Suluh Jurnal Bimbingan dan Konseling, April 2016, Volume 2 Nomor 2 (49-55) ISSN : 2460-7274
KORELASI ANTARA KEPRIBADIAN KONSELOR DENGAN PEMANFAATAN LAYANAN BIMBINGAN KONSELING PADA SMP NEGERI 1 PALANGKA RAYA Oleh: M. Fatchurahman* dan Susilawati**
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kepribadian konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan konseling pada SMP Negeri 1 Palangka Raya 2015. Metode pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yaitu semua informasi dan data diwujudkan dalam bentuk kuantitatif atau dengan angka. Teknik analisis menggunakan analisis statistic korelasional. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas IX di SMP Negeri 1 Palangka Raya yang berjumlah 236 peserta didik. Dalam penelitian ini sampel diambil sebesar 25%, maka jumlah sampel pada penelitian 59 peserta didik. Pengambilan sampel ditentukan dengan teknik cluster sampling. Metode pengumpulan data untuk mengungkap variabel digunakan angket tertutup.Analisa data digunakan rumus korelasi product moment.Berdasarkan hasil penelitian bahwa ada korelasi antara kepribadian konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling pada peserta didik di SMP N-1 Palangka Raya. Hasil penelitian menunjukkan rxy sebesar 0,641 dan dilihat dari interprestasi terhadap koefisien korelasi diperoleh interval koefisien 0,600-0,799 yang mana tingkat hubungan dikatakan kuat atau positif. Kata Kunci : Kepribadian Konselor dan konseling. PENDAHULUAN Perkembangan pembangunan di segala bidang kehidupan semakin hari semakin terus berkembang. Hal tersebut, menuntu manusia untuk selalu memenuhi kebutuhannya. Perkembangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara adil dan merata, terpenuhi rasa aman, nyaman dan tenteram. Pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana dalam mendidik peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
Pemanfaatan layanan bimbingan
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam pendidikan, adanya bimbingan dan konseling sangat diperlukan. Sebagai makhluk sosial manusia memiliki berbagai tantangan dan kesulitan. Tantangan dan kesulitan ini merupakan masalah yang harus diatasi agar perkembangan selanjutnya dapat berjalan dengan lancar. Salah satu cara untuk menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan tersebut yaitu dengan memahami diri. Memahami diri berarti mengenal diri sendiri secara lebih mendalam dan menetapkan tujuan-tujuan yang ingin
Drs.Bulkani.M.Pd*, Dosen FKIP UM Palangkaraya Dwi Rahayu Ningsih**, Mahasiswa FKIP UM Palangkaraya
49
Suluh Jurnal Bimbingan dan Konseling, April 2016, Volume 2 Nomor 2 (49-55) ISSN : 2460-7274
dicapai, serta membentuk nilai-nilai (values) yang akan menjadi pegangan selama hidupnya. Masalah kepribadian sangat dirasakan kebutuhannya pada saat ini, mengingat bahwa dalam masa pembangunan sekarang kita juga tengah melaksanakan pembangunan karakter dan pembangunan bangsa (character and nation building). Seorang konselor yang profesional harus memiliki kepribadian yang baik, karena pelayanan bimbingan dan konseling berkaitan dengan pembentukan perilaku, kepribadian, dan keinginan klien dalam memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling. Arifin dan Kartikawati (1994) menyatakan bahwa petugas bimbingan dan konseling di sekolah (termasuk madrasah) dipilih atas dasar kualifikasi yakni kepribadian, pendidikan, pengalaman, dan kemampuan. Kenyataannya terdapat para peserta didik yang tidak mau datang keruangan bimbingan konseling untuk memanfaatkan keberadaan layanan bimbingan konseling tersebut di sekolahnya. Hal initerlihat bahwa masih ditemukannya peserta didik yang tidak mau menceritakan masalahnya kepada konselor, masih ditemukan peserta didik yang menganggap konselor sebagai seorang guru yang galak, tidak bisa diajak bercanda, kurang menarik, tidak ramah, tidak bersahabat, tidak menghargai, bahkan konselor disebut polisi sekolah yang bisanya hanya memarahi dan menghukum peserta didik yang melanggar tata tertib sekolah. Apabila ada peserta didik yang datang menghadap konselor, maka peserta didik tersebut diyakini
mempunyai masalah pelanggaran atau telah berbuat suatu kesalahan. Hal ini jugalah yang mendasari para peserta didik untuk tidak mau memanfaatkan layanan bimbingan konseling di sekolah. Sukardi (2008:60-68), menyebutkan bahwa: pemanfaatan bimbingan dan konseling adalah perilaku menggunakan atau mengikuti berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling yang diberikan konselor terhadap sasaran layanan, yaitu peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling tersebut merupakan salah satu usahayang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik melalui sejumlah jenis layanan dalam bimbingan dan konseling di sekolah Bertolak dari kenyataan inilah perlu adanya upaya langsung dari konselor sekolah untuk mampu menciptakan suasana yang nyaman agar peserta didik mau memanfaatkan layanan bimbingan konseling. Kerena itu seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan keprofesionalitasnya. Hikmawati, (2010:56) mengatakan kepribadian konselor adalah “kepribadian konselor yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia”. Ketika titik tumpu itu kuat, pengetahuan dan keterampilan bekerja secara seimbang dengan kepribadian yang berpengaruh pada perubahan perilaku positif dalam konseling.
Drs.Bulkani.M.Pd*, Dosen FKIP UM Palangkaraya Dwi Rahayu Ningsih**, Mahasiswa FKIP UM Palangkaraya
50
Suluh Jurnal Bimbingan dan Konseling, April 2016, Volume 2 Nomor 2 (49-55) ISSN : 2460-7274
Asmani, (2010:75) mengatakan: kepribadian konselor adalah bentuk penyesuaian diri baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan dari dalam diri sehingga menentukan tindakan atau perilaku konselor dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Seorang konselor yang efektif harus memenuhi beberapa persyaratan agar dapat berhasil dalam melaksanakan profesinya. Oleh karena itu menjadi sangat penting ketika profesi ini harus dijalani oleh seorang konselor agar mampu mewujudkan apa yang diharapkan oleh para klien dalam menyelesaikan masalahnya. Carl Rogers, (Lesmana, 2005:57) menyebutkan : tiga karakteristik utama yang harus dipunyai oleh seorang yang terlibat dalam hubungan membantu. Ketiga ciri tersebut adalah (1) kongruensi. (2) undiconditional positive regard.. (3) empati. Hikmawati, (2010:57) menyebutkan beberapa karakteristik konselor yang terkait dengan bimbingan dan konseling adalah: (a) memiliki pengetahuan mengenai diri sendiri (self Knowledge). (b) memiliki kompetensi. Dan (c) memiliki kesehatan psikologis yang baik. Dengan demikian disimpulkan bahwa karakteristik konselor adalah sosok pribadi guru bimbingan konseling yang memiliki karakteristik atau kepribadian spesifik dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) fleksibilitas konselor. (2) keterbukaan psikologis pribadi konselor. (3) memiliki empati. (4) sikap-sikap pribadi konselor yang
meliputi: sabar, jujur, memiliki rasa humor, dan ramah. Sukardi (2008:6068), mengatakan bahwa: Pemanfaatan bimbingan dan konseling adalah perilaku menggunakan atau mengikuti berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling yang diberikan konselor terhadap sasaran layanan, yaitu peserta didik. Layanan bimbingan dan konseling tersebut merupakan salah satu usaha yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik melalui sejumlah jenis layanan dalam bimbingan dan konseling di sekolah diantaranya: (a) layanan Orientasi. (b) layanan Informasi. (c) layanan Penempatan dan penyaluran. (d) layanan bimbingan belajar. (e) layanan konseling perorangan. (f) layanan bimbingan kelompok dan (g) layanan konseling kelompok. Badrujaman (2011:36) menyatakan bahwa: secara umum bimbingan dan konseling berfungsi sebagai fasilitator, sarana yang memberikan kemudahan-kemudahan baik terhadap terbimbing maupun sekolah, perguruan tinggi, lembaga dan masyarakat. Sedangkan secara khusus konseling memiliki fungsi penyembuhan (curative), bagi orang yang menderita gangguan karena tidak mampu memecahkan masalah-masalah baik masalah klinis ataupun nonklinis, psikoterapi, atau layanan rujukan yang tepat. Strategi pelaksanaan program untuk masing-masing komponen pelayanan dapat dijelaskan sebagai berikut: (a) Pelayanan dasar, (b)
Drs.Bulkani.M.Pd*, Dosen FKIP UM Palangkaraya Dwi Rahayu Ningsih**, Mahasiswa FKIP UM Palangkaraya
51
Suluh Jurnal Bimbingan dan Konseling, April 2016, Volume 2 Nomor 2 (49-55) ISSN : 2460-7274
Pelayanan responsive, (c) Perencanaan individual, dan (d) Dukungan sistem, (ABKIN, 2007:224-230). Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan kajian utuh dalam strategi implementasi program layanan, tetapi mengambil secara parsial dari bentuk-bentuk layanan tersebut. Adapun pengambilan secara parsial tersebut adalah: (1) Layanan dasar tentang pelayanan orientasi pribadi dan informasi pribadi. (2) Pelayanan responsive tentang konseling individual dan konseling kelompok. Dan (3) Perencanaan individual yaitu pada penempatan dan penyaluran. Dari beberapa pendapat di atas, disimpulkan bahwa pemanfaatan layanan bimbingan konseling diartikan sebagai menggunakan atau mengikuti berbagai komponen program layanan bimbingan konseling seperti: (1) Layanan Dasar, yang meliputi orientasi pribadi dan informasi pribadi. (2) Layanan Responsif, meliputi konseling individu dan konseling kelompok, dan (3) Perencanaan Individual, yang meliputi penempatan dan penyaluran. Dari uraian sebagaimana telah di paparkan diatas, maka tujuan penelitian adalah : (1) mengidentifikasi kepribadian konselor. (2) mengetahui tingkat keinginan peserta didik dalam memanfaatkan layanan bimbingan dan konseling. (3) mengetahui hubungan antara kepribadian konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling pada peserta didik.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasional, dimana penelitian ini berusaha untuk mengetahui ada tidaknya korelasi atau hubungan antara kepribadian konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan konseling pada peserta didik kelas IX di SMPN 1 Palangka Raya Tahun Pelajaran 2015-2016. Dalam penelitian ini mengkorelasikan 2 variabel yaitu 1 variabel bebas dan 1 variabel terikat. Variabel bebas yang akan diteliti adalah kepribadian konselor serta variabel terikat yang akan diteliti adalah pemanfaatan layanan bimbingan konseling oleh peserta didik. Deskriptif korelasional dipandang sesuai dengan penelitian ini karena bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang variabel yang diteliti dan bersifat korelasi. Populasi penelitian berjumlah 236 peserta didik, dengan sampel hanya mengambil 25% dari masing-masing kelas yang ada sehingga jumlahnya menjadi 59 orang peserta didik yang akan dijadikan subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan teknik pengumpulan datanya menggunakan angket. Sedangkan untuk analisis data menggunakan rumusan korelasi product moment pearson. Untuk dapat memberikan penafsiran terhadap koefisen korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pendapat Sugiyono (2010:216) dengan interpretasi sebagai berikut: (1) Interval 0,000 – 0,199 mempunyai tingkat hubungan sangat
Drs.Bulkani.M.Pd*, Dosen FKIP UM Palangkaraya Dwi Rahayu Ningsih**, Mahasiswa FKIP UM Palangkaraya
52
Suluh Jurnal Bimbingan dan Konseling, April 2016, Volume 2 Nomor 2 (49-55) ISSN : 2460-7274
rendah. (2) Interval 0,000 – 0,199 mempunyai tingkat hubungan rendah. (3) Interval 0,000 – 0,199 mempunyai tingkat hubungan cukup kuat. (4) Interval 0,000 – 0,199 mempunyai tingkat hubungan kuat. (5) Interval 0,000 – 0,199 mempunyai tingkat hubungan sangat kuat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil analisis data dari variabel kepribadian konselor diperoleh persentase kecenderungan, dari rerata ideal sebagai pembanding skor terendah 48 dan skor tertinggi 71, maka rerata ideal (Mi) adalah 59,5 dan simpangan baku ideal (SDi) adalah 3,83.
Tabel 1: Kategorisasi untuk variabel X (kepribadian konselor) Interval Angka Frekuensi Persentase Kategori 52,5 x 1 SD 1 64 – 71 31 Baik ke atas
x 1 SD 1 s/d x 1 SD 1 x 1 SD 1 ke bawah
35,6
56– 63
21
48 – 55
7
11,9
59
100
Dari tabel diatas nampak bahwa 52,5% (31 peserta didik) dikategorisasikan baik. 35,6% (21 peserta didik) dikategorisasikan cukup, dan 11,9% (7 peserta didik) dikategorisasikan kurang. Dengan demikian dapat diketahui gambaran tentang kepribadian konselor pada SMP
Cukup Kurang
Negeri 1 Palangka Raya dianggap baik. Sedangkan hasil analisis data dari variabel pemanfaat pelayanan bimbingan dan konseling diperoleh skor terendah 42 dan skor tertinggi sebesar 68 dengan rerata ideal (Mi) adalah 55 dan simpangan baku ideal (SDi) adalah 4,3.
Tabel 2: Kategorisasi untuk Variabel Y (Pemanfaatan Layanan bimbingan dan konseling) Interval
x 1 SD 1
Angka 60 – 68
Frekuensi 34
Persentase 57,6
Kategori Baik
51 – 59
19
32,2
Cukup
42 –50
6
10,2
Kurang
59
100
ke atas
x 1 SD 1 s/d x 1 SD 1 x 1 SD 1 ke bawah
Drs.Bulkani.M.Pd*, Dosen FKIP UM Palangkaraya Dwi Rahayu Ningsih**, Mahasiswa FKIP UM Palangkaraya
53
Suluh Jurnal Bimbingan dan Konseling, April 2016, Volume 2 Nomor 2 (49-55) ISSN : 2460-7274
Berdasarkan tabel diatas, dapat dinyatakan bahwa pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling pada peserta didik kelas IX SMP Negeri 1 Palangka Raya dikategorisasikan kurang sebesar 57,6% (34 peserta didik). Kategorisasikan cukup sebesar 32,2% (19peserta didik), dandikategorisasikan baik 10,2% (6 peserta didik). Demikian dapat diketahui gambaran pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling pada peserta didik kelas IX di SMP Negeri 1 Palangka Raya termasuk dalam kategori baik. Sebelum dilakukan analisis untuk mencari ada tidaknya korelasi antara kepribadian konselor (varibel X) dengan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling (variabel Y) pada peserta didik kelas IX SMP Negeri 1 Palangka Raya. Langkah berikutnya adalah melakukan penganalisaan data terhadap data tersebut. Dalam menganalisa data penelitian ini, peneliti menggunakan teknik product moment, untuk mengetahui tingkat layanan yang diterima oleh peserta didik. Dari analisisi data terhadap korelasi kepribadian konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan konseling pada peserta didik kelas IX di SMPN 1 Palangka Raya, maka diperoleh angka rxy = 0,641 pada sampel, apabila dilihat dari tabel interprestasi terhadap koefisien korelasi diperoleh interval koefisien 0,600 – 0,799 yang mana tingkat hubungan ini dikatakan kuat antara kepribadian konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan konseling pada peserta didik kelas IX di SMPN-1 Model Palangka Raya.
Sedangkan berdasarkan harga r tersebut selanjutnya dibandingkan hitung dengan harga r tabel, untuk taraf kesalahan 5% diperoleh r tabel = 0,266. Ternyata harga r hitung 0,641 lebih besar dari r tabel, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terdapat hubungan positif yang signifikan dengan nilai koefisien korelasi antara Ha dan H0 sebesar 0,641. Disimpulkan bahwa ada korelasi antara kepribadian konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan konseling pada peserta didik. Dengan adanya konselor yang profesional, siswa akan dapat berkembang secara optimal dan tidak akan mudah putus asa dalam menemui hambatan. Demikian pula penelitian Hidayati (2011) tentang hubungan persepsi siswa terhadap konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan konseling di SMAN-3 Sukoharjo, menunjukkan ada hubungan kuat signifikan antara persepsi siswa terhadap konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Jika kepribadian konselor kurang baik, maka pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling pada peserta didik akan rendah atau kurang, sebaliknya jika kepribadian konselor yang diberikan baik, maka pemanfaatan layanan bimbingan konseling akan baik pula. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisisi data dan pembahasan, maka penelitian disimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan untuk kepribadian
Drs.Bulkani.M.Pd*, Dosen FKIP UM Palangkaraya Dwi Rahayu Ningsih**, Mahasiswa FKIP UM Palangkaraya
54
Suluh Jurnal Bimbingan dan Konseling, April 2016, Volume 2 Nomor 2 (49-55) ISSN : 2460-7274
konselor terdapat 52,5% dinyatakan baik oleh peserta didik. 2. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tingkat pemanfaatan layanan bimbingan konseling oleh peserta didik di SMP Negeri 1 Palangka Raya, mencapai 57,6% dinyatakan baik, artinya peserta didik sudah memanfaatkan layanan bimbingan konseling dengan baik. 3. Hasil pengujian hipotesis penelitian menyimpulkan terdapat hubungan yang positif antara kepribadian konselor dengan pemanfaatan layanan bimbingan dan konseling, dengan indeks korelasi sebesar 0,641. DAFTAR PUSTAKA ABKIN (2007).Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Dalam jalur Pendidikan Formal.Departemen Pendidikan Nasional Arifin dan Kartika Wati, E. (1994). Materi Pokok Bombingan dan Konseling. Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka. Asmani, J. M. (2010). Panduan Efektif Bimbingan dan Konseling, Jogjakarta: Diva Press Badrujaman, A. (2011). Teori dan Aplikasi Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Penerbit indeks Hidayati, A., dkk. (2011). Pemanfatan Layanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Ditinjau dari Persepsi Siswa terhadap Konselor. Sukoharjo: LPP Universitas Bantara Sukoharjo.
Hikmawati, F. (2010). Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Rajawali pers Lesmana, J.M. (2005).Dasar-Dasar Konseling. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Sugiyono, (2010).Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Sukardi, D.K. (2008).Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta Sari, N.A.A. (2009). Hubungan Profesionalitas Konselor dengan Ekspektasi Siswa terhadap Pemanfaatan Layanan Konseling di SMA Negeri 4 Malang. Universitas Negeri Malang. Skripsi, Jurusan Bimbingan Konseling dan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Drs.Bulkani.M.Pd*, Dosen FKIP UM Palangkaraya Dwi Rahayu Ningsih**, Mahasiswa FKIP UM Palangkaraya
55