada di sekitar manusia, (g) birokrasi. Pengertian birokrasi adalah organisasi yang bersifat hirarkis, yang ditetapkan secara rasional untuk mengkoordinasikan pekerjaan orang-orang untuk kepentingan pelaksaan tugas-tugas administratif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
4. Nilai Pendidikan a. Hakikat Nilai Pengertian nilai sudah banyak dikemukakan oleh para ahli dengan definisi yang berbeda beda. Pendapat para ahli tersebut saling melengkapi satu dengan yang lain. Beberapa definisi dan batasan tentang nilai yang dikutip dari beberapa ahli adalah sebagai berikut: Rosenblatt (dalam Gani Rizanur 1988: 287) menyarankan bahwa nilai tidak hanya sekedar yang diingini, tetapi apa yang dipertimbangkan sangat berharga untuk diingini, yang pantas diingini. Nilai sifatnya sama dengan ide, maka nilai itu bersifat abstrak. Dalam pengertian, nilai tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena yang dapat dilihat adalah objek yang mempunyai nilai atau tingkah laku yang mengandung nilai. Nilai mengandung harapan atau sesuatu yang diharapkan manusia. Nilai juga dapat dipandang sebagai konsepsi abstrak dalam diri manusia mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Nilai-nilai itu tumbuh sebagai hasil dari pengalaman manusia di dalam mengadakan proses interaksi sosial. Menurut pendapat Gani Rizanur (1988:287) menunjuk pada gagasan bahwa nilai itu mengacu pada sesuatu, yang secara sadar atau tidak, membuatnya diingini atau dikehendaki. Sedangkan menurut Mardiatmaja (dalam Suwondo 1994:2-3) nilai adalah hakikat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia. Senada dengan pendapat tersebut, Herman J Waluyo (2001:165) mengungkapkan bahwa nilai adalah hakikat dari suatu yang menyebabkan hal itu pantas dikejar oleh manusia. Nilai seperti halnya sikap berkaitan dengan baik buruk atau pantas tidaknya sesuatu dikejar manusia. Berdasarkan dari berbagai pendapat atau pengertian di atas dapat diambil beberapa konsep dasar nilai, antara lain; 1) nilai bersifat abstrak. 2) nilai berhubungan dengan aspek baik buruk. 3) niai berkaitan dengan perilaku manusia. 4) nilai berkembang melalui proses interaksi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Berdasarkan beberapa definisi dan konsep di atas dapat diberikan batasan tentang pengertian nilai adalah suatu konsepsi abstrak yang berupa keyakinan yang merupakan ukuran masyarakat untuk menentukan tindakan atau sikap terhadap sesuatu hal yang baik dan benar, yang diinginkan atau tidak diinginkan, yang selaras dengan kehidupan. Sedangkan untuk pengertian nilai-nilai, menurut Umar Tirtaraharja dan S.L la Sulo (2005:21) merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup. Nilai merupakan istilah yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu alat dalam membudayakan manusia. Berlanjut dan berkembangnya kebudayaan itu justru karena manusia ditakdirkan untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan berfungsi mengembangkan kehidupan manusia, masyarakat dan alam sekitar. b. Hakekat Pendidikan Kata
“paedagogi”
dan
“paedagogia”
berasal
dari
kata
Yunani
“paedagogike”, kata turunan dari “paedagogia” yang berarti pergaulan dengan anak-anak. “Paedagogia” berasal dari “paes” (anak) dan “ago” (saya membimbing). Pada mulanya kata “paedagogos” berarti budak laki-laki Yunani kuno yang karena umurnya atau keadaan tubuhnya, tidak sanggup melakukan tugas lain, mengiringi seorang pemuda Yunani ke sekolah dengan membawakan alat-alatnya, seperti lyre (alat musik kuno). Tugas ini kemudian dilengkapi dengan kewajiban membimbing moral dan kelakuan anak, dan boleh pula memaksa mereka tunduk pada disiplin dengan menggunakan cambuk. Sekarang kata “paedagogik” berarti ilmu pendidikan, “paedagogi” berarti perbuatan mendidik dan “paedagoog” berarti ahli ilmu pendidikan. Pengertian kata pendidikan cukup luas, karena itu perlu dibatasi agar jelas maksudnya dan tidak menimbulkan salah tafsir. Pendidikan ialah substansi dari tindakan mendidik. Mendidik dalam pengertian umum adalah memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran (Brahim 1968:121-122).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Menurut menguraikan
Dictionary definisi
of
Education
pendidikan
yaitu
(dalam
Hadikusumo
proses
seseorang
1999:23) di
dalam
mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, khususnya yang datang dari sekolah termasuk di dalamnya pranata dan aturan, sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan. Menurut Umar Tirtarahardja dan S.L la Sulo (2005:33-37) ada beberapa batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya; 1) pendidikan sebagai proses tranformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain, 2) pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan suatu kegiatan yang sistematis dan sistemik terarah kepada terbentuknya kepribadian peserta didik, 3) pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara, pendidikan diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi warga negar yang baik, 3) pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja, 4) Garis Besar Haluan Negara 1988, memberikan batasan tentang pendidikan nasional sebagai berikut; pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas, dan mandiri sehingga mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. Definisi tersebut menggambarkan terbentuknya manusia yang utuh sebagai tujuan pendidikan. Pendidikan memperhatikan kesatuan aspek jasmani dan rohani, aspek diri (individualitas) dan aspek sosial, aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, serta segi serba keterhubungan manusia dengan dirinya (konsentris), dengan lingkungan sosial dan alamnya (horizontal), dan dengan Tuhannya (vertikal). Berdasarkan beberapa pengertian pendidikan di atas dapat diselaraskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik yang dilakukan secara sadar, sengaja, dan penuh tanggung jawab menuju ke taraf yang lebih maju, berkepribadian utama dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
tercapainya kedewasaan yang pertumbuhannya menyesuaikan dengan lingkungan. Proses pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah atau lembaga pendidikan saja tetapi juga keluarga dan masyarakat. Sehingga pendidikan dapat berlangsung di mana saja dan kapan saja. Nilai pendidikan pada dasarnya dirumuskan dari dua pengertian dasar yang terkandung dalam istilah nilai dan pendidikan. Saat kedua istilah tersebut disatukan, maka ditemukan definisi nilai pendidikan. Nilai pendidikan adalah ajaran-ajaran yang bernilai luhur meliputi segi-segi kehidupan menurut ukuran pendidikan yang merupakan jembatan ke arah tercapainya tujuan pendidikan. c. Tujuan Pendidikan Pendidikan yang dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah harus mempunyai tujuan, agar prosesnya mempunyai arah yang jelas. Tujuan pendidikan di Indonesia berlaku secara nasional. Tujuan pendidikan menurut Dewantara (dalam Brahim 1968:136) adalah menuntun segala kekuatan, segala kodrat yang ada pada anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggitingginya. Langeveld (dalam Hadikusumo 1999:27) menyatakan tujuan umum pendidikan adalah tujuan yang pada akhirnya akan dicapai oleh pendidik terhadap anak didik, yaitu membawa anak didik secara sadar dan bertanggungjawab ke arah kedewasaan jasmani dan rohani. Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan pendidikan (Umar Tirtarahardja dan S.L la Sulo 2005:37). Tujuan pendidikan itu bersifat normatif, yaitu mengandung unsur norma yang bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik. Pendapat-pendapat di atas dapat diselaraskan bahwa tujuan umum pendidikan yaitu adanya suatu perubahan tingkah laku dari satu taraf
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
perkembangan ke taraf yang lebih maju atau mengembangkan semua potensi yang dimiliki oleh individu agar maksimal dan mampu mengaplikasikan nilai-nilai secara integral dalam kehidupan.
d. Jenis-jenis Nilai Pendidikan Beberapa ahli mengelompokkan jenis-jenis nilai pendidikan yang berbedabeda. Adapun penjelasan bergai pendapat mengenai jenis-jenis nilai pendidikan adalah sebagai berikut: Menurut Henry Guntur Tarigan (1985:194) nilai-nilai dalam karya sastra dapat berupa: 1) nilai hedonik yaitu apabila karya sastra dapat memberi kesenangan secara langsung kepada kita. Apabila pembaca sebagai penikmat sastra setelah membaca suatu karya sastra merasa senang atau suka. Rasa kesenangan itu langsung dapat dirasakan oleh pembaca. Rasa senang itu dapat karena kisah ceritanya, alurnya, sikap tokoh atau yang lainnya. Jadi karya sastra itu dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca. Penampilan karya sastra dapat memberikan kenikmatan dan rasa keindahan bagi pembacanya merupakan fungsi estetika sastra, 2) nilai artistik yaitu memanifestasi keterampilan seseorang. Pembaca setelah membaca hasil suatu karya sastra mendapat pengalaman yang baru. Pengalaman baru itu dapat berupa keterampilan. Keterampilan itu juga dapat diperoleh setelah membaca karya sastra tersebut atau keterampilan itu memang sudah ada pada dirinya (potensi) sehingga tinggal mengembangkan, 3) nilai kultural mengandung hubungan apabila suatu karya sastra yang mendalam dengan suatu masyarakat atau suatu peradaban, kebudayaan. Karya sastra merupakan bagian daripada kebudayaan. Karya sastra itu sendiri menjadi objek penilaian yang dilakukan oleh anggota masyarakat. Perkembangan masyarakat dan kebudayaan kita semakin kompleks, demikian juga dengan sastra. Jika ingin mengkaji kebudayaan kita tidak dapat melihatnya sebagai suatu yang statis, yang tidak berubah, tetapi merupakan sesuatu yang dinamis, 4) nilai etika-moral-religius yaitu apabila suatu karya sastra terpencar ajaranajaran yang ada sangkut pautnya dengan etika, moral, dan agama. Karya sastra selain menampilkan rasa kesenangan secara lansung atau keindahan bagi pembaca juga ada yang memberi suatu pelajaran. Pelajaran itu dapat bersifat religius, atau tentang ajaran baik-buruk suatu tindakan. Pelajaran itu dpat diperoleh dari peristiwa-peristiwa yang dialami oleh tokohtokoh dalam cerita tersebut atau sikap maupun tindakan tokoh dalam cerita. Semua peristiwa yang ada dalam cerita dapat dijadikan pelajaran, baik peristiwa yang baik ataupun peristiwa yang tidak baik (buruk). Peristiwa yang buruk bukan berarti harus dicontoh melainkan dipelajari yaitu dengan tidak melakukan hal-hal yang tidak baik itu. Ajaran-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
ajaran itu dapat dijadikan sebagai nilai didik, 5) nilai praktis yaitu karya sastra yang dapat dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal-hal praktis maksudnya sesuatu yang dapat diterapkan secara langsung setelah membaca karya sastra tersebut. hal-hal praktis itu dapat berupa sikap atau tindakan. Sikap atau tindakan itu dapat ke arah yang positif maupun ke arah negatif bergantung pembaca sebagai penikmat karya sastra. Akibat dari sikap atau tindakan itu dapat dirasakan oleh pembacanya sendiri. Nilai-nilai pendidikan menurut Burhan Nurgiyantoro (1994:234-236) dibedakan menjadi; pendidikan kesetiaan, pendidikan kesabaran, pendidikan ketuhanan, pendidikan sosial kemasyarakatan, pendidikan kemanusiaan, dan pendidikan kepahlawanan. Sedangkan Hadikusumo (1999:24) menyatakan bahwa membagi nilai-nilai pendidikan itu atas: 1) pendidikan keindahan, menempatkan nilai tertingginya pada bentuk dan keharmonisan. Apabila ditilik dari sisi subyek yang memilikinya, maka akan muncul kesan indah-tidak indah. 2) pendidikan kesusilaan adalah pendidikan budi pekerti agar seseorang taat mengerjakan segala sesuatu yang baik dan meninggalkan yang buruk atas kemauan sendiri dalam segala hal dan setiap waktu dengan tujuan menjadi orang yang berkepribadian dan berwatak baik. Kesusilaan berkaitan dengan adab dan sopan santun, susila dan berakhlak mulia. 3) pendidikan sosial, nilai tertinggi yang terdapat pada pendidikan sosial adalah kasih sayang antar manusia. Sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan
dengan
masyarakat.
Manusia
merupakan
bagian
dari
masyarakat. 4) pendidikan politik, menempatkan nilai tertingginya pada kekuasaan. Hal ini disebabkan kadar nilainya akan bergerak dari intensitas pengaruh yang rendah sampai pada pengaruh yang tinggi (otoriter). 5) pendidikan ekonomi, dijadikan sebagai ukuran perilaku kehidupan manusia yang bertalian dengan pemenuhan kebutuhan hidup secara material. 6) pendidikan ketuhanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
7) pendidikan keterampilan, keterampilan adalah suatu keahlian yang dimiliki oleh individu. Pendidikan keterampilan dimaksudkan pemberian bekal ilmu atau keterampilan yang kelak dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Menurut Umar Tirtarahardja dan S.L la Sulo (2005:21-23) dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai membagi dua dimensi atau nilai pendidikan, yaitu; 1) nilai pendidikan kesusilaan, kesadaran dan kesediaan malakukan kewajiban disamping menerima hak pada peserta didik. Pada masyarakat kita, pemahaman terhadap hak (secara objektif rasional) masih perlu ditanamkan tanpa mengabaikan kesadaran dan kesediaan melaksanakan kewajiban; 2) nilai pendidikan agama, merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa agama menjadi sandaran vertikal manusia. e. Hakikat Nilai Pendidikan dalam Karya Sastra Karya sastra merupakan hasil imajinasi dan kreativitas pengarang. Dengan kreatifitas tersebut seorang pengarang bukan hanya mampu menyajikan keindahan rangkaian cerita namun juga dapat memberikan pandangan yang berhubungan dengan renungan tentang agama, filsafat, serta beraneka ragam pengalaman tentang masalah kehidupan. Bermacam-macam wawasan itu disampaikan pengarang lewat rangkaian kejadian, tingkah laku, dan perwatakan para tokoh ataupun komentar yang diberikan pengarangnya. Jacob Sumardjo dan Saini K.M. (1988: 8) berpendapat bahwa karya sastra dapat memberikan kesadaran kepada pembacanya tentang kebenaran–kebenaran hidup ini. Dari karya sastra pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang manusia, dunia, dan kehidupan. Makna nilai yang diacu dalam sastra menurut Herman J Waluyo (2002: 27) adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang. Hal ini berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam karya sastra khususnya cerpen akan mengandung bermacam-macam nilai kehidupan yang bermanfaat bagi pembaca.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa nilai edukatif dalam karya sastra merupakan suatu hal yang positif dan berguna bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai tersebut berhubungan dengan etika, estetika, dan logika. Cerpen merupakan refleksi kehidupan yang didapatkan melalui perenungan pengimajinasian dan kreatifitas penulis sehingga menghasilkan karya yang indah dan dapat dinikmati oleh pembaca atau penikmat sastra. Cerpen sebagai gambaran kehidupan tentunya sarat dengan nilai-nilai dan norma yang ada dalam masyarakat yang bersifat mendidik. Jadi sebuah karya sastra khususnya cerpen memiliki bobot apabila di dalamnya mengandung bermacam-macam nilai edukatif tentang kehidupan yang bermanfaat bagi pembacanya. Pendidikan yang paling efektif dapat diberikan dengan contoh dan keteladanan. Cerpen sebagai salah satu bentuk karya sastra dapat memberikan perenungan, penghayatan, dan tindakan para pembacanya tentang nilai-nilai edukatif yang terdapat dalam ceritanya. Nilai-nilai itu mengungkapkan perbuatan yang dipuji atau dicela, pandangan hidup mana yang dianut atau dijauhi, dan halhal apa yang dijunjung tinggi yang berkaitan dengan moral, sosial, religi, dan budaya dalam kehidupan manusia. Guru sebagai tenaga pendidik bisa dijadikan pengarah untuk mengajarkan nilai-nilai pendidikan dalam karya sastra. Oleh sebab itu, tugas pengajar tidak sekedar menyampaikan, melainkan bisa mengarahkan anak didiknya supaya benar-benar mencapai dan mengembangkan nilai edukatif yang didapatkannya. Nilai pendidikan dalam karya sastra menurut Shimpey (dalam Rusdian Noer, 2004: 65) dapat dibagi atas nilai tanggung jawab, nilai ketakwaan kepada Tuhan, nilai kemandirian, nilai kecerdasan, nilai keterampilan, nilai hedonik, nilai kultural, dan nilai praktis. Berkaitan dengan nilai-nilai pendidikan yang dapat diimplementasikan dengan kata-kata, sikap, dan tingkah laku seseorang dalam kehidupan bermasyarakat, secara spesifik terdapat dua belas nilai pendidikan (Tillman, 2004: 10) yaitu; 1) kedamaian yaitu keadaan pikiran yang damai dan tenang; 2) penghargaan yaitu benih yang menumbuhkan rasa kepercayaan diri; 3) cinta dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
kasih sayang yaitu dasar kebersamaan dan keinginan baik untuk mewujudkan; 4) toleransi yaitu menghargai perbedaan individualitas; 5) kejujuran yaitu tidak adanya kontradiksi antara pikiran, perkataan, dan perbuatan; 6) kerendahan hati yaitu tetap teguh dan mempertahankan kekuatan diri serta tidak berkeinginan untuk mengatur yang lainnya; 7) kerjasama atau tolong menolong yaitu bekerja secara bersama-sama untuk menciptakan kehendak baik dan pada tugas yang dihadapi; 8) kebahagiaan.; 9) kesederhanaan yaitu menghargai hal kecil dalam hidup; 10) kebebasan yaitu bebas dari kebimbangan dan kerumitan dalam pikiran, hati, dan perasaan yang timbul dari hal-hal negatif 11) persatuan yaitu keharmonisan dengan dan antarindividu dalam satu kelompok; 12) tanggung jawab yaitu melakukan kewajiban dengan sepenuh hati Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa nilainilai pendidikan terdiri dari: 1) Nilai Pendidikan Agama atau Ketuhanan Menurut Hadikusumo (1999:29), pendidikan ketuhanan mengajarkan tentang keesaan Tuhan, kekuasaan-Nya, percaya akan adanya Tuhan, rasa syukur atas nikmat yang dianugerahkan-Nya. Kohnstamm (dalam Umar Tirtarahardja dan S.L la Sulo 2005:23-24) berpendapat bahwa penanaman sikap dan kebiasaan dalam beragama dimulai sedini mungkin, meskipun masih terbatas pada latihan kebiasaan (habit formation). Tetapi untuk pengembangan pengkajian lebih lanjut tentunya tidak dapat diserahkan hanya kepada orang tua. Untuk itu pengkajian agama secara massal dapat dimanfaatkan misalnya pendidikan agama di sekolah. Hal tersebut bertujuan untuk mengembangkan kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan Ketuhanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Maha Kuasa, semua makhluk hidup di dunia ini merupakan ciptaan-Nya. Manusia diciptakan supaya menjadi orang yang bertaqwa kepada Tuhan. Taqwa yang dimaksud adalah supaya taat dan patuh menjalankan perintah serta menjauhi segala larangan-Nya sesuai yang telah diajarkan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
kitab suci yang dianut oleh agama atau kepercayaan masing-masing. Adapun wujud dari nilai pendidikan ketuhanan dapat berupa berdoa atau memohon sesuatu kepada Tuhan, ungkapan rasa syukur dan sikap kepasrahan. 2) Nilai Pendidikan Sosial atau Kemasyarakatan Istilah sosial (social) dalam ilmu-ilmu sosial mempunyai arti yang berbeda dengan istilah sosialisme atau istilah sosial pada Departemen Sosial. Langeveld (dalam Umar Tirtarahardja dan S.L la Sulo 2005:19) adanya dimensi sosial pada diri manusia tampak lebih jelas pada dorongan untuk bergaul. Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya. Ditambahkan pula oleh Kant (dalam Umar Tirtarahardja dan S.L la Sulo 2005:19) bahwa seseorang berkesempatan untuk belajar dari orang lain, mengidentifikasi sifatsifat yang dikagumi dari orang lain untuk dimiliknya, serta menolak sifat-sifat yang tidak dicocokinya. Hanya di dalam berinteraksi dengan sesamanya, dalam saling memberi
dan
menerima,
seseorang
menyadari
dan
menghayati
kemanusiaannya. Nilai tertinggi yang terdapat pada pendidikan sosial adalah kasih sayang antar manusia. Sosial adalah segala sesuatu yang berkenaan
dengan
masyarakat.
Manusia
merupakan
bagian
dari
masyarakat. Maka dari itu, manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendirian, melainkan membutuhkan, berhubungan dan bergaul dengan orang lain. Segala sesuatu yang berkenan atau berhubungan dengan orang lain atau masyarakat sering disebut hubungan sosial. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat didefinisikan pendidikan sosial adalah pendidikan yang bertalian atau berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat dan usaha menjaga keselarasan hidup bermasyarakat. Pendidikan sosial dapat terwujud dalam sikap saling tolong-menolong, kesepakatan, kesetiaan, cinta kasih, balas budi, dan mementingkan kepentingan bersama. Nilai pendidikan tersebut banyak dijadikan pegangan hidup bagi orang yang senang bergaul, suka berderma dan cinta sesama manusia atau yang dikenal sebagai sosok filantropik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
3) Nilai Pendidikan Moral Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang
yang
bersangkutan,
pandangannya
tentang
nilai-nilai
kebenaran, dan hal itulah yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Moral dalam cerita menurut Kenny (dalam Burhan Nurgiyantoro 1994:231), biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Ia merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, sopan santun pergaulan. Ia bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat ditampilkan, atau ditentukan modelnya,
dalam kehidupan nyata,
sebagaimana yang ditampilkan dalam cerita, sikap dan tingkah laku tokohtokoh itu para pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah dari pesanpesan moral yang ingin disampaikan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan. Karya sastra dapat dipandang sebagai sarana
bagi
seorang
pengarang
untuk
berdialog,
menawar
dan
menyampaikan keinginan yang dapat berupa suatu hal, gagasan, moral atau amanat (Burhan Nurgiyantoro 1994:335). Wujud nilai pendidikan moral dapat berupa; jangan mudah mengambil keputusan, jangan mudah putus asa, dan jangan berdusta. Tindakan yang bertentangan dengan ajaran moral, seperti main perempuan, termasuk dengan istri orang lain, mabukmabukan, narkoba, menipu, merampok, dan bahkan membunuh. Uraian tentang nilai-nilai pendidikan di atas akan dijadikan landasan atau pijakan dalam menganalisis nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia.
B. Hasil Penelitian yang Relevan Analisis cerpen pernah dibahas oleh Netti Saptadewi, mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program studi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret. Karya ilmiah tersebut disusun untuk meraih gelar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Sarjana jenjang strata I. Penelitian tersebut mengkaji struktur karya dan kritik sosial cerpen-cerpen Hamsad Rangkuti. Judul skripsi itu, Kajian Struktur dan Kritik Sosial dalam Cerpen-cerpen Karya Hamsad Rangkuti (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra). Cerpen-cerpen Hamsad Rangkuti yang dikaji dalam penelitian itu sebanyak tujuh buah, yaitu Dendam, Sajak dan Tongkat, Penyakit Sahabat Saya, Senyum Seorang Jenderal pada Tanggal 17 Agustus, Perbuatan Sadis, Sampah Bulan Desember, dan Rencong. Dari ketujuh cerpen itu, ia membatasi permasalahan dengan hanya mengkaji (1) struktur intrinsik cerpen, (2) kritik sosial (ekonomi, hukum, politik, dan agama) (3) ia menarik makna tersirat dari kritik sosial yang ada dalam cerpencerpen tersebut. Secara sosiologis, menurut Netti cerpen-cerpen Hamsad Rangkuti tergolong menarik, karena di dalamnya menyelipkan kritik-kritik sosial dalam rangkaian ceritanya. Kritik sosial terhadap sistem ekonomi, sistem hukum, dan sistem agama. Secara umum makna yangg terkandung dari kritik sosial yang disampaikan Hamsad Rangkuti melalui cerpen-cerpennya itu adalah tersirat harapan agar dalam individu manusia atau jiwa masyarakat pada umumnya bisa mengalami perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Yang perlu digarisbawahi di sini, salah satunya Hamsad Rangkuti berpijak pada realitas di dalam masyarakat untuk melahirkan karya-karyanya. Fakta-fakta tersebut bisa ia samarkan, atau justru ia tampilkan secara nyata dalam karyanya, tentu setelah melalui pengolahan dalam imajinasinya
C. Kerangka Berpikir Pengarang menciptakan karya sastra. Pengarang sendiri yang menciptakan karya tentu tidak dapt melepaskan diri dari konteks sosialnya. Kehidupan sosialnya mempengaruhi hasil suatu karya itu. Sehingga muncul berbagai macam bentuk nilai-nilai yang berkembang di masyarakat muncul di dalam karya. Pengarang memunculkan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat tersebut bisa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
melalui karakter tokoh, konflik yang dibangun, penyelesaian konflik, dan lainlain. Sosiologi sastra menjawab berbagai persoalan mengenai pengarang sebagai pencipta sekaligus anggota dari masyarakat, ihwal karya sastra sebagai perwujudan interaksi antara pengarang dengan masyarakat, dan mengkaji tanggapan pembaca dan masyarakat atas karya tersebut. Dalam penelitian ini mengunakan sosiologi sastra kedua, yakni pembahasan yang bertolak pada karya untuk memahami nilai-nilai sosial. Lebih spesifik teks sastra digunakan untuk memahami masalah-masalah sosial yang terdapat dalam cerpen. Maka, pembahasannya dimulai menganalisa masalah-masalah sosial atau kritik sosial yang ada dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji. Setelah itu dilanjutkan dengan membahas Faktor apa yang menyebabkan munculnya masalah sosial sebagai ekspresi kritik sosial yang ada di dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia Pembahasan selanjutnya diarahkan pada pencarian nilai-nilai pendidikan yang terdapat di dalam cerpen-cerpen yang dipilih dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji. Dengan mengkaji nilai-nilai pendidikan akan tampak amanat atau tujuan pengarang menciptakan karya. Untuk mengetahui bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada bagan di halaman selanjutnya..
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji: ‘Emak Ingin Naik Haji’, ‘Koran’, ‘Jendela Rara’, ‘Laki-laki yang Menyisir Rindu’, ‘Bulan Kertas’, ‘Sepuluh Juta Rupiah’.
Pendekatan Sosiologi Sastra
Sosiologi Pengarang
Pengaruh terhadap Sosiologi Karya
Masyarakat
Nilai pendidikan (agama, sosial, moral)
Kritik Sosial yang terdapat dalam cerpen yang dipilih
Simpulan
Gambar 1. Kerangka Berpikir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini adalah studi pustaka. Mengenai tempat penelitian, tidak ada pembatasan di dalamnya. Artinya, di manapun berada dan sekiranya memungkinkan bisa terlaksananya penelitian ini, maka tempat tersebut bisa digunakan. Berkaitan dengan waktu, penelitian ini dilaksanakan tujuh bulan, mulai bulan November 2009 sampai Mei 2010. Bulan
Jenis Kegiatan
1. Pengajuan judul
Nov
Des
Jan.
Feb.
Mar.
Apr.
Mei
2009
2009
2010
2010
2010
2010
2010
--xx
x---
-xxx
x---
xx--
2. Penyusunan proposal
3. Pengajuan proposal
x---
4. Menyusun izin penelitian
xx--
5. Menyusun Bab 1, 2 dan 3
--xx
6. Pengajuan Bab 1,2 dan 3
x---
-xxx
8. Menyusun Bab 4 dan 5
9. Pengajuan bab 4 dan 5
-xxx
10. Penyusunan laporan
xxx-
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Kualitatif deskriptif adalah bentuk yang dipilih dalam penelitian ini. Penelitian bentuk ini mengutamakan kedalaman penghayatan antarkonsep yang dikaji secara empiris. Ciri khas dari penelitian kualitatif deskripsi adalah data diurai dengan menggunakan kata-kata bukan menggunakan angka. Adapun pendekatannya
commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
adalah pendekatan sosiologi sastra, dengan dibantu oleh teori kritik sosial dan nilai pendidikan.
C. Sumber Data Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dokumen dan arsip. Dokumen tersebut salah satunya, kumpulan cerpen, yakni Emak Ingin Naik Haji. Karya ini diterbitkan pertama kali oleh Asma Nadia Publishing House, cetakan pertama Agustus 2009. Lebih khususnya, dari berbagai cerpen yang terdapat dalam antologi itu dipilih enam cerpen. Enam cerpen itu yaitu; ’Emak Ingin Naik Haji’, ’Koran’, ’Jendela Rara’, ’Laki-laki yang Menyisir Rindu’, ’Bulan Kertas’, ’Sepuluh Juta Rupiah’, yang dimuat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. Selain dokumen tersebut, dalam penelitian ini juga memanfaatkan sumber data lain, seperti esai, artikel, atau berbagai tulisan lain yang berkaitan dengan kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia.
D. Teknik Sampling Teknik yang dipakai dalam penelitian ini adalah teknik sampling bertujuan (purposive sampling). Sampling yang diambil lebih bersifat selektif. Peneliti mendasarkan pada kaitan teori yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakter empiris yang dihadapi, dan sebagainya (H.B. Sutopo, 2002: 56). Cuplikan dalam penelitian ini bersifat internal. Artinya bahwa cuplikan diambil untuk mewakili informasinya, bukan mewakili populasinya. Sehingga cuplikan yang bersifat internal ini mengarah pada generalisasi teoritis. (H.B. Sutopo, 2002: 55).
E. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan teknik mengkaji dokumen dan arsip (content analysis).Yin (dalam H.B. Sutopo, 2002: 69-70), menjelaskan bahwa peneliti dalam menggunakan content analysis ini tidak cukup sekedar mencatat isi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
penting dari suatau dokomen. Lebih dari itu, peneliti juga mencatat makna-makna yang tersembunyi atau tersirat dari dokumen atau arsip tersebut. Selain itu, peneliti dalam hal ini harus mempunyai sikap kritis dan teliti ketika meghadapi dan megkaji dokumen dan arsip. Sikap kritis ini perlu untuk mendapatkan datadata yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Terkait dengan analisis dokumen, S. Nasution (1992: 2) mengatakan bahwa analisis telah dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Dengan demikian, analisis data dokumen berlangsung terus-menerus sesuai dengan perkembangan penelitian. Oleh karena itu analisis akan berhenti ketika penelitian ini telah berhenti atau telah dianggap selesai. Hammersley dan Atkinson (dalam S. Nasution, 1992: 139) mengungkapkan bahwa proses analisis melalui langkah-langkah di antaranya: membaca dan mempelajari data yang terkumpul sampai dikuasai sepenuhnya sambil memikirkannya untuk mencari apakah ada pola-pola yang menarik atau menonjol atau justru membingungkan. Selanjutnya adalah mencari dan mengidentifikasi hubungan antarkonsep.
F. Validitas Data Validitas membuktikan bahwa apa yang diamati peneliti sesuai dengan apa yang sesungguhnya ada dalam dunia nyata dan apakah penjelasan yang diberikan tentang dunia memang sesuai dengan yang sebenarnya ada dan terjadi. (S. Nasution, 1992: 105). Selanjutnya untuk mendapatkan data yang valid atau sahih dilakukanlah uji data dengan teknik trianggulasi. Adapun trianggulasi yang digunakan adalah trianggulasi teori. Trianggulasi teori berdasarkan pada anggapan bahwa fakta tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaanya dengan satu teori, tetapi harus dengan beberapa teori.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
G. Teknik Analisis Data Menurut Patton (dalam Lexy J. Moleong, 2002: 104) analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Masih dalam buku yang sama, Bogna dan Taylot berpendapat bahwa analisis data merupakan proses merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Lexy J. Moleon sendiri akhirnya menyimpulkan, bahwa analisis data adalah proses mengorganisasikan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data. Untuk menganalisis data dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia ini ada tiga komponen pokok, yaitu: 1) reduksi data; 2) display data; dan 3) penggambaran kesimpulan. Adapun keterangannya sebagai berikut: Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menganalisis data dengan analisis isi meliputi : 1. Reduksi Data Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data dari fielnote. Proses ini berlangsung terus sepanjang penelitian. Reduksi data dalam penelitian ini, berupa penyeleksian datadata yang doperoleh dari berbagai sumber yang ada. Penyeleksian itu difokuskan untuk memilih data-data yang penting bagi pembahasan masalah-masalah yang dikaji. 2. Sajian Data Sajian data merupakan rakitan organisasi informasi, deskripsi, dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Kalimat dalam sajian data ini, disusun secara logis dan sistematis, sehingga mudah dipahami. Dalam proses ini memungkinkan adanya analisis maupun tindakan lain berdasarkan pemahaman peneliti. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam sajian data ini adalah: a. Menganalisis kritik sosial yang terdapat dalam cerpen-cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”, ”Koran”, ”Jendela Rara”, ”Laki-laki yang Menyisir
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Rindu”, ”Bulan Kertas”, ”Sepuluh Juta Rupiah”, yang dimuat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. b. Menganalisis nilai pendidikan yang terkandung dalam cerpen-cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”, ”Koran”, ”Jendela Rara”, ”Laki-laki yang Menyisir Rindu”, ”Bulan Kertas”, ”Sepuluh Juta Rupiah”, yang dimuat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. c. Berdasarkan langkah-langkah tersebut akan diperoleh jawaban dari rumusan masalah. 3. Kesimpulan dan Verifikasi Setelah dua proses sebelumnya, pada tahap ini merupakan pengecekan kembali catatan yang telah dibuat. Setelah itu dari semua itu bisa disimpulkan. Penelitian ini menggunakan model analisis Interaktif, yakni antara ketiga komponen tersebut di atas berlaku saling jalin secara paralel. Untuk lebih jelasnya teknik analisis data tersebut dapat dilihat pada bagan berikut:
Pengumpulan Data Display Data
Reduksi Data
Verifikasi / Penarikan kesimpulan Gambar 2: Model Analisis Interaktif (Matthew B. Miles and A. Michael Huberman, 1992: 20)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
H. Prosedur Penelitian Penelitian terhadap cerpen-cerpen ”Emak Ingin Naik Haji”, ”Koran”, ”Jendela Rara”, ”Laki-laki yang Menyisir Rindu”, ”Bulan Kertas”, ”Sepuluh Juta Rupiah”, yang dimuat dalam antologi cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia, menggunakan prosedur penelitian sebagai berikut: 1. Mengadakan studi kepustakaan untuk mengumpulkan bahan. Langkah awal penelitian ini adalah membaca beberapa pustaka yang berhubungan dengan objek penelitian untuk mendapatkan bahan. 2. Membaca kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji secara hermeneutik dan heuristik, untuk mencermati masalah-masalah sosial yang ada dalam cerita pendek tersebut. Pembacaan heuristik dilakukan dengan membaca cerpen menurut konvensi bahasa (Indonesia). Pembacaan hermeneutik atau retroaktif dilakukan dengan membaca cerpen secara berulang-ulang dengan memberikan tafsiran menurut sistem tanda semiotik tingkat kedua yaitu pembacaan berdasarkan konvensi sastra (Pradopo 1998: 208). 3. Memilih dari dua belas cerpen dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji dan mencermati masalah-masalah sosial yang ada dalam cerpen tersebut sehingga terpilih enam cerpen yang menarik untuk diteliti. 4. Menyoroti kritik sosial yang tercermin dalam keenam cerpen yang telah dipilih dan mengkritisinya. 5. Menganalisis nilai pendidikan yang terkandung dalam keenam cerpen tersebut. 6. Menyimpulkan hasil analisis yang didasarkan pada analisis data secara keseluruhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
BAB IV MACAM-MACAM KRITIK SOSIAL DAN NILAI DIDIK YANG TERKANDUNG DALAM KUMPULAN CERPEN EMAK INGIN NAIK HAJI KARYA ASMA NADIA
A. Macam-macam Kritik Sosial dalam Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji Kritik sosial merupakan suatu kecaman ataupun sanggahan terhadap halhal yang dianggap menyalahi aturan, hukum, adat, dan tata nilai yang sudah menjadi konvensi umum. Kritik sosial juga dapat berupa kecaman, celaan, atau sanggahan-sanggahan terhadap kepincangan-kepincangan dan ketidakberesan dalam kehidupan masyarakat. Makna kritik sosial berpijak dari suatu pemahaman atas kesadaran dan hasil sikap proses manusia terhadap sosiologikultural yang mengitarinya. Timbulnya pikiran atau suatau asumsi terhadap kritik sosial merupakan penilaian yang selektif. Dengan kata lain, kritik sosial merupakan kristalisasi dari hasil proses penilaian terhadap sosiokultural di sekitarnya. Kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji mayoritas menceritakan perjalanan hidup manusia yang mempunyai mimpi-mimpi, yang selama dia mewujudkan mimpi-mimpinya menemui berbagai macam permasalahan sosial. Asma Nadia di dalam cerpennya, merupakan salah satu usahanya memberikan kritikan berdasarkan peristiwa yang ada dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji adalah sebagai berikut:
1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji Cerpen Emak Ingin Naik Haji menceritakan tentang kehidupan tokoh Zein dan Emaknya yang hidup dalam garis kemiskinan. Dan dalam kondisi itu Emak mempunyai keingingan atau cita-cita sebagai wujud kecintaannya kepada Tuhan dan ingin lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta yaitu ingin sekali untuk menunaikan ibadah haji sebagai wujud beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Namun apa daya biaya
yang menjadi faktor utama bagi Emak
untuk
menunaikan ibadah haji tersebut. Tercermin dalam kutipan berikut: “Eh, berape sekarang ongkosnya, Zein?” “ONH biasa atau plus, Mak?” Emak tertawa. Beberapa giginya yang ompong terlihat, “Kagak usah plus-plusan. Mak kagak ngerti.” “Kalo kagak salah tiga ribu lima ratusan.” “Murah itu!” Kali ini Zein tertawa, “Pakai dolar itu, Mak. Kalau dirupiahin mah tiga puluh lima jutaan.” Suara riang Emak kontan meredup, “Dulu sih kita punya tanah. Tapi keburu dijual waktu Bapak sakit.” (EINH:7) Bagi Zein tidak ada kata menyerah untuk mewujudkan mimpi Emaknya. Zein bekerja keras pantang menyerah untuk mengumpulkan uang untuk melunasi mimpi Emak dan sedikit membalas jasa-jasa Emak meskipun tidak seberapa dibanding pengorbanan Emak mulai dari melahirkan dan membesarkan Zein. Segala pekerjaan sudah dicoba Zein, mulai dari menjual kaligrafi, sepatu, penjaga warnet, tetapi semua itu belum cukup untuk membawa Emak ke tanah suci. Dan ketika Zein mulai putus asa terbersit dalam pikiran Zein untuk merampok demi mewujudkan mimpi Emak, biarpun dipenjara sekalipun. Semua perlengkapan sudah disiapkan Zein untuk memuluskan aksinya dan rumah Juragan Haji yang dikenal konglomerat yang menjadi sasarannya. Namun, sebelum Zein melakukan aksinya merampok Tuhan menunjukkan jalan kepada Zein. Tercermin dalam kutipan berikut: Harapan setitik yang tiba-tiba melenyapkan keinginan untuk menyatroni tempat tinggal Juragan Haji.(EINH: 12) Kilatan memori melompat cepat menyusuri hari demi hari, hingga tiba waktu pengumuman yang dijanjikan. Mereka bilang nama-nama pemenang akan dimuat di surat kabar pagi hari ini. Dan Zein merasa dadanya meledak saat menemukan namanya tercantum di halaman delapan. Keriangan yang membuatnya melompat dan menari-nari sepanjang jalan. (EINH: 12) Kutipan di atas menunjukkan bahwa Tuhan menunjukkan jalan kepada Zein bahwa merampok merupakan perbuatan yang melanggar dari ajaran agama dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Tuhan pun memberikan rahmat kepada Zein dengan memberi rezeki yang tidak terpikirkan Zein sebelumnya berupa menang undian dari kupon berhadiah. Dari uraian di atas secara garis besar dalam cerpen Emak Ingin Naik Haji terdapat kritik bahwa kemiskinan merupakan salah satu faktor utama seseorang untuk beribadah haji, biaya yang tinggi seakan-akan haji hanya merupakan milik orang-orang kaya yang dapat menunaikannya. Tercermin dalam kutipan berikut; Kalau melihat kenyataan betapa mudahnya Juragan Haji berangkat setiap tahun, Zein sulit mempercayai berita-berita yang berseliweran, biaya ONH yang terus membumbung, hingga menyulitkan orang-orang kecil untuk berangkat, ratusan jamaah yang batal karena masalah quota, atau penipuan oleh biro haji tidak bertanggung jawab.(EINH:3) Selain itu dalam cerpen Emak ingin Naik Haji juga terdapat kritik sosial bahwa kita janganlah mudah putus asa dan berbuat yang melanggar hukum dalam keputusasaan dan jangan terlalu bergantung pada undian, selain itu terdapat kritik terhadap adanya kesenjangan sosial di masyarakat. kesenjangan sosial muncul karena adanya jarak antara si kaya dan si miskin. Fasilitas yang mudah bagi mereka yang berharta akan menimbulkan rasa iri bagi orang lain yang tidak bisa mendapatkannya, apalagi jika jarak antara mereka diikuti rasa lebih dari si kaya yang berharta. Kesenjangan sosial yang terjadi membuat adanya rasa ketidakadilan sosial dan hal ini tercermin dalam cerpen ’Emak Ingin Naik Haji’ digambarkan dalam cerpen Emak Ingin Naik Haji begitu jauh jarak antara si kaya dan si miskin Kerinduan yang mengental di mata Emak setiap musim haji tiba. Ketika dan balik jendela, Emak merayapi bangunan megah yang terletak persis di depan rumah kecil mereka. Tempat tinggal Juragan Haji.(EINH: 2) “Tahun ini dia berangkat lagi, Mak?” tanya Zein.(EINH: 2) Emak mengangguk, bahkan tanpa mengalihkan pandangan dari bangunan bertingkat yang dilindungi pagar besi setinggi dua meter. “Sama istrinya, Zein. Mertuanya juga ikut.(EINH: 2) Zein tidak menanggapi. Bukan berita baru karena nyaris setiap tahun tetangga mereka itu berhaji. Lebih sering sendiri atau berdua istri. Kadang mengajak anak-anaknya. Tidak cuma haji, konon Juragan Haji pernah sampai membawa 22 orang sanak keluarganya dalam paket umroh bersama selebritis terkenal.(EINH: 2)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Kalau melihat kenyataan betapa mudahnya Juragan Haji berangkat setiap tahun, Zein sulit mempercayai berita-berita yang berseliweran, biaya ONH yang terus membumbung, hingga menyulitkan orang-orang kecil untuk berangkat, ratusan jamaah yang batal karena masalah quota, atau penipuan oleh biro haji tidak bertanggung jawab.(EINH: 2-3) Tetangganya yang kaya seakan tidak tersentuh masalah itu.(EINH: 3) Kutipan diatas menunjukkan adanya perbedaan kelas sosial di masyarakat. Perbedaan kelas inilah yang memunculkan kesenjangan sosial. Hampir setiap tahun Juragan Haji dapat dengan mudah berangkat haji, biaya yang mahal tidak menjadi masalah baginya. Berbeda dengan keluarga Zein yang hidup dalam pas-pasan dengan Emak dalam rumah kecil mereka, berbanding terbalik dengan rumah Juragan Haji yang bertingkat dan dilindungi pagar setinggi dua meter. Dapat disimpulkan adanya kritik terhadap kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat kita. Perbedaan kelas sosial seseorang kadang menimbulkan adanya perbedaan perlakuan dalam masyarakat. Pihak atasan atau mereka yang berduit, yang merasa berkuasa dapat bertindak semau mereka karena menganggap semua permasalahan dapat diselesaikan dengan uang. Perbedaan dalam masalah pelayanan pun muncul, ketika orang yang berduit mendapatkan pelayanan lebih dibanding yang diberikan kepada orang-orang kecil. Tercermin dalam kutipan berikut. “Semua jemaah sudah dijemput di bandara Jeddah dengan limosin. Bapak tidak akan ketinggalan berita atau urusan kantor. Termasuk tenda di Mina juga diubah menyerupai hotel berbintang lima. Di ruangan nanti tersedia komputer dan internet. Makanan dan minuman mewah. Tersedia faks dan telepon. Juga, televisi yang bisa memonitor kondisi jamaat serta pelajaran manasik haji,” jelas Mitha, sekretaris barunya yang selalu dibalut rok di atas lutut itu, panjang lebar.(EINH:3) Selama ini bukan biaya atau ketakutan absurd yang menghalanginya naik haji. Seperti kebanyakan laki-laki, dia bukan orang suci.Tapi logikanya mengatakan segala kesulitan bisa dihindarkan jika bisa diantisipasi(EINH: 4)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
2. Cerpen Koran Cerpen Koran menceritakan tentang kecintaan tokoh Udin kepada koran, koran bagi Udin merupakan teman setia dan menjadi pusat informasi, berita apa saja nyaris tidak pernah luput dari jangkauannya. Namun kecintaan Udin kepada koran mulai terganggu ketika setiap membaca berita di koran didapatnya beritaberita yang tidak mengenakkan dan menyedihkan bagi Udin. Setiap kali Udin membaca koran didapatnya berita yang tidak mengenakkan yang dialami keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya. Tercermin dalam kutipan berikut; Guru SD bernama Maman Jumadi 30 tahun, dikeroyok massa setelah salah satu muridnya mengadu telah diperlakukan tidak senonoh... Bapak dari tiga anak tersebut saat ini meringkuk di Polres Bogor.(Koran: 32) Sampai halaman empat, aku terpaku. Mendadak bayangan Japra dengan tato-tato di sekujur lengan dan punggungnya, melintas. Japra yang lebih suka membeli rokok daripada membeli koran. Dan kemarin, dalam keributan antara preman Tanah Abang, jagoan bongkaran itu tewas dibacok! (Koran: 34) ...salah seorang buronan yang diduga terkait jaringan pemboman di Makasar, berinisial MS. sehari-hari dikenal sebagai tukang parkir di Muara Angke...(Koran: 35) Halaman sembilan... Tuhan... Emak, dan adik-adikku. Nama mereka semua tercantum dalam daftar korban tanah longsor, dua hari yang lalu.(Koran:39) Kutipan di atas menunjukkan berita-berita yang terdapat di dalam koran setiap kali Udin membaca koran. Setiap kali membaca koran Udin mendapati berita yang tidak mengenakkan, mulai dari Maman teman sekolah dulu mencabuli muridnya sendiri, Japra teman dekatnya yang diberitakan tewas setelah dibacok dalam keributan antar preman, Muhammad Sani juga teman dekatnya yang diberitakan terkait jaringan teroris dan yang terakhir yang benar-benar berita yang sangat menyesakkan hati Udin ketika Emak dan adik-adik Udin tercantum dalam daftar korban tanah longsor. Secara garis besar cerpen Koran mengandung kritik sosial tentang orang yang membaca koran akan mengalami trauma dan tidak akan membaca koran lagi apabila terdapat berita yang tidak mengenakkan yang menimpa sahabat atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
keluarganya. Seseorang akan takut untuk membaca koran lagi yang di dalamnya masih banyak informasi-informasi positif yang dibutuhkan kita. Selain uraian di atas dalam cerpen Koran juga juga terdapat kritik sosial lainnya seperti uraian berikut. a. Kritik Terhadap Ketidakadilan Ketidakadilan pemerintah dalam memberikan kebijakan pun muncul dalam cerpen Koran. Tercermin dalam kutipan berikut. “Ya, demo. Lalu apa lagi? Paling berita harga BBM, tarif listrik, dan tarif telepon yang naik serentak! Korupsi yang susah diberantas! Mana ada berita yang enak dibaca? Isinya kesengsaraan semua begini kok!” protes Bang Sani.(Koran:30) Kuraih koran pemberian Mas Parjo. Kubaca perkembangan kebijaksanaan Amerika Serikat terhadap warga muslim di sana, lalu komentar beberapa anggota DPR soal naiknya harga-harga menyusul kenaikan BBM, telepon, dan tarif listrik, sedang para konglomerat yang utangnya trilyunan malah dibiarkan bebas. Sungguh ajaib keadilan yang diberikan aparat pemerintah pada rakyatnya.(Koran:34) Kutipan di atas menunjukkan ketidakadilan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan, seperti kenaikan BBM, telepon, tarif listrik. Semata-mata hanya menambah beban rakyat kecil saja dan yang menjadi korban hanya rakyat kecil. Berbeda
dengan perlakuan terhadap
konglomerat atupun koruptor yang dibiarkan bebas menghabiskan uang rakyat. Rasa keadilan pun sirna terutama kepada rakyat kecil. b. Kritik Terhadap Masalah Kejahatan Kejahatan merupakan suatu tindakan seseorang atau kelompok yang melawan hukum yang ada atau disebut dengan tindakan kriminal. Tindakan kriminal dapat diuraikan dalam beberapa contoh misalnya tindakan pemerkosaan, pembunuhan, korupsi Permasalahan sosial yang di sajikan dalam kumpulan cerpen “Emak Ingin Naik Haji” merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang untuk menyampaikan kritik terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat, kritik terdadap tindakan kejahatan dalam kumpulan cerpen tersebut adalah sebagai berikut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
1) perkosaan Kritik terhadap tindakan pemerkosaan tercermin dalam kutipan cerpen ‘Koran’ berikut ini: Guru SD bernama Maman Jumadi 30 tahun, dikeroyok massa setelah salah satu muridnya mengadu telah diperlakukan tidak senonoh... Bapak dari tiga anak tersebut saat ini meringkuk di Polres Bogor.(Koran:32) Kutipan di atas menunjukkan tokoh Udin merasa trenyuh dan kaget setelah dia membaca head-line sebuah surat kabar tentang kabar pencabulan ataupun pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang Guru kepada anak didiknya yang bukan lain adalah teman Udin sendiri, si Maman. Kutipan di atas mengkritik perbuatan seorang guru yang tak sepatutnya dilakukan, bukankah guru itu digugu dan ditiru. Kritik terhadap perkosaan ditujukan kepada para pelaku tindak asusila tersebut. 2) korupsi Korupsi, kolusi, dan nepotisme biasanya dilakukan oleh para pejabat atau pengusaha. Keadaan keuangan yang relatif kuat memungkinkan mereka untuk melakukan
perbuatan-perbuatan
yang
oleh
hukum
dan
masyarakat
dikualifikasikan sebagai tindak kejahatan. Kritik terhadap penyelewengan uang untuk kepentingan pribadi atau orang lain (korupsi). Tercermin dalam kutipan cerpen ‘Koran’ berikut: “Ya, demo. Lalu apa lagi? Paling berita harga BBM, tarif listrik, dan tarif telepon yang naik serentak! Korupsi yang susah diberantas! Mana ada berita yang enak dibaca? Isinya kesengsaraan semua begini kok!” protes Bang Sani.(Koran:30) Koruptor menganggap dirinya kebal terhadap hukum karena kuatnya kekuasaan dan keuangan yang dimilikinya. Oleh sebab itu mereka susah diberantas. Siapa yang salah pemerintah kah, atau aparat penegak hukum yang begitu susahnya memberantas koruptor-koruptor tersebut. Banyaknya
uang
rakyat
yang
dikorupsi
kesengsaraan rakyat kecil.
commit to user
berdampak
bertambahnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
3) terorisme ...salah seorang buronan yang diduga terkait jaringan pemboman di Makasar, berinisial MS. sehari-hari dikenal sebagai tukang parkir di Muara Angke...(Koran:35) MS? Tukang parkir Muara Angke? Muhammad Sani, Bang Sani? Bom? Kapan pula lelaki itu ke Makasar?(Koran:35) Kutipan dalam cerpen Koran di atas menunjukkan tokoh Udin terkejut setelah membaca berita di koran bahwa temannya Muhammad Sani terlibat jaringan terorisme di Makasar. Terorisme merupakan salah satu tindakan kejahatan yang melanggar hukum. Yang tidak sedikit kerugian materiil maupun moril yang ditimbulkan akibat adanya terorisme. Agama yang menjadi kedok untuk melancarkan aksinya. Yang tidak lagi memperdulikan korbannya, banyak manusia tidak berdosa yang menjadi korban mereka. Kritik ditujukan kepada teroris maupun komplotannya agar kembali ke jalan yang benar, jangan agama yang menjadi tameng melancarkan aksinya. Kepada pemerintah agar memberantas jaringan-jaringan terorisme sampai pada sel-selnya agar tidak meresahkan masyarakat. 4) pembunuhan Kritik terhadap pembunuhan tercermin dalam cerpen ‘Koran’ ditunjukkan dalam kutipan sebagai berikut. Dan kemarin, dalam keributan antara preman Tanah Abang, jagoan bongkaran itu tewas dibacok!(Koran: 34) Kutipan di atas terlihat adanya beberapa tindak kejahatan yaitu pembunuhan, bentrok antara kelompok preman satu dengan kelompok preman yang lain. Kutipan di atas mengkritik terjadi bentrokan maupun kerusuhan yang sering kali memakan korban baik korban luka maupun korban yang tewas. Kerusuhan bukan hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merygikan orang lain. 5) kritik terhadap masalah pelanggaran norma-norma di masyarakat Masalah pelanggaran norma-norma di masyarakat dalam cerpen Koran diungkapkan untuk memberikan kritikan terhadap adanya pelacuran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Kritik sosial yang terefleksi melalui masalah-masalah sosial dalam cerpen Koran adalah pelacuran. Kritik terhadap maraknya pelacuran terlihat dalam cerpen Koran. Seperti tampak dalam kutipan berikut: ”Rokok apa rokok, Pra?” Mang Usup Nyamber. Maklum, wilayah kekuasaan Japra memang terkenal sama pelacur kelas teri yang biasa memberi servis dengan harga miring, big sale istilah kerennya, terutama setiap tanggung bulan.(Koran:31) Kutipan di atas menggambarkan maraknya wanita tuna susila yang menjajakan dirinya dengan harga yang murah yang terutama setiap tanggung bulan.
3. Cerpen Jendela Rara Cerpen Jendela Rara menceritakan tentang tokoh Rara yang yang ingin sekali mempunyai jendela pada rumahnya, selama ini keluarga Rara yang hidup dalam kemiskinan dan hidup dibawah kolong jembatan dan rumahnya pun hanya terbuat dari triplek berdempetan dengan rumah-rumah lainnya, dan tidak ada jendela untuk sekedar keluar masuk udara. Oleh sebab itu Rara memohon kepada ibunya dan
kakaknya untuk dibuatkan jendela karena menurut Rara jendela
penting bagi kehidupan, untuk keluar masuk udara dan keluar masuk sinar matahari. Meski dengan perjuangan yang keras Rara pantang menyerah berusaha mewujudkan mimpinya. Kritik sosial yang terdapat dalam cerpen Jendela Rara diantaranya; a. Kritik Terhadap Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan salah satu masalah pelik yang pada umumnya dijadikan sebagai pangkal dari suatu masalah. Masalah kemiskinan juga menjadi dasar penghalang untuk mewujudkan mimpi. Hal ini tercermin dalam cerpen ’Jendela Rara’. Cerpen ’Jendela Rara’ menceritakan seorang anak perempuan berusia sembilan tahun yang bermimpi mempunyai rumah yang ada jendelanya. Tetapi apa daya kemiskinan merupakan masalah dasar untuk mewujudkan mimpi seseorang. ”Mak kapan kita punya rumah?”(Jendela Rara: 87)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Sejak ia mengerti arti tempat tinggal, pertanyaan itu kerap disampaikannya pada Emak. Mulanya perempuan berusia empat puluh limaan, yang rambutnya beruban di sana-sini itu, tak menjawab. Baginya tak terlalu penting apa yang ditanyakan anak-anak. Kerasnya kehidupan membuat ia dan lakinya, hanyut dalam kepanikan setiap hari, apa yang bisa dimakan anak-anak esok. Maka pertanyaan apa pun dari anak-anak, lebih sering hanya lewat ditelinga. (Jendela Rara: 87-88) ”Mak kapan kita punya rumah?”(Jendela Rara: 88) Kanak-kanak seusia Rara, tak mengenal jera atau bosan mengulang pertanyaan serupa. Dan kali ini, ia berhasill mendapat perhatian lebih dari Emak. Sambil menyandarkan punggungnya di dinding tripleks mereka yang tipis, Emak menatap sekeliling. Matanya menyenter rumah kotak mereka yang empat sisinya terbuat dari tripleks. Hanya satu ruangan, di situlah mereka sekeluarga, ia, suami dan lima anaknya__sekarang empat__memulai dan mengakhiri hari-hari. Tak ada jendela, karena rumah-rumah di kolong jalan tol menuju bandara itu terlalu berdempet. Bahkan nyaris tak ada celah untuk sekedar lalu-lalang, kecuali gang senggol yang terbentuk tak sengaja akibat ketidak beraturan rumah-rumah tripleks di sana.(Jendela Rara: 88) Kutipan di atas menunjukkan bahwa keluarga Rara yang hidup dalam garis kemiskinan yang sehari-hari hanyut dalam kepanikan dalam mencari sesuap nasi atau memenuhi kebutuhan sehari-hari lainnya. Emak dan Bapak banting tulang setiap hari untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Tempat tinggal bukan masalah pokok bagi keluarga Rara yang penting bisa makan itu saja sudah lebih dari cukup. Mereka terpaksa tinggal di bawah kolong jembatan, apa daya kemiskinan yang telah membuat mereka terpaksa tinggal di situ dan menghalangi mimpi mereka mempunyai rumah. Kemiskinan pun merupakan salah satu sebab Asih putus sekolah, Emak dan Bapak tak mampu membiayai sekolah Asih. Tercermin pada kutipan berikut: Anak yang ketiga perempuan, sebetulnya dulu rajin sekolah, apa daya ia tak sanggup menyekolahkan si Asih. Jadilah gadis lima belas tahun itu drop out dari sekolah, dan sekarang kabarnya sudah jadi anak buah Mami. (Jendela Rara: 90) Untuk makan saja Emak dan Bapak benar-benar kerja keras banting tulang. Tercermin dalam kutipan berikut. Jun menatap Emak dan Bapak yang tiduran di atas sehelai tikar usang. Wajah kedua orangtuanya itu tampak letih. Pastilah. Bukan pekerjaan ringan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
mencomoti barang dari tempat sampah satu ke tempat sampah lain. Belum hasil mulung bapak, ternyata besi-besi tua. Memang bawa untung yang lebih besar. Tapi berat yang dipikul juga jelas jauh dibandingkan sampah botol plastik atau barang-barang lain. Malah akhir-akhir ini cuaca makin panas.(Jendela Rara: 92) Kritik terhadap kemiskinan ditujukan kepada pemerintah bahwa masih banyak saudara kita yang hidup dalam garis kemiskinan, hidup di bawah kolong jembatan, yang tak sepantasnya menjadi tempat tinggal, dengan mendirikan lapangan pekerjaan salah satu cara untuk mengentaskan kemiskinan. Kebijakan pemerintah seringkali tidak melibatkan partisipasi masyarakatnya dan pembuatan program pembangunan tidak didasarkan atas kebutuhan masyarakat tetapi didasarkan atas kepentingan penguasa. Sistem dan struktur yang timpang di atas berdampak secara sosial, ekonomi, dan politik. Terjadi ketimpangan secara sosial, ekonomi, dan politik akibat kebijakan pemerintah, misalnya secara sosial terjadi jurang pemisah antara si kaya dan si miskin, dimana si kaya merasa bahwa mereka telah memiliki segala-galanya. Memang benar secara materi berkecukupan. Sementara si miskin secara materi tidak berkecukupan, namun demikian mereka memiliki kualitas hidup (kebahagiaan lahir dan bathin sebagai manusia yang mampu menikmati hidup). Kritik juga ditujukan kepada orang-orang kaya yang hidup serba kecukupan, tidak ada salahnya untuk membantu atau memberikan sedikit harta untuk meringankan mereka, dan janganlah menutup mata, tidak ada salahnya kita menoleh ke sisi lain bahwa masih banyak saudara kita yang hidup dalam kondisi yang kekurangan. Kesenjangan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya perbedaan yang mencolok antara satu individu dengan individu yang lain. Atau antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain. Perbedaan itu antara lain misalnya antara si kaya dan si miskin atau antara si pintar dan si bodoh. Kritik terhadap adanya kesenjangan sosial juga muncul dalam cerpen Jendela Rara. Mata lelah Emak mulai menggenang. Andai saja ia bisa memantulkan dua sisi bayangan pikiran di benaknya. Pastialh seperti cermin yang memantulkan dua sisi bayangan. Rumahnya dan penduduk lain di bawah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
kolong jembatan ini, di satu sisi.dan rumah Pak RT, di sisi lain, dengan jendela-jendela kaca yang besar.(Jendela Rara:98-99) Kutipan di atas menunjukkan kesenjangan sosial yang terjadi di lingkungan Rara. Keluarga Rara dan tetangga Rara tinggal di bawah kolong jembatan, jendela yang Rara impikan untuk keluar masuk udara maupun sinar matahari tidak mungkin ada, sebab kondisi rumah yang saling berdempetan. Di sisi lain rumah Pak RT sekaligus orang yang berkuasa di situ, berdiri dengan megahnya dengan jendela-jendela kaca yang besar. Kritik terhadap pembunuhan juga terdapat dalam cerpen Jendela Rara seperti dalam kutipan berikut. Anaknya yang keempat, bocah laki-laki, selisih dua tahun dari Rara, tewas dua bulan lalu, dengan luka di leher dan anus.(Jendela Rara: 90) Kutipan diatas menunjukkan bahwa terjadi sebuah pembunuhan dengan korban bocah laki-laki, dan kritik nyang disampaikan adalah bahwa sering kali tindakan kekerasan ataupun pembunuhan, korbannya adalah anak-anak dan tidak menutup kemungkinan sebelum dibunuh anak-anak tersebut dicabul atau disodomi. Kritik terhadap pembunuhan tersebut ditujukan kepada para pelaku tindak pembunuhan yang begitu kejam dan tindak kriminalitas tersebut seolah sudah menjadi fenomena yang sering terjadi dan muncul di masyarakat kita. Dalam cerpen Jendela Rara juga tampak kritik terhadap pelacuran. Tercermin dalam kutipan berikut. Rara tahu, tidak Cuma kakaknya yang berubah. Tapi juga kakak si Inah, Ibu si Ipul, dan banyak lagi. Konon mereka dulu juga anak madrasah. Tapi daya tarik rumah pelacuran, yang terletak hanya beberapa ratus meter dari madrasah, terlalu menggoda. Itu jalan pintas dapat duit. Realitas masyarakat di sudut-sudut Jakarta yang bukan tidak diketahui orang.(Jendela Rara:94) ” Tapi banyak yang lebih penting dari jendela,” Asih tak mau kalah, ”Makan kamu misalnya!” lanjutnya kesal. Bayangkan, ia sudah capek-capek tiap malam, kadang lembur merelakan badannya melayani empat tamu dalam semalam. Apa adiknya itu tahu?.(Jendela Rara:95)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
b. Kritik Terhadap Eksploitasi Anak Eksploitasi anak adalah memperkerjakan seorang anak dengan tujuan ingin meraih keuntungan. Hanya ingin memenuhi kebutuhan hidup, banyak orang tua yang rela mempekerjakan anak-anaknya. Anak-anak yang seharusnya bersekolah dan menikmati masa kecilnya dengan bermain, kini harus turun ke jalan ngamen, berjualan koran, semir sepatu dll. Tercermin dalam kutipan berikut. ”Iya. Tapi Rara juga ikut ngumpulin duit, ya? Jangan dipake jajan! Kita perlu uang untuk beli kayu, kaca, bikin kusennya...”(Jendela Rara:95) Ahh. Rara mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Besok ia akan mengamen lebih giat. Kalau perlu sambil jual koran, semir sepatu, atau membersihkan kaca mobil-mobil yang berhenti di lampu merah. Apa saja, pikir Rara.(Jendela Rara:96) ”Buat bikin jendela! Jadi kalo kulit Rara geseng, bukan karena main, Mak! Tapi karena Rara kerja banting tulang buat jendela kita!” papar gadis kecil itu ceriwis.(Jendela Rara:97) Kutipan di atas menggambarkan problematika eksploitasi anak yang seakan tidak tampak dari pandangan, hanya segelintir orang yang saja yang sadar akan hal itu. Namun semua itu terjadi perlahan namun pasti. Memang anak harus belajar mengenai seluk beluk kehidupan dengan berbagai permasalahannya di dalamnya agar kelak ia bisa menghadapi tantangan itu. Akan tetapi bukan berarti anak yang harus menggantikan peran orang tua untuk mencari nafkah. Seharusnya orang tualah yang harus bertanggungjawab terhadap anak-anaknya. Realitas yang terjadi sekarang, anaklah yang dipaksa bekerja. Setiap waktu yang mereka lalui lebih banyak digunakan untuk mencari uang dari pada bermain layaknya seorang anak. Baik pagi maupun malam lebih banyak mereka nikmati di jalan. Meski panasnya mentari kala terik, dinginnya malam dikala hujan, banyaknya debu dan polusi sudah menjadi santapan sehari-hari, tetapi mereka tidak pernah mengeluh akan hal itu. Meskipun sering kali mereka ingin menikmati indahnya dunia anak-anak. Eksploitasi terhadap anak masih kerap terjadi, khususnya anak di bawah umur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
c. Kritik Terhadap Pendidikan Pendidikan merupakan hak setiap warga negara untuk memperolehnya. Namun, dalam kenyataannya hanya orang-orang berduit saja yang mampu untuk mengeyamnya. Tercermin dalam kutipan berikut: Anak yang ketiga perempuan, sebetulnya dulu rajin sekolah, apa daya ia tak sanggup menyekolahkan si Asih. Jadilah gadis lima belas tahun itu drop out dari sekolah, dan sekarang kabarnya sudah jadi anak buah Mami.(Jendela Rara: 90) Rara anaknya yang bontot. Keras kepala dan punya keinginan kuat. Sekarang masih sekolah di madrasah ibtidaiyah, itu pun karena kebaikan hati kakak pengajar di sana, ia tak harus membayar sepesar pun. Syukurlah.(Jendela Rara: 90) Kutipan di atas menunjukkan bahwa Asih harus putus sekolah gara-gara orang tuanya tak mampu lagi membiayai sekolahnya. Sedangkan Rara dapat sekolah karena kebaikan kakak pengajarnya yang tidak mengharuskan Rara untuk membayar biaya sekolahnya. Hal tersebut disebabkan orang tuanya tak mampu apabila untuk membayar semua biaya sekolah Rara. Dan masih banyak Rara-Rara lain yang bernasib sama. Menunjukkan bahwa pendidikan sekarang hanya diperuntukkan kepada orang-orang berduit saja. Sungguh ironis, di sisi lain anak-anak sekolah dituntut adanya standarisasi pendidikan dengan adanya ujian nasional, di sisi lain anakanak dibebani dengan biaya pendidikan, apakah orang tuanya mampu membayarnya. Belum lagi harus belajar dengan fasilitas yang minim. Kritik ditujukan kepada pemerintah yang sesegera mungkin membenahi sistem pendidikan kita dan meningkatkan fasilitas-fasilitas pendidikan.
4. Cerpen Bulan Kertas Cerpen Bulan Kertas menceritakan kehidupan Yu Tarmi dan Kasih anak angkatnya. Cerita dimulai ketika Kasih bingung setelah lulus sekolah, Yu Tarmi menginginkan Kasih untuk melanjutkan sekolahnya namun setelah memikirkan secara matang Kasih memutuskan untuk mencari pekerjaan dan ingin membantu Yu Tarmi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka dan yang lebih utama keinginan luhur Asih untuk melepaskan dan meninggalkan kehidupan malam Yu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
Tarmi yang selama ini bekerja sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) di sebuah rumah bordil dekat rumah mereka. Biarlah Kasih bekerja banting tulang asalkan Yu Tarmi ibu angkatnya tersebut terlepas dari dunia malam tersebut dan meninggalkannya. Kritik sosial yang terkandung dalam cerpen Bulan Kertas adalah kritik terhadap pelacuran juga muncul dalam cerpen Bulan Kertas. Seperti dalam kutipan berikut: Kasih bahagia melihatnya. Meski Ibu, perempuan yang konon berasal dari pesisir Utara Jawa itu menyandang predikat yang lumayan buruk di mata masyarakat, lonte.(Bulan Kertas:116) Dua sisi hati Kasih berperang. Ingin Kuliah. Sungguh. Tapi di sisi lain, ia ingin membahagiakan Ibu. Barangkali kalu ia bisa mencari nafkah, perempuan setengah baya itu tidak perlu lagi bekerja untuk Papi.(Bulan Kertas:119) Kasih anak pelacur. Teman-teman dan gurunya tahu itu. Ia bahkan nyaris mengalami pelecehan seksual dari beberapa lelaki, yang mengira Kasih tak beda dengan Ibunya. Perempuan panggilan. Perempuan yang merusak rumah tangga orang, karena rumah bordil, ke sanalah para lelaki hidung belang menghabiskan uang. (Bulan Kertas:120-121) Kasih anak pelacur. Ya...Tapi suatu hari ia akan mengajak rembulannya berubah. Hidup sebagai perempuan terhormat. Berpikir begitu, semangatnya bangkit. Ia memandang Yu Tarmi, dan berkata tegas.(Bulan Kertas:121) Blass. Lega perasaan Kasih telah menyampaikan keinginannya. Biarlah mereka bersusah-susah, ngirit, hidup sesederhana mungkin. Tak jadi masalah asalkan ibu bisa berhenti dari pekerjaan yang membuat Kasih tidur tidak tenang setiap malam. Dia tidak tega membayangkan ibu yang mulai senja, masih membanting tulang dengan menjual tubuh. .(Bulan Kertas:123) Lampu bulat-bulat kecil membiaskan cahaya warna-warni di antara hentakan musik dangdut. Beberapa karyawati Papi terlihat mojok menemani tamu di warung-warung minum dan di pinggiran gang. Wajah-wajah full make up, dengan tubuh dibalut kaos super ketat dan celana panjang atau rok bawah pinggul. (Bulan Kertas:124) Kasih mempercepat langkah. Mata gadis itu menyipit melihat pasangan keluar-masuk rumah-rumah, yang berisi sepuluh sampai lima belas kamar berukuran kecil. Kamar mandi umum yang dilengkapi shower dan bonus handuk kecil yang bertarif sepuluh ribuan, yang biasa dipakai berdua, sehabis kencan, mulai bergemericik. (Bulan Kertas:124)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Melewati keramaian yang seperti pasar malam, Kasih melangkah lebih cepat. Tas di bahunya berayun-ayun. Tubuh kasih yang kecil tenggelam dalam keramaian lalu-lalang orang yang keluar-masuk rumah bordil. Teriakan para lelaki hidung belang, tawa keras mereka, dan celotehan genit anak buah Papi Lani yang duduk bergerombol di depan rumah-rumah yang menyewakan kamar, adalah warna tiap malam sempat diakrabinya. (Bulan Kertas: 125) Kasih terus melangkah. Alunan musik dangdut yang makin kerasmenyeruak dari tape besar di ruang-ruang yang menyerupai bar kecil, di antara tawa mengikik dan celotehan tak keruan. (Bulan Kertas: 125) Pelacuran atau prostitusi adalah penjualan jasa seksual untuk uang. Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur, yang kini sering disebut dengan istilah Pekerja Seks Komersial (PSK). Ini menunjukkan bahwa perilaku perempuan itu sangat begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, Mereka juga digusur karena dianggap melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena melanggar hukum. Prostitusi atau pelacuran selain meresahkan juga mematikan, karena merekalah yang ditengarai menyebarkan berbagai penyakit di antaranya penyakit AIDS. Kritik terhadap pelacuran ditujukan kepada para penjaja cinta yang rela menjual diri demi sejumlah uang yang mereka dapatkan dari para lelaki hidung belang. Alasan yang mereka nyatakan atas pekerjaan yang mereka lakukan pada umumnya karena desakan ekonomi.
5. Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu menceritakan kehidupan keluarga Agam. Setelah lulus sekolah Agam dan kakak-kakaknya pergi ke kota untuk berkerja dan meninggalkan Mak hidup sendiri di desa. Suatu ketika disaat Mak merayakan ulang tahunnya dan mempersiapkan syukuran sederhana makanmakan bersama keluarga besar mereka, namun disaat waktu tersebut tiba hanya Agam yang datang kedua kakaknya ada saja alasan untuk sekedar melepaskan rindu Mak kepada mereka. Kerinduan Agam terbayar sudah setelah sekian lama meninggalkan Mak sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Sebagai wujud balas budi Agam kepada Mak, Agam memberikan sebuah rumah kepada Mak. Namun ketika baru sebentar ditinggal Agam untuk membelikan perabot bagi rumah baru Mak, gelombang besar telah menghantam rumah beserta Mak. Dari uraian di atas cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu mengandung kritik kepada kita untuk lebih menghormati orang tua terutama ibu yang melahirkan kita meski jasa-jasanya tidak dapat kita gantikan ada kalanya kita berusaha membalas jasa-jasanya. Dan janganlah kita meninggalkan Orang tua kita dalam menikmati masa tuanya dalam kesendirian. Selain itu dalam cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu juga muncul kritik tentang masalah kesenjangan sosial. Tercermin dalam kutipan berikut. Berempat saja. Berlari di antara kaki-kaki ombak yang lincah menggulung. Bermain pasir dan berlomba mengejar perahu nelayan yang menepi. Dari pinggir laut, mereka biasa menikmati rumah-rumah bagus yang terletak agak ke atas tempat tinggal mereka. Rumah-rumah orang kaya, sambil berkhayal, seperti apa rasanya tinggal di sana.( Laki-laki yang Menyisir Rindu:101) ”Kaki harus bersih,“ kata yanti, anaknya yang paling tua dan terkenal rapi. .( Laki-laki yang Menyisir Rindu:101) ”Pasti makan enak terus!“ timpal Azhar, anak nomor dua yang berbadan besar. .( Laki-laki yang Menyisir Rindu:102) Sementara Agam, yang bungsu diam saja. Hanya matanya menatap lekat rumah-rumah besar itu. Barangkali membandingkan bangunan yang tampak kokoh itu dengan rumah mereka yang semi permanen. Ruangan satu kamar yang sebagian besar masih berupa bilik. .( Laki-laki yang Menyisir Rindu:102) Kutipan di atas menggambarkan bahwa adanya perbedaan maupun kesenjangan yang terjadi. Salah satu sisi rumah-rumah orang kaya berdiri dengan bagusnya berbanding terbalik dengan rumah keluarga Agam yang semi permanen. Ruangan satu kamar yang sebagian besar masih berupa bilik 6. Cerpen Sepuluh Juta Rupiah Cerpen Sepuluh Juta rupiah menceritakan tentang kehidupan Oman dan istrinya yang hidup secara sederhana. Meski hanya menempati rumah dari warisan orang tuanya, Oman berprinsip janganlah ada orang yang tahu bahwa kalau selama ini keluarganya hidup dalam serba kesusahan, yang kewalahan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
membayar listrik, sehari-hari hanya makan nasi serta sayur bening tidak perlu orang tahu. Lalu sampailah kejutan yang meledakkan orang sekampung ketika Oman memenangkan lomba kepenulisan nasional dan mendapat hadiah sepuluh juta rupiah. Dimulai dari itu tetangga-tetangga Oman mereka-reka untuk apa Oman menggunakan uang sebanyak itu, ada yang beranggapan kalau uang tersebut digunakan Oman untuk merenovasi rumah, jalan-jalan ke Bali, bikin pertunjukan layar tancap dll. Tetapi anggapan orang-orang tersebut salah semua. Setelah dipikir panjang dan matang oleh Oman dan Sri istrinya uang sepuluh juta yang didapat digunakan Oman untuk menebus surat-surat kepemilikan rumah yang diam-diam digadaikan ibunya demi memeriahkan pernikahan Oman dan Sri yang sebelumnya telah dikurangi untuk bersedekah. Dari uraian di atas secara garis besar cerpen Sepuluh Juta Rupiah mengandung kritik sosial tentang ketika kita mendapat rezeki lebih yang diberikan oleh Tuhan hendaklah dipikir secara matang untuk apa kita gunakan rezeki tersebut, hendaklah kita meniru tokoh Oman yang secara bijaksana menggunakan rezeki tersebut untuk hal-hal yang lebih penting terlebih dahulu dan jangan lupa untuk menyisihkan sebagian untuk disedekahkan. Kritik yang disampaikan dari cerpen Sepuluh Juta Rupiah ditujukan kepada orang-orang yang biasanya apabila mendapatkan rezeki lebih digunakan rezeki tersebut hanya untuk foya-foya saja.
B. Nilai Didik yang Terkandung dalam Kumpulan Cerpen Emak Ingin Naik Haji 1. Cerpen Emak Ingin Naik Haji a. Nilai Pendidikan Agama atau Ketuhanan Pendidikan Ketuhanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan atau kepercayaan kepada Tuhan. Semua makhluk hidup di dunia ini merupakan ciptaan Tuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
1) beribadah kepada Tuhan Beberapa saat Emak hanya menghela napas panjang. Suaranya kemudian terdengar seperti bisikan, “Mak pengin naik haji, Zein... pengin banget.” (EINH: 7) Kutipan di atas menggambarkan keinginan tokoh Emak untuk menunaikan ibadah haji. Emak ingin sekali menunaikan ibadah haji tersebut. Ibadah haji di dalam agama Islam merupakan salah satu kewajiban Umat Islam untuk menunaikannya bagi yang mampu. Beribadah atau mendekatkan diri Kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan kewajiban setiap umat beragama. Itu yang digambarkan dalam cerpen Emak Ingin Naik Haji melalui tokoh Emak yang ingin sekali menunaikan rukun Islam yang terakhir yaitu naik haji. Tindakan tokoh Emak merupakan wujud kecintaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dari uraian kutipan di atas dapat kita atau pembaca ambil hikmah bahwa dengan beribadah kita akan lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya niscaya manusia itu akan mendapat rahmat dan terampuni dosa-dosanya. 2) berdoa kepada Tuhan Berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu cara untuk mendapatkan petunjuk, disaat kita sedang menghadapiu suatu masalah dan petunjuk untuk memecahkan masalah tersebut. Seperti tampak pada kutipan berikut: Allah, beri aku petunjuk, bisik Zein sambil menyedekapkan wajah dalamdalam. Ketika dia mengangkat muka, rumah mewah itu yang pertama tertangkap mata. (EINH:9) Kutipan di atas menceritakan tokoh Zein yang sedang berdoa kepada Allah agar diberi petunjuk dan kemudahan dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapinya Tindakan yang dilakukan tokoh Zein tersebut berupa permintaan atau memohon sesuatu kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tindakan atau sikap Zein tersebut dapat dijadikan tauladan bagi kita untuk selalu berdoa kepada Tuhan sesuai dengan kepercayaan masing-masing.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
b. Nilai Pendidikan Sosial atau Kemasyarakatan Pendidikan sosial adalah pendidikan yang bertalian atau berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat dan usaha menjaga keselarasan hidup bermasyarakat. Manusia disamping sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial yang senantiasa mambutuhkan pertolongan orang lain. Tercermin dalam kutipan berikut: Zein mengangguk tanpa perlu bertanya lebih jauh. Persiapan ratiban, seperti yang sudah-sudah menjelang musim haji. Hampir setiap tahun dia membantu gadis hitam manis ini belanja. Sehabis acara, biasanya Juragan Haji akan memberikan bingkisan bagi yang hadir berupa sirup, biskuit, minyak goreng beberapa liter, gula dan lain- lain, sambil membisiki,(EINH:8) Kutipan di atas menceritakan tokoh Zein sedang membantu Juragan Haji mempersiapkan ratiban menjelang musim haji. Pada dasarnya kita semua tidak dapat hidup sendirian, kita tidak mungkin hidup tanpa teman, tanpa keluarga, tanpa berdampingan dengan orang lain. Kita dapat menegakkan hidup karena bersama-sama dengan orang lain di sekitar kita untuk bekerja sama dan tolong menolong dalam memenuhi kepentingan masingmasing. Seseorang tidak mungkin dapat mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Sudah jelas bahwa hidup di tengah-tengah masyarakat kita wajib membantu. Kenyataan menunjukkan kita saling bergantung, saling mempunyai ikatan kepentingan inilah yang kemudian melahirkan adanya pergaulan hidup dalam bermasyarakat. Adanya rasa saling tolong menolong antar sesama manusia dapat mewujudkan kehidupan yang sejahtera. Untuk itu, tolong-menolong sangat dibutuhkan karena dapat meringankan beban orang lain apabila dikerjakan secara bersama-sama. Kata pepatah mengatakan “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Tolong-menolong dalam cerpen ‘Emak Ingin Naik Haji’ mengajarkan kita atau pembaca untuk tolong-menolong dalam hal kebaikan. Saling menolong tidak hanya untuk orang yang kita hormati saja, tetapi kepada semua orang sebatas kemampuan yang dimiliki dengan ikhlas dan rendah hati.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
c. Nilai Pendidikan Moral Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan. Karya sastra dapat dipandang sebagai sarana bagi seorang pengarang untuk berdialog, menawar dan menyampaikan keinginan yang dapat berupa suatu hal, gagasan, moral atau amanat. Dalam cerpen Emak Ingin Naik Haji terdapat nilai moral yaitu; 1) kesederhanaan Hingga usia Emak setua sekarang, perempuan itu belum pernah minta apaapa padanya. Tidak radio atau tivi, atau kasur yang lebih baik menggantikan kasur tipis yang dipakai Emak. Tidak juga untuk sehelai pakaian baru. (EINH: 7) Kutipan di atas menggambarakan kehidupan Emak yang hidup dalam kesederhanaan. Hidup dengan apa adanya, tidak ada tivi, radio, kasur seadanya maupun membeli baju baru. Masih banyak kebutuhan daripada itu. 2) pantang menyerah Empat puluh tahun sudah usia...kapan aku dapat melunasi mimpi Emak untuk naik haji? (EINH: 5) Tapi Tuhan tahu dia bukan tidak berusaha. (EINH: 5) Bimbingan belajar yang dikelolanya bersama seorang teman terpaksa bangkrut karena kalah bersaing. (EINH: 5) Usahanya berjualan sepatu di pasar pun tidak berkembang. Malah meninggalkan hutang yang harus dicicili. setiap bulan. Sementara sisa sepatu terpaksa dia jual dengan harga sangat murah kepada tetangga.(EINH:5) Usaha warnet? Menggiurkan tapi butuh modal yang banyak. Alih-alih jadi pengusaha, dia malah jadi penjaga warnet yang buka 24 jam. Belakangan Zein berhenti bekerja, karena jam kerja yang panjang sampai pagi, membuat penyakit paru-parunya kambuh, dan meninggalkan deret resep yang tidak bisa ditebusnya. (EINH: 5) Sikap yang ditunjukkan tokoh Zein di atas dan pada halaman sebelumnya merupakan sikap yang pantang menyerah, selalu berusaha dan berusaha. Untuk mewujudkan mimpi Emak, Zein pantang menyerah dalam mengumpulkan uang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
untuk biayanya. Bermacam-macam pekerjaan sudah dicobanya mulai dari bimbingan belajar, berjualan sepatu, penjaga warnet, semua itu dilakukan demi mewujudkan mimpi Emak untuk naik haji. Dari uraian di atas dapat dapat diambil hikmah bahwa sikap pantang menyerah sangat diperlukan dalam mewujudakan cita-cita kita, tidak mudah putus asa apabila semua yang kita lakukan belum tercapai sesuai apa yang kita inginkan. Tuhan tidak akan merubah nasib manusia, kalau manusia itu sendiri yang tidak merubahnya sendiri dengan usaha.
2. Cerpen Koran 1. Nilai Pendidikan Sosial atau Kemasyarakatan Pendidikan sosial adalah pendidikan yang bertalian atau berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat dan usaha menjaga keselarasan hidup bermasyarakat. a. Tidak Membeda-bedakan Teman Mas Parjo, tukang bakso yang juga teman sekamarku di rumah kontrakan sempit itu, meledek.(Koran:30) Biasanya aku tak mau kalah, cepat membalas ledekannya, “Orang kecil kayak kita, bisanya ya memang sok tahu, Mas! Mau sok pamer kan enggak bisa.”(Koran:30) Jawabanku yang terkesan asal saja melahirkan tawa terbahak-bahak. Meski tak jarang malah menimbulkan komentar lain. Bang Sani, tukang parkir di Pasar Ikan Muara Angke, misalnya, lain lagi pendapatnya.(Koran:30) “Kalo gua, mending buat beli rokok dah!” Japra, preman yang sering nongkrong di daerah bongkaran Tanah Abang, ikut mengomentari.(Koran:31) Kutipan di atas dapat kita ambil hikmah dari pergaulan tokoh Udin, yang dalam berteman tidak membeda-bedakan status sosial maupun pekerjaan temantemannya. Udin yang pekerjaannya sebagai guru madrasah bisa hidup berdampingan dengan Mas Parjo tukang bakso bahkan teman sekamar, Bang Sani tukang parkir maupun si Japra yang merupakan seorang preman. Mereka dapat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
hidup rukun, berdampingan, rasa toleransi dan menghargai dibutuhkan dalam membina kerukunan dalam perbedaan. Ketika kita sudah bergaul dalam satu persahabatan yang setara, dalam satu visi yang sama ketika hubungan itu sudah dilandasi rasa saling mengasihi maka berbagi kesenangan, mengulurkan tangan, berempati dan memberi kesetiaan akan terasa sebagai pembawa kebahagiaan hingga pada akhirnya tanpa diminta kita pun akan menerima kesetiaan pula. b. Sikap Peduli kepada Teman Peduli kepada teman merupakan salah satu wujud rasa kesetiakawanan tercermin dalam kutipan berikut: Mas Parjo Menghiburku. ” Sudah jangan sedih. Nih aku belikan kamu koran. (Koran: 33) Kutipan di atas menggambarkan tokoh Mas Parjo sedang menghibur temannya Udin yang sedang dalam kesedihan. Sebagai teman Mas Parjo tidak tega melihat Udin dan berusaha menghiburnya agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Teman merupakan seseorang yang dibutuhkan disaat kita dalam kebahagiaan dan kesedihan. Disaat bahagia kita perlu berbagi kebahagian itu kepada teman dan disaat dalam kesedihan teman dapat menjadi penghibur agar tidak larut dalam kesedihan dan semua orang butuh teman.
3. Jendela Rara 1. Nilai Pendidikan Moral Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan. Karya sastra dapat dipandang sebagai sarana bagi seorang pengarang untuk berdialog, menawar dan menyampaikan keinginan yang dapat berupa suatu hal, gagasan, moral atau amanat. Nilai pendidikan moral yang terdapat dalam cerpen Jendela Rara a. Baik Hati Rara anaknya yang bontot. Keras kepala dan punya keinginan kuat. Sekarang masih sekolah di madrasah ibtidaiyah, itu pun karena kebaikan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
hati kakak pengajar di sana, ia tak harus membayar sepesar pun. Syukurlah.(Jendela Rara:90) Kutipan di atas menggambarkan seorang pengajar yang baik hati yang memberikebebasan kepada Rara untuk tidak membayar sepeser pun biaya sekolahnya. Karena kebaikan kakak pengajar itu Rara dapat sekolah b. Hindari Sikap yang Tidak Menghargai Pendapat Orang Lain Rara diam, mendengarkan saja percakapan kedua saudaranya. Tapi kalimat kakaknya barusan mengusiknya untuk menimpali, ”Kata guru Rara di madrasah, rezeki kan dari Allah, Kak. Bukan dari tamu!” (Jendela Rara: 93) Kalimat lugu yang dengan cepat dipatahkan kakaknya. (Jendela Rara: 93) ”Ahh, anak kecil sok tau. Tunggu nanti kamu gede, baru ngerasain. Hidup tuh cari yang haram aja susah, apalagi yang halal!” (Jendela Rara: 93) Kutipan di atas menggambarkan kakak Rara yang tidak menghargai pendapat Rara dan bahkan membantahnya. Sikap saling menghargai sangat diperlukan dalam menjalin suatu hubungan agar hubungan tersebut terjalin dengan baik, hubungan antara anggota keluarga, teman, tetangga. Salah satunya dengan cara menghargai pendapat orang lain. Jangan memandang orang yang meskipun anak kecil kalau pendapatnya benar tidak ada salahnya kita mendengarkan dan menghargainya. c. Tidak Mudah Putus Asa Kanak-kanak seusia Rara, tak kenal jera atau bosan mengulang pertanyaan serupa. (Jendela Rara:88) Kutipan di atas menunjukkan tokoh Rara yang tidak putus asa mengulang pertanyaan. Janganlah mudah putus asa ketika kita menghadapi suatu masalah atau apabila cita-cita kita belum terwujud, janganlah merasa jera atau bosan untuk tetap berusaha untuk mewujudkannya. d. Cinta Kasih Salah satu wujud cinta kasih dapat dilakukan dengan menyayangi anggota keluarga. Tercermin dalam kutipan berikut: Suara Rara lirih, bercampur isakan. Jun yang melihatnya jadi tak tega. Tangan cowok itu membelai-belai kepala adiknya. Lalu menatap Rara lunak. (Jendela Rara:95)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Dalam kutipan cerpen Jendela Rara di atas, tokoh Jun mengungkapkan rasa cinta kasihnya kepada Rara dengan membelai-belai kepala adiknya, Tindakan yang dilakukan Jun merupakan salah satu wujud rasa cinta kasih kakak terhadap sang adik. Rasa cinta kasih bukan hanya untuk anggota keluarga saja, tetapi rasa cinta kasih dapat kita berikan kepada semua orang. Rasa kasih sayang atau cinta kasih kepada sesama sangatlah penting dan dibutuhkan oleh semua orang. Adanya manusia dibekali dengan rasa cinta kasih kepada sesama akan membawa kedamaian dan kenyamanan bagi setiap orang. e. Berhemat Belakangan, lelah dan air mata membuat Rara tertidur. Pikiran kanak-kanak membawanya pada impian. Malam itu Rara bermimpi menari-nari di antara jendela-jendela besar yang mengantarkan sinar matahari padanya. Juga kerlip bintang-bintang malam hari. (Jendela Rara: 96) Selama seminggu lebih, Rara berhemat. Ia bahkan menghemat mandi, sehari sekali, supaya bisa menyimpan tiga ratus rupiah di sakunya. Uang perolehan ngamen dan bekerja di perempatan, tak dipakainya sesen pun untuk beli es mambo di warung, kwaci, permen, dan jajanan lain. Ia betul-betul berhemat. (Jendela Rara: 96) Dari kutipan di atas menggambarkan tokoh Rara yang sedang berhemat demi mewujudkan mimpinya untuk mempunyai jendela di rumahnya. Wujud hemat dilakukan Rara adalah dengan cara menyisihkan sedikit uang hasil dari ngamennya untuk biaya membuat jendela. Sikap hemat adalah sikap yang berupaya menggunakan sesuatu dengan tidak berlebihan. Sikap hemat bukan hanya kita lakukan dalam urusan uang, tetapi kita bisa menerapkannya dalam hal lain misalnya, hemat waktu, hemat tenaga dll. Dengan sikap hemat mengajarkan kita untuk tidak boros dan tidak memubazirkan sesuatu. Karena dalam berhemat kita akan memikirkan kebutuhan mana yang seharusnya didahulukan atau bijaksana menggunakan uang kalau kaitannya hemat dengan uang.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
f. Berani Karena Benar Rara tak gentar. Matanya yang jernih menatap lurus ke arah Asih yang mulai menyalakan rokok dan menghirupnya nikmat. Bagaimanapun Kak Asih harus tahu kalo jendela itu....(Jendela Rara:94) ”Jendela itu penting, Kak. Buat keluar masuk udara. Terus kalo siang kita enggak perlu nyalain lampu. Udah terang sinar matahari yang masuk!” Jaawab Rara tak kalah keras.(Jendela Rara:94-95) Kutipan di atas menceritakan keberanian Rara kepada Kakaknya Asih dalam memberi pengertian kepada kakaknya bahwa jendela itu penting bagi kehidupan kita. Rara dalam mengungkapkannya dengan sikap berani tidak gentar sedikitpun meskipun yang dihadapi kakaknya, karena yang diungkapkan Rara adalah benar. Jendela banyak sekali manfaatnya untuk keluar masuk udara, agar udara di rumah itu berganti dan tidak pengap, selain itu sinar matahari juga bisa masuk untuk berhemat listrik karena tidak perlu lagi menyalakan lampu waktu siang hari. Sikap berani yang ditunjukkan Rara memberikan hikmah kepada kita untuk berani dalam kebenaran. Artinya kita harus berani untuk mengungkapkan asal semua itu dalam kebenaran, tidak takut meski tekanan atau ancaman yang ditujukan kepada kita. g. Jangan Menyelesaikan Masalah dengan Kekerasan Rara tercenung. Mungkin benar hidup jadi orang dewasa itu sulit, pikirnya. Mungkin itu sebabnya mereka jarang terseyum.(Jendela Rara:94) ”Ra! Kalo mau punya jendela, modal sendiri dong!” lantang suara kakaknya mengagetkan Rara.(Jendela Rara:94) ”Asih!”(Jendela Rara:94) Asih yang mabuk terus berbicara dan tak menggubris teguran Jun.(Jendela Rara:94) ”Kebutuhan tuh banyak. Udah bagus gue sama Jun kerja. Pake buat yang lebih penting dong!” cerocos asih tangannya menjewer kuping Rara. (Jendela Rara:94) Rara tak gentar. Matanya yang jernih menatap lurus ke arah Asih yang mulai menyalakan rokok dan menghirupnya nikmat. Bagaimanapun Kak Asih harus tahu kalo jendela itu....(Jendela Rara:94)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
”Jendela itu penting, Kak. Buat keluar masuk udara. Terus kalo siang kita enggak perlu nyalain lampu. Udah terang sinar matahari yang masuk!” Jaawab Rara tak kalah keras.(Jendela Rara:94-95) ”Tapi banyak yang lebih penting dari jendela,” asih tak mau kalah, ”Makan kamu misalnya!” lanjutnya kesal. Bayangkan, ia sudah capek-capek tiap malam, kadang lembur merelakan badannya melayani empat tamu dalam semalam. Apa adiknya itu tahu?.(Jendela Rara:95) ”Tapi kata Emak, Bang Jun bakal bikinin Rara jendela. Ya, kan, Bang?” Suara Rara Lirih, bercampur isakan. Jun yang melihatnya jadi tak tega. Tangan cowok itu membelai-belai kepala adiknya. Lalu menatap Rara lunak.(Jendela Rara:95) ”Iya. Tapi Rara juga ikut kumpulin duit, ya? Jangan dipake jajan! Kita perlu uang untuk beli kayu, kaca, bikin kusennya...”.(Jendela Rara:94) Dan itu mahal, tau, Ra!”(Jendela Rara:94) ”Ssst...asih!”(Jendela Rara:94) Keributan yang kemudian tak terelakan antara Jun dan asih, membuat Rara melarikan diri ke sudut rumah. Ia berjongkok sendiri, mata coklatnya berkaca. Bertambah-tambah perasaan gundahnya kala Bapak terbangun lantaran suara berisik yang timbul, lalu menempeleng keduannya.(Jendela Rara:94) Kutipan di atas menggambarkan terjadinya sebuah konflik di keluarga Rara. Yaitu antara Rara, dan kedua kakaknya Asih dan Jun yang disebabkan keinginan Rara untuk mempunyai jendela di rumahnya. Dari konflik itu kita dapat mengambil hikmahnya yaitu bahwa ada beberapa masalah yang sangat mungkin menimbulkan ketegangan di antara anggota keluarga. Dengan akibat akan terjadi ketegangan dan perpecahan antara anggota keluarga. Oleh sebab itu, bahwa masing-masing anggota keluarga paling tidak dituntut bersikap toleran, meningkatnya lagi ke sikap yang paling luhur ialah sikap kasih sayang sesama anggota
keluarga.
Hormat-menghormati
dan
segala
diselesaikan dengan musyawarah bukan dengan kekerasan.
commit to user
masalah
sebaiknya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
h. Kerja Keras Arti kerja keras adalah berusaha dengan sepenuh hati dengan sekuat tenaga untuk berupaya mendapatkan keingingan pencapaian hasil yang maksimal pada umumnya. Tercermin dalam kutipan berikut: Ahh. Rara mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Besok ia akan mengamen lebih giat. Kalau perlu sambil jual koran, semir sepatu, atau membersihkan kaca mobil-mobil yang berhenti di lampu merah. Apa saja, pikir Rara. (Jendela Rara:96) Kutipan di atas menggambarkan tokoh Rara yang bekerja keras demi mewujudkan mimpinya mempunyai jendela di rumahnya. Bekerja keras juga dilakukan Emak dan Bapak Rara yang bekerja keras sebagai pemulung demi menghidupi keluarganya. Tercermin dalam kutipan berikut: Jun menatap Emak dan Bapak yang tiduran di atas sehelai tikar usang. Wajah kedua orangtuanya itu tampak letih. Pastilah. Bukan pekerjaan ringan mencomoti barang dari tempat sampah satu ke tempat sampah lain. Belum hasil mulung bapak, ternyata besi-besi tua. Memang bawa untung yang lebih besar. Tapi berat yang dipikul juga jelas jauh dibandingkan sampah botol plastik atau barang-barang lain. Malah akhir-akhir ini cuaca makin panas. (Jendela Rara: 92)
4. Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu 1. Nilai Pendidikan Moral Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan. Karya sastra dapat dipandang sebagai sarana bagi seorang pengarang untuk berdialog, menawar dan menyampaikan keinginan yang dapat berupa suatu hal, gagasan, moral atau amanat. Nilai pendidikan moral yang terdapat dalam cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu tercermin dalam sikap-sikap sebagai berikut. a. Pengorbanan Sebagai ibu, telah dia beri segala yang bisa. Bekerja apa saja untuk menyekolahkan anak-anak, meski memang napasnya tak cukup panjang membawa mereka ke perguruan tinggi. Hanya si bungsu saja yang kini bekerja di Banda, sempat menamatkan kuliahnya. Sementara anak-anak yang lain hanya tamatan SMA. (Laki-laki yang Menyisir Rindu: 102)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Kutipan di atas adalah gambaran pengorbanan seorang ibu yang dengan sekuat tenaga berusaha membesarkan anak-anaknya. Apa yang dilakukan ibu dari melahirkan sampai membesarkan kita merupakan totalitas pengorbanan seorang ibu yang dilakukan tanpa pamrih sedikitpun. b. Pengabdian Pengabdian berarti berbuat sesuatu bagi orang lain tanpa menuntut imbalan jasa. Tercerminn dalam kutipan berikut: Agam mengagumi Mak. Jerih payah dan kegigihan perempuan itu dalam membesarkan ketiga anaknya. Bagi lelaki itu keputusan Mak untuk tidak menikah lagi, seolah menjadi bukti totalitas pengabdian yang telah dipilihnya. Totalitas untuk bersama anak-anak. Sungguh menjadi ironi karena ketika anak-anaknya mampu membalas budi, totalitas serupa tak bisa mereka berikan. (Laki-laki yang Menyisir Rindu: 107) Kutipan di atas menggambarkan totalitas pangabdian Mak untuk keluarga, pangabdian untuk membesarkan ketiga anaknya dan untuk tidak menikah merupakan wujud pengabdian Mak kepada keluarganya. Pengabdian merupakan sikap yang melakukan sesuatu tanpa mengharap imbalan. c. Cinta Kasih Agam tersenyum, disorongkannya wajah ke arah Mak. Dikecupnya lembut dahi yang penuh guratan usia itu. .(Laki-laki Penyisir Rindu:103-104) Sedangkan kutipan cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu di atas. Tokoh Agam dalam mengungkapkan rasa cinta kasihnya kepada Mak/ ibunya dengan cara mengecup dahi Mak. Tindakan tersebut merupakan salah satu cara yang dapat kita lakukan dalam mengungkapkan rasa cinta kasih kita kepada ibu. Rasa cinta kasih bukan hanya untuk anggota keluarga saja, tetapi rasa cinta kasih dapat kita berikan kepada semua orang. Rasa kasih sayang atau cinta kasih kepada sesama sangatlah penting dan dibutuhkan oleh semua orang. Adanya manusia dibekali dengan rasa cinta kasih kepada sesama akan membawa kedamaian dan kenyamanan bagi setiap orang. d. Perhatian ”Tenang saja, Mak.” Agam, anaknya yang paling muda memang berbeda. Mungkin karena dia belum berkeluarga. Dibandingkan yang lain, si bungsu itu lebih perhatian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Malah sejak dua tahun ini, hanya Agam yang setia mengunjunginya. (Lakilaki yang Menyisir Rindu: 106) Kutipan di atas menggambarkan rasa perhatian Agam kepada Mak dengan setia mengunjunginya. Rasa perhatian merupakan salah satu perwujudan rasa kasih sayang kita kepada anggota keluarga atau orang lain. Rasa perhatian diperlukan dalam menjalani hubungan agar tetap harmonis. e. Menghormati Jasa-jasa Orang Tua Agam mengagumi Mak. Jerih payah dan kegigihan perempuan itu dalm membesarkan ketiga anaknya. Bagi lelaki itu, keputusan Mak untuk tidak menikah lagi, seolah menjadi totalitas untuk bersama anak-anak. Sungguh menjadi ironi karena ketika anak-anaknya mampu membalas budi, totalitas serupa tak bisa mereka berikan.(Laki-laki yang Menyisir Rindu:107) Dari kutipan di atas dapat kita ambil hikmah bahwa kita wajib menghormati jasa-jasa orang tua, jangan menjadi anak yang durhaka, berani terhadap orang tua yang banyak berjasa dalam kehidupan kita. Terutama ibu yang telah susah payah mempertaruhkan jiwa raganya untuk melahirkan dan membesarkan kita. Kita semua tahu yang memberikan ASI waktu kita bayi, mencuci celana kotor kita, menggendong kita sendirian, menahan derita. Tidak ada manusia di dunia ini yang melakukan hal semua di atas tanpa pamrih. Hanya para ibu lah yang bisa melakukan itu semua. Tercermin dalam kutipan berikut: Sebagai ibu, telah dia beri segala yang bisa. Bekerja apa saja untuk menyekolahkan anak-anak, meski memang napasnya tak cukup panjang membawa mereka ke perguruan tinggi. Hanya si bungsu saja yang kini bekerja di Banda, sempat menamatkan kuliahnya. Sementara anak-anak yang lain hanya tamatan SMA. (Laki-laki yang Menyisir Rindu:102) Dan sepertinya tidak ada di dunia ini manusia yang mau mati demi ibu,
tetapi beliau justru satu-satunya orang yang bersedia mati untuk melahirkan kita. Jika dihitung semua jasa dan barang yang kita berikan kepada ibu tidak akan bisa menggantikan satu saja tarikan napas beliau ketika sedang berusaha melahirkan kita ke dunia ini dengan taruhan nyawanya adalah seorang ibu. Oleh sebab itu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
kita sebagai anak berkewajiban untuk selalu memberikan yang terbaik untuk ibu walaupun tidak bisa menggantikan jasa ibu. Dengan menghormati kedua orang tua, membantu pekerjaan orang tua, menjadi orang yang baik dan berusaha menjaga nama baik keluarga salah satu wujud menghormati kepada kedua orang tua. Apalagi menjadi orang yang membanggakan bagi orang tua akan memberikan kebahagiaan kepadanya. f. Mengakui Kesalahan dan Segera Minta Maaf Manusia tidak akan luput dari kesalahan, baik yang kita sengaja maupun yang tidak kita sengaja. ”Kemarin kemana kau? Mak menunggu sampai Magrib.” (Laki-laki yang Menyisir Rindu:106) Agam memutar setirnya. Kendaraan bergerak pelan. Di sepanjang sisi jalan, laut berayun lembut. (Laki-laki yang Menyisir Rindu:106) Dia sudah di sini sekarang, dekat dengan Mak. Tapi perasaan bersalah karena membiarkan Mak menunggu kemarin, masih mengganjal di hatinya. (Laki-laki yang Menyisir Rindu:107) Kutipan di atas dan pada halaman sebelumnya menggambarkan Tokoh Oman yang merasa bersalah kepada ibunya yang telah menunggu terlalu lama. Tindakan Oman yang mengakui kesalahan merupakan sikap yang pemberani dan bertanggung jawab. Untuk menebus kesalahan Oman segera minta maaf kepada ibunya. Tercermin dalam kutipan berikut: Laki-laki itu menginjak pedal gas dalam-dalam, hingga mobilnya terasa terbang. Dia sudah terlambat. Seharusnya kemarin. Sesekali diliriknya jam dipergelangan tangan. Tak sabar untuk segera sampai. Dia ingin secepatnya menemui Mak, meminta maaf atas keterlambatan. Perasaan rindunya berbaur dengan rasa bersalah yang kental, membayangkan perempuan yang melahirkannya menunggu sia-sia.(Laki-laki yang Menyisir Rindu:103-104)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Dari uraian kutipan di atas dapat kita ambil hikmah bahwa manusia tidak akan luput dari suatu kesalahan, mengakui kesalahan dan segera minta maaf merupakan sikap yang yang kita lakukan ketika melakukan suatu kesalahan. 5. Cerpen Bulan Kertas 1. Nilai Pendidikan Agama atau Ketuhanan Pendidikan Ketuhanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan atau kepercayaan kepada Tuhan. Semua makhluk hidup di dunia ini merupakan ciptaan Tuhan. Nilai pendidikan agama yang terdapat dalam cerpan Bulan Kertas adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Ungkapan rasa syukur merupakan wujud rasa berterima kasih kepada Tuhan atas nikmat yang diberikanNya. Syukurlah Gusti Allah masih memberinya Kasih, juga kesempatan kedua menjadi ibu.(Bulan Kertas: 118) Kutipan cerpen Bulan kertas di atas menggambarkan rasa syukurnya tokoh Yu Tarmi karena diberikan Kasih dan juga diberikan kesempatan untuk menjadi seorang ibu lagi oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ketika kita mendapat sesuatu yang membahagiakan atau rezeki yang diberikan oleh Tuhan kita wajib mengucap rasa syukur kepada-Nya. Ungkapan rasa syukur tersebut dapat dengan mengucapkan “Alhamdulillah” bagi orang yang beragama Islam. Ungkapan rasa syukur pada tokoh Yu Tarmi tersebut dapat dijadikan tauladan bagi kita bahwa manusia hendaknya tidak merasa lupa diri dan dapat selalu ingat untuk bersyukur kepada Tuhan akan nikmat yang telah diberikan. 2. Nilai Pendidikan Moral Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan. Karya sastra dapat dipandang sebagai sarana bagi seorang pengarang untuk berdialog, menawar dan menyampaikan keinginan yang dapat berupa suatu hal, gagasan, moral atau amanat. Wujud nilai pendidikan moral yang terdapat dalam cerpen Bulan kertas antara lain adalah sikap;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
a. Tanggungjawab Sikap tanggung jawab merupakan sikap yang memenuhi kewajiban ketika kita mendapat tugas atau melakukan kesalahan. Tercermin pada kutipan berikut: ”Saya siap tanggung jawab, Bu. Biaya rumah sakit akan saya urus.” (Bulan Kertas: 115) Kutipan di atas menunjukkan sikap tanggung jawab untuk menanggung semua biaya rumah sakit. b. Pengorbanan ”Kasih ingin Ibu tak usah bekerja lagi. Biar Kasih yang menafkahi Ibu”. (Bulan Kertas: 123) Kutipan di atas menggambarkan tokoh Kasih yang rela berkorban untuk mencari nafkah untuk ibunya sebagai wujud balas budi seorang anak kepada ibu yang telah membesarkannya. c. Kesederhanaan Hidup sederhana merupakan hidup dengan apa adanya tampak dalam cerpen Bulan kertas. Tercermin dalam kutipan berikut: Blass. Lega perasaan Kasih telah menyampaikan keinginannya. Biarlah mereka bersusah-susah, ngirit, hidup sesederhana mungkin. Tak jadi masalah asalkan ibu bisa berhenti dari pekerjaan yang membuat Kasih tidur tidak tenang setiap malam. Dia tidak tega membayangkan ibu yang mulai senja, masih membanting tulang dengan menjual tubuh. .(Bulan Kertas:123) d. Kerja Keras Wujud sikap kerja keras juga tampak dalam cerpen Bulan Kertas. Tercermin dalam kutipan berikut: Barangkali langkahnya seringan awan-awan yang menghias langit malam itu. Bibir Kasih terus mengulas senyum sejak menyerahkan gaji pada Ibu semalam. Tadi bosnya bilang, mulai bulan ini, kursus malam hari akan diadakan. Itu berarti Kasih harus lembur. Capek memang. Tapi lelahnya juga berarti bertambahnya penghasilan. (Bulan Kertas: 123-124) Kutipan di atas menggambarkan tokoh Kasih yang kerja keras sampaisampai harus lembur demi mendapatkan penghasilan yang lebih. Tetapi kerja keras jangan di salah artikan untuk tujuan yang negatif, berusaha dengan jujur adil
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
untuk tujuan positif. bekerja keras lah sesuai kemampuan yang dimiliki dan jangan memaksakan diri yang nantinya dapat menghasilkan hasil yang kurang maksimal, kerja keras juga mempunyai batasan-batasan limit. kerja keras merupakan salah satu cara yang dapat digunakan bila mana sesuatu hal ingin di capai, kerja keras untuk ini, itu, dan yang penting kerja keras dalam konteks yang positif tidak serta merta bekerja keras untuk tujuan yang negatif. e. Balas Budi Tidak ada salahnya kita selagi bisa untuk membalas jasa-jasa orang tua kita, meski tidak akan pernah dapat melunasinya tetapi sedikit banyak dapt membuat mereka bahagia. Tercermin dalam kutipan berikut: ”Naik haji, Bu!” Kasih tertawa. Benaknya pindah ke Mekkah dan Madinah, yang sering dilihatnya di televisi pada bulan-bulan Ramadhan. Ia dan Yu Tarmi dalam pakaian serba putih mengelilingi Ka’bah. Saat seluruh hamba terlihat sama di hadapan Gusti Allah. Tak akan ada yang mengira ibunya dulu pernah melacur. Tak akan. (Bulan Kertas:122) Mudah-mudahan angan ini terwujud, bisik Kasih. Tak sabar untuk segera menghapus noda yang telah begitu lama melekati ibunya. Rembulannya harus bersih di hadapan Gusti Allah. (Bulan Kertas:122) Kutipan di atas menggambarkan tokoh Kasih untuk membawa ibunya untuk pergi haji, keinginan luhur kasih untuk menghapus dosa yang melekat pada ibunya. Merupakan wujud cinta kasih dan pengabdian kepada ibunya. Tindakan Kasih merupakan salah satu wujud balas budi kepada ibunya yang telah membesarkannya. 6. Cerpen Sepuluh Juta Rupiah 1. Nilai Pendidikan Agama atau Ketuhanan Pendidikan Ketuhanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan atau kepercayaan kepada Tuhan. Semua makhluk hidup di dunia ini merupakan ciptaan Tuhan. Nilai pendidikan Agama yang terkandung dalam cerpen Sepuluh Juta Rupiah adalah Ungkapan rasa syukur kepada Tuhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Ungkapan rasa syukur merupakan wujud rasa berterima kasih kepada Tuhan atas nikmat yang diberikan-Nya. Oman mengangguk. “Alhamdullillah, Sri. Rezeki Allah Maha Luas!” (Sepuluh Juta Rupiah: 134) Kutipan cerpen Sepuluh Juta Rupiah di atas menunjukkan wujud rasa syukur yang dilakukan tokoh Oman kepada Tuhannya adalah dengan mengucap ”Alhamdullillah” atas rezeki yang diberikan Tuhan kepada Oman. Ketika kita mendapat sesuatu yang membahagiakan atau rezeki yang diberikan oleh Tuhan kita wajib mengucap rasa syukur kepada-Nya. Ungkapan rasa syukur tersebut dapat dengan mengucapkan “Alhamdulillah” bagi orang yang beragama Islam. Ungkapan rasa syukur pada tokoh Yu Tarmi dan Oman tersebut dapat dijadikan tauladan bagi kita bahwa manusia hendaknya tidak merasa lupa diri dan dapat selalu ingat untuk bersyukur kepada Tuhan akan nikmat yang telah diberikan. 2. Nilai Pendidikan Moral Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan. Karya sastra dapat dipandang sebagai sarana bagi seorang pengarang untuk berdialog, menawar dan menyampaikan keinginan yang dapat berupa suatu hal, gagasan, moral atau amanat. Nilai moral yang terkandung dalam cerpen Sepuluh Juta Rupiah adalah sikap dermawan. Tercermin dalam kutipan berikut. Oman termenung. Tangannya meraih notes kecil dan melihat beberapa baris coretan lama. Mimpinya akhirnya bisa ditunaikan. Lelaki berusia tiga puluh delapan tahun itu pun tersenyum. (Sepuluh Juta Rupiah: 134) ”Insya Allah bisa, Sri. Sudah dihitung-hitung, dikurangi bagian yang harus disedekahkan. (Sepuluh Juta Rupiah: 134) ”Insya Allah bisa, Sri. Sudah dihitung-hitung, dikurangi bagian yang harus disedekahkan.” (Sepuluh Juta Rupiah: 134) Sri memainkan jemari Rahman. Senyum tersungging di bibirnya. Tulus. (Sepuluh Juta Rupiah: 134) ”Syukurlah. Cukup?” (Sepuluh Juta Rupiah: 134) Oman mengangguk. (Sepuluh Juta Rupiah: 134)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
”Alhamdullillah, Sri. Rezeki Allah Maha Luas!” (Sepuluh Juta Rupiah: 134) Malam ini, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ia dan istrinya akan tidur nyenyak. Uang sepuluh juta itu cukup untuk menyelesaikan kewajiban yang tertunda selama ini, menebus surat-surat kepemilikan rumah yang diam-diam digadaikan ibu demi meriahnya pernikahan Oman dan Sri, Empat tahun silam. (Sepuluh Juta Rupiah: 134) Kutipan di atas menggambarkan tokoh Oman yang akan menyedekahkan sebagian rezeki yang diperolehnya, setelah dikurangi untuk menebus surat-surat kepemilikan rumah yang diam-diam digadaikan ibu demi meriahnya pernikahan Oman dan Sri, Empat tahun silam. Dari tindakan yang dilakukan Oman dapat diambil hikmah bahwa ketika kita mendapatkan rezeki dari Tuhan hendaklah menyisihkan sebagian rezeki kita untuk orang lain. Masih banyak orang-orang yang sangat membutuhkan. Tuhan berjanji bahwa orang yang menyedekahkan sebagian rezekinya niscaya Tuhan akan menambahkannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV diperoleh kesimpulan berkaitan dengan kritik sosial dan nilai didik yang terkandung dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji. 1. Kritik sosial yang terefleksi melalui permasalahan sosial dalam kumpulan keenam cerpen Emak Ingin Naik Haji adalah, a) cerpen Emak Ingin Naik Haji terdapat kritik sosial tentang kemiskinan yang dialami keluarga Zein yang membuat Emak belum bisa mewujudkan mimpinya untuk naik haji dan pelaksanaan ibadah haji di negeri ini yang seolah-olah ibadah haji hanya diperuntukkan kepada orang-orang kaya saja selain itu juga terdapat kritik tentang undian. b) cerpen Koran mengandung kritik sosial tentang ketakutan orang apabila membaca berita di koran yang tidak mengenakkan, orang akan trauma untuk membaca koran kembali oeleh sebab itu harus diubah pandangan orang bahwa Koran sangat dibutuhkan kita meskipun ada berita yang kurang mengenakkan bagi kita tetapi masih banyak informasiinformasi yang sangat dibutuhkan kita c) cerpen Jendela Rara mengandung kritik sosial tentang seseorang yang yang ingin sekali mempunyai jendela pada rumahnya, masih banyak orang yang hidup dalam kemiskinan dan hidup dibawah kolong jembatan dan rumahnya pun hanya terbuat dari triplek berdempetan dengan rumah-rumah lainnya, dan tidak ada jendela untuk sekedar keluar masuk udara. d) kritik sosial dalam Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu adalah tentang sikap seorang anak yang rindu kepada orang tua yang telah ditinggalkannya untuk bekerja ke luar kota. Kebanyakan anak apabila sudah menikah atau bekerja sering kali lupa dengan orang tua. e) Cerpen Bulan Kertas mengandung kritik terhadap pelacuran, akibat tuntutan ekonomi banyak orang yang terjun dalam dunia pelacuran tersebut. f) cerpen Sepuluh Juta mengandung kritik sosial tentang kebanyakan orang apabila mendapatkan rezeki akan digunakan rezeki
commit to user 81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
tersebut hanya untuk berfoya-foya saja seharusnya rezeki tersebut digunakan untuk kepentingan yang penting dahulu dan jangan lupa menyisihkan sedikit untuk bersedekah. 2. Nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia adalah a) Cerpen Emak Ingin Naik Haji mengandung nilai-nilai pendidikan agama wujudnya
nilai pendidikan
ketuhanan atau agama yaitu beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdoa kepada Tuhan dan nilai-nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan wujudnya adalah sikap saling tolong menolong juga mengandung nilai pendidikan moral wjudnya adalah kesederhanaan dan pantang menyerah. b) Cerpen Koran mengandung nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan wujudnya adalah tidak membeda-bedakan teman, sikap peduli kepada teman. c) Cerpen Jendela Rara mengandung nilai pendidikan moral wujudnya adalah sikap baik hati,
hindari sikap yang tidak menghargai
pendapat orang lain, tidak mudah putus asa, cinta kasih, berhemat, berani karena benar, jangan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, kerja keras. d) Cerpen Laki-laki yang Menyisisr Rindu mengandung nilai pendidikan moral wujudnya adalah pengorbanan, pengabdian, cinta kasih, perhatian, menghormati jasa orang tua, mengakui kesalahan dan minta maaf. e) Cerpen Bulan Kertas mengandung nilai pendidikan agama atau ketuahanan wujudnya adalah sikap syukur kepada Tuhan dan mengandung nilai pendidikan moral wujudnya adalah sikap tanggung jawab, pengorbanan, kesederhanaan, kerja keras, balas budi. f) Cerpen Sepuluh Juta Rupiah mengandung nilai pendidikan agama atau Ketuhanan wujudnya sikap rasa syukur kepada Tuhan dan mengandung nilai pendidikan moral yaitu sikap dermawan.
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian pada kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia, tersebut mempunyai nilai-nilai didik yang sangat berguna bagi kehidupan remaja, sehingga guru terutama guru SMA dapat menggunakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia sebagai bahan alternatif pengajaran sastra terutama tema-tema yang berkaitan
dengan
kehidupan. Misalnya tema-tema yang mengkritik masalah kehidupan atau masalah sosial dan kritik-kritik sosial yang muncul dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji dapat digunakan Guru sebagai bahan ajar .Kritik sosial yang terefleksi melalui permasalahan sosial dalam kumpulan keenam cerpen Emak Ingin Naik Haji adalah, a) cerpen Emak Ingin Naik Haji terdapat kritik sosial tentang kemiskinan yang dialami keluarga Zein yang membuat Emak belum bisa mewujudkan mimpinya untuk naik haji dan pelaksanaan ibadah haji di negeri ini yang seolah-olah ibadah haji hanya diperuntukkan kepada orang-orang kaya saja selain itu juga terdapat kritik tentang undian. b) cerpen Koran mengandung kritik sosial tentang ketakutan orang apabila membaca berita di koran yang tidak mengenakkan, orang akan trauma untuk membaca koran kembali oeleh sebab itu harus diubah pandangan orang bahwa Koran sangat dibutuhkan kita meskipun ada berita yang kurang mengenakkan bagi kita tetapi masih banyak informasiinformasi yang sangat dibutuhkan kita c) cerpen Jendela Rara mengandung kritik sosial tentang seseorang yang yang ingin sekali mempunyai jendela pada rumahnya, masih banyak orang yang hidup dalam kemiskinan dan hidup dibawah kolong jembatan dan rumahnya pun hanya terbuat dari triplek berdempetan dengan rumah-rumah lainnya, dan tidak ada jendela untuk sekedar keluar masuk udara. d) kritik sosial dalam Cerpen Laki-laki yang Menyisir Rindu adalah tentang sikap seorang anak yang rindu kepada orang tua yang telah ditinggalkannya untuk bekerja ke luar kota. Kebanyakan anak apabila sudah menikah atau bekerja sering kali lupa dengan orang tua. e) Cerpen Bulan Kertas mengandung kritik terhadap pelacuran, akibat tuntutan ekonomi banyak orang yang terjun dalam dunia pelacuran tersebut. f) cerpen Sepuluh Juta mengandung kritik sosial tentang kebanyakan orang apabila mendapatkan rezeki akan digunakan rezeki tersebut hanya untuk berfoya-foya saja seharusnya rezeki tersebut digunakan untuk kepentingan yang penting dahulu dan jangan lupa menyisihkan sedikit untuk bersedekah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
Nilai-nilai pendidikan sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji
ini dapat dijadikan bahan pembelajaran di kelas.
Pembelajaran nilai-nilai seperti nilai agama, sosial, moral, akan mampu menyentuh aspek afektif siswa apalagi jika bermediakan cerpen. Pembelajaran nilai-nilai tersebut sangat penting karena tujuan utama pembelajaran sastra adalah untuk membina karakter peserta didik agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur. Apabila ditemukan nilai-nilai negatif dalam kumpulan cerpen ini, guru dapat memberikan pengertian
dan penjelasan pada siswa berkaitan dengan
konsekuensi nilai-nilai negatif apabila ditiru. Dengan begitu, siswa tidak akan menirunya. Hal itu dikarenakan sekolah merupakan sebuah lembaga yang membantu para peserta didiknya mempersiapkan berbagai kompetensi
untuk
terjun ke masyarakat. a) Cerpen Emak Ingin Naik Haji mengandung nilai-nilai pendidikan agama wujudnya
nilai pendidikan ketuhanan atau agama yaitu
beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, berdoa kepada Tuhan dan nilai-nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan wujudnya adalah sikap saling tolong menolong
juga
mengandung
nilai
pendidikan
moral
wjudnya
adalah
kesederhanaan dan pantang menyerah. b) Cerpen Koran mengandung nilai pendidikan sosial atau kemasyarakatan wujudnya adalah tidak membeda-bedakan teman, sikap peduli kepada teman. c) Cerpen Jendela Rara mengandung nilai pendidikan moral wujudnya adalah sikap baik hati,
hindari sikap yang tidak
menghargai pendapat orang lain, tidak mudah putus asa, cinta kasih, berhemat, berani karena benar, jangan menyelesaikan masalah dengan kekerasan, kerja keras. d) Cerpen Laki-laki yang Menyisisir Rindu mengandung nilai pendidikan moral wujudnya adalah pengorbanan, pengabdian, cinta kasih, perhatian, menghormati jasa orang tua, mengakui kesalahan dan minta maaf. e) Cerpen Bulan Kertas mengandung nilai pendidikan agama atau ketuahanan wujudnya adalah sikap syukur kepada Tuhan dan mengandung nilai pendidikan moral wujudnya adalah sikap tanggung jawab, pengorbanan, kesederhanaan, kerja keras, balas budi. f) Cerpen Sepuluh Juta Rupiah mengandung nilai pendidikan agama atau Ketuhanan wujudnya sikap rasa syukur kepada Tuhan dan mengandung nilai pendidikan moral yaitu sikap dermawan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Jalinan cerita yang menarik dan disajikan dengan bahasa yang segar dan lugas dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia juga dapat digunakan oleh guru untuk menarik minat siswa dalam memahami, mencintai dan mengapresiasi karya sastra. Banyaknya amanat yang terdapat dalam kumpulan cerpen ini dapat dijadikan guru sebagai bahan materi untuk siswa memaknai hidup.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyampaikan beberapa saran terutama bagi guru bahasa dan sastra Indonesia yaitu: 1. Seorang guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia harus memiliki minat yang tinggi terhadap karya sastra, terutama cerpen khususnya kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia. 2. Nilai-nilai pendidikan yang ada dalam kumpulan cerpen Emak Ingin Naik Haji karya Asma Nadia, hendaknya dapat digunakan sebagai acuan dalam kehidupan sehari-hari bagi anak didik untuk berbuat baik dan berpikir positif 3. Pemilihan materi pembelajaran sastra harus disesuaikan dengan kondisi siswa dan kurikulum yang berlaku.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi.1997. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Andre Hardjana. 1985. Kritik Sastra (Sebuah Pengantar). Jakarta: Gramedia. Asma Nadia. 2009. Emak Ingin Naik Haji. Depok: AsmaNadia Publishing House. Atar Semi. 1993. Anatomi Sastra. Bandung: Angkasa Raya. Burhan Nurgiyantoro. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogjakarta: Gadjah Mada University Press. Brahim. 1968. Drama dalam Pendidikan. Jakarta: Asia Timur Baru. Ekarini Saraswati. 2003. Sosiologi Sastra: sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu Media dan UMM Press. Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Gani Rizanur. 1988. Pengajaran Sastra Indonesia (Respon dan Analisis). Jakarta: Depdikbud. Gunoto Saparie. 2007. Luasnya Wilayah Sosiologi Sastra. (Http.www.Suara
KaryaOnline.htm) Diakses tanggal 26 Februari 2010
Hadikusumo,dkk.
1999.
Pengantar
Pendidikan.
Semarang:
CV.
IKIP
SEMARANG PRESS. Hasan Alwi. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Henry Guntur Tarigan. 1983. Prinsip- Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Herman J Waluyo. 2002. Pengkajian Prosa Fiksi. Surakarta: UNS Press. Idianto M. 2004. Sosiologi untuk SMA kelas X. Jakarta: Erlangga. Jabrohim (ed).2001. Metodologi Penelitian Sastra.Yogjakarta: Hanindita Graha Widia. Jakob Sumardjo. 1981. Masyarakat dan Sastra Indonesia. Bandung: Nur Cahaya. Lexy J Moleong. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Mursal Esten. 2000. Kesusastraan (Pengantar Teori dan Sejarah). Bandung: Angkasa. Netti Saptadewi. 2006. Skripsi”Kajian Struktur dan Kritik Sosial dalam Cerpencerpen karya Hamsad Rangkuti (Sebuah Tinjauan Sosiologi Sastra)”. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Nyoman Kutha Ratna. 2003. Teori, Metode dan teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Putu Arya Tirtawirya. 1982. Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah. Saini, K.M. 1994. Protes Sosial dalam Sastra. Bandung: Angkasa. Sapardi Djoko Damono. 1978. Sosiologi Sastra (Sebuah Pengantar Ringkas). Jakarta: Depdikbud. Soerjono Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Suwardi Endraswara. 2003. Metodologi Penelitian sastra (Epistemologi, Model, Teori, dan Aplikasi). Yogjakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Suwondo, dkk. 1994. Nilai-nilai Budaya Susastra Jawa. Jakarta: Depdikbud. Tirtarahardja, Umar dan S.L la Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasalya. Wellek Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melanie Budianta. Jakarta: Gramedia. Wiyatmi. 2005. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka. 2010. Http.www.wapedia.mobi.htm (Diakses tanggal 23 Februari 2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
LAMPIRAN
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Sinopsis Cerpen
Emak Ingin Naik Haji Kerinduan yang mengental di mata Emak setiap musim haji tiba. Ketika dan balik jendela, Emak merayapi bangunan megah yang terletak persis di depan rumah kecil mereka. Tempat tinggal Juragan Haji. Bukan berita baru karena nyaris setiap tahun tetangga mereka itu berhaji. Lebih sering sendiri atau berdua istri. Kadang mengajak anak-anaknya. Tidak cuma haji, konon Juragan Haji pernah sampai membawa 22 orang sanak keluarganya dalam paket umroh bersama selebritis terkenal.. Kalau melihat kenyataan betapa mudahnya Juragan Haji berangkat setiap tahun, Zein sulit mempercayai berita-berita yang berseliweran, biaya ONH yang terus membumbung, hingga menyulitkan orang-orang kecil untuk berangkat, ratusan jamaah yang batal karena masalah quota, atau penipuan oleh biro haji tidak bertanggung jawab. Tetangganya yang kaya seakan tidak tersentuh masalah itu. Zein melihat Emak lambat-lambat berjalan menjauhi jendela, tempat perempuan itu sehari-hari bermimpi. “Eh, berape sekarang ongkosnya, Zein?” “ONH biasa atau plus, Mak?” Emak tertawa. Beberapa giginya yang ompong terlihat, “Kagak usah plus-plusan. Mak kagak ngerti.” “Kalo kagak salah tiga ribu lima ratusan.” “Murah itu!” Kali ini Zein tertawa, “Pakai dolar itu, Mak. Kalau dirupiahin mah tiga puluh lima jutaan.” Suara riang Emak kontan meredup, “Dulu sih kita punya tanah. Tapi keburu dijual waktu Bapak sakit.” Beberapa saat Emak hanya menghela napas panjang. Suaranya kemudian terdengar seperti bisikan, “Mak pengin naik haji, Zein... pengin banget.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Terlontar juga. Hati Zein berdesir perih. Dia telah gagal pikirnya kesal. Sebagai anak satu-satunya aku telah gagal membahagiakan Mak. Terbayang wajah Emak. Ingat kerinduan satu-satunya perempuan itu. Empat puluh tahun sudah usia... kapan aku dapat melunasi mimpi Emak untuk naik haji? Tapi Tuhan tahu dia bukan tidak berusaha. Bimbingan belajar yang dikelolanya bersama seorang teman terpaksa bangkrut karena kalah bersaing. Usahanya berjualan sepatu di pasar pun tidak berkembang. Malah meninggalkan hutang yang harus dicicili. setiap bulan. Sementara sisa sepatu terpaksa dia jual dengan harga sangat murah kepada tetangga. Usaha warnet? Menggiurkan tapi butuh modal yang banyak. Alih-alih jadi pengusaha, dia malah jadi penjaga warnet yang buka 24 jam. Belakangan Zein berhenti bekerja, karena jam kerja yang panjang sampai pagi, membuat penyakit paru-parunya kambuh, dan meninggalkan deret resep yang tidak bisa ditebusnya. Emak sudah terlalu lama menunggu. Zein sadar, dia tidak punya banyak waktu. Tapi apalagi yang belum dilakukannya untuk mencari uang? Barangkali hanya merampok dan membunuh. Pukul 02.00 pagi. Sebilah parang dan golok. Seutas tali. Beberapa kantung plastik. Terakhir sapu tangan yang dilipat diagonal hingga berbentuk segitiga, sebagai penutup wajah. Kalau keberadaannya di penjara bisa membuat Mak menjadi tamu Allah, dia siap. Tekadnya sudah bulat. Zein mencermati lagi persiapannya sebelum memasukkan satu demi satu barang di meja ke dalam tas ranselnya yang lusuh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
Tepat ketika lelaki itu merogoh saku celana mencari sehelai kertas, tangannya menyentuh sesuatu. Lembaran-lembaran kecil yang diberikan Sri sebelum mereka meninggalkan supermarket. Zein tertegun. Dulu dia tidak pernah meletakkan nasib pada lembaran kertas. Kupon undian dan supermarket besar, yang diberikan Sri usai mereka berbelanja. Potongan-potongan kertas kecil yang hampir dilupakan Zein. Sosok Emak yang berdiri berjam-jam menatap rumah Juragan Haji terus mengusik. Memberinya energi lebih saat tengah malam itu Zein mengisi satu demi satu kolom dalam kertas undian: Nama, alamat, nomor KTP... sambil berdoa tak putus. Harapan setitik yang tiba-tiba melenyapkan keinginan untuk menyatroni tempat tinggal Juragan Haji. Kilatan memori melompat cepat menyusuri hari demi hari, hingga tiba waktu pengumuman yang dijanjikan. Mereka bilang nama-nama pemenang akan dimuat di surat kabar pagi hari ini. Dan Zein merasa dadanya meledak saat menemukan namanya tercantum di halaman delapan. Keriangan yang membuatnya melompat dan menari-nari sepanjang jalan. Seumur hidup dia tidak pernah menangis. Dia bahkan tidak menangis ketika Bapak meninggal. Tapi beberapa waktu lalu Zein benar-benar menangis. Seperti tak percaya. Dia dan Emak merupakan satu dari lima pemenang undian berhadiah paket haji untuk dua orang. Akhirnya dia bisa membawa Emak ke Mekkah. Berdoa di depan Ka ‘bah. Bershalawat di makam Nabi di Raudhah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
Koran . “Koran itu bikin kita cerdas!” ucapku berkali-kali menyitir moto sebuah media ibu kota. Atau di kesempatan lain, “Koran itu enak dibaca dan perlu!” suaraku keras dan penuh semangat, meski masih sama tidak kreatifnya, karena lagi-lagi cuma mencomot slogan koran. Orang cerdas itu baca koran, tau! Tapi perasaanku pada koran, mulai terganggu tiga bulan yang lalu. Uniknya bukan karena omongan kawan-kawan. Penyebabnya justru berasal dari koran itu sendiri. Waktu itu aku sedang menyisir judul-judul berita tiap halaman, ketika mataku tertumpu pada satu berita “Guru SD di Bogor Dikeroyok Massa karena Mencabuli Anak Didik.” Guru SD bernama Maman Jumadi 30 tahun, dikeroyok massa setelah salah satu muridnya mengadu telah diperlakukan tidak senonoh... Bapak dari tiga anak tersebut saat ini meringkuk di Polres Bogor. “Hei .... mau ke mana, Din?” Kliwon, teman sekelas di SPG dulu, yang kuhubungi membenarkan dugaanku.“Betul, Din. Itu Maman kawan kita. Kabarnya malah ini bukan yang pertama kali dia begitu. Kacau juga dia, ya!” Kuraih koran pemberian Mas Parjo. Kubaca perkembangan kebijaksanaan Amerika Serikat terhadap warga muslim di sana, lalu komentar beberapa anggota DPR soal naiknya harga-harga menyusul kenaikan BBM, telepon, dan tarif listrik, sedang para konglomerat yang utangnya trilyunan malah dibiarkan bebas. Sungguh ajaib keadilan yang diberikan aparat pemerintah pada rakyatnya. Kubuka halaman demi halaman. Kubaca satu demi satu. Bagiku koran yang kucinta memang bukan barang murah, jadi harus diperlakukan seperti makanan. Tak ada yang boleh terlewat. Siapa tahu berita yang membawa berkah malah ditaruh belakangan Jadi, aku terus membaca.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
Sampai halaman empat, aku terpaku. Mendadak bayangan Japra dengan tato-tato di sekujur lengan dan punggungnya, melintas. Japra yang lebih suka membeli rokok daripada membeli koran. Dan kemarin, dalam keributan antara preman Tanah Abang, jagoan bongkaran itu tewas dibacok! Aku terpukul. Rasanya ada bongkahan batu besar yang dipukulkan ke dadaku berulang ulang. Teman mainku dan kecil meninggal dan aku harus mengetahuinya lewat koran sialan mi? Sejak itu aku mulai enggan membaca koran. Kubiarkan saja loper koran langgananku terbengong-bengong menerima penolakanku atas koran yang ditawarkan. Pernah sekali, karena iba pada bocah penjual koran yang baru berusia 10 tahun itu, aku mengalahkan keengganan. Akibatnya? ...salah seorang buronan yang diduga terkaitjaringan pemboman di Makasar, berinisial MS. sehari-hari dikenal sebagai tukangparkir di Muara Angke... MS? Tukang parkir Muara Angke? Muhammad Sani, Bang Sani? Bom? Kapan pula lelaki itu ke Makasar? Masya
Allah.
Perasaanku
gonjang-ganjing.
Rekayasa
aparat
keamanankah? Tuduhan asalkah untuk sekadar mencari kambing hitam? Atau memang aku yang tidak cukup memahami teman? Lemas, kupandang lembar demi lembar koran yang masih kupegang. Aku sendiri tidak tahu, mana yang sebetulnya lebih menyesakkan dada. Koran yang memberitakan? Atau mereka sang pembuat berita? Malam itu aku tidur sendirian. Mas Parjo tidak pulang, gerobaknya pun tak nongol. Mungkin menginap di tempat keponakannya, seperti biasa. Namun ketika besok dan besoknya, tukang bakso asal Pemalang itu, tidak juga muncul. Aku mulai panik. Di depanku tergeletak surat kabar terbaru, yang baru saja kubeli dengan sangat terpaksa. Tujuannya cuma satu mencari jejak Mas Parjo.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
Dengan mengumpulkan semua keberanian, aku meraih koran cepat-cepat, lalu membukanya tanpa berpikir. Halaman pertama aman. Kedua juga aman. Tidak ada berita tentang tukang bakso yang mati terlindas kereta. Halaman ketiga, masih seputar pengusutan korupsi yang tidak selesai-selesai. Halaman keempat, kelima, keenam... seterusnya hingga halaman dua belas, aku menarik napas lega. Tapi... tunggu dulu! Halaman sembilan... Tuhan... Emak, dan adik-adikku. Nama mereka semua tercantum dalam daftar korban tanah longsor, dua hari yang lalu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Bulan Kertas “Kasih ketabrak motor, sekarang di rumah sakir....” “Kasih, Cah Ayu, Rembulan Ibu, kenapa? Siapa orang kurang ajar yang bikin kamu celaka?” Kasih meraih tangan Yu Tarmi ke dadanya, “Kasih enggak apa-apa, Bu.” jelasnya lirih. “Sekarang menjelang ujian akhir, Bu. Kasih takut nanti enggak lulus.” jawab Kasih sambil mencium tangan Yu Tarmi. “Nduk, kamu harus lulus. Harus jadi orang pinter supaya enggak bisa dibohongi orang. Mesti kaya supaya bisa membantu orang miskin. Terus....” Kasili menatap Yu Tarmi yang berkali-kali mernbolak-balik lembar ijazah di mana tercantum foto Cah Ayu-nya. Beberapa kali ibunya berdecak bangga. “Ibu seneng kamu lulus...” “Apa rencanamu. Nduk?” Kasih menarik napas dalam “Belum tahu, Bu. Mungkin kerja“ ”Kuliah?“ Kata Ibu Dua sisi hati Kasih berperang. Ingin kuliah. Sungguh. Tapi di sisi lain, ia ingin membahagiakan Ibu. Barangkali kalau ia bisa mencari nafkah, perempuan setengah baya itu tidak perlu lagi bekerja untuk Papi. Kasih anak pelacur. Teman-ternan dan gurunya tahu itu. Ia bahkan nyaris mengalami pelecehan seksual dan beberapa lelaki, yang mengira Kasih tak beda dengan ibunya. Perempuan panggilan. Perempuan yang merusak rumah tangga orang, karena rumah bordil, ke sanalah para lelaki hidung belang menghabiskan uang. Kasih anak pelacur. Ya.... Tapi suatu hari ia akan mengajak rembulannya berubah. Hidup sebagai perempuan terhormat. Berpikir begitu, semangatnya bangkit. Ia memandang Yu Tarmi, dan berkata tegas. “Kasih akan kerja, Bu. Kasih akan cari kerja!” Dan gadis itu membuktikan kalimatnya. Seminggu kemudian Kasih mendapat pekerjaan, meski hanya sebagai operator telepon di tempat kursus kecil. Kasih menyerahkan gaji pertamanya, amplop berisi beberapa lembar lima puluh ribuan itu kepada Yu Tarmi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
“Nanti sebagian kita tabung, Bu” “Siapa tahu nanti kita bisa buka warung, atau beli mesin jahit,” tambah Kasih.Di benaknya berlompatan rencana-rencana masa depan. Kasih tahu ibunya pintar menjahit. Sejak kecil sampai sekarang baju-baju Kasih pun Ibu yang menjahit, meski menumpang mesin jahit tua milik Ceu Mumu. Hm... siapa tahu nantinya mereka malah bisa.... “Naik haji, Bu!” Mudah-mudahan angan ini terwujud, bisik Kasih. Tak sabar untuk segera menghapus noda yang telah begitu lama melekati ibunya. Rembulannya harus bersih di hadapan Gusti Allah. Sudah pukul sebelas malam. Pantas. Lampu bulat-bulat kecil membiaskan cahaya warna warni di antara hentakan musik dangdut. Beberapa karyawati Papi terlihat mojok menemani tamu di warungwarung minum dan di pinggiran gang. Wajah-wajah full make up, dengan tubuh dibalut kaos super ketat dan celana panjang atau rok di bawah pinggul. Kehidupan malam yang sekarang jadi masa lalu buat ibunya. Itulah yang dia baca tadi pagi, sebelum berangkat kerja. Kesungguhan yang terpancar dan kedua mata Yu Tarmi yang berkaca-kaca. Melewati keramaian yang seperti pasar malam, Kasih melangkah lebih cepat. Tas di bahunya berayun-ayun. Tubuh Kasih yang kecil tenggelam dalam keramaian lalu lalang orang yang keluar-masuk rumah bordil. Teriakan para lelaki hidung belang, tawa keras mereka, dan celoteh genit anak buah Papi Lani yang duduk bergerombol di depan rumah-rumah yang menyewakan kamar, adalah warna yang tiap malam sempat diakrabinya. Kasih terus melangkah. Alunan musik dangdut yang makin keras menyeruak dan tape besar di ruang-ruang yang menyerupai bar kecil, diantara tawa mengikik dan celoteh tak keruan. Naluri, mungkin ini yang tiba-tiba membuat Kasih sekonyong-konyong menoleh, dan tersentak. Pendar cahaya lampu warna-warni di pojok jalan, menampilkan seraut wajah, yang tidak asing. Perempuan berbedak tebal yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
duduk mengangkat sebelah kaki, dengan rokok rerselip di bibir.Tatapan genit di antara desah mesra perempuan yang make up-nya paling menor itu, merayu lakilaki berbadan besar, yang menggelendot padanya. Ibu? Kasih Nanar. Tubuhnya limbung. Dan rembulan bundar di langit, mendadak berkeping-keping di matanya.
.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
Laki-laki yang Menyisir Rindu Ibu tua dalam kebaya mengapus air matanya yang jatuh. Ia tak mengerti kenapa kesedihan semakin kental dari tahun ke tahun. Mungkin usia, pikirnya. Mungkin juga kesendirian. Sejak anak-anak lulus SMA dia mulai merasa kesepian. Seolah berlomba-lomba mereka meninggalkannya, meski dengan alasan yang bisa dimengerti. Bekerja. Dan waktu yang berkelebat cepat, tahu-tahu sudah membawa anak-anak pada tahapan lain dalam kehidupan, menikah dan punya anak. Anak-anak sudah tak mengingatnya lagi. Padahal hari ini, pagi-pagi sekali dia sudah bangun, dan merapikan rumah, lalu masak ala kadarnya. ini hari jadinya. Dulu dia dan anak-anak selalu membuat syukuran sederhana untuk mengingat bertambahnya usia. Bukan upaya membawa gaya hidup Barat dalam kehidupari mereka. Tapi mereka jarang makan enak, dan makan enak itu jadi lebih berarti ketika disesuaikan dengan tanggal kelahiran anggota keluarga. Dengan cermat pula, perempuan berkebaya itu menyimpan uang sedikit demi sedikit, agar anak-anak bisa makan istimewa, beberapa kali dalam setahun. Laki-laki itu menginjak pedal gas dalam-dalam, hingga mobilnya terasa terbang. Dia sudah terlambat. Seharusnya kemarin. Sesekali diliriknya jam di pergelangan tangan. Tak sabar untuk segera sampai. Dia ingin secepatnya menemui Mak, meminta maaf atas keterlambatan. Perasaan rindunya berbaur dengan rasa bersalah yang kental, membayangkan perempuan yang melahirkan nya menunggu sia-sia. Tangan Agam mengetuk pintu, bersama salam yang dibisikkannya. Suara sandal diseret dari dalam terdengar mendekat. Tak lama pintu terbuka, sesosok perempuan tua dalam balutan kebaya yang lusuh menatapnya beberapa kejap. Lalu memeluknya tanpa kata-kata. ”Mau kau bawa kermana Mak, Agam?” Agam tersenyum saja. Hati-hati dia menuntun langkah Mak ke mobil. Perempuan berkebaya itu tak bertanya lagi. Wajahnya lurus menghadap ke depan. Tak ada yang tahu betapa hatinya melonjak karena kebanggaan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
terselip. Anaknya Si Agam, sudah jadi orang tampaknya. Sudah bisa pula membawa Mak-nya berkeliling naik mobil. “Eh, ke mana kau ajak Mak, Gam?” Rumah bercat putih itu herdiri di antara rumah-rumah lain yang lebih besar. Dulu mereka sering memandang rumah-rumah di kawasan elit ini, dengan kaki terendam air.Dituntunnya langkah Mak hingga berada tepat di depan pintu. ”Ini rumah, Mak.” bisiknya ke telinga perempuan itu. Mak menatapnya dengan pandangan tak percaya. Lalu tersedu-sedu di dadanya. Tidak. Mak tak boleh menangis. Sebab rumah ini dibelinya untuk membahagiakan wanita itu. Mak tak boleh lagi tinggal sendirian dalam rumah bilik satu kamar. Perempuan itu sudah melewati begitu banyak bilangan tahun di sana. Mak butuh tempat yang lebih sehat, tempat yang lebih nyaman, di mana dia bisa menunggu kedatangan mereka dengan lebih tenang. Matahari mulai menyibak langit, saat lelaki itu men- starter kijangnya. Dia tak berencana meninggalkan Mak lama. Hanya beberapa jam ke kota untuk membeli perabot baru bagi Mak. Tapi sesuatu menghalanginya untuk segera kembali. Gelombang besar yang tiba-tiba saja datang. Rumah-rumah dan perahu tak tampak lagi. Begitupun deretan rumahrumah bagus yang dulu salah satunya di tempati perempuan berkebaya yang melepasnya di pintu rumah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
Jendela Rara “Mak, kapan kita punya rumah?” Sejak ia mengerti arti tempat tinggal, pertanyaan itu kerap disampaikannya pada Emak. Mulanya perempuan berusia empat puluh limaan, yang rambutnya beruban di sana-sini itu, tak menjawab. Baginya tak terlalu penting apa yang ditanyakan anak-anak. Kerasnya kehidupan membuat ia dan lakinya, hanyut dalam kepanikan setiap hari, apa yang bisa dimakan anak-anak esok. Maka pertanyaan apa pun dari anak-anak, lebih sering hanya lewat ditelinga. Kanak-kanak seusia Rara, tak mengenal jera atau bosan mengulang pertanyaan serupa. Dan kali ini, ia berhasill mendapat perhatian lebih dari Emak. Sambil menyandarkan punggungnya di dinding tripleks mereka yang tipis, Emak menatap sekeliling. Matanya menyenter rumah kotak mereka yang empat sisinya terbuat dari tripleks. Hanya satu ruangan, di situlah mereka sekeluarga, ia, suami dan lima anaknya__sekarang empat__memulai dan mengakhiri hari-hari. Tak ada jendela, karena rumah-rumah di kolong jalan tol menuju bandara itu terlalu berdempet. Bahkan nyaris tak ada celah untuk sekedar lalu-lalang, kecuali gang senggol yang terbentuk tak sengaja akibat ketidak beraturan rumah-rumah tripleks di sana. ”Rara mau punya rumah yang ada jendelanya, Mak!” ”Ra! Kalo mau punya jendela, modal sendiri dong!” lantang suara kakaknya mengagetkan Rara. ”Asih!” Asih yang mabuk terus berbicara dan tak menggubris teguran Jun. ”Kebutuhan itu banyak. Udah bagus gue sama Jun kerja. Pake buat yang lebih penting dong!” cerocos Asih, tangannya menjewer kuping Rara. Rara tak gentar. Matanya yang jernih menatap lurus ke arah Asih yang mulai menyalakan rokok dan menghirupnya nikmat. Bagaimanapun Kak Asih harus tahu kalo jendela itu.... ”Jendela itu penting, Kak. Buat keluar masuk udara. Terus kalo siang kita enggak perlu nyalain lampu. Udah terang sinar matahari yang masuk!” Jaawab Rara tak kalah keras.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Keributan yang kemudian tak terelakan antara Jun dan asih, membuat Rara melarikan diri ke sudut rumah. Ia berjongkok sendiri, mata coklatnya berkaca. Bertambah-tambah perasaan gundahnya kala Bapak terbangun lantaran suara berisik yang timbul, lalu menempeleng keduannya. Dan semua gara-gara jendela besar Rara. Ahh. Rara mengusap air mata yang jatuh di pipinya. Besok ia akan mengamen lebih giat. Kalau perlu sambil jual koran, semir sepatu, atau membersihkan kaca mobil-mobil yang berhenti di lampu merah. Apa saja, pikir Rara. Dan sore ini Rara pulang dengan hati melonjak-lonjak. Rara menghambur ke arah Emak yang sedang menyapu lantai. Rara menyerahkan sejumlah uang dalam kepalannya, ke telapak tangan Emak yang basah keringat. ”Buat bikin jendela! Jadi kalo kulit Rara geseng, bukan karena main, Mak! Tapi karena Rara kerja banting tulang buat jendela kita!” papar gadis kecil itu ceriwis. Namun, mimpi Rara untuk menari-nari di antara jendela-jendela besar yang mengantarkan sinar matahari padanya. Juga kerlip bintang-bintang malam hari tak akan terwujud. ”Gara-gara jendela Rara, semua anak-anak di sini pada minta dibuatin jendela sama orangtuanya. Saya bukannya tidak mau mengizinkan. Tapi Emak tahu sendiri situasinya. Rumah-rumah saling menempel, dinding yang satu menjadi dinding yang lain. Lagi pula, kalau dipaksakan, percuma, tidak akan bisa masuk sinar matahari. Kecuali kalau mau ngebor jalan tol di atas sana! Saya sebagai ketua RT tidak bisa mengizinkan!” Kata Pak RT dengan nada serius.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 102
Sepuluh Juta Dia dan istrinya cuma orang kecil. Mereka hidup sederhana sekali. Tapi Rumah besar yang diwariskan nenek pada anak satu-satunya, lalu menurun padanya, sering mengaburkan mata. ”Betapapun kita susah, Sri. Orang luar tak boleh tahu”. Demikianlah. Hidup Oman dan Istrinya mengalir begitu rutin. Seperti rel kereta yang bisa ditebak arahnya. Ia bekerja sebagai penulis lepas dan sesekali diminta menjadi koresponden beberapa media. Kesedihan, kesusahan, hanya milik mereka berdua. Kegembiraan pertama yang dirasanya luar biasa adalah ketika baru-baru ini Rahman, anaknya lahir. Lalu sampailah kejutan yang meledakkan orang sekampung, bahakan famili jauh mereka sekalipun. Awalnya Oman tidak mengira reaksi orang-orang akan sedahsyat itu. Apa pasal? Foto Oman terpampang di koran. Tentu kalau hanya sekedar foto, tidak akan mengundang reaksi seluar biasa itu. Tapi dalam foto itu, Oman memegang sebuah papan besar bertuliskan: ”Sepuluh Juta Rupiah!” Benar-benar sepuluh juta. Foto yang besar itu menampakkan tujuh angka nol sesudah angka 1 di depan, dengan sangat jelas. Oman, penulis yang tak pernah dianggap orang penting itu memenangkan lomba kepenulisan nasional dan mendapat hadiah sepuluh juta rupiah! Berbagai dugaan orang desa pun muncul, untuk apakah Oman menggunakan uang sepuluh juta tersebut. Untuk belanja?, membeli motor?, merenovasi rumah?, membeli perabotan bayi?. Genap pekan ketiga, barulah Oman tahu bahwa hadiah itu benar adanya dan bukan mimpi. Itu setelah nia mengecek rekenig di bank. Ada penambahan luar biasa di saldonya. Kabar baiknya lagi, ternyata hadiah itu bersih dari pajak, dan dia sekeluarga benar-benar mendapatkan sepuluh juta rupiah. Dan di sinilah ia duduk malam itu. Di depannya Sri memangku anak mereka, Rahman yang nyaris berusia setahun. Cahaya lampu teras yang sampai di meja makan, membuat keadaan sekitar sedikit temaram. Kursi yang ia duduki
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
beberapa kali berderit. Memang sudah goyah. Maklum semua perabot di rumah, meski dipelihara dengan baik, adalah peninggalan Emak dulu. Tak ada yang baru. Satu-satunya pemandangan baru di hadapan mereka adalah sepuluh gepok uang pecahan lima puluh ribuan yang tergeletak di meja. Banyak betul. Belum pernah seumur hidup Oman, maupun Sri menatap uang sebanyak itu. ”Jadi bagaimana, Pak?” Oman termenung. Tangannya meraih notes kecil dan melihat beberapa baris coretan lama. Mimpinya akhirnya bisa ditunaikan. Lelaki berusia tiga puluh delapan tahun itu pun tersenyun. ”Insya Allah bisa, Sri. Sudah dihitung-hitung, dikurangi bagian yang harus disedekahkan.” Sri memainkan jemari Rahman. Senyum tersungging di bibirnya. Tulus ”Syukurlah. Cukup?” Oman mengangguk. ”Alhamdullillah, Sri. Rezeki Allah Maha Luas!” Malam ini, untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ia dan istrinya akan tidur nyenyak. Uang sepuluh juta itu cukup untuk menyelesaikan kewajiban yang tertunda selama ini, menebus surat-surat kepemilikan rumah yang diamdiam digadaikan ibu demi meriahnya pernikahan Oman dan Sri, Empat tahun silam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
Tentang Asma Nadia Perempuan bernama lengkap Asmarani Rosalba ini, lebih dikenal masyarakat pembaca sebagai Asma Nadia. Putri kedua dari pasangan H. Amin Usman dan Hj. Maria Erry Susianti, lahir di Jakarta 26 Maret 1972. Sejak remaja Nadia sudah suka menulis, baik cerpen, novel dan sempat pula menulis skenario televisi. Buku pertamanya terbit tahun 1998. Sejak itu lebih dari 40 buku telah diterbitkan berbagai penerbit di Indonesia, antara lain Gramedia Pustaka Utama (GPU), Mizan, Lingkar Pena Publishing House, Asy Syaamil, dan Dewan Kesenian Jakarta. Nadia suka mengangkat peristiwa-peristiwa sosial dan merasa punya keharusan untuk menjadikan tulisan sebagai media untuk menyuarakan ketidakadilan, kemiskinan, dan berbagai persoalan kemanusiaan, belakangan Nadia lebih sering menulis tentang perempuan dan dunia para istri. Beberapa prestasi menulis pernah diraihnya, antara lain: Adikarya Ikapi sebagai salah satu penulis fiksi terbaik nasional (2000, 2001, 2005), Penghargaan dan Majelis Sastra Asia Tenggara (MASTERA) sebagai peserta terbaik dalam 10 tahun MASTERA. Mizan Award, sebagai penulis fiksi terbaik dalam 20 Tahun Mizan, Penulis Terbaik Lokakarya Penulisan Naskah Drama yang diadakan FIB UI dan Dewan Kesenian Jakarta. Juga kesempatan diundang untuk mengikuti Writers in Residence di Seoul selama enam bulan, dan The Chateau De Lavigny, Swiss. Dengan sedikit pengalaman dan wawasan, ia berharap bisa berbagi dan membantu teman-teman untuk menggali potensi menulis lewat berbagai workshop (Pulpen Asmanadia) yang sempat diadakan baik di dalam maupun di luar negeri. Nadia juga ingin memberi ruang kepada pembaca dalam buku-buku yang disusunnya. Saya kira indah jika sebagai penulis, saya bisa berbagi kebahagiaan dan kebanggaan kepada banyak orang, katanya. Karena itu jika mungkin ia ingin selalu menyediakan ruang untuk sahabat-sahabatnya dan perempuan Indonesia umumnya untuk menyampaikan sesuatu (isi pikiran, polemik, dan masalah pribadi) dengan cara yang lain, dengan cara yang mungkin selama ini tidak terlintas dalam pikiran mereka, yakni lewat tulisan. Usahanya menggerakkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
cukup banyak ibu rumah tangga, pembacanya yang tiba-tiba merasa punya keberanian untuk menyampaikan banyak hal lewat tulisan. Milis
[email protected], akhirnya terbentuk dan menjadi forum silaturahim dan berbagi antara Nadia dengan pembaca. Alhamdulillah dan mills dan komunitas maya lainnya telah lahir beberapa karya bersama seperti Catatan Hati di Setiap Sujudku, La Tahzan For Brokenhearted Muslimah, Jilbab Traveler dan belasan judul lain. Ibu dari Putri Salsa yang juga pengarang cilik (My Candy, The Cute Little Ghost, Cool Skool, dll) dan Adam Putra Firdaus yang bercita-cita jadi pemain bola, juga aktif memenuhi undangan seminar, workshop dan talkshow keislaman tentang perempuan. anak dan remaja serta kepenulisan. Beberapa waktu lalu sempat juga memandu dan mengisi tausiyah di layar kaca (ANTV, RCTI dan terakhir Titian Qolbu di tvOne). Masih banyak mimpi yang ingin dicapainya, antara lain berdirinya lebih banyak Rumah Baca Asma Nadia, ruang nyaman dan penuh buku yang menjadi ajang mengasah kreativitas bagi adik-adik kecil dan remaja di tanah air. Saat ini Rumah Baca Asma Nadia telah berdiri di Ciledug, Penjaringan, Manggarai, Jogja, Tegal, Balikpapan, Gresik, Pekanbaru dan Cigombong, Bogor. Rumah Baca Asma Nadia yang berawal dari milis, kini berada di bawah Yayasan Asma Nadia, yang memfokuskan perhatian pada sosial kemanusiaan, termasuk membantu mereka yang saleh dan salehan namun kurang mampu untuk naik haji. Salah satunya lewat penerbitan buku ini. Mohon doa rekan pembaca untuk Penerbit Asma Nadia dan bagi mimpimimpi
lain
yang
masih
Asma
Nadia
pembacaasmanadia, perjuangkan.
commit to user
dan
kawan-kawan
di
milis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Emak Ingin Naik Haji, Catatan Perjalanan Pendek Seorang Penulis (Asma Nadia) Alhamdulillah. Syukur tidak terkira kepada Allah SWT. yang telah nemberikan ruang bagi saya untuk menulis. Semoga saya bisa terus membenahi hati, meluruskan niat... hingga upaya ini bernilai ibadah. Sejujurnya, saya tidak pernah bercita-cita menjadi seorang penulis. Keinginan saya sewaktu kecil adalah menjadi seorang astronom. I’ritah kenapa pula saya ingin nienjadi astronom. Barangkali karena saya takjub dengan banyaknya keindahan di langit sana, yang menurut saya seperti sebuah pintu bagi banyak rahasia. Saya tidak pernah berpikir akan menjadi seorang penulis. Dan memang dunia menulis, sekali pun saya sukai sejak kecil dan remaja, baru membuat saya berkomitmen, seteIah usia dua puluh tujuh tahun. Itu berarti sepuluh tahun yang lalu. Setelah sempat menjadi pengajar nasyid, lalu terpikir untuk menjadi guru Taman Kanak-kanak, sempat mengajar Bahasa Inggris di beberapa perkantoran di Jakarta, juga bagi dua orang Arab di daerah Rawamangun, yang kalau dipikirpikir lucu juga... bagaimana mereka bisa menemukan saya (haha). Apalagi mengingat Bahasa Inggris saya lebih banyak modal pede dibanding kemampuan. Dan ini menjadi semakin lucu. Karena saya tidak mahir berbahasa Inggris, tapi sikon yang kepepet membuat saya tampil percaya diri di hadapan sejumlah orang dewasa yang sempat belajar pada saya (kalau anda termasuk salah satunya, maafkanlah saya, ya?:)). Di sisi lain, saya bertahun-tahun bertarung dengan perasaan tidak percaya diri karena merasa tidak berbakat dalam menulis. Satu-satunya yang membuat saya tetap menulis waktu itu adalah, saya jatuh cinta pada dunia ini. Hanya kebaikan Allah yang telah membawa saya terus menulis hingga sekarang. Sepuluh tahun, bukan waktu yang sebentar, tetapi juga bukan waktu yang panjang, mengingat senior-senior saya telah melalui bilangan yang berkali-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
kali lipat dan mereka tetap menulis. Apa yang telah saya capai masih jauh dibandingkan dengan pengalaman, lalu pencapaian mereka. Saya tahu diri. Saya benar-benar berada di sini karena kebaikan Allah. Diberi-Nya saya kebaikan bertubi-tubi lewat dunia menulis, yang memaksa saya untuk percaya, inilah jalan yang Dia tunjukkan pada saya untuk berbuat. Dan saya yang awalnya hanya menulis karena suka dan hobi, akhirnya memutuskan untuk menjadikannya satu profesi, sekaligus sebuah jalan untuk berjuang, sebagai bentuk syukur atas semua kebaikan-Nya. Buku yang ada di tangan rekan-rekan saat ini, sedikit banyak merekam perjalanan itu. Menggambarkan juga pergerakan minat seorang penulis terhadap berbagai permasalahan. Juga proses belajar saya, yang masih berlangsung hingga sekarang. Mungkin karena itu saya cukup lama memilah-milih cerpen mana yang layak dimasukkan ke buku ini. Sebagian cerita pendek di buku ini pernah dimuat di kumcer saya yang sekarang sudah sulit ditemui, sebagian lagi sempat dimuat di buku antologi. Ada juga yang baru dimuat di koran atau majalah, tapi belum pernah diterbitkan dalam bentuk buku. Salah satu cerita yang sekaligus menjadi judul buku ini, Emak Ingin Naik Haji, ketika pengantar ini saya tulis, sedang dalam proses ke layar lebar. Tinggal satu hari lagi syuting di tanah air, dan di Jeddah. Insya Allah. Beberapa foto hasil bidikan saya (alhamdulillah... semua kru termasuk sutradara dan cameraman sangat sabar menghadapi saya yang bukan still fotografer, tapi sangat rajin ke lokasi syuting dan mencuri gambar diantara kesibukan kru menggulung dan mengulur kabel serta memindahkan lampu) juga sedikir behind the scene-nya, insya Allah bisa rekan-rekan baca di halamanhalaman terakhir buku ini. Prosesnya, termasuk bagaimana Mas Aditya Gumay, sutradara film ini menemukan cerpen Emak Ingin Naik Haji, yang belum pernah dibukukan, hingga pertemuan pertama kami, menggoreskan kesan mendalam bagi saya. Alhamdulillah, semua atas skenario Allah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
Terimakasih Mas aditya karena telah memilih cerpen ini, dan telah memperjuangkannya sedemikian untuk sampai ke layar lebar. Terima kasih juga untuk rekan-rekan yang telah berkenan memilih buku Emak Ingin Naik Haji. Insya Allah seluruh royaltinya semoga cukup untuk melakukan banyak kebaikan termasuk memberangkatkan para saleh dan salehah ke tanah suci. Saya tidak bisa melakukan ini sendiri, tanpa uluran tangan temanteman pembaca, untuk bersama-sama membantu mewujudkan mimpi mereka yang rindu tanahsuci namun terhalang dana. Berapapun royalti yang masuk, insya Allah. Kalau tidak bisa beberapa orang, paling tidak bisa memberangkatkan satu dua orang. Kalaupun tidak cukup untuk memberangkatkan satu orang, insya Allah menggenapi mereka yang sudah mulai menabung untuk sampai ke rumah-Nya. Bismillah, semoga sedikit upaya ini Allah cacat sebagai sebentuk cinta kita pada-Nya. Terima kasih untuk seluruh keluarga: Bang Isa, anak-anak tercinta: Putri Salsa dan Adam PF, Mami Maria dan Papa Amin Ivo’s serta Ibu Eva Nurma yang senantiasa mendoakan. Helvi Tiana Rosa yang pertama mengajarkan menulis, Mas Tomi, adik saya aeron Tomino dan Marin, istrinya. Birulang, Mas Tri Widyatmaka yang dengan sangat sabar menggarap kaver bukunya. Mas Putu Wijaya, Pak Taufiq Ismail, dan Bang Taufil Ikram. Juga para abang saya di FLP: Mas Gola Gong, Mas Fahri Asiza dan Boim Lebon, serta para sahabat yang berkenan membaca dan memberi komentar. Terima kasih. Terakhir, terima kasih untuk Misbah, Tuarzuan, Hilaga, Haynura, lalu Mbak Tri Harsih yang selalu sabar, Rifa, ade untuk layoutnya. Sitaresmi Sidharta, dan kawan-kawan di milis
[email protected] dan FLP, serta
seluruh kru film Emak Ingin Naik Haji yang membuat hari-hari syuting terasa indah dan penuh kebersamaan. Semoga baik buku dan filmnya, Allah nilai sebagai ibadah dan upaya mendekat kepada-Nya. Amin ya Allah... Salam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Asma Nadia
[email protected]
http://anadia.multiply.com
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Pelajaran Tekad dari Rani Kecil (Helvy Tiana Rosa) Rintangan tak dapat menghancurkanku. Setiap rintangan akan menyerah pada ketetapan hati yang kukuh (Leonardo da Vinci). Setiap kali saya merasa lelah din tak mampu, saya segera teringat pada Rani kecil. Dulu, Rani kecil tinggal di sebuah bilik kayu mungil, di pinggir rel kereta api Gunung Sahari. Ia sangat menyayangi keluarganya dan suka mengarang. Ketika belum bersekolah, ia sudah mengarang sebuah puisi yang dihafalnya dan kemudian dijadikannya sebuah lagu. Kakakku manis sekali, aku sayang padanya Ia pun sayang padaku, kakakku sayang.... Sebenarnya Rani ingin sekali punya abang, tetapi ia hanya memiliki seorang kakak perempuan yang berusia dua tahun di atasnya. Dan gadis kecil itu sangat mencintai kakaknya. Rani kecil sangat suka membaca. Ia membaca semua. Buku cerita, buku pelajaran, koran, bungkus cabai, bungkus bawang dan kertas-kertas pembungkus sayur yang dibawa pulang mama dan pasar. Gadis kecil berkepang dua tersebut menjadi kesayangan ibu dan bapak guru. Kelas satu SD ia menjadi rangking ke dua di sekolah. Suatu hari, anak berusia tujuh tahun itu kepalanya terbentur ujung besi yang lancip. Berdarah! Ia muntah-muntah beberapa kali dan segera dibawa ke rumah sakit. “Gegar otak!”suara dokter seperti gelegar petir di telinga keluarganya. “Kita doakan saja semoga tidak ada pengaruh fatal di kemudian hari. Tetapi sungguh, saya tak dapat menjamin apapun,” sambung dokter tersebut prihatin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Mama, papa, kakak dan adik Rani bersedih, tetapi gadis kecil itu tak pernah mengeluh. Ia hanya tersenyum. Pun ketika kemudian dokter melakukan general check up dan ia mendapat tambahan ‘vonis’. “Ada kelainan pada otak bagian belakang.... ” “Paru-parunya kotor....” “Jantungnya bermasalah. “Beberapa giginya membusuk dan tak beraturan. Kami harus mencabut 14 giginya....” “Kami sangat menyesal. Lima benjolan kecil di lehernya ternyata tumor..., harus diangkat.” Bertahun-tahun Rani kecil mondar mandir dari satu rumah sakit ke rumah sakit lain, dan satu dokter ke dokter lain dan meminum begitu banyak jenis obat yang membuatnya mual, tetapi sedikit pun ia tak pernah mengeluh. Ia masih suka mengarang, terutama mengarang lagu. Kadang ia mengarang lagu di rumah sakit, kadang sesaat sebelum tidur. Ia mengarang lagu tentang desa, tentang alam yang indah, tentang seorang detektif kecil. Ia juga masih senang membaca. Hanya saja kakaknya melihat sang adik sering memegangi kepala beberapa saat sambil memejamkan mata. Ya, Rani kecil sering pusing dan susah berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Tetapi ia tetap saja penggembira juga senang menyanyi. Rani baru kelas dua SD, ketika pada suatu hari ia berkata, “Kak, aku ingin sekali punya perpustakaan. Aku juga ingin menyewakan buku-buku cerita kita pada anak-anak lain.’’ Kakaknya, kelas empat SD, memandang sang adik dengan mata berbinar. “Kakak setuju. Kita taruh saja buku-buku itu di atas meja kayu, di depan rumah. Kita tawarkan pada mereka yang lewat. Kira-kira berapa harganya, ya?” “Yang tipis sepuluh rupiah. Yang tebal dua puluh lima rupiah. Boleh dipinjam selama tiga hari sampai seminggu.” Rani dan kakaknya hanya memiliki dua puluh buku cerita. Semuanya mereka jejerkan pada sebuah meja kayu kecil di depan rumah kontrakan tempat tinggal mereka yang baru, di daerah Kebon Kosong. Ternyata banyak anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
tetangga yang tertarik dan mau meminjam buku-buku itu. Uang hasil sewa buku pun mereka belikan buku-buku baru. “Suatu hari kakak akan menulis buku-buku seperti ini,” kata kakaknya sambil memandang langit. “Aku juga! Aku juga!” seru Rani kecil sembari tertawa memperlihatkan kawat-kawat di giginya, sambil ikut-ikutan memandang langit. Namun perlahan ia menunduk dan bertanya pelan. “Tapi apa aku bisa, kak? Aku kan gegar otak.” Kakaknya mengangguk. “Tentu, dik. Tentu saja kamu bisa! Kamu bisa melakukan apapun yang kakak kerjakan bila kamu mau!” Rani kecil sering pusing, tetapi ia tak pernah berhenti belajar. Lalu Allah menunjukkan kekuasaannya! Anak gegar otak dan penyakitan yang tadinya rangking dua di kelas itu tidak menjadi seorang yang idiot! Ia malah menjadi juara satu, bahkan selalu juara umum di sekolahnya! Rani kecil tak mau hanya termangu atau terbaring di tempat tidur. Di selasela waktunya bersekolah dan ke dokter, Rani kecil mengikuti berbagai kegiatan: Pramuka, karate, teater, vokal grup, apa saja. “Saya akan melawan penyakit saya dengan berkarya, Kak. Dengan melakukan sesuatu!” kata Rani kecil sambil memandang langit. Maka setiap kali saya lemah dalam melangkah, saya kembali teringat pada Rani kecil. Di tengah penderitaannya menahan sakit, ia berhasil masuk SMA favoritnya, SMA 1 Budi Utomo, mendapat PMDK untuk meneruskan kuliahnya di IPB, dan menjadi kecintaan teman-temannya. Rani kecil kini berusia 37 tahun, telah menikah dengan seorang jurnalis serta mempunyai sepasang anak yang cerdas dan menggemaskan. Ia menulis banyak artikel, esai, cerpen, novel dan skenario serta memenangkan beberapa lomba mengarang tingkat nasional. Sejak buku pertamanya terbit tahun 1998 hingga kini total ia sudah menulis lebih dan 40 buku! Tiga bukunya: Rembulan di Mata Ibu (Mizan, 2000), Dialog Dua Layar (Mizan, 2001) dan 101 Dating Jo dan Kas (2005) dinobatkan sebagai buku remaja terbaik Adikarya IKAPI 2000, 2001, dan 2005 sekaligus membuatnya terpilih sebagai salah satu pengarang terbaik tingkat nasional (2001, 2002).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
Bukunya yang lain, Derai Sunyi (Mizan, 2002) menjadi novel terpuji tingkat Nasional versi Forum Lingkar Pena. Organisasi ini juga memilihnya sebagai Pengarang Terpuji tingkat Nasional. Tahun yang sama Penerbit Mizan menobatkannya sebagai Penulis Remaja Terbaik Mizan. Ia diundang mewakili Indonesia dalam Program Penulisan Majelis Sastra Asia Tenggara (2003) dan mendapat penghargaan sastrawan muda Asia Tenggara (2005). Tahun 2006 Rani terpilih menjadi satu dari dua sastrawan Indonesia yang diundang ke Korea untuk program Writers in Residence, dan tahun ini diundang The Chateau de Lavigny, Swiss untuk program serupa. Karya-karyanya telah disinetronkan dan difilmkan. Kini ia dikenal pula sebagai direktur sebuah yayasan bergerak di bidang sosial dan budaya. Rani juga pengajar dan pemerhati dunia ank dan perempuan, pendiri Rumah Baca yang jumlahnya terus bertambah di tanah air, serta sering diundang untuk berbicara dalam berbagai forum di dalam dan luar negeri. Ia pengarang nasyid—beberapa lagunya dibawakan oleh Snada dan sudah meluncurkan tiga album bersama kelompok Bestari. Ya, Rani kecil adalah Asma Nadia. I )an si kakak adalah saya sendiri. Dan setiap kali saya metasa lemah dalam melangkah saya akan selalu teringat saat-saat kami masih kecil juga tekad Asma untuk melawan semua penyakitnya dengan berkarya. “Apa saya bisa menjadi penulis, Kak? Saya kan gegar otak?” Pertanyaannya dulu selalu kembali terngiang di telinga saya, kala saya menatap langit malam dan melihat jutaan bintang yang berserakan, menyinari rembulan, di sana. Tentu, anda boleh bangga jika kakek, bapak atau kakak anda seorang pengarang, tetapi hanya diri anda yang mampu mewujudkan cita-cita sebagai seorang pengarang atau penulis, sebab bakat tak ada arti tanpa doa, tekad dan usaha yang sungguh-sungguh dalam mencapainya. Maka, setiap kali saya lemah dalam berkarya, saya akan segera mengingat Rani kecil, seraya memandang langit. Dan seperti biasa, saya akan menemukan pendar cahaya itu. Cahaya mata seorang adik kecil yang menjelma bintang di sana. Menyemangati saya setiap malam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
Catatan Kecil Para Sahabat (1) Emak Ingin Naik Haji Emak Ingin Naik Haji adalah sebuah cerita sederhana yang membuat kita menyadari arti penting sebuah perjuangan hidup, dan membuat saya semakin mengagumi dan mencintai sosok ibu. (Reza Rahadian, Pemeran Zein, Aktor) Hasrat Emak yang begitu mendalam, sesungguhnya telah mengantar jiwa Emak ke Tanah Suci. Putranya adalah renungan tegas, tentang niat baik yang tidak boleh dinodai dengan laku melanggar iman/ hukum. Akibatnya bukan tak mungkin Emak akan merasa bersalah. Pikiran ini yang menteror saya setelah membaca cerpen Emak. Cerpen yang baik adalah sebuah teka-teki batin. (Putu Wijaya). Setelah membaca cerpen Emak lngin Naik Haji saya segera mengambil napas panj ang, membayangkan wajah Emak yang ingin sekali pergi haji dan Zein anak Emak yang berusaha mengajak Emak pergi ke tanah suci. Cerita yang langsung menempel ke hati. Cerita yang mampu menyentuh kalbu. Ah, jadi ikut malu seandainya saya nggak ikutan membantu saudarasaudara saya yang mau berhaji tapi tak mampu, malu kalau saya membiarkan ‘emak-emak’ yang lain hanya bisa bergelut dengan mimpi-mimpinya ke tanah suci malu saya. Malu kalau saya hanya meminjam buku ini tanpa membelinya, malu saya kalau hanya membaca halaman belakang buku ini tanpa membawanya ke meja kasir .... Ah, malu saya. (Boim Lebon) Kisah “Emak Ingin Naik Haji” ini dramatik dan tragis sejak awal. Dimainkan dengan cara bercerita yang tak linier, melainkan dipadukan dengan teknik kilas balik. Pembukaan seperti itu langsung menarik perhatian. Sementara potongan-potongan yang memisahkan ruang para tokohnya dibuat serupa suntingan adegan film. Cerpen yang efektif, hanya sekitar 12 ribu karakter, namun telah menyodorkan tiga alur kisah yang kelak hersatu pada klimaks. Tokoh utama Emak dan Zein, yang menjadi alasan cerita ini ditulis. Keluarga Juragan Haji yang memicu keinginan Emak untuk naik haji, serta bos dan sekretaris yang mengantarkan alur pertama dan alur kedua menyatu sebagai drama.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
Membaca judulnya, hampir-hampir saya mengira ini sebuah fiksi yang ingin berpihak pada suasana kampung: melalui pendekatan tradisional. Namun ternyata, Asma Nadia menggarapnya secara modern (bila boleh disebut demikian),
dengan
sengaja
‘menghapus’
paragraf-paragraf
antara
yang
menjembatani setiap babak. Dalam sekelebat, ada beban intelektual yang disematkan sehingga alur yang seharusnya mengalir dan karib (secara komunikasi) sedikit diganggu justru oleh teknik penyampaiannya. Dan semua itu, Asma rasanya hendak menawarkan sebuah ironi. Sekaligus bermaksud memberi ruang kepada pembaca untuk memosisikan Tuhan secara bebas. Dalam segala tafsir tentang takdir dan keindahan nasib. (Kurnia Effendi, penulis memoar Hee Ah Lee, “The Four Fingered Pianist”) Haji adalah rukun Islam tmakhir sekaligus mahkota, karena seorang manusia menemui-Nya dengan busana putih, melepaskan semua status dan label sosial dalam persaudaraan dan solidaritas dan kepedulian sempurna pada sesama manusia, khususnya dengan saudara Muslim sedunia. Asma Nadia dengan daya tarik khasnya memotret dengan baik kecenderungan haji ala Indonesia yang sibuk dengan status dan abai pada solidaritas antar-manusia. (Agus R. Sarjono) Sebagai redaktur yang sudah empat tahun lebih ditugasi menggawangi Rubrik Haji dan Umrah, saya bisa menyelami bagaimana perasaan Emak dan anak semata wayangnya, Zein. Mereka sudah berpuluh tahun ingin sekali agar Emak bisa menjejakkan kaki di Tanah Suci, menatap Ka’bah dan minum air zam-zam. Namun, betapa jauh rasanya jalan menuju ke sana. Cerpen ‘Emak Ingin Naik Haji’ merupakan cerpen kritik sosial yang sangat kuat dan relevan, khususnya di tengah situasi dan kondisi Bangsa Indonesia yang sudah satu dasawarsa lebih terpuruk namun tiap tahun kita menyaksikan betapa hanyak orang yang sudah pernah berhaji masih juga berlomba-lomba untuk memuaskan nafsu dan ambisinya untuk pergi haji. Inilah yang dikritik keras oleh Imam Besar Masjid Istiqial Jakarta, Prof. Dr. KH Mutafa Ali Ya’qub sebagai haji setan atau haji provokator. Haji seperi itu sungguh jauh dan sunnah Rasulullah SAW.. Bukankah pernah ada sebuah kisah tentang haji di mana seluruh jamaah haji tahun itu ibadahnya tidak diterirna oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Allah SWT. kecuali si Fulan, padahal si Fulan itu tidak pergi haji tahun itu. Sebab, ketika dia hendak pergi haji ada tetangganya yang sakit dan membutuhkan biaya, maka dia serahkan seluruh dana yang semula dia persiapkan untuk haji ke orang tersebut, dan dia pun membatalkan keberangkatannya berhaji. Namun, Allah Yang Maha mendengar dan Maha melihat tak akan pernah menyia-nyiakan niat dan amal baik seorang hamba yang tulus ikhlas menolong saudaranya yang membutuhkan. Allah SWT, menganugerahkan gelar “mabrur” atau hajinya diterima kepada lelaki itu. Dan berkah keikhlasannya itu pula yang akhirnya membuat para jamaah haji lainnya — yang betul-betul berada di Makkah, Arafah, Mina dan melakukan ritual haji — hadahnya diterima. Cerpen ini pun sangat filmis, sehingga saya yakin kalau difilmkan akan menjadi film yang sangat menyentuh. Plotnya kuat, mengharukan. menghentak. menyentakkan kesadaran sekaligus kegeraman kita pada ulah sebagian Muslim kaya di negeri ini yang lebih senang berlomba-lomba mengumpulkan gelar haji di kepalanya daripada menancapkan akhlak seorang haji — sifat pemurah, suka menolong orang, lebih banyak berbuat baik, rajin shalat fardhu berjamaah, tawadhu dan selalu menjaga diri di dalam dadanya. Saya ingin mengucapkan selamat kepada Asma atas cerpennya ini. Walaupun bukan cerpen romantis, namun mampu membuat saya terharu dan tercerahkan. Dan saya masih akan terus merindukan cerpen-cerpen Asma selanjutnya. (Irwan Kelana, Cerpenis, Novelis dan Redaktur Senior Harian Republika)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
Catatan Kecil Para Sahabat (II) Emak Ingin Naik Haji Sederhana tapi bermakna dan fenomenal... Mestinya bisa menggugah nurani setiap kita. Itulah wajah ‘Emak Ingin Naik Haji’. Semoga.(Aty Cancer, Aktris) Sebagai sesama pengarang, alur yang disodorkan Asma Nadia di dalam cerpen “Emak Ingin Naik Haji” (EINH) termasuk popular di kalangan pengarang. Banyak yang melakukannya. Asma Nadia di cerpen EINH mencoba mengajak pembaca berpikir, bahwa realitas kehidupan itu beragam. Pembaca secara tidak sadar sedang berada di dalam kelas yang tidak berdinding dan mendapatkan pelajaran tentang pentingnya rasa bersyukur dan percaya pada kebesaran Allah Swt. Setelah membaca EINH, lagi-lagi saya harus merenung, bahwa “Zein” dan “Emak” adalah orang-orang di sekeliling kita yang sangat merindukan berziarah ke makam Nabi Muhammad Saw. Saya teringat Mang Sapit si tukang sampah, Mang Romli si pengojek, Bik Nas si penjual pisang goreng, Mang Dahian si tukang kebun. Mereka adalah orang-orang yang tekun beribadah dan selalu ke mesjid jika muadzin memanggil. Mereka adalah sang pemimpin seperti juga saya. Hingga kini, saya belum berhasil juga mengumpulkan uang untuk ongkos naik haji. Gaji saya yang jutaan saja belum berhasil. Lantas bagaimana dengan wong cilik itu? Tapi, Emak dan bapakku — alhamdulillah — berhasil naik haji setelah pensiun. Mereka mendapatkan hak dan potongan gaji setiap bulannya setelah puluhan tahun me— ngabdi jadi guru. Itu adalah cara Allah memberangkatkan mereka naik haji. Lantas, percayakah kita pada nasib? Percayakah kita pada ikhtiar dan berdoa? Cerpen EINH adalah ironi di negeri kita, hanya saja, saya agak terganggu dengan beberapa pernilihan kata “asing” seperti “absurd”, “logika” dan “damn it.” Tapi buat saya, jika untuk narasi/deskripsi di Bahasa Indonesia masih ada padanan katanya, saya akan memakai kata Indonesia.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
Akhirnya, membaca cerpen EINH ini menambah lagi deretan fiksi (prosa, puisi, bahkan film), tentang kisah yang memberikan harapan kepada para wong cilik tentang mimpi—mimpi bisa naik haji, sesuatu yang mustahil bisa mereka lakukan dengan cara Allah Swt. Naik haji memang urusan Allah Swt. Tapi jika kita yakin maka Allah akan membantu mewujudkannya.(Gola Gong, pengarang, Pemred www.rumahdunia.net)
Sebuah kisah yang sangat mengharukan. Sebuah cerpen yang mengangkat impian orang kecil yang rindu naik haji. Orang kecil yang ingin meraih kerinduan itu dengan kerja keras dan doa. Namun, ketika harapan tiba-tiba mekar, Sebuah kecelakaan menghempaskan impian itu ke aspal jalanan.... Sebuah akhir yang benar-benar tragis.(Ahmadun Yosi Herfanda) Ada kontras yang ‘aneh’ di mata awam, mengapa yang bisa berhaji selalu mampu mengulangi keberangkatannya, sementara yang tak mampu, hanya bisa bermimpi. Tentu, saya—sebagai orang awam— melihatnya dan kacamata ekonomi; artinya, yang kaya kian kaya, yang miskin, makin merana. Di sini sebenarnya cerpen ini berbicara. Dia bicara tentang sketsa sosial yang ironis, karena bukankah Seyogyanya, orang yang mampu berhaji—paling tidak—pergi tanpa ‘meninggalkan’ kemelaratan di sekelilingnya?(Yanusa Nugroho) Dulu saya percaya, keterbatasan adalah sifat manusia yang paling hakiki. Tapi setelah membaca Emak Ingin Naik Haji, semuanya sirna. Jalan selalu ada. Zein telah menemukannya, meski dengan cara yang sangat kebetulan. Tapi itulah hidup, kadang serba kebetulan, kadang harus diarahkan. Cerpen ini ibarat potongan film yang berkelebat, ringan, namun bermakna hebat.(Fahri Asiza, Komisaris PT Alutree Mandiri, Novelis) Cerpen-cerpen Asma Nadia mengalir lancar. Tema-temanya menyentuh problem etik dan moral dalam balutan suasana religius. Maka karya-karyanya tidak sekedar menyuguhkan kenikmatan estetik, tetapi juga memancarkan penyadaran, betapa hidup ini begitu indah dan penuh makna jika ditaburi sikap toleran, peduli pada sesama makhluk, dan tidak kikir berbagi cinta pada kebenaran dan kemanusiaan.(Maman S. Mahayana)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
Karya-karya Asma Nadia Jilbab Traveler (AsmaNadia Publising House) Jadian Boleh, Dong?( AsmaNadia Publising House) Muhasabah Ciinta seorang Istri (AsmaNadia Publising House)
Novel 1. 101 Dating; Jo dan Kas ( Gramedia Pustaka Utama) 2. Ada Rindu di Mata Peri (Lingkar Pena) 3. derail Rindu (Mizan) 4. Serenade Biru Dinda (Mizan) 5. Pesantren Impian (Syaamil) 6. Cinta di Ujung Sajadah-Revis Ada Rindu di Mata Peri (Lingkar Pena) 7. Istana Kedua (Gramedia Pustaka Utama, 2007)
Kumpulan Cerpen 1. Emak Ingin Naik Haji (Asma Nadia Publishing House) 2. Aku Ingin Menjadi Istrimu (Lingkar Pena) 3. Dialog 2 Layar (Mizan) 4. Cinta Laki-laki Biasa (Asy Syaamiil) 5. Jadilah Istriku (Lingkar Pena Publishing House) 6. Cinta Tak Pernah Menari (Gramedia Pustaka Utama)
Seri Catatan Hati 1. Catatan Hati seorang Istri (Lingkar Pena) 2. Catatan Hati Bunda (Lingkar Pena) 3. Catatan Hati di Setiap sujudku (Lingkar Pena 2007) 4. Muhasabah Cinta Seorang Istri (AsmaNadia Publishing House)
Seri La Tahzan 1. La Tahzan the Real Dezperate Housewives
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
2. La Tahzan For Brokenhearted Muslimah (Lingkar Pena 2008) 3. La Tahzan for Mother (Lingkar Pena 2008) 4. La Tahzann for Jomlo (Miss Right Where R U? (Lingkar Pena, 2005)
Seri Aisyah Putri -For Teens1. Hidayah Buat Sang Bodyguard (Lingkar Pena) 2. Chat For A date (Lingkar Pena) 3. Teror Jelangkung Keren (New Edition plus cerita baru dan komik) 4. My Pinky Moment (Lingkar Pena 2006)
Non Fiksi for Muslimah 1. Jangan Jadi Muslimah Nyebelin (Lingkar Pena Publishing House) 2. Jilbab Pertamaku (Lingkar Pena, 2005) 3. Gara-gara Jilbabku (Lingkar Pena, 2006) 4. Jatuh Bangun Cintaku (Lingkar Pena, 2006) 5. Galz Please don’t Cry (lingkar Pena, 2006)
Seri Komedi 1. Ayat Amat Cinta (Lingkar Pena, 2008) 2. Doa Kecil Dalam Hati Gue (Syaamil) 3. Jai dan Jamilah 1; J-Two On Mission (Mizan) 4. Jai dan Jamilah 2; Jilbabers in Trouble( Mizan)
commit to user