ARTIKEL PENELITIAN
Korelasi Skor SOFA dengan Kadar Laktat Darah dan C-Reactive Protein pada Pasien Sepsis Ismawati Irwan, Syafruddin Gaus, Syafri Kamsul Arif
ABSTRACT
This study aims to observe the relationship between SOFA score, blood lactate level and CRP level in sepsis patients in the ICU. Lactate measurement is a component of the sepsis resuscitation bundle after diagnosis is confirmed, while CRP is an acute phase protein, which level is increased in inflammatory processes. The experts suggested that there is correlation between SOFA score with blood lactate and CRP levels in septic patients in the ICU. SOFA score is used because it has simpler components compared with APACHE and SAPS scores to evaluate multiple organ failure, which is a clinical pattern of the continuous and progressive organ dysfunction. This study is a cross sectional study that included 54 samples, using consecutive sampling technique. Routine assessments were done for vital signs, GCS, and laboratory tests including white blood cells count, platelet count, total bilirubin, creatinin, blood gas analysis, and CRP. SOFA score were evaluated for each sample.The results of this study show a positive correlation between SOFA score and both blood lactate and CRP level in sepsis patients in the ICU. Patients in the ICU have mean SOFA score of 7.89, with most of the patients having grade II organ dysfunction with mean lactate level and CRP level 4.05 mmol/L and 133.9 mg/dL, respectively. Organ system that have profound effect on the blood lactate level and CRP in sepsis patients is cardiovascular (r=0,767 and r=0,504 with p=0,002). Bagian Anestesiologi Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Korespondensi :
[email protected] Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
Keywords: Sepsis, SOFA score, blood lactate level, CRP. (Maj Ked Ter Intensif. 2012; 2(4): 183 - 90) PENDAHULUAN
Sepsis adalah sindrom respons inflamasi sistemik (systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang disertai tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan negatif biakan positif terhadap organisme yang berasal dari tempat tersebut)1. Fokus infeksi pada sepsis dapat terjadi pada semua organ, baik saluran napas, abdomen, otak dan lain-lain, meskipun hasil biakan darah tidak harus positif 2. Pada pasien sepsis dapat terjadi peningkatan laktat karena adanya hipoperfusi jaringan, dan laktat dapat mewakili petanda adanya hipoksia jaringan. Laktat merupakan zat perantara metabolik yang tidak toksik dan dapat diproduksi oleh semua sel. Laktat darah telah lama diketahui sebagai indikator beratnya penyakit dan sebagai faktor prediktor prognosis3. Laktat dapat juga digunakan sebagai monitor pengelolaan syok dan sebagai variabel prognosis pada berbagai keadaan akut dan kritis4. Pengukuran laktat untuk memprediksi kemungkinan timbulnya syok septik maupun gagal organ multipel juga dinilai lebih baik dibandingkan dengan pengukuran variabel-variabel transpor oksigen (O2)5. Pedoman dari Surviving Sepsis Campaign (SSC) telah memberi kemajuan penting dalam promosi terapi optimal pasien sepsis.Menurut SSC, pemeriksaan laktat merupakan salah satu bagian dari Resuscitation Bundle. Resuscitation Bundle merupakan standar penatalaksanaan yang harus dilakukan dalam 6 jam pertama setelah diagnosis sepsis ditegakkan6. C-reactive protein (CRP) adalah salah satu protein fase akut yang terdapat dalam darah normal 183
Korelasi Skor SOFA dengan Kadar Laktat Darah dan C-Reactive Protein pada Pasien Sepsis
Tabel 1. Skor SOFA. SKOR SOFA Variabel 0 1 2 3 Respirasi, >400 ≤ 400 ≤ 300 ≤ 200 PaO2/Fi O2, mmHg Koagulasi, >150 ≤150 ≤100 ≤ 50 Trombosit, x103/µL Hati, <1,2 1,2-1,9 2,0-5,9 6,0-11,9 Bilirubin,mg/dl Dop>5 atau Kardiovaskular, Tidak ada MAP < 70 Dop≤5 atau Epi≤ 0,1, atau Hipotensi,mmHg Dobutamin NorEpi>0,1 Sistem Saraf Pusat, 15 13-14 10-12 6-9 GCS Ginjal, 3,5-4,7 Kreatinin mg/dL atau <1,2 1,2-1,9 2,0-3,4 atau produksi urine ml/hari < 500
4 ≤ 100 ≤ 20 >12,0 Dop>15, Epi > 0,1, atau NorEpi≤0,1 <6 >5 atau < 200
Keterangan : NorEpi = norepineprin; Dop = dopamin, FiO2 = fraction of inspiration oxygen Dikutip dari : Vincent JL, Moreno R, Takala J, Willats S, Mendoca D, Bruining H, et al.,1996. The SOFA (Sepsis-related Organ Failure Assessment) score to describe organ dysfunction/failure. Intensive Care Med;22:708.
yang kadarnya akan meningkat bila terjadi proses inflamasi. CRP telah digunakan sebagai penanda inflamasi akut, diproduksi oleh hati sebagai respons terhadap kerusakan jaringan dan infeksi. Kadar CRP pada plasma telah dilaporkan berhubungan paralel dengan beratnya infeksi dan sepsis. Kadar CRP sangat sensitif terhadap inflamasi sehingga telah banyak digunakan sebagai penanda sepsis7. Sindrom disfungsi organ multipel (multiple organ dysfunction syndrome/MODS), dikenal juga sebagai gagal organ multipel. Sindrom gagal organ multipel merupakan pola klinis dari disfungsi organ yang beruntun dan progresif yang biasa terjadi pada pasien dengan penyakit kritis8. Untuk menilai tingkat keparahan penyakit berdasarkan derajat disfungsi organ secara serial setiap waktu digunakan suatu skor yaitu sepsis-related organ failure assessment, yang kemudian dikenal dengan sequential organ failure assessment (SOFA).Skor SOFA digunakan oleh karena memiliki komponen yang lebih sederhana dibandingkan skor Acute Physiology and Chronic Health Evaluation (APACHE) II, dan Simplified Acute Physiology Score (SAPS) II. Skor SOFA memungkinkan para klinisi untuk memantau keseluruhan proses penyakit dibandingkan dengan skor lainnya (tabel 1)9. Tingginya angka mortalitas pada sepsis mengindikasikan perlunya dilakukan tindakan dan penelitian untuk mengurangi mortalitas ini, salah satunya dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini sepsis. Di Indonesia penelitian mengenai penggunaan 184
parameter kadar laktat dan CRP pada pasien sepsis masih sangat terbatas, di Makassar belum pernah dilakukan penelitian mengenai parameter laktat dan CRP pada pasien sepsis, oleh karena itu penelitian ini menjadi penting untuk mengetahui penatalaksanaan yang efektif pada pasien sepsis. METODE
Populasi yang masuk dalam penelitian ini adalah semua pasien yang dirawat di ICU RSWS yang terdiagnosa sepsis. Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling hingga jumlah sampel terpenuhi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan menggunakan desain studi potong lintang. Besar sampel pada penelitian ini ditentukan sebesar 54 sampel dengan N=61 pada jumlah populasi 112 dengan taraf kesalahan 5% (α=0,05). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria sepsis, usia ≤ 65 tahun, tidak mendapat terapi yang dapat meningkatkan kadar laktat seperti metformin dan setuju ikut dalam penelitian. Adapun kriteria eksklusi adalah menderita penyakit ginjal kronik dan atau hati kronik Pada setiap sampel dilakukan pemeriksaan tanda vital, GCS, pemeriksaan laboratorium seperti leukosit, trombosit, bilirubin, kreatinin, analisis gas darah, kadar laktat darah, dan penilaian skor SOFA.
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Ismawati Irwan, Syafruddin Gaus, Safri Kamsul Arif,
Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian Variabel Usia Jenis Kelamin Pria Wanita Total SOFA Kadar Laktat Kadar CRP
n % 54
Rerata 41,8
SD 13,04
Min 18
Max 61
32 59 22 41 54 54 3,02 1,48 54 139 104
0 0,9 6,0
17 7,6 384
HASIL Karakteristik Sampel
Selama periode Juli-Agustus 2012 didapatkan 54 pasien sepsis yang memenuhi kriteria penelitian. Dari 54 pasien yang memenuhi kriteria untuk dianalisis terdiri atas laki-laki 32 orang (59%) dan wanita 22 orang (41%). Usia pasien pada penelitian ini bervariasi, usia termuda yaitu 18 tahun dan tertua 61 tahun dengan rerata usia secara keseluruhan adalah 41,8 tahun dengan standar deviasi 13,04 tahun (tabel 2). Skor SOFA yang didapatkan sangat bervariasi dengan nilai minimum 0 dan maksimum 17 dengan rerata 7,78 dan standar deviasi (SD) 4,169. Kadar minimum laktat darah adalah 0,9 mmol/L dan kadar maksimal 7,6 mmol/L dengan kadar rerata 3,02 dan SD 1,48. Pada kadar CRP didapatkan kadar terendah yaitu 6 mg/L dan tertinggi adalah 384 mg/L dengan nilai rerata 138 dan SD 102,08 (tabel 2). Pada penelitian ini didapatkan 2 pasien (3,7%) tanpa disfungsi organ dengan kadar laktat rerata 1 mmol/L dan kadar CRP rerata 25,75 mg/L; 25 pasien (46,2%) dengan skor SOFA 2-7 (disfungsi organ tingkat I) didapatkan rerata kadar laktat darah 2,15 mmol/L dan rerata kadar CRP 90,85 mg/L; 13 pasien (24,1%) dengan skor SOFA 8-11 (disfungsi organ tingkat II) didapatkan rerata kadar laktat darah 4,05 mmol/L dan rerata kadar CRP 133,90 mg/L; serta 14 pasien (26%) dengan skor SOFA >11 (disfungsi
organ tingkat III) didapatkan kadar laktat rerata 5,1 mmol/L dan rerata kadar CRP 215,9 mg/L (tabel 3). Analisis Hubungan Skor SOFA dengan Kadar Laktat Darah dan CRP Uji statistik Spearman correlation test menunjukkan adanya korelasi positif antara skor SOFA dengan kadar laktat (r=0,767 dan p<0,001) yaitu semakin tinggi skor SOFA (semakin banyak disfungsi organ) semakin tinggi kadar laktat darah (tabel4). Demikian juga pada skor SOFA dengan kadar CRP berdasarkan uji statistik Spearman correlation test didapatkan korelasi positif diantara keduanya (r=0,504 dan p<0,001) yaitu semakin tinggi skor SOFA semakin tinggi kadar CRP (tabel4). Sedangkan berdasarkan uji statistik Linier Regresssion Test didapatkan bahwa peranan disfungsi organ yang diukur dengan skor SOFA terhadap peningkatan kadar laktat adalah 0,623 (62,3%) dan terhadap peningkatan CRP adalah 0,208 (20,8%) dan diperkirakan bahwa setiap perubahan satu skor SOFA akan menyebabkan peningkatan kadar laktat sekitar 0,29 mmol/L dan peningkatan kadar CRP sekitar 13,56 mg/L. Hubungan Kadar Laktat Darah dan CRP dengan Unsur-unsur SOFA
Korelasi unsur-unsur skor SOFA yang meliputi kardiovaskular, respirasi, koagulasi, ginjal, saraf dan hati dengan kadar laktat darah dan CRP
Tabel 3. Kadar laktat darah dan kadar CRP pada tiap tingkat disfungsi organ yang dinilai dengan skor SOFA SKOR Kadar Laktat Darah Kadar CRP n(%) SOFA Min Max Rerata Min Max Rerata 0 – 1 2(3,7) 0,9 1,1 1 24 27,5 25,75 2 – 7 25(46,1) 1 5,6 2,15 6 219 90,85 8 – 11 13(24,2) 2,2 4,9 4,05 12,7 318 133,9 > 11 14(26) 3,7 7,6 5,1 24 384 215,9 Data disajikan dalam bentuk persentase, minimum, maksimum dan rerata. Kadar laktat darah dalam mmol/L dan CRP dalam mg/dl.
Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
185
Korelasi Skor SOFA dengan Kadar Laktat Darah dan C-Reactive Protein pada Pasien Sepsis
Tabel 4. Korelasi skor SOFA dengan kadar laktat dan CRP Variabel Total SOFA - kadar laktat Total SOFA - kadar CRP
r 0,765 0,504
p 0,000 0,000
Spearman correlation test, signifikan jika p < 0,05
dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi multiple regression test. Berdasarkan analisis didapatkan bahwa sistem kardiovaskular merupakan organ penting yang berperan signifikan terhadap peningkatan kadar laktat darah, selanjutnya diikuti oleh sistem koagulasi (tabel 5). Dari hasil analisis korelasi komponen skor SOFA dengan kadar CRP berdasarkan analisis korelasi multiple regression test dapat disimpulkan bahwa disfungsi sistem kardiovaskular dan sistem saraf berperan signifikan terhadap peningkatan kadar CRP (tabel 6). PEMBAHASAN
Penelitian ini melibatkan 54 pasien sepsis yang memenuhi kriteria penelitian yang terdiri atas lakilaki 32 orang (59%) dan wanita 23 orang (41%). Usia pasien pada penelitian ini bervariasi dengan sampel termuda 19 tahun dan tertua 61 tahun dengan rerata 41,8 tahun dengan standar deviasi 13,04 tahun.Skor SOFA yang didapatkan pada penelitian ini antara 0-17 rerata 7,78 SD 4,169. Ferreira dkk melaporkan bahwa skor SOFA awal, tertinggi dan skor sofa ratarata berhubungan dengan angka mortalitas dan dapat digunakan untuk menilai derajat disfungsi organ saat pertama kali masuk ICU. Ferreira dkk juga menyebutkan bahwa skor sofa ≥11 mempunyai angka mortalitas >90% dan penurunan skor ini dalam 48 jam berhubungan dengan menurunnnya angka mortalitas sebesar 6% dan jika skor ini tidak berubah atau cenderung terjadi peningkatan maka
angka kematian meningkat 37% pada skor awal 2-7 dan 60% jika skor awal 8-1110. Kadar laktat pada penelitian ini didapatkan 0,97,6 mmol/L dengan rerata 3,02 mmol/L dan SD 1,48. Konsentrasi kadar laktat darah secara luas telah digunakan sebagai parameter untuk menilai oksigenasi jaringan pasien yang dirawat di ICU. Hiperlaktatemia berat selama syok merupakan standar indikator hipoksia selular dan laktat darah >5mmol/L selalu dihubungkan dengan keluaran yang buruk. “Debt “ oksigen diyakini terjadi karena rusaknya ekstraksi oksigen dan perubahan kebutuhan oksigen. Hiperlaktatemia yang terjadi selama sepsis dapat terjadi karena penurunan klirens laktat darah. Namun laktat juga dapat meningkat pada sepsis karena adanya kelebihan produksi atau penggunaannya yang kurang karena gangguan jalur metabolisme11. Kadar CRP pada penelitian ini berada pada kisaran 0-384mg/L dengan rerata 138 mg/L dan SD 102,08 . CRP meningkat jika ada proses inflamasi dan kadarnya tergantung pada intensitas stimulus dan kecepatan sintesis. Kadarnya juga tergantung pada keadaan patologis dan tidak dapat dimodifikasi dengan terapi atau intervensi seperti seperti terapi renal replacement. Hanya intervensi yang berefek pada proses inflamasi pada reaksi fase akut yang dapat mengubah kadar CRP. Pada stimulus yang sedemikian intensnya dapat meningkatkan konsentrasi CRP hingga 500 mg/L. Elevasi CRP nampak jelas terlihat pada infeksi invasif. Pedro menyebutkan bahwa pada SIRS rata-rata kadar CRP 70 mg/L, sepsis 98 mg/L, sepsis berat 145 mg/L dan syok septik 173mg/L12. Dari hasil penelitian ini didapatkan secara bermakna terdapat hubungan antara skor SOFA dengan kadar laktat darah yang ditunjukkan oleh uji statistik dengan korelasi Spearman didapatkan r=0,767dengan tingkat signifikansi 0,000(p<0,001). Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara
Tabel 5. Hubungan Komponen Skor SOFA dengan Kadar Laktat
Tabel 6. Hubungan Komponen Skor SOFA dengan CRP
Variabel r Respirasi – Laktat 0,375 Koagulasi – Laktat 0,469 Hati – Laktat 0,309 SSP – Laktat 0,204 Kardiovaskular – laktat 0,618 Ginjal – Laktat 0,358
Variabel Respirasi – CRP Koagulasi – CRP Hati – CRP SSP – CRP Kardiovaskular – CRP Ginjal – CRP
p 0,005 0,000 0,023 0,154 0,000 0,008
r 0,382 0,268 0,272 0,412 0,413 -0,146
p 0,015 0,049 0,050 0,002 0,002 0,310
Multiple regression test, signifikan jika p<0,05
Multiple regression test, signifikan jika p<0,05
186
Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Ismawati Irwan, Syafruddin Gaus, Safri Kamsul Arif,
skor SOFA dan kadar laktat darah yaitu semakin tinggi skor SOFA (semakin banyak disfungsi organ) maka akan semakin tinggi kadar laktat atau sebaliknya jika terjadi penurunan kadar laktat darah maka ada kecenderungan penurunan skor SOFA. Hal ini sama dengan yang dilaporkan oleh Lobo dkk yaitu 53% pasien dengan gagal multiorgan terjadi peningkatan kadar laktat serum (RR 1,52, CI 95%) dengan skor SOFA awal ≥312. Laktat darah juga dapat digunakan sebagai monitor pengelolaan syok dan sebagai variabel prognosis pada keadaan akut maupun kritis3.Pengukuran laktat untuk memprediksi kemungkinan timbulnya syok sepsis maupun gagal organ multipel juga dinilai lebih baik dibandingkan dengan pengukuran variabel-variabel transport oksigen4. Berdasarkan pengujian statistik linier regression test, pada penelitian ini didapatkan bahwa peranan disfungsi organ terhadap peningkatan kadar laktat darah adalah 0,623 (62,3%) dan diperkirakan setiap perubahan 1 skor SOFA akan mengubah kadar laktat darah sebesar 0,29 mmol/L. Kadar CRP juga didapatkan mempunyai hubungan yang bermakna dengan skor SOFA yaitu berdasarkan uji statistik korelasi Spearman didapatkan r=0,504 dengan tingkat signifikansi 0,000 (p<0,001). Terdapat korelasi positif antara keduanya yaitu semakin tinggi skor SOFA maka akan semakin tinggi kadar CRP atau sebaliknya jika terjadi penurunan skor SOFA maka ada kecenderungan penurunan kadar CRP.Seperti penelitian yang dilakukan oleh Lobo dkk menyimpulkan bahwa elevasi serum CRP pada pasien ICU yang heterogen berkorelasi dengan meningkatnya risiko kegagalan organ dan kematian (RI 0,25; CI 95%;p<0,05). Penurunan kadar CRP dalam 48 jam dihubungkan dengan menurunnya risiko kematian sekitar 15,4% dan peningkatan CRP dalam 48 jam diperkirakan meningkatkan risiko kematian sebesar 60,9%14. Pada penelitian ini juga dilakukan pengujian statistik linier regression test dan didapatkan bahwa peran disfungsi organ terhadap peningkatan kadar CRP adalah 0,208 (20,8%) dan diperkirakan setiap perubahan satu skor SOFA akan menyebabkan perubahan kadar CRP sebesar 13,56 mg/L. Pada penelitian ini juga menunjukkan adanya korelasi antara kadar laktat darah dan CRP terhadap unsur-unsur SOFA yang meliputi kardiovaskular, respirasi, koagulasi, ginjal, saraf, dan hati sehingga dari unsur-unsur ini didapatkan nilai skor SOFA yang akan menjadi salah satu predictor outcome. Hasil analisis korelasi disfungsi organ yang dominan dengan peningkatan kadar laktat darah adalah kardiovaskular kemudian diikuti oleh disfungsi Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
koagulasi. Adapun hasil analisis korelasi disfungsi organ yang dominan terhadap peningkatan kadar CRP adalah kardiovaskular dan sistem saraf. Hal ini sama seperti yang dilaporkan oleh Moreno dkk bahwa skor SOFA dengan disfungsi kardiovaskular berperan penting dalam outcome pasien ICU dengan OR 1.6815. Zidun dkk juga melaporkan bahwa pasien dengan skor SOFA dengan disfungsi kardiovaskular memiliki risiko kematian 14,7 kali dibandingkan yang tanpa disfungsi kardiovaskular yang hanya 7,6 kali15. Hal ini disebabkan oleh disfungsi mikrosirkulasi yaitu perpindahan aliran darah (shunting) dari daerah disfungsi mikrosirkulasi ke daerah dengan mikrosirkulasi yang masih baik sehingga terjadi gap pO2 antara aliran arteri dan vena mikrosirkulasi17. Bila hantaran oksigen tidak mencukupi kebutuhan oksigen maka terjadi kompensasi dengan meningkatkan ekstraksi oksigen dan bila mekanisme kompensasi ini mengalami kelelahan maka terjadi hipoksi jaringan yang menyebabkan metabolisme anaerob sehingga terjadi peningkatan laktat18. Kadar laktat darah merefleksikan metabolisme anaerob yang berhubungan dengan disoksia jaringan dan dapat digunakan untuk memprediksi prognosis serta respons terhadap terapi. Bukti terbaru menyebutkan bahwa konsentrasi laktat darah mungkin saja merupakan gambaran perubahan fungsi piruvat dehidrogenase, aktivitas Na/K-ATPase dan peningkatan laju glikolisis. Walaupun demikian peningkatan laktat sangat membantu untuk mengidentifikasi adanya hipoperfusi. Kadar laktat juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi pasien dengan crytic shock yaitu kondisi cadangan makrohemodinamik dengan perubahan mikrosirkulasi17. Demikian halnya korelasi antara kadar CRP dengan disfungsi sistem kardiovaskular. Berdasarkan uji korelasi didapatkan r=0,413 dan p=0,002.Zimmermann dkk melaporkan bahwa kadar CRP yang tinggi berhubungan dengan tingginya insiden risiko atherogenik vaskular dan kematian kardiovaskular13. CRP terdapat pada lesi aterosklerosis dan melalui ikatannya pada lemak dan lipoprotein akan mengaktivasi jalur komplemen klasik yang berkontribusi pada aterosklerosis. Dan nampaknya CRP juga berefek pada jalur nitrooksida (NO) yang mempunyai hubungan dengan disfungsi endotel19. Pada penelitian ini didapatkan adanya korelasi yang lemah antara kadar laktat dengan disfungsi sistem respirasi r=0,375 dan p=0,005. Lobo dkk menyebutkan bahwa skor SOFA dengan disfungsi respirasi yang tinggi berhubungan dengan mortalitas pada pasien dengan acute respiratory failure14. Pada 187
Korelasi Skor SOFA dengan Kadar Laktat Darah dan C-Reactive Protein pada Pasien Sepsis
keadaan fisiologis produksi laktat oleh paru sama dengan penggunaanya sehingga keseimbangannya sama dengan nol. Pada keadaan patologis keseimbangan berubah. De Backer dkk mendapatkan bahwa produksi laktat oleh paru akan meningkat pada acute lung injury(ALI) atau acute respiratory distress syndrome(ARDS) yang selalu terjadi pada pasien sepsis dan berhubungan langsung dengan kegagalan respirasi. Produksi laktat berhubungan dengan rasio antara tekanan oksigen arterial dengan fraksi oksigen inspirasi (PaO2/FiO2) dan juga dengan skor cedera paru (berkorelasi langsung)20. Mekanisme peningkatan produksi laktat pada paru karena cedera tidak hanya dipengaruhi oleh onset metabolisme anaerob tapi juga oleh karena pengaruh sitokin pada sel paru21. Kadar CRP dengan disfungsi sistem respirasi berkorelasi lemah r=0,382 dan p=0,015.CRP telah diketahui merupakan representatif sitokin proinflamasi dalam menginduksi sintesis protein secara dominan diproduksi dan disekresi oleh hepatosit serta disintesis oleh makrofag alveolar. Lobo dkk pada penelitiannya mendapatkan bahwa kadar serum CRP>10 mg/dl berhubungan dengan tingginya insiden kegagalan respirasi (CI 0,65 p <0,05). Namun peningkatan serum CRP mungkin saja merupakan mekanisme kontrol inflamasi akut dengan mengatur berkurangnya fungsi neutrofil. Serum dari pasien dengan risiko tinggi dan ARDS mempunyai neutrofil dengan aktivitas kemotaktik yang signifikan berkurang dibanding subjek normal. CRP menghambat influks neutrofil, melindungi paru dari cedera vaskular yang diinduksi oleh aktivitas sel PMN dan melindungi peningkatan permeabilitas vaskular13. Pada penelitian ini didapatkan korelasi yang lemah antara disfungsi ginjal dengan kadar laktat r=0,358 dan p=0,008. Pada kondisi normal ginjal merupakan organ penting untuk menurunkan laktat darah melalui metabolisme intrarenal dan ekskresi bersama urin. Pasien dengan gagal ginjal akut selama sepsis dianggap karena nekrosis tubular akut. Aliran darah ginjal, oksigenasi arterial dan konsentrasi hemoglobin sangat penting untuk mempertahankan penghantaran oksigen ginjal. Ekstraksi oksigen renal bisa terganggu pada pasien dengan sepsis22. Tidak ada korelasi antara disfungsi ginjal dengan kadar CRPr=-0,146 dan p=0,310. Konsentrasi serum CRP dan IL-6 nampaknya berbanding terbalik dengan fungsi renal pada fase predialitik gagal ginjal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Lobo dkk didapatkan bahwa tingginya kadar CRP berhubungan dengan banyaknya jumlah hari untuk mendapatkan dukungan ekstrakorporeal16. 188
Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang lemah antara disfungsi hati dengan konsentrasi laktat darah r=0,309 dan p=0,023. Wang dkk menyebutkan bahwa terjadi penekanan fungsi hepatoselular pada awal sepsis atau hiperdinamik sepsis yang tidak berhubungan dengan penurunan perfusi hepatik tapi berhubungan dengan peningkatan sitokin proinflamasi TNF-α23. Kegagalan fungsi hati merupakan komplikasi yang biasanya terjadi setelah disfungsi ginjal dan pulmonal. Neto dkk juga melaporkan unsur hepatik skor SOFA yang tinggi berhubungan dengan mortalitas pada pasien SMM 24 . Demikian juga korelasi disfungsi hati dengan kadar CRP didapatkan lemah dengan r=0,272 dan p=0,047. Konsentrasi CRP meningkat selama respons fase akut, namun sebaliknya pada kadar albumin, properdin, lipoprotein berdensitas tinggi, protein C dan antitrombin cenderung menurun25. Dalam kondisi normal, setiap jam 1-2 x 108 eritrosit dihancurkan menghasilkan heme yang harus dikatabolisme oleh enzim heme oksigenase dengan bantuan NADPH serta tambahan oksigen26. Pada pasien sepsis terjadi terjadi gangguan metabolisme oksidatif sehingga proses ini tidak berjalan optimal. Selain itu, kadar albumin yang berfungsi mengangkut bilirubun ke hepar yang cenderung menurun pada fase akut dan sebagai tempat berafinitas untuk bilirubin menyebabkan bilirubin terikat secara longgar sehingga mudah terlepas dan berdifusi ke jaringan26. Unsur disfungsi koagulasi pada skor SOFA juga berkorelasi dengan kadar laktat darah dan CRP pada pasien sepsis. Korelasi baik antara disfungsi koagulasi dengan kadar laktat r=0,469 dan p=0,000. Dan korelasi lemah antara disfungsi koagulasi dengan kadar CRP r=0,268 dan p=0,050. Teori menyebutkan bahwa penurunan trombosit pada sepsis karena hiperkonsumsi trombosit akibat koagulasi intravaskular diseminata dan fagositosis megakariosit oleh monosit maupun makrofag26. Disfungsi hepatik primer terjadi segera setelah satu episode syok dan resusitasi yaitu disfungsi ini secara frekuen menyebabkan koagulasi intravaskular diseminata dan perdarahan serta bersihan laktat dan asam amino tereduksi 25. CRP diketahui penting untuk modulasi aktivasi trombosit.Platelet dapat melindungi endotel terhadap berbagai bentuk cedera oksidatif. Pada penelitian yang dilakukan oleh Boudjeltia dkk memperlihatkan bahwa penurunan jumlah trombosist pada pasien sepsis lebih disebabkan karena disfungsi endotel dan gangguan kapasitas fibrinolitik. Sebagai tambahan CRP bukan hanya penanda inflamasi tapi juga terlibat pada cedera endotel28. Majalah Kedokteran Terapi Intensif
Ismawati Irwan, Syafruddin Gaus, Safri Kamsul Arif,
Disfungsi sistem saraf juga mempunyai korelasi yang lemah terhadap kadar laktat darah. Sedangkan korelasi disfungsi sistem saraf dengan kadar CRP didapatkan r=0,412 dan p=0,002.Pada sepsis terjadi gangguan perfusi serebral dan gangguan metabolisme oksidatif yang menyebabkan turunnya hantaran dan penggunaan oksigen otak serta gangguan mitokondria. Otak merupakan organ berkonsumsi ATP yang sangat tinggi dan menurunnya metabolisme oksidatif akan dikompensasi dengan metabolisme anaerobik yang menyebabkan peningkatan kadar laktat dan dihasilkan ATP yang lebih kecil yang akan bermanifestasi sekurang-kurangnya berupa delirium. Selanjutnya mediator inflamasi juga berkontribusi terhadap disfungsi sistem saraf seperti septic encephalopathy (SE). CRP sebagai gambaran sitokin proinflamasi secara signifikan meningkat padapasien dengan SE. Mediator-mediator inflamasi menyebabkan sel-sel mengalami edema, nekrosis, maupun apoptosis29. KESIMPULAN
Pada penelitian ini disimpulkan ada korelasi positif antara skor SOFA dengan kadar laktat darah dan CRP. Skoring, pemeriksaan kadar laktat darah dan CRP sebaiknya dilakukan rutin pada pasien sepsis sehingga prognosis dapat diprediksi dan keberhasilan terapi dapat dieveluasi. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan biomarker yang lebih sensitif dan akurat pada pasien sepsis. DAFTAR PUSTAKA 1. Levy MM, Fink MP, Marshall, etal. SCCM/EISCM/ ACCP/ATS/SIS International sepsis definitions conference. Intensive Care Med. 2003;29:530-8 2. Guntur A. Sepsis. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, S s, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.2009;p. 2889-900. 3. Soewondo P, Hendarto H. Asidosis Laktat. Dalam: Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.2009; p. 191729. 4. Mizock BA, Falk JL. Lactat acidosis in critical illness. Crit Care Med. 1992;20:80-93. 5. Bakker J, Coffernils M, Leon M, Gris P, Vincent JL. Blood lactate levels are superior to oxygen-derived variables in predicting outcome in human septic shock. Chest.1991;99:956-62. 6. Daniels R. Surviving the first hours in sepsis : getting the basics right (an intensivist’s perspective).J Antimicrob Chemother. 2011;66 Supp 2:11-23. Volume 2 Nomor 4 Oktober 2012
7. Machado RL, David CM, et al.Related prognostic factor in elderly patients with severe sepsis and septic shock. Rev Bras Intensiva. 2009;21:9-17. 8. Brealey D, Singer M. Multi-organ dysfunction in the critically ill : epidemiology, pathophysiology and management. J R Coll Physicians Lond.2000;34:424-7. 9. Vincent JL, Moreno R, Takala J, etal. The SOFA (Sepsis related Organ Failure Assessment) score to describe organ dysfunction/failure. On behalf of the Working Group on Sepsis-Related Problems of the European Society of Intensive Care Medicine. Intensive Care Med. 1996;22:707-10. 10. Ferreira FL, Bota DP, Bross A, Vincent JL. Serial evaluation of the SOFA score to predict outcome in critically ill patients. JAMA.2001;286:1754-58. 11. Levraut J, Cibiera JP, Chave O, Rabary O, Jambao P, Charles G, etal. Mild hyperlactatemia in stable septic patients is due to impaired lactate clearance rather than overproduction. Am J Respir Crit Care Med. 1998;157:1021-6. 12. Pavoa P. C-Reactive Protein: a valuable marker of sepsis. Intensive Care Med. 2002 ;(28):235-43. 13. Lobo SM, Rezende E, Knibel MF, Silva NB, Paramo JA, Nacul FE, etal. Early determinant of death due to multiple organ failure after noncardiac surgery in high-risk patients. Anest and Analg.2011;112(4):877-83. 14. Lobo SM, Lobo FR, Bota DP, etal. C-reactive protein levels correlate with mortality and organ failure in ctitical ill patients. Chest. 2003;123:2043-49. 15. Moreno R, Vincent JL, Matos R, Mendonca A, Cantraine F, Thijs L, etal. The use of maximum SOFA score to quantify organ dysfunction/failure in intensive care. Result of a prospective, multicentre study. Int Care Med. 1999;25(7):686-96. 16. Zidun D, Berthiaume, Laupland K, etal. SOFA is superior to MOD score for the determination of non-neurologic organ dysfunction in patients with severe sepsis traumatic brain injury: a cohort study. Crit Care. 2006;10(4):1-10. 17. Tyagi A, Sethi AK, Girotra G, Mohta M. The microcirculation in sepsis. Indian J of Anaesth. 2009;53(3):281-93. 18. Gladden. Lactate metabolism: A new paradigm for the third millenium. Physiol.2004;558:5-30. 19. Clapp BR, Hirschfield GM, Storry C. Inflammation and endothel fucntion direct vasculer effect of human C-reactive protein on nitric oxide bioavailability. Circulation.2005;111:1530-6. 20. Backer D, Creteur J, Zhang H, Norrenberg M, Vincent JL. Lactate production by the lungs in acute lung injury. Am J Respir Crit Care Med. 1997;156:1099104. 21. Iscra F, Gullo A, Biolo G. Bench-to-bedside review: 189
Korelasi Skor SOFA dengan Kadar Laktat Darah dan C-Reactive Protein pada Pasien Sepsis
lactate and the lung. Crit Care.2002;6:327-9. 22. Tiwari SC, Vicrant S. Sepsis and the kidney. J of Indian Academy of Crit Care. 2009;5(1):44-54. 23. Wang P, Chaudry H. Mechanism of hepatocelluler dysfunction during hiperdynamic sepsis. AJP-Regu Physiol. 1996;270(5):927-38. 24. Dhainaut JF, Marin N, Mignon A, Vinsonneau C. Hepatic response to sepsis: interaction between koagulation and inflammatory processes. Crit Care Med.2001;29(7):42-7. 25. Murray RK. Porfirin dan pigmen empedu. Dalam: Biokimia Harper Ed.27. Murray RK, Granner DK, Rodwell VW, editor. Jakarta: EGC. 2009; 31. p.296303.
190
26. Levi M. Platelets in sepsis. Hematology. 2005;10(1):129-31. 27. Boudjeltia KZ, Piagnerelli M, Brohee D, Guillaume M, Cauchie P, Vincent JL, etal. Relationship between CRP and hypofibrinolisis: is this a possible mechanism to explain in association between CRP and outcome in crtically ill patients?. Thrombosis Journal.2004;2(7):1-5. 28. Seaman JF, Schillerstrom J, Carrol D, Brown T. Impaired oxidative metabolism precipitates delirium: a study of 101 ICU patients. Psychosomatics. 2006;47:56-61. 29. Ringer TM, Axer H, Romeike BFM, Brunkhorst F, White OW, Gunther A. Neurogical seguele of sepsis: I) septic encephalopathy. The Open Crit Care Med. J.2011;4:2-7.
Majalah Kedokteran Terapi Intensif