METODE CEPAT PELAKSANAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM RTRW DAN RPJMD PROPINSI KABUPATEN/KOTA Al. Sentot Sudarwanto, S.H.,M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstrak KLHS merupakan instrument pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan penguatan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam merupakan hal yang relative baru di Indonesia. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Metode kajian meliputi kajian pustaka secara terfokus. KLHS sebagai sebuah kelembagaan baru dalam penyelenggaraannya secara spesiik mendasarkan pada asas; penilaian mandiri (self assessment), akuntabel dan partisipatif. Dalam menyusun KLHS ada empat ilosoi yang harus dipegang sebagai perinsipnya, yaitu : (1) Self assesment yang berarti dalam KLHS “introspeksi” untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. (2) Planing Process Improvement yang berarti dalam KLHS memperkaya proses perencanaan yang telah ada (KLHS, setidaknya ada 6 kajian dan pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholder) sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (1) UU PPLH.(3) Capacity Building yang berarti dalam KLHS peningkatan kapasitas dalam proses penyusunan Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP).(4) Inluencing Decision yang berarti dalam KLHS rekomendasinya mempengaruhi keputusan yang diambil untuk menjadi lebih baik. Berdasarkan hasil kajian maka Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh wilayah Indonesia wajib segera melaksanakan, KLHS dalam RTRW dan RPJMD Propinsi dan Kabupaten/Kota dengan menugaskan Bappeda Propinsi dan atau Kabupaten/Kota untuk mengkoordinasikan, dengan berpedoman pada surat edaran bersama Menteri dalam Negeri RI dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI. Dalam mendukung pelaksanaan ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan (2) huruf a, Pasal 18 (2) dan Pasal 19 ayat (1) UU PPLH perlu segerl dan sudah mendesak dibuatnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai panduan. A.
PENDAHULUAN Pengaturan tentang Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) merupakan keniscahayaan untuk mewujudkan amanah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, khususnya yang terkait dengan frase “sebe-
sar-beaarnya bagi kemakmuran rakyat”, dan disisi lain KLHS merupakan instrument pengendalian kerusakan lingkungan hidup dan penguatan keberlanjutan pemanfaatan sumber daya alam merupakan hal yang relative baru di Indonesia.
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 3 | Oktober 2010
21
Metode Cepat Pelaksanaan Kajian KLHS
Al. Sentot Sudarwanto
Sekarang ini telah disahkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yang telah mengatur hal yang paling mendasar terkait KLHS. Untuk menjalankan ketentuan tentang KLHS yang dimuat dalam UU PPLH sebagai arah/pedoman lebih lanjut pelaksanaan KLHS perlu segera dipersiapkan Peraturan Pemerintah. Salah satu tantangan yang paling besar (seperti berupa kasus yang terjadi dimanapun di Indonesia saat KLHS diperkenalkan) adalah penyampaian konsep dan cara kerja KLHS, selalu disama-artikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Memang benar, ada beberapa istilah dalam KLHS dapat juga ditemukan dalam AMDAL. Pesan yang paling penting adalah, bahwa AMDAL merupakan kajian kelayakan lingkungan yang dikaitkan perizinan, tanpa AMDAL suatu proyek besar tidak dapat dilaksanakan. Hal ini adalah salah satu instrument (alat) pembuat keputusan (decision making). Sementara itu, KLHS adalah suatu alat bantu perumusan keputusan (decision aiding), untuk meningkatkan pengetahuan mengenai suatu rencana (atau program atau aturan kerja) tentang dampak lingkungan yang besar dan penting, melihat pada legitimasi sosial melalui pengikatan dengan berbagai unsur stakeholders dan memerlukan dialog yang terus menerus. Hal ini juga memerlukan diskusi mendalam antara pemerintah dengan investor karena kelayakan akan mempengaruhi penentuan keputusan suatu proyek, berhenti atau dilanjutkan. KLHS juga melihat pada isu-isu lingkungan secara kumulatif dan lintas bidang yang belum dijangkau oleh AMDAL untuk proyek-proyek individual. Semua itu dapat menjadi kontribusi kepada AMDAL dengan menyediakan masukan untuk spesiikasi teknis yang sesuai dan untuk informasi selama fase penentuan lingkup kajian (scoping). Hal penting lain adalah 22
KLHS dapat menarik minat para investor yang peduli lingkungan atau “green investor”. Penggunaan sumber daya alam harus selaras, seras, dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan harus mengintegrasikan aspek lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Kebijakan yang dimaksud adalah rangkaian konsep dan azas yang menjadi dasar rencana. B. DASAR HUKUM DAN FILOSOFIS KLHS Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk membuat kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/ atau program (Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU PPLH). Dengan perkataan lain, hasil KLHS harus dijadikan dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah . KLHS merupakan bagian dari instrumen pencegahan, pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 14 UU PPLH). Selan KLHS instrumen lainnya yang termasuk dalam kategori ini adalah: tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, AMDAL, UKL-UPL, perizinaan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, audit lingkungan hidup, dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan. Keterkaitan KLHS dengan instrumen pencegahan lainnya adalah bersifat saling
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 3 | Oktober 2010
Metode Cepat Pelaksanaan Kajian KLHS
melengkapi dan saling mendukung. Dalam perencanaan tata ruang, KLHS membantu dalam proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah. Baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, instrumen ekonomi lingkungan hidup, dan analisis risiko lingkungan hidup digunakan sebagai salah satu indikator dan/ atau pendekatan dalam pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap lingkungan hidup. KLHS dapat membantu pencegahan degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup di tingkat kebijakan, renana, dan/atau program sehingga membantu efektiitas pelaksanaan AMDAL, UKL-UPL dan perizinan. Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan perlunya pengaturan mengenai Kajian Lingkungan Hdup Strategi (KLHS), yaitu serangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program (Pasal 1 butir 10 UU PPLH). Melalui KLHS potensi dampak dan/atau resiko lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh suatu kebijakan, rencana, dan/atau program, sebelum pengambilan keputusan dilakukan, dapat diantisipasi. Dampak dan/atau resiko lingkungan yang mungkin timbul oleh suatu kebijakan, rencana, dan/atau program, oleh UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009 dikategorisisasikan, antara lain sebagai potensi: meningkatkan resiko perubahan iklim, meningkatan kerusakan, kemerosotan atau kepunahan, keanekaragaman hayati, meningkatkan intensitas rencana banjir. Longsor, kekeringan dan/atau kebakaran hutan dan lahan, menurunkan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, mendorong perubahan penggunaan dan/atau alih fungsi
Al. Sentot Sudarwanto
kawasan hutan terutama pada daerah yang kondisinya tergolong kritis, meningkatkan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat, dan/atau meningkatakan resiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. KLHS sebagai sebuah kelembagaan baru yang diatur dalam UndangUndang Nomor 32 Tahun 2009, dalam penyelenggaraannya secara spesiik mendasarkan pada asas; penilaian mandiri (self assessment), akuntabel dan partisipatif. Namun demikian, sebagai sebuah sistem yang tidak terpisah dari ketentuan peraturan perundang-undangan diatasnya yang mengamanatkan, secara umum KLHS dalam penyelenggaraannya juga mendasarkan pada asas-asas sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009. Asas-asas tersebut adalash: tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar harus membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah (Pasal 2 UU PPLH). Sementara itu, penyelenggaraan KLHS sifatnya adalah wajib bagi Pemerintah maupun pemerintah daerah dalam rangka penyusunan atau evaluasi kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS yang secara prinsip tersebut bersifat wajib, dalam rumusnya kemudian dibatasi melalui konstruksi hanya terhadap: (a) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) nasional, provinsi dan kabupaten/kota, dan (b) Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. Dalam menyusun KLHS ada empat ilosoi yang harus dipegang sebagai perinsipnya, yaitu :
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 3 | Oktober 2010
23
Metode Cepat Pelaksanaan Kajian KLHS
Al. Sentot Sudarwanto
• Self assesment yang berarti dalam KLHS “introspeksi” untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. • Planing Process Improvement yang berarti dalam KLHS memperkaya proses perencanaan yang telah ada (KLHS, setidaknya ada 6 kajian dan pelibatan masyarakat dan pemangku kepentingan (stakeholder) sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 18 ayat (1) UU PPLH. • Capacity Building yang berarti dalam KLHS peningkatan kapasitas dalam proses penyusunan Kebijakan, Rencana, dan Program (KRP). • Inluencing Decision yang berarti dalam KLHS rekomendasinya mempengaruhi keputusan yang diambil untuk menjadi lebih baik. C. METODE CEPAT PELAKSANAAN KLHS a. Kaedah-kaedah Penting i. Dilaksanakan oleh instansi Pemerintah Daerah yang memprkarsai penyusunan RTRW dan RPJMD dapat difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup; ii. Diselesaikan tanpa menghambat proses penetapan RTRW dan RPJMD dengan tetap memperhatikan mekanisme utama KLHS (Pasal 15 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2009), yaitu: 1. Pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah; 2. Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, dan/atau program; dan 3. Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. b. Tahapan Pelaksanaan KLHS KLHS dengan Metode Cepat diselenggarakan dalam tahapan dan kegiatan sebagai berikut: 24
Tahap 1. Mengkaji pengaruh atau dampak kebijakan rencana dan/atau program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah dengan langkah-langkah sebagai berikut: i. Rumuskan tujuan KLHS yang hendak dicapai. Tujuan KLHS dimasukkan dalam Bab 1. ii. Tetapkan pemangku kepentingan yang terkait (SKPD, akademisi, LSM, dan/ atau tokoh masyarakat). Daftar pemangku kepentingan terkait dimasukkan dalam Bab 1. iii. Identitas dan sepakati beberapa Isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, kesehatan, dan lingkungan hidup melalui diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion/ FGD). Isu-isu dimasud dimasukkan dalam Bab 2, sub Bab a. iv. Identiikasi kebijakan, rencana, dan/atau program yang terhitung dalam Raperda RTRW atau draft RPJMD yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan untuk ditelaah. Kebijakan, rencana, dan/atau program dimaksud kemudian dimasukkan dalam Bab 2, sub Bab b. v. Lakukan kajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/atau program tehadap isu-isu pembangunan berkelanjutan. a. Cantumkan hasil kegiatan ke dalam Tabel. Hasil kegiatan dimasukkan dalam kolom dari matriks sementara hasil kegiatan. b. Beri tanda “+” (positif) atau “-“ (negatif) untuk setiap isu pembangunan berkelanjutan yang berpotensi terkena pengaruh/dampak positif atau negatif dari kebijakan, rencan, dan/atau program Raperda RTRW atau draft RPJMD. c. Untuk setiap kebijakan, rencana, dan/atau program, hitung frekuensi dampak positif (tanda +) dan frekuensi dampak negatif (tanda -) yang timbul (perhitungan dilakukan menurut baris matriks). Kebijakan yang menimbulkan frekuensi dampak positif atau negatif yang paling
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 3 | Oktober 2010
Metode Cepat Pelaksanaan Kajian KLHS
tinggi, dipandang sebagai kebijakan yang paling penting atau prioritas untuk dikaji. d. Untuk setiap isu pembangunan berkelanjutan, hitung frekuensi dampak positif (tanda +) dan frekuensi dampak negatif (tanda -) yang timbul (perhitungan dilakukan menurut kolom matriks). Isu pembangunan berkelanjutan yang paling tinggi frekuensinya terkena dampak positif atau negatif, dipandang sebagai isu yang strategis atau prioritas untuk dikaji. vi. Deskripsikan dampak dari kebijakan, rencana, dan/atau program yang dianggap paling atau prioritas. Deskripsi meliputi intensitas, persebaran, atau lama berlangsungnya pengaruh serta akumulasi dampak yang timbul. Deskripsi dimaksud dituangkan dalam Bab 3. Tahap 2: Merumuskan alternatif kebijakan, rencana, dan/atau program Raperda RTRW atau draft RPJMD. Alternatif dapat dirumuskan secara partisipatif bersama para pemangku kepentingan. a. Berdasarkan deskripsi hasil kajian Tahap 1 huruf f, kembangkan pemikiran atau upaya untuk mencegah, mengendalikan dan memitigasi dampak serta upaya untuk mendorong pembangunan berkelanjutan. b. Rumuskan alternatif kebijakan, rencana, dan/atau program Raperda RTRW atau draft RPJMD antara lain dengan cara: a. Merumuskan ulang atau memodiikasi ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau Raperda RTRW atau draft RPJMD untuk meminimalkan karakter dampak yang timbul (Intensitas, persebaran, lokasi, lamanya berlangsung akumulasi); b. Menyarankan penundan atau perbaikan sekuen/rangkaian usulan kebijakan, rencana, dan/atau program dalam Raperda RTRW atau draft RPIMD; c. Mengusulkan kebijakan, rencana, dan/atau program baru. c. Deskripsikan rumusan alternatif kebijakan, rencana, dan/atau program di-
Al. Sentot Sudarwanto
maksud pada huruf b di atas dalam Bab 4. Tahap 3 : Merekomendasikan alternatif kebijakan, rencana, dan/atau program terbaik yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Rekomendasi dimaksud diintegrasikan ke dalam Raperda RTRW atau draft RPJMD. c. Penyusunan dan Pemaparan Laporan KLHS i. Menuliskan dan mendokumentasikan seluruh proses Tahap 1 sampai dnan Tahap 3 ke dalam suatu sistematika laporan. ii. Memaparkan hasil kegiatan pada angka 2 kepada Kepala Daerah yang bersangkutan dalam rangka pengambilan keputusan terhadap rekomendasi KLHS. Pada proses penyusunan KLHS partisipasi publik mutlak harus dilakukan minimal 2 tahap sosialisasi yaitu pada tahap awal dan tahap akhir penyusunan. Sosialisasi awal kegunaannya untuk menyerap isu-isu lingkungan strategis yang telah diketahui kalayak uum, maupun dapat menggali/mengeksplor isu-isu spesiik lokal yang belum diketahui masyarakat luas. Sosialisasi akhir adalah pemaparan hasil laporan KLHS, kegunaannya klariiksi data dan mendapatkan kesepakatan-kesepakatan guna pengambilan keputusan. Konsultasi publik dalam proses KLHS sangat ditekankan, dan dilakukan terhadap pihak yang sangat kompeten. Misal para tokoh tokh masyarakat, Akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan para pemangku kepentingan. D. FORMAT LAPORAN KLHS RAPERDA RTRW ATAU DRAFT RPJMD PROVINSI/KABUPATEN/ KOTA Bab 1. Pendahuluan dan Tujuan Diisi dengan tujuan KLHS dan daftar pemangku kepentingan terkait Bab 2. Lingkup Kajian
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 3 | Oktober 2010
25
Metode Cepat Pelaksanaan Kajian KLHS
Al. Sentot Sudarwanto
a. Hasil identiikasi isu-isu pembangunan berkelanjutan yang disepakati berdasarkan kegiatan Tahap 1, huruf c. b. Kebijakan, rencana, dan/atau program pada Raperda RTRW atau draft RPJMD yang disepakati untuk ditelaah berdasarkan kegiatan Tahap 1, huruf d. Bab 3. Pengkajian Pengaruh Kebijakan Rencana, dan/atau Program terhadap Pembangunan Berkelanjutan. Diisi dengan deskripsi mengenai intensitas, persebaran, atau lama berlangsungnya pengaruh serta akumulasi dampak yang timbul berdasarkan hasil kegiatan tahap 1, huruf f. Bab 4. Alternatif Kebijakan, Rencana, dan/ atau Program a. Cantumkan hasil-hasil pemikiran atau upaya untuk mencegah, mengendalikan dan memitigasi dampak serta upaya untuk mendorong pembangunan berkelanjutan. b. Rumuskan alternatif kebijakan, rencana, dan/atau program Raperda RTRW atau draft RPJMD antara lain dengan cara: 1) merumuskan ulang atau memodiikasi ukuran, skala, dan lokasi usulan kebijakan, rencana, dan/atau Raperda RTRW atau draft RPJMD. 2) menyarankan penundaan atau perbaikan sekuen/rangkaian usulan kebijakan, rencana, dan/atau program dalam Raperda RTRW atau draft RPJMD. 3) mengusulkan kebijakan, rencana, dan/atau program baru. Bab 5. Rekomendasi a. Merekomendasi alternatif kebijakan, rencana, dan/atau program terbaik yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. b. Rekomendasi diintegrasikan kedalam Raperda RTRW atau draft RPJMD. E. KESIMPULAN Gubernur dan Bupati/Walikota seluruh wilayah Indonesia wajib segera melaksanakan, KLHS dalam RTRW dan RPJMD 26
Propinsi dan Kabupaten/Kota dengan menugaskan Bappeda Propinsi dan atau Kabupaten/Kota untuk mengkoordinasikan, dengan berpedoman pada surat edaran bersama Menteri dalam Negeri RI dengan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI.
Rekomendasi Dalam mendukung pelaksanaan ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan (2) huruf a, Pasal 18 (2) dan Pasal 19 ayat (1) UU PPLH perlu segerl dan sudah mendesak dibuatnya Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Cara Penyelenggaraan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai panduan. DAFTAR PUSTAKA Adiwibowo, Soeryo. 2007, Gagasan & Arah Kebijakan Kajian Lingkun gan Hidup Strategis, Naskah Ke bijakan, Proyek ESP 1, Departe men Lingkungan Hidup Ahmed, K, Mercier, J.R., and Verheem,R. 2005, Strategic Environmental Assessment-Concept and Prac tice, Worl Book, Environment Strategy, No.14, June 2005 Anonimous. 2007, Naskah Kebijakan Ka jian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta ...............2007, Buku Pegangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta ...............2008, Pertimbangan-Pertimban gan Dalam Penerapan KLHS Un tuk Kebijakan, Rencana dan Pro gram Penataan Ruang, Kemente rian Negara Lingkungan Hidup,
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 3 | Oktober 2010
Metode Cepat Pelaksanaan Kajian KLHS
Jakarta Askary, Muhammad. 2010, Mengenal RP PLH, KLHS & AMDAL (Sosial isasi UU No.32 Tahun 2009), Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Pusat Pengelolaan Ekore gion, Yogyakarta
Al. Sentot Sudarwanto
Maria SW., Diantoro, Dwi, Totok. 2010, Kajian Pengembangan Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Instrumen Untuk Mengu rusutamakan KLHS, Kemente rian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta Peraturan Perundang-Undangan
Ridwan, Juniarso, dan Sodik, Achmad. 2008, Hukum Tata Ruang, Nuansa, Bandung Sentot, Sudarwanto, AL. 2010, Landasan Hukum Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), (Makalah Diklat PSL Universitas Negeri Jember), Jember ............... 2011, Identiikasi Isu-Isu Ling kungan Hidup Strategis Dalam Pembangunan, (Makalah Diklat Wana Wiyata), Yogyakarta
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Surat Edaran Bersama Nomor 660/5113/SJ dan Nomor 04/MENLH/12/2010 Antara Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Perihal Pelaksanaan KLHS Dalam RTRW Dan RPJMD Provinsi Dan Kabupaten/Kota
Jurnal EKOSAINS | Vol. II | No. 3 | Oktober 2010
27