Krisis Kepemimpinan Polri di Tahun 1978, Tak Terjadi Lagi di Tahun 2014. Oleh Otto Ismail Rabu, 10 April 2013 16:43
Dalam sejarah perjalanan Polri selama 68 tahun berkiprah ditengah masyarakat Indonesia , Polri pernah mengalami krisis Kepemimpinan. Saking tidak adanya calon Kapolri yang bermutu di tahun 1978, untuk menggantikan Jenderal Pol Drs Widodo Budidarmo membuat Presiden Soeharto dan Panglima ABRI yang waktu itu dijabat oleh Jenderal TNI M Jusuf mencari calon dari luar lingkup Polri. Beruntung dapat ditemukan orangnya yaitu Letnan Jenderal Pol Prof Dr Awaluddin Djamin MPA yang saat itu sedang menjabat Dubes RI di Jerman Barat.
Kata orang bijak, pengalaman adalah guru yang paling berharga. Pengalaman Pemerintah mencari calon Kapolri menggantikan Jenderal Polisi Drs Widodo Budidarmo di tahun 1978, seharusnya sudah diantisipasi oleh Jenderal Timur Pradopo di era kepemimpinannya selama empat tahun.
Tapi hal ini tidak dilaksanakan sehingga kelihatannya pengalaman di tahun 1978 akan terulang lagi dilingkup Polri dimana pencarian calon pemimpin Polri yang berkualitas untuk menggantikannya karena akan segera memasuki masa pensiun di bulan Pebruari 2014, akan sangat sulit didapatkan walaupun saat ini sudah muncul tiga orang calon yang kesemuanya memenuhi syarat administrasi Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun l972. Mereka adalah Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Drs Sutarman menjabat Kabareskrim Polri, Komjen Pol Drs Budi Gunawan menjabat Kepala Pusat Pendidikan Polri dan Komjen Pol Drs Anang Iskandar, Ketua Badan Narkotika Nasional.
Dilihat dari sejarah pencarian calon Kapolri selama Polri berada ditengah masyarakat, sebenarnya penggulangan krisis kepemimpinan calon Kapolri terjadi juga di era kepemimpinan Jenderal Pol Drs Bambang Hendarso pada tahun 2010 lalu . Mantan Kapolda Kalimantan Selatan ini begitu sulit mencari penggantinya untuk memimpin Polri kedepan. Beruntung pada
1/5
Krisis Kepemimpinan Polri di Tahun 1978, Tak Terjadi Lagi di Tahun 2014. Oleh Otto Ismail Rabu, 10 April 2013 16:43
waktu itu, Irjen Pol Drs Timur Pradopo yang masih menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya dapat dikatrol cepat pengangkatannya menjadi Kababinkam Polri ( sekarang Kabaharkam Polri).
Dengan jabatan ini, Timur Pradopo dapat dinaikkan pangkatnya menjadi Komisaris Jenderal Polisi, sehingga ia bisa ikut menjadi calon Kapolri bersaing dengan kawan-kawan sekelasnya di Akpol lulusan tahun l978. Karena mantan Kapolda Jawa Barat ini sudah diprediksi keberadaan sebelumnya, iapun kemudian dinaikkan lagi pangkatnya setingkat lebih tinggi menjadi Jenderal penuh, dua jam kemudian. Dari kenaikan pangkat dua kali dalam sehari itu, membuat Timor Pradopo diangkat menjadi Kapolri atas persetujuan anggota DPR Komisi III .
Menjadi pertanyaan bagi banyak pengamat Kepolisian sekarang ini, apakah krisis kepemimpinan calon Kapolri ini bakal terjadi lagi sehingga menjadi model pemilihan Kapolri dilingkup Polri. Pertanyaan sederhana ini sangat sulit dijawab langsung oleh banyak kalangan karena proses , pembinaan personil Polri sangat lamban dilakukan oleh Kapolri di empat tahun masa kepemimpinannya.
Ada sinyalemen menyebutkan, keenggan Timur Pradopo untuk cepat menunjuk perwira tinggi Polri berbintang dua yang masih punya jangka berdinas lebih dari lima tahun di era kepemimpinannya untuk memegang jabatan Jenderal berbintang tiga menjadikan krisis mencari calon Kapolri yang handal semakin sukar di kendalikan. Sebab yang ditunjuk untuk memimpin lembaga berbintang tiga adalah dari kawan seangkatan Timor Pradopo di Akademi Kepolisian, lulusan Akpol tahun 1978 yang pada umumnya seumur satu dengan lainnya. Mereka-mereka itu akan memasuki masa pensiun mulai Juni 2013 – Maret 2014 .
Sebagai contoh penunjukan Komjen Pol Drs Nanan Sukarna, selaku Wakapolri. Mantan Kapolda Sumut dan pemegang tropy lulusan terbaik Akpol tahun l978 ini diangkat sebagai Wakapolri setelah gagal menempatkan diri calon Kapolri. Demikian juga dengan penunjukkan Kabaharkam Polri yang saat ini menjadi Kabaintel Polri, Komjen Pol Drs Imam Sudjarwo. Jenderal berbintang tiga ini awalnya ditunjuk menjadi Kabaharkam Polri setelah nasibnya juga gagal menjadi calon Kapolri . Penunjukkan Komjen Pol Drs Oegroseno yang semula menjadi
2/5
Krisis Kepemimpinan Polri di Tahun 1978, Tak Terjadi Lagi di Tahun 2014. Oleh Otto Ismail Rabu, 10 April 2013 16:43
Komandan Pendidikan dan Latihan Polri yang kini menjabat sebagai Kabaharkam Polri juga adalah sekelas dengan Timor Pradopo.
Usianya yang masih muda memungkinkan ia satu-satunya alummi Akpol tahun l978 sebagai calon pengganti Timor Pradopo jika Presiden SBY memberi kepercayaan kepercayaan kepadanya untuk memperpanjang masa dinasnya setahun lagi .
Sedangkan pengangkatan tiga Jenderal berbintang tiga lainnya seperti Kabareskrim Komjen Pol Drs Sutarman dan Komjen Pol Drs Anang Iskandar selaku Ketua BNN serta Komjen Pol Drs Budi Gunawan sebagai Kepala Pendidikan Polri dinilai tidak terlalu berkualitas dengan prestasi kerja yang diperlihatkan selama ini. Dengan demikian ketiga calon yang masih berusia muda itu, disebut-sebut tidak akan mengangkat citra Polri yang dimasa datang yang penuh dengan tantangan.
Ketiga Jenderal berbintang tiga ini bisa saja menjadi cikal bakal Kapolri, tapi dikuatirkan hasilnya sama dengan yang dikerjakan oleh Timur Pradopo. Hanya mengikuti kemampuan apa kata Presiden SBY. Tidak ada gebrakan langsung sebagaimana yang dikerjakan oleh mantan Kapolri sebelumnya.
Satu-satunya ‘’ kuda hitam’’ yang bisa mendongkrat krisis kepemimpinan calon Kapolri dilingkup Polri adalah Kapolda Metro Jaya ,Irjen Pol Drs Putut Eko Bayuseno . Mantan ajudan Presiden SBY ini ditenggarai nasibnya sama seperti Timor Pradopo yang bakal muncul secara tiba-tiba ditengah krisis pencarian calon Kapolri untuk menggantikan Jenderal Pol Drs Bambang Hendarso. ‘’Dari kedekatan dengan keluarga Cikeas, Putut Eko Bayuseno ,layak menjadi calon Kapolri menggantikan Jenderal Pol Timor Pradopo’’ kata beberapa perwira tinggi Polri.
Tapi dari segi prestasi kerjanya belum ada yang dapat dibanggakan oleh jajaran Polda Metro Jaya selama ia bertugas kurang lebih enam bulan memimpin Polda Metro Jaya. Nilai kerja dari Jenderal berbintang dua, lulusan Akpol tahun l984 ini rata-rata air, yang artinya tidak ada yang menonjol untuk dapat dibanggakan sebagai calon pemimpin Polri ke depan, Kurangnya prestasi kerja yang diperlihatkan oleh Putut Eko Bayuseno membuat seorang atasannya yang sudah pensiun pernah menegornya dengan mengatakan, ‘’kok calon Kapolri kerjanya dibelakang meja disaat masyarakat Jakarta dalam keadaan terendam banjir’’.
3/5
Krisis Kepemimpinan Polri di Tahun 1978, Tak Terjadi Lagi di Tahun 2014. Oleh Otto Ismail Rabu, 10 April 2013 16:43
Teguran sederhana ini, kata seorang jenderal berbintang dua menandakan bahwa kinerja Putut di tengah masyarakat Jakarta belum bisa diandalkan untuk memberi pengayoman dan pelayanan yang baik. Jenderal berbintang dua ini masih perlu banyak belajar sebelum mencapai puncak kariernya sebagai pemimpin Polri menggantikan Timur Pradopo. Kekurangan dan kelemahan Timur Pradopo memimpin Polri selama tiga tahun ini, perlu menjadi bahan pembelajaran bagi Putut agar persoalan sederhana yang terjadi dilingkup Polri tidak menjadi meluas yang pada akhirnya membuat citra Polri menurun ditengah masyarakat.
Sebagai contoh keengganan Timur Pradopo meringankan langkah meninjau kantor Polsek atau Polres yang dirusak massa. Atau ada anggota Polri yang meninggal dianiaya masyarakat pelaku kejahatan. Sifat seperti ini tidak boleh lagi ada dikala Putut menjadi Pemimpin Polri. Menunjuk kawan-kawan seangkatan dilingkup lulusan Akpol untuk menjadi Kapolda/ pejabat teras Mabes Polri, tidak boleh lagi digunakan. Tapi yang ditunjuk adalah perwira-perwira yang berprestasi.
Menjadi pertanyaan, kata mantan perwira tinggi yang enggan disebut namanya, kemana Putut dipromosikan untuk mendapat jabatan bintang tiga di Mabes Polri untuk selanjutnya seperti Timor Pradopo bisa jadi Kapolri . Pertanyaan yang tidak sederhana jawabannya itu dijawab sendiri dengan mengatakan, beruntung bagi Putut karena saat ini ada tiga jabatan berbintang tiga dalam waktu tidak lama akan ditinggal oleh pejabatnya karena memasuki usia pensiun.
Ketiga jabatan berbintang tiga itu adalah Wakapolri, Irwasum, Kabaintel. Kemungkinan besar, Putut akan ditunjuk sebagai Irwasum Kapolri karena ia sudah tiga kali menjabat sebagai Kapolda, mulai dari Banten, Jawa Barat dan Jakarta raya. Jabatan sebagai Wakapolri, mungkin tidak akan diduduki karena ia masih dianggap selaku junior dikalangan perwira tinggi Polri. Demikian pula dengan jabatan sebagai Kabaintel, Tidak mungkin akan didudukinya karena bidang intelejen tidak pernah dilalui oleh Putut.
Dalam pada itu seorang Jenderal berbintang dua yang masih aktif ketika ditanya mengatakan, melihat adanya tiga jabatan teras dilingkup Mabes Polri yang bakal kosong ditinggal oleh pejabatnya yang memasuki usia pensiun, maka krisis calon kepemimpinan Polri pasca Timur Pradopo, tidak akan terjadi.
Yang penting, Timur Pradopo punya niat untuk menunjuk tiga jabatan yang bakal kosong itu adalah perwira tinggi berbintang tiga dan dua yang punya dedikasi tinggi dan bisa diandalkan untuk mengisi jabatan yang akan ditinggalkannya pada bulan Pebruari 2014 mendatang. Para
4/5
Krisis Kepemimpinan Polri di Tahun 1978, Tak Terjadi Lagi di Tahun 2014. Oleh Otto Ismail Rabu, 10 April 2013 16:43
Kapolda yang pantas untuk mengisi tiga jabatan bintang tiga adalah Kapolda Papua, Irjen Pol Drs Tito Karnavian, Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Drs Putut Eko Bayuseno, Kapolda Kaltim Irjen Pol Drs Anas Yusuf, Kapolda Bali ,Irjen Pol Drs Arif Wahyunadi.
Dari keempat jenderal berbintang dua yang disebut diatas sebagai calon pengisi jabatan jenderal berbintang tiga di Mabes Polri, dua diantaranya yang punya getaran dalam melaksanakan tugas adalah Irjen Pol Drs Tito Karnavian dan Irjen Pol Drs Anas Yusuf.
Irjen Pol Drs Tito Karnavian adalah satu-satu perwira tinggi Polri berbintang dua dengan usia paling muda,50 tahun dan bergelar doktor dalam bidang pembrantasan teroris di Indonesia, lulusan Universitas Nam Yang, sebuah universitas negeri terkemuka di Singapura. (Upa Labuhari)
5/5