Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam
KORUPSI DAN SOLUSINYA DALAM PERSPEKTIF ISLAM Rafid Abbas Dosen Tetap Jurusan Syari‟ah STAIN Jember ABSTRAK Korupsi yang dalam bahasa Islam disebut Ghulul itu sudah ada sejak keberadaan manusia, korupsi merupakan perbuatan yang mengandung pengkhianatan terhadap umat, karena harta yang diambil itu merupakan harta umat, baik untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Korupsi itu bisa dilakukan perorangan juga sering dilakukan secara kelompok, namun walau demikian rapinya untuk menutupi pengkhianatan, Allah tetap akan mengetahui dan memperhitungkannya, yakni segala macam do’anya tidak akan dikabulkan. Bahkan di hari pembalasan kelak, para koruptor akan dimintai pertanggungjawabannya, yakni jika amalan yang dibawa selama hidupnya dari shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya itu, akan dikurangi bahkan akan minus, jika selama hidupnya pernah melakukan korupsi. Kata kunci : Ghulul, Koruptor, Pengkhianatan. PENDAHULUAN Syari‟at Islam pada intinya mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan kemungkaran, ketidakadilan, dan segala macam bentuk penyelewengan hukum antara halal dan haram. Untuk memperbaiki hal yang semcam ini Islam telah meletakkan sejumlah kaidah tasyri‟ sebagai landasan dalam memutuskan hukumnya, dan mengembalikan kepada posisinya, kemudian dibuatlah timbangan yang adil. Timbangan yang adil ini dengan menetapkan mana saja yang halal dan mana saja yang haram, semua dilihat dari perspektif yang seadil-adilnya dan proporsional. Dengan begitu, umat Islam hidup di antara orang-orang yang sesat di satu sisi, dan menyeleweng di sisi lainnya, dalam arti umat Islam hidup dan menjadi ummatan washatha, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah bahwa umat Islam menjadi umat yang dikeluarkan untuk seluruh manusia.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
101
Rafid Abbas Dengan memutuskan mana saja wilayah yang haram dan mana saja wilayah yang halal, maka wilayah yang haram dalam syari‟at Islam itu sesungguhnya sangatlah sempit, dalam arti wilayah yang haram itu hanya sedikit sekali. Sementara itu, wilayah yang halal itu terbentang sangat luas. Wilayah yang haram itu semuanya telah dijelaskan oleh nash-nash, baik oleh ayat al-Qur‟an maupun Hadits shahih, dan semuanya itu ada pada hak Allah dalam menentukannya. Sehubungan dengan masalah ini Allah berfirman yang artinya berbunyi : “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung”.1 Berdasarkan ayat di atas dan beberapa hadits Nabi Saw. yang menyatakan bahwa hanya Allah saja yang mempunyai otoritas untuk mengharamkan dan menghalalkannya, baik melalui kitab suci-Nya maupun melalui lisan dari Rasul-Nya, karena tugas Rasul tidak lebih dari menjelaskan kitab suci. Jadi, dari sini juga menunjukkan bahwa tugas Rasul bukan membuat kitab suci, akan tetapi menjelaskan kitab suci. Segala macam yang diharamkan oleh Allah itu sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwa pengharaman dalam syari‟at Islam itu tidak banyak, bahkan bisa dihitung dengan jari dan sangat mudah didapatkan dalam nash al-Qur‟an maupun Hadits shahih. Tetapi ada pula wilayah yang diharamkan itu agak sulit untuk didapatkan. Kesulitannya itu disebabkan penggunaan istilah yang berbeda. Namun jika dicerna, maka akan mudah diketahui, hal ini sangat banyak didapatkan dalam syari‟at Islam, termasuk di dalamnya masalah korupsi. Korupsi ini bukan saja permasalahan syari‟at Islam, tetapi sudah menjadi permasalahan individu khususnya individu muslim. Korupsi ini bisa dilakukan kapan saja, di mana saja, bahkan oleh siapa saja, bisa dalam bentuk perorangan maupun jama‟ah.
Depag.R.I, Al-Qur’an dan Terjemahannya kedalam bahasa Indonesia. AnNahl, 16: 116. 1
102
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam Pelaku korupsi ini sudah ada sejak zaman dahulu, akan tetapi sejarah belum bisa melacak sejak kapan pelaku korupsi itu dimulai. Dan akhir-akhir ini pelaku korupsi lebih banyak dilakukan dengan cara berjama‟ah. Berbagai macam dampaknya sudah sangat terasa, bahkan hukum juga tidak membuat pelakunya menjadi jera. Dari itu, perlu kiranya dibahas dari sisi Islam. Semoga pembahasan dari sisi Islam ini akan dapat membuat pelakunya menjadi jera, karena Islam sangat melarang segala macam bentuk korupsi, semua itu dikembalikan pada pelakunya, apakah pelakunya mendapatkan hidayah sehingga tidak melakukannya kembali ataukah masih melakukannya. Dan pelaku korupsi ini beranggapan bahwa dalam masalah dosa itu menjadi urusan nanti, karena Allah yang Maha Pengampun. Korupsi merupakan persoalan yang sangat mendasar dan belum ada obat yang mujarab untuk menghapusnya. Korupsi bisa dilakukan secara individual dan juga sering kali dilakukan secara kolektif yang terorganisir. Beberapa kasus yang muncul belakangan ini beredar bahwa korupsi juga dilakukan bukan hanya secara perorangan, tetapi secara kolektif atau berjamaah. Fenomena ini merupakan rahasia umum, korupsi itu meliputi tindakan berupa memungut harta yang bukan miliknya atas layanan yang sudah seharusnya diberikan dengan menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah, serta tidak melaksanakan tugas dengan baik. Korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari tanggungjawab yang telah ditetapkan dengan menggunakan jabatan atau kekuasaan untuk mencapai tujuan pribadi atau jama‟ah. Dengan demikian, korupsi adalah perbuatan yang menyimpang dari norma, ditandai dengan adanya penghianatan kepercayaan, kerahasiaan karena mengandung penipuan yang disengaja, melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus, dan yang diselubungi dalam bentuk pengesahan administrasi dan hukum. Semua macam korupsi dituangkan dalam bentuk, antara lain kesepakatan guna mencari keuntungan bersama, pemerasan untuk kepentingan pribadi maupun golongan, adanya pemberian sesuatu tanpa adanya kaitan langsung dengan permasalahan yang dihadapi, membuat laporan belanja dengan tidak benar, dan sebagainya, diambil dengan cara yang tidak dibenarkan oleh Islam.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
103
Rafid Abbas PEMBAHASAN Pengertian dan Macam-Macam Korupsi Sebelum membahas masalah korupsi, perlu kiranya dijelaskan terlebih dahulu makna yang dikandungnya. Kata korupsi berasal dari kata latin yakni Corruptus yang mengandung makna, sesuatu yang hancur atau rusak. Kata korupsi juga bisa diartikan dengan, kerusakan fisik atau kerusakan tingkah laku atau tidak bermoral atau tidak jujur atau tidak dapat dipercaya atau tidak bersih. Dalam bahasa arab kata korupsi, disebut ghulul, yang berasal dari kata ghalla – yaghullu atau ghalla – yaghillu – ghululan, yang berarti berkhianat.2 Dalam berbagai macam kajian tentang korupsi, banyak diartikan dengan berbagai macam arti, diantaranya pencurian melalui penipuan dalam situasi tertentu yang mengkhianati kepercayaan.3 Bisa juga bermakna, suatu ajakan dari pejabat publik dengan pertimbangan-pertimbangan yang tidak 4 seharusnya untuk melakukan pelanggaran tugas. Korupsi itu meliputi : 1. Korupsi itu adalah memungut harta atas layanan yang sudah seharusnya diberikan. 2. Korupsi itu menggunakan wewenang untuk mencapai tujuan yang tidak sah. 3. Korupsi itu tidak melakasanakan tugas karena lalai atau lupa. Dengan demikian, korupsi itu adalah perilaku individu yang telah menyimpang dari tanggungjawab yang telah ditetapkan dengan menggunakan jabatan atau kekuasaan untuk mencapai tujuan dalam rangka mengamankan kepentingan pribadi maupun kelompok. Dengan demikian, unsur pokok dalam korupsi itu adalah perbuatan yang menyimpang dari norma, perbuatan itu menimbulkan kerugian negara maupun masyarakat, meskipun tidak selalu dalam bentuk finansial. Misalkan kerugian itu dalam
2Ahmad
Warson Munawwir :Kamus Arab – Indonesia, (Yoyakarta : AlMuawwir, 1984), 1089. 3Syed Husen al-Alatas, Korupsi: Sifat, Sebab Dan Fungsi, terjemah Nitwono, (Jakarta : LP3ES, 1987), 9. 4Robert Klitgard dkk., Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam pemeritahan Daerah, alih bahasa :Masli Maris, (Jakarta: Yayasan Obor dan Partnership for Governance Reform In Indonesia, 2002), 12.
104
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam bentuk buruknya pelayanan umum atau tidak berjalannya sistem hukum atau adanya penyalahgunaan. Korupsi itu ditandai dengan adanya pengkhianatan kepercayaan, keserbarahasiaan, mengandung penipuan terhadap publik atau masyarakat, dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus, diselubungi dalam bentuk pengesahan administrasi dan hukum. Terpusatnya korupsi itu pada sesuatu yang menghendaki keputusan pasti dan yang dapat mempengaruhinya. Adapun macam-macam korupsi itu meliputi : 1. Korupsi transaktif, yaitu korupsi yang diwujudkan dalam bentuk kesepakatan timbal balik antara pihak-pihak yang bersangkutan guna mengupayakan keuntungan bersama. Pada korupsi jenis ini biasanya terjadi antara usahawan dengan pejabat pemerintah atau anggota masyarakat dan pemerintah. 2. Korupsi ekstortif (memeras), yakni pihak pemberi dipaksa melakukan penyuapan guna mencegah kerugian yang akan mengancam diri, kepentingan, orang-orang atau hal-hal yang penting baginya. 3. Korupsi defensif, yaitu korupsi yang dilakukan oleh pelaku korban korupsi pemerasan. 4. Korupsi investis, yaitu korupsi yang diwujudkan dalam bentuk pemberian sesuatu tanpa adanya kaitan langsung dengan keuntungan tertentu, selain keuntungan yang dibayangkan di masa depan. 5. Korupsi nepotistik, (perkeabaan) yaitu kolusi yang menunjukkan tidak sah terhadap teman atau kerabat untuk menempati posisi dalam pemerintahan atau memberi perlakuan istimewa kepada orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan (bertentangan dengan norma yang berlaku). 6. Korupsi otogenik, yaitu korupsi yang dilakukan oleh seorang diri tanpa melibatkan orang lain. Misalkan membuat laporan belanja yang tidak benar. 7. Korupsi suportif (dukungan), yaitu suatu tindakan korupsi untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada. 8. Korupsi legal, yaitu korupsi di mana suatu kebijakan yang secara hukum adalah sah karena sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, namun sesungguhnya pada dasarnya merupakan suatu korupsi bila dilihat dari pandang penyelenggaraan pemerintahan yang baik.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
105
Rafid Abbas 9. Korupsi demokratis, yaitu korupsi yang disahkan oleh legislatif, namun bertentangan dengan visi yang benar dari pemerintah yang bai. Misalkan penganggaran rumah dinas pejabat yang jauh besar melebihi dari anggaran pembangunan gedung sekolah dasar.5 Korupsi Dalam Islam Hak Rububiyah Allah adalah mengharamkan sesuatu, termasuk dalam masalah korupsi ini. Diharamkannya korupsi ini adalah demi kemaslahatan manusia, dan alasan yang masuk akal dan jelas. Pengharaman korupsi ini sudah ada sejak zaman Jahiliyah, tetapi sejarah belum bisa melacak tentang siapa pelaku utamanya. Untuk itu, perlu dijelaskan bagaimana pelaku korupsi dalam Islam, sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits sebagai berikut : Pelaku korupsi dalam Islam dimulai sejak diutusnya seorang shahabat Nabi Saw yang bernama : Ibnu Allutbiyah dari suku al-„azad, ia diutus oleh Rasulullah Saw. Saw untuk memungut zakat, ketika ia telah kembali ke Rasulullah Saw., ia berkata : “Yang ini buat Kamu dan yang ini saya mendapatkan hadiyah dari orang-orang. Maka segera Rasulullah Saw. Saw. naik ke atas mimbar dan setelah memuji syukur kepada Allah ia bersabda : Amma Ba’du, adapun saya mengangkat seseorang untuk suatu tugas yang diberikan Allah kepadaku, kemudian ketika ia datang lalu berkata : ini bagianmu dan ini saya sendiri telah mendapatkan hadiyah dari orang-orang. Kata Rasul : Mengapa ia tidak duduk saja di rumah ibu atau ayahnya, sehingga datang hadiyah itu kepadanya jika memang benar-benar demikian?. Demi Allah tiada seseorang yang mengambil sesuatu dari yang bukan haknya, pasti akan dipikulnya di hari kiamat. Maka akan saya ketahui seorang yang memikul unta atau lembu atau kambing yang mengembik, kemudian Rasulullah Saw. Saw. mengangkat kedua tangannya sehingga terlihat putih ketiaknya sambil bersabda : Allahumma
5
106
Al-Alatas, Korupsi: Sifat..., 9.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam Ballaghtu, Ya Allah saya telah menyampaikan”. (Bukhari dan Muslim).6 Pada hadits ini, adanya larangan yang menunjukkan bahwa bagi seorang pegawai dilarang menerima hadiah yang menyerupai suap dan pada sesuatu yang diambil bukan haknya, dan segala konsekuensinya akan menjadi tanggungan dirinya dalam bentuk apapun. Dalam satu riwayat dari Abu Hurairah yang mengingatkan pada kita semua agar meminta maaf dan tidak menundanundanya untuk kasus-kasus aniaya, baik berupa fisik maupun harta orang lain. Hal ini sebagaimana yang dituangkan dalam satu hadits yang artinya berbunyi : “Rasulullah Saw. Saw bersabda : Barangsiapa yang merasa pernah berbuat aniaya pada saudaranya, baik berupa kehormatan maupun hartanya atau lain-lainnya, maka hendaklah ia segera meminta maaf darinya sekarang juga, sebelum datang suatu hari yang tiada harta dinar maupun dirham, jika ia mempunyai amal shalih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya “. (Bukhari dan Muslim).7 Yang dimaksud dengan penganiayaan di sini adalah berupa caci maki, tipuan, ghibah, termasuk korupsi. Dalam satu hadits dari Abdullah bin Amr bin Al-„Ash berkata, bahwa Rasulullah Saw. Saw. bersabda yang artinya berbunyi : “Seorang Muslim yaitu yang selamat dari seluruh orang Islam dari gangguan lidah dan tangannya. Sedangkan muhajir itu adalah orang yang meninggalkan semua larangan Allah “. (Bukhari dan Muslim).8
Salim Bahreisy : Terjemah Riyadlus Salihin, 1. (Bandung : P.T. AlMa‟arif, 78), 223-224. 7 Ibid., 225. 8 Ibid., 6
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
107
Rafid Abbas Dari Abi Umamah (iyas) bin Tsa‟labah al-Haritsah berkata : “Bahwa Rasulullah Saw. Saw. bersabda yang artinya berbunyi: “Barangsiapa yang mengambil hak seorang muslim dengan sumpah palsunya, maka Allah akan mewajibkan baginya neraka dan mengharamkannya dari surga. Seorang bertanya : walaupun barang sedikit ya Rasul? Jawab Rasul : Walau sekecil batang kayu arok (kayu untuk sikat gigi) “.9 Mengambil hak orang lain itu sudah dosa, apalagi disertai dengan sumpah palsu, hal ini menunjukkan bahwa orang tersebut seolah-olah barang yang telah diambilnya itu menjadi halal baginya. Adapun sumpah palsu itu bisa saja dalam bentuk sumpah jabatan ketika akan memangku jabatan atau sumpah setelah adanya kasus. Pada orang yang semacam ini Allah telah menetapkan baginya neraka. Dalam satu hadits disebutkan dari Ady bin Umairah, ia berkata : “Bahwa ia telah mendengar Rasulullah Saw. Saw. bersabda yang artinya berbunyi:“Barang siapa yang kami serahi tugas amal, lalu menyembunyikan sekecil jarum atau lebih, maka hal itu akan berupa ghulul (pengkhianatan) yang akan dipikul pada hari kiamat. Maka berdiri seorang hitam dari sahabat anshor dan berkata Ya Rasulullah Saw. ! terimalah kembali tugas yang engkau serahkan kepadaku itu. Rasul bertanya : Mengapa? Jawabnya : karena aku telah mendengar tuan berkata begini dan begitu. Sabdanya : Dan kini Aku berkata : Dan barang siapa yang kami serahi tugas amal, maka harus apa yang diberikan kepadanya boleh diambil dan yang tidak, hendaknya ditinggalkan”.10 Tugas yang dimaksud disini adalah tugas dalam memungut amal atau zakat. Di awal Islam masalah korupsi ini juga sudah ada, sebagaimana hadits riwayat Muslim dari Umar bin Khattab, ia berkata yang artinya : “Ketika selesai perang khaibar, datanglah seorang shahabat Nabi Saw. yang menyebut-nyebut bahwa si Fulan telah mati sahid, 9
Ibid., 227-228. Ibid., 229.
10
108
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam sehingga orang banyak menyebut si Fulan mati shahid, kemudian secara mendadak Nabi Saw. berkata : Tidak, saya telah melihatnya dalam neraka karena ia mengambil mantel dari ghanimah yang belum dibagi (Ghulul)”.11 Hadits di atas telah dikuatkan oleh sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Khaulah binti Tsamir (istri Hamzah), yang artinya berbunyi : “Sesungguhnya ada beberapa orang yang menggunakan harta baitul mal dengan tidak hak, maka baginya adalah api neraka di hari kiamat”.12 Hadits dalam riwayat Umar bin Khattab, merupakan penjelasan dari firman Allah dalam surat Ali Imron Ayat 161, yang artinya berbunyi : “Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, Maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.13 Tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa korupsi merupakan fenomena kebudayaan manusia yang cukup tua. Barang kali hampir sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Paling tidak dapat diperkirakan bahwa fenomena korupsi sudah muncul dalam sejarah peradaban manusia, sejak manusia itu mengenal sistem hidup bersama yang terorganisir. Dalam sejarah Islam, praktik korupsi juga telah ditemukan sejak periode yang relatif dini, setidaknya beberapa kitab Hadits menyebutkan antara lain, Sunnan at-Tirmidzi, Sunnan Abi Daud, Musnad Abi Ya‟la, al-Mu‟jam al-Kabir, Tafsir at-Tabari, Asbab an-Nuzul dari al-Wahidi dan Musnad Imam Ahmad. Sebagaimana diketahui masyarakat Islam di zaman Nabi Saw., khususnya pada periode Ibid., Muhammad Nashiruddin al-Bani, Shahih Sunan at-Tirmidzi 2, terjemah Fakhrurazi, (Jakarta : Pustaka Azam, 2006), 288-289. 13 Depag.R.I : Al-Qur’an dan Terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia, (Mamlakatul Arabiyah Asy-Su‟udiyah), 3: 161. 11 12
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
109
Rafid Abbas Madinah, telah menjadi suatu masyarakat yang terorganisir secara rapi, bahkan dinyatakan bahwa Madinah sendiri merupakan sebuah negara, kota yang dilengkapi dengan sebuah konstitusi, yang belakangan dikenal dengan Konstitusi Madinah. Itu berarti di sana telah terdapat suatu struktur kekuasaan dan adanya kekayaan publik untuk mengelola dan mengenai kepentingan penyelenggaraan kekuasaan itu. Dengan demikian, dapatlah dibuat suatu gambaran bahwa dalam masyarakat tersebut tentu ada korupsi dalam bentuk tertentu, walaupun hanya kecil. Bilamana mempelajari rekaman-rekaman yang mencatat sejarah awal Islam, maka isu melihat korupsi muncul pada periode Madinah awal. Dalam hal ini, ditemukan sebuah riwayat bahwa dalam Perang badar tahun 2 H. terjadi korupsi, yaitu raibnya sehelai beludru merah rampasan perang yang diperoleh dari kaum musyrikin. Tetapi ada pula riwayat yang menerangkan bahwa yang hilang itu adalah pedang. Laporan mengenai hilangnya beludru merah dalam perang Badar ini ditemukan dalam beberapa sumber orisinil, yaitu Sunan at-Tirmidzi, Sunnan Abi Daud, Musnad Abi Ya‟la, al-Mu‟jam al-Kabir, Tafsir at-Tabari, Asbab an-Nuzul dari al-Wahidi. Dalam Sunnan al-Tirmidzi yang artinya: “Telah menyampaikan kepada kami Qutaibah: telah menyampaikan kepada kami Abdul Wahid Ibn Ziyad dari Khusaif (dilaporkan bahwa ia berkata): Miqsan telah menyampaikan kepada kami seraya berkata: Ibnu Abbas mengatakan: Ayat ini “wa ma kana li nabiyyin an yagulla” turun mengenai kasus beludru merah yang hilang pada waktu Perang Badar. Beberapa orang mengatakan: Barangkali Rasulullah Saw. Saw. mengambilnya, maka Allah menurunkan “wa ma kana li nabiyyin an yagulla” hingga akhir ayat (HR. Tirmidzi).14 Peristiwa hilangnya beludru merah seperti tersebut dalam sumber di atas dinyatakan sebagai sebab turunnya Ayat 161 Surat Ali-Imran “wa ma kana li nabiyyin an yagulla” (Tiada seorang Nabi akan melakukan gulul/ korupsi). Akan tetapi juga terdapat riwayat lain yang mengaitkan turunnya ayat 161 Surat Ali Imran tersebut dengan peristiwa Perang Uhud (tahun 3 H). Bahkan ada 14
110
Nashiruddin al-Bani, Shahih Sunan..., 288-289.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam riwayat melalui Juwaibir (w. 140 – 150 H. / 757 – 767 M.) dari adDhahak (w. 102 H / 721 M.) dari Ibn Abbas (w. 68 H. / 688 M.) yang menghubungkan turunnya ayat ini dengan kasus pembagian ghanimah pada perang Hunain (tahun 8 H.). Hanya saja dalam kitab al-Ijab fi Bayan as-Sabab oleh Syihabuddin Abu al-Fadl (w. 852 H. / 1447 M.) ditegaskan bahwa Juwaibir melakukan kekeliruan dan yang benar adalah ayat itu turun pada waktu perang Uhud. Selain itu Juwaibir merupakan periwayat tafsir Ibn „Abbas yang dinilai sangat lemah (da‟if jiddan). Pendapat lain dari at-Tirmidzi menyatakan Hadits tersebut sebagai hadits Hasan. Hanya saja penilaian at-Tirmidzi bukanlah final, tetapi dapat diuji ulang. Bila melihat sanad dari riwayat di atas ternyata bahwa seluruh versi dari riwayat tersebut dilaporkan melalui Khusaif Ibn Abdurrahman dan tidak ada orang lain yang meriwayatkan hadits itu dari sumber (guru) Khusaif, sehingga riwayat Khusaif ini tidak memiliki pengikut (mutaba‟ah). Karena itu, ia merupakan Hadits gharib, sebagaimana dikatakan oleh atTirmidzi. Khusaif sendiri adalah penduduk Harran (Suriah) dan meninggal di Kuffah pada tahun 137 H/ 755 M. Ia dinilai oleh jumhur ahli hadits sebagai rawi yang tidal reliabel. Ia sangat kacau dan banyak melakukan kesalahan dalam periwayatan. Yahya Ibn Said al-Qattan (w. 198 H/ 814 M). Namun demikian, ada juga ahli hadits yang menganggapnya terpercaya seperti Ibn Sa‟id (w. 230 H / 844 M.) yang menyatakan “kana tsiqah” (ia rawi terpercaya). Ibn Hibban (w. 354 H/ 965 H) tidak mencatatnya dalam daftar orang-orang terpercaya dalam kitab al-Tsiqat, melainkan memasukkannya dalam kitab al-Majruhin (orang-orang tercela/ cacat kualitas) dan mengatakan bahwa yang adil adalah bahwa menerima haditshadits riwayatnya yang sesuai dengan riwayat para rawi yang terpercaya, dan menolak hadits-hadits yang tidak memiliki pengikut (mutaba‟ah). Pada umumnya para ulama menghubungkan ayat 161 Surat Ali-Imran dengan peristiwa perang Uhud yang terjadi pada tahun ke-3 H. Dalam peristiwa ini, strategi Nabi Saw. adalah menempatkan pasukan pemanah pada posisi di atas bukit di belakang pasukan Rasulullah Saw. dan pasukan pemanah itu bertugas melindungi pasukan Rasulullah Saw. di bawah bukit dari serangan pasukan musyrikin dari belakang. Pada awalnya
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
111
Rafid Abbas pasukan Rasulullah Saw. berhasil mengalahkan pasukan musyrikin dan mereka lari. Melihat kemenangan itu pasukan pemanah di atas bukit meninggalkan posisi mereka untuk berebut rampasan perang, sehingga akibatnya kemudian kemenangan mereka berubah menjadi kekalahan. Ketika melihat mereka turun, sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab al-Ijab, Nabi Saw.. bersabda: “Bukankah saya perintahkan kepada kalian agar tidak meninggalkan posisi sampai ada perintah saya”. Mereka menjawab: “Masih ada beberapa teman kita berdiri di sana”. Pada waktu itu Nabi berkata: “Sebenarnya kalian pasti mengira bahwa kami melakukan ghulul.” Untuk menyanggah anggapan itu, maka turunlah ayat “wa ma kana li nabiyyin an yagulla…” (Q.S. 3: 161), yang oleh al-Thabari ditafsirkan “Bukanlah sifat para Nabi untuk melakukan ghulul dan orang yang melakukan ghulul bukanlah nabi.” Hadits tersebut menceritakan tentang korupsi yang jumlahnya kecil dalam bentuk mantel, peristiwa ini menekankan beratnya dosa korupsi. Korupsi dalam kategori seorang diri melalui penggelapan kekayaan publik. Dalam kasus ini koruptor yang telah meninggal itu telah menggelapkan ghanimah (harta rampasan perang) dan tidak melaporkan kepada Nabi Saw. sehingga dalam hadits lain Rasulullah Saw. saw bersabda :
ٍِْ َد َخ َمٚ اَ ْن ِك ْج ُش َٔ ْان ُغهُْٕ ِل َٔان َّذ: س ٍ َ ًي ٍْ َيبدَ َُْٔ َٕ ثَ ِشٖ ٌء ِي ٍْ صَال: "قَبل "ص َْان َ َُّخ
Artinya:
“Barangsiapa yang meninggal dalam keadaan bebas dari tiga hal, yakni kesombongan, ghulul (korupsi) dan hutang, maka ia masuk surga“.15 Mengingat kerasnya ucapan Rasulullah Saw. bahwa orang yang mengambil mantel itu berada di neraka, bukan mati syahid. Maka dapat disimpulkan, bahwa korupsi sekecil apapun pasti berdampak pada diri pelakunya, apalagi yang besar. Bahkan dalam hadits lain Rasulullah Saw. menjelaskan, yang artinya : “…Tentang kisah seseorang yang mengadakan perjalanan panjang, rambutnya kusut penuh dengan debu, ia mengadahkan kedua tangannya ke langit sembari memanjatkan doa Ya Rabbi, Ya Rabbi, namun makanannya bercampur dengan yang haram, 15Ibid.,
112
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam minumannya bercampur dengan yang haram, dan segala kebutuhannya juga bercampur dengan yang haram, bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan oleh Allah”? ( HR. Muslim). Hadits di atas merupakan penjelasan dari firman Allah yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat : 186, di mana Allah memberi syarat bahwa doa seorang hamba akan dikabulkan asalkan mereka menjawab perintah-Ku, yakni menjalankan segala perintah-Nya. Jika sudah menjalankan segala apa yang diperintah, tentunya akan terhindar dari segala apa yang dilarang, termasuk korupsi. Semua nash di atas menunjukkan bahwa korupsi itu sangat besar dampaknya, baik bagi pelakunya, dan semua orang yang terlibat di dalamnya. Semua itu menunjukkan bahwa pelaku dan yang mendukung korupsi tetap akan menjadi catatan keburukan di sisi Allah. Bahkan segala macam doanya tidak akan dikabulkan, dari itu segala macam shadaqah, zakat, infak, bahkan melaksanakan ibadah haji yang dihasilkan dari korupsi, tidak akan bermanfaat bagi pelakunya. Dampak lain dari pelaku korupsi itu sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dan atTirmidzi, dari Abi Hurairah, berbunyi :
هللا َي ٍْ الَ ِدسْ َْ َى نَُّ َٔالَ َيزَب َع َ أَرَ ْذسُْٔ ٌَ َي ٍِ ْان ًُ ْف ِه ِ َب َسسُْٕ َلٚ َُبْٛ س قَبنُْٕ ا اَ ْن ًُ ْف ِهسُ ِف قَ ْذ َشزَ َى َْ َزاَِٙأْرَٚٔ صالَ ٍح َٔ َص َكب ٍح َ َٔ َ ِبوٛص َ ِقَب َل إِ ٌَّ ْان ًُ ْفه ِ ِ ثَِٙأْرٚ ٍْ َيِٙس ِي ٍْ أُ َّيز ْ ََُِٛ ُْؤ َخ ُز نَِٓ َزا ِي ٍْ َح َسَُبرِ ِّ ََْٔ َزا ِي ٍْ َح َسَُبرِ ِّ فَئِ ٌْ فَٛة َْ َزا َٔأَ َك َم َيب َل َْ َزا ف ذ َ ض َش َ َٔ ُ ْ َ ُ ُ ِّ ص َّىْٛ َذ َعه ْ ْ ِّئَزِ ِٓ ْى فَط ِش َحَٛب أ ِخ َز ِي ٍْ َسٚ ِّ ِيٍَ ان َخطَبْٛ َ َيب َعهَٙ ض ِ َقٚ ٌْ َح َسَُبرُُّ قَ ْج َم أ .بس ِ َُّ انُٙ ِش َ ِف
Artinya:
“Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu ? mereka (shahabat) menjawab, Wahai Rasulullah Saw., orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang mempunyai dirham dan harta benda, Rasulullah Saw. saw bersabda: Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat nanti dengan (amalan) shalat, zakat, puasa, dan haji, namun ia pernah mencaci (orang) ini, merampas harta (orang) ini, mencemari kehormatan (orang) ini, memukul (orang) ini, dan membunuh (orang) ini. Lalu diambillah kebaikannya untuk (orang) ini, juga kebaikannya
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
113
Rafid Abbas untuk (orang) ini lagi, jika kebaikannya telah habis sebelum ia tunaikan tangunggannya, diambillah sebagian kesalahankesalahan mereka dan dicampakkan kepadanya, akhirnya ia dicampakkan ke neraka.16 Hadits di atas menunjukkan bahwa korupsi, pungli, tukang todong, perampas hak orang lain, pemungutnya, penulisnya, saksinya dan semua orang yang mempunyai andil di dalamnya, akan bangkrut segala amalannya di hari kemudian nanti, walau mereka banyak beribadah kepada Allah. Dan kedudukan mereka itu tak ubahnya bagaikan pelaku syirik kecil, atau riya‟, yakni beramal bukan karena Allah, ibarat batu gunung, yang di atasnya ada pasir, kemudian datang hujan, maka tersapu bersihlah semua pasir itu. Adapun pasir itu diibaratkan sebagai amalan manusia, maka habislah amalannya, bahkan akan minus. Bagaimana dengan kita, apa masih ingin korupsi?. Cara Menghindari Korupsi Dalam hukum Islam telah dijelaskan bahwa yang halal telah jelas dan yang haram juga jelas, akan tetapi di antara keduanya itu terdapat perkara yang masih diragukan oleh manusia. Barang siapa yang menjaga keduanya dalam arti hati-hati dan tidak mencari pembenaran dirinya dari kesalahan, maka orang yang demikian ini akan selamat dikemudian hari, selamat semuanya, untuk itu Rasulullah Saw. menjelaskan dalam satu hadits yag berbunyi :
ُ َس ًِع: َقُْٕ ُلٚ ْشٛبٌ ث ٍِْ ثَ ِش ٌٍِّ َٛ إِ ٌَّ ْان َحالَ َل ث: َقُْٕ ُلٚ "هللا "ص ِ ْذ َسسُْٕ َل ِ ًَ ع ٍَِ انُُّ ْع ٌ ََُُِٓٓ ًَب ُيزَ َشبثْٛ َ ٌٍِّ َٔثََٛٔ ْان َح َشا َو ث د ِ بس فَ ًِ ٍِ ارَّقَٗ ْان ًُ َشجََّٓب ِ َُّ ٌش ِيٍَ انْٛ َِ ْعهَ ًَُٓب َكضَٚبد ال ُ ُْٕ ِشٚ ًَٗ َشْ عَٗ َحْٕ َل ْان ِحٚ اع ك ِ ان ُّشجَُٓبِٙض ِّ َٔ َي ٍْ َٔقَ َع ف ِ ُِْ ِّ َٔ ِعشْٚ إِ ْسزَ ْج َشأَ نِ ِذ ٍ د َك َش ْان َ َس ِذِٙبس ُيُّ أَالَ َٔإِ ٌَّ ف ِ ُ َٕاقِ َعُّ أَالَ َٔإِ ٌَّ نِ ُكمِّ َيهَ ٍك ِح ًَٗ أَالَ َٔإِ ٌَّ ِح ًَٗ هللاِ َي َحٚ ٌْ َأ ْ صهَ َح ْان َ َس ُذ ُكهُُّّ َٔإِ َرا فَ َسذ ْ صهَ َح َٗ ِْ َٔ ََد فَ َس َذ ْان َ َس ُذ ُكهُُّّ أَال َ ذ َ ُيضْ َغخً َٔإِ َرا ُْانقَ ْهت Artinya : “Dari Nukman bin Basyir Ra. Bercerita : bahwasanya ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Perkara yang haram telah jelas dan perkara yang haram telah jelas pula, di 16
114
Ibid.,
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam antara keduanya ada beberapa perkara yang di ragukan, yang tidak di ketahui (hukumnya) oleh kebanyakan orang, barang siapa yang menjauhi perkara-perkara yang di ragukan itu, berarti dia memelihara agama dan kesopanannya. Barang siapa yang mengerjakan perkara yang di ragukan, sama dengan gembala yang mengembalakan ternaknya di pinggir jurang, dikhawatirkan dia terjatuh ke dalamnya. Ketahuilah, semua raja mempunyai larangannya. Ketahuilah pula, larangan Allah ialah segala yang diharamkannya. Ketahuilah, di dalam tubuh ada segumpal daging. Apabila daging itu baik, maka baik pulalah tubuh itu semuanya. Dan apabila daging itu rusak, maka binasa pulalah tubuh itu seluruhnya. Ketahuilah, daging itu ialah jantung”. (Bukhari).17 Hadits di atas ada dua kemungkinan maknanya. Pertama, seseorang yang terjerumus ke dalam perkara yang diharamkan, sedangkan ia mengira bahwa hal itu bukan haram. Kedua, seseorang yang dekat dan hampir terjerumus ke dalam perkara yang haram, sehubungan dengan hal ini segala kemaksiatan yang menjerumuskan seseorang ke dalam kekufuran. Akibatnya jika ada satu pelanggaran terhadap syari‟at Islam sekecil apapun akan menimbulkan pelanggaran yang lebih besar, sehingga akan menimbulkan kekufuran. Jadi segala peraturan syari‟at Islam itu ibarat penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi orang kafir. Di sini diperlukan sikap wara‟ (rasa takut melanggar syari‟at). Bila melihat ayat dan hadits di atas, maka dapat difahami bahwa segala apa saja yang dikatakan dari mulut seseorang itu lebih banyak dipengaruhi oleh apa yang dimakan dan minumnya. Jika yang masuk itu sesuatu yang tidak baik atau yang dilarang oleh Allah, maka yang akan keluar pun juga tidak baik. Sedangkan Allah itu suci, dan yang sampai kepada-Nya juga suci, dari itu kata-kata yang suci itu berasal dari tubuh yang suci pula, dan jika seseorang berdoa kepada Allah maka ia harus menjaga segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuhnya. Jadi jika 17Al-Imam
Zainuddun Ahmad bin Abdul al-Latif Az-Zabidi, Mukhtasar Shahih Al-Bukhari, Penerjemah Ahmad Zaidun, (Jakarta : Pustaka Amani, 1996), 568.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
115
Rafid Abbas persyaratannya tidak dipenuhi maka doanya tidak akan dikabulkan, di antara syaratnya itu sebagaimana dalam sebuah hadits berikut ini. Dalam satu riwayat dari Hafidz bin Mardawaih dari Ibnu Abbas ketika ia membaca ayat yang artinya : Hai manusia ! makanlah barang-barang yang halal lagi baik yang terdapat di muka bumi ini. Tiba-tiba Sa’ad bin Abi Waqqash berkata : Ya Rasul ! tolong doakan kami agar doa kami selalu dikabulkan. Nabi menjawab : Hai Sa’ad jagalah makananmu, tentu akan makbul doamu. Dari hadits ini dapat difahami bahwa sebagai syarat agar doa yang dipanjatkan selalu dikabulkan oleh Allah, maka hendaklah menjauhkan diri dari barangbarang yang diharamkan-Nya, sebab barang yang diharamkan oleh Allah atau banyak berbuat maksyiyat, akan menghalangi dalam berhubungan dengan Allah dan sudah pasti doanya tidak dikabulkan. Sehubungan dengan masalah ini ada satu hadits yang berbunyi :
،ِّجًبَٛ ََّ ُم إِالَٛ ْقٚ َِّتٌ الَٛ َ إِ ٌَّ هللا:" قَب َل َسسُْٕ ُل هللاِ "ص: شحَ قَب َلٚ ْشٙع ٍَْ أث َُّٓب انشُّ ُس ُمَٚب أٚ : ٍََٗ فَقَب َل رَ َعبنْٛ ٍَِ ِث ًَب أ َي َش ِث ِّ ْان ًُشْ َسهْٛ َُِٔإِ ٌَّ هللاَ أَ َي َش ْان ًُ ْؤ ِي ٍَ آ َيُُْٕ ا ُكهُْٕ اْٚ َُّٓب انَّ ِزََٚب أٚ : ٗ َٔقَب َل رَ َعبن، صب ِن ًحب َ د َٔا ْع ًَهُْٕ ا ِ ِّجَبَُّٛكهُْٕ ا ِيٍَ انط َ ُم ان َّسفَ َش أَ ْش َعْٛ ُِطٚ صُ َّى َر َك َش ان َّش ُج ُم،د َيب َس َص ْقَُب ُك ْى ِّ ْٚ َ َذٚ َ ًُ ُّذٚ ش أَ ْغجَ َش ٍ ِّجَبَٛ ٍْ ِي ْ َب َسةِّ َٔ َيٚ َِّب َسةٚ إِنَٗ ان َّس ًَب ِء ط َع ًُُّ َح َشا ٌو َٔ َي ْش َشثُُّ َح َشا ٌو َٔ َي ْهجَ ُسُّ َح َشا ٌو 18 .َُُّ ْسزَ َ بةُ نٚ َََّٗ٘ ِثبن َح َ َس ِاو فَأ َ َٔ ُغ ِّز Artinya : “Dari Abu Hurairah dia berkata : Rasulullah Saw. saw bersabda : Sesungguhnya Allah itubaik, tidak menerima kecuali sesuatu yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang yang beriman sebagaimana Dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firman-Nya : Wahai para rasul, makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan Dia berfirman : Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang yang melakukan perjalanan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata : Ya Rabbku, Ya Rabbku, padahal Muhammad bin Abdullah al-Jardani al-Dimyati, al-Jauhar alLu’luiyyah Fi Syarah al-Arbain al-Nawawiyyah, (Beirut : al-Yamamah, 1997), 161. 18
116
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan?”. ( HR. Muslim). Adapun laki-laki yang berdoa dan disebutkan dalam hadits di atas, mempunyai empat sifat : 1. Dia melakukan shafar yang jauh, dan hal ini sebenarnya merupakan salah satu sebab terkabulnya doa. 2. Dia dalam keadaan kusut dan berdebu dan dalam keadaan bersedih. Keadaan yang demikian ini merupakan salah satu sebab terkabulnya doa. 3. Dia mengadahkan kedua tangannya sambil bedoa. itu merupakan sebab terkabulnya doa. 4. Dia mengucapkan kalimat “Ya Rabbku, Ya Rabbku”, ini merupakan kalimat terkabulnya doa. Namun orang tersebut tidak dikabulkan doanya dikarenakan makanan dan minuman serta segala kebutuhan hidupnya dipenuhi dengan sesuatu yang tidak halal. Dalam hadits di atas ada kalimat جًبِّٛ َ ََّ ُم إِالَٛ ْقٚ َ( الtidak menerima kecuali yang baik). Hadits ini didukung oleh : ayat yang artinya berbunyi : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Al-Baqarah: 267).19 Allah tidak menerima semua amalan yang kotor, riya‟, „ujub dan yang sejenisnya, karena riya‟ itu ibarat batu gunung yang di atasnya ada pasir kemudian datang hujan, maka tersapulah semua debu yang ada, itulah amalan riya‟ ( QS. alBaqarah: 264). Sedangkan yang dimaksud dengan tayyib di sini 19
Q.S. 2: 267.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
117
Rafid Abbas adalah segala sesuatu yang halal, sebagaimana yang dijelaskan oleh kedua ayat yang artinya “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (AlMukminun :51).20 Dan ayat yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepadaNya kamu menyembah”. (Al-Baqarah : 172).21 Itulah yang menjadi syarat terkabulnya doa-doa yang baik, (bukan yang tidak baik), yakni dari makanan dan minuman yang halal. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Ibnu Abbas ketika membaca ayat ini, tiba-tiba Sa‟ad bin Abi Waqqash berkata kepada Rasul : Ya Rasul, tolong doakan kami agar doa kami dikabulkan, Rasul menjawab: “Hai Sa’ad jagalah makananmu, tentu doamu akan makbul”. Dan jika belum dikabulkan, maka doa seseorang itu dalam satu hadits riwayat At-Tirmidzi Ubadah bin Shamit berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda :
ْ ٍَص َشفَ َع ُُّْ ِي َ ََّْٔبَْب أَٚ ْذ ُعٕهللاَ ِث َذ ْع َٕ ٍح إِالَّ أَرَبُِ هللاُ إٚ ض ُي ْسهِ ٌى ِ َْيب َعهَٗ أألَس ُ َ ْذٚ انسُّٕ ِء ِي ْضهََٓب َيبنَ ْى إِ ًرا: فَقَب َل َس ُج ٌم ِيٍَ ْانقَْٕ ِو، ٍْىٛ َع ِخ َس ِحْٛ ع ِث ْئص ٍى أَْٔ قَ ِط )٘ (انزشيز. أَهللُ أَ ْكضَ ُش: قَب َل،َُ ْك ِض َش Artinya: “Tiada seorang Muslim diatas bumi ini yang berdoa kepada Allah melainkan diterima (doanya) atau dihindarkan dari padanya bala’, asalkan tidak berdoa terhadap suatu dosa atau memutuskan silaturrahmi. Maka tiba-tiba seseorang berkata: Jika demikian kami akan memperbanyak doa saja, Rasul bersabda: Allah lebih banyak karunia-Nya”. (dalam riwayat Hakim dari Abu Sa’id ditambahkan bahwa: Allah akan menyimpan baginya pahala sebesar permintaannya).22 Jika seseorang berdoa, maka ada tiga hal. Pertama, diterima doanya. Kedua, dihindarkan dari bala‟/ musibah, Q.S. 23: 51. Q.S. : 2: 172. 22 Nashiruddin al-Bani, Shahih Sunan..., 476. 20 21
118
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
Korupsi dan Solusinya dalam Perspektif Islam asalkan doanya itu tidak untuk memutuskan tali silaturahmi atau untuk perbuatan dosa. Ketiga, ditangguhkan doanya/ disimpan sampai hari akhirat. Adapun iblis itu bukan dikabulkan doanya, akan tetapi ditangguhkan, sebagaimana firman-Nya yang terdapat dalam surat al-A‟raf Ayat 15. Makanan dan minuman, pakaian dan segala kebutuhan yang halal dan baik sebagai standar diterimanya doa. Jadi seperti khamar (dalam hal ini yang dilaknat ada 10 macam: 1. dzatnya, 2. yang meminum, 3. yang menuangkan, 4. yang menjualnya, 5. yang membelinya, 6. yang memerasnya, 7. yang meminta diperaskan, 8. yang membawanya, 9. yang menerimanya, dan 10. yang memakan hasilnya). Dalam Surat Al-Maidah Ayat 2, dinyatakan bahwa Allah melarang tolong menolong dalam hal perbuatan dosa. Judi, korupsi, hasil pelacuran semua termasuk yang tidak diterima doanya. Juga temasuk pelaku makas (pungutan liar), yang terdiri dari pemungutnya, penulisnya, saksinya, maupun pelaku utamanya. Akibatnya sudah bisa ditebak bahwa akidah mereka itu rapuh karena ibadahnya itu tidak dilandasi oleh fondasi yang kuat. KESIMPULAN Korupsi atau Ghulul adalah perbuatan yang mengandung pengkhianatan terhadap harta ummat. Dikatakan pengkhianat karena tidak menjalankan tugas dengan baik, yang sesuai dengan tuntunan Islam. Korupsi itu bisa dilakukan oleh siapa saja, baik perorangan maupun kelompok. Dampak dari koruptor dalam Islam itu, antara lain segala macam doanya tidak akan dikabulkan, selama pelakunya masih menggunakan harta umat dengan tidak benar, dan di hari kemudian nanti para pelaku koruptor akan dimintai pertangungjawabannya, yakni segala amalannya yang dibawa, seperti ibadah shalat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya itu, akan dikurangi yang disebabkan pernah korupsi selama hidupnya. Pengurangannya itu sudah pasti berdampak, semua itu tergantung berapa banyak yang dikorupsi, jika timbangannya kurang, maka ia akan langsung masuk neraka.
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014
119
Rafid Abbas DAFTAR PUSTAKA Ahmad Warson Munawwir: Kamus Arab – Indonesia (Yoyakarta: Al-Muawwir, 1984). Al-Imam Zainuddun Ahmad bin Abdul al-Latif Az-Zabidi :Mukhtasar Shahih Al-Bukhari, Penerjemah: Ahmad Zaidun (Jakarta: Pustaka Amani, 1996). Depag.R.I : Al-Qur’an dan Terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia. Robert Klitgard dkk : Penuntun Pemberantasan Korupsi Dalam pemeritahan Daerah, alih bahasa: Masli Maris, Jakarta: yayasan Obor dan Partnership for Governance Reform In Indonesia. Salim Bahreisy, Terjemah Riyadlus Salihin,1., Bandung: P.T. AlMa‟arif. Muhammad Nashiruddin al-Bani: Shahih Sunan at-Tirmidzi 2, terjemah : Fakhrurazi (Jakarta : Pustaka Azam, 2006). Syed Husen al-Alatas, Korupsi: sifat, sebab dan fungsi, terjemah Nitwono (Jakarta : LP3ES, 1987).
120
Al-Ahwal, Vol. 6, No. 1 April 2014