TESIS
KORELASI KADAR LAKTAT DAN PCO2 GAP SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH
MARSELINUS WIJAYA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
KORELASI KADAR LAKTAT DAN PCO2 GAP SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH
MARSELINUS WIJAYA NIM. 0914108207
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
KORELASI KADAR LAKTAT DAN PCO2 GAP SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
MARSELINUS WIJAYA NIM.0914108207
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 24 Desember 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
dr. I Ketut.Sinardja, SpAn.KIC NIP. 19550521 198302.1.001
dr. I.G.P.Sukrana Sidemen, SpAn.KAR NIP. 19620713 198803.1.004
Mengetahui,
Ketua Program Magister IlmuBiomedik Program PascaSarjana UniversitasUdayana,
Direktur Program PascaSarjana UniversitasUdayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd. FAACS NIP. 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A. A. RakaSudewi, SpS (K) NIP. 195902151985102001
Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 24 Desember 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. 4503/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 23 Desember 2014
Ketua
: dr. I Ketut Sinardja, SpAn. KIC
Anggota
: 1. dr. I.G.P.Sukrana Sidemen, SpAn.KAR 2. Prof.Dr.dr. Made Wiryana,SpAn.KIC. KAO 3. dr. I Made Subagiartha, SpAn.KAKV.SH 4. dr. PutuAgus Surya Panji, SpAn. KIC
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar spesialis di bidang Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sedalamdalamnya, rasa hormat serta penghargaan setinggi-tingginya kepada semua guru, para senior, dan teman-teman sejawat yang telah memberikan masukan, dukungan, dorongan, koreksi dan nasehat terhadap keseluruhan proses pendidikan spesialisasi dan penulisan tesis ini hingga selesai. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa pendidikan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. Putu Astawa, Sp.OT(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pascasarjana Kekhususan Kedokteran Klinik (combined degree) dan PPDS-1 lmu Anestesi dan Terapi Intensif. 2. dr. Anak Ayu Sri Saraswati, MKes, selaku Direktur Utama RSUP Sanglah, penulis menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk
menjalani pendidikan dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar. 3. dr. I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV selaku Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis ini. 4. Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS(K), selaku Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terima kasih karena telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi ilmu biomedik, kekhususan kedokteran klinik (combine degree) program pasca sarjana Universitas Udayana. 5. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC. selaku Kepala Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dan sebagai guru dan pembimbing dalam penyusunan tesis ini, dengan memberi nasehat dan masukan-masukan berharga kepada penulis serta memberikan pengetahuan dan bimbingan selama penulis mengikuti program pendidikan dokter spesialis ini. 6. dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi selaku Sekretaris Bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, guru dan pembimbing akademik, yang dengan penuh kesabaran memberi nasehat dan masukan-masukan berharga kepada penulis selama mengikuti program pendidikan dokter spesialis ini.
7. Prof.Dr.dr. Made Wiryana, SpAn, KIC. selaku Ketua Program Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, dan sebagai guru yang telah memberikan wawasan, pengetahuan dan dorongan selama penulis menempuh program pendidikan dokter spesialis ini. 8. dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingandandorongan yang telah diberikan selama penulis menempuh program pendidikan dokter spesialis ini. 9. dr. I Gusti Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR
selaku guru dan
pembimbing kedua, yang dengan sabar telah membimbing dan memberi masukan-masukan berharga kepada penulis selama menempuh program pendidikan dokter spesialis ini. 10. Semua guru: dr. I Wayan Sukra, SpAn, KIC; dr.I Made Subagiartha, SH, SpAn, KAKV; Dr.dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes, KMN, KNA; dr.I Gede Budiarta, SpAn, KMN; dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR; dr. I Putu Agus Surya Panji, SpAn, KIC; dr.I Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC; dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn; dr. I Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr.Pontisomaya Parami, SpAn; dr. I Putu Kurniyanta, SpAn; dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr.Cynthia Dewi Sinardja, SpAn; dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus Krisna Jaya Sutawan, SpAn; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn. Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya atas bimbingan yang telah diberikan selama menjalani program pendidikan dokter spesialis ini. 11. Semua rekan-rekan residen anestesi, penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama penulis menjalani program pendidikan dokter spesialis ini. 12. Ni Ketut Santi Diliani, SH. dan seluruh staf karyawan di bagian Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas semua bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialis ini. 13. dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid, yang telah memberikan bimbingan statistik kepada penulis. 14. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi Almarhum Yosep Manek Wijayadan Getrudis Laka yang telah bersusah payah membesarkan, memberikan rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis sejak lahir hingga saat ini, dalam menjalani segala hal. 15. Istri tercinta dr. Linggawati Tawika dan ketiga anakku Fortino Wijaya, Lucius Gery Wijaya dan Dennis Wijaya atas doa dan dorongan semangatnya selama penulis menjalani masa pendidikan. 16. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialisasi ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani PPDS-1 Ilmu Anestesi dan Terapi Intensif ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Denpasar, Desember 2014
Dr. MarselinusWijaya
ABSTRAK KORELASI KADAR LAKTAT DAN PCO2GAP SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH Mortalitas pasien di ruang perawatan intensif atau ICU sangat penting, baik secara klinik maupun administrasi. Oleh sebab itu dikembangkanlah banyak sistem penilaian untuk mengestimasi probabilitas mortalitas. Parameter hemodinamik global seringkali tidak dapat digunakan sebagai acuan. Untuk itu diperlukan suatu penanda untuk menilai gangguan perfusi jaringan (shock microcirculation). Pada keadaan ini peningkatan kadar laktat dalam darah diduga dapat dijadikan petanda adanya gangguan/gagal perfusi jaringan atau gagal sirkulasi. Selain itu pCO2gap bisa diperlakukan sebagai suatu keadaanhipoksia jaringan karena kegagalan sirkulasi sehingga akan terjadi peningkatan kadar CO2 dijaringan. Hal ini tentu akan mengakibatkan peningkatan perbedaan pCO2 vena dan arteri dan kecukupan aliran darah vena untuk mengeluarkan total CO2 yang diproduksi oleh jaringan perifer. Selain itu pemeriksaan pCO2gap lebih murah dan tidak membutuhkan alat yang canggih. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai pCO2gapmemiliki korelasi dengan kadar laktat sehingga dapat dipakai sebagai prediktor mortalitas pada pasien sepsis yang dirawat di ruang intensif Penelitian ini merupakan studi cross sectional, uji korelasi yang dilakukan dari bulan Oktober hingga Desember 2014 di ICU RSUP Sanglah. Penelitian ini melibatkan 51pasien yang eligibel dan dipilih berdasarkan urutan kedatangan. Segera setelah dilakukan pengukuran kadar laktat dan pCO2gap kemudian dilakukan korelasi antara keduanya diuji dengan Shapiro-Wilk W test. Pada 51 pasien, didapatkan nilai pCO2gap berkorelasi positif lemah dengan pCO2gap (r = 0,6232; p > 0,05). Meskipun rerata nilai pCO2gap dan kadar laktat berdasarkan diagnosis menunjukkan persamaan dalam hal peningkatan rerata yang cukup bermakna pada masing-masing kelompok sepsis. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi positif lemah antara nilai pCO2gap dengan kadar laktat pada pasien sepsis di ICU. Meski demikian, nilai pCO2gap kemungkinan lebih bermakna untuk menilai keberhasilan resusitasi dan kecukupan volume intravaskuler, serta perlu pemeriksaan serial atau kombinasi dengan pemeriksaan lainnya dapat lebih bermanfaat. Kata kunci: pCO2 gap, kadar laktat, sepsis, ICU.
ABSTRACT CORRELATION LACTATE LEVELS AND PCO2GAP AS A PREDICTOR OF MORTALITY IN SEPSIS PATIENTS IN THE INTENSIVE CARE UNIT OF SANGLAH HOSPITAL Mortality of patients in the intensive care unit or ICU is very important, both clinically and administrative. Therefore, a lot of scoring system for estimating the probability of mortality are rising. Global hemodynamic parameters often can not be used as a reference. For that we need a marker to assess tissue perfusion disorders (microcirculation shock). In this state of elevated levels of lactate in the blood could be expected to be used as a marker of impairment / failed of reperfusion or failing circulation. Additionally PCO2gap can be treated as a state of tissue hypoxia due to circulatory failure that would increase tissue’s CO2 levels. This will certainly lead to an increase in venous and arterial PCO2 difference and adequacy of venous blood flow to remove the total CO2 produced by peripheral tissues. In addition, examination of PCO2gap is cheaper and doesn’t require sophisticated equipment. The purpose of this study was to determine the value of PCO2gap correlated with lactate levels that can be used as a predictor of mortality in septic patients treated in intensive This study is a cross sectional study, the correlation test conducted from October to December 2014 in the ICU Sanglah. The study involved 51 patients who eligible and selected based on the order of arrival. As soon as the measured levels of lactate and PCO2gap then being performed a correlation between that two with the Shapiro-Wilk W test. In 51 patients, PCO2gap positively weak-correlated with lactate level (r = 0.6232; p >0.05). Althoughthe averagevalue ofPCO2gapandlactatelevelsbased onsimilaritiesin terms ofdiagnosisshoweda substantialincrease inthe meanin eachgroupsepsis. From these results it can be concluded that there is a positive weak correlation between the value of PCO2gap with lactate levels in septic patients in the ICU. So it can not be compared to the correlation between that two. However, the value of PCO2gap may be more useful to assess the success of resuscitation and adequacy of intravascular volume, as well as the need of serial or in combination with other tests can be more useful. Keywords: PCO2gap, lactate levels, sepsis, ICU.
DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ..........................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ....................................................................................
ii
LEMBAR PEGESAHAN ................................................................................ .
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..............................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................
vi
ABSTRAK ........................................................................................................
xi
ABSTRACT ...................................................................................................... xii DAFTAR ISI ......................................................................................... ..........
xiii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
xvi
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA ..................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... BAB I
.
xx
PENDAHULUAN ............................................................................
1
1.1 LatarBelakang............................................................................
1
1.2 RumusanMasalah ......................................................................
4
1.3 TujuanPenelitian ........................................................................
4
1.3.1 Tujuanumum ...................................................................
4
1.3.2 Tujuankhusus ..................................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
5
1.4.1 Manfaatpraktis ................................................................
5
1.4.2 Manfaatakademis ............................................................
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA .........................................................................
6
2.1 Definisi Sepsis .............................................................................
6
2.1.1 Patofisiologi Sepsis ...........................................................
7
2.2 Fisiologi Laktat ..........................................................................
11
2.2.1 Mekanisme produksi dan eliminasi laktat........................
14
2.3 Hiperlaktatemia ........................................................................... 17 2.4Pemantauan Kadar LaktatPadaPasienKritis ................................... 19 2.5 PerbedaankadarPCO2 antaravena dan arteri ............................... 20 BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .............. 25 3.1 KerangkaBerpikir ........................................................................ 25 3.2 KonsepPenelitian ......................................................................... 27 3.3 HipotesisPenelitian ...................................................................... 27 BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................... 28 4.1 RancanganPenelitian ................................................................... 28 4.2 Lokasi dan WaktuPenelitian ........................................................ 29 4.3 RuangLingkupPenelitian ............................................................. 29 4.4 Populasi, Sampel dan JumlahSampel .......................................... 29 4.4.1 Populasipenelitian ............................................................. 29 4.4.2 Sampelpenelitian ............................................................... 29 4.4.3 Jumlahsampel .................................................................... 30 4.4.4 Carapengambilansampel ................................................... 31 4.5 VariabelPenelitian ....................................................................... 31 4.5.1 Identifikasivariabel ........................................................... 31
4.5.2 Definisioperasionalvariabel .............................................. 31 4.6 InstrumenPenelitian ..................................................................... 32 4.7 ProsedurPenelitian ....................................................................... 33 4.8 AnalisisStatistik ............................................................................ 35 BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................... 36 5.1 Karakteristik Sampel ..................................................................... 36 5.2 Uji Normalitas Data ....................................................................... 37 5.3 Korelasi kadar laktat dan PCO2 gap .............................................. 37 BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................. 40 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 43 7.1 Simpulan ........................................................................................ 43 7.2 Saran .............................................................................................. 43 DAFTAR PUSTAKA … ................................................................................... . 44 LAMPIRAN …………………………………………………………………… 40
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 : Genetic polymorphisms in sepsis and septic shock ........................
1
Gambar 2 : Siklus asam laktat atau siklus Cori ................................................... 12 Gambar 3 : Skematik gambaran produksi laktat ................................................. 16 Gambar 4 : Peranan mikrosirkulasi pada ............................................................ 23 Gambar 5 : Bagan Kerangka Konsep ................................................................. 27 Gambar 6 : Bagan Rancangan Penelitian ........................................................... 28 Gambar 7 : Bagan Prosedur Penelitian .............................................................. 34 Gambar 8 : Tabel Karakteristik Sampel ............................................................. 37 Gambar 9 : Scatter plot Distribusi nilai PCO2 gap dan kadar laktat .................. 38 Gambar 10 : Diagram BatangReratanilaiPCO2 gap berdasarkan diagnosis ........ 39 Gambar 11 : Diagram BatangReratakadarlaktatberdasarkan diagnosis ............. 39
DAFTAR SINGKATAN
SINGKATAN o
:
DerajatCelcius
ACP
:
Antigen Presenting Cells
ADP
:
Adenosine Diphosphate
APACHE
:
The Acute Fisiologidan Chronic Health Evaluation
ARDS
:
Acute Respiratory Distress Syndrome
ATP
:
Adenosine Triphosphate
AUCs
:
Area Under Curves
CO2
:
Carbon Dioxide
Cl-
:
Ion Cloride
CRP
:
C-Reactive Protein
DIC
:
Disseminated Intravascular Coagulation
dkk
:
dankawan-kawan
EGDT
:
early goal directed terapy
FiO2
:
Fraction of Inspired Oxygen
H+
:
Ion Hidrogen
HCO3-
:
Bicarbonat
ICU
:
Intensive Care Unit
IMT
:
Indeks Massa Tubuh
K+
:
Ion Kalium
kg
:
Kilogram
C
KTP
:
KartuTandaPenduduk
L
:
Liter
MBL
:
Manan Binding Lectin
mEq/L
:
MilimeterEquivalen Per Liter
MELAS
:
Mitochondrial Encephalopathy With Lactic Acidosis Stroke
mmHg
:
Millimeter Merkuri
mmol/L
:
MilimeterMolekul per Liter
ml
:
Milliliter
Na+
:
Ion Natrium
NAD+
:
NikotinamidaAdeninDinukleotidaOksidasi
NADH
:
NikotinamidaAdeninDinukleotidaHidrogenase
NIBP
:
Non-Invasive Blood Pressure
PaCO2
:
TekananParsialKarbonDioksidadarah
PAI
:
Plasminogen Activation Inhibitor
PAF
:
Platelet Activating Factor
PAMPs
:
Pathogen Associated Molecular Patterns
PDH
:
Pyruvate Dehidrogenase
RSUP
:
RumahSakitUmumPusat
ROC
:
Receiver Operating Characteristic
RTI
:
RuangTerapiIntensif
SCC
:
Surviving Sepsis Campaign
SID
:
Strong Ion Difference
SIG
:
Strong Ion Gap
SIRS
:
Systemic Inflammatory Response Syndromes
SPSS
:
Statistical Package for The Social Sciences
TFPI
:
Tissue Factor Pathway Inhibitor
TLRs
:
Toll-Like Receptors
TM
:
thrombomodulin
tPA
:
tissue Plasminogen Activator
UA
:
Unmeasured Anion
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik...........................................
48
Lampiran 2 : Surat Ijin Uji Klinik .............................................................
49
Lampiran 3 : Jadwal Penelitian .................................................................
50
Lampiran 4 : Rincian Informasi.................................................................
51
Lampiran 5 : Lembar Penelitian ................................................................
52
Lampiran 6 : Formulir Persetujuan Tindakan ............................................
53
Lampiran 7 : Lampiran Data Pasien ..........................................................
57
Lampiran 8 : Hasil Analisis Stata ………………………………………..
60
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sepsis merupakan penyebab kematian ke-10 di Amerika Serikat saat ini. Insiden sepsis akan terus meningkat seiring dengan umur. Kolaborasi upayaEuropean Society ofIntensive CareMedicine(ESICM), the Society of Critical Care Medicine(SCCM), danthe International Sepsis Forum(ISF), perkiraan bahwajumlah kasussepsissaat ini telah mencapai18 jutaper tahun. denganangka kematianmendekati
30%,
sepsismasih
dianggap
sebagaipenyebabutamakematiandi seluruh dunia. Sepsis berat terjadi 1-2% pada semua jenis perawatan pasien di rumah sakit. RS Hasan Sadikin Bandung mencatat angka mortalitas akibat sepsis sebesar 39,58% pada pasien pasca bedah yang di rawat di ruang ICU (Halim dkk., 2009). Insiden dan mortalitas dari sepsis berat selalu tidak mendapat perhatian yang serius, meskipun secara keseluruhan angka kematian rumah sakit adalah 28,6%. Biaya yang dikeluarkan untuk hal ini kurang lebih sebesar 16,7 milyar tiap tahunnya. Kemajuan pesat di bidang ilmu pengetahuan kedokteran dan teknologi khususnya di bidang perawatan intensif telah menghasilkan temuan-temuan baru yang tujuannya antara lain menjadikan ruang terapi intensif (RTI) sebagai tempat yang efektif dan efisien bagi perawatan pasien kritis yang memiliki harapan hidup baik. Memperkirakan mortalitas pasien dari ruang perawatan intensif atau RTI 1
sangat penting.Oleh sebab itu dikembangkanlah banyak sistem penilaian untuk memperkirakan probabilitas mortalitas, sehingga diharapkan parameter tersebut dapat digunakan sebagai prediktor luaran klinis perawatan pada pasien kritis. Berbagai cara digunakan untuk memprediksi mortalitas pasien yang dirawat dalam perawatan intensif. Scoring systemyang umum dipergunakan antara lain Acute Physiologic and Chronic Health Evaluation (APACHE), Mortality Probability Model (MPM), Simplified Acute Physiology Score (SAPS) dan Sequential Organ Failure Assesment (SOFA). Keempat scoring system ini berdasarkan nilai parameter klinis dan laboratorium. Kendala yang dapat dihadapi dalam
menerapkanscoring
system
tersebut
ialah
banyaknya
parameter
laboratorium yang mungkin tidak tersedia di semua ruang terapi intensif (RTI) di Indonesia. Selain itu dengan banyaknya parameter laboratorium yang diperiksa juga meningkatkan pembiayaan bagi pasien-pasien yang dirawat di RTI. Oleh karena itu dibutuhkan parameter lain yang lebih umum diperiksa yang dapat menggantikan scoring system tersebut. Saat ini ada berbagai parameter independen yang telah diteliti untuk memprediksi mortalitas pasien yang dirawat di RTI seperti pH, defisit basa, laktat, anion gap, strong ion difference (SID) dan strong ion gap (SIG).Salah satu parameter yang sekarang banyak diteliti dan diduga dapat memprediksi mortalitas di RTI adalah kadar laktat dalam darah. Pada pasien kritis dalam keadaan sepsis, parameter hemodinamik global seringkali tidak dapat digunakan sebagai acuan. Untuk itu diperlukan suatu penanda untuk menilai gangguan perfusi jaringan (shock microcirculation). Pada
keadaan ini peningkatan kadar laktat dalam darah diduga dapat dijadikan penanda adanya gangguan/gagal perfusi jaringan atau gagal sirkulasi.
Penentuan kadar laktat penting pada pasien dengan syok, sepsis, asma, pasca operasi, cedera otak, gagal hati, cedera paru akut(acute lung injury), dan keracunan (Agrawal dkk., 2004). Kadar laktat tinggi pada pemeriksaan awal secara bermakna berhubungan dengan peningkatan angka mortalitas.Husein (2003) melaporkan kadar laktatpasien dengan asidosis metabolik laktat setelahdirawat 24 jam di ruang perawatan intensif >2,2mmol/L memiliki persentase mortalitas sampai dengan58%.Kadar laktat yang diukur pada 24 jam setelah masuk rumah sakit mempunyai sensitivitas 55,6% dan spesifisitas 97,2% untuk memperkirakan prognosis pasien sakit berat (Benjamin E, 2000). Hasil studi lainnya yang dilakukan oleh Neviere dkk. (2002) memberikan konfirmasi bahwa peningkatan PCO2gap sebagian besar berhubungan dengan penurunan curah jantung dimana akan meningkatkan hipoksia iskemik. Dalam suatu tinjauan ulang terbaru Lamia dkk. (2006)menyatakan bahwa PCO2gap bisa diperlakukan sebagai suatu penanda hipoksia jaringan dan kecukupan aliran darah vena untuk mengeluarkan total CO2 yang diproduksi oleh jaringan perifer.Van der Linden dkk. (1995) menemukan hubungan korelasi yang bermakna antara laktat darah dan PCO2 gap. Selain itu pemeriksaan PCO2 gap lebih murah dan tidak membutuhkan alat yang canggih. Tingginya masalah biaya perawatan pasien rawat intensifdan belum adanya penelitian yang akurat mengenai prediktor mortalitas yang dilakukan
diRTI RSUP Sanglah serta berdasarkan uraian diatas, peneliti ingin mengetahui korelasi kadar laktat dan PCO2 gappada pasien sepsis yang di rawat di RTI sehingga di kemudian hari PCO2 gap bisa dijadikan prediktormortalitas pada pasien sepsis yang dirawat di RTI terutama di daerah yang belum memiliki fasilitas yang memadai . 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan permasalah penelitian sebagai berikut: -
Apakah terdapatkorelasi antara kadar laktatdan PCO2 gappada pasiensepsis yang dirawat di ruang terapi intensif RSUP Sanglah?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui mekanisme terjadinya PCO2 gap pada pasien sepsis sehingga dapat dipakai sebagai faktor prediktor mortalitas di RTI. 1.3.2
Tujuan Khusus
Mengetahui korelasi antara kadar laktatdan PCO2 gappada pasien sepsis yang dirawat di ruang terapi intensif RSUP Sanglah.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: 1. Manfaat praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan penjelasan ilmiah mengenai korelasi kadar laktat dan PCO2gap pada pasien sepsis di ruang terapi intensif RSUP Sanglah. 2. Manfaat akademik Hasil penelitian ini diharapkan PCO2gap menggantikan nilai kadar laktat sebagai penanda mortalitas untuk kasus-kasus pasien sepsis yang dirawat di RTI terutama untuk RS di daerah yang tidak memiliki fasilitas memadai.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Sepsis Menurut the American College of Chest Physician and the Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM), infeksi didefinisikan sebagai proses inflamasi yang terjadi akibat mikroorganisme atau invasi dari mikroorganisme tersebut kedalam bagian tubuh yang steril. Respon tubuh terhadap infeksi atau respon inflamasi sistemik dapat dikenali sebagai Systemic Inflammatory Response Syndromes (SIRS), yang meliputi 2 atau lebih tanda sebagai berikut: suhu tubuh > 38oC atau hipotermia (suhu < 36oC), takikardia (denyut jantung > 90 denyutan/menit), takipnea (respirasi > 20 kali/menit atau PaCO2< 32mmHg atau memakai ventilator) dan leukositosis (leukosit > 12.000/µL) atau leukopenia (leukosit < 4.000/µL) atau > 10% bentuk sel muda (band form). SIRS tidak hanya dapat disebabkan oleh adanya infeksi, tetapi juga oleh sebab lain seperti trauma, luka bakar, atau proses peradangan steril seperti pankreatitis akut. ACCP/ SCCM juga mendefinisikan sepsis sebagai SIRS disertai bukti adanya infeksi dan sepsis berat sebagai sepsis dengan tanda-tanda gangguan fungsi organ, hipoperfusi atau hipotensi. Disebut syok septik bila sepsis disertai dengan hipotensi dan gangguan perfusi menetap walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat. Definisi hipotensi adalah tekanan darah sistolik
6
<90mmHg atau penurunan tekanan sistolik > 40mmHg tanpa ada penyebab sebelumnya. Definisi tersebut diatas juga sekaligus digunakan sebagai alat diagnosis pada tingkat klinik. Bila diamati secara seksama, jelas sekali terlihat adanya spektrum sepanjang SIRS, sepsis, sepsis berat and syok septik, dimana seorang penderita dengan syok septik biasanya diawali oleh infeksi yang kemudian disertai dengan (SIRS). Syok septik yang berkepanjangan dan tidak tertangani dengan baik sering kali berakhir dengan gagal berbagai organ dan kematian.
2.1.1 Patofisiologi Sepsis 2.1.1.1 Respon inflamasi sistemik Bukti adanya infeksi adalah kunci utama dalam patogenesis syok septik. Namun demikian, hanya 30% kasus dengan syok septik menunjukan biakan darah positif. Hal ini membuktikan bahwa bakteriemia tidaklah mutlak mencetuskan sekuens patogenesis syok septik, oleh karena respon tubuh terhadap infeksi juga mampu berperan serupa. Perjalanan alamiah syok septik biasanya diawali dengan berkembangnya mikroorganisme di fokus infeksi, lalu mikroorganisme tersebut atau produknya masuk ke dalam pembuluh darah dan melepaskan mediatormediator pro-inflamasi (Gambar 1). Produk-produk mikroorganisme dikenali oleh tubuh melalui Antigen Presenting Cells (APC). APC disini bisa berupa sel monosit, neutrofil atau makrofag. APC selanjutnya akan mencerna produk tersebut menjadi peptida dan
mempresentasikannya kepada sel T melalui molekul Major Histocompatibility Complex (MHC). Kamudian, sel T yang telah teraktivasi akan menimbulkan respon inflamasi dengan melepaskan sitokin atau merangsang sel B untuk memproduksi antibodi. Selain itu, APC yang sudah tersensitisasi oleh produk mikroorganisme akan melepaskan mediator pro-inflamasi yaitu Interleukin-1 (IL1) dan Tumor Necrosis Factor alfa (TNFα). Berbagai macam produk mikroorganisme yang menginduksi APC disebut dengan Pathogen Associated Molecular Patterns (PAMPs). Contoh PAMPs antara lain asam teikoat, peptidoglikan dan lipopolisakarida (LPS).7 Dalam proses pengenalan PAMPs oleh APC, PAMPs akan berikatan dengan Pattern Recognition Reseptors (PRRs) yang terdapat pada permukaan APC. Ada berberapa jenis PRR yang sudah diidentifikasi seperti scavenger reseptors dari makrofag, Manan Binding Lectin (MBL) dan Toll-Like Receptors (TLRs). Ada 10 jenis TLRs yang sudah ditemukan namun hanya TLR2, 4, 6 dan 9 yang baru diketahui
fungsinya.
Masing-masing
TLR
berikatan
dengan
produk
mikroorganisme yang berbeda-beda. Sebagai contoh, TLR-2 dan TLR-6 berikatan dengan peptidoglikan bakteri gram positif, TLR-4 berikatan dengan LPS bakteri gram negatif dan TLR-5 berikatan dengan flagellin.
Gambar 1.Genetic polymorphisms in sepsis and septic shock. (Chest 2003;124:1103-15).
Sitokin pro-inflamasi yang dilepaskan oleh APC memiliki peranan yang sangat penting dalam reaksi awal pada patogenesis syok septik. IL-1 dan TNFα akan mengaktifkan sel adhesi leukosit pada endotel permukaan dan protease (enzim pospolipase A2). Enzim posfolipase A2 selanjutnya memecah pospolipid dari membran sel mikroorganisme menjadi produk-produk asam arakidonat seperti tromboksan A2, prostaglandin, leukotrin dan Platelet Activating Factor (PAF). Substrat tersebut akan menyebabkan vasodilatasi sistemik, pengaktifan
kaskade komplemen, pembentukan trombus, penghambatan fibrinolisis dan pencetusan syok. Pada umumnya, infeksi yang disebabkan oleh bakteri selain mengaktifkan mediator pro-inflamasi juga menginduksi pelepasan mediator anti-inflamasi seperti interleukin 10 (IL-10) dan IL-1 receptor antagonist. Tetapi pada syok septik, keseimbangan antara produksi mediator pro-inflamasi dan anti-inflamasi terganggu, dimana mediator pro-inflamasi dominan. Hal inilah yang mejadi dasar patofisiologi syok septic.
2.1.1.2 Aktivasi jalur inflamasi dan koagulasi Komplemen adalah kumpulan protein plasma yang dapat saling mengaktivasi dan memegang peranan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh dan proses inflamasi. Dalam patogenesis syok septik, kaskade komplemen dapat diaktifkan melalui tiga jalur utama yaitu jalur klasik, alternatif dan MBL. Seperti kita ketahui bahwa pengaktifan kaskade komplemen yang berlebihan dapat berakibat fatal. Efek pengaktifan komplemen yang berperanan pada syok septik antara lain Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), produksi vasoaktif amin dan PAF oleh sel mast dan basofil serta provokasi reaksi syok. Selain ketiga jalur tersebut, kaskade komplemen juga dapat diaktifkan oleh C-Reactive Protein (CRP), substrat yang dihasilkan oleh hati pada reaksi inflamasi akut dan infeksi. Reaksi inflamasi sistemik yang terjadi juga mengaktifkan faktor jaringan yang terdapat pada permukaan endotel pembuluh darah, trombin, faktor VII dan
faktor X. Akibatnya jalur intrinsik koagulasi teraktivasi, fibrin terakumulasi pada pembuluh darah kapiler dan hipoksia serta gangguan fungsi organpun terjadi. Pengaktifan faktor jaringan bersama-sama dengan disfungsi endotel mengaktivasi Plasminogen Activation Inhibitor (PAI), yaitu substrat penghambat kerja fibrinolitik alami, tissue Plasminogen Activator (tPA). Akibatnya, terjadi gangguan fungsi fibrinolisis yang memperparah gangguan perfusi jaringan. Seperti halnya efek anti-inflamasi, tubuh juga memiliki mekanisme antikoagulan alami seperti Tissue Factor Pathway Inhibitor (TFPI), antitrombin III, thrombomodulin (TM) dan mekanisme protein C/S. Hanya saja, semua mekanisme tersebut tidak mampu untuk mengembalikan fungsi fibrinolisis. Begitu sekuens patogenesis syok septik teraktivasi, maka sumbatan fibrin akan terbentuk terutama pada pembuluh darah kecil, mengakibatkan hipoperfusi, hipoksia, kematian jaringan dan gagal fungsi berbagai organ.
2.2 Fisiologi Laktat Pada individual sehat terdapat siklus berkelanjutan dari metabolisme dan produksi laktat sehingga kadar laktat dalam darah rendah dalam keadaan normal. Kadar laktat tinggi ketika produksi lebih tinggi dari eliminasi, ketika kapasitas eliminasimenurun atau lebih sering keduanya terjadi secara bersamaan. Kadar laktat normal pada individual sehat 1± 0.5 mmol/L(Malmir dkk., 2014) Glukosa dibentuk dari bagian gliserol lemak dan senyawa glukogenik yang dapat digolongkan ke dalam dua katagori yaitu (1) senyawa yang meliputi
konversi netto langsung menjadi glukosa tanpa daur ulang yang berarti, seperti beberapa asam amino serta propionat; (2) senyawa yang merupakan hasil metabolisme parsial glukosa dalam jaringan tertentu yang diangkut ke dalam hepar serta ginjal untuk disintesis kembali menjadi glukosa melalui mekanisme glukoneogenesis, seperti laktat dan alanine (Malmir dkk., 2014) Pada dalam keadaan hipoksia, maka glikogen akan diubah menjadi glukosa, selanjutnya glukosa akan diubah laktat. Laktat melalui aliran darah masuk ke hati. Di dalam hati, laktat akan diubah kembali menjadi glukosa. Glukosa kembali masuk ke dalam darah yang selanjutnya akan digunakan di dalam otot. Di dalam otot, glukosa diubah kembali menjadi glikogen.Hal tersebut dikenal dengan siklus asam laktat atau siklus Cori (Lubis., 2006 Vernon., 2010).
Gambar 2. Siklus asam laktat atau siklus Cori (Essensial of Exercise Physiology 1994)
Glikogen awal putus menjadi unit-unit glukosa 1-fosfat dan masingmasing unit dibagi menjadi dua fragmen 3-karbon.Produk akhir dari perombakan glukosa adalah asam piruvat. Energi yang bermanfaat dari glikolisis adalah 3-Adenosine Diphosphate (ADP) dan mengalami fosforilasi kembali untuk menghasilkan 3-Adenosine Triphosphate (ATP), dan 4 ion hidrogen (H+) per molekul glukosa 1-fosfat yang di putus dari glikogen. Pada kondisi anaerobik, ion hidrogen dilepaskan dalam glikolisis, tetapi siklus asam trikarboksilat atau siklus Krebs tidak dapat menggabungkannya dengan oksigen pada kecepatan yang cukup sehingga cenderung berakumulasi dalam otot.Kelebihan ion hidrogen ini, kemudian digunakan untuk mengkonversi asam piruvat menjadi asam laktat. Pada kondisi aerobik, ion-ion tersebut diterima oleh senyawa pembawa H+, nikotinamida adenin dinukleotida bentuk oksidasi (NAD+) dan mentransportasikan H+ ke dalam mitokondria untuk fosforilasi kembali sehingga menghasilkan 4 molekul ATP. Selanjutnya asam piruvat memasuki siklus Krebs dan dirombak menjadi karbondioksida dan ion hidrogen.Karbondioksida kemudian berdifusi memasuki peredaran darah sebagai hasil sisa, sedangkan ion hidrogen diterima oleh NAD+ untuk membentuk senyawa NADH (NAD dalam bentuk reduksi).Produk-produk perombakan dari asam lemak dan protein, juga memasuki siklus Krebs dan dikonversi menjadi energi (Van der Beek, 2001)
2.2.1 Mekanisme produksi dan eliminasi laktat Asam laktat atau laktat merupakan hasil akhir dari proses metabolisme. Sebanyak kurang lebih 1400 mmol/L asam laktat diproduksi setiap hari.Semua jaringan dapat memproduksi laktat dan asam piruvat dari glukosa. Jalur metabolisme glikolisis merupakan langkah awal metabolisme glukosa dan terjadi pada sitoplasma sel. Produk akhir dari proses ini adalah piruvat, yang selanjutnya berdifusi ke dalam mitokondria dan dimetabolisme menjadi karbondioksida melalui siklus kreb. Metabolismeglukosa menjadi piruvat juga terjadi sebagai akibat reduksi dari kofaktor enzim yang mengoksigenasi bentuk NAD+ menjadi NADH, bentuk tereduksi (Lubis, 2006). Laktat diproduksi melalui proses glikolisis dan bentuk didalam sitosol yang dikatalisasi oleh enzim lactate dehidrogenase. NADH/NAD+ merupakan kofaktor pertukaran atom hidrogen yang dilepaskan atau yang dipakai.Oleh karena itu, rasio laktat/piruvat selalu sebanding dengan rasio NADH/NAD+ di sitosol.Konsentrasi laktat yang tinggi juga disertai konsentrasi yang tinggi dari piruvat atau NADH disitosol, atau keduanya.Ini merupakan reaksi reversibel yang membantu sintesis laktat dengan rasio normal laktat menjadi piruvat adalah 25:1.Sintesis laktat meningkat bila pembentukan piruvat di sitosol melebihi penggunaannya oleh mitokondria.Ini terjadi bila didapati peningkatan metabolik yang cepat atau bila hantaran oksigen ke mitokondria menurun, seperti pada keadaan hipoksia jaringan.Sintesis laktat juga dapat terjadi bila metabolisme glukosa melebihi kapasitas oksidatif mitokondria(Gunnerson, dkk., 2006).
Laktat berdifusi keluar dari sel dan dikonversi menjadi piruvat dan selanjutnya dimetabolisme secara aerobmenjadi karbondioksida dan ATP. Jantung, hati, dan ginjal menggunakan laktat dengan cara ini. Sebagai alternatif, jaringan hati dan ginjal dapat menggunakan laktat untuk menghasilkan glukosa melalui jalur glukoneogenesis(Lubis, 2006). Eritrosit berperan dalam membawa hasil glikolisis; meskipun demikian sel ini tidak mempunyai mitokondria dan tidak dapat menggunakan oksigen untuk memproduksi ATP, oleh karena itu sel darah merah menghasilkan asam laktat melalui regenerasi ATP selama glikolisis anaerob tetapi tidak dapat menggunakan asam laktat. Semua jaringan lain dapat menggunakan asam laktat untuk memproduksi acetyl-CoA melalui pyruvate dehidrogenase (PDH)(Romy W, 2012). Konsentrasi
laktat
di
arteri
tergantung
pada
produksinya
dan
penggunaannya oleh berbagai organ.Konsentrasi laktat di darah secara normal dipertahankan <2 mmol/L. Laktat diproduksi oleh otot skelet, otak, usus, dan eritrosit.Laktat dimetabolisme oleh hati, ginjal, dan jantung. Bila kadar laktat di darah melebihi 4 mmol/L, otot skelet dapat menjadi satu jaringan pengguna laktat (Lubis, 2006). Konsentrasi laktat dalam darah dapat dilihat pada Gambar 2.2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada kondisi istirahat konsentrasi laktat dalam darah 1 mmol/L, meningkat kira-kira 18 mmol/L pada akhir perlombaan pada pelari dengan jarak 400 m, dan meningkat 23 mmol/L pada atlet yang luar biasa. Selanjutnya pada atlet yang berlari dengan waktu 10 detik sampai 10 menit
menghasilkan banyak laktat yang dihasilkan dari otot melalui metabolisme energi anaerobik(Van Beest, dkk., 2013). Penurunan transport oksigen di sel menyebabkan lebih banyak ambilan oksigen dari kapiler darah. Cara ini meredistribusi cardiac output ke organ-organ sesuai dengan kemampuan organ tersebut untuk menerima darah kapiler. Pada keadaan dengan penurunan transport oksigen yang berat, terjadi peningkatan kompensasi ambilan oksigen untuk menyokong metabolisme aerob. Oleh karena itu sel harus berkerja secara anaerob untuk menghasilkan ATP, yang mengakibatkan pembentukan laktat dan H+(Lubis, 2006).
Gambar 3.Skematik gambaran produksi laktat (Med Sci Sports Exercise 1986)
2.3 Hiperlaktatemia Peningkatan laktat dalam darah (hiperlaktatemia) merupakan respon fisiologis tubuh dalam keadaan beraktivitas berat tetapi peningkatan kadar laktat saat istirahat merupakan masalah serius yang ditemukan pada pasien rawat RTI. Peningkatan kadar laktat yang berhubungan dengan penurunan pH darah akan mengarah pada keadaan asidosis laktat. Asidosis laktat didefinisikan sebagai keadaan asidosis metabolik dengan kadar laktat ≥5 mmol/L dan pH arteri <7.35. Hiperlaktatemia terjadi pada pasien dengan kadar laktat >2 mmol/L. Pada pasien kritis asidosis laktat biasanya memiliki angka mortalitas yang tinggi pula, pada konsentrasi >8 mmol/L memprediksi kematian. Studi prospektif baru tentang kadar laktat melaporkan kematian mencapai 83% pada pasien dengan kadar laktat >10 mmol/L. Tetapi pada setiap individu, prognosis sangat tergantung kepada penyakit dasar, dengan asidosis laktat sebagai indikator beratnya keadaan syok, dan responnya terhadap terapi(Andersen dkk., 2013 Nichol dkk., 2011). Pada tahun 1926, Cohen dan Woods mencoba untuk membagi penyebab peningkatan laktat dihubungkan dengan adanya keadaan hipoksia jaringan pada tipe A dan tipe B. Klasifikasi asidosis laktat dibagi menjadi: A. Keadaan sekunder yang berhubungan dengan hipoksia jaringan (tipe A): 1. Syok 2. Anemia berat 3. Hipoksemia berat
4. Hipoperfusi regional 5. Keracunan karbon monoksida B. Keadaan sekunder oleh suatu mekanisme lain (tipe B): 1. Berhubungan dengan penyakit tertentu (tipe B1) Sepsis, gagal hepar, defisiensi tiamin; suatu kofaktor enzim yang berperan dalam metabolisme laktat; keganasan tertentu, misal: limfoma, kanker paru, kanker payudara, feokromositoma, diabetes. 2. Akibat obat atau racun tertentu (tipe B2) Obat anti diabetik golongan biguanid (fenformin, metformin), biasanya pada keadaan insufisiensi renal; golongan alkohol (ethanol, methanol), glikol (etilen glikol, propilen glikol), merupakan pelarut obat-obat parenteral ;
obat
simpatomimetik
(epinefrin,
terbutalin,
ritodrin) ;
overdosis asetaminofen dan asam salisilat; antiretrovirus; sorbitol dan silitol; sianida (metabolit natrium nitroprusida) ; isoniazid ; fruktosa. 3. Suatu kelainan kongenital (tipe B3) Penyakit von Gierke (penyakit gangguan penyimpanan glikogen tipe I); intoleransi fruktosa bawaan; defisiensi karboksilase piruvat; defisiensi 1.6 bifosfat fruktosa; gangguan fosforilasi oksidasi bawaan; defisiensi dehidrogenase piruvat; sindrom Kearns-Sayre; sindrom mitochondrial encephalopathy with lactic acidosis and stroke(MELAS).
Penegakkan diagnosis asidosis laktat secara klinis tidak spesifik. Manifestasi klinis tidak memiliki tanda dan gejala yang khusus, hanya riwayat penyakit dan penemuan fisik saja yang dapat menggambarkan penyebab yang mendasarinya. Pernapasan Kussmaul mungkin tampak bila sudah terjadi asidemia yang bermakna serta tanda-tanda gangguan perfusi seperti hipotensi, oliguria, gangguan sensorium dan akral dingin. Diagnosis laboratorium yang digunakan untuk menegakkan asidosis laktat adalah analisis gas darah atau menghitung anion gap serum serta mengukur langsung kadar laktat (Van der Beek, 2001). Keadaan lain yang menjelaskan keadaan asidosis metabolik selain produksi laktat yang meningkat pada intraorgan perifer, adalah penurunan ambilan oleh hepar dan penurunan eliminasi oleh ginjal (Lubis, 2006). 2.4Pemantauan Kadar Laktat Pada Pasien Kritis Hubungan patogenik antar hipoksia global jaringan, morbiditas dan mortalitas khususnya pada pasien sepsis telah lama diketahui. Walaupun mekanismenya komplek, hipoksia global yang disertai sepsis dan syok septik secara independen menyebabkan respon inflamasi sistemik seperti aktivasi endotel, vasodilatasi, pelepasan mediator inflamasi dan modulasi sistem koagulasi, yang keseluruhan dapat menyebabkan disfungsi organ multipel dan kematian (Ellis dkk., 2005 Bateman dkk., 2005). Kadar laktat dapat dijadikan sebagai surrogate marker hipoksia jaringan dan keparahan penyakit, tidak bergantung pada tekanan darah. Peningkatan kadar laktat yang persisten lebih baik dibandingkan variabel transportasi oksigen (hantaran oksigen, konsumsi
oksigen, rasio ekstraksi oksigen) jika digunakan sebagai indikator angka kematian. Kadar laktat yang tinggi pada inisial dan akhir fase syok berhubungan erat dengan mortalitas. Oleh karena itu pengukuran laktat serial lebih bermakna karena; pertama, konsentrasi laktat dalam darah merefleksikan interaksi antara produksi dan eliminasi laktat. Kedua, peningkatan kadar laktat mengindikasikan terdapat mekanisme lain selain hipoksia sel seperti aktivitas up-regulation Na/KATP yang distimulasi oleh epinefrin di otot rangka dan inhibisi metabolisme piruvat atau peningkatan produksi laktat (Nguyen dkk., 2010). 2.5Perbedaan kadar PCO2 antara vena dan arteri (PCO2 gap) Resusitasi pada pasien kritis diarahkan dengan berbagai kombinasi nilai laboratorium standar, alat monitoring invasif dan tanda-tanda klinis, akan tetapi hasil akhir dari resusitasi yang adekuat masih dipertanyakan. Penanda ideal dari resusitasi yang adekuat harus bisa mengambarkan keadaan hipoksia jaringan dan memprediksi mortalitas serta prognosis pasien. Fungsi utama mikrosirkulasi adalah mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Bertujuan untuk mentransport oksigen dan zat nutrisi ke jaringan dan sel, untuk memastikan fungsi imunologis yang adekuat dan mengirim obat ke sel target. Mekanisme regulasi pengontrolan perfusi mikrosirkulasi dibagi menjadi miogenic (tekanan dan regangan), metabolik (O2, CO2, laktat dan H+) dan neurohumoral. Sistem kontrol ini menggunakan interaksi parakrin dan autokrin dalam meregulasi aliran darah mikrosirkulasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Autoregulasi ini juga mengalami kerusakan berat pada sepsis dan
disfungsi mikrosirkulasi merupakan faktor penentu pada patofisiologi dari sepsis. Disfungsi mikrosirkulasi ditandai dengan kelainan aliran darah pada sebagian kapiler mendapatkan perfusi yang sedikit dan bagian lain mendapatkan perfusi yang normal atau aliran darah yang tinggi. Pada kondisi ini tekanan parsial mikrosirkulasi turun dibawah tekanan O2 vena. Inilah yang menjadi alasan utama mengapa parameter pengukuran hemodinamik dan oksigen tidak dapat mendeteksi distres mikrosirkulasi dan menutupi proses yang masih terus berjalan. Dalam pemantauan pasien kritis di RTI parameter hemodinamik global tidak selalu sensitif untuk menilai gangguan perfusi jaringan. Seringkali pasien dianggap stabil (normotensi) tetapi sebenarnya ia dalam keadaan ‘syok’, yang membutuhkan resusitasi adekuat untuk menghindari risiko disfungsi organ yang irreversibel. Trzeciak dan Rivers (2005) menemukan suatu model yang menggambarkan parameter mikrosirkulasi yang dapat digunakan untuk menilai gangguan perfusi jaringan. Terdapat 7 parameter mikrosirkulasi yaitu saturasi mixed vein, pH intramukosa lambung, tekanan parsial CO2sublingual, mediator, defisit basa, perbedaan kadar CO2 arteri-vena dan kadar laktat (Palazzo, 2003). Secara umum kembalinya nilai normal dari tanda-tanda vital seperti, tekanan darah, jumlah urin, dan laju jantung digunakan sebagai titik akhir dari resusitasi. Tetapi beberapa ahli telah mengemukakan tidak adekuatnya menggunakan tanda-tanda vital ini pada pasien dengan sakit kritis. Penanda yang paling sering digunakan untuk menilai keberhasilan resusitasi adalah kadar laktat dan PCO2 gap.Pada umumnya diasumsikan tidak adekuatnya hantaran oksigen akan mengakibatkan hipoksia jaringan karena kegagalan sirkulasi sehingga akan
terjadi peningkatan CO2 dijaringan dan terjadi glikolisis anaerob yang kemudian menyebabkan penumpukan laktat. Hal ini tentu akan mengakibatkan peningkatan perbedaan PCO2 vena dan arteri. Dengan demikian diharapkan kadar PCO2 gap dapat mewakili pemeriksaan kadar laktat yang seperti diketahui biaya yang besar dan waktu pengukuran yang lebih lama serta penggunaaan skor yang bersifat subyektif. EGDT
memfokuskan
pada
tercapainya
target
untuk
parameter
hemodinamik yang global dan pengukuran variabel oksigen (disebut sebagai upstream titik akhir resusitasi) dan juga dalam mencari beberapa perubahan yang disebabkan langsung oleh perfusi jaringan seperti parameter asam basa (defisit basa) dan pH mukosa gaster (pHi), pCO2 sublingual (PslCO2) (disebut sebagai penanda downstream resusitasi yang efektif). Jaringan mikrosirkulasi yang intak merupakan penghubung yang kritikal antara sistem kardiovaskular dan oksigenasi jaringan yang efektif, atau dengan kata lain sebagai jembatan antara parameter upstream dan downstream (lihat gbr 1). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Silva dkk (2011) yang membandingkan hubungan antara PCO2 gap dengan hasil outcome yang buruk, didapatkan nilai PCO2 gap berdasarkan kurva pada ROC pada titik potong 5,0 mmHg antara titik potong PCO2 gap yang sempit dan yang lebar dengan sensitivitas 93,3% dan spesifitas 50,2 %. Dimana didapatkan pasien dengan kadar PCO2 gap ≥5mmHg mempunyai angka mortalitas yang tinggi dan insiden komplikasi yang lebih besar selama periode post operasi terutama syok sirkulasi, gagal ginjal dan infeksi RTI.
Kebutuhan O2
Suplai O2
Parameter DO2
Parameter Hemodinamik Titik akhir resusitasi ‘Upstream”
PaO2 Hemoglobin CO
Preload (CAVP, PCWP) Afterload (MAP, SVR) Kontraktilitas (SV) Denyut jantung Shock Index (HR/SBP) Coronary Perfusion Pressure
MIKROSIRKULASI
LAKTAT
SvO2 Penanda “Down stream” resusitasi yang efektif
SEL
DEFISIT BASA
MEDIATOR
PslCO2
pHi
(a-v)CO2
Gambar4. Peranan mikrosirkulasi pada Goal-directed therapy (Clinical manifestation of disordered perfusion in severe sepsis 2005)
Suatu sistem penilaian yang baik dapat memperkirakan prognosis pasien yang akurat, dan akan membantu klinisi dalam melakukan triase atau pemilahan pasien dan mengambil keputusan kelanjutan terapi pasien, apakah akan dihentikan terapinya (withdrawing) atau tidak akan ditingkatkan terapinya (withholding) atau terapi akan tetap diteruskan.
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1
Kerangka Berpikir Pada pasien kritis, parameter hemodinamik global seringkali tidak dapat
digunakan sebagai acuan. Untuk itu diperlukan suatu petanda untuk menilai gangguan perfusi jaringan. Pada keadaan ini peningkatan kadar laktat dalam darahdiduga dapat dijadikan petanda adanya gangguan perfusi jaringan atau gagal sirkulasi.Hiperlaktasemia diakibatkan oleh peningkatan produksi laktat, gangguan eliminasi dan utilisasi laktat. Hiperlaktasemia merupakan parameter independen yang berhubungan dengan mortalitas di RTI. Kadar laktat yang tinggi pada awal dan akhir fase syok berhubungan erat dengan mortalitas. Oleh karena itu pengukuran laktat serial lebih bermakna karena; pertama, konsentrasi laktat dalam darah merefleksikan interaksi antara produksi dan eliminasi laktat. Kedua, peningkatan kadar laktat mengindikasikan terdapat mekanisme lain selain hipoksia sel seperti aktivitas up-regulation Na/KATP yang distimulasi oleh epinefrin di otot rangka dan inhibisi metabolisme piruvat atau peningkatan produksi laktat. Selain itu penanda yang mungkin bisa digunakan untuk menilai keberhasilan resusitasi adalah PCO2 gap.Pada umumnya diasumsikan tidak adekuatnya hantaran oksigen akan mengakibatkan hipoksia jaringan karena kegagalan sirkulasi sehingga akan terjadi peningkatan kadar CO2 dijaringan. Hal
25
ini tentu akan mengakibatkan peningkatan perbedaan PCO2 vena dan arteri.Selain itu pemeriksaan PCO2 gap lebih murah dan tidak membutuhkan alat yang canggih. Atas dasar tersebut diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada korelasi antara kadar laktat dan PCO2 gap dan nilai PCO2 gap dapat diaplikasikan sebagai penanda pada pasien sepsis yang dirawat di RTI.
3.2
Konsep Penelitian
Pasien Kritis
Parameter hemodinamik Preload Afterload Kontraktilitas Syok index
Parameter DO2: PaO2/ Hb/ CO
Mikrosirkulasi
SEL SVO2
(a-v) CO2
Defisit basa
Laktat
Gambar 5.Kerangka Konsep 3.3
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas, hipotesis penelitian ini yaitu:
-
Terdapat korelasi antara kadar laktatdan PCO2 gapsebagai penanda pada pasien sepsis di RTI RSUP Sanglah.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan observasional (cross sectional) dengan teknik
consecutive samplinguntuk mengetahui korelasi antara kadar laktat dengan kadar PCO2 gap sebagai penanda pasien sepsis di RTIRSUP Sanglah. Dengan kerangka operasional sebagai berikut:
RTI Kriteria inklusi
Parameter Syok Laktat/PCO 2
ANALISIS DATA
Korelasi
Gambar 6. Rancangan Penelitian
28
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dikerjakan di Ruang Terapi Intensif Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar dengan mengumpulkan data pasien yang masuk RTI periodeSeptember sampaiDesember 2014. 4.3
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan dalam bidang Ilmu Anestesiologi dan Terapi Intensif.
4.4
Populasi, Sampel dan Jumlah Sampel
4.4.1 Populasi penelitian Populasi penelitian ini adalah pasien-pasien yang masuk RTIdi RSUP Sanglah Denpasar, selama periode 1 September 2014 sampai 1 Desember 2014. 4.4.2 Sampel penelitian Sampel penelitian ini adalah semua pasien yang masuk RTI RSUP Sanglah Denpasar, yang memenuhi kriteria eligibilitas sebagai berikut:
a. Kriteria penerimaan:
semua pasien dewasa usia 18-65 tahun yang masuk ke perawatan RTI.
Pasien yang sesuai dengan kriteria sepsis.
Pasien / keluarga pasien yang setuju mengikuti penelitian.
b. Kriteria penolakan: Pasien luka bakar, pasien pasca bedah jantung dan pasien dengan perawatan koroner.
Pasien
menggunakan
preparat
isoniazid,
methampitamin,
metformin, asam valproat, dan antiretroviral nucleoside analog (Zidovudine, didanosine, lamivudine).
Pasien / keluarga pasien yang menolak mengikuti penelitian. 4.4.3 Jumlah Sampel Besar sampel dihitung dengan rumus penghitungan besar sampel untuk uji korelasi (S. Sastroasmoro,2011) yaitu:
(Zα + Zβ) n=
2
+ 3 0,5 ln[(1+r)/(1-r)]
Keterangan: n
= Jumlah sampel
Zα
= kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα = 1,64
Zβ
= kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 10%, maka Zβ= 1,28
r
= koefisien korelasi sebesar 0,4
Dengan demikian, besar sampel minimal 51. 4.4.4 Cara pengambilan sampel Pengambilan sampel sebagai subyek penelitian dilakukan dengan consecutive sampling, setiap pasien sepsis yang masuk RTI RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktutertentu hingga jumlah sampel minimal terpenuhi. 4.5
Variabel Penelitian
4.5.1 Identifikasi variabel Variabel penelitian : Kadar laktat dan PCO2 vena-arteri 4.5.2 Definisi Operasional Variabel 1. Kadar laktat: kadar laktat darah vena sentral yang diambil saat awal masukpasien sepsis di RTI dengan menggunakan laktat analyzer Egde. 2. Kadar PCO2 vena sentral dan arteri: kadar PCO2 vena sentral dan arteri yang diambil saat awal pasien sepsis masuk rawat di RTI. 3. Umur : umur resmi pada saat masuk RS rawat RTI yang diketahui dari tanggal lahir yang didapat dari wawancara atau dari dokumen resmi, misalnya KTP atau SIM. 4. Berat badan : berat badan saat masuk rawat di ruang intensif.
5. Syok : keadaan hipoperfusi jaringan yang ditandai dengan MAP < 50 mmHg. 6. Sepsis : kumpulan gejala akibat responssistemik terhadap inflamasi (Sistemic Inflammatory Respons Syndrome = SIRS) akibat infeksi. 7. Tensimeter : alat untuk mengukur tekanan darah, dapat berupa tensimeter manual maupun tensimeter elektrik. 8. Pulse oxymetri : alat untuk mengukur saturasi oksigen perifer. 9. Temperatur axilla : suhu pasien saat awal masuk ruang rawat intensif yang diukur dengan thermometer tabung kaca didaerah axilla. 10. Pola ventilasi : jenis pernapasan pasien saat awal dilakukan pemeriksaan. 11. Mortalitas : kualitas atau kondisi yang berhubungan dengan kematian yang terjadi pada saat pasien dirawat di rumah sakit yang ditandai dengan hilangnya semua tanda hidup berupa fungsi jantung dan nafas. 12. Sensitivitas : probabilitas positif (mortalitas) pada pasien yang meninggal. 13. Spesifisitas : probabilitas negatif (survival) pada pasien yang bertahan. 4.6
Instrumen Penelitian 1. Instrumen Handheld Lactate Analyzer the EDGE®Lactate. Alat ini dapat mengukur kadar laktat darah secara kuantitatif dalam mmol/L. 2. Sampel darah arteri-vena sentral dan perifer 3. Formulir: protokol penelitian, alur penelitian dan isian penelitian.
4.7
Prosedur Penelitian 1.
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data pasien sepsis saat masukRTI RSUP Sanglah selama 1 September2014 sampai 1 Desember 2014.
2.
Data kadar laktat darah periferdiambil saat awal pasien sepsis yang dirawat di RTI.
3.
Data kadar PCO2 vena sentral dan arteri diambil saat awal pasien sepsis yang dirawat di RTI.
4.
Data akan dianalisis kemudian disimpulkan korelasi antara kadar laktat dan PCO2 gap.
4.7.1. Bagan Prosedur Penelitian
Populasi Target
Inklusi
Populasi Terjangkau
Eksklusi
Elegible Subject/ Sampel
Kadar Laktat inisial, PCO2 gap inisial
Analisis Data
Korelasi
Gambar 7. Prosedur Penelitian
4.8
Analisa Statistik
Analisis statistik deskriptif Untuk menggambarkan karakteristik subjek. Umur, jenis kelamin dan pola napas dipresentasikan dengan nilai rerata ± simpang baku. Analisis normalitas data Untuk melakukan uji normalitas data digunakan uji normalitas dari Shapiro Wilk. Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai p dari uji Shapiro Wilk> 0.05, jika sebaliknya (≤ 0.05) maka data tidak berdistribusi normal. Analisis uji korelasi Untuk menilai korelasi antara kadar laktat dan PCO2 gap. Karena data berupa skala numerik, jika sebaran data pada kedua variabel berdistribusi tidak normal maka analisa dengan Pearson Rank Correlation sedangkan bila kedua variabel terdistribusi normal maka analisis menggunakan t-test.Kuatnya korelasi dinilai dengan r (koefisien korelasi) dan nilai p dan ditampilkan dalam scatter plot. Semua tahapan analisis data menggunakan bantuan program komputer Stata SE 12.1.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi prospektif observasional yang dikerjakan mulai dari bulan Oktober 2014 sampai dengan Desember 2014 pada pasien-pasien sepsis yang masuk di RTI RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria eligibilitas. Pengambilan sampel dilakukan setelah mendapat informed consent dari keluarga pasien. Tidak ada sampel yang drop out dalam penelitian ini.
5.1 Karakteristik Sampel Didapatkan total 51 sampel yang akan diikutsertakan dalam analisis. Tabel 5.1 menunjukkan karakteristik pasien. Populasi pasien terdiri atas 35 laki-laki dan 18 perempuan, dengan rerata umur ± SD adalah 50,33 ± 11,97 tahun. Kasus terbanyak yang dijumpai adalah sepsis berat sebanyak 52,94%, selain itu terdapat kasus syok sepsis sebanyak 47,06%. Dari seluruh pasien tersebut sebanyak 62,75% adalah pasien dengan napas spontan dan sebanyak 37,25% pasien dengan ventilator.
36
Gambar 8. Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Karakteristik
Nilai
Umur (tahun; rerata ± SD)
50,33 ± 11,977
Jenis Kelamin (Laki-laki / Perempuan); n [%])
35 (68,63) / 16 (31,37)
Pola Napas Spontan (n/N [%])
32/51 (62,75)
Ventilator (n/N [%])
19/51 (37,25)
Diagnosa Sepsis Berat (n/N [%])
27/51 (52,94)
Syok Sepsis (n/N [%])
24/51 (47,06)
5.2 Uji Normalitas Data Uji normalitas data menggunakan Shapiro-Wilk W test (n ≥ 51) di mana didapatkan salah satu tidak berdistribusi normal, didapatkan p > 0,05 (data tidak berdistribusi normal). Shapiro-Wick W test for normal data Variabel
Obs
W
V
Z
Prob>z
Kadar laktat
51
0,97486
1,201
0,391
0,34784
pCO2 gap
51
0,90906
4,344
3,136
0,00086
5.3 Korelasi kadar laktat dan pCO2 gap Hasil uji korelasi dengan Shapiro-wilk W test menunjukan korelasi positif lemah dan tidak bermakna secara statistik antara kadar laktat dengan nilai pCO2 gap (Shapiro-Wilk W test p = 0,6232; p > 0,05). Bisa dilihat dari skala di bawah ini, penyebaran titik pCO2 gap tidak mengikutiarea yang diharapkan meskipun ada beberapa titik yang sesuai dengan yang diharapkan.
Gambar 9Scatter plotDistribusi nilai PCO2 gap dan kadar laktat
Rerata nilai pCO2 gap dan kadar laktat berdasarkan diagnosis menunjukkan persamaan dalam hal peningkatan rerata yang cukup bermakna pada masingmasing kelompok sepsis (cut of point >5). Hal ini dapat dilihat pada kedua gambar 10 dan gambar 11 dibawah ini.
Gambar 10 Diagram Batang Rerata nilai PCO2 gap berdasarkan diagnosis (p > 0,05)
Gambar 11. Diagram Batang Rerata kadar laktat berdasarkan diagnosis (p > 0,05)
BAB VI PEMBAHASAN
Penilaian ini bertujuan mengetahui korelasi kadar laktat dan PCO2gap sebagai prediktor mortalitas pada pasien sepsis di ruang rawat intensif. Pada dasarnya diasumsikan bahwa tidak adekuatnya hantaran oksigen akan mengakibatkan hipoksia jaringan karena kegagalan sirkulasi sehingga akan terjadi peningkatan CO2 dijaringan dan terjadi glikolisis anaerob yang kemudian menyebabkan penumpukan laktat. Dengan demikian diharapkan kadar PCO2gap dapat mewakili pemeriksaan kadar laktat yang seperti diketahui biaya yang besar dan waktu pengukuran yang lebih lama. Trzeciak dan Rivers (2005) menemukan suatu model yang menggambarkan parameter mikrosirkulasi yang dapat digunakan untuk menilai gangguan perfusi jaringan. Terdapat 7 parameter mikrosirkulasi yaitu saturasi mixed vein, pH intramukosa lambung, tekanan parsial CO2sublingual, mediator, defisit basa, perbedaan kadar CO2 arteri-vena dan kadar laktat (Palazzo, 2003). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Silva dkk (2011) yang membandingkan hubungan antara PCO2gap dengan hasil outcome yang buruk, didapatkan nilai PCO2gap berdasarkan kurva pada ROC pada titik potong 5,0 mmHg antara titik potong PCO2gap yang sempit dan lebar dengan sensitivitas 93,3% dan spesifitas 50,2 %.
40
Kadar laktat yang diukur pada 24 jam setelah masuk rumah sakit mempunyai sensitivitas 55,6% dan spesifisitas 97,2% untuk memperkirakan prognosis pasien sakit berat (Benjamin E, 2000). Pada penelitian ini didapatkan total 51 sampel dari pasien sepsis yang akan dirawat di ruang intensif. Kasus terbanyak berasal dari sepsis berat yakni sebanyak 52,94%. Adapun gambaran pasien didominasi laki-laki (68,6%), dengan rerata umur 50,33 ± 11,97 tahun. Kasus kedua terbanyak adalah syok sepsis sebanyak 47,06%. Setelah mendapatkan informed consentdari keluarga atau pengantar, dilakukan penilaian kadar laktat dan PCO2 gap. Pada penelitian ini menunjukkan tingkat korelasi yang rendah antara kadar laktat dan PCO2 gap meskipun nilai rerata PCO2 gap dan kadar laktat berdasarkan diagnosis sama-sama menunjukkan peningkatan nilai yang bermakna. Hal ini dapat disimpulkan bahwa nilai PCO2 gap tidak bisa dinilai secara terpisah karena nilai PCO2 gap hanya menilai suatu proses yang sedang berjalan dan dipengaruhi oleh berbagai macam faktor dimana perlu diketahui bahwa keadaan pasien saat itu merupakan suatu proses perjalanan penyakit yang sudah menahun dan sedangkan kadar laktat merupakan hasil akhir dari sebuah proses. Dan perlu diketahui juga bahwa nilai PCO2 gap sangat dipengaruhi oleh keadekuatan hantaran oksigen akibat kegagalan sirkulasi sehingga terjadi hipoksia jaringan. Dalam suatu tinjauan ulang terbaru Lamia dkk menyatakan bahwa PCO2 gap bisa diperlakukan sebagai suatu penanda hipoksia jaringan dan kecukupan aliran darah vena untuk mengeluarkan total CO2 yang diproduksi oleh jaringan perifer.
Oleh karena itu nilai PCO2 gap kemungkinan lebih bermakna untuk menilai keberhasilan resusitasi dan kecukupan volume intravaskuler, serta perlu pemeriksaan serial atau kombinasi dengan pemeriksaan lainnya dapat lebih bermanfaat.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Terdapat korelasi positif lemah antara kadar laktat dengan PCO2gap meskipun dari hasil berbagai parameter menunjukkan nilai yang hampir sama. Dengan demikian PCO2gap tidak bisa menggantikan kadar laktat sebagai prediktor mortalitas pada pasien sepsis yang dirawat di ruang intensif. Nilai PCO2gap kemungkinan lebih bermakna dalam menilai keberhasilan resusitasi pasien dengan hipoperfusi jaringan terutama dalam hal kecukupan volume intravaskuler. 7.2 Saran 1. PCO2gap bisa digunakan sebagai penanda keadaan hipoperfusi jaringan dan kecukupan volume intravaskuler terutama pasien dengan keadaan syok. 2. Penelitian serial nilai PCO2gapmungkin akan lebih bermakna sebagai prediktor mortalitas pada pasien sepsis di ICU.
43
DAFTAR PUSTAKA Agrawal, S., Sachdev, A., Gupta, D., Chugh, K. 2004. Role of lactate in critically ill children. Indian Journal Critical Care Medicine, 8: 173-81. Andersen, L. W., Mackenhauer, J., Roberts, J. C., Berg, K. M., Cocchi, M. N., Donninq, M. W. 2013. Etiology and Therapeutic Approach to Elevated Lactate Levels. Mayo Clinic 88(10) : 1127-1140. Bateman, R. M., Walley, K. R. 2005. Microvascular resusitation as a therapeutic goal in severe sepsis. Critical care; 9(4):S27-32. Benjamin, E. 1999. Management of metabolic acidosis in critically ill patients: an etiological approach to the therapeutic strategy. Reanim Urgences, 8: 514-24. Bouch, D. C., Thompson, J. P., 2008. Severity scoring systems ini the critically ill.British Journal Anaesthesia 8(5): 181-185
Chawla, L., Nades, A., Nelson, T., Govindji, T., Wilson, R., Szlyk, S. 2010.Utilization of base deficit and reliability of base deficit as a surrogate for serum lactate in the peri-operative setting. BMC Anesthesiology 10 : 16.
Dunne, J., Napolitano, L. M., Tracy, J. K., Scalea, T. M. 2002. Lactate and base deficit in trauma : does alcohol impair their predictive accuracy?. Journal Trauma58:959 –966. Ellis, C. G., Jagger, J., Sharpe, M. 2005. The microcirculation as a functional system.Critical care; 9(4):S3-8. FitzSullivan, E., Salim, A., Brown, C., Demetriades, D., Long, W., Martin, M. 2006.Discordance between lactate and base deficit in the surgical ICU : Which one do you trust. The American journal of surgery, 191(5): p. 625-630. Gunnerson, K. J., Saul, M. He S., Kellum, J. A. 2006.Lactate versus nonlactate metabolik acidosis:a retrospective outcome evaluation of critically ill patients. Critical Care;10:R22.
Guillermo, O. R., Marco, A. P., Eugen, F. 2006. Sepsis Occurrence and Its Prognosis in Latin America.Sepsis 2nd edition. p. 11-24
Higgins, T. L. 2008. Severity of Illness indices and outcome prediction: development and evaluation. Dalam : Shoemaker WC, Holbrook PR, Ayres SM, Grevink A. Textbook of Critical Care. Philadelphia : WB Saunders, 2069-81. Hillman, Ken et al. 2004. Economics, outcome and ethics in intensive care in Clinical Intensive Care and Acute Medicine 2nd edition. New York. Cambridge University Press.
Hulley, S. B., Cummings, S. R. 1988. Designing Clinical Research : an Epidemilogical Approach 2nd ed.(App 13A) Williams and Wilkins Baltimore. h. 215. Husain, F.A., Martin, J.M., Mullenix, S.P., Steele, R.S., Elliot, C. D. 2003. Serum lactate and base deficit as predictors of mortality and morbidity. American Journal of Surgery; 185 (5). Ince, C. 2005. A review: the microcirculation is the motor of sepsis. CriticalCare Journal; 9(4): S13-19. Jansen, T. C. 2011. Lactate revisited : is Lactate monitoring beneficial for ICU patients?. Netherlands Critical Care Vol 15 No 1. Kaplan., Lewis, J., Kellum.John, A. 2004.Initial pH, base deficit, lactate,anion gap, strong ion difference, and strong ion gap predict outcome from major vascular injury. Critical Care Medicine;32:1120-1124. Koliski, A., Cat, I. 2005. Blood lactate concentration as prognostic marker in critically ill children. JPediatric; 81: 287-92. Kruse, O., Grunnet, N., Barfod, C. 2011. Blood lactate as predictor for in-hospital mortality in patients admitted acutely to hospital : a systematic review. Scandinavian journal of trauma, resuscitation and emergency medicine 19:74. Lamia. B., Monet, X., and Teboul, J-L. 2006. Meaning of arterio-venous PCO2 defference in circulatory shoch. Minerva Anesthesiologica, vol. 72, no. 6, pp. 597-604. Lubis., 2006. Asidosis Laktat.Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39. No 1. Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, S.H. 2002. Perkiraan Besar Sampel. Dalam: Sastroasmoro, S., Ismael, S.
penyunting. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta: CV Sagung Seto. h. 259-288. Malmir, J., Bolvardi, E., Aghae, M. A. 2014. Serum lactate is a useful predictor of death in severe sepsis and septic shock. Reviews in clinical medicine; Vol 1 (No 3). Marty, P., Roqully, A., Vallee, F., Luzi, A., Ferre, F., Fourcade, O. 2013.Lactate clearance for death prediction in severe sepsis or septic shock patients during the first 24 hours in Intensive Care Unit: an observational study. Annuals of Intensive Care2013, 3:3. Naved, Saad Ahmed et al. 2011. APACHE-II Score Correlation With Mortality And Length Of Stay In An Intensive Care Unit in Journal of the College of Physicians and Surgeons Pakistan 2011, Vol. 21 (1): 4-8. Neviere, R., Chagnon, J-L., Teboul, J-L., Vallet, B., Wattel, FB. 2002. Small and microvascular blood flow intestine intramucosal PCO2 during hypoxic and ischemic hypoxia. Critical Care Medicine, 30: 379-384. Nguyen, B., Loomba, M., Yang, J., Jacobsen, G., Shah, K., Otero, R. 2010.Early lactate clearance is associated with biomarkers of inflammation, coagulation, apoptosis, organ dysfunction and mortality in severe sepsis and septic shock. Journal of inflammation 7:6. Nichol, A., Egi, M., Pettila, V., Bellomo, R., French, C., Hart, G. 2010.Relative hyperlactatemia and hospital mortality in critically ill patients: a retrospective multi-center study. Critical care 14: R25. Nichol, A., Bailey, M., Egi, M., Petilla, V., French, C., Stachowski, E. 2011.Dynamic lactate indices as predictors of outcome in critically ill patients. Critical care 15: R242. Palazzo, M. 2003.Assessment of Severity and outcome of critical illness. Oh’s intensive care manual 5th ed. h.11-19. Raoof ND, Pastores SM, Voigt L, dkk. 2004.Arterial lactate, glucose, MPM II Scores and Mortality in critically ill cancer patients. Critical Care Medicine.; 32: A 72. Romy, W., Suparyatha, I. B. Gd., Sidiartha, I. G. L., Budi Hartawan, I. N. 2012. Mortalitas Asidosis Metabolik Laktat dan Non Laktat di Unit Perawatan Intensif Pediatrik RSUP Sanglah. Sari Pediatri Vol. 13 No. 5.
Silva Jr J.M, Amanda M, Segura J.L, Ribeiro M.H, Sposito C.N, Toledo D.O, Rezende E, Malbouisson L.M. 2011. A large Venous-Arterial PCO2 is associated with Poor Outcome in Surgical Patients. Anesthesiology Research and Practice Volume 2011. Smith, I., Kumar, P., Molloy, S. 2001. Base excess and lactate as prognostic indicator for patient admitted to intensive care. Intensive care medicine 27: 74-83. Trzeciak, S., Rivers, E.P. 2005. A review: Clinical manifestation of disordered perfusion in severe sepsis. Crit Care; 9(1): S20-26. Vincent, J. L., Backer, D. D. 2005.Microvascular dysfunction as a cause of organ dysfunction in severe sepsis. Critical care; 9(4): S33-37. Van der Beek, A., Meinders, A.E. 2001.Lactic Acidosis : Pathophysiology, diagnosis and treatment Review. The Netherlands journal of medicine; 58: 128-136. Van Beest, P.A., Brander L., Jansen, S.P.A., Rommes, J., Kuiper, M., Spronk, P. 2013. Cumulative lactate and hospital mortality in ICU paients. Annuals of Intensive Care 3:6. Van der Linden., I.Rausin., A.Deltell et all. 1995. Detection of tissue hypoxia by arteriovenous gradient for PCO2 and pH in anesthetized dogs during progressive hemorrhage. Anesthesia and Analgesia, vol. 80, no. 2, pp. 269-275. Vernon, C., LeTourneau, J. L. 2010. Lactic acidosis: Recognation, Kinetics, and Associated Prognosis. Critical care Clinics 26 h. 255-283. Yolbas, I., Sen, V., Bosnak, M., Kelekci, S., Yel, S., Gunes, A. 2013. The relationship between blood lactate levels and mortality in pediatric intensive care patients. Journal of Clinical and Expreimental Investigations4 (3) : 269-273.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3 JADWAL PENELITIAN No
1
Kegiatan
Pembuatan Proposal
2
Seminar proposal
3
Perbaikan/izin penelitian
4
Pelaksanaan penelitian
5
Pengolahan Data
6
Seminar Hasil
7
Penyempurnaan Hasil
8
Ujian Tesis
9
Penyempurnaan Tesis
Agust
Sept
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
2014
2014 2014 2014 2014 2015 2015 2015 2015
Lampiran 4 RINCIAN INFORMASI Penjelasan mengenai penelitian KORELASI KADAR LAKTAT DAN PCO2GAPSEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF Di Ruang Terapi Intensif ini akan dilakukan penelitian mengenai korelasi kadar laktat dan PCO2gap pada pasien yang dirawat di ruang terapi intensif (RTI). Sehubungan dengan itu kami mengajak bapak/ibu untuk ikut serta dalam penelitian ini. Apabila bapak/ibu setuju, bapak/ibu akan ikut serta dalam penelitian ini, yaitu akan diambil sebagian sampel darah arteri dan darah vena sentral dari sampel darah yang sudah diambil sebelumnya, kemudian dilakukan pengukuran di laboratorium dan diambil datanya untuk diteliti. Apabila bapak/ibu bersedia ikut serta dalam penelitian ini kami ucapkan terima kasih, dan semua biaya untuk penelitian ini akan ditanggung peneliti, dan kerahasiaan identitas bapak/ibu akan kami jaga dengan cara mencantumkan hanya inisial saja. Sedangkan jika bapak/ibu tidak bersedia ikut serta dalam penelitian ini maka bapak/ibu akan tetap diberikan pelayanan sebagaimana mestinya. Terima kasih. Hormat kami, Peneliti
(dr. Marselinus Wijaya)
Catatan : Nomer telepon peneliti yang bisa dihubungi jika terjadi sesuatu yang perlu dikomunikasikan adalah 08111668023.
Lampiran 5 LEMBAR PENELITIAN KORELASI KADAR LAKTAT DAN PCO2GAP SEBAGAI PREDIKTOR MORTALITAS PADA PASIEN SEPSIS DI RUANG TERAPI INTENSIF RSUP SANGLAH Data Umum 1. No.Rekam Medis 2. Nama 3. Umur 4. Jenis Kelamin 5. Berat Badan 6. Tanggal masuk
: ...................................No.sampel : .................................... : ............................................................................................. : ............................................................................................ :…………………………………………………………… : ............................................................................................ : ............................................................................................
Data Khusus 1. Diagnosis : .......................................................................... 2. PCO2arteri :………………………………………………. 3. PCO2 vena sentral : ......................................................................... 4. Kadar Laktat : ......................................................................... 5. Tekanan darah : ......................................................................... 6. Nadi : ......................................................................... 7. Saturasi perifer : .......................................................................... 8. Temperatur axilla : .......................................................................... 9. Pola ventilasi: spontan/ ventilator (mode / FiO2 / RR / TV / Pressure ) Prosedur Kerja 1. Pengambilan Sampel Vena sentral-Arteri a. Dilakukan pencatatan identitas, diagnosis, tekanan darah termasuk topangan hemodinamik yang sedang digunakan, denyut jantung, saturasi oksigen perifer, temperatur axilla dan pola ventilasi saat pengambilan sampel dikerjakan. b. Sampel analisis gas darah melalui arteri dan vena dilakukan melalui punksi arteri radialis dan vena sentral (CVC) oleh perawat ruang terapi intesif yang sudah bekerja minimal selama 6 bulan berturut – turut di ruang intensif. c. Tentukan lokasi punksi (pulsasi arteri radialis) d. Desinfeksi dengan menggunakan kapas alkohol e. Pengambilan sampel masing-masing sebanyak 0,5 cc dengan menggunakan spuit khusus AGD 2. Penilaian Laktat a) Sampel yang diambil diperiksa nilainya dengan alat Laktat Analyzer EDGE pada pasien sepsis waktu awal masuk. b) Pengambilan sampel sebanyak 1 tetes darah vena
Lampiran 6 SURAT PERSETUJUAN WALI SUBYEK PENELITIAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : ______________________________________________________________________ Umur : ______________________________________________________________________ Jenis Kelamin : ______________________________________________________________________ Alamat : ______________________________________________________________________ Pekerjaan : ______________________________________________________________________ Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari risiko penelitian tersebut dibawah ini yang berjudul : ___________________________________________________________________________ ______________ ___________________________________________________________________________ ______________ Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan : anak/ …………………………………………………………………………………… (hubungan keluarga terdekat dalam hal ini penderita tidak dapat memutuskan sendiri) Nama : ______________________________________________________________________ Umur : ______________________________________________________________________ Jenis Kelamin : ______________________________________________________________________ Alamat : ______________________________________________________________________ Pekerjaan : ______________________________________________________________________ Dalam penelitian tersebut dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan, berhak membatalkan persetujuan ini. Denpasar, ……………………………. 2014 Mengetahui : Yang menyetujui Penanggung Jawab penelitian Wali peserta uji klinik
( ________________________ )
( ________________________ ) Saksi
( ___________________________ )
PERSETUJUAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN KLINIS AGREEMENT FOR CLINICAL RESEARCH PEMBERIAN INFORMASI Information Delivered Peneliti Researchers Penerima Informasi/pemberi persetujuan Recipient information/approved by No Jenis Informasi Information 1
Tujuan penelitian Aims of research
2
Manfaat penelitian The purpose of research
3
Prosedur Penelitian Research procedure
4
Risiko potensial dan rasa tidak enak yang akan dialami Potencial Risks and feeling discomfort Prosedur Alternatif alternative procedure
5
6
Menjaga kerahasiaan Confidentiality
7
Kompensasi bila terjadi kecelakaan dalam penelitian Compensation in the event of an accident in the research Partisipasi berdasarkan kesukarelaan Based on voluntary participation Nama dan alamat peneliti yang bisa dihubungi bila
8
9
Isi Informasi(oleh peneliti) Information detail(by researchers)
Tanda(√) Marked
10
11
12
13
14
15
terjadi kecelakaan atau subyek ingin bertanya Name and address of the researcher who can be contac in the event of accident or subject would like to ask Perkiraan jumlah subyek yang akan diikutsertakan dalam penelitian Estimated number of subjects to be included in the study Kemungkinan dapat timbul resiko yangdiketahui pada saat ini Possibility may arise risks known at this time Estimated cost Subyek dapat dikeluarkan dari penelitian Subject may excluded in the study Bahaya potensial bila ada bagi subyek yang mengundurkan diri sebelum penelitian selesai A potential danger(if any) for the subjects who withdrew before study completion Insentif bagi subyek (bila ada) Incentives for the subject (if any) Bila menolak/membatalkan untuk berpartisipasi, bahwa akses mereka terhadap proses pelayanan dijamin tidak terpengaruhi atau terganggu When refuse / cancel to participate, that
their access to the service process is guaranteed not affected or impaired Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal hal diatas secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi Hereby declare that I have explained the above things are true and clear and provides an opportunity to ask and / or discuss
Saya sudah mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan saya sudah mengerti dan puas dengan penjelasan yang diberikan sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan saya. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya SETUJU untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian. I've had the opportunity to ask and I already understand and are satisfied with the explanation given in connection with my question. I hereby declare to the fact that I AGREE to participate in that research.
Tanda tangan peneliti Signature
Tanda tangan (Pasien/wali) Signature
Lampiran 7 DATA PASIEN Nadi Diagnosa
PCO 2 arteri
PCO 2 Vena
Kadar Laktat
12
35
44
2,8
105
22
50
57
3,5
40
130
12
36
39
7,8
18
48
51
3,7
No
Nama
JK
Umur
Pola nafas
1
IWG
L
47 th
Ventilator
Sepsis Berat
37,8
151
2
S
L
45 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
36,5
3
NNC
P
41 th
Ventilator
Perforasi Ileum
RR
Suhu
4
INY
L
58 th
Spontan
Urosepsis
37
115
5
NPW
P
53 th
Ventilator
Syok Sepsis
37,5
120
12
25
37
2,7
6
GC
L
60 th
Ventilator
Urosepsis
38
119
14
39
40
4,1
7
NK
L
60 th
Ventilator
Urosepsis
38,4
125
14
30
48
6,8
24
33
42
5,4
8
IKS
L
62 th
Spontan
Sepsis Berat
36,8
110
9
NNDA
P
64 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
37,5
110
28
44
49
5,1
10
IWYP
L
45 th
Ventilator
Sepsis Berat
38,9
120
12
42
50
3,4
11
NNS
P
41 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
38,2
120
24
43
51
4,3
14
42
49
8
12
KBK
L
61 th
Ventilator
Syok Sepsis
40
137
13
INP
L
37 th
Spontan
Syok Sepsis
38
110
22
35
42
2,3
14
NPDE
P
27 th
Spontan
Syok Sepsis
36,2
105
18
37
44
6,2
16
41
50
7,4
15
IWS
L
41 th
Spontan
Syok Sepsis
36,4
122
16
NLP
P
50 th
Spontan
Syok Sepsis, Peritonitis
38,2
116
20
39
48
8
17
NKM
P
51 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
37,8
110
24
40
45
3,8
18
IKM
L
60 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
38
108
22
30
34
3,5
16
32
42
4,2
19
KS
L
56 th
Ventilator
Sepsis Berat
37,8
120
20
NS
L
47 th
Ventilator
Syok Sepsis
38,1
130
14
40
45
3,6
21
IKD
L
50 th
Ventilator
Syok Sepsis
37,4
100
20
46
50
2,8
22
MS
L
56 th
Spontan
HCAP, Syok Sepsis
36,5
104
18
34
40
3
20
40
45
8
23
IWP
L
62 th
Spontan
Syok Sepsis
38
116
24
NTS
L
63 th
Spontan
Syok Sepsis
37,9
126
22
41
46
4,6
25
NSS
L
18 th
Spontan
Peritonitis generalisata
38,6
125
20
42
48
6,5
24
40
50
5
26
NKS
P
41 th
Spontan
Syok Sepsis, Pneumonia
38
110
27
JS
P
49 th
Spontan
Pneumonia
37,5
130
24
48
53
4,5
28
IMB
L
47 th
Spontan
Sepsis Berat
38,5
122
22
42
49
5,6
29
NS
L
59 th
Spontan
Syok Sepsis
39
115
26
40
46
5,6
16
40
47
7
30
NKE
L
64 th
Ventilator
Sepsis Berat
39
128
31
NLPR
P
62 th
Ventilator
Syok Sepsis
38
118
16
35
42
3,5
32
JA
L
47 th
Ventilator
Sepsis Berat
38,5
125
16
46
50
4,8
33
WP
L
64 th
Spontan
Syok Sepsis
38
122
24
38
45
3,2
20
30
34
3,5
34
IKS
L
60 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
38
108
35
MSM
L
29 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
38
112
24
40
47
4,2
36
DD
L
14 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
37,8
112
26
39
46
4,5
37
LK
P
60 th
Spontan
Sepsis Berat
36,8
105
20
46
48
7,6
38
INN
L
65 th
Spontan
Syok Sepsis
36,4
100
22
20
36
6,4
16
37
40
5,4
39
MES
L
50 th
Ventilator
Pneumonia
38
130
40
IWS
L
49 th
Ventilator
Pneumonia, Sepsis
37
104
14
43
48
4,8
41
DNT
L
56 th
Spontan
Peritonitis Generalisata
37,5
108
22
35
45
5
24
38
42
6
42
KS
L
48 th
Spontan
Sepsis Berat
39
110
43
NWK
P
65 th
Spontan
Syok Sepsis, Pneumonia
37,6
124
22
40
44
3,8
44
NWR
P
55 th
Ventilator
Sepsis Berat
39
112
12
35
39
4,2
45
IND
L
47 th
Ventilator
Sepsis Berat
38
110
12
38
45
7,1
24
45
47
5
46
IMS
L
45 th
Spontan
Syok Sepsis
37,6
118
47
AAT
L
54 th
Ventilator
Sepsis Berat
38
109
14
43
50
4,5
48
IWA
P
48 th
Spontan
Urosepsis
38,4
120
20
38
42
4,6
49
IMK
L
59 th
Spontan
Syok Sepsis
37,9
108
20
40
42
6
18
40
45
5,7
14
46
49
6,5
50
NKD
P
25 th
Spontan
Sepsis, Pneumonia
38
118
51
YDS
P
37 th
Ventilator
Sepsis Berat
39
124