Artikel Penelitian
Korelasi Kadar Malonildialdehid dan Skor Child Autism Rating Scale pada Anak Gangguan Spektrum Autisme
Veranita Pandia,* Tuti Wahmurti A. Sapiie,* Setiawan,** Agnes Rengga Indrati*** *Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung **Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung ***Departemen/SMF Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung
Abstrak Pendahuluan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan kadar malonildialdehid (MDA) serum sebagai biomarker stres oksidatif pada anak dengan gangguan spektrum autisme (GSA) dan anak normal (nonGSA), serta untuk menganalisis korelasi antara kadar MDA serum anak GSA dengan skor Child Autism Rating Scale (CARS) yang digunakan untuk menilai derajat keparahan GSA. Metode: Penelitian ini adalah kasus kontrol yang dibagi menjadi kelompok anak GSA (15 orang) dan kelompok anak normal (15 orang) yang dicocokkan dengan usia dan jenis kelamin (matching). Derajat keparahan GSA dinilai dengan skor Child Autism Rating Scale (CARS) yang diisi oleh psikiater anak. Selain itu juga dilakukan analisis korelasi antara kadar malonildialdehid (MDA) serum dengan skor CARS pada anak GSA. Hasil: Rerata kadar MDA serum anak GSA (34,60 nmol/mL±4,99nmol/mL) lebih tinggi dibandingkan dengan anak normal (31,12 nmol/mL±3,44 nmol/mL); p=0,035. Terdapat perbedaan bermakna kadar MDA serum antara kelompok GSA dengan derajat ringan-sedang dan berat (p=0,005). Kadar MDA serum berkorelasi positif dengan skor CARS pada anak GSA (r=0,52) Kesimpulan: Kadar MDA meningkat pada anak GSA. Peningkatan kadar MDA sebagai biomarker stres oksidatif pada anak GSA berkorelasi dengan peningkatan skor CARS yang menunjukkan derajat keparahan GSA. J Indon Med Assoc. 2013;63:224-9. Kata kunci: malonildialdehid, Gangguan Spektrum Autisme, Child Autism Rating Scale
Korespondensi: Veranita Pandia Email: veranita
[email protected]
224
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
Korelasi Kadar Malonildialdehid dan Skor Child Autism Rating Scale pada Anak
The Correlation Between Malonyldialdehyde Level and Child Autism Rating Scale Score in Child With Autism Spectrum Disorders Veranita Pandia,* Tuti Wahmurti A. Sapiie,* Setiawan,** Agnes Rengga Indrati*** *Departemen/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung **Departemen Ilmu Faal Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung ***Departemen/SMF Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung
Abstract Introduction: The purpose of this research was to identify the correlation between the level of serum malonyldialdehyde (MDA) as a marker of oxidative stress in children with Autism Spectrum Disorder (ASD) and normal (non-ASD) children, as well as to analyze the correlation between the level of serum MDA and the score of Child Autism Rating Scale (CARS) that used to assess the severity of ASD in children. Method: This is a case-control study involved 15 children with GSA in case group and 15 normal children in control group, which matched for age and gender. The severity of ASD was assessed using CARS, This questionnaires were filled in by child psychiatrist. Correlation between serum malonyldialdehyde (MDA) and the sore of CARS in ASD children were also examined. Result: Mean of serum MDA level in ASD children (34,60 nmol/mL±4,99nmol/mL) was higher than normal children (31,12 nmol/mL±3,44 nmol/mL);p=0,035. There were a significant difference between the levels of serum MDA in mild-moderate ASD children and severe ASD in children based on the score of CARS (p=0,005). There was a significant correlation between serum MDA levels and CARS scores in ASD children (r=0,52) Conclution: Serum MDA level were higher in ASD children. The increased levels of serum MDA as a biomarker of oxidative stress correlates with an increased of CARS scores that indicates of the severity of ASD. J Indon Med Assoc. 2013;63:224-9 Keywords: malonyldialdehyde, Autism Spectrum Disorders, Child Autism Rating Scale
Pendahuluan Gangguan spektrum autisme (GSA) adalah gangguan perkembangan saraf yang berat, ditandai dengan gangguan perkembangan dalam interaksi sosial (defisit sosial), komunikasi yang timbal balik, serta minat dan perilaku yang terbatas dan/atau berulang. Gangguan perkembangan ini sudah tampak sejak anak berusia di bawah 3 tahun.1, 2 Sekarang ini, banyak peneliti memakai istilah GSA yang terdiri dari gangguan autistik, sindrom Asperger, dan pervasive developmental disorder not otherwise specified (PDD-NOS). Pengelompokan ketiga gangguan perkembangan ini tampaknya didasari oleh adanya kesamaan dalam karakteristik gejala inti, yaitu defisit sosial dengan manifestasi gejala yang bervariasi dan heterogen yang sudah terlihat sebelum anak berusia 3 tahun.3 Gangguan spektrum autisme ini merupakan salah satu gangguan neuropsikiatrik yang patut menjadi perhatian karena memiliki prevalensi yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut data epidemiologik yang terakhir didapatkan 1 orang anak GSA dari 166 anak, walaupun J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
penyebab terjadinya peningkatan prevalensi ini sampai dengan saat ini masih terus menjadi pertanyaan.4, 5 Selain itu, anak GSA juga dapat memberi dampak negatif pada keluarganya karena GSA merupakan gangguan perkembangan yang kronik dan memerlukan tata laksana yang panjang sehingga seringkali mereka menjadi beban bagi keluarganya.6 Tata laksana GSA sampai sekarang ini masih belum ada yang efektif, tentu saja hal ini berkaitan dengan faktor etiologi dan patogenesis GSA yang masih belum diketahui dengan jelas. Faktor genetik tampaknya berperan penting pada terjadinya GSA, hal tersebut didukung dengan penelitian yang menemukan bahwa GSA lebih banyak ditemukan pada pada kembar monozigot (60-92%) dibanding dengan kembar dizigot (0-10%.).7 Selain faktor genetik, faktor penyebab terjadinya GSA yang banyak diteliti pada saat ini adalah faktor neurobiologik, neurokimiawi dan imunologik, serta faktor lingkungan.8 Akan tetapi, saat ini diyakini bahwa penyebab terjadinya GSA adalah multifaktor dan merupakan interaksi antara kerentanan genetik dan faktor lingkungan.9, 10 Dalam 225
Korelasi Kadar Malonildialdehid dan Skor Child Autism Rating Scale pada Anak keadaan pajanan lingkungan sebagai pemicu GSA, maka peran gen adalah sebagai penyebab terjadinya kerentanan dalam jaras yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan tersebut. Dengan demikian, faktor lingkungan tampaknya berhubungan dengan terjadinya peningkatan prevalensi GSA dan beratnya gejala gangguan ini.11-13 Faktor lingkungan yang merupakan faktor risiko terjadinya GSA dan berperan penting dalam patofisiologi neuroinflamasi kronik dan stres oksidatif, antara lain adalah infeksi, perubahan pola nutrisi, gangguan pada masa prenatal (berat badan lahir rendah, usia kehamilan, dan hipoksia intrapartum), gangguan masa perinatal dan posnatal.14-16 Selain itu pada saat ini, meningkatnya pajanan terhadap toksin lingkungan, seperti polusi udara, pestisida, logam berat, merkuri, dan zat toksin lainnya juga merupakan faktor risiko GSA yang sulit untuk dihindarkan.12 Penumpukan zat toksin lingkungan ini dibawa secara transplansental dan menembus sawar darah otak sehingga mengakibatkan gangguan perkembangan.11 Pada saat ini, beberapa penelitian menemukan peranan stres oksidatif dalam perkembangan dan manifestasi klinis GSA. Stres oksidatif terjadi apabila kadar reactive oxygen species (ROS) melebihi kapasitas antioksidan sel. ROS bersifat sangat toksik dan bereaksi dengan lipid, protein dan asam nukleat, sehingga menimbulkan kerusakan oksidatif dan dapat menyebabkan kematian sel melalui apoptosis atau nekrosis.12,17-20 Otak sangat rentan terhadap stres oksidatif karena otak memiliki keterbatasan kapasitas antioksidan yang berfungsi untuk mendetoksifikasi. Selain itu, kebutuhan energi yang diperlukan otak lebih banyak, serta otak memiliki jumlah lipid dan besi yang lebih banyak. Otak hanyalah 2% dari massa tubuh tetapi otak mengonsumsi 20% dari oksigen hasil metabolisme, oleh karena itu neuronlah yang mempergunakan energi yang terbanyak. Neuron merupakan sel pertama yang dipengaruhi oleh stres oksidatif apabila terjadi peningkatan ROS dan kurangnya antioksidan intraselular. Target yang paling rentan terhadap kerusakan oksidatif adalah senyawa lipid yang banyak ditemukan pada membran sel dan kerusakan oksidatif pada asam lemak ini akan mengalami reaksi peroksidasi lipid.17, 18 Peroksidasi lipid merupakan rantai reaksi antara asam lemak tak jenuh ganda dan ROS, serta menghasilkan lipid peroksid dan polimer hidrokarbon yang keduanya sangat toksik terhadap sel. ROS dapat diperiksa secara tidak langsung dengan pengukuran kadar beberapa enzim antioksidan, seperti dismutase superoksid (SOD), katalase, atau peroksidasi glutation (GPx), atau dengan pengukuran hasil dari peroksidasi lipid, yaitu malonildialdehid (MDA). Malonildialdehid merupakan hasil akhir dari peroksidasi asam lemak tak jenuh ganda yang berikatan dengan ester, sehingga MDA digunakan sebagai penanda stres oksidatif.13,21,22 Kadar MDA plasma yang meningkat berhubungan dengan kerusakan sel yang dapat terjadi pada penyakit 226
inflamasi, penyakit autoimun (artritis reumatoid), aterosklerosis, dan gangguan neurodegeneratif (Alzheimer dan parkinson). Demikian pula, kadar MDA meningkat pada gangguan neuropsikiatrik, seperti depresi, skizofrenia, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas, serta GSA. 11,18,23-25 Beberapa penelitian menemukan adanya peningkatan peroksidasi lipid dalam plasma anak GSA.18, 26, 27 Faktor lingkungan yang berperan dalam terjadinya GSA tampaknya berkaitan dengan budaya dan tempat tinggal anak. Selain itu, banyaknya jenis terapi GSA seringkali menambah kebingungan orang tua dalam memilih terapi yang tepat bagi anaknya. Saat ini, sedang berkembang terapi biomedik yang berhubungan dengan peranan stres oksidatif dalam patogenesis GSA.28,29 Penelitian ini bertujuan untuk menilai kadar MDA serum anak GSA yang bertempat tinggal di kota Bandung daerah perkotaan. Selain itu, juga penulis ingin menganalisis lebih lanjut tentang korelasi antara kadar MDA serum tersebut dengan skor Child Autism Rating Scale (CARS) yang dapat mengukur derajat keparahan GSA pada anak. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan teori untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan stres oksidatif pada anak GSA. Demikian pula, dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam penatalaksanaan GSA, khususnya pemberian antioksidan. Metode Penelitian ini dilakukan menggunakan desain kasus kontrol. Subjek dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok subjek dengan GSA yang direkrut dari Sekolah Luar Biasa (SLB)-C atau tempat terapi atau Divisi Tumbuh Kembang di Rumah Sakit yang sebelumnya sudah mendapatkan sosialisasi tentang penelitian ini, kemudian dilakukan skrining untuk GSA dengan instrumen CARS dan pemeriksaan psikiatrik oleh psikiater anak, sedangkan kelompok lainnya adalah anak sehat dengan jenis kelamin dan usia yang disesuaikan dengan subjek dalam kelompok satunya, yang tinggal dan sekolah di daerah perkotaan sekitar Bandung, serta memenuhi kriteria inklusi. Jumlah subjek pada penelitian ini ditentukan berdasarkan formula uji hipotesis dua ratarata, yaitu minimal 12 orang anak GSA dan 12 orang anak normal nonGSA, dengan perbandingan jumlah kasus dan jumlah kontrol adalah 1:1. Orangtua subjek yang bersedia mengikuti penelitian diundang datang ke Laboratorium Patologi Klinik RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung atau apabila orangtua subjek mengalami kesulitan untuk membawa anaknya ke RSUP dr. Hasan Sadikin, pemeriksaan selanjutnya dilakukan di sekolah atau tempat terapi subjek yang bersangkutan. Sampel penelitian dalam penelitian diambil berdasarkan urutan kedatangan pasien untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium (consecutive sampling from admission) sampai jumlah sampel terpenuhi.30 Kriteria inklusi untuk kelompok GSA adalah anak yang diskrining dengan skor CARS >30 dan didiagnosis menurut J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
Korelasi Kadar Malonildialdehid dan Skor Child Autism Rating Scale pada Anak kriteria DSM-IV- TR sebagai gangguan autistik, sindrom Asperger dan PDD-NOS atau yang disebut dengan GSA. Anak yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah anak lakilaki atau perempuan, usia 4-12 tahun, dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah anak dengan riwayat penyakit sistemik, seperti diabetes melitus dan hipertensi, infeksi, kejang (epilepsi), gangguan pencernaan (konstipasi kronik atau diare kronik), aterosklerosis, mengalami demam tinggi, gizi buruk, atau sakit kepala yang berat. Demikian pula, anak yang sedang mendapat terapi obat antibiotik, kortikosteoid, obat NSAID, atau psikofarmaka (risperidon, serotonin selective re-uptake inhibitors (SSRIs), haloperidol) selama 2 minggu terakhir tidak dilibatkan dalam penelitian ini.18, 25, 26 Child autism rating scale (CARS) yang dipakai dalam penelitian ini adalah CARS versi Indonesia yang sudah divalidasi, terdiri dari 14 item, yaitu hubungan dengan orang lain/kemampuan bergaul, imitasi, respons emosi, penggunaan tubuh, penggunaan objek, adaptasi terhadap perubahan, respons visual, respons pendengaran, kecap, penciuman dan sentuhan, takut atau gelisah, komunikasi verbal, komunikasi nonverbal, aktivitas, serta derajat dan konsistensi respons intelektual. Masing-masing item mempunyai skala derajat: dalam batas normal, sangat ringan, ringan, ringan sampai sedang, sedang, sedang sampai berat, dan berat. Masingmasing item dinilai dengan skor 1-4. Total skor 15-29,5 menunjukkan tidak ada gejala GSA, total skor 30-36,5 menunjukkan GSA derajat ringan-sedang dan total skor 3760 menunjukkan GSA derajat berat.31 Orangtua/wali dari subjek penelitian baik dalam kelompok kasus maupun dalam kelompok kontrol yang sudah memenuhi kriteria penelitian diberi penjelasan tentang tujuan penelitian, serta keuntungan dan kerugian bagi pasien yang mengikuti penelitian ini. Surat pernyataan persetujuan (informed consent) didapatkan dari orangtua/wali yang sah karena subjek masih di bawah usia dewasa dan kondisi jiwa mengalami gangguan perkembangan yang berat (GSA). Penelitian ini mendapat persetujuan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran-RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Tahap selanjutnya, semua subjek penelitian dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan melakukan pengambilan serum (whole blood) dengan venipuncture sebanyak 6 mL dan dimasukkan ke dalam tabung vacutainer oleh petugas laboratorium Prodia®. Pemeriksaan MDA dalam serum dilakukan dengan metode Enzyme Immunoassay ELISA. Analisis statistik dalam penelitian ini dilakukan dengan analisis univariat untuk karakteristik subjek dan analisis data bivariat, yaitu untuk data numerik dengan uji normalitas (one sample Kolmogorov Smirnov test) dengan nilai p>0,05. Untuk menganalisis perbedaan kadar MDA serum pada kelompok kasus (GSA) dan kelompok kontrol dilakukan uji parametrik independent T test untuk data yang berdistribusi normal,
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
sedangkan untuk data yang tidak berdistribusi normal dilakukan uji nonparametrik Mann Whitney test. Untuk menganalisis korelasi antara kadar MDA dan skor CARS dilakukan dengan uji korelasi Rank Spearman.Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 13,0 dengan derajat kepercayaan 95% dan p>0,05. Penelitian ini dilakukan dalam waktu 2 bulan (bulan Mei-Juli 2010).32 Hasil Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitia Menurut Usia dan Jenis Kelamin Karakteristik
Subjek Penelitian (n=30)
Kasus GSA (n=15)
Usia (tahun) Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
10,83±0,98
10,73±0,96
*)
23 (76,7%) 7 (23,3%)
Independent T test
**)
Kontrol (Normal) (n=15)
12 (80%) 3 (20%)
p
11,07±0,96 0,494 *) 0.701 **) 11 (73,3%) 4 (26,7%)
Chi Square test
Pada penelitian ini tidak ada perbedaan karakteristik usia dan jenis kelamin antara kelompok kasus (anak GSA) dan kelompok kontrol (anak normal), dengan nilai p>0,05 (Tabel 1). Dengan demikian, kedua kelompok subjek adalah homogen. Tabel 2. Kadar Malonildialdehid (MDA) Serum Variabel
Kadar MDA (nmol/mL) Rerata SB
GSA Normal
34,60 31,12
4,99 3,44
p
0,035
Independent t test
Terdapat perbedaan bermakna kadar MDA serum antara anak GSA dan anak normal normal (p=0,035), kadar MDA serum anak GSA lebih tinggi dibandingkan dengan kadar MDA serum anak normal. Tabel 3. Derajat Keparahan GSA dan Skor CARS Variabel Skor CARS Rerata Median Rentang Derajat Keparahan GSA Ringan-sedang Berat
Nilai Statistik (n=15)
38,93 ± 8,13 33 31-50 9 (60,0%) 6 (40,0%)
Berdasarkan Tabel 3, rerata skor CARS anak GSA pada penelitian ini adalah 38,93 dengan simpang baku (SB) = 8,13 dan sebagian besar subjek penelitian adalah GSA derajat ringan-sedang (60%).
227
Korelasi Kadar Malonildialdehid dan Skor Child Autism Rating Scale pada Anak Tabel 4. Kadar MDA Serum Berdasarkan Derajat GSA Variabel
Derajat Keparahan GSA Ringan-sedang Berat
Kadar MDA (nmol/mL) Rerata SB
p
0,005 31,92 38,61
3,85 3,71
Independent T test
Hasil analisis statistik dengan Independent T test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna kadar MDA serum antara anak GSA derajat ringan-sedang dan anak GSA yang berat (p=0,005). Dengan uji korelasi Rank Spearman dan derajat kepercayaan 95%, hasil analisis statistik menunjukkan bahwa terdapat korelasi bermakna antara kadar MDA serum dengan skor CARS pada anak GSA dengan koefisien korelasi 0,52 (korelasi kuat) dan dengan nilai p=0,03. Diskusi Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa kadar MDA serum pada anak GSA lebih tinggi daripada kadar MDA serum pada anak normal (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa terjadi stres oksidatif yang meningkat pada GSA. Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya, yaitu kadar MDA plasma pada anak GSA lebih tinggi (87%) dibandingkan dengan anak nonGSA. 18 Demikian pula, ditemukan peningkatan peroksidasi lipid pada anak GSA.26 Mekanisme stres oksidatif yang pasti pada GSA belum diketahui sampai pada saat ini, akan tetapi stres oksidatif dapat terjadi akibat produksi prooksidan yang meningkat, defisiensi antioksidan atau keduanya. Pada penelitian ini, kontribusi faktor lingkungan berupa pajanan zat toksik dan pestisida di daerah perkotaan berhubungan dengan meningkatnya kadar MDA sebagai hasil akhir dari peroksidasi lipid dalam darah perifer anak GSA. Penelitian lain sebelumnya, ditemukan bahwa kadar protein antioksidan yang utama dalam darah, yaitu seruloplasmin dan transferin berkurang pada anak GSA dibandingkan dengan kontrol (saudaranya yang bukan GSA).18 Derajat keparahan GSA dapat dinilai dengan instrumen CARS (Tabel 3), dengan total skor 30-36,5 adalah gejala GSA ringan-sedang dan total skor 37-60 adalah gejala GSA berat.31 Derajat keparahan GSA yang dinilai dengan skor CARS yang berkorelasi positif dengan kadar MDA serum anak GSA (Tabel 4). Hasil penelitian ini juga menunjukkan peningkatan skor CARS berkorelasi positif dengan peningkatan kadar MDA serum anak GSA. Zat toksin dari lingkungan dibawa secara transplasental dan menembus sawar darah otak sampai tahun pertama masa kehidupan anak dan penumpukan zat toksin dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan saraf.12,14 Berkurangnya kadar seruloplasmin dan transferin berhubungan dengan hilangnya kemampuan berbahasa dan memengaruhi
228
perilaku intelektual pada masa awal perkembangan anak GSA.18 Apabila ROS yang dihasilkan dalam jumlah yang berlebihan atau sistem pertahanan antioksidan enzimatik dan nonenzimatik tidak lagi efektif, akan mengakibatkan stres oksidatif yang merusak baik biomolekul maupun fungsi dari sistem biologik. Stres oksidatif yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan perkembangan neuronal dan kerusakan membran lipid sehingga membran lipid menjadi lebih kaku yang mengakibatkan disfungsi membran neuronal. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kematian sel, disfungsi sinaps yang berhubungan dengan fungsi reseptor zat kimia otak19,25 Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa meningkatnya kadar MDA sebagai biomarker stres oksidatif berkorelasi dengan derajat keparahan GSA. Namun demikian, tidak semua anak yang terpajan faktor lingkungan, seperti tinggal di daerah perkotaan mengalami stres oksidatif yang mengakibatkan gangguan perkembangan, seperti GSA. Keterlibatan faktor genetik yang rentan terhadap stres oksidatif juga merupakan faktor yang berperan dalam patogenesis GSA. Hasil penelitian genetik menunjukkan adanya polimorfisme gen penyandi enzim-enzim yang terlibat dalam pembentukan stres oksidatif antara lain adalah ditemukan polimorfisme nukleotid tunggal pada gen enzim glioksalase 1 (Glo 1) dan terdapat hubungan antara polimorfisme monoamin oksidase A (MAOA) dengan derajat keparahan GSA. Enzim Glo 1 menggunakan glutation (GSH) sebagai kofaktor untuk mendetoksifikasi sitotoksik 2-oksoaldehid, seperti metil-glioksal yang diproduksi lipid, glikasion, dan degradasi glikolitik selanjutnya. Enzim MAOA mengatalisis oksidasi dari zat kimia otak amine, seperti serotonin dan norepinefrin.17 Kelemahan penelitian ini adalah tidak dapat menghindarkan faktor perancu, antara lain faktor genetik dan faktor lingkungan yang terlibat dalam patogenesis GSA. Demikian pula, penelitian ini tidak melakukan pemeriksaan enzim antioksidan endogen yang terlibat dalam stres oksidatif. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar MDA dalam serum anak GSA lebih tinggi dibandingkan dengan kadar MDA pada anak normal. Kadar MDA dalam serum yang meningkat pada anak GSA berkorelasi dengan skor CARS yang tinggi dan merupakan indikasi derajat keparahan GSA. Namun demikian, kadar MDA serum merupakan biomarker stres oksidatif perifer dan dapat terjadi pada banyak penyakit lainnya selain GSA, sehingga tidak dapat disimpulkan meningkatnya kadar MDA serum adalah satu-satunya biomarker yang berperan dalam patogenesis terjadinya GSA. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan enzim antioksidan endogen dan faktor genetik yang terlibat dalam stres oksidatif pada anak GSA.
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
Korelasi Kadar Malonildialdehid dan Skor Child Autism Rating Scale pada Anak Ucapan Terima Kasih Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua orangtua, guru dan terapis, serta seluruh subjek penelitian normal yang terlibat dalam penelitian ini. Demikian pula, ucapan terimakasih disampaikan kepada Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Hibah Proyek Penelitian I-MHERE yang memberikan dana untuk penelitian ini. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5.
6. 7. 8.
9.
10.
11.
12.
13. 14.
15.
Volkmar FR, Lord C, Bailey A, Schultz RT, Klin A. Autism and pervasive developmental disorders. J Child Psychol Psychiatry. 2004;45(1):135-70. Sadock BJ, Saddock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatric: Behavior Sciences/ Clinical Psychiatric. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. Moldin SO, Rubenstein JL, Hyman SE. Can autism speak to neuroscience? The Journal of Neuroscience: The Official Journal of The Society for Neuroscience. 2006 Jun 28;26(26):6893-6. Fombonne E, Zakarian R, Bennett A, Meng L, McLean-Heywood D. Pervasive developmental disorders in Montreal, Quebec, Canada: prevalence and links with immunizations. Pediatrics. 2006 Jul;118(1):e139-50. Chakrabarti S, Fombonne E. Pervasive developmental disorders in preschool children: confirmation of high prevalence. The American Journal of Psychiatry. 2005;162(6):1133-41. Myers SM, Johnson CP. Management of children with autism spectrum disorders. Pediatrics. 2007 Nov;120(5):1162-82. Muhle R, Trentacoste SV, Rapin I. The genetics of autism. Pediatrics.. 2004;113(5):e472-86. Ashwood P, Wills S, Van de Water J. The immune response in autism: a new frontier for autism research. Journal of Leukocyte Biology. 2006;80(1):1-15. Herbert MR, Ziegler DA, Deutsch CK, O’Brien LM, Kennedy DN, Filipek PA, et al. Brain asymmetries in autism and developmental language disorder: a nested whole-brain analysis. Brain: a Journal of Neurology. 2005 Jan;128(Pt 1):213-26. Abrahams BS, Geschwind DH. Advances in autism genetics: on the threshold of a new neurobiology. Nat Rev Genet. 2008;9(5):341-55. Kern JK, Jones AM. Evidence of toxicity, oxidative stress, and neuronal insult in autism. Journal of Toxicology and Environmental Health Part B, Critical Reviews. 2006 Nov-Dec;9(6):48599. Kolevzon A, Gross R, Reichenberg A. Prenatal and perinatal risk factors for autism: a review and integration of findings. Archives of Pediatrics & Adolescent Medicine. 2007 Apr;161(4):326-33. Granot E, Kohen R. Oxidative stress in childhood—in health and disease states. Clin Nutr. 2004 Feb;23(1):3-11. Hu H, Shine J, Wright RO. The challenge posed to children’s health by mixtures of toxic waste: the tar creek superfund site as a case-study. Pediatric Clinics of North America. 2007 Feb;54(1):155-75.. Chapman L, Chan HM. The influence of nutrition on methyl mercury intoxication. Environmental Health Perspectives. 2000;108 (Suppl) 1:29-56.
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 6, Juni 2013
16. Campbell A, Oldham M, Becaria A, Bondy SC, Meacher D, Sioutas C, et al. Particulate matter in polluted air may increase biomarkers of inflammation in mouse brain. Neurotoxicology. 2005;26(1):133-40. 17. Chauhan A, Chauhan V. Oxidative stress in autism. Pathophysiology: the official journal of the International Society for Pathophysiology / ISP. 2006;13(3):171-81. 18. Chauhan A, Chauhan V, Brown WT, Cohen I. Oxidative stress in autism: increased lipid peroxidation and reduced serum levels of ceruloplasmin and transferrin-the antioxidant proteins. Life Sciences. 2004;8;75(21):2539-49. 19. McGinnis WR. Oxidative stress in autism. Alternative Therapies in Health and Medicine. 2004;10(6):22-36. 20. McGinnis WR. Oxidative stress in autism. Alternative Therapies in Health and Medicine. 2005;11(1):19. 21. Collins AR. Assays for oxidative stress and antioxidant status: applications to research into the biological effectiveness of polyphenols. The American Journal of Clinical Nutrition. 2005;81(1 Suppl):261S-7S. 22. Stohs SJ. The role of free radicals in toxicity and disease. Journal of Basic and Clinical Physiology and Pharmacology. 1995;6(34):205-28. 23. McGinnis WR. Could oxidative stress from psychosocial stress affect neurodevelopment in autism?. Journal of Autism and Developmental Disorders. 2007;37(5):993-4. 24. James SJ, Melnyk S, Jernigan S, Cleves MA, Halsted CH, Wong DH, et al. Metabolic endophenotype and related genotypes are associated with oxidative stress in children with autism. American journal of medical genetics Part B, Neuropsychiatric genetics: the official publication of the International Society of Psychiatric Genetics. 2006;5;141B(8):947-56. 25. Bulut M, Selek S, Gergerlioglu HS, Savas HA, Yilmaz HR, Yuce M, et al. Malondialdehyde levels in adult attention-deficit hyperactivity disorder. Journal of Psychiatry & Neuroscience: JPN. 2007;32(6):435-8. 26. Ming X, Stein TP, Brimacombe M, Johnson WG, Lambert GH, Wagner GC. Increased excretion of a lipid peroxidation biomarker in autism. Prostaglandins, Leukotrienes, and Essential Fatty Acids. 2005;73(5):379-84. 27. Cohen IL, Liu X, Schutz C, White BN, Jenkins EC, Brown WT, et al. Association of autism severity with a monoamine oxidase a functional polymorphism. Clinical Genetics. 2003;64(3):190-7. 28. Amminger GP, Berger GE, Schafer MR, Klier C, Friedrich MH, Feucht M. Omega-3 fatty acids supplementation in children with autism: a double-blind randomized, placebo-controlled pilot study. Biological Psychiatry. 2007;61(4):551-3. 29. Chamak B, Cohen D. Autism: toward a necessary cultural revolution. Medicine Sciences: M/S. 2003;19(11):1152-9. 30. Sastroasmoro S, Ismail S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 4th ed. Jakarta: Sagung Seto; 2011. 31. Verhulst FC, Ende J. Assessment scales in child and adolescent psychiatry. United Kingdom: Informa Healthcare. 2006. 32. Dahlan MS. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. 5th ed. Jakarta: Salemba Medika; 2004.
229