Koreksi Boson Gauge SU(6) dalam Anomali NuTeV
Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains
Ardy Mustofa 0300020111
Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan ALam Universitas Indonesia Depok 2004
Lembar Persetujuan
Judul Skripsi
:
Koreksi Boson Gauge SU(6) dalam Anomali NuTeV
Nama
:
Ardy Mustofa
NPM
:
0300020111
Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui Depok, 20 Oktober 2004 Mengesahkan
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. L. T. Handoko
Dr. Terry Mart
Penguji I
Penguji II
Dr. Muhammad Hikam
Dr. Anto Sulaksono
Kata Pengantar Seiring dengan perkembangan teknologi, eksperimen-eksperimen dibidang partikel mengalami peningkatan dalam hal skala energi. Diharapkan dengan peningkatan skala energi ini akan dapat ditemukan partikel-partikel yang sudah diprediksi secara teoritik dalam teori Standard Model, serta meningkatkan keakuratan dari nilai parameter-parameter yang telah diukur. Semakin akurat nilai parameter-parameter yang telah kita ketahui akan semakin menguji kebenaran dari teori tersebut. Suatu hal yang menarik adalah apabila nilai parameter yang sama yang telah kita ukur dengan eksperimen pada skala energi yang lebih tinggi memiliki nilai yang berbeda (perbedaan yang cukup signifikan) dengan apa yang telah kita dapatkan sebelumnya dengan skala energi yang lebih rendah (tentu dengan eksperimen yang berbeda). Hal inilah yang membuat para fisikawan teoritik berusaha untuk mengkaji kembali teori yang dipakai atau membuat teori yang lebih umum dari teori telah ada, sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang muncul pada skala energi yang lebih tinggi. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pak Handoko yang telah membimbing penulis dengan sabar, penuh pengertian, dan juga selalu memberi semangat untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Terry, Pak Anto, Mas Haryo di Fermilab yang telah memberikan ide, dorongan semangat, peminjaman buku, pemberian referensi paper, serta jawaban dari pertanyaan yang saya tidak mengerti, dan untuk teman-teman di Lab teori yang telah membantu saya dalam menulis tugas akhir dalam format latex, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak lain yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak bisa disebutkan satu-persatu. iii
Hasil karya ini tidaklah sempurna. Penulis menerima saran dan kritikan yang membangun dari para pembaca.
Ardy Mustofa
iv
Abstrak Kolaborasi NuTeV telah melaporkan sebuah anomali sebesar ∼ 3σ dalam
perbandingan dari NC/CC untuk deep inelastic scattering νµ -nukleon. Kami telah menghitung koreksi yang berasal dari boson gauge dalam teori SU(6) untuk anomali NuTeV, dengan membandingkan hasilnya dengan hasil dari teori Standard Model, untuk nilai a = 1.1 akan kita dapatkan nilai GN /GF berada diantara 0.0331 dan 0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5 akan kita dapatkan nilai GN /GF berada diantara 0.0064 dan 0.0154. Kata kunci: Kolaborasi NuTeV, deep inelastic scattering, boson gauge SU(6). viii+30 hlm.; lamp. Daftar Acuan: 34 (1961-2004)
Abstract The NuTeV collaboration has reported a ∼ 3σ anomaly in the NC/CC ratio
of deep-inelastic νµ -nucleon scattering. We have evaluated correction from gauge boson SU(6) Grand Unified Theories to the NuTeV anomaly, compared this result with the Standard Model theory, for a = 1.1 we get the value for GN /GF between 0.0331 and 0.0818, otherwise, for a = 1.5 we get GN /GF between 0.0064 and 0.0154. Keywords: NuTeV Collaboration, deep inelastic scattering, SU(6) gauge boson. viii+30 pp.; appendices. References: 34 (1961-2004)
v
Daftar Isi Kata Pengantar
iii
Abstrak
v
Daftar Isi
vi
Daftar Gambar
viii
1 Pendahuluan
1
1.1 Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2 Perumusan Masalah
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
2
1.3 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
3
2 Tinjauan Pustaka
4
2.1 Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS) . . . . . . . . . . . . . . .
4
2.1.1
Massa Boson Gauge . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
5
2.1.2
Coupling dengan Fermion . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
2.1.3
Massa Fermion dan Mixing pada Fermion . . . . . . . . .
9
2.2 Konsekuensi Eksperimen dari Teori GWS . . . . . . . . . . . . . .
11
2.3 Gambaran Singkat Teori SU(6) . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
15
3 Neutrino Deep Inelastic Scattering
16
3.1 Kinematik Deep Inelastic Scattering . . . . . . . . . . . . . . . . .
16
3.2 Cross Section Hamburan Neutrino-Nukleon . . . . . . . . . . . . .
18
3.3 Model Parton dari Hadron . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
21
vi
4 Hasil dan Pembahasan
25
5 Kesimpulan dan Saran
30
A Notasi
31
B Perhitungan
32
Daftar Acuan
34
vii
Daftar Gambar 2.1 Beberapa proses yang melibatkan coupling antara weak boson dengan fermion. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
12
3.1 Skema proses deep inelastic scattering dengan partikel datang berupa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon. . . . . . . . . . . . .
17
3.2 Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark. .
22
4.1 Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark dalam teori SU(6). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
26
4.2 Grafik Rν vs GN /GF untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU (6) untuk nilai a = 1.1 dan a = 1.5 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
28
4.3 Grafik Rν vs a untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU (6) untuk nilai GN /GF = 0.01 dan GN /GF = 0.05 . . . . . . . . . . . . . . . . . .
viii
29
Bab 1 Pendahuluan 1.1
Latar Belakang Masalah
Keingintahuan manusia tentang alam semesta ini telah membawa manusia kepada suatu peradaban yang tinggi dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang menjadi pertanyaan mendasar yang membawa manusia kepada tingginya peradaban tersebut adalah: “Apakah yang menjadi penyusun alam semesta ini?”, dan “Bagaimanakah interaksinya?”. Hal inilah yang menjadi sebuah dasar dalam perkembangan sains saat ini. Hingga saat ini (sampai dengan skala eksperimen beberapa ratus GeV) telah diketahui bahwa partikel dasar penyusun alam semesta ini terbagi menjadi dua macam, yaitu fermion dan boson. Fermion yang menjadi partikel dasar terbagi menjadi dua grup: quark dan lepton. Quark berinteraksi melalui gaya elektromagnetik, gaya kuat, dan gaya lemah. Lepton berinteraksi melalui gaya elektromagnetik dan gaya lemah. Quark dikatakan memiliki enam buah flavor, mereka adalah up (u), down (d), charm (c), strange (s), top (t), dan bottom (b). Lepton dikatakan memiliki tiga buah tipe, yaitu elektron (e) dan neutrinonya (νe ), muon (µ) dan neutrinonya (νµ ), serta tau (τ ) dan neutrinonya (ντ ). Sedangkan boson yang menjadi partikel dasar adalah gluon yang menjadi mediasi dalam interaksi kuat, photon yang menjadi mediasi dalam interaksi elektromagnetik, serta boson W dan Z yang menjadi mediasi dalam interaksi lemah. Sedangkan terdapat empat buah interaksi yang terjadi di alam semesta yang masih diyakini hingga saat ini, keempat buah interaksi tersebut adalah interaksi kuat, interaksi elektromagnetik, interaksi lemah, dan interaksi gravitasi. Diantara 1
keempat buah interaksi ini, interaksi elektromagnetik-lah yang pertamakali dapat dimengerti dengan baik dan dapat dijelaskan dengan sangat baik oleh teori Quantum ElectroDynamics (QED), kemudian dibuat sebuah teori yang dapat menjelaskan interaksi kuat yang prototype-nya diambil dari teori QED yang diberi nama teori Quantum ChromoDynamics (QCD), walaupun perhitungan secara analitiknya sangat rumit (sehingga sering digunakan metode numerik) tapi teori ini dapat cukup baik menjelaskan fenomena interaksi kuat. Setelah itu S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam mencoba menjelaskan fenomena interaksi elektromagnetik dan interaksi lemah dengan sebuah teori yang disebut teori Electroweak atau sering juga disebut dengan teori Glashow-Weinberg-Salam, walaupun tidak sebaik QED namun teori ini dapat menjelaskan fenomena interaksi lemah dengan cukup baik. QCD bersama dengan teori Electroweak tergabung menjadi teori Standard Model (SM), sedangkan fenomena interaksi gravitasi belum dapat dijelaskan hingga saat ini. SM inilah yang menjadi kerangka dasar berfikir fisikawan teoritik saat ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam semesta ini.
1.2
Perumusan Masalah
Salah satu parameter yang muncul dalam SM adalah weak mixing angle (θw ). Menentukan nilai dari parameter ini dengan berbagai macam eksperimen adalah salah satu usaha untuk membuktikan kebenaran teori SM. Eksperimen NuTeV merupakan salah satu eksperimen yang dilakukan untuk menentukan nilai dari parameter ini (biasanya dihitung dalam sin2 θw ), eksperimen ini adalah proses hamburan neutrino-nukleon pada skala energi tinggi (neutrino berenergi tinggi). Suatu hal menarik yang dilaporkan oleh kolaborator NuTeV setelah memfit data dari eksperimen dengan menggunakan teori SM adalah didapatkannya nilai sin2 θw sebesar 0,2277 ± 0,0013 (stat) ± 0,0009 (syst) [1], jika dibandingkan
dengan nilai yang diprediksi oleh SM dengan memfit data yang dihasilkan oleh eksperimen yang lain didapat nilai sin2 θw sebesar 0,2227 ± 0,0004 [2,3]. Nilai
yang diperoleh oleh kolaborator NuTeV memiliki anomali sebesar ∼ 3σ dengan 2
nilai yang telah diprediksi oleh SM. Hal ini telah mendorong para fisikawan teoritik di bidang partikel untuk mencoba menjelaskan masalah ini. Sebelum adanya kemungkinan dari teori diluar SM (new physics), mereka telah melihat kemungkinan koreksi yang berasal dari SM, yaitu electroweak radiative corrections, koreksi dari pengaruh next-to-leading order dalam teori QCD, dan ketidakpastian yang terkait dengan parton distribution functions (PDFs). Namun ternyata hal ini belum dapat menjelaskan masalah yang terjadi, sehingga mereka mulai mencari-cari teori diluar SM (new physics). Sampai sekarang, hal ini menjadi salah satu permasalahan dalam High Energy Physics (HEP) yang berusaha untuk dijelaskan.
1.3
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat teoritik. Kerangka dasar teoritik yang digunakan adalah teori electroweak yang dikenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam [4,5,6]. Berdasarkan teori ini anomali NuTeV belum dapat dijelaskan dengan baik, sehingga dibutuhkan teori-teori baru diluar SM yang sering disebut sebagai new physics, yang dapat menjelaskan secara lebih baik dari hasil yang didapat oleh SM. Dalam hal ini penulis menggunakan teori SU(6) yang menjadi kandidat baru sebagai Grand Unified Theory (GUT).
1.4
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana koreksi dari boson gauge SU(6) dapat menjelaskan anomali NuTeV, sekaligus untuk memberikan batasan (constraint) dalam teori SU(6) sebagai Grand Unified Theory (GUT).
3
Bab 2 Tinjauan Pustaka Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran secara singkat dari teori yang dikenalkan oleh S.L. Glashow, S. Weinberg, dan A. Salam untuk menjelaskan tentang interaksi lemah. Hal ini disebabkan karena hamburan νµ -nukleon merupakan salah satu fenomena dalam interaksi lemah. Disini juga akan diberikan gambaran singkat teori SU(6) terkait dengan penelitian yang dilakukan.
2.1
Teori Glashow-Weinberg-Salam (GWS)
Dalam teori medan kuantum dipelajari bahwa setiap teori yang dibangun berdasarkan suatu simetri tertentu maka teori tersebut haruslah invariant terhadap transformasi lokal atau transformasi gauge dari simetri yang dibangun. Jika teori tersebut invariant maka besaran-besaran fisis yang dihasilkan, nilainya tidak bergantung pada kerangka acuan inersia dimana besaran tersebut diukur. Teori GWS yang dapat dikatakan cukup berhasil dalam menjelaskan fenomena interaksi lemah dibangun berdasarkan simetri terhadap SU (2)L × U (1)Y , dengan trans-
formasi gauge yang berbentuk
φ → eiα
aτ a
eiβ/2 φ,
(2.1)
disini kita telah memasukkan sebuah muatan +1/2 terhadap simetri U (1)Y , dan nilai τ a = 12 σ a dengan σ a adalah matriks Pauli 2 × 2.
Agar teori GWS ini invariant, maka covariant derivative dari φ harus berben-
tuk
1 Dµ φ = (∂µ − igWµa τ a − i g 0 Bµ )φ, 2 4
(2.2)
dengan Wµa dan Bµ adalah boson gauge dari SU (2)L dan U (1)Y . Sedangkan g dan g 0 merupakan konstanta coupling dari SU (2)L dan U (1)Y .
2.1.1
Massa Boson Gauge
Suku massa dari boson gauge dapat diperoleh dengan cara mengkuadratkan pers.(2.2) dengan memasukkan φ sebagai medan Higgs Φ (cara ini disebut sebagai mekanisme Higgs) yang berbentuk 1 Φ= √ 2
0 v
!
,
(2.3)
maka akan kita dapatkan suku massa dari boson gauge yang berbentuk Lmassa
boson gauge
=
i 1 v2 h 2 1 2 g (Wµ ) + g 2 (Wµ2 )2 + (−gWµ3 + g 0 Bµ )2 . 2 4
(2.4)
Dari persamaan diatas akan muncul tiga buah boson bermassa dan sebuah boson yang tidak bermassa sebagai berikut v 1 Wµ± = √ (Wµ1 ∓ iWµ2 ) dengan massa mW = g ; 2 2 q 1 v Zµ0 = √ 2 (gWµ3 − g 0 Bµ ) dengan massa mZ = g 2 + g 02 ; 02 2 g +g 1 Aµ = √ 2 (g 0 Wµ3 + gBµ ) dengan massa mA = 0. g + g 02
(2.5)
Dua buah boson baru yang bermassa yang muncul pada persamaan diatas, yaitu boson W dan Z disebut sebagai weak boson, adalah boson yang muncul dari interaksi lemah. Sedangkan boson yang tidak bermassa pada persamaan diatas telah muncul sebelumnya dalam teori QED yang dikenal sebagai photon, adalah boson yang muncul dari interaksi elektromagnetik. Mulai sekarang akan lebih baik jika kita menuliskan semua persamaan dalam hubungannya dengan mass eigenstates, karena bentuk inilah yang memiliki arti fisis yang diukur oleh orang eksperimen. Untuk fermion dalam representasi umum SU (2), dengan muatan U (1) adalah Y , covariant derivative-nya akan berbentuk Dµ = ∂µ − igWµa T a − ig 0 Y Bµ . 5
(2.6)
dalam hubungannya dengan mass eigenstates persamaan diatas akan menjadi 1 g Dµ = ∂µ − i √ (Wµ+ T + + Wµ− T − ) − i √ 2 Zµ (g 2 T 3 − g 02 Y ) 02 g +g 2 0 gg −i √ 2 Aµ (T 3 + Y ), (2.7) 02 g +g dengan T ± = (T 1 ± iT 2 ). Normalisasi dipilih sedemikianrupa sehingga 1 T ± = (σ 1 ± iσ 2 ) = σ ± . 2
(2.8)
Agar pers.(2.7) menjadi persamaan yang memiliki bentuk yang terkait dengan interaksi elektromagnetik, maka kita perlu mendefinisikan sebuah koefisien dari interaksi elektromagnetik sebagai muatan elektron e, e= √
gg 0 , g 2 + g 02
(2.9)
dan mendefinisikan bilangan kuantum muatan listrik sebagai Q = T 3 + Y.
(2.10)
Untuk menyederhanakan pers.(2.7), akan kita definisikan weak mixing angle, θw , sebagai sudut yang muncul dalam perubahan basis dari gauge eigenstates (Wµ3 , Bµ ) menjadi mass eigenstates (Zµ0 , Aµ ): Zµ0 Aµ
!
=
sehingga cos θw = √
cos θw − sin θw sin θw cos θw g , 2 g + g 02
!
sin θw = √
Wµ3 Bµ
!
,
(2.11)
g0 , g 2 + g 02
(2.12)
maka kita dapat menulis pers.(2.7) dalam bentuk g g Dµ = ∂µ − i √ (Wµ+ T + + Wµ− T − ) − i Zµ (T 3 − sin2 θw Q) cos θ 2 w −ieAµ Q, (2.13) dengan g=
e . sin θw
6
(2.14)
Dapat kita lihat disini bahwa semua pasangan (coupling) dari weak boson dideskripsikan oleh dua buah parameter: muatan elektron e dan sebuah parameter baru θw . Sedangkan massa boson W dan Z memiliki hubungan berdasarkan pers.(2.5) adalah sebagai berikut mW = mZ cos θW
(2.15)
Semua proses yang melibatkan pertukaran boson W dan Z, setidaknya pada perhitungan tree level, dapat dituliskan dalam tiga buah parameter dasar e, θw , dan mW .
2.1.2
Coupling dengan Fermion
Bentuk covariant derivative pada pers.(2.13) secara unik dapat menentukan coupling boson W dan Z dengan fermion, segera setelah bilangan kuantum dari fermion ditentukan. Sebelum kita menentukan bilangan kuantum dari fermion, kita perlu melihat suku kinetik dari persamaan Dirac berikut ini ψi∂ /ψ = ψ L i∂ /ψL + ψ R i∂ / ψR .
(2.16)
pada persamaan diatas kita telah memisahkan medan fermion yang left-handed dengan yang right-handed. Dalam representasi SU (2)L fermion left-handed memiliki bentuk doublet, sedangkan fermion right-handed memiliki bentuk singlet sebagai berikut QL ≡
uiL diL
LL ≡
νLi `iL
!
!
dan QR ≡ uiR , diR , dan LR ≡ `iR ,
(2.17)
dengan ui berarti untuk up, charm, dan top; di untuk down, strange, dan bottom; `i untuk elektron, muon, dan tau; ν i untuk νe , νµ , dan ντ . Setelah kita dapat menentukan nilai T 3 untuk setiap medan fermion, nilai Y dapat kita tentukan dari pers.(2.10). Hal ini berarti bahwa cara menentukan nilai Y akan berbeda untuk komponen left-handed dan right-handed dari quark dan lepton. Untuk medan fermion right-handed, T 3 = 0, sehingga nilai Y akan sama dengan muatan
7
listriknya. Sebagai contoh untuk uR , Y = +2/3; untuk e− R , Y = −1. Untuk
medan fermion left-handed, contohnya νe e−
EL =
!
,
QL =
L
u d
!
,
(2.18)
L
ditentukan nilai Y = −1/2 dan Y = +1/6, sedemikian rupa sehingga jika digabung dengan T 3 = ±1/2 akan menghasilkan muatan listrik yang sesuai.
Disini kita tidak akan membahas massa dari fermion, kita anggap fermion
tidak bermassa. Deskripsi ini akan cukup berguna bila kita menganalisa fenomena interaksi lemah pada energi tinggi, dimana massa quark dan lepton dapat diabaikan. Jika kita mengabaikan suku massa fermion, maka Lagrangian suku kinetik dari interaksi lemah untuk quark dan lepton sesuai dengan penyusunan muatan seperti yang telah dijelaskan diatas adalah i
i
Lkinetik = LL (iD /)LL + `R (iD /)QL + uiR (iD /)uiR + dR (iD /)`iR + QL (iD /)diR . (2.19) untuk setiap suku diatas, bentuk covariant derivative-nya sesuai dengan pers.(2.6), dengan nilai T a dan Y tergantung dari komponen medan fermion, sebagai contoh 1 QL (iD /)QL = QL iγ µ (∂µ − igAaµ T a − i g 0 Bµ )QL . 6
(2.20)
Untuk membangun konsekuensi fisis dari coupling fermion-boson vektor, kita harus menuliskan pers.(2.19) dalam hubungannya dengan mass eigenstates dari boson vektor, dengan menggunakan bentuk covariant derivative pada pers.(2.13). Sehingga pers.(2.19) akan menjadi i
i
Lkinetik = LL (i∂ /)LL + `R (i∂ /)`iR + QL (i∂ /)QL + uiR (i∂ /)diR /)uiR + dR (i∂ µ+ µ− µ +g(Wµ+ JW + Wµ− JW + Zµ0 JZµ ) + eAµ JEM ,
(2.21)
dengan 1 µ+ JW = √ (νL i γ µ `iL + uL i γ µ diL ), 2 1 i i µ− JW = √ (`L γ µ νLi + dL γ µ uiL ), 2 1 h i 1 µ i i i νL 2 γ νL + `L γ µ − 21 + sin2 θw `iL + `R γ µ (sin2 θw )`iR JZµ = cos θw 8
+ uL i γ µ ( 21 − 32 sin2 θw )uiL + uR i γ µ (− 32 sin2 θw )uiR i
i
i
+ dL γ µ (− 21 + 13 sin2 θw )diL + dR γ µ ( 31 sin2 θw )diR , i
i
µ JEM = ` γ µ (−1)`i + ui γ µ ( 32 )ui + d γ µ (− 31 )di .
2.1.3
(2.22)
Massa Fermion dan Mixing pada Fermion
Pada subbab diatas kita telah melihat bagaimana weak boson ter-couple dengan fermion. Sekarang kita ingin melihat bagaimana pengaruh dari massa fermion pada persamaan diatas. Sebelumnya kita akan terlebih dahulu membuat massa fermion. Prinsip mekanisme Higgs yang kita lakukan untuk mendapatkan massa dari boson gauge, dapat juga kita gunakan untuk mendapatkan massa fermion. Agar diperoleh massa fermion, maka suku massa harus diperkenalkan pada lagrangian, yang berbentuk interaksi antara partikel dengan antipartikel-nya: Lmassa = mψψ.
(2.23)
Disini m merupakan parameter sembarang, yang belum tentu berarti massa. Jika ditulis dalam komponen left-handed dan right-handed, maka pers.(2.23) menjadi Lmassa = mψψ = m(ψ L ψR + ψ R ψL ).
(2.24)
Jika kita mengingat kembali pers.(2.17) yang menuliskan komponen left-handed dalam bentuk doublet dan komponen right-handed dalam bentuk singlet, maka dalam pers.(2.24) diatas tidak dapat dilakukan operasi perkalian. Disinilah kita kembali menggunakan mekanisme Higgs, yaitu dengan cara memasukkan medan Higgs Φ diantara fermion. Sehingga sekarang Lagrangian suku massa mengandung medan boson Higgs dan fermion, yang dituliskan sebagai i
i
i
˜ j − f ij Q Φdj − f ij ` Φ`j LHF = −fuij QL Φu R L R R d ` L i
= −fuij (uiL φ0 ujR + dL φ− ujR + vuiL ujR ) i
i
−fdij (uiL φ+ djR + dL φ0 djR + vdL djR ) i
i
−f`ij (ν iL φ+ `jR + `L φ0 `jR + v`L `jR ),
(2.25)
dengan ˜ = iτ2 Φ? . Φ 9
(2.26)
Disini terdapat besaran coupling baru, yaitu fu , fd , dan f` yang menandakan adanya interaksi fermion dengan boson Higgs yang dikenal dengan nama interaksi Yukawa. Sedangkan interaksi partikel dengan antipartikel-nya akan memberikan suku massa pada Lagrangian diatas sebagai berikut i
i
Lmassa = −uiL vfuij ujR − dL vfdij djR − `L vf`ij `jR .
(2.27)
Namun karena konstanta coupling fu , fd , dan f` secara umum tidak diagonal, massa fermion yang memiliki arti fisis belum didapatkan. Agar mendapatkan massa fermion yang memiliki arti fisis, maka pada pers.(2.27) diatas harus dilakukan diagonalisasi sebagai barikut 0k
0k
ij jl 0j ij jl 0j † ki † ki † ki ij jl 0j Lmassa = −u0k L (U ) vfu U uR − dL (V ) vfd V dR − `L (S ) vf` S `R k
k
kl l kl kl l kl kl l = −uk mkl u δ u − d md δ d − ` m` δ ` ,
(2.28)
dengan † ki ij jl mkl u = (U ) vfu U ,
ij jl † ki mkl d = (V ) vfd V ,
ij jl † ki dan mkl ` = (S ) vf` S . (2.29)
Disini medan fermion telah teredefinisi menjadi ui = U ij u0j ,
di = V ij d0j ,
dan `i = S ij `0j ,
(2.30)
dengan U , V , dan S merupakan matriks satuan yang memenuhi U † U = V † V = S † S = 1.
(2.31)
keadaan fermion yang mengandung tanda (’) merupakan mass eigenstate. Akibat meredefinisi medan pada suku massa, maka secara umum eigenstates pada Lagrangian yang gauge invariant (biasa disebut sebagai weak eigenstates) juga harus diredefinisi. Sekarang kita harus meredefinisi semua eigenstate dari Lagrangian suku kinetik pada pers.(2.21) sehingga memiliki arti fisis. Proses redefinisi akan saling menghilangkan pada interaksi yang melibatkan pertukaran boson Z dan photon, sedangkan untuk interaksi yang melibatkan pertukaran boson W akan menjadi 1 µ+ JW = √ (ν iL γ µ `iL + uiL γ µ diL ) 2 1 i µ ij 0j = √ (ν L γ S `L + u0iL γ µ (U † )ik V kj d0jL ) 2 1 0i µ 0j ij d0jL ) = √ (ν L γ `L + u0iL γ µ VCKM 2 10
(2.32)
1 i i µ− JW = √ (`L γ µ νLi + dL γ µ uiL ) 2 1 0i µ † ij j 0i = √ (`L γ (S ) νL + dL γ µ (V † )ik U kj u0jL ) 2 1 0i µ 0i 0i ij u0jL ) = √ (`L γ νL + dL γ µ VCKM 2
(2.33)
dengan VCKM adalah matriks Cabibbo-Kobayashi-Maskawa [7,8], yang berbentuk VCKM
2.2
0.9739 − 0.9751 0.221 − 0.227 0.0029 − 0.0045 Vud Vus Vub = Vcd Vcs Vcb ≈ 0.221 − 0.227 0.9730 − 0.9744 0.039 − 0.044 . 0.0048 − 0.014 0.037 − 0.043 0.9990 − 0.9992 Vtd Vts Vtb (2.34)
Konsekuensi Eksperimen dari Teori GWS
Sekarang kita telah memiliki teori dasar untuk proses yang melibatkan coupling antara boson W dan Z dengan fermion, dari teori ini kita akan melihat konsekuensi eksperimen untuk proses yang dimediasi oleh weak bosons. Hasil analisis ini akan mereproduksi gambaran Lagrangian efektif dari interaksi lemah yang akan kita gunakan dalam hamburan netrino-nukleon seperti pada anomali NuTeV. Pada eksperimen yang dilakukan dengan energi yang lebih rendah dari massa boson vektor, coupling dari weak bosons memiliki pengaruh yang dominan pada proses yang melibatkan pertukaran weak bosons. Proses ini ditunjukkan pada Gb. 2.1. Propagator dari boson W dan Z diberikan oleh persamaan berikut hW µ+ (p)W ν− (−p)i =
−ig µν , p2 − m2W
hZ µ (p)Z ν (−p)i =
−ig µν . p2 − m2Z
(2.35)
Agar lebih sederhana, kita akan melihat diagram proses yang melibatkan pertukaran boson W seperti yang kita lihat pada Gb.2.1 dalam batas energi yang lebih rendah dari massa W , sehingga kita dapat mengabaikan suku p2 pada penyebut dari propagator W dalam pers.(2.35). Dengan menggunakan coupling W pada pers.(2.21), kita dapatkan bahwa diagram tersebut dapat digambarkan oleh Lagrangian efektif g 2 µ− + J J m2W W µW g2 0i 0i ij ij (`L γ µ νL0i + dL γ µ VCKM u0jL )(ν 0iL γµ `0iL + u0iL γµ VCKM d0jL ). (2.36) = 2 2mW
∆LW =
11
l-
ν
u
u
Z
W
ν
d
ν
u
Gambar 2.1: Beberapa proses yang melibatkan coupling antara weak boson dengan fermion. koefisiennya sering dituliskan dalam hubungannya dengan konstanta Fermi GF g2 √ = . 8m2W 2
(2.37)
karena interaksi diantara lepton-lepton dan quark-quark ini dimediasi oleh pertukaran boson vektor yang bermuatan, maka interaksi ini dinamakan interaksi charge-current (CC). Dengan cara yang sama, kita dapat mengerjakan Lagrangian efektif dari pertukaran boson Z. Kita dapatkan ∆LZ =
g2 µ J JµZ 2m2Z Z
2
4GF X = √ f γ µ (T 3 − sin2 θw Q)f , 2 f
(2.38)
dengan penjumlahan terhadap seluruh komponen left-handed dan right-handed, disini kita juga telah menggunakan pers.(2.15). Kita katakan bahwa Lagrangian efektif diatas memediasi proses interaksi lemah neutral-current (NC). Lagrangian efektif untuk neutral current dalam pers.(2.38) mengandung suku yang memasangkan secara bersama semua jenis quark dan lepton. Suku ini melanggar paritas, sehingga membedakan interaksi lemah dengan interaksi kuat dan elektromagnetik. Sebagai contoh, pers.(2.38) memprediksi keberadaan dari proses deep inelastic scattering untuk kasus neutral current, dimana neutrino 12
berenergi tinggi menghamburkan nukleon tetapi tidak mengubah keadaan akhir neutrino menjadi muon atau elektron. Sama halnya, interaksi neutral current memprediksi kemunculan dari pengaruh pelanggaran paritas dalam electron deep inelastic scattering. Interaksi neutral current juga memprediksi pelanggaran paritas dalam interaksi antara elektron-nukleon yang seharusnya mencampur levellevel energi atom, hal ini juga berlaku untuk interaksi antara nukleon-nukleon. Dalam teori GWS, seberapa besar kuatnya pengaruh ini diprediksi di dalam konstanta Fermi dan sebuah parameter tambahan, yaitu nilai sin2 θw . Jadi, teori GWS dapat diuji dengan cara mengamati tiap masing-masing pengaruh ini dan mendapatkan sebuah nilai tunggal dari parameter ini untuk setiap proses yang berbeda-beda. Karena interaksi lemah untuk neutral current memiliki begitu banyak manifestasi yang berbeda (misalnya: perbandingan total cross section N C terhadap CC dalam neutrino-nukleon deep inelastic scattering, polarization asymmetry dalam peluruhan Z 0 → f f , total cross section dari neutrino-elektron elastic scatter-
ing, dll), teori GWS untuk interaksi lemah dapat dilakukan serangkaian uji coba
dengan cara membandingkan nilai parameter sin2 θw yang dihitung untuk setiap proses yang berbeda. Tabel 2.1 [9] menunjukkan nilai sin2 θw yang didapat dari berbagai macam proses. Untuk semua kasus, koreksi radiatif one-loop harus dimasukkan untuk menganalisis eksperimen pada tingkat keakuratan yang lebih tinggi. Koreksi radiatif ini menyimpan sesuatu yang tersembunyi didalamnya. Pertama, awalnya kita harus mengambil sebuah skema renormalisasi yang mendefinisikan sin2 θw dan menggunakannya secara konsisten dalam semua perhitungan yang kita lakukan. Dalam tabel 2.1 ditunjukkan sebuah skema renormalisasi. Pada skema tersebut, nilai objek yang kita amati dalam interaksi lemah dituliskan dalam fungsi α, GF , dan sebuah parameter bebas. Pada kolom pertama parameter ini adalah perbandingan mW /mZ , dan dari pers.(2.15) kita gunakan perbandingan ini untuk mendefinisikan sebuah nilai terenormalisasi dari sin2 θw : s2W ≡ 1 −
m2W . m2Z
(2.39)
skema ini dikenal dengan nama skema on-shell. Kedua, yang menjadi sesuatu yang tersembunyi dalam koreksi radiatif one13
Tabel 2.1: Nilai dari s2W untuk berbagai macam pengamatan. Terkecuali jika disebutkan dalam tabel, massa top quark mt = 177.9 ± 4.4 GeV. Angka yang berada didalam kurung adalah nilai simpangan baku dalam digit terakhir
s2W
Data
All data All indirect (no mt ) Z pole (no mt ) LEP 1 (no mt ) SLD + MZ (b,c)
AF B + M Z MW + M Z MZ QW (APV) DIS (isoscalar) SLAC eD polarized Moller elastic νµ (νµ )e elastic νµ (νµ )p
14
0.2228(4) 0.2229(4) 0.2231(6) 0.2237(7) 0.2217(6) 0.2244(8) 0.2221(8) 0.2227(5) 0.2207(19) 0.2274(21) 0.213(19) 0.2207(43) 0.2220(77) 0.203(33)
loop untuk proses weak neutral current adalah kebergantungan terhadap massa top quark (mt ) dan juga massa Higgs (MH ).
2.3
Gambaran Singkat Teori SU(6)
Teori SU(6) yang akan dijelaskan disini hanyalah merupakan bagian kecil dari teori yang sebenarnya [10]. Disini penulis hanya akan memberikan penjelasan singkat bagaimana dalam teori SU(6) akan kita dapatkan tambahan boson gauge baru yang akan memberikan koreksi dalam teori SM untuk menjelaskan anomali NuTeV. Teori SU(6) adalah penyatuan teori GWS dengan teori QCD. Perusakan Simetri (symmetry breaking) dari teori SU(6) ini adalah sebagai berikut:
SU (6) ⇓
SU (3)C ⊗ SU (3)DW ⊗ U (1)B SU (3)C sebagaimana yang telah kita ketahui adalah simetri gauge untuk teori QCD. Selanjutnya SU (3 )DW ter-breaking menjadi:
SU (3)DW ⇓
SU (2) ⊗ U (1)C SU (2), U (1)B , dan U (1)C harus dapat mereproduksi teori GWS dalam skala electroweak. Untuk setiap simetri gauge yang terbentuk, maka akan muncul boson gaugebaru, boson gauge yang tidak muncul dalam teori SM inilah yang akan digunakan untuk memberikan koreksi dalam teori SM.
15
Bab 3 Neutrino Deep Inelastic Scattering Dalam bab ini akan diberikan kinematik dari proses deep inelastic scattering (DIS) yang akan digunakan dalam perhitungan cross section hamburan neutrinonukleon, serta nilai cross section hamburan neutrino-nukleon dalam teori SM.
3.1
Kinematik Deep Inelastic Scattering
Anomali NuTeV yang merupakan salah satu fenomena interaksi lemah, melibatkan proses yang disebut deep inelastic scattering. Dalam eksperimen NuTeV, neutrino dapat menghamburkan nukleon dengan hamburan inelastik. Dalam subbab ini akan diperkenalkan variabel yang terkait dengan proses deep inelastic scattering (DIS). Gb.2.2 akan menunjukkan diagram proses deep inelastic scattering yang prosesnya ditunjukkan sebagai berikut l(k) + p(p) → l(k 0 ) + X(p0 ).
(3.1)
lepton yang datang dapat berupa elektron, muon, neutrino; boson vektor yang dipertukarkan dapat berupa photon, W ± , atau Z 0 . Lepton menghamburkan nukleon, yang berupa proton atau neutron, dengan hamburan inelastik, sehingga menghasilkan keadaan akhir yang berupa lepton serta hadron-hadron yang berasal dari pecahan-pecahan nukleon. Nukleon yang tersusun atas quark dan gluon, dengan cepat membentuk hadron-hadron sehingga muncul sebagai hujan hadron. X dalam pers.(3.1) menandakan keadaan hadron yang kompleks. Sekarang kita akan melihat kasus untuk neutrino deep inelastic scattering. Momentum empat dimensi dari neutrino yang datang (k), muon (neutrino) yang 16
l (k)
l (k')
γ, Z, W (q=k-k')
p (P)
X (p+q)
Gambar 3.1: Skema proses deep inelastic scattering dengan partikel datang berupa lepton (e,µ,ν) dan target berupa nukleon. keluar (k 0 ) untuk interaksi CC (NC), boson W (Z) yang dipertukarkan (q) untuk interaksi CC (NC), nukleon target (p), dan keadaan akhir hadron (p0 ) dalam kerangka acuan lab adalah sebagai berikut k = (E, k),
(3.2)
k 0 = (E 0 , k0 ),
(3.3)
p = (M, 0, 0, 0),
(3.4)
q = (ν, q),
(3.5)
p0 = p + q = p + (k − k 0 ).
(3.6)
dengan E adalah energi neutrino yang datang, E 0 untuk energi muon (neutrino) yang keluar, M adalah massa nukleon, k adalah momentum ruang dari neutrino yang datang, k0 untuk momentum ruang dari muon (neutrino) yang keluar, dan ν adalah energi transfer ke nukleon. Disini kita tidak mengabaikan massa neutrino. Digunakan juga beberapa variabel yang lain, yaitu • Q2 = momentum dari boson yang dipertukarkan yang mendefinisikan skala energi interaksi; yaitu momentum transfer “space-like” antara lepton dengan hadron: Q2 = −q 2 = −(k − k 0 )2 = 2(EE 0 − k · k0 ) − m2 − m02 , 17
(3.7)
dengan m adalah massa neutrino yang datang dan m0 adalah massa muon (neutrino) yang keluar untuk kasus CC (NC). • ν = energi yang ditransfer dari lepton ke sistem hadron: ν=
p·q = E − E 0. M
(3.8)
• W 2 = massa invariant dari sistem hadron: W 2 = (q + p)2 = M 2 + 2M ν − Q2 .
(3.9)
dan ditambah dengan dua buah variabel tidak berdimensi, yang kita definisikan sebagai: • y = inelasticity, fraksi dari energi total lepton yang ditransfer ke sistem hadron dalam kerangka acuan lab: y=
p·q ν = . p·k E
(3.10)
• x = the Bjorken scaling variable, fraksi dari momentum total yang dibawa oleh quark yang terlepas:
x=
3.2
Q2 Q2 −q 2 = = . 2p · q 2M ν 2M Ey
(3.11)
Cross Section Hamburan Neutrino-Nukleon
Nilai cross section dari kasus deep inelastic neutrino-nucleon scattering yang prosesnya adalah sebagai berikut νµ (ν µ ) + N → µ− (µ+ ) + X
(3.12)
νµ (ν µ ) + N → νµ (ν µ ) + X
(3.13)
dalam orde terendah (lowest order) dituliskan sebagai perkalian sebuah tensor leptonik Lµν dan sebuah tensor hadronik W µν yang menggambarkan interaksi leptonik dan hadronik : 1 G2 y d2 σ ν,ν = F Lµν W µν λ, 2 2 2 dxdy 16π (1 + Q /MW,Z ) 18
(3.14)
dengan MW adalah massa boson vektor untuk interaksi CC dan MZ untuk interaksi NC, GF adalah konstanta Fermi, dan sebuah parameter baru λ(Q2 , x, y) yang muncul jika kita tidak mengabaikan massa lepton, yang memiliki bentuk:
2
λ=
2E (1 − y) Q2 1−
2 1−
1 4m2 M 2 x2 y 2 4 Q
−
M 2 x2 y 2 Q2 (1−y)
− 1−
2m02 M 2 x2 y 2 Q4 (1−y)
1 1− 4m
2 M 2 x2 y 2 Q4
−
+
2m2 M 2 x2 y 2 Q4 (1−y)
2M 2 x2 y 2 Q2 (1−y) 1 02
2 x2 y 2 Q (1−y)2
1− 4m 4 M
,
(3.15)
suku λ ini akan bernilai 1 jika kita membuat nilai m = m0 = 0, sehingga akan didapatkan hasil seperti pada referensi [11]. Sedangkan bentuk dari tensor leptonik adalah sebagai berikut: Lµν = 2Tr[(k/0+ m0 )γµ (1 − γ5 )k/γν ]
(3.16)
dengan m0 = mµ untuk kasus CC dan m0 = mν untuk kasus NC. Bentuk yang paling umum dalam menuliskan tensor hadronik adalah dengan menghubungkannya dengan fungsi skalar Wi , yang menggambarkan struktur nukleon. Untuk kasus CC tensor hadroniknya memiliki bentuk: p λ qσ pµ pν W2 (x, Q2 ) + iµνλσ W3 (x, Q2 ) 2 M 2M 2 (pµ q ν + pν q µ ) qµqν 2 W (x, Q ) + W5 (x, Q2 ) , (3.17) + 4 M2 2M 2
W µν = − g µν W1 (x, Q2 ) +
sedangkan untuk kasus NC tensor hadroniknya berbentuk: pµ pν 2 (gL + gR2 )W2 (x, Q2 ) M2 qµqν 2 p λ qσ 2 2 2 (g − g )W (x, Q ) + (gL + gR2 )W4 (x, Q2 ) + iµνλσ 3 R 2M 2 L M2 (pµ q ν + pν q µ ) 2 + (gL + gR2 )W5 (x, Q2 ) , (3.18) 2M 2
W µν = − g µν (gL2 + gR2 )W1 (x, Q2 ) +
dengan nilai gL dan gR seperti yang ditunjukkan dalam tabel 3.1. Selanjutnya kita akan mengganti fungsi Wi kedalam oleh fungsi struktur yang tidak berdimensi Fi , yang memiliki sebuah representasi yang sederhana dalam quark parton model: F1 (x, Q2 ) = W1 (x, Q2 ) ν W2 (x, Q2 ) F2 (x, Q2 ) = M 19
(3.19) (3.20)
Tabel 3.1: Fermion dalam SM dan coupling Z-nya. coupling Z νe , νµ , ντ e, µ, τ u, c, t d, s, b
gL 1 2
− 21 + sin2 θw 1 − 23 sin2 θw 2 − 21 + 13 sin2 θw
gR 0 sin2 θw − 23 sin2 θw 1 sin2 θw 3
ν W3 (x, Q2 ) M ν 2 W4 (x, Q2 ) F4 (x, Q ) = M ν F5 (x, Q2 ) = W5 (x, Q2 ) M
F3 (x, Q2 ) =
(3.21) (3.22) (3.23)
Kontraksi antara tensor leptonik dan hadronik dalam kasus CC akan menghasilkan nilai differential cross section dari neutrino-nukleon deep inelastic scattering adalah sebagai berikut:
d2 σ ν,ν G2F M Eλ = 2 2 dx dy π(1 + Q2 /MW )
m02 y m2 y + 4M 2xF1 (x, Q2 ) 4M Ex Ex 02 m m2 + 1 − y − M2Exy − 4E − F (x, Q2 ) 2 4E 2 2 m02 y m2 y ± y(1 − y2 ) − 4M + 4M xF3 (x, Q2 ) Ex Ex 02 2 2 02 04 m xy m m m m4 + m2Mxy + − + + F4 (x, Q2 ) E 2ME 2M 2 E 2 4M2 E 2 4M 2 E 2 2 m02 + m2M(1−y) − 2M xF5 (x, Q2 ) Ex Ex y2 2
+
(3.24)
dari Ward-Takahashi Identity : qµ W µν = qν W µν = 0,
(3.25)
akan didapatkan hubungan W5 = −2
p·q W2 , q2
(3.26)
p · q 2 M2 W + W2 , (3.27) 1 q2 q2 dengan memasukkan pers.(3.4), (3.5), (3.12), dan mengubah bentuk Wi kedalam
W4 =
bentuk Fi , pers.(3.28) dan (3.29) diatas akan menjadi F5 =
1 F2 , x
20
(3.28)
,
F4 =
1 1 F2 − F1 . 2 4x 2x
(3.29)
Jika kita memasukkan pers.(3.30), dan (3.31) diatas kedalam pers.(3.26) maka akan kita dapatkan
G2F M Eλ d2 σ ν,ν = 2 2 dx dy π(1 + Q2 /MW )
2 y2 m02 y m2 y m02 y + 4M + 4M − 8M − my 2 Ex Ex Ex 8M Ex m2 m02 m04 m4 2 + 8M 2 E 2 x2 − 16M 2 E 2 x2 − 16M 2 E 2 x2 2xF1 (x, Q ) m02 y m02 m2 + 1 − y − M2Exy − 4E 2 − 4E 2 + 8M Ex 4 m2 y m2 m02 m04 + 8M − 8M + 16Mm2 E 2 x2 2 E 2 x2 + 16M 2 E 2 Ex x2 2 m2 y m02 − 2M F (x, Q2 ) + m − 2M Ex Ex 2 2M Ex m02 y m2 y ± y(1 − y2 ) − 4M xF3 (x, Q2 ) + 4M Ex Ex
.
(3.30)
dengan tanda +(−) pada suku terakhir mengacu untuk kasus hamburan neutrino (antineutrino). Fungsi struktur Fi (x, Q2 ) dalam persamaan diatas bergantung pada tipe interaksi dan target yang ditumbuk pada proses hamburan tersebut. Jika menggunakan asumsi dari quark parton model, fungsi struktur dapat dituliskan dalam kaitannya dengan komposisi quark dalam nukleon target.
3.3
Model Parton dari Hadron
Dalam asumsi model parton, digambarkan proses hamburan neutrino-nukleon dalam kaitannya dengan terhamburnya penyusun-penyusun nukleon, seperti yang digambarkan pada Gb.3.1. Dalam quark parton model, nukleon tersusun atas parton (quark dan gluon), yang berlaku sebagai partikel titik. Dengan perhitungan kasar, setengah dari momentum nukleon berasal dari gluon yang mengikat quark-quark tetapi tidak berinteraksi melalui gaya lemah. Setengah dari momentum yang tersisa berasal dari quark-quark, yaitu valence quark dan sea quark. valence quark menentukan muatan dan spin dari nukleon. Proton misalnya, tersusun atas dua buah u valence quark dan sebuah d valence quark. Neutron tersusun atas sebuah u valence quark dan dua buah d valence quark. Dalam teori QCD, quark-quark berinteraksi dengan cara menukarkan gluon yang menyebabkan adanya fluktuasi membentuk pasangan-pasangan quark-antiquark, yang secara umum pasangan quark-antiquark ini disebut sea quark.
21
µ
νµ
−
νµ
νµ
Z
W
q
q
q'
q
Gambar 3.2: Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark. Quark parton model mengasumsikan sebuah kerangka Lorentz dengan |p| m, M
(3.31)
sehingga semua massa dapat diabaikan. Dalam kerangka ini, momentum nukleon bahkan diasumsikan jauh lebih besar dibandingkan dengan momentum transfer terkait dengan interaksi kuat antara quark. Oleh karena itu, hamburan neutrinonukleon dapat digambarkan sebagai hamburan elastis dari sebuah parton tunggal yang tidak saling berinteraksi dengan parton lainnya. Karena parton diasumsikan bebas, fungsi struktur nukleon Fi dapat dituliskan sebagai jumlah probabilitas hamburan dari parton tunggal. Disini kita akan menuliskan 2xF1 dan xF3 sebagai: 2xF1 (x, Q2 ) = 2
X
xqi (x) + xq i (x)
i=u,d,···
xF3 (x, Q2 ) = 2
X
i=u,d,···
xqi (x) − xq i (x)
(3.32)
dengan penjumlahan terhadap seluruh jenis parton. Setiap parton membawa sebuah fraksi x = Q2 /2M ν dari momentum nukleon, sehingga q(x) merupakan probabilitas menemukan parton yang memiliki fraksi momentum (x). Sedangkan F2 memiliki hubungan dengan F1 adalah sebagai berikut: F2 (x, Q2 ) = 2xF1 (x, Q2 ). 22
(3.33)
relasi ini dalam quark parton model dikenal dengan nama Callan-Gross relation [12]. Jika relasi-relasi diatas kita masukkan kedalam pers.(3.30) dengan mengabaikan suku massa lepton dan proton, serta mengabaikan faktor dari propagator, maka akan kita dapatkan nilai cross section dari hamburan neutrino-nukleon untuk kasus charge current adalah ν d2 σCC dx dy ν d2 σCC dx dy
2G2F M E = [xq(x) + (1 − y)2 xq(x)] π 2 2GF M E = [xq(x) + (1 − y)2 xq(x)], π
(3.34)
Sedangkan nilai cross section hamburan neutrino-nukleon untuk kasus NC memiliki bentuk sebagai berikut: ν 2G2F M E d 2 σN C = dx dy π ν d 2 σN 2G2F M E C = dx dy π
" "
gL2 [xq(x) + (1 − y)2 xq(x)]+ gR2 [xq(x) + (1 − y)2 xq(x)] gL2 [xq(x) + (1 − y)2 xq(x)]+ gR2 [xq(x) + (1 − y)2 xq(x)]
#
(3.35)
#
(3.36)
,
dengan gL2 dan gR2 adalah komponen left handed dan right handed dari weak neutral current. isoscalar coupling, gL2 dan gR2 didefinisikan sebagai jumlah dari kuadrat coupling quark, dari tabel 3.1 kita dapatkan nilai: 5 1 − sin2 θw + sin4 θw 2 9 5 = u2R + d2R = sin4 θw . 9
gL2 = u2L + d2L =
(3.37)
gR2
(3.38)
Dengan mensubstitusi pers.(3.34), (3.37), dan (3.38) kedalam pers.(3.35) dan (3.36), maka akan didapat ν d 2 σN C dx dy ν d 2 σN C dx dy
1 − sin2 θw + 2 1 = − sin2 θw + 2 =
5 4 sin θw · 9 5 4 sin θw · 9
ν d2 σCC 5 + sin4 θw · dx dy 9 2 ν d σCC 5 + sin4 θw · dx dy 9
ν d2 σCC dx dy ν d2 σCC . (3.39) dx dy
Jika kita membandingkan nilai cross section untuk kasus neutral current dan charge current, maka akan kita dapatkan hubungan langsung dengan nilai sin2 θw
23
sebagai berikut: Rν ≡
ν σN σ(νµ N → νµ X) C = ν − σ(νµ N → µ X) σCC = gL2 + rgR2 1 5 = − sin2 θw + (1 + r) sin4 θw , 2 9
(3.40)
ν σ(ν µ N → ν µ X) σN C = R ≡ ν + σ(ν µ N → µ X) σCC ν
1 = gL2 + gR2 r 1 5 1 1+ sin4 θw , − sin2 θw + = 2 9 r
dengan r=
ν σ(ν µ N → µ+ X) σCC . = ν σ(νµ N → µ− X) σCC
24
(3.41)
(3.42)
Bab 4 Hasil dan Pembahasan Koreksi yang akan kita lakukan dengan menggunakan teori SU(6) adalah dengan menambah boson gauge baru kedalam interaksi neutral current (boson N ) dan interaksi charge current (boson C), tanpa merubah interaksi boson gauge didalam teori SM; seperti yang terlihat dalam Gb.4.1. Dalam gambar tersebut kita telah menambahkan boson N untuk yang dimediasi boson Z, sedangkan untuk yang dimediasi boson W kita tambahkan boson C, inilah yang kita sebut sebagai koreksi boson gauge SU(6) dalam anomali NuTeV. Didalam teori SM nilai amplitude invariant dari suatu proses hamburan neutrinonukleon dituliskan sebagai berikut: 1 GF [µγµ (1 − γ5 )ν] −iM(νN → µX) = −i √ 2 ) 2 (1 + Q2 /MW
Z
d4 x eiq·x hX|J µ (x)|P i ,
Z
d4 x eiq·x hX|J ν (x)|P i ,
(4.1)
untuk interaksi charge current, dan GF 1 −iM(νN → νX) = −i √ [νγµ (1 − γ5 )ν] 2 (1 + Q2 /MZ2 )
(4.2)
untuk interaksi neutral current (disini kita telah menggunakan nilai GN = GF untuk perhitungan dalam orde terendah). Koreksi boson gauge SU(6) akan ditambahkan dalam amplitude invariant diatas tanpa mengubah interaksi boson gauge dalam teori SM, maka jika kita melakukan hal tersebut akan kita dapatkan amplitude invariant dalam teori SU(6) adalah sebagai berikut: 1 −iMSU (6) (νN → µX) = −i √ 2
GF GC + 2 2 (1 + Q /MW ) (1 + Q2 /MC2 )
[µγµ (1 − γ5 )ν] 25
Z
d4 x eiq·x hX|J µ (x)|P i ,
!
νµ
µ
νµ
νµ
W
Z q
q
q'
q +
+
µ
νµ
νµ
νµ
C
N q
q
q
q'
Gambar 4.1: Diagram Feynman untuk CC dan NC hamburan neutrino-quark dalam teori SU(6). 2 GF ) 1 GC (1 + Q2 /MW = −i √ 1 + 2 2 2 2 GF (1 + Q /MC ) 2 (1 + Q /MW )
[µγµ (1 − γ5 )ν]
Z
d4 x eiq·x hX|J µ (x)|P i ,
!
(4.3)
dengan GC dan MC adalah konstanta coupling dan massa dari boson gauge SU(6) untuk interaksi charge current. Sedangkan untuk interaksi neutral current, amplitude invariant-nya berbentuk: 1 −iMSU (6) (νN → νX) = −i √ 2
GF GN + 2 2 (1 + Q /MZ ) (1 + Q2 /MN2 )
[νγµ (1 − γ5 )ν]
Z
d4 x eiq·x hX|J ν (x)|P i ,
Z
d4 x eiq·x hX|J ν (x)|P i ,
!
GF 1 GN (1 + Q2 /MZ2 ) = −i √ 1 + 2 ) GF (1 + Q2 /MN2 ) 2 (1 + Q2 /MW [νγµ (1 − γ5 )ν]
!
(4.4)
dengan GN dan MN adalah konstanta coupling dan massa dari boson gauge SU(6) untuk interaksi neutral current. Kedua buah persamaan diatas dapat dituliskan dalam kaitannya dengan amplitude invariant teori SM sebagai berikut: !
2 ) GC (1 + Q2 /MW −iMSU (6) (νN → µX) = 1 + (−iMSM (νN → µX)) , 2 2 GF (1 + Q /MC ) (4.5) ! 2 2 GN (1 + Q /MZ ) −iMSU (6) (νN → νX) = 1 + − iMSM (νN → νX) , GF (1 + Q2 /MN2 ) (4.6)
26
sehingga nilai |M|2 untuk setiap proses diatas adalah 2 ) GC (1 + Q2 /MW 2 |M| SU (6) (νN → µX) = 1 + 2 2 GF (1 + Q /MC )
GN (1 + Q2 /MZ2 ) |M|2 SU (6) (νN → νX) = 1 + GF (1 + Q2 /MN2 )
!2
|M|2 SM (νN → µX) , (4.7)
!2
|M|2 SM (νN → νX) . (4.8)
Jika kita mengabaikan faktor dari propagator maka persamaan diatas menjadi |M|2 |M|2
GC SU (6) (νN → µX) = 1 + GF
GN SU (6) (νN → νX) = 1 + GF
2
2
|M|2 SM (νN → µX) ,
|M|2 SM (νN → νX) .
(4.9) (4.10)
Selanjutnya kita akan mengaitkan konstanta coupling GN dengan GC . GC = a G N .
(4.11)
Dengan menggunakan relasi diatas maka akan kita dapatkan perbandingan nilai ν ν RSU (6) dalam hubungannya dengan nilai RSM adalah sebagai berikut:
ν RSU (6) =
GN GF N aG GF
1+ 1+
2
ν RSM .
(4.12)
Jika kita membuat plot grafik Rν terhadap GN /GF untuk hasil yang telah kita peroleh diatas, maka akan kita peroleh grafik seperti dalam Gb.4.2. Dari grafik tersebut kita dapatkan bahwa untuk nilai a = 1.1 akan kita dapatkan range nilai 0.0331 < GN /GF < 0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5 akan kita peroleh range nilai 0.0064 < GN /GF < 0.0154. Dari hasil tersebut dapat kita simpulkan bahwa untuk nilai a yang semakin besar, akan kita peroleh range untuk nilai GN /GF semakin sempit, bahkan untuk nilai a 1, akan kita dapatkan
nilai GN /GF ≈ 0. Ini berarti jika semakin besar konstanta coupling C diband-
ingkan dengan konstanta coupling N, maka semakin lemah interaksi dari boson
gauge SU(6) dibandingkan dengan interaksi dalam teori SM. Hal ini memang sudah dapat diprediksi bahwa interaksi dalam teori SU(6) untuk skala energi diatas electroweak scale harus lebih lemah dibandingkan interaksi dalam teori SM. Dari grafik diatas juga dihasilkan bahwa nilai a harus lebih besar dari 1 agar teori SU(6) dapat menjelaskan anomali NuTeV. Ini artinya dalam teori SU(6) 27
0.315 0.314 0.313
Rν
0.312 0.311 0.31 RSU(6) ; a=1.1 RSU(6) ; a=1.5 RSM RNuTeV
0.309 0.308
0
0.1 GN/GF
0.05
0.2
0.15
Gambar 4.2: Grafik Rν vs GN /GF untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU (6) untuk nilai a = 1.1 dan a = 1.5 . interaksi charge current lebih kuat jika dibandingkan dengan interaksi neutral current-nya, hal ini berbeda dengan teori SM dimana interaksi neutral current lebih kuat dibandingkan dengan interaksi charge current-nya. Jika kita membuat plot grafik Rν terhadap nilai a, maka akan kita dapatkan grafik seperti dalam Gb.4.3. Dari grafik tersebut dapat kita lihat bahwa untuk nilai GN /GF = 0.01 akan kita peroleh range untuk nilai 1.3234 < a < 1.7637, sedangkan untuk nilai GN /GF = 0.05 maka akan kita dapatkan range nilai
Rν
1.0672 < a < 1.1588.
0.31
RSU(6) ; GN/GF=0.05 RSU(6) ; GN/GF=0.01 RSM RNuTeV 1
1.2
1.4
a
1.6
1.8
2
Gambar 4.3: Grafik Rν vs a untuk hasil yang diprediksi SM dengan global fit, hasil eksperimen NuTeV dan hasil koreksi teori SU (6) untuk nilai GN /GF = 0.01 dan GN /GF = 0.05 . 28
Bab 5 Kesimpulan dan Saran Setelah dilakukan perhitungan dan hasilnya ditunjukkan oleh grafik, maka anomali NuTeV dapat dijelaskan dengan teori SU (6) -dengan cara menambahkan gauge boson baru yang tidak muncul dalam teori SM - untuk nilai a = 1.1 maka didapatkan range nilai 0.0331 < GN /GF < 0.0818, sedangkan untuk nilai a = 1.5 maka akan kita dapatkan range nilai 0.0064 < GN /GF < 0.0154. Nilai a pada perhitungan diatas harus lebih besar dari satu (a > 1) agar dapat menjelaskan anomali NuTeV. Sebaliknya jika kita memfit nilai GN /GF = 0.01 akan kita dapatkan range nilai 1.3234 < a < 1.7637, sedangkan untuk nilai GN /GF = 0.05 akan kita dapatkan range nilai 1.0672 < a < 1.1588. Saran untuk penelitian lebih lanjut adalah menerapkan teori SU(6) untuk eksperimen-eksperimen lain yang belum dapat dijelaskan oleh teori SM, misalnya untuk menjelaskan peluruhan proton. Hal ini akan memberikan batasan (constraint) untuk nilai GN /GF serta nilai a, sehingga akan dapat nilai GN /GF dan a yang lebih akurat.
29
Lampiran A Notasi Sistem satuan yang digunakan dalam perhitungan ini adalah sistem satuan alami (natural system of units), di mana didefinisikan h ¯ = c = 1 dan tidak berdimensi. Energi, massa, dan momentum, seluruhnya berdimensi energi, yakni dengan satuan MeV. Dengan demikian, dimensi panjang dan luas masing-masing menjadi energi−1 dan energi−2 . Untuk mendapatkan nilai dan mengembalikan dimensi besaran yang ingin diketahui, digunakan konversi berikut [14]: h ¯ = 6.58212233(49) × 10−22 MeV s h ¯ c = 197.327053(59) MeV fm (¯ hc)2 = 0.38937966(23) GeV2 mbarn
30
(A.1) (A.2) (A.3)
Lampiran B Perhitungan Pers.(3.15) dapat diperoleh dengan cara berikut: d 3 k0 1 2 |M| , dσ = 1/2 2E 0 (2π)3 4 (k · p)2 − m2 M 2
dengan
(B.1)
Z 1 GF √ [µγµ (1 − γ5 )ν] d4 x eiq·x hX|J µ (x)|P i, −iM(νN → µX) = −i 2 2 2 (1 + Q /MW ) (B.2) Z 1 GN [νγµ (1 − γ5 )ν] d4 x eiq·x hX|J ν (x)|P i, −iM(νN → νX) = −i √ 2 (1 + Q2 /MZ2 ) (B.3)
dalam perhitungan orde terendah nilai GN = GF . J µ dalam pers.(B.2) adalah quark charge current, sedangkan J ν dalam pers.(B.3) adalah quark neutral current, sehingga akan didapatkan nilai |M|2 =
G2F 1 Lµν W µν 4π, 2 2 2 (1 + Q /MW,Z )
(B.4)
faktor 4π berasal dari normalisasi W µν , untuk nilai µν WCC
Z N d 3 p0 n 1 X 1 X Y = 0 3 4π N 2 s n=1 2En (2π) X sn
WNµνC =
hp, s|J µ† |XihX|J µ |p, si(2π)4 δ (4) (p + q −
Z N d 3 p0 n 1 X 1 X Y 0 3 4π N 2 s n=1 2En (2π)
X sn
hp, s|J ν† |XihX|J ν |p, si(2π)4 δ (4) (p + q − 31
X
p0n ),
(B.5)
X
p0n ),
(B.6)
n
n
Selanjutnya dengan menggunakan pers.(3.2) dan (3.4) kita dapatkan 1 |k0 |2 dk0 dΩ 2 , |M| 4M (E 2 − m2 )1/2 2E 0 (2π)3
dσ =
(B.7)
dengan menggunakan relasi momentum-energi relativistik, kita dapatkan 0
0
1 (E 2 − m 2 )1/2 2 dσ = |M| dE 0 dΩ, 3 2 2 1/2 64π M (E − m )
(B.8)
dengan menggunakan pers.(3.7) dan (3.8), kita mengubah dE 0 dΩ kedalam bentuk dν dQ2 dengan relasi berikut: 2π dE dΩ = Q2 1 − 0
1
4m2 M 2 x2 y 2 1/2 1 Q4
4m0 2 M 2 x2 y 2 1/2 Q4 (1−y)2
−
0
"
M 2 x2 y 2 2 1− 2 Q (1 − y)
2M 2 x2 y 2 2m2 M 2 x2 y 2 2m 2 M 2 x2 y 2 − − 2 − 1− Q4 (1 − y) Q4 (1 − y) Q (1 − y)
× 1−
1 4m2 M 2 x2 y 2 Q4
+
1 1−
4m0 2 M 2 x2 y 2 Q4 (1−y)2
dν
!
!
dQ2 ,
(B.9)
kemudian kita mengubah dν dQ2 kedalam bentuk dx dy dengan menggunakan pers.(3.10) dan (3.12), sehingga akan didapatkan relasi: dν dQ2 = 2M E 2 y dx dy,
(B.10)
langkah terakhir adalah dengan cara mengubah suku ketiga dari pers.(B.8) kedalam kaitannya dengan x dan y sebagai berikut: 02
02
1/2
(E − m ) = (E 2 − m2 )1/2
0 4m 2 M 2 x2 y 2 1/2 4 2 Q (1−y) , 2 4m M 2 x2 y 2 1/2
(1 − y) 1 −
1−
(B.11)
Q4
langkah terakhir adalah mensubstitusi pers.(B.4), (B.9), (B.10), dan (B.11) kedalam pers.(B.8), maka akan didapatkan pers.(3.15).
32
Daftar Acuan [1] NuTeV: G. P. Zeller et. al., Phys. Rev. Lett. 88, (2002) 091802. [2] V. A. Uvarov et. al., “A Combination of Preliminary Electroweak Measurements and Constraint on the Standard Model”, CERN-EP/2001-98,hepex/0112021. [3] M. Gruenewald, private communication, for the fit of Ref.[2] without neutrino-nucleon scattering data included. [4] S. L. Glashow, Nucl. Phys. 22, (1961) 579. [5] S. Weinberg, Phys. Rev. Lett. 19, (1967) 1264. [6] A. Salam, in Elementary Particle Theory, (edited by N. Svartholm), Almquist and Forlag, Stokcholm, 1968. [7] M. Kobayashi dan T. Maskawa, Prog. Theor. Phys. 49, (1973) 652. [8] N. Cabibbo, Phys. Rev. Lett. 10, (1963) 531 [9] Particle Data Group, Review of Particle Physics, Phys. Lett. B, (2004) 592 [10] A. Hartanto dan L.T. Handoko, Physics Journal of the Indonesian Physical Society C8, (2004) 0502. [11] R. P. Feynman dan M. Gell-Mann, Phys. Rev. 109 (2002) 193. [12] C. G. Callan dan D. G. Gross, Phys. Rev. Lett 22, (1969) 156. [13] F. Halzen dan A. D. Martin, Quarks and Leptons: An Introductory Course in Modern Particle Physics, Wiley, New York, 1984. 33
[14] M. E. Peskin dan D. V. Schroeder, An Introduction to Quantum Field Theory, Westview, USA, 1995. [15] G. P. Zeller, A Precise Measurement of the Weak Mixing Angle in NeutrinoNucleon Scattering, Ph.D Thesis, Northwestern University, 2002.
34