KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV DALAM SERAT WULANGREH DITINJAU DARI KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Tarbiyah
Oleh : SUPRATNO NIM : 3103248
FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2007
Drs. H. Soediyono, M.Pd Jln. Margoyoso III/18 Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eks. Hal
: Naskah Skripsi An. Sdr. Supratno
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, bersama ini saya kirim naskah skripsi saudara : Nama
: Supratno
Nomor Induk : 3103248 Judul
: Kriteria Guru Yang Baik Menurut Paku Buwono IV Dalam Serat Wulangreh Ditinjau Dari Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudara tersebut dapat segera dimunaqasahkan. Demikian harap menjadikan maklum.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, 12 Desember 2007 Pembimbing,
Drs. H. Soediyono, M.Pd Nip. 150 170 728
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 15 Desember 2007 Deklarator
Supratno NIM: 3103248
ABSTRAKSI Supratno (NIM : 3103248). Kriteria Guru Yang Baik Menurut Paku Buwono IV Dalam Serat Wulangreh Ditinjau Dari Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Skripsi. Semarang : Fakultas Tarbiyan IAIN Walisongo, 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, 1). Deskripsi Serat Wulangreh secara umum, 2). Kriteria Guru Yang Baik Menurut Paku Buwono IV Dalam Serat Wulangreh ditinjau dari Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam, 3). Kontribusi Pemikiran Paku Buwono IV tentang kriteria guru yang baik dalam dunia pendidikan sekarang ini. Penelitian ini menggunakan metode riset perpustakaan (library research) dengan teknik analisis deskriptif kualitatif (content analisis), data penelitian kemudian dianalisis menggunakan pendekatan deduktif dan pendekatan induktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam Serat Wulangreh yang merupakan maha karya dari beliau Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV terdapat beberapa kriteria guru yang baik yang dapat dijadikan gambaran atau pedoman sikap seorang guru dalam mendidik, melatih dan mengajar secara professional, serta memiliki kompetensi yaitu kompetensi pedagogik, personal, professional, dan sosial sehingga tujuan pendidikan atau pembelajarannya dapat tercapai. Guru adalah figur seorang pemimpin, dia juga sebagai sosok arsitek yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik, dengan cara membantu anak didik mengubah perilakunya menuju pendewasaan, mempunyai intelektualitas dan pribadi yang berakhlakul karimah sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang diharapkan mampu membangun dirinya, bangsa dan negara. Untuk itu, hal pokok yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kebersihan dan keikhlasan hati. Harta, materi, kemasyhuran bukanlah tujuan utama tetapi hanyalah sebagai pendukung akan tercapainya tujuan mulia itu. Oleh karena itu, untuk menyegarkan kembali dan memaparkan ide-ide emas dari tokoh Paku Buwono IV dalam dunia pendidikan sekarang ini harus didasari oleh adanya reorientasi paradigma pendidikan dan guru. Dengan usaha pembekalan generasi penerus sejak berada di bangku pendidikan atau kuliah dan juga berbagai macam kegiatan yang efektif dan bermanfaat bagi kesadaran hati manusia seperti pelatihan, loka karya dan kegiatan lainnya. Berdasarkan hasil penelitan ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi mahasiswa, para tenaga pengajar dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
DEPARTEMEN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka Telp./Fax (024) 7601295 Semarang 50185
PENGESAHAN Skripsi Saudara
:
SUPRATNO
NIM
:
3103248
Judul
:
KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV
DALAM
SERAT
WULANGREH
DITINJAU
DARI
KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude / baik / cukup, pada tanggal : 08 Januari 2008. Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata I tahun akademik 2007/2008.
Semarang, 25 Januari 2008 Ketua Sidang,
Sekretaris Sidang,
Syamsul Ma’arif, M.Ag
Drs. Wahyudi, M.Pd NIP. 150 274 611
NIP. 150 321 619
Penguji I,
Penguji II,
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, M.Pd
Dr. Muslih, M.A NIP. 150 276 926
NIP. 150 170 474 Pembimbing,
Drs. Soediyono, M.Pd NIP. 150 170 728
MOTTO
ﻋ َﻠ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َﻓ ْﻠ َﻴ ﱠﺘﻘُﻮا اﻟﱠﻠ َﻪ َ ﺿﻌَﺎﻓ ًﺎ ﺧَﺎﻓُﻮا ِ ﺧ ْﻠ ِﻔ ِﻬ ْﻢ ُذرﱢﻳﱠ ًﺔ َ ﻦ ْ ﻦ َﻟ ْﻮ َﺗ َﺮآُﻮا ِﻣ َ ﺶ اﱠﻟﺬِﻳ َ ﺨ ْ َو ْﻟ َﻴ
(٩: ﺳﺪِﻳﺪﹰﺍ )ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ ﻮ ﹰﻻ ﻴﻘﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﹶﻗﻭﹾﻟ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.1 (QS. Al-Nisa : 9)
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Diponegoro, 2000). hlm. 62.
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan skripsi ini untuk orang-orang yang telah memberi arti dalam hidupku:
Bapak dan Ibunda usaha dan cita-cita atas iringan do’a dan restumu, Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya. Semoga bermanfaat dan berkah.
Kakanda dan semua saudara-saudaraku yang selalu mendo’akan dan memberi dorongan untuk meraih kesuksesan. Semoga ini awal dari semua kebaikan.
Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Abidin Demak dan Pengasuh Pondok Pesantren Daarun Najaah Semarang Atas bimbingan, motivasi dan do’a serta ridlamu.
Untuk semua guruku yang telah mengajariku dan membimbingku. Tanpa kehadiranmu hidup ini tidak akan berarti.
Semua santri Ponpes Daarun Najaah S3 (Sukses Shaleh Selamat) adalah cita-cita kita.
Semua teman-teman yang selalu memotivasiku untuk meraih kesuksesan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam semoga tetap terlimpahkan kepada nabi Muhammad SAW yang menjadi guru dan teladan semua muslim serta yang dinanti-nantikan syafa’at dan pertolongannya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dalam Ilmu Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo Semarang. Dalam penyusunan skripsi ini disamping atas usaha, kemampuan dan kamauan penulis juga atas prakarsa dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung yang begitu besar pengorbanannya demi terselesaikan skripsi ini. Maka dari itu penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Bapak Prof. Dr. H. Ibnu Hajar, M.Ed, selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 3. Bapak Drs. H. Soediyono, M.Pd, selaku pembimbing yang dengan tulus ikhlas membimbing, mengarahkan, dan memberi petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik. 4. Bapak Musthofa Rahman M.Ag, selaku Dosen Wali yang mengarahkan dan mengantarkan studi hingga akhir. 5. Bapak dan Ibu Dosen serta semua Karyawan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang yang telah banyak memberikan masukan dan dorongan dalam belajar, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. 6. Bapak KH. Siradj Chudlori selaku Pengasuh Ponpes Daarun Najaah berserta keluarga yang selalu membimbing jiwaku meraih hidayah Ilahi. 7. Bapak Ky. Achmad Baihaqi, M.Ag selaku Pegasuh Ponpes Raudlatul Abidin, Bapak Ky. Ali Munawar, Bapak Ky. Ahmad Badrussalam yang selalu membimbing dan mendidik untuk meraih kesuksesan. 8. Bapak Ust. Ahmad Izzuddin M.Ag, selaku motivator kami dalam meraih sukses shaleh selamat fiddunya wal akhirah. 9. Bapak dan Ibunda ( Bapak Suwoto dan Ibu Suti), yang selalu memberikan do’a untuk meraih kesuksesan.
10. Kakakku tercinta ( Sugeng Haryanto dan Sri Wantini serta Siti Umaroh dan Surifan) serta saudara-saudaraku atas motivasinya. 11. All santri Daarun Najaah Semarang khusunya kang Ghozali S.Pd.I, kang Khoiril Waro, S.Pd.I, kang Fuad S. Fil.I serta Imam Muttaqin Amd. 12. All My friend : Team PPL SMP 30 Semarang serta Team KKN desa Peron Sukorejo Kendal. 13. Teman-teman Organisasi Remaja Islam Masjid (ORISMA) Sidomulyo Wonosalam Demak. 14. Mas Sriyanto yang telah memberikan fasilitas demi terselesaikannya karya ilmiah ini.
Penulis hanya dapat berdo’a kepada Allah SWT, semoga amal baik dari semua pihak tersebut diterima di sisi-Nya, serta diberi petunjuk ke jalan yang lurus sampai akhir hayatnya. Amiiin.
Semarang, 15 Desember 2007 Penulis,
SUPRATNO
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.1 Pendidikan juga berarti sebagai semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya , pengalamannya, kecakapannya serta keterampilannya (orang menamakan hal ini juga “mengalihkan” kebudayaan) kepada generasi muda, sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah. Dapat pula dikatakan bahwa pendidikan itu adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.2 Harapan dari bimbingan yang diberikan guru ini adalah perubahan pada diri anak didik. Pembentukan kepribadian merupakan hasil dari perubahan dalam proses pendidikan tersebut. Kepribadian
menjadi
tujuan
utama
pendidikan
Islam
yang
selalu
mengutamakan nilai ajaran Islam. Namun kenyataan sekarang ini kualitas pendidikan semakin turun, sebab pendidikan belum mencapai tujuan yang sebenarnya. Bahkan pendidikan sekarang ini dijadikan sebagai alat untuk mencapai kemasyhuran, kedudukan dan materi semata. Karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu ia semakin baik kepribadiannya. Dengan demikian guru menjadi salah satu faktor pendidikan harus profesional dalam melaksanakan kegiatan mengajarnya, karena gurulah yang memberikan pengaruh besar kepada muridnya, sehingga guru dituntut untuk bisa memberikan arah yang baik sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu
1
Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1998), Cet. VIII, hlm. 9. 2 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), hlm.120.
1
2
membentuk kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dengan demikian keberhasilan proses belajar mengajar tercapai. Keberhasilan dan kegagalan suatu proses belajar mengajar secara umum dapat dinilai dari out-putnya, yakni orang yang sebagai produk pendidikan.
Bila
pendidikan
menghasilkan
orang-orang
yang
dapat
bertanggung jawab atas tugas kemanusiaan dan ketuhanan, bertindak lebih bermafaat baik diri sendiri maupun orang lain, pendidikan tersebut dikatakan berhasil. Sebaliknya, bila out-putnya adalah orang-orang yang tidak mampu melaksanakan tugas hidupnya, pendidikan tersebut mengalami kegagalan.3 Keberhasilan pendidikan dalam mengahasilkan out-putnya sebagian besar dipegang oleh guru, karena guru adalah salah satu komponen dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang potensial di bidang pembangunan.4 Guru dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik5 bukan hanya dilakukan di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa juga dilaksanakan di masjid, di rumah dan sebagainya, sebagaimana pandangan masyarakat terhadap guru.6 Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaiful Bahri Djamarah bahwa: Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak didik. Dia yang memberikan santapan jiwa dan ilmu, pendidikan akhlak dan membenarkannya. Maka menghormati guru berarti menghormati kita, penghargaan guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita. Dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang.7
3
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 123. 4 Sardiman A M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1990), hlm. 123. 5 Anak didik merupakan salah satu dari dua sisi uang logam yang memiliki tugas menerima konsep pendidikan, agar dirinya terbentuk insan Muslim. Yang kenal dan tahu akan Tuhan dan agamanya. Memiliki akhlak al-Qur’an. Berifat, bersikap dan bertindak sesuai dengan kaidah al-Qur’an. Berpikir dan berbuat demi kepentingan umat. Serta selalu turut ambil bagian dalam kegiatan pembangunan manusia seutuhnya. (lihat Kamal Muhammad Isa, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 1994), hlm. 79). 6 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 31. 7 Ibid., hlm. 42.
2
3
Melihat uraian diatas menunjukkan bahwa tugas dan tangung jawab guru begitu besar, maka guru dituntut untuk mempunyai kemampuan. Dewasa ini menjadi guru tidak semudah yang dibayangkan, guru haruslah bersifat profesional, artinya guru haruslah memiliki kepribadian, kapabilitas, dan kualitas sumber daya manusia yang memadai serta didukung oleh sumber daya manusia yang memadai pula. Hal ini tidak lain hanyalah untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan, dan juga pada dasarnya tugas guru tak ubahnya tugas dokter yang tidak dapat diserahkan pada sembarang orang.8 Jika tugas tersebut diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya. Disamping itu menurut Dr. Muhaimin M.A, dalam bukunya Wacana Pengembangan Pendidikan Islam bahwa: Profesionalisme guru harus didukung oleh beberapa faktor antara lain: 1). Sikap dedikasi yang tinggi terhadap tugasnya, 2). Sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja serta 3). Sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui metode-metode kerjanya, sesuai dengan tuntutan zaman yang didasari oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup di zaman masa depan.9 Disadari atau tidak pada dasarnya tanggung jawab pendidikan seorang anak adalah bertumpu pada kedua orang tuanya dengan alasan orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anak, yakni sukses anak adalah sukses orang tua dan karena kodrat Allah SWT , kemudian karena berbagai kesibukan dan faktor lain yang tidak memungkinkan orang tua mendidik anaknya, maka disinilah tugas seorang guru.10 Seorang guru bukan hanya sekedar pemberi ilmu pengetahuan dan berdiri di depan murid-murid, tetapi seorang guru adalah tenaga profesional yang menjadikan murid-muridnya mampu merencanakan, menganalisis dan menyimpulkan serta mengatasi masalah yang dihadapi, dalam hal ini seorang 8
Thomas Gordon, Guru Yang Efektif, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), hlm. 1. Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 209. 10 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 62. 9
3
4
guru harus memiliki cita-cita yang tinggi, pendidikan yang luas, kepribadian yang kuat, tegas, serta sifat perikemanusiaan yang mendalam sehingga guru merupakan bagian dari masyarakat yang ikut aktif dan kreatif dalam pendewasaan generasi penerus (anak).11 Secara historis jabatan guru dari masa ke masa senantiasa berkembang, dulu ketika kehidupan sosial budaya belum dikuasai oleh hal-hal yang materialistis, pandangan masyarakat cukup positif terhadap jabatan keguruan yaitu komuniti guru sebagai prototipe manusia yang patut dicontoh dan diteladani. Hal ini merupakan nilai-nilai luhur yang sangat lekat oleh masyarakat Indonesia. Mereka adalah pengabdi ilmu tanpa pamrih, ikhlas dan tidak menghiraukan tuntutan materi yang berlebihan, apalagi mengumbar komersialisasi.12 Dengan kata lain guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Kondisi sekarang berbeda dengan kondisi diatas, semua dinilai dengan materi. Faktor utamanya adalah adanya pengaruh pandangan Hidonisme yang menempatkan kemewahan diatas segalanya. Orang bekerja, beramal dan belajar bukan lagi berorientasi pada kehidupan akhirat tetapi demi kenikmatan yang semu di dunia ini. Orang pintar, jenius dan berpendidikan luas lebih memilih pekerjaan yang lebih menghasilkan uang, dibandingkan menjadi guru yang harus ikhlas dengan tugas dan tanggung jawab yang berat.13 Mengapa demikian? Karena pendidikan diisi oleh orang-orang yang tidak berkompeten dan menghendaki keahlian di bidangnya. Memang materi tidak bisa dinafikan dari kehidupan seorang guru, karena guru juga punya tanggung jawab untuk mencukupi kebutuhannya, tetapi orientasinya tidak boleh semata-mata hanya untuk mengejar materi saja. Melalui pemikiran Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh diantaranya guru harus ikhlas, guru yang tidak ikhlas dalam mengajar tentunya mengajarnya hanya asal-asalan atau hanya untuk menggugurkan 11
Robert F. Mc. Nergney, Teacher Development, (New York: Macmillan Publishing, 1981), hlm. 1. 12 Syafrudin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pres, 2002), hlm. 8. 13 Zakiah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), Cet. III, hlm. 69.
4
5
kewajiban.14 Kalau kondisi seperti itu bagaimana nasib anak didik dimasa depannya? Pada dasarnya anak didik sudah memiliki potensi untuk berkembang dan juga dibekali fitrah oleh Allah SWT. Tugas guru adalah mendidik membimbing, mengarahkan agar berkembang menjadi baik. Peneliti tertarik untuk meneliti pemikiran Paku Buwono IV mengenai kriteria guru yang baik dalam Serat Wulangreh. Paku Buwono IV disamping menjadi seorang raja beliau juga dinobatkan sebagai guru etika jawa. Banyak karya-karya beliau tetapi yang terkenal adalah serat wulangreh.15 Serat wulangreh merupakan salah satu bentuk dari seni budaya Jawa yang memiliki nilai-nilai kebudayaan yang disajikan dalam bentuk tembang sehingga mudah untuk dipahami makna-makna yang terkandung di dalamnya. Berangkat dari latar belakang tersebut peneliti ingin mengkaji dan menelaah lebih jauh tentang kriteria guru yang baik dalam Serat Wulangreh. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengungkapkan pemikiran Paku Buwono IV khususnya dalam bidang guru dengan kemasan judul: KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV DALAM SERAT WULANGREH DITINJAU DARI KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.
B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas ada beberapa permasalahan penting yang hendak diungkap dalam penelitian ini, antara lain : 1. Bagaimana deskripsi Serat Wulangreh karya Paku Buwono IV? 2. Bagaimana kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh ditinjau dari kompetensi guru Pendidikan Agama Islam? 3. Bagaimana kontribusi pemikiran Paku Buwono IV tentang kriteria guru yang baik dalam dunia pendidikan sekarang ini? 14
Munarsih, Serat Centini Warisan Sastra Dunia, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005), Cet. I, hlm. 11. 15 Ibid., hlm. 6.
5
6
C. Tujuan Penelitian Melalui rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui Deskripsi Serat Wulangreh karya Paku buwono IV. 2. Mengetahui kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh ditinjau dari kompetensi guru Pendidikan Agama Islam. 3. Mengetahui kontribusi pemikiran Paku Buwono IV tentang kriteria guru yang baik dalam dunia pendidikan sekarang ini.
D. Penegasan Istilah Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan agar terhindar dari timbulnya kesalah pahaman terhadap apa yang terkandung dalam penelitian ini, maka kiranya diperjelas dan dibatasi pengertiannya. 1. Kriteria Guru Dalam kamus ilmiah populer kriteria berarti prasyarat, ukuran, standar.16 Sedangkan kata guru berasal dari bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam bahasa Inggris dijumpai kata teacher yang berarti pengajar. Secara istilah guru berarti pendidik profesional yang merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua dalam rangka pendewasaan anak didik.17Jadi kriteria guru adalah syarat atau ukuran standar menjadi pengajar atau pendidik profesional yang bertanggung jawab atas pendewasaan peserta didik dalam rangka meraih keberhasilan serta kesuksesan dalam hidupnya. 2. Paku Buwono IV Paku Buwono IV adalah seorang putra mahkota dari sinuwun Paku buwono III yang lahir dari permaisuri Kanjeng Ratu Kencana sebagai putra laki-laki nomor 17. Beliau adalah penulis Serat Wulangreh, dan
16
Pius A Partanto dan M Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hlm. 380. 17 Zakiah Darajat, dkk, op.cit.,hlm. 39.
6
7
menjadi raja Surakarta pada tanggal 18 September 1788 terkenal dengan nama Ingkang Sinuwun Bagus.18 3. Serat Wulangreh Serat Wulangreh adalah buah karya beliau Paku Buwono IV dari keraton Surakarta yang berbentuk macapat kidung jawa.
4. Kompetensi Guru PAI Kompetensi berasal dari kata competence, yang berarti keahlian, kemampuan atau kecakapan.19 Sedangkan kompetensi dalam penelitian ini adalah kemampuan yang merupakan pengetahuan, ketrampilan, nilai-nilai dan sikap yang terefleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Guru sacara istilah berarti pendidik profesional yang merelakan dirinya menerima dan memikul tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua dalam rangka pendewasaan anak didik.20 Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya kitab suci al-Qur’an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman, dibarengi tuntunan untuk menghormati agama lain dalam hubungannya antar umat beragama dalam masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.21 Pendidikan Agama Islam sebagai suatu mata pelajaran tentang agama Islam yang diberikan disekolah umum tujuannya untuk membina peserta didik menjadi orang yang memiliki kepribadian Muslim secara utuh yakni yang selalu taat menjalankan perintah agamanya, bukan menjadikan
18 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, Terjemahan Serat Wulangreh, (Semarang: Dahara Prize, 1994), Cet. III, hlm. 3. 19 Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 14. 20 Zakiah Darajat, loc.cit. 21 Departemen Pendidikan Nasional, Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PAI untuk SMU, ( Jakarta: Badan Penelitian dan Pusat Pengembangan Kurikulum, 2001), hlm. 3.
7
8
mereka sebagai ahli dalam bidang agama Islam saja.22 Dari pengertianpengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi guru PAI adalah keahlian, kemampuan, kecakapan, serta kewenangan yang harus dimiliki oleh guru PAI dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar dan pendidik PAI sacara profesional.
E. Kajian Pustaka Penelitian yang mengkaji pemikiran Paku buwono IV ini masih jarang dilakukan oleh kalangan peneliti yang mengambil jurusan ilmu Tarbiyah. Adapun karya beliau yang dapat peneliti sebutkan dan merupakan referensi pokok yaitu Terjemahan Serat Wulangreh Kanjeng Susuhan Paku Buwono IV Surakarta Hadiningrat. Kaitannya dengan pemkiran beliau peneliti akan memaparkan buku-buku yang relevan dan mempunyai kaitan dengan studi ini, diantaranya sebagai berikut: Buku yang berjudul Serat Centini Warisan Sastra Dunia karya Dra. Munarsih, M.Hum menyebutkan tentang tradisi-tradisi Paku buwono IV yang berbeda dengan tradisi sang ayah (Paku Buwono III), pemikiran beliau tentang guru, serta predikat beliau sebagai guru etika jawa dan pelopor kehidupan sufi.23 Imam al-Zarnuji dalam kitabnya Ta’lim al-Muta’allim menyebutkan bagaimana memilih guru yang baik dan bertanggung jawab atas generasi murid (peserta didik) serta dapat membawa keberhasilan dan kesuksesan dunia maupun di akhirat.24 Dr.
Zakiah
Darajat
dalam bukunya
Ilmu
Pendidikan
Islam
mamaparkan tentang syarat menjadi guru yang baik dan bertanggung jawab atas amanah yang dibebankan kepadanya diantaranya guru harus bertakwa
22
Syahidin, ”Pendidikan: Didikkan Agama di PTU”, http://www. pikiran-rakyat. com/cetak/2006.hlm. 1. 23 Munarsih, op.cit., hlm. 6. 24 Al-Zarnuji, Ta’lim al-Muta’alim, (Semarang: Pustaka Alawiyah), hlm. 13.
8
9
kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniahnya, baik ahlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.25 Bukunya Drs. Abidin Ibnu Rusn yang berjudul Pemikiran al-Ghazali Tentang Pendidikan menjelaskan tentang profesi keguruan yang merupakan profesi yang paling mulia dan paling agung dibanding dengan profesi yang lain. Dengan profesinya itu seorang guru menjadi perantara antara manusia dalam hal ini murid dengan penciptanya. Kalau kita renungkan tugas guru adalah seperti tugas para utusan Allah.26 Dari berbagai karya diatas, terdapat beberpa tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini dan juga memberi kontribusi bagi penulisan skripsi ini. Sedangkan penelitian ini menelusuri pemikiran Paku Buwono IV yang difokuskan pada kriteria guru yang baik.
F. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini metode-metode yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) yaitu dengan mengumpulkan data atau bahan-bahan
yang
berkaitan
dengan
tema
pembahasan
dan
permasalahannya yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan27 yang dalam hal ini ada dua sumber: a. Sumber Primer Sumber ini meliputi bahan yang langsung berhubungan dengan pokokpokok permasalahan yang menjadi obyek penelitian ini28 berupa Serat Wulangreh karya Sinuwun Paku buwono IV yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. 25
Zakiah Darajat, op.cit., hlm. 41. Abidin Ibnu Rusn, op.cit.,hlm. 64. 27 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,(Yogyakarta: Rineka Cipta, 1998), hlm. 144 28 Sumardi Surya Brata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Cet. IV, hlm. 39 26
9
10
b. Sumber Sekunder Sumber Sekunder ialah berbagai bahan yang tidak secara langsung berkaitan dengan obyek dan tujuan dari penelitian29 ini bahan tersebut diharapkan dapat melengkapi dan memperjelas sumber primer. Sumber tersebut adalah buku-buku, tulisan-tulisan atau hasil penelitian tentang Serat Wulangreh Paku Buwono IV. 2. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah mengadakan pembahasan dan menganalisanya. Metode analisa yang digunakan ialah metode content analysis (analisis isi) yang merupakan analisis ilmiah tentang isi pesan suatu komunikasi yang ada. Dalam metode content analysis ini menampilkan tiga syarat yaitu : objektifitas, pendekatan sistematis, dan generalisasi. Artinya mempunyai sumbangan teoritik.30
G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mempermudah kajian dalam penelitian ini, terlebih dahulu perlu diketahui sistematika penulisan. Adapun sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab dengan uraian sebagai berikut :
Bab I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, penegasan istilah, kajian pustaka, metode penelitian. Bab II : KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM Bab ini berisi tentang pengertian guru, tugas guru, kedudukan guru, profesionalisme guru, dan kompetensi guru Pendidikan Agama Islam.
29
Ibid. Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakesarasin, 1996), Cet. III, hlm. 49 30
10
11
Bab III : KRITERIA GURU YANG BAIK DALAM SERAT WULANGREH Bab ini akan dipaparkan: Pertama: deskripsi umum Serat Wulangreh meliputi: -riwayat hidup Paku Buwono IV -karya-karya sastra Paku Buwono IV dan -karakteristik serat wulangreh. Kedua: kriteria guru yang baik dalam serat wulangreh pupuh Dhangdanggula. Bab IV : ANALISIS KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV DALAM SERAT WULANGREH Bab ini berisi analisis tentang kriteria guru yang baik dalam Serat Wulangreh ditinjau dari kompetensi guru PAI, kontribusi pemikiran Paku Buwono IV terhadap pendidikan sekarang ini. Bab V
: PENUTUP Bab terakhir ini berisi kesimpulan dari masalah yang dikaji, saran dan penutup.
11
11
BAB II KOMPETENSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM A. Guru 1. Pengertian Guru Secara etimologi (secara bahasa atau lughat) kata guru1 berasal dari bahasa Indonesia yang diartikan orang yang mengajar (pengajar, pendidik, ahli didik). Dalam bahasa jawa, sering kita mendengar kata ‘guru’ diistilahkan dengan “di gugu lan ditiru”. Kata “digugu” berarti diikuti nasehat-nasehatnya. Sedangkan “ditiru” diartikan dengan diteladani tindakannya.2 Guru dijadikan figur teladan bagi anak didik khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. Guru juga bisa disebut Murabbi. Kata Murabbi sering juga digunakan untuk menyebut seorang guru. Murobbi sendiri ditafsiri dengan orang-orang yang memiliki sifat-sifat rabbani yaitu bijaksana, bertanggungjawab dan kasih sayang terhadap peserta didik.3 Guru juga disebut dengan mursid, kata tersebut juga sering dipakai untuk menyebut sang guru dalam thariqah-thariqah. Mudarris yaitu orang yang memberi pelajaran, dan juga muaddib yakni orang mengajar khusus di istana,4 (etika, moral, dan akhlak).5 Ada lagi sebutan untuk guru, yakni professor (muallim) yang dimaknai dengan orang yang mengusai ilmu teoritik, mempunyai kreatifitas dan amaliah.6 Secara terminologi (istilah), guru atau pendidik yaitu siapa yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik, dengan kata lain orang yang bertanggung jawab dalam mengupayakan perkembangan 1
Dalam litetatur pendidikan Islam, seorang guru akrab disebut dengan ustadz, yang diartikan ‘pengajar’ khusus bidang pengetahuan agama Islam. Lihat Abudin Nata, Persepektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-murid, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 42. 2 Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Prilaku dan Prestasi Siswa, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 127. 3 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 11. 4 Muhammad al Atiyyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), hlm. 150. 5 Muhaimin, Wacana pengembangan Pendidikan Islam, (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 29. 6 Ibid, hlm. 213.
12
potensi anak didik, baik kognitif, afektif ataupun psikomotor sampai ketingkat setinggi mungkin sesuai dengan ajaran Islam.7 Dalam hal ini pada dasarnya orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua. Tanggung jawab itu disebabkan oleh adanya beberapa hal, antara lain : a.
Kodrat; yaitu orang tua yang ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu ia diwajibkan pula bertanggung jawab mendidik anaknya.
b. Kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, maka kesuksesan yang diraih oleh anak merupakan kesuksesan orang tuanya juga. Dalam literatur lain dikatakan bahwa guru adalah pendidik yaitu orang yang melaksanakan tugas mendidik atau orang yang memberikan pendidikan dan pengajaran baik secara formal atau non formal.8 Pendidikan tidak dibatasi ruang dan waktu, kapan saja dan dimana saja. Pendidik utama dan pertama di dunia ini adalah Allah SWT sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Alaq ayat 4-5:
(٤-٥ :ﻌﻠﹶﻢ ْ)ﺍﻟﻌﻠﻖ ﻳ ﻢ ﺎ ﹶﻟﺎ ﹶﻥ ﻣﻢ ﺍﹾﻟﺈِﻧﺴ ﻋﻠﱠ ﻢ ﺑِﺎﹾﻟ ﹶﻘﹶﻠ ِﻢ ﻋﻠﱠ ﺍﱠﻟﺬِﻱ Yang mengajar manusia dengan perantaraan Qolam, Dia mengajarkan manusia apa yang tidak dia ketahui. ( Q.S. Al- Alaq : 4-5 )9 Dari ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa Allah SWT adalah pendidik sejati, atau pendidik al-Haq.10 Tidak hanya pendidik manusia, namun pendidik seluruh alam (rabbul alamin). Hal ini terlihat ketika Allah SWT menciptakan manusia pertama kali agar dapat berperan sebagai khalifah di bumi dan menjalani kehidupan dengan baik. Allah mengajari 7 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 74. 8 Erwati Aziz, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 51. 9 Soenarjo, al-Qur'an dan Terjemahnya, (Jakarta, Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan, 1994), hlm. 1079. 10 Erwati Aziz, op. cit., hlm. 52.
13
dan memberikan pengetahuan tentang benda-benda di bumi sebagai persiapan pengelolaannya. Pada awalnya tugas mendidik tugas murni kedua orang tua,11 yaitu yang menyebabkan anak lahir di dunia12 dan juga yang berhubungan langsung dengannya. Anak dilahirkan sesuai fitrahnya, tidak tahu apa-apa dan juga tidak membawa apapun13 kecuali sebuah perangkat yang difasilitasi oleh Allah pada setiap manusia yang terlahir di dunia. Oleh karena itulah peran pendidikan menjadi sangat penting. Kecuali itu juga mereka membutuhkan kasih sayang demi perkembangan dan pertumbuhan anak tersebut, seperti apa yang telah difirmankan:
( ٧٨ : ﺌﹰﺎ ) اﻟﻨﺤﻞﺷﻴ ﻮ ﹶﻥﻌﹶﻠﻤ ﺗ ﻢ ﹶﻻ ﺎِﺗ ﹸﻜﻣﻬ ﺑﻄﹸﻮ ِﻥ ﹸﺃ ﻦﺟﻜﹸﻢ ﻣ ﺮ ﺧ ﻪ ﹶﺃ ﺍﻟﻠﹼﻭ Dan Allah SWT mengeluarkan kamu dari perut ibumu tanpa mengetahui suatu apapun… (QS. Al-Nahl : 78).14 Berangkat dari ayat tersebut jelas bahwa orang tua sebagai wakil dari Allah yang berkewajiban mendidik anaknya, sebagaimana pernyataan alGhazali, “bibit apel tiada artinya sebelum ditanam”15 oleh karena itu, disini posisi orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak. Akan tetapi karena perkembangan pengetahuan, keterampilan, sikap serta kebutuhan hidup yang semakin dalam, luas dan rumit, maka orang tua merasa berat dan perlu melaksanakan kewajiban pendidikan tersebut. Agar pelaksanaan pendidikan tersebut dapat berjalan efektif dan efisien, maka diperlukan pendidik, guru dan lembaga-lembaga pendidikan.16 Sebagai pendidik yang mengambil alih tugas orang tua sebagai tugas yang mulia, oleh karena itu, diharapkan seorang guru senatiasa bersikap
11
Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 65. Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid I, ( Beirut: Dar Al-kitab Al-Islami, t.t. ), hlm. 69. 13 Erwati Aziz, op. cit., hlm. 51. 14 Soenarjo, op. cit., hlm. 413. 15 Muhammad Athiyah al-Abrasyi, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka setia, 2003), hlm. 37. 16 Ahmad tafsir, op. cit., hlm. 75. 12
14
jujur, tanpa pamrih dan hanya mengharapkan ridha Allah semata. Sikap itu akan teraplikasi ke dalam proses belajar mengajar sehingga akan menghasilkan generasi yang berkualitas.17 Zakiah Darajat menyatakan bahwa “guru merupakan pendidik profesional.”18 Oleh karena itu, secara implisit mereka telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan sejak orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah, secara tidak langsung mereka melimpahkan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru di sekolah tersebut. Mereka berharap anaknya mendapat ilmu sebagai bekal demi kesuksesan di masa yang akan datang, dengan demikian kebahagiaan hidup anaknya dapat lebih baik dalam hal ini secara tidak langsung orang tua juga turut merasakanya.19 Lebih lanjut, tidak semua orang dapat menjabat sebagai guru artinya bahwa guru bukan hanya bertugas sebagai pengajar (menyampaikan materi di depan kelas), akan tetapi, mereka mampu menempatkan dirinya sebagai pendidik yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didiknya, baik di sekolah atau luar sekolah).20 Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan. Dalam perspektif pendidikan islam, keberadaan, peranan dan fungsi guru merupakan keharusan yang tidak dapat diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa kehadiran guru. Guru merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari kurikulum, sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak didik seharusnya belajar dengan baik dan benar dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan nilai-nilai hidup Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa guru adalah semua orang yang bertanggung jawab atas perkembangan potensi peserta
17
Erwati Aziz, op. cit., 74. Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta; Bumi Aksara, 1996), hlm. 39. 19 Ahamd tafsir, op. cit., hlm. 74. 20 Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 32. 18
15
didik, baik dari aspek knowledge, behaviour, psikomotor dan estetika dengan cara membimbing membina dan mengarahkan baik individual ataupun klasikal di sekolah maupun di luar sekolah. 2. Tugas Guru Guru adalah figur seorang pemimpin, dia juga sebagai sosok arsitek yang dapat membentuk jiwa dan watak anak didik,21 dengan cara membantu anak didik mengubah perilakunya sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan.22 Guru mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa. Guru bertugas mempersiapkan manusia susila yang cakap yang diharapkan mampu membangun dirinya, bangsa dan negara. Dalam bukunya John Dewey “Democracy And Education” dapat dikutip mengenai tugas guru adalah sebagai berikut: “The educator’s part in the enterprise of education is to furnish the environment which stimulates responses and directs the learner’s course. All that the educator can do is modify stimuli so that response will as surely as is possible result in the formation of desirable intellectual and emotional dispositions.”23 Tugas guru dalam usaha pendidikan adalah untuk melayani masyarakat yang mana memberi semangat dan menunjukkan jalan bagi peserta didik. Guru dapat melakukan suatu perubahan sehingga sangat mungkin sekali untuk meraih watak emosi dan intelektual yang dicitacitakan. Pada hakikatnya, tugas guru adalah mendidik24 yang sebagian besar tercermin dalam kehidupan di dalam rumah tangga dengan cara memberi keteladanan, memberi contoh yang baik, pujian dorongan dan lain 21 22
hlm. 7.
23
Ibid., hlm. 36. Endang Poerwati, dkk., Perkembangan Peserta Didik, (Malang; UMM Press, 2002),
John Dewey, Demokrasi And Education, (New York : Macmillan, 2004), hlm.174. Mendidik adalah kegiatan guru dalam memberi contoh tuntunan, petuntuk dan keteladanan yang dapat diterapkan atau ditiru siswa dalam sikap dal perilaku yang baik ( akhlakul karimah ) dalam kehidupan sehari-hari ( Hadirja Paraba, Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani, 1999), hlm. 10.) 24
16
sebagainya yang diharapkan dapat menghasilkan pengaruh positif bagi pendewasaan anak. Oleh karena itu, mengajar merupakan sebagian dari mendidik.25 Dalam arti yang lebih sempit tugas guru adalah mengajar sebagai upaya transfer of knowlwdge yang dituntut untuk mengusai materi apa yang akan disampaikan, penggunaan metode yang tepat dan pemahaman tentang berbagai karakteristik yang dimiliki anak. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam sistem pendidikan untuk membantu proses perkembangan siswa. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, menyebutkan bahwa: Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.26 Pemahaman tentang berjalannya proses belajar mengajar sangat diperlukan agar apa yang disampaikan oleh seorang guru sesuai apa yang dimiliki anak. Disamping itu guru juga dituntut untuk membuat persiapan mengajar, mengevaluasi tugas belajar anak dan melakukan tugas lainya yang berkaitan dengan tujuan pengajaran.
Menurut Syaiful Bahri
Djamarah dalam bukunya “Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif” menyatakan bahwa jabatan guru memiliki banyak tugas baik terikat dalam dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian tugastugas itu antara lain:27
25
Ahmad Tafsir, loc. cit. Tim Redaksi Nuansa Aulia, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) no. 20 Tahun 2003 Beserta Penjelasannya, (Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2005), hlm. 38. 27 Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 37. 26
17
a. Tugas guru sebagai profesi yaitu suatu tugas yang menuntut profesionalitas diri sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tugas tersebut direalisasikan dalam sistem pembelajaran yang dapat memberikan bimbingan anak didik menemukan nilai-nilai kehidupan. Tugas guru sebagai pengajar juga dapat diartikan meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik. Sementara tugas sebagai pelatih diartikan mengembangkan keterampilan dan menerapkan dalam kehidupan demi masa depan anak didik. b. Tugas guru sebagai tugas kemanusiaan berarti guru terlibat dalam interaksi sosial di masyarakat. Guru harus mampu menanamkan nilainilai kemanusiaan kepada anak didik agar anak didik punya kesetiakawanan sosial. c. Tugas guru sebagai tugas kemasyarakatan berarti guru harus mendidik dan mengajar masyarakat untuk menjadi warga negara yang berakhlak dan bermoral. Dalam hal ini dapat diumpamakan bahwa mendidik anak sama halnya dengan mencerdaskan bangsa. Oleh karena itu, untuk mengemban tugas dan tanggung jawab sebagaimana
diatas, maka menurut Zakiah darajat, bahwa agar dapat
menjadi guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah kebahagian dunia dan akherat, ia harus memenuhi syarat-syarat antara lain: bertaqwa kepada Allah SWT, berilmu, sehat jasmani dan rohaninya, baik akhlaknya dan bertanggung jawab serta berjiwa nasional.28 3. Kedudukan Guru Guru termasuk manusia yang berjiwa besar di dunia ini, ia berusaha menyiapkan generasi penerus yang berkualitas, mentransferkan ilmu pengetahuan dan juga memiliki posisi sebagai pewaris Nabi. Oleh karena itu Islam memberikan penghargaan sangat tinggi terhadap guru. Ia adalah salah satu pemilik ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memiliki peran 28
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 137.
18
penting, dengan ilmu, manusia akan sanggup menaklukkan dunia dan dengan ilmu pula orang akan menemukan jalan kebahagiaan hidup baik di alam dunia fana dan akhirat kelak, bahkan keberadaan ilmu merupakan salah satu syarat akan datangnya hari kiamat, Islam sebagai agama penyempurna, menghendaki kebaikan kehidupan manusia di dunia sekaligus di akhirat. Dan juga memberikan kedudukan yang sangat tinggi kepada guru setingkat dibawah para Nabi dan Rasul.29 Kedudukan itu akan tampak jelas ketika seorang guru mengamalkan ilmunya dalam arti mengajarkan kepada orang lain, dalam hal ini guru adalah bagaikan matahari yang menerangi alam dan juga bagaikan minyak wangi yang mengharumi orang lain karena ia memang wangi.30 Tingginya kedudukan guru dalam Islam masih dapat disaksikan secara nyata pada masa sekarang ini, terutama di pesantren-pesantren Indonesia, santri tidak berani menatap sinar mata Kyai, membungkukkan badan sebagai tanda hormat kepada sang Kyai tatkala menghadap ataupun berpapasan, tawadu’ dan sifat baik lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya kewibawaan atau kharisma yang dimiliki oleh kyai. Keyakinan santri akan kebaikan atau keberkahan dari seorang kyai masih sangat kental hingga merasuk kedalam sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari.31 Akan tetapi, lain halnya dengan kedudukan guru (non pesantren) yang bertugas disekolah-sekolah, kedudukanya jauh lebih rendah dari pandangan Islam selama ini. Guru dipandang sebagai petugas semata yang mendapat gaji dari negara / swasta serta mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Akibatnya jarak antara guru dan murid semakin jauh, kondisi ini dipengaruhi berbagai hal antara lain:32 Pertama, pengaruh pandangan rasionalisme, materialisme dan pragmatisme. Guru didefinisikan sebagai petugas semata atau dengan kata 29
Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 76. Al-Ghazali, op.cit., hlm. 62. 31 S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hlm. 94. 32 Ahmad Tafsir, op. cit., hlm. 87. 30
19
lain guru dipahami sebagai profesi untuk mencari uang serta mencukupi kebutuhan ekonomi. Guru hanya dianggap sebagai orang yang lebih tinggi ilmu pengetahuannya dibandingkan dengan muridnya dan hubungan guru dan murid tidak lebih dari sekedar penjual dan pembeli ilmu pengetahuan. Semua dinilai dengan uang, siapa yang memiliki uang yang lebih, maka akan mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan nilai. Kedua, pengaruh dari masyarakat itu sendiri yang telah rusak karena paham-paham itu. Masyarakat telah menggunakan pertimbangan yang semata-mata rasional, ekonomis, dan relatif. Akibat yang muncul adalah merosotnya mutu pendidikan agama Islam. Bila diukur dengan firman Allah dan hadits-hadits nabi, mungkin saja sains dan teknologi dapat membawa pengaruh yang lebih baik bagi umat Islam atau mendekatkan diri pada Tuhannya. Guru mungkin telah dinilai masyarakat dari kecanggihan logikanya dalam mengajarkan pengetahuan, mungkin juga dinilai dari segi lahiriahnya saja, misalnya pakaian, rumah, atau kendaraannya. Maka imbasnya guru akan dipandang rendah, mana kala terdapat keganjilan bagi diri mereka. Padahal sesungguhnya seorang pengajar (guru) menduduki status yang terhormat dan mulia. Dengan kehormatan dan kemuliaan yang disandangnya itulah yang membawa konsekuensi logis bahwa guru bukan hanya sekedar petugas gajian yang dikaitkan dengan nilai material belaka,33tetapi guru adalah sebagai figur teladan yang mesti ditiru oleh anak-anak didik dan diharapkan mampu memperlakukan anak didik seperti domba yang perlu digembala / didisiplinkan yaitu anak didik sebagai manusia yang mudah dipengaruhi. Seorang pengajar tak cukup hanya mengandalkan kepandaian atau pemilikan otoritas disiplin ilmu tertentu, dia adalah orang yang berbudi dan beriman sekaligus amal dan perbuatanya sendiri dapat memberikan pengaruh pada jiwa anak didiknya. Jika hal itu dapat dimanifestasikan, 33
S. Nasution, op. cit., hlm. 97.
20
maka rasa hormat dan tawadhu’ anak didik terhadap sang pengajar akan datang dengan sendirinya dan akan mudah merasuk ke dalam otak anak didiknya, oleh karena itu pada akhirnya anak didik akan menjadi manusia terhormat sekaligus dihormati. Disamping itu, untuk memanifestasikan kedudukan guru yang sangat mulia dan terhormat ini dan juga membangun relasi antara guru dan murid maka guru harus memberikan peran yang dibutuhkan oleh murid dan juga oleh masyarakat, antara lain: a. Sebagai korektor / evaluator; guru bisa membedakan mana nilai yang buruk dan nilai yang baik. b. Sebagai informator; guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, selain bahan pelajaran yang telah diprogramkan dalam mata pelajaran dalam kurikulum. c. Sebagai inspirator; guru harus memberikan ilham (petunjuk) yang baik atas kemajuan anak didik. d. Sebagai organisator; guru harus mampu mengorganisasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar demi tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik. e. Sebagai motivator; guru harus mampu mendorong anak didiknya agar bergairah dan aktif dalam belajar. f. Sebagai inisiator; guru harus mampu menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran. g. Sebagai fasilitator; guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memudahkan belajar anak didik. h. Pembimbing; guru hendaknya mengarahkan anak didiknya terhadap potensinya sehingga mereka menjadi manusia dewasa yang sempurna, baik ilmu dan akhlaknya. i. Supervisor; guru hendaknya dapat membantu dan memperbaiki serta menilai terhadap proses pengajaran secara kritis. Dan juga peranan lain
21
yang dapat mendukung dan mewujudkan kedudukan guru sebagai manusia terhormat dan mulia34. Kedudukan guru akan tampak jelas ketika guru dapat memberikan perannya sebagaimana di atas, minimal peranan sebagai pendidik dan pembimbing yang pada dasarnya peranan guru itu tidak terlepas dengan kepribadianya dalam arti tidak hanya menyampaikan bahan-bahan mata pelajaran dan juga tidak hanya dalam interaksi formal tetapi juga informal, tidak hanya diajarkan tetapi juga ditularkan.35 Serta tidak hanya diucapkan tetapi harus diamalkan, dengan kata lain ilmiah yang amaliah. 4. Profesionalisme Guru Profesionalisme berasal dari kata profesi (profession) yang dapat diartikan sebagai jenis pekerjaan yang khas atau pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan, atau dapat juga berarti beberapa keahlian atau ilmu pengetahuan yang digunakan dalam aplikasi untuk berhubungan dengan orang lain. Instansi atau sebuah lembaga profesional adalah seseorang yang memiliki perangkat pengetahuan atau keahlihan yang khas dari profesinya. Profesionalitas merupakan kepemilikan seperangkat keahlian atau kepakaran dibidang tertentu yang dilegalkan dengan sebuah sertifikat oleh sebuah lembaga. Seorang yang profesional berhak memperoleh reward yang layak dan wajar yang menjadi pendukung utama dalam merintis karirnya ke depan.36 Profesional adalah cara individu melihat keluar dari dunianya. Sesuatu yang berhubungan dengan apa yang mereka lakukan dengan terhadap organisasi dan profesi yang mereka emban. Bagi guru secara sederhana dapat diwujudkan dalam sebuah karya ilmiah, seperti buku yang mereka tulis atau pembelajaran yang mereka lakukan sesuai kebutuhan.
34
Syaiful Bahri Djamarah, op. cit., hlm. 43-48. Nana Syaodih Sukma Dinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), hlm. 251. 36 Muhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Mizaka Galiza, 2003), hlm. 79. 35
22
Oleh karena itu dalam profesi digunakan tehnik dan prosedur intelektual yang harus dipelajari secara sengaja sehingga dapat diterapkan untuk kemaslahatan orang lain. Guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru, hal ini berarti bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada sembarang guru, sebab tidak sembarang orang dapat menjabat sebagai guru.37 Dalam literatur lain dikatakan bahwa guru merupakan suatu pekerjaan profesional,38 untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, selain harus memenuhi syarat kedewasaan, sehat jasmani dan rohani. Guru juga harus memiliki ilmu dan kecakapan serta keterampilan keguruan. Ilmu dan kecakapan serta keterampilan tersebut diperoleh selama menempuh pelajaran dilembaga pendidikan guru. Suatu pekerjaan akan dikatakan sebagai profesi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:39 a. Panggilan hidup yang sepenuh waktu; bahwa profesi ini adalah pekerjaan yang menjadi panggilan hidup seseorang yang dilakukan sepenuhnya serta berlangsung untuk jangka waktu lama bahkan seumur hidup. b. Pengetahuan dan kecakapan keahlihan; profesi adalah pekerjaan yang dilakukan atas dasar pengetahuan dan kecakapan / keahlihan yang khusus dipelajari. c. Kebakuan Universal; profesi adalah pekerjaan yang dilakukan menurut teori prinsip, prosedur dan anggapan dasar yang baku secara umum universal. 37
Zakiah Darajat, op. cit., hlm. 39. Nana Syaodih Sukmadinata, op. cit., hlm. 255. 39 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2003), hlm. 16. 38
23
d. Pengabdian; profesi adalah pekerjaan terutama sebagai pengabdian pada masyarakat bukan untuk mencari keuntungan secara material/ finansial bagi diri sendiri. e. Kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif. Profesi adalah pekerjaan yang mengandung unsur-unsur kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif terhadap orang dan lembaga yang melayani. f. Otonomi. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan secara otonomi atas dasar prinsip-prinsip dan norma-norma yang ketetapannya dapat diuji atau dinilai oleh orang lain. g. Kode Etik Profesi adalah pekerjaan yang mempunyai kode etik yaitu norma-norma tertentu sebagai pegangan atau pedoman yang diakui dan dihargai oleh masyarakat. h. Klien. Profesi adalah pekerjaan yang dilakukan untuk melayani mereka yang membutuhkan pelayanan (klien) yang pasti dan jelas subyeknya. Dari kriteria tersebut di atas dapat dipahami bahwa memang guru merupakan suatu pekerjaan profesional, karena kebanyakan guru berkomitmen dengan panggilan nurani, tanggung jawab moral, sosial dan keilmuan.40 Oleh karena itu ia berhak mendapatkan penghargaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan profesionalnya dalam mengemban tugas sebagai pendidik.41 Jadi untuk menjadi seorang profesional harus dirintis oleh tempaan ranah keilmuan, pendidikan atau pelatihan, hal itu sejalan dengan pendapat Zakiyah Darajat “guru adalah pendidik profesional”42 oleh karena itu setiap sesuatu yang dipelajarinya harus dapat diaplikasikan secara terampil atau digunakan dalam komunitasnya. Oleh karena itu guru profesional yang mampu mengaplikasikan apa yang dipelajari dengan terampil, melakukan apa yang dikatakan dan 40
Muhtar, op. cit., hlm. 85. Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 97. 42 Zakiah Darajat, op. cit., hlm. 39. 41
24
mampu menjadi uswatun hasanah bagi anak didiknya. Guru yang demikian ini patut dihormati, dibina dan dikembangkan.43 Begitu juga kesejahteraan dan penghargaan yang layak baginya harus dipikirkan. Dan disamping itu, dunia ini akan hancur bersama orang-orang yang berilmu.44
B. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Kompetensi Dalam kamus bahasa Indonesia, kompetensi berarti kewenangan atau kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal. Pengertian dasar kempetensi (competency) adalah kemampuan atau kecakapan. Kompetensi berarti kewenangan atau kecakapan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.45 Dari pengertian diatas diambil kesimpulan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan, kecakapan bahkan kewenangan yang harus dimiliki oleh seorang guru dalam rangka mendidik, mengajar, serta melatih peserta didik. Kompetensi juga berarti seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan.46 2. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam Kompetensi guru agama adalah kewenangan untuk menentukan pendidikan agama yang akan diajarkan pada jenjang tertentu di sekolah tempat guru itu mengajar.47 Guru adalah pihak yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, guru memegang peranan yang sangat srategis dalam inovasi palaksanaan pengajaran agama Islam. Di kelas guru adalah key person (pribadi kunci) yang memimpin dan mengarahkan kegiatan belajar mengajar para siswanya. Di mata siswa,
43
Abudin Nata, Persepektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-murid, op. cit., hlm. 97 Ahmad tafsir, op. cit., hlm. 113. 45 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: CV Ruhama, 1995), cet. II, hlm. 95. 46 Lihat Undang-Undang Guru dan Dosen, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet. I, hlm. 5. 47 Zakiah Darajat, loc.cit. 44
25
guru adalah orang yang mempunyai otoritas bukan saja dalam bidang akademis, melainkan juga dalam bidang non akademis. Bahkan dalam masyarakat guru dipandang sebagai orang yang harus digugu dan ditiru. Pengaruh guru terhadap siswanya sangat besar. Faktor-faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati misalnya, memegang peranan penting dalam interaksi sosial.48 Guru mempunyai tanggungjawab yang sangat berat yaitu mendidik, mengajar bahkan melatih anak didiknya, karena keberhasilan guru dalam mendidik berarti keberhasilan mempersiapkan masa depan yang lebih baik, sehingga harapannya generasi di masa depan tidak menjadi generasi yang lemah ( tidak mempunyai pengetahuan agama maupun umum).Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT :
ﻮ ﹰﻻ ﻴﻘﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﹶﻗﻭﹾﻟ ﻪ ﺘﻘﹸﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﻴﻢ ﹶﻓ ﹾﻠ ﻴ ِﻬﻋﹶﻠ ﺎﻓﹸﻮﺍﺎﻓﹰﺎ ﺧﺿﻌ ِ ﹰﺔﻳﻢ ﹸﺫﺭ ﺧ ﹾﻠ ِﻔ ِﻬ ﻦ ﺮﻛﹸﻮﺍ ِﻣ ﺗ ﻮ ﻦ ﹶﻟ ﺶ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺨ ﻴﻭﹾﻟ (٩: ﺳﺪِﻳﺪﹰﺍ )ﺍﻟﻨﺴﺎﺀ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.49 (QS. Al-Nisa : 9) Dalam Islam tugas seorang pendidik dipandang suatu hal yang sangat mulia. Proses ini menyebabkan Islam menempatkan orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila dibanding dengan manusia lainnya.50 Oleh sebab itulah, untuk dapat membawa perubahan dalam sistem pendidikan dan melahirkan SDM (Sumber Daya Menusia ) yang handal 48 Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007 ), Cet.1, hlm. 38. 49 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Diponegoro, 2000). hlm. 62. 50
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 42.
26
serta tercapainya tujuan yang diharapkan diperlukan adanya tipologi guru pendidikan Islam yang memilki karakteristik tertentu, yang pada masa sekarang disebut guru yang berkompetensi. Guru yang berkompetensi menggambarkan bahwa guru harus memiliki atau menampilkan sosok kualitas personal (kepribadian), profesional dan sosial dalam menjalankan tugasnya.51 Untuk mengemban tugas tersebut guru harus memiliki seperangkat kualifikasi
kompetensi
keilmuan
serta
keinginan
untuk
terus
mengembangkan kemampuan tersebut sebagai wujud dari tanggung jawabnya. Secara umum kompetensi bagi guru tersebut adalah kompetensi yang secara langsung berhubungan dengan mengajar sekaligus menjadi kompetensi yang mendukung kemampuan keprofesioanalan guru PAI sehingga dapat melakukan pengajaran dengan baik. Al-Ghazali mengatakan bahwa tugas pengajaran tidak cukup hanya mengandalkan kepandaian atau pemilikan otoritas ilmu tertentu saja, tetapi dibarengi dengan berbudi dan beriman sekaligus amalnya, yang perbuatannya sendiri memberikan pengaruh pada jiwa anak didiknya. Karena guru (digugu dan ditiru) setiap tingkah lakunya akan ditiru oleh anak didiknya. Ajakan dari seorang guru harus dibarengi dengan perbuatannya, murid akan memandang remeh seorang guru bila antara perkataan atau ajakannya tidak dibarengi dengan perbuatannya. Dan Allahpun tidak menyukai seseorang yang pandai berkata tetapi dia tidak bisa melakukannya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya:
(٣ : ﻌﻠﹸﻮ ﹶﻥ )ﺍﻟﺼﻒ ﺗ ﹾﻔ ﺎ ﻻﺗﻘﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﻣ ﺪ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻨﻣﻘﹾﺘﹰﺎ ِﻋ َﻛﱪ Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. 52( QS. Ash-Shaf : 3)
51 52
Syamsul Ma’arif, op.cit., hlm. 39. Departemen Agama RI, op.cit., hlm.440.
27
Sesuai dengan hal di atas, Dr. Muhaimin dalam bukunya Paradigma Islam menyatakan bahwa asumsi yang melandasi keberhasilan guru PAI dapat diformulasikan sebagai berikut ; guru PAI akan berhasil menjalankan tugas kependidikannya bilamana dia memiliki kompetensi personal-religius dan kompetensi personal- religius. Personal religius berkaitan dengan kepribadian guru, diantaranya guru harus memiliki tujuan dan tingkah laku, serta pola pikir robbani, ikhlas, sabar, menjadikan pribadinya
sebagai
teladan.
Dan
kompetensi
profesional-religius,
berkaitan dengan kemampuan mengajar, serta penggunaan metode, mampu mengelola peserta didik, peka terhadap kondisi dan perkembangan baru, dan sebagainya.53 Berpijak pada hal diatas, untuk mengetahui serta memudahkan guru PAI tentang kompetensi apa saja yang harus dimiliki telah dirumuskan adanya empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi personal, dan kompetensi sosial.54 1. Kompetensi Pedagogik Kompetensi
pedagogik
pembelajaran peserta didik.
55
adalah
kemampuan
mengelola
Kemampuan ini meliputi pemahaman
terhadap peserta didik perancangan dan pelaksanaan pembelajaran serta evaluasi hasil belajar. a. Pemahaman Terhadap Peserta Didik Beberapa hal yang harus dipahami oleh guru dari perserta didik antara lain ; kemampuan, sikap, potensi, minat, hobi, kebiasaan, catatan kesehatan, latar belakang keluarga, dan kegiatannya di sekolah.56 Guru PAI diharapkan mampu mengetahui kondisi yang dialami oleh peserta didik, karena hal tersebut menentukan keberhasilan
53
Muhaimin, op.cit., hlm. 97-98. Undang-Undang Guru dan Dosen, op.cit., hlm. 11. 55 Ibid, hlm. 67. 56 Zakiah Darajat, op.cit., hlm. 97. 54
28
dalam tujuan pembelajaran, sehingga apa yang menjadi tujuannya bisa tercapai sesuai harapan. b. Perancangan Pembelajaran Pada
hakikatnya
bila
suatu
kegiatan
dirancang
atau
direncanakan lebih dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya seorang guru harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pembelajaran. Seorang guru
sebelum
mengajar
hendaknya
merencanakan
program
pembelajaran, membuat persiapan pembelajaran atau pengajaran yang hendak diberikan.57 Sehubungan dengan hal itu, David Johnson sebagaimana dikutip oleh Suryosubroto mengatakan : ”Teacher a expected to design and deliver insruction so that student learning is fasilitated. Instruction is asset of event design to initiated aclivate, and support learning in student, it is the proces of arranging the learning situation ( including the classroom, the student, and the curriculum meterials) so that learning is facilitated.”58 Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa guru diharapkan merencanakan dan menyampaikan pengajaran, karena itu semua memudahkan siswa belajar. Pengajaran merupakan rangkaian peristiwa yang direncanakan untuk disampaikan, untuk menggiatkan dan mendorong belajar siswa yang merupakan proses merangkai situasi belajar (yang terdiri dari ruang kelas, siswa dan materi kurikulum) agar belajar menjadi lebih mudah.59 Perencanaan itu dapat bermafaat bagi guru sebagai kontrol terhadap diri sendiri agar dapat memperbaiki cara pengajarannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto
57
B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997), Cet. 1, hlm. 27. 58 Ibid, hlm. 28. 59 Ibid,
29
bahwa selain berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan mengajar juga berguna sebagai pegangan bagi guru sendiri.60 Tujuan berfungsi untuk menentukan arah kegiatan pengajaran yaitu kemana peserta didik akan dibawa, bahan berfungsi untuk memberi isi atau makna terhadap tujuan, metode danalat berfungsi untuk menentukan bagaimana cara mencapai tujuan. Sedangkan penilaian berfungsi untuk mengukur seberapa jauh tujuan itu telah tercapai dan tindakan yang harus dilakukan apabila tujuan belum tercapai. Tujuan dirumuskan dalam bentuk tingkah laku khusus yang diharapkan dapat dicapai atau dimiliki siswa setelah menerima palajaran
(pengalaman
belajar)
yang
diberikan
guru,
dan
penggunaannya harus menggunakan istilah yang operasional.61 c. Pelaksanaan Pembelajaran Yang dimaksud pelaksanaan proses belajar mengajar adalah proses berlangsungnya belajar mengajar di kelas yang merupakan inti dari kegiatan pendidikan di sekolah. Jadi pelaksanaan pembelajaran adalah interksi guru dengan murid dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa dan untuk mencapai tujuan pengajaran. Sedangkan menurut Roy R. Lefrancois seperti dikutip oleh Dimayanti Mahmud bahwa pelakanaan pembelajaran adalah pelaksanaan strategi-strategi yang telah dirancang untuk mencapai tujuan pembelajaran.62 Jadi pelaksanaan proses belajar mengajar dapat disimpulkan sebagai terjadinya interaksi guru dengan siswa dalam rangka menyampaikan bahan pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pengajaran atau pembelajaran.
60
Ibid, Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 2. 62 B. Suryosubroto, op.cit., hlm. 36 61
30
Dari perspektif pendidikan nilai, guru di dalam kelas tidak bisa dan tidak cukup hanya menyajikan agama pada dataran normatif kemudian ditagih melalui ujian atau hafalan. Guru agama dituntut untuk menciptakan metode baru sekaligus melakukan :”creating a moral community in the classroom” (menciptakan suatu masyarakat /kelompok bermoral di dalam kelas), ”moral discipline”, creating a democratic classroom environment” (menciptakan lingkungan ruang kelas yang demokratis), sampai pada ” teaching children to solve conflicts” (mengajar anak untuk menyelesaikan konflik, yang otomatis harus diajarkan tentang toleransi lebih dulu.63 Tahap pelaksanaan ini merupakan peranan paling penting dalam
kompetensi
pedagogik
karena
betapapun
benyaknya
penggunaan materi dan sebagus apapun persiapan yang dilakukan tidak akan ada gunanya jika guru tidak bisa mengaplikasikannya secara nyata, dimana pengaplikasian ini sangat dipengaruhi oleh kompetensi personal guru, karena setiap tindakan pelaksanaan pastilah tercermin dalam perilaku guru. d. Evaluasi Hasil Belajar Evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan penentuan pencapaian suatu program64. Evaluasi biasanya dilakukan di akhir pembelajaran untuk menentukan tercapai tidaknya suatu program pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh seorang guru. Untuk dapat menentukan tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha dan tindakan atau kegiatan untuk menilai hasil belajar (evaluasi). Penilaian hasil belajar bertujuan untuk melihat kemajuan belajar peserta didik dalam hal penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajari tujuan yang ditetapkan.65 63
A.Qodri A. Azizy, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial, (Semarang : Aneka Ilmu, 2003), cet. 3. hlm. 70. 64 Depdiknas, Sistem Penilaian Kurikulum 2004, (Jakarta : Depdiknas, 2004), hlm. 2. 65 Suryosubroto, op.cit.,hlm. 53.
31
Dalam melakukan penilaian yang harus diperhatikan adalah : 1) Sasaran penilaian Sasaran atau objek evaluasi belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor secara seimbang. Masing-masing terdiri dari sejumlah aspek dan aspek tersebut hendaknya dapat diungkapkan melalui penilaian tersebut.66 Dengan demikian dapat diketahui tingkah laku mana yang sudah dikuasainya dan mana yang belum sebagai bahan perbaikan dan penyusunan program pengajaran selanjutnya. 2) Alat penilaian Penggunaan alat penilaian hendaknya komprehensif, yang meliputi tes dan non tes, sehingga diperoleh gambaran hasil belajar yang objektif. Demikian pula bentuk tes tidak hanya tes objektif tetapi juga tes essay. Sedangkan jenis non tes digunakan untuk menilai aspek tingkah laku, seperti aspek minat dan sikap. Alat evaluasi non tes antara lain : observasi, wawancara studi kasus dan rating scale (skala penilaian). Penilaian hasil belajar hendaknya dilakukan secara berkesinambungan agar diperolah hasil yang menggambarkan kemampuan peserta didik yang sebenarnya.67Jadi untuk melihat berhasil tidaknya suatu pembelajaran tergantung pada penilaian atau evaluasi, karena dari panilaian itu untuk menjajagi seberapa besar pembelajaran tersebut diserap oleh peserta didik dan juga sebagai alat perbaikan seorang guru dalam mengajar, suatu perkara ditentukan oleh akhirnya perkara tersebut. 2. Kompetensi Profesional Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam.68 Dari pengertian tersebut, maka pengertian guru profesional adalah orang yang mempunyai keahlian khusus dalam bidang keguruan 66
Ibid, hlm. 54. Ibid, hlm. 55. 68 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit. 67
32
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Seseorang dikatakan profesional, menurut Muhaimin, bilamana pada dirinya melakat sifat dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya, yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya di masa depan. Kompetensi profesional adalah yang berhubungan dengan kemampuan dan tekad guru dalam menjalankan tugas keguruannya serta bersedia memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirancang 69 Guru PAI memiliki landasan yang teramat kuat akan keharusan kepemilikan kompetensi profesional, karena agama Islam adalah agama yang sangat mementingkan keprofesionalan. Islam telah mengajarkan bahwa suatu pekerjaan harus diselesaikan secara profesional dalam arti mampu serta ahli dalam bidang masing-masing. Sesuai dengan firman Allah SWT :
( ٤٣ : ﻮﻥ )ﺍﻟﻨﺤﻞﻌﹶﻠﻤ ﺗ ﻢ ﻻ ﺘﻨﻫ ﹶﻞ ﺍﻟ ﱢﺬ ﹾﻛ ِﺮ ِﺇ ﹾﻥ ﹸﻛ ﺳﺄﹶﻟﻮﺍ ﹶﺃ ﻓﹶﺎ maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan,jika kamu tidak mengetahui. 70(QS. An-Nahl : 43) Dari firman Allah diatas menjelaskan bahwa jika seseorang tidak mengetahui tentang sesuatu, atau dalam arti orang tersebut sedang belajar maka di suruh minta penjelasan atau belajar kepada orang yang ahli ( berkompeten ) di bidangnya. 69 70
Syamsul Ma’rif, op.cit. Departemen Agama RI, op.cit., hlm.217.
33
Realita yang terjadi banyak guru-guru yang bukan bidangnya dan tidak berkompeten pada bidang tersebut tetap dipertahankan menjadi guru mata pelajaran yang bukan bidangnya, akibatnya dalam menyampaikan pelajaran pemikiran dan disiplin ilmunya kurang berkembang. Akibat lebih parah dari semua itu mengakibatkan situasi belajar mengajar tidak berlangsung secara efektif, kurang merangsang motivasi, kreasi dan minat belajar peserta didik.71 Hal tersebut senada dengan sabda Rasulullah SAW:
ﻋﻦ ﺍﰊ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻲ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ 72 (ﺍﺫﺍ ﻭﺳﺪ ﺍﻻﻣﺮ ﺍﱃ ﻏﲑ ﺍﻫﻠﻪ ﻓﺎﻧﺘﻈﺮ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancurannya. (HR. Bukhari ) Adapun secara terperinci kompetensi yang termasuk dalam kompetensi profesional adalah sebagai berikut: a. Menguasai bahan pengajaran b. Menguasai program kerja c. Menguasai pengelolaan kelas d. Mampu menggunakan media e. Menguasai landasan-landasan kependidikan f. Mampu mengelola interaksi belajar mengajar g. Menilai prestasi peserta didik untuk kependidikan dan pengajaran di sekolah h. Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah i. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.73
71
Syamsul Ma’rif, op.cit., hlm. 41. Imam Abi Abdillah Ibnu Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz I ( Lebanon : Daarul Kutub, tt), hlm. 11. 73 Ahmad Tafsir, op.cit., hlm. 72
34
3. Kompetensi Personal Personal berarti pribadi atau individu. Kompetensi personal disebut juga kompetensi kepribadian. Kepribadian merupakan faktor penting bagi guru PAI yang akan menentukan apakah ia dapat menjadi pembimbing dan pembina yang baik bagi peserta didiknya ataukah perusak bagi masa depan peserta didiknya. Kepribadian yang sesungguhanya bersifat abstrak (ma’nawi) sukar dilihat atau diketahui secara nyata, yang dapat diketahui adalah penampilan dalam segi dan aspek kehidupan. Misalnya tindakan, ucapan, cara gaul, berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan atau masalah baik ringan maupun berat.74 Yang termasuk kompetensi personal (penjelasan dari UU Guru dan Dosen pasal 10) antara lain : 1. mempunyai kepribadian yang mantap, 2. stabil, 3. dewasa, 4. arif dan bijaksana, 5. berwibawa, 6. berakhlak mulia, 7. menjadikan teladan bagi peserta didik dan masyarakat, 8. mengevaluasi kinerja sendiri, dan 9. mengembangkan diri secara berkelanjutan.75 Rasulullah76 SAW adalah guru pertama dalam Islam. Nabi telah memberikan contoh teladan kepada umatnya dengan keberhasilan 74
Zakiah Darajat, Kepribadian Guru, ( Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet. III, hlm. 15. Mohamad Surya, Percikan Perjuangan Guru Menuju Guru Profesional, Sejahtera dan Terlidungi, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006), Cet. I, hlm. 176 76 Rasulullah SAW adalah manusia tersempurna, insan al-kamil, sekaligus guru terbaik. Beliau tidak hanya mengajar dan mendidik, tapi juga menunjukkan jalan. Kehidupannya demikian memikat dan memberikan inspirasi hingga manusia tidak hanya mendapatkan ilmu dan kesadaran darinya, tetapi lebih jauh lagi mentransfer nilai-nilai luhur yang ia kembangkan hingga menjadi manusia-manusia baru. Sejarah kehidupannya (sirah) yang ditulis oleh para sejarawan sejak abad 8 –seperti Ibnu Ishak -sangat mempesona, menggema dan aktual hinga kini. Karena itu, setiap muslim selama ini senantiasa mengakrabinya dan menjadikannya sebagai “a beloved role mode.l”(Moh. Slamet Untung,, Muhammad Sang Pendidik, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002), hlm. v. 75
35
menciptakan kader-kader yang segala tindak tanduk dalam perbuatan mereka. Keikhlasan, kejujuran, kelapangan Nabi telah teruji sepanjang zaman dan menggerakkan manusia untuk berkomitmen mengikuti beliau. Dan sifat tawadlu’ yang selalu mengiringi langkah beliu semakin mengokohkan kewibawaan beliau sebagai guru dan pemimpin. Dan karena kemuliaan pulalah Allah mengajarkan kepada kita untuk meneladani keseluruhan pribadi beliau. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21:
ﺮ ﻡ ﺍﻟﹾﺂ ِﺧ ﻮ ﻴﺍﹾﻟﻮ ﺍﻟﻠﱠﻪ ﻭﺮﺟ ﻳ ﻦ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﻤ ﻨ ﹲﺔ ِﻟﺴ ﺣ ﻮ ﹲﺓ ﺳ ﻮ ِﻝ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ ﹸﺃﺭﺳ ﻢ ﻓِﻲ ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ ﹶﻟ ﹶﻘ (٢١: ﻛﺜِﲑﺍ )ﺍﻻﺣﺰﺍﺏ ﻪ ﹶ ﺮ ﺍﻟﻠﱠ ﻭ ﹶﺫ ﹶﻛ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab :21).77 Merujuk hal diatas, setiap tingkah laku guru menjadi teladan bagi anak didiknya baik dilingkungan sekolah maupun luar sekolah. Dilingkungan sekolah disamping guru berperilaku baik, guru juga harus mampu menyampaikan materi. Di luar sekolah guru juga harus bisa menjaga kehidupan sosialnya dalam berinteraksi dengan masyarakat. Dengan kata lain seluruh tampilan guru baik dalam keluarganya sendiri, sekolah maupun masyarakat adalah refleksi dari kepribadiannya. Semua orang bisa menjadi guru, namun untuk sampai ke profesi tersebut bukan pekerjaan yang mudah, sebab ada faktor penting yang harus dipenuhi untuk menjalankan profesi tersebut, yakni kepribadian. Kepribadian tersebut yang menentukan apakah ia menjadi pendidik atau pembina yang baik bagi anak didiknya ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik, terutama bagi anak didik 77
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Diponegoro, 2000). hlm. 336.
36
yang masih kecil (tingkat sekolah dasar) dan mereka yang sedang mengalami goncangan jiwa (tingkat menengah). Kepribadian guru sangat ditentukan oleh akhlak yang dimilikinya, karena seluruh tingkah laku atau akhlak guru akan diperhatikan oleh anak didiknya, dan ini akan berpengaruh terhadap kewibawaan seorang guru. Akhlak yang baik bagi seorang guru sebagai personal adalah sebagai berikut : 1) Beristiqomah dalam muqarrabah kapada Allah SWT baik di tempat sepi maupun ditempat yang ramai. 2) Senantiasa berlaku khauf kepada Allah dalam segala ucapan dan tindakannya. 3) Bersikap tenang. 4) Selalu bersikap wara’ (wira’i). 5) Senantiasa khusuk kepada Allah. 6) Selalu berlaku tawadlu’ 7) Tidak menjadikan ilmunya sebagai tangga mencapai keuntungan duniawi, baik berupa pangkat, harta, maupun bentuk lainnya. 8) Barakhlak dengan zuhud kepada Allah. 9) Menjauhkan diri dari usaha-usaha rendah dan hina menurut watak manusia juga dari hal-hal yang dibenci syari’at maupun adat kebiasaan. 10) Menjauhkan diri dari tempat-tempat kotor ( menjaga diri dari hal-hal yang tidak terpuji. 11) Bergaul dengan orang lain dengan akhlak yang baik, seperti berwajah gembira, banyak salam, memberikan makanan, menekan marah dan lain-lain. 12) Membersihkan hati dan tindakannya dari akhlak-akhlak jelek, dan diteruskan pada realisasi perbuatan-perbuatan yang baik. 13) Senantiasa bersemangat mencapai perkembangan keilmuan dirinya dan berusaha sungguh-sungguh dalam setiap aktifitas ibadahnya, sehingga tidak ada waktu terbuang kecuali untuk ilmu dan amal.
37
14) Mengambil pelajaran dan hikmah apapun dari setiap orang tanpa membeda-bedakan status dan persoalan-persoalan lainnya. 15) Membiasakan diri memperdalam essensi keilmuannya guna mendapatkan kemanfaatan darinya.78 Bropy dan Good (1981), dalam penelitiannya dalam sebuah pengajaran membuktikan bahwa kelas yang diajar oleh guru yang berkepribadian baik dan stabil cenderung lebih kondusif dari pda oleh guru yang kurang bisa mengendalikan sikapnya di kelas. Dari penelitiannya dapat disimpulkan :”the teacher’s concers about these students had more to do with controling their classroom behavior than with academic achievment.” 79(kemampuan guru dalam mengendalikan kelas lebih tergantung pada sikap dan perilakunya dari pada kemampuan akademiknya). Oleh karena itu pengetahuan yang telah diserap oleh seorang guru harus benar-benar diamalkan dengan bertingkah laku yang sesuai dengan ajaran Islam serta berusaha untuk meniru seorang yang menjadi teladan utama yaitu beliau Rasulullah SAW. 4. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.80 Seorang guru bukan hanya bertugas di kelas saja, tetapi di rumah dan masyarakat. Di rumah, guru sebagai orang tua (ayah ibu) adalah pendidik bagi putra putrinya. Di masyarakat guru harus bisa bergaul dengan mereka dengan cara saling membantu, tolong menolong, sehingga ia tidak dijauhi oleh masyarakat sekitar.
78
Zainal Arifin, Konsep Guru Menurut Sunan Kalijaga dalam Serat Wulangreh, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006), hlm. 31, t.d. 79 Robert F Mc. Nergney, Carol A Cariers, Teacher Development, (USA: Mac Millan Publishing, 1981), cet. VIII, hlm. 147. 80 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
38
Sebagaimana firman Allah SWT:
ﻪ ﹸﻘﻮﺍ ﺍﻟﻠﱠﺍﺗﺍ ِﻥ ﻭﺪﻭ ﻌ ﺍﹾﻟﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟِﺄﹾﺛ ِﻢ ﻭ ﻮﺍﻭﻧ ﺎﺗﻌ ﻻﻯ ﻭﺘ ﹾﻘﻮﺍﻟﺮ ﻭ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟِﺒ ﻮﺍﻭﻧ ﺎﺗﻌﻭ (٢ : ﺪ ﺍﹾﻟ ِﻌﻘﹶﺎﺏ )ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ ﺷﺪِﻳ ِﺇﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.(QS.Al-Maidah : 2) Untuk itu pendidik harus mempunyai kemampuan, kecakapan, serta keterampilan dalam bidang kemasyarakatan. Selain itu guru harus mampu mendidik dan mengajar masyarakat agar menjadi warga negara yang baik dan bermoral dengan berperilaku sebagai berikut: a. Cinta dan percaya pada masyarakat sekitarnya. b. Peka terhadap perubahan masyarakat dan lingkungan hidupnya. c. Mudah bergaul dan menyesuaikan diri dengan kehidupan tanpa kehilangan kepribadiannya. d. Senang, mudah dan aktif belajar untuk kepentingan umum dalam berbagai tugas sosial.81 e. Berkomunikasi lisan dan tertulis f. Menggunakan teknologi komunikasi informasi secara fungsional g. Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar h. Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua /wali peserta didik.82 Oleh karena itu, guru profesional tidak melepaskan diri dari masyarakat. Karena hal ini masuk dalam profesionalisme guru dan di satu pihak guru adalah warga masyarakat dan di pihak lain dia juga dituntut bertanggung jawab serta memajukan kehidupan masyarakat.83
81
Syaiful Bahri Djamarah, op.cit., hlm. 37. Mohamad Surya, loc.cit. 83 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Konsep dan Strategi, (Bandung: Mandar Maju, 1991), hlm. 45. 82
39
Dari pengertian diatas dirumuskan pengertian guru yaitu manusia yang mengemban nilai-nilai moral, akhlak, manusia yang menjadi teladan, manusia yang berilmu sebagai petunjuk dan pengarah, pemberi bekal kehidupan bagi bangsa. Dari beberapa kompetensi yang telah di jelaskan menyatu dalam jiwa seorang guru sehingga guru dapat memberi kontribusi sesuai harapan.
BAB III KRITERIA GURU YANG BAIK DALAM SERAT WULANGREH
A. Deskripsi Umum Serat Wulangreh 1. Riwayat Hidup Paku Buwono IV Kondisi geografis dan sosiokulturis dari tokoh (penulis) berada, merupakan suatu faktor yang tidak bisa dipisahkan dari keterkaitan dalam rangka membuahkan gagasan atau pemikiran tokoh atau penulis tersebut. Lingkungan dan struktur sosial masyarakat akan berpengaruh besar terhadap karakteristik pemikiran yang dimunculkan. Begitu pula dengan Kanjeng Susuhan Paku Buwono IV, dalam sejarah kerajaan Surakarta, 1 beliau adalah seorang putra mahkota dari Sinuwun Paku Buwono III, yang lahir dari Permaisuri Kanjeng Ratu Kencana. Bahkan pada masa usia mudapun beliau sudah dinobatkan sebagai raja Surakarta, tepatnya pada hari Senin tanggal 18 September 1788, beliau terkenal dengan nama julukan Ingkang Sinuwun Bagus.2 Beliau telah menulis maha karya yaitu Serat Wulangreh yang sangat terkenal di masyarakat Jawa. Ditinjau dari makna perkata, sebagaimana tertuang di daftar kata sulit Serat Wulangreh, Serat berarti “ buku” atau “ karangan”, Wulangreh berarti “ajaran”, sedangkan reh berarti “pemerintah”. Jadi Serat Wulangreh berarti buku yang berisi tentang ajaran kepemerintahan. Mengingat beliau adalah putra mahkota dan juga raja yang hidup di lingkungan keraton waktu itu, hal itulah yang mengilhami beliau untuk menulis Serat Wulangreh yang berisi tentang ajaran kepemerintahan dalam bentuk tembang-tembang agar dijadikan 1 Surakarta juga disebut Solo atau Sala adalah nama sebuah kota di provinsi Jawa Tengah Indonesia. Di Indonesia, Surakarta merupakan kota peringkat kesepuluh terbesar (setelah Yogyakarta). Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu lagu keroncong yaitu Bengawan Solo. Kota ini dulu juga tempat kedudukan dari residen, yang membawahi karesidenan Surakarta di masa awal kemerdekaan. Posisi ini sekarang dihapuskan dan menjadi "Daerah Pembantu Gubernur". Kota Surakarta memilki semboyan BERSERI yang merupakan akronim dari "Bersih, Sehat, Rapi dan Indah."( Dalem Poerwadiningratan kota Surakarta dari Wikipedia Indonesia ) 2 Munarsih, Serat Centhini Warisan Sastra Dunia, (Yogyakarta : Gelombang Pasang, 2005), Cet 1. hlm. 8.
40
pedoman tingkah laku bagi para pejabat atau para abdi kerajaan di bawah pemerintahan beliau. Hipotesa tersebut terbukti di dalam tembang-tembang asmarandana yang di dalamnya berisi tentang petunjuk tingkah laku bagi pegawai atau abdi negara, sebagaimana beberapa contoh tembang di bawah ini:
Padha netepana ugi Kabeh prentahing sarak Terusna lair batine Salat limang wektu uga Tan kena tininggala Sapa tinggal dadi gabug Yan misih remen neng praja.3 terjemahan : mari kita melaksanakan segala perintah sarak teruskan lahir batin sembahyang lima kali juga tidak boleh ditinggalkan siapa yang meningglakan akan mandul bila masih suka mengabdi negara.4 Tembang tersebut mengisyaratkan bahwa, diantara syarat menjadi pejabat atau abdi kerajaan haruslah menjalankan syari’at agama dan tetap menjalankan shalat lima waktu. Karena shalat lima waktu sudah menjadi kewajiban bagi orang muslim. Barang siapa meninggalkannya berarti hal yang dilakukan mereka akan sia-sia tidak membuahkan hasil sama sekali. Disamping itu juga dalam syari’at Islam diterangkan bahwa barang siapa meninggalkan shalat lima waktu maka dia dapat dikatakan orang yang merobohkan agama, yang berarti dia menentang Allah SWT. Bahkan ada juga tembang secara spesifik mengandung perintah agar persamaan atau keadilan di bidang hukum ditegakkan :
3 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, Terjemahan Serat Wulangreh, (Semarang : Dahara Prize, 1994), cet. 3, hlm. 116. 4 Ibid.
41
Nadyan sanak-sanak ugi Yen leleda tinatrapan Murwaten lawan sisipe Darapon padha wedia Ing wuri ywa leleda Ing dana kramanireku Aja pegat den warata5 Terjemahan : Meski kawan-kawan juga Bila berulah diadili Sesuai dengan kesalahannya Agar semua takut Kelak jangan begitu lagi Dalam segala kelakuanmu Jangan pisah ratakanlah6 Tembang di atas menjelaskan bahwa sebagai pegawai Negara haruslah adil dalam menjalankan hukum, tidak boleh membeda-bedakan meskipun kawan atau saudara jika terbukti bersalah haruslah diberi hukuman yang sesuai dengan kesalahannya. Pada masa kehidupan Paku Buwono IV, kasusasteraan Jawa mengalami kemajuan dan kejayaaan. Disamping gemar akan kasusastraan Jawa, beliau juga sangat meminati kesenian yang yang lain diantaranya pernah menciptakan berbagai tarian, seperti tari Kusuma Asmara dan tari Tunggal Sakti. Beliau juga menciptakan gamelan yang terkenal dengan nama Kyai Guntur Madu, serta seperangkat wayang purwa yang bernama Kyai Pramukanya.7 Jiwa dan bakat seni terutama seni sastra yang melekat pada diri beliau menjadi latar belakang beliau untuk merumuskan pemikirannya tentang ilmu kepemerintahan dalam bentuk tembang sebagaimana yang termuat dalam Serat Wulangreh. Selanjutnya mengapa pemikiran beliau banyak bersinggungan dengan ajaran-ajaran Islam?. Disamping beliau sendiri sebagai muslim sejati, beliau juga mendapatkan ajaran keislaman 5
Ibid, hlm. 124. Ibid. 7 Munarsih, loc.cit. 6
42
dari seorang kyai atau penasehat spiritual kerajaan pada waktu beliau masih muda maupun ketika beliau dinobatkan menjadi raja. Pada tahun 1788,
8
Sinuwun Paku Buwono IV menempati
singgasana pemerintahan menggantikan ayahnya (Paku Buwono III). Beliau memiliki tradisi yang berbeda dengan sunan-sunan sebelumnya. Perubahan itu dilakukan dalam rangka menjawakan kehidupan masyarakat yang sebelumnya masih mengikuti tradisi-tradisi Belanda. 9 Perubahan yang dilakukan beliau antara lain : a. Busana prajurit yang sebelumnya seperti busana prajurit Belanda diganti dengan busana prajurit Jawa. b. Setiap hari Jum’at Sunan bersembahyang di Masjid Agung. c. Setiap hari Sabtu diadakan latihan warangan d. Setiap abdi dalem yang menghadap raja diwajibkan berbusana santri. Mereka yang tidak patuh dipecat. e. Mengangkat adik-adiknya menjadi pangeran, seperti Raden Mas Tala menjadi pangeran Mangku Bumi; Raden Mas Sayyidi menjadi pangeran Arya Buminata tanpa izin Sultan, Mangkunegara atau Kompeni. Tindakan Sunan itu didalangi oleh Bahman, Wiradigda, Panengah, Nur Saleh, Raden Santri, Kandhuruwan. Oleh karena itu kota Surakarta dikepung pasukan Sultan Mangkunegaran, dan Kompeni. Kejadian ini dilukiskan oleh Yasadipura II dalam Serat Babad Pakepung. 10 Dalam masa pakepung itu belanda menuntut agar keenam orang yang mendalangi Sunan diserahkan sebagai tawanan, apabila tidak dipenuhi, Surakarta akan diserbu oleh tentara gabungan yang terdiri atas 8 Dalam catatan sejarah muncul tuntutan pembaharuan kehidupan umat Islam di Nusantara yang menurut catatan Prof. Dr. Hamka dimulai dari tahun 1788 di zaman pemerintahan Paku Buwono IV (yang lebih terkenal dengan Sunan Bagus) ditanah Jawa ketika datangnya para guru agama negeri Arab yang menyebarkan ajaran Islam berdasarkan tauhid bersih dari syirik dan ibadah bersih dari bid'ah. Para guru agama dari arab ini menyebar di Solo, Yogyakarta, Cirebon, Banten, Madura, dan kota-kota lainnya. Ajaran mereka ini diterima oleh kalangan Islam secara luas termasuk raja Paku Buwono IV, karena ajaran ini sangat anti penjajahan. (Arsip Forum KG Cozy, Copyright 2000-2007) 9 Munarsih, op.cit.,hlm.6. 10 Ibid.
43
tentara Yogyakarta, Mangkunegaran dan Kompeni. 11 Akibat tekanan tersebut, akhirnya Sunan tunduk kepada Belanda. Demi pengamanan daerah pada tanggal 22 September 1788, Sunan menandatangani perjanjian yang isinya sebagai berikut: a. Dalam setiap menghadapi segala soal, Sunan dan Kompeni harus mengadapi bersama dalam ikatan persaudaraan b. Pengangkatan patih atau pangeran adipati anom harus mendapat persetujuan dari Kompeni melalui gubernur di Semarang atau Residen di Surakarta. c. Berdasarkan perjanjian pada tanggal 11 November 1743 dan 18 Mei 1746 antara Kompeni dan Paku Buwono II, Sunan tidak boleh memohon kembali pulau Madura dan daerah Pesisir. Sunan juga tidak boleh memohon kembali tanah desa berdasarkan perjanjian tanggal 24 April 1744. d. Apabila Sunan melanggar perjanjian ini segala harta miliknya dicabut dan diambil alih Kompeni.12 Di dalam buku yang berjudul Serat Centhini13 karya Dra. Munarsih, M.Hum menjelasakan bahwa Bratadiningrat (1990) menulis riwayat Sinuwun Paku Buwono IV dalam bahasa Jawa sebagai berikut :
11
Tahun 1808 ketika HW. Daendels ditugaskan menjadi gubernur jendral HindiaBelanda, atribut kedaulatan para raja Jawa dicabut dengan semena-mena, termasuk memecat Sultan Hamengkubuwono II serta mengurangi wilayah dan penghasilan keraton Surakarta maupun Yogyakarta. Daendels ditarik pulang seiring dengan jatuhnya Hindia-Belanda ketangan Inggris. Penguasa baru Sir Thomas Standford Raffles ( 1811-1816) tak banyak beda ia melakukan hal yang dilakukan oleh Daendels. (Arsip Forum KG Cozy, Copyright 2000-2007) 12 Munarsih, op.cit., hlm. 7. 13 Serat Centhini adalah kitab Jawa klasik terdiri dari 12 jilid, kurang lebih 4.200 halaman tulisan tangan huruf Jawa. Kitab itu ditulis pada tahun 1814 M atas prakarsa putra mahkota Hamengkunegara II (Paku Buwono V). Kitab aslinya sudah tidak lengkap namun ada beberapa turunannya. Edisi latin yang lengkap 12 jilid diterbitkan oleh Yayasan Centhini, Yogyakarta (1986-1991). Karya sastra terbesar itu disebut sebagai Ensiklopedi Kebudayaan Jawa. Serat Centhini ditulis dalam bentuk cerita pengembaraan, menjelajah pulau Jawa dari Timur sampai ke Barat dan menyusuri bagian utara dan selatan dengan tuntas. Isinya tentang segala sesuatu meliputi perikehidupan orang Jawa lahir batin, filsafat, kebatinan, agama hingga ketuhanan yang rumit, mencakup tradisi, kekayaan alam, adat kebiasaan, kepercayaan, hingga persoalan seks. Para pujangga abad XIX dan para pengarang abad XX menciptakan karya sastra dengan memanfaatkan bacaan centhini. Serat centhini adalah karya sastra raksasa kebudayaan jawa yang kaya dengan unsur-unsur untuk menunjang terciptanya kebudayaan nasional. (H.Karkono Kamajaya Parto
44
Sinuwun Kanjeng Susuhan Prabu Amangkurat jawa Senapati Ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panata Gama Khalifatullah ingkang kaping IV ing negari Surakarta Hadiningrat, sinebut Sunan Bagus, Putra dalem Sinuwun Paku Buwono III, ingkang nomor 17 miyos saking Prameswari Ratu Kencana. Asma Timur B.R.M Gusti Subadya. Silsilahipun ingkang saking ibu, Kanjeng Ratu Kencana :14 Sinuwun Kanjeng Susuhan Prabu Amangkurat Jawa Senapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayyidin Panata Gama Khalifatullah yang ke IV di Negara Surakarta Hadiningrat, disebut Sunan Bagus, putra mahkota Sinuwun Paku Buwono III, yang nomer 17 lahir dari Prameswari Ratu Kencana. Julukan lainnya adalah B.R.M Gusti Subadya. Adapun silsilah Kanjeng Susuhan Paku Buwono IV dari garis Ibunya adalah sebagai berikut :15 a. Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Demak I Syah Alam Akbar. b. Pangeran Pamekas Sumare ing Gugur. c. Panembahan Tejawulan ing Jogorogo d. Kyai Ageng Ampuan, pangeran Teja Kusuma. e. Kyai Ageng Karanglo. f. Kyai Ageng Cucuk Talon. g. Kyai Ageng Rogas. h. Kyai Ageng Cucuk Singawangsa. i.
Demang Bauwasesa ing Bero.
j. Kyai Ageng Sutajaya Manjut. k. Ki Sutajaya. l. Ki Jagaswara, R.T. Wirareja. m. Ratu Kencana, Prameswari Sinuwun Paku Buwono III. n. Sinuwun Paku Buwono IV, B.R.M. Subadya.
kusumo (Javanolog Yogyakarta), “Serat Centhini Sebagai Sumber Inspirasi Pengembangan Sastra Jawa”.
[email protected].) 14 Munarsih, op.cit., hlm. 14. 15 Ibid, hlm. 14-15.
45
Sedangkan silsilah dari garis ayahnya (Paku Buwono III) apabila dibuat bagan adalah sebagai berikut: Senapati16
Panembahan Krapyak (Susuhunan Anyakrawati)
RM. Wuryah (Martapura)
Panembahan Agung Abdurrakhman (Sultan Anyakrakusuma)
Sunan Mangku Rat I
Sunan Mangku Rat II
Sunan Mangku Rat III
Sunan Paku Buwono I
Sunan Mangku Rat IV
Sunan Paku Buwono II
Sunan Paku Buwono III
Pg. Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwono I)
Sunan Paku Buwono IV
Sultan-Sultan Yogyakarta
Sunan-Sunan Surakarta17
Mengenai Riwayat Paku Buwono IV untuk lebih mudahnya secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut :
16
Senapati adalah raja pertama atau pendiri kerajaan Mataram, beliau adalah keturunan ke-52 dari Adam. Lihat Purwadi, Filasafat Jawa, (Yogyakarta : Panji Pustaka, 2006), cet. 1. hlm. 115. 17 Ibid.
46
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dilahirkan pada hari Kamis Wage jam sepuluh malam, tanggal 18 Rabi’ul Akhir, Wuku Watu Gunung, Windu Sengara tahun Je 1694, atau tanggal 2 September 1768. Pada usia muda bernama Raden Mas Gusti Subadiyo, setelah dewasa bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkunagara Sudibyarajaputra Narendra Mataram. Beliau dinobatkan sebagai raja pada hari Senin Paing, tanggal 28 Besar tahun Jimakir 1714, atau tanggal 18 September 1788, terkenal dengan nama Ingkang Sinuwun Bagus.18 Paku Buwono IV adalah Putra Sinuwun Paku Buwono III lahir dari Permaisuri Kanjeng Ratu Kencana sebagai putra laki-laki nomor 17. Beliau meninggal dunia pada tanggal 23 Besar, Alip 1747 Wuku Marakeh, Windu Kuntara, atau pada tanggal 1 Oktober 1820. Dimakamkan di Imogiri.
Mangkat
pada
usia
ke-52,
setelah
memegang
tampuk
pemerintahan selama 33 tahun. 19 Putranya, Raden Mas Gusti Sugandi menggantikannya menjadi Paku Buwono V yang juga dikenal sebagai Sinuhun Sugih. Paku Buwono V hanya berkuasa selama 3 tahun dan selama masa pemerintahannya tidak terjadi peristiwa penting. Putranya yang nomor sebelas yang dari Selir Raden Ayu Sosrokoesoemo yaitu Bendara Raden Mas Sapardan, tampil mewarisi tahta dan bergelar Paku Buwono VI atau populer dengan sebutan Sinuhun Bangun Tapa.20 Beliau juga membangun dalem Purwadiningratan yang terletak di lingkungan dalam Keraton, Baluwarti dan merupakan bangunan dalem yang terluas, terbesar dan pagar tertinggi di lingkungan itu (90m x 100m atau sekiar satu halaman.21 Beliau menyelesaikan dalam penulisan Serat Wulangreh pada tanggal 19 Besar, hari Ahad Kliwon tahun Dal, 1735, Mangsa kedelapan,
18
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, op,cit., hlm. 3. Ibid, hlm. 4. 20 Arsip Forum KG Cozy, Copyright 2000-2007 21 Dalem Poerwadiningratan kota Surakarta dari Wikipedia Indonesia 19
47
Windu Sancaya , Wuku Sungsang. Kurang lebih 12 tahun sebelum beliau meninggal dunia.22
2. Karya-Karya Sastra Paku Buwono IV Koleksi dari karya-karya sastra beliau Sinuwun Paku Buwono IV diantaranya : Serat Wulangreh, Serat Wulang Sunu, Serat Wulang Putri, Serat Wulang Tata Karma, Donga Kabulla Mataram, Ciptha Waskitha, Panji Sekar, Panji Raras, Panji Dhadhap, Serat Sasana Prabu, dan Serat Polah Muna Muni, kemudian karya yang lain yaitu: tari Bedhaya Pangkur Paku Buwono IV dalam pandangan masyarakat Jawa namanya semerbak wangi sekali.23 Dari beberapa karya sastra beliau yang paling terkenal di masyarakat Jawa adalah Serat Wulangreh yang menjadi kajian utama penulis yang dalam hal ini dikhususkan dalam pembahasan Serat Wulangreh Serat Wulangreh 24 adalah hasil karya Paku Buwono IV yang terkenal hingga sekarang dimana serat tersebut banyak mengungkap tentang ajaran-ajaran moral dan nilai-nilai luhur serta budi pekerti utama yang dijadikan sebagai pedoman hidup untuk membina kepribadian yang bukan hanya relevan bagi pedoman pendidikan para pejabat, pegawai maupun abdi kerajaan pada waktu itu, namun jika digali dan dipelajari secara mendalam nilai luhurnya tetap aktual sampai sekarang lebih-lebih ditinjau dari pendidikan Islam.
22
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, loc.cit. Munarsih, op.cit., hlm.8. 24 Jauh sebelum David J. Schwatriz menulis buku "Berpikir dan Berjiwa Besar" –best seller dunia- seorang pujangga kita telah membuat Serat Wulangreh, jauh sebelum bangsa Eropa mampu membaca, bangsa kita telah mengenal tulisan Jawa, yang disekolah dipelajari, HoNoCoRoKo, pernahkan orang jawa berpikir mengapa muncul nama "Java Script" yang diciptakan sembari menikmati mewahnya kopi Jawa? Jauh sebelum bangsa Indonesia ini dengan bangganya mengimpor "Emotion Intelligent" dan "Spiritual Intelligent", Ki Hajar Dewantara telah menciptakan ladang energi pikiran bagi para anak bangsa dengan budi pekerti yang luhur. ( Wibowo, Agus “Sastra Adiluhung Tua dan Terlupakan, Tuntunan Budi Pekerti dan Penghalus Rohani”, http://www.kabarindonesia.com) 23
48
Serat Wulangreh sampai saat ini sangat populer di lingkungan kebudayaan Jawa. Orang Jawa sangat memperhatikan ajaran-ajaran dalam Serat Wulangreh itu untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Ketajaman moral dan intelektual diperlukan agar manusia tepat dalam meniti karier hidup. 25 Paku Buwono IV memberi petunjuk orang yang mencari ilmu dalam Serat Wulangreh sebagai berikut : Sasmitaning ngaurip puniki, Yekti ewuh yen ora weruha, Tan jumeneng ing uripe, Sekeh kang ngaku-ngaku, Pangrasane pan wus utami, Tur durung weruh ing rasa, Rasa kang satuhu, Rasaning rasa punika, Apayanen darapon, sampurning dhiri, Ing kauripanira. Jroning Qur’an nggoning rasa jati, Nanging pilih wong kang uninga, Anjaba lawan tuduhe, Nora kena binawur, Ing satemah nora pinanggih, Mundak katalanjukan, temah sasar susur, Yen sira ayun waskitha, Kasampurnaning badanira puniki, Sira aggeguna, ( Pupuh Dhandhanggula)26 Terjemahan: Makna kehidupan itu Sungguh sayang bila tak tahu Tidak kokoh hidupnya Banyak orang mengaku Perasaannya sudah utama, Padahal belum tahu rasa, Rasa yang sesungguhnya, Hakikat rasa itu adalah, Usahakan agar diri sempurna, Dalam kehidupan, 25 26
Munarsih, op.cit., hlm.9. Ibid, hlm. 9.
49
Dalam Qur’an tempat rasa jati, Tapi jarang orang tahu, Keluar dari petunjuk, Tak dapat asal-asalan, Akhirnya tidak ketemu, Malahan terjerumus, Akhirnya kesasar, Kalau kamu ingin peka, Agar hidupmu sempurna, Maka bergurulah.27 Dari syair diatas memberikan penjelasan bahwa orang yang hidup harus tahu makna kehidupan itu sendiri, agar hidupnya senantiasa bisa sempurna maka seseorang harus berpegang pada petunjuk yang sejati yaitu Kalamullah atau al-Qur’an, dengan harapan hidupnya tidak terjerumus ke lembah kesesatan. Disamping itu agar hidup seseorang sempurna maka dia harus berguru yang dalam hal ini adalah guru yang berkompeten atau profesional dalam bidangnya. Jikalau mencari guru yang tidak berkompeten di bidangnya maka dapat dipastikan hidupnya akan hancur. Dalam ajaran Serat Wulangreh Paku Buwono IV, yang arti harfiahnya pengajaran dan perintah secara tersirat ingin menunjukkan kedalaman makna wahyu al-Qur’an. Pada dua baris pertama tembang Dhandanggula itu, Sri Sunan yang terkenal sebagai seorang pujangga menuturkan tentang pentingnya penghayatan al-Qur’an dan orang-orang yang terpilih yang memahaminya.ungkapan itulah yang mengilhami masyarakat Jawa dalam menghayati al-Qur’an, serta keyakinan adanya misteri anugrah Allah SWT yang turun di malam lailatul kadar.28 Serat Wulangreh juga berbicara tentang keharusan-keharusan menghayati dan mengamalkan etika-etika kekeratonan sebagaimana yang ada dalam lembaga. Dalam serat ini pula diwejangkan tentang etika kepada guru, etika pergaulan, etika kewaspadaan (keprayitan), kebaktian, hubungan-hubungan 27 28
keluarga,
tentang
Ibid. http://www.pikiran rakyat.com
50
keutamaan
budi
baik.
Ini
merupakan pelajaran orang-orang dahulu (nenek moyang) bahwa kehidupan merupakan sebuah proses yang cukup panjang untuk dijalani, tetapi sangat cepat untuk dinanti. Dalam menghadapi memerlukan kesiapan-kesiapan. Dalam menemukan kesiapan memerlukan latihan baik fisik maupun mental spiritual. Seperti misalnya mengurangi makan, tidur, meningkat menjadi berpuasa, belajar atau berlatih berprihatin, dalam bersuka ria, atau bersuka dalam prihatin, bersakit dalam sehat atau bersehat dalam sakit, sampai pada memati diri (mati raga), mati dalam hidup/hidup dalam mati. Tetapi sebelumnya harus bersikap sopan santun beradab susila baik dalam lingkungan keluarga maupun dalam masyarakat.29 Agung Webe mengarang sebuah buku yang merujuk kepada Serat Wulangreh atau inti sarinya berasal dari Serat Wulangreh karya Paku Buwono IV yang isinya mengajarkan tentang harmonisasi kehidupan yang diwujudkan dalam kualitas kerja yang sungguh-sungguh, menerapkan disipilin dengan konsisten, mengembangkan cinta kasih dan memberi makna pada kehidupan.30 Serat Wulangreh adalah kekayaan yang dipunyai oleh orang Jawa bahkan Negara Indonesia. Kekayaan nusantara yang ditulis oleh Sri Paku Buwono IV yang berharap masyarakat Nusantara semua dapat mengenali diri sendiri.31 Hal tersebut sesuai dengan ilmu tasawuf yaitu barang siapa mengenal dirinya sendiri maka mereka sesungguhnya mengenal Tuhannya, yang berarti sebelum seseorang mengenal Tuhannya maka mereka harus mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu. Seorang pemimpin sejati menurut Serat Wulangreh adalah seseorang yang berhasil memimpin dirinya sendiri menuju pada kemerdekaan diri dan kebijaksanaan. Dalam konsep Islam setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawabannya atas 29
Zainal Arifin, Konsep Guru Menurut Sunan Kalijaga dalam Serat Wulangreh, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006), hlm. 31, t.d. 30 31
Agus Wibowo, loc cit. Ibid.
51
kepemimpinannya. Yang dikatakan pemimpin tidak hanya memimpin sutau kelompok tetapi juga memimpin dirinya sendiri. Apabila dirinya jelek maka akan dimintai pertanggungjawaban di hari kelak. Menurut D. Zawawi bahwa Serat Wulangreh kaya akan ajaran demokrasi dan kepemimpinan. Serat yang ditulis Paku Buwono IV ini banyak memberikan wejangan soal moralitas pemimpin dan rakyat yang dipimpin. Pada pupuh Dandanggula, disinggung pentingnya dengan ilmu pengetahuan. Rakyat negeri ini harus melek, harus pintar, karena demokrasi tidak bisa dilakukan oleh orang-orang yang bodoh. Pada bab pupuh Gambuh, mengingatkan pemimipin agar menghindari perbuatanperbuatan buruk yang merugikan banyak orang. Sedangkan pada bab pupuh Maskumambang disebut-sebut bahwa pujian hanyalah diberikan kepada orang yang pantas dipuji.32 Serat Wulangreh adalah Sastra Adiluhung 33 yang di dalamnya tersirat ajaran menjadi orang terhormat. Menurut Wulangreh, menjadi orang terhormat
tidak mudah karena mesti jauh dari sifat adigang,
adigung, dan adiguna,34 atau membanggakan kelebihan yang dimilikinya. Wulangreh juga momot aturan tingkah laku yang utama. Dalam ajaran Islam bahwa manusia tidak sombong terhadap sesama, karena yang berhak atau yang pantas meyandang sombong adalah Allah SWT. Walaupun bagian-bagian dari Serat Wulangreh bervariasi, namun ada hal yang jelas adalah soal kebaktian kepada negara, dan lebih khusus lagi kebaktian kepada raja. Demikian juga kepada para pangeran atau siapapun untuk membaktikan dirinya kepada ayah dan ibu, kepada mertua, 32
Ibid. Sastra Adiluhung adalah sastra yang tertata apik dalam bahasa yang indah (Basa Rinengga). Takheran jika sastra Jawa klasik tak hanya mengutamakan isi, tetapi keindahan bahasa juga menjadi perhatian sang pujangga. Karya sastra Jawa yang terlahir melalui pengolahan rasa laku tapa, disebut sebagai sastra Adiluhung atau sastra yang mamiliki tingkat apresiasi tinggi. Sastra Adiluhung adalah dunia yang bersifat dinamis, relatif dan bukan eksklusif. Nilai sastranya pasti terkait dengan kepribadian manusia. Karena ketinggian tingkat apresiasinya, sastra Adiluhung sangat bermutu lantaran mampu menghaluskan rohaniah, mempertajam visi, misi dan ruang imajinasi, membuat manusia santun jiwanya, bartambah pengetahuannya, berkepribadian mulia, dan luas jiwanya. Ibid. 33
34
Zainal Arifin, op.cit., hlm. 50.
52
kapada guru dan terakhir kepada raja. Kebaktian terhadap orang tua itu sangat jelas dan alasannya juga masuk akal yaitu karena adanya orang tua manusia ada, orang tua yang melahirkan dan membimbing dari kecil sampai dewasa. Kebaktian kepada mertua relatif masuk akal juga, yakni karena mereka mendapatkan kesenangan sekaligus penyambung keturunan. Kebaktian kepada guru sejati, sebab ialah yang memberikan pelajaran serta menunjukkan jalan menuju kesempurnaan hidup sampai mati. 35 Namun pada hakekatnya guru juga merupakan orang tua yang sangat berjasa kepada manusia. Kalau dalam ilmu hakekatnya guru disebut dengan istilah “abu ruh” yang artinya bapaknya ruh maksudnya orang yang mengajarkan ilmu kepada peserta didik. Mengenai kebaktian terhadap gusti (raja/narendra). Dalam serat disebutkan bahwa gusti/raja/narendralah yang memberikan sandang pangan dan papan. Gusti/raja/narendra, tidak mempunyai sanak keluarga selain kebenaran dan keadilan hukum dan adat pedoman. Dalam konteks pengabdian kepada gusti/raja/narendra inilah seseorang tidak perlu lagi mempersoalkan kebaktian kepada Tuhan. Dengan demikian kebaktian terhadap raja/narendra secara praktis adalah kebaktian terhadap Tuhan jua.36 Ada beberapa ajaran tentang kehidupan yang terkandung dalam Serat Wulangreh : 1) Proses memahami makna kehidupan. Kehidupan itu sangatlah susah, penuh dengan rahasia-rahasia, sehingga seseorsang harus mengetahui rahasia hidupnya dengan jalan belajar untuk mengenal rasa. Rasa kemudian orang menemukan bentuk kehidupan yang aman, nyaman, dan tentram penuh damai gemah ripah loh jinawi. Bahkan bnyak yang mengaku akan keberadaan dirinya yang sudah sempurna dan berilmu. Kemudian menjadi sombong. Inilah sulitnya menghadapi sebuah perjalanan kehidupan. Untuk berguru saja, 35 36
Ibid, hlm. 48. Ibid,
53
manusia harus menemukan guru yang baik, yang tidak sombong, yang tahu tentang hukum dengan berdasarkan empat hal (Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas).37 Sehingga sangat sulitnya, sekarang ini banyak guru yang mencari murid bukan murid yang mencari guru. 2) Latihan mempertajam mata batin. Untuk mencapai tingkat kecerdasan daya pikir (batin), memerlukan latihan-latihan atau belajar. Kehidupan tidak hanya makan dan tidur saja, tetapi harus ada proses latihan untuk sampai pada kecerdasan daya pikir. Yaitu dengan mengurangi makan dan tidur dan tidak perlu huru-hara dan pesta pora. Menghindari perilaku buruk dan sombong, dekatilah orang orang yang alim, selalu belajar dari pengalaman. 3) Menghindari sikap sombong Sombong atau takabur merupakan salah satu perbuatan yang sangat dilarang oleh agama karena sombong dapat menghancurkan tatanan kehidupan, dan yang lebih parah lagi dapat menghalangi seseorang mendapat kenikmatan surga walaupun sombong tersebut diumpamakan hanya seberat biji bayam. Dalam ungkapan jawa ada sebuah kalimat yang saling menyambung dan sangat berarti bagi kehidupan manusia. Yaitu : “adigang-adigung-adiguna”.”adigang” adalah perbuatan yang suka memamerkan keberaniannya dengan menantang siapa saja, “adigung” adalah perbuatan yang suka membanggakan diri sendiri atau mengandalkan dan menyombongkan kekuatan yang ada dibaliknya. Sedangkan “adiguna” adalah perbuatan yang suka membanggakan kepintaran akalnya tanpa melihat orang lain dan berfikir bahwa hanya dialah yang paling bisa.38 Tidak ada yang sempurna didunia ini, dan tidak ada yang paling kuat dalam dunia ini serta tidak ada orang yang paling pintar dalam 37 38
Munarsih, op.cit., hlm. 14. Agus Wibowo, loc.cit.
54
dunia ini. Semua manusia mempunyai titik kelemahan, dan ini berlaku bagi siapa saja, tidak manusia biasa atau manusia keraton, semua tidak ada yang sempurna, maka hindarilah berbuatan sombong, karena yang berhak menyandang pangkat sombong adalah Allah yang maha sempurna. Dalam kitab Minah al-Saniyah diterangkan bahwa awal timbulnya sifat sombong adalah dari nafsu manusia itu sendiri. Diceritakan dalam dalam kitab tersebut bahwa nafsu tidak mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya dan dia sendiri tidak mengenal dirinya, kemudian Allah SWT menghukumnya yaitu dimasukkan ke dalam bahrul ju’ 39selama seribu tahun, dan kemudian mereka baru mengakui bahwa Allah adalah Tuhannya dan dia sendiri adalah hambanya.40 4) Memahami kewajiban-kewajiban orang hidup Kewajiban seseorang ketika hidup adalah berbuat baik dan meninggalkan yang buruk. Perbuatan baik itu banyak macamnya, begitu pula perbuatan yang buruk. Dalam agama sudah dijelaskan “al-haqqu bayyinun wal-batilu bayyinun” ( perkara yang haq/benar sudah jelas dan perkara yang batil/jelek juga sudah jelas), oleh karena itu seseorang harus bisa membedakan mana perkara yang baik (yang harus dikerjakan), dan mana perkara yang buruk (yang harus ditinggalkan).41 Sehingga setiap orang harus memahami makna baik dan buruk serta mengamalkannya, seperti perilaku sopan santun, tidak sombong, mengahargai orang lain, dan perilaku baik yang lain 5) Berbakti kepada orang tua Yang dimaksud dengan orang tua dalam Serat Wulangreh adalah mereka seseorang yang lebih tua. Ada tahapan bagi kita untuk berbakti kepada orang tua, mereka mempunya kelas tersendiri tetapi juga memiliki kepentingan-kepentingan yang perlu dipertimbangkan 39
Bahrul ju’ makna secara bahasanya adalah samudera kelaparan, maksudnya hukuman agar yang dihukum (nafsu) sangat merasakan rasa lapar dan dahaga sehingga dia tidak mempunyai kekuatan. Lihat Abdul Wahab Al-Sya’roni, Minah Al-Saniyah, (Semarang: Toha Putra, t.t.), hlm. 10. 41
Zainal Arifin, op.cit., hlm. 50.
55
untuk berbakti.yakni pertama, kepada ayah dan ibu, kedua, kepada mertua suami atau istri, ketiga, kepada saudara tua, keempat, kepada orang sejati.42 6) Mengabdi kepada pemimpin Keberadaan Serat Wulangreh salah satunya ditujukan untuk mendoktrin rakyat Jawa untuk mengabdi kepada rajanya, termasuk di sini adalah kepada sang penulis Serat Wulangreh yang menjadi di keraton Surakarta Hadiningrat. Anjuran untuk tidak ragu dan bimbang terhadap pemimpin, merupakan ajaran nasionalisme yang ada dalam Serat Wulangreh. Bahkan ada ungkapan yang mengatakan bahwa mengabdi kepada raja atau narendra merupakan bentuk kebaktian kepada Tuhan.43
3. Karakteristik Serat Wulangreh Dalam sastra Jawa Serat Wulangreh termasuk tembang mucapat ( tembang tradisional yang ada di tanah Jawa). Tembang mucapat juga sudah menyebar ke kebudayaan Bali, Madura, dan Sunda. Jika dilihat dari tata bahasa, mucapat artinya maca papat-papat. Tembang macapat ini kira-kira ada pada zaman majapahit akhir dan permulaan Walisongo memegang kekuasaan, tetapi belum ada yang memastikan. Tembang mucapat banyak dipakai dalam sastra Jawa tengahan dan sastra Jawa baru.44 Serat Wulangreh terdiri dari 13 pupuh atau tembang yaitu : Dhandanggula, Kinanthi, Gambuh, Pangkur, Maskumambang, Megatruh, Durma, Wirangrong, Pucung, Mijil, Asmarandana, Sinom, dan Girisa. Dari beberapa pupuh tersebut mempunyai ciri-ciri yang berbeda-beda.45 Ciri-ciri tersebut dapat dilihat dari guru gatra ( jumlah baris dalam bait), guru wilangan (jumlah suku kata dalam setiap baris, dan guru lagu (bunyi 42
Ibid. Ibid, hlm. 51. 44 http:// Incubator.Wikimedia.org/wiki/Wb/jv/Tembang/Macapat 45 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, op.cit., hlm. 6. 43
56
akhir suara tiap baris). Adapun perinciannya dapat disebutkan sebagai barikut : a. Guru Gatra (jumlah baris dalam bait); Dhandanggula ada 10 baris, Kinanthi ada 6 baris, Gambuh ada 5 baris, Pangkur ada 7 baris, Maskumambang ada 4 baris, Megatruh ada 5 baris, Durma ada 7 baris, Wirangrong ada 6 baris, Pucung ada 4 baris, Mijil ada 6 baris, Asmarandana ada 7 baris, Sinom ada 9 baris, dan Girisa ada 8 baris.46 b. Guru Wilangan ( jumlah suku kata dalam baris) Dhandanggula ; baris pertama dan kedua ada 10 suku kata. Baris ketiga dan kedelapan ada 8 suku kata. Baris keempat, keenam dan kesepuluh ada 7 suku kata. Baris kelima ada 9 suku kata. Baris ketujuh ada 6 suku kata. Baris kesembilan ada 12 suku kata. Kinanthi ; setiap baris ada 8 suku kata. Gambuh ; baris pertama ada 7 suku kata. Baris kedua ada 10 suku kata. Baris ketiga ada 12 suku kata. Baris keempat dan kelima ada 8 suku kata. Pangkur ; baris pertama, ketiga, keenam dan ketujuh ada 8 suku kata. Baris kedua ada 11 suku kata. Baris keempat ada 7 suku kata. Baris kelima ada 12 suku kata. Maskumambang; baris pertama ada 12 suku kata. Baris kedua ada 6 suku kata. Baris ketiga dan keempat ada 8 suku kata. Megatruh; baris pertama ada 12 suku kata. Baris keduakelima ada 8 suku kata. Durma; baris pertama ada 12 suku kata. Baris kedua, keempat dan ketujuh ada 7 suku kata. Baris ketiga ada 6 suku kata. Baris kelima ada 8 suku kata. Baris keenam ada 5 suku kata. Wirangrong; baris pertama, kedua dan keenam ada 8 suku kata. Baris ketiga ada 10 suku kata. Baris keempat ada 6 suku kata. Baris kelima ada 7 suku kata. Pucung; baris pertama dan keempat ada 12 suku kata. Baris kedua 6 suku kata. Baris ketiga ada 8 suku kata. Mijil; baris pertama, katiga dan keempat ada 10 suku kata. Baris kedua, kelima dan keenam ada 6 suku kata. Asmarandana; setiap baris ada 8 suku kata, kecuali baris kelima ada 7 suku kata. Sinom; baris pertama, kedua, 46
Lihat syair atau bait dari beberapa pupuh dalam Serat Wulangreh.
57
ketiga, keempat, keenam, kedelapan ada 8 suku kata. Baris kelima dan ketujuh ada 7 suku kata. Baris kesembilan ada 12 suku kata. Girisa; setiap baris ada 8 suku kata.47 c. Guru Lagu (jatuhnya suara suku kata di akhir baris) Dhandanggula, guru lagunya ; i-a-e-u-i-a-u-a-i-a. Kinanthi, guru lagunya; u-i-a-i-a-i. Gambuh guru lagunya; u-u-i-u-o. Pangkur, guru lagunya; a-i-u-a-u-a-i. Maskumambang, guru lagunya; i-a-i-a. Megatruh, guru lagunya; u-i-u-i-o. Durma, guru lagunya; a-i-a-a-i-a-i. Wirangrong, guru lagunya; i-o-u-i-a-a. Pucung, guru lagunya; u-a-i-a. Mijil, guru lagunya; i-o-e-i-i-u. Asmarandana, guru lagunya; i-a-e-a-a-u-a. Sinom, guru lagunya; a-i-a-i-i-u-a-i-a. Girisa, guru lagunya; a-a-a-a-a-a-a-a.48
B. Kriteria Guru yang Baik dalam Serat Wulangreh Kriteria guru yang baik dalam Serat Wulangreh disampaikan oleh Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV khususnya dalam pupuh Dhandanggula ; nanging siro yen nggeguru kaki amiliha manungsa kang nyata ingkang becik martabate sarta kang wruh ing khukum kang ngibadah lan kang wirangi sokur oleh wong tapa ingkang wus amungkul tan mikir pawewehing liyan iku pantes sira guronana kaki sartane kawruhana lamun ana wong micoreng ngelmi tan mupakat ing patang perkara aja sira age-age anganggep nyatanipun saringana dipun baresih limbangen lan kang patang prakara rumuhun dalil kadis lan ijemak lan kiyase papat iku salah siji ana kang mupakat 47 48
Ibid. Ibid.
58
ana uga kena den antepi yen ucula kang patang prakara ora enak legatane tan wurung tinggal wektu panganggepe wes angengkoki aja kudu sembahyang wus salat katanggung banjure buwang sarengat batal karam nora ngango den rawati mbubrah sagehing tata.49 Terjemahannya: Jika anda belajar, anakku Pilihlah orang yang benar Yang baik martabatnya Serta yang tahu akan hukum Yang beribadah dan saleh Apalagi bila orang yang suka bertapa Yang telah mencapai tujuan Tak memikirkan pemberian orang lain Itu pantas kau belajar kepadanya Serta ketahuilah Jika ada orang yang membicarakan ilmu Tan sepakat kepada empat hal Jangan engkau tergesa-gesa Menganggap kenyataannya Saringlah sampai bersih Pilihlah dengan yang empat Perkara yang lalu Dalil hadits dan ijmak Dan empat kiyas itu salah satu Usahakan ada yang sepakat Ada juga yang mantap Kalau tepat empat perkara Sungguh tidak tepat Hanya meninggalkan waktu Menganggap sudah tepat Hendak tidak salat Hanya bikin tanggung 49
Ibid.
59
Lalu membuang syari’at Batal haram tak peduli Lalu bikin kacau50 Dari beberapa bait di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kriteria guru yang baik ( yang pantas untuk dijadikan sebagai guru) menurut Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV adalah sebagai berikut : 1. Guru yang nyata atau benar. 2. Baik martabatnya 3. Tahu akan hukum 4. Beribadah 5. Wira’i 6. Bertapa (berpuasa) 7. Ikhlas (tak memikirkan pemberian orang lain) 8. Berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas51
50 51
Munarsih, op.cit., hlm. 13. Ibd, hlm. 11.
60
61
BAB IV ANALISIS KRITERIA GURU YANG BAIK MENURUT PAKU BUWONO IV DALAM SERAT WULANGREH Dalam kajian ini penulis mambahas tentang kriteria guru yang baik dalam Serat Wulangreh dan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru khususnya
guru Pendidikan Agama Islam (PAI), sehingga harapannya guru
benar-benar profesional dalam bidang masing-masing. Guru menjadi panutan atau idola bagi umat masyarakat, ungkapan jawa yang sampai sekarang masih lekat di benak setiap orang yaitu “guru digugu lan ditiru.”1 Ungkapan tersebut mempunyai makna filosofis yang sangat dalam. Secara mudahnya dapat diambil dua hal penting ; pertama: mengenai pembicaraan atau perkataan atau ucapan, kedua : mengenai perbuatan atau tingkah laku atau kelakuan. Digugu mempunyai maksud apa yang telah dikatakan oleh guru dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, guru tidak hanya mengobral sebuah perkataan yang dia sendiri tidak menepati atau komitmen dengan apa yang ia katakan, bahkan hal ini dapat menurunkan derajat atau wibawa seorang guru. Ditiru mempunyai maksud perbuatannya atau tingkah laku atau kelakuannya dapat menjadi contoh yang baik bagi peserta didik khususnya dan masyarakat pada umumnya. Kata-kata guru menjadi pegangan dan tingkah lakunya menjadi teladan. Sosok guru mempunyai derajat yang tinggi, kata-katanya dianggap sebagai sebuah kebenaran di hadapan murid, bahkan masyarakat sekitarnya. Predikat guru tidak bisa dilepaskan dari peran sentralnya sebagai pembimbing murid kearah pencerahan hidup.2 Dalam al-Qur’an sudah dijelaskan yang intinya bukankah kebencian Allah amat sangat ketika seorang hamba mengatakan apa yang tidak ia perbuat. Jadi sepantasnyalah bagi seorang yang menyuruh kapada kebajikan untuk lebih dulu
hlm.38 hlm.188.
1
Syamsul Ma’rif, Revitalisasi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007), Cet. 1.
2
Muhammad Zamroni “Belajar di Alam Bebas”, Edukasi, vol II, nomor 2, Desember,2004,
62
memberi contoh dan bagi seseorang yang melarang suatu keburukan untuk lebih dulu menghindarinya.3 Itulah tindakan yang harus dilakukan oleh guru untuk menjaga kewibawaannya. Disamping itu guru juga dituntut untuk menguasai dalam bidang masing-masing. Secara umum semua guru mempunyai beberapa kompetensi yaitu kompetensi personal, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Dilihat dari bidang studi yang diajarkan oleh seorang guru, ada guru yang mengajarkan bidang studi umum (pelajaran umum) dan ada guru yang mengajarkan bidang studi agama dalam hal ini adalah guru Pendidikan Agama Islam (PAI) yang masing-masing mempunyai profesionalitas yang berbeda-beda. Dari realita yang ada bahwa guru PAI mempunyai tanggung jawab yang besar dari pada guru yang mengajarkan bidang studi umum. Konsekuensinya guru PAI harus mempunyai kompetensi yang lebih dari pada guru umum.4 Disamping mendidik dan mengajar guru PAI mempunyai tanggung jawab berat yaitu menjadikan peserta didik berjiwa akhlakul karimah5 atau mempunyai akhlak yang mulia, karena akar dari semua pendidikan atau pengajaran adalah akhlak. Dalam bukunya Zakiah Darajat juga diterangkan bahwa tugas guru agama itu berat, karena disamping membentuk pribadi peserta didik, ia pun harus memperbaiki mana yang kurang baik pada mereka, karena anak didik datang ke sekolah telah membawa berbagai nilai dan pengalaman keagamaan yang diperolehnya dari orang tuanya masing-masing.6
3
Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, Muhammad SAW Al Muallimul Aw-Wal (Mengajar EQ Cara Nabi, Konsep Belajar Mengajar Cara Rasulullah SAW) terjm Ikhwan Fauzi , (Bandung : MQS Publishing, 2005), cet. 1. hlm. 8. 4 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, (Bandung: CV Ruhama, 1995), cet. II, hlm. 99. 5 Berakhlak baik merupakan suatu kelayakan bagi seorang guru, begitu juga mendorong muridnya untuk berakhlak demikian. Tutur kata yang halus serta wajah yang sumringah merupakan sebab yang dapat menghilangkan kecanggungan antara guru dan murid. Lemah lembut dan lapang dada dalam menanggapi murid yang bodoh. Ibid, hlm. 19. 6 Zakiah Darajat, loc.cit.
63
Pembentukan akhlakul karimah menjadi hal yang sangat urgen dalam kehidupan ini. Prof. Muhammad Athiyah al Abrasyi menyimpulkan bahwa pembentukan akhlakul karimah termasuk tujuan yang paling utama dalam pendidikan Islam.7 Islam menetapkan pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam dan bahwa mencapai akhlak yang sempurna adalah tujuan pendidikan yang sebenarnya. Dan bukanlah tujuan pendidikan dan pengajaran dalam rangka pemikiran Islam untuk mengisi otak pelajar dengan informasi-informasi kering dan mengajar mereka pelajaran-pelajaran yang mereka belum ketahui. Dapat diringkaskan tujuan asasi pendidikan Islam itu dalam suatu kata, yaitu “keutamaan” (al-fadhilah). Menurut tujuan ini setiap pengajaran harus berorientasi pada pendidikan akhlak, dan akhlak keagamaan di atas segalagalanya.8 Tidak dipungkiri lagi bahwa metode pendidikan yang pertama kali dibawa oleh Nabi Muhammad SAW9 dalam menyebarkan agama Islam adalah pembentukan akhlakul karimah. Jadi sebelum Nabi mengajarkan suatu pelajaran, terlebih dahulu Nabi mengajarkan atau menanamkan akhlakul karimah pada umat beliau. Hal tersebut sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya “sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak” Menurut Hadits diatas bahwa kunci keberhasilan dalam pendidikan tergantung pada akhlak yang diajarkan. Dengan kata lain akhlaklah yang harus diajarkan kepada peserta didik terlebih dahulu sebelum pelajaran-pelajaran yang lain. Tidak ada gunanya jika seseorang mempunyai kemampuan atau pengalaman bahkan kepandaian tetapi akhlaknya rendah atau tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Akhlak akan mempengaruhi pola pikir dan tindakan mereka. Jika akhlak 7
Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. 1, hlm. 164. Ibid 9 Tidak ada keraguan sama sekali tentang peran nabi SAW sebagai pendidik. Di kalangan muslim, nabi Muhammad dikenal luas sebagai seorang pendidik. Nabi Muhammad sendiri mengakui dirinya sebagai layaknya orang bagi uamtnya yang mengajar dan mendidik mereka. (Fihris Sa’adah, “Aplikasi Kritis dan Andragoni Klasik”,Edukasi, vol.II, nomor 1,Januari, 2004, hlm. 110). 8
64
seseorang rendah dalam arti jelek walaupun mereka itu pandai, maka dengan kepandaiannya itulah mereka gunakan untuk berbuat yang tidak baik kepada sesama, bahkan selalu merugikan kepada sesama. Oleh karena
itu, akhlak
menjadi sesuatu yang fundamental dalam mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan bahagia di dunia maupun di akhirat nanti. Hubungannya dengan akhlak atau moralitas ada yang berpandangan bahwa tidak perlunya pendidikan agama di sekolah karena meskipun diberikan tidak akan ada perbaikan moral. Argumentasi itu dapat dilihat pada penilaian bahwa dalam kenyataan sehari-hari di negeri ini menunjukkan lain. Keikutsertaan dalam agama dan pendidikan agama disekolah ternyata tidak menjamin akhlak seseorang menjadi lebih baik. Buktinya, korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan ketidak adilan kian marak. Tawuran dan penyalahgunaan narkotika di kalangan pelajar justru bertambah banyak. Suatu indikasi, pelajaran agama di sekolah tidak berhasil meningkatkan akhlak atau moralitas peserta didik.10 Sebenarnya argumentasi itu sangat lemah, sebab bila dibalik bahwa sudah diberi pelajaran agama saja masih terjadi penyimpangan nilai-nilai agama apalagi belum diberikan, itu akan menjauhkan terhadap nilai-nilai moral. Apalagi bila secara obyektif dinilai bahwa perbandingan yang melakukan kejahatan moral lebih banyak diekspouse ke masyarakat, dibanding yang telah melakukan kebaikan dari hasil pendidikan agama yang telah ditanamkan disekolah. Oleh sebab itu dalam hal ini dapat dilihat adanya ketidakseimbangan informasi dan ekspouse prestasi yang kurang dibanding dengan ekspouse terhadap wanprestasi pendidikan. Mungkin ibarat ada luka di kaki, tentu tidak ingin mengamputasi seluruh kaki, tentu saja akan arif jika yang dilakukan adalah mengobati kaki yang luka saja.11
10
hlm. 46.
11
Munawar Sholeh, Politik Pendidikan, (Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu, 2005),Cet. 1. Ibid
65
Dengan ilustrasi di atas, seharusnya menjadi lecutan terhadap pendidikan Islam di Indonesia, artinya pendidikan tidak sekedar diberikan secara tex book belaka, tetapi harus memberikan kreatifitas pada siswanya. Sebab bagaimanapun juga pendidikan dan kreatifitas pada satu kesatuan yang terpadu. Pendidikan dan kreatifitas bagaikan dua sisi pada sekeping uang logam. Sebab, pada dasarnya kedua unsur tersebut adalah satu. Karena itu pendidikan Islam harus mampu melahirkan dan mengembangkan kreatifitas peserta didik. Bila tidak tentu ada sesuatu yang kurang dalam pendidikan Islam.12 Untuk mewujudkan itu semua mesti dibangun sebuah fondasi yaitu pembentukan guru Pendidikan Agama Islam yang berkompetensi baik dalam bidang pendidikan umum maupun agama. Bertumpu pada keterangan di atas, guru PAI dituntut mempunyai kemampuan lebih dari pada guru umum. Apalagi dalam urusan pendidikan akhlak guru PAIlah yang menempati barisan paling awal, artinya yang paling bertanggung jawab terhadap akhlak peserta didik. Kompetensi yang dimiliki guru PAI, disamping mengetahui dasar-dasar pendidikan umum, dia juga harus mengetahui dasar-dasar pendidikan agama Islam yang sudah menjadi jiwa dia sendiri. Oleh karena itu, dalam kajian ini penulis menjadikan kompetensi guru PAI dan berbagai pendapat para ahli pendidikan Islam sebagai alat tinjauan bagi pemikiran Paku Buwono IV yang berbicara tentang kriteria guru yang baik dalam karya beliau Serat Wulangreh khususnya dalam pupuh Dhandhanggula. Yang menjadi maksud dari kanjeng Sinuwun Paku Buwono IV adalah guru yang benar-benar patut untuk ditimba ilmunya, atau guru yang patut untuk digurui, karena sebenarnya tidak semua guru layak dijadikan sebagai guru maksudnya guru yang bisa membawa anak didik menuju keberhasilan dalam kehidupannya. Sehingga orang yang belajar /pencari ilmu/tholibul ilmi bisa mencari guru yang sesuai dengan kriteria guru yang baik, dalam hal ini menurut 12
Ibid, hlm. 47.
66
Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh yang ditinjau dari kompetensi guru Pendidikan Agama Islam, sehingga dapat diambil nilai-nilai pendidikan Islamnya atau nilai-nilai ilmu tarbiyahnya. Jadi sosok Paku Buwono IV tidak hanya sebagai tokoh pendidikan Jawa tulen tetapi beliau juga sebagai tokoh pendidikan Islam. Dalam ranah pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV tentang guru, beliau menjadikan profesi guru begitu sangat tinggi karena memang tugasnya yang berat, dalam hal ini peran guru sebagai pendidik dalam lembaga formalnya dan sebagai individu dalam lingkungan sosialnya menempati posisi derajat yang tinggi. Untuk menjadi guru tidaklah mudah, tidak sembarang orang bisa menyandang profesi sebagai guru. Hal itulah yang melatar belakangi dari pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, sehingga beliau mempunyai pemikiran tentang guru yang patut atau layak untuk mengajarkan ilmunya. Dalam dunia pendidikan sekarang sudah banyak dari kalangan pendidikan mengadakan uji sertifikasi profesionalitas guru yang bertujuan untuk menyeleksi guru apakah mereka sudah pantas atau layak mengajar pada bidangnya atau tidak. Sebenarnya dari pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh secara tersurat tidak menjelaskan tentang kriteria guru yang baik. Tetapi dari bahasa beliau yang memerintahkan kepada orang yang belajar atau tholibul ilmi supaya mencari guru yang patut atau layak untuk ditimba ilmunya dan patut untuk digurui yang sudah disebutkan kriteria-kriterianya dalam pupuh Dhandhanggula. Jadi secara tersirat Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV memberikan pandangan tentang kriteria guru yang baik yang layak dijadikan sebagai guru.
A. Kriteria Guru yang Baik dalam Serat Wulangreh ditinjau dari Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Dalam bab III sudah disinggung mengenai kriteria guru yang baik dalam Serat Wulangreh menurut Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV. Dalam buku
67
yang berjudul Serat Centhini Warisan Sastra Dunia karya Dra.Munarsih, M. Hum, juga dibahas mengenai kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV disampaikan dalam Serat Wulangreh. Paku Buwono IV menganjurkan agar seseorang mencari guru yang mempunyai kejelasan asal-usul, baik martabatnya, tahu hukum, beribadah,wira’i, pertapa, ikhlas, dan tanpa pamrih terhadap pemberian orang lain.13 Dari tokoh pendidikan Islam misalnya Syeh az-Zarnuji dalam karyanya kitab Ta’limul Muta’alim juga menerangkan tantang kriteria guru yang baik yaitu : yang lebih alim, wara’, dan juga lebih tua usianya.14
ﻭﺍ ﻣﺎ ﺇﺧﺘﻴﺎﺭ ﺍﻷﺳﺘﺎﺫ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﳜﺘﺎﺭ ﺍﻷﻋﻠﻢ ﻭﺍﻷﻭﺭﻉ ﻭﺍﻷﺳﻦ Dari dalil di atas dapat dijelaskan bahwa kata alim ditafsirkan sebagai orang yang mempunyai pengetahuan lebih, pintar dan menguasai materi pelajaran. Wara’ ditafsirkan guru harus menjaga kredibelitas status sehingga bisa menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama serta menjaga diri dari nafsu amarah. Sedangkan kata lebih tua diartikan guru dalam pemikirannya harus dewasa, sebagai pamomong, pembina, pembimbing, pengajar dan pendidik.15 Al-Ghazali juga menerangkan mengenai kriteria guru yang baik. Menurut beliau guru yang baik adalah mempunyai kasih sayang, ikhlas, jujur dan benar, bersabar, menjadi teladan, mengetahui karakteristik murid, dan komitmen.16 Dalam bukunya Abudin Nata “Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam” menjelaskan kriteria guru yang baik menurut al-Mawardi adalah seorang guru
13
Munarsih, Serat Centhini Warisan Sastra Dunia, (Yogyakarta : Gelombang Pasang, 2005), cet. 1, hlm.11. 14 Asy-Syekh az-Zarnuji, Ta’limul Muta’alim, (Maktabah Daru Ihya al-Kitab al-Arabiyah Indonesia, tt), hlm. 13. 15 Zainal Arifin, Konsep Guru Menurut Sunan Kalijaga dalam Serat Wulangreh, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo Semarang, (Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006), hlm. 16. 16 Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid I, ( Beirut: Dar Al-kitab Al-Islami, t.t. ), hlm.50-51.
68
harus tawadlu’ serta menjauhi sikap ujub,ikhlas, menjauhi syubhat, penyayang, menjadi teladan, dan motivator.17 Secara terperinci dalam Serat Wulangreh menerangkan kriteria guru yang baik adalah sebagai berikut : 1. Guru yang nyata atau benar 2. Baik martabatnya 3. Tahu akan hukum (berilmu) 4. Beribadah 5. Wira’i 6. Ikhlas 7. Bartapa (berpuasa) 8. Berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas.18 Dari pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV tersebut dapat di analisis dan dijelaskan secara terperinci mengenai kriteria guru yang baik sebagai berikut : 1. Guru yang nyata atau benar Dalam Serat Wulangreh di jelaskan bahwa salah satu kriteria guru yang baik adalah seorang guru yang nyata atau benar. Nyata atau benar dalam arti mempunyai pengetahuan dan mampu mengamalkannya dalam bentuk proses pembelajaran dan pengajaran.19Sinuwun Paku Buwono IV merasa perlu mengemukakan syarat untuk dijadikan guru yaitu seorang guru yang nyata, sebab pada masa itu banyak orang yang mengaku-aku sebagai orang yang telah mumpuni dengan cara yang sombong ia minta diakui umum sebagai guru sejati yang berkompeten.20 17
Artinya, seorang guru jelas
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 50-57. 18 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, Terjemahan Serat Wulangreh, (Semarang : Dahara Prize, 1994), cet. 3, hlm. 10-12. 19 Zainal Arifin, op.cit., hlm. 56. 20 Andi Harsono, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005), cet. I, hlm. 120.
69
mempunyai kemampuan atau kompetensi (dalam UU guru dan dosen; guru tersebut mempunyai kompetensi pedagogik, personal, profesional, dan sosial)21 sehingga dia patut untuk mengajar. Guru dituntut untuk berkompeten dalam bidang pembelajaran dan mampu melaksanakan pembelajaran tersebut. Sebelum melaksanakan pembelajaran seorang guru harus mempersiapkan materi apa yang akan diajarkan dan metode apa yang akan digunakan dalam pembelajaran tersebut, sehingga pembelajaran yang dilakukan dapat tepat guna, efektif dan efisien, karena itu terkait dengan tugas dan peranan seorang guru. Tugas dan peranan guru antara lain: menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi siswa. Tugas guru dalam proses belajar mengajar meliputi tugas paedagogis dan tugas administrasi. Tugas paedagogis adalah tugas membantu, membimbing dan memimpin. Moh Rifa’i sebagaimana dikutip oleh B. Suryosubroto mengatakan bahwa: Dalam situasi pengajaran, gurulah yang memimpin dan bertanggungjawab penuh atas kepemimpinan yang dilakukan itu. Ia tidak melakukan instruksi-instruksi dan tidak berdiri dibawah instruksi manusia lain kecuali dirinya sendiri, setelah masuk dalam situasi kelas.22 Jadi setelah masuk kelas tugas guru adalah sebagai pemimpin dan bukan semata-mata mengontrol atau mengkritik.23 Ditinjau dari kompetensi guru PAI, guru yang nyata atau benar menurut Paku Buwono IV merupakan kompetensi pedagogik, personal, profesional, dan sosial. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa guru harus dari orang yang nyata memiliki keempat kompetensi untuk mengajarkan ilmu yang dimilikinya dalam proses
11. hlm. 4.
21
Lihat Undang-Undang Guru Dan Dosen,(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), cet. I, hlm.
22
B. Suryosubroto, Poses Belajar Mengajar Di Sekolah, (Jakarta : PT. Renika Cipta, 1997),
23
Ibid.
70
pembelajaran, dengan harapan tujuan pembelajaran dapat tercapai serta pergaulan sosial seorang guru dengan masyarakat berlangsung dengan baik. 2. Baik martabatnya Kata martabat berasal dari bahasa arab martabatun. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa martabat artinya tingkat harkat kemanusiaan atau harga diri.24 Martabat juga diartikan kebesaran, kemuliaan, harga diri.25Jadi, martabat guru adalah kemuliaan, kebesaran, dan harga diri yang dimiliki oleh seorang guru. Kaitannya dengan martabat, penulis memunculkan sebuah fenomena kasus yang pernah terjadi; yaitu sebuah seminar kelas, seorang mahasiswa setelah membeberkan kebrobrokan moral di tanah air yang juga banyak dilakukan oleh orang-orang yang dipandang ahli agama, kemudian mengajukan pertanyaan: strategi apalagi yang dapat digunakan untuk mengajak masyarakat atau generasi muda mentaati agama ketika di satu sisi ancaman neraka sudah tidak lagi mampu mengerim seseorang atau sekelompok orang untuk meninggalkan korupsi dan ma’siyat, di sisi lain iming-iming surga tidak lagi mendorong seseorang untuk fastabiqul khairat.26 Kesan yang dapat diambil atas keluhan mahasiswa diatas ada dua : pertama, mereka tidak percaya lagi pada para pemimpin masyarakat baik eksekutif maupun legislatif, bahkan juga para ulama dan kyai. Kalau yang tidak dipercaya oleh generasi muda ini hanya para pemimpinnya, tidak terlalu masalah karena bagaimanapun masih ada tokoh lain yang masih baik. Kedua, ada kecenderungan mulai tidak percaya pada keampuhan doktrin agama (kehidupan akhirat /sorga dan neraka) sebagai basyiran wa nadziran untuk
24
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 717. Munandir dan Imam Hanafi, Kamus Kata Serapan Bahasa Indonesia, (Malang: Univeritas Negeri Malang, 2005), cet. I, hlm. 38 26 Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005), cet. 1. hlm. 188. 25
71
mentaati agama. Kalau kredibilitas ajaran agama (keimanan) juga mulai hilang, maka sangat memprihatinkan.27 Tidak diragukan lagi, bahwa agama Islam merupakan bimbingan hidup yang paling baik, pencegah perbuatan salah dan mungkar yang paling ampuh, pengendali moral yang tiada taranya. Namun dalam kenyataan seharihari, tidak demikian. Berapa banyak kemungkaran dan perbuatan salah dan sesat dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya beragama Islam.28 Fenomena di atas tidak bermaksud memojokkan seorang ulama’ atau orang yang mengajarkan agama atau guru PAI, tetapi dengan maksud sebagai bahan interospeksi diri jangan sampai seorang yang notabene mengajarkan agama melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama sehingga bisa menurunkan martabat atau harga dirinya. Guru PAI adalah seorang ulama’ karena mereka mengajarkan ajaran-ajaran agama Islam serta mengajarkan akhlak kepada peserta didik dan masyarakat. Nilai pendidikan yang diambil dari permasalahan di atas adalah menjaga martabat. Dan kalimat yang harus digaris bawahi untuk dijadikan sebagai bahan koreksi adalah “ kebrobrokan moral di tanah air juga banyak dilakukan oleh orang-orang yang dipandang ahli agama”. Ajaran agama sepertinya tidak ada gunanya jika para pembawa atau pakar agama tidak bisa menjaga martabatnya. Martabat merupakan kunci nilai bagi seseorang. Terlebih bagi seorang guru khususnya guru agama Islam yang notabene adalah seorang ulama’, seorang yang dipandang pembawa doktrin agama harus benar-benar menjaga martabat baik yang dimiliki, kalau tidak dijaga akibatnya tidak hanya dia saja yang terkena imbasnya dari masyarakat tetapi juga nilai-nilai ajaran agama. Jangan sampai nilai ajaran agama Islam ternodai hanya karena perbuatan seorang guru agama yang tidak bisa menjaga martabatnya. 27 28
Ibid. Zakiah Darajat, op.cit., hlm. 95.
72
Mengacu pada pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwno IV mengapa guru harus mempunyai martabat yang baik karena guru menjadi panutan atau contoh bagi peserta didik bahkan masyarakat. Bagaimana seorang peserta didik mau mengikuti apa yang guru ajarkan kalau dia sendiri tidak bisa menjaga martabatnya. Mereka tentunya akan selalu menganggap bahwa guru tersebut tidak pantas untuk dijadikan sebagai guru. Bahkan guru tersebut akan dicoret dari daftar seorang guru, karena dia memang tidak layak atau tidak pantas menjadi guru. Ditinjau dari kompetensi guru PAI bahwa mempunya martabat yang baik atau bermartabat merupakan kompetensi personal (kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik)29 yang harus dimiliki oleh seorang guru khususnya guru Pendidikan Agama Islam. Tingkah laku personal dan hubungan sosial seorang guru sangat diperhatikan oleh peserta didik khususnya dan masyarakat pada umumnya. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh seorang guru untuk menjaga martabat dan hal ini juga merupakan karakteristik seorang pendidik yang mengikuti Rasulullah diantaranya : jujur dan amanah, komitmen dalam ucapan dan tindakan, adil dan egaliter, berakhlak karimah, rendah hati, baik dalam tutur kata dan tidak egois.30 a. Jujur dan amanah adalah mahkota seorang guru. Jika tidak ada kejujuran dan amanah padanya, maka tidak ada pula kepercayaan manusia terhadap ilmu yang dimilki, serta apa-apa yang ada pada dirinya, seorang murid wajar jika ia menerima apa saja yang diucapkan oleh gurunya, sehingga apabila seorang murid mengetahui akan kebohongan seorang guru, maka bisa jadi kepercayaan murid langsung berbalik arah (tidak percaya lagi),
29 30
Undang-undang Guru dan Dosen, op.cit.,hlm. 67. Fuad bin Abdullah Aziz asy-Syalhub, op.cit., hlm. xi.
73
atau bisa jadi kebohongan itu dapat menjatuhkan prestise seorang guru dimata muridnya. Hal ini juga yang menentukan martabat seorang guru. b. Guru juga harus komitmen dalam ucapan dan tindakan, termasuk karakter yang tidak terpuji adalah seorang guru yang ucapan dan tindakannya tidak kompatibel. Ucapan dan tindakan seorang guru yang tidak kompatibel membuat murid menjadi bingung serta menjadikan ia seorang yang labil. c. Adil dan egaliter juga karater yang harus dimiliki seorang guru, urgensi merealisasikan keadilan dan egaliter terhadap murid, agar dapat tersebar rasa kecintaan dan kasih sayang diantara mereka. Menegakan keadilan merupakan cara untuk mendapat kualitas dan derajat yang baik. d. Berakhlak karimah, berakhlak karimah merupakan suatu kelayakan bagi seorang guru, begitu juga mendorong muridnya untuk berbuat demikian. Tutur kata yang halus serta wajah yang sumringah merupakan sebab yang dapat menghilangkan kecanggungan antara guru dan murid. e. Rendah hati (tawadlu’), dapat menghilangkan kecanggungan murid kepada guru. Rendah hati merupakan alat yang mulia untuk menghantarkan empunya kepada kemuliaan dan keagungan. d. Baik dalam tutur kata, berkata baik merupakan sesuatu yang terpuji dan memberikan dampak positif bagi orang lain. Sedangkan mengolok-olok berarti menghina orang lain, merendahkannya, dan mengundang permusuhan serta kebencian. Lantas apa jadinya bila sorang guru terbiasa berbuat demikian. e. Tidak egois, egois merupakan perbuatan yang hanya mementingkan diri sendiri. Musyawarah merupakan bentuk menjauhi sifat egois, musyawarah harus dilakukan oleh seorang guru, jika ia mengahadapi suatu persoalan dan permasalan yang sulit.31
31
Ibid, hlm.
74
3. Tahu akan hukum (berimu) Tahu akan hukum dapat dimaknai dua yaitu pertama, mengetahui hukum syari’at agama Islam. Kedua, mengetahui hukum-hukum pengajaran atau pendidikan karena ini kaitannya dengan orang yang menuntut ilmu, bahkan Kanjeng Sunan Paku Buwono IV memerintahkan untuk mencari guru yang benar-benar mengetahui hukum syari’at Islam32 serta hukum-hukum pendidikan atau pengajaran. Dalam bukunya Zakiah Darajat juga diterangkan bahwa seorang guru harus berilmu dan mempunyai ilmu pengetahuan (tahu akan hukum). Kaitannya dengan pengajaran seorang guru tidak hanya sekedar mengajar sesuai dengan buku panduan, tetapi benar-benar menguasai materi pelajaran.33 Tahu akan hukum atau berilmu bagi seorang pendidik menjadi sangat urgen sekali untuk mencapai tujuan pendidikan, karena seorang pendidik adalah orang yang berpengalaman atau berpengetahuan, sehingga setiap ada permasalahan akan ditanyakan kepada pendidik (orang yang berpengetahuan) atau orang yang berkompeten di dalam bidangnya. Karena seseorang mempunyai kompetensi di dalam bidangnya masing-masing dan ini merupakan kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru, khususnya guru PAI. Ditinjau dari kompetensi guru PAI, bahwa pemikiran Paku Buwono IV yaitu tuhu akan hukum merupakan kompetensi profesional (kemampuan menguasai materi secara luas dan mendalam)34 yang harus dimiliki oleh guru, di antaranya: menguasai bahan pengajaran, menguasai program kerja, menguasai pengelolaan kelas, mampu menggunakan media, menguasai 32 33
40.
34
Andi Harsono, op.cit., hlm. 15. Zakiah Darajat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), cet. IV, hlm. Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
75
landasan-landasan
kependidikan,
mampu
mengelola
interaksi
belajar
mengajar, menilai prestasi peserta didik untuk kependidikan dan pengajaran di sekolah, mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.35 Artinya seorang guru harus profesional dalam bidangnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT :
( ٤٣ : ﻮﻥ )ﺍﻟﻨﺤﻞﻌﹶﻠﻤ ﺗ ﻢ ﻻ ﺘﻨﻫ ﹶﻞ ﺍﻟ ﱢﺬ ﹾﻛ ِﺮ ِﺇ ﹾﻥ ﹸﻛ ﺳﺄﹶﻟﻮﺍ ﹶﺃ ﻓﹶﺎ maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui. 36(QS. An-Nahl : 43) Hal tersebut senada dengan sabda Rasulullah SAW:
ﻋﻦ ﺍﰊ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻲ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ 37 (ﺍﺫﺍ ﻭﺳﺪ ﺍﻻﻣﺮ ﺍﱃ ﻏﲑ ﺍﻫﻠﻪ ﻓﺎﻧﺘﻈﺮ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ bila suatu urusan dikerjakan oleh orang yang tidak ahli, maka tunggulah kehancurannya. (HR. Bukhari ) Dari kedua dalil di atas mengharuskan bagi seorang guru untuk memiliki kompetensi profesional yang memadai dalam bidangnya masingmasing, karena yang menentukan arah berhasil tidaknya tujuan pendidikan yang dicita-citakan.
35 36
hlm.217.
37
Lihat BAB II (Kompetensi Profesional) Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : CV. Diponegoro, 2000).
Imam Abi Abdillah Ibnu Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz I ( Lebanon : Daarul Kutub, t.t), hlm. 26.
76
4. Beribadah Beribadah kata dasarnya adalah ibadah, ibadah berasal dari akar kata “abada” yang berarti menyembah. Orang yang menyembah disebut “abdun” (mufrad) atau “ibaadun” (jamak). Dengan kata lain orang yang menyembah adalah “abdun” atau “ibaadun”, bentuk pekerjaannya disebut ibadah.38Kata “ibaadun” bisa berarti orang yang beribadah, pengabdi atau pelayan.39 Menurut Paku Buwono IV seorang guru harus taat beribadah dalam arti melaksanakan semua perintah syari’at, misalnya shalat lima waktu tidak boleh ditinggalkan, siapa yang meninggalkan akan merugi.40 Ibadah yang mempunyai arti pengabdian atau penyembahan ada dua macam yaitu: ibadah “mahdlah” (sifatnya langsung berhubungan dengan Allah) dan ibadah “ghairu mahdlah”( tidak langsung, dalam arti hubungan sosial dengan sesama makhluk). Menurut Paku Buwono IV bahwa orang yang beribadah adalah orang yang rajin melaksanakan ibadah sebagai manifestasi makhluk Tuhan.41 Kaitannya dengan seorang guru, beliau Paku Buwono IV mempunyai pemikiran bahwa salah satu kriteria guru yang baik adalah guru yang beribadah,42 baik ibadah “mahdlah” maupun ibadah “ghairu mahdlah”. Ibadah “mahdlah” misalnya shalat,43 haji dan lain-lain, sedangkan ibadah “ghairu mahdlah” misalnya menolong sesama dan termasuk pengabdiannya kepada sesama yaitu mengajar dan mendidik kepada peserta didik. Guru PAI yang notabene guru Islam harus bisa menyeimbangkan antara pengabdiannya kepada Allah maupun pengabdian kepada sesama.
38
Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Al-Ashri Arab Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998), cet. VIII, hlm. 1267. 39 Ibid, hlm. 1256. 40 Andi Harsono, op.cit., hlm. 48. 41 Zainal Arifin, op.cit., hlm. 61. 42 Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, Terjemahan Serat Wulangreh, (Semarang : Dahara Prize, 1994), cet. 3, hlm. 14. 43 Andi Harsono, loc.cit.
77
Ditinjau dari komptensi guru PAI, kriteria guru di atas (beribadah) merupakan kompetensi personal seorang guru (kemampuan kepribadian yang mantap).44 Tugas utama seorang guru, khususnya guru PAI secara personal mereka taat beribadah, menjalankan syari’at-syari’at Islam. Secara sosial mereka mengabdi kepada masyarakat atau sesama yaitu
mendidik dan
mengajarnya. Tugas keguruan bukan hanya panggilan kerja profesional melainkan juga pengabdian kepada sesuatu. Profesi keguruan bukan hanya kerja mencari nafkah keseharian, melainkan juga panggilan jihad untuk mencurahkan segala kemampuan untuk mencari ridla Tuhan. Jika panggilan profesi guru hanya dibatasi oleh ruang dan waktu profesional, maka di dalam panggilan jihad seorang guru tidak mengenal ruang dan waktu bekerja. Juga panggilan profesi lebih berorientasi kepada materi, maka panggilan jihad lebih kepada pengabdian dan pelayanan tanpa balasan.45 Oleh karena itu seorang guru harus benar-benar beribadah atau mengabdikan dirinya kepada masyarakat. 5. Wira’i Menurut Paku Buwono IV seorang guru harus senantiasa wira’i.46 Wira’i atau wara’ dalam kitab Ta’limul Muta’allim ditafsirkan guru harus dapat menjaga kredibelitas status sehingga bisa menjaga diri dari perbuatan yang dilarang oleh agama serta menjaga diri dari nafsu amarah.47Wira’i juga berarti selalu menghindari perbuatan-perbuatan yang mengarah pada dosa dan maksiat (menjaga diri). Seorang guru PAI harus bisa menjaga diri jangan sampai terjerumus ke jurang kemaksiatan yang pada akhirnya akan menjatuhkan martabat dan kewibawaannya sebagai guru.
44
Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit. Imam Tholkhah dan Ahmad Barizi, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. IV, hlm. 226. 46 Andi Harsono, loc.cit. 47 Asy-Syekh az-Zarnuji, loc.cit. 45
78
Ditinjau dari komptensi guru PAI wira’i merupakan kompetensi personal (kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik),48 karena wira’i adalah sifat yang dimiliki seseorang secara personal, secara sosialnya mereka dalam bergaul dengan masyarakat harus senantiasa wira’i. Guru yang wira’i senantiasa selalu menjaga dirinya dan penuh hatihati disetiap tindakannya, dan mereka takut ketika bertindak yang tidak sesuai dengan syari’at-syari’at Islam. Wira’i sangat terkait dengan kehidupan sosial masyarakat. Dan ini merupakan kompetensi personal seorang guru PAI yang berat untuk dilaksanakan. Walaupun berat tapi sifat wira’i yang dimiliki akan senantiasa menjaga kedudukan atau martabatnya. 6. Ikhlas Menurut Paku Buwono IV keikhlasan seorang guru merupakan salah satu kriteria guru yang baik.49 Tugas guru dalam mengajar tidak bisa disamakan dengan mencari pangkat ataupun prioritas, karena memang dalam tugas tersebut, seorang guru adalah lebih mulia dan lebih luhur dari pada yang lain, sehingga ketika suatu keilmuan semakin mulia dan memberikan banyak kemanfaatan bagi manusia, maka hal itu dapatlah mengangkat derajat seorang guru menjadi mulia dan tinggi.50 Jika seorang guru ikhlas beramal semata untuk Allah51 dan niat mengamalkan ilmunya untuk kemanfaatan manusia, mengajarkan kebaikan, serta memberantas kebodohan, maka semua itu dapat memperbanyak amal kebaikannya, juga menambah ganjarannya, seperti sabda nabi Muhammad yang artinya semua amal tergantung dengan niat.52
48
Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit. Andi Harsoso, loc.cit. 50 Fuad bin Abdullah Aziz asy-Syalhub,op.cit., hlm.ix. 51 Andi Harsono, op.cit., hlm. 16. 52 Ibid. 49
79
Kriteria ikhlas itu sendiri bukan hanya bersih dari tujuan lain selain Allah yang bersifat lahir seperti mengajar untuk mendapatkan upah atau gaji, misalnya. Lebih dari itu, ikhlas berhubungan dengan niat yang letaknya dalam hati, dan itu merupakan proses panjang, sepanjang usia manusia dalam usahanya menjadikan dirinya menjadi manusia yang sempurna.53 Banyak para guru yang mengabaikan sesuatu yang sangat urgen ini, yaitu membangun dan menanamkan prinsip “ ilmu dan amal yang ikhlas semata untuk Allah,” ini merupakan hal yang tidak gampang dimengerti oleh manusia, karena jauhnya mereka dari metode-metode Ilahi. Demi asma Allah, begitu banyak ilmu yang seharusnya berguna dan bermanfaat bagi umat, tapi ternyata tidak memberikan manfaat apa-apa dan hilang begitu saja debu yang beterbangan. Hal itu dikarenakan tidak adanya keikhlasan berilmu dan beramal pada diri seorang guru, tidak berjalan di atas jalan yang benar, serta tidak
benar-benar
bertujuan
memberikan
kemanfaatan
bagi
saudara
muslimnya. Tetapi tujuan mereka lebih cenderung berorientasi pada pangkat dan jabatan.54 Jadi, ilmu yang seharusnya bermanfaat, malah menjadi seperti debu yang beterbangan. Semestinya banyak sekali ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia di dunia, serta dapat mengantarkannya kepada kemuliaan dan keluhuran, tetapi karena tidak adanya keikhlasan berilmu akibatnya adalah kesia-sian. Hal senada menurut Dr. Abdullah Nasih Ulwan, guru harus mempunyai pribadi yang ikhlas, guru hendaknya membebaskan niatnya semata-mata untuk Allah dalam seluruh pekerjaan edukatifnya baik berupa perintah, larangan, nasehat, pengawasan, ataupun hukuman kepada muridmuridnya.55 Sebagaimana firman Allah SWT :
53
Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), cet. I. hlm. 69. 54 Fuad bin Abdullah Aziz asy-Syalhub, op.cit., hlm. 3 55 Mustaqim, Psikologi Pendidikan, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 93.
80
( ۵: )ﺍﻟﺒﻴﻨﺔ.......... ﻦ ﺍﻟﺪﱢﻳﲔ ﹶﻟﻪ ﺼ ِ ﺨِﻠ ﻪ ﻣ ﻭﺍ ﺍﻟﻠﱠﺪﻌﺒ ﻴﻭﺍ ِﺇﻟﱠﺎ ِﻟﺎ ﺃﹸ ِﻣﺮﻭﻣ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus..... (QS. Al Bayyinah : 5)56 Jadi, dari hal tersebut di atas, sepatutnyalah para guru bisa menanamkan dalam hati muridnya,”keikhlasan berilmu dan beramal semata untuk Allah”, serta mencari ridlo dan pahala dari-Nya, sehingga dapat muncullah suatu kebaikan dan pujian dari manusia yang merupakan anugerah dan nikmat dari Allah.57 Ikhlas dalam menjalankan ibadah mahdlah artinya beribadah sematamata karena Allah bukan karena kepentingan duniawi. Ikhlas berbuat baik (menolong) orang lain misalnya berarti menolong tanpa ada kepentingan atau pamrih atas perbuatannya itu. Pengertian ikhlas semacam itu mudah diterima dan dipahami akal sehat. Tetapi ikhlas dalam kaitannya dengan profesi (mencari nafkah) misalnya, tidak berarti bekerja semuanya (lillahi ta’ala) dengan tanpa bayaran atau dibayar seadanya, tetapi mestinya bekerja sebaik mungkin walaupun perlu mendapatkan imbalan yang pantas. Substansi nilai ikhlas di sini adalah kesungguhan bekerja dengan penuh tanggungjawab atas pekerjaannya itu58. Ditinjau dari kompetensi guru PAI, keikhlasan dalam mengajar merupakan kompetensi personal seorang guru (kemampuan kepribadian yang mantap).59 Dari pembahasan terdahulu tidak semua guru bisa melakukan keikhlasan, ini merupakan kompetensi yang sangat sulit untuk dilakukan oleh guru, keikhlasan juga menjadi suatu yang menentukan berhasil tidaknya pendidikan atau pengajaran. Guru yang tidak ikhlas dalam mengajar tentunya 56
Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 1074. Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, op.cit., hlm. 4. 58 Achmadi, op.cit., hlm. 196. 59 Undang-Undang Guru dan Dosen, lo.cit. 57
81
mengajarnya
hanya
asal-asalan
atau
hanya
untuk
menggugurkan
kewajibannya saja, tidak mempersiapkan bahan pelajaran yang akan diajarkan kapada anak didiknya. Guru semacam itu tidak memikirkan nasib anak didiknya, yang penting dia mengajar selesai. Keikhlasan mempengaruhi guru dalam mempersiapkan bahan pelajaran yang akan diajarkan kepada anak didiknya. Kalau ditinjau dari kompetensi pedagogik guru PAI, guru tersebut belum dikatakan mempunyai kompentensi pedagogik, karena kompetensi tersebut menyangkut pengetahuan karakteristik peserta didik, rencana atau rancangan pembelajaran, proses pembelajaran bahkan evaluasi yang mereka terapkan. Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab dan ditemukan solusi kongkritnya adalah bagaimana menjadi guru yang ikhlas? Lebih-lebih dalam realita sekarang banyak guru yang menyambi dengan usaha lain, sehingga mereka menomorduakan tugas mereka yang utama yaitu mengajar, sehingga menjadikan guru tidak fokus pada tugas mangajarnya yang imbasnya ke anak didik, anak didik diajar asal-asalan tidak ada rencana atau rancangan pembelajaran sama sekali. Secara teori menjadi guru yang ikhlas memang mudah yaitu mengajar hanya mencari ridlo Allah dan tidak mengharapkan pamrih apapun. Apakah guru yang ikhlas adalah guru yang tidak digaji? Apakah guru yang tidak digaji bisa ikhlas dalam mengajar? Dalam realita sekarang hal itu tidak mungkin bisa terjadi, tidak hanya zaman sekarang bahkan dari zaman sebelumnya. Siapa yang mau menjadi guru yang tidak digaji atau diperhatikan kesejahteraannya. Sekarang sering terjadi demo yang dilakukan oleh guru yang tujuannya demi menuntut kesejahteraan. Apabila mereka tidak dipenuhi haknya, bagaimana nasib mereka, yang lebih berat lagi bagaimana nasib pandidikan di negeri ini. Berkaitan dengan peningkatan profesionalitas guru ini, memang harus ada keberanian terlebuh dahulu untuk meningkatkan kesejahteraan para guru. Supaya mereka dapat serius memikirkan atau berkosentrasi terhadap tanggung
82
jawab yang dipikulnya sebagai pendidik, tanpa harus diganggu urusan-urusan perut.60 Di atas sudah digambarkan betapa timpangnya antara tuntutan pendidikan atau pengajaran yang ideal yang sudah dirancang dan sudah dipersiapkan dengan matang dengan kompensasi yang diterima oleh para guru sebagai nara sumber pandidikan bagi murid atau anak didik. Satu sisi menuntut agar guru menguasai secara maksimal terhadap persoalan pendidikan yang bermutu apalagi yang mutakhir, namun sisi lain guru dihadapkan kepada kebutuhan dasar, yang sampai saat ini belum juga memadai. Atas fenomena ini, kalangan anggota dewan sendiri menyadari tuntutan terhadap peningkatan pendidikan di Indonesia tidak mungkin tercapai kalau tidak didukung oleh pemenuhan kebutuhan dasar, berupa kesejahteraan bagi para guru.61 Maka, tidak mungkin guru akan menopang tanggungjawabnya kalau hanya diberi pujian sabagai pahlawan tanpa tanda jasa apalagi untuk bisa ikhlas, tetapi harus juga diperhatikan kesejahteraan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sesuai dengan yang diharapkan. Karenanya, kesempatan untuk membaca guna meningkatkan khazanah pengetahuan hampir tidak ada. Karenanya tuntutan profesionalisme tidak sebanding dengan imbalan yang diterima oleh seorang guru. Akibatnya jika panghargaan yang diberikan begitu rendah, sosok kualitas yang dihasilkan juga akan rendah, dikarenakan mereka mengajar tidak didasari dengan keikhlasan yang tumbuh dari sanubari seorang guru.62 Senada dengan hal itu, dalam kaidah ushul fiqh dikatakan “ma layatimmu wajibu illa bihi fahuwa waajibun”.63 Suatu kewajiban tidak akan sempurna manakala tidak adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib adanya. 60
Syamsul Ma’arif, op.cit., hlm. 41 Munawar Sholeh, op.cit., hlm.88. 62 Ibid. 63 Abdul Hamid Hakim, Mabadi Awaliyah, (Jakarta: Sa’adiyah Putra, t.t.), hlm. 41. 61
83
Dari sini dapat dipahami bahwa belajar mengajar adalah kewajiban, kewajiban itu harus ditunaikan, kewajiban mengajar bagi guru tidak akan terlaksana tanpa adanya dukungan yaitu kesejahteraan dan peningkatan kualitas. Akibatnya proses transfer of knowledge atau transfer of value akan mengalami kemandegan. Oleh karena itu, peningkatan sumber daya manusia dan juga kesejahteraan wajib adanya, kewajiban itu diperuntukkan bukan dari guru (meminta), lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa guru tidak boleh meminta kesejahteraan ataupun upah, tetapi kesejahteraan itu disediakan dan dijamin untuk guru, hal itu akan senantiasa mendukung keikhlasan, kerajinan dan keprofesionalan guru. Karenanya anggaran pendidikan untuk kesejahteraan guru harus diperhatikan. Hal ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Untuk mendukung itu semua, DPR yang selaku wakil rakyat harus berupaya sekeras mugkin untuk memperhatikan nasib guru dengan memperbesar anggaran pendidikan. Selain itu DPR juga secara ketat menjaga agar anggaran pendidikan yang seharusnya menjadi hak guru, tidak bocor atau jatuh ke tangan pejabat-pejabat yang korup.64 Namun demikian ini semua butuh dukungan dari dengan cara tetap bekerja keras, bertugas sebagaimana mestinya dan memberikan masukan kepada anggota DPR agar bila terjadi penyelewengan anggaran selekasnya dapat diatasi.65 Guru juga tidak sepantasnya hanya menuntut hak, tetapi harus diimbangi dengan kerja yang professional. 7. Bertapa (berpuasa) Paku Buwono IV mengajarkan bahwa bertapa merupakan salah satu kriteria guru yang baik.66 Makna secara bahasa bertapa adalah berpuasa. Puasa dapat diartikan menahan untuk tidak mudah marah (sabar), dan juga 64
Munawar Sholeh, loc.cit. Ibid. 66 Andi Harsono, loc.cit. 65
84
menahan atau mengekang hawa nafsu.67Paku Buwono memerintahkan supaya mengurangi makan (berpuasa) dan tidur, agar berkuranglah nafsu yang merajalela sehingga batin akan terasa tenang.68 Batin yang tenang bisa menumbuhkan sifat sabar. Sabar dalam etimologi berarti “mengekang”, ia merupakan posisi yang tinggi, yang tidak dapat diraih kecuali oleh orang-orang yang berhati mulia dan berjiwa suci.69 Sedang amarah yaitu gejolak dalam jiwa yang membuat sang pelakunya buta, tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah. Amarah merupakan suatu tindakan yang tidak terpuji kecuali marah demi menegakkan agama Allah. Seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah, beliau adalah sosok orang yang tidak pernah marah terhadap dirinya sendiri sehingga tidak ada sesuatu apa pun (nafsu) yang menang. Tetapi beliau akan marah jika kehormatan Allah dirusak dan diinjak-injak oleh manusia.70 Korelasi hal tersebut dengan pengajaran yaitu, seorang guru pasti bergaul dengan muridnya, menemui watak dan pemikiran yang berbeda. Ada diantara mereka yang baik dan yang lemah. Hal itu merupakan suatu kewajaran bagi seorang guru ketika ia hadir dan mengajar mereka sehari-hari, bersamaan dengan itu banyak problem yang dipikul oleh murid ataupun halhal yang berhubungan dengan pendidikan guru. Maka seorang guru benarbenar dituntut bisa bersabar dan bertangungjawab. Kesabaran tidak gampang diraih, ia butuh kontinuitas agar bisa terbiasa. Tidak memiliki kesabaran merupakan suatu bahaya bagi guru, apalagi ketika sedang melakukan rutinitas mengajar karena pada dasarnya sorang guru harus berhadapan dengan akalakal anak murid yang berbeda, baik dalam menyerap menerima, ataupun merespon, pelajaran dan lain sebagainya. Dengan kata lain murid mempunyai 67
Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, op.cit., hlm.30. Andi Harsono, op.cit., hlm. 39. 69 Ibid. 70 Ibid. 68
85
karakteristik yang harus diketahui oleh seorang guru, sehingga dengan kesabarannya menuntun seorang guru mencari dan merancang metode yang pas untuk diterapkan ketika ia mengajar muridnya yang mempunyai karakteristik yang berbeda. Memahami karakteristik peserta didik merupakan kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh guru. Tidaklah berkelebihan jika para pakar dalam bidang pendidikan menyatakan bahwa profesi guru merupakan profesi seorang ibu, artinya seorang guru harus memiliki kesabaran dan penuh dedikasi bak seorang ibu terhadap anaknya.71 Kesabaran timbul karena rasa kasih sayang, guru sebagai pemeran penting dalam proses belajar mengajar tidak perlu pembahasan panjang. Secara konvensional guru paling tidak harus memilki kualifikasi dasar yaitu penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik. Seorang guru atau dosen harus mengajar hanya berlandaskan cinta kepada sesama umat manusia tanpa memandang status sosial, ekonomi, agama, kebangsaan, dan lain sebagainya. Misi utama guru adalah enlightening ‘mencerdaskan bangsa’ (bukan sebalikya membodohkan masyarakat), mempersiapkan anak didik sebagai individu yang bertanggungjawab mandiri, bukan menjadikannya manja dan beban masyarakat. Proses pencerdasan harus berangkat dari pandangan filosofis guru bahwa anak didik adalah individu yang memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan.72 Ditinjau dari kompetensi guru PAI bertapa (dalam hal ini kesabaran) merupakan kompetensi personal seorang guru (kemampuan kepribadian yang mantap).73 Kesabaran akan menentukan wibawa seorang guru. Untuk menjaga kewibawaan guru tidak harus marah ketika murid melanggar peraturan atau 71
Muhammad Abdul Alim Mursi, Westernisasi dalam Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Fika Hati, 1992), hlm. 63. 72 Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Yogyakarta : Gama Media, 2002), hlm.194. 73 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
86
bahkan mengejeknya. Banyak kasus ketika seorang guru menyampaikan materi pelajaran dalam waktu lama, tiba-tiba ada seorang murid yang mengaku tidak paham sama sekali pelajarannya, atau ketika seorang guru mendapat sebuah pertanyaan yang melenceng dari pembahasan, malah ketika ia sedang mengajar ada muridnya yang tidur, yang lebih parah lagi ketika seorang murid mengatakan kata-kata yang kasar untuk dirinya. Tetapi meskipun watak dan karakter mereka berbeda, tidaklah seorang guru lantas menolak perbedaan itu. Sanggup menguasai amarah merupakan tanda kekuatan guru dan bukan kelemahanya. Apalagi ketika guru mampu mengimplementasikan apa yang ia harapkan. Hal itu seperti sabda Rasulullah yang artinya kekuatan bukanlah ketika ia mampu menguasai manusia,74 tetapi kekuatan adalah ketika ia mampu menguasai dirinya ketika ia marah. Cara penyembuhan penyakit marah adalah dengan obat Rabbani atau Nabawi. Obat Rabbani yaitu adanya suatu pujian Allah terhadap orang-orang yang dapat menahan amarahnya, bukan hanya itu saja, tetapi juga mema’afkan kesalahan pelakunya.75 Firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 134 sebagai berikut :
ﻋ ِﻦ ﲔ ﺎِﻓﺍﹾﻟﻌﻆ ﻭ ﻴ ﹶﻐ ﲔ ﺍﹾﻟ ﺍﹾﻟﻜﹶﺎ ِﻇ ِﻤﺍﺀ ﻭﻀﺮ ﺍﻟﺍﺀ ﻭﺴﺮ ﻨ ِﻔﻘﹸﻮ ﹶﻥ ﻓِﻲ ﺍﻟﻦ ﻳ ﺍﱠﻟﺬِﻳ ﺴِﻨ ِﺤ ﺍﹾﻟﻤﺤﺐ ِ ﻳ ﻪ ﺍﻟﹼﻠﺱ ﻭ ِ ﺎﺍﻟﻨ ( ١٣٤: ﲔ )ﺍﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imran : 134)76
74
Fuad bin Abdul Aziz asy-Syalhub, loc.cit. Ibid, hlm. 32. 76 Departemen Agama RI, op.cit.,hlm. 649. 75
87
Sedangkan obat Nabawi yang telah dilakukan Rasulullah yaitu dengan beberapa cara: a. Mengucapkan ta’awudz. b. Diam dan tidak bicara sehingga kemarahan reda, sehingga tidak bertambah parah atau mengkhawatirkan c. Jika ia berdiri, duduklah dan bila kemarahan tidak juga reda juga, maka berbaringlah. d. Berwudlu untuk shalat, karena api kemarahan akan padam dengan air.77 8. Berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh juga mengajarkan bahwa orang yang mengajarkan ilmu (guru) hendaknya juga berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas. Hal ini tentunya sesuai dengan tradisi yang diajarkan oleh pendidikan agama Islam. Kalau tidak ada kaitannya dengan keempat landasan tersebut, maka pengetahuan yang diajarkan itu bisa terjerumus ke jurang kesesatan.78 Ditinjau dari kompetensi guru PAI, guru khususnya guru PAI yang berpegang kepada keempat dasar di atas merupakan kompetensi personal (kemampuan kepribadian yang mantap).79 Dalam setiap tindakan atau tingkah lakunya secara personal harus sesuai dengan keempat dasar tersebut (alQur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas). Jika seorang guru (guru PAI) meninggalkan salah satunya, maka mereka akan tersesat yang berakibat pada dirinya sendiri bahkan paserta didiknya. Karena guru (guru PAI) adalah panutan atau teladan perilaku keberagamaan peserta didik maupun masyarakat. Keempat dasar di atas adalah dasar atau petunjuk dalam kehidupan. Tanpa dasar tersebut maka ibarat berjalan di medan yang gelap gelita tanpa adanya penerangan atau lampu. Petunjuk diibaratkan sebuah 77
Ibid, hlm. 33. Munarsih, op.cit., hlm. 14. 79 Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit. 78
88
lampu yang menunjukkan mana jalan yang baik dan mana jalan yang jelek. Dengan petunjuk manusia akan tahu mana yang khaq dan mana yang batal. Menurut hemat penulis setelah meninjau beberapa kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh dari kompetensi guru PAI terkesan bahwa kriteria guru tersebut hanya termasuk kompetensi pedagogik, personal, dan profesional. Tetapi kriteria tersebut akan berpengaruh pada kompetensi sosial seorang guru. Jika seorang guru bisa mempunyai kriteria guru yang nyata, baik martabatnya, berpengetahuan, beribadah, wira’i, bertapa, ikhlas, dan berlandaskan Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas, tentu sangat perpengaruh sekali pada kehidupan sosial seorang guru, dengan kata lain hubungan sosialnya dengan peserta didik, orang tua wali, sesama guru dan masyarakat sekitar (sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Guru dan Dosen yaitu penjelasan pasal 10 80 ) terjalin dengan baik, efektif dan efisien. Oleh karena itu dari kriteria guru menurut Paku Buwono IV ada muatan kompetensi sosial.
B. Kontribusi Pandangan Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Pendidikan Pada dasarnya, ilmu pengetahuan yang tersebar di dunia dewasa ini (termasuk dunia Islam) merupakan kebudayaan barat yang sudah dipolakan dalam watak dan kepribadian mereka yang sekuler. Oleh karena itu, dunia Islam saat ini tengah menghadapi krisis yang tak pernah dialami sepanjang sejarah sebagai akibat benturan peradaban barat dengan dunia Islam, proses globalisasi, pasar bebas dan juga westernisasi turut andil dalam perang kebudayaan. Umat Islam tidak lagi diberi kesempatan berkembang menuju kebudayaan sendiri, selanjutnya Islam adalah urusan pribadi sedangkan urusan-urusan bersama dibawah pengaruh barat. Dalam hal ini, penyebab utama adalah sistem pendidikan yang dipakai umat Islam merupakan jiplakan dari sistem pendidikan 80
Undang-Undang Guru dan Dosen, loc.cit.
89
barat, baik materi maupun metodologinya. Lebih lanjut tentang gambaran pendidikan barat bahwa, pendidikan mengutamakan pengajaran pengetahuan (transfer of knowledge) menitik beratkan pada segi teknik empirik, tidak mengakui eksistensi jiwa dan juga dari landasan spiritual. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberadaan berbagai lembaga pendidikan asing di suatu Negara Islam, yang menjadi bagian dari westernisasi pihak barat, merupakan sebuah ancaman besar bagi eksistensi generasi muda Islam di negeri tersebut. Lantaran suatu program westernisasi selalu bertujuan menjauhkan generasi muda Islam dari ketaatannya beragama dan berakidah, merusak dan memecah belah persatuan dan kesatuan yang telah ada, menimbulkan penyakit iri dan dengki diantara generasi muda, serta menciptakan dan memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin, yang pada gilirannya hanya akan menimbulkan huru-hara dan kekacauan di dalam negeri.81 Begitu juga dengan gambaran guru dan murid, lebih-lebih guru yang merupakan salah satu penentu utama keberhasilan pendidikan sehingga besar pengaruhnya terhadap kualitas sumber daya manusia. Menurut Ahmad Tafsir konsep guru dan murid telah dirusak oleh budaya modern yang didasari oleh rasionalisme, materialisme, dan juga pragmatisme.82 Dalam hal ini guru dianggap sebagai tenaga gajian, tidak lagi jadi obyek teladan, guru selalu berhitung secara ekonomis dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Berangkat dari kondisi di atas dan juga dengan memahami pemikiran kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh, walaupun beliau tidak sepopuler tokoh pendidikan Islam semisal Imam al-Ghazali, Imam alZarnuji, dan Ibnu Miskawaih di mata pendidikan Islam, tetapi beliau juga sangat dikenal oleh masyarakat Jawa yang notabene beragama Islam, bahkan pemikiran beliau tentang guru khususnya hampir sama dengan tokoh pendidikan Islam yang 81
Muhammad Abdul Alim Mursi, op.cit., hlm. 112. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), hlm. 74 82
90
terkenal sampai saat ini. Maka kemungkinan kontribusi yang dapat diambil dari konsep kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IVdalam dunia pendidikan antara lain: 1. Salah satu kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV adalah beribadah, sehingga dapat mewujudkan adanya orientasi tujuan pendidikan yang jelas yaitu kebaikan duniawi sekaligus kebaikan ukhrawi dengan pengabdian diri kepada Allah SWT. 2. Adanya etos kerja seorang guru dalam mendidik maupun mengajar yang penuh kedisiplinan serta didasari hanya semata-mata mengharap ridla Allah SWT, karena menurut Paku Buwono IV sendiri bahwa salah satu kriteria guru yang baik adalah keikhlasan sehingga pembelajaran yang dilakukan benar-benar dapat membawa peserta didik menuju keberhasilan dalam hidupnya. 3. Dari kriteria guru yang baik menurut Paku Buwono IV yaitu guru yang nyata, baik martabatnya, berpengetahuan, beribadah, wira’i, bertapa, ikhlas dan berlandaskan al-Qur’an, Hadits, Ijma’ dan Qiyas, sehingga dapat mewujudkan optimalisasi kerja seorang guru, dengan memiliki berbagai kompetensi yang memadai (kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi personal, dan kompetensi sosial). Adanya orientasi tujuan pendidikan yang jelas ke arah ukhrawi mempunyai dampak positif dalam mengembangkan keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan juga rohani. Keseimbangan ini akan menjadi dasar untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna (dunia dan akhirat). Dengan penyertaan tujuan ini, proses pendidikan tidak hanya transfer of knowledge tetapi transfer of value dan juga pembekalan yang mantap dan agamis terhadap peserta didik. Tentang adanya semangat etos kerja seorang guru dalam mendidik maupun mengajar mempunyai dampak yang positif yaitu meningkatnya kualitas kerja guru dalam mengajar ataupun mendidik. Jadi guru dalam bekerja (mengajar dan mendidik) tidak hanya demi menggugurkan kewajiban atau karena tunduk kepada atasan tetapi mencapai taraf kesadaran bahwa mengajar adalah tugas yang
91
sangat mulia dan juga menjadi faktor penting untuk membangun bangsa dan negara dengan didasari nilai-nilai ajaran syari’at Islam. Sehubungan dengan uraian di atas, al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn berkata : “Makhluk yang paling mulia di muka bumi ialah manusia. Sedangkan yang paling mulia penampilannya adalah kalbunya. Guru atau pengajar selalu menyempurnakan, mengagungkan dan mensucikan kalbu itu serta menuntunnya untuk dekat kepada Allah.” “Seorang yang berilmu dan kemudian bekerja dengan ilmunya itu, dialah yang dinamakan orang besar di bawah kolong langit ini. Ia bagai matahari yang mencahayai orang lain, sedangkan ia sendiri pun bercahaya. Ibarat minyak kasturi yang baunya dinikmati orang lain, ia sendiripun harum.”83 Dari dua pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa profesi keguruan merupakan profesi yang paling mulia dan paling agung dibanding dengan profesi yang lain. Dengan profesinya itu seorang guru menjadi perantara antara manusia dalam hal ini murid dengan penciptanya, Allah SWT. Guru memiliki beberapa fungsi diantaranya : pertama, fungsi penyucian; artinya seorang guru berfungsi sebagai pembersih diri, pengembang, serta pemelihara fitrah manusia. Kedua, fungsi pengajaran; artinya seorang guru berfungsi sebagai penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari.84 Yang terpenting bagi guru adalah mereka dapat mengajar sesuai tujuan yang diharapkan yang didasari keikhlasan mengamalkan ilmunya serta tidak dibayang-bayangi urusan perut. Tentang optimalisasi kerja seorang guru dalam proses pendidikan, merupakan konsep untuk pengamalan secara maksimal ajaran Islam. Dalam kontek ini guru adalah sosok yang memilki motivasi mengajar yang tulus, yakni 83
Abidin Ibnu Rusn, op.cit., hlm. 64. Abdurrahman an-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, (Semarang: Gema Insani Press, 1995), hlm. 170. 84
92
ikhlas dalam mengamalkan ilmunya, bertindak sebagai orang tua yang penuh kasih sayang kepada anaknya dapat mempertimbangkan kamampuan intelektual anaknya, bersikap terbuka dan demokrasi dapat bekerja sama dalam memecahkan masalah dan juga sosok yang perlu diteladani. Semua itu dapat diraih jika seorang guru benar-benar mempunyai kompetensi yang memadai (meliputi kompetensi pedagogik, personal profesional, dan sosial) yang perlu untuk optimalkan (tidak ecek-ecek), sehingga tujuan pendidikan yang dicita-citakan dapat tercapai. Dengan demikian kriteria guru yang baik yang telah dikonsepkan oleh beliau kenjeng susuhunan paku buwono IV dalam karyanya serat wulangreh dapat mengantarkan pendidikan ke arah yang semakin baik serta berkualitas. Karena pada dasarnya berkualitas atau tidaknya suber daya manusia suatu kaum, bangsa dan Negara sangat tergantung pada kualitas pendidikan yang dimiliki. Pendidikan yang berkualitas juga sangat tergantung pada seorang guru. karena guru merupakan sosok yang fundamental dalam proses pendidikan. Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, maka betapa mulianya dan betapa pentingnya seorang guru dalam dunia pendidikan yang ditawarkan oleh Paku Buwono IV, dan yang terpenting adalah bagaimana menerapkan nilai-nilai pendidikan (khususnya tentang guru) Paku Buwono IV di tengah masyarakat modern. Di dunia modern pendidikan sudah merata sampai kepelosok desa sekalipun. Kecanggihan teknologi dan kecepatan komunikasi akan selalu mempengaruhi pola pikir manusia. Ilmu pengetahuan, harta, dan tahta mampu diraihnya. Permasalahannya, banyak orang yang cerdas, pintar, terampil kreatif, produktif, dan juga professional, tetapi ironisnya semua itu tidak dibarengi oleh kekokohan aqidah dan kedalaman spiritual, serta keunggulan akhlak. Hal ini disebabkan karena pendidikan yang mereka peroleh hanya sebatas transfer of
93
knowledge, bukan transfer of value atau pendidikan nilai dan pembinaan jiwa pembentukan akhlak.85 Berangkat dari fenomena di atas, maka diperlukan adanya reorientasi pendidikan dan guru. Dengan pendidikan, diharapkan menusia mencapai kesempurnaan akhlak yang mampu menginternalisasikan nilai-nilai ajaran Islam dan nilai-nilai ilahi yang dibarengi oleh sikap kritis, dinamis, progresif, terbuka bahkan proaktif dan antisipatif. Tetapi juga mengembangkan nilai-nilai kooperatif, kolaboratif, toleran serta komitmen pada hak dan kewajiban asasi manusia. Begitu juga dengan guru, guru disiapkan bukan untuk mencari materi, kehormatan ataupun kamashuran tetapi untuk mengemban amanah ilahi yang mulia ini. Ia bukanlah petugas suruhan tetapi panggilan jiwa dan pengabdian diri. Harapan untuk menjadikan guru sebagaimana tersebut di atas sebenarnya dapat dipersiapkan sejak awal mereka mengenyam pendidikan, baik masih dibangku kelas mahasiswa atau lembaga pendidikan lainnya. Dan juga dapat disiapkan melalui berbagai macam kegiatan seperti pelatihan, loka karya, seminar atau sejenisnya. Dengan demikian, setidaknya akan tertanam pada diri guru beberapa sifat dasar sebagaiman tersebut di atas serta tertanam untuk mengembangkan kualitas kompetensi yang dimiliki. Hal itu akan berimplikasi besar terhadap proses pendidikan, gurulah yang memegang proses tersebut, sehingga sangat dibutuhkan seorang guru yang benar-benar bisa menjalankan amanah dengan didasari kesadaran bahwa tugas guru adalah sangat mulia yang diimbangi dengan keikhlasan dan kemampuan yang memadai serta bekualitas, sehingga tujuan pendidikan utama yaitu meraih keberhasilan serta kebahagiaan dunia maupun akhirat akan tercapai.
85
hlm. 215.
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, ( Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003),
94
BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari sumber-sumber buku yang telah dibahas pada bab yang terdahulu beserta analisa sebagaimana yang telah diuraikan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap proses pendidikan. Dalam perspektif pendidikan Islam, keberadaan, peranan dan fungsi guru merupakan keharusan yang tidak dapat diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa kehadiran guru. Guru merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari kurikulum, sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak didik seharusnya belajar dengan baik dan benar dalam rangka mengakses diri akan pengetahuan dan nilainilai hidup. Oleh karena itu guru harus mempunyai kompetensi yang memadai di bidangnya masing-masing, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. 2. Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV sebagai pengarang Serat Wulangreh dilahirkan pada hari Kamis Wage jam sepuluh malam, tanggal 18 Rabi’ul Akhir, Wuku Watu Gunung, Windu Sengara tahun Je 1694, atau tanggal 2 September 1768. Pada usia muda bernama Raden Mas Gusti Subadiyo, setelah dewasa bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkunagara Sudibyarajaputra Narendra Mataram. Beliau dinobatkan sebagai raja pada hari Senin Paing, tanggal 28 Besar tahun Jimakir 1714, atau tanggal 18 September 1788, terkenal dengan nama Ingkang Sinuwun Bagus. 3. Serat Wulangreh yang mempunyai 13 tembang (Dhandanggula, Kinanthi, Gambuh, Pangkur, Maskumambang, Megatruh, Durma, Wirangrong, Pucung, Mijil, Asmarandana, Sinom, dan Girisa) adalah hasil karya Paku Buwono IV yang terkenal hingga sekarang dimana serat tersebut banyak mengungkap tentang ajaran-ajaran moral dan nilai-nilai luhur serta budi pekerti utama yang dijadikan sebagai pedoman hidup untuk membina
95
kepribadian yang bukan hanya relevan bagi pedoman pendidikan para pejabat, pegawai maupun abdi kerajaan pada waktu itu, namun jika digali dan dipelajari secara mendalam nilai luhurnya tetap aktual sampai sekarang lebih-lebih ditinjau dari pendidikan Islam. Walaupun beliau tidak sepopuler tokoh pendidikan Islam semisal Imam al-Ghazali, Imam alZarnuji, dan Ibnu Miskawaih di mata pendidikan Islam, tetapi beliau juga sangat dikenal oleh masyarakat Jawa yang notabene beragama Islam, bahkan pemikiran beliau tentang guru khususnya hampir sama dengan tokoh pendidikan Islam yang terkenal sampai saat ini. 4. Kriteria guru yang baik (yang pantas untuk dijadikan sebagai guru) menurut Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV dalam Serat Wulangreh pupuh Dhandanggula ditinjau dari kompetensi guru PAI adalah sebagai berikut : guru yang nyata atau benar (nyata menjadi seorang guru yang mempunyai kompetensi pedagogik, personal, profesional, dan sosial), baik martabatnya kompetensi personal, tahu akan hukum (kompetensi profesional), beribadah (kompetensi personal), wira’i (kompetensi personal), bertapa (berpuasa) (kompetensi personal), ikhlas (kompetensi personal), berlandaskan dalil (al-Qur’an), Hadits, Ijma’ dan Qiyas (kompetensi personal). Dengan harapan tujuan pendidikan yang dicitacitakan dapat tercapai melalui proses pembelajaran transfer of knowledge maupun transfer of value yang didukung oleh kompetensi guru yang memadai serta mengedepankan nilai-nilai akhlakul karimah, sehingga ilmu yang diajarkan oleh guru atau ilmu yang didapat oleh murid atau peserta didik dapat berkembang dan benar-benar bermanfaat di dunia maupun di akhirat. Dari pemikiran Paku Buwono IV tentang kriteria guru yang baik dapat memberi dorongan kepada pendidik untuk meningkatkan kualitas keprofesionalannya dalam mengajarkan dan mengamalkan ilmunya kepada peserta didik khusunya dan masyarakat pada umumnya. Guru yang baik tidak mutlak dari pemikiran Paku Buwono IV yang telah dituangkan dalam Serat Wulangreh, karena semua orang pasti ada sisi kekurangannya,
96
dan semua dari pelbagai pemikiran tokoh pendidikan adalah saling melengkapi kekurangan tersebut. Harapan setelah mempelajari dan mengkaji pemikiran Paku Buwono IV tentang guru yang baik adalah terbentuknya jiwa pendidik maupun pengajar yang benar-benar profesional dalam bidang masingmasing yang dilandasi dengan keikhlasan kepada Allah, semangat pengabdian kepada mesyarakat dan berusaha untuk membentuk jiwa peserta didik yang berakhlakul karimah, serta menjunjung tinggi dan melaksanakan nilai-nilai ajaran syari’at Islam, sehingga dapat meraih keberhasilan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
B. Saran-saran Setelah penulis menyimpulkan dari sumber yang telah dibahas, selanjutnya penulis akan memberikan beberapa saran yang menurut hemat penulis sangat perlu untuk peningkatan kualitas mutu pendidikan. Adapun saran-saran tersebut antara lain: 1. Studi tentang tokoh-tokoh pendidikan baik pendidikan Islam maupun umum sangat perlu untuk diteruskan, sebagaimana studi tentang pemikiran Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV, mengingat masih banyak masalah pendidikan yang harus di atasi. 2. Seorang guru harus benar-benar mempunyai kompetensi yang memadai (berkompeten dalam bidang masing-masing), terutama guru PAI yang sangat dipandang oleh masyarakat untuk dicontoh perilaku dan suri tauladannya. Guru harus tahu perkembangan zaman dan menyiapkan berbagai alat untuk bisa mengatasi permasalahan-permasalahan yang muncul pada zaman tersebut. Mengingat dengan perkembangan zaman sekarang ini mental dan moralitas manusia semakin menurun khususnya generasi muda bahkan mental dan nilai-nilai keagamaan hanyut bersama derasnya arus modernisasi, westernisasi, dan globalisasi. 3. Bagi tenaga pendidikan khususnya dan orang-orang yang berkecipung di dalam dunia pendidikan diharapkan selalu aktif dalam pengembangan
97
ilmu, tidak menelan secara instant, tetapi bagaimana mampu menciptakan hal yang baru ataupan menggali khasanah tokoh-tokoh pemikir Islam terdahulu sehingga tidak ada kemandegan atau keterputusan dalam ilmu pengetahuan.
C. Penutup Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, taufik, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik, dengan disertai do’a, semoga skripsi yang cukup sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Sebagaimana pada umumnya, karya manusia tentu tidak ada yang sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif dari para pembaca mengingat skripsi yang penulis susun ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga Allah SWT senantiasa mamberikan ridla-Nya kepada kita semua dan memberikan kamanfaatan yang besar pada skripsi yang penulis susun dengan segenap kemampuan ini. Amin.
98
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005, Cet. 1 Al-Abrasyi, Muhammad al Atiyyah, Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2003. Al-Bukhari, Imam Abi Abdillah Ibnu Isma’il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz 1, Lebanon : Daarul Kutub, t.t. Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Jilid I, Beirut: Dar Al-kitab Al-Islami, t.t. Al-Sya’roni, Abdul Wahab, Minah Al-Saniyah, Semarang: Toha Putra, t.t. Al-Zarnuji, al-Syekh, Ta’lim al-Muta’alim, Semarang: Pustaka Alawiyah.t.t. An-Nahlawi,
Abdurrahman,
Pendidikan Islam
di
Rumah
Sekolah
dan
Masyarakat, Semarang: Gema Insani Press, 1995. Arifin, Zainal, Konsep Guru Menurut Sunan Kalijaga dalam Serat Wulangreh, Skripsi Sarjana IAIN Walisongo Semarang, Semarang : Perpustakaan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2006. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,Yogyakarta: Rineka Cipta, 1998. Arsip Forum KG Cozy, Copyright 2000-2007. Asy-Syalhub, Fuad bin Abdul Aziz, Muhammad SAW Al Muallimul Aw-Wal (Mengajar EQ Cara Nabi, Konsep Belajar Mengajar Cara Rasulullah SAW), terj. Ikhwan Fauzi , Bandung : MQS Publishing, 2005, Cet.1. Aziz, Erwati, Prinsip-prinsip Pendidikan Islam, Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2003. Azizy, A.Qodri A, Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial, Semarang : Aneka Ilmu, 2003, Cet. 3. Dalem Poerwadiningratan kota Surakarta dari Wikipedia Indonesia Darajat, Zakiah, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996, Cet. 3. _____, Kepribadian Guru, Jakarta: Bulan Bintang, 1982, Cet. 3. _____, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Bandung: CV Ruhama, 1995, Cet. 2.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung : CV. Diponegoro, 2000. Departemen Pendidikan Nasional, Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PAI untuk SMU,
Jakarta: Badan Penelitian dan Pusat Pengembangan Kurikulum,
2001. _____, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005. _____, Sistem Penilaian Kurikulum 2004, Jakarta : Depdiknas, 2004. Dewey, John, Demokrasi And Education, New York : Macmillan, 2004. Dinata, Nana Syaodih Sukma, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003. Djamarah, Syaiful Bahri, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rineka Cipta, 2000. Gordon, Thomas, Guru Yang Efektif, Jakarta: Rajawali Pers, 1986. Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awaliyah, Jakarta: Sa’adiyah Putra, t.t. Harsono, Andi, Tafsir Ajaran Serat Wulangreh, Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005, Cet. 1. http:// Incubator.Wikimedia.org/wiki/Wb/jv/Tembang/Macapat. http://www.pikiran rakyat.com Ibnu Rusn, Abidin, Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998. Isa, Kamal Muhammad, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 1994. Kusumo, H. Karkono Kamajaya Parto (Javanolog Yogyakarta), “Serat Centhini Sebagai
Sumber
Inspirasi
Pengembangan
Sastra
Jawa”.
[email protected]. Ma’arif, Syamsul, Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007, Cet.1. Marimba, Ahmad. D, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma’arif, 1998, Cet. 3. Mas’ud,
Abdurrahman,
Menggagas
Yogyakarta : Gama Media, 2002.
Format
Pendidikan
Nondikotomik,
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003. Muhajir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rakesarasin, 1996, Cet. 3. Muhdlor, Ahmad Zuhdi, Kamus Al-Ashri Arab-Indonesia, Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998), Cet. VIII. Muhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Mizaka Galiza, 2003. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2004. Munandir dan Hanafi, Imam, Kamus Kata Serapan Bahasa Indonesia, Malang: Univeritas Negeri Malang, 2005, Cet. 1. Munarsih, Serat Centini Warisan Sastra Dunia, Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005, Cet. 1. Mursi, Muhammad Abdul Alim, Westernisasi dalam Pendidikan Islam, Jakarta : PT Fika Hati, 1992. Mustaqim, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2001, Nasution, S, Sosiologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 1999. Nata, Abuddin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. _____, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001a. _____, Persepektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-murid, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001b. Nergney, Robert F. Mc, Teacher Development, New York: Macmillan Publishing, 1981. Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta : Ciputat Pers, 2002. Nurdin, Syafruddin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta: Ciputat Press, 2003. Paku Buwono IV, Kanjeng Susuhunan, Terjemahan Serat Wulangreh, Semarang: Dahara Prize, 1994, Cet. 3.
Paraba, Hadirja, Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 1999. Partanto, Pius A dan al-Barry M Dahlan, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya: Arkola, 1994. Poerwati, Endang, dkk., Perkembangan Peserta Didik, Malang; UMM Press, 2002. Purwadi, Filasafat Jawa, Yogyakarta : Panji Pustaka, 2006, Cet. 1. Purwanto, Ngalim, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995. Sa’adah, Fihris,“Aplikasi Kritis dan Andragoni Klasik”, Edukasi, vol.II, nomor 1, Januari, 2004. Sardiman A M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali Pers, 1990. Sholeh, Munawar, Politik Pendidikan, Jakarta : Grafindo Khazanah Ilmu, 2005,Cet. 1. Soenarjo, al-Qur'an dan Terjemahnya, Jakarta, Yayasan Penyelenggaraan Penterjemahan, 1994. Surya, Mohamad, Percikan Perjuangan Guru Menuju Guru Profesional, Sejahtera dan Terlidungi, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2006, Cet. 1. Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, Cet. 4. Suryosubroto, B, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1997, Cet. 1. Syahidin, ”Pendidikan: Didikkan Agama di PTU”, http://www. pikiran-rakyat. com/cetak/2006. Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Persepektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004. Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Tholkhah, Imam dan Barizi, Ahmad, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, Cet. 4,. Tim Redaksi Nuansa Aulia, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) no. 20 Tahun 2003 Beserta Penjelasannya, Bandung : CV. Nuansa Aulia, 2005. Tu’u, Tulus, Peran Disiplin Pada Prilaku dan Prestasi Siswa, Jakarta: Grasindo, 2004. Undang-Undang Guru dan Dosen, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), Cet. 1. Untung, Moh. Slamet, Muhammad Sang Pendidik, Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2002. Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta : Ciputat Pers, 2002. Wibowo, Agus, “Sastra Adiluhung Tua dan Terlupakan, Tuntunan Budi Pekerti dan Penghalus Rohani”, http://www.kabarindonesia.com Zamroni, Muhammad “Belajar di Alam Bebas”, Edukasi, vol II, nomor 2, Desember, 2004. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1992.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: SUPRATNO
Tempat/Tanggal Lahir : Demak, 29 Maret 1983 Alamat : Jl. Kali Blorok Ds. Sidomulyo RT 05 RW IV, Kec. Wonosalam Kab. Demak Pendidikan
:
a.
Formal:
1. TK Mekar Asih Sidomulyo Wonosalam Demak Tahun 1990 2. SD N Sidomulyo III Tahun 1996 3. SLTP N 1 Wonosalam Tahun 1999 4. SMA N 2 Demak Tahun 2002 b. Non Formal: 1. Madrasah Diniyah Awaliyah Manba’ul Huda Sidomulyo Wonosalam Demak 2. Madrasah Diniyah Wustho Raudlatul Abidin Sidomulyo Wonosalam Demak 3. Pondok Pesantren Raudlatul Abidin Sidomulyo Wonosalam Demak 4. Pondok Pesantren Daarun Najaah Jerakah Tugu Semarang