ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN (KBP) PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
PENGANTAR
Acuan pelaksanaan Komunitas Belajar Perkotaan (KBP) bagi aparat pemerintah kabupaten/kota ini dimaksudkan untuk dapat dijadikan pedoman kerja bagi aparat pemerintah, khususnya yang termasuk dalam jajaran dinas instansi pelaksana program-program penanggulangan kemiskinan dan ikut menjadi anggota KPK-D. Berdasar pada acuan ini kegiatan KBP di tingkat kabupaten/kota diharapkan dapat dilaksanakan secara tepat dan efisien. Acuan pelaksanaan ini berisi penjelasan tentang konsep KBP dan peran para pelaku, terutama pemerintah daerah dalam pelaksanaan KBP serta prosedur pelaksanaannya. Walaupun acuan pelaksanaan ini diharapkan dapat dijadikan patokan bagi pelaku KBP, namun tetap terbuka kesempatan luas untuk melakukan pengembangan dan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan, sejauh tidak menyimpang dari koridor yang ditetapkan. Demikian kiranya acuan ini dapat diterapkan sebagaimana mestinya. Saran dan usulan perbaikan sangat kami hargai.
Tim Sosialisasi KMP
Kerangka acuan KBP
1
ACUAN PELAKSANAAN KOMUNITAS BELAJAR PERKOTAAN BAGI APARAT PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
I. LATAR BELAKANG Dalam rangka penanggulangan kemiskinan secara integral dan menyeluruh, berdasar pada Keppres No. 124/2001 jo. No. 34/2002, telah ditetapkan perlunya dibentuk Komite Penanggulangan Kemiskinan tingkat Nasional (KPK-N), yang diikuti dengan pembentukan Komite Penanggulangan Kemiskinan tingkat Daerah (KPK-D). Selanjutnya, sebagaimana tercantum dalam Pedoman Umum Komite Penanggulangan kemiskinan Daerah, KPK-D menjadi forum yang bertugas melakukan koordinasi dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan. Selain itu, forum ini juga menjadi media untuk melakukan komunikasi dan koordinasi antar pelaku, sekaligus sebagai media pembelajaran bagi para pelaku dalam upaya penanggulangan kemiskinan (Sekretariat Komite Penanggulangan Kemiskinan; 2003, hal. viii dan 18) Forum ini mengakomodir berbagai unsur pelaku pembangunan, sehingga anggotanya terdiri dari unsur-unsur pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif), swasta dan masyarakat. Dari masyarakat unsur yang harus dilibatkan dalam forum terdiri dari kelompok masyarakat miskin, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi non pemerintah dan akademisi (perguruan tinggi). Pemerintah daerah terdiri dari eksekutif dan legislatif. Eksekutif terdiri dari dinas, badan, dan lembaga daerah yang mempunyai program penanggulangan kemiskinan. (Sekretariat Komite Penanggulangan Kemiskinan; 2003, hal. 18-20). Salah satu tugas pokoknya adalah menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan-Daerah (SPK-D) dan mengimplementasikannya. Proses penyusunan SPK-D menggunakan prinsip-prinsip: bottom-up, partisipatif, transparansi, akuntabilitas dan manfaat bersama. Sementara, kegiatankegiatan yang dilakukan dalam menyusun strategi penanggulangan kemiskinan antara lain adalah: - melakukan kajian bersama terhadap masalah kemiskinan - mengkaji ulang kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan - merumuskan strategi, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan - merumuskan mekanisme pemantauan dan evaluasi - pendokumentasian - kegiatan lain, seperti riset kebijakan (Sekretariat Komite Penanggulangan Kemiskinan; 2003, hal. 20-24).
Kerangka acuan KBP
2
Pada kenyataannya, SPK-D yang diharapkan sebagai hasil dari KPK-D masih belum dapat dikatakan memuaskan. Bahkan, pada beberapa kabupaten, KPK-D belum terbentuk. Berdasar pada data yang diberikan KPK-N, dari 32 propinsi di Indonesia, hanya 13 (40%) propinsi telah menyusun SPK. Sementara, dari 420 kabupaten/kota yang ada, hanya 90 (21%) kabupaten/ kota yang telah membentuk KPK-D dan menyusun SPK-D. Banyak faktor yang mempengaruhi belum optimalnya KPK-D. Diduga, salah satunya adalah peran pemkab/kota yang masih belum optimal. Faktor lain yang juga diduga sebagai penyebabnya adalah masih kurangnya pengalaman pemkab/kota dalam menerapkan prinsip-prinsip yang ditetapkan, mengingat telah terlembaganya pengalaman penanggulangan kemiskinan secara tersentralisasi. Disadari bahwa untuk dapat menerapkan prinsipprinsip seperti bottom-up atau dari bawah ke atas dan prinsip partisipatif, memerlukan proses mengalami yang kemudian bisa terinternalisasi, dan selanjutnya dapat terlembaga. Dalam rangka mendorong pemerintah daerah untuk dapat menerapkan prinsip-prinsip di atas yang selanjutnya diharapkan dapat membantu dalam penyusunan SPK-D yang selaras dengan permasalahan dan kebutuhan masyarakat, P2KP menawarkan gagasan untuk berbagi pengalaman dan belajar dari pengalaman penanggulangan kemiskinan yang telah ada. Kegiatan untuk belajar dan berbagi pengalaman ini diselenggarakan dalam wadah yang disebut Komunitas Belajar Perkotaan (KBP). Melalui kegiatankegiatan dalam KBP dilakukan proses pembelajaran kepada seluruh peserta, termasuk pemkab/kota untuk dapat memahami kondisi riil (potensi, permasalahan) dan karakteristik masyarakat. Dengan memahami hal tersebut selanjutnya diharapkan terjadi proses pembelajaran untuk bersama-sama merumuskan alternatif solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat. Dalam kegiatan KBP ini juga dilakukan proses pembelajaran tentang penerapan prinsip bottom up dan partisipatif untuk perencanaan dari bawah/perencanaan partisipatif. Penerapan perencanaan dari bawah ini akan digali dari pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan yang menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat. P2KP dapat menjadi salah satu bahan belajarnya. Untuk selanjutnya pelaksanaan KBP diharapkan dapat menjadi terlembaga dan menjadi model untuk pengkajian terhadap kondisi masyarakat sebagai dasar penyusunan strategi, kebijakan maupun program-program pembangunan.
Kerangka acuan KBP
3
Integrasi KBP Dalam Proses Penyusunan SPK Kota/Kabupaten Sosialisasi ke Walikota/Bupati Pendekatan ke kelompok strategis Lokakarya Orientasi Kota/Kab
Proses Belajar dalam KBP
• Diskusi Tematik + VCD • Kunjungan Lapangan • Wawancara
Membangun Relawan Kemiskinan
Lokakarya Orientasi Kecamatan Sosialisasi ke Lurah/Kades Rembug Kesiapan Masyarakat Kerangka acuan KBP
FGD Participatory Poverty Assesment
Penguatan kelembagaan & Reorientasi KPK-D
Review / penyusunan SPK-D
Penganggaran
Program ’Pro-poor’
Membangun KSM FGD Refleksi Kemiskinan
Pendaftaran Relawan warga
Pemetaan Swadaya FGD Membangun BKM
PJM/Renta Pronangkis Mengelola BLM Tridaya 4
II. TUJUAN 1) Adanya satu forum pembelajaran yang sifatnya melembaga untuk mengkaji program-program penanggulangan kemiskinan dan program pembangunan wilayah 2) Dapat diperolehnya hasil-hasil kajian yang up to date yang berpijak pada pengalaman dan aspirasi yang tumbuh dari masyarakat 3) Dapat ditemukannya pola atau model penanggulangan kemiskinan yang berdasar pada aspirasi masyarakat dan pengalaman program-program penanggulangan kemiskinan yang ada 4) Dapat diberikannya rekomendasi kepada para pengambil keputusan/ kebijakan program penanggulangan kemiskinan
III. SASARAN YANG INGIN DICAPAI 1. Rumusan hasil kajian dapat menjadi masukan/rekomendasi kepada para pengambil keputusan/kebijakan program penanggulangan kemiskinan, para perencana dan para pelaksana 2. Model perencanaan dari bawah (bottom up planning) diadopsi menjadi model perencanaan di tingkat kabupaten 3. Perintisan upaya yang mengarah pada penyusunan kebijakan pro poor. 4. Rumusan hasil kajian menjadi dasar penyusunan SPKD (Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah)
IV. PESERTA Pada prinsipnya setiap individu atau kelompok yang peduli dapat menjadi peserta KBP. Individu-individu atau kelompok-kelompok ini dapat berasal dari berbagai kalangan seperti: 1. Eksekutif: Pemerintah kabupaten/kota: Sekda, Bappeda, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (atau nama lainnya), Dinas Kesejahteraan dan Pembangunan (atau nama lainnya), Dinas Pu/Praswil, dan semua dinas terkait 2. Legislatif: DPRD (Ketua setiap komisi) 3. Swasta: Pengusaha, Konsultan Pembangunan, Kadin, BUMD, Asosiasi profesi, lembaga keuangan, dll. 4. Akademisi: Perguruan Tinggi swasta dan negeri 5. Media: jurnalis media cetak dan elektronik 6. Masyarakat: LSM, Ormas, Lembaga Adat, Forum masyarakat, individu pemerhati masalah pembangunan, Kelompok Belajar Kelurahan (KBK), Forum BKM, dan masyarakat umum. 7. Proyek-proyek pemberdayaan masyarakat 8. Lembaga-lembaga donor baik lokal maupun internasional.
Kerangka acuan KBP
5
V. RUANG LINGKUP KEGIATAN Ruang lingkup kegiatan KBP adalah sebagai berikut: 1. Inventarisasi tema-tema yang akan dijadikan topik pembahasan dalam pertemuan KBP 2. Penyusunan perencanaan pertemuan KBP secara berkala (frekwensi pertemuan ditentukan secara bersama oleh peserta KBP) 3. Pengembangan metode dan media bantu yang akan digunakan dalam pertemuan KBP (misalnya: pemutaran VCD, wawancara dengan kelompok sasaran tertentu, seminar, diskusi kelompok, dll.) 4. Sosialisasi pembentukan KBP kepada masyarakat kota melalui berbagai media sosialisasi 5. Kunjungan lapangan proses pelaksanaan siklus P2KP di lokasi sasaran ataupun proses pelaksanaan proyek penanggulangan kemiskinan lain, sesuai kesepakatan peserta KBP 6. Pengkajian terhadap hasil kunjungan lapangan dan menyusun rumusan hasil kajian 7. Pengkajian lanjutan terhadap topik permasalahan yang dibutuhkan, yaitu masalah-masalah kemiskinan, kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan 8. Komunikasi dan koordinasi program-program penanggulangan kemiskinan 9. Review terhadap proses pelaksanaan KBP 10. Penyusunan pelaporan hasil kegiatan KBP 11. Sosialisasi hasil kajian KBP kepada pihak-pihak terkait
VI.
METODE PEMBELAJARAN Metode pembelajaran yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Kunjungan lapangan; b. Diskusi tematik; c. Wawancara dengan pelaku dan pemanfaat, d. Penyajian pengalaman empiris melalui pemutaran VCD
VII. INDIKATOR KEBERHASILAN Kegiatan Komunitas Belajar Perkotaan dianggap berhasil bila: 1. Memiliki perencanaan dan agenda pembahasan 2. Adanya koordinator/penanggungjawab pelaksana
Kerangka acuan KBP
6
3. Komunitas Belajar Perkotaan berjalan rutin (terlembaganya proses belajar dari pengalaman) 4. Adanya dokumentasi hasil-hasil kajian dan pembahasan 5. Adanya diseminasi hasil kajian atau rekomendasi dari Komunitas Belajar Perkotaan digunakan untuk pengambilan kebijakan
VIII. MEKANISME PELAKSANAAN VIII.1. Kedudukan dan Keanggotaan KBP: • Keanggotaan KBP bersifat terbuka, setiap individu dapat terlibat ataupun memutuskan untuk tidak terlibat kapan saja dalam kegiatan KBP. • Keanggotaan bersifat sukarela • Setiap anggota KBP memiliki kedudukan setara • Koordinator dipilih dan disepakati bersama (diharapkan KPK-D) VIII.2. Pembagian Fungsi: • Koordinator bertanggung jawab melakukan koordinasi antar instansi • Koordinator bertanggung jawab untuk mengorganisir pelaksanaan kegiatan KBP • Koordinator menetapkan (berdasarkan kesepakatan peserta) pembagian tugas untuk tim presentasi, tim fasilitator/moderator, tim perumus hasil kajian • Seluruh peserta memiliki fungsi perencanaan, pendukung pelaksanaan baik sebagai peserta aktif maupun sebagai fasilitator/moderator pertemuan secara bergantian, mereview pelaksanaan KBP. • Setiap peserta memiliki tanggung jawab untuk mensosialisasikan hasil kajian KBP kepada dinas/instansi/lembaga masing-masing VIII.3. Prosedur a) Persiapan: Pemkab/kota bersama dengan pihak Konsultan mengkoordinasi pertemuan awal untuk persiapan pengelenggaraan KBP. Dalam kegiatan persiapan ini disepakati mekanisme dan rencana kegiatan, serta hal-hal yang berkaitan dengan pihak yang akan bertindak sebagai koordinator pelaksana KBP (masa tugas, tanggung jawab, dll). Pertemuan ini juga perlu membahas persiapan teknis penyelenggaraan KBP, seperti: identifikasi calon peserta, penyiapan undangan, penyebaran informasi/undangan kepada peserta (dilakukan secara formal maupun personal), narasumber, agenda/tema-tema pembahasan, tempat dan jadwal pertemuan, pendanaan, pembagian tugas, ATK, dll.
Kerangka acuan KBP
7
b) Pelaksanaan: 1. Pertemuan pertama KBP dilakukan untuk membangun pemahaman bersama tentang pengertian KBP, visi dan tujuan, konsepsi dasar KBP, dan yang terutama adalah sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan KBP secara konsepsi, yaitu menjadikan hasil-hasil kegiatan KBP sebagai masukan bagi penyusunan SPK-D, serta proses pelaksanaan KBP. Pertemuan ini diharapkan menghasilkan kesepakatan KBP menjadi kegiatan yang terlembaga dan berkelanjutan, pada saat P2KP berlangsung ataupun setelah proyek P2KP berakhir. Selanjutnya disepakati lingkup kegiatan dan penyusunan rencana aksi KBP mencakup tema-tema pembahasan, pembagian tugas dan tanggungjawab peserta, metode dan media yang digunakan. 2. Selanjutnya, pelaksanaan KBP sesuai tema yang telah ditetapkan bersama. Hal pertama yang perlu dibangun dalam proses pelaksanaan adalah membangun suasana informal dan kondusif yang berpijak pada azaz kesetaraan. Pencairan suasana yang baik akan mendukung efektifitas jalannya proses pembelajaran. Metode pembelajaran KBP sebagaimana yang telah direncanakan adalah “belajar dari lapangan”. Oleh sebab itu, langkah pertama kegiatan KBP adalah mengunjungi salah satu lokasi proyek P2KP untuk belajar tentang bagaimana partisipasi masyarakat dibangun dengan mengamati proses Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM). Untuk itu, koordinator KBP bersama konsultan menetapkan kelurahan/desa yang akan dikunjungi, dan menfasilitasi transportasi dan akomodasi para peserta selama kunjungan lapangan. 3. Koordinator KBP menetapkan salah seorang/tim peserta KBP untuk mempresentasikan hasil kunjungan lapangan dalam sebuah pertemuan refleksi yang disepakati bersama. Hal-hal yang dapat dikaji dalam pertemuan refleksi tersebut, antara lain: Keberhasilan/kegagalan, faktor-faktor yang mendukung atau menghambat, best practice, lessons learned, metodologi, media, dll. Bila dalam pertemuan tersebut diputuskan bahwa diperlukan kegiatan lanjutan seperti mendatangkan narasumber untuk mendiskusikan tema secara lebih mendalam, koordinator KBP bertanggungjawab mengakomodir kebutuhan-kebutuhan peserta KBP tersebut. Dalam proses pembahasan yang harus dipersiapkan adalah fasilitator atau moderator, notulen. Hasil notulasi diberikan kepada tim perumus untuk dibuat kesimpulan hasil kajian.
Kerangka acuan KBP
8
4. Selanjutnya diharapkan kegiatan KBP sebagaimana di atas dapat berjalan secara kontinyu dengan mengikuti proses pelaksanaan tahapan siklus P2KP di lapangan (RKM, RK, PS, Pembentukan BKM, PJM Pronangkis, pencairan dan pemanfaatan BLM). 5. Kunjungan lapangan semacam ini dapat pula dilakukan pada lokasi proyek penanggulangan kemiskinan yang lain (misalnya PPK), bila peserta KBP sepakat untuk melakukan kajian terhadap program-program penanggulang kemiskinan yang ada. 6. Tim KBP mendokumentasikan hasil kegiatan KBP, termasuk hasil kunjungan, hasil refleksi, dan hasil kajian yang telah dilaksanakan. 7. Seluruh peserta KBP menyepakati pembagian peran dalam mendiseminasikan dan mensosialisasikan pelaksanaan dan hasil kegiatan KBP kepada publik. 8. Setiap peserta KBP bertanggung jawab untuk mensosialisasikan hasil kegiatan KBP kepada dinas/instansi ataupun lembaga asal masing-masing, sehingga diharapkan lebih banyak pihak dapat memahami dan peduli terhadap upaya pelibatan semua pihak dalam pembangunan wilayah. 9. Secara berkala, dilakukan review terhadap proses pelaksanaan dan capaian yang telah dihasilkan KBP untuk dapat melakukan penyempurnaan-penyempurnaan pelaksanaan KBP.
Kerangka acuan KBP
9